Ceritasilat Novel Online

Jurus Tanpa Bentuk 1

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 1 TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Karya Seno Gumira Naga Bumi I Text edit : Dewi KZ, Arief K, Niken L Ebook pdf oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/ http://kangzusi.info/ http://cerita-silat.co.cc/ TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sebuah karya besar Seno Gumira Ajidarma. Pertama kali di sajikan dalam bentuk Cerita Bersambung di Harian Umum Suara Merdeka, Semarang [7 Januari 2007 - 11 Maret 2008]. Diterbitkan dalam bentuk buku [edisi Lux dan Hard Cover] oleh Gramedia Pustaka Utama [Nopember 2009]. Sinopsis Pulau Jawa tahun 871. Pendekar tanpa nama yang telah mengundurkan diri dari dunia persilatan sudah 100 tahun umurnya. Pendekar tua itu sudah lupa, siapa saja lawan yang pernah terbunuh olehnya, dan barangkali kini murid atau kerabat lawan-lawannya datang menuntut pembalasan dendam. Bahkan negara menawarkan hadiah besar untuk kematiannya. Pendekar tua itu tahu ajalnya sudah dekat, tetapi ia tidak ingin mati sebelum menuliskan riwayat hidupnya, sebagai cara membongkar rahasia sejarah. Nagabumi, sebuah cerita tempat orang-orang awam menghayati dunia persilatan sebagai dunia dongeng, tentang para pendekar yang telah menjadi terasing dari kehidupan sehari-hari, karena tujuan hidupnya untuk menggapai wibawa naga. Nagabumi adalah drama di antara pendekar-pendekar, pertarungan jurus-jurus maut, yang diwarnai intrik politik kekuasaan, maupun pergulatan pikiran-pikiran besar, dari Nagasena sampai Nagarjuna, dengan selingan kisah asmara mendebarkan, dalam latar kebudayaan dunia abad VIII-IX. RESENSI: Aris Kurniawan, sastrawan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sumber: Lampung Post, Minggu, 21 Maret 2010 AKU sudah mengundurkan diri dari dunia persilatan-tapi mereka terus memburuku bahkan sampai ke dalam mimpi. Apakah yang belum kulakukan untuk menghukum diriku sendiri, atas nama masa laluku yang jumawa, dan penuh semangat penaklukan, setelah mengasingkan diri begitu lama, dan memang begitu lama sehingga semestinyalah kini tiada seorang manusia pun mengenal diriku lagi" Demikian Seno Gumira Ajidarma membuka novel silat Nagabumi- Buku Kesatu Jurus Tanpa Bentuk. Sebuah pembuka dengan kalimat khas Seno yang segera membetot pembaca untuk terus mengikuti kisah sampai tuntas. Kalimatkalimat panjang tapi sama sekali tidak bertele-tele sehingga amat efektif untuk sebuah novel silat berketebalan lebih dari 800 halaman yang sebelumnya dimuat secara bersambung di sebuah harian lokal Semarang. Jurus pembuka yang tidak hanya indah secara gaya bahasa, tapi juga langsung menghidupkan imajinasi kita tentang dunia persilatan yang tak pernah kita lihat dalam dunia keseharian tapi entah bagaimana caranya terasa begitu nyata seolah kita pernah mengalaminya langsung. Meski tidak pernah mengalami dunia persilatan, bagi kita yang pernah hidup di era populernya sandiwara radio Saur Sepuh, Tutur Tinurlar, Babad Tanah Leluhur, dan sejenisnya tentulah "akrab" dengan dunia persilatan. Sandiwara radio dengan latar cerita masa kebangkitan dan keruntuhan kerajaan-kerajaan di Nusantara, tak syak lagi telah menghidupkan imajinasi kita tentang kehidupan di dunia rimba persilatan. Apalagi bagi yang gemar dengan bacaan cerita silat yang juga populer kala itu, macam karya Asmaran S. Kho Ping Ho, Wiro Sableng, Panji Wungu, dan lain-lain. Adegan pertarungan seru, kejar-kejaran dengan ilmu meringkan tubuh, melenting dari bubungan rumah ke ranting pohon. Sabetan dan benturan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pedang, luncuran anak panah, ledakan api dari benturan tenaga dalam, serta rangkaian ketegangan lainnya, bagai tertanam abadi dalam imajinasi kita. Kisah-kisah persilatan tidak melulu mengetengahkan pertarungan-pertarungan seru, tapi juga intrik politik, bahkan ungkapan-ungkapan filsafat tak sedikit berhamburan di sana secara bersahaja. Maka, manakala membaca novel ini, kita seperti kembali pada masa-masa itu. Imajinasi kita tentang dunia persilatan mekar lagi dengan riang gembira. Kita seperti menemukan dunia yang sempat hilang itu. Dan kini ia hadir makin mengasyikkan, bukan saja lantaran logika ceritanya yang terjalin baik dengan kompleksitas yang meyakinkan, tapi juga ditulis dengan sentuhan bahasa sastra yang menghanyutkan. Kisahnya berpusat dari Pendekar Tanpa Nama yang terpaksa harus turun gunung dari pertapaanya lantaran sepasukan rajya-pariraksa atau pengawal kotaraja memburu dan hendak membunuhnya di dalam gua pertapaan. Bahkan pendekar-pendekar top dari sungai telaga dunia persilatan turut mengejarnya dengan maksud sama. Rajya-Pariraksa dengan mudah dilumpuhkannya cuma dengan ludahnya yang semprotkan ke mata mereka. Dalam buku pertama ini belum terungkap apa sebenarnya yang melatarbelakangi para pendekar dan pasukan khusus istana memburunya. Bahkan asal usul Pendekar Tanpa Nama pun masih gelap. Selain bahwa ia diselamatkan oleh pasangan pendekar bernama Sepasang Naga dari Celah Kledung dalam gendongan perempuan yang diduga bukan orang tuanya yang dirampok di tengah perjalanan menggunakan pedati. Melalui perjalanan menyusuri ingatan di masa muda sang Pendekar Tanpa Nama itu pula kita mengetahui karut marut perpolitikan masa itu yang penuh intrik, perebutan pengaruh dan kekuasaan yang mengatasnamakan agama. Kedatangan kepercayaan baru yang menyisihkan kepercayaan lama. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Novel ini terdiri dari 100 bab. Setiap bab rata-rata terdiri dari 6 sampai 8 halaman. Strategi pembagian bab ini kiranya sangat efektif sebagai jeda untuk memberi napas pada pembaca. Halaman akhir setiap bab nyaris selalu menyisakan adegan pertarungan atau kelebat bayangan yang sungguhsungguh seru, menegangkan dan bikin penasaran. Sampai tanpa terasa sampai di halaman terakhir. Dan mendapati diri kita tak tahan menunggu buku kedua. BIOGRAFI Seno Gumira Ajidarma dilahirkan di Boston pada tanggal 19 Juni 1958 dan dibesarkan di Yogyakarta. Pada usia 17 ia bergabung dengan Teater Alam pimpinan Azwar A.N. Sejak itu, ia terus terlibat dalam dunia kesenian. Seno memulai kegiatan sastranya dengan menulis puisi, cerita pendek, baru kemudian menulis esa i. Puisinya yang pertama dimuat dalam rubrik "Puisi Lugu" majalah Aktuil asuhan Remy Silado, cerpennya yang pertama dimuat di surat kabar Berita Nasional, dan esainya yang pertama, tentang teater, dimuat di surat kabar Kedaulatan Rakyat. Seno kemudian mendirikan "pabrik tulisan" yang menerbitkan buku-buku puisi dan menjadi penyelenggara acara-acara kebudayaan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Pada tahun 1977 Seno pindah ke Jakarta dan kuliah di Departemen Sinematografi Lembaga Kesenian Jakarta (kini IKJ, Insitut Kesenian Jakarta). Pada tahun yang sama Seno mulai bekerja sebagai wartawan lepas pada surat kabar Merdeka. Tidak lama kemudian, ia menerbitkan majalah kampus yang bernama Cikini dan majalah film yang bernama Sinema Indonesia. Setelah itu, ia juga menerbitkan mingguan Zaman, dan terakhir ikut menerbitkan (kembali) majalah berita Jakarta-Jakarta pada tahun 1985. Pekerjaan sebagai wartawan dijalani Seno sambil tetap menulis cerpen dan esai. Pada awal tahun 1992 Seno dibebastugaskan dari jabatan redaktur pelaksana Jakarta-Jakarta berkaitan dengan pemberitaan tentang insiden Dili pada tahun 1991. Selama menganggur, Seno kembali ke kampus, yang ketika itu telah menjadi Fakultas Televisi dan Film, Institut Kesenian Jakarta. Ia menamatkan studinya dua tahun kemudian. Setelah sempat diperbantukan di tabloid Citra, pada akhir tahun 1993 Seno kembali diminta memimpin majalah Jakarta-Jakarta, yang telah berubah menjadi majalah hiburan. Hingga kini Seno telah menerbitkan belasan buku yang terdiri kumpulan sajak, kumpulan cerpen, kumpulan esai, novel, dan karya nonfiksi. Buku-bukunya, antara lain, adalah sebagai berikut. Mati Mati Mati (sajak, 1975), Bayi Mati (sajak, 1978), Catatan-Catatan Mira Sato (sajak, 1978); Manusia Kamar (cerpen, 1988), Penembak Misterius (cerpen, 1993), Saksi Mata (cerpen, 1994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (cerpen, 1995), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (cerpen, 1996), Negeri Kabut (cerpen, 1996), Insiden (novel, 1966); Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (esai, 1997); dan Cara Bertutur dalam Film Indonesia: Menengok 20 Skenario Pemenang Citra FFI 1973--1992 (skripsi, IKJ, 1997). Atas prestasinya di bidang penulisan cerita pendek, Seno Gumira Ajidarma mendapat penghargaan dari Radio Arif TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Rahman Hakim (ARH) untuk cerpennya Kejadian (1977), dari majalah Zaman untuk cerpennya Dunia Gorda (1980) dan Cermin (1980, dari harian Kompas untuk cerpennya Midnight Express (1990) dan Pelajaran Mengarang (1993), dan dari harian Sinar Harapan untuk cerpennya Segitiga Emas (1991). Selain itu, Seno juga memperoleh Penghargaan Penulisan Karya Sastra dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa untuk kumpulan cerpen Saksi Mata (1995) dan Penghargaan South East Asia (S.E.A.) Write Award untuk kumpulan cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1997). Naga Bumi I Terdiri 5 [lima] Kitab: Kitab 1: Jurus Tanpa Bentuk Kitab 2: Catatan Seorang Pendekar Kitab 3: Kesempurnaan dan Kematian Kitab 4: Dua Pedang Menulis Kematian Kitab 5: Pendekar Tujuh Lautan Keseluruhannya terdiri dari 100 [seratus] Episode. (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Naga Bumi I KITAB 1: JURUS TANPA BENTUK (Oo-dwkz-oO) Episode 1: [Aku Sudah Mengundurkan Diri dari Dunia Persilatan] AKU sudah mengundurkan diri dari dunia persilatan -tapi mereka masih terus memburuku bahkan sampai ke dalam mimpi. Apakah yang belum kulakukan untuk menghukum diriku sendiri, atas nama masa laluku yang jumawa, dan penuh semangat penaklukan, setelah mengasingkan diri begitu lama, dan memang begitu lama sehingga sepantasnyalah kini tiada seorang manusia pun mengenal diriku lagi" Aku menghilang dari rimba hijau dan sungai telaga dunia persilatan pada puncak masa kejayaanku, setelah kukalahkan seratus pendekar yang sengaja kutantang untuk mengadu ilmu di atas bukit karang yang terjal dan berbatu tajam, pada suatu malam bulan purnama yang bergelimang dengan darah. Seratus pendekar dari golongan hitam, golongan putih, maupun golongan merdeka yang tidak pernah berpihak, kulumpuhkan satu persatu seperti elang perkasa memangsa tikus. Nyaris secara harfiah dalam cahaya bulan aku melayang dari batu ke batu dan setiap kali me layang turun, bahkan ketika kakiku belum menapak bumi nyawa setiap pendekar itu melayang. Kepada pendekar golongan putih kuberikan kematian tanpa penderitaan, kepada pendekar golongan hitam kuberikan kesakitan setimpal dengan kejahatan yang mereka TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ lakukan, dan kepada pendekar golongan merdeka kubiarkan ilmu mereka menangkal ilmuku semampu dayanya. Sebagai pendekar, kuberikan mereka kematian yang terhormat, yakni kematian dalam pertarungan. Pengeroyokan memang bukan sikap yang terpuji, tetapi akulah yang telah mengundang mereka datang, sekaligus dan semuanya, di luar itu tiada lagi pendekar kelas atas di dunia persilatan -yang tersisa hanyalah centeng-centeng pasar, tukang kepruk, dan penjahat kampung takberharga. Kutantang mereka semua karena aku sudah bosan melayani tantangan bertarung satu persatu. Mereka sungguh-sungguh sudah mengganggu tidurku! Pendidikan yang salah telah membuat setiap pendekar belum merasa menjadi pendekar jika belum mengalahkan pendekar takterkalahkan seperti aku. Di atas langit ada langit tetapi falsafah dunia persilatan ini rupanya tidak pernah mereka hayati sepenuhnya. Seratus pendekar ternama dunia persilatan, mulai dari yang tua sampai yang muda, termasuk para mahaguru yang sebelumnya kukira mulia, tanpa tahu malu datang untuk menghabisi aku. Mereka semua ingin menjadi langit di atasku dengan cara menamatkan riwayatku. Jika kukatakan telah kuberikan kepada mereka kematian yang terhormat, maka itu bukan berarti hanya dengan Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memberikan kepada mereka kematian dalam pertarungan, tetapi bahwa meskipun aku mengundang mereka semua sekaligus, pada dasarnya seratus pendekar itu kukalahkan satu persatu. Dengan demikian tidak kuberikan kesempatan kepada diriku sendiri untuk bersombong telah mengalahkan seratus orang sekaligus. Mereka semua belum sempat mengeroyokku, jarak antara mereka satu sama lain di bukit karang itu tidaklah begitu dekat, sehingga tidaklah bisa dikatakan aku mengalahkan seratus pendekar sendirian saja. Memang aku telah mengalahkan