Ceritasilat Novel Online

Lembah Tiga Malaikat 6

Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id Bagian 6


"Apa yang kau takuti?"
"Konon orang-orang Sam seng bun lebih mengutamakan tujuan daripada
memikirkan soal tindakan apa yang harus dipergunakan, kalau berada dalam
lembah Giok hong kok, aku tak perlu takut kepada mereka, tapi setelah keluar
dari lembah keadaannya jadi berubah, kalau hanya mengandalkan ilmu silat saja, aku
sudah pasti bukan tandingan dari orang-orang Sam seng bun."
"Aku sih mempunyai akal bagus." Kata Buyung Im seng dengan kening berkerut.
Giok hong siancu segera tersenyum manis, serunya. "Kau memang selalu
mempunyai banyak akal busuk, ayo cepat katakan, apa akalmu itu!"
"Bila kau keluar dari lembah besok, berusahalah untuk membawa beberapa orang
muridmu yang berilmu silat paling tinggi, kemudian suruh mereka membawa dua
keranjang lebah kemala, seandainya terjadi bentrokan kekerasan, maka kaupun
lepaskan lebah-lebah kemala tersebut untuk menghadapi mereka."
"Bagus, memang cara ini sangat bagus sekali", puji Giok hong siancu sambil
tertawa, "sepanjang jalan kemari, aku rasa kau akan lelah sekali, mari kita
pergi istirahat!" Mendengar ajakan tersebut, Buyung Im seng segera merasakan hatinya bergetar
keras, pikirnya. "Waah, bisa celaka kali ini, apabila harus tidur seranjang dengannya, sudah
pasti badan menempel badan, saat itu seandainya aku sanggup menguasai diri, rahasia
perayuanku bisa ketahuan, aaiii... sewaktu datang tadi, kenapa tidak kupikirkan
hal tersebut... sekarang keadaannya ibarat jenggot yang sudah terbakar, kecuali
aku turun tangan secara tiba-tiba untuk membekuknya, aku rasa tidak ada cara
lain yang lebih baik lagi... aiii, kenapa sampai sekarang orang-orang Li ji pang
belum juga menampakkan diri" Tampaknya aku harus mengambil keputusan
sendiri..." Berpikir sampai di situ, mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dengan
cepat diapun berhasil menemukan suatu cara pertolongan yang sangat bagus.
Dengan cepat dia lantas berkata. "Dalam melakukan perjalanan kali ini, aku lupa
makan lupa tidur, sebelum berjumpa denganmu, aku hanya merasa seluruh
benakku penuh berisi bayangan tubuhmu, tapi sekarang setelah bersua denganmu,
aku merasa mulai lapar sekali..."
218 "Aaiii.... Kenapa tidak kau katakan sedari tadi?" seru Giok hong siancu.
"Dikatakan sekarang toh belum terlambat?"
"Perpisahan melebihi pengantin baru, sudah sepuluh tahun kita tak pernah bersua
muka, setelah bertemu kembali hari ini aku benar-benar merasa bagaikan terbang
di tengah awan saja, kenapa dalam suasana begini kau malah teringat kalau perut
lagi lapar?" Buyung Im seng tersenyum. "Yaa, apa boleh buat lagi!"
Giok hong siancu segera menghela napas panjang, kemudian bertepuk tangan dua
kali. Pintu segera terbuka dan muncullah seorang dayang berbaju hijau. Sambil
masuk ke dalam ruangan dan memberi hormat, katanya. "Siancu ada pesan apa?"
"Sediakan sepoci arak dan beberapa macam sayur!" "Siapkan saja dulu semangkok
bakmi!" timbrung Buyung Im seng.
Dayang berbaju hijau itu mengiakan, dan segera berlalu dari ruangan tersebut.
"Dalam lembah tersedia arak wangi yang sudah berusia tua, malam ini kita harus
minum sampai mabuk kepayang."
"Takaran arakku tidak becus..."
Giok hong siancu menjadi tertegun, sekali lagi dia menatap wajah Buyung Im seng
lekat-lekat sampai lama sekali, dia baru berkata. "Kau tidak pandai minum arak?"
Buyung Im seng tahu bahwa ia telah salah berbicara, tapi untuk sesaat diapun tak
mungkin meralat kata-katanya itu, maka pelan-pelan katanya lagi. "Sudah sepuluh
tahun lamanya aku disekap dalam kuil Siau lim si, didalam sepuluh tahun ini tak
setetes arakpun yang pernah kuminum, bayangkan sendiri bagaimana takaran
minum arakku sekarang?"
Giok hong siancu tertawa hambar, lalu ujarnya. "Sepeninggal dari kuil Siau lim
si, apakah kau tak pernah meneguk setetes arakpun?"
"Tidak, aku sangat merindukan dirimu, maka terburu buru aku berangkat menuju
ke lembah Giok hong kok, mana ada waktu bagiku untuk minum arak lagi?"
Kembali Giok hong siancu tertawa hambar. "Aku tahu kau adalah seorang lelaki
yang tidak serius dalam bercinta, sungguh heran, kenapa sekarang berubah
menjadi begitu romantis" Aiii... ucapan ini muncul dari mulutmu, kendatipun cuma
kata-kata bohong, kedengarannya juga begitu syahdu dan merdu."
"Setiap manusia pasti akan mengalami banyak perubahan, apalagi aku," kata anak
muda itu sambil tersenyum. "selama penghidupan yang tersiksa 10 th belakangan
ini, kendatipun banyak penderitaan yang telah kurasakan, namun akupun
mempunyai banyak kesempatan untuk memikir yang telah kulakukan selama ini,
meski terlalu berlebihan, tapi aku tahu cuma kau seorang yang sesungguhnya
sangat baik terhadapku."
"Semoga saja ucapanmu itu muncul dari dasar sanubarimu yang sejujurnya..." kata
Giok hong siancu sambil membereskan rambutnya yang kusut.
"Tampaknya kau masih juga seperti dulu, banyak menaruh curiga kepada orang."
219 "Aaaiii... tahu kalau kau bakal mengalami perubahan yang begitu besar, akupun
tak akan membuat anak kita..."
"Anak apa?" tanya Buyung Im seng tertegun.
"Aiii...! Sejak kau lenyap tak berbekas aku baru menemukan bahwa aku telah
berbadan dua." "Anaknya sudah kau lahirkan belum" Lelaki atau perempuan?"
Tiba-tiba Giok hong siancu mengucurkan airmatanya dan menangis, bisiknya agak
terisak. "Anak itu... tak sampai dilahirkan..."
Sambil menyeka air matanya yang membasahi wajahnya, pelan-pelan dia
melanjutkan. "Aku berpendapat bahwa kau adalah lelaki yang tak bertanggung jawab, jika anak
itu ku lahirkan maka dia pasti akan tersiksa di kemudian hari, apalagi sepanjang
hidup kita sudah banyak melakukan kejahatan, mungkin saja kita bakal mendapat
pembalasan di kemudian hari, kalau kita yang terkena masih tak mengapa, tapi
kalau sampai anakpun ikut berkorban, hal ini akan terlalu kasihan. Aku pernah
dengar orang berkata cinta kasih seorang ibu ke anak adalah cinta kasih yang
agung, di kemudian hari jika dia seorang ayah yang tak mau mengakui dia sebagai
anaknya, dan bocah itu bertanya kepadaku, bagaimana pula aku harus menjawab?"
Mendengar semua perkataan itu, diam-diam Buyung Im seng berpikir. "Tampaknya
Giok hong siancu bukanlah seorang manusia yang benar-benar berhati jahat, asal
dia bisa diberi pendidikan yang benar, tak sulit untuk membawanya kembali ke
jalan yang benar, siapa tahu kalau di kemudian hari dia malah akan berbakti demi
keadilan dan kebenaran dalam dunia persilatan?"
Sementara itu Giok hong siancu berkata lagi, "Sebenarnya aku yang melatih ilmu
Cay pun-khi khang tidak mudah untuk mengandung, hari-hari itu setelah cekcok
hebat dengan kau, kemudian malamnya kau rayu kembali diriku sehingga hatiku
merasa girang sekali, membuat aku tak bisa mengendalikan diri hingga menjadi
bunting, Aiii, siapa tahu keesokan harinya sewaktu aku masih tertidur pulas, kau
telah pergi tanpa pamit!"
Setelah menengok sekejap ke arah Buyung Im seng, katanya lebih lanjut. "Kejadian
semacam ini, mungkin sudah kau lupakan sama sekali bukan...?"
"Ooh, masih ingat! Masih ingat!"
"Kalau masih ingat, itu lebih baik lagi, Aaaii..! dalam anggapanku waktu itu,
dalam 10 hari sampai setengah bulan kau pasti sudah kembali kemari, siapa tahu
kepergianmu itu tak pernah kembali lagi, kabar berita tentang kaupun seakan akan
hilang lenyap." "Tapi apa hubunganmu dengan anak itu?"
"Oleh karena aku tak ingin anak itu ikut menderita nantinya, maka aku telah
menggunakan obat obatan..."
"Kau pergunakan obat-obatan untuk apa?"
220 "Kugunakan obat-obatan untuk menggugurkan kandungan itu!"
"Jadi mati?" seru Buyung Im seng tertegun. Ternyata dia masih belum memahami
arti hubungan antara lelaki dan perempuan, sehingga untuk sesaat dia belum bisa
menarik makna perkataan yang sebenarnya dari Giok hong siancu.
"Ketika aku pakai obat-obatan tersebut, usia kandunganku belum lagi mencapai
dua bulan..." sambung Giok hong siancu lebih jauh.
Tanpa terasa dua tetes air mata kembali menetes keluar membasahi pipinya.
Pelan-pelan Buyung Im seng berkata. "Seandainya bocah itu tidak kau gugurkan..."
"Yaa, tahun ini dia sudah berusia belasan tahun, aaiii... sejak dulu akupun
sudah dipanggil mama!" sahut Giok hong siancu dengan amat sedihnya.
"Sekarang, tentunya kau menyesal bukan?"
"Bukan cuma menyesal, kesedihan benar-benar tak terkirakan, hanya memikirkan
seorang anak, entah sudah berapa kali aku menangis tersedu-sedu..."
"Kalau tahu begini, kenapa harus berbuat diwaktu itu?"
"Yaa, kalau bukan gara-gara kau, juga takkan terjadi hal yang menyedihkan
macam ini." "Aku?" "Betul, andaikata kau tak pergi, akupun takkan sampai menggugurkan
kandunganku." "Kraak... tiba-tiba terdengar pintu kamar dibuka orang dan dua orang dayang
berjalan masuk. Dayang yang pertama membawa sebuah mangkok sedangkan
dayang yang berada di belakangnya membawa sebuah baki, di atas baki telah siap
empat macam sayur dan sepoci arak panas. Sedangkan isi mangkuk itu adalah
semangkuk bakmi yang masih panas mengepul.
Cepat-cepat Giok hong siancu menyeka air matanya, dan berkata sambil
tersenyum. "Tak perlu disedihkan lagi, hayo cepat habiskan mie itu! Kejadian
yang sudah lewat biarkan saja lewat, sekarang asal kau mau baik-baik bersikap
kepadaku, aku masih dapat memberikan seorang anak untukmu!"
"Melahirkan seorang anak untukku" Waah... angkat tangan saja!" pikir Buyung Im
seng didalam hati. Berpikir sampai di situ, dia lantas menerima mangkuk mie itu dan segera
melahapnya. Sesungguhnya Buyung Im seng memang benar-benar lapar maka dia
menyikat bakmi itu dengan lahapnya.
Tak selang beberapa saat kemudian, semangkuk mie sudah habis dimakan
sehingga tidak ada sisanya. Giok hong siancu menghembuskan napas panjang,
dengan lembut bisiknya. "Tampaknya kau lapar sekali?"
Ia mengambil poci arak dan memenuhi cawan Buyung Im seng, kemudian katanya
pula. "Giok long, minumlah secawan arak!"
Buyung Im seng tahu bahwa suguhan itu tak bisa ditolak, sebab jika ditampik lagi
niscaya akan mengakibatkan kecurigaan Giok hong siancu, maka sambil
221 mengangkat cawan araknya ia berkata. "Sudah lama kita tak pernah bersua, mari
kita keringkan secawan arak...!"
Pelan-pelan Giok hong siancu menjatuhkan diri ke dalam pelukan Buyung Im seng,
bisiknya. "Giok long kau benar-benar telah berubah!"
"Berubah dalam hal apa?" "Sejak kembali ke dalam lembah, kau tak pernah
mengucapkan sepatah kata mesrapun kepadaku!"
"Berubahnya lebih baik atau lebih jelek?" "Tentu saja berubah lebih baik,
berubah lebih gagah dan tegas, membuat orang merasa percaya untuk menggantungkan
nasibnya kepadamu..."
"Sungguhkah begitu?" kata Buyung Im seng sambil tersenyum. "Tentu saja
sungguh, memangnya aku bakal membohongimu?"
"Bila seseorang telah disekap selama sepuluh tahun lamanya, mana mungkin tak
akan terjadi perubahan pada dirinya?"
Giok hong siancu segera menarik napas panjang. "Aaaiii...kau telah berubah
menjadi begini baik, aku benar-benar merasa berat hati untuk menggabungkan diri
dengan perguruan Sam seng bun, aku ingin tinggal dalam lembah Giok hong kok,
melahirkan beberapa orang anak untukmu, dan hidup dengan penuh kebahagiaan
bersama anak-anak dan suami."
Setelah meneguk secawan arak, dia menggandeng tangan Buyung Im seng dan
diajak menuju ke pembaringan.
Buyung Im seng jadi amat gelisah, pikirnya. "Bila sudah naik ranjang, maka
kejadian selanjutnya pasti akan seram mana aku bisa menghadapinya?"
Berpikir sampai ke situ, hatinya menjadi tegang dan tanpa sadar sekujur badannya
gemetaran. Mendadak Giok hong siancu menghentikan langkahnya, lalu berpaling
tegurnya. "Giok long, apakah kau tidak enak badan?"
Tergerak hati Buyung Im seng setelah mendengar perkataan itu, sahutnya dengan
cepat. "Benar, setelah melakukan perjalanan jauh entah lantaran lapar atau
terkena angin malam, aku merasa badanku kurang segar."
Giok hong siancu segera mengulurkan tangannya untuk memegang kening Buyung
Im seng, setelah itu katanya. "Masih untung tak panas badan, cepat berbaring,
akan ku pijit badanmu agar segar..."
"Bagus, bukan mau pura-pura menjadi sungguhan...?" kata Buyung Im seng di hati.
Baru saja dia termenung, dia sudah didorong oleh Giok hong siancu sehingga
berbaring di atas ranjang. Dengan cepat Giok hong siancu menggunakan jari-jari
tangannya yang halus dan lembut untuk memijiti badan anak muda itu, ujarnya
sambil tertawa. "Pejamkan matamu!"
Dalam keadaan serta suasana begini, kendati Buyung Im seng merasa amat gelisah
dan cemas, namun di atas wajahnya tersungging sekulum senyuman, mau tak mau
dia harus menuruti perkataan Giok hong siancu dan memejamkan matanya.
222 Giok hong siancu segera bertekuk lutut dan berlutut di tanah, kemudian
melepaskan sepatu yang dikenakan Buyung Im seng.
