Playboy Dari Nanking 6
Playboy Dari Nanking Karya Batara Bagian 6 yang hebat! Dan ketika Fang Fang mencium dan mencium lagi maka gadis itupun terisak dan membiarkan saja, sekali dua diremas namun gadis itu membiarkan saja. Apa yang dilakukan Fang Fang masih dapat ditolerir. Tapi ketika mereka saling cium dan mabok kebahagiaan tiba-tiba muncul seorang pemuda yang membentak mereka, "Sylvia, kau gadis tak tahu malu.... dor-dor!" dan Michael yang muncul melepas tembakan tiba-tiba membidik dan mengarahkan pistolnya pada Fang Fang, tentu saja membuat pemuda itu terkejut dan Fang Fang menggerakkan tangannya. Peluru yang datang dengan cepat dikebut dan disampok. Namun karena pemuda ini terburu-buru dan kaget serta tak menyangka maka telapak tangannya berdarah dan menjeritlah Sylvia didorong pemuda itu. "Plak!" Fang Fang melompat bangun. Kaget dan marah serta juga malu pemuda ini sudah melihat Michael berdiri berang dengan pistol gemetar di tangan. Pemuda itu berapi-api memandang Fang Fang dan bergetarlah seluruh tubuhnya oleh cemburu. Dia memang terbakar dan cemburu hebat menyaksikan pemandangan "Sylvia, kau gadis tak tahu malu... dor-dor!" dan Michael yang muncul melepas tembakan tiba-tiba membidik dan... itu. Bayangkan, dia, yang diam-diam mencinta dan mengharapkan Sylvia menjadi kekasihnya tiba-tiba saja melihat gadis itu sudah berciuman dan menjadi milik orang lain. Dan orang itu adalah Fang Fang, pemuda Han yang termasuk bangsa "biadab". Maka begitu bergetar dan mendelik dengan pistol di tangan pemuda ini membentak, "Fang Fang, kaupun pemuda tak tahu malu. Ah, kubunuh kau...dor!" dan pistol yang kembali meletus dan berhamburan! isinya tiba-tiba sudah ditembakkan sebanyak empat kali, begitu dekat namun Fang Fang mengelak dan menangkis. Timah panas yang tak dapat dielak ditampar telapak tangannya, terpental dan runtuh ke tanah. Dan ketika lawan terkejut sementara Sylvia memekik tiba-tiba gadis itu bergerak dan sudah menendang Michael. "Michael, kaulah yang tak tahu malu. Ah, keparat kau... dess!" dan Michael yang terpelanting dan lepas pistolnya tiba-tiba sudah disambar gadis kulit putih itu, karena Sylvia sudah berlatih beberapa jurus-jurus silat dan merampas pistol, menodongkannya ke kepala pemuda itu! "Nah!" gadis ini menggigil. "Sekarang katakan siapa yang sepantasnya mati, Michael. Kau atau Fang Fang!" Pemuda ini tertegun, pucat. "Kau mau membunuhku" Kau membela pemuda Han itu" Ah, kau sesat, Sylvia. Kau mencintai seorang bangsa biadab! Kau tak tahu malu. Kau....." "Plak-plak!" Sylvia menampar, marah bukan main. "Kaulah yang tak tahu malu, Michael. Kau menyerang dan menembak orang secara gelap. Kalau bukan Fang Fang tentu sudah roboh dan dapat kau bunuh!" Michael menjerit. Tamparan yang dilakukan Sylvia bukanlah tamparan sembarang tamparan. Gadis itu telah berlatih sinkang dan tentu saja sedikit-sedikit tenaga sakti ini hebat sekali bagi Michael, pemuda yang tak pernah belajar ilmu-ilmu silat bangsa Han. Tapi ketika dia bergulingan meloncat bangun dan marah memaki gadis itu tiba-tiba Fang Fang berkelebat dan sudah mencengkeram leher bajunya. "Michael, kau pemuda celaka. Kalau tak ingat bahwa kau adalah rombongan tamu tentu perbuatanmu sudah kubalas setimpal. Kau terkutuk, dan pengecut. Kalau berani berhadapan secara jantan janganlah main tembak!" "Augh!" pemuda itu kesakitan. "Kaulah yang jahanam, Fang Fang. Kau mencinta dan merayu gadis baik-baik. Ah, tak pantas bagimu mencintai Sylvia. Keparat!" dan pemuda itu yang meronta-ronta dan memaki Fang Fang tiba-tiba membuat Fang Fang semakin merah mukanya. "Hm!" pemuda itu mendengus. "Apa maksudmu, Michael" Apa arti semua kata-katamu itu?" "Artinya kau bangsa Han yang biadab tak layak mencintai gadis kulit putih yang berderajat tinggi. Kau pantas dan hanya patut dengan bangsamu sendiri!" "Dan kau bangsa yang mengaku beradab ternyata mengikat persahabatan dengan bangsa Han, bangsa yang kauanggap biadab! Keparat, kata-katamu menyakitkan sekali, Michael. Dan kau harus kuhajar.... brukk!" dan Fang Fang yang membanting serta melempar pemuda itu akhirnya membuat lawan berteriak dan mengaduh-aduh, malah mengumpat caci tak keruan dan Fang Fang dikata sebagai perayu dan pemikat bermulut manis. Apa yang diberikan Fang Fang pada Sylvia hanyalah siasat untuk mempermainkan gadis itu belaka. Dan ketika Michael berkata bahwa Fang Fang tak ubah gurunya sendiri yang suka mempermainkan banyak gadis-gadis cantik tiba-tiba Sylvia yang tak kuat dan berkelebat menampar mulut pemuda itu, pecah dan mengeluhlah pemuda ini oleh kemarahan Sylvia. Dan ketika Michael terkejut dan mendelik memandang gadis itu maka Michael berkata, "Sylvia, kau gadis yang tak dapat menjunjung tinggi martabat bangsa Barat. Kau merendahkan dan menghina kami semua dengan perbuatan-perbuatanmu ini. Awas, kulaporkan pada ayahmu!" "Hm, kau mau apa" Memangnya ayah dapat berbuat apa" Masalah cinta adalah masalah pribadiku sendiri, Michael. Kau tak tahu malu dan terkutuk! Pergilah, atau aku tak akan mengingat jasa-jasamu yang sudah bertahun-tahun membantu ayah!" Fang Fang melepaskan pemuda itu. Akhirnya dengan mulut berlumuran darah pemuda kulit putih ini terseok-seok menjauh. Sylvia membela Fang Fang habis-habisan dan bukan main sakit hatinya. Dan ketika Fang Fang di sana tertawa mengejek dan tersenyum padanya maka pemuda itu memungut pistolnya yang sudah tak berisi. "Fang Fang, kau boleh menang hari ini. Tapi awas, aku akan membuat perhitungan lagi denganmu kelak!" "Tak usah mengancam!" Sylvia menghardik. "Kau tak ada artinya bagi Fang Fang, Michael. Tak perlu bermulut besar karena kau tak mungkin dapat mengalahkannya!" "Hm!" pemuda ini berapi-api, beralih pada Sylvia. "Kau lupa daratan pada pemuda Han, Sylvia. Dan kau menghinaku habis-habisan. Baiklah, sama kita lihat nanti apa kata ayahmu!" "Pergilah!" Fang Fang tak sabar. "Aku tak tahan kau banyak mulut di sini, Michael. Atau aku akan melemparmu lagi dan kau semakin tak keruan!" Michael melotot. Mendelik dan penuh dendam memandang Fang Fang akhirnya pemuda itu terhuyung memutar tubuh, malu dan marah serta terhina. Dendamnya sedalam lautan dan tentu saja peristiwa hari itu tak dapat dilupakannya seumur hidup. Sylvia, yang diharapkannya tiba-tiba ternyata jatuh cinta dengan pemuda biadab, mending kalau dengan bangsa sendiri dan pembelaan gadis itu terhadap Fang Fang sungguh menyakitkan hatinya. Dan ketika hari itu Sylvia sendiri agak terganggu oleh peristiwa ini maka Fang Fang meraih dan menyambar lengannya. "Michael mencintaimu. Kau harus berhati-hati." "Hm, aku tak takut!" gadis ini mengedikkan kepala. "Sebenarnya sejak dulu aku sudah tahu, Fang Fang. Tapi aku tak suka karena dia licik dan sombong. Tingkah lakunya tak seperti layaknya pemuda baik-baik!" "Dan ancamannya membuatku khawatir..." "Apa?" gadis itu terbelalak. "Kau takut" Kau..." "Tidak, bukan itu, Sylvia. Melainkan aku takut dan khawatir tentang dirimu. Maksudku, apabila dia melapor pada ayahmu dan kau kena marah!" "Hm, kami bangsa Barat memberi kebebasan pada anak puterinya untuk jatuh cinta dengan siapa pun, Fang Fang. Ayah tak akan marah dan ancaman Michael tak perlu dikhawatiri!" "Tapi aku bangsa Han, bangsa yang oleh bangsamu dianggap sebagai bangsa biadab!" "Itu kepicikan bangsa Barat. Hm, tak usah disangkal bahwa sebenarnya bangsamu pun menganggap bangsa Barat sebagai orang-orang biadab, Fang Fang. Kita samasama menganggap bangsa sendiri sebagai bangsa yang unggul dan merendahkan bangsa lain. Aku sebenarnya tak suka ini. Dan karena aku tak berpendirian seperti itu maka aku rela jatuh cinta padamu dan tidak berpikiran picik!" "Sungguh?" Fang Fang kagum. "Kau tidak mainmain?" "Ah, pernahkah aku mainmain, Fang Fang" Kau lihat sendiri aku selamanya serius!" "Thank you, oh, I love you!" dan Fang Fang yang mencium serta memeluk kekasihnya ini lalu gembira dan bahagia sekali, sekarang sedikit-sedikit sudah mempergunakan bahasa Inggeris dan Sylvia tentu saja tersenyum. Fang Fang memang pemuda yang menarik. Di samping lihai juga mudah gembira dan gampang melupakan kesukaran-kesukaran pribadi. Ini watak yang optimis! Dan ketika hari itu gangguan Michael dianggap tak apa-apa dan Fang Fang melepas kekasihnya maka sore itu mereka berpisah setelah seharian penuh berkasih-kasihan. "Oke, sekarang kau kembali, Sylvia. Nanti kakak atau ayahmu mencari-cari-mu." "Oke, see you later, Fang Fang. Bye... ...!" sang gadis berkelebat, sudah membalas lambaian Fang Fang dan kembalilah keduanya ke tempat masing-masing. Namun ketika pemuda ini gembira dan lega di kamarnya maka justeru di tempat gadis itu ayahnya marah-marah! -0 odw-kzo-0-?"Kesini kau!" begitu tuan Smith menggapaikan tangannya dengan geram ketika Sylvia baru saja berkelebat memasuki gedung. "Duduk, dan ceritakan apa yang telah kaulakukan kepada Michael!" Sylvia tertegun. Tak biasanya ayahnya mencegat di pintu dan kini marah-marah. Tapi mendengar disebutnya nama Michael tiba-tiba gadis ini mengedikkan kepala dan berkelebat menghampiri ayahnya. "Kau dari mana" Bercumbu dan bermesraan dengan Fang Fang?" Sylvia merah padam. "Ayah sebaiknya berkata sedikit halus. Aku akan menjawab semua pertanyaanmu dengan baik." "Duduk!" sang ayah membentak. "Sepak terjangmu sudah tidak baik, Sylvia. Dan kau memalukan serta merendahkan ayahmu. Ceritakan apa yang kaulakukan kepada Michael dan kenapa pemuda itu babak belur!" Sylvia duduk, menahan kemarahannya. Dan ketika dua pasang mata bentrok dan beradu di udara maka Mr. Smith terkejut melihat keberanian puterinya yang memandangnya berapi-api. Lalu, sementara dia menggeram dan berkerot gigi maka puterinya itu mulai berkata, "Aku sebenarnya tak melakukan apa-apa kepada Michael. Tapi karena dia kurang ajar dan tidak tahu malu maka kutampar dia sebagai hajaran!" "Bukan saja menampar, tapi kau membanting serta menendangnya! Kau bersama Fang Fang telah menghina Michael, dan kini dia meminta pertanggungjawabanku untuk semua perbuatanmu itu! Ceritakan, benarkah kau berciuman dengan Fang Fang dan hampir melakukan hubungan badan!" "Apa?" Sylvia terkejut, merah terbakar. "Hubungan badan" Ayah... ayah menuduhku seperti itu dan mempercayai kata-kata Michael" Keparat, terkutuk dia, ayah. Si mulut busuk Michael itu. Dia memfitnah, cemburu buta!" "Hm!" sang ayah menyambar, mencengkeram lengan puterinya ini. "Fitnah atau tidak yang jelas aku tak suka kau berhubungan dengan pemuda itu, Sylvia. Kau gadis kulit putih yang memiliki derajat lebih tinggi daripada orang-orang kulit kuning. Kau harus tahu itu dan jangan mencemarkan nama bangsa!" "Lepaskan!" Sylvia memberontak. "Kau picik, ayah. Kau sombong! Tak ada bangsa apapun di dunia ini yang derajatnya lebih tinggi daripada bangsa lain. Kita bangsa Inggeris sama juga dengan bangsa Tiongkok. Masing-masing sama membutuhkan nasi dan sayur, bukan besi atau baja!" "Plak-plak!" sang ayah menampar. "Kau sekarang kurang ajar sekali, Sylvia. Benar kata Michael, kau sudah terpengaruh dan bejat gara-gara hubunganmu dengan murid si Dewa Mata Keranjang itu. Duduk, dan jangan kurang ajar!" Sylvia tersentak. Tiba-tiba ayahnya sudah menggigil dan gemetar di hadapannya, mendelik dan benar-benar marah serta menamparnya, hal yang belum pernah selama hidup dilakukan! Dan ketika gadis itu terbelalak dan menangis, meledak-ledak, maka tuan Smith tampak tertegun dan sadar terlampau keras. "Maaf, kau terlampau berani, Sylvia. Aku terpukul dan terhina mendengar semuanya ini. Sekarang ceritakan, benarkah hubunganmu dengan Fang Fang itu dan kenapa kalian menghajar Michael!" Sylvia tersedu-sedu. Setelah ayahnya menampar dan berlaku demikian kejam tibatiba saja perasaan hati gadis ini tertusuk. Tamparan ayahnya lebih menyakitkan daripada pertanyaannya tadi. Ah, ayahnya sudah termakan kata-kata Michael dan tega menyakitinya. Dan ketika ayahnya bersikap sedikit lembut namun gadis ini terlanjur luka tiba-tiba Sylvia bang kit berdiri dan lari memasuki kamarnya. "Ayah, kau kejam. Kau tak kasihan lagi kepada puterimu!" Tuan Smith tertegun. Sebenarnya menyesal juga dia kenapa telah bersikap demikian keras. Sylvia adalah anak perempuan satu-satunya dan belum pernah selama itu dia menampar. Jangankan menampar, mencubit sedikit saja tak pernah! Maka ketika anak gadisnya mengguguk dan laki-laki setengah baya ini terkejut maka Sylvia sudah memasuki kamarnya dan membanting pintu. "Blang!" Sang tua berdetak. Dia tahu anak perempuannya yang marah-marah itu. Ah, dia memang terlalu, terlalu keras. Dan ketika puterinya mengguguk dan tersedu-sedu di dalam maka si tua ini berdiri dan bangkit menghampiri kamar anak perempuannya itu, mengetuk dan mendorong perlahan dan masuklah Mr. Smith dengan alis berkerut-kerut. Dia melihat anak gadisnya menelungkup di pembaringan, tersedusedu. Menutupi muka dengan bantal dan berjingkatlah sang ayah ini dengan penuh sesal. Dan ketika dengan terharu dan penuh kasih ia