Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam 1
Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Bagian 1 TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Karya Seno Gumira Naga Bumi III Preview Text edit : Dewi KZ, Arief K, Niken L Ebook pdf oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/ http://kangzusi.info/ http://cerita-silat.co.cc/ TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Preview NagaBumi III KITAB 11 : KITAB ILMU SILAT KUPU KUPU HITAM Episode 201: [Kitab yang Diperebutkan] DARI puncak tebing di sisi barat Sungai Nu, tampaklah ketiga puncak yang gemilang dalam cahaya matahari. Dipandang dalam kesejajarannya, ketiga puncak itu bagaikan tiada berjarak, tetapi sebenarnyalah di antara puncak satu dengan puncak lain, dari arah barat ini terdapatlah di bawahnya berturut-turut Sungai Nu, Sungai Lancang, dan Sungai Jinsha, yang terhampar di bawah sana bagaikan tiga naga malas yang bergolek dan mendesis, kadang meraung dan mengaum hanya untuk mendesis kembali. Kami berdua, aku dan Golok Karat, saling berpandangan. Benarkah penduduk setempat menyeberang dari puncak ke puncak dalam kegiatan sehari-hari" Aku tidak bertanya tentang orang-orang rimba hijau dan sungai telaga yang mampu berkelebat menunggang angin, dan tentu aku tidak bertanya tentang para manusia terbang yang dengan peralatan dan perlengkapannya mampu memanfaatkan daya angin, yang bertiup kencang tanpa hentinya di puncak-puncak tebing pada T iga Sungai Sejajar ini. Langit biru bagaikan tenda raksasa yang tiada melingkupi melainkan membebaskan, mega-mega terserak, bertebaran di segala sudut bagaikan bunga a lang-alang berhamburan. Tiada manusia lain selain kami di puncak. Angin dingin terus TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menerus bertiup tanpa henti. Bertiup, berembus, bertiup, bagaikan makhkluk pengembara semesta raya tak berwujud tetapi kudengar mendesir dan berlalu melewati kami. Kulihat tebing-tebing curam yang tergerus angin. Dunia tanpa manusia bergerak, beredar, berdetak, berdenyut, dan lalu seperti angin itu, mengeluarkan suara-suara yang seperti berkisah... Ya, dunia tanpa manusia, hidup dalam kehidupannya sendiri. Namun kami lihat juga titik-titik kecil para peziarah di Gunung Kawagebo. Sebagian di antara mereka datang dan pergi melewati tiga puncak menjulang ini, yang memang dapat menjadi jalan pintas menuju jalur peziarahan dari Shangri-La di selatan, sementara Gunung Kawagebo terletak di utara, yang masih harus dicapai me lalui Degen yang berlanjut dengan dua pilihan, apakah melalui T erusan Do Khel ataukah melalui Terusan Shu. Semua itu masih merupakan jalan yang berat, tetapi lebih memungkinkan daripada turun ke bawah dari tempat kami sekarang, dan menuju Gunung Kawagebo dengan menyusuri Sungai Nu, karena meski jaraknya tampak dekat, belum tentu ada jalan yang dapat dilalui para peziarah itu. Gunung Kawagebo terletak di utara, tetapi tujuan kami terletak di selatan setelah menyeberangi Tiga Sungai Sejajar ini. Tampaknya masih sehari lagi sebelum kami dapat sampai ke Shangri-La, itu pun jika segala rintangan dapat kami atasi. Padahal kami telah menghabiskan waktu dua hari sejak dari sumber air panas itu menuju kemari, karena merayapi sisi tebing sampai di puncak ini tanpa ilmu meringankan tubuh, betapapun memang membutuhkan waktu. Tebing itu begitu curam, sehingga kami nyaris hanya dapat mengandalkan pegangan jari tangan sahaja. TIDAK mungkin bagiku memperagakan ilmu cicak di depan Golok Karat, apalagi melenting-lenting dengan ilmu meringankan tubuh agar segera sampai ke puncak, karena itu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ jelas akan membuka penyamaran. Kepadanya dengan sangat hati-hati telah berusaha kujelaskan, betapa dengan sejumlah keberuntungan dan kebetulan, telah kudengar perbincangan kedua petugas rahasia yang disewa Golongan Murni itu, dan mendapatkan suatu gambaran bahwa keempat suku di wilayah Tiga Sungai Sejajar ini sengaja diadu domba, agar perhatiannya teralihkan dari pengepungan Mahaguru Kupukupu Hitam. Tanpa menunjukkan kecurigaan apapun Golok Karat tampak mengerti, dan kami sepakat bahwa sebagai orang yang bermaksud untuk berguru, adalah sepantasnya kami menunjukkan bakti dengan memberi tahu Mahaguru Kupukupu Hitam atas rencana pengepungan, dan barangkali juga pembunuhan, yang akan dilakukan golongan hitam dan para pendekar yang bersedia dibayar. Kami sebut rencana, karena memang telah mendengar akan terdapatnya suatu rencana, tetapi kurasa kini kami berlomba dengan waktu untuk memberitahukannya kepada Mahaguru Kupu-kupu Hitam. "Kedua orang yang dikau dengar percakapannya itu, wahai saudaraku yang takbernama, mungkinkah memiliki yang disebut sebagai ilmu meringankan tubuh, sehingga barangkali kini mereka telah bersua dengan orang-orang yang menunggunya?" "Mereka bisa berkelebat, Golok Karat, jadi tentunya mereka miliki ilmu meringankan tubuh, setidaknya yang tentu sangat mereka butuhkan untuk mengendap-endap tanpa suara dalam tugas rahasia mereka. Mungkin mereka sehari lebih cepat." "Apakah itu berarti kita terlambat?" "Belum tentu Golok Karat, karena mengepung dan apalagi membunuh seseorang yang memiliki Jurus Impian Kupu-kupu dan tamat mempelajari Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam tidaklah mungkin dilakukan tanpa rencana yang matang." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku terkejut dengan kata-kataku sendiri. Mengapa aku harus mengatakan soal tamatnya Mahaguru Kupu-kupu Hitam mempelajari Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam seperti yang diberitahukan Mahaguru Kupu-kupu kakaknya itu" Aku bahkan menyebut-nyebut tentang Jurus Impian Kupu-kupu! Ia menoleh kepadaku. Aku sudah waswas, tapi agaknya bukan itulah yang menjadi perhatiannya. "Jadi apakah kita akan menyeberang sekarang sebelum angin menjadi besar, ataukah menunggu para peziarah itu sampai di sini?" Dari puncak tebing yang satu ke puncak tebing yang lain sebetulnya terdapat tali tambang dengan roda-roda bertali yang dapat digelayuti dan membawa seseorang menyeberang. Roda-roda bertali yang sama itu juga membawa barangbarang dan binatang peliharaan seperti babi, kambing, dan sapi; dan tentu juga para ibu dengan bayi. Para ibu yang anaknya banyak juga menggantungkan anak-anak mereka pada roda-roda bertali itu, ada kalanya yang masih bayi berada di dalam keranjang dan bayi-bayi itu tertawa-tawa dengan tangan menunjuk mega-mega di langit ketika keranjangnya meluncur bersama roda-roda bertali itu yang ketika sampai di tengah akan bergoyang-goyang. Seharusnya terdapat sepasang tali tambang penyeberangan dari tebing ke tebing, artinya sepasang tali tambang penyeberangan untuk pergi dan pulang, tetapi hanya tali tambang yang menyeberangi Sungai Jinsha saja yang masih lengkap. Tali tambang yang menyeberangi Sungai Lancang, dan kemudian yang menyeberangi Sungai Nu sampai di tempat kami berdiri sekarang, masing-masing tinggal satu, sehingga untuk pergi dan pulang harus dipakai secara bergantian. Para peziarah yang masih berupa titik-titik baru mulai menyeberangi Sungai Jinsha, jadi kami bisa menyeberangi Sungai Nu sekarang. Siapa yang lebih dulu sampai ke tebing barat atau tebing timur Sungai Lancang, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dialah yang berhak lebih dahulu menggunakan roda-roda bertali untuk menyeberang dengan satunya tali tambang. Kami segera menempatkan dan mengikatkan diri pada tali roda-roda itu dan membuang tubuh kami sendiri agar rodaroda itu meluncur dan roda-roda itu memang segera meluncur kencang sekali. Pada ketinggian 12.000 kaki janganlah ditanya lagi rasanya menggelantung dan meluncur pada sebuah tali tambang seperti itu, meskipun tali tambang itu memang kuat sekali. Roda-roda itu me luncur cepat sekali, karena pada awalnya tali tambang itu memang menurun, sehingga tangan yang berada di belakang harus bisa mengendalikan kecepatannya dengan selalu siap berada pada tali tambang, untuk memperlambat maupun membiarkannya kencang. DEMIKIANLAH kami berdua meluncur dan bersama itu juga ditelan pemandangan. Kami seperti terbang di antara jurang, meluncur dan meluncur menembus angin, memburu waktu untuk menemukan Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang tentu tidak menyangka sama sekali akan terdapatnya suatu rencana untuk mengepungnya. Namun tali tambang itu tidak selamanya menurun, sehingga roda-roda bertali itu pun tidak selamanya meluncur. Ketika sampai di tengah, tali tambang itu menjadi lurus, yang para penyeberang harus menggunakan tangannya untuk menghela dirinya sendiri, sementara kakinya menjepit roda bertali yang membawa bawaan mereka, apakah itu memang barang atau sapi atau bayi, agar terhela pula mengikuti mereka. Apabila tali itu kemudian naik menuju tebing di seberangnya, maka terlihatlah betapa penyeberangan Tiga Sungai Sejajar dapat menjadi berat. Namun aku dan Golok Karat tidak membawa apa pun. Golok Karat hanya membawa senjata golok karatnya yang menyilang telanjang di punggung, sedangkan aku terpaksa membuang tongkat pengembaraku dan menyilangkan buntalan bekal itu ke punggung, dari kiri ke kanan, dengan simpul ikatan berada di dada. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Golok Karat yang meluncur di depanku, karena tubuhnya lebih besar dan lebih berat, kecepatannya jauh lebih tinggi daripadaku. Golok Karat memanfaatkan daya dorong saat roda bertali meluncur dengan kecepatan tinggi ke bawah, untuk tetap meluncur pada bagian tali tambang penyeberangan di tengah yang lurus. Rentangan tali tambang dari tebing ke tebing itu jaraknya sangat jauh, begitu rupa sehingga tali tambang yang tebal itu di ujungnya bisa tampak setipis benang lantas menghilang. Berada di tengah-tengah tali tambang penyeberangan, pemandangan terbentang dengan cara amat sangat berbeda. Sungai memantulkan langit, berkilat dan berkilat, tetapi juga menampakkan mega. Di atas langit biru, di bawah langit biru, dan kami di tengah-tengah alam raya bergantung dan tergantung kepada seutas tali, yang berbelat dan berbelit di sekujur tubuh kami, digulirkan roda-roda nasib menuju penemuan dan kehilangan silih berganti. Segalanya penuh pesona bagi mata, punggung-punggung pegunungan dalam keunguan di kejauhan, elang gunung yang berbulu kelabu mengincar kelinci putih di balik salju ketika sayapnya yang membentang diam selalu dan selalu merupakan pesona segala pesona bagiku. Dalam cuaca yang cerah, penyeberangan itu bisa berubah jadi tamasya, sebelum akhirnya tali tambang yang lurus itu mulai menaik, sehingga penyeberangan hanya bisa diselesaikan dengan bantuan tangan yang menarik tubuh sendiri. Kulihat Golok Karat dengan sigap tangannya mencekal tali tambang silih berganti yang membuat mencapai tebing dalam waktu. Aku pun menyusulnya tanpa kesulitan, karena dengan mencuri-curi kubantu tenaga otot lenganku dengan tenaga dalam. Kini kami berada di tebing timur Sungai Nu yang sudah kami belakangi, tetapi yang merupakan tebing barat Sungai Lancang. Di sini, tali tambang penyeberangan juga hanya satu, dan para peziarah yang paling depan pun belum usai TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menyeberangi Sungai Jinsha, yang berarti kami bisa segera menyeberangi Sungai Lancang ini. Golok Karat sendiri tidak membuang waktu lagi. Langsung diraihnya tali pada roda dan membelitkannya ke badan dalam kedudukan berbaring dan segera menjejakkan kaki meluncur. Tentu aku pun segera menyusulnya sahaja. Namun pada saat itulah, ketika dengan roda-roda bertali itu kami meluncur dengan lancar sampai ke tengah, angin mendesak tiba-tiba, bertiup begitu kencang sampai tali tambang itu miring ke samping. Dalam kejadian seperti inilah tali tambang itu biasanya putus, dan apabila saat itu terdapat penyeberang di tengah-tengahnya, jika tidak lepas terpental tentu ikut jatuh ke samping bersama tali dan tewas setelah membentur dinding yang bertonjolan dengan batu-batu tajam. Angin yang bertiup di tempat terbuka seperti ini memiliki daya dorong dengan kekuatan yang luar biasa, dan apabila datangnya pun menyentak dan tiba-tiba akan terasa sebagai pukulan raksasa. Tali tambang mendadak miring ditarik angin dan Golok Karat nyaris terpental. "Awas!" Ia memperingatkan diriku. Semangat melindunginya sungguh mengharukan bagiku. Sebetulnyalah tubuh Golok Karat sudah hampir lepas, karena tali pada roda telah terurai dari tubuhnya yang seperti disedot angin, dan hanya kedua tangan sajalah yang masih berpegang pada tali tambang. "Jangan lepaskan!" Aku berteriak di antara deru angin. Sebenarnyalah keadaan sungguh gawat. Golok Karat tidak menguasai ilmu meringankan tubuh, karena itu jika pegangan tangannya lepas, ia akan jatuh ke bumi seperti karung dari Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ketinggian sekitar 12.000 kaki ini. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ KALAU saja tali pada roda itu tidak terurai lain soalnya, tetapi kini hidupnya tergantung kepada sepasang tangannya yang menggenggam tali tambang itu saja, sementara angin terus menyentak-nyentak dan menyedotnya, bagaikan di ujung sana terdapat mulut naga raksasa menganga. Aku harus menolongnya, tapi bagaimana caranya tanpa mempergunakan tenaga dalam atau ilmu meringankan tubuh, dan hanya mengandalkan akal sahaja" Aku sendiri berada dalam sedotan angin yang sama, tubuh miring bersama tali tambang penyeberangan yang tersedot ke samping. Tali tambang itu sampai melengkung sejajar dengan tubuh-tubuh kami di ujungnya. Apa yang harus kulakukan" Tubuhku masih terikat tali pada roda. Jadi meski pegangan tangan dan kakiku sudah terlepas sama sekali dari tali tambang, aku tidak terpental melayang karena tubuhku masih terjerat tali pada roda. Melalui tali itulah aku mulai merayap, berusaha membawa kembali tubuhku menuju tali tambang penyebarangan itu, sementara pegangan Golok Karat sudah merenggang! Aku harus cepat! Wajah Golok Karat sudah merah karena mengejan. "Hhhhhhhhh!!!!" Ia mengerahkan seluruh kekuatannya. "Tahan Golok Karat! Tahan!" Aku pun mengerahkan seluruh tenaga otot lenganku agar dapat mencapai tali tambang yang sebetulnya berada di atasku, tetapi sekarang karena sedotan angin menjadi miring dan sejajar itu. Aku harus berteri makasih untuk dapat menggunakan tenaga dalam secara sembunyi-sembunyi di sini, meski dengan itu pun perayapan tidak menjadi lebih mudah. Sedepa demi sedepa aku merayapi tali melawan daya alam yang luar biasa. Betapapun akhirnya kucapai juga tali tambang itu, baik dengan tangan maupun dengan kaki, sama seperti kedudukan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ semula, hanya saja dengan kedudukan miring karena tiupan angin yang tanpa ampun dan tanpa pandang bulu sungguh seperti ingin membunuh itu. "Tanpa Nama!" Golok Karat berteriak bagai sudah sampai tenaga terakhirnya. Kupadukan tenaga dalam untuk melawan angin dan ilmu cicak untuk menjamin lengketnya tubuh pada tali. Aku merayap bersama roda-roda bertali itu mendekati tangan-tangan terkepal Golok Karat yang bukan hanya mulai merenggang tetapi sebentar lagi terlepas! Tangan dan kepalaku sudah sangat dekat kepada tangan Golok Karat, wajahnya merah padam karena pengerahan tenaga pada puncak kemampuan. Pegangan tangannya lepas! Namun saat itu tangan kananku sudah menyambar tangan kanannya! Hap! "Tahan Golok Karat! Tahan!" Bagaikan sebuah permainan, tiupan angin mendadak reda, sehingga tali tambang yang miring sejajar kini berayun turun dengan tubuh Golok Karat yang tinggi besar sebagai pemberatnya! Tali tambang itu kini berayun bagai bandul. Kedudukan Golok Karat sama sekali belum aman, karena meski tanganku sudah memegangnya, masih sangat mungkin untuk kemudian terlepas. Sedikit banyak ayunan ini mengurangi beban tubuhnya pada tanganku, tetapi jika ayunan ke utara dan ke selatan ini nanti berhenti, bebannya akan menjadi sangat nyata, dan belum tentu pula kekuatan tanganku tanpa tenaga dalam mampu melakukan sesuatu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Namun itu tidaklah berarti demi penyamaran aku akan tega mengorbankan jiwa Golok Karat, sementara Golok Karat itu sendiri sangatlah penting bagi penyamaranku untuk berpurapura menjadi murid Mahaguru Kupu-kupu Hitam. Maka segera kukerahkan ilmu cicak ke telapak tangan kananku untuk menjamin rekatnya tangan kanan Golok Hitam ke tangan kananku itu, bahkan kemudian dalam keterayunan tali tambang itu ke selatan dan ke utara, tangan kiriku pun kulepaskan untuk meraih tangan kanan Golok Karat dengan kedua tangan, dan dengan hanya bergantung pada kaki, memanfaatkan daya dorong keberayunan untuk mengayunkan seluruh tubuh kami berdua sampai ke atas tali tambang itu! Dalam keberayunan bandul, terdapat saat dan titik ketika bandul tidak bergerak sama sekali pada titik tertinggi sebelum berayun kembali -saat itulah kusentak dan kutarik Golok Karat ke arah tali tambang, sehingga Golok Karat justru dapat melepaskan pegangannya dan dengan kedua tangan meraih tali tambang itu kembali! Ketika bandul kembali berayun, Golok Karat dengan sigap sudah berada pada tali tambang dalam kedudukan semestinya: telentang dengan kepala menghadap langit, dengan tangan dan kaki pada tali tambang, sementara tubuhnya berada pada tali dari roda, yang kini ikut me luncur bersamanya melanjutkan penyeberangan, sebelum angin ganas itu datang kembali! KAMI masih setengah jalan, tepat berada di tengah-tengah tali tambang penyeberangan di atas Sungai Lancang. Dari kejauhan terdengar seperti siulan yang makin lama makin mendekat, yang tampaknya bagaikan suatu janji betapa angin yang jauh lebih kencang akan datang lagi. "Tanpa Nama! Cepat! Jangan sampai kita diterbangkan melayang tak tahu sampai ke mana!" Golok Karat bergerak cepat. Aku menyusul di belakangnya. Tanpa daya dorong dari peluncuran sebelumnya karena TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ terpotong angin, otot-otot lengan kami mesti bekerja keras sepenuhnya agar segera sampai ke tepi tebing sebelum angin yang masih terdengar hanya sebagai siulan kembali menguji kekuatan tali tambang ini. Konon, tali tambang ini tinggal satu karena yang lain putus oleh angin semacam ini, dan ketika berlangsung memang telah menghamburkan para penyeberang ke udara, hanya untuk jatuh ke Sungai Lancang yang berbatu-batu besar dengan kederasan arus yang mengerikan. Begitulah kami bergerak secepat-cepatnya dengan mengandalkan otot lengan, dan meski angin keras dan kencang itu tiba sebelum kami mencapai tepi timur, kedudukan kami sudah cukup aman untuk tetap merayap menyelesaikan penyeberangan. Adapun karena ujung tali tambang penyeberangan ini tidak berakhir tepat di puncak, kami masih harus merayapi tebing yang masih saja curam ini sampai ke puncak. Tiba di atas Golok Karat langsung memelukku. "Terima kasih saudaraku! Dikau telah menyelamatkan nyawaku! Daku berutang budi kepadamu!" "Itu sudah kewajibanku Golok Karat! Kita adalah teman seperjalanan!" Bukankah pernah kusampaikan, betapa dalam kehidupan para pengembara kedekatan teman seperjalanan dapat melebihi kedekatan persaudaraan, terutama apabila mendapatkan pengalaman menghadapi marabahaya bersama" Aku sendiri merasa sedih dengan kenyataan betapa pengalaman ini kudapatkan demi kepentingan penyamaran. Tiada dapat kubayangkan kehidupan petugas rahasia yang tenggelam dalam penyamaran sampai ajal merenggutnya. Namun Golok Karat tidak bisa lebih lama lagi mengumbar perasaannya, karena kami betapapun harus bergerak cepat secepat-cepatnya dalam keterbatasan gerak kami, dan karena TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tali tambang penyeberangan dengan roda-roda bertali di atas Sungai Jinsha ini masih lengkap, kami tidak usah menunggu para peziarah yang masih sampai di tengah, melainkan langsung meluncur setelah kedudukan sempurna pada tali yang bergantung kepada roda-roda itu. Para peziarah masih berada di tengah, bukan sekadar karena tenaga mereka adalah tenaga awam, melainkan karena tenaga awam mereka yang bukan pesilat itu memang terkuras oleh perjalanan peziarahan yang pada berbagai upacara juga menuntut mereka untuk berpuasa, setidak-tidaknya tak makan daging, sengaja melemaskan badan. Maka dengan segera kami yang meluncur turun, bahkan dengan tangan dan kaki terlepas dari tali tambang, hanya badan bergantung pada tali roda, segera berpapasan dengan mereka yang berada pada tali tambang lainnya. Kepala kami menengadah langit, tetapi bisa menengok ke kiri, ke arah mereka ketika berpapasan. Aku memperhatikan mereka baik-baik. Wajah mereka yang merah itu tentu karena udara yang dingin di dataran tinggi, tetapi ketulusan dan penyerahan atas jalan yang ditempuhnya untuk berziarah mengagumkan aku. Meskipun arak-arakan perziarahan mengalir menuju Gunung Kawagebo, pada saat berangkat dan pada saat kembali banyaklah kuil, besar maupun kecil, yang juga akan mereka ziarahi. Berbagai macam dewa dalam berbagai macam menerima pemujaan dan persembahan masing-masing, meski semuanya berakhir tetap dengan Kebuddhaan tertinggi. Mereka merayap seperti kami, wajah telentang ke langit dengan tangan bergerak pada tali tambang menyeret tubuh yang berbaring pada tali roda, tetapi kadang dengan kaki menyeret roda di belakangnya yang tali-talinya digelantungi atau keranjang bayi. Lelaki perempuan tua muda dan kanakkanak lewat satu persatu menuruti kecepatan roda di hadapanku yang menengok ke kiri. Aku kagum dengan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kehidupan perziarahan. Mereka melakukannya setiap tahun, bertahun-tahun tanpa putus, setiap kali pulang hanya untuk berangkat kembali. Berjalan, berdoa, dan berjalan lagi, dan kini menyeberangi Sungai Jinsha yang arusnya menggaung dengan wajah menatap langit bagaikan bagian dari upacara itu sendiri. Bukan hanya satu atau dua orang menyeberang pada tali tambang dengan wajah menatap langit, karena rombongan demi rombongan muncul pada ujung tali tambang penyeberangan itu. KAMI masih setengah jalan, tepat berada di tengah-tengah tali tambang penyeberangan di atas Sungai Lancang. Dari kejauhan terdengar seperti siulan yang makin lama makin mendekat, yang tampaknya bagaikan suatu janji betapa angin yang jauh lebih kencang akan datang lagi. "Tanpa Nama! Cepat! Jangan sampai kita diterbangkan melayang tak tahu sampai ke mana!" Golok Karat bergerak cepat. Aku menyusul di belakangnya. Tanpa daya dorong dari peluncuran sebelumnya karena terpotong angin, otot-otot lengan kami mesti bekerja keras sepenuhnya agar segera sampai ke tepi tebing sebelum angin yang masih terdengar hanya sebagai siulan kembali menguji kekuatan tali tambang ini. Konon, tali tambang ini tinggal satu karena yang lain putus oleh angin semacam ini, dan ketika berlangsung memang telah menghamburkan para penyeberang ke udara, hanya untuk jatuh ke Sungai Lancang yang berbatu-batu besar dengan kederasan arus yang mengerikan. Begitulah kami bergerak secepat-cepatnya dengan mengandalkan otot lengan, dan meski angin keras dan kencang itu tiba sebelum kami mencapai tepi timur, kedudukan kami sudah cukup aman untuk tetap merayap menyelesaikan penyeberangan. Adapun karena ujung tali tambang penyeberangan ini tidak berakhir tepat di puncak, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kami masih harus merayapi tebing yang masih saja curam ini sampai ke puncak. Tiba di atas Golok Karat langsung memelukku. "Terima kasih saudaraku! Dikau telah menyelamatkan nyawaku! Daku berutang budi kepadamu!" "Itu sudah kewajibanku Golok Karat! Kita adalah teman seperjalanan!" Bukankah pernah kusampaikan, betapa dalam kehidupan para pengembara kedekatan teman seperjalanan dapat melebihi kedekatan persaudaraan, terutama apabila mendapatkan pengalaman menghadapi marabahaya bersama" Aku sendiri merasa sedih dengan kenyataan betapa pengalaman ini kudapatkan demi kepentingan penyamaran. Tiada dapat kubayangkan kehidupan petugas rahasia yang tenggelam dalam penyamaran sampai ajal merenggutnya. Namun Golok Karat tidak bisa lebih lama lagi mengumbar perasaannya, karena kami betapapun harus bergerak cepat secepat-cepatnya dalam keterbatasan gerak kami, dan karena tali tambang penyeberangan dengan roda-roda bertali di atas Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sungai Jinsha ini masih lengkap, kami tidak usah menunggu para peziarah yang masih sampai di tengah, melainkan langsung meluncur setelah kedudukan sempurna pada tali yang bergantung kepada roda-roda itu. Para peziarah masih berada di tengah, bukan sekadar karena tenaga mereka adalah tenaga awam, melainkan karena tenaga awam mereka yang bukan pesilat itu memang terkuras oleh perjalanan peziarahan yang pada berbagai upacara juga menuntut mereka untuk berpuasa, setidak-tidaknya tak makan daging, sengaja melemaskan badan. Maka dengan segera kami yang meluncur turun, bahkan dengan tangan dan kaki terlepas dari tali tambang, hanya badan bergantung pada tali roda, segera berpapasan dengan mereka yang berada pada tali tambang lainnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kepala kami menengadah langit, tetapi bisa menengok ke kiri, ke arah mereka ketika berpapasan. Aku memperhatikan mereka baik-baik. Wajah mereka yang merah itu tentu karena udara yang dingin di dataran tinggi, tetapi ketulusan dan penyerahan atas jalan yang ditempuhnya untuk berziarah mengagumkan aku. Meskipun arak-arakan perziarahan mengalir menuju Gunung Kawagebo, pada saat berangkat dan pada saat kembali banyaklah kuil, besar maupun kecil, yang juga akan mereka ziarahi. Berbagai macam dewa dalam berbagai macam menerima pemujaan dan persembahan masing-masing, meski semuanya berakhir tetap dengan Kebuddhaan tertinggi. Mereka merayap seperti kami, wajah telentang ke langit dengan tangan bergerak pada tali tambang menyeret tubuh yang berbaring pada tali roda, tetapi kadang dengan kaki menyeret roda di belakangnya yang tali-talinya digelantungi atau keranjang bayi. Lelaki perempuan tua muda dan kanakkanak lewat satu persatu menuruti kecepatan roda di hadapanku yang menengok ke kiri. Aku kagum dengan kehidupan perziarahan. Mereka melakukannya setiap tahun, bertahun-tahun tanpa putus, setiap kali pulang hanya untuk berangkat kembali. Berjalan, berdoa, dan berjalan lagi, dan kini menyeberangi Sungai Jinsha yang arusnya menggaung dengan wajah menatap langit bagaikan bagian dari upacara itu sendiri. Bukan hanya satu atau dua orang menyeberang pada tali tambang dengan wajah menatap langit, karena rombongan demi rombongan muncul pada ujung tali tambang penyeberangan itu. LIMA, tujuh, dua belas, dua puluh, tiga puluh, mereka meluncur pelahan dengan roda-roda bertali itu, sesuai kekuatan tangan seadanya, dengan wajah menatap langit dan kepasrahan takterhingga, sehingga meski membawa keranjang bayi yang terikat di punggungnya, tidak tampak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sama sekali kekhawatiran akan mati. Mengingatkanku kepada suatu bagian dalam Kitab Kematian Tibet. O sekarang inilah saat-saat kematian dengan melampaui kematian ini aku juga akan bertindak demi kebaikan segenap makhluk yang peka menempatkan ketakterbatasan ruang langit seperti meraih Kebuddhaan Sempurna dengan penetapan atas cinta dan keharuan menuju Kesempurnaan Tunggal Aku pun menatap langit, mencoba menatap seperti mereka menatap dan melihat apakah kiranya yang dapat mereka tatap dan adalah mega-mega yang lewat tertatap, dengan segala bentuk yang tidak menunjuk apa pun bahkan tidak menunjukkan mega-mega itu sendiri. Menatap mega, meluncur tanpa hambatan, tenggelam dhyana, langit menjadi bagian dalam diri dan diri menjadi bagian dari langit. Namun betapa mendadak langit bagaikan terkuak, dan seorang penyamun terbang datang berkepak langsung membacokku! (Oo-dwkz-oO) Episode 202: [Membasmi Penyamun Terbang] PENYAMUN terbang itu muncul begitu mendadak, bagaikan langsung membedah tirai langit dan menjatuhiku. Namun rupanya angin yang mendadak pula bertiup kencang kembali menerpa sayapnya begitu rupa sehingga bacokannya melewati kepalaku, bahkan ia sendiri terjerat ta li pada roda tempat aku berbaring menghela diriku. Akibatnya tubuh penyamun itu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menimpa tubuhku sampai pegangan tanganku pada tali tambang terlepas! Kami bergulat di atas tali pada roda yang jadinya mundur kembali ke tengah karena peganganku terlepas itu. Tali tambang bergoyang-goyang karena pergulatan kami maupun karena angin, yang dapat menjadi sangat berbahaya bagi para peziarah pada tali tambang di sebelah utara, karena tenaga mereka yang lemah oleh perjalanan dan puasa. Penyamun itu berusaha bangkit agar bisa membacokku lagi, tetapi aku menangkap tangan kanannya yang terayun dengan tangan kiriku, berusaha membuat goloknya lepas. Namun ketika goloknya lepas, ternyata tangan kirinya sempat mengambil pisau terbang dari pinggangnya dan menusuk jantungku dengan bernafsu, tetapi tangan kananku segera memegang pergelangan tangan kirinya itu pula. "Ggggrrrhhhh!" Rupanya penyamun terbang yang beringas itu penasaran sekali tidak bisa segera menghabisiku. Sekilas sempat kulihat di pinggangnya terdapat sabuk pisau terbang, setidak-tidaknya terdapat dua belas pisau terbang melingkari pinggang pada sabuk semacam itu. Maka tangan kiriku bergerak cepat mengambil salah satu pisau terbang dari sabuk itu, dan menusuk perutnya yang menindih perutku tanpa sempat ditahan tangan kanannya. "Hhhhgggh!" Tamat sudah riwayat hidupnya dan sebelum mendorong tubuhnya kulepas dahulu sabuk pisau terbang itu, karena dalam penyamaran menghadapi para penyamun terbang yang muncul di mana-mana ini diriku tak mungkin menggunakan pukulan jarak jauh atau berkelebat melenting ke sana kemari di atas tali tambang penyeberangan ini. Seorang penyamun terbang menyambar Golok Karat, tetapi bukan saja sambaran goloknya luput, melainkan Golok Karat TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ berhasil menangkap pergelangan tangannya, menarik dan membantingnya, tetapi tidak me lepasnya sebelum ia pukul kepala penyamun itu dengan kepalan sampai pingsan. Penyamun itu tergelantung dengan kepala di bawah dan sayapnya yang kaku terkulai. BUKAN hanya pisau terbang kini yang melesat, tetapi juga anak panah berujung besi yang telah direndam racun dan dilepaskan dengan busur-busur silang yang luar biasa kuat tenaga dorongnya, yang akan membuat anak panahnya bukan hanya menancap, melainkan menembusi badan! Di tangan Golok Karat sudah terpegang golok berkaratnya yang besar, yang langsung diputarnya seperti baling-baling, tetapi aku tidak memegang senjata apapun! Dalam dunia persilatan, bertangan kosong bagiku adalah pilihan, karena dengan tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh, bersenjata atau tidak bersenjata tidak terlalu menentukan; tetapi semua kelebihan itu tidak mungkin kugunakan sekarang dalam penyamaran. Pisau terbang dan anak-anak panah yang dilepaskan busur-busur silang itu melesat secepat kilat siap merajam tubuhku! Apakah yang masih dapat dilakukan kewajaran awam dalam keadaan segenting itu" Golok Karat dengan golok karatnya yang berputar seperti baling-baling merontokkan segenap pisau terbang dan anak panah yang dilepaskan busur-busur silang. Aku sendiri dengan sekuat tenaga memanfaatkan keterayunan tali tambang yang dihempaskan angin itu untuk mengangkat tubuhku ke atas kembali, bahkan sampai berputar ke bagian atas tali, sehingga segenap pisau terbang dan anak-anak panah yang dilepaskan busur silang itu tidak hanya melesat tanpa mengenai sasaran di tempat tubuhku tadi berada, melainkan dapat kuraih penyamun yang datang menyambar dengan maksud membacokku. Penyamun itu kebingungan berkepak meninggalkan tali tambang dengan diriku bergelantungan memegang kedua TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ batang sejajar pada alat terbang di bawah perutnya. Ketika ia mencoba membacokku lagi, dalam kacaunya keseimbangan, sekali lagi kumanfaatkan keberayunan alat terbang yang oleng untuk mengayun tubuhku berputar ke atas punggungnya yang tertutupi selaput penghubung kedua sayap. Dengan segera sambil menduduki punggungnya, kujepit pinggangnya dengan kedua kaki, sementara tangan kiriku meraih tali tambang penyeberangan di sebelah utara yang penuh peziarah. Tali tambang itu bergoyang-goyang dalam keterayunan, kupegang tepi kerangka sayapnya dengan tangan kanan sehingga takbisa bergerak lagi, lantas dengan cepat tangan kananku itu pula yang menotok tengkuknya dari belakang. Penyamun itu terkulai pingsan, goloknya melayang jatuh, tetapi dengan hanya tangan kiri bergantung pada tali tambang seperti ini dengan beban tubuh penyamun pingsan beserta segenap peralatan terbangnya, meskipun peralatan itu ringan, kedudukanku sangat tidak menguntungkan ketika para penyamun lain datang menyambar. "Tanpa Nama!" Kulihat di tali tambang penyeberangan sebelah selatan Golok Karat masih bertahan dengan golok karatnya yang sudah menjadi merah dan meneteskan darah. Namun itu tidak mengurungkan niat para penyamun untuk tetap menyingkirkan siapa pun yang tampaknya berani melawan dan akan menjadi penghalang, sehingga mereka masih terus menyerang Golok Karat meski takkunjung juga bisa mereka kalahkan, sebaliknya justru pada pihak merekalah banyak jatuh korban. Penyamun terbang yang berhasil ditewaskan dengan dada terbelah dan cucuran darah segar langsung jatuh melayang ke Sungai Jinsha dengan teriakan panjang. "Pakai sayapnya!" Memang itulah yang akan kulakukan dengan tidak melepaskan penyamun pingsan yang membebani tangan kananku. Aku harus mengangkatnya sekuat tenaga dengan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sebelah tangan dan menyangkutkannya ke dalam tali pada roda, bersama dengan segenap perlengkapannya, sebelum melucutkannya dari sana dan ganti memasukkan diriku ke dalam perlengkapan terbang itu. Namun sekarang aku ini sedang diserang! Dengan tangan kiri memegang tali tambang penyeberangan dan tangan kanan dibebani penyamun bersayap yang pingsan, aku sudah kehilangan akal mengatasi serangan ini dengan ilmu s ilat awam. Haruskah aku membuka samaranku dan mengatasinya dengan ilmu silat sebenarnya kukuasai sekarang" Penyamun terbang yang menyambar itu sudah berada di hadapanku! Namun pada tali tambang penyeberangan di sebelah utara ternyata aku tidak sendiri, karena semua peziarah memang melewati bagian ini, dan kita tidak pernah bisa tahu s iapa saja yang berada di antara para peziarah itu. Maka suatu bayangan berkelebat di belakangku. Terdengar suara orang berdahak dan meludah. "Cuh! Cuh!" Kulihat wajah kejam penuh kehendak membunuh itu mendadak berteriak kesakitan karena pada kedua matanya tiba-tiba saja berkobar api! Penyamun terbang yang meluncur ke arahku itu bahkan menabrakku! Hanya untuk merosot terpuntir-puntir bersama sayapnya yang menangkup sambil masih berteriak-teriak dalam bahasa Tibet, meski Sungai Jinsha di bawah sana akan segera membungkamnya. AKU menoleh ke belakang. Ternyata seorang pengemis! Dialah yang rupanya telah meludahi penyamun terbang itu tepat pada matanya yang segera berubah menjadi api dan membakar mata itu! Tangannya menyentuh tali tambang penyeberangan dengan ringan dan bergerak mendekati aku dengan gerakan seperti kera. Tanpa berbicara ia bergelantungan di sebelahku TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pada kakinya dan langsung meraih kerangka sayap yang kupegang itu dengan ringan pula ke atas. Tenaga dalamnya tentu tinggi sekali, tetapi pengemis, atau lelaki tua berbusana dekil dan compang-camping seperti pengemis itu, melakukannya seperti menjalankan pekerjaan sehari-hari sahaja. Penyamun terbang yang masih pingsan lengkap dengan peralatannya itu telah tergeletak pada tali roda. Para penyamun terbang lain masih menyambar-nyambar dari segala jurusan sambil mengayunkan golok, melemparkan pisau terbang, dan melepaskan anak panah dengan busur silang. Setidak-tidaknya terdapat dua puluh lima peziarah bergelayutan pada tali roda-roda yang seharusnya meluncur di atas tali tambang, tetapi kini terhenti karena angin kencang maupun serbuan para penyamun terbang. Pengemis itu bergelantungan seperti kera sepanjang tali tambang, untuk mendorong roda-roda bertali yang ditumpangi para peziarah itu agar meluncur kembali. Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Beberapa di antara mereka bahkan telah terluka, ada yang hampir jatuh, tetapi ada juga yang mampu bertahan dan menangkis, tetapi tidak ada yang membalas, karena mereka telah berada dalam peziarahan, yang berarti membebaskan diri mereka dari cara berpikir kehidupan sehari-hari. Namun para penyamun itu tidak peduli. Kepasrahan dan ketulusan para peziarah tidaklah berarti akan membuat para penyamun itu terharu dan jatuh iba, sebaliknya hanya membuat para penyamun memandang para peziarah sebagai makanan empuk. Itulah sebabnya peziarahan ke berbagai kuil dan tempat suci di wilayah Tiga Sungai Sejajar dikenal sebagai tempat terberat bagi pengujian ketabahan, karena begitu banyak marabahaya yang mengancam, baik datangnya dari manusia maupun alam. "Tanpa Nama! Cepat! Bunuh saja! Buang!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Golok Karat tidak sabar me lihat bagaimana aku bersusah payah melucutkan penyamun pingsan itu dari alat terbang. Namun tidak mungkinlah aku membuangnya ke bawah untuk ditelan kederasan arus Sungai Jinsha. Sebaliknya kuikatkan tali ke tubuhnya agar tetap berada di sana dan tidak jatuh melayang ke bawah. Lantas aku pun memasangkan diriku kepada alat terbang itu, dan melepaskan diri dari tali pada roda untuk mencoba terbang. Aku pun segera meluncur, berkepak, dan melayang. Semenjak diserang gerombolan penyamun terbang untuk kali pertama, sebelum akhirnya Pedang Kilat datang menolong kami, telah kuperhatikan baik-baik cara bekerja alat terbang yang meniru sayap berkepak ini. Alat ini menuntut seseorang berbaring tengkurap di angkasa, tetapi dengan alas hanya untuk dada sampai perut, karena kedua tangannya memegang pengendali sayap untuk berkepak yang terhubungkan dengan tali, sedangkan kedua kakinya bergerak naik dan turun untuk meninggi rendahkan sayap tersebut. Adapun di punggung terpasang batang kayu dari kaki sampai belakang kepala, yang ketika sampai di bahu di bawah leher terikat pada penerbang yang berada di hadapan pengendali terbang --suatu kerangka kayu melengkung seperti busur, yang didukung suatu kerangka penopang, dengan bentangan dua tali kencang ke arah kaki batang kayu di punggung penerbang. Jadi kepala penerbang bagai kepala kuda yang terikat kendali, tetapi kali ini melalui kepala yang naik turun itulah penerbangan dikendalikan. Aku telah mengambil sabuk pisau terbang pada pinggang penyamun yang pingsan itu. Para penyamun menyesuaikan alat terbang itu dengan kebutuhan mereka sendiri, yakni merampok, menjarah, dan bertarung, sehingga tangan yang seharusnya memegang pengendali sayap harus bebas, dan karena itu pengendalian sayap dibuat agar dapat dilakukan pangkal lengan. Demikianlah kedua tanganku pun sekarang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bebas, dan memegang dua bilah pisau terbang, masingmasing di tangan kiri dan tangan kanan. Aku melayang berpapasan dengan dua belas penyamun terbang di hadapanku. Dari mana saja para penyamun terbang ini" Mereka muncul dari mana-mana dengan begitu tiba-tiba, bagaikan langsung menguak dari balik tirai langit yang biru. Melesat dan melesat, langsung menujuku. Aku terbang merendah, dua belas penyamun berkepak lewat di atasku. Aku membubung naik dan berbalik. Kedua belas penyamun itu rupanya juga membubung dan akan berbalik, tetapi aku telah meluncur seperti elang sambil melepas kedua belas pisau terbang itu serempak yang langsung menancap di setiap dahi penyamun terbang itu. GOLOK Karat memang pernah bergabung dengan pasukan kerajaan, sehingga mengenal siasat pertempuran. Namun saling pengertian ini juga terbentuk karena kebersamaan kami dalam perjalanan yang penuh dengan perbincangan. Maka para penyamun terbang ini memang akhirnya terjebak untuk menyerang terus menerus, dan kami tunggu saja sampai terbuka kelemahan. Seorang penyamun terbang dirontokkan sayapnya oleh Golok Karat, sementara bandul bertaliku meretakkan kening penyamun terbang lain, dan keduanya pun segera jatuh terpuntir-puntir ke bawah. Namun para penyamun terbang ini juga bukan sembarang orang kasar. Para pemimpinnya mungkin saja bekas anggota pasukan Kerajaan Tibet yang kecewa, yang karena menyingkir keluar dari perbatasan, maka bergabung dan akhirnya bahkan merebut kedudukan sebagai pemimpin gerombolan. Akibatnya, gerombolan penyamun yang hanya mengandalkan keberingasan pun akhirnya mengenal sedikit siasat pertempuran, yang menjadi sangat berguna untuk mengatasi perburuan pasukan Negeri Atap Langit, yang secara berkala melakukan peny isiran dan pembersihan berbagai gerombolan di perbatasan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Begitulah, rupanya siasat kami terbaca, sehingga para penyamun itu hanya terbang berputar mengepung kami, tanpa menyerang sama sekali, tetapi tetap melepaskan anak panah dari segala jurusan. Jika kedudukan terus bertahan seperti ini, keadaannya akan sangat berbahaya bagi kami, karena rupanya para penyamun terbang ini menyadari ujaran Sun Tzu yang lain dari bagian Sembilan Kedudukan. jika ia memasuki wilayah musuh tetapi tidak dalam ia dalam kedudukan ringan Ini disambung lagi dengan nasihat: dalam kedudukan ringan jangan berhenti Dalam keadaan ini, jelas kemampuan terbang kami tidak sebanding dengan para penyamun terbang yang betapapun hidup di wilayah ini. Jika angin kencang datang kembali, niscaya kamilah yang akan ikut terbawa tanpa kemampuan mengatasinya, dan para penyamun terbang itu dengan leluasa akan segera menyambar para peziarah kembali. Maka aku pun teringat ujaran Sun Tzu sendiri: dalam keadaan terkepung bersiasatlah Golok Karat memandangku dan aku mengerti belaka maksudnya, karena kami memang pernah memperbincangkan bagaimana buku Seni Perang Sun Tzu yang ditujukan untuk peperangan dengan balatentara besar, dapat digunakan untuk TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pertarungan dengan cukup sedikit orang seperti berlangsung sekarang. Aku pun menekuk sayapku ke atas agar dapat menukik ke bawah, dan setelah lolos dari kepungan mereka langsung melesat ke selatan; sementara Golok Karat melakukan tindakan yang sama, hanya saja lantas melesat ke utara. Itulah memang siasat yang pernah kami bicarakan dalam perjalanan, kami pancing agar musuh terpecah menjadi dua bagian, tentu hanya untuk kami lumpuhkan satu demi satu. Jika siasat ini terbaca, seharusnya mereka tidak mengejar kami, makanya masing-masing kami sebelum lepas dari kepungan sengaja melukai penyamun terdekat agar darah mereka jadi panas. Kebetulan sekali kami pernah membicarakan tentang pengembangan siasat-siasat Sun Tzu bagi kedudukan lemah dan terdesak, sehingga kami sama-sama sepakat betapa luka yang ditimbulkan itu haruslah luka yang menghina dan menyinggung harga diri. Dalam hal itu Golok Karat yang meluncur cepat ke utara dengan golok karatnya telah memapas putus dua tangan seorang penyamun, tepat pada pergelangan tangannya. Darahnya mengucur seperti air cucuran atap ke pelimbahan, mengucur untuk terbawa angin tak jelas ke mana, tetapi penyamun itu masih bisa menjaga kendali alat terbangnya melalui kedua lengan. MEMANG pemandangan yang selain menimbulkan rasa iba juga menaikkan darah, sehingga Golok Karat langsung dikejar dan diburu, seperti juga yang separuh lagi mengejarku karena sekadar telah kusabetkan bandul bertaliku ke wajah seorang penyamun, dengan tenaga terjaga agar hanya hidungnya saja yang patah, tetapi cucuran darahnya cukup banyak bagaikan mengalir ke pelimbahan jua. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Demikianlah mereka mengejarku di atas Sungai Jinsha ke utara, dan kubiarkan satu persatu mendekat, karena itulah memang cara terbaik mengalahkan para penyamun terbang yang luar biasa ini. Kudengar jeritan para korban golok karatan yang pastilah menyakitkan itu, jauh, jauh di selatan sana. (Oo-dwkz-oO) Episode 203: [Mahaguru Kupu-kupu Hitam] Sudah lama sekali rasanya tidak kusaksikan matahari senja yang begitu merah membara seperti di Javadvipa tercinta, tetapi kini masih sempat terlihat olehku piringan bara raksasa itu telah tenggelam separo dan terus membenam perlahanlahan ke balik Gunung Merah. Namun langit senja di s ini tidak pernah bisa berkobar kemerah-merahan seperti yang bisa kusaksikan di Yavabhumipala. Senja hanyalah kekelabuan yang rata ketika aku dan Golok Karat terus memacu langkah, menurun, mendaki, menurun, mendaki, dan menurun lagi menuju ke Danau Biwa. Sepanjang perjalanan dari Tiga Sungai Sejajar menuju Shangri-La, semakin banyak kami berpapasan dengan para peziarah, yang melangkah pelan tapi pasti ke arah Gunung Kawagebo. Para peziarah dengan tongkat pengembara dan buntalan kain di punggungnya, datang dari dan pergi ke arah Gunung Kawagebo, sebagian akan berusaha menyingkat jalan dengan menyeberangi Tiga Sungai Sejajar, tetapi para penyamun terbang yang selalu menjadi ancaman untuk sementara tidak akan mengganggu perjalanan mereka lagi. Para penyamun terbang yang menyerang kami dan para peziarah di sepasang tali tambang penyeberangan di atas Sungai Jinsha itu tidak seorang pun akan kembali ke sarangnya. Ketika akhirnya kami berdua mendarat di tepi timur pun tebing Sungai Jinsha, kami saksikan para peziarah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang selamat sampai ke tepi barat telah menyembahnyembah kami dari jauh, mengetuk-ngetukkan dahi mereka ke dataran batu berkali-kali. Kami tanggapi pernyataan terima kasih mereka yang tulus dengan menjura. Dari kejauhan kami saksikan juga pengemis sakti itu ikut mengetuk-ngetukkan dahinya ke dataran batu. Pendekar dengan ilmu silat setinggi itu! Rambutnya yang putih menunjukkan betapa dia sudah berumur. Betapa sudi dan rendah hati dirinya mampu melakukan hal itu... "Agaknya tanpa sengaja kita telah berjumpa dengan Pendekar Ludah Api," kata Golok Karat, "semenjak mendalami Buddha aliran T ibet ia menghilang dari dunia persilatan. Siapa sangka bersua dalam perjumpaan seperti ini..." Dalam perjalanan Golok Karat bercerita betapa sebetulnya Ludah Api pernah malang melintang dalam dunia persilatan Negeri Atap Langit. "Kemudian ia jatuh cinta kepada seorang perempuan pendekar asal Tibet, yang kemudian mengajaknya pulang ke kampung halamannya di pedalaman. Namun agaknya di sana istrinya itu tercerahkan oleh ujaran-ujaran para bhiksu, dan lantas memilih jalan hidup sebagai bhiksuni. Pendekar Ludah Api berusaha mengikuti jejak istrinya dengan menjadi bhiksu, yang seperti juga istrinya kemudian juga menggunduli kepalanya. "Suatu ketika ia mendengar istrinya dilarikan seorang bhiksu yang tiada dapat menolak gejala cintanya meski istri Ludah Api itu sudah menjadi bhiksuni. Bhiksu ini adalah juga seseorang yang mengundurkan diri dari dunia persilatan dan menenggelamkan diri dalam jalan yang ditempuh Sang Buddha, sehingga ia dapat melumpuhkan iseri Ludah Api yang telah menjadi bhiksuni itu. "Semenjak itu Ludah Api keluar dari kuil, memanjangkan rambut, dan tidak mau lagi menjadi bhiksu. Ia mencari istrinya ke segala penjuru, hanya untuk menemukan betapa istrinya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tersebut ternyata jatuh cinta kepada penculiknya, dan keduanya juga tidak lagi menjadi bhiksu dan bhiksuni, bahkan membuka perguruan silat. Ludah Api lantas menantang penculik istrinya itu bertarung dan berhasil membunuhnya. Istri Ludah Api mendengar berita tersebut lantas bunuh diri. "Maka hilanglah Pendekar Ludah Api sekali lagi dari dunia persilatan, dan rupanya kita secara kebetulan telah berjumpa dengannya. Ludah yang bila mengenai sasarannya menjadi api itu membuatnya terkenal di dunia persilatan sebagai Ludah Api, selain gerakan seperti kera yang kita lihat dalam gerakannya di tali. Rupanya dia bahagia menjadi pengemis peziarah yang mengembara dari kuil yang satu ke kuil yang lain..." "SEMENJAK itu Ludah Api keluar dari kuil, memanjangkan rambut, dan tidak mau lagi menjadi bhiksu. Ia mencari istrinya ke segala penjuru, hanya untuk menemukan betapa istrinya tersebut ternyata jatuh cinta kepada penculiknya, dan keduanya juga tidak lagi menjadi bhiksu dan bhiksuni, bahkan membuka perguruan silat. Ludah Api lantas menantang penculik istrinya itu bertarung dan berhasil membunuhnya. Istri Ludah Api mendengar berita tersebut lantas bunuh diri. "Maka hilanglah Pendekar Ludah Api sekali lagi dari dunia persilatan, dan rupanya kita secara kebetulan telah berjumpa dengannya. Ludah yang bila mengenai sasarannya menjadi api itu membuatnya terkenal di dunia persilatan sebagai Ludah Api, selain gerakan seperti kera yang kita lihat dalam gerakannya di tali. Rupanya dia bahagia menjadi pengemis peziarah yang mengembara dari kuil yang satu ke kuil yang lain..." Bahagia" Sejauh diriku tadi sempat melihat kilasan tatapan matanya, tidaklah kulihat mata seseorang yang bahagia. Mata itu bercahaya suram, wajahnya sejauh terlihat di balik rambut Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo yang berjuntai panjang dalam kegimbalan pun selalu muram. Hanya jiwa pendekarnya sajalah kukira, yang membuat ia tak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bisa berdiam diri melihat perilaku menindas dari yang kuat kepada yang lemah, yang membuatnya terlibat dalam pertarungan kami melawan para penyamun terbang itu. Jelas, bukan sepenuhnya karena kami, melainkan terutama karena para peziarah, meski para peziarah itu sendiri telah begitu pasrah menerima keadaan... Kami melangkah dengan cepat ke Danau Biwa. Sambil berjalan kami telah memperbincangkan sejumlah kemungkinan. Terutama sejak kepala penyamun yang menyerang sebelum kami tiba di dekat sumber air panas di kaki Gunung Gaoligong menyebutkan nama Mahaguru Kupukupu Hitam. Kami ingat dengan jelas kata-katanya, betapa Mahaguru Kupu-kupu Hitam akan membunuh siapapun yang mengaku datang untuk berguru, karena yang terjadi kemudian adalah usaha pencurian Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, meski pencuri itu selalu tertangkap dan dihukum mati. Baiklah urusan pencurian dan akibatnya bisa dimengerti. Namun kenapa kepala penyamun terbang, yang wajahnya penuh bulu itu, berkata bahwa semua hal yang berhubungan dengan Mahaguru Kupu-kupu Hitam adalah urusan mereka" Apakah kiranya yang menghubungkan para penyamun terbang dengan Kupu-kupu Hitam" Dari kedua petugas rahasia yang kuintip dan kucuri dengar percakapannya, tidak disebut-sebut perkara penyamun terbang, bahkan dipertanyakan oleh petugas rahasia yang muda apakah kiranya yang menjadi kesalahannya. Apakah ia dianggap bersalah karena menjadi pelindung para penyamun" Sejauh bisa kusimpulkan, rupa-rupanya keempat suku terasing di wilayah ini, suku Han, suku Y i, suku Lisu, dan suku Naxi, dianggap sebagai pengikut Mahaguru Kupu-kupu Hitam. Mengingat segenap usaha pengepungan itu tampaknya diusahakan Golongan Murni, tampaknya musabab pertentangan cukup jelas. Golongan Murni yang menganggap TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Negeri Atap Langit hanya layak dihuni dan dikuasai bangsa Negeri Atap Langit saja, tentulah menganggap keberadaan suku-suku terasing itu di wilayah yang secara resmi termasuk di dalam batas Negeri Atap Langit ini sebagai kebersalahan. Keempat suku itu dianggap sebagai suku-suku liar yang seharusnya berada di wilayah T ibet, musuh bebuyutan Negeri Atap Langit. Namun yang terjadi sebetulnya adalah selalu terdapatnya perubahan batas dari masa ke masa sepanjang sejarah, sehubungan dengan permainan kekuasaan antara Negeri Atap Langit dan Kerajaan Tibet, sehingga dari perjanjian satu ke perjanjian lain, garis batas terus berubahubah antara kedua pihak. Padahal keempat suku itu sudah berabad-abad tinggal di tempatnya sekarang, kadang menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Tibet, kadang menjadi bagian dari wilayah Negeri Atap Langit, dan di bawah kekuasaan manapun, mereka takpernah merasa harus mengakui kekuasaan itu. TENTU aku harus berhati-hati juga dalam pembicaraan seperti ini, karena diriku harus bersikap sebagai orang yang sedang menyamar, yakni menyamar sebagai pesilat awam yang datang dari jauh untuk berguru kepada Mahaguru Kupukupu Hitam. Jika caraku menyebutnya kurang menunjukkan penghormatan, bukan takmungkin Golok Karat pun akan mencurigaiku pula, dan bila itu terjadi maka aku tahu akan mengalami kesulitan. "Tampaknya tidak mungkin wahai saudaraku," kata Golok Karat, "bahwa seorang Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang berpihak kepada yang lemah, sehingga berada di belakang keberhasilan empat suku itu mempertahankan wilayahnya dari serbuan pasukan pemerintah, pada waktu yang sama berhubungan dengan gerombolan penyamun terbang, yang langganan mangsanya termasuk warga empat suku itu. Bukankah para peziarah ini banyak di antaranya berasal dari berbagai pemukiman di sekitar sini?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku tidak langsung menjawab, bukan sekadar karena kepada Golok Karat takbisa kujawab hidup ini penuh dengan kejutan, melainkan juga karena tidak bisa kukatakan kepadanya apa yang kuketahui dari kakak seperguruan Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang juga merupakan kakak kandungnya, Mahaguru Kupu-kupu yang telah menyandera Yan Zi dan Elang Merah, bahwa mempelajari Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam tanpa Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat Kupu- kupu Hitam membuat seseorang cenderung kejam dan jahat. "Kita harap saja ini memang usaha Golongan Murni untuk menjauhkan Mahaguru Kupu-kupu dari keempat suku itu, Golok Karat saudaraku, karena kita pun sama-sama mengetahui terdapatnya siasat menutupi kejahatan dengan kebaikan." Hanya itu yang kukatakan, sembari mengutip pepatah Tibet. dosa dan pahala manusia laksana bayang-bayangnya meskipun tidak selalu kentara mengikutinya di mana-mana Sepanjang perjalanan kami terus menerus berpapasan dengan rombongan peziarah. Di depan kami peziarah, di belakang kami juga peziarah, bila keduanya berpapasan di jalan setapak pegnnungan yang sempit, kadang sampai perjalanan terhenti, dan harus saling bergantian lewat satu persatu supaya arus segera dapat mengalir lagi. Keadaan seperti ini membuat perjalanan menjadi lambat dan aku pun menjadi khawatir. Aku sudah memasuki hari ke14 dari batas 30 hari yang diberikan Mahaguru Kupu-kupu. Untunglah para peziarah banyak yang tetap meneruskan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ perjalanan pada malam hari, selain mereka yang bermalam di berbagai kuil di sepanjang jalan, sehingga terasa wajar saja aku mengajak Golok Karat terus berjalan, langsung ke Danau Biwa dan bukan ke Shangri-La, karena Mahaguru Kupu-kupu Hitam lebih bisa dipastikan keberadaannya di sana. Jika kami menuju Shangri-La terlebih dahulu, ada kemungkinan Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu sudah pergi dan jika tidak pun belumlah kami ketahui bermukim di sebelah mana Shangri-La. Mengingat ancaman bahaya yang selalu tertuju kepadanya, belum tentu tokoh yang menjadi perbincangan ini mudah dicari. Kami pun memutuskan untuk langsung menuju Danau Biwa, meski belum mengetahui pula yang akan dapat kami lakukan di sana. Jika benar apa yang kudengar tentang pengepungan dan penjebakan saat berlangsung upacara, maka rencana itu pasti dibuat berdasarkan perhitungan atas keterangan-keterangan yang matang. Tidak salah jika kami ikuti saja rencana itu, kecuali jika memang terdapat sesuatu yang tidak kami ketahui. Rembulan bersinar terang menembus kabut malam menjelang Hari Magha Puja. Inilah hari yang berlangsung pada malam purnama bulan ketiga setiap tahun, untuk memperingati suatu peristiwa dalam kehidupan Buddha, pada awal masa mengajarnya, ketika masa Perenungan Musim Hujan atau Vassa pertama berlalu, yakni saat para bhiksu boleh keluar sete lah lama mendekam di wihara. Selama musim hujan, segala ulat dan serangga keluar dari sarangnya, sehingga para bhiksu takboleh keluar selama dua sampai tiga bulan, agar jangan sampai taksengaja menginjaknya ketika melangkah di hutan. Dari Taman Rusa di Sarnath, Buddha menuju Kota Rajagaha, saat 1250 murid Buddha yang telah tercerahkan dan disebut arahat, tanpa perjanjian bersama-sama kembali dari pengembaraan mereka untuk memberi penghormatan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kepada Buddha. Peristiwa itu dikenang sebagai Pasamuan Sangha Agung atau Pertemuan Empat Lipatan, karena1250 murid itu adalah arahat, semuanya ditahbiskan oleh Buddha sendiri, mereka datang bersama tanpa perjanjian, dan berlangsung pada malam bulan purnama di bulan Magha. BANYAK sekali kuil mengadakan upacara pada hari itu dan kami tidak tahu upacara yang akan melibatkan Mahaguru Kupu-kupu Hitam. Jika ia tidak berada di antara para bhiksu, bagaimana pula para pendekar itu akan menjebaknya" Namun bagaimana pula Mahaguru Kupu-kupu Hitam akan diketahui keberadaannya jika ia bukan seorang bhiksu" Atau mungkinkah Mahaguru Kupu-kupu Hitam ternyata telah menjadi seorang bhiksu" Upacara ini hanya diikuti para bhiksu, itu pun yang sudah cukup berusia. Mungkinkah terdapat pengertian berbeda yang tidak dapat kupahami, karena para petugas rahasia yang kucuri dengar percakapannya menggunakan bahasa rahasia" (Oo-dwkz-oO) Menjelang pagi kami tiba juga di tepi Danau Biwa. Hari masih gelap. Pada sebuah kuil terlihat seorang bhiksu meletakkan hio baru di atas altar. Para peziarah yang bermaksud menuju maupun pulang dari Gunung Kawagebo bergeletakan di mana-mana, baik di berbagai kuil maupun bangsal penampungan yang sengaja disediakan bagi para peziarah untuk bermalam. Namun para peziarah yang tidur semalaman justru bangun dan bersiap-siap pergi, pada berbagai dapur umum terdengar persiapan memasak, tetapi peziarah yang bermaksud menyiapkan sarapannya sendiri juga terdengar mulai beranjak. Hari memang masih betul-betul gelap. Bulan terlihat mengambang di atas danau. Kami berdua menyuruk dan menyusup mencari kehangatan di antara para pengungsi, di samping juga ingin beristirahat sambil menyembunyikan diri. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kelelahan luar biasa membuat kami langsung tertidur pulas. Golok Karat sempat memperingatkan. "Sebaiknya kita tidur bergantian saudaraku," katanya, "kita tidak pernah tahu perkembangan apa yang akan terjadi." Namun meski dirinyalah yang mengatakan hal itu, dirinya pula yang tertidur setelah aku tidur. Ia bermaksud untuk berjaga lebih dulu, tetapi aku sangatlah maklum jika kami langsung tertidur begitu saja setelah menyusup di antara peziarah. Lagipula suasana yang begitu aman, tenteram, dan damai di sekitar danau, dalam musim peziarahan yang suci, bagaikan suatu janji betapa tiada bahaya yang akan mengancam di tempat ini. Bunyi air yang berkecipak perlahan di tepian memberikan rasa tenang yang langsung mengantar ke alam mimpi. Dalam kenyataannya, waktu kami terbangun tangan kami sudah terikat erat ke belakang. Hari sudah terang dan kami dikelilingi sejumlah orang berwajah keras dan sangar. Mungkin waktu tidur mereka memukul kepala kami, sehingga dari keadaan tidur kami langsung pingsan dan bisa diculik serta dibawa ke tempat ini. Pantas kepala rasanya sakit dan berdentang-dentang bagaikan baru dipukul dengan besi. Belum jelas bagiku ini tempat apa, tetapi tampaknya jauh dari keramaian, karena di dalam bangunan bertembok yang tampaknya sudah tidak dihuni ini tidak kudengar sama sekali dengung percakapan maupun langkah para peziarah yang berduyun-duyun itu. Suasana sunyi sekali. Hanya terdengar angin yang membawa udara dingin. Kami tidak mengatakan apa pun, meski aku dan Golok Karat sudah saling memandang, dan kami mengerti bahwa sebaiknya kami bersikap sabar dan menunggu. Betapapun, jika mereka ingin membunuh kami, tentunya sudah bisa kami lakukan dari tadi. Dengan penyaluran hawa panas ke pergelangan tanganku, tali ini dapat kuretas dengan mudah, tetapi kuingatkan diriku TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ selalu betapa aku ini sedang menyamar. Sedangkan jika penyamaranku gagal, semakin sulitlah jalanku mendekati K itab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, apalagi untuk mencurinya. Seseorang yang tampak seperti pemimpinnya mengambil sebuah bangku kecil dan duduk menghadapi kami yang terkapar. Ia memegang senjata Golok Karat dan dengan ujung golok yang seluruhnya memang sudah berkarat itu ia mengelus-elus janggutnya yang lebat. Lantas ia memegang golok itu dan memandanginya. "Jadi inilah senjata yang telah menjagal kawan-kawan kami," katanya dalam bahasa Tibet yang masih bisa kuikuti, "belum pernah kulihat senjata seperti ini. Orang lain sudah akan membuangnya begitu saja... Golok berkarat itu semestinya memang hancur begitu beradu dengan senjata lawan, tetapi ternyata tidak, jadi tentunya itu bukan sembarang golok berkarat. "Siapa nama dikau," katanya lagi, "dan siapa nama teman dikau yang tidak jelas asalnya ini?" Dataran tinggi yang penuh bercak-bercak salju ini adalah wilayah terpencil. Sedikit perbedaan telah membuat siapapun menjadi orang asing, bahkan meski terletak di dalam wilayah Negeri Atap Langit, orang-orang Negeri Atap Langit pun mereka anggap sebagai orang asing yang harus diusir. PERHITUNGANKU, jika memang orang-orang yang kami hadapi ini tidak ada hubungannya dengan Mahaguru Kupukupu Hitam, setidak-tidaknya mereka akan berbicara tentang orang yang kami cari itu; tetapi jika ada hubungannya, dan Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memang Mahaguru Kupu-kupu Hitam akan membunuh siapa pun yang ingin berguru kepadanya, maka setidak-tidaknya aku berharap kami akan dibawa kepadanya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Jawaban Golok Karat untuk sejenak membuat mereka terdiam. Namun serentak di tangan mereka, sepuluh orang semuanya, tergenggam sebuah pedang. "Hmm, apakah kalian termasuk di antara para penyusup itu?" Aku dan Golok Karat sekali lagi saling berpandangan, dan Golok Karat segera mengerti bahwa ia harus bisa memancing banyak penjelasan. "Penyusup" Apa maksud kalian?" "Jangan berpura-pura tidak tahu! Akhir-akhir ini bukan hanya pencuri kitab ilmu silat yang mengaku datang untuk berguru, melainkan mata-mata busuk yang terlalu bodoh menyamarkan maksudnya, sehingga dengan mudah kami tangkap dan hukum bunuh pula!" Orang-orang lain menukas. Mereka mondar mandir di dalam ruangan seperti tak sabar lagi menetakkan pedangnya ke leher kami. "Bunuh saja mereka sekarang! Kita bunuh siapa pun yang mencurigakan! K ita tidak pernah