Ceritasilat Novel Online

Jurus Tanpa Bentuk 4

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 4 kerahasiaan anggota jaringan ini terbongkar karena terdapatnya rajah cakra tersebut -dan ini membuat kewajiban memberi tanda rajah cakra pada tubuh anggotanya dihapus, meskipun sebuah upacara konon tetap dilangsungkan bagi pelantikan anggotanya. Di puncak tebing, orang-orang mulai berdatangan, aku sempat memeriksa pisau yang menancap itu, dan sekali lagi tertegun. Ini bukan sembarang pisau yang bisa dibeli dari seorang pandai besi. Ini jelas pisau yang dibuat atas pesanan, tepatnya dibuat untuk seseorang yang tertentu, bahkan juga untuk suatu cara penggunaan tertentu. Aku harus segera pergi. Tak tahu mesti merasa menyesal atau tidak telah mengalami kejadian ini. Aku merasa tugasku bahkan sama sekali belum dimulai, yakni mencatat segala sesuatu yang memperjelas keadaan, sehingga aku mengetahui kenapa negara sampai menawarkan hadiah 10.000 keping emas untuk memburuku. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Segala sesuatunya terselubung kabut. Segala sesuatu yang kujumpai semenjak keluar dari gua berhubungan dengan kerahasiaan. Semula aku menduga yang memburuku ke dalam gua adalah Kalapasa-tetapi perpecahan di dalamnya membuat aku tak bisa memastikan apapun juga. Pengamatanku atas sikap pengawal rahasia istana yang telah menahan dan melepasku, lantas membuntuti aku, juga tidak memberi peluang bahkan sekadar untuk menduga apapun juga, karena pengetahuanku tentang agen rahasia ganda dari Arthasastra membuat aku harus menunda setiap kesimpulan yang tampaknya meyakinkan. Sementara para pembunuh bayaran, yang semuanya tak ada yang terlalu tua, belum kuketahui caranya mendapatkan selebaran lontar bergambar diriku, tapi jelas hanya mengenalku sebagai penyebar ajaran rahasia dari aliran sesat yang tidak pernah jelas adanya. Kemudian pagi ini kutemukan rajah penanda Cakrawarti, jaringan rahasia golongan hitam yang telah mengakar bersama dengan pasang surutnya berbagai kerajaan di Yawabumi bagian tengah maupun timur. Aku tidak mempertanyakan apakah kehadiran Cakrawarti ada hubungannya dengan diriku-yang menarik bagiku adalah kenapa justru anggota Cakrawarti yang terkenal cermat dan hati-hati itu, yang berhasil dipergoki dan dibunuh pada malam buta" Dari suhu tubuh dan keringnya darah kuperkirakan ia sudah tewas sejak lama. Tak ada lagi orang ke sungai setelah matahari terbenam. Namun kurasa aku harus menahan diri untuk tidak terjebak dalam lingkaran setan penyidikan. Satu hal bisa kupastikan. Zaman telah berubah, Cakrawarti, Kalapasa, pengawal rahasia istana, agen rahasia ganda, para pembunuh bayaran, semuanya bagaikan bisa digerakkan oleh pesona kekuasaan dan harta, berikut segala pernik yang mengikutinya, dan itulah bedanya dengan para pendekar dunia persilatan-di sungai telaga para pendekar hanya peduli kepada pencapaian kesempurnaan ilmu sahaja. Hidup boleh melarat, tak berumah ibarat pengembara hina dina, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ takberkeluarga dan takberkekasih, hanya demi pemahaman yang lebih baik tentang dunia melalui ilmu s ilatnya. Tentu adalah para pendekar silat itu juga yang telah menjadi murtad, menjual kepandaian demi kemewahan dunia yang seolah akan bisa mereka dapatkan dengan begitu mudahnya, meski ternyata persaingan, tak lebih dan takkurang, juga takjarang mengakibatkan tercerabutnya nyawa mereka. Maka, manakah yang lebih baik kiranya, mati demi sebuah tujuan mulia ataukah karena gagal dalam perebutan kuasa" Aku berkelebat menjauh, untuk kembali lagi bersama kerumunan orang-orang. Setelah para gramanam menggeledah, ternyata ia juga membawa lembar lontar bergambar diriku sebelum aku menyamar dengan tulisan yang sama: hadiah 10.000 keping emas bagi yang berhasil membunuh Pendekar Tanpa Nama. (Oo-dwkz-oO) AKU merasa cukup tenang sebagai pembuat lontar. Setidaknya aku tidak harus selalu memanfaatkan ilmu silatku, karena dalam dunia persilatan hampir setiap kali aku bergerak saat itu juga berarti nyawa terbuang tanpa manfaat yang jelas. Bagi yang tewas barangkali itulah kematian yang bermakna, tapi bagiku kemenangan telah kehilangan artinya sama sekali-meski aku belum putus asa: Sebenarnyalah lawan yang tangguh masih kutunggu. Namun tidakkah siapa pun mereka yang memanfaatkan dan mengorbankan namaku, bagaikan membunuh jiwaku tanpa harus membunuhku, merupakan lawan yang seharusnyalah kuanggap lumayan tangguh, bukan hanya karena sulit dicari, melainkan karena caranya bertempur yang kemungkinannya tidak pernah kusadari" Itulah sebabnya aku merasa harus lebih sering menahan diri. Dalam dunia persilatan kami memang juga dilatih untuk TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menahan diri, tetapi demi kepentingan yang berbeda sama sekali, yakni menungggu kesempatan terbukanya kelemahan lawan. Dalam pertempuran penuh tipu daya seperti yang kualam i ini, ketika diriku bagaikan diciptakan kembali sebagai manusia penyebar aliran sesat, dengan nama dan gambar tertera pada selebaran lontar yang pasti banyak sekali jumlahnya, serta beredar sebagai cerita dari mulut ke mulut karena dipicu dongeng wayang topeng, aku sungguh takterlatih sama sekali untuk menghadapinya. Aku pun yakin, pembunuhan namaku juga disebarkan dengan giat dari kedai yang satu ke kedai yang lain, cara terbaik untuk dengan sengaja menyebarkan pengetahuan yang salah. Begitulah setelah menyelam sebentar ke sungai, dan meloncat ke atas setinggi pohon kelapa sembari memutar tubuh seperti baling-baling, selesailah sudah mandiku"tubuh yang basah langsung kering berikut pakaian yang kukenakan. Tentu takseorangpun boleh mengetahui cara mandi seperti itu. Seperti juga tak seorang pun boleh mengetahui bagaimana aku melatih ilmu meringankan tubuhku di atas sungai, dengan berlompatan dari batu ke batu, dari daun mengambang yang satu ke daun mengambang yang lain, sampai apapun yang mengapung dan bisa diselancari bagaikan aku bisa berjalan di atas air. Meski sudah berilmu setinggi langit, seorang pendekar harus selalu menjaga kemampuannya, karena lawan hanya perlu kelengahan sejenak saja untuk melesatkan jarum beracun, agar menancap di lehernya. Makanya aku selalu mengambil waktu sepagi mungkin. Hari ini termasuk kesiangan, karena aku telah bekerja sampai larut, yakni menuliskan di atas lontar yang kubuat sendiri itu. Dari setiap seratus lontar yang kubuat, selalu kuambil sepuluh lembar untuk diriku sendiri, karena aku merasa perlu menulis untuk menguraikan segala sesuatu yang kupikirkan. Kusadari TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bahwa usia seratus tahun bukan tidak berpengaruh kepada ingatanku -jadi aku merasa perlu mencatat apa pun yang kurasa penting untuk diingat dan berkemungkinan untuk kulupakan dalam perjalanan waktu. Selain itu, entah kenapa juga muncul suatu keinginan memberitahukan sesuatu kepada siapa pun, meski jika hanya kebetulan membacanya. Sebagai orang yang merasa telah difitnah dan diperburuk namanya aku mempunyai perasaan ingin membela diri, bukan dengan cara kekerasan seperti yang biasa berlaku dalam dunia persilatan, yang akan membuat tuduhan apa pun seperti mendapat pembenaran, tetapi dengan cara yang tidak bisa dibantah lagi dalam zamanku, yakni ditulis dengan huruf dan kata-kata yang jelas. Bahkan aku berharap bahwa yang kutuliskan itu akan menjadi saksi seterusnya dari zaman ke zaman, betapa tulisan para empu dalam naskah dan catatan resmi negara dalam prasasti bukanlah satu-satunya kebenaran yang menentukan segala acuan. Tentu aku juga bertanya kepada diriku sendiri, be perlukah keberadaan dan apapun yang kuanggap seba ketidak bersalahan diriku itu kutonjolkan, bah tertuliskan dan bertahan dari zaman ke zaman" Tidak Buddha mengajarkan segala sesuatu te ntang ti mementingkan diri sendiri dan juga te rutama tent kemampuan menahan diri" Tepatnya, te ntu, apakah y akan menjadi kurang dari diri ku ji ka kulupakan s semua ini, pergi jauh ke sebu a h tempat yang le tersembunyi lagi, dan tenggel am saja dalam medita Bagaimana jika diriku ini tid ak usah kuanggap ter penting" Nah, jadi apakah y ang boleh dianggap pentin dunia ini" Ketika menciptakan Jurus Tanpa Bentuk, aku teringat Nagasena, salah seorang murid Buddha yang pertama, ketika ditanya tentang bentuk rupa Nirwana. Demikianlah dikisahkan betap a ia kembali bertanya. "Apakah angin itu ada, wahai Bapak." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Tentu ad a, wahai Nagasena yang terhormat." "Kalau begitu tolong Bapak tunjukkan, seperti apakah warna dan bentuk angin itu, tipiskah, tebalkah, panj angkah, atau pendekkah?" "Tidak mungkin saya menunjukkan angin itu, Nagasena yang terhormat, tetapi angin itu pasti ada." Maka Nagasena pun berkata lagi. "Begitu pula dengan Nirwana." Aku tidak menyamakan Jurus Tanpa Bentuk dengan Nirwana -selain menyampaikan betapa pandangan dan falsafah dalam perbincangan keagamaan sebetulnya mungkin mengembangkan ilmu persilatan. Namun lebih dari itu, juga ingin kutunjukkan kesadaran bahwa segala sesuatu yang bersifat jasmani memang merupakan belenggu. Aku tidak sependapat dengan banyak guru agamaku, bahwa tubuh tidaklah penting, tetapi aku mengakui kebenaran Buddha, yang berkata: kebahagiaanlah ya kebahagiaanlah Nirwana itu wahai para sahabatku Tidakkah itu berarti bahwa aku harus melampaui keterbatasan pikiran, akal, perasaan, dan kehendak, untuk mencapai tujuan -yang bahkan juga tiada dapat dibayangkan sekarang juga. Kebahagiaan adalah pelampauan dari segala keterikatan dan keterbatasan. Namun apalah artinya Upacara Pembuka Mata, jika tidak untuk mencerahkan dunia" Dari masa mudaku, dari salah satu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ guruku yang banyak itu, yang kudatangi satu persatu dari kuil ke kuil, dari gua ke gua, seperti Arjuna yang dibimbing Wisnu, ada yang mengutip Sang Hyang Kamahayanan Mantrayana : kerjakanlah dari saat ini pemutaran dharmacakra dari Bhatara Sri Vajradara ke arah segala makhluk buatlah ajaran itu tanpa habisnya mengisi, membanjiri, memenuhi sepuluh penjuru dunia sampai terisi suara terompet dharma yang terbuat dari sangkha jangan ragu-ragu hilangkan risau dari pikiranmu Dharmacakra adalah roda dharma yang sering dipaham i sebagai roda ajaran, karena dianggap ada pemutaran ajaranajaran Buddha, yang ditafsirkan secara berbeda. Mulai dari turunnya ajaran yang tiga kali, sampai peringkat ajaran itu sendiri dalam pencapaian kebuddhaan -tetapi aku telah selalu memanfaatkan penafsiran yang manapun untuk menyusun rangkaian jurus -jurus persilatan. Kenapa" Karena seperti orang-orang persilatan lain aku mempercayai ilmu silat sebagai cara mencapai kesempurnaan hidup, yang hanya dapat diuji dengan mengadunya kepada ilmu silat yang lain. Dalam hal dharmacakra aku telah mendengar setidaknya dua penafsiran dari beberapa guru -dan dari dua penafsiran itu telah kukembangkan sejumlah jurus indah yang telah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mengundang decak kagum bila kuperagakan tanpa sengaja dalam pertarungan. Jurus -jurus itu telah kugambar urutannya semua di atas lembar-lembar lontar selama tinggal di dalam gua, dan sekarang menumpuk di sana pada judul Jurus-Jurus Dharmacakra, tetapi aku merasa perlu juga menuliskan bagaimana aku telah menafsirkan ajaran tentang kehidupan menjadi jurus -jurus ilmu silat. Adapun dua penafsiran tentang ajaran itu sebagai berikut. Inilah yang pertama. Pemutaran pertama (parivarta) kebenaran tertinggi adalah melalui penglihatan (darsanamarga) yang terbagi dalam empat akara (1) penderitaan (idam dukhkham); (2) penyebabnya (ayam samudayah); (3) penanggulangannya (ayam nirodhah); (4) cara penanggulangannya (iyam duhkhanirodhagaminipratipat). Pemutaran kedua melalui meditasi (bhavanamarga) yang terbagi empat akara (1) kebenaran tertinggi akan penderitaan harus disadari Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo (duhkham aryasatyam parijneyam); (2) penyebab penderitaan harus diakhiri (duhkhasamudayah-prahatavyah); (3) penderitaan harus diakhiri (duhkhanirodhah saksatkartavyah); (4) cara untuk mengakhiri penderitaan harus dilaksana- kan (duhkhanirodhagamini pratipad bhavitavya). Pemutaran ketiga dari Arhat (asaiksamarga) yang ter- bagi empat akara (1) penderitaan telah diketahui TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ (2) sebabnya telah dihancurkan (samudayah prahinah); (3) penghancuran telah dilaksanakan (nirodhah saksat rtah); (4) cara penghancuran telah dilaksanakan (duhkhanirodhagamini pratipad bhavita). Kemudian inilah penafsiran tentang Dharmacakra yang kedua. Jika yang pertama tadi ketiga pemutaran dihubungkan dengan Sang Buddha yang tiga kali menurunkan