Ceritasilat Novel Online

Sengatan Satu Titik 2

Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo Bagian 2 Mendadak tangan kanan Demang Kebo Sora mengibas ke depan. Tiga pisau terbang segera menyambar tiga titik jalan darah mematikan di punggung si bayangan hitam. Si bayangan hitam, yang mengempit tubuh Ratna Dewi di ketiaknya dan karena itu punggungnya terbuka lebar, tidak terlihat melakukan apa-apa, tapi dalam jarak sepuluh senti tiba-tiba ketiga pisau terbang itu lenyap. Keruan semua orang semakin was-was, maklum manusia dengan ilmu kepandaian sedemikian tinggi bahkan membayangkannya pun mereka tidak pernah. Beberapa saat kemudian, setelah menenangkan pikirannya, Demang Kebo Sora tiba-tiba menemukan bahwa arah yang dituju oleh s i bayangan hitam adalah Kawah Belerang, tempat suara titir pertama kali terdengar. "Apakah keparat itu sedang kumat gilanya atau bagaimana?" desis Kiai Santun Paranggi perlahan. "Ya, cara berlarinya ini kenapa malah menuju kerumunan orang?" "Orang itu jelas tidak gila. Yang ku takutkan mungkin ia kelewat pintar." Sebuah suara menyambung dari belakang. Ketika Demang Kebo Sora melirik, suara itu ternyata berasal dari mulut Mahesa Manunggal. Diam-diam Ki Demang terkejut, "Anak muda ini sudah berlari sekian lama, tapi masih bisa merendengi diriku, apalagi nafasnya masih teratur." "Apa maksudmu?", terdengar Kiai Santun Paranggi membentak perlahan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kalau ia ingin bersembunyi, maka tempat yang paling baik adalah kerumunan orang banyak, dimana kita tidak akan bisa leluasa bertindak." Wajah Ki Demang agak berubah. Setelah sekian lama baru sekarang ia menyadari bahwa kecermatan Mahesa Manunggal ternyata tidak di bawah dirinya. Ia juga menyadari apa yang diperkirakan Mahesa Manunggal itu mungkin bisa terjadi. Tapi Ki Demang juga sedikit heran, biasanya Mahesa Manunggal tidak terlalu suka menonjolkan diri, sehingga dalam pemilihan kepala laskar muda, jabatan itu diraih oleh Pacak Warak, tapi malam ini, ia seperti begitu bersemangat. Nyala puluhan obor lamat-lamat mulai terlihat di kejauhan sana ketika dengan tiba-tiba bayangan hitam itu seperti mendadak terlontar ke belakang dan dengan kecepatan yang sulit dipercaya melayang melewati kepala orang-orang. Tidak seorang pun yang menyangka akan tindakan dari si bayangan hitam ini, bahkan ketika melayang balik ke belakang ia sama sekali tidak membalikkan tubuhnya. Gerak perubahan yang aneh dan lain dari yang lain ini tak urung sekalipun Kiai Santun Paranggi yang sudah berpengalaman juga kaget setengah mati. Akibat dari perbuatan si Bayangan hitam ini luar biasa, para pengejar yang rata-rata masih cetek ilmunya satu persatu terjatuh tumpang tindih, sebagian tertabrak tubuh teman di depannya, sebagian lagi bahkan tidak tahu lagi apa yang terjadi tiba-tiba kakinya tersandung sesuatu dan terguling. Hanya beberapa orang yang punya kepandaian cukup yang berhasil menempatkan diri. Tapi ketika mereka berbalik dan mencoba mengejar lagi, bayangan hitam itu sudah lenyap di telan malam. Dimana-mana hanya terdengar suara gaduh dan caci maki orang-orang yang terjatuh atau tersandung. "Luar biasa," desis Ki Demang Kebo Sora. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kiai Santun Paranggi menghela nafas, "Selama hidupku berpuluh tahun bahkan dalam mimpi pun aku tidak pernah membayangkan bahwa kejadian seperti malam ini bisa terjadi di dunia," "Bukan saja tindakannya luar biasa, tapi kepandaian orang itu juga sukar diukur," Sahut Ki Demang. Seorang baya dengan sepasang lengan kokoh menyeruak diantara orang banyak dan langsung berteriak, "Bagaimana dengan Ratna Dewi bocah cilik itu?" Ki Demang tersenyum, "Ku kira sementara ini kita tidak perlu terlalu khawatir tentang Ratna Dewi, menilik kepandaiannya yang sangat tinggi itu kalau ia ingin membunuh atau mencelakai Dewi maka hal itu sudah akan dilakukannya sejak tadi." Jawab Ki Demang sambil menepuk pundak Ki Jagabaya. "Lalu apa sebenarnya dari semua hal gila yang dilakukannya?" Kiai Santun Paranggi bertanya dengan penasaran. Sepasang mata KiDemang tiba-tiba berkerdip aneh, "Dan bagaimana pendapatmu Mahesa Manunggal?" Mahesa Manunggal menggelengkan kepala, "Aku tidak yakin, tapi seluruh pertunjukannya ini bukankah seperti sebuah pesan?" "Pesan apa?", Ki Jagabaya pun agak sedikit heran dengan sikap Mahesa Manunggal ma lam ini. Sekalipun dia tahu ada apa-apa antara Mahesa Manunggal dan Ratna dewi, tapi seseorang yang sedang cemas karena kekasihnya diculik tidak akan dapat berfikir sejernih dan secermat ini, apalagi anak muda dengan kulit coklat dan jari-jari kokoh itu biasanya hanya sibuk dengan hal-hal kesehariannya dan tidak mau tahu terhadap persoalan kademangan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mahesa Manunggal tidak langsung menjawab, ia malah bertanya kepada Kiai Santun Paranggi, "Kiai, satu tahun terakhir ini apakah Kiai pernah mendengar apa-apa tentang 'Kepala Naga yang hendak keluar'" Jantung Kiai Santun Paranggi berdesir tajam. Suaranya gemetar ketika ia membentak perlahan, "Dan dari mana kau tahu?" Mahesa Manunggal tidak menjawab. Perlahan ia menguarkan ikat pinggangnya, membuka baju luar dan pelanpelan mengeluarkan sebuah lipatan kulit kambing yang terlihat licin berkilat. Ketika perlahan Mahesa Manunggal membentang kulit kambing itu dan seorang anak muda mendekatkan obor yang dipegangnya seketika semua orang terkejut heran. Diatas kulit kambing itu terlukis sebuah kepala naga dengan tampang angker dan mengerikan, bersisik kuning emas semu hijau, dengan mata merah darah, dan mulut terbuka, memperlihatkan sepasang taring yang putih bagai awan, seakan siap menelan mangsanya. Tiga gerombol awan api membayang di latar lukisan itu. Yang paling aneh, dibawah lukisan itu, tercetak beberapa huruf, yang ditulis seperti tergesa-gesa, dua buah kalimat, Sindoro, dan, Dipa Saloka. "Dari mana kau dapatkan lukisan ini?" Tanya Ki Demang dengan suara bergetar. Mahesa Manunggal memandangi wajah Ki Demang sejenak, sebelum bertutur perlahan, "Satu bulan yang lalu Kademangan Jatingaleh ramai dengan pendadaran dan latihan pasukan khusus. Sekalipun kesibukan ini seperti disembunyikan, tapi tak urung tersebar juga di kalangan penduduk. Waktu itu kebetulan aku sedang berada di sana untuk membeli beberapa beberapa peralatan rumah. Ketika Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ aku mendengar selentingan ini dari pemilik warung, aku menjadi tertarik untuk melihat-lihat. Iseng-iseng aku pun mendatangi tempat latihan itu yang ternyata diadakan di hutan Pagriwo. Saat itulah aku melihat Demang Lembu Patik Pulung memegang lukisan ini dan seperti sedang termenungmenung. Ketika kulihat nama kademangan kita tertulis di lukisan ini maka aku pun menjadi khawatir dan pada malam harinya lukisan ini kucuri." Mendengar penuturan ini semua orang terdiam. Masingmasing sibuk dengan pikirannya masing-masing. Kiai Santun Paranggi mencoba mengurai hubungan antara Lukisan Kepala Naga dengan hilangnya beberapa belas pasukan kademangan Jatingaleh, juga pesan aneh daun lamtoro di dalam otak kuda. Semakin dipikir semakin jelas hubungan antara beberapa peristiwa itu. Tapi apa persisnya hubungan itu, Kiai Santun Paranggi hanya menggelengkangelengkan kepalanya yang terasa pening. Sedang Ki Demang justru tertarik dengan keterlibatan Mahesa Manunggal dalam misteri ini. Pemuda itu, yang seharihari acuh tak acuh dan selalu sibuk dengan sawahnya ternyata menguasai ilmu silat demikian tinggi. Kecermatan pikirannya juga tidak terduga, apalagi di tengah kerumunan pasukan khusus Jatingaleh, dengan Demang Lembu Patik Pulung, yang ia tahu berkepandaian tidak rendah, dan beberapa jago persilatan yang mungkin diundang oleh Jatingaleh, ternyata Mahesa Manunggal sanggup mencuri lukisan Kepala Naga itu dengan tidak terlalu sulit. Sementara Ki Jagabaya kembali terbayang pengalamannya dengan orang misterius yang menolongnya dengan sebatang ranting kecil. Di tengah keheningan itu Mahesa Manunggal kembali melanjutkan kata-katanya, "Ketika empat belas hari yang lalu aku kembali mengintip pusat latihan itu, kulihat Sepasang Dedemit bukit perahu dan Kelelawar Bersayap tunggal hadir Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ disana dan sedang berbincang-bincang dengan Demang Lembu Patik Pulung. Karena terlalu jauh, aku tidak bisa mendengar jelas pembicaraan mereka, apalagi malam itu bulan sedang purnama, sehingga suasana tidak terlalu gelap, maka aku pun tidak berani terlalu mendekat. Hanya dari gerak bibir mereka dapat ku baca berkali-kali mereka menyebut Dipa Saloka dan nama Ki Demang. Pagi harinya hal itu langsung ku laporkan kepada Kakang Pacak Warak." Pacak Warak yang sejak tadi terdiam sambil memegangi obor segera menyahut, "Dan sebelum matahari naik sepenggalah laporan itu sudah ku teruskan kepada Ki Demang." Demang Kebo Sora memandangi Mahesa Manunggal lekatlekat. Ada rona misterius di wajah pemuda itu yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat, "Dan kenapa kau tidak mengatakan kepadaku bahwa laporan itu berasal dari Mahesa Manunggal?" tanyanya kepada Pacak Warak. "Aku yang melarangnya. Kupikir kalau Ki Demang tahu bahwa laporan itu berasal dariku, maka laporan itu tidak akan terlalu meyakinkan, atau Ki Demang akan terlebih dahulu menanyai diriku, dengan begitu kewaspadaan akan semakin sempit, sedangkan setiap waktu ketiga demit itu bisa menyerang." Jawab Mahesa Manunggal cepat. Setelah terdiam sejenak, ia melanjutkan, "Bagaimana pun aku menyadari, selama ini aku kurang terlibat dalam permasalahan kademangan." Semua orang kembali terdiam. Ki Demang meremas jari-jarinya sendiri, "Sejak dulu, meski hubunganku dengan Lembu Patik Pulung memang tidak terlalu baik, tapi satu sama lain juga tidak saling menganggu. Kalau sekarang dia mendadak berniat tidak baik terhadap kademangan kita, betapapun pasti ada sebab musababnya." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ku kira lukisan kepala naga ini menyimpan makna yang tidak biasa." Kiai Santun Paranggi menambahkan. Ki Demang mengangguk, "Ya, tanpa jaminan yang menggiurkan, Lembu Patik Pulung tidak akan melakukan sesuatu dengan harga yang mahal seperti ini." Lalu lanjutnya, "Tapi kita juga belum punya bukti keterlibatan Lembu Patik Pulung dalam hal ini. Ketika bertempur tempo hari, ketiga setan itu sama sekali tidak menyebut tentang Jatingaleh atau Lembu Patik Pulung." Ki Jagabaya mendesis perlahan, "Tampaknya mau tidak mau kita harus menunggu lakon apa lagi yang akan dipentaskan "orang itu" sebelum memutuskan tindakan selanjutnya." "Dan apa yang kau temukan di kawah Belerang?" sela Ki Demang. Ki Jagabaya tersenyum kesal, "Tiga buah kepala kuda," Setelah tertawa letih Ki jagabaya menambahkan, "Sayangnya tiga buah kepala kuda itu justru berasal dari kandang kuda di rumahku." Rona geli membayang di wajah Ki Demang, "Orang itu mengambil tiga buah kepala kuda dari rumahmu dan memacaknya di kawah Belerang?" "Dan sekarang sudah kusuruh Sawung Geni memanggangnya. Bagaimana pun aku tidak akan membiarkan seseorang memotong tiga kepala kudaku dan mencicipi dagingnya yang harum sebelum aku sendiri mengendus baunya" Kiai Santun Paranggi tak tahan untuk tidak tertawa, "Gigi ompongku ini mungkin akan senang jika kau membagi sedikit daging di bagian lidah atau pelupuk mata." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ki Jagabaya mengamati orang tua dengan sebatang pikulan kayu di punggungya itu dan tak tahan untuk tidak berkomentar, "Bahkan Kiai Santun Paranggi pun tak tahan untuk tidak mencicipi panggang kepala kudaku, lalu kenapa Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kita harus menunggu lebih lama lagi?" ~Dewi-KZ~ Kawah itu membundar di bawah sebatang pohon asem tua yang kehilangan hampir seluruh daun-daunnya. Bau belerang menusuk hidung dan memenuhi tempat itu, seakan sugumpal kabut yang tak kelihatan. Air yang berkerumuk hangat membuat suara gemericik lirih. Asap tipis terus menerus mengepul, membuat kawah itu seperti sebuah dupa raksasa yang memasang aura gaib. Arya membasahi jari-jari kakinya dengan air hangat itu. Kenangan berpuluh tahun yang mengendap tiba-tiba menyeruak dan berdesakan di kepalanya. Sebuah senyuman getir pun muncul di sudut mulutnya. Tempat itu sebelumnya penuh dengan kerumunan orang, dengan tiga pacak kepala kuda yang jadi tontonan. Tapi setelah beberapa saat, Ki Jagabaya membubarkan kerumunan orang-orang dan mencabut ketiga kepala kuda itu dengan marah. Saat ini tidak seorangpun yang berada di sekitar kawah belerang itu. Tiba-tiba sebuah suara langkah kaki masuk ke te linga Arya. Langkah kaki itu sebenarnya tidak keras, lebih mirip langkah kaki kucing yang mengendap, tapi bagi Arya, bahkan langkah kaki tikus pun tidak akan terhindar dari ketajaman telinganya. Dengan sekali menggenjot, tubuhnya melayang ke atas dan hinggap di dahan pohon asem. Sesosok bayangan dengan pakaian berkibar segera muncul dari rerimbunan pohon pisang di samping sana. Setelah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menoleh ke kanan-kiri beberapa kali, sosok itu menuju ke kawah belerang dan tanpa ragu menyebur ke tengah kawah. Arya hampir tidak mempercayai matanya sendiri ketika mengenali bahwa bayangan itu adalah nona berbaju hijau pupus yang ditemuinya tempo hari. Sekejap tadi ia juga sempat melihat gagang pedang putih itu menyembul dari pinggang si nona. Setelah beberapa lama menunggu dan ternyata nona itu tak nampak keluar dari kawah, Arya mengambil keputusan untuk tak memikirkan hal ini lebih jauh. Masalah yang dihadapinya sudah terlalu banyak untuk ditambahi dengan hal baru. Ia baru akan melayang pergi ketika matanya menangkap rona merah membayang perlahan dari dasar kawah. Ketika menyadari bahwa itu mungkin saja darah, tanpa berfikir lagi Arya segera menceburkan dirinya ke dalam kawah. Pengaruh belerang yang pekat segera membuat sekujur kulitnya perih begitu tubuh Arya tenggelam di dasar kawah. Arya terus berusaha menyelam ke bawah. Menjauh beberapa meter lagi ia merasakan sebuah daya tolak yang semakin kuat dari bawah. Arya hampir menyerah dan berniat kembali ke atas ketika matanya menangkap sebuah kerlip putih menyilaukan, seakan sebuah mutiara bercahaya membayang di dasar sana. Ia segera mengempos semangatnya dan dengan tolakan tangan dan kakinya tubuhnya melesat ke bawah. Beberapa meter kebawah, sebuah gua bawah air dengan mulut seperti ular yang mangap terlihat. Dari situlah cahaya itu berasal. Arya melayang masuk ke gua itu, menyusurinya dan ketika menemukan permukaan air, dirinya ternyata berada di sebuah ruangan luas dengan ornamen alam yang menakjubkan di setiap sudut. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tetes air jatuh satu-satu dari tiga stalagtit yang paling besar. Asap tipis yang bergelombang menguap dari air yang bergolak ringan. Cahaya putih yang redup berpendar dari tiga buah mutiara yang digantung di tiap Stalagtit besar. Lapisan batu hijau yang terang dan licin bertonjolan membentuk garis air yang membujur lengkung, seakan itu adalah alis seorang perawan yang malu-malu. Ditambah dinding dari batu marmer yang halus, ruangan itu seperti sebuah dunia tersendiri yang terpisah. Siapapun tidak akan membayangkan bahwa di bawah kawah atau kolam belerang yang ramai oleh anak-anak kecil di sore hari ini terdapat dunia lain yang begini menakjubkan. Arya berenang ke tepi, mengibaskan bajunya beberapa kali dan menemukan sebuah pintu setinggi manusia dengan sehelai kelambu sutra putih yang tipis. Menyibak kelambu itu, Arya segera melihat sebuah jembatan batu melengkung. Di bawahnya terdapat kolam dengan berbagai ikan yang semuanya berbentuk indah, juga beberapa kembang teratai yang mekar. Sekarang ini bahkan kalau ada orang yang memalangkan sebatang golok di tengkuknya, Arya tidak akan tahan untuk tidak melihat lebih jauh. Jembatan itu tidak panjang, seperti dimaksudkan untuk hiasan saja. Tiba di pintu seberang, Arya hampir berjingkrak ketika dua orang gadis cantik dengan sehelai cadar putih tipis, pakaian yang longgar dan rapi berjalan melintasinya. Rambut hitam legam kedua gadis itu bergelombang di setiap langkahnya. Anehnya kedua gadis itu sepertinya acuh tak acuh terhadap kehadiran pemuda itu. Kalau tidak melihat bahwa kedua gadis itu sempat meliriknya sekejap, Arya akan menganggap kedua gadis itu buta. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Karena tidak pernah berfikir tentang arah mana yang seharusnya diambil, maka Arya memutuskan untuk mengikuti kedua gadis berpakaian putih itu. Dengan masing-masing membawa sebuah nampan di kedua tangannya, kedua gadis itu terus menyusuri lorong batu hijau, lalu berbelok ke kanan, dan akhirnya masuk ke sebuah ruangan dengan cahaya putih lembut memenuhi setiap sudutnya. Sebuah pembaringan dari batu kumala yang diukir halus, dengan kelambu sutra putih yang diikat dengan seutas tali menarik perhatian Arya. Di atas ranjang itu tampak berbaring seseorang dengan rambut panjang hitam yang dirias rapi. Arya tidak dapat me lihat dengan jelas wajah orang itu karena terhalang seorang nona dengan baju hijau pupus yang duduk membelakang. Kedua gadis berpakaian putih itu kemudian bergantian meletakkan nampan mereka di depan gadis berpakaian hijau pupus. Ketika Arya menoleh ke meja kecil di samping pembaringan itu, tampak sebatang pedang dengan aura lembut. Arya tidak perlu memperhatikan pedang itu lebih lama untuk mengenali bahwa itulah pedang bersinar seperti awan putih tempo hari. "Apakah dia sudah datang?" suara ini sekalipun terdengar agak serak, namun mengandung keharuan dan kasih sayang, tapi sekalipun diucapkan dengan nada kasih, masih terasa aura kewibawaan yang membuat orang lain mau tidak mau harus menunduk hormat. Gadis itu menganggukkan kepalanya pelan, menggeser tubuhnya ke kiri dan pelan-pelan menyingkap kelambu yang menjuntai. Ketika kelambu itu tersingkap dan dengan jelas Arya bisa melihat raut muka orang yang berbaring di ranjang itu, ia hampir berjingkrak terkejut. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Selama hidupnya ia sudah melihat berbagai macam orang, berbagai macam wajah. Diantaranya ada yang menyeramkan, menakutkan, menyenangkan, juga menjengkelkan. Namun raut wajah seperti milik orang ini, mimpi pun Arya tidak pernah membayangkannya. Separuh wajah orang itu kelihatan halus kemerahan, layaknya kulit wajah seorang putri keraton. Namun yang separohnya lagi, hanya tinggal tulang yang bertonjolan mengerikan, sebagian berwarna putih, sebagian kelabu, sebagian hitam hangus. Di beberapa tempat tonjolan daging yang merekah merah menambah keseramannya. Hanya sepasang matanya yang masih nampak jeli dan bercahaya. Dari potongan tubuh serta bentuk mukanya itu Arya bisa memastikan kalau orang itu adalah seorang wanita. Cuma berapa umurnya seketika tidak bisa diperkirakan dengan jelas. Tiba-tiba sepasang mata wanita itu memandang lekat-lekat ke arah Arya. Sinar matanya yang lembut tapi berwibawa menyergap pemuda itu dalam kebisuan. Tapi Arya malah tak menundukkan kepalanya, sepasang matanya juga menatap lekat wanita itu. Sepasang mata itu seperti tersenyum ketika bertanya dengan nada rendah, "Apakah mukaku sangat jelek?". Sungguh kalau hanya mendengar suaranya saja, Arya tidak akan pernah menduga bahwa wajah orang ini ternyata begini ajaib. Arya terdiam sejenak, sebelum menjawab dengan nada halus, "Aku hanya berfikir seseorang tidak boleh menilai sebuah pelangi hanya dari satu warnanya saja." Bibir orang itu seperti tersenyum mendengar jawaban Arya. Lalu seperti berkata kepada dirinya sendiri, wanita itu menggumam, "Hidup seseorang tak bisa ditentukan oleh siapapun atau apapun. Yang terpenting asal seseorang berusaha untuk menjadikan hidupnya berarti, maka kematian Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bukan hal yang luar biasa baginya." Darah di tubuh Arya mengalir lebih cepat begitu mendengar ucapan ini. Maklum, kehidupannya yang seakan ditentukan oleh sebutir pil racun Naik ke Surga dalam 30 Hari ini, sekalipun di luar tampaknya tenang-tenang tetapi sesunggunya hatinya sangat penasaran. Hanya karena wataknya yang acuh tak acuh terhadap apapun dan pengalaman hidupnya yang lain dari pada yang lain ia masih mampu bertahan. Kini mendengar kata-kata wanita itu, seolah seluruh sel di tubuhnya diguyur dengan udara sejuk. Sepasang bola mata pemuda itu bersinar tajam, "Ya, sekali berarti, sesudah itu mati." "Kau mungkin tidak mengenalku, tapi aku justru sangat mengenalmu." Arya tidak terlalu heran dengan kalimat ini. Gadis berbaju hijau pupus itu pasti telah memberitahukan tentang dirinya kepada wanita itu. Tapi kalimat selanjutnya hampir membuat Arya pingsan sangking terkejut. "Bukan saja aku mengenalmu dengan baik, bahkan akupun bersahabat kekal dengan ibumu." Yang diketahuinya selama ini, bahwa ibunya adalah seorang wanita yang sangat baik terhadap keluarganya, tapi juga tak berbeda dengan wanita dusun lainnya. Jarang keluar rumah, dan hanya sibuk dengan pekerjaan rumah tangga. Satu-satunya hal yang membuat wanita yang sangat dikasihinya itu berbeda dari orang lain adalah sepasang matanya yang bersinar lembut dan sangat jeli. Sekarang memandang sorot mata wanita ini Arya tiba-tiba menemukan persamaan antara keduanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tiba-tiba wanita itu menggapaikan tangannya perlahan, seketika pedang putih yang tergeletak di atas meja terlolos dan ketika beberapa jarinya menjentik perlahan pedang dengan pendar putih bersih itu melesat ke arah Arya. Pedang putih itu masih berjarak satu setengah meter dari tubuh Arya ketika lima jari wanita itu menjentik beberapa kali dan pedang itu berubah menjadi sinar putih dengan titik-titik putih kemilau bagai rangkaian bintang di balik pelangi putih. Arya merasakan cahaya pedang itu mengelilinginya dan tak menyisakan celah untuk ruang geraknya. Arya belum sempat berfikir tentang apa yang akan dilakukannya ketika beratus titik putih yang dibalut cahaya putih bagai pelangi itu meluruk berbarengan ke arahnya. Sepasang mata Arya bersinar tajam saat ia menjulurkan jari telunjuknya ke depan sekejap sebelum ilmu pedang yang indah tapi mengerikan itu mencincang tubuhnya. Hampir berbarengan terdengar suara dentingan perlahan dan sesudah itu, senyap. Pedang putih itu sudah kembali ke sarungnya seakan seseorang belum pernah melolosnya keluar. Arya juga masih berdiri tegak, tanpa perubahan sesuatu apapun di wajahnya. Hanya wajah wanita itu yang sedikit berubah, separo wajahnya yang normal terlihat memerah bagaikan kepiting rebus. Jari-jari tangannya juga tampak bergemetar. "Bagus, kau bahkan lebih lihai dari pada ibumu." Suaranya seperti pecah ketika berbicara, sungguh berbeda dengan suaranya semula. Perlahan tubuh perempuan itu menjadi tenang kembali, sepasang matanya juga pelan-pelan terpejam. Dan sebelum mata itu terpejam sepenuhnya Arya sempat melihat setetes air bening mengalir turun. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya mengira perempuan itu hanya menenangkan diri, tapi ketika mendengar isak tangis dari gadis berbaju hijau pupus itu tiba-tiba ia menemukan bahwa nafas perempuan itu sudah tidak ada lagi. Bab V, Bambu hangus dan jabatan Ketua Seakan sudah dipersiapkan sebelumnya, peti mati berhias batu pualam putih yang halus dengan ukiran bunga teratai di tutupnya yang melengkung itu tampak bersih mengkilat. Disitulah putri Istana Dasar Teratai di semayamkan. Arya memandang ruangan itu dengan decak kagum. Sekalipun itu adalah sebuah makam, tapi setiap ornamen yang menghiasi tiap sudutnya dibuat layaknya itu adalah kamar peraduan raja. Hawa lembab yang biasanya ada di setiap pemakaman seolah tak terasa sama sekali disini. Hanya cahaya redup dan kelambu di pintu masuk yang menguarkan bau wangi. "Jadi beliau adalah Putri ke 9"," Tanya Arya lirih setelah sekian lama terdiam mengamati ruangan itu. Seorang gadis dengan pakaian putih perkabungan dan suara isak yang sesekali masih terdengar menganggukkan Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kepala. Inilah juga gadis yang sebelumnya bertemu dengan Arya di lembah tepi hutan. "Tapi kenapa disini hanya ada delapan papan nama?" Arum Puspita, nama gadis itu, agaknya menelan ludah dahulu, dan setelah menentramkan nafasnya barulah ia menjawab, "Putri ke 8 tidak dikuburkan disini," sete lah terdiam sejenak, ia melanjutkan, "melainkan di Kademangan Dipa Saloka." Kepala Arya tersentak ke samping. Di pandanginya gadis itu lekat-lekat. Mengingat beberapa perkataan Putri ke 9 yang baru saja meninggal tiba-tiba darahnya terasa mengalir lebih cepat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kenapa aku tidak pernah mendengarnya"," Arya merasakan suaranya sendiri bergetar. "Kau tentu pernah mendengarnya, bukan saja mendengar bahkan kau pun cukup akrab dengannya." "Oh?" Gadis itu menatap Arya lekat-lekat sebelum berkata sekata demi sekata, "Karena Putri ke 8 adalah ibumu." Seakan mendadak ditimpuk dengan seratus delapan belas bongkahan batu cadas, Arya merasakan kepalanya berputar cepat. Sungguh tidak disangkanya bahwa keluarganya mempunyai rahasia yang begitu mencengangkan. "Ibumu adalah kakak seperguruan mendiang putri ke 9. Beliau berdua adalah murid dwitunggal dari Putri angkatan ke 7. Setelah Nenek guru meninggal, maka ibumu menggantikan posisi beliau sebagai putri angkatan ke 8." Tutur Arum Puspita. Setelah menghela nafas, kembali ia melanjutkan, "Kedudukan sebagai putri seharusnya dijabat seumur hidup, namun pada 30 tahun yang lalu ada sebuah peristiwa yang menyebabkan ibumu meletakkan kedudukan sebagai putri dan menyerahkannya pada guru." Arya masih merasakan kepalanya agak pening, tapi ia memaksakan diri untuk bertanya, "Peristiwa apa?" Arum Puspita menggelengkan kepala, "Hal ini juga pernah kutanyakan kepada mendiang guru, namun setiap kali beliau hanya terdiam saja sambil menghela nafas panjang." Sesaat kemudian Gadis itu berjalan perlahan ke depan, sekilas ia menggapai Arya agar mengikutinya. Menyusuri pemakaman yang berbentuk seperti sebuah perahu lonjong itu mereka sampai ke sebuah pintu batu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berbentuk lingkaran. Sehelai kelambu berwarna putih kebiruan menjuntai di depannya. Berjarak sekitar satu meter di depan pintu berbentuk lingkaran itu Arum Puspita menghentikan langkahnya. Arya tentu saja ikut berhenti. Sekian lama gadis itu hanya berdiri saja disitu. Arya yang berdiri di sampingnya tentu saja merasa heran. Namun karena takut dianggap usil dan cerewet, pemuda itu hanya diam saja. Setelah hampir satu jam berdiri disitu, tiba-tiba lantai yang mereka pijak berderak perlahan. Arya hampir saja melompat ke belakang kalau saja Arum Puspita tidak menggamit tangannya dan menyuruhnya tetap tenang. Dalam bentuk satu lingkaran penuh lantai itu perlahanlahan turun ke bawah. Arya merasakan dirinya masuk ke sebuah lubang hitam perlahan-lahan. Sekitar lima meter turun kebawah, lantai batu itu berhenti. Arya menemukan dirinya berada di sebuah ruangan batu berbentuk lingkaran. Sebuah meja batu dengan sebuah kendi yang tampak berkilat yang terletak di tengah ruangan segera menarik perhatian pemuda itu. Cahaya disini meskipun redup namun masih memungkinkan untuk memandang sekitar. Dilihatnya Arum Puspita menggores meja di tengah ruangan itu dengan beberapa gerakan. Sesaat kemudian meja itu tibatiba terbelah. Yang unik, kendi berkilat di atas meja itu pun turut terbelah. Seuah lubang dengan diameter satu meter segera menganga di tengah ruangan. Sekejap Arum melirik Arya sebelum kemudian dengan satu lompatan pendek ia melompat ke lubang itu. Arya menghela nafas, merasa tak punya pilihan lain ia pun segera melompat ke dalam lubang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Beberapa kejap kemudian Arya merasakan dirinya tersebur ke sebuah permukaan air. Ketika ia membuka matanya segera sebuah kilatan sinar menarik perhatiannya. Anehnya ia tidak melihat Arum Puspita di sekitar itu, atau mungkin lebih tepat ia tidak bisa melihatnya karena gelap yang pekat. Arya pun segera berenang menuju kilatan s inar itu. Sebuah lubang yang mirip lubang masuk ke Istana Dasar Teratai segera tampak menganga. Sekitar seratus meter menyusuri lubang itu Arya menemukan permukaan air dan "Huppp..", seberkas cahaya menyilaukan menerkam matanya dan memaksanya untuk terpejam. Sebuah suara tertawa geli berkumandang dari atas sana. Ketika Arya membuka matanya, dilihatnya Arum Puspita terkikik sambil memandang ke arahnya. Gadis itu duduk diatas sebuah batu berwarna keunguan. Anehnya pakaian gadis itu masih tetap kering, bahkan seutas rambutpun tiada yang basah. Hanya cadar yang senantiasa menutupi separuh mukanya sudah hilang entah kemana. Secarik kain sutra berwarna hijau pupus tampak mengikat sebagian rambutnya yang tergerai. Sejenak Arya mematung diam terpesona. Sekalipun ruang itu bagaikan mangkuk besar dari surga yang jatuh ke bumi dan setiap sudut mengundang decak kagum siapapun yang memandangnya, tapi semua itu seolah hilang di dalam pesona keindahan dan keelokan gadis di depannya. Dengan dagu bertopang telapak tangan dan telapak kaki yang menjulur berkecipak di permukaan air, ditambah senyum yang cemberut tak cemberut, gadis itu bagaikan bidadari yang tak sengaja terjatuh dari ketinggian sana. "Sudah berapa hari kau tidak mandi" Sepertinya kau betah sekali berendam di situ." Katanya sambil setengah terkikik. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya tersenyum masam, "Ah, aku hanya takut pemandangan indah yang ku lihat ini akan hilang begitu aku naik." "Pemandangan apa?" Arya hanya tertawa dan tidak menjawab. "Kau benar-benar berumur panjang?" ujar Arum Puspita tiba-tiba. "Kenapa?" "Dalam perjalanan dari pintu batu lingkaran tadi apa kau tahu berapa macam perangkap dan senjata tersembunyi yang satu saja diantaranya mampu membuat tubuhmu tak usah bernafas lagi?" "Tidak tahu, aku toh hanya mengikutimu?" "Memangnya kalau aku mau ke neraka kau pun akan ikut ke neraka?" Arya tersenyum, "Setidaknya di neraka ada teman sepertimu, itu jauh lebih baik dari pada sendirian disini." Rona merah membayang di kedua pipi Arum Puspita, "Mau ke neraka pergilah sendiri, kenapa aku harus menemanimu?" omelnya. Arya tertawa, "Bukankah kau yang mengajakku?" "Ciiss, siapa sih yang mengajakmu?" omel Arum Puspita sambil menarik muka. "Memangnya ada berapa perangkap yang kita lalui tadi?" Tanya Arya. "Setidaknya tidak kurang dari 80 perangkap." Sebuah jawaban yang sederhana, tapi mengingat dirinya baru saja melancong ke dekat tangga akhirat betapapun Arya berdebar juga. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pelan-pelan Arya berenang ke tepi dan segera melompat naik. Sekejap kemudian, sepasang alis Arya tiba-tiba berkernyit, di dalam ruangan yang seolah tak bercelah itu ia tidak merasakan udara yang menyesakkan, bahkan hawa lembab pun tidak. Yang dirasakan kulitnya hanyalah hawa hangat yang menyegarkan. Arum Puspita yang agaknya dapat merasakan keheranan pemuda itu segera menjelaskan, "Ruangan ini dibuat dengan saluran udara air, jadi hawa segar disalurkan me lalui terowongan tempat masuk tadi. Sedangkah udara hangat ini berasal dari hawa belerang yang mengendap di dalam air." Arya menoleh, "Lalu kemana perginya udara yang lama?" Arum Puspita tersenyum, katanya sambil memandangi atap berbentuk kubah itu, "Atap kubah itu dibuat dari bebatuan yang mengandung pori-pori lembut. Jadi selain bisa dibuat tempat penyaluran udara juga tembus cahaya, meski tidak tembus pandang." Arya berdecak kagum, "Sungguh sebuah maha karya." "Tapi yang ku ingin perlihatkan kepadamu bukanlah hal-hal itu." "Oh?" "Apa kau lihat itu?" seru Arum Puspita sambil menunjuk tepat ke tengah-tengah kubah. Sejenak Arya memicingkan matanya, "Sebuah ukiran bintang?" "Ya, bintang segi lima." Tepat di titik poros kubah itu memang terukir sebuah bintang bersegi lima. Ukiran itu selain sangat halus juga samar. Sekalipun samar dan hampir tak terlihat namun dibanding bagian lain yang tampak halus berkilat, ukiran bintang itu memang tampak menarik perhatian. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apakah itu yang kau ingin kau tunjukkan kepadaku?" Tanya Arya setelah terdiam beberapa lama. Arum Puspita mengangguk. Arya menoleh memandang gadis itu, "Tapi kenapa kau ingin menunjukkannya kepadaku?" Arum Puspita tidak segera menjawab, gadis itu agaknya sedang mengenang sesuatu. Sesaat kemudian tiba-tiba matanya mengembang basah. Dua tahun yang lalu... Kilatan cahaya bercampur gemuruh yang riuh menggema susul menyusul. Sesekali bentakan dan jerit kemurkaan berkumandang. Angin tajam berkesiur menyambar tiada henti. Ruangan luas dengan pilar-pilar dari batu pualam putih dan berukir bunga teratai itu seolah penuh dengan hawa pembunuhan yang pekat, seakan disitu seorang Bhomantaka yang ganas dan tak terkalahkan sedang bertarung dengan raksasa jelmaan Wisnu dengan setiap rambut yang bergelantungan layaknya ekor neraka. Di sana sini bergeletakan mayat wanita dengan keadaan tubuh yang mengerikan. Diantaranya ada yang kepalanya pecah, usus terburai, atau hangus. Darah mengalir bagai air bendungan yang tiba-tiba jebol. Hawa kematian yang menguar seakan-seakan disitu adalah rumah jagal dimana kehidupan tak lagi punya secuil nafas. Di tengah ruangan, tiga orang bertempur dengan hebat. Seorang laki-laki yang bergerak bagaikan gemuruh topan dan amukan samudra melawan dua orang perempuan berpakaian putih yang bersilat layaknya penari dengan dua pedang yang bergerak rumit membentuk ribuan helai pelangi. "Ilmu Pedang Pelangi Satu Warna benar-benar hebat. Tapi tenaga dalam kalian bukan tandinganku, dari pada mati konyol Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bukankah lebih baik kalian bertekuk lutut dan minta ampun saja." Kata lelaki itu sambil bergelak tawa. "Jangan mimpi, sekalipun sudah menjadi setan, aku tetap tidak akan melepaskanmu." Jawab salah satu perempuan itu. Di lihat dari nafasnya yang memburu, agaknya memang benar bahwa tidak lama lagi kedua orang perempuan itu akan kehabisan tenaga. Lelaki dengan tubuh tinggi besar itu tertawa besar, "Selagi hidup saja kau tidak dapat mengalahkanku, apalagi sete lah menjadi setan?" Sambil tertawa lelaki tinggi besar itu menghempaskan sepasang tangannya ke depan. Serangkum angin tajam dengan hawa panas yang menyengat segera meluruk ke arah dua perempuan itu. Dua orang perempuan itu segera memutar pedangnya kencang. Tak disangka bahwa hawa panas itu seakan punya mata, berjarak setengah meter dari perempuan itu mendadak hawa serangan itu membelok ke atas dan dengan keras menghantam langit-langit. Gemuruh ledakan segera terdengar. Bongkahan batu bagaikan meteor berjatuhan. Kedua perempuan berpakaian putih itu kaget bukan kepalang. Segera mereka memutar pedang di atas menahan bongkahan batu yang berjatuhan. Tapi dengan gerakan itu tentu saja membuat bagian depan mereka kosong. Melihat kesempatan itu lelaki tinggi besar itu secepat kilat kembali menghantam ke depan. Sejalur hawa tajam yang bukan alang kepalang panas kembali menerjang ke arah dua perempuan itu. Sambil menjerit kaget kedua orang perempuan itu masih berusaha menahan serangan itu dengan tolakan telapak tangan kiri. Namun dengan pembagian tenaga seperti itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tentu tolakan itu tidak mendapatkan kekuatannya yang maksimal, apalagi pada dasarnya tenaga dalam kedua orang perempuan itu memang kalah setingkat dengan s i lelaki tinggi besar. Maka begitu keempat telapak tangan bentrok, disertai gemuruh ledakan bagaikan meledaknya seratus delapan belas mercon besar, dua orang perempuan itu menjerit ngeri dan bersamaan terpental ke belakang. Darah segar menyembur deras dari mulut kedua perempuan itu. Lelaki tinggi besar itu tertawa bergelak, "Nah sekarang Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tunjukkan padaku dimana adanya Kitab Teratai Membuka." Salah seorang perempuan itu yang tampak sudah agak tua dengan rambut yang seluruhnya berwarna putih keperakan mendengus, "Sampai mati pun kau tidak akan mendapatkannya," "Oh, apa benar?" "Kau boleh membunuh semua orang di Istana ini, tapi Iblis peminum darah sepertimu selamanya tidak akan mendapatkan Kitab Teratai Membuka." "Aku memang Iblis, tapi aku tidak suka meminum darah, paling-paling sesekali hanya suka makan sup jantung saja." Jawab Lelaki