membungkuk dan mencium tengkuk anak perempuannya maka tuan Smith mengucap maaf. "Sylvia, maaf. Ayah memang terlalu. Sekarang berbaliklah, ayah ingin bicara secara baik-baik denganmu." Sylvia terguncang-guncang. Setelah ayahnya menampar dan kini datang dengan sikap begitu lembut tentu saja dia tersayat-sayat. Ayahnya itu terlalu, setelah menyakiti hati lalu datang minta maaf, betapa enaknya! Tapi ketika ciuman di tengkuk itu begitu penuh kasih sayang dan ayahnya berbisik agar dia membalikkan tubuh tiba-tiba gadis ini membenamkan muka semakin dalam! "Eh!" sang ayah mengerutkan kening. "Maafkan aku, Sylvia. Ayah tak akan bersikap kasar lagi kepadamu. Berbaliklah, dan kita bicara baik-baik." Namun mana si gadis mau menanggapi" Justeru semakin halus gadis ini malah semakin tersayat. Sylvia memang bukan gadis yang gampang lunak, sekali marah biasanya tak akan lenyap sehari dua. Maka ketika gadis itu tersedu-sedu dan tak menggubris ayahnya, hal yang segera dimaklumi tuan Smith maka lelaki setengah baya itu akhirnya menarik mundur dan duduk bersandar kursi, menanti dan menanti namun semalam penuh Sylvia tak mau melayani ayahnya. Dan ketika orang tua itu ngantuk dan tertidur lelah maka baru keesokannya gadis ini membalikkan tubuh dan tertegun melihat ayahnya yang bersandar kursi. Dan saat itulah pintu diketuk. "Sylvia, ayah ada di mana?" Pintu didorong cepat. James, pemuda gagah itu muncul. Pemuda ini berseru dari luar dan rupanya bingung mencari-cari ayahnya. Semalam ayahnya tak kelihatan dan adiknya pun juga tak muncul-muncul. Maka begitu mengetuk dan mendorong pintu kamar segera pemuda ini tertegun melihat ayahnya tersandar di kursi. "Apa yang terjadi" Bagaimana ayah tidur di sini" Dan, he... kau menangis!" James, pemuda ini, terkejut melihat ayah dan adiknya berbeda rupa. Yang satu letih sedang yang lain marah! Dan ketika pemuda itu menutup pintu kamar dan bergegas menghampiri keduanya maka ayahnya bangun berdiri dan batuk-batuk. "Kami ada perselisihan, sedikit salah paham. Hm, kau sudah mau menghadapi ayahmu, Sylvia" Kita bisa bicara?" Sylvia mengusap bekas-bekas tangis. Akhirnya betapapun juga dia merasa terharu dan kasihan membiarkan ayahnya menunggu semalam suntuk. Hubungan batin antara ayah dan anak memang akhirnya tak dapat dihilangkan juga. Maka ketika ayahnya bertanya dan pandang mata ayahnya juga begitu lembut dan mesra akhirnya gadis ini mengangguk. "Aku mau bicara, tapi ayah tak boleh bersikap kejam!" "Hm, apa yang terjadi?" James, pemuda itu, bertanya. "Kalian habis bertengkar?" "Ah, aku menanya hubungannya dengan Fang Fang," sang ayah menyahut, cepat. "Dan aku bertanya kenapa adikmu ini memukul Michael!" "Hm, aku juga mendengar itu. Dan aku datang juga untuk bertanya!" James terbelalak, memandang adiknya. "Benarkah itu, Sylvia" Kau menghajar Michael?" "Dia kurang ajar, tak tahu sopan. Aku memang melakukan itu tapi kesalahan bukan terletak padaku!" "Hm, ceritakan. Coba kudengar!" Sylvia semburat merah. Sebenarnya, menceritakan apa yang dilakukannya bersama Fang Fang tentu saja dia malu. Namun karena bangsa Barat memang lain dengan bangsa Timur maka Sylvia duduk di pembaringannya dan bersinar-sinar mengepal tinju. "Aku... aku sedang berduaan dengan Fang Fang ketika Michael datang. Dia menembak, dan langsung saja menyerang. Dan aku serta Fang Fang yang tentu saja marah lalu tak membiarkan perbuatannya ini dan memberinya sedikit hajaran!" "Hm, kau pacaran dengan murid si Dewa Mata Keranjang itu?" "Ya, aku dan Fang Fang saling mencinta!" James tertegun, melirik ayahnya. "Lalu?" tanyanya. "Apakah Michael cemburu dan tak senang?" "Ya, kau tahu itu, James. Dan Michael tak tahu malu menyerang orang yang sedang berdua. Cih, dia itu..." "Nanti dulu," sang ayah memutus, memotong. "Michael mengatakan kau dan Fang Fang melakukan hal-hal yang di luar batas, Sylvia. Maksudku, hmm... kau tahu, bukan?" Sylvia merah padam. "Itu fitnah!" serunya. "Aku tak melakukan hal-hal yang di luar batas, ayah. Kami tak melakukan sampai sejauh itu!" "Hm, apa maksud ayah?" James bertanya, mengerutkan kening. "Apakah Michael mengatakan Sylvia berhubungan intim?" "Ya, itu maksudnya. Dan kemarin aku menanyakan itu tapi adikmu akhirnya marahmarah." Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tentu saja marah-marah!" Sylvia membanting kaki. "Aku dan Fang Fang hanya berciuman saja, ayah, tak lebih. Tapi si Michael itu, ah... terkutuk dia. Keparat! Dia hanya memfitnah dan menuduh cemburu buta. Aku boleh diperiksa kalau tidak perawan!" James tertegun. Ada gerakan di pintu dan pemuda ini tiba-tiba meloncat, bangun dan membuka pintu. Dan ketika seorang pelayan terjengkang dan berteriak kaget maka pelayan itu, wanita muda, buru-buru menangis minta ampun, membawa sepoci teh untuk Sylvia. "Ampun, aku... aku tak bermaksud mengintip. Tak mendengarkan pembicaraan. Aku hanya mengantar minuman!" Pemuda ini terkejut. Akhirnya dia lega dan menendang pelayan itu, berkata kenapa membuat kaget dan tidak menger tuk pintu. Dan ketika pelayan itu gemetar dan pucat minta ampun maka pemuda ini sudah menyuruh pergi seraya menerima kiriman itu. "Jangan ganggu kami. Atau kakimu kupantek kalau berindap-indap!" Memang pelayan ini berindap-indap. Dia mendekati dan mau mengirim minuman itu, mendengar suara-suara di dalam dan entah kenapa tiba-tiba timbul keinginannya untuk mendengarkan. Mukanya segera merah ketika mendengar kata-kata Sylvia bahwa dia boleh diperiksa kalau tidak perawan, kata-kata yang bagi bangsa Timur amatlah menyolok dan terlampau berani. Sikap yang janggal dan tidak enak sekali bila dilakukan oleh gadis atau wanita-wanita Han. Tapi karena Sylvia adalah gadis Barat dan budaya atau tata cara orang Barat memang tidak sama dengan orang Timur maka pelayan ini tersentak ketika suara kakinya yang berjingkat didengar James, pemuda itu. Tapi begitu diusir dan disuruh pergi tiba-tiba pelayan ini sudah gembira meninggalkan ruangan itu. "Nah," James sudah menutup pintu kamar kembali. "Sekarang bicaralah tapi jangan keras-keras, Sylvia. Ceritakan apa yang terjadi dan bagaimana sesungguhnya laporan Michael." "Aku dan. Fang Fang memang menghajar pemuda itu. Tapi Michael yang tak tahu diri. Dia kubiarkan pergi dan mengancam akan melapor pada ayah tapi aku tak takut. Nah, aku tak melakukan apa-apa dan terserah ayah atau siapa saja kalau tak suka dengan ini!" "Hm, bukan suka atau tidak," ayahnya bersinar-sinar. "Tapi kedatangan kita ke Tiongkok bukan untuk mencari jodoh, Sylvia, melainkan mengemban tugas gubernur untuk menarik keuntungan dari barang-barang bangsa ini. Aku sebetulnya tak suka pemuda itu, dan kau harus tahu bahwa Fang Fang adalah murid si Dewa Mata Keranjang!" "Maksud ayah?" "Gurunya bukan orang baik-baik, Sylvia Dan kalau guru kencing berdiri maka murid akan kencing berlari!" "Ah, ayah menyamakan murid dengan gurunya. Tak cocok itu! Aku tak sependapat, ayah. Dewa Mata Keranjang memang laki-laki yang suka mempermainkan wanita tapi Fang Fang bukan pemuda type begitu. Dia baik, dan cukup sopan. Aku selama ini tak melihat sesuatu yang mirip gurunya itu. Bahkan, dia pemuda yang jujur!" "Hm, kau anak kecil tahu apa" Orang dikenal bukan dari tindak-tanduknya sehari dua, Sylvia. Tapi setelah bertahun-tahun. Sudahlah, aku tak dapat menyetujui hubunganmu ini dan jauhi pemuda itu. Atau gubernur akan marah dan kita semua celaka!" "Hm!" Sylvia bangkit dari kursinya, mata berbinar-binar. "Ayah adalah laki-laki bijak yang biasanya tak suka mencampuri urusan cinta anak-anak ayah sendiri. Kenapa hari ini ayah bersikap begitu dan melarang aku jatuh cinta dengan Fang Fang. Dia pemuda baik, ayah. Dan aku yakin. Ayah tak dapat melarangku dan kutuntut kebebasanku dalam memilih jodoh, seperti di negeri kita!" "Benar," James tiba-tiba membela, mengerutkan keningnya. "Tak biasa kau mencegah begini, ayah. Dulu kau pernah berkata kepada kami bahwa masalah jodoh adalah di tangan kami masing-masing, orang tua hanya merestui. Kenapa sekarang ayah berbalik sikap dan tidak konsekwen" Di mana kegagahan ayah?" "Hm, orang tua memang tinggal merestui, James, itu betul. Tapi orang tua punya hak untuk melarang atau tidak setuju dengan pilihan anaknya, kalau dilihat jodoh atau calon pasangan anaknya itu tidak baik! Apakah aku harus membiarkan saja kalau kau atau adikmu mendapat teman hidup yang tidak baik" Apakah aku sebagai orang tua harus diam saja kalau calon mantuku berwatak buruk?" "Buruk bagaimana?" Sylvia terkejut. "Fang Fang tidak buruk, ayah. Lebih baik terus terang saja bahwa ayah tak suka padanya karena dia bukan bangsa kita, hanya orang Han!" "Hm, benar," James lagi-lagi membela. "Ketidaksetujuanmu lebih dititikberatkan pada masalah ras, ayah. Kau tak suka pada Fang Fang karena dia bangsa Han!" Sang ayah terpojok. "Baiklah," katanya. "Itu betul, James. Dan kalian tahu bahwa bangsa Han adalah bangsa yang masih liar. Kita bangsa Barat adalah bangsa yang tinggi derajatnya, dan aku tak suka anakku mendapat jodoh bangsa yang rendah peradabannya'" Sylvia tiba-tiba melompat. "Ayah terlalu mendiskriminasikan suku dan ras. Ayah tak tahu bahwa orang-orang Han sebenarnya adalah juga orang-orang yang tinggi peradabannya. Tidakkah ayah lihat filsuf-filsuf besar di negeri ini" Tidakkah ayah ketahui para cerdik-cendekiawan dari bangsa ini yang ajaran atau buah pikirannya sampai di empat penjuru dunia" Lihat ajaran Tao atau nabi Khong Hu Cu itu, ayah. Dan lihat raja-raja besar yang mampu memimpin serta menyatukan Tiongkok. Mereka adalah jelas orang-orang yang tidak kalah dengan bangsa kita, dan kita bangsa Barat tak seharusnya menghina mereka seperti halnya mereka menghina kita!" "Hm!" sang ayah terkejut. "Kau menggurui ayahmu, Sylvia" Kau memojokkan ayahmu sampai sedemikian rupa" Baiklah, kuakui itu. Tapi bangsa kita tak dapat menerima kenyataan ini. Ayahmu boleh mengakui, menyetujui. Tapi apakah gubernur dan orang-orang di negeri kita dapat menerima itu" Perkawinanmu dengan pemuda Han hanya menjadi cemoohan dan ejekan belaka, Sylvia. Betapapun mereka tak dapat menerima kehadiran orang asing, bangsa yang masih dianggap biadab!" "Aku tak akan menghiraukan itu. Aku akan ikut Fang Fang dan tinggal di negeri ini!" "Apa" Kau sinting" Eh, orang-orang di negeri inipun tak dapat menerima dirimu, Sylvia. Mereka pun menganggap kita orang-orang biadab yang rendah derajatnya dibanding mereka. Kau tak dapat melakukan itu!" "Hm," James juga terkejut. "Kupikir apa yang dikata ayah benar, Sylvia. Baik orang-orang di negeri kita ataupun di negeri ini sama-sama tak dapat menerima kehadiran yang lain. Sebaiknya kau renungkan dulu dan jangan terlalu emosi!" "Aku tak perduli semuanya itu. Aku mencintai Fang Fang!" dan ketika Sylvia juga mulai takut dan cemas oleh bayangan-bayangan ini akhirnya gadis itu menangis lagi dan bingunglah kakaknya melihat sang adik tersedu-sedu. Ayahnya pun berkerut-kerut dan laki-laki setengah baya itu rupanya tetap berkeinginan agar puterinya tak berhubungan dengan Fang Fang. Karena ketika jarum kata-katanya mulai mengena dan anak gadisnya tersedu tiba-tiba orang tua ini bangkit berdiri, meninggalkan pesan. "Baiklah, kupikir kau harus merenungkan semuanya ini, Sylvia. Tapi ingat, kebersamaanmu dengan Fang Fang rupanya tak dapat menimbulkan kebahagiaan. Kau di sini tak akan diterima sedang Fang Fang di negeri kita juga tak dapat diterima. Terserah kau, hanya berpikirlah bijak karena aku dan kakakmu tentu sedih kalau kau harus tinggal di Tiongkok" Sang ayah meninggalkan ruangan. Tuan Smith memberikan tanda pada puteranya agar James membujuk adiknya itu, ditinggal berdua. Dan ketika James mengangguk dan mengerti isyarat itu maka pemuda ini menarik napas. "Sudahlah," katanya. "Aku dan ayah sebenarnya tak menolak siapa jodohmu, Sylvia. Tapi kami memikirkan kebahagiaanmu semata. Kaurenungkanlah ini dan a-pa yang dikata ayah ada betulnya. Benar juga, bagaimana kau dapat hidup di Tiongkok kalau kau adalah satu-satunya gadis kulit putih di sini" Dan bagaimana pula Fang Fang dapat tinggal di negeri kita kalau dia adalah satu-satunya pemuda kulit kuning di sana" Ah, repot. Sebaiknya kaupikirkan ini masak-masak dan jangan terburu nafsu!" "Kau sendiri," Sylvia tiba-tiba menahan, lengan kakaknya. "Bagaimana pandanganmu tentang Fang Fang, James" Apakah kau suka atau tidak?" "Ah, aku suka padanya. Aku kagum!" pemuda ini terus terang memuji. "Fang Fang pemuda yang hebat dan aku tak dapat mengalahkannya. Dia pemuda luar biasa, sungguh luar biasa!" "Dan kau akan membelaku kalau umpamanya ayah tetap tidak setuju?" "Ah, tentu. Kau adikku satu-satunya, Sylvia. Dalam masalah cinta ayah tak dapat campur tangan terlalu banyak. Asal kau sudah mendapatkan ketetapanmu dan yakin akan kebahagiaanmu itu maka aku tentu membela dan melindungimu!" "Terima kasih, kalau begitu aku akan berbicara kepada Fang Fang," dan Sylvia yang terisak memeluk kakaknya lalu mencium