seratus pendekar pada malam bulan purnama di bukit karang yang terjal di tepi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ samudera yang gelombangnya begitu dahsyat menghantam dinding karang, tetapi aku sungguh mengalahkannya satu persatu. Tidakkah aku telah melakukan sesuatu yang baik, demi kehormatan mereka maupun kerendahan hatiku sendiri" Hehehehehe... Kini aku tahu betapa pembenaranku saat itu hanyalah suatu cara lain untuk jumawa dan kini aku menerima akibatnya. Peristiwa yang berlangsung 50 tahun lalu itu disebut sebagai peristiwa Pembantaian Seratus Pendekar. Tidak ada seorang pun menyaksikan peristiwa itu, seratus pendekar yang datang semuanya tewas, dan hanya para pencari sarang burung yang menemukan seratus mayat di bukit karang. Bersama para nelayan, dengan susah payah, mereka menggunakan tali-tali kerekan untuk menurunkan seratus jenazah tersebut. Berita segera tersebar dengan bumbu cerita yang tidak bisa kubayangkan lagi di dunia awam. Tentu sebagian besar dari mereka tidaklah dikenal. Para pendekar adalah orang-orang yang terasing dan sengaja mengasingkan diri dari kehidupan sehari-hari dalam pencarian ilmu untuk mencapai pengetahuan sempurna. Siapa pun dia yang telah memilih dunia persilatan sebagai jalan hidupnya, tidak keberatan atas kematian dalam pertarungan yang akan dialam inya. Ternyata masih terdapat dendam membara. Bara yang panasnya masih harus kualami dalam usiaku yang uzur ini. Peristiwa yang disebut Pembantaian Seratus Pendekar itu berlangsung ketika usiaku 50 tahun -terlalu tua memang untuk masih mempunyai sikap jumawa seperti remaja; kini usiaku 100 tahun, jauh lebih tua, dan rasanya terlalu tua untuk tetap mengalam i kehidupan. Namun, dengan segala hormat, aku menolak untuk terbunuh tanpa perlawanan. (Oo-dwkz-oO) KINI dalam perburuan oleh lawan-lawan yang tidak kelihatan, melalui sisa-sisa ingatan kadang terbayang kembali TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Pembantaian Seratus Pendekar yang telah menentukan nasibku sendiri. Keberhasilanku memenangkan pertarungan itu sebenarnya tidaklah mutlak karena ilmu silatku, melainkan karena aku telah pula menggunakan akalku. Medan pertarungan yang berupa bukit karang berbatu-batu tajam yang serba terjal itu telah menjadi sangat menyulitkan bagi siapapun untuk mengembangkan ilmunya. Setiap pendekar memang bisa merayapi dinding curam di tepi pantai dengan ilmu cicak, atau berlari miring dan melompat dari batu ke batu dengan ilmu meringankan tubuh yang jamak dimiliki para pendekar kelas atas, tetapi semua itu bukanlah kegiatan yang tidak menguras tenaga. Adapun aku sudah mempersiapkan diri sejak bermingguminggu sebelumnya di puncak bukit karang itu, antara lain dengan melayang dari batu ke batu dengan mata tertutup. Dalam kegelapan, aku bisa menentukan letak batu dengan tepat berdasarkan suara angin yang terbelah ketika menerpanya, bahkan terus terang aku telah menundukkan seratus pendekar itu dengan mata yang juga tertutup. Dari kitab-kitab yang mengajarkan ilmu para pendekar buta, kuketahui bahwa pemandangan yang tertatap oleh mata bisa sangat mengecoh pemikiran dalam kepala: bahwa kita merasa menatap sesuatu yang benar, padahal kebenaran itu terbatas kepada sudut pandang dan kemampuan mata kita sendiri. Menutup mata dan menajamkan telinga, memberikan pengetahuan atas dunia yang sangat berbeda-dan karena aku sebenarnya tidak buta, maka gabungan pemanfaatan kedua indera itu menjadi daya ampuh tak terkira. Dalam cahaya bulan purnama yang menyapu batu-batu tajam menjadi penuh pesona, para pendekar itu setidaknya akan kehilangan seperseribu detik dari kewaspadaannya. Melompat dari batu karang tajam ke batu karang tajam lain, meski bisa dilakukan dengan ilmu meringankan tubuh yang sempurna, masih menuntut kewaspadaan tambahan bagi yang belum terbiasa, sementara itu perjalanan mendaki bukit TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sebenarnyalah telah membuat tenaga mereka tinggal sisa. Orang-orang awam suka melebih-lebihkan kesaktian para pendekar, kini kusampaikan kenyataannya. Satu lagi kecerobohan para pendekar itu, ialah memaksakan diri membawa bermacam"macam senjata. Senjata mereka yang terkadang asal aneh telah menyulitkan diri mereka sendiri, belum lagi yang terkadang begitu berat bobotnya sehingga untuk membawanya saja sudah lebih dari cukup untuk menguras tenaga. Dengan keadaan semacam itu aku yang sudah melatih diriku bergerak dengan mata terpejam berminggu-minggu sangatlah mungkin menembus pertahanan mereka. Tidaklah kuingkari bahwa di antara para pendekar ini ada juga yang cukup licik dan jika tidak mengirim mata-mata, maka mereka datang sendiri jauh hari sebelumnya untuk memeriksa keadaan. Tentu saja itu semua tidak lepas dari pengamatanku, dan tentunya juga tidak terlalu mengherankan betapa siapa pun yang menginjak bukit batu karang berbatu tajam ini sebelum bulan purnama tiba kukirim kembali ke perguruannya sebagai mayat bergulung tikar dalam gerobak. Ilmuku disebut Jurus Tanpa Bentuk, kuciptakan sendiri setelah mempelajari segala macam bentuk ilmu persilatan dari para mahaguru utama. Intinya jurus -jurus itu melepaskan dan menjauhkan diri dari seluruh bangunan ilmu persilatan yang telah terbentuk dalam sejarah. Jurus -jurus itu tak berbentuk, tak dikenal, dan sulit ditanggapi dengan jurus jurus ilmu persilatan yang telah dikenal. Kadang seperti menari, kadang seperti mematung, tetapi lebih sering tidak kelihatan, karena yang dikacaunya adalah pemikiran. Jurus seperti ini memang harus diciptakan sendiri, karena jika diterima dari seorang guru atau diturunkan kepada seorang murid, akan menjadikannya sebuah bentuk. Jurus Tanpa Bentuk juga sebetulnya bukanlah nama pemberianku, karena dari sifatnya yang tanpa bentuk seharusnya tidak bisa diberi nama, tetapi nama itu datang begitu saja entah dari mana di TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sungai telaga dunia persilatan. Mungkin berdasarkan cerita para pendekar yang telah kukalahkan dan cukup beruntung masih menggenggam nyawanya di dalam badan. Demikianlah dalam deru angin kencang dan debur ombak mengempas dinding tebing karang kuhabisi lawanku satu persatu. Aku menyatukan diriku dengan angin, menyembunyikan diri dalam bayang-bayang, dan berkelebat cepat tiada terlihat untuk menotok jalan darah mereka di tempat yang mematikan. Namun ini hanya kulakukan kepada para pendekar golongan putih. Orang"orang golongan hitam kukira istilah pendekar tidak layak bagi mereka- kuselesaikan riwayatnya dengan senjata mereka sendiri, karena kutahu dengan senjata itulah mereka telah membawa penderitaan dalam kehidupan. Biarlah mereka rasakan bagaimana senjatasenjata itu menyakiti tubuh manusia dan itu berarti aku harus memberi mereka kesempatan untuk mengeluarkan dan menggunakan senjatanya. Mereka akan segera menyerangku begitu aku menampakkan diri, dan dengan mata terpejam aku cukup menggeser tubuh, melambaikan tangan, atau mengibaskan rambut panjangku untuk mengembalikan senjata-senjata itu ke tubuh pemiliknya. Maka Bumerang Sakti pun tewas oleh senjatanya sendiri setelah siulanku menambah kecepatan putar balik senjata yang tidak bisa ditangkapnya lagi; Naga Sembilan mati tersedak oleh semburan uap beracunnya sendiri setelah angin yang kudorong membuat uap itu tidak keluar bahkan terhisap ke dalam paru-parunya; Golok Kembar kepalanya terpenggal oleh sepasang pedang yang berputar kembali ke lehernya setelah aku berkelebat ke balik punggungnya dan menotok urat saraf tertentu dari belakang; dan kedua lengan Si Tangan Besi kupatahkan tanpa membunuhnya untuk memberi hukuman atas kekejamannya selama ini - tetapi ia ternyata justru menjadi tewas karena daya hidupnya memang berada di lengannya itu. Aku telah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mematungkan diri agar dipukul dengan jurus andalannya yang mematikan. Dengan totokan di berbagai urat tertentu pula kebanyakan dari mereka kubiarkan menjadi pekak telinganya oleh suara angin dan ombak, yang dalam telinga mereka menjadi sejuta kali lebih keras sehingga merusak saraf dalam otaknya. Diriku terkadang tampak begitu lemah dan begitu mudah diserang, tetapi yang dengan begitu telah mengurangi kewaspadaan sehingga aku bahkan bisa membunuhnya hanya dengan cara meludah ke tanah. Hampir semua hal bisa menjadi senjataku, kerikil, daun, angin, suara-suara sekitar, bahkan juga makhluk-makhluk di sekitarku. Pernah kumanfaatkan laronlaron yang beterbangan untuk membingungkan lawanku, sehingga aku bisa menyelesaikan pertarungan cukup dengan meniup titik-titik gerimis. Sudah kukatakan tadi Jurus Tanpa Bentuk menyerang pemikiran dan bukan badan, dan kehancuran pikiran membuat badan sangat mudah dilumpuhkan. Kusadari aku telah berlaku sebagai Tuhan yang menghakimi dengan kekuasaan tak terlawan, suatu kegiatan yang sungguh mati tidak menjadi tujuanku. Namun orangorang golongan hitam yang sakti ini tidak mungkin diserahkan begitu saja kepada pengadilan negara, karena dalam kenyataannya mereka terlalu mudah meloloskan diri. Apalah artinya borgol dan terali besi bagi mereka yang menguasai tenaga dalam bukan" Mereka sangat sulit tertangkap dan jika pun karena kelengahannya sendiri akhirnya tertangkap, sangat mudah meloloskan dari dengan segala cara. Jika mereka berhasil menjebol langit-langit, naik ke atas genting, melompat ringan dan melayang dari atap ke atap, siapakah kiranya orang awam yang bisa mengejarnya" Bahkan para pendekar golongan putih pun terlalu sering bisa diunggulinya. Namun dalam Pembantaian Seratus Pendekar, bukan hanya orang-orang golongan hitam, juga para pendekar golongan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ putih dan golongan merdeka, yang sebetulnya sangat dibutuhkan untuk membasmi kejahatan, tewas sebagai korban kejumawaanku seorang. Keangkuhanku telah mengganggu keseimbangan peradaban. Aku merasa bersalah. Aku mengundurkan diri dari dunia persilatan, tetapi para pembalas dendam memburuku sampai ke dalam mimpi. (Oo-dwkz-oO) DALAM usia 100 tahun, aku bukanlah pendekar yang dulu lagi. Aku sudah menjadi uzur dan pelupa, bahkan aku ragu apakah semua yang kuceritakan tadi memang sesuai dengan kenyataannya. Lima puluh tahun sudah aku menghilang dari dunia persilatan. Mula-mula aku melenyapkan diri dalam kehidupan sehari-hari dengan menjalani berbagai macam pekerjaan awam, tetapi bahkan sebagai pengemis hina kelana keberadaanku ternyata tidak mudah disembunyikan. Aku telah menjadi tukang roti, pembuat tahu, pemancing ikan, pendorong gerobak, tukang kayu, pengamen, guru sekolah dasar, tabib, kuli pelabuhan, pedagang kelontong, tukang rakit, penyalin kitab, pemilik kedai, penari topeng, petugas perpustakaan, juru cerita, jagal, petani, penjual bunga, sipir penjara, dalang teater boneka, dan segala macam bentuk pekerjaan yang membuatku mengira akan bisa melenyapkan diri dari dunia persilatan. Namun selalu ada saja yang mengenali siapakah diriku itu, berusaha membunuhku sehingga aku terpaksa membunuhnya. Maka aku pun menghilang dari kehidupan ramai, menjauhkan diri dari masyarakat banyak, menghindari pertemuan dengan manusia. Dua puluh lima tahun sudah aku bagaikan hanya hidup dengan diriku sendiri di sebuah lorong gua yang gelap dalam rimba raya pekat yang belum pernah dirambah. Namun dalam samadiku yang telah berlangsung empat puluh hari empat puluh malam kudengar dengan jelas langkah-langkah halus yang mengendap-endap mendekatiku. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kuhitung jumlah mereka, lebih dari dua puluh orang. Luar biasa. Setelah dua puluh lima tahun, bagaimana caranya siapa pun dia menemukan diriku" Namun, meski sudah berusia 100 tahun, uzur, dan lemah tanpa daya, aku tidak akan pernah membiarkan siapa pun dia membunuhku dengan mudah. Hmm. Kukira ini memang regu pembunuh yang luar biasa. Mereka melangkah bukan hanya di atas bumi. Sebagian melangkah miring di dinding, dan sebagian lagi bahkan melangkah terbalik dengan kaki menapak langit-langit gua. Aku melakukan samadi di bagian gua yang terluas tetapi juga yang paling gelap dan paling lembab, tempat ribuan kelelawar bergantung di atasnya dan membuat ruang berbau pesing luar biasa. Meskipun memejamkan mata, aku tahu Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mereka menggunakan penutup wajah yang juga menutup hidungnya berdasarkan napas mereka yang tertahan. Aku pikir mereka dikirimkan dengan penuh perhitungan. Siapa pun yang mengirim mereka tentunya sudah mempertimbangkan kemampuanku, mencari kelemahanku, dan memperhitungkan segalanya agar bisa melumpuhkan aku. Hmm... Betapapun aku sudah uzur dan tua, aku tetap saja manusia yang dibesarkan dalam dunia persilatan, semenjak kusaksikan ayah dan ibuku pergi meninggalkan rumah dengan menyoren pedang di punggungnya untuk memenuhi sebuah tantangan, dan tidak pernah kembali. Kudengar suara pedang tercabut dari sarungnya. (Oo-dwkz-oO) Episode 2: [Maut Berkelebat di Balik Kelam] PEDANG itu belum tercabut dari sarungnya ketika terdengar jeritan memecah kesunyian. Sesosok bayangan terdengar jatuh terbanting dan menjerit berguling-guling di dasar gua. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Aaaaaahhh! Mataku! Mataku!" Sekejap kemudian terdengar kepak sayap ribuan kelelawar dengan cericitnya yang sangat dikenal. Mataku masih terpejam dalam sikap bersamadi, tetapi samadiku sebenarnya sudah selesai. Aku tetap mematung dalam sikap dhyanamudra ketika tanpa suara aku meludah ke mata penyerbu yang sedang menarik pedangnya di atasku. Ludah itu mengandung rasa buah yang tajam dan bagi kelelawar rasa semacam itu tak boleh mereka lewatkan. Mereka mencaplok mata yang mereka kira semacam buah yang kini berdarah. Jeritan itu belum selesa i ketika hampir semua mata di balik kerudung hitam itu telah kuludahi dengan cepat sekali. Regu pembunuh ini memang menyamarkan tubuhnya begitu rupa sehingga hanya matanya yang sekilas memantulkan cahaya terlemah dan tetap saja bernama cahaya. Segenap rasa buah kuciptakan dalam ludahku. Rasa mangga, rasa manggis, rasa papaya, rasa durian, dan rasa kesemek. Cericit kelelawar kini diseling dengan jeritan manusia yang semuanya berguling"guling sambil memegangi matanya. "Tolong! Mataku! Mataku! Tolong!" Pertolongan apa yang diharapkan oleh mereka yang datang dengan niat membunuh" Kepak ribuan kelelawar yang terus menerus mencericit berselang-seling dengan suara jeritan putus asa. Mereka semua akan binasa di dalam gua ini, tetapi aku tidak perlu menyaksikannya karena telah melesat keluar memburu pemimpinnya yang pasti berada di luar gua. Umurku memang sudah 100 tahun, mengapa mereka begitu tak sabar menanti kematianku yang pasti tak akan terlalu lama lagi" Meskipun sudah uzur dan kenyang bersamadi, darahku tetaplah naik ke kepala -di luar gua aku segera disambut ribuan anak panah yang seharusnyalah mencabik tubuhku, tinggal menyisakan gumpalan daging berdarah di setiap mata anak panah itu. Panah-panah yang dilepaskan dari balik setiap batang pohon di dalam hutan itu menembus tubuhku tetapi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tidak membawa sepotong daging pun, karena aku telah menggunakan Jurus Tanpa Bentuk yang telah mempermainkan pikiran mereka. Para pembokong itu bersembunyi di balik batang"batang pohon. Satu pasukan tentara agaknya telah dikerahkan untuk menangkapku. Siapa gerangan yang telah memerintahkan dan apakah kiranya yang telah terjadi di dunia" Sudah 50 tahun aku menghilang dari dunia persilatan dan 25 tahun terakhir aku tak berjumpa manusia, apakah yang masih mungkin menjadi urusanku dengan para pengepung yang usia tertingginya hanyalah 25" Aku berkelebat seperti bayangan sepanjang hutan. Mencabuti nyawa mereka seperti malaikat maut menjalankan pekerjaan. Kesalahan terbesar siapa pun yang berusaha mengatasi Jurus Tanpa Bentuk adalah menghadapinya tetap sebagai bentuk. Siapa pun mereka berusaha mengingat, mencatat, dan membahas segala gerakanku, segalanya sebagai suatu bentuk dan berdasarkan bentuk itu mencari kelemahan ilmuku. Mereka membahas bentuk dan mempertimbangkan urutan gerakannya, agar dengan begitu dapat menciptakan ilmu silat yang baru hanya untuk menghadapiku. Tentu saja pendekatan semacam itu hanya akan menjadi sia-sia, karena Jurus Tanpa Bentuk akan selalu menyesuaikan dirinya dengan jurus -jurus yang dihadapinya. Jurus Tanpa Bentuk adalah jurus yang tidak terdapat dalam dirinya sendiri, melainkan selalu sudah ada dalam jurus -jurus yang dihadapinya. Ibarat kata jurus ilmu s ilat adalah suatu isi, maka Jurus Tanpa Bentuk akan menjadi kekosongan -ini membuat setiap serangan maut bagaikan membuka kelemahan dirinya sendiri. Aku tampak berkelebat cepat seperti bayangan, tetapi aku merasa diriku melayang ringan selambat cabikan kapas diterbangkan angin. Dalam waktu singkat seratus pemanah di balik pohon itu kutancapkan ke batang pohon dengan anakTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ anak panah mereka sendiri. Ada yang tertancap memeluk pohon, ada yang tertancap menghadapi kekelaman rimba. Mereka tidak akan langsung mati. Mereka merintih-rintih. Tiada seorang pun mempunyai cukup tenaga untuk mencabut panah itu lagi. Tubuh mereka tertancap begitu tinggi. Jika panah itu berhasil mereka cabut, tetap saja tubuh para serdadu yang barangkali tidak seorang pun mengenalku itu akan melayang jatuh dan tetap saja mati. Kulihat lima pemimpin mereka berada di luar gua dan dari caranya berbusana aku tahu mereka menyandang jabatan militer dari suatu negara. Hmm. Kerajaan manakah kiranya di Yawabumi ini yang telah mengerahkan pasukannya untuk membunuh atau menangkapku. Aku hidup di dunia persilatan, tidak berurusan dengan kehidupan sehari-hari. Dunia persilatan memang hidup di bumi yang sama dengan dunia awam para pencari keselamatan diri, tetapi dunia persilatan memiliki kehidupannya sendiri yang tidak akan pernah diterima sebagai sesuatu yang nyata oleh masyarakat awam karena bagi orang awam, dunia persilatan hanyalah suatu dongeng, suatu sastra. Baiklah, itu berarti aku hidup di dalam sastra, atau tepatnya di dalam bahasa. Apakah yang telah menjadi begitu keliru dan begitu salah sehingga suatu negara di dunia nyata ingin membunuh seorang pelaku dari sebuah dongeng" Bagaimanakah dongeng bisa menjadi sangat berbahaya" Hmmm. Kelima pemimpin pasukan itu mengeluarkan senjata mereka masing-masing. Aneh, bukannya takut, perasaanku malah menjadi riang. Sudah begitu lama aku tenggelam dalam samadi karena memang tidak ada yang bisa kulakukan lagi. Aku begitu siap untuk mati. Namun kini aku seperti dilahirkan kembali. Mereka bergerak mengepung tanpa kata-kata dan aku membiarkan diriku diserang begitu rupa seolah-olah akan begitu mudah mereka bisa membunuhku. Dalam gebrakan pertama saja kedua orang dari mereka sudah saling menikam dengan kelewang. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Tinggal tiga orang sekarang. Mestinya aku bisa mengatasi mereka dengan mudah, tetapi bukankah aku membutuhkan penjelasan" Mereka menyerangku dengan kecepatan tinggi. Seorang di antaranya bersenjata cambuk yang meledak-ledak memekakkan telinga. Ini mungkin penemuan terbaru kelompok-kelompok yang bermaksud memecahkan rahasia Jurus Tanpa Bentuk. Mungkin mereka mencatat bahwa aku sering bertarung dengan mata terpejam dan itu berarti aku mengandalkan indera pendengaran. Mungkin mereka berpikir karena itu aku harus dilawan dengan mencari kelemahan atas pengandalan indera pendengaran itu. Maka meledak"ledaklah cambuk itu sampai burung-burung hutan beterbangan ke udara dan monyet-monyet melayang dari ranting ke ranting sambil menjerit -jerit menambah gaduh suasana. Begitu gaduh rupanya sehingga ledakan cambuk itu hanya menjadi salah satu di antaranya. Ia melenting dari batang pohon satu ke batang pohon lain dengan ilmu meringankan tubuh yang nyaris sempurna, tampaknya berupaya membingungkan aku dengan suara ledakan cambuknya, tetapi aku segera mengikuti seluruh gerakannya dengan kecepatan yang lebih tinggi. Aku selalu mendahuluinya, sehingga terlalu mudah bagiku, bahkan tanpa harus menggunakan Jurus Tanpa Bentuk untuk menepuk kepalanya sehingga kesadarannya hilang dan tidak akan pernah kembali lagi. Kini tinggal dua orang berdiri menghadapi dengan napas tersengal. Ilmu mereka tampaknya berada di bawah orang yang memegang cambuk tadi, dan pangkat mereka pun barangkali lebih rendah. Keduanya melepaskan senjatanya ke tanah tanda menyerah. Sebuah pedang besar bergerigi dan sebuah kapak dua sisi. Wajah mereka pucat pasi. "Katakan siapa nama kalian, dari mana kalian berasal, dan mengapa kalian memburuku jauh -jauh ke dalam rimba raya ini untuk membunuhku." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Mereka tidak menjawab. Mereka saling berpandangan. Lantas tangan mereka bergerak cepat memasukkan sesuatu ke dalam mulut mereka. Sejenak kemudian mereka menggelepar dengan mulut berbusa. (Oo-dwkz-oO) JIKA mereka hanya berniat menangkapku, aku akan membiarkan diriku tertangkap agar bisa membongkar misteri ini. Namun mereka berniat membunuhku-dan meskipun bagi orang berumur 100 tahun jarak dengan kematian hanyalah selangkah ke kuburan, aku bukanlah pendeta yang akan membiarkan diriku terbunuh tanpa bayaran. Aku melayang ke atas pohon, meloncat ke dinding tebing di atas gua, dan melenting dari ujung batu yang satu ke ujung batu yang lain untuk mencapai puncaknya. Di atas sana terdapat suatu dataran luas tempat aku bisa memandang ke mana-mana. Sudah 25 tahun aku bersembunyi di tempat ini dan aku tahu betapa tidak akan ada tempat yang lebih baik lagi untuk menghindari dunia ramai selain di sini. Di dinding karang, kadang terdapat sarang burung elang. Hanya anakanaknya yang baru menetas tinggal di sana sementara induknya melayang terbang mencari mangsa di atas bumi. Sering kulihat mereka datang mencengkeram tupai atau ikan untuk memberi makan anak-anaknya itu. Betapa kelanjutan hidup makhluk yang satu harus dibayar dengan kematian makhluk yang lain! Aku masih terus melayang dengan ringan melalui jejakan di ujung batu yang bertonjolan di sana-sini. Angin bertiup kencang dalam cahaya sore. Menjelang puncak, terdapatlah suatu gua yang dulu juga pernah kumasuki. Letaknya cukup dekat puncak yang berupa dataran itu, sehingga siapa pun dapat merayapi dinding dan menyusuri dinding untuk mencapainya -dan itu pula sebabnya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ aku tidak memilih untuk tetap tinggal di sana. Memang terlihat bekas-bekas kehidupan di sana. Tengkorak manusia, kapak batu, dan batu pipih yang digunakan manusia purba tampak bergeletakan. Apakah mereka bersilat" Pernah kutemukan sejumlah gambar manusia bergerak di dinding gua. Namun kukira itu hanya gambaran orang"orang menari. Batu-batu pun tersusun begitu rupa menunjukkan sentuhan tangan manusia. Gua itu tersembunyi dan barangkali saja mereka menghindari sesuatu, sama saja seperti aku. Pemikiran itulah dulu yang membuat aku enggan menempatinya dan mencari tempat yang jauh lebih curam di bawah sana. Siapa nyana dua puluh lima tahun kemudian tempat persembunyianku ditemukan juga, justru dari bawah oleh pasukan pembunuh yang berani menyabung nyawa merambah hutan" Tidak kumasuki lagi gua itu dan aku terus melayang ke atas. Udara sangat dingin di atas ini dan aku harus melentinglenting menembus kabut. Angin bertiup menggigilkan, suaranya terdengar seperti siulan maut. Begitulah, meskipun aku sendirian saja, sebenarnyalah aku tidak pernah kesepian, karena segala sesuatunya dalam pandanganku bisa hadir sebagai suatu makna. Bahkan aku bisa belajar banyak dari dedaunan yang tampak basah, untuk ilmu silat maupun demi suatu filsafat pemahaman tentang dunia, karena bagiku hanya mereka yang mampu memberi makna keberadaan dunia akan mampu selamat dari keterserapan hidup yang semu. Bukankah sehari dan semalam hanyalah perputaran bola bumi" Namun terlalu sering kita lupa untuk menyadarinya, bersama kehidupan semu yang menyeret kita untuk betulbetul menjadi tua. Dalam kehidupanku sebagai pengembara di dunia ramai, aku menyadari bagaimana manusia telah ditelan oleh kehidupannya sehari-hari demi kebutuhan perutnya yang Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tidak pernah berhenti meminta diisi. Hidup tanpa kesadaran, bagaimanakah caranya kita masih tetap jadi manusia" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Demikianlah aku si tua ini berkelebat di antara kabut mencari jalan ke atas sana, hanya untuk mendapat sambutan jarum -jarum beracun. Kudengar desingannya yang tajam menembus kabut, memaksaku bersalto tiga kali ke udara, karena serangan jarum -jarum beracun itu tidak kunjung berhenti jua. Waktu mendarat kembali ke bumi aku masih tersekap kabut. Kaki bisa merasakan batu cadas yang datar di puncak itu, tetapi aku tidak bisa melihat apa pun, sekelilingku hanyalah kabut yang berjalan dalam embusan angin kencang dari seberang benua. Kudengar suara tawa terkekeh-kekeh. "Heheheheheheh! Sudah menjadi tua bangka dikau rupanya! Kenapa kamu tidak mati-mati juga?" Kabut tiada juga tersibak, tetapi dari baliknya tiba-tiba terjulur sebatang pedang pipih dengan ketajaman pada dua sisi yang tampak ringan dan jelas sangat tajam langsung terarah ke leherku! Aku berkelebat dan sesosok bayangan juga berkelebat. Telapak tanganku bergerak cepat menamparnampar sisi pedang untuk membelokkan arahnya. Namun gerakan pedang itu memang luar biasa cepat. Aku bergerak lebih