Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long Bagian 2
urusanmu sendiri, baru benar kau memang lihai."
"Jangan khawatir, mati pun aku tidak perlu minta
bantuanmu," lalu si nona melengos dan tidak peduli lagi, tapi
kedua jarinya yang menggantol lengan baju orang tetap tidak
dilepaskan. Dengan langkah bergoyang sampan seperti bebek berjalan,
anak merah tadi maju ke depan Ji Yok-gi, sekejap dia amatamati orang dari atas kepala sampai kaki, lalu berputar ke
belakang, dan balik ke depan lagi, akhirnya dia tertawa
cekikikan, katanya, "Nah, boleh pukul, tunggu apa lagi?"
"Sebetulnya orang she Ji tidak sudi bergebrak denganmu, tapi
...." "Mau berkelahi ayo mulai, kenapa mengoceh saja," omel si
bocah merah. Mendadak dia melompat ke atas terus
menampar muka Ji Yok-gi. Geraknya biasa dan terang-terangan, tapi kecepatan
serangannya sukar dilukiskan.
Untung Kim Put-hoan yang sudah kena tampar tadi sudah
menjadi contoh bagi Ji Yok-gi, maka dia berlaku hati-hati,
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
begitu orang bergerak, sigap sekali dia berputar menyingkir,
namun begitu hampir saja mukanya kena gampar.
Bocah merah cekikikan, katanya, "Ternyata betul sedikit
berisi." Sambil bicara tangan juga tidak menganggur, di mana
bayangan merah berkelebat, tangannya segera menghantam.
Serangannya ternyata tidak mengutamakan tipu atau
permainan ilmu silat umumnya, tapi lebih mirip anak kecil
yang berkelahi main cakar dan tampar, namun serangannya
justru cepat dan ketat, gerakannya enteng dan sigap,
sehingga lawan tidak diberi kesempatan bernapas.
Seketika Ji Yok-gi terdesak oleh serangan gencar si bocah, tapi
gerak langkahnya ternyata cukup tangkas, gayanya kalem dan
gagah sehingga penonton manggut-manggut.
Dengan suara perlahan Hoa-sikoh bertanya kepada Kiau Ngo,
"Coba lihat, bukankah bocah itu agak aneh?"
Kiau Ngo mengerut alis, katanya, "Berkelahi cara demikian
memang jarang kulihat."
"Justru ia sengaja berbuat demikian agar orang lain sukar
menjajaki asal usul ilmu silatnya."
Kiau Ngo heran, tanyanya, "Apakah bocah ini juga punya asal
usul?" "Kalau tidak punya asal usul, mampukah dia mendesak Ji Yokgi sedemikian rupa?"
Kerut alis Kiau Ngo makin rapat. Sesaat kemudian Hoa-sikoh
berkata pula dengan menghela napas, "Meski bocah itu tidak
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
menggunakan ilmu silat andalannya, kalau demikian cara
bertempur Ji Yok-gi, akhirnya dia pasti kalah juga."
Kiau Ngo manggut-manggut, "Betul, jika Ji Yok-gi tidak
banyak bertingkah, taraf Kungfunya tentu bisa maju lebih
tinggi." Ji Yok-gi memang suka mengagulkan diri sebagai pemuda
ganteng yang romantis, sampai pun waktu berkelahi dengan
orang juga memakai gerak-gerik yang terhormat dan gaya
yang indah supaya menimbulkan kesan baik orang lain,
gerakan yang buruk mati pun tidak sudi digunakan.
Waktu si bocah merah menyerang ketiga kalinya, bagian kiri
bawah ketiaknya sebetulnya kosong, Hoa-sikoh dan Kiau Ngo
menyaksikan kekosongan ini, mereka tahu bila Ji Yok-gi mau
melancarkan jurus serangan Thi-gu-keng-te (lembu besi
meluku sawah), umpama tidak berhasil menjatuhkan si bocah,
paling tidak dapat memperbaiki posisinya yang terdesak.
Sayang Ji Yok-gi anggap jurus serangan itu kurang indah,
maka dia abaikan kesempatan baik itu, malah melancarkan
jurus Hong-jui-siu-liu (angin mengembus dahan Liu) yang tak
bermanfaat sedikit pun. Kim Put-hoan geleng-geleng kepala, katanya dingin, "Mati pun
dia memilih gaya yang indah ...." tapi hatinya juga lega,
karena dia tahu meski Ji Yok-gi tak mungkin menang, agaknya
juga tidak gampang dikalahkan.
Hoa-sikoh bergumam sendiri, "Entah Li-locianpwe sudah dapat
membongkar asal usulnya atau tidak?"
Waktu dia berpaling, dilihatnya Leng Sam sedang memapah si
orang tua sakit, entah sejak kapan sudah berdiri di samping Li
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Tiang-ceng, pandangan mereka pun tertuju si bocah merah,
diam-diam kedua orang tua itu pun saling memandang.
Akhirnya Li Tiang-ceng bertanya, "Toako, sudah kau lihat
sesuatu?" Si orang sakit, Ki Ti, berkata setelah termenung sejenak,
"Kukira tujuh bagian tepat."
Singa Jantan merasa bingung mendengar pembicaraan
mereka, ia tanya, "Sebetulnya ada apa sih?"
Hoa-sikoh menghela napas, ujarnya, "Coba lihat cara berkelahi
bocah itu tanpa menggunakan norma-norma ilmu silat, tapi
gerak-geriknya tidak menunjukkan suatu kelemahan, kalau
tidak mempunyai dasar latihan puluhan tahun, mana mampu
dia berbuat demikian?"
"Tapi ... paling banyak dia baru berusia belasan tahun ...."
"Bocah berusia belasan tahun mana mungkin punya dasar
latihan puluhan tahun, kecuali ... usianya memang tidak muda
lagi, hanya perawakannya saja yang memang katai alias cebol,
juga dia mengenakan kedok hingga orang sukar menduga
berapa umurnya." Kiau Ngo bergumam sendiri, "Latihan dasar puluhan tahun ...
perawakannya cebol ...." mendadak tergerak hatinya, dia
teringat pada seseorang, serunya kaget, "Hah, dia!"
"Ya, delapan bagian pasti dia," ujar Hoa-sikoh.
Kiau Ngo berkata pula, "Pantas sudah lama orang ini tak
pernah unjuk diri, tak tahunya bersembunyi di rumah Hoatcay-sin." Dia pandang Thian-hoat Taysu sekejap lalu katanya
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
dengan suara tertahan, "Apakah Thian-hoat Taysu sudah tahu
asal usulnya" Jika ia pun sudah tahu, mungkin ...."
"Bukan Thian-hoat Taysu saja, Liu Giok-ji, Toan-hong-cu pun
tahu asal usulnya, mungkin mereka juga ...."
Tertampak Thian-hoat Taysu yang berperawakan kekar itu
tiba-tiba mulai bergerak, wajahnya kelihatan serius, kulit
mukanya bersemu ungu, selangkah demi selangkah perlahan
mendekati bocah merah yang sedang melabrak Ji Yok-gi itu.
Jelalatan mata Jitkohnio, mendadak dia membentak, "Lekas!"
Kontan anak merah melejit ke atas, belum lenyap suara
Jitkohnio mendadak dia pentang kedua tangan terus menukik
dan menubruk ke arah Ji Yok-gi.
Melihat gerakan si bocah, Li Tiang-ceng terkejut, teriaknya,
"Hui-liong-sik!"
Di tengah teriakan kaget Li Tiang-ceng, terdengar Ji Yok-gi
juga menjerit kaget dan menjatuhkan diri ke lantai. Bukan
kebetulan dia terkenal di dunia Kangouw, gerak-geriknya
memang tangkas, meski terdesak ia tidak menjadi gugup,
dengan gerakan Yan-ceng-cap-pwe-hoan (delapan belas kali
jumpalitan gaya Yang Ceng), begitu badan menyentuh lantai
langsung menggelinding ke sana lalu melompat berdiri, ia
tidak terluka, namun melongo juga dia mengawasi bocah
merah itu. "Ayo pergi!" terdengar Jitkohnio membentak, segera dia tarik
si pemuda rudin dan tangan lain menggandeng anak merah
itu terus hendak melayang pergi.
Mendadak suara sabda Buddha berdengung dalam ruang itu,
suaranya sangat keras, memekak telinga, perawakan ThianKANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
hoat Taysu yang tinggi besar tahu-tahu sudah mengadang di
depan mereka. Jitkohnio tidak banyak bicara, dia putar haluan hendak
melompat ke jendela. Tapi bayangan orang tampak
berkelebat, Leng Sam, Toan-hong-cu, Liu Giok-ji, Ji Yok-gi dan
Kim Put-hoan serempak bergerak mencegat mereka dengan
wajah gusar. Si pemuda rudin menghela napas, katanya geregetan,
"Nyalimu memang teramat besar. Jelas orang akan tahu asal
usulnya, kau justru membawanya kemari."
Dengan geram Jitkohnio melotot padanya, katanya dongkol,
"Semua ini juga lantaran kau, karena mencari kau,
penderitaan apa saja kurasakan dan apa pun berani
kulakukan." Dalam pada itu Thian-hoat Taysu, Leng Sam dan lain-lain
sudah mengurung mereka bertiga. Tiba-tiba Jitkohnio berubah
sikap, tanyanya dengan tertawa genit, "Eh, apa yang kalian
lakukan ini?" Dengan kereng Thian-hoat Taysu menjawab, "Nona sudah
tahu, kenapa sengaja tanya pula?"
Jitkohnio berpaling, serunya, "Li-jisiok, bagaimana ini"
Tamumu ini melarang aku pergi, berani mereka menghinaku
di rumahmu, apa engkau orang tua tidak ikut malu?"
Li Tiang-ceng menoleh kepada Ki Ti, dia tidak berani
membuka suara. Mata Ki Ti gemerdep, sesaat lamanya dia diam saja, agaknya
dirasakannya urusan cukup gawat.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Hadirin menahan napas, semua menunggu jawaban si cerdik
nomor satu di Kangouw. Maklum, setiap patah kata orang tua
ini laksana emas, sekali berucap, selamanya takkan berubah.
Agaknya lama juga baru Ki Ti berkata dengan suara berat,
"Perkampungan ini berdiri juga berkat bantuan dana ayahmu
yang cukup besar, nona Cu mau pergi atau datang, siapa pun
dilarang merintanginya."
Legalah hati Jitkohnio, sebaliknya Thian-hoat Taysu dan lainlain berubah air mukanya. Tapi hanya berhenti sejenak Ki Ti
lantas menambahkan dengan suara perlahan, "Tapi orang
yang kemari bersama nona, apa pun dia harus tetap tinggal di
sini, siapa pun dilarang membawanya keluar."
Jitkohnio berkedip, sengaja dia menuding si pemuda rudin,
katanya dengan tertawa, "Apa dia yang engkau maksudkan"
Apakah dia pernah berbuat salah kepada orang lain?"
"Bukan," sahut Ki Ti.
"Kalau bukan dia, pasti bocah ini, dia ini pembantu pribadiku,
engkau orang tua hendak menahannya di sini untuk meladeni
siapa?" Ki Ti menarik muka, katanya, "Urusan sudah sejauh ini,
kenapa nona masih berlagak bodoh?"
"Apa maksud ucapanmu, sungguh aku tidak mengerti"!" sahut
si nona. "Tidak tahu?" jengek Ki Ti. "Leng Sam, ambil maklumat itu
dan berikan kepadanya supaya dibacanya."
Serentak Leng Sam melesat keluar.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Tangan Jitkohnio yang mengandeng si pemuda sudah mulai
gemetar, tapi wajahnya masih mengulum senyum, sikapnya
seperti tidak acuh. Cepat sekali Leng Sam sudah balik sambil membawa selembar
kertas, warna kertas dan tulisannya sudah agak luntur. Ki Ti
menerima kertas itu, sambil mendongak dia tertawa getir,
katanya, "Sudah tujuh tahun maklumat ini ditempel di dinding
depan, tak nyana hari ini baru bisa ditanggalkan dari
tempatnya." "Kertas apakah itu?" tanya Jitkohnio sambil berkedip-kedip.
"Peduli kau tahu atau benar-benar tidak tahu, boleh kau ambil
dan melihatnya sendiri," segera Ki Ti melempar lembaran
kertas itu di depan kaki Jitkohnio.
Jitkohnio mengerling kiri-kanannya, lalu menjemput kertas itu,
katanya, "Marilah kalian pun ikut membacanya."
Lalu dia mendahului berjongkok, pemuda itu pun ditariknya
berjongkok sehingga sama tinggi dengan anak merah itu agar
lebih leluasa mereka membaca bersama.
Maklumat itu tertulis demikian:
"Hoa Lui-sian, berjuluk Siang-thian-jip-to (naik ke langit
menyusup ke bumi), salah satu dari Cap-sah-thian-mo (tiga
belas iblis besar) yang dulu pernah menjagoi Kangouw, sejak
tragedi Heng-san hanya orang-orang ini dari Cap-sah-thian-mo
yang masih hidup. Sebab jauh sebelum tragedi Heng-san itu,
orang ini sudah menghilang, kaum persilatan tiada yang tahu
ke mana perginya. Orang ini berusia lima puluh empat tahun, namun
perawakannya pendek seperti anak kecil, gemar berpakaian
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
serbamerah, asal usul Kungfunya tidak jelas, namun dia
pernah mewarisi ajaran majikan Ngo-toa-mo-kiong yang
pernah menggetarkan Bu-lim pada enam puluh tahun yang
lampau. Selama hidup tidak pernah pakai senjata, juga tidak
menggunakan senjata rahasia, tapi Ginkangnya tinggi, tenaga
pukulannya jahat dan beracun, termasuk dalam urutan tokoh
keenam dalam Bu-lim. Giok-long Taysu dari Ngo-tay, Liu Hwisian dari Hoa-san, Kanglam-tayhiap Tian Thi-ciang dan jagojago kosen yang lain, semuanya gugur di tangannya.
Belasan tahun yang lalu pernah tersiar berita bahwa orang ini
sudah mati di muara Huang-ho. Akan tetapi dalam setahun
itu, orang-orang yang pernah bermusuhan dengan dia,
semuanya batok kepalanya terpenggal di tengah malam,
seluruh keluarganya juga dibantai habis, luka mereka lantaran
pukulan beracun orang itu. Sampai sekarang sudah jatuh
korban sebanyak seratus empat puluhan jiwa.
Karena setiap sakit hatinya pasti dituntut, peduli pertikaian
besar atau perselisihan kecil, musuhnya tiada yang diberi
ampun, sekalipun lari ke langit atau ambles ke bumi juga akan
diubernya. Semula Jin-gi-cengcu tidak tahu bahwa dialah
pembunuhnya, tapi setelah beliau memeriksa langsung lukaluka para korbannya, yakinlah atas perbuatannya.
Konon pada kecilnya orang ini pernah disiksa secara keji dan
disekap di dalam kurungan yang sempit selama delapan
tahun, karena itulah bentuk badannya tidak bisa berkembang
sebagaimana mestinya, lantaran itulah tabiatnya amat jelek,
setiap manusia di dunia ini dibencinya, terutama sering
menganiaya anak kecil, kedua tangannya sudah berlumuran
darah orang banyak, kejahatannya cukup mendirikan bulu
roma, barang siapa berhasil membekuknya, baik mati atau
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
hidup, akan mendapat upah sebesar lima ribu tahil perak, janji
Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pasti ditepati. Tertanda Jin-gi-cengcu. Tangan Jitkohnio membeber maklumat itu, tapi matanya tidak
pernah membaca apa yang tertulis di atas kertas itu, diamdiam ia mengerling kian kemari memerhatikan keadaan di
sekelilingnya, tertampak kedelapan penunggang kuda di luar
pintu sudah turun dari kudanya dan berdiri tegak menunggu
perintah sambil memegang tali kendali. Thian-hoat Taysu dan
lain-lain kelihatan emosi, agaknya ingin segera turun tangan,
namun tanpa persetujuan Jin-gi-cengcu mereka tidak berani
bertindak. Setelah melirik sekian lamanya, tiba-tiba Jitkohnio berbisik
kepada si pemuda, "Hari ini aku dan dia bisa tidak keluar dari
sini, tergantung kepadamu seorang."
