Ceritasilat Novel Online

Jurus Tanpa Bentuk 15

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 15 bersama perahu ke depan. Di bawah dasar perahu, aku memegang lunas dan bernapas melalui saluran udara di dalam buluh. Anak sungai ini berkelak-kelok menuju ke arah laut, tetapi tidak menjadi semakin lebar. Sebaliknya, dasar sungai yang semakin dangkal membuat air semakin jernih, dan aku dengan mudah tentu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ akan terlihat. Untunglah bahwa arah sungai ini ternyata memasuki gua di dalam bukit-bukit karang di tepi laut. Ini berarti pilihanku untuk tidak mengikutinya dari atas tidak keliru, karena jika hal itu kulakukan tentu ketika perahu memasuki gua, maka aku akan tertahan oleh dinding karang. Di dalam gua, sungai menyempit, dan meskipun airnya jernih, di dalam gua itu nyaris tidak ada cahaya, sehingga lebih sedikit lagi kemungkinannya bahwa aku akan terlihat. Mereka mendayung tanpa suara, air terasa makin dingin bagiku. Ke manakah perahu akan menuju" Bukit-bukit karang tempat terdapat rongga-rongga gua bersungai di dalamnya itu, bagaikan benteng yang melindungi teluk yang nyaris tertutup di sebaliknya dari hempasan gelombang. Aku baru akan mengetahuinya kemudian, ketika setelah perahu keluar dari gua, tahu-tahu sudah berada di atas laut dalam teluk yang nyaris tertutup itu. Mereka langsung mendayung ke arah sebuah kapal. Kutahu inilah saatnya untuk mengikuti mereka dengan cara yang lain. Aku segera bergerak mendahului mereka dengan berenang seperti ikan lumba-lumba di dalam air, tentu setelah melepaskan buluh yang kugunakan untuk bernapas terlebih dahulu. Kujaga agar mereka yang berada di perahu sampan tidak me lihat buluh itu, karena siapapun kiranya yang pernah mempelajari ilmu penyusupan akan paham, bahwa buluh yang terlihat sengaja dipotong itu telah digunakan seseorang untuk menyusup melalui bawah air. Aku segera tiba di sekitar kapal yang berlabuh di tempat tersembunyi ini. Apakah mereka juga menyembunyikan banyak hal lain di sini" Aku muncul di bawah kapal, tepatnya di bawah selasar, pada bagian yang tidak terlihat oleh perahu sampan yang sedang mendatang. Seorang pelaut ternyata sedang buang hajat! Kurang ajar! Hampir saja kepalaku terkenai olehnya jika tak segera menyelam dan muncul lagi di bagian lain. Air laut di teluk yang terlindungi bukit karang ini TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ cukup jernih, sehingga keberadaanku di dalam air ini sungguh sangat berbahaya untuk diriku. Kuputuskan segera naik ke atas kapal. Semakin cepat kuketahui segala sesuatu tentang kapal dan awak kapal, justru semakin bagus, agar kupahami apa yang akan terjadi nanti. Maka setelah meluncur di dalam air seperti ikan lumbalumba, sampai di dekat kapal aku melejit seperti ikan terbang, tetapi yang segera menempel di dinding luar lambung kapal seperti cicak, dan agar tidak mudah terpergok jika ada yang kebetulan melihat, kugunakan ilmu bunglon, sehingga kulitku menjadi sama warnanya dengan dinding luar lambung kapal itu. Aku merayap dengan cepat, muncul dari arah selasar tanpa terdengar oleh awak kapal yang sedang asyik buang hajat itu. Aku bergulir masuk tanpa suara melalui dinding kapal. Di geladak kapal terlihat dua awak kapal sedang terlibat sebuah permainan dam-daman yang menggunakan batu-batu putih, dengan garis-garis yang membentuk kotak-kotak di atas sebuah papan. Kapal itu sepi. Aku menyelinap masuk melalui palka di bawah ruang kemudi ke ruang tidur awak kapal. Tidak ada siapa-siapa di situ. Ke mana awak kapal pergi" Kuselidiki ruang tidur ini, bahkan nyaris kugeledah, tetapi takketemu sesuatu yang menunjukkan tanda-tanda sebagai sesuatu yang mungkin saja ada hubungannya dengan kecurigaanku. Maka aku pun membuka papan yang menutupi lubang masuk ke lambung kapal. Begitu terbuka, cahaya menerangi keadaan di dalam, tetapi begitu masuk aku segera menutupnya lagi. SEKETIKA keadaan menjadi sangat gelap. Kupejamkan mata dan kupasang ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Lubang. Tercium oleh hidungku bau kayu manis yang harum, tetapi lambung kapal ini tidak mempunyai muatan berarti. Berarti mereka semula membawa kayu manis, tetapi telah menurunkannya. Artinya mereka datang dari tempat yang jauh dan baru saja kembali, karena jika memuatnya itu hanya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ berarti mereka berangkat ke tempat-tempat yang sangat jauh. Segera kudengar seseorang menangis terhisak-hisak di balik tong-tong besar air tawar. Aku segera menyelinap, karena pastilah telah mendengar aku masuk dan telah terbiasa dengan keadaan gelap. Sudah jelas ini suara tangis seorang perempuan, yang masih sangat remaja, karena memang hanya mereka yang tidak siap hidup di dunia, dengan segala peristiwa yang tidak mungkin terduga, akan menangis dengan sangat memilukan seperti itu. Aku membuka mata, membiasakan diri dengan kegelapan. Lantas bertanya. "Asoka, Asoka, dikaukah yang disebut Tuan Putri Asoka?" Tangisannya langsung terhenti, meski tetap terdengar isakannya. "Ya," katanya tersendat, "siapakah Tuan?" "Sahaya seorang kawan, sahabat kawan-kawan dari Muara Jambi, tenanglah Tuan Putri dan percayalah kepada sahaya. Tahukah Tuan Putri siapa kiranya yang menculik T uan Putri?" Dalam kegelapan ia menggeleng dan menangis lagi. Kuduga ia tak tahu apa pun, juga bahwa dirinya masih hidup pun tentu tidak ia ketahui sebabnya. "Nanti Tuan Putri akan sahaya bebaskan, tetapi itu nanti, setelah sahaya mendengar banyak perbincangan. Pahamkah Tuan Putri akan maksud sahaya?" Terdengar suara pelan di tengah isaknya yang masih tersendat. "Iya..." Nada suaranya menunjukkan rasa tertekan yang berat. Apalah yang dapat diharapkan dari seseorang yang menyaksikan seluruh keluarganya dibantai dan kaum TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ perempuannya diperkosa di depan mata" Bahkan nasib Asoka sendiri, yang kuperkirakan tidak lebih dari 12 tahun ini, tidaklah berani kubayangkan. "Sahaya ingin mendengar banyak keterangan, siapakah mereka, dari mana asalnya, dan siapakah kiranya yang berada di belakang mereka. Dapatkah kiranya Tuan Putri membantu sahaya?" Di ce lah isak tangis kutangkap kata-katanya. "Tapi bagaimana caranya?" Aku belum sempat menjawab ketika tiba-tiba saja penutup lubang masuk dibuka. Cahaya memasuki ruang. Terlihat Putri Asoka yang masih sangat muda itu tangannya terikat ke belakang. Aku berkelebat menyembunyikan diri di sebuah sudut yang masih gelap. (Oo-dwkz-oO) Episode 86: [Di Balik Kundika] KULIHAT Putri Asoka yang memang masih sangat muda. Ia seorang perempuan untuk diselamatkan. Jika tidak, ia pasti akan sangat menderita. Wajahnya yang cantik tampak sangat pucat dan pipinya masih basah oleh air mata. Matanya masih tampak sembab karena terus menerus menangis. Tangannya terikat ke belakang dengan sangat kencang. Kain terlibat ke tubuhnya dalam keadaan hampir lepas. Namun aku tidak melihat bahwa ia telah mendapat perlakuan yang lebih kejam dari itu. Ia tertunduk karena s ilau. Rambutnya yang lurus dan panjang telah terurai dan jatuh di bahunya yang telanjang. Tubuhnya tampak kotor karena debu-debu di lambung kapal yang penuh barang, berkarung-karung rempah, tong-tong air, dan juga gulungan kain layar cadangan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Dua orang tampak melompat turun dengan ringan. Mereka mendekati Putri Asoka itu, yang satu berjongkok dan yang lain membungkuk di hadapannya. Bahkan yang berjongkok itu memegang dagunya seperti memeriksa mulut anjing piaraan. "Aku tidak mengerti apa keuntungannya bagi kita membiarkan anak perawan ini hidup, bahkan takboleh disentuh berlama-lama. Ia hanya akan menyulitkan kita saja kurasa, harus memberinya makan setiap saat begini," katanya. Ternyata mulut Putri Asoka dibuka secara paksa, untuk memaksakan makanan masuk ke mulutnya. Makanan itu dibawa oleh yang membungkuk, digenggam dalam bungkusan daun; yang berjongkok membuka mulut Putri Asoka secara paksa dengan cara menekan kedua pipinya, lantas mengambil makanan dari bungkusan daun itu, memasukkan dan menekan secara paksa ke dalam mulut dengan jari-jari tangannya. "Ayo makan! Kalau kamu mati, nanti kami yang digantung di tiang layar kapal ini!" Apakah yang dimasukkannya itu" Barangkali nasi, tak terlalu jelas dalam kegelapan begini. Nasi itu dikepal dulu, sebelum dimasukkan dengan tangan yang tidak jelas kebersihannya itu. Kudengar Putri tersedak dan tidak bisa bernapas. "Kenapa seperti itu memberi makan" Mati dia nanti," kata yang membungkuk, "kasihkan air kalau memberi makan seperti itu." "Diam lah bodoh! Perempuan kecil ini selalu memuntahkan makanannya, jadi harus dipaksa!" "Kamu justru akan membunuhnya! Coba lihat!" Putri itu sekarang matanya sudah melotot karena tenggorokannya tersumbat. Aku sudah siap bertindak, ketika dari atas terdengar bentakan. "Bodoh!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Orang yang berjongkok itu lantas tergelimpang ke lantai dengan sebilah pisau menembus ubun-ubunnya. Suatu sosok lantas melompat turun dengan ringan. Ditendangnya pula petugas satunya sehingga terlempar ke dekatku. Ia tidak mati, tetapi tidak berani bergerak maupun mengeluarkan suara sepatah pun juga. "Kundika!" Lelaki yang baru datang ini meminta kendi yang segera dilemparkan dari atas dan ditangkapnya dengan sebelah tangan saja. Ia menarik lengan Putri Asoka sehingga terseret ke dekatnya, juga dengan paksa dimasukkannya corot kendi itu ke mulut sang putri. Secara alamiah, meskipun hatinya menolak Putri Asoka menelan nasi yang terdorong oleh air dari kendi tersebut. Sepintas kuperhatikan kendi yang terbuat dari perunggu itu, bibirnya membalik keluar, corotnya melengkung dan bergelang. Meski bentuk yang sejenis juga dibuat di Mataram, tetapi dari bahan yang berbeda. Kendi ini sama dengan berbagai kendi asa l Jambhudvipa yang datang bersama para pendatang di kerajaan Mataram maupun kedatuan Sriv ijaya. DAPATKAH kuyakinkan diriku bahwa para awak kapal ini adalah orang-orang asing" Kundika diisi dari corotnya pada sisinya, dan menuang dari mulutnya yang berupa pipa sempit, sedangkan kendi diisi dari mulut dan dituang dari corotnya. Kundika berbeda dari kendi, tetapi yang disebut dengan kundika oleh orang ini adalah kendi atau kundi. Mereka menyebutkan benda yang lazim digunakan di sini dengan bahasa daerah asalnya, meski kudengar mereka berbahasa Melayu dengan cukup fasih. Aku mengambil simpulan bahwa mereka bukan orang Muara Jambi dan bukan pula orang Srivijaya. Seharusnya mereka tidak mempunyai urusan dengan masa lalu orang-orang malang yang telah mereka bantai itu! Kuingat ketiga orang yang diduga penyerang dan kami temukan sudah mati di kapal naas tempat mereka menjarah, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membunuh, memperkosa, dan menculik Putri Asoka ini. Jelas mereka orang-orang Kling. Namun orang-orang ini, meski tinggi besar seperti orang-orang Kling, kulitnya tidak hitam. Tentu seperti setiap pelaut, kulitnya hitam terbakar matahari, tetapi sangatlah berbeda antara mereka yang kulitnya terlahir hitam dan kulitnya hitam terbakar matahari. Betapapun nasi itu akhirnya tertelan oleh Putri Asoka. Aku menahan napas. Entah bagaimana caranya aku bernapas, karena aku berada sangat dekat dengan mereka. Aku merasa khawatir karena Putri Asoka matanya sering menatap ke arahku. Jika terjadi sesuatu, sangat sulit bertarung di dalam lambung kapal seperti ini. Sosok yang baru turun itu berkata. "Ingat Putri, dirimu adalah tawanan kami, janganlah melakukan apa pun yang akan mencelakakan Putri sendiri. Jika Putri menurut kami, maka Putri akan selamat." Namun Putri Asoka tiba-tiba meradang. "Kalian telah membunuh seluruh keluargaku! Untuk apa" Kalian bisa merompak dan menjarah, kenapa harus membunuh?" Sosok itu tertegun, dan berdiri. Ia memberi tanda kepada orang yang ditendangnya tadi agar keluar dari lambung kapal. Sementara di luar, kudengar perahu sampan yang kuikuti tadi tiba. Kemudian kudengar juga keramaian banyak orang yang naik ke kapal. Agaknya mereka semua yang meninggalkan kapal telah kembali. Kudengar berbagai bahasa diucapkan campur aduk, ada yang kukenal, ada yang tidak kukenal. Namun kurasa tidak ada hal yang perlu kuceritakan kembali, kecuali bahwa suasana di atas itu begitu riuh rendah, dengan langkah kaki di atas papan yang menjadi atap lambung kapal ini yang terdengar bagaikan langkah-langkah kaki gajah. "Di mana Nakhoda?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Suara ini telah kukenal sebagai suara orang yang kuikuti. "Di bawah, dia tak bisa diganggu," kata yang baru naik itu. "Ini penting!" "Sudah kubilang tak bisa diganggu!" Bug! Bug! Tampaknya salah satu memukul dan yang dipukul membalas. Suasana semakin riuh rendah. Bukan untuk memisah, melainkan untuk bertaruh siapa kalah dan siapa menang, tentu tanpa mengetahui duduk persoalan yang Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sebenarnya. Mereka terdengar tertawa-tawa seperti mendapat hiburan. Lelaki pendek gempal yang sedang berada di bawah ini tampaknya merasa sangat terganggu. Ia segera melenting ke atas dan berkelebat ke sana kemari untuk menghajar anak buahnya itu. Sebentar kemudian hanya terdengar suara orang-orang yang mengerang dan mengaduh kesakitan di sana-sini. "ANJING-ANJING geladak berotak udang! Gentong nasi kalian semua! Hidup sekali hanya untuk makan! Bikin suara lagi kubunuh kalian semua!" Suara-suara erangan itu lenyap, tetapi masih terdengar sebagai desahan. Sebetulnya keramaian itu menguntungkan aku. Sekarang aku harus kembali menahan napas. "Putri Asoka," bisikku cepat-cepat, "buatlah ia banyak berbicara..." Putri itu tidak menjawab. Namun kurasa ia mengerti, bahkan ia sendiri kini tampaknya juga penasaran sekali. "Siapa yang ingin bertemu denganku karena ada sesuatu yang katanya penting?" "Sahaya...," terdengar suara lemah. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Apa yang begitu penting?" Dengan lancar diceritakannya semua, mulai dari cerita yang terdengar di kedai, tukang tenung yang tercekik-cekik sendiri, dan sejumlah orang yang mengikuti kami, yang lantas terjebak dalam perangkap kami. Terdengar nakhoda itu berkata. "Hmm. Berita tentang mereka berangkat telah sampai ke mari. Berita tentang nasib mereka belum ada yang tahu. Berarti Naga Laut yang telah melihat dan membakar kapal itu, seperti yang telah kita saksikan dari kejauhan, menyimpan maksud tertentu." "Kita tak tahu apakah yang akan dikatakannya kepada orang-orang Muara Jambi itu." "Apa pun yang akan disampaikannya, seharusnya bukanlah tentang keberadaan kita, karena tiada peluangnya saat itu untuk mengenali kita." "Tiga kawan kita tertinggal di kapal itu..." "Yah, tetapi mereka juga sudah tidak bisa menceritakan apa pun. Itulah kalau menyerbu terburu nafsu. Memalukan! Mati di tangan orang-orang lemah! Cuh!" Ia meludah untuk menunjukkan penghinaannya. Lantas turun lagi ke bawah. Ia membungkuk untuk memperhatikan wajah Putri Asoka dalam ruangan temaram karena sedikit cahaya dari atas itu. Ia memegang dagunya, mengelus-elus pipinya, lantas menjambak rambutnya dan berkata perlahan-lahan. "Dikau seharusnya berterima kasih kepadaku Putri, karena daku telah membiarkan dirimu hidup sampai hari ini. Asal dikau tahu, daku telah dibayar mahal untuk membantai semua orang yang berada di kapal. Daku tidak tahu kenapa kalian TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ semua harus mati, tetapi setelah akhirnya kuketahui siapa kalian, daku sadar betapa bayaranku masih belum sepadan..." "Siapa yang telah membayar kalian itu, yang dikau katakan begitu murahnya jika termasuk membunuh diriku?" Nakhoda itu tidak menjawab, melainkan balik bertanya. "Putri, tahukah kiranya Putri, siapakah kiranya diri Putri itu?" Putri Asoka terdiam. Aku mematung tanpa suara. Sejari tangan saja aku bergerak, aku tahu sebilah pisau terbang atau sejumlah senjata rahasia akan segera meluncur ke arahku. Putri itu masih terdiam. Mungkinkah ia memang tak tahu siapa dirinya itu" Tidakkah mengenaskan jika diriku saja dengan segera telah menyerap secara ringkas sejarah suatu negeri selama seratus tahun, sementara tokoh penting sejarah itu tak tahu menahu siapakah dirinya dalam suatu riwayat yang tak diketahuinya pula" "Tidak tahukah betapa dirimu dapat duduk di kursi singgasana, wahai Putri?" Nada sang nakhoda yang pendek gempal ini, antara bercanda dan menghina, syukurlah tidak terlalu ditanggapi Putri Asoka, yang dalam keremajaan usianya, kuperkirakan bahkan hanya 12 tahun, yang dalam penderitaannya tetap menggunakan otaknya untuk memenuhi permintaan. Syukurlah ia tetap memiliki keberanian, meski ketakutannya sebagai tawanan adalah suatu hal yang sangatlah sewajarnya. "Daku bukan putri seorang raja," katanya, "khayalan mana yang dapat membawa daku ke sebuah kursi singgasana!" "Khayalan mana" Khayalan?" Nakhoda yang sekilas kulihat bergiwang permata itu menggeleng-gelengkan kepala. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Apakah pembantaian mengerikan yang berlangsung di hadapan mata dikau itu suatu khayalan" Apakah segala macam jerit kesakitan, darah bercipratan, dan segala peristiwa yang baru berlangsung kemarin malam adalah khayalan?" Asoka segera menohok. "Katakan! Katakan bahwa itu bukan khayalan!" NAKHODA itu, yang dalam perasaan berkuasanya telah kehilangan kehati-hatian meneruskan kata-katanya. "Tidakkah dikau ketahui Putri, bahwa kedatuan Sriv ijaya, dengan bangkitnya wangsa Shailendra dan wangsa Sanjaya di Javadvipa, yang sangat subur sawah-sawahnya, tidak lagi dikenal sebagai satu-satunya negara berkuasa" Mereka memang menguasai laut, tetapi tidak berdaya mencegah kapal-kapal dari segala penjuru yang ingin mengambil muatan dari berbagai pelabuhan di sana, yang meski tetap dikuasai Srivijaya, tak dapat menguasai apa pun di pedalamannya." 4 Putri Asoka memandang dengan mata kosong. "Tahukah artinya itu Putri" Artinya kekuasaan mereka goyah dan kerajaan yang pernah ditaklukkan merasa punya alasan untuk bangkit kembali. Itulah saat paman-pamanmu merasa bukan takmungkin mendirikan kembali kerajaan mereka yang disebut Jambi Malayu, dengan bantuan kerajaankerajaan di Javadvipa, ataupun sembarang bajak laut yang berkeliaran dari pulau ke pulau seperti kami, yang semenjak lama memang bekerja sama dengan kedatuan Srivijaya hanya karena terpaksa." Hmm. Benarkah kapal ini sebuah kapal bajak laut" "Terpaksa?" "Tentu saja terpaksa! Kami adalah pengembara di lautan tanpa negara yang berlayar di antara pulau-pulau karang dan teluk tersembunyi, yang memang akan membajak kapal-kapal dagang yang melewati wilayah kami. Para raja Srivijaya, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ karena takmampu membasmi kami, akhirnya membeli kerjasama kami. Mereka adakan perjanjian dengan beberapa di antara kami, bahwa dengan memberikan sebagian wilayah pelabuhan, kami tidak bisa lagi membajak kapal-kapal di laut. Sebaliknya bahkan para sekutu Sriv ijaya ini dimanfaatkan untuk menjamin keamanan lalu lintas kapal-kapal dagang." 5 "Termasuk kapal ini?" "Tentu saja Putri! Jadi kami mau bekerja sama, tapi hanya selama kami tetap diuntungkan. Akhir-akhir ini, sete lah wangsa Shailendra mampu membangun armadanya sendiri untuk menyerbu Champa, bahkan Kota Kapur ini pun menjadi sepi. Kami tidak terikat lagi dengan perjanjian ini. Kami kini bekerja untuk siapa pun yang membayar kami. Termasuk untuk tugas ini!" "Membunuh kami?" "YA, membunuh kalian! Tapi daku bisa mendapat uang emas lebih banyak dengan tidak membunuh dikau! Hahahahahahaha! Maksud daku, menangguhkan pembunuhan dikau, karena nantinya tetap juga dikau harus kubunuh! Hahahahahaha! Itulah salah mereka sendiri, karena tidak menjelaskan persoalannya ketika menawarkan pekerjaan ini kepada kami! Jika kepentingannya sebesar ini, yakni memutuskan garis keturunan supaya dikau tak dicari lagi sebagai ratu yang sah dari keturunan Jambi Ma layu, tentulah daku harus dibayar jauh lebih mahal! Huahahahahaha!" Kini persoalannya sudah sangat jelas bagi Putri Asoka, maupun juga bagiku, tentang hubungan antara kapal ini, kapal yang seluruh penumpangnya dibantai, maupun semua kejadian tadi. Kecuali bahwa aku tidak dapat memastikan, bagaimana desas-desus tentang para pelarian ini dengan segera sudah mencapai Kota Kapur. Aku hanya bisa menduga, bahwa ketika para bangsawan pelarian ini lenyap dari kotaraja, kemungkinan naik kapalnya pun dari sebuah tempat tersembunyi, berita memang segera tersebar sampai TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pelabuhan. Memang ke sanalah para pengawal rahasia kedatuan memburu, dan kejadian ini mungkin telah menimbulkan huru-hara besar, karena setiap kapal yang berlabuh telah digeledah dan diperiksa. Adapun dari pelabuhan yang besar, tentulah selalu ada kapal yang berangkat setiap hari, dan sebuah kapal barangkali saja dengan segera telah tiba di Kota Kapur. Kusimak kembali, dalam cerita yang kudengar di kedai memang tidak disebut tentang pembantaian di tengah laut pada malam hari. Pembantaian memang baru semalam, tetapi mungkin saja pelarian itu sudah berlangsung beberapa hari sebelumnya. Sedangkan kapal yang memburunya ini, menurutku berangkat dari tempat tersembunyi lainnya, atau bahkan dari tengah lautan itu sendiri melalui suatu mata rantai jaringan rahasia, yang juga mengerahkan kapal-kapal untuk menghubunginya. Jadi, kecurigaanku di kedai mungkin berlebihan, tetapi bukankah hanya dengan waspada kepada segala sesuatu maka akhirnya aku berada di tempat ini" Nakhoda yang pendek gempal ini jelas adalah orang yang serakah. Ia telah menghindari kapal kami, yang mungkin dikenalinya sebagai kapal Naga Laut. Bagi Sriv ijaya, keduanya hanyalah bajak laut yang tidak bisa diatur. Namun bagiku keduanya sangat berbeda. Naskhoda pendek gempal yang selain mestinya telah dibayar, masih menjarah harta karun seisi kapal pula, tetapi masih mau juga memeras pembayarnya dengan menyandera nasib Asoka, yakni bahwa tak akan dibunuhnya jika bayaran tak dilipatkan, jelas bajak laut licik yang tidak memiliki kehormatan sedangkan Naga Laut, dengan segala riwayatnya yang telah kudengar, jelas adalah seorang pejuang. "Tapi aku tidak akan membunuhmu Putri, berapa pun bayarannya, jika dikau bersedia menuruti permintaanku." Putri Asoka yang masih 12 tahun, meskipun cerdas, masihlah berjiwa lugu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Apakah itu?" Hening sejenak. Aku tak bernafas. Ikut tegang menanti jawaban. Nakhoda itu berjongkok, memegang dagu Putri Asoka. "Tuan Putri, sudikah T uan Putri menjadi isteriku?" (Oo-dwkz-oO) Episode 87: [Samudragni] DARAHKU naik ke kepala. Ingin kuselesa ikan riwayat pemimpin bajak laut yang belum kuketahui namanya ini sekarang juga. Namun aku juga tahu bahwa jika aku melakukan sesuatu tanpa perhitungan, aku dapat mengacaukan jalan cerita yang barangkali saja bisa menjadi lebih menarik jika aku tidak melakukannya. Jadi, di balik tong-tong air di dalam lambung kapal, aku berusaha menahan diri. Saat itulah Putri Asoka meludahi wajah sang pemimpin bajak laut. "Cuh!" Seketika itu pula dua belas tamparan telah mendarat di wajah Putri Asoka. memimpin bajak laut itu melompat berdiri. "Anak bodoh tak tahu diuntung! Dikau telah meludahi wajah Samudragni!" Aku terkesiap. Inilah sebuah nama yang sangat ditakuti. Begitu ditakuti sehingga bahkan mengucapkan namanya orang tidak berani, karena baru memikirkannya pun konon banyak orang sudah gemetar. Tiada pelaut yang tidak mengenal nama Samudragni yang berarti Samudera Api, sebuah nama yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ didapatnya karena selalu membakar kapal-kapal korbannya, berikut dengan para awak dan penumpang kapal yang masih hidup di dalamnya! Jadi, hanya karena kami datang, sedangkan tugasnya merupakan rahasia, maka ia kabur tanpa sempat membakar kapal itu, yang ternyata kami bakar juga, meski dengan tujuan yang sangat berbeda. IA masih berbicara. "Jika dikau tidak begitu malang telah dilahirkan sebagai anak para pemberontak, dikau sudah lama jadi makanan ikan! Ketahuilah betapa dikau sunggguh tak berarti sama sekali bagiku, kecuali sebagai pemancing rajabrana orang-orang Srivijaya! Begitu hal itu kudapat, wahai puteri tak tahu diuntung, daku janjikan kematian perlahan yang tak mungkin dikau tahankan! Dikau akan digantung di buritan dengan setengah badan terendam di air, lantas daku lempar dagingdaging mentah di perairan hiu, tempat ikan-ikan ganas itu akan menyobek-nyobek tubuh dikau!" Lantas ia melenting ke atas dengan ringan, keluar dari lambung kapal. "Nikmatilah kegelapan ini!" Brak! Papan yang menutup jalan masuk terpasang kembali. Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sebetulnya jalan masuk itu biasanya terbuka, tetapi mungkin karena ada tawanan rahasia, maka kini tertutup. Kegelapan kembali mencekam. Kudengar isak tangis. Aku mendekat dan berbisik. "Putri..." Tangisan itu berhenti. "Tuan..., tolonglah sahaya, bebaskan sahaya!" Aku berusaha menenangkannya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Putri, Putri telah berlaku dengan luar biasa dan berani, tabahlah dan tenanglah, sahaya akan menyelamatkan Putri..." "Apa yang akan Tuan lakukan?" "Sahaya ingin mengetahui siapa yang telah menyewa jasa Samudragni yang kejam ini untuk membantai seluruh keluarga Putri. Sampai saat ia membayarnya, Putri akan tetap hidup, percayalah. Samudragni sudah membunuh Putri sejak tadi jika tidak menghendaki uang dan harta benda, yang tentu dikehendakinya dalam jumlah yang besar sekali." "Sampai kapan Tuan" Berapa lama lagi" Sahaya takut sekali!" "Tenanglah Putri, percayalah sahaya akan menyelamatkan dan membawa Putri ke tempat yang aman." Aku mengucapkan semua itu untuk menenangkan Putri Asoka, tetapi sebetulnya aku sungguh tidak tahu apa yang masih akan terjadi. Bahkan tidak kusangka sama sekali bahwa kapal ini kemudian tiba-tiba bergerak. Seseorang di atas memberi aba-aba kepada para pendayung di kiri dan kanan pada cadik. Kapal ini tampaknya berangkat keluar dari teluk. Kuperiksa, tong-tong air ini penuh, jadi mereka memang siap berlayar. Mau ke manakah mereka" Aku merasa gamang. Baru beberapa hari berlayar dan lepas dari Javadvipa, sudah terlibat peristiwa yang belum kutahu kapan akan berakhirnya. Namun tentu saja ini suatu akibat yang tidak perlu kuhindari, karena aku memang tidak akan pernah tahu ke manakah riwayat hidup ini akan membawaku. Apa yang bisa kulakukan sekarang" Aku mencoba berpikir dalam kegelapan. Samudragni jelas ingin mendapat tambahan uang atau benda berharga apapun atas pembunuhan Putri Asoka. Ia sungguh pandai memeras, karena dalam hal ini ancaman untuk tidak membunuhnya tampak jauh lebih mengerikan bagi yang diancamnya, dibandingkan dengan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pembunuhan itu sendiri. Menunda pembunuhan Putri Asoka bukanlah soal besar bagi Samudragni, sedangkan membunuhnya pun hanya seperti membalik tangan. Garis keturunan pewaris kerajaan Jambi Malayu harus diputus, karena rakyat Muara Jambi masih akan terus mengakui garis keturunan itu, yang membuat minggatnya para bangsawan Jambi Malayu itu mendapat tanggapan begitu keras, yakni dengan melakukan pembantaian kepada mereka. Semula para bangsawan ini ibarat dipelihara dan dibiarkan hidup demi menjaga ketenangan dalam pemerintahan, dengan pikiran bahwa setelah seratus tahun mereka akan meleburkan dirinya dalam kedatuan Sriv ijaya. Namun karena hal itu tidak terjadi, karena kemurnian darah sangat dijaga, bahkan kini memisahkan diri pula, suatu tindakan keras rupanya tidak ditahan-tahan lagi. Keadaan ini membuat pemerasan Samudragni, yang ternyata entah darimana telah mengetahui kedudukan Putri Asoka dalam kebijakan istana untuk membantai itu, menjadi pemerasan yang sangat berarti. Namun, kini tentu saja ia harus memberi tahu pihak yang akan diperasnya itu, bahwa ia hanya akan melanjutkan pembantaian dengan membunuh Putri Asoka, jika upahnya ditambah! KUDENGAR dayung menyibak permukaan laut di kiri kanan badan kapal. Apakah mereka akan langsung menuju ke kotaraja, ataukah berlabuh di tempat tersembunyi dan mengirimkan pemberitahuan" Yang terakhir itu tentu saja lebih aman. Namun benarkah pihak yang akan dihubunginya berada di kotaraja" Aku sadar betapa semua dugaanku hanya berdasarkan pengetahuan yang sangat terbatas. Maka kutekankan kepada diriku sendiri, bahwa keselamatan Putri Asoka dalam segala kemungkinan harus kuutamakan, meski sekarang ternyata aku tidak bisa begitu saja membawanya pergi. Selain tidak terlalu mudah bertarung di atas kapal sembari melindungi sang puteri, jika mereka semua bisa kulumpuhkan belum berarti masalah puteri itu selesai. Aku TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tentu tidak berharap bahwa setelah tertolong dan perjalanan kulanjutkan, maka seseorang yang lain akan membunuhnya. "Putri, apakah Putri menginginkan sesuatu?" Putri Asoka terisak kembali, kini lebih tersedu dan tersedan, karena meskipun aku hanya menanyakan keperluannya saat ini, ternyata mengingatkan keadaannya yang sebatang kara dengan cara begitu rupa. "Sahaya ingin pergi dari s ini, ingin pulang..." Tenggorokanku tersekat, tidak ada sesuatu pun yang dapat kugunakan untuk menjawabnya. Lagipula, terlalu banyak berbicara dalam keadaan seperti ini sangat berbahaya, meskipun telah dilakukan dengan berbisik-bisik. "Tapi sahaya harus pulang ke mana" Sahaya tidak memiliki siapa pun juga..." Lantas tangisnya menghambur lagi tanpa bisa ditahan lebih lama. Agaknya ia telah memendam perasaan ini begitu lama, dan kini barangkali dianggapnya ada seseorang yang layak mendengar perasaannya. Aku sangat khawatir suaranya akan memancing orang untuk turun ke bawah, makanya kuperdengarkan suara tertentu untuk berjaga-jaga jika ada yang mendengarnya. Kuperdengarkan suara tikus berlari kian kemari. Aku tak bisa me lakukan apa pun untuk meredam kesedihan atas nasib malang seperti itu, nasib malang seorang gadis yang masih berusia 12 tahun dan seluruh keluarga besarnya terbantai habis tanpa sisa di depan mata. "Layar!" Kudengar teriakan Samudragni. Dengan ilmu pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang dapat kuketahui betapa di kiri kanan lambung kapal para awak kapal berhenti mendayung, dan melangkah berlompatan dengan gesit dari atas cadik menuju ke selasar untuk menyimpan dayungnya. Sementara itu awak yang lain telah memanjat dengan ringan ke atas, membuka tali yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menggulung layar. Segera layar terkembang dan menampung angin yang sangat kuat dari arah selatan. Kapal meluncur dan melaju melewati mulut teluk, menyusur lincah di antara pulaupulau karang, dan sebentar kemudian sudah lepas ke lautan bebas. Sayang sekali, karena segala sesuatunya melalui pendengaran, tidak bisa kuceritakan warna langit yang barangkali biru maupun permukaan laut yang kehijau-hijauan. (Oo-dwkz-oO) KUBAYANGKAN kawan-kawanku yang masih tertinggal di Kota Kapur. Kapal ini meninggalkan Pulau Wanka. Jika menuju ke kotaraja kedatuan Sriv ijaya yang terdapat di Samudradvipa atawa Suvarnabhumi, berarti kapal ini hanya menyeberangi selat, lantas menyusuri muara sebelum tiba di sana. Naga Laut jelas masih sangat berkepentingan dengan keselamatan Putri Asoka. Peristiwa ini seperti memberi kesempatan, bahkan seperti menuntut, agar ia menunjukkan siapa dirinya, bahwa bajak laut yang satu dibanding bajak laut yang sama sekali tidaklah sama, karena setiap pihak memiliki kepentingannya sendiri. Begitulah, lautan luas yang bagaikan takberbatas ternyata menjadi wilayah pertarungan kuasa demi berbagai kepentingan. Kedatuan Srivijaya dalam dua ratus tahun ini telah tumbuh sebagai kekuatan bahari, karena kemampuan para pemimpinnya menghimpun kapal-kapal liar dari sembarang perkampungan sepanjang pesisir dan pulau-pulau sekitar Suvarnabhumi, yang sering mengambil kesempatan membajak kapal-kapal dagang, menjadi semacam armada yang pada gilirannya menguasai jalur perdagangan itu secara resmi. Namun seperti yang telah kupelajari dengan muncul Naga Laut dan Samudragni dalam perjalanan ini, jaringan kuasa Srivijaya mendapat perlawanan, baik oleh pihak yang menjadi bajak laut karena taksudi berbagi; maupun pihak yang menjalankan peran bajak laut, sama sekali tidak untuk menguasai harta benda duniawi, melainkan atas nama TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ perlawanan terhadap Sriv ijaya itu sendiri. Dengan yang pertama, Sriv ijaya masih dapat melakukan kesepakatan, tentu dengan bayaran; tetapi dengan yang kedua, kesepakatan berdasarkan bayaran tidak dimungkinkan, kecuali mengubah kebijakan atas kekuasaan, yang bagi Sriv ijaya tentu tak dimungkinkan. Keadaan semacam ini membuat bajak laut seperti Samudragni tidak pernah merasa menjadi rekan sejawat bajak laut seperti Naga Laut, meski bagi raja-raja Sriv ijaya keduanya sama-sama mengganggu, karena keduanya memang merongrong kewibawaan kedatuan mereka. Kini menjadi jelas bahwa menyingkirnya kapal Samudragni setelah me lihat kapal Naga Laut mendekat ternyata memiliki penyebab yang panjang. Namun di manakah Naga Laut kini" Bahkan ketika aku meninggalkan para awak kapalnya di rumah panjang itu, ketika para kawan Jambi Ma layu diajak masuk para awak kapal Naga Laut itu, ia sendiri masih bersama isterinya yang berasal dari Champa. Masih perlu waktu lama bagi Daski, Markis, Darmas, Pangkar, dan kawan-kawan lainnya untuk menyadari bahwa aku telah menghilang. Kuharapkan Daski masih percaya aku memang mengikuti pelaut yang menjadi mata-mata Samudragni itu, yang nyatanya memang membawaku sampai ke kapal ini. Namun bagaimana jika mereka mengira aku sekadar lari saja, seperti mungkin terjadi dengan para penumpang yang tidak terbiasa dengan kehidupan di atas kapal, dan memilih turun di mana pun karena tidak tahan lagi" Tentu saja aku berharap mereka percaya kepadaku, artinya cukup percaya untuk menduga bahwa setidak-tidaknya aku telah menemukan jejak yang takbisa kutinggalkan lagi. Namun apakah kiranya yang akan membuat mereka mungkin melakukan dugaan seperti itu" Pada malam hari nanti, aku sudah akan seperti ditelan bumi, karena sesiang ini saja aku TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sudah berada di tengah lautan bebas. Kurasakan kapal yang naik turun mengarungi gelombang, kudengar angin kencang menerpa layar dan membuat kapal melaju. Kudengar Samudragni memegang sendiri kemudi dan dengan tenaga besarnya mengarahkan kapal sesuka hati. Ia berteriak riang menikmati angin kencang ini. Dalam kegelapan di lambung kapal yang ternyata masih banyak menyisakan ruang kosong, kudekati Putri Asoka dan kupegang tangannya. Kusalurkan tenaga prana kepadanya agar ia mendapat ketenangan. Mataku masih terpejam, kudengar kesibukan di atas, kaki-kaki yang bergedebukan pada papan. Kesibukan mengarahkan kapal belum selesai. Beberapa kali kudengar awak kapal masih naik dan turun sepanjang tiang, karena bentangan layar harus disesuaikan dengan kecepatan tiupan. Nanti setelah kapal berlayar dengan lurus, dan kecepatannnya tidak menimbulkan persoalan, suatu ketenangan bisa diharapkan. Saat itu memang akhirnya tiba. Beberapa awak turun ke ruang tidur di atas lambung kapal, dan percakapan mereka yang berbisik-bisik pun dapat kudengar dengan jelas. "Dikau masih ingat tempat persembunyian harta itu?" "Bagaimana bisa ingat kalau mata kita ditutup seperti itu." "Tutup mataku tadi terlalu ke atas mengikatnya, jadi daku memperhatikan tanda-tanda." "Jadi dikau bisa menemukan kembali tempat persembunyian harta karun itu?" "Bisa." "Tapi apa yang bisa dikau lakukan dengan pengetahuan itu" Jika nakhoda mendengar apa yang dikau katakan ini saja, pasti dikau akan jadi makanan ikan hiu." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Hening sejenak. Kudengar pisau dicabut dari sarungnya. Mungkin orang yang mengetahui persembunyian harta itu mengancam. "Nakhoda tidak akan dan tidak perlu tahu, karena jika diketahuinya sesuatu tentang diriku dalam hubungannya dengan harta itu, pastilah itu darimu. Jika hal itu terjadi, wahai sobat, dirimulah yang nanti menjadi makanan ikan hiu!" Tak ada suara lagi. Jadi hampir seluruh isi kapal, yang kuperkirakan sekitar 25 orang, telah dikerahkan untuk mengangkut harta tersebut, entah dalam karung entah dalam peti, sampai ke suatu jarak tertentu dari pantai tempat kapal ini tadi berlabuh. Makanya ketika aku menyelinap ke dalam kapal, hanya terdapat dua orang penjaga bermain damdaman. Mereka lantas ditutup matanya dengan kain, sementara tangan mereka tetap harus memikul harta benda itu di sela-sela dinding karang yang membentuk jalan berliku. Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Setiba di tempat, tanpa membuka tutup mata itu, mereka harus meletakkan pikulan-pikulan tersebut, dan hanyalah Samudragni yang mengangkut entah karung entah peti itu ke tempat yang lebih tersembunyi lagi. Orang yang membongkar rahasia tadi mengenali tempat itu sebagai goa di dalam bukit karang, tempat air laut pasang surut masuk ke dalamnya, membentuk lorong-lorong dan sungai di dalam gua, sehingga hanya saat-saat tertentu manusia bisa masuk ke dalamnya. Tampaknya Samudragni ingin menguasai harta karun itu sendirian saja, meski ia berhasil meyakinkan anak buahnya bahwa ia menyimpan rahasia itu agar tidak seorangpun dari anak buahnya itu tergoda mencurinya. Sebagian memang percaya, tetapi yang kudengar bercerita tadi tampaknya tidak. Aku belum tahu seberapa jauh kenyataan semacam ini akan berkembang jika diriku tidak berada di sini, kini, di dalam lambung kapal yang gelap dan mengetahui rahasia mereka, dengan kepentingan yang sangat jelas: Menyelamatkan Putri Asoka. Namun aku tidak sekadar ingin menyelamatkan Putri TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Asoka dari keadaannya sekarang ini, melainkan dengan jaminan bahwa tidak seorangpun mempunyai alasan untuk membunuhnya, sampai maut sendiri merenggutnya tanpa melalui pembunuhan. Aku memikirkan kawan-kawanku. Untuk pertama kalinya aku kembali merasakan diriku menjadi bagian sebuah keluarga. TAMPAKNYA Samudragni ingin menguasai harta karun itu sendirian saja, meski ia berhasil meyakinkan anak buahnya bahwa ia menyimpan rahasia itu agar tidak seorangpun dari anak buahnya itu tergoda mencurinya. Sebagian memang percaya, tetapi yang kudengar bercerita tadi tampaknya tidak. Aku belum tahu seberapa jauh kenyataan semacam ini akan berkembang jika diriku tidak berada di sini, kini, di dalam lambung kapal yang gelap dan mengetahui rahasia mereka, dengan kepentingan yang sangat jelas: Menyelamatkan Putri Asoka. Namun aku tidak sekadar ingin menyelamatkan Putri Asoka dari keadaannya sekarang ini, melainkan dengan jaminan bahwa tidak seorangpun mempunyai alasan untuk membunuhnya, sampai maut sendiri merenggutnya tanpa melalui pembunuhan. Aku memikirkan kawan-kawanku. Untuk pertama kalinya aku kembali merasakan diriku menjadi bagian sebuah keluarga. (Oo-dwkz-oO) Episode 88: [Pemberontakan di Atas Kapal] AKAN di bawa ke manakah Puteri Asoka" Selama puteri bangsawan Jambi Malayu berusia 12 tahun itu masih hidup, akan selalu merupakan duri dalam daging bagi mereka yang telah memerintahkan pembantaian seluruh keluarganya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sehingga apabila Samudragni bisa memperlihatkan Puteri Asoka masih dalam keadaan hidup, ia akan dapat memeras uang lebih banyak lagi agar puteri itu akhirnya benar-benar dibunuh. Sudah beberapa hari kapal ini me laju bersama angin kencang yang tidak pernah berhenti. Setiap kali seseorang turun ke bawah membawa makanan, tentu aku menyembunyikan diri. Menjaga dan menyelamatkan seorang puteri seperti ini, ternyata sama sekali tidak semudah katakata seperti ketika meniatkan dan memikirkannya. Puteri itu akan dilepaskan sebelah tangannya dan dipersilakan makan sendiri sambil ditunggu, karena jika diikat kedua tangannya, puteri itu akan memuntahkannya kembali ketika disuapi; tetapi kalau ikatan sebelah tangannya dilepaskan dan ditinggal pergi, dikhawatirkan ia akan melepaskan ikatan tangan yang satunya lagi. Maka begitulah ia diberi makan sambil ditunggui. Namun bagaimanakah caranya puteri bangsawan seperti Puteri Asoka ini bisa memakan apapun yang oleh para pelaut ini diberikan" Para pelaut ini kalau perlu bisa memakan ikan secara mentah, tentu saja tidak termasuk isi perutnya, karena terbiasa dengan keterbatasan dalam kehidupan di atas kapal. Memakan ikan mentah-mentah bukan dalam arti tidak beradab sama sekali, sebaliknya berarti keterampilan dalam mengiris, memotong, dan menguliti, sebagai bagian dari penanganan ikan mentah sebagai jenis hidangan, sehingga misalnya tidak harus berarti ikan mentah itu berbau amis dan sisiknya ikut termakan. Tentu, mereka tidak memberikan ikan mentah kepada sang puteri, tetapi tetap saja masakan di atas kapal dengan segala keterbatasan. Ikan yang hanya direbus misalnya, atau sayuran seperti kangkung yang juga hanya direbus, yang bagi banyak orang tidak menjadi masalah, tetapi bagi seorang puteri bangsawan yang dibesarkan dengan segala tatacara dan adat istiadat kebangsawanan merupakan sesuatu yang sulit ditelan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ini memang cara golongan bangsawan membedakan diri dengan golongan nelayan atau petani, yakni bahwa mereka tidak pernah bersentuhan dan mengerjakan langsung pengadaan bahan kebutuhan pokok sehari-hari. Adat yang kini sungguh berakibat. Puteri Asoka yang biasa menyantap makanan yang dimasak dengan bumbu rempah, takbisa menelan masakan takberbumbu. Namun aku memintanya untuk sedapat mungkin menelan apapun yang bisa ditelannya, karena tenaganya akan sangat kubutuhkan bila saatnya telah tiba. "Apakah Tuan memang akan menyelamatkan sahaya, karena sahaya pasti akan membunuh diri sahaya sendiri sebelum mereka membunuh sahaya." "Percayalah kepada sahaya, Puteri Asoka, karena sahaya tiadalah akan bisa menyelamatkan diri puteri jika Puan tiada memiliki tenaga untuk sekadar berlari-lari." Agaknya bayangan untuk kembali bebas dan kata berlarilari telah membuat daya hidupnya meningkat berlipat ganda, sehingga makanan apapun bagai ditelannya begitu saja tanpa dirasakan lagi. Dalam kegelapan dapat kulihat matanya berbinar karena penuh dengan semangat. Suatu keadaan yang kadang-kadang juga membahayakan dirinya sendiri. Suatu ketika, seorang awak kapal yang diberi tugas memberi makan berteriak-teriak dengan panik. "Tolong! T olong! Puteri tersedak! Ia menelan duri!" Lambung kapal mendadak jadi penuh dan orang-orang turun membawa lentera pula. Aku terpaksa menempelkan tubuh di langit-langit dengan ilmu cicak, dan menyamarkan keberadaanku dengan ilmu bunglon supaya keberadaanku di ruangan itu sama sekali takterlihat. "Apa yang terjadi?" "Lihat! Dia seperti tercekik!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Lidah puteri menjulur keluar, matanya melotot, dan ia seperti takbisa bernafas. "Beri dia minum!" Samudragni yang juga telah berada di bawah memberi perintah. Segera seseorang turun membawa air dalam belahan batok kelapa, yang segera diminumkan. "Ayo! Telan! T elan!" Puteri Asoka menelan, tetapi duri itu agaknya hanya bergerak sedikit, hingga jadinya menyakitkan. Tenggorokannya mengeluarkan suara. Orang-orang semakin panik, terutama melihat wajah pemimpinnya yang semakin keruh. "Ambilkan nasi! Cepat! Cepat!" Segera datang pula nasi dalam bakul anyaman bambu yang kecil. "Kenapa banyak sekali seperti ini" Siapa yang mau makan" Kamu" Kita hanya butuh sekepal. Lihat!" SAMUDRAGNI mengepal nasi dan memasukkannya ke mulut Puteri Asoka yang sejak tadi menganga karena tercekik. "Ayo! Telan!" Puteri Asoka yang semula memang terlalu bersemangat makan itu sekarang menurut. Impiannya akan kebebasan telah meluruskan cara berpikirnya. Ia menelan, menelan, dan menelan lagi. Sampai tiga kepal. Setelah itu tampak pulih kembali meski masih agak tersengal. "Bagaimana Puteri" Sudah tertelan durinya?" Puteri itu mengangguk-angguk. Semua orang menarik nafas lagi. Dengan masih hidupnya Puteri Asoka, tujuan mereka untuk memeras lebih banyak lagi masih akan bisa dijalankan. Namun awak kapal yang tadi bertugas kini menjadi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ gemetar, karena peristiwa duri ikan itu tentu dianggap sebagai kelalaian yang dapat menghilangkan nyawa sang puteri, yang tentu saja tidak benar sama sekali. Namun di atas kapal bajak laut, setidaknya di atas kapal ini, kebenaran adalah isi kepala Samudragni. Apapun yang baginya benar adalah benar dan apapun yang baginya tidak benar adalah tidak benar. Padahal tiada seorang manusia pun dapat mengetahui kebenaran, bukan" Betapapun Samudragni, Sang Samudra Api, berusaha membuat kebenaran di kepalanya itu menjadi kenyataan, yakni awak kapalnya itu bersalah dan harus dihukum. Mereka semua naik ke atas sampai lambung kapal menjadi sepi kembali. Aku melayang langsung ke dekat puteri itu. "Bagaimana keadaanmu, Puteri?" "Sahaya takut mati tercekik tadi, tulang ikan itu rasanya besar dan menyakitkan sekali." "Tenanglah Puteri, untuk sementara mereka akan terus menjaga agar Puteri tetap hidup. Sekarang sahaya ingin melihat keadaan di atas." "Hati-hatilah Tuan, para bajak laut ini sangat kejam." Aku tertegun, karena kata-katanya itu sama sekali tidak kosong. Gadis kecil berusia 12 tahun itu telah menyaksikan dan mengalami sendiri, bagaimana seluruh keluarganya habis dibantai di tengah lautan tanpa sisa. Suatu mimpi buruk yang sungguh-sungguh nyata. Bagaimanakah ia harus menjalani sisa hidupnya dengan kenangan semacam itu" Keluar dari lambung kapal aku berkelebat dan menyembunyikan diri di dalam bayang-bayang. Selama matahari masih bersinar terang dan menciptakan bayangbayang, aku dapat bersembunyi di baliknya, seolah tubuhku melebur ke dalam bayang-bayang itu. Mereka semua berkumpul di atas. Tidak ada tempat yang terlalu lapang sebetulnya di atas kapal. Namun rupanya telah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ terjadi suatu peristiwa. Di atas itu sedang terjadi pertengkaran mulut. "Nakhoda tidak bisa menganggap harta karun yang kita rampas itu sebagai miliknya sendiri, seperti nakhoda juga tidak dapat menyerang kapal orang-orang Jambi Malayu itu sendiri saja." "Murkhab! Hati-hatilah berbicara! Jangan lupa dikau berhadapan dengan siapa!" "Kami tahu sedang berhadapan dengan siapa, wahai nakhoda! Tapi kami tidak takut kepada dirimu! Kami pertanyakan sekarang, apa jaminannya nanti bahwa harta itu tidak akan menjadi milikmu sendiri?" Samudragni menggertakkan gigi pertanda amarahnya sudah memuncak. Ternyata ia memang mencabut pisau belatinya yang melengkung itu, dan secepat kilat kulihat berusaha membuat garis panjang di perut Murkhab. Jika garis panjang itu terbentuk, kutahu akan segera merekah dan mengeluarkan seluruh isi perutnya. Namun rupanya Murkhab juga bukan sembarang bajak laut. Thrang! Sabetan Samudragni tertangkis. Bersama dengan itu separuh awak kapal menyerang separuh awak kapal yang lain. Dengan segera saja kapal itu menjadi hiruk pikuk. Sementara tanpa mereka sadari langit telah penuh dengan awan mendung bergulung-gulung. Angin memang bertiup semakin kencang dan tidak beraturan, tetapi para bajak laut itu terserap oleh tawuran takberaturan yang sangat mengerikan itu. Mereka semua hanya sekitar 25 orang, tapi di atas kapal seperti itu, pertarungan bagai berlangsung antara 200 orang. Teriak makian, jerit kesakitan, dan bunyi logam beradu menandai suasana di tengah lautan yang sebetulnya mulai mengombang-ambingkan kapal. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Agaknya pertentangan dan kecurigaan terpendam sudah lama merasuk ke dalam gerombolan bajak laut Samudragni ini, yang seperti telah kudengar, berakar dari persoalan pembagian harta rampasan. Suatu hal yang sering menghancurkan persatuan bajak laut, meski suatu kesepakatan tidak tertulis telah berlaku, bahwa pemimpin bajak laut yang biasanya juga merupakan nakhoda kapalnya, akan mendapat separuh dari seluruh harta rampasan, dan sisanya dibagi rata oleh anak buahnya. Pemimpin mendapat bagian sebesar itu, karena dianggap menanggung beban tanggungjawab atas keselamatan kapal dan awak kapalnya, serta berperan menentukan dalam perburuan harta kekayaan. Pemimpin bajak laut memang diandaikan bukan hanya mampu memimpin gerombolan yang Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo paling susah diatur, karena biasanya gerombolan ini terdiri berbagai manusia yang tersempal dari masyarakatnya, dengan latar belakang suku dan bangsa yang sering berbeda-beda pula; tetapi juga menguasai seluk beluk pelayaran, menguasai dan memiliki bayangan sebuah peta atas wilayah penjelajahan kapalnya, serta mengenal pula peta kekuasaan di darat maupun laut di sekitarnya. Kebijakan ini tidak selalu diterapkan dengan cara yang sama, misalnya bahwa seluruh harta dimiliki bersama tanpa seorangpun diandaikan memilikinya. Harta itu dimiliki secara bersama dalam pengertian untuk membeayai kehidupan di kampung mereka yang terpencil dan terpencil. Mereka yang pandai mengelola dan mengolah dana dari harta ke dalam dunia perdagangan sehari-hari, pada gilirannya dapat berperan sebagai saudagar dan meninggalkan kehidupan bajak laut yang penuh dengan bahaya itu. Namun tentu juga terjadi, bahwa dibagi dengan cara apapun, harta itu hanya akan habis tanpa s isa karena segera digunakan untuk bersuka ria secara mewah dan penuh kegilaan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Di berbagai kota pelabuhan di negeri as ing, tempat mereka tidak sahih untuk ditangkap pemerintah setempat, mereka yang turun dengan harta rampasan akan segera menjualnya kepada para tukang tadah, dan segera ramai-ramai menyewa rumah atau gedung yang disediakan untuk itu, memesan segala minuman dan makanan, mengundang penari dan pemain musik, memanggil pelacur, dan berjudi sembari bermabuk-mabukan tanpa henti sampai hasil pembajakannya ludas tanpa sisa dan tanpa disesali sama sekali. Bajak laut yang semacam ini masa petualangannya tidak akan pernah terlalu lama, karena harta yang habis akan membawa mereka kembali ke pembajakan, dan tidak dalam setiap pembajakan para bajak laut itu beruntung atau kembali dengan selamat. Selain karena kapal dagang telah semakin siap menghadapi pembajakan, juga bahwa negeri-negeri yang merasa wilayah kekuasaannya di laut tidak aman bagi para pedagang, dari dalam negeri maupun asing, akan mengirimkan satuan kapal-kapal tempur untuk memburu dan membasmi para bajak laut ini. Sebaliknya, para bajak laut yang memperlakukan harta rampasan sebagai modal untuk membangun kehidupan, bukan takmungkin kelak akan menjadi penguasa wilayah secara resmi, dengan hak mengolah hasil bumi maupun hasil laut di wilayahnya itu, sehingga mampu menyusun pemerintahan dan mendirikan negara. Dalam hal para bajak laut di kapal yang