Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo Bagian 3
nona yang ganas itu. Juga Sian Kim menahan pedangnya dan memandang dengan senyum
simpul kepada musuh-musuhnya.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Kalian harus tahu bahwa kalau pertempuran ini dilanjutkan, tak seorangpun
diantara kalian yang akan keluar dengan tubuh utuh!" kata Ciauw In. "Mengapa
tidak melihat gelagat dan mundur sebelum tewas" Kami datang untuk bertemu dan
mengajak pibu ketua Kim-houw-bun, bukan untuk menghadapi kalian yang tak
berkepandaian!" "Suhu sedang keluar kota, akan tetapi telah diberitahu, maka kalau kalian berdua
benar-benar gagah, tunggulah sebentar kedatangan suhu yang akan membalas
kejahatan ini!" kata seorang diantara mereka.
"Baik, kami akan menunggu di sini!" jawab Ciauw In yang segera memberi tanda
kepada Sian Kim untuk menyimpan kembali pedangnya.
Gadis ini tersenyum menyindir, akan tetapi ia tidak membantah. Dimasukkannya
pedang itu di sarung pedangnya dan bersama Ciauw In ia berdiri menjauhi tempat
itu. Para anggauta Kim-houw-bun yang tidak terluka lalu sibuk menolong kawankawan mereka dan menggotong mereka ke dalam rumah perkumpulan untuk dirawat dan
diobati, sedangkan Ciauw In dan Sian Kim berdiri saja melihat pekerjaan mereka
itu. "Moi-moi, mengapa kau menurunkan tangan kejam kepada mereka" Seharusnya kita
bergebrak menghadapi Hui Kok Losu saja."
Ciauw In menyatakan penyesalannya, akan tetapi Sian Kim memandangnya dengan
tajam dan berkata. "Koko, tak dengarkah kau tadi betapa mereka itu menyebutku dangan kata-kata
kotor" Siapa yang kuat menahan kemarahan mendengar makian mereka" Untuk
menghadapi tikus-tikus busuk itu aku tidak memerlukan bantuanmu dan kalau nanti
Hui Kok Losu datang, barulah mungkin aku membutuhkan bantuanmu!"
Ciauw In tidak menjawab, hanya diam-diam ia menarik nafas karena ia tidak
berdaya. Memang ia tadipun merasa marah sekali mendengar betapa kekasihnya
disebut "perempuan lacur", akan tetapi ia merasa bahwa sebutan itu tak boleh
dijadikan alasan untuk membunuh tiga orang dan melukai orang sedemikian
banyaknya. "Koko, kau marah kepadaku?" Sian Kim bertanya ketika melihat pemuda itu diam
saja. Ciauaw In menggeleng kepala. "Tidak, Kim-moi, aku tidak marah. Mungkin kau benar
karena mereka itu memang orang-orang jahat yang harus diberi hajaran keras.
Mudah-mudahan kini mereka merasa kapok dan takkan berani berlaku sewenang-wenang
dan kurang ajar pula. Yang kupikirkan adalah Hui Kok Losu, karena aku sungguh
ingin sekali lekas bertemu dan mencoba ilmu kepandaiannya. Aku merasa heran
sekali mengapa seorang dengan ilmu kepandaian seperti kau dapat kalah olehnya."
Sian Kim merasa girang sekali karena pemuda itu tidak menjadi marah, maka ia
lalu menuturkan dengan singkat tentang kegagahan Hui Kok Losu.
"Hui Kok Losu memiliki ilmu tombak yang disebut Kim-houw-ciang-hwat dan dengan
ilmu tombak yang diciptanya sendiri itu ia telah malang melintang di dunia kangouw tanpa menemui tandingan. Selain keahliannya dalam ilmu tombak ini, iapun
mempunyai pengertian yang dalam tentang ilmu pedang hingga ia tidak kuatir
menghadapi lawan yang berpedang. Selain itu, seperti dapat kau lihat pada muridmuridnya tadi, ia pandai segala macam permainan senjata tajam yang diajarkan
kepada murid-muridnya menurut bakat masing-masing. Kalau aku tidak salah ingat,
pernah kumendengar dia mengalahkan kepala rarnpok Oei Sam si Golok Emas di bukit
Hong-nasan!" Keterangan ini tidak berarti banyak bagi Ciauw In karena ia tidak kenal siapa
adanya Oei Sam Si Golok Emas itu akan tetapi cukup mendatangkan kesan bahwa Hui
Kok Losu tentu benar-benar
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
lihai hingga kegembiraannya makin bertambah untuk segera mencoba kepandaian
ketua Kim-houw-bun itu. Kalau saja ia tidak sedang mabok asmara dan memiliki lebih banyak pengalaman
hingga sudah kenal atau mendengar bahwa Oei Sam yang disebut oleh Sian Kim itu
adalah seorang perampok jahat yang amat kejam, tentu setidaknya akan timbul
keheranan di dalam hatinya mengapa Hui Kok Losu yang disebut jahat oleh Sian Kim
itu sampai bisa bertempur mengalahkan Oei Sam!
Seorang yang memusuhi penjahat besar biasanya hanya orang-orang yang menjunjung
tinggi kegagahan dan menjadi pembela rakyat serta pembasmi kejahatan. Akan
tetapi sayang, Ciauw In tidak berpikir sejauh itu hingga ia masih saja belum
sadar. Mereka berdua tak usah lama menanti oleh karena tak lama kemudian, terdangar
suara kaki kuda mendatangi dan dua orang penunggang kuda memasuki pintu gerbang
pekarangan itu. "Nah, yang berbaju biru itu adalah Kim-houw-ciang-bun Hui Kok Losu!" kata Sian
Kim. "Orang kedua entah siapa karena aku belum pernah melihatnya."
Ciauw In memandang dengan penuh perhatian dan melihat bahwa orang yang disebut
Kim-houw ciangbunjin (Ketua Perkumpulan Macan Emas) adalah seorang laki-laki
berusia lima puluh tahun lebih, bertubuh sedang dengan memiliki sepasang mata
yang amat tajam berpengaruh.
Sikapnya gagah sekali dan biarpun sudah tua, akan tetapi ketika ia melompat
turun dari kudanya, gerakannya masih sigap sekali.
Orang kedua juga bukan orang sembarangan, karena walaupun usianya bahkan lebih
tua dari Hui Kok Losu dan pakaiannya sederhana sebagai seorang petani yang
bertopi besar, akan tetapi ketika turun dari kuda, ia bergerak dengan tubuh
ringan sekali. Sehingga dengan mudah Ciauw In dapat menduga bahwa ia tentulah
seorang yang memiliki ilmu ginkang yang sudah amat tinggi tingkatnya. Orang
kedua ini bukan lain ialah Lui cin tong Ma Sian si Pacul Kilat.
Gagang paculnya yang kecil nampak di belakang punggungnya dan melihat benda ini,
Ciauw In makin terheran karena biarpun ia pernah mendengar dari suhunya bahwa
pacul yang menjadi alat pertanian ini memang dapat digunakan sebagai senjata
akan tetapi kalau tidak memiliki ginkang dan kepandaian tinggi, senjata ini
bukanlah senjata yang berbahaya, bahkan sukar sekali dimainkannya. Maka ia dapat
menduga bahwa petani tua ini tentu seorang yang lihai hingga ia makin bersikap
hati-hati. Sementara itu, seorang murid kepala yang menyambut kedatangan Hui Kok Losu, lalu
bicara berbisik-bisik kepada suhunya yang mukanya berubah menjadi pucat. Hui Kok
Losu hanya sekali saja melirik ke arah Sian Kim tanpa memandang kepada Ciauw In
kemudian langsung berlari masuk ke dalam gedungnya, diikuti oleh petani tua
tadi. Ciauw In dan Sian Kim maklum bahwa orang tua itu tentu mendengar tentang
kekalahan muridnya dan kini hendak melihat keadaan murid-muridnya itu.
Dengan tenang Sian Kim menanti, sedangkan di dalam hatinya, Ciauw In berdebardebar karena ia maklum bahwa apabila ketua Kim-houw-bun itu melihat muridmuridnya yang mati dan terluka, tentu ia akan marah sekali dan perkelahian yang
akan ditempuh ini tentu akan merupakan pertempuran mati-matian!
Benar saja dugaannya, tak lama kemudian Hui Kok Losu keluar lagi dengan muka
merah diikuti oleh murid-muridnya dan didampingi pula oleh Lui-cin-tong Ma Sian
yang juga amat marah melihat kekejaman musuh yang datang.
Setelah berhadapan dengan Sian Kim, Hui Kok Losu lalu menuding ke arah muka nona
itu dan berkata, "Hek-lian-niocu! Kau benar-benar tak tahu malu! Dulu adalah aku yang merobohkan
kau dan kalau kau datang hendak mengadakan pembalasan dan menyelesaikan
perhitungan lama, KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
mengapa kau mengganggu murid-muridku, bahkan melukai tujuh orang dan menewaskan
tiga nyawa?" "Orang she Hui! Mudah saja kau bicara. Lupakah kau bahwa dulu juga banyak sekali
anggauta-anggauta perkumpulanku yang tewas karena murid-muridmu" Kematian tiga
orang anggauta Kim-houw-bun anggaplah saja sebagai penebusan dosa yang dulu.
Pula, kalau orang-orangmu yang kurang ajar itu tidak mengeluarkan kata-kata
busuk, akupun tak sudi mengotorkan tangan membunuh kutu-kutu busuk itu. Sekarang
tak perlu kau banyak cakap, kita telah berhadapan dan aku membawa seorang kawan
untuk menghadapimu, membalas kekalahan yang dulu!"
Hui Kok Losu mengalihkan pandang matanya yang penuh hawa marah kepada Ciauw In
yang masih bersikap tenang. Melihat sikap pemuda yang nampak lemah ini, ia
maklum bahwa pemuda ini tentulah seorang yang memiliki kepandaian tinggi, karena
makin lemah nampaknya seorang ahli silat, makin tinggilah ilmu kepandaiannya.
Pula, ia tahu akan kelihaian Sian Kim yang hanya kalah pengalaman apabila
dibandingkan dengan dia sendiri, maka setelah kini gadis itu membawa seorang
pembantu, tentulah pembantu ini lebih tinggi daripada Sian Kim! Ia lalu menjura
dan bertanya kepada Ciauw In.
"Bolehkah aku mengetahui namamu yang gagah?"
Sebelum Ciauw In sempat menjawab, ia didahului oleh Sian Kim yang tertawa sambil
menjawab pertanyaan itu. "Hui Kok Losu! Kami bukanlah jago-jago kawakan seperti kau yang sudah memiliki
nama tinggi! Kawanku ini adalah Hoa-san Taihiap Lie Ciauw In yang sungguhpun namanya tidak
sebesar namamu, akan tetapi aku tanggung dalam beberapa jurus saja tombak
karatan di tanganmu akan patah-patah oleh pedangnya!"
Hui Kok Losu terkejut mendengar bahwa pemuda itu adalah seorang murid Hoa-sanpai. Ia telah mendengar kebesaran nama Ho Sim Siansu yang selain gagah dan
sakti, juga amat terkenal sebagai seorang tua bijaksana yang amat dikagumi dunia
persilatan. Maka ia segera berkata lagi kepada Ciauw In.
"Ah, kiranya seorang murid dari Ho Sim Siansu! Akan tetapi sungguh heran mengapa
seorang murid Hoa-san-pai dapat bersama-sama dengan seorang perempuan hina dina
seperti Hek-lian-niocu?"
Marahlah hati Ciauw In mendengar ini, maka ia lalu menjawab,
"Lo enghiong (orang tua gagah), seorang gagah tidak sudi mencampuri urusan
pribadi orang lain dan kiranya aku bebas untuk bergaul dengan siapapun juga!
Pula tidak patut bagi seorang tua yang mengaku diri gagah perkasa untuk
mengeluarkan makian kotor terhadap seorang gadis pendekar seperti kawanku ini!"
Sian Kim juga segera mencabut pedangnya dan berkata,
"Hui Kok Losu! Jangan kau lepaskan lidahmu yang tua tapi busuk itu! Bilang saja
bahwa kau gentar mendengar nama Hoa-san Taihiap dan tidak berani menghadapinya!
Kalau kau memang takut kepada kawanku ini, biarlah aku sendiri yang maju.
Biarpun aku akan kalah, akan tetapi nama besarmu akan hancur oleh karena baru
menghadapi seorang pemuda saja, kau telah terkencing-kencing ketakutan tanpa
berani mencoba kepandaiannya!"
Bukan main tajam dan pedasnya ucapan dari Sian Kim yang sengaja membakar hati
musuhnya itu, maka sambil berseru keras Hui Kok Losu lalu menanggalkan jubahnya
dan menerima tombaknya dari tangan seorang murid yang sengaja membawa senjata
itu kepada suhunya. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Siapa bilang takut" Orang yang telah menjadi sahabatmu tentu bukan orang baikbaik!" Kemudian ia menuding kepada Ciauw In dan membentak,
"Orang muda, kau tentulah seorang kekasih perempuan hina ini! Kau majulah kalau
hendak mengenal Kim-houw-ciang-hwat!"
Akan tetapi pada saat itu, petani tua tadi maju menghalangi Hui Kok Losu sambil
berkata, "Losu, biarlah aku mencoba-coba dulu kepandaian Hoa-san Taihiap?"
Kemudian ia menghadapi Ciauw In dan berkata sambil tersenyum,
"Orang muda, belum lama ini aku mendengar bahwa yang menjadi juara dalam pibu di
puncak Kui-san adalah seorang pemuda murid Hoa-san-pai yang mendapat gelar Hoasan Taihiap! Tadinya aku menjadi kagum, akan tetapi setelah melihat kau dalam keadaan seperti
sekarang ini, kekagumanku lenyap sama sekali! Entah bagaimana dengan
kepandaianmu, maka sekarang perlihatkanlah kepandaianmu untuk kulihat apakah
akupun akan kecewa melihatnya!"
Ciauw In merasa panas hatinya mendengar sindiran ini dan ia menganggap orang tua
ini keterlaluan. Yang bermusuh dengan Sian Kim adalah Hui Kok Losu maka tidak
mengherankan apabila Hui Kok Losu memaki-maki Sian Kim yang menjadi musuhnya dan
bahkan yang telah membunuh muridnya, akan tetapi petani tua ini mengapa datangdatang juga menghina Sian Kim"
Dengan mengatakan bahwa melihat keadaannya membuat kekagumannya lenyap, berarti
bahwa setelah melihat dia datang bersama Sian Kim, petani tua itu memandang
rendah kepadanya dan hal ini secara tidak langsung berarti penghinaan bagi diri
Sian Kim! Akan tetapi, ia masih menahan marahnya dan bertanya,
"Orang tua, sudah selayaknya bagi orang-orang yang biasa bertempur untuk mencoba
kepandaian. Tentu saja aku bersedia untuk melayanimu setelah kau memberitahukan
namamu kepadaku." Petani tua itu tersenyum dan menduga bahwa sikap anak muda itu tentu akan
berubah setelah mendengar namanya yang cukup terkenal di kalangan kang-ouw, maka
ia lalu menjawab sambil mengangkat dada,
"Aku bernama Ma Sian, akan tetapi kawan-kawan di kalangan kang-ouw memberi nama
Lui-cin-tong (Pacul Kilat) kepadaku."
Akan tetapi orang tua ini kecele kalau ia menyangka bahwa pemuda itu akan merasa
terkejut mendengar namanya, karena sesungguhnya Ciauw In sama sekali belum
pernah mendengar nama ini, dan sikapnya sama saja kalau seandainya ia
menyebutkan namanya sebagai Pacul Karatan atau Pacul Butut! Pemuda itu hanya
tersenyum dan berkata. "Kalau begitu, kau tentu bukan seorang petani tulen!"
"Mengapa kau berkata demikian, anak muda!" tanya Ma Sian dengan terheran-heran.
"Seorang petani sejati hanya mempergunakan paculnya untuk berbuat kebaikan,
mencangkul tanah menanam padi gandum. Akan tetapi kau yang berpakaian petani dan
membawa-bawa pacul, ternyata mempergunakan alat pertanian yang mulia itu untuk
mencangkul kepala orang!"
Merahlah muka Ma Sian mendengar ini.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Pemuda buta! Ketahuilah bahwa paculku ini hanya suka menyangkul kepala orang
jahat! Dan kau bersama kekasihmu itu bukan termasuk orang baik-baik! Majulah dan
perlihatkan kepandaianmu."
Sambil berkata demikian, tangannya bergerak ke belakang dan kini paculnya telah
dipegang dengan kedua tangan lalu memasang kuda-kuda yang mirip dengan seorang
petani siap hendak mencangkul tanah.
Ciauw In juga mencabut pedangnya dan Ma Sian yang melihat berapa pemuda itu
telah bersiap sedia, lalu menyerang dengan gerakan cepat. Cangkulnya menghantam
ke arah kepala Ciauw In dengan gerak tipu Petani Mencangkul Batu. Pukulan ini
keras sekali datangnya dan digerakkan dengan kecepatan luar biasa. Ciauw In
maklum akan kepandaian lawan, maka ia berlaku hati-hati.
Dengan sigapnya ia melangkah mundur menghindarkan diri dari terkaman pacul yang
tajam itu, ialu maju pula untuk membalas dengan tusukan pedang ke arah leher
lawan. Akan tetapi Ma Sian benar-benar cepat gerakannya oleh karena ia sudah
dapat menarik kembali paculnya dan kini ia menangkis serangan Ciauw In dengan
senjatanya yang luar biasa itu.
Hoa-san Taihiap lalu memperlihatkan kepandaiannya yang aseli karena merasa bahwa
menghadapi lawan yang lihai ini ia tidak boleh berlaku lambat. Pedangnya
berkelebat cepat bagaikan seekor naga sakti mengamuk hingga Ma Sian diam-diam
merasa kagum dan juga terkejut.
Petani tua ini lalu mengeluarkan gerakan yang disebut Petani Membabat Rumput.
Paculnya juga bergerak cepat sedangkan kakinya maju dengan tetap dan cepat dalam
gerak langkah Cin-po-lian-hoan (Majukan Kaki Secara Berantai). Mata paculnya
yang tajam itu berkilauan putih, menyambar-nyambar ke arah bagian tubuh lawan
yang berbahaya. Akan tetapi Ciauw In ternyata menang gesit dan ilmu pedangnya Hoa-san Kiam-hwat
benar-benar memiliki gerakan yang aneh dan tak terduga. Ketika pacul di tangan
Ma Sian menyambar ke arah leher untuk menabas putus batang lehernya, ia lalu
menangkis dengan pedangnya.
Keduanya mengerahkan tenaga dalam dan ketika kedua senjata itu beradu, terdengar
suara keras dan bunga api beterbangan, sedangkan Ma Sian merasa betapa tangan
yang memegang pacul menjadi kesemutan.
Dalam saat kedua senjata bertemu, Ciauw In mempergunakan gerak tipu Po-in-kianjit (Sapu Awan Lihat Matahari). Yakni ketika pedangnya bertemu dengan mata
pacul, ia miringkan sedikit pedangnya hingga mengenai belakang pacul dan segera
dilanjutkan melalui sepanjang gagang pacul itu membabat ke arah tangan yang
memegang gagang! Ma Sian sama sekali tidak pernah menyangka bahwa pedang lawan itu akan dapat
bergerak sedemikian cepatnya, yakni setelah senjata bertemu terus menyerang,
maka ia tak dapat mengelak lagi. Terpaksa ia berseru keras dan melepaskan
paculnya karena kalau tidak, pasti kedua tangannya akan terbabat pedang musuh!
Ia melompat mundur dengan muka merah!
Sebelum Ma Sian dapat berkata sesuatu, bayangan tubuh Hui Kok Losu yang memiliki
gerakan cepat sekali telah menyambar dan menghadapi Ciauw In. Orang tua ini
marah sekali melihat kawannya dikalahkan dalam sebuah pertempuran yang belum
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berjalan lama, maka kini dengan tombak di tangan ia membentak,
4.3. Orang Gagah Tapi Buronan
"Hoa-san Taihiap, kau mengandalkan kepandaian untuk melakukan pengacauan.
Majulah!" Sambil berkata demikian ia menggerakkan tombaknya dan Ciauw In diam-diam
terkejut melihat betapa ujung tombak itu melakukan gerakan melingkar dan
tergetar ujungnya sampai berubah menjadi delapan!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ia maklum akan kelihaian orang tua ini, karena menurut penuturan suhunya,
seorang ahli tombak dapat menggetarkan ujung tombaknya sampai menjadi lima atau
enam, akan tetapi kakek ini dapat menggetarkan tombaknya hingga ujungnya nampak
menjadi delapan buah! Dapat dimengerti bahwa lweekang dari kakek ini tak boleh
dibuat permainan. la tidak mau didahului, dan segera maju menyerang dengan gerak tipu Sian-jintil-lou (Dewa Menunjuk Jalan). Pedangnya meluncur cepat ke arah ulu hati
lawannya dan ketika Hui Kok Losu menggerakkan tombak menangkis dengan gerakan
yang amat kuat dan cepat.
Ciauw In menarik pedangnya dan merobah gerakannya menjadi gerak tipu Liong-tingti-cu (Ambil Mutiara di Kepala Naga). Dengan gerak tipu ini ia membacok ke arah
kepala lawan, akan tetapi kembali sekali menggerakkan kedua tangan, tombak di
tangan Hui Kok Losu telah menangkis pedang yang menyambar kepalanya.
Setelah menangkis untuk kedua kalinya, mulailah kakek itu membalas dengan gerak
tipu Teng-miau-po-ci (Kucing Sakti Terkam Tikus). Tombaknya dari atas
mengemplang ke bawah menuju kepala Ciauw In dan ketika pemuda itu mengelak ke
kiri, ujung tombak itu diteruskan dengan sebuah tusukan maut ke arah perutnya!
Kalau ujung tombak mengenai sasaran, maka perut pemuda itu tentu akan tertembus
tombak sampai ke punggung!
Akan tetapi tentu saja Ciauw In tidak membiarkan dirinya dijadikan daging untuk
disate, maka cepat ia molompat ke atas dengan gerak loncat Kera Sakti Memetik
Buah, kemudian ketika ia berada di atas, ia lalu membuat gerakan loh-be
(berjumpalitan) dan menyerang dari atas dengan tusukan Garuda Terbang Menyambar
Ikan. Menghadapi Ciauw In yang memiliki ginkang yang demikian lihainya, Hui Kok Losu
maklum bahwa pemuda ini benar-benar memiliki ilmu pedang yang jauh lebih lihai
daripada Sian Kim, maka ia lalu mengeluarkan ilmu tombaknya Kim-houw-ciang-hwat
(Ilmu Tombak Harimau Emas) yang lihai dan mengerahkan tenaga, kegesitan dan
kepandaiannya. Pertempuran kali ini berjalan seru dan ramai sekali karena ternyata bahwa Kimhouw-ciang-hwat benar benar merupakan ilmu tombak yang jarang terdapat di daerah
selatan. Ciauw In merasa seakan-akan menghadapi dinding baja yang amat kuat dan
sukar sekali ditembuskan.
Akan tetapi sebaliknya, menghadapi Hoa-san Kiam-hwat, ketua dari Kim-houw-bun
itupun merasa bo-hwat (tak berdaya) karena ilmu pedang ini selain cepat dan
kuat, juga mempunyai gerakan perubahan yang amat aneh dan tak terduga. Keduanya
sama-sama maklum akan kelihaian lawan dan karena dalam hal lweekang mereka
setingkat, tentu saja sukar bagi keduanya untuk saling merobohkan.
Hui Kok Losu mengambil keputusan untuk mengadu keuletan dan napas oleh karena ia
pikir bahwa seorang pemuda yang bergaul dengan Sian Kim tentulah pemuda
pemogoran yang bertubuh lemah. Oleh karena itu, maka ia lalu mainkan tombaknya
dengan ilmu tombak Membuat Dinding Baja Menutup Diri, sebuah bagian ilmu tombak
Kim-houw-ciang-hwat yang kegunaannya untuk menjaga diri.
Ciauw In ketika melihat betapa gerakan lawannya berubah menjadi gerakan yang
dititikberatkan kepada pertahanan saja, maklum bahwa lawannya hendak mengadu
keuletan dan menunggu sampai ia kehabisan napas dan kelelahan untuk segera
merobohkannya. Maka ia diam-diam tersenyum girang karena hal inipun menjadi
keinginannya. Ia merasa betapa sukarnya merobohkan kakek yang menjadi
ciangbunjin (ketua) dari Kim-houw-bun ini maka iapun ingin mendapatkan
kemenangan dari keuletan dan kekuatan napas. Ia merasa bahwa dalam hal ini ia
tidak perlu kuatir untuk dapat dikalahkan oleh orang tua yang sudah lanjut
usianya itu. Pertempuran berjalan terus sampai hampir seratus jurus dan setelah merasa lelah,
barulah Hui Kok Losu sadar akan kesalah-dugaannya. Ia tidak tahu bahwa biarpun
Ciauw In tergila-gila kepada Sian Kim, namun Hoa-san Taihiap ini adalah seorang
laki-laki sejati dan seorang pemuda
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
yang masih terkumpul sepenuhnya semua tenaga dalam tubuh, maka tentu saja ia
yang sudah tua tak kuat untuk mengadu keuletan tenaga dan napas. Kalau ia sudah
mulai terengah-engah dan keringat telah memenuhi jidatnya, adalah Ciauw In masih
bermain pedang dengan tenang, sedikitpun belum pernah lelah!
Melihat kesalahannya ini, Hui Kok Losu lalu hendak mempergunakan kesempatan yang
masih ada. Ia mulai merobah gerakan tombaknya dan kini melancarkan seranganserangan yang paling berbahaya. Tombaknya berkelebatan cepat dan mendatangkan
angin dingin, menyambar-nyambar ke arah tubuh Ciauw In sehingga pemuda ini
merasa terkejut sekali. Hal ini sama sekali tak pernah diduganya, karena dalam keadaan sedemikian lelah,
orang tua itu ternyata masih dapat melakukan serangan yang demikian cepat dan
membutuhkan tenaga besar. Maka iapun lalu memutar-mutar pedangnya lebih cepat
lagi untuk menangkis setiap serangan dan hatinya merasa di dalam benturan
senjata betapa ternyata lawannya sudah mulai banyak berkurang! Ia maklum bahwa
lawannya ini betapapun juga sudah mulai lelah dan hampir kehabisan tenaga, maka
ia segera berseru keras dan mendesak dengan serangan-serangan mematikan.
Benar saja, Hui Kok Losu mulai payah dan terdesak hebat. Beberapa kali ketika ia
menyampok pergi pedang lawan, sebelah tangannya sampai terlepas dari pegangan
gagang tombak dan hanya karena ia memegang tombak dengan kedua tangan saja maka
senjatanya itu tidak sampai terlempar!
Melihat keadaan suhunya ini, para anggauta Kim-houw-bun merasa kuatir sekali dan
tanpa diperintah lagi, mereka lalu menyerbu dan mengeroyok Ciauw In untuk
membantu guru mereka! Hui Kok Losu sebetulnya hendak mencegah hal ini, akan tetapi di dalam
kelelahannya, ia tidak berani membuka mulut, oleh karena ia sedang mengerahkan
tenaga terakhir, kalau ia membuka mulut dan bicara, tentu ia takkan kuat menahan
lagi! Juga Ma Sian si Cangkul Kilat ketika melihat keadaan Hui Kok Losu, tentu saja
tidak rela kalau kawannya yang gagah perkasa ini sampai roboh di tangan seorang
penjahat muda, maka ia segera mengangkat paculnya menyerbu! Akan tetapi, Sian
Kim sambil tertawa menghina berkata.
"Orang-orang Kim-houw-bun memang pengecut!"
Lalu ia memutar-mutar pedangnya menghadapi Ma Sian! Pertempuran menjadi makin
ramai karena kini terpecah menjadi dua bagian. Ciauw In menghadapi Hui Kok Losu
yang dibantu oleh para murid kepala yang jumlahnya tujuh orang, sedangkan Sian
Kim bertempur melawan Ma Sian dan dikeroyok oleh delapan orang murid muda.
Akan tetapi, Ciauw In tetap saja berada di fihak yang menyerang. Pemuda ini
merasa marah sekali melihat kecurangan fihak lawan yang mengeroyok, karena
sesungguhnya tadi ia tidak berniat mencelakai Hui Kok Losu, hanya ingin
mengalahkannya saja. Tadi ia belum dapat merobohkan Hui Kok Losu oleh karena ia
hendak mencari jalan bagaimana ia dapat mengalahkan orang tua gagah itu tanpa
menewaskannya atau mendatangkan luka berat. Kalau ia bermaksud membunuh, dari
tadipun ia dapat menjatuhkan tangan kejam.
Sekarang melihat datangnya para anggauta Kim-ouw-bun yang mengeroyok, timbullah
marahnya dan sekali ia berseru keras dan pedangnya berkelebat, pedangnya
meluncur cepat menuju tenggorokan Hui Kok Losu. Ciangbunjin ini masih berusaha
untuk menangkis, akan tetapi ia benar-benar telah kehabisan tenaga dan napas
maka tangkisannya kurang kuat dan ujung pedang masih langsung menyerang dan
secara tepat dan tanpa disengaja, ujung pedang Ciauw In menancap di jalan
darahnya dekat leher, Hui Kok Losu menjerit ngeri dan roboh. Ia tewas bukan
hanya karena serangan Ciauw In, akan tetapi sebagian besar karena telah
kehabisan napas dan tenaga!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ciauw In merasa agak menyesal melihat betapa ia telah kesalahan tangan, akan
tetapi oleh karena para pengeroyoknya kini menjadi makin sengit dan nekad, ia
merasa kepalang kalau tidak bergerak terus. Ia mengamuk dan sebentar saja tiga
orang pengeroyoknya telah roboh oleh pedangnya!
Sementara itu, pertempuran di bagian lain lebih ramai karena kini menghadapi
Sian Kim, Ma Sian dapat memperlihatkan kelihaiannya. Sungguhpun kalau bertempur
satu lawan satu, belum tentu ia akan dapat mengalahkan ilmu pedang Sian Kim yang
juga lihai dan ganas, akan tetapi karena kini ia dibantu oleh delapan orang anak
murid Kim-houw-bun, ia dapat mendesak Sian Kim yang mulai terdesak mundur.
Sian Kim menjadi marah sekali, pedangnya berkelebat makin ganas dan beberapa
kali terdengar jerit kesakitan karena pedang gadis baju hitam itu telah mendapat
kurban. Namun jumlah pengeroyoknya tidak berkurang karena jatuh seorang, maju
pula penggantinya yang masih banyak menanti mencari lowongan! Juga Sian Kim
telah mendapat luka pada pundak kirinya oleh pukulan pacul Ma Sian yang walaupun
hanya menyerempet dan merobek bahunya serta melukai kulitnya saja, akan tetapi
darah yang keluar cukup banyak, membasahi lengan baju sebelah kiri.
Setelab menjatuhkan enam orang, para pengeroyok Ciauw In yang makin bertambah
jumlahnya itu mulal menjadi gentar dan mereka mengundurkan diri untuk mengeroyok
Sian Kim yang sudah amat terdesak.
"Koko, bantulah aku ....." gadis itu berseru dan Ciauw In cepat menyerbu
membantu kekasihnya. Tiga orang sekaligus roboh karena serbuannya ini sehingga semua pengeroyoknya
kecuali Ma Sian, menjadi makin gentar. Kesempatan ini digunakan secara baik oleh
Sian Kim yang mengirim tusukan maut ke arah Ma Sian dengan gerakan Harimau Lapar
Menubruk Kambing. Ma Sian tidak melihat jalan keluar menghadapi serangan ini, maka ia lalu berlaku
nekad hendak mengadu nyawa. Ia tidak menangkis atau mengelak, akan tetapi lalu
mengangkat cangkulnya dan menghantam kepala Sian Kim sekuat tenaga dengan
senjatanya itu. Kalau Sian Kim meneruskan serangannya, tentu ia akan terpukul
kepalanya oleh pacul itu.
Akan tetapi, Ciauw In tentu saja tidak dapat berpeluk tangan melihat kepala Sian
Kim yang bagus itu dihancurkan, maka ia segera menangkis dengan pedangnya
sedangkan pedang Sian Kim terus meluncur dan "Crat!!" ujung pedangnya masuk ke
dalam dada Ma Sian sampal tembus di punggung! Ketika gadis itu mencabut
senjatanya, Ma Sian masih sempat menggunakan tenaga terakhir melontarkan
paculnya ke arah Ciauw In yang segera membungkuk hingga pacul itu menghantam
tembok! Tubuh Ma Sian terhuyung-huyung, kemudian rebah dan tewas!
Keadaan makin menjadi kacau dan tiba-tiba dari luar datang menyerbu penjagapenjaga keamanan kota yang dikepalai oleh seorang perwira. Mereka ini mendapat
laporan dari seorang anggauta Kim-houw-bun tentang datangnya dua orang pengacau,
maka karena perkumpulan ini amat dihormat, juga oleh petugas-petugas negara,
segera serombongan petugas lari menyerbu untuk membantu menangkap dua orang
pengacau itu. Melihat serbuan ini, Ciauw In segera berseru,
"Moi-moi, mari kita lari!"
Akan tetapi, Sian Kim kini sedang bergembira membabat para anggauta Kim-houwbun. Setelah Hui Kok Losu dan Ma Sian tewas, maka sisa orang yang mengeroyoknya
merupakan tahu empuk baginya dan tiap kali pedangnya berkelebat, robohlah
seorang anggauta Kim-houw-bun.
Gadis ini tidak takut melihat kedatangan para penjaga keamanan bahkan ia lalu
melompat mendekat dan menyambut mereka dengan serangan pedang yang berhasil
merobohkan dua KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
orang penjaga keamanan dengan sekali serang saja. Oleh karena ini, ia dalam
kegembiraannya menyebar maut, ia tidak mendengar seruan Ciauw In.
Pemuda ini melihat betapa lengan kiri Sian Kim penuh darah, dan juga melihat
betapa jumlah penjaga keamanan yang menyerbu dari luar makin banyak jumlahnya,
maka ia lalu melompat mendekati Sian Kim, menyambar pinggang kekasihnya itu dan
melompat ke atas genteng!
Setelah berada di atas ganteng, barulah Sian Kim merasa betapa pundaknya perih
sekali, maka iapun lalu melarikan diri bersama Ciauw In, melalui wuwungan rumahrumah penduduk dan sebentar saja mereka telah berada di luar kota. Akan tetapi,
barisan penjaga dan sisa-sisa anak buah Kim-houw-bun tetap mengejar mereka,
biarpun telah ketinggalan jauh hingga Ciauw In dan Sian Kim tidak mendapat
kesempatan untuk mengaso. Mereka ini terpaksa berlari terus ke selatan, dikejarkejar dari belakang oleh para penjaga yang menunggang kuda!
Ciauw In sudah merasa lelah, dan Sian Kim merasa lelah apalagi karena luka kulit
pundaknya terasa perih dan ngilu, maka tentu saja keadaan ini membuat mereka
menjadi bingung. Tiba-tiba dari jurusan depan datang sebuah kendaraan beroda
tiga yang ditarik oleh empat ekor kuda besar.
Seorang laki-laki yang duduk di dalam kendaraan itu, membuka tirai kereta dan
melongok keluar. Ketika melihat Ciauw In dan Sian Kim, ia segera berseru.
"Ah, tidak tahunya jiwi enghiong (dua orang gagah) yang sedang mendapat
kesukaran. Lekas masuk ke dalam keretaku!"
Tadinya Ciauw In dan Sian Kim tidak mengenali muka ini dan merasa amat heran
melihat seorang pemuda tampan dan hartawan menegur dan hendak menolong mereka,
akan tetapi melihat senyumnya, tiba-tiba Sian Kim teringat.
"Dia adalah Ong Hwat Seng murid Bu-tong-pai!" katanya kepada Ciauw In yang juga
teringat. Pernah ia melihat pemuda ini di puncak Kui-san ketika terjadi pertandingan
persahabatan diantara orang-orang gagah. Inilah pemuda sombong yang dulu
mewakili Bu-tong-pai dan sungguhpun Ciauw In tidak suka kepada pemuda mewah dan
sombong itu, akan tetapi dalam keadaan terdesak sedemikian rupa, dan pula karena
Sian Kim mendahuluinya melompat ke dalam kereta, terpaksa iapun lalu melompat ke
dalam kereta, menduduki bangku berhadapan dengan Ong Hwat Seng. Sian Kim duduk
di dekat pemuda itu dan Ciauw In duduk dihadapan mereka.
Pemuda itu lalu memberi perintah kepada pengemudi kereta,
"Lekas putar kembali kendaraan dan kita pulang!"
Pengemudi kereta menurut perintah. Empat ekor kuda itu lalu diputar kembali dan
segera kereta dikaburkan pesat. Akan tetapi, tak lama kemudian para pengejar
yang terdiri dari petugas-petugas kota Ouwciu dapat menyusul kendaraan itu dan
dengan suara garang memerintahkan pengemudi untuk berhenti.
Sementara itu, Ong Hwat Seng memberi tanda kepada Ciauw In dan Sian Kim untuk
tidak mengeluarkan suara, kemudian ketika kereta diperintahkan berhenti, ia lalu
melongok dari tirai. "Ada apakah maka kendaraan berhenti?" tanyanya keras-keras kepada pengemudinya.
"Siapa yang berani menahan keretaku?"
Sementara itu, para pengejar yang terdiri dari anggauta-anggauta Kim-houw-bun
dan para penjaga keamanan kota Ouwciu, ketika melihat Ong Hwat Seng, segera
lenyap keraguan mereka dan dengan mengangkat tangan memberi hormat dan tersenyum
mereka lalu mendekati pemuda itu. Pemimpin mereka, perwira yang bertubuh tinggi
besar, segera turun dari kuda dan menjura.
"Ah, tidak tahunya Ong-siauwya (Tuan muda Ong) yang berada di dalam kereta!
MaafKan kami yang tidak tahu dan telah mengganggu siauwya!"
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ong Hwat Seng memperlihatkan muka manis ketika berkata.
"Tidak apa, tidak apa! Akan tetapi ada keperluan apakah maka kalian sampai
membalapkan kuda ke tempat ini dan menahan kereta" Agaknya ada hal yang amat
penting terjadi!" "Celaka, Ong-siauwya!" kata perwira itu. "Di kota kami datang dua orang penjahat
besar yang telah membasmi Kim-houw-bun, membunuh banyak orang, bahkan Hui Kok
Lo-enghiong juga tewas dalam tangan mereka."
"Aduh, hebat benar ......" Ong Hwat Seng menggeleng-geleng kepalanya dan
melebarkan matanya. "Kami mengejar kedua penjahat itu, seorang pemuda dan seorang gadis, akan tetapi
ketika tiba di tempat ini mereka tiba-tiba lenyap!"
Ong Hwat Seng memperlihatkan muka tidak senang mendengar ini. Ia mengeluarkan
suara menghina dan berkata keras.
"Jadi karena itukah kalian menghentikan keretaku" Kalian menyangka bahwa aku
menyembunyikan kedua orang jahat dalam kendaraanku" Ah, sungguh menyebalkan!
Mari, kalian periksalah di dalam kereta!"
Tentu saja perwira itu merasa amat malu dan juga gugup mendengar ucapan ini dan
melihat betapa Ong Hwat Seng menjadi tak senang hati. Ong Hwat Seng mereka kenal
baik, seorang pemuda kaya raya di kota Ouw-san yang tak jauh letaknya dari
Ouwciu, dan selain kaya raya dan berpengaruh besar di kalangan pembesar karena
pemuda ini adalah putera dari seorang bekas pembesar tinggi yang telah meninggal
dunia, iapun terkenal sebagai seorang pemuda berkepandaian tinggi dan bahkan
menjadi kenalan baik dari mendiang Hui Kok Losu! Sudah tentu ia tidak berani
berlaku kurang ajar untuk tidak mempercayai omongan pemuda bangsawan yang kaya
raya dan berkepandaian tinggi itu.
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Maaf, Ong-siauwya. Tadi kami tidak menyangka bahwa kendaraan ini milik Ongsiauwya. Sama sekali kami tidak berani berlaku lancang dan sudah tentu saja kami tidak
pernah menyangka bahwa siauwya menyembunyikan orang jahat. Akan tetapi, besar
harapan kami semoga siauwya suka memberitahu kalau-kalau tadi melihat ke mana
larinya dua orang yang sedang kami kejar-kejar itu!"
"Hm, kalau aku melihat mereka, apa kaukira mereka dapat lari jauh?" jawab Ong
Hwat Seng dengan sombongnya. "Aku tidak melihat mereka, akan tetapi sesampainya
di rumah, aku akan melaporkan hal ini kepada kawan-kawanku pembesar setempat
agar ikut membantu mencari dan menangkap mereka."
Perwira itu lalu menjura lagi dengan hormat sekali.
"Terima kasih, siauwya, dan sekali lagi harap maafkan kami yang telah berlaku
lancang." Kemudian rombongan berkuda itu melarikan kuda mereka ke lain tempat untuk
mencari dua orang penjahat yang tiba-tiba lenyap itu.
Ong Hwat Seng masuk dan duduk lagi di dalam kereta sambil memerintahkan kusirnya
melanjutkan kereta menuju ke Ouw-san, ia berkata kepada kusirnya.
"Akai, awas kau! Jangan kau menceritakan kepada siapapun juga tentang peristiwa
tadi. Kedua tuan muda dan nona ini adalah sahabat-sahabat baikku yang datang
dari Bi-hok, tahu kau"'
"Baik, siauwya, saya tahu."
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ong Hwat Seng lalu memandang kepada Sian Kim dan Ciauw In sambil tersenyum
bangga. "Nah, bukankah beres sudah?"
"Kau telah menolong kami," kata Ciauw In sederhana, sedangkan Sian Kim yang
meringis kesakitan, memaksa tersenyum manis sambil berkata.
"Ong-Siauwya, kau benar-benar cerdik dan baik hati. Aku berterima kasih
kepadamu," kata ini ditutup dengan kerlingan mata menyambar hingga membuat Ong
Hwat Seng menatap wajah jelita itu tanpa berkejap!
Hal ini membuat hati Ciauw In tak enak sekali dan rasa tidak sukanya kepada
pemuda kaya ini makin meluap, akan tetapi ia pura-pura tidak melihatnya karena
ia telah ditolong maka tidak seharusnya ia memperlihatkan muka tak senang.
Sementara itu, ketika Ong Hwat Seng melihat pundak kiri Sian Kim, ia hampir
menjerit karena kaget dan kagum. Kaget melihat darah telah membuat pakaian gadis
itu menjadi merah dan kagum karena dari balik baju yang robek itu ia melihat
kulit lengan yang halus dan putih menggiurkan hatinya. Harus diketahui bahwa
jago muda dari Bu-tong-pai ini selain kaya raya dan berdarah bangsawan, juga
terkenal mata keranjang dan gila wajah cantik. Maka melihat kecantikan Sian Kim
dan lirikan mata yang tajam serta senyum di bibir yang mungil dan manis itu,
tentu saja semenjak tadi hatinya telah berdebar-debar keras.
"Ah, kalian terlampau sungkan," katanya, "bukankah kita sudah saling bertemu di
puncak Kui-san" Kita adalah orang orang segolongan, maka tak perlu bersungkansungkan. Sudah sewajarnya kita saling menolong. Nona, pundakmu terluka, kau
perlu mendapat rawatan yang baik, akan tetapi jangan kuatir, sesampainya di
rumah, aku akan panggil seorang tabib yang pandai dan ahli dalam hal mengobati
luka-luka." la tersenyum lalu menambahkan dengan sikap ceriwis sekali. "Kecuali
luka di dalam hati yang tidak ada obatnya!"
Kalau saja ia tidak berada dalam perlindungan dan pertolongan pemuda ini, tentu
Ciauw In sudah menggerakkan tangan menampar mulutnya, akan tetapi ia menahan
kesabarannya dan ketika ia mengerling ke arah kekasihnya, ternyata Sian Kim
tersenyum mendengar ucapan yang ceriwis itu! Kembali ia merasa tidak enak dan
dalam maboknya, ia tidak mempersalahkan Sian Kim yang tidak seharusnya
menghadapi keceriwisan itu dengan tersenyum, bahkan ia menimpakan seluruh
kejengkelannya kepada pemuda itu!
Rumah Ong Hwat Seng merupakan sebuah bangunan gedung besar yang mewah dan indah.
Pemuda ini hanya tinggal dengan ibunya yang sudah tua, akan tetapi pemuda ini
benar-benar seorang anak yang amat jahat dan tidak berbakti terhadap orang
tuanya. Ia berlaku sewenang-wenang terhadap ibunya dan ibu sudah tua ini melihat betapa
anaknya makin lama makin binal dan lama sekali tidak menghormat atau
menghiraukannya, menjadi amat berduka dan selalu menyembunyikan diri di dalam
kamarnya. Jarang sekali ia keluar dari kamarnya, karena sekali ia keluar, tentu
timbul percekcokan mulut dengan puteranya itu.
Pernah dulu ia menegur puteranya dengan kata-kata pedas.
"Hwat seng, kau adalah putera tunggal dari keluarga Ong, dan ayahmu terkenal
sebagai seorang pembesar yang dihormati orang. Akan tetapi, apa jadinya dengan
kau" Ketika disuruh mempelajari kesusasteraan, kau bahkan mempelajari ilmu silat
yang kasar. Apakah kau hendak menjadi tukang pukul" Dan sekarang, setelah ayahmu
meninggal dunia, kau tidak menjadi baik bahkan makin menggila. Kau setiap hari
hanya berpelesir saja, bergaul dengan segala buaya darat, menghabiskan uang
seperti melempar-lempar pasir, sama sekali tidak ingin mencari kedudukan baik,
atau berusaha sesuatu. Kalau kelak harta peninggalan ayahmu habis, kau akan
hidup dari apa?" KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Seperti biasa, Ong Hwat Seng cemberut dan anak yang dulunya terlalu dimanja
bahkan membentak ibunya. "Ibu, kau sudah tua, untuk apa masih suka cerewet saja" Biasanya orang tua
mencari jalan terang untuk menungggu matinya, akan tetapi kau setiap hari selalu
marah mengumbar hawa nafsu, tidak tahu bahwa yang kau marahi adalah anakmu
sendiri. Aku sudah dewasa dan mencari sedikit kesenangan, mengapa kau marahmarah" Apakah kau iri hati?"
Terbelalak mata nyonya tua itu karena marah dan terkejut karena biarpun biasanya
anak tunggalnya itu suka membantah, akan tetapi belum pernah sekasar itu.
"Bagus, Hwat Seng!" katanya dengan air mata mengalir turun ke atas pipinya.
"Setelah ayahmu meninggal, kau berani terhadap ibumu, ya" Begitukah sikap
seorang anak terhadap ibunya" Kau seorang anak puthauw (tidak berbakti), tidak
membalas cinta kasih ibu, bahkan berani bersikap dan bicara kasar jadi kau ingin
melihat ibumu lekas mati?"
Melihat ibunya menangis, Hwat Seng bahkan lalu tersenyum yang merupakan seringai
mengejek, "Ibu, aku hanya berkata sebenarnya, karena siapakah orangnya yang akhirnya
takkan mati" Aku sendiri kelak tentu akan mati. Dan tentang bakti atau tidak berbakti, hal
ini adalah ucapan palsu yang digunakan oleh para orang tua untuk menakut-nakuti
anaknya. Bila aku menghabiskan uang juga bukan dari penghasilan ibu, akan tetapi
mendiang ayah yang dulu mencarinya! Ibu hanya menumpang diri, seperti aku pula.
Kalau ibu hendak memakai uang peninggalan ayah dan hidup bersenang-senang,
silakan, aku tidak melarang!"
"Thian Yang Maha Agung!" ibu yang hancur hatinya itu mengeluh sambil mendekap
dadanya, "mengapa aku mempunyai anak semacam ini" Percuma saja kau kukandung berbulanbulan dan kupelihara dengan susah payah, kupertaruhkan jiwaku ketika
melahirkanmu ......." nyonya ini menangis lagi makin sedih.
"Sudahlah, sudahlah ....." Hwat Seng anak durhaka itu mencela, dengan muka
memperlihatkan kesebalan hatinya, "betapapun juga, ibu harus ingat bahwa aku
dulu tidak minta dikandung, tidak minta dilahirkan, dan juga tidak minta
dipelihara .........!"
Setelah mengeluarkan ucapan-ucapan yang hanya patut keluar dari mulut iblis
neraka ini, anak itu lalu meninggalkan ibunya. Dan semenjak saat itulah maka
nyonya Ong tak pernah keluar dari kamarnya, setiap hari termenung memikirkan
nasibnya, berprihatin menanti saatnya tiba untuk menyusul suaminya oleh karena
biarpun hidup di tengah-tengah harta benda dan kemewahan, akan tetapi ia tidak
merasakan kebahagiaan hidup.
o0o Dengan amat ramah tamah, Ong Hwat Seng lalu memberi perintah kepada para pelayan
menyediakan dua buah kamar untuk Ciauw In dan Sian Kim. Gadis itu mendapat
sebuah kamar yang amat indah dan mewah, karena inilah kamar Hwat Seng sendiri
yang ia berikan kepada nona manis itu, sedangkan Ciauw In mendapat sebuah kamar
di ruang belakang, agak jauh dari kamar Sian Kim. Kemudian ia mendatangkan
seorang tabib yang terkenal pandai di kota Ouw-san untuk merawat luka di pundak
Sian Kim yang biarpun terasa sakit, akan tetapi sebetulnya tidak berbahaya.
Ciauw In dan Sian Kim mendapat pelayanan yang luar biasa manisnya dari Hwat
Seng, bahkan setiap hari kedua orang tamu itu mendapat jamuan makan yang serba
mewah. Sian Kim nampak kerasan dan senang sekali tinggal di rumah gedung yang
indah itu, dan wajahnya selalu berseri-seri. Ia tidak banyak bicara dengan Ciauw
In, bahkan hanya bertemu di waktu makan, bersama
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
dengan tuan rumah, atau bercakap-cakap di ruang tamu yang terhias perabotperabot mahal dan indah. "Lie-heng dan Gu-siocia," kata Hwat Seng pada hari kedua ketika mereka sedang
menghadapi meja makan yang penuh dengan hidangan serba mahal, "semenjak turun
dari Kui-san, tiada hentinya aku mengagumi kalian karena akupun telah mendengar
betapa Lie-heng (saudara Lie) keluar sebagai pemenang dan juara. Nama Hoa-san
Taihiap telah kudengar dan membuat hatiku amat kagum! Juga aku telah mendengar
akan kelihaian Gu-siocia yang boleh dibilang menduduki tempat kedua. Telah lama
aku merasa rindu dan ingin bertemu, siapa tahu sekarang kita dapat bertemu dan
bahkan makan di satu meja dan tidur di bawah satu wuwungan! Ah, bukankah ini
namanya jodoh" Kuharap saja jiwi (kalian berdua) suka tinggal lebih lama di
rumahku yang buruk ini untuk bercakap-cakap."
5.1. Sudah Terbukti .... Namun Masih Kekasih
"KAU baik sekali, saudara Ong. Akan tetapi, kami berdua masih mempunyai banyak
urusan, maka setelah nona Gu sembuh, terpaksa kami bermohon diri melanjutkan
perjalanan," kata Ciauw In.
"Ah, mengapa terburu buru?" Hwat Seng berseru kaget. "Ketahuilah Lie-heng bahwa
pada waktu ini menurut penyelidikan orang-orangku keadaan kalian berdua telah
menjadi pembicaraan orang dan semua petugas dan alat negara telah dikerahkan
untuk mencari dan menangkap kalian berdua. Tidak itu saja, bahkan orang-orang
kang-ouw yang menjadi sahabat-sahabat baik dari Hui Kok Losu dan Lui-cin-tong Ma
Sian yang tewas dalam tangan kalian itu, kini keluar pula untuk mencarimu dan
membalas dendam. Hal ini berbahaya sekali. Kalau jiwi tinggal di sini,
kutanggung takkan ada orang yang berani datang mengganggu karena takkan ada yang
menaruh curiga kepadaku, sedangkan para pelayanku dapat dipercaya sepenuhnya.
Kelak, kalau keadaan tidak demikian panas lagi dan nafsu mereka telah menjadi
dingin, barulah kalian boleh melanjutkan perjalanan dan bahaya tidak begitu
besar lagi." Sebelum Ciauw In menjawab, Sian Kim mendahuluinya.
"Memang betul juga ucapan Ong-siauwte ini. Lie-twako, terpaksa kita harus
menurut petunjuknya." Kemudian, sambil memandang kepada tuan rumah yang muda
lagi tampan itu dengan sepasang matanya yang indah dan bening, nona baju hitam
itu berkata. "Ong-siauwya, budimu sungguh besar, entah bagaimana kami harus
membalasnya." Hwat Seng tertawa senang dan mainkan bibirnya untuk menambah kegagahan mukanya.
"Siocia, jangan bicara tentang budi, membikin aku merasa tidak enak saja!"
Setelah berkata demikian, dengan ramah tamah ia lalu mempersilakan kedua orang
tamunya mengambil makanan yang lezat-lezat.
Telah sepekan lamanya Ciauw In dan Sian Kim tinggal di gedung itu. Makin lama,
hati Ciauw In makin merasa tidak enak dan tidak senang. Ia ingin cepat-cepat
pergi dari situ untuk melakukan perjalanan bersama Sian Kim, untuk mereka berdua
saja dengan yang dicintainya itu.
Di dalam gedung ini ia merasa seakan-akan ia dipisahkan dari Sian Kim. Bahkan
sudah dua hari ini ia jarang bertemu kekasihnya dan seakan-akan gadis itu
sengaja menjauhkan dirinya. Juga Ong Hwat Seng jarang muncul, kecuali di waktu
makan. Pada saat mereka makan bersamapun, Sian Kim dan Hwat Seng nampak pendiam
dan tidak banyak bicara. Akan tetapi, yang membuat hati Ciauw In merasa makin
gelisah adalah sinar mata Sian Kim yang bersinar-sinar pada waktu gadis itu
mengerling ke arah tuan rumah!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Pada malam hari kedelapan, Ciauw In merasa gelisah. Kamar yang lega itu nampak
sempit baginya dan keindahan kamar berubah menjadi amat membosankan hatinya. Ia
merasa rindu sekali kepada Sian Kim sungguhpun gadis itu berada di bawah satu
wuwungan dengannya. Ia tak dapat tidur dan segera keluar dari kamar, berjalanjalan sepanjang deretan kamar dan ruang yang amat luas di gedung. Maksudnya
hendak mencari pintu belakang dan masuk ke dalam taman bunga besar yang berada
di belakang gedung itu. Ketika ia lewat di depan sebuah kamar di bagian belakang, tiba-tiba ia mendengar
suara wanita menangis. Ciauw In merasa heran sekali dan ia berhenti melangkah,
mendekati pintu kamar itu dan memasang telinga baik-baik. Terdengar olehnya
betapa suara tangisan itu disertai keluhan yang amat sedih,
"Suamiku ..... tidakkah rohmu melihat betapa anakmu menjadi tersesat ...."
Lindungilah dia dan insafkanlah hatinya ..... suamiku, kalau Hwat Seng tidak
segera insaf ....... ia tentu akan mengalami malapetaka ..... dan aku ..... aku
yang disia-siakannya, ..... aku tetap tidak tega ......"
Kemudian terdengar lagi suara wanita itu menangis
Ciauw In merasa heran sekali dan tak terasa pula ia mendorong daun pintu yang
ternyata tidak terkunci dari dalam. Ketika daun pintu terbuka, ia melihat
seorang wanita tua, sedang berlutut di depan meja sembahyang di dalam kamar itu
dan sepasang lilin nampak bernyala di atas meja sembahyang dan kamar itu penuh
dengan asap hio yang harum.
Wanita itu mendengar kedatangan orang segera berdiri dan memandang. Ketika ia
melihat Ciauw In, matanya mengeluarkan sinar marah. Tangannya dengan gemetar
menuding kepada pemuda itu dan ia berkata,
"Kau, .... kau penjahat yang meracun anakku .... apakah kau datang hendak
membunuhku dan merampas harta benda kami?"
Bukan main kaget hatinya ketika Ciauw ln mendengar tuduhan ini, maka ia lalu
menjawab dengan gagap. "Lo-hujin, kau tentu ibu dari saudara Ong Hwat Seng," ia lalu menjura memberi
hormat, "akan tetapi mengapakah kau marah-marah kepadaku" Aku bukan orang jahat
dan aku tidak bermaksud jahat terhadap siapapun juga ........"
"Bohong! Kau datang membawa perempuan jahat untuk memikat hati puteraku hingga
ia tergila-gila. Mereka main gila di dalam rumahku yang bersih! Mereka
mengotorkan rumah ini mencemarkan nama keluarga kami yang terhormat! Dan kau mau
berkata bahwa kau dan kawanmu itu tidak bermaksud jahat?"
Ciauw In terkejut sekali.
"Apa katamu " Kawanku adalah seorang baik-baik, seperti aku pula. Kami tidak
mempunyai maksud serendah itu!"
Tiba-tiba wanita tua itu tersenyum menghina.
"Apa kau anggap aku buta" Biarpun aku sudah tua, akan tetapi aku tidak mudah
ditipu oleh bajingan-bajingan muda seperti kau! Pergi! Pergilah kau dari sini!"
Wanitu itu melangkah maju hendak mencakar muka Ciauw In yang segera melompat
keluar dengan hati berdebar. tidak perdulikan lagi wanita itu karena pikirannya
penuh dengan dugaan yang membuat mukanya menjadi pucat dan dadanya berdebar
keras. Cemburu yang amat besar mendesak hatinya dan seperti orang kalap ia lalu
berlari masuk kembali ke dalam kamar, mengambil buntalan pakaian dan pedangnya,
lalu lari ke arah kamar Sian Kim. Ia hendak paksa
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
kawannya itu untuk meninggalkan gedung ini. Ia telah diusir oleh ibu Hwat Seng
dan nyonya tua itu telah mengeluarkan tuduhan-tuduhan yang amat keji terhadap
dirinya, terutama sekali terhadap Sian Kim!
Saking marahnya, ketika tiba di depan pintu kamar Sian Kim, ia mempergunakan
tenaga dalam untuk mendorong daun pintu hingga daun pintu itu terpentang lebar
dan palangnya copot! Ketika ia melompat masuk, hampir saja ia berteriak karena
marah dan terkejut! Ia melihat Ong Hwat Seng berada di kamar Sian Kim duduk
menghadapi arak dan daging, sedangkan gadis itu duduk pula di dekatnya. Mereka
nampak sedang makan minum dengan amat gembira dan wajah Sian kim nampak berseriseri! "Apa artinya ini?" Ciauw In membentak marah sambil mencabut pedangnya!
Kalau ada kilat menyambar ke dalam kamar pada waktu itu, belum tentu Hwat Seng
dan Sian Kim akan menjadi sekaget itu. Hwat Seng segera melompat dan sebelum ia
berkata-kata, Ciauw In sudah menerkamnya dengan tusukan pedang
Pemuda she Ong itu mengelak cepat dan mencabut pedangnya pula, lalu balas
menyerang. Akan tetapi dalam kegemasannya, Ciauw In bergerak cepat. Sebuah tendangan
membuat meja yang tadi dihadapi Hwat Seng terpental ke arah pemuda she Ong itu
hingga Hwat Seng terpaksa melompat ke pinggir. Akan tetapi Ciauw In mengejarnya
dan kembali pemuda ini menyerang dengan tusukan kilat dan ketika Hwat Seng
mencoba untuk menangkis, tiba-tiba Ciauw In merobah serangannya dengan bacokan
ke arah leher! Ong Hwat Seng menjadi terkejut sekali dan cepat miringkan tubuhnya, akan tetapi
tetap saja pundaknya terbacok hingga mendapat luka. Hwat Seng menjerit keras,
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melompat ke arah dinding sebelah kiri dan sekali ia menekan tempat rahasia,
dinding itu terbuka dan ia melompat masuk!
Ketika Ciauw In mengejar, dinding itu tertutup kembali.
Sementara itu, Sian Kim yang tadi hanya berdiri bengong dan muka pucat, segera
berseru. "Koko, jangan .....!"
Akan tetapi Ciauw In tidak mau mendengarkan cegahannya dan cepat melompat keluar
kamar untuk mencari Ong Hwat Seng, karena ia tidak akan puas sebelum membunuh
pemuda itu! Hatinya panas sekali dan matanya menjadi gelap! Cemburu yang amat besar telah
membuat ia berlaku nekad untuk membunuh Hwat Seng. Ia mengejar ke arah di mana
pemuda itu masuk ke dalam dinding rahasia dan ketika ia melihat bayangan pemuda
itu berkelebat jauh di depan, ia terus mengejar. Ternyata bahwa pemuda itu
berlari ke dalam kamar ibunya!
Ciauw In berseru dan mengejar terus dengan pedang di tangan. Ia tendang pintu
kamar nyonya tua tadi dan melihat betapa Ong Hwat Seng berlutut merangkul kaki
ibunya sambil gemetaran seluruh tubuhnya. Ciauw In mengangkat pedangnya, akan
tetapi tiba-tiba Nyonya Ong menubruk anaknya dan melindungi dengan tubuhnya.
"Sicu (tuan yang gagah), jangan kau bunuh anakku ..... jangan. .......! Kalau
mau bunuh, bunuhlah aku .... kalau anakku melakukan kesalahan, biarlah aku
ibunya yang menebus dosanya dengan nyawaku ......!"
Sikap seorang ibu yang demikian nekad melindungi puteranya, sungguhpun putera
itu adalah seorang putera durhaka, membuat Ciauw Ia tertegun dan ragu-ragu.
"Ong Hwat Seng," katanya dengan suara marah, "memandang muka ibumu, aku memberi
ampun kepadamu!" Kemudian ia membalikkan tubuh meninggalkan kamar itu.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Lie-heng, kau salah sangka ....." terdengar suara Ong Hwat Seng, akan tetapi
Ciauw ln tidak memperdulikan padanya. Ketika ia tiba di luar kamar, ia melihat
Sian Kim telah berada di situ, lengkap dengan buntalan pakaiannya. Gadis ini
biarpun berwajah pucat, akan tetapi masih nampak amat cantik jelita dan ketika
melihat Ciauw In, ia berkata singkat.
"Koko, kau terburu nafsu. Mari kita tinggalkan gedung ini dan akan kujelaskan
kelak!" Ciauw In tiba-tiba menjadi girang sekali karena tak pernah disangkanya bahwa
gadis itu akan pergi bersama dia meninggalkan gedung. Tadinya ia khawatir kalaukalau gadis itu terpikat hatinya oleh kemewahan tempat itu dan tidak mau ikut
pergi. Maka ia hanya mengangguk dan keduanya lalu melompat keluar dan pergi dari
gedung itu di waktu malam gelap.
o0o "Twako, kau benar-benar terlalu terburu nafsu dan menjadi buta karena cemburu.
Aku ..... aku tidak melakukan perbuatan apa-apa yang melanggar batas kesusilaan
dengan Ong Hwat Seng. Dia datang dan mengajakku makan-minum untuk merayakan kemenangannya bermain
dadu. Tadinya ia hendak mengajak kau, akan tetapi oleh karena kamarmu sudah tertutup
pintunya, ia takut bahwa kau sudah tidur dan akan mengganggumu. Kebetulan ketika
itu aku berada di luar kamar, maka ia mengajak aku makan-minum dan tentu saja
aku tidak dapat menolaknya untuk membikin senang hatinya. Bukankah kita sudah
berhutang budi padanya?"
"Akan tetapi ..... kau dan dia di dalam kamarmu ..... makan-minum
bersama ........" Ciauw In tidak dapat melanjutkan kata-katanya, hanya memandang wajah Sian Kim
dengan ragu-ragu. Betapapun juga, ia tak dapat membenci gadis ini, dan
kebenciannya ia tumpahkan seluruhnya kepada Hwat Seng.
Sian Kim tersenyum dan menggunakan kedua tangannya untuk memeluk Ciauw In.
"Kau terlalu cemburu, koko yang baik! Biarpun kami berada di dalam kamar, akan
tetapi kami hanya makan minum belaka. Apa salahnya itu! Apakah kau tidak percaya
kepadaku" Ah, aku tidak begitu buta dan gila untuk salah pilih, koko yang baik.
Seratus orang Hwat Seng masih belum dapat menandingi seorang Ciauw In yang
kucinta sepenuh hati dan jiwaku!"
Sambil berkata demikian, gadis itu dengan lagak yang amat memikat lalu
menyandarkan kepala dengan rambutnya yang harum di dada Siauw In.
Pemuda ini memang telah berhari-hari merasa rindu kepada kekasihnya, maka kini
melihat sikap Sian Kim, luluhlah seluruh kemarahannya dan ia lalu balas memeluk
dengan hati amat bahagia. Ia merasa seakan-akan mendapatkan kembali mustika yang
disangkanya hilang. "Nyonya tua itu ..... ibu Hwat Seng, ia membuat aku cemburu dan gelap mata!"
katanya seakan-akan mengatakan kemenyesalan dan maafnya atas perbuatannya tadi.
"Ia bilang bahwa kau dan anaknya melakukan ... hal-hal yang tidak
selayaknya ......" Sian Kim merenggutkan kepalanya dari dada Ciauw In dan sinar matanya menyatakan
bahwa ia marah sekali. Bibirnya yang manis itu cemberut.
"Nyonya gila itu ....." Koko, apakah kau lebih percaya kepada seorang nyonya
gila daripada aku, kekasihmu yang amat mencintamu" Kalau begitu, akan kubunuh nyonya itu sekarang juga!"
Gadis ini membuat gerakan seakan-akan hendak lari kembali ke gedung Ong Hwat
Seng. Melihat sikap ini, makin besar kepercayaan Ciauw In terhadap kesucian
kekasihnya, maka ia segera menubruk dan menggunakan kedua lengannya untuk
memeluk pinggang Sian Kim.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Jangan, moi-moi, tak usah kau melakukan hal itu! Thian yang menjadi saksi bahwa
aku percaya kepadamu. Maafkan perbuatanku yang bodoh tadi!"
Sian Kim dengan masih cemberut lalu mengerling tajam, marah sekali.
"Lain kali jangan kau meragukan cintaku, koko, kalau kau memang tidak percaya,
biarlah sekarang juga kita berpisah dan selamanya tak bertemu pula. Aku rela
menderita dan patah hati, asal tidak membuat kau gelap pikiran dan mengamuk
tidak karuan seperti orang gila ......"
Ciauw In merasa terharu dan memeluk lebih erat.
"Maafkan aku, moi-moi, aku memang bersalah. Biarlah lain kali aku minta maaf
kepada Hwat Seng." Akan tetapi di dalam batinnya Ciauw In maklum bahwa berapapun juga, kebenciannya
terhadap Hwat Seng takkan dapat lenyap.
Tentu saja Ciauw In tak pernah mengira bahwa memang sesungguhnya, semenjak
tinggal di gedung keluarga Ong, Sian Kim mengadakan hubungan gelap dengan Ong
Hwat Seng! Nona ini karena menjadi penasaran dan jengkel melihat sikap Ciauw In
yang bersopan-sopan selalu itu, kini bertemu dengan seorang pemuda yang selain
tampan dan kaya raya, juga yang memiliki sifat sama dengan dia sendiri, maka
tentu saja mereka merupakan pasangan yang amat cocok. Di dalam kamar Sian Kim
terdapat sebuah pintu rahasia dan melalui pintu inilah Hwat Seng mengadakan
pertemuan dengan Sian Kim.
Setelah Sian Kim dan Ciauw In meninggalkan rumahnya, Hwat Seng merasa amat marah
dan sakit hati. Ia benci sekali kepada Ciauw In yang selain memutuskan
hubungannya dengan Sian Kim, juga menghinanya dan melukai pundaknya. Ia
bersumpah untuk membalas dendam, maka pada keesokan harinya, cepat ia menyebar
orang-orangnya untuk memberitahukan kepada para petugas pemerintah yang sedang
mencari-cari kedua orang itu dan juga kepada para jago kang-ouw yang merasa
marah mendengar betapa Hek-lian-niocu dan Hoa-san Taihiap telah membunuh orang
baik-baik dan membuat kekacauan besar.
Terbunuhnya Hopak Sam-eng beserta putera mereka, dan terbunuhnya Hui Kok Losu,
Lu-cin-tong Ma Sian dan banyak anggauta perkumpulan Kim-houw-bun, membuat orangorang gagah merasa heran dan juga marah sekali terhadap Hoa-san Taihiap.
Sebentar saja menjadi buah bibir kalangan kang-ouw bahwa Hoa-san Taihiap menjadi
jahat karena pengaruh Hek Lian Niocu yang sudah terkenal jahat dan menjadi
pemimpin dari perkumpulan Hek-lian-pang yang juga bernama busuk itu.
Maka ketika Ong Hwat Seng, jago muda Bu-tong-pai, memberi kabar bahwa kedua
orang muda yang dicari-cari itu telah mendatangi rumahnya, merampok dan melukai
pundaknya, mereka segera memburu dan mengadakan pengejaran. Dalam kemarahan dan
dendamnya, Ong Hwat Seng melakukan usaha yang amat luas. Ia bahkan memberi kabar
kepada Ho Sim Siansu, tokoh Hoa-san-pai atau guru dari Ciauw In. Ia memberi
surat yang membuka semua kejahatan Ciauw In bersama Sian Kim!
Setelah meninggalkan rumah gedung Ong Hwat Seng dan mengalami peristiwa itu,
hati Ciauw In tidak berubah terhadap Sian Kim, bahkan makin besar rasa cinta
kasihnya dan ia makin tergila-gila. Apalagi sekarang Sian Kim berusaha sekuat
tenaga untuk menarik hati pemuda itu dengan lagak yang amat menggiurkan hati.
Namun, betapapun juga, ia tidak dapat meruntuhkan keteguhan iman Ciauw In dan
pemuda itu masih dapat mempertahankan diri dan tidak melakukan pelanggaran yang
melampaui batas-batas kesusilaan.
Sementara itu, di dalam tubuh Ciauw In telah mengalir racun kembang yang berasal
dari saputangan hijau pemberian kekasihnya dulu. Racun ini memang berjalan
lambat sekali, dan dalam waktu kira-kira satu bulan barulah orang yang terkena
racun ini akan menjadi kurban yang
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
takkan dapat tertolong jiwanya lagi. Dengan muslihat yang cerdik dan licin, Sian
Kim mengganti pula saputangannya dan memberi Ciauw In saputangan yang baru dan
yang lebih harum baunya karena mengandung racun lebih banyak. Ciauw In yang
tidak menduga sesuatu menganggap pemberian saputangan-saputangan ini sebagai
tanda cinta yang lebih besar dari gadis itu!
Tiga hari kemudian, bertemulah mereka dengan orang-orang kang-ouw pertama yang
berusaha mencari mereka. Orang-orang ini bukan lain ialah Bong Hin, anak murid
pertama darl Kun-lun-pai yang dulu ikut pula berpibu (mengadu kepandaian) di
puncak Kui-san dan pemuda yang gagah perkasa ini dikawani oleh Gui Im Tojin,
tokoh nomor tiga dari Kun-lun-pai! Gui Im Tojin, adalah susiok (paman guru) dari
Bong Hin dan ilmu kepandaiannya tinggi serta namanya telah tersohor sebagai
seorang pendekar tingkat tua.
Gui Im Tojin dan Bong Hin kebetulan berada di dekat tempat itu ketika mereka
mendengar berita yang ditebar oleh Ong Hwat Seng bahwa Hoa-san Taihiap dan Heklian Niocu berada di sekitar Ouwciu dan kebetulan sekali ketika mereka melihat
Ciauw In duduk di bawah sebatang pohon siong dan Sian Kim dengan gaya yang manja
sekali sedang berbaring di atas rumput dengan kepala berbantal paha pemuda itu!
Ciauw In dengan mesra sekali membelai rambut kekasihnya yang hitam, panjang, dan
berbau harum. Pemuda ini merasa amat berbahagia dan lupalah sudah ia akan segala
peristiwa yang dialaminya bersama Sian Kim hingga membuat ia menanam bibit
permusuhan dengan banyak orang gagah dan menimbulkan rasa benci kepada seluruh
orang-orang kang-ouw. Ciauw In membelai rambut kekasihnya sambil mencium-cium saputangan hijau. Ia
seka?rang tak dapat terpisah dari saputangan itu karena seringkali ia merasa
tubuhnya lemas kalau tidak mencium keharuman kembang yang menempel pada
saputangan itu. Kalau ia sudah mencium saputangan itu sambil memandang wajah
Sian Kim, ia merasa betapa keharuman itu seakan-akan menjalar di seluruh
tubuhnya dan membuatnva merasa segar!
Memang, racun kembang itu mempunyai pengaruh yang hampir sama dengan racun
madat, dan yang membuat orang menjadi ketagihan. Hanya bedanya, kalau madat
hanya merusak kesehatan dan membuat tubuh orang menjadi kurus kering, sebaliknya
racun kembang ini membuat orang merasa segar dan sehat, akan tetapi diam-diam
paru-paru mereka terkena racun yang dapat merenggut jiwa tanpa disadari dalam
waktu sebulan! "Koko yang manis, kau tahu bahwa aku mempanyai banyak sekali musuh. Agaknya
semua orang sengaja hendak memusuhi aku. Ah, sungguh malang nasibku ...."
terdengar Sian Kim berkata perlahan sambil menarik napas panjang.
"Jangan bersedih, kekasihku. Betapapun juga, masih ada aku yang mencintamu dan
hendak membelamu." "Hanya itulah pegangan hidupku, koko. Akan tetapi ada satu hal yang selalu tak
dapat kukatakan padamu karena aku kuatir kalau-kalau kaupun akan memusuhiku
setelah mendengar itu."
"Apakah hal itu, moi-moi" Katakanlah, kau tahu betul bahwa aku takkan merasa
benci kepadamu, apapun yang telah dan akan terjadi."
"Sebetulnya, akupun dimusuhi oleh golonganmu, dan bahkan .... tanpa kausadari,
akupun.. ..... menjadi musuhmu pula!"
Ciauw In terkejut dan memandang wajah yang didongakkan dari bawah memandang
kepadanya itu. "Moi-moi, apakah maksudmu?"
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Kembali Sian Kim ragu-ragu. Biarpun ia sudah merasa pasti bahwa kini Ciauw In
telah berada dalam genggaman tangannya, akan tetapi ia masih berkuatir kalaukalau pemuda ini akan berubah pikirannya apabila ia membuka rahasianya. Maka ia
lalu bangkit duduk dan berkata.
"Koko, kau peluklah aku, karena aku tidak berani membuka rahasia ini tanpa
merasa bahwa kau betul-betul takkan menggangguku!"
Ciauw In tersenyum dan merangkul pundaknya.
"Katakanlah adikku yang manis."
"Lie-twako, ketahuilah bahwa dulu aku pernah menjadi ketua dari perkumpulan."
"Kau sudah memberitahukan hal itu kepadaku dulu."
"Benar, akan tetapi kau tidak tahu perkumpulan apakah itu. Aku adalah pangcu
(ketua) dari Hek-lian-pang yang dulu kau obrak-abrik bersama kedua adik
seperguruanmu!" Kali ini Ciauw In benar-benar terkejut kedua tangannya yang merangkul pundak
Sian Kim gemetar. "Jadi kau ..... kau adalah anak ......"
"Ya, Gu Mo Ong yang dibinasakan oleh sumoimu itu adalah ayahku sendiri, walaupun
..... hanya ayah angkat saja!" Sian Kim membohong.
Keduanya berdiam, dan tangan Ciauw In turun dari pundak Sian Kim. Gadis itu
memandang dengan hati penuh kekuatiran, dan untuk beberapa lama mereka saling
pandang. Akan tetapi, akhirnya Ciauw In kalah. Cintanya terhadap Sian Kim sudah
terlalu mendalam hingga tak mungkin baginya untuk merobah perasaannya itu.
"Bagaimana, twako" Apakah sekarang kau membenciku" Kalau kau membenci dan hendak
membunuh, silakan, koko. Kau cabutlah pedangmu dan tusuk dadaku. Aku takkan
melawan dan aku rela mati di dalam tanganmu."
Ciauw In diam saja, kemudian dengan napas sesak ia berkata,
"Sungguh tak kusangka sama sekali, moi-moi. Gu Ma Ong begitu jahat dan .....
karenanya aku membantu sumoiku untuk membunuhnya dan memukul hancur
perkumpulannya." 5.2. Keprihatinan Seorang Guru
Sian Kim menarik napas lega. la maklum bahwa pemuda ini takkan berubah
pendiriannya terhadap dirinya, maka ia berkata,
"Karena mereka jahat maka aku meninggalkan perkumpulan itu. Harus kau ketahui
bahwa setelah tamat belajar silat, baru aku kembali ke kota kelahiranku dan
seperti telah kuceritakan dulu, ayahku tewas dalam tangan Hopak Sam-eng.
Kemudian aku pergi ke Kiang-sin-ok untuk membalas dendam, akan tetapi aku
dikalahkan dan di kota Ban-hong-cun aku bertemu dengan Gu Ma Ong dan
perkumpulannya Hek-lian-pang. Mereka hendak menggangguku, akan tetapi aku dapat
mengalahkannya, hingga aku diangkat sebagai ketua dan Gu Ma Ong sendiri
mengangkat aku sebagai anak angkatnya. Akan tetapi, setelah kulihat bahwa
perkumpulan itu kurang baik, aku lalu meninggalkan mereka dan datanglah kau dan
kedua adik seperguruanmu yang membasmi mereka!"
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Untuk beberapa lama Ciauw In tak dapat mengeluarkan kata-kata. Hatinya menjadi
bingurg sekali. "Kalau begitu ..... kau ... kau menaruh dendam kepada sumoi dan suteku dan juga
kepadaku yang telah menewaskan ayah angkatmu dan menghancurkan perkumpulanmu?"
Sian Kim menjandarkan kepalanya pada dada Ciauw In dengan gaya memikat.
"Koko, bagaimana kau bisa berkata demikian" Kalau aku menaruh dendam kepadamu,
mungkinkah aku bisa mencintamu" Tidak, aku tidak dendam kepadamu!"
"Dan juga tidak kepada sumoi dan suteku?"
Sampai lama Sian Kim tak dapat menjawab.
"Hal ini terus terang saja tak dapat kuputuskan sekarang. Kau tahu bahwa ayah
angkatku itu amat baik terhadapku sehingga aku telah berhutang budi kepadanya.
Kini ia dibunuh oleh sumoimu, maka ...... bagaimanakah aku harus bersikap
kepadanya" Ah, koko, hal ini jangan kita sebut-sebut dulu dan kalau saja sumoi
dan sutemu mau berlaku manis terhadapku, mungkin aku akan dapat melupakan urusan
itu, oleh karena mereka itu adalah saudara-saudaramu, koko."
Ciauw In menarik napas. "Mudah-mudahan kau dan mereka tidak akan bermusuhan. Kau maafkanlah mereka, moimoi." Pada saat Bong Hin dan Gui Im Tojin telah datang dekat dan Bong Hin segera
membentak. "Orang-orang tak tahu malu! Kalian telah bertemu dengan kami, hendak menyerah
baik-baik atau harus dirobohkan dengan senjata?"
Ciauw In dan Sian Kim melompat bangun dan melihat mereka berdua, Ciauw In
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terkejut sekali. "Saudara Bong Hin!" ia berseru karena pernah bertanding kepandaian dengan jago
muda dari Kun-lun-pai itu. "Apakah maksud kata-katamu?"
Bong Hin tersenyum sindir.
"Tak kusangka bahwa Hoa-san Taihiap hanyalah seorang pemuda hidung belang yang
lemah! Kau masih hendak bertanya lagi" Kau dan perempuan tak tahu malu ini telah
membunuh banyak orang gagah tanpa alasan-alasan kuat, bahkan kalian telah berani
membunuh Hui Kok Losu dan Ma Sian Lo-enghiong. Lalu melarikan diri dan
mengganggu gedung Ong Hwat Seng. Sungguh tak kusangka sama sekali."
Sian Kim melangkah maju dan menuding dengan pedangnya yang tadi telah dicabut
ketika melihat kedatangan mereka.
"Orang sombong! Kau mengandalkan apamu maka berani membuka mulut secara
sembarangan saja?" Sedangkan Ciauw In juga menjawab,
"Saudara Bong Hin, aku sebagai seorang yang menjunjung tinggi kegagahan,
membantu Gu-siocia membasmi orang-orang jahat, apa kau mencela?"
"Hm, bagus! Kalian telah membunuh ketua Kim-houw-bun dan juga Lui-cin-tong
berani menyatakan membasmi orang-orang jahat!"
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Orang Kun-lun-pai!" Sian Kim membentak. "Urusanku dengan Kim-houw-bun adalah
urusan pribadi dan mereka itu mampus dalam sebuah pibu! Sudah layak seorang
terluka atau mati dalam pertandingan silat, apa perlunya kau datang membuat
ribut?" Kini Gui Im Tojin, tosu (Pendeta To) yang tenang sikapnya itu berkata,
"Hek-lian-niocu, memang sudah jamak orang terbunuh dalam sebuah pibu, akan
tetapi kalian berdua telah menjatuhkan tangan kejam kepada orang-orang lain.
Banyak anak buah Kim-houw-bun kau bunuh secara kejam. Apakah inipun termasuk
pibu?" "Kami mempunyai permusuhan pribadi, apa hubungannya dengan kamu orang-orang Kunlun-pai?" "Tidak hanya kami, akan tetapi semua orang gagah mencela kejahatan kalian
berdua, terutama kau sebagai ketua Hek-lian-pang yang terkenal jahat. Maka kami
sengaja turun gunung membantu pemerintah untuk menangkap kalian. Menyerahlah
dengan baik-baik kalau kalian tidak mau merasakan kelihaian kami dari Kun-lunpai!" kata Bong Hin yang biarpun telah merasai kelihaian Ciauw In, akan tetapi
dengan adanya paman gurunya, ia tidak merasa takut.
"Bangsat hina dina! Kaukira aku takut padamu," Sian Kim berseru dan menerkam
dengan pedangnya yang segera ditangkis oleh pedang Bong Hin.
Ciauw In tadinya ingin berdamai dengan orang-orang Kun-lun-pai itu, akan tetapi
melihat betapa pertempuran telah terjadi, terpaksa iapun mencabut pedang untuk
menjaga diri. "Siancai, siancai, sungguh sayang Hoa-san Taihiap harus menderita kesesatan
sedemikian jauh!" kata Gui lm Tojin sambil mengeluarkan tongkatnya yang
berkepala naga. Inilah Liong-thouw-koai-tung atau Tongkat Iblis Kepala Naga yang
membuat namanya tersohor untuk puluhan tahun lamanya.
"Sekali lagi, kau menyerahlah saja, anak muda!" katanya sambil menggerakkan
tongkatnya. Akan tetapi Ciauw In tidak mau banyak bicara lagi dan segera maju sambil memutar
pedangnya. Pertempuran segera terjadi dengan hebatnya, terpecah menjadi dua
rombongan, yakni Sian Kim melawan Bong Hin, sedangkan Ciauw In menghadapi Gui Im
Tojin yang lihai. Pertempuran antara Sian Kim dan Bong Hin berjalan luar biasa seru dan sengitnya
oleh karena keduanya memang menggerakkan senjata dengan maksud membunuh. Bong
Hin benci kepada Sian Kim setelah didengarnya tentang riwayat yang kotor dari
gadis baju hitam ini, maka senjatanya bergerak mengarah bagian yang mematikan
sedangkan Sian Kim memang memiliki ilmu pedang yang ganas dan setiap serangan
mengandung hawa maut bagi lawannya.
Ilmu kepandaian Bong Hin telah terbukti kelihaiannya ketika ia maju ke panggung
luitai (panggung adu silat) menghadapi lawan-lawannya hingga akhirnya ia
dikalahkan oleh Ciauw In dengan susah payah. Kalau saja ia bertanding melawan
Sian Kim dengan tangan kosong, agaknya akan amat sukarlah bagi Sian Kim untuk
mendapatkan kemenangan. Akan tetapi kini mereka bertempur dengan pedang dan
biarpun Bong Hin sebagai murid kepala telah mewarisi ilmu pedang Kun-lun Kiamhwat yang lihai, namun menghadapi ilmu pedang Sian Kim yang amat ganas dan hebat
itu, akhirnya ia terdesak juga!
Sian Kim tidak mau memberi hati kepada lawannya dan pada suatu saat ia menyerang
dengan gerak tipu Coan-jiu-cion-kiam (Lonjorkan Tangan Sembunyikan Pedang) yakni
serangan yang tadinya dilakukan dengan pukulan tangan kanan dengan pedang
tersembunyi di bawah lengan, akan tetapi tiba-tiba dengan gerakan jari yang amat
cepat dan kuat, pedang itu meluncur keluar dari tempat persembunyian dan tidak
manyerang ke arah dada yang dipukul tangan, akan tetapi dengan tak tersangkasangka meluncur ke bawah menusuk pusar!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Bong Hin terkejut sekali melihat datangnya serangan yang ganas ini, dan karena
kedua tangannya telah berada di atas dalam usaha menangkis pukulan tadi, maka
tubuh bagian bawah menjadi kosong dan ia tidak sempat menangkis lagi. Hanya
dengan gerakan Yo-cu-hoan-sin (Burung Elang Memutar Badan) barulah ia dapat
menghindarkan serangan pedang. Tubuhnya berjungkir balik cepat sekali ke
belakang dan ia cepat memasang kuda-kuda lagi untuk menghadapi lawannya yang
amat lihai itu. Kini ia bertempur dengan amat hati-hati dan biarpun ia terus
didesak, akan tetapi untuk sementara waktu ia dapat menjaga dirinya dengan baik
sambil mengharapkan untuk segera mendapat bantuan dari susioknya.
Akan tetapi, pertempuran yang terjadi antara Gui Im Tojin dan Ciauw In juga
berjalan dengan amat serunya hingga pendeta itu tidak mempunyai ketika
sedikitpun juga untuk membantu murid keponakannya yang terdesak hebat. Tadinya
ia dan Ciauw In hanya bertempur dengan maksud mengalahkan lawan saja tanpa
maksud membunuh, akan tetapi setelah bertempur puluhan jurus, mereka maklum
bahwa ilmu kepandaian mereka seimbang hingga tak mungkin akan mendapat
kemenangan tanpa mengeluarkan serangan-serangan yang paling lihai dan berbahava.
Kini mereka bertempur dengan sungguh-sungguh, sedikitpun tidak mau mengalah
lagi. Karena merasa penasaran tidak dapat mengalahkan Hoa-san Taihiap yang biarpun
berilmu tinggi akan tetapi setidaknya mempunyai tingkat yang lebih rendah dari
padanya. Gui Im Tojin merasa malu kalau tidak dapat mengalahkan Ciauw In, maka
ia lalu berseru keras dan tongkatnya berputar-putar mengeluarkan angin keras. Ia
mengeluarkan ilmu silat Hok-thian-hok-te (Membalikkan Langit dan Bumi) yakni
semacam ilmu pukulan yang menjadi kepandaian khusus dari ilmu tongkatnya dan
yang hanya dimengerti dan dipelajari oleh tokoh-tokoh Kun-lun-pai tingkat atas
saja. Ciauw In merasa kagum dan terkejut melihat perubahan serangan ini dan ia segera
terdesak mundur. Baiknya Hoa-san Kiam-hoat memang mempunyai gerakan yang cepat
dan bagian pertahanannya amat kokoh kuat, maka ia dapat menjaga diri sungguhpun
serangan lawan yang mainkan Hok-thian-hok-te ini membuat ia sukar untuk mengirim
serangan balasan. Kalau tadi yang digunakan oleh Gui Im Tojin untuk menyerang
hanya ujung tongkatnya saja, sedangkan bagian gagang yang berkepala naga hanya
untuk menangkis, adalah kini pendeta itu memutar-mutar tongkatnya sedemikian
rupa sehingga kedua ujung tongkat terputar dan bergantian melancarkan serangan
kilat yang dilakukan dengan dorongan tenaga lweekang sepenuhnya hingga tiap kali
ujung tongkat menyapu dekat tanah, debu mengebul ke atas karena sambaran angin
tongkat! Ciauw In mempertahankan diri sedapat mungkin, akan tetapi tiba-tiba ia merasa
tubuhnya amat lemas dan lemah dan timbul keinginan keras untuk mencium keharuman
yang timbul dari saputangannya! Keinginan ini datangnya demikian tiba-tiba dan
hebat dan yang membuat seluruh tubuh terasa lemas dan semangat bertempur menjadi
berkurang! Akan tetapi lawannya yang tangguh itu tidak memberi kesempatan
padanya untuk mengeluarkan saputangan hijau dan menciumnya!
Sementara itu, Sian Kim sudah dapat mendesak Bong Hin kesatu sudut di mana
tumbuh banyak pohon. Dengan serangan yang ganas dan cepat, ia membuat pemuda itu
kini hanya kuat menggerakkan pedang menangkis saja dan karena ia merasa sibuk
sekali, gerakan kakinya tidak tetap. Tiba-tiba ia berseru keras karena kakinya
ketika bergerak mundur itu tersandung sebuah akar pohon yang melintang di
belakangnya. Pada saat itu pedang Sian Kim menyambar ke arah leher, maka terpaksa ia
mendorong tubuh ke belakang hingga tak dapat dicegah lagi, karena kedua kakinya
terganjal akar, ia roboh terguling ke belakang. Sebelum ia sempat melompat
bangun, Sian Kim telah menerkam dengan pedangnya dan "cepp!" pedang itu menembus
ulu hati Bong Hin yang tewas pada saat itu juga!
Setelah berhasil menewaskan Bong Hin, Sian Kim dengan mata beringas lalu
berbalik dan melihat betapa Ciauw In didesak hebat dan agaknya pemuda itu
menjadi bingung sekali, ia lalu berseru keras.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Jangan kuatir, koko! Aku akan membantumu membikin mampus tosu siluman ini!"
Ia lalu menerjang Gui Im Tojin sehingsa Ciauw In mendapat ketika untuk mencabut
saputangan hijaunya dan menciuminya berulang-ulang! Aneh, tubuhrya yang lemah
tadi tiba-tiba menjadi segar kembali dan kegembiraan serta semangatnya timbul.
Ia maju lagi dan sebentar saja keadaan menjadi terbalik. Kini Gui Im Tojin yang
terdesak hebat oleh kedua orang muda yang memiliki ilmu pedang luar biasa itu!
Sian Kim ketika melihat keadaan Ciauw In, diam-diam merasa terkejut sekali.
Tanda-tanda yang diperlihatkan oleh pemuda tadi menunjukkan bahwa racun yang
keluar dari saputangannya itu telah mulai menyerang jantung dan paru-paru Ciauw
In! Akan tetapi, ia tidak sempat memikirkan hal ini oleh karena perhatiannya
harus dikerahkan untuk mendesak tosu yang benar-benar tangguh itu. Keroyokan
Ciauw In dan Sian Kim benar-benar tak boleh dipandang ringan dan kalau saja yang
dikeroyok bukan Gui Im Tojin, tokoh Kun-lun-pai yang besar, jarang ada orang
dapat menghadapi mereka sampai demikian lama!
Akan tetapi, setelah bertahan selama lima puluh jurus, perlahan-lahan pendeta
tua ini merasa lelah juga dan terdesak makin hebat. Pada saat Ciauw In
menyerangnya dengan gerak tipu Angin Taufan Meniup Rumput dan pedang itu
membabat dengan cepatnya dan berkali-kali ke arah kaki pendeta itu, Sian Kim
membarengi dengan gerak tipu Elang Sakti Menyambar Ular, yakni serangan yang
dilakukan dengan lompatan tinggi dan pedangnya menyambar-nyambar arah kepala Gui
Im Tojin. Diserang sekaligus dari atas dan bawah oleh pedang yang gerakannya demikian
cepatnya, Gui Im Tojin merasa sibuk juga. Ia dapat menggunakan tongkatnya untuk
memukul pedang Ciauw In sekerasnya hingga pedang pemuda itu terlepas dari
pegangan, akan tetapi pedang Sian Kim berhasil membacok lehernya sampai hampir
putus! Gui Im Tojin, tokoh Kun-lun-pai yang ternama itu roboh tanpa dapat
berteriak lagi dan tewas pada saat itu juga.
Akan tetapi, berbareng dengan robohnya Gui Im Tojin, Ciauw In yang pedangnya
telah terpental, juga terhuyung-huyung ke belakang dan segera ia mencabut
saputangan hijau dan didekapnya di muka hidung lalu disedotnya keras-keras
seakan-akan seorang yang tadinya tenggelam ke dalam air mendapat hawa udara
baru! Kesehatannya kembali pula dan ia memungut pedangnya.
Sian Kim menghampiri Ciauw In dan melihat betapa pucat wajah pemuda itu, tibatiba gadis ini merasa terharu dan amat berduka! Entah dari mana timbulnya
perasaan ini, akan tetapi dia yang tadinya sengaja hendak meracun pemuda itu,
dengan girang melihat betapa Ciauw In masuk ke dalam perangkapnya, akan tetapi
sekarang setelah berkali-kali pemuda itu membelanya dan melihat betapa racun
saputangan itu mulai bekerja, tiba-tiba ia merasa tidak tega, kasihan, dan takut
ditinggal mati oleh Ciauw In! Ia menubruk Ciauw In, merangkulnya sambil menangis
terisak! Ciauw In memandang dengan mata terbelalak heran.
"Moi-moi, kau kenapakah" Apakah kau terluka?"
Akan tetapi Sian Kim tidak menjawab, hanya menggelengkan kepala dan tetap
menangis di pundak pemuda itu.
"Moi-moi, jangan kau kuatir," kata Ciauw In yang menyangka bahwa gadis itu
merasa kuatir dimusuhi sekian banyak orang gagah, "selama aku masih hidup, aku
takkan membiarkan siapapun juga menghinamu!"
Mendengar ucapan ini, bagaikan diiris-iris jantung Sian Kim rasanya. Ia menjadi
makin sedih dan didekapnya dada pemuda itu sambil mengeluh.
"Koko ....... koko .........."
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Ciauw In menggandeng tangan Sian Kim, diajak pergi dari tempat itu, meninggalkan
mayat kedua orang tokoh Kun-lun-pai yang tewas dalam tangan mereka itu.
o0o Kita lihat keadaan Bwee Hiang dan Ong Su, kedua adik seperguruan Ciauw In yang
kembali ke Hoa-san untuk melaporkan hasil pertemuan besar di Kui-san itu kepada
Ho Sim Siansu, guru mereka.
Bwee Hiang di sepanjang jalan nampak bermuram durja, tanda dari kemurungan
hatinya yang benar-benar merasa sedih melihat keadaan Ciauw In, suheng yang ia
cinta itu. Atas permintaan Bwee Hiang, keduanya berhenti dulu di Ban-hong-cun,
tempat di mana dulu mereka berdua bersama Ciauw In mengobrak-abrik sarang Heklian-pang. Bwee Hiang masih merasa penasaran dan hendak mencari keterangan
kalau-kalau ketua Hek-lian-pang yang baru sudah berada di situ untuk sekalian
dibasmi. Mencabut pohon busuk harus dengan semua akar-akarnya, demikian
pendiriannya. Dan di kota ini mereka berdua mendengar sesuatu yang membuat keduanya saling
pandang dengan muka pucat. Ternyata dari penuturan penduduk kota Ban-hong-cun
yang amat berterima kasih kepada mereka, bahwa yang menjadi ketua baru atau anak
mendiang Gu Ma Ong yang mereka tewaskan, bukan lain adalah Gu Sian Kim!
"Celaka! Kalau begitu siluman perempuan itu tentu tidak bermaksud baik terhadap
suheng!" kata Bwee Hiang dengan muka pucat.
"Kita harus susul mereka!" kota Ong Su yang merasa amat kuatir akan nasib
suhengnya. Akan tetapi Bwee Hiang membantahnya.
"Tak perlu! Kalau memang Sian Kim berniat buruk, mengapa kepada twa-suheng"
seharusnya ia membalas kepadaku! Lagipula, sudah terbukti bahwa kepandaian
suheng lebih tinggi daripadanya, maka ia akan dapat berbuat apakah?" Lebih baik
memberi laporan kepada suhu lebih dulu, baru kita minta pendapat suhu tentang
hal ini." Sesungguhnya Bwee Hiang merasa demikian kecewa hingga ia hendak membiarkan dulu
Ciauw In kecele, yakni menjatuhkan cintanya kepada seorang gadis yang ternyata
adalah seorang penjahat perempuan yang kejam dan ganas!
Mereka melakukan perjalanan dengan cepat tanpa mampir dulu di lain tempat dan
ketika mereka telah tiba di puncak Hoa-san dan menceritakan semua pengalaman
mereka kepada Ho Sim Siansu, orang tua ini mengangguk-angguk senang, mendengar
betapa Ciauw In berhasil menjunjung tinggi nama Hoa-san-pai.
"Dan mengapa ia tidak ikut pulang ke sini?" tanyanya.
Bwee Hiang dengan bernafsu lalu menuturkan tentang munculnya Sian Kim dan
setelah Ho Sim Siansu mendengar bahwa Sian Kim adalan Hek-lian-pangcu yang jahat
dan menjadi musuh besar Bwee Hiang berkerutlah jidat orang tua itu.
"Ciauw In adalah seorang laki-laki yang memiliki kekerasan hati, dan sekali ia
menjatuhkan cintanya, sukarlah untuk mencabutnya kembali. Aku kuatir.... benarbenar aku kuatir ...... Akan tetapi, dia adalah seorang laki-laki yang sudah
dewasa dan segala perbuatannya harus ia pertanggung-jawabkan sendiri. Kalian tak
perlu mencari dia dan biarlah dia insaf sendiri. Sekarang lebih baik kalian
pulang ke tempat tinggal orang tuamu dan biar aku yang menanti kembalinya Ciauw
In." KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Kemudian, sambil memandang kepada Bwee Hiang dengan sinar mata tajam, ia
berkata, "Bwee Hiang, selanjutnya tentang keadaanmu, kau harus menurut segala petunjuk
orang tuamu dan jangan membawa kehendak sendiri. Kau masih muda dan orang-orang
muda selalu berpemandangan sempit dan mudah terjerumus."
Kedua orang murid itu lalu mengundurkan diri dan pada keesokan harinya setelah
beristirahat, mereka lalu kembali ke rumah orang tua masing-masing. Ong Su
kembali ke dusun Kee-cin-bun dan membantu pekerjaan orang tuanya bertani,
sedangkan Bwee Hiang menuju ke kota Kang-sin untuk tinggal bersama ibunya, yakni
nyonya Gak Seng yang sudah menjadi janda.
Beberapa hari setibanya Ong Su di dusun orang tuanya, kedua orang tuanya itu
kembali mendesak kepada puteranya tentang perjodohan yang mereka rencanakan
dengan Bwee Hiang, gadis cantik dan gagah yang mereka suka. Ong Su merasa serba
salah, untuk menyetujui ke hendak orang tuanya, ia kuatir kalau-kalau
pinangannya ditolak karena ia maklum bahwa sumoinya itu sebetulnya mencinta twasuhengnya. Akan tetapi untuk menolak kehendak orang tuanya, iapun tidak tega dan
tidak berani. Akhirnya, ayah ibunya berhasil membujuknya untuk bersama-sama pergi ke kota
Kang-sin untuk mengunjungi Bwee Hiang dan ibunya, serta untuk membicarakan
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentang perjodohan itu atau ringkasnya mengajukan pinangan. Dengan adanya
perlindungan Ong Su yang gagah perkasa, perjalanan mereka tidak mendapat
gangguan sesuatu dan mereka tiba di kota Kang-sin dengan selamat.
Kedatangan mereka ini tentu saja mendapat sambutan hangat dari Bwee Hiang dan
ibunya, akan tetapi Ong Su mendapat warta yang benar-benar mengagetkan hatinya.
Ketika ia tiba di situ, ia melihat bahwa suhunya telah berada di situ pula! Dan
ia merasa amat terkejut ketika mendengar dari suhunya yang menerima surat
laporan dari Ong Hwat Seng tentang kesesatan suhengnya, yakni tentang segala
perbuatan Ciauw In dan Sian Kim yang telah menewaskan banyak orang gagah,
semata-mata untuk menuruti kehendak wanita jahat itu!
Sementara itu, Ho Sim Siansu yang mendengar tentang maksud pinangan dari orang
tua Ong Su kepada Bwee Hiang, sambil tersenyum berkata,
"Kalau kedua fihak setuju, aku sendiri akan merasa gembira melihat kedua orang
muridku ini terangkap jodoh!
Bwee Hiang yang ditanya pendapatnya, menundukkan mukanya dan ia tak dapat
menahan mengalirnya air matanya karena teringat kepada Ciauw In yang sekarang
telah masuk dalam perangkap siluman wanita Gu Sian Kim itu. Dengan gemas ia lalu
berkata perlahan. "Aku tak dapat memutuskan tentang perjodohan sebelum dapat mencari dan membunuh
wanita iblis Gu Sian Kim itu!"
Ho Sim Siansu yang waspada maklum bahwa muridnya ini mencinta Ciauw In, maka ia
lalu berkata. "Bwee Hiang dan kau Ong Su. Kedatanganku ini sebenarnyapun hendak memberi tugas
kepada kalian berdua. Sekarang telah tiba waktunya bagi kalian untuk menyusul
dan mencari Ciauw In, dan memanggil dia untuk datang ke Hoa-san. Kukira ia akan
suka mendengar kalian mengingat hubungan persaudaraan. Kalau kalian tak berhasil
memanggilnya, terpaksa aku sendiri akan mencarinya dan turun tangan!"
Setelah berkata demikian dengan suara sedih, kakek sakti itu lalu berpamit dan
kembali ke Hoa-san. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Maka diputuskanlah kepada kedua orang tua Ong Su untuk menunda urusan perjodohan
itu untuk sementara waktu dan kedua orang muda itu segera berangkat mencari
Ciauw In untuk memenuhl pesan suhu mereka. Kedua orang tua Ong Su menanti
kembalinya putera mereka itu di rumah ibu Bwee Hiang.
Menurut petunjuk Ho Sim Siansu, Ong Su dan Bwee Hiang menuju ke Ouwciu dalam
usaha mereka mencari Ciauw In. Hati mereka makin menjadi gelisah lagi ketika
mendengar berita terakhir betapa Clauw In telah menambah kesesatannya dengan
membunuh Gui lm Tojin dan Bong Hin, dua tokoh Kun-lun-pai itu sehingga kini
tokoh-tokoh Kun-lun-pai turun gunung untuk membalas sakit hati! Mereka berdua,
terutama Bwee Hiang, ingin sekali bertemu dengan suheng mereka dan ingin sekali
memberi hajaran kepada Sian Kim, ketua Hek-lian-pang yang agaknya telah membuat
Ciauw In menjadi tergila-gila.
Mereka bertemu dengan orang-orang kang-ouw yang menceritakan riwayat kotor dari
Gu Sian Kim hingga makin benci dan gemaslah hati Bwee Hiang.
"Ong-suheng, ternyata apa-apa yang kukuatirkan dulu terbukti. Perempuan rendah
itu ternyata bukanlah perempuan baik-baik seperti yang kusangka dulu."
Ong Su menarik napas panjang.
"Kasihan twa-suheng, kalau saja kami laki-laki mempunyai perasaan tajam seperti
perempuan ....." Mereka melanjutkan perjalanan, mencari jejak Ciauw In dan Sian Kim.
o0o 5.3. Dia Pemuda Mulia .... Saya Yang Jahat (Tamat)
Sian Kim merasa menyesal benar-benar ketika kini racun telah mulai mempengaruhi
paru-paru dan jantung Ciauw In yang menyebabkan pemuda itu harus seringkali
menyedot saputangannya. Pemuda ini sendiri merasa heran dan tidak mengerti mengapa seringkali ia
terserang di bagian dadanya oleh perasaan yang membuatnya lemas dan lemah baik
tubuh maupun semangatnya dan baru merasa segar kembali mencium bau harum kembang
dari saputangan Sian Kim itu.
Telah dua puluh hari lebih ia terserang racun yang hebat ini tanpa menyadarinya
dan nyawanya hanya tinggal beberapa hari saja dapat bertahan. Akan tetapi hal
ini ia tidak tahu, dan Sian Kim yang tahu dengan baik merasa tersiksa hatinya.
Tanpa disengaja dan disadarinya, gadis ini ternyata telah mencintanya dengan
sungguh-sungguh bukan cinta berdasarkan nafsu busuknya!
Pemuda ini amat jauh bedanya dengan semua pemuda yang mencintanya, karena cinta
pemuda ini kepadanya bukan berdasarkan nafsu, akan tetapi benar-benar cinta
murni yang membuat pemuda itu rela berkurban nyawa untuknya. Dan ia menjadi
terharu dan bersedih. Ia telah banyak ditolong oleh Ciauw In dan sekarang
keadaannya telah terjepit, orang-orang gagah di kalangan kang-ouw memusuhi dan
sedang mencari-carinya. Dengan Ciauw In disampingnya ia akan menghadapi semua
itu dengan tabah, akan tetapi bagaimana kalau Ciauw In tewas karena racun itu"
Dua hari lamanya mereka melarikan diri semenjak mereka berhasil merobohkan Gui
Im Tojin dan Bong Hin, dan pada waktu itu mereka tiba di sebuah dusun dan
bermalam di dalam hotel kecil. Kembali Ciauw In terserang oleh racun itu hingga
ia rebah tak berdaya, sedangkan Sian Kim duduk menangis disampingnya sambil
menggunakan saputangan baru yang masih keras bau kembangnya untuk membuat pemuda
itu segar kembali. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Moi-moi, entah penyakit apa yang menyerang diriku, akan tetapi jangan kau
bersedih. Aku akan sembuh kembali," kata pemuda itu sambil menggenggam tangan
Sian Kim dengan hati terharu dan mencinta.
Ia mengira bahwa Sian Kim menangis karena besarnya cinta kasih gadis itu
kepadanya, tidak tahu bahwa gadis itu sedang menyesali perbuatannya sendiri.
Akhirnya Ciauw In tertidur dengan Sian Kim masih duduk di pinggir pembaringan.
Melihat wajah pemuda yang gagah perkasa itu, bukan main sedih dan terharunya
hati Sian Kim. Ia sendiri tak dapat tidur, hanya menatap wajah Ciauw In dengan
air mata berlinang-linang. Ciauw In, jangan kau tinggalkan aku ...... demikian
hatinya bersambatan. Akan tetapi rintihan hatinya ini tak terdengar oleh
siapapun juga. Setelah pemuda ini mendekati saat yang akan membuatnya
menghembuskan nafas terakhir, baru ia tahu bahwa sebetulnya ia mencinta pemuda
ini dengan sepenuh hatinya.
Cinta yang belum pernah terasa olehnya, karena cintanya kepada sekian banyak
kekasih yang dulu-dulu hanyalah cinta main-main belaka.
Tiba-tiba ia mendengar suara kaki menginjak genteng di atas kamarnya itu dan
dengan cepat Sian Kim meniup padam api lilin yang bernyala di atas meja. Ia
menggoyang-goyang tubuh Ciauw In dan ketika pemuda itu bangun, ia berbisik
dengan suara penuh ketakutan.
"Koko, ada orang di atas genteng ......."
Kini Ciauw In telah sehat kembali berkat saputangan hijau yang seringkali
ditempelkan pada hidungnya oleh Sian Kim, maka cepat mereka mengambil pedang dan
melompat keluar dari jendela kamar dan terus melompat ke atas genteng. Dengan
hati terkejut mereka melihat banyak orang di atas genteng itu dan terdengar
seorang di antara mereka berseru,
"Penjahat-penjahat kejam, kalian hendak lari ke mana?" dan setelah tangan orang
yang berseru itu bergerak, melayanglah tiga batang piauw ke arah Ciauw In dan
Sian Kim. Akan tetapi dengan mudah sekali Ciauw In dan Sian Kim memukul jatuh
piauw itu dengan pedang mereka dan tak lama kemudian mereka telah dikeroyok oleh
enam orang yang ternyata adalah tokoh-tokoh Kun-lun-pai yang datang hendak
membalas dendam atas kematian Gui Im Tojin dan Bong Hin!
Mereka ini adalah suheng dan sute dari Gui Im Tojin dan tingkat mereka di Kunlun-pai telah menduduki tingkat kedua dan ketiga, maka tentu saja kepandaian
mereka hebat dan tangguh.
Ciauw In segera membetot tangan Sian Kim dan mengajak kekasihnya itu melompat
turun dari genteng untuk melarikan diri.
"Penjahat Hoa-san dan perempuan rendah! Kalian hendak lari ke mana?"
Orang-orang Kun-lun-pai itu mengejar, akan tetapi tiba-tiba dari tempat gelap di
mana kedua orang muda tadi berlari, menyambar segenggam Hok-lian-ciam (Jarum
Teratai Hitam) ke arah mereka. Ternyata bahwa senjata senjata rahasia yang amat
lembut ini dilepas oleh Sian Kim yang jarang mempergunakannya kalau tidak amat
terdesak. Para pengejar itu cepat mengelak, akan tetapi dua orang telah kena
terserang jarum yang amat berbahaya itu karena mengandung racun yang amat jahat
hingga mereka berteriak keras dan roboh terguling. Ciauw In dan Sian Kim
mempergunakan kesempatan ini untuk berlari terus di dalam gelap.
"Jangan kuatir, Kim-moi, aku akan membelamu ....." demikianlah ucapan Ciauw In
terdengar berkali-kali ketika keduanya berlari cepat, sedangkan jawaban Sian Kim
hanyalah isak tangis tertahan. Mereka berlari terus, tidak berani menunda
sebentarpun juga, karena maklum bahwa apabila mereka tersusul maka pertempuran
hebat akan terjadi dan belum tentu mereka dapat mengalahkan imam-imam Kun-lunpai yang kosen itu. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Pada keesokan harinya, di waktu matahari mulai muncul, Ciauw In dan Sian Kim
masih saja berlari-lari mengambil jalan kecil yang sunyi di pinggir sebuah
hutan. Mereka merasa lelah sekali dan merasa agak lega karena tempat itu sunyi
sehingga mereka akan dapat mengaso melepas lelah untuk beberapa lama.
Akan tetapi mereka kecewa, karena dari depan tiba-tiba muncul sepasukan penjaga
keamanan yang terdiri dari barisan tentara dikepalai oleh seorang perwira yang
nampak gagah dan didampingi pula oleh beberapa orang gagah yang ketika telah
dekat mereka kenal sebagai Lo Sun Kang dari Go-bi-pai dan Hwat Siu Hwesio dari
Siauw-lim-pai! "Menyerahlah untuk menerima pengadilan!" seru Lo Sun Kang dengan suara ketus.
"Siapa takut kepadamu?" bentak Sian Kim yang sudah mencabut keluar pedangnya dan
diturut pula oleh Ciauw In.
Segera kedua orang itu dikepung dan terjadi pertempuran mati-matian. Biarpun
tadi merasa lelah sekali, akan tetapi melihat betapa keselamatan kekasihnya
terancam bahaya, berkobar lagi semangat Ciauw In dan ia mengamuk bagaikan seekor
naga terluka. Pedangnya berkelebatan cepat, didampingi oleh sinar pedang Sian
Kim yang ganas hingga kembali kedua orang ini menjatuhkan beberapa kurban
diantara para anggauta tentara yang kurang tinggi ilmu silatnya.
Akan tetapi pemimpin barisan itu bersama Lo Sun Kang dan Hwat Sin Hwesio
merupakan lawan yang benar-benar tangguh sehingga Ciauw In dan Sian Kim terpaksa
melompat jauh dan melarikan diri ke dalam hutan. Para musuhnya mengejar dari
belakang. Dengan bingung kedua orang muda yang sudah terkurung oleh banyak lawan itu
melarikan diri ke dalam hutan yang amat luas itu, dan Sian Kim sambil memegang
tangan Ciauw In mengeluh.
"Koko, kau maafkan aku yang menyeretmu ke dalam keadaan yang demikian
sengsara .........."
"Hush, jangan berkata demikian, moi-moi ........"
"Koko,kalau kau tidak membela aku, kalau saja kau tidak ..... tidak
mencintaku .... tentu kau akan hidup bahagia dan selamat ......." tak tertahan
lagi Sian Kim menangis sambil masih berlari-lari, "aku ..... aku tak berharga
kau bela mati-matian, koko ...... aku ..... aku orang busuk dan kejam
........" "Diamlah, moi-moi diamlah ..... kita masih ada harapan untuk melepaskan diri
dari kepungan mereka ....... jangan kuatir, ada aku di sini yang akan
membelamu!" Baru saja ucapan ini habis dikeluarkan, tiba-tiba dari atas pohon menyambar
turun bayangan seorang tua dan tahu-tahu di depan mereka telah berdiri seorang
tua yang tinggi kurus dan berjubah kuning. Inilah Kim Kong Tojin, orang yang
telah menduduki tingkat kelas satu dari Kun-lun-pai!
"Hoa-san Taihiap dan Hek-lian Niocu! Dosa-dosa kalian telah terlalu besar maka
terpaksa hari ini pinto akan melanggar pantangan membunuh, kecuali kalau kalian
mau menyerah dengan baik-baik."
"Siapakah totiang dan mengapa pula memusuhi kami?" tanya Ciauw yang terkejut
sekali melihat gerakan kakek ini ketika melompat turun, karena maklum bahwa
itulah gerakan seorang yang memiliki ilmu ginkang yang lebih tinggi tingkatnya
dari kepandaiannya sendiri!
"Pinto adalah Kim Kong Tojin dari Kun-lun-pai dan tentu tak perlu pinto jelaskan
lagi dosa apa yang telah kalian perbuat terhadap Kun-lun-pai."
Sambil berkata demikian, tosu itu mencabut pedangnya dari pinggang.
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Mendengar ini, Ciauw In maklum bahwa kali ini ia harus bertempur mati-matian
untuk menentukan mati atau hidup, maka ia segera berkata kepada Sian Kim.
"Kim-moi, kau larilah, biar aku yang menghadapi totiang ini. Kau masih mempunyai
kesempatan, larilah secepatnya dari sini dan mintalah perlindungan kepada suhuku
di Hoa-san. Beliau seorang yang berhati mulia, tentu akan menolong seorang yang telah insaf
dari kesalah-kesalahannya. Larilah, kekasihku, jangan sampai kau menjadi korban
pula." Bukannya menurut permintaan Ciauw In ini, Sian Kim bahkan tiba-tiba menangis
terisak-isak dengan amat sedihnya. Hatinya hancur luluh mendengar ucapan ini dan
sadarlah ia betapa ia membikin celaka pemuda ini, telah melakukan perbuatan yang
amat jahat. Pemuda semulia ini telah ia seret ke dalam jurang kehinaan, dan
cinta pemuda ini kepadanya benar-benar suci murni!
Ah, ia menyesal sekali, akan tetapi telah terlambat. Maka ia lalu membentak tosu
itu sambil menyerang. "Tosu keparat! Jangan banyak cakap, kalau kau ada kepandaian, bunuhlah kami
berdua." Tosu itu tersenyum mengejek dan menangkis dengan pedangnya. Tangkisan ini
demikian kuatnya hingga tangan Sian Kim terasa bagaikan lumpuh hingga gadis itu
merasa amat kaget dan buru-buru menarik kembali pedangnya lalu menyerang lagi
dengan ganas akan tetapi hati-hati.
Ciauw In maklum bahwa kekasihnya takkan dapat menangkan tosu itu, maka iapun
lalu maju menyerang. Biarpun dikeroyok dua, tosu itu ternyata benar-benar lihai sekali. Ilmu pedang
Kun-lun Kiam-hwat memang belum tentu dapat menandingi Hoa-san Kiam-hwat dalam
hal kecepatan dan kelihaiannya. Akan tetapi dalam hal lweekang dan ginkang, tosu
ini memiliki kepandaian yang lebih tinggi tingkatnya daripada kepandaian dua
orang anak muda itu, maka pedangnya merupakan sinar yang bercahaya menyambarnyambar dan mendesak Sian Kim dan Ciauw In!
Sementara itu, teriakan-teriakan para pengejar makin lama makin terdengar jelas
dari tempat pertempuran itu! Ciauw In merasa putus harapan mendengar itu. Untuk
melarikan diri dari tosu ini bukanlah hal yang mudah, maka ia lalu berkata
kepada Sian Kim. "Moi-moi, mari kita mengadu jiwa dengan tosu ini!"
Sian Kim maklum akan maksud Ciauw In maka ia membarengi pemuda itu membuat
serangan yang nekad kepada tosu itu tanpa memperdulikan pertahanan sendiri!
Diserang secara hebat oleh dua orang yang memiliki ilmu pedang cukup tinggi,
tentu saja Kim Kong Tojin merasa terkejut dan sibuk.
Ia menangkis pedang Sian Kim dan rangsekan pedang Ciauw In ke arah pergelangan
tangannya membuat ia terpaksa melepaskan pedangnya dan mengirim pukulan dengan
tangan kiri ke arah Ciauw In, yang tentu akan tepat mengenai dada pemuda itu
kalau tidak Sian Kim menolongnya dengan lemparan segenggam jarum teratai hitam
ke arah tosu itu! Kim Kong Tojin cepat menggulingkan diri ke atas tanah untuk
mengelak sambaran senjata halus yang amat berbahaya ini dan saat itu digunakan
oleh Sian Kim dan Ciauw In untuk melarikan diri ke dalam hutan!
Melihat kenekadan dua orang yang tak segan-segan mengadu jiwa itu, dan mengingat
pula akan bahayanya jarum-jarum beracun dari Sian Kim, Kim Kong Tojin merasa
ragu-ragu untuk mengejar karena hutan itu memang liar dan penuh pohon-pohon
hingga mudah bagi yang dikejar untuk melakukan serangan tiba-tiba. Ia memungut
pedangnya dan menanti datangnya para pengejar lain, tiada hentinya mengagumi
ilmu pedang kedua orang muda itu.
Sementara itu, dengan napas tersengal-sengal, Ciauw In dan Sian Kim berlari
terus dan ketika mereka tiba di sebuah padang rumput, tiba-tiba Ciauw In roboh
terguling! KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Sian Kim menjerit dan menubruk pemuda itu.
"Koko .... kau kenapakah" Apakah kau terluka?"
Ciauw In menggelengkan kepalanya.
"Tidak ..... moi-moi, aku tidak terluka ..... akan tetapi .... penyakit
lama ..... isi dadaku terasa lemas ..... kosong ...." pemuda itu merebahkan
kepalanya sambil memandang kepada Sian Kim yang menangis tersedu-sedu dan
memeluki dadanya. "Koko ..... koko .... ampunkan aku, koko ..... akulah yang membuatmu
begini ......" Ciauw In mengangkat tangannya yang lemas dan merangkul pinggang Sian Kim.
"Hush ..... jangan berkata begitu, adikku .... aku sayang padamu .... kau ....
larilah cepat-cepat tinggalkan aku ..... kau masih terlampau muda dan ....
cantik untuk tewas di sini ...."
Pendekar Dari Hoa San Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Koko...!" Sian Kim tak dapat mengeluarkan kata-kata lain lagi karena ia merasa
lehernya seakan-akan tercekik.
Kemudian ia dapat menekan perasaannya dan berkata dengan mata penuh air mata.
"Koko, dengarlah pengakuanku. Aku ..... akulah pembunuhmu, aku ... aku tahu
bahwa hari ini adalah hari terakhir bagimu. Akulah yang menyebabkan kematianmu,
koko, aku yang membunuhmu dengan ini......" ia mengeluarkan saputangan hijau
dari balik baju di bagian dadanya.
Ciauw In tersenyum, mengulurkan tangan yang lemas dan mengambil saputangan itu
yang terus ditempelkan pada hidungnya hingga ia menjadi agak kuat lagi.
"Kau boleh bilang ..... sesuka hatimu, moi-moi .... akan tetapi aku ..... aku
tetap cinta padamu sampai nafas terakhir......"
Saat itu merupakan saat yang paling sengsara dan menghancurkan hati bagi Sian
Kim, perasaan yang belum pernah dirasai selama hidupnya. Ia menyesal sekali,
menyesal bukan main. Kalau dulu-dulu ia dapat insaf dan menjadi orang baik-baik, ia tentu akan dapat
hidup sebagai seorang isteri yang amat berbahagia di samping seorang suami
seperti Ciauw In ini .....! Ia dicinta sepenuh jiwa oleh pemuda ini dan ternyata
..... iapun mencinta Ciauw In diluar kemauan dan kesadarannya sendiri. Dan ia
mengetahui hal ini setelah terlambat, setelah pemuda ini sekarang berada dalam
cengkeraman maut dan tak dapat ditolong lagi! Sian Kim tak kuat menahan
kesedihan hatinya dan makin hancur hatinya melihat betapa air muka Ciauw In
makin lama makin membiru!
"Koko, jangan kau tinggalkan aku ......!!"
Ia menjerit dan sambil mendekap kepala pemuda itu pada dadanva ia menangis
keras. Pada saat itu, datanglah dua orang ke tempat itu dan memandang Sian Kim dengan
muka penuh rasa benci. "Perempuan keparat! Akhirnya kami dapat bertemu dengan kau di sini!" terdengar
bentakan keras dan ketika Sian Kim manengok, ia melihat Bwee Hiang dan Ong Su
berdiri di situ dengan senjata di tangan! Dua orang musuh besarnya, bahkan
ketiga-tiganya dengan Ciauw In, telah berada di hadapannya!
KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Juga Ciauw In mendengar dan mengenal bentakan Bwee Hiang tadi maka ia lalu
menggerakkan kepalanya menengok. Biarpun ia tak dapat menggerakkan tubuhnya
lagi, akan tetapi ia masih dapat menggerakkan leher untuk menengok dan ketika
melihat kepada kedua adik seperguruannya, ia berkata dengan lemah kepada Sian
Kim. "Kim-moi ..... kau larilah ..... jangan kau lawan mereka .... jangan kau ganggu
sumoi dan suteku .... larilah kau, kekasihku .... selamat .... selamat ...."
Dan tiba-tiba leher Ciauw In lemas dan kedua matanya tertutup lalu kepalanya
terkulai! "Koko .....!!" Sian Kim menjerit ngeri dan menubruk Ciauw In yang telah menghembuskan nafas
terakhir. Kemudian dengan muka pucat Sian Kim bangkit berdiri dengan pedang di tangan.
Pada saat itu, para pengejar yang dipimpin oleh Kim Kong Tojin juga sudah tiba
di tempat itu dan mereka semua lalu mengurung Sian Kim dengan senjata siap di
tangan masing-masing. Sian Kim memandang kepada mereka semua dengan mata sayu dan muka pucat, kemudian
ia menatap muka Bwee Hiang dan suaranya terdengar tak bernada ketika ia berkata.
"Bwee Hiang, aku tahu bahwa kau dan semua orang datang hendak menangkap atau
membunuhku! Sekarang, setelah terlambat, kuakui bahwa aku telah hidup sebagai
seorang jahat! Kau telah membunuh ayahku dan sekarang terbuka mataku bahwa ayahku memang jahat
pula! Kau semua berhak membunuhku dan memang orang seperti aku pantas dibunuh, akan
tetapi .... dia ini ...." ia menunjuk ke arah mayat Ciauw In yang menggeletak di bawah
kakinya, "dia ini seorang gagah .... seorang yang melakukan kejahatan bukan atas
kehendak sendiri .... Dia mencintaku ..... dengarkah kalian semua" Dia
mencintaku! Mencinta dengan tulus ikhlas dan suci murni! Dan aku .... aku yang
membunuhnya ..... aku yang meracuninya ...." air matanya jatuh berderai, "akan
tetapi aku cinta padanya .....! Ya, aku cinta padanya dan aku ingin mati sebagai
mempelainya .....! Kalian jangan sia-siakan jenazahnya, jangan sla-siakan
jenazah Hoa-san Taihiap, suamiku .....! Kuburlah jenazahnya baik-baik, tentang
mayatku, aku tak perduli. Aku seorang jahat, kalian boleh hancurkan mayatku
kalau kalian kehendaki, aku beri makan kepada anjing, aku tak perduli!"
Setelah berkata demikian, ia menggerakkan pedangnya dan Kim Kong Tojin berseru.
"Tahan dia!" Akan tetapi terlambat, pedang di tangan Sian Kim telah membabat leher sendiri
sehingga hampir putus dan tubuhnya terguling roboh di atas tubuh Ciauw In! Darah
menyembur keluar dari lehernya, membasahi tubuhnya sendiri dan tubuh Ciauw In.
Bwee Hiang menggunakan kedua tangan untuk menutupi matanya dan ia menangis
terisak-isak, sedangkan Ong Su mengepal-ngepal tinjunya. Pikirannya tak keruan
dan hatinya merasa gemas, marah, menyesal, dan juga kasihan dan bersedih.
Bwee Hiang lalu mempergunakan saputangannya menyusuti air matanya lalu sambil
menghadapi semua orang, terutama Kim Kong Tojin, ia menjura dan barkata.
"Cuwi sekalian yang mulia! Kita sama-sama mendengar ucapan terakhir dari
perempuan yang jahat dan biangkeladi semua malapetaka ini dan karenanya tentu
cuwi sekalian maklum pula bahwa betapapun besarnya kesalahan yang telah
dilakukan oleh suhengku yang kini telah tewas, namun sama sekali tidak ada
sangkutpautnya dengan perguruan kami Hoa-san-pai! Orang yang berdosa telah
menemui ajalnya dan kami berdua murid Hoa-san-pai mewakili suhu menghaturkan
maaf sebanyaknya atas segala dosa yang telah dilakukan oleh mendiang suheng kami
itu!" Kemudian, sambil menahan mengucurnya air mata, Bwee Hiang melanjutkan katakatanya. KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
"Dan kami mohon kepada cuwi sekalian untuk mengijinkan kami berdua mengurus
kedua jenazah ini baik-baik."
Kim Kong Tojin menarik napas panjang dan berkata.
"Ah, memang orang-orang muda harus berhati-hati terhadap perasaan sendiri,
terutama menjaga nafsu jahat yang selalu hendak menonjolkan diri, menguasai hati
dan fikiran. Kalau iman kurang teguh dan kuat, maka beginilah jadinya, seperti
Hoa-san Taihiap yang tadinya terkenal gagah perkasa dan budiman, ternyata runtuh
imannya menghadapi seorang wanita cantik yang jahat! Anak-anak muda, tentu saja
kami tidak menghubungkan kejadian ini dengan perguruan Hoa-san-pai hanya pinto
merasa ikut menyesal atas kegagalan Ho Sim Siansu memilih murid ...."
Setelah berkata demikian, tosu ini lalu meninggalkan tempat itu, diikuti oleh
semua tokoh Kun-lun-pai dan juga para tentara pemerintah yang melakukan
pengejaran segera meninggalkan tempat itu untuk membuat laporan kepada atasan
mereka. Ong Su dan Bwee Hiang lalu mengubur jenazah Sian Kim dan Ciauw In, dijadikan dua
makam yang berdampingan. Diam-diam Ong Su makin kagum terhadap sumoinya yang
selain gagah perkasa, juga berbudi mulia ini.
Dan Bwee Hiang diam-diam juga mengakui bahwa apabila dibandingkan, biarpun Ong
Su tidak segagah dan setampan Ciauw In, akan tetapi ji-suhengnya ini lebih
jujur, sederhana, dan beriman teguh sehingga tak mungkin tersesat seperti Ciauw
In! Mereka lalu kembali untuk membuat laporan kepada Ho Sim Siansu dan ketika
pertapa tua itu mendengar peristiwa itu, ia memeramkan matanya untuk beberapa
lama dan mempergunakan kekuatan batinnya untuk menahan gelora kedukaan yang
menggelombang di dalam dadanya.
Suaranya terdengar lemah ketika ia berkata.
"Jadikanlah peristiwa suhengmu ini sebagai contoh, Bwee Hiang dan Ong Su. Memang
tidak selamanya kepandaian itu mendatangkan kebaikan dan kebahagiaan, semua
tergantung dari orang yang memiliki kepandaian itu. Lebih berguna seorang
berkepandaian rendah yang berhati bersih daripada seribu orang berkepandaian
tinggi yang berhati kotor, karena kepandaiannya itu hanya akan mendatangkan
kejahatan dan malapetaka belaka. Oleh karena itu, kelak didiklah anak-anakmu
agar menjadi orang yang beriman teguh dan berbatin bersih, kuat menghadapi
segala macam godaan dunia yang akan menjerumuskan diri sendiri ke jurang
kesesatan!" Setelah banyak menerima petuah dari Ho Sim Siansu, Bwee Hiang dan Ong Su lalu
menuju ke kota Keng-sin untuk memberi keputusan tentang perjodohan mereka kepada
orang tua masing-masing yang telah lama menanti-nanti di kota itu. Dan keputusan
mereka itu menggirangkan ibu Bwee Hiang dan kedua orang tua Ong Su yang segera
sibuk memilih hari baik dan bulan baik untuk melangsungkan pernikahan kedua
orang muda itu. T A M A T Pendekar Bloon 2 Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 15
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama