Jurus Tanpa Bentuk 14
Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 14 apakah ia bisa berjiwa besar untuk menerima bahwa bagaimanapun caranya Pangkar tidak akan mampu mengalahkan aku dalam adu panco ini. Matahari tambah tinggi. Pangkar berkali-kali mengejan untuk menekan tanganku, tetapi aku bergeming. ''Eeeegggghhh!'' Keringat Pangkar bercucuran. Tenaganya mulai habis. Namun orang-orang yang berkerumun tiada berkurang, bahkan tambah banyak. Agaknya persoalan yang belum terlalu jelas bagiku antara orang-orang Sriv ijaya dan Mataram ini, telah ikut membingkai adu panco yang tidak hubungannya dengan masalah kenegaraan tersebut. ''Ayo! Kalahkan orang Srivijaya itu!'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Ayo!'' ''Ayo!'' ''Ayo!'' Aku tercekat. Kini masalahnya bukan soal pertaruhan judi lagi, me lainkan masalah siapa kalah dan siapa menang, yang membawa-bawa nama bangsa dan negara. Padahal, dalam hal adu panco yang sedang kujalani, hal itu tiada hubungannya sama sekali! Seseorang telah memanas-manaskan keadaan, dengan membuat adu panco yang sebenarnya berlangsung karena aku mencari pekerjaan di atas kapal, seolah-olah pertarungan berlangsung antara Sriv ijaya dan Mataram. Sungguh cara memanfaatkan keadaan yang begitu cepat dan penuh muslihat jahat! Sembari menahan tekanan tangan Pangkar, memang kulihat orang-orang itu menyelip di antara banyak dan berbisik-bisik menyebarkan kebohongan. Inilah orang-orang yang memang kadang-kadang dibutuhkan sebagian bagian dari pertahanan sebuah kerajaan, yakni memperlemah daya pengamatan dan perlawanan kelompok yang terbawahkan, dengan mengalihkan perhatian mereka dari istana. Kini mereka mengalihkan persoalan di dalam negeri Mataram, kepada persoalan yang sebetulnya tidak meruncing seperti yang dikesankannya, dengan kedatuan Sriv ijaya... AKU merasa muak dengan permainan seperti itu, ingin berbuat sesuatu, tetapi bukan saja aku tidak menguasai dan tidak berminat terhadap ilmu muslihat penuh keterselubungan seperti itu, melainkan juga justru sedang melakukan suatu jenis tipu daya tersendiri: Aku yang dapat mengalahkan Pangkar dengan mudah harus dapat mengalahkan raksasa ini, yang sejak awal telah menatapku dengan penuh belas itu, tanpa menyakitinya. Sampai saat ini, aku hanya mampu untuk tetap bertahan dalam kedudukan semula. Matahari terus bergeser. Waktu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ merayap. Ingin kuyakinkan nakhoda betapa tiada lain yang dapat dilakukan Pangkar selain tetap berada dalam kedudukan seperti ini. Ketika matahari lengser ke barat, angin bertiup, dan udara menjadi sejuk, nakhoda itu tampak sudah tidak tidak tahan lagi. Kurasa perilaku orang-orang yang menyebarkan bisikanbisikan untuk memengaruhi keadaan juga telah diketahuinya. Kurasa ia tahu suasana bisa berkembang ke suatu arah yang belum tentu dapat ditanganinya. "Cukup! Cukup! Kuterima kamu bekerja di kapalku! Dalam adu panco ini tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang! Aku tidak mau memperpanjang masalah lagi!" Nakhoda itu memegang dan memisahkan tangan kami. "Selesai sudah! Bubar! Bubar! T idak ada perjudian di sini!" Pangkar melepaskan pegangan. Aku juga. Aku tahu Pangkar sudah kehabisan tenaga dan matanya menatapku dengan penuh rasa terima kasih bercampur keheranan luar biasa. Sudah jelas ia kini menaruh hormat yang sangat dalam kepadaku. Aku bersyukur kepada diriku sendiri karena telah berhasil menyelesaikan tugas yang kuanggap sulit: Aku boleh menganggap diriku menang tanpa mengalahkan, karena sebenarnyalah aku telah mengalahkan tanpa menyakiti... Tentu, tidak sedikit pun aku boleh tampak berpuas diri. Sebaiknya aku bersikap memang hanya memikirkan pekerjaan yang kuharapkan. "Jadi, apakah tugas sahaya sekarang Tuan?" Orang-orang sudah bubar. Kulihat kekecewaan pada wajah para penghasut, tetapi betapa mereka juga tampak sama sekali tidak putus asa dan menantikan kesempatan berikutnya! Nakhoda itu kulihat juga memperhatikan mereka. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Kemasi barang dikau dan naik sajalah ke kapal," katanya kepadaku, "nanti ada yang akan memberikan dikau pekerjaan." Seseorang di antara para penghasut itu kulihat mendekati nakhoda. Segera kutancap ilmu pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang. "Apa yang kau lakukan Nakhoda, menerima orang yang tidak jelas asal-usulnya?" "Bagi kami tidak penting benar asal-usul seseorang, Tuan," kata nakhoda itu, "tak hanya orang Sriv ijaya bekerja di kapal ini, tetapi juga dari berbagai daratan tempat kami berlabuh, selama kami memang membutuhkan." "Kalau begitu terimalah juga orangku bekerja di kapal dikau." "Maaf Tuan, kami belum membutuhkan tenaga tambahan." "Bagaimana dengan anak muda itu?" "Anak muda itu sudah berbuat jasa untuk kami, lagi pula ternyata kemudian memenuhi persyaratan." Orang itu mengerti ia tak bisa berbuat lebih banyak lagi. "Baiklah Nakhoda, ini semua keputusan dikau. Semoga selamat segalanya dan salam." Ia pergi. Nakhoda itu menggeleng-gelengkan kepala. "Bagaimana mungkin orang bisa begitu memaksa?" Ia hanya berdesah, tetapi dengan ilmu pendengaran Semut Berbisik di Dalam Liang tentu aku mendengarnya. Senja akhirnya turun di pelabuhan itu. Langit merah membara dan lautan berubah menjadi genangan berwarna jingga. Tiang-tiang kapal tegak menghitam. Aku melangkah dan menapaki batang kayu melintang yang menghubungkan dinding perahu dengan daratan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sayup-sayup kudengar sebuah ajaran dari dalam sebuah kuil yang dipenuhi sejumlah rahib asing di pelabuhan. Agaknya prajna-paramita seperti digambarkan dalam Madhyamakavatara. Ibarat seseorang dengan penglihatan yang baik, dengan mudah dapat memimpin sejumlah orang buta ke tempat yang mereka inginkan. Demikian pula halnya dengan prajna yang mengumpulkan kebajikan-kebajikan yang takbermata serta kemudian memimpinnya ke Kebuddhaan Ini membuat aku teringat sebuah ajaran lain, juga prajna, tetapi dari Vima lakirtinidesasutra. Apakah yang disebut keterikatan seorang Bodhisattva dan apakah kelepasannya" Prajna yang dilaksanakan tanpa disertai dengan kesediaan untuk mengabdi semua makhluk merupakan keterikatan akan tetapi apabila didukung merupakan kelepasan keadaan juga berlaku demikian dalam hal dibaliknya keberlangsungan Lantas kudengar kembali sambungan ajaran, perihal cara melaksanakan dhyana-paramita sebagai titik tolak penyamaan, terutama mengenai sunyata sebagai hakikat badan, yang rupanya diacu dari Sang Hyang Kamahayanikan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang dinamakan prajna-paramita ialah semua hal atau benda yang dianggap ada di dunia dan yang berada di sepuluh arah; timur, selatan, barat, utara, tenggara, barat-daya, barat-laut, timur-laut, atas dan bawah... Semua hal seyogyanya diketahui sampai ke badan luar atau bahya maupun dalam atau adhyatmika, serta semua makhluk dengan semua aturannya tentang semua perbuatan, semua yang diperbuat, semua pendapat. Semua hal yang berbentuk dan tanpa-bentuk memiliki hakikat sunyata. Ketika malam sudah menyelimuti bumi, aku masih merenungkan semua itu, sembari memandang bulan purnama beredar di antara tiang-tiang kapal. (Oo-dwkz-oO) Episode 80: [Tulisan dan Kejujuran] ''KAKEK, benarkah Kakek seorang pendekar"'' Ah, ya, aku belum menjawab pertanyaan ini! Aku berada pada tahun 871 dan umurku sudah 100 tahun. Di hadapanku terlihat sepasang mata yang berbinar, mata Nawa, bocah pintar yang sangat bersemangat belajar membaca dan menulis. Bagaimanakah aku harus menjawabnya" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Masalahnya, mengapa Nawa dapat mengajukan pertanyaan seperti itu" Pertanyaan itu mengandaikan betapa seseorang telah mengatakan kepadanya bahwa aku adalah seorang pendekar. Walaupun Pendekar Tanpa Nama adalah nama yang ibarat kata pernah didengar setiap telinga, aku tidak berharap dapat dikenali dengan mudahnya dalam keadaan sedang menyamar seperti sekarang. AKU bahkan sempat membayangkan peristiwa yang dialam i Nawa. Seseorang barangkali telah memanggilnya sembari berbisik tertahan. "Ssssttt! Nawa, ke sini dulu!" Nawa menoleh. Barangkali itu seseorang yang tidak pernah dilihatnya, dan tentu saja anak secerdas Nawa dengan segera menjadi, meski sama sekali tidak memperlihatkannya. "Ada apa, Paman?" "Tahukah dikau Nawa, siapa orang yang selalu menulis itu?" "Oh, itu Kakek, kakek kami, ada apa Paman?" "Kakek, apakah maksud dikau kakek itu adalah ayah dari ayahmu?" "Bukan Paman, tapi kami, anak-anak di sini, menganggapnya sebagai kakek kami sendiri." "Siapakah kiranya nama kakek kalian itu" Daku seperti pernah mengenalnya." Apakah kiranya yang akan dikatakan Nawa" Sejak tadi aku hanya menebak-nebaknya. Namun kukira Nawa akan balas bertanya. "Siapakah Paman" Sahaya belum pernah melihat Paman. Mengapa Paman tidak bertanya sendiri saja?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Orang itu barangkali terkejut dengan ucapan semacam itu. "Nawa, kamu anak pintar! Kulihat kamu rajin belajar membaca dan menulis! Hebat kamu Nawa!" Tentu Nawa tak mau mengerti pengalih perhatian seperti ini. "Datangi sajalah Paman, sahaya antarkan, nanti Kakek akan senang jika mengenal Paman." Cerdas bukan" Nawa juga ingin mengenali siapakah aku! Itulah bedanya anak yang belajar membaca maupun yang tidak. "Ah, sudahlah Nawa. Kulihat kakek dikau sangat sibuk. Katakan saja kepadanya, seseorang telah mengenalinya sebagai pendekar besar tanpa nama..." "Pendekar" Kakek kami hanyalah seorang pembuat lontar!" Barangkali orang itu tersenyum sembari mengusap rambut Nawa. Barangkali pula tiba-tiba sudah berkelebat menghilang..." Barangkali. Bukankah aku hanya sibuk menduga" "Benarkah, Kakek" Benarkah Kakek seorang pendekar" Seorang perempuan tadi bertanya-tanya, apakah di kampung ini seseorang pernah melihat Pendekar Tanpa Nama." Seorang perempuan" Dugaanku buyar seluruhnya. "Tentu Nawa, seorang perempuan telah bertanya-tanya tentang Pendekar Tanpa Nama, tetapi mengapa kamu bertanya kepadaku apakah aku seorang pendekar?" Nawa memandang kepadaku dengan penuh selidik. Ia masih berumur enam tahun. Meskipun ia memang cerdas dan ia berbeda dengan anak-anak kecil lain di kampung ini yang selalu ingusan, tetapi ia tetap saja masih berumur enam TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tahun, dan karena itu masih rawan terhadap segala macam Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tipu daya. Masalahnya, dalam hal ini, aku sendirilah yang sedang berada di jalan simpang: Apakah aku harus mengatakan yang sebenarnya kepada Nawa" Ataukah justru sebaliknya" Betapapun aku sedang berada dalam penyamaran dan aku membutuhkan penyamaran ini agar aku dapat segera menyelesaikan tulisan. Penyamaran dan ketenangan, itulah yang kubutuhkan. Dalam usia 100 tahun, tidak terlalu keliru jika aku mempertimbangkan bahwa setiap saat jantungku tiba-tiba bisa berhenti. Tulisanku harus selesai sebelum aku mati, tetapi aku baru mulai menulis, sedangkan yang akan kutuliskan jelas masih panjang sekali. Itulah sebabnya aku membutuhkan ruang dan waktu yang terbentang tanpa gangguan di depanku. Terseret kembali dalam dunia persilatan hanya akan membuat aku terlibat pertarungan takberkesudahan. Di atas langit ada langit. Namun tak seorang pendekar pun telah mengatasi langit ilmu silatku, padahal semua ingin menguji keandalan, mencapai kesempurnaan dalam persilatan, dengan cara menempurku, satu-satunya pendekar yang belum terkalahkan di Yawabhumipala. Tidaklah banyak berarti bahwa aku telah menyamar selama 25 tahun dan masih ditambah mengundurkan diri dari dunia persilatan se lama 25 tahun lagi. Mereka yang telah mengalahkan pendekar manapun yang ditemuinya merasa pencapaiannya belum sahih jika belum mengalahkan aku. Dengan segala cara mereka masih terus mencariku. Tentu, pendekar manakah yang tidak ingin mati dalam puncak kesempurnaannya. Namun aku juga ingin mati dalam puncak kesempurnaanku, bukan sebagai pendekar, melainkan sebagai manusia yang harus menyelesaikan tulisan tentang riwayat hidupnya. Bukan, bukan karena aku ingin dikenang sebagai pujangga besar, sama sekali bukan, tetapi karena hanya dengan cara ini aku akan mengerti kenapa sampai hari ini banyak orang masih ingin membunuhku. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ AKU masih bisa mengerti jika dalam sungai telaga dunia persilatan para pendekar memang masih mencariku demi sebuah pertarungan untuk menguji dan mencapai kesempurnaan, tetapi aku tidak mau mengerti bahwa sudah selayaknyalah kerajaan membuat pengumuman betapa aku harus diburu dan dibunuh dengan hadiah 10.000 keping inmas. Sungguh gila! Aku harus membongkar persekutuan jahat ini. Namun mengingat ruwetnya jaringan rahasia yang berkait kelindan, jika dalam seluruh masa hidupku aku takmampu membongkar rahasia, dan menemukan komplotannya, maka setidaknya aku harus membersihkan namaku. Tiada cara lain bagiku selain menuliskan apa pun yang kuketahui dan kulakukan selama ini, yang bagi diriku memang merupakan cara menyelidiki, tetapi yang bagi pembacanya merupakan cara terbaik untuk mengetahui siapakah diriku yang sebenarnya. Justru itulah masalahnya sekarang. Seberapa jauh aku bisa jujur dalam suatu tulisan yang dimaksudkan sebagai pengungkapan" Bahkan kepada Nawa, anak kecil ini pun, aku masih tertegun-tegun. Betapa sulitnya sekadar hidup menjadi jujur! Bahkan, atas nama kebijaksanaan, kejujuran itu ternyata tidak selalu tepat untuk diungkapkan! "Perempuan itu bertanya siapakah Kakek, lantas kujawab Kakek seorang pembuat lontar, perempuan itu lantas bertanya lagi siapakah nama Kakek, kujawab kami cukup memanggil Kakek sebagai Kakek saja, yang lantas ditanyakannya lagi apakah Kakek pernah mengajari kami bersilat." Hatiku tercekat. "Apa jawabanmu Nawa?" "Aku balas bertanya kepadanya, mengapa dia bertanya seperti itu?" "Lantas?" Memang aku sungguh penasaran dengan jawabannya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Dia bilang Kakek mirip seorang pendekar yang pernah dilihatnya." "Begitu saja?" "Ya, begitu saja. Akulah yang menegaskan kepadanya sekali lagi, bahwa Kakek adalah seorang pembuat lontar, yang selama ini memang pekerjaannya hanya membuat lontar dan kadang-kadang menulis." "Lantas apa katanya?" "Ternyata perempuan itu makin tertarik, Kakek, dia bertanya apakah kiranya yang dituliskan Kakek." "Hmm. Begitu" Apakah jawabanmu, Nawa?" "Bukankah aku memang tidak tahu, Kakek, jadi kujawab tidak tahu." Aku terdiam, mengamati Nawa. Anak itu menampakkan sikap me lindungi, tetapi bagaimanakah caranya ia tahu memang terdapat sesuatu yang harus ditutupi" Apakah yang telah dilihatnya pada perempuan yang bertanya-tanya itu, sehingga ia bersikap me lindungi diriku, meski apalah yang mungkin diketahui anak ini tentang diriku" Mungkinkah Nawa membaca bahwa dugaan perempuan itu memang mengandung kebenaran" "Nawa," kataku kemudian, iapakah perempuan itu membawa pedang?" Memang banyak senjata yang mungkin dipakai dalam dunia persilatan, tetapi selain pedang adalah senjata yang paling disukai, juga merupakan senjata yang paling banyak dikembangkan keilmuannya. Seorang pemula pasti akan mempelajari ilmu pedang, sementara meskipun seorang pendekar telah menguasai segala senjata, bahkan mampu menundukkan lawan bersenjata apapun dengan tangan kosong, tetap akan merasa perlu menguasai ilmu pedang. Tanpa pedang, ilmu persilatan tidak akan mencapai TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kegemilangannya seperti sekarang. Jika banyak senjata diciptakan hanya untuk membunuh, maka pedang bagaikan diciptakan untuk diperagakan, tidak aneh jika dalam tingkat kemahiran tertentu permainan ilmu pedang lebih tampak sebagai tarian. Tentu saja itulah yang disebut tarian pembunuhan. Itulah yang terlalu sering sulit dimengerti dari dunia persilatan, jurus terindah menampakkan dirinya hanya untuk mengakhiri kehidupan. Namun tidakkah itu merupakan pilihan hidup seorang pendekar" Kematian tidak dilihat sebagai akhir kehidupan, melainkan bagian saja dari kehidupan abadi yang meleburkan segala kedirian. Siapakah perempuan itu" Betapapun ia mengungkapkan sesuatu yang benar. Barangkali aku memang pernah dilihatnya, dan ia kebetulan lewat serta mengenaliku. Namun aku merasa harus bersiap untuk kemungkinan yang lain, bahwa perempuan yang bertanya-tanya itu memang seseorang yang sengaja mencariku. Mungkin saja bahwa ia telah melhatku adalah kebetulan, tetapi bisa saja ia memang mencari Pendekar Tanpa Nama yang gambarnya terpampang jelas pada selebaran itu. Namun kukira aku seharusnya mempertimbangkan kemungkinan, bahwa ia memang sengaja melacak dan menemukan jejakku di tempat aku menyamar sebagai pembuat lontar ini. Apakah dengan begitu sebaiknya aku segera berkelebat pergi" "Kakek, perempuan itu tidak membawa pedang, hanya membawa tongkat dengan buntalan seperti pengembara. Kenapa perempuan pengembara itu bertanya apakah Kakek seorang pendekar" Dia benar-benar seperti mengenali Kakek, benarkah Kakek bukan seorang pendekar?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ AKU tersenyum dan mengangkatnya agar duduk di dekatku. ''Nawa, dengar kata Kakek baik-baik, pendekar itu, jika maksudnya pendekar silat yang bisa terbang setinggi pohon kelapa dan me lompat dengan ringan dari atap ke atap tanpa suara di bawah cahaya rembulan, maka itu hanya ada dalam dongengan. Janganlah terlalu percaya yang tidak masuk akal kalau mendengar orang bercerita. Biarkan mereka bercerita semaunya, tetapi tidak usah terpengaruh olehnya, karena misalnya semua yang dikatakannya itu benar, juga tidak ada gunanya untuk kita.'' ''Jadi, siapakah yang pernah dilihat oleh perempuan itu, Kakek" Jika memang bukan Kakek, bukankah belum tentu ia bukan seorang pendekar"'' Ah, cerdas sekali anak ini! Tapi aku sudah memutuskan tidak akan mengangkat seorang murid dalam ilmu s ilat. ''Banyak orang memang hidup dalam kepalanya sendiri, Nawa, dan mereka mempercayai apa saja yang muncul dalam kepalanya itu.'' Nawa memandangku dengan tajam, seperti tahu aku berusaha mengalihkan perhatiannya. Namun, juga seperti mengerti, ia tidak melanjutkan pertanyaannya. ''Kakek, mengapa Kakek senang menjadi seorang penulis"'' Tentu saja ini juga pertanyaan yang sulit. Aku merasa harus menjawabnya dengan gampang. Namun inilah jawabanku. ''Pertanyaanmu itu bisa juga diajukan kepada setiap orang dengan pekerjaan masing-masing, dan tidak semua orang bisa menjawabnya dengan mudah. Mengapa seseorang senang jadi petani, mengapa seseorang yang lain senang jadi tukang besi, mengapa seseorang senang jadi tukang emas, mengapa seseorang senang menjadi tukang kuda, lagi pula aku bukan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ seorang penulis. Kamu kan tahu aku seorang pembuat lontar...'' Nawa menggeleng-gelengkan kepala. ''Kakek lebih banyak menulis daripada membuat lontar.'' ''Itu karena aku mengisi waktu ketika menunggu daundaun itu kering.'' Mata Nawa mengerjap. Tak bisa kutebak apa yang dipikirkannya. ''Kakek, apakah sebenarnya yang Kakek tulis itu" Dari hari ke hari sudah bertumpuk-tumpuk lontar di bilik Kakek.'' Sampai juga akhirnya pertanyaan itu! ''Oh, itu hanya kenang-kenangan Kakek saja, Nawa, kenang-kenangan hidup Kakek...'' ''Untuk apakah Kakek menulis kenang-kenangan itu"'' Bukankah ini pertanyaan yang sulit" Karena aku memang tidak sedang menulis riwayat hidupku sebagai kenangkenangan atas hidupku. Sama sekali tidak. Aku menuliskan riwayat hidupku karena aku merasa telah kehilangan sesuatu....ada sesuatu yang mungkin saja telah kulupakan, sehingga aku tidak mengerti atas alasan apa orang setua aku ini masih juga diburu untuk dibunuh sampai mati. Memang aku telah memikirkan beberapa kemungkinan, seperti juga pernah kuceritakan, tentang kemungkinan diriku, setidaknya namaku, yang sekadar dipinjam dalam permainan kekuasaan Mataram pimpinan Rakai Kayuwangi sekarang ini. Namun aku ingin mencari sebab yang lebih dalam dari sekadar kepentingan sementara semacam. Aku ingin tahu mengapa diriku menjadi begitu pantas dikorbankan seperti itu. Dikenal sebagai apakah aku ini, riwayat hidup macam apakah yang telah membentuk diriku, bagaimanakah pandangan orang banyak akhirnya membentuk sosok diriku tanpa kukehendaki" Aku memang tidak pernah mempunyai nama, tetapi meski TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tetap tak bernama, setiap orang ibarat kata menggubah riwayat hidupku menurut sudut pandangannya, masingmasing bagaikan memberi nama. Bagaimana pandanganku tentang diriku sendiri" Apabila aku menulis riwayat hidupku itu berarti aku telah menuliskan segala sesuatu melalui sudut pandangku. Seberapa jauhkah aku dapat berterus terang dengan segalanya" Aku sebetulnya menuliskan semua itu untuk diriku, dengan harapan segala ingatanku terkuras tuntas tanpa sisa. Peristiwa setiap saat, gambaran setiap pandangan, rincian setiap gerak, isi setiap kitab, makna setiap kejadian, arti setiap perlambangan, aku ingin mengungkapkan semuanya, selengkap-lengkapnya, serinci-rincinya, seluas-luasnya, sebanyak-banyaknya, sejelasjelasnya, sepenuh-penuhnya, seutuh-utuhnya, segalanya, tanpa sisa. Tetapi apakah itu mungkin" Setiap kali selalu Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo terasa ada yang kurang, setiap kali selalu terasa ada yang keliru, tetapi tidak tahu persisnya di mana dan memang tidak pernah kuperiksa atau kuperbaiki lagi. Maklumlah, aku menulis dengan pengutik, menggurat di atas lontar, perbaikan atau penggantian akan menyulitkan susunan. Artinya setiap kata atau kalimat yang diguratkan dari aksara demi aksara haruslah sudah dipikirkan dengan seksama. NAMUN sebetulnya itu bukanlah alasan yang utama, karena jika suatu perbaikan harus dilakukan, tentu akan dilakukan juga; melainkan karena aku selalu merasa, bahwa waktu yang tersisa tidak akan terlalu cukup untuk menulis seluruh riwayat hidupku. Menuliskan riwayat hidup seratus tahun tentu takberarti membutuhkan waktu seratus tahun, tetapi betapapun seratus tahun yang penuh makna bukanlah waktu yang singkat, yang jelas tidak mungkin diceritakan secara ringkas dengan secepat-cepatnya. Begitulah kenangan dalam kepala dan waktu yang tersedia untuk menuliskannya membentuk apa pun yang telah maupun kelak akan terbaca. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kesadaran bahwa tulisan ini akan dibaca, meski kepentingannya adalah menyelidiki segala perkara yang pernah kualam i, menimbulkan keraguan baru kepadaku bahwa penulisanku akan berlangsung penuh dengan kejujuran. Meskipun kepada diriku sendiri, seberapa jauh aku dapat menampilkan diri dengan segala keburukanku" Apakah jaminannya bahwa aku tidak akan membuat diriku tampak penting, meskipun dengan cara memperlihatkan betapa diriku tidak penting" Mungkinkah aku menulis tanpa siasat, yang kiranya akan menjebak pembaca, untuk cenderung tergiring membentuk sebuah kesan tentang diriku" Hmm. Kejujuran ternyata merupakan perkara yang sulit... Jadi, apakah jawabanku kepada Nawa" ''Banyak alasan kenapa orang merasa perlu menuliskan kenangannya, Nawa, tetapi apapun alasannya, setiap kenangan yang dituliskan akan selalu bermakna setiap kali dibaca, sedangkan karena dalam setiap pembacaan terdapat penafsiran berbeda, maka kebermaknaannya akan berganda. Artinya, tidak penting benar apa maksud hati seorang penulis itu Nawa, yang penting adalah bagaimana tulisannya dapat bermakna kepada pembaca...'' Nawa memandangku, masih dengan mata berbinar. Aku juga menatapnya, tetapi pikiranku agaknya melayang entah ke mana. Siapakah perempuan yang bertanya-tanya tentang diriku itu" Apakah kata-katanya bisa dipercaya, bahwa ia mengenaliku sekadar karena pernah melihatku" Jika ia menyebut diriku sebagai pendekar, setidaknya ia tentu pernah melihatku bertarungobahkan dengan Jurus Tanpa Bentuk, karena hanya dalam jurus itulah, ketika aku diam bagaikan tiada bergerak, pertarunganku dapat dilihat secara kasat mata. Siapakah dia yang masih mengenaliku, setelah aku mengundurkan diri dari dunia persilatan dalam 25 tahun terakhir ini" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Nawa, apakah perempuan pengembara yang bertanyatanya itu sudah lanjut usia"'' ''Tidak Kakek, dia seperti Si Rona.'' Si Rona adalah anak penjual juadah ketan. Usianya masih 16 tahun. Jadi tidak mungkin ia pernah melihatku bertarung. Mungkinkah ia mengenaliku dari lembaran lontar yang menggambarkan diriku, meski sudah kusemir rambutku, dan memang memburuku" Mungkinkah ia seorang pemburu hadiah, yang memang biasa memburu para penjahat demi bayaran" Aku harus waspada terhadap setiap kemungkinan! (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ KITAB 5: PENDEKAR TUJUH LAUTAN (Oo-dwkz-oO) Episode 81: [Berlayar ke Samudradvipa] SAMUDERA terbentang bagaikan tanpa batas. Kujilat bibirku yang terasa asin. Angin menderu bagaikan seribu dongeng menjadi satu. Kapal samudera ini melaju karena kuatnya angin yang ditangkap layar. Seluruh layar terkembang penuh. Kapal membelah laut biru tua menuju Samudradvipa. Sudah tiga hari kapal terus menerus melaju siang dan malam tanpa henti. Segalanya serba baru bagiku. Namun terutama pemandangan lautan yang luas terbentang itulah yang sangat menarik hatiku. Sampai di manakah lautan ini berakhir" Apakah yang berada di balik cakrawala itu" Melaju di atas samudera membuat membuat segala persoalan di darat terlupakan. Daratan menjadi kecil, segenap persoalannya menjadi tidak penting, dan perebutan kekuasaan menjadi perkara yang lucu. Di sini hanya ada langit dan hamparan laut yang keluasannya membuat manusia merenungkan makna keberadaan dirinya di dunia ini. Kapal menjadi titik kecil, bagai pengembara sunyi di keluasan semesta tanpa tepi. "Tak bisa daku bayangkan hidup bertani seperti orang Mataram," kata seorang pelaut, "hidup berbulan-bulan menjaga sawah sampai panen, hanya untuk mulai menanam lagi." "JANGAN merendahkan petani," kata pelaut yang lain, "tidak mudah bersawah dan tanpa petani bagaimana kita bisa makan nasi?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Kita tidak mati kalau tak makan nasi, kita bisa hidup hanya makan ikan dan kerang." "Ya, tetapi mencari ikan membuat kita tidak bertemu anak dan isteri, kalau bertani anak dan isteri bisa ikut ke sawah, ikut bekerja bersama kita." "Hmm. Itulah bedanya pelaut dan petani, pelaut harus pergi, petani tidak bisa pergi. Daku bersyukur menjadi pelaut dan melihat dunia. Daku tak sudi setiap hari berangkat ke petak sawah yang sama sampai mati." "Tidak harus begitu tentu. Orang-orang Mataram itulah yang menyerbu Champa dan mengobrak-abriknya." "Membakar kuil-kuil mereka segala! Kurang pekerjaan karena panen terlalu banyak, itu pun menggunakan kapal dan awak kapal Sriv ijaya! Tidak ada cerita petani membuat kapalkapalnya sendiri!" "Jangan salah, mereka semua dulu juga pelaut seperti kita Markis! Pengetahuan mereka yang berkembang kemudian membuat mereka mampu menumbuhkan bibit menjadi padi, jadi waktunya tidak habis untuk berlayar dan menangkap ikan hanya untuk makan." "Jadi apa yang mereka lakukan Darmas" Daku tidak tahu apa yang lebih baik selain angin laut, matahari senja, dan dunia yang terbentang di balik cakrawala sana." "Kemapanan yang dijamin panen telah mengembangkan kebudayaan, Markis. Tidakkah dikau lihat kita pernah mendatangkan segala alat" Segalanya berkembang di bawah wangsa Shailendra, Markis, mereka membangun candi di mana-mana; pemeluk Siva maupun Mahayana seperti berlomba, takkurang pula candi Mahayana dengan gaya Siva dan sebaliknya!" "Hmmmhhh! Para pemeluk kepercayaan asing!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Tunggu dulu, Markis! Mereka tidak hanya membangun candi, pulang dari sawah di kampung mereka berlangsung pembacaan berbagai kitab, sebagian belajar membaca, sebagian belajar menulis; jangan dibandingkan dengan menangkap dan membakar ikan!" "Daku tak akan bisa hidup terikat dengan tanah seperti itu, daku lebih suka lautan, yang dapat kulayari menuju tempattempat terjauh, Darmas." "Setidaknya dikau tak bisa melecehkan mereka, Markis, dengan kitab yang mereka tulis sendiri kelak, yang menyampaikan gagasan-gagasan mereka sendiri, keberadaan hidup mereka akan sangat bermakna bagi banyak orang di masa depan." "Daku tak suka hidup dalam kepalaku sendiri Darmas, daku mau menghayati dengan tubuhku, berlayar ke tujuh lautan. Tidakkah hal itu yang membuat kita menjadi manusia Srivijaya?" "Dikau dengarkah rencana candi yang mulai mereka bangun itu Markis" Kukira candi semacam itu maknanya dari saat ke saat akan bergaung begitu rupa mencapai seribu lautan. Aku tidak memandang diriku sebagai pelaut Sriv ijaya rendah Markis, ibarat kata telah kita jelajahi segenap pelosok bumi dan menyusuri sungai-sungainya sampai hulu yang terdalam, tetapi kemampuan mengolah tanah menjadi sawah betapapun telah memberi kemapanan yang melahirkan banyak kemungkinan bagi peradaban." "Jangan lupa Darmas, Srivijaya itu pusat kebudayaan, para pelajar dari Funan sejak lama menimba ilmu di tempat kita dahulu, sebelum dianggap layak menerima pelajaran igama di Jambhudvipa." "Kamu tidak salah, Markis, tapi Sriv ijaya sedang mengalami kemunduran." "Ah! Dirimu dengan isi kepalamu Darmas!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Apakah dengan kepalamu yang bebal dikau bermaksud menghinaku Markis?" Kulihat tangan keduanya telah meraba gagang pisau mereka masing-masing. Aku tidak mengerti kenapa perbincangan yang bagiku menarik itu begitu mudah berakhir di ujung senjata! Namun Pangkar sudah berada di sana. "Siapa pun yang ingin berkelahi di kapal ini sebaiknya berhadapan lebih dahulu dengan Pangkar," katanya. Mereka masih saling menatap dengan waspada, karena lemparan pisau secepat kilat hanya butuh kelengahan sekejap mata. Tentu mereka sama sekali tidak takut kepada Pangkar, tetapi tampaknya sadar betapa berlebihan jika harus menyelesaikan perbedaan dengan perkelahian. Baru tiga hari aku berlayar, tentu baru sedikit yang kupelajari, sehingga tidak terlalu banyak yang bisa kuceritakan kembali. Namun karena segala sesuatunya memang baru bagiku, rasanya begitu banyak yang merasuki diriku. Kapal yang kutumpangi tergolong kapal besar dalam jenisnya, yakni kapal untuk me layari lautan, karena selain bercadik juga menggunakan layar, dengan layar tanjak empat persegi panjang pada tiga tiang. Kapal sejenis yang lebih kecil, hanya perlu menggunakan dayung, kemungkinan hanya untuk mencari ikan, atau pelayaran sepanjang tepi pantai, tetapi tidak untuk menyeberangi samudera luas ke negeri yang jauh. Inilah kapal yang telah digunakan leluhur kami para pemukim Suvarnadvipa untuk pelayaran antarpulau mereka sejak lima ratusan tahun lalu.3) Kapal ini cukup untuk memuat 30 awak kapal, dan sekarang kami hanya 25 orang seluruhnya, dengan angkutan yang bagiku terasa banyak, yakni tumpukan tinggi rempah-rempah dagangan, bergentong-gentong air tawar, persediaan beras, kayu bakar, dan banyak lagi keperluan lain yang pastilah sangat berat. Untuk semua barang itu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dibutuhkan ruang sebesar kubus 13 langkah; sementara awak kapal menempati ruangan seluas 18 langkah empat persegi.4) Dengan layar tanjak empat persegi, kapal melaju dengan tenang.5 Aku melaksanakan tugasku dengan sungguhsungguh, dan berusaha tidak pernah memperlihatkan kelebihanku sama sekali, antara lain karena memang kesempatannya tidak mudah didapatkan. Membersihkan lantai geladak misalnya, sebetulnya dapat kulakukan dengan kecepatan kilat menggunakan tenaga dalam, sehingga pekerjaanku akan cepat selesai dan aku bisa menimba pengetahuan. Namun kapal ini berisi banyak orang, tiada seorang pun dapat menyendiri tanpa terpandang banyak orang. Bahkan dengan kedudukan sebagai nakhoda tiada keistemewaan apapun selain berada di balik kemudi dan memberi perintah di sana-sini. Saat ia ingin tidur, tiada tempat lain selain bersama segenap awak kapal lainnya. Maka bergerak secepat kilat sampai hilang dari pandangan takmungkin berlangsung tanpa memancing kecurigaan. Kemudi kapal terletak di bagian samping dan dari geladak sampai tiang selalu ada awak kapal yang bergerak dengan cekatan. Begitulah menyesuaikan diri dengan semua itu, karena aku memang tidak mengetahui apapun tentang bagaimana harus bekerja di atas kapal. Dalam tiga hari, tentu saja aku belum tahu apa-apa, segalanya masih serba membingungkan, tetapi aku senang berada di atas kapal ini, karena setiap saat diri dan tubuhku bergerak merambah wilayah baru. (Oo-dwkz-oO) JAVADVIPA sudah tidak kelihatan lagi. Saat malam tiba dan sebagian besar awak kapal tertidur, aku beranjak ke dinding kapal, melamun sembari menatap percikan ombak di dinding kapal. Lautan luas dalam kegelapan membuat pikiran mengembara di balik kelam. Kudengarkan suara percikan, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tiupan angin yang seperti siulan, dan derik sendi-sendi kayu dalam geraknya yang tenang. Sejak berangkat meninggalkan Javadvipa, hujan deras terus menerus membasahi kami, meski tanpa badai sama sekali. Benar ombak bertambah tinggi dan angin bertiup lebih kencang dengan arah takmenentu, tetapi kulihat wajah nakhoda itu begitu tenang, mestinya karena sering menghadapinya sebagai peristiwa alam yang wajar terjadi. Kubayangkan jika aku dan kapal ini tak di sini. Tetap berlangsung hujan deras dan ombak meninggi, sementara angin bertiup dengan suara mendebarkan hati, tetapi siapakah kiranya yang akan mendengarnya" Alam berbicara sendiri dan takpeduli apakah ada atau tiada manusia menghuni. Segala makna memang datang dari manusia, yang menatap dan Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mendengar, lantas memberi arti. Seperti malam yang tenang takberhujan kali ini. Tanpa manusia, lautan tempat kapal ini sekarang berlayar akan tetap seperti ini, diriku saja kini menuliskannya kembali, sehingga suasana ini akan tetap tinggal dengan makna terberi. Tiada makna dalam diri alam sendiri. Makna datang dari manusia, apa pun makna yang diberikannya. Aku mendongak ke atas dan menatap hamparan bintang. Ini suatu hal yang sering kulakukan dalam perjalanan di daratan, apabila dalam kelelahan aku tidur di hamparan rerumputan. Namun aku memandangnya tanpa manfaat apapun selain untuk kesenangan dan hiburan. Di kapal ini, pemegang kemudi yang menggantikan nakhoda juga selalu memandang bintang-bintang, tetapi untuk menentukan ke mana kapal harus diarahkan. Mereka telah mempelajari hamparan bintang-bintang itu yang keberadaan dan perubahan kedudukannya dapat mereka pastikan. Berdasarkan itulah mereka perhitungkan kedudukan mereka sendiri. Meskipun mereka barangkali tidak bisa membaca, kemampuan mereka membaca langit malam itu bagiku luar biasa. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Begitulah aku memandang ke laut lepas yang hanya memberikan kegelapan. Tiada rembulan yang kubayangkan akan memperlihatkan permukaan laut yang keperakan, seperti yang kusaksikan pada malam sebelum berangkat dari pelabuhan. Pada malam hari itu kulihat cahaya rembulan menyepuh permukaan laut dengan warna perak, membuat buih pada setiap pucuk gelombang berkilau-kilauan. Kuingat deburnya yang mendesah pelahan, yang sungguh merayu dan mengundang. Kini aku sudah berada di atas kapal ini, berharap-harap cemas menghayati setiap gairah penjelajahan. Kusadari betapapun di tengah lautan luas kapal bagaikan tak bergerak ke mana-mana, sebetulnya kami terus menerus bergerak maju. Di tengah lautan, manusia begitu kecil dibanding keluasan alam semesta. Sangat bisa kumaklumi sikap orang Sriv ijaya terhadap orang-orang Mataram yang memilih untuk terikat kepada tanahnya dengan membangun candi-candi bagaikan tiada hentinya, dan kini bahkan ingin membangun candi terbesar di dunia. Mereka yang dunianya seluas lautan mempunyai pandangan terhadap dunia yang tentunya berbeda dengan mereka yang dunianya sebatas sawah ladangnya sahaja. Begitu pula mereka yang telah menenggelamkan dirinya dalam pemikiran dari berbagai kitab yang dibacanya, juga akan memandang dunia secara berbeda dengan mereka yang menerima alam sebagai alam itu sahaja tanpa pergulatan pembermaknaan di baliknya. Dalam dunia yang penuh keragaman, tiada mungkin berlaku ukuran baku bagi segala sesuatu, sehingga dalam kebersamaan diperlukan berbagai macam kesepakatan tertentu. NAMUN akhirnya hanya kuasa kesepakatan yang berlaku, dunia menjadi sempit, dan kekerdilan pemikiran merajalela. Maka seseorang yang berusaha melihat dunia harus berangkat mengembara, atau menguak tempurung kekerdilannya melalui TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kitab-kitab yang membuka mata. Maka aku merasa bersyukur telah berada di atas kapal ini, bagaikan berada di tepi batas bumi, terus menerus mengejar cakrawala... "Adakah sesuatu yang mengganggu pikiranmu, Anak" Sehingga dikau hampir selalu berjaga menatap kegelapan malam?" Aku menoleh, nakhoda sudah berada di belakangku, membuka bungkusan kapur sirih dan mulai mengunyahnya. Lelaki paro baya itu tampak begitu perkasa, giginya utuh dan kehitaman karena sirih, bibirnya merah juga karena sirih, tetapi sejak kali pertama melihatnya di pelabuhan, kusukai destar atau ikat kepalanya yang bergambar tokek. Semenjak kapal berangkat berlayar, entah kenapa ia memanggilku Anak, kukira bukan karena usia, karena tak kurang yang seusia denganku di antara awak kapal ini. Kuanggap saja karena aku yang paling hijau pengalamannya di antara semua awak kapal. Atau, ini lebih mungkin, semenjak Pangkar tak dapat mengalahkanku, ia tak mau menyamakan aku dengan setiap anak kapal yang selalu ia panggil namanya. "Tiada yang mengganggu pikiranku Bapak, sebaliknya sangat kunikmati perjalanan ini, pada saat-saat yang memungkinkan untuk menikmatinya." Ia menepuk bahuku. "Begitulah kehidupan di atas kapal, Anak, kita harus selalu menyibukkan diri, karena jika tidak, kita bisa mati oleh kebosanan kita sendiri." Aku tahu perasaan itu. Jika dalam tiga hari ini aku tidak disibukkan oleh berbagai tugas, mulai dari menarik tali layar sampai membersihkan lumut di dinding kapal, kumengerti jika aku akan dilanda kebosanan. Apalagi jika kita berada di atas kapal berbulan-bulan! Aku tidak menganggap diriku orang laut, maka segala sesuatu yang mengganggu kenyamanan kuterima sebagai sesuatu yang harus kupelajari. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ketika kapal baru saja meninggalkan Javadvipa, masih sempat singgah di beberapa pulau kecil untuk membeli perbekalan. Setiap kali mendekat terlihat perahu-perahu sampan datang menyambut, orang-orang di atasnya mendayung perahu dengan wajah berseri. Kadang-kadang memang sudah membawa perbekalan, seperti ayam dan sayuran, mencoba menjual lebih cepat dari mereka yang di darat, tetapi lebih sering perahu sampan itu mendekat hanya karena senang melihat kapal datang. Kedatangan sebuah kapal berarti pertemuan dengan orangorang lain, maka mereka menyambutnya dengan senyum lebar dan wajah berseri-seri. Dengan perahu kecil, tentu wilayah pelayaran mereka terbatas pada wilayah pencarian ikan, bukan penjelajahan menuju wilayah-wilayah baru yang belum dikenal. Meskipun begitu, dengan perahu-perahu cadik yang kecil itu tak sedikit dari mereka berani mengembara sampai jauh, keluar dari wilayah perairannya. Bukankah dahulu kala para pendatang dari negeri-negeri yang jauh di utara Suvarnadvipa, juga tiba bukan dengan kapal-kapal raksasa yang tak terbayangkan dapat mengarungi samudera" "Hendak ke manakah Anak sebenarnya dengan menumpang kapal ini" Tak saya lihat Anak seperti pedagang, dan meski Anak kalahkan Pangkar dalam adu panco, Anak taktampak seperti pekerja kasar yang tak dapat mengerjakan pekerjaan lainnya." Kali ini aku dapat menjawab dengan sejujurnya. "Sahaya hendak mengembara Bapak, hendak mencari ilmu." Nakhoda itu manggut-manggut dengan penuh pengertian, sembari meludahkan sirihnya ke lautan. "Itulah yang Bapak lakukan semasih muda Anak. Bapak juga tak mengerti dengan banyak orang yang tak pernah pergi, tak pernah keluar dari batas kampungnya sampai mati." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Tapi tidakkah orang Sriv ijaya adalah orang-orang pelaut dan semuanya pernah menjelajahi segala penjuru dunia?" Tentu saja pertanyaanku terdengar bodoh. Nakhoda itu tertawa terbahak-bahak sambil menepuk-nepuk bahuku. "Hahahahaha! Tidak semua orang di Mataram juga dapat membuat candi, Anak, tak sedikit yang hanya mampu berkelahi, dan tak mau berhenti menyerbu ke sana kemari, hanya untuk mati di ujung belati." NAKHODA itu tentu sedang bicara tentang kebijakan sebuah negara, tetapi kalimat itu sangat mengena kepada orang yang mendalami ilmu silat seperti diriku. Hanya mampu berkelahi! Aku tertegun dan nyaris merasa rendah diri atas pernyataan yang sebetulnya tak berhubungan dengan diriku itu, meskipun kupelajari segenap ilmu dengan semangat tinggi, memang benar semua itu kupelajari demi pencapaian ilmu s ilatku. Aku masih tertegun, ketika muncul cahaya lentera di kejauhan, yang tentunya juga berasal dari sebuah kapal. Nakhoda itu segera menunjukkan sikap waspada. Ia memasukkan ibu jari dan telunjuk yang membentuk lingkaran dan bersuit. Segenap awak kapal yang semula tidur mendengkur segera melompat bangun dan bersiaga dengan pisau belati me lengkung di tangannya. Pangkar melemparkan pisau belati semacam itu juga kepadaku yang segera kutangkap. Kapal itu makin lama semakin dekat. (Oo-dwkz-oO) Episode 82: [Pembantaian di Tengah Lautan] TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ KAPAL itu masih jauh, lenteranya berkelip-kelip, tampak bergoyang ditiup angin. Semua orang tampak waspada dengan tangan pada gagang pisaunya. Kemudian aku akan mengetahui bahwa para bajak laut suka memasang perangkap seperti itu. Seolah-olah kapal kosong, hanya menampakkan satu atau dua penumpang yang terkapar lemah. Nanti ketika orang-orang me lompat masuk, mendadak mereka keluar dari persembunyian, dengan serbuan yang mengejutkan. Maka ketika kapal telah mendekat. Tidak seorang pun yang beranjak, bahkan ketika tampak gejala tak terkendali dan akan menabrak kapal, segera digunakan dayung sambil berdiri di atas cadik untuk menahannya agar tetap berjarak. Layar kapal itu tergulung. Jadi ia dihanyutkan gelombang. Terapungapung di lautan entah sudah berapa lama. Lenteranya masih bergoyang-goyang. Kenapa ia bisa terus menyala" Kami memutari kapal itu dahulu untuk menjaga kemungkinan. Baru setelah tidak terjadi sesuatu, maka kapal kami merapatkan diri. "Nakhoda! Lihat!" Lantas terlihatlah pemandangan yang mengerikan itu. Dari tempatku berdiri di atas dinding kapal sambil berpegangan pada tali temali layar, kusaksikan betapa seisi kapal sudah terbantai secara mengenaskan. Geladak menghitam karena darah. Dengan segera tampak bahwa yang terbantai adalah sebuah keluarga, setidaknya dua atau tiga keluarga, dan kemungkinan besar keluarga bangsawan. Semua itu dapat dilihat dari busana yang mereka kenakan. Keluarga bangsawan macam apakah yang dapat berada dalam sebuah kapal dan terapung-apung begitu rupa" Di geladak kapal itu berkaparan mayat-mayat yang terbantai. Lelaki, perempuan, tua, muda, juga kanak-kanak. Terlentang, tertelungkup, saling berpelukan, bahkan ada yang digantung di tiang layar dengan kepala di bawah. Luka-luka bacokan menghiasi tubuh-tubuh mereka. Darahnya masih TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mengalir. Peristiwa ini belum lama terjadi. Kami tercekat. Diam tak bersuara. Namun sebuah tangan tiba-tiba bergerak. "Nakhoda! Ada yang masih hidup!" Nakhoda itu memberi tanda dan beberapa orang, termasuk aku, berlompatan ke kapal itu. Perempuan yang menggerakkan tangannya itu berusia sekitar 40 tahun. Di sebelahnya tampak mayat seorang lelaki berkulit hitam yang mengenakan sorban. Kuduga perempuan ini telah melakukan perlawanan, bahkan berhasil membunuh penyerangnya, karena keris yang menancap di dada lelaki itu sarungnya masih dipegang perempuan tersebut. Perempuan itu sangat cantik, tetapi ia terluka parah dan napasnya tinggal satu-satu. Aku memegang tangannya dan menyalurkan tenaga prana, tetapi matanya pun sudah nyaris tertutup. "Mereka menjarah dan memperkosa, mereka membawa Asoka...," ujarnya lemah, "tolonglah dia..., hhh..." Perempuan itu mengembuskan napas penghabisan. Kulihat ke sekeliling dan tampaknya keluarga bangsawan ini telah melakukan perlawanan mati-matian. Tak hanya satu pihak penyerang berhasil ditewaskan, melainkan sampai tiga orang. Keluarga bangsawan yang terbantai itu berjumlah sekitar 20 orang, segala harta benda telah dijarah dengan serabutan, karena terlihat gelang emas dan kalung mutiara yang sudah lepas dari talinya berceceran di antara genangan darah. "Peristiwa ini baru saja terjadi, mayat-mayat ini masih hangat." "Nakhoda! Mereka lari karena melihat kita!" Ketiga penyerang yang tersisa bertubuh tinggi besar dan berkulit hitam. Satu orang bersorban, satu orang dikuncir ekor kuda, dan satu orang lagi kepalanya gundul. Ketiganya mengenakan anting-anting pada hidung mereka dan ketiganya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mengenakan busana yang disebut celana dari bahan sutera. Celana itu sangat longgar dan karena itu tentu tidak kepanasan meski berbahan sutera. Saat itu aku belum banyak bertemu dengan orang-orang asing, tetapi kukenali mereka sebagai orang-orang Kling yang berasal dari suatu wilayah di Jambhudvipa, tetapi telah lama menetap dan beranak pinak di Samudradvipa, kemungkinan besar di wilayah kekuasaan Srivijaya. T idak mengherankan jika Pangkar maupun nakhoda itu mengenalnya. Apakah yang telah terjadi" Nakhoda turun dan mendekati perempuan yang baru saja meninggal itu. Ia mengusap rambut perempuan itu, yang Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo panjang, terurai, dan berantakan karena pertarungan antara hidup dan mati. Lantas kudengar ia berbisik pelan. "Kami akan menyelamatkan Asoka, Kakak, percayalah kepada kami..." Aku merasa lega mendengar kalimat itu. Nakhoda tahu apa yang harus dilakukannya. Mereka yang mati sudah terbebaskan, karena mati terhormat melalui perlawanan dalam kegagahan; tetapi bagi yang masih hidup dan ditawan, diculik ke tempat yang jauh untuk mengalami pemerkosaan, kubayangkan sangat mengerikan. "Kembali ke kapal," kata nakhoda itu, "sempurnakan semua jenazah, berikut kapalnya!" Sekejap kemudian, lautan yang begitu gelap lantas menyala karena api yang berkobar membakar kapal. Tidak ada barang yang tertinggal, karena hampir semuanya sudah dijarah. Dari perbekalan, nakhoda hanya memerintahkan untuk mengambil air tawar, karena rupanya berencana membelokkan perjalanan. Bahwa anak-anak kecil ikut terbunuh membuat darahku naik ke kepala. Ingin rasanya membantai para pembunuh itu dengan seketika. "Arahkan layar ke Kota Kapur!" Nakhoda itu berteriak lantang. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Maka arah perjalanan pun berubah haluan. Kami sudah kembali lengkap berada di atas kapal. Tidak seorang pun bisa tidur kembali. Kami semua berdiri di geladak menatap kapal yang kami bakar itu menyala, bagaikan obor raksasa di tengah lautan. Kubayangkan semua jenazah yang kami tinggalkan lebur menjadi abu, asap pembakarannya membubung ke angkasa membawa roh yang harus disucikan sebelum dikirim kembali. Api pembakaran kapal itu tidak menyala sendirian saja, cahayanya membuat permukaan laut menyala sampai ke kapal kami. Namun nyala api itu semakin lama semakin jauh kami tinggalkan, dan kemudian memang menjadi semakin redup karena kapal itu kemudian tenggelam. Kubayangkan kapal itu dengan segenap kerangka yang masih tersisa dari jenazah yang terbakar segera tenggelam ke dasar laut. Mungkinkah seseorang, kelak pada masa yang akan datang, menyelam ke dasar laut dan bertanya-tanya apakah yang telah terjadi pada masa lalu" Dunia kembali gelap. Kapal melaju. Awak kapal kembali tidur. Namun tidak dapat kupastikan apakah mereka semua benar-benar tertidur. Aku juga mencoba tidur dan ternyata aku bermimpi. Dalam mimpiku, mayat-mayat terbantai yang kulihat tadi seperti kemasukan jiwanya kembali, menatapku dengan pandangan seolah-olah ingin menyampaikan nasib yang telah mereka alami. Seseorang yang tua berdiri dan mengangkat kedua tangannya dengan tubuh penuh luka. Ia terlihat berkata-kata, tetapi aku tidak mendengar apa-apa. Lantas semuanya juga hidup kembali dan menatapku. Tidak semuanya mengangkat tangan, bahkan juga tidak semuanya berdiri, tetap duduk di tempat mereka terkapar atau tertelungkup dengan luka-luka bacokan. Namun semuanya menatapku dengan mata bertanya-tanya. Anak-anak kecil juga! Wajah mereka begitu murni, dan mungkin karena itu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mereka tertawa-tawa, yang hanya membuat perasaanku terluka karena mengetahui nasib mereka sebenarnya. Wajahwajah mereka silih berganti menyapu pandanganku. Makin lama makin dekat sampai tak mungkin kutatap lagi. Sampai kemudian terlihat wajah perempuan yang ketika kami temukan ternyata masih hidup itu. Terlihat mulutnya seperti telah kusaksikan dan kudengar sendiri. Seperti dapat kubaca gerak bibirnya mengucap, "Tolonglah, Asoka, Asoka, Asoka...." (Oo-dwkz-oO) AKU terbangun karena kesibukan di atas kapal. Langit sudah menjadi terang. Perhatian diarahkan kepada lajunya kapal menuju Kota Kapur di Pulau Wangka. Kami telah memasuki selat, kapal perlahan mendekati pantai barat Pulau Wangka, melewati gugusan Pulau Hantu, Pulau Medang, dan Pulau Kecil. Gugusan pulau itu seperti me lindungi Kota Kapur yang menjadi tujuan kami. Semakin dekat ke pantai, semakin jelas sosok sebuah bukit yang menonjol di balik hutan bakau sepanjang pantai. "ITU yang disebut Bukit Besar," ujar Pangkar, yang semenjak tak bisa mengalahkan aku dalam adu panco itu, menjadi sangat baik kepadaku. Tahukah dia aku berhasil untuk tidak mempermalukannya" Pangkar menjelaskan kepadaku, ketampakan Bukit Besar dari laut adalah penunjuk arah tempat prasasti yang terletak di dataran kaki bukit itu. Itulah pedoman untuk memasuki mulut sebuah sungai, menuju bekas kedatuan Sriv ijaya seratus sepuluh tahun lalu di pantai barat Pulau Wangka. Memasuki mulut Sungai Mendo, kami mendayung di atas cadik, menyusuri kesunyian yang terhampar sepanjang sungai. Sampai sekitar sepenanak nasi lamanya, tampaklah kemudian pelabuhan yang pernah menjadi pusat pemberangkatan kapalkapal ke seantero dunia itu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Meskipun istana kedatuan telah ditinggalkan penghuninya, Kota Kapur masih merupakan pemukiman yang ramai. Aku mendesakkan diriku ke deretan paling depan di antara awak kapal yang berdiri sepanjang dinding kapal. Hari masih pagi. Mereka sedang melakukan kegiatannya sehari-hari. Sejumlah orang mengawasi kami. Aku mengawasi mereka, dan menyumpah dalam hati karena merasa tertipu. Inilah bahayanya mengandalkan cerita dari kedai ke kedai. Penduduk Kota Kapur sama sekali tidak berlumur kapur! Terlalu! Barangkali salinan prasasti orang yang bercerita di kedai waktu itu memang tepat, tetapi segala ceritanya tentang Manusia Kapur adalah omong kosong! Betapapun harus kuakui betapa ceritanya itu sangat meyakinkan seperti kenyataan. Alangkah berbahayanya kemampuan bercerita seperti itu! "Hati-hati selama kita berlabuh di sini," kata nakhoda, "berbuatlah seperti biasa, bukan seperti mencari para pembunuh. Pertimbangkan pula bahwa sangat mungkin para pembunuh itu mengetahui maksud kedatangan kita. Maka hati-hatilah berbicara, tetapi pasang mata dan telinga." "Apa alasan kedatangan kita, Nakhoda, tempat ini bukan tujuan kita." "Katakan saja memerlukan tambahan perbekalan, karena kita mengubah tujuan dan akan langsung membawa tumpukan kayu manis dan rempah-rempah ini menuju Singhpur." Di pelabuhan, kuperhatikan semua kapal yang berlabuh sejenis dengan kapal kami, yakni bercadik dan berlayar tanjak, hanya besar dan kecilnya saja yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan tiga tiang seperti kapal kami, ada juga yang kecil untuk didayung. Adapun perahu setempat dibuat dengan cara tersendiri. Lubang-lubang yang terdapat di bagian permukaan dan sisi papan serta lubang-lubang pada tonjolan segi empat yang menembus lubang di sisi papan merupakan cara rancang bangun perahu dengan cara papan ikat dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kupingan pengikat. Tonjolan segi empat atau tambuku digunakan untuk mengikat papan-papan dan mengikat papan dengan gading-gading dengan menggunakan tali ijuk. Tali ijuk dimasukkan dengan lubang di tambuku. Pada lubang di bagian tepi papan perahu, dipergunakan pasak kayu untuk memperkuat bagian ikatan tali ijuk. Di sepanjang pelabuhan juga kulihat anak-anak kecil berlari-lari mengikuti kapal dari kejauhan. Apakah yang masih mengherankan dari sebuah kapal di pelabuhan yang ramai seperti ini" Kulihat Pangkar mengerek umbul-umbul yang berkibar pada tiang layar terdepan. Ia tersenyum memandangku terheran-heran. "Dikau akan tahu siapa Nakhoda," katanya bangga. (Oo-dwkz-oO) Episode 83: [Naga Laut dan Nagarjuna] AKU tertegun. Terbiasa hidup tanpa nama membuat aku juga tidak peduli dengan nama-nama orang lain. Aku memang tidak pernah tahu siapa nama nakhoda kapal yang kutumpangi itu. Betapapun aku bekerja padanya dan memang jika sampai hari ini aku tidak mengetahui namanya barangkali boleh dianggap keterlaluan. Namun bagaimanakah caranya aku dapat menyebut ia punya nama, jika bukan saja setiap awak kapalnya menyebutnya sebagai "nakhoda" saja; dan kalaupun aku bertanya tiada seorang pun bisa menjawabnya" Aku bukan tidak pernah bertanya, tetapi setiap awak kapal yang kutanya entah kenapa hanya tersenyum saja. Di daratan terlihat anak-anak kecil yang berambut kuncung, berkalung tali kulit, tetapi yang tidak mengenakan apa-apa lagi itu. Mereka masih berlari-lari sepanjang tepi sungai searah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dengan gerakan kapal, mereka jelas membedakan kapal ini dengan kapal-kapal lainnya. Tanpa menunggu sampai di dermaga, mereka meloncat ke sungai dan berenang dengan kecepatan tinggi. Para awak kapal tertawa-tawa melihat anakanak kecil ini. "Lihat, anak-anak kalian," ujar nakhoda sambil tertawa, "sudah lama kita tidak s inggah di pulau ini." Kusaksikan para awak kapal melempar mata uang. Tidak hanya mata uang perunggu dan perak, tetapi juga mata uang emas! Ah, para pelaut yang kaya! Kuingat berkarung rempahrempah dalam muatan kapal. Mereka yang berani mengarungi dan menjelajah lautan memang lebih berhak atas keuntungan besar dalam perdagangan. Para pelaut Sriv ijaya telah lama menguasai jalur perdagangan, bukan hanya di Suvarnadvipa, dari timur ke barat, tetapi juga jalur perdagangan antara Negeri Atap Langit dan Jambhudvipa; karena terlalu berat menempuh jalan darat, dengan segala pegunungan bersalju, alam yang buas, suku-suku yang belum tentu ramah, dan lama perjalanan itu sendiri, kapal-kapal kedua wilayah yang disebut-sebut peradabannya tinggi mengarungi laut untuk saling menjemput, barang-barang dagangan mereka. Untuk itu mereka harus melalui Selat Malaka yang dikuasa i sepenuhnya oleh kedatuan Srivijaya, yang mengirimkan kapalkapalnya antara lain dari Kota Kapur ini. Sudah jelas hal semacam ini tidak berlangsung mulus, karena kapal-kapal dagang itu tentu melawan. Kapal-kapal itu memang tidak hanya membawa pelaut dan pedagang, melainkan juga para pendekar dengan ilmu silat tinggi untuk mengamankan kepentingannya. Namun bagi kepentingan dagang itu pula, sikap semacam ini tampaknya membuat banyak urusan tersendat. Daripada bermusuhan, lebih baik bekerjasama dengan para pelaut berperahu cadik dengan muatan antara dua puluh sampai dua puluh lima orang yang gerakannya sangat lincah itu. Apalagi, kapal-kapal itu dalam beberapa TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ratus tahun terakhir telah diatur dengan baik dalam kesatuan suatu kedatuan. Bagi dunia perdagangan antarbangsa mereka adalah bajak laut, tetapi bagi orang-orang di Suvarnadvipa mereka dikenal sebagai kedatuan Sriv ijaya, yang pada mulanya memang saling menyerang di berbagai sungai dan teluk Samudradvipa, tetapi kemudian mampu membangun peradaban dengan landasan igama. Seperti telah kuceritakan, semula para pelaut Samudradvipa hanya menjadi perantara dalam jalur perdagangan itu, tetapi dengan kekayaan alam Samudradvipa, mereka kemudian dapat mengganti barang-barang dagangan itu, dan menjualnya ke Fu-nan di bagian selatan Negeri Atap Langit maupun ke Jambhudvipa. Apakah ini berarti bajak laut lenyap dan hanya ada Srivijaya" Ternyata tidak. Meski kedatuan merupakan bentuk resmi Srivijaya sebagai negara, tidak semua negeri yang berhasil ditundukkan dengan suka rela mendukungnya. Tepatnya, tidak semua wilayah dari negeri yang ditundukkan sudi menyerah. Bahkan ketika tiada lagi wilayah yang tidak dikuasai Sriv ijaya, bertolaklah mereka dengan kapal-kapal ke lautan lepas, hidup sebagai pengembara di atas samudera, tidak terikat dan tidak mengikatkan diri ke dalam negara apapun, kecuali kepada kedaulatan di atas kapalnya sendiri. "Selamat datang, wahai Naga Laut!" Kudengar seorang tua berjenggot putih dan mengikat rambutnya ke atas bagai pedanda Siva berteriak dengan wajah riang. Jadi nakhoda kapal kami itulah Naga Laut! Betapa buta mataku ternyata meski selama ini telah me lihatnya. Dialah tokoh sempalan dari Muara Jambi yang tidak sudi menyerah, sebaliknya karena Jambi-Malayu menyerah kepada Srivijaya, maka lelaki berdestar yang kelak akan disebut sebagai Naga Laut melepaskan ikatan dirinya dengan Jambi-Malayu sebagai TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ negara, meski tidak bisa menolak asal-usulnya sebagai anak negeri Muara Jambi. "SAMUDERA terbentang milik setiap pelaut," ujarnya, mengenai gagasan tentang betapa lautan lepas merupakan wilayah yang bebas. Nama Naga Laut lantas berkibar di lautan, justru sebagai momok bagi kapal-kapal Sriv ijaya. Ia menyerang, menjarah, menenggelamkan, dan membakar kapal-kapal Sriv ijaya. Sengketa ini tidak selalu dipaham i orang-orang luar, dan kapal Naga Laut yang tidak bisa dibedakan dari kapal-kapal Sriv ijaya sering disamakan begitu saja. Hanya kadang-kadang Naga Laut menaikkan umbul-umbulnya, yang berwarna kuning dan bergambar Naga, karena ia ingin menunjukkan betapa Srivijaya yang jaya bahkan takbisa mengatasi masalah yang ditimbulkan olehnya. Salah satu ciri Naga Laut yang membedakannya dengan sembarang bajak laut adalah tidak pernah melakukan pemerkosaan kepada korban; memang menjarah tapi hanya membunuh mereka yang berbahaya, yaitu yang mengangkat senjata untuk membunuh; dan tujuan sebenarnya jelas ditunjukkan, yakni merongrong kewibawaan Srivijaya. Kemudian diketahui, bahwa Naga Laut menjarah kapalkapal Sriv ijaya tidak untuk kepentingan dirinya sendiri. Seusai Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menjarah, kapalnya akan berlayar di antara pulau-pulau terpencil, di balik teluk dan tanjung tersembunyi, atau memasuki muara dan menyusuri sungai-sungai besar memasuki pedalaman; selain untuk bersembunyi, menambah perbekalan, dan memperbarui peralatan, ternyata juga untuk membagi-bagi harta jarahan tersebut. Tidak heran jika namanya diteriakkan dengan nada riang. Juga harus disebutkan, untuk menghidupi dirinya sendiri Naga Laut tidak pernah menikmati atau memanfaatkan harta rampasan manapun dari kapal-kapal yang dibajak dan dijarahnya. Untuk menghidupi diri mereka sendiri, Naga Laut TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dan awak kapalnya berdagang rempah-rempah, seperti yang dilakukan oleh setiap pelaut yang kapalnya merupakan kapal lintas samudera pada masa itu. Baru kuperhatikan sekarang bahwa pada umbul-umbul itu memang terdapat garis merah terputus-putus yang membentuk gambar seekor naga. Seolah-olah ia ingin menunjukkan kepada armada kedatuan Srivijaya, di lautan lepas, siapakah sebenarnya yang berhak atas pengakuan dan wibawa naga. Betapapun, nama Naga Laut adalah nama yang semula memang diberikan sebagai pengakuan, tetapi yang kemudian memang digunakannya dengan kesadaran. Tidak ada yang tahu siapa nama Naga Laut itu sebenarnya. Bahkan banyak yang curiga bahwa nama Naga Laut memang hanyalah nama, yang setiap saat bisa dipakai setiap orang yang menjadi nakhoda kapal tersebut. Tentu aku juga mempertimbangkan kemungkinan ini, mengingat bahwa serangan ke Jambi-Malayu itu berlangsung 682 dan 684, artinya sudah lebih dari seratus tahun yang lalu. Nama Naga Laut adalah nama yang harus selalu ada untuk mengganggu keberadaan nama Srivijaya. Aku teringat diriku yang tidak bernama. Begitu banyak persoalan demi sebuah nama, yang bahkan aku sendiri sebetulnya merasa takpunya! Mengapakah segala sesuatu di dunia ini harus diberi nama" Begitulah anak-anak kecil, perempuan-perempuan muda yang berlarian sambil menggendong anak kecil, dan juga sejumlah lelaki remaja, maupun orang-orang tua menyambut kami dengan riang pada pagi yang cerah itu. "Naga Laut! Naga Laut!" Bagaimana mereka tidak akan mengelu-elukannya, jika bahkan dari sebuah karung di bawahnya Naga Laut sendiri melempar-lemparkan inmas" Waktu kapal akhirnya merapat, Naga Laut turun disambut pelukan seorang perempuan yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bagiku sungguh begitu cantik dan menawan. Ia masih berusia 25 tahun, dadanya terbuka, rambutnya panjang sampai ke bahu, kain melingkar dari pinggang ke bawah, telapak kakinya putih dan halus seperti tidak pernah menyentuh tanah, meski bagiku bagaikan tanah dan pasir sungkan mengotori kakinya sehingga kakinya itu tampaknya bersih saja dengan kuku-kuku bening kemerahan lembut menyapu pasir yang tergesa minggir. Dari jauh ia sudah merentangkan tangannya dengan wajah ceria. "Naga!" teriaknya, yang terasa kaku bagiku. Ia berlari menubruk Naga Laut yang memutarmutarkannya. "Hahahaha! Putri Champa! Apa kabar Si Langsa?" Kemudian terlihat anak kecil yang juga berambut kuncung, mungkin berusia tiga tahun, berlari mendekat tetapi ke arah ibunya. "Itu salah satu rampasan dari kapal-kapal Mataram yang pulang sehabis menyerang Champa. Kami bermaksud membebaskan dan mengantar pulang ke Champa, tetapi jadi lengket dengan nakhoda, dan setelah besar menjadi istrinya." "SAMUDERA terbentang milik setiap pelaut," ujarnya, mengenai gagasan tentang betapa lautan lepas merupakan wilayah yang bebas. Nama Naga Laut lantas berkibar di lautan, justru sebagai momok bagi kapal-kapal Sriv ijaya. Ia menyerang, menjarah, menenggelamkan, dan membakar kapal-kapal Sriv ijaya. Sengketa ini tidak selalu dipaham i orang-orang luar, dan kapal Naga Laut yang tidak bisa dibedakan dari kapal-kapal Sriv ijaya sering disamakan begitu saja. Hanya kadang-kadang Naga Laut menaikkan umbul-umbulnya, yang berwarna kuning dan bergambar Naga, karena ia ingin menunjukkan betapa Srivijaya yang jaya bahkan takbisa mengatasi masalah yang ditimbulkan olehnya. Salah satu ciri Naga Laut yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membedakannya dengan sembarang bajak laut adalah tidak pernah melakukan pemerkosaan kepada korban; memang menjarah tapi hanya membunuh mereka yang berbahaya, yaitu yang mengangkat senjata untuk membunuh; dan tujuan sebenarnya jelas ditunjukkan, yakni merongrong kewibawaan Srivijaya. Kemudian diketahui, bahwa Naga Laut menjarah kapalkapal Sriv ijaya tidak untuk kepentingan dirinya sendiri. Seusai menjarah, kapalnya akan berlayar di antara pulau-pulau terpencil, di balik teluk dan tanjung tersembunyi, atau memasuki muara dan menyusuri sungai-sungai besar memasuki pedalaman; selain untuk bersembunyi, menambah perbekalan, dan memperbarui peralatan, ternyata