itu sambil tergelak. Pakaian laki-laki itu agak aneh juga, seperti sebuah kulit badak yang disampirkan di pundak kirinya, terus membebat perutnya. Dengan rambut yang lebat dan riap-riapan semakin menambah keangkerannya. Sambil berjalan mendekat Lelaki itu kembali me lanjutkan, "Kalian tidak mau menunjukkan, aku juga tidak akan memaksa. Aku toh bisa mencarinya sendiri. Bagaimana kalau ku mulai dari tubuh kalian dua perawan tua ini?" Setelah tertawa tergelak kembali ia berkata, "Kabarnya seluruh penghuni Istana Dasar Teratai membuka cadar pun Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tidak pernah, tapi hari ini aku tidak saja dapat menyaksikan wajah dari Putri ke 7 Istana dasar Teratai bahkan juga punya kesempatan untuk membuka pakaiannya." Mendengar perkataan lelaki itu seketika wajah kedua perempuan itu berubah pucat. Tak terasa kaki pun menyurut mundur. Sambil tertawa-tawa lelaki tinggi besar itu terus berjalan ke depan, "Kalian tidak usah khawatir, pasti akan kulakukan dengan lemah lembut. Siapa tahu kalian malah akan meminta lanjutannya?" "Berhenti!" Bentak perempuan dengan rambut putih keperakan tadi yang ternyata adalah Putri ke 7 Istana Dasar Teratai, "Baik, akan kuberitahu dimana Kitab teratai Membuka berada. Tapi jangan harap orang sepertimu mampu meyakinkan isinya." Lelaki tinggi besar itu segera tertawa besar, "Tak perlu kau pusingkan apakah aku dapat meyakinkan isinya atau tidak. Yang terpenting segera kau beritahukan tempatnya atau aku akan membuat kau putri ini menjadi nyonya." Putri ke 7 terlihat menentramkan nafasnya. Sementara perempuan disisinya yang agaknya lebih muda memandang ke arah Putri ke 7 dengan rawan. Setelah menarik nafas panjang, Putri ke 7 perlahan berkata, "Bintang Timur memandang Matahari terbit, Teratai menguncup membelah Bumi." "Apa yang kau katakan?" bentak Iblis Tinju Neraka. "Guru," desis perempuan muda itu. "Kau dengar tidak?" kata-kata Putri ke 7 ini diucapkan dengan lembut, tapi sepasang matanya tetap memandang Iblis Tinju Neraka dengan tajam. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kentut. apa kau ingin ma in-ma in denganku?" bentak Iblis Tinju Neraka gusar. Sebaliknya perempuan muda di sebelah Putri ke 7 itu dengan mata mengembang basah perlahan menganggukkan kepala. Sekilas ujung bibir Putri ke 7 tampak tersenyum, "Bagus." Lalu mendadak dari tubuh Putri ke 7 muncul ratusan kilatan pedang dengan hawa dingin menggidikkan yang berhamburan bagai hujan meluruk ke arah Iblis Tinju Neraka. Iblis Tinju Neraka yang sadar telah tertipu berteriak murka, seketika sepasang tangannya berputar dan menghantam ke depan. Angin berhawa panas bagaikan lidah api dari neraka segera memapak serangan Putri ke 7. Sementara perempuan muda tadi dengan cepat menggulingkan tubuh ke kekiri. Ketika melewati sebuah kursi yang sebagian telah hancur, tangannya menekan tonjolan batu yang mulanya tersembunyi di bawah kaki kursi. Bersamaan dengan ledakan yang menggelegar dan hawa panas yang menyebar ke segala arah, lantai di bawah kursi itu mendadak membelah. Perempuan muda itu segera menerjunkan diri ke lubang yang terbentuk. ~Dewi-KZ~ Arum Puspita mengerjap-ngerjapkan matanya yang basah. Arya masih terbengong takjub mendengar cerita luar biasa itu sehingga lupa untuk bertanya. "Perempuan muda itu adalah guruku, yang kemudian atas wasiat dari nenek guru menjadi Putri ke 9." Sebenarnya Arya ingin bertanya kenapa langsung ke 9 dan apa hubungan ibunya dengan semua itu, tapi jantung pemuda itu masih berdebar-debar sehingga sebuah hurufpun tak keluar dari mulutnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arum Puspita yang agaknya tahu keheranan pemuda itu segera menyambung, "Pada mulanya sebelum terjadi pertempuran itu nenek guru telah menyerahkan kedudukan Putri kepada ibumu, Sekalipun kemudian ibumu meletakkan jabatan, namun dalam urutan ia tetap Putri ke 8." "Tapi kenapa makam ibuku justru berada di Kademangan Dipa Saloka?" "Aku tidak tahu, mungkin ayahmu yang memindahkannya" Sudut mata Arya tiba-tiba mengerling aneh, "lalu apakah Putri ke 9 selamat?" Arum Puspita memandang pemuda itu dengan heran. Arya toh sudah bertemu dengan mendiang Putri ke 9, tapi kenapa masih menanyakannya" Namun tak urung ia toh menganggukkan kepala juga, "sekalipun sebagian wajah guru sempat terkena sambaran tinju ekor neraka dan kehilangan tiga perempat tenaga dalamnya tapi akhirnya beliau berhasil selamat." Arya menghembuskan nafas panjang. Hal ini menjelaskan kenapa separo wajah Putri ke 9 seperti hangus terbakar. "Tapi kau belum menjawab kenapa kau membawaku kesini dan memperlihatkan ukiran bintang itu ." "Sebelum mendiang guru meninggal, beliau sempat berpesan agar selanjutnya jabatan tertinggi dalam Istana Dasar Teratai diserahkan kepada ahli waris Putri ke 8." Serasa di sambar geledek, Arya memandang gadis berpita hijau itu dengan bingung. "Tentu kau tidak akan mengangkatku menjadi putri bukan?" "Tentu tidak, aku tidak punya wewenang sebesar itu." "Lalu.." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tapi dengan meninggalnya Putri ke 9 jabatan tertinggi dalam Istana Dasar Teratai dengan sendirinya jatuh ke tanganmu. Sekalipun tidak mungkin terdapat orang tolol yang akan memanggilmu Putri." "Tapi.." "Hal ini sekalipun kau ingin menolak juga tidak bisa. Ketetapan yang di putuskan oleh Putri tidak bisa diganggu gugat, apalagi kau sendiri tidak menolak saat itu" Saat ini Arya merasa kalau gadis di depannya ini tentu agak mabuk, memangnya kapan Putri ke 9 pernah menawarkan jabatan ketua kepadanya" Sepasang ujung bibir Arum Puspita tersenyum aneh, "Ketika mendiang guru menyerangmu dengan jurus terakhir dari Ilmu Pedang Pelangi satu Warna itu seharusnya kau tidak balas menyerang." "Kenapa aku harus tidak balas menyerang" Sekalipun harus mati tapi tercacah seperti itu memangnya menyenangkan?" "Jurus terakhir dari I lmu Pedang Pelangi satu Warna adalah jurus yang aneh. Kalau kau tidak bergerak, maka jurus itu tidak akan melukaimu, tapi sekali kau melawan maka kalau bukan kau yang mati maka si penyeranglah yang akan mati, sekalipun tidak benar-benar mati, tapi dengan seluruh ilmu silatnya musnah bukankan sama saja dengan mati. Lagipula Jurus ini hanya digunakan ketika seoarang Putri ingin melepaskan jabatannya?" "Maksudmu siapapun yang berhasil mengalahkan jurus ini berarti dialah Putri Istana dasar Teratai selanjutnya?" Arum Puspita mengangguk. "Tapi menurut ceritamu tadi bukankah jurus terakhir yang digunakan oleh nenek gurumu adalah juga jurus ini, lalu kenapa bukan Iblis Tinju Neraka yang jadi Putri selanjutnya?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya sendiri tidak dapat menahan tawa dengan pertanyaannya ini. Sambil tersenyum geli Arum Puspita mengerling pemuda itu, "Dengan kata sandi khusus itu nenek guru telah menyerahkan jabatan kepada guruku. Apalagi siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam bentrokan terakhir itu belum ketahuan. Siapapun tidak tahu apakah nenek guruku yang tewas atau Iblis kejam itu. Hanya, setelah kejadian itu siapapun tidak pernah mendengar lagi kabar berita dari keduanya. Lagi pula Iblis Tinju Neraka kejam tiada taranya, memangnya kau ingin kami sekumpulan perempuan ini dipimpin oleh Iblis kejam dan cabul itu?" Arya hanya tertawa dan tidak menjawab, hanya sepasang matanya tiba-tiba bersinar aneh. "Setelah memangku jabatan ketua di Istana Dasar T eratai maka tugas pertamamu adalah memecahkan rahasia yang terkandung di dalam ukiran bintang itu." "Memangnya aku sudah mengatakan bersedia?" Arum Puspita mengangkat kedua bahunya, "Memangnya aku peduli", yang terpenting bahwa aku telah menyampaikan amanat guruku." "Kenapa gurumu tidak langsung saja mengatakannya kepadaku?" Sambil tertawa kecil Arum Puspita menjawab, "Karena dengan begitu kau punya kesempatan untuk menolak." Selama ini Arya merasa dirinya adalah seekor rubah tua yang tidak terlalu gampang dikalahkan, tapi di depan gadis berjanggut runcing ini ia seakan-akan hanya seekor anak ayam. "Dalam seluruh sejarah Istana Dasar Teratai lambang bintang segi lima di tengah-tengah kubah itu merupakan rahasia terbesar." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya yang masih kesal hanya menjawab asal-asalan, "Kalau itu memang rahasia, lalu kenapa harus ada seseorang yang memecahkannya?" Arya sebenarnya ingin meneruskan, dan kenapa orang itu aku", tapi ditelannya kembali kata-kata itu ke dalam perut. Arum Puspita memandang pemuda itu lekat-lekat sebelum menjawab dengan lambat, "Karena Kepala Naga akan segera keluar." Saking kagetnya Arya hampir melompat, "Kau juga tahu?" "Kepala Naga adalah harta abadi dari Istana dasar Teratai, kalau kami tidak tahu lalu siapa yang tahu?" Sebuah ide tiba-tiba berdetak di kepala pemuda itu, "Apa kau punya penjelasan yang lebih panjang tentang kepala naga itu?" "Kepala Naga adalah lambang atau pertanda dari sesuatu yang sangat penting artinya bagi Istana Dasar Teratai. Kabarnya ratusan tahun yang lalu dengan mengandalkan kedua pusaka itu Putri Teratai Kumala menjagoi dunia persilatan dan menjadi salah satu dari tujuh jago terhebat. Hanya itu yang aku tahu." "Apakah dia yang mendirikan Istana Dasar Teratai?" "Ya, beliau jugalah yang membuat dasar tata ruang dalam sebagian ruangan Istana Dasar Teratai, sekalipun putri-putri selanjutnya juga turut andil dalam menyempurnakannya," Persoalan Kepala Naga ini semakin rumit, seakan disana benar-benar terdapat sebongkah kepala naga yang dengan moncong menganga dan taring yang haus dengan darah dan usus sedang mengenduskan hidungnya dan meniup nafas nya yang panas keras-keras. Arya sudah memutar otaknya lebih cepat, tapi yang didapatkannya hanya kabut yang membayang dimana-mana. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Celakanya, waktu yang dimilikinya semakin sempit. Pelanpelan ia juga merasakan di tubuhnya mulai muncul gejala yang semakin jelas kian hari. Mungkin tidak sampai setengah bulan ke depan ia sudah tidak punya kesempatan lagi untuk menarik nafas. Mati baginya bukan hal yang luar biasa, tapi kalau harus mati dengan menyandang gelar pembunuh dan selamanya harus menyunggi gentong arang itu di kuburnya, betapapun ia tidak rela. Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tapi setidaknya sekarang ini ia tahu bahwa Kepala Naga berhubungan dengan Istana dasar teratai. Mungkin ini akan menjadi titik yang bagus untuk melangkah. "Jadi bagaimana menurutmu?" Arya tersentak dari lamunannya, "Menurutku ada yang tidak beres disini." Jawabnya agak tergagap. "Apa yang tidak beres?" Arya menarik nafas kecil, "Bintang bersegi lima adalah symbol purba dari Dewi Perempuan. Ia menegaskan tentang segi ke-perempuan-an dalam unsur pembentuk alam semesta. Para nenek moyang melihat dunia ini sebagai dua bagian lelaki dan perempuan. Dewa dan dewi mereka bekerja untuk menjaga keseimbangan kekuatan. Y in dan Yang. Ketika lelaki dan perempuan seimbang, muncul harmoni di dunia ini. Jika mereka tidak seimbang, muncul keributan." "Ada arti yang lebih khusus?" Arya menoleh ke arah Arum Puspita, mata gadis itu begitu jernih dan bening, tapi entah kenapa ia merasakan sesuatu yang lain disana, "Mungkin aku bisa mengatakan bahwa bintang bersegi lima sering juga diartikan sebagai lambang dari dewi seks, cinta, dan kecantikan perempuan." Arum Puspita tampak tersipu, kedua pipinya memekar merah. Sekali lagi Arya tidak tahan untuk tidak terpesona. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Lalu apa hubunganya dengan Istana dasar Teratai kami," gadis itu tak tahan untuk tidak tertawa kecil ketika menambahkan, "atau kita?" "Semua penghuni Istana Dasar teratai adalah perempuan, tidak mengherankan kalau disini pun terdapat lambang bintang lima itu. Y ang mengherankan adalah kenapa lambang itu harus berkaitan dengan Kepala Naga?" "Memangnya ada apa dengan kepala naga?" "Kalau Bintang bersegi lima itu bisa diartikan dengan perempuan atau sisi keperempuanan, maka Kepala Naga dapat di artikan sebagai laki-laki, atau s isi kelelakian. Di China seorang kaisar mempunyai lambang naga sebagai lambang kebesarannya. Di Jawa sendiri Naga juga bukannya tak dikenal. Legenda yang mengesankan keperkasaan dan kesatriaan rata-rata mengangkat simbol ini dalam ceritanya." Arum Puspita mengangkat lengannya untuk menyeka butir keringat yang mengalir di lehernya, "Kau tadi mengatakan ada yang tak beres disini?" Arya mengangguk, "Kalau toh lambang ini berarti perempuan, maka seharusnya ini hanya satu sisi yang terbelah. Tapi bentuk dan susunan ruangan ini sepertinya mengesankan sesuatu yang tidak bercelah, atau sempurna." Arum Puspita memandang sekeliling, ruangan itu memang seperti sempurna. Dengan bentuk seperti mangkuk yang dibalik, batu pualam putih yang halus dan samar-samar memantulkan cahaya, dan bebatuan dengan pendar keunguan redup yang membentuk garis air dengan hawa hangat mengalir terus menerus, siapapun akan merasa lebih segar disini. Sinar mata Arya mendadak mencorong terang, "Kau minggirlah sebentar." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arum Puspita memandang pemuda itu dengan wajah penuh pertanyaan, namun tak urung kakinya melangkah mundur lima langkah. Arya menempatkan dirinya tepat di bawah ukiran bintang itu, setelah mengempos semangat sejenak, mendadak kaki kirinya menjejak tanah. Jejakan itu tampaknya dilakukan perlahan saja, tapi seketika Arum Puspita merasakan gendang telinganya seakan pecah ketika terdengar dentum ledakan yang menggelegar. Arya terlihat mengangkat tangan kanannnya dan menjulurkan satu jarinya ke atas seperti menotok, tepat ke arah ukiran bintang. Terdengar desisan udara yang diiris. Dari telunjuk pemuda itu terlihat hawa yang tipis tajam bagaikan pedang yang maha tajam. Dalam satu kilatan cahaya hawa pedang itu menembus titik tengah ukiran bintang. Ukiran itu tertembus, tapi aneh ia seperti tidak menjadi berlubang. Hanya ukiran garis berbentuk bintang itu yang terlihat menjadi berpendar kehijauan, mula-mula redup, lalu semakin terang. Sesaat kemudian tiba-tiba air hangat yang tadinya tenang itu tiba-tiba bergolak. Hawa panas segera saja menguar. Di tengah bergolaknya air itu dari dasar kolam itu terlihat menyembul sejenis benda. Perlahan-lahan benda itu melayang ke permukaan. Tidak lama kemudian tampaklah bahwa benda itu adalah sepotong bambu yang setengah warnanya sudah menghitam hangus. Ketika perlahan Arya mengambil potongan bambu itu terasa dibaliknya seperti terikat sesuatu. Segulung kulit kambing yang halus dan tipis, yang terikat dengan seutas tali. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya membuka ikatannya, membentangnya dan alisnya berkerut ketika beberapa huruf jawa kuno tertangkap sepasang matanya. "Apa itu?" Arum Puspita tak tahan untuk bertanya. "Kitab Teratai Menutup" Arum Puspita mendengarnya dengan kejut dan heran. Terkejut karena ukiran bintang itu ternyata memang menyembunyikan rahasia dari harta tak ternilai Istana Dasar Teratai yang menurut kabar bahwa kitab itu selain berisi ilmu silat yang maha tinggi juga mengandung resep awet muda. Heran karena seharusnya itu adalah Kitab Teratai Membuka, lalu kenapa Arya mengatakannya sebagai Kitab Teratai Menutup. "Apa kau tidak salah baca?" tak tahan Arum Puspita untuk mengoreksi. Arya tersenyum, dengan sebelah tangan diansurkannya sehelai kulit kambing itu ke arah gadis cantik di sampingnya. Dengan antusias Arum Puspita menyambutnya. Ketika dengan segera ia mencoba mengeja huruf-huruf yang tercetak di kulit kambing itu, sorot mata gadis itu membayangkan kebingungan. "Bagaimana?" tanya Arya sambil tersenyum. Arum Puspita hanya tersenyum kesal, "Kurasa kitab ini hanya berisi sesuatu yang tidak aku mengerti. Aku bahkan tidak berhasil membaca satu kalimatpun dengan benar." "Benar, karena untuk membaca kitab ini kita harus menggabungkannya dengan kitab satunya lagi." Arum Puspita memandang pemuda itu dengan heran. "Bukankah setiap kalimat disini seolah adalah setengah kalimat?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gadis bermata bening dan jeli itu menganggukkan kepalanya. "Bukan saja setengah kalimat, bahkan adalah potongan kalimat yang terakhir. Karena itulah aku mengatakan kalau ini adalah Kitab Teratai Menutup." "Maka disuatu tempat pasti terdapat suatu Kitab Teratai Membuka." Arya tertawa, "Sejak semula memang kutahu bahwa gadis sepertimu tidak mungkin lebih bodoh daripadaku" Tengah mereka bercakap-cakap, langit-langit ruangan itu mendadak berderak perlahan, lalu semakin keras. "Kurasa tempat ini sebentar lagi akan runtuh" Kata Arya sambil memandang ke atas."Kau simpanlah Kitab itu." "Bukankah kau yang jadi pengganti putri ke 9?" goda Arum Puspita. "Aku tidak punya pengalaman untuk mengurusi serombongan kaum perempuan, biar ku wakilkan kepadamu saja." Jawab Arya sambil menyelipkan potongan bambu itu di balik bajunya. "Ada apa dengan potongan bambu itu?" "Tidak tahu, hanya kurasa tidak mungkin potongan bambu ini diikatkan dengan kitab Teratai Menutup tanpa suatu alasan." ~Dewi-KZ~ Mahesa Manunggal mengayunkan langkahnya dengan tergesa, atau sekalipun tidak terlalu cepat, minima l dari tarikan wajahnya orang sudah akan tahu bahwa ia mencemaskan sesuatu. Untunglah bahwa malam benar-benar gelap, sehingga sekalipun ada orang memelototkan matanya saat ini, tetap ia tidak akan me lihat jelas telapak tangannya sendiri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Melewati beberapa rumah, dua belokan, dan sebuah jalan menanjak akhirnya ia tiba di di depan sebuah rumah yang terlihat sederhana, namun tampak kokoh. Sekilas rumah itu tidak berbeda dari rumah sekitarnya, hanya letaknya yang berada di samping persawahanlah yang membuatnya agak istimewa. Di depan rumah itu tumbuh sebatang pohon sawo besar, dua ekor gagak yang merasa terganggu mengepakkan sepasang sayapnya pelan. Mahesa mengetuk rumah itu tiga kali, berhenti sebentar, lalu mengetuk lagi dua kali, berhenti, dan kembali mengetuk tiga kali. Tidak lama terdengar palang pintu yang diangkat, lalu dengan desir halus daun pintu dari kayu kasar itu terbuka sedikit. "Bagaimana keadaannya?" tanyanya begitu masuk. Orang yang membukakan pintu itu tertawa kecil, "Sepertinya kau benar-benar menaruh perhatian terhadap kutilang cilik itu," suaranya terdengar halus dan murni, "yang kuharap semoga tidak terlalu lama lagi aku harus menjaganya disini." "Apa dia merepotkanmu?" "Merepotkan sih tidak, hanya akalnya terlalu banyak, bicaranya juga tidak sedikit, selama hidup ini sungguh tidak pernah kulihat anak perempuan segalak ini." Melalui sebuah pelita kecil yang menerangi dengan redup, samar-samar Mahesa melihat memar biru di wajah orang itu. Tak tahan ia tertawa kecil. "Sungguh tidak mengenakkanmu." Orang itu menggelengkan kepalanya pelan, dengan agak terbungkuk ia melangkah mendekati meja. Ketika sinar pelita Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menerangi mukanya, tampaklah seraut wajah seorang wanita tua, dengan sorot mata yang halus lembut dan rambut yang memutih sebagian. "Lalu apa yang akan kau lakukan?" "Aku baru memikirkannya," "Bukankah kau sudah merencanakannya, bahkan merencanakannya dengan sangat matang?" "Ya, Cuma ada perubahan situasi. Kecermatan Ki Demang benar-benar di luar dugaanku, tampaknya kita tidak bisa memandang remeh kepadanya. Apalagi terdapat seorang Kiai Santun Paranggi yang entah kenapa tiba-tiba muncul dan ikut campur." "Maka pekerjaanmu bertambah berat," "Bukan saja bertambah berat, bahkan aku takut tidak bisa menyelesaikannya sesuai rencana," "Tapi kau juga tidak perlu terlalu khawatir." "Kenapa aku tidak perlu khawatir?" "Karena paling lama dua hari lagi Setan Galunggung Utara dan Macan Taring Satu akan segera sampai. Saat itu, entah siapa saja yang berada di Kademangan Dipa Saloka boleh kau anggap tidak ada artinya." Mahesa menghela nafas kecil, "Yang kuharap semoga mereka tidak terlalu banyak bersenang-senang di perjalanan." ~Dewi-KZ~ Bab VI, Macan Kurus & Setan Gemuk Seekor katak pohon me lompat terkejut ketika mendadak sebuah tapak kaki menginjak punggungnya. Ranting kecil di bawahnya pun bergemeletak patah. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kenapa kau membubarkan mereka?" "Tak ada guru yang lebih istimewa dari pengalaman, katak yang terkurung di tempurung pun akhirnya harus keluar menjelajahi tepian sawah." "Tetapi mereka adalah kaum perempuan semua." "Memangnya kenapa kalau perempuan" Apa perempuan bukan manusia. Apalagi mereka bukan perempuan biasa." Arus Puspita tersenyum, ditolehnya pemuda di sampingnya. Dibawah sinar bulan sabit yang temaram, wajah yang kokoh tapi agak pucat itu seperti kemala yang dilabur gelap, terlihat putih dan samar-samar memantulkan sifat kelelakiannya yang jujur. Arya mendongak memandangi bulan yang menggantung bagai sebutir pisang yang setengah matang setengah mentah. "Alangkah enaknya kalau itu benar-benar sebutir pisang," gumamnya pelan. "Apa?" gadis ini seperti agak bingung. Arya tersenyum, tangannya menunjuk bulan sabit dengan segerombol awan hitam yang membayang lewat pelan-pelan. Tak tahan Arum Puspita terkikik geli, tapi tak lama terdengar suara berkerukuk dari perut gadis berikat rambut sutra hijau itu. Arya tertawa, "Agaknya perutmu pun punya pendapat sama." Pipi Arum Puspita memerah tersipu, "Tapi aku tidak serakus kau." Omelnya. Setelah terdiam beberapa saat tiba-tiba Arum Puspita teringat sesuatu, "Kau belum mengatakan kepadaku Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bagaimana kau bisa menemukan cara membuka kode bintang bersegi lima itu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya tertawa geli, "Apa semua hal dalam perutku harus ku katakan kepadamu?" "Setidaknya akulah yang membawamu ke sana." Jawab Arum Puspita sambil menarik muka. Arya tersenyum letih, "Baiklah, anggap itu sebagai utang budi." "Ciss, aku tak akan menghutangkan apapun kepada orang sepertimu," potong Arum Puspita. "Oh?" "Kalau untuk menyumbat selembar kantong perutmu saja kau mengharapkan jatuhnya bulan, lalu dengan apa kau akan membayar hutangmu." Ujar Arum Puspita sambil tertawa geli. Arya memandangi wajah disampingnya dengan bengong, dalam pikirannya sekarang bahkan bulan yang berubah jadi pisang setengah mentah pun tak akan lebih elok dan menakjubkan dari wajah berbentuk kuwaci itu. Semburat putih dan rona merah samar-samar di kedua pipi itu seperti ratusan mega-mega yang disulam dengan amat hati-hati. Ketika tertawa, sepasang lesung pipit yang tidak teralu dalam, tapi sangat manis tercetak di kedua pipi gadis itu. "Kenapa kau memandangku seperti itu?" tegur Arum Puspita tiba-tiba. Arya gelagapan, tangannya pura-pura mengucek matanya yang tak pedas. Setelah terdiam beberapa saat baru ia berkata, "Sebenarnya Bibi ke 9 lah yang mengajariku." Sekarang dia telah menjadi ketua angkatan ke 10, tentu saja cukup sopan kalau ia memanggi bibi kepada Putri ke 9, apalagi kenyataannya Putri ke 9 adalah adik seperguruan ibunya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arum Puspita terkejut, "Kapan guru mengajarimu.?" "Ketika bibi ke 9 menyerangku dengan jurus terakhir dari ilmu pedang Pelangi Satu Warna itu, karena merasa tertarik, tak sengaja aku mengingat-ingatnya." Arum Puspita tersenyum, "Apa setiap tertarik terhadap sesuatu kau selalu mengingatnya?" "Memangnya ada yang keberatan?" Arum Puspita hanya tersenyum penuh arti, tiba-tiba wajahnya menunduk. "Jurus terakhir dari Ilmu Pedang Pelangi satu warna itulah yang aku gunakan untuk membuka kode bintang segi lima." Lanjut Arya. "Tapi gerakanmu seperti tidak mirip dengan gerakan mendiang guru." T ukas Arum Puspita. Arya tersenyum, "Kau sendiri yang mengatakan, bahwa jurus terakhir dari Ilmu Pedang Pelangi satu Warna adalah jurus yang unik. Ia adalah jurus yang menyerang, tapi tak bermaksud melukai. Kalau lawan tak bergerak, sekalipun tampak mengerikan, ia juga tak akan mengganggu seujung rambut. Ia menggunakan gerakan ilusi sebanyak-sebanyaknya untuk mengaburkan pandangan lawan. Prinsipnya ia menggunakan teori dengan variasi tertinggi membingungkan lawan." "Ehm..Aku seperti mengerti dengan apa yang katakan." "Tapi apa kau tahu variasi apa yang paling menakjubkan dan efektif?" "Apa itu?" Arya tersenyum dan menjawab dengan lambat, "Tanpa variasi mengalahkan segala variasi." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya melanjutkan sebelum Arum Puspita memotong, "Dengan menggabungkan semua ilusi atau tipuan gerak pedang menjadi hanya satu saja garis pedang, maka energi dan daya serang yang terpancar barulah akan luar biasa hebat. Kalau jurus ini dipakai untuk bertarung dengan orang, maka sebelum lawan sadar tubuhnya sudah akan berlubang. Inilah inti I lmu Pedang pelangi satu warna." Arum Puspita memandang pemuda itu bengong, setelah menghela nafas panjang baru ia berkata, "Sejak umur sembilan aku belajar ilmu pedang pelangi satu warna ini, sampai saat ini sudah sebelas tahun, tapi kalau dibandingkan denganmu yang hanya sekali melihat, mungkin perbedaannya seperti langit dan bumi." "Tapi aku juga tidak memahaminya begitu saja. Baru setelah melihat ukiran bintang bersegi lima itu barulah aku mengerti." "Oh?" "Apa kau tidak merasa bahwa ukiran bintang bersegi lima itu seperti mirip dengan gerakan jurus terakhir ilmu pedang pelangi satu warna?" "Kenapa aku tidak dapat melihatnya?" Arya menepuk jidat gadis itu pelan."Ukiran bintang lima itu terdiri dari lima buah garis utama yang saling berpotongan sehingga seolah membentuk puluhan garis yang membingungkan. Tapi pada intinya tetap saja ia hanya terdiri dari garis lurus, benar tidak?" Arum Puspita mengangguk, sekalipun belum begitu paham. "Maka untuk memecahkan kode bintang lima itu kita harus membutakan mata terhadap garis-garis ilusi dan hanya memandang satu garis, satu titik. Kalau digabungkan dengan gerakan jurus terakhir, maka ini seperti lubang kunci yang bertemu dengan anak kunci." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya tidak mengatakan bahwa inti sari dari ilmu pedang pelangi satu warna ini agak mirip dengan kepandaiannya sendiri, Sengatan Satu Titik, yang hanya menampilkan satu gerakan, tapi efektif dan mematikan. Tengah mereka bercakap dengan asik, mendadak terdengar kepak burung yang beterbangan. Sekalipun ribuan ekor burung terbang bersamaan tentu saja bukan kejadian yang aneh, tapi di ma lam buta seperti ini, kalau ada puluhan ekor burung yang secara bersamaan terbang mendadak, ini tentu bukan hal yang wajar. Arya menghentikan langkahnya, setelah mengerling sekilas, mendadak anak muda ini berseru, "Lama tak bertemu, baikbaik sajakah kau?" Arum Puspita memandang Arya dengan tatapan aneh, di sekeliling tempat ini tak ada siapapun, apa mungkin pemuda ini sudah kumat sintingnya saking kelaparan. Baru saja ia hendak menegur, mendadak terdengar gelak tawa, lalu sebuah suara yang mengandung nada kegembiraan pun berkumandang, "Telingamu tajam benar bocah cilik, di dunia ini selain kau rasanya tak terpikir olehku ada orang lain lagi yang mampu mengetahui kehadiranku secara begitu cepat." Arya tersenyum, "Kalau bukan karena burung-burung yang kau kejutkan, aku juga tidak akan tahu." "Oh..apa benar?" jawab suara itu sambil tertawa. "Boleh jadi anda yang sengaja memberitahukan kehadiran anda." "Memang sudah ku kira isi kepalamu tidak kalah berharga dari telingamu." Dari tadi Arum Puspita celingukan kesana kemari, namun sampai kedua orang itu bercakap beberapa puluh kata, ia tetap tak melihat orang lain selain mereka berdua. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kukira kau harus mengingatkan teman gadismu itu untuk tidak terlalu banyak menggoyangkan kepalanya, bisa-bisa lehernya yang putih itu mendadak sakit linu, kan berabe jadinya." Teguran yang dikatakan sambil bergelak tawa ini mau tak mau membuat bulu kuduk Arum Puspita merinding. Maklum saja, suara orang itu seolah dia berada tepat di sampingnya, namun kenyataannya di sekelilingnya hanya gelap saja. Arya hanya tersenyum dan sekejap mengerling ke arah Arum Puspita. Dua ekor gagak dengan sayap terentang santai terlihat terbang melintasi bulan sabit yang bersinar temaram. "Agaknya wajahmu semakin hari semakin pucat saja," Arum Puspita tidak merasa aneh dengan kalimat ini, tapi Arya segera merasa darah di tubuhnya berdesir lebih cepat. Kalau orang lain mengira bahwa pucat di wajahnya itu hanya warna muka yang biasa, apalagi di daerah pegunungan seperti lereng sindoro ini, tapi Arya sendiri tahu pasti bahwa warna pucat di wajahnya adalah gejala mengamuknya racun 30 Hari Naik ke surga yang mengeram di tubuhnya. Semakin pucat wajahnya, maka bekerjanya racun di tubuhnya juga semakin hebat. Arya tertawa rawan, "Di lereng pegunungan seperti ini, berwajah pucat bukanlah hal yang terlalu aneh. Sekalipun tidak pernah ku lihat wajahmu, namun dapat ku pastikan kalau saat ini pun mukamu tentu terlebih pucat dari dahulu." "Benar, memang tidak terlalu aneh. Tapi kalau orang semuda kau ini lantas begitu saja di paksa naik ke surga, betapapun hatiku rasanya tidak begitu enak." "Naik ke surga adalah impian semua orang, sekarang atau nanti kukira sama saja." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Suara itu tertawa pelan, "Baiklah, kalau kau mau naik ke surga sekarang juga terserah kehendakmu dan siapapun tidak berhak melarangnya. Cuma betapapun kau harus memberiku satu dua barang kenangan biar setiap saat bisa ku bayangkan wajah pucatmu itu." "Jangankan barang berharga, bahkan perutku pun kosong melompong, lalu apa yang bisa ku berikan pada orang lain?" "Kalau toh kau tidak bisa memberikan suatu barang, setidaknya kau dapat melakukan Sesuatu pekerjaan untukku." Arya tertawa, "Sekalipun aku bisa sedikit memainkan ilmu silat kaki tiga, namun untuk menjagal belasan ekor kuda sekaligus sepertinya bukan keahlianku." Tidak terdengar jawaban, agaknya orang itu terkejut bahwa Arya telah mengetahui rahasianya dengan tepat. Setelah agak lama, barulah terdengar seruan, "Bagaimana kau tahu?" Biji mata Arya berputar, "Seharusnya kau tidak membawa pergi seluruh kepala kuda itu." "Kenapa aku harus meninggalkan kepala kuda itu?" nada suaranya terdengar tidak enak, seperti diucapkan sambil menarik muka. "Karena sekalipun orang lain tidak tahu, tapi aku toh tahu bahwa di dunia ini selain dirimu tak dapat lagi ku temukan ada orang yang paling doyan dengan panggang kepala kuda. Apalagi orang yang menguasai ilmu meringankan tubuh begitu tinggi sehingga mampu bersembunyi di atas pohon tanpa di ketahui oleh orang-orang seperti Kiai Santun Paranggi dan Thian-Ok Hwesio di dunia ini paling-paling tidak lebih dari lima orang." Jelas Arya. "Apa kau melihatku?" Arya hanya tersenyum dan tidak menjawab. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Orang itu terdengar menghela nafas, "Tak kusangka kepandaian yang ku agulkan selama ini ternyata tidak berharga sepersepun di mata pemuda rudin semacam kau." Ucapnya dengan gegetun. Untuk beberapa saat tak terdengar suara. Angin bertiup sayup-sayup, membelai lembut dan membuat beberapa helai rambut Arum Puspita terbang meliuk-liuk. "Saat ini ayahmu tengah berada di Jatingaleh." Arya merasakan kulit wajahnya mengencang. "Aku tahu, hubunganmu dengannya tidak terlalu baik, tapi keadaannya saat ini, selain kau mungkin di dunia ini tak ada lagi yang bisa menolongnya." Karena tidak mendapat jawaban dari Arya, kembali orang itu me lanjutkan, "Dan aku harus mengingatkanmu, kau sebaiknya tidak terlalu percaya terhadap orang-orang di sekitarmu. Kau toh tahu, satu lubang kecil akan menghancurkan seluruh bendungan." Lalu senyap. Arya menghela nafas panjang, dikendorkannya kepalannya yang mendadak tadi mengepal kencang. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Arum Puspita dengan berbisik. Arya manggut-manggut. Kepalanya mendadak terasa penuh, juga agak sedikit pusing. ~Dewi-KZ~ Jalan, adalah sebuah kata yang sangat umum. Ia juga tempat yang sangat umum. Sebuah kota, atau desa, atau kademangan tak mungkin ada tanpa adanya jalan, tapi selonjor jalan bisa saja seenaknya ada tanpa ada apa-apa disampingnya. Jalan adalah nadi dalam sebuah kota. Ia seperti Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ saluran yang mengalirkan udara, darah, makanan, air kencing, atau bunyi kentut. Jalan juga bersifat sangat umum, siapapun boleh berbuat apa saja di jalan, bertingkah sebagai manusia yang paling gila, paling miskin, atau berlagak sebagai orang yang tiga tahun tujuh bulan tidak mandi, boleh juga berteriak dengan bermacam cara, dari yang paling sopan sampai dengan kentut yang paling busuk. Tapi siapapun tak berhak memiliki jalan, karena sekalipun semua orang, atau yang bukan orang, boleh lewat atau kencing di situ, tapi siapapun tak boleh dan tak berhak mengakuinya sebagai milik pribadi. Karena jalan adalah lambang kebersamaan, simbol gotong royong. Ia ada karena kita ada, bukan hanya aku. Tapi Arya justru seakan tak punya tempat tinggal lain selain jalan, dan karena itu ia sangat menyukai jalan, karena jalan mengingatkannya terhadap sifat manusia yang saling berbagi, saling menertawakan, saling mencinta. Jalan raya di pusat Kademangan Jatingaleh ini ramai, orang kecil, muda, tua, paruh baya, perempuan cantik, gemuk, Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pengemis yang mencari kutu, atau pedagang yang berteriakteriak seakan-akan sebuah corong pengeras dipasang di mulutnya, juga serombongan bocah cilik yang berkejaran sambil sesekali bergulingan dan mandi debu, membuat warna pucat di wajah Arya agak sedikit memerah. Di sebelah sana sebuah pasar terlihat berdesak dengan berbagai macam orang, berbagai macam barang, berbagai macam teriakan, atau sumpah serapah. Sungguh sebuah kehidupan yang menarik. Seekor kuda berwarna hitam dengan dua titik putih di dahinyua dan berpenunggang seorang lelaki dengan punggung kokoh dan cambang yang diplintir lewat berderap. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya menggamit tangan Arum Puspita yang sejak tadi seakan tak punya waktu luang untuk hal lain selain celingakcelinguk ke sana kemari. Gadis ini mungkin sudah tidak kanakkanak lagi, tapi setiap wanita selalu sama, tak tahan dengan keramaian. "Apa kau sudah selesai?" Gadis itu memandang Arya dengan bengong, "Apanya yang sudah selesai?" Arya tertawa, "Memangnya lehermu tidak pegal?" Arum Puspita mencibir. Gadis ini seakan bertambah cantik ketika merengut tidak merengut seperti ini. Mereka berdua kemudian memasuki rumah makan yang lumayan besar, sedikitnya ada sepuluh meja berbentuk bundar dan persegi yang ditata rapi. Rumah makan berlabel, Sumonggo, itu sepertinya punya kualitas yang memuaskan. Ini terlihat dari banyaknya meja yang terisi dan suasana yang bersih dan nyaman. Beberapa buah dupa yang menguarkan asap wangi menjadi tabir bagi kawanan lalat yang usil. Arya memilih duduk di meja yang menghadap pintu. Dengan begitu ia bisa leluasa memandang lalu lalang orang yang lewat di jalan raya. Seorang pelayan segera menghampiri mereka dan menyapa ramah. Setelah memesan beberapa macam makanan, Arya bertanya apakah rumah makan itu menyediakan kamar penginapan. Pelayan itu manggut-manggut sambil tertawa, "T uan muda mau memesan berapa kamar?" tanyanya sambil me lirik Arum Puspita. "Dua kamar" jawab Arya sambil tersenyum. Sambil tersenyum pelayan itu mengiakan dan segera berlalu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kita akan menginap disini?" "Memangnya kau mau tidur di pinggir jalan?" Arum Puspita memonyongkan bibirnya. Ia hendak mengomel, tapi sebelum buka mulut mendadak terdengar suara bentakan, lalu dua orang lelaki tinggi besar masuk ke rumah makan itu dan langsung menggebrak meja kasir. Setelah berbicara sejenak dengan kasir yang melayani dengan muka pucat ketakutan, kedua laki-laki itu terus keluar lagi. Pelayan yang tadi, setengah berlari menuju ke arah meja Arya, "Maaf, tuan muda, sepertinya tuan muda hanya mendapat satu kamar saja." Alis Arya berkerut, "Bukankah kau bilang tadi ada dua?" "Benar, tapi mendadak Tuan muda Kuda Bawana memesan sepuluh buah kamar untuk dua hari. Sebetulnya kami merasa tidak enak dengan tamu lain yang memesan duluan, tapi apa boleh buat, kalau kami tidak menyediakan pesanan itu, tidak mustahil ketika matahari terbit besok hari kami semua sudah akan jadi pengemis di jalanan." "Memangnya siapa Kuda Bawana itu?" tanya Arum Puspita. "Dia adalah putra pertama Ki Demang Lembu Patik Pulung." Sebetulnya Arum Puspita merasa tidak puas dan ingin mengomel lebih lanjut, tapi Arya cepat menggamit tangannya, "Baiklah, tidak apa-apa. Sediakan satu kamar saja." Pelayan itu mengucapkan terima kasih berulang-ulang dan segera berlalu. "Kenapa kau berikan kamarmu pada pemuda yang hanya mengandalkan kekuasaan ayahnya itu?" tanya Arum Puspita dengan nada tidak senang. "Sekalipun dia hanya mengandalkan ayahnya tapi saat ini aku tidak ingin ribut dengannya?