Pendekar Bego Karya Can Id Bagian 7
saja, ia telah mempersiapkan diri secara diam diam, maka ketika toya si nenek
melayang tiba, sepasang senjatanya langsung diayun ke udara dan...
"Trang!" ayunan toya dengan gaya bukit Tay san menindih kepala itupun segera
terbendung. Bersama waktunya itu pula, tubuh Be Siau soh bagaikan sukma gentayangan menyusup
ke belakang Li popo tanpa menimbulkan sedikit suarapun.
Dalam genggamannya tampak tujuh delapan batang duri tajam selembut rambut yang
berwarna merah dan panjangnya satu inci, begitu menyusup ke belakang Li popo,
tangannya segera diayun ke depan dan sebatang jarum yang amat tajam segera
meluncur ke depan dan menyergap lambung Li popo...
Saking lembutnya seperti rambut, jarum itu menyusup keluar tanpa menimbulkan
sedikit suarapun. Kebetulan sekali pada waktu itu Li popo sedang mengayunkan toyanya ke depan dan
si nenek menyongsong datangnya ancaman itu dengan senjatanya pula, bentrokan
antara dua macam senjata segera menimbulkan suara benturan yang memekikkan
telinga. Dalam keadaan demikian mana mungkin Li popo dapat menangkap sambaran senjata
rahasia yang pada hakekatnya tidak menimbulkan suara apa pun itu"
Tahu tahu Li popo merasakan pinggangnya menjadi sakit dan kaku, sebatang jarum
tajam telah menusuk pinggangnya sedalam tiga empat inci lebih...
Dengan kaget Li popo mundur kebelakang, lalu meraba pinggangnya yang terasa
sakit itu. Sementara itu Be Siau soh telah mundur kebelakang, dengan suara keras segera
bentaknya. "Tahan! Aku rasa kau pasti sudah tahu bukan betapa lihaynya jarum kelabang dari
Be Ji nio Kenapa masih berani untuk merasakannya dengan tanganmu?"
Sesungguhnya jari tangan Li popo sudah hampir meraba ujung jarumnya yang
bersarang dipinggangnya itu, tapi ucapannya dari Be Siau soh segera menghentikan
gerakan tubuhnya di tengah jalan ia menjadi kaku dan tak berani berkutik lagi.
Paras mukanya kontan saja berubah menjadi hijau membesi, kerutan diatas wajahnya
mengejang keras, sepatah katapun tak mampu diucapkan.
"Heehhh... hhhehh... heeehhh... Li popo, serahkan saja selembar jiwamu itu
kepadaku!" jengek Be Siau soh sambil tertawa dingin.
"Serahkan obat penawar itu kepadaku!" kata Li popo dengan lirih, suaranya mulai
gemetar. "Boleh saja! Cuma kau mesti memberitahukan dulu rahasia tentang kotak tersebut
kepada kami obat penawar pasti akan kuberikan untukmu kemudian"
Li popo tertawa dingin. "Jika kau dapat memberikan obat penawar itu kepadaku sehabis kuberitahukan
rahasia itu kepadamu, kau masih belum terhitung sebagai putrinya Kelabang
beracun Be Ji nio. Hayo serahkan dulu obat penawarnya kepadaku, kalau tidak biar
nyawa hilaang, akan kubawa rahasia kotak ini ke dalam liang kubur"
"Craaap" toyab besinya segera ditancapkan keatas tanah dan buru buru
mengeluarkan kotak itu. Menjumpai keadaran tersebut, Be Siau soh lantas berpaling kearah si nenek
sembari bertanya. "Bibi Ji ih, bagaimana tpendapatmu?"
"Memang ada baiknya kita berikan dulu obat penawar tersebut kepadanya,
bagaimanapun juga racun dari jarum kelabang milik ibumu toh harus dipunahkan
sebutir pil untuk sebatang jarum" Bila ia pungkiri janjinya sehabis makan obat
penawar kita hadiahkan lagi beberapa jarum kelabang untuknya"
"Benar juga ucapan bibi Ji ih!"
Dari sakunya ia mengeluarkan sebiji pil berwarna hijau dan segera disentilkan ke
depan. Buru buru Li popo menyambar pil hijau itu dan dimasukkan ke dalam mulutnya.
Setelah mencabut keluar jarum beracun yang bersarang dipinggangnya dan
beristirahat sesaat Li popo baru mengambil kotak mestika itu seraya berkata:
"Kotak ini didapatkan oleh suamiku dimasa lalu dengan mengorbankan selembar
jiwanya, sejak memperoleh kotak ini, akupun membawa putriku jauh menyingkir ke
luar perbatasan. Sungguh tak nyana putriku tak becus, untuk mewujudkan
keinginannya mengawini Ong Tang thian si binatang itu, ternyata ia melarikan
kotak tersebut dan kabur bersama suaminya..."
Ketika berbicara sampai disini, Li popo berhenti sejenak dengan wajah
menunjukkan kesedihan, diantara matanya yang buta tampak air mata jatuh
bercucuran. Ong It sin tidak banyak mengetahui kejadian tentang orang tuanya, bahkan ini
baru merupakan pertama kalinya mendengarkan kisah ayah ibunya itu.
Sepasang tangannya jadi mengepal kencang, matanya terbelalak besar, ia
mendengarkan kisah tersebut dengan penuh perasaan tegang.
Li popo menghela napas panjang, katanya kembali.
"Sekalipun kotak itu dibawa kabur namun mereka tak mengetahui rahasianya, dalam
perkiraan mereka setelah lewat beberapa waktu aku akan berubah pikiran dan
menceritakan rahasia tentang kotak itu kepada mereka. Siapa tahu aku justru
menjadi putus asa dan kecewa sekali setelah menyaksikan putriku yang kupelihara
hingga dewasa ternyata bersikap demikian kepadaku hakekatnya aku sudah enggan
bertemu lagi dengan mereka hingga akupun pergi jauh ke wilayah See bi dan
tinggal di lembah Cong cu kok ini."
"Hei, apa gunanya kau membicarakan soal soal yang tak penting itu" Kapan kau
hendak menyudahi ceritamu tersebut?" tukas Be Siau soh tidak sabar.
"Biarkan aku bercerita!" bentak Li popo.
Si nenek segera memberi tanda kepada Be Siau soh sambil berbisik.
"Biarkan saja ia bercerita!"
Be Siau soh pun tidak bersuara lebih jauh.
Maka Li popo pun bercerita kembali:
"Merekapun tunggu punya tunggu, berulang kali putriku yang durhaka itu ingin
memasuki lembah Cong cu kok untuk bertemu denganku, tapi setiap kali niatnya tak
pernah kesampaian, akhirnya bukan saja mereka tak berhasil mendapatkan rahasia
tentang kotak itu bahkan justru tewas karena benda itu!"
Sampai disini ia tak dapat menahan diri lagi sambil menengadah tergelaklah nenek
itu sekeras kerasnya. "Hei, popo! Apa yang kau tertawakan?" tegur Ong It sin dengan wajah kebingungan.
Dalam anggapan pemuda itu, cerita yang dikisahkan Li popo sebuah cerita yang
tragis dan menyedihkan ia tak habis mengerti adalah kenapa orang bukannya
menangis karena sedih, sebaliknya malah tertawa terbahak bahak.
Tapi Li popo masih juga tertawa tergelak tiada hentinya, sampai malam sekali ia
baru berkata lagi. "Kenapa aku tak boleh tertawa" Ketika putriku yang durhaka itu mencuri kotak
pusaka dan kabur bersama Ong Tang thian, siapa yang bisa membayangkan kesedihan
dalam hatiku" Perbuatan mereka sama seperti membunuh diriku, tapi kini mereka
justru mampus lebih dulu karena kotak tersebut, itulah kebaikan Thian dan itulah
ganjaran yang pantas buat mereka, kenapa pula aku tak boleh tertawa tergelak?"
Selesai mendengar perkataan itu, Ong It sin hanya tertawa getir belaka, ia tak
bisa berbicara lagi. "Setelah mereka mati, dalam anggapannya meskipun aku membenci mereka tak akan
membenci putranya" kata Li popo lebih jauh, "maka merekapun menyuruh putra
mereka dengan membawa kotak mestika tersebut datang menjumpai diriku, haaahh...
haaahh... haaahh... lagi-lagi mereka berbuat kekeliruan, aku tak akan
menceritakan rahasia kotak ini kepadanya, sekalipun putranya bakal merengek
rengek kepadaku!" Ketika berbicara sampai pada akhirnya perkataan dari Li popo hampir saja
diutarakan dengan suara setengah menjerit.
Ong It sin yang menyaksikan kejadian tersebut merasa sedih sekali buru buru
katanya: "Popo sudahlah kalau kau tak ingin mengatakannya sebab bagaimanapun juga aku
memang tak ingin tahu rahasia apa yang menyelimuti kotak mestika tersebut!"
Ucapan dari Ong It sin ini adalah kata kata sejujurnya, dia memang tak tertarik
sama sekali oleh rahasia dari kotak tersebut.
Tapi popo sama sekali tidak menggubris ucapannya dia hanya bertanya kepada si
nenek Be Siau soh berdua:
"Aku ingin bertanya lagi kepada kalian asal kamu berdua bersedia menjawab dengan
sejujurnya maka rahasia tentang kotak ini pasti akan kuberitahukan kepada kalian
berdua" "Tanyakan saja!"
Li popo menarik napas panjang panjang, lalu tanyanya:
"Apakah putri durhaka itu tewas ditangan kalian berdua?"
Si nenek segera tertawa dingin.
"Ketika putrimu mampus Siau soh masih seorang anak kecil, tapi dugaanmu memang
tak meleset memang toaciku Be Ji nio yang turun tangan cuma jalan ceritanya
berliku liku sekali, jadi lebih baik tak usah dibicarakan lagi"
Ong It sin yang iktu mendengarkan pembicaraan tersebut segera merasakan
kepalanya seperti disambar oleh geledek, sepasang kakinya kontan menjadi lemas
hingga jatuh terduduk. Pukulan batin yang dialaminya sekarang boleh dibilang benar benar teramat besar.
Oleh karena itu setelah jatuh terduudk diatas tanah, ia merasakan telinganya
mendengung keras dan pandangan matanya menjadi gelap.
Untuk sesaat lamanya ia seperti tidak mendengar apa apa seperti tidak melihat
apa apa... Cuma, perhatian semua orang waktu itu sedang ditujukan kepada Li popo jadi tak
seorangpun yang mengetahui keadaan anak muda tersebut.
Sambil manggut manggut Li popo berkata kembali:
"Baik, kalian dengarkan baik baik, pemandangan yang tercantum dalam kotak itu
merupakan pemandangan Ning peng cuan di bukit Pak thian san sesampainya disana
kalian akan melihat sebuah bukit salju, bila naik dari sebelah timur bukit salju
tersebut maka akan kau jumpai tujuh belas buah gua salju. Nah! Dalam gua salju
ke enam itulah merupakan tempat yang hendak kalian tuju"
Selesai berkata, ia lantas melemparkan kotak mustika itu kedepan.
Buru buru si nenek menyambar kotak itu dan menerimanya.
Sementara itu Ong It sin yang tergeletak di tanah baru sadar kembali pikirannya
pada waktu itu maka apa yang barusan dikatakan Li popo pun dapat terdengar pula
olehnya. Terdengar Li popo berkata kembali:
"Sungguhkah kalian tak akan turun tangan lagi kepadaku?"
"Heeeh... heeeh... heeeh... kenapa kami musti turun tangan lagi...?" jengek Be
Siau soh sambil tertawa dingin.
Kejut dan gusar Li popo setelah mendengar perkataan itu, bentaknya.
"Hei, apa maksudmu berkata demikian?"
"Kau anggap obat yang kuberikan kepadamu tadi adalah obat penawar" Hmm! Terus
terang kuberitahukan kepadamu, obat itu bernama Si sim wan (pil penggerogot
hati) saat ini sari racunnya sudah merasuk dalam ke setiap organ tubuhmu"
Li popo segera menjerit keras, toya besi yang ditancapkan diatas tanah itu
segera dicabut keluar dan langsung diayunkan ke depan.
Tapi baru saja toya terangkat, tiba-tiba badannya sempoyongan, dan... "Braaak!"
tak ampun lagi tubuhnya roboh terjengkang ke atas tanah
Menyaksikan kejadian tersebut, si nenek segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... Siau soh, kau memang pandai sekali bertindak,
kehebatanmu tidak berada dibawah ibumu. Haaahhh... haah... ia tak menyangka
kalau kita bakal bertindak secara demikian kepadanya, apa yang telah dikatakan
olehnya tadi sudah jelas tak bakal salah lagi!"
Sambil berkata ia mendongakkan kepalanya dan tertawa keras terus menerus, jelas
ia merasa amat berbangga hati.
"Ji ih! Baik baiklah kau simpan kotak itu" kata Be Siau soh kemudian, "bukit Pak
thian san terlalu jauh, aku agak tak tega untuk meninggalkan anakku, maka aku
tidak bermaksud untuk mengikuti dirimu pergi ke Pak thian san untuk mencari gua
salju tersebut!" Mula mula si nenek agak tertegun, kemudian katanya:
"Siau soh, kalau kau bisa berkata demikian, itu menandakan bahwa kau memang tahu
diri. Baiklah, jika bibi Ji ih betul betul berhasil mendapatkan kebaikan, pasti
tak akan kulupakan untuk memberi kepadamu, setuju bukan?"
Dengan langkah yang pelan Be Siau soh maju beberapa langkah kedepan, lalu
sahutnya: "Tentu saja, kalau aku ingin berebut kotak dengan Ji ih, bukankah hal ini sama
pula artinya mencari kematian buat diri sendiri?"
Sambil berkata ia menunjuk ke arah kotak mustika tersebut.
"Haaah... haaah... haaah... aku memang..."
Tapi baru saja ia mengucapkan ketiga patah kata tersebut, mendadak Be Siau soh
menggerakkan tangannya merampas kotak yang berada ditangan si nenek.
Oleh karena gerakan dari Be Siau soh ini dilakukan sangat mendadak dan sama
sekali diluar dugaan si nenek yang betapapun lihaynya dibuat tertegun juga
sehingga untuk sesaat lamanya ia tak sanggup melakukan sesuatu perbuatan apapun.
Pada kesempatan itu pula, Be Siau soh segera mengayunkan telapak tangannya ke
depan delapan sembilan batang jarum kelabang yang selama ini berada dalam
genggamannya itu segera disambit kedepan.
Padahal ketika itu Be Siau soh hanya berdiri dua tiga depa saja dihadapan si
nenek, kalau tidak bagaimana mungkin Be Siau soh dapat merampas kotak yang
berada di tangan si nenek"
Bisa dibayangkan saja bagaimana akibatnya ketika secara tiba-tiba pula ada
delapan sembilan batang jarum kelabang disambit ke arahnya secara mendadak
dengan kecepatan luar biasa"
Pada hakekatnya tak ada kesempatan lagi buat si nenek untuk melarikan dirinya.
Sementara dia masih tertegun, kedelapan sembilan batang jarum kelabang itu telah
menancap semua diatas tubuhnya, dan pada saat yang bersamaan pula Be Siau soh
telah melayang mundur jauh ke belakang.
Hingga detik itu si nenek agaknya masih belum mengerti apa gerangan yang telah
terjadi. Sambil menuding ke arah Be Siau soh yang telah mundur dua tiga kaki jauhnya itu,
ia berseru. "Siau soh, kau... kau..."
"Ji ih bukankah kau telah berkata bahwa caraku bekerja jauh lebih bagus daripada
ibuku?" ujar Be Siau soh dengan suara dingin.
"Benar, benar!"
Mendadak si nenek merentangkan sepasang tangannya lalu bagaikan seekor burung
aneh menerjang kedepan sana.
Be Siau soh masih tetap berdiri tak berkutik di tempat semula, sekalipun ia
menyaksikan tubuh si nenek sudah mencapai ketinggian beberapa kaki dan siap
menerjang ke arahnya. Pada saat itulah, si nenek yang sudah berada lima enam depa diudara menjerit
aneh kemudian tubuhnya seperti sepotong batu rontok ketanah dan terbanting keras
keras diatas tanah. Sewaktu mencapai permukaan tanah, sepasang matanya melotot besar penuh
kegusaran, jelas ia mati dengan penasaran.
Seperti diketahui, racun keji yang berada diujung jarum kelabang adalah sejenis
racun yang bekerja amat lambat bila sang korban sama sekali tak berkutik setelah
terserang, tadi begitu tubuhnya bergerak, maka serta merta racun itupun segera
akan bekerja. Oleh sebab itulah tak heran jika Li popo tak berani berkutik barang sedikitpun
setelah terkena racun kelabang, karena dia tahu racun dari Be Ji nio adalah
termasuk sejenis racun lihay.
Bisa dibayangkan apa yang terjadi dengan sinenek yang sudah terkena delapan
batang jaum kelabang tapi masih berani menerjang keudara, hakekatnya perbuatan
semacam itu sama seperti mencari kematian buat diri sendiri.
Dengan tewasnya dua orang nenek yang belum lama berselang masih melangsungkan
pertarungan sengit itu, suasana dalam lembah itu pun pulih kembali dalam
keheningan. Ong It sin membelalakkan sepasang matanya lebar lebar, mulutnya melongo dan
sepatah katapun tak sanggup diucapkan keluar.
Ia merasa tenggorokannya seperti tersumbat oleh suatu benda sehingga tiada suara
yang bisa diutarakan keluar.
Waktu itu ia bertanya terus kepada dirinya sendiri, benarkah gadis yang berada
dihadapannya sekarang adalah Be Siau soh"
Benarkah si gadis cantik manis yang berada di hadapannya dalah Be Siau soh yang
patut dikasihani dan menitipkan anaknya kepadanya itu"
Benarkah dia adalah Be Siau soh yang telah melakukan adegan syahdu dengannya
didalam ruangan batu itu"
Dengan wajah termangu mangu ditatapnya gadis itu dengan wajah kebingungan,
pikirannya benar benar terasa amat kalut.
Sementara itu Be Siau soh telah memalingkan kepalanya ke arah Ong It sin,
setelah mengawasinya sekejap, dia baru bertanya:
"Kenapa kau tidak berdiam di benteng Khek po?"
Sebenarnya Ong It sin telah bertekad untuk tidak mengakui gadis itu sebagai Be
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siau soh, tapi begitu soal benteng Khek po disinggung kontan saja ia menjadi
tertegun. "Jadi kau... kau benar-benar adalah Be Siau soh" Kau adalah Siau soh yang
kukenal?" "Benar, memangnya kau anggap Siau soh itu manusia macam apa?"
Ong It sin memandang sekejap tubuh Li popo dan si nenek yang tergeletak ditanah,
kemudian gumamnya seorang diri:
"Kalau begitu aku pasti sedang bermimpi, aku pasti sedang bermimpi buruk..."
Be Siau soh tidak sabar lagi, dia langsung menghampiri anak muda itu dan menegur
lebih jauh: "Hayo jawab, kenapa kau tidak berdiam di benteng Khek po" Dimanakah bocah itu?"
Ong It sin hanya bisa memandangi wajah si nona yang cantik jelita itu dengan
pikiran bingung, untuk sesaat sepatah katapun belum bisa juga diucapkan.
Pelan pelan Be Siau soh berjalan menghampiri ke hadapannya lalu berjongkok
disampingnya. Ong It sin mengendus bau harum semerbak yang merbangsang hatinya muncul dari
tubuh gadis itu, itulah bau harum yang sangat khas baginya, entah sudah beberapa
malam iad membayangkan kembali bau harum semerbak itu serta kejadian yang telah
dialaminya pada malam syahdu tersebut.
Tapi sekarang, berhadapan dua sosok mayat dari Li popo dan si nenek yang
tergeletak dihadapannya, ia tak bisa merasakan kembali bagaimana indahnya malam
syahdu tersebut, hal rmana membuat hatinya merasa sedih sehingga tanpa terasa
lagi dia menangis tersedu sedu.
Ong It sin yang menangis secara tiba-tiba ini sama sekali diluar dugaan Bet Siau
soh, dalam anggapannya, jangan-jangan bocah itu sudah tertimpa musibah.
Paras mukanya segera berubah hebat, dengan suara melengking teriaknya keras
keras. "Kau membawa anakku ke mana" Bagaimana keadaan anakku sekarang?"
Ong It sin belum juga menjawab, dia hanya menangis tersedu sedu bahkan makin
menangis semakin sedih. Apa yang dibayangkan selama ini hanya keindahan malam yang pernah dilewatinya
bersama Be Siau soh itu, peristiwa tersebut boleh dibilang merupakan kejadian
paling menyenangkan selama hidupnya.
Sekalipun setiap kali terbayang akan diri Be Siau soh, ia merasa bingung
bercampur sedih, tapi kenangannya selalu indah dan manis.
Tapi sekarang, keindahan yang dimilikinya itu telah lenyap dengan begitu saja,
bagaimana mungkin hatinya tidak menjadi sedih.
Sebagai seorang pemuda yang tak pernah menangis, sekali meledak isak tangisnya
maka hebatlah akibatnya. Isak tangis yang makin lama makin sedih itu membuat Be Siau soh makin bingung
dan kalut pikirannya. Sudah puluhan kali ia menanyakan soal anaknya tapi pemuda itu belum juga
menjawab, akhirnya setelah ia berteriak disisi telinga pemuda itu, Ong It sin
baru berseru: "Hilang... semuanya telah hilang..."
Jawaban tersebut semakin mengejutkan Be Siau soh, dengan cepat ia mencengkeram
baru anak muda itu lalu diangkatnya ke udara, setelah itu bentaknya lagi.
"Kenapa bocah itu bisa hilang" Apakah kau telah membunuhnya?"
Pelan pelan Ong It sin dapat menjadi tenang kembali,
"Kau... kau bilang aku telah membunuh anak itu?" ia balik bertanya.
Rupanya dia tidak mengerti dengan maksud ucapan dari si nona, maka pemuda itu
balik bertanya. Apa lacur Ong It sin baru saja berhenti menangis, suaranya masih tersendat
sendat karena menahan sesenggukannya, maka perkataan itu kedengaran malah
seperti "aku telah membunuh anak itu"...
Ucapan yang kurang jelas tersebut membuat Be Siau soh menjadi salah paham dia
mengira anaknya benar benar telah mati ditangan Ong It sin, hal mana membuat
hatinya benar benar bergetar keras
Sekalipun dia kawin dengan Khek po pocu dengan maksud tertentu, tapi
bagaimanapun juga anak itu tetap merupakan anaknya yang telah dikandung selama
sembilan bulan lebih sepuluh hari didalam rahimnya, sedikit banyak rasa cinta
dari ibu terhadap anaknya tetap ada.
Dalam kejutnya, gadis itu segera mengayunkan telapak tangannya ke depan untuk
menghajar batok kepala Ong It sin.
Tapi pada saat itu pula mendadak hatinya terasa amat sakit, walaupun pukulan
tersebut bersarang juga diatas batok kepala si anak muda itu, akan tetapi
berhubung pandangan matanya menjadi gelap dan ia jatuh tak sadarkan diri, maka
serangan tersebut sedikitpun tidak membawa daya kekuatan.
Ong It sin mimpipun tak menyangka kalau jiwanya hampir melayang akibat ucapannya
yang kurang jelas. Ketika menyaksikan gadis she Be itu roboh ke tanah dengan wajah pucat pias
seperti mayat, buru-buru dia membimbingnya bangun sambil berseru.
"Nona Be, nona Be, kenapa kau jatuh tak sadarkan diri?"
Setelah berteriak puluhan kali Be Siau soh baru sadar kembali dari pingsannya,
begitu melompat bangun, ia lantas mencengkeram tangan Ong It sin sambil berseru:
"Kau... kau berani membunuh anakku?"
Ong It sin sangat terperanjat mendengar perkataan itu, sambil melompat bangun
teriaknya: "Hei, siapa yang bilang aku melakukan perbuatan semacam ini" Jika aku sampai
mengganggu seujung rambutnya saja, biar aku segera dijebloskan kedalam neraka
tingkat kedelapan belas!"
Pelan pelan Be Siau soh dapat menenangkan kembali hatinya, ia adalah seorang
gadis yang pintar, dengan cepat disadari bahwa ia telah salah menduga, maka
sambil menghela napas katanya:
"Kalau begitu kenapa kau tidak berada dalam benteng Khek po untuk menjaga anak
itu?" "Yaa, apa boleh buat?" Ong It sin tertawa getir, "aku telah diusir oleh pocu!"
Be Siau soh segera meronta bangun dari pelukan Ong It sin, teriaknya cepat
cepat: "Lantas dimanakah pedang antik yang kuserahkan kepadamu itu?"
ooowOdooo Ong It sin tertawa, sahutnya:
"Pedang antik itu telah kupersatukan kembali dengan sarung pedang Cian nian
liong siau, gembirakah kau?"
Be Siau soh berseru tertahan lalu dengan sangat gembira dipeluknya anak muda itu
erat erat dan mencium pipinya dengan mesrah.
"Oooh... kau memang baik sekali" serunya, "cepat serahkan pedang berikut
sarungnya itu kepadaku."
"Tapi sekarang pedang itu tidak berada ditanganku!" sahut Ong It sin agak
tersipu. "Apa?" Be Siau soh menjerit kaget.
"Ada seorang manusia aneh berkepala besar berambut kuning yang memiliki ilmu
silat sangat lihay berkata bahwa bila pedang berikut sarungnya itu disimpan,
kendatipun ilmu silatku tinggi, belum tentu dapat melindunginya, maka ia bilang
akan menyimpankan dulu senjata tersebut untuk sementara waktu!"
Hampir meledak pada Be Siau soh setelah mendengar perkataan itu, rasa gusar yang
berkobar dalam dadanya sukar dilukiskan dengan kata kata serunya kemudian:
"Dan kaupun menyerahkan dengan begitu saja senjata tersebut kepadanya...?"
Ong It sin sadar bahwa kejadian itu telah berkembang menjadi amat serius, dia
lantas manggut manggut. "Benar, aku lihat si manusia aneh berkepala besar berambut kuning itu memang
memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, aku rasa memang paling aman jika
menitipkan senjata tersebut untuk sementara waktu ditangannya, maka akupun
menyerahkan pedang tersebut kepadanya!"
Be Siau soh telah mengayunkan telapak tangannya siap menampar wajah Ong It sin
keras keras tapi menyaksikan wajahnya yang ketolol tololan itu ia segera
urungkan kembali niatnya, sebab dia tahu sekalipun pemuda itu ditampar juga tak
ada gunanya, karena belum tentu dia tahu sebab dirinya ditampar.
Maka setelah termenung sejenak, dia berkata
"Kau memang dungu, gobloknya seperti babi. anggap saja aku memang bermata buta
sehingga menyerahkan persoalan penting ini kepada seorang manusia yang lebih
goblok dari babi seperti kau!"
Dampratan itu sama sekali tidak tanggung tanggung, sudah barang tentu amat
menyakitkan hati Ong It sin.
Sebagai seorang pemuda yang goblok, sesungguhnya ia sudah terbiasa dimaki orang,
tapi makian dari Be Siau soh justru amat melukai hatinya, sebab didalam
anggapannya gadis itu adlaah orang terbaik didunia ini, dan sekarang orang yang
palinag baik kepadanya telah mendampratnya lebih dungu daripada seekor babi,
bayangkan saja, betapa sedihnya anak muda tebrsebut menghadapi kejadian semacam
ini. Untuk sesaatr lamanya ia menjadi termangu mangu dan berdiri bodoh ditempat,
sepatah katapun tidak diucapkan.
Be Siau soh mentggerakkan tangannya siap menghajar kembali dadanya, tapi niat
tersebut kembali diurungkan.
Sambil menarik kembali serangannya dia berkata:
"Sebenarnya, aku hendak membunuhmu karena kau telah menghilangkan pedang antik
Hu si ku kiam milikku, tapi sekarang aku telah mengampuni selembar jiwamu,
apakah kau merasa amat berterima kasih sekali?"
Ong It sin tidak menjawab, diam diam pikirnya:
"Sesungguhnya dengan sukarela pasrah aku bersedia melakukan semua tugas yang kau
berikan kepadaku, tapi sekarang kau memakiku lebih dungu dari seekor babi, apa
lagi yang harus kukatakan?"
Semakin dipikir ia merasa semakin sedih, sehingga untuk sesaat lamanya tak
sanggup mengucapkan sepatah katapun.
"Hei tadi kau bilang pedang itu diambil oleh seorang manusia aneh berkepala
besar berambut kuning, sebenarnya siapa namanya?" tanya Be Siau soh tiba tiba,
"sarung naga Cian nian liong siau sudah banyak tahun tak diketahui jejaknya,
kenapa bisa muncul secara tiba tiba?"
"Cian nian liong siau dibawa oleh Say siu jin mo (manusia iblis berkepala singa)
kedalam benteng Khek po, maksudnya hendak meminta pedang Hu si ku kiam dari
tangan Pocu kemudian muncullah Say siu jin mo dan mengalahkan Say siu jin mo,
Say siu jin mo itupun merampas sarung naga milik Say siu jin mo, Say siu jin mo
tahu pedang antik berada ditanganku..."
"Tutup mulut!" tiba tiba Be Siau soh membentak.
Ong It sin tertegun dan segera membungkam.
Rupanya apa yang diucapkan olehnya barusan telah membingungkan diri Be Siau soh.
Padahal, darimana dia tahu kalau apa yang diucapkan Ong It sin sesungguhnya
adalah kata sejujurnya, sebab ada dua orang Say siu jin mo yang telah munculkan
diri, tapi berhubung ia tidak memberi keterangan lebih dahulu, sudah barang
tentu Be Siau soh dibikin kebingungan setengah mati...
Dengan gusar Be Siau soh berkata:
"Sungguh tak kusangka kau pura pura jujur, ternyata seorang manusia yang pandai
bermain kayu. Hmm! Hayo bicara sejujurnya pada yang telah terjadi...!"
Melihat kelembutan dan kebaikan hati si nona sama sekali lenyap, sebaliknya ia
malahan menggunakan kata kata tajam untuk memakinya, Ong It sin semakin terpukul
hatinya, kesedihan yang luar biasa membuatnya harus berbicara secara terbata
bata. Setelah dengan susah payah membeberkan semua yang terjadi akhirnya Be Siau soh
baru dapat menangkap apa gerangan yang telah terjadi katanya kemudian.
"Jadi menurut pendapatmu, Say siu jin mo dapat mengembalikan pedang berikut
sarungnya itu padamu?"
"Aku rasa dia tak akan mengingkari janji"
Mendengar sampai disitu Be Siau soh pun segera berpikir:
"Yaa, bicara seribu kalipun tak ada gunanya, siapa menyuruh aku mempercayai
seorang tolol seperti dia, apa lagi yang mesti kulakukan sekarang" Membunuhnya
bukan suatu cara yang baik, malah ada baiknya biarkan saja ia tetap hidup, siapa
tahu malahan akan mendatangkan kegunaan bagiku dikemudian hari?"
Berpikir sampai disitu, ujarnya kemudian.
"Kalau begitu, apa pula yang hendak kau lakukan jika dapat memperoleh kembali
pedang dan sarungnya itu?"
"Aku pasti akan mencari kau sampai dapat dan mengembalikannya kepadamu..."
"Emmm... hitung-hitung kau masih mempunyai sedikit liang sim, nah! Sekarang kau
boleh enyah dari sini, karena aku masih ada urusan penting yang harus
diselesaikan!" Ucapan itu membuat Ong It sin menjadi tertegun, tapi ia masih mempunayi sebercak
harapan kembali tanyanya:
"Nona Be, tentang kejadian malam itu dirumah batu..."
Tapi sebelum ia sempat menyelesaikan kata-katanya, paras muka Be Siau soh telah
berubah hebat, bentaknya.
"Tutup mulut, jika kau berani menyinggung kembali kejadian malam itu, aku segera
membunuhmu!" Ong It sin menjadi terbelalak dengan mulut melongo dampratan dari Be Siau soh
telah melenyapkan sama sekali harapannya yang terakhir, untuk sesaat lamanya dia
merasakan pikirannya kosong dan melayang layang, untuk sesaat tak tahu apa yang
musti diucapkannya. Melihat pemuda itu belum juga pergi dari situ, Be Siau soh dengan mata melotot
dan alis mata berkenyit kembali berseru:
"Aku hendak peringatkan kepadamu juga, kepada siapapun kau dilarang mengatakan
bahwa kau kenal denganku!"
Keadaan Ong It sin pada saat ini ibaratnya seseorang yang terluka parah, ia
mulai merintih. "Masa... masa bilang kenal dengan kau saja tidak boleh?" bisiknya dengan sedih.
"Yaa, kalau kau berani berkata begitu, aku pun akan merenggut selembar jiwamu!"
Ong It sin menundukkan kepalanya rendah rendah, ia tak mampu berbicara lagi.
Untuk sesaat kemudian, dia baru pelan pelan memutar badan dan pergi dari situ.
Pikiran maupun perasaannya ketika itu kosong dan tak berisi apa apa, bahkan pada
hakekatnya dia tak tahu kemanakah dia harus pergi.
Ia hanya berjalan terus tiada hentinya menanti hari telah gelap, dia baru
menghentikan langkahnya. Dalam kegelapan malam yang mencekam seluruh jagad, dia tak tahu dimanakah
sekarang berada dan apa yang musti dilakukan.
Dalam keadaan beginilah dia menghela nafas panjang.
Semua pengalaman yang dialaminya selama ini ibaratnya suatu impian baginya,
banyak sudah yang ia telah lakukan selama ini, tapi ketika mendusin dari
impiannya, semua berakhir dan semua musnah dengan begitu saja.
Semua sanak keluarganya telah hilang lenyap, familinya pada mati satu satunya
nenek yang baru dijumpai pun belum berbicara banyak telah tewas pula ditangan Be
Siau soh, sekarang ia benar benar hidup sebatang kara.
Ketika masih hidup dalam perkampungan keluarga Li dulu, sekalipun tak bisa
dikatakan terlalu gembira, diapun tak pernah murung seperti penderitaan yang
dialaminya sekarang. Dengan termangu mangu ia duduk dalam kegelapan dan tak tahu apa yang harus
dilakukan. Setengah jam sudah lewat tanpa terasa, pikirannya makin lama makin bertambah
kalut, tapi diapun tak tahu apa yang dipikirkannya selama ini.
Suatu ketika, mendadak ia teringat kembali akan diri Be Yau dan Lau Hui.
Diapun teringat pula ketika Be Yau menyerahkan kotak itu kepadanya sambil
berpesan bahwa kotak tersebut merupakan benda peninggalan dari mendiang ayahnya.
Tapi sekarang, kotak mustika yang merupakan satu-satunya benda warisan dari
ayahnya dirampas pula oleh Be Siau soh.
Dalam keadaan pikiran yang gundah ia menghela napas panjang dan berdiri.
Pada saat itulah tiba tiba ia menangkap serentetan suara aneh berkumandang dari
tempat kejauhan yang kian lama kian bertambah dekat.
Ong It sin sama sekali tidak berani untuk menghindarkan diri atau kabur dari
situ, dengan memalas malasan ia mendongakkan kepalanya.
Tampaklah emapt titik sinar putih tiba tiba muncul dari balik hutan sana dan
melayang datang dengan kecepatan tinggi.
Mengikuti cahaya putih yang kian lama kian bertambah besar itu, suara aneh yang
membendung di udarapun kian lama kian bertambah hebat.
Sepintas lalu suara aneh tersebut seperti suara serombongan hwesio yang sedang
liam-keng, begitu hiruk pikuk sehingga membuat orang terasa mengantuk sekali.
Ong It sin memperhatikan pula sekeliling tempat itu, ia jumpai sinar tajam yang
muncul dari empat penjuru itu tiba tiba berhenti dengan sendirinya setelah
berada dua tiga kaki dihadapannya.
Sekarang Ong It sin baru bisa melihat bahwa sinar tajam yang muncul dari empat
penjuru itu ternyata adalah empat buah lentera.
Yang membawa keempat buah lentera tersebut adalah empat orang manusia berbaju
putih. Empat orang manusia berbaju putih itu mempunyai wajah yang aneh dengan sinar
mata setajam sembilu, tampaknya mengerikan sekali sehingga membuat bulu kuduk
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anak muda itu pada berdiri.
Setibanya dihadapan Ong It sin keempat orang itu berhenti sambil menghentikan
pula gumamnya. Diamatinya anak muda itu sekejap, kemudian salah seorang diantara keempat orang
itu menegur: "Engkoh cilik, bersediakah engkau memberi petunjuk jalan buat kami" Atas
kebaikanmu itu kami pasti akan merasa berterima kasih sekali"
Orang yang berbicara itu mempunyai suara yang tak sedap didengar, begitu keras
dan kaku membuat perasaan orang menjadi tak enak.
"Aneh betul orang ini" Ong It sin segera membatin, "aku sendiri saja tidak tahu
sekarang berada dimana mereka malah bertanya kepadaku... apa tidak lucu?"
Dari potongan muka yang bermata cekung dan berhidung mancung jelas menunjukkan
bahwa mereka bukan orang-orang suku Han.
Tak heran kalau logat suaranya amat tak sedap didengar.
Kembali terdengar salah seorang diantara keempat orang itu bertanya:
"Kami hendak menuju kelembah Cong cu kok, jalanan manakah yang harus kami
lewati?" Begitu mendengar nama lembah "Cong cu kok", kontan saja Ong It sin merasakan
hatinya bergetar keras. "Apa" Kalian hendak pergi ke lembah Cong cu kok?" serunya tertahan, "mau apa
kalian ke situ?" "Kami hendak menyambangi Li popo!"
Terbayang kembali akan kematian Li popo, yang mengenaskan, sekalipun ia telah
mendamprat dan menggebuknya, tak urung timbul juga rasa sedih didalam hatinya.
"Aaai... kalian berempat tak usah ke situ lagi" katanya kemudian sambil menghela
napas, "Li popo sudah tidak didunia lagi"
"Apa" Ilmu silat Li popo tiada tandingannya di kolong langit, mana mungkin ia
sudah tiada lagi didunia ini?" seru keempat orang itu dengan wajah tertegun.
"Tak usah banyak bertanya lagi" Ong It sin ulapkan tangannya, "aku sedang
bersedih hati karena kematian popo yang mengenaskan itu, buat apa kalian ribut
terus menerus?" "Lantas apa hubunganmu dengan Li popo?" tanya keempat orang itu sambil melompat
maju beberapa langkah. "Dia adalah nenek luarku, ibu dari ibuku!"
"Aaah...! Itupun tak apa!" seru keempat orang itu sambil melompat lebih kedepan,
"sekalipun Li popo tidak berhasil ditemukan, bertemu denganmu pun sama saja.
Majikan kami justru sedang bertanya Li popo tentang perjanjiannya pada enam
belas tahun berselang, kalau memang Li popo sudah meninggal dunia lebih baik kau
saja yang memberikan pertanggung jawabnya"
Ucapan itu membuat Ong It sin tertegun kembali pikirnya.
"Waaah... semua orang mengatakan aku bodoh tak tahunya empat orang ini jauh
lebih goblok dariku, jangankan aku tak pernah berjumpa dengan nenekku itu,
sekalipun selama ini aku bersama dengan nenekpun masa kejadian pada enam belas
tahun berselang bisa kuketahui" Siapa pula yang mengetahui majikan kalian itu
manusia macam apa dan janji apa pula yang telah dibuat?"
Karena berpikir demikian, sambil melotot kearah keempat orang itu, diapun
menegur: "Perjanjian apakah yang kalian maksudkan" Kenapa aku tidak tahu?"
"Hei, bukankah dia adalah ibunya ibumu" Itu berarti kau adalah anaknya putrinya,
mana mungkin tidak tahu?"
"Betul, aku betul betul tidak tahu" tukas Ong It sin tak sabar, "aku sendiripun
belum lama bertemu dengan nenek, tapi dia telah mati dengan begitu saja. Padahal
sebelum ketemu, aku masih tidak tahu kalau di dunia ini aku masih mempunyai
seorang nenek!" "Nah, kata kata semacam itu baru mirip seperti suatu perkataan. Enam belas tahun
berselang, majikan kami telah berangkat ke luar perbatasan untuk mencari Kwang
tong tay hiap Ong Tang thian..."
Betapa terkejutnya Ong It sin ketika secara tiba tiba orang itu menyinggung soal
nama ayahnya, karena tak kuasa menahan emosinya, dia segera menjerit keras:
"Siapakah majikan kalian?"
Orang itu menjadi kaget setelah mendengar jeritan dari Ong It sin, sebetulnya
dia ingin bercerita lebih jauh, tapi karena teriakan itu merekapun saling
berpandangan tanpa berbicara lagi.
"Hayo bicara!" teriak Ong It sin dengan perasaan gelisah, "siapakah majikan
kalian" Mau apa dia pergi ke luar perbatasan untuk mencari ayahku pada enam
belas tahun berselang?"
"Oooh... jadi Ong Tang thian adalah ayahmu" Aku sendiri pun tak tahu ada urusan
apa majikan kami pergi mencarinya" kata orang itu cepat, "kalau memang Li popo
telah mati, maka lebih baik kau ikuti kami untuk menghadap majikan kami saja,
bagaimana" Kau bersedia bukan?"
Barang siapa yang menghadapi peristiwa tanpa ujung dan pangkalnya ini, tak nanti
mereka akan bersedia untuk memenuhi keinginan lawan.
Tapi pertama berhubung Ong It sin adalah seorang manusia yang jujur, kedua
berhubung ia tak pernah punya tempat tinggal tetap dan sudah terbiasa mengikuti
ajakan orang, dan ketiga karena ia mendengar bahwa majikan dari keempat orang
ini kenal dengan ayahnya, timbullah niatnya untuk mencari sebab sebab kematian
dari ayahnya. Maka mendengar tawaran tawaran itu, Ong It sin segera manggut manggut.
Agaknya keempat orang itu tidak menyangka kalau urusan bakal selesai dengan
begitu mudah, sambil memegang lentera untuk menerangi wajah pemuda itu,
merekapun berseru: "Harap ikutilah kami!"
Ong It sin memperhatikan pula lentera lawan dengan seksama, ia merasa lampu itu
seperti terbuat dari salju, sehingga sinar yang terpancar keluar dari lentera
itu begitu dingin dan suram, menimbulkan suatu perasaan aneh baginya.
Ong It sin ingin menarik kembali perkataannya karena seram, tapi sebagai seorang
lelaki sejati dia merasa tak baik untuk menjilat kembali perkataan yang keluar.
Maka ketika keempat orang itu berjalan ke depan, diapun mengikuti di
belakangnya. Semalam suntuk mereka berjalan terus tanpa berhenti, hingga pada keesokan
harinya terdengarlah suara air yang amat keras berkumandang dari balik bukit
sana, ternyata mereka telah tiba ditepi sebuah sungai yang besar sekali.
Sungai besar itu lebarnya hampir mencapai tiga puluh kaki lebih, dan juga
arusnya sangat deras, gelombang besar yang menumbuk di atas batu karang segera
memercikkan bunga air yang memancar jauh kemana mana.
Seingat Ong It sin, sejak dilahirkan sampai sekarang belum pernah ia menjumpai
sungai sebesar ini, dia mulai menjadi ragu ragu, akan diajak ke manakah dirinya
oleh keempat orang itu"
Ketika tiba ditepi sungai, keempat orang itupun segera berhenti.
"Bagaimana cara kita untuk menyeberangi sungai ini?" tanya Ong It sin kemudian.
"Kita tak perlu menyeberangi sungai ini!"
Sambil menyahut orang itu mengeluarkan sebuah sumpritan dari sakunya dan segera
memperdengarkan suara pekikan yang sangat aneh.
Tak selang beberapa saat kemudian, dari atas batu muncul sebuah rakit yang
meluncur datang dengan kecepatan luar biasa, dalam waktu singkat rakit itu sudah
berada semakin dekat dengan tempat mereka berada.
Saat itulah ia menyaksikan seorang laki laki kekar seperti sebuah pagoda berdiri
dengan badan setengah telanjang dan membawa sebuah jangkar yang besar sekali.
Sedemikian besarnya jangkar itu paling tidak juga berbobot dua ratus kati lebih.
Ketika rakit sudah dekat dengan tempat mereka berada tiba tiba ia melemparkan
jangkar besar itu keatas daratan.
"Cring...!" dengan menimbulkan suara gemerincing yang memekikkan telinga,
jangkar besi itu segera menancap dalam dalam diatas sebuah rakit yang sedang
mengalir mengikuti arus itupun segera berhenti.
Sampai rakit itu berhenti, Ong It sin baru dapat menghembuskan napas lega.
Sekarang baru terlihat olehnya bahwa kecuali laki-laki kekar itu, diatas rakit
masih ada seorang lainnya lagi.
Cuma saja orang itu berbaring diatas rakit dengan tubuhnya ditutup oleh selimut
bulu kambing yang sangat tebal, hanya kepalanya saja yang muncul dari balik selimut
tersebut. Ketika Ong It sin mengamati wajah orang itu, dia baru merasa terperanjat karena
orang itu pada hakekatnya bukan seorang manusia hidup.
Orang itu berwajah pucat keabu-abuan dengan sepasang mata yang amat cekung,
sekalipun sepasang matanya terbuka lebar tapi biji matanya sama sekali tak
berkutik. Kepalanya kurus kering tak kelihatan ada sedikit dagingpun, hakekatnya
seonggokan tengkorak manusia yang tinggal kulit pembungkus tulang...
Dengan hati terkejut Ong It sin berteriak keras:
"Hei, siapakah orang itu?"
"Dia adalah majikan kami!" jawab keempat orang itu berbareng.
Ong It sin segera menarik napas dingin dari gerak gerik yang dilakukan keempat
orang itu, dapat diketahui olehnya bahwa mereka memiliki ilmu silat yang luar
biasa hebatnya, jika orang ini adalah majikan mereka maka tak bisa disangkal
lagi, kepandaian yang dimiliki tengkorak itu pasti tak terlukiskan hebatnya.
Ong It sin tertawa getir, lalu bisiknya
"Eeh... eeh... apakah majikanmu masih bisa bernapas?"
"Huus! Jangan sembarangan bicara sobat" bentak orang itu cepat, "hayo maju dan
menjumpai majikan kami!"
Empat orang itu segera mengempit Ong It sin ditengah dan tanpa banyak berbicara
lagi membawanya melompat ke atas rakit.
Setibanya diatas rakit tersebut, keempat orang itu segera menjatuhkan diri
berlutut dihadapan manusia macam tengkorak itu sambil berkata:
"Majikan, dalam lembah Cong cu kok telah terjadi perubahan, Li popo telah
tewas!" Sebenarnya manusia tengkorak itu berbaring dengan wajah pucat dan mata yang
terpejam rapat, akan tetapi setelah mendengar perkataan itu, kontan saja
sepasang matanya terbelalak lebar lebar dan memperdengarkan seruan tertahan.
Kembali empat orang itu berkata kembali:
"Lapor majikan, walaupun Li popo telah mati tapi secara kebetulan kami telah
bertemu dengan cucu luarnya Li popo, sekarang kami telah membawanya datang
menjumpai dirimu!" Sekali lagi manusia tengkorak itu berseru tertahan, seakan-akan kecuali suara
"Aah!" dia tak mampu mengucapkan kata yang kedua lagi.
Salah seorang diantaranya segera menuding ke arah Ong It sin sembari berkata:
"Silahkan kau periksa majikan, dialah cucu luar Li popo yang kami maksudkan
itu... Pelan pelan orang itu memalingkan kepalanya.
Sewaktu kepalanya berpaling itu, tubuhnya yang diselimuti dengan kulit kambing
itu sama sekali tidak berkutik sama sekali, seakan akan hanya kepalanya saja
yang bergerak. Bahkan kepala berpaling, tulang tengkuknya memperdengarkan suara gerutuk yang
amat nyaring, seakan akan tulang tersebut setiap saat dapat menjadi patah dan
hancur. Ong It sin adalah seorang pemuda yang berhati baik, ketika dilihatnya orang itu
sakit bahkan sambil memaksakan diri untuk berpaling sehingga tulang tengkuknya
berbunyi gemerutukan, ia merasa sangat tak tega, sambil maju menghampiri orang
itu dan berjongkok di sisinya agar orang itu bisa melihat dengan lebih jelas
lagi, katanya: "Jika kau merasa terlalu payah untuk berpaling lebih baik jangan kau gerakkan
tubuhmu!" Baru selesai perkataan itu, tahu-tahu sinar matanya telah beradu pandangan
dengan sinar mata orang itu.
Kontan saja jantung berdenyut lebih keras, ia merasa orang itu memiliki sinar
mata yang lebih tajam dari sembilu.
Begitukah sinar mata dari seseorang yang menjelang saat ajal" Jelas tidak
mungkin! Sementara ia masih terperanjat, tiba tiba orang itu telah menjulurkan tangan
kirinya dari balik selimut berkulit domba itu.
Tampaklah tangannya yang kurus kering seperti lidi, kelima jari tangannya
seperti kuku setan langsung mencengkeram lengan si anak muda itu...
Merasakan dirinya kena dicengkeram, mendadak sontak Ong It sin menjerit aneh
sekeras kerasnya. "Bagus, bagus sekali, Ong Tang thian, sudah datangkah kau?" tegur orang itu
dengan suara yang parau dan dalam.
"Hei sobat! Kau salah sangka..." buru buru Ong It sin berseru, "aku bukan Ong
Tang thian, aku bernama Ong It sin, Ong Tang thian adalah ayahku!"
Kulit wajah orang itu kembali bergetar keras lalu menunjukkan sikap kebingungan.
"Kau... kau bukan Ong Tang thian?" bisiknya keheranan, "kau adalah putranya"
Lantas dimanakah ayahmu?"
Sebenarnya maksud kedatangan Ong It sin kesitu adalah ingin mencari tahu tentang
sebab kematian yang menimpa ayahnya, tapi sekarang terbukti bahwa orang itu
tidak tahu kalau ayahnya telah mati, itu berarti pula bahwa harapannya kembali
akan meleset. Berpikir demikian, sekuat tenaga dia berusaha untuk melepaskan diri dari
cengkeraman kelima jari tangan orang itu, tapi sayang tangan orang tersebut jauh
lebih keras daripada japitan braja, sekalipun ia telah berusaha dengan sekuat
tenaga, maksudnya itu belum juga berhasil.
Karena kehabisan daya, Ong It sin pun berkata:
"Ayahku telah meninggal dunia!"
"Apa" Sudah mati... sudah mati...?" jerit orang itu dengan suara parau, "ia
telah mati di tangan siapa?"
Ong It sin menghela napas panjang.
"Aaai... sampai sekarang pun aku masih belum tahu, tapi agaknya seperti salah
satu diantara empat jago lihay dari partai Tiong lam. Tapi ada orang yang
memberitahukan pula kepadaku bahwa dibalik kesemuanya masih terbanyak liku
likunya, maka aku pingin bertanya kepadamu apakah kau tahu..."
Sampai ditengah jalan mendadak teringat olehnya bahwa orang sama sekali tidak
tahu kalau ayahnya sudah mati, sudah barang tentu tidak akan tahu juga kalau
ayahnya telah mati ditangan siapa, maka perkataan selanjutnya pun segera ditelan
kembali. Orang itu mendengus lalu menarik tangannya ke belakang sehingga tubuh Ong It sin
terbetot lebih maju ke depan.
Kini wajah Ong It sin tinggal selisih beberapa depa saja dari wajah si manusia
tengkorak tersebut tentu saja hal mana membuat hatinya menjadi bergidik dan
ketakutan setengah mati. "Kalau Ong Tang thian sudah mati, lantas bagaimana dengan nasib istrinya Li
Hong?" tanya orang itu.
Pertanyaan tersebut segera menimbulkan kembali rasa sedih dalam hati Ong It sin
katanya: "Ibuku mati duluan daripada ayahku, bagaimanakah tampang wajahnya aku sendiripun
tidak teringat lagi"
"Bagus sekali, Li popo dan Ong Tang thian sekalian telah mati semua, kalau
begitu kotak mustika tersebut pasti berada dalam sakumu bukan?"
Baru pertama kali ini Ong It sin mendengar ada orang menyebut nama "Li Hong" dia
lantas menduga itulah nama kecil ibunya.
Rasa sedih kembali menyelimuti wajahnya setelah merenung sejenak katanya:
"Kotak" Kau maksudkan kotak yang didalamnya berisikan lukisan pemandangan alam
itu?" "Benar, benar!" buru-buru orang itu mengangguk.
"Kotak itu... "
Sebetulnya ia hendak mengatakan bahwa kotak itu berada ditangan Be Siau soh,
tapi ia segera teringat peringatan dari sang nona yang melarangnya untuk
mengatakan kepada orang lain bahwa mereka saling mengenal. Tentu saja diapun tak
bisa mengatakan kalau kotak itu berada ditangannya jika mereka berdua pun tidak
saling mengenal. Maka setelah termenung, diapun berkata lagi:
"Kotak itu tak ada ditempatku!"
Mencorong sinar kebuasan dari balik mata orang itu, kelima jari tangannya yang
mencengkeram lengannya itu mendadak dikendorkan.
Tapi sebelum Obng It sin sempat mundur ke belakang, kelima jari tangannya telah
bergerak maju kembali kemuka sambil mencengkeram tenggorokan anak muda itu.
Kena dicekik lehernya, Ong It sin merasakan napasnya menjadi sesak.
Ia tahu jika cekikan orang itu dilanjutkan niscaya tubuhnya akan mati kaku
karena putus napas. "Hei... hei... apa apaan kau?" teriaknya kemudian dengan suara keras.
"Hmmm...! Jangan kau anggap aku hanya ada sebuah lengan yang bisa digerakkan,
maka kau berani bicara bohong kepadaku!"
"Aneh betul orang ini" pikir Ong It sin dalam hatinya, "aku toh tidak mengganggu
apa apa kepadamu, malah sebaliknya justru kau yang lagi mencekik leherku, kenapa
kau mengatakan aku yang menganiayaimu Orang ini betul betul orang yang tak tahu
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aturan didunia ini."
"Siapa yang berbohong kepadamu?" serunya kemudian dengan suara penasaran "aku
berbicara dengan sejujurnya!"
"Baik, anggap saja memang tidak berada ditanganmu, tapi tentunya kau tahu bukan
benda itu berada di tangan siapa" Hayo cepat katakan kepadaku!"
Sambil berkata kelima jari tangannya mencekik semakin keras.
Seketika itu juga Ong It sin merasakan kepalanya menjadi pusing tujuh keliling
dan matanya berkunang kunang, hampir saja ia kehabisan napas dan hendak
menyebutkan nama Be Siau soh.
Untung nama tersebut belum sempat disebutkan, karena pada saat itu juga ia
mendengar suara tertawa merdu dari Be Siau soh sedang berkumandang dari belakang
tubuhnya. "Hei lotiang!" terdengar gadis itu berseru dengan suaranya yang amat merdu,
"kenapa kau musti marah marah" Persoalan apa sih yang menyebabkan kau ingin
mencekik engkoh cilik ini sampai mampus" Hei, kalian berlima! Kenapa kalian
hanya berdiam diri saja?"
Laki-laki yang menjadi pemimpin rombongan itu segera membentak:
"Nona manis, kalau urusan tidak menyangkut dirimu, lebih baik kau menyingkir
saja" "Walaupun engkoh cilik itu tidak kukenal tapi aku lihat dia adalah seorang yang
jujur dan baik hati" kata Be Siau soh kembali "bila ia pernah berbuat kesalahan
kepada lotiang damprat sajalah dengan beberapa patah kata, buat apa kau musti
bersikap begitu kejam terhadap seorang engkoh cilik yang jujur?"
Sungguh amat sedih Ong It sin ketika mendengar Be Siau soh mengatakan bahwa ia
tidak kenal dengannya, apa yang hendak diucapkan pun segera tertelan kembali.
Dengan suara keras dia hanya bisa berteriak:
"Aku tidak tahu, aku tidak tahu! Kotak itu tidak berada ditanganku, benar benar
tidak berada ditanganku!"
Pelan pelan orang itu mengendorkan cengkeramannya, tapi tidak melepaskan sama
sekali cengkeramannya pada Ong It sin, sementara biji matanya berputar dan
dialihkan ke arah tepi pantai.
Dengan susah payah Ong It sin pun mengalihkan pula sorotan matanya ke arah
pantai, dimana ia jumpai Be Siau soh yang cantik sedang berdiri disitu dengan
manisnya. Waktu itu ia sedang tertawa manis kepada laki laki kekar itu sembari berkata:
"Apakah rakit kalian ini akan berjalan menuju ke hilir" Untuk memperlancar
perjalananku, bersediakah kalian menghantar diriku?"
Laki laki itu tidak menjawab, sebaliknya berpaling dan memandang ke arah manusia
bertampang tengkorak. Dengan suara parau manusia tengkorak itu segera berkata:
"Tahukah kau, siapa kami?"
"Maaf jika aku tidak kenali orang, tapi laki-laki kekar ini sepertinya adalah
Cuan tong ki pah (raja bengis raksasa dari Cuan tong) Siang pit lo han (Lo han
berlengan baja) Yap Kiu!"
Ketika mendengar disebutkannya nama orang itu, laki laki kekar yang bercambang
itu segera berseru tertahan.
"Bukanbkah kalian berempat adalah Pek si su siong (empat manusia bengis keluarga
pak) yang berasal dari lembah Cian sui kok ditepi Tibet dan anak murid dari Lui
kun bun?" kembali Be Siau soh bertanya.
Empat orang manusia berbaju putih itu segera tertawa seram.
"Heehh... heehhh... heeehhh... nyonya cilik, tajam benar sepasang matamu, tolong
tanya siapa nama nyonya cilik..."
"Aku adalah keponakan perempuan dari Khek po pocu, dari keluarga Be..." kata Be
Siau soh dengan nyaring. Manusia bertubuh tengkorak itu kembali menggerakkan sepasang biji matanya untuk
memperhatikan gadis tersebut.
Sebaliknya Ong It sin yang mendengar bahwa Be Siau soh bicara seenaknya saja
tapi seakan akan tidak berbohong, tak tahan lagi segera mendengus dingin.
Dalam pada itu, Be Siau soh dengan sepasang matanya yang tajampun sedang
mengamati manusia itu lekat lekat.
=oood-wooo= Jilid 12 SEKALI pandangan saja ia telah tahu kalau manusia lemas yang seakan akan sudah
mampus itu sesungguhnya memiliki tenaga dalam yang amat sempurna.
Maka ia berkata kembali: "Aku ingin menumpang rakit kalian untuk menyebrang, apakah saudara mengijikan
permohonanku ini?" Lama sekali manusia tengkorak itu memperhatikan wajah Be Siau soh tanpa berkedip
tak lama kemudian baru menjawab:
"Masih ada sebuah urusan lagi yang belum kuselesaikan, untuk sementara waktu
rakitku ini tak akan berangkat, apakah kau bersedia untuk menunggu sesaat lagi?"
oodOwOoo Be Siau soh segera tertawa, sahutnya:
"Rakit ini milikmu, tentu saja kapan kau hendak berangkat, akupun mengikuti
kehendakmu, apa salahnya kalau menunggu sebentar lagi!"
Setibanya diatas rakit, dia lantas bergendong tangan sambil berdiri dengan
santainya seakan akan peristiwa apapun yang bakal terjadi disana sama sekali
tiada sangkut paut dengannya, dan hadirnya dia disitu tak lebih hanya ingin
menumpang belaka. Agaknya manusia tengkorak itu memperhatikan pula gerak gerik Be Siau soh sekian
lamanya, kemudian ia memberi tanda kepada keempat orang manusia berbaju putih
itu. Empat orang tersebut segera mengerti maksud majikan dan pelan pelan maju
kedepan. Sepintas lalu, keempat orang itu seperti sedang berjalan seenaknya, tapi sekejap
kemudian mereka telah mengepung Be Siau soh ditengah kepungan.
Tapi Be Siau soh seperti sama sekali tak merasakan hal itu, bahkan melirik
sekejap kearah merekapun tidak.
Menunggu empat orang manusia berbaju putih itu sudah mengepung Be Siau soh
ditengah kepungan, manusia seperti tengkorak itu baru bertanya kepada Ong It
sin: "Kau pasti mengetahui kalau kotak itu berada dimana, hayo cepat katakan
kepadaku!" Ong It sin merasakan jantungnya berdebar keras, tanpa sadar ia berpaling kearah
Be Siau soh. Akan tetapi gadis itu sedang berdiri sambil mendongakkan kepalanya memandang
awan yang bergerak diangkasa.
Menyaksikan kecantikan gadis itu, tanpa terasa Ong It sin teringat kembali
dengan kenangan syahdunya, hal mana semakin membuat pemuda itu tak tega untuk
mengatakan bahwa kotak mustika itu berada ditangannya karena ia kuatir hal mana
justru akan mencelakai jiwa gadis tersebut.
"Aku... aku tidak tahu kotak itu sesungguhnya berada dimana!"
Manusia seperti tengkorak itu segera mendengus sinis, lalu sambil tertawa dingin
katanya lagi: "Jika kau tak mau mengatakannya, berarti kau sedang mencari penyakit buat diri
sendiri?" "Aku kan tidak kenal denganmu, kenapa aku musti mencari pula penyakit diri
sendiri?" teriak Ong It sin kemudian dengan suara keras.
Sekalipun ia jujur, tapi desakan demi desakan yang dihadapinya, membuat pemuda
itu lama kelamaan habis juga kesabarannya.
Orang itu tertawa dingin dengan suara yang mengerikan, lengan kanannya segera
diayunkan ke udara dan siap mencengkeram batok kepala anak muda itu.
Padahal Ong It sin hanya berada lima enam depa dihadapannya, dengan tercengang
pemuda tersebut mengawasi tangan lawan yang berada dikepalanya itu, kemudian
berpikir: "Permainan setan apa lagi yang sedang dilakukan orang ini" Apa pula maksud orang
ini dengan merentangkan cakarnya di udara" Apakah dia hendak melepaskan senjata
rahasia" Tapi dimanakah senjata rahasianya..."
Sementara ia sedang celingukan kesana kemari untuk mencari senjata rahasia yang
mungkin akan tertuju kearahnya, mendadak terasalah segulung tenaga hisapan yang
sangat kuat menghisap tubuhnya sehingga ia terperosok maju tiga langkah.
Dengan bergesernya tiga langkah ke depan, maka praktis ia sudah berada tepat
dihadapan manusia aneh berwajah tengkorak.
Orang itu menggerakkan lengannya ke depan dan... "Kraak! kraak!" diiringi bunyi
gemerutuk yang sangat nyaring, tahu tahu lengan tersebut sudah menjulur setengah
depa lebih panjang ke udara.
Adegan aneh semacam ini segera membuat Ong It sin menjadi tertegun dengan mata
terbelalak, belum sempat ia bertindak sesuatu, tahu tahu pinggangnya sudah
dicengkeram oleh kelima jari tangan orang itu dan cekalnya erat erat.
Ong It sin merasa kaget bercampur kesakitan, teriaknya berulang kali dengan
suara keras: "Lepaskan aku! Lepaskan aku!"
"Jawab dulu kotak itu berada dimana?"
Sambil berseru kelima jari tangannya itu mencengkeram lebih keras lagi hingga
menusuk dalam dalam keperut Ong It sin.
Pemuda itu kesakitan setengah mati, peluh dingin membasahi sekujur tubuhnya,
karena tak tahan akhirnya ia menjatuhkan diri berlutut keatas tanah.
Seketika itu juga ia merasa lambungnya seakan akan digigit oleh beribu ribu ekor
ular berbisa, sakitnya bukan kepalang.
Tapi pemuda itu masih tetap membandel, kembali teriaknya:
"Aku... aku tidak tahu..."
Cengkeraman orang itu makin bertambah kencang, kini sepasang mata Ong It sin
sudah melotot besar karena kesakitan, ia tidak dapat berbicara lagi kecuali
menjerit jerit dengan suara aneh.
Sejak dilahirkan dari dalam rahim ibunya belum pernah ia merasakan siksaan
seperti ini. Dengan mata melotot menahan geram sekali lagi orang itu membentak keras:
"Hayo bicara, benda itu berada dimana?"
Saking sakitnya nafas Ong It sin sudah terengah-engah, dalam keadaan begini
sekalipun dia ingin mengucapkannya pun percuma saja, karena ia benar benar tak
bertenaga lagi. Disaat yang kritis inilah, Be Siau soh dengan suaranya yang merdua telah
menimbrung dari samping. "Aku lihat sobat ini amat jujur, sekalipun kau menyiksanya lebih jauh aku rasa
sekali berkata tak mungkin ia benar benar tak tahu, apa gunanya kau menyiksanya
terus menerus dengan cara semacam itu...?"
Dengan mata melotot dan tertawa dingin tiada hentinya manusia aneh itu berseru.
"Kalau kau enggan untuk numpang rakitku ini lebih baik cepat angkat kaki saja
dari sini" "Baik, aku akan segera pergi!" jawab Be Siau soh tanpa berpikir panjang lagi.
Sambil berkata ia mendongakkan kepalanya dan menengok manusia berbaju putih
dihadapannya itu. Tapi ketika sinar matanya saling berbenturan dengan sorot mata si laki laki
berbaju putih yang membetot sukma itu, tubuhnya langsung bergetar keras hingga
tertegun untuk sesaat lamanya.
Tapi dengan cepat gadis itu berkelebat pergi secara cepat hembusan angin puyuh
dan meluncur lewat dari sisinya.
Empat orang manusia berbaju putih itu sebenarnya berdiri disekeliling Be Siau
soh sambil melakukan pengepungan, tadi secara mudah gadis itu berhasil lolos
dari kepungan, bahkan melewati samping manusia baju putih itu dan kabur ketepi
rakit. Sebenarnya empat orang manusia berbaju putih itu sudah bersiap siap untuk
melakukan pengejaran, mereka segera urungkan niat tersebut ketika menyaksikan Be
Siau soh telah berada ditepi rakit hal ini menunjukkan bahwa mereka tak akan
melakukan pengejaran andaikata gadis itu hendak meninggalkan tempat itu.
Pada saat keempat orang manusia berbaju putih itu menghentikan langkah kakinya,
tiba tiba Be Siau soh ikut pula berhenti, menyusul kemudian sambil putar badan
sepasang telapak tangannya diayunkan ke belakang.
Dalam waktu singkat terdengarlah suara dengungan yang amat nyaring tapi aneh
bergema memenuhi angkasa...
Rupanya gadis itu telah melepaskan lima batang jarum kelabang yang berbentuk
segi tiga meluncur kedepan dan menyerang keempat orang manusia berbaju putih
itu. Sementara sebatang lainnya langsung meluncur ke arah manusia aneh seperti
tengkorak tersebut. Jangan dilihat kelima batang senjata rahasia itu dilancarkan sambil memutar
badan namun ketepatan sasarannya ternyata mengagumkan.
Dari sini dapat diketahui bahwa kepandaiannya didalam melepaskan senjata rahasia
memang telah mencapai puncak kesempurnaan
Menghadapi ancaman senjata rahasia yang sangat lihay itu, baiklah empat orang
manusia berbaju putih itu, mereka mencak mencak sambil mengebaskan ujung bajunya
dengan maksud memukul mundur senjata rahasia tersebut...
Sedangkan manusia aneh yang berbaring diatas rakitpun telah membentak keras,
kelima jari tangannya yang mencengkeram tubuh Ong It sin segera mengendor,
kemudian sebuah pukulan dilepaskan untuk merontokkan jarum kelabang tersebut.
Dimana angin pukulan berhembus lewat jarum kelabang itu segera kena disapu
mencelat keudara. Menggunakan kesempatan yang sangat baik itu, Be Siau soh segera merendahkan
tubuhnya sambil mundur kebelakang Ong It sin, setelah itu ia sambar pinggang
anak muda itu dan melompat kembali kedepan.
Betul ilmu melepaskan senjata rahasia yang dimiliki Be Siau soh sangat lihay,
tapi dalam waktu yang bersamaan ia cuma bisa melepaskan lima batang senjata
rahasia sekaligus. Coba kalau diatas rakit cuma lima orang saja, maka dengan aman sentausa ia bisa
membawa Ong It sin kabur dari situ dengan selamat.
Sayangnya kecuali laki laki tengkorak dan keempat orang berbaju putih itu,
disitu masih hadir seorang laki laki lagi bertenaga raksasa yakni Yap kiu.
Yap kiu tidak kebagian senjata rahasia kelabang dari Be Siau soh, maka dalam
tertegunnya ketika melihat nona itu siap melompat ke tepi pantai, dengan membawa
Ong It sin, kontan saja ia membentak keras, lalu menubruk ke depan dengan
hebatnya. Telapak tangannya yang besar seperti kipas itu dalam waktu singkat melancarkan
tiga buah serangan berantai.
Pada dasarnya Siang pit lo han (Lo han bertenaga sakti) Yap Kiu memang memiliki
tenaga alam yang luar biasa, sekalipun ilmu silatnya hanya biasa biasa saja,
namun kekuatannya itu terhitung pula sebagai seorang jago berkepandaian tinggi.
Ketika masih muda itu, ia pernah berjumpa dengan seorang manusia sakti yang
tertarik sekali dengan kekuatan tenaganya, karena itu ia mewariskan serangkaian
ilmu pukulan yang hebat kepadanya.
Sayang sekali otak Yap Kiu agak bebal, sekalipun ia sudah melatihnya pulang
pergi rangkaian ilmu pukulan itu selalu gagal dikuasahi dengan baik
Bahkan pada akhirnya ia melupakan seluruh kepandaian tersebut, hanya teringat
satu gerakan saja. Gerakan itu bernama Thian sang ci sam kong (tiga sinar dari langit) jika
digunakan maka dalam udara segera akan muncul tiga buah perubahan yang
membingungkan orang. Dengan mengandalkan satu jurus serangan inilah, ia berhasil mengangkat namanya
dalam dunia persilatan. Begitulah, sambil melompat ke depan Yap Kiu segera melancarkan serangan tentu
saja jurus serangan yang ia pergunakan adalah jurus tiga sinar dari langit
tersebut. Be Siau soh segera merasakan tibanya sesosok bayangan tubuh yang tinggi besar
dengan membawa gulugan angin puyuh yang maha dahsyat.
Gadis itu terkejut, apalagi ketika berhadapan dengan tiga buah tangan yang
menyerang datang secara berbareng, karena tak tahu bagaimana musti bertindak,
akhirnya ia berkelit kesamping lalu melompat keluar.
Untung gadis itu berkelit dengan cepat, sebab baru saja mereka berhasil lolos
dari kepungan, segera terasalah tekanan hawa pukulan yang sangat kuat berhembus
lewat dari belakang. Ketika serangannya mengenai sasaran kosong, Yap Kiu segera kehilangan
keseimbangan tubuhnya, serangan yang dilancarkan bukan saja gagal ditarik
kembali, malah tubuhnya ikut terjengkang kedepan.
Pukulan tersebut dengan membawa tenaga yang kuat sekali langsung menghantam
tubuh laki-laki tengkorak yang berbaring diatas rakit itu.
Sebodoh-bodohnya Yap Kiu, ia dapat pula menyaksikan keadaan yang tidak beres,
segera teriaknya keras-keras:
"Hei. Cepat tangkis pukulanku!"
Laki-laki tengkorak itu menggerakkan lengannya yang ceking dan menyambut
datangnya ancaman tersebut dengan kelima jari tangannya yang kurus tinggal kulit
pembungkus tulang itu.
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Blaang...!" ketika sepasang telapak tangan saling beradu, Yap Kiu menjerit
keras tubuhnya yang besar seperti kerbau itu terlempar ke udara dan...
"Plung!" tercebur ke dalam air.
Padahal arus sungai amat deras sekali, coba kalau Yap Kiu tidak bertindak
cekatan dengan menyambar tepi rakit tersebut niscaya tubuhnya sudah terbawa
arus. Sekalipun demikian, bukan suatu pekerjaan yang gampang baginya untuk merangkak
naik keatas rakit dalam waktu singkat.
Be Siau soh tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik itu, ia segera
menjejakkan kakinya keatas rakit dan melompat naik keatas daratan...
"Kejar mereka!" manusia aneh itu segera menjerit keras.
"Sreet! Sreet! Sreet" bayangan putih berkelebat lewat, empat orang manusia
berbaju putih itu beruntun naik ke darat melakukan pengejaran, dalam keadaan
begini mereka tidak menggubris teriakan-teriakan dari Yap Kiu lagi.
Be Siau soh dengan membawa Ong It sin kabur secepat-cepatnya meninggalkan tepi
sungai. Ketika didengarnya suara para pengejarnya makin lama semakin mendekat, mendadak
ia berhenti sambil memutar tubuhnya, kemudian membentak:
"Cukup! kalian jangan mengejar lagi!"
Tampak salah seorang diantara empat manusia berbaju putih itu berkata dingin
sambil memegang sebatang jarum kelabang:
"Perempuan sialan, rupanya kau sejalan dengan si kelabang beracun Be Ji nio!
Hayo cepat ikut kami pulang ke rakit"
Be Siau soh tertawa manis:
"Ooh, kalian baru tahu toh kalau kelabang beracun Be Ji nio adalah ibuku, tapi
siapa sih orang yang berbaring diatas rakit itu?"
"Tak usah banyak bicara," bentak empat orang berbaju putih itu dengan wajah
berubah. Be Siau soh tertawa dingin.
"Kalian tak usah berlagak sok, memang kalian berempat manusia baju putih
termashur di wilayah sebelah barat, tapi siapakah yang mengira kalau keempat
manusia tersohor di barat rela menjadi budaknya seorang manusia tengkorak yang
mengalami jalan api menuju neraka hingga bergerakpun tak mampu"
"Tutup mulut!" bentak empat orang itu dengan gusar.
"Kenapa" Memangnya aku salah berbicara?" ejek Be Siau soh ketus.
Empat orang manusia berbaju putih itu saling berpandangan sekejap lalu untuk
sesaat lamanya tak mampu berkata apa apa.
Sepasang mata Be Siau soh memang cukup tajam, apa yang dia katapun memang benar
betul manusia aneh yang berbaring diatas rakit itu memiliki tenaga dalam yang
sangat tinggi, tapi karena mengalami jalan api menuju neraka, separuh tubuhnya
menjadi kaku dan tak mampu berkutik lagi.
Bahkan kecuali kepala serta lengan kanannya, hampir sebagian besar tubuhnya tak
mampu berkutik. Maka ketika empat orang manusia berbaju putih itu menunjukkan perubahan diatas
wajahnya, Be Siau soh segera tahu bahwa dugaannya tidak meleset, dengan cepat ia
berkata lagi: "Sungguh aneh sekali, kalau bicara dari tenaga dalam yang kalian miliki,
seharusnya tidak lebih rendah dari orang yang menguasahi kalian tapi lucunya
kalian toh bersedia juga untuk takluk kepada orang yang tak punya kepandaian
hampir seimbang apa ini tidak aneh namanya?"
Agaknya keempat orang manusia berbaju putih itu tergerak oleh ucapan Be Siau
soh, mereka menghela napas panjang lalu katanya.
"Aaai... apa yang kau ketahui" Dia..."
"Aaah! Kenapa kalian musti takut dengannya?" tukas Be Siau soh cepat, "memangnya
andaikata kalian pergi, ia bisa melompat bangun untuk mengejar kalian" Hmm...
kalau kamu berempat masih saja sudi menjadi budaknya habis sudah nama baik
kalian dimasa lalu" Empat orang manusia berbaju putih itu saling berpandangan sekejap lalu salah
satu diantaranya manggut manggut.
"Yaa, betul juga perkataannya!"
"Betul, kia memang tak usah takut kepadanya" sambung yang lain.
"Yaa, masa ia bisa mengejar kita semua?" sambung dua orang lainnya.
Dari pembicaraan keempat orang itu, dapat diketahuilah bahwa mereka sudah
tertarik oleh ucapan gadis tersebut.
Tapi pada saat itulah tiba tiba dari arah rakit berkumandang datang suara
teriakan si manusia aneh yang tak sedap didengar itu:
"Jika kalian berempat berani menghianati aku, akan kusuruh kalian rasakan
siksaan yang paling berat sehingga ingin mati tak bisa ingin hiduppun
menderita!" Mendengar ancaman tersebut, empat orang manusia berbaju putih itu menjadi
tertegun, lalu salah seorang diantaranya berkata sambil menggigit bibir:
"Lebih baik kita kembali dulu ke rakit untuk membunuhnya!"
"Jangan! Jangan, kita jangan sekali kali kembali lagi kesitu" kata tiga orang
rekannya dengan cepat, "lebih baik kita mendaki keatas bukit dan melontarkan dua
buah batu besar ke arah rakitnya asal ia sudah mampus hingga bencana dikemudian
hari tersingkirkan, kita dapat hidup dengan bebas merdeka"
Karena usul ini disetujui semua orang, maka keempat orang manusia berbaju putih
itupun tidak lagi menggubris Be Siau soh, tapi berlarian menuju keatas puncak
tebing. Be Siau soh yang melihat beberapa patah katanya berhasil mengurungkan niat
keempat orang itu untuk menangkapnya, bahkan menimbulkan juga niat mereka untuk
memberontak, hatinya merasa sangat bangga, hingga terbahak-bahaklah dia karena
kegirangan. Dari arah rakit masih kedengaran teriakan teriakan keras dari manusia aneh itu,
bila diperhatikan dengan seksama maka bisa didengar teriakan tersebut berupan
anjuran kepada Yap Kiu agar cepat naik keatas rakit dan menjalankannya pergi
meninggalkan tempat itu, sebab sebentar lagi keempat orang manusia berbaju putih
itu akan melemparkan batu besarnya untuk menenggelamkan rakit mereka.
Untung Yap Kiu berhasil juga untuk merangkak naik keatas rakitnya.
Pada saat itulah sebuah batu besar seberat ratusan kati telah didorong kebawah
dari atas tebing. "Blaang!" batu besar itu tepat membentur rakit dan menimbulkan lubang amat
besar, pancaran air sungai segera berhambutan keempat penjuru.
Tapi pada saat yang bersamaan itu juga, Yap Kiu berhasil menaikkan jangkar,
sambil berputar putar rakit itu meluncur ke bawah mengikuti bergeraknya arus
air. "Plung! Plung! Plung!" menyusul kemudian beberapa buah batu besar berjatuhan ke
sungai bagaikan hujan gerimis.
"Hayo cepat kabur!" tiba tiba Be Siau soh menarik tangan Ong It sin untuk diajak
kabur, "kalau tidak, keempat orang itu tentu akan mendatangkan kesulitan untuk
kita!" Karena ditarik, serta merta Ong It sin pun ikut kabur, ke depan.
Dalam waktu singkat mereka sudah berbelok suatu tikungan bukit dan berhenti
disitu. Dengan naapas terengah engah Ong It sin memandang wajah Be Siau soh, kemudian
katanya: "Kee... kenapa... kenapa kau menolong aku lagi...?"
Be Siau soh tersenryum manis, wajahnya kelihatan bertambah cantik hingga
mempesonakan hati Ong It sin.
Tapi ucapan dari Be Siatu soh segera mendatangkan kembali rasa bergidik didasar
hati pemuda itu, hampir saja bulu kuduknya bangun berdiri.q
Terdengar gadis itu berkata bregini:
"Untung kau tidak mengatakan kalau kotak tersebut berada ditanganku, coba kau
mengaku kepada mereka, sekarang kau sudah mampus oleh jarum kelabang yang lihay"
Ong It sin menjadi tertegun untuk sesaat lamanya, beberapa waktu kemudian ia
baru berkata: "Kau... kau tega untuk turun tangan membunuh diriku?"
"Lucu benar perkataanmu itu" Be Siau soh tertawa cekikikan, "kenapa aku tak
tega?" "Aku... aku dengar orang sering berkata... semalam menjadi suami istri..."
Belum habis perkataan itu diucapkan, paras muka Be Siau soh telah berubah hebat
meski ia tidak sampai mengucapkan sepatah katapun, namun cukup membuat anak muda
itu tak berani melanjutkan kembali kata katanya.
Ong It sin betul betul tidak habis mengerti kenapa Be Siau soh yang biasanya
begitu lemah lembut, dalam sekejap mata telah berubah menjadi begitu menakutkan,
terpaksa ia cuma menghela napas dan tidak berani berkata-kata lagi.
Sekulum senyuman kembali menghiasi wajah Be Siau soh katanya lagi:
"Tapi aku tahu kau sangat jujus, kata kata semacam itu tak nanti akan kau
katakan kepada mereka..."
Ong It sin tertawa getir, katanya kemudian:
"Aku... aku telah serahkan pedang mustikamu kepada orang lain kejadian itu amat
menyesalkan hatiku sekarang kau telah berpesan kepadaku agar jangan mengatakan
soal itu kepada orang lain, mana aku berani mengatakannya kepada orang"
"Bagus sekali tapi aku toh pernah melarangmu untuk menyinggung kembali kejadian
pada malam itu, kenapa kau begitu berani untuk menyinggungnya kembali barusan"
Apakah kau tidak kuatir aku turun tangan keji kepadamu?"
Sekali lagi Ong It sin menghela napas panjang.
"Nona Be, kau... kau tak bisa menyalahkan diriku" bisiknya, "sebelum berkenalan
denganmu, aku selalu hidup dalam kemurungan dan ketidak gembiraan tapi
semenjak... yaa itulah peristiwa yang tak akan kulupakan untuk selamanya, setiap
kali kupejamkan mataku aku lantas menjumpai bayanganmu dalam lubuk hatiku, aku
jadi teringat kepadamu, rindu kepadamu..."
Ketika berbicara sampai disitu, paras muka anak muda itu kontan berubah menjadi
merah padam, ia tak tahu bagaimana harus melanjutkan kata katanya.
Be Siau soh dapat menangkap bahwa ucapan tersebut muncul dari dasar hatinya, hal
mana segera menggetarkan pula perasaannya.
Sambil menepuk bahu Ong It sin, ujarnya kemudian:
"Sudah, jangan bersikap bodoh! Mungkin aku adalah perempuan pertama yang pernah
kau jumpai, maka kau berkesan demikian coba kalau berkenalan dengan beberapa
orang gadis lagi, tentu kesanmu akan jauh berbeda..."
"Tidak, tidak mungkin akan berubah" bisik Ong It rsin sambil menatap wajah Be
Siau soh tajam-tajam, "kecuali kau, aku tak akan tertarik lagi oleh perempuan
yang manapun.t "Hmm! Apanya yang baik denganku ini?" dengus si nona, "aku kejam, berhati busuk
dan gemar membunuh orang, bahkan nenekmu pun tewas ditanganku, apakah kau tidak
mermbenci diriku?" "Aku... aku hanya takut kalau kau..."
"Cukup!" tukas Be Siau soh sambil ulapkan tangannya, kemudian sambil alihkan
pembicaraan ke soal lain ia bertanya lebih jauh, "sekarang, kau bermaksud hendak
ke mana?" "Aku sendiripun tak tahu kemana harus pergi Aku ingin membalaskan dendam sakit
hati ayahku, tapi siapakah musuh besarku pun tidak kuketahui, mana mungkin bisa
membalas dendam" Maka aku ingin... aku ingin..."
"Kau ingin apa?"
Dengan memberanikan diri Ong It sin berkata:
"Aku ingin... ingin berada bersamamu, tapi... tapi aku takut kau menolak!"
Dengan sepasang biji matanya yang jeli Be Siau soh menatap wajah Ong It sin
lekat lekat, perasaan hatinya telah dibikin kalut oleh perkataan sang pemuda
yang bodoh tapi jujur itu.
Setelah tertegun sesaat lamanya, ia baru berkata:
"Boleh saja bila kau ingin mengikuti diriku..."
Baru saja ia berbicara sampai disitu, tiba tiba Ong It sin telah berteriak
teriak penuh kegiranan. Sebagaimana diketahui, Ong It sin memang betul betul mencintai Be Siau soh, rasa
cintanya kepada gadis itu boleh dibilang telah mendarah daging tapi ia cukup
memahami keburukan wajahnya serta ketololan dirinya, ia merasa tak pantas untuk
mendampingi gadis cantik tersebut.
Maka ketika Be Siau soh mengabulkan permintaannya untuk melakukan perjalanan
bersama, hal ini telah diterima olehnya sebagai suatu berita kegirangan yang
amat besar. "Oooh... kau... kau terlalu baik!" buru buru serunya.
"Kau jagnan keburu gembira, perkataanku belum selesai kuucapkan" kata Be Siau
soh, "boleh saja kalau kau ingin mengikutiku, tapi kau harus menuturi semua
perkataanku, misalnya kalau aku berkata timur, maka tak boleh membantah barat.
Sanggupkah kau untuk melakukannya?"
"Tentu saja dapat!" jawab Ong It sin tanpa berpikir panjang lagi.
"Eeeh... kalau memberi kesanggupan jangan kelewat cepat, pikirkan dulu masak
masak" kembali Be Siau soh berseru "misalkan saja kusuruh kau membunuh seseorang
yang tidak kau kenal, bersediakah kau untuk melakukannya tanpa membantah?"
Bergetar keras seluruh badan Ong It sin, sepasang matanya terbelalak dlebar
lebar dan untuk sesaat lamanya tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Mimpipun ia tak menyangka kalau Be Siau soh bisa mengajukan pertanyaan yang
demikian sulit kepadanya.
Ketika mendengar kalau Be Siau soh mengabulkan permintaannya tadi, ia merabsa
gembira sekali, waktu itu yang dipikirkan olehnya hanya bagian yang indah dari
gadis tersebutr Tapi sekarang, setelah mendengar ucapan yang terakhir itu ia jadi tbergidik dan
merasa ngeri, segala keseraman dan kejelekan gadis itu tersiar keluar semuanya.
Yaa, seandainya Be Siau soh menyuruhnya membunuh seseorang yang tiada sangkut
pautnya dengannya, bahkan kenalpun tidak, apa pula yang musti dia lakukan"
Pemuda itu jadi tertegun dan berdiri melongo seperti patung.
oooOdeOooo Setelah lewat agak lama, Be Siau soh baru berkata sambil tertawa manis:
"Jangan kuatir, aku tak akan menyuruh kau untuk melakukan perbuatan semacam itu"
Senyuman dari Be Siau soh itu ibaratnya hembusan angin musim semi yang
mendatangkan kesejukan bagi siapapun juga.
Buru-buru Ong It sin berkata:
"Nona Be, aku sudah tahu semenjak dulu bahwa kau adalah seorang yang baik
sekali." Be Siau soh tertawa pedih.
"Jangan kau katakan aku baik" ucapannya, "padahal aku sendiripun tahu kalau aku
adalah seorang perempuan yang jahat sekali"
"Sekalipun kau pernah melakukan kejahatan, itupun karena kau mempunyai kesulitan
sendiri" ujar Ong It sin dengan wajah serius, "aku percaya, watak aslimu
bukanlah demikian, jalan pemikiranmu pun tidak begitu jahat..."
Sesungguhnya Be Siau soh cukup mengetahui kejahatan dan kebusukan hatinya, akan
tetapi setelah mendengar perkataan itu, tanpa disadari sepasang matanya menjadi
basah oleh air mata. Bahkan ia sendiripun tak tahu kenapa ia bisa melelehkan air mata, sudah barang
tentu iapun tak ingin menangis dihadapan Ong It sin.
Maka sambil berpaling ke arah lain, buru-buru ujarnya:
"Sudahlah, jangan bicara yang bukan bukan lagi, memangnya aku tak tahu dengan
keadaanku sendiri?" "Kau mungkin tidak mengetahui akan dirimu sendiri, tapi orang melihatmu dari
samping jauh akan lebih jelas, aku bisa berkata demikian, karena aku menyorotmu
dari samping!" Be Siau soh tidak berbicara lagi, ia hanya berjalan sambil menundukkan
kepalanya, sementara dalam hati pikirnya:
"Sekalipun apa yang diucapkan Ong It sin cuma kata-kata bodoh tapi memang masuk
diakal juga, apakah aku benar-benar tidak tahu akan watakku yang sebenarnya?"
Makin dipikir ia merasa hatinya semakin kebingungan, hingga tanpa terasa ia
membayangakan kembali semua perbuatan yang pernah dilakukannya dahulu
Usianya tahun ini tidak terlalu besar, paling baru dua puluh tahunan, tapi
pengalamannya sudah amat banyak hingga sukar dihitung dengan jari.
Tapi yang paling tak terlupakan olehnya adalah kejadian dimana ia dan ibunya
kena dikerubuti oleh belasan orang jago jago lawan yang hebat mengakibatkan
mereka ibu dan anak harus berpisah.
Dengan membawa luka yang parah, ia berhasil kabur ke sekitar benteng Khek poo
yang kemudian ditolong oleh Khek po pocu.
Waktu itu ia baru berusia tiga belas tahun, tapi ia telah bertekad untuk membuat
ilmu silat yang dimilikinya jauh lebih lihay dari ibunya, jauh lebih hebat dari
musuh musuhnya dan jauh lebih ampuh dari siapapun juga...
Sebab itulah ketika ia berada dalam benteng Khek po dengan segala semacam rayuan
dan pancingan, ia mendekati sang pocu yang pada akhirnya diapun meracuni istri
pocu hingga mati. Setelah kematian sang istri pocu, maka iapun mempersembahkan diri untuk dijadian
istri pocu yang berikutnya.
Kemudian beberapa tahun berikutnya, dengan tipu daya ia minta pocu agar
mewariskan ilmu silat kepadanya, sudah barang tentu tak sedikit kepandaian sakti
yang berhasil dipelajarinya.
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi, sekalipun ia telah mempelajari banyak kepandaian, dengan dasar tenaga
dalam yang cekak tak mungkin ia bisa menarik banyak manfaat dan keuntungan.
Akhirnya ia berhasil mengetahui sebuah rahasia besar dalam benteng Khek po yakni
benteng tersebut tersimpan sebuah mustika yang berupa sebilah pedang Hu si siu
kiam. Ia berusaha untuk menyelidiki kegunaan dari pedang sakti tersebut, namun pocu
tidak bersedia menjawab, maka menggunakan suatu kesempatan yang baik, iapun
mencuri pedang mestika tersebut, lalu dengan membawa anaknya yang diperoleh
dengan sang pocu kabur dari benteng.
Ketika sedang kabur itulah secara kebetulan ia berjumpa dengan Ong It sin yang
ketolol tololan itu... Teringat kembali kejadian romantis dalam rumah batu itu, Be Siau soh mulai
merenung sendiri: "Apakah aku telah mencintai pemuda jelek ini" Kalau tidak mengapa malam itu aku
serahkan tubuhku kepadanya" Ah, tak mungkin aku mencintainya... tentu aku
berbuat demikian karena rasa terima kasihku kepadanya telah memelihara anakku...
tapi, tidak mungkin hal itu disebabkan oleh alasan sederhana ini!"
Makin berpikir ia merasa semakin kalut, dan tak tahu bagaimana musti
memecahkannya. Dengan mulut terbungkam, merekapun melanjutkan perjalanannya ke depan...
Menanti hari sudah semakin gelap, Be Siau soh baru mendongakkan kepalanya
memandang kegelapan yang menyelimuti seluruh jagad, ia merasa hatinya semakin
murung hingga tanpa terasa menghentikan perjalanannya.
Ong It sin dengan cepat ikut pula berhenti.
Pelan pelan Be Siau soh berpaling lalu katanya.
"Aku hendak pergi ke bukit Thian san sebelah utara, tempat itu sangat jauh
letaknya dari sini, meski kita sudah berada di wilayah barat sekarang, tapi
perjalanan masih amat jauh mau ikutkah kau kesitu?"
"Jangankan baru bukit Thian san sekalipun hendak ke langit barat aku juga ikut"
jawab pemuda itu dengan tegas.
Be Siau soh menatap wajah pemuda itu lekat lekat agaknya ia seperti hendak
mengucapkan sesuatu, tapi oleh karena hatinya sangat kalut, maka tak sepatah
katapun sanggup ia utarakan.
Yaa, seandainya pemuda yang berada dihadapannya adalah seorang pemuda tampan
yang menawan hati meski dengan terputus putus mungkin saja dia akan mengutarakan
suara hatinya. Tapi sekarang yang berada dihadapannya hanya seorang pemuda ketolol tololan yang
berwajah jelek lagi dungu, bagaimana mungkin isi hatinya bisa terutarakan"
Maka sambil menghela napas panjang, ia melanjutkan kembali perjalanannya ke
depan. Malam itu bulan bersinar dengan terangnya dibalik kegelapan yang menyelimuti
angkasa, terpercik sinar keperak perakan yang menerangi jagad.
Sampai jauh malam, sepasang muda mudi itu masih berjalan juga menembusi hutan
lebat. Suatu ketika, tiba tiba Be Siau soh mengendus bau hengus dibalik hembusan yang
menyambar lewat. Sebagai seorang gadis yang cekatan dan cukup berpengalaman, dengan cepat ia
merasakan sesuatu yang tak beres, sambil menghentikan langkahnya ia memandang ke
depan. Betul juga, nun jauh didepan sana lamat lamat tampak sinar api yang berkedip
kedip dibalik kegelapan. "Didepan situ ada orang, mari kita jalan berputar saja!" bisiknya.
Sambil menggandeng tangan Ong It sin cepat cepat ia berbelok kesamping lain.
Tapi belum jauh mereka berjalan, didepan sana kembali muncul sinar api unggun,
menyusul kemudian gadis itu mencoba berputar beberapa kali, tetapi hasilnya
tetap serupa semua. Dalam keadaan demikian, betul Be Siau soh tak ingin menimbulkan urusan tapi toh
memancing pula rasa ingin tahunya, dengan sangat berhati hati iapun berjalan ke
depan dan menghampiri api unggun tersebut.
Tak lama kemudian, ia sudah berada satu kali lebih lima enam depa dari api
unggun tersebut. Tapi mereka tidak menemukan sesosok bayangan manusiapun di sekeliling api unggun
itu. Mereka berdua segera menyembunyikan diri di belakang sebatang pohon besar sambil
mengintip ke depan. Be Siau soh segera berkerut dahi, sesudah termenung sejenak sambil menuding
keatas pohon ia berbisik.
"Hayo kita memanjat keatas pohon saja!"
Dalam soal kepandaian silat Ong It sin memang angkat tangan, tapi kalau soal
naik pohon atau mendaki bukit, dia memiliki kepandaian yang bisa diandalkan.
Maka dengan suatu gerakan yang cepat ia memanjat keatas pohon tersebut.
Dengan pepohonan yang rindang, tubuh mereka berdua segera tertutup sama sekali
dari penglihatan orang. Ong It sin yang waktu itu duduk sangat dekat dengan Be Siau soh, segera
mengendus bau harum semerbak yang sukar dilukiskan dengan kata kata.
Apa lagi ketika rambut Be Siau soh membelai diatas wajahnya membuat jantungnya
berdebar keras sekali entah apa saja yang dipikirkan olehnya waktu itu.
Agaknya Be Siau soh merasakan pula keanehan pemuda itu, ia berpaling dan
memandang sekejap kearahnya.
Tampak olehnya Ong It sin dengan wajah yang merah padam sedang memandang
terpesona kearahnya, entah apa saja yang sedang dilamunkan pemuda itu...
Sebenarnya Be Siau soh hendak menegurnya tapi setelah berpikir sejenak, ia
batalkan niat tersebut setelah menghela napas panjang semua perhatian pun
dialihkan kembali dibawah sana.
Ia tahu ditengah hutan lebat semacam ini ternyata terdapat begitu banyak api
unggun, itu berarti pasti ada sesuatu yang tak beres ditempat tersebut.
Betul juga, tak lama kemudian terdengarlah suara langkah kaki manusia
berkumandang datang dari kejauhan sana, lalu tak lama kemudian telah muncul
didepan mata. Orang itu adalah seorang perempuan berbaju putih yang berambut amat panjang, ia
mempunyai paras muka yang cantik jelita, namun siapapun yang memandangnya pasti
akan menimbulkan perasaan ngeri dan seram.
Setibanya ditepi api unggun perempuan itu memasukkan seonggok ranting kayu ke
dalam api unggun tersebut hingga membesar kobaran apinya.
Perempuan itupun berdiri ditepi api unggun tanpa bergerak lagi, seakan akan ia
telah berubah menjadi sebuat patung secara tiba tiba.
Tak lama kemudian, dari balik hutan muncul kembali sesosok bayangan manusia dia
adalah seorang pemuda setengah umur yang berwajah serius.
Dan menyusul kemudian, muncul pula orang manusia berbaju putih.
Begitu dua orang manusia berbaju putih itu telah muncul, laki laki setengah umur
itu segera berkata: "Eeeh... aneh betul! Suhu dengan membawa sarung naga berusia seribu tahun Cian
nian liong siau berangkat kebenteng Khek po kenapa sampai sekarang belum juga
kembali" Jangan jangan ia telah ketimpa peristiwa diluar dugaan?"
"Sekalipun terjadi peristiwa, apa pula yang bisa kita lakukan?" sahut perempuan
cantik itu dengan suara dingin, "memangnya kita musti menyerbu ke dalam benteng
Khek po untuk menolongnya?"
Empat orang itu membungkam dan tidak berbicara lagi.
Ketika Be Siau soh mendengar keempat orang itu menyinggung soal "Cian nian
likong siau" hatinya segera dicurahkan kembali kebawah sana.
Tapi kesempatan orang itu tidak berbicara lagi suasana menjadi sepi dan
hening... Sayang Ong It sin tidak memperhatikan kalau dipinggir api unggun dibawah sana
telah kedatangan manusia, kalau tidak niscaya ia akan segera mengenali keempat
orang itu sebagai Ciang lay su shia (empat sesat dari Ciang lay) yang merupakan
anak murid say siu jin mo, otomatis Be Siau soh pun tak perlu berpikir lebih
jauh. Dalam pada itu, Ciong lay su shia dengan wajah murung dan perasaan yang berat
sedang berjalan mondar mandir tiada hentinya mereka seperti lagi menghadapi
suatu urusan yang serius.
Lewat sesaat kemudian, lelaki setengah umur itu baru berkata lagi:
"Sebenarnya sarung pedang Cian nian liong siau itu menjadi milikku, suhu
bersikeras memintanya dengan alasan hendak mencari pedang Hu si ku kiam didalam
benteng Khek po, tapi kini malah berikut suhu telah lenyap tak berbekas... aai,
benar benar sialan!"
Be Siau soh yang mendengar perkataan itu segera merasakan jantungnya berdebar
keras, tanpa terasa ia berpaling dan memandang sekejap kearah Ong It sin.
Bahwasanya ia menengok sekejap kearah pemuda tersebut, hal mana dikarenakan apa
yang dikatakan lelaki setengah umur sekarang jauh berbeda dengan apa yang
dilaporkan Ong It sin kepadanya.
Menurut lelaki setengah umur ini suhu mereka membawa sarung pedang Cian nian
liong siau untuk dipersatukan dengan pedang Hu si ku kiam, padahal ilmu silat
yang dimiliki keempat orang ini sudah terhitung hebat, sudah barang tentu suhu
mereka jauh lebih lihay lagi.
Itu berarti setelah suhu mereka memasuki benteng Khek po, maka pedang dan
sarungpun akan bersatu, padahal pedang mustika itu telah berada ditangan Ong It
sin. Apalagi anak muda itupun mengakui bahwa pedang dan sarung itu sebetulnya sudah
ia miliki, tapi kemudian diserahkan lagi kepada orang lain, dengan wataknya yang
jujur, tak mungkin Ong It sin membohonginya, tapi kenyataannya sekarang...
Oleh karena persoalan membingungkan, lagipula tak leluasa untuk menanyakan
masalah tersebut dalam keadaan begini, maka Be Siau soh memandang sekejap kearah
pemuda itu. Apa lacur Ong It sin telah salah mengartikan pandangan itu, ketika sepasang mata
mereka bertemu tadi, kontan saja ia terkesima, lalu tertawa bodoh, ia tak ambil
peduli denga maksud apa gadis itu sesungguhnya memandang dia.
Tentu saja Be Siau soh mengerti apa yang sedang dipikirkan pemuda itu, diam dia
mia menyumpah dalam hati kecilnya, kemudian dengan mendongkol melengos ke arah
lain. Sementara itu, perempuan berambut panjang yang ada ditepi api unggun itu telah
berkata lagi: "Suheng, apakah kau merasa tak senang hati karena suhu telah mengambil barang
milikmu?" Paras muka lelaki setengah umur itu segera barubah hebat, kemudian sambil
tertawa paksa sahutnya: "Oooh, tentu saja tidak!"
Suasana pulih kembali dalam keheningan yang mencekam.
Lewat beberapa waktu kemudian, tiba tiba lelaki setengah umur itu berkata lagi:
"Kalian bertiga jangan pergi kemana-mana dulu, aku akan pergi ke sekeliling
tempat ini untuk jalan jalan sebentar!"
Tiga orang itu segera mengangguk, maka sambil bergendong tangan lelaki setengah
umur itu berjalan keluar dari hutan.
Be Siau soh adalah seorang gadis yang cerdik sebenarnya dia tak ingin mencari
urusan dengan empat orang yang berada dihadapannya sekarang, dia hanya berusaha
untuk berangkat ke bukit Pak thian san guna menyelesaikan urusan pentingnya.
Tapi ketika ia mengetahui kalau empat orang tersebut mempunyai hubungan yang
erat dengan pedang mustika Hu si ku kiam, dan secara kebetulan juga benda itu
ada sangkut paut dengannya, maka satu ingatan segera melintas dalam benaknya.
Oleh sebab itulah ketika lelaki setengah umur itu berlalu dari hutan dengan
sikap santai dan seakan-akan tiada persoalan apa pun, hatinya kembali bergerak,
ia tahu biasanya manusia yang bersikap makin santai, itu berarti dia hendak
melakukan sesuatu perbuatan diluar pengetahuan rekan-rekannya.
Buru-buru ia berbisik kepada Ong It sin:
"Eei, kau berdiam saja disini, aku hendak menyusul lelaki setengah umur itu,
sebelum aku kembali, walau apapun yang terjadi sembunyi saja terus ditempat ini,
mengerti?" Ong It sin hanya memandang terkesima atas gadis itu, apalagi ketika mengendus
bau harum semerbak yang keluar dari mulut nona itu, sukmanya serasa hampir
melayang meninggalkan raganya.
Dalam keadaan demikian, jangankan menuruti ucapan yang dibidikkan kepadanya,
mendengarpun tidak. Selesai meninggalkan pesannya, Be Siau soh segera melompat
turun keatas tanah dengan gerakan enteng dan menyusul kearah lelaki setengah
umur itu. Dalam waktu singkat ia berhasil menemukan kembali jejak lelaki setengah umur
yang sedang berjalan, ke tengah hutan sambil bergendong tangan.
Sambil berjalan, lelaki itu berpaling kebelakang berulang kali secara
mencurigakan, dari sikapnya itu seakan-akan dia kuatir kalau ada orang
menguntilnya secara diam diam.
Dari tingkah lakunya itu, Be Siau soh semakin yakin kalau orang itu memang
hendak melakukan sesuatu perbuatan rahasia, maka ia semakin berhati-hati
menguntil di belakangnya.
Kurang lebih setengah li kemudian, tiba tiba lelaki setengah umur itu
mempercepat larinya dan berkelebat menuju ke depan sana.
Buru buru Be Siau soh mengerahkan pula tenaga dalamnya untuk mengejar dari
belakang. Dalam waktu singkat, mereka sudah berlarian sejauh tujuh delapan li lebih.
Tiba tiba lelaki setengah umur itu berhenti, ia berhenti dengan begitu
mendadaknya sehingga hampir saja membuat Be Siau soh terkecoh dan menerjang
lebih ke depan, untung dengan cekatan gadis itu dapat mengerem tubuhnya dan
menyembunyikan diri. Setelah berhenti, lelaki setengah umur itu kembali celingukan ke sana kemari
dengan mencurigakan, kemudian ia baru berbungkuk dan memindahkan sebuah batu
besar dari atas tanah. Dibawah batu besar itu ternyata merupakan sebuah liang kecil.
Hanya sebentar lelaki setengah umur itu celingukan disekitar liang kecil
tersebut, kemudian batu besar itu ditutupkan kembali diatasnya.
Semua perbuatannya itu dilakukan lelaki setengah umur itu dengan kecepatan luar
biasa, Be Siau soh yang sembunyi agak jauh dari situ tak sempat melihat jelas
apa yang telah dilakukan olehnya dengan liang itu, tapi ia yakin bahwa suatu
benda pasti telah disembunyikan disana.
Demikianlah, setelah memeriksa kembali sekeliling tempat itu dengan seksama,
lelaki setengah umur itu menghembuskan napas panjang dan berlalu kembali dari
tempat itu. Sebenarnya Be Siau soh ada maksud untuk menyergap orang itu secara tiba tiba dan
membunuhnya, tapi ingatan tersebut kemudian diurungkan.
Ia merasa andaikata saat ini dia hanya seorang diri, maka sekalipun tidak dapat
menangkan lawan, untuk kabur bukanlah suatu pekerjaan yang menyulitkan.
Tapi sekarang ia harus membawa serta seorang telur busuk macam Ong It sin. lagi
pula telur busuk itu sama sekali tak berilmu, maka dari itulah nona tersebut
segera urungkan niatnya untuk melakukan sergapan.
Menanti lelaki setengah umur itu sudah pergi jauh, Be Siau soh baru tertegun.
"Sialan!" demikian ia berpikir, "sedari kapan aku mulai memikirkan keselamatan
orang lain" kenapa aku selalu saja merisaukan keselamatan jiwa sitolol itu?"
Dengan perasaan bimbang Be Siau soh gelengkan kepalanya berulang kali, kemudian
pelan pelan berjalan ke depan dan mendekati batu besar tadi
Dengan sepenuh tenaga batu besar itu disingkirkan, kemudian liang itu
dibersihkan dari tanah dan muncullah sebuah tabung yang terbuat dari bambu.
Dengan perasaan heran dan ingin tahu Be Siau soh segera mengambil benda itu
untuk diperiksanya, ternyata benda itu sangat berat, setelah diteliti baru
diketahui kemudian bahwa benda itu rupanya terbuat dari gading gajah yang
dibikin dengan motih bambu.
Rupanya gading tersebut telah berusia lama, karena warnanya telah berubah
menjadi kuning tua. Pada lapisan yang didepan terlihat ada ukiran tulisan, ketika dihitung ternyata
terdiri dari dua belas baris.
Kemudian tulisan itupun diteliti dengan seksama, maka terbacalah tulisan itu
berbunyi begini: "Hu si dibikin Pat kwa, siapa tahu artinya maka dunia akan menjadi miliknya..."
Kemudian dibawah tulisan tersebut tertera pula beberapa huruf:
"Kini Yu akan wariskan inti sari dari Hu si pat kwa, barang siapa yang
memahamimnya, dia pula yang berjodoh"
Dibawah tulisan itu tiada tanda tangan, ia pun tak tahu siapakah yang
dimaksudkan "Yu" tersebut, tapi bisa ditarik kesimpulan bahwa orang itu tentu
ada sangkut pautnya dengan pedang Hu si ku kiam tersebut.
Buru buru ia memeriksa kalimat yang kedua.
Pada bagian ini tertera delapan bilah pedang yang berbentuk sangat pendek, ujung
pedang dari kedelapan pedang itu masing masing menunjuk ke arah sebuah lukian
Pat kwa. Karena tidak mengetahui apa yang dimaksudkan, Be Siau soh memandang bagian yang
kering.
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata ini bagian ketiga sama dengan bagian kedua, hanya arah yang ditunjuk
ujung pedang dengan lukisan Pat kwa jauh berbeda.
Menyusul kemudian bagian-bagian yang lainpun mempunyai lukisan yang hampir sama,
kecuali berbeda dalam arah yang ditunjuk.
Setelah termenung sejenak, tiba tiba satu ingatan melintas dalam benak Be Siau
soh segera pikirnya: "Bila ditinjau dari bentuk ukiran tersebut, sudah pasti hal itu merupakan suatu
rangkaian perubahan menurut posisi Pat kwa, kalau dilihat dari ujung pedang yang
ditunjuk, maka ini membuktikan kalau petunjuk, maka tersebut merupakan suatu
ilmu pedang... yaa, siapa tahu kalau isi gading ini merupakan suatu ilmu yang
lihay?" Ketika berpikir sampai disitu, tanpa terasa lagi jantung gadis itu berdebar
keras. Pada saat itulah, mendadak ia mendengar suara bentakan keras berkumandang dari
arah belakang, menyusul kemudian segulung angin pukulan yang sangat kuat menekan
punggungnya. Dengan terkejut Be Siau soh menjejakkan kakinya ketanah dan melompat kedepan.
"Blaang!" diiringi suara nyaring, pohon itu tumbang keatas tanah dengan
menerbitkan suara keras. Dengan cekatan Be Siau soh memutar badannya, maka tampaklah lelaki setengah umur
tadi telah muncul kembali dihadapannya dengan sinar mata berapi-api dan wajah
menyeringai seram. Be Siau soh cukup memahami keadaan yang dihadapinya, iapun tahu bahwa suatu
pertarungan sengit tak akan terhindar, diam diam ia mengambil keluar tiga batang
jarum kelabang dan digenggamnya erat erat.
Setelah itu sambil tertawa manis sapanya:
"Hei, sahabat! Kenapa kau musti marah marah kepadaku" Apa si kesalahanku
terhadap dirimu?""
"Perempuan rendah, benda apa yang kau bawa itu?" bentak lelaki setengah umur itu
dengan gusar. Be Siau soh segera tertawa cekikikan.
"Aku sendiripun tdak tahu benda apakah ini sebab akupun tidak mengerti arti dari
tulisan ini, kenapa kau tanya-tanya?"
Ketika terbuai oleh tertawa cekikikan lawan yang merdu dan mempesona itu, sikap
lelaki setengah umur itu menjadi lebih lembut dan lunak, katanya:
"Cepat kembalikan benda itu kepadaku!"
"Oooh, benda ini milikmu?" seru Be Siau soh genit, dengan lemah gemulai dia
berjalan menghampirinya, "aku tidak tahu seberapa sih berharganya gading
rongsokan ini" Kenapa kau musti begitu galak kepadaku" Tidak baik membentakbentak terhadap kaum perempuan, tahu?"
Sambil berkata ia berjalan maju terus hingga tiba kurang lebih enam tujuh depan
dihadapan laki-laki tersebut.
Agaknya lelaki setengah umur itu sama sekali tidak bersiap sedia, sambil
menjulurkan tangannya ia lantas berseru:
"Hayo cepat bawa kemari!"
"Nih, ambillah kembali" kata Be Siau soh sambil mengayunkan tangannya ke muka.
Bukan gading itu yang dikembalikan sebaliknya ketiga batang jarum kelabang
itulah yang disambit ke depan.
"Nguung...!" dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat ketiga batang jarum
kelabang itu segera meluncur ke depan dengan membawa desingan angin tajam yang
memekikkan telinga. Ketiga batang jarum tersebut disambit persis mengancam tiga jalan darah kematian
ditubuh laki laki setengah umur itu.
Ketika menangkap suara dengungan tadi lelaki setengah umur itu sudah kaget,
apalagi melihat sambaran kilat yang mengancam ketubuhnya, ia lantas sadar bahwa
keadaan tidak beres. Dalam keadaan mendadak seperti ini, sulit baginya untuk menghindarkan diri maka
tak ampun lagi jalan darah Hoay kai hiat di dada serta jalan darah Tay yang hiat
kedua belah jidatnya menjadi kaku ketiga batang jarum kelabang tersebut tahutahu sudah merusak dalam-dalam diatas tubuhnya.
Sebagaimana diketahui, jarum itu mengandung racun yang jahat sekali, apalagi
yang terkena adalah ketiga buah jalan darah kematiannya, maka begitu termakan
senjata rahasia tersebut, tubuhnya segera roboh terjengkang dan tewas seketika
itu juga. Melihat korbannya telah binasa, Be Siau soh segera menjejakkan kakinya ke tanah
dan bergerak dua tiga kaki ke depan sana, ketika yakin kalau disekitar tempat
itu tiada orang lain. ia balik kembali ke sisi mayat tersebut dan mencabut
kembali ketiga batang jarum kelabangnya, kemudian baru berlalu dari sana.
Dalam anggapannya, Ong It sin pasti masih menunggu diatas pohon, maka waktu itu
asal ia dapat berhati hati meninggalkan tempat tersebut bersama Ong It sin, maka
tabung gadis itupun akan berpindah ke tangannya tanpa diketahui siapapun.
Siapa tahu, pada saat itulah Ong It sin telah mengalami kejadian lain...
Rupanya waktu itu saking kesemsemnya Ong It sin jadi tidak merasa kalau Be Siau
soh telah pergi meninggalkan tempat itu.
Menanti ia sadar kembali dan berpaling, hatinya baru terkejut sebab gadis
tersebut telah hilang dari sisinya.
Dalam keadaan seperti ini, ia tidak ambil peduli lagi keadaan disekelilingnya,
langsung saja teriaknya keras-keras:
"Nona Be, nona Be..."
Bisa dibayangkan, apa reaksi perempuan berambut panjang dan dua orang manusia
berbaju putih itu sesudah mendengar teriakan tersebut.
Serentak mereka melompat bangun sambil menghardik:
"Siapa disitu" Mau apa kau bersembunyi di atas pohon?"
Sambil membentak, tiga orang itu masing masing mengayunkan telapak tangannya ke
atas. "Weess...!" sungguh dahsyat tenaga gabungan dari ketiga orang itu, batang pohon
yang diduduki Ong It sin itu segera patah menjadi dua dan tak ampun lagi anak
muda itu jatuh terjungkal dari atas pohon.
Masih untung kaki daan tangannya tak sampai patah, walau demikian saking
sakitnya untuk sesaat ia tak mampu berkutik.
Lewat sesaat kemudian dbengan susah payah ia baru bisa mendongkolkan lagi
kepalanya. Tampak olehnya perempuan berambut panjang dan kedua orang manusia berbaju putih
itu telah berdiri mengurung disekelilingnya.
Ketegangan yang menyelimuti tigta orang itupun segera mengendor setelah
mengetahui siapakah orang yang sedang dihadapinya sekarang.
Perempuan berambut panjang itu segqera mendengus, kemudian serunya:
"Hmm! Rupanya kamu!"
"Heehh... heehh... heehh... siapa bilang bukan aku?" jawab Ong It sin sambil
mementangkan mulutnya dan tertawa bodoh
Sambil berkata pelan pelan ia merangkak berusaha untuk bangun.
"Hayo cepat berlutut dihadapanku" bentak perempuan berambut panjang lagi dengan
suara dingin, "ada banyak persoalan hendak kuajukan kepadamu..."
Ong It sin menggoyangkan tangannya berulang kali sambil berseru:
"Aaa, mana boleh, mana boleh bagitu" Kau itu apaku" Kenapa kau musti berlutut
didepanmu" Siapa saja tahu kalau lutut kaum lelaki itu ada emas murninya, mana
aku boleh berlutut didepan perempuan bajingan seperti kau..."
Belum habis ocehannya itu, perempuan berambut panjang tersebut telah mengebaskan
ujung bajunya kebawah. Seketika itu juga Ong It sin merasa sepasang lututnya menjadi sakit sekali
bagaikan disayat dengan pisau tajam, karena tak kuat menahan rasa sakit
tersebut, kontan saja pemuda itu terjatuh ke tanah dan berlutut dihadapan
perempuan tersebut. Ketika badannya sudah berlutut sepasang kakinya menjadi mati rasa seolah-olah
kaki tersebut sudah bukan menjadi miliknya lagi, peluh sebesar kacang kedelai
bercucuran keluar dengan kerasnya.
Hingga detik ini, Ong It sin baru merasa bahwa keadaan sedikit tidak beres,
selama ini dia selalu menganggap kepandaian silat yang dimilikinya merupakan
kepandaian yang hebat. Betul secara berulang ulang ia menderita kekalahan, tapi orang yang mengalahkan
dirinya selama ini adalah orang orang yang belum pernah dijumpai sebelumnya, ia
selalu menganggap mereka sebagai jago jago tangguh yang berilmu sangat tinggi,
bahkan mungkin jauh lebih hebat dari kepandaian yang dimilikinya sendiri.
ooodOwooo Tapi kini orang yang dihadapinya adalah perempuan berambut panjang yang pernah
dibekuk oleh pamannya, ilmu silat yang dimiliki orang itu tidak terhitung hebat,
namun kenyataannya sekarang ia kena dipaksa berlutut oleh kebutan ujung bajunya,
padahal dia adalah seorang jago kelas satu dalam anggapannya...
Peti Mati Dari Jepara 2 Wiro Sableng 005 Neraka Lembah Tengkorak Tiga Dara Pendekar 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama