Ceritasilat Novel Online

Budha Pedang Penyamun Terbang 5

Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira Bagian 5 TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Untuk kali pertama banyak sekali orang-orang Negeri Atap Langit di sini. Jalan mereka cepat sekali dan mata mereka begitu sipitnya, sehingga seolah-olah tampak sebagai suatu garis sahaja. Jika tanpa sengaja bertemu pandang denganku, mereka segera memalingkan muka entah kenapa. Aku tidak melihatnya sebagai tindakan sombong atau mungkin jijik melihat caraku berpakaian yang seperti gelandangan, melainkan lebih seperti malu. Mengapa harus seperti malu" Dalam dadaku bertiup kembali gairah menyerap segala sesuatu dalam pengembaraan. Kubayangkan seandainya diriku tidak memilih jalan di rimba hijau dan sungai telaga dunia persilatan, aku bisa lebih tenang berjalan-jalan tanpa diganggu oleh pertarungan. Itulah soalnya, bahkan dalam keadaan sama-sama menyamar sebagai orang awam, pendekar yang satu akan mengetahui keberadaan pendekar yang lain... Maka kini kutahu kenapa aku tertegun di depan kedai. Tatapan mata para pengemis itu bukanlah tatapan sembarang pengemis! (Oo-dwkz-oO) Episode 122: [Pertunjukan Naga Kecil] DALAM sekali pandang kusapu deretan pengemis bercaping yang berjongkok di depan kedai itu. Setidaknya dua belas pengemis kudisan, lelaki maupun perempuan, orang tua maupun kanak-kanak bergeletakan seperti biasanya kaum pengemis yang menadahkan tangan, menjulurkan batok, atau berwajah pasrah meminta sedekah kepada sesama warga miskin yang tidak bisa dibedakan dengan para pengungsi banjir yang belum pulang kembali ke desa mereka. Sebelum musim dingin rupanya berlangsung banjir besar sepanjang Sungai Merah yang akibatnya belum pulih sampai sekarang. Gejala yang sama juga berlangsung di Negeri Atap TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Langit, tepatnya di Sungai Kuning, sehingga dikenal orangorang yang bergerombol ke sana kemari, mengungsi sampai jauh di luar wilayahnya, dan memang harus begitu jauh, karena banjir yang melebar dari tepi-tepi sungai itu bisa menelan berpuluh-puluh ribu kampung dengan sawah dan ladangnya, menggenangi wilayah yang luas sekali. DENGAN bisa dipastikannya kedatangan banjir itu setiap tahun, maka peristiwa alam itu pun membentuk kehidupan yang tersesuaikan dengan banjir, yakni bahwa pada musim banjir akan bertebaran para pengungsi ke segala penjuru, terutama ke kota-kota besar yang jauh, tetapi yang sungainya tidak banjir. Tentu saja sungai tidak pandang bulu, bukan hanya desa, melainkan kota besar pun dapat dibanjirinya. Pengungsi dari Sungai Kuning sebagian kecil sampai pula ke pemukiman di sepanjang tepi Sungai Merah, karena setidaknya mereka perlu waktu enam bulan sebelum bisa pulang ke tempat asal mereka kembali, jadi bagi yang suka bepergian akan menggunakan waktunya untuk merantau. Apabila kemudian Sungai Merah itu sendiri meluap, maka meleburlah pengungsi Sungai Kuning dan pengungsi Sungai Merah, bertebaran sebagai rombongan demi rombongan, yang memenuhi kota-kota dengan segala busana mereka yang dekil. Namun para pengemis itu bukan pengungsi yang hanya sementara saja tak punya tempat tinggal tetap, mereka selamanya bergelandangan dan seperti tidak pernah berminat memiliki rumahnya sendiri. Mereka bersikap bahwa rumah mereka adalah dunia ini. Jadi sikap dan pandangan mereka pun berbeda dari para pengungsi. Meskipun busana pengemis dan pengungsi sama-sama dekil, busana pengemis kedekilannya luar biasa sehingga tiada dapat dibersihkan kembali. Busana para pengungsi yang dekil hanya karena tidak sempat mengganti baju, karena kehidupan dalam pengembaraan, jika dicuci akan segera bersih kembali seperti TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ semula. Sedangkan busana para pengemis, yang entah merupakan busana atau kain lusuh bertambal-tambal yang dilibat-libatkan, jika dicuci bersih pun pengaruhnya tidak akan terlalu besar, karena kotoran dan daki yang lengket hasil tumpukan bertahun-tahun yang bagai tak terlepaskan lagi. Lantas apa bedanya tatapan para pengemis di muka kedai itu" Bagiku tidak asing lagi sebenarnya, bahwa tatapan itu adalah tatapan seorang petarung di rimba hijau! Tak lain tak bukan dua belas pengemis itu berasa l dari dunia persilatan! Aku bersikap tidak tahu menahu kenyataan itu. Seperti biasa kuletakkan tongkat dengan kain buntalan pada bahu kananku dan kulangkahkan kakiku menuju ke kota. Bersama itu kuketahui pula bahwa duabelas pengemis tersebut telah menghilang tanpa suara, meski kutahu mereka pasti mengikuti diriku. Jarak dari pelabuhan ke kota dekat sekali, karena selepas dari gerbang sebetulnya sudah masuk ke tengah kota, artinya pelabuhan itu memang menjadi bagian, jika tidak merupakan bagian terbesar dari kota. Ini memang sebuah kota pelabuhan di muara sungai saja, tetapi karena merupakan penghubung langsung ke Hoa-lu dan Thang-long, atau sebaliknya merupakan pelabuhan sungai terakhir jika ingin menuju Campa, maka pelabuhan ini menjadi ramai oleh manusia segala bangsa. Banyak orang lalu lalang di jalan dengan pikulan, gerobak, maupun barang-barang di punggungnya. Karena belum kupahami bahasa orang-orang Viet, segala percakapan mereka terdengar sebagai bahasa burung. Bila kemudian juga kudengar percakapan orang-orang Negeri Atap Langit, meskipun tidak tahu di sebelah mana bedanya, aku merasa itu bagaikan percakapan burung-burung yang banyak sekali. Untungnya, sejauh orang Viet mengenal bahasa Cam, maka tidak sulit bagi mereka memahami bahasa Malayu, atau bahkan bahasa Sansekerta. Namun tidak semua orang Viet TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mengenal bahasa Cam, dan bahasa mereka sendiri seperti mendekati bahasa orang-orang Negeri Atap Langit itu. Tentu saja ini pikiran orang yang tidak mengerti bahasa keduanya, jadi tidak dapat dipertanggungjawabkan. Aku hanya tahu, semakin aku menuju ke hulu Sungai Merah, akan semakin sulit menjumpai orang yang mengerti bahasa Malayu, selain orangorang Cam. Musim dingin semacam ini adalah yang pertama bagiku. Meskipun aku pernah mengalam i suhu yang begitu dingin di Puncak Tiga Rembulan, mengalaminya sebagai bagian dari musim dingin dalam kehidupan sehari-hari tidaklah sama. Semua orang berbaju tebal dan semua orang mengenakan apa yang disebut sebagai sepatu. Aku pun menggulung tubuhku dengan kain dan membungkus pula kakiku dengan kulit terikat dan membuatnya seperti sepatu. Dengan begitu suasana menjadi serba kelabu, bukan hanya karena langit selalu mendung, tetapi karena semua orang seperti mengenakan busana yang sama tebal dan sama kumalnya di mana-mana, yang karena warnanya serba kusam maka dalam langit mendung segalanya jadi seperti serba kelabu. Tidak berarti tak kulihat para pengemis itu berkelebat dan berpencar mengikuti langkahku dari berbagai sudut. Mereka setidaknya berada di delapan penjuru dan mengawasi arah langkah-langkahku yang sama sekali belum terarah. Namun kuikuti terdapatnya suatu keramaian, dari suara riuh rendahnya tempat hiburan di lapangan. Kulihat banyak orang, seperti ada perayaan, dengan seisi rumah berbondongbondong ke lapangan itu. Terdengar gong kecil ditabuh bertalu-talu ditingkah suara terompet yang berloncatan seperti mengiringi orang menari. Kupercepat langkahku tanpa peduli kepada duabelas orang yang menyamar sebagai keluarga pengemis, karena aku dapat membaca bahwa mereka tidak dapat mengukur kemampuanku. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ DI lapangan itu, yang ternyata sebuah alun-alun kecil, terdapat banyak tontonan terbuka. Di antara yang segera tampak adalah keterampilan sejumlah anak yang saling menaiki punggung sampai tinggi sekali, dan ketika sudah tinggi ternyata rubuh karena agaknya memang terlalu tinggi. Penonton tertawa terbahak-bahak dan melempar uang. Sayang tak bisa kuikuti penjelasan penabuh gong itu, tetapi kulihat sejumlah orang menunjuk-nunjuk ke suatu tempat, bahkan anak-anak kecil berkepala gundul menarik-narik baju orang tuanya sambil menunjuk ke tempat yang sama. Aku pun membawa langkahku ke sana. Kulihat orang banyak berkerumun, begitu banyaknya sehingga yang ditonton sudah tidak kelihatan lagi. Kulihat yang paling belakang susah payah berjinjit, bahkan meloncatloncat agar dapat melihat yang berada di tengah gelanggang. Anak-anak kecil yang baru saja datang harus diangkat para orang ke atas bahu mereka. Lelaki maupun perempuan, tua maupun muda sama saja, semuanya saling menyeruak untuk melihat. Bahkan kemudian kulihat pohon-pohon di sekitar lapangan penuh manusia yang memanjat agar dapat melihat. Anak kecil yang cerdas, menyelip lincah di antara kaki-kaki orang dewasa agar dapat menyaksikan dengan jelas. Angin berembus begitu dingin, tetapi orang-orang ini seperti lupa betapa udara membekukan tulang. Mereka berdesak-desak menyodok ke depan. Terdengar berkali-kali desah menahan nafas tanda kekaguman. Aku menjadi semakin penasaran dan menyodok ke depan. Di negeri asing, sungguh suara percakapan seperti kicau burung yang riuh rendah. Namun mendadak suara-suara itu senyap. Semua orang menahan napas. Keheningan menyapu lapangan. Ingin rasanya melesat ke atas pohon agar segera dapat menyaksikan apa yang terjadi, tetapi sebisa mungkin aku menahan diri, dan berusaha terus maju ke depan sambil mendongak-dongakkan kepala. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Apa yang kulihat ternyata memang sangat mengejutkan, tentu terutama bagiku sendiri, karena yang tampak berada di lapangan itu adalah Naga Kecil! ''Pergilah ke Sungai Merah...,'' kata orang bersenjatakan cambuk dan kupaksa bicara itu. Ketika kusaksikan sendiri betapa besarnya Sungai Merah ini, dengan segala keterbatasan bahasaku tentu aku tak tahu pasti kemana Naga Kecil bisa kucari. Keadaan Naga Kecil tidak mengherankan jika membuat orang banyak terbelalak. Kuperhatikan dengan lebih baik sekarang bahwa memang tubuhnya bersisik, tetapi yang membuat aku lebih terheran-heran lagi adalah betapa dari balik sisik menyala pijar cahaya kebiru-biruan, bertambah jelas karena cuaca mendung dengan langit gelap menghitam, membentuk garis cahaya biru indah pada tepi sisik-sisiknya itu. Aku teringat pertemuanku yang pertama kali dengan Naga Kecil, kenapa cahaya pada tepi sisik-sisik itu tidak menyala saat ia menyekap dan melibatku dari belakang, sementara sepasang taringnya menancap di tengkukku" Mungkinkah cahaya biru di balik sisik yang semestinya menyala di kedalaman gua bawah danau itu sengaja dan memang dapat untuk tidak , agar aku bertambah panik menerima serangan dalam kegelapan" Namun bagi banyak orang di lapangan itu, agaknya bukanlah terutama sisik itu yang membuat mereka menahan napas, melainkan apa yang dilakukannya. Kulihat di hadapan Naga Kecil seorang anak kecil sekitar tiga tahun, yang tertawa-tawa dalam keadaan mengambang seperti terbang! Anak kecil itu memang seperti bermain terbang, mengepakepakkan kedua tangannya seolah sayap burung, dan dengan kekuatan batinnya Naga Kecil membuat anak kecil itu terbang berkeliling-keliling. Sekali lagi terdengar suara nafas tertahan serempak, ketika di sekitar Naga Kecil muncul sejumlah orang yang melempari anak kecil itu dengan pisau terbang! Namun TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Naga Kecil membuat anak itu dapat menghindar sambil tetap mengambang di udara sambil tertawa terkekeh-kekeh. Seperti geli melihat pisau-pisau terbang yang berkelebatan menyambarnya itu tidak bisa mengenai dirinya. Aku teringat cerita Amrita tentang kemampuan Naga Kecil mengendalikan makhluk-makhluk di dalam danau. Jika seekor ikan saja mampu dikendalikannya agar memancingku memasuki lorong ke arah gua yang gelap, mengapa tidak pula anak kecil yang sedang terbang mengambang berayun-ayun ke sana dan kemari sambil tertawa terkekeh-kekeh ini" Teringat pula tentang kemampuannya untuk mengetahui apa pun yang dilakukan Amrita di tempat yang jauh, sehingga diketahuinya belaka apa yang terjadi antara diriku dan Amrita yang merupakan saudara seperguruannya itu. Kemudian anak kecil itu seperti terangkat tinggi sekali, untuk turun menukik dan menghunjam ke tanah seperti nanti dirinya akan hancur terbanting. Nyaris secara bersamaan semua orang menjerit. Anak yang membentangkan tangan dan meluncur turun dengan kepala di bawah itu kasihan sekali kalau nanti mati dengan wajah remuk! NAMUN, hanya sedepa sebelum ubun-ubunnya membentur batu, Naga Kecil mengajukan kedua tangannya, dan anak itu berhenti me luncur. Masih mengambang dan masih tertawa terkekeh-kekeh. Lantas Naga Kecil menggerakkan tangannya lagi, seolah-olah ada benang takterlihat yang menghubungkannya dengan anak kecil itu. Kemudian anak Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kecil itu berada dalam kedudukan berdiri, dan dengan masih mengambang di udara kini menari-nari, sementara tetabuhan terdengar berbunyi lagi ditingkah suara terompet yang lain lagi. Kesenyapan pecah oleh percakapan kicau burung yang penuh desah kekaguman. Kuperhatikan wajah-wajah lugu dengan mata yang seperti sulit dibuka dan mulut ternganga, menyaksikan Naga Kecil sendiri menari dengan gerakan seperti yang kuperkirakan dari gambar pahatan pada dindingTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dinding candi. Demikianlah Naga Kecil dan anak kecil itu menari berpasangan dengan kaki tidak menyentuh tanah. Aku terus menyeruak agar sampai di baris terdepan, meski dengan terhempit dan terjepit di sana-sini, dan akhirnya bisa menyaksikan dengan lebih jelas sosok Naga Kecil yang sepasang taringnya sempat menancap di tengkukku itu. Ia bergerak lambat, memang gerakannya sama dengan gerak anak kecil itu, yakni gerak seperti gambar pahatan di candi, tetapi kecepatan gerak keduanya sangat berbeda. Anehnya, meski sangat berbeda kecepatannya, selalu bisa berakhir dengan gerak yang rampak bersama. Tarian tanpa menginjak tanah, artinya memang tarian dengan gerak kaki yang tidak memperhitungkan adanya bumi tempat kaki berpijak, sehingga tarian keduanya seperti baru pertama kali kulihat. Aku menjadi sadar betapa tarian yang kulihat pada gambar pahatan sepanjang perjalanan dimaksudkan sebagai tarian para dewa, dan dewa-dewa kakinya tidak menyentuh tanah... Betapapun aku juga terpesona oleh pertunjukan pada hari mendung ketika awan setiap saat seperti siap berubah menjadi hujan, kuperingatkan diriku sendiri bahwa Naga Kecil yang dibebaskan dari perut seekor ular sanca itu mampu membaca dan mengendalikan pikiran sampai jauh keluar wilayahnya, dan karena itu bukan tak mungkin tak hanya telah diketahuinya keberadaanku di sini, melainkan juga sebetulnya telah digiringnya diriku sampai ke tempat ini tanpa kusadari. Mungkinkah itu terjadi" Menurut Amrita kekuatan batin Naga Kecil yang lidahnya bercabang seperti ular sehingga membuatnya tidak bisa berbicara seperti manusia memang sangat berdaya. Suatu kemampuan yang diasah dan diturunkan oleh Naga Bawah Tanah, guru mereka yang tidak pernah menampakkan diri. Dengan daya yang dimilikinya itulah Naga Kecil dapat mewakili kepentingan Naga Bawah Tanah di dunia persilatan, bahkan kemudian mendapatkan namanya karena memang juga tak terkalahkan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sambil memperhatikan berbagai gerak, yang jika kususun kembali dalam kepalaku, mengingatkan aku kepada jurusjurus persilatan itu, kusadari bahwa Naga Kecil pun sebetulnya juga berada dalam penyamaran. Dunia persilatan mengenal siapa itu Naga Kecil, tetapi kini di dunia awam ia menampakkan diri sebagai makhluk aneh yang layak dipertontonkan. Apakah yang berada dalam pikirannya dan apakah yang terjadi dengan Amrita" Aku hanya mempertimbangkan, bahwa dengan memperlihatkan diri di muka umum seperti itu, Naga Kecil mempunyai suatu kepercayaan diri berkat perhitungan matang. Perhitungan seperti apakah kiranya, dan kepada siapa" Latar belakang pertarungan kekuasaan di seluruh wilayah telah kupelajari, dan tetap belum dapat kuperkirakan hubungannya dengan penculikan Amrita oleh Naga Kecil yang merupakan saudara seperguruannya sendiri. Segenap dugaanku akan gugur jika ini merupakan masalah perguruan, tetapi itu pun tidak terlalu menjadi masalah bagiku karena aku hanya berkepentingan dengan keselamatan Amrita. Kuperhatikan lagi Naga Kecil. Tubuhnya seperti berubahubah sesuai tempat seperti bunglon, tetapi jika bunglon menyesuaikan warna tubuhnya demi keselamatan diri, maka tampaknya Naga Kecil mampu menyesuaikan tubuh demi keselamatan maupun keindahan. Kali ini tubuhnya tidak menjadi kelabu karena suasana mendung, sebaliknya bercahaya kebiru-biruan, membuat mata bagai tiada mampu melepaskan diri dari tubuhnya itu. Kini aku lebih memahami apa artinya tidak bisa menyampaikan sesuatu dengan katakata, yakni bahwa itu tidak berarti memang tak ada sesuatu pun yang ingin disampaikannya kepada dunia. Seluruh tubuh Naga Kecil memang bersisik, bahkan sampai kepada wajahnya, yang apabila kuperhatikan tidaklah buruk. Bagaimana caranya ia bisa masuk ke dalam perut ular sanca, dan jika ia memang hanyalah bayi manusia biasa yang ditelan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ seekor ular sanca sebelum dibebaskan Naga Bawah Tanah, mengapa pula lantas tubuhnya harus menjadi bersisik dan lidahnya bercabang seperti ular" PENGETAHUAN yang diberikan Amrita tentang Naga Kecil belum terlalu banyak sehingga bagiku pun pertanyaanpertanyaan semacam ini bagai tiada akan pernah terjawab. Tubuhnya yang bersisik itu hanya berkancut, seperti udara musim dingin tidak memberi pengaruh apa pun kepadanya. Ia juga mengenakan gelang pada kedua lengannya, seperti gelang batu giok, tetapi warnanya biru. Konon gelang itu sudah ada bersamanya semenjak dibebaskan dari perut ular sebagai gelang yang juga kecil sahaja, tetapi yang lantas ikut tumbuh bersama perkembangan tubuhnya. Riwayat Naga Kecil yang belum pernah diketahui siapa orangtuanya sebelum ditelan ular sanca itu mengingatkan diriku kepada riwayatku sendiri. Siapakah kiranya diriku sebelum akhirnya diselamatkan Sepasang Naga dari Celah Kledung dari dalam gerobak yang kemudian jatuh ke jurang" Memang banyak bayang-bayang baur dari masa kecilku ketika aku belum mampu mengingatnya sebagai suatu gambaran yang utuh. Bayang-bayang baur, yang ada kalanya muncul kembali, meski aku tidak pernah ingin mempertahankannya di dalam kepala. Sebetulnyalah saat itu aku belum terlalu menyadari, betapa masa lalu bisa menjadi sangat penting dan berpengaruh kepada penghayatan hidup seseorang. Betapapun, bukankah masa laluku yang tidak jelas itulah yang membuat aku disebut sebagai Pendekar Tanpa Nama" Aku tidak pernah menyebut diriku dengan suatu gelar sebetulnya, hanya saja memang harus kukatakan betapa aku tidak memiliki nama. Terdengar gumam bagai suara lebah mendengung. Naga Kecil mengakhiri pertunjukan dengan mengirimkan anak kecil itu terbang mengambang sembari membentangkan tangan ke arah ibunya. Lantas apa yang membuat orang banyak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bergumam" Ternyata dengan gerak kedua tangannya Naga Kecil juga te lah membuat ibu anak kecil itu pun mengambang dan melayang maju ketika menyambut anaknya. Aku merasa sedih tidak dapat mengerti pernyataan orang-orang banyak di sekitarku, dalam percakapan riuh rendah dengan mata berbinar-binar yang terdengar sebagai bahasa burung. Aku sangat cepat belajar ilmu s ilat, juga masih cukup cepat untuk menerjemahkan pernyataan-pernyataan filsafat menjadi jurus-jurus silat. Namun aku merasa diriku cukup lambat dalam pembelajaran bahasa, yang di wilayah ini bagaikan setiap kali pindah tempat sudah berubah. Bahasa Khmer belum kukuasai, sudah memasuki wilayah bahasa Cam, yang meski seperti sekeluarga dengan bahasa Malayu, tidaklah berarti aku lantas langsung bisa bertukar pikiran. Memang untung bahasa Malayu merupakan bahasa penghubung antarbangsa di sepanjang wilayah ini, dan bahwa bahasa Sansekerta dipahami orang-orang terpelajar, tetapi di Daerah Perlindungan An Nam ini orang-orang Viet menggunakan bahasanya sendiri. Semakin ke utara, yang berarti semakin mendekati Negeri Atap Langit, semakin sulit kujumpai orang berbahasa Malayu, meski bukan berarti tidak ada sama sekali. Serangan-serangan yang telah berlangsung dengan kapalkapal Sriv ijaya di sepanjang pantai dari Phan Rang ke Tongking tidaklah berlangsung tanpa jejak. Ketika kapalkapalnya disebutkan terusir kembali, sebetulnya masih tertinggal orang-orang Mataram dari Jawadwipa maupun orang-orang Sriv ijaya dari Samudradvipa. Jaringan mata-mata jelas telah bekerja sebelum serangan dilakukan, dan setelah pertempuran usai tidak berarti tiada lagi yang tertinggal di sini. Aku melihat ke sekeliling, rasanya ingin sekali bercakapcakap dengan seseorang, setidaknya mendengar satu dari beberapa bahasa yang sedikit kumengerti, apakah itu bahasa Cam atau bahasa Khmer, tentu baik juga jika terdapat yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mampu berbahasa Sansekerta atau Malayu, apalagi kalau bisa berbahasa Jawa. Orang-orang berteriak kagum. Aku menengok ke tengah lapangan lagi. Naga Kecil mengeluarkan api dari mulutnya. Apa yang harus dikagumi" Ternyata api itu tidak berasal dari sebuah obor yang dimasukkan ke dalam mulut, untuk kemudian disemburkan, seperti biasanya pertunjukan semacam itu kulihat di pasar-pasar, melainkan langsung keluar begitu saja dari mulutnya, dan berkobar terus menerus setinggi pohon kelapa. Semua orang ternganga. Api itu bukan api yang merah, melainkan biru warnanya. Api itu kemudian dibuatnya menarinari, yang tentu saja menambah kekaguman kiranya, juga kekagumanku, karena tubuh bersisik yang bercahaya kebirubiruan yang dari mulutnya tersemprot api biru ke atas setinggi pohon kelapa tentulah menjadi pemandangan menawan. Sampai kewaspadaanku sendiri hilang, karena entah dari mana asalnya sebilah badik yang sangat tajam telah menempel di leherku. (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ KITAB 7: DARAH TUMPAH di SUNGAI MERAH (Oo-dwkz-oO) Episode 123: [Duabelas Pengemis] Hmm. Pisau belati di leher. Apa yang bisa dilakukan seorang pendekar" Banyak. Pisau belati di leher menjadi bahaya besar hanya jika dipegang oleh seorang pendekar lain yang seimbang kemampuan ilmu silatnya. Jika jauh lebih rendah, apalagi dipegang seorang awam yang tidak mengenal ilmu meringankan tubuh maupun tenaga dalam, maka ancaman seperti itu tidak ada artinya sama sekali. Tentang pisau belati di leherku ini, dari getaran tangan maupun hembusan nafas pemegangnya, tanpa menoleh pun aku tahu betapa mudahnya berkelebat lebih cepat dari kilat, dan menghilang, ataupun melumpuhkan pemegang pisau belati itu, apakah itu sekadar merebut kembali pisau belati, menotok jalan darah, ataukah mencabut nyawanya. Mengikuti hati nurani, aku ingin bergerak secepat kilat, tetapi mengikuti kerja otak, kuingatkan diriku sendiri betapa aku sedang menyamar. Jika aku menanggapi todongan pisau ini sebagaimana layaknya orang persilatan, tindakan itu akan segera mengundang orang-orang persilatan yang lain, dan seperti terbukti ketika aku bersama Amrita lari dengan ilmu meringankan tubuh saja, telah mengundang tantangan Pendekar Cahaya Senja. Setelah beberapa kali merasa penyamaran gagal karena takbisa tetap tinggal sebagai awam, sudah saatnya aku menguji diriku sendiri sampai seberapa jauh bisa bertahan. Kejadian itu berlangsung sangat cepat. Semua orang perhatiannya tersita oleh pertunjukan Naga Kecil. Tidak seorang pun mengetahui bagaimana pisau belati itu, setelah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mengancam leherku, segera pindah menusuk pinggang, bagai memberi tahu betapa bisa dilakukannya apapun kepadaku dengan pisau itu. Sebuah suara berbisik dengan nada keras penuh ancaman di telingaku. Aku taktahu bahasanya, apakah itu bahasa orang-orang Viet ataukah bahasa Negeri Atap Langit yang konon bermacam-macam pula bahasanya itu. Namun bahasa ujung pisau belati yang menusuk pinggangku itu tentulah dimengerti semua orang: bahwa aku harus menuruti perintahnya. Namun apakah perintahnya itu" Kumaki diriku sendiri karena berbakat sangat buruk dalam perkara bahasa. Setidaknya aku tidak melawan ketika terasa dorongan sebuah tangan di punggungku. Kuturuti saja ke mana pemegang pisau ini akan membawaku. Untunglah api biru dari mulut Naga Kecil itu masih juga menyembur-nyembur ke atas setinggi pohon kelapa, dan mata setiap orang masih terarah ke sana tanpa terlalu peduli keadaan sekelilingnya, karena betapapun aku berjalan ke arah berlawanan dengan banyak orang yang masih saja datang ingin menyaksikan pertunjukan itu. Kukatakan untung, karena aku merasa dengan diculik seperti ini aku akan langsung mendapat keterangan yang lebih jelas, daripada menduga-duga tanpa kepastian dari kedai ke kedai dalam perjalanan dengan kemiskinan bahasaku saat ini. Setidaknya terdapat sesuatu yang berurusan langsung denganku, karena mengembara sendirian di tanah asing dalam kesendirian bukanlah kehidupan yang terlalu mudah. Aku terus didorong sampai tiba di baris terbelakang, kemudian dikeluarkan dari kerumunan. Suasana perayaan masih sangat ramai, tetapi turun hujan rintik-rintik dan angin berhembus kencang. Suasana yang sungguh membuat diriku terlalu mudah untuk melepaskan diri. Namun kuturuti saja mereka, dan dengan cepat di antara banyak orang yang lalu lalang, segera kuketahui kembali titik-titik tempat para pengemis itu mengikutiku. Terdapat sebelas titik yang mengikuti dari jauh di segala penjuru. Berarti yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membawaku sekarang ini adalah pengemis yang keduabelas. Kuingat anak-anak kecil tadi, jelas tidak mungkin diandalkan dalam dunia persilatan yang penuh pertumpahan darah. Maka Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo siapakah mereka" Hujan rintik-rintik yang disapu angin mengempas ke wajahku. Orang-orang di jalan bergegas, jika tidak menuju lapangan yang semakin ramai, tentu mencari kehangatan di dalam rumah-rumah berdinding bata. Nanti akan kuketahui, bahwa hari ini bukanlah hari pertama pertunjukan Naga Kecil. Setelah beberapa hari menyaksikan keajaiban, banyak orang kembali kepada kenyataan hidup sehari-hari. Hanya mereka yang baru tiba dari kapal, dari hutan, dari luar kota, merasa perlu menyaksikan pertunjukan manusia bersisik dengan lidah bercabang yang kemampuannya bermacam-macam itu. Aku masih membawa tongkat berisi buntalan kain itu. Sosokku sungguh tidak menonjol. Sebagai apakah mereka mengenal diriku sehingga sejak keluar dari kedai itu aku diawasi, yang berarti telah mengikuti aku sebelumnya, dan lantas membuntutiku terus menerus sampai ke lapangan dan menahanku sekarang ini" Begitu burukkah penyamaranku dan begitu teledorkah diriku, sehingga terlalu mudah bahkan bagi orang-orang yang tidak mengenalku itu menemukan suatu alasan untuk berurusan denganku" Maka kubiarkan diriku seolah-olah menyerah sebagai tangkapan mereka, berharap mendapatkan suatu kejelasan di antara hari-hariku yang penuh keterasingan dalam pengembaraan ini. TERINGAT Naga Kecil yang kuburu dan harus kutinggalkan lagi. Benarkah dengan apa yang disebut sebagai kekuatan batinnya ia tidak mengetahui sesuatu pun dari peristiwa ini, dan sama sekali tidak terlibat dengan segala sesuatu yang telah menimpa diriku" Aku tak pernah tahu bahwa jawaban untuk itu tidak bisa kudapatkan dengan segera. Kuperhatikan bahwa sebelas pengemis itu masih mengikutiku, tetapi tidak akan bisa bersembunyi lagi karena semakin menjauhi pusat TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ keramaian, rumah-rumah pun semakin jarang. Kemudian bahkan di sebuah persimpangan mereka semua dengan gesit telah berada di belakangku. Aku memutuskan untuk terus berpura-pura menyerah karena menjadi penasaran, ke manakah kiranya semua ini akan berakhir" Kudengar bahasa burung sejenak, kemudian kuketahui sesuatu bergerak memukul kepalaku. Sungguh aku bisa bergerak menghindar dan langsung membalas, bahkan dengan cepat melumpuhkan mereka berdua belas, tetapi justru kubiarkan benda yang ternyata tongkat pengemis itu menimpa kepalaku. Tentu setelah kulapisi batok kepalaku dengan tenaga dalam yang berlaku sebagai perisai, sehingga pukulan tongkat pengemis itu tidak berpengaruh sama sekali. Aku berpura-pura pingsan. Mereka memang bekerja cepat sekali, karena sebelum aku jatuh mereka telah menangkap dan dengan sigap telah membungkusku dengan tikar. Mereka angkat gulungan tikar berisi diriku. Kurasakan diriku dibawa berlari masuk kembali menuju pusat keramaian. Dua belas pengemis itu terus bercericit seperti burung. Tampaknya mereka saling memberi perintah. Rasanya aku diangkat di atas bahu-bahu mereka yang sudah dewasa, sementara yang masih kecil berlari memimpin di depan. Menyeruak di antara orang-orang yang tampaknya makin banyak saja hilir mudik, berpapasan maupun melewati pengemis-pengemis ini, yang berani kupastikan bukanlah pengemis paria dalam pengertian yang biasa diberikan kepadanya. Di manakah aku" Dari percakapan burung yang semenjak tadi kudengar, tertangkap oleh telingaku berbagai bunyi yang lain, bahkan ada kalanya kukenal, seperti Khmer dan Cam lagi, atau juga Sansekerta. Aku merasa rombongan dua belas pengemis ini berjalan berkelak-kelok. Namun kemudian kudengar suara kaki-kaki menginjak papan yang biasa dipasang di tanah becek, agar dapat dilalui para petinggi tanpa kakinya harus menjadi kotor. Kemudian kudengar pula TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ suara air berkecipak dan dinding-dinding perahu beradu. Kukira aku berada di tepi sungai di dekat pelabuhan, dan mengingat suara-suara di sekelilingku, setidaknya aku berada di sebuah pemukiman di sekitar pelabuhan, mungkin pula kampung nelayan, meski mengingat terdengarnya berbagai bahasa, aku cenderung menduganya sebagai pemukiman orang-orang asing. Dari langkah kaki, kecepatan berjalan, maupun kemiringan tubuhku yang mereka gulung dengan tikar pandan sahaja ini, kurasakan aku diangkat menaiki tangga pada sebuah rumah panggung. Percakapan burung merendah, seperti menghindar untuk didengar orang lain. Aku mendengar orang-orang bercakap di rumah lain, di jalanan, bahkan suara-suara seperti teriakan para penjaja pun lalu lalang di sana. Tentu saja kurangnya pengetahuanku atas bahasa setempat ini membuatku mati kutu. Dulu karena selalu berada di dekat Amrita, dengan cepat aku dapat berbicara bahasa Khmer, tetapi tanpa Amrita, meski m inat belajarku besar, kemajuanku dalam penguasaan bahasa sangatlah lamban. Kudengar suara pintu kayu dibuka. LANTAS aku digotong masuk ruangan. Di dalam ruangan kurasakan udara lembab karena penuh dengan manusia. Untunglah udara musim dingin menembus kayu, bahkan hujan rintik-rintik tadi berubah menjadi hujan. Pikiranku terpaku ke lapangan. Bubarkah pertunjukan Naga Kecil dengan api biru setinggi pohon kelapa dari mulutnya itu" Atau tidakkah Naga Kecil itu sendiri yang mendatangkan hujan agar dirinya bisa menghilang" Terbenturnya diriku kepada masalah bahasa membuatku bagaikan hidup di lorong yang sempit. Kusadari kini betapa dunia persilatan bukanlah segalanya untuk menunjukkan diri kita sebagai manusia sempurna. Dunia orang awam penuh dengan pengetahuan yang seperti silat juga tersusun menjadi ilmu yang menyempurnakan kemanusiaan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Di dalam gulungan tikar itu terlintas pada pikiranku tentang jalan kesempurnaan. Mungkinkah kesempurnaan itu dicapai manusia dan apakah kiranya yang menjadi ukuran" Mungkinkah bisa didapatkan suatu ukuran untuk segala sesuatu sehingga tidak ada sesuatu pun yang tidak dapat diukur dan kiranya seperti apakah ukuran itu" Lahir tanpa kukehendaki, apakah ada sesuatu yang memang harus kulakukan dalam hidup ini" Apa yang harus kulakukan dalam hidup ini" Kuingat sepotong ajaran dari kitab Siksamuccaya karya Santideva: ia mempunyai tugas dan kewajiban terhadap banyak makhluk hidup karena itu seyogyanya tidak mengorbankan diri dengan sia-sia untuk yang tiada perlu ia harus mampu memadukan kebijaksanaan dengan belas kasihan Dalam dunia persilatan, puncak kesempurnaan dicapai justru ketika mengalami kematian dalam kekalahan. Bagaimanakah hal ini bisa dijelaskan" Aku teringat riwayat hidup Naropa yang pernah diceritakan seorang guru aliran Tantra: Setelah Naropa memukul kemaluannya dengan batu, Tilopa menanyakan kepadanya tentang apa yang dirasakannya sekarang. Naropa menjawab bahwa ia merasa sangat kesakitan. Maka Tilopa mengingatkan, Naropa harus menyakiti dirinya sendiri untuk mencapai keyakinan betapa pada hakikatnya kesengsaraan dan kenikmatan itu terlihat sama di dalam cermin batinnya, karena sesungguhnya hati merupakan tempat persemayaman nilai dari Dakini. Setelah mengungkapkan rahasia ini, Tilopa menyembuhkan Naropa sekadar agar ia dapat kencing. Ah! Mungkinkah jalan yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ditempuh seorang pendekar lebih berat dari seorang pendeta, karena setelah ditewaskan dalam pertarungan tentu takdapat dihidupkan kembali" Namun telah lama kurenungkan ujaran Santideva itu: Seyogyanya tidak mengorbankan diri dengan sia-sia! Saat itu gulungan tikar yang berisi tubuhku diletakkan di lantai kayu. Dari apa yang kurasakan, tampaknya aku diletakkan di pojok seperti barang. Bahkan kemudian diduduki! Kurasa dua belas pengemis itu semuanya masuk ke dalam rumahpanggung yang luas tersebut, dan setidaknya yang masih kecil menduduki aku. Di dalam rumah yang terasa lembab itu kudengar suara-suara orang berteriak. Kemudian kudengar juga barang-barang diletakkan. Kupejamkan mataku dan kusisir ruangan itu dengan ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Lubang. Kudengar gesekan tikar lain pada lantai dan kudengar hembusan napas dalam tikar-tikar itu! Aku berusaha menduga sesuatu dan tahu betapa penyamaranku sungguh sedang diuji. Aku merasa bodoh sekali karena Naga Kecil semula sudah begitu dekat, sehingga keberadaan Amrita dapat segera diketahui kejelasannya. Apakah aku sebaiknya melepaskan diri sebagaimana layaknya seorang pendekar" Namun aku tidak sedang berperan sebagai pendekar sekarang ini, me lainkan menyamar sebagai pengembara asing, yang dengan segala kekumalan dan kedekilanku mungkin memenuhi syarat sebagai paria tanpa kasta, seorang astacandala yang tidak menjadi bagian dari masyarakatnya. Apakah sebaiknya merelakan diri terseret arus seperti ini, ataukah menguak takdir dan menentukan nasib sendiri" Masalahnya, jika pun aku telah me lihat Naga Kecil tadi, sebetulnya aku masih belum mengerti cara untuk mengetahui keberadaan Amrita. Jika tidak bertanya langsung kepadanya, dan itu tidaklah mungkin jika mengingat lidahnya yang bercabang dua, maka aku dapat dari jauh mengikuti segenap gerak-geriknya. Namun jelas para pengemis ini telah mengalihkan perhatianku. Sedikit demi sedikit kedudukanku bergeser TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ diseret para pengemis tersebut. Semakin lama kudengar suara teriakan itu semakin keras, serba singkat, seperti suatu kegiatan sedang berlangsung. Aku seperti mengenal sesuatu, memang tidak mengenali bahasanya, tetapi tergambar suasana sejenis, yakni kuketahui dari pasar ikan. TIDAK jauh dari pasar ikan itu akan terdapat tempat pelelangan ikan. Para nelayan dari laut akan memasuki muara dan menyusuri sungai ke pasar ikan terdekat. Di sanalah ikan-ikan tangkapan mereka akan dilelang dan cara melelangnya mirip dengan nada-nada yang kudengar sekarang. Angka bersahut angka sampai berhenti pada angka tertinggi. Namun apakah yang sedang dilelang sekarang" Hatiku berdebar, antara khawatir, marah, tetapi juga merasa geli dengan arus kehidupan yang menghanyutkan aku. Benarkah aku berada di pasar budak" Kuingat peraturan tentang perbudakan dalam Arthasastra: bukan pelanggaran bagi mleccha untuk menjual keturunan atau memelihara sebagai janji Apakah yang telah terjadi padaku" Belum selesai berpikir, tikar yang membungkus diriku telah diseret ke dekat tempat terdengarnya teriakan-teriakan itu. Kemudian aku terguling ketika tikar itu dibuka dan ditarik, yang membuat aku terguling dan terputar-putar. Seketika aku bagaikan baru saja lahir kembali ke dunia, tetapi ke sebuah dunia yang sama sekali tidak menyenangkan. Dalam keadaan terkapar, sepasang lengan perkasa memegang bahu dan mengangkat tubuhku bagai mengangkat selembar kain sahaja. Aku diangkat dan diletakkan seperti barang di atas semacam panggung kecil. Orang-orang tinggi besar TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ terlihat di sekelilingku, menyoren pedang, membawa tombak, dan juga memegang cambuk. Tampaknya mereka punggawa Daerah Perlindungan An Nam ini. Seseorang yang kukira juru taksir, mendekati aku, memegang-megang lengan, bahu, memukul pantat dan menusuk-nusuk perut serta pinggangku dengan kayu. Lantas sambil menutup hidung dengan tangan kiri, tangan kanannnya membuka mulutku, mengintip mulutku sambil membungkuk, lantas menyingsingkan bibirku dengan jari untuk memeriksa gigi. Seusai itu ia menggosokkan jari-jari tangan kanan ke bajunya yang tebal dan meludah ke lantai. Ludahnya merah karena mengunyah pinang. Meski tidak mengerti bahasanya, kutahu ia menyebut angka, juga jari-jarinya menunjuk suatu angka. Dadaku berdesir, sedemikiankah beratnya sebuah penyamaran untuk mendapatkan keterangan, sehingga harga diriku pun, meski dalam peran penyamaran, harus kuturunkan begitu rupa" Jika aku tidak mampu menertawakan diri sendiri maka penyamaranku akan gagal. Maka kutarik nafas panjangpanjang dan kulihat sekeliling dengan tenang, tetapi jangan terlalu tenang, karena seperti yang telah kukatakan, selain menyamar dari pandangan awam, seperti diriku adalah bagian dari mereka, aku harus juga menyamar dari pandangan orangorang rimba hijau dan sungai telaga dunia persilatan, karena sekali terlihat aku adalah bagian dari dunia mereka, sebuah tantangan yang takbisa dihindari akan segera berdatangan. Sedangkan melayani tantangan bertarung, betapapun adalah terbukanya penyamaranku. Jadi harus kuanggap penyamaranku berhasil. Duabelas pengemis itu rupa-rupanya menatap tajam bukan karena mengetahui betapa diriku datang dari dunia persilatan, melainkan karena dengan suatu cara menduga aku adalah orang asing, dan karena aku rupa-rupanya memang tampak sebagai paria tanpa kasta, maka terpikir untuk menangkap TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dan menjualku sebagai budak demi penghasilan mereka! Kalau aku bukanlah keluarga mereka, kesamaan rendahnya Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo derajatku membuat mereka berhak menjual diriku sebagai budak dalam pelelangan. Kenyataan bahwa aku orang asing telah membuatku berada di luar kasta, yang boleh ditafsirkan siapapun sebagai tanpa kasta, dan karena itu bisa dijual sebagai budak lata. Sementara aku sedang ditawarkan, kucermati ruangan yang rupanya hanya menjadi tempat berlangsungnya jual beli. Di luar masih banyak lagi yang akan masuk membawa hasil tangkapan untuk dijual. Setelah terbeli lewat pelelangan, maka budak itu segera diturunkan melalui pintu lain, dan dibawa pembelinya. Jika pembelinya berbelanja lebih dari satu budak, mereka dikumpulkan di bawah dengan dijaga pengawal bersenjata. Rupa-rupanya ini hari pasar dan jumlah budak yang dijual cukup banyak, sehingga ruangan dalam pun penuh. Di luar masih banyak yang menunggu giliran masuk. Termasuk mereka yang menjual dirinya sendiri. Harapan akan mendapat makan setiap hari agaknya menjadikan penjualan diri sebagai budak menjadi pencarian nafkah yang sahih. Aku telah selesai dijual. Pembeliku yang tampak makmur membayarkan sejumlah uang kepada para pengemis itu, yang sepintas lalu kulihat berebutan. Kulihat pembeliku itu juga membayar sejumlah ongkos kepada seorang punggawa. Mungkin atas jasa pelelangan itu. Lantas aku didorong turun dari panggung sampai hampir jatuh. Seseorang tiba-tiba menyabetkan cambuk kulit ular, yang dengan segera melibat leherku dengan ketat. Aku diam saja ketika diseret seperti ternak menuruni tangga rumah panggung. Di luar, hujan sudah menderas. Aku digabungkan dengan budak-budak lain yang dibeli oleh orang yang sama. Kami tetap dibiarkan di sana ketika hujan semakin deras dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membuat kami semua basah kuyup. Tidak seorang pun berusaha melarikan diri. HUJAN turun membentuk tirai yang membuatku tidak bisa melihat apa pun kecuali kekelabuan yang rata, begitu rata, dan amat sangat rata, meski masih dapat kulihat samar-samar para budak yang baru saja dibeli itu menghayati nasibnya. Mereka tidak diikat kaki dan tangannya, tetapi mereka tidak bergerak dalam hujan deras pada musim dingin ini. Kepala mereka tertunduk, tubuh mereka menggigil, tetapi nasib seorang budak dalam hal ia berhasil menjual dirinya sendiri dianggap lebih daripada paria tanpa kasta, dari tingkatan terendah pula, yang bisa mati kelaparan hanya karena tidak mendapat makanan. Sebagai budak yang dibeli, bukan tawanan perang atau semacam itu, majikannya akan merasa perlu merawatnya dengan baik, jika ingin budaknya berguna. Diberi makan, minum, bahkan istirahat yang cukup, sudahlah pasti, karena hanya budak yang sehat dan bertenaga besar akan sangat berguna. Tanpa daya tenaga, seorang budak hanyalah beban yang bisa dibuang. Apabila ia sakit, apalagi menular, kadang-kadang bahkan dibunuh, karena majikannya itulah yang bertanggung jawab jika penyakit menular menyebar dan menjadi wabah mematikan. Demikianlah budak-budak para majikan kaya mendapatkan segalanya, kecuali kemerdekaan. Namun kemerdekaan bukanlah gagasan yang menarik dalam dunia yang dipenuhi oleh kodrat, atau nasib yang ditentukan dewa-dewa di langit. Kemerdekaan tidak dianggap mungkin didapatkan di dunia, kecuali manusia berjuang untuk mencapai pencerahan, seperti yang telah dicapai Siddharttha ketika meraih bodhi. Ia sering merumuskan dirinya sebagai tathagata, orang yang menemukan dan menyebarkan jalan menuju nibbana atau nirvana. Sejauh kudengar dari berbagai perguruan filsafat yang kulewati sepanjang pengembaraanku, berlangsung perdebatan tentang kerincian pencerahan tersebut. Salah satu alasan yang membuat perdebatan terjadi, karena ujaran Sang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Buddha bukanlah sekadar ajaran, melainkan jalan, dan muncul banyak pendapat tentang apa yang dimaksud jalan dan akan menuju ke mana. Apa pun isi perdebatan itu, kurasa mereka yang tubuh dan jiwanya diperbudak tidak akan mencapai apa yang disebut pencerahan tersebut, karena menurut diriku pencerahan tidak mungkin tercapai tanpa kemerdekaan, dan budak-budak di bawah pohon yang terguyur hujan ini tidak memililki kemerdekaan. Kupandang budak-budak lelaki maupun perempuan yang kepalanya tertunduk. Di balik tirai hujan sosok-sosok mereka bagaikan patung. Kudengar budak-budak bertenaga besar memang sedang banyak dicari, terutama untuk mengangkut barang-barang dagangan ke tempat tujuan yang jauh. Jalur perdagangan laut dari Negeri Atap Langit ke Jambhudvipa dan sebaliknya yang dikuasai Sriv ijaya, membuat para pedagang terpaksa menempuh jalan darat yang sulit dan berbahaya jika tidak ingin diperas di tengah lautan. Sikap bermusuhan Wangsa Syailendra dengan serangan-serangannya ke sepanjang pantai dari Panduranga, Kautara, Indrapura, sampai ke Tongking mendorong para pedagang yang tabah dan bernyali memilih untuk menyeberangi gunung terjal dan jurang yang curam dalam lebatnya rimba belantara. Meskipun jalur laut masih merupakan jalan termurah dan tercepat, dan karena itu menguntungkan, masih ada saja yang berusaha mencari jalan baru. Pada tempat-tempat tertentu, sulitnya jalan membuat gerobak pengangkut barang tidak mungkin melaluinya, sehingga hanya para pengawal berkuda dan budak-budak pembawa barang yang dapat terus berjalan. Maka dengan demikian budak-budak pengangkut barang semakin dibutuhkan. Apakah aku juga akan dibawa menempuh jalur itu, dan artinya meninggalkan Amrita yang masih diculik Naga Kecil" Aku menggigil. Dingin udara terasa luar biasa bagiku karena Jawadwipa hanya memiliki dua musim, penghujan dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kemarau, sementara di Sungai Merah ini terdapat pula musim dingin, yang membuat semuanya menjadi tiga musim. Dari dalam rumah panggung masih terus bermunculan budak-budak yang lehernya dilibas dan diseret cambuk. Ada yang dibeli oleh pembeli yang sama dengan orang yang membeliku, ada yang dibeli orang lain. Ada yang membeli begitu banyak budak dan menggiringnya dalam hujan bagai kumpulan ternak, ada yang membeli satu saja, yang membuntutinya berhujan-hujan hanya berpayung daun pisang. Mereka yang dibeli oleh majikan yang sama denganku, semakin banyak memenuhi tempatku, dan semuanya adalah lelaki. Orang-orang yang lalu lalang semuanya berpayung daun pisang, membentuk bayang-bayang hijau yang menembus kekelabuan dalam pekatnya hujan. Apakah yang harus kulakukan" Jika kuserahkan nasibku kepada cabang jalan cerita ini, bagaimanakah aku bisa menemukan Amrita" (Oo-dwkz-oO) Episode 124: [Mayat Mengambang di Sungai Merah] Aku masih berada di persimpangan pikiran ketika kakiku terasa basah. Permukaan air sungai rupanya naik dengan cepat. Baru sekarang aku mengerti apa maksudnya dengan perahu-perahu sampan yang terikat di kaki rumah-rumah panggung itu. Perahu sampan itu segera mengambang, mereka bergoyang-goyang di tempat karena ditahan tali, tetapi benda-benda lain yang mengambang segera beredar. Batang pohon, ranting, ular, serta biawak terlihat berenangrenang. Air segera mencapai lutut. Di jalanan orang-orang tidak kulihat menjadi panik. Para budak beringsut menaiki akar pohon, tetapi tidak banyak gunanya karena air tetap menyergap mereka di bawahnya. Kulihat anjing berenangTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ renang juga, hanya tampak kepalanya yang muncul di permukaan. Sebentar kemudian sebagian orang terlihat sudah menaiki perahu-perahu sampan. Mendayung dari rumah ke rumah dengan caping lebar sekali di atas kepalanya, yang tidak mendayung dan tidak bercaping memegangi daun pisang, sekadar mengurangi air hujan yang menimpa tubuh dan menimbulkan kedinginan yang amat sangat. Hujan memang lebat sekali, seperti tidak pernah akan berhenti. Tirai kelabu semakin tebal sehingga setiap orang yang bergerak hanya tampak bagaikan sosok-sosok tersamar. Kapan pembelanjaan budak-budak di dalam itu selesa i" Jika hujan terus menerus tercurah seperti ini, apakah jaminannya air tidak bertambah tinggi dan naik sampai ke leher dan menelan kami. Kusaksikan langit mendung terbentang sampai ke gunung. Bukanlah hujan ini benar yang kukhawatirkan, melainkan air sungai melimpah yang datangnya dari gununggemunung itu, yang masih akan mengalir bahkan setelah hujan selesai, karena ketika hujan berakhir di hilir, megamega yang tertahan dinding pegunungan terus berdatangan dibawa angin dan berubah menjadi hujan yang membentuk anak-anak sungai di hulu. Namun bahkan di sini, di hilir Sungai Merah tempat aliran segala anak sungai menuju, hujan belum juga berhenti. Segala sesuatu yang mengambang dan beredar masih terus menerus berlangsung. Batang pohon, pohon tumbang, gerumbul semak, rerantingan, terkadang juga sampan kosong yang ikatannya lepas dari tiang. Air sungai yang naik dan meluas ke mana-mana menghilangkan tepian sungai sampai seluruh bumi rasanya diselimuti air mengalir. Waktu kupandang rumah panggung itu, rasanya seperti sudah melihat kapal besar yang melaju. Kusadari air bertambah tinggi dan bertambah cepat. Perahu seperti tidak bisa didayung lagi dan terseret arus yang kuat berputar. Di dalam rumah masih terdengar teriakan pelelangan, seperti tidak menyadari di luar berlangsung banjir yang tidak seperti TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ biasanya, yang hanya setinggi lutut, dan permukaan sungai tidak naik terus mengancam leher, sebagai banjir bandang seperti sekarang. Perahu-perahu sudah terseret dan berputar-putar seperti tidak bisa dikendalikan, dayung sia-sia mengatur arah dan penumpangnya hanya bisa berpegangan pada dinding perahu dengan pasrah, meski mulut mereka terus menceracau seperti burung. Kadang-kadang perahu itu bertabrakan, salah satu atau dua-duanya terbalik, tetapi para penumpangnya tampak bisa berenang, meski arus yang deras ini tampak telah sangat menakutkan bagi mereka. Ketika ada batang pohon nyaris menghantam wajahku, dan tiba-tiba saja aku sudah berada di atasnya, baru kusadari budak-budak itu sudah lenyap semua. Sebagian mungkin bisa berenang, sebagian lagi mungkin tidak dan sebagian mungkin selamat, sebagian lagi mungkin tidak selamat. Di atas batang kayu yang meluncur itu kemudian kulihat rumah panggung tempat pelelangan ambruk, lantas hancur terseret. Arus yang tanpa terasa telah menjadi sangat deras itu juga menyeret dan menghancurkan rumah-rumah panggung lain. Meski kuketahui bahwa Sungai Merah sering membanjiri tepiannya, banjir dengan arus sederas ini bukanlah sesuatu yang biasa. Banjir bandang ini telah mengarah pada bencana. SAAT itulah terdengar teriakan menceracau dari kejauhan, dan ketika aku menoleh terlihat tangan melambai ke arahku dalam keadaan terseret arus dan timbul tenggelam. Kulihat seorang perempuan muda dengan bayi pada gendongannya, justru pada saat gendongan yang terbuat dari papan itu kain bebatannya yang memang sudah terurai menjadi lepas sama sekali. Ibu dan anak itu dengan segera terpisah. Di atas batang pohon aku tertegun. Siapakah yang harus lebih dulu kutolong" Bahkan aku tidak mungkin menolong keduanya, aku harus memilih salah satu! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sepintas lalu bayi itu akan aman, karena gendongan seperti itu seharusnya mengambang, tetapi dalam waktu sangat amat rawan itu terbetik dalam kepalaku bahwa meski gendongannya akan mengambang, bayinya akan segera tenggelam. Perempuan muda itu jelas tidak bisa berenang, karena sejak tadi timbul tenggelam. Keduanya akan mati tenggelam jika tidak tertolong, sementara di atas perahu sampannya yang berputar-putar tidak terkendali semua orang yang juga menceracau itu bahkan masih harus menjaga agar perahunya tidak terbalik dan akhirnya juga tenggelam. Aku menoleh ke arah perempuan yang kini hanya terlihat tangannya itu, dia akan tenggelam, tetapi begitu pula bayinya. Siapa yang harus kutolong" Meskipun aku bisa melesat lebih cepat dari kilat, jika yang satu hanya tinggal terlihat tangannya dan yang lain kakinya, dengan jarak yang semakin berjauhan di bawa arus, tetaplah harus dimulai dengan salah satu lebih dulu. Aku berkelebat tanpa membiarkan diriku berpikir panjang lagi, karena bukan saja jarak keduanya semakin berjauhan jaraknya, yang akan menyulitkanku menolong keduanya, tetapi juga jarakku sendiri dengan kedua-duanya telah semakin jauh karena perpusaran arus yang makin me luas. Tanpa kusadari dengan sendirinya aku terbang menggunakan Naga Berlari di Atas Langit yang hanya sedikit sentuhan telapak kaki pada permukaan air. Seperti yang sempat kupikirkan, gendongan bay i dengan hiasan tenunan bermanikmanik itu memang masih mengambang, tetapi bayinya terjungkir ke depan tanpa penahan dan langsung tenggelam. Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Saat kutiba masih terlihat telapak kakinya yang halus dan mungil, yang langsung kusambar. Dengan cepat bayi itu telah kubopong dengan tangan kiri sementara aku terbang ke tempat ibunya, tetapi hanya air sahaja yang ada di sana. Permukaan air kecoklatan yang menelan segalanya... Aku mencari-cari sementara berdiri di atas perahu yang terbalik. Namun permukaan air kecokelatan dengan titik-titik TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ hujan yang rata di mana-mana tidak memberi jawaban atas apa yang kucari. Ranting, dedaunan, dan batang-batang pohon masih mengapung dalam kederasan arus. Kemudian serpihan papan-papan rumah yang hancur. Namun masih banyak juga rumah yang bertahan. Tampak seperti perahuperahu di tengah lautan yang luas. Cepat sekali air pasang ini menjadi banjir bandang yang memakan wilayah nan amat luas, dan begitu luasnya sehingga seolah-olah seisi lautan telah dipindahkan kemari. Bayi itu masih berada dalam bopongan tangan kiriku. Mendadak ia menangis keras-keras dan kakinya menyentaknyentak, sembari tangannya menunjuk-nunjuk. Kuikuti arah telunjuknya itu, ternyata perempuan muda yang kucari-cari itu telah muncul dari dalam air, terlentang di permukaan sungai sebagai mayat. Apa yang harus kulakukan" Hujan masih deras dan mendung gelap di langit. Bayi itu belum genap setahun umurnya. Apakah ia ternyata mengenali ibunya" Telunjuknya masih menunjuk-nunjuk sambil menangis keras sekali. Jika kuambil mayat itu, apa yang bisa kulakukan dengan mayat itu di muka bumi yang seolah-olah hanya terdiri dari air ini" Namun ketika aku membungkuk dan tanganku berusaha meraih tangannya, mendadak muncul dari dalam air yang deras mengalir itu sebuah tangan bersisik yang menarikku ke bawah dengan sangat cepatnya. Bisakah dibayangkan jika hal ini dilakukan ketika di tangan kiriku terdapat bayi yang belum lagi setahun" Memang itu tangan Naga Kecil, yang menyeretku di tengah banjir, yang bagi siapapun jika ia bukan makhluk air tentulah akan membuatnya sangat kebingungan, jika bukan mengalami kepanikan. Aku juga panik, tetapi tidak untuk diriku sendiri, melainkan untuk bayi belum setahun di tangan kiriku yang pasti akan mati jika aku tidak muncul ke atas sekarang juga! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Padahal tarikan tangan Naga Kecil ke dalam air itu adalah tarikan pembunuhan! SUASANA di dalam air yang sedang membanjir seperti ini tidaklah sama dengan suasana dalam air di sebuah danau berlantai batu. Air banjir ini sangat kotor dan penuh lumpur sehingga sangat amat menyulitkan diriku untuk bertarung dengan perhitungan jernih. Apalagi dengan bayi yang segera akan mati jika aku tidak melepaskan diri! Naga Kecil mencekal tangan kananku dengan kuncian seekor ular melibat lawan. Tangannya bagai tak bertulang melibatku, tidak akan mungkin melepaskan diri dari libatan ular seperti ini dengan cara persilatan yang biasa. Bahkan untuk memperhatikan kedudukannya pun belum bisa kulakukan, karena Naga Kecil menyeretku di dalam air sungguh dengan kecepatan yang sangat tinggi! Dalam pertarungan silat tingkat tinggi, segalanya memang berlangsung amat sangat cepat, setidaknya tentu lebih cepat dari kata-kata yang menceritakannya. Begitulah aku bersama bayi di tangan kiriku itu diseret jauh keluar dari wilayah daratan yang seluas mata memandang digenangi air, masuk dalam ke kedalaman Sungai Merah yang dalam keadaan pasang seperti ini lumpurnya bergumpal sulit ditembus. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, karena bayi yang kuselamatkan ini pasti paru-parunya akan segera terisi air! Maka kurapal salah satu mantra Raja Pembantai dari Selatan yang terbaca olehku, yang rupa-rupanya masih sebuah kutipan dari Nagarjuna: Utpadotpada utpado mulotpadasya kevalam Utpadotpadam utpado maulo janayate panah Tanganku langsung bercahaya terang dan meskipun berada di dalam air bagaikan kudengar jeritan Naga Kecil yang karenanya jadi tersedak. Tangannya yang melibat seperti ular terlepas masih dalam keadaan melingkar-lingkar. Tangan bersisik yang semula bagaikan telah menjadi ular itu sendiri TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ meski berada di dalam air tetap menyala karena terbakar. Begitu pula air sungai di sekitarnya menyala merah api dan kuduga sebagian permukaan sungai di atas kami pun berselaput api yang menyala berkobar-kobar. Pemandangan seperti inilah yang kelak akan menjelma dongeng, tetapi sekarang tentu aku tidak sempat memikirkannya. Naga Kecil terpental entah ke mana, aku melesat bersama bayi itu ke atas menembus permukaan sungai berarus deras yang menyala-nyala. Aku bersama bayi itu menembus permukaan sungai dan melesat ke angkasa. Hujan deras belum berhenti dan dari balik tirai hujan kekelabuan kulihat api di atas sungai yang menyala terseret arus begitu rupa sehingga membakar pula pohon-pohon dan rumah-rumah yang masih setengah terendam. Dari atas kutahan sejenak laju turun tubuhku untuk melihat keadaan dan mencari tempat terbaik untuk mendarat. Namun ke manakah bisa mendarat pada permukaan bumi yang diselaputi air mengalir deras seperti ini, yang sebagiannya telah menyala karena mantra Nagarjuna pula" Di bawah itu yang mengapung dan mengalir di atas permukaan adalah perahu-perahu berisi pengungsi, atap-atap rumah yang masih berdiri dan penuh manusia, batang-batang pohon mengapung yang selalu saja ada seseorang yang sedang memeluknya sembari telungkup, dan tidak jarang mayat manusia, telungkup atau telentang, yang sungguh bernasib malang tiada bisa menyelamatkan diri. Memang benar wilayah sepanjang tepian Sungai Merah sudah biasa digenangi air ketika permukaan sungai naik dan meluap karena hujan deras yang tiada kunjung berhenti di pegunungan, tetapi jika rumah-rumah panggung pun ambruk dan terseret, sementara perahu-perahu yang dinaiki penduduk untuk mengungsi pun terbalik, kucurigai betapa peristiwa alam ini telah ditunggangi jika tidak didorong oleh suatu daya luar biasa dari suatu kehendak yang menuntut bencana. Tidaklah kutuduh Naga Kecil telah me lakukannya, tetapi manusia TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ manakah kiranya betapapun saktinya memiliki daya dan alasan kuat untuk melakukannya selain Naga Kecil murid Naga Bawah Tanah yang sakti mandraguna" Aku turun lebih lambat dari titik-titik air hujan. Bayi yang kubekap dengan kaki tergantung di tangan kiriku itu menangis keras sekali, yang membuatku lega karena itu berarti ia masih hidup. Namun kini nyawanya mungkin terancam kembali karena dari balik titik-titik hujan itulah meluncur sejumlah besar senjata rahasia yang belum kukenal. Aku tidak mau menerima akibat dari sesuatu yang belum kukenal, jadi kusapukan titik-titik hujan yang setiap titiknya mengeras dan langsung meluncur menyambut setiap dari senjata rahasia yang meluncur itu. DALAM sekejap di antara deru hujan terdengar suara-suara tumbukan beruntun antara titik-titik hujan yang mengeras dengan senjata-senjata rahasia, yang suara tumbukannya seperti desis, yang memang mengeluarkan asap beracun, berasal dari sisik-sisik yang dikebaskan Naga Kecil dari tangannya. Kuketahui betapa sisik-sisik itu berasal dari tangan Naga Kecil yang dikebaskan, ketika semakin ke bawah tubuhku meluncur jatuh ke sungai semakin terkuak pula tirai hujan yang menyamarkan segala sesuatu, saat kulihat memang sekali lagi Naga Kecil mengibaskan tangan untuk meluncurkan sisik-sisik dari tangannya itu. Sisik-sisik di tubuh Naga Kecil meluncur dan setiap kali sekeping sisik lepas dan meluncur segera tergantikan oleh sisik baru. Sisik-sisik di tubuh Naga Kecil menyala, tidak lagi menyala biru seperti tubuh ikan di kedalaman danau, tetapi kali ini merah, merah menyala-nyala dan berpijar bagai menunjukkan perasaannya yang meradang. Kusapukan lagi titik-titik hujan menyambut sisik-sisik itu, tetapi Naga Kecil sendiri telah meluncur di belakang serbuan sisik-sisik beracun yang jika ditangkis me letupkan uap beracun itu. Siasat semacam ini sering kuhadapi jika bertarung TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ melawan mereka yang mengandalkan pisau terbang. Dalam siasat ini, ketika perhatian kita terpusatkan untuk menangkis pisau-pisau meluncur yang banyak itu, pelempar tersebut telah menancapkan pisaunya yang lain ke bagian tubuh mana pun yang disukainya, apakah itu jantung ataupun leher kita. Menghadapi mereka, berdasarkan kecepatannya aku tinggal mengibaskan kembali pisau-pisau terbang itu kembali ke arah mereka. Jika mereka lebih cepat, bisa kuhindari saja pisaupisau terbang itu dan menghadapi serangannya dan saat itulah kuselesa ikan riwayat hidupnya. Namun sekarang ini siasat tersebut tidak dijalankan oleh sembarang penyoren pedang dari dunia persilatan, melainkan Naga Kecil perkasa yang mampu bergerak lebih cepat daripada kilat! Siapa pun ia yang mendapatkan gelar naga atas kemampuannya, bukanlah lawan yang dapat dipandang sebelah mata, karena tentulah ia setidaknya takpernah terkalahkan, bahkan oleh para pendekar yang paling ternama dan paling tinggi ilmu silatnya. Diriku dengan bayi yang harus selalu kujaga keselamatannya di tangan kiriku ini, tentulah berada dalam kesulitan yang luar biasa. Dari bawah, dari balik tirai hujan dan cadar hamburan ribuan senjata rahasia beracun, Naga Kecil me lesat dengan cakar terkembang mengancam jantungku! Menyambut serangan seperti ini, dengan bayi menangis menjerit-jerit yang sejak tadi kujepit dengan tangan kiri, dan tak tahu tempat berpijak lain di atas dunia yang seolah terdiri dari air, niscaya diriku yang masih berada di udara ini sungguh berada dalam bahaya! Menghadapi serangan cakarnya berarti bayi ini akan mati terajam sisik-sisik ikan beracun, sedangkan melindungi bayi ini dari senjata-senjata rahasia yang melesat itu sama dengan membiarkan cakar Naga Kecil menjebol dada dan merenggut jantungku tanpa sisa! Sungguh keadaan yang luar biasa sulitnya! (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Episode 125: [Bayi] DALAM keadaan tak teratasi itu muncul seberkas cahaya putih yang langsung me libas Naga Kecil, sehingga aku pun terlepas dari pilihan sulit itu, dan dengan sekali kibas segenap titik air hujan meluncur ke arah sisik-sisik beracun dalam keadaan lebih keras dari batu. Segera terdengar letupanletupan dari sisik yang terpecah meruapkan uap saat kutinggalkan segalanya ke bawah. Kulihat gulungan cahaya putih menggulung cahaya merah. Kuketahui bahwa cahaya merah itu tentu Naga Kecil, tetapi tak dapat sekadar kutebak gulungan cahaya putih itu, yang tentulah ilmunya tinggi sekali sehingga bahkan diriku tidak dapat melihat apa pun selain cahaya dan bukan pergerakan yang telah mengakibatkan adanya cahaya itu. Aku hinggap di atas sebuah perahu sampan yang penuh dengan air karena hujan deras yang masih belum berhenti. Dengan papan yang terapung di dekatnya kusibakkan air di dalamnya sampai kosong. Ketika melewati gerumbul pohon pisang yang hanya terlihat pucuk-pucuknya, kupangkas beberapa dengan golok yang kebetulan tergeletak telanjang tanpa sarung pada sampan itu. Sebagian kujadikan alas bagi si bayi dan sebagian lagi untuk menutupinya dari air hujan yang menggila, sementara pertarungan di angkasa itu menyusup ke dalam air dan membentuk pergolakan luar biasa seolah terdapat dua naga raksasa bertarung di dalamnya. AIR membuncah-buncah bagaikan terdapat kawah gunung yang siap meletus di dalamnya. Cahaya berkilatan dari dalamnya sebagai akibat pertarungan itu, yang meskipun berlangsung di dalam air tetapi cahayanya berkeredap dan berkilat-kilat ke angkasa. Padahal angkasa yang berlangit mendung masih penuh dengan kilat yang bersabungsabungan diiringi guntur yang meledak-ledak bersambungan di sepanjang langit yang serba kelabu seperti itu. Permukaan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ air yang membuncah kadang membentuk garis buncahan yang panjang diikuti garis buncahan panjang lain saling kejarmengejar di permukaan sungai, yang masih saja mengalir deras dan menyeret segalanya tanpa pandang bulu. Bersama dengan buncahan itu kilat berkeredap ke atas mencapai langit yang kadang melewati permukaan di bawah perahu-perahu penuh pengungsi, yang tentu saja membuat perahu-perahu itu terbalik dan menimbulkan bencana baru. Suatu ketika garis membuncah-buncah tanda terdapatnya gulungan pertarungan di bawahnya itu seperti akan menabrak perahuku, kusambar bayi yang terbungkus daun pisang itu dan siap melejit, tetapi ketika mendekati perahu garis buncahan itu terpisah menjadi dua, masing-masing berlalu di kanan dan kiri perahu dan menyatu lagi setelahnya, menghasilkan suara-suara benturan dan tumbukan yang dahsyat dengan kilat berkeredapan merah dan putih, diiringi suara-suara raungan dan desis naga yang beracun membunuh ikan-ikan. Ketika mereka agak menjauh, kuambil kesempatan menatap wajah bayi yang kugendong itu. Ternyata ia juga sedang memandangku. Ia tidak lagi menangis tetapi tampak masih ketakutan dan dalam waktu sesingkat itu telah membuatku merasa bahwa baginya mungkin aku orang yang paling dikenalnya sekarang ini. Suatu perasaan yang jarang kualami merayap ke dadaku. Apakah yang disadari bay i belum berusia setahun ini" Sadarkah ia betapa ibunya sudah pergi dan tahukah ia mengenai segala sesuatu yang terjadi" Hidup manusia saling bersilang mempertemukan nasib. Mengingat nasib bayi itu aku teringat nasibku sendiri. Air mataku titik menatap wajahnya yang tiba-tiba tersenyum. Jika aku telah mendapatkan kasih sayang berlimpah dari pasangan pendekar yang mengasuhku, apakah jaminannya bayi yang tidak mungkin kucari asal-usulnya ini juga akan mendapatkan kasih Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sayang seperti yang telah kudapatkan selama ini" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kulihat sekeliling, para pengungsi di atas perahu dan rakit melewati. Mereka semua masih harus berjuang agar tidak terbalik dalam arus deras ganas yang berusaha menyeret segalanya ini. Suara sungai yang mengalir deras mendesau bagaikan janji ancaman yang memang telah dinyatakannya. Nun di kejauhan terlihat cahaya merah telah semakin melemah