Ceritasilat Novel Online

Jurus Tanpa Bentuk 13

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 13 menguraikan pembangunan lingga oleh Sanjaya di atas gunung, pada 2-4 memuat pujaan kepada Siva, pada 5 memuat pujaan kepada Brahma, pada 6 adalah pujaan kepada Visnu, pada 7 menguraikan suburnya pulau Jawa yang kaya akan tambang emas dan menghasilkan padi, tempat didirikannya candi Siva dari Kunjarakunjadesa demi kebahagiaan khalayak. Pada 8-9 menguraikan bahwa pulau Jawa diperintah oleh raja Sanna yang sangat bijaksana, adil tindakannya, perwira dalam peperangan, dan bermurah hati kepada rakyat. Ketika Sanna meninggal dunia, negara berkabung, sedih kehilangan pelindung. Pada 10-11 menguraikan tentang pengganti Sanna, yakni puteranya, raja Sanjaya, yang dikiaskan sebagai matahari. Sanjaya tidak menerima kekuasaan langsung dari Sanna, melainkan dari kakak perempuannya. Pada 12 menguraikan kesejahteraan, keamanan, dan ketenteraman negara. Rakyat dapat tidur di tengah jalan, tidak usah takut akan pencuri dan penyamun, sehingga rakyat hidup serba senang. Dengan sedikit pengetahuan seperti itu, apa yang dapat kukaji dari pengalaman Campaka" (Oo-dwkz-oO) Episode 74: [Dua Igama Seribu Aliran] Campaka pergi keluar sebentar karena pendapatnya diperlukan. Apakah yang sedang berlangsung di TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Yavabhumipala" Kehidupanku sebagai orang persilatan tidak memberi terlalu banyak kesempatan untuk mempelajari dan memahami cara-cara permainan kekuasaan. Namun kini aku sedang bebas dari perhatianku kepada Campaka. Jadi aku mencoba mengkaji sesuatu. Aku berada di tahun 796 dan kisah Campaka berlangsung tahun 786. Selama itu Mataram berada di bawah pemerintahan Rakai Panunggalan yang menggantikan Rakai Panamkaran pada 794. Apakah yang dapat kuketahui jika mempertimbangkan kedua sosok itu" Sejauh kuketahui seperti yang kudengar di sebuah kedai tentang sebuah prasasti di Kalasa yang dibuat tahun 778, disebutkan bahwa Panamkaran sebagai pengganti Sanjaya harus membantu maharaja Sailendra dalam pembangunan candi untuk memuja Dewi Tara. Adapun caranya adalah menyerahkan desa Kalasa itu kepada samgha.1) Apakah ini berarti Panamkaran telah berganti igama, dari pemeluk Siva menjadi Mahayana" Ada yang mengatakan, hal itu dilakukan atas perintah ayahnya, yakni Sanjaya. Mengapakah hal itu harus dilakukan" Dari kedai ke kedai, pernah kudengar bahwa wangsa Sailendra adalah bangsa asing dari Jambhudvipa yang merebut kekuasaan dan pemerintahan negara. Sanjaya telah menetapkan Siva sebagai igama negara, sedangkan wangsa Sailendra menetapkan Mahayana ADAPUN Panamkaran, sebagai putra Sanjaya, mungkin sekali seorang penganut Siva. Ketika ayahnya memerintahkan pembangunan prasasti di Canggal pada tahun 732 dulu, usia Panamkaran mungkin baru 15 tahun. Namun pada saat berkuasa, benarkah tiada sesuatu yang tak dapat dilakukannya untuk melawan kekuasaan wangsa Sailendra itu" Meskipun puteranya, Rakai Panunggalan lahir dari seorang putri Sailendra, dan langsung dianggap memeluk Buddha, apakah keberigama-annya dalam permainan kekuasaan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dijalankan dengan rela" Perlawanan, tidakkah juga akan ditularkan Panunggalan ke mana-mana, termasuk kelak mengamanatkannya secara turun temurun kepada para penggantinya" Namun jika seorang raja boleh dianggap tunduk, apakah juga berarti seluruh anggota keluarga istana, apalagi para pejabat pemerintahan, yang jika tidak terlalu peduli dengan kedaulatan negara, setidaknya akan peduli kepada jabatannya sendiri, juga dengan suka rela akan tunduk" Itulah pertanyaannya: Tidak adakah sesuatu di luar prasasti" Tidak adakah sesuatu sama sekali di luar kata-kata tertulis" Bahkan, akhirnya, benarkah tidak ada sesuatu lagi di luar kata-kata, dengan apa pun yang dapat dikatakannya" Dunia tidaklah selalu tenang dan tenteram seperti tampaknya. Mataram dahulu tenang dengan satu igama tetapi banyak dewa, meski kemudian adalah Siva yang lebih sering tersebutkan namanya; tetapi kini terdapat agama lainnya, dengan satu Buddha, yang tetap saja beragam alirannya, meski takberlawanan, yang kemudian menggaungkan Mahayana sebagai yang terbanyak pengikutnya. Sepertinya hanya dua yang terbesar, tetapi di bawah permukaannya berbagai aliran kepercayaan mendapatkan pengikutnya, dan jumlah para pengikut ini tidaklah dapat dikatakan sedikit, sehingga secara keseluruhan jumlah penganut aliran di luar Siva dan Mahayana itu besar juga jumlahnya. Tentu dunia tidaklah selalu tenang dan tenteram seperti tampaknya, karena di antara hiruk pikuk atas kepercayaan tentang adanya dunia di luar sana, mereka takjarang saling mengatakan kepercayaan yang lain adalah sesat, dengan berbagai sebutan seperti v idharma, upadharma, apatha, vipatha, dan mithyadusti; di samping tiada kurang-kurangnya yang saling menggabungkan berbagai bentuk aliran kepercayaan ini, tak hanya dua menjadi satu, tetapi bisa tiga, empat, atau lima menjadi satu untuk kemudian terpecah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menjadi berbagai sempalan baru lagi; bukan takmungkin pula dengan Siva atau Mahayana di dalamnya. Keadaan macam ini sudah lama berlangsung di Jambhudvipa, dan ketika tiba di kawasan Suvarnadvipa, berbagai macam aliran kepercayaan yang sudah dianut penduduk Suvarnabhumi dan Javadvipa semakin meramaikan keberagaman maupun peleburannya. Aku tercenung mengingat kerancuan antara pengakuan manusia atas keberadaan suatu kekuasaan di luar dirinya, dengan tindak penguasaannya sendiri yang mengatas namakan kekuasaan di luar dirinya tersebut. Apa yang dialami Rakai Panamkaran menjelaskan kerancuan tersebut. Namun cerita tentang wangsa Sailendra yang datang dari seberang lautan meragukan diriku. Ini penafsiran dari orang-orang yang membual di kedai untuk mengisi waktu luang dalam kelelahan perjalanan. Berarti latar belakang pengetahuanku untuk menafsirkan cerita Campaka itu sangat terbatas. Meski begitu tidak akan terlalu salah jika kukatakan, bahwa perangkat keagamaan seperti tanah yang dibebaskan dari pajak demi kepentingan igama itu, telah menjadi sarana pertentangan, juga atas nama igama tersebut. Maka, tentang Rakai Panunggalan, yang hanya kuketahui sebagai keturunan langsung Sanjaya, dan karena itu berhak atas gelar maharaja, kuyakini kerumitannya menghadapi permainan kekuasaan di istana, ketika di samping masingmasing kelompok mengatas namakan igama untuk mempertegas kekuasaannya, terdapat pula berbagai kelompok yang hanya memanfaatkan pertentangan ini demi kepentingannya sendiri. Secara garis besar, meski telah kukatakan aku tak yakin betapa wangsa Sailendra itu berasa l dari seberang lautan, harus kukatakan bahwa keberadaannya sebagai wangsa adalah nyata. Akan kuketahui kemudian, bahwa di sinilah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ternyata hubungan dengan Sriv ijaya berperan. Barulah akan menjadi jelas bagiku nanti mengapa terdapat sikap mendua terhadap kedatuan Sriv ijaya pada orang-orang Mataram, bahwa sebagian memusuhi dan sebagian yang lain menganggapnya kawan. Di daerah-daerah mana para raja Sailendra dan maharaja itu berkuasa, tidaklah kuketahui dengan pasti, tetapi aku mendengar perbincangan di berbagai kedai itu, bahwa para raja Sailendra karena hubungan persahabatan dengan Srivijaya, dan kelak kekuasaannya atas kedatuan tersebut, berhasil mendapat kedudukan lebih terkemuka di Javadvipa, daripada raja-raja garis keturunan Sanjaya yang lebih tua. Bukan hanya para raja Sailendra sangat menggebu dalam kegiatan igama, terutama pembangunan candi-candi, tetapi dukungan Sriv ijaya dengan segenap kekayaan telah berperan sangat menentukan.9) "Apalagi raja-raja yang memeluk Siva selalu bersedia memberikan tanah yang sangat diperlukan untuk pembangunan candi-candi itu," kuingat seseorang berpendapat waktu itu, yang ternyata kemudian disanggah "Jangan terlalu percaya dengan para juru warta yang membawa gong ke mana-mana menyampaikan warta istana. Tidak ada ceritanya raja me- nyerahkan tanah untuk igama berbeda, biarpun atas perintah maharaja." Aku masih teringat adegan itu. Jangan menganggap rakyat yang buta huruf tidak bisa berpikir. Betapapun rakyat juga mempunyai otak. Bila kuingat gambar-gambar pahatan di lantai terbawah candi besar yang mengungkapkan kehidupan sehari-hari rakyat sebagai orang biasa itu, maka kusaksikan sebenarnya kemampuan mata yang melihat, seperti mata ketiga di dahi Buddha yang menembus segala rahasia. Tidakkah sejarah sebenarnya memang digerakkan oleh rakyat, meski yang tercatat hanya nama-nama para pemimpin" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Ya, jangan terlalu mudah percaya, siapa pun dia yang berbicara mewakili kepentingan suatu kuasa. Apakah itu pejabat istana maupun pemuka igama, apalagi yang lebih sibuk dengan urusan dunia." Kemudian tiba-tiba saja Campaka muncul kembali di pintu. Telah kuketahui bagaimana ia bertarung untuk mengukur kemajuannya dalam sepuluh tahun, tetapi tak kusangka bahwa langkahnya telah menjadi begitu ringan sampai takkuketahui kedatangannya di depan pintu. Meski aku telah tenggelam begitu rupa di dalam pikiranku, aku seharusnyalah mendengar langkah-langkah itu. Namun terbukti aku tidak mendengarnya! Siapakah yang telah menjadi gurunya" NAMUN ia masih harus menceritakan kembali kisah yang telah disampaikan Naru. Kusampaikan kembali seperti telah disampaikan Campaka kepadaku, tetapi dengan cara seperti juru cerita menceritakan tokoh-tokoh, tanpa dirinya terlibat sama sekali dalam peristiwa sepuluh tahun lalu itu. Orang-orang tercekat. Peristiwa itu berlangsung terlalu cepat. Sebuah bayangan berkelebat ke arah remaja tanpa nama yang kesaktiannya sama sekali takterduga itu, melebihi pendekar manapun yang sepak terjangnya telah mereka saksikan. Mereka kemudian hanya sempat melihat remaja tanpa nama itu mencabut kedua pedang dari punggungnya, tetapi setelah itu hanya bayangan berkelebat yang terlihat, karena kecepatan pertarungan dalam hujan yang tidak bisa diikuti oleh mata. Hanya terdengar desis dan jeritan kera mencerecek, taklama, karena lantas terdengar jeritan. Disusul bunyi cebur. Baru kemudian terlihat remaja takbernama itu di tepi perahu tambang, mengamati air sambil masih memegang kedua pedangnya, hanya sebentar, karena dari dalam air kemudian menguak bayangan berkelebat, dan menarik remaja itu ke dalam air. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Mereka hanya mendengar suara cebur, kemungkinan karena tubuh yang menyambar dan tubuh yang disambar masuk ke dalam air. Setelah itu hanya terdengar kesunyian malam pada sebuah rakit yang terseret arus ke dalam kegelapan. Di atas perahu tambang yang sesak dengan lima pedati adalah para mabhasana dan dua tukang tambang, Radri dan Sonta. Kedua tukang tambang ini, karena pengalaman kerjanya di sepanjang sungai, lengkap dengan bentrokan mereka ketika harus melindungi penyewa perahu tambangnya dari penjarahan para penyamun, segera tahu apa yang telah terjadi. "Kami tak dapat melihatnya, tetapi jelas remaja tanpa nama itu telah diserang Si Kera Gila," ujar Sonta. "Bagaimana kalian mengetahuinya" Tidak ada yang dapat kami lihat sama sekali." "Kukenal cerecek dan jeritan kera dalam permainan ilmu silatnya yang sungguh gila." "Tetapi remaja tanpa nama itu tinggi sekali ilmu s ilatnya." Menghadapi Si Kera Gila, ilmu silat saja takcukup, karena Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kera Gila terlalu licik dan berbahaya.i Mereka terdiam. Sadar telah kehilangan seseorang yang semula sangat dan memang bisa diandalkan. Ia memainkan dua pedang di tangannya dengan sangat indah, hanya untuk sejenak, karena untuk selanjutnya seluruh gerakannya taklagi dapat dilihat dengan mata telanjang. Arus menyeret perahu tambang. Hujan akhirnya berhenti. Para mabhasana yang basah kuyup dan lelah, menggigil tubuhnya karena kedinginan dan ketakutan. Radri dan Sonta dengan sekuat tenaga menjaga arah perahu, dua galah mereka setengah mati bertahan agar perahu takberbalik dengan muatan seperti ini. Memang perahu tidak terbalik, tetapi perahu berputar-putar seperti ada yang mempermainkannya. Arus bergema dalam kegelapan malam. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Betapa berat urusan mengantarkan barang-barang untuk upacara penyerahan simaO "Radri! T ahan di depan!" Sonta berteriak dari belakang. Kedua tukang tambang berhasil menghentikan perputaran, sehingga perahu meluncur lurus, tetapi memang menjadi lebih cepat. Kini mereka harus berusaha memperlambat kecepatan, karena jika sempat bagian depan perahu menyelusup ke bawah permukaan air, lantai perahu akan miring ke depan, dan segenap pedati dengan isinya itu akan tenggelam ke dasar sungai. "Tenanglah Bapak, setelah jeram satu ini, sungai akan tenang kembali," ujar Radri, yang di antara kilat halilintar, sempat melihat betapa para mabhasana wajahnya pucat pasi. "Kami percaya kepada kalian, Radri dan Sonta, tetapi masih jauhkah pelabuhan sungai tempat dari mana kita akan menuju ke Ratawun?" "Di depan kelokan itu Bapak, tenanglah, wilayah ini berada dalam kekuasaan kami!" Naru tertegun. Cara Radri mengucapkan kata kekuasaan kami itu tidak seperti ucapan seorang tukang perahu tambang yang lugu. Namun sejak awal sebenarnya Naru sudah tercengang melihat keberanian Radri dan Sonta ketika menghadapi Gerombolan Kera Gila. Meskipun jurus-jurus yang memanfaatkan galah dan dayung merupakan keterampilan bela diri yang umum di antara para tukang perahu di sepanjang sungai, karena di sekitar pelabuhan memang selalu ada perompak sungai mengincar barang-barang dagangan, Naru melihat keberanian dan keterampilan mereka lebih dari biasa. Keduanya selalu tahu arah serangan para perompak itu, tempat mereka selalu dapat melumpuhkannya dengan menghajar kepalanya begitu muncul dari dalam air. PARA mabhasana yang lain juga saling berpandangan dengan Naru. Mereka dengan cepat segera menangkap TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ gelagat. Kedua tukang perahu yang sudah ikut berjuang sehidup semati bersama mereka itu mungkin saja sebetulnya berjuang untuk diri mereka sendiri! Mereka menghadapi Gerombolan Kera Gila dengan gagah berani, bukan karena jiwa kepahlawanan untuk membela penumpang atau penyewa perahu mereka sampai mati, tetapi sebagai perompak lain yang ingin menguasai barang jarahan yang sama. Bedanya, jika Gerombolan Kera Gila mengerahkan segalanya sebagai bagian dari permainan kekuasaan di istana, maka Radri dan Sonta hanyalah perompak biasa di luar perma inan itu, yang dalam keadaan biasa belum tentu bertahan ketika Gerombolan Kera Gila dikerahkan semuanya seperti itu. Bahkan apalagi ternyata Si Kera Gila pun turun tangan sendiri. Namun kehadiran remaja tanpa nama yang oleh Naru semula dipanggil Bocah, dan kemudian berubah menjadi T uan itu, ternyata mengubah segalanya. Seluruh rencana mengambil alih barang-barang upacara penyerahan sima bukan saja takkunjung berhasil, tetapi bahkan Gerombolan Kera Gila yang diandalkan itu pun ternyata nyaris musnah. Kini, dengan lenyapnya Gerombolan Kera Gila, begitu pula Si Kera Gila itu sendiri bersama remaja takbernama tersebut, tak ada lagi yang bisa menghalangi Radri dan Sonta menguasai harta karun itu. Gerimis turun rintik-rintik ketika perahu tambang melewati kelokan, dan lantas mendekati tepian. Hanya kegelapan lamatlamat memperlihatkan dinding batu. Naru tercekat. ''Di mana pelabuhan itu Radri" Tidak ada apa-apa di sini!'' Sonta di bagian belakang perahu bersuit. Maka sebentar kemudian dari balik batu-batu besar muncul sekitar duapuluh orang yang semuanya hanya berkancut dan bertelanjang dada. Tidak ada tanda-tanda yang membedakan mereka dengan orang biasa, kecuali wajah mereka yang tegas dan kejam serta mata mereka yang nyalang. Mereka membawa bermacam-macam senjata di tangannya. Mulai dari golok TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ biasa, kapak bertali, tombak pendek, maupun penggada batu yang bisa menghancurkan kepala. Para mabhasana mencabut golok mereka. Radri berbalik menghadapi para mabhasana dan tertawa terbahak-bahak. ''Huahahahaha! Tuan-Tuan, menyerahlah jika tidak ingin kehilangan nyawa! K ini barang-barang di dalam pedati ini milik gerombolan Radri dan Sonta!'' ''Gerombolan apa" Apakah kalian juga penyamun wahai Radri dan Sonta"'' ''Benar sekali! Huahahahaha! Gerombolan Kera Gila telah musnah! Kini tiba giliran kami menguasai sungai ini!'' Naru mengacungkan goloknya. ''Radri dan Sonta, kalian tahu bahwa kami hanyalah para mabhasana, hanyalah para penjual pakaian, yang kadang merangkap sebagai pawdihan (tukang jahit), kadang juga menjadi manglakha (tukang celup kain warna merah), atau juga manila (tukang celup kain warna biru). Artinya kami tidak mahir berolah senjata dan karena itu tentu akan dengan mudah kalian musnahkan. Namun ketahuilah Radri dan Sonta, meskipun kami tampaknya lemah dan tanpa daya, kami tidak memiliki jiwa tikus seperti kalian! Jadi majulah kalian para astacandala! Jika kami mati, sudah jelas jiwa kami mendapat tempat yang lebih tinggi dari jiwa kalian!'' Radri tertawa makin keras. ''Jiwa pahlawan! Huahahahahaha! Jiwa pahlawan! Huahahahahaha! Wahai Sang Buddha! Ampunilah hamba! Huahahahahaha!'' Suaranya yang keras terpantul pada dinding-dinding tebing. Gerimis kembali menjadi hujan. Para mabhasana, yang telah memperlihatan keteguhan jiwa dalam mengabdi negara, menanti serangan dengan dada berdebar-debar. (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Episode 75: [Putri Seorang Penyamun] PARA mabhasana itu sudah siap untuk mati, ketika Radri dan Sonta melompat ke tepian dan me lenting ringan di pucuk batu-batu besar. ''Giliran kalian sekarang,'' kata Radri kepada anak buahnya, ''aku sudah capai membunuhi anak buah Si Kera Gila.'' Sepuluh perompak melompat ke atas perahu tambang. Mereka mengangkat senjata dan segera menyerang para mabhasana yang berjumlah lima orang itu dengan jurus mematikan. Namun belum juga sampai senjata mereka menyentuh tubuh, ataupun tertangkis oleh golok para mabhasana, sesosok bayangan berkelebat cepat tak tertangkap mata, disusul bunyi tinju menghantam tubuh, dan tahu-tahu kesepuluh perompak itu sudah berteriak kesakitan sebelum jatuh ke sungai. ''Aaaaaaaaahhh!'' Byur... ''Aaaaaaaahhh!'' Byur... Byur... Byur... Byur... Para mabhasana yang sudah siap menyambut serangan juga terkejut karena mendadak kehilangan lawan mereka. Tentu mereka harus tetap waspada karena masih ada sepuluh lagi anak buah Radri dan Sonta yang s iap menyerang. Namun dari lentikan kilat yang berkeredap sekejap, terlihat betapa mereka pun sangat amat terkejut. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Di atas perahu tambang itu, di balik tirai hujan, terlihatlah seorang perempuan yang tubuhnya penuh rajah, sehingga ia seperti mengenakan busana, padahal sampai kepada payudaranya pun terbuka. Payudaranya tidak besar, hanya sebesar buah jeruk, tampak sesuai dengan gambar rajah yang seperti membungkus tubuhnya. Dengan payudara seperti itu, ia tidak perlu menutupinya dalam permainan ilmu s ilat, karena memang tidak akan menimbulkan gangguan apa pun. Perempuan inilah, yang berkain dari pinggang sampai ke lutut, dengan dua pisau panjang bergerigi terselip di pinggangnya yang ramping itu, yang telah menjatuhkan sepuluh perompak secepat kilat dengan tangan kosong. Kesepuluh perompak yang tadi jatuh tercebur, berenang ke tepian berbatu-batu dan naik dengan tubuh menggigil tak berani membalas. ''Nilam ! Kenapa kamu selalu mencampuri urusan Ayah!'' Naru mengangkat alis. Perempuan yang telah menolong mereka ini anak Radri" Putri seorang penyamun" ''Ayah selalu berprasangka buruk kepadaku, padahal semuanya kulakukan demi kepentingan Ayah!'' ''Hmmh! Kepentinganku" Apa maksudmu dengan perbuatanmu kali ini, Nilam"'' ''Ayah memang seorang perompak, dan pekerjaan seorang perompak memang merampas harta benda, tetapi kali ini Ayah merampas harta benda yang salah.'' ''Jelaskanlah maksudnya, wahai Nilam, putriku yang selalu mengganggu.'' Naru menghela nafps. Ayah beranak ini berbicara di tengah hujan lebat, dan nasib mereka semua sangat tergantung dari percakapan itu. Bukanlah nyawa para mabhasana yang mereka bicarakan itu, melainkan perihal harta benda tersebut. Nyawa manusia tidak ada artinya dibandingkan barangbarang. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ia perhatikan perempuan yang disebut Nilam itu. Cantik, tetapi tampaknya sangat kejam. Kedua pisau panjangnya saja bergerigi, seperti telah menjelaskan tujuan penggunaannya yang bukan sekadar melumpuhkan, melainkan juga menyakiti lawan. ''Tidak tahukah Ayah bahwa harta benda yang berada dalam pedati ini bukan sembarang harta benda orang kaya, melainkan harta benda yang dipesan oleh kerajaan"'' Radri dan Sonta telah diberi tahu remaja tanpa nama itu perihal serba-serbi isi pedati. Justru pemberitahuan itulah yang telah menggoda keduanya. ''Ya, kami tahu riwayat isi pedati itu. Justru karena kami jadi bersemangat merebutnya.'' ''Apakah yang Ayah katakan telah Ayah ketahui itu"'' ''Bahwa semua barang ini pesanan istana, yang akan diserahkan untuk upacara penyerahan sima. Ada pihak yang bermaksud merampas, dengan tujuan menggagalkannya. Apa salahnya jika aku saja yang merampoknya"'' Hujan bukannya makin reda. Petir memekakkan telinga. Nilam yang rambut panjangnya basah dan menempel di kulit punggungnya yang penuh rajah berteriak keras berusaha mengatasinya. ''PERBUATAN itu sangat berbahaya Ayah! Ini bukan perampokan biasa! Ini perampokan sebagai bagian pengkhianatan terhadap negara! Jika kita merampoknya juga, kita akan menghadapi dua pihak, para pengkhianat yang merasa jarahannya tercuri maupun para pengawal rahasia istana! Mengambil barang-barang ini terlalu besar akibatnya, akibat yang tidak perlu pula!'' Radri terdiam. Lantas mendengus. ''Anak perempuan! Pintar bicara seperti ibunya!'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sudah jelas ia harus mengakui kebenaran kata-kata putrinya. ''Jangan sebut lagi tentang Ibu! Biarlah hidupnya tenang di alam barzah!'' Terbayang oleh Naru suatu sengketa keluarga yang tidak dapat ditebaknya. ''Bagaimana aku harus percaya ini semua bukan karanganmu Nilam"'' Nilam menghela napas panjang. ''Kalapasa....'' ''Kalapasa"'' ''Kalapasa mengetahui semuanya.'' Hmm. Kalapasa. Radri mengetahui bahwa Nilam berkasihkasihan dengan seorang anggota Kalapasa, dan dari sanalah maka penjelasannya bisa dipercaya. Sebagai putri seorang penyamun, Nilam jauh lebih berotak daripada ayahnya. ''Jadi apa yang harus kita lakukan Nilam"'' Di antara keredap kilat, Naru melihat senyuman Nilam yang licik. ''Kita tidak akan merampok, melainkan menyelamatkan Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo barang-barang ini.'' ''Lantas"'' ''Tentu kita tidak akan memilikinya Ayah, kita akan menjadi pahlawan.'' Radri masih tidak percaya betapa ia tak akan memiliki harta benda yang ibarat kata sudah jatuh ke tangannya. Naru tidak bisa membayangkan, betapa dapat menjadi begitu licin seorang putri penyamun seperti Nilam. ''Jadi kita akan menyerahkannya"'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Ya, kita akan menyerahkannya.'' ''Kepada siapa"'' Nilam kembali menunjukkan bagaimana ia dapat memegang kendali. ''Kudengar pengawal rahasia istana sedang menyusul para mabhasana ini.'' Kini Radri tahu bahwa Nilam telah menyelamatkan mereka, berkat segala pesan yang didapatkannya dari seorang anggota Kalapasa, meski ia sendiri tidak menyukai lelaki yang sudah beristri itu. ''Dasar anak penyamun,'' katanya kepada Nilam waktu itu, ''bisanya menyamun suami orang.'' Nilam yang cerdas tentu saja menjawabnya, ''Apakah Ayah bukan penyamun, sehingga menyamun istri orang sampai Ibu meninggal karena merana"'' Namun kini Radri sedang memikirkan sesuatu yang lain. Ia turun dari batu, dengan nada yang sudah berubah. ''Nilam, Ayah setuju pendapatmu, kamu memang cerdas seperti ibumu, yang juga anak seorang penyamun; tetapi bagaimana kalau kita tidak usah menyerahkan semuanya"'' ''Maksud Ayah"'' ''Dari tiap karung kita ambil sedikit-sedikit, tentu mereka tidak akan tahu. Benda-benda ini sangat berharga, biarlah seluruh anggota kita memilikinya meski hanya sedikit-sedikit sahaja.'' Nilam tertawa terbahak-bahak. ''Bahkan penyamun pun tidak boleh sebodoh itu, Ayah! Hahahaha! Apakah Ayah pikir juru hitung bendaharawan istana tidak akan menghitungnya.'' ''Barang sebanyak ini"'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Ayah! Sekeping inmas pun, kalau hilang, mereka akan mengetahuinya!'' ''Haaaaaaaaaahhhhh!'' Radri meraung ke angkasa untuk menyalurkan kejengkelannya. Naru bergidik mendengar perkembangan ini. Harta benda memang tidak jadi dirampas, bahkan akan dikembalikan, tetapi bukankah para mabhasana ini telah mendengar bahwa pengembalian itu bukanlah pengembalian yang tulus" Para petinggi istana mungkin sangat peduli kepada tiap keping inmas di antara barang-barang di dalam pedati itu, tetapi apakah juga akan peduli kepada jiwa para mabhasana" Naru yang merasa bertanggung jawab atas keselamatan anak buahnya, baru menyadari betapa murah jiwa manusia di tengah dunia persilatan. Telah disaksikannya sepak terjang remaja tak bernama itu menghadapi lawan-lawannya. Betapa kejam dunia persilatan itu, betapa tanpa ampun! Meskipun kawanan penyamun itu tidak saling mengucapkan sesuatu tentang nasib mereka. Naru dapat membaca suatu gelagat yang sangat tidak mengenakkan perasaan. Nilam menoleh kepada para