cepat agar mendahului gerakannya, tetapi tanggapan itu agaknya sudah diduga. Hmm. Lawanku kali ini berilmu tinggi. Kami bergerak sangat cepat di tengah kabut yang ternyata semakin lama semakin pekat. Aku hanya melihat sosok itu berbusana serbaputih. Bergerak cepat sekali menjadi hanya kelebat bayangan serbamemutih. Suara pedangnya bersiutsiut menjanjikan datangnya maut. Aku tidak menggunakan Jurus Tanpa Bentuk karena ingin melemaskan otot-ototku. "Tua bangka! Engkau masih cepat juga!" Siapakah dia" Kalimatnya menunjukkan betapa ia mengenalku. Kalaupun tidak berhadapan sebagai lawan bertarung, setidaknya ia pernah menyaksikan aku menghadapi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ lawan-lawanku. Pada masa mudaku aku adalah seorang petarung yang selalu mencari lawan, termasuk dengan menantangnya di tempat terbuka, karena kepongahan masa mudaku selalu membuat aku ingin ditonton saat menundukkan siapa pun yang menjadi lawanku. Aku melakukan beberapa gebrakan untuk melumpuhkannya. Terasa tanganku menghajar dadanya. Ah! Seorang perempuan! Kenapa aku tidak bisa mengenali dari suaranya ketika ia berbicara" Aku melompat mundur dan berusaha menjauh. Sekarang aku mengerti kenapa aku selalu merasa berada di tengah keharuman. Ia seorang perempuan pendekar yang selalu berparfum! Samar-samar kuingat dari kenanganku, nama seorang perempuan pendekar yang terkenal karena wewangiannya itu, Pendekar Me lati. Dulu dia cantik sekali. Apakah kini dia sama berkeriputnya seperti aku" Kudengar suara. Tentu saja ia muntah darah. Ia telah terkena pukulan Telapak Darah -jika ia masih bertahan hidup berarti tenaga dalamnya tergolong tinggi. Selama ini belum pernah ada lawanku yang bisa melanjutkan hidupnya lebih dari 24 jam, bahkan meski hanya terkena anginnya saja dari pukulan Telapak Darah tersebut. Kabut belum juga berpendar. Ia pergi meninggalkan aroma melati. Aku bahkan tidak pernah me lihat dengan tegas sosok dan wajahnya. Apa yang membuat perempuan pendekar yang ternama itu juga berniat membunuhku" Ia termasuk pendekar golongan merdeka. Tidak akan memburu seseorang jika tidak dianggapnya mempunyai kesalahan yang berat. Berbeda dengan golongan putih yang akan menumpas orang-orang golongan hitam tanpa pandang bulu, para pendekar golongan merdeka tidak terlalu peduli dengan baik TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dan buruk, benar dan salah, atau apakah seseorang itu termasuk golongan hitam atau putih. Mereka hidup lebih untuk diri mereka sendiri, mengabdikan hidupnya untuk mencari dan meningkatkan ilmu, serta membela keadilan hanya jika para pendekar golongan putih sudah tidak bisa mengatasinya -itu pun lebih sering dengan cara tidak memperlihatkan diri. Di tengah kabut yang dingin, aku terpaku merenungkan perkembangan yang mendadak dan berlangsung cepat sekali. Setelah dua puluh lima tahun hidup di dalam gua, aku harus memutuskan, apakah akan tetap meninggalkan dunia ramai dan diam-diam mati di suatu tempat; ataukah kembali memasukinya untuk mencari jawab: Mengapa begitu banyak orang mengejar dan memburu diriku" Ketika kabut pergi, malam telah tiba. Tidak ada yang bisa kulakukan lagi selain memasuki gua para manusia purba di bawah tadi untuk mencari sekadar kehangatan. Aku ini sudah uzur dan tua, meskipun aku seorang pendekar, musim kemarau yang dingin selalu membuat aku sangat tersiksa. (Oo-dwkz-oO) Episode 3: [Rumah Ketiadaan] DI DALAM gua, aku mengambil tempat dan mengolah pernapasan, mengikuti Yogacara aliran Dignaga, yang mengatakan bahwa pengetahuan hakiki hanya dimungkinkan melalui yoga. Kuingat sebuah pelajaran dari K itab Sang Hyang Kamahayanikan. Jika dikau berada di gunung, di gua, di tepi samudera, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ di dalam rumah atau wihara, pertapaan, bahkan kuburan, hutan dan semacamnya dirikanlah rumah sunya rumah ketiadaan ... Lantas kujelajahi duniaku, ruang dan waktuku, semampu daya usia uzurku. Apakah aku akan bisa mendapat jawaban dari masa lalu" Bagaikan masih tersisa aroma yang ditinggalkan Pendekar Melati, membuat aku sulit memusatkan pikiran dan mencapai anatman-keadaan tanpa diri dan tanpa jiwa, maupun sabhava -keadaan yang hakiki; tetapi masih bisa kugapai bhavanameditasi yang mengembangkan pikiran. Apakah mereka yang masih mencariku setelah 50 tahun berlalu datang karena peristiwa Pembantaian Seratus Pendekar" Semula aku mengira mereka yang datang adalah keluarga, keturunan, ataupun murid-murid mereka yang terbunuh. Dalam dunia persilatan, kisah dendam membara bukanlah perkara yang aneh. Namun dalam Pembantaian Seratus Pendekar setiap orang datang tanpa paksaan dan pertarungan berlangsung dengan adil. Meski terkalahkan, setiap orang pralaya dengan terhormat sebagai pendekar. Bahkan orang-orang golongan hitam, yang tidak pernah dihormati meskipun ditakuti, seperti disucikan kembali jiwanya karena tewas dalam pertarungan tanpa kelicikan seperti yang selalu mereka lakukan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku baru sadar. Peristiwa yang kualami sekarang ini barangkali tidak ada hubungannya sama sekali dengan Pembantaian Seratus Pendekar. Namun juga sangat mungkin bahwa peristiwa itu dimanfaatkan demi suatu kepentingan. Aku sudah terlalu lama meninggalkan dunia ramai, tidak tahu menahu keadaan apakah kiranya yang paling mungkin berhubungan dengan perburuan diriku. Lagi pula dunia ramai orang-orang awam tidaklah pernah menjadi kepentinganku. Masalahnya, orang-orang yang mengepung dan menghujaniku dengan anak panah berseragam tentara, orangorang militer; dan meskipun regu pembunuh yang memasuki gua hanya berseragam hitam tanpa penanda kesatuan tertentu, aku tahu mereka adalah pasukan khusus yang dilatih untuk melaksanakan tugas-tugas menentukan. Kelima pemimpinnya pun jelas para perwira yang membawa pasukan tersebut. Apakah mereka masih berasal dari sebuah kerajaan yang dipimpin Dinasti Syailendra" Ketika aku meninggalkan dunia persilatan dan meleburkan diri dalam dunia ramai selama 25 tahun, sedang berlangsung pergolakan di Yawabumi, yang membuat saudara muda raja Samarattungga, Balaputradewa, menyingkir ke Suwarnadwipa dan akhirnya menjadi salah satu raja di kerajaan Sriwijaya. Sampai aku meninggalkan dunia ramai dan menghilang ke dalam hutan, Yawabumi sebelah timur dikuasai oleh Jatiningrat, menantu Samarattungga yang kemudian akan disebut Rakai Pikatan. Aku tidak terlalu yakin apa yang sebenarnya telah terjadi, apakah mereka bersengketa karena masalah perkawinan, bahwa Jatiningrat yang memeluk Siwa menikahi putri Samarattunga yang beragama Buddha, dan apakah perbedaan agama itu menjadi perkara sengketa. Aku menganggap perbedaan agama antara Balaputradewa yang memeluk Buddha Mahayana dan Jatiningrat sebagai TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pemeluk Siwa seharusnya tidak menjadi masalah, karena bagi rakyat jelata kedua agama itu tidak lebih sebagai kepercayaan asing yang datang bersama orang-orang asing. Jika kemudian raja-raja mereka memeluk agama asing, dan mewajibkan rakyatnya melakukan upacara-upacara keagamaan seperti agama"agama asing itu, rakyat jelata yang cinta damai tidaklah berkeberatan melakukannya demi keselamatan dan ketenangan. Dalam kehidupan sehari-hari rakyat jelata, perbedaan agama bukanlah suatu masalah -tetapi bagi para pemimpin dunia a wam, agama dimanfaatkan sebagai penanda untuk membedakan golongannya sendiri dengan golongan lainnya. Bagiku, sengketa di antara para pemimpin hanyalah sengketa masalah kekuasaan. Agama hanyalah alasan untuk mendapatkan pengikut sebanyak"banyaknya. Hal semacam itu bagiku adalah kelicikan yang memuakkan. Aku menghilang tahun 846. Saat itu Balaputradewa telah pergi, tetapi agama Buddha tetap bertahan, bahkan berkembang, karena rakyat jelata memang tidak menolaknya. Bukankah Pramodawardhani, putri Samarattungga yang Buddha, permaisuri Jatiningrat yang Siwa, tahun 824 telah meresmikan candi jinalaya Kamulan Bhumisambhara yang mempunyai makna sepuluh tahap menuju Buddha" Itulah sebabnya aku juga selalu berpendapat, para pimpinan negara pun lebih sering menjadi korban perma inan perebutan kekuasaan para pelaku di balik layar, yang saling bertarung dan beradu pengaruh atas nama agama. Ketika menyamar sebagai tukang batu, aku pernah bekerja untuk membangun candi Siwa maupun candi Buddha Mahayana, dan meskipun letaknya berdekatan, tiada pertentangan di antara para jemaatnya. Bahkan aku sering terperangah dengan pengarahan para acarya yang mampu memadukan citra keindahan Siwa maupun Buddha dalam pembentukan candi. Saat aku menghilang, candi jinalaya Kamulan Bhumisambhara telah berdiri, candi raksasa bertingkat sepuluh itu dipenuhi dengan patung dan ukiran kisah"kisah ajaran TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Buddha. Ketika baru mulai dibangun, sekitar tahun 820 aku mengajukan diri sebagai salah satu dari beratus-ratus pengrajin yang bertugas menatah dinding dengan kisah-kisah tersebut dan dengan begitu aku menghayatinya kembali secara lebih mendalam, yang tidak kusangka ternyata berhubungan dengan ilmu s ilatku. Dari bawah sampai ke atas, Candi Kamulan Bhumisambhara menerjemahkan pencarian manusia atas hakikat kehidupan-betapa pergulatan nafsu dalam ketubuhan mesti di atasi dalam kesadaran untuk mencapai pencerahan, dan bahwa dalam pencerahan tiada lagi bentuk, tiada lagi diri, hanyalah alam awang-uwung yang tiada terterjemahkan dalam kebahasaan. Tiadalah mengherankan jika Jurus Tanpa Bentuk dianggap sebagai pencapaian yang paripurna dalam dunia persilatan. Segalanya terukir indah di Kamulan Bhumisambhara, dari segala macam bentuk kehidupan duniawi di tingkat terbawah sebagai pemenuhan indera, sampai kepada bentuk-bentuk penuh perlambangan atas peningkatan hidup dari tingkat demi tingkat di atasnya, menuju kepada stupa yang lurus menunjuk ke langit kosong tak bertepi. Jurus Tanpa Bentuk bagaikan langit bagi segala bentuk dalam semesta dunia persilatan hanya mereka yang mampu melepaskan segala bentuk akan menguasai Jurus T anpa Bentuk. Aku membuka mata. Belum kutemukan titik terang. Namun kini aku merasa tenang. Setidaknya telah kutemukan tempatku kembali di tengah alam setelah menutup diri 25 tahun di dalam gua. Jika perhitunganku tepat, aku sekarang berada di Yawabumi tahun 871. Aku menarik napas dalamdalam, dan mengembuskannya kembali dengan sangat amat perlahan. Mestikah aku kembali memasuki dunia persilatan" Terlalu banyak hal masih menjadi teka-teki yang menuntut penuntasan. Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ BEBERAPA lama aku tenggelam dalam meditasi tidaklah kuketahui. Samadi melepaskan kita dari ruang dan waktu manusia-tetapi jelas tubuhku masih di dalam gua yang pernah dihuni manusia purba. Gua yang masih begitu bersih, seolaholah baru kemarin mereka meninggalkannya. Kulihat gambargambar orang bergerak di dinding gua itu. Aku sudah sangat berpengalaman membaca berbagai gambar dalam kitab-kitab ilmu persilatan dan dengan mudah gerakan-gerakan itu segera bisa kubayangkan seutuhnya. Aku tidak akan mengatakannya sebagai gerakan tanpa bentuk, tetapi itulah gerakan-gerakan yang belum terbentuk. Apakah gerakan itu untuk menari" Aku taktahu pasti. Namun gerakan-gerakan itu dilahirkan oleh naluri terdalam, yang mewakili gerakan sukma sebelum manusia berbahasa. Aku memperhatikan lagi gambar-gambar dalam gua temaram itu. Kuangkat obor yang menyala pada ranting kering karena batu api untuk meneranginya, dan goyangan api membuat gambar-gambar itu bergerak. Hmm. Para manusia purba yang dahulu kala menghuni gua ini sebenarnya telah memahami dasar gerak dengan sempurna. Dengan dasar gerak itu seseorang bisa menari, bisa melakukan bela diri, bahkan juga bersamadi, hanya dengan memahami gerakan inti. Apakah gerakan inti itu" Tiada lain kediaman dalam gerak dan gerak dalam kediaman. Seperti Jurus Tanpa Bentuk, masalahnya berada dalam pemikiran. Dengan cepat kusapu seluruh gerakan yang tergambar pada dinding gua itu dan segera menguasainya. Lantas aku keluar dengan cepat, melompat dan melesat ke udara terbuka. Ternyata aku tidak langsung meluncur ke bawah, karena aku menjadi sangat ringan, jauh lebih ringan dibanding jika aku menggunakan ilmu meringankan tubuh. Tanganku terulur lurus ke kiri dan ke kanan dengan jari -jari yang kurapatkan, kedua kakiku rapat dan tegak lurus -aku bagaikan sebuah patung dengan tangan terbentang, tetapi aku tidak meluncur ke bawah dengan cepat, bahkan serasa TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ aku berada di luar hukum alam di bumi. Aku me luncur ke bawah dengan sangat pelan dan dengan perlahan aku berputar, berputar, dan berputar. Seperti berada di luar bumi, tetapi menjadi bagian pergerakan semesta. Aku mendengar gumam nyanyian puja para pendeta di telingaku, seperti irama yang menentukan kecepatan meluncurku. Seperti bergerak, tetapi diam; seperti diam, tetapi bergerak juga-karena memang bukan keduanya. Memang, aku menjelajah dalam Rumah Ketiadaan, sembari mengingat Samvarodaya-tantra. dalam rumahnya sendiri di tempat yang tersembunyi nyaman di pegunungan, gua, hutan, pantai lautan atau kuburan di candi Devi Ibu tempat dua sungai bertemu hasil tertinggi menjadi pencapaian mandala dalam perputaran Begitulah aku bagaikan mandala yang berputar karena pertemuan dua sungai dalam semesta batinku. Perputaran yang memberikan kepadaku kediaman gerak abadi. Sepanjang malam aku berputar tanpa merasa berputar dan meluncur ke bawah dengan ringan sampai mendarat kembali di atas bumi tepat pada saat fajar menyingsing. Langit di ufuk timur masih ungu ketika aku sudah melenting kembali dari batu ke batu kembali menuju dataran cadas di atas sana. Kabut berpendar dalam cahaya pagi dan seluruh dinding batu yang curam itu lambat laun bagaikan disepuh cahaya keemasan. Kutinggalkan kicau burung-burung hutan dan dari atas kusaksikan kerimbunan rimba raya yang telah menyembunyikan diriku selama 25 tahun. Rimba raya yang kutinggalkan untuk menghirup kembali rimba hijau dunia persilatan. Sebelum mencapai puncak, aku berbelok dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ berlari miring sepanjang dinding untuk kembali menuju peradaban. Sungai telaga persilatan berada di ruang dan waktu yang sama dengan dunia orang awam meskipun dunianya begitu berbeda, sehingga dunia persilatan hanya tampak kepada orang awam sebagai suatu dongeng. Aku berlari cepat sekali, berkelebat tak terlihat seperti bayangan, yang membuat orang-orang awam hanya akan mampu merasa sesuatu berkelebat melaluinya tetapi tidak pernah berhasil menegaskannya. Begitulah aku mulai bertemu dengan para pencari kayu, pemetik buah, penjerat binatang, dan para pemburu, tetapi aku me lewatinya saja, agar kehidupan mereka tidak terganggu. Dunia persilatan, meski menyenangkan didengar sebagai cerita pengisi waktu luang, nyaris selalu membawa persoalan sebagai kenyataan. Aku tidak ingin melibatkan orang-orang awam dalam persoalanku yang bahkan bagiku masih penuh dengan pertanyaan. Setelah melesat dan berkelebat dalam lindungan bayang-bayang yang serbamemanjang tibalah aku di sebuah jalan di pegunungan. Ini sebuah jalan raya antarkota, kukira inilah pintu masukku kembali ke dunia. Aku harus mendengar suatu percakapan agar mengenali kembali dunia yang telah kutinggalkan 25 tahun lamanya. Di tepi jalan itulah aku duduk bersila bagaikan seorang pengemis tua, sambil membawa tongkat dan kulit buah waluh yang keras sebagai mangkok, siap menerima apapun yang diberikan sebagai sedekah dan memakannya. Memang para pendeta Buddha juga melakukannya sebagai ketentuan yang telah mereka terima, seperti pernah kubaca dalam Siksassamuccaya, catatan yang ditulis Santideva saat aku dilahirkan seratus tahun lalu. pakailah sarung dan perangkat Buddha yang hidup dari derma bawalah waluh dan tongkat peminta-minta TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kepala gundul, pakaian berwarna dan mangkok pemintaminta untuk menghilangkan keangkuhan agar bebas dari keangkuhan seseorang harus menjadi candala orang hina yang meminta-minta menerima apa saja yang dibuang menghormati gurunya berlaku baik agar pendeta lain suka. Aku bukanlah pendeta Buddha dan kepalaku tidaklah gundul, sebaliknya bahkan awut-awutan seperti gelandangan yang menjijikkan dan aku tidak mengenakan sarung melainkan sekadar kancut seperti orang sadhu, itu pun warnanya tidak jelas bisa disebutkan seperti apa. Aku hanya menjalankan peran seorang pengemis, seperti pernah kulakukan ketika meleburkan diri dalam kehidupan sehari-hari, dan itulah saat kuhayati kehidupan seorang candala yang hina dina. Orang-orang menghindar untuk memandangiku, setiap kali memandang kubaca tatapan penghinaan, anak-anak meludahiku, dan ibu-ibu tua bersikap mulia tidak lebih karena rasa kasihan. Ketiadaan penghargaan adalah makna hidup dalam kehinaan-dan bagi seorang pendeta yang mengolah akal kebijaksanaan, segera terbentang kelemahan perilaku manusia yang tidak perlu mereka ulang. Dari balik kelokan muncul seekor kuda yang dipacu laju. Kuda yang tegap dan perkasa itu berwarna hitam, tetapi penunggangnya mengenakan busana serba kuning, ikat rambut pita kuning, bahkan sarung pedang di punggungnya pun berwarna kuning keemasan. Meski kudanya dipacu laju, dari jauh aku tahu ia waspada atas kehadiranku. Kepalaku tunduk ke bawah seperti siap menerima nasib apa saja, tetapi aku sungguh"sungguh siaga. Sudah jelas penunggang kuda ini berasal dari sungai telaga TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dunia persilatan, dan sesama orang"orang persilatan sudah jamak bila akan saling mengenal dalam sekali pandang. Aku memang sudah menghilang dua puluh lima tahun, tetapi di dunia persilatan kisah-kisah menggemparkan seperti Pembantaian Seratus Pendekar terkadang memberikan rincian yang cermat tentang para tokohnya, sehingga ciri-ciri mereka menjadi sangat terkenal. Pengalamanku menyamar dan melebur dalam kehidupan awam menunjukkan betapa tidak begitu saja seseorang yang telah menapakkan jejak dan mendapat nama di rimba hijau bisa dengan mudah menghilang. Ketika menjadi pengemis aku mengira tiada seorang jua akan sudi memperhatikan aku. Hidup menggelandang dan tidur di sembarang tempat kukira merupakan cara yang terbaik untuk memghindari pandangan. Namun sebaliknya justru di sinilah keberadaanku di mana pun selalu dipergoki orang-orang Partai Pengem is. Kuda yang melaju itu semakin dekat. Aku segera menandai bahwa penunggangnya bukan penduduk Y awabumi, dan tidak juga Suwarnadwipa, karena ia mengenakan pembungkus kaki yang oleh orang-orang asing disebut sebagai sepatu. Dari sarung pedangnya yang keemasan itu pun aku tahu pemiliknya bukan sembarang pendekar. Sarung pedang itu berukiran gambar naga-dan aku tahu akan begitu juga sisi-sisi pipih pedangnya. Hmm. Penunggang kuda itu tentunya seorang pendekar yang mewarisi Pedang Naga Emas! (Oo-dwkz-oO) Episode 4: [Naga Emas] KUDA itu me laju meninggalkan debu melewatiku. Kuperhatikan sekali lagi sarung pedangnya yang berlapis TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ emas, masih jelas bagiku ukiran gambar naga yang sangat kukenal. Pegangan pedangnya terbuat dari gading yang juga terukir dengan indah. Bila pedang itu dicabut akan terlihat ukiran tipis naga keemasan. Pedang itu sangat tipis, digerakkan sedikit saja langsung bergoyang, menandakan pedang itu akan selalu dipegang seorang pendekar bertenaga dalam-karena jika tidak begitu, pedang ini hanya akan menjadi hiasan dinding. Dengan saluran tenaga dalam, bahkan pedang yang berasal dari batu meteor pun akan dengan mudah ditebasnya seperti pohon pisang. Aku sangat mengenal pedang itu, karena pernah berhadapan dengan pemiliknya, yakni Naga Emas dari Negeri Tiongkok. Mengingat ketajaman luar biasa pedang itu, aku mempersenjatai diriku dengan sarung pedang tersebut yang kusambar dari punggungnya sembari bersalto di atas kepalanya. Kami bertarung jurus demi jurus sepanjang malam dan selama itu aku menggunakan ilmu pedang Cahaya Naga untuk menghadapinya. Memang, tidak setiap saat aku memanfaatkan Jurus Tanpa Bentuk, karena jurus ini selalu membuat aku menang terlalu cepat dan itu berarti aku tidak bisa mempelajari ilmu silat lawan-lawanku. Kegagalan mempelajari ilmu lawan bagiku adalah suatu kekalahan. Salah satu jurus dalam ilmu silat yang gunanya menyerap ilmu s ilat lawan disebut Jurus Bayangan Cermin. Dengan jurus ini, selama bertarung lawan tidak akan sadar bahwa setiap kali suatu jurus dikeluarkan, saat itu pula lawan akan menguasai jurus tersebut, dan kemungkinan besar akan berbalik menyerang dirinya sendiri-tetapi tidak selalu dalam bentuk yang dikenalnya. Dalam keadaan seperti ini kedudukan seseorang yang terserap ilmu silatnya menjadi sangat berat, sebagian besar lantas bisa dikalahkan dengan jurus -jurus andalannya sendiri, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang sudah tidak dikenalnya sama sekali. Dengan cara itu pula aku bukan hanya dapat mengimbangi Naga Emas, tetapi juga menyerap ilmu silatnya, yakni ilmu pedang Aliran Naga yang luar biasa indah, cepat, dan sangat mematikan. Dalam sekilas, terlintas kembali pertarunganku melawan Naga Emas yang juga selalu mengenakan busana kuning keemasan seperti penunggang kuda itu. Ilmu pedang Aliran Naga yang diperagakan Naga Emas itu memang gerakangerakannya indah seperti tarian burung elang, yang mengepak dan meluncur dengan segenap pesona, hanya untuk menukik dan membuat lawannya binasa. Busana sutra kuning keemasan dan pedangnya yang keemas-emasan itu pun menjadi bagian dari jurus"jurusnya yang seperti memanfaatkan berbagai macam pantulan cahaya berkilauan. Ilmu pedang Aliran Naga sungguh mewakili kewibawaan naga emas yang anggun dan keindahan geraknya yang sangat mengecoh itu sungguh bagaikan keindahan maut yang tiada mengenal ampun. Begitulah dengan ilmu pedang Cahaya Naga aku mengimbangi kecepatannya yang tidak bisa diikuti mata, dengan Jurus Bayangan Cermin kuserap ilmu pedang Aliran Naga yang telah dikerahkan Naga Emas. Sepanjang siang aku bertahan dalam gempuran cahaya berkilatan, tetapi memasuki malam segenap jurus ilmu pedang Aliran Naga telah bisa kumainkan dengan penafsiran baru yang membingungkan Naga Emas sendiri. Putaran pedang yang telah menjadi baling-baling cahaya keemasan dan memburu bagian-bagian tubuh mematikan, selalu tertahan oleh sarung pedang yang juga keemasan dan bergerak sama cepatnya dengan pedangnya. Pedang Naga Emas, sudah berumur ratusan tahun semenjak dihadiahkan kaisar Negeri Atap Langit kepada Naga TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Emas sebagai kepala pengawal rombongan rohaniwan I-t'sing, yang menjelajahi negeri-negeri di seberang lautan, untuk mempelajari agama Buddha di Suwarnadwipa maupun Nalanda di India. Rohaniwan I-t'sing tiba di kerajaan Sriwijaya pada tahun 671 dan mempelajari Sabdavidya, yakni tata bahasa Sansekerta, selama enam bulan, sebelum berangkat ke Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Nalanda untuk mempelajari kitab-kitab Buddha yang semuanya tertulis dalam bahasa tersebut. Ketika I-t'sing berangkat ke Nalanda, ditinggalkannya kepala pengawal yang bergelar Naga Emas itu di Suwarnadwipa, untuk menjaga kelompok kecil masyarakat asal Tiongkok yang bermaksud menetap untuk selama"lamanya. Suatu tugas yang akan diemban Naga Emas dan keturunannya selama 200 tahun lebih, karena memang akan selalu ada Pendekar Naga Emas yang bersenjatakan Pedang Naga Emas dan berilmu pedang Aliran Naga yang bertugas menjaga keselamatan masyarakat pendatang dari Negeri Atap Langit. Keturunan Naga Emas bisa berarti anak cucunya, bisa pula berarti murid yang mewarisi ilmu pedang Aliran Naga lengkap bersama Pedang Naga Emas, yang tentu saja akan berasal dari masyarakat yang sama, mengingat tujuan ditinggalkannya Naga Emas di Suwarnadwipa dahulu kala memang untuk melindungi mereka. Orang-orang yang datang mencari kehidupan baru dari Tiongkok, datang sedikit demi sedikit menempuh jalur perjalanan I-t'sing, maupun para rohaniwan lain seperti Huining dan Yun-k'I yang menyeberang ke Yawabumi untuk mempelajari dan menerjemahkan naskah-naskah Sansekerta, bersama rohaniwan setempat yang terkenal sebagai Jnanabhadra. Dalam catatan I-t'sing yang pernah kubaca, Nan-hai-chi-kuei-nai -fap-ch'uan (Catatan tentang Agama Buddha seperti yang Dijalankan di India dan Kepulauan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Melayu), masih ada Fa-lang, Hoai-ye, dan dua rohaniwan lagi yang tidak disebut namanya dalam catatan tersebut. Para rohaniwan yang berangkat atas restu penguasa tidak akan begitu saja berangkat sendiri ke negeri as ing di seberang lautan. Mereka seperti rombongan kecil yang terdiri dari para rohaniwan yang merangkap sebagai ilmuwan berbagai bidang, mata-mata militer, termasuk juga di dalamnya para pengawal yang berilmu silat tinggi. Mereka menempuh jalur para pendahulu, seperti rohaniwan Fa-chien yang pertama kali berziarah ke India, tanah asal Buddha, selama 15 tahun dari tahun 399 sampai 414... Namun selain me lacak jejak, mereka memperluas wilayah pengembaraannya, antara lain karena Suwarnadwipa dan Yawabumi sebagai bagian dari kerajaan Sriwijaya sejak 200 tahun lalu itu juga merupakan pusat ilmu pengetahuan tentang agama Buddha yang penting"terutama ajaran Buddha murni upadesa tentang bodhicitta...) (Oo-dwkz-oO) PERTARUNGANKU dengan Naga Emas berhenti menjelang fajar menyingsing. Aku tidak bisa memastikan Naga Emas yang kuhadapi adalah cucu-murid dari Naga Emas pertama yang keberapa, tetapi harus kuakui jika aku tidak memanfaatkan Jurus Bayangan Cermin, maka ilmu pedang Cahaya Naga hanya akan bisa mengimbangi ilmu pedang Aliran Naga dan pertarungan tidak akan pernah ada habisnya. Kami berada di sebuah padang rumput yang basah karena embun. Aku masih memegang sarung pedangnya. Hanya sarung pedangnya itulah yang bisa menangkis ketajaman pedang Naga Emas. "Dengan ilmu silat seperti yang Anda miliki, siapakah yang bisa mengalahkan Anda selain waktu?" Aku mengangguk penuh hormat dan bersoja sesuai adat mereka. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Ilmu pedang Aliran Naga terbukti sebagai ilmu pedang yang indah, penuh pesona, anggun tetapi sangat mematikan, saya berterimakasih atas pelajaran yang saya dapatkan dari pendekar Naga Emas yang ternama." Naga Emas membalas bersoja. "Sayalah yang telah mendapat pelajaran berharga, ilmu pedang Aliran Naga tiada artinya di depan Jurus Bayangan Cermin." Hmm. Ia tidak menyebutkan Ilmu pedang Cahaya Naga, tanda ia masih merasa Aliran Naga adalah ilmu pedang terunggul. Namun ini sudah bukan masanya ilmu silat mempertahankan kemurnian ajaran, dalam pertarungan sesungguhnya yang menjadi pertaruhan adalah kemenangan, bukan kemurnian atau keindahan, karena dalam dunia persilatan tidak ada pendekar yang terkalahkan-yang ada hanyalah pendekar yang menang dan yang mati. Kuanggap diriku tidak bertarung me lawan Naga Emas, kami hanya saling menguji kepandaian. Kulemparkan sarung pedangnya karena ia akan terlalu tinggi hati untuk memintadan akan sulit menyimpan pedang berkilauan tanpa sarung pedang yang sengaja dibuat bersamaan itu. Ia mengulurkan pedangnya dan sarung pedang itu menancap dengan tepat, untuk segera disandangkan kembali ke punggungnya. Sarung pedang lain akan pecah atau hancur bersentuhan dengan Pedang Naga Emas. "Hari ini Naga Emas telah mendapatkan pelajaran berharga, meski yang dibayangkannya adalah pelajaran yang lain dari penemu Jurus Tanpa Bentuk. Selamat berpisah-semoga tidak pernah akan terjadi anak-cucu"murid saya bentrok dengan pendekar yang hanya bisa dikalahkan oleh waktu, karena saat itu akan berarti kekalahan bagi ilmu pedang Aliran Naga." Ia bersoja kembali, lantas menghilang sebelum cahaya pertama melesat dari balik bukit. Peristiwa itu terjadi sebelum TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Pembantaian Seratus Pendekar dan aku masih sangat bernafsu menguasai segenap ilmu silat yang ada di dunia ini. Keingintahuanku yang besar kuolah dalam perenungan dan pemikiran yang sangat keras, sampai aku menemukan Jurus Bayangan Cermin yang membuat aku bisa mempelajari suatu ilmu silat tanpa harus berguru bertahun-tahun lamanya. Sebaliknya, aku cukup menempur siapa pun yang kupikir layak kupelajari ilmu silatnya. Semakin tinggi ilmu silatnya, setinggi itu pula ilmu silat yang kudapat, bahkan setelah kuolah kembali tidak pernah mampu diatasi oleh pemiliknya semula. Menguasai Jurus Bayangan Cermin, yang mampu menyerap dan mengolah ilmu silat dari aliran mana pun di rimba hijau, adalah langkah pertama ke arah penguasaan Jurus Tanpa Bentuk. Sudah kukatakan, aku tidak pernah mempelajari jurus"jurus sebagai gerakan dengan bentuk yang baku; yang kupelajari adalah pemikiran yang menyebabkan jurus"jurus tersebut berbentuk seperti itu -yang tentu saja harus melalui penguasaan atas jurus -jurusnya juga, dari langkah ke langkah, dari gerak tipu ke gerak tipu, dari seni gerak satu ke seni gerak yang lain. Hanya kali ini dengan seketika saat pertarungan berlangsung, meski tetap untuk menguasai pemikiran di baliknya. Lantas aku akan membalik-balik pemikiran untuk mengubah jurus -jurus yang kuserap menjadi berbentuk baru. Penguasaan ini membuat aku bisa membuat lawan terperangah oleh jurus yang sangat mereka kenal karena mereka kuasai, tetapi yang ternyata tidak bisa mereka atasi dengan jurus -jurus yang mereka kuasai tersebut, karena telah kukuasa i dan kuolah kembali ke tingkat yang lebih tinggi. Hanya dengan penguasaan atas Jurus Bayangan Cermin, aku mampu melangkah ke penemuan Jurus Tanpa Bentuk, karena keberadaan Jurus Tanpa Bentuk sangat tergantung kepada keberadaan bentuk-bentuk itu sendiri --sedangkan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Jurus Bayangan Cermin memberi aku peluang menyerap segala bentuk ilmu persilatan tanpa kecuali. (Oo-dwkz-oO) JADI siapakah penunggang kuda hitam berbaju kuning keemasan yang melaju meninggalkan kepulan debu" Dia membawa pedang Naga Emas. Kemungkinan besar dia pewaris terakhir ilmu pedang Aliran Naga. Namun kenapa ia mesti tergopoh-gopoh menunggang kuda" Naga Emas yang bertarung denganku memiliki ilmu meringankan tubuh sempurna. Kami bertarung seperti dua bayangan yang saling berkelebat tak bisa dilihat mata biasa. Hanya desir angin gerakan kami dan kilau pedang yang sesekali me lentikkan bunga api setiap kali sarung pedang yang kupegang berpapasan dengan pedang Naga Emas itu. Maksudku, seorang pendekar kelas atas tidak membutuhkan kuda untuk berkendara. Ia bergerak secepat angin, meluncur secepat cahaya, dan melesat lebih cepat dari pikiran. Maka aku bertanya-tanya apakah yang telah terjadi di sungai telaga dunia persilatan setelah kutinggalkan selama 25 tahun" Apakah yang telah terjadi semenjak kutinggalkan dunia ramai maupun dunia persilatan yang suny i tapi penuh dengan percikan darah selama kukubur diriku dalam meditasi tanpa ujung selama 25 tahun" Aku masih terbungkuk-bungkuk sambil bersila dalam penyamaranku sebagai pengemis, mengacung-acungkan mangkok waluh dengan penuh hiba seperti aku ini memang begitu hina dan amat sangat terlalu dina. Kuda hitam itu menghilang, tetapi dari getaran tanah tempat aku bersila kuhitung sekitar duapuluh penunggang akan muncul dari balik kelokan mengejar Naga Emas, yang entah kenapa tidak menghabisi saja orang-orang berkuda itu. Dengan cepat aku memikirkan sesuatu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Begitu rombongan itu muncul, aku sudah tengkurap di tengah jalan, mencoba menghalangi pengejaran mereka. Namun pimpinan mereka berteriak. "Jangan berhenti!" Kuda-kuda itu dipacu melewati diriku. Hampir semuanya melindas tubuhku -meski bagiku tiada artinya sama sekali. Dalam sekejap semuanya lenyap meninggalkan kepulan debu yang jauh lebih banyak lagi. Aku bangkit dan membersihkan tubuhku. Orang-orang ini tidak mempunyai perikemanusiaan sama sekali. Apa yang terjadi jika aku memang seorang pengemis tua yang sedang sekarat di tengah jalan" Aku pasti sudah mati dilindas kaki-kaki kuda yang menggebu seperti roda-roda maut itu. Aku melesat dengan cepat ke arah hilangnya rombongan berkuda itu. Jika mereka berhasil mengejar Naga Emas yang masih membutuhkan seekor kuda untuk menghindarkan diri dari pengejaran musuh-musuhnya, kukira ia juga tidak akan mampu melawannya. Suatu hal yang tidak bisa kubayangkan dari seorang pewaris Pedang Naga Emas! Namun apa yang kutemukan di luar dugaanku sama sekali. Bukan saja aku merasa telah melesat cepat dan berkelebat seperti bayangan, tetapi juga bahwa dalam waktu singkat keadaannya sudah berubah sama sekali. Di ujung jalan kedua puluh penunggang kuda itu sudah terkapar sebagai mayat. Salah seorang bahkan masih mengerang oleh senjata rahasia yang bidikannya tidak terlalu tepat sehingga tidak langsung mematikan. Aku mendekatinya. Ia tampak terkejut melihat diriku. Tangannya terulur menunjuk wajahku. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu, tetapi keburu tewas karena jarum"jarum beracun telah membekukan aliran darahnya. Aku melihat sekeliling, dan terkesiap melihat lelaki berbaju serbakuning itu juga telah tewas oleh jarum -jarum beracun. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Melihatnya selintas, aku sudah tahu, Pedang Naga Emas sudah lenyap! Aku mencoba menyusun kembali urutan kejadiannya. Pendekar Naga Emas tewas oleh serangan gelap. Orang"orang yang menyusulnya berhenti karena melihat Naga Emas sudah tewas, dan juga mereka semua tewas oleh penyerang gelap yang sama. Aku memeriksa tanah dan jejak -jejak kaki kuda. Kuperkirakan Naga Emas kehilangan kewaspadaannya ketika kaki-kaki kudanya tersandung tali yang tiba-tiba terpentang setinggi lutut kaki kuda itu, sehingga terpelanting dan barangkali bahkan jatuh menindih tubuhnya. Orang-orang yang menyusulnya berhenti dan tanpa kewaspadaan segera mengerumuni jenazah Naga Emas. Sangat mudah bagi para penyerang gelap dengan senjata-senjata rahasia untuk menghukum kelengahan seperti itu. Aku menghela napas. Di sungai telaga dunia persilatan, ternyata kita tidak bisa mengharap semua orang jadi pendekar. (Oo-dwkz-oO) Episode 5: [Para Pendekar Merdeka dan Pertarungan Melawan Suara Seruling] DALAM dunia persilatan terdapat berbacai macam falsafah dan cara berpikir, yang kemudian dilaksanakan sebagai suatu sikap dalam percaturan politik dan perwujudan berbagai jurus ilmu persilatan. Orang-orang awam yang belum pernah melihat atau menyadari kehadiran seorang pendekar pun dalam hidupnya, misalnya, setidaknya pernah mendengar terdapatnya dua golongan besar, yakni golongan hitam dan golongan putih. Keduanya memang selalu berhadapan, karena masing-masing saling menganggap musuh satu sama lain, tanpa harus ada masalah yang menjadi sebab pertentangan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Golongan hitam memang menempuh jalan kehidupan yang kelam. Bagi mereka, mencuri, merampok, membunuh, dan memperkosa sama sekali bukanlah suatu kesalahan. Penipuan, kecurangan, dan kelicikan adalah jalan yang dianggap sahih untuk mencapai kemenangan. Bagi mereka, apa yang dipercaya sebagai salah dan benar nyaris menjadi kebalikan Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dari kepercayaan golongan putih. Ini bisa dilacak dari ilmu silat maupun bentuk persenjataan golongan hitam yang seperti diciptakan hanya untuk menyiksa dan menyakiti. Begitu pula dengan jurus"jurus ilmu s ilatnya yang licik, kejam, langsung, dan mematikan, seperti tidak mengenal seni gerak sama sekali. Dalam persenjataannya pun mereka tidak sungkan untuk menggunakan senjata-senjata rahasia yang licik seperti uap dan bubuk beracun, maupun berbagai jebakan maut yang tidak bisa diduga. Tentu ini sangat berbeda dengan sikap golongan putih, yang menjunjung tinggi segala sesuatu yang mereka anggap luhur dan agung, tetapi yang terhadap golongan hitam suatu pertimbangan kembali tidak pernah dimungkinkan. Bagi golongan putih, dengan atau tanpa masalah, golongan hitam harus dibasmi sampai ke akar"akarnya. Persenjataan dan ilmu silat golongan putih selalu lugas. Senjata mereka adalah senjata yang juga dikenal dalam kehidupan sehari-hari seperti pedang, dan kebanyakan memang pedang, tombak, atau yang agak berbeda sedikit adalah trisula. Sangat berbeda dari golongan hitam yang berbagai bentuk senjatanya seperti karya seni, tetapi mewakili pemikiran untuk membunuh dengan kejam-senjata dan segala jurus ilmu silat golongan putih dikembangkan untuk melumpuhkan, dan hanya jika terpaksa mereka terpaksa menewaskan. Namun perkembangan zaman memperlihatkan bahwa para pendekar golongan putih ini lebih sering membinasakan lawan mereka, daripada melumpuhkannya dan menyerahkan kaum penjahat kepada pengadilan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Telah kusebutkan betapa orang-orang golongan hitam tidak begitu saja bisa dilumpuhkan, apalagi jika mereka kemudian diserahkan kepada orang-orang awam yang ilmu silatnya tidak mengenal tenaga dalam. Munculnya para pendekar di sungai telaga dunia persilatan justru karena ketinggian ilmu silat orang-orang golongan hitam yang semakin sulit diatasi. Demikianlah para pendekar golongan putih mengabdikan dirinya kepada kemanusiaan, membela orang-orang awam yang lemah dan tertindas oleh kezaliman golongan hitam. Namun ternyata dunia persilatan tidaklah begitu hitam dan putih saja adanya, yang ditandai oleh kehadiran para pendekar yang disebut sebagai golongan merdeka. Sebetulnya para pendekar ini tidak akan pernah bisa digolongkan oleh suatu persamaan, karena masing-masing mempunyai sikap yang bebas dan merdeka, sehingga masing-masingnya menjadi begitu berbeda, tidak terikat kepada suatu kebijakan dan kebajikan yang dianut banyak orang. Misalnya saja mereka tidak berasal maupun bergabung dalam suatu perguruan tertentu. Jika sebuah perguruan silat bisa mempunyai murid mulai dari seratus sampai lima ratus orang, maka guru-guru para pendekar merdeka ini lebih sering hanya menerima murid antara satu sampai dua orang-bisa juga sampai tiga orang, tetapi tidak akan lebih dari itu. Kemudian jika murid-muridnya ini kelak mengangkat murid, juga sangat jarang yang akan mengembangkannya menjadi sebuah perguruan silat. Mereka juga hanya akan menerima satu atau dua orang murid, atau kadang-kadang mereka pilih sendiri-tak jarang melalui suatu pengajaran rahasia. Sehingga sangat mungkin bahwa di antara para pendekar golongan merdeka, banyak yang belum pernah bertemu muka dengan gurunya sama sekali-entah karena sang guru memang menghindar untuk bertemu langsung, atau memang sudah mati dan hanya meninggalkan kitab atau gambar-gambar orang bersilat di dinding batu, yang bisa ditemukan dan dipelajari siapa saja yang berminat dan mampu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Seperti yang sering terdengar kisahnya di dunia awam, para pendekar memang sangat mungkin menemukan kitabkitab ilmu silat yang sengaja tidak diwariskan kepada murid tertentu, karena para pendekar ini memang mengerahkan segenap daya hidup untuk mencarinya. Seorang pendekar berkelana, mengembara dari gunung ke gunung, naik turun bukit, lembah, dan jurang untuk mencari ilmu-terutama demi peningkatan ilmu silatnya itu sendiri. Ini membedakan falsafah para pendekar merdeka dari falsafah golongan putih, yang sudah menjadikan pembasmian golongan hitam sebagai pengabdian hidupnya. Aku adalah salah seorang dari mereka yang dahulu mencari ilmu seperti itu, dan karena itu aku tahu betapa sebagian besar dari para pendekar yang disebut merdeka tersebut adalah orang-orang yang sangat mementingkan dirinya sendiri. Merdeka berarti bebas dari segala kewajiban, termasuk kewajiban membasmi kejahatan. Memang ada kalanya mereka menggasak habis orang"orang golongan hitam yang sedang melakukan kejahatan, tetapi berbeda dari para pendekar golongan putih, mereka lebih suka menjauh dari keramaian, mengembara menuruti langkah kaki dan kata hatinya, tidak ingin mencampuri urusan banyak orang. Sebagian besar dari mereka hanya peduli kepada diri mereka sendiri, dan pada umumnya mereka berpendapat semakin tinggi ilmu silat yang mereka miliki, semakin tinggi pula pencapaian mereka akan kesempurnaan dalam hidup. Begitulah, ilmu silat dianggap sebagai ilmu kesempurnaan hidup. Di samping, ketiga golongan yang telah kuceritakan, masih ada satu golongan lagi yang harus kuceritakan, yakni golongan para pendekar bayaran. Namun ini akan kusampaikan nanti, karena aku baru menyadari keberadaanku di tengah mayat-mayat bergelimpangan. (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Siapa yang telah mencuri Pedang Naga Emas" Aku masih tertegun. Menjauhkan diri dari peradaban selama 25 tahun membuat aku kehilangan pedoman untuk menimbang. Siapakah kini para pemeran utama dunia persilatan" Mengapa orang-orang militer terlibat dalam perburuan diriku sampai ke dalam gua" Bagaimana caranya mereka menemukan aku" Siapakah yang kini berkuasa di Yawabumi" Masih adakah kerajaan Sriwijaya yang ketika kutinggalkan telah menampung dan merajakan Balaputradewa di Suwarnadwipa" Bagaimanakah saling berebut pengaruh antara para pendeta Siwa dan Buddha telah mempengaruhi kehidupan awam maupun dunia persilatan" Waktu 25 tahun seperti telah membuat aku kehilangan kekinianku. Aku seperti manusia salah tempat. Bahkan Pendekar Melati yang selalu membuatku terpesona berniat membunuhku. Di antara mayat-mayat bergelimpangan aku menggelenggelengkan kepalaku. Adakah pengaruh umurku yang 100 tahun kepada kerja kepalaku" Aku sangat takut diriku telah menjadi pikun dan kehilangan hubungan dengan dunia nyata sama sekali. Lantas terdengar suara seruling. Hmm. Aku merasa bagaikan ikan yang masuk ke dalam air kembali. Bahaya telah membuat aku berumah, seperti yang semestinya kuhayati di rimba hijau dunia persilatan yang telah lama kutinggalkan. Aku melesat ke atas pohon dan segera terlibat suatu pertarungan dalam pikiran. Ada jurus yang menyerang tubuh, ada jurus yang mempermainkan pikiran, dan ada pula jurus yang mengguncangkan jiwa. Seruling itu mencoba menyerap pikiranku, membuat aku tenggelam dalam nada-nadanya yang penuh kesenduan. Aku pernah mendengar tentang ilmu ini, suatu kemampuan untuk membuat suara bernada untuk menggoncangkan jiwa, dan pada gilirannya mampu membuat TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ nada-nada bagaikan zat padat yang menggasak jasmani manusia-sehingga lawan akan rebah berbuncah darah bagai terpapas senjata tajam ketika lagu seruling itu merambati udara. Ini berarti aku harus bergerak lebih cepat dari suara, masalahnya suara itu sendiri sangat memengaruhi jiwa. Aku harus bergerak lebih cepat menuju ke asal suara, tetapi siapa sudi dikejar untuk dilumpuhkan pula" Ia melesat berkelebat dari pohon ke pohon sembari meniup serulingnya. Seperti menghindar, tetapi suara seruling itu selama masih terdengar adalah serangan melumpuhkan. Aku melesat dan melompatlompat seperti menghindari empasan ombak di pantai setiap kali gelombang suara itu mengepungku. Meminjam udara sebagai penyampai suara, membuat aku harus menandai bagian mana yang tersibak oleh suara seruling itu-suara yang mempunyai ketajaman sebuah pedang mustika. "Huaaahhhh!" Aku berteriak dengan tenaga dalam untuk memukul kembali suara seruling itu. Peniup seruling itu berhasil menghindar, tetapi sebagian pohon-pohon tumbang dan membuat burung-burung beterbangan. Suatu bayangan berkelebat mendekat. Astaga, kini ia langsung menyerangku! Aku bersalto ke atas tiga kali untuk membuat jarak, tetapi ia menjejak pohon dan mengejarku. Aku menggerakkan tangan ke depan, mengeluarkan Jurus Mendorong Angin yang jarang sekali kugunakan. Ia terlontar kembali ke bawah, kulihat sebatang seruling bambu melayang pelan di udara. Aku menarik nafas, tubuhku menjadi sangat ringan dan tidak segera kembali turun ke bumi, sehingga bisa kuraih seruling itu dan meniupnya sembari turun perlahan-lahan. Kutiupkan lagu sendu yang sama dan peniup seruling yang terkapar itu kini berurai airmata. Senjata makan tuan! Dengan Jurus Bayangan Cermin aku akan selalu membuat setiap ilmu yang digunakan untuk menyerangku berbalik ke arah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pemiliknya sendiri. Aku turun seperti dewa dari langit yang meniup seruling. Airmatanya berderai dan mulutnya bersimbah darah. Aku telah mengenainya dengan telak. Ia akan menambah jumlah mayat yang bergelimpangan. Masih kupegang serulingnya ketika aku mendekatinya. "Engkau akan segera mati," kataku, "katakanlah sesuatu untuk mengurangi dosa-dosamu." Napasnya tinggal satu-satu. Ia menggeleng dengan lemah. Apakah maksudnya dia tidak beragama" Atau agamanya tiada mengenal pengertian dosa" Di Y awabumi pada masaku, terlalu banyak orang menerima ajaran Siwa maupun Buddha Mahayana secara bersama. Jika dilepaskannya Siwa dan diterimanya Buddha belum tentu ia meninggalkan Siwa sama sekali. Apalagi jika terlanjur diterimanya pemahaman tentang kekuasaan Siwa yang matanya seluas langit yang membungkus dunia. Di Y awabumi, agama-agama yang datang diterima sebagai tamu yang dihormati. Diterima dengan penghargaan, tetapi dimanfaatkan hanya sejauh iman mereka semula memberikan tempatnya. Sehingga tidak pernah bisa dikatakan, orang-orang Yawabumi sebetulnya beragama apa. "Katakanlah sesuatu yang menjelaskan kenapa aku "Katakanlah sesuatu yang menjelaskan kenapa aku diburu!" Umurku memang 100 tahun, tetapi aku bukan seorang pendeta yang bijak dan sabar, lagipula meski berumur 100 tahun, semangat perlawananku akan tersulut dalam penindasan. Matanya menatapku dengan kosong. Ia sudah tidak bernyawa lagi. Kuperhatikan dandanannya yang mewah. Ia tampak kaya dan hidup berkecukupan. Busana memang busana persilatan yang disiapkan untuk bertarung, tetapi bahan kain dan tenunannya yang halus menyatakan cita rasa tinggi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ia mengenakan gelang manik-manik, kalung perak, cincin emas, dan di balik bajunya terdapat kantong berisi banyak uang logam. Rambutnya yang panjang terikat dengan ikatrambut yang disulam dengan indah. Perutnya kulihat penuh lemak, tanda makanan yang memasukinya selalu mewah dan banyak. Bahkan kantong serulingnya dari kulit ular yang disamak dengan mutu tinggi. Mengapa seseorang yang berharta menempuh bahaya untuk memburuku" Aku tidak punya uang sepeser pun, jadi kuambil kantong uangnya. Dia bermaksud membunuhku bukan" Aku memerlukan uang itu jika aku memasuki peradabankarena roda peradaban, termasuk diriku di dalamnya, tidak pernah akan bisa berjalan tanpa kehadiram uang. Waktu aku mengambil pundi-pundi kulit itu, sebuah lembaran daun tal ikut tertarik keluar. Mungkinkah bisa kuketahui sesuatu dari daun tal yang disebut kara s setelah siap menjadi bahan untuk ditulisi ini" Aku terperanjat ketika menengoknya. Terdapat gambar diriku di situ. Lengkap dari kepala sampai ujung kaki. Aku tampak seperti orang sadhu, hanya berkancut dan berambut gimbal. Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Gambar itu sangat kasar dalam goresan pengutik yang disebut tanah, tetapi sangat mirip. Di bawahnya terdapat tulisan dengan huruf dan bahasa Kawi. Pendekar Tanpa Nama Pengkhianat Negara 10.000 keping emas Jika berhasil membunuhnya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Dadaku bergetar karena menahan amarah, tetapi kepalaku berdenyut karena pusing dengan ketidak jelasan yang mengharubiru. Jadi yang tewas ditanganku ini adalah seorang tikshna, seorang pembunuh bayaran-yang kali ini memburu hadiah besar. Dengan 1.000 keping emas saja dengan ukuran Yawabumi yang sederhana, seseorang bisa hidup mewah semewah-mewahnya selama satu tahun, apalagi dengan 10.000 keping emas. Siapa kiranya yang tidak akan tertarik mendapatkannya" Kuingat serangan Pendekar Me lati. Apakah ia juga memburuku karena uang" Di antara para pendekar merdeka, Pendekar Melati sangat akrab dan dihormati golongan putih, artinya pemikiran perempuan pendekar itu akan sama: tidak akan menggunakan ilmu silatnya demi uang. Lebih tepat jika ia memburuku karena percaya aku memang seorang pengkhianat negara. Semua peristiwa ini berhubungan dengan apa" Adakah hubungannya dengan hilangnya Pedang Naga Emas" Secara keseluruhan aku menghilang dari dunia persilatan selama 50 tahun. Pada 25 tahun pertama aku menghilang dengan cara melebur dalam kehidupan sehari"hari, dan itu berarti aku berada dalam sebuah wilayah bernama negara. Aku tidak bisa mengingat sesuatu pun dari masa itu yang bersangkut paut dengan negara, juga tidak dari masa sebelumnya, ketika aku masih malang melintang di dunia persilatan. Ataukah hubungannya terletak pada 25 tahun yang kedua, ketika aku mengundurkan diri sama sekali dari peradaban, dan tidak mengetahui perkembangan apa pun tentang negara" Dua puluh lima tahun bukanlah masa yang singkat. Umurku sudah 100 tahun tetapi pengetahuanku tentang negara pada masa 25 tahun terakhir seperti bayi yang baru lahir. Aku memulainya dari kekosongan. Mengisinya dengan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pengetahuan. Tidak akan mudah bagiku dengan daya tangkap usia 100 tahun. Kuambil pundi-pundi kulit dan gambarku itu. Namun lantas kebingungan untuk menyimpannya, karena bukankah aku hanya mengenakan kancut" Aku melihat ke sekeliling. Mayat-mayat bergelimpangan. Kuda-kuda juga bergelimpangan sebagian dan sebagian lagi mencari rumput. Mereka tidak memerlukan pakaian lagi. Jika gambarku sebagai orang sadhu sudah beredar ke mana-mana, aku harus mengubah penampilanku. Aku harus menyamar. Maka aku pun mengambil berbagai potong pakaian itu dari sana-sini di antara mayat-mayat bergelimpangan itu dan memilih seekor kuda. Betapapun aku harus menghindar untuk dikenali sebagai diriku maupun sebagai orang lain. Aku pernah gagal dalam penyamaran dalam 25 tahun pertama pengunduran diriku. Kini hal itu tidak boleh terjadi lagi. (Oo-dwkz-oO) Episode 6: [Menggugat Pembebasan Tanah; Menguping Perbincangan; dan Membuntuti Pelempar Pisau Terbang] AKU belum memutuskan akan menyamar sebagai apa, tetapi penampilanku sudah berubah ketika berada dalam sebuah kedai di jalan raya yang menuju ke kotaraja. Orang tidak akan me lihat aku sebagai orang sadhu yang hanya berkancut dan berambut gimbal. Rambutku yang sudah memutih kucuci bersih dengan perasan daun lidah buaya di bawah sebuah air terjun, lantas setelah kusemir menjadi hitam mengkilat berkat ramuan berbagai tumbuhan tertentu, kemudian kugelung dengan sangat rapi. Aku akan tampak sama dan tersamar, karena tidak akan pernah terlihat TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mencolok-aku tampak sama saja seperti semua orang lain. Memang aku sudah berumur 100 tahun dan hidup dalam gua selama 25 tahun terakhir, tetapi itu tidak berarti aku terlihat begitu kurus kering dan tanpa daya. Tentu saja aku tetap tampak seperti orang tua, tetapi tidaklah terlalu tua dan renta sehingga akan menjadi aneh jika terlihat menunggang kuda. Kedai itu menjadi tempat persinggahan orang-orang yang melakukan perjalanan ke luar maupun menuju ke dalam kota. Aku datang seolah-olah akan menuju kota dan singgah untuk makan dan minum. Di luar banyak kuda, berarti banyak pula yang sudah ada di dalam. Kedai itu berada di dekat sebuah pemukiman yang hanya terdiri dari beberapa gubuk. Aku tahu itulah gubuk tempat berjudi maupun pelacuran. Tidak seorang pun memperhatikan aku masuk, karena perhatian mereka tertuju kepada seseorang yang sedang berbicara dalam kerumunan. "Berpihak kepada siapakah Rakai Kayuwangi sekarang" Samarattungga telah membangun candi Mahayana termegah di seantero jagad, Kamulan Bhumisambhara, yang berdiri di atas pembebasan tanah nenek moyang kami di desa Tepusan, Mantyasih, dan Pamandayan. Bukan hanya tiga desa yang dibebaskan, melainkan 24 desa, lengkap dengan sawahnya, demi pemenuhan lingkungan berkiblat delapan. ''Tapi bagaimana nasib mereka kemudian" Semenjak Jatiningrat menikmati kekayaan Pramodawardhani, bukan hanya kaum Brahmana menguasai jaringan istana kembali, tetapi juga fitnah dilancarkan kepada segenap ajaran Tantrayana, yang dituduh sebagai aliran sesat! Bukankah Rakai Kayuwangi itu Dyah Lokapala yang beribu Pramodawardhani dan berkakek Samarattungga yang telah menirwanakan bumi bagi para pendeta Buddha" Mengapa dia biarkan kami semua tertindas oleh para penjahat Siwa?" Terdengar gumam panjang. Kemudian seseorang berkata. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Hati-hati bicara, yang menganut Siwa tiada kurang yang berbudaya." "Apakah kamu sendiri memeluk Siwa?" "Bukan, aku pengikut Wisnu, tetapi keluargaku dahulu semuanya memeluk Siwa, dan telah merelakan tanahnya demi candi Buddha bertingkat sepuluh itu." "Dan bukankah tanahmu tidak diganti?" "Memang tidak, tetapi kami semua tercatat sebagai saksi dalam prasasti, dan penghargaan semacam itu lebih dari cukup bagi kami." "Lantas kalian semua tinggal di mana?" "Keluarga kami boleh membuka hutan di mana saja yang berada di bawah kekuasaan wangsa Syailendra, tetapi orang tuaku mengikuti Ba laputradewa ke Suwarnadwipa." "Itu berarti kalian menjadi orang-orang terusir! Mengapa kalian terima saja Brahmana Jatiningrat itu menginjak kepala kalian?" "Jangan berkata seperti itu, Jatiningrat telah membela kepentingan Pramodawardhani dari nafsu berkuasa Balaputradewa. Putri raja lebih berhak atas singgasana daripada saudara muda raja bukan?" "Ya, tetapi siapa kemudian yang bercokol di istana?" "Itu sudah lama berlalu. K ini Lokapala yang Buddha berkuasa, apa salahnya?" "Ia masih penguasa wilayah yang sama. T anah kami harus diganti!" "Tidakkah rakyat itu bahkan nyawanya milik raja?" "Kalau cara berpikir kamu seperti itu, jangan pernah mengaku Buddha, bahkan jangan mengaku beragama!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Perdebatan masih berlangsung, tetapi orang-orang mulai bosan, atau kelaparan, dan kembali ke mejanya masingmasing untuk memesan makanan. Arak mulai diedarkan. Perjudian masih berlangsung seru. Rombongan penari topeng yang baru tiba di luar kedai menandak"nandak. Seorang perempuan pelayan yang kukira merangkap pelacur datang ke mejaku dengan secawan arak. Ia tersenyum menggoda, tetapi kepalaku masih memikirkan perdebatan tadi. Aku juga pernah membaca prasasti Sri Kahulunan yang merupakan gelar permaisuri, dan diresmikan tahun 842 tersebut. Dalam prasasti itu tertulis persumpahan perihal pembebasan tanah. Malah aku masih ingat terletak di baris 26-33. seperti halnya dengan telur, jika telah dirusak tidak lagi dapat menetas, demikian pula siapa merusak batu ini. ia akan musnah. jika masuk hutan, semoga ditelan harimau jika berjalan di ladang, semoga digigit ular jika ke sungai, semoga dimakan buaya demikianlah, semoga musnah barang siapa yang berani merusak tanah Sri Kahuluna Setiap kiblat dari kiblat delapan itu terdiri dari tiga desa, maka jumlah seluruh desa yang dibebaskan memang jadi 24, yang terbagi menjadi tiga lapis. Di pusat lapisan itulah terdapat desa Mantyasih. Berdasarkan lapisan ini bisa TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ diurutkan ke arah selatan terdapatnya desa Pamandayan, Tepusan, yang berakhir di Teru. Semuanya di daerah Kedu. Dengan persumpahan ini, semuanya menjadi tanah perdikan Sri Kahulunan yang disebut Kamulan. Tepatnya menjadi sima atau tanah perdikan candi, karena memang untuk mendirikan candi jinalaya, candi untuk memuliakan nenek moyang-dalam hal ini menuju kebuddhaan. Melihat kepentingannya, yakni demi keluarga raja, sebenarnya adalah rakyat yang dianggap memberikan hadiah tanah kepada raja. Atas pemahaman ini, sesusai dengan tatatertib, rakyat yang tanahnya terbebaskan itu akan hadir sebagai saksi peresmian prasasti. Ada kalanya bahkan nama-nama mereka disebutkan dalam prasasti tersebut. Dalam prasasti Sri Kahulunan juga banyak nama rakyat, di antaranya pembesar desa, Mudra, dan istrinya yang bernama Widya. Namun pembebasan tanah juga bukanlah sekadar pemberian hadiah dari rakyat, melainkan juga pengorbanan, karena tanah ini sangat mungkin sudah menjadi sawah kanayakan, sawah wikenas atau sawah para petugas, maupun ladang para kawula. Disebutkan bahwa mereka menerima hadiah yang berbeda-beda. Artinya bisa juga ada yang mendapatkan ganti tanah dan ada yang tidak. Sehingga masih menimbulkan masalah puluhan tahun kemudian, seperti yang baru saja kudengar di kedai ini. Benarkah karena perbedaan agama" Aku selalu berpendapat perbedaan agama bukan alasan timbulnya perpecahan. Adalah persaingan kekuasaan, yang memanfaatkan segala perbedaan, termasuk agama, yang justru menghendaki perpecahan tersebut. Dengan terdapatnya perpecahan, suatu bangsa menjadi rapuh, dan mereka yang berkepentingan dengan keadaan ini akan mudah merebut kekuasaan. Aku menengok sekeliling. Mereka yang singgah untuk minum tampak seperti rombongan pedagang. Di luar memang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tampak sejumlah gerobak sapi yang berisi barang"barang dagangan yang diturunkan kapal-kapal dari pantai utara Yawabumi. Selain pedagang, tampak pula para pengawal bersenjata yang memang selalu mengiringi konvoi gerobak pengangkut barang. Di berbagai sudut, duduk sendirian, tampak seperti pengantar surat, peziarah, atau juga yang tidak jelas pekerjaannya seperti aku. Kusapu mereka sekilas dengan pertanyaan dalam kepala: Seberapa jauh mereka semua berpikir tentang agama" Bahkan sebelum aku menghilang dari dunia ramai, agama Siwa dan Buddha hidup berdampingan. Meskipun agama Buddha terlahirkan dalam ketidak puasan Siddharta Gotama terhadap agama Hindu di India, kesepakatan Sang Buddha terhadap Hindu itu sendiri jauh lebih banyak daripada ketidak sepakatannya. Di Yawabumi pada zamanku, pedanda Siwa maupun pedanda Buddha bahkan bisa menghadiri upacara yang sama, karena keduanya mendapat tempat dalam pengaturan kepangkatan istana di berbagai kerajaan. Maka mengatasnamakan agama sebagai pembenaran atas perpecahan membuat darahku naik karena mencium kejahatan yang dilahirkan oleh kebodohan. Dengan ketajaman pendengaran, kuikuti percakapan serombongan orang di seberang mejaku yang sejak tadi kucurigai karena selalu berbisik-bisik. "Sulit sekali me lacak jejak Pendekar Tanpa Nama itu sekarang! Itulah akibatnya kalau tidak langsung bisa membunuhnya! Semua orang tidak percaya kalau dia begitu sakti! 'Orang berumur seratus tahun mana bisa bertarung', kata mereka. Sekarang mereka rasakan akibatnya..." Aku terkesiap mendengar diriku disebut-sebut. "Aku tidak mengerti, kenapa penguasaan Jurus Tanpa Bentuk itu yang harus membuat Pendekar Tanpa Nama itu Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dicurigai..." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kutajamkan pendengaranku. Dicurigai" "Dicurigai" Sudah pasti dia yang menyebarkan ajaran rahasia itu!" Ajaran rahasia" "Gambarnya sudah disebarkan di antara para pembunuh bayaran, setelah pasukan pengawal istana gagal membunuhnya. Pendekar Melati bahkan terbujuk untuk mencarinya setelah mendengar berita bahwa Pendekar Tanpa Nama membunuh putrinya. Padahal Pendekar Tanpa Nama itu sudah menghilang selama 25 tahun, sebetulnya bahkan sudah 50 tahun ia mengundurkan dari dunia persilatan." "Menghilang" Itu bisa berarti dia selalu bergerak secara tersembunyi!" "Hmm. Itu memang bukan tidak mungkin. T api... Aaaakkh!" Sebilah pisau terbang telah menembus tengkuknya. Ia ambruk ke depan dan wajahnya masuk ke mangkok bubur sumsum yang sedang disantapnya. Bubur sumsum yang putih itu langsung berubah merah karena darah. Aku sebetulnya melihat pisau itu me luncur, tetapi aku merasa sebaiknya tidak melibatkan diri jika ingin melihat peta masalahnya terangkat ke permukaan. Tentu aku juga seharusnya memaksa salah seorang dari antara yang berbisikbisik itu untuk bicara-tetapi aku khawatir apa yang dikatakannya justru akan menyesatkan, karena rupa"rupanya semua orang tidak tahu semua hal. Orang-orang di meja seberang itu segera melejit ke atas, tetapi pelempar pisau terbang itu menyambutnya dengan selusin lagi pisau terbang yang melesat sangat cepat. Mereka semua tiba kembali di bumi sebagai mayat, masing-masing dengan dua pisau di tubuhnya. Kejadian itu berlangsung sangat cepat. Bagi orang-orang yang berada di kedai bahkan tidak bisa diikuti oleh mata. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Hanya angin berkesiur dan kelebat bayangan yang mereka rasakan. Hanya bubur sumsum yang telah menjadi merah, dan mayat bergelimpangan. Para perempuan pelayan yang sudah jelas merangkap pelacur menjerit -jerit. Aku merasa tidak ada gunanya berlama-lama di tempat itu. (Oo-dwkz-oO) Kubuntuti pelempar pisau terbang yang sejak aku masuk kedai sudah kuketahui menempel di langit-langit dengan ilmu cicak. Berbeda dengan ilmu cicak yang sudah kukenal, yang menempel kali ini adalah punggungnya, sehingga ia bebas melempar pisau terbang yang memenuhi pinggangnya. Ketika melayang turun ia mengulang lagi pelemparan pisaunya. Jadi setiap orang mendapatkan dua pisau berlambang bunga keemasan pada gagangnya. Ia sangat lincah. Kudanya berderap melaju di antara pohon-pohon dalam hutan menuju ke arah Mantyasih. Aku mengikutinya sembari melompat dari pohon ke pohon. Beberapa kali ia berbalik menoleh ke arahku, tetapi ia hanya akan merasa seperti melihat sesuatu. Hanya seperti. Sementara bagiku membunuhnya pun seperti membalik telapak tangan. Sembari membuntutinya aku berpikir tentang diriku yang hampir terus menerus jadi sasaran pembunuhan. Apa hubungan Jurus T anpa Bentuk dengan semua ini" Apa hubungannya dengan ajaran rahasia" T eringat sebuah kutipan dari Sang Hyang Kamahayanan Mantranaya. janganlah mengajarkan Sang Hyang Vajra, Gantra, dan Mudra ini kepada mereka yang belum melihat mandala kepada mereka yang belum mengalami pembayatan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ajaran ini harus dirahasiakan Inilah kesulitannya dengan Buddha, yang ajarannya semula penuh dengan kesederhanaan, karena setelah Buddha meninggal ternyata mengalami perumitan kembali. Tantrayana, misalnya, segenap ajarannya tergantung dari keberadaan seorang guru. Jika tidak, ayat apa pun akan menjadi membingungkan, dan mudah ditafsirkan dengan sangat keliru. Aku pernah mendengar, sebelum meninggal, di ranjangnya Buddha bersabda, "Sama sekali tidak ada yang kurahasiakan." Kini Buddha tersebar dengan begitu banyak aliran, tetapi adalah ke Yawabumi para rohaniwan dari Tiongkok mempelajari Buddha yang disebut murni kepada Jnanabhadra. Itu terjadi pada tahun 665. Hmm. Apakah yang masih bisa murni di dunia ini sebenarnya" Aku melesat di balik dedaunan membuntutinya. Ketika ia keluar dari hutan dan melaju di jalan masuk ke kota, aku berlindung sebagai bayangan di balik bayangan kudanya, yang memanjang dalam sorotan cahaya matahari dari s isi barat. Siapakah pelempar pisau terbang ini" Sudah jelas ia berkepentingan agar perbincangan orang-orang yang dibunuhnya berhenti. Perbincangan itu harus berhenti karena di dalamnya mungkin terdapat penjelasan yang terlarang untuk dibicarakan bersama maupun diketahui orang lain. Masalahnya, apakah penjelasan itu sudah terkatakan atau masih akan dikatakannya sehingga sebilah pisau terbang harus membungkamnya" Dalam hubungannya dengan diriku, Jurus Tanpa Bentuk dihubungkan dengan suatu ajaran rahasia. Mungkin ini disebabkan karena tiada seorang pun di dunia ini bisa mempelajarinya melalui cara-cara yang biasa. Apakah itu sebuah kitab, maupun seorang guru. Aku pun mendapatkannya melalui olah pemikiran, seperti tidak ada Banjir Darah Bojong Gading 2 Dewa Arak 32 Algojo-algojo Bukit Larangan Pedang Pusaka Dewi Kahyangan 2

Cari Blog Ini