digulung cahaya putih. Langit yang menggelap membuat cahaya-cahaya berkeredap itu berkilat makin terang. Perahuku terseret arus makin jauh dari tempat pertarungan keduanya. Siapakah sosok di balik cahaya putih yang telah menyelamatkan jiwaku itu" Aku teringat betapa di Jawadwipa dahulu aku pun masih berutang budi dan berutang ilmu, kepada seorang pendeta tua yang telah membukakan kuncikunci ilmu silatku, sehingga bisa kulakukan penalaran demi pengembangan ilmu silat itu, yang tidak lagi sekadar menjadi olah gerakan, melainkan juga olah pemikiran mendalam. Lamunanku yang singkat terbuyarkan oleh gelegak permukaan sungai yang dahsyat di kejauhan. Terdengar raungan serak kesakitan luar biasa yang seolah keluar dari mulut makhluk raksasa. Namun hanya terlihat cahaya merah yang membentuk naga berpijar sejenak, sebelum meredup, memudar, dan luruh, tidak pernah kelihatan lagi. Setelah itu seluruh permukaan sungai, tanpa kecuali, bagaikan dilapisi cahaya putih mengilap sejenak, sebelum meresap ke balik permukaan sungai itu. ''Naga Bawah Tanah...,'' desisku. Naga Bawah Tanah yang mahasakti, yang tidak pernah memperlihatkan diri, yang sebetulnya sangat menyayangi Naga Kecil muridnya sendiri, telah menamatkan riwayat manusia bersisik dan lidahnya bercabang itu karena menolongku, ataukah karena kehadiran bayi itu. Sekarang aku mengerti, betapa kenyataan bahwa Naga Bawah Tanah menyelamatkan bayi dari perut ular, telah menentukan batas kehidupan bayi yang kelak bergelar Naga Kecil tersebut: TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ajalnya akan tiba saat ia berusaha membunuh bayi lainnya. Barangkali Naga Kecil memang tidak berusaha membunuh bayi itu, melainkan sekadar usaha mengalihkan perhatian agar jantungku bisa ditariknya keluar tanpa sisa, tetapi agaknya bagi Naga Bawah Tanah itulah pertanda akhir kehidupan Naga Kecil sudah harus dipastikannya. (Oo-dwkz-oO) Angin berhembus pelan. Benarkah seluruh petaka ini terjadi karena kegalauan hati Naga Kecil" AKU tidak ingin mempercayai kemustahilan seperti itu, tetapi entah kenapa gagasan semacam itu merasuki kepalaku. Betapapun hujan memang kemudian berubah menjadi gerimis sebelum akhirnya berhenti. Mega-mega yang bergumpal hitam dan bergulung-gulung mengerikan menyisih disapu angin. Langit menjadi bersih bagaikan terang cuaca sehabis hujan, tetapi sore memang telah berlalu dan hari menjelang malam. Sejauh-jauh dan seluas-luasnya banjir, ada juga tempat surutnya. Ke sanalah agaknya perahuku menuju. Sejauh mata memandang memang air masih menutupi permukaan bumi, tetapi permukaan air ini sudah tidak tinggi lagi. Kulihat air kini hanya setinggi betis para pengungsi dan semakin lama semakin rendah dan semakin rendah lagi. Perahuku terseret arus keluar jauh dari tepi sungai. Sebentar kemudian dasar perahu sampan itu sudah menyentuh tanah. Aku melompat turun dengan bayi dalam gendonganku. Sepanjang jalan tanah becek dan berlumpur, hanya di ketinggian orang-orang membuat gubuk-gubuk darurat dari bambu dan atap rumbia seadanya. Aku pun berjalan menuju ke sana meski belum tahu pasti apa yang akan kulakukan. Gelap semakin membenam. Mayat tidak terurus masih tergeletak, terdampar, dan terlantar di sana-sini. Aku melangkah di antara batang pohon, ranting, dan segala TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ macam benda yang terlihat sepintas kilas dalam keremangan. Guci, kundika, piring, dan gerabah segala macam peralatan rumahtangga, yang masih utuh maupun sudah pecah tersebar dalam keadaan terselimuti lumpur. Para pembawa keranjang di punggung, kutahu berusaha mengais-ngais keberuntungan dalam bencana seperti ini. Benarkah begitu terbiasanya penduduk di sekitar Sungai Merah ini mengalami banjir" Meski banjir bandang kali ini tentunya dianggap luar biasa, karena rumah-rumah panggung yang dibuat dengan kesiapan menghadapi banjir pun terseret hanyut dalam keadaan hancur, tak kudengar ratap tangis dan raung kesedihan karena petaka. Kemudian, bayi yang kubawa menangis dan aku kebingungan. Aku berada di tengah-tengah para pengungsi yang berbahasa burung dan tidak sepatah kata pun kumengerti. Tangis bayi ini luar biasa, lebih keras dari suara tangis bayi yang lain. Aku sungguh kebingungan. Ia tentu lapar. Apa yang harus kulakukan" Di antara para pengungsi, bagaikan tiba-tiba saja muncul seorang perempuan paro baya di hadapanku. Ia menceracau dengan bahasa burung sambil menggamit lenganku. Kuturuti saja ke mana langkahnya menuju. Betapapun aku merasa ia bermaksud baik, karena semenjak tadi ditunjuknya bayi itu, sembari memasukkan ibu jarinya ke dalam mulut. Kukira ia menawarkan kepadaku agar bayi itu diberi minum. Langkahnya berhenti di sebuah gubuk. Banyak lelaki membawa bayi di situ. Apa yang terjadi" Perempuan itu mendorong punggungku agar bergabung dengan sebuah kerumunan. Aku menyeruak, yang rupanya menimbulkan kemarahan orang-orang. Bahasa burung dan wajah amarah bertubi-tubi tertuju kepadaku, tetapi aku tetap menyeruak juga dan -- ah! Aku sangat terkejut. Kulihat lima perempuan muda berdada subur sedang berjajar menyusui bayi-bayi, setiap perempuan membawa satu orang bayi, dan setelah bayi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang disusuinya lelap tertidur segera digantikan bayi yang lain. Untuk itulah para lelaki yang membawa bayi datang ke sana. Mengantrekan bayinya agar disusui. Aku tertegun, bayi di tanganku menangis keras sekali. Aku baru sadar betapa sangat tidak berpengalaman dengan urusan bayi seperti ini. Bahasa burung di sekitarku bersabung dengan tangis bayi, bukan hanya bayi di tanganku, tetapi juga hampir semua bayi di tempat itu. Aku merasa kecut, kecil hati, dan rendah diri dengan ketidak mampuanku menghadapi masalah ini, tetapi ingatan atas ibunya yang tidak berhasil kutolong itu membuatku tetap bertahan di sana. Aku menjadi bagian dari para suami yang kehilangan istrinya dalam banjir bandang ini, tetapi berhasil menyelamatkan anak bayinya, yang hanya bisa bertahan hidup jika tetap disusui, dan hanyalah perempuan yang kehilangan bayinya pula yang tiada bisa lebih tepat lagi untuk menolongnya. Betapapun, perempuan yang kehilangan bayinya ternyata lebih sedikit daripada bayi-bay i yang kehilangan ibunya. Itulah yang membuat kami semua, para lelaki yang membawa bayi kini berdiri berdesak-desak, yang semestinya tentu antri tetapi tangis bayi itu masing-masing bagai mendesak penggendong yang satu mendesak-desak penggendong lainnya. Sementara kelima perempuan itu menyusui bayi-bayinya dengan wajah penuh kasih dan sayang di tengah kericuhan luar biasa dalam kegelapan sehabis bencana yang sungguh menimbulkan petaka tersebut. APAKAH harus mengerahkan tenaga dalam untuk membuyarkan para lelaki penggendong bayi yang menyesaki gubuk darurat ini" Aku merasa malu pikiran seperti ini muncul dalam kepalaku. Pemecahan persoalan dunia awam ternyata jauh lebih pelik daripada seperti yang selalu dilakukan dalam dunia persilatan. Bayi yang kugendong makin keras tangisnya, bagaikan bahasa perintah yang menuntutku berbuat sesuatu dengan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ segera. Aku semakin panik ketika dari kedua lubang hidungnya ternyata mengalir darah! Aku melesat keluar, tidak bisa berpura-pura lagi menjadi orang awam. Kulihat sekeliling dan kulihat ke langit. Rumahrumah darurat pengungsian ini terletak di sebuah ketinggian yang landai, sementara langit gelap gulita. Rupanya meski dengan kematian Naga Kecil cuaca menjadi cerah, setelah malam tiba langit mendung kembali, seperti tak juga cukup memberi penderitaan kepada para korban bencana yang masih selamat dan belum mati. Ini berarti aku tidak dapat melakukan penyembuhan dengan tenaga prana rembulan maupun prana pohon. Kulihat hutan yang gelap di kejauhan, apakah aku akan ke sana, ataukah melakukan penyembuhan dengan prana udara" Darah dari hidung bayi itu mengalir. Kutahan kepanikanku, karena penyembuhan dengan tenaga prana memerlukan ketenangan dalam pemusatan perhatian. Di tengah perkampungan pengungsi yang riuh dengan cericit bahasa burung, ketenangan yang kubutuhkan tidak akan kudapatkan. Maka dengan pengerahan Naga Berlari di Atas Langit sekuat tenaga aku pun me lesat ke hutan yang gelap di perbukitan sambil membawa bayi itu. Saat melesat itulah sepintas lalu kulihat bayangan-bayangan berkelebat. Namun karena tidak tampak mengancamku, kubiarkan saja berlalu. Perhatianku tersita sepenuhnya kepada si bayi. Tiba di hutan kudekati sebuah pohon besar. Dalam hatiku kuucapkan permintaan izin kepada pohon tersebut untuk menarik kelebihan prana darinya, melalui chakra tangan. Sementara tangan kiriku membopong bayi yang tidak lagi menangis tetapi kini lemas itu, telapak tanganku kuletakkan pada batang pohon tersebut. Kupusatkan perhatian kepada pusat telapak tanganku dan secara bersamaan kulakukan pernafasan prana. Kulakukan sampai sepuluh putaran dan kuucapkan terimakasih dalam hati kepada pohon itu karena TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ telah menerima pemberian prana. Kurasakan getaran di seluruh tubuh, dan kualirkan dahulu seluruh tenaga prana ini ke seluruh tubuh sebelum mengalirkan ke tubuh si bayi melalui tangan kiriku. Aliran hangat merasuk melalui punggungnya. Demikianlah kulakukan beberapa kali, sampai darah dari hidungnya berhenti mengalir, dan dia mulai menangis. Lebih baik menangis pikirku, seperti menemukan makna baru dari tangis bayi, daripada lemas tanpa suara seperti tadi. Hatiku lega. Bayi itu menangis keras dengan penuh daya. Tentu ia lapar dan ini berarti ia masih sehat sekali. Tampaknya kini aku harus kembali ke tempat pengungsian untuk mencari ibu susu bagi bayi yang belum berusia setahun ini. Namun alangkah terkejutnya aku, ketika aku menoleh ke arah tempat pengungsian itu, kulihat gubuk-gubuk darurat itu sedang terbakar. Terdengar jerit tangis dan ceracau burung dari kejauhan. Kulihat obor-obor masih dilemparkan untuk menghabiskan sama sekali gubuk-gubuk itu. Aku teringat sejumlah bayangan yang berkelebat tadi. Kuketahui bahwa sepanjang tepi Sungai Merah di daerah hilir te lah berkembang menjadi pusat-pusat pemberontakan setiap kali kekuasaan Wangsa Tang di Negeri Atap Langit melemah. An Nam berarti daerah selatan yang didamaikan, tetapi didamaikan di sini tiada lebih dan tiada kurang adalah dijajah, meski dalam keterjajahannya tiada lebih dan tiada kurang orang-orang Viet mempelajari segala sesuatunya tentang peradaban dari Negeri Atap Langit, dengan hasil yang memang menjelaskan segalanya tentang hal itu. Bahasa burung mereka bagiku misalnya mirip benar bunyinya dengan bahasa burung Negeri Atap Langit, meski aku yakin keduanya tentulah merupakan bahasa yang berbeda. Betapapun sejarah hubungan mereka adalah sejarah pertentangan, pemberontakan, dan perang. Setiap kali An Nam memang berhasil ditaklukkan, tetapi setiap kali pula muncul pemberontakan baru, kadang besar, kadang kecil, tetapi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membuat Daerah Perlindungan An Nam belum dapat membangun wilayah dalam pengertian sesungguhnya. Orangorang Viet selalu merasa, ketika mereka berontak sebetulnya mereka melanjutkan semangat Trung Bersaudara, dua perempuan pemimpin yang mengangkat senjata terhadap kekuasaan Wangsa Han dari Negeri Atap Langit jauh hari di tahun 43. Saat itu wilayah ini masih diberi nama Giao-chi oleh Negeri Atap Langit. Sebelum wilayah ini ditaklukkan, peradaban mereka sudah tinggi, bahkan di wilayah Suvarnadvipa sejak ratusan tahun silam telah dikenal hasil-hasil peradaban Dong-son seperti genderang besar dari perunggu. Kuingat ayahku bercerita bahwa genderang semacam itu berasal dari kerajaan Au Lac di wilayah ini sekitar 800 tahun lalu. Sudah jelas betapa saat itu leluhur orang-orang Viet tersebut merupakan bangsa yang berbudaya. Tidak seperti sekarang, yang dianggap sebagai bangsa yang suka berperang. Ternyata sejarah mereka sendiri memang memberikan alasan yang masuk akal. Namun apakah yang membakar gubuk-gubuk itu memang pemberontak, ataukah justru utusan dari utara yang ditugaskan memadamkan pemberontakan itu" Tidak selalu pasukan besar yang dikirimkan dari Negeri Atap Langit, melainkan orangorang pilihan dengan tugas istimewa untuk membunuh para pemimpin pemberontak. Dari cara berkelebatnya bayangan yang kusaksikan tadi, tidak dapat kuketahui mereka berasal dari mana, tetapi jelas betapa ilmu silat mereka sangat tinggi. Mereka bersembunyi di balik bayang-bayang malam, berkelebat dan berkelebat mendahului angin dan gerimis yang Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo masih sedang mendatang dari pegunungan, bahkan sekarang pun belum tiba di sana, belum melampaui tempatku sekarang berdiri, meski dapat kudengar suara gerimis bagaikan naga mendesis di balik pegunungan, tentunya bagaikan tirai kelabu dalam kekelaman yang menyapu ke arahku. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Jadi tentu saja ilmu silat mereka sangat tinggi. Untuk apakah mereka yang berilmu sangat tinggi membakar gubukgubuk darurat orang-orang kecil yang miskin, lemah, dan tak berdaya" Tiadakah mereka dapat memperkirakan betapa akan semakin berat penderitaan orang-orang tersebut dalam kemalangan begitu rupa" Orang-orang kecil, hanya menjadi korban pertikaian orang-orang yang merasa dirinya besar. Tidakkah seorang raja boleh kita anggap merasa dirinya besar, jika mengambil keputusan untuk mengirimkan balatentara dan menjajah suatu negeri yang bukan bangsanya, dan tidakkah juga kita boleh menganggap seseorang merasa dirinya cukup penting untuk memimpin pemberontakan, melawan suatu kekuatan tempur luar biasa yang lebih besar kemungkinannya tak bisa dikalahkan dan hanya memberikan kematian besarbesaran selain harga diri dalam ketertumpasan yang mengenaskan" Namun kusadari pula bahwa Negeri Atap Langit harus mempertahankan jalur perdagangan hasil bumi maupun barang-barang mereka ke selatan, yang menghubungkan mereka dengan berbagai kota pelabuhan di Teluk Tongking. Dari sini, dengan perantaraan kapal-kapal Sriv ijaya, mereka masih bisa melakukan hubungan dagang dengan kota-kota pelabuhan di Jambhudvipa. Maka setelah menyerang, menundukkan, dan diberontak berkali-kali semenjak setidaknya seribu tahun lalu, Negeri Atap Langit takbisa berbuat lain selain menjadikan wilayah orang-orang Viet ini sebagai bagian dari wilayah mereka, seolah-olah menjadi bagian dari bangsa mereka, apapun wangsanya, dan sungguh mereka berhasil dalam ratusan tahun membuat orang-orang Viet menjadikan kebudayaan Negeri Atap Langit sebagai kebudayaannya sendiri, tentu dengan cara-caranya sendiri. Dalam pengertian cara-cara sendiri inilah sebetulnya Daerah Perlindungan An Nam takpernah bisa ditundukkan sepenuhnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Api berkobar menerangi langit, dan jerit tangis masih membubung ke angkasa dari arah gubuk-gubuk darurat itu. Kupandang sejenak bayi di tangan kiriku. Mungkinkah aku bertarung menghadapi para pembakar gubuk yang tidak mengenal belas kasihan tanpa membahayakan bayi ini" Kudengar pekik kematian orang-orang yang dibantai. Aku melesat secepat kilat tanpa berpikir lagi. (Oo-dwkz-oO) Episode 126: [Para Pemberontak] Api masih berkobar. Wajah orang-orang yang kalang kabut dan tercerai berai itu merah menyala karena api. Bukan hanya gubuk-gubuk dibakar tetapi orang-orang yang sudah tidak berdaya juga dianiaya sebelum akhirnya dibinasakan pula. Ratusan korban banjir bandang yang kemungkinan belum makan setelah membangun gubuk-gubuk takberdaya menghadapi para penyoren pedang berilmu tinggi. Mayatmayat bergelimpangan dan masih terlempar dari dalam gubuk di sana-sini dalam keadaan mengenaskan. Darahku mendidih. Apakah kesalahan para pengungsi yang malang ini" NAMUN rupanya aku tidak usah mencari mereka karena pada saat kedatanganku aku sudah langsung diserang. Demikianlah aku langsung terlibat pertarungan di antara gubuk-gubuk darurat yang hampir semuanya kini sudah terbakar dan menyala. Lima bayangan berkelebat dari lima arah dengan jurus-jurus mematikan, aku berkelebat menghindar ke balik api, dan menyerang balik dengan Ilmu Pedang Tangan Sebelah setelah menyambar golok pembelah kayu yang tergeletak di dekatku. Dengan Ilmu Pedang Tangan Sebelah keamanan bayi di tangan kiriku yang masih juga menangis itu lebih terjamin, karena memang diciptakan seorang pendekar di Jawadwipa pada masa lalu yang hanya memiliki tangan kanan, untuk menutupi segenap kelemahan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang ditimbulkan karena tidak bertangan kiri. Maka, meskipun jurus-jurus mereka sungguh mematikan, kini kelima orang itu yang kebingungan karena jurus-jurus Ilmu Pedang Tangan Sebelah yang tidak mereka kenal. Aku telah melenting ke atas atap untuk menjauhkan mereka dari orang-orang yang berlarian kian kemari menambah kekacauan, selain untuk menghadapinya tanpa terlalu banyak kerumitan. Bertarung di antara api yang berkobar, meski dengan bayi di tangan kiri, jauh lebih bisa kuterima daripada di tengah orang banyak, karena pusaran pertarungan tingkat tinggi bagaikan pusaran maut yang selalu siap merenggut nyawa siapa pun yang tersesat ke dalamnya. Apalagi Ilmu Pedang Tangan Sebelah menuntut kecepatan dua kali daripada ilmu pedang mana pun yang dihadapinya, sehingga suatu kekeliruan arah pedang tidaklah mudah ditarik kembali. Begitulah aku memanfaatkan kobaran dan panasnya api, muncul dari balik api dan menghilang kembali, dan setiap kali menghilang tentu terdengar jeritan karena sabetan golokku. Kekurangan karena hanya sebelah tangan yang bergerak diganti kecepatan pergerakan luar biasa dari tangan yang memegang golok, dan kekurangan tangan kiri -yang dalam hal diriku adalah menggendong bayi-sungguh mengecoh karena setiap orang selalu mengiranya sebagai titik lemah pertahanan. Demikianlah setiap orang mengincar bayi itu untuk memecahkan perhatianku, dan mereka tetap meneruskan gerakannya meski aku tampak tak peduli. Pada saat ujung pedang mereka yang pipih panjang dan berkilat itu nyaris menusuknya, golokku telah menebas leher mereka. Satu orang kutendang ke bawah dan bergulingan di tanah becek tanpa kepala, yang lain terdorong oleh tenaganya sendiri saat mau membantai bayi dan masuk ke dalam api, satu lagi tiada menyadari betapa tangan kanannya yang memegang pedang telah terbabat putus ketika bermaksud menusuk bayi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ilmu Pedang Tangan Sebelah membuatku tampak seolah selalu berputar, tetapi tidak berputar seperti gasing melainkan dalam segala kemungkinan dari gerak dan kecepatan dalam perputaran. Adapun perputaran ini memang bisa sangat mengecoh, karena bukan dari kanan ke kiri seperti yang seharusnya jika bermaksud melindungi bayi, melainkan dari kiri ke kanan sehingga seolah-olah bayi itu begitu mudah dibacok. Namun dengan Ilmu Pedang Tangan Sebelah setiap ancaman mempercepat pergerakan berputar dua kali lipat, yang menjamin setiap penusuk akan terbacok dari belakang ketika mengira tusukan pedangnya itu mengenai sasarannya. Dengan cara yang sama kedua penyerang yang tersisa tewas oleh golok pembelah kayu yang kupegang dan sekarang bersimbah darah ini. Pertarungan berlangsung lebih cepat dari kata-kata. Belum lagi dua orang yang tewas menggelinding dalam kobaran api itu sampai ke tanah, sepuluh orang melesat secepat kilat ke atas atap gubuk darurat yang ternyata sedang rubuh. Tanpa menunggu gubuk sampai ke tanah aku berkelebat di antara nyala api yang segera berubah menjadi semburan bara. Lentik bara api bercampur dengan lentik api benturan pedang dan golok berkeradapan mengiringi suara benturan yang benturan yang berdentang-dentang tanpa pergerakannya kelihatan. Masih dengan Ilmu Pedang Tangan Sebelah yang bergerak dua kali lebih cepat dari setiap penyerangnya, kutamatkan riwayat mereka satu persatu tanpa harus membuat orang mengerang karena lukanya, karena kutebas mereka di tempat yang paling mematikan agar mereka menerima kematian bagaikan suatu mimpi tanpa akhir. Sebetulnya aku memikirkan suatu akhir kehidupan menyakitkan seperti yang layak diterima para pembunuh terkejam yang menganiaya para korban sebelum kematian, yang sedikit banyak telah kulakukan kepada lima pengepung pertama itu, yang entah kenapa jerit kematiannya membuatku TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tersadar bahwa pembalasan dendam tiada pernah terizinkan menjadi tujuan. "Seorang pendekar tidak membunuh karena dendam," kata ibuku, "karena dendam akan membuatnya melakukan pembunuhan dan bukannya melaksanakan kewajiban. Seorang pendekar melaksanakan kewajiban berdasarkan keyakinan atas segala sesuatu yang dianggapnya tidak bisa lebih tepat lagi, seperti keyakinannya bahwa kejahatan harus dilenyapkan dari muka bumi, meski terjamin akan selalu muncul kembali. Dendam hanya melahirkan penyiksaan dan dendam baru, jauhilah itu selalu, anakku..." PADA saat bara api lenyap dan api padam, pada saat kegelapan kembali menerkam, barulah gerimis dari balik pegunungan yang kudengar tadi tiba dan telah berubah menjadi hujan yang lebat. Saat itulah sesosok bayangan berkelebat menyerangku dengan dua pedang dan gerakannya begitu asing sehingga untuk sementara aku hanya bisa menghindar, menghindar, dan menghindar. Tanganku mulai pegal menggendong bayi ini di tangan kiri, jadi kupindahkan ke tangan kanan dan golok pun berpindah ke tangan kiri. Sembari menghindar dan menangkis dengan golok di tangan kiri, kuterapkan Jurus Bayangan Cermin yang dalam setiap kesempatan kususun kembali sebagai Ilmu Bayangan Cermin yang mandiri, sampai seluruh jurusnya terserap dan kukembalikan kepadanya dalam bentuk terbalik, masih kuselipkan di dalamnya Ilmu Pedang Tangan Sebelah yang telah terbalik pula karena golok kini kupegang di tangan kiri. Dalam kebingungan yang amat sangat ia melenting ke atas agar dapat lepas dari kerumitan ini, dan dari atas itulah berkelebat pisau-pisau terbangnya secepat kilat. Setidaknya lima pisau terbang meluncur ke arah empat titik mematikan di tubuhku, sedangkan yang satu menuju ke arah bayi itu. Maka kuteruskan gerakanku dengan Ilmu Pedang Tangan Sebelah, tetapi yang kali ini tidak sekedar dua kali lebih cepat TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pergerakannya dari pisau-pisau terbang itu, tetapi empat kali lebih cepat, yang membuat pisau-pisau terbang itu tampak sangat amat lambat, dan begitu lambat sehingga aku dapat menangkis sembari mengubah arahnya. Pisau yang bermaksud membunuh si bayu kuarahkan kembali ke jantung pelemparnya yang masih berada di udara, sementara empat pisau terbang yang mengarah ke empat titik mematikan di tubuhku, kubelokkan arahnya dalam sekali sapu, melesat dengan sangat cepat dan tak terduga ke arah empat kawannya yang tersisa, yang semenjak tadi mengepungku. Lima pisau terbang me lesat ke arah sasaranku lebih cepat dari semula. Pembunuh kejam yang masih berada di udara tak berdaya menangkis pisau terbangnya sendiri yang sudah dua kali lebih cepat dari semula itu. Ia tewas terjerembab di tanah becek sehingga pisau terbang yang menancap dijantungnya itu tertanam lebih dalam dan tembus sampai ke punggung. Empat kawannya yang mengepung bahkan masih tetap berdiri setelah pisau-pisau terbang itu menancap di dahi mereka, dan hanya jatuh satu persatu tanpa nyawa karena tersenggol para pengungsi yang tampak semakin panik, ketika sesuatu yang menakutkan muncul dari balik kegelapan malam. (Oo-dwkz-oO) AKU berdiri di antara mayat-mayat para pembantai yang telah membakar gubuk-gubuk darurat para pengungsi sampai habis tanpa sisa. Mereka tewas di antara mayat para korban yang sempat mereka aniaya. Dua puluh penyoren pedang berilmu tinggi sungguh terlalu mudah menghabisi para pengungsi yang lemah dan tanpa daya. Apakah maksudnya" Api telah padam bersama segenap gubuk darurat yang telah berubah menjadi abu. Sisa bara yang merah segera lenyap dalam genangan yang tercipta karena hujan. Untung caping yang tergantung di leherku cukup lebar, dan meski masih basah kukenakan juga agar baju tebalku tidak menjadi basah kembali setelah dikeringkan api. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Bayi di tanganku masih menangis. Kubuang golokku. Kubopong dan kuayun-ayun dengan dua tangan seolah-olah percaya betapa bayi itu akan tertidur karenanya. Namun bayi itu tidak tertidur, bahkan makin keras menangis. Aku teringat betapa semenjak kutarik kakinya di sungai itu belum ada sesuatu pun yang telah memasuki mulut bayi itu. Kuangkat kepalaku untuk mencari ibu susu yang semoga saja belum dibunuh. Kusaksikan para pengungsi itu semuanya sedang menatap ke suatu arah sambil berkali-kali menatapku. Hujan masih turun dengan deras, membuatku khawatir akan Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo terjadi banjir bandang lagi, bahkan mungkin lebih besar sampai naik ke tempat ini. Namun agaknya bukan banjir yang kini menjadi perhatian para pengungsi itu, melainkan sesuatu yang rupanya sejak tadi tampak setiap kali halilintar berkilat, yang tak sempat kuperhatikan karena tangis bayi yang tiada henti-hentinya ini. Sesuatu yang sangat besar, dari segala penjuru, bergerak perlahan mengepung kami. Aku menghela napas panjang. Tidaklah terlalu kupedulikan betapa hiruk-pikuk peristiwa yang berturut-turut kualami dalam waktu singkat, semenjak dua belas pengemis itu meringkusku dalam tikar pandan dan menjual diriku sebagai budak, belum memberiku kesempatan untuk sekadar menelan sesuatu. Melainkan kupedulikan bayi ini, entah anak siapa yang sejak kusambar kakinya tanpa hentinya terancam bahaya kematian yang takjuga mengenainya, tetapi sungguh-sungguh akan bisa mati jika tiada satu perempuan pun yang masih hidup dan mampu menyusui. SEMENTARA itu yang sedang bergerak mendekat perlahanlahan menampakkan diri dengan makin nyata. Aku terkesiap. Betapa lengah aku menyadari keberadaan mereka karena tangis bayi yang kini telah kupindahkan kembali ke tangan kiriku. Namun dengan alasan apa pun aku memang tidak dapat melepaskan bayi ini sejak dari sungai tadi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Apalagi sekarang ketika sesuatu yang belum jelas peranannya makin lama kian dekat. Halilintar berkeredap dan suara guntur dipantulkan dinding-dinding pegunungan berkalikali. Saat cahaya kilat menerangi bumi terlihat oleh ratusan penunggang kuda maju perlahan-lahan mengepung tempat ini. Kupungut kembali golok yang kubuang. Meski senjata sudah tiada artinya lagi bagiku semenjak kupelajari secara mendalam sebuah jurus yang bukan sihir tetapi menyerang pikiran, tetap saja kuayun-ayun golok itu seolah-olah siap kulempar dan jika kulakukan pasti mengenai satu atau beberapa dari orang-orang berkuda yang sedang mendatang itu. Barisan kuda mereka memberi kesan keteraturan yang kuat, tetapi melihat bermacam-macam busana dan hiasan tubuh mereka, kukira ini bukanlah pasukan yang mewakili suatu kekuasaan resmi tertentu. Mereka berhenti dalam suatu jarak. Hujan masih saja menderas sehingga tidak ada sesuatu yang sebetulnya bisa dipandang dengan jelas. Suara dengus kuda yang banyak terdengar dari balik tiraihujan. Tanpa diperintah, para pengungsi berlindung dengan ketakutan di belakangku. Jumlah mereka telah banyak berkurang karena pembantaian dua puluh orang bersepatu dan berpedang pipih dengan dua sisi tajam itu. Mayat yang bergelimpangan mulai digenangi air, bukan dari sungai, me lainkan air hujan dari langit yang telah membuat segalanya sama sekali tiada tampak. Aku menunggu dan mereka juga menunggu. Mereka semua berada di atas kuda dan tak seorang pun yang tidak menyandang senjata. Pedang, kelewang, tombak, cambuk, rantai, bandul besi, kapak, toya, ruyung, panah, pisau panjang, dan pisau-pisau terbang selingkar pinggang terlintas di mataku dalam terang petir sekejap yang segera disusul guntur. Cukup bagiku untuk melihat mereka semua berbaju tebal, meski baju itu mungkin TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ saja bertambal-tambal. Sebagian mengenakan caping, sebagian mengikatkan lembaran kulit untuk melindungi kepala dari hujan, sebagian lagi mengenakan anyaman daun pada kepala atau seluruh badan sebagai samaran. Sepintas lalu, menilik busananya, mereka bagaikan campuran segala macam suku bangsa di sekitar Teluk Siam sampai Teluk Tongking, bahkan sepintas lalu kulihat suatu regu yang seluruhnya terdiri atas orang-orang Pagan. Namun dari cara bersikap tertib di dalam barisan, kutahu ratusan penunggang kuda ini sudah terlatih dalam pertempuran bersama sebagai pasukan berkuda. Gerombolan perampok tidak memiliki ketertiban seperti itu. Jadi aku yakin mereka bukan gerombolan liar, meski tetap saja aku harus hati-hati. Aku bersikap waspada. Dengan tangan kiri kuusahakan agar bayi itu diam. Separo tenaga dalamku telah terkumpul di tangan kananku. Jika dua puluh pembunuh berilmu tinggi yang kini bergelimpangan ternyata bagian dari mereka dan maksud pengepungan ini untuk menangkapku, dengan Jurus Naga Mengibas Ekor setidaknya seluruh lapisan terdepan barisan itu akan jatuh bergelimpangan, cukup untuk sejenak mengejutkan mereka, sementara diriku berkelebat menghilang. Di belakangku kudengar kaki-kaki kuda bergeser, barisan terkuak, dan seorang penunggang kuda mendekati diriku perlahan-lahan. Membunuh ular lebih baik memukul kepalanya lebih dahulu pikirku. Namun selain belum kuketahui apakah penunggang kuda ini pemimpinnya, bukankah belum bisa dipastikan pula apakah pasukan berkuda ini memusuhi atau tidak memusuhiku" Kudengar penunggang kuda itu me lompat turun. Ilmu silatnya pasti sangat tinggi. Aku berbalik untuk menghadapi setiap kemungkinan, dan... Ah! Seseorang berambut panjang berlari dengan tangan terbentang siap memelukku! Seluruh tubuhnya tertutup baju TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tebal, sehingga memang tidak segera kukenali dengan seketika. Amrita! Di tengah hujan dan angin ia memeluk diriku dengan bersimbah air mata. "Pendekar Tanpa Nama! Pendekar Tanpa Nama! Kutahu dikau akan menyusulku! Daku tahu! Meski berbulan-bulan hatiku selalu bimbang dan ragu! Tinggallah bersama Amrita selamanya, wahai pendekar! Janganlah pergi!" Bayi itu semakin keras menangis, yang menyadarkan Amrita akan keberadaannya. Ia melonggarkan pelukan dan pandangan matanya menjadi tajam, antara bertanya dan menuduh jadi satu. Kujawab segera sebelum ia bertanya. "Bayi ini membutuhkan susu, aku menyelamatkannya dari banjir, ibunya hilang tenggelam." Amrita segera mengerti. Tadi ia berbicara kepadaku dalam bahasa Khmer, sekarang ia berteriak dalam bahasa burung. Direnggutnya bayi itu dari gendonganku. Maka terkuaklah dari balik pasukan berkuda itu dua perempuan berkuda. Mereka bersenjata pelontar batu yang tergantung di pinggangnya. "Ia baru saja melahirkan, tetapi bayinya meninggal karena kesulitan hidup dalam perburuan bala tentara Negeri Atap Langit. Tentu ia bisa menyusui bayi ini," katanya. Kemudian ia berteriak lagi dengan bahasa burung itu, dan terkuak lagi dari kerumunan pengungsi, para lelaki yang membawa bayi. Jumlah mereka tidak sebanyak yang kulihat sebelumnya. Agaknya banyak di antara mereka tewas dibantai dan perempuan-perempuan yang menyumbangkan air susunya bahkan habis terbunuh maupun terbakar sehingga jika tidak teratasi tentu bayi-bayi itu pun akan menyusul mati. Hujan membuat musim dingin seperti mampu membekukan darah, tetapi darahku mendidih karena rancangan kekejaman yang terbaca sebagai pemusnahan suatu bangsa. Kelak akan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kuketahui terdapatnya suatu kelompok di Negeri Atap Langit yang menolak usaha penguasaan An Nam melalui kebudayaan, karena kebudayaan hanya akan memperkaya makna kehidupan. Kepada musuh hanya layak diberikan kekerasan, dan jika mereka tiada tunduk, tentu saja harus dimusnahkan. Mereka menyebut dirinya sebagai Golongan Murni yang berkeyakinan bahwa hanyalah Negeri Atap Langit yang layak menguasai dunia di atas segala bangsa. Bayi yang kubawa segera dibawa ibu susu yang menunggang kuda itu, tetapi di antara para lelaki yang mengajukan bayi, hanya dua yang bisa diterima ibu susu lainnya. Amrita berteriak dengan bahasa burung lagi, dan segera muncul dari dalam barisan itu sejumlah lelaki dan perempuan yang kemudian menjemput bayi-bayi tersebut. Namun Amrita masih terus menerus berteriak, dan sebentar kemudian seorang penunggang kuda datang pula membawa seekor kuda hitam yang tegap. "Naiklah ke atas kuda itu pendekar, kita sedang dikejar Pasukan Daerah Perlindungan An Nam, dan kita bermaksud memancing mereka masuk ke dalam hutan."u Sebetulnya banyak sekali yang ingin kutanyakan kepada Amrita, terutama apa saja yang terjadi semenjak ia diculik Naga Kecil. Namun tampaknya untuk sementara aku memang harus menunda pertanyaan-pertanyaanku, meski aku memang penasaran melihat kenyataan bahwa ia jelas memimpin sebuah pasukan pemberontak. Apakah yang telah terjadi" Apakah yang sedang dilakukannya" "Bagaimana dengan para pengungsi ini?" T anyaku. "Mereka tetap tinggal di sini," kata Amrita, "Pasukan pemerintah tidak akan mengusik para pengungsi, tidak sepertipara pembunuh dari Golongan Murni." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Pasukan bergerak menuju ke hutan tempat aku telah menyalurkan prana pohon ke dalam tubuh bayi itu untuk menghentikan pendarahan dari hidungnya. Sejumlah orang ditinggal untuk membangun kembali gubuk secepatnya, sembari menanti selesa inya penyusuan bayi-bayi. Nanti jika pasukan pemerintah datang, akan semakin banyak perbekalan mereka dapatkan, tetapi pada saat itu para anggota pasukan pemberontak sudah harus pergi, jika tidak ingin tertangkap dan dihukum mati! (Oo-dwkz-oO) Episode 127: [Di Hutan Larangan] Dengan bahasa Sansekerta yang tidak terlalu banyak dikuasai di wilayah yang dikuasai Negeri Atap Langit ini, sembari berkuda di sebelahku Amrita menceritakan secara singkat apa yang penting kuketahui sebelum dan sesudah penculikan dirinya oleh Naga Kecil. Pertama, saat menengahi pertarunganku dengan Naga Kecil di lorong gua di dalam danau, ia memang tidak membunuh Naga Kecil. Hubungan cinta keduanya di masa lalu, dan bahwa keduanya merupakan saudara seperguruan, sungguh tidak memungkinkan keduanya saling membunuh. Mereka memang bertarung dengan keras saat kutinggalkan mengambil napas di permukaan air yang berada di ujung lorong itu, tetapi adalah Naga Kecil yang berkelebat menghilang, karena kesungguhan Amrita melindungi diriku telah sangat melukai hatinya. "Meskipun ia tidak berbicara seperti kita, tetapi kuketahui segala sesuatu yang dipikirkannya, bahkan bisa berbicara kepadanya melalui pikiranku sendiri tanpa harus mengucapkannya. Begitu terluka hatinya sehingga ia tiada TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ berdaya melakukan sesuatu apa. Perasaannya menghancurkan tubuhnya, sehingga tubuhnya itu melebur dengan air, menguap bersama udara, dan hanya membentuk tubuh Naga Kecil kembali ketika perasaannya itu sudah pergi. Perasaannya pergi, tetapi lukanya membekas selama-lamanya." Amrita terus bercerita di tengah derai hujan. Ia tidak lagi menampakkan diri sebagai putri istana yang harus dituruti segala kehendaknya, yang bila marah bisa membunuh ribuan manusia. Tentu ia tetap cantik dan tetap jelita, tetapi ia kini jauh lebih sederhana, dan tampak lebih sebagai pemimpin daripada kehendak ingin dilayani. Baju tebal musim dingin yang dikenakannya memang lusuh, tetapi justru memberinya wibawa kepemimpinan yang dibutuhkan di tengah perasaan tertekan sebagai pihak yang diburu untuk dimusnahkan. Bagaimana caranya Amrita bisa menjadi pemimpin pasukan pemberontak di Daerah Perlindungan An Nam ini, sementara ia masih diburu para pemburu hadiah yang disediakan ayahnya sendiri dalam usaha bersikap ksatria dalam penyatuan kerajaan Angkor " "Dari luka hatinya itu keluarlah lendir yang membunuh ikan-ikan dan segenap kehidupan di dalam air. Maka Naga Bawah Tanah menganjurkannya pergi, karena jika tidak air di dalam danau itu seluruhnya akan jadi beracun. Begitulah Naga Bawah Tanah menganjurkan Naga Kecil pergi sebetulnya hanya untuk sementara, karena meskipun lukanya akan tetap membekas, lendir beracun akan bisa berhenti, yakni ketika kesakitannya tiada terasa lagi. Namun dalam keadaan seperti itu, Naga Kecil menerima anjuran Naga Bawah Tanah sebagai pengusiran. Hatinya dua kali terluka dan penyebaran lendir menjadi-jadi, sehingga tiada jalan bagi Naga Kecil selain pergi. "Di dunia a wam, Naga Kecil yang tubuhnya bersisik menjadi tontonan, dan memang hanya sebagai tontonan itulah Naga Kecil mendapatkan uang yang dapat ditukarkannya dengan sekadar makanan. Selama luka hatinya masih mengeluarkan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ lendir, ia tidak diperkenankan masuk air oleh Naga Bawah Tanah, dan karena hidup di dunia ramai di atas daratan yang hanya menjadikannya tontonan. Namun orang-orang dari dunia persilatan tentu saja mengerti siapa Naga Kecil, dan orang-orang persilatan yang telah menjual jiwanya kepada kekuasaan segera menemukan cara untuk memanfaatkan kesaktian Naga Kecil yang sedang tenggelam dalam kegalauan. "Di wilayah Khmer ayahku Jayavarman II berusaha membangun dan menyatukan Kerajaan Angkor dengan menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, termasuk kerajaan orang-orang Campa; sementara di wilayah An Nam, berlangsung tekanan Negeri Atap Langit yang menjadikan Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo wilayah ini penuh dengan pemberontak yang terdesak ke selatan. Maka, demikianlah, di pegunungan para pemberontak di utara bersaling-silang dengan para pemberontak di selatan yang terdesak ke utara. Dalam keadaan seperti itu, mereka membutuhkan orang-orang yang tangguh untuk mengatasi tekanan. Agaknya mereka mengetahui bagaimana kita telah diburu ke segala penjuru, bagaikan tiada tempat lagi di kerajaan ayahku, yang mengerahkan para pembunuh bayaran dan pemburu hadiah ke titik mana pun yang bisa dituju. Mereka mau membantuku dengan pasukan besar, asal daku membantu mereka menjatuhkan kekuasaan Negeri Atap Langit. Masalahnya, bagaimana cara menemui dan membujukku" Maka kemunculan Naga Kecil yang jadi tontonan telah membuat orang-orang dunia persilatan mendapat gagasan: bahwa dengan daya batinnya Naga Kecil akan mampu menemukan diriku, dan memang hanya Naga Kecil yang akan mampu menculikku dari dirimu, yang mereka ketahui tidak terkalahkan selama berada di tanah ini." Aku mengerti sekarang, bagaimana dunia persilatan yang hanya terdengar seperti dongeng kini menjadi bagian dari TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pertarungan kekuasaan duniawi di atas bumi. Naga Kecil yang dongeng percintaannya dengan Amrita telah banyak diketahui orang, dianggap akan mudah dipengaruhi oleh apapun yang terhubungkan dengan Amrita. Segala sesuatu yang dianggapnya baik bagi Amrita, pasti akan dilakukannya, apapun syarat dan pengorbanan yang dibutuhkan untuk itu. Jadi, dalam segala sesuatu yang tidak kuketahui, jika kenyataan baru pertama adalah Naga Kecil tak pernah terbunuh oleh Amrita; yang kedua adalah kenyataan bahwa Kemelut Kerajaan Mancu 1 Pendekar Naga Putih 83 Perempuan Berbisa Setan Sableng 2

Cari Blog Ini