mabhasana. ''Turun kalian,'' katanya. Perintahnya jelas sangat tegas dan penuh wibawa. Ketika melewatinya, Naru mengamati sepintas rajah di tubuh Nilam yang membuatnya seperti mengenakan busana atasan. Rupanya gambar seekor naga melingkar dan mengangakan mulutnya. Kepalanya berada di depan dengan mulut menganga, kedua payudara nilam yang sebesar buah jeruk separo menjadi mata naga itu, dengan kedua puting berikut lingkaran di tepiannya menjadi lingkaran hitam mata naga. Suatu rajah yang indah, pikir Naru, sekaligus ganas dan mengerikan. Jika suatu gambar rajah merupakan usaha seseorang untuk menunjukkan siapa dirinya, mungkinkah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dapat ditafs irkan bahwa Nilam ingin menjadi naga yang menerkam" Istilah naga mencerminkan wibawa, tetapi juga suatu kuasa. Apakah Nilam ingin berkuasa dan menerkam siapa pun di bawah kekuasaannya" Mereka melangkah di antara batu-batu menonjol di tepian, dan setelah mencapai dataran yang rata di baliknya, mereka digiring masuk hutan. Tampak betapa ini pun merupakan daerah takbertuan. Seberapa besarkah kekuasaan seorang raja di sebuah wilayah tanpa manusia" Di sanalah orang-orang yang ingin menjadi tuan atas dirinya sendiri bercokol. Mereka ingin hidup bebas atas kehendak mereka sendiri. Tak sudi tunduk kepada kekuasaan apa pun. Tidak kepada seorang raja, tidak pula kepada suatu igama. Tidak sudi membayar pajak, tidak pula akan menyerahkan tanah untuk candi. Bila perlu bahkan membangun kekuasaan mereka sendiri. Maka demikianlah para penyamun di sepanjang sungai menentukan wilayah kekuasaannya bagi diri mereka, tak peduli apakah itu daerah yang tidak pernah disentuh manusia, ataupun bagian dari wilayah yang dinyatakan sebagai wilayah kerajaan. Dalam hal yang terakhir inilah para penyamun akan berhadapan dengan para penegak hukum, pasukan yang dikirim untuk membasmi mereka sampai ke akar-akarnya. Meski dalam kenyataannya, para penyamun bukan saja masih bercokol di berbagai wilayah tepian sungai, melainkan jumlahnya dari saat ke saat menjadi semakin banyak. Naru melihat Nilam memberi tanda kepada anak buah ayahnya. Dengan patuh mereka segera melaksanakan perintahnya, yakni menutup mata para mabhasana dengan kain. Semenjak saat itu Naru hanya mendengar suara-suara. Ia berpikir, apakah diri mereka akan dibunuh" Semula ia mengira bahwa mata itu harus ditutup, karena jalan yang akan mereka lalui adalah jalan rahasia. Sebagai orang-orang di luar hukum, mereka harus menjaga agar tempat persembunyian mereka tidak diketahui siapa pun. Hanya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ anggota kawanan mereka boleh mengetahuinya. Ini memang sebuah kemungkinan, tetapi Naru yang dalam keadaan tubuh menggigil, karena hujan deras kini disapu angin dingin, masih mampu berpikir, bahwa tujuan Nilam untuk membunuh para mabhasana sangat masuk akal. Kawanan ini bermaksud menunjukkan jasa, dengan tujuan menjadikan kekuasaan negara sebagai pelindung kegiatan mereka. Permainan seperti ini bukan tidak pernah dilakukan oleh para pejabat istana. Mereka biarkan para perompak sungai merajalela, selama terdapat upeti yang diserahkan kepada mereka. Dalam keadaan seperti ini ada kalanya berlangsung pemerasan luar biasa, karena mereka ternyata mengirim pasukan setiap kali upeti dianggap kurang. Para penyamun atau perompak yang garang menjadi pihak yang diperas! Bukankah dengan begitu istana telah menjadi bagian dari jaringan kejahatan pula" Namun, kali ini, demikianlah mungkin pikiran Nilam, bukan sekadar kawanannya akan membina hubungan dengan salah seorang pejabat istana dengan sembunyi-sembunyi; melainkan karena jasa yang akan mereka reka untuk itu, maka bukan seorang pejabat culas tersembunyi yang akan mereka jadikan bagian jaringan, sebaliknya adalah istana yang akan memberi penghargaan atas jasa mereka secara resmi! Betapapun, jasa menyelamatkan barang-barang bagi kepentingan upacara sima bukanlah sembarang jasa, karena kegagalan upacara merupakan kegagalan mendapatkan tanah untuk kepentingan yang sangat berguna. Tentu saja rencana Nilam hanya bisa berjalan jika para mabhasana yang telah mendengarkan perbincangan mereka ditutup mulutnya, tentu untuk selama-lamanya... Naru mendengar suara hujan, dan juga mendengar percakapan yang jelas merupakan bahasa sandi. Seperti bahasa Kawi yang mereka ucapkan sehari-hari, tetapi yang dibalik-balik dengan aturan tertentu, menjadi ''bahasa maling'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang hanya dikuasai para candala pengabdi dunia hitam. Langkah Naru menyapu semak-semak, sementara hujan agaknya telah menjadi gerimis. Tanah terasa sekali sangat amat becek, sehingga terdengar beberapa kali para mabhasana yang ditutup matanya dengan kain itu terjatuh. SETIAP kali terjatuh, mereka ditunggu untuk bangkit berdiri. Kadang-kadang mereka jatuh begitu rupa sampai wajah mereka menyelusup ke dalam tanah becek. T erdengar suara makian para penyamun, yang dirasa oleh Naru telah ditugaskan untuk membantai mereka. Takterdengar lagi suara Nilam. Naru berpikir tentang malapetaka yang akan menimpa istana, apabila para penyamun mendapatkan kepercayaan sebagai orang-orang yang berjasa. Padahal tanpa remaja takbernama itu, bagaimana Gerombolan Kera Gila yang jaya musnah bagaikan tanpa sisa" Mendadak alam yang telah menjadi hening ketika gerimis menghilang itu, dipenuhi dengan bentakan, teriakan dan makian yang sangat merendahkan dan menghina. Lantas sebentar-sebentar terdengar jerit kesakitan dan suara tubuh yang jatuh berdebam, sembari masih mengerang penuh penderitaan. Ditutupi kain dengan tangan terikat erat ke belakang, jelas membuat para mabhasana kebingungan. Naru mencoba tenang, dan merasa senang: Agaknya mereka sedang dibebaskan! ''Para penyamun, kami prajurit kerajaan Mataram! Menyerah atau mati!'' Ketika kalimat ini diucapkan, anak buah Radri sebetulnya tinggal sedikit. Tangan Naru yang terikat tiba-tiba terasa bebas, dan dengan cepat ia membuka kedua matanya. Dalam kegelapan di balik tirai hujan, pertarungan terlihat sudah mencapai saat terakhir. Para penyamun yang dilihatnya di tepi sungai tadi sudah terkapar. Hanya tinggal Radri yang bertahan, karena Sonta juga sudah terlihat tengkurap dengan tombak menembus punggungnya. Naru segera mengenali TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ para pembebasnya sebagai pengawal rahasia istana. Peringkat tertinggi dalam lapisan pasukan kerajaan, di atas pasukan kerajaan sebagai peringkat terbawah, maupun pengawal raja yang berada di atasnya. Namun menghadapi lawan, mereka tampil dengan satu nama resmi untuk menunjukkan wewenang hukumnya, yakni prajurit kerajaan Mataram. ''Kami tak mengakui kerajaan mana pun!'' Radri berteriak lantang. Namun Radri pun akhirnya tumbang dengan sepuluh pisau terbang di dadanya. Para mabhasana yang semuanya telah membuka penutup mata, dengan cepat saling berpandangan. Nilam tak berada di tempat dan artinya ia masih berkeliaran, padahal dialah yang sebetulnya sungguh paling berbahaya. Baru berpikir seperti itu, suatu bayangan berkelebat dan menyerang pengawal rahasia istana dengan sangat cepatnya. Secepat berpikir itu sendiri, lima pengawal rahasia istana terguling dengan sayatan mengerikan di dadanya, hasil sayatan pisau panjang Nilam yang bergerigi itu. ''Waspada! Anak penyamun itu!'' Terdengar teriakan mengingatkan. Tentu bukan pengawal rahasia istana jika tidak dengan cepat bisa mengatasi masalahnya. Lima korban itu tidak bertambah lagi karena Nilam telah dikepung limabelas orang pengawal rahasia istana, laki dan perempuan, dengan jurusjurus kepungan yang untuk sementara takbisa dipecahkan oleh Nilam. Mereka mengitari Nilam dengan jurus Naga Menimang Telur Emas yang membuat Nilam hanya dapat menangkis dengan sepasang pisau panjang bergeriginya itu. Dalam perputaran cepat yang membuat kelima belas pengawal takterlihat mata itu, setiap saat terdapat senjata yang menyerang Nilam. Dalam hal ilmu silat, jelas ilmu Nilam lebih tinggi daripada ayahnya, karena ilmu silatnya bukanlah sekadar ilmu silat tukang tambang yang mengandalkan jurusTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ jurus dengan galah dan dayung lagi. Ilmu meringankan tubuhnya tinggi, terbukti dari gerakan tubuhnya yang tidak terlihat, dan jelas Nilam menguasai tenaga dalam, seperti ketika ia membuyarkan kepungan itu. ''Huahhhh!'' teriaknya. Dua orang anggota pengawal rahasia istana roboh sambil memuntahkan darah. Perempuan yang tubuhnya dibelit gambar rajah naga menganga itu berjungkir balik dengan ringan ke atas, dan hinggap pada dahan sebuah pohon. ''Kalian para pengawal rahasia istana yang terkemuka, kudoakan kalian akan tetap hidup dalam tugas-tugasmu, agar bisa mengalam i pembalasanku. Kalian telah membunuh ayahku dan menghancurkan persaudaraannya. Daku Nilam, putri satu-satunya, tidak akan tinggal diam. Namun daku tahu kalian tidak akan menemukan tempat ini dan menggerebek kami, jika tidak karena pengkhianatan seorang kepadaku. ''Kalian pintar telah menggunakan anggota Kalapasa yang bermulut manis dan berhasil merayu daku. Akan daku cari dia sebelum kalian sempat memberi tahunya, dan akan daku kirimkan seluruh anggota tubuhnya kepada masing-masing dari kalian. Ingat, tak seorang pun dari kalian pembunuh ayahku akan lolos dariku. ''Kalian boleh bermimpi buruk setiap malam sampai daku Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mencabut nyawa kalian. Perhatikan bahwa daku, Nilam, selalu membalas, dan pembalasan daku akan selalu lebih kejam!'' Nilam lantas melemparkan butiran-butiran kain sebesar kelereng ke arah para pengawal rahasia istana, yang ketika ditangkis meledak serta mengeluarkan asap menutupi pandangan. Angin malam segera menyingkirkan asap di udara yang basah, tetapi pada saat itu Nilam sudah menghilang. (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Episode 76: [Menghasut Lingkar Para Raja] KINI menjadi jelas bagiku bagaimana Naru bisa mendadak muncul bersama para pengawal rahasia istana dan menemukan Campaka yang didera kegalauan karena pengkhianatan yang takmasuk di akalnya. Pengawal rahasia istana telah mengendus rencana penggagalan upacara penyerahan sima melalui kelompok Kalapasa, tetapi saat itu rombongan mabhasana sudah jauh dan telah mengalami berbagai macam peristiwa. Meski begitu, mereka berusaha mengikuti jejaknya dan mendengar berbagai peristiwa yang telah dialam i rombongan ini. Mereka putuskan untuk menyelamatkan para mabhasana dari ancaman Gerombolan Kera Gila, tanpa mengetahui bahwa diriku dan Campaka berada dalam rombongan. Sebuah pesan susulan dari jaringan Ka lapasa menceritakan punahnya Gerombolan Kera Gila dan kemungkinan bahwa Nilam, puteri penyamun Radri, akan mengambil alih harta benda tersebut untuk memaksakan perjanjian dengan kerajaan. Pesan itu tentu saja tidak menyebut-nyebut tentang diriku dan pertarungan dengan Kera Gila; maupun pengiriman Campaka yang berlangsung karena ketidak tahuan kami atas pengkhianatan oleh para penyelenggara upacara penyerahan sima itu sendiri. Sumber berita yang terbatas kepada pengamatan dari tepi sungai, membuat para petugas Kalapasa tidak dapat memastikan apa yang berlangsung di atas perahu di tengah sungai besar yang nyaris selalu mengalir dalam curah hujan lebat itu. Lagipula Kalapasa adalah jaringan rahasia penyelusup, bukan jaringan rahasia mata-mata seperti Cakrawarti, yang mampu memanfaatkan setiap manusia dari setiap kasta di setiap tempat demi kepentingan mutu pesan rahasia yang dijualnya. Namun anggota Kalapasa yang berkasih-kasihan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dengan Nilam telah mendengar dari puteri anak penyamun itu, bahwa Gerombolan Kera Gila telah dibantai seorang remaja tak bernama, tetapi Si Kera Gila masih hidup dan masuk akal jika diperkirakan akan membalasnya. Radri dan Sonta rupanya telah menyampaikan pesan rahasia berantai kepada Nilam, ketika perahu tambang mereka menurunkan Campaka di pelabuhan sungai. Rencana Nilam setelah menerima pesan itu memang matang, merampok dan menjadikan benda-benda upacara itu sandera untuk mengambil alih wilayah kekuasaan Gerombolan Kera Gila di sepanjang sungai. Namun justru gagasan yang disampaikannya kepada kekasih gelap itulah, yang ternyata dijual untuk membuktikan kesetiaan Kalapasa saat itu terhadap kerjasama dengan pengawal rahasia istana. Maka rontoklah rencana Nilam yang matang, tetapi Naru mengingatkan para pengawal rahasia istana tentang keberadaan Campaka yang ternyata memasuki sarang serigala. Mendengar cerita Campaka tentang apa yang diceritakan Naru, kukagumi kesungguhan hati para pengawal rahasia istana dalam pengabdiannya kepada kerajaan, maupun keterampilan serta ketabahan mereka yang tinggi menghadapi