pipi dan berkelebat pergi. "James, jangan musuhi aku. Aku tak punya siapa-siapa lagi kalau ayah menentangku!" Pemuda ini terharu. Tiba-tiba dia terkejut melihat adiknya itu dapat berkelebat begitu cepat. Maka berteriak dan memanggil adiknya sebentar tiba-tiba pemuda ini mengejar. "Hei, tunggu...!" serunya. "Dari mana kaudapatkan itu, Sylvia" Belajar dari Fang Fang?" "Benar," adiknya berhenti, membalik. "Aku sudah mulai belajar ilmu-ilmu silat negeri ini, James. Dan Fang Fang memberiku sungguh-sungguh!" "Ah, beruntung kau!" sang kakak kagum, bersinar-sinar. "Bolehkah kapan-kapan aku mendapatkannya pula, Sylvia" Coba kautanya Fang Fang, aku juga ingin belajar ilmu silat negeri ini!" "Ah, tentu bisa. Nanti kuberitahukan!" dan Sylvia yang terkekeh meninggalkan kakaknya tiba-tiba berkelebat dan lenyap melewati pintu, sengaja, mendemonstrasikan kepandaiannya meringankan tubuh dan sang kakak tentu saja melongo. Sylvia memang bukan gadis lemah dan ilmu bela diri Barat telah dipelajari adiknya itu. Tapi begitu ilmu silat negeri ini diperlihatkan adiknya dan ginkang atau ilmu meringankan tubuh itu dipamerkan maka James membelalakkan mata dan berseru memuji, hampir tak berkedip tapi adiknya sudah menghilang di luar. Dan ketika pemuda itu menggeleng kepala berulang-ulang dan kagum serta berseri-seri maka Sylvia sudah menemui Fang Fang, di luar kota raja. "Ah, lama amat!" Fang Fang menegur, meloncat turun dari atas pohon yang tinggi. "Hampir aku tak sabar menantimu, Sylvia. Kau membuatku khawatir dan cemas tak keruan!" "Ih!" Sylvia terkejut, melihat Fang Fang tahu-tahu meluncur dan hinggap di depannya, seperti burung menyambar. "Kau mengejutkan, Fang Fang. Tapi memang sesuatu sedikit menggangguku. Maaf, aku memang ingin bicara!" dan ketika Fang Fang berseri-seri dan memeluk gadis itu, menciumnya, maka Sylvia mengelak dan melepaskan diri dengan manja. "Sekarang jangan bergurau. Ada urusan penting!" "Hm, urusan apa" Kau serius, dan tidak seperti biasanya." "Benar, aku bentrok dengan ayahku, Fang Fang. Dan semalam aku memusuhi ayahku itu!" "Persoalan kita?" "Tidak salah, dan sekarang kita bicara serius!" dan ketika gadis itu melangkah menuju rerumputan Fang Fang pun segera mengikuti dengan perasaan berdebar, hati tak enak namun dia masih dapat tersenyum ketika melihat pinggul si gadis. Pinggul itu naik turun ketika Sylvia melenggang. Hm, manisnya. Amboi! Tapi ketika gadis itu sudah duduk dan terbelalak melihat Fang Fang cengar-cengir maka Sylvia menegur dengan perasaan heran juga. "Kau kenapa" Ada apa cengar-cengir?" "Ah, aku sedang terpesona oleh sesuatu, bagian dari tubuhmu. Mengagumimu!" "Hm, jangan mainmain, Fang Fang. Pagi ini aku ingin bicara serius dan jangan bergurau!" "Aku tidak bergurau, aku memang sedang terpesona!" "Terpesona apa?" "Pinggulmu! Ah, begitu manis ketika naik turun!" dan Fang Fang yang tertawa melempar pantatnya lalu duduk dan bersebelahan dengan kekasihnya itu, membulat si nona tertegun dan tiba-tiba muka gadis inipun merah padam. Fang Fang menggoda dan tak ayal sebuah tamparan melayang cepat. Tapi ketika Fang Fang menangkap dan Sylvia mengeluh maka pemuda itu berbisik, "Hush, jangan marah, Sylvia. Serius boleh serius, tapi jangan tegang!" dan ketika pemuda ini meraih dan mencium kekasihnya lagi maka Fang Fang sudah mengusap dan membelai pinggul yang membuatnya kagum itu, gemas dan bernafsu namun Sylvia menepiskan tangannya. Gadis ini cepat mendorong ketika pemuda itu sudah mulai merah mukanya, tanda gairah yang mulai bangkit. Dan ketika Fang Fang kecewa namun mengerti maka gadis ini berkata agar pembicaraan diutamakan dulu. "Tahan semua keinginanmu. Ayah tak merestui hubungan kita!" "Hm!" Fang Fang tersentak, terkejut. "Apa katanya, Sylvia" Dia mau menghalangi hubungan kita?" "Ya, karena itu dengarlah!" dan Sylvia yang segera menceritakan pertikaian semalam lalu menceritakannya tanpa dikurang-kurangi lagi, semua dibeberkan dan alis Fang Fang berkali-kali harus berkerut kalau tiba pada keadaan yang mencekam. Dan ketika gadis itu menutup bahwa kakaknya berdiri di pihaknya, membela namun terbentur pada masalah kebangsaan mereka maka gadis ini terisak memegang lengan Fang Fang. "Ras kita berbeda. Kau si kulit kuning sedang aku si kulit putih. Kita mungkin tak dapat tinggal di negeri yang lain." "Hm!" Fang Fang bersinar-sinar. "Apa lagi kata kakakmu, Sylvia" Dia hanya terbentur masalah ini?" "Ya, kakakku berkata bahwa tak mungkin aku tinggal di Tiongkok. Suku bangsamu tak dapat menerima. Sedang kalau kau tinggal di negeri kami tentu juga orangorang Inggeris tak dapat menerima. Ah, aku bingung, Fang Fang. Aku tak tahu bagaimana baiknya!" "Ha, kau bingung" Aku tidak!" Fang Fang tiba-tiba tertawa. "Masalah ini masalah yang gampang, Sylvia. Katakan pada ayah atau kakakmu bahwa sudut pandang mereka salah!" "Salah" Apa maksudmu?" "Ha-ha, salah karena mereka mengukur baju orang lain dengan bajunya sendiri, Sylvia. Salah karena mereka menganggap kita akan berada di tengah-tengah masyarakat ramai!" "Eh, maksudmu...." "Tunggu, jangan memotong. Aku belum habis bicara!" dan ketika gadis itu terbelalak tapi Fang Fang meraih dan mencium geli maka pemuda ini melepaskan kekasihnya seraya tersenyum lebar, "Ayah atau kakakmu terlampau merisaukan masalah kecil. Kenapa mereka sibuk oleh urusan itu" Ah, seumur hidupku belum pernah aku tinggal di kota, Sylvia. Aku dan guruku hidup di gunung dan tak ada orang mengganggu! Ha-ha, itulah yang kumaksud. Kalau ayahmu berpikir bahwa kita akan berada di tengah-tengah kota dan hidup bersama orang-orang kota itu maka ayah dan kakakmu salah. Kulit kita memang berbeda, tapi ini tak jadi soal kalau kita tinggal di tempat sunyi. Di puncak gunung atau di pulau terpencil, ha-ha!" Sylvia terkejut. Akhirnya dia sadar bahwa apa yang dikata Fang Fang adalah jalan keluarnya. Benar. Ayahnya berpikir dan berpandang ala kota. Menganggap dia dan Fang Fang akan hidup di kota dan tentu saja orang-orang kota akan menjadikan mereka sebagai pusat perhatian. Tapi kalau mereka tinggal di gunung, atau pulau terpencil siapa yang akan memperhatikan mereka" Bukankah mereka akan bebas dan tak ada masalah" Maka begitu terkejut dan sadar akan kata-kata Fang Fang ini mendadak Sylvia menjadi girang luar biasa dan terkekeh meremas jari Fang Fang. "Kau benar!" serunya. "Ah, kau benar Fang Fang. Tak ada halangan lagi bagi kita. Ah, hidup di gunung atau pulau terpencil asal selalu berdua denganmu tak apaapalah bagiku. Hi-hik, kau benar, Fang Fang. Kau cerdas! Ayah dapat kutangkis dengan jalan ini!" "Ha-ha, kau sudah dapat gembira?" "Tentu saja. Cinta kita dapat berlanjut. Ah...!" dan Sylvia yang mengecup serta melepas kegembiraan di pipi Fang Fang akhirnya menari dan melonjak-lonjak girang, tak dapat dikata bahagianya hati dan tertawalah Fang Fang menyambar kekasihnya itu. Dan ketika mereka bergembira dan berputar saling menari maka hari itu kegelapan di wajah keduanya lenyap "Hore, aku menang. Kita bahagia!" Fang Fang tersenyum. Hari itu dia cipok sana cipok sini dengan tak kalah gem biranya. Sang kekasih yang begitu bahagia dan senang membuat dia terharu dan gembira juga. Namun ketika malam menjelang tiba dan mereka harus berpisah, Sylvia akan melapor pada ayahnya maka Fang Fang agak berdebar juga. "Jangan terlampau girang, jangan terburu-buru. Hadapi dulu ayahmu itu dan lihat apa reaksinya." "Aku tak perduli reaksinya!" Sylvia tertawa. "Ayah tak akan menghalangi lagi kalau kita sudah bertekad seperti ini, Fang Fang. Mau tak mau dia akan tunduk padaku!" "Kalau tetap menolak?" "Tak mungkin!" "Hm, anggap saja itu mungkin," Fang Fang tiba-tiba bersikap serius, sekali lagi ingin mencoba. "Bagaimana kalau ayahmu tak suka, Sylvia" Maksudku, tak suka aku menjadi menantunya?" "Aku akan minggat, pergi bersamamu!" Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Eh, kau begitu nekat?" "Bukan nekat. Tapi sekedar melawan ketidakbenaran, Fang Fang. Di Barat orang tua tak boleh terlalu campur tangan masalah jodoh. Asal pilihannya baik sudahlah, ayah atau ibu tinggal merestui!" "Dan kau percaya aku baik?" "Aku percaya kau jujur, Fang Fang. Dan orang jujur biasanya baik! Eh, kenapa tanyatanya masalah ini yang bakal tiada habisnya" Kau sungguh-sungguh mencintaiku, bukan"' "Ah, tentu. I love you... I love you very much!" dan Fang Fang yang tergetar dan terkejut oleh kata-kata itu segera membenamkan kepala kekasihnya di dada. Entah kenapa tiba-tiba berdetak kalau ingat dia sudah dianggap pemuda jujur. Hm, jujurkah dia" Benarkah itu" Bagaimana dengan petualangan-petualangannya dengan gadis sebelum Sylvia" Dan teringat bahwa Sylvia tak pernah menanya atau bertanya tentang itu tiba-tiba saja dia bergidik. Untung! Untung gadis ini tidak bertanya! Kalau bertanya, ah, bagaimana dengan predikat kejujuran itu" Mampukah dia mempertahankannya" Dan ketika Fang Fang melepaskan dan mencium lembut pipi si nona maka dia berpesan agar baik-baik saja gadis itu menghadapi ayahnya. "Tentu, ayah orang bijak. Aku percaya tak akan ada masalah lagi setelah ini. Bye!" Fang Fang mendapat salam, mengangguk dan melihat kekasihnya meloncat pergi untuk akhirnya terbang kembali ke kota raja. Hari itu mereka bahagia dan Fang Fang pun akhirnya bahagia. Perasaan tak nyamannya dapat ditekan dan hari itu pemuda inipun kembali ke kamarnya. Dan ketika di sana Sylvia menghadapi ayah serta kakaknya dengan kata-kata seperti Fang Fang maka benar saja orang tua ini tertegun. "Kami tak usah tinggal di kota. Kami tak akan menjadi bahan pergunjingan. Fang Fang akan membawaku ke gunung dan kita hidup tenteram di tempat sunyi!" "Kau dapat melakukan itu?" ayahnya terbelalak. "Tentu, kenapa tidak, yah" Aku mencintai Fang Fang. Dan aku merasa bahagia dengannya!" "Dan itu berarti aku kehilangan anak gadisku! Ah, apakah kau tidak mencinta ayah atau kakakmu ini, Sylvia" Bagaimana kalau Fang Fang saja yang tinggal di negeri kita" Aku dan kakakmu terus terang tak ingin berjauhan denganmu. Kalau ada apaapa di sini tentu kami repot menilik. Katakan padanya agar Fang Fang saja yang mengalah dan meninggalkan negerinya untuk tinggal di Inggeris. Di sana pun banyak gunung. Kalau perlu akupun dapat meminta sebuah pulau pada gubernur dan kalian tinggal berdua di situ. Jangan di sini!" "Hm, bagaimana ini?" Sylvia bingung, tiba-tiba mendapat persoalan baru. "Baiklah, akan kutanyakan padanya, yah. Tapi harap kalian tidak memaksa kalau aku senang tinggal di sini!" "Aku tidak memaksa, hanya aku tak dapat berjauhan denganmu di sebuah negeri asing. Kalau ada apa-apa tentu aku tak dapat cepat datang!" "Ada apa-apa bagaimana" Fang Fang akan melindungiku, dia tak akan membiarkan aku celaka!" "Ah, bukan itu. Bagaimana kalau kau punya anak" Bagaimana kalau tiba-tiba aku sudah mendapat cucu?" "Hm!" Sylvia merah mukanya. "Hal itu dapat diberitahukan, ayah. Bukan soal!" "Jangan bicara gampang! Negeri ini dengan negeri kita terpisah lautan yang lebarnya ribuan mil, anak baik. Kalau aku ingin menengokmu tentu tak selincah kalau Fang Fang yang tinggal di negeri kita. Dia pemuda hebat, lihai. Kalau dia benar-benar mencintaimu seharusnya tak apa baginya untuk mengalah toh dia juga tak mempunyai keluarga di sini kecuali gurunya itu!" "Benar," sang kakak tiba-tiba menimbrung. "Lebih baik Fang Fang saja yang kaubawa ke Inggeris, Sylvia. Dia laki-laki. Gerakannya lebih lincah dan kuat daripada perempuan. Kalau kau di negeri sendiri tentu kami dapat menengokmu sewaktu-waktu dan Fang Fang tak usah bingung soal ini. Dia tak memiliki kerabat, kecuali gurunya itu. Daripada kau yang di sini lebih baik dia yang di sana. Toh kalian tak akan tinggal di kota!" Sylvia terpojok. Akhirnya dia mengangguk dan mengakui itu juga, melihat ada benarnya kata-kata ayahnya dan kakaknya ini. Maka ketika persetujuan sudah mulai didapat dan keesokannya kembali dia menemui Fang Fang maka pemuda ini tertegun mendengar kata-kata si gadis. "Jalan keluarmu kemarin baik, dan ayah setuju. Tapi dimintanya kau yang mengalah dan bukan aku. Ayah tak dapat berjauhan denganku karena aku adalah satu-satunya anak perempuan!" "Hm, apa artinya ini, Sylvia" Apa maksudmu?" "Maksudku, sebaiknya kau yang tinggal di negeri kami dan bukan aku yang di sini!" "Hah, aku ke Inggeris?" "Ya, dan di sana juga banyak terdapat gunung dan pulau-pulau, Fang Fang. Ayah dapat mencarikan sebuah pulau bagi kita kalau kita benar-benar tak ingin hidup di kota!" Fang Fang terkejut. Tiba-tiba saja kata-katanya kemarin menjadi bumerang baginya. Dia diminta ke Inggeris, negeri yang jauh itu. Berdekatan dengan orangorang kulit putih dan akan tampaklah dirinya yang lain di tengah-tengah sekumpulan bangsa bule itu. Dan ketika Fang Fang terkejut dan tentu saja tertegun, tak dapat menjawab maka kekasihnya menarik tangannya berkata manja, "Fang Fang, kau mencintaiku, bukan" Kau tentu tak keberatan kalau kita di sana dan kau meninggalkan negerimu" Aku