Selama hidup baru pertama kali ini si anak muda merasakan kehangatan dan
kemesraan seperti itu, sehingga untuk sesaat lamanya dia tak tahu bagaimana
harus menghadapinya. Giok hong siancu segera tertawa terkekeh-kekeh, serunya. "Bau amat kakimu,
sudah berapa hari kau tidak mandi?"
Buyung Im seng melompat bangun, serunya pula. "Benar, aku harus membersihkan
badan lebih dulu!" Dengan cepat Giok hong siancu menekan dada Buyung Im seng, lalu katanya
dengan lembut. "Tak usah gugup, biar ku pijit dulu badanmu, kemudian baru
membersihkan badan."
"Tidak, kita toh sudah bertemu, kalau ingin bermesraan juga tak perlu
tergesagesa, biar aku membersihkan badan lebih dulu, kemudian baru kita berbincangbincang."
Giok hong siancu tersenyum, dia lantas bangkit berdiri seraya berkata pelan.
"Baiklah! Akan kutemani dirimu."
Buyung Im seng merasa amat gelisah, pikirnya didalam hati. "Waaah...makin lama
semakin runyam, aku benar-benar terjepit sekarang. Maksud mau menghindar,
jadinya malah menyongsong..."
Sementara itu Giok hong siancu telah menggandeng tangan Buyung Im seng seraya
berkata. "Mari, akan ku mandikan kau!"
Sementara suasana bertambah kritis dan Buyung Im seng benar-benar tak mampu
menghadapi Giok hong siancu, tiba-tiba terdengar suara langkah manusia datang,
menyusul suara seorang perempuan menegur. "Apakah suhu ada?"
"Siapa?" seru Giok hong siancu.
"Tecu, Lan hong."
Buyung Im seng segera berpikir didalam hati. "Semoga saja dalam lembah Giok
hong kok telah terjadi sesuatu perubahan yang di luar dugaan."
Sementara dia masih termenung, Giok hong siancu telah berkata. "Masuklah!"
Dengan cepat Buyung Im seng mengenakan sepatunya sambil berbisik. "Telah
terjadi sesuatu?" Giok hong siancu manggut-manggut. "Yaa, andaikata tidak terjadi sesuatu, mereka
tak akan berani mengganggu ketenanganku."
"Sudah pasti orang-orang Sam seng bun yang sedang membuat kekacauan..."
Terdengar pintu terbuka, Lan hong melangkah masuk ke dalam, memberi hormat,
lalu katanya. "Tecu bertugas malam ini..."
"Ringkasnya saja, apa yang telah terjadi?" tukas Giok hong siancu.
"Tecu mendengar suara aneh bergema disekitar tempat bertugas, ketika berpaling
ternyata tidak nampak apa-apa, karena tidak puas maka tecu melakukan
223 pemeriksaan dengan seksama, ternyata dua orang dayang kita yang bertugas
menjaga gudang mustika telah dibunuh orang."
"Apakah gudang mustika sudah dibuka orang?" tanya Giok hong siancu dengan
kening berkerut.

Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Belum, pintu gudang mestika masih tertutup rapat."
"Sudah kau periksa?"
"Sudah, pintu gudang masih tetap utuh dan tertutup rapat!"
-ooo0ooo- BAGIAN KE 17 "Sudah kau periksa jenasah dari kedua orang dayang tersebut?" "Sudah, bahkan
tecu telah memeriksanya dengan amat teliti." "Sudah berapa lama kedua orang itu
terbunuh?" "Paling tidak sudah satu jam berselang."
Giok hong siancu segera tertawa dingin, katanya: "Ketika itu, mereka masih belum
pergi!" "Sesudah terjadi peristiwa semacam ini, kita tak boleh cuma berpeluk tangan
belaka, pencarian dan pemeriksaan harus kita lakukan dengan lebih teliti lagi!"
sela Buyung Im seng. Giok hong siancu manggut-manggut, sorot matanya segera dialihkan ke arah Lan
hong, kemudian tanyanya. "Apakah kau telah mengirim orang untuk melakukan
pemeriksaan?" "Belum, tecu melaporkan dulu kejadian tersebut kepada suhu dan mohon petunjuk
kepada suhu." "Perintahkan kepada segenap anggota lembah untuk bersiap sedia menghadapi
musuh, sedangkan dia yang tak bertugas dipersiapkan untuk melakukan pencarian
secara besar-besaran!"
Lan hong mengiakan dan segera mengundurkan diri dari situ.
Sepeninggal Lan hong, Giok hong siancu segera berpaling dan memandang sekejap
ke arah Buyung Im seng, kemudian katanya. "Giok long, aku akan pergi melakukan
pemeriksaan sebentar, kau tentu letih sekali, tunggulah saja di sini, sebentar
aku kembali." Buyung Im seng termenung sejenak, kemudian mengangguk. "Baiklah! Cepatlah
pergi dan cepat kembali. Jika bertemu dengan musuh tangguh yang susah
dirobohkan, kirim seorang dayang untuk memberi kabar kepadaku, aku segera
datang untuk memberi bantuan."
"Aku rasa tak perlu sampai merepotkan kau dalam lembah Giok hong kok ini, kita
lebih mengandalkan lebah kemala daripada orang, jika pendatang itu benar-benar
seorang musuh tangguh, akan kulepaskan lebah kemala untuk menghadapinya."
"Aku rasa kurang cocok jika kita lepaskan lebah kemala ditengah malam begini."
224 Giok hong siancu segera tertawa. "Lebah kemala itu sudah mendapat pendidikan
yang cukup lama, terhadap pemandangan didalam lembahpun mereka sudah cukup
hapal." "Tampaknya selama sepuluh tahun belakangan ini, kepandaianmu menjinakkan
lebah sudah memperoleh kemajuan yang pesat sekali."
"Benar, selama 10 th ini hampir segenap pikiran dan tenaga yang kumiliki telah
ku curahkan pada mengembang-biakkan lebah kemala tersebut, untuk memeliharanya
yang hari kian bertambah banyak, aku telah membuka tanah lembah sebelah
belakang sana dan merubahnya menjadi sebuah kebun yang sangat luas, untuk
membuat kebun itu saja aku telah mengerahkan beratus orang dan membutuhkan
waktu selama 5 th untuk mengumpulkan pelbagai bunga aneh dari seantero dunia.
Dalam kebun itupun aku telah membangun sebuah loteng yang sangat indah, besok
kita pindah ke loteng itu saja."
"Sekarang gudang mustika telah kedatangan pencuri, peristiwa ini merupakan satu
masalah yang sangat penting, lebih baik tengoklah dulu keadaan di situ."
Giok hong siancu segera tertawa manis, tanyanya. "Sekarang, aku baru merasa
bahwa diriku benar-benar mirip dengan seorang istri." Dia lantas membalikkan
badan dan keluar dari ruangan.
Menanti bayangan tubuh Giok hong siancu sudah lenyap dari pandangan mata,
Buyung Im seng baru berpikir.
"Menurut keterangan yang diberikan Kwik Soat kun kepadaku, katanya kitab ilmu
pedang milik Li ji pang itu disimpan dalam sebuah ruangan rahasia yang letaknya
berada didalam kamar tidurnya Giok hong siancu, tapi sekeliling ruangan ini
telah diberi tirai yang tebal, bagaimana caraku untuk menemukan tombol rahasia untuk
membuka ruang rahasia tersebut" Apalagi katanya dia sudah membuat gudang
mustika lain, siapa tahu kalau kitab itu sudah disimpannya didalam gudang
mestika tersebut?" Berpikir sampai di situ, dia lantas menghampiri pembaringan dan mulai mengetuk
dinding ruangan itu. Setelah diperiksa sekian lama dengan teliti, akhirnya dia
menjumpai dalam dinding tersebut terdapat ruang kosong, hatinya menjadi girang
sekali, pikirnya. "Apabila kitab itu dapat kutemukan dengan lancar, kenapa tidak kugunakan
kesempatan dikala Giok hong siancu belum kembali untuk pergi meninggalkan
tempat itu?" Tapi dinding ruangan itu tertutup semua oleh tirai, empat penjuru tidak nampak
bekas robekan, hal ini membuat anak muda tersebut kembali mengerutkan
dahinya. "Jangan2 pintu rahasia tersebut tak pernah dibuka selamanya...?"
Untuk sesaat lamanya dia menjadi tertegun dan tak tahu bagaimana caranya
mengatasi keadaan tersebut.
Sementara dia masih sangsi, mendadak pintu kamar dibuka orang, dan seorang
dayang muncul dalam ruangan.
225 Buyung Im seng segera mengalihkan perhatiannya ke atas wajah dayang itu, dia
baru berusia 16 tahun, memakai pakaian ringkas dengan sebilah pedang tersoren di
punggungnya. Begitu masuk ruangan, dengan sepasang matanya yang tajam dia mengawasi
sekejap wajah Buyung Im seng, kemudian tegurnya. "Apa yang hendak kau
lakukan?" Buyung Im seng merasa terkejut, segera pikirnya, "Ternyata ia telah mengutus
orang untuk mengawasi aku secara diam-diam, kenapa tidak kuduga sampai ke
situ" Tapi urusan telah menjadi begini, terpaksa aku haru menghadapi sebisanya."
Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata dengan dingin. "Apa kedudukanmu di
sini?" "Aku adalah dayang kepercayaan dari Siancu!" sahut dayang itu sambil tertawa
hambar. Buyung Im seng segera maju dan menghampiri dayang tadi, katanya lagi sambil
tertawa. "Masa kau tidak kenal padaku?"
Walaupun masih muda, ternyata dayang itu amat cekatan dan pintar, pelan-pelan
dia turut mundur pula, sahutnya. "Bila kau ada pesan silahkan diutarakan, aku
tak lebih cuma serang dayang, tidak berani terlalu dekat dengan dirimu."
Buyung Im seng segera berpikir lagi. "Dayang ini belum dewasa tapi
kewaspadaannya cukup tinggi, untuk menghadapi orang semacam ini aku tak boleh
bertindak terlalu gegabah."
Berpikir demikian, diapun lantas berhenti, lalu setelah tertawa hambar, katanya:
"Sudah lamakah kau tinggal bersama siancu?"
"Tidak terlalu lama, belum sampai tiga tahun", sahut dayang itu sambil tertawa.
"Nona datang dari mana?"
Dayang itu tertawa sahutnya: "Aku datang dari timur, barat, utara, selatan empat
arah !" Buyung Im seng agak tertegun, kemudian serunya: "Beberapa hari ini awan,
hujan, petir, guntur turut beruntun..."
Tidak sampai Buyung Im seng menyelesaikan kata katanya, dayang itu sudah
memberi hormat sambil menyela: "Budak bernomor induk tiga puluh tujuh !"
(Bersambung ke jilid 12) 226 Lembah Tiga Malaikat Oleh: Tjan Jilid 12 Buyung Im Seng memandang dayang itu sekejap, kemudian pelan-pelan bertanya
pula: "Giok long datang bukan untuk memetik bunga!"
Mendadak dayang berpakaian ringkas itu menghampiri Buyung Im Seng dengan
langkah cepat, kemudian bisiknya: "Budak siap menerima perintah."
Diam-diam Buyung Im Seng merasa kagum sekali, pikirnya: "Orang-orang Li ji
pang memang betul-betul sangat lihai, ternyata dia bisa menyelundupkan salah
seorang anggotanya untuk menjadi dayang kepercayaan dari Giok hong siancu."
Dalam hati ia berpikir demikian, diluaran katanya: "Nona, tahukah kau bagaimana
caranya untuk membuka ruang rahasia yang terdapat di sini?"
"Ruang rahasia yang berada dibalik dinding ini dibuat oleh seorang tukang yang
ahli, konon memerlukan waktu yang cukup lama sebelum ruang rahasia
penyimpanan harta mestika itu selesai dibuatkan, untuk membukanya terdapat
dua buah anak kunci, yang satu disembunyikan Giok hong siancu sedangkan yang
lain selalu dibawa di sakunya."
"Kau sudah datang cukup lama ditempat ini, dipercaya lagi oleh Giok hong siancu,
kenapa tidak kau usahakan sendiri untuk membuka pintu rahasia itu serta
membantu perkumpulanmu untuk mendapatkan kembali kitab pusaka ilmu pedang
itu?" "Budak telah mempergunakan banyak pikiran dan akal untuk membuka pintu
rahasia tersebut tapi anak kunci tersebut selalu dibawa oleh Siancu, susah
bagiku untuk mendapatkannya."
"Mengapa kau tidak mencari si ahli pembuat ruang rahasia itu agar bisa dibuatkan
sebuah anak kunci lagi?"
227 "Si tukang yang ahli membuat ruang rahasia itu telah dibunuh oleh Giok hong
siancu. Dewasa ini, kecuali Giok hong siancu seorang, tiada orang kedua di dunia
ini yang mampu membuka rahasia dinding itu, kecuali kau bisa berhasil
mendapatkan kunci tersebut dari saku Giok hong siancu."
"Anak kunci itu disimpan dimana?"
"Di atas tali celana dalam yang dipakai Giok hong siancu, kecuali kau, sulit
buat orang lain untuk mendapatkannya."
"Mengapa perkumpulan kalian menyerahkan racun itu kepadaku dan bukannya
kepadamu, bukankah sama saja" Asal dia sudah dirobohkan maka kunci tersebut
otomatis akan didapatkan" Kenapa musti menyuruh aku yang melakukan tugas
ini?" Gadis berbaju ringkas itu menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya. "Giok
hong siancu adalah seorang yang sangat teliti dan banyak curiga, sekalipun
dayang kepercayaannya juga tak mungkin bisa terlampau mendekatinya. Dihari-hari biasa,
sayur dan arak yang kami hidangkan selalu musti dicicipi dahulu dihadapannya,
bahkan setelah bersantap juga tak boleh segera meninggalkan tempat itu."
"Kenapa?" tanya Buyung Im seng.
"Sebab dia hendak melihat apakah makanan itu ada racunnya atau tidak, oleh
karena itu setiap orang haru berdiri beberapa waktu lebih dulu dihadapannya
sebelum diijinkan untuk pergi."
"Ooo... rupanya dia begitu berhati-hati."
Dayang berbaju ringkas itu memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, lalu
berkata. "Sekarang, agaknya kau sudah memperoleh kepercayaan penuh darinya,
cuma bila kau hendak mempergunakan obat pemabuk nanti, lakukanlah dengan
lebih berhati-hati."
Buyung Im seng mengangguk. "Akan kuingat selalu dan banyak terima kasih atas
petunjukmu. Apakah dayang penjaga gudang mestika itu kalian yang bunuh?"
Dayang berpakaian ringkas itu mengangguk, "Yaa, akulah yang melakukannya,
tapi kami hanya menotok jalan darahnya belaka, siapa tahu ternyata pada saat
itulah ada orang yang menyerbu masuk ke dalam lembah ini dan membunuh
dayang2 penjaga gudang."
"Hal itu malah lebih baik lagi, dengan begitu bisa mengurangi pula rasa curiga
mereka kepada kalian."
Dayang itu segera memberi hormat dan berkata. "Budak tak bisa berdiam terlalu
lama di sini, semoga kongcu baik-baik menjaga diri, setiap saat aku akan
berjagajaga di luar ruangan untuk menantikan perintah dari kongcu."
Seusai berkata, tanpa menantikan jawaban dari Buyung Im seng lagi dia lantas
membalikkan badan dan mengundurkan diri dari situ.
Dengan hati-hati sekali Buyung Im seng mengeluarkan obat pemabuk yang
disembunyikan dalam tubuhnya, kemudian melakukan persiapan, setelah itu
menghapus pula semua bekas bekasnya. Ketika semua persiapan telah selesai,
diapun berjalan hilir mudik di dalam kamar.
228 Lebih kurang seperminuman teh kemudian, tiba-tiba Giok hong siancu masuk
dengan langkah terburu-buru. Dengan cepat Buyung Im seng menyongsong
kedatangannya sambil tertawa, katanya. "Bagaimana" Sudah ditemukan
pembunuhnya?" Giok hong siancu menggeleng. "Belum ditemukan, tapi aku telah menitahkan
segenap anggota lembah untuk melakukan pemeriksaan."
"Apakah memerlukan bantuanku?"
"Tak usah, aku sengaja memburu kembali ke sini karena hendak menemanimu..."
Setelah tersenyum tegurnya, "Sudah mandi?"
"Belum, kau pergi melakukan pencarian terhadap musuh yang menyusup kemari,
mana aku tega pergi mandi?"
Agaknya Giok hong siancu merasa terharu sekali, dia menghela napas panjang,
"Aiiii... bila pada sepuluh tahun berselang kau dapat bersikap demikian,
sekarang kita sudah mempunyai beberapa orang anak."
"Yah, sudah lewat biarkan saja lewat, yang akan datang masih bisa kita raih,
marilah kita mulai dari sekarang."
"Betul!, mari kita mandi dulu!"
Sekarang Buyung Im seng sudah mempunyai persiapan yang cukup matang, tindak
tanduknya sudah tidak gugup lagi seperti tadi, dia lantas memeluk dan membopong
tubuh Giok hong siancu, kemudian dibawanya ke atas ranjang...
Giok hong siancu memejamkan matanya rapat-rapat, wajahnya memancarkan sinar
kebahagiaan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Ketika mendekati pembaringan, tiba-tiba Buyung Im Seng menurunkan tubuh
perempuan itu, lalu merangkulnya dengan tangan kiri, sementara tangan
kanannya dengan kecepatan luar biasa menotok jalan darah Cian cing hiat di atas
bahu Giok hong siancu. Mimpipun Giok hong siancu tidak mengira kalau dia bakal disergap orang ditengah
buaian mesra yang penuh kehangatan itu, sehingga untuk sesaat lamanya dia
menjadi tertegun. Dengan cepat Buyung Im Seng merangkul tubuh Giok hong siancu lalu
membaringkan ke atas pembaringan, setelah itu ujarnya.
"Siancu bila kau tak ingin mati, lebih baik jangan berteriak!"
Giok hong siancu segera menghela napas panjang, katanya. "Seharusnya dari dulu
aku sudah tahu kalau kau bukan Giok long kun Ong Ciu, tapi aku sudah terpikat
oleh kobaran cinta sehingga beberapa kali titik kelemahan yang kau perlihatkan
sama sekali tidak ku tanggapi dengan serius, yaa... memang salahku sendiri
kenapa terlalu gegabah, kesalahan yang kecil berakibat besar seperti ini..."
"Sayang keadaan sekarang sudah terlambat." kata Buyung Im Seng.
"Beri tahu kepadaku, siapa kau yang sebenarnya, apakah anggota Sam seng bun?"
229 "Aku tak ingin berbohong, tapi akupun tak dapat memberitahukan hal ini
kepadamu." Sesudah berhenti sebentar, terusnya. "Tapi ada satu hal aku ingin memohon
kepada siancu!" "Persoalan apa?"
"Tolong buka kan pintu rahasia di atas dinding ruangan ini, aku ingin mengambil
dua macam benda dari situ."
"Tampaknya kau sudah mengetahui jelas keadaan didalam lembah Giok hong kok
ini?" Buyung Im Seng tersenyum. "Benar!" sahutnya, "aku sudah tahu mengenai pintu
rahasia serta anak kunci itu, maka aku harap siancu mau diajak bekerja sama."
"Coba katakanlah, anak kunci itu dimana?"
"Di atas tali celana dalammu!"
Giok hong siancu tampak agak tertegun, kemudian ujarnya sambil menghela napas.
"Baiklah, tampaknya terpaksa aku harus bekerja sama denganmu, silahkan kau
ambil sendiri anak kunci itu!"
Tanpa sungkan-sungkan Buyung Im Seng lalu menyingkap gaun Giok hong siancu,
melepaskan pakaiannya dan mengambil anak kunci itu dari tali pengikat celana
dalamnya. Setelah itu diapun bertanya. "Bagaimana caranya untuk membuka pintu rahasia
itu?"

Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Giok hong siancu segera tertawa ewa. "Tampaknya kau masih belum mengerti
tentang seluk beluknya..."
"Aku bukan anggota lembahmu, sudah barang tentu aku tak begitu mengetahui
tentang seluk beluk di tempat ini."
"Singkap kain tirai itu maka kau akan menyaksikan dinding itu yang warnanya
agak tua, gunakan tenaga tanganmu untuk memutarnya tiga kali ke kanan, maka
di atas dinding tersebut akan terbuka sebuah lekukan yang dalamnya setengah inci
dan panjangnya dua inci, setelah itu masukan anak kuncinya ke dalam dan
memutarnya ke kiri sebanyak tiga puluh enam kali, pintu batu itu secara otomatis
akan terbuka sendiri."
Buyung Im Seng menurut dan segera melakukan seperti apa yang dikatakan, benar
juga, pintu rahasia itu segera membuka sendiri secara otomatis...
Tampak dalam ruangan kecil dibalik pintu rahasia itu terletak empat jilid kitab
dan dua buah botol porselen. Dua buah botol porselen itu mempunyai warna yang sama, entah apa isi kedua
botol porselen itu. Buyung Im Seng segera mengambil salah satu botol porselen itu dan dimasukkan
ke dalam sakunya, kemudian mengambil pula ke empat jilid kitab tadi, setelah
menutup kembali pintu rahasia itu, sambil menghembuskan napas panjang
katanya. 230 "Sungguh tak kusangka kalau segala sesuatunya bisa berjalan dengan begini
lancar." "Apakah aku Giok hong siancu pandai bekerja sama?" tegur perempuan itu
kemudian. "Betul dan aku merasa berterima kasih sekali."
"Sekarang akupun ingin mengajukan satu permintaan kepadamu, entah
bersediakah kau untuk mengabulkannya?"
Buyung Im Seng termenung sebentar, lalu menjawab, "Seandainya permintaan
tidak terlampau menyusahkan aku, tentu saja akan kululuskan."
"Sebetulnya siapakah kau?"
Buyung Im Seng segera tertawa hambar. "Justru aku paling takut bila kau
mengajukan pertanyaan ini..." katanya.
"Jadi kau enggan mengatakannya?"
"Aku enggan berbohong, tapi aku segan memberitahukan nama asliku, oleh sebab
itu aku paling kuatir bila kau mengajukan pertanyaan itu..."
Sekalipun jalan darah Giok hong siancu sudah tertotok, namun sikapnya masih
tetap tenang sekali, dia kembali tertawa ewa.
"Baik! Kalau begitu, mari kita berganti dengan suasana yang lain saja..."
"Akupun hendak mengucapkan sepatah kata."
"Berada dalam suasana begini, tampaknya sekalipun tidak kuturuti juga tak dapat,
baiklah coba kau katakan!"
"Sebelum siancu mengajukan pertanyaan, aku harap kau suka memikirkan dulu
dengan seksama, bila aku bersedia menjawab, tentu akan kujawab dengan
sejujurnya, tapi bila tak bisa kujawab, harap siancu jangan mengajukannya lagi."
"Tampaknya aku tidak mempunyai banyak hak untuk berbicara, baiklah, mau
menjawab atau tidak terserah padamu."
Setelah berhenti sebentar, diapun bertanya: "Siapa yang menyuruhmu datang
kemari?" Buyung Im Seng tertawa ewa, dia membungkam seribu bahasa. "Apakah Li ji pang
yang mengundangmu datang kemari?" sambung Giok hong siancu lebih jauh.
Buyung Im Seng menjadi tertegun setelah mendengar pertanyaan itu, sahutnya
kemudian. "Tepat sekali dugaanmu itu."
"Selain Li ji pang, rasanya orang lain memang tak mungkin bisa meminta
bantuanmu." "Kenapa?" 231 "Sebab Li ji pang adalah suatu perkumpulan yang anggotanya terdiri dari
gadisgadis tercantik di dunia, banyak sekali jago persilatan dari dunia ini yang terpikat
oleh mereka dan bersedia untuk menyumbangkan tenaganya bagi mereka."
"Aku membantu mereka lantaran alasan yang lain!" Buyung Im Seng
menerangkan. "Aku tak ingin tahu alasan apakah itu, tapi aku ingin bertanya apa yang hendak
kau lakukan terhadap diriku?"
"Dimasa lalu kita tiada dendam, belakangan ini kitapun tak pernah berniat ingin
mencelakai dirimu, tapi kau harus meluluskan sebuah permintaanku."
"Apa permintaanmu itu?"
"Lepaskan aku untuk meninggalkan Giok hong kok, jangan turun tangan
menghalangi kepergianku."
"Seandainya aku tidak meluluskan?"
"Terpaksa aku harus mempergunakan kecerdasan serta kemampuanku untuk
melindungi diri." "Aku bisa saja meluluskan permintaanmu itu tapi akupun mempunyai sebuah
syarat." "Kalau urusan menyangkut perkumpulan Li ji pang, aku tak dapat mengambil
keputusan." "Permintaan ini tiada sangkut pautnya dengan Li ji pang, permintaanku hanya
menyangkut persoalan pribadi.!"
"Bagus sekali kalau begitu, silahkan siancu utarakan!"
"Aku berharap bisa bersua lagi denganmu, lagi pula kau harus bertemu denganku
dalam wajah aslimu."
"Didalam lembah Giok hong kok inikah?"
"Waktu dan tempat boleh kau tentukan sendiri, dan akupun bertekad akan pergi
sendiri." Buyung Im Seng segera tersenyum, dia tak berkata apa-apa. Tampaknya Giok hong
siancu belum menyelesaikan kata-katanya, kembali dia melanjutkan.
"Kau boleh bersembunyi dibalik kegelapan untuk mengintipku, jika aku membawa
seorang dayang saja, kau boleh tak usah menampakkan diri dan segera berlalu."
Buyung Im Seng termenung sebentar, kemudian sahutnya. "Boleh saja, tapi
bagaimanakah caraku untuk memberitahukan soal waktu dan tempat
pertemuannya?" "Gampang sekali, asal kau menulis sepucuk surat dan mengutus orang
menyampaikannya ke lembah Giok hong kok, itu sudah cukup. Bila kau tidak lega,
dalam surat itupun kau tak usah mencantumkan tempat dan waktunya, katakan
saja harus menunggu kabarmu dimana."
"Tampaknya kau sangat menaruh perhatian kepadaku?" kata Buyung Im Seng
sambil tersenyum. 232 "Selama hidup belum pernah mengalami kekalahan total seperti hari ini, kejadian
tersebut segera membuat aku memahami akan suatu hal."
"Soal apa?" "Aku baru meresapi sekarang bahwa cinta itu menyesatkan orang."
"Aku hendak pergi sekarang, bila siancu masih ada perkataan, kita perbincangkan
di kemudian hari saja."
"Baik, pergilah!" Giok hong siancu manggut2.
"Dapatkah aku meninggalkan tempat ini dengan selamat?"
"Bila kuturunkan perintah, maka tiada orang yang akan menghalangi lagi."
"Aku tetap merasa hal ini terlalu berbahaya."
"Aku harap kau bersedia mempercayaiku, tapi jika kau kurang percaya, aku toh
mempunyai suatu cara yang lebih baik lagi."
"Coba kau katakan!"
"Gunakan aku sebagai sandera! Bawa aku serta sampai di luar lembah Giok hong
kok, kemudian baru lepaskan aku kembali."
Sebenarnya Buyung Im Seng hendak mempergunakan obat pemabuk yang
diserahkan Kwik Soat kun kepadanya untuk merobohkannya, setelah itu baru
pergi. Tapi setelah mendengar perkataan itu, dia malah menjadi rikuh untuk
mempergunakannya. Sesudah termenung sejenak, diapun berkata: "Baiklah, aku akan mempercayai
perkataan siancu untuk kali ini."
"Bagus sekali, di atas toiletku ada sebuah tanda perintah Leng pay, bawalah
benda itu untuk digunakan bila perlu, andaikata ada orang yang memeriksamu, gunakan
Leng pay tersebut, katakan kalau aku ada urusan penting yang menyuruhmu
keluar dari lembah."
Buyung Im Seng segera mendekati toilet, benar juga di situ ada sebuah tanda Leng
pay, setelah disimpan ke dalam saku, dia menjura seraya berkata. "Siancu,
baikbaiklah menjaga diri." Seusai berkata dia lantas melangkah menuju keluar ruangan. Setibanya di depan
pintu, tiba-tiba dia berhenti seraya berpaling, lalu tanyanya: "Besok, apakah
kau akan pergi memenuhi janjimu dengan pihak Sam seng bun...?"
"Pergi..." sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan, "Kelihatannya kau menaruh
perhatian khusus terhadap perguruan Sam seng bun?"
"Oooh... aku tidak lebih cuma sembarangan bertanya saja."
"Lain kali, bila kita bersua kembali nanti, aku percaya banyak masalah tentang
Sam seng bun yang bisa kuberitahukan kepadamu."
"Paling lambat dua bulan, paling cepat tujuh hari, aku pasti akan mengirim kabar
sampai di sini." 233 "Moga-moga saja setiap perkataanmu itu bisa dipercaya, janganlah membuat aku
menjadi kecewa!" Buyung Im Seng segera tersenyum.
Akupun berharap agar kau bisa memegang janjimu dengan baik, biarkanlah aku
pergi meninggalkan lembah ini dengan selamat.
"Apakah kau masih merasa kuatir?"
"Yaa, berhubung kau terlampau bersedia untuk bekerja sama, membuat kelancaran
kerjaku sedikit di luar dugaan, maka mau tak mau timbul juga curiga dalam hati
kecilku." Giok hong siancu segera tertawa hambar, katanya. "Aku adalah seorang perempuan
yang jahat sekali, tahukah kau akan hal ini?"
"Tahu, namamu memang kurang begitu baik."
"Bila seorang jahat secara tiba-tiba berubah menjadi baik, maka kebaikannya akan
jauh lebih baik daripada orang yang terbaik di dunia ini, bila seorang perempuan
dingin dan hambar secara tiba-tiba terpengaruh oleh rasa cinta, maka luapan
cintanya itu akan melebihi air sungai yang pecah bendungan atau letusan gunung
berapi, kekuatan macam apapun jangan harap bisa menahan lagi.
"Soal ini, aku kurang begitu mengerti."
"Seandainya seseorang belum cukup berpengalaman, dia memang tak akan
memahami perkataan itu, tapi pelan-pelan aku bisa membuatmu menjadi paham."