ajarannya, yang kedua berhubungan dengan pencapaian Kebuddhaan, seperti dilaksanakan (yana) oleh Sravaka, Pratyekabuddha, dan Bodhisattva. Seluruh kitab suci Buddha a liran Utara terdiri atas naskah-naskah dari tiga masa berbeda, yang disebut tiga kali pemutaran Roda Pengajaran atau dharma cakra parvatana. Adapun pemutarannya, seperti tertera dalam catatanku dahulu: Pemutaran pertama (prathama cakra) ajaran tentang Empat Kebenaran Utama (catur satya dharmacakra) Pemutaran kedua (madhya-cakra) ajaran tentang hapusnya hakikat pemisahan unsur-unsur keberadaan (alaksanatva dharmacakra) atau ketiada-benarannya. Pemutaran ketiga (antya-cakra) ajaran yang memperbedakan unsur-unsur keberadaan yang mencerminkan Kebenaran Tertinggi dari unsur-unsur yang tidak mencerminkannya (paramartha- viniscaya dharmacakra) . TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Pemutaran pertama terwujud dalam naskah-naskah Theravada, yang kedua dalam Prajnaparamita-sutra, dan yang ketiga termasuk dalam jenis Samdhinirmocana, Lankavatara, dan Ghanavyuha. Kusampaikan pula penafs iran ketiga, meski tidak kumanfaatkan untuk Jurus-Jurus Dharmacakra yang ampuh itu. Penafsiran ini menghubungkan pemutaran Roda Dharma dengan phala77 yang diperoleh seorang Bodhisattvabahwa yang telah mencapai tingkat yang kesembilan, yakni kesadaran yang luhur (sadhumati), mendapatkan sepuluh kekuatan (bala). Adapun kekuatan memutar dharmacakra adalah kekuatan kesembilan. Mempelajari kitab-kitab tentang dharmacakra itu, dari guruguru yang bermaksud membimbing para bhiksu, aku memanfaatkannya hanya untuk mengembangkan ilmu silatku. Bagaimanakah aku menafsir dan memindahkan suatu ajaran rohani demi suatu ilmu jasmani" Tentu saja ini merupakan cerita tersendiri. Sementara itu, apakah boleh kujawab, bahwa yang penting dalam kehidupan ini adalah mengikuti hati nurani" (Oo-dwkz-oO) Episode 20: [Jurus-Jurus Dharmacakra, Kunci Penalaran, dan Pendekar Huruf Berdarah] BAGAIMANAKAH memindahkan ilmu rohani menjadi ilmu jasmani" Tentu sebuah pembayangan harus bekerja. Pembayangan adalah penafsiran berdasarkan pemahaman, karenanya kemampuan pembacaan, yakni membaca, menafsir, dan memberi makna, menjadi mutlak dalam pemindahan tersebut. Dalam pengolahan Jurus-Jurus Dharmacakra, aku telah memanfaatkan penafsirannya yang pertama sebagai gagasan tentang gerak, atau susunan gerak, yang berlapis-lapis. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Perhatikanlah misalnya empat akara tentang mencapai kebenaran tertinggi melalui penglihatan; bahwa pertama kali mesti mampu menemukan dan menentukan penderitaan, disusul berturut-turut penyebab dari penderitaan itu, mengetahui apa yang dapat menanggulanginya, kemudian mengetahui cara melakukan penanggulangan itu; bukankah dari akara pertama sampai yang keempat terdapat empat gagasan yang berlapis-lapis dan sangat dekat jaraknya, sehingga penanggulangan harus dibedakan dengan cara penanggulangan misalnya" Ibarat kata dari gagasan penderitaan menuju cara penanggulangan penderitaan belum terdapat lompatan berarti, meskipun keempatnya merupakan pengertian yang terpilah dengan tegas. Membaca pemutaran-pemutaran berikutnya, yakni bhavanamarga dan asaiksamarga, masing-masing juga terbagi ke dalam empat akara yang perkembangan gagasannya juga sama tipis lapisan-lapisannya. Dengan pemahaman atas seluruh kerangka berpikirnya, aku mendapatkan suatu susunan bahwa terdapat tiga rangkaian gagasan yang berkelanjutan, yang setiap rangkaiannya terdiri dari empat lapisan. Aku tinggal memindahkan kerangka gagasan ini menjadi suatu kerangka susunan jurus; bahwa suatu rangkaian serangan misalnya akan terdiri dari empat lapis pukulan mematikan, yang seperti berulang tetapi sebetulnya berbeda sasaran, yang seluruhnya terdiri dari tiga rangkaian. Namun karena dari tiga penafsiran Dharmacakra yang kubaca, dua di antaranya telah kumanfaatkan penafsirannya sebagai jurus silat, maka Jurus-Jurus Dharmacakra yang kuolah terdiri dua gugus susunan, adapun untuk gugus yang pertama telah kujelaskan bagaimana aku menafsirkannya. Gugus kedua terdiri atas tiga pemutaran, yakni prathama cakra yang merupakan ajaran Empat Kebenaran Utama; madhya-cakra tentang hapusnya hakikat pemisahan unsurunsur keberadaan atau ketiada-benaran; dan antya-cakra yang ajarannya membedakan unsur"unsur yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mencerminkan dan tidak mencerminkan Kebenaran Tertinggi. Telah diketahui bahwa Empat Kebenaran Utama merupakan dalil ajaran Buddha yang dilanjutkan dengan apa yang disebut Delapan Jalan"dari pemahaman ini gugus kedua dari JurusJurus Dharmacakra hanyalah melanjutkan pencapaian rangkaian jurus yang tersusun dalam gugus pertama; yakni bahwa kuolah suatu rangkaian empat jurus dengan delapan pengembangan pada masing-masing jurusnya, yang semuanya merupakan gerak tipu untuk mengecoh dan mengelabui lawan. Namun apabila pertarungan berlangsung lama dan memasuki jurus selanjutnya, apa yang kutemukan dari madhya-cakra dan antya-cakra akan membingungkan dan pada gilirannya menghabisi lawan. Perhatikan kalimat hapusnya hakikat pemisahan unsur"unsur keberadaan atau ketiada-benarannya. Apa maksud kalimat ini" Pertama ternyatakan adanya unsur-unsur keberadaan, jadi kita tidak mengetahui ada, yang kita bisa lakukan hanya menyepakati keberadaan unsur-unsur yang diandaikan sebagai adanya ada. Namun unsur-unsur keberadaan tadi berpasangan atau terlawankan, bahkan disamakan, karena disebut atau, yakni dengan ketiadabenaran. Tentu maksudnya ketiada-benaran tentang ada. Dengan kata hapusnya maka pemisahannya itulah yang dihilangkan, karena unsur-unsur ada dan tiada benar sebetulnya sama -dan karena ada tidak ketahui, apalagi tiada benar yang boleh juga ditafsir sebagai tiada karena berlawanan dengan ada. Bukan berarti ada dan tiada dihapuskan, meski keduanya tidak diketahui, melainkan ada dan tiada tidak dipisahkan. Dalam pemindahannya menjadi jurus silat, kurangkai suatu susunan tempat jurus yang satu menafikan jurus yang lain, bahkan menafikan jurusnya sendiri"dan tentu saja jurus seperti ini akan sangat membingungkan, tetapi adalah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kebingungan itu yang ditunggu dan dinantikan, karena memang akan membuka semua kelemahan. Perhatikan pula kalimat tentang antya-cakra yang berbunyi memperbedakan unsur-unsur keberadaan yang mencerminkan Kebenaran Tertinggi dari unsur-unsur yang tidak mencerminkannya. Dibandingkan dengan madhya-cakra, ini bagaikan kebalikannya, Kebenaran Tertinggi sebetulnya juga tidak mungkin diketahui tetapi seolah-olah terdapat unsur yang mencerminkan maupun yang tidak mencerminkannya, yang ternyata dapat dibedakan. Berarti yang dapat diketahui hanyalah unsur-unsurnya, sedangkan Kebenaran Tertinggi itu sendiri hanya dapat dicerminkan. Jadi, ini hanyalah perkara kesepakatan tentang cermin, bukan Kebenaran Tertinggi itu sendiri. Sama seperti madhya"cakra, Kebenaran Tertinggi hanyalah ada yang kedudukannya sama belaka dengan tiada benar-berarti semuanya tiada, kecuali terdapat perbincangan tentangnya. Semua ini tentu adalah penafsiranku, dalam rangka memindahkannya ke sebuah susunan jurus-jurus silat - dan aku memang telah melakukannya. Demikianlah gugus rangkaian jurus kedua ini adalah jurus-jurus yang berkembang dalam urutan, melalui suatu masa perpindahan yang bersumber dari prathama cakra, menuju ke suatu perubahan mendadak terdapatnya rangkaian jurus-jurus yang sating mengingkari, yang disambung oleh gagasan yang sama, tetapi dengan berbagai bentuk dan gerakan yang merupakan kebalikannya. Terpengaruh oleh pengertian Roda Dharma sebagai bentuk perputaran, maka Jurus-Jurus Dhar"macakra kemudian akan dikenal sebagai jurus-jurus yang akan terus membuat penggunanya berputar sembari memutari lawan. Hanya saja jika gugus rangkaian jurus-jurus yang pertama akan memutari lawan dalam lingkaran, maka gugus kedua akan memutarinya dalam bulatan. Tentu saja Jurus-Jurus Dharmacakra TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membutuhkan dukungan tenaga dalam, maupun kemampuan berfilsafat yang mencukupi bagi siapa pun yang bermaksud menguasainya. Demikianlah caraku melakukan pembayangan, menerapkan sebuah susunan rangkaian jurus-jurus yang mewakili pengertian dan pemahaman yang semula hanya bermain di dunia nalar. Pengertian dan pemahaman sebetulnya lebih berarti sebagai perbincangan atas gagasan-gagasan yang kubaca atau didengar dari guru-guruku, karena penafsiranku maupun guru-guruku itu tentu bukanlah jaminan yang akan mewakili Kebenaran Tertinggi itu, bukan" Apalagi jika memang hanya cermin Kebenaran Tertinggi itulah yang dapat kita perdebatkan. Itulah sebabnya aku mengolah susunan rangkaian jurus-jurus persilatan itu dengan semangat kegembiraan, karena benar atau salah bukanlah masalah yang akan dipertanyakan atau diujikan. Apa boleh buat, dalam dunia persilatan, satu-satunya ujian bagi ilmu silat adalah pertarungan-dan dalam pertarungan, suatu kegagalan hanya berarti kematian. Pendekatan seperti ini membuat ilmu silatku berkembang lebih cepat di banding para pendekar yang mengembangkan ilmu silat melalui pengamalalam. Para pendekar mengamati burung terbang, daun jatuh, kodok melompat, maupun kucing berkelahi untuk mendapatkan jurus-jurus andalannya, sehingga menjadi terkenal dalam dunia persilatan. Jurus Kucing Mabuk, Jurus Cakar Harimau, Jurus Monyet Menari, Jurus Tendangan Burung Bangau dan lain sebagainya - dan harus kuakui betapa jurus-jurus yang dibuat berdasarkn pengamatan terhadap alam sekitar adalah pencapaian mengagumkan. Pengamatan seperti itu bukan hanya membutuhkan ketekunan yang luar biasa melainkan juga kemampuan menafsir yang menuntut kecerdasan dalam menyusunnya sebagai jurus-jurus silat yang layak sebagai andalan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Setiap sebuah jurus baru dikenal dalam dunia persilatan, selalu diharapkan memberi kemungkinan baru, dan suatu jurus yang merupakan hasil pendalaman seperti itu memang kemudian akan mendapatkan kemasyhuran. Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Namun setelah mengembara dari perguruan yang satu ke perguruan yang lain, mempelajari cara belajar yang satu dan cara belajar yang lain, dari kampung ke kampung, dari gunung ke gunung, dari gua ke gua, dari kitab yang satu ke kitab yang lain, aku berkesimpulan bahwa meskipun pengamatan atas alam telah menghasilkan berbagai macam ilmu silat yang mencengangkan, cara untuk mempelajarinya dengan penalaran tidak kalah berguna untuk diandalkan-terutama dalam manfaatnya untuk menghemat waktu pembelajaran. Ini berarti seorang pelajar memang harus memegang kunci-kunci penalaran kepada seorang guru ia tidak mesti belajar bertahun-tahun dengan penuh penghayatan, dan apalagi pengabdian-karena seorang guru kadang-kadang juga memeras dan memanfaatkan wibawa untuk kepentingan pribadi-melainkan belajar dengan suatu pendekatan tertentu untuk menyerap ilmu. Seorang pelajar yang menyerap ilmu dengan kunci-kunci penalaran akan memberi perhatian besar kepada kerangka suatu ilmu secara keseluruhan, dan yang lebih penting adalah menemukan apakah terdapat suatu pemikiran tertentu di baliknya, yang berhubungan langsung dengan pembentukan ilmu silat tersebut. Pemikiran di balik ilmu silat menentukan bentuk ilmu silatnya dan suatu pemikiran sangat ditentukan oleh lingkungan tempat pemikiran itu dilahirkan. Kunci-kunci penalaran akan mampu menyerap ilmu silat yang sama tanpa harus mengulang pengalaman seorang penemu dan melepaskannya dari lingkungan asal-usul lahirnya suatu ilmu. Tidak berarti bahwa suatu pengalaman dalam pelajaran ilmu s ilat dapat dilupakan, justru pengalaman itu sendiri tetap TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ perlu, untuk menghayati yang pada mulanya masih diserap melalui penalaran-namun pengalaman dan penghayatannya bukanlah secara alamiah, melainkan pengalaman dan penghayatan yang mendasarkan diri kepada kunci-kunci penalaran. Seorang pelajar yang menyerap ilmu dengan kunci"kunci penalaran akan memberi perhatian besar kepada kerangka suatu ilmu secara keseluruhan, dan yang lebih penting adalah menemukan apakah terdapat suatu pemikiran tertentu di baliknya, yang berhubungan langsung dengan pembentukan ilmu silat tersebut. Pemikiran di balik ilmu silat menentukan bentuk ilmu silatnya, dan suatu pemikiran sangat ditentukan oleh lingkungan tempat pemikiran itu dilahirkan. Kunci-kunci penalaran akan mampu menyerap ilmu silat yang sama tanpa harus mengulang pengalaman seorang penemu, melepaskannya dari lingkungan asal-usul lahirnya suatu ilmu. Tidak berarti bahwa suatu pengalaman dalam pelajaran ilmu silat dapat dilupakan, justru pengalaman