Pandangan si pemuda tertuju ke arah maklumat, katanya
perlahan, "Ya, urusan sudah telanjur sejauh ini, apa yang
dapat kuperbuat?" suaranya keluar dari tenggorokan tapi
bibirnya tidak bergerak. Jitkohnio berang, desisnya, "Mau atau tidak kau harus turut
campur, jangan kau lupa siapa yang telah menolong jiwamu"
Memangnya kau lupa bagaimana orang memperlakukan
dirimu?" Pemuda itu menghela napas, mulutnya terkancing.
Setelah menarik napas panjang Jitkohnio berdiri perlahan,
katanya, "perbuatan Ciang-tiong-thian-mo ini memang
keterlaluan, kejam dan keji."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Syukurlah kalau nona tahu," ucap Ki Ti dengan suara kereng.
"Dan kenapa kau masih membela dia?"
Jitkohnio melirik si bocah merah, katanya sambil menghela
napas, "Agaknya mereka anggap kau inilah Hoa Lui-sian itu."
Bocah merah berkata, "Hah, sungguh lelucon besar!"
Seperti tertawa dan tidak tertawa Jitkohnio pandang si
pemuda, katanya perlahan, "Peduli lelucon atau bukan, kutahu
jelas selama tujuh tahun ini belum pernah dia meninggalkan
setapak pun dari sampingku, kalau dia sempat keluar
membunuh orang, boleh kau penggal kepalaku saja."
Meski ucapannya di tujukan kepada orang banyak, tapi
matanya menatap si pemuda rudin. Tapi pemuda ini
berdehem dan menunduk. Thian-hoat Taysu segera berkata dengan bengis, "Apakah
pembunuhan yang terjadi selama tujuh tahun ini perbuatan
Hoa Lui-sian atau bukan, tapi kematian Giok-liong Susiok hari
ini harus kutuntut balas."
"Betul, juga bibiku ... bibiku ...." Liu Giok-ji ikut menimbrung,
tapi baru beberapa patah kata matanya lantas merah,
lidahnya seperti kaku, akhirnya mengentak kaki dan
meneruskan, "Siapa berani merintangi aku menuntut balas,
aku ... biar aku adu jiwa dengan dia."
Kedengarannya dia bicara kepada orang banyak, tapi sorot
matanya tertuju ke arah Jitkohnio.
Diam-diam Kim Put-hoan memberi kedipan mata kepada Ji
Yok-gi. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Segera Ji Yok-gi berseru lantang, "Orang she Ji tidak
bermusuhan dengan Hoa Lui-sian, tapi terhadap manusia
jahat dan kejam, siapa pun wajib menumpasnya."
Anak merah menyeringai, "Jago yang sudah keok juga berani
kentut." Merah muka Ji Yok-gi, cepat Kim Put-hoan angkat bicara, "Jiheng terlalu memandang rendah lawannya sehingga kalah
setengah jurus, kekalahan yang tidak berarti."
"Betul," seru Ji Yok-gi, "mengingat dia hanya bocah cilik, mana
orang she Ji tega turun tangan sungguhan."
Jitkohnio menjengek, "Kalau dia betul Ciang-tiong-thian-mo,
masa sekarang kau masih bernyawa" Cis, sok omong besar,
tidak tahu malu, dasar muka tebal."
Merah pula muka Ji Yok-gi.
Kim Put-hoan balas mengejek, "Kungfu Hoa Lui-sian memang
hebat, tapi demi menumpas kejahatan tidak perlu kami
melawannya satu per satu. Yang punya dendam boleh
menuntut, yang sakit hati boleh membalas, ayolah maju
bersama, biar dia buktikan apakah dia benar-benar mampu
naik ke langit atau ambles ke bumi?"
Li Tiang-ceng menghela napas, katanya, "Dengarlah
nasihatku, lebih baik Hoa-hujin menyerah saja, nona Cu tidak
perlu menjadi juru bicaranya lagi."
Jelalatan mata Jitkohnio, katanya sambil mengentak hati, "Jadi
engkau orang tua juga mengira dia ini betul-betul Hoa Luisian?" KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Ai, untuk apa kau masih berdebat dan membela dia?" kata Li
Tiang-ceng. "Kalau bukan dia, lalu bagaimana?" tanya Jitkohnio.
"Tanggalkan topengnya biar kami lihat," seru Kim Put-hoan.
"Kalau betul dia seorang bocah, biar Li-locianpwe minta maaf
kepadanya," sengaja dia mendahului bicara, kalau
pekerjaannya betul, berarti dia yang mendapat jasa, bila
sebaliknya, toh orang lain yang akan minta maaf, pekerjaan
yang merugikan bagi Kim Put-hoan yang "melihat uang mata
terbuka" jelas tidak akan dilakukannya.
"Baik," akhirnya Jitkohnio mengentak kaki pula, "buka ya
buka, biar mereka melihat wajahmu."
Bocah merah segera berteriak, "Lihatlah!"
Belum lenyap suaranya, mendadak dia meraih topeng merah
di mukanya. Seketika mata hadirin terbeliak kaget, di balik topeng merah
itu memang terdapat sebentuk wajah bocah yang tembam dan
halus, tidak berkeriput, jelas wajah seorang anak-anak, jadi
bukan muka seorang nenek yang sudah berusia lanjut.
Jitkohnio tertawa, katanya, "Nah, kalian sudah melihat jelas
bukan" Soalnya kulit muka bocah ini kurang baik, bila kena
angin lantas gatal-gatal, makanya dia selalu memakai topeng.
Kedatangannya ternyata telah membuat lelucon yang tidak
menggelikan di sini."
Di tengah tertawanya, dengan tangan kanan-kiri dia gandeng
si pemuda dan si bocah merah terus berlenggang keluar
pendopo. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Hadirin sama melongo, tiada lagi yang merintangi mereka.
Tertampak baju Jitkohnio bergetar, entah tertiup angin atau
karena gemetar, tapi begitu keluar pintu langkahnya segera di
percepat. "Tunggu sebentar ...." mendadak Ki Ti membentak. "Jangan
lepaskan dia!" Sementara itu Jitkohnio sudah lantas melayang jauh ke depan,
jarinya sempat mencubit pergelangan tangan si pemuda.
Ketika Ki Ti berteriak, "Jangan lepaskan dia!" Jitkohnio dan
bocah merah itu sudah mencemplak ke atas kuda dan berseru,
"Orang tak berperasaan, jiwa kami berdua kuserahkan kepada
tanggung jawabmu." Dalam pada itu tertampak Thian-hoat Taysu dan Liu Giok-ji
sudah mengejar keluar, bentakan Ki Ti tadi telah menyadarkan
mereka adanya keganjilan dalam persoalan ini, maka sigap
sekali mereka mendahului bertindak.
Mesti Jitkohnio sudah berada di atas kuda, tapi kuda itu belum
lagi angkat kakinya, gerak kuda mana bisa menandingi
kecepatan tokoh silat macam Thian-hoat Taysu, jelas sukar
bagi mereka untuk lolos keluar pintu gerbang.
Pemuda rudin berdiri terlongong di tempatnya, didengarnya
suara angin berkesiur di belakang, dia tahu Thian-hoat Taysu
dan Liu Giok-ji mengejar tiba.
Pada detik yang genting ini, si pemuda menghela napas,
kedua tangannya mendadak terayun ke belakang, telapak
tangan kanan laksana golok, telapak tangan kiri tersembunyi
di dalam lengan baju, meski tidak menoleh ke belakang, tapi
pukulan telapak tangan dan kebutan lengan bajunya ini justru
menyerang ke tempat yang mematikan dan harus dihindari
dulu oleh Thian-hoat Taysu dan Liu Giok-ji.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sudah tentu Thian-hoat Taysu dan Liu Giok-ji mengutamakan
menyelamatkan diri daripada mengejar orang. Tenaga sudah
mereka himpun, seperti busur yang sudah ditarik, secara
refleks mereka menangkis, maka dapat dibayangkan betapa
dahsyat kekuatan mereka. Liu Giok-ji menjengek, "Kau cari mampus!"
Kedua tangannya menyongsong kebutan lengan baju si
pemuda. Wajah Thian-hoat Taysu kelihatan prihatin, ia pun menangkis
dengan telapak tangannya yang merah darah, "plak", hadirin
melihat jelas bentrokan dahsyat ini, digencet dua jago kosen,
mereka mengira si pemuda pasti akan hancur lebur.
Siapa tahu, mendadak Liu Giok-ji menjerit kaget, tubuhnya
mencelat ke udara. Sementara Thian-hoat Taysu terentak
mundur sempoyongan beberapa langkah, setiap langkah
kakinya meninggalkan tapak kaki yang satu lebih dalam
daripada yang lain, hal ini membuktikan Thian-hoat Taysu
sudah mengerahkan seluruh kekuatannya sehingga dia tidak
terjungkal jatuh. Waktu hadirin perhatikan si pemuda, digencet oleh dua tenaga
dahsyat itu, tubuhnya tiba-tiba meluncur pergi dengan lengan
baju melambai membawa deru angin kencang, tampaknya
sekejap lagi akan melayang keluar pintu gerbang.
Sementara itu Jitkohnio sudah membedal kudanya keluar,
mendadak dia menghardik sekali, lengan kanan terayun,
tubuh bocah merah terangkat ke udara dengan tangan kiri
bergandeng tangan Jitkohnio, sementara tangan kanan
meraih, dengan tepat dia pegang lengan baju si pemuda,
sementara kuda masih terus membedal kencang, maka bocah
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
merah dan si pemuda ikut terseret mabur ke depan, seolaholah Jitkohnio mengerek dua helai bendera yang berkibar
tertiup angin. Meski hati gusar dan kaget, demi melihat demonstrasi Ginkang
sehebat itu, hadirin sama melongo kagum, seketika mereka
jadi lupa mengudak. Sementara itu Liu Giok-ji jumpalitan dua kali terus melayang
turun dengan napas tersengal-sengal.
Thian-hoat Taysu juga berdiri tegak lagi, wajahnya pucat,
darah tampak meleleh di ujung bibirnya. Kalau tadi dia
langsung menjatuhkan diri, mungkin dirinya tidak akan
terluka, namun dasar wataknya keras, tinggi hati, makanya
sekuatnya dia bertahan, darah yang hampir menyembur
ditelan kembali, luka dalamnya tidaklah ringan.
Dalam pada itu kedelapan laki-laki berseragam hitam pun
mencemplak ke punggung kuda masing-masing, perlahan
mereka keluar, kelihatannya mereka tidak tergesa-gesa, kedua
baris kuda mereka sengaja digunakan merintangi para
pengejar, sebab mereka maklum orang-orang gagah ini tidak
akan turun tangan keji kepada mereka.
Ki Ti mencengkeram pundak Li Tiang-ceng sambil berteriak,
"Kejar, kejar! Lekas kejar, jangan terlambat."
Sekilas dia menatap Toan-hong-cu.
Namun Toan-hong-cu hanya batuk-batuk saja sambil
melengos dan pura-pura tidak melihat.
Kembali Ki Ti menoleh ke arah Ji Yok-gi, tapi Ji Yok-gi malah
melirik Kim Put-hoan, dan Kim Put-hoan hanya menyengir,
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
ujarnya, "Kami berdua tidak ada permusuhan dengan dia,
untuk apa mengejarnya?"
Mereka sudah menyaksikan kehebatan Kungfu si pemuda.
Kalau Thian-hoat Taysu dan Liu Giok-ji saja kecundang, yang
lain mana berani mengejar.
Ki Ti menghela napas sambil membanting kaki, katanya
geregetan, "Tujuh jago kosen kalau mau bersatu padu
mungkin bisa malang melintang di kolong langit ini, sayang ...
sayang keadaan seperti pasir yang berserakan ... sungguh
sayang ...." Menegak alis si Singa Jantan Kiau Ngo, katanya, "Orang itu
sudah membuka topengnya, jelas dia seorang bocah cilik,
kenapa Cianpwe masih juga ingin mengudaknya?"
Ki Ti menghela napas, "Kalau dia bisa pakai topeng, apakah di
balik topengnya tidak bisa mengenakan kedok pula"
Kepandaian merias muka Cam-sap-mo kan terkenal tiada
bandingan di dunia ini."
Kiau Ngo melongo, akhirnya dia sadar, "Kiranya begitu ...."
Tahu musuh sudah pergi jauh barulah Kim Put-hoan pura-pura
mengentak kaki, katanya, "Ai, kenapa Cianpwe tidak katakan
sejak tadi .... Ji-heng, mari kita kejar!" - Ia tarik Ji Yok-gi dan
ayunkan langkah seperti hendak mengejar.
Hoa-sikoh geleng-geleng kepala, katanya dengan tertawa, "Ji
Yok-gi sudah terlibat dengan manusia bejat itu, nasibnya
selanjutnya tentu celaka."
"Biar kupergi melihatnya," kata Kiau Ngo terus melompat
pergi. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Ngo-ko, kau pun akan tertipu ...." seru Hoa-sikoh, tapi Kiau
Ngo sudah lari jauh. Sambil mengentak kaki Hoa-sikoh berkata pula dengan
membungkuk badan, "Urusan yang Cianpwe katakan tadi pasti
akan kuperhatikan ...." agaknya dia khawatirkan keselamatan
Kiau Ngo, tanpa menunggu jawaban segera dia berlari keluar.
Angin berembus kencang, bunga salju beterbangan pula di
angkasa. Liu Giok-ji termangu-mangu entah apa yang sedang
dipikirkan, mendadak dia menghampiri Thian-hoat Taysu,
katanya, "Bagaimana luka Taysu?"
"Siapa terluka?" sahut Thian-hoat Taysu dengan gusar, "bocah
itulah yang terluka."
"Ya ... musuh Ngo-tay dan Hoa-san kita telah dibawa lari
orang, bila Taysu mau bekerja sama denganku, kuyakin pasti
ada harapan untuk menuntut balas, entah bagaimana
pendapat Taysu?" "Selamanya tidak pernah kukerja sama dengan orang," jawab
Thian-hoat Taysu bengis, lengan jubahnya mengebas terus
melangkah pergi, tapi baru beberapa langkah tiba-tiba dia
sempoyongan. Liu Giok-ji tersenyum, cepat dia memburu maju memapahnya,
katanya lembut, "Hujan salju dan angin kencang lagi, maukah
Taysu kuantarkan?"
Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Thian-hoat Taysu terlongong sejenak, akhirnya dia menghela
napas panjang dan tidak bicara lagi.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Hujan salju makin lebat, angin menderu kencang, tujuh jago
kosen dalam sekejap sudah bubar. Tiba-tiba Ki Ti merasakan
menggigil kedinginan, lekas dia merapatkan pakaian dan
berkata dengan muram, "Beginilah persoalan kaum Bu-lim ...
ai ...." tangan kiri berpegang di pundak Leng Sam, tangan
kanan dibimbing Li Tiang-ceng, perlahan dia kembali ke dalam
pendopo. "Beginilah kerja ketujuh jago kosen, tapi kecuali ketujuh orang
ini, apakah tiada orang gagah lain lagi di kalangan Kangouw?"
ujar Li Tiang-ceng. "Ehm ... memang benar .... Ai, hujan semakin lebat, lekaslah
tutup pintu ...." kata Ki Ti.
Perlahan Li Tiang-ceng putar balik dan menutup pintu,
didengarnya sayup-sayup suara senandung Leng Sam yang
sedang minum arak dengan nada yang memilukan itu.
Dalam pada itu, Kim Put-hoan menarik Ji Yok-gi dan diajak lari
ke arah selatan. Ji Yok-gi menoleh ke kanan, tiba-tiba berhenti, katanya, "Hei,
Kim-heng, mereka lari ke utara, kenapa kita mengejar ke
selatan?" Kim Put-hoan tertawa lebar, "Goblok, untuk apa mengejar
mereka" Kita hanya cari alasan untuk membebaskan diri saja,
kalau lama-lama di sana kan malu."
Tanpa kuasa Ji Yok-gi diseret lari lagi ke depan, tapi mulutnya
masih juga berkata, "Sudah bilang mengejar, betapa pun kita
harus mengejarnya." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kim Put-hoan menjengek, "Apa Ji-heng tidak melihat Kungfu
pemuda tadi, umpama kita berhasil mengudaknya,
memangnya kau mampu mengalahkan dia?"
Ji Yok-gi menghela napas, katanya, "Pemuda itu memang
pandai menyembunyikan diri, tak nyana Kungfunya begitu
mengejutkan, pantas Jitkohnio tergila-gila padanya."
Kim Put-hoan memicingkan mata, katanya dengan tertawa,
"Kedengarannya suara Ji-heng rada kecut?"
Merah muka Ji Yok-gi, katanya menyangkal, "Aku ... aku
hanya heran akan asal usulnya."
Kim Put-hoan berkata, "Peduli betapa tinggi Kungfunya, peduli
bagaimana asal usulnya, yang jelas hari ini dia telah
menimbulkan kemarahan umum, Jin-gi-sam-lo, Thian-hoat
Taysu dan lain-lain pasti tidak akan berpeluk tangan ...."
Belum habis dia bicara, di bawah bunga salju yang
bertaburan, dari selatan tampak datang puluhan kuda yang
dilarikan dengan kencang, penunggangnya semua
mengenakan mantel kulit yang melambai tertiup angin.
Seketika terbeliak mata Kim Put-hoan, katanya tertawa,
"Puluhan penunggang kuda ini gagah dan tangkas menempuh
perjalanan di bawah hujan salju, pasti mereka ada urusan
penting, agaknya aku bakal mendapat rezeki."
Dalam pada itu puluhan kuda itu sudah dibedal tiba, yang
paling depan adalah seekor kuda hitam yang ditunggangi
lelaki hitam kekar berewok, sambil mengayun cambuk dia
membentak, "Ingin mampus yah" Lekas minggir!"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kim Put-hoan berdiri di tengah jalan sambil bertolak pinggang,
katanya dengan tertawa, "Aku Kim Put-hoan memang ingin
mampus, boleh kau terjang dan injak-injak aku sampai mati!"
"Tarr!" cambuk panjang laki-laki berewok itu menggelegar di
udara, puluhan kuda di belakangnya segera berhenti. Laki-laki
berewok itu melompat turun, katanya sambil tertawa lebar,
"Kiranya engkau Kim-tayhiap, orang she Can terburu-buru
menempuh perjalanan sehingga tidak melihat jelas Anda
menunggu di sini, maaf, maaf akan kekasaran tadi." - Lalu
dia memberi hormat. Kim Put-hoan sengaja mengawasinya dari atas ke bawah,
katanya dengan tertawa, "Kukira siapa, rupanya Can Ingsiong, Congpiauthau dari Wi-bu-piaukiok. Congpiauthau buruburu menempuh perjalanan, memangnya sedang menguber
rampok?" Can Ing-siong menghela napas, katanya, "Yang kami kejar
meski bukan rampok, tapi lebih jahat daripada rampok. Terus
terang saja, Kim-tayhiap, Wi-bu-piaukiok memang belum jaya,
tapi berkat bantuan para sahabat Kangouw, selama beberapa
tahun belum pernah usaha kami mengalami kegagalan. Tak
nyana semalam tanpa sebab budak liar itu berani mencabut
panji perusahaan kami, meski orang she Can tahu bukan
tandingannya, betapa pun akan kususul dia, kalau tidak,
apakah Wi-bu-piaukiok masih bisa berkecimpung di kalangan
Kangouw?" Bola mata Kim Put-hoan berputar, biji matanya yang buta itu
pun seakan-akan bersinar, katanya dengan tersenyum, "Yang
dimaksudkan Congpiauthau apakah si nona berpakaian putih
dengan seorang budak kecil berpakaian serbamerah?"
Can Ing-siong terbeliak kaget, serunya girang, "Betul, apa
Kim-tayhiap tahu di mana mereka sekarang?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kim Put-hoan tidak menghiraukan pertanyaan orang, matanya
mengawasi mantel kulit rase hitam berbulu panjang yang
membungkus tubuh Can Ing-siong, katanya sambil menghela
napas, "Mantel kulit Congpiauthau ini entah beli di mana,
kalau dipakai kelihatan gagah dan kereng, besok kalau
pengemis rudin macamku ini memperoleh rezeki besar meski
harus menahan kelaparan juga akan kuusahakan untuk beli
satu." Can Ing-siong melengak, segera dia membuka mantelnya,
dengan kedua tangan diangsurkan kepada Kim Put-hoan,
katanya, "Bila Kim-tayhiap tidak anggap barang lama, silakan
ambil saja ...." "Ah, mana boleh" Mana berani kuterima?" di mulut menolak
tapi tangan Kim Put-hoan sudah terulur untuk menerima
mantel itu. Lalu Can Ing-siong berdehem, katanya, "Barang yang tak
berharga. Asal Kim-tayhiap sudi memberi imbalan yang pantas
...." Kim Put-hoan langsung mengenakan mantel itu, katanya
sambil menuding ke utara, "Nona gede dan budak cilik itu lari
ke sana, kalau mau mengejar, lekas susul ke sana!"
"Terima kasih!" ucap Can Ing-siong sambil mencemplak ke
atas kudanya, di tengah aba-abanya puluhan kuda itu segera
dibedal lagi ke utara. Ji Yok-gi menyaksikan sambil berkerut kening, katanya sambil
geleng kepala, "Kim-heng sudah punya mantel bulu si
pemuda, kini ditambah lagi dengan mantel ini, apa tidak
kebanyakan ...." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Kebanyakan apa?" tukas Kim Put-hoan dengan gelak tertawa,
"apa pun yang diinginkan Kim Put-hoan selalu terasa kurang
dan tidak pernah kebanyakan .... Eh, aneh, ada orang datang
lagi." Ji Yok-gi memandang ke sana, betul juga, dari jauh datang
pula serombongan penunggang kuda. Dandanan rombongan
bermacam regam, ada yang berjubah kulit, ada yang
berpakaian ketat, sikap mereka kelihatan lebih gagah dan
kereng daripada puluhan penunggang kuda tadi.
Tiba-tiba orang yang paling depan berteriak, "Yang berdiri di
tengah jalan bukankah Kian-gi-yong-wi Kim-tayhiap?"
Baru beberapa patah kata itu diucapkan, rombongan
penunggang kuda itu pun sudah dekat.
Diam-diam Ji Yok-gi kaget dan membatin, "Tajam benar
pandangan orang ini."
Dilihatnya orang yang bersuara ini berperawakan pendek,
rambut dan jenggotnya sudah putih, mengenakan jubah
bersulam yang panjang, tampangnya jelek, sikapnya mirip
guru sekolah di kampung, namun matanya mencorong tajam
bagai mata kucing di tengah kegelapan.
Kim Put-hoan tertawa, katanya, "Belasan tombak jauhnya dan
kuda masih berlari kencang, tapi dapat melihat jelas bentukku,
dalam kalangan Bu-lim, kecuali Sin-gan-eng (elang mata sakti)
Pui Jian-li, masa ada orang lain lagi?"
Orang tua pendek itu sudah melompat turun, katanya dengan
tertawa sambil mengelus jenggot, "Beberapa tahun tidak
bertemu, sekali bertemu Kim-heng sudah memujiku setinggi
langit, kalau jatuh bisa gepeng aku ini."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kim Put-hoan menyapu pandangan sekejap, katanya, "Wah
kebetulan, kecuali Pui-heng ternyata masih ada Pok-thian-tiau
Li Ting, Li-tayhiap, Joan-hun-yan Ih Ji-hong, Ih-tayhiap juga
datang." Yang berada di atas kuda sebelah kiri adalah seorang tua
beruban, tubuhnya masih kelihatan kuat, yang di sebelah
kanan mengenakan jubah sutera seorang tua yang
memelihara lima jalur jenggot berperawakan tinggi.
Berbareng kedua orang ini melompat turun dari atas kuda,
keduanya lantas menjura sambil menyapa, "Selamat bertemu
Kim-heng!" "Menurut berita, sejak peristiwa Heng-san dulu, Hong-lin-samniau (tiga burung dari hutan angin) katanya sudah hidup
tenteram di rumah, hari ini sekaligus kalian keluar kandang,
memangnya hendak menikmati sedapnya hujan salju?"
Laki-laki tua pendek Pui Jian-li menghela napas, katanya,
"Kami tiga bersaudara memang ditakdirkan bernasib jelek,
sekadar istirahat juga tidak boleh, hidup setua ini, kalau
kantong kempis, mana bisa makan. Terpaksa kami membuka
pintu dan membuat lapangan menerima beberapa murid
sekadar untuk ongkos hidup. Eh, tanpa terasa beberapa tahun
telah berlalu, murid tertua juga sudah lulus dan bantu
mengajar, kami bertiga tua bangka ini jadi malas turun
tangan, perguruan kami serahkan kepada mereka. Tak nyana,
se ... semalam entah dari mana datangnya budak gila itu,
tidak ada permusuhan tiada dendam, tanpa sebab tahu-tahu
tempat kami diubrak-abrik, katanya Jitkohnio sebal melihat
permainan kami yang menipu orang melulu."
Kim Put-hoan dan Ji Yok-gi saling pandang, dalam hati mereka
maklum dan merasa geli pula, batinnya, "Ternyata Jitkohnio
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
itu memang gadis binal yang suka membuat onar di manamana." Setelah menghela napas, Pui Jian-li berkata pula, "Beberapa
muridku itu memang tidak becus, dalam sekejap mereka
dihajar hingga babak belur dan pontang-panting, mereka lari
melapor kepada kami. Kami tiga tua bangka yang tak berguna
ini telah mendidik murid yang tidak becus, betapa pun harus
membela mereka, apa boleh buat terpaksa kami keluar
kandang, meski jiwa lapuk harus kami pertaruhkan juga,
budak gila itu akan kami bekuk, ingin kutanya kepadanya
berdasarkan apa dia hendak menggulingkan periuk nasi kami."
Sebelum Kim Put-hoan buka mulut, Ji Yok-gi mendahului
menuding ke utara, "Mereka lari ke sana, lekas kalian
mengejarnya!" Pui Jian-li melirik sekejap, katanya, "Saudara ini ...."
Kim Put-hoan tertawa dingin, katanya, "Biar kuperkenalkan,
inilah Tang-jin-cay-loh (mencegat rezeki orang lain) Ji Yok-gi,
apakah Pui-heng belum pernah melihatnya?"
Pui Jian-li melongo, katanya dengan tertawa, "Ji Yok-gi"
Bukankah Giok-bin-yau-khim Sin-kiam-jiu Ji-tayhiap" ...." ia
menjura dan berkata pula, "Banyak terima kasih atas petunjuk
Ji-heng, biar kami bersaudara segera mohon diri."
Tanpa bicara lagi langsung ia mencemplak ke atas kuda terus
dibedal ke utara. Kim Put-hoan melirik ke arah Ji Yok-gi sambil tertawa dingin.
Ji Yok-gi menyengir, katanya rikuh, "Bukan sengaja kuhendak
mencegat rezekimu, soalnya kulihat mereka berpakaian
sederhana, tidak pakai mantel, kantongnya tentu juga kosong,
lebih baik suruh mereka lekas pergi saja."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Mata satu Kim Put-hoan berkedip-kedip, mendadak dia
tertawa, katanya, "Siapa berani mencegat berarti dia musuh
besarku, tapi Ji-heng ... hahaha, sesama saudara sendiri,
kenapa harus ribut-ribut?"
Jilid 3 Di tengah gelak tertawanya dia tarik Ji Yok-gi dan diajak lari
ke utara. Ji Yok-gi heran, tanyanya, "Kenapa Kim-heng hendak
mengejar ke sana?" "Di depan sudah ada Can Ing-siong dan Hong-lin-sam-niau,
setelah ada pelopornya, kenapa kita takut" Biar kita kuntit
mereka untuk menonton keramaian saja?"
Tiba-tiba di belakang pohon di tepi jalan ada seorang berkata
dengan tertawa, "Mungkin juga masih dapat menggagap ikan
di air keruh, bila ada kesempatan dapat pula menarik
keuntungan, benar tidak?"
Lalu tampak Kiau-jin-lan-sim Li-cu-kat Hoa-sikoh melangkah
keluar, Singa Jantan Kiau Ngo berada di belakangnya dengan
mata mendelik menatap Kim Put-hoan.
Berubah air muka Kim Put-hoan, tapi dia lantas tergelak,
katanya, "Siapa nyana Singa Jantan hari ini berubah jadi
musang, makanya langkahnya ringan tidak kedengaran
datangnya, Siaute sampai kaget setengah mati." Jelas dia
menyindir tindak tanduk Kiau Ngo yang main sembunyi,
secara tidak langsung ia memaki tanpa menggunakan katakata kotor. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kontan merah muka Kiau Ngo, serunya gusar, "Kau ... kau ...."
saking gusar, dia tak mampu bicara malah.
Kim Put-hoan makin senang, katanya tertawa, "Ada apa kalian
menyusul kemari?" Hoa-sikoh tersenyum, katanya, "Kami ingin memberi pesan
kepada Ji-siauhiap ini agar jangan sampai terjebak oleh
manusia yang rendah budi."
Kim Put-hoan pura-pura tidak tahu bahwa dirinya yang dimaki,
dia malah tertawa, katanya, "Hoa-sikoh sungguh baik hati,
pantas dipuji ...." sekilas dia melirik Ji Yok-gi lalu
menyambung, "Tapi Ji-heng sudah berpengalaman di dunia
Kangouw, sejak kapan dia perlu diperhatikan dan diberi pesan
segala, Siaute heran dan tidak mengerti."
Merah jengah muka Ji Yok-gi, katanya, "Orang she Ji bisa
menjaga diri dan bertindak hati-hati, tak perlu kalian
Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memerlukan datang memberi tahu kepadaku."
Hoa-sikoh geleng-geleng kepala sambil menghela napas, tapi
dia tidak bicara lagi. Kim Put-hoan berkata pula, "Ji-heng memang punya tujuan
sendiri, buat apa kalian membuat keruh air jernih?"
Tangan Kiau Ngo sudah terkepal, namun diam-diam Hoa-sikoh
menariknya. Kim Put-hoan tertawa, katanya, "Sejak kapan kalian menjadi
begini mesra, sungguh harus diberi selamat, kelak bila tiba
saatnya mengadakan pesta, jangan lupa mengundangku
untuk minum arak!" - Di tengah gelak tertawanya, dia tarik Ji
Yok-gi terus pergi. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kiau Ngo menggerung gusar dan hendak melabraknya, tapi
Hoa-sikoh mencegahnya lagi, terdengar di kejauhan Ji Yok-gi
berkata lantang, "Pasangan mereka memang setimpal ...."