benar-benar tahu, siapa yang sungguh ingin menjadi murid dan siapa yang sebetulnya penyusup! Betapapun keduanya harus mati juga!" Orang yang berbicara itu lantas mengayunkan pedangnya ke leher Golok Karat! "Jangan!" Pemimpinnya yang berbicara dengan Golok Karat itu berteriak, sambil mengayunkan pedang berkarat yang dipegangnya. Terdengar benturan keras dan lelatu api berpijar karena perbenturan itu. Mereka nyaris bertarung, tetapi meskipun keduanya sudah mengangkat pedang, ternyata untuk sejenak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mereka berdiri kaku, sebelum ambruk ke lantai dengan panah menembus punggung sampai ke dada! Belum lagi kedua tubuh yang ambruk itu sampai ke lantai, terdengar aba-aba serbuan dan teriakan serempak diiringi berlesatannya sejumlah bayangan ke dalam bangsal. Segera berlangsung pertarungan seru yang hiruk-pikuk sekali di dalam bangunan dan darah bercipratan ke mana-mana, termasuk menciprat sebagai bercak-bercak pada tembok bangunan tua. "Bunuh!" "Bunuh!" "Bunuh!" Kudengar berbagai teriakan dalam bahasa Tibet. Pertarungan tanpa tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh seperti ini jauh lebih kejam, ganas, dan buas, karena berlangsung tanpa seni persilatan sama sekali. Dengan susah payah diriku dan Golok Karat yang masih terikat dan tergeletak di lantai mencoba bergeser dan berguling menghindari injakan-injakan kaki, tubuh-tubuh tanpa nyawa yang ambruk bersimbah darah, maupun senjata-senjata tajam beracun yang terpental ke atas dan jatuhnya mungkin saja menancap di tubuh kami. Sebetulnya ini kesempatan besar kami untuk melepaskan diri, tetapi Golok Karat kuberi tatapan yang menyatakan betapa kami lebih baik diam. Telah kami alami tidak ada yang dapat kami lakukan dengan berada di antara para peziarah yang berduyun-duyun dan terus menerus bergerak seperti barisan semut hitam itu. Lagi pula baru kemudian kusadari, bahwa para peziarah itu banyak yang bukan sekadar puasa makan dan minum, melainkan juga puasa berbicara. Apalah yang bisa dilakukan dengan orang-orang yang secara sadar tidak ingin berbicara" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Betapapun hanya setelah kami tertawan, terkuaklah sedikit dunia Mahaguru Kupu-kupu Hitam, yang jika tidak berlangsung pertarungan ini mungkin berhasil kami ketahui lebih banyak lagi. Maka sekarang ini lebih baik kami diam dan menunggu dan bersikap sebagai orang tidak berdaya, daripada melepaskan diri dan pergi, tetapi tidak terjamin akan mendapatkan hasil yang lebih baik lagi. "Aaaaaarrgghhh!" Orang terakhir ambruk dengan belati panjang menancap dalam di punggungnya dan menimpa diriku. Kubiarkan saja begitu, sampai seseorang dari para penyerbu yang agaknya meraih kemenangan karena jumlahnya lebih banyak itu menendangnya. Darah pastilah memenuhi wajahku. "Apakah kalian juga bermaksud mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam yang dikuasa i Mahaguru Kupu-kupu Hitam?" Mereka lebih banyak lagi sekarang dan memenuhi ruang di bangunan tua ini. Mayat bergelimpangan di sebelah menyebelah kami. Juga busana Golok Karat penuh bercak darah karena cipratan dari luka pembacokan. GOLOK Karat belum sempat menjawab, ketika seseorang mengangkat golok karatnya, yang masih dipegang pemimpin penyamun terbang yang telah menjadi mayat itu. "Lihat, inilah senjata karatan yang telah membantai temanteman kita! Mereka mati karena racun dari karat ini!" Mungkinkah" Mungkin saja. Jika tidak kenapa pula Golok Karat sampai merasa harus memilikinya" Meskipun sudah sangat banyak bercerita, Golok Karat belum pernah bercerita tentang riwayat goloknya yang memang berkarat dan tidak pernah ingin digantinya itu. Aku pun tidak pernah bertanya, karena Golok Karat pasti sudah bercerita jika memang ingin. "Apakah kita gantung saja mereka sekarang?" kata seseorang yang sama sangarnya dengan para penyamun itu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Orang yang ditanya mengangkat tangannya, meminta mereka diam. "Coba jawab pertanyaanku," katanya sambil mengambil golok karatan tersebut dari tangan temannya, "apakah kalian memang bermaksud mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam yang dikuasai Mahaguru Kupu-kupu Hitam?" Dua kelompok yang bentrok ini keduanya mengenali senjata Golok Karat yang membantai kawan-kawan mereka, jadi keduanya adalah gerombolan penyamun terbang yang bersaingan. Gerombolan pertama yang habis dibantai memang tampaknya terhubungkan dengan Mahaguru Kupu-kupu Hitam, meski belum jelas bentuk hubungannya bagaimana, dan tentunya mereka itulah yang telah dihabisi oleh Pedang Kilat; sedang gerombolan kedua, yang sebetulnya juga sudah habis kami bantai di atas Sungai Jinsha, meski tidak memiliki hubungan dengan Mahaguru Kupu-kupu Hitam, dari nada pertanyaannya kutangkap memiliki suatu kepentingan. "Siapa yang bermaksud mencuri?" Golok Karat terpancing untuk menjadi berang. "Kalau tidak terikat seperti ini kalian semua juga sudah habis kubantai!" Aku juga tidak mengerti. Jika mereka, seperti kusaksikan sendiri, memang sudah habis, maka siapakah kiranya yang mengenali kami sebagai pembantai mereka" Bahwa di antara begitu banyak peziarah yang berduyun-duyun, berpapasan atau mengikuti dari belakang, bahkan barangkali saja tidur di sebelah kami, terdapatlah seorang petugas rahasia, adalah sesuatu yang wajar. Namun siapakah kiranya yang telah memberitahu petugas rahasia tersebut, jika setelah para penyamun terbang itu tewas semuanya, memang hanya tinggal kesunyian yang tersisa" Betapapun, pastilah ciri-ciri kami diberitahukan kepada petugas rahasia itu oleh saksi yang tidak kami ketahui! Siapa" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Ayo lepaskan! Marilah kita bertarung dengan nyali!" Golok Karat berontak seperti binatang buas, tetapi pemimpin kelompok itu tenang sekali. "Kami memang akan melepaskanmu Golok Karat," katanya, "tetapi justru jika dirimu berjanji tetap mencurinya, meski kali ini untuk kam i." Sudah kuduga bagaimana Golok Karat akan bertambah berang. "Tetap mencuri! Tuduhan ini bisa membuat kalian kehilangan kepala! Belum pernah aku berniat mencuri kitab dan tidak akan pernah aku mencuri kitab untuk kepentingan siapa pun!" Begitu besar kemarahan Golok Karat, sehingga tenaganya bertambah, dan ia berhasil memutuskan tali pengikatnya! "Huaaahhh!": Bahkan sampai kedua tangannya terpentang ke atas. Meski pada saat yang sama seluruh pedang yang dipegang dalam ruangan itu sudah menempel di lehernya. "Tidak perlu marah-marah Golok Karat," katanya, "berjanjilah dikau akan melamar sebagai murid Mahaguru Kupu-kupu Hitam atas petunjuk kami, dan dikau akan mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam itu untuk kami." Golok Karat meludah. "Siapakah kalian yang merasa begitu hebatnya sehingga bisa memberi perintah kepada Golok Karat," katanya, "selain penyamun-penyamun busuk tidak punya nyali!" Pemimpin kelompok itu tersenyum sambil mengelus janggutnya. "Dikau tidak takut mati, Golok Karat, tapi bagaimana kalau temanmu yang takbernama ini yang kubunuh?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Mendadak ujung golok karatan itu sudah berada di bawah daguku, sedikit goresan saja sudah cukup untuk memindahkan seluruh racunnya ke tubuhku. Golok Karat terbelalak dan berteriak. "Jangan!" AKU tidak berkutik, bukan karena tidak mampu melepaskan diri, tetapi karena perkembangan luar biasa cepat yang sama sekali tidak terduga, yang tidak terlalu mudah kutanggapi secepatnya karena kedudukanku sebagai orang yang menyamar. Dengan tujuanku melakukan penyamaran, bagaimana pun caranya, tentunya bagiku semakin berhasil mendekati Mahaguru Kupu-kupu adalah semakin baik. Namun aku tidak mungkin mendorong Golok Karat untuk mengikuti permintaan orang-orang ini, sekadar dengan alasan agar tidak membunuhku, karena Golok Karat telanjur mengenalku tidak seperti itu. Sebaliknya, aku harus berusaha mendukung usahanya untuk menolak, meski ancamannya bagiku adalah mati. Sangat memusingkan bagiku untuk memutuskan bagaimana harus bersikap dalam keadaan seperti ini. Sementara aku pun belum tahu apa yang membuatnya begitu yakin, bahwa kami akan bisa diterima untuk berguru kepada Mahaguru Kupu-kupu Hitam. "Jadi dikau bersedia, Golok Karat?" "Jangan mau Golok Karat," kataku dalam bahasa Negeri Atap Langit, "lebih baik mati daripada tetap hidup karena menuruti kehendaknya." "Tidak! Demi apa pun daku tidak akan mengorbankan nyawamu, saudaraku," katanya, lantas berujar dalam bahasa Tibet , "lepaskan dia..." Namun belum selesai dia bicara, penyamun yang menodongku dengan golok berkarat itu tiba-tiba terjengkang dan menggelepar. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Para penyamun yang lain terbelalak. Seekor kupu-kupu hitam tampak berkepak di dalam ruangan. (Oo-dwkz-oO) Episode 204: [Di Balik Cahaya Berkilauan] "Hah"!" Semua orang di ruangan ini berteriak serentak. Semua orang menarik pedangnya dari leher Golok Karat. Dan seperti sudah tidak peduli lagi sama sekali kepadanya, mereka lantas sibuk menetak-netak kupu-kupu hitam yang beterbangan kian kemari itu, tetapi tiada seorang pun berhasil mengenainya. Mereka saling berpandangan dengan wajah pucat, tetapi masih juga berusaha menetak kupu-kupu hitam itu dengan panik, sampai pedang mereka saling berbenturan dengan keras, bahkan nyaris saling melukai pula. Kupu-kupu itu terbang dengan lincah menghindari sambaran pedang, bagaikan angin sambaran setiap pedang itu justru mendorongnya keluar dari jalur ayunan pedang yang sebetulnya mematikan. Bagi mereka yang terlatih memainkan pedang, kupu-kupu selincah apa pun dapat mereka babat menjadi dua, tepat di tengahnya. Namun kupu-kupu hitam ini bergerak lebih cepat dari pedang yang mana pun, dan dalam waktu singkat melesat keluar jendela. Golok Karat, begitu pedang para penyamun itu lepas dari lehernya, langsung melepaskan tali ikatanku, dan mengambil golok berkaratnya yang tergeletak di lantai. Namun baru saja aku melompat berdiri, para penyamun kembali lagi berteriak serentak. "Hah"!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Tidak kurang dari dua puluh kupu-kupu hitam mendadak masuk lewat jendela, dan setiap kupu-kupu hitam itu sete lah dengan mudah menghindari tetakan pedang, segera menyambar wajah seorang penyamun. Kupu-kupu tidak bersengat, maka ia pun tidak menyengat, tetapi dengan berkepak di depan wajah, sayap-sayapnya menyebarkan bubuk racun, yang tidak menunggu waktu lama untuk segera berpindah ke dalam paru-paru. Dengan segera pula terjengkanglah para penyamun itu di lantai dan langsung kejang-kejang. "Mahaguru Kupu-kupu Hitam...," Golok Karat mendesis. Tentu telah diketahuinya apa yang disebut sebagai Jurus Impian Kupu-kupu, tetapi aku telah mengalami bagaimana Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo rasanya menghadapi jurus itu. Bagaimana harus menghadapi ribuan bahkan puluhan ribu kupu-kupu beracun, ketika pada saat yang sama masih harus bertahan dari serangan-serangan rahasia secepat kilat seseorang yang berilmu silat sangat tinggi. Namun itu berarti harus menggunakan ilmu silat yang sangat tinggi pula, yang gerakannya tidak bisa diikuti oleh mata, yang artinya tidak bisa kulakukan sekarang, bukan sekadar karena sedang melakukan penyamaran di hadapan Golok Karat, tetapi barangkali pula bahkan Mahaguru Kupukupu Hitam itu sendiri ada di sini! Padahal duapuluih kupu-kupu itu sekarang seperti telah diperintahkan berbalik dan terbang menuju ke arah kami! Dua puluh kupu-kupu hitam itu melesat amat sangat cepat, jelas tak mungkin menghentikannya tanpa membuka penyamaran, dengan cara bergerak secepat kilat. Aku belum tahu, mesti mengatakan apa kepada Golok Karat setelah penyamaran terbuka, betapapun kupastikan ini lebih baik daripada melihatnya jatuh terjengkang dan mati dalam keadaan kejang-kejang. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku sudah memastikan diri akan bergerak untuk menepuk hancur kedua puluh kupu-kupu hitam itu menjadi abu, ketika dua puluh kupu-kupu itu mengablur dalam cahaya matahari, lenyap diserap tiang-tiang cahaya yang menerobos jendela seketika, terpancang dan bergerak-gerak menyilaukan. Aku mengangkat tangan kiriku untuk menghalangi cahaya agar dapat melihat sesuatu, kualihkan pandanganku dari jendela ke arah pintu, tiada dapat kulihat sesuatu pun di sana kecuali tabir cahaya menyilaukan dan bayangan sosok kehitaman yang memunggungi kami. Cahaya melesat-lesat dari balik bayangan, sehingga keseluruhan sosoknya bagaikan tidak mungkin untuk dilihat, karena hanya kilauan berkeredap memenuhi ruang, tetapi tampaknya bagi Golok Karat ini lebih dari cukup untuk membuatnya bersimpuh dan mengetuk-etukkan kepalanya ke lantai sampai tiga kali. "Guru!" Golok Karat berujar dan tidak bangkit lagi. Aku yang bersamanya sedang menyamar untuk berguru kepada Mahaguru Kupu-kupu Hitam segera mengikutinya. "Guru!" Demikianlah rupa-rupanya tanpa sengaja kami telah berhadapan dengan Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang ternama. Dadaku berdebar-debar, mungkinkah aku mendapatkan Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam itu" Bagaimana jika seperti kepada semua orang yang meminta untuk berguru kepadanya, seperti dikatakan setiap, ia hanya akan memberi kematian" Sosok itu masih di sana dan kepala kami masih menempel di lantai rumah tua yang kotor itu. Debu musim dingin tidak mengepul, tetapi membentuk lapisan hitam di lantai. Memang seperti inilah upacara permohonan menjadi murid kepada seorang guru dalam dunia persilatan. Jika seorang guru sejak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ awal cenderung ingin menerima seseorang menjadi murid, ia akan memberikan pertanyaan atau tugas yang mudah untuk diselesaikan, sedangkan jika tidak, maka pertanyaan atau tugas yang diberikannya akan begitu sulit, sehingga memang tidak mungkin dipenuhi. Namun ada kalanya juga seorang guru bersikap adil. Suka atau tidak suka kepada orangnya, jika mampu memenuhi syarat yang diberikannya maka ia akan diterima. Masalahnya, dalam hal Mahaguru Kupu-kupu Hitam, ia ternyata belum pernah menerima seorang murid pun. Siapa pun yang ingin berguru kepadanya akan dia bunuh, karena dengan suatu cara memang lantas diketahuinya, mereka hanya ingin mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam... Memang itulah masalahnya, aku pun bermaksud mencuri kitab yang sama, yang sebenarnyalah sama seperti meletakkan diriku sendiri pada ambang kematian. Kudengar Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu mendesah. Lantas berujar, lebih seperti kepada dirinya sendiri daripada kepada kami, dalam bahasa T ibet yang diucapkannya dengan cukup lambat, sehingga meski dengan susah payah masih dapat kuikuti. "Pada pagi yang cerah seperti ini, mengapa sudah mesti bergelimpangan mayat tiga puluh orang..." Suaranya serak dan berat, seperti datang dari masa lalu yang jauh. Angin bertiup dingin, melalui jendela yang satu dan melintasi jendela yang lain. Terdengar daun jendela membentur-bentur tembok. Bangunan tua ini seperti bekas sebuah kuil, agak aneh jika di wilayah yang penuh dengan peziarah berduyun-duyun ini sebuah rumah doa bisa tidak terurus sama sekali. "Mungkin benar bekas kuil ini berhantu, karena selalu berlangsung pembantaian di s ini," katanya lagi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kami berdua masih menempelkan dahi pada lantai. Jika percaya kepada dongeng tentang dunia persilatan yang beredar dari kedai ke kedai, maka sikap seperti ini bisa berlangsung berhari-hari sampai seseorang diterima sebagai murid. T entu saja aku menjadi sangat khawatir. "Kalian berdua tentu tidak mengetahui apa yang pernah terjadi di kuil ini pada masa lalu. Tidakkah kalian perhatikan dinding-dinding hitam bekas kebakaran itu" Ya, kuil ini pernah terbakar bersama sejumlah bhiksu dan bhiksuni yang sedang melangsungkan upacara di dalamnya. Kebakaran berlangsung begitu cepat, sehingga tidak seorang pun selamat, dan begitu hebatnya kebakaran itu, membuat seluruh tubuh para korban tinggal abu. Kejadian itu berlangsung sudah lama sekali, mungkin sudah limapuluh tahun berselang, dan sudah tidak banyak lagi yang tahu apa sebenarnya yang sudah pernah terjadi..." "Hhhhh... Sejarah, selalu mendasarkan dirinya kepada segala sesuatu yang tercatat, padahal catatan-catatan itu sama saja kacaunya dengan segala warta yang beredar secara lisan..." Kami berada dalam keadaan menyembah dengan dahi menyentuh lantai. Seorang calon murid yang bersungguhsungguh tidak akan mengubah kedudukan itu sampai ia diterima atau ditolak, atau setidak-tidaknya dipersilakan mengikuti ujian-ujian berikutnya. Namun kami tidak berada di depan sebuah perguruan, dan cerita tentang kuil terbakar itu tidak kami ketahui maksudnya, sehingga kami sunggguh tenggelam dalam kebingungan. Padahal dengan alasan kami masing-masing, sungguh kami sangat berkepentingan untuk menjadi murid Mahaguru Kupu-kupu Hitam. "Tidak ada yang tahu betapa kebakaran itu sebenarnya bukan suatu kecelakaan..." "Hhhhh... TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "...Seberapa lama beban perasaan berdosa dan bersalah bisa ditanggung seseorang selama hidupnya..." Aku tidak berani mengangkat muka, tetapi aku bisa melirik lantai di kiri dan kananku, dan kusaksikan hamparan cahaya di lantai berdebu itu selalu terganggu oleh bayangan hitam dari sebentuk jubah yang selalu tertiup angin. Ia berdiri pada pintu dan matahari yang masih rendah membuat bayangan tubuhnya memenuhi ruang. "Tidaklah semestinya bukan, segala sesuatu yang berbeda dan tidak kita kenal harus dianggap sebagai sesat?" Kalimat yang terakhir ini diucapkannya dengan tegas, meski segera disusul desah yang sama lagi. "Hhhhh.... "Tapi mereka semua sudah telanjur mati.... "Seandainya saja kudengar kata-kata guruku dulu itu, tidaklah mesti terjadi segala kebersalahan yang mengorbankan nyawa ini... "Hhhhhhh!" Ia masih di sana. Tidak berkata apa-apa lagi. Tentulah ia mendengar bahwa kedua orang yang telah diselamatkannya itu meneriakkan kata "Guru!" sambil menyembah seperti ini, yang tiada lain dan tiada bukan adalah permohonan untuk berguru, yang haruslah ia putuskan untuk diterima atau ditolak dan dibunuhnya! Maka meskipun berada dalam keadaan menyembah dengan dahi menyentuh lantai, kewaspadaanku luar biasa tinggi, bahkan dengan pertimbangan bahwa aku tidak bisa melihatnya, kupejamkan sekalian mataku dan kupasang ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang, karena jika seseorang dengan ilmu silat setinggi Mahaguru Kupu-kupu Hitam ingin membunuh, tentu akan melakukannya dengan sangat amat cepat, mungkin hanya dengan sekali kibas, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ melalui gelombang udara yang bisa berubah menjadi setajam pisau. Suasana tenang, sangat tenang, tetapi juga sangat tegang, mengingat mayat-mayat yang baru saja bergelimpangan. Kemudian ia berbicara kepada kami, masih tetap dengan serak, tetapi dengan nada yang tidak lagi begitu berat. "Daku mendengar kalian ingin mempelajari I lmu Silat Kupukupu Hitam, benarkah?" "Benar Guru," kami menjawab serempak dengan dahi masih menyentuh lantai. Aku mendengar helaan napas yang panjang. "Hhhh. Murid-murid mencari guru, tetapi para guru tidak bisa mengajar." Kami diam saja. Jelas ucapan itu pun untuk dirinya sendiri. Aku berpikir keras. Jika setiap orang yang datang untuk berguru memang dibunuhnya, masih adakah sesuatu alasan agar kami tidak dibunuhnya" Mungkin saja Mahaguru Kupukupu Hitam tidak akan membunuh jika seseorang tidak berniat mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam itu. Namun mengapa, jika memang semua benar dibunuhnya, semuanya begitu nekat mencuri kitab itu dengan taruhan nyawa" Maka kemudian memang kudengar jawabannya. "Karena hanya ada kalian berdua di sini, baiklah kalian dengar jawaban sejujurnya, tetapi berjanjilah bahwa apa pun keputusannya kalian mesti menerimanya." "Baik Guru!" Namun hanya Golok Karat yang menjawab. Aku tidak tahu apakah Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu memperhatikannya, tetapi ia melanjutkan perbincangan. "Sesungguhnyalah daku tidak mempunyai hak untuk mengajarkan Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam itu kepada TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ siapapun," katanya, "aku telah mempelajarinya dengan cara yang salah." INI tentu cocok dengan penjelasan Mahaguru Kupu-kupu Hitam, bahwa Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam tidak bisa dipelajari tanpa kitab lainnya, yakni Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam. Mahaguru Kupukupu Hitam pada masa mudanya telah mencuri kitab itu, karena tidak sabar menunggu kakak seperguruan yang merupakan kakak kandungnya sendiri mempelajari dahulu sampai tamat, untuk kemudian baru mengajarkannya. Memang hanya bagi mereka yang ditunjuk untuk mengajar akan diberitahu keberadaan Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat. Kukira sampai sekarang pun ia tidak tahu keberadaan kitab itu. Dengan keadaan seperti ini, aku mengetahui betapa Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam ternyata belum pernah dipelajari dengan sempurna. Sebelum Mahaguru Kupu-kupu tamat mempelajarinya, adiknya telah mencurinya, dan meski kemudian mempelajarinya sampai tamat, tanpa Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, bahkan pembelajarannya menjadi tersesat. Dengan demikian Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam sampai sekarang belum pernah terwujudkan secara sempurna, sebagaimana digubah dan dikuasai penemunya yng menuliskan kedua kitab itu, Mahaguru Kupu-kupu Hitam Tua, yang namanya diambil Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu. Terlintas dalam pikiranku, peluang untuk mewujudkan kesempurnaan itu sebenarnya masih terbuka! Masalahnya, apakah diriku masih memiliki peluang, meski sekadar untuk mengatakannya" "Sampai sekarang daku memang tidak terkalahkan, tetapi itu sekadar karena diriku tidak pernah mendapatkan lawan yang tangguh," katanya lagi, "sebetulnya jika daku sedang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ melatihnya dalam olah pernapasan, sering daku rasakan terdapatnya daya yang menolak dan berbalik, dan jika dipaksakan pastilah akan membunuh diriku. Namun selama malang melintang di dunia persilatan, daku belum pernah membutuhkan jurus begitu banyak untuk dapat mengalahkan lawan. Jika suatu ketika terdapat lawan yang begitu tinggi ilmu silatnya, sehingga daku harus mengerahkan jurus-jurus dari halaman terakhir Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, sangat mungkin diriku rontok dengan sendirinya di tengah pertarungan. "Jadi, meskipun daku mengetahui kalian berdua telah melakukan perjalanan yang jauh, bahkan sangat amat jauhnya, bagaikan berada di ujung dunia sana, daku tidak dapat dan tidak mungkin menerima kalian sebagai murid, karena baik hak dan kemampuan untuk mengajarkan Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam itu tidak ada padaku." Aku terkesiap, dari apa yang dikatakannya, tampak betapa Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu sangat mengerti siapa diriku. Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Apakah sebaiknya aku berterus terang akan maksud sebenarnya dari perjalananku sampai ke tempat ini" Betapapun kitab itu harus kubawa dan kuserahkan kepada Mahaguru Kupu-kupu, sebagai syarat pembebasan Yan Zi dan Elang Merah. Jika untuk itu diriku harus bertarung, biarlah diriku bertarung dengannya. Namun sebelum itu aku harus mengetahui dengan tepat di mana kitab itu berada. "Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam itu sendiri tidak pernah daku simpan seperti pusaka di tempat tertutup, karena memang tidak ada rahasia yang daku perlu sembunyikan. Bukankah kitab itu sendiri masih merupakan rahasia bagiku" Jadi kubiarkan saja kitab itu tergeletak di tengah ruang secara terbuka, bahkan jika ada yang berminat membuka-bukanya pun akan kupersilakan," katanya lagi, disambung dengan tegas, "meskipun itu tidak berarti daku mempersilakan siapa pun untuk mencurinya." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Demikianlah sedikit demi sedikit kudapatkan gambaran kepribadian Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang sebenarnya, yang tidaklah begitu kejam seperti digambarkan dari mulut ke mulut dari kedai ke kedai, bahkan juga tidaklah begitu jahat seperti penggambaran Mahaguru Kupu-kupu, kakak seperguruan dan kakak kandungnya sendiri, karena setiap pencerita memang memiliki sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Aku belum melupakan pula tekadku, bahwa betapapun Mahaguru Kupu-kupu yang menyandera Yan Zi dan Elang Merah itu harus kubunuh. "Jika memang itulah tujuan kalian berdua datang kemari, daku kira kalian bisa pergi dengan damai sekarang, tidak usah mengharapkan untuk berguru kepadaku lagi. Jika kalian tidak ingin pulang kembali ke tempat asal kalian, maka kalian bisa melanjutkan pengembaraan, mencari guru silat lain yang bertebaran di mana-mana dari Tibet sampai Negeri Atap Langit. Dunia persilatan masih luas terbentang, dan masih banyak perguruan besar terkenal maupun guru yang tersembunyi di pojok-pojok peradaban, yang mampu memberikan ilmu seluas langit dan sedalam laut bagi siapapun yang datang dengan minat belajar yang besar. Pergilah, daku bukan guru yang pantas bagi kalian." Golok Karat dengan segera menyahut. "Guru!" Ia masih tetap menyembah dengan dahi menempel ke lantai. Itu berarti apa pun yang terjadi dirinya ingin tetap berguru, meski untuk itu harus menyerahkan hidupnya. Namun kurasa inilah saatnya bagiku untuk bangkit dan menjelaskan segalanya, bahwa betapapun Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam itu harus kudapatkan, apa pun yang harus kulakukan untuk itu, meskipun itu termasuk jika aku harus menempurnya dalam pertarungan antar hidup dan mati! Bahkan jika pertarungan antara hidup dan mati itu akan terjadi, aku pun harus menyatakan dengan tegas betapa aku TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tidak dapat membiarkan diriku ditewaskan olehnya, yang hanya berarti bahwa Mahaguru Kupu-kupu Hitam itulah yang harus mati! Dengan tekad bulat aku pun bangkit, dan Mahaguru Kupukupu Hitam di balik cahaya berkilauan yang membelakangi kami berbalik untuk menghadapiku, tetapi saat itulah terdengar rentetan ledakan dahsyat di sekeliling bangunan, dengan daya penghancuran ke segala arah yang langsung menghancurkan bangunan tua itu. Namun sebelum bangunan itu runtuh, aku sudah berkelebat keluar sebelum bunyi ledakan berakhir, yang ternyata juga dilakukan Mahaguru Kupu-kupu Hitam. Segalanya berlangsung lebih cepat dari kejapan mata, ketika belum lagi menapak bumi di antara pijar ledakan, sejumlah bayangan berkelebat menyerbu Mahaguru Kupukupu Hitam. "Mahaguru Kupu-kupu Hitam! Menyerahlah! Dirimu sudah terkepung!' Tentu bukan penyerahanlah yang dikehendaki oleh segenap bayangan yang berkelebat menyerang Mahaguru Kupu-kupu Hitam dalam kepungan, karena jurus-jurus maut mereka jelas mematikan. Di antara debu yang mengepul dan berhamburan, mendesis pula serangan jarum-jarum beracun yang mencapai ribuan jumlahnya. Betapa serangan ini memang ditujukan untuk menjamin kematian Mahaguru Kupukupu Hitam! Aku pun berkelebat lebih cepat dari cepat menyapu ribuan jarum-jarum beracun itu dengan kibasan lengan bajuku, bahkan tanpa membuang waktu kibasan itu mengembalikan jarum-jarum penuh bisa itu menuju pemiliknya, jauh lebih cepat dari sebelumnya! "Aaaaaahhh!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Bisa ular senduk yang membakar tertancap di seluruh badan, membuatnya langsung tewas dengan tubuh membiru dan kejang. (Oo-dwkz-oO) Episode 205: [Pertarungan di Atas Danau] Setidak-tidaknya dua puluh bayangan berkelebat tanpa bisa diikuti mata ke arah Mahaguru Kupu-kupu Hitam, yang dalam sekali putaran telah melepaskan kupu-kupu hitamnya ke segala arah. Namun para pengepungnya serentak melenting, sehingga tiada satu pun kupu-kupu yang sayapnya melepaskan serbuk racun itu menelan korban. Bahkan sebaliknya, segala senjata yang sangat berbahaya dari dua puluh pengepung yang berkelebat tak terlihat itu sekarang terarah langsung kepada Mahaguru Kupu-kupu Hitam dari segala penjuru. Tampak betapa pengepungan ini telah dengan cermat dipersiapkan, dan jelas telah memperhitungkan segenap kemampuan Mahaguru Kupu-kupu Hitam dengan Jurus Impian Kupu-kupu yang tidak terkalahkan itu. Kematian Mahaguru Kupu-kupu Hitam menjadi tujuan utama seluruh rencana dan sekarang tampak betapa rencana itu memang matang. Para pendekar maupun orang-orang golongan hitam yang melakukan pengepungan telah mengetahui kunci perbedaan, mana kenyataan dan mana impian dari Jurus Impian Kupukupu, sehingga Mahaguru Kupu-kupu Hitam memang terancam dan bagai terpastikan berada di ambang kematian. Aku berkelebat lebih cepat, karena kematian Mahaguru Kupu-kupu Hitam betapapun tidak dapat kuterima. Jika tadi aku siap bertarung antara hidup dan mati, tetapi hanya dengan kemungkinan Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang mati, maka sekarang justru aku harus memastikan betapa dirinya harus tetap hidup! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Memang benar telah dikatakannya bahwa Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam tidak disembunyikan dan berada di ruang terbuka, tetapi tiada jaminan jika dirinya berhasil kutewaskan dalam pertarungan, bahwa akan berhasil kutemukan juga kitab itu. Untunglah pertarunganku dengan Mahaguru Kupu-kupu Hitam belum sempat terjadi karena ledakan itu, sebab kutahu dirinya akan menyerangku lebih dahulu ketika aku telah siap dengan Jurus Penjerat Naga, yang hanya berarti bahwa dia akan mati. DEMIKIANLAH pertimbanganku kadang terganggu, oleh kepentinganku sendiri untuk menewaskan setiap lawan dalam pertarungan, padahal tujuanku mencarinya adalah pembebasan Yan Zi dan Elang Merah. ''Siapa kamu! Jangan ikut campur!'' Teriak salah seorang dalam bahasa Negeri Atap Langit, setelah kepungan mereka kupecahkan, dan setelah cerai berai kuburu mereka satu per satu. ''Tidak ada gunanya bertanya,'' jawabku, ''diriku tidak mempunyai nama!'' Kami berkelebat dan berkelebat sampai ke tepi danau. Pertarungan begitu cepat, sampai tak pernah bisa kutegaskan sosok mereka, dan mereka pun tidak pernah bisa menegaskan sosokku. Dalam pertarungan pada tingkat seperti ini, bayangan berkelebat bertarung menghadapi bayangan berkelebat, sehingga hanya nalurilah yang bekerja, senjata membabat ke sasarannya hanya berdasarkan kepekaan rasa. Aku hanya bertangan kosong, jadi kulayani mereka dengan angin pukulan dari pukulan jarak jauh. Sementara Mahaguru Kupu-kupu juga bergerak dan berkelebat nyaris tanpa terlihat, dan terus mengerahkan daya penampakan kupu-kupu hitam. Pertarungan terus bergeser ke tengah danau, atau tepatnya ke atas danau, karena kami memang bertarung dengan ilmu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ meringankan tubuh yang tinggi sekali tingkatnya. Permukaan danau tak terpengaruh sama sekali oleh sentuhan-sentuhan ujung sepatu kami. Suatu saat dalam waktu yang begitu singkat, berhasil kutotok jatuh salah seorang pengepung sehingga jatuh tercemplung ke dalam danau. Ia tidak langsung tenggelam, melainkan mengambang, dan tubuhnya pun sering termanfaatkan sebagai tempat pijakan. Saat berpapasan dalam kelebat gerakan, Mahaguru Kupukupu Hitam meninggalkan kata-kata dalam udara. ''Siapakah dikau anak muda tanpa nama" Pergilah, tidak ada gunanya mati konyol bagiku seperti temanmu.'' Jadi Golok Karat sudah tewas karena serangan dengan bolabola ledak berdaya tinggi itu. Memang tidak ada yang bisa dilakukan oleh siapa pun jika sudah terjebak dalam ruangan seperti itu, dalam serangan yang melingkari seluruh bangunan tua itu pula. Mahaguru Kupu-kupu Hitam dapat menghindarinya karena berdiri di pintu dan tidak pernah memasuki bangunan, sedangkan diriku sempat melesat sebelum bangunan runtuh dan ledakan berakhir, sehingga busana yang kupakai terbakar sebagian. Ledakan itu begitu keras, yang mengakibatkan telingaku untuk beberapa saat menjadi pekak, tetapi dengan pengerahan ch'i menuju sepasang telinga, pendengaranku segera pulih kembali. ''Daku memiliki suatu kepentingan, Mahaguru Kupu-kupu Hitam, itulah sebabnya daku turut campur, karena dikau harus tetap hidup demi kepentinganku.'' Kutinggalkan kata-kata itu ketika kami berpapasan kembali, yang segera dijawabnya lagi lewat udara yang kulewati. ''Tetap saja pergilah,'' katanya, ''hidup dan matiku milikku sendiri!'' Demikianlah pertarungan terus berlangsung di atas Danau Bita yang sunyi. Lapisan es di permukaan danau itu sudah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ retak-retak, bahkan sebagian besar sudah mencair, sehingga tingkat ilmu meringankan tubuh yang digunakan mengacu kepada tingkat yang dibutuhkan untuk melenting dan melesat di permukaan air. Kecepatan pertarungan yang amat sangat tinggi tidak mengganggu kesunyian karena tiada terlihat mata orang awam dan suaranya pun hanya sejauh desir dan desisan yang tiada pernah tertegaskan. Maka para peziarah di tepi danau, penduduk yang memasang bubu, atau memancing dengan perahu sampai ke tengah, juga tidak mendengar jika tidak menguasai ilmu persilatan tingkat tinggi seperti ini. Hanya kilau senjata logam yang memantulkan cahaya matahari saja kadang berkeredap, yang tidak akan mereka ketahui asalnya dari mana. Namun lain halnya jika seseorang terbunuh dalam pertarungan ini. Seperti yang terjadi ketika kapak bertali yang menyambarku kupantulkan kembali, untuk menancap tepat membagi dua wajah pelontarnya. Tubuhnya yang tersentak dan terlempar akan seperti muncul begitu saja dari balik udara, mendadak jatuh melayang dan tercebur ke dalam danau. Saat itu siapa pun yang berada di dekat tempat pertarungan tentu akan mendengarnya, dan memang mungkin sahaja suasana akan menjadi gempar, tetapi pertarungan memang berlangsung pada bagian tersuny i di danau yang luas ini. Para korban pun seperti melayang jatuh dengan tahu diri, tidak tercebur dengan suara keras melainkan seperti ikan yang dilemparkan, begitu menyentuh air langsung menghilang... Mahaguru Kupu-kupu Hitam telah menjatuhkan dua orang, tetapi ia tetap saja terdesak menghadapi delapan lawan tangguh yang menyerangnya dengan persiapan matang. Tampaknya menghadapi Mahaguru Kupu-kupu Hitam dengan Jurus Impian Kupu-kupu yang tidak terkalahkan, lawanlawannya mengujikan suatu s iasat agar jurus yang impian dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ jurus yang nyata dapat dipisahkan, karena hanya dalam kesatuan Jurus Impian Kupu-kupu sangat berdaya dalam pengaburan. KELEBIHAN Jurus Impian Kupu-kupu adalah jurus-jurus gerak tipunya yang sungguh tak dapat dibedakan, dan Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sebaliknya, sesuai dengan kutipan dari f ilsafat Zhuangzi ini: apakah kupu-kupu itu Zhuangzi yang bermimpi jadi kupu-kupu ataukah kupu-kupu yang bermimpi jadi Zhuangzi" mungkinkah Zhuangzi adalah kupu-kupu dan kupu-kupu adalah Zhuangzi" Bahkan dari pengalamanku menghadapi Pendekar Kupu-kupu waktu itu, jurus-jurus gerak tipu tidak dapat dianggap gerak tipu sama sekali, jika impian sama nyatanya dengan kehidupan, maka impian pun bisa membunuh dengan sama nyatanya seperti kehidupan. Itulah landasan filsafat Jurus Impian Kupu-kupu, yang hanya mungkin kuatasi dengan Jurus Naga Kembar Tujuh, yang membuat diriku bergerak begitu cepat sampai seperti berubah menjadi tujuh ribu sosok sekaligus. Namun para pengepung Mahaguru Kupu-kupu Hitam ini menjalankan siasat yang berbeda, dan yang hanya berjalan karena meskipun Mahaguru Kupu-kupu Hitam mempelajari Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam sampai tamat, tetapi tanpa membaca Petunjuk dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam sama sekali. Kekurangan ini ternyata membuat jurus-jurus impian tetap tinggal impian, yang meski sangat mengecoh, tetapi tidak mungkin membunuh tanpa jurus-jurus yang nyata. Jurus impian dalam Jurus Impian Kupu-kupu menjadi sama dengan jurus-jurus ilmu silat lainnya, yakni jurus gerak tipu sahaja, meski tetap saja jurus impian itu tentu saja bukanlah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sembarang jurus gerak tipu. Setelah kelebat gerak dalam pandangan kulambatkan, dapat kusaksikan bagaimana Mahaguru Kupu-kupu Hitam bergerak berputar-putar dengan kedua tangan terbentang di atas danau dalam kedudukan sejajar permukaan danau. Tengkurap dan berputar-putar sepanjang danau dengan jarak hanya sedepa di atas permukaan danau seperti itu rupanya mempersempit ruang serangan, dan menyulitkan lawan-lawan yang karenanya hanya bisa menyerang dari atas. Dalam kecepatan sesungguhnya yang tidak tampak oleh mata, dengan kedudukan seperti itu yang sepintas lalu tampak lemah dari atas, ketika diserang Mahaguru Kupu-kupu Hitam justru menepukkan tangan ke permukaan air dan berkelebat ke arah penyerangnya secara tak terduga dengan liukan badan seperti ikan menggeliat yang tampak indah, tetapi dengan hasil kejam sekali yang tidak mungkin diceritakan di sini. Jurus Impian Kupu-kupu membuat Mahaguru Kupu-kupu Hitam bisa melakukannya serentak kepada para pengepungnya, sehingga bukan hanya penyerang yang disambutnya dengan serangan pula akan terkejut, melainkan yang berkelebat dan melesat mengelilinginya terus menerus dalam pengepungan pun akan dikejar dan dihabisinya tanpa ampun. Demikianlah dalam kesunyian pagi yang dingin berlangsung Jodoh Rajawali 16 Pendekar Rajawali Sakti 180 Penghianatan Di Bukit Kera Para Ksatria Penjaga Majapahit 21