Pelan-pelan Buyung Im Seng berjalan balik kembali, ke samping pembaringan, lalu
memandang wajah Giok hong siancu sambil termenung dan membungkam dalam
seribu bahasa. "Apakah masih tidak percaya?" tanya Giok hong siancu kemudian.
"Yaa, orang persilatan kebanyakan licik dan banyak tipu muslihatnya, aku merasa
sulit..." Giok hong siancu manggut2, selanya. "Aku mempunyai dua cara yang bisa kau pilih
satu diantaranya." "Dua cara yang mana?"
"Pertama adalah membinasakan diriku, bila kau membuat begini, maka urusan
akan beres sama sekali, bukan saja tiada orang yang akan menurunkan perintah
terhadap dirimu lagi, bahkan di kemudian haripun tak nanti ada orang yang akan
datang mencari balas kepadamu, aku rasa inilah cara terbaik yang bisa kau
gunakan." "Walaupun namamu didalam dunia persilatan kurang baik, tapi aku belum pernah
menyaksikan kau melakukan perbuatan jahat, lagi pula kita tak pernah terlibat
dalam ikatan dendam atau sakit hati, mana mungkin aku bisa turun tangan untuk
membunuh dirimu?" "Kalau begitu kau hanya bisa mempergunakan cara yang kedua, yakni menotok
jalan darah bisuku!"
"Cara tersebut memang bagus sekali, nampaknya terpaksa aku harus menyiksamu
sebentar." 234 Dia lantas menotok jalan darah bisu di tubuh Giok hong siancu, kemudian dengan
langkah lebar berjalan keluar dari ruangan itu.
Tampak seorang dayang muda menyoren pedang dipinggang telah menanti
ditempat kegelapan di luar pintu sana, begitu melihat pemuda itu menampakkan
diri, dia lantas menegur. "Telah berhasil?"
"Yaa, suatu kesuksesan serta kelancaran yang sama sekali di luar dugaanku!"
"Apakah memerlukan bantuan dari budak?"
"Yaa, aku memang sangat memerlukan bantuan nona!"
"Harap kongcu menyampaikan perintah." "Aku hendak pergi dari sini, tolong nona
bersedia menyiapkan seekor kuda untukku."
"Sudah kupersiapkan sedari tadi, harap kongcu mengikuti diriku."
Dengan mengajak Buyung Im Seng menuju ke sebuah dinding bukit yang terjal, dia
melanjutkan, "Sesudah melewati bukit sana, kau akan menjumpai seekor kuda.
Perlukan kuberitahukan kepada mereka semua agar berkumpul dan
menghantarmu keluar dari lembah?"
"Tidak perlu!" sahut Buyung Im Seng sambil tersenyum.
"Asal Giok hong siancu belum sadar dari mabuknya, sepanjang perjalanan selalu
ada saudara kami yang akan melindungi keselamatanmu, silahkan saja kau
melanjutkan perjalanan dengan berlega hati."
"Tampaknya kekuatan dan pengaruh kalian Li ji pang didalam lembah Giok hong
kok ini besar sekali, bukan begitu?"
"Ssst...! Jangan keras-keras..."
Buyung Im Seng tidak banyak bicara lagi, dia lantas membalikkan badan menuju
ke arah dinding bukit. Setelah melewati sebuah tikungan, benar juga dia saksikan ada seekor kuda di
bawah pohon kecil di bawah tebing karang tersebut.
Buyung Im Seng segera melepaskan tali lesnya, melompat naik dan melarikannya
keluar dari lembah. Di luar dugaan, sepanjang jalan ia tidak menjumpai penghadang-penghadang
menghalangi kepergiannya.
Sesudah keluar dari lembah Giok hong kok, dia membelokkan kudanya menuju ke
arah bangunan rumah gubuk tersebut.
Baru sampai setengah jalan, tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat
dan muncul seseorang dari belakang sebatang pohon di pinggir jalan...
Orang itu mengenakan baju ringkas berwarna hitam, sambil menghadang di depan
kuda, bisiknya. "Buyung kongcu kah?"
Buyung Im Seng segera mengenali suara itu sebagai suara Kwik Soat kun, sambil
menarik tali les dan melompat turun, sahutnya. "Yaa, memang aku!"
235 "Tentu merepotkan kongcu!" buru-buru Kwik Soat kun membungkukkan badan
sambil memberi hormat. "Tampaknya perkumpulan Li ji pang telah mempersiapkan kekuatan yang besar
sekali didalam lembah Giok hong kok, dimana saja aku tiba, di situ ada orang
yang membantuku, itulah sebabnya aku tak sampai menyia-nyiakan harapan kalian."
"Yang paling penting adalah berkat bantuan dari Kongcu yang berhasil
menaklukan Giok hong siancu."
"Konon orang persilatan mengatakan Giok hong siancu adalah perempuan keji yang
berhati buas, tapi setelah perjumpaanku dengannya, aku merasa bahwa perempuan
itu sebenarnya tidak terlampau bahaya atau kejam, dia cukup baik."
Kwik soat kun segera tertawa, katanya. "Kami sudah mencari selama banyak tahun
sebelum berhasil menemukan orang semacam kongcu tentu kemenangan ada
ditangan kita." Buyung Im Seng menghela napas, katanya. "Setelah kuambil kitab pusaka ilmu
pedangnya aku kuatir kejadian ini akan memaksanya untuk menggabungkan diri
dengan perguruan Sam seng bun."
"Jika kongcu tidak datang, diapun sama juga akan menggabungkan diri dengan
perguruan Sam seng bun."
Pelan-pelan Buyung Im Seng merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan ketiga
jilid kitab serta sebuah botol porselen yang berhasil diperolehnya itu, lalu
katanya. "Benda mestika yang berada didalam ruang rahasia dibalik dinding kamar Giok
hong siancu hanya terdiri dari beberapa jilid kitab dan porselen ini saja,
silahkan nona menerimanya! Benda manakah yang merupakan benda milik Li ji pang?"


Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kwik soat kun menerima kitab dan botol porselen itu, kemudian setelah diperiksa
sebentar, dia lantas memberi hormat seraya berkata. "Terima kasih banyak
kongcu!" Buyung Im Seng tertegun, segera pikirnya. "Kenapa dia ambil semua" Masa botol
porselen itupun tidak..."
Berpikir sampai di situ diapun termenung saja, tak sepatah katapun yang
diutarakan. Agaknya Kwik soat kun telah menduga suara hati dari Buyung Im Seng itu, sambil
ketawa hambar katanya. "Kitab ilmu pedang dan ilmu pukulan tersebut tidak
begitu kupahami maknanya, harus kulaporkan kepada pangcu serta dilakukan
penelitian." "Sebenarnya aku tak akan banyak bertanya tapi setelah nona memberi penjelasan,
akupun ingin mengajukan satu pertanyaan kepadamu."
"Sudah pasti persoalan itu adalah suatu masalah yang tak sedap didengar." kata
Kwik soat kun sambil tersenyum.
"Agaknya nona sudah mempunyai firasat?"
"Aku hanya menduga bahwa pertanyaanmu itu pasti tak sedap didengar, tapi tak
bisa kuduga persoalan apakah itu."
236 "Beberapa jilid kitab itu hendak nona berikan pada pangcu kalian, apakah botol
porselen itupun hendak kau serahkan juga kepada pangcu kalian?"
Kwik soat kun segera tertawa. "Kongcu, kalau toh kau telah membantu
perkumpulan Li ji pang kami, mengapa tidak bersikap sedikit terbuka dan berjiwa
besar?" "Kurangkah kebesaran jiwaku ini" Senya benda yang kuperoleh telah kukeluarkan
semua, tak sepotongpun yang kutinggalkan, bila berganti dengan orang lain, belum
tentu ia bersikap seperti ini."
"Aku rasa pangcu kami sudah pasti akan membalas budi kebaikanmu itu..."
Buyung Im Seng segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Ha.. ha.. itu mah urusan dari pangcu kalian!"
"Kongcu, bagaimana kalau kita jangan memperbincangkan persoalan semacam ini?"
"Kenapa?" oo(0)oo BAGIAN KE 18 "Sebab aku merasa mempunyai batasan-batasan tertentu hingga aku tak bisa
memberikan janji apa-apa terhadap kongcu." kata Kwik soat kun.
Buyung Im Seng segera tersenyum. "Mungkin sewaktu perkumpulan kalian
denganku sejak pertama kalian sudah mengambil keputusan untuk
mempergunakan diriku sebagai alat guna memenuhi harapan kalian, sebab itu pula
orang-orang kalian berulang kali memberi bantuan kepadaku secara diam-diam.
Jadi bantuan yang kuberikan kali ini, kepada perkumpulan kalian pun hitunghitung
sebagai suatu balas jasa dariku kepada kalian."
Kwik soat kun mengerdipkan matanya yang besar dan jeli itu, lalu berkata sambil
tertawa. "Aku rasa bila pangcu sudah bersua dengan kongcu nanti, sudah pasti dia
akan memberi sedikit pertanggung-jawaban kepadamu."
"Itu mah urusan di kemudian hari, biar kita bicarakan dilain saat saja, sekarang
aku hendak mohon diri lebih dulu."
Mendengar perkataan tersebut, Kwik soat kun menjadi tertegun, lalu serunya.
"Kongcu aku telah mempersiapkan satu perjamuan arak untuk merayakan
keberhasilanmu..." "Tidak perlu." tukas Buyung Im Seng, "cukup asal kalian bersedia memberi seekor
kuda jempolan kepadaku saja, aku hendak segera berangkat melakukan perjalanan,
karena aku mempunyai janji dengan seorang sahabatku, aku tak ingin dia
menunggu terlalu lama..." "Apakah dengan Biau hoa lengcu?"
"Bukan." "Apakah dengan sau pocu dari benteng keluarga Tong, Ton Thian hong?"
"Mata-mata dari perkumpulan kalian memang sungguh hebat dan luar biasa, mau
tak mau aku harus merasa kagum sekali!"
237 "Perjamuan telah dipersiapkan, harap kongcu bersedia memberi muka untuk
menghadirinya, besok pagi, aku pasti akan mengantar kongcu untuk berangkat
melanjutkan perjalanan."
"Apakah pangcu kalian akan turut hadir didalam pesta arak untuk merayakan
keberhasilanku itu?"
Kwik Soat kun termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian
menjawab. "Soal ini, sulit bagiku untuk memberi jawaban, aku tak tahu apakah
pangcu akan hadir disaat pesta perjamuan itu diselenggarakan atau tidak."
"Bila pangcu kalian akan menghadirinya, akupun berharap bisa mengajukan
beberapa pertanyaan kepadanya dalam pesta perjamuan tersebut. Tapi bila pangcu
kalian tidak menghadirinya, aku rasa akupun tak perlu untuk menghadiri pesta
perjamuan tersebut."
Kwik Soat kun segera tertawa hambar. "Buyung kongcu" katanya. "selama ini kerja
sama diantara kita berlangsung sangat baik, mengapa disaat saat terakhir justru
terjadi peristiwa yang tidak menyenangkan hati semacam ini?"
"Aku tidak mengerti dimana letak ketidak-senangan hati tersebut...?"
"Seandainya kongcu bersedia menghadiri pesta perjamuan yang kami
selenggarakan dan bergembira bersama dengan kami, tentu saja kerja-sama antara
kongcu dengan kami kali ini berlangsung dengan baik dan penuh kegembiraan,
sebaliknya bila kongcu tak mau menghadiri pesta perjamuan, hal ini membuktikan
kalau kongcu pergi dengan marah, bagaimana mungkin hatiku bisa menjadi tenang
dan aman...?" Buyung Im Seng tertawa hambar. "Kalau begitu, nona memaksa aku untuk turut
menghadirinya?" dia mengejek.
"Memaksa sih tidak berani, aku hanya memohon pada kongcu agar mau
menghadirinya serta memberi muka kepada diriku."
"Baiklah!" kata Buyung Im Seng kemudian sambil tertawa hambar, "aku
meluluskan permintaan nona, cuma aku berharap didalam pesta perjamuan itu aku
bisa berjumpa muka dengan pangcu kalian."
"Aku akan berusaha dengan segala kemampuan untuk mewujudkan keinginan
kongcu itu, baik bukan?"
"Kalau toh demikian, aku merasa rikuh untuk menampik lagi." Kata Buyung Im
Seng kemudian. "Aku akan membawa jalan buat kongcu!" sambil membalikkan badan dia lantas
berlalu lebih dulu. Terpaksa Buyung Im Seng harus mengikuti di belakang Kwik Soat kun, sambil
berjalan tanyanya lagi dengan lirih. "Masih didalam rumah gubuk semula?"
Kwik soat kun segera menggelengkan kepalanya. "Tempat sejelek itu mana bisa
dipakai untuk menyelenggarakan pest perjamuan untuk kongcu."
"Aaah, itu berarti kita akan ganti tempat lagi."
"Sampai waktunya, kongcu akan mengetahui dengan sendirinya."
238 Sementara pembicaraan masih berlangsung, mereka sudah membelok pada sebuah
tikungan bukit, di situ tampaklah sebuah kereta sudah menunggu ditengah jalan.
"Kongcu, silahkan naik kereta!" kata Kwik soat kun kemudian dengan lembut.
Buyung Im Seng memandang sekejap ke arah itu, kemudian menyingkap tirai dan
melangkah naik. Didalam ruangan kereta itu tampak seorang dayang berbaju hijau telah siap
menanti. Dayang tadi segera menyingkir ke pinggir dan berbisik dengan suara
lirih. "Buyung kongcu, tentunya kau merasa lelah sekali!"
Buyung Im Seng melihat jelas raut wajah dari nona itu, namun kalau didengar dari
suaranya yang merdu bagaikan kicauan burung nuri, bisa diketahui kalau nona itu
pasti menawan hati, sebab suara tersebut cukup menggetarkan perasaan bagi
siapapun yang mendengarnya.
Terdengar suara yang merdu merayu itu kembali berkumandang. "Kongcu, apakah
perlu makan sedikit?"
"Aku tak lapar!"
Nona itu tertawa, kembali tanyanya. "Kongcu merasa haus?"
"Aku tidak haus!" Buyung Im Seng menggeleng kepala beruang kali.
Nona itu segera menghela napas sedih, mulutnya membungkam dalam seribu
bahasa dan tidak berbicara lagi.
Buyung Im Seng menjadi keheranan setelah menyaksikan kejadian itu, segera
tegurnya. "Mengapa kau menghela napas panjang?"
"Budak tak pandai melayani orang, mungkin itulah sebabnya mengapa kongcu
merasa tak senang hati."
"Kapan sih aku merasa tak senang hati?" kembali Buyung Im Seng bertanya
keheranan. "Kau tak mau minum, juga tak mau makan, bukan jelas kalau kau sedang marah
pada budak?" Buyung Im Seng segera tertawa lebar setelah mendengar perkataan itu, katanya.
"Kalian orang2 Li ji pang memang betul2 sangat lihai, aku tidak lapar juga tidak
dahaga, apakah hal ini berarti marah kepada nona" Kita tak pernah saling
mengenal, sekalipun aku sedang marah juga takkan melampiaskan kemarahan
tersebut pada diri nona!"
Sementara itu terdengar suara roda kereta bergema, dengan gerakan yang sangat
cepat kereta itu sedang bergerak ke depan sana.
Tiba-tiba tampak cahaya api berkilat, tahu2 ruangan kereta itu sudah diterangi
dengan sebuah lentera. Itulah sebuah lentera kecil yang digantungkan di atas
kereta. Di bawah cahaya lentera, tanpa sadar Buyung Im Seng telah berpaling dan
memperhatikan sekejap wajah dayang tersebut. Dia baru berusia enam-tujuh belas
239 tahun, alisnya lentik, kulitnya halus, sekalipun paras mukanya tidak terhitung
cantik, namun memiliki semacam daya tarik yang cukup mempesonakan hati orang
yang melihatnya. Dayang itu sedang berlutut sambil memasang lentera, setelah memadamkan api di
tangannya, dia berkata sambil tertawa merdu. "Apa paras mukaku terlampau
jelek?" Buyung Im Seng tertawa ewa. "Apakah nona menginginkan beberapa patah kata
pujian dariku?" dia balik bertanya.
Dayang itu segera mengangkat bahu. "Pujian sih tidak perlu, asal kongcu tidak
terlalu muak kepadaku, hal ini sudah lebih dari cukup."
"Ooh... apakah nona mendapat peringatan dari pangcu kalian untuk melayani serta
mendengar perkataanku?"
Gadis itu mengerdipkan matanya berulang kali, setelah termenung sejenak
sahutnya. "Kalau benar kenapa, kalau tidak kenapa?"
"Kalau kau mendapat perintah dari pangcu kalian untuk melayani diriku, maka
aku rasa hal ini tak perlu dilanjutkan."
"Seandainya atas dasar kehendak budak sendiri?"
"Maka nonapun tak perlu bersikap terlalu baik kepadaku."
Dayang itu segera menghela napas panjang. "Aiii... kongcu mengharapkan aku
berbuat bagaimana?" tanyanya kemudian.
"Silahkan nona duduk lebih dulu, bila aku membutuhkan bantuan dari nona, sudah
barang tentu akan kuminta bantuanmu nanti."
Dengan sepasang matanya yang tajam, gadis itu mengawasi paras muka Buyung
Im Seng beberapa saat lamanya, kemudian berbisik lirih. "Kongcu benar-benar
seorang lelaki sejati!"
Dia lantas duduk disamping kereta dan tak banyak bicara lagi.
Kereta itu meluncur dengan cepatnya ke arah depan, Buyung Im Seng segera
memejamkan matanya dan bersandar di dinding kereta untuk beristirahat.
Entah berapa lama kemudian, tiba-tiba kereta itu berhenti. Menyusul kemudian
dari sisi telinganya mendengar ada suara merdu lagi berbisik.
"Kongcu, bangun sudah sampai..."
Ketika Buyung Im Seng membuka matanya, tampak kalau tirai sudah disingkap
dan Kwik Soat kun sudah menanti di depan kereta.
Setelah turun, tampaklah sebuah gedung yang tinggi besar terbentang di depan
mata, pintu gerbang sudah terbuka lebar, dua orang gadis berbaju hijau dengan
membawa lampu teng, berdiri dikedua belah sisi pintu.
Dengan suara lirih Kwik Soat kun lantas berkata: "Meja perjamuan telah
dipersiapkan ditengah ruangan, silahkan kongcu menghadiri perjamuan akan
segera dimulai!" 240 Sambil tertawa Buyung Im Seng manggut2, "Aku tidak lebih hanya seorang
petualang dari dunia persilatan", katanya, "pemberian dan perhatian dari
perkumpulan kalian terhadap diriku, sungguh membuat aku merasa amat tidak
tenang." Kwik soat kun tertawa. "Aaah, apa yang kami lakukan tak lebih hanya merupakan
suatu tanda hormat kami kepada dirimu, pangcu kami pernah berujar, bila kongcu
berhasil mendapatkan kembali kitab ilmu pedang itu, maka dia akan
menyelenggarakan suatu perjamuan mewah yang tak pernah terjadi selama ini."
"Soal ini, aku harap nona suka membantuku memberitahukan kepada pangcu
kalian, lebih baik urungkan saja niatnya itu."
"Perjamuan mewah yang belum pernah terjadi selama ini merupakan suatu
perjamuan yang luar biasa sekali, perkumpulan kamipun telah mempersiapkannya
selama banyak waktu, soal itu adalah persoalan di kemudian hari, harap kongcu
jangan menguatirkannya."
Sementara itu kedua orang sudah menaiki anak tangga dan masuk ke balik pintu
gerbang. "Blamm!" dua orang gadis berbaju hijau yang membawa lentera itu segera menutup
rapat pintu gerbang dan mengundurkan diri ke dalam ruangan.
"Budak akan membawa jalan buat kongcu!" ujar Kwik soat kun kemudian.
Dia lantas maju selangkah mendahului Buyung Im Seng ke dalam ruangan lebih
dulu. Tiba di ruangan dalam, tampak cahaya lilin terang benderang menyinari seluruh
ruangan, dalam ruangan yang lebah dan luas telah disiapkan lima buah meja
perjamuan. Delapan orang gadis cantik jelita bak bidadari dari kahyangan yang mengenakan
baju biru, putih munculkan diri dari ruangan dan menyambut datangnya mereka.
Kwik soat kun maju dua langkah ke samping sambil bisiknya lirih. "Inilah Buyung
kongcu!" Delapan orang gadis berbaju putih itu segera memberi hormat bersama sambil
berkata. "Menjumpai kongcu!"
Dengan suara rendah, Kwik soat kun berkata. "Mereka adalah delapan bidadari
yang menyelenggarakan nyanyian mereka maupun permainan musik mereka, boleh
dibilang tiada taranya di dunia ini, setelah perjamuan diselenggarakan nanti,
mereka akan memperlihatkan kebolehannya masing-masing untuk menghibur
kongcu." "Aku tak berani merepotkan kalian semua!" buru-buru Buyung Im Seng menjura.
Delapan orang gadis berbaju putih itu segera balas memberi hormat, sahutnya.
"Cukup memperoleh senyuman dari kongcu, kami yang rendah merasa amat
bangga!" Selesai berkata, mereka lantas mengundurkan diri dari kedua belah sisi ruangan.
241 Kwik soat kun dengan membawa Buyung Im Seng segera mengambil tempat duduk
di meja perjamuan utama. Waktu itu Buyung Im Seng ibaratnya orang yang tak
berpendirian lagi, dia hanya mendengarkan perkataan orang lain saja.
Sementara itu Kwik soat kun telah berseru dengan suara lantang. "Tamu agung
telah tiba, dipersilahkan cici dan adik sekalian memasuki ruangan perjamuan."
Irama musik segera bergema dan dari dua sisi ruangan pun tiba-tiba terbuka dua
buah pintu kayu. Terasa pandangan mata menjadi silau, lalu muncullah dua baris
gadis cantik yang pelan-pelan berjalan masuk ke dalam ruangan.
Ketika Buyung Im Seng mengalihkan sorot matanya ke depan, tampaklah dua
gadis cantik yang munculkan diri itu semuanya bergaun panjang, berbadan indah
dan berwajah cantik setiap baris terdiri dari dua belas orang yang langsung
menuju ke ruang tengah dengan langkah lemah gemulai.
Ketika dua baris gadis-gadis cantik itu berjalan lewat di hadapan Buyung Im
Seng, mereka segera menyingsingkan gaunnya untuk memberi hormat.
Sambil memberi hormat, kata Buyung Im Seng. "Nona Kwik, aku merasa
dimanjakan, tolong nona suka memberitahukan kepada mereka agar langsung
masuk ke perjamuan saja, tak perlu banyak adat lagi."
Kwik soat kun tersenyum. "Baiklah aku akan menuruti perintah kongcu!"
Dengan memperkeras suaranya, dia berseru. "Para cici dan adik sekalian, Buyung
kongcu itu adalah seorang pendekar sejati yang tidak suka segala adat
penghormatan, dipersilahkan kalian langsung memasuki meja perjamuan."
Dua puluh empat gadis-gadis cantik itu segera membagi diri dalam tiga meja
perjamuan dengan tiap meja perjamuan terdiri dari delapan orang.
Delapan orang bidadari cantik yang merupakan rombongan penghibur itu
menempati pula satu meja, dengan begitu meja utama saja yang dibiarkan kosong.


Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kongcu, silahkan masuk ke meja perjamuan!" bisik Kwik soat kun dengan suara
lirih. Diam-diam Buyung Im Seng berpikir. "Tampaknya kedudukan Kwik soat kun
dalam perkumpulan Li ji pang tidak rendah."
24 orang gadis dan 8 orang penyanyi berbaju putih hampir semuanya berwajah
cantik jelita bagaikan bidadari dari kahyangan, mereka mengurung Buyung Im
Seng ditengah arena. Buyung Im Seng segera celingukan kesana kemari dengan perasaan agak
melayang, timbul rasa tak tenang dalam hatinya.
Kwik soat kun mengangkat cawan arak dan tiba-tiba berkata. "Kongcu, kau telah
membantu Li ji pang untuk mendapatkan kembali kitab pusaka ilmu pedang kami,
atas jerih payah kongcu tersebut, kami segenap anggota Li ji pang dari pangcu
sampai ke bawah semuanya merasa berterima kasih sekali, dengan secawan arak
ini, aku ingin menyampaikan rasa terima kasih itu, kalau kongcu bersedia pula
mengeringkan secawan..."
242 Oleh karena permintaan itu tak mungkin ditampik, terpaksa Buyung Im Seng
mengangkat cawan araknya seraya berkata. "Nona, takaran arakku cetek sekali!"
"Tak usah kuatir kongcu, hari ini kau boleh minum sampai mabuk, aku percaya
dengan jumlah kami yang begitu banyak, masih sanggup untuk melindungi
keselamatan kongcu..."
"Tapi aku masih harus melanjutkan perjalanan." "Apakah kau merasa pelayanan
kami kurang baik?" "Tidak, aku sudah merasa terlalu dimanjakan, sehingga bagaikan berada di surga
loka saja." "Semoga saja ucapanmu itu adalah ucapan yang sejujurnya." Dia lantas
mengangkat cawannya dan meneguk isinya sampai habis.
Terpaksa Buyung Im Seng harus meneguk pula isi cawannya sampai kering.
Terdengar suara yang ramai, ternyata kedua puluh empat gadis cantik itu telah
berdiri sambil membawa cawan araknya masing-masing, kemudian dengan lemah
gemulai berjalan mendekat.
Menyaksikan medan seperti itu, Buyung Im Seng merasa terperanjat sekali, segera
pikirnya. "Kalau seorang secawan, berarti aku harus minum 24 cawan, kemudian
kalau ditambah lagi dengan 8 bidadari dan Kwik soat kun, berarti jumlahnya akan
33 cawan, Oohh... dengan takaran minumku, sudah pasti aku akan dibikin mabuk
hebat..." Baru saja dia berpikir sampai di situ, mendadak seorang gadis cantik telah
muncul di sebelah kirinya sambil berkata dengan merdu. "Dengan tulus hati dan maksud
yang jujur aku ingin menghormat kongcu dengan secawan arak, harap kongcu
bersedia memberi muka."
Buyung Im Seng menjadi serba malu dibuatnya, sambil mengangkat cawan araknya
pelan-pelan dia berkata. "Nona takaran minumku tidak baik."
Perempuan cantik itu segera memberi hormat, katanya lagi. "Aku akan meneguk
lebih dulu sebagai tanda hormat, apakah kongcu akan mengeringkan atau tidak,
terserah pada kongcu sendiri."
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Buyung Im Seng mengangkat cawan
araknya dan meneguk isinya sampai habis.
Kalau hanya secawan masih mendingan, tapi ke 24 gadis lainnya saling menyusul
segera mengajaknya untuk mengeringkan cawan, setiap orang hadir semuanya
mengemukakan alasan yang kuat, hal ini membuat Buyung Im Seng merasa sulit
untuk menampiknya. Ketika menghabiskan 24 cawan arak itu, Buyung Im Seng sudah mulai dipengaruhi
oleh air kata-kata, di hadapan puluhan orang gadis cantik itupun Buyung Im Seng
merasa kurang leluasa untuk menggunakan hawa murninya mendesak arak dalam
perut, terpaksa dia haru bersabar sambil duduk ditempat.
Kwik soat kun tersenyum, katanya kemudian, "Kongcu, bagaimana rasanya
sekarang?" "Masih mendingan, masih mendingan!"
243 Kwik soat kun tertawa, kembali ujarnya. "Dengan membawa pengaruh arak
menyaksikan gadis cantik menari ditambah pula irama musik merdu menghiasi
ruangan, keadaan semacam ini benar-benar merupakan suatu keadaan yang
menarik hati, tapi jika sudah keburu mabuk, sudah pasti keadaan tersebut hanya
akan merusak suasana belaka."
"Aku belum mabuk!" kata Buyung Im Seng dengan cepat.
"Kalau begitu bagus sekali."
Dia lantas memberi tanda sambil menambahkan. "Bagaimana kalau dimulai?"
8 orang gadis berbaju putih itu segera mempersiapkan alat musiknya dan mulai
membawakan sebuah lagu yang indah.
Ditengah alunan musik yang merdu merayu 24 gadis cantik lainnya pun pelanpelan
menuju ke tengah arena dan menari.
Buyung Im Seng hanya merasakan warna merah, hijau saling bertumpukan, untuk
sesaat sulit baginya untuk membedakan paras muka gadis itu...
Kwik soat kun yang menyaksikan kejadian itu segera berkerut kening, bisiknya.
"Kongcu, hebatkah mabukmu?"
Buyung Im Seng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Masih baikan, masih
baikan!" "Mereka mendapat tugas untuk datang kemari menghibur kongcu, tinggal di sini
satu dua hari lagi juga tak menjadi soal, bila kongcu merasa mabuk hebat, lebih
baik beristirahat dahulu, besok akan kami selenggarakan lagi suatu pesta yang
lebih meriah untuk menghibur hati kongcu."
"Aku belum mabuk..." seru Buyung Im Seng sambil berusaha untuk bangkit berdiri.
Tiba-tiba ia merasakan kepalanya pusing sekali, seluruh jagat seolah-olah
berputar kencang, kepala menjadi berat dan kaki terasa enteng, tak ampun lagi tubuhnya
segera roboh terjengkang ke atas tanah.
Kwik soat kun segera berusaha untuk membimbing Buyung Im Seng bangun,
serunya. "Kongcu kalau sudah mabuk, marilah pergi beristirahat!" dalam keadaan
sadar, Buyung Im Seng merasa digotong masuk ke dalam sebuah ruangan yang
sangat indah. Entah berapa lama sudah lewat... ketika ia sadar kembali, tampak tubuhnya
sedang berbaring di atas sebuah pembaringan yang sangat indah.
Dengan cepat dia mengalihkan sorot matanya untuk memperhatikan sekejap
sekeliling tempat itu, ruangan itu serba putih, lantai ditutup dengan permadani
berwarna putih, tirai juga berwarna putih, pokoknya di sana tidak nampak warna
lain kecuali serba putih mulus...
