Ceritasilat Novel Online

Pendekar Elang Salju 6

Pendekar Elang Salju Karya Gilang Bagian 6


kami akan menghabisinya, seekor kucing hitam datang menolong mereka yang saat
itu dalam keadaan sekarat menunggu ajal. Kucing hitam itu mendadak melompati
tubuh dua orang itu, dan mereka berdua langsung menghilang begitu saja. Hilang
tak berbekas. Guru menyadari bahwa kucing itu bukan kucing biasa, tapi kucing
jadi-jadian. Lalu dihantam dengan 'Pukulan Paruh Rajawali', hingga akhirnya
kucing hitam itu mati seketika. Namun, beberapa saat kemudian, kucing hitam itu
hidup lagi, lalu menghilang di kegelapan malam," tutur Nawala panjang lebar.
"Dan lagi, di ekor kucing itu sudah ada tujuh sayatan. Menurut guru, kucing
hitam itu adalah Ratu Siluman Kucing, majikan yang sesungguhnya dari Kucing
Iblis Sembilan Nyawa. Sedangkan jumlah sayatan berarti ia pernah mengalani
beberapa kali kematian," tambah Nawara, lalu sambungnya, "sebelum kucing hitam
itu hidup kembali, bertambah lagi satu sayatan di ekornya. Jadi bisa disimpulkan
bahwa ia pernah mati delapan kali, mati satu kali di tangan guru kami berdua."
"Jadi ... jika jumlah sayatan berjumlah sembilan, apa yang akan terjadi?" tanya
Ayu Parameswari dengan tertarik.
"Mungkin ia akan mati dengan abadi alias tidak bisa hidup lagi!" kali ini Nawala
yang menjawab. "Kenapa bisa begitu?"
"Karena kucing hitam itu hanya memiliki sembilan nyawa! Kini nyawanya tinggal
satu, tentu saja ia harus kabur cepat-cepat sebelum nyawa terakhirnya benarbenar melayang ke neraka," jawab Nawala dengan mantap.
Akhirnya, mereka berlima kembali ke Padukuhan Songsong Bayu dengan langkah lesu,
terutama sekali juragan padmanaba. Bagaimana tidak lesu, jika kepulangan mereka
berlima tidak berhasil menangkap orang yang membuat geger di padukuhan, tapi
justru pulang membawa sesosok mayat kaku.
Sosok kaku Nyi Rengganis yang asli!
Nyi rengganis ditemukan telah menjadi mayat, saat mereka berlima melewati
jembatan bambu yang tidur melintang di atas sungai berbatu. Mayat Nyi Rengganis
tergeletak begitu saja di bawah jembatan. Pelipis kanan kirinya terlihat masingmasing berlubang lima, tidak ada luka yang lain, jelas sekali bahwa Kucing Iblis
Sembilan Nyawa langsung menghabisi istri kepala dukuh dengan satu serangan
mematikan. Yang lebih menyedihkan, Nyi Rengganis mati dalam keadaan telanjang bulat dan
mata melotot! Dhandang Gendhis langsung pingsan melihat sosok ibunya yang mati mengenaskan,
bahkan Juragan Padmanaba yang semula terlihat tegar, langsung ambruk tatkala
selesai meletakkan mayat istrinya di atas dipan. Andai di belakangnya tidak ada
Nawala, tentu sudah jatuh mencium tanah.
Sore itu juga, pemakaman Nyi Rengganis diselenggarakan dengan khidmat. Puluhan
warga padukuhan berbondong-bondong mengiringi kepergian istri kepala dukuh itu
dengan deraian air mata, bahkan beberapa teman karib Nyi Rengganis sampai
merutuki orang yang membunuh sahabat mereka dengan kejam. Bahkan anaknya
Dhandhang Gendhis berkali-kali pingsan, untung saja suaminya wanengpati selalu
berada disisinya hingga langsung membawa bisa mengatasi keadaan istrinya yang
berkali-kali pingsan karena ditinggal pergi ibunya.
Setelah masa berkabung lewat satu minggu ...
Di Dalem Kadukuhan terlihat beberapa orang yang sedang bercakap-cakap, dimana
terdiri dari sepasang muda-mudi kembar berbaju putih yang tak lain Sepasang Naga
Dan Rajawali yang berasal dari Benteng Dua Belas Rajawali duduk berendeng dengan
seorang dara cantik baju merah menyala yang bukan lain adalah Ayu Parameswari.
Seorang laki-laki tambun yang bibirnya tidak lepas dari pipa tembakau tersebut
adalah kepala Dukuh Songsong Bayu Juragan Padmanaba terlihat duduk berhadapan
dengan dua orang laki-laki tua muda berpakaian dalang. Mereka berdua adalah
Kakek Pemikul Gunung atau yang terkenal sebagai dalang kondang, Ki Dalang Kandha
Buwana serta anak laki-laki satu-satunya yang bernama Wanengpati.
Sedang tiga orang lagi terlihat duduk dengan posisi tubuh yang berbeda-beda,
satunya sedang tidur-tiduran di atas dipan, sedang satunya benar-benar tidur,
tidur yang sebenarnya. Sedang yang terakhir adalah seorang wanita yang masih
terlihat cantik, terlihat duduk dengan tenang di sebelah kiri Juragann
Padmanaba. Yang sedang tidur-tiduran di atas dipan adalah seorang kakek usia delapan
puluhan tahun yang mengenakan baju kembang-kembang penuh tambalan dimana-mana.
Cukup sulit untuk mencari mana warna yang asli dari sekian puluh tambalan yang
ada di pakaian kebesarannya. Dari tiga puluh dua gigi yang ada di mulut, cuma
tersisa barang tiga biji saja yang masih setia menghuni mulut peotnya, dua
berada di atas dan satu berada di bawah.
Akan halnya bibir keriput itu selalu bergerak-gerak terus tiada henti, entah apa
yang ada di dalam mulutnya, mungkin sebangsa kelabang atau cacing barangkali.
Meski terlihat kemalas-malasan, namun kakek bangkotan itu merupakan salah satu
tokoh rimba persilatan yang berilmu tinggi, bahkan bisa dikatakan setiap tokoh
kosen akan berpikiran ribuan kali jika ingin berurusan dengan si Raja Pemalas.
Dan perlu diketahui, dimana ada Raja Pemalas, tentu ada kambratnya si Raja
Penidur! Sama halnya Raja Pemalas, Raja Penidur yang usianya sepantaran dengan Raja
Pemalas itu memiliki keunikan tersendiri, dimana pun ia berada, tak peduli di
kubangan lumpur atau di kandang sapi sekali pun, tidak peduli siang atau pun
malam, kakek itu bisa tidur dengan nyaman. Bahkan berjalan dan berbicara pun ia
bisa sambil tidur, seakan mata tuanya itu selalu saja terkatup dengan rapat.
Justru jika mata Raja Penidur yang selalu tertutup rapat malah terbuka lebar,
akan sangat berbahaya bagi siapa saja yang memandangnya, karena dari mata Raja
Penidur bisa memancarkan cahaya merah yang bisa menghancurkan segala macam benda
di depannya. Bisa dihitung dengan jari tokoh persilatan yang bisa memaksanya
membuka 'Sepasang Mata Maut' milik Raja Penidur.
Yang terakhir adalah seorang wanita yang tampak duduk dengan anggun di samping
kiri Juragan Padmanaba. Sebenarnya usia wanita yang seluruh bajunya warna ungu
sudah mendekati tujuh puluh lima tahun, tapi masih terlihat anggun dan cantik
menawan seperti wanita usia tiga puluhan tahun. Tentu saja hal ini dipengaruhi
tingkat ketinggian tenaga sakti dan juga segala jenis ramuan-ramuan obat serta
ilmu awet muda yang diwarisi dari gurunya.
Bidadari Berhati Kejam, sebuah julukan yang cukup menggetarkan di kalangan
tokoh-tokoh hitam, bahkan ada yang juga yang menyebut sebagai Sang Pembantai
Cantik. Tentu saja hal ini hanya berlaku bila mereka sampai kepergok berbuat
kejahatan di hadapan Bidadari Berhati Kejam, jangan harap dapat pengampunan
darinya, sedikitnya mereka akan mati dengan jasad utuh!
Pernah suatu ketika, Tiga Belas Hantu Malam mengeroyok Bidadari Berhati Kejam
dikarenakan salah satu dari Tiga Belas Hantu Malam secara tidak sengaja
kesalahan tangan mencelakai salah satu murid kesayangannya, hingga si murid
tewas. Setelah mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas kematian muridnya,
Bidadari Berhati Kejam menyatroni sarang Tiga Belas Hantu Malam dan tanpa perlu
bertanya-tanya lagi, langsung membantai habis seluruh pengikut Tiga Belas Hantu
Malam tanpa sisa. Melihat anak buahnya habis terbantai, Tiga Belas Hantu Malam marah besar dan
langsung mengeroyok Bidadari Berhati Kejam. Namun akibatnya, justru Tiga Belas
Hantu Malam tewas seluruhnya, bahkan salah satu dari Hantu Malam yang membunuh
sang murid, tangan dan kaki dipotong dengan pedang, hingga menimbulkan jerit
lengking kesakitan dari Hantu Malam yang malang itu. Dua hari dua malam lamanya
Bidadari Berhati Kejam menyiksa si Hantu Malam dengan sadis, dan akhirnya ia
tewas karena kehabisan darah.
Setelah jadi mayat pun, Bidadari Berhati Kejam masih tidak puas, sebuah 'Pukulan
Sakti Pecah Raga' dilancarkan hingga mayat si Hantu Malam hancur tercerai-berai!
Bahkan Dewi Cendani atau si Dewi Obat Tangan Delapan yang mendengar sendiri
bahwa sahabat karibnya si Bidadari Berhati Kejam baru saja membantai habis
seluruh pengikut dari Tiga Belas Hantu Malam sampai bergidik ngeri melihat sepak
terjang sahabatnya itu. Akan tetapi jika melihat segala bentuk kejahatan Tiga Belas Hantu Malam, rasanya
apa yang dilakukan oleh Bidadari Berhati Kejam masih terlalu ringan diterima
oleh Tiga Belas Hantu Malam, sebab sekitar tiga purnama yang lalu, hanya dalam
satu malam saja, Tiga Belas Hantu Malam membantai habis sebuah desa!
Sebuah kekejaman yang melebihi batas kemanusiaan!
-o0o- Jilid 1 : Sang Pewaris - Bab Dua Puluh Empat
"Jadi ... perempuan yang menyamar sebagai istrimu itu memiliki 'Ilmu Rawa
Rontek'?" tanya Raja Pemalas dengan heran.
"Benar, paman."
"Setahuku, ilmu sesat itu sudah punah beberapa ratus tahun yang lalu, tapi
kenapa bisa muncul kembali di rimba persilatan?" tanya Raja Penidur dalam nada
gumam. Meski dalam keadaan tidur, tapi telinga Raja Penidur ternyata tidak pernah
tidur! "Jika tidak salah, yang terakhir kali menguasai ilmu ini adalah Si Macan
Gembong! Jelas tidak mungkin jika tokoh sesat itu bisa mempertahankan umurnya
hingga ratusan tahun lamanya," ujar Ki Dalang Kandha Buwana setelah berpikir
beberapa saat. "Tapi ayah, bukankah Kura-Kura Dewa Dari Selatan usianya juga sudah mencapai
lebih dari tiga ratus tahunan. Jadi mungkin saja Si Macan Gembong hingga
sekarang masih hidup." sela murid tunggal Naga Bara Merah.
"Benarkah?" terperanjat juga Bidadari Berhati Kejam mendengar ada tokoh
persilatan yang bisa hidup hingga ratusan tahun lamanya, namun dalam hatinya,
"kenapa aku tidak sampai mengetahuinya?"
"Benar, Nini! Memang begitulah kenyataannya."
"Betul! Kenapa aku sampai bisa melupakan tokoh sakti itu," ucap Kakek Pemikul
Gunung sambil menepak dahinya dengan pelan.
"Anggaplah benar bahwa Si Macan Gembong masih hidup hingga sekarang, maka akan
semakin sulit bagi kita untuk menumpas para pemilik rajah setan itu," kata
Wanengpati yang sedari awal hanya diam saja, " ... dan dapat dipastikan bahwa
Kucing Iblis Sembilan Nyawa pasti punya dukungan di belakangnya. Tidak mungkin
jika pemuja setan itu bergerak sendirian. Salah satu yang sudah kita ketahui
dengan pasti, ia dibantu oleh sesembahannya yaitu Ratu Siluman Kucing, sedang
tokoh-tokoh lainnya kita masih meraba-raba dalam gelap."
"Benar apa yang dikatakan Wanengpati ... " kata si Raja Pemalas, tentu saja
dengan sikap kemalas-malasannya, " ... dan lagi pula kita pun tidak mengetahui
dimana sarang mereka. Itu yang lebih penting!"
Kata-kata yang terakhir sedikit diberi penekanan.
"Dan itu berarti bahwa gerakan pertama yang harus kita lakukan adalah melakukan
penyelidikan tentang letak dari sarang mereka terlebih dahulu," imbuh Juragan
Padmanaba. Terlihat pancaran sedih dari sorot mata laki-laki tambun yang selalu menghisap
pipa tembakau itu, karena dalam satu hari saja ia harus kehilangan seorang yang
sangat ia cintai dalam hidupnya.
"Dimas Kandha, adakah cara untuk menangkal ilmu hitam 'Rawa Rontek'" Apakah
dalam 'Kitab Sastra Hati' bagian atas terdapat cara-cara tertentu untuk
menghancurkan ilmu hitam itu?" tanya Juragan Padmanaba kemudian.
Tentu saja kepala dukuh itu mengetahui tentang adanya 'Kitab Sastra Hati' yang
terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah. Dimana ilmu di
'Kitab Sastra Hati' bagian atas adalah berisi tentang berbagai jenis ilmu-ilmu
kesaktian kuno, baik pengolahan tenaga sakti, ilmu-ilmu pukulan serta jurusjurus silat tingkat tinggi, bahkan pada bagian akhir terdapat ulasan beberapa
pula ilmu hitam tingkat tinggi serta tatacara penangkalnya. Dua diantaranya
adalah 'Ilmu Pancasona' dan 'Ilmu Rawa Rontek', meski berbeda sifat namun
memiliki kesamaan dalam penggunaan, yaitu mengembalikan keadaan tubuh pemilik
ilmu ini ke bentuk semula!
Tentu saja penangkal dari 'Ilmu Rawa Rontek' terdapat di dalamnya meski secara
tidak lengkap, satu diantaranya adalah dengan mencegah jangan sampai tubuh yang
sudah terpotong menyentuh tanah, misalnya si pemilik 'Ilmu Rawa Rontek'
kepalanya terpotong, sebisa mungkin agar salah satu atau keduanya baik potongan
badan dan potongan kepala yang terpisah jangan sampai menyentuh tanah. Tapi
dalam 'Kitab Sastra Hati' bagian atas hanya mengulas tataran terendah dari 'Ilmu
Rawa Rontek', sedang untuk tataran yang lebih tinggi tidak dijelaskan secara
terperinci. Sedangkan 'Kitab Sastra Hati' bagian bawah hanya terdapat tiga ilmu saja, meski
hanya tiga jenis ilmu, namun sudah bias membuat orang yang mempelajari sebanding
dengan tokoh-tokoh persilatan tingkat atas. Yang pertama adalah cara bersemadi
untuk membangkitkan kekuatan tenaga dalam seseorang secara bertahap dengan
memanfaatkan inti kekuatan bumi dan langit. Sampai sekarang ini Juragan
Padmanaba baru menguasai kekuatan 'Inti Bumi' tahap menengah, itu pun sudah
mampu menumbangkan tokoh hitam sekelas Kucing Iblis Sembilan Nyawa.
Yang kedua adalah 'Ajian Gelap Ngampar', yaitu suatu ilmu yang membangkitkan
hawa murni tubuh dan dilontarkan dalam bentuk getaran suara sehingga lawan bagai
diserang dengan getaran suara bertenaga dalam tinggi bisa berakibat gendang
telinga pecah dan jantung bisa berhenti mendadak. Sedang yang terakhir adalah
'Pukulan Gelap Sewu', suatu jenis pukulan tingkat tinggi yang bisa menghancurkan
bukit cadas dengan sekali hantam.
"Ada kakang! Asalkan darah atau potongan tubuh pemilik 'Ilmu Rawa Rontek' tidak
menyentuh tanah secara langsung, mereka bisa mati dengan sempurna," jawab Kakek
Pemikul Gunung, lalu sambungnya, " ... Tapi itu hanya untuk tataran terendah
saja, sedangkan untuk tingkat tertinggi, di dalam kitab itu tidak disebutkan.
Tapi aku yakin tidak jauh bedanya dengan langkah yang pertama."
Juragan Padmanaba mengangguk-anggukan kepala. Setiap kali berpikir dengan keras,
kepulan asap tembakau semakin jarang terhembus dari mulutnya.
"Meski cuma sedikit, tapi setidaknya kita sudah mengetahui titik lemah dari ilmu
hitam itu." "Huh, aku jadi penasaran dengan kehebatan ilmu setan itu, apa masih bisa menahan
'Pukulan Sakti Pecah Raga' milikku?" geram Bidadari Berhati Kejam.
"Bidadari Berhati Kejam, simpan saja rasa gerammu itu, saat ini kita sedang
menghadapi masalah yang lebih besar dari pada sekedar menjajal ilmu kesaktian
lawan," gumam Raja Penidur menimpali ucapan Bidadari Berhati Kejam.
"Raja Penidur, apa kau meragukan kemampuanku!?"
"Bukan begitu, nini cantik! Saat ini kita harus melakukan penyelidikan yang
lebih mendalam tentang hal ini. Jika hanya mengumbar nafsu saja, urusan yang
tentang rajah setan ini akan berlarut-larut."
"Baiklah! Aku tidak suka bercakap-cakap panjang lebar dalam urusan ini! Aku akan
bergerak sendirian ke arah selatan, silahkan kalian tentukan sendiri langkah
masing-masing. Permisi!"
Dengan langkah lebar, nenek cantik itu segera beranjak pergi dari dalem
kadukuhan, meski terlihat berjalan dengan langkah-langkah lebar, tapi beberapa
saat saja, ia sudah menghilang dari pandangan mata.
"Hmm, 'Ilmu Indera Kelana'-nya sudah semakin meningkat pesat dari sepuluh tahun
yang lalu," gumam Raja Penidur.
"Bahkan 'Ilmu Langkah Sakti Pemalas'-ku pun sudah bukan tandingannya lagi." kata
Raja Pemalas. "Tapi nenek pemarah itu tetap saja membawa adatnya yang keras kepala dan mau
menang sendiri." gumam Raja Penidur kembali, sambil sedikit menggeliat
membetulkan letak tubuhnya.
"Menurutku, keadaan saat ini sudah cukup mengkhawatirkan. Aku takut jika berita
ini tersiar di luaran tentu akan membuat geger banyak orang. Kemungkinan besar,
rimba persilatan juga akan turut bergolak," sahut Kakek Pemikul Gunung,
sambungnya, " ... padahal tiga purnama ke depan, di puncak Gunung Tiang Awan
akan diadakan perebutan gelar kependekaran."
"Huh, rebutan gelar seperti itu buat apa untungnya?" gumam Raja Penidur.
"Bagi tukang ngorok sepertimu mungkin tidak ada gunanya! Tapi bagi para jagojago muda yang ingin mengharumkan nama di rimba persilatan, tentu saja mereka
malu jika tidak ambil bagian dari peristiwa tiga puluh tahunan itu," kata keras
Raja Pemalas. "Heh, gombal! Paling-paling juga mengantar nyawa dengan sia-sia."
"Ki Dalang, lalu bagaimana menurutmu?" tanya si Raja Pemalas mengalihkan
pembicaraan. Heran juga, namanya saja Raja Pemalas, tapi kenapa begitu bersemangat, tidak ada
sifat malasnya sama sekali!
"Wanengpati, lebih kau saja yang berbicara! Otak anak muda biasanya lebih cerdas
dari tua bangka seperti aku ini," kata Ki Dalang Kandha Buwana melempar
'tanggung jawab' itu pada Wanengpati.
"Seperti apa yang dikatakan oleh Nini Bidadari Berhati Kejam, kita harus membagi
tugas," kata Wanengpati memulai pembicaraan, "Saat ini Nini sudah bergerak ke
arah selatan. Untuk arah utara saya serahkan pada paman Raja Pemalas dan Raja
Penidur, sebab di wilayah utara banyak sekali terdapat hutan-hutan yang cukup
lebat. Dimungkinkan wilayah itu digunakan oleh para pengikut Kucing Iblis
Sembilan Nyawa sebagai markas, jika tidak dalam keadaan terpaksa, jangan
melakukan tindakan apa-apa."
"Hemm, hutan di utara! Baik, kalau begitu! Aku terima tugas ini! Tukang ngiler,


Pendekar Elang Salju Karya Gilang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau bersedia tidak?" tanya Raja Pemalas sambil mengusap-usap dagunya yang
klimis. "Ada daging menjangan tidak?"
"Dasar bego! Yang namanya hutan semua binatang juga ada. Dari harimau sampai
kutu monyet juga ada! Kalau kau mau embat semua juga tidak ada yang melarang!"
bentak Raja Pemalas. "Terserah kau sajalah!" sahut Raja Penidur dengan acuh tak acuh.
Wanengpati hanya geleng-geleng kepala saja melihat tingkah laku dari dua orang
berbeda kebiasaan itu. "Heran, kenapa ayah betah lama-lama berteman dengan mereka," pikir si dalang
muda. "Untuk wilayah timur, mungkin saudara kembar dari Benteng Dua Belas Rajawali
bisa mewakilinya, sebab di wilayah ini banyak terdapat tebing-tebing yang tinggi
serta curam. Sebagai murid dari majikan Benteng Dua Belas Rajawali pasti
memiliki ilmu ringan tubuh yang handal."
"Baik! Kami berdua siap!" kata Sepasang Naga Dan Rajawali bersamaan.
"Sedang wilayah barat, terpaksa saya harus merepotkan ayah berdua yang bisa
menghubungi beberapa perguruan silat yang ada wilayah itu. Untuk Perguruan
Perisai Sakti dan Perguruan Karang Patah sudah saya hubungi sendiri dua hari
yang lalu, mereka bersedia dan kemungkinan besar nanti sore bala bantuan dari
dua perguruan silat itu sudah datang kemari. Mungkin ayah bisa menghubungi
Partai Ikan Terbang dan Pesanggrahan Gunung Gamping yang dipimpin Panembahan
Wicaksono Aji. Dua tempat itu sangat berdekatan, mungkin mereka bisa kita mintai
bantuan, terutama sekali Panembahan Wicaksono Aji," kata Wanengpati panjang
lebar. Semua yang ada di situ mengangguk-anggukkan kepala pertanda persetujuan.
Wanengpati menerangkan pembagian tugas sesuai dengan wilayah dan kondisi masingmasing orang. Orang sekelas Raja Pemalas dan Raja Penidur tentu memiliki
ketelitian tersendiri terhadap tempat-tempat yang rawan jika berada di dalam
hutan. Konon kabarnya Raja Pemalas memiliki hidung setajam hidung anjing, dia
bisa mengendus segala jenis bau keringat manusia, selama tidak lebih dari
sepekan kakek pemalas itu masih bisa menemukan jejak orang yang diinginkannya!
Sedangkan Sepasang Naga Dan Rajawali, sebagai tokoh muda yang sedang naik daun
lebih cocok ditugaskan pada daerah bertebing tinggi serta curam dikarenakan
selain memiliki ilmu ringan tubuh yang tinggi, mereka kemampuan lain yang jarang
dimiliki oleh manusia pada umumnya. Suatu ikatan yang hanya dimiliki oleh orangorang kembar. Ikatan batin! Juragan Padmanaba dan Ki Dalang Kandha Buwana tentu saja sudah sangat akrab
dengan lingkungan sekitar mereka, jika hanya untuk menghubungi beberapa
perguruan silat yang ada sekitar wilayah barat, tentu saja merupakan tugas yang
paling ringan, karena masing-masing dari ketua perguruan silat merupakan sahabat
karib dari Kepala Dukuh Songsong Bayu dan Kakek Pemikul Gunung.
"Kakang, lalu tugas Ayu apa?"
"Ayu, kau bisa ikut dengan si kembar," jawab Wanengpati dengan cepat.
"Baiklah." "Jika semua sudah siap, menjelang petang kita sudah harus berkumpul di tempat
ini melaporkan hasil penyelidikan masing-masing. Ada pertanyaan?"
"Bagaimana dengan nenek pemarah itu?" tanya Raja Pemalas.
"Biar saya yang menghubungi."
-o0o- Sementara itu, di sebuah dataran lembah yang cukup luas, berada dibalik lebatnya
rerimbunan perdu dan pohon-pohon raksasa, terdapat sebuah lubang yang cukup
menjorok ke dalam tanah, menyerupai liang tikus yang besar cukup memuat dua
orang. Akan tetapi liang itu tertutup oleh rerimbunan semak belukar, sehingga
orang yang lewat disekitarnya akan menganggap tidak ada apa-apa dibalik semaksemak yang rimbun itu. Liang itu hanya sedalam tiga empat tombak saja, tapi setelah sampai di dasar
liang, akan terlihat sebuah lorong gelap setinggi kurang lebih setengah tombak.
Orang harus berjalan dengan membungkuk jika ingin melewati lorong gelap ini.
Lorong ini memiliki panjang yang tak terukur, berkelok-kelok seperti ular dan
banyak tikungan dimana-mana, andai orang yang baru pertama kali masuk ke tempat
iti, dijamin sulit menemukan jalan keluar.
Tetapi sesosok tubuh ramping dengan baju ketat hitam-hitam tampak berjalan
dengan tenang dalam kegelapan, sinar mata mencorong tajam kuning kehijau-hijauan
di dalam gelap, seakan menerangi jalan berkelok-kelok yang dilaluinya. Ternyata
ia tidak sendirian ditempat itu. Sesosok mahkluk kecil berkaki empat dengan bulu
hitam legam tampak berjalan cepat didepannya. Sorot mata kuning kehijau-hijauan
sama persis dengan sosok ramping di belakangnya.
Karena makhluk itu adalah seekor kucing berbulu hitam!
Tapi kucing itu bukan sembarang kucing, ia adalah sejenis kucing jejadian,
kucing siluman yang dipuja oleh sosok wanita yang berjalan dengan tenang di
belakangnya. Setelah melewati jalan yang berkelok-kelok dengan berjalan sambil membungkuk
selama sepenanakan nasi, sampailah dua makhluk beda jenis di suatu ruangan yang
cukup lebar dan luas, menyerupai sebuah kubah raksasa. Di tepat tengah ruangan
terlihat sebuah bola kristal yang diletakkan di atas kepala patung raksasa
berwajah setan. Bola kristal itu memancarkan warna kuning terang, sehingga cukup
menerangi bagian dalam kubah raksasa.
Tidak ada apa-apa di tempat itu, selain dari sebuah kursi besar dilapisi beludru
kuning gading dengan sandaran kursi yang memiliki ukiran menyeramkan, dimana
lantainya di lapisi dengan hamparan kulit harimau raksasa berwarna hitam pekat.
Beberapa ekor ular belang terlihat berlalu-lalang di sekitar tepian kubah, tapi
tidak ada yang berani mendekati kursi besar, seakan terdapat rasa takut yang
aneh. Si wanita dan kucing siluman itu berjalan mendekati kursi menyeramkan, sepuluh
langkah dari kursi berbeludru kuning gading, entah dari mana datangnya, sebentuk
kabut hitam pekat menyelimuti sosok kucing hitam.
Bwoshh! Soshh! Kabut itu terlihat berputar-putar, bahkan sampai sosok mungil kaki empat berbulu
hitam tidak terlihat bentuknya. Semakin lama putaran semakin melebar dan
membumbung ke atas setinggi tiga tombak. Tiba-tiba ...
Bweshh! Srepp!! Gumpalan kabut hitam mendadak buyar, kemudian meluruh ke bawah dengan cepat,
seakan dibawahnya terdapat lobang penghisap.
Sekarang, yang berada dihadapan si wanita berbaju hitam ketat bukan lagi seekor
kucing hitam, tapi sesosok tubuh ramping berkulit kuning langsat. Beberapa
gelang emas bertahta berlian melingkar indah di pergelangan tangannya yang
mulus, sebutir tahi lalat pun tidak terdapat di atas hamparan kulit itu. Tubuh
tinggi semampai dengan balutan pakaian warna hitam cemerlang dimana seluruh
benda yang menempel di badannya memancarkan cahaya pemikat gaib. Dengan adanya
tonjolan membusung kencang di bagian dada, bisa dipastikan sosok itu seorang
berjenis perempuan. Dan dilihat dari postur tubuh dan kuning langsatnya kulit,
ditambah dengan rambut hitam legam sepanjang pinggang bisa dipastikan ia adalah
sosok wanita sempurna, dalam artian cantik jelita. Namun, saat wanita jelmaan
kucing siluman itu menoleh ke arah orang dibelakangnya, sontak terlihat
keterkejutan yang begitu kentara dari tokoh bergelar Kucing Iblis Iblis Sembilan
Nyawa. Sebab sosok wanita bertubuh aduhai itu ternyata berwajah kucing!
Tentu saja si Kucing Iblis Sembilan Nyawa terkejut melihat kenyataan perubahan
wajah junjungannya sebab sudah puluhan kali dirinya melihat sosok di depan yang
disebut sebagai Ratu Siluman Kucing selalu merubah wujud menjadi sosok gadis
cantik rupawan berkulit kuning langsat dengan wajah cantik jelita, tapi baru
kali ini ia melihat wajah Sang Ratu berwujud kepala kucing lengkap dengan
telinga yang berada disisi atas kepala.
"Nyi Ratu ... wajahmu ... " terdengar gagap sekali si kucing iblis sembilan
nyawa. "Aku tahu!" suara serak terdengar dari mulut Ratu Siluman Kucing, "semua ini
gara-gara di rajawali tua itu!"
Tidak ada lagi kemerduan suara yang biasa di dengar, tapi suara serak yang jelek
sekali, bahkan terlihat pancaran dendam mata membara di bola matanya. Bahkan
sorot mata kuning kehijau-hijauan semakin mencorong tajam, seolah mengeluarkan
kobaran api dendam yang ingin membakar orang yang disebutnya 'rajawali tua' itu.
"Bukan hanya wajahku, tapi nyawaku kini hanya tinggal satu-satunya! Benar-benar
keparat busuk!" maki Ratu Siluman Kucing.
"Ratu Siluman Kucing! Kau tidak perlu berang seperti itu!"
Sebuah suara tanpa wujud menggema di dalam kubah raksasa itu.
Karuan saja, Ratu Siluman Kucing dan Kucing Iblis Sembilan Nyawa langsung
berlutut mendengar suara teguran yang cukup keras itu.
"Hormat kepada Ketua!"
"Kuterima salam hormat kalian!"
Perlahan namun pasti, terlihat samar-samar sesosok bayangan kuning keemasan,
dimana bayangan itu seolah antara ada dan tiada, bahkan ada kalanya terlihat
mengambang di udara. Sesaat kemudian, sosok bayang kuning keemasan terlihat
semakin nyata dan terlihat sesosok tubuh manusia duduk tenang di atas kursi
besar satu-satunya di tempat itu.
Sebuah peragaan 'Ilmu Panglimunan' tingkat tinggi pun terpentang di depan mata!
Sulit sekali mengetahui bagaimana raut wajah sosok dikarenakan ia mengenakan
sebuah topeng tengkorak yang terbuat dari emas murni. Topeng tengkorak emas itu
seolah merupakan bagian dari wajah karena tidak ada sepotong tali atau seutas
benang pun yang menopang agar topeng tengkorak emas itu tetap berada di
tempatnya. Dari bentuk tubuh, dipastikan bahwa sosok berpakaian yang serba
kuning keemasan itu adalah seorang laki-laki, ditilik dari getaran suara dan
adanya jakun di leher. Sepasang mata tajam sedikit terpejam berada di balik topeng tengkorak emas itu.
Entah siapa gerangan tokoh ini, sehingga begitu ditakuti oleh tokoh sakti
sekaliber Kucing Iblis Sembilan Nyawa dan juga makhluk dari alam gaib sekelas
Ratu Siluman Kucing. "Bagaimana dengan tugas kalian?" tanya si tokoh bertopeng tengkorak emas dengan
suara datar. Jelas ia berusaha menyembunyikan jatidirinya dengan mengubah nada suaranya
"Maafkan hamba, ketua! Hamba belum berhasil ... " sahut Ratu Siluman Kucing
dengan masih berlutut, suara yang terlontar terdengar sedikit bergetar.
"Hemm ... belum berhasil atau gagal?" balik bertanya si Topeng Tengkorak Emas,
tetap dengan nada datar. Tiada jawaban sama sekali dari mulut Ratu Siluman Kucing, namun dari getaran
tubuhnya terlihat jelas kalau ia sedang mengalami rasa takut, disebabkan dirinya
sudah pernah mati lima kali tewas di tangan si Topeng Tengkorak Emas dan itu
artinya ia pernah lima kali mengalami kegagalan dalam menjalankan tugas.
Sedangkan kini nyawa yang ada ditubuhnya hanya tinggal satu!
Dengan pelan, laki-laki bertopeng tengkorak emas bangkit dari tmpat duduknya,
lalu berjalan lambat-lambat ke arah dua orang wanita itu berlutut, dengan
menggendong tangan di belakang tubuh.
"Kalian seharusnya tahu! Bahwa dengan mendapatkan Mutiara Langit Merah merupakan
hal yang paling penting dalam kelangsungan hidup para makhluk gaib yaitu bangsa
kita!" kata si Topeng Tengkorak Emas pelan, namun pancaran hawa membunuh terasa
sekali menyentuh kulit tubuh dua wanita yang masih berlutut. Sebagai orang yang
berilmu tinggi, Kucing Iblis Sembilan Nyawa tentu menyadari adanya hawa membunuh
yang pekat dan mendekat ke arahnya.
"Padahal kalian tahu bahwa beberapa tahun yang lalu, Mutiara Langit Putih yang
semula berada di tangan Ketua Padepokan Singa Lodaya telah berhasil diambil alih
oleh seorang bocah ingusan yang bernama Paksi Jaladara. Bahkan sampai Ratu Sesat
Tanpa Bayangan yang aku utus pun gagal. Dan akibatnya .. Kalian pasti tahu
sendiri bukan?" kata dengan si Topeng Tengkorak Emas dengan santai sambil tetap
berjalan ke arah mereka berdua.
Masih ingat dalam benak dua orang itu, bagaimana ketuanya, si Topeng Tengkorak
Emas memberi hukuman atas kegagalan si nenek sesat itu.
Tangan kiri dan kaki kanannya harus buntung sebatas siku!
-o0o- Jilid 1 : Sang Pewaris - Bab Dua Puluh Lima
Sudah beruntung bagi Ratu Sesat Tanpa Bayangan karena si Topeng Tengkorak Emas
hanya membuntungi tangan kiri dan kaki kanan saja, sebab sebelumnya Sepasang
Demit Anjing Liar harus meregang nyawa di tangan Pengawal Kanan sang ketua
dikarenakan gagal mendapatkan Mutiara Langit Putih, bahkan kembali dengan
kondisi terluka parah. Meski dua siluman anjing dari alam gaib itu gagal, tapi
jasadnya masih utuh, tidak hancur seperti utusan yang sudah-sudah.
Benarkah Pusaka Rembulan Perak adalah Mutiara Langit Putih seperti yang dimaksud
oleh si Topeng Tengkorak Emas"
Jika memang benar, maka Istana Elang, terutama Paksi Jaladara, harus menghadapi
seorang musuh yang paling tangguh dalam sejarah berdirinya tonggak Istana Elang
yang bermukim di Gunung Tambak Petir itu!
"Ampuni hamba Ketua! Hamba ... "
"Mengampunimu" Enak saja kau bicara!" bentak si Topeng Tengkorak Emas dengan
keras. Entah bagaimana caranya, segumpal kekuatan tak kasat mata telah menampar pulang
balik pipi Ratu Siluman Kucing, sedang Kucing Iblis Sembilan Nyawa juga tak
luput dari tamparan gaib itu.
Plakk! Plakk! Brugh! Badan Ratu Siluman Kucing hanya oleh ke kanan ke kiri, namun akan halnya dengan
Kucing Iblis Sembilan Nyawa langsung terpental ke belakang dan akhirnya jatuh
setelah menabrak dinding kubah dengan keras. Dan akhirnya ...
Pingsan! Bisa dipastikan tulang pelipisnya remuk. Tentu saja tamparan itu bukan tamparan
biasa, tapi telah dilambari dengan rangkuman tenaga gaib yang tinggi. Bisa
dibayangkan bagaimana kesaktian dari si Topeng Tengkorak Emas. Hanya dengan
pancaran hawa gaib dari tubuhnya saja sudah mampu membuat tokoh gaib sekelas
Ratu Siluman Kucing menjadi tergetar.
"Baik! Kali ini kalian berdua aku ampuni!" kata si Topeng Tengkorak Emas sambil
balik badan dan berjalan ke arah kursi kebesarannya, sambil berjalan ia berkata,
"... tapi kalian berdua harus lebih banyak menyebarkan rajah setan bertanduk
kepada para tokoh-tokoh hitam. Jika tokoh dari aliran putih, akan sulit sekali
mengendalikan mereka. Selain dari mencari Sepasang Mutiara Langit, aku juga
menginginkan kalian untuk mencari keterangan keberadaan orang-orang pemilik
Delapan Bintang Penakluk Iblis. Jika kalian menemuinya, bunuh saja!"
"Terima kasih, Ketua!"
"Kalian akan dibantu oleh dua orangku dalam melaksanakan tugas ini!" sambung si
Ketua. Sang ketua pun tampak berkomat-kamit membaca sesuatu. Tiba-tiba saja ...
Jlegg! Jleeg! Entah dari mana datangnya, dua sosok makhluk setinggi rumah sudah berada di
tempat ini. Mereka jatuh dalam keadaan berlutut. dua sosok makhluk dari alam
gaib masing-masing berbulu lebat dengan sepasang taring tajam di sela-sela
bibirnya. pancaran mata merah menyala terlihat nanar menggidikkan.
"Hormat kepada Pangeran!"
"Jin Hitam! Gendruwo Sungsang! Kalian bantu Ratu Siluman Kucing dan muridnya.
Jika mereka gagal, kalian tahu apa yang harus kalian kerjakan!" perintah sang
ketua bertopeng tengkorak emas kepada dua orang bawahannya.
"Baik, kami laksanakan Pangeran!" kata dua makhluk tinggi besar yang disebut Jin
Hitam dan Gendruwo Sungsang bersamaan.
"Ubah dulu wujud kalian seperti manusia!"
"Baik!" Jin Hitam dan Gendruwo Sungsang segera duduk bersila, sesaat kemudian keluar
segumpal asap tebal berbau busuk memualkan dari tubuh mereka berdua.
Wush!! Woshh!! Sekedipan mata kemudian, dua sosok tinggi besar telah hilang, tergantikan dengan
sosok dua orang yang duduk bersila dengan pakaian biru menyala. Diatas kepala
masing-masing terdapat sebentuk lingkaran dari emas putih, ditengahnya terdapat
sebutir mutiara yang berwarna biru terang tembus pandang. tentu saja mereka
salin rupa menjadi pemuda-pemuda gagah dan tampan dengan postur tubuh tinggi
tegap. Itulah perubahan wujud dari Jin Hitam dan Gendruwo Sungsang yang
merupakan dua dari delapan senopati tangguh dari Istana Iblis Dasar Langit dari
alam gaib. "Tugas kalian berdua adalah merebut Mutiara Langit Merah! Dan kau, Ratu Siluman
Kucing! Kau cari keterangan siapa saja pemilik dari Delapan Bintang Penakluk
Iblis. Jika berhasil, maka lima nyawa yang dulu aku ambil, akan ukembalikan
padamu!" kata tegas si Topeng Tengkorak Emas.
"Baik, Ketua!" sahut Ratu Siluman Kucing dengan gembira.
Tidak ada sahutan sedikit pun dari mulut sang ketua. Beberapa lama mereka
menunggu dengan kepala tertunduk, tapi tetap tidak ada perintah atau pun suara
yang mereka dengar. Pelan-pelan, kepala Ratu Siluman Kucing mendongak. Dia tidak


Pendekar Elang Salju Karya Gilang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat lagi sang ketua bertopeng lagi.
Si Topeng Tengkorak Emas ternyata telah menghilang tanpa bayangan!
Jin Hitam, Gendruwo Sungsang dan Ratu Siluman Kucing bangkit dari tempatnya
berlutut. "Nyai Ratu, bagaimana wajahmu bisa seperti itu?" tanya jin hitam terkejut saat
memperhatikan raut wajah Ratu Siluman Kucing, "Apakah ... wajahmu masih bisa
dikembalikan seperti sediakala?"
"Huh! Ilmuku sudah berkurang banyak semenjak nyawa ke delapanku hilang!" sahut
Ratu Siluman Kucing dengan penuh sesal, "hanya seperti inilah tingkat perubahan
yang bisa aku lakukan. Untuk merubah wajah, rasanya sudah cukup sulit! Ini semua
gara-gara si rajawali tua keparat itu!"
Lagi-lagi rajawali tua disebut-sebut Ratu Siluman Kucing, mungkinkah dia adalah
Rajawali Alis Merah yang telah menghilangkan nyawa ke delapannya"
"Bagaimana jika kami bantu memulihkan wajahmu?"
"Kalian berdua mau membantuku mengembalikan wajahku seperti sebelumnya?"
"Tentu saja kami bersedia, cuma ... " kata Jin Hitam dengan terputus.
Seolah paham dengan maksud Jin Hitam dan Gendruwo Sungsang, Ratu Siluman Kucing
hanya ketawa kecil. Apalagi yang diinginkan dua makhluk dari alam gaib itu jika
bukan kehangatan tubuhnya"
"Ooo ... kalau cuma hal itu, aku tidak keberatan sama sekali! Aku pun juga sudah
lama tidak merasakan kehebatan kalian berdua di atas ranjang, hi-hi-hik!" sahut
Ratu Siluman Kucing sambil menowel pipi Jin Hitam.
"Ha-ha-ha! Lalu bagaimana dengan muridmu?"
"Perempuan tolol itu pasti ikut dengan apa yang aku katakan! Kalian tidak perlu
khawatir akan hal itu!" jawab sang siluman kucing dengan penuh arti.
"Ha-ha-ha! Bagus kalau begitu! Ha-ha-ha!" sahut Gendruwo Sungsang sambil tertawa
lebar. "Kapan kita mulai?"
"Sekarang saja, buat apa ditunggu lama-lama?" jawab Jin Hitam sambil membopong
tubuh sintal Ratu Siluman Kucing.
-o0o- Menjelang petang, dimana matahari sudah siap-siap berada di balik peraduan
abadinya, Ayu Parameswari dan si kembar dari Benteng Dua Belas Rajawali datang
terlebih dahulu ke padukuhan itu. Sesampainya disana, ternyata sudah di tempat
itu bertambah dengan empat orang yang masing-masing mengenakan baju ungu dan
celana hitam dengan sabuk kuning gading terdiri dari dua laki-laki dan dua orang
perempuan. Mereka berempat memperkenalkan diri sebagai utusan dari Perguruan Karang Patah,
yang dua laki-laki masing-masing adalah Linggo Bhowo dan Mahesa Krudo yang
usianya sekitar dua puluh tujuh tahunan, sedangkan yang dua perempuan bernama
Kamalaya yang berusia sekitar dua puluh tiga tahunan dan Janapriya yang berusia
sekitar dua puluh empat tahunan. Mereka berempat adalah empat orang murid utama
dari perguruan itu yang terkenal dengan sebutan Empat Golok Sakti dari Perguruan
Karang Patah. Untuk mendalami 'Ilmu Golok Sejodoh' masing-masing orang harus berpasangan
dengan lawan jenisnya sehingga oleh Ki Angon Samudro, mereka dinikahkan untuk
lebih mendalami ilmu golok ini. Dikarenakan sebelumnya Linggo Bhowo dan Kamalaya
sudah saling mencintai, begitu juga dengan Mahesa Krudo dan Janapriya, sehingga
tidak terlalu sulit mereka berdua untuk menguasai 'Ilmu Golok Sejodoh', bahkan
pada tataran jurus yang paling tinggi, dimana mengerahkan jurus-jurus golok
dengan paduan tenaga dalam tinggi, setiap pasangan suami istri bisa menggunakan
jurus golok seperti orang yang sedang bermesraan.
Jurus 'Golok Lengkungi Jagad' bisa membuat lawan menjadi terlena dan terpana
sesaat karena pasangan yang mengerahkan Jurus 'Golok Lengkungi Jagad' terlihat
seperti orang yang sedang di mabuk birahi, saling cumbu dan saling lilit dengan
pasangan, bahkan ada kalanya diiringi dengan desahan-desahan napas halus dari si
wanita. Tentu saja suara-suara itu digunakan untuk memecah konsetrasi lawan
sehingga mudah ditumbangkan.
"Kakang Wanengpati, di sebelah timur tidak ada tempat-tempat yang mencurigakan
seperti yang kita inginkan." lapor Ayu Parameswari pada kakaknya, " ... tidak
ada satu manusia pun yang berani mendiami tempat itu."
"Hemm, apa kau yakin?"
"Yakin sekali, Kakang! Bahkan sudah dijajaki Nawara dengan 'Ilmu Empat Arah
Pembeda Gerak', yang ada cuma kumpulan hewan-hewan melata saja yang ada di
tempat itu." "Baik kalau begitu! Lebih baik kalian bertiga istirahat saja di dalam," kata
Wanengpati," ... Oh, ya! Mereka berempat adalah Empat Golok Sakti, sahabatsahabat dari Perguruan Karang Patah."
Tiga anak muda itu menganggukkan kepala sebagai tanda hormat, dan dibalas dengan
anggukan kepala pula oleh Empat Golok Sakti.
"Maaf, kami masuk ke dalam terlebih dahulu," kata Nawara pada Empat Golok Sakti.
"Silahkan, saudari!"
Karena betul-betul lelah tiga anak muda itu langsung ngeloyor pergi ke dalam.
Nawara dan Ayu langsung menuju bilik tengah tempat gadis itu biasa tidur,
sedangkan Nawala langsung menuju dipan dimana sebelumnya Raja Penidur sedang
'menjalani pertapaan'. Sebentar saja, pemuda berbaju putih yang dada kirinya
adalah sulaman naga, langsung menggesor tidur.
Benar-benar tidur! Berturut-turut, datanglah Kakek Pemikul Gunung dan Kepala Dukuh Songsong Bayu
yang datang bersama seorang kakek bertongkat kayu cendana. Kakek itu mengenakan
sehelai kain putih yang di selempangkan di dada. Tubuhnya terlihat ringkih
dengan berjalan tertatih-tatih ditopang oleh tongkat kayu di tangan. Beberapa
kali terdengar batuk-batuk kecil dari mulutnya yang sudah keriput dan ompong,
bisa diperkirakan sosok tua berselempang putih berusia sekitar sembilan puluhan
tahun. Dialah Panembahan Wicaksono Aji!
"Selamat dating, Bapa Panembahan! Maaf kami harus merepotkan panembahan dengan
masalah yang di hadapi padukuhan ini," sambut Wanengpati dengan hormat.
"Uhhukk, uhukk! Tidak apa-apa Nakmas. Mungkin tulang-tulang tua ini perlu
sedikit pelemasan. Semadi terus-menurus juga tidak baik bagi kesehatan," jawab
Panembahan Wicaksono Aji dengan suara khasnya.
Suara yang lembut menenteramkan.
"Ayah, bagaimana dengan Partai Ikan Terbang" Apa mereka bersedia?" tanya
Wanengpati setelah Panembahan Wicaksono Aji berlalu dan duduk satu meja dengan
Empat Golok Sakti. "Kelihatannya agak sulit, anakku! Sebab di Partai Ikan Terbang sendiri juga
sedang mengalami musibah. Salah seorang dari murid Partai Ikan Terbang ternyata
juga memiliki rajah setan bertanduk. Terpaksa tadi aku dan mertuamu harus
sedikit memeras keringat untuk mengusir rajah setan bertanduk itu," terang Kakek
Pemikul Gunung. "Untungnya, rajah setan itu baru berwujud samar-samar, jadi murid Partai Ikan
Terbang tersebut masih bisa diselamatkan. Untung masalah itu segera diketahui
sendiri oleh Ketua Partai Ikan Terbang," kata Juragan Padmanaba.
Wanengpati mengangguk-anggukan kepalanya, gumamnya, "Jadi ... lambang setan itu
sudah mulai menyebar. Tidak hanya pada orang biasa saja, bahkan murid-murid
perguruan juga kena pengaruh rajah setan itu."
Setelah berpikir beberapa saat, pemuda berkata, "Berarti ... memang ada orang
atau golongan tertentu yang secara sengaja memberikan menyebarluaskan rajah
setan itu. Tidak peduli siapa saja, bisa terkena."
"Benar juga pemikiranmu."
"Yang jadi masalah, dengan cara bagaimana rajah setan bertanduk itu bisa
menempel ke tubuh manusia" Dam siapa sesungguhnya yang menempelkan rajah setan
itu?" kata Wanengpati dalam bentuk pertanyaan.
Ki Dalang Kandha Buwana hanya terdiam saja.
Tak lama kemudian, tiga orang sudah sampai di pendopo dan berbaur menjadi satu
dengan empat golok sakti dan Panembahan Wicaksono Aji yang terlibat dengan
pembicaraan seru. Wanengpati kemudian menceritakan tentang adanya Rajah Penerus Iblis, yang
diketahuinya dari mayat Parjo. Semua diceritakan sampai ke detail-detailnya.
Semua orang yang ada di tempat itu selain Ki Dalang Kandha Buwana, Juragan
Padmanaba dan Wanengpati sendiri, tersentak kaget!
"Jadi, Nyi Rengganis juga telah jadi korban?" kata Panembahan Wicaksono Aji
dengan kaget. "Benar, Paman Panembahan. Sungguh malang sekali nasib istriku!"
Sebagai orang yang waskita, orang yang ngerti sakdurunge winarah (mengerti
sebelum terjadi), tentu saja Panembahan Wicaksono Aji bisa meraba di dalam
gelap. Kemampuannya untuk memilah-milah hal-hal pelik sangat diperlukan saat
itu. Setelah termenung sejenak sambil mengerahkan ilmu batinnya, terlihat
kilasan-kilasan kejadian yang muncul di dalam benaknya.
Justru yang membuatnya kaget adalah sosok samar Dhandang Gendis yang pertama
kali muncul dalam mata batinnya. Bersamaan dengan itu pula, istri Wanengpati
yang juga putri tunggal Juragan Padmanaba keluar diiringi dengan membawa makanan
kecil berupa pisang goreng, Nogo Sari, Klepon dengan parutan kelapa dan wedang
jahe tampak beriringan keluar.
Justru itulah yang membuat Panembahan Wicaksono Aji semakin tersentak kaget.
"Aahh ... !" "Ada apa Paman Panembahan?" tanya Kakek Pemikul Gunung.
"Kandha, gunakan 'Ilmu Suket Kalanjana'! Maka kau akan tahu sebabnya," jawab
Panembahan Wicaksono Aji dengan nada berbisik.
Segera saja Ki Dalang Kandha Buwana merapal mantra 'Ilmu Suket Kalanjana', suatu
ilmu kuno yang berguna untuk melihat suatu pancaran hawa seseorang atau suatu
benda yang memiliki kekuatan gaib atau hanya benda biasa saja, bahkan mampu
melihat benda-benda yang tertutup sekalipun. Kali ini, pancaran sinar gaib dari
mata Ki Dalang Kandha Buwana mengarah pada dua orang yang baru saja datang. Yang
pertama menjadi sasaran tentu adalah istrinya sendiri, Nyi Lastri.
Setelah diamati-amati beberapa saat, tidak ada yang aneh dan istimewa pada diri
istrinya. Kemudian pancaran mata gaib Kakek Pemikul Gunung beralih ke diri
Dhandang Gendis, anak mantunya. Juga tidak ada yang pada diri mantunya itu.
Namun secara tanpa sengaja ia mengarahkan kekuatan 'Ilmu Suket Kalanjana' ke
arah perut Dhandang Gendis, kakek itu terperanjat sampai tubuhnya terlonjak ke
atas. Selain terdapat seorang calon jabang bayi yang baru tujuh delapan bulanan, di
dalam perut mantunya terdapat sesuatu pancaran hawa gaib merah hati!
"Paman, cahaya apa itu?" kata Ki Dalang Kandha Buwana setelah hilang
keterkejutannya. "Mungkin cucumu itulah sebenarnya tujuan utama dari para pemilik rajah setan
bertanduk itu," kata Panembahan Wicaksono Aji sambil mengelus-eluis jenggot
putihnya yang panjang. Semua percakapan itu terdengar jelas oleh semua orang yang ada ditempat itu,
bahkan rata-rata tidak bisa menyembunyikan kekagetan di wajah mereka.
Tentu saja yang paling kaget adalah Wanengpati!
"Apa!?" "Tenang Nakmas ... tenang! Saya belum selesai berbicara," tutur Panembahan
Wicaksono Aji sambil memegang pundak Wanengpati dengan lembut.
Setelah menghela napas beberapa jenak, Wanengpati berkata, "Silahkan Bapa
Panembahan lanjutkan! Maafkan tentang kelancangan saya tadi!"
Seulas senyum arif tersungging di bibir tua itu.
"Bapa Panembahan, bisakah Bapa memperjelas dengan semua ini! Terus terang saja,
kami masih belum mengerti dengan apa yang Bapa Panembahan maksudkan," kata
Mahesa Krudo, salah satu dari Empat Golok Sakti.
Setelah minum seteguk air jahe, Panembahan Wicaksono Aji berkata, "Nakmas
Wanengpati, seharusnya kau berbahagia saaat ini dikarenakan anakmu sudah
ditakdirkan sebagai salah satu calon penerus penumpas iblis yang ada di muka
bumi. Hal ini memang sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa, dirimu tidak perlu
menyesali hal ini." "Jadi ... anakku merupakan salah satu dari penerus penumpas iblis" Jika begitu
masih ada beberapa orang lagikah para penerus itu?" potong Wanengpati dengan
tergesa-gesa. "Sabar, sabar! Biar Paman Panembahan meneruskan dulu keterangannya." kata Ki
Dalang Kandha Buwana. "Tidak apa-apa Kandha! Kekhawatiran yang dipunyai Nakmas Wanengpati itu sudah
sewajarnya dimiliki oleh para orang tua," sahut Panembahan Wicaksono Aji dengan
tenang, lalu lanjutnya, "Di bumi yang damai ini, terdapat delapan orang yang
memiliki tanda sebagai penerus penumpas iblis. Untuk saat ini sudah muncul tujuh
orang, sedang orang yang ke delapan adalah calon anakmu, Nakmas."
Semua orang terdiam mendengar cerita dari Panembahan Wicaksono Aji, seorang
pendeta tua yang sangat mumpuni dan waskita pada jaman ini.
"Mereka berdelapan adalah tonggak dunia persilatan dalam memerangi kejahatan dan
kemungkaran, baik yang dilakukan oleh manusia mau pun makhluk alam gaib. Bisa
dikatakan delapan orang ini bisa hidup di dua alam, yaitu alam manusia dan alam
gaib. Setiap orang yang dipilih akan memiliki sebuah tanda khusus yaitu adanya
sebentuk rajah berbentuk bintang segi delapan berwarna biru dengan tepi kuning
keemasan akan tertera di tubuh mereka," tutur Panembahan Wicaksono Aji. Setelah
berhenti sejenak, pendeta tua itu pun melanjutkan penuturannya, "Rajah bintang
itu dinamakan dengan Bintang Penakluk Iblis."
"Lalu, pancaran gaib warna merah itu apa, Bapa Panembahan?" tanya Linggo Bhowo
dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
"Menurut kitab kuno yang pernah aku baca, hanya pemilik lambang Bintang Penakluk
Iblis ke satu akan memiliki Mutiara Langit Putih, sedangkan pemilik Bintang
Penakluk Iblis ke delapan akan memiliki Mutiara Langit Merah. Dengan adanya
pancaran sinar merah yang turut dalam kandungan istri Wanengpati, bisa diartikan
calon jabang bayi itu merupakan bintang yang ke delapan. Artinya bahwa Mutiara
Langit Merah sudah memilih sendiri tuannya," lanjut Panembahan Wicaksono Aji
dengan lugas. Semua orang menganggukkan kepala tanda mengerti.
"Lalu, apa kegunaan Mutiara Langit Merah itu, sampai-sampai orang-orang yang
memiliki rajah setan bertanduk mengincarnya?"
"Selain sebagai senjata pemusnah segala jenis kekuatan hitam atau kekuatan
iblis, Sepasang Mutiara Langit selain bisa meningkatkan kemampuan tenaga gaib
para makhluk tersebut, juga mampu membuka tirai gaib antara alam manusia dan
alam gaib sehingga mereka bisa muncul ke permukaan bumi kapan saja, tidak
terpancang waktu siang atau malam, bahkan makhluk gaib yang memiliki kekuatan
tenaga gaib paling rendah sekalipun, bisa sliwar-sliwer di depan mata kita tanpa
perlu menggunakan ilmu sakti untuk bisa melihat mereka. Bisa dibayangkan
bagaimana keadaan bumi ini, jika makhluk gaib bisa hidup bebas di alam manusia.
Maka yang terjadilah adalah ... Kekacauan besar!" jawab Panembahan Wicaksono Aji
dengan panjang lebar. Semua khalayak terhenyak!
Tidak pernah dibayangkan dalam pikiran mereka, bahwa akan muncul kejadian
mengerikan seperti itu. Sulit sekali mencerna keterangan yang diberikan oleh
Panembahan Wicaksono Aji, namun melihat kenyataan yang terjadi saat ini, mau
tidak mau mereka harus percaya juga. Jika hanya mengatasi setan berwujud manusia
akibat tertempel rajah setan bertanduk saja sudah harus memeras tenaga yang
begitu besar, bagaimana jika yang harus dihadapi adalah biang keroknya"
Sungguh sulit dibayangkan akibatnya!
"Jadi ... cucuku dalam bahaya, Paman Panembahan?" tanya Juragan Padmanaba.
"Tidak!" "Tidak?" "Ya! Sebab jika memang benar bahwa Mutiara Langit Merah sudah memilih tuannya,
siapa pun dia, tak peduli dia demit, siluman atau iblis sekali pun tidak akan
bisa mengambil mutiara langit, kecuali ... "
"Kecuali apa?" -o0o- Jilid 1 : Sang Pewaris - Bab Dua Puluh Enam
"Kecuali bahwa orang yang mengambilnya adalah manusia setengah setan separuh
iblis!" kata Panembahan Wicaksono Aji dengan tegas, "Jika yang mengambil adalah
sejenis setan, siluman atau iblis, meski manusia yang bersekutu dengan mereka,
Sepasang Mutiara Langit akan memancarkan Sinar Pelebur Ruh. Jangankan terkena
secara langsung, cukup terserempet sudah bisa mengirim mereka ke peristirahatan
abadi." "Lalu ... bagaimana dengan manusia biasa?" tanya Kamalaya yang sedari awal hanya
menyimak saja. "Mutiara Langit bisa mengetahui isi hati seseorang. Jika hanya menyentuh saja
tanpa bermaksud memiliki, Mutiara Langit akan mengeluarkan sengatan kecil
seperti sengatan lebah, meski sedikit menyakitkan tapi tidak merenggut nyawa.
Jika ada yang berniat buruk hati, baik pada majikannya atau pada Mutiara Langit
sendiri, secara otomatis benda itu akan memancarkan Sinar Pelebur Raga." ujar
Panembahan Wicaksono Aji dengan tajam. "Tubuh bisa hangus terbakar!"
"Betul-betul benda yang mengerikan!" gumam Mahesa Krudo, sambil membayangkan
jika dirinya berubah menjadi seonggok arang hitam berbentuk manusia.
Hii!!

Pendekar Elang Salju Karya Gilang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kita harus mencegah jangan sampai benda pembawa maut itu jatuh ke tangan orang
sesat," tandas Wanengpati, setelah menghela napas panjang, "Perlu sekali
merencanakan suatu langkah untuk mencegah bencana yang kemungkinan besar akan
terjadi di bumi ini."
"Aku setuju dengan perkataanmu, sobat Wanengpati," timpal Linggo Bhowo, " ...
permasalahan ini sekarang bukan hanya milik rimba persilatan, tapi juga sudah
menjadi permasalahan dunia. Kami Empat Golok Sakti dari Perguruan Karang Patah
siap membantu sepenuh hati!"
Perkataan Linggo Bhowo diiyakan oleh tiga orang temannya yang lain.
"Terima kasih atas kesediaan sobat-sobat dari Empat Golok Sakti. Saat ini kami
semua memang mengharapkan bantuan yang tidak sedikit. Sementara kita masih
menunggu kedatangan Sepasang Raja Tua dan Bidadari Berhati Kejam yang sedang
melakukan penyelidikan di wilayah Selatan dan Utara. Sebentar mereka juga akan
sampai di tempat ini."
"Apakah yang dimaksud dengan Sepasang Raja Tua itu adalah Raja Pemalas dan Raja
Penidur?" tanya Janapriya dengan kaget.
"Benar!" Tentu saja Empat Golok Sakti mengenal siapa adanya Sepasang Raja Tua itu,
sepasang kakek tua yang memiliki tabiat sebagai tukang malas dan tukang tidur.
"Bukan sebentar lagi, tapi mereka memang sudah sampai," gumam Panembahan
Wicaksono Aji. Sebagai orang yang waskita, tentu saja si kakek pendeta memiliki ilmu yang tidak
rendah. Dari desiran hawa yang berhasil ditangkap, ia bisa memastikan siapa saja
yang mendekati tempat itu, bahkan saat Kakek Pemikul Gunung dan Juragan
Padmanaba masih dalam jarak ratusan tombak dari tempat kediamannya di lereng
Gunung Gamping, sudah bisa diketahui dengan pasti.
Tak lama berselang, terlihat di kejauhan Raja Pemalas dan Raja Penidur yang
datang agak belakangan. Jika Raja Pemalas berjalan dengan langkah ogah-ogahan,
namun tanpa perlu tempo lama sudah sampai di tempat itu, seperti angin berhembus
di pagi hari. Tentu saja kakek pemalas itu mengerahkan 'Langkah Sakti Pemalas'
sebagai landasan jurus peringan tubuh. Beda dengan Raja Penidur, si kakek malah
berjalan sambil tidur, bahkan dengan mata terpejam rapat-rapat. Tapi langkah
kakinya tidak kalah cepat dengan sobatnya si Raja Pemalas. Tak perlu ditanya,
kakek tukang mimpi itu menggunakan salah satu ilmu andalannya yang bernama
'Berjalan Sambil Tidur' untuk mengimbangi 'Langkah Sakti Pemalas'!
Yang membuat mereka kaget adalah, ternyata di tubuh masing-masing memanggul dua
orang, yang entah hidup entah pingsan.
Linggo Bhowo dan Mahesa Krudo segera menghampiri dan membantu menurunkan sosok
yang dipanggul Sepasang Raja Tua.
"Mereka dari Perguruan Perisai Sakti!" kata Raja Pemalas setelah dua orang itu
diturunkan dari pundak masing-masing.
Wanengpati segera menghampiri orang-orang yang diduga dari Perguruan Perisai
Sakti itu. Setelah melihat ciri-ciri khusus yang ada, memang menunjukkan bahwa
mereka berasal dari Perguruan Perisai Sakti.
"Dimana Paman menemukan mereka?" tanya Wanengpati sambil melepaskan beberapa
totokan untuk menyadarkan dua orang itu.
"Di tepi utara hutan sebelah, saat kami berdua sedang menyusuri tempat-tempat
yang mungkin digunakan sebagai sarang para pemiliki rajah setan." urai Raja
Pemalas sambil sesekali mengurut-urut pundaknya yang pegal. Sedang Raja Penidur
langsung menuju ke arah dipan, lalu terkulai tertidur di samping Nawala yang
telah 'bertapa' terlebih dahulu.
"Mereka pingsan sudah lama, entah pingsan entah tidur aku juga tidak tahu. Sudah
kucoba berulang kali membuka totokan mereka, satu pun tidak ada yang berhasil."
kata Raja Pemalas sambil ngeloyor pergi, "Mungkin aku sudah terlalu tua, jadi
sudah berkurang tenaganya."
Wanengpati pun mengerutkan kening, sambil bergumam, "Heran, totokan jenis apa
yang bisa membuat dua orang ini pingsan seperti ini. Mirip dengan orang yang
sedang tidur nyenyak."
Wanengpati memeriksa dengan seksama, bahkan Mahesa Krudo ikut serta memeriksa
salah satunya. Tiba-tiba matanya tertumbuk pada dua noda hitam di bagian
tengkuk. Noda itu terlalu kecil jika tidak diamati dengan teliti.
"Ini apa?" gumam Mahesa Krudo, secara tidak sadar tangan kiri bergerak hendak
menyentuh noda hitam itu.
"Jangan disentuh!"
Suara kereng terdengar menggema di pelosok padukuhan itu. Jelas sekali bahwa
suara tanpa wujud merupakan lontaran tenaga dalam tingkat tinggi lewat udara
yang hanya bisa dilakukan oleh tokoh-tokoh tua rimba persilatan. Benar saja,
sesosok bayangan berkelebat cepat ke arah para pendekar berkumpul.
Wuss!! Terlihat sosok wanita yang masih memperlihatkan sisa-sisa kecantikan di masa
mudanya telah hadir di tempat itu.
Siapa lagi jika bukan Bidadari Berhati Kejam!"
"Jika kau ingin tertidur selamanya, sentuh saja noda hitam itu," tandas Bidadari
Berhati Kejam. Mahesa Krudo masih tertegun melihat kedatangan sosok wanita parobaya di
depannya. "Memangnya kenapa, nini?"
"Kalau kau ingin tahu, itu adalah 'Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa'!"
"Apa!" 'Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa'?" seru Panembahan Wicaksono Aji
dengan kaget. "Tidak mungkin!"
"Kenapa tidak mungkin" Itu jelas-jelas 'Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa',
buat apa kau masih menyangkalnya?" sergah Bidadari Berhati Kejam dengan cepat
sambil memutar badan ke arah Panembahan Wicaksono Aji. "Jika kau tidak percaya,
coba periksa sendiri!"
Panembahan Wicaksono Aji setengah berlari menuju ke arah dua orang Perguruan
Perisai Sakti yang terkapar di tanah. Setelah meneliti sebentar, terlihat kakek
pendeta itu menggeleng-gelengkan kepala dengan bersuara pelan, "Tidak mungkin!
Ini tidak mungkin terjadi!"
"Jika kau mengatakan tidak mungkin, lalu bagaimana bisa racun maut itu berada di
tubuh orang ini!" Apa dibawa oleh cacing tanah hingga kemari?"
Panembahan Wicaksono Aji terdiam.
Dirinya tahu betul perihal adanya 'Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa' itu,
sebab pada masa lima puluhan tahun silam, dirinya bersama dengan beberapa orang
jago-jago muda yang waktu itu masih berdarah panas, pernah mengobrak-abrik
Perkumpulan Bidadari Lembah Angker yang dipimpin oleh Empat Ratu Mesum, yang tak
lain tak bukan merupakan empat saudara perguruan. Mereka terdiri atas Ratu Arak
Merah, Ratu Bulan Darah, Ratu Gurun Pasir dan Ratu Jubah Merah yang rata-rata
berusia sekitar dua puluh lima tahunan dengan tubuh tinggi semampai berkulit
kuning cerah, dan tentu dilengkapi dengan seraut wajah cantik. Bahkan guru
mereka yang dijuluki Biang Iblis Segala Racun, merupakan salah satu dari
pengamal ajaran Bhirawa Tantra ikut bergabung ke Perkumpulan Bidadari Lembah
Angker sehingga membuat keganasan perkumpulan yang rata-rata terdiri dari gadisgadis cantik ini semakin liar mengumbar nafsu angkara.
Akan halnya Biang Iblis Segala Racun, bagai api disiram minyak, kelakuannya
tidak lebih baik dari hewan!
Setiap hari kerjanya hanya mengumbar nafsu birahi, tidak peduli siapa pun, asal
ia suka langsung comot begitu saja. Terlebih lagi Empat Ratu Mesum pun tidak
luput dari sasarannya, namun karena semua penghuni Lembah Angker termasuk orangorang bejat seakan tidak peduli dengan tata susila dan kesopanan. Beberapa tokoh
aliran hitam tertarik untuk bergabung dengan Perkumpulan Bidadari Lembah Angker,
tentu saja tujuannya hanya bau keringat dan dengusan nafsu para penghuni Lembah
Angker. Konon kabarnya, Ratu Bulan Darah dan Ratu Gurun Pasir berhasil menguasai Ilmu
'Merubah Syaraf' yang bisa membuat seseorang bagai kerbau dicocok hidung bahkan
bisa merubah tingkah laku seseorang yang semula baik hati bisa berubah seratus
delapan puluh derajat menjadi bengis tak terkira. Andaikata dijadikan budak
nafsu pun juga tidak bisa menolak kehendak Ratu Bulan Darah dan Ratu Gurun Pasir
yang terkenal sangat gemar melahap para pemuda-pemuda tampan. Pada mulanya Empat
Ratu Mesum hanya mengganas di seputar wilayah Lembah Angker dengan melakukan
penculikan-penculikan terhadap para pemuda-pemuda tampan.
Pernah terjadi rombongan calon pengantin dari desa tetangga hilang diculik anak
buah Lembah Angker dan diketemukan keesokan harinya sudah menjadi mayat dengan
kondisi tubuh kurus kering karena disedot sari keperjakaannya.
Memang salah satu syarat untuk menguasai Ilmu 'Merubah Syaraf' secara sempurna
adalah pelakunya sering-sering berhubungan dengan perjaka murni untuk disedot
sari keperjakaannya. Dengan seratus orang perjaka murni saja sudah bisa
menguasai Ilmu 'Merubah Syaraf' tahap menengah, bisa di bayangkan jika ingin
Ilmu 'Merubah Syaraf' secara sempurna, entah berapa nyawa yang harus melayang
demi ambisi sesat itu. Sedangkan Biang Iblis Segala Racun pun tidak mau ketinggalan. Ia pun mulai
menciptakan jenis racun baru yang berasal dari tetesan keringat nafsu birahi
gadis-gadis muda yang diajaknya kencan, kemudian digabungkan dengan beberapa
jenis ludah beracun binatang melata, diantaranya Ular Kobra Hitam dan
Kalajengking Berbulu, hingga terciptalah sejenis 'Racun Ular Dan Kalajengking
Berbisa'. Racun maut ini bisa membuat orang tewas secara perlahan-lahan, dimana sensasi
yang pertama kali muncul adalah korban seperti dikerubuti gadis-gadis cantik
rupawan dalam keadaan polos tanpa busana yang menari-nari di depan mata,
kemudian sedikit demi sedikit sukma terasa melayang-layang ke awing-awang dibawa
terbang para gadis cantik dalam khayalan dan pada akhirnya akan mati dengan
tubuh kering kerontang. Selain itu, dengan penggunaan racun dalam takaran
tertentu, bisa membangkitkan nafsu birahi yang berkobar-kobar!
Beberapa tokoh rimba persilatan pernah berusaha menyadarkan Empat Ratu Mesum
agar menghentikan kelakuan buruk mereka dan kembali ke jalan kebenaran, namun
karena pada dasarnya sudah bermoral bejat dan sesat, ajakan itu hanya dianggap
angin saja, bahkan keadaan menjadi berbalik. Justru Empat Ratu Mesum mengajak
bergabung tokoh-tokoh persilatan masuk ke dalam Perkumpulan Bidadari Lembah
Angker. Tentu saja, Empat Ratu Mesum dan anak buahnya menggunakan senjata terampuh yang
dimilikinya, yaitu tubuh mulus nan menantang!
Hal ini membuat para tokoh persilatan yang sudah tua menjadi jengah sendiri,
sehingga terjadilah perang terbuka antara Perkumpulan Bidadari Lembah Angker
dengan tokoh-tokoh golongan putih. Lagi-lagi aliran putih harus dipecundangi
untuk kesekian kalinya, sebab bagaimana mungkin mereka bisa bertarung dengan
leluasa mengerahkan segala ilmu kesaktian yang dimiliki, jika lawan mereka
berkelahi sambil melepas pakaian satu persatu hingga telanjang bulat"
Dari delapan kali penyerangan yang dilakukan, yang didapat delapan kali
kekalahan, itu pun masih diimbangi dengan beberapa nyawa tokoh aliran putih yang
ikut melayang. Sehingga membuat beberapa tokoh tua persilatan memulai menyusun
rencana untuk menghadapi Empat Ratu Mesum dari Lembah Angker. Mereka melakukan
serangkaian percobaan bahkan sampai menguji keteguhan hati para pendekar yang
akan diutus menghadapi perkumpulan sesat itu.
Tidak hanya berbekal ilmu-ilmu kesaktian, keteguhan hati yang kokoh bagai batu
karang sangat diperlukan dalam menghadapi serangan kali ini. Akhirnya, dari
puluhan tokoh-tokoh silat yang mengajukan diri, hanya enam orang saja yang
lolos. Mereka adalah murid Pertapa Gunung Gamping yang bernama Wicaksono Aji,
Peniup Suling Taman Hijau, Pengelana Gerbang Awan, Si Pedang Buta serta Dewa
Pembunuh Bayangan dan Dewa Pembunuh Naga yang terkenal dengan Sepasang Dewa
Pembunuh. Setelah disepakati bersama, mereka berenam langsung menuju ke sarang Perkumpulan
Bidadari Lembah Angker. Tanpa perlu bertutur kata seperti yang sudah
direncanakan sebelumnya, enam utusan rimba persilatan langsung mengeluarkan
pukulan-pukulan tenaga dalam tingkat tinggi. Akibatnya, markas mesum itu bagai
dilanda prahara. Beberapa orang gadis muda yang sedang asyik masyuk dengan
pasangan kencan, langsung meregang nyawa tanpa sempat berteriak, bahkan untuk
berpakaian pun tidak sempat karena sudah keburu berangkat menemui raja neraka.
Bahkan sampai-sampai Ratu Jubah Merah yang saat itu sedang berpacu dalam puncak
birahi tinggi dan mendapat serangan mendadak itu langsung tewas seketika terkena
hantaman pukulan sakti Dewa Pembunuh Bayangan tanpa sempat membela diri.
Hingga pada akhirnya, terjadilah pertempuran hidup mati antara enam utusan
aliran putih dengan segenap anak buah Perkumpulan Bidadari Lembah Angker. Meski
sudah memamerkan keelokan dan keindahan tubuh mereka, namun enam utusan yang
sudah digembleng lahir batin hanya tertawa saja sambil memanfaatkan kesempatan
emas itu untuk mengurangi jumlah pengeroyoknya.
Yang paling menakutkan justru Si Pedang Buta. Sepasang mata putihnya seakan
memancarkan hawa membunuh yang amat tinggi, hingga setiap kelebatan jurus 'Ilmu
Pedang Buta' selalu meminta korban nyawa, bahkan ada pula yang sampai kepalanya
terpenggal dalam sekali tebas saat berusaha merayu Si Pedang Buta. Anak buah
Lembah Angker dalam waktu sekejab mata sudah tumpang tindih menjadi mayat-mayat
yang berserakan diikuti dengan bau anyir darah memenuhi tempat itu akibat
gempuran enam orang pilih tanding tersebut.
Pada akhirnya, Biang Iblis Segala Racun dan Empat Ratu Mesum yang kini tersisa
tiga orang, harus bertarung mati-matian. Ratu Arak Merah dan Ratu Bulan Darah
pun harus meregang nyawa di tangan Sepasang Dewa Pembunuh. Meski berhasil
membinasakan lawan, namun Dewa Pembunuh Naga harus kehilangan sebelah lengan
kiri dikarenakan terkena Ilmu 'Merubah Syaraf', sebab hanya itu satu-satunya
cara untuk menghambat perubahan syaraf tubuh.
Maka, ia harus merelakan salah satu anggota tubuhnya terpotong oleh sabetan
trisulanya sendiri! Dewa Pembunuh Bayangan sendiri terluka dalam cukup parah akibat beradu tenaga
sakti dengan Ratu Arak Merah, meski tingkat kesaktiannya lebih tinggi seurat,
namun perbedaan tenaga dalam mereka tidak begitu jauh. Andaikata Ratu Arak Merah
tidak dalam kehabisan tenaga akibat mengumbar nafsu sesat sehingga belum sempat
mencerna tenaga sari perjaka yang baru saja didapatnya, mungkin Dewa Pembunuh
Bayanganlah yang akan tewas Ratu Arak Merah.
Kali ini, Biang Iblis Segala Racun harus ketanggor tiga lawan tangguh sekaligus!
Wicaksono Aji, Peniup Suling Taman Hijau dan Pengelana Gerbang Awan saling bahumembahu menghadapi tokoh paling kosen dari Perkumpulan Bidadari Lembah Angker,
namun pada akhirnya Biang Iblis Segala Racun harus tumbang di tangan jago-jago
muda persilatan ini. Dada pecah terkena pukulan maut 'Tapak Pelebur Baja' murid
Pertapa Gunung Gamping, seluruh tulang belulang remuk dihantam Suling Hitam dan
yang pasti yang mengakibatkan kematiannya adalah kelebatan Tombak Awan Bergolok
milik Pengelana Gerbang Awan tepat menebas lehernya!
Ratu Gurun Pasir sendiri juga mengalami yang tidak jauh berbeda. Tubuh penuh
jejak luka, bahkan darah merah berceceran membasahi tanah, namun akhirnya
kepalanya terkulai lemas setelah sebuah totokan maut yang dilancarkan oleh
Peniup Suling Taman Hijau mengakhiri penderitaannya.
Semua yang mendengar kisah dari Panembahan Wicaksono Aji terhenyak!
Tidak disangkanya bahwa di rimba persilatan pernah terdapat perkumpulan secabul
itu. Sulit sekali membayangkan jika mereka menjadi korbannya. Seumpama hanya
kehilangan nyawa itu sudah lebih baik daripada harus kehilangan harga diri
menjadi budak nafsu birahi.
"Hemm, aku yakin bahwa salah satu dari orang-orang itu ada yang masih hidup
hingga sekarang ini," kata Panembahan Wicaksono Aji lebih lanjut.
"Benar! Mungkin sekali bahwa orang itu adalah salah satu dari Empat Ratu Mesum,
jika bukan Ratu Arak Merah atau Ratu Bulan Darah, tentulah Ratu Gurun Pasir yang
masih hidup!" kata Linggo Bhowo.
"Ratu Arak Merah atau Ratu Bulan Darah jelas tidak mungkin, sebab mereka tewas
dengan dada hancur terkena pukulan maut Sepasang Dewa Pembunuh. kemungkinan
besar dia adalah ... Ratu Gurun Pasir!" jawab Panembahan Wicaksono Aji dengan
pasti. "Bagaimana Paman Panembahan bisa meyakinkan hal itu?" tanya Wanengpati dengan
rasa ingin tahu. "Di kala ia terkena totokan maut di bagian belakang kepala yang dilancarkan
sobat Peniup Suling Taman Hijau, kami berenam tidak memeriksanya apakah ia sudah
tewas ataukah masih hidup waktu itu. bahkan disaat kami berenam mengubur mereka
semua dalam satu liang lahat, tidak terpikirkan oleh kami untuk memeriksa mayat
satu persatu! Termasuk didalamnya Biang Iblis Segala Racun dan Empat Ratu Mesum
pun kami satukan dengan para anak buahnya," ucap Panembahan Wicaksono Aji dengan
pelan, " ... sebab diantara sebuah jasad yang ada, hanya Ratu Gurun Pasir yang kelihatan paling utuh jasadnya. Aku yakin, kemungkinan besar perempuan
sesat itu masih hidup." imbuh si kakek pendeta.
"Lalu, bagaimana cara memulihkan mereka dari keganasan racun maut itu itu, Paman
Panembahan?" "Hanya ada satu cara! Tapi pengobatan ini bisa hanya dilakukan oleh gadis yang
masih suci. Benar-benar perawan murni!" yang menjawab justru Bidadari Berhati
Kejam. Panembahan Wicaksono Aji mengangguk pelan.
Memang hanya dirinya, Peniup Suling Taman Hijau dan Bidadari Berhati Kejam sudah
mengetahui bagaimana cara menetralisir hawa beracun akibat 'Racun Ular Dan
Kalajengking Berbisa'. Sejak penyerangan puluhan tahun silam ke Lembah Angker,


Pendekar Elang Salju Karya Gilang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dirinya dan Peniup Suling Taman Hijau serta adik seperguruannya yang bergelar
Bidadari Berhati Kejam berupaya membuat penangkal racun tersebut, sebab saat itu
ditemukan beberapa tokoh silat dalam keadaan setengah sadar dan sebagian dalam
keadaan tertidur pulas akibat 'Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa'. Dan mereka
berenam berniat mengembalikan kesadaran dari tiap-tiap tokoh silat tersebut.
Dikarenakan Sepasang Dewa Pembunuh dalam keadaan terluka parah, sedang si Pedang
Buta dan Pengelana Gerbang Awan pun juga sedang terburu-buru untuk menyelesaikan
urusannya yang tertunda, maka tugas menyembuhkan para tokoh persilatan yang
terkena hawa beracun diserahkan pada Wicaksono Aji dan Peniup Suling Taman
Hijau, bahkan Bidadari Berhati Kejam turut membantu usaha ini. Lebih lagi
sahabat karib Bidadari Berhati Kejam yaitu Dewi Obat Tangan Delapan sampaisampai ikut membantu turun tangan.
Beberapa jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan beracun telah dicobanya, namun
gagal. Hingga tanpa sengaja Peniup Suling Taman Hijau terkena setetes dari
'Racun Ular Dan Kalajengking Berbisa' hingga membuatnya tak sadarkan diri hingga
berhari-hari. Tentu saja Bidadari Berhati Kejam sedih melihat nasib saudara
seperguruannya dalam keadaan seperti itu.
Hingga pada hari ke sepuluh, nafas Peniup Suling Taman Hijau sudah terlihat
pelan sekali, bahkan kadang ada kadang tidak. Suara degup jantung juga nyaris
tak terdengar saat telinga ditempelkan di dada. Waktu itu Bidadari Berhati Kejam
baru saja dalam perjalanan mencari Jamur Hitam yang ada hanya di sebelah
tenggara Lembah Angker. Mendapati Peniup Suling Taman Hijau sudah dalam keadaan
sekarat menanti ajal, Bidadari Berhati Kejam akhirnya menangis tersedu-sedu.
Wicaksono Aji pun berusaha untuk menenangkannya sang adik seperguruan. Hingga
tanpa sengaja, beberapa tetes air mata Bidadari Berhati Kejam terpercik masuk ke
dalam lubang hidung Peniup Suling Taman Hijau, hingga laki-laki bersuling hitam
itu tersedak lembut, namun sedakan ini tanpa disadari oleh Bidadari Berhati
Kejam dan Wicaksono Aji berdua.
Saat Wicaksono Aji sedang berusaha menenangkan gadis itu, Peniup Suling Taman
Hijau membuka mata, tersadar dari tidur panjangnya!
Tentu saja hal itu menggembirakan mereka berdua. Setelah diteliti lebih lanjut,
barulah diketahui bahwa yang bisa menetralisir hawa racun itu adalah tetesan air
mata dari Bidadari Berhati Kejam!
"Kalau cuma air mata gadis perawan, itu gampang!"
"Gampang bagaimana ... " potong Linggo Bhowo, namun sesaat kemudian ia tersadar,
"Ohh iya!" Tentu saja ia ingat bahwa pada anak gadis Ki Dalang Kandha Buwana dan salah satu
dari Sepasang Naga Dan Rajawali, bukankah mereka juga masih gadis suci"
Kemudian Ayu Parameswari dan Nawara dibangunkan Nyi Lastri atas perintah
suaminya. Hanya untuk dimintai air mata gadis murni!
-o0o- Jilid 1 : Sang Pewaris - Bab Dua Puluh Tujuh
Wess! Wuss!! Dua sosok tubuh terlihat berkelebatan dengan cepat membentuk bayangan putih dan
hijau yang saling berkejaran diantara pepohonan. Adakalanya bayangan putih
mendahului, namun kadang pula bayangan hijau berusaha menyusul bayangan putih
dan membuat langkah mereka sejajar. Beberapa saat kemudian mereka sampai di
sebuah bukit yang cukup lebat dengan pepohonan, dan berhenti tepat di tengahtengah bukit dengan posisi saling berjajar. Bayangan putih berdiri di sebelah
kanan dan sedang kawannya tampak berdiri di sebelah kirinya.
Mereka adalah dua orang laki-laki yang masih muda usia!
Yang sebelah kiri dengan tubuh gempal berotot, bahkan cenderung gemuk. Sebentuk
cangkang atau tempurung kura-kura warna hijau tua tersampir di belakang tubuh.
Cangkang kura-kura dengan berat mencapai ribuan kati terlihat ringan di balik
punggungnya. Sedangkan pemuda yang sebelah kanan berbaju putih bersih lengkap dengan celana
warna biru tua serta rambut cukup panjang diikat menggunakan ikat kepala merah
terang. Sorot mata terlihat serius memandang ke arah lereng bawah bukit dengan
sepasang mata elangnya. "Hemm, tempat itu memang cocok sebagai tempat persembunyian," lirih sekali kata
si baju putih. "Ya, tidak ada tempat yang cocok untuk bersembunyi selain lubang tikus." timpal
si cangkang kura-kura dengan pelan. "Bagaimana jika kita satroni mereka sekarang
juga" Tanganku sudah gatal ingin menggebuk mampus mereka hingga ke akar-akarnya.
Syukur-syukur ketuanya, si Topeng Tengkorak Emas ada di tempat itu! Sekalian
saja kita dorong ke pintu neraka!"
"Jangan! Aku merasakan bahwa akan ada kejadian yang menarik nanti malam," cegah
si baju putih, "Meski keterangan yang kita peroleh dari Ki Angon Segoro bahwa
tempat di lereng Bukit Wonopringgo ini adalah sarang utama mereka, aku yakin
bahwa si Topeng Tengkorak Emas kemungkinan besar telah mengetahui bahwa lima
tempat pemujaan aliran sesat mereka telah kita obrak-abrik dalam dua pekan
terakhir ini." "Lalu bagaimana rencana selanjutnya?" tanya si gemuk bercangkang kura-kura.
"Kita menanti di tempat ini!" jawab si baju putih dengan singkat.
Si gemuk berbaju hijau terdiam, namun dalam otaknya berpikir, "Orang-orang
pemilik rajah setan itu benar-benar orang berilmu tinggi. Jika tidak, mana
mungkin beberapa tokoh aliran putih bisa kena pengaruh rajah sesat itu" Jika
cuma orang-orang golongan hitam, tanpa harus memiliki rajah sialan itu saja
sudah kejamnya tidak ketulungan, apalagi jika sampai punya, apa tidak seperti
harimau diberi sayap, tuh?"
"Apa Ketua yakin, bahwa cara yang kita lakukan beberapa waktu yang lalu benarbenar bisa menghilangkan pengaruh Rajah Penerus Iblis untuk selamanya?" tanya si
gemuk sambil bersedekap di depan dada.
Sebutan Ketua pun terlontar dari mulutnya.
"Untuk sementara, memang cara itulah yang kita ketahui," kata si baju putih yang
dipanggil Ketua, " ... sedang cara yang lain menurut Eyang Guru, kita harus bisa
menemukan orang yang memliki ilmu Mantra Rajah Penangkal Setan yang bernama
mantra 'Rajah Kalacarakra Pangruwating Diyu'. Lain dari pada itu, tidak ada
lagi!" "Sulit juga kalau begitu! Jika rajah sesat itu menempel di anggota tubuh yang
lain sih, tidak masalah. Coba bayangkan jika rajah itu terletak di leher, apa
perlu kita menebas batang lehernya untuk melenyapkan rajah itu?" gerutu si gemuk
bercangkang. "Padahal sebentar lagi akan ada perhelatan rimba persilatan yang
diadakan tiga puluh tahun sekali."
"Maka dari itu, kita harus bisa menuntaskan masalah ini sebelum perhelatan rimba
persilatan terlaksana."
Si ketua berbaju putih kembali diam membeku, akan tetapi pancaran matanya tidak
pernah beralih pada suatu tempat yang ditutupi oleh rerimbunan perdu dan semak
belukar dibawah sana. Tempat itu hanya berbentuk lingkaran kecil yang menjorok ke dalam seperti liang
tikus! "Sebaiknya kita berdua tinggalkan tempat ini untuk sementara waktu. Nanti malam
kita kembali lagi." "Baik." -o0o- Di malam itu, bulan bulat penuh menggantung di langit malam. Sinar cemerlang
menerangi jagat raya dengan penuh keanggunan. Bintang-bintang bertebaran dimanamana seakan berusaha memenuhi langit cerah. Beberapa burung hantu ada kalanya
memperdengarkan suara menyeramkan di keheningan malam, bahkan beberapa kelelawar
tampak beterbangan menikmati indahnya sang dewi bulan.
Namun, diantara rapatnya pepohonan dan rimbunnya dedaunan hutan, beberapa
kelebat bayangan tampak bergerak ke arah selatan.
Wess! Wess! Blass!! Gerakan kaki mereka terlihat begitu ringan dan enteng, seakan tidak menapak
tanah sedikit pun. Dengan beberapa kali loncatan saja, sampailah mereka pada
suatu tempat yang menjadi tujuan mereka sebelumnya.
Liang tikus! Tanpa perlu melakukan intip sana intip sini, salah seorang dari mereka yang
berbaju putih dengan sulaman gambar naga langsung berjongkok menghampiri lubang
yang cukup untuk seukuran manusia itu. Dua pasang tangan diletakkan di depan
mulut seperti corong, lalu berteriak keras, "Kalian yang ada di dalam,
keluarlah! Atau lubang anjing ini akan aku sumbat dengan kotoran kerbau!"
Terdengar suara menggema di tempat itu, bahkan sampai menggetar dedaunan dan
pepohonan yang ada di sekitar tempat itu. Dinding-dinding liang yang sempit dan
gelap terlihat bergetar keras hingga runtuh sebagian. Suara gaung terus menggema
ke dalam hingga menggetarkan dinding-dinding kubah raksasa. Bahkan bola kristal
yang menerangi tempati itu pecah tidak kuat menahan getaran suara bertenaga
dalam tinggi itu. Prakk!! Prakk! Pyarrr! Dinding-dinding kubah mulai retak. Retakan itu seakan memiliki kaki, menjalar
kemana-mana. "Setan alas! Rupanya para manusia busuk itu sudah bosan hidup rupanya!" geram
suara si Topeng Tengkorak Emas yang kebetulan masih berada di markas pusat.
Disebabkan dari lima tempat yang dijadikan tempat sebagai lokasi penyebaran
ajaran sesat Bhirawa Tantra, tidak ada satu pun yang utuh. Bahkan beberapa
pimpinannya telah tewas dan ada pula yang telah kembali pada kesadaran yang
sejati. Sadar jiwa dan raga! Dari salah satu 'Ilmu Bhirawa Tantra' yang bernama 'Ilmu Terawang Sukma'
diketahui bahwa yang menghancurkan tempat-tempat pengembang ajarannya adalah
salah satu dari majikan Mutiara Langit Putih bersama dengan seorang kawannya.
Lalu ia berpaling ke arah bawahannya sambil berkata dengan kereng, "Jin Hitam!
Gendruwo Sungsang! Bunuh mereka semua! Cincang manusia sok pintar itu hingga
hancur!" "Laksanakan perintah, Pangeran!"
"Dan kalian ... " katanya sambil menoleh ke sebelah kiri, " ... bantu dua
senopati! Bunuh mereka semua! Dan kau Setan Nakal, gunakan Pasukan Mayat Bumi
untuk menghadapi mereka sebab dari pancaran hawa yang berhasil kutangkap, mereka
bukan orang sembarangan! Berhati-hatilah!"
"Siap laksanakan perintah, Ketua!"
Semua yang ada di tempat itu langsung menghaturkan sembah ke arah si Topeng
Tengkorak Emas. -o0o- Sementara itu di bagian luar ...
"Aneh, kenapa tidak reaksi sama sekali?" gumam Nawala yang tadi menggunakan
salah satu ilmu andalannya yang bernama 'Raungan Naga Di Bumi'. Sesaat kemudian,
terdengarlah suara gemuruh yang keras, sehingga tempat mereka berkumpul bagai
dilanda gempa bumi. Grhh! Grhhh!! Grahh!! "Semuanya menghindar!" seru Bidadari Berhati Kejam sambil berkelebat menjauh.
Sontak semua jago persilatan yang ada di tempat itu berloncatan menjauhi tempat
itu dengan menggunakan gerak peringan tubuh masing-masing.
Dhar ... Dharr ... Jderr!!
Liang tikus langsung meledak memperdengarkan suara yang keras, bagai letusan
kecil gunung berapi. Tanah semburat ke atas diikuti dengan beberapa sosok
bayangan keluar dari dalam tanah. Di saat pilar tanah itu meluruh pelan,
beberapa sosok tubuh berdiri menghadang di depan para tokoh persilatan yang ada
di tempat itu. "Selamat bertemu kembali, kucing garong!" seru Nawala saat melihat Kucing Iblis
Sembilan Nyawa berada di antara kumpulan orang-orang yang baru saja keluar dari
dalam liang. "Bocah keparat! Jika malam ini aku tidak bisa membunuhmu, jangan sebut diriku
ini manusia!" geram sekali Kucing Iblis Sembilan Nyawa saat mengetahui bahwa
salah seorang dari mereka adalah Sepasang Naga Dan Rajawali. "Hari ini pada
tahun depan adalah setahun peringatan kematianmu!"
"Ha-ha-ha! Nawara, kau dengar apa katanya" Bukankah sedari dulu kita tidak
pernah menganggapnya sebagai manusia, masa hal seperti itu saja dilontarkan di
depan teman-temannya" Dasar kucing goblok!" seloroh Nawala sambil berkacak
pinggang sambil tertawa terbahak-bahak.
"Hi-hi-hi, Nawala! Benar apa yang kau katakan. Toh, sebentar lagi dia jadi
bangkai kucing, apa sulitnya ... "
"Bangsat! Kuremukkan kepala kalian berdua!" potong Kucing Iblis Sembilan Nyawa.
Kemarahan yang menggelegak di dalam kepalanya membutuhkan penyaluran, dan satusatunya penyaluran adalah harus bisa mengenyahkan pemuda ceriwis dan gadis bawel
yang ada di depannya. Tanpa banyak kata, Kucing Iblis Sembilan Nyawa melesat
sambil melolos sebilah pedang dari balik punggung dan disabetkan dengan
pengerahan tenaga sakti ke arah Sepasang Naga Dan Rajawali.
Wutt! Wutt! "Teman-teman! Maaf kami mau berpesta terlebih dahulu!" Nawala berseru sambil
menggunakan tombak panjang menangkis kibasan pedang lawan.
Trrang! Pada saat yang bersamaan, pandangan mata Panembahan Wicaksono Aji tertumbuk pada
sosok perempuan cantik yang berada di kiri sendiri Jin Hitam.
"Ratu Gurun Pasir! Kau masih ingat padaku?" tanya Panembahan Wicaksono Aji pada
sosok wanita cantik yang berdiri di samping Jin Hitam.
"Heh, tentu saja aku masih ingat dengan tua bangka sepertimu ini!" kata Ratu
Gurun Pasir sambil melolos cambuk berduri yang ada pinggang, "Dendam lima puluh
tahun harus dituntaskan malam ini!"
Selesai dengan kata-katanya, sosok wanita cantik yang ternyata Ratu Gurun Pasir
itu segera mengelebatkan cambuk berdurinya hingga terdengar ledakan-ledakan
nyaring menusuk telinga. Ctarr! Tarr!! "Jika kau kira dengan ilmu sesatmu yang kau bangga-banggakan itu bisa
menaklukkan diriku, itu hanya mimpi di siang bolong!" sahut Panembahan Wicaksono
Aji sambil menggeser tangan ke kiri dan ke kanan dalam posisi terjulur ke depan
dengan tiga jari sedikit menguncup, lalu kaki kiri di tarik ke belakang sambil
badan sedikit merendah, itulah gerakan pembuka dari jurus 'Belalang Sembah
Menunggu Padi'! Tenaga dalam yang terkandung dalam lecutan cambuk ditangkis dengan tangan kiri
Panembahan Wicaksono Aji.
Pratt! Cambuk berduri mental balik, namun dengan gerakan indah, Ratu Gurun Pasir
memutar cambuk di tangannya sambil tangan kirinya melancarkan jurus totokan
'Pemutus Syaraf' ke arah lawan.
Wutt! Masih tetap dalam jurus yang sama, Panembahan Wicaksono Aji segera merendahkan
tubuh sambil kaki kanannya bergerak ke atas dengan cepat diikuti tubuhnya
bergulingan di tanah. Wukk! Takk! Terdengar benturan keras saat ujung kaki kakek berjubah pendeta bertemu dengan
ujung jari Ratu Gurun Pasir yang pada saat yang tepat bisa membelokkan serangan
hingga saling beradu keras dengan lawan.
Di malam yang indah dimana bulan bulat penuh menerangi jagat raya, terbentang
dua pertarungan hidup mati antara kebaikan melawan kejahatan. Di posisi selatan
terlihat Sepasang Naga Dan Rajawali sedang bertarung sengit dengan Kucing Iblis
Sembilan Nyawa yang bersenjatakan sebilah pedang yang memancarkan sinar hitam
keabu-abuan. Jelas sekali, bahwa selain merupakan pedang pusaka, pedang yang
bergagang kepala rajawali bertolak belakang itu telah dilumuri dengan racun
mematikan. Sedang di sisi timur, tampak berkutat seru Panembahan Wicaksono Aji yang
meskipun sudah berusia lanjut namun kematangan tenaga dalamnya sudah mencapai
taraf sempurna hingga dapat mengimbangi serangan dari Ratu Gurun Pasir yang
bersenjatakan cambuk berduri. Dengan Ilmu Silat 'Belalang Sakti Lengan Delapan'
yang dimilikinya kakek pendeta itu bertarung seimbang dengan Ratu Gurun Pasir
yang meskipun sudah berusia hampir sama dengan lawan, namun masih terlihat
seperti gadis usia dua puluhan tahun. Tentu saja ini hal ini menandakan tenaga
dalam yang dikuasai sudah mencapai tingkat paling tinggi yang bisa dicapainya
ditambah dengan adanya Ilmu 'Kembali Muda' yang diyakininya hingga bentuk tubuh
mau pun wajah masih sama seperti saat enam utusan rimba persilatan menggempur
Perkumpulan Bidadari Lembah Angker pada lima puluh tahun silam.
"Hmm, tukang tidur! Dua sobat kita sudah turun tangan, bagaimana dengan dirimu?"
tanya Raja Pemalas sambil sedikit menggeliat.
Tanpa menunggu jawaban, kakek pemalas itu berjalan ke arah Gendruwo Sungsang
dengan lambat-lambat sambil berkata lirih, "Dari hawa yang bisa aku endus, kau
pasti makhluk dari alam gaib! Siapa dirimu?"
"Huh, rupanya ada juga manusia yang memiliki ketajaman indera penciuman seperti
dirimu!" sahut Gendruwo Sungsang dengan acuh tak acuh. "Kukira kau tak perlu
tahu siapa diriku!" "Yaah, manusia bau tanah macam diriku ini, untuk urusan cium-mencium memang


Pendekar Elang Salju Karya Gilang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah tidak jamannya lagi. Tapi kalau cuma urusan dengan makhluk yang derajatnya
lebih rendah dari manusia, penciumanku pasti tidak akan salah!" kata Raja
Pemalas dengan tangan kiri mengkorek-korek telinga, hingga ia meringis-ringis
kegelian. "Memangnya kau bisa mengalahkan aku apa" Jika dilihat dari umurmu, mungkin
sebentar lagi kau akan menghadap Raja Neraka! Tanpa dibunuh pun kau akan mati
sendiri!" ucap Gendruwo Sungsang dengan nada tetap datar.
Di antara Jin Hitam dan Gendruwo Sungsang, memang dialah yang paling sabar dalam
menghadapi masalah apa pun, kecuali jika berurusan dengan makhluk berjenis
perempuan, justru dialah yang paling tidak sabar!
"He-he-he, benar ... Benar ... !" seru Raja Pemalas sambil tangan kanannya
melambai-lambai ke depan, "Tapi ... aku akan menghadap Raja Neraka setelah kau
duluan yang memberi laporan kesana!"
Seberkas hawa padat terlepas saat ia melambai-lambaikan tangan.
Gendruwo Sungsang yang tahu dirinya diserang, hanya mendengus pelan saja.
"Huh!" Dari dengusannya keluar sebentuk uap tipis putih yang melayang-layang memapaki
hawa padat yang dilepaskan lawan.
Debb! Blubb! Dari benturan tadi, Raja Pemalas hanya sedikit merasakan getaran yang membentur
tangan kanan, dalam hatinya ia mengerutuki panjang pendek, "Diamput! Gendruwo
jelek ini hebat juga tenaganya. Tampaknya aku bakal ketemu lawan tanding
seimbang nih. Kalau dia pakai ilmu gaib, aku juga pakai ilmu gaib ahhh ... Biar
seimbang." "Bagaimana" Masih mau diteruskan?" tanya Genderuwo Sungsang dengan nada datar.
Dari benturan tadi, ia memang merasakan sedikit tekanan, namun ia yakin
sepenuhnya bisa mengalahkan kakek berbaju tambal-tambalan yang berdiri
didepannya. "He-he-he, yang bilang tidak itu siapa" Ayo maju!"
"Bagus! Kau sendiri yang mencari mati!"
Selesai berkata, Gendruwo Sungsang langsung menerjang ke arah Raja Pemalas yang
kelihatan belum siap. Justru karena terlihat belum siap itulah yang membuat
Gendruwo Sungsang kecele. Saat ia sedang mengayunkan kepalan tangannya yang
sarat tenaga siluman ke arah muka Raja Pemalas dengan kecepatan kilat, namun
dengan manis kakek pemalas itu berhasil menepis serangan dengan cara memutar
badan setengah lingkaran ke kanan, kemudian diikuti dengan bacokan miring ke
arah tengkuk dengan jurus 'Orang Malas Buang Ingus' yang dilambari enam bagian
tenaga dalamnya. Wutt! Blakk! Terdengar suara berderak patahnya leher, bersamaan dengan itu pula laki-laki
jelmaan itu langsung terjerembab ke bawah dengan kepala terkulai.
Brugh!! "Huh, mudah amat kau mati!?" gumam Raja Pemalas sambil melenting menjauh.
Sementara itu Jin Hitam sudah saling baku hantam dengan Raja Penidur. Berkalikali Jin Hitam berusaha menyarangkan pukulan saktinya, akan tetapi berkali-kali
pula ia gagal dalam serangannya. Sebab gerakan Raja Penidur yang adakalanya
menguap sambil menutup mulut, menggeliat malas, kadangkala malah jatuh dalam
posisi tertidur, bahkan dalam posisi doyong ke belakang hampir menyentuh tanah
pun si Raja Penidur masih bisa menghindari serangan ganas Jin Hitam.
Itulah jurus 'Dewa Mengantuk Membelai Sukma', salah satu dari rangkaian Ilmu
Silat 'Dewa Tidur Panjang' ciptaannya!
"Bangsat! Setan alas! Kenapa kau tidak balas menyerang?" teriak Jin Hitam sambil
berusaha menyarangkan sebuah pukulan yang sarat dengan tenaga maut, bahkan dalam
pukulan kali ini sampai mengeluarkan gumpalan asap kelabu berbau busuk memualkan
diiringi dengan suara ciutan tajam.
Wubb! Cwitt!! Sebuah pukulan sakti yang acap kali digunakan di waktu menghadapi lawan tangguh
baik dari alam manusia mau pun dari alam gaib.
Ilmu 'Pukulan Pembantai'!
"Hi-hi-hi! Setan kok memaki setan! Apa tidak salah nih?" sahut Raja Penidur
sambil terhuyung-huyung ke belakang menghindari ilmu 'Pukulan Pembantai' yang
dilancarkan oleh Jin Hitam, tetap dengan menggunakan jurus 'Dewa Mengantuk
Membelai Sukma'. Wukk! Wutt! Namun hujan pukulan tidak berhenti begitu saja. Satu pukulan lolos masih disusul
dengan serbuan pukulan yang lain, hingga kakek tukang mimpi itu dikepung oleh
ratusan pukulan yang datang silih berganti.
"Wah, wah, jika begini terus lama-lama aku bisa jadi perkedel! Nih, terima
'Tapak Inti Ungu' tingkat delapan!" seru Raja Penidur sambil bergerak
sempoyongan ke kiri kanan menerobos di antara celah-celah 'Pukulan Pembantai'
yang dilontarkan oleh Jin Hitam, tapak tangan kiri yang mengepulkan asap hitam
keungu-unguan langsung menggedor dada Jin Hitam dengan telak.
Dhuess!! Dengan diikuti raungan kesakitan, Jin Hitam pun berhasil menyarangkan satu
'Pukulan Pembantai' ke dada kanan Raja Penidur dengan telak pula.
Dhasss! Keduanya sama-sama terpental hingga beberapa tombak ke belakang. Bisa dikatakan
satu pukulan di balas dengan satu pukulan.
Karena memang Jin Hitam bukan makhluk sejenis manusia, tentu saja serangan
'Tapak Inti Ungu' tingkat delapan yang disarangkan Raja Penidur padanya hanya
membuat luka ringan. Makhluk sejenis jin ini memang memiliki daya tahan terhadap
segala macam jenis serangan bertenaga dalam tinggi. Tidak percuma ia diangkat
menjadi salah satu dari sepuluh orang terhebat dari Istana Iblis Dasar Langit di
alam gaib. Lain halnya dengan Raja Penidur, kakek tukang mimpi ini justru terluka dalam
cukup parah, bahkan darah segar pun menetes dari mulutnya. Dengan terhuyunghuyung seakan mau jatuh, akhirnya ia berhasil bangkit berdiri.
"He-he-he, hebat ... Hebat! Jin busuk sepertimu memang sejenis makhluk
jempolan!" kata Raja Penidur sambil mengacungkan jempol kanan, sedang tangan
kiri menyusut darah yang keluar dari mulutnya, namun dalam hatinya, "Jin busuk
ini hebat betul! Baru beberapa jurus saja aku sudah hampir jadi pecundang!
Kugunakan saja ilmu gaib 'Kidung Sang Baka'. Sudah lama aku tidak
menggunakannya." "Bagaimana, apa kau sudah mengaku kalah?" jengek Jin Hitam, "Manusia macam
dirimu, mana sanggup menjatuhkan mahkluk setangguh aku?"
"Jangan sombong kau, jin busuk! Yang tadi baru pemanasan," sahut Raja Penidur
sambil memasang kuda-kuda, dengan posisi tangan kiri di depan sedang tangan
kanan disembunyikan di balik punggungnya sambil berucap, "Dan ini baru
sungguhan!" Tapak tangan kirinya kembali mengeluarkan kepulan asap hitam keungu-unguan,
namun kali ini warna hitam keungu-unguannya lebih pekat dan kental dari
sebelumnya. Tentu saja Raja Penidur tidak mau bertindak ayal lagi menghadapi
makhluk halus di depannya, hingga kali ini ia menggunakan Ilmu 'Tapak Inti Ungu'
hingga tingkat ke dua belas, suatu tingkatan yang paling jarang digunakan, sebab
hanya menggunakan tingkat sepuluh saja, rata-rata lawan sudah takluk di bawah
tapak tangannya. Tentu saja pancaran dan kepulan asap hitam keungu-unguan
semakin lama semakin kental hingga menyelimuti seluruh tangan kiri Raja Penidur.
"Huh, lagi-lagi kau gunakan ilmu picisan itu! Kuberi kau kesempatan dua jurus,
aku tidak akan membalas seranganmu!" kata Jin Hitam dengan pongah.
Tentu saja ia merasa sombong, jika dengan tingkatan sebelumnya saja ia sanggup
menahan dengan kekuatan tenaga gaib yang dimilikinya, tentu untuk tingkatan yang
lebih tinggi, cukup dengan meningkatkan tenaga gaib beberapa bagian saja sudah
bisa membendung serangan lawan. Sedikit demi sedikit, tubuhnya berubah menjadi
hitam kelabu yang semakin lama semakin menebal berwarna hitam. Sebentar kemudian
tubuh Jin Hitam sudah berubah menjadi hitam kelam seluruhnya, termasuk pakaian
yang dikenakan pun ikut berwarna hitam kelam.
"Jika kau bisa menembus Ilmu 'Baju Besi Iblis' tingkat hitam, kau memang benarbenar manusia pilihan!"
"Ingat dengan janjimu!" kata Raja Penidur sambil berjalan selangkah demi
selangkah ke arah Jin Hitam yang berdiri kokoh, hingga jarak mereka tinggal satu
jangkauan saja. Pelan-pelan, Raja Penidur menyorongkan tapak tangan kiri yang masih mengepulkan
asap hitam keungu-unguan ke tengah dada Jin Hitam.
Jwoshh ... Jwoshh ... !! Terdengar suara desisan tajam bagai besi panas dimasukan ke dalam air saat tapak
tangan Raja Penidur menyentuh di tengah dada Jin Hitam yang saat itu menggunakan
Ilmu 'Baju Besi Iblis' tingkat hitam!
Jin Hitam hanya tersenyum sinis karena sudah menduga apa yang bakal terjadi.
Memang terjadi sedikit guncangan di dalam tubuhnya saat mana tapak tangan Raja
Penidur menyentuh tengah dada, namun ia yakin dengan Ilmu 'Baju Besi Iblis'
tingkat hitam yang dikuasainya dengan sempurna.
"Jurus pertama!" jengek Jin Hitam. "Silahkan gunakan jurus yang kedua!"
Raja Penidur hanya tersenyum penuh arti. Mendadak tangan kanannya yang semua
berada di balik punggung ditarik keluar dan secepat kilat ditempelkan dengan
hentakan keras ke dada kiri Jin Hitam.
Wutt! Plakk! Jin Hitam kembali menebarkan senyum sinis. Tapi keadaan itu hanya sesaat
terjadi. Wajahnya tiba-tiba mengernyit menahan sesuatu yang menyentak-nyentak di
dalam dada. Tubuhnya mulai gemetaran saat tapak tangan kanan Raja Penidur
memancarkan cahaya kemilau putih terang yang menyilaukan mata.
Seiring dengan itu, kesombongan Jin Hitam sirna berubah menjadi seringai
ketakutan! -o0o- Jilid 1 : Sang Pewaris - Bab Dua Puluh Delapan
"Kau ... kau ... pemilik Ki ... Kidung Sang ... Baka ... " kata Jin Hitam
terbata-bata. "Betul!" "Kenapa kau ... tidak ... "
"Apakah tadi kau bertanya padaku siapa diriku?" balik tanya Raja Penidur.
Sedikit demi sedikit tubuh Jin Hitam mulai berubah. Warna hitam kelam yang
melingkupi tubuhnya memudar sedikit demi sedikit dan akhirnya hilang. Akan
tetapi perubahan itu tidak hanya sampai disitu saja, tubuh Jin Hitam ada kalanya
membesar sebesar bukit, kadang mengerut seperti manusia pada umumnya, kemudian
meliuk-liuk seperti asap. Dan terakhir secara perlahan-lahan memudar seperti
membentuk bayangan tembus pandang, dan seringai kesakitan pun akhirnya terdengar
dari mulutnya. "Akkhh ... akhh ... amm .. phun ... ni ... ahu ... "
"Terlambat! Makhluk jahat sepertimu memang harus dilenyapkan di muka bumi!
Mengampunimu hanya akan menambah masalah manusia saja!" kata Raja Penidur pelan,
sambil terus mengalirkan kekuatan gaib dari 'Kidung Sang Baka' yang
digunakannya. "Terimalah kematianmu, jin busuk!"
Diiringi dengan satu sentakan keras, Raja Penidur kembali menambahkan daya
hancur dari daya gaib 'Kidung Sang Baka'!
Brashhh ... !! Tentu saja Jin Hitam semakin meraung-raung kesakitan. Beberapa pukulan dan
tendangan sudah dicobanya untuk melepaskan diri, namun sepasang tapak tangan
yang menempel didadanya seolah memiliki daya hisap yang amat kuat. Hingga
akhirnya ... Dhuaarrr! Jdarrr! "Tooobaaatttt .... !"
Tubuh Jin Hitam pun meledak diiringi raungan kematian menyayat. Bukan hanya ia
kembali ke alamnya di alam gaib, namun ia juga kembali ke pangkuan Sang Penguasa
Jagat Raya. Ilmu 'Kidung Sang Baka' merupakan salah satu ilmu gaib yang
bermanfaat untuk mengusir makhluk halus dan sejenisnya. Ilmu ini setara dengan
kekuatan mantra 'Rajah Kalacakra Pangruwating Diyu' dan 'Ilmu Sangkakala Braja'
yang juga bisa untuk membuka pintu masuk ke alam gaib. Kali ini Jin Hitam harus
mati mengenaskan di tangan Raja Penidur dikarenakan kesombongan dan rasa percaya
diri yang berlebihan. Andaikata ia tidak menganggap remeh lawan, mungkin ia
masih bisa menghindari maut yang diberikan Raja Penidur lewat 'Kidung Sang
Baka'. Bidadari Berhati Kejam sendiri langsung memilih lawan, digempurnya Ratu Siluman
Kucing tanpa sempat beradu kata, sebab bagi nenek pemarah ini, beradu mulut
hanya membuang tenaga sia-sia saja alias tidak ada artinya sama sekali.
Perempuan siluman yang kini telah berubah wujud menjadi sosok bertubuh sintal
dengan wajah cantik mempesona dengan cekatan memapaki serangan nenek
bersenjatakan pedang kuning kusam yang menjadi lawannya. Serangan-serangan yang
dilancarkan semakin lama semakin cepat, bahkan Ratu Siluman Kucing dengan
beraninya menangkis serangan-serangan tajam dari Bidadari Berhati Kejam dengan
sentilan-sentilan kuku jari tangan yang runcing laksana pedang.
Ting! Triing! Triing! Beberapa kali terdengar suara dentingan nyaring saat kuku runcing bertemu dengan
badan pedang. Bidadari Berhati Kejam yang mengetahui bahwa lawan berani menepis
badan pedang, semakin gencar mengerahkan jurus-jurus pedang tingkat tinggi yang
dimilikinya. "Kurang ajar! Dasar siluman! Kau sedang sial karena membentur Pedang Pusaka Besi
Kuningku!" seru Bidadari Berhati Kejam sambil melancarkan sebuah sabetan samping
ke arah leher Ratu Siluman Kucing dalam jurus 'Pedang Menebas Angkasa'!
Wutt! Wanita cantik jelmaan siluman itu segera merendahkan tubuh menghindari sabetan
pedang, sambil tangan kirinya berusaha menyentil Pedang Besi Kuning dengan
tujuan mematahkan badan pedang.
Criing! Namun kali ini ia kecewa. Saat kuku jari tangannya menyentuh badan pedang,
sebuah sengatan bagai petir langsung menerobos masuk ke dalam tangan dan
menjalar masuk dalam tubuh dengan cepat.
Ratt!! "Uhh ... " Ratu Siluman Kucing mengeluh pelan sambil melemparkan tubuh ke
belakang. "Ini benar-benar pedang yang terbuat Besi Kuning! Celaka dua belas,
'Tenaga Gaib Siluman Kucing' tidak akan kuat menahan pamor gaib dari Besi
Kuning! Aku harus menghindari nenek peot ini!" pikir siluman berwajah cantik ini
sambil berulang kali menghindari cecaran Ilmu 'Pedang Sukma Gelap' yang
dilancarkan oleh Bidadari Berhati Kejam.
Sebenarnya Ratu Siluman Kucing bukan takut pada jurus-jurus pedang yang
dilancarkan oleh Bidadari Berhati Kejam, tapi dikarenakan pedang yang terbuat
dari Besi Kuning itulah sebenarnya yang ingin dihindari.
"Hi-hi-hik! Coba kau ulangi lagi tingkahmu barusan!" ejek Bidadari Berhati Kejam
sambil mempergencar serangannya, kali ini melancarkan jurus 'Langit Berawan',
dimana gerakan pedang pelan-pelan melambat seperti gumpalan mendung di langit,
namun anehnya meski terlihat lambat dalam gerakan, tapi kemana pun Ratu Siluman
Kucing bergerak, ujung pedang yang runcing selalu bisa mengancam dirinya.
Benar-benar jurus pedang unik!
"Nenek peot keparat, kau kira aku takut padamu!" sambil berseru keras, Ratu
Siluman Kucing tiba-tiba melenting ke belakang sambil berjumpalitan tiga kali
dengan cepat. Pada jumpalitan pertama, dari perut ke bawah berubah menjadi bentuk kaki kucing
berbulu hitam, lalu diikuti jumpalitan yang kedua, kini bagian dada hingga ke
batas perut telah berganti wujud menjadi hitam mulus dan pada jumpalitan ke
tiga, telah berubah bentuk sempurna menjadi sesosok kucing hitam.
Tapi kucing ini bukan kucing mungil pada umumnya, tapi seekor kucing raksasa
sebesar harimau! Miiaoww! Miiaoww! Grrhh!!
Terdengar suara erangan keras memenuhi sekitar tempat itu.
Sosok berpakaian putih yang melihat pertarungan dari arah ketinggian terkejut
melihat perubahan wujud Ratu Siluman Kucing. Memang kehadirannya yang secara
diam-diam bersama dengan kawannya yang bercangkang kura-kura telah berada di
tempat itu cukup lama, sesaat sebelum pemuda baju putih bersulam naga
mengeluarkan jurus 'Raungan Naga Di Bumi' untuk memaksa keluar orang-orang yang
ada di dalam liang. "Hemm, bagaimana menurutmu hasil pertarungan ini?"
"Saya kira, nenek berpedang itu akan kesulitan menghadapi kucing raksasa itu,
meski pun ia bersenjatakan Besi Kuning yang paling ditakuti bangsa siluman.
Peluangnya kecil sekali untuk menang, kecuali jika pemuda yang mengenakan
blangkon itu ikut membantunya. Pula enam orang di belakang bertarung mengeroyok
si pendek buntak itu, kemungkinan mereka berenam kalah justru lebih besar lagi."
sahut si cangkang kura-kura memberi analisanya, sambungnya pula, "Lagi pula ...
diantara mereka yang menyerang malam ini, mungkin hanya tiga orang saja yang
membekal ilmu gaib tingkat tinggi."
"Tepatnya ... lima orang!" kata si baju putih sambil bersedekap. "Perhatikan dua
orang kembar itu. Tidak mungkin mereka berani menghadapi wanita berpedang hitam
itu hanya dengan mengandalkan ilmu silat dan tenaga dalam tinggi saja,


Pendekar Elang Salju Karya Gilang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setidaknya mereka berbekal semacam ilmu-ilmu gaib tertentu."
"Benar juga," sahut si pemuda cangkang kura-kura manggut-manggut setelah
mengamati beberapa saat. Sementara itu, dari orang-orang yang keluar dari dalam liang, tinggal satu orang
yang belum kebagian lawan tanding yaitu si pendek buntak yang disebut-sebut si
pemuda bercangkang kura-kura. Tokoh yang satu ini merupakan tokoh aliran hitam
yang berjuluk si Setan Nakal. Tubuh pendek buntak bundar seperti bola dan di
bagian dahi tergambar dengan jelas sebentuk rajah aneh dengan mata merah
bercahaya terang, seakan didahinya memiliki empat mata. Sifatnya yang tidak mau
kalah dan serba ingin menang sendiri itulah yang membuatnya dijuluki Setan
Nakal. Meski bertubuh pendek tapi Setan Nakal memiliki ilmu silat yang tinggi,
terutama 'Ilmu Sihir Pasukan Mayat Bumi'!
Setan Nakal inilah sebenarnya yang menyebarkan rajah setan bertanduk pada
beberapa jago-jago silat di wilayah selatan dibantu oleh Kucing Iblis Sembilan
Nyawa. Termasuk diantaranya beberapa murid Partai Ikan Terbang pun terkena
dampak dari Rajah Penerus Iblis meski berhasil dinetralisir oleh Ki Dalang
Kandha Buwana dibantu Juragan Padmanaba yang kebetulan datang ke markas Partai
Ikan Terbang. "Huh, makhluk dari alam gaib pun tidak ada apa-apanya! Brengsek! Terpaksa harus
aku gunakan pasukanku untuk mengenyahkan manusia-manusia bodoh ini," pikir si
Setan Nakal. "Lebih baik aku gunakan saja Pasukan Mayat Bumi, biar mereka mati
merana!" Mulut Setan Nakal nampak berkomat-kamit membaca mantra. Sesaat kemudian tangan
kiri diangkat ke atas kepala sedang tangan kanan terlipat ke belakang punggung
dalam keadaan terkepal kencang. Setelah itu, kaki kiri menghentak tanah tiga
kali dengan mengerahkan mantap.
Dukk! Dukk! Dukk! Bersamaan dengan hentakan ke tiga, tangan kanan yang terlipat di belakang
punggung ditarik ke depan dengan pelan namun pasti. Terlihat cahaya kuning
berkilauan tergenggam di dalam kepalan tangan yang sedikit demi sedikit terbuka
seiring dengan besarnya gumpakan cahaya kuning yang semakin terang. Setelah
seukuran kepala bayi, cahaya kuning terang itu dihantamkan ke tanah dengan
cepat. Wutt! Jglerr! Jglerr! Terdengar ledakan nyaring saat gumpalan bola cahaya kuning membentur tanah,
setelah itu diikuti melesatnya beberapa sosok bayangan dari dalam tanah.
Wutt! Wutt! Bayangan tersebut berubah wujud menjadi empat sosok tubuh berpakaian compangcamping yang menebarkan bau busuk memualkan perut terlihat melayang-layang di
udara setinggi dua tombak, lalu perlahan-lahan turun ke bawah dan akhirnya
berdiri mematung tepat di belakang Setan Nakal yang saat ini sudah berdiri
berkacak pinggang. "Pasukanku, bunuh manusia-manusia busuk itu!" perintah Setan Nakal sambil jari
tangan kirinya menuding ke rombongan Wanengpati berdiri.
Semua tindakan Setan Nakal tidak luput dari pandangan mata elang pemuda berbaju
putih, gumamnya, "Rupanya si Setan Nakal sudah bermain-main dengan Pasukan Mayat
Bumi." "Apa aku perlu turun tangan sekarang, Ketua?"
"Kita lihat dulu berkembangannya!"
"Tanganku sudah gatal ingin menjitak kepalanya yang klimis itu!"
Seperti halnya pemuda berbaju putih, Wanengpati pun dengan seksama mengamati
segala tingkah laku dari Setan Nakal.
"Hemm, rupanya kakek pendek itu mengerahkan kekuatan sihirnya. Kami harus
Pedang Bayangan Panji Sakti 9 Pendekar Rajawali Sakti 51 Tumbal Penguasa Samudera Pasukan Kumbang Neraka 1

Cari Blog Ini