dipimpin Samudragni ini, jelas bahwa sikap untuk menguasai harta rampasan sebagai miliknya sendiri telah menjadi sumber perpecahan, yang dapat berakhir dengan kepunahan gerombolan itu sendiri. Niat Samudragni yang terlalu jelas untuk menguasai harta rampasan, yang kali ini tampaknya besar sekali, telah memancing lahirnya pemberontakan ini. Samudragni yang mengira bahwa selamanya para awak kapal akan takut kepadanya, agaknya telah lupa betapa ketakutan pun ada batasnya -sedangkan mereka yang takut kepada ular TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ cenderung ingin segera membunuh ular itu, yang kini terjadi kepada Samudragni! Aku telah berada di luar bayang-bayang, karena dalam suasana bunuh membunuh seperti ini tidak kuanggap akan ada seseorang yang memperhatikan kehadiranku. Samudragni dengan segera telah dikepung beberapa orang, karena pihak Murkhab sebagian telah membunuh lawan-lawan mereka. Termasuk Murkhab, kini mereka menyerbu Samudragni dari segala penjuru. Namun pemimpin bajak laut yang pendek gempal ini memang bukan sembarang bajak laut. Bukan saja tubuhnya dapat berkelebat ke sana kemari dengan lincah, tetapi bahwa tubuh pendek gempalnya itu juga berisi tenaga yang luar biasa. Pengalamannya yang panjang dalam pertarungan dalam kesempitan ruang di atas kapal, jelas sangat membantu. Di tangannya telah tergenggam dua belati panjang. Menghadapi kepungan seperti itu ternyata lebih dari cukup untuk menangkis, bahkan kemudian untuk menyerang dengan ancaman mematikan yang taktertahankan. Samudragni Sang Samudra Api berkelebat di antara tiang, tali temali, maupun awak kapal lain yang bertarung. Ia bisa melesat hilang dan segera menyambar lagi dari atas dengan sambaran tajam. Thrang! Thrang! T hrang! Pisau belati yang dipegang tiga lawan yang mengepungnya terpental ke udara, selagi mereka mendongak ke atas mencarinya, seketika menyemburlah darah segar dari sobekan pada leher mereka. Saat itu golok dua lawan telah mengancamnya. Samudragni bergerak menangkis dengan dua belati panjangnya, dan saat itulah tubuh bagian depannya terbuka, yang segera dimanfaatkan Murkhab meski sedang menghadapi lawan lain di hadapannya. Tanpa terlihat, tangan Murkhab melempar senjata rahasia perut Samudragni yang terbuka. Jlep! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Pisau terbang yang kecil itu menembus dan bahkan keluar lagi dari pinggang kanan Samudragni sampai tertancap di dinding kapal. Saat itu kedua belati panjang Samudragni telah memakan korban, dan sebelum Murkhab menyadarinya kedua belati panjang itu telah menancap pada kedua dadanya. Murkhab mati dalam keadaan berdiri. Belum lagi jatuh tubuhnya terlempar melayang ke laut karena kapal mendadak oleng. Ombak memang tiba-tiba menjadi ganas. Hujan turun diiringi angin membadai. Langit gelap. Bahkan anak buah Samudragni yang sedang dihadapi Murkhab tadi ikut terlempar keluar, untuk segera ditelan gelombang sebesar bukit. Layar yang masih terpasang membuat oleng kemoleng kapal mengacak segala-galanya. Beberapa awak kapal yang sudah tidak bisa lagi bertarung dalam keadaan seperti itu lagi-lagi terlempar keluar. Mereka yang masih di kapal berpegangan seerat-seeratnya kepada apa saja yang bisa diraih. Tiang, tali temali, apa saja, sementara ombak terus menerus terhempas masuk kapal. "Layar harus digulung!" Teriak Samudragni, yang masih bertahan hidup dan terlihat sempoyongan serta kesakitan sekali. Di atas kapal tinggal beberapa orang yang hidup, tetapi mereka berada di pihak Mukhrab. Apa yang harus membuat mereka sudi menuruti perintah Samudragni" Semua ini berlangsung dalam waktu yang sangat singkat, aku segera berkelebat menuju palka, dan dari sana meluncur ke lambung kapal. Kapal oleng ke kanan dan ke kiri, ke depan dan ke belakang, menuruti angin puting beliung. Segalanya berantakan ke sana dan ke mari. Di lambung kapal, tong-tong air bergelimpangan dan mengambang karena dasar kapal sudah dipenuhi air laut. Mataku menyisir gelap dalam keterombang ambingan dan kekacauan. Di manakah Puteri Asoka" Suara angin ribut membuat aku kesulitan memisahkan suara yang satu dan bunyi lainnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Tuan!" Kudengar suara yang segera ditelan air. Aku menengok. Tangannya yang satu masih terikat ke belakang, sementara tangannya yang lain sedang menahan tong air, yang dalam kemiringan kapal telah datang dan pergi dari dinding kapal dan ke tiang tempat Puteri Asoka masih terikat. Kuajukan tanganku dan seketika tong air pecah, isinya tumpah bercampur air laut yang mendadak telah mencapai langitlangit pada lambung kapal dan Puteri Asoka tidak kelihatan lagi. Ia tak bisa bergerak bukan hanya karena sebelah tangannya terikat ke belakang, tetapi juga karena bersama seluruh tubuhnya masih terikat ke tiang. Air membeludak lagi dari atas melalui lubang masuk ke lambung kapal. Dadaku berdegup. Kapal ini sebentar lagi karam! (Oo-dwkz-oO) Episode 89: [Mahapusaran] Mendadak saja akupun sudah menelan air laut. Namun bukanlah diriku yang kupikirkan, melainkan Puteri Asoka yang sudah tidak terlihat lagi karena lambung kapal memang sudah penuh dengan air, sedangkan kedua tangannya pun sungguh masih terikat pula! Aku merasa sangat bersalah tidak membebaskannya lebih dahulu sebelum keluar tadi, tetapi kejadiannya sungguh begitu cepat. Kapal oleng kemoleng lagi, suatu tarikan ombak menyeret dan membantingku ke dekat tiang. Masih di dalam air kuraba tiang, berharap segera tersentuh Puteri Asoka yang terikat itu! T ernyata tak ada! Sulit kujelaskan bagaimana perasaanku waktu itu, sementara suasana tidak mungkin membuat siapapun berpikir dengan jernih. Aku masih bertahan di dalam air dan mencariTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ cari jalan ke atas, tersentuh olehku tangga masuk ke ruang tidur awak kapal. Aku sedang berusaha menerobos naik ketika sesosok mayat entah siapa menimpaku dari samping. Kudorong mayat itu yang segera hilang terseret ombak. Akupun terbawa gelombang yang tiba-tiba saja sudah melemparkan aku ke permukaan laut. Hujan yang menimpa kepalaku terasa lembut dibandingkan segala empasan yang telah kualam i. Ke manakah kapal itu" Aku hanyalah titik dalam hujan badai dengan ombak sebesar bukit yang naik turun mempermainkan nasib. Aku taktahu lagi berapa banyak air telah kutelan. Di manakah Puteri Asoka" Di antara suara angin yang terdengar sangat ribut, sayupsayup bagaikan terdengar suara manusia yang menjerit. Langit begitu gelap, halilintar bersabung dan me ledak-ledak, dalam keadaan begini sangat sulit bagiku me lakukan apapun, karena untuk keselamatanku sendiri saja ibarat kata akupun hanya terseret arus sehingga dapat mencapai permukaan seperti sekarang ini. "Puteriiiiiii!" Aku berusaha berteriak, yang memang hanya akan terdengar sebagai kesia-siaan di tengah angin ribut yang sungguh-sungguh memekakkan telinga bagaikan tiupan naga raksasa. Seandainya saat badai tiba layar sudah tergulung, barangkali kapal itu tidak perlu terbalik dan karam tidak kelihatan lagi. Kini aku berharap melihat sesuatu yang terapung dan bisa kupegang sementara ini. Aku berharap melihat sampan yang sempat kulihat terikat di samping perahu, meski tentu saja kemungkinan ikut tenggelam karena ikatannya tentu kencang sekali. Namun tidakkah satu atau dua orang yang masih hidup kemungkinan sempat melepaskannya dalam kekacauan itu" Aku menyelam dan berenang seperti lumba-lumba tanpa tahu pasti apa yang bisa kulakukan lagi dalam keadaan seperti itu. Dari dalam air, benda-benda yang mengapung di sekitarku TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ terlihat agak lebih jelas daripada jika kepalaku berada di permukaan dan menoleh ke sana kemari, karena ombak sebesar bukit yang naik dan turun dalam hujan dan badai seperti itu sungguh tidak memberi kesempatan untuk melihat sesuatu sama sekali. Seperti ikan lumba-lumba aku berenang secepat kilat menyisir seluruh wilayah. Angin puting beliung itu ternyata membentuk tiang-tiang angin yang berpusar ke langit maupun ke dasar laut, dan kini pusaran itu telah tiba. Pusaran angin membentuk sumur di lautan yang menyerap air dan segala benda di atasnya ke dasar laut terdalam. Semula kurencanakan membiarkan diriku terserap arus tersebut, tentu setelah mengambil nafas sebanyak-banyaknya, dan setelah pengaruh pusaran itu terlampaui pada titik tertentu, maka akan kukerahkan segala tenaga untuk melepaskan diri darinya. Jika makhluk laut tidak satu pun menjadi korban angin puting beliung semacam ini, tentu ada cara yang bisa kupelajari juga untuk me lepaskan diri. Aku mulai terseret berkeliling di permukaan. Kulepaskan seluruh gerak yang berlawanan dan menikmati pusaran raksasa itu. Kuperhatikan apa saja yang terapung dan pada pusaran yang juga menyeretku itu. Kulihat mayat-mayat. Papan-papan kayu, mungkin dari kapal, bahkan perahu sampan yang telah kuikuti untuk menuju kapal, agaknya merupakan sekoci kapal ini, yang digunakan menuju ke pantai jika dasarnya terlalu dangkal. Kemudian juga kulihat dasar kapal yang ruparupanya sudah terbalik. Ombak raksasa setinggi gunung telah membuat kapal itu terbalik dan seharusnya karam, tetapi sebelum mencapai dasar lautan telah terseret sang mahapusaran. Namun siapakah yang tampak melambaikan tangan itu" "Tuaaaaannn!" Puteri Asoka terlihat berpegang erat-erat pada haluan perahu yang rupa-rupanya karena layarnya yang tadi terkembang telah berputar sendiri bagaikan baling-baling TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sementara diseret pusaran raksasa, yang membawanya makin lama makin ke bawah itu, sehingga Puteri Asoka yang terus berpegangan terpaksa ikut timbul tenggelam. Namun setiap kali muncul ke permukaan ia melambai. "Tolooooongngng!" Siapakah yang telah melepaskan ikatannya" Bagaimana pula caranya ia keluar dari lambung kapal yang telah terbalik itu" Namun aku tidak sempat berpikir panjang. Kukerahkan tenaga dalam hasil latihan sepuluh tahun di dalam gua itu. Inilah saatnya ilmu yang telah kupelajari harus digunakan untuk menolong sesama manusia dalam arti sebenarnya. Ini bukan saatnya lagi untuk pura-pura berendah hati dan tidak berdaya. Maka kumasukkan kepalaku ke dalam air dan meluncur seperti lumba-lumba searah dengan pusaran itu, yang telah menyeret kapal semakin lama semakin dalam. Dengan mengikuti arah pusaran, dan tidak memotong arus Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pusarannya, aku dapat memanfaatkan daya pusarnya yang besar itu untuk menambah kecepatanku, sehingga akupun kini meluncur dua kali lebih cepat dari pusaran dahsyat itu. Aku meluncur seperti ikan lumba-lumba, tetapi tentu jauh lebih cepat daripada lumba-lumba yang sebenarnya. Lautan yang semula sungguh membiru dalam terang matahari, dalam gelapnya mendung, angin ribut, dan hujan lebat seperti ini berubah menjadi hijau tua yang sangat menjijikkan. Petir sambung menyambung menerangi kegelapan. Di dalam air yang hijau tua yang berputar dalam pusaran raksasa aku meluncur dan terus menerus meluncur menuju Puteri Asoka dengan mengikuti putaran arus pusaran itu, Bahkan ketika tanganku telah dapat meraih tangannya pun aku tidak melawan arus pusaran itu, dan berputar sekali lagi agar dapat memanfaatkan daya dorong arus pusaran dengan sebesarbesarnya. Demikianlah aku bermaksud memanfaatkan tenaga perputaran gasing agar nanti dapat terlontar ke udara, dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tidak ikut terserap ke dasar laut, setelah meraih tangan Puteri Asoka. Kecepatan perputaran itu sangat tinggi, ibarat kata burung terbang tinggi di langit pun dapat diserapnya, tetapi bahkan aku berputar dua kali lebih cepat dari perputaran tersebut dan kini Puteri Asoka yang memegang haluan perahu sambil melambaikan tangan telah tampak di depan dalam garis pusaranku. Ini merupakan saat-saat menentukan, bahkan sangat menentukan, karena jika Puteri Asoka takbisa kuraih sekarang ini, aku tidak dapat kembali untuk meraihnya lagi. Daya kekuatan arus pusaran itu terlalu besar untuk dilawan, dan memanfaatkan saja daya dorongnya untuk melontarkan diriku setelah meraih Puteri Asoka adalah kemungkinan terbaikku saat ini. "Puteriiiiii!" Aku berteriak dengan tenaga dalam agar menembus suara angin puting beliung dalam hujan badai ini, karena ia harus mengetahui kedatanganku. Jika tidak, saat tangannya kuraih, maka tangan satunya lagi tentu masih berpegang erat pada haluan kapal terbalik, yang sembari terseret berputar di tempat seperti baling-baling keluar masuk permukaan laut itu. Jadi aku memang harus berputar pada saat yang tepat, tidak terlalu cepat, dan juga tidak terlalu lambat. Harus tepat dan tetap cepat dan tiada saat lain lagi yang bisa lebih tepat. "Puteriiiiii!" Aku berteriak lagi karena kapal itu masih akan berputar sekali lagi sebelum aku sampai pada titik Puteri Asoka berada. Sehingga begitu ia muncul segera pula tangannya telah siap kuraih dan tangan satunya tidak berpegang erat kepada haluan kapal terbalik itu. Segalanya berlangsung lebih cepat dari waktu penceritaan ini. Saat aku tiba, ia pun baru muncul dari dalam air, mengulurkan tangan sekaligus melepas pegangan tangan satunya pada ujung haluan. Kusambar tangannya. Kupeluk erat dengan tangan kanan tubuhnya agar TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ terbawa laju diriku, lantas dengan tenaga dalam hasil latihan sepuluh tahun di dalam gua, kujejakkan kaki untuk bertolak pada pusaran laut yang ibarat kata bisa kuanggap sekeras tembok, untuk kumanfaatkan daya dorongnya itu. Aku melayang ke langit karena daya kumparan yang telah dibentuk oleh pusaran. Melayang tinggi, jauh ke udara, tetapi jangan terlalu tinggi, melainkan menyamping sejauh-jauhnya agar tidak jatuh lagi ke dalam pusaran itu. Sepintas kulihat dari atas kapal itu tidak kelihatan lagi. Ia karam bersama segala riwayat yang telah berlangsung di atasnya. Kulihat pula benda-benda lain yang ikut terserap ke pusaran sumur raksasa di tengah lautan itu. Kepingan papan, balok kayu, tong kayu, dan mayat-mayatO Namun seseorang kulihat masih melambai ke arahku, sebelum akhirnya terserap juga ke dalam pusaran, dan dalam berkelebatnya segala peristiwa kukenali dirinya sebagai Samudragni! Sebelum semua itu takterlihat lagi, masih sempat kulihat dalam naik turun tubuhnya di permukaan laut, betapa pinggangnya yang tertembus belati dari depan itu berdarah amat merahO Terlempar jauh ke atas dan menyamping bagaikan mengubah segala-galanya. Hujan takterlalu membadai di luar pusaran karena angin memang taksekencang di dalam pusaran, yang berputar-putar memuting beliung seperti ingin menelan segala ke dalam sumur pusarannya. Namun ketika kami terbanting ke atas permukaan laut, bahkan terpental sampai tiga kali sebelum bisa merasakan kembali air laut menelan tubuh kami, kusadari betapa aku tetap harus berenang sejauh-jauhnya dari pusaran itu. Jika tidak, dan hanya membiarkan diri terapung-apung seperti ini, maka kami tentu akan ikut terseret kembali ke dalam pusaran itu, karena sebenarnyalah hujan badai sama sekali belum berhenti. "Tuan" Puteri Asoka ternyata masih sadar. Syukurlah ia telah menjaga diri dengan baik selama menjadi sandera itu, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sehingga kini punya cukup tenaga demi kepentingan dirinya sendiri. Kalau saja saat itu ia tetap bertahan untuk tidak sudi makan, tentu tidak akan ada tenaganya untuk bertahan memeluk ujung haluan kapal yang sudah terbalik itu. "Tenanglah Puteri, dikau telah diselamatkan," begitulah dirinya kutenangkan, meski keadaannya masih jauh sama sekali dari ketenangan. Aku terus berenang seperti lumba-lumba sekuat tenaga, mengerahkan seluruh tenaga dalam yang telah kudapatkan secara berganda selama sepuluh tahun bersamadhi di dalam gua. Aku meluncur seperti ikan lumba-lumba, tetapi dengan kecepatan seribu lumba-lumba, sehingga memang sangat amat cepat tentunya, menjauhi pusaran bencana. Aku bisa meluncur lebih cepat lagi jika tidak membawa beban seperti ini, tetapi beberapa saat kemudian kucapai wilayah tempat hujan telah menjadi gerimis, ombak taklagi sebesar bukit, bahkan angin bertiup sepoi-sepoi bagaikan suatu usaha penghiburan bagi hati yang berantakan. (Oo-dwkz-oO) Matahari senja bagaikan lempengan besi dalam tungku pembakaran, tampak di sana sedang tenggelam perlahanlahan ke balik cakrawala. Dari arahku duduk, pada rakit yang kubuat sendiri dari berbagai balok terapung di sana-sini, tenggelamnya matahari senja itu adalah peristiwa terbaik yang dapat kami alami, pada hari yang sangat melelahkan ini. Hujan telah berhenti setelah beberapa lama hanya menjadi gerimis yang lama sekali. Aku telah meluncur dengan kecepatan seribu lumba-lumba, untuk pergi sejauh-jauhnya dari mata pusaran yang terbentuk di tengah lautan oleh angin puting beliung yang sangat berbahaya itu. Aku memperlambat kecepatan dan berenang seperti semua lumba-lumba lainnya, hanya setelah getaran arus yang masih mampu menyeret apapun di permukaan laut ke dalam pusaran itu hilang dan tidak terasa sama sekali. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Setelah hujan badai berhenti dan hanya meninggalkan gerimis serta angin sepoi-sepoi, aku masih meluncur perlahan sambil membawa Puteri Asoka yang kudekap dengan tangan kananku. Haruslah kukatakan, sungguh tidak mudah berenang seperti lumba-lumba dengan kecepatan yang tinggi dalam keadaan yang sangat berbahaya dengan beban seperti itu. Saat aku membiarkan diriku hanya mengambang dan terseret arus entah ke mana, asal jangan ke suatu pusaran di lautan mana pun, sebuah balok kayu entah darimana seperti begitu saja muncul mengenai kepalaku. Aku memang sudah kelelahan, sehingga takbisa menghindarkannya sama sekali. Kuraih balok itu dengan tangan kiriku, lantas tanganku mengangkat Puteri Asoka ke sana. Begitu menyentuh balok, kedua tangan puteri itu langsung merangkulnya, seperti tidak akan pernah melepaskannya lagi. Lantas akupun mengangkat diriku ke balok, merangkulnya seperti Puteri Asoka melakukannya, karena tenagaku pun sudah tidak ada lagi. Tidak kusadari saat itu betapa dengan kecepatan seribu lumba-lumba aku sudah menempuh jarak yang jauh sekali. Begitulah kami berdua terapung-apung di atas balok kayu itu entah berapa lama. Hanya saja matahari agaknya sempat menjadi hangat, sehingga tubuh dan pakaian kami menjadi kering sama sekali. Aku segera bersamadhi sejenak di atas balok kayu itu, memulihkan kesadaran, menata pernafasan, dan menjernihkan pemikiran. Keberadaanku sekarang ini tidak boleh menjadi sesuatu yang asing bagiku. Jika aku putus asa dan menyerah kalah, harapan hidup tidak akan ada sama sekali, tetapi jika aku menganggap keadaan ini adalah bagian yang sangat mungkin dari kehidupan itu sendiri, maka aku tinggal menjalaninya saja, dengan semangat yang sama seperti aku telah menjalani kehidupan selama ini. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku membuka mata, gairah dan tenagaku telah kembali, tetapi bagaimana keadaan Puteri Asoka" Ia masih tergolek lemah di atas balok. "Puteri Asoka," kataku, "bangkitlah, izinkanlah sahaya membuat tubuh Puteri segar kembali." Ia bangkit dari tengkurapnya di atas balok kayu. Matanya mempertanyakan, apakah yang bisa dilakukan dalam keadaan tanpa harapan seperti ini "Dengarlah Puteri, sudikah Puteri mengikuti kata-kata sahaya?" Puteri itu mengangguk. Aku mulai membimbingnya. "Pejamkanlah mata Puteri. Pusatkan perhatian dan kosongkan pikiran." Lantas kubimbing Puteri Asoka untuk memanfaatkan pernafasan prana seperti berikut: Bahwa ia harus memencarkan kesadarannya ke seluruh bagian tubuh, melakukan pernafasan prana sebanyak sepuluh putaran, dan menarik nafas perlahan-lahan. Lantas selangkah demi selangkah kulanjutkan. "Tanamkan kemauan dan niatkan. "Rasakan prana menuju ke seluruh bagian tubuh. "Keluarkan nafas perlahan-lahan. "Ciptakan bahan sakit keabu-abuan yang dibuang dari seluruh bagian tubuh. "Ciptakan sinar kesehatan sebagai garis lurus. "Lakukan pernafasan prana ini sepuluh putaran." Kulihat Puteri Asoka mampu melakukan ini, maka kulanjutkan. "Pusatkan perhatian pada pusar beberapa saat. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Lakukan juga pernafasan prana pada waktu yang sama." Semua ini kuminta ulangi lagi sepuluh kali. Siapapun yang menjadi mahir dalam hal ini, akan merasakan daya prana menuju ke seluruh tubuhnya. Ketika matanya terbuka kembali, tatapannya sudah berbinar-binar, dan masih berbinar-binar ketika senja seperti datang tiba-tiba, membentangkan cahaya kemerah-merahan sepanjang cakrawala. Seperti juga kami taktahu kenapa ada saja balok kayu lain yang mendekat, meski taksama ukurannya, sehingga dapat kubikin daripada balok-balok itu sebuah rakit yang kini kami tumpangi. Balok-balok apa adanya itu dapat diikat dengan tali ijuk yang semula masih berada di tangan Puteri Asoka. Baru kuingat sekarang, bagaimanakah kiranya ia dapat menjadi bebas setelah kapal ternyata karam, padahal setahuku bukankah saat itu ia masih terikat di tiang" (Oo-dwkz-oO) Episode 90: [Di Laut Takbernama] Matahari nyaris lenyap di balik cakrawala dan langit semburat keemasan, tetapi takdapat kutebak apa makna pesona senja bagi Puteri Asoka, karena wajahnya mendadak saja sangat muram. Aku ingin menanyakan sesuatu, tetapi aku merasa lebih baik menundanya. Ternyata justru yang ingin kutauyakan itulah sumber masalah kemuramannya. "Tuan" "Ya, Puteri" "Herankah T uan bahwa tangan sahaya sudah bebas, ketika Tuan melihat sahaya kembali?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Ya, tentu sahaya heran, Puteri. Apakah yang telah terjadi?" Maka Puteri Asoka pun bercerita. "Saat sahaya terikat di tiang dengan sebelah tangan, air mendadak saja telah mengempas memenuhi ruang, dan terus datang sampai sahaya tenggelam dalam keadaan tangan masih terikat dengan begitu kencangnya, sehingga mustahil bagi tangan sahaya yang satu untuk melepasnya. Sahaya menahan nafas, paru-paru sahaya terasa hampir meledak, dan mata tiada mampu menembus air laut di ruang gelap lambung kapal yang agaknya sedang terjungkir." Bahkan aku pun menahan nafas mendengar ceritanya. "Sahaya telah merasa kematian sahaya akan segera tiba, ketika tiba-tiba ikatan sahaya telah menjadi sangat longgarnya. Lantas ada tangan yang menarik sahaya dengan segera ke atas dalam kekacauan luar biasa, karena kapal juga telah berjungkir balik begitu rupa. Namun tangan itu tidak pernah melepaskan sahaya, entah ke mana sahaya di bawa, menabrak segala dinding, tiang, dan entah apa, berbagai macam tertumbuk kepala sahaya "Sahaya sudah takkuat ketika tiba-tiba kepala sudah ada di permukaan air. Meski hujan badai dan petir meledak-ledak sementara air menyeret ke dalam pusaran, terasa betapa segarnya udara di lautan bebas bagi sahaya. Siapakah yang Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo telah menyeret saya ke atas dan telah menyelamatkan jiwa sahaya" Sahaya semula mengira bahwa Tuan yang telah menolong sahaya" "Maafkan sahaya Puteri, segalanya terjadi di luar kekuasaan sahaya" "Ah, sahaya bukannya menggugat Tuan, jangan salah paham, sahaya hanya ingin menceritakan betapa terkejutnya sahaya ketika wajah itu muncul di hadapan sahaya. Wajah bajak laut yang menjijikkan itu Tuan!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Samudragni!" "Tapi wajah itu berubah sama sekali, menjadi sangat mengharukan Tuan! "Maafkan daku," katanya, dan ia merangkulkan tangan sahaya pada ujung haluan perahu yang buritannya sedang berada di bawah. "Pegang terus sekuat-kuatnya sampai pertolongan tiba,' katanya, 'kapal ini akan berputar balik diseret pusaran, jadi Puteri akan sebentar di atas sebentar tenggelam. Jangan takut. Kematian tak akan tiba sebelum waktunya. Tabahlah Puteri, maafkan daku, dan selamat tinggal" "Ia membiarkan dirinya diseret ombak, wajahnya pucat, ketika tubuhnya bersama gelombang terlihat lambungnya yang sudah terluka sangat parah" "Ia berusaha menebus dosanya, Puteri" "Sahaya tidak tahu bagaimana mesti merumuskan perasaan sahaya. Ia sangat menjijikkan bagi sahaya, tetapi dia pula yang menyelamatkan jiwa sahaya" Matahari lenyap sepenuhnya di bawah permukaan laut. Langit hanya merah, merah, dan merah keemas-emasan. Mestinya ini pemandangan yang indah, tetapi nasib kami belum mendapat kejelasan. Sampai berapa lama kami akan terapung-apung seperti ini" Dengan semua peristiwa yang telah berlangsung ini, kutahu betapa tugas yang kubebankan kepada diriku sendiri, tidak akan begitu saja dengan mudah bisa kuselesa ikan. Tugas menyelamatkan Puteri Asoka menjadi sangat tidak tergantung oleh keberadaanku seorang, tetapi juga keberadaan orang-orang lain dan bahkan keadaan alam. Terapung-apung di atas rakit di tengah samudera luas seperti ini, manusia manakah dapat mementingkan kehendaknya sendiri melampaui keadaan alam" (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Rakit yang kubuat dari sembarang balok yang terapungapung itu sama sekali bukan rakit yang nyaman, karena memang sama sekali tidak rata. Ikatannya pun tidak dijamin akan ketat selamanya, bisa dengan tiba-tiba merenggang, karena pengikatnya pun sangat terbatas untuk menyatukan balok-balok yang lebih tepat disebut batang-batang kayu itu. Ada yang berasal dari pecahan kapal dari masa entah kapan, ada pula sekadar potongan batang pohon terapung, yang terikat dengan cara kurang patut sama sekali. Namun kelelahan yang amat sangat telah membuat Puteri Asoka tidur nyenyak, senyenyak-nyenyak tidur manusia yang pernah kusaksikan. Di tengah laut, di tengah samudera luas terbentang yang permukaannya diselaputi cahaya kejingga-jinggaan dari rakit ini sampai ke cakrawala, kulihat sosok Puteri Asoka yang meski masih 12 tahun, telah menampakkan keanggunannya sebagai puteri bangsawan. Di hadapan cahaya keemasan, tetapi yang segera akan memudar, sosoknya yang tertidur di atas rakit membujur kehitaman, memperlihatkan garis tepi wajah yang kecantikannya ibarat kata nyaris sempurna, jika sempurna hanya untuk Laksmi dan Uma, bahkan hingga ke lentik bulu matanya yang indah tiada terperi. Kurasa ia akan menjadi seorang perempuan sempurna kelak, seharusnya, tentu jika lautan tidak menelan kami. Aku menghela nafas panjang dan me lihat sekeliling. Rasanya belum lama meninggalkan Javadvipa, tetapi bagaikan sudah terlalu banyak peristiwa kualami. Kubah langit yang keemasan telah menjadi semakin redup, bias kejinggaan di permukaan laut yang tenang, terlalu tenang, setenangtenangnya tenang, telah berubah menjadi ungu muda. Menyisakan ombak yang bergoyang-goyang pelan, yang setelah mengalami hujan badai dengan angin puting beliung seperti itu, memang memberikan perasaan lega, tetapi yang kutahu menyisakan pertanyaan besar apakah kami akan terselamatkan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Puteri Asoka tidak memikirkan itu, dan ia tidur dengan nyenyaknya di atas rakit di samudera mahaluas yang bergoyang-goyang. Aku juga enggan memikirkannya sekarang. Bukankah sangat tidak menarik untuk membayangkan betapa kami akan berhari-hari berada di atas rakit, tidak mampu pergi ke mana pun, kelaparan, kepanasan, dan kedinginan, sampai akhirnya hanya mati saja yang paling mungkin terjadi. Apakah kami harus mengalami apa yang paling mungkin dibayangkan sebelumnya, bahwa terik matahari akan membuar bibir kami mengelupas, cahayanya membutakan mata, dan mengalami kesakitan jasmani karena terpaksa minum air laut setiap hari" Aku tidak ingin membayangkan apa-apa, tetapi kadangkadang terlintas juga gambaran betapa sebuah kapal melihat kami dari jauh dan seseorang dari puncak layar berseru. "Rakit di haluan!" Maka kapal itu akan melambatkan lajunya, dan lantaas terdengar teriakan susulan dari puncak layar itu. "Dua mayat di atas rakit!" Aku tersentak dengan gambaran yang muncul dari lamunan itu. Aku harus memikirkan sesuatu yang berada di depan mataku, dan hal itu adalah tetap bertahan hidup. Senja telah usai, cahaya keemasan yang masih lama bertahan setelah matahari tenggelam sudah berubah menjadi kegelapan. Di langit, syukurlah, segera bertebaran bintangbintang. Sayang sekali aku tidak mampu membaca peta perbintangan itu seperti seorang pelaut, yang mampu menjadikannya sebagai penunjuk jalan dalam pelayaran. Aku ingin sekali, tetapi tidak mampu. Padahal setiap pelaut mampu menjadikannya peta yang sangat berharga. Mengertilah aku sekarang, bahwa wawasanku sebagai manusia hanyalah keberhinggaanku sebagai manusia dalam kebudayaan darat, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yakni segala sesuatu yang hanya mungkin dikenal, diketahui, dan dikembangkan di darat. Dalam pengalamanku melakukan perjalanan bersama para mabhasana sepanjang sungai, kukenali kelemahan dan kekurangan pengetahuanku atas segala sesuatu yang mungkin terjadi di atas sungai. Namun bahkan bagi kebudayaan darat, sungai adalah bagian yang penting dari segala kemungkinannya, sehingga segala kemungkinan yang dilahirkan keberadaan sungai tidaklah menjadi asing dalam kebudayaan darat. Tidak begitu dengan segala kemungkinan yang dapat berlangsung di laut. Buktinya aku merasa sangat bodoh dan tidak tahu apa-apa! Aku merasa sangat menyesal tidak pernah mempelajari ilmu perbintangan ini, setidaknya pada tingkat seorang pelaut untuk mampu menentukan arah perjalanannya di lautan. Dari sekelumit pengetahuanku aku hanya tahu titik selatan dikenali dari susunan bintang-bintang yang mirip gubuk penceng (1), dan dari sana kucoba memperhitungkan tempatku berada sekarang, dengan mempertimbangkan kedudukan Kota Kapur di Pulau Wangka dari Javadvipa, kecepatan kapal yang membawa kami, berapa sebenarnya hujan badai berlangsung, dan lama perjalananku ketika membawa Puteri Asoka pergi menjauh dengan kecepatan seribu lumba-lumba. Aku tahu perhitunganku yang tidak didasari pengalaman ini akan lebih banyak melesetnya daripada tepat, tetapi aku memang hanya perlu merasa telah melakukan sesuatu dan tidak hanya pasrah dengan keadaan. Setidaknya aku yakin, bahwa kesalahan yang manapun tetap tidak mempengaruhi dugaanku, bahwa jika sekarang aku menghadap ke utara dan arus membawaku ke barat, maka aku akan terdampar di pantai timur yang manapun di Samudradvipa. Keraguan terhadap kepastian perhitungan memang sangat berpengaruh kepada keputusanku untuk tetap tinggal di rakit TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ini. Aku memang mungkin saja mengerahkan tenaga dalam untuk mengayuh rakit dengan tangan, atau membawa saja Puteri Asoka seperti sebelumnya, yakni meluncur dengan kecepatan seribu lumba-lumba, tetapi kutahu pasti bahwa setelah mengerahkan tenaga dan perhitunganku ternyata keliru, akibatnya akan jauh lebih berbahaya. Maka begitulah menghayati malam di atas rakit di tengah lautan bagaikan suatu tamasya, sembari mengira-ira apakah yang kuketahui tentang Samudradvipa, yang oleh banyak pelaut as ing disebut sebagai Suvarnabhumi atau Suvarnadvipa, sebelum mereka menyadari bahwa kedua istilah itu dituliskan dalam kitab-kitab oleh mereka yang belum mengunjungi sendiri, dan hanya mengetahui arahnya, sehingga dimaksudkan sebagai suatu istilah bagi wilayah yang luas sekali. Dari cerita di kedai yang semula kuanggap tidak penting, kuingat gambaran keadaan Muara Jambi yang teringat olehku dalam kesunyian ini. Muara Jambi digambarkan sebagai negeri sesuai dengan keadaan alam yang bergunung-gunung di sekitarnya. Di sana banyak dibangun candi pemujaan dengan parit-parit yang dibuat sesuai ketentuan igama, yang tentu membuatnya berguna untuk menyalurkan air agar tidak menggenangi halaman candi. Di sana, kata sang juru cerita waktu itu, terdapat tiga kelompok candi yang masing-masing terdiri dari beberapa candi. Setiap kelompok candi itu dipisahkan oleh sungai, yang ternyata memang sengaja dibuat untuk itu. AKU lupa mengapa juru cerita di kedai itu menyebut hal ini, apakah ia ingin menyebutkan orang-orang Muara Jambi itu merupakan bangsa yang berbudaya, ataukah menunjukkan bahwa justru setelah Sriv ijaya memerintah di sana, negeri itu menjadi pusat igama. "Tidak terlalu mudah mengubah lingkungan seperti itu," kuingat dia berkata, "apalagi untuk bangunan-bangunan suci. Sejak memilih tempat, membersihkan tanah, menggali tanah, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ peletakan batu pertama, upacara peresmian, semua merujuk ke Silpasastra, Silpaprakasa, Wastusastra, dan Natysastra, yang memang dipegang para silpin dan sthapaka." (2) Semua bangunan itu memang dari kayu. "Tetapi kelak mereka akan menggantinya dengan batu bata," ujar sang juru cerita lagi, (3) "meskipun kita dan orang-orang Jambhudvipa sama-sama memuja lima Tathagata, enam belas Vajrabodhisattva, dan enam belas Vajratara, tidak perlu segala yang mereka kerjakan harus kita kerjakan juga!" (4) Aku tak tahu mengapa penggambaran tentang Muara Jambi dari orang yang bercerita di kedai itu sekarang tiba-tiba teringat lagi, meskipun pada saat mendengarnya aku merasa itu sama sekali tidak ada hubungannya. Mungkinkah karena Puteri Asoka yang tergolek di atas rakit itu membuat aku berpikir tentang asal usulnya" Padahal kutahu ia dilahirkan di kotaraja kedatuan Sriv ijaya, dan belum pernah kembali ke negeri leluhurnya! Bahkan dirinya taktahu menahu perkara sengketa Jambi Malayu dengan Sriv ijaya. Namun akibat sengketa itu telah menimpa dirinya yang tidak berdosa. Terapung-apung di tengah lautan takbernama, karena memang nama menjadi tidak penting lagi ketika hanya alam yang berbicara. Tetapi kukira aku menjadi terbayang-bayang atas penggambaran negeri itu, karena hanya dari cerita itulah kuketahui sesuatu tentang Muara Jambi, dan juga belum pernah melihatnya. Aku sendiri taktahu apakah mempunyai minat pergi ke sana. Aku memang siap terlibat seribu satu petualangan, tetapi aku tidak pernah bermimpi akan segera terapung-apung seperti ini, ketika baru beberapa hari meninggalkan Y awabhumipala. Angin bertiup perlahan-lahan. Kudengar kecipak air di tepi rakit, kecipak air lautan yang lebih sering membasahi rakit daripada sekadar menyentuh tepiannya. Aku berdiri di atas TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ rakit itu. Memandang ke kejauhan, sejauh-jauh pandangan bias mencapainya. Hanya kekelaman malam menjadi jawaban. Apakah yang bisa kulakukan dalam malam yang kelam" Aku tidak ingin berpikir. Aku tidak ingin berpikir sama sekali dan menikmati malam dengan selaksa bintang di langit yang hanya mengingatkan aku kepada kebodohanku. Namun seandainya perhitunganku tidak terlalu keliru, dan arus tidak berubah-ubah, maka esok pagi mestinya aku sudah terdampar di sebuah pantai dari Suvarnadvipa. Kurebahkan badanku, dan kusadari betapa rakit ini barangkali merupakan rakit terburuk yang pernah ada. Permukaannya sama sekali tidak rata, karena batang pohon memang tidak dimaksudkan sebagai balok yang mulus. Balok, Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo batang, papan, tiang, dan entah apalagi terikat jadi rakit yang harus disyukuri masih bisa mengambang. Pengikatnya pun campur aduk antara rami, kain, dan sayatan kulit bambu maupun kulit pohon, yang kulakukan dengan ujung pedang hitam dari dalam tanganku. Memandang langit penuh bintang, kureka sebuah gambar dengan garis yang menghubungkan antara bintang yang satu dengan lainnya. Ternyata aku telah membayangkan gambar naga. Tentu aku belum pernah melihat naga, tetapi aku sekarang dapat membayangkannya. Bagaikan terdapat garis putih yang berjalan dari satu bintang ke bintang lain, yang terletak pada jalan yang dilalui garis putih itu untuk membentuk gambar naga. Mula-mula bentuk badannya dari kepala sampai ekornya, kemudian sirip pada punggungnya, kakinya, cakarnya, sisiksisiknya, rincian kepalanya dengan mata ganas yang menyalanyala, mulutnya yang menganga, gigi berikut taringnya, lidah yang bernyala api, serta hembusan dengus dari hidungnya yang beracun. Makhluk seperti ini tidak ada, tetapi mengapa begitu berkuasa dan berwibawa, seperti kehadirannya merupakan sesuatu yang nyata" Benarkah kekuasaan dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kewibawaan itu harus ada lambangnya" Seberapa pentingnyakah ke- kuasaan dan kewibawaan itu, sehingga dalam dunia persilatan gelar naga dapat menjadi begitu bermakna" Ternyata kemudian bahwa aku pun tertidur. Di tengah laut aku bermimpi tentang sawah-sawah menguning, padang rumput menghijau, dan hutan jati yang sejuk tempat aku biasa mencari kayu bakar di sekitar pondok di Celah Kledung. (Oo-dwkz-oO) Episode 91: [Suara Kecapi dalam Kegelapan] Kelak seorang pelaut tua yang pernah mengelilingi bumi tentu berpikir keras tentang apa yang telah dilihatnya, akan bercerita kepadaku, bahwa sinar matahari yang memanaskan lautan di garis tengah bumi, akan membuat air laut bagian itu memuai dan menjadi agak lebih tinggi, yang meski tidak menjadi sangat tinggi, tetapi menciptakan lekuk kecil, sehingga air di bagian itu mengalir ke arah kutub-kutubnya di selatan dan utara. Adapun air yang menjadi hangat pada suhu yang dingin di kutub, mengendap di bawah air yang hangat dan menyebar perlahan sepanjang dasarnya menuju bagian tengah itu. Pertukaran antara air hangar dan air dingin ini menggerakkan arus di lautan. Sementara itu, perputaran bola bumi memberikan juga pengaruh tidak sedikit. Ketika bumi berputar, bagian dasar laut ikut berputar, tetap roda bumi berputar dengan kecepatan yang selalu sama, pergerakan air kemudian jadi berbeda. Jika perputaran bumi mengarah ke timur, tempat matahari akan muncul, air cenderung memenuhi pantai-pantai di sebelah barat lautan. Bagi apa pun yang cukup berarti untuk benda TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bergerak, termasuk kapal, sampan, maupun rakit, perputaran bumi mempunyai akibat, yakni menyebabkannya berputar agak ke kanan pada paruh bumi bagian utara, dan agak ke kiri pada paruh bumi bagian selatan. Selain kepada air laut, tentu juga kepada angin, yang bertiup terus menerus di pinggiran garis tengah bumi, yakni disebut angin pasat, yang bertiup secara sudut-menyudut menuju garis tengah bumi dari arah timur pada paruh utara maupun selatan. Tekanan angin yang terus-menerus mendorong laut ke arah barat dalam arus yang besar pada kedua paruh tersebut. Namun angin hanyalah seperti air yang terpanaskan matahari dan terimbas perutaran bumi, jadi berputar juga, membentuk garis lengkung di utara dan selatan menjauhi garis tengah bumi, bertiup terus menerus melalui iklim sedang di garis lintang ke arah timur dan mendorong permukaan air dari barat ke timur-berlawanan dengan arus sepanjang garis tengah bumi. Itulah yang menjadi pusaran laut raksasa dari putaran aliran dan membentuk arus permukaan laut. Jika sedikit pengetahuan seperti itu sudah kukenal, barangkali perhitungan atas keberadaanku sekarang bisa menjadi lebih baik. Sayang sekali tidak. Maka berdasarkan gubuk penceng di langit malam, aku mengira diriku masih berada di tengah lautan luas, dan tampaknya seolah-olah memang begitu, taktahu bahwa arus telah berputar arah membawa rakit ini ke mulut sebuah muara. Kami telah berhari-hari terapung di atas laut. Bahkan sampai duabelas hari lamanya. Janganlah ditanyakan lagi, betapa keadaan semacam itu sangat sulit bagi kami untuk mengatasinya. Kadang kepanasan, kadang kehujanan, kadang keanginan, kadang angin mati. Masih tetap tak berani aku nekad mengayuh dengan tenaga dalam maupun meluncur dengan kecepatan seribu lumba-lumba dalam harapan yang mungkin saja semu untuk mencapai sebuah pantai. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sebaliknya, aku memanfaatkan ketenangan laut untuk mengolah tenaga prana dan menyalurkannya ke tubuh Puteri Asoka yang lemah. Sehingga semakin hari bukannya makin lemah melainkan semakin cerah dan bercahaya. Tentu tidak berarti selama itu kami tidak pernah makan. Baiklah kuceritakan betapa suatu ketika, pada pagi hari setelah kami terbangun pada hari pertama, dalam keadaan masih gelap, terdengar suara kecipak yang tidak seperti berasal dari suara air bersentuhan dengan rakit. "Tuan!" Puteri Asoka melompat bangkit, "Itu ikan hiu!" Memang kulihat sirip berkeliaran di sekitar rakit. Namun karena aku belum pernah melihat ikan hiu, maka aku justru mendekat untuk memperhatikannya. "Apakah dagingnya bisa kita makan?" Aku bertanya. Puteri Asoka memandangku dengan wajah sedih. "Kami tidak biasa makan ikan besar seperti itu T uan. Meski banyak orang memakannya juga bila dapat menangkapnya saat berburu di laut." "Berburu?" "Ya, nelayan tak hanya menangkap ikan dengan jala, tetapi juga mengejar dan menombaknya dari atas perahu." Aku mengerti. "Jadi mengapa Puteri tidak makan ikan besar seperti ini?" "Kami bukan nelayan Tuan, para bangsawan tidak mencari makan sendiri, kami hanya tahu makanan sudah tersedia dalam keadaan telah dimasak di hadapan kami." Hmm. Itulah malapetaka menjadi bangsawan bukan" Sekarang ada makanan besar tersedia, dan ia tidak akan bisa memakannya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Jadi apakah Puteri memang hanya bisa makan seperti yang selama ini dimakan?" "Sebetulnya itu pun takbisa Tuan, tetapi kita berada dalam keadaan darurat, apalah yang kita inginkan bisa terdapat di sini" Selama ini setiap kali waktu makan tiba, aku menyelam dan berburu ikan dengan cara mengejarnya seperti lumba-lumba mencari mangsa. Hanya saja aku menangkapnya dengan tangan. Cukup satu ikan kecil, artinya sebesar lengan, yang kutangkap, dan itu sudah lebih dari cukup untuk kami berdua. Apakah kami memakan ikan itu mentah-mentah" Itulah yang menjadi persoalan, karena Puteri Asoka tidak tahan bau amis ikan tersebut. "Bukankah ikan semacam ini yang ditangkap nelayan dan menjadi makanan keluarga Puteri sehari-hari?" "Tapi kami tidak memakannya mentah-mentah!" Uh! Anak kecil ini! Meski terapung-apung di tengah rakit, ia masih saja puteri bangsawan. Namun harus ada sesuatu yang dimakannya jika memang ingin melanjutkan kehidupan. Aku sebenarnya sangat yakin, karena ini masalah hidup dan mati, maka manusia yang manapun akan mampu memakan ikan sementah dan seamis apapun untuk melanjutkan kehidupannya. Aku dapat membayangkan, bahwa seseorang yang sudah berhari-hari tidak makan dan selama itu andaikanlah memancing dari rakit, akan segera mencaplok ikan yang menyangkut ke pancingnya pada hari ke sekian. Namun bahkan diriku tiada tega membayangkan Puteri Asoka terpaksa makan ikan mentah dengan cara seperti itu.Apa akal" Tidak mungkin membuat api di sini, sehingga aku mesti mengerahkan tenaga dalamku untuk memanaskan dan mematangkan ikan itu. Maka akupun melakukan hal itu. Tenaga panas yang mampu memanaskan air kualirkan kepada ikan malang yang berada di tanganku. Dengan segala hormat TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tentu aku telah menghilangkan nyawanya terlebih dahulu. Aku hanya perlu waktu sebentar, karena ikan itu segera berasap di tanganku, pertanda ia sudah matang, bisa dimakan, dan tidak amis lagi. "Bisakah Puteri menghilangkan sisiknya?" Aku telah membuang isi perut ikan itu sebelumnya, dengan pedang hitam dari dalam tangan yang hanya kukeluarkan ujungnya. Namun Puteri itu menggeleng. "Sahaya tidak pernah mengerjakan apapun, Tuan. Maafkan sahaya"' Maka dengan pedang hitam itu pula, kubersihkan sisik ikan, sampai s iap dimakan tanpa kepala. Ia akan memakan satu sisi daging ikan itu, yang belum sampai habis pun dirinya sudah kenyang. Lantas aku akan memakan sisi lainnya. Setelah itu aku akan mencari ikan yang lebih kecil. Mengejarnya di dalam laut dengan kecepatan tinggi seperti lumba-lumba mencari mangsa, menangkapnya dengan tangan di kiri dan di kanan. Setelah itu aku akan mencari ikan yang lebih kecil. Mengejarnya di dalam laut dengan kecepatan tinggi seperti lumba-lumba mencari mangsa, menangkapnya dengan tangan di kiri dan di kanan. Meskipun aku mengejar ikan-ikan itu dengan sepenuhnya mengandalkan kesaktian dalam ilmu persilatan, tidak berarti ikan yang memang akan terkejar dengan kecepatanku yang sangat tinggi itu bisa dengan mudah kutangkap. Sering sekali begitu nyaris kupegang ikanikan itu bisa saja menghindar, bahkan setelah tergenggam tanganku pun masih bisa menggeliat dan lepas. Dasar ikan! Maka untuk mendapatkan dua ikan dalam genggaman di tangan kiri dan kanan, sungguh segenap kemampuan harus dikerahkan, sampai tak ada lagi yang dapat dilakukan oleh itu ikan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Dengan penuh rasa permintaan maaf kepada ikan, kadang kumanfaatkan ilmu menyedot tenaga lawan seperti yang telah digunakan Pendekar Melati kepadaku, telah kuserap dengan pendekatan yang kelak akan sempurna sebagai Jurus Bayangan Cermin, meski memang takpernah dan tak akan pernah kuterapkan kembali kepadanya. Hanya dengan begitu ikan tersebut akan menjadi mungkin ditangkap, bahkan meninggal dunia tanpa aku harus sengaja membunuhnya. Begitulah, meskipun kehidupan dunia persilatan penuh dengan gelimang darah, takberarti penghilangan nyawa bagiku menjadi soal yang terlalu mudah. Betapapun, dengan dua ikan terlezat di tangan kiri dan tangan kanan, aku akan meluncur ke permukaan laut seperti ikan lumba-lumba dan seperti ikan lumba-lumba pula aku akan melejit dan me lompat bersalto di udara, sekadar menghibur puteri bangsawan yang dengan segala penderitaannya tetaplah belum dapat disebut dewasa itu. Di atas rakit, tanganku akan menjadi merah seperti besi tua yang dibakar, yang berarti bahwa aku sedang memanggang kedua ikan itu dengan tenaga dalamku, tentu setelah membersihkannya lebih dahulu. Tentu aku juga beruntung bahwa musim hujan telah memberi kami air tawar untuk diminum, sehingga keadaan tubuh tetap terjaga keseimbangannya. Namun untuk diketahui, itu tidak berarti hujan pun turun setiap hari. Pernah hujan takturun sampai dua hari dan kami hanya menenggak air tawar berdikit-dikit, dari air hujan yang kami tampung dalam wadah kulit kayu yang kubuat, dan taktahu apa yang akan terjadi jika hujan tidak turun juga hari berikutnya. Namun pada hari pertama ketika pagi masih gelap dan di sekeliling rakit hilir mudik sirip ikan hiu, yang kupikirkan bukan hanya sekadar kesempatan untuk makan, tetapi sebaliknya kemungkinan bahwa kamilah yang akan menjadi sarapan ikanikan hiu itu. "Tuan!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Puteri Asoka tiba-tiba berteriak lantang. "Sahaya dengar hati ikan hiu adalah yang terbaik untuk kesehatan! Kita harus mendapatkannya Tuan!" Aku tertegun. Apakah ia bermaksud memakannya" Tidakkah hatinya nanti akan luar biasa pahit sekali" Namun kata-kata Puteri Asoka itu mengingatkan aku kepada suatu bacaan tentang pengobatan, bahwa hati ikan hiu mengandung zat yang sangat dibutuhkan tubuh manusia. Kulihat sirip ikanikan hiu itu, yang lalu lalang di sekitar perahu. "Apakah Puteri akan memakan hati yang pahit itu?" Puteri itu menelan ludah. "Sahaya kira harus ya Tuan" Kita sangat membutuhkannya." Aku pun melompat ke dalam air dan meluncur seperti Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lumba-lumba ke bawah ikan-ikan hiu itu. Beberapa ekor dari antaranya menyadari kehadiranku dan segera berkelebat menyerang. Aku pun menghindar dan berkelebat seperti lumba-lumba. Tentu saja ini pengalaman yang baru bagiku, karena bertarung seperti ikan dan melawan ikan tidaklah sama dengan pertarungan yang telah kukenal melawan para pendekar dalam dunia persilatan. Melawan dua ikan hiu yang menyerangku dengan siasat ikan, kuhayati diriku sebagai ikan yang menghindari ancaman dan balas menyerang. Bertarung melawan dua ikan hiu untuk mendapatkan hatinya takpernah kubayangkan akan pernah kulakukan dalam hidupku. Kedua ikan hiu itu bahkan seperti bekerjasama untuk mendesakkku. Mereka berkelebat menyerangku dengan mulut dan ekornya. Lewat cepat menyambar di samping kiri dan kanan sekaligus, yang apabila tidak mendapatkan apa yang mereka kehendaki, akan segera berbalik dan menyerang kembali dengan gigi-giginya yang tajam ibarat gerigi. Mereka berkelebat cepat, aku pun berkelebat cepat. Begitulah aku berenang selincah lumba-lumba, tetapi dengan berbagai TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ gerakan, seperti melaju bagaikan baling-baling, yang hanya dapat dipikirkan manusia. Ketika berhadapan dan mereka menyambarku pada sisi kiri dan kanan, kedua pedang hitam dari dalam tanganku kumunculkan dan hanya menyerongkannya sedikit ke kiri dan kanan untuk merobek masing-masing perutnya. Lautan segera tergenang darah. Apakah aku harus segera menyambar hati masing-masing dari dalamnya" Dua bayangan berkelebat dari belakang. Aku menoleh. Sesosok ikan hiu telah mengangakan moncongnya siap menyambar kakiku. Aku berkelit jungkir balik, tetapi iapun sudah berbalik menyambarku lagi. Sembari menghindar, kutangkap sirip di atas punggungnya, dan akupun terseret bersamanya menuju permukaan, tempat Puteri Asoka segera melihatku tengkurap berpegangan pada sirip hiu melewati rakit itu. "Tuaaaaaann! Bunuh dia sekarang Tuan! Bunuh! Bunuh! Bunuh!" Tidakkah kata-kata itu mengerikan untuk muncul dari mulut seorang Puteri Bangsawan usia 12 tahun" Namun yang kulihat di rakit itu adalah seorang anak perempuan yang meloncatloncat kegirangan di atas rakit, tanpa menyadari bahwa bertarung dalam air me lawan ikan-ikan hiu adalah suatu perkara yang amat sulit. Maka kukeluarkan pedang hitam, cukup dari tangan kananku. Kulompati saja bagaimana ikan hiu itu akhirnya tewas, dan hatinya kami makan berdua. Meskipun dagingnya dikatakan terlezat di antara segala ikan, tetapi hatinya yang pahit telah membuat kami tidak bisa makan apapun lagi hari itu. (Oo-dwkz-oO) Hari keduabelas telah berlalu. Tubuh kami sehat, tetapi hidup terapung-apung tanpa berbuat sesuatu yang lain bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Aku menghabiskan waktuku, antara lain dengan membaca kitab-kitab yang ditulis TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Nagarjuna sebagai mantra sihir yang tersimpan dalam diriku. Namun aku akan menceritakan hasil pembacaanku itu nanti, sekarang aku ingin menceritakan apa yang terjadi pada malam terakhir di atas rakit itu. Senja telah turun diiringi hujan gerimis. Membuat tubuh kami lagi-lagi basah kuyup. Busana yang lekat di tubuh, hanya kancut yang kukenakan, dan hanya kain pada Puteri Asoka, tentu ikut menjadi basah kuyup. Selama ini telah kuajarkan kepada Puteri Asoka, bagaimana memanfaatkan tenaga prana melalui pernafasan untuk menghangatkan tubuh, dan ini sangat membantu bagi keberlangsungan hidup kami selama kami terapung-apung di laut seperti itu. Setiap kali hujan, seperti biasa, kami mengangakan mulut kami ke langit dan menelan air hujan sebanyak-banyaknya bagai tiada akan ada hari esok lagi. Bisakah dibayangkan bagaimana dua manusia, besar dan kecil, berdiri di atas rakit dalam latar matahari senja yang turun perlahan-lahan dalam hujan gerimis dan Harpa Iblis Jari Sakti 8 Pengemis Binal 09 Bangkitnya Kebo Ireng Keris Pusaka Sang Megatantra 5

Cari Blog Ini