"Keparat, sembarang mengoceh, Sikoh, jangan ambil pusing,"
kata Kiau Ngo sambil menyengir.
Hoa-sikoh tersenyum, "Mana aku pikirkan mereka?"
Kiau Ngo menghela napas, katanya sembari menengadah,
"Pendekar ternama di Bu-lim ternyata berjiwa rendah begitu
...." Angin mengembus, dari kejauhan terdengar pula derap kuda
mendatangi. Hoa-sikoh menghela napas, gumamnya, "Siapa lagi yang akan
mencari perkara kepada Jitkohnio itu ...."
***** Saat itu Jitkohnio sedang membedal kudanya sekencang
angin, sementara bocah merah tetap menarik si pemuda, mati
pun tidak mau melepaskannya, maka seekor kuda tiga
penunggang terus melanjutkan perjalanan, sebentar saja
mereka sudah mencapai beberapa li.
Kejap lain tujuh orang anak buahnya juga sudah menyusul
tiba, Jitkohnio memperlambat lari kudanya, katanya tertawa,
"Setelah mendemonstrasikan kepandaianmu tadi, kuyakin
mereka tak berani lagi mengejar kemari."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Si pemuda menggeleng kepala, akhirnya menghela napas,
katanya, "Cu Jit-jit, kau bikin susah saja padaku."
Dengan lembut Cu Jit-jit menjawab, "Hari ini kau tolong dia,
pasti takkan dia lupakan dirimu. Eh, coba katakan, apakah
bisa kau lupakan Sim Long?"
"Tak bisa kulupakan," bocah merah tadi tertawa. "Pasti takkan
kulupakan." Lebar tertawa Cu Jit-jit, "Bukan saja dia tidak bisa lupa, aku
pun takkan lupa." Pemuda itu bernama Sim Long, katanya, "Sebaliknya akulah
yang berharap kalian melupakan diriku, jika kalian tidak
melupakan diriku, sungguh aku bisa celaka."
"Nonaku justru sangat suka padamu, mana mungkin
mencelakai kau?" ucap si anak merah dengan cekikikan.
"Sudah, sudahlah," kata Sim Long. "Ampunilah aku."
Mendadak dia menarik muka dan berkata pula, "Coba jawab
pertanyaanku, jelas kau bukan Hoa Lui-sian, kenapa kau
sengaja membiarkan mereka menyangka dirimu Hoa Luisian?" Berkedip mata Cu Jit-jit, katanya, "Siapa bilang dia bukan Hoa
Lui-sian?" Sim Long tertawa, "Kalau dia betul Ciang-tiong-thian-mo,
apakah Ji Yok-gi masih bernyawa sekarang" Bila dia betul
Sian-thian-jin-te, waktu lari apakah perlu aku menangkis
pukulan mereka" Jitkohnio, sudah cukup banyak kau tipu
orang, tapi akulah yang sudah tanpa sebab kau jadikan
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
kambing hitam, Thian-hoat Taysu pasti membenciku setengah
mati." Anak merah tadi cekikikan, katanya, "Sebelum kemari sudah
kudengar Jitkohnio memujimu setinggi langit, kini setelah
kubuktikan kenyataan Kongcu memang sangat hebat. Kakek
yang dijuluki si cerdik nomor satu di dunia itu kalau dijadikan
budak Sim-kongcu saja tidak setimpal."
Sembari bicara dia lantas menanggalkan topengnya hingga
kelihatan wajah yang mungil itu memang benar masih
memakai kedok tipis pula.
Sekali raih si bocah kembali melepaskan kedok mukanya,
sekarang terbukti memang benar adalah seraut wajah anak
kecil, tapi sekali-kali bukan kedok kulit lagi, wajahnya putih
bersemu merah, mirip buah apel yang mulai matang, siapa
pun bila melihat pipinya, rasanya ingin mengeremuskan bulatbulat, bola matanya bundar berputar, bila tertawa tertampak
dekik pada kedua pipinya.
Dia menjura kepada Sim Long, katanya dengan tertawa,
"Siaute Cu Pat, ayah memanggilku Hi-ji, Cici memanggilku si
binal, tapi orang lain memanggilku Hwe-hay-ji (anak bara).
Sim-toako, terserah padamu mau panggil apa padaku, yang
terang sejak kini Cu Pat tunduk lahir batin kepadamu."
Padahal Sim Long sudah menduga akan rahasia ini, tidak
urung sekarang dia melongo juga, sesaat lamanya baru dia
menarik napas panjang, katanya, "Jadi kau ini pun anak murid
keluarga Cu." Cu Jit-jit tertawa geli, katanya, "Adik mestikaku ini memang
nakal, Go-ko (kakak kelima) sendiri merasa pusing
terhadapnya, sekarang dia mau tunduk padamu, sungguh luar
biasa." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sim Long menghela napas, katanya, "Apakah ini juga kau
anggap kenakalan saja" Lebih benar kalau dikatakan akal
muslihat keji. Hoa Lui-sian entah sudah pergi ke mana, kenapa
adikmu ini disuruh membikin onar agar orang beranggapan dia
ini Hoa Lui-sian" .... Ai, jurus Thian-mo-hwi-liong-sik yang
dilancarkannya tadi memang bagus, Ki Ti yang berpengalaman
pun kena dikelabui."
Anak merah alias Cu Pat tertawa, katanya, "Di antara Thianmo-cap-sa-sik hanya jurus itu yang pernah kupelajari,
serangan serabutan tak keruan tadi justru adalah pelajaran
asli yang kuyakinkan."
"Justru serangan tak keruan itulah yang telah bikin celaka
orang, kalau bukan karena serangan serabutan tadi, masa Ki
Ti bisa kau tipu .... Tapi aku ingin tanya padamu, dalam tipu
pemalsuan kali ini, sebetulnya apa latar belakangnya" Di mana
Hoa Lui-sian" Bahwa aku sudah kalian seret ke dalam
persoalan ini, sedikit banyak aku harus tahu seluk-beluknya."
"Soal ini tidak bisa kujelaskan, tanya saja kepada kakak Jit,"
ujar si anak merah. Cu Jit-jit menghela napas, katanya, "Betul, ini memang akal
muslihat agar orang lain menyangka Cu Pat adalah Hoa Luisian, maka apa yang akan dilakukan Hoa Lui-sian di tempat
lain tidak akan diduga oleh orang lain .... Tapi tidak perlu
khawatir, apa yang dilakukan Hoa Lui-sian kali ini tanggung
bukan urusan yang bakal merugikan orang lain, dia hanya
mau mempermainkan Lian Thian-hun sekadar melampiaskan
kedongkolannya masa lampau saja."
Sim Long berkerut kening, katanya, "Lian Thian-hun berbudi
luhur, suka membantu yang lemah, berjiwa kesatria. Di antara
Jin-gi-sam-lo dia terhitung yang paling perkasa dan berjiwa
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
pendekar, jika Hoa Lui-sian dendam kepadanya, aku yakin
pasti Hoa Lui-sian sendiri adalah pihak yang salah."
"Kali ini justru kau yang keliru," ujar Cu Jit-jit.
"Agaknya kau bangga membela Hoa Lui-sian, tadi kau bilang
sudah puluhan tahun tangannya tak pernah berlepotan darah,
sampai aku pun percaya pada obrolanmu, siapa tahu, tujuh
tahun yang lalu masih ada juga seratus empat puluh jiwa yang
melayang di tangannya."
"Kedua hal itu justru merupakan satu perkara."
"Bisa kau jelaskan?"
"Sudah sebelas tahun Hoa Lui-sian tidak pernah meninggalkan
rumah, adik Pat juga sudah berusia sebelas, kalau tidak
percaya, boleh kau tanya dia, apakah aku dusta padamu."
"Setiap hari aku minta digendong olehnya, mana dia bisa
pergi?" tukas si anak merah.
Sim Long berkerut alis, "Kalau betul selama itu dia tidak
pernah meninggalkan Cu-keh-po (Benteng Keluarga Cu), lalu
siapa yang membunuh seratus empat puluh jiwa pada tujuh
tahun yang lalu?" "Itulah yang kuherankan. Lebih seratus orang itu semuanya
memang musuh Hoa Lui-sian, cara membunuh mereka juga
mirip ilmu pukulan yang dulu sering digunakan Hoa Lui-sian,
sejak kematian seluruh anggota keluarga Kim Cin-ih dari
Jiang-ciu dalam semalam, Lian Thian-hun dan Leng Sam
segera datang memeriksa di tempat kejadian dan memastikan
pembunuhnya adalah Hoa Lui-sian. Apa yang mereka
ucapkan, kaum persilatan percaya sepenuhnya. Padahal pada
malam kejadian itu, Hoa Lui-sian berada di rumah, bermain
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
gundu dengan kami bertiga, jika dia bisa menyulap dirinya
menjadi dua dan membunuh orang ke Jiang-ciu yang jauh
sana, itu berarti kami telah bergaul dengan setan."
"Kalau begitu, sepantasnya kalian berusaha mencuci bersih
nama baiknya." "Nama Hoa Lui-sian sudah kadung busuk, terkenal jahat dan
kejam, kalau aku yang bicara, bobotnya jelas tidak sama
dengan Lian Thian-hun, kalau aku membela dia, apa orang
mau percaya akan penjelasanku?"
"Alasanmu memang benar."
"Padahal Lian Thian-hun tidak menyaksikan sendiri, tanpa
bukti lagi, dia memastikan begitu saja perbuatan jahat
seseorang. Bukan saja Hoa Lui-sian amat penasaran, kami
kakak beradik juga ikut keki, sudah lama kami ingin memberi
hajaran kepada Lian Thian-hun itu, sayang sejauh ini kami
tidak mampu berbuat apa-apa, hingga kali ini ...."
Dia tertawa manis, katanya pula, "Baru ini kami mendapat
akal, Hoa Lui-sian kusuruh memancing Lian Thian-hun di
belakang, dengan Thian-mo-ih-ciong-sut, mempermainkan dia
sampai puas, bahkan sengaja menampilkan diri sekejap
supaya Lian Thian-hun mengenalinya. Bila Lian Thian-hun
pulang dalam keadaan runyam, pasti dia akan menceritakan
pengalamannya itu. Padahal Ki Ti dan Li Tiang-ceng
menyaksikan dengan mata kepala sendiri di ruang pendopo, di
mana Hoa Lui-sian telah membuat onar, sudah pasti mereka
takkan percaya apa yang diceritakan oleh Lian Thian-hun"
Biasanya Lian Thian-hun sangat tinggi hati, setiap patah
perkataannya cukup berbobot, apa pun yang dikatakannya
pasti dipercaya orang, bahwa kali ini saudara sendiri juga tidak
mau percaya padanya, coba pikir apakah dada Lian Thian-hun
tidak akan meledak?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kuda masih dilarikan, meski lambat tapi mereka terus
menempuh perjalanan di tengah hujan salju yang makin lebat.
Tak terasa dua li telah mereka tempuh pula.
Di atas pohon sebelah kiri jalan mendadak seorang tertawa
cekikikan, katanya, "Bukan saja dadanya meledak saking
dongkol, orangnya pun hampir mampus karena sesak napas."
Waktu Sim Long angkat kepala, dilihatnya salju menyelimuti
seluruh pohon gundul itu di pinggir jalan, mana ada bayangan
orang, tapi setelah dia perhatikan, didapatinya di atas pohon
ada tumpukan salju yang mulai bergerak-gerak dan
berguguran ke bawah, lalu muncul seorang berpakaian merah,
memakai topeng dengan dandanan dan bentuk tubuh yang
sama dengan Cu Pat. Namun anak merah yang satu ini
memakai mantel berbulu warna putih, maka waktu dia
meringkal di atas pohon dan menutup tubuhnya dengan
mantel orang sukar melihat jejaknya, umpama Lian Thian-hun
lewat di bawah pohon juga takkan menemukan tempat
sembunyinya. Sim Long menghela napas, ujarnya, "Kukira itulah Ngo-sekhou-sin-hoat (pancawarna pelindung badan) dari Thian-mo-ihciong-sut. Sudah lama kudengar, syukur hari ini dapat
menyaksikan sendiri."
Si baju merah Hoa Lui-sian tertawa, "Kepandaian yang tak
berarti, Sim-kongcu sudi memujinya, nenek jadi rikuh malah."
Cu Jit-jit tertawa, katanya, "Tak terduga engkau sudah
menunggu kami di sini, bagaimana, berhasil tidak?"
"Lian Thian-hun sudah kupermainkan sampai payah, maka
nenek ...." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Mendadak embusan angin lalu membawa suara derap kuda
yang dilarikan dengan kencang ke arah sini.
Cu Jit-jit berkerut kening, katanya, "Siapa yang mengejar
kemari?" Hoa Lui-sian berkata, "Kalau bukan Can Ing-siong, pasti Pui
Jian-li." Sim Long heran, katanya, "Can Ing-siong atau Pui Jian-li,
kenapa mereka mengejarmu?"
Hoa Lui-sian cekikikan, katanya, "Semua ini gara-gara
Jitkohnio kita, tidak hujan tanpa angin, dia bilang bendera
Piaukiok itu amat jelek, lebih baik dicabut saja."
Cu Jit-jit tertawa geli, katanya, "Tapi kan bukan aku yang
mencabutnya?" Melotot mata si anak merah, serunya, "Memangnya kenapa
kalau aku yang mencabutnya, bila tua bangka itu mengudak
ke sini, lihat saja kalau Cu Pat tidak melabrak mereka habishabisan." "Sudah, sudah," kata Hoa Lui-sian, "semula cuma ada satu
siluman pembuat huru-hara, sekarang bertambah dua kakak
beradik yang suka membuat onar, Sim-siangkong, bagaimana
pendapatmu?" Sim Long menjura, katanya, "Kalian siap bertempur, biar
kumohon diri saja." Dia terus memberosot ke belakang dan melompat ke pinggir
jalan. "Jangan pergi Sim-toako," teriak si anak merah.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Merah mata Cu Jit-jit, katanya dengan sedih, "Biarkan dia
pergi, walau kita pernah menolong jiwanya, memangnya kita
harus menuntut imbalan kepadanya?"
Kontan Sim Long menghentikan langkahnya, sekali melejit ia
melayang balik, katanya sambil menghela napas, "Memangnya
apa kehendakmu atas diriku, nona manis?"
Pecah tawa Cu Jit-jit, katanya perlahan, "Aku ingin ... kau
Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harus ...." bola matanya mengerling tajam, tiba-tiba dia gigit
bibir dan melengos dengan malu.
Hujan salju makin lebat, angin juga tambah ribut, derap kaki
kuda di kejauhan makin mendekat, tapi dia seperti tidak
peduli. Hoa Lui-sian menjadi gelisah, teriaknya, "Nona manis,
sekarang bukan saatnya manja, mau lari atau perang tanding,
lekas ambil keputusan!"
"Kenapa takut, hadapi mereka," seru si anak merah. "Simtoako juga akan membantu kita."
Sim Long melangkah perlahan, gumamnya, "Mau berkelahi"
...." setiba di samping bocah merah, mendadak tangannya
bergerak secepat kilat, Jian-kin-hiat orang dikebutnya sekali.
Kontan anak merah itu merasa kaku. Sim Long lantas
mengempitnya, sekali lompat dia cemplak ke atas kuda yang
ditunggangi Cu Jit-jit, sebelah tangan menepuk pantat kuda,
segera kuda itu berjingkrak sambil meringkik terus membedal
ke depan. Terpaksa Hoa Lui-sian lari di belakang mereka, demikian pula
kedelapan pengawal berseragam hitam itu hanya mengikuti
langkah Cu Jit-jit saja. Tanpa diperintah serempak mereka pun
membedal kudanya. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Mendadak Hoa Lui-sian melambung ke atas terus hinggap di
atas pantat salah seekor kuda, laki-laki penunggang kuda siap
memberikan kudanya, tapi Hoa Lui-sian berkata, "Pegang
kendalimu, tak perlu urus diriku."
Dia berdiri di atas kuda dan kuda itu lari pesat seperti tidak
membawa manusia tambahan, Hoa Lui-sian bertengger
dengan enteng, sudah tentu kawanan pengawal itu amat
kagum. Karena dikempit di bawah ketiak Sim Long, anak merah itu
berkaok-kaok, "Turunkan aku, turunkan aku! Kalau tidak
turunkan aku segera akan mencaci maki."
Sim Long tertawa, katanya, "Kalau kau berani membuat onar
lagi, biar kucukur gundul rambutmu, akan kuantarmu ke Ngotay-san dan kuserahkan kepada Thian-hoat Taysu untuk
dijadikan Hwesio cilik."
Melotot mata si anak merah, teriaknya, "Kau berani ... kau
berani?" "Kenapa tidak berani" Kalau tidak percaya boleh kau coba."
Mengirik anak merah itu, dia kapok dan tidak berani bersuara
lagi. Cu Jit-jit tertawa geli, katanya, "Orang galak akhirnya ketemu
batunya, sekali ini Pat-te benar-benar mati kutunya."
Bocah merah itu berkata, "Dia kan bakal Cihu (suami kakak),
jadi bukan orang luar, umpama aku takut kepadanya,
memangnya perlu diperdebatkan. Betul tidak, Cihu?"
Sim Long menyengir. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Cis," Cu Jit-jit mendelik, "setan cilik, berani sembarang
mengoceh lagi, awas kupotong lidahmu."
Bocah merah itu mencibir, "Di mulut saja Cici memaki aku,
padahal dalam hati alangkah senangnya."
Cu Jit-jit tertawa dan mendadak membalik tubuh hendak
memukul, tapi begitu dia membalik kebetulan dia menubruk
ke dalam pelukan Sim Long malah.
Anak merah itu tertawa lebar, serunya, "Coba lihat, Cici cari
kesempatan bermain."
Tiba-tiba di kejauhan terdengar suara seorang berteriak,
"Tapak kuda ini masih baru, budak itu pasti belum lari jauh.
Ayo kejar!" Maklum angin mengembus kencang dari selatan, maka suara
derap kuda di belakang terbawa angin, dan dapat didengar
dengan jelas, tapi para pengejar itu tidak mendengar
percakapan mereka. Sim Long keprak kudanya supaya lari
terlebih kencang. Cu Jit-jit berkata, "Sebetulnya mereka bukan tandingan kita,
kenapa kita harus lari?"
"Bukankah kau pun bukan tandinganku, kenapa aku tidak
melayanimu?" "Huh, aku tanya betul-betul, kau menggoda malah."
"Memangnya aku bergurau" Ketahuilah, umpama
kepandaianmu sepuluh lebih tinggi daripada mereka, betapa
pun jangan kau layani mereka."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Kenapa jangan melayani mereka?"
"Kan pihakmu yang salah, kalau sampai berkelahi benar,
bukankah bakal ditertawakan orang. Apalagi Can Ing-siong
dan Pui Jian-li bukan orang yang boleh dibuat permainan, bila
sampai bermusuhan dengan mereka, kelak ayahmu yang akan
menemui kesulitan." Tertawa Cu Jit-jit, katanya, "Kalau demikian, kau toh
memikirkan diriku." Sim Long menghela napas, katanya, "Budi pertolonganmu
masa tidak kubalas."
Cu Jit-jit menghela napas, sekalian dia rapatkan tubuhnya ke
pangkuan Sim Long, katanya, "Baiklah, lari juga boleh,
terserah padamu mau lari sampai kapan."
"Aduh, asyiknya! ...." tiba-tiba si anak merah menggoda.
***** Mereka lari menyusur pinggir sungai terus menuju ke barat,
setiba di kota Liong-seng, mereka menyeberang sungai terus
menuju ke Pit-yang. Syukur para pengejar itu jauh tertinggal
di belakang dan tak mungkin menyusul lagi. Namun kuda dan
penunggangnya juga sudah payah, sukar melangkah lagi.
Waktu itu sudah hari kedua menjelang tengah hari, hujan
salju masih terus turun tak berhenti. Sebelum masuk kota Pityang, Cu Jit-jit mengeluh, "Tak tahan lagi, aku tak tahan lagi!
Kalau tidak lekas mencari rumah penginapan yang bersih, aku
bisa mampus di tengah jalan."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Sekarang belum tiba saatnya istirahat, apalagi di sini, celaka
kalau pengejar itu menyusul tiba," kata Sim Long.
"Pengejar menyusul tiba" Dalam keadaan seperti ini peduli
apa dengan para pengejar itu, umpama mereka mengejar tiba
dan membunuhku juga aku tetap ingin tidur."
Sim Long kewalahan, katanya sambil geleng kepala, "Dasar
gadis pingitan, rewel dan manja ...."
"Apa katamu?" omel Cu Jit-jit.
"Ya, ya, aku bilang memang perlu istirahat."
Anak merah mencibir pula, katanya, "Bukan begitu katanya,
dia bilang kau ini gadis pingitan yang manja ...." mendadak
dia berhenti bicara dan memandang terkesima ke depan.
Waktu itu mereka mulai memasuki kota, deretan rumah
penduduk di pinggir jalan sudah kelihatan, jalan raya dilapisi
balok batu besar, dari pengkolan sana tiba-tiba muncul
sebarisan orang. Setelah agak dekat baru terlihat jelas,
puluhan orang berbaju kasar dengan dada terbuka sedang
menggotong belasan buah peti mati, arahnya ke luar kota.
Para penggotong peti mati berlepotan debu dan hangus,
namun peti yang mereka gotong semuanya masih baru, belum
dipelitur lagi, agaknya dibuat secara tergesa-gesa karena perlu
segera dipakai. Melihat gelagatnya, dalam kota Pit-yang tibatiba berjatuhan banyak korban yang mati sehingga persediaan
peti mati tidak mencukupi.
Pejalan kaki semua minggir, namun tiada yang berani
memerhatikan rombongan pemikul peti mati ini. Ada yang
tunduk kepala, ada yang melengos ke arah lain, ada pula yang
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
sengaja sembunyi ke dalam toko di sepanjang jalan, agaknya
bila mereka berani mengawasi rombongan peti mati itu,
bencana bakal menimpa mereka.
Tapi bocah merah memandangnya dengan mata melotot,
heran dan kaget, sesaat kemudian baru dia menghela napas,
katanya, "Banyak benar peti mati."
"Memang tidak sedikit," ucapnya Cu Jit-jit.
"Tidak sedikit apa, hakikatnya amat banyak. Peti mati
sebanyak itu akan dikubur bersama, sebesar ini belum pernah
kulihat atau mendengar. Hehe, kuyakin kau pun belum pernah
melihat." "Orang sebanyak itu mati sekaligus memang jarang terjadi.
Lihatlah orang-orang di tepi jalan seperti ingin menyingkir,
mungkin di sini berjangkit penyakit menular."
"Kalau berjangkit penyakit menular, mayat mereka tentu
sudah dibakar." "Kalau bukan penyakit menular, pasti terjadi pertempuran
kaum persilatan, maka jatuh korban sebanyak itu, tapi pemikul
peti itu tiada satu pun yang mirip kaum persilatan."
"Karena itulah kejadian ini dikatakan aneh."
Hoa Lui-sian sudah menyusul tiba, dia mengenakan topeng,
orang lain anggap dia bocah cilik yang suka bermain dengan
topengnya, maka tidak menarik perhatian orang.
Cu Jit-jit berpaling dan tanya kepadanya, "Tahukah kau apa
yang telah terjadi?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Peduli apa yang terjadi, kota Pit-Yang ini pasti tidak aman,
lebih baik kita ...."
"Memangnya kenapa kalau tidak aman?" tukas Cu Jit-jit
dengan melotot. "Tidak apa-apa," Hoa Lui-sian menghela napas, lalu
bergumam, "Sudah tidak aman, kedatangan pula dua orang
tukang mencari gara-gara .... Ai, mungkin akan ada tontonan
yang lebih menarik lagi."
Cu Jit-jit anggap tidak mendengar, asal Sim Long tidak
bersuara, legalah hatinya.
Setelah rombongan pemikul peti mati lewat, segera dia
melompat ke tengah jalan raya. Tampak jalan raya yang
panjang ini ternyata sunyi sepi, setiap pejalan kaki sama
bungkam sambil lalu dengan menunduk kepala, padahal
rombongan peti mati itu sudah tak kelihatan lagi, namun suara
berbisik pun tidak terdengar. Jelas hal ini amat janggal, tapi
Cu Jit-jit tetap tidak peduli, setelah mendapatkan hotel segera
dia masuk kamar dan istirahat.
Hotel ini amat besar, mungkin hotel satu-satunya yang
terbesar di kota Pit-yang ini. Tapi hotel sebesar ini juga sepisepi saja, ruang makan di bagian depan juga tidak terdengar
percakapan orang. Para pedagang, pelancong yang tiba di Pityang agaknya juga sudah pergi semua, yang belum datang
agaknya juga putar haluan ke tempat lain. Kota Pit-yang
seolah-olah sudah menjadi kota teror.
***** KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Menjelang magrib baru Cu Jit-jit bangun tidur, meski sudah
tidur setengah hari, dia masih belum puas juga. Maklum
tidurnya tidak nyenyak, layap-layap dia seperti mendengar
suara kuda lari mondar-mandir di jalan raya. Setelah mandi
dan berdandan, dia keluar dan mengetuk jendela kamar
sebelah, "Lo-pat, Lo ...."
Belum dia mengulangi seruannya, daun jendela terbuka, si
anak merah tetap berpakaian serbamerah, cuma potongan
bajunya yang berbeda, dia berdiri di atas ranjang yang
letaknya dekat jendela, katanya dengan tertawa, "Sudah
kuduga kau pasti sudah bangun."
"Mana dia?" tanya Jit-jit dengan suara mendesis.
Si anak merah berkerut hidung, katanya, "Kau bisa dia pergi.
Tengoklah sendiri, bukankah dia masih mendengkur seperti
babi mati." "Jangan memaki orang," desis Jit-jit, dilihatnya di ranjang
seberang sana seorang rebah dalam selimut yang tebal, bantal
guling pun terselubung di dalam. Cu Jit-jit tertawa riang,
katanya, "Jangan biarkan dia tidur melulu, lekas bangunkan
dia!" "Baiklah," ujar si bocah merah, mendadak ia jumpalitan ke
belakang, turun di depan ranjang yang lain, serunya, "Hei,
bangun, bangun! Ratu iblis datang, masa kau masih tidur
juga?" Seperti sudah mampus saja tidur Sim Long sungguh lelap,
sedikit pun tidak bergerak.
Si anak merah bergumam, "Dia bukan lagi babi, tapi lebih
mirip sapi ...." mendadak dia menarik selimut. Di dalam
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
selimut hanya terbungkus seprai dan bantal guling, namun
Sim Long entah ke mana perginya.
Cu Jit-jit menjerit kaget, segera dia menerobos masuk lewat
jendela, selimut, bantal guling dia ubrak-abrik ke lantai,
serunya sambil membanting kaki, "Kau bilang dia babi, justru
kau sendiri babi. Kau bilang tidak tidur, memangnya dia
menjadi lalat dan bisa terbang tanpa kau ketahui" Tolong ...
tolong ...." Hoa Lui-sian dan para pengawal berseragam hitam itu
langsung berlari datang. Cu Jit-jit lantas berseru, "Dia ... dia
sudah kabur..." belum habis bicaranya air mata lantas
bercucuran. Karena dimaki, anak merah penasaran dan memonyongkan
mulutnya, sambil menyingkir dia mengomel, "Tidak malu,
sudah sebesar ini, sedikit-sedikit menangis. Huh, apa-apaan
...." "Apa katamu?" kontan Cu Jit-jit berjingkrak gusar.
"Aku bilang ... maksudku, kalau orang sudah pergi, ya mau
apa lagi, kan masih bisa dicari."
"Lekas, ayo lekas cari, kalau tidak ketemu, awas kepalamu ....
Lekas kalian cari, kenapa hanya melongo saja" Mungkin ...
mungkin kali ini sukar menemukan dia lagi."
Mendadak dia menjatuhkan diri ke atas ranjang terus
menangis tergerung-gerung.
"Ayolah cari ...." seru si anak merah kesal.
Tiba-tiba bayangan orang berkelebat masuk dari luar jendela,
tahu-tahu Sim Long muncul kembali.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kaget dan girang si anak merah, segera dia menubruk serta
memegang lengannya, teriaknya, "Bagus, sejak kapan kau
kabur" Celakalah aku dimaki-maki Cici."
Sim Long tersenyum geli, katanya, "Waktu kau mencaci Kim
Put-hoan dalam impianmu, diam-diam aku pergi ...."
***** Melihat orang-orang berada di ruang makan sama berbisikbisik tengah membicarakan Cu Jit-jit, si anak merah naik
pitam, katanya sambil mendelik, "Jit-ci, coba lihat kawanan
orang iseng itu, apakah perlu kuhajar mereka?"
"Kenapa kau marah?"
Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mereka membicarakan dirimu, masa kau tidak marah?"
Cu Jit-jit tertawa manis, katanya, "Cicimu kan cantik, maka
orang mau memperbincangkannya, jika kakak jelek seperti
babi, kau beri upah pun mereka tak mau membicarakannya,
syukurlah bahwa orang-orang itu masih tahu membedakan
cantik dan jelek, tidak seperti ...." matanya mengerling Sim
Long, lalu menyambung, "tidak seperti laki-laki yang punya
mata tapi seperti orang buta, ceweknya cantik atau jelek juga
tidak tahu." Sim Long anggap tidak mendengar, Jit-jit kewalahan, saking
jengkel dia angkat kaki dan injak kaki Sim Long sekeraskerasnya, Sim Long hanya tersenyum saja, tidak memberi
komentar, juga seperti tidak merasa sakit.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Anak merah itu geleng kepala, katanya gegetun, "Taci
memang terhitung makhluk aneh, yang pantas marah tidak
naik pitam, yang tidak perlu naik pitam, dia justru marahmarah." "Setan cilik, peduli kau, jangan turut campur!" omel Jit-jit.
Anak merah alias Cu Pat tertawa, "Ya, baik, aku memang jeri
padamu. Kalau kau marah jangan kau tujukan kepadaku."
Didengarnya pembicaraan orang-orang itu makin keras dan
berani, gelak tawa mereka pun semakin ingar-bingar, tak
segan-segan mereka menoleh kemari, malah main tuding lagi.
Anak merah berkerut kening, mendadak dia lari keluar
memanggil kedelapan pengawal itu masuk, seperti malaikat
saja mereka disuruh berbaris di belakang Cu Jit-jit, wajah
mereka kereng dan mendelik gusar, bila ada orang yang
berani rewel rasanya mereka siap mengganyangnya, di mana
ada suara ramai ke sana mereka melotot. Lambat laun suara
percakapan dan kelakar orang-orang itu menjadi sirap, satu
per satu mengeluyur pergi.
Tinggal seorang lagi yang duduk di pojok kiri sana, duduk
tegak di atas kursi, sejak tadi diam saja tidak bergerak, juga
tidak ganti posisi, kedua matanya menatap tanpa berkedip,
seperti sedang menunggu seseorang, sorot matanya jalang
memancarkan rasa dendam yang tak terlampias.