Pemuda itu menjadi termenung dan mulai membayangkan kembali apa yang
pernah dialaminya semalam, ketika teringat kalau dirinya sudah mabuk hingga tak
sadar, dengan perasaan kaget pemuda itu segera melompat bangun.
244 Terdengar seseorang menegur sambil tertawa merdu. "Kongcu, apakah kau
membutuhkan air?" Kesadaran Buyung Im Seng segera pulih kembali seperti sedia kala, saat itulah
dia baru menjumpai dirinya berada dalam keadaan setengah telanjang, kecuali sebuah
celana pendek yang lainnya dalam keadaan bugil.
Dengan perasaan terkejut dia membaringkan dirinya kembali dan menarik selimut
untuk menutupi tubuhnya, setelah itu dia baru berpaling ke arah mana datangnya
suara itu. Tampak seorang gadis muda sedang berjalan mendekati pembaringannya dengan
langkah pelan, kembali tegurnya. "Kongcu, masih ingat dengan diriku?" suaranya
merdu bagaikan burung nuri, indah dan menarik sekali.
"Ya, masih ingat, masih ingat", sahut Buyung Im Seng, "kemarin kita pernah
bersua didalam kereta."
Gadis itu tertawa genit, kembali bertanya. "Daya ingatan kongcu memang bagus
sekali." Buyung Im Seng segera celingukan dan memandang sekeliling tempat itu,
kemudian serunya. "Kemana larinya baju dan sepatuku?"
Gadis itu tertawa ewa, sahutnya. "Ketika mabuk semalam, baju kongcu ternoda
oleh arak, sekarang sedang dicuci dan belum kering, tapi beberapa orang saudara
kami telah bekerja keras untuk membuat beberapa stel pakaian buat kongcu, cuma
sayang pakaian itupun belum jadi."
"Kalau begitu harap nona suka mencarikan satu stel pakaian apa saja untuk
kukenakan." Kata Buyung Im Seng dengan kening berkerut, "bagaimanapun juga
aku toh tak bisa berada dalam keadaan begini terus..."
Gadis itu tertawa. "Kongcu berbaring sambil berbincang-bincang toh sama saja."
"Tidak bisa!" seru Buyung Im Seng sambil menggelengkan kepalanya berulang kali,
"bila aku tak berpakaian..."
Tiba-tiba tirai disingkap orang dan Kwik soat kun muncul dengan wajah serius.
"Siau tin, mundur kau!" perintahnya.
Gadis itu segera memberi hormat dan mengundurkan diri.
Tidak menanti Buyung Im Seng buka suara, Kwik soat kun telah berkata lebih
dulu. "Ada suatu kejadian yang berlangsung di luar dugaan."
"Peristiwa apa?"
"Mungkin temanmu Tong Thian hong telah memberitahukan kepada Biau hoa
lengcu bahwa kongcu sedang mencari kitab pusaka ilmu pedang buat kami, dan
kejadian ini tampaknya telah menimbulkan kesalah pahaman bagi Biau hoa lengcu,
secara beruntun dia telah lukai dua belas orang murid Li ji pang kami."
"Aaah masa benar..?" seru Buyung Im Seng dengan suara terkejut, dia segera
melompat bangun. Tapi ketika teringat kalau dia hanya mengenakan sebuah celana pendek saja,
buruburu ia membaringkan dirinya kembali.
245 Kwik soat kun segera berkata. "Pangcu kami telah menurunkan perintah setiap
anggota Li ji pang diwajibkan menghindar pertikaian dengan Biau hoa lengcu dan
berusaha untuk menjauhinya, namun sahabat mu belum mau berhenti, dia masih
terus menerus membunuh anggota kami dimana-mana."
"Kesalahan paham ini terlalu besar, cepat ambilkan pakaian dan sepatuku, aku
harus memberi penjelasan lebih dulu kepadanya."
"Tapi dengan peristiwa ini, kitapun dapat memperoleh suatu kenyataan bahwa
Biau hoa lengcu benar-benar amat mencintai kongcu."
"Aiii... sikap Nyo Hong leng kepadaku memang sangat baik, dan hal ini kuakui
tapi dia cantik bagai bidadari dari kahyangan, aku merasa tak pantas untuk
mendampinginya, hubungan kami selama ini adalah suatu persahabatan yang suci
dan bersih. Lagi pula aku masih mempunyai dendam kesumat sedalam lautan,
pembunuh orang tuaku belum ditemukan, apa yang kupikirkan sekarang tidak
lebih dari menuntut balas bagi kematian orang tuaku."
Kwik soat kun manggut2, katanya. "Kongcu memang pintar, berjiwa besar dan
amat berbakti kepada orang tua, kebijaksanaanmu sungguh mengagumkan
siapapun, tapi kongcu tak perlu kuatir, peraturan dalam perkumpulan kami sangat
ketat, setelah pangcu menurunkan perintah, tak nanti anak murid perkumpulan
kami yang akan mencari gara-gara dengan dirinya."
"Aku cukup memahami watak Nyo hong leng, seandainya tidak dibujuk cepat-cepat,
akhirnya hanya keadaan tragis saja yang akan terjadi..."
"Dengan cara apakah kongcu akan pergi mencarinya?" tanya Kwik soat kin sambil
tertawa hambar. "Perkumpulan kalian terkenal karena pendengarannya yang tajam, aku yakin
kalian pasti tahu dimanakah Biau hoa lengcu berada, asal kalian bersedia memberi
petunjuk kepadaku, aku percaya pasti dapat menemukan dirinya...
Kwik soat kun tertawa ewa, lalu katanya. "Aku rasa biarpun urusan sangat kritis,
rasanya juga tak usah terburu sekali, seusai berpakaian nanti silahkan kongcu
bersantap lebih dulu, setelah cukup beristirahat barulah pergi mencarinya."
"Kalau begitu harap nona berikan pakaian kepadaku!"
"Silahkan kongcu beristirahat sebentar lagi baju baru akan segera selesai."
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Buyung Im Seng berbaring kembali di
atas ranjang, dengan menutupi mukanya pakai selimut, dia tidak banyak bicara
lagi. Kwik soat kun berdiri di depan pembaringan sambil memandang Buyung Im Seng
yang menutupi wajahnya dengan selimut itu, setelah memandang sebentar,
pelanpelan dia membalikkan badannya dan pergi.
Tak lama kemudian, Siau tin yang bersuara merdu bagai burung nuri itu telah
muncul kembali membawa pakaian dan sepatu.
Buyung Im Seng mendengar suara langkah Kwik soat kun yang berlalu dari sana,
juga dengar suara langkah Siau tin yang masuk ke kamar, tapi dia mengira Kwik
soat kun telah balik kembali, maka anak muda itu sama sekali tidak berkutik.
246 Ternyata dia merasa dirinya telah dibodohi oleh Kwik soat kun, maka terhadap
dirinya ia merasa sangat tidak puas.
Terdengar suara Siau tin yang genit berkumandang dalam ruangan. "Kongcu,
pakaianmu telah datang!"
(Bersambung ke jilid 13) 247 Lembah Tiga Malaikat Oleh: Tjan Jilid 13 Buyung Im Seng segera menampakkan diri dari balik selimut, setelah memandang
sekejap ke arah Siau Tin, katanya: "Letakkan saja di situ, kau boleh pergi!"
Siau Tin tertawa, katanya lagi: "Perlukan kulayani dirimu untuk berpakaian?"
"Tak perlu, tak perlu!" jawab Buyung Im Seng dengan gelisah, "aku bisa
melakukannya sendiri, harap nona mengundurkan diri lebih dahulu."
"Apakah kau takut aku melihat badanmu" Aiii...! Padahal setelah mabuk semalam
akulah yang melepas pakaian dan sepatumu, aku pula yang membimbingmu naik
keranjang." Buyung Im Seng menjadi tertegun setelah mendengar ucapan tersebut, katanya
kemudian: "Waktu itu aku sedang mabuk hebat dan tidak sadarkan diri, tentu saja
akupun apa boleh buat, tapi sekarang..."
Siau Tin segera tertawa cekikikan: "Kau takut malu bukan" Kalau begitu aku akan
memejamkan mataku." katanya.
Selesai berkata dia benar-benar menutupi matanya dengan tangan, lalu
membalikkan badan dan berdiri menghadap ke dinding.
Melihat itu, Buyung Im Seng lantas berpikir. "Usia budak ini paling banyak cuma
lima-enam belas tahunan, masih polos dan kekanak-kanakan, kalau dia enggan
keluar, akupun dibuat apa boleh buat, yaa, tak perlu membuang waktu lagi."
Berpikir sampai di situ, dia lantas bangun berdiri dan buru-buru berpakaian.
Pakaian itu adalah sebuah pakaian baru yang dibuat oleh orang Li ji pang, warna
biru langit dan indah sekali.
"Sudah selesai?" terdengar Siu Tin bertanya dengan suara yang amat lembut.
"Sudah selesai!"
248 Siau Tin segera menurunkan tangannya dan berpaling, setelah memperhatikan
sekejap wajah Buyung Im Seng, ujarnya sambil tertawa: "Pakaian ini sangat
indah." "Hanya pakaiannya saja yang indah?" tanya Buyung Im Seng tersenyum.
Siau Tin segera tertawa cekikikan, "Tentu saja orangnya lebih bagus daripada
pakaiannya." "Siau Tin!" bisik Buyung Im Seng kemudian, "Aku ingin menanyakan satu hal
kepadamu, bersediakah kau untuk memberitahukan kepadaku?"
"Itu mah tergantung pada pertanyaan apa yang hendak kau tanyakan."
Buyung Im Seng tertawa hambar, katanya. "Apakah kedudukan nona Kwik Soat
kun didalam perkumpulan Li ji pang kalian?"
Tiba-tiba Siau Tin menarik kembali senyumannya ditatapnya wajah Buyung Im
Seng lekat-lekat, kemudian balik bertanya. "Dia tidak mengatakannya kepadamu?"
"Tidak!" "Lebih baik kau tanyakan sendiri kepadanya!"
"Kau tak berani mengatakannya?"
Ternyata Siau Tin cukup jujur, sahutnya sambil mengangguk. "Yaa, benar, aku tak
berani untuk mengatakannya."
"Kalau begitu, kedudukannya didalam perkumpulan Li ji pang tinggi sekali."
Siau Tin segera menunjukkan sikap serba salah, setelah termenung beberapa saat
katanya. "Yaa, dia memang mempunyai kedudukan yang tinggi sekali."
Buyung Im Seng lantas berpikir. "Benar-benar lihai, aku harus berusaha keras
untuk mengorek keterangan dari mulutnya."
Berpikir demikian diapun lantas berkata. "Bagaimanakah kedudukannya bila
dibandingkan dengan pangcu kalian...?"
"Aku... aku tidak tahu." Siau Ting menggelengkan kepalanya berulang kali.
Tiba-tiba terdengar Kwik soat kun tertawa terkekeh-kekeh, kemudian berkata.


Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kongcu, dia masih suci dan polos, bila kau memaksanya lebih lanjut, ia pasti
akan menangis." Tirai disingkap orang, pelan-pelan Kwik soat kun berjalan masuk ke dalam.
Buyung Im Seng tertawa hambar, katanya. "Kau sudah berdiri cukup lama di luar
pintu bukan?" "Yaa, sudah datang sesaat sebelumnya, sebenarnya aku hendak menanyakan
dirimu akan sesuatu, tapi aku tidak berniat untuk menyadap pembicaraanmu."
Buyung Im Seng segera mengalihkan pembicaraannya kesoal lain, katanya
kemudian, "Sekarang aku boleh pergi bukan?"
"Kongcu hendak kemana?"
"Pergi mencari Biau hoa lengcu."
249 "Pangcu telah menurunkan perintah untuk melacaki jejak Biau hoa lengcu, hingga
kini belum ada kabar yang masuk, kami telah mempersiapkan santapan siang buat
kongcu, silahkan bersantap dulu sambil menunggu kabar, setelah mendapat kabar
nanti, kongcu baru berangkat."
"Sampai kapan baru ada kabar?"
"Paling cepat satu-dua jam, paling lambat kentongan kedua malam nanti kongcu
sudah dapat melanjutkan perjalanan."
"Setelah mabuk semalam, aku merasa perut masih kenyang, enggan rasanya untuk
bersantap lagi." "Kalau begitu, silahkan kongcu beristirahat sebentar, kemudian baru bersantap."
Buyung Im Seng tertawa hambar.
"Soal makan mah tak perlu, tapi sebelum mendapat kabar sekalipun aku ingin
pergi juga tak bisa pergi, mumpung ada kesempatan, aku ingin bersemedi
sebentar." Kwik soat kun tampak agak tertegun setelah mendengar perkataan itu, ujarnya
kemudian. "Kenapa sih kau?"
"Aku baik sekali."
"Walaupun kongcu pandai berlagak namun jangan harap bisa meloloskan diri dari
ketajaman mataku, aku lihat kongcu mempunyai sesuatu persoalan yang tak
menyenangkan hatimu."
ooo(O)ooo BAGIAN KE 19 Setelah rahasia hatinya dibongkar oleh Kwik soat kun, Buyung Im Seng tak
menyangkal lagi, setelah tertawa hambar katanya.
"Ya, aku memang mempunyai perasaan tersebut."
"Tidak puas terhadap diriku?"
"Kau bukan pangcu, tentu saja tak bisa mengambil keputusan, seandainya aku tak
puas, maka hal ini hanya bisa ditujukan kepada pangcu kalian."
"Dapatkah kongcu mengungkapkan persoalan yang sebenarnya sehingga
menimbulkan ketidakpuasan hatimu?"
Buyung Im Seng menjadi tertegun, kemudian katanya. "Aku tak bisa mengatakan
keseluruhannya, aku hanya merasakan perasaan seperti diperalat dan dibodohi
orang." Kwik soat kun menghela napas panjang, lalu katanya. "Kongcu jangan banyak
curiga, kau telah mencurikan kitab ilmu pedang buat kami, atas jasamu itu
segenap anggota perkumpulan kami merasa amat berterima kasih sekali, apa yang kami
lakukan semua ini atas dasar perintah pangcu, suatu ketika bila kongcu ada
urusan, maka setiap anggota Li ji pang kami pasti akan membantu kongcu dengan
sepenuh tenaga." 250 "Ya, kedengarannya memang menarik sekali." kata Buyung Im Seng tertawa
hambar. "Aiii...! tampaknya kesalah pahaman kongcu terhadap kami semakin besar..."
"Tidak, aku mendapat pesan dari pangcu kalian untuk melakukan suatu tugas,
beruntung sekali aku dapat melaksanakannya secara baik, bagaimana selanjutnya
akupun tak ingin banyak bertanya lagi."
Setelah berkata dia lantas memejamkan matanya dan duduk bersemedi, lalu
mengatur napasnya dengan pelan. Walaupun ia tak menitahkan untuk mengusir
tamu, tapi sikap tersebut, tak berbeda dengan mengusir tamu.
Memandang Buyung Im Seng yang sedang duduk bersemedi, tiba-tiba Kwik soat
kun merasa kehormatannya tersinggung, dari malu dia sampai gusar, mendadak
terlintas hawa membunuh di atas wajahnya, pelan-pelan dia mengangkat telapak
tangan kanannya ke tengah udara...
Asal serangan ini dilepaskan, dalam keadaan bersiap sedia begini, niscaya Buyung
Im Seng akan tewas di ujung telapak tangan Kwik soat kun.
Ketika ujung telapak tangan Kwik soat kun sudah mendekati jalan darah Thian
leng hiat di ubun-ubun Buyung Im Seng, mendadak ia menarik kembali
serangannya dan menghela napas, kemudian pelan-pelan mengundurkan diri dari
sana. Sementara itu Buyung Im Seng membutuhkan waktu hampir satu jam lamanya
untuk mengatur pernapasannya.
Menanti dia selesai melatih diri dan membuka kembali matanya, tampaklah Nyo
hong leng dengan pakaiannya yang putih bagaikan salju itu berdiri di depan
pintu. Agaknya Buyung Im Seng tidak percaya dengan kenyataan yang berada di depan
mata, dia mengucek matanya berulang kali, ternyata tidak salah, itulah Nyo hong
leng. Tak terlukiskan rasa kaget dan girang yang berkecamuk dalam benak pemuda ini,
sambil melompat turun dari atas ranjang, katanya. "Benarkah kau" Bagaimana
caranya kau bisa menemukan tempat ini...?"
Nyo Hong leng mendesis lirih, tiba-tiba ia menubruk ke dalam pelukan Buyung Im
Seng. Dengan cepat Buyung Im Seng merentangkan tangannya untuk menyambut
kedatangan tubuh Nyo Hong leng, kedua orang itu segera berpelukan dengan
mesranya. Semenjak dilahirkan Nyo Hong leng belum pernah dipeluk orang lelaki, saking
emosinya dia sampai merasakan sekujur badannya gemetar sangat keras.
Buyung Im Seng sendiripun merasakan dorongan emosi yang tak bisa dibendung,
tangan dan kakinya tanpa terasa gemetar keras.
251 Setelah berpelukan beberapa saat lamanya, pelan-pelan Nyo Hong leng
mendongakkan kepalanya sambil berkata. "Toako, entah mengapa, aku selalu
terbayang-bayang akan dirimu?"
Buyung Im Seng menghela napas panjang, dia ingin berbicara tapi niat itu lalu
diurungkan. Entah mengapa, tiba-tiba Nyo Hong leng mengucurkan air matanya
dengan amat deras. "Hai, kenapa kau menangis?" Buyung Im Seng segera menegur dengan perasaan
kaget. "Aku tidak tahu, aku hanya ingin menangis dengan sepuasnya."
"Apakah aku telah menyalahi dirimu?"
"Hal ini sama sekali tiada hubungannya dengan dirimu, aku hanya merasa hatiku
amat sedih dan tak terkendalikan, akupun merasa gembira sehingga tak tahan aku
ingin menangis sepuas-puasnya."
"Lantas mengapa kau menangis?"
"Entahlah aku tak dapat mengatakannya, aku hanya merasa hatiku amat kesal,
asal dapat terlampiaskan keluar, aku baru merasakan hatiku menjadi lega."
"Aiii... selama beberapa hari ini, akupun merasakan hatiku tidak tentram,
seringkali merindukan dirimu."
Tiba-tiba Nyo Hong leng tersenyum. "Benarkah itu?" dia bertanya.
"Tentu saja benar!"
Nyo Hong leng menyeka air matanya dengan ujung baju, lalu berkata: "Baikkah
sikap orang-orang Li ji pang kepadamu?"
Buyung Im Seng tertawa hambar. "Secara terang-terangan atau secara diam-diam
mereka selalu membantu diriku, tak ada salahnya jika akupun membantu mereka
satu kali." "Aku tak menyalahkan dirimu, aku hanya ingin tahu, baikkah sikap dia
kepadamu?" Buyung Im Seng termenung dan berpikir sebentar, lalu sahutnya. "Sikap mereka
kepadaku baik sekali."
"Kalau begitu betul sudah, ternyata mereka tidak membohongi aku."
Buyung Im Seng tertawa hambar, tanyanya. "Jadi kau sudah berjumpa dengan
orang-orang Li ji pang, siapa yang kau temui?"
"Seorang nona she Kwik, dia beritahu kepadaku bahwa semalam kau mabuk berat,
dia selalu melayani kau sebagai seorang tamu yang terhormat."
"Ooh... rupanya begitu."
Nyo hong leng tertawa, lalu katanya. "Berbicara bagi kaum lelaki seperti kalian,
tempat ini boleh dibilang sebagai tempat yang nyaman dan hangat, apalagi anggota
Li ji pang rata-rata cantik jelita..."
"Hei, kau sudah melantur sampai kemana?" tukas Buyung Im Seng.
252 "Apakah kau takut aku menjadi marah?" ujar Nyo hong leng sambil tertawa,
"Padahal aku merasa gembira sekali, bila setiap perempuan yang berada di dunia
ini menyukai dirimu, hal ini membuktikan bila pandangan dan pilihanku tidak
salah!" setelah sering bergaul dengan wanita, lama kelamaan kulit muka Buyung Im Seng
menjadi jauh lebih tebal, dia lantas tersenyum seraya menggoda. "Kau benar-benar
tidak cemburu?" Nyo Hong leng menggeleng. "Aku tak akan cemburu, tapi akupun tak akan
membiarkan mereka terlalu rapat bergaul denganmu, aku hanya memberi
kesempatan kepada mereka untuk memandangi saja dirimu."
Dengan pembicaraan yang berlangsung santai ini, tanpa terasa hubungan kedua
orang itu pun menjadi lebih pendek banyak.
Buyung Im Seng lantas mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, ujarnya:
"Berapa banyak anggota Li ji pang yang telah kau lukai?"
"Ehmmm... memangnya kau sakit hati ya?"
"Bukan sakit hati, aku cuma merasa dalam keadaan begini, apalagi kita sedang
memusatkan semua tenaga dan pikiran untuk menghadapi Sam seng bun, agaknya
tak usah kita bermusuhan dengan Li ji pang, toh hal ini hanya merugikan kita
saja." "Memangnya kau anggap aku ini bodoh?"
"Aku dengar kau telah melukai orang Li ji pang, apakah kesemuanya ini tidak
benar?" "Benar sih benar, cuma aku hanya melukai urat nadinya saja, dan lagi caraku
bertindak pun sangat berhati-hati, asal mereka dapat beristirahat dalam waktu
yang cukup, tanpa obatpun mereka dapat pulih kembali kesehatannya seperti sedia
kala, mungkin pangcu dari Li ji pang memahami tindakanku itu, maka mereka
sama sekali tidak mencari kesulitan kepada diriku."
"Mereka selalu berusaha menghindari dirimu."
"Kenapa?" "Mungkin lantaran ilmu silat yang kau miliki sangat lihai, maka mereka
rada takut kepadamu."
"Kenapa tidak kau katakan, lantaran mereka membutuhkan kau, maka jadinya
enggan bentrok denganku?" goda Nyo Hong leng sambil tertawa cekikikan.
"Kedengarannya apa seperti lelucon dalam kenyataan memang begitu kejadiannya,
nama besar Biau hoa lengcu telah menggetarkan seluruh dunia persilatan."
"Sungguhkah perkataanmu itu?"
"Masa kau tak tahu?"
Dengan wajah serius Nyo Hong leng berkata. "Bila orang lain yang memujiku,
menyanjung diriku, aku tak pernah memikirkannya dihati, dengan perguruan besar
yang ada dalam dunia persilatan dewasa inipun tak dendam kesumat, tentu saja
akupun tak perlu bermusuhan dengan Sam seng bun atau Li ji pang..."
253 "Aku tahu, kau bersikap demikian karena aku."
Nyo Hong leng kembali menghela napas. "Dulu memang aku mempunyai banyak
kejelekan, seperti aku mempunyai sifat kebersihan, asal benda yang sudah
disentuh orang lain aku selalu merasa benda itu sangat kotor, entah dengan siapapun, aku
enggan bersentuhan badan."
Ditatapnya wajah Buyung Im Seng dengan penuh perasaan cinta dan kasih sayang,
kemudian melanjutkan. "Tapi semenjak berjumpa dengan kau, aku mulai merubah
diriku..." "Kenapa" Bukankah hal ini malah menyiksa dirimu?"
"Sebab aku harus belajar untuk menyesuaikan diri dengan dirimu, aiiii!
Seandainya aku tidak merubah semua penyakitku itu, bagaimana mungkin bisa bergaul dan
hidup bersamamu?" Tiba-tiba ia mengerutkan dahinya, kemudian menambahkan. "Hanya beberapa hari
tak bersua, tampaknya kau sedikit berubah."
"Dimana letak perubahan itu?" tanya Buyung Im Seng keheranan.
"Kau berubah menjadi lebih berani..." Kemudian sambil menutupi bibirnya sambil
ketawa, sambungnya. "Kaupun jauh lebih nakal daripada dulu."
Kontan saja paras muka Buyung Im Seng berubah hebat, dia lantas terbungkam
dalam seribu bahasa. Nyo Hong leng menghela napas panjang, katanya lagi.
"Mengapa tidak berbicara" Apakah lagi marah kepadaku?"
Buyung Im Seng mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke arah Nyo
hong leng, kemudian sahutnya. "Aku mana berani marah?"
"Kalau kau tidak marah mengapa tidak berbicara?"
"Aku hanya merasa bahwa ucapanmu itu benar, dalam beberapa hari ini aku
memang benar-benar telah berubah."
"Berubah menjadi baik, atau berubah jelek?"
"Berubah mata keranjang dan suka menggoda perempuan!"
"Kalau toh sudah tahu kesalahannya, lain kali jangan dilanggar lagi..."
Kemudian setelah membereskan rambutnya yang panjang, dia melanjutkan. "Apa
yang kukatakan tak perlu kau masukan ke dalam hati, aku tak lebih hanya
bergurau saja." "Aku tahu, kau tak lebih hanya memperingatkan diriku, cuma aku heran mengapa
aku bisa kehilangan ketenangan serta ketetapan hatiku?"
Tiba-tiba tirai disingkap, dan Siau Tin pelan-pelan berjalan masuk ke dalam,
setelah memberi hormat katanya. "Kongcu, Nona, perjamuan telah dipersiapkan,
dipersilahkan kalian berdua untuk menghadirinya."
Buyung Im Seng segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Nyo Hong leng,
kemudian tanyanya. "Bagaimana kalau kita makan sedikit lebih dulu sebelum
berangkat?" 254 Tiba-tiba sikap Nyo Hong leng berubah menjadi lebih lembut dan halus, sahutnya
lirih. "Terserah kepadamu!"
"Aku yang harus mengambil keputusan?" tanya Buyung Im Seng keheranan.
"Betul, bila seorang gadis sedang berada bersama dengan seorang lelaki, jika si
gadis yang harus mengambil keputusan, bukankah sang pria akan merasa sedih
sekali?" Buyung Im Seng tersenyum, katanya kemudian, "Sedari kapan sih kau berubah
menjadi begini lembut?"
"Sedari tadi!" "Sedari tadi?"
"Ya, sedari aku melihat kau tertunduk tanpa berbicara, hatiku merasa sedih
sekali." "Urusan itu tak menyangkut kau, tak usah banyak curiga."
"Aku tahu, kau tak akan menyalahkan aku, cuma aku merasa tidak seharusnya
bersikap terlalu menyolok terhadap orang lain."
Buyung Im Seng manggut-manggut, katanya : "Menyembunyikan diri memang
agak baik, juga lebih gampang bergaul dengan orang lain."
"Kalau dengan orang lain aku tak ambil perduli, tapi terhadap kau aku merasa
takut apabila kau menjadi marah." kata Nyo hong leng seraya menggelengkan
kepalanya berulang kali. Siau Tin sudah menunggu lama sekali di situ, melihat kedua orang itu hanya
berbincang-bincang sendiri seakan-akan telah melupakan dirinya, tak tahan dia
lantas berkata. "Hei, aku datang untuk mengundang kalian pergi makan!"
"Nona!" ucap Buyung Im Seng setelah melirik Siau tin sekejap, "Apakah pangcu
kalian sudah datang?"
Siau tin segera menggeleng.
"Belum, cuma ada nona Kwik pun sama saja."
Mendadak Nyo Hong leng mengalihkan sinar matanya ke wajah Siua Tin,
kemudian tanyanya. "Seandainya kubawa kau pergi, bersediakah kau mengikuti
diriku?" "Membawa aku pergi" Pergi kemana?"
Nyo Hong leng melirik sekejap ke arah Buyung Im Seng, lalu sahutnya sambil
tertawa, "Dia tidak pernah memberitahukan kepadaku, tapi aku tahu dia amat
menyukai dirimu, maka kuajak kau pergi untuk merawat dirinya."


Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Urusan sebesar itu ternyata diucapkan olehnya dengan nada yang santai,
seakanakan suatu pembicaraan rutin saja.
Siau tin menjadi tertegun, "Santai betul perkataanmu itu," katanya, "Ketahuilah,
peraturan perkumpulan kami amat ketat, mana boleh aku pergi datang semau hati
sendiri?" 255 "Itu mah tidak menjadi soal, aku hanya ingin bertanya kepadamu, bersedia atau
tidak?" Buyung Im Seng mengerutkan dahinya rapat-rapat, kemudian timbrungnya dari
samping, "Nona Hong leng jangan bergurau yang bukan-bukan."
Urusan diantara kami orang-orang perempuan, lebih baik jangan kau urusi..."
tukas Nyo hong leng. Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Siu tin, kemudian sambungnya lebih
jauh. "Beritahu saja kepadaku, bersedia atau tidak, soal selanjutnya tak perlu
kau campuri." Siau tin tertawa hambar dengan perasaan serba salah, katanya kemudian, "Aku
tidak tahu, lebih baik kau bicarakan sendiri dengan pangcu kami..."
Mendadak sambil merendahkan suaranya dia melanjutkan. "Sekalipun aku
bersedia, juga tak berani kukatakan keluar."
Nyo hong leng segera mengangguk. "Aku sudah mengerti, mari kita pergi makan."
Mendadak dia berubah menjadi amat berani, sambil menggandeng tangan Buyung
Im Seng dia lantas beranjak keluar.
"Nona Hong, di luar banyak orang..." bisik Buyung Im Seng.
"Aku tahu." tukas Nyo Hong leng, "apa yang kau takuti" Aku seorang gadis saja
tidak takut." Setelah tertawa manis, selanjutnya. "Nama kecilku adalah Hong ji,
lain kali kau memanggil aku dengan nama kecilku saja, mau bukan?"
"Aku kuatir hal ini kurang begitu baik."
"Orang lain memanggilku sebagai nona Nyo, mengapa kau harus meniru orang lain
dengan menggunakan panggilan yang sama?"
Siau Ting yang mengikuti di belakang mereka dapat mengikuti pembicaraan
tersebut dengan cepat, diam-diam ia tertawa geli.
Sementara itu ia sudah melangkah masuk ke ruang tengah. Tampak Kwik Soat kun
dengan memimpin 12 orang gadis berpakaian ringkas menyambut kedatangan
mereka di luar ruangan. Saat itu Nyo Hong leng baru melepaskan tangan kiri Buyung Im Seng, kemudian
katanya. "Kami akan mengganggu nona!"
"Buyung kongcu telah membantu perkumpulan Li ji pang kami, mulai dari pangcu
sampai segenap anggota perkumpulan kami merasa berterima kasih kepadanya.
Terhadap Nyo pun sudah lama kami merasa kagum serta menaruh hormat, sudah
sewajarnya bila kami memberi pelajaran yang sebaik baiknya untuk kalian."
"Aaah.., kau terlalu sungkan." kata Nyo hong leng, "terhadap keberhasilan
perkumpulan kalian serta ketajaman pendengaran dari kalian, akupun merasa
kagum sekali, cuma sayang kami belum sempat untuk bersua dengan pangcu
kalian." "Sudah lama sekali pangcu kami menaruh perasaan kagum terhadap nona, siapa
tahu dalam beberapa waktu belakangan ini dia akan menyambangi diri nona."
256 "Jejakku tak menentu, tempat tinggalku tak tetap, kemana dia akan datang
mengunjungiku?" "Soal itu mah belum menyusahkan perkumpulan Li ji pang kami...!" sahut Kwik
soat kun. "Aaah... betul, aku lupa kalau mata2 kalian tersebar sampai di seantero jagat,
setiap urusan yang terjadi di seantero jagat, setiap urusan yang terjadi dalam
dunia persilatan memang sukar mengelabui partai kalian."
Kwik soat kun tersenyum. "Kau terlalu memuji!" katanya.
"Nona Kwik, aku ingin mengajukan satu pertanyaan kepadamu, bersediakah nona
untuk menjawabnya?" "Ini tergantung persoalan apakah yang sedang ditanyakan, asal aku tahu, sudah
barang tentu akan kusampaikan kepadamu."
"Selama pangcu tak ada di sini entah siapakah yang akan bertindak sebagai tuan
rumah?" "Tentu saja siau-moay, bila nona ada suatu persoalan silahkan saja kau
sampaikan." Nyo Hong leng berpaling dan memandang sekejap ke arah Siau Tin, kemudian
katanya. "Aku ingin memohon kepada perkumpulan kalian, agar menyerahkan Siau Tin
kepadaku." "Minta orang?" "Benar, tapi nona tak usah kuatir, sudah tentu aku takkan melukai diri Siau
Tin." "Hoa-li dan dayang-dayang nona sudah tak terhitung jumlahnya, buat apa kau
menginginkan anggota perkumpulan kami?"
"Aku amat menyukainya, dan berharap dia bisa selalu mendampingi diriku...!"
"Aaah..." Kwik soat kun berseru tertahan, setelah menengok Siau Tin sekejap,
terusnya. "Bagaimana menurut pendapatmu?"
Apa yang diajukan Nyo Hong leng benar-benar merupakan suatu persoalan yang
sama sekali di luar dugaan Kwik Soat kun, untuk sesaat lamanya dia menjadi
bingung dan tak tahu bagaimana harus menghadapi keadaan semacam itu.
Tampak Siau Tin segera membungkukkan badannya memberi hormat. "Tecu akan
menurut perintah!" sahutnya.
Kwik soat kun termenung beberapa saat lamanya, kemudian katanya lagi. "Nona
Nyo bermaksud meminjamnya ataukah memintanya?"
"Apa yang kukatakan sudah jelas sekali, aku meminta dirinya...!"
257 "Soal ini mah... maaf seribu kali maaf, siau moay tak dapat mengambil ketetapan,
tapi siau moay bersedia untuk menyampaikan tujuan nona itu kepada pangcu kami,
sebab segala sesuatu dialah yang lebih berhak untuk memutuskan."
"Aaaiii, nona Kwik, aku mempunyai beberapa patah kata yang kurang pantas
untuk disampaikan, bila ku utarakan nanti, kuharap kau jangan menjadi marah."
"Tidak berani, silahkan nona ucapkan!"
"Watakku terburu napsu dan tak sabaran, aku kuatir tak sempat lagi untuk
bertemu dengan pangcu kalian."
"Soal ini, soal ini..."
Dengan lembut kembali Nyo Hong leng berkata. "Nona Kwik, aku ingin
menerangkan kepadamu, bila kau bersedia, ini lebih baik lagi, bila kau tidak
meluluskan, akupun tetap akan membawanya pergi!"
"Maksud nona, bagaimanapun juga kau tetap akan membawanya pergi dari sini?"
"Begitulah kejadiannya, cuma aku ingin menyampaikan secara lebih sungkan saja."
"Hong ji!" Buyung Im Seng segera menimbrung, "setiap perkumpulan mempunyai
peraturan perkumpulan, setiap rumah mempunyai peraturan rumah, Siau tin
adalah anggota perkumpulan Li ji pang, sebelum memperoleh persetujuan dari
pangcunya, mana boleh kita membawanya pergi dari sini?"
Nyo Hong leng memandang sekejap ke arah Buyung Im Seng, lalu memandang
kembali kepada Kwik soat kun, kemudian dia baru berkata. "Nona Kwik, begini
saja, aku akan membawanya pergi lebih dulu, seandainya pangcu kalian merasa
keberatan, kau boleh membawanya pulang kembali."
"Nona Nyo, apa yang kau ucapkan benar-benar membuat siau moay merasa serba
salah..." Nyo hong leng segera mengalihkan sepasang matanya yang jeli dan bening itu ke
atas wajah Kwik soat kun, diapun tidak berbicara apa-apa.
Kwik soat kun pelan-pelan membereskan rambutnya yang kusut, kemudian pelanpelan
melanjutkan. "Seandainya aku tidak meluluskan permintaan nona untuk
mengajak Siau Tin pergi, nona pasti tak akan berdiam diri belaka, siapa tahu hal
ini akan berakhir dalam suasana tak gembira..."
"Oleh sebab itu, aku harap kau mau meluluskan permintaan kami!"
"Begini saja!" kata Kwik soat kun kemudian, "Siau moay akan mengambilkan
keputusan kali ini dengan meminjamkan Siau Tin kepada nona, tapi statusnya
masih tetap anggota Li ji pang."
"Baiklah! Bila tiada cara lain yang lebih baik lagi, terpaksa kita harus
bertindak begitu." "Kini keputusan telah diambil, suasana pun menjadi santai kembali, aku yakin
perasaan nona juga lebih lega, bagaimana kalau bersantap lebih dulu?"
"Maksud baikmu biar kuterima dalam hati saja, sayang siau moay masih ada
urusan lain, aku tak ingin berdiam terlalu lama lagi ditempat ini..."
258 "Masa waktu untuk bersantap saja tidak ada?"
"Urusan amat mendesak dan waktunya kebetulan, terpaksa siau moay akan
menerima maksud baikmu itu dihati saja."
"Kalau memang begitu, siau moay takkan menahan lebih jauh", ujar Kwik soat kun
hambar. Nyo Hong leng segera memberi hormat. "Selamat tinggal!" katanya.
Seusai berkata, dia lantas membalikkan badan dan berjalan menuju ke luar.
Buyung Im Seng mengikuti di belakang Nyo Hong leng bertindak keluar,
bagaimanapun laparnya dia kini, bagaimanapun lezatnya hidangan yang
disediakan di atas meja, pemuda itu enggan untuk menahan Nyo Hong leng dan
memaksanya bersantap lebih dulu sebelum berangkat.
Ketika sampai di depan pintu gerbang, mendadak Nyo hong leng berhenti dan
berpaling sambil memandang Siau Tin sekejap, kemudian serunya dengan lantang.
"Hayolah!" Siau Tin segera menunjukkan wajah serba salah, melihat wajah Kwik soat kun,
bisiknya. "Tecu, tecu..."
"Pergilah mengikuti nona Nyo!" tukas Kwik soat kun, "Dia pasti akan baik-baik
bersikap kepadamu, cuma kau harus ingat, hingga kini kau masih berstatus murid
Li ji pang." "Tecu siap melaksanakan perintah" jawab Siau Tin setelah termenung sejenak.
Sorot matanya dialihkan sekejap memandang ke arah gadis-gadis berpakaian
ringkas yang berada di sekeliling ruangan, kemudian melanjutkan. "Para cici
sekalian, untuk sementara waktu siau moay ingin mohon diri dulu."
Selesai berkata, dia lantas melangkah menuju keluar.
Kwik soat kun mengantar beberapa orang sampai keluar dari ruang tengah,
tampak sebuah kereta berkuda telah menanti di depan pintu gerbang.
Nyo Hong leng lantas berpaling sambil mengulapkan tangannya. "Silahkan kembali
nona, Siau moay mohon diri lebih dulu."
"Semoga kalian selamat di jalan."
Nyo Hong leng segera melompat naik lebih dulu ke atas kereta, disusul oleh Siau
Tin di belakangnya. Buyung Im Seng naik ke atas kereta paling belakang, sebelum naik, dia tertawa,
berpaling dan kemudian ujarnya. "Nona terima kasih atas pelayananmu yang baik
selama beberapa hari ini."
Kwik soat kun tersenyum. "Semoga apa yang kongcu ucapan itu benar-benar keluar
dari hati sanubari yang jujur"
Buyung Im Seng tidak menanggapi ucapan dari Kwik soat kun lagi, dia masuk ke
dalam kereta dan segera menurunkan tirai. Sang kusir mengayun cambuk, roda
kereta itu mulai berputar dan kereta itu meluncur ke depan. Memandang hingga
259 bayangan kereta itu lenyap dari pandangan mata, Kwik soat kun menghela napas
panjang dan balik kembali ke dalam perkampungan.
Sementara itu Nyo hong leng yang berada didalam kereta sedang menepuk tempat
duduk di sisinya sambil berseru kepada Buyung Im Seng. "Mari, duduklah kemari!
Buyung Im Seng menurut dan segera duduk disampingnya. "Apakah kereta ini
bukan kereta milik perkumpulan Li ji pang...?" tanyanya.
Nyo Hong leng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Bukan, aku sendiri yang
membawanya kemari!" Kemudian sambil berpaling dan memandang ke arah Siau tin, dia melanjutkan.
"Sebenarnya apa sih kedudukan Kwik Soat kun didalam perkumpulan Li ji pang?"
Siau Tin termenung dan berpikir sebentar kemudian, jawabnya. "Harap nona suka
memaafkan diriku, sampai kini budak masih berstatus anggota Li ji pang, budak
tidak berani membocorkan rahasia penting perkumpulan kami."
"Apakah kedudukan Kwik soat kun dalam perkumpulan termasuk juga rahasia
yang teramat besar?"
"Kami kakak beradik yang bergabung dalam perkumpulan Li ji pang mempunyai
hubungan yang serat sekali antara yang satu dengan yg lainnya namun peraturan
dari perkumpulan kamipun sangat ketat dan berdisiplin tinggi, kami tak ingin
melanggar peraturan2 tersebut."
"Apakah selanjutnya kau masih ingin balik kembali ke dalam perkumpulan Li ji
pang?" tanya Nyo Hong leng sambil tertawa.
"Tentu saja harus kembali, aku adalah anggota Li ji pang, kenapa tidak balik ke
situ?" Nyo Hong leng menghela napas panjang, katanya. "Dilihat dari sini, dapat
diketahui bahwa pangcu dari Li ji pang benar2 merupakan seorang tokoh yang
amat cerdas sekali, tanpa suatu kemampuan serta kecerdasan yang luar biasa,
mustahil dia bisa membuat segenap anggotanya begitu sayang dan hormat
kepadanya." "Setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan pangcu Li ji pang amat hebat dan
seksama, menandakan kalau dia memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar
biasa." Buyung Im Seng berkata pula, "tak nanti dia bukan pergunakan ilmu silat
untuk berebut nama dan kedudukan didalam dunia persilatan, tapi kewibawaannya
justru tersohor sampai dimana-mana, apa yang berhasil diraihnya itu tak lain
diperoleh berkat kecerdasan otaknya itu."
"Kami kakak beradik bergabung dalam perkumpulan Li ji pang, hampir seluruhnya
dipilih dan dicari oleh pangcu sendiri." kata siau tin pula. "yang dipelajari
bukannya ilmu silat saja melainkan setiap kepandaian yang bisa digunakan
terutama sekali mereka dipilih untuk mendalami salah satu macam kepandaian
sesuai dengan kelebihan yang dimiliki, itulah sebabnya dalam perkumpulan Li ji
pang kami, boleh dibilang hampir terdapat segala macam manusia dalam segala
bidang..." "Lantas apa pula yang kau pelajari?" tanya Buyung Im Seng kemudian.
260 Merah padam selembar wajah Siau Tin karena jengah. "Kongcu, terus terang saja
yang kupelajari adalah bagaimana cara memanfaatkan kecantikan yang kumiliki."
Buyung Im Seng termenung sebentar, lalu sahutnya: "Oleh karena itu, mereka baru
mengutusmu untuk melayani segala kebutuhanku?"
"Benar, cuma kongcu amat berdisiplin dan amat ketat menjaga diri, budak tak
sanggup mempraktekkan kelebihan yang budak miliki."
"Sebenarnya apa yang hendak kau praktekkan kepadaku?"
"Merayu dan memikat dirimu!"
"Pangcu kalian memang sangat cerdik", kata Nyo Hong leng kemudian, "tapi cara
kerjanya itu sku nilai terlalu rendah mutunya, sebab itu setiap umat persilatan
yang menyinggung soal Li ji pang, lebih baik rasa takutnya dihati mereka
daripada rasa menghormat." "Kami adalah perempuan-perempuan lemah yang tak bisa apa-apa untuk
mempertahankan kedudukan dan nama yang kami miliki dalam dunia persilatan,
jika tidak digunakan cara yang lain, memangnya kami harus beradu kekerasan
dengan mereka?" Nyo Hong leng segera tersenyum. "Buka kalian dari Li ji pang berprinsip
demikian, hal ini memang tak bisa disalahkan, cuma aku masih tetap merasa kagum atas
kehebatan serta kemampuan yang dimiliki oleh pangcu kalian." Setelah berhenti
sebentar, terusnya. "Kau sudah pernah bertemu dengan pangcu kalian?"
"Tentu saja pernah, kami sebagai anggota Li ji pang masa tak pernah bertemu
dengan pangcu sendiri?"
"Bagaimana paras muka pangcu kalian?" tanya Buyung Im Seng.
Siau Tin agak tertegun kemudian tanyanya. "Buat apa kau ajukan pertanyaan
semacam itu?" Agaknya Buyung Im Seng juga tak mengira kalau dia bakal balik bertanya, maka
setelah tertegun beberapa saat, dan termenung sejenak, sahutnya. "Sebab akupun
pernah berjumpa dengan pangcu kalian, namun aku curiga kalau dia tidak
menjumpai diriku dengan raut wajah yang sesungguhnya...!"
"Kau pernah bersua dengan pangcu kami?" "Betul!" "Coba kau terangkan,
bagaimana paras mukanya?"
"Ia berwajah jelek sekali, namun memiliki rambut yang sangat indah."
Siau Tin tertawa ewa, membungkam dan tidak mengucapkan sepatah katapun.
Dengan kening berkerut Buyung Im Seng lantas berkata. "Bagaimana" Apakah aku


Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tusuk Kondai Pusaka 20 Pendekar Rajawali Sakti 185 Geger Di Telaga Warna Pukulan Naga Sakti 19

Cari Blog Ini