itu sendiri tetap perlu, untuk menghayati yang pada mulanya masih diserap melalui penalaranonamun pengalaman dan penghayatannya bukanlah secara alamiah, melainkan pengalaman dan penghayatan yang mendasarkan diri kepada kunci-kunci penalaran. Pendekatan kepada ilmu silat yang semacam ini membuka jalan kepadaku untuk mengolah gagasan tentang Ilmu Bayangan Cerminoyakni bahwa aku dapat menyerap dan menguasai suatu ilmu silat ketika menghadapinya dalam suatu pertarungan, bahkan kemudian dapat langsung menggunakannya untuk menghadapi lawan tersebut dalam bentuk yang telah kukembangkan dan tidak akan mampu diatas inya. Namun kemampuan semacam itu tidak kucapai dalam semalamoaku hanya ingin menunjukkan sementara ini, betapa kunci-kunci penalaran berperan menentukan dalam percepatan pembelajaran, meski tidak berarti telah mencakup segalanya. Ilmu silat adalah suatu seni, yang memang dapat TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menjadi indah dalam peragaan, tetapi hanya akan teruji keunggulannya dalam pertarungan. Sedangkan dalam pertarungan silat tingkat tinggi, ruang dan waktu tak cukup lagi bagi penalaran. Itulah sebabnya kunci-kunci penalaran hanyalah suatu awal dari tindak peleburan seorang pendekar dengan ilmu silat yang dipelajarinyaodan peleburan hanya akan berlangsung ketika olah penalaran dalam kepala terjelmakan dalam gerakan. Semua ini terhela oleh pembayangan. Ibarat jalan kehidupan terhela oleh impian dan cita-cita, demikian pula gagasan dan pemikiran terjelma sebagai ilmu silat karena terhela oleh suatu pembayangan. (Oo-dwkz-oO) NAMUN pembayangan yang berada di dalam kepalaku sekarang bukanlah kerangka suatu ilmu silat, bahkan, masih bisakah aku menyebutnya sebagai pembayangan, jika kepalaku belakangan ini hanya terisi oleh bayangan yang datang dari masa lalu" Aku sudah hidup selama seratus tahun dan itu berarti aku memiliki setidaknya seratus tahun pengalaman yang menjelma sebagai bayangan nan berhinggahingga banyaknya. Apakah yang harus kulakukan dengan bayangan-bayangan masa lalu itu" Kubiarkan lewat percuma, ataukah membuatnya jadi agak berguna" Meskipun sebagai orang persilatan hidupku selalu disibukkan oleh pembelajaran ilmu silat dan pertarungan, sudah lama aku menyimpan kekaguman terhadap kemampuan penulisan. Bahkan setelah Yawabumi memiliki huruf-hurufnya sendiri, sejak aku mengenal dunia tidak kulihat terlalu banyak orang mampu membaca dan menulis, apakah itu menulis untuk menyalin, apalagi menuliskan pikiran"pikirannya sendiri. Namun dalam pengembaraanku pernah kujumpai seorang pendekar tak terkalahkan yang disebut sebagai Pendekar Huruf Berdarah, tak lain karena seluruh jurus -jurusnya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sebetulnya adalah penulisan huruf-huruf yang dilakukan dengan pedang. Tentu saja jurus -jurus semacam itu sama sekali tidak dikenal dan tidak dapat diduga gerakannya, sehingga memang telah memakan banyak sekali korban. Siapa pun yang ingin melawan dan melumpuhkannya haruslah mampu membaca dan juga menulis, dan karena itu akan mengenal gerakan pedangnya. Namun para pendekar banyak sekali yang buta huruf, bahkan ilmu persilatan jarang mereka pelajari dari kitab, melainkan selalu langsung dari seorang guru. Hanya mereka yang benar-benar tekun dan sungguh-sungguh ingin mendalami ilmu silat, dan tidak sekadar gemar bertarung, akan menekuni gerakan silat juga dari sebuah kitab se lain dari seorang guru, bahkan juga belajar membaca agar mampu melacak pemikiran di balik lahirnya sebuah ilmu silat, tetapi memang tidak terlalu banyak pendekar seperti ini, bahkan jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Tidak aneh jika Pendekar Huruf Berdarah tidak terkalahkan. Aku pernah menyaksikan pertarungannya yang memang terbuka untuk disaksikan orang banyak, karena penantangnya menyebar pengumuman dari mulut ke mulut bahwa kali ini Pendekar Huruf Berdarah akan dikalahkan. Penantang itu bergelar Mahasabdika yang artinya memang orang berilmu, bahkan juga berarti berpengetahuan tentang kata-kata -dan ia mengaku telah menemukan apa yang disebutnya sebagai "kunci kematian". Pendekar Huruf Berdarah. Adapun Mahasabdika pantas mendapatkan gelarnya, selain karena dirinya sendiri belum terkalahkan, pendekar ini juga dikenal sebagai penulis kitabkitab ilmu silat, apakah itu ilmu silat yang diakuinya sebagai ciptaan sendiri, maupun salinan dari ilmu-ilmu silat yang lain. Layaklah tentu ia mendapatkan gelar itu, terutama pada masa ketika kemampuan membaca dan menulis sangatlah langka, dan kitab-kitab ilmu silat bukan sesuatu yang bisa didapatkan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dengan terlalu mudah. Bagi banyak perguruan, kitab-kitab ilmu silat bahkan dianggap sebagai pusaka yang harus dijaga kerahasiaannya, dan hanya melalui seorang guru kandungan ilmunya bisa diajarkan, itu pun kepada murid"murid pilihan, yang untuk diterima sebagai pewaris ilmu harus melalui berbagai macam ujian berat yang tidak selalu tertahankan. Bukankah tiada mengherankan jika Mahasabdika menjadi kaya karena kitab-kitab ilmu silat yang diperjual belikannya" Memang menjadi pertanyaan banyak orang di sungai telaga dunia persilatan, bagaimana Mahasabdika seolah-olah memiliki kitab-kitab ilmu silat yang manapun untuk disalin dan dijualnya. Memang benar pernah terjadi seorang pendekar yang sangat miskin telah menjual kitab ilmu silat warisan perguruannya yang sudah tutup kepadanya, tetapi peristiwa seperti ini jarang sekali karena kitab-kitab ilmu silat diperlakukan sebagai pusaka. Pernah kudengar desas-desus yang beredar bahwa Mahasabdika bukan hanya sanggup membayar mahal kitab-kitab ilmu s ilat terbaik yang ditawarkan kepadanya, melainkan telah pula mendorong usaha mendapatkannya dengan segala cara, termasuk dengan membayar siapapun yang berhasil mencurinya! Maka, kunci kematian macam apakah kiranya yang diandalkan Mahasabdika untuk mengalahkan Pendekar Huruf Berdarah" Mereka telah berhadapan di sana. Mahasabdika berbusana mewah. Kain yang menutupi tubuhnya jelas sutra yang bahkan tidak terdapat di pasar. Ia tinggal di Y awabumi, tetapi busananya kemudian akan kuketahui sejenis dengan busana Naga Emas, busana para pendekar Negeri Atap Langit yang disebut Tiongkok. Mahasabdika bahkan juga mengenakan apa yang disebut sebagai sepatu. Hanya saja jika busana Naga Emas terbuat atas kain sutra keemas-emasan, maka busana Mahasabdika adalah keperak-perakan -seperti busana sutra pada umumnya, bahkan ikat kepala pada gulungan rambut di kepalanya pun dari bahan kain yang sama. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Hawa sangat panas dan kulihat Mahasabdika kegerahan. Di Negeri Tiongkok terdapat musim dingin, tetapi di Yawabumi busana sutra dalam pertarungan di alam terbuka akan membuat pemakainya berkeringat kepanasan. Puteri-puteri kerajaan memang mengenakannya, tetapi dengan punggung, bahu, dan dada terbuka. Sebagai pendekar ia te lah melakukan kesalahan karena lebih mementingkan keindahan dalam pemilihan busana, bukan demi kemudahannya jika terlibat pertarungan. Mungkinkah ia terlalu yakin akan memenangi pertarungan untuk disaksikan banyak orang karena telah memegang kunci kematian Pendekar Huruf Berdarah" Ia telah siap di sana, dengan sebilah pedang lurus panjang yang putih berkilat keperak-perakan. Ia tampak gagah dalam usia 40 tahun, tubuhnya langsing dan wajahnya tampan, dengan janggut kelimis dan kumis tipis di atas bibirnya, tersenyum-senyum tenang dan tampak siap untuk mendapatkan pengakuan. Sebaliknya Pendekar Huruf Berdarah tampak sangat sederhana, hanya mengenakan kain lusuh sebatas pinggang, kaki tak beralas, dan memegang sebilah kelewang berkarat, yang konon hanya dipinjamnya dari seorang pemilik kedai di tempat ini, hanya beberapa saat sebelum memasuki gelanggang. "Kalau aku mati, kelewang ini tentu tidak akan diambil oleh Mahasabdika," katanya, "sebelumnya terima kasih banyak telah meminjami aku." Ia sengaja memilih kelewang yang sudah berkarat, karena kelewang itulah yang sudah tidak dipakai. Kuduga ia berusia 60 tahun. Tubuhnya pendek dan gempal, seluruh rambutnya sudah memutih, begitu pula kumis dan janggutnya yang melambai-lambai tak teratur. Rambutnya yang sudah jarang dibiarkannya terurai, yang juga melambailambai tertiup angin. Ia memasuki gelanggang dengan tenang. Orang-orang tampak tegang. Namun saat itu seekor ayam TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ jantan memasuki gelanggang dan seorang anak perempuan berlari-lari mengejarnya, tak tahu menahu peristiwa yang sedang berlangsung di gelanggang ini. "Blirik! B lirik! Mau ke mana" Jangan lari!" Orang-orang terkesiap. Mahasabdika tampak terganggu dan kesal, ia menggerakkan pedangnya seperti akan melakukan sesuatu, apakah membunuh ayam atau anak perempuan itu. Namun Pendekar Huruf Berdarah berkata dengan tegas. "Biarkan anak itu, kita telah menggunakan tempat bermainnya...." Mahasabdika menelan ludah Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo seperti menelan kemarahannya sendiri, mengelus sisi datar pedangnya seperti menjanjikan darah untuk hari ini. Tanpa menunggu waktu lagi, begitu ayam dan anak perempuan itu keluar gelanggang, Mahasabdika segera melesat ke arah Pendekar Huruf Berdarah. Tubuhnya segera lenyap menjadi bayangan keperakan dan ujung pedangnya bagaikan menjadi selaksa, menghunjam ke arah Pendekar Huruf Berdarah dari segala jurusan. "Aku telah mempelajari semua huruf untuk mengunci jurus -jurusmu, wahai Pendekar Huruf Berdarah," ujar Mahasabdika. Mendengar kalimat itu Pendekar Huruf Berdarah hanya tertawa terkekeh-kekeh. Ia segera ikut lenyap menjadi bayangan dan mulailah bisa disaksikan oleh yang mampu mengikuti kecepatannya keistimewaan Pendekar Huruf Berdarah, yakni bahwa terlihat kelebat huruf-huruf yang dibuat oleh kelewang, huruf-huruf yang biasanya telah membelah tubuh lawan-lawannya. Segera terlihat huruf-huruf ta, pa, ma, ra, dan sa79 menggulung bayangan keperakan Mahasabdika. Namun inilah yang dimaksud Mahasabdika sebagai kunci-kunci untuk TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menutup jurus -jurus ampuh Pendekar Huruf Berdarah, yakni memainkan pedangnya membentuk huruf-huruf yang sama! Maka di antara kelebat gulungan dua bayangan terlihat bentukan huruf ta yang dipapas huruf ta, bentukan huruf pa yang dibentur huruf pa, bentukan huruf ma yang digasak huruf ma, bentukan huruf ra yang disambar huruf ra, dan bentukan huruf sa yang kelebatnya terbentengi huruf sa. Di antara kelebat huruf-huruf dan udara mendesau itu terdengar suara-suara benturan pedang dan kelewang yang berdentangdentang cepat sekali disusul oleh kilatan lentik-lentik api. "Hahahaha! Keluarkan semua hurufmu Pendekar Huruf Berdarah!" Kuperhatikan sejak tadi Pendekar Huruf Berdarah memainkan jurusnya yang serupa huruf-huruf Pallawa baku, dan kini mengulanginya dalam corak huruf Pallawa yang mengalami perkembangan di Yawabumi. Tampaklah Mahasabdika menjadi kerepotan karena meski huruf-huruf itu tampaknya sama selalu ada saja perbedaannya dan tangkisannya menjadi tidak terlalu tepat lagi. Terdengar bunyi kain robek dan terlihat darah muncrat di udara, gerakan Mahasabdika menjadi pelan dan terlihat ia dikepung kelebat bayangan huruf-huruf dengan busana sutra yang telah bersimbah darah. Meski begitu pengenalannya atas huruf-huruf yang selalu dimainkan berurutan dan diulangulang oleh Pendekar Huruf Berdarah membuat ia masih bisa menangkis serangan, dan tampaknya pertarungan masih akan berlangsung lama. Terdengar tawa Pendekar Huruf Berdarah terkekeh"kekeh. "Kunci kematian" Wahai Pendekar Mahasabdika?" Lantas ia berkelebat lebih cepat mengitari Mahasabdika sambil memainkan kelewangnya, ia telah mengganti huruf Pallawa dengan huruf yang agaknya tidak dikenal Mahasabdika! Kuperhatikan itulah huruf-huruf seperti yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dituliskan I-t'sing dan pernah kupelajari juga. Sebisa mungkin kuikuti susunan huruf-hurufnya yang ternyata berbunyi: seperti bayangan bambu menyapu tangga batu tanpa menggeser debu Setelah itu terkaparlah Mahasabdika dengan tubuh nyaris telanjang. Segenap huruf yang membentuk puisi itu meninggalkan luka-luka panjang di sekujur tubuhnya, huruf satu dengan huruf yang lain saling bertumpuk, membuat lukalukanya semakin dalam. Sebuah kelewang menancap tegak lurus pada jantung pendekar itu, menancap dalam-dalam sampai menembus tanah dan hanya terlihat gagangnya. Tidak terlihat lagi Pendekar Huruf Berdarah, dan sampai hari ini pun kabarnya tidak ada lagi. Namun dari peristiwa ini aku telah mendapat pelajaran: Mahasabdika memang mempelajari huruf-huruf, tapi ia tidak mempelajari kalimatnya. Pendekar Huruf Berdarah semula memainkan jurus -jurus hurufnya secara lepas, tetapi ketika Mahasabdika ternyata mampu menangkisnya, ia mengeluarkan huruf yang lain, itu pun dalam suatu rangkaian kalimat yang tentu telah dilatih dan dikuasainya lebih dulu. Meskipun seandainya Mahasabdika menguasai huruf seperti yang digunakan I-t'sing itu, ia belum tentu mengenal kalimatnya. Peristiwa inilah yang membuat aku berpikir bahwa penguasaan terbaik ilmu silat tidak akan dimungkinkan tanpa mempelajari pemikiran di baliknya. Pendekar Huruf Berdarah telah meminjam kalimat ajaran Dao80, yang memang berasal dari tempat yang sama dengan huruf"huruf yang telah diolahnya menjadi jurus silat. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Mahasabdika tidak mengenal jurus maupun kalimat itu, sehingga meskipun ia telah mempelajari hampir semua kitab ilmu silat, perlawanannya tidak cukup untuk melawan ilmu silat yang diolah Pendekar Huruf Berdarah sendiri. Tidak pernah kupikirkan betapa ketidakmampuan mengenal huruf dapat berakibat kematian, bahkan bagi seorang pendekar berpengetahuan kata-kata seperti Mahasabdika... (Oo-dwkz-oO) PERISTIWA itu terjadi tahun 796, pada masa kekuasaan Rakai Panunggalan yang akan berakhir tahun 803. Usiaku masih 25 tahun, belum setahun melakukan pengembaraan, dan belum memiliki Ilmu Bayangan Cermin. Aku akan mengembara di rimba hijau selama dua puluh lima tahun sebelum mengakhirinya dengan Pembantaian Seratus Pendekar. Aku meninggalkan dunia persilatan pada usia 50 tahun dan meleburkan diri dalam kehidupan sehari-hari selama dua puluh lima tahun berikutnya. Pada usia 75 tahun kutinggalkan dunia ramai dan tenggelam dalam renungan dan meditasi. Dua puluh lima tahun kemudian, dalam usia 100 tahun suatu regu pembunuh memasuki gua dan bermaksud mengakhiri riwayatku, meninggalkan teka-teki yang jawabannya hanya dapat kuduga-duga saja. Aku berusaha mengerti dan untuk itu aku harus menguraikan segala sesuatunya satu persatu. Apakah aku harus menyelusuri kembali segenap masa laluku" Apakah aku harus menuliskan riwayat hidupku" Aku tidak tahu bagaimana tulisanku itu nanti akan mampu menjawab persoalanku, aku hanya berpikir, jika penulisan itu tidak akan langsung berguna untukku, mungkinkah dengan suatu cara seseorang akan dapat memanfaatkannya, dan secara tidak langsung memecahkan persoalannya" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Masalahnya, apakah aku mampu" Dalam hubungannya dengan ilmu silat aku memang mampu membaca, bahkan mengenal beberapa macam huruf dan bahasa, tidak asing pula dengan pekerjaan menyalinnya. Namun menjadi seorang penulis dengan gagasan yang berasal dari diri sendiri adalah perkara lain, setidaknya aku belum pernah melakukannya. Aku ragu-ragu, betapapun aku bukan seorang penulis dan tidak pernah membayangkan diriku akan menulis sesuatu dengan kesadaran akan dibaca. Apakah umur 100 tahun tidak terlalu tua untuk memulai sesuatu yang baru" Di depanku masih tergeletak sebuah pengutik, semacam pisau kecil untuk menulis di atas lontar. Aku telah lebih dulu memberi garis-garis pada lontar itu dengan penggaris, yang terbuat dari benang yang terikat pada dua batang bambu. Setelah diberi garis, baru kemudian lontar siap menerima tulisan, yang digoreskan oleh pengutik itu.81 Aku masih termangu. Darimana aku akan mulai menulis" Kulihat sekeliling, sebentar kemudian aku mulai menggoreskan pengutik itu. (Oo-dwkz-oO) Episode 21: [Sepasang Naga dari Celah Kledung] SEBERAPA jauh seseorang mampu mengingat kembali masa lalunya" Bagaikan melayang dan meluncur dalam sebuah lorong waktu yang kelam tetapi memberikan gambargambar masa lalu yang berkelebatan aku berusaha menggapai masa laluku yang terjauh sangat jauh dan tidak bisa lagi lebih jauh-tetapi bagaimanakah bisa dipastikan bahwa kenanganku merupakan kenyataan yang boleh dianggap dan diandaikan setidak-tidaknya mendekati kebenarannya jika kebenaran itu disepakati memang ada" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Seperti apakah masa laluku yang telah seratus tahun berlalu" Ketika melayang dan meluncur di dalam lorong waktu itu aku merasa setiap kali harus menghindari sambaran golok, tusukan tombak, gebukan toya, dan lecutan cambuk berduri. Masa lalu macam apakah kiranya yang penuh dengan desingan pisau terbang, desisan jarum-jarum beracun, dan bunyi logam beradu yang berasal dari benturan dua pedang" Ini masih terlalu sering ditambah suara-suara jeritan manusia yang terluka, jeritan terakhir yang mengantarkan mereka ke gerbang kematian. Itukah masa laluku, itukah jumlah keseluruhan dari hidupku" Mungkinkah aku telah mengarungi lorong waktu yang keliru" Namun tiada lorong waktu lain yang terdapat dalam urat syaraf kenanganku selain kehidupan yang kualami sendiri bukan" Dari kelam ke kelam aku meluncur dan memburu masa laluku, sampai dimuntahkan oleh lorong waktu itu ke dalam sebuah gerobak yang dilarikan seekor kuda. Aku hanya mengingat suara hiruk-pikuk dan guncangan dahsyat karena gerobak itu dilarikan di atas jalanan berlubang dan berbatu-batu. Aku merasa tidak berdaya. Dunia bagaikan suatu guncangan yang dahsyat -itukah sebabnya peristiwa ini menjadi tonggak kenangan terjauhku" Guncangan dahsyat berlangsung dalam kegelapan dan teriakan-teriakan membahana. Sayup-sayup kudengar jeritan seorang perempuan. Demikianlah, dunia yang berguncang, jeritan dalam kegelapan, dan teriakan keras menakutkan telah menjadi awal kenanganku -dan meski tentunya aku telah dilahirkan lebih dulu, aku merasakan peristiwa itulah yang sebetulnya melahirkan aku, yakni aku yang menyadari dunia di sekelilingku. Apakah aku masih bayi" Namun pasti aku belum bisa berjalan apalagi berlari. Barangkali aku berada dalam dekapan seorang perempuan sebelum gerobak itu me laju cepat dan berguncang di atas jalan yang berlubang dan berbatu-batu. Gerobak itu tentunya terguncang miring bolak balik dari kiri ke kanan dan terlempar naik ketika melindas tonjolan batu dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ terjerembab turun ketika melewati lubang, sungguh dunia berguncang-guncang karena kuda yang berlari ketakutan tidak mau berhenti. Apakah yang telah terjadi" Kenangan sering merupakan keajaiban, bukan karena kita sering teringat, bahkan teringat sesuatu terus menerus, melainkan karena peristiwa yang tidak pernah teringat seumur hidup suatu ketika menyeruak dalam kenangan setelah lama sekali berlalu, bahkan begitu lamanya sampai tidak dapat kita kenali lagi-benarkah ini sebuah peristiwa yang kualam i" Aku berada dalam dekapan seorang perempuan, sebelum kemudian aku terlepas terguncang-guncang terlempar ke sana kemari. Apakah perempuan itu sedang menyusuiku" Apakah dia ibuku" Kurasakan hangat pada wajahku, yang kelak tampaknya selalu diceritakan kepadaku sebagai cipratan darah yang membuat wajahku menjadi merah. Selalu kuingat kalimat itu. "Waktu aku masuk ke dalam gerobak, wajahnya sudah bersimbah darah." Siapakah yang mengatakan itu" Aku sudah pernah mendengarnya. Kemudian aku merasa berpindah dari gerobak itu dan tersapu dingin angin ma lam-agaknya seseorang telah menyambar dan mendekapku, membiarkan kuda tetap berlari membawa gerobak itu entah ke mana, yang kemudian ternyata meluncur ke dalam jurang. Dalam dekapan aku masih terguncang-guncang, tetapi merasa aman dan terlindung, meski terus menerus terdengar suara berdentang-dentang dari golok yang beradu. "Ketika kami tiba, gerobak itu sudah berlari kencang sekali di atas jalan yang berlubang dan berbatu-batu. Kami dengar tangis bayi dan kami lihat sejumlah orang me lompat dari kuda ke dalamnya-orang itu terlempar keluar dengan belati di dadanya. Namun seorang yang lain telah membunuh sais gerobak itu, yang kemudian jatuh ke tepi jalan, dan ia kemudian juga masuk ke gerobak itu. Dialah tentunya yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membacok perempuan pembawa bayi itu, karena tidak ada Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo orang lain lagi di dalam gerobak... "Rasanya muak sekali melihat peristiwa itu, dari atas tebing aku langsung me lompat dari kuda dan mendarat dengan ringan di atas gerobak, begitu juga suamiku, ia langsung menyerang orang-orang berkuda di luar gerobak. Kutarik dan kulempar keluar orang yang berada di dalam gerobak, ia te lah memapas leher perempuan itu dan darahnya itulah yang membasahi wajah si bayi. "AKU melompat keluar gerobak yang terus melaju, orang yang tadi terlempar keluar berusaha membacokku dengan golok hitam, tetapi aku membalikkan punggungku ke samping badannya sehingga bacokannya luput, dan aku menusukkan pedangku ke lambungnya tanpa menoleh lagi, dan pedang itu harus segera kucabut untuk menangkis serangan beberapa orang sekaligus-menimbulkan suara berdentang-denting yang selalu diiringi lentik api. "Dengan bayi di tangan kiriku yang terus menerus menangis aku tidak bisa bergerak bebas. Orang-orang ini ternyata perampok, tetapi bukan sembarang perampok, karena mereka rupanya orang-orang mursal, yakni bekas tentara, pengawal, ataupun orang-orang yang setia kepada raja-raja kecil yang telah diperangi Rakai Panamkaran -mereka tidak sudi menjadi mendukung kemaharajaan Panamkaran, dan karenanya membuat kekacauan di mana-mana. Kadangkadang karena memang harus menyamun dan membegal untuk bertahan, tetapi yang terpenting adalah membuat kekacauan untuk meruntuhkan wibawa Mataram. "Itu sebabnya bekas-bekas tentara kerajaan kecil yang kalah ini juga tidak mudah ditundukkan. Mereka semua mahir dalam olah senjata, apalagi jika bergerak bersama sebagai pasukan, karena terlatih dalam berbagai pertempuran. Maka aku dan suamiku bergerak cepat mengurangi jumlah mereka dengan memojokkannya satu persatu. Sebaliknya aku dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ suamiku yang mendapat gelar Sepasang Naga dari Celah Kledung kembali bisa bergerak berpasangan dan segera menghabisi mereka dengan pedang kami. "Sementara kami bertarung, aku berpikir apakah keluarga pengendara gerobak adalah korban kejahatan seperti biasa, seperti mereka yang berkemungkinan jadi korban jika melalui jalur perdagangan dalam perjalanannya, ataukah mereka memang dianggap musuh oleh orang-orang yang memursalkan diri mereka sendiri itu. Orang-orang mursal ini disatu pihak mengganggu, tetapi di lain pihak kehadirannya disyukuri pihak penguasa tersebut, karena sangat mungkin untuk dipersalahkan bagi segala masalah di dalam kerajaan sendiri. "Sekitar tiga puluh orang yang mengepung dan memburu gerobak itu kami tamatkan riwayatnya satu persatu. Kami mengandalkan Jurus Naga Kembar yang terbukti menyelesaikan pertarungan dengan cepat. Meski tangan kiriku menggendong bayi, tangan kananku masih mampu memainkan pedang dengan unggul, yang bersama pedang suamiku telah berlaku bagaikan dua pasang taring naga dalam Jurus Naga Kembar itu. Seharusnya masing-masing dari kami memegang dua pedang pada kedua tangan untuk kesempurnaan jurus tersebut. Namun meski jauh lebih besar jumlahnya, orang-orang mursal ini tidak memiliki jurus-jurus yang merupakan penemuan baru, sehingga cara mengatasinya pun tidak terlalu sulit. Hanya karena membawa bayi, dan setiap orang bagaikan hanya berpikir untuk membunuh bayi itu tanpa memikirkan keselamatannya sendiri, maka kadangkadang kami menemui kesulitan menghadapi jurus-jurus yang sama sekali bukan-jurus melainkan sekadar pembacokan bertubi-tubi yang asal-asalan... Catatan: 1) Raja Sanjaya, yang memerintah pertama kali di kerajaan Mataram, memulainya dengan melakukan peperangan dengan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya. Raja Panamkaran, agaknya, juga memerintah dalam situasi persaingan hingga pertengahan abad IX. Patut diduga, banyak negara kecil yang saling bersaing untuk memperoleh kedaulatan tertinggi di wilayah Jawa Tengah pada saat itu. Dalam Rahardjo, op.cit., h. 64. Sementara prasasti Balinawan menyebutkan, peristiwa perbanditan yang disebut dalam prasasti itu terjadi pada waktu tidak ada raja di kerajaan Mataram. T idak adanya raja terungkap dalam prasasti Wanua Tanah III yang berangka tahun 830 Saka (908 M). Rakai Gurunwangi naik tahta pada bulan Magha tahun 808 Saka (886 M), tetapi sebulan kemudian, dalam bulan Phalguna, ia meninggalkan istana, sehingga "dunia tiada pemimpinnya" (anayaka ta ikanan rat rikan kala), baru pada 816 Saka (894 M) Rakai Watuhumalang (Wungkalhumalang) naik tahta. Delapan tahun lamanya kerajaan Mataram tidak diperintah seorang maharaja. Sudah barang tentu keadaan pemerintahan kacau; penguasa daerah dapat berbuat semaunya-suatu keadaan yang memberi peluang para rampok, garong, kecu, dan segala macam oknum yang tidak bertanggungjawab untuk merajalela. Melalui Boechari, "Perbanditan di Dalam Masyarakat Jawa Kuna", Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV (1986), h. 174. Jika Pendekar Tanpa Nama berusia 100 tahun, berarti peristiwa ini sekitar tahun 771 M, masa pemerintahan Rakai Panamkaran. 2) Nama "Kledung" diambil dari artikel Boechari: "Perbanditan memang biasanya merajalela di daerah-daerah terpencil, di daerah perbukitan, di daerah perhutanan atau di daerah muara sungai yang berdelta (Hobsbawm, 1972, h. 21), lebih-lebih kalau di daerah-daerah itu ada jalan perdagangan. Kondisi semacam itu sesuai benar dengan apa yang disebutkan di dalam prasasti Mantyasih. Desa Kuning terletak di lereng gunung Sindoro atau Sumbing, dan di situ ruparupanya sejak dahulu kala ada jalan di "celah Kledung" yang menghubungkan dataran Kedu dengan Wonosobo, yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/melalui Garung (nama kuna) dan pegunungn Dieng dapat terus ke pantai utara di daerah Pekalongan; atau ke barat melalui Banjarnegara masuk daerah Banyumas terus ke Galuh.", dalam Boechari, ibid., h. 174. "BETAPAPUN mereka semua akhirnya tumbang. T iga puluh mayat bergeletakan. Tiga puluh satu sebetulnya, karena jenazah sais gerobak itu juga terdapat di antara mereka. Ke manakah kuda berlari membawa gerobak itu" Sambil menaiki kuda kami yang telah turun sendiri dari atas tebing, kami mengikuti jejaknya dan ternyata gerobak itu telah meluncur memasuki jurang. Dalam kegelapan kami tetap turun ke bawah perlahan-lahan karena mengkhawatirkan nasib perempuan di dalam gerobak itu. "Kami mendapatkan gerobak itu telah menjadi berantakan di dasar jurang, tertutup dan nyaris tak dapat kami temukan di balik semak-semak terlebat yang tak pernah tersentuh tangan manusia. Kami menemukan perempuan yang semula kami kira ibu dari bayi tersebut, ia sudah tidak bernafas dan keadaannya sangat mengenaskan-suamiku mengangkatnya ke atas dengan susah payah, bayinya masih berada dalam dekapanku. "Sesampainya di atas, di tepi jalan, kami menjajarkan kedua jenazah penumpang gerobak tersebut. Hanya mereka berdua yang jenazahnya nanti kami perabukan dengan khusyuk. Busana mereka sangat sederhana dibanding kain sutra bersulam benang emas yang membungkus bayi itu, tetapi yang kemudian terkotori oleh cipratan darah. Kedua orang itu, lelaki dan perempuan yang tidak kami ketahui merupakan suami istri atau bukan, mengenakan pakaian dari bahan kain katun yang menutupi dada sampai ke bawah lutut, serta membiarkan rambutnya terurai. Pada pinggang perempuan itu melingkar sebuah tali tempat gantungan kantung kulit, dari dalamnya tersembul selembar lontar yang kami baca tulisannya: Tolong selamatkan putra kami. Dari TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ cara penulisannya kami ketahui bahwa surat ini ditulis dalam keadaan tergesa-gesa. "Melihat gambar kura-kura di atas teratai pada kantung kulit, kami kira kantung dan tali itu juga merupakan bagian dari perlengkapan bayi tersebut, yang barangkali sebetulnya masih banyak lagi di dalam gerobak, jika kemudian tidak menjadi hancur dan tercerai berai ketika menggelinding masuk jurang. Kuda yang kami temukan masih hidup telah dibunuh oleh suamiku untuk mengakhiri penderitaannya. Bayi itu masih menangis, sebagian wajahnya yang terciprat darah kuseka dengan kain sete lah mencelupkannya ke dalam genangan air hujan di atas daun talas dari semak-semak di tepi jalan. "Siapakah bayi ini" Jika yang membawanya ternyata bukan orangtuanya, bahkan bukan suami istri pula, bagaimanakah caranya melacak asal usulnya" Kain sutra bersulam benang emas maupun kantung kulit jelas menunjukkan betapa varna bayi tersebut berbeda dari perempuan dan lelaki yang telah berusaha menyelamatkannya itu. Bayi ini jelas berasal dari keluarga bangsawan, hidungnya mancung, matanya tajam dan dalam, kulitnya putih, tulang-tulangnya pun bagus sekali, pertanda lahir dari keluarga yang sangat sehat makanannyatetapi melacaknya akan sulit, mengingat terlalu banyaknya keluarga istana kerajaan-kerajaan kecil yang tercerai berai setelah ditempur oleh Rakai Panamkaran, bahkan jika diketahui bayi ini asal-usulnya mengarah kepada suatu kejelasan atas darah kebangsawanannya, tidakkah ini justru sangat berbahaya bagi keselamatannya" Catatan: 3) Disebutkan dalam Berita Tiongkok dari masa Dinasti Sung (960-1279), bahwa penduduk Jawa memelihara ulat sutra dan membuat/menenun kain sutra halus, sutra kuning, dan baju dari katun. Tahun 992 raja Maharaja mengirimkan utusan ke Tiongkok dengan membawa persembahan antara TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ lain permata, mutiara, sutra yang disulam bunga-bungaan, sutra yang disulam benang emas, sutra berwarna-warni, kayu cendana, barang-barang dari kapas berbagai warna, emas, tikar rotan dengan hiasan dan kakaktua putih. Selain itu dikatakan bahwa raja Jawa rambutnya disanggul, memakai krincingan emas, mantel dari sutra dan sepatu kulit. Adapun rakyatnya membiarkan rambutnya terurai dan memakai pakaian yang menutupi tubuhnya dari dada sampai ke bawah lutut (Groeneveld, 1960: 16-7), melalui Edhie Wurjantoro, "Widihan dalam Masyarakat Jawa Kuna Abad IXXI M" dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV (1986), h. 197. Meskipun peristiwa yang sedang diceritakan berlangsung satu dan dua abad lebih awal dari tahun-tahun terbahas, data yang sama diandaikan oleh penulis sebagai mungkin, karena peradaban yang tercatat mungkin saja telah berlangsung lama, dan perubahan dari abad ke abad masih cukup lamban. "MESKIPUN begitu, peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar. Jika orang-orang mursal yang kini berperan sebagai rampok dan begal yang mengepung negeri memang memburu bayi ini, tidak mungkin keluarganya berada di pihak yang dimusuhi Panamkaran. Mungkinkah bay i ini justru berasa l dari keluarga bangsawan yang memegang kekuasaan sekarang" Inilah pertanyaan yang sulit dijawab, apakah perampokan berlangsung karena mereka menganggap terdapat barangbarang dagangan di dalam gerobak" Ataukah berbau pembunuhan dalam suasana permusuhan yang berlangsung demi berbagai kepentingan di seantero Yawabumi bagian tengah ini?" (Oo-dwkz-oO) BEGITULAH kenangan terjauh yang kukenal hanya sebagai dunia kegelapan yang berguncang dan penuh dengan teriak bentakan serta bunyi logam berdentang-dentang yang berasal dari perbenturan pedang kemudian terkukuhkan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ibuku, perempuan yang kusebut ibuku, tidak menunggu waktu terlalu lama untuk menceritakan peristiwa yang dialam inya tersebut kepadaku. Tidak lama artinya sampai umurku mencapai 15 tahun, ketika pasangan suami istri yang selama ini bersikap, berlaku, dan memang selalu kukira sebagai ayah dan ibuku membuka selubung rahasia hidupku yang tetap saja masih saja penuh ketidakjelasan itu. Namun kukira mereka bukannya menunggu, melainkan karena saat itu mereka berpamitan kepadaku untuk memenuhi tantangan untuk bertarung menghadapi lawan yang tentunya mereka anggap jauh lebih unggul. Tampaknya mereka berdua merasa tak akan pernah dapat kembali lagi kali ini, dan karena itu merasa perlu menceritakan peristiwa tersebut kepadaku. Saat itu, aku tidak terlalu peduli dengan cerita tersebut. Hatiku tercekat dan hancur karena mereka menyatakan betapa kepergian mereka kali ini tidaklah untuk kembali. "Biarlah aku ikut dengan kalian, Bapak, Ibu, biarkan aku ikut agar aku bisa membelamu atau ikut mati dalam pertarungan itu." "Dikau tidak perlu me lakukannya Nak, tidak perlu, karena inilah bagian kehidupan seorang pendekar. Itulah sebabnya kami juga sengaja tidak ingin memiliki anak, karena sadar betapa jalan kehidupan seorang pendekar sebetulnyalah adalah jalan kematian-tetapi kami tidak dapat menolak jalan hidupmu yang berpapasan dengan jalan hidup kami, jadilah kamu anak kami yang telah sangat membahagiakan kami. Masa lima belas tahun terakhir ini adalah masa yang paling membahagiakan hidup kami.'' Aku tertunduk. Airmataku menitik. Ayahku berbicara. "Janganlah bersedih anakku, perlihatkanlah dirimu sebagai Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo anak pasangan pendekar. Dalam perjalanan hidupmu untuk selanjutnya, sampai kelak dikau menjadi seorang pendekar yang ternama dan gagah perkasa, janganlah melupakan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kenyataan bahwa dikau telah tumbuh dan dibesarkan oleh kami, Sepasang Naga dari Celah Kledung. Seorang pendekar tidak takut mati, pertarungan adalah bagian dari kewajiban hidupnya -seorang pendekar yang menolak bertarung akan mendapatkan nama buruk dan hidup terhina, sungguh nasib yang lebih buruk dari kematian. Teguhkanlah hatimu anakku, jadilah anak seorang pendekar, karena jika dunia persilatan memang akan menjadi pilihan hidupmu, dikau akan sangat mengerti makna perpisahan ini." Aku mengerti, sangat mengerti, dan tidak akan bisa lebih mengerti lagi-tetapi ini bukan soal mengerti atau tidak mengerti, ini soal perpisahan dengan orang-orang yang kita cintai. Perpisahan yang seperti sudah dipastikan akan berlangsung untuk selama-lamanya. Aku memang telah dilatih dengan segala cara untuk menjadi tabah dalam penderitaan, tetapi inilah peristiwa yang sungguh berat kutanggungkan. Air mataku mengalir deras membasahi pipi. Kenyataan betapa keduanya telah memungutku, dari nasib yang lebih jauh lagi dari pasti, telah membuat kepedihanku semakin tajam dan dalam. Namun sebelum mereka berangkat kutanyakan sesuatu. "Siapakah sebenarnya namaku, Ibu?" Ibuku tampak menahan air mata ketika telah duduk di atas punggung kuda. "Kami tidak mengetahuinya anakku, kami tidak tahu namamu ketika menemukanmu dan kami membiarkannya tetap seperti itu. Kami tidak ingin mengubah jalan hidupmu meski kami wajib menurunkan ilmu silat agar dikau bisa membela diri dari bahaya yang mengancam hidupmu itu, tetapi selebihnya kami biarkan dirimu tumbuh sebagai dirimu, kami hanya harus selalu memupuk pertumbuhanmu itu." "BAPAK, Ibu, jangan pergi!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Namun mereka menarik tali kekang kudanya dan pergi. Ibuku masih menoleh dengan airmata berlinang yang tampak sangat ditahannya agar tidak menetes sama sekali. Mereka masih melangkah pelahan di antara celah ketika aku berlarilari di belakang mereka. "Bapak, Ibu, katakan siapa lawanmu, agar bisa kubalas kematianmu!" Ayahku memperlambat langkah kudanya dan mengusapusap kepalaku. "Itu sama sekali tidak perlu, Anakku, sama sekali tidak perlu..." Ayahku masih terus melangkah ketika ibuku me lompat turun dan memelukku keras sekali. Seperti masih terasa olehku betapa lembut usapannya dan betapa merasa tenang aku dalam dekapannya, meski ternyata itu tidak berlangsung lama. Dari balik punggungnya kulihat ayahku tampak berhenti dan memandang kami. Ibuku berbisik lembut. "Hati-hatilah anakku sayang, sepanjang hidupmu..." Lantas ia melompat ke punggung kudanya dan melaju tanpa menoleh-noleh lagi. Aku memandang mereka berdua menjauh dari balik tirai air mata sampai mereka lenyap keluar celah tebing dan tidak kelihatan lagi. Aku telah dilatih untuk tidak bersikap kekanak-kanakan dan karena itu aku tidak berlari-lari sambil berteriak-teriak menyusulnya, tetapi dalam dadaku terasa kedukaan yang teramat sangat dan tidak tertahankan. Itulah kenangan terakhirku tentang kedua orang tuaku, sejauh kualam i kebersamaanku dengan mereka sebagai ayah dan ibuku, kenangan tentang sepasang pendekar yang menjauh dan pergi, sepasang pendekar di atas kuda yang menyoren pedang di punggungnya... TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Episode 22: [Pendekar Harus Membela yang Lemah dan Tidak Berdaya] Lima belas tahun yang berbahagia hapus oleh peristiwa satu hari. Bukan, bukan karena aku hanyalah anak pungut mereka, sama sekali bukan, tetapi perpisahan yang bagiku terasa mendadak itulah, perpisahan untuk selama-lamanya, yang telah mencerabutku dari suasana keceriaan seorang remaja. Semenjak mereka pergi dan menghilang di balik celah itu, mereka memang tidak pernah kembali lagi. Peristiwa ini terjadi tahun 786, ketika Rakai Panunggalan baru bertakhta dua tahun dalam masa pemerintahannya yang hanya akan berlangsung sembilan tahun. Aku menjadi seorang pemurung. Setiap hari aku hanya duduk di depan pintu pondok, terus memandang ke arah celah, seolah-olah mereka setiap saat akan muncul di sana, duduk dengan gagah di atas kuda mereka yang tegap, seperti biasanya apabila mereka pulang dari perjalanan yang jauh. Pondok itu memang terletak di sebuah lembah yang subur. Di depan pondok itu terdapatlah lahan tempat ayah dan ibuku bercocok tanam. Lahan itulah yang telah membesarkan aku, di sana terdapat segala macam pohon dan tanaman rambat yang kami masak setiap hari. Ayah dan ibuku tentu juga mengajari aku berburu, tetapi bukan berburu seperti seorang pemburu, melainkan sebagai seorang pendekar silat yang mampu bergerak cepat tanpa suara dari dahan ke dahan. Jadi kami tidak memasang jerat atau membawa senjata, melainkan terbang dari pohon ke pohon di dalam hutan sebelum menukik dan membunuh binatang buruan kami. Seringkali perburuan itu dilakukan dengan tangan kosong, karena menurut ayah dan ibuku ini merupakan salah satu cara melatih ilmu silat, misalnya bahwa binatang buruan itu harus dilumpuhkan tanpa menyakitinya. Demikianlah aku mendapat pengertian betapa berburu demi kesenangan layak dikutuk, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tetapi berburu untuk mendapatkan daging untuk dimakan dan melanjutkan kehidupan serta membangun kebudayaan adalah suatu pilihan yang harus dipertanggung jawabkan-yakni bahwa hidup kita itu memang berguna bagi banyak orang. Sebagai bayi yang diasuh pasangan pendekar, tiadalah terhindarkan betapa ilmu silat mereka itu seolah-olah wajib diturunkan kepadaku. "Apabila kami melatihmu ilmu s ilat, wahai anakku, bukanlah berarti bahwa dikau harus mengikuti jejak kami untuk mengarungi rimba hijau dan melayari sungai telaga dunia persilatan, karena dengan begitu seolah-olah kehidupanmu sudah ditentukan. Melainkan agar kamu mempunyai kemampuan membela diri dan tidak mudah dicelakakan orang. MENJADI berguna bagi banyak orang tidak berarti kita harus menjadi seorang pendekar silat, karena kita dapat mengabdi kepada kemanusiaan melalui segala jalan. Jika dikau seorang tukang masak dan mendirikan kedai anakku, itu berarti dikau peduli kepada mereka yang kelaparan dalam perjalanan; jika dikau seorang petani dan menghasilkan banyak padi yang dipanen, dikau telah membantu tersedianya bahan makanan di negeri ini; dan jika dikau seorang guru yang mengajarkan kepandaian membaca kepada muridmuridmu, berarti dikau telah membukakan sebuah dunia untuk mereka anakku. "Dikau tak harus menjadi seorang pendekar dan mengikuti jejak kami, bukan karena dunia persilatan adalah jalan yang pasti menuju kematian dalam pertarungan, melainkan karena melalui jenis pekerjaan yang mana pun, dengan ilmu dalam bidang apa pun, siapa pun dia akan mengetahui suatu untuk membuatnya berguna bagi kehidupan banyak orang." Harus kuakui betapa dalam lima belas tahun kehidupanku itu, kehidupanku bersama ayah dan ibuku, pasangan pendekar yang mengasuhku itu, adalah kehidupan yang sampai hari ini pun masih sangat berkesan bagiku. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku bisa mulai dengan keadaan sekitarku. Telah kuceritakan tentang terdapatnya sebuah pondok. Itulah pondok yang menjadi rumah kami. Atap rumah kami berbentuk limas, yang melebar di bagian bawahnya, sebagaimana rumah-rumah pedesaan yang lain. Bahan bangunan untuk rumah di pedesaan bisa sangat beragam, mulai dari batu, kayu, bahkan logam, tetapi ayah dan ibuku telah memilih untuk membangun rumah dari kayu. Adapun atapnya merupakan atap ijuk pohon enau. Karena bahan rumah kami adalah kayu, terdapat tiang yang memiliki rongga mirip jendela; berbeda dari bangunan dengan tiang logam, yang bentuk tiangnya tergambar sangat tipis pada pahatan dinding Kamulan Bhumisambhara; berbeda juga dari bangunan batu, yang tergambar berbentuk pejal. Seperti orang-orang yang hidup di pedesaan, dalam membuat rumah kami selalu menyesuaikan diri terhadap keadaan alam dan iklim Yawabumi. Melebarnya atap rumah di bagian bawah, sebetulnya untuk menaungi penghuni dari hujan yang turun hampir sepanjang tahun, terik matahari musim panas dan kelembaban tanah yang tinggi. Meskipun kehidupan pasangan pendekar yang mengasuhku tidak disamakan dengan kehidupan orang desa yang awam, rumah ini sama saja dengan rumah yang dibangun dengan penyesuaian terhadap kehidupan orang desa itu, bahwa lelaki lebih sering melakukan kegiatan di luar atau di sekitar halaman rumah, sedangkan kaum perempuannya lebih banyak berada di belakang rumah. Mengikuti banyak bangunan di pedesaan, rumah kami lantainya juga ditinggikan dan disangga tiang, sehingga terdapat ruang antara lantai rumah dengan tanah. Sebagai pasangan pendekar silat yang menyadari bahwa cara hidupnya akan sangat berbeda dari orang-orang awam di desa, ayah dan ibuku memang membangun rumah dan bermukim agak terpisah dari mereka. Namun itu tidak berarti kami terputus sama sekali dari kehidupan orang-orang desa. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Jika aku keluar dari celah dan berjalan kaki menyeberangi hutan sepenanak nasi lamanya, akan terhamparlah pemandangan rakyat yang sibuk membajak sawah dan menanam; anak-anak menggembalakan kerbau-kerbau yang akan tiba-tiba lari jika terkejut oleh pemandangan luar biasa serta bunyi kuda-kuda dan gajah. Jika hal itu terjadi, yang lewatnya rombongan petinggi kerajaan, rakyat untuk sementara meninggalkan pekerjaan, jongkok di pinggir jalan sementara pawai itu lewat dan minta sedekah berupa sirih. Apabila aku terus melangkah ke arah timur laut, ke desadesa yang lebih makmur, akan kulihat tempat jurang-jurang memaparkan suatu pemandangan yang indah sekali bila kita melihat ke bawah; taman-taman pesanggrahan-pesanggrahan yang melingkar, candi-candi dan pertapaan seseorang, itu semua menimbulkan rasa kagumku. Ladang-ladang luas terhampar, tersebar pada lereng gunung; sebatang sungai besar turun dari bukit dan mengairi tanaman itu. ADAPUN sebuah dusun yang kupandang dari atas, terletak di bawah, dalam sebuah lembah di tengah-tengah punggungpunggung bukit. Bangunannya indah sekali, atapnya yang dibuat dari lalang terselubung oleh hujan gerimis. Gumpalangumpalan asap melayang jauh, meninggalkan bekasnya di langit. Balai desa terlindung oleh sebatang pohon banyan, atapnya terbuat dari gelagah; tempat di bawahnya sering diadakan musyawarah. Di sebelah barat terdapat punggung-punggung bukit yang penuh dengan sawah-sawah, pematangnya kelihatan jelas dan tajam. Halaman-halaman saling berdekatan, rapi berderet, pohon-pohon nyiur semuanya diselimuti kabut. Sayap-sayap burung kuntul berkilauan ketika mereka terbang di atas, samar-samar kelihatan dari jauh di tengah-tengah awan-awan, kemudian mereka lenyap, terlebur dalam kabut dan tidak kelihatan lagi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Di sampingnya terdapat sebuah padepokan dekat sebuah sungai besar yang airnya dalam sekali. Gapuranya menjulang putih bersih, temboknya dibuat dari tanah dan me lingkar tinggi, tanpa sela. Pohon tanjung, cempaka, bana, dan nagakusuma menyebarkan keharuman karena bunganya semua mekar; pohon-pohon itu teratur baris demi baris mengelilingi biara bersama dengan tembok; dengan tak hentinya kumbang-kumbang berdengung. Di dalam tembok biara itu terdapat gardu-gardu ramping, beratapkan ijuk enau bagaikan sebuah lukisan. Tunas kembang jangga terkulai jatuh dari paga-paganya yang sarat, sulur-sulurnya berjalinan sedangkan harum bunganya lembut mewangi. Daun-daun katangga terserak di atas atap-atap terbawa oleh angina. Atap-atap itu laksana gadis-gadis yang menghiasi rambutnya dengan bunga-bunga, indah untuk dipandang. Di sebelah utara terdapat tempat-tempat persembahan yang rapi bersih, di tengah lapangan yang gundul kelihatan cerah dan hijau. Kuil-kuil itu kelihatan mulia, diselubungi oleh kabut pagi. Suasana sunyi senyap, hanya terdengar tangisnya para heping; bunyi suara mereka yang melengking sungguh mengharukan hati. Suara keong yang ditiup terdengar keras dan terus menerus, serasi dengan suara lonceng-lonceng yang mengajak manusia untuk berdoa. Dengan begitu aku memang dibesarkan dalam suasana terpencil, karena pondok kami memang terasing di balik hutan dan hanya dapat dicapai setelah memasuki celah sempit yang panjang itu, tetapi itu tidak berarti aku terasing dari masyarakat di sekitarku. Bahkan sebenarnyalah ayah dan ibuku selalu mendorong aku agar tidak tenggelam dalam latihan ilmu silat dan pembacaan kitab-kitab yang bertumpuk di dalam pondok. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Mengenal manusia adalah bagian dari pengenalan atas dunia," kata ibuku, "karena manusialah yang memberi makna dunia." Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Jika kemudian aku melangkahkan kaki dan berjalan dari desa ke desa, takjarang terlihat betapa di daerah pegunungan terdapat desa yang miskin, yang lumbung-lumbungnya kecil dan lembu-lembu demikian kurus di bawah ukuran wajar, sehingga lebih menyerupai domba-domba. Namun apabila kemudian aku sampai pula ke dusun yang makmur, terutama yang berada di dekat pertapaan, maka ada kalanya aku tidak dapat tidur karena dusun itu sudah bangun meski hari masih gelap. Penduduk menyalakan lampu dan mulai bekerja di tempat pencucian serta pembuatan periuk yang keduanya terletak di dekat sungai. Buny i alat-alat yang berketak-ketok terdengar jauh di waktu malam. Para penjual mulai mengatur barang dagangannya; mereka tidak mempedulikan bahwa hari masih begitu dini demi keuntungan yang nanti akan dipetik. Lauk-lauk yang sudah dimasak siap untuk dibawa ke pasar; dan bahan makanan yang sedang digoreng memperdengarkan suara mendesis, seolah-olah mengundang orang untuk membelinya . Jika kutinggalkan dusun ini dan meneruskan perjalanan menyusuri punggung sebuah gunung, maka di bawah dekat pantai kelihatan sebuah dusun dengan kotak-kotak putih, tempat garam dibuat. Tambak-tambak menyerupai sawahsawah dan orang-orang yang menangkap belut kelihatan seperti orang yang menanam padi. Di pinggir sawah-sawah dan di sepanjang lereng-lereng gunung pohon-pohon menyerupai wayang-wayang yang nampak dalam kabut tipis yang meliputi segala-galanya. Lagu-lagu diperdengarkan oleh suara burung kuwong yang lembut sedangkan suara derakderik bambu di dalam jurang-jurang menggantikan bunyi salunding. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Di sungai alat-alat kotekan disusun baris demi baris, seperti salunding dalam wayang. Bambu-bambu berlubang yang dipermainkan angin menyerupai seruling-seruling, sambil mengikuti iramanya. Gending-gending disediakan oleh kaiak kungkang di dalam jurang-jurang, sedangkan bunyi melengking dari jangkrik-jangkrik menyerupai bunyi alat-alat kamamak canang. Gunung gunung mempergelarkan pertunjukan wayang; bayangan sosok pohon-pohon nampak lewat tirai kabut tipis. Burung perkutut menabuh salunding disertai suara para kidang. Kidung-kidung dinyanyikan oleh burung-burung merak dengan jeritan mereka yang menyayat hati. Namun kehidupan tidaklah selalu tenteram dan damai seperti gambaran para kawi. Dalam berbagai perjalanan, ketika diajak ayah-ibuku maupun dalam perjalananku sendiri, kadang-kadang kutemukan prasasti maupun naskah yang menunjukkan terdapatnya bermacam-macam kejahatan. Di antaranya terdapatlah yang disebut astadusta, yakni membunuh orang yang tidak berdosa, menyuruh membunuh orang yang tidak berdosa, melukai orang yang tidak berdosa, makan bersama seorang pembunuh, mengikuti jejak pembunuh, bersahabat dengan pembunuh, memberi tempat persembunyian kepada pembunuh, dan memberi pertolongan kepada pembunuh. Ini belum termasuk kejahatan lain seperti merampok, memperkosa, mengamuk, maupun berbagai bentuk kejahatan yang berhubungan dengan utang piutang dan jugs pengkhianatan terhadap negara. Kelak aku akan banyak mengetahuinya dari Arthasastra, tetapi sebelum itu ayahku telah memperkenalkan tatacara yang berbeda dalam dunia persilatan, yang sangat berbeda dengan peradaban orang awam yang mengandalkan hukum dan kebijakan raja dalam mengatasi kejahatan. "Seorang pendekar akan sering tidak punya pilihan selain membunuh atau. dibunuh, dan meskipun bertentangan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dengan hati nurani, kita tidak dapat melepaskan diri dari pilihan itu. Kecuali takkaupilih dunia persilatan sebagai jalan hidupmu," kata ayahku dulu. Namun orang-orang awam yang bahkan tidak menyadari betapa dunia persilatan itu ada, tidak juga asing dengan pilihan semacam itu. Justru itulah yang membuatku kagum dengan semangat dan nyali mereka yang besar-ternyata tidak harus menunggu untuk menjadi pendekar agar bisa menjadi seorang pemberani. Dengan kepandaian bela diri apa adanya, jelas tanpa tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh, orang-orang awam ini berani menempuh bahaya, memasuki hutan dan menapaki jalan sepi pada malam hari meski terkadang hanya sendirian. SUATU ketika saat mengikuti ayah dan ibuku dalam suatu perjalanan mengunjungi seorang guru, kami memergoki sejumlah begal sedang mengepung rombongan pedagang yang membawa ikan asin, dendeng ikan, dan garam dari daerah pesisir untuk diedarkan ke pedesaan. Mereka mengangkutnya dengan gerobak yang ditarik oleh kerbau. Mereka telah membayar pajak kepada setiap hulu wwatan di jembatan, dan untuk menghindari pemerasan tengkulak yang disebut pengepul, mereka telah berusaha mengangkut sendiri barang-barang dagangan ini. Dari daerah pesisir ke wilayah pegunungan ini, alangkah jauhnya! Me lewati hutan, begalbegal bermunculan dari balik pepohonan. Waktu kami tiba di sana, belum jatuh korban, tetapi begal ini banyak sekali. Umurku masih enam tahun waktu itu dan aku sudah dilatih Ilmu Pedang Naga Kembar, meskipun aku hanya mampu memainkannya dengan pedang kayu yang ringan. Tentu saja pasangan pendekar yang telah berlaku sebagai orang tuaku itu melarang aku bertempur. "Tidak baik anak enam tahun menumpahkan darah," kata ibuku, "melihat pembunuhan pun sebetulnya tidak bisa TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dibenarkan, tetapi kamu dibesarkan oleh kami, tidak boleh kamu menjadi orang yang lemah." Untuk kali pertama aku melihat kedua orang yang membesarkan aku bagai menunjukkan siapa diri mereka. Begal-begal itu langsung pucat melihat orang tuaku datang menyerbu di atas punggung kuda. "Sepasang Naga dari Celah Kledung!" Mereka berteriak nyaris bersamaan. Kedua pedang di tangan pasangan pendekar itu sudah berubah menjadi baling-baling yang menyambar setiap begal bertenaga kasar itu. Para pedagang yang juga memegang pedang, tapi memainkannya dengan jurus-jurus yang terlalu sederhana, tampak mengambil nafas lega. Nama Sepasang Naga dari Celah Kledung sudah terkenal sebagai pembasmi begal. Pasangan itu tidak peduli, apakah seseorang menjadi begal karena tersingkir dari gelanggang kekuasaan dan menjadi mursal, ataukah tidak tahu jalan hidup lain selain menjadi begal. Bagi mereka, penindasan dengan kekerasan terhadap orang-orang yang lemah adalah suatu kejahatan dan ketidakadilan, yang menuntut campur tangan mereka sebagai orang yang berilmu dengan banyak kelebihan. "Kalau dikau memilih jalan hidup sebagai pendekar anakku, dikau harus selalu membela mereka yang tidak berdaya," ujar ibuku, setiap kali usai menceritakan dongeng sebelum tidur. Dengan cepat begal-begal itu ditewaskan tanpa ampun. Ternyata aku menyaksikannya dengan mata kepala sendiri tanpa bergidik sama sekali. Apakah ini karena suara pertama yang kuingat adalah suara benturan golok dan jeritan kematian" Aku masih ingat dengan jelas bagaimana dua pasang pedang yang dimainkan dengan Ilmu Pedang Naga Kembar berkelebat dengan tegas membelah dada, menusuk perut, memapas leher, dan menebas punggung. Sepintas lalu gerakan keempat pedang itu memang seperti geliat sepasang naga yang menganga dan memagut dari segala arah. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Jerit kematian berkali-kali membelah langit dan dalam sekejap lima belas mayat berdada telanjang bergelimpangan dengan tubuh menganga karena luka lebar bersimbah darah. Sampai matahari turun dan langit menjadi gelap aku masih duduk termenung di depan pondok, menatap celah tebing bagaikan keduanya setiap saat akan kembali. Aku teringat mereka berdua. Sedih sekali. Memandang ke arah celah, aku teringat segala peristiwa yang telah kualami bersama mereka. (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ KITAB 2: CATATAN SEORANG PENDEKAR (Oo-dwkz-oO) Episode 23: [Kitab Ilmu Pedang Naga Kembar] CELAH itu menggelap karena langit memang menggelap. Tidak ada yang bisa kulihat lagi selain kekelaman yang membenam, semakin lama semakin mengelam dan semakin mengesahkan kehadiran malam. Apakah aku harus hidup sendiri sekarang, betul-betul sendiri dan selamanya hanya sendiri" Kepergian kedua orangtuaku, yang telah menyatakan diri mereka tidak akan pernah kembali lagi, bagaikan suatu isyarat bahwa kehidupanku sudah waktunya menjadi mandiri. Memang benar aku nyaris menguasai segala kepandaian yang kubutuhkan agar tidak mati kelaparan, mampu membela diri, bahkan mendapat penghasilan; dalam hal itu pengetahuan dan keterampilan yang mereka perkenalkan kepadaku tidak perlu diragukan lagiotetapi kasih sayang tiada tergantikan yang mereka limpahkan telah membuat jiwaku mendadak kosong hanya dalam semalam. DALAM kegelapan malam dadaku terasa hampa dan kehampaan ini mengingatkanku kepada hari-hari pertamaku bersama mereka. Bukankah aku bayi yang terenggut dari pelukan seseorang yang kemungkinan besar bukan ibuku" Berapa lamakah perempuan yang melahirkan aku sempat merawatku dan jika aku memang bayi yang telah berpindah tangan dari perempuan yang melahirkanku, seberapa lamakah seseorang yang merawat dan menyusuiku telah memberi perasaan terdapatnya seorang ibu kepada diriku" Betapapun perasaan hampa karena kehilangan itulah yang kurasakan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ setiap kali berusaha menggapai masa terawal dari kesadaranku, kesadaran yang hanya bisa dirasa-rasakan! Namun dengan terbaliknya keropak-keropak kenangan, merasuklah aliran lembut kebahagiaan dari lengan-lengan kukuh tetapi penuh dengan kasih sayang tiada terbahasakan. Siapakah orangtuaku sesungguhnya" Sungguh aku tidak, tidak pernah, dan bagaikan tidak akan pernah mengetahuinya, tetapi aku sungguh merasa mempunyai orangtua, ayah dan ibu yang sangat mencintaiku, aku tidak merasa kekurangan dan kehilangan sesuatu pun, karena kekurangan dan kehilangan memang adalah milikku. Di antara lengan kukuh itulah akan selalu kudengar senandung. Apakah ibuku akan menidurkan aku, atau memberitahuku akan sesuatu" Aku tidak merasa mampu menuliskan kembali senandung dalam nyanyian itu, karena aku merasa kata-kata dalam syairnya seperti akan berubah maknanya tanpa nada-nada yang terdengar disenandungkannya. Aku hanya merasa seperti terhanyutkan di sebuah sungai riwayat, betapa seorang anak mungkin saja tak akan pernah mengetahui asal-usulnya, dan betapa juga orangtuanya tidak akan pernah mengetahui nasib anak yang telah dengan terpaksa dititipkannya kepada seseorang itu. Kupandang langit malam, bintang-bintang berserak di tempat yang bisa dipastikan. Namun percaturan nasib antarmanusia siapakah yang bisa memastikannya" Seseorang lahir di suatu tempat, seseorang yang lain lahir di tempat lain, dan apabila mereka dipertemukan ternyata hanya untuk saling berbunuhan. Siapakah ayahku yang sebenarnya" Siapakah ayah dari ayahku dan siapakah kakek dari kakekku" Siapakah ibu dari ibuku dan siapakah nenek dari nenekku" Manusia makin lama makin banyak memenuhi Yawabumi, manusia pertama yang menginjak Yawabumi entah pula darimana datangnya, tetapi kemudian semua orang datang beramairamai ke Yawabumi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Siapakah kedua orangtuaku sesungguhnya" Mungkinkah mereka tidak berasal dari Yawabumi" Ibuku meninggalkan kantung kulit bergambar kura-kura di atas bunga teratai. Tidakkah kura-kura melambangkan harapan untuk berumur panjang dan teratai yang merekah dimaksudkan sebagai pencerahan" Jika umurku ternyata mencapai 100 tahun sampai hari ini dan ternyata tidak mati-mati juga, bagaimanakah bisa dihubungkan dengan gambar kura-kura pada kantung kulit tersebut" Aku sudah lupa dan memang berusaha dengan berhasil melupakan pesan yang tertulis pada keping lontar di dalam kantung kulit tersebut: Tolong selamatkan putra kami. Namun kini aku terpaksa menjadi teringat kembali. Meski begitu, perasaan yang kualami sekarang tidaklah seperti ketika aku termenung menatap Celah Kledung sampai ditelan kegelapan tersebut. Ketika itu aku hanya teringat orangtuaku seperti yang telah kualami dan kuhayati sebagai orangtuaku meskipun mereka bukanlah orangtuaku yang sebenarnya. Tantangan siapakah yang akan mereka penuhi dan siapakah kiranya yang akan mampu mengalahkan Sepasang Naga dari Celah Kledung yang begitu sakti" Meskipun sejak kecil sudah kudengar pepatah itu, di atas langit ada langit, aku selalu menganggap pasangan pendekar yang mengasuhku bagai takakan pernah terkalahkan. Betapa tidak jika aku telah menyaksikan latihan-latihan mereka sejak kecil, bahkan ikut berlatih bersama mereka, sehingga pendapatku itu sungguh ada dasarnya. Dalam pertarungan latihan mereka berdua terlalu sering membuatku Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo terpesona dengan gerak mereka yang mengingatkan kepada terbangnya elang, lompatan harimau, dan sentakan naga. Apabila mereka kemudian menguji Ilmu Pedang Naga Kembar maka dalam kelebat cahaya pedang mereka yang berkilatan akan tampaklah gambaran naga kencana yang mengibas dengan anggun dan penuh pesona, dengan gagah tetapi juga mematikan. Ilmu Pedang Naga TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kembar adalah ilmu pedang berpasangan, gunanya agar sepasang pendekar ini berada di satu pihak ketika menghadapi lawan, apakah itu hanya satu orang ataukah satu pasukan. Namun menghadapi lawan yang hanya satu orang itu harus dengan catatan bahwa lawannya tersebut memang betul-betul digdaya. Entah bagaimana caranya melatih ilmu berpasangan tersebut dengan saling berhadapan. Meskipun ketika tiba-tiba saatnya mereka memang berpasangan seperti menghadapi lawan, maka gerak yang kusaksikan tiada lain selain keindahan. MUNGKIN karena itulah sebagai anak kecil kemudian aku selalu mencoba-coba menirunya. Mencoba gerak ini dan mencoba gerak itu, sampai akhirnya jatuh karena takmampu. Maka kemudian pasangan pendekar ini akan terhenti latihannya. Tertawa dan menyambarku, menimang-nimang dan lantas membawaku terbang setinggi pohon kelapa, membopongku sambil me layang dan melenting dari puncak pohon yang satu ke puncak pohon yang lain. Demikianlah mata, pergerakan, dan kesetimbangan ragaku menjadi terbiasa dengan kedudukan dalam ketinggian, percepatan dalam perkelebatan, dan keheningan dalam pemusatan pikiran di tengah pertarungan. Ada kalanya pasangan pendekar ini bertarung sambil berganti-ganti melemparkan aku, sebagai latihan pertarungan sambil membawa beban. Pada malam hari mereka berbincang sembari menghadapi sebuah kitab, artinya gulungan keropak lontar yang dibuka, dan perbincangan itu bisa berlangsung sampai larut sekali. Sebagai anak kecil, aku tentu tiada terlalu paham, dan lebih sering jatuh tertidur di pangkuan salah satu dari mereka, ketika berusaha sekuat bisa menangkap persoalan dan mengikutinya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Namun ada kalanya yang terbaca itu disenandungkan dengan lirih dan perlahan, sehingga meskipun masih tetap tiada dapat menangkap maknanya dan tetaplah kemudian tertidur dalam keterbuaian, tetapi kata dalam nada-nada itu terhapalkan bagaikan lagu dalam perbendaharaan kenangan. Kemudian, kelak, pada masa mendatang, aku akan terheran-heran dengan pengenalan atas suatu pengetahuan yang tiada pernah kusadari ternyata memilikinya, karena terpendam dalam-dalam di dalam endapan kenangan. Pengetahuan yang bagaikan begitu saja muncul padahal telah lama bermukim dalam bawah sadar dan menyeruak ketika terpanggil oleh pengalaman yang mengingatkan. Menyadari apa yang telah kumiliki melalui keberadaan mereka, aku tidak dengan segera dapat memaklumi, kenapa sepasang pendekar yang sangat berbudaya memilih bertarung sampai mati, daripada menghindari pertarungan untuk mempertahankan kehidupan. Aku percaya, keberadaanku telah mereka perhitungkan untuk menerima sebuah tantangan, jika kemudian mereka memutuskan untuk berangkat dan meninggalkan aku, itu berarti mereka percaya aku akan mampu hidup dalam kemandirian. (Oo-dwkz-oO) DALAM gelap, aku memang merasa sendiri, terlalu sendiri, dan terandaikan akan selalu sendiri. Memang benar aku akan mampu hidup mandiri, tetapi aku merasa lebih suka bersedih dan merana daripada bersikap seolah-olah tiada perubahan apapun dalam hidupku. Kukira aku memang tiada mempunyai maksud lain selain meneruskan kehidupan di Celah Kledung. Namun hidup tidak selalu berlangsung seperti yang kita angankan. Terdengar suara ranting kering yang terinjak. Meski tidak kulihat sosoknya aku tahu dia berada di mana. Di dalam TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ rumah tak ada lampu menyala. Barangkali orang yang datang mengendap-endap itu juga tidak tahu di mana aku berada. Mestikah aku melumpuhkannya dengan pisau terbang yang terdapat di balik dinding rumah" Dalam usia 15 tahun, jika aku berkata melumpuhkannya sudah pasti berarti membunuhnya, karena ilmu totok jalan darah yang rumit belum kukuasai sepenuhnya. Lebih mudah bagiku untuk membunuhnya. Namun benarkah aku harus membunuhnya" Aku menggulingkan diriku ke dalam rumah. Lantas mengendap-endap keluar dari pintu belakang. Di belakang rumah terdapat sepetak ladang jagung. Aku menyelinap dan bersembunyi di sana tanpa suara. Lantas, masuklah sosok berbalut busana serba hitam itu ke dalam rumah. Aku menahan nafas. Bukanlah sekadar apa yang diinginkannya jadi pertanyaanku, melainkan bagaimana aku harus menghadapinya. Terbetik dalam kepalaku bahwa kedatangannya berhubungan dengan kepergian ayah dan ibuku. Namun bukan takmungkin ini hanya seorang penantang lain yang kadang-kadang memang tanpa aturan datang mengajak beradu. Ia datang pada malam buta dan mengendap-endap pula. Mengingatkanku kepada suatu kejadian serupa. AKU masih tidur nyenyak ketika ayahku membangunkan aku perlahan-lahan sembari membekap mulutku. Ketika mataku terbuka kulihat telunjuknya di depan mulut. Aku segera mengerti. Kulirik ke samping, ibuku yang rambutnya masih terurai dan hanya mengenakan selembar kain yang terikat di atas dada, tampak merapat ke dinding dan memegang pedang. Aku dan ayahku tidak beranjak. Ditunjuknya arah atap daun enau, dan tampak telapak tangan meraba-raba dari luar, berusaha mencari celah untuk diangkat. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ayahku meraup butiran kacang tanah di lantai sambil memberi isyarat kepada ibuku. Mereka tampak siap. Lantas ayahku sekali lagi memberi isyarat agar aku diam. Kemudian dijentikkannya kacang itu, yang melesat ke arah tangan yang meraba-raba tersebut. Ibuku menunggu. Ketika kacang mengenai telapak tangan tersebut, ternyata melesak masuk, bahkan menembusnya! Terlihat tangan itu ditarik dan terdengar teriak kesakitan memecah malam, saat itu ibuku sudah berkelebat keluar dan melayang ke atas atap. Rupa-rupanya ia mengayunkan pedang dan tubuh itu terdengar menggelinding ke bawah. Berdebam jatuh di atas tanah. Ayahku keluar dengan pandangan bertanya. Ibuku yang melayang turun ternyata sudah memegang pisau terbang yang dilemparkan kepadanya. Ia tunjukkan pisau itu kepada ayahku. "Siapa kau dan siapa yang menyuruhmu?" Ayahku bertanya kepada orang itu. Segenap busananya hitam menutup tubuh meski agak kusam. "Ampun!" Orang itu terkapar dengan dada terbelah karena ayunan pedang ibuku, yang ketika me lesat tangan kirinya sempat menangkap pisau terbang yang dilemparkan orang itu. Dadanya bergaris luka memerah darah, tetapi ia belum mati. "Kamu akan segera mati," kata ibuku, "lakukanlah kebaikan dalam akhir hidupmu. Katakan siapa yang menyuruhmu." Ia tampak kesakitan, tetapi masih bisa tersenyum. "Kebaikan...," desahnya, "kebaikan?" Lantas ia pun mati. Ayahku menyingkap kain yang ikut terobek oleh pedang ibuku, dan mendekatkan lampu yang baru dinyalakannya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ternyata pada dadanya terdapat rajah bergambar cakra. Kuingat ayah dan ibuku saling berpandangan. Mereka tidak mengatakan apa-apa. Dalam cahaya api dari lampu kulihat ibuku yang hanya berbalut selembar kain, rambutnya terurai, dan memegang pedang bersimbah darah. Aku masih ingat kain batiknya yang bergambar bunga-bungaan. Ibuku lantas mendekatiku. Mungkin aku masih berumur sekitar 6 tahun waktu itu. Ayahku yang rambutnya juga masih terurai menaikkan orang yang sudah mati itu ke atas punggung kuda, lantas membawanya pergi setelah merapikan diri. "Tidurlah kembali anakku," kata ibuku, sembari mengusap wajahku. Ingatan selanjutnya hanyalah kegelapan. Kegelapan itulah agaknya yang telah mengembalikan ingatanku, ketika pada usia 15 tahun dalam keadaan baru saja ditinggalkan kedua orangtuaku seseorang mengendap-endap di dalam rumahku. Mungkin peristiwa itulah yang membuat aku bertanya-tanya, perlukah aku membunuhnya" Namun untuk tingkat ilmu s ilatku saat itu tidaklah terlalu mudah untuk melumpuhkan tanpa membunuhnya. Meskipun begitu aku tetap merasa penasaran, karena berharap terdapat sesuatu yang menghubungkan aku dengan kepergian orangtuaku, yang seperti telah memastikan tiada akan pernah kembali lagi. Bahkan menutup kemungkinan balas dendam jika mereka terkalahkan dalam pertarungan. "Balas dendam adalah lingkaran setan yang harus dihancurkan," ujar ayahku suatu ketika, "seorang pendekar yang bijaksana tidak selayaknya terlibat dalam pembalasan dendam atas suatu pertarungan yang sah dan adil, meskipun orangtuanya sendiri yang tewas dalam pertarungan." Di dalam pondok, orang itu menyalakan lampu, tetapi ia membelakangiku dan aku tidak bisa me lihat wajahnya. Aku mengendap-endap mendekat. Jika ia ingin mencuri salah satu apalagi seluruh tumpukan kitab yang ada di dekat tempat ia TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ berdiri, aku harus menempurnya, meskipun untuk itu aku harus mati. Namun berlangsung peristiwa yang lebih cepat dari katakata. Mendadak saja orang tersebut meniup api sampai padam, lantas terdengar pedang beradu dan lentik api sesaat, yang diakhiri desah tertahan menahan sakit. Lantas malam kembali sunyi. AKU tak bergerak sama sekali. Bagiku keadaan seperti ini menegangkan sekali. Aku bahkan menunggu sampai fajar menyingsing, sebelum berani keluar dari persembunyian di ladang jagung itu. Aneh sekali rasanya memasuki pondok sendiri dengan sangat hati-hati seperti ini. Di dalam masih remang, tetapi segala sesuatu telah menampakkan dirinya bersama merayapnya matahari. Dua mayat tergeletak bagaikan muncul pelahan dari pendar keremangan. Keduanya mati bersama dalam pertarungan singkat di tengah malam. Pedang masing-masing tertancap di tubuh yang lain. Masihkah ini suatu kebetulan jika keduanya datang berurutan setelah ayah dan ibuku pergi" Apakah nasib kedua orangtuaku sudah dipastikan, sehingga rumahku bagaikan tempat yang terbuka bagi penjarahan yang mungkin akan berlangsung dari hari ke hari" Hatiku sedih dan kacau, tetapi ibuku telah lama melatihku dengan segala cara untuk mampu mengambil keputusan pada saat yang menentukan. Aku mencoba meredam kegelisahan atas nasib yang menimpa pasangan pendekar yang telah berlaku sebagai orangtuaku itu. Bahkan aku sama sekali tidak memeriksa mayat-mayat itu kembali. Cukup bagiku, dengan melihat jenis pedangnya yang jelas bukan golok pembelah kayu bakar, bahwa keduanya adalah orang-orang sungai telaga dunia persilatan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku harus segera meninggalkan pondok yang telah menjadi tempat aku dibesarkan ini dengan mendadak dan tanpa persiapan sama sekali. Baru kemarin pasangan pendekar yang telah mengasuh dan berlaku sebagai orangtuaku itu berpamitan untuk pergi selama-lamanya, sedangkan hari ini dengan segera dan terpaksa meski atas keputusan sendiri, aku akan meninggalkan tempat ini, juga tanpa kejelasan apakah suatu ketika akan kembali lagi. Aku harus menyelamatkan harta warisan pasangan pendekar itu, yakni kitab-kitab ilmu silat dan kitab-kitab ilmu pengetahuan, yang berwujud gulungan keropak lontar bertumpuk-tumpuk rapi di dalam sebuah peti kayu. Adapun peti kayu itu sudah terbuka ketika aku memasuki pondok. Orang yang memasuki rumah telah membukanya sebelum mati bersama dalam pertarungan singkat di kegelapan. Ini berarti orang-orang rimba hijau yang haus ilmu silat maupun ilmu kesempurnaan akan berduyun-duyun memperebutkan kitab-kitab ini kemari. Dengan segenap kemampuanku aku harus menyelamatkan kitab-kitab warisan orangtuaku itu, pasangan pendekar yang telah mengasuh dan membesarkan aku, yang dikenal di sungai telaga dunia persilatan sebagai Sepasang Naga Celah Kledung. Itu adalah sebuah pagi yang indah. Sama indahnya seperti setiap pagi dalam limabelas tahun selama aku menghuni lembah yang subur itu. Cahaya pagi yang lembut, kicau berbagai jenis burung, dan bunga-bunga yang merekah, memekar dengan begitu cerah. Namun kedua mayat dalam pondok kami telah merusak keindahan itu, mayat orang-orang yang bermaksud menjarah Kitab Ilmu Pedang Naga Kembar. Episode 24: [Kejatuhan Mayat yang Terkena Embun] TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Saat itu tahun 786. Umurku baru 15 tahun dan Rakai Panunggalan baru berkuasa. Kekuasaannya tidak akan terlalu lama, hanya sembilan tahun, dibanding pendahulunya, Rakai Panamkaran, yang berkuasa 38 tahun, dan Sanjaya yang berkuasa 24 tahun. Sanjaya disebut pendiri kerajaan Mataram, Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tetapi bahkan sejak kekuasaan pendahulunya, yakni Sanna, wilayah kekuasaan yang disebut kerajaan hanya mungkin diakui me lalui penaklukan raja-raja di sekitarnya. Namun meski penaklukan tersebut tidak selalu melalui suatu pendudukan, melainkan pengakuan atas kedaulatan oleh para penguasa yang takluk,1) bukan berarti tidak berlangsung gerakan perlawanan. T iada kekuasaan raja tanpa perlawanan, bahkan sang raja harus mempertimbangkan dan menawar setiap gerakan perlawanan tersebut, yang akan membuatnya tetap bertahan. Kiranya itulah yang membuat kehadiran Siwa dan Mahayana tidak menimbulkan perpecahan di Y awabumi. Agama tidak akan menimbulkan perpecahan, tetapi mereka yang berkepentingan untuk mengambil bagian dalam perebutan kekuasaan, tidak akan melupakan keberadaan agama untuk dimanfaatkan. Keadaan semacam itulah yang sedang berlangsung di Yawabumi bagian tengah, ketika aku mengawali pengembaraanku yang akan menjadi panjang. USIAKU masih 15 tahun, Aku menyoren pedang di punggungku dan aku membawa sejumlah besar kitab di dalam sebuah peti kayu. Kuletakkan peti kayu itu di dalam pedati yang ditarik seekor kerbau. Aku duduk di atas punggung kuda, kebingungan akan pergi ke mana dengan beban peti kayu itu. Sudah jelas orang-orang dunia persilatan berkepentingan dengan isi peti kayu tersebut, kitab-kitab ilmu persilatan dan ilmu pengetahuan-barangkali mereka tidak menghendaki semuanya, terutama tentu Kitab Ilmu Pedang Naga Kembar, yang telah membuat pasangan pendekar yang mengasuhku menjadi jaya dan takterkalahkan. Namun aku merasa harus tetap menyelamatkan semuanya. Kusadari betapa TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pengetahuanku belum memadai untuk menentukan kitab mana yang lebih baik dari yang lain. Kitab Ilmu Pedang Naga Kembar kusimpan dalam kantung kulit bertali kain yang melilit tubuhku, siapapun yang bermaksud merampasnya harus melangkahi mayatku lebih dahulu. Namun aku tidak menganggap kitab-kitab lain yang berada di dalam peti kurang penting dibandingkan Kitab Ilmu Pedang Naga Kembar. Kuingat ayahku pernah berkata, kedudukan segenap pengetahuan dalam dunia ilmu adalah setara. Apalah artinya ilmu persilatan tanpa ilmu pengobatan" Apalah artinya ilmu pengobatan tanpa ilmu tumbuhtumbuhan" Apalah artinya ilmu tumbuh-tumbuhan tanpa ilmu pengetahuan tentang tanah, iklim, dan musim" "Keberadaan ilmu yang satu ditentukan oleh keberadaan ilmu yang lain, anakku," ujar ayahku, "pengetahuan yang satu berkaitan dengan pengetahuan yang lain, ilmu pengetahuan adalah susunan pengetahuan-pengetahuan itu sendiri, yang satu tidak bisa dilepaskan dari yang lain." Makanya semua kitab ini menjadi penting bukan" Kurasakan betapa beratnya tanggungjawab untuk menyelamatkan kitab-kitab ini. Bukan karena ingin menguasai pengetahuan sendirian, melainkan karena jika jatuh ke tangan yang haus kekuasaan, ilmu pengetahuan akan menjadi alat penindasan yang mengerikan. "Kalau suatu hari dikau mewarisi kitab-kitab ini anakku," ujar ibuku, "jangan pernah dikau biarkan jatuh ke tangan orang-orang jahat. Terutama jangan sampai direbut dan dikuasai ilmunya oleh orang-orang golongan hitam." Meskipun orang-orang golongan hitam mampu mempelajari ilmu-ilmu yang berat dan membuat mereka menjadi orang berilmu tinggi, ibuku tidak pernah sudi menyebut mereka sebagai pendekar. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Alangkah berbahayanya ilmu pengetahuan yang mengabdi kejahatan," katanya selalu, "jangan pernah lupa bahwa ilmu pengetahuan harus dipersembahkan bagi kemanusiaan." Dalam perjalanan tiba-tiba aku menjadi sedih mengingat hari-hariku bersama pasangan pendekar itu. Tidak kupedulikan lagi siapa sebenarnya diriku. Bagiku merekalah orangtuaku dan hanya itulah yang bagiku akan selalu berlaku. Meskipun aku masih berusia 15 tahun, aku tidaklah begitu naif untuk melihat diriku sendiri sebagai remaja, karena sejak aku mulai menyadari keberadaanku di dunia, aku selalu mengamati dan meresapi dunia di sekelilingku dengan perhatian sepenuhnya. Begitulah aku berjalan dari hari ke hari tanpa tujuan, tetapi dengan kepala yang penuh berisi dengan renungan. Aku berhenti hanya untuk memberi kesempatan kuda dan kerbau itu untuk makan rumput, minum, dan terutama bagi kerbau itu untuk mandi di kali. Sembari mereka beristirahat, aku akan tidur-tiduran di bawah pohon yang rindang. Terus menerus membaca kitab-kitab itu satu persatu. Aku merasa bersyukur kedua orangtuaku mengajarkan aku membaca dan menulis, dan meskipun aku saat itu belum mampu menulis untuk mengungkapkan pikiran dan perasaanku, setidaknya aku mampu menyalin sembari membaca baik-baik kitab yang disalin. Kedua orangtuaku memberi aku tugas menyalin kitab-kitab Anak Rajawali 2 Pendekar Bayangan Sukma 10 Gadis Dari Alam Kubur Pena Wasiat 5

Cari Blog Ini