Dia memakai baju biru panjang, warnanya sudah luntur
karena sering dicuci, wajahnya yang pucat seperti tidak
berdarah, janggutnya kelimis, tidak memelihara kumis,
usianya sekitar 25-26 tahun.
Pada saat itulah dari luar masuk seorang lagi, perawakan dan
tampangnya mirip laki-laki berbaju biru itu, cuma pakaiannya
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
jauh lebih perlente, kainnya dari bahan mahal, usianya juga
lebih muda, wajahnya berseri tawa, jadi jauh berbeda dengan
pemuda jubah biru yang merengut dingin. Beberapa kali sorot
matanya mengerling ke arah Cu Jit-jit, tak lupa ia pun melirik
Sim Long, lalu langsung dia mendekati pemuda berbaju biru
itu, sapanya, "Toako, kau sudah datang lebih dulu?"
Sejak tadi sorot mata pemuda jubah biru tidak pernah
berpindah dari pintu, pemuda perlente agaknya sudah tahu
bahwa pertanyaannya tidak akan mendapat jawaban, setelah
duduk dia lantas makan minum tanpa bicara, tapi sorot
matanya juga selalu ditujukan keluar.
Di sampingnya lagi terdapat sebuah meja bundar, beberapa
orang laki-laki duduk mengitari meja ini, diam-diam mereka
sering melirik ke arah kedua pemuda ini, satu di antaranya
kelihatan bersikap garang, kalau memandang orang selalu
mendelik, sikapnya mengejek seperti meremehkan orang lain,
dengan suara tertahan dia sedang berkata, "Apakah kedua
orang ini adalah Ting-keh-hengte yang beberapa hari lalu
pamer kepandaian itu?"
Seorang di sebelahnya juga berpakaian mewah tapi mukanya
lancip dan matanya sipit, kepalanya panjang, dari tampangnya
sudah dapat diraba orang ini jahat dan licik, dengan tertawa
dia menjawab, "Pandangan Thi-toako memang tajam, sekali
pandang lantas mengenalnya."
Laki-laki temberang ini mengerutkan alisnya yang tebal,
katanya, "Tak terduga kedua orang ini juga datang kemari.
Konon kedua saudara ini pun cukup tangguh, kalau persoalan
ini sampai mereka ikut campur, tentu urusan sukar
diselesaikan." Laki-laki bermata sipit itu tertawa perlahan, sahutnya, "Ting
bersaudara ini memang lawan tangguh, tapi di pihak kita ada
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
si Tombak Sakti Thi Seng-liong, Thi-toako, soal apa yang tidak
dapat dibereskan?" Thi Seng-liong di sebelahnya tertawa, tapi begitu dia menoleh,
seketika berhenti gelak tawanya, dia terlongong ke arah pintu,
katanya kemudian dengan suara tertahan, "Itu dia, lawan
yang benar-benar tangguh telah tiba."
Hampir semua hadirin sama memandang ke luar pintu,
tampak seorang lelaki dan seorang perempuan, menggandeng
seorang anak perempuan lagi datang dengan langkah lebar.
Kedua orang ini seperti suami-istri, yang lelaki berpundak
lebar seperti beruang, pinggang kekar laksana orang hutan,
otot tubuhnya kelihatan merongkol, kelihatannya memiliki
tenaga yang luar biasa, tulang pipinya menonjol, mulutnya
lebar hampir menjangkau kuping, tampangnya kereng
menakutkan. Yang perempuan justru bertubuh ramping dan berdada
montok, rambutnya digelung tinggi, dipandang dari samping
kelihatannya cantik molek laksana bidadari, sayang bila
berhadapan dengan dia, maka tampak pada wajahnya yang
molek itu ada jalur merah bekas bacokan senjata tajam
sepanjang tujuh dim, dari pelipis miring ke bawah lewat
tengah alis terus sampai ke ujung mulut. Mending kalau
mukanya jelek, justru wajahnya secantik kembang mekar, tapi
dihiasi bekas bacokan sehingga kelihatan seram dan membuat
orang mengirik. Kalau suami-istri bertampang mengejutkan, anak perempuan
yang digandeng mereka itu ternyata mungil jenaka, mukanya
bulat dengan pipi yang bersemu merah, montok dan bola
matanya bundar berputar kian kemari, begitu melihat si anak
merah segera dia melelet lidah membuat muka badut, lalu
mencibir. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Anak merah berkerut kening, katanya, "Setan cilik ini nakal
sekali." Cu Jit-jit tertawa, katanya, "Kau juga setan cilik, memangnya
kau tidak lebih nakal?"
Seluruh hadirin sama memerhatikan kedua suami-istri ini,
kedua suami-istri ini ternyata tenang-tenang saja, sedikit pun
tidak peduli akan perhatian orang banyak atas diri mereka.
Mereka asyik momong putrinya, tanya mau makan apa dan
mau minum apa. Seolah-oleh hanya putri mereka saja yang
paling penting di seluruh jagat ini.
"Hah, sungguh menarik," ucap Cu Jit-jit, "orang aneh semakin
banyak, siapa nyana kota Pit-yang ini ternyata begini ramai."
Tiba-tiba Sim Long mendesis, "Apakah kau tahu siapa kedua
suami-istri ini?" "Apakah mereka tahu aku ini siapa?" Jit-jit balas bertanya.
"Siocia, nama besar kedua orang ini kurasa sepuluh kali lebih
tenar daripadamu." Cu Jit-jit tertawa, sahutnya, "Tujuh jago kosen Bu-lim masa
kini juga cuma begitu saja, memangnya mereka terhitung
apa?" "Tahukah di kalangan Kangouw tidak sedikit 'harimau
mendekam dan naga sembunyi', meski tokoh-tokoh lihai
sangat jarang tapi para pendekar besar yang mengasingkan
diri entah masih betapa banyak. Tujuh jago kosen itu hanya
kebetulan saja pernah muncul dalam percaturan Kangouw dan
belum terkalahkan, jadi hanya kebetulan saja, sehingga
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
terciptalah kebesaran nama mereka. Memangnya kau yakin
tiada jago lain yang lebih lihai daripada mereka?"
"Baiklah, aku memang selalu kalah berdebat denganmu, lantas
siapa kedua orang ini?"
"Aku juga tidak tahu."
Keruan Jit-jit mendongkol, dia berbisik, "Kalau di sini tiada
orang sebanyak ini, ingin kugigit telingamu."
Sekonyong-konyong terdengar seorang bergelak tertawa,
suara tertawa latah itu berkumandang dari luar pintu, gelak
tawa yang keras memekak telinga, kedengarannya seperti ada
belasan orang tertawa bersama. Keruan hadirin berjingkat
kaget, semua menoleh ke sana.
Tertampaklah delapan laki-laki sedang mengiring seorang
Hwesio gede gemuk masuk ke restoran. Ketujuh laki-laki
pengiring itu semua berpakaian bagus, langkahnya tegap,
matanya tajam, jelas mereka pun orang persilatan, tapi
sikapnya kepada si Hwesio ternyata munduk-munduk.
Sebaliknya tingkah laku Hwesio gede itu menyebalkan, walau
cuaca buruk dan hawa dingin, dia hanya memakai jubah
pendek di atas lutut dengan celana pendek pula, baju bagian
dadanya tersingkap lebar, sehingga daging dadanya yang
gembur kelihatan bergetar setiap kakinya melangkah. Kontan
Cu Jit-jit mengerut kening.
"Jit-ci," bisik si anak merah, "coba lihat, Hwesio itu mirip apa?"
Jit-jit cekikik geli, omelnya, "Setan cilik, ada orang sedang
makan, jangan kau omong kotor, awas kalau sampai lenyap
selera makanku." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Anak merah itu berkata pula, "Kalau Hwesio gede ini juga
pandai Kungfu, tentunya amat aneh. Padahal berjalan pun
napasnya ngos-ngosan, mampukah dia berkelahi dengan
orang?" Tujuh-delapan lelaki yang mengiringi kedatangan Hwesio gede
itu ternyata punya pergaulan luas, begitu mereka masuk
seluruh hadirin segera berdiri dan menyapa dengan hormat.
Hanya kedua suami-istri tadi seperti tidak peduli kehadiran
orang, sementara kedua saudara Ting juga tetap menunduk
saja, mereka sibuk makan-minum sendiri, tidak menoleh ke
kanan-kiri. Thi Seng-liong segera tarik lengan baju laki-laki bermata sipit,
tanyanya perlahan, "Siapakah Hwesio gemuk ini, apa kau
tahu?" Lelaki sipit juga berkerut kening, katanya, "Setiap jago lihai
yang punya sedikit nama di dunia Kangouw, boleh dikatakan
aku Ban-su-thong (segala urusan tahu) pasti kenal, tapi
Hwesio yang satu ini aku tidak tahu siapa dia."
"Kalau demikian, dia pasti seorang keroco yang tidak punya
nama dalam Bu-lim?" ucap Thi Seng-liong.
"Ya, ku ... kukira demikian ...." sahut Ban-su-thong ragu-ragu.
"Kentutmu busuk," tiba-tiba Thi Seng-liong menghardik gusar,
"kalau dia seorang keroco, memangnya Cin-piauthau, Ongpiauthau, Song-cengcu dan lain-lain sudi bersikap hormat
kepadanya. Ban-su-thong apa, sekali ini matamu agaknya
lamur!" Ruang itu sudah penuh sesak. Banyak orang berjubel tidak
kebagian tempat duduk, maka tidak sedikit yang berdiri di
pinggir sehingga delapan kacung restoran sibuk dan
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
kerepotan. Dalam ruang makan besar dan dihadiri orang
sebanyak ini, yang terdengar hanya gelak tertawa si Hwesio
gede saja, percakapan orang lain seperti ditelan oleh gelak
tertawanya. Anak merah itu jadi uring-uringan, omelnya, "Huh,
menyebalkan!" "Memang sebal, lebih baik kita ...."
"Kau mau cari setori lagi?" cegah Sim Long.
"Memangnya kau tidak muak melihat tampang orang seperti
itu?" "Coba kau lihat, berapa orang di sini yang membencinya, dua
orang bersaudara di pojok itu, setiap kali memandangnya
terlihat sorot matanya penuh kebencian. Beberapa kali sang
kakak mau berdiri, tapi selalu dicegah oleh adiknya. Demikian
pula suami-istri itu, walau tidak pernah melirik sekalipun ke
sana, tapi sikap mereka kelihatan rada ganjil. Apalagi laki-laki
kekar seperti menara itu pun rasanya sudah gatal dan mau
melabraknya, namun mereka toh segan dan ragu .... Cepat
atau lambat orang-orang itu pasti akan turun tangan, toh
bakal ada tontonan, buat apa kau sendiri harus turun tangan?"
"Baiklah, aku selalu kalah berdebat denganmu," omel Jit-jit.
Tiba-tiba terdengar si Hwesio gede itu berseru, "Nah, itu dia
sudah datang!" Waktu hadirin menoleh, tertampak dua laki-laki berbaju hitam
mengempit dua lelaki lain dengan topi miring beranjak masuk,
sekali pandang orang akan tahu bahwa kedua tawanan itu
adalah pencoleng kampungan, tampak mukanya pucat, kedua
laki-laki berbaju hitam langsung menggusurnya ke depan
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Hwesio gede, sambil membungkuk badan mereka memberi
laporan, "Bajingan ini she Wi, berjuluk Wi Be (kuda kuning),
dia paling jelas tentang urusan itu, dalam kota Pit-yang ini,
mungkin hanya dia yang paling jelas persoalannya."
"Bagus, bagus," puji si Hwesio gede, "boleh persen dia dulu
seratus tahil perak, supaya hatinya senang dan tenteram."
Salah seorang pengiringnya segera melemparkan sekeping
perak ke depan kaki Wi Be.
Seketika melotot bola mata Wi Be.
Si Hwesio gede tertawa, katanya, "Kalau keteranganmu baik,
nanti kupersen lagi."
Wi Be menghela napas lega, katanya, "Hamba Wi Be, sudah
belasan tahun berkecimpung dalam kota Pit-yang ...."
"Singkat saja, bicara yang penting," tukas si Hwesio gede,
matanya menyapu pandang sekelilingnya, lalu tertawa lebar,
"suaramu juga harus keras, supaya seluruh hadirin mendengar
dengan jelas." Wi Be berdehem beberapa kali, katanya lantang, "Di sebelah
utara Pit-yang menghasilkan batu bara, tapi penduduk Pityang tiada yang berani menggali batu bara itu. Kira-kira
setengah bulan yang lalu mendadak datang belasan
pedagang, seluruh areal tanah di utara kota Pit-yang dibelinya
semua, mereka menyewa ratusan orang untuk menggali batu
bara. Mereka mulai bekerja pertengahan bulan yang lalu, tapi
setelah bekerja susah payah selama setengah bulan, hasilnya
nihil, tiada batu bara yang berhasil mereka gali."
Orang ini bercerita tentang gali-menggali tambang batu bara,
tapi Cu Jit-jit dan Sim Long melihat hadirin sama mengunjuk
Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
sikap yang serius, maka mereka menduga hal ini pasti ada
sangkut pautnya dengan kejadian yang mengejutkan di sekitar
kota Pit-yang, maka mereka pun mendengarkan dengan
penuh perhatian. Perlahan Wi Be ulur kakinya dan menginjak uang perak tadi,
ujung mulutnya mengunjuk senyuman puas, lalu melanjutkan,
"Tapi pada tanggal satu bulan ini, jadi empat hari yang lalu,
batu bara tidak berhasil mereka keduk, sebaliknya di kaki bukit
di luar dugaan tergali sebuah pilar batu, di atas pilar itu terukir
beberapa huruf ... delapan huruf ...."
Sampai di sini seri tawanya tiba-tiba sirna, mimik wajahnya
berubah takut dan ngeri, suaranya pun gemetar, "Delapan
huruf itu berbunyi: 'ketemu batu maju terus, takdir tak
terhindarkan'." Diam-diam hadirin saling pandang, sikap mereka kelihatan
makin prihatin, Hwesio gede itu juga tidak tertawa lagi,
katanya, "Kecuali kedelapan huruf itu, adakah ukiran atau
gambar lain di atas pilar itu?"
Wi Be berpikir sejenak, sahutnya, "Tiada lagi. Konon setiap
goresan huruf itu berbentuk panah, seluruhnya ada tujuh
puluh goresan sehingga terciptalah delapan huruf itu."
"Panah!?" tanpa sadar hadirin sama berseru kaget dan heran,
mereka tidak paham 'panah' itu melambangkan apa.
Wi Be menghela napas, lalu menyambung, "Di antara kuli
penggali batu bara itu ada juga yang melek huruf, melihat
tulisan pada pilar itu, mereka mundur tak berani menggali lagi.
Sebaliknya setelah melihat pilar batu itu, kawanan pedagang
itu justru berjingkrak kegirangan, mereka mau membayar tiga
kali lipat bagi siapa yang tetap mau bekerja. Malam itu juga
ditemukan sebuah pintu batu di belakang pilar, di atas pintu
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
batu ini juga terukir huruf yang berbunyi: 'masuk pintu
selangkah, jiwa melayang seketika'. Warna hurufnya merah,
kelihatan amat mengerikan."
Ruang makan itu jadi sunyi, hanya terdengar dengus napas
orang banyak. Maka Wi Be melanjutkan, "Penggali itu juga
melihat huruf itu, mereka tidak mau menggali lagi. Agaknya
kawanan pedagang itu juga sudah menduga akan hal ini,
siang-siang mereka sudah mempersiapkan hidangan, sayurmayur dengan arak, tanpa basa-basi, semua hidangan
diberikan kepada penggali itu, sudah tentu mereka melalap
habis hidangan dan puluhan guci arak yang sengaja
disediakan. Keruan orang-orang itu mabuk, maka kawanan
pedagang itu lantas menyerukan bekerja pula, tanpa sadar
para penggali itu mengambil pacul dan sekop dan mulai
menggali lagi, mereka sudah mabuk, maka tidak peduli apa
arti tulisan yang tertera di atas pintu, dengan cepat sekali
pintu batu itu lantas terbuka dan semuanya masuk ke sana.
Tapi hari kedua ...."
"Hari kedua kenapa?" bentak si Hwesio gede.
Jidat Wi Be basah oleh keringat dingin, suaranya gemetar,
"Orang yang masuk itu sampai hari kedua tiada yang keluar,
sampai tengah hari, ayah bunda dan anak bini mereka
berbondong-bondong datang ke sana, mengharukan jerit
tangis mereka, sampai terdengar mereka yang tinggal di
dalam kota, sungguh mengenaskan, amat memilukan. Hamba
ikut terharu dan mencucurkan air mata, hingga hari hampir
sore, tetap tiada reaksi apa-apa dari lubang galian."
Ia mengusap keringat di atas jidatnya, kelihatan jari-jari
tangannya gemetar, setelah ganti napas lalu melanjutkan,
"Kemudian ada beberapa orang yang bernyali besar
memberanikan diri untuk masuk gua tambang itu secara
berombongan. Akhirnya ditemukan orang-orang itu ternyata
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
sudah mati di dalam sebuah kamar batu, tiada luka pada
tubuh mereka, namun kematian mereka amat mengerikan,
bola matanya melotot, terbayang betapa takut, ngeri dan
seram mereka sebelum ajal. Sudah tentu orang-orang yang
masuk itu tak berani melihat lagi, serempak mereka menjerit
terus berlari keluar. Saking sedih keluarga para korban
akhirnya menjadi nekat, mereka berlomba hendak menerjang
masuk, untung orang banyak berhasil menahan dan
membujuk mereka, akhirnya dipilih beberapa pemuda yang
bertenaga besar untuk menggotong keluar mayat-mayat itu,
langsung dikebumikan. Siapa tahu, orang-orang yang
menggotong keluar mayat-mayat itu, pada hari ketiga juga
mati secara mendadak dan aneh."
Wi Be ternyata pandai bicara, cerita yang mengerikan dapat
diuraikan secara hidup dan menarik sehingga hadirin seperti
menyaksikan atau mengalami sendiri kejadian itu, namun
tidak sedikit hadirin yang merasa kaki dan tangan menjadi
dingin, jantung berdetak, sembilan di antara sepuluh orang
tanpa sadar sama menenggak araknya.
Yang duduk di samping Hwesio gede adalah seorang laki-laki
tua kurus kering, matanya bersinar tajam, setelah
menghabiskan araknya, dia termenung sejenak, katanya
kemudian, "Apakah kau tahu bagaimana kematian orangorang yang menggotong keluar mayat itu setelah hari ketiga?"
Wi Be membuka mulut, tapi tak mampu mengeluarkan
sepatah kata pun. Akhirnya dengan suara serak dia berkata,
"Hari ketiga lewat tengah hari, di antara mereka ada yang
sedang makan, ada yang sedang sembahyang, ada yang
sedang menimba air, ada pula yang sedang menulis. Tapi
setelah tengah hari, orang-orang itu seperti kesurupan setan
saja, mendadak mereka melompat-lompat, mulutnya terbuka
tapi tidak dapat mengeluarkan suara, lalu terbanting jatuh
kelejatan, hanya sekejap jiwa mereka lantas melayang."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Bergetar tubuh si kakek kurus, "trang", cangkir yang
dipegangnya jatuh di atas meja, matanya nanar mengawasi
belandar, mulutnya bergumam, "Belum lewat tengah hari ...
sungguh lihai ... sungguh lihai ...." sorot matanya
menampilkan rasa kaget dan ngeri, "prak", tahu-tahu cangkir
teremas hancur. Diam-diam Cu Jit-jit menggenggam kencang tangan Sim Long
yang di atas meja, wajahnya juga berubah pucat, hanya si
anak merah yang terbelalak matanya, katanya, "Mungkinkah
orang-orang itu mati keracunan?"
"Betul," desis si kakek kurus kering. "Racun ... racun ... setiap
tempat di balik pintu batu itu pasti terdapat racun, siapa saja
bila menyentuh pintu, dinding, atau menyentuh mayat-mayat
yang mati keracunan, mereka pun tidak bisa hidup dalam dua
belas jam lagi .... Racun seganas itu sudah dua puluh tahun
lebih tidak pernah kulihat."
Si Hwesio gede berkata, "Apakah racun itu lebih lihai daripada
Cu-bu-cui-hun (lewat tengah hari merenggut nyawa) milik
dirimu yang ahli racun ini?"
Bahwa orang tua kurus kering ini ada pemilik Cu-bu-cui-hunsah, orang ketiga dari sembilan belas jenis senjata rahasia
beracun di Bu-lim dan bernama Bok Hi, keruan seluruh hadirin
sama melengak dan pucat mukanya.
Bok Hi tertawa pedih, katanya, "Racun yang pernah
kugunakan, kalau dibandingkan orang hanya seperti
permainan anak kecil belaka."
Si Hwesio gede berkerut alis, mendadak dia tergelak, katanya,
"Bila mau ikut padaku, tanggung tidak akan mati, racun yang
paling jahat bagiku tak ubahnya seperti gula pasir belaka,"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
lenyap tertawanya mendadak dia berseru bengis, "Apakah
mulut gua itu sekarang sudah tersumbat?"
Cepat Wi Be menjawab, "Gua iblis itu dalam sehari telah
membunuh dua ratus jiwa, jangankan menyumbatnya, pergi
ke sana pun tidak berani kecuali orang gila."
Hwesio gede tertawa sambil mendongak, "Kalau begitu,
semua orang yang ada di sini mungkin akan melihat ke sana,
memangnya mereka juga orang gila semua?"
Wi Be melongo, seketika pucat air mukanya, cepat dia
menyembah, ratapnya, "Siaujin (hamba) tidak berani, tidak ...
bukan begitu maksud hamba."
"Lekas enyah!" bentak si Hwesio gede.
Seperti mendapat pengampunan, setelah menyembah
beberapa kali dia merangkak mundur terus lari pergi, uang
perak yang tadi diinjaknya pun lupa diambilnya.
Mendadak si anak merah melompat ke depan dan
berjumpalitan dua kali, sekali raih dia ambil uang perak itu
terus dilemparkan pula. "Tring", uang itu jatuh di luar pintu,
tepat di depan Wi Be, waktu Wi Be memungut uang itu, si
anak merah juga sudah duduk kembali di kursinya, katanya
dengan tertawa, "Uang hasil jerih payah, jangan lupa
membawanya." Melihat usianya masih sekecil itu tapi sudah
mendemonstrasikan Ginkang selihai itu, keruan hadirin sama
terbeliak kaget. Si Hwesio gede bergelak tertawa sambil
keplok, "Anak bagus! Ginkang hebat, dari siapa kau belajar?"
Berputar bola mata si anak merah, sahutnya, "Belajar sama
Taci." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Bagus, anak bagus! Siapa namamu?" tanya pula si Hwesio
gede. "Aku bernama Cu Pat-ya, Hwesio gede, siapa namamu?"
"Cu Pat-ya, hahaha, bagus Cu Pat-ya, aku bergelar It-siau-hud
(Buddha tertawa sekali), apa pernah kau dengar namaku?" di
tengah gelak tertawanya mendadak, tubuhnya bergerak
perlahan menghampiri si anak merah, daging gempal di
tubuhnya bergetar turun naik, kelihatan lucu.
Tapi Cu Jit-jit dan Sim Long sedikit pun tidak merasa lucu,
sebelum It-siau-hud maju mendekat mereka sudah siap siaga,
telapak tangan kanan Sim Long diam-diam sudah memegang
punggung si anak merah. Mendadak tubuh besar It-siau-hud
berkelebat, melesat ke pinggir, bukan menubruk si anak
merah, tapi menerjang ke arah Ting-keh-hengte yang duduk
di pojok sana. Aksinya memang di luar dugaan hadirin, terjangan It-siau-hud
sungguh secepat kilat, tapi reaksi Ting-keh-hengte juga tidak
kalah cepatnya. Pemuda jubah biru Ting Lui menarik tubuh sedikit, kontan
meja ditendangnya mencelat, berbareng tangannya mencabut
pedang lemas terus diayun ke depan.
Sementara pemuda perlente Ting Hi tergelak latah, serunya,
"Bagus, Hwesio keparat, kami bersaudara belum lagi mencari
perkara kepadamu, tapi kau sudah mencari gara-gara lebih
dulu." Cepat sekali kedua saudara Ting ini bergerak, tahu-tahu
mereka sudah menyingkir beberapa kaki ke kanan dan kiri.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Waktu itu tubuh It-siau-hud yang besar sedang terapung di
udara, melihat meja meluncur menumbuk dirinya, dia tidak
berkelit atau menyingkir, dengan kepalanya dia tumbuk meja
itu hingga pecah berantakan. Seketika pecahan kayu,
mangkuk piring dan cangkir arak muncrat kocar-kacir, malah
It-siau-hud masih sempat menyambar dua kaki meja, di
tengah gerungan murkanya, kedua tangannya menyapu kakak
beradik She Ting itu. Perawakannya memang besar, kedua lengannya panjang lagi
ditambah kedua kaki meja, bila dibentang panjangnya ada
satu tombak. Segera angin menderu, api lilin besar di dalam ruang makan
sama bergoyang mau padam, sungguh dahsyat sekali
serangan si Hwesio. Tampaknya kedua Ting bersaudara sudah terkurung di bawah
serangan dahsyat dan tak bisa lolos. Hadirin sama terbelalak
kaget, ada yang menjerit ada yang bersorak memuji, tidak
sedikit pula yang mengkhawatirkan keselamatan kedua
saudara Ting itu. Tahu-tahu kedua Ting menyelinap lewat selicin belut dari
bawah lengan baju si Hwesio, padahal kalau mereka
melompat mundur, umpama luput dari serangan ini, pasti
takkan bisa lolos dari serangan susulan selanjutnya.
Tapi pengalaman tempur kedua saudara ini ternyata amat
luas, ketepatan tindakan mereka pada saat terdesak juga
setingkat lebih unggul daripada orang lain.
Dalam detik-detik yang gawat itu, mereka melakukan
keputusan yang tidak mungkin berani dilakukan oleh orang
lain. Bukan berkelit atau menyingkir, mereka justru memapak
maju dan menyelinap lewat di bawah It-siau-hud, maklum
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
tenaga orang sukar dikerahkan ke bawah, jadi merupakan titik
lemah dari gempuran yang dahsyat ini.
Tahu-tahu It-siau-hud merasa pandangannya kabur, bayangan
kedua saudara Ting sudah lenyap. Segera terasa pula
datangnya pukulan keras dari belakang, kiranya tanpa
berpaling kedua saudara Ting itu mengayun balik tangannya
balas menyerang. Padahal saat itu It-siau-hud tengah
melancarkan serangan ke depan, untuk berputar dan
menangkis jelas sangat sulit.
Tapi Kungfu Hwesio latah ini memang juga mengejutkan,
sambil menarik sikut kiri, tangan kanan terayun ke kiri, lutut
kiri setengah ditekuk dan kaki kanan menendang miring ke kiri
atas, tubuhnya yang besar secepat kitiran berputar di tengah
udara, kaki meja di tangan kiri tepat menangkis pedang Ting
Lui yang menyambar tiba, sementara kaki kanan menendang
pundak Ting Hi. Serangan tadi sangat dahsyat, tapi serangan kali ini sekaligus
bertahan sambil menendang dan menangkis, jarang ada tokoh
silat yang mampu bertindak setangkas ini, sasarannya jitu,
temponya cepat, gerakannya tangkas, siapa pun tidak
menyangka tubuh yang besar itu mampu melakukan gerakan
selincah ini. Kedua Ting bersaudara menjengek, tanpa berpaling mereka
terus melayang ke depan, ketika It-siau-hud turun ke bawah,
kedua saudara itu sudah jauh berada di luar pintu. Terdengar
Ting Lui mengejek, "Jika mau berkelahi, silakan keluar."
Ting Hi juga mendengus, "Kalau dia sudah berani kemari,
memangnya dia takut keluar?"
Serangan It-siau-hud itu dilancarkan dalam sekejap, gebrakan
kedua pihak sama-sama di luar dugaan orang banyak,
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
terjadinya secepat kilat, semuanya merupakan perpaduan
antara pengalaman, Kungfu sejati dan kecerdikan, hadirin
Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyaksikan dengan melongo kagum, setelah suara kedua
saudara Ting berkumandang di luar pintu baru hadirin
serempak bersorak riuh rendah. Tertampak wajah It-siau-hud
berubah merah padam, tapi dia tidak mengejar keluar.
Di tengah duduknya Cu-bu-cui-hun Bok Hi mendengus, "Luihi-siang-liong-kiam, masih muda dan gagah perkasa, di bawah
ketenaran nama mereka tiada orang lemah, selanjutnya Taysu
harus bertindak lebih hati-hati."
It-siau-hud tertawa latah, katanya, "Kalau cuma kedua bocah
ingusan ini masih belum kupandang sebelah mata, jika tidak
ada urusan penting yang harus kita selesaikan, memangnya
mampu mereka lolos dari genggamanku?"
Mendadak dia menarik muda dan menyapu pandang hadirin,
katanya keras, "Tentunya kalian sudah mendengar jelas bila di
antara kalian ada yang tidak ingin mengambil bagian, boleh
silakan pergi dari sini. Asalkan punya tujuan yang sama, boleh
tetap tinggal di sini, nanti berunding pula denganku."
Tiba-tiba Cu Jit-jit menjengek, "Berdasarkan apa kau mengusir
orang pergi dari sini?"
It-siau-hud menatap tajam ke arah Jit-jit, ia tertawa, "Nona
berani bilang demikian, tentu kedatanganmu bukan untuk
urusan ini"!" Cu Jit-jit membatin, "Orang ini kelihatan kasar, tapi juga bisa
menggunakan otak, ternyata seorang lihai."
Walau dalam hati tahu Hwesio ini lawan lihai, tapi sedikit pun
dia tidak takut, jengeknya, "Kau keliru, nonamu justru kemari
karena soal itu." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Pada akhir katanya sengaja dia melirik Sim Long, pandangan
It-siau-hud juga beralih ke arah Sim Long. Dilihatnya Sim Long
duduk bermalas-malasan sambil minum arak, padahal
keributan sudah terjadi dalam ruang makan ini, dia sedikit pun
seperti tidak tahu-menahu.
Selama hidup belum pernah It-siau-hud melihat orang
setenang ini, dia melenggong, mendadak ia tertawa, serunya,
"Bagus ... bagus ...." dia terus berputar ke meja sebelah sana
dan bertanya, "Dan bagaimana kalian?"
Meja itu dikitari lima laki-laki, serempak mereka berdiri, semua
berubah air mukanya, satu di antaranya tertawa menyeringai
dan menjawab, "Taysu bertanya, entah ada ...."
Belum habis dia bicara It-siau-hud sudah mencengkeramnya,
orang itu dapat melihat tangan It-siau-hud mencengkeram
dadanya, tapi dia tidak mampu berkelit, tahu-tahu tubuhnya
sudah terangkat ke atas terus dibanding di atas meja. Meja
hancur, mangkuk piring pun berantakan. Keempat temannya
berjingkrak gusar, mereka membentak bersama, "Kau ...."
Belum lanjut ucapannya, terdengar serentetan suara "plakplok", ternyata keempat laki-laki itu telah dipersen beberapa
kali tamparan, kontan muka mereka merah bengap.
"Budak yang tidak berguna ...." bentak It-siau-hud, "makin
banyak orang ikut mengurus soal ini makin baik, tapi kalau
orang-orang tak berguna seperti kalian ikut campur, bukan
saja hasilnya tidak memuaskan, salah-salah urusan bisa gagal
total .... Huh, lekas enyah!"
Cepat keempat orang itu menggotong temannya dan saling
pandang, ada yang mendekap pipi, ada yang menghela napas,
dengan menunduk lesu mereka berlari pergi.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Dalam pada itu It-siau-hud sudah berada di meja lain, meja ini
diduduki empat orang, sejak tadi mata mereka sudah melotot
padanya, tangan terkepal dan siap menghadapi segala
kemungkinan yang akan menimpa mereka. Melihat Hwesio
gede itu menghampiri, serempak keempat laki-laki itu
menggembor terus menubruk maju, delapan kepalan besar
serentak menggenjot tubuh It-siau-hud.
It-siau-hud bertolak pinggang sambil bergelak, mendadak
tangan kirinya mencengkeram dada seorang, berbareng
tangan kanan terayun, seorang lain dipukulnya berputar dua
kali baru terguling. Lalu lututnya menyodok, seorang lagi
menungging sambil memegang perut. Laki-laki terakhir kena
ditendangnya mencelat, tepat melayang ke meja di mana Cu
Jit-jit dan Sim Long berduduk.
Tanpa berpaling tangan Sim Long menyampuk, hanya dengan
gerakan enteng, laki-laki itu kena disengkelitnya hingga berdiri
tegak jauh di sana tanpa kurang suatu apa. Keruan di samping
kaget, ngeri, ia pun takut, sesaat dia awasi Sim Long dengan
melongo, Sim Long tetap sibuk dengan araknya, segala
sesuatu yang terjadi di sekitarnya seperti tidak dihiraukannya.
It-siau-hud berkerut alis, sekali menghardik laki-laki yang
dicengkeram oleh tangan kirinya dia lempar, deru angin
menyebabkan penerangan dalam ruang makan itu menjadi
guram, api lilin padam. Sekonyong-konyong seorang
membentak di meja sebelah, begitu berdiri dia ulur kedua
tangannya, laki-laki itu kena ditangkapnya. Laki-laki ini bukan
lain adalah si Tombak Sakti Thi Seng-liong.
Ban-su-thong berkeplok dan bersorak, It-siau-hud tertawa
lebar, katanya, "Orang bilang Thi Seng-liong adalah orang
gagah nomor wahid di Hopak, kelihatannya memang tidak
bernama kosong." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Bercahaya wajah Thi Seng-liong, sikapnya tampak bangga,
katanya sambil menjura, "Tak nyana Taysu juga tahu namaku,
sungguh orang she Thi merasa malu."
It-siau-hud berkata, "Tokoh seperti Thi-heng justru sangat
kuperlukan, tapi yang lain ...." matanya lantas menyapu
pandang seluruh hadirin, karena kepandaiannya memang
cukup menggetar nyali orang, maka tujuh di antara sepuluh
orang diam-diam berdiri terus mengeluyur pergi.
Ban-su-thong tertawa, katanya dengan berbisik, "Dua orang
lagi yang duduk di meja sebelah sana yang berpakaian ungu
adalah Wi Hoat-hou bergelar Thong-ciu-it-pa, yang berjubah
kain kembang adalah putra angkatnya Siau-pa-ong Lo Kong,
ke sebelah sana adalah Poat-swat-siang-to-ciang Beng Lip-jin,
Tin-san-ciang Hongbu Siong, Hin-te-bu-hoan Li Pa, Yu-hoahong Siau Mo-in, yang mengisap pipa cangklong itu adalah
Ong-jimoacu, ahli tutuk kenamaan di sekitar sungai besar."
Satu per satu dia menyebut nama tokoh-tokoh Kangouw yang
terkenal itu seperti menyebut nama-nama saudara sendiri,
ternyata tiada satu pun yang tidak dia kenal.
"Bagus," puji It-siau-hud. "Masih ada?"
Ban-su-thong menghela napas lega, sambungnya, "Dua orang
di meja itu adalah Sun Thong, Sun-tayhiap dan Seng Ing,
Seng-toakoanjin. Cayhe Ban Si-tong, orang salah baca jadi
Ban-su-thong (segala urusan tahu). Sedangkan nona yang
duduk di meja sana, kalau bukan putri Hoat-cay-sin keluarga
Cu, pasti putri keluarga Hay di Kanglam, hanya ... sepasang
suami-istri itu, hamba tidak mengenalnya."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
It-siau-hud tertawa, katanya, "Itu sudah cukup, memang tidak
malu kau dijuluki Ban-su-thong, kelak bila usahaku berhasil,
tenaga macam dirimu ini memang sangat kuperlukan."
Ban-su-thong kegirangan, katanya berseri, "Terima kasih."
"Seng-toakoanjin, silakan minum arak," mendadak It-siau-hud
menepuk meja, cangkir arak di atas meja itu tiba-tiba
mencelat dan terbang ke depan Seng Ing.
Seng Ing tersenyum kalem, katanya, "Terima kasih atas
pemberianmu." Begitu tangan terulur, cangkir arak itu diterimanya terus
ditenggak habis, arak dalam cangkir sedikit pun tidak tercecer.
Orang ini masih muda, berwajah putih halus dan cakap, sopan
santun lagi, kelihatannya memang mirip pemuda bangsawan,
tapi Kungfunya ternyata cukup tinggi, dari cara dia
menyambut arak tadi terbukti bahwa dia memiliki Lwekang
yang tinggi. It-siau-hud tertawa lebar, serunya, "Bagus, bagus .... Suntayhiap, mari kusuguh kau secangkir juga."
Kembali telapak tangannya menepuk meja, sebuah cangkir
meluncur pula ke arah Sun Thong di depan sana.
Ternyata Sun Thong juga seorang pemuda ganteng, cuma
mata alisnya kelihatan agak angkuh, melihat cangkir meluncur
tiba, dia tidak ulur tangan untuk menyambut, tiba-tiba mulut
terbuka dan gigi menggigit, cangkir kena dia gigit, kepala Sun
Thong terus mendongak dan menenggak habis arak di
dalamnya, tapi lantas terdengar, "krak" lirih, ternyata cangkir
itu kena digigitnya pecah, jelas meski reaksinya cukup
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
cekatan, pandangannya tajam, tapi latihan Lwekangnya belum
sempurna. Keruan merah padam muka Sun Thong. Untung It-siau-hud
lantas tertawa dan berkata, "Pepatah bilang, belibis elok tidak
mau terbang bersama burung jelek, empat orang yang duduk
bersama di meja ini memang boleh ditonjolkan sebagai
Enghiong (kesatria)."
Sun Thong kira orang tidak melihat kegagalannya, diam-diam
dia bersyukur dalam hati, tak terduga It-siau-hud tiba-tiba
merendahkan suaranya dan berkata padanya, "Kalau bibirmu
pecah lekas kumur dengan arak, supaya tidak terlihat orang
lain." Sun Thong menyengir, katanya dengan menunduk, "Terima
kasih atas petunjukmu."
Kembali It-siau-hud bergelak tertawa beberapa kali, tubuhnya
yang gemuk itu mendadak membalik ke belakang, dua jalur
angin kencang memecah udara. Entah kapan dia sudah
meraih sepasang sumpit, dengan cara menyambitkan panah,
dengan jurus Ji-liong-jiang-cu, kedua sumpit itu mengincar
kedua kaki Siau-pa-ong Lu Kong.
Kelihatannya Lu Kong agak gugup, tak sempat melompat ke
atas, kedua sumpit sudah hampir mengenai mata kakinya.
Mendadak kedua kaki Lu Kong terangkat dan menendang
bergantian, sepasang sumpit itu kena ditendangnya mencelat
ke atas, sekali meraih, Lu Kong menangkap sepasang sumpit
itu, dengan enteng dia melayang turun, langsung dia
menyumpit daging ayam di atas meja terus dijejalkan ke
dalam mulut, sambil mengunyah dia tertawa, katanya,
"Terima kasih, sepasang sumpit ini kuterima."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Mukanya tidak merah, napas tidak memburu, dia
mendemonstrasikan Ginkangnya yang hebat, sekaligus juga
memperlihatkan ketajaman matanya, tenaga pinggang dan
kekuatan kaki. Hadirin yang menyaksikan memuji di dalam hati. Thong-ciu-itpa WI Hoat-hou tampak prihatin, dia tumplak seluruh
perhatian, siap menunggu It-siau-hud menguji dirinya.
Tak nyana It-siau-hud hanya tertawa lebar saja, katanya,
"Kalau anak sudah selihai ini, kuyakin bapaknya pasti boleh
juga." Dengan langkah lebar dia berlalu, maka legalah hati Wi Hoathou, diam-diam dia menyeka keringat.
It-siau-hud menghampiri Beng Lip-jin yang bergelar Poayswat-siang-to-cing (si Golok Menyibak Salju), dia awasi orang
dari atas sampai ke kaki, mendadak ia berkata dengan suara
tertahan, "Lik-pi-hoa-san (tangan membelah gunung Hoa)."
Sesaat Beng Lip-jin duduk melongo, kemudian baru sadar
maksud orang, ternyata It-siau-hud menguji dia dengan teori
ilmu golok. Sudah puluhan tahun dia mendalami ilmu golok,
seperti murid yang diuji gurunya secara lisan, dengan tertawa
lebar Beng Lip-jin berkata, "Kiri menghantam dengan Honghong-siang-ca-ji, kanan memukul dengan Swat-hoa-kay-tingbun." Sejurus dua gerakan, di samping menyerang sekaligus juga
mempertahankan diri, memang tidak malu dia dipuji sebagai
ahli golok. "Bagus, sekarang aku menyerang dengan Hoan-te-seng-hoa."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Beng Lip-jin melongo, lama dia berpikir, baru saja dia
menemukan cara mematahkan serangan itu, ternyata It-siauhud telah memberondong pula dengan jurus-jurus serangan
lain, tiga jurus kemudian Beng Lip-jin sudah mandi keringat
dan gelagapan. It-siau-hud berkata pula, "Baiklah, aku memukul dengan Likpi-hoa-san, tadi kau sudah telanjur menggunakan jurus Ko-jiuban-kin (akar membelit pohon kuno), jelas tidak sempat lagi
menggunakan jurus Swat-hoa-kay-ting itu."
Beng Lip-jin berkerut kening mengelus jenggot, otaknya
bekerja keras, akhirnya dia menghela napas lega, katanya,
"Kiri memukul dengan jurus Tio-thiah-it-su-ciang (sebatang
dupa sembahyang kepada Thian), kanan menyerang dengan
Kui-bun-sam-tiap-long (tiga gelombang menggempur pintu),
semuanya menyerang tempat yang harus kau lindungi."
It-siau-hud manggut-manggut, "Bagus .... Hwi-jiu-hong-au
(membalik tangan mencekik leher)."
Beng Lip-jin menyeka keringat, katanya dengan tertawa,
"Kalau aku menyerang lambung bawahmu, kau pasti akan
mundur ke belakang, mana mungkin bisa melancarkan jurus
Hwi-jiu-hong-au lagi?"
"Orang lain tidak bisa, tapi aku mampu .... Coba lihat,"
mendadak It-siau-hud ulur tangan, golok panjang yang
tergantung miring di pinggang Beng Lip-jin dilolosnya, lalu dia
bergaya melancarkan jurus Lik-pi-hoa-san, tapi sebelum
gerakan penuh mendadak dia mengkeret mundur, pundak
tidak bergerak, kaki tidak tergeser, tapi bagian bawah
tubuhnya dapat meliuk mundur satu kaki, golok di tangan Itsiau-hud berputar balik, dia betul-betul melancarkan Hwi-jiuhong-au, sinar golok menyambar menebas leher Beng Lip-jin,
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
tapi begitu golok hampir menyentuh kulit orang, tahu-tahu
golok pun berhenti. "Bagaimana?" tanya It-siau-hud dengan tertawa.
Basah kuyup keringat Beng Lip-jin, suaranya gemetar, "Jika
Taysu benar-benar melancarkan jurus itu, maka batok
kepalaku sudah terpenggal."
"Tapi tak perlu kau merasa sedih, bekal ilmu golokmu sudah
termasuk kelas wahid, jika orang lain, waktu aku melancarkan
jurus Hoan-te-seng-hoa tadi, jiwanya pasti sudah melayang."
"Trek", tahu-tahu golok sudah dia masukkan ke sarungnya,
tanpa pedulikan Beng Lip-jin, It-siau-hud berputar ke arah
Hongbu Siong. Beng Lip-jin menghela napas lega, namun kedua lutut
gemetar tak bertenaga, badan pun dingin, pakaian dalam
basah oleh keringat dan lengket dengan tubuhnya, begitu
Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
angin mengembus, seketika dia bergidik kedinginan.
Maklum, sejak Poat-swat-siang-to angkat nama, entah sudah
berapa ratus kali dia perang tanding, tapi dia yakin, adu
kepandaian secara teori ilmu silat yang baru saja berlangsung
terlebih tegang. Tin-sang-ciang (Pukulan Menggetar Gunung) Hongbu Siong,
Hin-te-bu-hoan (Tanah Gersang Tiada Akar) Li Pa dan Yu-hoahong (Kumbang Pengeliling) Siau Mo, ia bertiga agaknya
sudah ada kata sepakat. Sebelum It-siau-hud menghampiri
mereka, mendadak Li Pa putar badan dan lari keluar, sebuah
baju hijau besar persegi di tengah pelataran diangkatnya, baju
hijau ini sebesar meja, beratnya paling sedikit ada lima ratus
kati, jika tidak punya tenaga raksasa, jangan harap bisa
mengangkatnya. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Tapi Li Pa mampu mengangkatnya tinggi di atas kepala, lalu
perlahan masuk pula, tampak otot dagingnya merongkol,
kedua lengannya tampak sangat kuat, gayanya mirip raksasa
yang menyanggah langit. Tin-san-ciang Hongbu Siong berseru memuji, "Tenaga hebat!"
Tiba-tiba ia melompat bangun, berbareng telapak tangan
kanan terayun, "blang", seperti palu membentur batu, baju
hijau besar itu kena dipukulnya pecah sebagian, di bawah
taburan debu pasir, batu besar itu mencelat dengan deru
angin keras melayang ke pekarangan.
Yu-hoa-hong Siau Mo-in sedikit mendak, tiba-tiba dia melesat
keluar. Batu besar itu sedang melayang keluar, tapi luncuran
tubuhnya ternyata lebih cepat lagi, sebelum batu itu jatuh
sudah kena dia sanggah, sementara kakinya tidak berhenti,
beberapa kali lompatan, batu besar itu, dilemparnya keluar
pagar tembok, sesaat kemudian baru terdengar suara "blang",
lalu tertampak Siau Mo-in melayang balik pula, muka tidak
merah napas tidak memburu, katanya dengan menjura, "Batu
itu mengganggu pemandangan di dalam pekarangan, dengan
meminjam tenaga pukulan Hongbu-toako tadi, aku
membuangnya di tempat sampah di luar sana."
Tempat sampah yang dimaksud jauhnya ada ratusan tombak,
Yu-hoa-hong Siau Mo-in sekaligus telah membawanya lari dan
membuangnya ke sana. Walau meminjam tenaga luncuran
batu, tapi gerak tubuhnya memang enteng dan cepat, pandai
memanfaatkan kesempatan, jelas kemampuannya tidak dapat
Kisah Pedang Di Sungai Es 23 Dewi Sri Tanjung 8 Perjalanan Yang Berbahaya Ki Ageng Tunggul Akhirat 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama