Ceritasilat Novel Online

Pendekar Baja 3

Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long Bagian 3


ditiru orang lain. It-siau-hud tersenyum, katanya, "Kungfu kalian memang
berbeda, tapi satu dengan yang lain sama bagusnya, masingmasing punya kelebihannya, Li-heng keluar tenaga lebih
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
banyak, demikian pula gerakan Siau-heng lebih cepat, tapi
kalau dipergunakan untuk berhantam di medan tempur,
Kungfu Hongbu-heng kurasa jauh lebih berguna."
Merah muka Li Pa, dia melengos ke sana, agaknya dia kurang
terima. Siau Mo-in menepuk pundak Hongbu Siong, seperti
hendak mengatakan apa-apa, tapi tidak jadi.
Tiba-tiba Ong-jimoacu, ahli Tiam-hiat yang menggunakan pipa
cangklong, bergelak tertawa, katanya, "Analisis Taysu
memang tepat, tapi menurut pendapatku, bila bertempur
dengan orang, pukulan Hongbu Siong juga belum tentu
berguna." "Dari segi aman kau berani bilang demikian?" tanya It-siauhud. "Pukulannya keras dan kuat, tapi tidak murni, pukulannya tadi
mengakibatkan batu muncrat dan debu berhamburan,
pecahan batu-batu itu besar kecil tidak rata. Batu yang
dipukulnya pun melayang berputar, ini membuktikan bahwa
landasan tenaganya masih kurang kukuh, dari sini dapat dinilai
bahwa latihan pukulannya paling-paling baru mencapai enam
bagian saja." Berubah air muka Hongbu Siong, diam-diam dia terkejut akan
analisis Ong-jimoacu yang tepat, ini membuktikan bahwa
pandangannya tajam dan pengalamannya luas.
Jilid 4 It-siau-hud tertawa lebar, katanya, "Kalau demikian, pukulan
Ong-heng tentu dapat membuat batu hancur dan melayang
kencang laksana panah?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Tiba-tiba Hongbu Siong berdiri, serunya sengit, "Baiklah, ingin
kumohon pengajaran padamu."
Ong-jimoacu menepuk jubah pendeknya yang berwarna
kuning, lalu mengetuk pipa cangklongnya di pinggir meja,
perlahan ia berdiri. Tertampak mukanya kuning, matanya sipit
berbentuk segitiga, jenggot pendek menyerupai kambing,
berdiri pun rasanya payah, langkahnya sempoyongan, dia
mendekati Hongbu Siong, katanya dengan tersenyum, "Boleh
kau coba memukulku sekali!"
Hongbu Siong berkata, "Pukulanku tidak murni, bila kurang
hati-hati melukai Anda, mana aku berani menanggungnya?"
Ong-jimoacu mengelus jenggot, katanya dengan tertawa, "Jika
aku terpukul mampus, memang akulah yang sial, takkan
kusalahkan orang lain, apalagi aku ini sebatang kara, ingin
mencari bini juga serbasusah, maka jangan khawatir ada
orang akan menuntut balas kepadamu."
Hongbu Siong menoleh ke kiri-kanan, katanya kemudian
dengan bengis, "Kau sendiri yang menghendaki, kuharap
kawan-kawan yang hadir menjadi saksi .... Haait!" di tengah
bentakannya, jenggot panjang kelihatan bergetar, telapak
tangannya mendadak memukul dada Ong-jimoacu,
pukulannya memang keras dan dahsyat.
"Serangan bagus!" puji Ong-jimoacu, berbareng telapak
tangannya terus ditolak ke depan, dia sambut pukulan lawan.
"Blang", begitu kedua telapak tangan beradu, Hongbu Siong
tertolak mundur beberapa langkah, dadanya kembang-kempis,
dengan mendelik ia menatap Ong-jimoacu sekian lama,
mendadak mulutnya menyemburkan darah segar.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Terkejut Siau Mo-in, teriaknya, "Hongbu-heng, kau ...." segera
ia memburu maju hendak mamapahnya, tapi Hongbu Siong
mengipratkan tangannya dan mengentak kaki dengan gemas,
mendadak dia lari keluar.
Siau Mo-in hendak mengejar, tapi urung, ia tertawa getir
sambil geleng-geleng kepala.
It-siau-hud tertawa, katanya, "Boleh juga kau, Ong-heng, hari
ini kau membuat mataku terbuka."
Sekali genjot Ong-jimoacu memukul mundur musuh, sikapnya
tetap wajar, katanya sambil mengelus jenggot, "Terima kasih,
Taysu terlalu memuji."
Tatkala itu ruang makan menjadi kacau, pecahan mangkuk
piring berceceran di lantai, tinggal meja Cu Jit-jit dan kedua
suami-istri tadi yang tidak terganggu.
Sim Long tetap asyik dengan araknya, sikapnya santai, seperti
tak acuh terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Cu Jit-jit
tetap mengawasinya dengan kesima. Sementara suami-istri itu
dengan tersenyum mengawasi anak mereka, tapi putri
mereka, si gadis cilik berpakaian hijau pupus itu berulang
berpaling dan menggoda si anak merah, tapi anak merah itu
pura-pura tidak melihat, namun terkadang juga mengerut alis,
menghela napas, lagaknya mirip orang tua. Keenam orang ini
seperti tenggelam dalam pikirannya sendiri dan tidak
menghiraukan orang lain. It-siau-hud melangkah ke sana, tapi suami istri itu tetap diam,
seperti tidak melihat dan mendengar.
Cu Jit-jit mendesis, "Kalau Hwesio gede ini mencari perkara
terhadap mereka berarti dia cari susah sendiri."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Seluruh hadirin menumplakkan perhatian ke arah It-siau-hud
dan kedua suami-istri itu dan ingin menyaksikan bagaimana
It-siau-hud hendak menguji kedua orang ini.
Tak tahunya, belum It-siau-hud membuka suara, sekonyongkonyong di kejauhan terdengar jeritan ngeri susul-menyusul,
ada yang jauh, ada yang dekat, ada yang di sebelah kanan,
ada yang di sebelah kiri, ada pula yang seperti terjadi di dalam
lingkungan hotel ini. Jeritan itu sangat menusuk telinga, membuat bulu roma
berdiri. Semua orang berubah air mukanya, It-siau-hud mendahului
melesat ke arah jendela, sekali pukul dia dobrak daun jendela,
angin dingin kontan mengembus masuk membawa bunga
salju, lilin dalam ruang makan seketika tertiup padam.
Di tengah kegelapan tiba-tiba berkumandang seorang
bernyanyi, "Bulan purnama menerangi pusara, hati tamak
jangan berbuat jahat, bila masuk kota Pit-yang, harus
mampus di kota ini ...."
Suaranya memilukan, sayup bergema di angkasa, di tengah
kegelapan yang tak berujung seperti ada setan iblis yang
menyeringai dan hendak mencabut nyawa.
Serasa beku darah seluruh hadirin, entah lewat berapa lama
kemudian, tiba-tiba It-siau-hud membentak bengis, "Kejar!"
Segera berjangkit kesiur angin, tiba-tiba bayangan orang sama
berlompatan keluar jendela. It-siau-hud melayang paling
depan, sekuat tenaga dia mengayun langkah, "ser, ser",
terasa olehnya ada beberapa orang melesat mendahului
dirinya. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Malam gelap angin kencang, bunga salju bertaburan.
It-siau-hud tidak melihat jelas bayangan mereka, tapi
dilihatnya setelah berlompatan beberapa kali, beberapa
bayangan itu mendadak berhenti, semua menunduk
memandang ke bawah seperti menemukan apa-apa. Setelah
dekat Baru It-siau-hud melihat jelas tiga bayangan itu adalah
Sim Long dan kedua suami-istri itu, di atas tanah bersalju di
depan mereka menggeletak delapan mayat. Mereka adalah
orang-orang gagah yang berkumpul dalam ruang makan tadi.
Mereka mati meringkuk, agaknya mendadak disergap,
sebelum melawan, jiwa sudah melayang.
"Siapa yang turun tangan?" tanya It-siau-hud dengan
terkesiap, "cepat amat gerakannya!"
Laki-laki itu menggendong putrinya, mendadak dia tepuk paha
dan berteriak girang, "Ada seorang belum mati."
Sim Long memburu maju dan membangunkan orang itu,
tangan kiri menahan punggungnya dan menyalurkan hawa
murni ke tubuh orang. Keadaan orang itu sudah kempas-kempis, kini mendadak
seperti ada setitik harapan hidup, setelah menarik napas
panjang, dengan jari tangan yang gemetar ia menuding ulu
hati sendiri, katanya, "Panah ... panah ...."
"Panah apa" Di mana?" tanya Sim Long.
"Di ...." mendadak tubuh orang itu mengejang dan tak mampu
bicara lagi, waktu Sim Long memegangnya, napasnya sudah
putus, tubuhnya terasa dingin, umpama ada obat dewa juga
tak bisa menolongnya lagi.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Umumnya orang yang baru mati, betapa pun mayatnya takkan
dingin seketika, tapi begitu orang ini mati, sekujur tubuhnya
lantas kaku, sungguh kejadian yang tidak biasa.
Sim Long berkerut alis, sesaat dia termenung, katanya
kemudian, "Siapa bawa geretan api?"
Saat mana rombongan orang banyak telah menyusul tiba,
seorang segera mengetik api menyalakan obor. Api yang
ditiup angin tampak guram, namun cukup terang menyinari
sekitarnya, tampak muka orang mati itu menunjuk mimik
ketakutan, kedua matanya melotot, mukanya berubah hitam,
malah juga membengkak, keadaannya sangat seram. Keruan
semua orang sama merinding, terdengar Cu-bu-cui-hun Mo Si
berkata, "Racun, sungguh senjata rahasia beracun yang lihai
...." It-siau-hud berjongkok, ia coba menyingkap pakaian orang,
tertampak sekujur badannya juga membengkak hitam, tepat
di tengah dadanya terdapat sebuah luka bekas tusukan panah,
darah hitam masih meleleh keluar, tapi senjata rahasia apa
yang melukai tidak ditemukan.
Setelah diperiksa lagi mayat-mayat yang lain pun serupa
keadaannya, semua mati lantaran terkena senjata rahasia
beracun, tapi senjata rahasianya tidak kelihatan. Orang
banyak saling pandang, tiada seorang yang mampu bicara.
Di tengah embusan angin dingin, terdengar suara keriangkeriut, suara gigi yang gemertuk, orang jadi ikut mengirik.
It-siau-hud sendiri juga merinding, katanya dengan suara
tertahan, "Apakah kalian tahu senjata rahasia macam apakah
yang mematikan mereka?"
Sim Long berkata, "Dari bentuk lukanya jelas bidikan panah."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Mo Si mendesis, "Panah" Lantas di manakah panahnya?"
Setelah berpikir, It-siau-hud berkata, "Jika pembunuh itu
membidikkan panah, setelah mereka terbunuh lalu memunguti
pula panah-panah itu, kurasa hal ini agak janggal dan tidak
masuk akal, tapi kalau tidak demikian kejadiannya, lalu ke
mana panah-panah itu?"
Mendadak suara nyanyian memilukan tadi terdengar pula
terbawa angin, arahnya tidak jauh di sebelah selatan.
"Kejar!" It-siau-hud mendahului bergerak.
Tapi suara nyanyian itu seperti mengambang di udara,
kadang-kadang di depan, tahu-tahu di belakang, di kiri atau di
kanan tidak menentu, siapa pun sukar menentukan arahnya
yang tepat, lalu ke mana mereka harus mengejar" Akhirnya Itsiau-hud berdiri melenggong.
Mendadak gadis cilik putri kedua suami-istri itu menangis
tergerung-gerung, tangannya menuding kejauhan sambil
menjerit, "Setan ... ada setan di sana, sekali berkelebat lantas
hilang!" Laki-laki itu menepuk punggung putrinya dan membujuknya,
"Ting-ting, jangan takut, tiada setan di dunia ini?"
Tapi tanpa terasa sorot matanya juga memandang ke arah
yang ditunjuk putrinya, namun malam gelap dan salju
berhamburan, mana ada bayangan setan segala"
Orang banyak juga tiada melihat apa-apa, tapi mereka tambah
mengirik seperti malaikat elmaut yang tidak kelihatan hendak
mencabut nyawa mereka dan diam-diam akan membidikkan
panah maut. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Mendadak It-siau-hud tertawa latah, katanya, "Keparat itu
main setan-setanan, paling-paling hanya untuk menakuti anak
kecil. Aku justru tidak percaya pada setan, ayolah siapa di
antara kalian yang berani ikut aku, kita aduk sarangnya, kita
buktikan dia jelmaan apa sebetulnya?"
Ong-jimoacu berkata juga, "Siapa yang tidak berani ikut
silakan menemani adik cilik ini kembali ke penginapan, supaya
tidak menangis ketakutan."
Sindirannya cukup tajam, tapi orang lain anggap tidak
mendengar, sebelum habis bicaranya, beberapa orang sudah
berlari pergi. Laki-laki itu serahkan putrinya kepada sang istri, katanya, "Kau
bawa dia kembali, biar aku mengejar."
"Kau saja bawa dia pulang, biar aku yang mengejar," sahut si
istri. Laki-laki itu mengentak kaki, serunya, "Ai, kenapa kau ...."
Ting-ting, gadis cilik itu, menangis pula, serunya, "Aku mau
papa dan mama menemani Ting-ting ...."
Laki-laki itu menghela napas, ia coba membujuk dan
menghibur, tapi Ting-ting tetap pada pendiriannya. Biasanya
laki-laki itu berwatak keras dan kasar, tapi terhadap putri
tunggalnya ini, ternyata dia kewalahan.
Sim Long berkata, "Kalian suami-istri boleh kembali saja,
mengejar pembunuh adalah urusan kecil, bila adik cilik ini
kaget dan jatuh sakit, bukankah urusan bisa susah?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Suami-istri itu pandang Sim Long dengan rasa terima kasih
dan simpati. Ting-ting memang pintar, segera katanya,
"Benar, paman ini memang baik hati ...."
Perempuan itu menukas, "Kalau demikian, marilah kita pulang
saja ...." tapi tiba-tiba dia melotot kepada Ong-jimoacu,
jengeknya, "Kalau ada yang mengira kami takut ... hm,
rasakan nanti!" Entah cara bagaimana dia bergerak, tahu-tahu pipa cangklong
Ong-jimoacu telah direbutnya, kontan dia patahkan menjadi
dua terus dibuang, tanpa bicara lagi dia gandeng tangan sang
suami dan melangkah pergi, melirik pun tidak lagi kepada
Ong-jimoacu. Sudah puluhan tahun Ong-jimoacu malang melintang di utara
dan selatan sungai besar, mimpi pun tidak pernah terbayang
olehnya bahwa pipa cangklong yang dipegangnya secara aneh
tahu-tahu direbut orang, dipatahkan dan dibuang lagi, keruan
dia terbelalak diam tak bergerak mengawasi kepergian suami

Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

istri itu. Orang banyak juga terbeliak kaget, segera It-siau-hud
berkata, "Cepat, sungguh cepat! Selama empat puluh tahun
baru dua kali ini kulihat gerakan secepat ini!"
Baru sekarang Ong-jimoacu sadar, ia berdehem dan
menyengir, katanya, "Paling-paling hanya kaki tangannya
dapat bergerak cepat, jika tidak mengingat dia seorang
perempuan, tentu sudah ... sudah ...." mati pun dia ingin jaga
gengsi, tapi perkataan 'sudah kuhajar dia' tetap malu untuk
diucapkannya. Sim Long tersenyum, katanya, "Apa benar hanya kecepatan
gerak kaki dan tangannya saja" Kukira tidak!"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Karena lagi penasaran dan tidak terlampiaskan, kontan Ongjimoacu mendelik, kulit mukanya yang burik seperti menyala,
bentaknya, "Kalau bukan kecepatan gerak kaki dan tangan,
memangnya kenapa?" Sim Long juga tidak marah, dengan tertawa dia menuding
tanah, "Coba kau lihat!"
Orang banyak sama menunduk, tertampak kedua kutungan
pipa cangklong itu ambles masuk ke dalam tanah dan hanya
kelihatan dua titik hitam saja, padahal hujan salju sudah
berlangsung beberapa hari, kecuali tanah salju, bagian
bawahnya sudah mengeras seperti besi, tapi seenaknya
perempuan itu membuang kutungan pipa, seperti tidak
menggunakan tenaga sedikit pun, tapi kutungan pipa
sepanjang dua kaki itu ternyata ambles seluruhnya ditelan
bumi, tenaga lemparan yang mengejutkan ini sungguh sukar
dipercaya jika orang tidak menyaksikan sendiri.
"Ini ... ini ...." Ong-jimoacu menyeka keringat, lalu tertawa
dingin, "Ya, memang hebat."
It-siau-hud menghela napas, katanya, "Suami-istri itu memang
aneh ... tapi kita tak perlu urus dia, ayo lekas kejar!"
Mumpung ada kesempatan, segera Ong-jimoacu mendahului,
"Betul, lekas kejar!"
It-siau-hud menoleh kepada Sim Long, tanyanya, "Entah
saudara ini ikut mengejar tidak?"
Sim Long memandang sekelilingnya, dilihatnya Cu Jit-jit dan
adiknya tidak ikut datang, sesaat dia berkerut alis, lalu
katanya dengan tersenyum, "Baiklah, kejar!"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Orang-orang ini sebelumnya tidak saling kenal, di antaranya
malah ada yang tidak sehaluan, tapi sekarang mereka punya
tujuan sama, maka kelihatan akrab, meski mereka tidak
berunding lebih dulu, tapi serentak mereka sama menuju ke
utara kota Pit-yang, ke "sarang hantu" itu, dalam beberapa
kejap ini, terlihatlah perbedaan Ginkang masing-masing.
It-siau-hud berlari paling depan, Cu-bu-cui-hun Mo Si ketat
ikut di belakangnya, Sim Long pun tak jauh dari mereka. Ongjimoacu, Yu-hoa-hong Siau Mo-in berdua kira-kira berendeng
dengan Sim Long, Thi Seng-liong masih mampu menyusul dan
tidak tertinggal jauh. Say-un-ho Sun Thong dan Gin-hoa-piau Seng Ing walau agak
ketinggalan di belakang, tapi sambil berlari mereka
berbincang-bincang dengan asyiknya, langkah mereka tampak
enteng, agaknya tidak menggunakan sepenuh tenaga, Poatswat-siang-to-ciang Beng Lip-jin juga segera menyusul tiba,
katanya dengan tertawa, "Wi Hoat-hou ayah beranak kelihatan
gagah, tak tahunya mengekor Ban-su-thong dan diam-diam
mengeluyur pergi. Menilai manusia memang tidak boleh
melihat tampangnya."
Seng Ing hanya tertawa dan tidak memberi tanggapan.
Sun Tong malah berkata, "Apa di belakang tiada orang lain
lagi?" Beng Lip-jin menjawab, "Masih ada Hin-te-bu-hoan Li Pa, tapi
jauh tertinggal di belakang. Kungfu orang ini tidak lemah,
sayang Ginkangnya ...." belum habis dia bicara, mendadak
terdengar suara jeritan ngeri di belakang.
Beng Lip-jin terkejut, "Wah, Li Pa ...."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Orang banyak juga kaget dan serentak berhenti, tanpa bicara
mereka berlomba putar balik ke arah datangnya jeritan itu.
It-siau-hud segera memperingatkan, "Yang bawa senjata
cepat keluarkan, yang bawa senjata rahasia juga disiapkan,
setiap orang tak dikenal boleh diberondong saja."
Dalam jarak beberapa patah kata itu saja orang banyak lantas
melihat salju di depan sana rebah sesosok bayangan hitam.
Tapi di sekitarnya tidak terlihat ada jejak manusia.
Sun Thong, Seng Ing siap memburu maju, tiba-tiba
didengarnya It-siau-hud berseru, "Berhenti! Nyalakan api,
periksa dulu tapak kaki di atas salju."
Sun Thong dan Seng Ing saling pandang sekejap, dalam hati
membatin, "Hwesio gede ini kelihatannya goblok, ternyata
seorang kawakan Kangouw yang cermat." Diam-diam mereka
kagum, maka rasa benci tadi sirna tanpa terasa.
Beng Lip-jin, Mo Si dan Siau Mo-in bertiga sudah menyalakan
api. Perlu diketahui Yu-hoa-hong Siau Mo-in adalah begal yang
biasa beroperasi sendiri pada malam hari, obor bikinannya
dibuat secara khas dan sangat bagus, nyala api bisa dibikin
besar dan kecil sesuka hati, bila nyala besar bisa menyinari
beberapa tombak di sekelilingnya. Tampak bayangan yang
tiarap di atas salju itu memang benar adalah Hin-te-bu-hoan Li
Pa, di belakang dan depan mayatnya ada sebaris tapak kaki,
tapi salju di kanan-kirinya rata dan rapi tiada bekas apa pun.
It-siau-hud segera berkata, "Kalian maju dengan hati-hati,
coba kenali tapak kaki masing-masing."
Seng Ing menemukan jejak kakinya lebih dulu, "Ini tapak
kakiku." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Lalu dengan ujung jari dia memberi tanda silang. Maklum
besar-kecil tapak kaki setiap orang tidak sama, Ginkang
mereka pun berbeda, sepatu juga berlainan, bahwa setiap
orang harus mengenali tapak kaki orang lain memang sukar,
tapi untuk mengenali tapak kaki sendiri tentu gampang.
Sun Thong juga sudah menemukan tapak kakinya, ia pun
memberi tanda silang. Cepat sekali Ong-jimoacu Siau Mo-in,
Thi Seng-liong, Beng Lip-jin juga telah menemukan tapak kaki
masing-masing, didapati Beng Lip-jin tapak kakinya ternyata
paling dalam, diam-diam merah mukanya.
Orang banyak tahu urusan ini cukup gawat, maka mereka
sangat hati-hati dan teliti meski tahu tapak kaki sendiri lebih
dalam daripada orang lain juga tidak akan diperbandingkan.
Kini tinggal dua tapak kaki yang belum ditemukan pemiliknya,
jelas kelihatan di bawah sinar api kedua tapak kaki ini amat
cetek, juga kelihatan alas sepatu orang terdiri dari serat yang
kasar. Tanpa terasa mereka sama mengawasi sepatu rami yang
dipakai It-siau-hud. It-siau-hud berkata, "Tapak yang satu ini
memang betul punyaku ... tapi saudara ini ...."
Sekarang orang baru teringat masih kurang sepasang tapak
kaki, tanpa terasa mereka menoleh ke arah Sim Long.
Sim Long tersenyum, katanya, "Mungkin tubuhku terlalu kurus
sehingga tapak kakiku tidak kelihatan."
Bicaranya ramah dan rendah hati pula, tapi orang banyak
sama terbeliak kagum. Baru sekarang mereka tahu pemuda
yang kelihatan lemah lembut dan tidak ternama ini ternyata
memiliki Ginkang Tah-swat-bu-heng (menginjak salju tidak
meninggalkan bekas) yang tinggi, bukan saja kagum, mereka
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
pun curiga bagaimana mungkin bocah semuda ini mampu
meyakinkan kungfu setinggi itu, curiga pula akan asal usulnya,
tapi tiada satu pun di antara mereka yang berani bertanya.
It-siau-hud tergelak katanya, "Orang pandai memang tidak
suka mengagulkan diri, Siangkong (tuan) ini memang berisi,"
lalu ucapnya lagi dengan prihatin, "Tiada tapak kaki lain lagi di
sekitar sini, tak ada tanda-tanda perkelahian, jelas Li Pa
terbunuh juga oleh senjata rahasia. Marilah kita periksa pula
senjata rahasia apa yang membunuhnya?"
Lalu dia membalik mayat Li Pa, sekujur tubuhnya tampak
membengkak hitam, waktu baju dadanya disingkap, dada kiri
sebelah atas dekat pundak ada luka, darah hitam masih
meleleh. Tapi di tempat luka ini tidak kelihatan ada senjata rahasia.
Kembali orang banyak saling pandang, kembali suara
gemertuk gigi terdengar di antara mereka, jantung pun
berdebar keras. Akhirnya Mo Si berkata dengan gemetar,
"Senjata ... senjata rahasia itu mungkin memang tiada
wujudnya" Kalau tidak kenapa bisa mencair ke dalam darah?"
Maklum, mayat ini jatuh tengkurap dan tiada tanda pernah
disentuh atau bergerak, di sekitarnya juga tiada jejak orang
lain, maka dapat dipastikan senjata rahasia yang mengenai Li
Pa tidak diambil orang. Padahal begitu dada tersambit senjata
rahasia Li Pa terus jatuh tersungkur, siapa pun meski memiliki
kepandaian setinggi langit, untuk mengambil senjata rahasia
di bawah dadanya juga harus menyentuh tubuhnya, apalagi
tiada tapak kaki di sekitar mayat.
Meski orang banyak sama memeras otak, tetap juga mereka
tidak habis mengerti dan menemukan jawabannya. Yang
terang bulu kuduk sama berdiri, Beng Lip-jin berkata dengan
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
gemetar, "Mungkinkah serangan Bu-heng-kiam-khi" (hawa
pedang tak berbentuk)?"
It-siau-hud menyeringai, "Apa kau sedang mimpi?"
Agaknya Beng Lip-jin masih ingin membantah, tapi begitu
angkat kepala, seketika ciut nyalinya dan tak mampu bersuara
lagi, dilihatnya wajah It-siau-hud diliputi nafsu membunuh,
sorot matanya beringas, seperti binatang liar yang kalap,
mendadak dia tanggalkan jubah, dengan telanjang dada,
bunga salju berjatuhan di atas tubuhnya, bukan saja tidak
merasakan dingin, bunga salju yang hinggap di atas tubuhnya
seketika cair dan mengeluarkan uap putih.
Di bawah tatapan orang banyak yang keheranan, It-siau-hud
robek jubahnya itu menjadi tali-tali panjang selebar tigaempat senti untuk membalut lengan, paha dan dadanya,
daging gempur di tubuhnya terikat kencang, lalu It-siau-hud
melompat dan menggerakkan kaki dan tangan, kelihatan
gerak-geriknya jauh lebih enteng dan gesit, ia menyapu
pandang orang banyak, lalu berkata, "Nah, yang ingin hidup
lekas pulang, yang mau ikut harus siap kehilangan nyawa!"
"Ikut ... ikut ke utara?" tanya Beng Lip-jin.
"Kecuali 'sarang hantu', ke mana lagi?" seru It-siau-hud, tibatiba dia mencomot segumpal salju terus dijejalkan ke dalam
mulut, setelah mengunyah beberapa kali dia membentak, "Ayo
kita ubrak-abrik sarang hantu itu, siapa pemberani boleh ikut
padaku." Segera dia mendahului berlari ke depan.
Seng Ing, Sun Thong, Mo Si, Ong-jimoacu, Thi Seng-liong dan
Siau Mo-in merasa darah bergolak, mereka sudah tidak
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
pikirkan mati-hidup lagi, berbondong-bondong mereka ikuti
langkah It-siau-hud. Melihat Sim Long tetap berdiri di tempatnya, Beng Lip-jin
menegur dengan menunduk, "Silakan Siangkong, hubunganku
dengan Li Pa cukup erat, tak tega kubiarkan jenazahnya tak
terkubur di tengah jalan .... Ai, setelah mengebumikan
jenazahnya segera kususul ke sana."
Sim Long hanya tersenyum, begitu Beng Lip-jin angkat
kepalanya pula, bayangan Sim Long sudah menghilang, yang
kelihatan hanya setitik hitam saja di kejauhan. Melihat orang
sudah pergi, legalah hati Beng Lip-jin, tanpa hiraukan mayat Li
Pa dia berlari pulang ke hotel.
Hanya sekejap Sim Long sudah menyusul Seng Ing dan lainlain, tapi dia tidak melampaui mereka, hanya mengintil di
belakang dalam jarak tertentu, kini dia yang berada paling
belakang, bila ada panah gelap menyerang pula tentu akan
dibidikkan padanya. Dengan tersenyum-senyum, bukan saja
tidak acuh, dia seperti mengharap elmaut menyambar ke
arahnya, supaya dia bisa tahu bagaimana bentuk panah gelap
itu sebetulnya. Ternyata sepanjang jalan tidak terjadi apa-apa, sementara itu
sudah jauh mereka meninggalkan kota, sebentar lagi tentu
akan tiba di sarang hantu.
Tengah Sim Long menghela napas kecewa, tiba-tiba
didengarnya It-siau-hud yang berada paling depan
membentak keras. Mo Si juga menjerit kaget dan suara ribut
orang banyak, lalu It-siau-hud mencaci maki, "Keparat, kalau
berani ayo keluar tandingi bapakmu ini, main seperti sembunyi
setan, terhitung binatang macam apa kau?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sambil berkerut kening Sim Long mempercepat langkahnya,
laksana panah dia meluncur ke depan, dilihatnya orang
banyak sudah berhenti, tampak muka It-siau-hud merah
padam, tangannya memegang secarik kain sambil mencaci
maki, sekelilingnya tiada bayangan orang lain dan tidak
mendapatkan reaksi. Sim Long bertanya perlahan, "Ada apa?"
"Kau lihat ini!" sahut It-siau-hud, kain putih itu dia lemparkan,
Sim Long menyambutnya, di bawah pantulan cahaya salju
dilihatnya kain putih itu ada tulisan besar dengan tinta darah
yang berbunyi: "Kuperingatkan kalian, lekas kembali, jangan
maju ke depan, bila menyesal sudah kasip."
"Dari mana datangnya?" tanya Sim Long.
"Aku sedang lari tadi ...." tutur It-siau-hud.
Kiranya It-siau-hud memimpin lari paling depan, tanah salju di
depannya terbentang luas dan lapang, dari depan sana tibatiba bertaburan bunga salju itu, pasir dan tanah, laksana badai
menerpa mukanya. It-siau-hud merasakan pandangannya
kabur, sempat dirasakan olehnya di tengah taburan bunga
salju itu ada bayangan putih berkelebat menyeruduk dirinya,
tapi sebelum dia sempat menyerangnya, "wut", bayangan
putih itu melesat ke atas lewat kepalanya, dan tahu-tahu kain
putih ini sudah berada di tangan It-siau-hud.
Sim Long berkerut kening mendengar penjelasannya, katanya
kemudian, "Ke mana orang itu" Kenapa kalian tidak
mengejarnya?" "Dikatakan bayangan orang tidak mirip bayangan orang,
panjangnya hanya tiga kaki, mirip seekor rase, tadi sebelum
dia bertindak sempat juga kulihat dia mendekam di atas salju,
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
tapi begitu aku membuka mata pula, tiada orang lain di


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekelilingku," tutur It-siau-hud pula.
Tergerak pikiran Sim Long, batinnya, "Gerakan itu agak mirip
Ngo-sek-hou-sin-ciang-gan-hoat dari Thian-mo-mi-cong-sut,
dari penjelasannya, bayangan orang itu mirip Hoa Lui-sian,
tapi Hoa Lui-sian tiada sangkut pautnya dengan 'sarang
hantu', mana mungkin dia mencampuri urusan ini."
Didengarnya It-siau-hud berkata pula, "Siangkong tidak perlu
berpikir pula, peduli permainan apa pun, tidak nanti kutakut
dan takkan mundur, asal Siangkong mau membuka jalan
bersamaku, sementara Mo-heng dan Seng ... Seng apa?"
"Seng Ing," sahut Seng Ing tertawa.
"Betul. Seng Ing dan Mo Si berjaga di belakang dan kita yang
akan menerjang ke depan."
Sim Long berpikir sejenak. "Terjang!" katanya kemudian.
"Bagus, terjang!" sambut Seng Ing.
"Terjang! Terjang!" orang banyak sahut-menyahut, tapi suara
mereka jelas rada gemetar.
Keadaan sudah sejauh ini, mereka hanya boleh maju dan tak
boleh mundur, terpaksa mereka mengeraskan kepala dan
memberanikan diri. Maka orang banyak berlarian pula ke depan, terlihat bentuk
bayangan gunung, makin dekat jantung mereka makin
berdebar, betapa pun mereka memikirkan keselamatan
sendiri, entah apa yang bakal mereka temui di dalam sarang
hantu. Tujuan mereka memang yakin bahwa di dalam sarang
hantu itu ada harta karun yang tak ternilai harganya, maka
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
jauh-jauh mereka meluruk kemari, namun setelah menghadapi
serentetan peristiwa yang menyeramkan tadi, sifat tamak
sudah lenyap sebagian dari hati mereka.
Sim Long berpikir, "Untung nona binal itu tidak ikut kemari,
kalau tidak ...." Tiba-tiba didengarnya di sebelah depan seorang tertawa
merdu dan menegur, "Baru sekarang kalian tiba?"
***** Sementara itu tanpa berhenti, seperti dikejar setan Beng Lipjin lari pulang ke hotel, keadaan hotel juga kacau-balau,
kelihatan masih ada orang yang sibuk menggotong mayat
keluar, didengarnya ada yang berkata, "Lagi-lagi puluhan jiwa
manusia ...." Jangankan melihat, mendengarkan saja tak berani lagi, Beng
Lip-jin langsung lari ke kamarnya, dan pintu langsung
didobraknya terbuka, dia menerobos masuk dan cepat-cepat
merapatkan daun pintu serta berdiri menggelendot di
belakang pintu, baru sekarang dia sempat menghela napas
lega, gumamnya, "Syukurlah jiwaku kupungut kembali. Pulang
sajalah, peduli amat harta karun apa di dalam kuburan itu,
aku tidak ...." Tiba-tiba ia merasa ganjil, entah kapan tahu-tahu pelita di
kamarnya sudah menyala. Begitu dia pandang ke sana,
seketika ia melongo kelu, darah dalam tubuhnya seperti
membeku, kedua lututnya pun gemetar.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Dilihatnya tepat di tengah kamar berduduk seorang berjubah
kelabu, duduk membelakangi pintu, maka Beng Lip-jin tidak
dapat melihat wajahnya. Namun jubah kelabu yang panjang
dan rambut panjang yang terurai kelihatan bergerak-gerak di
bawah sinar pelita yang guram, bentuknya lebih mirip mayat
yang baru keluar dari kuburan.
Dengan suara gemetar Beng Lip-jin menegur, "Sah ... sahabat
siapa?" Orang berjubah kelabu tertawa mengekeh, sepatah demi
sepatah berkata, "Bulan menerangi kuburan ...."
Gemetar kedua lutut Beng Lip-jin, tubuhnya merosot lunglai
dan "bluk", jatuh terduduk.
"Apa kau takut mati" Kau ingin pulang?" tanya orang berjubah
kelabu itu. "Aku ... aku ingin ...."
Si jubah kelabu menyeringai, "Setelah masuk kota Pit-yang,
pasti mampus dalam kota ini ...."
Mendadak Beng Lip-jin mengertak gigi, dengan nekat
mendadak dia menubruk maju, tangannya terayun, ia hantam
batok kepala orang berbaju kelabu, sudah puluhan tahun dia
ternama, serangan ini bukan main lihainya.
Si baju kelabu tetap tidak menoleh, mendadak lengan bajunya
yang panjang mengebas ke belakang, kontan Beng Lip-jin
merasa segulung tenaga lunak dingin tapi sangat kuat
menumbuk dadanya, kontan dia merasa seperti dipukul palu
raksasa, tubuhnya tertolak balik dan "blang", menumbuk pintu
dan "blak", jatuh ke lantai bersandar pintu, mulut terbuka dan
darah menyembur keluar. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Si baju kelabu menjengek, "Begini saja kemampuanmu berani
bertepuk dada mengaku sebagai orang gagah?"
Terbelalak mengawasi darahnya sendiri, tubuh Beng Lip-jin
menggigil hingga daun pintu bergetar seperti didobrak orang.
"Kau mau mati atau ingin hidup?" tanya si baju kelabu.
Mulut sudah terkuak lebar, tapi Beng Lip-jin tak kuasa
mengeluarkan suara. "Lekas bicara," bentak si baju kelabu.
"Ing ... ingin ... hidup ...." setelah menghabiskan tenaga baru
dia mampu bersuara, namun badan juga sudah basah kuyup.
"Kalau ingin hidup, kau harus tunduk pada perintahku," desis
si baju kelabu. ***** "Baru sekarang kalian tiba?" demikian kata-kata yang biasa
tadi, tapi dirasakan orang banyak seperti mendengar suara
hantu di tengah malam, semua bergetar kaget. Thi Seng-liong
menyurut mundur. Siau Mo-in juga hampir jatuh.
It-siau-hud mengepal tinju, bentaknya dengan suara serak, "Si
... siapa" Keluar!"
Dari tempat gelap segera melayang keluar sesosok bayangan
putih, tubuhnya kaku lurus, lutut tidak tertekuk, tubuh tidak
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
bergerak, tidak kelihatan dia menggerakkan kaki, tapi
melayang keluar dengan tegak lurus Dari kepala sampai kaki
berwarna putih melulu, muka tertutup oleh lengan baju yang
terangkat, agaknya sengaja menutupi mukanya yang buruk.
Merinding dan ketakutan orang banyak, kalau bayangan putih
ini manusia, mana ada manusia berjalan cara begitu"
Biasanya nyali It-siau-hud cukup besar, tapi menghadapi
bayangan putih ini ia pun tertegun sekian lamanya, mendadak
ia membentak, "Umpama betul kau ini setan juga akan
kupotong!" Segera ia menerjang, deru pukulannya menerpa ke dada
bayangan putih itu. Baju bayangan putih berkibar oleh angin pukulan, di tengah
jengekan tubuhnya tetap berdiri lurus sambil menggeser dua
kaki. Tentu saja It-siau-hud amat kaget, selagi dia siap menubruk
pula, tiba-tiba dirasakan angin berkesiur di sampingnya, tahutahu Sim Long sudah melompat maju seraya membentak, "Cu
Jit-jit, belum puas kau menggoda orang?"
Tiba-tiba bayangan putih itu cekikikan dan menurunkan
lengan bajunya, remang-remang tampak tubuh nan ramping
gemulai, wajah secantik bunga mekar, siapa lagi dia kalau
bukan Cu Jit-jit, si gadis binal.
Dari bawah kakinya terdengar pula seorang tertawa, katanya,
"Sim-toako memang lihai!"
Tahu-tahu si anak merah menerobos keluar. Ternyata anak
merah itu merangkul kedua kaki Cu Jit-jit dari belakang,
dengan sendirinya tanpa menekuk lutut Cu Jit-jit bisa majuKANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
mundur sesuka hati. Padahal yang hadir ini semua kawakan
Kangouw, tapi di depan "sarang hantu", di tengah malam
hujan salju lagi, setelah mengalami beberapa kejadian yang
menegangkan tadi, orang banyak jadi pecah nyalinya sehingga
tiada seorang pun perhatikan permainan anak nakal ini.
Kaget dan dongkol hati It-siau-hud, namun dia hanya
mengentak kaki dan mengomel, "Nona, berkelakar boleh saja,
tapi harus lihat waktu dan tempat."
Anak merah tertawa, katanya, "Tapi Hwesio gede memang
pemberani, setan juga tidak bisa mengejutkan kau!"
It-siau-hud terbahak-bahak, katanya sambil mendongak,
"Hwesio besar memang tidak pandai membekuk iblis, tapi
tidak sulit untuk menundukkan setan."
Lalu dia berkata kepada Sim Long, "Kakak beradik ini memang
nakal dan jenaka, dia hanya menggoda kita, Siangkong jangan
marah." Cu Jit-jit melirik Sim Long, katanya, "Hm, dia berani marah"
Dia telah membongkar permainanku, aku tidak marah
kepadanya sudah untung baginya!"
It-siau-hud tertawa, katanya, "Bagus, bagus, Siangkong
memang tidak marah ... bila ada yang mampu membuat
Siangkong ini marah, orang itu tentu lihai."
Cu Jit-jit tertawa cekikikan, katanya, "Memangnya dia, dia ...."
diam-diam ia mendekat dan mencubit lengan Sim Long,
katanya, "Apa kau ini patung" Kenapa tidak bicara?"
"Baik, aku akan bicara," kata Sim Long. "Jawab pertanyaanku,
cara bagaimana kau bisa kemari" Kapan tiba" Apakah kau
sudah masuk dan melihat Hoa ... Hoa-hujin?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Eeh, kau ini, diajak bicara tidak mau, kalau mau bicara terus
mencerocos seperti mitraliur .... Baiklah kujelaskan. Waktu
kalian memeriksa mayat tadi, diam-diam aku sudah tiba sini
dan langsung menerjang ke dalam, maksudku semula ingin
memeriksa keadaan, tapi di dalam teramat gelap, kami tidak
membawa api, walau aku tidak takut, Lo-pat ternyata
gemetar, khawatir dia jatuh sakit, terpaksa aku putar balik."
"Hah, tidak tahu malu, memangnya kau tidak takut, kalau
tidak takut kenapa menarikku sekencang itu" Terasa jari-jari
tanganmu sedingin es dan juga gemetar ...."
Cu Jit-jit membentak, "Setan cilik, berani omong!"
Anak merah itu tertawa, "Kalau kau tidak mengolok diriku,
tentu aku tidak banyak omong tentang dirimu."
Tiba-tiba dari depan berkumandang jeritan ngeri seorang, dari
jauh makin mendekat meski suaranya perlahan, tapi seram
menakutkan, tampak bayangan orang dengan langkah
sempoyongan berlari datang.
Melihat orang banyak ini, orang itu tertegun sekejap, jarinya
menuding, sebelum bicara tubuhnya lantas terjungkal.
Setelah mengalami berbagai kejadian ngeri, perasaan semua
orang seperti sudah beku, hanya Sim Long yang masih
bertindak cekatan, dia memburu maju dan
membangunkannya, diam-diam dia kerahkan Lwekangnya
sambil memanggil, "Saudara, bangunlah."
Mendapat bantuan saluran tenaga murni Sim Long, perlahan
orang itu membuka mata dan mengerling ke kanan-kiri, tibatiba ia memanggil dengan tersendat, "Thi ... Thi-heng ...."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Cepat Thi Seng-liong memburu maju, seketika dia menjerit
kaget, "Ah, kau Kim-heng, kenapa ... kenapa jadi begini?"
"Ka ... kami ber ... berlima kini tinggal ... aku saja ...."
"Jadi An-yang-ngo-gi sudah ... sudah gugur semua di sini"
Wah ... siapakah yang turun tangan sekeji ini?"
Orang itu tersenyum kaku, gumamnya, "Di dalam sana ada ...
ada setan, jangan ... jangan masuk ke sana ... jangan masuk
... ke sana," tiba-tiba dia meralat dengan suara lebih keras,
"Buk ... bukan setan, tapi ...."
"Tapi apa?" tanya Sim Long. "Saudara ... bangunlah ...."
Terpejam mata orang itu, jiwanya melayang.
Sim Long menghela napas panjang, perlahan dia berdiri
dengan masygul dan semua orang sama geleng kepala.
It-siau-hud bertanya, "Apa benar orang ini salah satu dari Anyang-ngo-gi (lima saudara angkat dari An-yang)?"
"Orang ini bernama Kim Lin, saudara tertua dari An-yang-ngogi, mungkin mereka juga mendengar kabar adanya harta
karun di dalam kuburan, maka mendahului kemari, tak nyana
...." Thi Seng-liong menghela napas. lalu dia membuka
pakaian luarnya untuk menutupi jenazah Kim Lin.
"Buka bajumu," tiba-tiba It-siau-hud berseru.
Thi Seng-liong melenggong bingung.
It-siau-hud berkata pula, "Coba periksa bagaimana
kematiannya?" KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Luka penyebab kematiannya tidak sama dengan Li Pa dan
lain-lain ...." tukas Mo Si.
It-siau-hud menyobek baju Kim Lin, di depan dada tiada tanda
terluka, tapi di punggung ada bekas telapak tangan warna
hitam, bekas lima jari yang melesek ke dalam daging.
Mo Si bergidik melihat tapak tangan ini, desisnya, "Pukulan
lihai." Lama It-siau-hud awasi bekas telapak tangan itu tanpa
berkedip, sekian lama baru dia angkat kepala, katanya sambil
memandang Sim Long, "Apakah Siangkong sudah
melihatnya?" "Ya sudah kuketahui," ujar Sim Long.
Cu Jit-jit mengentak kaki, tanyanya, "Kau tahu apa, lekas
terangkan!" "Jik-sat-jiu!" sahut Sim Long.
Tergetar tubuh Cu Jit-jit, serunya, "Jik-sat-jiu (telapak ungu),
apa benar?" "Pasti tidak salah," kata It-siau-hud tegas, "selama lima puluh
tahun belakangan ini, orang yang memiliki kungfu sejenis ini
dalam Bu-lim hanya Say-siang-sin-liong, Tok-jiu-siu-hun dan
Yau-bing-sin-kay bertiga saja, kecuali itu tiada jago silat lain
yang mempelajari ilmu pukulan ini."
Mo Si ragu-ragu, katanya, "Tapi ... bukankah ketiga orang itu
sudah mati?" "Betul," sahut It-siau-hud, "ketiga orang ini memang sudah
mati." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Orang banyak saling pandang, tanpa terasa mereka merubung
maju. Cu Jit-jit tertawa, "Aduh, percakapan kalian sungguh membuat
takut saja. Kalau orang lain tiada yang mahir menggunakan
Jik-sat-jiu, mungkinkah ketiga orang itu telah bangkit dari
liang kuburnya dan membunuh Kim Lin?"
Tapi tertawanya makin lirih karena melihat wajah hadirin sama
masam, tanpa terasa dia sendiri ikut ngeri dan tak bicara lagi.


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar Tacinya bicara orang mati, hati si anak merah ikut
takut, diam-diam dia mendekati Sim Long, katanya perlahan,
"Tempat ini bukan tempat bermain dan dingin pula, mari
pulang saja." "Kalian berdua memang harus pulang," ucap Sim-Long.
"Dan kau?" tanya anak merah.
"Selama hidupku belum pernah melihat setan, kalau hari ini
aku bisa melihatnya, menyenangkan juga ...." ujar Sim Long
setengah berkelakar, "tapi yang boleh melihat setan hanya
beberapa orang saja, supaya setannya tidak lari ketakutan."
Biasanya dia pendiam, kini setelah orang banyak ketakutan
dan sukar bicara, dia justru berkelakar seenaknya.
It-siau-hud tertawa, katanya, "Keadaanku sekarang kurasa tak
jauh bedanya dengan setan, peduli setan lelaki atau setan
perempuan, bila melihatku pasti mengira aku kawan
sejenisnya dan takkan lari ketakutan."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sim Long tertawa, "Bagus jika Taysu mau pergi ...." seperti
tidak sengaja ia melirik ke arah Cu-bu-cui-hun Mo Si dan Ginhoa-piau Seng Ing. Seng Ing segera maju ke depan, katanya tersenyum, "Cayhe
akan tetap berada di samping saudara."
Mo Si tertawa, katanya, "Orang-orang Kangouw sama
memanggilku 'setan perenggut sukma', hari ini biar setan
tiruan ini menghadapi setan tulen."
"Bagus," ucap Sim Long, "ada empat orang sudah cukup ...."
"Dan aku?" tanya Cu Jit-jit.
"Kau pulang saja," sahut Sim Long.
"Tidak, berdasar apa kau berani memerintah diriku" Aku justru
tidak mau pulang. Lo-pat, angkat kepalamu, besarkan
nyalimu, kalau setan membuat kita mati, bukankah kita masih
dapat menjadi setan, kenapa takut" Mari kita masuk dulu,
coba siapa berani merintangi kita?"
"Aku ... aku ...." semula si anak merah bimbang, bola matanya
berputar, lalu menambahkan dengan tertawa, "Aku tidak mau,
kukira kau pun tidak perlu ikut."
Dongkol Cu Jit-jit, semprotnya, "Kau takut setan?"
"Aku tidak takut setan, tapi aku takut pada Sim-toako.
Nasihatnya tidak berani kutentang," ujar si anak merah sambil
menarik baju Cu Jit-jit, lalu berbisik pula, "Kalau kau selalu
menguntit dia, mana dia mau akrab terhadapmu. Jika ada
orang selalu menentangmu, apakah kau menyukainya?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Berputar bola mata Cu Jit-jit, katanya sambil menghela napas,
"Setan cilik, tahu begini, tidak kubawa kau kemari. Setelah kau
ikut, mau tak mau harus kulindungimu. Baiklah, pulang ya
pulang." "Nah, kan begitu," ujar si anak merah riang.
Agaknya orang banyak belum pergi, Sim Long berkata, "Di
hotel mungkin juga terjadi apa-apa, tenaga kalian amat
diperlukan di sana."
Ong-jimoacu berkata, "Betul, meski di sini berbahaya, tugas di
sana juga tidak ringan, baiklah kita selesaikan tugas masingmasing, jadi siapa pun tiada yang menganggur."
"Ya, memang harus demikian," ujar Sim Long tersenyum, lalu
ia putar tubuh dan melangkah dulu ke arah "sarang setan".
Mendadak Cu Jit-jit berseru, "Sim Long, kau ...."
"Kenapa?" Sim Long menoleh.
Cu Jit-jit menggigit bibir, katanya, "Kau ... jangan-jangan kau
digondol setan nanti."
"Sim-toako, Ciciku amat mengkhawatirkan keselamatanmu.
Tapi engkau berkepandaian tinggi, setan mana pun pasti
takkan mampu membekukmu, aku tidak khawatir ...." lalu
anak ini menoleh ke arah Ong-jimoacu, Siau Mo-in, dan lainlain dan tertawa, katanya, "Kalian memang mau pergi, ayolah
berangkat, tunggu apa lagi" Kita berangkat bersama."
***** KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Akhirnya Sim Long, It-siau-hud, Mo Si, dan Seng Ing
memasuki "sarang hantu" yang entah telah merenggut nyawa
beberapa orang, setelah bayangan mereka berempat lenyap
ditelan kegelapan, barulah Ong-jimoacu dan lain-lain pergi. Cu
Jit-jit mengawasi dengan kesima mirip orang linglung, tiba-tiba
air matanya meleleh. "Apa yang kau tangisi, dia kan bakal kembali," omel si anak
merah. Cu Jit-jit menunduk, katanya, "Entah mengapa, aku ... aku
takut. Lo-pat, kalau dia ... tidak ... tidak kembali ...."
Tiba-tiba anak merah juga bergidik, mengawasi bayangan
gunung yang seram itu, mukanya yang merah seketika pucat,
sampai lama tidak mampu bicara. Mendadak dilihatnya Cu Jitjit mengayun langkah berlari kencang ke depan.
"Cici ...." teriak si anak merah kaget.
Cu Jit-jit tidak berpaling, juga tidak berhenti, katanya, "Kau
pulang saja, carilah Hoa-po (nenek Hoa, maksudnya Hoa Luisian), aku ... aku akan mendampingi dia ...." sekali bayangan
putih berkelebat segera lenyap di dalam "gua hantu".
Anak merah celingukan, dilihatnya pepohonan di sekitarnya
tandus kering, angin mengembus kencang, seperti bayangan
setan berkelebat di antara taburan bunga salju, baru sekarang
anak merah itu merasa takut selama hidup, tak tahan segera
dia berteriak, "Cici, tunggu aku ... tunggu ...."
Segera ia pun menyusul ke dalam gua.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
***** Di kaki bukit, mulut gua yang gelap gulita menganga seperti
mulut raksasa yang siap mencaplok mangsanya, batu besar
yang berserakan di sekitar mulut gua juga diselimuti salju,
mulut gua serupa dilapisi permadani putih sehingga
menambah suasana makin seram dan tidak kelihatan betapa
dalam gua ini. Cu Jit-jit tidak peduli, sekali lompat langsung dia menerjang
masuk, apakah nanti dia bakal mati atau hidup tidak dipikir
lagi, karena dia tahu umpama mati juga lebih mending
daripada menunggu Sim Long di luar gua.
Tiba-tiba didengarnya si anak marah berteriak di belakang,
"Cici ... tunggu ...."
Setelah memanggil dua kali, mungkin karena jatuh, suaranya
tiba-tiba putus, tapi segera merangkak bangun dan mengejar
pula seraya berteriak, "Tunggu, Cici ...."
Terasa betapa takut dan panik dari suaranya yang serak.
Maklum, betapa besar nyalinya, dia masih seorang bocah.
Cu Jit-jit enggan menunggu, tapi juga tak tega, akhirnya dia
berhenti, serunya dongkol, "Setan cilik, kusuruh kau pulang
tidak mau .... Hati-hati, jangan jatuh lagi ...."
Di tengah kegelapan tampak bayangan si anak merah
menyusul datang dengan sempoyongan, lekas Cu Jit-jit maju
memapahnya, katanya, "Sakit tidak?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Tidak sakit," sahut si anak merah, padahal suaranya sudah
berubah, tangan kecil yang mengenakan sarung tangan kulit
menjangan memegang kencang tangan Cu Jit-jit, mati pun tak
mau dilepas lagi. Cu Jit-jit menghela napas, gumamnya, "Aku jadi heran kenapa
ayah tega membiarkan kau keluar .... Ai, gua ini sangat gelap,
kau harus hati-hati."
Kakak beradik bergandeng tangan, selangkah demi selangkah
masuk terlebih dalam, keadaan gua juga makin gelap, lima jari
sendiri saja tidak kelihatan.
Sim Long berempat sudah tidak kelihatan lagi bayangannya,
semula deru angin di luar masih kedengaran, lama-lama suara
itu pun lenyap, sekeliling sunyi senyap seperti tiada makhluk
hidup di dunia ini, bau apak dan lembap terus merangsang
hidung. Sekonyong-konyong sebuah benda dingin lengket menerjang
tiba, Cu Jit-jit berteriak kaget, sekuat tenaga dia sampuk
dengan tangannya, benda itu mengeluarkan suara mencicit
terus melayang pergi. Jit-jit berseru, "Lo-pat, jangan ... jangan takut, itu cuma
seekor ... kelelawar."
Dia suruh adiknya jangan takut, padahal suara sendiri rada
gemetar. Tiba-tiba dilihatnya ada bayangan berkelebat di depan dan
melayang tiba, dengan suara gemetar Jit-jit menegur, "Sia ...
siapa?" "Apakah Jit-jit?" tanya bayangan itu. "Aku Sim Long."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Cu Jit-jit berpekik girang, dia menubruk maju dan memeluk
Sim Long dengan kencang, mukanya yang dingin terbenam
dalam pangkuan Sim Long, sekujur badan masih gemetar,
lutut pun terasa lemas. Tak tahan Sim Long mengelus rambutnya, katanya sambil
menghela napas, "Aku sudah bilang jangan ikut, kau tetap
kemari, coba ketakutan begini .... Ai, buat apa cari penyakit?"
Mendadak Jit-jit mendorongnya dengan mendongkol, serunya,
"Memang aku pantas mampus, siapa suruh aku menolong kau
yang hampir mampus dulu, jika kubiarkan kau mati, sekarang
mana ... mana aku bisa menderita begini?"
Tiba-tiba di kejauhan tampak sinar api bergerak, hingga air
mata di pelupuk matanya berkilau, lekas Cu Jit-jit melengos ke
arah lain, nona yang berhati keras ini, meski menangis
lantaran Sim Long, tapi sedapatnya dia berusaha supaya Sim
Long tidak melihat dia menangis.
Namun Sim Long sudah melihatnya, sesaat dia melenggong,
lalu berkata lembut, "Coba lihat, Lo-pat malah tahu diri, anak
kecil bersikap dewasa, kau sebaliknya seperti anak kecil saja."
"Memangnya kau tidak mirip anak kecil" ...." sambil melototi
Sim Long tiba-tiba Jit-jit tertawa cekikik, tertawa yang mesra
dan penuh kasih sayang, seorang yang berhati baja pun akan
luluh hatinya, tapi Sim Long justru berpaling ke sana.
Tertampak It-siau-hud muncul membawa obor, katanya
dengan tertawa, "Apakah nona Cu" Kutahu kau pasti
menyusul kemari .... Di depan sana adalah pintu batu, lekas
kalian berdua kemari."
Gelak tawanya yang keras menimbulkan gema yang keras
pula di dalam "sarang hantu" ini hingga tempat yang sunyi
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
gelap ini seketika berubah agak hangat dan ada hawa
kehidupan. Terbangkit semangat Cu Jit-jit, lekas dia seka air mata,
katanya, "Kami tidak berdua, tapi bertiga."
Sambil menggandeng tangan Sim Long dan Cu Pat, dia maju
ke depan dengan langkah lebar.
Sorot mata seperti bercahaya, dilihatnya si anak merah telah
mengenakan topeng setannya yang berwarna merah darah, ia
tertawa, katanya, "Bagus, anak bagus, bila kau pakai topeng
itu, setan pun akan ketakutan melihatmu."
Sim Long ambil obor dari tangan Seng Ing, diangkat tinggi di
atas kepala terus mendahului jalan ke depan.
Cahaya obor yang bergerak menerangi dinding sekeliling gua
hingga kelihatan seram, di tengah embusan angin dingin,
sebuah pintu batu mengadang di depan. Pintu batu polos
tanpa hiasan apa-apa, tinggi dan besar, mereka berhenti di
depan pintu, meski mendongak juga tidak terlihat betapa
tingginya pintu. Seketika timbul perasaan sedemikian kecil diri mereka ini,
hingga rasa takut terhadap gua hantu ini bertambah besar.
Kedua daun pintu besar ini tertutup rapat, di tengahnya
terdapat garis celah, tampak bekas bacokan di atas pintu, tapi
daun pintu yang tebal dan berat ini jelas tak bisa dibuka
dengan kekerasan. Sim Long berpikir sebentar, lalu katanya, "Rombongan kuli
tambang yang menemukan tempat ini entah cara bagaimana
bisa masuk kemari" Entah Wi Be ada penjelasan atau tidak?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Alis It-siau-hud bertaut, katanya, "Menurut cerita Wi Be pintu
ini berhasil dijebol oleh para kuli itu tatkala mereka mabuk."
Sim Long menarik napas, "Tapi pintu ini jelas bukan terbuka
karena kekerasan, agaknya cerita Wi Be ada yang tidak sesuai
dengan keadaan di sini."
"Mungkin badan halus tempat ini yang membuka pintu ini?"
ucap Jit-jit dengan sangsi.
"Tapi ... tapi ...." si anak merah menimbrung, mungkin karena
ketakutan, suaranya jadi tergegap, setelah batuk dua kali baru
dia meneruskan, "Tapi kalau setan penghuni kuburan ini
melarang orang masuk kemari, mana mungkin dia membuka
pintu, bisa jadi dia ... dia merasa kesepian dalam gua ini,
maka sengaja menipu beberapa orang untuk mengantar
kematian, supaya tambah setan baru untuk menemani
mereka?" Ucapan si anak merah seperti minyak menyiram api, Cu Jit-jit
mengomel, "Setan ... setan cilik, omong ... kosong." Suaranya pun menggigil. Saking ketakutan Cu-bu-cui-hun Mo Si tak kuat berdiri lagi,
katanya," Apakah ... tidak lebih baik menunggu siang hari
baru ... baru kita masuk kemari lagi?"
It-siau-hud tertawa dingin, "Sudah puluhan tahun Cu-bu-cuihun malang melintang di dunia Kangouw, kau terhitung
seorang tokoh yang disegani, kenapa sekarang berucap
demikian?" "Tapi ... tapi ...." luluh semangat Mo Si, akhirnya dia
menunduk tanpa bicara lagi.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sim Long menghela napas perlahan, katanya, "Memang aneh
kejadian dalam gua hantu ini, kalau Mo-heng tidak mau masuk
lebih lanjut, janganlah dipaksa."
It-siau-hud menjadi gusar. "Sudah sampai di sini, siapa lagi
yang tak mau masuk?"
"Bukan demikian halnya," kata Sim Long. "Sekarang siapa pun
bila melangkah ke dalam pintu, mati-hidup selanjutnya sukar
diramalkan, umpama kau bisa memaksa orang lain berbuat
seperti dirimu, tapi tak boleh memaksa orang lain untuk
mengantar jiwa secara sia-sia."
It-siau-hud melongo, segera Sim Long menambahkan, "Kalau
Mo-heng tidak mau masuk boleh silakan kembali saja ...."
Mendadak It-siau-hud tertawa, katanya, "Keluar seorang diri,
kukira jangan harap bisa meninggalkan tempat ini dengan
hidup." Bergetar tubuh Mo Si, mendadak dia mengertak gigi, dengan
kalap dia membentak, "Masuk juga boleh!"


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Segera dia mendahului menerjang masuk seraya berteriak,
"Ayo, kawanan setan dalam kuburan ini, kalau berani keluar
bertempur melawanku .... Keluar, keluar ... hahaha, kenapa
tidak berani" Kalian tidak berani" Hahaha ...." gelak tertawa
yang mengerikan bergema di dalam gua hantu hingga debu
rontok berhamburan. Cu Jit-jit bergumam, "Mungkin orang itu sudah gila."
Sim Long berkerut alis, sekali berkelebat menyusul ke dalam,
dilihatnya Mo Si sedang menggerakkan kaki dan tangan,
menari mirip orang gila, secepat kilat Sim Long memegang
urat nadinya, katanya dengan suara tertahan, "Mo-heng,
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
kenapa jadi nekat begini, memangnya kau tidak ingin hidup
lagi?" Bergetar tubuh Mo Si, sesaat dia berdiri melongo. Sementara
itu orang banyak telah menyusul tiba, tampak di balik pintu
merupakan sebuah ruang besar berbentuk bulat, ada sembilan
pintu yang tersebar di berbagai penjuru, langit-langit pun
bulat berbentuk kubah dan kelihatan ada lukisan, cuma terlalu
tinggi, tak tercapai oleh cahaya api, maka tidak bisa terlihat
lukisan apa. Ruang sebesar ini kosong melompong, hanya sebuah meja
bundar di tengah ruangan, benda lain tidak ada. Cu Jit-jit
merinding berada di tempat serbabulat ini, gumamnya,
"Sebetulnya kuburan siapakah ini?"
Seng Ing menimpali, "Kemungkinan kuburan seorang raja
zaman dahulu." Tiba-tiba ia seperti menemukan apa-apa, dia memburu ke
meja bundar sambil mengulurkan tangannya.
"Berhenti!" tiba-tiba Sim Long membentak.
Seng Ing menoleh, serunya, "Di atas meja ada ...."
"Apa pun yang berada di dalam ruang ini, siapa pun dilarang
menyentuhnya," Sim Long memperingatkan. "Seng-heng
harus ingat ...." "Kenapa?" tanya Cu Jit-jit.
Sim Long menghela napas, katanya, "Jangan lupa bagaimana
kematian para kuli tambang itu, setiap sudut tempat ini,
mungkin dilumuri racun, bila menyentuhnya jangan harap ...."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Mendadak si anak merah menjerit, "Itu dia setannya datang!"
Serentak semua orang berpaling, tertampak pintu kiri di
sebelah anak merah ada cahaya api berkelebat, sinarnya
berkelap-kelip laksana kunang-kunang, jelas api setan.
"Kejar!" It-siau-hud memberi aba-aba.
"Nanti dulu," kembali Sim Long mencegah, "dalam kuburan ini
pasti banyak lorong yang simpang-siur. Jika Taysu kurang
hati-hati dan tersesat di dalamnya, mungkin takkan bisa keluar
lagi, maka kalian tidak boleh sembarang bertindak."
Seng Ing menghela napas, katanya, "Pendapat saudara
memang benar, menurut apa yang kuketahui, dalam kuburan
kuno memang banyak jalan rahasia yang menyesatkan,
kecuali bisa mendapatkan peta mengenai seluk-beluk kuburan
ini, kalau tidak, jangan harap bisa pergi datang seenaknya
sendiri ...." Tanpa sengaja dia menoleh, air mukanya mendadak pucat,
tangannya menuding ke meja, jarinya gemetar, mulutnya
menganga, tapi tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun.
It-siau-hud juga kaget, tanyanya, "Ada apa, kenapa mendadak
berubah setegang ini?"
Seng Ing menenangkan diri, katanya kemudian, "Barusan
kulihat di atas meja bundar ini ada sekeping lencana besi
hitam gelap, tapi dalam sekejap saja lantas lenyap."
Mo Si ketakutan, tanyanya gemetar, "Apakah kau ...
melihatnya jelas?" "Sejak umur tujuh tahun kutumbuh dewasa di kamar gelap, di
bawah penerangan api dupa juga aku bisa melihat sesuatu
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
benda, sudah lima belas tahun aku melatih diri, kuyakin
pandanganku cukup tajam, dalam jarak tiga tombak, nyamuk
terbang pun takkan bisa mengelabui pandanganku .... Barusan
... barusan kulihat dengan jelas, pasti tidak salah."
Maklum, Gin-hoa-piau Seng Ing adalah salah seorang jago
muda yang cukup menonjol dalam kalangan Bu-lim di
Tionggoan, setiap anak murid Seng-keh-po yang ahli senjata
rahasia sangat terkenal, betapa tajam mata murid didik
keluarga Seng, kejituan serangannya sudah diakui oleh kaum
persilatan, bahwa sekarang Seng Ing bicara seyakin ini, jelas
urusannya tidak perlu disangsikan lagi.
Berkeringat jidat Mo Si, katanya gemetar, "Soal ini tidak boleh
dibuat permainan, siapa yang mengambil lencana besi itu,
silakan mengaku, supaya kita tidak perlu berkhawatir."
Orang banyak saling pandang dengan wajah serius, tapi tiada
seorang pun yang bicara, kembali Mo Si membentak, "Kalau
tiada yang mengambil, memangnya lencana itu punya sayap
dan bisa terbang sendiri?"
Gema suaranya seperti bunyi genta yang bertalu-talu, jelas
gua ini sangat luas dan dalam, sampai gema suara itu sirna,
orang banyak masih tiada yang bicara.
Sambil mengawani Mo Si diam-diam Cu Jit-jit membatin,
"Keparat ini sok bertingkah, bukan mustahil dia sendiri yang
main gila." Sementara itu Mo Si juga mengawasi Seng Ing dan membatin,
"Mungkin pada hakikatnya dia tidak melihat apa-apa, namun
sengaja bilang melihat sesuatu supaya orang banyak
berkhawatir dan curiga, lalu diam-diam dia akan menarik
keuntungan?" KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sedangkan Seng Ing memandang It-siau-hud, pikirnya,
"Hwesio ini memiliki kungfu tinggi, tapi jarang namanya
disebut orang di kalangan Kangouw, bukan mustahil dia salah
seorang dari anggota penghuni gua hantu ini, sengaja dia
memancing orang banyak antar kematian kemari" Kalau
dugaan ini benar, jelas lencana tadi diambil olehnya."
Beberapa kali It-siau-hud hendak bicara, tapi urung, dia
menatap Sim Long, pikirnya, "Hm, asal usul bocah ini patut
dicurigai, masih semuda ini tapi membekal kungfu setinggi itu,
semua peristiwa yang mengejutkan bukan mustahil adalah
permainannya?" Jadi satu sama lain saling curiga, tanpa terasa mereka lantas
saling memerhatikan apakah orang yang dicurigai
menunjukkan sesuatu gerak-gerik dan memerhatikan tangan
orang apakah memegang sesuatu yang mencurigakan"
Hanya Sim Long yang bersikap wajar dan tenang, sedikit pun
tidak gugup atau gelisah.
Tiba-tiba terdengar si anak merah berkata, "Di luar pintu ada
setan, lencana besi tadi pasti dibawa setan tadi, tempat ini
memang menyeramkan, ayolah putar balik saja!"
Belum habis dia bicara mendadak Mo Si menjerit ngeri dan
tersungkur. Orang banyak berjingkat kaget, It-siau-hud dan Seng Ing
bergerak hendak memapahnya, tapi hanya maju tiga langkah,
tanpa berjanji keduanya lantas berhenti.
Lekas Sim Long memapah Mo Si, tertampak mukanya pucat,
sorot matanya memancarkan rasa takut dan ngeri, bola
matanya melotot, dadanya juga naik-turun. Melihat orang
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
belum mati, lega hati Sim Long, tanyanya, "Mo-heng, tidak
apa-apa bukan?" "Ada ...ada ...." Mo Si tergegap.
"Ada apa?" tanya Sim Long.
"Ba ... barusan ada ... ada orang memukulku dari belakang."
Cu Jit-jit tertawa dingin, jengeknya, "Mana ada orang di
belakangmu, apa kau mimpi?"
"Benar, ada orang memukul punggungku," suara Mo Si serak
dan panik, "punggungku sekarang masih sakit, aku ... jika aku
membual, biarlah aku mati tak terkubur."
Kembali orang banyak saling pandang, tidak ada yang bicara,
bernapas pun tak berani keras-keras.
Kembali Seng Ing membatin, "Kapan ada orang memukulnya,
kurasa dia sengaja berbuat demikian supaya orang takut dan
curiga, diam-diam dia akan memungut keuntungan."
Jit-jit juga membatin, "Siapakah di antara orang-orang ini
yang jadi biang keladi" Mungkin Hwesio gede ini?"
Tapi It-siau-hud tampak menyeringai, otaknya juga bekerja,
"Bukan saja bocah ini patut dicurigai, gadis ini mungkin juga
punya maksud tertentu, aku harus lebih hati-hati, jangan
sampai tertipu oleh mereka."
Makin besar saling curiga mereka, saling berjaga dan saling
mengawasi, di bawah api obor yang bergerak-gerak, tampak
air muka mereka tegang dan kaku.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Di tengah keheningan itu terdengar Mo Si bergumam, "Siapa
yang memukulku" Siapa?"
Mendadak dia membentak dan menerjang ke depan Seng Ing,
katanya dengan beringas, "Tadi kau berdiri paling dekat
denganku, mungkinkah kau yang main gila?"
Seng Ing gusar, dampratnya, "Kau sendiri yang berpura-pura
dan sengaja menuduh orang malah."
"Kentut busuk ...." maki Mo Si, kontan ia menjotos.
Sigap sekali Seng Ing berkelit, tangannya merogoh kantong.
Mo Si sudah telanjur kalap, bentaknya, "Senjata rahasia
keluarga Seng memang lihai, tapi apakah Cu-bu-cui-hun takut
padamu" Ayolah maju, orang she Mo ingin membuktikan
apakah Gin-hoa-piau lebih lihai, atau Cui-hun-ciam (jarum
mengejar sukma) milikku lebih ampuh?"
Kedua orang ini sudah siap saling labrak, padahal senjata
rahasia kedua orang ini sama lihai dan terkenal, bila bentrokan
terjadi, maka urusan pasti sukar dibereskan.
Dalam keadaan seperti ini orang lain tidak dapat lagi berpeluk
tangan, cepat It-siau-hud menarik Mo Si dan Sim Long
membujuk Seng Ing, katanya, "Dalam keadaan seperti ini,
mana boleh kalian saling bunuh malah, kalau ditonton musuh
di tempat gelap kan ...."
"Mana ada orang di tempat gelap?" seru Mo Si gemetar.
"Kalau tiada orang, lalu siapa yang memukulmu?" tanya Sim
Long. Si anak merah mendadak berteriak, "Setan! Setan ... pasti ada
setan ...." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Mendadak obor yang dipegang It-siau-hud padam, keadaan
menjadi guram, perasaan semua orang tambah tertekan.
Serak suara It-siau-hud, "Bagus, bagus! Ayolah saling genjot,
kalian boleh berhantam. Kita memang tidak ingin keluar lagi
dengan hidup, baiklah aku menonton kalian berhantam lebih
dulu." Tangan Mo Si yang dipegangnya lantas dilepaskan, tapi tubuh
Mo Si jadi gemetar, mana dia berani turun tangan"
Seng Ing berkata, "Kita harus maju atau mundur lekas
diputuskan, kalau berani ayo terjang ke dalam, mendingan
mati daripada menunggu di sini."
Belum habis dia bicara, tiba-tiba Sim Long juga meniup padam
obor di tangannya, keadaan seketika gelap gulita, lima jari
sendiri pun tidak kelihatan. Keruan semua orang berteriak
kaget, It-siau-hud berkata, "Siangkong, apa yang kau
lakukan?" "Dalam keadaan seperti sekarang, alat semacam ini teramat
penting artinya, kita akan maju atau mundur tetap
memerlukan obor ini, mana boleh dinyalakan terus dengan
percuma, setelah ada putusan, bila tiada obor untuk penyuluh
jalan, lalu apa yang bisa kita lakukan?"
Seng Ing menghela napas, katanya, "Memang Siangkong lebih
cermat berpikir, jika obor tak bisa menyala, kita akan mati
kutu, maju tak bisa, mundur juga sulit, mungkin kita semua
bisa mati kelaparan terkurung di sini ...."
Dalam kegelapan mendadak terdengar suara anak merah
membentak dan mengomel, "Jit-ci, kenapa kau cubit aku?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Aku ... mana aku mencubit kau?" sahut Cu Jit-jit.
"Bukan kau, lalu ... siapa?"
Sim Long, Seng Ing, Mo Si dan It-siau-hud serempak berkata,
"Juga bukan aku."
Seketika mereka merinding, terbayang entah siapa dalam
kegelapan ini akan menyentuh atau mencubitnya, mereka jadi
ngeri, keringat dingin membasahi sekujur badan.
Si anak merah gemetar, serunya, "Ayolah kembali ... kalau
terlambat ...." Tiba-tiba perkataannya terputus karena di luar terdengar
suara langkah berat mendatangi, setiap langkah orang seperti
berdetak menggetar sanubari mereka. Tanpa berjanji
serempak semua orang bersiaga dan membentak, "Sia ...
siapa?" Terdengar seorang menjawab di luar, "Siapa kau?"
It-siau-hud dan Cu Jit-jit melintangkan kedua tangan di depan
dada, Mo Si, Seng Ing diam-diam menggenggam senjata
rahasia, tampak secercah cahaya menyorot masuk dari luar,
suara langkah itu pun berhenti di ambang pintu.
Sebat sekali It-siau-hud menyelinap ke belakang pintu, ia
memberi tanda kepada Seng Ing. Segera Seng Ing berdehem
dan berkata, "Saudara di luar itu silakan masuk!"
Hening sejenak, tiba-tiba sebuah tangan terulur masuk dari
balik pintu, sekali pukul daun pintu, "blang", di tengah getaran
suara yang keras, daun pintu besar dan berat itu digempur
terbuka, maka It-siau-hud tak bisa bersembunyi lagi di
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
belakang pintu, cepat dia melompat mundur, pintu itu pun
terpentang lebar. Bayangan orang tampak berkelebat di luar pintu, tanpa
memberi peringatan kontan Mo Si ayun tangannya
menebarkan segenggam jarum beracun. Maka terdengarlah
suara gemeresik, jarum beracun semua mengenai daun pintu.
Siapa tahu Cu-bu-cui-hun, ahli senjata rahasia yang terkenal,
karena gemetar, kaki tangan jadi lemas dan sambitan
senjatanya pun lemah hingga jauh dari sasaran.
Di bawah kelebat cahaya api seorang besar berdiri di ambang
pintu sambil mengacung obor di atas kepala. Perawakannya
yang tinggi kekar, tegak lurus, dengan kegelapan di
belakangnya sehingga kelihatan angker.
Kini semua orang baru melihat jelas, laki-laki ini bukan lain
adalah suami yang mengantar istri dan putrinya balik ke hotel
tadi, kini seorang diri dia menyusul tiba.


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"O, kiranya kau," lega hati Mo Si.
Lelaki besar itu mendengus, "Tanpa membedakan lawan atau
kawan saudara terus main serang secara keji, apa tidak
sembrono?" "Soalnya ...." Mo Si hanya bisa menyengir saja.
Mendadak It-siau-hud membentak, "Dalam keadaan seperti
sekarang, semua menghadapi bahaya dan ketakutan, dapat
dimengerti jika ingin turun tangan lebih dulu, umpama salah
tangan juga lebih baik daripada jiwa sendiri melayang di
tangan orang lain. Saudara juga belum memperkenalkan diri,
kita sukar membedakan kawan atau lawan, maka bukan salah
kami kalau keliru bertindak."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Laki-laki itu juga gusar, katanya, "Memangnya kau kira aku ini
setan gentayangan dari gua hantu ini?"
"Siapa tahu?" jengek It-siau-hud.
Laki-laki itu bergelak sambil mendongak, katanya, "Kalau kau
ingin tahu asal-usulku juga boleh, tapi aku ingin tanya
padamu, tahukah apa yang diucapkan Tay-pi Siangjin sebelum
ajalnya dulu?" It-siau-hud berpikir sejenak, air mukanya berubah, katanya
dengan suara berat, "Maksudmu keempat kalimat yang
berbunyi: 'Pada hari munculnya mega putih, tatkala Jit-sat
muncul kembali, dunia persilatan yang kotor ini, kekacauan
akan segera mulai'."
"Betul," seru laki-laki itu. "Sepuluh tahun yang lalu padri
agung itu telah meramalkan huru-hara yang bakal terjadi,
maka sebelum ajal dia telah mengucapkan ramalannya itu,
maksudnya tidak lain bila Jik-sat-jiu muncul pula di dunia
Kangouw, kekacauan besar akan mulai berlangsung dalam Bulim." "Apa hubungan soal ini dengan dirimu?" bentak It-siau-hud.
Laki-laki itu makin keras tertawa, serunya, "Coba kau lihat,
apa ini?" Perlahan dia ulurkan tangannya, di bawah penerangan obor
tampak kelima jari tangannya ternyata sama panjang dan
pendek, bagian tengah telapak tangannya berwarna ungu
gelap dan memancarkan semacam sinar yang aneh.
Kontan semua orang banyak berteriak kaget, "Jik-sat-jiu."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Betul," tandas suara laki-laki kekar itu, "Loan-si-sin-liong Jiksat-jiu ...." "Bangsat," Mo Si berjingkrak gusar, "jadi An-yang-ngo-gi mati
di tanganmu." Kontan dia timpukkan pula senjata rahasianya.
Loan-si-sin-liong Jik-sat-jiu menghardik bengis, sekali ayun
sebelah tangannya, taburan senjata rahasia itu berhasil
dipukul rontok, bentaknya marah, "Apakah kau gila"
Sembarang mengoceh!"
Gemertuk gigi Mo Si saking dendam, bentaknya, "Sudah jelas
An-yang-ngo-gi mati di bawah Jik-sat-jiu, kecuali kau, siapa
pula yang mampu menggunakan Jik-sat-jiu" Kau ... bayar
kembali jiwa mereka berlima."
Dengan nekat tiba-tiba dia menerjang maju dan menghantam
dada orang, tapi sebelum tangannya mengenai sasaran, tahutahu sikutnya terpegang dan ditelikung oleh Sim Long.
"Kau ... apa kerjamu?" teriak Mo Si kalap.
"Mo-heng, harap tenang dan gunakan pikiran. Waktu An-yangngo-gi terbunuh, saudara itu masih berada bersama kita,
mana mungkin dia membunuh orang di dalam kuburan ini?"
Mo Si melengak, tangannya terjulur lemas.
Laki-laki itu masih gusar, serunya, "Sesungguhnya apa yang
terjadi" Setiba di sini, apakah keparat ini menjadi gila karena
ketakutan?" Sim Long menjura, katanya dengan tertawa, "Mohon tanya,
konon Say-siang-sin-liong Liu-tayhiap dahulu mempunyai
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
seorang putri tunggal, sejak kecil hidup di padang pasir jauh di
luar perbatasan sana, entah ada hubungan apa dengan Anda
...." "Ya, dia istriku," sahut laki-laki itu.
"Siapa nyana Anda ini menantu Liu-tayhiap. Maaf, bila kurang
hormat," setelah memberi hormat Sim Long menyambung
pula, "Kaum persilatan tahu bahwa Jik-sat-jiu mengutamakan
tenaga keras dan tiada bandingannya di dunia ini, tapi ilmu ini
harus dilatih oleh perjaka murni baru akan bisa mencapai
puncaknya, padahal dahulu Tok-jiu-siu-hun guru dan muridnya
mengalami musibah sekaligus, Yau-bing-sin-kay bertabiat
aneh dan lebih suka hidup menyendiri, jelas mereka tidak
punya keturunan, Say-siang-sin-liong Liu-tayhiap juga hanya
punya seorang putri, maka kaum persilatan sama menyangka
Jik-sat-jiu kini sudah putus turunan, siapa tahu meski putri
tunggal Liu-tayhiap sendiri tidak meyakinkan ilmu pukulan itu,
namun pukulan hebat itu telah diwariskan kepada saudara.
Bahwa ilmu sakti yang tiada taranya ini ternyata masih ada
juga ahli warisnya, sungguh berita gembira dan patut diberi
selamat." Terunjuk senyum tipis di ujung mulut laki-laki itu, katanya
kalem, "Saudara gagah dan masih muda, tapi sudah paham
sejarah dunia persilatan, tentunya kau pun dari keluarga besar
persilatan yang kenamaan."
"Cayhe Sim Long, kaum keroco, dan siapa nama saudara yang
mulia" "Thi Hoat-ho," sahut laki-laki itu.
Sim Long berkeplok, katanya, "Naga sakti muncul tatkala
dunia kacau, orang sakti berdarmabakti, orang terkenal
memang patut punya nama bagus."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Thi Hoat-ho tergelak, katanya, "Saudara ternyata pandai
bicara!" Rasa gusarnya tadi tersapu bersih setelah percakapan
berlangsung. Sim Lang berkata pula, "Dalam dunia persilatan sekarang,
kecuali Thi-heng, pasti masih ada seorang yang juga mahir
menggunakan Jik-sat-jiu, cuma saudara sendiri tidak tahu."
"Mana mungkin?" ujar Thi Hoat-ho sambil berkerut kening.
Maka Sim Long lantas menerangkan kematian Kim Lin, tertua
An-yang-ngo-gi, akibat pukulan Jik-sat-jiu.
Berubah air muka Thi Hoat-ho, katanya dengan mendelik,
"Tak tersangka gua hantu ini mengandung banyak keanehan,
perguruan Tok-jiu-siu-hun jelas sudah putus turunan, Yaubing-sin-kay juga tidak punya ahli waris, dari mana orang itu
mempelajari Jik-sat-jiu" Apa pun hari ini orang she Thi harus
menyelidikinya sampai terang."
Sambil angkat tinggi obornya ia terus melangkah ke dalam
gua. Jilid 5 "Betul," sambut It-siau-hud, "syukurlah saudara Thi bernyali
besar, kalau tidak masuk sarang harimau, mana bisa
mendapat anak harimau?"
Bersama Thi Hoat-ho segera mereka memasuki pintu pertama
di sebelah kanan, sempat It-siau-hud menoleh, "Mo Si, Seng
Ing, kalian berani ikut?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Mo Si dan Seng Ing saling pandang, terpaksa mereka
mengeraskan kepala dan buru-buru ikut masuk ke sana.
Cu Jit-jit mengawasi Sim Long, tanyanya, "Bagaimana kita?"
Sim Long mengawasi Thi Hoat-ho berempat lenyap di balik
pintu, cahaya api makin jauh, tiba-tiba mulutnya menyungging
senyum aneh, katanya sambil mengawasi si anak merah,
"Bagaimana pendapatmu?"
Dengan gemetar si anak merah menjawab, "Kita pulang saja,
di sini pasti ada ...." sebelum mengucapkan "setan",
mendadak Sim Long bergerak secepat kilat mencengkeram
tangan dan menutuk Hiat-to lengan si anak merah.
Keruan Cu Jit-jit kaget, teriaknya, "Apa yang kau lakukan?"
"Kau kira dia ini adikmu?" Sim Long menyerahkan obor kepada
Jit-jit, lalu membentak, "Coba lihat siapa dia."
Sekali raih dia copot kedok muka si anak merah, maka
tertampaklah seraut wajah yang penuh keriput.
Ternyata waktu si anak merah berlari masuk ke dalam gua
tadi, sebetulnya dia sudah berubah jadi Hoa Lui-sian.
Keruan tambah kaget Cu Jit-jit serunya, "Mana Pat-te" Kau ...
kau apakan dia?" Karena Hiat-to tertutuk dan tertawan, Hoa Lui-sian tampak
gugup dan takut, sahutnya dengan menunduk, "Lo-pat kena
kututuk dan kubungkus dengan kantong kulit serta
kusembunyikan, dalam waktu dekat jelas tidak akan apa-apa."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Baru sekarang Jit-jit ingat waktu berlari masuk gua tadi, untuk
sesaat lamanya baru si anak merah menyusul masuk, di luar
gua dia menjerit sekali, tentu saat itulah dia ditutuk dan
dibelenggu oleh Hoa Lui-sian, setiba di dalam gua meski dia
merasakan suara adiknya agak berubah, tapi dia kira adiknya
ketakutan hingga suaranya sumbang, maka ia pun tidak
memerhatikan lebih lanjut.
Kini baru dia sadar bahwa Hoa Lui-sian telah menipu dirinya,
ia menjadi gemas, serunya dengan mengentak kaki, "Kau ...
kenapa kau sekeji ini terhadapnya?"
Makin rendah Hoa Lui-sian menundukkan kepala, Cu Jit-jit
tambah beringas, "Ayo bicara, katakan ... aku ingin tahu,
sebab apa kau sampai hati melakukan semua ini terhadapku."
Sim Long berkata, "Bukan kau saja yang dipermainkan, tadi
sinar api berkelebat di luar pintu juga permainannya, ketika
pandangan orang banyak tertuju ke sana, secepat kilat dia
sambar lencana besi di atas meja itu dan disembunyikan,
diam-diam dia pukul pula punggung Mo Si, orang lain anggap
dia anak kecil, sudah tentu takkan curiga padanya, tentang
jeritannya tadi ia bilang ada orang mencubitnya, sudah tentu
karena disengaja ...."
Berhenti sejenak, lalu Sim Long menambahkan dengan
tertawa, "Karena yang terakhir itulah, maka dapat kuketahui
permainannya, coba kau pikir, dia memakai topeng, lalu siapa
bisa mencubit mukanya?"
Dengan melongo Cu Jit-jit mendengarkan penjelasan Sim
Long, kini baru dia menghela napas lega, katanya, "Ternyata
betul dia, semua adalah perbuatannya, hampir saja aku mati
ketakutan." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Yang hampir mati ketakutan bukan kau seorang saja," ujar
Sim Long dengan tersenyum.
"Kita sekeluarga baik-baik padanya, menganggapnya sebagai
orang sendiri, kenapa dia tega melakukan semua ini untuk
menakuti kami dan membekuk adik Pat lagi ...." makin bicara
makan gusar Jit-jit, mendadak dia menampar muka Hoa Luisian, "Katakan, kenapa, kenapa?"
Mendadak Hoa Lui-sian angkat kepala, dia awasi Cu Jit-jit,
sorot matanya memancarkan rasa benci, tapi mulutnya tetap
terkancing, satu kata pun tak mau bicara. Sudah sekian tahun
Cu Jit-jit berkumpul dengan dia, belum pernah dia dipandang
sebengis dan sebuas ini, ia merasa ngeri.
Mendadak Hoa Lui-sian berteriak kalap, sekuat tenaga kedua
kaki menendang selangkangan Sim Long.
Dengan sedikit mengegos, dengan enteng Sim Long
menghindarkan diri. Agaknya karena tamparan Cu Jit-jit
hingga sifat buas Hoa Lui-sian kumat, seperti binatang liar
kelaparan, kaki tangannya bekerja, menyerang serabutan
dengan kalap, namun urat nadinya terpegang, ujung baju Sim
Long saja tak mampu disentuhnya.
Tiba-tiba Hoa Lui-sian menyeringai hingga giginya yang putih
tertampak, mendadak dia menunduk terus menggigit
punggung tangan Sim Long, tapi sekali tarik dan angkat
tangannya, Sim Long berbalik menelikung tangan Hoa Luisian. Dalam keadaan ditelikung, meski Hoa Lui-sian punya
kepandaian setinggi langit juga mati kutu dan tak mampu
melawan lagi, tapi rasa gusar yang terbayang di mukanya
sungguh membuat orang ngeri.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sim Long berkata lembut, "Kutahu kau sengaja melakukan
berbagai adegan menakutkan itu supaya kami mengundurkan
diri dari kuburan kuno ini, tapi apa maksud tujuanmu"
Mungkinkah dalam kuburan ini ada rahasianya" Kau tidak suka
kami tahu rahasia itu" Atau mungkin pribadimu sendiri ada
sangkut pautnya dengan kuburan ini" Asal kau mau bicara
secara blakblakan, aku pasti tidak akan menyakiti kau."
"Lepaskan tanganmu, nanti aku bicara," serak suara Hoa Luisian. Sim Long tersenyum, katanya, "Kalau aku membebaskan kau,
sukar lagi menangkapmu."
Hoa Lui-sian menggerung geram, tiba-tiba ia jumpalitan ke
belakang, kedua kakinya terus menendang, sasarannya adalah
dada Sim Long. Tapi sekali mengentak tangannya, Sim Long
sampuk kedua kaki orang. Hoa Lui-sian mengertak gigi, desisnya, "Baik, kau menyiksa
diriku, nanti akan kubikin kau mati tanpa terkubur, lidahmu
akan kupotong, biji matamu kukorek, gigimu kupreteli satu per
satu, rambutmu kucabuti sebatang demi sebatang ...."
Cu Jit-jit mengirik, katanya dengan suara gemetar, "Tutup
mulut ... jangan kau katakan lagi."
Hoa Lui-sian menyeringai, "Baru kujelaskan dan kau sudah
ketakutan, bila kupraktikkan, apa pula yang bakal terjadi atas
dirimu" Lekas suruh dia lepaskan aku, kalau tidak ...."
Cu Jit-jit membanting kaki, katanya, "Kau terluka parah dan
hampir mati, keluargaku menolongmu dan merawat dan
memberikan segala keperluanmu, kau difitnah orang, aku
berusaha membantumu, dulu perbuatan kejammu memang
kelewat batas, tengah malam kau sering mengigau, sering aku
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
tidur mendampingimu, siapa tahu ... siapa tahu beginilah
imbalan yang kuterima darimu ...." sampai di sini, saking sedih
tak tertahan lagi bercucuran air matanya.
Hoa Lui-sian tertegun, perlahan dia menunduk, air mukanya
yang masih beringas menampilkan rasa menyesal juga, mulut
terbuka hendak bicara, tapi urung.
Sim Long berkata pula, "Kenapa kau berbuat demikian"
Kenapa sejauh ini kau masih tetap bungkam" Mungkinkah ada
orang di dalam kuburan kuno ini yang harus kau lindungi,
mungkinkah orang itu sanak saudaramu ...."
Hoa Lui-sian membentak dengan beringas, "Dari mana kau


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bisa tahu?" cepat sekali dia menyadari telah kelepasan omong,
dampratnya gusar, "Binatang cilik, kau ... jangan harap kau
bisa memancing sepatah kata pun dari mulutku."
Berubah air muka Sim Long, tapi tetap tenang dan sabar,
katanya perlahan, "Siapa nyana Hoa-hujin masih punya sanak
kadang yang masih hidup di dunia ini, demi mereka kau perlu
bicara terus terang, setelah kau jelaskan kesulitanmu,
mungkin kami dapat berusaha membantumu, kalau tidak,
umpama kami berhasil kau kelabui, tapi rahasia kuburan kuno
ini juga akan tersiar luas, cepat atau lambat seluk-beluk di sini
pasti ketahuan orang banyak, bila urusan sudah telanjur
begitu, menyesal pun sudah terlambat."
Tiba-tiba tampak Hoa Lui-sian melelehkan air mata, ucapnya
dengan suara gemetar, "Kalau kuterangkan, apa benar akan
kau bantu aku?" "Kalau aku tidak mau membantu, kenapa tidak kubongkar saja
rahasiamu di depan mereka, kau orang pandai, masa hal
demikian tidak bisa kau pikirkan?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Baiklah," akhirnya Hoa Lui-sian mengertak gigi. "Dua puluh
tahun yang lalu, kami sudah tahu di tempat ini terdapat
kuburan kuno yang menyimpan harta karun, waktu itu meski
Cap-sa-thian-mo sedang jaya-jayanya dan malang melintang
di Bu-lim, tapi setiap saat kami harus hati-hati menghadapi
musuh yang selalu akan menyergap, maka tak sempat kami
kemari mengeduk harta karun ini. Kemudian setelah tragedi di
Heng-san, Cap-sa-thian-mo gugur seluruhnya, terpaksa
rahasia kuburan kuno ini kusimpan dalam hati, tak tersangka
rahasia ini akhirnya terbongkar juga."
"Jadi demi mempertahankan rahasia kuburan kuno ini, supaya
harta itu tidak dikeruk orang lain, maka sengaja kau lakukan
semua ini?" Muka Hoa Lui-sian tampak berkerut-kerut. "Bukan," sahutnya
singkat. Cu Jit-jit melengak, "Lalu karena apa?"
"Karena ... karena orang yang jadi korban di dalam kuburan
ini, semua terkena Lip-te-siu-hun-san (bubuk beracun).
Padahal Lip-te-siu-hun-san adalah resep terahasia keluarga
Hoa kami, di kolong langit ini kecuali Toakoku, Siau-hun-thianmo Hoa Kin-sian, siapa pun tak mampu meraciknya."
Sim Long dan Jit-jit sama berubah air mukanya, kata Jit-jit,
"Siau-hun-thian-mo Hoa Kin-sian, bukankah dia sudah mati
dalam tragedi Heng-san dulu?"
"Lima hari setelah tragedi Heng-san itu, dunia persilatan
kacau-balau, banyak tersiar kabar angin yang bersimpangsiur, tapi siapa pun tiada yang tahu duduk perkara yang
sebenarnya. Kala itu hati setiap orang bingung dan gelisah,
banyak pula yang hampir gila, Cap-sa-thian-mo waktu itu
dipecah menjadi dua rombongan dan naik ke atas gunung,
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
akhirnya semua tercerai-berai, aku hanya mendengar bahwa
Toako Hoa Kin-sian mati di parit Loan-hun-kian, tapi tak
kutemukan mayatnya."
"Jadi kabar kematian Engkohmu itu harus diragukan?"
"Kukira demikian."
"Jika demikian ... bukan mustahil Toakomu itu sekarang
berada di dalam kuburan ini?"
"Kukira begitu," kata Hoa Lui-sian, "bahwa Lip-te-siu-hun-san
muncul dalam kuburan ini, kuyakin Siau-hun-thian-mo pasti
berada di sini juga."
Tiba-tiba Sim Long tersenyum, katanya, "Lip-te-siu-hun-san itu
kemungkinan diracik oleh sukma Toakomu di dalam kuburan
kuno ini." Hoa Lui-sian tergetar, tapi segera dia menyeringai, katanya,
"Umpama benar yang menghuni kuburan ini adalah sukma
Toakoku, aku pun akan membantunya, orang luar dilarang
mengganggu tempat ini."
Mendadak dengan tangan kiri dia merogoh keluar lencana basi
dari kantongnya, katanya pula, "Kau tahu apa ini?"
Di bawah sinar obor yang dipegang Cu Jit-jit, Sim Long
mengawasinya dengan tajam, tampak di dalam lencana yang
legam itu, seperti ada bayangan yang bergerak, lencana besi
sekecil ini ternyata mengandung sesuatu kekuatan yang gaib.
Mau tak mau berubah air muka Sim Long, katanya, "Bukankah
ini Thian-hun-ling milik Hun-bong-siancu, senjata rahasia
beracun nomor satu pada masa lampau?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Pandanganmu memang tajam," puji Hoa Lui-sian.
Cu Jit-jit terkesiap, serunya, "Thian-hun-ling yang pernah
menggetarkan dunia kini muncul kembali, jadi Hun-bongsiancu, si perempuan iblis itu juga belum mati?"
"Mati-hidup orang lain tidak berani kupastikan, tapi dulu waktu
Hun-bong-siancu mati di bawah ilmu jari Kian-kun-te-it-ci yang
dilancarkan Kiu-ciu-ong Sim Thian-kun, aku menyaksikannya
dengan mata kepalaku sendiri."
Berubah air muka Cu Jit-jit, katanya, "Barang milik orang mati,
bagaimana bisa ... bisa berada di sini?"
Hoa Lui-sian tertawa dingin, "Jik-sat-jiu-sin-kang, Lip-te-siuhun-san, Thian-hun-ling, semua ini milik orang yang sudah
mati, tapi kenyataan sekarang muncul bersama di dalam
kuburan kuno ini, hal ini menandakan sukma yang menghuni
kuburan ini tidak hanya satu. Waktu hidup mereka aku adalah
saudaranya, sesudah mereka mati aku tetap menjadi sahabat
setannya, tempat suci mereka ini siapa pun dilarang
mengganggunya, maka kuanjurkan lekas kalian keluar saja,
kalau tetap bandel, kalian akan menerima nasib seperti Itsiau-hud, Thi Hoat-ho dan lain-lain."
"Bagaimana nasib mereka?" tanya Sim Long. Tiba-tiba
didapatinya pintu ke mana tadi It-siau-hud, Thi Hoat-ho
berempat pergi kini telah tertutup tanpa mengeluarkan suara.
Sim Long memusatkan perhatiannya kepada Hoa Lui-sian,
maka tidak tahu kapan pintu itu tertutup.
"Hah ... pintu ... pintu itu ...." Jit-jit terbeliak.
Hoa Lui-sian tertawa terkial-kial, katanya, "Baru sekarang
kalian sadar" .... Dalam kuburan ini akan bertambah beberapa
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
setan baru lagi, kalau aku tinggal di sini juga tidak akan
kesepian. Mengingat hubungan masa lalu, baiklah kuanjurkan
kalian lekas pergi saja ...."
Sim Long melirik ke sana, dia yakin delapan pintu ini dibangun
dengan perhitungan Pat-kwa, katanya sambil berkerut alis,
"Mereka pergi lewat pintu hidup, mana mungkin mengalami
nasib jelek?" Sambil menarik Hoa Lui-sian dia melompat ke sana, dengan
sepenuh tenaga dia memukul pintu, "blang", pintu itu kukuh
kuat bergeming, jelas daun pintunya berat dan tebal,
kekuatan tangan siapa pun takkan mampu menjebolnya.
Getaran keras berpadu dengan suara gelak tertawa sehingga
menimbulkan gema yang lebih keras.
Mendadak belasan lelaki yang membawa obor berbondong
masuk, karena gema pukulan dan suara tertawa tadi hingga
langkah orang banyak ini tidak terdengar. Setelah mereka tiba
di ambang pintu baru Sim Long menoleh, tampak yang berdiri
paling depan adalah Beng Lip-jin dan Ban-su-thong.
Sim Long segera menyapa, "Beng-heng juga datang, sungguh
aku ...." Belum habis bicara, beberapa orang di belakang Beng Lip-jin
tiba-tiba meraung, "Budak jalang, ternyata kau berada di sini,
kami susah payah mencarimu ke mana-mana."
Mereka ternyata adalah Joan-hun-yan Ih Ji-hong, Pok-thiantiau Li Ting, Sin-gan-eng Pui Jian-li dan Congpiauthau Can
Ing-siong dari Wi-bu-piaukiok.
Beberapa orang ini telah mengejar sampai Pit-yang, meski
tidak menemukan Cu Jit-jit, tapi bersua dengan Beng Lip-jin.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Karena Beng Lip-jin memang kenalan lama mereka, dalam
omong-omong dia menuturkan rahasia kuburan kuno ini,
malah mendesak mereka untuk ikut ke sini.
Pui Jian-li dan Can Ing-siong memang manusia tamak, setelah
dibujuk oleh Beng Lip-jin dan Ban-su-thong, akhirnya mereka
ikut kemari. Cu Jit-jit melirik sekejap, bisiknya, "Wah, celaka, beberapa
musuh ini datang ...." tiba-tiba dia melejit ke sana dan
menyelinap masuk pintu lain, sengaja dia berhenti dan
menoleh, "Di dalam banyak setan pencabut nyawa, apa kalian
berani masuk kemari?"
Ia melirik ke arah Sim Long, apa boleh buat sambil menyeret
Hoa Lui-sian Sim Long ikut masuk ke sana.
Bayangan putih berkelebat, tahu-tahu Cu Jit-jit sudah lenyap
di tengah kegelapan. Sim Long menyusulnya, katanya, "Besar
amat nyalimu, berani sembarangan main terobos."
"Bekerja jangan kepalang tanggung, makin menakutkan cerita
Hoa Lui-sian, makin kuingin tahu, toh dia ikut pula, peduli
Engkohnya masih hidup atau sudah mati, sedikit banyak pasti
akan memberi kelonggaran kepada kita. Apalagi daripada aku
dikerubuti oleh Pui Jian-li dan begundalnya, lebih baik aku
mati diterkam setan."
Sim Long menghela napas, katanya, "Setan juga pasti pusing
menghadapi kebinalanmu."
"Blang", tiba-tiba daun pintu di belakang tertutup sendiri,
maka cahaya api dan orang-orang di luar terputus hubungan.
Padahal obor di tangan Cu Jit-jit sudah padam, keadaan
menjadi gelap gulita. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
***** Sementara itu Pok-thian-tiau Li Thing sedang marah-marah
kepada Pui Jian-li, "Toako, kenapa kau larang aku mengejar,
kenapa membiarkan musuh melarikan diri?"
Pui Jian-li menyeringai, katanya, "Mereka masuk lewat Si-bun
(pintu mati), jelas mereka tidak bisa hidup lagi, buat apa kita
susah-susah mengejarnya?"
Betul juga, daun pintu dimaksud tiba-tiba anjlok dan menutup
lorong itu. Li Ting mengelus dada, katanya, "Sungguh berbahaya, syukur
Toako paham Kim-bun-pat-kwa, kalau tidak mungkin Siaute
ikut terkurung di sana."
Pui Jian-li mendelik, katanya, "Tapi sebaliknya, bila yang
sembunyi di dalam kuburan ini orang hidup, Kim-bun-pat-kwa
dengan sendiri berguna, jika dihuni oleh hantu ... hehehe
meski Khong Beng menjelma kembali juga takkan lolos dari
kematian." Joan-hun-yan Ih Ji-hong berkata, "Budak itu kepepet dan
masuk ke jalan buntu, anggaplah penasaran sudah terlampias,
kini lebih baik kita keluar saja, supaya tidak mengalami
kesulitan." Can Ing-siong dan lain-lain diam saja, agaknya mereka
terbujuk, maklum meski mereka punya nyali besar, setelah
masuk ke sarang hantu ini ciut juga nyali mereka.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Diam-diam Ban-su-thong memberi kedipan mata kepada Beng
Lip-jin, orang yang belakangan ini segera berseru lantang,
"Harta karun yang terpendam di dalam kuburan kuno ini
mungkin tiada bandingan di kolong langit, setelah berada di
sini, kenapa pulang dengan tangan kosong" Peduli ada setan
atau hantu, kita sebanyak ini masa takut?"
"Jika kalian takut, silakan mundur saja," demikian kata Bansu-thong, "Cuma aku dan Beng-heng ... hehe, betapa pun
harus masuk ke sana."
Can Ing-siong berkata dengan gusar, "Siapa yang takut" Wibu-piaukiok tiada orang yang pernah mundur di medan laga.
Ayo kita terjang masuk bersama."
Serentak mereka terus menerobos masuk ke sana.
Sin-gan-eng Pui Jian-li mendengus, "Kami Hong-lin-sam-ciau
juga bukan orang yang takut urusan, tapi juga bukan orang
bodoh yang ceroboh dan sok berani, umpama kita ingin
terjang juga harus dirundingkan bersama, Can-congpiauthau,
coba katakan, apakah kau ada pendapat?"
Can Ing-siong balas bertanya, "Lalu bagaimana menurut
pendapat saudara Pui?"
Pui Jian-li berkata, "Jumlah kita kebetulan dapat dibagi
menjadi dua rombongan untuk mencari jalan dan rombongan
lain tetap tinggal di sini, kita ikat dengan tali panjang supaya
yang masuk tidak kesasar dan bisa kembali."
Beng Lip-jin berkeplok, katanya, "Pui-heng memang teliti, lalu
siapa yang akan mencari jalan?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Biar kubicarakan dulu dengan Can-congpiauthau untuk
menentukan siapa yang akan bertanggung jawab," kata Pui
Jian-li. Can Ing-siong juga setuju menggunakan cara yang diusulkan
Pui Jian-li. Pui Jian-li lantas sembunyikan sebelah tangannya ke belakang
punggung, katanya, "Congpiauthau boleh tebak jariku ganjil
atau genap?" Can Ing-siong termenung sejenak, lalu berkata, "Ganjil."
Pui Jian-li tersenyum dan acungkan dua jarinya, katanya,
"Genap!" Can Ing-siong berteriak, "Baik, kami akan membuka jalan,
semua anak murid Wi-bu ikut aku."
Diam-diam Beng Lip-jin membatin, "Pui Jian-li memang licin,
jari tangan sendiri disembunyikan di punggung, kalau Can Ingsiong menebak ganjil dia ulurkan dua jari, sebaliknya kalau
Can Ing-siong menebak genap, dia lantas acungkan tiga jari,
undian cara begini biarpun sampai dunia kiamat juga Can Ingsiong jangan harap bisa menang .... Namun semua orang
sudah berada dalam kuburan kuno ini, siapa pun jangan harap
bisa lolos sendirian, apa pula bedanya kalah atau menang?"
Maka dia lantas berseru, "Mari, kutemani Can-heng membuka
jalan." Pui Jian-li segera mengeluarkan tali panjang, ujung tali yang
lain dia serahkan kepada Can Ing-siong, katanya,
"Congpiauthau, ikat ujung tali ini pada pinggangmu, bila tali ini
habis rentang, di mana pun kau berada harus segera kembali,
sepanjang jalan harus meninggalkan tanda. Bila di tengah
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
jalan mengalami sesuatu, cukup kau tarik tali ini dan kami
akan segera memberi pertolongan."
"Ya, kutahu," ujar Can Ing-siong. Lalu dia ikat ujung tali di
pinggangnya, lalu berseru, "Ikut aku!"
Ia angkat obor ke atas dan melangkah lebih dulu memasuki


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pintu tebal itu, di antara Piauthau yang mengintil di
belakangnya seorang berkata dengan gemetar, "Kalau pintu
ini jatuh, bukankah kita akan tertutup di dalam?"
"Jangan khawatir," ujar Li Thing, "kalau pintu ini anjlok ke
bawah, aku bersama Ih-samte masih kuat menyangganya
beberapa saat, bila Can-toako menarik tambang, kalian masih
sempat lari balik." Can Ing-siong bergelak tertawa, katanya, "Orang bilang Pokthian-tiau selain Ginkangnya tinggi juga memiliki tenaga
raksasa, agaknya memang bukan julukan kosong. Baiklah,
kami mohon bantuan dan perhatian Li-heng saja."
Habis bicara bersama Beng Lip-jin dan sembilan orang lain
beruntun mereka berjalan masuk, sembilan obor cukup
menerangi lorong panjang di balik pintu besar itu.
Setelah kesembilan orang itu pergi jauh, Li Thing berteriak,
"Can Ing-siong memang seorang lelaki sejati, gagah dan
berani." "Sayangnya terlalu bodoh," jengek Pui Jian-li.
***** KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Can Ing-siong jalan paling depan, langkahnya tegap dan
mantap. Lorong rahasia ini tingginya antara dua tombak,
berliku-liku, panjang seperti tidak berujung. Banyak pintunya
pada kedua sisi, semua tertutup, didorong juga tak terbuka.
Beng Lip-jin berjalan paling belakang, membawa golok dengan
wajah mengulum senyum, sikapnya tenang dan seolah-olah
percaya umpama kedelapan orang lain mati semua juga
dirinya takkan mengalami bahaya apa pun.
Setelah menempuh perjalanan beberapa kejap, mendadak
Beng Lip-jin menggunakan goloknya memotong tali panjang
itu, orang yang berjalan di depan sudah tentu tiada yang tahu,
cepat Beng Lip-jin menyusul ke depan dan berkata, "Canheng, sudah ada yang kau temukan?"
Can Ing-siong menggeleng, katanya sambil menghela napas,
"Kuburan kuno ini ternyata sangat besar ...."
Tiba-tiba dilihatnya daun pintu di depan seperti setengah
terbuka, di balik pintu kelihatan ada sinar api yang bergerak,
tersirap darah Can Ing-siong, katanya gemetar, "Mungkinkah
di sini dihuni orang?"
Cepat dia melompat maju seraya melongok ke dalam.
Tampak di balik pintu adalah sebuah kamar batu segienam,
setiap sudut ditaruh sebuah peti mati, paling tengah terdapat
sebuah lampu tembaga yang memancarkan sinar yang redup,
tiada bayangan manusia, entah siapa yang menyalakan dan
menaruh lampu tembaga itu di situ, suasana terasa dingin
mencekam, mendirikan bulu roma.
Can Ing-siong menarik napas, katanya, "Masuk tidak?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Beng Lip-jin berkata setelah berpikir sejenak, "Lebih baik kita
tarik tali, supaya Pui-heng dan lain-lain menyusul kemari baru
kita bicarakan bersama."
"Baik," kata Can Ing-siong, segera dia hendak menarik tali,
makin tarik makin cepat dan terasa enteng, tiba-tiba air muka
Can Ing-siong berubah, tarikannya dipercepat, mendadak
dilihatnya tambang itu putus seperti bekas ditebas senjata
tajam, seorang lantas menjerit, "Lekas kita mundur."
Beng Lip-jin membanting kaki, katanya gemas, "Ini ... siapa
yang melakukan" Urusan sudah telanjur, mundur juga sudah
terlambat, lebih baik kita terjang saja ke depan, apa pun kita
harus lihat apa yang berada di depan."
Can Ing-siong bimbang sekian lamanya, katanya kemudian,
"Mati-hidup ditentukan takdir, bila Can Ing-siong hari ini mati
di sini ... ai, biarlah, ayo terjang."
Segera dia menyelinap masuk ke dalam kamar batu lebih dulu.
Beng Lip-jin berkata, "Biar aku jaga pintu, lekas kalian
masuk!" Wajah orang banyak kelihatan pucat, langkah pun merandek
bimbang. Beng Lip-jin melirik dan berkata pula, "Peti mati tembaga itu
bukan mustahil berisi harta karun ...."
Belum habis ucapannya, orang banyak lantas berdesakan
berebut masuk. Ujung mulut Beng Lip-jin mengulum senyum
sinis, ia malah menyurut mundur dan mendorong pintu, pintu
ini pakai pegas, "blang", daun pintu lantas tertutup rapat.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Waktu orang-orang di dalam menoleh, daun pintu sudah
tertutup, maka terdengarlah teriakan kaget dan panik orangorang di dalam. Pada saat itu satu bayangan kelabu berkelebat di ujung
lorong, gerak-geriknya tidak menimbulkan suara, Lip-jin tidak
menyadari akan kedatangan orang ini, dengan menyeringai
dia bergumam, "Can Ing-siong, jangan kau salahkan aku,
soalnya ...." Tiba-tiba ada suara dingin menukas perkataannya, "Kau telah
menjalankan tugas dengan baik, sekarang lekas kau putar
balik dan tarik tambang itu dan memancing Pui Jian-li dan
lainnya masuk kemari untuk mengantar kematian mereka."
Beng Lip-jin tahu suara ini diucapkan orang berjubah kelabu
itu, saking ketakutan lututnya sampai gemetar, namun
sekuatnya dia melangkah ke depan, didengarnya suara seperti
hantu itu berkata, "Jalan terus, jangan berpaling, perhatikan
keselamatan jiwamu sendiri, bila menoleh nasibmu akan
serupa mereka." ***** Di sebelah luar, perhatian Pui Jian-li tertuju pada tambang. Li
Thing dan Ih Ji-hong berdiri di kanan-kiri pintu di mana tadi
Can Ing-siong dan rombongannya masuk. Setelah tambang
tertarik makin kencang, mendadak tidak ada gerakan apa-apa
lagi. Pui Jian-li tidak tahu kalau tambang sudah putus, maka
dia berkerut kening, katanya, "Kenapa Can Ing-siong tidak
maju lebih jauh, mungkin sudah menemukan sesuatu ...."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Mereka menunggu dalam keheningan, menunggu reaksi,
terasa sang waktu berjalan teramat lambat, kaki-tangan
terasa dingin, deru napas mereka pun bertambah berat, entah
berapa lama kemudian mendadak tambang ditarik dan
disendal tiga kali, Li Thing segera berteriak, "Agaknya terjadi
sesuatu di dalam, lekas kita beri bantuan!"
Pui Jian-li tertawa dingin, katanya, "Apa betul kau mau
memberi bantuan, atau mau mengantar kematian?"
Li Thing melenggong, katanya tergegap, "He, ini ...."
Berputar biji mata Ban-su-thong, katanya mendadak, "Bukan
mustahil Can Ing-siong telah menemukan harta karun, kalau
kalian tidak mau masuk, biar aku pergi dahulu."
Segera dia menyelinap masuk lebih dulu.
Berubah air muka Pui Jian-li, ia diam sebentar, mendadak dia
berkata, "Dengan orang she Can kita tidak ada hubungan, tapi
peraturan Kangouw patut dijunjung tinggi, marilah kita masuk
membantu mereka." Lalu dia pimpin orang banyak berbondong masuk ke dalam, Li
Thing dan Ih Ji-hong berada paling belakang.
Diam-diam Ban-su-thong membatin, "Rase tua ini banyak
muslihatnya, mulutnya manis hatinya jahat, jelas dia
mengincar harta karun, namun mulutnya bicara gagah, kali ini
biar kau tahu rasa."
Baru beberapa langkah orang banyak masuk, daun pintu tibatiba menutup sendiri. Ih Ji-hong tahu lebih dulu, teriaknya panik, "Celaka, kita
masuk perangkap." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Pui Jian-li juga tersirap kaget, waktu dia berlari balik
memeriksa, meski dengan gabungan seluruh kekuatan mereka
juga jangan harap bisa membuka daun pintu berat ini, baru
sekarang dia berkata dengan ngeri, "Kita terpaksa maju,
ayolah terjang saja."
Tapi beberapa langkah kemudian baru dia sadar bahwa
tambang panjang itu ternyata putus.
Orang banyak sama pucat, suara Li Thing gemetar, "Can Ingsiong dan ... dan yang lain entah ke mana" Mungkin sudah
celaka?" Dingin muka Pui Jian-li, bibirnya tertutup rapat, matanya
menatap tajam ke depan, langkahnya perlahan, walau hati
orang banyak sama kebat-kebit, tapi urusan sudah telanjur
sejauh ini, terpaksa orang banyak mengintil di belakangnya.
Mendadak ditemukan sebuah obor yang telah padam di depan
sebuah pintu yang tertutup, walau apinya padam, rasanya
masih hangat, jelas obor ini padam belum lama ini. Lekas Pui
Jian-li jemput obor itu, katanya perlahan, "Obor ini memang
milik mereka, agaknya ...." mendadak ia tutup mulut terus
melangkah ke depan. Walau dia tidak melanjutkan perkataannya, semua orang
maklum ke arah mana maksud perkataannya, yaitu Can Ingsiong dan lain-lain mungkin sudah mengalami nasib jelek.
Kecuali diliputi rasa takut dan ngeri, orang-orang itu pun
merasa sedih. Tapi dalam keadaan seperti ini mereka segan
bicara, sambil mengeraskan kepala terpaksa maju ke depan.
Di depan mendadak ditemukan simpang jalan tiga. Di simpang
tiga ini mereka menemukan lengan manusia yang berlepotan
darah yang belum kering, jari tangan mengepal kencang,
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
hanya jari telunjuk yang menuding ke depan, menuding jalan
sebelah kiri. Sejauh cahaya obor menerangi jalan tembus ke kanan, tulang
tengkorak manusia tampak berserakan, ada yang masih utuh,
ada yang sudah kocar-kacir, ada yang memegang tombak,
golok atau pedang yang setengah berkarat, tapi masih
memancarkan cahaya gemerdep ditimpa cahaya obor,
suasana hening seram. Li Thing bergidik, katanya gemetar, "Apakah perlu ... maju
terus?" "Kalau tidak, mau ke mana?" jengek Pui Jian-li.
"Tapi di depan ... akhirnya juga ... juga mati," kata Li Thing
khawatir. "Memangnya kenapa kalau mati?" jengek Pui Jian-li pula.
Serak suara Li Thing, "Apakah penghuni kuburan kuno ini
hendak membunuh kita semua?"
"Orang yang terpancing masuk kuburan ini asal usulnya
berbeda dan tiada sangkut pautnya satu dengan yang lain,
tapi penghuni kuburan ini justru menghendaki kematian
mereka, ini jelas bukan lantaran dendam atau sakit hati ...."
"Memangnya lantaran apa?" sela Ih Ji-hong.
"Menurut hematku," kata Pui Jian-li, "kuburan kuno besar ini
pasti menyembunyikan suatu muslihat keji yang akan
menimbulkan kegemparan dan keributan di kalangan Bu-lim,
kita akan menjadi tumbal muslihatnya."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Ban-su-thong bertanya, "Jadi Pui-heng yakin penghuni
kuburan ini manusia dan bukan setan?"
Pui Jian-li menyeringai, katanya, "Di dunia mana ada setan,
kecuali ...." mendadak di belakangnya terdengar suara orang
menjengek, seketika bulu kuduk Pui Jian-li berdiri, serempak
orang banyak berpaling. Tapi di belakang kosong melompong, jangankan manusia,
bayangan pun tidak kelihatan, ketika mereka menoleh lagi ke
arah tudingan tangan kutung tadi, tudingan itu sudah berubah
arah, kini menuding ke jalan yang tengah.
Semua orang sama merasa ngeri, entah siapa berkata dengan
gigi gemertuk, "Ini ... ini ... apa lagi kalau bukan setan?"
Pui Jian-li menendang tangan kutung itu, bentaknya,
"Umpama setan juga aku akan melabraknya."
Segera ia mendahului menerobos ke jalan tengah.
Wajah Ban-su-thong menampilkan senyuman misterius, diamdiam dia berjongkok mengusap noda darah pada ujung
kakinya, noda darah waktu dia mendepak dan mengubah arah
lengan buntung itu. Cepat Hong-lin-sam-ciau membawa
murid-muridnya menerobos ke jalan yang tengah.
Baru saja Ban-su-thong melangkah mendadak sebuah tangan
menarik lengan bajunya, seorang berpakaian kelabu
mendadak keluar dari balik dinding dan berdiri di belakangnya,
katanya sambil menyeringai, "Apa kau juga ingin ikut mati
bersama mereka?" Bergetar sekujur badan Ban-su-thong, sahutnya gelagapan,
"O, ham ... hamba ...."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Orang itu berkata, "Kau masih berguna, tidak kubiarkan kau
mati. Ingat, arahkan langkahmu ke lorong yang penuh
tengkorak itu, temanmu Beng Lip-jin akan menyambut
kedatanganmu di ujung sana."
"Baik ... kutahu ...." sahut Ban-su-thong.
Mendadak didengarnya suara jeritan Hong-lin-sam-ciau yang
menerobos ke lorong tengah itu, segera jeritan mereka
terputus seperti leher mereka mendadak tercekik. Cukup lama
tubuh Ban-su-thong menggigil, setelah agak tenang, suasana
hening lelap, di bawah penerangan obor tampak tulang
belulang yang mengerikan, sekilas Ban-su-thong melirik ke
belakang, orang kelabu ternyata sudah lenyap. Munculnya
laksana setan gentayangan, perginya tanpa meninggalkan
bekas. ***** Tadi Hong-lin-sam-ciau bersama muridnya menerobos ke
depan, tiba di ujung sebuah kamar batu yang pintunya
terbuka, cahaya gemerdep tampak menyilaukan mata di
dalam. Pui Jian-li berteriak girang, "Agaknya arah yang kita tempuh
tidak salah." Segera dia mendahului menerobos masuk. Dalam kamar batu
ini berjajar empat peti mati, tutup peti tersingkap ke pinggir,
di dalam peti penuh berisi berbagai batu menikam yang tak
ternilai. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Hong-lin-sam-ciau termasuk keluarga persilatan yang kaya
raya, namun selama hidup kapan pernah menyaksikan harta
pusaka sebanyak ini. Apalagi murid-muridnya, semua terbeliak
kaget, cukup lama mereka berdiri terpesona, entah siapa yang
mendahului berteriak, segera mereka memburu maju sambil
ulur tangan untuk meraup mutiara, zamrud, mata kucing dan
permata lainnya. Siapa tahu begitu tersentuh tangan, batu permata itu sama
pecah dan menyemprotkan air yang berwarna-warni dan
muncrat mengenai muka, kepala, lengan, dan badan murid

Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

murid Hong-lin-sam-ciau. Terasa batu permata itu dingin, tapi begitu pecah dan air
berwarna-warni itu muncrat mengenai badan, rasanya
ternyata panas membakar, kontan mulut mereka meraung
kesakitan, satu per satu jatuh bergulingan saling tindih.
Tampak di mana air berwarna-warni itu mengenai badan,
tidak terkecuali apa kain baju, rambut atau kulit badan
seketika hancur dan membusuk hingga kelihatan tulangnya.
Makin meronta dan kelejatan makin hebat rasa sakit, dan
bagian yang membusuk itu pun makin melebar dengan cepat,
dalam sekejap mereka yang menjerit-jerit itu makin lemah dan
akhirnya melayang jiwanya.
Beberapa lelaki segar dengan perawakan gagah dan kuat,
dalam beberapa kejap telah berubah menjadi seonggok
tulang. Sungguh kaget Pui Jian-li menyaksikan kejadian mengerikan
ini, katanya dengan serak, "Racun ... sungguh keji ...."
mendadak terdengar suara keresekan perlahan, serempak
mereka berpaling, daun pintu di belakang mereka tahu-tahu
sudah menutup sendiri. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
***** Sementara itu di tempat lain, sejak daun pintu anjlok ke
bawah, Sim Long, Cu Jit-jit, dan Hoa Lui-sian berada dalam
kegelapan, dari dekat saja sukar melihat wajah masingmasing. Cu Jit-jit lalu menjinjit hingga muka beradu muka, perlahan
dia menggosok pipi sendiri dengan pipi Sim Long, ucapnya
setengah berbisik, "Sungguh baik ...."
"Sudah hampir mati, apanya yang baik?" jengek Hoa Lui-sian
tiba-tiba. "Dalam kegelapan yang memabukkan seperti impian ini, bila
aku dapat berpelukan mesra begini, meski harus segera mati
juga rela aku," demikian kata Cu Jit-jit, lalu dia jewer kuping
Sim Long, katanya, "Aku tak mau ada orang ketiga berada di
sini, boleh kau lepaskan dia pergi."
"Walau kau ingin mati, Siociaku, aku sebaliknya belum hidup
cukup. Apa pun tidak akan kulepaskan dia," demikian jawab
Sim Long tegas. Kontan Cu Jit-jit menggigitnya dengan gemas katanya, "Kau
lelaki patung yang tidak kenal budi kebaikan, aku benci
padamu, aku ... aku ingin menggigitmu sampai mati."
"Lekas gigit, lekas," Hoa Lui-sian bersorak, "lebih cepat lebih
Pernikahan Dengan Mayat 1 Dewa Linglung 23 Buronan Dari Mataram Cinta Sang Pendekar 1

Cari Blog Ini