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kalau kau tidak berani, biar aku saja yang maju." Arya tersenyum, "Kalau aku saja tidak berani, bagaimana kau bisa seberani itu?" "Berani atau tidak berani, pokoknya akan kuhajar adat pemuda sombong itu." Ujar Arum Puspita sambil meraih pedangnya. Arya segera manarik gadis itu untuk kembali duduk, "Jangan lupa sekarang akulah Ketua Istana Dasar Teratai, betapapun kau harus menurut perintahku." Katanya sambil tertawa. Arum Puspita memandang pemuda itu agak lama, dan tak tahan untuk tak tertawa. Arya juga tersenyum, "Nah, sekarang kau kau duduklah yang baik. Ingin ku lihat juga bagaimana tampang putra Demang itu." "Pasti menyebalkan." Tukas Arum Puspita. Arya tertawa. Seorang pelayan datang sambil membawa pesanan makanan mereka. Melihat paha ayam yang dipanggang kecoklatan itu, selera makan kedua pemuda-mudi itu segera naik dan tanpa menunggu lagi dengan lahap beberapa potong paha ayam itu sudah berpindah ke perut mereka. Tidak lama terlihat di depan rumah makan sebuah kereta yang ditarik dua ekor kuda berhenti. Empat lelaki kekar berlompatan dari bagian depan dan langsung berdiri tegak di depan pintu kereta. Salah seorang dari mereka membukakan pintu. Kereta itu mungkin bukan kereta yang paling bagus, tapi dengan warna hitam yang berkilat, bahan kayu yang kokoh dan kuat, serta dua ekor kuda penarik yang tegap dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berotot, seolah sudah meneriakkan dengan keras tentang kengkuhan dan kemewahan pemiliknya. Berikutnya, seorang pemuda dengan wajah putih gagah dan sebilah keris tersoreng di punggungnya keluar dengan langkah lebar dan pandangan ke atas. Melihat lagak pemuda ini, sepertinya dua biki matanya memang tumbuh di atas kepala. Sepasang tangannya tergendong di belakang punggung, memainkan dua butir bulatan sebesar telur ayam yang bersinar keemasan. Bersama dua orang rekannya ia kemudian duduk di meja paling besar. Meja itu sebetulnya bisa memuat sepuluh orang lebih, makanan yang tersedia juga sedikitnya bisa membuat lima belas orang berperut gentong mati kekenyangan, tapi sekarang meja itu hanya diisi dengan tiga orang saja, tentu saja menimbulkan kesan yang sangat berlebihan sekali. Melihat tampang pemuda bernama Kuda Bawana yang lumayan tampan dan gagah itu sebenarnya masih boleh juga, tapi kalau digabungkan dengan keangkuhan dan matanya yang terletak di atas kepala, kesannya menjadi memuakkan. Tapi sekalipun memuakkan tak seorangpun yang berani mengusik. Suasana di dalam rumah makan itu menjadi lengang, setiap orang tak berani mendongakkan kepalanya, apalagi bersuara keras, bahkan seorang berbadan gemuk pendek yang agaknya punya penyakit asma pun kelihatan berusaha keras mengendalikan tarikan nafasnya. Dua orang yang duduk bersama Kuda Bawana sepertinya juga bukan kaum keroco rendahan, seorang lelaki dengan kalung emas yang seolah lebih besar dari lehernya, tulang pipi yang menonjol, dan usia yang tak dapat di tebak. Yang satunya adalah seorang perempuan setengah baya dengan dandanan ala keraton, perhiasan yang bergemerlap di sanasini, wajahnya cukup cantik juga, sekalipun rada-rada membuat perut muak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arum Puspita mendengus pelan, kalau menurut adatnya, sudah dari tadi ia ingin melolohkan segumpal tahi kerbau ke mulut pemuda berlagak besar itu. Dengusan itu sepertinya terdengar oleh ketiga orang itu, Kuda Bawana terlihat melirik sekejap ke arah Arum Puspita, sebetulnya ia ingin membentak marah, tapi melihat kecantikan Arum Puspita yang seperti kuncup melati muda itu bentakan itu dalam sekejap berubah menjadi senyuman. "Paman Hanggarawura, bagaimana pesiar paman kali ini, apakah memuaskan?" "Ehm..masih boleh juga." "Bagaimana dengan bibi?" "Asal kau yang menemani, sekalipun pesiar ke kuburan juga tak akan ku anggap menyebalkan." Jawab perempuan setengah baya itu sambil tertawa, "Cuma mungkin agak merepotkanmu." "Ah...Bibi jangan terlalu sungkan, anak diperintahkan oleh Ayah untuk menemani Paman dan Bibi berdua, sekalipun kademangan Jatingaleh ini tidak sebesar ibu kota tapi apa yang Paman dan Bibi berdua inginkan tentu anak akan berusaha mendapatkannya sepenuh tenaga." Arya agak sedikit heran, lagak dari pemuda itu lumayan besar, tapi tutur katanya cukup sopan. Arum Puspita agaknya merasakan keheranan yang sama, sepasang alis tipis di wajah gadis manis itu terlihat berkerut. "Tujuanku kesini sebenarnya juga bukan melulu mencari kesenangan saja." Kata laki-laki yang di sebut Hanggarawura itu. "Kau jangan berkata seperti itu, betapapun Kuda Bawana sudah berlelah capek mengajak kita pesiar kesana-kemari. Kalau kau terus merengut seperti itu, bukankah terlalu tidak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menghormati keponakan kita ini?" tegur perempuan di sebelahnya sambil tertawa. Hanggawaruwa menghela nafas panjang, "Setelah mengetahui bahwa kepandaian Kebo Sora ternyata sedemikian tingginya, memangnya apa lagi yang bisa membuatku tenang?" "Setidaknya dia sudah terkena satu kali telapak Gajah Mengaduk Lumpurmu. Ditambah racun melati biru milikku, setinggi apapun ilmu silatnya mustahil dia masih hidup sampai sekarang." Hanggarawura memandang perempuan di sampingnya, "Kalian hanya tahu dia terkena satu kali telapak tanganku, tapi apa kalian tahu ketika dadanya kuhantam secara mendadak waktu itu, kurasakan seolah tenaga dalamku tersedot kuat?" Wajah perempuan itu segera berubah hebat, "Apa maksudmu?" Hanggarawura tidak menjawab, tangannya meraih sayap bebek goreng di depannya. Percakapan itu sesungguhnya dilakukan dengan pelan, telinga orang biasa tak akan dapat mendengarnya, tapi tentu saja lain dengan Arya, setiap patah kata kedua orang itu dapat di dengarnya dengan jelas. Mendengar bahwa Ayahnya yang ternyata telah menyantroni kademangan ini, dan pergi dengan terluka betapapun membuat keringat dingin merembes di punggungnya, sekalipun jarang orang lain yang tahu, namun cukup diketahuinya betapa tinggi ilmu silat Ayahnya, apalagi dengan ilmu tiga belas pusaran gelombang yang menggidikkan, maka kalau orang ini bisa memukul telak pada dadanya, kepandaiannya mungkin tidak di bawah tokoh semacam Thian-Ok Hwesio. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Beberapa saat kemudian, ketiga orang itu terlihat sudah puas bersantap. Setelah melemparkan serenceng uang kepada pelayan, maka Hanggarawura, Kuda Bawana, beserta perempuan setengah baya itu bangkit dan berjalan ke luar. Ketika hendak melangkah tadi, seperti sengaja tidak sengaja perempuan setengah baya tadi mengerling sekejap ke arah Arya. Ujung bibirnya juga memperlihatkan senyum menggoda. Arya hanya tersenyum, sedang Arum Puspita segera merengut, "Dasar tua bangka tak tau diri, siluman tua tak tahu malu." ~Dewi-KZ~ Langit senja adalah pemandangan yang serba ajaib, ia berwarna mirip fajar, yang membuka harapan, tentang kehidupan, tentang cinta, tentang perhubungan yang erat antar berbagai makhluk di alam semesta. Tapi ia juga menyimpan sembilu, dimana gelap dengan cepat menerkam siang, menenggelamkan berbagai kesenangan, berbagai rona dan cahaya. Orang-orang kaya sangat suka memandangi matahari terbenam, dengan sinar-sinarnya yang mirip lampu sirkus. Tentu saja mereka memandang tak dengan tubuh telanjang, atau perut yang melilit dan dingin yang meruyak tulang. Maka pemandangan langit senja mungkin saja menawan, tapi Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memandangi orang-orang kaya yang sedang melihat matahari terbenam bukan saja tidak menyenangkan, kadang juga membuat gemas tidak karuan. Tapi dua orang itu tentu saja bukan orang kaya, karena tidak pernah ada orang kaya yang memakai kulit binatang sebagai pakaiannya, apalagi kulit binatang itu hanya disampirkan begitu saja, memperlihatkan bahunya yang penuh bertonjolan tulang. Kulitnya berwarna coklat kehitaman. Orang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ini bukan saja sangat kurus, sepertinya juga mengidap penyakit TBC. Seorang di sebelahnya sebaliknya berkulit putih kemerahan, mirip kerbau albino, rambutnya gombyok sepunggung, perawakan tubuhnya mirip gentong kosong, besar di tengah sempit di ujung, mungkin kalau digadaikan masih laku lima atau enam perak. Dua orang aneh itu sejak tadi hanya duduk saja, memandangi matahari terbenam, tidak bergerak, juga tidak bicara. Mungkin kalau ada serombongan anak-anak lewat dan melihat mereka berdua, mustahil kalau tidak disangka memedi sawah. Dua ekor jangkrik hinggap di kepala si kurus dan berkerik beberapa kali. Tapi si kurus bukan saja tidak menghalaunya, bahkan sekadar melirik saja tidak. Tentu saja ini membuat dua ekor jangkrik itu seperti mendapat podium gratis. Maka mereka pun mengkirik lebih keras, seolah dua orang penyanyi yang sedang berduet menembang lagu-lagu cinta. Tapi rupanya nyanyian dua sejoli itu mengundang penonton tak diundang. Penonton ini sekalipun senang sekali mendengar nyanyian jangkrik, tapi ia sama sekali tak suka dengan suaranya, karena ia adalah seekor Cucak Rowo. Burung Cucak Rowo tak suka mendengarkan jangkrik menyanyi, ia hanya suka menjadikannya teman araknya. Maka si Cucak rowo ini pun dengan semangat empat lima segera bersiap bersantap malam. Tapi ketika makan malam itu sudah berada di ujung paruhnya, tiba-tiba podium itu bergerak, kemudian sebuah benda yang mirip tangan manusia mencengkeramnya erat. Biasanya si Cucak rowo ini sangat percaya diri terhadap kemampuannya bermanuver di udara, sehingga membuat musuh bebuyutannya, si elang pusing tujuh putaran. Tapi kali ini ia bahkan tidak bisa membuat sebuah gerakan pun. Mendadak saja ia sudah menemukan dirinya di cengkeram. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kalau kau ingin bersantap malam, aku juga tidak akan melarangmu, tapi kepalaku ini bukan meja makan, jadi maaf saja." Gumam si kurus sambil menatap Cucak rowo di tangannya. Beberapa kejap ia sempat melotot terhadap burung nakal ini sebelum melemparkannya ke udara. Kedua jankrik itu tentu saja sejak tadi-tadi sudah mencawat ekor dan lari jauh-jauh. "Kau tidak mau membuat kepalamu sebagai meja makan, tapi kulihat kau amat menikmati sekali membuatnya sebagai podium." Sahut si Gemuk sambil tertawa. Nada suara orang ini penuh kegembiraan, seakan bahwa dia dilahirkan sebagai orang miskin, berperut gemuk, dan dengan wajah yang sangat pas-pasan ini sudah merupakan kebahagiaan yang tak terkira. "Tentu saja, sekalipun miskin, tapi aku punya rasa seni yang lumayan." Si Gemuk tertawa tergelak, "Tidak heran sekalipun tubuhmu seperti memedi sawah tapi air senimu cukup lumayan juga." Si Kurus ini tak tertawa, hanya tadi terdengar suara "He.."sekali dari tenggorokannya. Agaknya bukan saja pakaiannya saja yang aneh, gaya tawanya pun lain dari yang lain. "Apakah kita akan melanjutkan perjalanan?" tanya si Gemuk di tengah derai tawanya. "Matahari memang sedap dipandang, tapi kalau dibuat santap malam agaknya kurang mengenyangkan. Sebaiknya kita memang melanjutkan perjalanan saja, siapa tahu di rumah bocah cilik itu ada dua tiga tikus bakar yang bisa dibuat ganjal mulut gentongmu." Si Gemuk tertawa bergelak. Kedua orang itu segera bangkit dan berjalan pelan-pelan. Cara berjalan mereka ini seolah set iap langkah dihayati benarTiraikasih Website http://kangzusi.com/ benar. Tapi baru dua tiga langkah berjalan, tiba-tiba kening si Kurus berkerut, kepalanya didongakkan ke atas, agaknya sedang mendengarkan satu suara dari kejauhan. Seketika langkahnya juga berhenti. "Seperti orang yang mau mati." Gumam si Kurus. Si Gemuk manggut-manggut, "Di padang rumput seindah ini ternyata ada orang sekarat, sungguh menarik sekali." Seperti sudah ada kontak batin sebelumnya, kedua manusia aneh kurus gemuk ini seketika melayang ke sebelah utara sana. Cara bergerak mereka ini sungguh kalau ada orang melihatnya tentu orang itu sudah akan menganggap mata sendiri kurang beres. Hakikatnya mereka berlari seperti melayang di atas rumput. Dibawah sebatang pohon perdu dengan bayang-bayang yang memanjang di tengah terpaan sinar senja seorang lakilaki bertampang gagah terkapar pingsan. warna mukanya seperti mayat yang sudah mati dua puluh sembilan hari, putih pucat. Dari mulutnya keluar darah segar terus menerus, saat ini hakikatnya ia sedang berbaring di kobakan darah. Sekalipun nafasnya masih terlihat satu-satu, namun seperti benang layang-layang yang diterpa angin badai, setiap saat bisa putus. Si Kurus dan si Gemuk berdiri berdampingan memandangi laki-laki itu dengan bengong. "Apa kau kenal orang ini?" tanya si Gemuk. Si Kurus menggelengkan kepala, "Tapi aku kenal pukulan apa yang menghantam dadanya." "Kalau itu mah aku juga tahu, sembilan dari sepuluh bagian pasti Telapak Gajah mengeduk Lumpur milik tua bangka ompong itu." Si Kurus manggut-manggut, "Tapi sepertinya bukan Tua bangka itu sendiri yang turun tangan." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bagaimana kau tahu?" "Kalau dia sendiri yang bertindak, mustahil orang ini masih hidup, bahkan bisa kabur segala." "Apakah kita akan menolongnya?" "Karena dia tua bangka yang melukainya, maka kita harus menolongnya." Si Gemuk tertawa, "Entah kenapa pendapatmu selalu cocok dengan pikiranku." "Tentu saja, hakikatnya kepalamu itu sudah penuh berisi daging busuk, mana bisa berpikir lagi." Jengek si Kurus. Sementara mulutnya berbicara tangannya juga tidak menganggur. Segera disingkapnya baju wulung lelaki itu. Ketika dadanya terbuka tampaklah bekas telapak berwarna biru kehitaman. Si kurus segera menotok delapan jalan darah di sekitar bekas telapak itu, mengurut beberapa urat syaraf di pinggang, dan mendudukkan lelaki itu. Si Gemuk dengan cekatan menutuk beberapa jalan darah di punggung dan menyalurkan hawa murni ke tubuh lelaki itu. Beberapa saat kemudian tiba-tiba tubuh lelaki itu tersentak, mulutnya menyemburkan darah kehitaman bercampur biru. Muntahan itu lumayan banyak, sedikitnya ada satu mangkok besar. "Hari sudah ma lam, bagaimana kalau kita bawa serta saja kucing pingsan ini?" tanya si Kurus. Si Gemuk manggutkan kepala, lalu tangannya meraih tubuh lelaki itu, mengempitnya di ketiak dan bersama rekannya melayang ke timur sana. ~Dewi-KZ~ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Bab VII, Risang Ontosoro Kamar itu tidak besar, hanya terdapat satu ranjang dengan kasur kapuk yang bersih, sebuah kursi dan meja kecil. Kamar sekecil ini tentu saja tidak cocok digunakan berdua, apalagi antara laki-laki dan perempuan juga ada batasnya. Arya tersenyum, lalu katanya kepada Arum Puspita, "Kau mengasolah dulu, aku belum mengantuk. Sebentar aku akan berjalan-jalan keluar mencari udara malam." Arum Puspita hanya menganggukkan kepala. Sekalipun dirinya lebih bodoh juga tahu arti dari perkataan Arya. Terhadap maksud pemuda itu lamat-lamat di lubuk hatinya mengembang rasa manis. Kalau ingin mengusir dingin, minumlah teh setengah panas. Arya memandangi air teh yang hijau bening itu dengan takjub. Bening itu seperti permukaan telaga yang membius di tengah gemiricik air di kembang lazuardi, juga layaknya selaput air yang mengembang di sepasang mata. Asap tipis mengambang, pelan-pelan. Menerbitkan aroma segar yang hangat, seolah membelai jiwa manusia untuk tak berhenti menemukan sejatinya. Diseruputnya teh hijau bening itu sedikit. Sejalur hawa hangat terasa mengalir turun ke perutnya, berputaran di situ, kemudian menyebar ke seluruh anggota badan. Dingin yang mencekam seakan luruh dalam hawa hangat yang membangkitkan semangat. Gugus bintang yang bersembunyi di balik gelap dan cahaya bulan yang temaram, ditambah kabut yang melayang tipis membuat malam bertambah pekat. Hanya sinar uplik yang tak berhenti bergoyang, seperti seekor ular kecil yang bermainmain di permukaan rawa. Tiba-tiba terpikir oleh Arya, malam sepekat ini kalau dirinya menyusup ke Gedung Kademangan dan menyelidiki beberapa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ hal disana bukankah akan membuat urusannya bertambah mudah. Apalagi kabar tentang ayahnya, betapapun ia harus mendapatkan kepastiannya, sekaligus dimana orang tua itu berada. Berfikir demikian, segera Arya beranjak bangkit, meninggalkan dua keping uang di meja, kemudian dengan gaya santai menyusuri jalan raya. Rumah-rumah penduduk yang umumnya berbentuk joglo tertutup tampak seperti gumpalan awan hitam yang bergerombol. Di ujung jalan sana terdapat sebuah lumbung padi besar berbentuk panggung. Di samping lumbung padi itulah terletak Gedung Pusat Kademangan Jatingaleh. Dengan bentuk joglo terbuka, sekilas ukurannya sedikit lebih besar dari pada Gedung Kademangan Dipa Saloka. Rumah Joglo besar itu tak berpagar, sehingga dalam keremangan malam dapat terlihat bayangannya yang kokoh kuat. Hanya sekitar lima orang hilir mudik di depannya. Mengikuti angin semilir yang berhembus, Arya melayang ke arah lumbung padi besar itu, melompat ke atap, dan berdiam sejenak disitu. Setelah di rasa aman, ia berniat melompat lagi ke atap Rumah joglo besar itu. T api baru saja ia menjejakkan kakinya mendadak matanya menangkap satu bayangan hitam yang bergerak-gerak di atas atap. Perawakan sosok hitam itu tidak terlalu besar, seperti seorang laki-laki, memakai kedok di mukanya, dan ilmu meringankan tubuhnya lumayan tinggi, setidaknya Arya bisa mendengar kalau pernafasan orang itu sangat teratur, lagi pula halus sekali. Orang itu berlompatan diatas atap seperti kucing memburu tikus. Celingak-celinguk sebentar kemudian membuka satu buah genting. Tampaknya seperti sedang memperhatikan sesuatu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya sebenarnya tak ingin mengejutkan ular dengan menggebuk rumput, tapi kalau dirinya hanya diam mengawasi sosok hitam itu saja, kan sama saja dengan maling memandang maling, sama sekali tidak mendapatkan hasil, kecuali perut kembung kemasukan angin. Maka dijumputnya dua lembar daun hijau, diremasnya menjadi satu bulatan kecil, lalu dengan jentikan jari pelan bola kecil itu sudah melayang ke depan sana. Orang itu tampak terjingkat kaget ketika mendadak jalan darah di pundaknya macet. Seketika tangan kiri pun seperti lumpuh. Reaksinya ternyata juga tidak lambat. Dalam sekejap tangan kanannya sudah memegang satu genggam jarum yang berkilat perak. Namun begitu tangan terangkat hendak melempar, tiada tenaga yang keluar. Ternyata dalam waktu sekejap itu Arya kembali menghajar jalan darah di pundak kanan orang itu sehingga tangan kanannya lumpuh sementara. Diam-diam keringat dingin merembes di tengkuk sosok hitam itu, bayangkan saja, dalam malam yang sepekat ini, beruntun kedua jalan darah di pundaknya telah terhajar mentah-mentah tanpa sedikitpun dia mampu melakukan perlawanan, padahal biasanya dia sangat percaya diri terhadap ilmu kepandaiannya. Sekarang jangankan orangnya, bahkan dari arah mana senjata rahasia yang disambitkan musuh saja ia tidak tahu, biarpun biasanya dirinya suka ugalugalan dan anggap enteng persoalan juga selekasnya angkat kaki tanpa banyak cincong lagi. Arya hampir saja tertawa geli. Waktu pertama tadi sosok hitam itu tampaknya begitu yakin dengan setiap tindakannya, bahkan rada-rada takabur, tapi ketika kedua remasan daun yang disambitkannya telak mengenai jalan darah di pundak laki-laki itu sikapnya seperti kucing yang kehilangan ikan asin kesukaannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tapi rupanya keributan kecil itu mengundang perhatian orang di dalam rumah besar itu, di sertai bentakan, "Anjing siapa berani mencuri dengar pembicaraan tuanmu?" lalu sosok tinggi besar terlihat menjebol atap. Si Kedok hitam itu sebenarnya sudah melompat sepuluhan meter, apalagi ilmu meringankan tubuhnya terhitung lumayan, Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo namun laki-laki tinggi besar itu rupanya juga tidak jelek kepandaiannya. Sekalipun berat tubuhnya lebih dari dua ratus kati, tapi ia melayang di atas atap layaknya awan hitam yang tertiup angin, seperti sama sekali tidak makan tenaga. Si Kedok hitam segera percepat langkahnya, tapi mendadak dari bawah me lompat bayangan orang, berbarengan angin tajam berkesiur menghantam. Rupanya sembari melompat berbarengan orang yang baru datang ini sekalian melepaskan pukulan. Kontan si Kedok hitam menghantamkan tangannya ke depan, empat pasang telapak tangan bertemu, dan "Blang.." tubuhnya berjumpalitan ke atas, hinggap di ujung payon dan berdiri tegap. Lawannya kelihatan tergetar beberapa langkah ke belakang. Arya memicingkan matanya, dalam remang-remang dilihatnya lelaki tinggi besar itu mempunyai wajah yang unik, dengan bentuk persegi panjang dan cambang yang memenuhi hampir separoh mukanya, ditambah sebiji matanya yang tertutup dengan kain hitam membuatnya seperti seorang bajak laut yang tersesat di daratan. Ketika melihat sepasang golok bergelang sembilan melintang di punggungya Arya diam-diam terkejut. Orang itu berjuluk Bajak Daratan Mata Tunggal, kabarnya ilmu Putaran Sembilan Beliungnya tiada tandingan di sepanjang pesisir utara. Sedangkan laki-laki satunya berpakaian rapi, gagang keris berwarangka emas tampak menyembul di pinggangnya. Wajahnya putih halus. Lamat-lamat Arya seperti pernah melihatnya, ...ah..ya, Demang Lembu Patik Pulung. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Telapak Penggetar Sukma benar-benar tidak bernama kosong, Cuma sayang tidak banyak gunanya." Seru si Kedok Hitam setelah tertawa tergelak. Demang Lembu Patik Pulung hanya menjengek, "Sekalipun tidak berguna, tapi untuk membuatmu lumat sedikitnya masih lebih dari cukup." "O..apa benar?" Belum habis bicara mendadak kedua tangan orang berkedok hitam itu mengibas ke depan, serenceng rantai dengan ujung belati seketika menyambar Bajak Daratan Mata Tunggal. Sambil membentak keras Bajak Daratan putar sepasang goloknya menyambut luncuran rantai. Luncuran rantai itu pada mulanya seperti lambat, mendadak di tengah jalan bergerak memutar dan meluncur secepat kilat ke arah Lembu Patik Pulung. Demang Jatingaleh itu yang tidak mengira akan diserang dengan begini aneh berteriak kaget, tapi dia juga bukan jago keroco, sambil melompat ke atas kerisnya yang bersinar kehitaman menebas ke bawah. Namun rupanya serangan ini pun hanya pancingan saja, karena mendadak, dengan sudut belok yang menakjubkan ujung rantai yang mirip belati itu berputar dan me luncur ke arah sebatang pohon. Begitu ujung rantai menancap pada batang pohon, seketika orang berkedok itu menyendalkan pangkal rantai di tangan kanannya dan secepat petir melayang ke depan sana. Melihatnya lawannya hendak kabur, Bajak Daratan membentak keras, tubuhnya melayang ke depan. Tapi dengan memanfaatkan efek luncuran rantainya orang itu sudah selangkah maju. Sadar tidak dapat mengejar lebih jauh, Bajak Daratan melempar golok di tangan kananya. Angin tajam segera menderu ke arah si Kedok Hitam. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tapi rupanya si Kedok hitam sudah memperhitungkan tindakan lawannya itu, ditunggunya sampai golok bergelang sembilan itu sampai, seketika tanganya mengibas ke belakang, sebatang tongkat berwarna hitam memapak datangnya golok. "Trang.." lelatu api memercik sekejap, sementara si Kedok Hitam semakin cepat melayang ke depan. Rupanya efek benturan tadi telah dimanfaatkannya untuk menambah daya luncur tubuhnya ke depan. Lembu Patik Pulung juga tidak tinggal diam, sambil berlari mengejar ia bersuit keras, maksudnya memanggil pengawalnya. Arya kagum melihat ketangkasan orang berkedok hitam itu, tampaknya disamping ilmu silatnya yang tinggi dia juga mempunyai kecekatan otak di atas rata-rata. Sementara si Kedok Hitam sudah melayang lagi ke depan sana, di belakangnya mengintil dengan ketat Bajak Daratan dan Lembu Patik Pulung. Kedua orang di belakang itu Ajian Canda Birawa 1 Dewa Arak 43 Garuda Mata Satu Rahasia Ciok Kwan Im 2

Cari Blog Ini