Playboy Dari Nanking 2
Playboy Dari Nanking Karya Batara Bagian 2 tapi kau tak boleh membalasku'" Fang Fang terbelalak. Sekarang dia benar-benar terkecoh dan merasa ditipu. Baikbaik dia menolong gadis ini tak tahunya si gadis malah membalasnya begitu. Tapi Fang Fang yang tertawa dan tidak takut mendengar ancaman itu tiba-tiba tersenyum lebar, hal yang mengherankan lawannya. "Eng Eng, kau ternyata gadis yang tidak ksatria. Kalau kau ingin merobohkan dan mengalahkan aku kenapa harus melakukan kecurangan begini" Tanpa kau totok pun kalau kau ingin minta nyawaku tentu kuberikan. Tapi sekarang kau sudah kehilangan rasa hormatku. Lemparlah, dan buanglah aku ke lubang tikus-tikus itu. Lihat apakah benar aku akan menjerit-jerit dan minta ampun padamu!" Eng Eng marah, merasa ditantang. "Kau tidak takut?" "Hm, menghadapi gadis curang macammu ini tak perlu aku takut, Eng Eng. Sebenarnya aku memang harus siap mati kalau melihat watakmu ini. Sudahlah, aku jadi malu bercakap-cakap dengan seorang gadis yang tidak tahu malu begini. Lemparlah, dan buanglah aku!" Gadis itu tertampar. Kata-kata Fang Fang amatlah tajam. Dia direndahkan sebagai gadis yang curang dan pengecut, tidak ksatria. Dan karena hal itu harus diakui tapi semua itu terpaksa dia lakukan karena Fang Fang tak dapat dirobohkan kalau tidak dengan akal curang begini maka dia mendengus dan ingin membuang rasa malu. "Fang Fang, kau gagah. Tapi kau juga bukan pemuda baik-baik. Kalau guru kencing berdiri maka murid akan kencing berlari. Aku tak akan menggubris kata-katamu karena kau bukanlah pemuda baik-baik'" "Hm, kalau aku jahat tentu kau tak akan kutolong, Eng Eng. Kalau aku bukan pemuda baik-baik tentu kau sudah kuganggu dan kupermainkan!" "Kau sudah mempermainkan aku. Kau sudah kurang ajar kepadaku!" "Kurang ajar bagaimana" Kapan?" "Keparat, kau mengusap-usap pinggulku, Fang Fang. Kau menggendong dan seenaknya saja memanggul aku!" Ah!" Fang Fang tertawa. "Aku mengusap pinggulmu karena kau berkali-kali ?meronta. Eng Eng. Kalau kau tidak melorot dan mau jatuh tentu tak perlu aku mengusap atau menarik pinggulmu. Bagiku lebih baik mengusap bokong kuda daripada pinggulmu itu!" "Keparat... plak!" dan Fang Fang yang terpelanting oleh sebuah tamparan tiba-tiba melihat kemarahan gadis itu, mangar-mangar dan berdiri tegak di depannya dengan muka merah padam. Gadis itu marah bukan main karena Fang Fang membandingkan pinggulnya dengan bokong kuda. Bukan main menghinanya! Tapi ketika gadis itu hendak marah dan menerjang gusar tiba-tiba Fang Fang mengeluh di sana. "Eng Eng, kau kejam. Tanganmu ringan sekali. Kalau ingin membunuh kenapa tidak segera membunuh" Aku bicara sebenarnya saja, Eng Eng. Daripada mengusap pinggulmu itu lebih baik mengusap bokong kuda..." "Plak-plak-plak!" Eng Eng berkelebat gusar, marah melengking tinggi dan tiga buah tamparan meledak di pipi Fang Fang. Untuk kedua kalinya pemuda itu terlempar dan terbanting. Dan karena Fang Fang dalam keadaan tertotok dan pemuda itu tak berdaya kecuali mengeluh dan tertawa mengejek, sama sekali tidak takut maka Eng Eng berjungkir balik melayang lagi menyambar leher baju pemuda ini. "Fang Fang, kau akan kubunuh. Ah, kau akan kubunuh... wut!" dan Eng Eng yang mengangkat serta melempar tubuh pemuda itu ke lubang sumur tiba-tiba membentak panjang dan sudah melontarkan tubuh pemuda ini tanpa ampun. Marah bukan main karena dua kali Fang Fang mengejeknya memanaskan hati. Dia benar-benar terbakar dan hilang sudah ingatannya akan budi pemuda itu yang dua kali menolongnya. Eng Eng tak ingat itu karena kemarahannya melebihi yang lain-lain. Dan ketika Fang Fang terkejut dan tentu saja tersentak, karena gadis i-tu benar-benar melemparnya ke sumur tikus maka Fang Fang cepat mengerahkan sinkang dan memejamkan mata ketika meluncur ke bawah, cepat sekali. "Bluk!" Pemuda itu terbanting. Fang Fang tepat sekali jatuh di tengah-tengah sumur dan tentu saja tikus-tikus di bawah terkejut, mereka mencicit dan tujuh di antaranya mampus tergencet tubuh pemuda ini. Fang Fang yang terjatuh dan terbanting ke bawah tepat sekali menimpa tujuh kawanan tikus sial itu. Tapi begitu pemuda ini terjatuh dan mengejutkan tikus-tikus di bawah tiba-tiba mereka berteriak marah dan mencicil menyerang pemuda ini. "Cit-ciiitt...!" Fang Fang tak berdaya. Pemuda itu segera dikeroyok ratusan tikus yang lapar dan haus darah. Mereka menggigit dan menyerang pemuda ini dari mana-mana. Tapi karena Fang Fang telah mengerahkan sinkangnya dan pemuda ini bertahan sambil menggigit bibir maka tikus-tikus yang menyerangnya itu terkejut karena tubuh si pemuda yang digigiti ternyata alot seperti ban mobil! "Ah... uhh...!" Fang Fang hanya menggeliat-geliat saja. Dia dapat bertahan dan mengerahkan sinkangnya tapi rasa geli tergelitik oleh kaki-kaki tikus itu tak tertahankan. Fang Fang akhirnya terkekeh-kekeh ketika tubuhnya semakin tergelitik, telapak kaki tikus yang lunak dan lembut membuatnya benar-benar tak tahan untuk tidak ketawa. Dan ketika tikus-tikus itu terkejut karena lawan yang diserbu ternyata terkekeh-kekeh tiba-tiba mereka membalikkan tubuh dan lari lintang-pukang, menjauh! "Hi-hi, kalian menjijikkan, tikus-tikus bau. Tapi kalian lucu dan menggemaskan. Uph, jangan loncati hidungku begitu saja. Aduh, jangan injak selangkanganku pada bagian itu... ha-ha!" dan Fang Fang yang terbahak tapi juga mengumpat dan mencacimaki di dalam sumur akhirnya membuat Eng Eng tertegun, heran dan kaget dan segera gadis itu melongok. Dan ketika tepat sekali dia melihat tikus terakhir menginjak milik "pribadi" Fang Fang yang licin bagai belut tiba-tiba muka gadis itu merah padam melihat tikus ini melonjak ketakutan. "Ciittt....!" Fang Fang terbahak-bahak. Diinjak bagian paling pribadinya itu pemuda ini merasa geli bukan main. Dia sudah tergelitik sebelumnya oleh injakan kaki-kaki tikus sebelumnya. Maka begitu tikus paling akhir ini melonjak di atas perutnya dan menyentuh barangnya yang paling berharga maka Fang Fang terbahak-bahak dan kebetulan sekali Eng Eng waktu itu melongok. "He, apa yang kau lihat" Kau tahu tikus itu jantan atau betina, Eng Eng" Coba jawab, aku berani bertaruh bahwa tikus tadi betina!" "Bagaimana kau tahu?" Eng Eng tertegun, terpancing dan terbawa gurauan pemuda ini. "Aku menduga sebaliknya, Fang Fang. Tikus terakhir tadi pasti jantan!" "Ha-ha, tidak. Kau salah. Tikus tadi pasti betina!" dan ketika Eng Eng melotot dan menjawab bahwa tikus itu jantan, sebagai lawan atau rasa gemasnya kepada Fang Fang tiba-tiba Fang Fang malah terbahak-bahak. "Jantan tak mau menginjak punyaku. Hanya betinalah yang suka mainmain begitu. Ha-ha, aku teringat kata-kata suhu, Eng Eng. Bahwa yang berlawanan jenis kelamin selalu ingin mengetahui yang lain karena hal itulah yang paling menarik baginya!" "Keparat!" Eng Eng tiba-tiba sadar, marah. "Kau kiranya bicara kotor" Haram busuk, kau tak layak mempunyai mulut, Fang Fang. Kau ceriwis dan kurang ajar!" namun ketika gadis ini memaki dan menarik kepalanya dari sumur tiba-tiba dua orang telah berdiri di belakangnya dan menegur, "Eng Eng, apa yang kaulakukan" Fang Fang ada di bawah?" Eng Eng terkejut. Si Dewa Mata Keranjang Tan Cing Bhok ada di situ, bersama subonya. Dan ketika kakek itu melongok dan terkejut memandang ke bawah maka subonya membentak dan menendang gadis ini hingga mencelat ke dasar sumur pula! "Keparat, kaulah yang kurang ajar, Eng Eng. Kau tak tahu diri dan menghina tuan rumah... dess!" dan gadis itu yang terlempar dan terbanting ke dalam sumur akhirnya menjerit dan menimpa Fang Fang, jatuh berdebuk di atas tubuh pemuda itu dan Fang Fang terpekik. Pemuda ini tak tahu apa yang terjadi di luar namun dia dapat mendengar suara gurunya dan guru gadis itu. Maka begitu gurunya melongok dan Eng Eng terbanting menimpa dirinya maka Fang Fang tersentak melihat nenek cantik itu marah-marah, memaki-maki Eng Eng. "Bocah, apa yang dilakukan muridku padamu" Dia berani kurang ajar dan menyiksamu" Keluarlah, gantian dia di bawah dan kau menonton... wut!" sebuah selendang merah meledak ke bawah sumur, menyentak dan langsung menggubat Fang Fang dan disendallah pemuda itu ke atas. Fang Fang terbanting dan sudah keluar dari lubang sumur. Tapi karena dia masih terkena totokan dan tak dapat melompat bangun maka sang nenek tertegun namun cepat-cepat menggerakkan jarinya dari jauh dan bebaslah pemuda itu dari totokan Eng Eng. "Kurang ajar, keparat jahanam!" sang nenek memaki-maki. "Kau selayaknya melapor padaku, bocah. Jangan diam saja dan mengalah pada muridku. Hayo, lihat ke bawah dan tonton muridku digigiti tikus-tikus kelaparan itu!" Fang Fang berubah. Dari atas dia mendengar jeritan dan teriakan Eng Eng. Kiranya gadis itu sudah diserang tikus-tikus yang tadi berlarian, datang dan melihat bahwa sekarang korbannya lain. Dan karena Eng Eng memang bukan Fang Fang dan tikus-tikus tadi hanya takut terhadap Fang Fang maka mereka segera menyerbu dan mencicit menyerang gadis ini, yang segera pucat dan ngeri mukanya. "Aih, keparat. Kalian bedebah!" Eng Eng sibuk, menendang dan menampari tikustikus itu namun mereka kembali menggigit. Eng Eng mengerahkan sinkangnya namun tak sekuat Fang Fang. Rasa takut dan ngerinya sudah membuat gadis ini kehilangan semangat. Maka begitu lengan dan kakinya tergigit dan Eng Eng berteriak minta tolong tiba-tiba Fang Fang meloncat dan memasuki lubang sumur itu! "Eng Eng, jangan takut. Aku datang..!" 0odwo0 Jilid : III DUA orang tua di atas terkejut. Mereka melihat pemuda itu sudah meloncat ke dalam sumur, berseru dan berjungkir balik di bawah. Dan ketika dua orang tua di atas tertegun dan Fang Fang sudah mendaratkan kakinya di bawah maka pemuda ini bergerak ke kiri kanan dan tikus-tikus di situ mencelat berhamburan. "Bedebah kalian. Keparat! Hayo pergi dan jangan ganggu gadis ini" Eng Eng tertegun. Gadis ini terkejut melihat masuknya Fang Fang, terbelalak. Tapi ketika pemuda itu menendangi semua tikus-tikus yang ada di situ dan mereka mencicit berhamburan maka tikus-tikus yang memang takut terhadap pemuda ini sudah berlarian dan tiba-tiba menghindar, membuat Eng Eng tersenyum. "Fang fang, terima kasih. Kau telah menolongku!" "Ah!" pemuda ini tertawa, mengusap keringatnya. "Untuk apa berterima kasih, Eng Eng" Aku hanya melakukan apa yang aku suka. Dan aku tak suka kekejaman subomu itu." "Tapi kau telah kusiksa, kusakiti!" "Hm, hanya sebuah kesalahpahaman saja, Eng Eng. Aku tahu maksudmu dan sudahlah yang lewat biarlah lewat. Hayo, kau naik ke atas dan mari kulontar!" Fang Fang tiba-tiba tertawa, tikus-tikus sudah menyingkir semua dan pemuda itu mengangkat si gadis, melontar ke atas. Dan ketika Eng Eng berjungkir balik dan berseru keras maka Fang Fang menyusul dan sekejap kemudian dua muda-mudi ini telah kembali berada di luar sumur. "Nah," Fang Fang mendahului. "Kau jangan lagi marah-marah kepada mundmu, locianpwe. Eng Eng sebenarnya hanya mainmain saja kepadaku dan tidak bersungguhsungguh!" "Ha-ha!" sang suhu tiba-tiba tertawa bergelak. "Lihat muridku ini, Lin Lin. Begitu pengasih dan penyayang. Dia mirip aku!" "Hm!" sang nenek merah mukanya, semburat. "Kau memang jago dan perayu wanita, Cing Bhok. Tak aneh kalau muridmu juga mirip kau!" "Ha-ha, bukan begitu. Watak dasar manusia berbeda-beda. Kalau tak memiliki persamaan dasar watak ini tak mungkin aku dapat mengajari muridku seperti aku. Sudahlah, kau tak perlu marah lagi, Lin Lin. Muridku benar dan muridmu itu rupanya hanya mainmain saja!" "Tidak, dia harus minta maaf!" sang nenek membalik, menegur muridnya. "Kau harus minta maaf, Eng Eng. Betapapun kulihat perbuatanmu keterlaluan. Hayo, ucapkan maaf dan juga kepada si Dewa Mata Keranjang ini!" Eng Eng, si gadis cantik gugup dan semburat. Dia merasa malu namun subonya sudah menghardik, dia takut. Dan ketika gadis itu meminta maaf namun Fang Fang tertawa menolaknya maka si Dewa Mata Keranjang juga terkekeh menahan pundaknya. "Sudahlah, subomu terlalu keras, anak baik. Muridku tak apa-apa dan aku sendiri juga tak sakit hati. Kalian berdua rukun-rukunlah saja dan biar kami kembali lagi!" kakek itu terbahak, menyambar lengan si nenek dan berseri-serilah Fang Fang. Pemuda ini melihat muka yang bersemu dadu dari si gadis, kebetulan melirik ke arahnya dan sikap Eng Eng kini lain. Gadis itu telah membuktikan kebesaran jiwa si pemuda, wataknya yang pengalah dan melindungi dirinya. Sebab kalau tidak tentu subonya itu akan lebih marah lagi kepadanya. Dan ketika subonya mendengus namun berkelebat mengikuti si Dewa Mata Keranjang maka tak ada halangan lagi bagi Fang Fang untuk mendekati dan diterima gadis itu. "Ha-ha, mereka orang-orang tua sungguh akur. Aih, kita harus malu kalau tak bisa mencontoh mereka, Eng Eng. Ayolah kita berdamai dan maafkan kalau aku kurang ajar!" "Hm!" Eng Eng memerah. "Kau sebenarnya memang kurang ajar, Fang Fang. Tapi harus kuakui bahwa kau baik. Sudahlah, aku berterima kasih padamu karena untuk kesekian kalinya lagi kau menolongku!" "Kau tak marah?" "Kalau marah tentu kau sudah kuserang!" "Ha-ha, terima kasih!" dan Fang Fang yang hari itu dapat berbaik dengan Eng Eng akhirnya bergembira dan mengajak gadis ini berputar-putar di gunung, memperlihatkan keindahan-keindahan alam di mana tempat-tempat yang mempesona segera ditunjukkan pemuda itu. Dan karena Eng Eng melihat bahwa murid si Dewa Mata Keranjang ini memang baik dan harus diakuinya tampan maka sehari kemudian gadis ini merasa suka dan tertarik, tak dapat disangkal bahwa diam-diam tawa dan senyum pemuda itu mulai menggetarkannya. Subonya yang tinggal di atas gunung agak membuat gadis iri merasa heran. Maklumlah, dia tak tahu apa saja yang dikerjakan subonya itu bersama si Dewa Mata Keranjang. Namun ketika beberapa hari lewat dengan cepat dan Fang Fang sudah mulai menyatakan cintanya pada Eng Eng, secara berani namun memikat tiba-tiba saja di atas gunung terjadi geger! Apa yang mengejutkan" Siapa yang membuat geger" Bukan lain akibat perbuatan si Dewa Mata Keranjang Tan Cing Bhok ini! -0-dw-0 - Hari itu, genap minggu ketiga nenek cantik ditundukkan si Dewa Mata Keranjang maka di lain tempat Fang Fang juga siap "menundukkan" Eng Eng. Pemuda ini sedang gemetar menyatakan cintanya. Baru untuk pertama itu Fang Fang menggigil di depan seorang gadis, menjatuhkan diri berlutut dan memeluk kaki pujaannya. Dan ketika Eng Eng terkejut dan gemetar memandang pemuda ini, dengan muka merah padam maka Fang Fang mengulang lagi pernyataannya dengan sumpah. "Demi Dewata Yang Agung. Aku menyatakan cintaku, Eng Eng. Aku tak mainmain dan sungguh serius. Aku jatuh cinta padamu, aku mencintaimu. Kau terimalah aku bukan sebagai sahabat melainkan sebagai kekasihmu. Aku akan melamarmu lewat suhu!" Eng Eng menggigil, tak dapat menjawab. "Bagaimana, Eng Eng" Kau dapat menerimanya?" Gadis ini tiba-tiba terisak, meloncat pergi. "Fang Fang, aku... aku tak tahu. Bicaralah kepada subo!" "Eh!" Fang Fang terkejut, bangkit berdiri. "Bertanya kepada subomu" Menyatakan cinta pada subomu" Gila, kau tidak waras, Eng Eng. Aku tidak mencintai subomu melainkan kau! Ah, berhenti dan jangan tolak aku!" Fang Fang berkelebat, kakinya sudah bergerak mengejar gadis itu dan Fang Fang menangkap lengan si nona. Lalu ketika sang gadis berseru tertahan dan tertarik berhenti maka pemuda ini sudah meloncat ke depan dan berdiri pucat. "Eng Eng, aku mencintaimu. Aku akan melamarmu. Kau jawablah maka kau tak akan kuganggu lagi. Bukankah kau menerima cintaku" Bukankah kau suka dan tak menolak cintaku" Jawablah... jawablah, Eng Eng. Baru setelah itu aku akan bicara dengan subomu untuk melamarmu!" Eng Eng tiba-tiba geli. Sikap Fang Fang yang demikian cemas dan gelisah sungguh berbeda benar dengan ketika pemuda itu pertama kali jumpa dengannya. Pemuda ini tampak ketakutan dan pucat! Maka tertawa dan melepaskan dirinya lagi tiba-tiba gadis ini melompat mundur, membuat Fang Fang tertegun. "Fang Fang, bagaimana kau ini" Kenapa demikian pucat dan gemetar" Bukankah sudah kuberi tahu agar kau bicara dengan subo" Nah, pergi dulu ke sana, Fang Fang. Baru setelah itu temui aku!" "Tapi aku mencintaimu, bukan mencinta subomu! Aku ingin jawabanmu dulu, Eng Eng. Karena tak mungkin subomu dapat memberikan jawaban kalau kau tak lebih dulu menyatakan menerima atau menolak!" "Kenapa begitu bodoh" Kau sudah tahu jawabannya, Fang Fang. Tak usah kutegaskan lagi kecuali kau bodoh dan pandir!" "Apa?" "Aku tak mau bicara, ih!" dan Eng Eng yang melompat membalikkan tubuh tiba-tiba meninggalkan Fang Fang dan membuat pemuda itu terkejut, untuk kedua kalinya lagi dibuat bingung tapi Fang Fang berseri gembira. Eng Eng tak marah dan dia teringat kata-kata suhunya bahwa kalau seorang gadis tak marah atau memaki-maki seorang pria yang menyatakan cintanya maka hal itu berarti si gadis menerima. Sifat wanita yang pemalu tak memungkinkan wanita harus berterus terang." Itulah tandanya! Maka begitu tertawa dan melompat jauh tiba-tiba Fang Fang terbang dan menyambar gadis ini lagi. "Eng Eng, tunggu. Kalau begitu, ah.... apakah ini tanda kau menerimanya" Ha-ha, Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo aku bodoh, Eng Eng. Aku pandir. Betul kata-katamu itu. Tapi sekarang aku mengerti. Ha-ha, maaf dan berikan aku sepotong kenangan untuk pelampias bahagia ini!" Eng Eng sudah tertangkap, langsung dipeluk dan disambar pemuda itu. Dan ketika Eng Eng terkejut tapi tidak meronta, atau melepaskan diri, maka Fang Fang menunduk dan sudah mencium bibir yang setengah terbuka itu, terbelalak atau setengah kaget oleh sikapnya itu. "Uph...'" Fang Fang terlampau buru-buru. Pemuda ini coba menyalurkan hasrat bahagianya tapi keliru, bukan mencium tapi menggigit. Dan ketika Eng Eng tentu saja kesakitan dan naik darah tiba-tiba gadis itu membentak dan melepaskan diri, langsung menggaplok. "Fang Fang, kau kurang ajar. Kau, ah ..... plak-plak!" dan Fang Fang yang terpelanting oleh tamparan itu tiba-tiba melihat kekasihnya menerjang marah, kaki dan tangan bergerak ke sana ke mari dan mendaratlah berbagai tendangan ke tubuh pemuda ini. Fang Fang berteriak-teriak tapi menyadari kesalahannya, tidak mengelak atau menghindar kecuali cepat mengerahkan sinkangnya, bertahan. Dan ketika gadis itu berhenti dan tersedu-sedu, kecewa dan marah kepadanya cepatcepat pemuda ini menjatuhkan diri berlutut, mengiba. "Eng Eng, aku salah. Aku, ah... aku bodoh. Selamanya belum pernah mencium gadis dan baru kau inilah yang kucium. Maaf, moi-moi (dinda). Kau tampar dan pukullah aku lagi kalau kurang!" Eng Eng tertegun. Mendengar bahwa Fang Fang belum pernah berciuman dan baru dia itulah yang dicium tiba-tiba hati gadis ini dingin kembali. Kalau begitu memang tak apa. Yang belum pernah berciuman memang selamanya akan kikuk dan kaku, bahkan salah-salah berbuat salah seperti tadi, mencium malah menggigit. Dan karena Fang Fang sudah membuktikan itu dan entah kenapa hati gadis ini tiba-tiba girang mendadak Eng Eng tersenyum dan menghentikan tangisnya. "Kau benar-benar masin perjaka" Kau .... kau tak pernah berciuman dengan gadis lain?" "Aih..!" pemuda ini melompat bangun. "Selamanya aku belum pernah berhubungan dengan wanita, Eng Eng. Aku masih perjaka, jejaka ting-ting! Kau kira apa dan kenapa bertanya seperti itu?" "Aku, hmm... aku ragu. Kau adalah murid si Dewa Mata Keranjang. Gurumu pasti mengajarimu banyak merayu wanita dan bermain cinta!" "Ha-ha!" Fang Fang tertawa bergelak. "Kau salah, Eng Eng. Meskipun guruku adalah si Dewa Mata Keranjang tapi guruku tak pernah mengajariku yang tidak-tidak. Suhuku itu orang baik, tak pernah dia megajari aku untuk merayu wanita atau mainmain dengan mereka!" "Hm, sungguh?" "Adakah aku bohong" Ciumanku tadi membuktikannya, Eng Eng. Aku masih bodoh dan harus banyak belajar denganmu. Maaf, sekarang kuperbaiki dan jangan kau marah!" Fang Fang meraih pinggang gadis ini, sudah mendapat angin karena si gadis tak marah lagi. Senyum dan sikap gadis itu segera ditangkap Fang Fang sebagai pertanda vang baik. Dan karena seluk-beluk wanita sudah sering didengarnya dari suhunya meskipun belum banyak "praktek" maka sebuah ciuman lembut telah mendarat dan hinggap di bibir gadis baju hijau ini, lembut dan mesra karena dengan cepat Fang Fang telah mulai belajar. Pemuda itu tahu bahwa kesalahannya tadi tak boleh diulang. Maka begitu si nona dipeluk dan dicium mesra tiba-tiba Eng Eng yang sebenarnya memang suka dan tidak membenci pemuda ini menjadi lemah dan lunglai di pelukan murid si Dewa Mata Keranjang itu, mengeluh dan memejamkan mata karena dengan lem but dan halus Fang Fang menyatakan cintanya. Dan begitu Fang Fang melanjutkan ciumannya hingga sang gadis merintih dan mengerang nikmat maka keduanya menjadi mabok dan tidak melihat berkelebatnya sesosok bayangan, yang tahu-tahu ada di situ. "Heh, mana Dewa Mata Keranjang si perayu wanita itu" Siapa di antara kalian yang menjadi muridnya?" Eng Eng dan Fang Fang kaget. Mereka tersentak dan otomatis melepaskan diri. Eng Eng sampai merah padam karena di waktu berciuman tiba-tiba saja seseorang datang mengganggu, melihat perbuatannya! Dan ketika gadis itu tertegun dan marah tapi juga malu maka seorang nenek telah berdiri di situ dengan mata bersinar-sinar. "Kalian pasangan baru" Baru memadu cinta" Hm, asyik, anak-anak muda. Tapi tunjukkan padaku di mana si Dewa Mata Keranjang itu. Dan siapa muridnya!" "Aku," Fang Fang tiba-tiba maju, muka pun merah bagai udang direbus. "Kau siapa, nenek sialan" Bagaimana datang-datang mengganggu orang muda" Dewa Mata Keranjang adalah guruku, aku muridnya. Sebutkan keperluanmu dan kenapa kau mencari guruku!" "Kau muridnya?" "Benar..." "Bagus, kalau begitu harus mampus!" dan si nenek yang langsung berkelebat dan menghantam ke depan tiba-tiba sudah menusuk dahi Fang Fang, cepat dan ganas dan Fang Fang tentu saja terkejut. Tapi karena dia sudah bersiap dan cepat mengelak dan menggerakkan tangannya maka pemuda ini menangkis. "Dukk!" Fang Fang mencelat! Pemuda ini-terlempar dan terbanting bergulingan, kaget berteriak tertahan karena dia tak menyangka dahsyatnya pukulan itu. Tadi pemuda ini hanya mengerahkan setengah bagian tenaganya, tak tahu masih kalah kuat dan terlempar serta terbanting mencelat! Dan ketika Fang Fang berteriak tertahan dan bergulingan melompat bangun maka sang nenek sudah membentak dan berkelebat mengejarnya, melepas pukulan-pukulan cepat dan tamparan atau sodokan bertubitubi menghajar pemuda ini. Fang Fang terpekik dan dipaksa mengelak sana-sini, dua tamparan masih kalah cepat dikelit dan terpelantinglah pemuda itu oleh serangan si nenek. Namun ketika pemuda ini terdesak dan Eng Eng tentu saja tak tinggal diam tiba-tiba gadis itu berseru mencabut pedangnya dan menerjang. "Nenek siluman, kau datang-datang seperti kambing kebakaran jenggot. Keparat, terimalah seranganku dan jangan ganggu pemuda itu!" Si nenek mendengus. Dia melihat serangan itu namun diam saja, tidak berkelit atau mengelak. Tapi ketika pedang sudah menyambar tinggal sejengkal dan nenek ini menjentikkan kuku jarinya maka pedang di tangan Eng Eng terpental dan gadis itu mencelat bergulingan. "Cringg!" Eng Eng kaget bukan main. Dalam segebrakan ini saja dia tahu bahwa si nenek kiranya lihai. Pantas mereka tak mengetahui kedatangannya dan tahu-tahu muncul seperti iblis. Dan ketika gadis itu bergulingan meloncat bangun sementara Fang Fang di sana berseru agar dirinya tak usah dibantu maka Fang Fang sudah menghadapi nenek itu sementara si nenek menggeram-geram memaki pemuda ini. "Persis gurunya. Aih, calon mata keranjang yang baru. Hm, kubunuh kau, anak muda. Kupenggal kepalamu nanti untuk kutunjukkan pada gurumu!" Fang Fang berteriak menghantam. Pemuda ini akhirnya menjadi marah karena si nenek benar-benar berniat membunuhnya. Pukulan-pukulannya tak kenal ampun dan ganas. Namun karena Fang Fang bukanlah pemuda biasa karena dia dalah murid si Dewa Mata Keranjang maka si nenek tertegun juga ketika pemuda itu mulai dapat menahan pukulan-pukulannya, mulai menambah tenaga karena hanya dengan setengah bagian saja Fang Fang merasa tak sanggup menghadapi si nenek. Nenek ini terlalu lihai dan dua kali tamparannya tadi membuat bajunya hangus, bukan main. Dan karena nenek itu rupanya ahli tenaga Yang-kang atau panas di mana setiap pukulan-pukulannya yang menyambar selalu mengeluarkan hawa panas maka Fang Fang mainkan ilmu silat yang kokoh dengan sinkang atau tenaga sakti dingin. "Keparat, boleh juga!" nenek itu terbelalak. "Ini Im-bian-kun (Silat Kapas Dingin), anak muda" Gurumu juga mengajarimu silat ini" Hm, rupanya sudah dipersiapkan. Jahanam tengik, Tan Cing Bhok itu tak dapat diampuni!" Fang Fang bertahan. Memang dia mengeluarkan Im-bian-kun untuk menghadapi serangan-serangan panas lawan, bersilat dengan baik dan kokoh. Tangkisantangkisannya selalu menolak tenaga lawan tapi si nenek menggeram, menambah tenaganya dan berkelebatan lebih cepat. Ilmu meringankan tubuh yang tinggi diperlihatkan nenek itu, menyambar bagai walet menari-nari. Dan karena Fang Fang bertempur setengah hati karena ia tak tahu apa maksud dan tujuan nenek ini maka Fang Fang terdesak ketika lawan menekan dan menambah tenaganya. "Dukk!" Fang Fang terpental. Bahu kirinya kena pukul namun pemuda ini tak sampai terbanting, tanda dia bertahan dengan baik dan sinkangnya rupanya cukup menghadapi lawan. Tapi ketika si nenek melengking dan Fang Fang melihat si nenek menghilang dengan cepat tiba-tiba kepala dan dadanya kena pukulan lagi. "Duk-plak!" Fang Fang kewalahan. Dia masih saja bersikap mempertahankan diri dan belum banyak membalas. Pemuda ini tak tahu siapa nenek itu dan kenapa marah-marah mencari suhunya, karena suhunya dikenalnya tak punya musuh dan selama ini hidup tenteram di atas gunung. Jadi aneh kalau tiba-tiba datang nenek ini yang marahmarah memaki gurunya, bersikap keras dan telengas kepadanya. Dan ketika Fang Fang terhuyung maju mundur sementara si nenek kian beringas dan ganas menurunkan pukulan-pukulannya maka Eng Eng yang khawatir dan pucat menonton jalannya pertandingan tiba-tiba melihat Fang Fang kembali menerima sebuah pukulan, kali ini jatuh terjengkang! "Aih, awas, Fang Fang. Sebaiknya kubantu kau!" "Tidak, jangan!" pemuda ini melompat bangun, dapat bergulingan baik. "Aku tak apa-apa, Eng Eng. Lihat nenek ini tak dapat membunuhku!" Benar saja, si nenek memekik marah. Pukulannya tadi seharusnya dapat merobohkan pemuda itu. Kepala Fang Fang dihantam keras dan seharusnya pecah. Jangankan kepala manusia, kepala kerbau pun a-kan pecah terkena pukulan tadi. Maka melihat pemuda itu tak apa-apa dan masih dapat melompat bangun maka si nenek membentak dan tiba-tiba rambutnya terurai panjang. "Tar-tar!" Pipi Fang Fang terlecut! Pemuda itu kaget ketika dua sinar hitam menyambar matanya, cepat dan luar biasa dan dia menunduk. Tapi ketika sinar itu mengikuti dan ternyata ini adalah dua rambut panjang yang dapat bergerak seperti ular tiba-tiba Fang Fang tak dapat menghindar ketika pipinya disambar, terlecut dan pedas serta tiba-tiba robek! Fang Fang tersentak karena dua helai rambut tadi melebihi kawat-kawat baja, menyambar dan kini ratusan rambut-rambut hitam itu menyerang dirinya. Dan ketika Fang Fang tertegun dan sibuk maju mundur maka pundaknya kena sambar dan pecah kulitnya! "Fang Fang...!" Eng Eng tak tahan lagi. Gadis ini melihat dua luka di tubuh kekasihnya, maju berkelebat dan pedang pun bergerak menusuk nenek itu. Tapi ketika segumpal rambut hitam menyambar ke kiri dan pedang di tangan gadis ini ter tangkis tiba-tiba Eng Eng menjerit karena telapaknya pecah berdarah! "Pergi kau, jangan bantu pemuda ini .... plak-tar!" Eng Eng mengeluh. Si nenek menendangnya dan dia pun terlempar, hanya didorong saja tapi sudah cukup membuat dia terguling-guling. Dan ketika nenek itu mendesak dan menghadapi Fang Fang lagi maka pemuda ini pucat melihat permainan rambut yang lihai. "Plak-plak!" Fang Fang terhuyung. Dia menangkis segumpal rambut yang menyambar perutnya, tergetar dan tetap merasa pedih. Rambut-rambut itu seperti senjata-senjata tajam yang tak dapat dihalau, dapat menjadi keras namun dapat pula menjadi lunak. Demikian lunak dan lemasnya hingga mampu membelit untuk akhirnya melecut bagai ular! Dan ketika Fang Fang terdesak sementara Eng Eng di sana bingung tak dapat membantu, karena telapaknya pecah dan berdarah maka Fang Fang menyuruh agar dia naik ke atas. "Beri tahu suhu, seorang nenek gila datang!" "Hm, bagus!" si nenek malah bersinar-sinar. "Panggil kemari si tua she Tan itu, bocah. Bilang bahwa Sin-mauw Sin-ni (Dewi Rambut Sakti) datang menagih jiwa!" Eng Eng terkejut. Dia terbelalak mendengar nama si nenek itu, kiranya Sin-mauw Sin-ni, nenek sakti yang sudah lama menghilang sejak duapuluh tahun yang lampau. Seorang nenek gagah tapi telengas, bengis dan kejam terhadap lawan dan entah bagaimana tiba-tiba bermusuhan dengan si Dewa Mata Keranjang, guru Fang Fang ini. Tapi melihat bahwa Fang Fang terdesak hebat dan pemuda itu berjungkir balik menyambar pedang kekasihnya maka Fang Fang berseru agar Eng Eng cepat ke atas gunung. "Jangan khawatir, aku masih dapat bertahan. Pedangmu kupinjam dulu!" Fang Fang mengerahkan ginkangnya, berkelebatan mengimbangi lawan dan si nenek melengking. Setelah pedang di tangan tiba-tiba murid si Mata Keranjang itu lebih hebat, membungkus dirinya dengan rapat dan rambut pun tertolak berkali-kali. Tentu saja membuat nenek ini marah dan kedua tangan pun kini maju membantu dengan pukulan-pukulan jarak jauh, pukulan sinkang yang berhawa panas itu. Dan ketika Fang Fang sibuk karena dia dipaksa untuk membagi perhatiannya, ya ke rambut maupun pukulan-pukulan itu akhirnya pemuda ini lagi-lagi terdesak. "Plak-cring!" Fang Fang terpental. Kali ini si nenek menyerang gencar dengan rambut dan pukulan-pukulannya itu, rambut pecah menjadi puluhan banyaknya dan Fang Fang seakan dikeroyok dari segala penjuru, hal yang membuat pemuda itu sibuk luar biasa karena harus membungkus dirinya lebih rapat lagi. Pedang diputar seperti kitiran dan hujan pun tak dapat masuk, gaya pertahanan yang memang bagus namun sayangnya tak mungkin diimbangi dengan penyerangan, karena Fang Fang melulu bertahan. Dan ketika kejadian itu menguras tenaga pemuda ini karena si nenek menyerang bertubi-tubi akhirnya Fang Fang terhuyung-huyung dan terdesak hebat, kedodoran! "Cepat, panggil suhu, Eng Eng. Naik ke atas!" Eng Eng tak dapat berbuat lain. Akhirnya dia terisak dan berkelebat pergi, memutar tubuh dan si nenek pun tertawa aneh. Nenek ini menggerakkan tangannya dan Eng Eng terjungkal, roboh oleh sebuah pukulan jarak jauh. Dan ketika gadis itu melompat bangun dan agak terhuyung, napasnya sesak, maka si nenek berkata, "Betul, cepat, bocah. Beri tahu si tua bangka itu bahwa Sin-mauw Sin-ni datang menagih jiwa. Atau muridnya ini kubunuh dan kau terlambat!" "Tidak, kalau kau membunuhnya aku akan mengadu jiwa!" dan si nenek yang terkekeh mendengar ini tiba-tiba disambut bentakan Fang Fang yang tiba-tiba keluar dari gulungan pedangnya, membalas dan si nenek menangkis. Rambut kembali menjeletar dan Fang Fang dipaksa masuk, membungkus dirinya lagi dengan putaran pedangnya itu. Dan ketika Eng Eng di sana menangis dan sudah berkelebat ke atas maka gadis ini mendaki cepat dan ingin menolong Fang Fang. Tapi apa yang dilihat" Gadis ini tertegun. Subonya, yang berhari-hari ini tinggal di puncak dan diam-diam membuat dia heran kenapa subonya itu begitu kerasan ternyata sedang bercumbu dengan si Dewa Mata Keranjang itu! Subonya dipangku dan Dewa Mata Keranjang itu tertawa-tawa menimang subonya. Bukan main. Dua orang tua itu, kakek-kakek dan nenek-nenek ternyata sedang berciuman dan memadu kasih seperti dirinya dengan Fang Fang tadi. Persis anak muda! Dan ketika gadis ini terkejut dan menghentikan langkah, otomatis merah padam maka Dewa Mata Keranjang mendengar gerakannya dan cepat berkelebat turun, melepas nenek itu. "Ada orang..!" Si nenek terkejut. Dia mengenakan bajunya dengan tergesa-gesa, tadi dibuka dan diciumi Dewa Mata Keranjang. Lucu, kakek dan nenek-nenek ini masih bersemangat muda! Namun ketika nenek itu berjungkir balik dan meloncat turun, menyusul Dewa Mata Keranjang maka dilihatnya muridnya sudah di situ, berlutut sambil menangis. "Ampun.... maaf, subo. Teecu datang mengganggu...!" "Ada apa?" nenek ini marah, membentak. "Kau mengintai orang-orang tua?" "Tidak... tidak!" Eng Eng cepat tersedu. "Teecu... teecu datang untuk memberi tahu, subo. Bahwa... bahwa seseorang datang mencari locianpwe Tan Cing Bhok ini, mau membunuh Fang Fang!" "Apa?" si Dewa Mata Keranjang terkejut. "Seseorang datang mencari aku" Siapa?" "Sin-mauw Sin-ni, locianpwe. Marah-marah dan mendesak Fang Fang di sana....?"Wut!" Dewa Mata Keranjang lenyap. Kakek ini sudah berkelebat ketika omongan Eng Eng belum habis. Dia mengeluarkan seruan tertahan dan nenek di samping nya mendelik. Tiba-tiba warna terbakar membayang di wajah nenek ini. Dan ketika Eng Eng juga terkejut karena belum habis omongannya si Dewa Mata Keranjang itu sudah berkelebat lenyap maka subonya membentak pendek dan sudah menarik tangannya itu. "Kita lihat!" sang subo sudah berseru marah, lenyap dan turun gunung pula. Dan ketika Eng Eng mengikuti dan jatuh bangun diseret subonya itu maka di sana di bawah gunung Fang Fang sudah hampir di ujung maut. Pemuda ini, seperti diketahui, masih merasa ragu dan kurang sungguh-sungguh menghadapi lawan. Dia tak tahu apakah nenek ini pantas dibunuh atau tidak, karena dia tak tahu benar apa yang menjadikan nenek itu marah besar, karena si nenek berkali-kali mengumpat dan memaki gurunya, menyebut-nyebut gurunya sebagai laki-laki tak bertanggung jawab dan sepantasnya digantung, atau dicekik, begitu makian nenek itu berkali-kali. Dan karena pemuda ini bertempur setengah hati padahal lawan benar-benar hendak membunuhnya maka Fang Fang terkejut ketika segumpal rambut tiba-tiba membelit lehernya, begitu cepat. "Haii... ngek!" Fang Fang salah bertindak. Pemuda ini terkejut ketika tahu-tahu tujuh gumpal rambut pecah menyambar dari atas ke bawah, ditangkis tapi yang satu masih sempat masuk, nyelonong dan membelit lehernya itu. Dan karena Fang Fang terkejut dan tentu saja tersentak kaget, melihat nyawa di ujung tanduk maka pemuda itu membentak dan menggelembungkan lehernya, bermaksud memutus rambut namun si nenek terkekeh. Rambut yang tadi kaku mendadak lunak, molor dan mengikuti gelembung lehernya itu, jadi tentu saja tak dapat diputus! Dan ketika Fang Fang terkejut Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo karena hal ini berarti bahaya maka si nenek menggerakkan tangan kirinya dan sebuah tamparan mendarat di pelipis. "Dess!" Fang Fang terpelanting. Dia berteriak dan bergulingan meloncat bangun, membacok rambut namun pedangnya tiba-tiba dililit rambut yang lain. Enam gumpal rambut vang lain itu telah bergerak susul-menyusul dan tergubatlah pemuda ini seperti harimau terperangkap. Nenek itu terkekeh-kekeh dan Fang Fang pucat. Lehernya nyaris tak dapat dibuat bernapas karena seluruh bagiannya tercekik. Fang Fang coba menendang namun tangan kanan nenek itu menyambut. Dan ketika pemuda ini terbanting dan kaget mengeluh tertahan maka saat itulah nenek ini mengeluarkan sesuatu dan dua sinar merah menyambar mata pemuda ini. "Hi-hik, kau mampus, bocah. Setelah itu aku akan memenggalmu dan kepalamu kuserahkan pada gurumu.... wir-wirr!" Fang Fang tak dapat mengelak. Sikapnya yang terlalu mengalah dan setengah hati membuat pemuda ini celaka sendiri. Si nenek tak segan-segan membunuh dan benarbenar telengas, tak mau memberi ampun. Namun ketika dua sinar merah itu menyambar mata pemuda ini dan Fang Fang menyambutnya tak berkedip, satu sikap gagah yang membuat si nenek kagum mendadak bayangan si Dewa Mata Keranjang berkelebat dan muncul menampar dua sinar merah ini, yang ternyata dua batang jarum yang dililit rambut. "Hoa May, kau terlalu... plak-plak!" Nenek itu terkejut. Dewa Mata Keranjang berkelebat dan sudah menyampok dua batang jarum itu, mengebutnya dan jarum pun tertolak menyambar mattnya sen diri. Dan ketika nenek itu berseru keras dan terpaksa melepaskan Fang Fang, mengebut runtuh jarum-jarumnya sendiri maka Dewa Mata Keranjang berkerut kening memandangnya, sudah menyambar dan membebaskan muridnya sendiri. "Kau membuat onar" Kau mau membunuh muridku?" Nenek itu tertegun. Dua pasang mata bentrok di udara, saling sambar dan tak berkedip. Tapi ketika mata si kakek melembut dan lunak memandangnya tiba-tiba nenek ini terisak dan menangis tersedu-sedu, teringat bahwa dengan pandang mata seperti itulah dulu-dulu dia ini dibelai dan diusap si Dewa Mata Keranjang! "Cing Bhok, kau... kau laki-laki tak bertanggung jawab. Kau meninggalkan aku setelah menikmati sari maduku. Aih, keparat kau, orang she Tan. Kau jahanam terkutuk!" "Hm, sabar. Tunggu dulu. Siapa meninggalkan siapa" Aku tak merasa meninggalkanmu, Hoa May. Adalah kau sendiri yang tidak mendengar kata-kataku dan pergi begitu saja!" "Tapi kau tak mencegah. Kau sama saja membiarkan aku!" "Ah, sabar. Bagaimana aku mencegahmu" Watakmu keras, Hoa May, dan kau biasanya suka menuruti kata hati sendiri. Waktu itu kau berlari pergi!" "Benar, tapi... ah, kau pandai bicara, Cing Bhok. Kau selamanya pandai bicara! Sekarang bagaimana tanggung jawabmu dan apa yang akan kaulakukan!" "Hm, apa yang akan kulakukan" Tentu menyambutmu, May-may. Menyambut dengan manis karena kau adalah kekasihku!" si kakek tersenyum, mengembangkan kedua lengannya dan tiba-tiba melangkah maju. Dan ketika si nenek tertegun dan Fang Fang juga terbelalak melihat perbuatan gurunya itu maka Dewa Mata Keranjang sudah memeluk dan mencium nenek ini. "Aih, masih segar. Kau awet muda dan menggairahkan, May-may. Kau masih ayu dan mengagumkan, ha-ha!" si kakek mencium, lembut dan mesra dan kecupan yang terdengar sungguh merangsang o-rang-orang muda. Fang Fang yang melihat itu tak ayal bergetar dan ingin meniru, dia teringat Eng Eng. Ah, begitu seharusnya orang mencium! Tapi ketika si nenek terisak dan membiarkan mulutnya dikecup mendadak bayangan Eng Eng muncul bersama gurunya. "Keparat, apa yang kaulakukan di sini, tua bangka?" Nenek itu, Hoa May, atau May-may nama kecilnya terkejut. Dia terlena sejenak oleh ciuman si Dewa Mata Keranjang ini, hanyut dan teringat masa-masa indah mereka berdua, ketika belasan tahun yang lalu mereka memadu cinta. Tapi begitu bentakan itu terdengar dan nenek Lin Lin atau yang sebenarnya bernama Cen Lin ini datang berkelebat mendadak muka nenek ini berubah dan cepat dia mendorong si Dewa Mata Keranjang. "Siapa dia?" Dewa Mata Keranjang tertegun. Dia lupa sejenak bahwa kekasihnya yang lain ada di situ. Nenek atau guru dari Eng Eng ini sekarang memandangnya marah, melotot. Maklumlah, dia terlihat sedang mencium begitu lembut dan mesra seorang wanita lain. Pantangan besar bagi seorang wanita yang merasa kekasihnya sudah menjadi miliknya! Maka begitu kakek ini tertegun sementara nenek May-may bertanya siapa dia maka Lin Lin atau nenek ini berkelebat dengan muka merah matang. "Aku Bhi-kong-ciang (Si Tangan Biru) Cen Lin, Dewa Mata Keranjang ini adalah suamiku! Kau siapa datang-datang minta ciuman, tua bangka" Kau tidak melihat mukamu yang sudah keriput dan jelek itu" Aih, keparat. Kau pantas dibunuh... wut!" dan nenek Cen Lin yang marah tak dapat menahan dirinya lagi tiba-tiba menerjang dan sudah mengayunkan lengannya itu, menghantam dan melepas pukulan Bhi-kongciang dan Sin-mauw Sin-ni May-may terkejut. Dia sudah mendengar nama Bhi-kongciang ini, wanita yang kabarnya hebat dan berkepandaian tinggi, yang sungguh tidak diduga tiba-tiba saja mengaku si Dewa Mata Keranjang itu adalah suaminya, padahal Dewa Mata Keranjang ini adalah kekasihnya dan dulu duapuiuh tahun yang lalu mereka bergelimang madu dan cinta. Maka begitu pukulan menyambar dan lawan langsung menujukan serangan ke ulu hati, satu serangan maut maka nenek ini membentak dan tiba-tiba saja kedua lengannya juga menyambut ke depan. "Dess!" Dua wanita itu mencelat. Baik May-may maupun Lin Lin sama-sama terpental ke atas. Mereka terpekik dan berjungkir balik melayang turun, sama-sama kaget karena dua tenaga mereka yang bertemu tadi imbang. Masing-masing tertolak dan merasa sesak dadanya. Dan ketika mereka melengking marah dan mendelik dengan muka terbakar tiba-tiba mereka berdua kembali bergerak dan kali ini si nenek May-may membalas. "Keparat, tak tahu malu. Suami orang diaku suami... erat!" dan segumpal rambut yang meledak serta menyambar kedepan tiba-tiba disambut tamparan si nenek dan Bhi-kong-ciang Cen Lin tak mau kalah. "Dess!" Rambut terpental. Sekarang nenek Lin Lin menyambar maju dan sudah membalas, lawan dikejar dan dipukul bertubi-tubi. Pukulan Sinar Biru menyambar-nyambar bagai hujan, meledak dan tak mau kalah dengan rambut si May-may. Dan ketika dua nenek itu sudah bergebrak sementara Fang Fang dan Eng Eng tertegun di sana maka Dewa Mata Keranjang Tan Cing Bhok juga terlongong-longong dan bingung seperti orang mendapat musibah ganda! "Hei, berhenti, May-may. Berhenti, Lin Lin. Kalian jangan bertempur dan dengarkan aku!" Namun, mana dua nenek itu memperhatikan kata-katanya" Mereka ini sama-sama marah karena masing-masing merasa sama-sama mempunyai hak atas diri si Mata Keranjang itu. Tan Cing Bhok adalah milik mereka, yang lain harus dibunuh dan dilenyapkan. Maka begitu seruan itu diulang dua tiga kali dan mereka semakin marah tiba-tiba keduanya melengking dan sudah sama-sama mengerahkan ginkang, berkelebatan lenyap. "Cing Bhok, tak usah berkaok-kaok. Kau bantu aku dan bunuh siluman kempot ini!" "Tidak!" si May-may memekik. "Kau bantu aku melenyapkan nenek keriput ini, Cing Bhok. Atau aku akan menganggapmu bahwa ciumanmu tadi hanya pura-pura belaka!" "Keparat, kau tak malu menyebut-nyebut ciuman itu" Heh, dia suamiku, nenek kempot. Jangan kau bicara seenaknya atau kuhancurkan mulutmu itu!" "Hm, Dewa Mata Keranjang adalah suamiku. Kami sudah menjalin cinta dan galanggulung duapuluhan tahun yang lalu!" "Tidak bisa. Akulah yang sudah menjadi kekasihnya sejak duapuluh tahun yang lalu. Eh, kau mengada-ada, Sin-mauw Sin-ni. Kau mengaku-aku dan tak tahu malu mencuri suami orang!" "Kaulah yang mencuri, jahanam... tar tar!" dan keduanya yang sudah saling sambarmenyambar dan memaki tak keruan akhirnya lenyap mengelilingi yang lain bagai srikatan haus mangsa, naik turun dengan amat cepatnya dan bayangan mereka itu tak tampak lagi. Yang kelihatan cuma pakaian mereka berdua, hitam dan ungu. Dan ketika pertandingan menjadi semakin sengit sementara Eng Eng tampak khawatir memandang subonya maka gadis itu berkelebat dan memegang lengan Fang Fang. "A-fang, bantu suboku. Nenek itu terlampau lihai. Aku cemas!" "Hm, bagaimana, ya" Di sini ada suhu, Eng-moi. Dan urusan mereka kebetulan menyangkut suhu. Seharusnya suhu yang bergerak dan aku tak dapat berbuat apaapa!" "Kalau begitu kutanya gurumu!" dan Eng Eng yang berkelebat dan sudah menyambar lengan kakek itu bertanya, gelisah, "Locianpwe, apa yang akan kaulakukan" Kau tidak melakukan apa-apa dan diam saja" Tolong suboku, locianpwe. Atau aku akan maju dan membantu suboku!" "Hm, nanti dulu. Tunggu!" kakek ini bingung, menoleh ke kiri kanan. "Mereka sama-sama isteriku, bocah. Jangan ikut campur dan diam saja!" "Tapi suboku menghadapi lawan lihai. Kau harus membantunya atau aku tak sabar untuk maju!" "Kau tak dapat berbuat apa-apa, kepandaianmu terlalu rendah!" "Tak perduli. Pokoknya aku harus bertindak, locianpwe, kalau kau tidak maju membantu. Cepat, tolong suboku dan robohkan nenek itu!" "Mana bisa?" kakek ini melotot. "Subomu atau nenek itu sama-sama kekasihku, bocah. Jangan bicara sembarangan saja dan pergi jauh-jauh!" "Locianpwe tak mau bergerak" Baik, kalau begitu aku maju!" dan Eng Eng yang berteriak dan membentak maju tiba-tiba sudah berkelebat dan mencabut pedangnya, menusuk si nenek dan Dewa Mata Keranjang terkejut. Perbuatan gadis itu berbahaya dan dapat mencelakakan diri sendiri. Tapi karena Eng Eng sudah bergerak dan pedang juga sudah menyambar ke depan maka apa yang dikhawatirkan kakek ini terjadi. Sin-mauw Sin-ni membentak dan tentu saja tidak membiarkan ujung pedang mengenai tubuhnya, rambut meledak dan terpelantinglah Eng Eng ketika pedangnya terpental. Dan ketika gadis itu terguling-guling dan telapak tangannya lagi-lagi lecet berdarah maka Fang Fang berkelebat dan maju mencegah. "Eng Eng, jangan. Biarkan suhu yang menyelesaikan urusan ini!" "Tidak! Suhumu diam saja, Fang Fang. Aku akan membantu suboku dan biar aku mampus... wut!" gadis itu meloncat ba-ngung, kembali menerjang dan omongan Fang Fang pun tak digubris. Dia menggerakkan pedangnya lagi dan nekat menyerang, tak perduli pada telapaknya yang berdarah. Namun karena gadis ini memang bukan tandingan Sin-mauw Sin-ni dan nenek itu lagi-lagi melecutkan rambutnya maka Eng Eng terjungkal ketika pergelangan tangannya luka tergores. "Aduh..!" gadis ini tak dapat memegang pedangnya lagi. "Keparat jahanam kau, nenek siluman. Keparat tengik!" "Hm, tutup mulutmu. Maju sekali lagi dan kau mampus, bocah. Hayo ke sini dan serang lagi!" Eng Eng memaki-maki. Pergelangan tangannya yang berdarah membuat dia tak dapat memegang senjata. Rambut tadi terlalu lihai dan melukai tangannya seperti pisau. Fang Fang cepat berlutut dan mengobati tangannya itu, terkejut. Dan ketika pertandingan berjalan lagi Bhi-kong-ciang Cen Li menyuruh muridnya tak usah maju, karena kepandaian gadis itu memang masih jauh di bawah mereka maka Fang Fang meloncat bangun untuk mendekati gurunya. "Suhu, bagaimana ini" Kau diam saja tidak bergerak" Bantu mereka, suhu. Cegah agar tidak saling bunuh!" "Hm, kau!" sang guru tiba-tiba berkedip aneh. "Kalau kau sendiri mana yang akan kau bantu, A-fang" Yang baru atau yang lama?" "Ah, aku tak tahu sepak terjangmu belasan tahun yang lalu, suhu. Tapi kalau disuruh memilih maka yang akan kubantu adalah yang paling kucintai" "Ha-ha, dan kalau sama besarnya?" "Maksud suhu?" "Kalau mereka sama-sama kaucintai?" "Ah, suhu seperti itu?" "Ya, mereka sama-sama kucintai, A-fang. Dan terus terang aku tak membandingbandingkan mereka, melebihkan yang satu mengurangi yang lain!" "Kalau begitu suhu mata keranjang!" "Ha-ha, bukankah julukanku adalah si Dewa Mata Keranjang" Yang sini aku suka yang sana pun aku cinta, A-fang. Yang sini atau sana sama saja bagiku! Nah, coba jawab bagaimana kalau itu kau!" Fang Fang bingung. Repot! Kalau suhunya sudah bicara seperti itu maka dia tak bisa berbuat apa-apa. Ah, lelaki memang begitu. Suhunya juga sering berkata bahwa laki-laki itu tak dapat dipegang mulutnya. Artinya kalau berdekatan dengan wanita yang sini maka dia anan bilang cinta, suka. Sedang kalau berdekatan dengan wanita yang sana dia pun akan bilang suka, cinta. Bagaimana bisa membedakan" Dan ketika pemuda ini menyeringai sementara gurunya juga tersenyumsenyum dengan konyol, karena tampaknya Dewa Mata Keranjang itu masih tak akan turun tangan maka pertempuran di sana kian menghebat dan baik Sin-mau Sin-ni maupun lawannya mempercepat gerakan dan tenaga mereka. "Duk-plak!" Bhi-kong-ciang bertemu Sin-mauw (Rambut Sakti). Dua pukulan itu menggetarkan udara dan gumpalan rambut tiba-tiba sekeras toya, bukan main. Dan ketika dua nenek itu saling memekik dan menerjang lagi maka Fang Fang mulai pucat karena kesan mengadu jiwa mulai tampak. Dan karena dia mencintai Eng Eng dan akhirnya tentu saja harus membela gadis itu, menyenangkannya tiba-tiba pemuda ini berkata bahwa gurunya itu sebaiknya menolong nenek Lin Lin. "Eh, ada apa begitu" Kenapa teorimu berubah?" "Hm, aku... aku lebih suka nenek itu, suhu. Karena aku sebentar lagi akan minta bantuanmu untuk melamarkan muridnya!" "Si Eng Eng itu?" "Benar." "Ha-ha, bodoh, Fang Fang. Orang bercinta tak perlu diteruskan menikah. Ikatan rumah tangga hanya bakal membuat repot saja. Tidak! Kau jangan menjadikan gadis itu sebagai isterimu sah karena sebaiknya begini saja!" "Maksud suhu?" "Ya, mainmain saja, bocah. Bersenang-senang saja. Gadis cantik terlampau banyak dan kelak kau akan jatuh hati pula pada yang lain!" "Tidak, aku mencintai yang ini, suhu. Aku tak bermaksud mencari yang lain!" "Ha-ha, sombongnya! Setiap laki-laki memang bilang begitu, Fang Fang. Tapi begitu dijalani dua tiga tahun maka pikiran pun akan berobah. Manusia itu tidak tetap, dan perkawinan sungguh mengikat. Sebaiknya kau begini saja dan seperti suhumu, tidak terikat hukum nikah-menikah karena kalau besok bertemu yang cocok lagi gampang!" "Gampang bagaimana?" "Gampang menggaetnya, A-fang. Gampang bersenang-senang dan bergembira. Karena kalau dia tahu bahwa kau sudah terikat rumah tangga maka pilihanmu itu akan mundur, tak mau. Sebaiknya begini saja dan seperti suhumu, ha-ha. Di sini isteri dan di sana isteri!" Fang Fang terbelalak. Dia melihat gurunya ngakak tapi tiba-tiba berhenti, terkejut memandang pertempuran di depan karena tiba-tiba rambut dan lengan bertemu dengan amat kerasnya. Dua pukulan itu beradu dan sinar biru menghantam sinar hitam, gumpalan rambut yang kian besar dan berat saja. Dan ketika dua pukulan itu bertemu dan dua nenek ini melekat dan tak dapat melepaskan diri maka si Dewa Mata Keranjang tampak terkejut dan berobah mukanya. "Celaka, mereka akan mampus! Aih, minggir, Fang Fang. Aku harus bertindak!" dan ketika kakek ini berkelebat dan membentak maju tiba-tiba dua lengannya sudah terkembang-di kiri kanan, menyibak dan memotong dua orang yang sedang mengadu jiwa itu. Nenek Lin Lin memang sudah mengerahkan Bhi-kong-ciangnya sepenuh tenaga, disambut lawan yang juga tak mau kalah dan mengerahkan semua tenaganya. Dan karena masing-masing selalu berimbang dan selama ini tak ada yang kalah atau menang maka begitu mereka melekat dan mengadu pukulan maka pertandingan ini sudah menjurut ke adu jiwa! "Plak!" Dewa Mata Keranjang sudah bertindak cepat. Kakek ini berseru keras dan kedua tangannya menyibak. Dua pukulan sinkang itu "dipecah" dan Fang Fang terkejut melihat perbuatan gurunya. Saat itu dua nenek itu sedang saling gempur, kalau gurunya tak kuat justeru gurunya itu bisa celaka, tapi ketika dua nenek itu berseru tertahan dan ledakan keras membuat mereka terpisah tiba-tiba keduanya terpelanting ke belakang dan jatuh bergulingan. "May-may, sudah. Tak perlu bertempur. Dan kau, hentikan kemarahanmu, Lin Lin. Kalian berdua tak usah mengadu jiwa karena sama-sama kekasihku!" "Keparat!" nenek May-may melengking, bergulingan meloncat bangun. "Kau tinggal pilih aku atau dia, Cing Bhok. Bantu aku atau kau bantu dia!" "Benar!" nenek Lin Lin juga berseru keras, meloncat bangun. "Kau tinggal pilih aku atau dia, Cing Bhok. Bantu aku atau dia!" dan dua nenek itu yang kembali sudah berteriak dan menerjang lawannya ternyata lagi-lagi bertempur dan tak mau sudah, bergebrak dan pukulan-pukulan mereka kembali bertemu dengan amat hebatnya. Rambut dan lengan yang sudah kebiruan saling bertemu, meledak dan Eng Eng di sana terpental, terbanting roboh. Dan ketika dua nenek itu kembali melekat dan saling mengadu sinkang, mengadu jiwa, maka si Dewa Mata Keranjang ini tertegun dan lagi-lagi berobah mukanya. "Keparat, kalian tak dapat diberi nasihat baik-baik!" kakek itu berkelebat maju, Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo melepas pukulan jarak jauh dan kembali dua nenek itu memekik. Mereka terlempar dan lagi-lagi bergulingan marah karena niat adu jiwa mereka gagal, dihalangi kakek ini. Dan ketika empat lima mereka mengadu jiwa lagi namun si kakek selalu memisah dan membuat mereka terguling-guling maka dua nenek itu menjerit dan aneh serta mengejutkan mendadak mereka itu bersatu dan menerjang si Dewa Mata Keranjang! "Keparat, kita bunuh dulu si jahanam ini, May-may. Kita keroyok dia!" "Benar, kita hentikan pertikaian kita dulu, Bhi-kong-ciang. Kita bunuh kakek ini!" dan keduanya yang sudah membalik dan bersatu menghadapi si Dewa Mata Keranjang tiba-tiba menghentikan permusuhan untuk menghadapi kakek itu, membuat si Dewa Mata Keranjang terkejut sementara Fang Fang sendiri di sana terbelalak. Pemuda ini melihat gurunya berseru keras namun dua nenek itu sudah menyerang. Dan ketika gurunya berkelit namun rambut di atas kepala Sin-mauw Sin-ni meledak dan mengejar gurunya itu maka Bhi-kong-ciang dari nenek Lin Lin juga menyambar dan meledak menghantam gurunya itu. "Plak-dess!" Fang Fang pucat. Dia melihat gurunya berteriak keras dan terlempar tinggi, menangkis dan berjungkir balik tertolak ke atas, melayang turun tapi dua nenek itu sudah mengejar dan melepas pukulan-pukulan lagi, cepat dan ganas serta bertubi-tubi. Dan ketika gurunya tampak kewalahan dan menangkis lagi, masih di udara maka gurunya terlempar dan terpental lebih tinggi lagi. "Dess!" Dewa Mata Keranjang dibuat mengeluh tertahan. Dua wanita itu menyerangnya tak kenal ampun dan dia terlempar berjungkir balik, untung cepat mengerahkan sinkang dan mampu menahan dua pukulan dahsyat itu, meskipun diri sendiri harus terlempar dan terpental di udara. Dan ketika kakek itu melayang turun dan membentak sambil mengibaskan lengannya ke kiri kanan maka kakek itu berseru agar dua nenek itu berhenti menyerangnya. "Berhenti, atau aku akan merobohkan kalian!" "Robohkanlah!" nenek May-may melengking, penuh tantangan. "Aku tak takut ancamanmu, Cing Bhok. Kau boleh robohkan aku atau bunuh!" "Benar!" nenek Lin Lin juga berseru. "Kau boleh robohkan atau bunuh kami berdua, Cing Bhok. Setelah itu kami akan menyelesaikan urusan kami sendiri!" "Hm, keras kepala. Kalian keras kepala!" dan si Dewa Mata Keranjang yang menjadi geram dan marah akhirnya berkelebatan menghindari pukulan-pukulan dua orang kekasihnya itu, mengelak dan menyelinap untuk akhirnya pukulan-pukulan sendiri mulai dilancarkan. Kakek ini membuat dua nenek itu marah karena seranganserangan mereka selalu luput, kalah cepat dibanding kelitan kakek itu. Dan ketika mereka membentak dan melengking tinggi, menambah ginkang tiba-tiba tubuh keduanya berkelebat lenyap mengimbangi kakek ini. "Baik, kita lihat siapa yang keras kepala, Cing Bhok. Kau atau kami!" dan keduanya yang sudah berkelebatan lenyap mengelilingi kakek itu tiba-tiba berseru berbareng menyatukan serangan, menampar dan memukul dan hebat sekali sepak terjang dua orang nenek ini. Mereka telah bersatu dan pukulan-pukulan atau serangan mereka tak ulah-ulah hebatnya. Ilmu meringankan tubuh yang mereka kerahkan sepenuh tenaga sudah membuat tubuh keduanya tak merupakan manusia lagi, melainkan bayang-bayang bagai iblis atau siluman saja. Dan karena gerakan dua nenek itu memang cepat luar biasa dan Eng Eng tak mampu mengikuti mendadak gadis itu mengeluh dan terhuyung roboh, terbawa oleh penglihatannya yang kabur dan tiba-tiba pusing. "Oohh...!" Fang Fang terkejut. Dia melihat kekasihnya roboh dan duduk mendeprok, kepala dipegangi sementara tubuh menggigil hebat. Gadis ini tak kuat memandang dan terbawa berputar-putar oleh gerakan dua nenek itu, yang bukan main cepatnya. Dan karena gadis ini memang yang paling lemah dan tentu saja tak dapat mengikuti gerakan gurunya atau nenek May-may maka Fang Fang sudah berkelebat dan menolong kekasihnya ini. "Jangan dilihat, duduk saja bersila!" Eng Eng sudah melakukannya. Memang dia tak kuat lagi untuk terus-menerus menyaksikan pertandingan luar biasa itu. Kepandaiannya terlalu rendah dan mengamati jalannya pertempuran bakal membuatnya celaka sendiri. Rasa pusing yang hebat bisa meledakkan isi kepalanya dan tentu saja itu berbahaya. Maka begitu Fang Fang mendekat dan berseru agar dia bersila, menahan dan menyentuh kedua pundaknya maka gadis itu sudah menurut dan duduk bersila, pucat. "Jangan lihat pertandingan itu, diam saja di sini. Aku akan menolong suhu kalau suhu membutuhkan!" "Kau... kau mau terjun" Kau mau ikut-ikut di dalam sana?" "Aku dapat mengikuti dengan baik, Eng Eng. Aku tak apa-apa." "Tapi mereka itu, ah... berbahaya, Fang Fang. Jangan ke sana dan temani saja aku di sini!" "Hm, aku tak dapat membiarkan suhu. Kalau dia terdesak pasti aku maju, Eng Eng. Kau tak usah khawatir dan diam disini saja!" Eng Eng membuka mata, tapi tiba-tiba mengeluh. "Oh, jangan... jangan, Fang Fang. Salah-salah suboku marah dan kau dihajar!" "Tidak, aku dapat menghadapi subomu, Eng Eng. Bahkan nenek May-may itu pun aku sanggup melayani!" "Kau mau ke sana?" "Kalau suhu membutuhkan... dess!" dan Fang Fang yang menghentikan omongannya mendengar pukulan di belakang tiba-tiba membalik dan menangkis ketika segumpal rambut menghajar diiring bentakan nenek May-may, melengking dan menyerang pemuda itu karena Fang Fang menyatakan diri sanggup menghadapi dirinya, kata-kata yang didengar dan tentu saja membuat nenek itu marah, juga Bhi-kong-ciang Cen Lin. Tapi ketika rambut terpental dan benar saja pemuda itu dapat menghadapi serangan nenek ini maka nenek itu memekik dan memaki-maki. "Cing Bhok, kau telah mengajari muridmu bersikap sombong. Aih, kata-katanya sungguh menyakitkan hati dan ingin kubunuh dia!" "Ha-ha, tak perlu berang," si kakek tertawa. "Kata-katanya memang betul, Maymay. Kalau bukan gurunya lalu siapa lagi yang akan ditolong" Bukankah sepantasnya murid menolong guru" Ha-ha, tapi tidak. Muridku tak perlu maju, Maymay. Aku sanggup menghadapi kalian berdua dan akan kusuruh muridku menonton saja!" lalu berseru agar Fang Fang tak usah khawatir dan duduk diam di situ, hal yang membuat Fang Fang tersenyum maka gurunya itu sudah berkelebatan cepat menambah ginkangnya sendiri, ilmu meringankan tubuh yang dua kali lebih cepat daripada nenek Lin Lin ataupun May-may! "Lihat, sekarang kalian tak dapat menyentuh tubuhku, May-may. Boleh aku mengaku kalah kalau bajuku tersentuh robek!" Dua nenek itu terkejut. Si Dewa Mata Keranjang tiba-tiba mengeluarkan kepandaiannya yang hebat dan ilmu meringankan tubuh yang luar biasa sudah diper tontonkannya kepada dua nenek itu. Tubuhnya menyambar-nyambar seperti garuda beterbangan, ringan dan cepat seperti kapas tertiup angin. Dan ketika benar saja dua nenek itu tak dapat mengikuti kecepatannya dan mereka selalu terdorong bila hendak mendekat maka tubuh atau baju si Dewa Mata Keranjang ini tak dapat disentuh! "Keparat, kau jahanam busuk, Cing Bhok. Kau laki-laki tak tahu mengalah!" "Ha-ha, mengalah bagaimana" Bukankah aku tak membalas dan membiarkan seranganserangan kalian menghantam tubuhku" Ayo, jangan putus asa, May-may. Dan kau tak perlu juga memaki-maki!" kakek itu berseru pada nenek Lin Lin, minta agar nenek itu tak memaki-maki-nya karena sebaiknya menyerang terus. Tapi karena seranganserangan mereka selalu gagal dan setiap pukulan menyambar tentu tubuh si Dewa Mata Keranjang itu tertiup menjauh maka nenek ini menjadi marah dan mendelik tak keruan, temannya juga begitu dan nenek May-may mengumpat caci. Mereka merasa dipermainkan dan Eng Eng yang akhirnya membuka mata dan melihat itu terbelalak, kagum namun menutup matanya kembali karena rasa pusing tiba-tiba kembali mengganggu dengan hebat, tak berani menonton sementara Fang Fang di sana tertawa gembira, kagum dan tentu saja senang karena gurunya dapat menghadapi dua nenek lihai itu, bahkan mempermainkannya. Dan ketika pertempuran berjalan limapuluh jurus sementara dua nenek itu basah kuyup oleh keringat yang membanjir akhirnya nenek Lin Lin membanting-banting kakinya sambil menangis. "Cing Bhok, kau... kau jahanam keparat. Ah, bunuhlah kami!" "Benar!" nenek May-may juga menangis. "Kau tak boleh mempermainkan kami, Cing Bhok. Kaubunuhlah kami dan jangan mempermainkan!" "Ha-ha, kalian tak tahu kasih sayangku!" si Dewa Mata Keranjang tertawa bergelak. "Aku tak mungkin membunuh kalian, May-may, dan juga Lin Lin itu. Kalian berdua kekasihku, tak mungkin kubunuh dan harus tunduk kepadaku!" "Tapi aku ingin mati, siap kau bunuh!" "Hm, bodoh. Siapa ingin mati dan terbunuh kalau sorga ada di telapak tangan kita" Tidak, kau terlalu emosionil, Lin Lin. Kau selamanya keras kepala dan tak menuruti kata-kataku." "Dan aku juga boleh mampus!" nenek May-may memekik. "Aku tak ingin kaupermainkan, Cing Bhok. Hayo bunuh dan robohkan aku!" "Hm, yang ini pun keras hati. Sialan, kau tak pernah tahu kasih sayangku, May May. Kalau kalian berdua ingin sama-sama begitu maka kalian benar-benar akan kurobohkan tapi lihatlah bahwa cintaku terhadap kalian masih tetap hangat... siutplak!" dan Dewa Mata Keranjang yang tiba-tiba berseru perlahan menolak rambut May-may mendadak sudah memutar lengannya dan menepuk pundak nenek itu. Lalu ketika nenek ini mengeluh dan kaget terhuyung mundur, terbelalak, karena tibatiba tubuhnya menggigil dan lemas tak bertenaga Dewa Mata Keranjang itu pun membentak pukulan nenek Lin Lin, menangkis dan menolak Bhi-kong-ciang hingga nenek itu menjerit. Lin Lin atau nenek ini terkejut karena pukulannya tiba-tiba ambyar, tak dapat mengendalikan dirinya lagi dan saat itulah Dewa Mata Keranjang Tan Cing Bhok ini berkelebat di sampingnya. Sebuah tepukan mendarat di punggungnya, perlahan tapi sudah cukup membuat seluruh tubuh nenek itu kehilangan tenaga. Sama seperti nenek May-may nenek Lin Lin inipun tertepuk sebuah totokan lihai, totokan lembut namun yang pengaruhnya sudah cukup membuat mereka gemetaran keras. Dan ketika tanpa ampun mereka roboh terduduk namun Dewa Mata Keranjang menyambar tubuh mereka berdua maka sambil tertawa bergelak kakek ini mendaratkan sebuah ciumannya di pangkal telinga dan leher. "Lin Lin, kau tahu kesukaanmu. Nah, lihat ini!" lalu ketika si nenek mengeluh dan menggelinjang kakek itu berkata pada nenek May-may, "Dan kau, lihat ini, May-may. Inilah tanda cintaku dan jangan kalian marah-marah lagi... cup!" sebuah kecupan mendarat di leher nenek itu, tidak terlampau keras namun sebuah tanda merah telah terdapat di situ. Nenek ini mengeluh dan menggelinjang, terisak. Dan ketika dua nenek itu sama-sama roboh dan mereka tak berdaya di pelukan Dewa Mata Keranjang tiba-tiba mereka tersedu dan memukul-mukul dada laki-laki ini. "Cing Bhok, kau... kau terlalu. Kau jahat!" "Dan kau, ah...!" nenek May-may tersedu-sedu. "Kau masih ingat kecupan yang kusukai" Terkutuk, kau jahat, Cing Bhok. Kau nakal dan selamanya membuat hati wanita tak keruan!" "Sudahlah," kakek ini tertawa-tawa, tersenyum lebar. "Bukankah kalian sama-sama mendapat bukti tanda cintaku" Nah kita sama-sama bukan anak muda lagi, May-may. Tak perlu cemburu dan tua-tua macam kita harus bersatu!" lalu, mencium dan membelai nenek Lin Lin kakek ini membujuk, "Dan kau tak perlu naik pitam. Dari dulu kau sudah tahu sepak terjangku, Lin Lin. Yang ini aku suka sedang yang itu pun aku cinta. Hayo, kalian berdamai dan tidak bermusuhan lagi!" Fang Fang tertegun menggeleng-geleng kepala. Nenek Lin Lin dan May-may yang tadi beringas dan penuh nafsu membunuh mendadak saja sudah menjadi lunak dan jinak di tangan gurunya itu. Mereka saling pandang dan rupanya sudah sama-sama maklum, mengangguk dan tiba-tiba tersenyum lebar. Sikap bermusuhan tiba-tiba lenyap dan mereka rupanya menyadari keadaan. Dewa Mata Keranjang ini memang selamanya begitu, suka membagi cinta pada wanita-wanita cantik dan itulah sebabnya dia dijuluki Dewa Mata Keranjang. Dan karena mereka juga sudah tidak sama-sama muda lagi dan tak perlu kiranya rasa cemburu yang berlebih-lebihan mendadak mereka sama tertawa dan ..... mencium pipi si Dewa Mata Keranjang itu. "Cing Bhok, kau memang nakal. Kau sungguh perayu ulung. Ah, jahanam kau!" dan keduanya yang tertawa dan mencium dengan lembut dan mesra akhirnya minta diturunkan dan Eng Eng yang melihat itu segera menjadi tersipu merah. Dia sudah membuka mata kembali karena pertandingan berhenti, tertegun dan semburat melihat Dewa Mata Keranjang diciumi dua nenek cantik. Satu di antaranya adalah subonya, gurunya sendiri. Dan ketika dia melihat kakek itu terbahak gembira dan balas menciumi kekasihnya sambil menurunkan mereka maka Fang Fang berkelebat dan bersorak, "Suhu, kau hebat. Kau telah mempergunakan Silat Naga Merayu Dewi yang sempurna sekali!" "Ah, apa katanya?" nenek Lin Lin tertegun, terkejut. "Bocah ini bicara apa?" "Ha-ha, tak perlu digubris, Lin Lin. Muridku itu bicara melantur dan sebaiknya kutendang dia!" kakek itu membalik, menendang Fang Fang dan mencelatlah pemuda itu oleh tendangan gurunya. Fang Fang terkejut tapi segera mendengar suara gurunya bahwa tak perlu dia menyebut-nyebut itu. Itu rahasia mereka, kaum lelaki. Dan ketika pemuda ini bergulingan tapi segera sadar bahwa hal itu memang tak usah diketahui nenek-nenek ini maka Fang Fang yang tersenyum mendengar suara gurunya lewat Coan-im-jip-bit (Ilmu Mengirim Suara Dari Jauh) itu sudah meloncat bangun melihat gurunya terbang ke puncak, membawa dua nenek-nenek cantik itu. "Fang Fang, kau bersenang-senanglah bersama bocah perempuan itu. Jangan ganggu kami!" "Tapi, eh...!" Fang Fang terkejut, sadar. "Aku ingin melamar gadis ini, suhu. Mintakan dia pada gurunya!" 0o-dw-o0 Jilid : IV "HA-HA, tak perlu khawatir. Permintaanmu kuturuti, A-fang. Sekarang tinggallah di situ bersama kekasihmu itu!" gurunya tertawa bergelak. Fang Fang atau A-fang tertegun. Tapi berseri dan meloncat memeluk Eng Eng pemuda ini bersorak, "Hai, aku berhasil, Eng-moi. Kita sebentar lagi menjadi suami isteri!" Tapi betulkah apa yang dikatakan pemuda ini" Kalau saja tak ada sesuatu lagi mungkin keinginan atau kata-kata pemuda itu benar. Tiga hari ini gurunya bersenang-senang di puncak sementara dia sendiri asyik pacaran dan berduaan dengan Eng Eng. Ah, asyiknya orang dimabok cinta! Tapi ketika hari keempat gangguan baru muncul dan seorang gadis berkelebat dan berkacak pinggang di depan Fang Fang, yang lagi berduaan dengan Eng Eng tiba-tiba saja sebuah bentakan melengking tajam mengejutkan pemuda itu, juga kekasihnya. "Hei, kalian tahu di mana suboku May-may?" Fang Fang ternganga. Seorang gadis berbaju merah berdiri di situ, menegur namun bentakannya ini terdengar merdu dan enak, meskipun nyaring melengking. Dan ketika Fang Fang ternganga dan tidak berkedip, bola matanya membelalak lebar maka Eng Eng, gadis baju hijau itu melompat bangun dan marah membalas bentakan orang, kasar dengan kasar, "Kau siapa dan mencari siapa" Ada apa datang-datang berteriak secara kurang ajar" Tidak tahukah kau bahwa di sini tak ada orang lain selain kami berdua" Keparat, pergi kau, siluman betina. Jaga mulutmu agar dapat bertanya secara baik-baik!" Gadis itu, yang cantik dan bersinar-sinar menjadi marah. Dia datang dengan muka yang sudah gelap, tidak bersahabat dan sama sekali juga tidak ramah. Maka begitu bentakannya dibalas bentakan dan Eng Eng berkacak pinggang di depannya mendadak gadis ini mendengus dan sudah berkelebat ke depan dengan satu tamparan maut, melayang ke pipi Eng Eng. "Kau siluman betina yang tak tahu adat. Terimalah dan mampuslah.... plak!" Eng Eng tentu saja menangkis, mengelak dan dua lengan mereka yang sama-sama halus bertemu. Mereka sama-sama terpekik ketika terpental mundur, sama-sama merasakan bahwa lengan mereka panas, merah dan matang biru! Dan ketika keduanya terbelalak kaget dan Eng Eng membentak gusar tiba-tiba gadis itu sudah berkelebat dan ganti menyerang, mendahului lawan dan berteriaklah murid Bhi-kong-ciang ini dengan pukulan Kilat Birunya, lawan terbelalak tapi membentak menangkis. Dan ketika dua bayangan hijau dan merah sama-sama berkelebat ke depan dan masing-masing menambah tenaganya lagi maka dua lengan mereka bertemu dengan lebih keras lagi. "Dess!" Eng Eng dan lawannya kali ini mencelat. Mereka sama-sama terlempar dan berteriak berjungkir balik, terkejut dan kaget karena pukulan mereka sama-sama dahsyatnya. Masing-masing tergetar dan tak dapat menahan yang lain. Namun begitu mereka berjungkir balik dan melayang turun tiba-tiba keduanya sudah berseru marah dan menerjang lagi, dahulu-mendahul t dan dua gadis itu segera bertempur. Eng Eng langsung mengeluarkan Bhi-kong-ciangnya sementara si gadis baju merah mendadak melepas rambutnya, menjeletar dan meledak-ledak mirip nenek Sin-mauw Sin-ni ketika bertanding dengan lawannya itu, nenek Bhi-kong-ciang Lin Lin. Dan ketika keduanya sudah saling terjang dan tak mau mengalah, malah mempercepat dan memperhebat serang an-serangannya maka Fang Fang yang melongo di sana segera berdiri menonton dengan mata berkejap-kejap takjub. Fang Fang bukan takjub akan pertandingan ini melainkan takjub dan kagum akan kecantikan si gadis berbaju merah. Entah kenapa jiwanya tergetar hebar dan Fang Fang mendelong. Pemuda ini tak habisnya mendecak dan kecantikan kekasihnya tiba-tiba seakan pudar bertemu Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kecantikan si gadis baju merah ini. Fang Fang mendelong dan kagum. Dan ketika dia berkejap-kejap sementara pertempuran dua gadis itu meningkat seru maka satu benturan keras mengejutkannya dari lamunan ketika Eng Eng maupun gadis baju merah itu terlempar dan terbanting ke belakang. "Bress!" Dua gadis itu sama-sama mengeluh. Mereka sejenak tak dapat melompat bangun dan anehnya Fang Fang tiba-tiba melompat ke gadis baju merah ini, berkelebat menolong. Tapi ketika gadis baju merah itu membentak dan pipi Fang Fang nyaris ditampar maka pemuda ini melompat menjauh sementara gadis baju merah itu melotot terhuyung bangun. "Bocah sialan, jangan ceriwis kau. Kubunuh nanti!" Fang Fang tertegun. Dia tak melihat betapa Eng Eng mendelik padanya dan melotot, gigi berkeretuk dan panaslah gadis itu melihat sikapnya. Bukan kekasih sendiri yang ditolong melainkan gadis lain yang dipegang-pegang. Ah, keparat jahanam! Dan ketika Eng Eng menerjang dan marah membentak gadis itu maka Fang Fang menonton lagi melihat jalannya pertandingan. "Bres-bress!" Dua gadis itu sama-sama roboh lagi. Mereka terpelanting bergulingan ketika pukulan mereka bertemu, Kilat Biru menyambar namup rambut si gadis baju merah meledak, menangkis dan menolak pukulan Kilat Biru itu. Dan ketika keduanya menerjang lagi sementara Eng Eng mulai marah karena Fang Fang sama sekali tak membantunya, menonton dan bengong di sana maka gadis ini membentak agar pemuda itu maju. "Fang Fang, keparat kau. Memangnya pertandingan ini menyenangkan hatimu dan kau melahap wajah si cantik ini" Kau ingin kuhajar" Hayo bantu, bekuk dan robohkan siluman betina ini!" "Hm, mau mengeroyok" Boleh, maju sekalian, bocah liar. Hayo bantu dan robonkan aku!" si gadis baju merah menantang, tertawa mengejek dan tak takut akan ancaman itu. Dia menyebut Fang Fang bocah liar, padahal dia yang sebenarnya liar dan datang-datang mengamuk dan marah-marah. Tapi Fang Fang yang tertegun di tempat dan tak menjawab itu, bingung dan mengerutkan kening tiba-tiba mendapat bentakan kekasihnya agar segera maju. "Kau tunggu apa lagi" Membiarkan siluman ini berlama-lama dan menonton agar lebih puas" Keparat, bantu aku, Fang Fang. Atau aku akan menerjangmu dan kuanggap kau mengkhianati diriku!" Fang Fang terkejut. Wah, kalau sudah begini tentu saja dia tak dapat berlamalama. Eng Eng mengancamnya dan menyebut tentang khianat, berabe ini! Maka mengeluh namun meompat ke depan akhirnya apa boleh buat dia harus membekuk gadis baju merah itu. "Baiklah, kalau begitu kutangkap dia, Eng Eng. Kau minggirlah dan biar aku sendiri.... plak-plakk!" pemuda ini menggerakkan tangannya ke muka belakang, menangkis sekaligus mendorong bahu Eng Eng. Dia tak mau mengeroyok dan dua gadis itu menjerit. Eng Eng terdorong sementara gadis baju merah itu terlempar. Pukulannya tertangkis Fang Fang dan dia tertolak, terjengkang. Dan ketika dia bergulingan meloncat bangun dan kaget bahwa pemuda ini lebih lihai dari Eng Eng, gadis baju hijau itu maka gadis baju merah ini melengking dan tiba-tiba berkelebat menggerakkan rambutnya, menyerang Fang Fang. "Bocah keparat, kau sombong. Nih, terima rambutku dan kau mampuslah.... tartar!" rambut meledak, ganas menyambar Fang Fang namun pemuda ini dengan mudah mengelak dan menampar. Rambut tertolak dan menyeleweng ke kiri. Dan ketika Eng Eng berseri karena Fang Fang maju membantunya mendadak gadis ini menerjang ke depan dan tak mau mundur, hal yang mengejutkan si pemuda. "Bagus, kita bunuh gadis ini, Fang Fang. Robohkan dan bunuh dia!" "Heii...!" Fang Fang terkejut. "Jangan mengeroyok, Eng Eng. Kau mundur dan biarkan aku sendiri!" "Tidak, berdua lebih baik, Fang Fang. Semakin cepat dibunuh semakin baik!" "Tapi dia murid Sin-mauw Sin-ni, bukan musuh!" "Siapa bilang" Bukan musuh bagimu, Fang Fang. Tapi bagiku adalah lawan dan harus dibunuh!" dan Eng Eng yang menerjang lagi dengan pukulan-pukulan Bhi-kong ciangnya akhirnya melengking dan mengeroyok si gadis baju merah itu, hal yang tentu saja membuat Fang Fang menahan serangan-serangannya dan Eng Eng melotot. Fang Fang tiba-tiba berhenti dan dia menyerang sendiri, sama seperti tadi. Dan ketika Bhi-kong-ciang meledak dan bertemu rambut maka Eng Eng terpental dan berteriak, "Fang Fang, apa maumu ini" Kau tidak maju membantu?" "Hm, kalau aku yang maju kau sebaiknya mundur, Eng Eng. Aku tak mau mengeroyok apalagi terhadap seorang perempuan. Kau mundurlah dan serahkan dia padaku!" "Keparat, begitu maksudmu" Bagus, kalau begitu bantulah dia, Fang Fang. Keroyok aku dan robohkan berdua... sing-crat!" Eng Eng tiba-tiba mencabut pedang, marah dan menusuk Fang Fang dan si pemuda terkejut. Baju pundaknya robek dan Eng Eng membabi-buta menyerangnya dengan kalap, membentak dan melengking-lengking menyerang gadis baju merah itu pula. Dan ketika si gadis baju merah tertegun tapi mengelak dan berlompatan ke sana-sini, terbelalak dan merah mukanya maka Fang Fang tampak bingung dan kebetulan sekali melirik ke arahnya, gugup namun tajam menyambar. "Nona, gurumu di puncak. Sebaiknya cepat naik ke atas dan jangan bertempur lagi di sini!" "Hm, kau siapa" Dari mana kau tahu?" "Ah, aku murid si Dewa Mata Keranjang. Aku Fang Fang. Aku, hei.... plak-dess!" Fang Fang berteriak kaget, berseru keras berjungkir balik karena tiba-tiba gadis baju merah itu membentak dan menyerangnya. Begitu mendengar bahwa dia adalah murid si Dewa Mata Keranjang mendadak gadis itu membentak marah dan meledakkan rambutnya, menyambar dan hampir saja mengenai mata pemuda ini, yang sekali kena tentu bolong. Dan ketika Fang Fang berteriak kaget dan melempar tubuh bergulingan, memaki-maki maka gadis itu berkata bahwa kebetulan dia bertemu Fang Fang. "Kalau begitu kebetulan, bocah busuk. Suboku memusuhi gurumu dan akupun memusuhimu. Mampuslah, aku menagih hutang sakit hati guruku!" Fang Fang kelabakan. Kalau gadis baju merah ini menyerangnya sementara Eng Eng di sana juga mengamuk dan marah-marah kepadanya maka hal ini berarti bahaya. Fang Fang mengelak dan berteriak ke sana ke mari, tak digubris dan bingunglah pemuda itu harus berbuat apa. Dan ketika dia lengah dan tak membalas seranganserangan mereka, terutama Eng Eng maka sebuah bacokan akhirnya mengenai pangkal lengannya. "Brett!" Fang Fang mengerahkan sinkangnya. Pedang menyambar kuat namun tertahan, tak sampai melukai kulit karena sinkangnya melindungi. Dan ketika Eng Eng berteriak marah karena serangannya tak berhasil, hanya menyobek dan menguak baju pemuda itu maka di sana gadis baju merah itu juga membentak dan meledakkan rambutnya. "Tar-brett!" Bahu kiri Fang Fang menjadi sasaran. Sama seperti Eng Eng gadis baju merah ini terkejut karena rambutnya mental, tertahan oleh sinkang yang kuat dan terhuyunglah dia oleh kelihaian Fang Fang itu. Namun ketika dia membentak dan menerjang lagi, lebih ganas, maka Fang Fang dibuat sibuk karena harus mengelak ke sana ke mari. "Jangan serang, tunggu! Semua dapat dibicarakan dan berhentilah!" "Berhenti apa" Aku akan berhenti kalau sudah mencabut nyawamu, bocah. Aku tak mau sudah sebelum merobohkanmu!" "Benar!" Eng Eng juga memekik. "Sekarang kau terlambat menyuruh kami mundur, Fang Fang. Kau si hidung belang yang mulai meniru gurumu!" "Ah, kau salah. Aku, heiii___. plak-dess! dan Fang Fang yang sibuk mengelak " serangan sana-sini tiba-tiba disambar hampir berbareng oleh dua gadis itu. Eng Eng bergerak melepas Bhi-kong-ciang di sebelah kiri sedang gadis baju merah melepas pukulan rambut di sebelah kanan, rambut yang tiba-tiba pecah menjadi ratusan dan kini rambut-rambut hitam harum itu menyambar bagai hujan. Fang Fang terkejut tapi juga kagum. Bau harum rambut ini hampir saja membuatnya lengah. Ah, rambut itu harum amat! Tapi ketika Fang Fang mengelak dan harus melempar diri bergulingan setelah menangkis, meloncat bangun dan mau mencegah lagi ternyata dua gadis itu sudah mengejar dan berkelebat menghantam. "Fang Fang, kau mampus'" "Dan aku akan terus mengejarmu!" gadis baju merah menyambung, membuat Fang Fang mengeluh dan entah bagaimana tiba-tiba untuk sejenak itu dua gadis ini dapat bersahabat. Rupanya Eng Eng dapat menahan permusuhannya sejenak dan gadis baju merah itupun juga begitu. Mereka sama-sama hendak memusatkan perhatian pada Fang Fang seorang, musuh yang tiba-tiba sama-sama mereka benci. Eng Eng benci karena perhatian Fang Fang tibatiba tertarik pada si gadis baju merah sementara si gadis baju merah benci karena Fang Fang adalah murid si Dewa Mata Keranjang, musuh gurunya. Maka begitu keduanya bersatu dan Fang Fang kalang-kabut menghindar sana-sini akhirnya pemuda itu membentak ketika pukulan Bhi-kong-ciang menyambar kian ganas sementara rambut yang pecah menjadi ratusan itu juga melecut dan meledak menyambar mukanya. "Kalian tak tahu diri, harus dihajar .... plak-dess!" dan Fang Fang yang apa boleh buat harus membalas dan melepas pukulannya tiba-tiba mengerahkan sinkangnya dan menolak dua serangan itu, marah dan bentakannya membuat Eng Eng dan gadis baju merah terpekik. Mereka terpental dan roboh bergulingan, Eng Eng mengeluh karena pukulannya sendiri membalik, nyaris melukai dadanya. Dan ketika di sana gadis baju merah juga menjerit dan sebagian rambutnya berodol tak keruan maka gadis itu meloncat bangun namun terpelanting roboh lagi karena dadanya sesak! "Keparat! Jahanam kau, Fang Fang. Kubunuh kau, ugh-ugh...!" gadis itu terbatuk, mengeluh dan memaki dan akhirnya dia dapat bangun berdiri, terhuyung dan tibatiba mencabut pedang. Jadi gadis itu juga sudah bersenjata seperti Eng Eng, padahal rambutnya adalah senjata yang cukup ganas dan berbahaya. Namun sebelum keduanya menyerang lagi dan Fang Fang tertegun melihat ini, melihat kenekatan dua gadis itu tiba-tiba pemuda ini membalik dan terbang ke puncak, tak mau bertanding. "Eng Eng, kulaporkan segalanya ini pada subomu. Dan kau...!" Fang Fang marah pada gadis baju merah itu. "Kuadukan perbuatanmu pada gurumu, nona. Ayo naik dan kita sama-sama ke puncak!" Eng Eng terkejut. "Kau mau ke sana" Berhenti! Bunuh dulu aku, Fang Fang. Baru boleh kau melapor kepada subo... wut-wut!" enam jarum emas meluncur di punggung pemuda ini, menyambar dan bermaksud merobohkan Fang Fang namun tentu saja dengan mudah Fang Fang mengebut runtuh. Tanpa menoleh dia sudah menggerakkan tangannya ke belakang, merontokkan semua jarum-jarum itu. Dan ketika gadis baju merah terbelalak dan kagum, karena dikeroyok dua masih saja pemuda itu dapat mengatasi mereka maka Eng Eng mengajak mengejar dan mencegah pemuda itu naik ke atas. "Cegah dia, kejar!" Gadis itu mengangguk. Aneh dan lucu tiba-tiba mereka bersatu, mengejar dan sudah membentak Fang Fang. Namun karena Fang Fang mengerahkan kepandaiannya dan harus diakui bahwa Eng Eng mau pun gadis baju merah itu masih belum dapat menandingi pemuda ini maka Fang Fang tiba lebih dulu di puncak, langsung berseru, "Suhu, tolong. Eng Eng dan gadis baju merah mengamuk!"' "Weh!" bayangan si Dewa Mata Keranjang berkelebat bagai iblis. "Ada apa, A-fang" Siapa gadis baju merah yang kau maksud?" "Entahlah, dia mengaku murid kekasih eh... isterimu, suhu. Datang dan marah-marah kepadaku!" Dewa Mata Keranjang terbelalak. Dari bawah berkelebat bayangan dua orang gadis itu, suara mereka melengking-lengking memaki Fang Fang. Dan ketika mereka tiba di atas dan Eng Eng sudah dikenal maka kakek ini terbelalak memandang si gadis baju merah. "Haihh, cantik! Luar biasa! Wah, semakin cantik dan luar biasa kalau marahmarah!" kakek itu malah tertegun, memuji dan berseru berulang-ulang dan Fang Fang melotot. Dia tak menghendaki gurunya memuji atau mengagum-ngagumi gadis ini, yang diam-diam sudah mulai membetot dan menguasai hatinya. Maka begitu suhunya terbelalak dan tertawa lebar, sikap yang membuat Fang Fang khawatir maka pemuda ini berseru dan buru-buru mendahului, takut diserobot! "Suhu, gadis inilah yang mengaku-aku murid locianpwe Sin-mauw Sin-ni itu. Permainan rambutnya hebat, aku hampir saja tak berdaya!" "Ha-ha, masa" Baiklah, kutangkap dia, Fang-ji. Kau diam di sini dan lihat seberapa hebat permainan rambutnya itu..... wut!" si kakek mencelat, tahu-tahu lenyap dan gadis baju merah terkejut ketika si kakek tahu-tahu sudah berada di depan hidungnya. Dewa Mata Keranjang itu menotok dan terkesiaplah gadis ini, membentak dan langsung mengayun pedangnya. Tapi ketika sekali sentil pedang itu mencelat dan gadis ini memekik keras maka pundaknya terketuk dan robohlah gadis itu, dalam segebrakan saja. "Cring-tuk!" Dewa Mata Keranjang terbahak-bahak. Sekali bergerak saja tahu-tahu dia telahmerobohkan gadis cantik ini, hal yang membuat gadis itu menjerit dan roboh tak berdaya. Dan ketika si kakek bergerak dan gadis itu ditendang maka Dewa Mata Keranjang telah menerima tubuhnya dan menimang-nimang. "Ha-ha, inikah kepandaian si bocah, A-fang" Kau memuji-mujinya setinggi langit" Dusta, kau pasti banyak mengalah dan tidak membalas!" Fang Fang berkejap-kejap. Memang tak dapat disangkal bahwa dalam pertandingan tadi dia banyak mengalah, apalagi setelah Eng Eng mengeroyok, gadis yang tak mungkin harus dikerasi karena Eng Eng adalah kekasihnya. Maka begitu sang guru tertawa dan menawan si gadis baju merah maka Fang Fang melompat dan minta agar gadis itu dilepaskan. "Heh, dilepaskan" Bukankah kau yang minta agar dia kutangkap dan dibekuk?" "Benar, tapi.... tapi dia bukan musuh, suhu. Gadis ini murid locianpwe Sin-mauw Sin-ni!" "Ha-ha, kalau begitu biar kuserahkan padamu. Hayo tangkap!" dan si kakek yang melempar dan menyerahkan gadis itu pada Fang Fang tiba-tiba membuat Eng Eng membentak dan melengking. Gadis ini melihat betapa Fang Fang menerima dengan lembut dan berseri-seri, mata pemuda itu bersinar-sinar dan tentu saja gadis ini panas, cemburu! Maka begitu A-fang menerima dari gurunya dan dia membentak tibatiba Eng Eng menggerakkan pedangnya dan menusuk tenggorokan Fang Fang. "Fang Fang, kau laki-laki mata keranjang. Keparat kau!" Fang Fang mengelak. Dengan terkejut tapi tersenyum dia segera menghindari serangan-serangan pedang. Kemarahan Eng Eng dapat dimaklumi dan tertawalah dia. Dan ketika Eng Eng membentak semakin keras dan pedangnya berkelebatan naik turun tiba-tiba berkelebat bayangan nenek Lin Lin yang marah melihat muridnya dipermainkan. "Fang Fang, berani kau mempermainkan muridku" Keparat, enyahlah kau.... dess!" Fang Fang mencelat, tentu saja tak menyangka serangan nenek ini dan Eng Eng berteriak agar Fang Fang dibunuh. Gadis itu segera melapor bahwa Fang Fang main gila dengan si gadis baju merah, laporan yang membuat nenek itu men delik dan gusar. Dan karena Eng Eng adalah murid sendiri dan keterangan itu tidak diselidikinya lebih jauh tiba-tiba nenek ini melengking dan melepas Bhi-kongciang. "Begitu" Baik, kubunuh dia, Eng-ji. Lihat ini dan kubalaskan sakit hatimu... des dess!" si nenek berkelebat, mengejar dan Fang Fang terlempar berseru kaget. Dia terguling-guling karena terkena pukulan, tadi mau menangkis tapi kikuk. Gadis baju merah itu di pondongannya dan sukar baginya untuk berkelit. Maka begitu dia berteriak dan terguling-guling, kaget dan bingung maka nenek Lin Lin mengejar dan terus melepas pukulan-pukulannya, membuat Fang Fang semakin repot dan kalang-kabut. Apa boleh buat terpaksa dia melempar gadis baju merah itu pada gurunya, menangkis dan melawan keganasan nenek ini. Dan ketika pukulan pemuda itu bertemu Bhi-kong-ciang dan sang nenek tergetar maka nenek itu terbelalak tapi justeru semakin naik pitam! "Bagus, berani kau melawan orang tua" Berani kau menangkis pukulanku" Keparat, kuhajar kau, bocah. Kubunuh kau!" dan si nenek yang semakin beringas dan marahmarah akhirnya melepas pukulan-pukulan lagi, tamparan atau kepretan dan pukulan Kilat Biru menyambar-nyambar. Fang Fang sibuk dan ragu, mau membalas tapi ingat bahwa lawannya ini adalah kekasih gurunya. Maka ketika dia terhuyung oleh sebuah tamparan dan disusul lagi oleh sebuah tendangan di mana dia mencelat dan terguling-guling maka pemuda itu bertanya pada gurunya apa yang harus ia lakukan. "Ia calon gak-bomu (ibu mertua). Mengalahlah sejurus dua dan setelah itu mainmain sebentar barang limapuluh jurus!" "Apa" Suhu tak mau membantu" Aku enggan berhadapan dengannya, suhu. Jangan suruh aku membalas!" "Tapi dia menghendaki begitu. Ha-ha, serahkan tubuhmu untuk digebuk sekali dua kali, Fang Fang. Setelah itu tunjukkan pada calon mertuamu bahwa kau bukan pemuda tempe!" Fang Fang bingung. Gurunya yang aneh ini justeru "merestui" dia untuk berhadapan dengan si nenek ganas, memberikan dulu sekali dua kali pukulan baru setelah itu melawan. Jadi si nenek terang akan semakin gusar, bakal seperti kambing kebakaran jenggot! Tapi karena gurunya sudah berkata seperti itu dan seranganserangan lawannya semakin ganas dan berbahaya maka Fang Fang menggigit bibir dan apa boleh buat memberikan sekali dua tubuhnya untuk dihajar, tiga kali mendapat Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pukulan keras dan Fang Fang diam-diam mengeluh. Dia terbanting dan terlempar seperti diseruduk gajah, kalau tidak mengerahkan sinkangnya barangkali dia sudah remuk! Maka ketika si nenek melengking geram dan melepas satu pukulan Bhi-kongciang, geram dan kaget karena Fang Fang dapat bertahan berkali-kali maka saat itulah Fang Fang membentak dan berkata pada lawannya, "Locianpwe, maaf. Suhu memerintahku begitu dan jangan kau marah.... plak!" dan satu tangkisan kuat disusul tendangan Fang Fang ke selangkangan si nenek membuat nenek itu berteriak gusar, mengelak namun Fang Fang menggerakkan tangannya yang lain. Si nenek terkejut dan memaki, meliuk dan bermaksud menampar. Tapi ketika tangan si pemuda berputar dan secara lihai Fang Fang melakukan jurus yang disebut Naga Menggoyang Ekor maka tepat sekali ujung jarinya menghantam tengkuk. "Dess!" Si nenek terpelanting. Untuk pertama kalinya Fang Fang membalas dan untuk pertama kalinya pula nenek itu menjerit. Dia tak menyangka kelihaian si pemuda dan melengkinglah nenek itu ketika dia bergulingan meloncat bangun. Namun karena Fang Fang sekarang mendapat "hati" dari gurunya dan berani karena gurunya menyuruh maka pemuda itu berkelebat dan mengejar, membentak dan bertubi-tubi melepas pukulan hingga si nenek tak sempat bangun. Bhi-kong-ciang Cen Lin dipaksa bergulingan dan terus bergulingan, tak ayal menjadi pucat dan kaget bukan main. Murid si Dewa Mata Keranjang ini ternyata mengejutkan, kalau sudah marah dan mau bertanding sungguh-sungguh ternyata tak kalah olehnya! Dan ketika nenek itu terkejut dan melengking gusar, kaget dan malu tiba-tiba dia melepas sembilan jarum emas menghalau Fang Fang. "Pergilah, mampus kau...!" Fang Fang terkejut. Saat itu dia sudah mendesak dan sengaja menekan nenek ini, agar si nenek tak mampu berdiri dan terus bergulingan dikejar. Tapi ketika sembilan jarum emas menyambar tubuhnya dan dua di antaranya menyambar mata maka Fang Fang terpaksa mengebut dan menghentikan kejarannya. "Plak-plak-plak!" Si nenek mencak-mencak. Sekarang nenek itu sudah melompat bangun dan marahnya bukan main. Darahnya naik di ubun-ubun dan Eng Eng yang melihat itu sampai tertegun. Ternyata Fang Fang kalau mau mengeluarkan segenap kepandaiannya dapat mendesak subonya, mungkin bahkan mengalahkan kalau subonya tidak cepat melepas jarum-jarum rahasia. Dan ketika Eng Eng terkejut dan menjublak di sana, muka pun merah padam seperti subonya maka nenek itu mencabut pedang dan menerjang kalap. "Cing Bhok, muridmu kurang ajar melebihi takaran. Kubunuh dia.... singg!" dan pedang yang menyambar lurus ke leher Fang Fang tiba-tiba didahului pukulan Bhikong-ciang yang dahsyatnya bukan alang-kepalang, dikerahkan segenap tenaga dan Fang Fang berubah. Kalau nenek itu sampai kalap padahal tak ada maksud di hatinya untuk mengadu jiwa maka keadaannya benar-benar terancam. Dia dipaksa memilih, mengerahkan segenap tenaganya pula untuk menghadapi pukulan itu atau mengelak, hal yang membuat Fang Fang ragu karena saat itu pukulan dan pedang lawan sudah dekat. Fang Fang dipaksa untuk mengambil tindakan cepat di saat singkat, gugup pemuda ini. Dan ketika dia memilih untuk coba-coba menghadapi serangan lawan dengan cara lunak dan keras, gabungan lembut dan kasar maka Fang Fang sudah melakukan itu dengan bentakan tinggi mengerahkan sinkang. "Haiittt...!" Dua ledakan keras terdengar. Pedang di tangan si nenek tepat sekali menyambar leher Fang Fang, yang dengan berani dan penuh resiko membiarkan pedang itu mendarat ganas. Maklumlah, sambaran pedang itu sampai mengeluarkan bunyi mendesing yang mengerikan telinga. Fang Fang dengan berani namun penuh perhitungan menerima pedang itu, mengerahkan sinkangnya dan tiba-tiba pedang pun berdenting. Leher pemuda ini seakan baja yang tak dapat dibabat putus. Si nenek terkejut dan saat itu Bhi-kong-ciangnya diterima kedua tangan si pemuda, Fang Fang membentak dan meluncurlah sebuah pukulan dingin menyambut pukulan Kilat Birunya itu. Dan ketika dua pukulan bertemu dan nenek ini mencelat, sementara Fang Fang terlempar maka saat itulah berkelebat bayangan lain yang bukan lain nenek May-may adanya. "Plak-dess!" Dua tubuh yang mencelat itu sama-sama mengejutkan semua orang. Dewa Mata Keranjang sendiri terkejut karena muridnya dipaksa menyambut pukulan, padahal sementara itu pedang lawan menyambar ganas. Tapi karena hampir semua ilmu-ilmu yang dimilikinya sudah diwariskan kepada muridnya itu dan kakek ini, percaya akan perhitungan Fang Fang, sang murid yang biasanya cerdik dan dapat bertindak pada waktunya maka kakek ini terbelalak melebarkan mata ketika melihat gerakan yang dipakai muridnya, gerak atau tipu yang disebut Sepasang Lengan Mengantam Gunung. Satu sikap atau pukulan yang memang tepat sekali dipakai menghadapi pukulan si nenek, pukulan Bhi-kong-ciang yang dikerahkan sepenuh tenaga, satu pukulan maut karena si nenek betul-betul marah. Dan ketika keduanya terlempar bergulingan sementara si nenek mengeluh dan kakek ini merasa cukup tiba-tiba dia berkelebat dan membentak, "Fang Fang, cukup. Sekarang minta maaf dan tolong lawanmu itu!" si kakek berkelebat, mendahului muridnya dan sudah menolong kekasihnya ini. Tapi begitu si kakek menyentuh pundaknya dan nenek Lin Lin melengking mendadak nenek itu mengayun pedangnya dan menusuk dada si Dewa Mata Keranjang. "Cing Bhok, kau jahanam keparat. Mampuslah!" Cing Bhok, si Dewa Mata Keranjang terkesiap. Kakek ini tak menduga tapi ia adalah seorang tokoh. Merasa tak sempat lagi berkelit karena jarak terlalu dekat tiba-tiba kakek ini menggelembungkan dadanya. Dengan sikap Memasang Tameng Besi membentaklah kakek itu mengerahkan sinkang, melindungi dadanya. Dan ketika pedang menusuk kuat dan bertemu dada kakek itu tiba-tiba si nenek menjerit karena pedangnya patah! "Pletak!" Nenek ini terpekik. Pedang yang kalah kuat bertemu dada si Dewa Mata Keranjang membuat nenek ini kecewa, menangis. Maka ketika dia meloncat bangun dan mengibas lengan si kakek tiba-tiba Bhi-kong-ciang Sia Cen Lin berkelebat menyambar muridnya, terhuyung melarikan diri, turun gunung. "Cing Bhok, kau keparat dan manusia tak berjantung. Ah, biar lain kali aku datang lagi dan membalas sakit hati ini!" "Heii..!" si kakek terkejut, berseru keras. "Kau jangan dendam, Lin Lin. Apa yang kusuruhlakukan muridku adalah untuk membuktikan omonganku. Kau tak usah khawatir kalau muridmu menjadi jodoh muridku!" "Tak ada jodoh-jodohan!" nenek itu melengking. "Kalian guru dan murid sama saja, Cing Bhok. Kalian berdua laki-laki jahanam yang suka mempermainkan wanita!" "Ah, keliru!" dan si kakek yang mau mengejar tapi dihadang nenek May-may tibatiba tertegun karena nenek itu telah berkelebat di depannya. "Cing Bhok, tak usah bingung. Kalau dia meninggalkanmu justeru kita berdua lebih bebas. Kau biarkanlah dia pergi atau aku yang akan pergi!" "Lho"!" kakek ini terbelalak. "Kau mau ikut-ikutan, May-may" Kau mau..." "Tidak, dengar kata-kataku dulu, Cing Bhok. Kalau Bhi-kong-ciang meninggalkanmu justeru kita berdua lebih bebas. Biarkanlah dia pergi dan lihat muridku itu!" lalu menuding dan minta agar muridnya dibebaskan nenek ini berkata lagi, "Terlalu banyak perempuan memang repot. Nah, kau lihat sepak terjangmu ini dan terimalah semuanya itu dengan pikiran dingin!" "Wah-wah!" kakek ini garuk-garuk kepala. "Kau benar, May-may. Tapi dia itu, ah... bagaimana ini" Kalau tidak kukejar tentu disangka sudah tidak kusayang. Sedang kalau kukejar, hmm... kau tentu sewot! Ha-ha, kau benar, May-may. Terlalu banyak perempuan memang repot. Tapi, ah... inilah asyiknya bagi lelaki kalau punya banyak pacar, ha-ha!" dan si kakek yang menyambar nenek May-may dan membebaskan gadis baju merah lalu berkelebat ke atas membawa nenek itu. "Hei, tunggu!" si nenek meronta. "Muridku mencari aku, Cing Bhok. Biar aku bicara dulu!" Si kakek sadar. Memang gadis baju merah itu mencari gurunya dan sudah seharusnya dia membiarkan nenek May-may bicara sebentar. Maka tertawa dan melepas nenek itu kakek ini memanggil muridnya. "He, kau!" serunya. "Ke sini, Fang Fang. Kukisiki kau akan sesuatu hal!" Fang Fang mendelong. Pemuda ini terbelalak memandang semuanya itu, tindak-tanduk gurunya di mana kini seorang kekasih gurunya meninggalkan gurunya itu, dengan marah-marah. Tapi melihat gurunya memanggil dan menggapai padanya cepat pemuda ini bergerak. "Ada apa, suhu?" "Sst, kau kecewa, bukan?" "Tentang apa?" "Bodoh! Tentu saja tentang Eng Eng itu! Eh, bukankah kau kecewa gadis itu dibawa pergi subonya?" "Hm, betul. Tapi..." "Tapi ada penggantinya, bukan" Ha-ha, kau bocah ingusan tak usah mengelabuhi orang tua, Fang Fang. Aku tahu bahwa kau kecewa ditinggalkan Eng Eng tapi menaruh harapan besar pada gadis baju merah itu. Sst, jangan kecewa berlarutlarut. Aku dapat membujuk May-may dan kau dekati saja si baju merah itu!" Fang Fang tertegun. "Suhu tahu?" "Ha-ha, aku tua bangka ini sudah banyak pengalaman, A-fang. Tanpa kau beri tahupun aku si tua bangka ini dapat mengenal gelagat. Sudahlah, gadis ini boleh juga dan kau segera ganti pacar!" Fang Fang terkejut. Gurunya dengan enak saja bicara tentang pacar, ganti pacar seperti ganti baju! Tapi karena dia memang tertarik pada gadis baju merah itu dan tak dapat disangkal bahwa dia menaksir maka Fang Fang tertawa dan tersenyum lebar, melihat di sana nenek May-may sudah bicara dengan muridnya dan gadis baju merah berlutut. Percakapan guru dan murid segera didengar. Dan ketika Fang Fang mendengar bahwa gadis itu bernama Ming Ming, hm, nama yang cantik maka Fang Fang melihat gadis itu mengangguk-angguk. "Baik... baik, subo. Teecu mengerti." "Dan kau tahu bahwa Dewa Mata Keranjang adalah orang yang kucintai?" "Teecu... teecu mengerti, subo," gadis itu agak memerah. "Sekarang teecu tahu!" "Nah, karena itu jangan memusuhi lagi. Dan mintalah maaf padanya!" Gadis itu tertegun. Subonya telah berkata bahwa Dewa Mata Keranjang ternyata adalah orang yang dicinta subonya ini, hal yang sama sekali tak diduga karena sebelumnya subonya itu berkali-kali menyatakan bahwa Dewa Mata Keranjang ini adalah laki-laki yang harus dibunuh, karena kakek itu dinyatakan sebagai orang yang telah membuat subonya menderita sengsara dan sakit hati bertahun-tahun. Jadi aneh dan janggal rasanya kalau tiba-tiba kini secara mengejutkan subonya itu menyatakan tidak bermusuhan lagi. Bahkan menyatakan kakek yang dimusuhi itu justeru orang yang dicinta, aneh bin ajaib! Dan ketika subonya menyuruh dia meminta maaf, sementara Dewa Mata Keranjang berseri-seri dan tersenyum padanya mendadak gadis ini menjadi gugup dan kikuk. "Eh, apa lagi?" gurunya membentak. "Kau tidak segera melaksanakan perintah subomu?" "Maaf," gadis ini menjatuhkan diri berlutut, memberi hormat di depan si Dewa Mata Keranjang itu. "Aku sebelumnya tak tahu, locianpwe. Harap maafkan dan ampunkan semua kesalahanku." "Ha-ha!" kakek ini tertawa bergelak. "Kau dan aku tak pernah bermusuhan, a-nak baik. Justeru kaulah yang bermusuhan dengan muridku, Fang Fang. Hayo minta maaf padanya dan bukan kepadaku!" Gadis itu terkejut. Dia sudah melihat Fang Fang yang tersenyum dan berseri-seri, persis gurunya. Dan ketika gadis ini tertegun dan merah mukanya, malu dan entah apa lagi maka Fang Fang sudah mendekat dan dengan halus berkata, "Ming Ming, di antara kita pun tak ada permusuhan. Yang terjadi hanyalah salah paham. Sudahlah, kau bangkit dan jangan tanggapi omongan suhuku. Dia mainmain, dan maaf aku sekarang memanggil namamu seperti yang tadi kudengar dari subomu." Gadis ini semburat merah. Setelah Fang Fang berkata seperti itu dan subonya di sana mengangguk maka gadis ini tersipu-sipu. Fang Fang memanggil namanya begitu lembut sementara si Dewa Mata Keranjang tertawa-tawa. Kakek itu melirik nenek May-may dan terjadi anggukan sekilas. Dewa Mata Keranjang berbisik bagaimana kalau dua anak muda ini ditinggalkan berdua, biar berkenalan dan mereka ke atas. Dan karena nenek ini diam-diam kagum bahwa Fang Fang mampu menghadapi nenek Lin Lin dengan baik, bukti bahwa kepandaian pemuda itu sungguh mengejutkan maka nenek ini tak menolak dan maklum apa yang dikehendaki kakek itu. Bahwa biarlah muridnya menjalin cinta dengan si pemuda dan Ming Ming kelak dijodohkan dengan Fang Fang, satu usulan bagus karena nenek May-may tertarik dan memang kagum kepada Fang Fang, setelah melihat kepandaiannya yang mengejutkan tadi. Maka begitu tersenyum dan mengangguk penuh arti tiba-tiba nenek ini berkelebat ke puncak dan berseru pada muridnya, setengah memerintah, "Ming Ming, jangan membuat kesalahan lagi. Baik-baiklah dengan pemuda itu dan jangan sampai ribut. Awas kalau kudengar kelakuanmu yang tidak berkenan di hati!" Fang Fang hampir bersorak. Tentu saja kata-kata nenek ini merupakan lampu hijau baginya. Ah, dia boleh berdekatan dan berkenalan dengan si cantik ini. Eng Eng tiba-tiba terlupakan dan tertawalah pemuda itu. Tapi ketika Ming Ming mendelik padanya dan Fang Fang sadar tiba-tiba pemuda itu menyeringai dan salah tingkah, menghentikan tawanya dan senyum kegembiraan tiba-tiba menjadi senyum kecut. Untunglah, di saat pemuda ini salah tingkah dan gugup oleh pelotot-an si gadis maka dari jauh terdengar suara gurunya, menyusup lewat Coan-im-jip-bit, ilmu mengirim suara dari jauh, "A-fang, jangan cengar-cengir seperti monyet mencium terasi. Ingat, tak ada wanita yang suka dengan senyum model itu. Keluarkan senyummu yang khas, senyum cinta kasih. Berikan itu dan persembahkan untuk pacar barumu itu!" Fang Fang teringat. Tiba-tiba dia sadar bahwa wanita memang mudah jatuh kalau diberi senyum yang lembut dan menawan, senyum yang baru saja dipelajarinya dari sang guru. Dan karena Fang Fang sadar dan cepat dapat mengendalikan diri maka kegugupannya hilang dan menyambarlah senyumnya yang aduhai itu, senyum kegembiraan dan cinta kasih! "Ming Ming, maaf. Rupanya aku agak dimanja subomu. Ah, jangan dengarkan kata-katanya. Kalau pun ada sesuatu di antara kita tak mungkin aku melaporkannya!" "Hm!" gadis itu membalik, sinar matanya tajam berkilat-kilat. "Kau mau lapor memangnya siapa yang melarang" Aku tak takut laporanmu, Fang Fang. Boleh kauberitahukan suboku apa saja yang kulakukan padamu!" "Ah, tidak. Aku tak akan melakukan itu!" "Tapi kau sudah melakukannya!" "Eh!" sang pemuda terkejut. "Kapan aku melakukannya, Ming Ming" Dan apa yang kulaporkan?" "Hm, kau naik ke puncak untuk melaporkan kedatanganku, Fang Fang. Dan ini bukti bahwa kau sudah melakukannya! Berani kau menyangkal dan mengatakan tidak?" "Ah," sang pemuda tertawa, lega. "Kau mengagetkan aku saja, Ming Ming. Itu kulakukan sebelum gurumu datang. Hal itu kulakukan justeru untuk mencegah kita bermusuhan!" "Memangnya kenapa?" sang gadis menyergah. "Kau takut" Kau tak berani menanam permusuhan!" "Ah-ah!" sang pemuda tertawa menggoyang-goyang lengan. "Permusuhan jelas tak ingin kutanam, Ming Ming. Apalagi dengan gadis secantik kau! Aduh, mati pun aku tak mau bermusuhan denganmu. Biarlah kalau ada apa-apa lebih baik aku mati dan kau yang selamat!" "Cih!" muka itu tiba-tiba memerah. "Kau ceriwis, Fang Fang. Kau mata keranjang!" "Tidak," Fang Fang tertawa. "Kau boleh tanyakan semua orang apakah kata-kataku salah atau tidak, Ming Ming. Berani bertaruh bahwa semua orang akan sependapat dengan aku!" "Sependapat tentang apa?" "Bahwa kau cantik, dan sebenarnya ramah!" dan ketika gadis itu semburat dan Fang Fang sudah menang angin dahulu maka pemuda ini terbahak dan memegang lengan orang. "Ming Ming, aku tak mewarisi watak-watak jelek. Karena subo-mu sudah mengijinkan aku untuk bersahabat denganmu perkenankan aku mengenalmu lebih jauh. Mari, kita turun gunung dan membuka persahabatan ini dengan kelinci panggang!" Ming Ming terkejut. Gadis baju merah itu mau menolak tapi senyum Fang Fang sudah mendahului. Pemuda itu melempar senyumnya yang manis dan tak dapat disangkal gadis ini tiba-tiba terpikat. Kelihaian Fang Fang dan sikapnya yang pengalah sesungguhnya menarik hatinya. Tapi teringat bahwa pemuda itu sudah bergaul dengan Eng Eng, gadis baju hijau tadi mendadak gadis ini meronta dan melepaskan diri. "Tunggu, aku ingin bertanya!" Fang Fang terkejut. "Kau mau bertanya apa?" "Gadis tadi, Eng Eng... bukankah dia kekasihmu" Bagaimana kau mengajak-a-jak aku begini saja" Tidak, aku tak sudi berkenalan dengan pemuda yang sudah mempunyai kekasih, Fang Fang. Lepaskan aku dan biar kita sendiri-sendiri!" "Ah..!" Fang Fang berubah, tapi segera dapat menguasai hatinya lagi. "Kau salah, Ming Ming. Kau keliru. Eng Eng tadi bukan kekasihku!" "Apa?" "Benar. Dia hanya sahabat, seperti kau dan aku ini. Kalau tidak percaya, hmm... boleh tanya suhu!" Gadis itu terbelalak. Fang Fang yang mulai berbohong jelas harus pandai memainkan muka. Mimik yang ditekuk-tekuk seolah menyatakan kebenarannya itu. Fang Fang mulai pandai berdusta! Dan ketika gadis itu tertegun dan Fang Fang Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menyambar lengannya maka pemuda ini mengajak naik ke puncak. "Aku barangkali bohong. Marilah, buktikan hal itu pada subomu pula. Siapa tahu subomu menyangkal dan kau boleh tak bersahabat dengan aku!" Gadis ini kalah pengalaman. Fang Fang mulai mendapat pengalaman bahwa wanita itu gampang dibujuk, diapusi. Karena setelah dia bergaul dengan Eng Eng dan mulai dapat menyelami hati wanita maka pemuda itu mendapat kenyataan bahwa pada dasarnya kaum hawa ini gampang sekali diberi kata-kata manis. Muka yang sungguhsungguh dan kejujuran yang dapat dibuat-buat ternyata mudah sekali mengelabuhi wanita, khususnya gadis-gadis muda seperti Ming Ming dan Eng Eng itu, yang belum Panji Tengkorak Darah 6 Pendekar Romantis 08 Buronan Darah Dewa Hati Budha Tangan Berbisa 4