juga untuk membagi-bagi harta jarahan tersebut. Tidak heran jika namanya diteriakkan dengan nada riang. Juga harus disebutkan, untuk menghidupi dirinya sendiri Naga Laut tidak pernah menikmati atau memanfaatkan harta rampasan manapun dari kapal-kapal yang dibajak dan dijarahnya. Untuk menghidupi diri mereka sendiri, Naga Laut dan awak kapalnya berdagang rempah-rempah, seperti yang dilakukan oleh setiap pelaut yang kapalnya merupakan kapal lintas samudera pada masa itu. Baru kuperhatikan sekarang bahwa pada umbul-umbul itu memang terdapat garis merah terputus-putus yang membentuk gambar seekor naga. Seolah-olah ia ingin menunjukkan kepada armada kedatuan Srivijaya, di lautan lepas, siapakah sebenarnya yang berhak atas pengakuan dan wibawa naga. Betapapun, nama Naga Laut adalah nama yang semula memang diberikan sebagai pengakuan, tetapi yang kemudian memang digunakannya dengan kesadaran. Tidak ada yang tahu siapa nama Naga Laut itu sebenarnya. Bahkan banyak yang curiga bahwa nama Naga Laut memang hanyalah nama, yang setiap saat bisa dipakai setiap orang yang menjadi nakhoda kapal tersebut. Tentu aku juga TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mempertimbangkan kemungkinan ini, mengingat bahwa serangan ke Jambi-Malayu itu berlangsung 682 dan 684, artinya sudah lebih dari seratus tahun yang lalu. Nama Naga Laut adalah nama yang harus selalu ada untuk mengganggu keberadaan nama Srivijaya. Aku teringat diriku yang tidak bernama. Begitu banyak persoalan demi sebuah nama, yang bahkan aku sendiri sebetulnya merasa takpunya! Mengapakah segala sesuatu di dunia ini harus diberi nama" Begitulah anak-anak kecil, perempuan-perempuan muda yang berlarian sambil menggendong anak kecil, dan juga sejumlah lelaki remaja, maupun orang-orang tua menyambut kami dengan riang pada pagi yang cerah itu. "Naga Laut! Naga Laut!" Bagaimana mereka tidak akan mengelu-elukannya, jika bahkan dari sebuah karung di bawahnya Naga Laut sendiri melempar-lemparkan inmas" Waktu kapal akhirnya merapat, Naga Laut turun disambut pelukan seorang perempuan yang bagiku sungguh begitu cantik dan menawan. Ia masih berusia 25 tahun, dadanya terbuka, rambutnya panjang sampai ke bahu, kain melingkar dari pinggang ke bawah, telapak kakinya putih dan halus seperti tidak pernah menyentuh tanah, meski bagiku bagaikan tanah dan pasir sungkan mengotori kakinya sehingga kakinya itu tampaknya bersih saja dengan kuku-kuku bening kemerahan lembut menyapu pasir yang tergesa minggir. Dari jauh ia sudah merentangkan tangannya dengan wajah ceria. "Naga!" teriaknya, yang terasa kaku bagiku. Ia berlari menubruk Naga Laut yang memutarmutarkannya. "Hahahaha! Putri Champa! Apa kabar Si Langsa?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kemudian terlihat anak kecil yang juga berambut kuncung, mungkin berusia tiga tahun, berlari mendekat tetapi ke arah ibunya. "Itu salah satu rampasan dari kapal-kapal Mataram yang pulang sehabis menyerang Champa. Kami bermaksud membebaskan dan mengantar pulang ke Champa, tetapi jadi lengket dengan nakhoda, dan setelah besar menjadi istrinya." TENTU aku tidak bertanya berapa istri Naga Laut di seantero Suvarnadvipa. Namun yang menyambut kami di pelabuhan itu bukan hanya perempuan Champa isteri Naga Laut, melainkan banyak pula perempuan muda sambil menggendong anaknya. Apakah mereka isteri dan anak para awak kapal" Bagaimanakah caranya berkeluarga seperti itu, pikirku, bagaimana caranya jika belum tentu satu tahun sekali mereka datang menginjak Kota Kapur lagi" Masih memeluk isterinya sampai lengket, sembari mengangkat anaknya yang bernama Langsa, Naga Laut bercakap-cakap dengan orang tua yang tampak seperti pedanda Siva itu, tetapi yang ternyata pendeta Buddha, yang di Kota Kapur itu dikenal sebagai pembawa ajaran Nagarjuna. Aku tertegun. Aku pernah mempelajari Nagasena. Siapakah Nagarjuna" "Ah, kamu terlambat! Begitulah kalian orang Mataram, karena mendekam di pedalaman, selalu ketinggalan dengan perkembangan. Kami telah berlayar dari Ma lagasi sampai Funan, betapa kami temukan bagaimana pengetahuan menjadi bunga-bunga kebudayaan." Kitab terkenal karya Nagarjuna adalah Mulamadhyamakakarika yang juga disebut sebagai Filsafat Jalan Tengah. Konon, ajarannya sangat membingungkan. Seperti m isalnya ia berkata: TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Jika kebebasan bukanlah keberadaan Apakah berarti kebebasan menjadi bukan-keberadaan" Bila di sana tak ada keberadaan Di sana pula bukan-keberadaan bukan kejelasan Baiklah, kata-kata semacam itu dianggap membingungkan, setidaknya menurut awak kapal yang mengajakku turun dari kapal dan berjalan-jalan. Namun jika memang ajarannya membingungkan, mengapa dia begitu terkenal, dan ajarannya tersebar ke berbagai pelosok bumi, bahkan sampai ke Kota Kapur ini" Awak kapal yang mengajakku bernama Daski, satusatunya awak kapal yang tidak mempunyai kekasih di pulau ini, ia mengajakku masuk ke sebuah kedai. "Nanti saja kuajari dikau mengenai filsafat Nagarjuna," katanya, "sekarang jalan-jalan dahulu." Ia berkata dengan tekanan tertentu, yang artinya adalah mengajakku menjalankan peran mata-mata. Aku ingat pesan Naga Laut. Pasang mata, pasang telinga, dan jangan banyak bicara. Nakhoda itu ingin membongkar, siapa kiranya telah melakukan pembantaian keji di tengah laut seperti yang telah kami jumpai. Di dalam kedai, tidak seorang pun menatap kami, karena perhatian sedang tertuju kepada seseorang yang bercerita dengan berbisik-bisik. "Mereka berangkat diam-diam tanpa diketahui orang, sebenarnya dengan tujuan ke Javadvipa, mencari penghidupan baru di Mataram. Sebelumnya mereka telah mengutus beberapa pesilat, untuk mencari tahu keadaan sehari-hari dan penerimaan orang banyak terhadap orangorang Srivijaya." Aku teringat para pesilat yang terlibat pertikaian itu. Ternyata memang menjadi semacam mata-mata, tetapi bukan mata-mata bagi Sriv ijaya, melainkan orang-orang yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ rencananya tidak ingin diketahui oleh pihak Sriv ijaya itu. Siapakah mereka" Orang yang bercerita di kedai itu berkata, ketika negeri Jambi-Malayu kalah dan dijarah rayah oleh orang-orang Srivijaya, mereka tidak membantai para bangsawan mereka yang sangat dihormati rakyat, melainkan membawanya masuk ke pertalian darah antarbangsawan me lalui berbagai perkawinan. Namun para bangsawan itu tahu belaka bentuk penguasaan semacam ini. Sehingga mereka, untuk sebagian, dalam seratus tahun masih dapat dijamin kemurnian darahnya. Mereka yang darahnya murni ini, saling menyadarkan bahwa mereka bukan bagian yang sah dan tidak semestinyalah mendukung kedatuan. Mereka tentu tidak memperlihatkannya, tetapi menyimpannya sebagai tujuan hidup yang terpendam, yakni bahwa suatu saat mereka akan menyeberang ke Javadvipa, mendapatkan suatu dukungan, dan bermimpi mendirikan kembali Jambi-Malayu di Muara Jambi. Setelah seratus tahun, sungguh ini hanya impian, tetapi Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bahkan suatu impian sangatlah penting untuk menunjukkan tujuan dalam kehidupan. Di antara mereka Asoka, seorang perempuan remaja, menjadi keturunan langsung yang paling berhak atas tahta yang diimpikan. Para perintis yang dikirim ke Javadvipa, sebenarnya takhanya bertugas melihat kemungkinan untuk memperbaharui kehidupan, tetapi juga mencari hubungan yang barangkali saja memungkinkan usaha pemberontakan. Namun tiada istana tanpa jaringan rahasia. Demikian pula halnya dengan kedatuan Sriv ijaya, yang dalam masa surutnya kini, menjadi lebih waspada dan curiga dalam segala keadaan. "Kemudian diketahui betapa mereka telah bersiap pergi dengan harta karun yang dapat membeayai sebuah pemberontakan. Mereka telah mendengar adanya berbagai bentuk jaringan rahasia di Mataram, yang dapat bekerja bagi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kepentingan siapapun yang membayarnya. Menyewa pembunuh bayaran adalah cara terbaik dan menghemat banyak beaya daripada mengobarkan perang. Namun dalam usaha mencari hubungan, mereka telah dikecoh oleh jaringan rahasia yang melindungi kepentingan kedatuan Sriv ijaya sendiri." "Ah!" Para pendengarnya begitu terbawa perasaan. "Bukankah dapat ditebak apa yang terjadi selanjutnya" Apa yang semula dugaan menjadi kenyataan ketika kapal mereka berangkat dan orang-orangnya menghilang. Dalam seratus tahun, pada dasarnya mereka terus menerus diawasi dan mereka mengetahuinya dan bersikap begitu rupa seolah hanya meneruskan kehidupan tanpa rencana apapun jua." "Diawasi terus menerus selama seratus tahun?" "Terus-menerus dan turun-temurun, bapaknya diawasi bapaknya, anaknya diawasi anaknya, cucunya diawasi cucunya." "Gila!" "Oh, lebih gila lagi memasang sikap ketika diawasi. Usaha mereka menjaga kemurnian darah sulit ditutupi. Namun sikap yang ditunjukkan selama diawasi sangat mungkin mengecoh. Itulah yang telah berlangsung selama, juga untuk menutupi segala sesuatu yang mereka rahasiakan, yang ternyata tetap saja terendus ketika kapalnya berangkat." "Mungkin sebaiknya mereka takpergi bersama-sama, tetapi sedikit demi sedikit menumpang kapal dagang. Bukankah banyak orang pergi dengan cara ini ke Javadvipa dan tidak dicurigai?" "Yah, tetapi jangan lupa, mereka adalah orang yang diawasi, dan setiap gerak-gerik mencurigakan dari satu orang, cukup untuk memberangus semuanya." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kuperhatikan ke sekeliling. Mereka semua adalah juga para pelaut, yang masing-masing mendekap seorang pelacur. Rombongan yang terbantai itu memang tidak berangkat dari Kota Kapur, melainkan dari pusat kedatuan sekarang di seberangnya, di daratan Samudradvipa. Bahwa cerita yang agak lengkap sudah sampai di sini hari ini juga, hanya semalam setelah kami temukan kapal dan para penumpangnya yang naas itu, betapapun menghubungkannya dengan sesuatu dari para pembantai tersebut. Aku masih terus menatap yang hadir di situ satu persatu, sampai terhenyak karena sangat terkejut. Seseorang sedang menatap tajam kepadaku! (Oo-dwkz-oO) Episode 84: [Mantra Nagarjuna] MATA yang tajam menatapku itu. Ah, dia berusaha menyihirku! Aku kenal jenis tatapan seperti ini. Jika aku lengah dan terpaku di bawah pengaruhnya, aku akan menuruti apapun yang diperintahkan kepadaku, yang bahkan takperlu diungkapkan melalui kata-kata. Jika aku termakan dan tertelan oleh tatapan seperti itu, aku mungkin saja akan tetap tinggal di tempat setelah kedai itu tutup dan semua orang pergi. Meski kedai ini berada di pelabuhan, dan karena itu bukannya tak mungkin buka sepanjang malam karena kapal yang setiap saat berkemungkinan datang, aku tak ingin siapapun kiranya akan berkerumun di hadapanku, menggerakgerakkan tangan di depan mataku. Jika aku berada di bawah pengaruh tatapan sihir seperti itu, aku bisa tetap duduk mematung dengan tatapan mata kosong, dalam waktu yang lamanya ditentukan oleh kekuatan sihir itu. Mata yang menatapku memang dari jenis mata yang besar, tajam, dan dalam. Ditambah dengan daya sihir, mata itu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menjadi tatapan yang menggiriskan, membuat pemilik mata yang ditatapnya berdebar gentar, dan itulah suatu kelengahan, yang meskipun berlaku hanya dalam beberapa kejap, dapat membuat siapapun melakukan apapun kepadanya. Dalam dunia persilatan, inilah saat yang tepat misalnya untuk melakukan serangan. Sehingga s iapapun yang mempelajari ilmu silat dengan sendirinya, meskipun serba sedikit, mempelajari ilmu daya pengaruh semacam ini. Namun pemilik mata itu, justru karena kemampuan ilmu sihirnya tinggi, tampaknya tidak melakukannya untuk melakukan serangan. Dengan segala kelebihannya ia bermaksud menguasai jiwaku! Mata siapakah itu" Di pelabuhan ini berlalu lalang manusia dari berbagai suku dan bangsa, yang meskipun tidak terlalu banyak, belum pernah kujumpai. Kulihat orang-orang Kling yang kulitnya gelap dan berasa l dari Lanka, sebuah pulau di selatan Jambhudvipa, orang-orang Negeri Atap Langit yang kulitnya putih dan matanya sipit, orang-orang Champa, orang-orang dari semenanjung Malayu yang agak lebih terang kulitnya dari kulitku, juga orang-orang dari Javadvipa yang merantau ke mari, dan tentu saja orang-orang Srivijaya yang serumpun dengan orang-orang Malayu itu. AKU tidak dapat menentukan siapa dia dari pengetahuan dan pengalamanku yang serbasedikit ini. Namun betapapun diri dan tubuhku kini menjadi gudang perbendaharaan ilmu sihir yang diwariskan Raja Pembantai dari Selatan. Begitu hebatnya ilmu-ilmu sihir yang kuwarisi itu, sehingga dapat menanggapi dengan sendirinya tanpa kukehendaki, selama ilmu yang menyerang itu termasuk dalam perbendaharaan tersebut. Itu juga berarti bahwa tanpa kusadari selama ini, sebetulnya