segala kesulitan. Kudengar betapa mereka telah memacu kudanya begitu rupa di sepanjang tepi sungai, setelah susah payah mencari jejak sebelumnya, lantas menyeberanginya dengan kuda yang terpaksa harus berenang, dan tiba tepat pada saat Naru dan kawan-kawannya nyaris ditewaskan. "Merekalah yang menawarkan kepada sahaya untuk dilatih dan bergabung sebagai pengawal rahasia istana," ujar Campaka, "apalagi setelah mereka ketahui bahwa ayah dan suami sahaya adalah prajurit." Begitulah, sepuluh tahun kemudian adalah Campaka, yang bukan hanya melatih, bukan hanya memimpin pasukan, tetapi memimpin pembasmian dan perburuan terhadap seluruh TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ jaringan kejahatan Naga Hitam. Tidak tahukah ia bahwa penyebaran ketakutan oleh jaringan kejahatan Naga Hitam digerakkan dari dalam istana itu sendiri" Aku masih belum pulih benar. Namun sebetulnya aku sudah bisa berangkat lagi. Aku bimbang dan diliputi keraguan. Pertama, aku memang ingin mengajarkan ilmu pedang kepada Campaka, hal ini bukanlah masalah bagiku, tetapi ini membuat aku harus tetap tinggal untuk sementara. Kedua, aku diliputi keraguan apakah aku harus menempur dan membasmi Naga Hitam dengan segera, ataukah mengikuti kata hatiku untuk pergi mengembara" Aku tidak bisa mengambil keputusan karena aku telah membiasakan diriku untuk hidup menurut aliran sungai kehidupan yang akan membawaku; ke mana arus mengalir ke sanalah aku akan berada, ke mana ujung kakiku mengarah ke sana pula aku akan melangkah. Itulah memang kehidupan yang kuinginkan, mengembara seperti angin, tanpa halangan dan tanpa tujuan, selain melakukan pengembaraan itu sendiri. NAMUN kusadari sepenuhnya, betapa sikap seperti itu adalah suatu sikap yang mewah. Hanya dapat dilakukan oleh siapa pun yang tidak terikat oleh suatu kewajiban, apakah itu kewajiban kepada keluarga, kepada tanah, kepada kerajaan, dan kepada kehidupan. Seorang pendekar kelana memang tidak terikat oleh apapun, tetapi ia tetap terikat oleh kewajiban kepada kehidupan. Bahwa dalam segala kesempatan ia wajib memelihara dan menjaga kehidupan seperti merawat tanaman dalam pertumbuhan. Dengan kemampuannya dalam ilmu silat, itu berarti ia harus menggunakannya untuk membela mereka yang tertindas, lemah dan tidak berdaya, serta menegakkan keadilan, karena ketidak adilan akan membunuh kehidupan. Suatu kewajiban yang akan terasa berat bagi mereka yang masih memikirkan dirinya sendiri, ketika dengan bersemangat mencari ilmu sebanyak-banyaknya dalam perjalanan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mengembara ke berbagai penjuru bumi dalam suasana kebebasan. Maka, seperti yang kulakukan sekarang, aku tidak bisa terlalu lama tinggal di suatu tempat, tetapi juga tidak akan menolak setiap masalah yang berpapasan dengan jalan kehidupanku dan menuntut untuk diselesaikan. Persoalannya, seberapa cepatkah urusanku dengan Naga Hitam bisa segera diselesaikan" Ia selalu bisa memburu dan menemukanku, tetapi tidak kujamin diriku bisa memburu dan menantangnya. Dengan segenap cita-cita dan jaringan yang dimilikinya untuk terlibat dalam permainan kekuasaan, kuragukan Naga Hitam berminat mempertaruhkan semua itu dalam suatu pertarungan. Aku tidak berani takabur, bahwa aku pasti akan mampu melumpuhkannya dalam suatu pertarungan, tetapi kurasa Naga Hitam mempunyai alasan kuat untuk tidak turun sendiri sampai sekarang untuk menghabisiku, dan itu adalah kemampuanku untuk juga bisa mengakhiri pertarungan dengan kemenanganosedang arti kekalahan dalam dunia persilatan, meski bermakna kesempurnaan, juga berwujud kematian. Naga Hitam belum pernah terkalahkan. Aku juga belum pernah terkalahkan. Namun pengalaman Naga Hitam yang panjang, dan berbagai kemenangannya melawan pendekarpendekar ternama, yang membuatnya diakui sebagai naga, bukanlah suatu kelebihan sembarangan. Aku tidak gentar menghadapi Naga Hitam. Aku hanya berpikir, jika Naga Hitam sampai hari ini tidak pernah menemuiku sendiri, meski sudah begitu banyak murid dan pengikutnya tewas ditanganku, maka aku pun tidak akan pernah bisa mencarinya. Salah satu jalan adalah menantangnya secara terbuka, karena jika ia tidak melayaninya maka ia akan terpermalukan selama-lamanya. Namun harus kuakui bahwa hal semacam itu tidaklah sejalan dengan perasaanku. Aku tidak ingin membuat seseorang bertanding hanya karena takut dipermalukan. Apalagi aku TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sendiri pun tidak mempunyai keinginan mendapat nama dan meraih gelar. Bukankah aku seperti telah ditakdirkan untuk lahir dan menjalani kehidupan tanpa suatu nama" Begitulah aku diliputi kebimbangan. (Oo-dwkz-oO) DI samping balai-balaiku tergeletak Kitab Arthasastra. Setiap anggota pasukan pengawal rahasia istana harus mempelajarinya. Aku juga pernah membuka-bukanya, seperti aku telah membuka semua kitab lain dalam peti kayu milik orangtuaku yang kutinggal di Desa Balinawan itu. Membukabukanya tidak sama dengan mempelajarinya. Betapapun aku merasa perlu untuk suatu saat berguru secara tersendiri perihal isi Arthasastra itu. Namun kisah Campaka tentang segala permainan yang penuh kerahasiaan di istana telah menggugah minatku untuk membuka-buka kembali Arthasastra tersebut. Perhatianku segera tertarik kepada Buku Keduabelas, Tentang Raja yang Lemah, tepatnya Bab Tiga pada Bagian 165, yang berjudul "Menghasut Lingkar Para Raja." Bagian ini terdiri atas 21 pasal dan semuanya akan kuungkapkan. para petugas rahasia yang bekerja dekat dengan rajanya musuh dan disukai raja tersebut hendaknya memberi tahu kepada siapa saja yang bersahabat dengan kepala pasukan jalan kaki, kepala pasukan kuda, kereta temur, dan gajah bahwa raja marah dengan kepercayaan seperti kepada sahabat bila desas-desus sudah padat para pembunuh bayaran TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ setelah bersiap dengan segala bahaya yang akan timbul dari pergerakan malam hari hendaknya pergi ke rumah para kepala itu dan berkata, ''Dengan perintah raja, Datanglah bersama kami.'' hendaknya mereka dibunuh begitu keluar rumah dan berkata kepada yang berada di dekatnya, ''Inilah pesan raja.'' kepada yang tidak dibunuh para petugas rahasia hendaknya berkata bahwa dirinya diberitahu raja, ''Mereka ini meminta sesuatu yang tidak boleh diminta; kuberikan kepada mereka upaya agar mereka percaya kepadaku; mereka sekongkol dengan musuh; usahakan menghancurkan mereka.'' hendaknya petugas rahasia bertindak seperti itu. dengan ini dijelaskan seluruh kelompok orang yang dapat dibujuk atau petugas rahasia yang bekerja di dekat raja memberitahunya, bahwa seorang petinggi berhubungan dengan orang-orang dari pihak musuh bila ini dipercaya, tunjukkan para pengkhianat yang membawa surat dari dia dan katakan, ''Ini orangnya!'' atau, setelah menyuap pejabat utama dengan tanah dan para kepala pasukan dengan uang hendaknya dibuat memerangi bangsa sendiri atau membawa mereka pergi hendaknya ia membuat putera raja yang tinggal di dekat atau dalam benteng dibujuk oleh petugas rahasia, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Kau adalah putra yang memiliki keunggulan pribadi lebih besar tapi kau disisihkan; lalu mengapa kau berbeda" perangi dan rebut kerajaan; putra mahkota akan segera menghancurkanmu.'' setelah membujuk para kepala hutan dengan uang dan kehormatan ia hendaknya membuat kerajaannya dihancurkan atau, ia hendaknya berkata kepada musuh yang berada di belakang, Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ''Raja ini setelah menghancurkan saya, pasti akan menghancurkanmu; serang dia dari belakang; bila ia berbalik kepadamu, aku akan menyerang dia dari belakang.'' atau, ia hendaknya berkata kepada sekutu musuh, ''Aku bendunganmu; kalau aku pecah; raja ini akan menguasai kalian semua; mari kita bersatu dan mengacau dari jalur pengirimannya.'' maka ia hendaknya mengirimkan surat-surat kepada mereka yang bersatu dengan dia dan mereka yang tidak bersatu, ''Raja ini, setelah mencabut akarku, pasti akan bertindak melawanmu: awas; lebih baik kau membantuku.'' ia hendaknya mengirimkan seruan kepada raja yang di tengah dan yang tidak berpihak, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ agar menyerah kepadanya, supaya selamat. MEMBACA Arthasastra bagian tersebut membuat aku bergidik, karena jika memang menjadi kitab yang dirujuk para penyelenggara kekuasaan, maka takterbayangkan olehku suasana dalam istana yang penuh pertarungan di bawah permukaan. Wajah-wajah yang tidak dapat dipastikan kejujurannya, dan saling curiga yang hanya bisa dituntaskan dengan pembunuhan untuk memastikan keamanan. Jika pun negeri lain tidak merupakan ancaman, maka kecurigaan akan adanya pemberontakan sudah cukup untuk memanaskan keadaan. Perasaan terancam menimbulkan ketakutan, ketakutan mendorong penindasan, dan penindasan mendorong pemberontakan, yang hanya akan berjalan jika didukung pengkhianatan. Seribu satu kepentingan membuat berbagai hubungan antar pejabat dalam istana menjadi ruwet dan tidak mungkin dipetakan lagi. Bagaimana caranya pengawal rahasia istana mengatasi keadaan ini" Seberapa jauhkah pemahaman atas isi Arthasastra akan membantunya" Jika Arthasastra menjadi pegangan setiap pelaku dalam jaringan benang kusut ini, bagaimana pula para pelaku itu akan saling menghindar dan mengatasi yang lain" Di antara semua itu, aku menaruh perhatian kepada dua hal jika menerapkannya kepada istana Rakai Panunggalan yang harus dijaga keamanannya oleh Campaka: Pertama, bahwa istana menjadi tempat berkeliaran Cakrawarti yang menjalankan peran petugas rahasia, maupun sasaran Kalapasa yang menjalankan peran pembunuh bayaran; kedua, bahwa dengan hadirnya Kalapasa maka akan, dan mungkin telah, berlangsung pembunuhan takterpecahkan, karena seni membunuh, termasuk secara gaib, adalah pada tujuannya agar siapa yang membunuh tidak pernah diketahui. Perhatian ini, tentu, adalah untuk Campaka, karena sebagai pemimpin sebuah pasukan pengawal rahasia istana, bukan saja ia harus TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mampu menangkal dan melacak jejak kejahatan seperti itu, melainkan juga karena dirinya pun takmustahil dapat menjadi sasaran pembunuhan. Para pembunuh dalam permainan seperti itu tidak akan sekadar membunuh, melainkan juga berkemungkinan membunuh demi sebuah pengarahan kepada kesan tertentu, misalnya bahwa korban dibunuh oleh seseorang yang memang harus difitnah, dengan bukti-bukti meyakinkan. Aku tidak merasa yakin mengetahui cara menangkal fitnah, tetapi kurasa dapat kuberikan kepada Campaka cara menangkal pembunuhan, baik yang terbuka maupun yang diam-diam. Maka pada suatu saat menjelang malam, ketika kelelawar baru mulai berangkat terbang dengan latar belakang gunung berkabut, setelah usai kuberikan kepadanya Ilmu Pedang Naga Kembar, kuminta ia melakukan samadhi dan mengosongkan dirinya sendiri. ''Hanya ada kegelapan dalam dirimu,'' kataku. ''Hanya ada kelabu. ''Hanya ada putih. ''Hanya ada cahaya. ''Hanya ada kebeningan. ''Hanya ada keheningan. ''Hanya ada kekosongan. ''Tiada lagi dirimu.'' Lantas kupindahkan kepadanya sesuatu dalam diriku yang akan membuatnya mampu menangkis bacokan belati atau menendang siapa pun yang akan menyentuhnya tanpa peringatan saat ia sedang tidur, dan tetap tak perlu bangun meski telah dihindarinya daun pintu yang jatuh karena tertiup angin, sehingga ia yang mesti berada di bawahnya telah berada di atasnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kemudian kuuji dia dengan cambukan mendadak saat bersamadhi itu, dan ternyata tangannya bergerak cepat menangkap cambuk itu. Kemudian kusambar sembarang dedaunan di sembarang pohon sembari mengitarinya agar aku bisa menyerangnya sambil berputar dengan kecepatan yang tidak dapat diikuti oleh mata. Ternyata dengan tenangnya pula Campaka telah menggerakkan tangannya dalam samadhi, bagaikan seorang penari, bagaikan Durga yang menggerakkan keenam tangannya, sehingga ratusan daun yang telah kuubah menjadi setajam belati dan meluncur ke tempat-tempat mematikan di sekujur tubuhnya itu, rontok bagaikan daun kering kembali. NAMUN jika pun segenap gerak berkalimat itu dapat dibacanya, bagaimanakah caranya menghindarkan pernyataan kematian" Telah disebutkan betapa ketika dihadapkan kepada lawan maka Jurus Dua Pedang Menulis Kematian bagai suratan kematian itu sendiri. Bagaimanakah caranya menolak atau menghindari suratan kematian" Padahal itulah yang akan dituliskan oleh Campaka kepadaku, dan tentunya dariku kepada Campaka --bagaimanakah caranya kami tidak saling berbunuhan" Demikianlah tadi kukatakan betapa aku bersiap untuk sebuah aksara, tetapi ternyata Campaka tidak mengeluarkan aksara sama sekali, setidaknya bukan aksara yang kukenal! Astaga, mungkinkah aku tewas karena ilmu yang kuturunkan sendiri" Untuk diperhatikan, aku tidak pernah menganggap Campaka muridku, karena ilmu yang kuberikan bukanlah gubahanku sepenuhnya. Aku hanya mengembangkan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian pada akhir rangkaian Ilmu Pedang Naga Kembar gubahan pasangan pendekar yang telah mengasuhku. Ilmu silat bagiku adalah hak milik semua orang yang ingin mempelajarinya, tak seorang guru pun berhak menguasai ilmu silatnya untuk diri sendiri sahaja, karena jika itu terjadi maka kesempurnaan rohani yang diburunya dalam ilmu persilatan tidak akan pernah dicapainya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Jadi, telah kuberikan semuanya yang kuketahui mengenai Ilmu Pedang Naga Kembar sampai kepada Jurus Penjerat Naga dan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian. Maka jika terdapat sesuatu yang tak kukenal dari gerak Campaka, apakah yang telah dilakukannya" Aku bergerak secepatcepatnya untuk terus menghindari buruan ujung pedangnya yang sangat berbahaya. Campaka telah memadukan gerakannya dengan bunyi mulut. Namun bunyi mulut itu pun tidak mengartikan sesuatu. Hanya bunyi demi bunyi itu sendiri. Aku sempat kebingungan dan hanya bisa menghindar dan menghindar, sembari berpikir keras untuk memecahkannya. Telah kukatakan bahwa meski dalam sepuluh tahun ini kemajuan ilmu silat Campaka sungguh luar biasa, tetapi perkembangan ilmu silatku sendiri jauh berlipat ganda dibanding kemajuan Campaka. Maka jika Campaka telah menyulitkan aku sekarang, tentu itu bukanlah karena ia punya tenaga dalam atau ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, seberapa hebat pun kemajuan Campaka dalam hal itu, belumlah akan mengungguli aku. Adapun Ilmu Pedang Naga Kembar yang baru saja kuturunkan, jelaslah kuketahui seluk beluknya seperti aku mengenal diriku. Apakah yang telah terjadi" Hanya satu jawaban dimungkinkan. Campaka telah menggunakan otaknya! Tak ada ilmu silat lain yang dikuasai Campaka berada di luar pengetahuanku, sehingga tak bisa lain ini berarti Campaka telah menafsirkan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian dengan caranya sendiri, yang sengaja menghindari kemungkinanku untuk mengenalinya! Namun bagaimana itu mungkin, jika aksara yang dikenal Campaka tidak lebih banyak, bahkan mestinya lebih sedikit daripada berbagai jenis aksara yang kukenal" Maka tentu tetaplah Campaka memanfaatkan aksara yang kukenal juga, tetapi dengan cara penulisan yang berbeda. Adalah tugasku untuk memecahkannya! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Tidak mudah melakukan hal ini, dalam pertarungan dengan kecepatan yang tidak dapat diikuti oleh mata! Namun pernah kukatakan, jika kita mampu bergerak lebih cepat dari cepat, maka yang cepat itu akan tampak begitu lamban, sehingga mungkin diperiksa dan dibaca segenap pergerakannya. Maka aku bergerak dua kali lebih cepat dari semula, begitu cepatnya sehingga seolah-olah aku dapat membelah diriku jadi dua; yang satu melayani Campaka, yang lain mengamati pergerakan pedangnya. Dengan cara ini segera kudapatkan pemecahannya. Campaka telah menggunakan otaknya, aku pun harus menggunakan otakku! Kemudian kuketahui bahwa Campaka telah menggunakan huruf yang sama saja, tetapi telah memecahkannya menjadi garis-garis lurus, garis-garis lengkung, dan titik-titik, yang memiliki keteraturan begitu rupa sehingga dalam perbandingannya akan dapat dikenali sebagai aksara juga. Pantas semula gerakan kedua pedangnya bagiku sangat membingungkan! Dengan cara ini setiap aksara yang biasanya terbentuk oleh satu gerakan singkat, kini menjadi lebih panjang dan lebih lama waktunya untuk menjadi kata, dan tentu lebih lama lagi menjadi kalimat. Dalam kecepatan yang tidak dapat diikuti mata, kemampuan memecahkan ini, meskipun bukan merupakan sembarang penemuan, masih belum berarti apa-apa; karena bukankah kematian pada dasarnya telah dituliskan" Mungkinkah menghindari kematian yang telah disuratkan, dengan dua pedang pula" LANTAS kuambil sebatang tongkat, kuperlakukan bagai tombak yang siap menusuknya. Kutusukkan tongkat itu dengan cepat seolah tombak menusuk lehernya, tetapi yang berhenti hanya dalam jarak satu jari dari lehernya yang jenjang. Ternyata Campaka masih bersamadhi, tetap bergeming sama sekali! Ketika ujung tongkat itu kugerakkan lagi untuk menyentuh lehernya, ia lenyap begitu saja, dan mendadak sudah berada di atas dahan sebuah pohon di belakangku, masih dalam keadaan bersamadhi! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Maka aku teringat langkah kakinya yang begitu ringan sehingga tak terdengar olehku itu. Telah tergabung dalam dirinya kecepatan dan kegaiban yang akan membuatnya sulit tertandingi. Itu pula suatu syarat mutlak, jika ingin mampu memainkan Ilmu Pedang Naga Kembar sampai pada tingkat Jurus Penjerat Naga, yang sengaja diciptakan untuk menghadapi para naga apabila terpaksa bentrok suatu ketika; maupun Jurus Dua Pedang Menulis Kematian yang telah kukembangkan sendiri. Lantas kusapa dia dengan Ilmu Pembisik Sukma agar dia memudarkan samadhi, karena ingin kuperiksa pengaruh tenaga gaib itu kepada I lmu Pedang Naga Kembar yang dimainkan berpasangan. Dalam cahaya bulan kami segera berkepak seperti kelelawar saling menyambar buah-buahan. Pertarungan kami berlangsung di atas pucuk-pucuk pepohonan yang bagi kami terasa bagaikan lapangan. Campaka menggunakan kedua pedangnya dan aku menggunakan kedua pedang hitam dari dalam tanganku. Sembari terbang saling desak mendesak kami bertukar tusukan dan babatan yang ketika berbenturan mengeluarkan percik-percik api di tengah malam. Suara logam tipis berbenturan lembut tanpa nafsu pembunuhan meski terjamin akan tetap mematikan. Ilmu Pedang Naga Kembar sebetulnya diciptakan Sepasang Naga dari Celah Kledung untuk dimainkan berpasangan. Namun menyadari bahwa latihan hanya akan berlangsung antara pasangan tersebut, maka suatu cara pengujian ketepatan penguasaan telah diciptakan pula berdasarkan kebutuhan, yakni bahwa suatu jurus tertentu akan berhadapan dengan jurus tertentu. Dalam ketepatan penguasaan, keberpasangan tersebut akan tampak indah karena penuh dengan pesona gerakan. Campaka tersenyum bahagia menghayati keindahan gerak jurus-jurus Ilmu Pedang Naga Kembar, karena kami bagai Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo membawakan tarian terbang berpasangan. Namun tentu saja TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ aku tidak ingin membuatnya lengah, maka beberapa kali kukejutkan dia dengan berbagai serangan mendadak, dengan penambahan kecepatan, dan gabungan berbagai jurus yang sengaja kubuat membingungkan. Ternyata bahwa Campaka melayani semua itu dengan jurus-jurus pasangan yang telah digabungkannya pula. Kami berkelebat saling sambar menyambar tanpa suara sepanjang malam, mendaki tingkatan dari jurus ke jurus sampai melewati Jurus Penjerat Naga dan tiba pada Jurus Dua Pedang Menulis Kematian. Sampai di sini kami harus berhati-hati, karena mengeluarkan jurus ini bagai menentukan kodrat yang sesuai dengan namanya, yakni akan berakhir dengan kematian lawan. Mungkinkah kami menghindarkan kematian yang kami tentukan sendiri" (Oo-dwkz-oO) Episode 77: [Membaca Gerakan Pedang] DEMIKIANLAH Campaka mulai bergerak. Aku sudah bersiap untuk suatu gerak berdasarkan aksara yang akan menjadi kata, dan pada gilirannya kata demi kata yang akan menjadi kalimat. Itulah kalimat yang bisa pendek dan bisa panjang, tetapi semuanya menyatakan kematian. Bersama pernyataan akan kematian itulah pedang telah menancap ke jantung lawan, atau di mana pun titik pada tubuh manusia yang akan membuat jiwanya melayang dari tubuhnya. Dalam pertarungan dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti oleh mata, jangankan aksaranya dapat terbaca, karena geraknya pun tiada terlihat pula, maka gerakan lawan harus diikuti dengan kecepatan yang sama agar gerak terbaca sebagai aksara, rangkaian aksara sebagai kata, dan akhirnya rangkaian kata-kata membentuk kalimat yang menyatakan kematian. Demikianlah untuk mengimbangi Jurus Dua Pedang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Menulis Kematian seseorang bukan hanya seperti setiap pendekar harus menguasai ilmu meringankan tubuh dan tenaga dalam, tetapi wajib me lek aksara pula, itu berbagai cara menulis aksara, agar dalam aksara apa pun lawan mengasalkan geraknya akan segera diketahuinya pula. NAMUN jika pun segenap gerak berkalimat itu dapat dibacanya, bagaimanakah caranya menghindarkan pernyataan kematian" Telah disebutkan betapa ketika dihadapkan kepada lawan maka Jurus Dua Pedang Menulis Kematian bagai suratan kematian itu sendiri. Bagaimanakah caranya menolak atau menghindari suratan kematian" Padahal itulah yang akan dituliskan oleh Campaka kepadaku, dan tentunya dariku kepada Campaka, bagaimanakah caranya kami tidak saling berbunuhan" Demikianlah tadi kukatakan betapa aku bersiap untuk sebuah aksara, tetapi ternyata Campaka tidak mengeluarkan aksara sama sekali, setidaknya bukan aksara yang kukenal! Astaga, mungkinkah aku tewas karena ilmu yang kuturunkan sendiri" Untuk diperhatikan, aku tidak pernah menganggap Campaka muridku, karena ilmu yang kuberikan bukanlah gubahanku sepenuhnya. Aku hanya mengembangkan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian pada akhir rangkaian Ilmu Pedang Naga Kembar gubahan pasangan pendekar yang telah mengasuhku. Ilmu silat bagiku adalah hak milik semua orang yang ingin mempelajarinya, takseorang guru pun berhak menguasai ilmu silatnya untuk diri sendiri sahaja, karena jika itu terjadi maka kesempurnaan rohani yang diburunya dalam ilmu persilatan tidak akan pernah dicapainya. Jadi, telah kuberikan semuanya yang kuketahui mengenai Ilmu Pedang Naga Kembar sampai kepada Jurus Penjerat Naga dan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian. Maka jika terdapat sesuatu yang takkukenal dari gerak Campaka, apakah yang telah dilakukannya" Aku bergerak secepatcepatnya untuk terus menghindari buruan ujung pedangnya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang sangat berbahaya. Campaka telah memadukan gerakannya dengan bunyi mulut. Namun bunyi mulut itu pun tidak mengartikan sesuatu. Hanya bunyi demi bunyi itu sendiri. Aku sempat kebingungan dan hanya bisa menghindar dan menghindar, sembari berpikir keras untuk memecahkannya. Telah kukatakan bahwa meski dalam sepuluh tahun ini kemajuan ilmu silat Campaka sungguh luar biasa, tetapi perkembangan ilmu silatku sendiri jauh berlipat ganda dibanding kemajuan Campaka. Maka jika Campaka telah menyulitkan aku sekarang, tentu itu bukanlah karena ia punya tenaga dalam atau ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, seberapa hebat pun kemajuan Campaka dalam hal itu, belumlah akan mengungguli aku. Adapun Ilmu Pedang Naga Kembar yang baru saja kuturunkan, jelaslah kuketahui seluk beluknya seperti aku mengenal diriku. Apakah yang telah terjadi" Hanya satu jawaban dimungkinkan. Campaka telah menggunakan otaknya! Tak ada ilmu silat lain yang dikuasai Campaka berada di luar pengetahuanku, sehingga tak bisa lain ini berarti Campaka telah menafsirkan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian dengan caranya sendiri, yang sengaja menghindari kemungkinanku untuk mengenalinya! Namun bagaimana itu mungkin, jika aksara yang dikenal Campaka tidak lebih banyak, bahkan mestinya lebih sedikit daripada berbagai jenis aksara yang kukenal" Maka tentu tetaplah Campaka memanfaatkan aksara yang kukenal juga, tetapi dengan cara penulisan yang berbeda. Adalah tugasku untuk memecahkannya! Tidak mudah melakukan hal ini, dalam pertarungan dengan kecepatan yang tidak dapat diikuti oleh mata! Namun pernah kukatakan, jika kita mampu bergerak lebih cepat dari cepat, maka yang cepat itu akan tampak begitu lamban, sehingga mungkin diperiksa dan dibaca segenap pergerakannya. Maka TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ aku bergerak dua kali lebih cepat dari semula, begitu cepatnya sehingga seolah-olah aku dapat membelah diriku jadi dua; yang satu melayani Campaka, yang lain mengamati pergerakan pedangnya. Dengan cara ini segera kudapatkan pemecahannya. Campaka telah menggunakan otaknya, aku pun harus menggunakan otakku! Kemudian kuketahui bahwa Campaka telah menggunakan huruf yang sama saja, tetapi telah memecahkannya menjadi garis-garis lurus, garis-garis lengkung, dan titik-titik, yang memiliki keteraturan begitu rupa sehingga dalam perbandingannya akan dapat dikenali sebagai aksara juga. Pantas semula gerakan kedua pedangnya bagiku sangat membingungkan! Dengan cara ini setiap aksara yang biasanya terbentuk oleh satu gerakan singkat, kini menjadi lebih panjang dan lebih lama waktunya untuk menjadi kata, dan tentu lebih lama lagi menjadi kalimat. Dalam kecepatan yang tidak dapat diikuti mata, kemampuan memecahkan ini, meskipun bukan merupakan sembarang penemuan, masih belum berarti apa-apa; karena bukankah kematian pada dasarnya telah dituliskan" Mungkinkah menghindari kematian yang telah disuratkan, dengan dua pedang pula" KAMI masih berkelebat di pucuk-pucuk pepohonan ketika hari terang tanah dan kelelawar-kelelawar tampak datang dari langit yang ungu beterbangan pulang. Bagaimana menghindari kematian masing-masing apabila dua petarung telah sampai kepada Jurus Dua Pedang Menulis Kematian" Campaka melayang dan menari-nari dengan kedua pedang menuliskan kematian terindah yang paling dimungkinkan bagiseorang pendekar. Berkali-kali pedangnya berdesir hanya berjarak tiga, dua, bahkan satu jari dari dada, perut, mata, maupun leherku. Padahal ini hanya latihan. Aku tentunya harus diandaikan tak membiarkan diri latihan ini berakhir dengan kematian. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kemampuanku membaca aksara yang telah dipecah Campaka dalam susunan baru garis-garis lurus, garis-garis lengkung, dan titik-titik ini membuatku akan bisa mengatasinya. Campaka telah menggerakkan kedua dengan sangat cepat dengan caranya sendiri untuk menyusun kalimat berikut: hanya kehampaan setelah mati, garis terputus, ketiadaan dunia Ini berarti bagi Campaka kematian adalah suatu akhir. Maka dengan cara menulis aksara yang sama kedua pedang hitamku membentuk kalimat seperti ini: kehidupan dan kematian adalah satu, tiada awal dan tiada akhir Dengan kalimat seperti ini, suratan kematian yang dituliskan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian yang diguratkan Campaka tidak dihindari atau ditolak, justru diterima, sehingga pedang yang mana pun tak bisa lagi membunuhnya. Sebaliknya Jurus Dua Pedang Menulis Kematian yang diguratkan olehku untuk mengimbanginya juga tidak akan membunuhnya dalam arti mengakhiri kehidupan, karena juga takmungkin jika kematian ternyata bagian saja dari kehidupan yang tak berawal dan tak berakhir. Saat itulah, masih di angkasa, pedang kami saling menyambar tapi tak saling berbenturan, berhenti tepat pada saat berjarak sehelai benang, tak bisa berlanjut lagi. Lantas kami turun perlahan seperti kapas yang jatuh melayang dengan ringan. Begitu menginjak tanah, Campaka memasukkan kedua pedang ke sarungnya di punggung dan bersujud sambil menangis tersedu-sedu. ''Ampunilah sahaya T uan! Ampunilah sahaya! Sudilah Tuan sahaya panggil sebagai guru!'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ia terus mengulangi kata-kata itu dan kubiarkan dia menangis sampai habis. Hutan begitu sunyi. *Aku juga takmengerti apa yang bisa kulakukan dengan sikapnya ini. Namun bagiku dia bukanlah murid takhanya karena alasan yang telah kusebutkan tadi. Aku memang takpernah ingin mengangkat murid, jika itu berarti mencari seseorang untuk menerima ilmuku, bukan hanya karena ilmu pada dasarnya bukan milikku, melainkan karena ilmu silat yang kutemukan sendiri, seperti Jurus Bayangan Cermin, dan yang sedang kucoba gali sekarang, yakni suatu jurus yang takberbentuk, karena yang dipermainkannya adalah pikiran, memang tidak bisa diturunkan. Ilmu Pedang Naga Kembar adalah warisan pasangan pendekar yang telah mengasuhku, Jurus Penjerat Naga bahkan kupelajari dari sebuah kitab. Biarlah ilmu pedang itu menjadi milik dunia dan biarlah semua orang mengembangkannya. Sebab jika ilmu silat tingkat tinggi hanya menjadi milik sejumlah pendekar, akan menjadi sangat kuat godaan memperlakukannya sebagai alat untuk berkuasa dan memperjual belikannya kepada siapa pun yang mampu memberinya harga tertinggi pula. ''Ilmu merupakan suatu kuasa,'' kuingat pasangan pendekar itu pernah menyampaikannya, ''karena itu sebanyak mungkin orang sebaiknya memiliki ilmu, supaya penguasa ilmu tidak menindas yang tidak berilmu. Ilmu memberikan kepada kita pengetahuan lebih daripada pengetahuan yang dimiliki orang tidak berilmu. Dalam keadaan seperti ini, harus ada suatu cara agar kuasa ilmu tidak dimiliki terlalu sedikit orang. Bukan hanya ilmu silat, melainkan ilmu apapun yang ada di muka bumi ini.'' Maka aku pun tidak mau diuntungkan oleh kepemilikan ilmu itu. Semakin banyak orang menguasai ilmu silat, semakin sedikit orang akan bisa memperjual belikan kuasa ilmu silat kepada siapapun dengan tujuan apapun. Sebegitu jauh, ilmu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ silat terlalu sering menjadi alat untuk memaksakan kehendak, dan karena itu kekuasaan atas ilmu silat harus dihancurkan melalui penyebaran ilmu silat itu sendiri. Saat cahaya matahari menembus dedaunan membentuk sepetak cahaya di tempat Campaka bersujud, usai pula tangis perempuan itu. Ia mendongak dengan mata yang basah. Usia perempuan ini 35 tahun. Us iaku sepuluh tahun di bawahnya. Namun jika sepuluh tahun lalu, ketika usiaku 15 tahun, aku merasa Campaka jauh lebih tua, hal itu kini sudah tidak berlaku lagi. DAHULU ia mencengangkan aku sebagai orang awam yang terpaksa menjadi pelacur untuk membalas dendam atas Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kematian suaminya. Kini kurasakan sudah sewajarnyalah perempuan setangguh ini menjadi seorang prajurit dengan ilmu silat yang tinggi. Ia bukan hanya prajurit, ia memimpin suatu pasukan dalam kesatuan pengawal rahasia istana. Bagiku bahkan kecerdasannya layak menempatkan dirinya dalam kedudukan panglima. Namun Campaka tak pernah ingin aku memandangnya dengan cara seperti itu. ''Maafkan sahaya Tuan, jika telah berani lancang. Barangkali sahaya memang bukanlah perempuan yang pantas untuk menjadi murid Tuan. Maafkanlah sahaya Tuan!'' Lantas Campaka berkelebat menghilang. Aku tidak mengejarnya. Termangu-mangu di tengah kesunyian hutan pada suatu pagi. Hanya burung-burung terdengar memecahkan sepi. (Oo-dwkz-oO) AKU menghela napas. Hidup berjalan tanpa bisa diduga. Aku tertangkap, hampir mati, dan dibebaskan oleh Campaka. Namun kini aku sendiri lagi, berjalan di tengah keramaian, tak tahu kapan akan bertemu Campaka lagi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ya, aku berada di sebuah kedai di pelabuhan. Sembari makan nasi dengan lauk ikan bakar, kuamati dunia di luar sana. Hmm. Itukah yang disebut kapal" Juga, itukah yang disebut laut, samudera yang luasnya bagai tiada berbatas" Kapal-kapal yang berlabuh itu katanya berasal dari Samudradvipa. Begitulah, Samudradvipa adalah sebuah pulau, yang konon jauh lebih besar daripada Javadvipa. Namun Samudradvipa juga sering disebut sebagai bagian dari Suvarnabhumi, yang begitu luas, tidak kalah luasnya dengan Suvarnadvipa. Jika mendengar penjelasan orang, yang pengetahuannya sama-sama terbatas seperti aku, ketika mereka sebutkan cakupan wilayahnya, tampaknya antara Suvarnabhumi dan Suvarnabhumi bertumpang tindih, karena disebutkan untuk menyebut tempat yang sama, meski dalam kerinciannya tidak betul-betul sama. Samudradvipa dan Javadvipa misalnya, tak jarang disebutkan sebagai bagian dari Suvarnabhumi maupun Suvarnadvipa. Sejauh kuingat dari pembacaan kitab yang berisikan perbincangan antara Raja Milinda dan Sang Nagasena, yakni M ilindapanha, nama Java disebutkan terpisah dari Suvarnabhumi dalam 24 wilayah yang telah diarungi para pelaut Jambudvipa lama. Jika perbincangan itu sendiri berlangsung 700 tahun lalu, mana yang lebih berlaku" Jika Javadvipa bukan bagian Suvarnabhumi, benarkah Suvarnabhumi tidak mencakup Javadvipa, dan bahkan hanya kata lain dari Samudradvipa" Karena memang di Samudradvipa ini terdapat emas, sedangkan di Javadvipa tidak, padahal Suvarnabhumi berarti tanah emas. APA pun namanya, aku ingin pergi ke Samudradv ipa, pulau yang disebut sebagai pusat kedatuan Sriv ijaya. Aku juga te lah membaca karya Buddha berbahasa Pali, Mahaniddesa, yang ditulis 300 tahun lalu, bahwa terdapat wilayah bernama Suvarnabhumi dan Wangka yang termasuk kerajaan Srivijaya. Jika aku berjarak lebih dekat daripada penulis kitab-kitab Milindapanha dan Mahaniddesa, mengapa aku tidak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mendatanginya sendiri saja" Ingin kuketahui bagaimana caranya orang menambang timah di pulau Wangka, tempat terdapatnya prasasti di Kota Kapur yang konon katanya dapat mengutuk, seperti yang kudengar di kedai waktu itu. Langit sungguh biru dan kudengar angin. Namun layarlayar kapal itu masih tergulung. Kapan mereka akan berangkat berlayar dan bagaimana cara supaya dapat berada di atasnya" Aku baru saja menghabiskan ikan bakar itu ketika terjadi keributan di depan kedai. ''Orang Sriv ijaya terkutuk! Dasar negeri bajak laut! Dikau sudah mempertaruhkan kapal, dan ternyata dikau kalah! Kenapa dikau tidak sudi menyerahkannya, wahai candala tiada berkasta"'' ''Hati-hati bicara orang Shailendra, kita berasal dari wangsa yang sama, jangan masalah keturunan dibawa, karena darah bisa tumpah tanpa ada perlunya!'' Mereka terus beradu mulut dan orang banyak datang mendekat. Para pelaut Sriv ijaya yang berkulit hitam karena matahari dan badannya serba tegap dan kukuh datang di belakang lelaki yang kalah judi itu. Di belakang bandar judi yang menuntut haknya muncul para tukang pukul dengan senjata terhunus. Cahaya matahari berkilauan dipantulkan senjata-senjata itu. Para pelaut kulihat juga sudah menghunus pisau belati mereka yang melengkung itu dari sarungnya. Lelaki perempuan tua muda juga ikut berkerumun. Adu mulut masih berlanjut. ''Ya, kuakui telah kupertaruhkan perahu untuk mengembalikan kekalahan permainan dikau yang curang. Namun setelah kuketahui kecurangan, pertaruhan itu tidak berlaku. Sebetulnya semua kekalahan bisa kuminta kembali, tapi daku hanya mempertahankan kapalku, karena yang lain boleh kuanggap daku tertipu. Namun saat kupertaruhkan kapalku, kupergoki kecurangan dikau, hasilnya tidak berlaku!'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Siapa yang curang" Dikau hanya mengarang!'' ''Dikau hentikan dadu itu dengan tenaga gaib seperti dikau mau! Ini tidak bisa berlaku!'' ''Ya, karena dikaulah yang berusaha menentukan angka dengan tenaga gaib untuk mengembalikan kekalahan! Mengapa dikau takmau mengaku"!'' Aku tahu perdebatan ini tiada akan ada habisnya. Bahkan masing-masing pemimpin itu sudah memberi tanda! Padahal mereka tidak bertarung di sebuah gelanggang terbuka dengan penonton yang jelas batasnya. Mereka berada di antara orang banyak, pedagang dan kuli pengangkut barang mondarmandir di antara mereka. Perempuan dan kanak-kanak bukan perkecualian pula. Kukhawatirkan keributan ini akan me luas, karena meskipun tiada permusuhan antara Mataram dan Srivijaya, bahkan antara kedua kerajaan terdapat hubungan kekeluargaan, kehidupan sehari-hari di bawah permukaan tidaklah setenang tampaknya. Perkampungan sekitar pelabuhan ini merupakan pemukiman orang-orang Sriv ijaya. Agaknya telah berlangsung banyak masalah dengan kehadiran orang-orang Sriv ijaya di sana yang belum kuketahui sebab musababnya. Namun aku merasa perkelahian kedua kelompok ini bisa marak menjadi pertempuran dua negara. Matahari meninggi. Terik membara. Tiada kemungkinan hati mereka akan mendingin. Sebaliknya, setiap saat pertumpahan darah akan segera berlangsung! (Oo-dwkz-oO) Episode 78: [Menang Tanpa Mengalahkan] TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ DI pelabuhan itu semua laki-laki yang siap berbaku bunuh hanya berkancut, kain yang dilibat-libatkan dengan cara tertentu, sehingga tak terlalu mudah untuk segera membedakan orang-orang Sriv ijaya dan orang-orang Mataram. Kulit mereka sama-sama berwarna tembaga, menjadi kehitaman karena mereka yang selalu melaut maupun hidup di pelabuhan, sama-sama selalu bermandi matahari. Hanya pisau belati yang melengkung itulah yang membedakannya. Tampaknya cara menggunakan pisau belati yang melengkung itu pun berbeda dari pisau belati yang biasa. Aku baru saja selesai makan. Apakah seusai makan aku harus melihat pisau belati yang melengkung itu mengeluarkan isi perut seseorang" Adakah jaminan bahwa perempuan dan kanak-kanak di sekitarnya tidak akan terluka atau bahkan tewas dalam kekacauan karena sambaran senjata tajam yang nyasar" Tawuran tanpa aturan ini harus kucegah, tapi bagaimana caranya" Kedua pihak yang bertikai sudah sama-sama siap bertarung. Panas matahari telah membutakan pikiran mereka. Kedua pemimpinnya kulihat telah sama-sama mulai mengangkat tangannya tanda mereka akan saling menyerang! Aku harus melakukan sesuatu! Aku pun berkelebat.. Mendadak saja aku sudah berada di antara kedua rombongan yang siap saling membunuh itu. Aku juga hanya mengenakan kancut, tetapi aku bercaping, dan aku membawa tongkat yang pada ujungnya terikat sebuah buntalan, karena bukankah aku seorang pengembara" Seperti tak terjadi apa-apa aku bersendawa. "Hooooiiiikk.." Orang-orang terheran me lihat diriku. Lantas aku menguap seperti orang mengantuk dan merebahkan diri seperti orang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mau tidur di tengah gelanggang. Kujadikan buntalan itu bantalku dan caping menutupi wajah. Sejak tadi tak seorang pun pernah melihat wajahku. Bahkan orang-orang dalam kedai belum tentu memperhatikan aku yang tiba-tiba menghilang itu. "Hoaaaahemmm.. Habis makan kenyang kenapa daku jadi mengantuk ya" Daku mau tidur saja sekarang." Segera terdengar tanggapan. "He, orang gila! Minggir! Mau mati kamu?" Aku memperdengarkan suara orang tidur mendengkur. "Eh, kurang ajar!" Bandar judi yang dituduh main curang tadi bermaksud menendang, tetapi tiba-tiba saja ia sudah jatuh jungkir balik dan tidak memegang pisau lagi. Aku membalikkan tubuh sambil menggeliat, seperti sedang tidur dengan enak sekali. Padahal bukan hanya udara begitu panas dalam terik matahari membara, tetapi suasana sudah terlalu panas sehingga seperti hanya pertumpahan darah bisa mendinginkannya. Giliran pelaut Sriv ijaya yang maju, kali ini sambil menggerakkan pisau belatinya yang melengkung itu dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti mata. Hmm. Pantas ia seperti tidak punya rasa takut sama sekali. "Orang edan mencari kematian!" Pisau belati yang melengkung itu terarah ke perutku. Namun hasilnya sama saja. Ia mendadak terjengkang dan tidak memegang pisau lagi. Mereka semua terhenyak. Aku sebenarnya menunggu agar para pajurit yang menjaga pelabuhan melihat kerusuhan ini dan segera bertindak untuk menengahi, tetapi mereka belum juga muncul sementara suasana telah sangat meruncing. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku menggeliat lagi, masih dengan wajah tertutup caping, seperti berada di bawah pohon yang sejuk. Dari balik caping kutahu sejumlah senjata tajam dari berbagai arah secara bersamaan diayunkan kepadaku. Aku segera bergerak dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti mata, begitu cepatnya sehingga mata siapa pun yang mencoba mengamati gerakanku tetap hanya akan melihatku sebagai orang yang tidur mendengkur. Sekitar duapuluh orang yang tadi bergerak serentak telah kehilangan senjata masing-masing yang baru saja digenggamnya, bahkan jari-jari mereka masih seperti memegang senjata itu! Kemudian sekian belas orang sisanya, tanpa sempat bergerak juga telah kehilangan senjata yang digenggamnya! Saat itulah pasukan yang menjaga pelabuhan berdatangan di atas kuda mereka sambil membawa tombak, yang tidak sekadar merupakan senjata, melainkan tanda pemegang wewenang resmi. "Ada apa ini" Urusan judi lagi?" BAGI para penjaga pelabuhan ini, sangat aneh bahwa kedua kelompok yang siap tawuran ini tidak seorang pun memegang senjata. Saat itu aku sudah kembali masuk kedai tanpa ada yang menyadari betapa aku untuk sejenak telah meninggalkan bangku yang kududuki. Kuperhatikan para penjaga pelabuhan mengurus masalah itu. Tidak penting lagi hasilnya bagiku selama tidak berlangsung pertumpahan darah. Aku hanya tak tahu di mana harus kuletakkan 47 pisau di dalam buntalanku ini. Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dari dalam kedai kuperhatikan lagi perahu Sriv ijaya di pelabuhan itu. Kapal itu tidaklah besar, kemungkinan kapal tempur yang juga dimanfaatkan untuk pelayaran di dalam sungai di Samudradvipa sendiri. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Perahu sebesar itu masih bisa digunakan menyeberangi selat dan menyusuri pantai sampai kemari," ujar pemilik kedai, seperti tahu pikiranku. "Mereka gunakan perahu yang sama untuk pergi ke Jambhudvipa?" tanyaku. "Mereka gunakan yang sejenis juga, tetapi yang lebih besar. Kalau berlayar di samudera besar, mereka tidak gunakan penyeimbang di kanan kiri yang disebut cadik itu." Pemilik kedai itu rupanya berasal dari Wanka, pulau tempat Kota Kapur berada, sehingga tidak asing dengan seluk beluk kapal-kapal Sriv ijaya. Dengan kapal-kapal kecil seperti itulah mereka serbu Kerajaan Malayu dan menguasai emas yang dihasilkannya seratus tahun lalu. "Meskipun kecil, kapal-kapal itu canggih," katanya lagi sambil menuang arak dari kendi ke dalam tempat minum yang terbuat dari tabung bambu, "papan-papan itu diikat bagaikan jahitan, mengikat dan mengangkat tiang kapal, menggunakan layar topang dan penggandung. T iada pasak digunakan dalam pembuatan kapal ini dan kemudi menempel pada sisi buritan." Aku memandangnya dengan ternganga, karena memang tak terlalu paham soal kapal. "Rincian yang paling kecil memperhatikan rancangan tiang dan kedalaman batang tiang yang mendukung layar," sambungnya, "pernah datang orang menyalin perahu ini ke dalam gambar di atas kain, katanya untuk dipahatkan di dinding candi besar." Aku teringat tentang usaha menggambarkan segala hal pada candi besar yang katanya akan bernama Bhumisambharabuddhara itu. Takkudengar bahwa mereka juga akan memahatkan gambar kapal di situ, tetapi tentu saja luar biasa bahwa gambar kapal dengan layar terkembangnya akan tampak di sana. Di sebuah candi pemujaan di pedalaman, tempat banyak orang tadinya seperti juga diriku, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tak pernah melihat kapal yang mengarungi keluasan samudera. "Kapal-kapal yang besar dibuat tanpa perlu penyeimbang lagi, mampu memuat banyak sekali barang dan pasukan tentara. Daya kapal-kapal itu akan sangat tergantung kecepatan dan beratnya. Ukuran dan kemampuan muat sebuah kapal beragam tergantung untuk perdagangan apa mereka digunakan. Bentuk kapal-kapal ini dikembangkan dari kapal yang digunakan nenekmoyang kita." Kulihat kapal yang sedang bersandar itu. Para pelaut yang tadi nyaris berbaku bunuh itu terlihat sedang bicara di sekitar kapal. Agaknya urusan sudah diselesaikan. Mungkin mereka hanya harus membayar denda, karena belum terjadi pertumpahan darah sama sekali. Beberapa orang tampak memegang sarung yang kosong. DALAM buntalanku setidaknya masih terbawa olehku sekitar duapuluhan pisau belati yang melengkung itu. Aku pun tiba-tiba mendapat akal. Kubuang pisau belati yang tidak melengkung di suatu tempat, sedangkan sisanya, yakni pisau belati yang melengkung kubawa ke arah kapal tersebut. Kulihat sejumlah kuli masih mengangkut berkarung-karung barang ke dalam kapal. Waktu aku kelihatan mendekat, mereka yang sedang berkerumun dan berbicara menunjukkan sikap waspada. Aku telah membuang capingku, dan membalik kain buntalan maupun kancutku agar berwarna lain, supaya tidak ada sesuatu pun yang menghubungkan diriku dengan kejadian tadi. ''Anak muda, berhenti dulu di situ. Mau ke manakah dikau"'' ujar seorang pelaut yang berkumis me lintang dan mengenakan destar di kepalanya. Tidak semua orang mengenakan destar, jadi mungkin ia mempunyai jabatan tertentu di kapal itu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Ah, sahaya mau bertemu dengan nakhoda, Tuan.'' ''Bertemu nakhoda" Siapakah dikau dan apa kehendak dikau"'' ''Sahaya bukan siapa-siapa, Tuan, sahaya hanya diberi tahu bahwa pisau-pisau yang sahaya temukan ini adalah milik Tuan-Tuan, maka sahaya datang kemari untuk mengembalikannya.'' ''Hah" Pisau" Coba lihat!'' Kubuka buntalanku, kuserahkan pisau-pisau itu. Di luar dugaanku, semua orang berebut mengambil miliknya masingmasing. Baru ternyatakan olehku sekarang betapa pisau-pisau belati yang melengkung itu memang bukan sembarang pisau. Bukan sekadar ketajaman atau mutu penempaan yang menjadikannya senjata pilihan, melainkan terutama makna pribadi senjata itu bagi setiap orang. Gagang masing-masing pisau itu misalnya, ada yang terbuat dari gading dengan hiasan batu permata di pangkalnya, atau mungkin sederhana saja dengan gagang kayu, tetapi telah berjasa besar kepada pemiliknya dalam perjalanan kehidupan. Termasuk bahwa mungkin saja pisau itu merupakan pusaka keluarga yang diturunkan sebagai warisan dari zaman ke zaman. Beberapa orang langsung menciumi pisau belati yang melengkung itu atau menjunjungnya sebentar di atas kepala. Kulihat juga sarung penyimpan belati-belati itu bukanlah sembarang sarung senjata, melainkan padanan yang tiada duanya bagi setiap belati yang disimpannya. Gagang gading bersarung gading, gagang emas bersarung emas, dan gagang kayu berukir bersarung kayu berukir. Senjata itu bagaikan nyawa kedua bagi orang-orang tersebut. Pedagang dan pelaut macam apakah yang menjadikan senjata begitu penting dalam hidupnya" Aku tak sempat memikirkannya, karena merekalah yang banyak bertanya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Dikau tadi berkata telah menemukannya, di manakah tempatnya"'' Kutunjuk saja suatu arah. ''Di sana, bangun tidur tadi pisau-pisau ini sudah ada di samping sahaya. Semula sahaya bermaksud menjualnya, tetapi tukang besi di pasar itu berkata pisau-pisau ini sebaiknya di kembalikan sahaja. Katanya, pisau-pisau semacam ini pasti milik para pelaut dari kapal T uan.'' ''Ya benar, seseorang dengan ilmu s ihir telah merampasnya dari tangan kami. Namun dengan itu perkelahian batal terjadi. Sebetulnya ia telah menolong kami. Ini uang emas untuk dikau.'' Namun aku menolaknya. ''Ah, anak muda! Apa maksud dikau"'' ''Maafkanlah sahaya Tuan, sahaya hanyalah seorang pengembara yang tidak punya pekerjaan tetap. Sahaya tidak menginginkan uang Tuan, sahaya ingin mendapatkan pengalaman. Izinkanlah sahaya menumpang di kapal Tuan, dan biarlah sahaya bekerja tanpa bayaran sebagai pengganti uang tumpangan.'' ''Jadi selama ini dikau merantau anak muda" Siapa namamu dan dari mana asalmu"'' ''Ya, sahaya selama ini bekerja di perjalanan, T uan, sekadar agar dapat menopang kehidupan, berpindah-pindah ke mana pun kaki melangkah, Tuan. Telah sahaya sampaikan, sahaya bukan siapa-siapa Tuan, dan sahaya berasal nun jauh dari Celah Kledung.'' Lelaki yang kepalanya berdestar itu manggut-manggut. ''Hmm. Seperti pernah kudengar nama Celah Kledung itu. Kuhargai cita-citamu anak muda, menjelajah dunia adalah cita-cita kami orang Sriv ijaya. Dikau telah berjasa untuk kami, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ maka kami tidak dapat menolakmu anak muda, tetapi bekerja di kapal itu ada syaratnya.'' Aku tertegun. ''Syarat apakah kiranya itu Tuan, sekiranya dimungkinkan"'' "PERTAMA, dikau harus bisa berenang dan tidak mabuk laut di perjalanan. Ini adalah syarat yang dengan sendirinya harus dimiliki setiap orang yang bekerja di kapal. Kedua, tentu saja dikau harus memiliki keahlian yang dibutuhkan oleh keadaan kapal tempat ia akan bekerja." "Jadi apakah yang dibutuhkan kapal ini sekarang, Tuan" Semoga sahaya yang bodoh ini dapat memenuhinya, Tuan." "Mula-mula dikau harus bersedia untuk bekerja berat, sebagaimana pekerjaan yang dilakukan oleh seorang sudra, bahkan juga paria." "Sahaya memang seorang paria Tuan, apa pun akan sahaya kerjakan." "Itu baharu syarat pertama, yakni membersihkan kotoran kapal maupun kotoran awak kapal, menyikat seluruh lantai dan dinding geladak, dan setiap kali merapat ke darat harus mengangkut segenap keperluan air bersih ke dalam kapal maupun menggosok seluruh dinding luar kapal. Sanggupkah?" "Sahaya sanggup, Tuan." "Syarat kedua, dikau harus mempunyai tenaga yang kuat, karena setiap awak kapal harus sanggup menarik dan mengulur tali untuk membuka dan menggulung layar, dalam keadaan angin sekencang apa pun, yang pasti membutuhkan tenaga besar sekali. Apakah dikau memiliki tenaga sebesar itu?" "Sahaya sanggup melaksanakannya, Tuan, hanya sahaya belum paham mengenai cara-cara menangani layar kapal itu, karena belum pernah melakukannya." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Lelaki berdestar yang berbadan tegap ini me lirik badanku yang tampak tidak sebanding dengan semua pelaut Sriv ijaya yang memang kulihat bertubuh serbakekar. "Dikau jangan berkata sanggup jika tidak mampu melakukannya, anak muda! Masalah layar bisa dipelajari, tapi tenaga kuat adalah milik dikau sendiri. Apakah dikau memiliki tenaga yang kuat?" Aku tentu saja harus berusaha agar tampak sangat rendah hati, tetapi tetap terlihat yakin untuk berusaha dengan keras sekali, karena betapapun aku merasa bahwa aku harus ikut kapal itu! "Maafkan sahaya Tuan, apakah terdapat suatu cara untuk menguji tenaga sahaya kuat atau tidak?" Lelaki berdestar itu tersenyum. "Cobalah dikau beradu panco dengan anak buahku yang itu. Jika dikau sanggup mengalahkannya, tak syak lagi dikau memiliki tenaga yang besar untuk menarik tali layar," katanya. Lantas ia panggil anak buahnya yang tinggi besar itu. "Pangkar!" Ternyatalah betapa ia seorang raksasa! Rambutnya yang panjang dikucir seperti ekor kuda. Terdapat anting-anting besar pada hidung dan kedua telinganya. Pada dadanya terdapatlah rajah peta laut dan daratan yang pernah dijelajahinya. Kelak akan kuketahui bahwa peta itu tergambar sejak masih merupakan pulau kecil saja, yang makin lama makin meluas sesuai dengan wilayah pelayarannya. Tinggi Pangkar nyaris dua kali tubuhku. Ini sangat tidak adil, karena aku yakin tidak seorang pun dari anak buahnya yang bekerja di kapal itu lebih besar tenaganya dari tenaga Pangkar. Seharusnya aku dilawankan dengan anak buahnya yang paling lemah, sehingga jika aku kalah maka aku memang tidak layak, karena berada di bawah kemampuan anak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ buahnya yang paling lemah; sebaliknya kalau menang, tentu saja harus dianggap layak diterima, karena yang telah kukalahkan itu pun sudah bekerja di kapalnya. Jelas ini cara yang halus untuk menolak diriku, karena aku telanjur dianggap berjasa telah mengembalikan senjata-senjata pusaka mereka. Artinya aku harus mengalahkan Pangkar, yang jika kumanfaatkan tenaga dalamku, sebetulnya sama mudahnya dengan membalik tangan. Kesulitannya justru bagaimana caranya agar aku mengalahkannya dengan cara yang dapat mereka terima! Dengan cara apakah kiranya akan bisa mereka terima, bahwa dengan sosok seperti tubuhku sekarang ini aku ternyata dapat mengalahkan raksasa seperti Pangkar dalam adu panco" Pangkar jelas memandang sebelah mata kepadaku. Bahkan sebetulnya kukira ia merasa kasihan. Semua awak kapal bertubuh tegap dan sebetulnya siapa pun tampak bisa mengalahkan aku. Tampaknya dia juga sadar, betapa maksud lelaki berdestar yang kukira adalah nakhoda kapal itu sendiri, yang semula maksudnya sekadar sebagai cara menolak, akan terasa kepadaku bagai suatu siksaan. "Bagaimana anak muda" Tidak usah malu untuk membatalkan niat dikau, karena lautan memang bukan tempat permainan." Aku masih belum menemukan jalan, bagaimana caranya aku menang dengan cara yang dapat mereka terima. 'Maafkanlah sahaya Tuan, tidak menjadi masalah sahaya batal berangkat, jika memang tidak memenuhi syarat.'' Setidaknya kuanggap wajar untuk tampak berjuang dengan semangat membabi buta. Mendengar itu, aku dan Pangkar digiring menuju sebuah tiang balok besar yang biasa digunakan untuk mengikatkan tali kapal-kapal yang berlabuh. Permukaan balok yang rendah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ itu rata. Di sanalah kami berlutut dengan siku masing-masing menempel pada permukaan balok. Ketika tangan kami Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ditempelkan agar saling menggenggam, pandangan Pangkar kepadaku sungguh merupakan pandangan penuh belas kasihan. ''Sayang sekali daku tidak mungkin mengalah kepadamu, anak muda. Berjuanglah sekuat tenaga.'' ''Jangan kuatir Kakak,'' kataku, ''Kakak sama sekali tidak akan perlu mengalah.'' Pangkar tersenyum penuh haru. Ia seperti raksasa yang baik hati. Aku jadi khawatir, bagaimanakah perasaannya nanti jika aku ternyata dapat mengalahkan dia" Memang benar aku harus berangkat dengan kapal itu, dan untuk itu aku harus menang dalam adu panco ini. Namun meski aku memang dapat dengan mudah mengalahkan Pangkar, keadaannya terbukti tidak mengizinkan aku untuk begitu saja mengalahkannya. Tangan kami sudah saling menggenggam. Orang-orang di luar awak kapal pun datang berkerumun. Nakhoda itu memberi aba-aba. ''Satu, dua... mulai!'' (Oo-dwkz-oO) Episode 79: [Mengalahkan Tanpa Menyakiti] PANGKAR langsung menekan sekuat tenaga dengan maksud menyelesaikan adu panco ini secepat mungkin. Bagi Pangkar yang bertubuh raksasa itu, tentu sangatlah memalukan, meski jika hanya sempat tertahan saja oleh sosok sepertiku, yang telanjur mengaku sebagai perantau yang mencari pekerjaan di atas kapal. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ia menghentak, mengeluarkan seluruh tenaganya. ''Huuuuuaaaaaahhh!'' Aku harus memperlihatkan suatu kewajaran, yakni bahwa tanganku berhasil ditekannya, sampai nyaris menyentuh permukaan potongan balok yang rata itu. Jika tanganku mengenai permukaan tersebut, aku boleh dianggap kalah; tetapi aku tidak mau kalah, karena aku harus ikut kapal itu. Maka kuambil napas dan kutahan tangan Pangkar di sana. Nyaris menyentuh permukaan, tapi belum mengenainya. Orang-orang berteriak dengan seru. ''Ayo Pangkar! Habisi dia! Habisi dia!'' ''Habisi!'' ''Habisi!'' ''Habisi!'' ''Tekan terus Pangkar! T ekan!'' Namun bagaimana caranya tenaga otot mengalahkan tenaga dalam" Bukan saja Pangkar tak berhasil menekan tanganku lebih jauh, sebaliknya aku bahkan sedikit demi sedikit mampu mengangkat tanganku, mendesak tangan Pangkar kembali ke atas, terus, terus, dan terus, sampai kembali ke keadaan semula, seperti ketika adu panco ini baru dimulai. Sebetulnya sangat mudah untuk memenangkan adu panco ini secepat kilat, tetapi aku memang harus bersandiwara, agar tampak bahwa kemampuanku bertahan, meski memang sebetulnya takmungkin, dapat mereka terima juga. Maka sembari menahan tekanan Pangkar yang telah mengambil napas dan mengerahkan seluruh tenaganya, karena dia akan malu jika adu panco ini tidak selesai dengan cepat, aku juga memperlihatkan mimik berjuang sekuat tenaga. Bahkan kuperlihatkan aku menggigit bibir dan mengejan pula. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Eghhhhhk!'' Orang-orang tertahan napasnya. ''Gila! Bocah ini kuat juga!'' Meski ada yang cukup waspada. ''Darimana datangnya tenaga anak ini"'' Apakah wajahku memang kekanak-kanakan" Aku merasa masih wajar disebut sebagai bocah atau anak ini pada sepuluh tahun lalu, ketika umurku memang masih 15 tahun, tetapi tidak sekarang pada usia 25 tahun. MUNGKIN karena para pelaut ini memang semuanya orangorang yang sudah sarat dengan pengalaman. Dari pengalamanku yang singkat, aku tahu perbedaan antara mereka yang pernah merantau dan tidak pernah merantau sangat menentukan. Di negeri Mataram terlalu banyak orang hidup di pedalaman, tidak pernah keluar dari kampungnya, tetapi merasa itu semua sudah merupakan keseluruhan dunia. Tentulah besar perbedaan antara mereka yang belum pernah melihat lautan, dan baru melihatnya sekarang seperti aku, dibanding dengan para pelaut yang telah menyeberangi tujuh samudera seperti para pelaut Sriv ijaya. Atas pertimbangan itu sajalah kuterima pandangan mereka untuk menganggapku bocah. Lagipula, saat ini aku sedang dituntut keadaan untuk tampak tidak terlalu hebat, yang begitu menyulitkan diriku karena betapapun aku tidak boleh kalah maupun mengalah kepada pelaut bertubuh raksasa itu. "Heeeeeggghhh!!" Pangkar mengambil napas dan menekan lagi. Kubiarkan tangannya menekan, tetapi baru separo jalan aku pun bertahan, tak mau turun lagi. Tentu aku juga harus tampak mengerahkan seluruh tenagaku. "Heeeeeggghhhh!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Para pelaut itu berdesis. Kini mereka tahu sedang mendapatkan tontonan seru. Apalagi ketika pelahan-lahan tanganku mulai mendesak kembali ke tengah, kembali kepada kedudukan semula. Kukira, meski aku dapat dengan mudah melewati garis tengah itu, dan menekan tangan Pangkar sampai menyentuh permukaan balok, aku tidak akan melakukannya. Hanya sebatas inilah kewajaran yang dapat kuperlihatkan, yakni bahwa Pangkar tidak bisa mengalahkan aku tetapi aku pun tidak dapat mengalahkan Pangkar. Beberapa saat berlalu. Keringat bercucuran dari dahi Pangkar. Tenaga dan tubuhnya yang besar membuat ia tidak pernah mengerahkan tenaga dalam adu panco. Sekali gebrak boleh dibilang lawannya akan langsung kalah. Maka bukanlah soal ia tak bertenaga maka kini keringatnya bercucuran begitu rupa tanpa kunjung bisa menundukkanku, melainkan betapa ia tidak pernah menggunakan tenaganya terus-menerus dalam waktu yang lama. Suatu siasat yang sebetulnya sering berlaku dalam pertarungan silat, apabila yang lebih lemah tenaganya harus berhadapan dengan yang bertenaga jauh lebih besar. "Wah, Pangkar belum bisa mengalahkan anak itu!" Hmm. Lagi-lagi mereka menyebutku anak. Dalam usia 25 tahun aku merasa diriku telah dewasa tak kurang suatu apa. Ingin sekali rasanya aku segera membalikkan tangan Pangkar itu. Namun justru di sanalah agaknya tantangan kedewasaan. Selain aku telah berniat tidak memberikan rasa malu lebih dari yang harus ditanggungnya, aku juga harus memperingatkan diriku sendiri, bahwa aku sedang tidak berada dalam dunia persilatan, tempat segala keajaiban diterima sebagai kewajaran. "Ayo Pangkar! Ayo! Lama sekali kamu kalahkan anak ini!" Pangkar mengejan lagi. "Eeeeggggghhhhh!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Namun aku bergeming. Meski terpaksa pura-pura mengejan juga. "Eeeeegggggghhhh!" Orang yang datang mengerumuni semakin banyak. Melihat aku tak juga dikalahkan. Para penjudi mulai bertaruh lagi. "Aku pegang anak itu!" "Aku pegang Pangkar!" Mula-mula hanya beberapa keping inmas, tetapi lama-lama bagaikan segala harta di pelabuhan itu telah dipertaruhkan. Ke mana para penjaga pelabuhan" Sepintas lalu kulihat juga mereka, dan rupa-rupanya mereka juga penasaran siapakah kiranya yang akan memenangkan pertarungan! Lagipula, suatu pertaruhan belum terbukti jadi perjudian ketika yang dipertaruhkan belum terlihat dibayarkan. Selain itu, perjudian memang tidak dilarang, karena yang selama ini dijaga hanyalah jangan sampai terjadi keributan yang disebabkan oleh kecurangan, apalagi yang berlanjut dengan pembunuhan. Semua pilihan berada di tanganku. Kalau aku mengalah. Sejumlah orang jatuh miskin. Tentu lebih banyak yang bertaruh untuk kemenangan Pangkar, dan artinya lebih banyak lagi yang akan jatuh miskin dengan pertaruhan sebesar itu. Akan halnya bandar, bukankah mereka semua lebih sering diuntungkan" Jelas aku juga tidak ingin mengalahkan Pangkar. Jadi aku tetap bertahan. Tidak pernah maju lagi dari kedudukanku pada awal permainan. Tentu kadang-kadang kubiarkan Pangkar seperti berhasil menekan dan mendesakku sampai tanganku nyaris menempel permukaan balok, tetapi hal itu tidak pernah terjadi. Pada titik itu tangan Pangkar akan kuangkat kembali, sambil pura-pura mengejan dan mengerahkan segenap tenaga. "Eeeeegggghhh!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ PERLAHAN-LAHAN tangan Pangkar akan terangkat. Saat itu ia akan menambah tekanan, yang kadang kubiarkan sebentar agar tampak seperti berhasil, tapi sebelum tanganku menyentuh permukaan balok tentu akan segera kuangkat kembali sampai mencapai kedudukan semula. Demikianlah terjadi berkali-kali, dan inilah yang membuat orang-orang menahan napas. Sungguh suatu tontonan yang mengasyikkan! Kemudian Pangkar me lakukan sesuatu. Tangannya meremas tanganku. Dalam hal adu panco pada umumnya, maka yang diremas akan kesakitan, perhatiannya teralihkan, dan pada saat itulah yang meremas akan memberi tekanan dahsyat untuk mengakhiri pertarungan. Bisa dianggap kecurangan, tetapi laz im juga berlaku sebagai bagian dari siasat, agar adu panco tak melulu menjadi adu tenaga. Tentu saja aku pura-pura mengaduh kesakitan. ''Aaaaahhhhhhh!'' Pangkar segera menekan. Kulepaskan tenaga pertahananku sehingga tenaganya pun terlepas tanpa daya tahan. Ini juga siasat panco yang agak lebih sahih daripada meremas tangan. Saat tenaganya terlepas tanpa kendali, dengan sedikit tenaga saja sebetulnya aku bisa membalikkan keadaan. Itu memang kulakukan, tapi lagi-lagi hanya sampai kepada kedudukan semula! Orang-orang berdesis kembali. Napas mereka tertahan. Kulirik nakhoda itu. Ia juga sedang memperhatikan diriku. Apakah kiranya yang dipikirkan oleh nakhoda itu" Apakah ia melihat sesuatu yang selama ini kusembunyikan, bahwa aku dengan mudah sebetulnya sudah dapat mengalahkan Pangkar dari tadi" Kemudian kutatap pula pandangan Pangkar, yang kini antara terheran-heran dan penuh belas bertanya-tanya juga sedang menatapku. Ia tetap mengerahkan seluruh tenaganya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ untuk menekan tanganku, tetapi tampaknya ia mulai menyadari betapa aku ternyata mampu menguasai dan menentukan bagaimana pertarungan ini akan berlangsung. Aku sedang mempertimbangkan manakah yang lebih baik, apakah sebaiknya ia tahu aku yang menentukan, ataukah sebaiknya tidak tahu; yang pertama akan membuat dia menghargai aku, jika kuputuskan untuk tidak mengalahkannya di muka umum seperti ini; yang kedua akan memberi perasaan malu dan kebanggaan semu jika aku mengalahkannya maupun berpura-pura. Dari pertimbangan ini kupilih yang pertama, yakni tidak akan mengalahkannya, meski juga tidak akan mengalah sama sekali. Ini berarti sisa pertimbangan dan keputusan kuserahkan kepada sang nakhoda. Apakah ia ingin menerima aku atau tidak; dan lebih jauh ia ingin kapalnya berangkat atau tidak, karena aku dapat membuat keadaan seperti ini berlangsung berhari-hari. Kutatap lagi nakhoda itu. Ia tampak berpikir keras. Mungkinkah ia tahu betapa akulah kini yang menguasai keadaan" Jika ia berpikir begitu, kini tergantung minatnyalah, Darah Darah Laknat 1 Pendekar Mabuk 029 Cambuk Getar Bumi Kisah Tiga Kerajaan 14

Cari Blog Ini