Ceritasilat Novel Online

Pendekar Dari Hoa San 2

Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo Bagian 2


penonton yang tadinya menahan napas dengan berkuatir sekali, tiba tiba bersoraksorak memuji karena Sian Kim mendemonstrasikan kepandaiannya yang benar-benar
mengagumkan. Ketika tubuhnya meluncur turun karena serangannya dengan gerak tipu
yang mirip dengan Sin-liong-pok-cui tadi gagal, tiba-tiba ia menekuk tubuhnya
dan dengan gerakan loh-be yakni gerakan membalik dengan cepat, ia telah mencelat
lagi ke atas sebelum tubuhnya tiba di bawah!
Gerakan ini menggagalkan tendangan Tan Bi Nio dan juga sekaligus mengelakkan
sambaran senjata lawan pada lehernya. Sedangkan sambaran senjata tombak pada
pinggangnya dapat didupaknya dengan sebelah kakinya! Cepat bukan main gerakan
ini hingga Bi Nio sendiri tak pernah menyangkanya, maka tendangan kaki lawan itu
tepat mengena jari tangan yang memegang senjata tombak, maka tanpa dapat dicegah
lagi, tombaknya terlepas dan ia melompat mundur dengan muka merah.
"Aku menerima kalah!" katanya.
Sian Kim yang telah melompat turun, lalu menghampiri Bi Nio, memungut tombak
lawannya dan mengembalikannya lalu memeluk pundak Bi Nio sambil berkata dengan
senyum manis. "Cici, ilmu siang-kekmu benar-benar membuat aku kagum sekali. Maafkan
kelancanganku tadi."
Melihat sikap ini, Tan Bi Nio merasa terharu dan juga girang. Ia balas memeluk
dan berkata. "Ah, betapapun juga, kepandaianku masih belum dapat dibandingkan dengan
kehebatan ilmu pedangmu."
Keduanya lalu turun dari panggung bersama-sama untuk memberi tempat kepada
peserta lain. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Menurut keputusan Pek Bi Hosiang, maka kini Ciauw In harus menghadapi Bong Hin,
murid kepala dari Kun-lun-pai. Tentu saja Bong Hin sebagai murid kepala termuda
dari Kun-lun-pai, memiliki ilmu silat tinggi sekali sebagaimana yang telah
dibuktikannya tadi sehingga dengan amat mudahnya ia mengalahkan dua orang
peserta luar. Diam-diam Bong Hin tadi memperhatikan gerakan pedang Ciauw In dan mendapat
kenyataan bahwa Hoa-san Kiam-hwat dari pemuda itu benar-benar tangguh maka ia
merasa bahwa dalam hal kepandaian dalam main senjata, belum tentu ia akan
memperoleh kemenangan. Oleh karena ini, ia mendapatkan akal. Ia adalah seorang
ahli dalam ilmu Thiat-ciang-kang, yakni Telapak Tangan Besi. Kedua telapak
tangannya telah dilatih semenjak ia masih kecil sehingga telapak tangannya
memiliki kekuatan dan kehebatan yang tidak takut menghadapi serangan senjata
tajam. Ia berani memapaki bacokan golok dengan telapak tangannya dan merampas golok
itu! Maka, mengandalkan ilmu silat tangan kosong dari Kun-lun-pai dan ilmu Thiatciang-kang ini, ia lalu mendahului Ciauw In dengan kata-kata ramah.
"Saudara gagah dari Hoa-san, karena perguruan kita saling bersahabat, maka
marilah kita main-main sebentar dengan bertangan kosong saja."
Ciauw In tersenyum dan ia dapat menduga bahwa lawannya ini tentulah mempunyai
satu keistimewaan yang khusus dalam kepandaian silat tangan kosong. Setelah
melihat dan memandang dengan teliti, ia dapat melihat telapak tangan lawan yang
kehitam-hitaman itu, maka diam-diam ia terkejut. Akan tetapi, sebagai seorang
murid Hoa-san-pai yang menjunjung tinggi nama perguruan sendiri, tentu saja ia
tidak menjadi gentar menghadapi lawan ini. Sambil menganggukkan kepala ia
meloloskan sarung pedangnya dan melemparkannya ke arah Ong Su yang menyambutnya.
Kemudian dengan tenang ia menghadapi Bong Hin dan memasang kuda-kuda dengan
gerakan Heng-Pai-koan-im atau Memuja Dewi Kwan Im Dengan Tangan Miring!
Melihat betapa lawannya telah memasang bhesi, Bong Hin tidak berlaku sungkan
lagi, maka sambil berseru,
"Awas pukulan!" ia lalu majukan kakinya dan menyerang dengan gerak tipu Pai-incut-sui atau Dorong Awan Keluar Puncak! Ia mendorong dengan telapak tangannya
yang mengandung tenaga Thiat-ciang-kang hingga belum juga dorongannya mengenai
tubuh Ciauw In, angin dorongan itu telah terasa kekuatannya!
Ciauw In cepat mengelak dan miringkan tubuh dan membalas dengan pukulan tangan
kiri dengan gerak tipu Hong-tan-tiam-ci atau Burung Hong Pentang Sebelah Sayap.
Pukulannya tidak keras, akan tetapi di dalamnya mengandung tenaga lweekang yang
menggetarkan dada Bong Hin walaupun pukulan itu belum mengenai tubuhnya!
Bong Hin merasa terkejut sekali karena tak pernah disangkanya bahwa lawannya ini
memiliki lweekang yang hebat. Ia tidak tahu bahwa Ciauw In disamping ilmu
pedangnya yang lihai, juga mendapat gemblengan dan latihan Ho Sim Siansu
sehingga memiliki ilmu pukulan Kim-san-ciang atau Tangan Bubuk Emas! Tenaga luar
biasa yang telah berada di kedua tangannya ini dapat dipergunakan untuk
menghadapi ilmu-ilmu kekuatan tangan seperti Thiat-ciang-kang, Ang-see-jiu dan
lain-lain! Dengan cepat Bong Hin mengelak sambil menggunakan tangannya menyampok lengan
Ciauw In. Akan tetapi Ciauw In tidak membiarkan lengan tangannya beradu dengan
telapak tangan lawan yang lihai itu, maka ia memutar lengannya dan mempergunakan
telapak tangannya untuk membentur telapak tangan lawan ini! Dua telapak tangan
beradu, membawa tenaga raksasa yang akibatnya membuat mereka terpental mundur
sampat tiga langkah! Keduanya terkejut dan maklum akan kelihaian lawan, terutama
sekali Bong Hin yang tadinya tidak menyangka akan ilmu yang dimiliki Ciauw In.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Maka setelah benturan telapak tangan ini, ia maklum bahwa ia tak dapat
mengandalkan Thiat-ciang-kang untuk merobohkan lawan, dan berlaku amat hati-hati
dalam gerakannya. Ternyata bahwa dalam hal kepandaian silat tangan kosong, mereka berimbang
sekali, sungguhpun harus diakui bahwa ginkang atau ilmu meringankan tubuh Ciauw
In lebih tinggi setingkat sehingga gerakannya lebih gesit. Akan tetapi ilmu
silat Kun-lun-pai amat tangguhnya, terutama sekali dalam daya tahan seakan-akan
Ciauw In menghadapi tembok baja yang kokoh kuat saja!
Pukulan demi pukulan dikeluarkan, tendangan melayang silih berganti, siasat
dilawan tipu, kekuatan beradu kekuatan dan banyak sekali gerakan silat mereka
keluarkan dalam usaha menjatuhkan lawan. Akan tetapi mereka sama kuatnya
sehingga lima puluh jurus telah lewat tanpa ada tanda-tanda siapa yang akan
menang! Bong Hin menjadi penasaran sekali dan perasaan inilah yang membuat dia akhirnya
menderita kekalahan. Karena penasaran, maka ia menjadi nekat dan melakukan
serangan yang berbahaya, tidak saja berbahaya bagi lawan, akan tetapi juga
berbahaya bagi dirinya sendiri. Ia mempergunakan serangan yang disebut Pai-santo-hai atau Menolak Gunung Menguruk Laut!
Gerakan ini luar biasa hebatnya, oleh karena dilakukan dengan kedua tangan
mendorong disertai sebelah kaki menendang sekaligus ada tiga serangan
dilancarkan kepada lawannya!
Ciauw In berlaku waspada dan cepat menjatuhkan diri ke kiri untuk menghindarkan
diri dari serangan berbahaya itu dan karena ia melihat kesempatan terbuka,
secepat kilat kakinya menendang ke arah lutut kaki kiri Bong Hin yang masih
berdiri. Ketika itu, kaki kanan Bong Hin masih terangkat dalam tendangannya tadi
maka ketika lutut kaki kirinya ditendang, tak ampun lagi ia roboh terguling!
Dengan jujur, jago muda dari Kun-lun-pai ini mengakui keunggulan Ciauw In dan
turun dari panggung dengan kaki terpincang-pincang. Ciauw In berdiri di atas
panggung dengan gembira sekali, tidak karena tepukan tangan para penonton yang
memujinya, akan tetapi oleh karena dengan kemenangannya ini ia mempunyai
kesempatan menghadapi Sian Kim, dara jelita yang menarik hatinya itu!
Sebaliknya, Sian Kim juga merasa girang oleh karena kini ia mendapat kesempatan
pula untuk menghadapi pemuda yang menjadi seorang diantara tiga orang musuh
besarnya, dan dapat mengukur kepandaian lawan ini! Segera setelah mendapat tanda
dari Pek Bi Hosiang, ia melompat ke atas panggung, disambut dengan senyum malumalu oleh Ciauw In. "Lie-taihiap, harap kau suka perlihatkan Hoa-san Kiam-hwat kepadaku!" kata nona
baju hitam itu sambil mencabut keluar pedangnya yang berkilau tajam.
"Nona, aku hanya minta kau berlaku murah hati kepadaku!" jawab Ciauw In sambil
memberi tanda ke bawah, Ong Su mencabut keluar pedang suhengnya lalu melemparkan
pedang itu ke arah Ciauw In.
Semua penonton terkejut melihat betapa pedang yang dilempar oleh Ong Su itu
meluncur bagaikan anak panah menuju ke tubuh Ciauw In! Akan tetapi, dengan
tersenyum tenang, Ciauw In mengulurkan tangan kanan dan menyambut pedang itu
bukan pada gagangnya, akan tetapi pada ujungnya yang runcing, dengan jalan
menjepit diantara jari-jari tangannya!
Tepuk tangan menyambut demonstrasi yang hebat ini. Ong Su memang sengaja
melakukan hal ini untuk memberi "muka terang" kepada suhengnya dan mereka ini di
puncak Hoa-san memang sering mengadakan latihan menyambut pedang terbang ini!
"Gerakan Kwan lm Menjepit Jarum itu sungguh bagus!" Sian Kim memuji dan Ciauw In
merasa kagum melihat betapa nona cantik itu mengenal gerakan tangannya, maka ia
berlaku amat hati-hati karena maklum bahwa kini ia menghadapi seorang lawan yang
memiliki ilmu pedang luar
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
biasa lihainya. Juga para penonton termasuk tokoh-tokoh besar yang hadir di
situ, maklum bahwa pertandingan terakhir yang akan menentukan siapa juara ahli
silat muda pada pertemuan ini, memandang dengan hati amat tertarik. Ilmu pedang
yang tadi dimainkan oleh Sian Kim memang mereka kagumi sebagai ilmu pedang lihai
yang tak pernah terlihat oleh mereka, sedangkan ilmu pedang Ciauw In adalah ilmu
pedang baru dari Hoa-san-pai yang juga belum pernah mereka saksikan, sungguhpun
setiap tokoh persilatan telah tahu dan mendengar akan kehebatan ilmu pedang
ciptaan Ho Sim Siansu itu.
Sekali lagi Sian Kim mengangguk sambil mengerling dengan matanya yang indah dan
bibirnya tersenyum memikat hati, kemudian ia lalu berseru.
"Lie-taihiap, lihat pedang!"
Dan mulailah ia membuka serangannya sambil tidak menghentikan senyum manis yang
menghias bibirnya. Ciauw In menangkis dan segera membalas serangan itu dengan gerak tipu Kong-ciakkai-bwee atau Burung Merak Buka Ekor, pedangnya digoyang-goyang di depan muka
lawan untuk membingungkan lawannya lalu secepat kilat ia melanjutkan serangannya
dengan gerak tipu Ayam Emas Mematuk Permata. Pedangnya meluncur cepat ke arah
tenggorokan lawannya! Kedua gerak, ini ia lakukan untuk mencoba kecepatan dan kewaspadaan Sian Kim
yang merasa kagum melihat gerakan ini lalu iapun bergerak cepat dan melakukan
gerak tipu Dewi Cantik Mengebut Kipas. Gerakan ini sekaligus menangkis serangan
lawan dan membarengi dengan pedang yang terpental karena tangkisan itu
diluncurkan ke bawah membabat pingggang Ciauw In.
Pemuda ini berseru memuji kecepatan Sian Kim dan cepat mengelak sambil melompat
mundur, juga Sian Kim setelah serangannya digagalkan, mundur dua langkah untuk
mencari posisi yang baik. Ia maklum akan kehebatan ilmu pedang lawan, maka tidak
berani berlaku sembrono dan tidak mau menyerang dulu, menanti saja diserang oleh
lawan untuk kemudian membalas dengan reaksi dan gaya reflex yang mengagumkan.
Dengan jalan demikian, ia tidak terlalu menaruh diri di tempat dan kedudukan
berbahaya, karena itu dapat mengukur dan menimbang keadaan lawannya daripada
kalau menyerang dulu dan tidak dapat melihat perubahan gerakan lawan.
Adapun Ciauw In bukan karena jerih, akan tetapi oleh karena memang hatinya tidak
tega untuk mendesak nona cantik itu! Akan tetapi, ketika melihat betapa gadis
itupun melangkah mundur, ia maklum bahwa gadis itu amat hati-hati, maka ia lalu
tersenyum dan mulai menyerang dengan desakan hebat. Ia mulai keluarkan tipu-tipu
yang paling hebat dari Hoa-san Kiam-hwat untuk menguji lawannya ini.
Sebaliknya Sian Kim dengan penuh perhatian melihat perubahan gerakan pedang
Ciauw In dan mengimbanginya dengan permainan yang sama cepatnya sehingga
sebentar saja tubuh kedua orang ini seakan-akan menjadi satu, tertutup oleh dua
gulungan sinar pedang yang bergulung-gulung dan bergumul seakan-akan dua ekor
naga saling lilit dengan hebatnya!
Pecahlah sorak sorai dari para penonton, bahkan para tokoh besar yang
menyaksikan pertempuran ini diam-diam merasa kagum sekali karena ilmu pedang
kedua orang muda itu benar-benar merupakan ilmu pedang yang sukar dicari
tandingannya. Akan tetapi, Bwee Hiang dan Ong Su yang telah faham akan Hoa-san
Kiam-hwat ketika melihat gerakan-gerakan Ciauw In, diam-diam merasa kecewa
sekali. Terutama sekali Bwee Hiang, dengan muka pucat ia memandang jalannya pertempuran
dan ia merasa hatinya sakit sekali karena ternyata bahwa Ciauw In agaknya
sengaja berlaku lambat dan lunak dan tidak mengeluarkan kepandaian seluruhnya!
Gadis ini maklum kalau suhengnya itu benar-benar menghendaki kemenangan, tidak
sukar baginya. Akan tetapi, suhengnya itu sengaja berlaku lambat-lambatan,
seakan-akan takut kalau-kalau pedangnya melukai lawannya! Hal ini
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
hanya dapat disebabkan oleh satu hal saja, yakni bahwa suhengnya telah jatuh
hati kepada gadis baju hitam yang cantik jelita itu!
Dan hal ini memang benar! Biarpun ilmu pedang Sian Kim luar biasa sekali, cepat,
ganas, dan kuat gerakannya, akan tetapi ia masih belum berdaya menghadapi Hoasan Kiam-hwat. Gadis yang cerdik inipun maklum akan hal itu, dia sendiri merasa
heran mengapa pada tiap kali lawannya telah terdesak hebat dan terdapat
kesempatan untuk merobohkannya, tiba-tiba tekanan pedang lawan itu mengendur
sehingga ia mendapat ketika untuk memperbaiki posisi dan kedudukannya!
Akhirnya ia dapat juga menduga banwa tentu pemuda yang tampan ini tidak tega
untuk melukainya! Diam-diam hatinya berdebar keras dengan perasaan girang dan
gembira sekali. Tadinya Sian Kim mengeluh di dalam hati karena memang ternyata ilmu pedang Ciauw
In ini amat hebat dan dalam hal lweekang serta ginkang, ia masih kalah sedikit
oleh pemuda ini, maka harapannya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya
menipis. Akan tetapi, setelah timbul dugaannya bahwa pemuda ini agaknya tertarik oleh
kecantikannya, ia mulai menggunakan siasat lain. Dengan bibir selalu tersenyum,
iapun mendesak Ciauw In dan sengaja menarik kembali pedangnya sebelum pedang itu
mendekat tubuh lawannya, dan gerakan ini ia maksudkan untuk memberi tanda kepada
Ciauw In bahwa iapun merasa tidak tega melukai pemuda itu!
Dan Ciauw In terkena oleh muslihat ini! Ia percaya bahwa gadis baju hitam ini
membalas perasaannya dan diam-diam ia merasa girang dan berbahagia sekali! Ia
lalu sengaja mengeluarkan kepandaiannya, dan bergerak cepat sekali. Pada saat
Sian Kim menyerangnya dengan tipu Hui-eng-bok-thou atau Elang Terbang Menyambar
Kelinci, ia sengaja membiarkan sampai pedang nona itu berada dekat dengan
lehernya, kemudian tiba-tiba ia memutar pedangnya yang segera menempel pada
pedang nona itu karena tenaga lweekangnya ia kerahkan untuk
"menyedot" pedang lawan, kemudian selagi Sian Kim mengerahkan tenaga untuk
membetot kembali pedangnya, Ciauw In mengulur tangan kirinya yang seakan-akan
hendak menyerang leher lawannya.
Sian Kim terkejut sekali dan menyangka bahwa benar-benar pemuda itu hendak
mencelakainya, akan tetapi ketika ia memandang, ternyata tangan Pemuda itu
melayang naik ke arah kepalanya dan menyendal pita rambutnya yang berwarna
merah! Kalau ia mau, gadis ini dapat mengelak dan menundukkan kepalanya, akan
tetapi sambil tersenyum ia sengaja membiarkan pitanya terampas. Kemudian
keduanya melompat mundur dan dengan muka kemerah-merahan dan mata mengerling
disertai bibir tersenyum semanis-manisnya, ia berkata dengan suara merdu.
"Lie-taihiap, aku mengaku kalah!"
Lie Ciauw In seakan-akan tidak mendengar suara tepuk sorak para penonton yang
menyambut kemenangannya ini, olen karena hatinya penuh dengan kegembiraan dan
gairah ketika melihat betapa gadis itu sengaja tidak mau mengelak, seakan-akan
membiarkan pitanya terampas, kemudian melihat kerling dan senyum itu, hatinya
benar-benar termasuk dalam perangkap asmara!
Terdengar suara Pek Bi Hosiang yang mengumumkan bahwa Ciauw In, anak murid Hoasan-pai menjadi juara atau pemenang, maka ia lalu menghampiri orang tua itu
untuk menghaturkan terima kasih sambil menjura penuh hormat. Sementara itu, Sian
Kim melompat turun dan kembali ke tempat duduknya.
"Cuwi," kata Pek Bi Hosiang dengan suara keras hingga terdengar oleh semua orang
sungguhpun bagi Ciauw In, Sian Kim, dan Bwee Hiang suara itu terdengar
setengahnya saja! KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Dengan berakhirnya pertandingan tadi, maka habis pulalah pibu persahabatan ini.
Sebagai mana cuwi saksikan sendiri, maka Lie Ciauw In murid Ho Sim Siansu di
Hoa-san mendapat kemenangan dan oleh karena ilmu pedangnya memang hebat, maka
patutlah ia mendapat kemenangan ini dan dianggap sebagai jago muda yang paling
pandai!" Terdengar suara tepuk tangan riuh menyambut pengumuman ini, akan tetapi tetap
saja bagi ketiga orang muda yang sedang tenggelam dalam lamunan masing-masing
itu, pidato ketua Go-bi-pai tidak begitu menarik perhatian. Ciauw In masih
berdebar-debar karena girang dan beberapa kali ia melirik ke arah tempat duduk
Sian Kim, sedangkan Sian Kim yang memang selain tertarik oleh wajah cakap pemuda
itu juga sengaja hendak menjalankan siasat mempergunakan kecantikannya untuk
mencapai maksudnya, yakni membalas dendam, sedang duduk termenung memikirkan


Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagaimana akal yang harus digunakan selanjutnya. Sementara itu, Bwee Hiang yang
melihat dengan jelas bahwa twa-suhengnya yang ia cinta itu betul-betul telah
jatuh hati kepada Sian Kim, duduk dengan wajah muram dan ia menahan-nahan
kesedihan hatinya. "Cuwi sekalian yang mulia," terdengar Pek Bi Hosiang melanjutkan kata-katanya.
"Dengan kemenangan jago muda Lie Ciauw In itu, maka sudah sepatutnya kalau
pinceng atas nama semua cabang persilatan yang diwakili oleh cuwi sekalian,
memberi nama julukan Hoa-san Taihiap kepadanya!"
Kemudian, sekali lagi Pek Bi Hosiang menghaturkan terima kasih kepada mereka
yang telah datang meramaikan pertemuan persahabatan ini dan memesan kepada semua
pendekar-pendekar muda itu untuk menyampaikan hormat dan terima kasih kepada
suhu-suhu mereka. Maka, berangsur-angsur bubarlah semua tamu, kembali ke tempat masing-masing.
Ketika Ciauw In memandang ke arah Sian Kim, ia menjadi terkejut dan kecewa
karena gadis itu tidak kelihatan lagi, entah telah pergi ke mana. Ia mencaricari dengan matanya, dan baru sadar ketika merasa tangannya disentuh orang. Ia
menengok dan ternyata Ong Su telah memegang lengannya dan berkata dengan wajah
berseri, "Suheng, kionghi! Kau telah mendapat julukan yang hebat sekali. Hoa-san Taihiap!
Ah, suhu tentu akan girang sekali mendengar hal ini!"
Akan tetapi, seperti seorang yang kehilangan, mata Ciauw In masih mencari-cari
dan ucapan Ong Su itu hanya diterima dengan senyum tawar saja.
"Twa-suheng, kau mencari siapakah" Dia sudah pergi dari sini, tak perlu dicaricari lagi!" tiba-tiba Bwee Hiang berkata dengan ketus.
Mendengar suara ini, barulah Ciauw In sadar dan dengan muka merah karena malu,
ia pura-pura bertanya, "Eh, siapa yang dicari" Aku tidak mencari siapa-siapa!"
Bwee Hiang tersenyum menyindir. "Bagus sekali kalau tidak mencari siapa-siapa.
Marilah kita pulang, suhu tentu menanti-nanti kita!"
Ciauw In terpaksa ikut mereka meninggalkan Kui-san. Ciauw In merasa seakan-akan
ia kehilangan sesuatu, akan tetapi ia malu untuk menyatakan kekecewaannya ini.
Mereka bertiga turun gunung dan melakukan perjalanan cepat menuju ke Hoa-san.
o0o Pada keesokan harinya, ketiga murid Hoa-san-pai itu bermalam di sebuah dusun.
Bwee Hiang agaknya telah hilang marahnya dan ia mulai tertawa-tawa lagi, kembali
sifat gembiranya seperti semula. Juga Ong Su tiada hentinya membicarakan
pertemuan orang-orang gagah itu, dan menyatakan kekagumannya terhadap jago-jago
muda yang dianggapnya lihai.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Mereka duduk di ruang depan hotel di mana mereka bermalam dan selagi mereka
asyik bicara, tiba-tiba nampak berkelebat bayangan hitam. Ketika mereka bertiga
menengok, ternyata bahwa seorang gadis berpakaian hitam telah berdiri di dekat
mereka. Gadis ini bukan lain ialah Sian Kim, dara jelita yang lihai ilmu
silatnya itu! Akan tetapi, kini wajah dara yang manis itu nampak muram, seakanakan ia menderita kesusahan besar.
"Nona Sian Kim!" tak terasa pula terluncur seruan girang ini dari mulut Ciauw
In. Wajah pemuda ini berseri dan kedua matanya memancarkan cahaya gembira ketika
tiba-tiba ia melihat nona yang telah merampas hatinya itu berdiri di depannya.
Kembali Bwee Hiang merasa betapa dadanya sakit melihat sikap suhengnya ini.
Sementara itu, ketika mendengar sebutan Ciauw In, tiba-tiba wajah Sian Kim
menjadi merah, akan tetapi ia menahan senyumnya hingga bibirnya nampak manis
sekali. "Sam-wi yang gagah perkasa, harap suka memberi maaf jika aku mengganggu kalian,"
kata Sian Kim sambil memberi hormat.
"Ah, tentu saja tidak mengganggu, nona. Silakan duduk! Kebetulan sekali kita
bertemu di sini, sebetulnya kau hendak pergi ke manakah?" kata Ciauw In yang
tiba-tiba menjadi peramah sekali, berbeda dengan sikap biasanya yang amat
pendiam hingga kali ini Ong Su sendiri yang jujur dan tak pernah menyangka
sesuatu sampai menjadi terheran dan memandang dengan melongo kepada suhengnya.
"Terima kasih,'' kata Sian Kim yang lalu mengambil tempat duduk menghadapi
mereka bertiga. "Aku memang sengaja datang menyusul kalian untuk bertemu!"
3.1. Kepercayaan Pada Gadis Asing
ADA keperluan apakah kau mencari kami?" tiba-tiba Bwee Hiang bertanya sambil
memandang tajam. Sian Kim balas memandang kepada Bwee Hiang dan kalau saja pertemuan ini terdapat
pada waktu siang hari, tentu ketiga murld dari Hoa-san itu akan melihat betapa
sepasang mata Sian Kim yang indah itu mengeluarkan cahaya yang mengerikan ketika
ia memandang kepada Bwee Hiang.
Cahaya kebencian yang besar, pandangan mata yang dipenuhi nafsu membunuh! Akan
tetapi Sian Kim cepat menundukkan kepala dan menjawab.
"Aku kuatir sekali bahwa kedatanganku ini tidak dikehendaki. Kalau memang betul,
biarlah, aku pergi saja ......." ucapannya ini terdengar amat mengharukan,
seakan-akan ia berada dalam kesedihan besar.
"Ah, sama sekali tidak, nona. Katakanlah keperluanmu kepadaku, karena kau telah
kami anggap sebagai teman sendiri, mengapa berlaku sungkan-sungkan" Kami merasa
girang sekali dapat bertemu dengan kau!" kata Ciauw In sedangkan Ong Su yang
berhati jujur itu berkata juga.
"Nona Gu, diantara sesama orang gagah tidak ada sungkan-sungkan, kalau ada
kepentingan, lebih baik berterus terang. Kalau hanya ingin bertemu saja, kamipun
merasa gembira dan kita bisa bercakap-cakap tentang pertandingan-pertandingan
yang terjadi kemarin!"
Nampaklah perubahan pada muka Sian Kim yang menjadi girang sekali.
"Kalian memang baik sekali," katanya tanpa memandang kepada Bwee Hiang.
"Sebetulnya aku datang untuk mohon bantuanmu!"
Bukan main girangnya rasa hati Ciauw ln mendengar ini. Tidak ada hal yang akan
lebih menggembirakan hatinya pada saat itu daripada mengulurkan tangan membantu
nona yang diam-diam ia cinta ini!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Aku bersedia membantumu!" katanya, lupa bahwa ia bukan seorang diri sehingga
menyebut "aku" dan tidak "kami"!
"Kalau memang kami kuasa membantumu, tentu saja kami suka membantu," kata pula
Ong Su, sama sekali tidak tahu bahwa Bwee Hiang mendengar semua percakapan ini
dengan hati dingin. Sian Kim nampak ragu-ragu dan berkata perlahan.
"Betul-betulkah kalian suka membantuku?"
Agaknya ia merasa sungkan untuk melanjutkan kata-katanya sehingga Ciauw In
mendesak. "Katakanlah, nona. Kesukaran apakah yang kauhadapi?"
Ditanya demikian dengan suara yang mengandung penuh perhatian, tiba-tiba Sian
Kim menangis sedih! Air matanya mengalir keluar bagaikan banjir dan ia
menggunakan sehelai saputangan warna hijau untuk menyusuti air mata itu dari
kedua pipinya yang kemerah-merahan.
Ketika gadis ini mengeluarkan saputangannya itu dari balik baju bagian dada,
terciumlah bau harum yang luar biasa sedapnya oleh Ciauw In dan Ong Su.
Sedangkan Bwee Hiang yang melihat betapa tiba-tiba Sian Kim menangis dengan amat
sedihnya, menjadi heran dan menaruh perhatian pula.
"Cici, mengapakah kau menangis dan bersedih" Urusan apakah yang begitu
menyusahkan hatimu?"
Betapapun Bwee Hiang adalah seorang wanita yang berperasaan halus, maka tentu
saja melihat lain orang wanita menangis ia merasa terharu dan kasihan.
Dengan amat pandainya, Sian Kim perhebat tangisnya ketika mendengar pertanyaan
ini, kemudian dengan susah-payah, dapat juga ia berkata.
"Aku memang bernasib malang ...... hanya mengharapkan bantuan ...... sam-wi yang
mulia ..... untuk membalas sakit hatiku ....... yang amat besar ini ......."
"Tenanglah, nona, dan ceritakanlah terus terang. Aku bersumpah akan membantu
padamu sekuat tenagaku," kata Ciauw In, sama sekali tidak ingat bahwa ucapannya
ini melampaui batas. Ia belum kenal baik kepada Sian Kim, belum tahu asal usulnya dan belum tahu pula
urusan apakah yang gadis itu ingin ia bantu, akan tetapi ia telah berani
bersumpah untuk membantunya!
Ong Su tentu saja merasa heran melihat sikap suhengnya ini, maka untuk
membetulkan ucapan suhengnya yang dianggap salah dan hanya menurutkan hati iba,
ia lalu menyambung. "Ceritakanlah, nona. Setelah kami mengetahui duduknya persoalan, barulah kami
akan mempertimbangkan apakah kami akan dapat membantumu!"
Dengan suara sedih yang sewajarnya dan mengharukan hati ketiga pendengarnya,
Sian Kim lalu menceritakan riwayat bohong. Ia menuturkan bahwa ia adalah puteri
tunggal seorang hartawan di utara, dan bahwa semenjak kecil ia mempelajari ilmu
silat dari seorang pengemis tua yang merantau dan memiliki kepandaian tinggi.
Bahkan atas kehendak suhunya, ia ikut pula merantau sampai sepuluh tahun hingga
memiliki ilmu silat seperti sekarang ini, akan tetapi suhunya itu meninggal
dunia dalam perantauan karena terserang penyakit jantung.
Kemudian ia pulang ke kota ayahnya dan hidup dengan tenteram, Ayahnya juga
seorang jago silat yang kenamaan dan mempunyai banyak kenalan. Di antara
sahabat-sahabat ayahnya itu, terdapat tiga orang jago tua yang disebut Hopak
Sam-eng atau Tiga Pendekar dari Hopak yang berilmu tinggi. Seorang diantara
Hopak Sam-eng ini mempunyai seorang putera dan pada suatu
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
hari Hopak Sam-eng datang melamar Sian Kim untuk dijodohkan dengan pemuda itu.
Ayahnya setuju dan menerima lamaran itu, akan tetapi ia sendiri tidak suka dan
menolak, hingga setelah ayahnya terpaksa membatalkan perjodohan itu, timbullah
perasaan bermusuh dan sakit hati dari fihak Hopak Sam-eng.
Pada suatu hari, pemuda yang tergila-gila kepadanya itu datang menggoda hingga
ia menjadi marah dan melukainya. Hal ini membuat Hopak Sam-eng menjadi marah dan
mereka bertiga datang menantang ke rumah orang tuanya. Dalam pertempuran hebat,
ayahnya terbunuh oleh mereka, sedangkan ia sendiri setelah berhasil melukai
seorang di antara Hopak Sam-eng, dapat melarikan diri dan merantau.
Demikianlah, Sian Kim mengarang cerita bohong dan menceritakannya sambil
menangis sedih. "Apakah dayaku" Mereka itu lihai ....." katanya sambil menyusut air mata. "Dan
aku tidak sanggup menghadapi mereka seorang diri saja. Telah berkali-kali aku
menyerbu, akan tetapi selalu aku dipukul mundur, bahkan menerima hinaan-hinaan
dari pemuda itu!" Ia mengepal tinju dengan muka marah. "Tadinya karena aku berhasil membalas
dendam, aku ingin membunuh diri saja untuk mengakhiri penderitaan dan
kekecewaanku. Kemudian aku mendengar tentang pertemuan dan pibu yang diadakan
oleh fihak Go-bi-pai, maka timbul kembali harapanku. Aku sengaja datang dan ikut bertanding
untuk mencari kawan yang kiranya dapat membantuku. Setelah mellhat kalian
bertiga yang berkepandaian tinggi dan berbudi mulia, maka aku merasa yakin bahwa
kalian sajalah yang dapat membantuku, terutama sekali kau, Lie-taihiap."
Sambil berkata demikian, tiba-tiba Sian Kim menjatuhkan dirl berlutut di depan
Ciauw In! Tentu saja Ciauw In merasa gugup sekali melihat hal ini dan dengan sentuhan
halus ia memegang pundak Sian Kim untuk mengangkatnya bangun.
"Jangan begitu, nona. Tentu saja aku suka membantumu untuk melenyapkan bangsatbangsat tua itu!" "Nanti dulu, twa-suheng," kata Bwee Hiang, "hal ini harus kita bertiga
rundingkan semasak-masaknya dulu, karena seharusnya kita kembali dulu ke Hoa-san
untuk memberi laporan kepada suhu tentang tugas kita. Mengenai persoalan cici
Sian Kim inipun ada lebih baik kalau kita minta izin dulu kepada suhu."
"Untuk melakukan hal yang baik tak perlu harus pulang dulu ke Hoa-san, sumoi,"
kata Ciauw In. "Betapapun juga, aku tetap hendak kembali dulu ke Hoa-san memberi tahu kepada
suhu tentang pertempuran dan pibu itu. Barulah kita akan pikir-pikir untuk
membantu cici Sian Kim."
"Akan tetapi, sumoi ...... Baru saja Ciauw In berkata sampai di sini, tiba-tiba
Sian Kim lalu memotongnya.
"Ah, aku yang hina-dina hanya membuat kacau saja! Biarlah aku pergi saja dulu,
dan hal ini kuserahkan kalian bertiga untuk mempertimbangkan. Aku telah
mengajukan permohonanku, dan dikabulkan atau tidak itu hanya tergantung kepada
nasibku. Aku akan berada di sebelah barat dusun ini pada besok pagi-pagi, kalau
kalian kunanti-nanti sampai matahari naik tidak juga datang, maka itu kuanggap
saja bahwa kalian tidak sudi membantuku. Kalau memang demikian, apa boleh buat,
aku akan mengadu nyawaku dengan Hopak Sam-eng dan biarlah riwayatku yang penuh
derita ini tamat di tangan mereka!"
Terdengar ia tersedu lagi lalu pergi melarikan diri ke dalam gelap.
"Nona ......." kata Ciauw In, akan tetapi ia menahan mulutnya oleh karena ia
anggap bahwa hal inilah yang terbaik. Kini ia dapat berunding dengan Bwee Hiang
dan Ong Su. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Bagaimana kau bisa berlaku kejam terhadap seorang yang minta pertolongan kita?"
kata Ciauw In menegur sumoinya. "Sumoi, tidak hanya sekarang, bahkan kemarin
ketika kau bertanding di atas panggung dengan nona Sian Kim, kau telah bersikap
yang kurang memuaskan sekali!"
Bwee Hiang bersungut-sungut dan menahan air matanya yang hendak meloncat keluar.
"Twa-suheng, kalau memang sikapku kurang baik, biarlah aku terima salah. Akan
tetapi, kuharap kau tidak pergi memenuhi permintaan Sian Kim itu ........"
"Mengapa?" "Entahlah ....... aku kurang percaya kepadanya!"
"Kau tidak adil! Sute, coba kau bilang, apakah betul sikap ini dari sumoi kita?"
Ong Su merasa serba salah. Pada dasar hatinya, ia juga kurang setuju dengan
pendirian Bwee Hiang. Sian Kim adalah seorang gadis yang harus dikasihani,
mengapa tanpa alasan, Bwee Hiang agaknya benci kepadanya" Akan tetapi,
menyatakan perasaan ini di depan Bwee Hiang yang ia cinta, iapun tidak berani!
Karena Ong Su tidak menjawab, Bwee Hiang lalu berkata lagi sambil menetapkan
hatinya agar suaranya tidak gemetar.
"Twa-suheng, selain perasaanku yang mungkin sekali keliru itu, kurasa kurang
sempurna kalau kita atau kau sendiri pergi membantu Sian Kim menuntut balas
kepada musuh-musuhnya."
Persoalan gadis itu adalah persoalan pribadi, soal perjodohan, maka perlu apa
kita harus ikut mencampurinya?"
"Kau keliru, sumoi. Biarpun persoalan itu tadinya merupakan soal pribadi yang
tidak harus kita campuri, akan tetapi setelah ketiga jago tua itu menurunkan
tangan jahat membunuh mati orang yang tidak berdosa, bahkan menghina seorang
gadis yang telah mereka bunuh ayahnya, maka sudah selayaknya kalau kita turun
tangan!" Bwee Hiang memandang kepada Ong Su minta pertimbangan dan bantuan.
"Bagaimana, ji-suheng" Menurut pendapatmu, kita harus pergi memberi laporan dulu
kapada suhu, ataukah langsung pergi membantu Sian Kim?"
Ong Su merasa serba bingung dan tidak tahu harus menjawab bagaimana. Ia
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, kemudian setelah batuk-batuk
beberapa kali, terpaksa ia menjawab,
"Aku menjadi bingung ...... membantu orang memang perlu dan baik, akan tetapi
melaporkan kepada suhu juga penting sekali ......."
"Jawablah yang betul, sute, jangan bercabang dua! Kau setuju dengan keputusanku
atau setuju dengan keputusan sumoi?"
Ketika Ong Su merasa ragu-ragu dan tidak dapat menjawab, hanya memandang mereka
dengan bergantian, Bwee Hiang berkata gemas,
"Ji-suheng, kau benar-benar tidak mempunyai pendirian yang tetap!"
Ditegur dari kanan kiri, Ong Su makin gugup dan bingung. Ia lalu bangkit berdiri
dan berkata, KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Sudahlah ...... lebih baik aku pergi tidur saja. Kuserahkan kepada kalian
berdua untuk mengambil keputusan dan aku akan menurut saja keputusan apa yang
kalian ambil!" Lalu ia pergi memasuki kamarnya untuk tidur!
Bwee Hiang dan Ciauw In saling pandang.
"Sumoi, betapapun juga, aku harus menolong Sian Kim! Mengapakah kau agaknya
demikian benci kepadanya?"
"Karena ...... karena pandang matamu kepadanya begitu ...... begitu ......
mesra! Dan sikapnya kepadamu itu .... ah ....." Tiba-tiba Bwee Hiang menutupi
kedua matanya dengan tangan untuk mencegah keluarnya air mata, akan tetapi tetap
saja air matanya tak dapat dibendung dan mengalir di sepanjang kedua pipinya.
Melihat sumoinya menangis, hati Ciauw In menjadi terharu. Pemuda ini maklum apa
yang terasa dalam hati gadis ini, maka sambil memegang lengan Bwee Hiang, ia
berkata dengan suara gemetar.
"Sumoi, kita telah semenjak kecil berkumpul, maka baiklah aku berterus terang
saja kepadamu. Dengarlah bahwa selain merasa kasihan kepada Sian Kim, aku.. ..... aku mencinta


Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

padanya ..... entah mengapa, hatiku amat tertarik ...... belum pernah terasa seperti ini dalam
hatiku ..... aku cinta padanya, sumoi."
Makin keraslah tangis Bwee Hiang mendengar pengakuan ini.
"Aah ...... twa-suheng, sudah kuduga .... sudah kuduga hal ini akan terjadi ....
dan aku .... aku yang bodoh .... aku ...."
Ia tak dapat melanjutkan kata-katanya karena tangisnya membuat kerongkongannya
seakan-akan tersumbat. "Aku tahu perasaan hatimu, sumoi. Maafkan aku ..... kau kuanggap sebagai adikku
sendiri. Aku harus menolong dan membantu Sian Kim membalas musuh-musuhnya, besok
aku akan pergi bersama dia mencari Hopak Sam-eng ....."
"Dan .... dan aku bagaimana .....?"
Pertanyaan ini keluar bagaikan seorang anak kecil yang hendak ditinggal pergi
orang tuanya, dan hati Ciauw ln tertusuk sekali. Ia merasa kasihan kepada
sumoinya ini, akan tetapi cinta yang mengamuk dalam hatinya itu lebih besar
pengaruhnya. "Kau dan sute boleh kembali ke Hoa-san, memberi laporan kepada suhu tentang pibu
di Kui-san itu. Setelah aku berhasil membantu Sian Kim, aku akan menyusul ke
Hoa-san dan mengaku terus terang kepada suhu tentang perasaanku terhadap Sian
Kim." Dengan wajah pucat sekali Bwee Hiang lalu bangkit berdiri dengan tubuh lemas,
lalu berkata tetap. "Baiklah, suheng, semoga kau berbahagia."
Kemudian dengan isak tangis tertahan, gadis yang malang ini lalu lari ke
kamarnya, meninggalkan Ciauw In yang termenung seorang diri di ruang depan hotel
itu. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Bwee Hiang sudah keluar dari kamarnya,
demikianpun Ciauw In karena sesungguhnya kedua orang muda ini semalam suntuk
tidak tidur sama sekali. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ketika Ong Su bangun dan bertanya tentang keputusan mereka, Bwee Hiang menjawab
dengan singkat. "Twa-suheng akan pergi membantu Sian Kim, sedangkan kau dan aku kembali ke Hoasan untuk memberi laporan kepada suhu."
"Ya, demikianlah keputusannya, sute. Kalau sudah selesai urusanku membantu nona
Gu, aku akan menyusul cepat ke Hoa-san," kata Ciauw In.
Ong Su tidak mau banyak bicara karena dari sikap kedua orang ini, ia maklum
tentu telah terjadi pertentangan. Terutama sekali ia melihat betapa wajah Bwee
Hiang amat pucat dan masih nampak tanda-tanda bekas air mata di bawah pelupuk
matanya yang merah. Setelah berpamit, kedua orang muda ini lalu pergi
melanjutkan perjalanan menuju ke Hoa-san.
Di tengah perjalanan, Ong Su berkata kepada sumoinya yang melakukan perjalanan
tanpa bicara sedikitpun seperti sebuah patung hidup.
"Sumoi, agaknya terjadi perselisihan antara suheng dan kau!"
"Tidak ada perselisihan apa-apa. Twa-suheng memaksa untuk pergi
membantu ........ perempuan itu!" Ong Su menarik napas panjang.
"Sumoi, kau ...... agaknya amat membenci Sian Kim, berbeda sekali dengan
suheng." "Memang twa-suheng ....... cinta kepada perempaan itu!"
"Apa?" Ong Su terheran juga karena hal ini belum pernah ia pikirkan.
"Twa-suheng mencinta Sian Kim." Bwee Hiang mengulang. "dan itulah sebabnya
mengapa ia membantu perempuan itu. Malam tadi twa-suheng mengaku terus terang
kepadaku." Kembali gadis ini menahan isaknya.
Tiba-tiba Ong Su menghentikan tindakan kakinya dan menarik napas panjang. Bwee
Hiang juga berhenti dan memandang kepada pemuda itu,
"Kasihan sekali kau, sumoi ....... " katanya. "Aku tahu akan keadaan hatimu.
Kita memang senasib, menjatuhkan cinta kasih kepada orang yang tak dapat
membalasnya!" Untuk sesaat mereka saling berpandangan dan Bwee Hiang yang dapat menangkap
maksud kata-kata suhengnya ini, mengulang ucap?an Ciauw In yang diucapkan
kepadanya malam tadi. "Maafkan aku, suheng ........"
Hanya itulah yang dapat ia ucapkan dan keduanya lalu melanjutkan perjalanan
dengan membisu, tenggelam dalam lamunan masing-masing yang penuh kepahitan.
o0o Sementara itu, dengan hati berdebar dan tergesa-gesa, Lie Ciauw In meninggalkan
hotel dan keluar menuju ke jurusan barat. Ketika tiba di pintu dusun, benar saja
ia melihat bayangan Sian Kim dengan bentuk tubuhnya yang langsing itu telah
menanti di situ. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Gadis itu duduk di atas sebuash batu besar dan ketika melihat ia datang, segera
melompat bangun dan lari menyambut. Mereka berdiri berhadapan, berseri gembira
pada wajah mereka. Dari sepasang mata gadis yang indah itu kelihatan dua titik air mata, akan
tetapi mulutnya tersenyum girang.
"Ah, taihiap, kau betul-betul datang membantuku," katanya dengan suara yang
merdu dan gembira. Ciauw In tertegun memandang. Matanya menatap dengan kagum sekali. Pada pagi harl
ini, Sian Kim nampak lebih cantik lagi, bagaikan bidadari fajar. Gadis jelita
ini masih mengenakan pakaian berwarna hitam seluruhnya, akan tetapi pakaiannya
terbuat daripada sutera halus dan yang amat menggiurkan hati Ciauw In ialah
belahan baju pada bagian leher depan agak terlalu rendah hingga nampak membayang
kemontokan dada gadis itu. Pita rambutnya berwarna merah muda, demikianpun ikat
pinggangnya yang melambai-lambai ke bawah. Sepatunya juga berwarna hitam
berkembang merah. Pada rambut kepala sebelah kiri terhias dengan setangkai bunga
merah yang segar dan berbau harum!
"Maafkan bahwa sute dan sumoiku tak dapat ikut membantumu, nona, karena mereka
itu harus segera kembali ke Hoa-san melaporkan hasil pibu itu kepada suhu."
"Tidak apa, taihiap, dengan dikawani oleh kau seorangpun sudah cukup bagiku!
Seorang Hoa-san Taihiap lebih berharga bagiku dari pada seratus orang kawan yang
membantu?" "Ah, kau terlampau melebih-lebihkan, nona."
"Selama hidupku, aku takkan lupa akan budimu ini, taihiap."
"Nona, mengapa kau berkata demikian" Bantuan belum kuberikan, dan belum tentu
pula aku akan berhasil mengalahkan musuh-musuhmu. Kemanakah sekarang kita harus
pergi mencari mereka?"
"Mereka itu telah lama pindah dari kota kelahiranku dan kini mereka berada di
Kiang-sun-ok, kota di sebelah barat yang letaknya kurang lebih seratus li dari
sini." Kedua orang ini lalu berangkat menuju ke barat. Sian Kim pandai sekali mengambil
hati, mengajak kawannya bercakap-cakap dengan amat gembira hingga Ciauw In
sebentar saja telah lupa kepada Bwee Hiang yang menimbulkan kasihan di dalam
hatinya. Ia makin terpikat kepada gadis ini dan merasa bahwa selama ini belum
pernah ia menikmati kebahagiaan dan kegembiraan hidup. Pohon-pohon dan kembangkembang yang dilihatnya kini nampak berbeda dari biasanya, dan segala apa yang
nampak mendatangkan kesedapan pada matanya. Ia merasa seakan-akan hidup baru
disamping gadis jelita ini.
Sian Kim sengaja melakukan perjalanan dengan lambat, akan tetapi hal ini tidak
menjadikan keberatan bagi Ciauw In, bahkan pemuda inipun menghendaki agar ia
dapat berkumpul selama mungkin dengan kekasih hatinya ini. Gadis baju hitam ini
memang telah mempunyai banyak pengalaman dan tahu cara-cara memikat hati lakilaki. Sedikitpun Ciauw In tak pernah menyangka bahwa dara jelita yang kini
melakukan perjalanan bersama dia ini adalah seorang manusia berbahaya, seorang
wanita yang seperti seekor ular berbisa yang berbahaya sekali!
la tak pernah mengira bahwa semua cerita gadis itu adalah cerita yang sengaja
diputar-balikkan dari kenyataan. Memang Sian Kim mempunyai permusuhan besar
dengan Hopak Sam-eng, akan tetapi sebab-sebab permusuhan bukanlah seperti yang
diceritakannya pada malam hari itu. Untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya,
mari kita menengok riwayat Sian Kim, gadis cantik yang menjadi ketua dari Heklian-pang itu. Ayah Sian Kim, yakni Gu Ma Ong, semenjak masih muda telah menjadi seorang
perampok yang ganas dan lihai. Berkat ilmu silatnya yang cukup tinggi, ia
malang-melintang dan melakukan
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
banyak kejahatan sehingga namanya amat terkenal di kalangan liok-lim atau rimba
raya, yakni dunia orang-orang yang melakukan pekerjaan sebagai perampok dan
begal. Dalam kejahatannya, Gu Ma Ong berhasil menculik seorang gadis cantik puteri
seorang pembesar dan memaksanya menjadi isterinya. Wanita ini diajak hidup di
dalam hutan di mana Gu Ma Ong mempunyai banyak kawan-kawan atau anak buahnya dan
biarpun tinggal di dalam hutan, namun ia hidup dengan mewah sekali. Akan tetapi,
tentu saja isteri paksaan ini tidak dapat menikmati hidup bahagia dengan
suaminya yang jahat itu, dan setahun kemudian, nyonya muda yang bernasib malang
ini meninggal dunia pada saat ia melahirkan seorang anak perempuan.
Anaknya ini kemudian dipelihara oleh Gu Ma Ong yang mengambil isteri lain lagi,
dan anak inilah yang diberi nama Gu Sian Kim. Karena memang sifatnya jahat dan
kejam, Gu Ma Ong tidak memperdulikan puterinya ini sehingga hidup Sian Kim
semenjak kecil amat sengsara, di bawah asuhan seorang ibu tiri yang kejam dan
galak. 3.2. Siapakah Gadis Cantik Baju Hitam itu ...."
Kemudian ia terlihat oleh seorang pengemis tua yang bertubuh kurus kering.
Ternyata bahwa pengemis ini adalah seorang luar biasa yang memiliki ilmu silat
tinggi sekali. Melihat Sian Kim, pengemis sakti ini timbul rasa suka karena ia
memang belum mempunyai murid. Dimintanya anak itu dari Gu Ma Ong, akan tetapi
sudah tentu saja Gu Ma Ong yang menjadi kepala rampok kaya raya itu tidak suka
anaknya diambil murid oleh seorang pengemis.
Ia merasa terhina dan diserangnya pengemis iru. Akan tetapi, biarpun semua anak
buahnya maju mengeroyok, mereka tidak kuat menghadapi pengemis itu dan akhirnya
Gu Ma Ong yang memang tidak begitu perduli lagi kepada puterinya, mengalah dan
memberikan puterinya dibawa pergi oleh pengemis sakti yang berjuluk Pat-chiusian-kai atau Pengemis Dewa tangan Delapan itu!
Sian Kim dibawa merantau oleh Pat-chiu-sian-kai sambil diberi latihan silat
tinggi. Pada waktu itu, Sian Kim baru berusia enam tahun dan selama sepuluh
tahun ia menjadi murid Pat-chiu-sian-kai yang berilmu tinggi, setelah ia menjadi
dewasa, ternyata bahwa Sian Kim mewarisi kecantikan ibunya, bahkan ia lebih
jelita dari pada ibunya! Akan tetapi sayang sekali bahwa ia memiliki watak
seperti ayahnya, yakni jahat dan kejam!
Pat-chiu-sian-kai merasa kecewa dan berduka sekali melihat watak muridnya ini.
Ia terlalu sayang dan cinta kepada muridnya yang cantik jelita, maka ia tidak
tega untuk mencelakainya, sungguhpun ia merasa kuatir melihat tanda-tanda
tentang kejahatan gadis itu. Karena sedihnya, maka pengemis tua ini jatuh sakit
dan serangan sakit jantung mengantarkannya ke alam baka.
Pada waktu itu, Sian Kim telah berusia enam belas tahun, bagaikan bunga mulai
mekar, harum semerbak cantik jelita menggairahkan. Ia telah mendapat tahu dari
suhunya bahwa ia adalah anak tunggal dari Gu Ma Ong, seorang kepala berandal
yang ditakuti orang Sian Kim tidak tertarik hatinya mendengar keadaan ayahnya
ini, maka setelah suhunya meninggal dunia, ia merupakan seekor kuda tanpa
kendali! Mulailah ia melakukan perantauan sendiri dan ia menjadi binal benar-benar
seperti seekor kuda liar! Dengan kepandaiannya yang tinggi, ia merobohkan banyak
orang gagah, dan seperti juga ayahnya, ia menganggap harta benda orang seperti
milik sendiri saja. Setiap saat apabila ia membutuhkan uang untuk biaya
perjalanan, ia merampas dari siapa saja yang dijumpainya! Ia merampok tanpa
pilih bulu! Beberapa tahun ia merantau dan sementara itu, ia menjadi makin dewasa. Dan
agaknya, sifat "mata keranjang" dari ayahnya menular pula kepada gadis yang makin cantik jelita
ini, hingga tiap kali melihat seorang pemuda yang tampan dan cakap, hati Sian
Kim merasa tertarik sekali!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ketika ia berusia tujuh belas tahun, ia tiba di kota Kiang-sun-ok, dan karena ia
kekurangan uang untuk biaya karena uangnya hasil curian beberapa hari yang lalu
telah habis diobral untuk membeli pakaian-pakaian indah dan mahal serta untuk
hidup secara royal, maka ia lalu mencari kurban! Ia mendengar nama Hopak Sam-eng
yang selain terkenal hartawan juga sebagai tiga orang jago ternama, maka hati
mudanya yang tidak mau kalah terhadap siapapun juga itu menjadi panas. Pada
malam hari, didatangilah gedung Hopak Sam-eng ini untuk dicuri hartanya!
Akan tetapi kali ini ia membentur batu karang! Hopak Sam-eng ternyata benarbenar gagah dan sungguhpun kalau melawan seorang demi seorang Sian Kim takkan
kalah, akan tetapi setelah dikeroyok tiga, bahkan dikeroyok empat dengan seorang
pemuda putera seorang diantara ketiga jago itu, ia menyerah dan tertangkap!
Akan tetapi, ia tertolong oleh pemuda itu, yakni yang bernama Liok Seng, karena
pemuda ini merasa tertarik sekali melihat kecantikan maling wanita ini! Juga
Sian Kim yang mata keranjang itu jatuh hati kepadanya, sehingga akibat dari pada
pertempuran ini bahkan membuat mereka menjadi sahabat baik! Untuk berbulan-bulan
Sian Kim tinggal di rumah gedung Hopak Sam-eng dan menjadi kekasih Liok Seng,
hidup serba mewah dan senang, bercinta-cintaan dengan pemuda yang terkenal
sebagai seorang pemuda hidung belang itu!
Hopak Sam-eng selain kaya raya dan berpengaruh, juga disegani dan ditakuti oleh
penduduk Kiang-sun-ok, oleh karena mereka ini memang terkenal berwatak keras dan
tinggi. Juga mereka yang memiliki banyak tanah dan terkenal sebagai tuan-tuan
tanah itu berlaku amat keras dan memeras para petani yang menjadi buruh tani
mereka! Seperti juga watak ayahnya, setelah beberapa bulan hidup dengan penuh kasih
sayang dengan Liok Seng, Sian Kim mulai menjadi bosan dan ia mulai sering
meninggalkan rumah untuk mulai dengan perantauannya, bahkan berani bermain gila
dengan pemuda-pemuda lain yang cukup ganteng. Hal ini tentu saja amat
menyakitkan hati Liok Seng, dan sungguhpun pemuda ini bukan menjadi suami yang
sah, akan tetapi Liok Seng amat mencinta Sian Kim dan tidak suka melihat
kekasihnya bermain gila dengan pemuda lain.
Ia menegurnya, akan tetapi Sian Kim tidak ambil perduli hingga akhirnya keduanya
bertempur! Akan tetapi, Liok Seng bukanlah lawan Sian Kim, di dalam beberapa jurus saja
Liok Seng telah dilukai pundaknya oleh pedang Sian Kim yang meninggalkan pemuda
itu sambil menghinanya dengan kata-kata pedas.
Liok Seng adalah putera Liok Bu Tat, atau saudara termuda dari Hopak Sam-eng,
maka tentu saja ketika mendengar hal ini, Liok Bu Tat menjadi marah sekali.
Demikian pula kedua jago Hopak itu yang bernama Liok Sui dan Liok Ban, mereka
ini merasa amat marah mendengar betapa keponakan mereka dilukai dan bahkan
dihina oleh Sian Kim yang dianggap tak kenal budi.
Ketiga Hopak Sam-eng lalu mengejar Sian Kim dan menyerangnya dengan hebat, Sian
Kim membela diri dan mengadakan perlawanan mati-matian, akan tetapi akhirnya ia
tidak dapat menghadapi ketiga jago tua itu dan segera melarikan diri. Ketika
ketiga orang jago itu berhasil menyusulnya sehingga pertempuran itu terjadi,
Sian Kim sedang berada berdua dengan seorang pemuda lain yang tampan sekali.
Kini melihat Sian Kim dapat melarikan diri, Hopak Sam-eng segera menumpahkan
kemarahannya kepada pemuda itu yang lalu dibunuhnya.
Ketika Sian Kim mendengar berita bahwa kekasih barunya itu dibunuh oleh Hopak
Sam-eng, ia menjadi sakit hati sekali dan menganggap ketiga orang jago tua itu
sebagai musuh besar yang harus dibalas sewaktu-waktu.
Demikianlah sebetulnya peristiwa yang terjadi hingga menimbulkan permusuhan
antara Sian Kim dan Hopak Sam-eng, akan tetapi yang diputar-balikkan ketika
gadis ini menceritakannya kepada Ciauw In dan dua orang adik seperguruannya.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Setelah menderita kekalahan dari Hopak Sam-eng, Sian Kim lalu mencari ayahnya.
Gadis jelita yang kejam dan juga amat cerdik dan jahat ini, ketika melihat
betapa ayahnya menjadi ketua dari Hek-lian-pang dan betapa ibu tirinya yang dulu
amat bengis kepadanya, lalu menyerbu dan membunuh ibu tirinya! Ayahnya marah
sekali dan menyerangnya, akan tetapi Gu Ma Ong tidak dapat mengalahkan puterinya
sendiri, bahkan kena dirobohkan!
Sian Kim lalu mengangkat diri sendiri sebagai kepala Hek-lian-pang yang baru dan
menurunkan kedudukan ayahnya menjadi wakilnya! Semua anak buah Hek-lian-pang
tidak ada yang berani membantah oleh karena memang mereka telah menyaksikan
sendiri bahwa gadis manis ini benar-benar lihai! Mereka bahkan merasa gembira
mendapatkan seorang ketua vang demikian cantik jelitanya dan semenjak Sian Kim
berada di situ, banyak diantara anak buahnya yang tampan menjadi teman baiknya.


Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gu Ma Ong yang melihat betapa puterinya bertukar-tukar kekasih dan hidup dengan
hina sekali bagi seorang wanita, hanya dapat menarik napas panjang dan merasa
menyesal sekali. Ayah manakah yang takkan merasa berduka melihat anak
perempuannya hidup seperti seorang pelacur yang memalukan sekali"
Gu Ma Ong tidak teringat akan perbuatannya sendiri dan tidak sadar bahwa anaknya
itu ternyata mempunyai watak yang diwariskan olehnya. Memang demikianlah sifat
seorang manusia, betapapun jahatnya dia, akan tetapi ia tidak rela dan tidak
suka melihat anaknya menjadi jahat pula. Namun Gu Ma Ong tidak berdaya, karena
ilmu kepandaiannya kalah jauh dan ia tidak berkuasa terhadap puterinya itu.
Semenjak Sian Kim menjadi ketua Hek-lian-pang, ia lalu bertukar pakaian dan
selalu pakaiannya berwarna hitam. Nama perkumpulan ini yang berarti Teratai
Hitam, terasa cocok sekali olehnya dan ia merasa seakan-akan ia merupakan
setangkai bunga teratai hitam, maka ia selalu berpakaian serba hitam.
Apalagi ketika para kekasihnya memuji-mujinya dan menyatakan bahwa gadis jelita
ini pantas sekali mengenakan pakaian hitam hingga kulitnya yang putih bersih itu
nampak makin menyolok, ia lalu tak pernah mengganti pakaiannya dengan warna
lain! Iapun lalu mengeluarkan para anggauta yang sudah tua dan mengganti anak
buahnya dengan pemuda-pemuda yang tampan dan bahkan ia melatih silat kepada
mereka! Namun, tetap saja ia merasa bosan dengan segala kemewahan dan kesenangan ini. Ia
tidak tahu bahwa memang demikianlah sifat kesenangan duniawi, yakni membosankan!
Tidak tahu bahwa kebahagiaan abadi tidak terletak di dalam kesenangan duniawi.
Ia mulai merantau lagi dan hanya memimpin perkumpulannya selama setahun.
Kemudian, setelah ia kembali ke tempat itu dan mendengar bahwa ayahnya terbunuh
mati oleh tiga murid Hoa-san, bahkan betapa banyak anggauta perkumpulannya
terbasmi pula, ia segera mengejar ketiga murid Hoa-san itu dan selanjutnya
menggunakan siasat untuk menjebak hati Ciauw In yang amat lihai untuk dapat
diperalatnya! Demikianlah riwayat singkat dari Sian Kim, gadis cantik jelita yang telah
bernasil menjatuhkan hati Ciauw In. Tentu orang akan bergidik kalau telah
mengetahui riwayat gadis yang penuh kekotoran itu, akan tetapi siapa saja yang
bertemu dengannya, memandang wajah yang ayu dan potongan tubuh yang menggiurkan,
pasti takkan ada yang mengira bahwa dara jelita ini adalah seorang wanita yang
jahat, kotor, dan kejam. Hanya Bwee Hiang saja yang mempunyai perasaan halus hingga dapat meragukannya,
akan tetapi Ciauw In tak dapat disalahkan. Setiap orang laki-laki, baik ia masih
muda maupun sudah tua, pasti tergiur melihat dara ini.
o0o KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ciauw In adalah seorang pemuda yang baru saja keluar dari tempat perguruan dan
baru saja turun gunung menceburkan diri dalam dunia ramai, maka ia dapat
diumpamakan sebagai seekor anak burung yang baru saja turun dari sarang dan baru
belajar terbang. Ia amat bodoh dan tidak berpengalaman sama sekali, sehingga
lebih mudahlah bagi Sian Kim untuk menjalankan tipu muslihatnya, walaupun
terdapat pula kesukaran bagi gadis ini dalam siasatnya menghadapi Ciauw In.
Kesukaran ini justeru timbul oleh kebodohan Ciauw In. Kalau saja pemuda ini
tidak sehijau itu, tentu ia akan dapat mengerti segala pernyataan cinta kasih
Sian Kim dan tentu akan menyambutnya dengan hati girang. Akan tetapi, Ciauw In
terlalu bodoh dan malu-malu, demikianlah Sian Kim sering mengomel seorang diri,
hingga biarpun pemuda itu memandangnya dengan mata kagum dan penuh perasaan
cinta yang besar, namun belum pernah terlompat dari bibir pemuda ini tentang
perasaannya yang nampak dari pandangan matanya itu.
Sian Kim cukup cerdik untuk tidak mempergunakan sikap yang terlalu menyolok dan
kasar dan ia tetap bersikap malu-malu pula bagaikan seorang gadis, baik-baik.
Dari gerak-gerik dan pandangan matanya, ia membayangkan sejelas-jelasnya akan
perasaan hatinya terhadap Ciauw In, sungguhpun ia tidak berani pula berterus
terang seperti layaknya dilakukan oleh seorang gadis sopan. Ia memang pandai
bermain sandiwara sehingga Ciauw In betul-betul terpikat, menganggap bahwa Sian
Kim adalah seorang gadis yatim piatu yang malang dan yang mencintainya seperti
ia mencinta gadis itu hingga diam-diam Ciauw In merasa luar biasa gembira dan
bahagianya. Ia mengambil keputusan di dalam hati untuk segera mengajukan hal ini kepada
suhunya dan minta orang tua itu untuk mengajukan pinangan! Ia sendiri tidak
kuasa membuka mulut menyatakan perasaan hatinya maka iapun diam saja dan hanya
gerak bibir dan pandang matanya saja yang bicara dalam seribu bahasa dan yang
dimengerti baik oleh Sian Kim.
Selama dalam perjalanan menuju ke Kiang-sun-ok tempat tinggal Hopak Sam-eng,
Sian Kim menjaga dengan hati-hati hingga selalu tidak memperlihatkan sikap yang
kurang sopan. Mereka bermalam di sebuah hotel terbesar dengan kamar berhadapan.
Pada malam hari itu mereka bermalam di hotel "Lok-pin" di kota Siang-yu, sebelah
timur Kiang-sun-ok. Setelah makan malam mereka bercakap-cakap di ruang depan
sampai jauh malam, lalu masuk ke kamar masing-masing untuk tidur.
Kira-kira menjelang tengah malam, Ciauw In yang masih belum tidur karena diamdiam memikirkan keadaan Sian Kim dengan hati amat beruntung, tiba-tiba mendengar
suara kaki menginjak genteng hotel itu, tidak jauh di atas kamarnya. Ia cepat
mengambil pedangnya dan melompat keluar kamar dari jendelanya dan langsung
melompat ke atas genteng. Dilihatnya bayangan hitam berkelebat cepat, maka
segera ia mengejar dan mengintai dari belakang.
Alangkah herannya ketika ia melihat bahwa bayangan itu adalah Sian Kim sendiri!
Ia hendak memanggil, akan tetapi timbul keinginannya hendak mengetahui dengan
diam-diam apakah yang hendak dilakukan oleh kawan baru ini, maka ia lalu
mengikutinya dengan diam-diam tanpa diketahui oleh Sian Kim.
Ciauw In terlalu memandang rendah kepada Sian Kim kalau ia menyangka bahwa gadis
itu tidak tahu bahwa ia sedang mengikutinya, karena sesungguhnya Sian Kim sudah
tahu bahwa Ciauw In berada tak jauh di belakangnya. Gadis ini diam-diam
tersenyum manis seorang diri dan berlaku seakan-akan ia tidak melihatnya. Gadis
ini terus menuju ke sebuah gedung besar, tempat seorang hartawan di kota itu.
Sesungguhnya, gadis ini telah kehabisan uang bekal dan seperti biasa hendak
mencari uang dari gedung itu. Ia maklum bahwa hal ini dapat ia lakukan dengan
hati tenang, oleh karena "meminjam uang" seorang hartawan memang sudah biasa dilakukan oleh orang-orang
kang-ouw yang kehabisan bekal di dalam perjalanan, hingga ia tak perlu merasa
malu-malu kepada pemuda itu. Bahkan ia ingin melihat bagaimana sikap Ciauw In
dalam hal ini. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Akan tetapi, ia tidak tahu bahwa malam itu kebetulan sekali ia akan bertemu
dengan seorang penjahat lain! Ketika ia berhenti di atas genteng rumah hartawan
itu, tiba-tiba matanya yang tajam dapat melihat bayangan hitam berkelebat turun
dari genteng dan menuju ke ruang dalam gedung itu. Ia segera mengejarnya dan
mengintai, tahu bahwa di lain tempat tak jauh dari situ, Ciauw In juga sedang
mengintai pula! Bayangan hitam ini adalah bayangan seorang laki-laki tinggi besar yang
mengenakan pakaian serba hitam dan orang itu dengan hati-hati sekali menghampiri
jendela sebuah kamar, lalu dengan goloknya membuka daun jendela dengan gerakan
cepat dan cermat, tanda bahwa ia memang ahli dalam hal membongkar jendela kamar
orang! Setelah jendela terbuka, orang itu lalu mengeluarkan sebuah bungkusan kuning
yang panjang dari punggungnya. Ternyata bahwa di dalam bungkusan itu terdapat
beberapa batang hio (dupa) dan setelah dibakarnya, ia menaruh hio itu di dalam
jendela dan meniupkan asap hio ke dalam kamar!
Ciauw In yang masih hijau itu, tidak tahu apakah maksud penjahat ini dengan
perbuatannya itu, maka diam-diam iapun lalu mengintai ke dalam kamar. Kamar itu
indah dan mewah sekali, dan di dalamnya terdapat sebuah tempat tidur yang
kelambunya tertutup, akan tetapi sepasang sepatu kain yang tersulam indah
berwarna merah membuat ia dapat menduga bahwa di dalam kelambu itu tentu
berbaring seorang gadis, puteri tuan rumah yang sedang tidur!
Selain pembaringan ini, terdapat pula banyak barang-barang indah dan mahal serta
yang menandakan bahwa penghuni kamar ini memang seorang wanita. Pemuda ini
berpikir heran mengapa penjahat ini membakar hio yang asapnya ditiupkan ke dalam
kamar. Kalau ia hendak mencuri, setelah membuka jendela, mengapa tidak langsung
masuk saja dan mengambil barang-barang berharga"
Akan tetapi, Sian Kim tahu dengan baik apa artinya perbuatan itu, karena dengan
marah sekali ia lalu membentak halus.
"Penjahat cabul, jangan berani main gila di depan nonamu!"
Sambil berkata demikian, gadis ini melompat keluar dari tempatnya mengintai.
Penjahat itu terkejut dan segera melompat ke atas genteng, ketika mendapat
kenyataan bahwa perbuatannya ketahuan orang. Akan tetapi Sian Kim mengejar
dengan lompatan yang jauh lebih cepat daripada penjahat itu hingga ia
mendahuluinya mencegat di atas genteng. Sementara itu, Ciauw In juga menyusul
dan mengintai dengan diam-diam.
Sementara itu, bukan main terkejutnya penjahat tinggi besar itu ketika melihat
betapa wanita yang menegurnya tadi kini tahu-tahu telah berada dihadapannya, dan
kekagetannya ini berubah menjadi ketakutan setelah ia memandang kepada Sian Kim.
"Kau ....." Kau ..... di ..... sini ......?" tanyanya gagap.
"Penjahat cabul tukang petik bunga! Setelah bertemu dengan aku jangan harap
mendapat ampun!" teriak Sian Kim memotong ucapannya dan langsung pedangnya
menyerang. Penjahat itu dengan tubuh gemetar terpaksa menangkis dengan goloknya dan
suaranya menggigil ketika ia berkata pula.
"Ampunkan aku ..... ampunkan ..... Hek ......"
Akan tetapi ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya, oleh karena pedang Sian Kim
telah menyambar dan tepat sekali menabas batang lehernya hingga batang leher
penjahat itu hampir putus! Ia tak sempat mengeluarkan teriakan dan tubuhnya
roboh berdarah di atas genteng!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ciauw In merasa ngeri dan terkejut sekali, maka ia tak dapat pula menahan
hatinya dan segera melompat keluar.
"Nona, mengapa kau tidak mau ampunkan dia?"
Sian Kim pura-pura baru melihat Ciauw In, maka dengan membuka mata lebar-lebar
ia berkata, "Eh, eh ...... taihiap, mengapa pula tahu-tahu kau telah berada di sini?"
Ditanya demikian Ciauw In menjadi malu sendiri dan menjawab sejujurnya,
"Aku tak dapat tidur dan melihat kau keluar, akupun menyusul karena ingin tahu
apakah yang hendak kau lakukan pada waktu seperti ini. Mengapa kau bunuh
penjahat ini sedangkan ia belum melakukan kejahatan apa-apa" Dan apakah yang ia
lakukan dengan pembakaran hio itu?"
Diam-diam Sian Kim merasa geli hatinya melihat kebodohan Ciauw In dan tiba-tiba
timbul keinginannya untuk mencoba keteguhan hati pemuda ini.
"Ia adalah seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga)," katanya.
Ciauw In benar-benar belum pernah mendengar akan hal ini, maka ia bertanya,
"Jai-hwa-cat" Apakah maksudnya sebutan ini" Mengapa seorang penjahat memetik
bunga " Bunga apakah?" Merahlah muka Sian Kim mendengar pertanyaan ini dan ia lalu menundukkan kepala
dengan bibir tersenyum malu-malu dan mengerling dengan matanya yang tajam,
membuat aksi seakan-akan seorang gadis mendengar kata-kata yang membuatnya
merasa malu sekali! "Taihiap, benar-benarkah kau belum pernah mendengar tentang hal ini?"
Ciauw In menggeleng kepala.
"Kau jelaskanlah, nona. Kalau tidak, selamanya aku akan merasa menyesal mengapa
kau begitu kejam membunuh seorang yang belum diketahui kedosaannya."
"Taihiap, ketahuilah, hio yang dibakarnya tadi mempunyai pengaruh memabokkan
orang yang sedang tidur. Kalau hio itu asapnya memenuhi kamar, orang yang tidur
di dalamnya takkan dapat mendengar sesuatu ataupun merasa sesuatu karena ia
telah tidur pulas sekali bagaikan pingsan!"
Ciauw In mengangguk-angguk.
"Tentu saja seorang maling suka mempergunakan itu agar mudah baginya mengambil
barang-barang penghuni kamar."
"Kau keliru, taihiap. Penjahat hina ini tidak bermaksud mengambil barang-barang
berharga, akan tetapi bermaksud memetik bunga."
"Apa maksudmu?"
"Aduh, sukar sekali bagiku untuk memberitahukan hal ini, taihiap. Bagaimanakah
aku harus menceritakannya?"
Kemudian gadis yang cantik ini menggigit-gigit bibir dan tiba-tiba ia mendapat
sebuah pikiran bagus. "Kau hendak tahu maksudnya" Baiklah, mari kau ikut aku taihiap!"
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Setelah berkata demikian, Sian Kim lalu melompat turun dari genteng, diikuti
oleh Ciauw In yang terheran-heran. Gadis itu melompat ke depan jendela kamar
yang dibongkar penjahat tadi, dan setelah melihat Ciauw In melompat turun pula,
ia lalu memberi tanda agar pemuda itu mengikutinya masuk ke dalam kamar melalui
jendela. Ciauw Ia mencium bau harum sekali di dalam kamar itu hingga hatinya berdebar
karena maklum bahwa ia telah memasuki kamar gadis. Ia merasa malu sekali, akan
tetapi oleh karena hendak melihat apakah yang akan dilakukan oleh Sian Kim, ia
mendekati gadis itu. Sian Kim lalu menghampiri kelambu yang tertutup sambil
memberi tanda kepada Ciauw ln yang mendekatinya pula.
Sian Kim lalu mengunakan kedua tangannya membuka kelambu itu dengan serentak dan
nampaklah tubuh seorang gadis rebah telentang di atas pembaringan dan dalam
keadaan tidur nyenyak. Gadis yang sedang berbaring telentang itu cantik manis dan di dalam tidurnya
tersenyum hingga menimbulkan pemandangan yang amat menggairahkan, apalagi karena
dalam ketidaksadarannya, pakaiannya amat kusut dan tidak karuan letaknya.
Ciauw In memandang kepada Sian Kim dengan terkejut dan heran, karena ia tidak
mengerti apakah maksud gadis itu membuka kelambu orang. Ketika Sian Kim
memandangnya dan melihat sinar kebodohan di wajah Ciauw In serta matanya yang
mengandung penuh pertanyaan, lalu tertawa kecil dan berkata,
"Taihiap, inilah kembang yang kumaksudkan tadi."
Ciauw In menjadi bengong karena masih belum mengerti, maka sambil menahan geli
hatinya, Sian Kim berkata lagi.
"Kembang yang begini indah mengharum, siapa yang tak ingin memetik" Apakah kau
juga tak ingin memetiknya, taihiap?"
Barulah sekarang Ciauw In mengerti akan maksud sebutan penjahat pemetik bunga
tadi, maka wajahnya tiba-tiba menjadi pucat dan tanpa berkata sesuatu ia lalu
melesat dari kamar itu! Sian Kim juga keluar dari kamar setelah tangannya
menyambar kantung uang emas yang berada di atas meja dekat pembaringan. Ia
mengejar Ciauw In yang nampaknya marah.
"Taihiap, tunggu dulu," katanya dan terpaksa Ciauw In menahan larinya yang
cepat. "Mengapa kau cemberut, apakah kau marah kepadaku?"
Ciauw In memandang dan di dalam hati ia mengaku bahwa ia tak dapat marah
terhadap gadis ini, maka ia menggeleng kepala dan berkata,
"Aku merasa sebal mendengar kata-katamu tadi dan kalau kau tidak telah membunuh
bajingan itu, tentu aku yang akan membunuhnya! Sekarang aku mengerti mengapa kau
membunuh dia." "Jadi kau tidak menganggap aku kejam lagi?"
"Tidak, tidak! Hukuman itu sudah pantas bagi seorang jahat seperti dia. Akan
tetapi aku tidak mengerti mengapa penjahat itu agaknya kenal kepadamu dan apakah
artinya sebutannya kepadamu tadi?"
"Sebutan bagaimana?" tanya Sian Kim dengan hati berdebar gelisah.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
3.3. Perlawanan Hopak Sam-eng
"Aku tadi mendengar ia hendak menyebutmu dengan sebuah kata-kata Hek (hitam).
Apakah artinya itu?"
"Taihiap, kau benar-benar bermata tajam dan bertelinga tajam pula. Memang,
sesungguhnya aku harus mengaku sejak kemarin kepadamu. Ketahuilah bahwa dalam
perantauanku yang sudah-sudah. banyak aku membinasakan para penjahat sehingga
namaku agak terkenal diantara mereka dan karena aku memang paling suka
berpakaian serba hitam, maka mereka menyebutku Hek-lian-niocu (Nona Teratai
Hitam )." Ciauw In mengangguk-angguk dan tanpa disengaja mulutnya berkata perlahan.
"Memang kau.... cantik sekali memakai pakaian hitam."
Sebetulnya Sian Kim sudah cukup mendengar ucapan ini, akan tetapi ia pura-pura
tidak dengar dan bertanya mendesak.
"Apa katamu taihiap?"
Merahlah wajah Ciauw In mendengar pertanyaan ini dan ia lalu berkata lagi.
"Sesungguhnya kau ..... pantas mengenakan pakaian serba hitam."
"Benarkah .....?" Sambil tersenyum manis Sian Kim melirik.
"Nona, ada satu hal lagi yang masih belum kuketahui, yakni mengapakah kau malammalam meninggalkan kamar dan pergi ke gedung itu?"


Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Untuk mengambil ini!" kata Sian Kim dengan lagak centil dan tersenyum-senyum
sambil mengangkat kantung yang tadi diambilnya dari kamar gadis itu.
"Apakah itu ?" Sian Kim tidak menjawab, hanya membuka kantung itu dan memperlihatkan isinya,
yakni sejumlah uang perak dal emas.
"Eh, eh kau ...... kau mencuri uang itu?"
"Hush, jangan kau bilang mencuri, taihiap. Lebih baik kau menggunakan istilah
kang-ouw, yakni meminjam untuk biaya perjalanan." Ketika melihat Ciauw In
agaknya kurang setuju, ia segera menyambung, "Hal ini bukanlah hal yang amat
penting dan tak perlu disusahkan, taihiap, lagi pula, bukankah aku telah
menolong gadis itu dari satu bahaya yang melebihi hebatnya daripada maut"
Sudah sepantasnya kalau ia memberi hadiah uang tak berapa banyaknya ini
kepadaku!" Ia lalu tertawa dan suara ketawanya demikian halus dan gembira sehingga mau
tidak mau Ciauw In juga ikut tertawa.
"Kau benar-benar aneh dan ..... nakal, nona," katanya.
Pada saat itu mereka telah tiba di depan hotel dan keduanya lalu masuk kembali
ke dalam hotel melalui genteng dan sebelum mereka kembali ke kamar masingmasing, Sian Kim memandang dengan mata penuh daya memikat. Akan tetapi Ciauw In
hanya berkata. "Nona, kuharap kau tidak menyebutku taihiap lagi. Kita telah menjadi sahabat
baik dan tidak enak kalau kau memanggilku orang yang baru berkenalan saja, kau
membuat aku menjadi sungkan."
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ucapan ini saja sudah merupakan kemenangan setindak bagi Sian Kim, maka sambil
memandang dengan muka semanis-manisnya, ia berkata dan tersenyum,
"Baiklah, kalau begitu, biarlah aku menyebutmu twako (kakak) saja. Nah, selamat
malam dan selamat bermimpi, Lie-twako!"
Setelah berkata demikian, sambil berlari-lari dan tertawa-tawa kecil ia memasuki
kamarnya dan sebelum menutup pintu kamar, kembali ia mengerling ke arah Ciauw In
dengan penuh arti. Ciauw la memasuki kamarnya sendiri dan setelah mengganti pakaian, ia merebahkan
diri di atas pembaringan dan benar saja, malam itu ia bermimpi melihat kamar
gadis hartawan yang dimasukinya tadi, akan tetapi yang rebah di atas pembaringan
bukanlah gadis itu, melainkan Sian Kim! Sian Kim dengan memakai baju pengantin
dan ia sendiri memasuki kamar dalam pakaian mempelai laki-laki!
Sama sekali ia tidak tahu bahwa penjahat yang mendatangi gedung itu dan yang
telah dibunuh oleh Sian Kim, sebenarnya adalah seorang bekas anak buah Hek-lianpang, bahkan pernah pula menjadi kekasih Sian Kim! Oleh karena inilah maka
penjahat tadi merasa takut dan terkejut melihat Sian Kim muncul, karena gadis
baju hitam ini selalu mengancam kepada setiap laki-laki kekasihnya untuk dibunuh
apabila berani-bermain dengan wanita lain!
o0o Semenjak peristiwa malam itu, sikap Sian Kim terhadap Ciauw In makin berani dan
makin menggiurkan hati Ciauw In. Gadis ini selalu menyebutnya "Lie-twako" dengan
suara yang mempunyai nada istimewa halus dan merdunya, panggilan yang hanya
dapat diucapkan oleh mulut seorang kekasih yang tercinta. Perjalanan mereka pada
keesokan harinya lebih menggembirakan dan kata-kata yang dikeluarkan di antara
mereka makin mesra, juga lirikan mata masing-masing makin penuh arti dan
perasaan. Ketika mereka tiba dl kota Kiang-sun-ok, dengan mudah saja mereka mencari gedung
tempat tinggal Hopak Sam-eng. Untuk membuat Ciauw In percaya, dengan sengaja
Sian Kim mencari keterangan kepada pelayan hotel di mana tempat tinggal Hopak
Sam-eng, pada hal tentu saja ia tahu di mana letak gedung itu, oleh karena sudah
berbulan-bulan ia tinggal di dalam gedung itu sebagai kekasih Liok Seng.
Ciauw In mengajak Sian Kim untuk segera mendatangi musuh-musuh besar itu dan
membuat perhitungan, akan tetapi Sian Kim menolak dan berkata,
"Lie-twako, tak perlu kita tergesa-gesa. Hopak Sam-eng merupakan tritunggal yang
lihai sekali, ditambah pula dengan bangsat muda Liok Seng itu, mereka benarbenar merupakan lawan tangguh. Kalau kita datang terang-terangan waktu siang dan
menghadapi mereka aku kuatir kalau-kalau kita akan gagal dan tak berhasil
merobohkan mereka. Lebih baik kita datang menyerbu di waktu malam dan menyerang
mereka selagi mereka tidak bersedia."
Ciauw In tidak setuju dengan pendapat ini dan sebetulnya Sian Kim hanya
mengeluarkan ucapan ini untuk membakar hatinya saja,
"Nona, hal seperti itu tidak layak dilakukan oleh orang-orang gagah. Lebih baik
kita datang secara berterang, dan betapapun juga, kau jangan kuatir. Aku akan
membantumu sekuat tenaga, biarpun aku harus berkurban jiwa!"
"Terima kasih, Lie-twako, kau memang seorang yang berhati mulia. Kalau begitu,
biarlah aku mengirim surat tantangan kepada mereka itu!"
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Sebelum Ciauw In menjawab, Sian Kim lalu menulis sebuah surat dan memberikan itu
kepada pelayan hotel sambil memberi hadiah beberapa potong uang perak.
"Berikan surat ini kepada Hopak Sam-eng!" perintahnya.
Pelayan itu merasa gembira sekali oleh karena hadiah yang ia terima untuk tugas
itu jumlahnya lebih besar daripada gajinya sebulan di hotel itu! Ia membungkukbungkuk menerima surat sambil menghaturkan terima kasihnya, lalu pergi dengan
cepat untuk menyampaikan surat itu kepada Hopak Sam-eng yang tinggal di sebelah
utara, di dalam sebuah gedung yang mempunyai pekarangan amat luasnya.
Setelah beberapa lama, pelayan itu datang kembali dengan muka pucat dan datangdatang ia menuturkan pengalamannya dengan suara masih diliputi ketakutan.
"Aduh, siocia, hampir saja aku tak dapat pulang! Liok toaya yang menerima
suratmu menjadi marah-marah dan memaki-maki kalang kabut. Bahkan hampir saja ia
memukulku karena dikatakan berani membawa surat itu kepadanya, kalau saja tidak
ada siauwya yang menghalangi kehendaknya. Ia terus memaki-maki dan akhirnya
menyatakan bahwa besok jam delapan ia menanti siocia di depan rumahnya!"
Sian Kim tersenyum saja mendengar ini dan menyuruh pelayan itu pergi.
"Lie-twako, mereka telah bersiap sedia dan selanjutnya aku yang bodoh hanya
mengharapkan bantuanmu."
"Jangan kuatir, nona. Aku akan membelamu terhadap mereka," jawab Ciauw In dengan
tenang. Pada keesokan harinya, setelah makan pagi, Ciauw In dan Sian Kim berangkat
menuju ke rumah Hopak Sam-eng. Dari jauh mereka telah melihat empat orang
berdiri di depan rumah besar itu sambil bertolak pinggang dan memandang ke arah
Sian Kim dengan mata menyatakan kemarahan besar. Sian Kim dari jauh menunjuk
mereka dan memperkernalkan mereka kepada Ciauw In.
"Twako, mereka itu adalah Liok Sui, Liok Ban dan Liok Bu Tat, Hopak Sam-eng yang
lengkap. Sedangkan orang muda itu adalah bajingan yang telah menghinaku, yang bernama
Liok Seng, putera dari Liok Bu Tat."
Ciauw In memandang dengan penuh perhatian. Ketiga jago dari Hopak itu semua
bertubuh tinggi besar dan berwajah keren dan galak sekali. Jelas terlihat bahwa
mereka itu memiliki tenaga yang amat kuat. Liok Sui dan Liok Ban memegang
sebatang toya sedangkan Liok Bu Tat membawa pedang yang tergantung di
pinggangnya. Liok Seng adalah seorang muda yang berwajah tampan dan berpakaian
merah, sikapnya lemah lembut, akan tetapi sepasang matanya galak seperti
ayahnya. Begitu mereka tiba di depan Hopak Sam-eng, Liok Bu Tat menuding kepada Sian Kim
dan membentak sambil tersenyum sindir.
"Bagus, Gu Sian Kim! Kau datang mengantar nyawamu!"
Juga Liok Sui dan Liok Ban memandang dengan marah, bahkan Liok Sui, saudara
tertua dari Hopak Sam-eng yang terkenal berwatak keras dan galak, segera memaki.
"Perempuan rendah! Agaknya bebarapa kali hajaran dari kami itu masih belum
membuat kau kapok! Kini kau datang lagi hendak mengacau, maka sudah sepatutnya
kali ini kau dibikin mampus!"
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Sementara itu, Liok Seng ketika melihat betapa bekas kekasihnya ini nampak makin
jelita saja, menjadi panas hati ketika melihat Sian Kim datang bersama seorang
pemuda yang tampan. Ia mencabut pedangnya dengan marah berkata,
"Perempuan sundal! Kau datang membawa kekasihmu yang baru?" Sambil berkata
demikian, ia melangkah maju dan menudingkan pedangnya ke arah muka Ciauw In.
Ciauw In semenjak tadi menahan-nahan marahnya, akan tetapi ketika mendengar
ucapan Liok Seng ini, ia tidak tahan lagi dan segera membentak.
"Tutup mulutmu yang kotor!"
"Ha, ha, ha!" Liok Seng tertawa. "Bagus sekali, Sian Kim. Kekasihmu ini benarbenar berani membelamu dan bahkan agaknya seorarg yang sopan-santun sekali!"
"Ini adalah Lie twako atau Hoa-san Taihiap, seorang pemuda sopan dan mulia,
tidak seperti kau, bajingan rendah Sian Kim balas memaki, akan tetapi Liok Seng
yang dimakinya hanya tertawa bergelak dan berkata,
"Bagus, bagus! Kau memang pandai memilih kekasih, akan tetapi sebentar saja kau
tentu akan merasa bosan pula kepada kekasih sopan ini!"
"Bangsat bermulut busuk! Kalau kau tidak berhenti memaki, akan kupukul mulutmu
yang jahat!" kembali Ciauw In membentak dengan marah sekali.
Kini Liok Seng maju dua langkah dan menghadapi Ciauw In sambil menggerakgerakkan badannya, "Kau disebut Hoa-san Taihiap" Ha, jangan kau menjadi sombong karena bisa menjadi
kekasih perempuan sundal ini, sobat! Kau tahu, sebelum kau kenal padanya, akulah
yang lebih dulu menjadi sahabatnya yang baik sekali. Bukan hanya kau yang dapat
memiliki perempuan ini! Ha, ha, ha, karena itu jangan kau berlagak sombong."
"Bangsat bermulut keji!" Sian Kim berteriak sambil mencabut pedangnya. "Lietwako, kau jagalah tiga orang tua bangka ini, biar aku memberi hajaran kepada
anjing ini!" Setelah berkata demikian, Sian Kim lalu melompat dengan pedangnya, menyerang
Liok Seng yang segera menangkis.
Hopak Sam-eng melihat betapa Liok Seng diserang oleh Sian Kim, maklum bahwa
orang muda itu bukanlah tandingan Sian Kim, maka mereka segera menggerakkan
senjata masing-masing dan melompat untuk menghadapi Sian kim, akan tetapi tibatiba mereka melihat cahaya pedang berkelebat dan tahu-tahu pemuda yang disebut
Hoa-san Taihiap itu telah menghadang di depan mereka dengan pedang di tangan!
"Ha, ha, ha! Agaknya kaupun ingin mampus!" kata Liok Sui yang segera menyerang
dengan toyanya. Serangan ini hebat sekali datangnya karena ia ingin sekali pukul membikin roboh
lawan ini atau setidaknya ingin mendesaknya agar supaya kedua adiknya dapat
membantu Liok Seng yang didesak oleh Sian Kim. Serangan toya ini adalah gerak
tipu Ouw-liong-chut-tong atau Naga Hitam Keluar Gua, sebuah gerakan dari cabang
persilatan Siauw-lim-si. Toyanya menyabet pinggang dan ujung yang dipegangnya
siap untuk dibalikkan dan memukul dada apabila sabetan itu dapat ditangkis atau
dielakkan! KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Sementera itu, Liok Ban dan Liok Bu Tat maklum bahwa kakak mereka itu cukup kuat
menghadapi pemuda itu, maka mereka tidak bantu mengeroyok, melainkan segera
melompat untuk menerjang Sian Kim.
Akan tetapi, baik Liok Sui, maupun kedua orang adiknya itu, menjadi terkejut
sekali ketika tiba-tiba tubuh Ciauw In berkelebat dan lenyap dari depan Liok Sui
dan sekaligus ia telah memutar pedangnya di depan Liok Ban dan Liok Bu Tat!
Gerakan Ciauw In ini cepat sekali hingga ketiga orang she Liok itu menjadi
tercengang. Ternyata bahwa Ciauw In benar-benar memenuhi permintaan dan dapat
menahan tiga jago Hopak itu!
Mereka menjadi marah sekali dan maklum pula bahwa pemuda ini tidak boleh
dipandang ringan, maka sekaligus mereka lalu maju menyerang dengan hebat dari
tiga jurusan! Ketiga orang jago Hopak ini memang pernah mempelajari ilmu silat
Siauw-lim-si dan juga ilmu silat Bu-tong-pai, maka kepandaian mereka cukup
tangguh dan kuat. Akan tetapi, menghadapi Ciauw In mereka kecele sekali karena ternyata bahwa
setelah pemuda itu mainkan ilmu pedangnya, pedang di tangan pemuda itu seakanakan berubah menjadi puluhan batang dan yang sekaligus dapat menghadapi mereka
dengan ganasnya. Inilah kehebatan Hoa-san kiam-hwat yang ketika dimainkan di
puncak Kui-san telah membikin kagum banyak jago-jago silat dari seluruh cabang
persilatan! Sementara itu, Liok Seng yang didesak hebat oleh Sian Kim, merasa sibuk sekali.
Ia mencoba untuk mempertahankan diri dengan pedangnya sambil mengharap-harap
datangnya ayah atau kedua adiknya untuk membantu. Akan tetapi, jangankan hendak
membantunya, baru membela diri mereka tendiri dari sambaran-sambaran pedang
Ciauw In saja mereka telah merasa repot sekali!
Telah dua kali Liok Seng mendapat tusukan yang menyerempet pada pundak dan
pahanya hingga pakaian di bagian itu telah penuh darah. Ia menjadi ketakutan dan
gelisah sekali, maka tanpa malu-malu ia lalu berseru,
"Ayah ....... pek-hu ...... tolonglah ........!"
Sian Kim tertawa bergelak yang tentu akan membuat Ciauw ln merasa serem sekali
kalau saja ia tidak sedang mencurahkan seluruh perhatiannya untuk menghadapi
tiga jago Hopak yang kosen itu.
"Liok Seng, kau boleh merengek-rengek minta tolong, ha, ha, ha, akan tetapi,
sekarang pasti kau akan mampus di tanganku!"
Sambil berkata demikian, Sian Kim memperhebat gerakan pedangnya, melancarkan
serangan-serangan maut ke arah Liok Seng!
"Sian Kim .... ingatlah ...... kau tahu bahwa aku mencintaimu! Tegakah kau
membunuhku yang pernah pula kau cinta ......?"
Akan tetapi oleh karena kuatir kalau ucapan Liok Seng ini terdengar oleh Ciauw
In, Sian Kim menjawab ucapan ini dengan tusukan-tusukan yang lebih hebat pula.
Tentu saja kepandaian Sian Kim yang jauh lebih tinggi ini, ditambah oleh
nafsunya membunuh, membuat Liok Seng tak berdaya lagi dan ketika pedang di
tangan Sian Kim dengan tepat sekali menusuk dan menembusi dadanya, ia memekik
ngeri dan roboh, terus tewas pada saat itu juga!
Ketiga jago Hopak mendengar pekik dan melihat betapa anak muda itu roboh dan
tewas di tangan Sian Kim, menjadi marah dan segera mengerahkan seluruh tenaga
untuk mengalahkan Ciauw In. Liok Sui dan Liok Ban mainkan toya mereka dengan
cepat hingga kedua batang toya itu seakan-akan merupakan dua ekor ular besar
yang hidup dan bergulung-gulung hendak menelan tubuh Ciauw In, sedangkan Liok Bu
Tat yang merasa marah dan sedih melihat putera tunggalnya
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
binasa, segera memutar-mutar pedangnya, mencari kesempatan untuk meninggalkan
Ciauw In dan menerjang Sian Kim.
Akan tetapi, Ciauw In yang tahu akan hal lni, segera menjaga dengan pedangnya
dan serangan-serangan balasannya yang cukup cepat itu membuat Liok Bu Tat tidak
mempunyai kesempatan untuk menyerang Sian Kim. Kemudian, ia mencurahkan seluruh
perhatiannya untuk mendesak Ciauw In, oleh karena ia pikir lebih baik
mengalahkan pemuda lihai ini dulu sebelum mengeroyok Sian Kim.
Hopak Sam-eng adalah jago-jago golongan tua yang selain bertenaga besar dan
berkepandaian tinggi, juga telah mempunyai banyak sekali pengalaman pertempuran,
maka kini karena mereka bertempur secara nekad dan mati-matian, maka desakan
mereka luar biasa hebatnya sehingga sibuk juga bagi Ciauw In untuk mengalahkan
mereka. Terpaksa ia mainkan ilmu pedang Hoa-san kiam-hwat sebaik-baiknya,
mengeluarkan tipu-tipu yang terlihai dari ilmu pedang itu. Pedangnya terputar
cepat dan tubuhnya tertutup sama sekali oleh sinar pedangnya yang putih dan
berkilauan cahayanya. Sementara itu, aneh sekali, Sian Kim setelah berhasil membunuh Liok Seng, lalu
duduk di bawah pohon, menonton pertempuran yang sedang berjalan itu dan sama
sekali tidak bermaksud membantu Ciauw In! Memang aneh bagi ketiga jago Hopak
melihat hal ini, sungguhpun mereka merasa lega, karena kalau Sian Kim maju pula
membantu Ciauw In, mereka pasti akan roboh dalam waktu singkat! Adapun Ciauw In
tidak merasa menyesal melihat hal ini oleh karena ia memang hendak
memperlihatkan kepandaian dan pembelaannya kepada gadis yang dicintainya itu.
Sebetulnya, hal ini memang disengaja oleh Sian Kim. Kalau seandainya Ciauw In
terbinasa dalam pertempuran ini, berarti ia akan kehilangan seorang musuh yang
amat tangguh dan ditakuti hingga selanjutnya ia akan mudah menghadapi Bwee Hiang
dan Ong Su. Juga sebetulnya ia tidak mempunyai permusuhan besar dengan Hopak
Sam-eng, karena dibunuhnya kekasihnya dulu itupun kini telah merupakan hal yang
hampir terlupa olehnya. Kini pertempuran terjadi dengan benar-benar seru dan ramai. Biarpun ilmu pedang
Ciauw In benar-benar hebat, namun tandingan kali ini merupakan tandingan yang
terhebat dan terkuat baginya. Pemuda ini belum memiliki cukup pengalaman dalam
pertempuran menghadapi musuh-musuh tangguh dan ketiga orang musuhnya telah
memiliki kepandaian tinggi, baik lweekangnya maupun gerakan ilmu toya dan
pedangnya kuat sekali. Pemuda itu diam-diam mengeluh dan tidak heranlah ia
mengapa Sian Kim yang lihai tidak dapat mengalahkan mereka ini.
Juga pengeroyokan mereka dilakukan dengan teratur sekali. Kedudukan mereka
merupakan segi tiga yang bergerak hidup, karena tiap kali seorang di antara
mereka mengubah kedudukan, dua yang lainnya selalu cepat mengatur kedudukan
masing-masing hingga selalu mereka merupakan segi tiga yang mengurungkan secara


Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rapat sekali. Liok Sui dan Liok Ban yang memegang toya selalu berusaha menyerang dari jarak
jauh, sedangkan Liok Bu Tat yang merasa sakit hati dan nekad karena kematian
puteranya itu, menyerang dari jarak dekat dengan mendapat perlindungan dan
bantuan kedua orang kakaknya.
Diserang secara begini, sibuk juga Ciauw In menghadapi mereka. Telah ia
keluarkan seluruh kepandaiannya dan hanya dengan mengandalkan ginkang atau ilmu
meringankan tubuh yang lebih tinggi tingkatnya dari ketiga orang lawannya,
barulah ia dapat menjaga dan tidak dapat dirobohkan, sungguhpun ia merasa amat
lelah karena menghadapi tiga senjata yang menyerangnya secara bergantian dan
bertubi-tubi. Ciauw In mulai mencari siasat. Diantara ketiga lawannya, yang paling dekat
dengannya dan mudah dicapai hanyalah Liok Bu Tat seorang. Ia maklum bahwa mereka
bertiga itu saling membantu dan saling menjaga hingga kalau ia menyerang
seorang, maka dua orang yang lain lalu serentak menyerangnya untuk menggagalkan
serangannya kepada orang pertama.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ia dapat memperhitungkan bahwa kalau ia terus menerus menjaga diri, ia akan
kalah karena tentu ia akan kehabisan tenaga. Maka ia lalu mengambil keputusan
nekad untuk mencari kemenangan. Setelah beberapa kali memperhatikan cara
serangan mereka, akhirnya tibalah kesempatan itu.
Pada saat itu, pedang Liok Bu Tat menusuk dadanya dari depan, sedangkan toya di
tangan Liok Sui menyerampang kakinya, toya dari Liok Ban menghantam ke arah
belakang kepalanya! Melihat kedudukan mereka ketika melakukan penyerangan ini, Ciauw In cepat
mengambil keputusan nekad.
Ia menangkis pedang Liok Bu Tat dengan menggetarkan pedangnya, lalu membalas
dengan tusukan sambil melompat ke atas untuk menghindarkan diri dari serampangan
toya Liok Sui. Adapun pada saat itu, toya Liok Ban telah menghantam ke arah belakang kepalanya.
Kalau ia harus menangkis atau mengelak kemplangan toya terpaksa ia harus menarik
kembali serangannya terhadap Liok Bu Tat dan ia tidak mau melakukan hal ini.
Sebaliknya, ia lalu miringkan kepalanya dan menerima kemplangan toya itu dengan
bahu kirinya pada pangkal lengan yang berdaging sambil mengerahkan lweekangnya!
Ia memperhitungkan dengan cepat dan cermat sehingga ketika tusukan pedangnya
pada Liok Bu Tat dapat dielakkan oleh lawan dan toya Liok Ban menghantam bahunya
dengan keras, tubuhnya terlempar ke arah Liok Bu Tat dengan tepat sekali dan ia
lalu menggerakkan pedangnya, meminjam tenaga dorongan toya yang menghantam
bahunya itu untuk menubruk Liok Bu Tat yang sama sekali tidak menyangka akan hal
ini! Hampir berbareng terjadinya hal itu, yakni ketika toya mengemplang bahunya,
tubuhnya lalu terpelanting dan sesaat kemudian pedangnya berhasil menusuk leher
Liok Bu Tat yang roboh mandi darah dan tewas di saat itu juga! Akan tetatpi,
Ciauw In merasa betapa bahunya menjadi sakit dan linu sehingga tangan kirinya
menjadi kaku dan sukar digerakkan lagi! Akan tetapi ia telah mendapat hati
karena berhasil merobohkan Liok Bu Tat, maka ia lalu maju kembali dan memutar
pedangnya secara hebat dan ganas.
Sebaliknya, Liok Ban yang tadinya merasa girang karena berhasil menghantam bahu
lawan dengan toya, menjadi terkejut sekali melihat betapa pemuda itu seakan-akan
tidak merasa dan tidak terluka sama-sekali, padahal kemplangan toyanya tadi
cukup keras untuk menghancurkan batu karang! Ia hanya merasa betapa toyanya
membal kembali seakan-akan memukul karet. Dan lebih terkejut lagi ketika ia
melihat betapa hasil kemplangannya ini bahkan dipergunakan oleh pemuda lihai itu
untuk menewaskan adiknya! Juga Liok Sui merasa kaget dan karena ini, kedua
saudara she Liok itu menjadi kacau permainan toyanya.
Tanpa adanya Liok Bu Tat yang merupakan penyerang dekat dari bagian depan, maka
permainan mereka menjadi kacau balau dan dengan mudah Ciauw In akhirnya berhasil
mempergunakan gerak tipu Tiang-ging-king-thian atau Pelangi Panjang Melengkung
Di Langit dan merobohkan Liok Ban. Pedangnya telah melukai pundak Liok Ban
hingga orang ini roboh dengan pundak hampir putus!
Liok Sui yang paling lihai diantara ketiga Hopak Sam-eng, dengan marah dan nekad
mengadakan perlawanan dan segera mengeluarkan ilmu toya Hok-houw-kun-hwat yaitu
Ilmu Toya Penakluk Harimau dari cabang Siauw-lim-si, akan tetapi tentu saja
dengan seorang diri ia merupakan lawan yang lunak bagi Ciauw In, sungguhpun
pemuda ini telah merasa lelah sekali dan bahu kirinya seakan-akan telah mati!
Dengan kertak gigi dan bergerak cepat, Ciauw In mengirim serangan-serangan yang
paling lihai dari Hoa-san Kiam-hwat, dan akhirnya berhasil pula membuat toya
lawannya terpental ke atas dan sebuah tendangan kakinya ke arah perut membuat
Liok Sui jatuh terguling-guling dan tak berkutik lagi.
Ciauw In terhuyung-huyung karena kini setelah ketiga lawannya roboh baru terasa
bahunya yang amat sakit itu dan juga kelelahan tubuhnya, Sian Kim memburu dan
memeluk pundaknya. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Bagaimana, twako, sakitkah pundakmu?" tanya gadis ini.
Sambil menahan sakit, Ciauw In memandang kepada wajah gadis ini dengan mesra,
lalu berkata perlahan, "Tidak apa-apa, biar berkurban nyawapun aku bersedia untuk membelamu ....."
kemudian ia roboh pingsan dalam pelukan Sian Kim!
Gadis ini segera melepaskan tubuh Ciauw In yang roboh terguling di atas tanah,
ia mencabut pedangnya dan melompat ke arah tubuh Liok Ban dan Liok Sui yang
masih pingsan akan tetapi belum mati. Dua kali ia menggerakkan pedang untuk
membunuh dua orang itu, kemudian, dengan pedang yang sudah berlumur darah di
dalam tangan, ia menghampiri tubuh Ciauw In yang masih menggeletak tak
bergerak ! la angkat pedangnya dan telah siap untuk menutuk dada Ciauw In. Kesempatan itu
memang baik sekali baginya. Sekali saja ia menusuk, akan tamatlah riwayat Ciauw
In dan ia tak usah terlalu takut menghadapi dua orang murid Hoa-san yang lain,
yang telah membunuh ayahnya dan menghancurkan Hek-lian-pang.
Akan tetapi, senyum di bibir Ciauw In membuat ia menunda tusukannya dan ia
berpikir. Pemuda ini telah masuk ke dalam perangkapnya, dan baru tadi sebelum pingsan
menyatakan bersedia berkurban nyawa untuk membelanya! Bukankah itu merupakan
sebuah pernyataan cinta kasih yang besar" Kalau dipikir-pikir lagi, yang menjadi
musuh besarnya sesungguhnya hanya Bwee Hiang seorang diri. Ciauw In hanya
terbawa-bawa oleh sumoinya itu.
Dan daripada membunuh pemuda yang lihai ini, lebih baik kalau ia dapat
memperalatnya untuk menjaga dirinya dan bahkan kalau mungkin, untuk mengalahkan
Bwee Hiang dan Ong Su! Dan pula, demikian Sian Kim berpikir sambil menatap wajah
pemuda yang tampan itu, sukar, mendapatkan seorang kekasih setampan segagah
pemuda pendekar Hoa-san ini!
Akhirnya Sian Kim memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung pedang dan ketika
ia hendak mengangkat tubuh Ciauw In yang masih pingsan, tiba-tiba pemuda itu
menggerakkan tubuhnya dan siuman dari pingsannya. Sian Kim cepat membantunya
bangun dan sekelebatan saja Ciauw In dapat melihat bahwa dua orang lawannya yang
tadi ia robohkan, kini telah tewas akibat tusukan pedang yang dapat ia duga
tentulah perbuatan Sian Kim. Selagi ia hendak menegur, datanglah orang-orang
dari kota itu ketika mendengar tentang terjadinya perkelahian yang mengurbankan
jiwa empat orang manusia. Melibat hal ini, Sian Kim lalu memegang tangan Ciauw
In dan berkata perlahan, 4.1. Saputangan Hijau Harum Memabokkan ......
"LIE-TWAKO, mari kita lari cepat-cepat dari sini!"
Ciauw In melarikan diri, setengah ditarik-tarik tangannya oleh Sian Kim sehingga
mereka tiba di luar kota dan berhenti di dalam hutan. Karena telah mempergunakan
sisa tenaganya yang telah hampir habis, Ciauw In merasa lelah dan lemas sekali,
maka ia lalu menjatuhkan diri di atas rumput.
Sian Kim segera berlutut dan mengeluarkan sehelai saputangan hijau yang harum
baunya. Dengan mesra ia lalu menyusut muka pemuda itu yang penuh peluh dengan
saputangannya dan Ciauw In mencium bau yang amat harum sehingga hatinya
berguncang keras. "Twako ...... kau telah membalaskan sakit hatiku. Budi yang amat besar ini
selama hidup takkan kulupa .........," sambil berkata demikian, Sian Kim merobek
ujung bajunya dan dengan cekatan sekali ia lalu membuka baju Ciauw In dan
memeriksa bahunya yang tadi terpukul.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Hampir saja Ciauw In berseru kesakitan, akan tetapi dengan lemah-lembut Sian Kim
lalu menggunakan ujung jari tangannya untuk menyentuh bahu yang telah menjadi
biru itu, kemudian ia membalut bahu Ciauw In sambil mulutnya yang berada dekat
dengan muka pemuda itu berbisik merayu.
"Koko yang baik ...... sampai mati aku Sian Kim takkan lupa akan budimu yang
besar ......." Ketika Ciauw In memandang, ia melihat betapa dua titik air mata yang bening
tergantung di bulu mata gadis itu dan Sian Kim mengejap-gejapkan mata untuk
mengusir dua titik air mata dari bulu matanya.
Melihat betapa gadis yang jelita dan yang amat dikasihinya itu berlulut dekat
sekali dan betapa rawatan Sian Kim penuh dengan kemesraan dan cinta kasih, tak
tertahan lagi Ciauw In lalu menggunakan jari tangannya menjamah pipi Sian Kim
dengan gerakan halus dan mesra sambil berbisik.
"Sian Kim .... kau... cantik sekali ......."
Warna merah menjalar ke atas dari leher gadis itu, membuat seluruh mukanya
menjadi merah sampai ke telinga, kemudian dengan kerling memikat dan senyum
malu, ia pura-pura menolak tangan itu dan berbisik kembali.
"Koko...... kau juga tampan sekali ......."
Demikian mesra keadaan mereka hingga Ciauw In makin mabok dan tenggelam makin
dalam, sedikitpun tidak sadar bahwa ia telah masuk ke dalam perangkap yang amat
berbahaya. Sian Kim memang pandai sekali merayu hati pemuda yang masih hijau
itu, dan setelah selesai membalut pundak Ciauw In dan membereskan pakaian pemuda
itu, ia kembali mengeluarkan saputangannya yang harum dan berwarna hijau,
disapu-sapukan ke muka sendiri, kemudian ia menyapu muka Ciauw In pula dan
sengaja beberapa kali manyapukan saputangan di bawah hidung pemuda itu hingga
Ciauw In makin tenggelam dalam pengaruh keharuman yang melekat pada saputangan.
Ia sama sekali tidak tahu bahwa saputangan itu bukanlah saputangan sembarangan
oleh karena bau harum itu sebenarnya adalah bau semacam bunga yang beracun dan
yang dapat meracuni tubuh orang secara berangsur-angsur dan tanpa disadari atau
dirasainya, tubuh orang yang seringkali menciumnya telah kemasukan racun yang
berbahaya! Sian Kim sendiri sudah memakai obat penawar hingga baginya, kembang
beracun itu merupakan kembang harum yang tidak berbahaya.
"Twako, mengapa kau begitu memperhatikan nasibku dan demikian mulia hatimu untuk
menolong dan membelaku?" suaranya penuh rayu dan cumbu.
Ciauw In memegang kedua tangan gadis itu dan sambil menatap kedua mata yang jeli
itu, ia berkata dengan suara menggetar.
"Moi-moi, aku .... aku cinta padamu."
Tiba-tiba Sian Kim merenggutkan kedua tangannya dan memalingkan mukanya.
"Mengapa, moi-moi ......" Marahkah kau .......?"
Sian Kim menggeleng kepala, dan ketika ia memandang kembali kepada pemuda itu,
Ciauw In melihat betapa kedua mata gadis itu menjadi basah oleh air mata.
"Koko, benar-benarkah ucapanmu tadi?"
"Mengapa tidak benar" Aku bersumpah, demi kehormatanku sebagai seorang gagah!"
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Benar-benarkah kau mencintaku, sungguhpun akan kau ketahui bahwa aku adalah
seorang bekas penjahat .......?"
Ciauw In terkejut, akan tetapi dengan suara pasti ia berkata.
"Adapun yang telah terjadi atau akan terjadi, aku tetap mencintamu, moi-moi,
mencinta sepenuh jiwaku. Sebagai seorang laki-laki yang menjunjung tinggi
kegagahan, aku tidak pernah jatuh cinta, akan tetapi sekali aku memberikan
hatiku, aku akan tetap mempertaruhkan jiwaku demi cinta kasihku."
"Takkan berubahkah hatimu apabila kelak kau ketahui bahwa aku adalah seorang
yang mempunyai banyak dosa?"
"Aku tidak percaya, moi-moi. Kau adalah seorang yang mulia, cantik dan ......
yang kucinta semenjak pertemuan kita pertama kali."
"Terima kasih, Koko, kau memang baik dan mulia sekali. Sudah sepatutnya kalau
aku yang menerima budimu, merasa bersyukur bahwa kau pemuda yang gagah perkasa
ternyata mencinta seorang gadis hina dan bodoh seperti aku."
Dengan amat girang, Ciauw In menerima kepala dengan rambut harum itu yang
disandarkan ke dadanya. Mereka berdua tidak bergerak, tenggelam dalam laut
asmara yang memabokkan. "Koko, dulu kau telah merampas ikat rambutku, di manakah saputangan itu
sekarang?" Ciauw In merogoh sakunya dan mengeluarkan saputangan itu.
"Lihat, semenjak saat itu, aku tak pernah terpisah dari saputangan ini,
kekasihku," katanya berbisik.
Sian Kim mengambil saputangan itu dari tangan Ciauw In dan menukarnya dengan
saputangannya sendiri yang berbau harum.
"Selanjutnya, kau pakailah saputanganku ini, koko!"
Ciauw In menerima saputangan hijau itu dan menempelkannya di depan hidungnya.
"Alangkah harumnya saputanganmu ini, entah bunga apakah yang demikian harum
baunya." Berulang-ulang ia menyedot bau harum itu sepuas-puasnya, tidak tahu bahwa dengan
jalan demikian, makin banyaklah racun yang terisap olehnya dan meracun paruparunya. "Koko, kalau kau benar-benar mencintaku, harap kau jangan kembali dulu ke Hoasan." "Kenapa begitu, adikku" Aku ingin sekali cepat-cepat pulang untuk minta kepada
suhu agar supaya segera meminangmu dan agar kita dapat segera menjadi suamiisteri yang sah!" Akan tetapi Sian Kim menggeleng kepala.
"Jangan dulu, koko. Aku masih ingin merantau, merantau berdua dengan kau,
menikmati kebahagiaan ini."
Terpaksa Ciauw In menurut. Pemuda ini sudah tunduk betul-betul dan ia merupakan
tanah lempung yang lunak dalam tangan Sian Kim yang mulai menjalankan siasatnya
yang kejam dan penuh tipadaya ini.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
o0o Orang yang pernah melihat dan memperhatikan cara seekor laba-laba menangkap
kurbannya, tentu akan tahu betapa setelah kurban itu tertangkap oleb jaring
laba-laba, binatang itu lalu akan melibat-libat tubuh kurbannya dengan jaringjaring putih halus sehingga kurban itu tak dapat lepas lagi untuk kemudian
dihisap seluruh darahnya sampai kering.
Demikianpun cara Sian Kim menawan Ciauw In. Sedikit demi sedikit ia melontarkan
tali-tali jaring yang halus berupa senyum manis, kerlingan mata tajam dan sikap
yang mesra mencinta hingga makin lama hati Ciauw In makin terikat membuat pemuda
itu tak berdaya dan seakan-akan menjadi buta. Pemuda ini tidak hanya terpikat
dan mencinta secara membuta, bahkan telah tergila-gila!
Akan tetapi, betapapun juga, Ciauw In memang bukan pada dasarnya berhati kotor,
maka ia selalu menjaga batas-batas kesopanan dan betapapun ia tergila-gila, ia
masih mempertahankan diri dan menjaga kesusilaan. Hal inilah yang mengesalkan
hati Sian Kim, oleh karena gadis jelita ini memang mempunyai sifat-sifat cabul
dan tak tahu malu hingga ia telah menjadi hamba daripada nafsunya sendiri.
Beberapa kali, pada waktu mereka berdua tiba di sebuah kota, ketika memesan
kamar hotel, Sian Kim mendahuluinya dan hanya memesan sebuah kamar untuk mereka
berdua. Tentu saja Ciauw In lalu menegurnya setelah mereka berada berdua di
dalam kamar. "Kim-moi, mengapa hanya memesan satu kamar" Tak baik bagi kita untuk tinggal
sekamar." Diam-diam Sian Kim merasa mendongkol sekali.
"Kenapa tidak baik. Bukankah kita saling mencinta?"
"Biarpun demikian, kita belum menjadi suami isteri dan adalah berbahaya sekali
apabila kita tinggal sekamar, moi-moi," kata Ciauw In terus terang karena
sesungguhnya ia belum tahu bahwa hal ini memang disengaja oleh Sian Kim dalam
usahanya menjerumuskan pemuda itu makin dalam.
"Aku berani menghadapi bahaya itu!" kata Sian Kim dengan sikap menantang dan
melempar lirikan tajam yang penuh arti. Akan tetapi dengan muka merah sekali
oleh karena jengah dan malu-malu.
Ciauw In berkata pula, "Jangan, moi-moi. Kau terlalu cantik dan aku tidak percaya kepada kelemahan
hatiku sendiri." Sian Kim tersenyum girang dan mendekati pemuda itu lalu memegang pundaknya
dengan mesra dan sikap memikat.
"Koko, kau tentu pernah mendengar dongeng tentang Siong Kang dan Lan Bwee?"
Ciauw In makin merasa jengah. Tentu saja ia tahu akan dongeng kuna itu yang


Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menceritakan betapa untuk membalas budi Siong Kang pemuda yang telah menolong dirinya, Lan Bwe sampai melarikan
diri dari rumah dan mengikuti pemuda itu sungguhpun karenanya ia dibenci dan
dikutuk oleh orang tuanya. Dengan ucapan ini, ternyata bahwa Sian Kim hendak
menyatakan tentang cinta kasihnya yang besar dan bahwa ia sudah menyerahkan jiwa
raganya bulat-bulat kepada Ciauw In!
Terpaksa pemuda itu mengalah, namun tetap saja Sian Kim tak dapat mencapai
maksudnya, karena setiap kali mereka bermalam bersama, pemuda itu selalu
memisahkan diri dan bahkan rela tidur di atas lantai! Sama sekali tidak berani
mendekati Sian Kim! KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Hal ini membuat hati gadis itu menjadi makin penasaran dan gemas, sungguhpun
diam-diam ia merasa kagum kepada Ciauw In yang teguh menjaga kesopanan. Alangkah
jauh bedanya pemuda ini dengan pemuda-pemuda lain yang pernah dikenalnya!
"Sebetulnya kau Hendak mengajak aku merantau kemanakah, moi-moi?" tanya Ciauw In
beberapa hari kemudian setelah mereka merantau jauh ke selatan.
"Aku ingin mengunjungi Ouwciu di Propinsi Kwisai, dan mencari Hui Kok Losu,"
jawab Sian Kim. "Ada keperluan apakah dengan dia dan siapa pula Hui Kok Losu itu?"
"Dia adalah ciangbunjin (ketua) dari perkumpulan Kim-hauw-bun di Ouwciu."
Ciauw In memang belum luas pengetahuannya, maka ia tidak kenal nama ini.
"Bolehkah aku mengetahui apa maksudmu mencari dia?"
Sian Kim tersenyum manis.
"Tentu saja kau boleh tahu. Semua urusanku adalah urusanmu juga, bukan" Tak
perlu aku menyimpan rahasia. Juga kurasa sekarang sudah waktunya bagiku untuk
membuka rahasiaku sendiri. Koko, kuharap kau jangan kaget dan lebih-lebih
kuharap jangan kau membenciku setelah mendengar ini."
"Adikku yang manis, betapapun juga, aku takkan dapat membencimu. Kau telah tahu
akan hal ini dan sudah beberapa kali kukatakan kepadamu. Cintaku kepadamu tak
dapat diukur besarnya."
Sian Kim tersenyum lagi, kemudian ia maju dan memegang lengan tangan pemuda itu
dengan gaya manis. "Koko, benar-benar kau tidak akan marah?"
Ciauw In menggunakan tangannya untuk membelai rambut yang hitam halus dan berbau
harum itu, lalu berkata, "Tidak, Kim-moi, aku berjanji takkan marah."
"Dulu, lama sekali kira-kira dua tahun yang lalu." Sian Kim mulai menuturkan
riwayatnya dengan amat hati-hati, "aku pernah menjadi ketua dari sebuah
perkumpulan." "Ketua yang amat cantik seperti kau jarang terdapat," kata Ciauw In sambil
menatap wajah yang makin cantik saja baginya itu.
"Sebagaimana seringkali terjadi," Sian Kim melanjutkan ceritanya, "perkumpulan
suka bentrok dengan perkumpulan lain. Demikian pula telah terjadi bentrokan
antara perkumpulanku dengan perkumpulan Kim-houw-bun. Soalnya biasa saja, antara
anggauta dengan anggauta, ketika mereka sedang main barongsai di waktu hari
tahun baru. Aku sebagai ketua perkumpulan tentu saja membela anggauta sendiri,
demikian pula Hui Kok Losu, ciangbun dari Kim-houw-bun.
Bentrokan ini akhirnya menjadi pertempuran pibu (adu kepandaian) antara aku dan
ciangbun dari Kim-houw-bun itu dan aku kalah!"
Perhatian Ciauw In sebagian besar ditujukan untuk mengagumi bibir indah yang
bergerak-gerak bicara itu dan mata bintang yang memandangnya dengan sayu merayu
hingga ia hanya dapat menangkap sebagian saja daripada yang diceritakan oleh
Sian Kim. Akan tetapi mendengar kekalahan ini, ia merasa heran juga. Bukan
sembarang orang dapat mengalahkan kekasihnya ini.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Lalu bagaimana?" tanyanya mulai menaruh perhatian.
"Ketika dikalahkan, aku berjanji bahwa pada suatu hari aku akan mengunjunginya
di Ouwciu untuk mengadu kepandaian sekali lagi dan aku mengandalkan bantuanmu
untuk menebus kekalahan itu."
Ciauw In tersenyum. "Ah, hal ini tak perlu disusahkan. Jangankan baru menghadapi seorang
ciangbunjin, biarpun harus menghadapi sepuluh orang ketua perkumpulan, aku
bersedia untuk membelamu."
Sian Kim dengan muka girang sekali dan berseri-seri lalu meremas tangan Ciauw In
sambil berkata. "Kokoku yang baik, aku ........aku cinta padamu ........."
Ciauw In makin mabok dan merasa seakan-akan ia menjadi seorang yang paling
berbagia di dunia ini. Mereka lalu melanjutkan perjalanan ke Ouwciu yang tidak begitu jauh lagi
letaknya dari situ. Ciauw In yang sudah tergila-gila itu sampai lupa untuk mendesak dan mengetahui
lebih banyak tentang keadaan perkumpulan Sian Kim, dan sama sekali ia belum
pernah menduga bahwa gadis ini adalah ketua perkumpulan Hek-lian-pang dan
menjadi puteri dari Gu Ma Ong musuh besar Bwee Hiang!
Dan Sian Kim yang sudah membuka sedikit rahasianya itu, masih belum berani untuk
membuka lebih lebar dan belum berani mengaku bahwa sebetulnya ia mempunyai
dendam permusuhan besar dengan adik seperguruan pemuda itu.
Sebetulnya apa yang ia ceritakan kepada Ciauw In tadi memang ada benarnya, yakni
bahwa perkumpulan Kim-houw-bun ada permusuhan dengan Hek-lian-pang dan dengan
dia pada khususnya. Akan tetapi, sebab-sebab permusuhan itu kembali ia putarbalikkan. Memang terjadi permusuhan dan adu kepandaian antara dia dan Hui Lok
Losu, akan tetapi sama sekali bukan karena permainan barongsai. Pertempuran yang
terjadi antara anak buah Hek-lian-pang dan anak buah Kim-houw-bun terjadi
sebagai akibat saja daripada sebab-sebab pertama.
Pada waktu itu, seperti biasa di waktu perayaan pesta menyambut datangnya musim
semi (musim Chun) yang juga disebut Tahun Baru, banyak pemain-pemain barongsai
dari kota lain datang untuk bermain barongsai di kota tempat tinggal Hek-lianpang. Sian Kim yang melihat betapa di antara pemain-pemain anggauta Kim-houw-bun
ini terdapat seorang pemuda yang amat gagah dan tampan, lalu timbul hatinya yang
dikuasai oleh nafsu jahat dan segera mengadakan perhubungan dengan pemuda Kimhouw-bun itu. Hal ini diketahui oleh para anggautanya yang segera menjadi marah kepada pemuda
itu dan timbullah benci dalam hati mereka terhadap Kim-houw-bun. Maka ketika
kedua fihak bertemu dalam waktu bermain barongsai, tak dapat dicegah lagi timbul
pertempuran hebat. Sian Kim tadinya tidak mau ambil perduli tentang hal ini, akan tetapi tidak
demikian dengan ketua Kim-houw-bun. Sebagai ketua perkumpulan pendatang, tentu
saja ia tidak mau para anggautanya mendapat hinaan dari orang lain, apalagi
ketika ia mendengar bahwa hal itu terjadi oleh karena kecabulan ketua Hek-lianpang, maka ia segera datang dan menantang ketua perkumpulan Hek-lian-pang. Dalam
pertempuran yang hebat sekali, akhirnya Sian Kim harus mengakui keunggulan Kimhouw-ciang-hwat (Ilmu Tombak Harimau Emas) dari ketua Kim-houw-bun (Perkumpulan
Harimau Emas) itu dan berjanji akan menuntut balas.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Sebetulnya, perkumpulan Kim-houw-bun adalah sebuah perkumpulan yang terkenal dan
semua penduduk memandang tinggi perkumpulan yang dipimpin oleh Hui Kok Losu,
oleh karena perkumpulan itu memang telah banyak melakukan perbuatan baik yang
menolong penduduk kota Ouwciu dan sekitarnya. Juga nama Hui Kok Losu sebagai
seorang ahli tombak telah banyak dikenal di dunia kang-ouw dan ia dianggap
sebagai seorang lo-enghiong (orang tua gagah) yang disegani dan dihormati.
Kepandaian ilmu tombaknya adalah ilmu tombak keturunan dan yang berasal dari
ilmu tombak Lian-hoan-coa-kut-chio (Tombak Tulang Ular) yang pernah
menggemparkan dunia persilatan. Hui Kok Losu adalah murid tunggal dari Sin-chio
Siauw Kiat Si Tombak Malaikat, yakni pencipta dari ilmu tombak Lian-hoan-coakut-chio dan karena Hui Kok Losu juga mempelajar berbagai macam ilmu silat, maka
ia lalu mencipta semacam ilmu tombak yang dijadikan ilmu tombak keturunan
keluarga Hui, yakni ilmu tombak Kim-houw-ciang-hwat itu.
Pada waktu Sian Kim dan Ciauw In datang ke rumah perkumpulan Kim-houw-bun,
kebetulan sekali Hui Kok Losu sedang keluar kota, mengunjungi seorang sahabat
baiknya di sebuah dusun tak jauh dari kota Ouwciu. Sahabatnya inipun seorang
pendekar tua yang kenamaan, bernama Ma Sian dan bergelar Lui-cin-tong (Pacul
Kilat) dan menjadi seorang petani setelah mengundurkan diri dari dunia kang-ouw.
Seringkali kedua orang tua itu saling kunjung-mengunjungi untuk mengobrol sambil
minum arak dan main tioki (catur).
Ketika Sian Kim dan Ciauw In tiba di depan rumah besar yang memakai papan besar
dengan tulisan yang amat indah dan gagah "Kim-houw-bun-kwan" atau Rumah
Perkumpulan Macan Emas, Sian Kim lalu berkata dengan senyum sindir.
"Sekarang boleh menjadi macan emas, akan tetapi sebentar lagi kau akan menjadi
macan mampus!" Setelah berkata demikian, ia melompat ke atas dan sekali ia ayun tangan memukul
dengan telapak tangannya, terdengar suara keras "praak!" dan papan itu terpukul
pecah menjadi beberapa potong dan jatuh ke atas tanah.
Pada waktu itu, di ruang depan perkumpulan duduk beberapa orang pemuda anggauta
Kim-houw-bun yang menjadi anak murid Hui Kok Losu. Tadi merekapun melihat
datangnya seorang gadis cantik berpakaian hitam bersama seorang pemuda tampan
yang berhenti di depan rumah perkumpulan mereka, maka seperti biasanya para
pemuda melihat wanita muda yang cantik jelita, mereka menghentikan percakapan
dan memandang kepada Sian Kim dengan kagum.
Akan tetapi, alangkah terkejut hati mereka ketika melihat betapa nona cantik itu
telah melompat dan sekali pukul menghancurkan papan nama perkumpulan mereka!
Dengan cepat empat orang pemuda itu segera memburu keluar. Mereka merasa marah
sekali, akan tetapi ketika mereka sudah datang dekat, seorang diantara mereka
mengenal nona baju hitam ini oleh karena ia dulu juga ikut dalam permainan
barongsai ketika perkumpulannya melawat ke kota Ban-hong-cun dan terjadi
pertempuran dengan perkumpulan Hek-lian-pang.
"Siapakah kau yang telah berani mengacau di sini?" seorang diantara mereka
membentak. Akan tetapi pemuda yang telah mengenal Sian Kim, lalu berkata sambil tersenyum
penuh arti oleh karena iapun maklum akan kecabulan nona ini yang dulu telah
mengadakan hubungan gelap dengan seorang murid Kim-houw-bun sehingga timbul
permusuhan, berkata kepada Sian Kim.
"Hek-lian Niocu, apakah kau datang hendak mencari Gan-suheng!" sambil berkata
demikian, ia tersenyum-senyum.
Yang disebutnya Gan-suheng adalah pemuda yang dulu mengadakan perhubungan dengan
Sian Kim, maka tentu saja Sian Kim menjadi marah sekali karena kuatir kalaukalau rahasia ini akan terbuka di depan Ciauw In.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Aku tidak kenal dengan segala suhengmu!" Sian Kim membentak dan sebelum pemuda
itu membuka mulut lagi, ia telah mendahului. "Suruh tuabangka she Hui keluar
agar ia membayar penghinaannya dahulu kepadaku!"
"Kau sudah menjadi pecundang, mengapa datang-datang berlagak sombong dan merusak
papan nama perkumpulan kami?" orang itu berkata lagi dan ia melakukan kesalahan
besar dengan ucapan yang memandang rendah ini karena tiba-tiba tangan Sian Kim
bergerak dan pemuda itu menjerit kesakitan sambil menggunakan kedua tangan
menutup mulutnya yang berdarah. Ternyata tamparan Sian Kim telah membuat pipinya
bengkak dan beberapa buah giginya copot!
Tiga orang kawannya menjadi marah dan karena mereka ini termasuk orang-orang
baru di Kim-houw-bun, maka mereka belum mengenal adanya Sian Kim. Dengan cepat
mereka mencabut pedang dan menyerang Sian Kim.
Akan tetapi gadis itu dengan gerakan kilat mendahului mereka dan tiga kali ia
menyerang, tiga orang itu terlempar dan mengaduh-aduh karena masing-masing telah
menerima persenan berupa pukulan dan tendangan yang membuat mereka roboh tak
dapat bangun kembali! Ciauw In melihat semua ini sambil tersenyum saja, oleh karena ia telah dapat
dibujuk oleh Sian Kim yang menceritakan bahwa semua anggauta Kim-houw-bun
terdiri dari orang-orang jahat. Dan memang tadi ia melihat lagak pemuda yang
memandang rendah dan kurang ajar terhadap Sian Kim yang dicintainya.
Teriakan kesakitan dari empat orang yang telah merasai bekas tangan Sian Kim
terdengar oleh orang-orang di dalam rumah perkumpulan itu maka tak lama kemudian
serombongan anggauta Kim-houw-bun yang terdiri dari dua belas orang menyerbu
keluar. Di antara mereka ini terdapat empat orang murid yang sudah setengah tua
dan yang memiliki kepandaian lumayan, bahkan mereka sering mewakili Hui Kok Losu
mengajar murid-murid yang baru.
4.2. Cinta Buta Tanpa Pamrih
Melihat empat orang murid muda menggeletak sambil merintih-rintih dan seorang
nona baju hitam berdiri bertolak pinggang didampingi seorang pemuda yang cakap,
mereka segera berlari menghampiri.
Empat orang murid kepala itu segera mengenal Sian Kim dan tanpa bertanya mereka
tahu bahwa nona ini tentu datang untuk membalas kekalahannya yang dulu dan telah
merobohkan empat orang kawan mereka. Mereka menjadi marah sekali dan dua orang
diantaranya lalu berlari masuk lagi mengambil empat batang tombak yang segera
diberikan kepada kawan-kawannya.
"Hek Lian Niocu kau sungguh kurang ajar!" teriak seorang diantaranya dan segera
ia mendahului kawan-kawannya menggerakkan tombak menyerang Sian Kim. Serangannya
lihai dan ia telah menggunakan gerak tipu Yan-cu-liok-sui (Burung Walet Memukul
Air). Ujung tombaknya menusuk ke arah perut Sian Kim dengan gerakan yang amat
kuat hingga ujung tombak ini menggetar dan mengeluarkan angin cukup keras!
Akan tetapi Sian Kim sambil tertawa berkata,
"Tikus kecil, kau berani menghadapi aku?"
Pada saat ujung tombak menyambar perut, tiba-tiba Sian Kim bahkan melangkahkan
kaki kiri ke depan sambil miringkan tubuh dan mengganti kedudukan kakinya.
Gerakannya cepat dan hatinya tabah sekali hingga tombak itu meluncur dekat
sekali dengan perutnya, hanya terpisah satu dim saja! Akan tetapi oleh karena ia
melangkah maju, maka ia berada dekat dengan
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
lawannya dan sebelum lawan itu mendapat kesempatan menarik kembali tombaknya,
Sian Kim telah bergerak mendahuluinya dengan gerak tipu Bi-jin-to-hwa (Wanita
Cantik Mametik Bunga). Tangan kanan cepat memegang batang tombak dan menariknya ke belakang hingga
tenaga tusukan lawan yang belum ditarik kembali itu ditambah dengan tenaga
tarikannya membuat tubuh lawan terbungkuk ke depan. Sian Kim menggunakan tangan
kirinya untuk dipukulkan ke arah dada orang!
Lawannya menjadi terkejut sekali akan tetapi sebagai murid kepala dari Hui Kok
Losu, tentu saja ia tidak membiarkan dirinya dijatuhkan dalam segebrakan saja.
la cukup memiliki kegesitan hingga dengan cepat sambil mengeluarkan seruan keras
ia berjungkir balik ke belakang dengan gerakan Koat-hoan-sin (Siluman Naga
Berjungkir Balik) hingga tubuhnya terluput dari pukulan Sian Kim, akan tetapi
tentu saja ia harus melepaskan tombaknya!
Sian Kim tersenyum manis dan sekali ia menekuk tangannya, tombak itu melengkung
dan "trak!!" patahlah tombak itu pada tengah-tengahnya. Sian Kim melempar potongan
tombak ke atas tanah sambil tersenyum menghina, lalu berkata.
"Tikus-tikus kecil jangan membikin ribut saja. Lekas panggil keluar tua bangka
she Hui untuk menerima beberapa gamparan!"
"Perempuan cabul jangan bertingkah!" teriak seorang murid kepala Kim-houw-bun
dan segera ia bersama kawan-kawannya maju menggerakkan tombaknya.
Marahlah hati Sian Kim mendengar makian ini, maka ia menggerakkan tangannya dan
"sret!" pedangnya telah ditarik keluar. Matanya berapi-api dan mukanva menjadi merah.
"Bangsat-bangsat Kim-houw-bun! Kalau hari ini aku tidak berhasil membasmi kalian
kutu-kutu busuk, jangan panggil aku Gu Sian Kim lagi!"
Sehabis berkata demikian, tubuhnya berkelebat didahului sinar pedang di
tangannya yang bergerak bagaikan kilat halilintar membagi maut! Beberapa batang
golok dan pedang para pengeroyok dapat dibikin terpental atau bahkan terlempar
berikut sebelah tangan yang tadi memegangnya akan tetapi yang kini terbabat
putus oleh pedang Sian Kim! Jerit kesakitan terdengar susul menyusul dan tubuh
para pengeroyok roboh seorang demi seorang dengan cepatnya.
Ilmu silat murid-murid Kim-houw-bun bukanlah rendah, akan tetapi menghadapi ilmu
pedang Hek-lian-kiam-hwat yang ganas dan lihai, mereka itu tidak berdaya sama
sekali. Sebentar saja, tujuh orang anak murid yang kepandaiannya belum tinggi
betul telah roboh mandi darah, bahkan tiga orang diantara mereka telah tewas
pada saat itu juga! Ciauw In semenjak tadi hanya menonton saja oleh karena ia maklum bahwa nona
kekasihnya itu tak perlu dibantu. Akan tetapi melihat betapa para pengeroyok
telah menjadi kurban keganasan ilmu pedang Sian Kim, sungguhpun ia menganggap
mereka sebagai orang-orang jahat yang perlu diberi hajaran, akan tetapi hatinya
merasa tidak tega juga. Maka ia cepat melompat dan menggerakkan tangannya hingga
dua batang tombak di tangan murid-murid tua dapat terampas olehnya.
"Tahan dan mundur semua!" teriak Ciauw In.
Tiga orang murid kepala yang belum roboh ketika melihat betapa dua batang tombak
mereka dapat dirampas oleh pemuda itu dengan sekali renggut saja, menjadi


Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkejut dan segera mundur dengan jerih. Tak mereka sangka bahwa pemuda kawan
Sian Kim itu mempunyai kelihaian yang bahkan lebih hebat daripada kepandaian
Suling Emas 10 Pendekar Slebor 14 Bayang-bayang Gaib Iblis Pulau Hantu 2

Cari Blog Ini