aku juga dapat melakukan hal yang sama terhadap siapa pun! Orang yang bercerita itu belum berhenti, orang-orang masih terpesona oleh caranya bercerita, begitu juga Daski TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang memperhatikan dengan cermat, tentu karena pesan Naga Laut untuk memasang mata dan telinga. Sebegitu jauh, aku merasa keterangan yang kuperlukan sudah cukup. Maka kulayani dahulu orang yang bermaksud menyihirku itu. Kubuka jalan agar ilmu-ilmu s ihir yang terpendam dalam diriku mengalir untuk menanggapi sihir yang menyerangku. Diamdiam kupuji ketekunan Raja Pembantai dari Selatan mengumpulkan ribuan jenis sihir yang dapat langsung bekerja tanpa harus dipenuhi syaratnya lagi. Sihir dalam diriku dapat dihidupkan tanpa harus membakar kemenyan, dupa, maupun dibacakan mantra lagi. Sebaliknya, dapat kubaca apakah yang telah dibaca orang itu untuk menyihirku. Meskipun sihir yang sama terdapat dalam diriku, tetapi karena aku tidak mempelajarinya dari langkah ke langkah maupun dari kata-kata, melainkan terpindahkan langsung jadi, aku tentu saja tidak mengenal kata-kata itu. Untunglah aku sedikit mengerti bahasa Sansekerta, sehingga dapat kubaca ayat sihir yang sedang mengalir ini. sarvesam bhavana, sarvatra na vidyate svabhavascet tvadvacanamasvabhavam na nivartayitum svabhamalam Aku terkejut, karena ayat ini bukanlah ayat sihir, meski bagi yang tidak memahami bahasa Sansekerta akan mengiranya sebagai mantra antahberantah. Adapun artinya kira-kira adalah: jika hakikat sesuatu, apap un itu, tak ada di mana pun pernyataanmu mestinya adalah ketiadaan hakikat sesuatu bukannya kedudukan untuk menolak hakikat sesuatu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ini tidak seperti mantra, karena mantra dalam bahasa apa pun berisi tujuan diucapkannya mantra itu, seperti menidurkan, membuat sakit, atau membunuhnya sekalian. Ini tidak. Jelas ini merupakan suatu penalaran tajam, yang bagiku sangat amat menggoda, meski kini aku tiada sempat memikirkannya, karena sihir adalah sihir, bahkan bukan tidak mungkin pilihan atas mantra semacam itu memang disengaja untuk memukau diriku. Siapakah orang ini, dengan mantra yang berbunyi seperti itu" Ketajaman matanya sungguh menerkam, bahkan kurasa ia menambah ketajamannya dengan riasan di sekitar matanya itu. Agaknya ketajaman tatapan yang menerkam menjadi andalan ilmu sihirnya, yang ternyata terdapat pula dalam diriku sehingga mantranya dapat kubaca. Seberapa jauh ia menguasai ilmu sihir, setidaknya yang berhubungan dengan mantra itu" Sementara mantra yang sama dalam diriku dengan seksama sedang mementahkannya dari kata ke kata, kuperiksa tingkat-tingkat pendalaman mantra itu, yang ternyata tertulis bersumber dari Kitab Vigrahavyavartani, dan kumanfaatkan lanjutan bacaan mantranya itu untuk menyerang dan menguji kemampuannya. yadi sarvesam bhavanam hetau pratyayesu ca hetupratyayasamagryam ca prthak ca sarvatra svabhavo na vidyata iti krtva sunyah sarvabhava iti na hi bije hetubhute nkuro sti, na prthivyaptejovavyadinamekaikasmin pratyasamjnite na pratyayesu samagresu, na hetupratyayasamagryam, na hetupratyayavinirmuktah prthageva ca yasmadatra sarvatra svabhavo nasti tasmannihsvabhavo nkurah yasmannihsvabhavastasmacchunyah yatha cayamankuro nihshabhavo nihsvabhavatvacca sunyastatha sarvabhava api nihsvabhavatvacchunya iti TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ DAPATKAH dibayangkan betapa pertarungan sihir ini berlangsung di sebuah kedai yang ramai, ketika hari terang cuaca pada siang yang panas" Sembari merapal mantra ini dalam hati, aku tentu juga mempelajari artinya. apakah dalam masalah, dalam keadaan, dalam paduan antara masalah dan keadaan, atau dalam sesuatu yang lain, di mana pun takhadir hakikat sesuatu, apapun itu. berdasarkan ini dikatakan, segala sesuatu adalah hampa. misalnya kecambah takjuga terdapat dalam benih (atau) masalahnya tak juga dalam sesuatu yang dikenal sebagai keadaan, yakni tanah, air, api, angin, dan lainnya, tidak satu persatu, maupun dalam keseluruhan tak juga dalam paduan masalah dan keadaan tak juga apapun yang berbeda dari masalah dan keadaan. karena tiada hakikat sesuatu. karena di mana pun tiada hakikat sesuatu, kecambah adalah ketiadaan hakikat sesuatu suatu kehampaan. dan seperti kecambah ini adalah ketiadaan dari suatu ketiadaan hakikat sesuatu dan karenanya hampa begitu pula segala sesuatu hampa karena mengada sebagai ketiadaan dari hakikat sesuatu Aku belum selesa i mengolah penalaranku terhadap pengertian itu, ketika mendadak saja lelaki yang berusaha menyihirku itulah justru yang mendadak terlempar dari bangkunya, dan tubuhnya terkejang-kejang. Perhatian segera beralih dari orang yang bercerita tadi, kepada penyihir yang kini memegang sendiri lehernya, seperti berusaha melepaskan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ diri dari suatu cekikan yang sangat kuat mencengkeram lehernya, sementara dari mulutnya keluar busa hijau muda seperti memuntahkan cairan alpukat. "Dia keracunan," kata seseorang. "Tidak, dia kesurupan," kata yang lain. "Keduanya tidak," ujar seorang pelaut berambut perak yang memeriksa busa hijau muda itu dengan ujung belati melengkung, "lihat, busa ini mengeluarkan asap dengan desisan pada logam belati pusaka ini, dia termakan oleh sihirnya sendiri..." Orang-orang di dalam kedai itu saling memandang. Aku teringat batu prasasti yang maksudnya mengutuk itu. Namun kata-kata dalam prasasti itu memang ditujukan untuk mengutuk, meski bunyi kutukannya sendiri tidak bisa dibaca. Adapun kalimat-kalimat yang dapat kubaca, dan mestinya Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bahkan dapat kutanggapi penalarannya ini, bagaikan tidak ada hubungannya dengan s ihir sama sekali, kecuali jika ditafsirkan begitu rupa dan dihubung-hubungkan sekenanya. Aku yang telah menafsirkan ajaran keigamaan untuk pengembangan ilmu silat, tidak terlalu asing dengan kebebasan penafsiran, meski setiap penafsiran itu tetap harus dapat dipertanggung jawabkan pendekatannya. Dalam hal ilmu sihir yang mengacu kepada olah penalaran ini, belum kutemukan pendekatan yang dapat menjadikan kalimat-kalimat itu sebagai mantra yang mampu menyihir. Kemudian akan kuketahui kelak bahwa Kitab Vigrahavyavartani itu juga ditulis oleh Pendeta Nagarjuna. Namun tentu nama yang baru kudengar itu tak terlintas dalam keadaan hiruk-pikuk begini. Lelaki yang tercekik-cekik dan berbusa-busa hijau muda itu ketika diangkat tubuhnya dari lantai kayu ke atas meja pendek, karena kedai rumah panggung ini memang tidak berbangku panjang, dalam keadaan begitu ternyata matanya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ masih mencari-cari aku. Saat bertatap mata, kulihat mata itu berkata-kata dan kata-katanya seperti menyangatkan sesuatu, yang tentu saja aku tidak tahu sama sekali tentang. Namun kukira, terutama karena ia tidak mengira, bukan hanya karena aku selamat dan terhindar dari tekanan s ihirnya, tetapi karena aku dapat membalasnya dengan ilmu yang sama. Lebih tidak menyangka lagi ia tentunya, ketika mantra sihir yang menerkamnya bahkan dari peringkat yang lebih lanjut. Setidaknya terlihat dari akibat yang menimpanya. JUGA kelak akan kuketahui, bahwa untuk merapal mantra, seseorang bahkan tidak perlu mengetahui maknanya. Jadi orang ini pun, tidak seperti diriku, hanya mengenal rapal itu sebagai bunyi suatu mantra. Sedangkan bunyi itu sungguh hanya akan terdengar sebagai bunyi justru ketika yang mengucapkan taktahu artinya; maka bahasa Sansekerta pun menjadi suatu mantra. Adapun bunyi itu sungguh hanya akan terdengar sebagai bunyi justru ketika yang mengucapkan tak tahu artinya; maka bahasa Sansekerta pun menjadi suatu mantra yang tidak menyampaikan pengertian me lainkan bunyi berulang, bunyi bergumam, bunyi merapal, bunyi bermantra, bunyi takberarti tetapi mengada dalam penyuaraan berkeyakinan. "Adalah keyakinan yang membuat segala kegaiban bisa berjalan," kata pasangan pendekar yang mengasuhku itu, "maka keyakinan itulah yang harus dihancurkan untuk memudarkan kegaibannya." Rupanya serangan dari sumber mantra yang sama, tetapi dari peringkat yang lebih lanjut itulah yang membuatnya gentar, dan kejutan itu baginya telah mengguncangkan dunia dan lebih dari cukup untuk membuatnya menggelepar, tercekik-cekik dengan mulut berbusa hijau muda. Dalam hal ilmu s ihir yang muncul dengan sendirinya dari diriku, memang bekerja tanpa perlu dirapal lagi karena aku hanya menerimanya sebagai kegaiban yang diwariskan Raja TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Pembantai dari Selatan itu. Jika aku mempelajarinya, tentu aku tidak mungkin menerimanya sebagai bunyi, atau aksara tak berarti dalam pembacaanku. Bahasa Sansekerta, meskipun banyak berpengaruh kepada bahasa yang digunakan di Javadvipa, tak berarti dikenal semua orang, apalagi di kalangan rakyat kecil, maka bunyi yang mana pun dari bahasa itu ternyata mungkin dijadikan mantra. Sudah lama memang bahasa Sansekerta dimanfaatkan lebih daripada sebagai bahasa, karena ketidak mampuan banyak orang untuk memahami dan menggunakannya telah membuat mereka memandangnya sebagai perlambang keistimewaan, maupun segala sesuatu yang dipandang tinggi dalam kehidupan. "Awas! Awas! Lihat dia kejang-kejang lagi!" Memang terlihat orang yang bermaksud menyihirku semakin kejang. Aku takut dia akan mati, maka aku mendekat untuk melihat sesuatu yang bisa kulakukan. Namun setelah aku mendekat kekejangannya makin menjadi, matanya melotot lebar kepadaku, dan ia berusaha bergerak menjauh dariku sedapat mungkin dengan tangan tertunjuk kepadaku. Aku terkesiap. Semua orang melihat ke arahku. Dalam keadaan masih menunjuk itulah dia mengejang untuk terakhir kalinya dan tewas. Suasana menjadi tegang dan sepi dan mencekam. Pelaut berambut perak tadi mendekat dan memeriksa. Entah apa yang diperiksanya, tetapi ia kemudian melirik kepadaku selintas. Dadaku berdegup. Tidakkah ini merupakan tuduhan tak langsung" Aku bersiap. Betapapun aku memang selalu siap untuk bertarung, juga jika setiap orang di dalam kedai ini bermaksud menangkapku. Namun setelah menutup kedua mata yang melotot itu ia berkata tanpa melihatku. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Ini tenung kiriman dari seberang laut," ujarnya tenang, "tentu dia punya urusan dengan orang-orang seberang laut itu." Perhatian orang kembali kepada mayat itu. Daski mengambil kesempatan untuk menggelandangku keluar. "Aku melihat semuanya," ujarnya, "di mana dikau belajar ilmu s ihir seampuh itu?" Tidak terbayangkan olehku betapa sulitnya menyamar untuk tidak menjadi diriku. Aku tidak mempunyai masalah sebetulnya, yang membuat aku harus menyembunyikan diri dan melarikan diri dari sesuatu, tetapi bahkan tanpa masalah pun sudah begitu sulit rasanya bagiku untuk hidup seperti orang biasa tanpa diganggu. Betapapun, aku telah memilih jalan hidupku. "Apa yang dikau lihat, Daski?" "Bahwa dikaulah yang telah membuatnya tercekik-cekik begitu. Apa yang telah terjadi?" "Apa yang membuat dikau begitu yakin dirikulah pelakunya?" "Anak muda tanpa nama! Tidak usahlah dikau mengelak lagi! Di luar Javadvipa, sihir adalah ma inan kanak-kanak! Semenjak orang itu menatapmu sudah kulihat cahaya hijau memancar dari matanya ke arahmu, tetapi karena dapat kulihat cahaya putih membentengi dirimu ketika cahaya itu mendekat, kutahu tak akan ada masalah dengan dirimu." "BAGAIMANA mungkin dikau bisa melihat semua itu, Daski"' "Kukira bahkan orang tua itu pun melihatnya, bahwa orang itu telah menyerang dikau lebih dahulu. Tingkat ilmu sihir dikau juga sudah sangat tinggi, sehingga siapa pun yang mampu melihat pertarungan sihir itu tidak mampu menilai dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mengukur ilmu dikau. Tak usahlah berpura-pura lagi, dari mana dikau mempelajarinya?" Bagaimanakah aku harus menjawabnya" Sesunggguhnyalah aku taktahu perbendaharaan sihir macam apa sajakah yang terdapat dalam diriku. T entu juga tidak bisa kubayangkan, bagaimana seseorang dapat melihat cahaya hijau dari mata seseorang meluncur ke arahku, sementara dari tubuhku muncul cahaya putih yang melindungiku. "Aku hanya mendapatkannya tanpa belajar," aku merasa tak perlu mengelak lagi, "dari seseorang yang sudah hampir mati." Sembari menjauh, Daski berbisik. "Ssssst! Teruslah bicara, sejumlah orang mengikuti kita." Aku terus berbicara tentang apa yang terjadi sehingga ilmu-ilmu sihir itu bisa merasuk ke dalam diriku. Tentu aku tidak bercerita tentang pertarungan yang kecepatannya tidak dapat dilihat mata, juga tentang Pendekar Melati, atau bahwa yang telah mewariskan ilmu itu adalah Raja Pembantai dari Selatan. Cukup kukatakan betapa seorang tua yang hampir mati dan kutemukan di jalan telah mengalirkan ilmu-ilmu sihir yang dimilikinya untukku. "Hahahahahaha! Dikau sungguh beruntung! Dikau dapat menggunakannya untuk mencari nafkah sebagai penjual tontonan! Anak-anak sangat menyukai tontonan ajaib!" Aku tidak tahu seberapa sungguh-sungguh Daski bicara, dalam keadaan kami harus pura-pura asyik berbicara karena dikuntit orang tersebut, tetapi sejak kecil aku memang sudah mengagumi penjual tontonan seperti itu. Ketika diajak ayah dan ibuku mengunjungi kotaraja, aku terheran-heran melihat para penjual tontonan yang dikerumuni orang banyak di jalanan. Ada yang membakar tubuhnya dengan api, ada yang menusuk lidahnya dengan bambu, bahkan ada yang memenggal kepalanya sendiri tetapi tidak mati. Kuingat orang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang sudah tanpa kepala itu masih memegang pedang di tangan kanan, sementara tangan kiri memegang kepalanya sendiri. Adapun kepala ini ternyata juga hidup dan bisa berkata-kata seperti ini, "Ah! Siapakah kiranya yang tubuhnya tiada berkepala di sana" Ah! T ernyata tubuhku sendiri!" Maka kemudian tangan kiri itu akan mengembalikan kepala tersebut ke lehernya sendiri, yang langsung menyambung bagai tak pernah putus sama sekali. "Nah, kalau begini diriku sekarang dapatlah kiranya membuang air seni," katanya lagi, dan para penonton tertawa, dan penjual tontonan itu akan membungkuk hormat, dan penonton bertepuk tangan. "Aku ingin bisa seperti itu," kataku dulu kepada ibuku. "Itu bukan ilmu ma inan, anakku, bagaimana kalau kepalamu tidak bisa kembali?" Aku waktu itu terdiam. Sekarang juga terdiam. Daski memberi isyarat agar kami memasuki perkampungan nelayan yang sedang sepi, karena penghuninya sedang melaut. Kutahu Daski ingin menjebak para penguntit itu, yang jumlahnya lima orang. "Di ujung itu, dikau ke kiri dan aku ke kanan, saat mereka terbagi dua berarti mereka terkepung di antara kita. Nanti aku akan bersuit, dan teman-teman kita akan muncul dari setiap rumah." Aku memandangnya karena tak mengerti. Daski tersenyum. "Para awak kapal ada di rumah-rumah itu, bersama istriistri para nelayan." Aku ternganga. "Jangan melongo seperti itu anak muda, siapkan pisaumu!" Aku tidak memerlukan senjata apa pun sebenarnya, tetapi kuperlihatkan juga kepada Daski, bahwa aku telah meraba gagang pisau belati melengkung yang diberikan Pangkar kepadaku waktu itu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Daski mengangguk dan di ujung lorong kami berpencar. Kulirik selintas ke belakang, dua orang mengikuti aku, dan tiga orang mengikuti Daski. Beberapa saat kemudian Daski berbalik menghadapi para penguntitnya, memasukkan jari telunjuk dan ibu jari yang dilingkarkan ke dalam mulut, lantas terdengar suitan kencang sekali. Aku juga berbalik menghadapi penguntitku. (Oo-dwkz-oO) Episode 85: [Tuan Putri Asoka] SUITAN Daski, seperti juga suitan nakhoda yang kudengar di kapal, agaknya merupakan penanda khusus bagi awak kapal Naga Laut, karena dari rumah panggung satu ke rumah panggung lain, muncul para awak kapal yang sudah memegang senjata masing-masing. Ada yang melalui pintu, langsung dengan cara menendangnya, ada yang melejit melalui jendela yang memang sudah terbuka, tidak semuanya dengan busana yang sudah siap tempur. Kemudian di belakang mereka, muncul pula perempuan-perempuan yang masih mengikatkan kainnya ke pinggang dengan rambut terurai tak beraturan. Kelima orang itu, dua orang yang menghadapiku dan tiga orang yang menghadapi Daski, tertegun. Mereka segera mencabut badik, dan bersiap menghadapi segala kemungkinan. Suasana mencekam, tetapi persoalan belum terlalu jelas bagi para awak kapal yang mengepung. "Apa yang terjadi Daski, sampai kami harus menghentikan keasyik masyukan asmara kami secara mendadak begini?" "Ya, apakah yang begitu gawat Daski, sehingga percintaaan harus diganti tawuran di siang hari bolong seperti ini?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Daski, Daski, kenapa kami selalu mengganggu kami" Carilah istri dan tidur saja bersama kami." Mendapat rentetan Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pertanyaan seperti itu, Daski menggeleng-gelengkan kepala, menunjuk para penguntit itu dengan pisau belatinya yang melengkung. "Tanyakanlah kepada mereka, Darmas! Adakah tujuan yang lebih baik selain membunuh dengan cara menguntit seperti itu!" Mereka kembali menatap kelima orang yang telah dengan diam-diam menguntit kami. Tanpa ditanya mereka menjelaskan dirinya sendiri. "Kami adalah para abdi Tuan Putri Asoka, ingin bertemu Yang Mulia Naga Laut yang menjadi sahabat negeri Muara Jambi, untuk mengetahui kebenaran desas-desus yang simpang siur sampai ke telinga kami." Kami saling berpandangan. Orang itu berkata lagi. "Jika sudah jelas kita tidak bermusuhan, bisakah kita bicara tanpa senjata di tangan?" Aku baru sadar sudah begitu banyak orang berkerumun. Sejumlah orang berhadapan dan berteriak-teriak dengan senjata di tangan, tentu saja akan menarik perhatian banyak orang. Jika aku sendirian, aku akan membekuk kelima orang ini diam-diam sebagai cara mengorek keterangan. Namun selain aku harus menyesuaikan diri dengan cara berpikir yang berbeda, ternyata memang tindakan itu tidak perlu. Mereka telah mengenal siapa Naga Laut, terutama dalam hubungannya dengan pembantaian keluarga bangsawan di tengah laut itu. Barangkali mereka bahkan terhubungkan lebih dekat daripada sekadar dugaan kami. Kutengok sekeliling. Bagaimana mungkin pembicaraan dirahasiakan di tengah orang banyak seperti ini. Namun Daski rupanya cepat tanggap dan memberi isyarat. Hampir TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bersamaan kami memasukkan kembali senjata ke sarungnya. Kusapu sekali lagi orang-orang yang berkerumun itu, dan memang aku menemukan sesuatu! Seseorang yang meskipun busananya tak jauh berbeda, tetapi tampak sekali bukan bagian dari orang banyak ini, yang kubaca dari ungkapan wajahnya, jelas berada di sini untuk memata-matai, bahkan sangat mungkin telah mengikuti kami, atau orang-orang yang membuntuti kami, tanpa kami ketahui. Hmm. Urusan di tengah laut itu masih terus berlanjut di sini. "Mari kita bicara di dalam," ujar Daski, yang telah kuberi isyarat dengan pandangan, bahwa orang itu akan kuikuti, "biarlah nanti Naga Laut mendengar sendiri apa pun yang akan kalian pertanyakan." Ketika semua orang memasuki rumah panggung yang terpanjang di sana, dan orang-orang kembali ke pekerjaannya masing-masing, aku telah menyelinap dan berkelebat begitu rupa sehingga tidak diketahui orang itu. Ia masih berdiri beberapa saat di luar, ketika orang-orang Muara Jambi dan para awak kapal tak tampak lagi, karena memang sudah masuk semua. Kemudian ia berjalan cepat, meninggalkan perkampungan nelayan dan kembali ke bandar. Dalam keriuhan bandar, aku masih dapat mengikutinya dari belakang dengan mudah. Ia berhenti satu kali di depan penjual juadah yang dibakar, membeli satu, lantas berjalan lagi sambil memakannya. Aku masih mengikutinya ketika keluar dari bandar, dan ia melangkah sepanjang jalan setapak. Jalan ini sepi, sehingga ini agak menyulitkan, karena dengan sekali toleh saja tentu aku akan terlihat olehnya. MAKA aku melenting ke atas pohon yang tinggi, dan berkelebat dari pohon ke pohon tanpa suara, itu pun dari jarak yang cukup jauh, untuk terus mengikutinya. Jika ia waspada, sebetulnya ia dapat menandai suara burung-burung yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ beterbangan, maupun siamang yang berteriak-teriak menyingkir karena terkejut ketika aku berkelebat melewatinya. Ternyata ia berjalan cepat tanpa menoleh-noleh lagi. Dari jalan setapak yang merupakan jalan umum, ia berbelok ke jalan setapak untuk pencari kayu. Ia berjalan cepat, seperti tidak ada waktu lagi untuk menunda berita yang ingin disampaikannya. Dari jalan setapak untuk pencari kayu, ia berbelok lagi ke suatu jalan yang agaknya merupakan jalan rahasia, karena memang tidak tampak seperti jalan sama sekali. Ia menerabas semak-semak, termasuk yang beronak duri, seperti berjalan asal menabrak; tetapi dapat kulihat tanda-tanda yang menunjukkan jalan kepadanya, yakni ranting atau batang pohon kecil yang dipatahkan, yang ditekuk untuk menunjukkan arah jalan. Bagi yang waspada, hal itu bukan rahasia sama sekali, karena cara patahnya jelas menunjukkan telah dilakukan oleh manusia. Lelaki yang berdestar itu tidak mengenakan baju dan hanya berkancut. Ada juga kain yang biasa dipakai untuk menahan dingin, tetapi ia hanya mengikatnya di atas pinggang, karena udara memang sangat panas. Maka aku heran dengan ketahanan kulit tubuhnya yang menembus semak-semak berduri bagaikan tiada terasa sama sekali. Ia terus menerabas dan menerabas tanpa sekalipun menoleh. Aku masih mengikutinya dari atas pohon, berkelebat dari batang ke batang tanpa terlihat, dengan rasa ingin tahu yang semakin lama semakin bertambah menggoda. Ke manakah kiranya tujuan orang ini" Bagiku keadaannya kadang menyulitkan, karena pohon-pohon tinggi besar ini hanya terdapat di dalam hutan. Begitu keluar dari hutan dan naik ke atas bukit, hanya terdapat padang terbuka. Apa akal" Untunglah alang-alangnya cukup tinggi, setidaknya setinggi pinggang, sehingga aku dapat menghindarkan diri dari pandangannya apabila ia menoleh ke belakang. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Begitulah aku memanfaatkan ilmu pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam Lubang supaya bisa mengikuti langkah kakinya tanpa harus melihat sendiri ke mana arah langkahnya. Aku berjalan merunduk, kadang bahkan bertiarap ketika alang-alang itu menjadi sangat pendek, tetapi melaju seperti seekor biawak yang lincah. Dari puncak bukit, jalan menurun lagi dan di sini bahkan terdengar ia berlari. Sambil berlari itu ia bersuit. Pengalamanku dengan suitan-suitan itu belakangan ini membuat aku sempat terhenyak mendengarnya. Apakah ia ternyata tahu dirinya dikuntit dan bersuit untuk memanggil kawan-kawannya untuk mengepungku" Aku tak berani mengangkat kepala lebih tinggi dari rumput dan karena itu kupertajam saja wilayah pendengaranku dengan ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Lubang itu. Maka kudengar kecipak air di bawah sana. Ah! Sebuah perahu! Perahu itu sebuah perahu sampan yang tertambat di tepi sungai. Jadi di bawah bukit ini terdapat anak sungai yang tersembunyi! Lantas kudengar pula pergerakan manusia di atas pohon-pohon sekitar sungai itu. Pergerakan dua orang yang semula tidur atau duduk di atas batang-batang pohon yang besar tetapi miring di atas sungai, dan karena itu nyaman untuk tidur, yang kemudian melompat ke bawah dan langsung berteriak. "Lama sekali dikau!" "Tidak ada yang terlalu lama! Terlalu banyak peristiwa hari ini! Kita harus cepat ke kapal!" Kedua orang yang rupanya memang bertugas menunggu itu, segera bersiap di depan dan belakang perahu sampan itu dengan dayungnya. "Ayo! Cepat! Cepat!" Mereka pun bergerak. Bagaimanakah caraku mengikutinya" Aku pun harus bergerak cepat tanpa mereka ketahui, dan ini TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tentu saja tidak mudah. Anak sungai kecil yang merupakan jalan rahasia itu sebentar kemudian sudah dinaungi segala macam pohon di atasnya, dengan tinggi yang nyaris mengenai kepala orang mendayung di atas sampan. Pohon-pohon ini dahannya saling menjalar begitu rapat, sehingga tidak ada kemungkinan aku bergerak di antaranya tanpa menimbulkan suara yang akan membuat mereka menoleh ke atas. Adapun jika aku mengikuti dengan cara melenting-lenting di atasnya, meski mungkin kulakukan tanpa suara, tetap saja sulit melihat ke bawah menembus kerapatan daun-daunnya. Memang benar aku dapat menggunakan ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Lubang untuk melacak arah perahu, tetapi ini tidak akan ada gunanya jika perahu mencapai tempat yang belum bisa kuduga di mana, tempat tubuhku tak bisa mencapainya. MAKA dari atas bukit aku pun berkelebat cepat ke tepi sungai dengan ilmu Naga Berlari di Atas Langit sembari menyambar dan mematahkan sebatang buluh. Aku langsung menyelam dan menyusul perahu itu tanpa suara di dalam air. Begitu sampai di dekat perahu, aku bergerak ke bawah dasarnya, dan segera memegang lunas yang terendam dalam air dengan sangat hati-hati, sementara tubuhku kuringankan begitu rupa sehingga tidak menambah beban bagi yang mendayung sama sekali. Meski mereka tergesa, agaknya mereka pun tak bisa melaju dengan cepat karena rapatnya tumbuh-tumbuhan yang menutupi anak sungai ini dari pandangan. Bahkan kadang dayung harus mereka letakkan, dan cukup tangan mereka memegang batang-batang yang menjalar di atas mereka, untuk menarik diri mereka sendiri Pendekar Riang 15 Wiro Sableng 059 Peti Mati Dari Jepara Pena Wasiat 26