wanita, Fang Fang. Tentu tak sebebas dan selincah kau kalau tinggal di negeri asing. Kau ikutlah aku, ayah sudah setuju. Dan kau juga tak mempunyai siapa-siapa di sini selain gurumu itu!" "Hm-hm!" pemuda ini berkernyit kening. "Tunggu dan sabar dulu, Sylvia. Aku belum dapat berpikir'" "Tapi kau tentu tak menolak?" "Siapa bilang" Aku belum pernah keluar negeri, Sylvia. Dan aku tak tahu bagaimana kondisi negerimu itu. Biarkan aku berpikir dan hal ini terang tak dapat kuputuskan sendiri. Ada guruku yang harus kutanya'" Sylvia mulai khawatir. "Fang Fang, kau tak berani menentang gurumu kalau dia tak mengijinkan?" "Hm, bagaimana, ya" Bukan begitu, Sylvia. Aku hanya ingin meminta pertimbanganpertimbangannya..." "Kalau dia tak setuju?" Fang Fang bingung! "Hm!" gadis ini tiba-tiba mengejek, mundur. "Cintamu kalau begitu terlalu mementingkan diri sendiri, Fang Fang. Kau kurang dapat mengalah pada wanita dan tak mau berkorban. Ah, aku mulai menyangsikan rasa cintamu!" Heii...!" Fang Fang terkejut, meraih dan cepat menyambar gadis ini. "Jangan ?bilang, begitu, Sylvia. Baiklah, kalau kau minta ketegasan kukatakan di sini: Aku mau ke negerimu dan kita hidup di sana!" "Hi-hik, benar?" gadis ini tiba-tiba girang, bahagia luar biasa. "Kau tak bohong?" "Tentu, aku bicara benar, Sylvia. Tapi semua itu tunggu dulu kata-kata guruku!" "Ouh, 1 love you!" dan Sylvia yang memeluk serta mencium pipi pemuda ini tibatiba memutar tubuh dan lari melompat pergi, berkelebat seperti kijang betina dan Fang Fang tentu saja mengejar. Kalau kekasihnya sudah bersikap seperti itu berarti kebahagiaan sudah ada di depan mata. Kekasihnya minta dikejar dan dicumbu. Dan ketika Fang Fang melakukan itu dan menyergap dari belakang maka Sylvia terguling dan mereka berdua sudah tertawa-tawa di rerumputan yang tebal, berdekapan dan berciuman dan Fang Fang seakan di sorga yang ketujuh. Ah, masa pacaran begitu memang mengasyikkan. Dunia melambung begitu tinggi dan kebahagiaan rasanya hanya milik mereka berdua. Tak tahu bahwa ancaman bahaya akan mulai mengancam dua muda-mudi ini, ancaman gara-gara perbuatan Fang Fang dulu, bermain dan bercinta dengan gadis-gadis cantik! Dan ketika malam itu kembali Sylvia pulang dengan kebahagiaan maka dengan muka berseri-seri dan muka tidak menampakkan rasa waswas gadis ini tenang saja berkelebat gembira ketika dipanggil ayahnya, mengira akan dipercepat urusannya dengan Fang Fang, menikah dan akan hidup sebagai-suami isteri! "Kau duduk di situ, ada sesuatu yang ingin kutanyakan." Sylvia gembira, menyilangkan kaki. "Ayah mau bertanya apa" Fang Fang sudah setuju, yah. Dia mau ke negeri kita dan tinggal di sana!" "Hm-hm, nanti dulu. Ada kabar tidak enak!" sang ayah berkerut kening, mengepal tinju. "Apakah kau sudah tahu siapa kekasihmu itu sebenarnya" Apakah kau tahu apa yang pernah dilakukan Fang Fang sebelum ini?" Sylvia terkejut, tiba-tiba melihat sikap ayahnya yang serius. "Aku tak mengerti maksudmu, yah," katanya. "Coba kauterangkan apa yang kau maksud di sini!" "Aku mendengar kabar tidak baik tentang diri pemuda itu. Fang Fang seorang playboy (mata keranjang)!" "Bohong!" Sylvia tiba-tiba tersentak, menjerit. "Kau tidak tahu siapa pemuda itu, yah. Fang Fang adalah pemuda jujur yang selama ini tak pernah main perempuan?" "Hm, nanti dulu. Sabar!" sang ayah menggoyang lengan, bangkit berdiri. "Kabar ini juga belum kubuktikan sendiri, Sylvia. Tapi tak ada jeleknya untuk kita buktikan kebenarannya." "Siapa yang bilang begitu" Ayah tahu dari mana?" "Sementara ini tak usah kauketahui. Pokoknya seseorang memberi tahu aku dan aku terkejut. Kau harus waspada. Sudahkah kau tanya masa lalu pemuda itu" Sudahkah kau tanya dia tentang perbuatan-perbuatannya sebelum ke istana?" "Belum..." "Hm, tanyakan, Sylvia. Kalau Fang Fang memang pemuda jujur maka dia tentu tak akan berbohong! Aku mendengar ini sebagai berita yang tak enak dan maaf kalau kau marah!" Sylvia tertegun. Ayahnya sudah bercerita dan menyambung lagi bahwa Fang Fang didengarnya sebagai pemuda hidung belang, persis gurunya, bermain dan bercinta dengan gadis-gadis cantik dan tentu saja orang tua itu tak suka kalau menantunya seorang playboy, pemuda hidung belang. Dan ketika semua itu didengar anak gadisnya dengan bibir bergetar-ge-tar dan Sylvia marah serta juga tidak percaya maka sang ayah menutup, "Aku tidak bermaksud menjjhalarigi percintaanmu dengan Fang Fang. Tapi selidiki dan tanyalah dulu apakah benar pemuda itu pernah galang-gulung dengan gadisgadis lain sebelum dirimu. Kalau dia jujur, tentu dia mengaku terus terang. Tapi kalau tidak, hm... kau harus berhati-hati!" "Aku akan menanyai Fang Fang, dan aku percaya dia jujur dan akan menjawab terus terang!" Sylvia bangkit dengan muka merah padam. "Baiklah, tidak menunggu esok, yah. Sekarang juga aku akan menemuinya dan bertanya tentang itu... wut! Sylvia berkelebat, lenyap dan menghilang seperti setan dan ayahnya terkejut. Orang tua ini kaget berseru keras namun anak gadisnya sudah meninggalkan ruangan itu. Dan ketika orang tua ini ternganga karena anak perempuannya dilihatnya memiliki kepandaian yang luar biasa maka disana Sylvia sudah menggedor-gedot pintu kamar Fang Fang. "Buka pintu! Fang Fang, buka pintu....! Fang Fang terkejut. Dia sedang bersila duduk bersamadhi ketika suara itu datang. Tapi begitu suara sang kekasih dikenalnya segera pemuda ini meloncat dan membuka pintu kamarnya, kaget melihat kekasih yang berdiri dengan mata berapi-api. (Ooo-d.kz-ooO) Jilid : XI "AKU mau bicara. Tutup pintu!" Fang Fang melongo. Kekasihnya ini sudah masuk ke dalam dan cepat sekali menyambar kursi, duduk dan sudah menantinya dengan mata bersinar-sinar. Sikapnya itu seperti harimau betina yang sedang beringas! Tapi Fang Fang yang cepat menutup pintu kamar dan berdebar menghampiri kekasihnya lalu bertanya apa yang telah terjadi. "Seseorang memfitnahmu. Ayah terhasut. Aku ingin kau bicara terus terang dan jangan bohong!" Hm, soal apa, Sylvia" Hasutan atau fitnahan macam bagaimana" Aneh sekali ?sikapmu ini, malam-malam datang menggedor pintu dan membuat aku terkejut!" "Bukan hanya kau, aku juga terkejut! Sudahlah, duduk di sini, Fang Fang. Ambil kursi itu dan kita bicara serius!" Fang Fang berdetak kencang. Tadinya dia sudah gembira dan siap menyambut kekasihnya ini. Sebuah ciuman akan diberikan tapi tiba-tiba saja dibatalkan. Sikap kekasihnya yang seperti harimau kelaparan tak berani dia ganggu dulu. Keadaan rupanya bahaya! Dan ketika pemuda ini duduk dan mengambil kursinya, berhadapan dengan kekasihnya maka Sylvia menangis tak dapat bicara! "Aku... aku.... ah, aku sakit hati!" "Eh!" Fang Fang mengusap lengan itu. "Tentang apa, Sylvia" Ada yang salah?" "Kau... kau..." gadis ini tiba-tiba melepaskan pegangan Fang Fang. "Seseorang menuduhmu sebagai playboy, Fang Fang. Ayah ingin menyelidiki ini dan memastikan diri!" "Playboy" Istilah apa ini?" Fang Fang tak mengerti, memang belum mendengar istilah itu dan tentu saja dia mengerutkan kening. Tapi ketika kekasihnya bangkit berdiri dan mencengkeram lengannya maka kekasihnya itu bicara bagai petir yang mengejutkan telinganya, "Playboy adalah istilah bagi laki-laki yang doyan main perempuan. Kau dianggap playboy atau jelasnya mata keranjang! Jawablah, apakah benar kau adalah seorang playboy, Fang Fang" Kau katanya pernah bergalang-gulung dengan gadis-gadis cantik sebelum aku?" Fang Fang kaget bukan main. "Ap... apa" Apa katamu, Sylvia" Kau... kau menganggapku seperti itu?" "Bukan aku, tetapi ayah! Ayah mendengar bahwa kau pernah galang-gulung dengan banyak wanita-wanita lain, Fang Fang. Dan kini aku ingin bertanya padamu bagaimana sebenarnya!" Fang Fang jatuh terduduk. Tiba-tiba saja dia menjadi pucat bukan main dan perobahan mukanya yang tidak dapat disembunyikan lagi jelas menunjukkan kekagetan yang amat sangat. Pemuda ini merah pucat berganti-ganti dan bingunglah dia bagaimana harus menjawab. Fang Fang teringat petualangan-petualangannya yang lalu dan kekasihnya itu memandang tajam penuh selidik, begitu tajam hingga dia seakan ditodong sebatang pedang berkarat! Dan ketika Fang Fang tak dapat menjawab dan Sylvia menahan sedu-sedan-nya maka gadis ini gemetar mengulang pertanyaannya, "Jawablah, apa kata-katamu, Fang Fang. Benar atau tidak berita yang didengar ayah itu. Kau tak perlu menyembunyikan!" "Hm, kau... kau sendiri," Fang Fang menelan ludah. "Bagaimana jawabanmu kepada ayahmu, Sylvia" Apa yang kaukatakan padanya?" "Aku menjawab tak mungkin. Aku menjawab bahwa itu adalah fitnah! Kau adalah laki-laki yang selama ini kukenal sebagai pemuda yang jujur, Fang Fang, juga gagah. Nah, jawab pertanyaan itu dan apakah benar atau tidak!" "Kalau tidak?" "Aku akan mencari dan membekuk siapa manusia yang telah menuduhmu sedemikian keji ini! Tapi kalau benar, hmm... aku tak percaya, Fang Fang. Kau selama ini kukenal sebagai pemuda baik-baik dan baru pertama itu jatuh cinta kepada puteri We. Tapi betapapun aku ingin jawabanmu yang benar karena tak mungkin barang busuk tak tercium di kemudian hari, meskipun kau membungkusnya dengan wangiwangian segunung!" Fang Fang terpukul. Sebenarnya hal inilah yang paling ditakutinya kalau dia sudah mulai terbongkar. Memang perbuatan-perbuatannya di masa lalu adalah peristiwa yang tak mungkin ditutup-tutupi, kalau seseorang sudah mengetahuinya. Dan karena dia adalah murid si Dewa Mata Keranjang dan didikan gurunya itulah yang membuat dia senang bermain cinta maka Fang Fang terombang-ambing antara keinginan untuk mengaku dan tidak. Dia sebenarnya sudah betul-betul bulat mencintai gadis Inggeris ini. Sikap dan pribadi Sylvia membuatnya roboh dan bertekuk lutut. Tapi khawatir dan cemas kalau pengakuannya akan membuat hubungan mereka putus maka Fang Fang tak dapat menjawab dan masih terombang-ambing! "Jawablah! Kau takut, Fang. Fang" Kau pengecut?" Fang Fang merah padam. Harga dirinya tiba-tiba bangkit. Sikap dan kemarahan Sylvia akhirnya mencambuk dirinya sebagai laki-laki. Dia bukan bencong, dia jantan sejati. Dan karena gurunya adalah seorang laki-laki yang juga gagah dan jantan akhirnya Fang Fang bangkit berdiri dengan kaki menggigil. "Sylvia, agaknya aku memang harus berterus terang. Tapi katakan dulu bagaimana kalau sekiranya benar. Maksudku, apakah kau akan meninggalkan aku dan tega membiarkan aku merana!" Gadis itu pucat. "Kau benar-benar melakukan itu?" "Hm, benar. Tapi dulu. Aku dulu memang galang-gulung dengan banyak gadis-gadis cantik, Sylvia. Tapi sekarang setelah aku bertemu denganmu sungguh aku tak melakukan itu lagi dan sumpah demi langit bumi aku mencintaimu seorang!" "Jadi kau seorang playboy?" "Istilah itu baru kudengar sekarang. Tapi sekali lagi kukatakan bahwa itu adalah perbuatanku di saat aku belum tiba di istana dan berkenalan denganmu...." "Plak-plak!" Sylvia menjerit, menampar pemuda ini. "Kau pemuda berandalan, Fang Fang. Kau kiranya laki-laki yang tak dapat dipercaya! Ah, hancurlah sudah segala pembelaanku di depan ayah...!" dan gadis itu yang menangis mengguguk memaki-maki Fang Fang tiba-tiba memutar tubuhnya berkelebat pergi, mengeluh dan menutupi mukanya dan Fang Fang terbelalak. Pemuda ini pucat menerima makian itu, juga tamparan yang mendarat di pipinya. Tapi begitu melihat sang pujaan melompat pergi tiba-tiba Fang Fang memanggil dan berkelebat mengejar. Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sylvia, tunggu...!" Sang gadis tak menghiraukan. Sylvia terpukul hebat oleh pengakuan Fang Fang tadi. Tak dikiranya bahwa pemuda yang dibelanya mati-matian di depan ayahnya ternyata benar adalah seorang pemuda pemain cinta, playboy dan sudah melakukan itu seperti yang dikatakan Fang Fang tadi. Tapi ketika dia mengguguk dan meneruskan larinya tiba-tiba Fang Fang telah menyambar dan menangkap pundaknya. "Lepaskan!" gadis ini membentak. "Kau pemuda yang tak patut dibela, Fang Fang. Kau pemuda yang memalukan aku!" "Maaf," Fang Fang tak perduli, sudah mencengkeram dan menarik gadis ini, memutar tubuhnya. "Kau tak adil, Sylvia. Aku ingin protes!" "Protes" Kau... kau mau protes" Ah, jahanam! Keparat!" dan Sylvia yang memekik serta marah besar tiba-tiba menendang dan menghantam pemuda ini, dua tiga kali dan beberapa pukulannya pun masuk. Fang Fang terhuyung namun tidak membalas. Dan ketika gadis itu berteriak-teriak dan Fang Fang terhuyung mengeluh pendek maka satu tendangan putar membuatnya terlempar dan terbanting roboh. "Dess!" Fang Fang terkapar. Sylvia akhirnya terkejut dan tersentak melihat itu. Fang Fang tak bergerakgerak lagi dan dikiranya pemuda itu mati. Celaka! Dan ketika dia menangis dan menghambur ke depan, menjerit dan mengguncang pemuda itu ternyata tiba-tiba Fang Fang bangkit berdiri. "Kaupukullah aku, kaubunuhlah aku. Ah, mana pisau belatimu, Sylvia" Bunuhlah, dan aku tak akan melawan!" "Kau... kau tidak mati?" "Belum." "Kalau begitu...." "Kalau begitu bunuhlah aku. Atau kau dengar kata-kataku dulu dan dengarkan protesku ini!" Fang Fang menyambar, kec-cut dan gelisah dan tak ayal gadis itu pun tersedu-sedu. Dan ketika Sylvia meronta namun Fang Fang mencekalnya erat maka pemuda ini terhuyung berkata menggigil, "Sylvia, kau tak adil. Kau menyuruhku jujur. Kau menyuruhku bersikap jantan. Tapi beginikah akhirnya segala penerimaanmu" Memang tak kusangkal bahwa sebelum di sini aku adalah pemuda yang suka jatuh cinta, Sylvia. Tapi aku bukan hidung belang karena semua yang kudapatkan adalah gadis baik-baik yang tak pernah kupaksa!" "Keparat! Dan itu kaukatakan lagi kepadaku" Kau ingin berulang-ulang memberitahukannya kepadaku agar hatiku tertusuk-tusuk dan luka" Jahanam, kau keji, Fang Fang. Kau tak tahu malu!" "Hm, apa maumu" Tadi kausudutkan aku untuk bersikap ksatria, Sylvia. Dan sekarang setelah semuanya itu kuakui tiba-tiba saja kau marah! Apakah kau ingin aku bohong dan mendustai dirimu" Apakah kau ingin aku bersikap tak jujur dan munafik" Begitukah" Hm, aku pantang menyangkal perbuatan-perbuatanku sendiri, Sylvia. Aku laki-laki yang masih mempunyai harga diri! Baiklah, kau boleh tinggalkan aku kalau kau tak suka padaku!" Sylvia tertegun. Akhirnya dia merasa tak keruan juga setelah Fang Fang bersikap seperti itu, merasa dirinya keterlaluan dan berdirilah pemuda itu berkerutkerut. Suara Fang Fang yang menggigil namun penuh rasa luka serasa menghunjamnya pula, tak kuat gadis ini. Dan ketika Fang Fang memejamkan mata dan menangis, hal yang belum pernah dilihatnya tiba-tiba gadis ini mengguguk dan menubruk pemuda itu. "Ah, maafkan aku.... maafkan aku. Kau... kau keterlaluan dan juga menyakiti hatiku!" "Hm, aku tahu. Tapi aku tak merasa membohongimu, Sylvia. Selama hubungan ini kau tak pernah bertanya dan aku tak merasa bersalah!" "Tapi kau juga tak pernah bilang!" "Haruskah itu" Perlukah itu" Baru sekelumit begini saja kau sudah marah-marah, Sylvia. Apalagi kalau aku bilang dan bicara di depan. Rasanya tak bijak dan tak perlu!" "Ah, kau... kau jahanam!" dan Sylvia yang mencengkeram serta meremas-remas Fang Fang akhirnya membuat Fang Fang lega dan terhibur karena dari kata-kata gadis itu tahulah dia bahwa kekasihnya masih mencintanya. Sylvia hanya marah tapi tak membenci. Dan ketika dia berkata bahwa semuanya itu telah lewat dan selama ini tak pernah lagi dia bermain-main seperti dulu maka Sylvia rupanya dapat menerima meskipun dia gemas dan menggigit pundak pemuda ini. "Aku tak tahu lagi apa yang harus kukatakan kepada ayah. Ah, kau sudah tak bersih!" "Hm!" Fang Fang mendorong, menatap tajam gadis ini. "Menurut guruku tak ada pria bersih di dunia ini, Sylvia. Kalau ayahmu sok bersih maka aku sesungguhnya meragukan apakah dia juga bersih! Laki-laki hampir semuanya kotor, tak ada yang bersih. Dan karena guruku sendiri yang bilang maka aku percaya! Aku memang juga tidak bersih, tapi setidak-tidaknya aku masih memiliki kejujuran!" Sylvia terpukul. Memang dia tahu bahwa laki-laki lemah terhadap sex. Untuk itu mereka mudah terjerumus dan akhirnya "kotor". Siapa laki-laki di dunia ini yang mengaku dirinya bersih" Adakah mereka yang betul-betul bersih dan suci" Nyaris tak ada, kalau pun ada amatlah langka! Maka ketika Fang Fang bicara tentang ayahnya sendiri dan Sylvia memang pernah sekali dua melihat ayahnya itu terlibat hubungan dengan wanita-wanita cantik, di pesta atau di tempat-tempat hiburan maka gadis ini menekan kekewaannya dengan cengkeraman kuat. "Sudahlah, aku tahu. Tapi... tapi berjanjikah kau bahwa setelah ini kau tak akan bermain wanita lagi, Fang Fang" Berjanjikah kau bahwa cinta kita haruslah dibina dan dijauhkan dari segala sesuatu yang kotor?" "Aku berjanji, Sylvia. Dan sesungguhnya sejak aku mendapatkanmu maka aku tak pernah lagi galang-gulung dengan wanita lain!" "Sungguh?" "Sumpah! Demi ayah ibuku!" "Kau tak mempunyai ayah ibu!" "Hm, kalau begitu demi Langit dan Bumi. Kalau aku bohong biarlah aku mati disambar geledek!" "Tidak, aku tak mau. Cukup!" dan ketika Sylvia ngeri dan memeluk pemuda ini maka keduanya sudah berangkulan dan Fang Fang berkata bahwa semuanya itu sudah lewat. Bahwa apa yang pernah dia lakukan adalah peristiwa masa lalu dan tak akan diulanginya lagi. Hal itu tak akan terjadi di masa depan dan Fang Fang bersumpah. Dan ketika kekasihnya percaya namun tentu saja kurang puas maka Sylvia berkata sebaiknya mereka cepat-cepat menikah dan pergi meninggalkan negeri itu. "Kau harus melamarku, lalu kita meninggalkan Tiong-goan." "Hm, tentu. Tapi aku masih harus menunggu guruku, Sylvia. Tapi kenapa harus meninggalkan negeri ini" Tidak kerasankah kau di sini?" "Bagaimana bisa kerasan" Kalau kau bertemu lagi dengan bekas kekasih-kekasihmu itu tentu semuanya bisa runyam, Fang Fang. Aku tak menghendaki itu dan ingin pergi!" "Baiklah," Fang Fang merah mukanya. "Aku akan mengikutimu dan boleh atau tidak suhu akan kupaksa!" Sylvia girang. Akhirnya Fang Fang berjanji bahwa begitu gurunya tiba lamaran akan segera dilakukan. Perkawinan a-kan dicepatkan dan mereka pergi meninggalkan Tiongkok. Fang Fang sudah siap untuk ke Inggeris, negeri asing di mana merupakan negeri calon isterinya itu. Dan ketika malam itu mereka berpisah dan Fang Fang melepas kekasihnya dengan penyesalan maka pemuda ini mengecup kening kekasihnya dengan kata-kata bersalah, "Sylvia, maafkan aku. Tapi aku telah berkata jujur. Mudah-mudahan kau tak membenci aku dan tidak meninggalkan aku." "Sudahlah," gadis itu mendorong. "Sekarang aku harus menghadapi ayah, Fang Fang. Dan aku tak tahu bagaimana kata ayah nanti." "Kalau dia tak setuju?" "Aku tetap pada pendirianku!" "Maksudmu?" "Aku tetap mencintaimu, Fang Fang. Perbuatanmu adalah perbuatan wajar laki-laki pada umumnya. Itu kaulakukan sebelum bertemu denganku. Kalau sudah, hm .... tentu aku meninggalkanmu!" "Maaf, terima kasih, Sylvia. Baiklah, sampai ketemu lagi!" Fang Fang menunduk, mencium jari kekasihnya itu dan gadis itupun berkelebat pergi. Dan ketika Fang Fang masih termangu dan berdebar tak enak, diam-diam ingin mengetahui bagaimana reaksi calon ayah mertuanya ma-| ka diapun berkelebat dan... membayangi kekasihnya itu. -0-dwkz-kei-0- "Nah, ceritakan," tuan Smith ternyata menunggu. "Bagaimana jawaban Fang Fang Sylvia. Apa katanya dan apakah benar atau tidak berita yang kudengar itu!" Sylvia masuk, menutup pintu kamar. Lalu ketika gadis itu terisak dan meremas jari tangannya dia mengangguk. "Apa yang ayah dengar memang benar. Fang Fang mengaku..." "Hm, apa kataku?" sang ayah bangkit, langsung bersinar-sinar. "Sudah kuduga pemuda itu bukan pemuda baik-baik, Sylvia. Dan sebaiknya kauputuskan hubunganmu dengan murid si Dewa Mata Keranjang itu!" "Tidak," Sylvia tiba-tiba mengejutkan ayahnya. "Fang Fang memang benar melakukan itu, ayah. Tapi semua dilakukan sebelum bertemu denganku. Dia tidak bersalah dan masih kuanggap jujur!" "Apa" Kau membelanya juga?" "Hm!" gadis, ini tersipu merah. "Aku telah melihat kejujurannya, ayah. Dan aku telah menetapkan hati bahwa dia tetap patut kucinta. Fang Fang memang telah mainmain dengan banyak wanita, tapi itu dilakukan sebelum bertemu denganku. Dan karena hal itu telah kutanyakan padanya dan dia menjawab dengan jujur maka aku masih menaruh harapan padanya untuk dapat menjadi calon suamiku yang baik. Kejujuran sulit dicari, apalagi dari laki-laki. Kalau Fang Fang masih memiliki kejujuran itu maka aku masih menganggapnya berharga dan pantas kubelai" "Kau gila!" sang ayah terkejut. "Apa yang terlihat belum tentu seperti apa yang terkandung, Sylvia. Bocah itu bisa saja pura-pura jujur untuk tetap memikat hatimu!" "Tidak," Sylvia menggeleng. "Kejujuran Fang Fang bukanlah kejujuran yang dibuatbuat, ayah. Kejujurannya adalah kejujuran sejati dari watak dasar. Dia adalah murid si Dewa Mata Keranjang, dan gurunya mendidik agar muridnya itu tetap bersikap ksatria, hal yang telah kubuktikan!" "Ah, kau kemasukan iblis. Pengaruh bocah itu rupanya telah benar-benar merasukimu! Celaka, kau tak dapat dinasihati lagi, Sylvia. Kau anak perempuan yang tak dapat diberi kata-kata baik oleh orang tua! Lalu, kalau begitu, bagaimana selanjutnya" Kau tidak memutuskan hubunganmu dan cepat-cepat saja menjauh?" "Tidak, justeru Fang Fang kusuruh cepat-cepat melamar diriku, ayah, begitu gurunya tiba. Aku ingin membawanya pergi dan hidup di negeri kita!" Sang ayah melotot. "Kau gila! Bagaimana kalau dia kambuh" Kaukira dia tak dapat mainmain perempuan dengan wanita-wanita di negeri kita?" "Hm, Fang Fang telah bersumpah, ayah. Dan aku....." "Sumpah itu bohong, dusta! Sumpah itu dapat dipermainkan dan tak dapat dipercaya!" "Tidak. Fang Fang bukan manusia seperti itu, ayah. Dan aku percaya padanya! Asal dia tetap di dekatku tentu aku dapat mengendalikannya!" "Braakk!" Mr. Smith menghantam permukaan meja. "Kau terlalu sekali, Sylvia. Kau benar-benar sudah mabok kepayang dengan bocah itu! Ah, ingin sekali kutendang murid si Dewa Mata Keranjang itu. Ingin kucampakkan dia dan kukubur hidup-hidup! Keparat, kau memalukan keluarga Smith!" "Hm, memalukan bagaimana, ayah" Apa yang telah kuperbuat?" "Eh, bukankah kau telah tergila-gila padanya" Bukankah di dunia ini seolah sudah tak ada lagi pemuda lain kecuali si Fang Fang itu" Dan kau menerimanya, Sylvia. Kau siap menjadi suami pemuda itu yang sudah galang-gulung dengan banyak wanita. Laki-laki atau pemuda yang sudah bersikap seperti itu tak dapat dipercaya lagi dalam sebuah perkawinan!" "Ayah terlalu kejam," Sylvia tiba-tiba menangis. "Lalu bagaimana pandangan ayah tentang calon menantu yang baik" Bukankah harus bangsa Barat dan sama-sama ras" Bukankah harus juga orang kulit putih di mana menurut ayah hanya orang kulit putih sajalah yang memiliki martabat tinggi" Kau tak adil, yah. Kau tak berperikemanusiaan. Sikapmu yang diskriminatif begini hanya memecah-belah persatuan umat di dunia!" Sang ayah melengking. Tiba-tiba saja tuan Smith meledak dalam satu kemarahan luar biasa, membentak dan meloncat menampar puterinya itu. Dan ketika Sylvia menjerit dan roboh terpelanting tiba-tiba pintu kamar terbuka dan masuklah James, puteranya. "Ayah, apa ini" Kau ribut-ribut malam-malam begini?" "Adikmu... adikmu....!" laki-laki itu menggigil, menuding, hampir tak dapat bicara. "Dia mengatakan aku tak berperikemanusiaan, James. Adikmu ini sekarang menjadi luar biasa kurang ajarnya setelah bergaul dengan Fang Fang! Ah, keparat dia. Terkutuk. Sylvia sekarang berani kepada orang tua sendiri!" James terkejut. Dia lari ke kamar itu karena mendengar ribut-ribut dan suara pertengkaran, mendobrak dan melihat adiknya roboh terpelanting, ketika baru saja ditampar ayahnya. Dan ketika pemuda itu tertegun mendengar kata-kata ayahnya maka tuan Smith jatuh terduduk dan batuk-batuk. Ramailah suasana di kamar ini. Sekarang Sylvia menangis dan tersedu-sedu. Kakaknya bengong namun cepat mengangkatnya bangun. Dan ketika pemuda itu beralih pada ayahnya dan memberikan obat maka laki-laki setengah baya itu bangkit berdiri, terhuyung. "Aku tak mau minum obat dari kamar ini. Biar aku kembali!" Sylvia mengguguk. Akhirnya sang ayah tertatih gemetar melewati dirinya. Tuan Smith tak mau lagi melihat puterinya itu dan menjeritlah Sylvia oleh tangis yang menyayat. Tapi ketika pintu kamar dibanting dan kakaknya menahan maka Sylvia ditanya apa yang sebenarnya telah terjadi. "Masalah Fang Fang... masalah hubunganku dengannya...." "Hm, ada apa lagi" Bukankah sudah disetujui ayah dan tak ada apa-apa?" "Tidak.... tidak! Ayah... ayah.... ah, bagaimana harus kujelaskan" Ayah mendengar bahwa Fang Fang seorang mata keranjang, James. Dan aku diminta agar melepaskan hubungan dengannya!" "Hm, mata keranjang" Maksudmu seperti gurunya?" "Ya." "Dan bagaimana hasilnya" Apakah benar dia..." "Tidak, itu dulu! Dulu sebelum Fang Fang bertemu denganku. Pemuda itu mengakui semua perbuatannya dan memang benar dulu dia menjalin hubungan dengan banyak gadis-gadis cantik, James. Tapi setelah dia bertemu denganku dan kami saling mencinta Fang Fang tak pernah melakukan itu lagi!" "Hm, aku juga mendengar begitu..." "Mendengar bagaimana?" "Bahwa Fang Fang galang-gulung dengan gadis-gadis cantik. Tapi aku tak mau memberitahukan ini padamu!" Sang adik terkejut, terbelalak. "Kau... kau juga tahu?" "Maaf," sang kakak menunduk. "Aku sudah tahu beberapa hari yang lalu, Sylvia. Tapi terus terang aku tak suka menceritakannya kepadamu. Aku melihat cintamu kepada Fang Fang demikian besar, dan Fang Fang kulihat tak pernah melakukan yang macam-macam setelah hubungannya denganmu." "Ah!" Sylvia tersedu, menubruk kakaknya ini. "Kau baik, James. Kau memang kakak yang baik! Tapi bagaimana pendapatmu tentang Fang Fang itu" Dapatkah dia dipercaya?" "Lho?" sang kakak tersenyum. "Kaulah yang lebih tahu itu dari aku, Sylvia. Kau yang lebih mengenalnya karena kalian rantang-runtung!" "Tapi kau diam saja! Berarti kau..." "Benar," pemuda ini memotong. "Aku mempercayai Fang Fang, Sylvia. Kalau tidak, hmm, tentu aku sudah mencegah hubunganmu dengannya! Fang Fang adalah pemuda gagah, wataknya cukup ksatria. Barangkali sepak terjangnya yang lalu adalah akibat sepak terjang gurunya saja!" "Benar," Sylvia gembira. "Apa yang kausimpulkan adalah benar, James. Tindakan Fang Fang dulu-dulu itu memang sebagian karena ajaran atau dorongan gurunya. Aku sudah menanya pemuda itu dan Fang Fang tidak menyangkal!" "Kau menanyainya?" "Karena ayah kukira bohong!" "Hm, lalu bagaimana reaksinya, Sylvia?" "Dia berterus terang. Fang Fang jujur!" "Ah, hebat!" pemuda ini kagum. "Jarang ada pemuda yang mau mengakui perbuatanperbuatan buruknya, Sylvia. Apalagi kalau sudah menyangkut wanita. Dan dia sudah berhubungan pula denganmu! Ah, Fang Fang telah mengambil resiko dengan putusnya hubungannya kalau kau sudah tak dapat menerima dan marah-marah padanya!" "Aku memang marah-marah, tapi aku mencintanya karena dia tetap jujur!" "Ah, semoga tak ada sesuatu lagi yang buruk!" James memeluk adiknya. "Fang Fang adalah pemuda pilihan, Sylvia. Kuharap kau bahagia dengannya. Sebaiknya kalian cepat menikah dan meninggalkan negeri ini!" "Ya, aku sudah minta itu kepada Fang Fang." "Dan bagaimana jawabnya?" "Menunggu gurunya." Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Hm, benar. Dewa Mata Keranjang katanya dikirim ke perbatasan, memadamkan pemberontakan. Kalau orang tua itu cepat kembali dan mau segera melamarmu untuk muridnya memang sebaiknya kalian cepat pergi dan menikah!" "Dan kau tetap mendukungku, James?" "Kenapa tidak?" pemuda ini tersenyum. "Kau adikku satu-satunya, Sylvia, dan perempuan lagi. Aku akan mendukungmu dan membelamu! Sudahlah, sekarang kau beristirahat dan besok ayah akan kubujuk!" pemuda ini tertawa, mencium kening adiknya dan berputarlah dia meninggalkan adik perempuannya. Tapi ketika Sylvia berseri-seri dan girang bahwa kakaknya selalu membelanya tiba-tiba gadis ini meloncat menyambar. "Tunggu, ada sesuatu yang ingin kutanya!" "Hm, apa?" "Berita itu. Dari mana kaudapatkan, James" Dan dari mana pula ayah tahu itu?" "Ah," pemuda ini tiba-tiba berkerut kening. "Kukira tak perlu kauketahui, Sylvia. Semua orang agaknya tahu atau dapat menduga karena Fang Fang adalah murid si Dewa Mata Keranjang!" "Tidak, itu bukan jawaban, James. Lebih baik kau terus terang dan katakan padaku!" "Aku keberatan," kakaknya menarik diri. "Tak perlu kau tahu, Sylvia. Cukup apabila kauketahui bahwa aku tetap melindungi dan berdiri di belakangmu!" "James...!" Sang kakak sudah menutup pintu kamar. James tak mau menjawab dan Sylvia tibatiba menggigit bibir. Dan ketika gadis itu tak puas dan membuka pintu kamarnya mendadak gadis ini berkelebat dan menangkap kakaknya kembali. "James, bukankah Michael yang memberitahumu" Bukankah jahanam itu?" James terkejut. "Kau bilang apa" Aku tidak menyatakan siapa-siapa, Sylvia. Lepaskan dan pergilah tidur!" Sylvia didorong, ganti terkejut dan berjalanlah pemuda itu dengan langkah lebar menuju ke tempatnya sendiri. Dan ketika sang adik masih tertegun dan pemuda itu lenyap di tikungan maka Sylvia terisak dan Fang Fang yang diam-diam menonton semuanya itu dari atas menahan napas dalamdalam. Keparat, banyak orang sudah mulai mengetahui sepak terjangnya. Bagaimana kaiau keadaan semakin memburuk dan berbahaya saja" Ah, dan dia harus mempertanggungjawabkan semuanya itu. Dia tak akan dapat mengelak dan Fang Fang tiba-tiba saja mengeluarkan keringat dingin teringat semua perbuatan-perbuatannya dengan Eng Eng maupun Ming Ming, juga gadis-gadis lain yang pernah dicintainya dan digauli. Dan teringat betapa Ceng Ceng hamil dan gadis itu mengandung gara-gara perbuatan mereka berdua maka Fang Fang serasa dihantui bayangan raksasa yang amat menakutkan. Bagaimana kalau kejadian ini diketahui Sylvia juga" Mungkinkah gadis itu tahu" Ah, tak mungkin. Ceng Ceng maupun yang lain-lain tak tahu kalau dia ada di sini. Nenek-nenek lihai dan anak-anak muridnya itu tak ada yang tahu kalau suhunya lari dan bersembunyi di istana. Kalau dia ketahuan maka gurunya juga berarti ketahuan. Dan hal itu tak mungkin. Suhunya menjamin bahwa istana adalah tempat yang a-man. Tak akan ada yang tahu dan dia boleh menenteramkan hati. Dan ketika Fang Fang teringat ini maka diapun terhibur dan sedikit tetapi pasti dia dapat menenangkan diri, melihat Sylvia berkelebat memasuki kamarnya dan gadis itupun memadamkan lampu. Ah, Fang Fang lega meskipun tak tenang seratus persen. Dan ketika malam itu dia kembali ke kamarnya dan kebat-kebit memikirkan perbuatan-perbuatan masa lalunya maka Fang Fang diam-diam mendongkol kenapa gurunya tidak cepat pulang! Apakah gurunya itu keluyuran dan mendapat kekasih lagi" Dan karena gurunya adalah laki-laki perayu dan amat lihai merobohkan wanita maka boleh jadi hal itu terulang. Fang Fang gemas! Dia akan menegur gurunya itu kalau datang. Dia akan memprotes gurunya karena tiba-tiba saja dia melihat bahwa hal itu tak baik. Setelah dia bergaul dan berkenalan dengan Sylvia tiba-tiba saja sesuatu yang agung dan luhur dilihat pemuda ini dari kekasihnya itu. Sylvia amat menjaga kesucian, mengagungkan perbuatan-perbuatan baik dan segala hal yang tidak wajar tak pernah dilakukan gadis itu. Ah, betapa mulianya. Betapa agungnya! Dan ketika Fang Fang teringat bahwa gadis yang satu ini memang lain daripada yang lain maka dia kagum. Sylvia gadis yang hebat. Dalam keadaan terangsang dan dicumbu pun gadis itu tetap tak mau melakukan hubungan "intim". Padahal, gadis-gadis lain, seperti Eng Eng dan Ming Ming misalnya, akhirnya roboh juga setelah kena cumbu dan rangsangan berahinya. Eng Eng dan yang lain itu akhirnya bertekuk lutut oleh berahi. Mereka seolah tak mempunyai tameng untuk menjaga diri. Dan karena tameng itu tak dipunyai dan mereka akhirnya roboh dan menyerah maka Fang Fang menaruh kekaguman besar pada gadis kulit putih itu. Hm, selama hidup baru kali ini dia menemui model seperti itu. Sylvia berkata bahwa laki-laki adalah mahluk yang mau menangnya sendiri. Habis manis sepah dibuang, begitu kata gadis itu tentang laki-laki. Dan karena hal ini rupanya sudah merupakan pendirian atau sikap dari kekasihnya itu maka selama ini tak pernah Sylvia mau diperlakukan di luar batas. "Cukup, hanya berciuman saja. Atau aku akan memutuskan hubungan dan kita berpisah!" begitu pernah gadis itu bicara. Fang Fang penasaran dan coba bertindak jauh, melepas dan siap merebahkan gadis itu di atas rumput. Melihat naganya, Sylvia pun terangsang hebat dan Fang Fang melihat tanda-tanda itu. Tapi begitu keadaan mau memuncak dan Sylvia dapat menahan diri maka Fang Fang kaget dan tercengang juga. "Kita belum suami isteri. Aku tak mau bertindak jauh dan ternoda. Jagalah ini, Fang Fang. Seharusnya sebagai kekasih yang baik kau tak akan menjerumuskan aku!" "Hm!" Fang Fang merah mukanya, teringat itu. "Apakah salah, Sylvia" Bukankah kau kekasihku?" "Benar, tapi belum isterimu, Fang Fang. Kita hanya kekasih, seperti katamu sendiri! Kalau kau pemuda baik-baik justeru seharusnya kau ikut menjaga aku, bukan mau mengajak begituan!" Fang Fang terpukul. Sylvia menolak tegas dan gadis itu berkata bahwa perbuatan mereka tak boleh terlalu jauh. Kalau ada apa-apa pihak gadislah yang biasanya kalah. Kaum lelaki bisa seenaknya meninggalkan pergi dan gadis yang menjadi korban akan merana. Noda itu bakal tak dapat dihapus, aib itu akan melekat seumur hidup. Dan ketika semuanya itu membuat Fang Fang tertampar dan menjadi marah maka hari itu hampir saja menjadi hari pertikaian mereka. "Aku tak mengatakan kau sebagai lelaki seenaknya. Yang kukatakan adalah lelaki pada umumnya, kaummu yang biasanya bersikap kurang penuh tanggung jawab. Aku hanya menjaga diriku sendiri, Fang Fang. Tak perlu kau marah!" "Tapi kau menghinaku! Kau mengatakan aku kurang tanggung jawab!" "Siapa bilang begitu" Yang kukatakan adalah kebanyakan kaummu, Fang Fang. Dan bukti-buktinya banyak. Aku sekedar menjaga diriku sendiri dan kukira aku tidak salah! Atau kau mau memaksaku dan aku akan memaki-makimu!" Fang Fang terkejut. Sylvia akhirnya menangis dan menutupi mukanya. Pakaian yang tadi mau dilepas Fang Fang sudah buru-buru dikenakannya kembali. Dan ketika gadis ini mengguguk dan melompat pergi maka Fang Fang termangu-mangu mendengar semuanya itu, akhirnya sadar dan mengakui bahwa pada galibnya Sylvia hanyalah menjaga dirinya belaka. Gadis itu benar dan tak perlu dia marah. Dan ketika dia mengejar dan minta maaf maka untuk hari-hari kemudian Fang Fang tak berani cobacoba lagi. "Kau harus menjagaku, Fang Fang, bukan malah merusak! Kalau kau coba-coba lagi bertindak sejauh itu terpaksa aku melepas hubungan kita dan kaucarilah gadis yang lebih gampang!" "Maaf... maaf...!" Fang Fang terpukul, tapi juga sekaligus kagum. "Aku salah, Sylvia. Percayalah, lain kali aku tak akan mengulangi itu!" Sylvia terisak. Akhirnya hubungan mereka baik kembali dan rasa kagum yang besar akhirnya menambah rasa cinta di hati Fang Fang. Gadis Barat ini lain dari pada yang lain, benar-benar lain, istimewa! Dan ketika untuk selanjutnya hubungan mereka berjalan dengan lembut dan seperti biasa maka Fang Fang bangga dapat menjalin cinta dengan gadis kulit putih ini. Sayang terganggu dengan perbuatanperbuatannya di masa lalu dan hari itu peristiwanya terbongkar. Galang-gulung nya dengan gadis-gadis lain terbuka, Sylvia tahu dan tuan Smith pun tahu. Ah, calon mertuanya itu tahu! Dan ketika malam itu Fang Fang tak nyenyak tidurnya karena diganggu bayang-bayang menakutkan maka dia coba tidur dengan membenamkan kepala di bawah bantal. Lalu mencaci-maki gurunya yang dianggap gara-gara Fang Fang pun akhirnya terlela dan tidur setelah menjelang pagi. -o-dwkz-kei-o - Mari kita tinggalkan sejenak pemuda yang lagi dirundung resah ini. Fang Fang memang boleh memaki-maki gurunya, dan Sepantasnya pemuda menegur gurunya pula karena kenapa gurunya itu tak segera pulang. Karena Dewa Mata Keranjang, kakek yang dimintai tolong membekuk tokoh-tokoh pemberontak di perbatasan sana ternyata memang menyeleweng dari tugasnya! Apa yang terjadi" Kebiasaan sikap yang buruk! Dewa Mata Keranjang, yang seharusnya cepat-cepat ke perbatasan ternyata mendapat "gangguan" di tengah jalan. Kakek ini sedang terbang dengan cepatnya ketika satu hari kemudian dia tiba di kota Ci-po, yakni sehari perjalanan lagi sebelum mencapai perbatasan. Dan ketika dia sedang enak-enaknya melakukan perjalanan cepat tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar denting senjata beradu, disusul bentakan-bentakan dan lengking marah seorang wanita. Ah, mendengar suara wanita tiba-tiba saja kaki kakek ini tak mau bergerak, berhenti dan menoleh. Dan ketika jerit atau pekik wanita itu disusul tawa dan sorakan panjang pendek maka kakek ini berkelebat dan sudah meluncur ke kiri, mendekati hutan yang penuh pohonpohon pek. Kakek ini memang akan selalu tertarik kalau dia mendengar suara wanita, apalagi kalau wanita itu berumur empatpuluhan dan tubuhnya masih terawat baik. Ada kesukaan di hati kakek ini untuk menikmati dan berkenalan dengan wanita-wanita separuh baya. Untuk yang muda, yang masih gadis, aneh sekali kakek ini tak begitu suka. Fang Fang pernah menanyakan kenapa gurunya bersikap seperti itu dan lain dari orang-orang tua lain. Dan ketika kakek ini tertawa dan berkata bahwa wanita-wanita yang sudah empatpuluhan begitu biasanya sudah "matang" dan tidak bau kencur maka Fang Fang melongo mendengar kata-kata kakek yang luar biasa ini. "Aku bukan pelalap daun-daun muda. Aku sudah tua, itu bagianmu. Ha-ha, bagiku yang nikmat adalah justeru wanita-wanita separoh baya, Fang Fang. Mereka itu tak perlu diajari lagi dan biasanya sudah tahu bagaimana memainkan seni bercinta. Yang pupuk bawang, yang kinyis-kinyis itu masih ingusan. Aku tak menginginkannya, sudah bukan jamanku. Biarlah mereka yang muda-muda menjadi bagianmu dan yang tua-tua adalah bagianku. Ha-ha!" "Suhu tak suka pada yang muda-muda" "Weh, suka bagaimana, bocah" Aku hanya ingin bersenang-senang dalam menyelesaikan sisa hidupku yang tidak seberapa ini. Dan aku ogah mengajar yang muda-muda itu. Lagi pula, sudikah mereka dengan orang yang sudah setua bangka aku" Ha-ha, kalau di dunia ini tak ada pemuda-pemuda macammu barangkali kesukaanku akan kurobah, Fang Fang. Tapi karena kau generasi penerusku biarlah kau yang menikmati yang muda-muda dan aku si tua bangka ini yang tua-tua. Haha!" Fang Fang melongo. Kata-kata gurunya ini aneh. Biasanya, begitu yang sering dia dengar, kakek-kakek macam gurunya ini justeru doyan daun-daun muda. Mereka itu sering diincar dan pasti disambar, itu kenyataannya. Tapi bahwa gurunya membiarkan yang muda-muda untuknya sementara yang tua-tua biarlah menjadi bagian gurunya saja maka dia tersenyum dan tertawa lebar. "Suhu aneh. Kenapa lain dari orang-orang tua lain" Kalau aku, hmm... justeru sebaliknya, suhu. Kalau aku seusiamu barangkali aku tetap mengincar yang muda dan kinyis-kinyis!" "Ha-ha, kalau begitu kau lebih hebat daripada gurumu. Terserah, lakukan saja besok dan sementara ini kesukaanku adalah betina-betina tua. Tua tapi masih penuh semangat, ha-ha!" Fang Fang tersenyum geli. Percakapan sekilas itu telah memberi gambaran bahwa gurunya ini memang kakek yang aneh. Dewa Mata Keranjang memang menyukai yang setengah baya karena yang setengah baya itu katanya sudah matang, siap pakai dan tak perlu diajari, lain dengan yang masih muda dan kinyis-kinyis. Dan karena ini sudah merupakan kesukaan dan repot kalau bicara tentang yang tidak disukai maka hari itu kebetulan sekali kakek ini mendengar jerit atau lengking kemarahan seorang wanita empatpuluhan! "Ha-ha, rejeki apa ini" Menjalankan tugas pun mendapat panggilan wanita merdu. Ah, biarlah, kutengok sebentar dan agaknya sesuatu yang menyenangkan sudah siap di depan mataku!" kakek ini berkelebat, bergerak menyambar seperti burung dan akhirnya tibalah dia di tempat itu, sebuah tepian hutan di mana seorang wanita sekitar empatpuluhan sedang dikeroyok dan dikelilingi laki-laki tinggi besar, tujuh orang jumlahnya dan tertawalah tujuh laki-laki itu mempermainkan wanita ini. Mereka mengeluarkan kata-kata jorok dan pemimpinnya, seorang laki-laki berpakaian hitam berkali-kali menangkis pedang di tangan wanita itu seraya tangannya yang lain mengusap atau meremas pinggul wanita itu, yang bulat dan masih penuh! Dan ketika pertempuran menjadi tak imbang karena wanita itu terdesak, sementara pedang dan kakinya mulai terhuyung-huyung maka Dewa Mata Keranjang mendengarkan percakapan di antara mereka, terkejut melihat sesosok tubuh laki-laki terbujur kaku di luar pertempuran. "Ha-ha, menyerahlah, Mien Nio. Kali ini kau pasti tertangkap. Sudahlah, kau ikut aku dan kita akan mendirikan keluarga besar!" "Keparat, tutup mulutmu!" wanita itu, yang menangis dan membentak marah berseru keras. "Kau jahanam keparat, orang she Gak. Kau tak tahu malu dan telah membunuh suamiku!" "Ha-ha, bukankah pantas" Suamimu tak dapat membuat anak, kalian sudah sepuluh tahun belum juga memiliki keturunan. Lihatlah, aku datang dan kau akan segera melihat hasilnya!" "Ha-ha, benar!" yang lain bersorak. "Gaktwako pandai membuat anak, Mien Nio. Tidak sampai setahun kau pasti mempunyai turunan. Hayo, turutlah kata-kata Gaktwako karena sudah lama ia mencintaimu!" "Keparat, kalian semua bermulut kotor... cring-trang!" dan si wanita yang merah padam menangkis serangan lawannya tiba-tiba terjengkang karena golok di tangan Gaktwako, si laki-laki tinggi besar menghantam dengan amat kerasnya, membuat dia roboh dan nyaris saja pedang di tangannya terlepas. Wanita ini menjerit dan melengking bergulingan, meloncat bangun, dikejar dan menangkis lagi dan repotlah keadaannya karena dia sudah benar-benar terdesak. Tujuh lawan mengeroyoknya sekaligus rupanya terlalu berat bagi wanita ini. Maka ketika dia memutar pedangnya namun masih juga kalah kuat maka akhirnya pedangnya terlepas dan menubruklah si tinggi besar itu. "Ha-ha, sekarang tertangkap, Mien Nio. Kau roboh dan menyerah di pelukanku!" wanita itu menjerit, terjengkang dan benar saja sudah roboh bergulingan bersama laki-laki tinggi besar itu. Gaktwako, laki-laki ini, mendekap sambil tertawatawa. Dia bergulingan membawa wanita itu sambil menciumi dan menggerayangi. Teman-temannya yang lain berhenti dan tertawa-tawa pula. Dan ketika wanita itu mengeluh dan kaget diciumi sana-sini maka pakaiannya dirobek dan mulai dilepas. "Tidak, jangan! Bunuhlah aku, orang she Gak. Ah, bunuhlah aku!" "Ha-ha, kau tak mau menurut. Kenapa harus kuikuti kalau kau terus melawan" Tidak, biarlah teman-temanku ini menjadi saksi, Mien Nio. Aku akan meresmikanmu sebagai isteriku di tempat ini juga, ha-ha!" Gaktwako sudah tertawa bergelak, beringas dan penuh nafsu dan pucatlah wanita itu oleh pelukan atau dekapan lawan yang kuat. Dia tak berdaya dan sebentar lagi dia akan digagahi di situ, "diresmikan" sebagai isteri laki-laki buas ini di depan enam pasang mata lakilaki lain yang menonton! Betapa biadabnya, betapa tak tahu malunya! Dan ketika wanita itu menjerit sambil berteriak-teriak namun tak berdaya maka sebelah celananya mulai direnggut. "Bret!" Enam yang lain bersorak. Mereka tertawa-tawa dan melihat pemimpin mereka sudah merenggut celana itu. Paha yang mulus putih tampak dan enam orang ini mengilar. Dan ketika wanita itu berteriak-teriak namun sebelah celananya lagi ditarik dan dilepas maka tinggallah wanita itu dengan celana dalam yang tipis merangsang. "Ha-ha, tarik terus, twako. Tarik terus! Kami akan menjadi saksi bahwa wanita ini akan menjadi isterimu!" Dewa Mata Keranjang terbelalak. Tiba-tiba saja dia akan segera melihat jalannya sebuah pertunjukan menjijikkan. Wanita itu akan diperkosa dan si aki tinggi besar sudah menggumuli lawannya itu. Wanita ini kalah kuat karena sebelumnya dia sudah kehabisan tenaga. Dewa Mata Keranjang terbelalak dan marah sekali. Dan karena jelek-jelek diapun bukanlah seorang pemerkosa meskipun dia senang bermain-main dengan wanita cantik maka kakek ini berkelebat dan sebuah jeritan?ngeri terdengar di situ. "Lepaskan dia.... dess!" Laki-laki itu mencelat. Orang she Gak ini terlempar dan berteriaklah laki-laki itu karena tubuhnya tahu-tahu terangkat naik dan melayang tinggi, jauh terbanting dan kelengar di sana, menguik-nguik, persis babi. Dan ketika enam temannya terkejut karena Dewa Mata Keranjang tahu-tahu berdiri dan sudah membangunkan wanita ini, memberikan pakaiannya dan menyuruh wanita itu mundur maka enam laki-laki jahat yang terbelalak serta kaget itu tiba-tiba meraung dan menerjang gusar, tak mengenal siapa lawannya ini. "Keparat, seorang pengacau mengganggu kesenangan kita. Bunuh, serang dia!" Dewa Mata Keranjang tertawa mengejek. Enam orang itu bergerak cepat Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menyerangnya, golok dan senjata lain berhamburan dengan amat ganas. Tapi ketika dia berkelebat dan hilang dari pandangan enam orang ini maka semua lawanlawannya itu kaget karena tak tahu di mana musuh mereka berada. "Heii, siluman...!" "Iblis!" Mereka memutar tubuh. Mereka sudah celingukan dan mencari ke sana ke mari namun kakek itu tak ada di manapun. Tapi ketika mereka membalik karena serangkum angin tahu-tahu berkesiur mendadak semuanya menjerit ketika tahu-tahu terlempar oleh sebuah tendangan berputar. . "Kalian pun enyah.... des-des-dess!" Semua berteriak. Mereka terguling-guling dan kaget setengah mati, kakek itu tahu-tahu muncul di belakang dan mereka pun mendapat hadiah tendangan. Dan ketika mereka bergulingan meloncat bangun dan muka mereka pun pucat dengan perasaan gentar maka Gaktwako, pemimpin mereka sudah hilang kaget dan sakitnya oleh serangan lawan. "Dia... jahanam itu... bunuh!" si tinggi besar ini hampir tak dapat berkata-kata, geram dan marah oleh rasa gusarnya yang luar biasa. Dia tentu saja juga tak mengenal lawannya itu. Sudah bertahun-tahun Dewa Mata Keranjang menyembunyikan diri, di puncak gunung. Maka ketika Gaktwako membentak dan geram menyambar goloknya maka laki-laki ini sudah mendahului dan menerjang penuh kemarahan, membangkitkan keberanian teman-temannya dan enam laki-laki itupun akhirnya maju lagi dengan perasaan sombong. Mereka tak takut lagi apalagi melihat kakek itu tak bersenjata, dua kali hanya mempergunakan kaki tangannya sementara merekapun bertujuh. Tapi begitu mereka bergerak dan menerjang sengit tiba-tiba kakek ini berkelebat dan... hilang lagi "Awas...!" Teriakan ini terlambat. Muncul seperti siluman atau iblis di siang bolong tibatiba Gaktwako mendapat tamparan dua kali. Laki-laki itu menjerit dan terlempar, empat giginya rontok! Dan ketika yang lain kaget serta mau menjaga diri tahutahu kakek itu tertawa perlahan dan sudah berkelebatan di sekeliling mereka. Lalu ketika mereka tak tahu apa yang terjadi karena bayangan kakek itu tak dapat diikuti mata maka duabelas tamparan sudah susul-menyusul mendarat di pelipis mereka. "Plak-plak-plak!" Orang-orang ini mengaduh. Sekarang mereka ngeri dan pucat memandang kakek lihai itu, empat gigi mereka juga rontok seperti pemimpinnya. Dan ketika mereka ngeri dan gentar serta kaget maka Gaktwako, yang tiba-tiba menyadari berhadapan dengan seorang yang amat hebat tiba-tiba memutar tubuhnya melarikan diri. "Ha-ha, baru sadar!" Dewa Mata Keranjang tertawa geli. "Memang seharusnya begitu, tikus-tikus busuk. Atau aku akan membunuh kalian dan bukan hanya gigi yang rontok melainkan nyawa kalian!" "Tidak!" wanita di sebelah tiba-tiba melengking. "Yang lain boleh lolos, inkongTapi yang satu ini tak boleh melarikan diri... singg!" pedang di atas tanah tibatiba disambar, cepat dan kuat dan tahu-tahu mengejar punggung si Gaktwako. Lakilaki ini sedang lari tak menghiraukan belakangnya, dia ingin cepat-cepat menjauhi si Dewa Mata Keranjang. Tapi begitu pedang menyambar dan mengenai punggungnya tiba-tiba laki-laki ini berteriak dan roboh terjerembab. "Cepp!" Pedang itu tembus ke dada. Si Gak twako roboh dan tidak bergerak lagi, tewas karena jantungnya robek dan pecah. Dan ketika yang lain semakin ngeri dan gentar maka masing-masing tunggang-langgang dan menyelamatkan diri. "Ampun... tobat...!" Wanita itu menggigil. Kalau saja dia masih mempunyai pedang lagi barangkali dia akan menimpuk orang-orang itu. Dia menggigil dan melotot memandang sisanya. Tapi begitu teringat dan membentur sosok tubuh suaminya, laki-laki itu, mendadak wanita ini mengguguk dan menubruk mayat itu. "Suamiku, orang she Gak itu telah kubunuh. Lihatlah, dia terbang ke alam baka!" Dewa Mata Keranjang tertegun. Dia tak menyangka timpukan itu tapi akhirnya membiarkan saja. Orang she Gak itu memang pantas dibunuh. Perbuatannya tadi yang hampir menggagahi dan memperkosa wanita ini memang sepantasnya mendapat hukuman setimpal. Maka menarik napas panjang dan menunduk wajah laki-laki yang terbujur kaku itu tiba-tiba kakek ini bergerak dan menyentuh pundak wanita ini. "Suamimu?" "Beb... benar...!" wanita itu tersedak-sedak. "Orang she Gak itu dan kawan-kawannya membunuhnya, inkong (tuan penolong). Kami dikeroyok tapi kami terdesak, suamiku tewas dan akhirnya aku hampir saja... hampir saja...." "Sudahlah," Dewa Mata Keranjang terharu. "Orang yang membunuh suamimu sudah kaubunuh pula, hujin (nyonya). Dan kau tak perlu bersedih." "Tapi aku sendiri! Aku sebatangkara!" "Hm, siapa bilang" Di dunia ini orang tak perlu merasa sendiri, hujin. Ada banyak orang lain yang siap membantu dan meringankan penderitaan orang lain. Dan satu di antaranya adalah aku!" Wanita itu terkejut. Tiba-tiba saja dia melihat pandang mata lembut dan halus dari Dewa Mata Keranjang ini. Pandang mata itu begitu lembut dan halus hingga serasa menembus ulu hatinya, menyusup dan sudah tinggal di sana tak mau keluarkeluar lagi, lekat dan sudah menjadi miliknya! Dan ketika wanita ini terkejut dan tentu saja merah mukanya tiba-tiba dia mundur dan Dewa Mata Keranjang menggenggam tangannya! "Jangan khawatir, kau tak sendiri. Mundurlah dan biar kuurus jenasah suamimu ini!" Wanita itu tertegun. Dengan cepat dan amat luar biasa tiba-tiba kakek ini telah menusuk-nusukkan kelima jarinya ke tanah, mencongkel dan melempar-lempar tanah yang sebentar kemudian sudah berlubang. Dan ketika jenasah itu siap dimasukkan karena sebuah makam telah dibuat kakek ini maka kakek itu berdiri dan berkata tersenyum, "Nah, berilah penghormatan terakhir kepada mendiang suamimu ini. Setelah itu kita pergi!" Wanita itu seperti tersihir. Pandang mata dan sikap Dewa Mata Keranjang tibatiba saja seakan telah membetot semangatnya. Dia mengangguk dan bercucuran air mata mendengar kata-kata itu. Dan ketika sambil menangis ia menciumi wajah suaminya untuk terakhir kali maka Dewa Mata Keranjang mengangkat jenasah itu, meletakkannya hati-hati dan ditutuplah lubang kuburan itu. Tak ada tanya atau jawab di sini. Semuanya berlangsung hikmat dan cermat. Tapi begitu lubang selesai ditutup mendadak wanita ini, yang sejak tadi menahan-nahan tangisnya tiba-tiba roboh terguling dan pingsan! Dewa Mata Keranjang tidak terkejut. Dia sudah dapat menduga itu karena wanita biasanya ya memang begitu itu. Lemah menghadapi pukulan batin dan dia cepat menotok serta menolong wanita ini. Sambil mengurut dan berbisik-bisik lembut kakek ini selalu mengagumi tubuh wanita itu, yang memang masih bahenol! Dan ketika wanita itu sadar dan membuka mata maka yang pertama dibisikkan kakek ini adalah hiburan. "Tak guna menangisi yang mati. Bangkitlah, dan kau memulai sebuah jalan kehidupan yang baru!" "Ah!" wanita ini menangis, teringat lagi. "Mana bisa, inkong" Mana bisa aku melakukan itu" Aku baru saja kematian suamiku. Aku masih berduka!" "Hm, kalau begitu menangislah lagi. Lepas kedukaanmu itu dan menangislah sepuaspuasmu. Siapa tahu suamimu dapat hidup dan bangkit lagi!" Wanita ini terkejut. Tiba-tiba Dewa Mata Keranjang menjauh dan duduk tersenyum, menyuruh wanita itu menangis dan tentu saja wanita ini malah tidak menangis. Dia heran dan tercengang oleh sikap dan kata-kata kakek itu, yang memang aneh! Dan ketika dia tertegun dan menjublak di sana, tak dapat berkata-kata maka kakek itu tertawa dan berseru, "Hei, kenapa tidak menangis, hujin" Bukankah kau ingin menangis" Ayolah, menangis yang puas dan biar kutunggu di sini!" Wanita itu tiba-tiba tersipu. Untuk pertama kalinya dia tersenyum malu-malu. Kata-kata itu membuatnya geli dan tak terasa tiba-tiba dia tertawa, terkekeh! Tapi ketika dia terkejut dan kaget oleh kekehnya ini mendadak dia berhenti dan merah padam. "Ha-ha!" Dewa Mata Keranjang tertawa bergelak. "Begitulah seharusnya hidup, hujin. Tertawa dan bergembira. Kita semua pasti mati, dan orang lain pun juga begitu. Kenapa harus bersedih dan menghadapi peristiwa alam ini dengan kedukaan" Ha-ha, aku jadi ingin tertawa keras-keras kalau ada orang atau wanita yang menangis ditinggal suaminya. Seperti aku-pun akan tertawa dan terbahak kalau melihat suami ditinggal isterinya! Wah, bukankah ini lelucon belaka" Hayo, tertawalah, atau kau diam dengan wajar kalau malu untuk tertawa!" Wanita ini semburat. Akhirnya dia menahan debar perasaannya yang dag-dig-dug. Kakek ini aneh, bicaranya seperti orang gila tapi memang benar. Ah, siapakah dia" Dan dia telah diselamatkan luar dalam. Hm, kalau saja kakek ini tak datang dan orang she Gak itu bersama kawan-kawannya berhasil mempermainkan dan menggagahinya tentu aib sepanjang umur akan mengikutinya terus. Dia bergidik dan ngeri oleh bayangan itu. Dan ketika dia bersinar-sinar dan kagum memandang "orang gila" ini, kakek yang bicaranya tak keruan maka wanita itu cepat berlutut dan teringat bahwa dia berhutang budi, tak usah sakit hati oleh kata-j kata ganjil itu karena budi kakek itu jauh lebih besar daripada kata-katanya. "Maafkan aku," wanita ini gemetar. "Kau benar, inkong. Dan suamiku memang tak mungkin hidup lagi biarpun aku menangis dengan air mata darah. Maaf, siapakah nama inkong dan bolehkah aku tahu?" "Wah, kenapa berlutut" Bangkitlah, dan kita bicara yang enak!" Wanita ini terkejut. Tiba-tiba angin yang kuat mendorongnya dari bawah. Kakek itu hanya tampak mengangkat tangannya dan diapun bangkit berdiri! Dan ketika wanita ini terkejut namun juga kagum maka Dewa Mata Keranjang bangkit dari duduknya menepuk pundaknya. "Aku orang gila, boleh kau kenang itu. Siapa namaku aku sendiri tak tahu. Ha-ha, untuk apa mengenal nama, hujin". Nama itu kosong belaka, tak ada apa apanya!" "Tapi aku ingin mengenal tuan penolongku...." "Kau sudah kenal, sudah berhadapan! Untuk apalagi mengenal aku" Sudahlah, buang sebutan tuan penolong itu. Aku jadi risi karena aku tak ingin melepas budi. Apa yang terjadi sudah terjadi dan semuanya itu atas kehendak Yang Maha Kuasa. Nah, kita bercakap-cakap yang enak dan ceritakan siapa dirimu!" "Aku Mien Nio...." "Ya-ya, sudah kutahu itu! Maksudku, bagaimana orang-orang busuk tadi sampai mengganggumu!" . "Mereka itu jahanam!" nyonya ini tiba-tiba mengepal tinju. "Mereka itu bedebahbedebah terkutuk, inkong. Mereka...." "Sst, sudah kubilang agar tidak menyebutku inkong! Kenapa menyebut begitu lagi?" Dewa Mata Keranjang menegur, memotong. "Aku adalah pembela yang lemah dan siapa saja yang sewenang-wenang tentu akan kuhajar! Sudahlah, sebut aku... hm, siapa ya?" kakek ini garuk-garuk kepala, akhirnya tertawa lebar. "Baiklah, boleh kau mengenalku, hujin. Aku orang she Tan. Ha-ha, ya, begitu!" "She Tan" Dan nama lengkap inkong?" "Wah-wah, inkong lagi! Kenapa pelupa dan bodoh amat" Eh, panggil saja aku Tanloheng (kakak Tan), hujin. Nama lengkapku aku lupa! Ya, begitu. Tan-loheng, haha!" Nyonya ini semburat merah. Lawan yang tak mau memperkenalkan nama tentu saja membuat dia jengah kalau terlampau mendesak. Orang sudah menolong dirinya dan nama depannya sudah diketahui. Kakek itu minta agar dia menyebut saja Tanloheng. Dan karena sebutan itu dianggap cukup pantas karena usia mereka tak berbeda jauh maka nyonya ini menahan debaran hatinya ketika mengangguk dengan senyum malu-malu. "Baiklah, Tan-loheng. Lalu bagaimana?" "Bagaimana apanya" Kau yang bagaimana, karena kau belum habis bercerita!" Nyonya ini tertawa. Akhirnya dia menjadi geli dan akrab dengan sahabat barunya ini. Kakek ini kocak dan periang, wataknya begitu gembira dan rupanya selalu riang, terbawalah dia. Dan ketika dia juga tertawa dan kakek itu terbahak maka mereka menjadi akrab satu sama lain dan tiba-tiba saja nyonya ini tak mempunyai jarak lagi dengan tuan penolongnya itu. "Tan-loheng, kau lucu. Agaknya seumur hidup kau selalu periang dan tertawa belaka!" "Ha-ha, memangnya salahkah itu" Eh, hidup cuma sekali, hujin. Tak guna untuk bersedih atau berduka belaka. Aku memang periang, dan watakku sejak dulu suka humor! Kau suka humor?" "Semua orang kukira suka..." "Eh, bukan semua orang yang kutanya, melainkan dirimu! Sukakah kau dengan humor" Kau suka dengan yang serba lucu?" "Hi-hik, kau aneh, loheng. Tentu saja aku suka itu. Orang berhumor katanya awet muda!" "Ha-ha, seperti kau. Wah, kau ini juga awet muda. Kutaksir, hmm... umurmu tak. lebih dari tigapuluh satu tahun. Benar, tak akan lebih!" Dewa Mata Keranjang mulai melancarkan ilmu penakluk wanitanya, memuji dan berseri-seri dan wanita yang bersangkutan tentu saja tertawa merekah. Mien Nio tak tahu bahwa dia berhadapan dengan seorang jago penakluk wanita, pujian dan umpakan mulai dilancarkan kakek ini, sebuah senjata ampuh! Dan ketika dia menggeleng dan tertawa berkata bahwa umurnya tigapuluh sembilan maka Dewa Mata Keranjang purapura membelalakkan mata seolah tak percaya. "Masa" Kau tak bohong" Ah, tidak. Wajah dan tubuhmu tak menunjukkan setua itu, hujin. Kau baru tigapuluh satu tahun atau paling banter tigapuluh dua!" "Aku tigapuluh sembilan, dan hampir empatpuluh! Aku tak bohong dan kau boleh melihat KTP-ku!" "Masa?" kakek ini pasang aksi. "Ah, tampaknya tak masuk akal, hujin. Kalau begitu, ha-ha.... kau benar-benar awet muda!" Sang nyonya masuk perangkap. Dewa Mata Keranjang sudah memuji-mujinya dan pandai benar kakek ini mengambil hati. Kalau Fang Fang ada di situ tentu dia akan melihat betapa lihianya gurunya ini mengumpak dan menyanjung-nyanjung si nyonya, yang kini sudah menjadi janda. Dan ketika semuanya itu tentu saja membuat hati si nyonya senang dan sebentar kemudian nyonya ini sudah melupakan kematian suaminya maka Dewa Mata Keranjang tiba-tiba berkelebat dan bergerak ke kiri. "Hei, aku lupa!" Sang nyonya terkejut. Kakek itu menghilang tapi tak lama kemudian sudah muncul di balik batu besar, tadi kakek itu bergerak dan berkelebat ke arah batu besar itu. Nyonya ini tak dapat mengikuti dan tentu saja dia tersentak. Namun ketika kakek itu muncul dan membawa seekor kelinci gemuk, yang tadi ditangkap dan disambarnya maka kakek itu berkata sambil tertawa-tawa. "Aku lupa bahwa kau tentu lapar. Habis bertempur tentu sudah menguras tenaga. Nah, maukah kau memanggangnya, hujin" Nah, ini makanan bergizi!" Nyonya itu kagum. Dia tak tahu bahwa semua yang dilakukan Dewa Mata Keranjang adalah sesuai teknik menaklukkan wanita. Pertama tentu saja memuji-muji-nya dan kedua adalah memancing rasa kagum yang besar. Kalau laki-laki dapat melakukan dua hal itu maka untuk selanjutnya wanita akan mudah digenggam, begitulah teori kakek ini. Dan ketika benar saja wanita itu terkejut dan kagum melihat kehebatan si kakek, yang pandai menghilang dan cepat muncul kembali maka dia sudah menerima kelinci gemuk itu yang kepalanya ternyata sudah pecah disentil kuku jari si kakek! "Wah, gemuk sekali, dan gerakanmu luar biasa cepat! Waduh, hebat, loheng. Hebat dan mengagumkan! Ah, kau benar. Aku sudah lapar dan perutku berkeruyuk!" si nyonya menerima, cepat memuji dan memang dia kagum akan kelihaian kakek ini. Tadi merobohkan Gaktwako dan teman-temannya demikian mudah sekarang pun mampu menangkap seekor kelinci gemuk yang dia sendiri tak tahu kapan datangnya. Agaknya kakek itu tahu dari tajamnya pendengaran, bukti betapa hebatnya kakek ini. Dan ketika Dewa Mata Keranjang tertawa dan menyerahkan tangkapannya maka kakek ini mengangguk dan menghilang lagi, berkata akan mencari kayu-kayu kering dan benar saja tak i lama kemudian di situ sudah terkumpul i setumpuk kayu bakar! Dan ketika kakek itu membantu si janda cantik untuk menguliti dan membersihkan kelinci ini maka tak lama kemudian bau sedap kelinci panggang sudah menusuk hidung! "Ha-ha, lezat. Wow, tanganmu pun trampil sekali meracik bumbu! Ah-ah.... perutku pun berkeruyuk!" si kakek memuji bau masakan si nyonya, ganti membolak-balik daging di atas api dan senanglah si nyonya dipuji habis-habisan. Tadi tentang kemudaannya yang masih awet dan penuh pesona dan sekarang kehebatan jari-jarinya meracik bumbu. Wanita mana tak senang dipuji lahir batin" Maka ketika wanita itu terkekeh dan melihat ada yang matang sepotong maka cepat dia menyambar itu dan menyerahkannya pada si Dewa Mata Keranjang. "Loheng rasakan sepotong. Barangkali masih ada yang kurang!" "Ha-ha, kurang bagaimana, hujin" Diserahkan oleh jari-jari yang halus dan lentik macam tanganmu ini saja tiba-tiba semua masakan seolah sudah menjadi sedap. Wah, benar sedap. Luar biasa......wow!" -o-dwkz-kei-o - Jilid: XII KAKEK itu terbahak-bahak. Dewa Mata Keranjang melihat wajah si nyonya yang bersemu dadu. Pujiannya yang menyinggung tentang halus dan lentiknya jari si nyonya terang membuat wanita itu kemerah-merahan. Dewa Mata Keranjang memujinya dengan cara yang cerdik sekali, halus dan sopan dan tentu saja kata-kata kakek Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo itupun tidak terdengar kurang ajar. Ah, kurang ajar bagaimana" Justeru nyonya ini merasa senang, hati berbunga! Dan ketika tak lama kemudian kakek itu sudah menghabiskan sepotong dan potongan-potongan lain segera disambar dan ganti diberikannya kepada si nyonya maka kakek itu terbahak-bahak menyuruh si nyonya mencoba. "Sekarang kaurasakan, cobalah. Ah, rasanya benar-benar istimewa. Kalah segala ayam panggang di istana!" "Ih!" wanita itu terbelalak. "Loheng sudah pernah menikmati masakan istana?" "Ha-ha, setiap hari aku di sana, hu-jin. Eh, sudahlah. Jangan banyak tanya dan nikmati sepotong pangganganmu ini!" Dewa Mata Keranjang tak membuat lawan terkesima lebih jauh, sudah memberikan sepotong dan nyonya itu tampak tertegun. Dewa Mata Keranjang yang memberi tahu bahwa setiap hari katanya di istana tentu saja membuat wanita ini terkejut. Kalau begitu, kakek ini adalah orang istana, mungkin pembesar atau pengawal kaisar! Dan ketika nyonya itu mulai terbelalak dan semakin kagum maka daging yang disodorkan Dewa Mata Keranjang hampir lupa dimakannya, meski pun sudah diterima. "Hayo, jangan melenggong saja. Rasakan itu!" Si nyonya tersipu. Akhirnya dia menggigit dan Dewa Mata Keranjang menelan ludah melihat gigi yang putih kecil-kecil itu, seperti timun berderet. Aduh, manisnya. Dan karena Dewa Mata Keranjang adalah seorang laki-laki dan meskipun sudah berumur limapuluhan tetap saja dia seorang lelaki maka gairah kakek ini bangkit namun dia tidak cepat melakukan hal-hal yang dapat membuat lawan tersentak. "Ha-ha, bagaimana, hujin" Lezat, bukan" Ah, racikan bumbumu memang tepat. Ayam panggang atau babi panggang yang kunikmati di istana tidaklah senikmat ini. Ah, kau ahli masak jempolan!" Si nyonya tersenyum. "Loheng siapakah sebenarnya" Apakah dari istana" Coba kudengar siapa dan bagaimana asal-usul loheng." "Wah-wah, aku orang biasa. Banyak yang menyebutku si gila!" "Loheng tidak gila, loheng waras!" "Ha-ha, itu kata yang waras, hujin. Tapi bagi yang gila, yang tidak waras maka mereka akan menyebutku orang gila, ha-ha!" Nyonya ini tertawa. "Loheng suka bergurau..." "Hah, bukankah sudah kukatakan" Hidup sekali haruslah gembira. Bergurau memang kesukaanku!" "Dan loheng seorang yang baik!" "Ah, jangan memuji, hujin. Baik atau tidak hanyalah permainan pikiran belaka. Kalau orang diuntungkan, maka baiklah katanya. Tapi kalau dirugikan, wah, tentu tak baik katanya. Ha-ha, sudahlah. Aku tak berani menyebut diriku baik karena aku juga banyak menumpuk dosa, ha-ha!" Si nyonya tersenyum. Akhirnya dia merasa dekat dan akrab dengan sahabat barunya ini. Dewa Mata Keranjang memang baik dan telah melepas budi. Orang agaknya berwatak aneh dan sedikit tak menghiraukan tata tertib dunia. Baik atau tidak hanyalah permainan pikiran belaka, begitu katanya. Dan karena dia setuju dengan pendapat itu dan mengangguk kagum maka dia coba mengorek siapa sebenarnya kakek yang lihai ini, sayang selalu dikelit dan Dewa Mata Keranjang hanya ganda ketawa kalau setiap kali didesak. Tak terasa akhirnya kelinci panggang itu habis. Dan ketika kakek ini berdiri dan mengusap-usap mulutnya yang berminyak akhirnya Jodoh Rajawali 3 Pusaka Rimba Hijau Karya Tse Yung Dewi Maut 21