Jurus Tanpa Bentuk 6
Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 6 pandangan, kehendak taksadar, dan kesadaran?" "Bukan, wahai Raja Besar!" "Kalau begitu, seperti telah kutanyakan, daku takdapat menemukan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Nagasena sama sekali. 'Nagasena' ini hanyalah suara belaka, tetapi siapakah Nagasena yang sebenarnya" Junjungan kalian ini telah menyatakan kebohongan, berbicara dusta! Sebenarnya tiada Nagasena!" Maka Yang Mulia Nagasena berkata kepada Raja Milinda. "Sebagai raja, Paduka telah dibesarkan dalam kehalusan budi bahasa maupun ketinggian budi pekerti dan Paduka menghindari segala jenis perilaku kasar. Jikalau Paduka berjalan pada tengah hari dalam terik, panas, di tanah berpasir ini, maka kaki Paduka akan mengarah ke tanah berkerikil, dan itu akan melukai Paduka, tubuh Paduka akan menjadi letih, pikiran Paduka terganggu, dan kewaspadaan tubuh Paduka akan terhubungkan dengan kesakitan. Lantas bagaimanakah Paduka akan datang, dengan berjalan kaki ataukah dengan kuda tunggangan?" "Daku tidak datang berjalan kaki, Tuan, tetapi dengan kereta." "JIKALAU Paduka datang dengan kereta, maka mohon dijelaskan kepada sahaya, apakah kereta itu. Apakah tiangnya itu kereta?" "Bukan, Yang Mulia!" "Kalau begitu gandarnya itulah kereta?" "Bukan, Yang Mulia!" "Jadi adalah roda-rodanya, ataukah kerangkanya, atau gagang benderanya, atau kuknya, atau tali kekangnya, atau tongkat pemacunya?" "Bukan, Yang Mulia!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Kalau begitu perpaduan antara gandar, roda, kerangka, gagang bendera, kuk, tali kekang, dan tongkat pemacu, yang merupakan kereta?" "Bukan, Yang Mulia!" "Maka, seperti yang ingin sahaya tanyakan, apakah sahaya dapat menemukan sebuah kereta sama sekali. 'Kereta' ini hanyalah suatu bunyi. Namun apakah kereta yang sebenarnya" Paduka telah menceritakan kebohongan, telah berdusta! Sebenarnya tidak ada kereta! Paduka adalah raja terbesar di seluruh India. Lantas kepada siapakah Paduka merasa takut untuk menyatakan kebenaran?" Lantas Nagasena menyatakan. "Kini dengarlah kalian 500 orang Yunani dan 80.000 pendeta, Raja Milinda ini mengatakan kepadaku telah datang menunggang kereta. Namun ketika diminta menjelaskan kepadaku apakah sebuah kereta itu, ia tidak dapat meyakinkan keberadaannya. Bagaimana seseorang mungkin bersetuju dengan itu?" Limaratus orang Yunani itu kemudian memberi tepuk tangan kepada Yang Mulia Nagasena dan berkata kepada Raja Milinda. "Sekarang cobalah Paduka keluar dari masalah ini jika mampu!" Namun Raja Milinda berkata kepada Nagasena. "Nagasena, aku tidaklah berdusta. Atas ketergantungannya kepada kuk, roda-roda, kerangka, gander, gagang bendera, dan lain-lainnya, di sanalah terletak satuan 'kereta', penandaan, istilah bagi suatu pengertian, sebutan umum, dan sebuah nama." "Paduka telah berbicara dengan baik perihal kereta. Begitu juga dengan sahaya. Dalam ketergantungannya kepada 32 bagian tubuh dan lima Skandha )3 terdapatlah satuan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ 'Nagasena', penandaan ini, istilah bagi suatu pengertian, sebutan umum dan hanya sebuah nama. Dalam kenyataan yang paling dimungkinkan, betapapun, pribadi ini tidak dapat terlihat. Dan inilah yang telah dikatakan Vajira, saudara perempuan kita, ketika bermuka-muka dengan Sang Buddha: 'Pada tempat unsur-unsur pokok ini hadir, kata sebuah kereta diterapkan. Jadi, begitu pula, pada tempat skandha berada, istilah badan pada umumnya digunakan.'" "Bagus sekali, wahai Nagasena, mengherankan! Dengan sangat cerdas pertanyaan-pertanyaan ini telah Tuanku jawab! Jika Sang Buddha sendiri berada di sini, akan disetujuinya pula apa yang telah Tuanku katakan. Tuan telah membicarakannya dengan cakap, wahai Nagasena! Perbincangan yang cakap!" )4 (Oo-dwkz-oO) AKU memang terbangun pada hari ketiga. Ketika membuka mata kulihat Harini menatapku sambil berurai airmata, meski pada saat mataku terbuka airmata itu memang sedang dihapusnya. Dalam pandanganku yang masih kabur terlihat wajah Harini yang bahagia dan aku taktahu betapa memang tiga hari lamanya aku terkapar dan tidak bergerak seperti orang mati. Aku merasa sangat lemas dan takbisa menggerakkan tubuhku. "Jangan bergerak dulu, telan dulu ramuan ini," kata Harini. Menggunakan daun yang ujungnya terlipat dan dikunci dengan lidi, Harini menyuapiku. Waktu kutelan ramuan itu aku hampir muntah karena pahitnya luar biasa. Namun Harini segera membuka mulutku agar ramuan itu tetap masuk. Ini seribu kali lebih pahit dari daun papaya, pikirku, siapa bisa menjamin ini semua bukannya racun" (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Episode 31: [Pendekar Satu Jurus] HARINI membaca sebuah kitab, untukku atau untuk dirinya aku tak tahu lagi karena kami sudah begitu saling mengerti tentang apa yang berguna dan takberguna untuk hidup kami. Entah kenapa yang dibacanya adalah Riwayat Pendekar Satu Jurus yang selama ini kitabnya kupelajari. Namun kitab itu tidak jelas siapa penulisnya. Hanya saja memang jelas, bahwa kitab ini tentang Pendekar Satu Jurus yang ditulis oleh orang lain, dan bukan oleh Pendekar Satu Jurus itu sendiri. Adapun penulisnya seperti menghindar, bukan saja untuk diketahui namanya, tetapi juga menghindarkan kesan yang akan membuat pembacanya memikirkan siapa yang menulis. Ini berbeda dengan kebanyakan kitab yang ditulis pada masa itu, yang akan selalu memperkenalkan diri penulisnya, di awal dan akhir kitabnya, meski dengan cara tidak langsung, atau dengan nama samaran, bahkan kemudian merendahrendah pula. Aku memang pernah memikirkan kebiasaan para penulis merendah-rendahkan diri semacam itu. Aku percaya sepenuhnya para penulis ini tidaklah rendah diri sama sekali. Meskipun biasanya mereka sambil merendah-rendahkan diri juga memuja-muja riwayat raja yang mereka tulis sebagai dewa, kurasakan betapa sebetulnya mereka ingin menunjukkan kepada pembacanya betapa kemuliaan sang raja sangat tergantung kepada kemampuan penulisan mereka. Ini terlihat dari cara mereka merendah-rendah yang begitu penuh dengan kepiawaian, yang secara terselubung kadangkadang seperti ingin menunjukkan, setidaknya mengundang pertanyaan, apakah rajanya sendiri yang begitu mulia, memiliki tingkat pengetahuan dan kebijakan yang setara dengan penulis riwayat hidupnya. Dalam kitab ini, tidak tertulis sesuatu pun tentang penulisnya, kecuali suatu candrasengkala yang menyatakan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ waktu penulisan, bahwa kitab ini ditulis setelah Pendekar Satu Jurus meninggal dunia. Jadi, hanya menunjukkan bahwa memang bukan Pendekar Satu Jurus yang menulis kitab tersebut. (Oo-dwkz-oO) IA mendapatkan namanya karena selalu mengalahkan lawannya dalam sekejap mata dan hanya dalam satu gerakan. Namun siapapun lawannya, satu jurus yang akan mematikan itu selalu hanya keluar setelah lawannya bergerak. Berapapun lamanya, ia akan selalu menunggu lawannya bergerak, dan baru setelah itu, dalam waktu tersingkat di dunia dalam kecepatan takterukur, ia juga akan bergerak, dan gerakannya selalu merupakan jurus mematikan yang menyelesaikan riwayat lawannya. Siapapun lawannya, apapun ilmunya, berapapun jumlahnya, selalu dikalahkan dan dibunuhnya semua hanya dalam satu gebrakan saja. "Pendekar Satu Jurus, ayo seranglah aku!" Begitulah seorang lawannya pernah memancingnya, tetapi Pendekar Satu Jurus tidak bergerak, bahkan juga tidak berbicara sama sekali. Ia tidak bisu dan ia bukannya tiada pandai berkata-kata, tetapi ketika menghadapi pertarungan ia tidak akan bersuara sama sekali. Setelah berhadapan dengan lawannya ketika sebuah pertarungan tiba waktunya, ia akan memasang kuda-kuda dan menanti serangan. Selalu hanya menanti, dan tiada lain selain menanti, meskipun itu bisa sampai sehari semalam lamanya. Apabila lawannya membuka serangan untuk memancing gerakan, maka saat itu pula nyawanya melayang ke alam baka. Sejumlah pendekar tingkat tinggi, ketika mengetahui bahwa Pendekar Satu Jurus hanya akan menyerang, dan serangan itu akan mematikan, setelah dirinya diserang, meski belum mengetahui kunci penalaran dari jurusnya itu, mencoba tidak menyerang selama mungkin. Namun bagaimana mungkin sebuah pertarungan ilmu silat akan berlangsung TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tanpa serangan sama sekali" Lawan yang telah meminta Pendekar Satu Jurus menyerangnya itu juga tidak pernah membuka serangan. Demikian rupa mereka saling menunggu serangan, sehingga mereka berdua hanya berdiri saja dengan sikap sangat amat waspada, sampai sehari semalam lamanya. PADA pagi berikutnya mereka masih berhadapan tanpa bergeser sama sekali. Apakah ini bukan suatu pertarungan" Tentu saja ini suatu pertarungan yang berat sekali, suatu ujian kesabaran yang nyaris tidak tertahankan, karena dalam riwayat dari mulut ke mulut dunia persilatan di Yawabumi, tidak pernah disebutkan Pendejar Satu Jurus terkalahkan dalam pertarungan. Betapa tidak akan menguji kesabaran, jika disadari betapapun Pendekar Satu Jurus juga mampu menyerang lawannya dengan mematikan, tanpa harus menunggu serangan lawannya itu. Ia memang tidak pernah melakukannya, sejauh diketahui dan diingat orang, sekalipun tidak pernah menyerang lebih dahulu, tetapi itu bukan jaminan ia tidak akan pernah menyerang terlebih dahulu sama sekali, jika keadaan menuntutnya begitu. Memang belum pernah, tapi s iapa berani menjamin tidak akan bukan" Apalagi dengan akibat kematian. Ini berarti tiada pendekar yang berani melepaskan kewaspadaan meskipun Pendekar Satu Jurus tidak pernah menyerang. Pertarungan seperti ini sangat menuntut ketahanan urat syaraf. Jika menyerang, belum pernah diketahui Pendekar Satu Jurus takberhasil dalam serangan satu jurusnya yang kecepatannya tiada terukukur; jika tidak menyerang, tidak pernah diketahui sampai berapa lama mereka akan diam mematung dengan penuh kewaspadaan menegangkan seperti. Kebanyakan pendekar menjadi kehilangan kewaspadaan setelah begitu banyak waktu berlalu, lantas menyerang, dan seketika itu juga tewas bermandi darah. Serangan Pendekar Satu Jurus selalu telak, dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mengenai sasaran hanya dalam ratusan belahan kejap setelah lawannya menyerang. Demikianlah terceritera betapa seorang lawan yang disebut Pendekar Lautan Tombak telah mengadu kekuatan urat syarafnya dari pagi sampai malam dan sampai pagi lagi. Selama waktu itu para penonton adu ilmu silat tersebut telah menanti pertarungan sejak malam sebelumnya, di sebuah tempat bernama Telaga Darah, yang diberi nama demikian karena para pendekar sering menggunakannya sebagai tempat bertarung sampai salah satu tewas karena dikalahkan. Tiada telaga sama sekali di tempat itu, hanya sebuah dataran luas di puncak bukit, yang memang tampak sesuai untuk sebuah pertarungan yang tidak terganggu oleh keadaan alam, sehingga ilmu silat masing-masing bisa dikeluarkan seluruhnya sampai habis tanpa sisa. Pada saat semua jurus telah dikerahkan sampai habis, akan tibalah saat penentuan yang berakhir dengan kematian. Tidak jarang para pendekar itu mati bersama di sana, sampyuh, jika kekuatan mereka memang sungguh berimbang. Pertarungan itu juga mempunyai kebiasaan berlangsung di malam bulan purnama, saat rembulan tampak begitu penuh, indah, dan sangat memesona di balik pucuk-pucuk cemara, entah kenapa. Tidak selalu demikian memang. Ada yang lebih suka memilih pertarungan pada dini hari sebelum matahari terbit, ada yang begitu suka bertarung dalam keremangan senja ketika langit menjadi merah, tetapi pertarungan pada malam bulan purnama merupakan peristiwa yang dianggap penting. Seolah-olah menang atau mati pada malam bulan purnama jauh lebih terhormat dibanding dengan jika berlangsung pada saat-saat lain. Namun satu hal pasti, bulan purnama yang cahaya keperakannya menyapu bumi, membuat pertarungan silat yang terindah menjadi sangat menarik ditonton, tentu jika mereka yang bersemangat datang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dari berbagai penjuru Y awabumi untuk menyaksikannya dapat mengikuti gerakan para pendekar itu. Seperti telah diketahui, gerakan para pendekar silat tingkat tinggi sangat sulit diikuti mata orang biasa, dan ini berarti bahwa pertarungan silat tingkat tinggi hanya dapat diikuti oleh mereka yang sedikit banyak memahami seluk beluk ilmu silat, Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo yakni para pendekar itu juga. Dalam pertarungan ilmu silat tingkat tinggi, para pendekar tidak sekadar bergerak ketika bersilat, melainkan berkelebat, dan tidak sekadar berkelebat, melainkan berkelebat seperti bayangan. Sehingga kemampuan untuk mengamati pertarungan memang sangat ditentukan oleh kemampuan penontonnya. Makin berilmu penontonnya sebagai pendekar, makin banyak yang dapat dinikmatinya dalam pertarungan ilmu silat tingkat tinggi, Para penonton berilmu inilah, yang sedikit banyak akan membicarakan sebuah pertarungan dari api unggun ke api unggun dan dari kedai ke kedai, yang akan terdengar di telinga orang awam sebagai dongeng, yang tidak selalu mereka yakini harus ditanggapi seperti apa. Apakah para pendekar ini tidak pernah bekerja seperti orang biasa" Bagaimanakah caranya mereka menghidupi diri mereka sendiri" Mengapa begitu penting bagi mereka untuk menguji kemampuan diri dengan mengadu jiwa dalam pertarungan di malam bulan purnama?" Orang awam akan segera terserap ke dalam kehidupan mereka sehari-hari, tapi orang-orang yang mengembara di sungai telaga dunia persilatan tak akan pernah berhenti mengasah ilmu maupun pedang mereka, untuk sebuah pertarungan yang setiap saat bisa menjadi pertarungan terakhir dalam hidup mereka. Memang tidak setiap kekalahan sudah pasti berarti kematian, tetapi hidup dengan suatu catatan pernah terkalahkan, yang akan tersebar beritanya dari TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kedai ke kedai di rumba hijau, pada umumnya diterima sebagai lebih buruk dari kematian. Pada malam bulan purnama itu, belum ada satu gerakan pun dari kedua pendekar tersebut. Pendekar Lautan Tombak dan Pendekar Satu Jurus telah berdiri berhadapan sejak dini hari ketika matahari masih bersembunyi di balik langit. Pendekar Satu Jurus tidak menyerang sebelum lawannya menyerang lebih dulu, sedangkan Pendekar Lautan Tombak tidak menyerang karena Pendekar Satu Jurus mendapatkan gelarnya dari kenyataan bahwa ia selalu berhasil membunuh lawannya tepat pada saat lawannya menyerang. Siapa pun lawannya, apakah ilmunya masih rendah atau sudah sangat tinggi, dan karenanya menjadi sangat terkenal, siapa pun dia asal berhadapan dengan Pendekar Sau Jurus dan menyerang terlebih dahulu, langsung tewas tanpa ampun hanya dalam sate jurus. Maka satu-satunya cara yang belum dilakukan adalah tidak menyerang. Namun bagaimanakah suatu pertarungan akan berlangsung, jika tiada seorang pun dari kedua pendekar yang saling berhadapan itu memulai menyerang, Mereka telah berdiri berhadapan, tidak saling menyerang, semenjak hari masih gelap, matahari muncul, perlahan-lahan, begitu perlahan, tetapi dengan penuh kepastian, mengubah yang remang-remang menjadi terang. Permkimam bumi berubah, bulan purnama menghilang, langit menjadi ungu, tetapi segera memudar, menguning, memutih, dan menjadi pagi yang riuh dengan suit, kicau burung. Bisakah dibayangkan betapa kedua pendekar berdiri seperti patung, tetapi bukan mematung, melainkan saling mengawasi dengan tingkat kewaspadaan yang sangat tinggi" Pertarungan seperti itu sungguh mahaberat bagi mereka yang tidak pernah mengalami dan tidak pernah melatihnya, karena dalam hal melawan Pendekar Satu Jurus, ia hanya membutuhkan sedikit gerakan dari lawan untuk TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menghabisinya. Seringkali, ia tidak perlu menunggu sampai jurus pertama lawan itu selesai digerakkan, karena sebelum jurus itu selesai, jurus serangan yang ia balaskan segera telah mengenai lawannya dengan tepat dan mematikan. Bagi Pendekar Satu Jurus, dengan andalan serangan yang menunggu serangan lawan, terlebih dahulu, sikap menanti dan menunggu ini telah dihayati dan dilatihnya sampai kepada titik yang paling mungkin dilakukan. Ia telah melatih dirinya untuk tetap menanti dan menanti dengan tingkat kewaspadaan dan kepekaan yang sangat tinggi, seberapa lama pun lawannya itu akan bertahan. Sangatlah tidak mudah untuk bertahan tidak menyerang dalam penantian yang mencekam seperti itu, tetapi Pendekar Satu Jurus telah melatih dirinya, karena jurus yang diandalkannya bagaikan secara mutlak menuntut serangan lawan terlebih dahulu. Namun bagaimana jika tidak" Mereka yang ilmu silatnya tidak berhubungan dengan kemutlakan seperti itu akan sulit bersikap, meskipun jika mereka mengetahui betapa setiap serangan mereka sangat mungkin berakibat kematian bagi diri mereka sendiri. Setelah menunggu sampai terik natahari membara, sampai matahari tenggelam di barat dan sore menjelma senja, sampai malam berlalu dan pagi keesokan harinya tiba, masihkah mereka akan berhadapan saling mewaspadai dan tidak saling menyerang juga" Pendekar Lautan Tombak dikenal karena kecepatannya memainkan tombak yang sangat luar biasa. Ia mendapatkan namanya karena ujung tombak yang dima inkannya dalam pertarungan akan segera menjadi selaksa serta menyerang lawannya dari segala arah dan jurusan. Dengan senjata apa pun lawan-lawan nya akan kebingungan, mereka mengira menangkis dan terserang, ternyata itu hanya bayangan hanya bayangan. Selaksa ujung tombak menyerang leher, tapi hanya satu yang merupakan ancaman. Ketika selaksa ujung tombak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menyerang bersamaan, manakah kiranya yang harus ditangkis dan dipunahkan" Pertarungan ilmu silat tingkat tinggi tidak memberi kesempatan untuk berpikir panjang. Segala kejadian terandaikan pernah dilatih, dipelajari, dan dipahami. Pada waktu pertarungan, hanya bayangan berkelebat dan sedikit saja kelengahan berakibat nyawa melayang. Demikianlah agaknya Pendekar Lautan Tombak mengandalkan kecepatan untuk menghadapi Pendekar Satu Jurus. Barangkali telah dipelajarinya,bahwa serangan balasan mendadak yang selama ini menjadi ciri ilmu Pendekar Satu Jurus mengandalkan keberhasilannya kepada kecepatannya yang takterukur. Pendekar Satu Jurus bukan hanya mengandalkan kecepatan sebetulnya,tetapi tentu juga tenaga dalam yang berdaya sangat tinggi, karena ia hanya bertangan kosong. Mereka yang bertangan kosong, tetapi tidak berilmu Tangan Besi, tentu mengandalkan tenaga dalam untuk mendorong angin, dan membuat angin itu bisa menohok dan melumpuhkan. Agaknya, Pendekar Lautan Tombak mengandaikan dirinya bisa bergerak lebih cepat dari Pendekar Satu Jurus, sehingga ia bisa melumpuhkannya lebih dahulu sebelum pendekar itu bisa membalas serangannya. Bukankah masuk akal jika kecepatan lebih tinggilah yang akan melumpuhkan Pendekar Satu Jurus sebelum ia sempat balas menyerang" Namun sebenarnyalah Pendekar Lautan Tombak itu bukanlah sembarang pendekar. Meskipun ia merasa kecepatannya bisa mengungguli kecepatan Pendekar Satu Jurus, ia tidak sembarangan menyerang lebih dahulu. Ia sadar memang akan menyerang lebih dahulu, tetapi ia ingin menyerang dalam keadaan yang paling menguntungkan baginya, yakni ketika Pendekar Satu Jurus berada dalam keadaan lengah, dan Pendekar Lautan Tombak hanya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membutuhkan sekejap kelengahan agar ujung tombaknya menancap di tempat yang paling mematikan. Inilah yang membuat pertarungan itu, meskipun belum juga berlangsung setelah pagi menjadi malam dan menjadi pagi lagi, tetap saja sangat menegangkan. Tidak banyak penonton yang menyaksikan pertarungan itu, tetapi inilah para penonton yang mengerti seni ilmu silat dalam makna di luar yang kasat mata. Mengikuti yang bertarung, mereka juga tidak tidur, menghayati pertarungan kewaspadaan antara kedua pendekar yang sebetulnyalah sangat menentukan. Apakah yang tidak lebih menegangkan selain menanti sedikit kelengahan yang akan membuat nyawa melayang" Pendekar Lautan Tombak bertubuh tinggi dan langsing. Ia mengenakan wpm,' yang barangkali dibeli atau dirampasnya dari orang-orang asing dari Negeri Atap Langit yang turun di pantai utara. Kumis dan jenggotnya mulai beruban dan rambutnya yang panjang dan mulai memutih tertutup oleh semacam serban dari kain yang tipis. Busananya terbuat dari kulit binatang yang seperti merekat di badan, dengan sabuk kulit saling bersilang dari bahu kanan ke pinggangkiri dan dari bahu kiri ke pinggang kanan, yang penuh dengan kantong peralatan bagi senjatanya. Selain kantong racun bagi ujung tombaknya, ia juga memilki berbagai mata tombak dalam kantong lainnya, karena ia biasa rnengganti-ganti mata tombak sesuai keperluannya. Mulai dari mata tombak yang sekadar lurus tajam, mata tombak yang berombak dan bergerigi, maupun yang berkait sehingga bisa menggaet keluar seluruh isi perut lawan. Kini ia memegang tombak pendek dengan mata tombak yang lurus panjang. Matanya menatap tajam ke arah Pendekar Satu Jurus dengan penuh kewaspadaan. Pendekar Satu Jurus berpakaian putih-putih seperti seorang pedanda Siva, tetapi ia bukanlah pendeta yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mengagungkan agama, ia seorang pelajar ilmu silat yang menekuni ilmunya sampai senja usia. Ia tidak mengenakan alas kaki. Seluruh rambutnya sudah putih, digelung ke atas dengan rangkaian, manik-manik biji saga. Busananya adalah jubah putih sehingga menimbulkan pertanyaan dengan busana seperti itu bagaimanakah kiranya ia akan bertarung" Tubuhnya agak pendek, tetapi tegap dan kukuh, tak seorang pun akan berani memandangnya sebelah mata. Busana seperti itu dikenakannya tanpa perlu terganggu, karena bukankah selama ini ia hanya memerlukan satu jurus saja untuk menyelesaikan pertarungan" Seluruh kumis dan janggutnya sudah memutih, alis tebal di atas matanya juga putih. Matanya menatap tajam dengan penuh kewaspadaan ke arah Pendekar Lautan Tombak. Mereka telah berhadapan sehari semalam. Semesta alam telah beredar dan kembali ke tempatnya semula, tetapi kedua manusia itu belum bergerak sama sekali. Pertarungan ini berlangsung dalam kediaman. Pertarungan daya tahan dan kewaspadaan karena saling menunggu kelengahan. Hanya diperlukan kelengahan sekejap mata untuk memenangkan pertarungan. Betapa besar daya tahan kejiwaan dibutuhkan untuk bertahan dalam kediaman yang penuh kewaspadaan. Seberapa lamakah kiranya mereka berdua akan terus-menerus bertahan dalam diam menunggu kelengahan" Sampai kapankah mereka akan bisa bertahan" (Oo-dwkz-oO) Episode 32: [Ke Mana Sungai Kehidupan Membawaku"] Harini menghentikan pembacaannya dan menatapku. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Diteruskan atau tidak" Dikau tampak lelah dan mengantuk setelah minum ramuan itu." "Sebaliknya, aku sudah tidur selama tiga hari dan setelah minum ramuan itu badanku jadi panas dan berkeringat. Pikiranku terang dan badanku rasanya segar sekali, hanya tenaga saja yang belum kupunyai. Teruskan saja Harini, jika dikau masih sudi, ataukah sebaiknya kubaca saja sendiri?" Harini tersenyum sembari mengusap dahiku. Ia membaca kembali. Pagi masih dingin. Matahari belum muncul. Lapangan rumput di Telaga Darah itu masih berembun. Orang-orang yang menyoren pedang di punggung"nya dan disebut pendekar itu, yang telah menyaksikan Pendekar Lautan Tombak dan Pendekar Satu Jurus berhadapan sejak dini hari kemarin, kini menahan papas. Pendekar Lautan Tombak tampak menggeser kuda-kudanya dan mengangkat tombaknya perlahan-lahan. Mereka tahu bahwa pertarungan dalam diam itu akan segera berubah menjadi gerakan, dan seperti apa pun gerakannya tentu akan berlangsung cepat sekali, bahkan begitu cepat, lebih cepat dari kedipan mata, sehingga jika mereka berkedip ketika gerakan itu akhirnya Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo terjadi, maka gerakan yang mereka nantikan dari pagi sampai pagi lagi itu tak akan bisa mereka saksikan. Tampaknya siapa pun yang sedang menyaksikan pertarungan itu telah menjadi mengerti, bahwa Pendekar Lautan Tombak sedang mengujikan siasat bertarung baru yang belum pernah dihadapkan kepada Pendekar Satu Jurus. Selama ini lawannya selalu dengan segera menyerang lebih dahulu, dan pada saat itulah Pendekar Satu Jurus akan dapat melihat kelengahan lawannya dan memanfaatkannya dengan keccpatan tiada tara. Jika sejak kemarin Pendekar Lautan Tombak ternyata tidak juga menyerang meski telah berhadapan, maka hanya terdapat dua kemungkinan dari TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ siasatnya, jika tidak menunggu serangan Pendekar Satu Jurus lebih dulu, dan menantikan munculnya pertahanan yang terbuka; tentu menyerang lebih dulu, tetapi hanya jika Pendekar Satu Jurus memperlihatkan kelengahan, meski itu hanyalah secercah kelengahan saja. Ternyata setelah sehari semalam Pendekar Satu Jurus tidak juga menyerang dan memang seperti tidak akan pernah menyerang, tampaknya Pendekar Lautan Tombak memilih untuk menyerang lebih dulu. Para pendekar juga telah memperkirakan, bahwa kemungkinan besar Pendekar Lautan Tombak telah mempertimbangkan betapa dirinya semestinya Iebih mampu bergerak lebih cepat, sehingga bisa melumpuhkannya sebelum Pendekar Satu Jurus bergerak menyerang; di samping, bahwa setelah berdiri berhadapan dengan penuh kewaspadaan selama sehari semalam bukan tidak mungkin bahwa Pendekar Satu Jurus yang lanjut usia itu selain berkurang tenaga dan mengendur kewaspadaannya, juga akan menjadi lengah meski hanya sekejap, yang dalam pertarungan s ilat tinggi tentu saja sangat menentukan. Hanya diperlukan kelengahan sekejap untuk menembus pertahanan lawan dan membunuhnya untuk meraih kemenangan. Pendekar Lautan Tombak mengangkat tombaknya, tapi tidak juga menyerang. Apa lagi yang ditunggu" Punggung-punggung bukit yang semula kehitaman dengan latar belakang cahaya ungu muda, kini tampak semakin hitam karena matahari yang merangkak naik telah membuat garis di punggung-punggung itu semakin terang menyilaukan. Beberapa saat kemudian puncak tertinggi dari bulatan matahari itu melewati punggung bukit dan cahaya pertamanya yang sangat menyilaukan itu meluncur dan menyiram Telaga Darah, termasuk ke arah pandangan mata Pendekar Satu Jurus! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Saat itulah Pendekar Lautan Tombak melepaskan tombaknya dengan kecepatan yang telah memberinya nama di dunia persilatan, tetapi saat itu pula ia rpental ke belakang dengan bunyi seclak dari mulutnya yang memuntahkan "rah. Seperti semua korban Pendekar Satu Jurus yang lain, Pendekar Lautan Tombak bukan perkecualian, ia tewas dalam satu jurus tak sampai sekejap telah menyerang. Waktu aku terbangun, hari masih gelap. Terlihat Harini tergolek di amben yang lebih rendah di samping amben-ku. Kedua tangannya terangkat ke atas dan rambutnya yang panjang menutupi sebagian dadanya yang terbuka. Meskipun gelap, kedua lengannya yang kuning langsat itu seperti bercahaya. Terhirup olehku harum tubuhnya. Dalam keadaan terbaring dalam pemulihan akibat luka dalam, aku terperangkap oleh wisaya. Sebelum tidur, tampaknya Harini telah mandi terlebih dahulu, lantas mengolesi tubuhnya dengan burat, selain karena baunya kukenal, juga karena kulihat di tepi kainnya terdapat bubuk-bubuk emas. Ia sendiri tampak menjadi anggun karena tubuhnya bagaikan berlapis hancuran emas. Saat aku menatapnya dalam gelap itu, Harini membuka mata. la tidak tampak mengantuk sama sekali. Matanya tajam menembus kegelapan, membuat dadaku berdegup dan berdebar-debar. la mengulurkan tangannya, memegang tanganku yang juga terulur menyambutnya. 'Tdaki Tanpa Nama, dikau membuka mata," katanya berbisik perlahan. "Apakah dikau mencari Harini?" la menarik tanganku. Mengarahkan ke dadanya. Namun jarak amben-ku yang tinggi ini terlalu jauh bagi tanganku untuk mencapai ambennya yang pendek. Maka Harini menyentak tanganku, sehingga aku terseret ke bawah, dan jatuh ke pelukannya. Aku seperti mendadak sembuh. Sembari TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mencium bibirnya kutarik kainnya ke bawah dan ia menarik kainku ke bawah juga. Dari begitu banyak ilmu yang kutekuni, dari Harini kukenal berbagai seni permainan cinta, karena semenjak membaca Kama Sutra, ia selalu mau menguji yang tertulis dalam kitab itu hanya denganku. selama seratus tahun hidupnya manusia harus berhasil mengejar tiga tujuan yang saling bergantung satu sama lain yakni kebajikan (dharma), kemakmuran (artha), dan cinta (kama) menyerasikannya satu sama lain, tanpa prasangka kepada yang mana pun jua Beberapa lama kemudian terdengar ayam jantan berkokok, tetapi kami masih akan terbangun nanti setelah matahari lebih tinggi. Di pondok ini, pintu tiada berdaun dan jendela selalu terbuka. Waktu aku terbangun matahari telah menghangatkan kaki kami dan ketika Harini terbangun ia langsung tersenyum. "Lelaki Tanpa Nama, dikau masih terlalu muda, tetapi telah berlaku seperti lelaki dewasa." "Apakah yang harus kukatakan kepadamu, Harini, perempuan pertama yang kukenal dan kugauli, yang tiada akan pernah kutinggalkan lagi." Harini tersenyum, tetapi dengan selaput mendung yang menyapu wajahnya. "Janganlah menjanjikan sesuatu yang belum tentu akan kaupenuhi, wahai Lelaki Tanpa Nama, tapi Harini sudah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bahagia betapa hidupnya pernah menjadi bagian dari hidup Lelaki T anpa Nama..." "Harini yang indah, apakah yang telah membuatnya berpikiran demikian Lelaki Tanpa Nama mencintainya dengan kerelaan dan ketulusan." "Lelaki Tanpa Nama, dikau seorang pendekar, selamanya tetap akan menjadi pendekar, dan suratan seorang pendekar adalah mengembara." Benarkah begitu" Aku selalu ingin mengembara, tetapi aku sama sekali tidak ingin menjadi seorang pendekar. Meski begitu, karena diasuh dan dibesarkan Sepasang Naga dari Celah Kledung, aku merasa harus menguasai ilmu persilatan sepenuhnya. Mungkinkah menguasai ilmu silat setinggitingginya tanpa hidup sebagai seorang pendekar" Tiba-tiba aku teringat betapa orangtuaku telah pergi untuk tidak kembali. Sampai sekarang, tidak terlalu jelas bagiku, apakah mereka tidak kembali karena tewas dalam pertarungan, ataukah sekadar melanjutkan pengembaraan yang telah sekian lama tertunda, antara lain karena mengasuhku" Aku tidak )ernah merasa bisa mendapat kepastian, karena jika memang benar mereka :ewas dalam pertarungan, sepertinya tidak mungkin beritanya tak akan sampai kepadaku. Sepasang Naga dari Celah Kledung adalah nama yang besar dalam dunia persilatan dan Ilmu Pedang Naga Kembar nyaris tanpa kelemahan untuk bisa dikalahkan. Jika itulah yang memang terjadi, oleh sebab apakah kiranya maka peristiwa itu tidak menjadi perbincangan di dunia persilatan dari kedai ke kedai dan tidak terdengar olehku" Memang benar para pendekar besar sering memiliki perilaku ajaib dan karena itu juga tindak-tanduknya sulit dimengerti dan dipahami. Mereka muncul mendadak di suatu tempat dan segera menghilang tidak jelas ke mana. Tidak jarang pula mereka TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ berganti haluan, mengundurkan diri dari dunia persilatan, dan menjadi warga biasa, orang awam yang terserap ke dalam kehidupan sehari-hari. Ini yang membuat sejumlah pendekar yang telah mengundurkan diri itu akan menimbulkan kegemparan, ketika terpaksa keluar dari persembunyian dan melakukan tindakan tegas, apabila tidak tahan lagi menyaksikan ketidakadilan di sekitarnya. Apakah kedua orangtuaku sebetulnya berada di sekitarku dan selalu mengawasi aku" Andaikan ya, aku tak tahu kenapa mereka harus melakukan itu dan karena itu aku pun tenggelam dalam pertanyaan pertanyaan tiada berjawab. Lelaki Tanpa Nama, ketahuilah bahwa Harini masih ada," sebuah suara berbisik di telingaku. Harini mendekapku dari belakang dengan segenap keharuman tubuhnya yang seperti membuatku terbangun sekali lagi. Serbuk keemasan itu sebagian telah berpindah ke tubuhku. Aku tahu Harini menyukai wewangian dan di desa itu memang hanya Harini yang menguasai pengetahuan tentang hal itu dengan baik, karena segalanya lebih kurang telah tercatat dalam berbagai kitab. Dari kitab yang dimiliki ayahnya aku pun pernah membaca tentang jebad kasturi, wewangian yang bersumber dari kelenjar jenis musang tertentu. Wewangian itu biasa disiramkan ke hiasan telinga. Harumnya kasturi juga dimanfaatkan untuk mewangikan bedak, kain, peraduan, bunga-bunga yang dikenakan pada busana, bahkan pangungangan. Di hutan luar desa, terdapat segenap tanaman yang dapat diolah menjadi wewangian, seperti bunga dan kayu cendana, daun pandan dan bunganya yang disebut pudak, dan juga tanaman agaru, yang kayunya, yakni kayu laka, bunganya yang disebut ergelo dan menyan, yakni getahnya, semua merupakan bahan wewangian. "Lelaki T anpa Nama...," bisiknya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Ya..." 'Bolehkah Harini menanyakan sesuatu kepadamu, Lelaki Tanpa Nama?" "Dikau tidak pernah bertanya seperti ini Harini, ada apa?" Aku berbalik dan melihatnya, sungguh Harini perempuan matang seperti yang sudah seharusnya apabila menguasai Kama Sutra, tetapi kenapa kali ini ia menundukkan kepala" Saat mengangkat wajah, airmatanya sudah berlinang. "Harini..." Umurku memang masih 15 tahun, dalam permainan cinta pun aku masih seorang bocah ingusan. Namun pada saat seperti ini aku seperti merasa sudah seharusnya bersikap seolah-olah telah dewasa. Kuseka airmata di pipinya. "Apakah yang telah diperbuat oleh Lelaki Tanpa Nama ini, Harini, hingga porempuan bernama Harini harus mengeluarkan airmata begini rupa?" Airmatanya menderas, tetapi ia menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak, tidak, Harini tidak akan pernah meminta. Harini hanya mau memberi, memberikan segalanya untuk Lelaki Tanpa Nama..." Aku mengangguk dan memeluknya, tetapi aku hanyalah seorang remaja 15 tahun yang buta pemahaman cinta. Harini sudah 20 tahun. Perempuan ini lebih berpengalaman dan lebih mengerti, meski kusadari betapa pengetahuanku tentang Harini sebetulnya juga terbatas sekali. Bukankah aku hanya seorang pengembara, yang terbawa langkah kaki hingga sampai kemari" Aku merasa sehat, tetapi itu tidak berarti aku sembuh dengan cepat. Setidaknya perlu waktu sebulan bagiku untuk menyehatkan tubuhku melalui olah pernapasan supaya siap TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ berlatih kembali. Aku merasa sangat ragu, bahkan merasa malu, untuk kembali ke wihara di atas tebing itu lagi. Maka akupun berlatih di tempat-tempat sepi yang lain, di sekitar Desa Balingawan, meski rasanya seperti tidak mendapat kemajuan. Artinya aku tahu pasti dengan cara latihan seperti yang telah kujalani, berapa lama pun aku berlatih, pada saat berjumpa dengan Naga Hitam aku akan dikalahkan dan menemui kematian. Memang benar aku telah mempelajari Jurus Penjerat Naga yang diajarkan oleh Pendekar Satu Jurus, tetapi sudah terbukti tiada artinya melawan pendeta kurus kering yang telah mempermainkan aku, bahkan aku juga nyaris terbunuh oleh raksasa pemilik ilmu pukulan tangan kosong Telapak Darah, yang ternyata murid Naga Hitam. Sembari berlatih, aku mengingat kembali pengalaman bertarungku. Mencoba belajar dari kesalahan, dan menemukan sesuatu dalam perenungan. Maka kemudian kusadari betapa bhiksu berkalung tasbih yang telah mendorongku jatuh ke jurang itu sebetulnya sedang melatih aku dalam gerak berbagai jurus tertentu. Jurus bisa sama, tetapi penafsiran boleh dipastikan akan berbeda, dan tidak setiap penafsiran akan berhasil mencapai tujuan dari Jurus Penjerat Naga yang tergambar dalam kitab itu. Membandingkannya dengan sepotong riwayat Pendekar Satu Jurus yang dibacakan Harini untukku, aku tahu betapa bahkan Pendekar Satu Jurus sendiri belum pernah menggunakannya dalam suatu pertarungan. Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Pernah kusebutkan bahwa Jurus Penjerat Naga terdiri dari serangkaian jurus takmenyerang yang baru kemudian diakhiri jurus mematikan. Namun agaknya lawan Pendekar Satu Jurus pada masanya, yakni sekitar 100 tahun sebelum aku dilahirkan, tidak pernah terlalu kuat. Lawannya tidak pernah terlalu kuat untuk membuka serangan dalam beberapa jurus, seluruhnya sudah bisa dilumpuhkan saat mereka lakukan serangannya yang pertama. Jadi, ternyata memang dimungkinkan Pendekar Satu Jurus menyerang hanya setelah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ jurus"jurus takmenyerang itu mengundang serangan beruntun, tetapi lawan seperti ini tidak pernah ditemuinya. Aku telah me latih semua gerakan itu di ruangan tertutup di wihara, tetapi yang disebut ilmu silat memang hanya dapat berkembang dalam pertarungan. Kuingat bagaimana bhiksu itu selalu menyerangku dari arah tertentu berkali-kali, dengan jenis serangan tertentu, yang memaksaku mengeluarkan jurus"jurus tertentu berkali-kali juga. Rupa-rupanya saat itu ia sedang melatihku. Celakanya hanya setelah tenagaku terkuras itulah muncul murid Naga Hitam yang bahkan tak kuketahui namanya, dan berhasil melukai aku dengan pukulan Telapak Darah yang sangat beracun. Aku menjadi curiga, siapakah bhiksu itu sebenarnya" Pendeta macam apakah yang makannya hanya sedikit karena sepanjang waktu hanya bertapa, ternyata memiliki ilmu silat yang begitu tinggi sehingga bisa menyusulku yang didorongnya jatuh, untuk menyambut tubuhku dan mendarat seperti bangau dengan ringan sekali" Kusadari betapa masih hijaunya diriku di rimba hijau. Mereka yang malang melintang di dunia persilatan ini bisa mengenali seseorang hanya dari jurus jurusnya, meski sebelumnya belum pernah bertemu. Mereka juga dengan mudah mengenali seseorang dari senjata yang dipakainya, meski senjata-senjata itu sepintas lalu mirip satu sama lain. Namun semua ini tidak mengurungkan niatku untuk suatu ketika meneruskan perjalanan, dan barangkali mau tidak mau akan terbawa-bawa ke dalam urusan dunia persilatan. Seperti telah kukatakan, aku sama sekali tidak mempunyai keinginan mencari nama sebagai pendekar, tetapi aku tidak akan melawan atau menolak jika arus sungai hidupku tak urung membawaku ke dunia persilatan jua. Sebagai pengembara aku menuruti langkah kakiku. Sebagai manusia kuturuti arus sungai kehidupan yang membawaku. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ (Oo-dwkz-oO) Episode 33: [Para Pemungut Pajak] PADA tahun 786 pemerintahan Rakai Panunggalan baru berjalan dua tahun. Untuk mengukuhkan kekuasaan dan menghimpun dana, pemerintahannya itu dengan rajin menarik pajak. Setiap bulan, para petugas pengambil uang pajak datang ke Desa Balinawan. Di pusat pemerintahan, terdapat tiga pejabat yang selalu muncul bersama-sama, sang mana katrini, yang terdiri dari pangkur, tawan, dan tirip. Ketiganya akan melakukan tugas atas nama rakai. Namun di bawah ketiga pejabat ini terdapat nama sejumlah jabatan seperti wadwa, parujar, pangurang, pihujung, dan kalang. Di antara para pejabat di istana, terdapat istilah rakai kanuruhan yang harus menguasai semua bahasa, karena ia mengurus pedagang-pedagang asing, dan memungut uang dari pedagang-pedagang asing itu. Disebutkan, ia tidak raguragu kehilangan uang untuk mendapat uang. Namun rakai kanuruhan dianggap penting bukan dalam urusannya dengan uang, melainkan karena menjadi pejabat yang bertugas menyelenggarakan tata upacara di istana. Kemudian, ia juga menjadi pejabat yang memberikan sima, tanah yang dibebaskan dari pajak oleh berbagai alasan, terutama karena jasa para penduduknya. Namun ternyata masih ada lagi mangilala drawya haji, yang bertugas mengambil "milik raja"alias petugas pajak pula adanya. Aku sendiri tidak terlalu mengerti, kenapa petugas yang mengurusi pajak bukan hanya banyak, tetapi juga sangat bertumpang tindih, yang kuduga karena mewakili berbagai kepentingan. Jadi memang ada yang bertugas demi raja, tetapi ada juga yang demi para pejabat tinggi lain di dalam istana yang penuh dengan permainan kekuasaan. Pada TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dasarnya semua orang ingin mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri, dengan berlindung di balik wibawa raja atau istana. Penduduk desa Balinawan tidak mengetahui silang sengketa istana, mereka hanya tahu meski desa telah menjadi sima, tetap saja berlalu lalang para petugas kerajaan yang meminta apa saja sesuka mereka. Demikianlah pada suatu hari, ketika Harini turun dari pondok sambil membawa baju dan peralatan makan yang akan dicuci di kali, lewatlah di depan pondok serombongan penunggang kuda. Mereka sekitar duabelas orang, seorang punggawa istana dengan para pengawalnya, dan di antara para pengawal itu tersisipkan pula beberapa orang pengawal rahasia istana. Harini muncul dengan pembawaannya yang biasa. Bungabunga di rambut dan kain dari dada sampai ke bawah lutut, dengan perhiasan leher yang mempertegas kejenjangan lehernya. Rombongan itu sampai terhenti ketika me lihat Harini turun tangga. Siapakah yang bisa menolak untuk menyaksikan betis Harini yang begitu indah sehingga tiada mungkin diungkapkan" Bahunya yang terbuka dan kedua tangannya juga hanyalah indah, begtu indah, terlalu indah, sehingga juga tiada mungkin lagi disampaikan seperti apakah kiranya keindahannya. Mulut mereka ternganga. Bahkan di istana tiada perempuan yang begitu memesona ketika melangkah seperti Harini. Maka mereka mengikuti ke mana Harini pergi. MENGETAHUI rombongan berkuda itu melangkah pelahan di belakangnya, Harini menoleh. Ia melangkah ke tepi, mengira rombongan itu akan mendahuluinya. Namun rombongan itu ikut berhenti. Punggawa itu berbicara. "Perempuan, siapakah namamu?" Harini tidak menjawab dan balik bertanya. "Perempuan ini bertanya, siapakah dia yang bertanya tanpa memperkenalkan dirinya?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Punggawa itu terkejut. "Perempuan desa! Dikau tidak mengenal kepada siapa dikau berbicara!" Namun Harini tenang-tenang saja. Menjawab tanpa perubahan dalam suaranya. "Tiada bedanya bicara kepada siapapun jua, hanya penghormatan yang membedakannya." Punggawa itu naik pitam. Menunjuk kepada Harini. "Dikau berkata tidak perlu menghormati aku"!" Harini menggeleng dan menundukkan kepala, merasa tidak sudi melayani percakapan mereka. Ia melangkah pergi. "He! Budak perempuan! Katakan kepada siapa kami bisa membeli kamu! Atau mungkinkah desa ini mesti membayar pajak dengan dirimu?" Harini tidak menghentikan langkahnya. Seperti merasa dirinya tidak layak melayani pembicaraan seperti itu. Punggawa itu memberi tanda kepada salah seorang pengawal, yang segera mendekati Harini, menyambar pinggangnya, lantas rombongan itu memacu kudanya dan pergi. Kepada para petani yang berpapasan, punggawa itu berkata, "Kalian tidak usah membayar pajak bulan ini, tapi perempuan ini kami bawa pergi!" Cerita ini kususun berdasarkan apa yang diberitahukan kepadaku kemudian, melalui Harini dan para petani itu. Tanpa membuang waktu aku berkelebat keluar pondok, memburu jejak yang masih jelas mereka tinggalkan di jalan keluar desa. Orang-orang desa, para pemuda yang selama ini kuberi pelajaran bela diri sekadarnya, ikut menyusul keluar desa, tetapi tentu saja aku lebih cepat dari mereka. Dengan Jurus Naga Berlari di Atas Langit aku berlari me lalui pucuk-pucuk pepohonan untuk mengejar mereka. Sebelum mereka terlalu jauh aku telah melayang turun di hadapan mereka. Aku TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membawa dua bilah pedang di punggungku dan tanpa bertanya lagi kucabut kedua-duanya, langsung menyerang mereka dengan Ilmu Pedang Naga Kembar. Setiap orang yang kuserang merasa menghadapi 44 pedang yang bergerak dari segala jurusan. Enam orang pengawal langsung tewas ketika berusaha melindungi punggawa itu. Mereka semua tewas dengan kepala nyaris terputus. Kuda-kuda meringkik panik. Kaki depan mereka terangkat ke udara dan menjatuhkan para penunggangnya. Mereka bermaksud lari dari arah mereka datang, tetapi dari arah itu orang-orang desa datang berlarian, dan nasib mereka tidak bisa lebih parah lagi. Sisa enam orang itu tewas dirajam tanpa ampun. Memang dua di antaranya adalah pengawal rahasia istana yang semula telah me loncat ringan ke udara, tetapi saat itu kujentikkan dua butir kerikil yang menotok jalan darah keduanya, sehingga mereka tidak bisa bangkit lagi ketika tubuhnya jatuh di tanah. Tidak seorang pun dari keenamnya masih utuh tubuhnya karena tiada seorang jua dari orang-orang desa itu yang tidak menyumbangkan tusukan kepada tubuh-tubuh malang itu. Bahkan aku tidak mengira nasib orang-orang dari kotaraja yang jumawa itu bisa begitu buruknya. Namun siapa akan mengira desa yang selama ini lemah dan menjadi bulan-bulanan penghisapan dan penindasan akan kehilangan ketakutannya dan melawan. Jika desa mereka menjadi sima, sudah semestinyalah tiada pajak apapun yang mesti mereka berikan, bahkan sebaliknya kepada penduduk yang tanahnya teranugerahi sebagai sima selayaknya mendapat perlindungan adanya. Harini tersadar dari pingsannya setelah semua ini selesai. "Jangan lihat," kataku. Namun ia terlanjur sempat melihat mayat-mayat bergelimpangan tanpa wujud itu. Ia tak berkata-kata, dan akan menjadi pendiam selama-lamanya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ RAKAI Panunggalan barangkali tidak mendengar apapun, tetapi diberitahu betapa orang-orangnya terbantai. Tentu ia tidak diberitahu sebabnya, sehingga menyiapkan pasukan duaratus orang untuk membakar habis Desa Balinawan dan membunuh orang-orangnya sampai tidak ada yang tersisa. Sekitar sepuluh hari kemudian duaratus orang yang dikirim untuk menghukum itu sudah berada di luar desa. Seorang utusan dikirim untuk bicara. "Orang-orang Balinawan, di luar desa ini berkumpul duaratus prajurit berkuda terlatih yang sudah biasa berperang, mereka siap membumi hanguskan desa ini dan percayalah perlawanan seperti apapun akan dipatahkan. Namun kalian dapat menghindarkan pertumpahan darah jika yang bertanggungjawab diserahkan untuk mendapat hukuman. Rakai Panunggalan masih bermurah hati kepada penduduk Desa Balinawan yang telah dianugerahi sima, beliau tidak bermaksud menulis riwayat pemerintahannya dengan darah rakyatnya sendiri." Akulah yang maju menyerahkan diri. Penduduk desa semula tidak menyetujui ini. Peristiwa yang dialami Harini mereka terima sebagai penghinaan takterperi, kematian demi kehormatan bukan masalah bagi mereka yang telah mengalami banyak perubahan. Tidak dapat kuingkari, kehadiranku dengan segenap kitab dalam peti kayu telah mengubah kesadaran mereka akan nasib. Dari malam ke malam satu orang yang bisa membaca dari mereka telah membacakan kitab-kitab itu untuk semua orang. Tidak selalu habis kitab itu dibaca dalam semalam dan tidak selalu semua orang akan memahami isinya setelah habis dibacakan, tetapi kini mereka telah terbiasa untuk menilai sesuatu dengan pemikiran berkesadaran. Mereka telah terbebaskan dari ketertindasan pikiran. Maka tiada dapat mereka terima kedudukan mereka sebagai budak kerajaan yang tidak memiliki dirinya sendiri, seperti yang akan ditimpakan kepada Harini. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Namun mereka setuju bahwa darah takperlu ditumpahkan sia-sia. Kuserahkan diriku untuk menghindari pertumpahan darah dengan janji bahwa diriku akan mampu meloloskan diri dengan mudah. (Oo-dwkz-oO) MEREKA membawaku ke arah kotaraja. Waktu itu kotaraja belum terletak di Mantyasih, melainkan sebuah tempat bernama Kelurak. Aku didudukkan membelakang di atas seekor kuda dan kedua tanganku diikat ke belakang. Berada di antara duaratus prajurit yang terlatih akan membuat siapapun mengira tidaklah mungkin kiranya seorang tawanan bakal lolos. Perkiraan itu tidak keliru, kecuali jika tawanan itu berasal dari sungai telaga dunia persilatan. Sepanjang jalan telah kucoba untuk meyakinkan pemimpin pasukan ini, bahwa kesalahan terletak pada perilaku kilalan yang dikirim kerajaan itu sendiri, karena tidak sesuai dengan ajaran agama. "Agama apa yang dipeluk orang-orang Balinawan?" "Mahayana." "Itu juga yang kudengar, tetapi kami di istana memeluk Siwa." "Kalau itu alasannya kalian salah juga, karena ayah Harini berkasta Brahmana, kalian telah berdosa memperlakukannya seperti itu. Lagipula agama yang berbeda juga harus dihormati penganut agama apapun." Tentang ayah Harini, sebetulnya aku hanya menduga, tetapi kelak akan terbukti bahwa dugaanku tidak keliru. Namun kepala pasukan itu agaknya lebih tertarik kepadaku. "Bocah, kamu masih terlalu anak-anak untuk mampu Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo membuat kekacauan begini rupa. Kudengar kamu bukan orang Balinawan, memang takmungkin orang Balinawan yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pengecut itu mampu melawan tanpa pengaruh dari luar. Siapakah kamu?" Aku terperangah. Aku memang sulit menjelaskan siapa diriku, karena memang tidak tahu. "Kamu taktahu siapa dirimu bocah" Siapa namamu?" Pertanyaan ini lebih mudah kujawab, meski jawabanku bukanlah jawaban pertanyaan itu. "Aku... aku... tak bernama..." "Bocah, kamu tak bernama?" "Ya, aku tidak punya nama..." "Hahahahaha! Ada bocah takbernama! Hahahahaha! Lantas bagaimana orang-orang memanggilmu?" KUINGAT bagaimana Harini memanggilku. Aku merasa sedih. Sedangkan orang-orang ini menertawakan aku. Kutegaskan sesuatu. "Kepala Pasukan! Aku menghormati tugasmu untuk menangkapku, aku telah menjelaskan bahwa orang-orang Balinawan tidak bersalah, dan dikau menyetujuinya sehingga kini membawaku ke kotaraja. Kini ingin kutegaskan kepadamu, jika aku meloloskan diri dari tangkapanmu, apakah dikau akan menghukum orang-orang Balinawan" Kuingin mendengar jawaban seorang perwira!" Ia masih tertawa-tawa. "Huahahahaha! Bocah kecil pintar bicara! Seorang perwira tak akan menghukum seseorang yang tidak bersalah, wahai bocah! Namun jangan m impi kamu bisa me loloskan diri wahai bocah takbernama! Hahahahahaha! Bagaimana mungkin kamu bisa tidak mempunyai nama! Huahahahahaha!" "Baiklah Kepala Pasukan! Kupegang kata-katamu!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Maka akupun menjejakkan kaki pada sanggurdi, me layang ke atas, dengan mudah menarikkan kedua tangan ke arah berlawanan sampai talinya putus, dan turun lagi dalam keadaan bebas. Aku hanya mengenakan kain melingkari pinggang, tetapi di dalam kain terdapat kancut yang terikat ketat. Kubuka kainku. Menghadapi duaratus orang yang sebaiknya tidak kubunuh, aku memerlukan kebebasan bergerak, karena dengan cepat mereka memang segera mengepungku. Mereka merangsek dan aku melawan dengan tangan kosong. Setiap kali diserang dengan tombak, kelewang, maupun sabit berantai yang terikat pada suatu gagang, aku berusaha menepis dan menampelnya sampai terlepas. Kuingat dahulu kedua orangtuaku melatihku untuk menghadapi kepungan ratusan orang seperti ini, dengan memanfaatkan Ilmu Pedang Naga Kembar, ketika kedua pedang yang masing-masing mereka pegang bergerak menutup semua jalan keluar. Menghadapi pasukan duaratus orang ini menjadi tidak terlalu sulit bagiku, bahkan aku terkejut dengan kemampuanku sendiri, karena Jurus Penjerat Naga yang kulatih, ternyata bisa kumanfaatkan lebih dari yang kuduga bisa melakukannya. Gerakan yang harus kulakukan berulang-ulang ketika menghadapi resi pertapa kurus kering dari pertapaan di atas tebing itu, rupa-rupanya telah membuat Jurus Penjerat Naga kukuasai seperti yang seharusnya. Hampir segenap serangan dari setiap anggota pasukan menjadi kelengahan yang melumpuhkan diri mereka sendiri. Aku bergerak sangat cepat, dalam waktu singkat seratus orang bergelimpangan membuka ruang. Aku masih terkepung, tetapi tiada seorangpun berani mendekatiku. "Tahan!" Kepala Pasukan itu mencegah anak buahnya. Ia turun dari kuda dan memeriksa orang-orang yang bergelimpangan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Memang tak setetes pun darah tertumpah. Lantas ia berkata kepadaku. "Bocah takbernama! Pergilah jika kau takbersalah! Akan kusampaikan perbincangan kita kepada Rakai Panunggalan dan jika beliau menganggap dirimu bersalah, ia pasti akan mengerahkan para naga untuk memburumu!" Para naga " Aku melesat pergi, dan menyadari betapa semakin terlibat dalam dunia persilatan. Aku tahu yang dimaksudnya adalah para pendekar bergelar Naga dari delapan kubu yang teracu kepada mata angin. Naga Putih, Naga Kuning, Naga Merah, Naga Biru, Naga Hijau, Naga Dadu, Naga Jingga, dan Naga Hitam! Para pendekar penguasa delapan kubu mata angin bersama penguasa Mataram yang manapun dianggap berperan penting bagi ketenteraman Yawabumi. Di sanalah titik temu dunia persilatan dan dunia awam dari kehidupan sehari-hari, agar tiada satupun unsur kejahatan yang lolos dan mengacaukan dunia. Namun tahukah Rakai Panunggalan bahwa Naga Hitam bermaksud menguasai dunia pula" Aku melesat pergi, tetapi tidak terlalu jauh, karena aku harus meyakinkan diriku bahwa mereka tidak akan kembali ke Balinawan, dan mereka memang tidak melakukannya. Seratus orang harus mengurusi seratus orang yang pingsan. Mereka benar-benar pulang dengan kekalahan. AKU termangu sendirian menyaksikan mereka pergi ketika hari telah semakin sore. Apakah aku sebaiknya kembali ke Balinawan, atau melanjutkan perjalanan" Aku teringat segenap kitab dalam peti kayu itu. Hampir semuanya telah kubaca meskipun tidak semuanya kumengerti. Mengenal huruf saja takcukup untuk membaca rupanya, yang juga dibutuhkan adalah kematangan hati dan otak dalam pembacaan, dan diriku yang masih berumur 15 tahun tentu masih jauh dari TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kematangan itu. Namun siapakah kiranya yang berumur 15 tahun telah menyadarinya" Apalagi sete lah seorang perempuan seperti Harini memperkenalkan segenap cara bermain cinta dalam Kama Sutra... Hari semakin gelap ketika dari arah para pasukan itu lenyap muncul rombongan pedagang yang membawa lima pedati bermuatan barang-barang. Menyadari diriku hanya berkancut, aku bermaksud membeli kain untuk melingkari pinggang dan badanku, tetapi aku baru sadar tidak membawa alat pembeli bernama uang sama sekali. Kepingan emasku ada di pondokku dan hanya Harini yang tahu di mana tempatnya. Namun aku sudah terlanjur muncul di tengah jalan. Mereka sekitar limabelas orang, termasuk para pengawal perjalanan. Dua orang dari mereka maju ke depan sambil mencabut goloknya. "Bocah, apa maksudmu berdiri di tengah jalan" Kalau tidak ada perlunya minggirlah!" Anak-anak kecil memang hanya berkancut jika mengenakan busana. Lebih sering bertelanjang bulat saja berlarian ke sana ke mari. Sekarang aku mengerti kenapa cenderung dipanggil bocah jika hanya berkancut seperti ini. "Kulihat kalian membawa barang dagangan. Bolehkah aku membelinya" Tapi pembayarannya nanti di Desa Balinawan. Mintalah kepada Harini harga yang kau berikan." "Bocah, belajarlah lebih pandai jika mau menipu! Sekarang minggirlah kalau tak mau diterjang Si Kemplang!" Rupanya nama kuda hitam yang perkasa itu adalah Si Kemplang. Aku menepi karena memang tidak mencari keributan. Namun salah seorang pedagang itu maju ke depan. Berbeda dengan pengawal berkuda yang berkumis baplang dan menyeramkan, wajah pedagang ini tampak baik hati dan penuh kesabaran. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Bocah, kami tidak akan me lewati Balinawan, tapi kamu bisa mendapatkan yang kamu inginkan jika membayarnya dengan tenagamu." "Maksud Bapak?" "Ambil yang kamu inginkan, bayarlah dengan tenagamu sampai mencapai tujuan." "Dan untuk apakah tenagaku ini nantinya, Bapak?" "Kerbau-kerbau ini akan kepayahan mendaki. Kami tidak membayangkan perjalanan begini ketika memuatkan barangbarang ke atas pedati." Aku berpikir sejenak. "Baiklah Bapak, sekarang berilah aku kain penutup tubuhku, maka aku akan mengikuti rombonganmu, dan memberikan tenagaku saat pedati-pedati ini harus mendaki perbukitan." Demikianlah aku mengikuti rombongan itu. Pada jalan yang bercabang, rombongan tidak memilih arah ke Balinawan. Dalam kegelapan, kulihat kerlap-kerlip api penerangan dari kejauhan. Aku tidak akan kembali, tetapi hatiku bagaikan tertinggal di desa Balinawan. (Oo-dwkz-oO) Episode 34: [Para Mabhasana] APAKAH Naga Hitam memang mencariku" Namun ia sudah mengirimkan seorang muridnya, berarti ia sudah mengetahui keberadaanku. Apabila kemudian akan didengarnya bahwa muridnya itu perlaya, maka keberadaanku tentu akan semakin mengganggunya. Jika diperkirakannnya betapa murid yang dikirimkannya itu kurang sakti, maka tentulah akan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ditugaskannya murid lain yang lebih tinggi kepandaiannya untuk membunuhku. Aku menduga Naga Hitam sudah mendengar bahwa aku hanya seorang remaja 15 tahun yang tidak punya nama dalam dunia persilatan. Tidak jelas bagiku apakah ia te lah mengetahui bahwa aku bahkan memang tidak punya nama, meskipun hal itu tidak akan mengubah apa-apa. Belum punya nama maupun tidak bernama, tetaplah aku harus dilenyapkannya, karena tewasnya murid, bahkan dua murid pula, jika tidak ditebus dengan pembunuhan balasan merupakan suatu noda bagi namanya. BEGITULAH, dalam dunia persilatan tidak hanya berlaku nilai kehormatan yang terletak pada kematian dalam pertarungan, tetapi juga kemenangan dalam pembunuhan. Tiada jalan lain bagiku, kecuali meyakinkan diriku bahwa aku akan siap menghadapi serangan yang manapun, baik muridmuridnya, baik Naga Hitam sendiri, maupun serangan dan tantangan siapapun jua. Apalah artinya hidup dalam dunia persilatan tanpa pertarungan bukan" Meskipun aku tidak mempunyai minat untuk mencari nama dalam dunia persilatan, sekali terlibat pertarungan dengan orang-orang persilatan, bahkan menewaskannya pula, tak akan dengan mudah melepaskan diri dari matarantai dendam yang berkepanjangan. Justru matarantai dendam itulah agaknya yang telah membentuk riwayat panjang dunia persilatan dari zaman ke zaman. Ini berarti aku tidak dapat menunda diriku untuk menimba ilmu, dengan sasaran harus mampu menghadapi Naga Hitam. Aku merasa bahwa segala ilmu silat yang kukenal dan kukuasai, mulai dari Ilmu Pedang Naga Kembar sampai Jurus Penjerat Naga seharusnya sangat cukup menghadapi Ilmu Pedang Naga Hitam. Bahkan aku telah menggabung dan meleburkan keduanya, sehingga menurut perhitunganku, seandainya saja kecepatan dan tenaga dalamku setingkat dengan Naga Hitam, maka tak ada kemungkinan lain betapa ia bisa kukalahkan. Namun itulah masalahnya. Tenaga dalam TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dan kecepatan Naga Hitam masih terlalu jauh di atasku, dan dalam hal itu tiada jalan pintas dalam ilmu persilatan. Itulah sebabnya aku merasa perlu menghilang, bukan karena takut mati, tetapi karena tidak mau mati konyol karena kekurangan ilmu. Kalaupun aku harus mati di tangan Naga Hitam, aku ingin mati setelah memberi perlawanan yang sepadan. "Bocah, hati-hatilah, jalan di depanmu berbatu-batu." Teguran mabhasana atau penjual pakaian itu menyadarkan aku dari lamunan. Aku mendorong pedati yang mendaki itu dengan tenaga kasar, karena jika aku menggunakan tenaga dalam, akan tampak terlalu ringan, dan tentu saja mengundang kecurigaan. Sehingga aku pun tampak betulbetul berkeringat dan kelelahan. Jalan mendaki ini bukanlah jalan yang sebenarnya, hanyalah semacam jalan yang barangkali dibuat beberapa tahun lalu menggunakan pekerja paksa, yang sekarang sudah hancur, berlubang-lubang dan berbatu-batu. Hujan sepanjang musim telah menghancurkannya dan setelah kemarau tiba tiada pula yang berusaha membetulkan. Perjalanan menjadi sangat lambat. Kadang aku bukan sekadar mendorong, melainkan mengangkat pedati itu. Roda mereka terkadang rusak atau bahkan kerbau mereka bermasalah, tak mau berjalan maju. Entah kenapa mereka tidak menggunakan sapi saja. Namun tenaga kerbau memang besar, apalagi untuk jalanan yang berat bagi pedati. Untung semua orang mau bekerja sama, begitu yang sebetulnya hanya bertugas mengawal saja. Beban pedati itu terlalu berat jika dianggap hanya berisi kain. Kemudian akupun tahu, bahwa kelengkapan busana tidak hanya berurusan dengan kain, melainkan juga perhiasannya seperti cincin emas, anting-anting, kalung, gelang tangan dan kaki, maupun kelat bahu. T entu saja siapa yang memakai akan menentukan apa yang dipakainya. Adapun yang kami angkut ke wilayah Ratawun ini adalah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ratusan pasang wdihan atau pakaian untuk laki-laki maupun kain atau ken, atau juga tapih, pakaian untuk perempuan.3) BEGITU banyak pakaian ini, ratusan yugala banyaknya, karena akan digunakan bagi upacara penyerahan lahan menjadi sima, wilayah yang dibebaskan dari pajak. Kain-kain ini diletakkan dalam keranjang pakaian, sehingga aku bisa mengukur bahwa jumlah yugala-nya tidak sesuai dengan bratnya. Rupanya mereka juga mengangkut inmas, uang emas pengganti wdihan. Tentu ini upacara yang akan dihadiri banyak pejabat, karena hanya orang-orang penting yang mungkin tak terdapat wdihan baginya, sehingga harus diganti Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo inmas. Wdihan membuat laki-laki Yawabumi tidak kalah semarak berbusana dibanding kaum perempuan, karena selain wdihan putih atau kain dengan dasar putih, terdapat juga wdihan kalyaga atau kain dengan dasar merah; wdihan sulasih atau kain dengan gambar bunga pohon sulasih; wdihan ambayambay atau kain dengan gambar bunga-bungaan; wdihan rangga atau kain dengan gambar bunga lili; wdihan ganjar patra sisi atau kain dengan gambar sulur-suluran di bagian tepinya; wdihan ronparibu atau kain dengan gambar hiasan daun-daunan; wdihan ayami himi himi atau kain dengan hiasan bunga kapuk dan kerang-kerangan. Tentu saja siapa memakai apa ini tergantung juga kepada siapakah dia dalam catur warna atau kasta, dan juga apakah kedudukannya dalam pemerintahan, yakni apakah dia pejabat tinggi, pejabat menengah, pejabat rendahan, atau rakyat biasa. Adapun rakyat biasa di luar kasta, biasanya mengenakan wdihan maupun kain lusuh tanpa gambar apa pun. Tentu terdapat pula kain atau ken bagi perempuan seperti kain jaro, kain kalyaga, kain pinilai, ken bwat wetan, ken bwat lor, kain pangkat, kain buat ingulu, kain halangpakan, ken Atmaraksa, kain laki, ken putih, kain rangga dan tidak ketinggalan ken kalamwatan. Tidak kurang beragam warna TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dan hiasan kain-kain ini, sehingga mengingatkan aku kepada Harini. Kuteringat Harini, yang akan menyanggul atau membiarkan rambutnya terurai, tergantung dari kain yang dipakainya, yang kadang menutupi tubuhnya dari dada, tetapi takjarang juga hanya dikenakannya dari pinggang ke bawah, sehingga dadanya terbuka. Aku menghela napas teringat Balinawan. Suatu ketika kelak aku harus kembali ke sana. Namun adalah perhiasan yang kami angkut dalam banyak karung yang kurasa telah membuat pedati kami menjadi berat. Cincin emas, gelang tangan dan kaki, dan juga inmas, uang emas itu, tidak dapat kuduga berapa masa nilainya, kukira mencapai ribuan masa banyaknya. Sembari mendorong dan mengangkat pedati, aku terus berpikir, barang-barang yang diangkut ini semestinya dikawal oleh makuda atau pasukan berkuda, setidaknya lebih dari sekadar dua pengawal bersenjata sewaan seperti sekarang. Angkutan mereka terlalu berharga. Lagipula upacara peresmian sima merupakan bagian dari kegiatan pemerintahan negara. Pengadaan dan pengangkutan bisa diserahkan kepada usaha jasa, tetapi muatan barang senilai yang diangkut pedati tersebut layak dijaga pasukan bersenjata kerajaan. Bagaimana jika rombongan ini dibegal kelompok bersenjata yang memusuhi Rakai Panunggalan" Kuperhatikan dua pengawal bersenjata pedang itu. Seberapa jauh mereka dapat diandalkan" Aku mempertimbangkan kemungkinan, bahwa kemampuan keduanya diandalkan sebagai pengganti satu pasukan bersenjata. Satu pasukan, bukan sekadar satu regu, mengingat yang kami bawa ini menurutku sungguh merupakan harta karun yang sesungguhnya. Sungguh terlalu banyak bagi peresmian sima biasa. Jalanan kini kembali rata. Di kiri dan kanan persawahan menguning. Namun hari telah mendekati ma lam. Tampaknya kepala rombongan yang telah menawarkan kepadaku TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pekerjaan ini ingin berma lam di desa tempat para pemilik sawah ini. "Kita akan bermalam di sana," katanya, "bocah, sampai di desa itu, kuanggap utangmu sudah lunas, dan dikau boleh pergi dengan pakaianmu itu." Aku mengangguk. "Aku juga akan bermalam dulu di sini, Bapak, terima kasih telah memberi aku busana kebesaran ini." Aku mengatakannya begitu, karena wdihan yang kukenakan tampaknya memang mahal, karena tidak ada busana untuk rakyat biasa dalam pengangkutan ini. TENTU ada suatu peristiwa besar. Kalau peresmian sima yang biasa, tidaklah perlu membagi hadiah sebanyak ini. Aku telah salah menduga, mengira para mabhasana ini akan menjual barang dagangan dari kota ke desa. Adapun yang terjadi, seluruh barang ini sudah dibeli negara, dan kini mereka harus membawanya ke Ratawun, tempat akan berlangsungnya peresmian sima. Betapapun, aku tetap merasa pengawalannya tidak sepadan, mengingat ribuan inmas, mata uang emas, yang juga diangkut mereka. Dalam upacara peresmian sima, mata uang emas adalah pengganti wdihan bagi pejabat, tetapi jika kulihat sendiri wdihan yang dibawa tak kurang banyaknya dalam keranjang-keranjang yang disebut kban, seperti memang akan diperdagangkan, untuk apa lagi uang emas itu" (Oo-dwkz-oO) KAMI semua tidur di balai desa yang luas dan berlantai kayu. Dengan segera kami semua tertidur karena perjalanan yang memang sangat melelahkan. Menjelang dini hari, aku merasakan lantai kayu bergoyang pelahan dan segera membuka mata. Sebuah sosok sedang mengendap-endap melangkahi kami, menuju keluar, ke arah pedati-pedati berisi keranjang itu. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Dalam kegelapan aku mengawasinya. Salah seorang pengawal itu mengambil sebuah keranjang dan berjingkatjingkat pergi. Aku beranjak dan berkelebat mengikutinya. Kulihat ia membawa keranjang itu ke sebuah pondok tempat seseorang telah menunggunya. Ternyata pengawal yang lain telah berada di sana dan segera menerima serta menyembunyikannya. Tentu ini sangat mudah. Pengawal mencuri barang-barang yang harus dikawalnya sendiri. Mereka terus mengambil barang-barang dari dalam pedati, keranjang demi keranjang, sampai pedati itu kosong sama sekali dan pondok itu kini penuh dengan harta karun. Aku terus mengawasinya sembari bertanya-tanya dalam hati. Apakah yang akan mereka lakukan selanjutnya" Aku ditelan kebimbangan antara memberi tahu pedagang yang telah memintaku ikut rombongan ini, ataukah mengikuti terus masalah ini untuk mengetahui bagaimana akan berakhir. Namun kusadari aku sendiri mempunyai banyak persoalan, sementara masalah ini pasti juga akan berkembang tanpa kuketahui bagaimana akan selesai. Jika melibatkan diri, tidakkah hidupku akan menjadi lebih rumit" Padahal aku taktahu menahu persoalan di balik barang-barang berharga ini. Dengan kesadaran atas segala kerumitan, masihkah aku harus bersikap mengikuti saja arus ke mana pun sungai kehidupan membawaku" Tidak bisakah kiranya aku bersikap untuk membiarkan mereka dengan segala urusannya" Mereka berdua tidak saling berkata-kata. Bahkan berbisik pun tidak sama sekali. Tentu saling pengertian antara mereka sudah sangat kuat, atau rencana mereka memang sudah begitu matang. Aku tidak tahu seberapa jauh diriku harus terlibat, karena aku tidak apa yang sedang terjadi. Siapa yang kiranya boleh dianggap benar dan siapa kiranya boleh dianggap salah" Setidaknya aku harus mengenali persoalan dan tahu bagaimana menempatkan diriku di dalamnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Mereka kemudian mengendap-endap kembali ke balai desa. Apa yang akan mereka pikir jika melihatku tak ada" Aku segera berkelebat ke belakang balai desa itu tanpa mereka ketahui. Apabila besok terjadi kegemparan karena barang itu hilang, dan kedua pengawal itu tahu betapa aku berkemungkinan mengetahui kosongnya tikar mereka, nyawaku berada dalam bahaya. Meski memejamkan mata, aku tahu mereka mengawasi semua yang tidur satu persatu. Setelah mereka yakin tiada seorang pun yang mengetahui perbuatan mereka, maka mereka pun merebahkan diri pada tikar masing-masing. Sebentar kemudian mereka pun tidur mendengkur. Agaknya mereka belum tidur sama sekali dan sepanjang malam hanya pura-pura tidur agar dapat menjalankan rencananya. Mendadak aku mendapat gagasan. Maka aku pun bangkit dan keluar lagi tanpa seorang pun menyadarinya. T idak juga kedua pengawal yang telah mencuri itu. Di luar, kulihat pedati yang kosong. T idak bisa kubayangkan penderitaan yang akan dialam i para pedagang ini, jika mereka tiba di tempat upacara tanpa barang-barang ini. Aku merasa para mabhasana ini adalah orang-orang yang baik. Jika pedagang lain, melihatku berdiri di tengah jalan hanya untuk berutang pakaian, pastilah sudah menyuruh para pengawal itu mengusirku. Namun ia memberiku kesempatan untuk berbusana layak tanpa harus berutang. Aku menghargainya meski mendorong pedati di jalan yang berlubang-lubang dan mendaki juga bukan pekerjaan ringan. Betapapun ia seorang pedagang. AKU melangkah cepat ke arah pondok tempat barangbarang mahal itu disembunyikan. Aku baru mengetahui belakangan bahwa terdapat juga gerabah, peralatan masak dan makan, seperti mangkuk dan bejana, yang dilapisi jerami supaya tidak pecah. Mangkuk-mangkuk porselin berwarna putih yang dihiasi gambar-gambar belum bisa dibuat di Yawabumi. Barang-barang ini datang dari negeri yang jauh, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ diangkut dengan kapal yang belum pernah kulihat. Kukira aku harus melihatnya suatu ketika, dan kenapa tidak menaiki kapal itu atau kapal yang mana pun menuju negeri-negeri yang jauh" Jika begitu jauhnya aku mengembara, sehingga bahkan tidak mungkin lagi untuk kembali, aku pun tidak keberatan pula. Bukankah hanya satu tujuan hidup yang telah kutetapkan dan itu hanyalah menjadi seorang pengembara" Kumasuki pondok, kudorong pintunya, tiada seorang pun menjaganya. Namun siapakah yang telah menyediakannya dengan begitu kebetulan di depan balai desa" Kulihat keranjang-keranjang bertumpuk sampai nyaris mengenai atap. Segera kuambil satu persatu dan dengan mengerahkan tenaga dalam sedikit saja kupindahkan semuanya kembali ke dalam pedati. Dengan tenaga dalam artinya segala beban dari barang-barang itu menjadi tiada artinya dan aku dapat memindahkannya dengan cepat tanpa suara. Bahkan jejak kakiku di tanah pun tiada karena aku telah menggunakan ilmu meringankan tubuh juga. Keranjang-keranjang berisi wdihan, inmas, dan gerabah langka dari negeri manca itu akhirnya kembali ke tempatnya semula, bagaikan tiada seorang pun yang sempat memindahkannya. Hanya para kerbau menjadi saksi semua kejadian ini. Namun apalah yang bisa dikatakan para kerbau" Aku tersenyum membayangkan apa yang akan terjadi. Langit mulai menyembunyikan rembulan. Di dalam balai desa mereka pasti masih tertidur, semuanya karena kelelahan, begitu juga kedua orang yang seharusnya mengawal tetapi mencuri itu, yang masih mendengkur karena baru saja tidur. Aku masuk dan mencoba tidur. Namun aku tidak bisa berhenti berpikir. Siapakah kiranya yang telah menyediakan pondok di depan balai desa itu" Kubayangkan terdapatnya suatu jaringan yang mampu menggerogoti perbendaharaan istana dengan perhitungan yang cermat. Aku terkejut sendiri ketika membayangkan kemungkinan, bahwa mungkin saja upacara penyerahan lahan menjadi sima itu ternyata sekadar cerita, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang memperdayakan Rakai Panunggalan di istana! Jika benar, tentu ini merupakan penipuan yang canggih! (Oo-dwkz-oO) Episode 35: [Para Pencuri] AKU masih tidur ketika seseorang menggoyang kakiku. "Bocah, jika dikau bermaksud memisahkan diri di sini, kami berangkat dahulu," katanya. Pemimpin rombongan itulah yang telah membangunkan aku. Dengan cepat kulirik apa yang terjadi di luar. Mereka semua sudah siap berangkat, seperti tidak terjadi sesuatu yang genting seperti semalam itu. Sembari beranjak, sebelum menjawab, aku berpikir. Aku telah menyelamatkan barangbarang berharga itu. Jika aku memisahkan diri, tidak ada jaminan barang-barang berharga itu akan tetap selamat. Maka aku harus selalu berada bersama rombongan ini, jika memang berkepentingan untuk menjaganya. Namun jika aku meneruskan perjalanan bersama rombongan ini, aku merasa khawatir akan semakin terlibat dengan persoalan mereka, yang hanya secara kebetulan saja melibatkan diriku. Masalahnya, aku tidak merasa dapat berdiam diri jika terjadi sesuatu dengan mereka. Aku merasa, setidaknya untuk sementara, sebaiknya tetap menjaga mereka, bukan demi barang-barangnya, melainkan terutama demi keselamatan mereka. "Pergilah, Bapak, dewa-dewa akan menjaga keselamatanku," kataku, lantas berpura-pura tidur kembali. Meski memejamkan mata, kudengar desah nafas panjangnya, dan barangkali ia menggeleng-gelengkan kepala. Ia melangkah keluar. Kudengar derak roda-roda pedati yang makin lama semakin jauh. Aku memikirkan kedua pengawal TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang curang itu, dan seseorang yang telah menyediakan pondok di depan balai desa untuk menyembunyikan barang curian. Aku pun segera melesat untuk mengikuti rombongan itu tanpa mereka ketahui. KARENA jalan sudah rata, perjalanan bisa lebih cepat. Namun akan menjadi seberapa cepatkah perjalanan dengan pedati" Apabila mereka bergerak maju perlahan-lahan di jalanan, aku bergerak tanpa suara di balik rimbunnya pepohonan di tepi jalan. Harus kuakui mengikuti rombongan dengan cara seperti itu sangat membosankan. Aku hampir saja meninggalkan mereka karena kebosanan yang teramat sangat karena dalam kelambanan itu tidak terjadi sesuatu pun Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo jua. Namun aku juga merasa betapa aku harus selalu waspada. Aku yakin bahwa jaringan pencuri ini tidak hanya terdiri atas dua orang pengawal dan seorang penyedia pondok penyimpan barang. Bahkan mereka bertiga kemungkinan besar juga hanyalah orang-orang suruhan. Pikiranku terus bekerja, tetapi pengetahuanku sebagai remaja 15 tahun tentu saja sangat membatasi segala pertimbangan. Pertarungan kekuasaan di dalam istana misalnya, hanya bisa kuduga dengan perbendaharaan pengetahuan yang sangat terbatas. Aku hanya berpikir bahwa pencurian barang-barang demi kepentingan upacara seperti itu, bukanlah pemikiran seorang pencuri biasa yang ingin memiliki barang-barang tersebut. Barang-barang itu berusaha dicuri bukanlah untuk dimiliki, melainkan demi suatu kepentingan tertentu. Kepentingan apa" Dalam batas pemikiranku, setidaknya itu adalah gagalnya upacara peresmian sima. Kenapa upacara peresmian harus digagalkan" Sampai di sini kemiskinan pengetahuanku berbicara. Aku hanya tahu betapa untuk sementara aku harus terus mengikuti rombongan ini, karena para mabhasana ini hanyalah orang-orang yang akan dikorbankan. Dugaan mengenai adanya kejahatan semacam ini saja sudah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membuatku geram, kelicikan semacam itu memang memualkan. Ketika aku menyambar buah jambu air untuk menawarkan dahagaku, di bawahku berkelebatlah sesosok bayangan yang mengikuti rombongan itu. Aku terkesiap. Ternyata Kepala Desa dari desa tempat kami menginap semalam. Desa apakah namanya" Bahkan aku juga tidak mengetahuinya. Jika seorang kepala desa seperti itu terlibat dalam pencurian semalam, aku semakin yakin betapa ini bukan sekadar pencurian biasa. Ia menirukan suara burung, sebagai tanda bagi kedua pengawal yang menunggang kuda di depan dan bekakang rombongan. Kulihat kedua pengawal itu memegang gagang pedangnya masing-masing yang masih berada di dalam sarungnya. Kulihat juga Kepala Desa itu bahkan telah mencabut pedang. Mereka akan segera menggunakannya! Kutelan jambu airku dan melayang turun dan tentu saja tidak ada yang mengetahuinya. Jika hanya terdapat lima orang yang barang-barangnya dikawal, maka mudah saja membunuh mereka dengan kecepatan kilat, apalagi yang tidak pernah mereka duga akan dilakukan para pengawal mereka sendiri. Apa yang harus kulakukan" Pertama-tama aku melayang turun ke belakang kepala desa itu. Ia mengangkat pedangnya ke belakang, seperti s iap berlari menyerbu. Namun aku dengan kecepatan kilat mengambil pedang tersebut, dan tentu saja takbisa dibayangkan betapa bukan alang kepalang ia terkejutnya ketika membalikkan badan. "Haahhh?" Namun tidak kuberi kesempatan ia berteriak lebih keras lagi. Sekali sentuh ia sudah jatuh pingsan. Aku memang tidak ingin kedua pengawal itu mengetahui apa yang telah terjadi. Aku ingin menghukum mereka dengan caraku sendiri. Kedua pengawal itu menyerbu orang-orang yang seharusnya mereka jaga keselamatannya. Kelima orang yang lain terkejut. Namun TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mereka dengan cepat mencabut pedangnya masing-masing pula, bahkan dengan kemarahan membara. Kuperhatikan dari balik semak-semak, pertarungan berlangsung seimbang. Dalam arti, satu pengawal melawan dua orang, dan satu pengawal lain melawan tiga orang. Pertarungan ini berlangsung diiringi maki-makian kasar yang tidak sepatutnya diungkap di sini. Cara bertarung mereka pun tidak beraturan. Karena meskipun kedua pengawal ini tampak mengerti ilmu silat, kelima orang yang melawan dengan membabi buta itu tidaklah mengerti ilmu silat sama sekali. Tidaklah lantas menjadi mudah bagi orang yang mengerti ilmu silat untuk menghadapi orang-orang awam yang bertarung tanpa aturan, karena ilmu silat digubah dalam kerangka ilmu silat juga, bukan gerak orang awam yang tanpa jurus, bahkan tanpa aturan. Dengan kata lain, ilmu s ilat tidak akan mengenal bahasa gerakan bukan silat. Jurus silat digubah untuk menghadapi jurus silat, bukan sembarang gerakan. Sehingga menyaksikan pertarungan semacam ini memberikan sejumlah gagasan untukku, bahwa jurus-jurus yang seperti bukan jurusjurus ilmu silat, akan sangat sulit dihadapi jurus-jurus ilmu silat itu sendiri. Saat itu aku tentu saja tidak pernah menduga, bahwa pemikiran semacam ini kelak akan membawaku kepada penemuan Jurus Tanpa Bentuk. MEREKA ternyata bahkan menemui kesulitan dengan bertempur di atas kuda seperti itu. Tentu ini juga disebabkan oleh ilmu silat mereka yang sama sekali tidak tinggi. Sembari bertempur mereka sebentar-sebentar melihat ke arahku, tentu mengharap bantuan kepala desa yang juga culas itu. Aku tertawa dalam hati melihat kebingungan mereka, tetapi tidak terbersit sedikit pun dalam pikiranku untuk mengampuni orang-orang yang menyalahgunakan kepercayaan semacam ini. Kulihat kuda yang bernama Si Kemplang itu memang perkasa, bukan hanya ketegapan tubuhnya, tetapi juga karena tampak terlatih ikut menyerang lawan majikannya dalam pertempuran. Suatu hal yang hanya dikuasa i kuda dalam TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ makuda atau pasukan berkuda. Kedua orang ini pastilah setidaknya pernah menjadi anggota suatu pasukan berkuda. Artinya bukan orang yang mencuri karena kelaparan! Dengan sebutir kerikil kutotok jalan darah Si Kemplang, yang tidak membuat kuda hitam perkasa itu menjadi lemas tanpa daya, sebaliknya bahkan melonjak-lonjak sambil meringkik-ringkik tak terkendali. Kuda temannya pun kuperlakukan seperti itu, sehingga kini kedua pengawal tersebut lebih sibuk mengurusi kudanya daripada lawanlawannya. Pertarungan menjadi berat sebelah dan nasib kedua pengawal itu sudah ditentukan. Sedikit demi sedikit anggota badan mereka terbacok senjata tajam. Begitu rupa sehingga tak lama kemudian seluruh tubuh mereka telah menjadi merah oleh darah mereka sendiri, meskipun ternyata mereka tidak kunjung mati. Kemudian tiba saatnya mereka terjatuh ke tanah. Para pembuat pakaian yang telah gelap mata ini nyaris mencacahcacah tubuh keduanya jika kepala rombongan yang bijak itu tidak mencegahnya. "Jika mereka bisa terus hidup, mungkin mereka akan jadi orang baik," katanya. "Biarlah dia jadi orang baik waktu lahir kembali saja kelak, setelah sebelumnya menjadi monyet terjelek di dunia," kata salah satunya. "Biarlah dia jadi orang baik sekarang," ujar kepala rombongan itu dengan tegas, "aku ingin tahu apakah dia juga pendapat yang sama atau tidak." Mereka mengerumuni kedua orang itu, sementara kepala desa yang kutepuk dan pingsan telah sadar kembali. Kuberdirikan kepalanya agar mampu melihat nasib kedua komplotannya. Ia menjadi sangat ketakutan. "Ampuni saya Tuan, saya mempunyai anak dan istri di rumah," katanya sembari menyembah-nyembah. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Dalam keadaan yang lain, mana mungkin ia memanggilku Tuan" "Kuserahkan kepada mereka kalau Bapak tidak berterus terang tentang segalanya." Ia menelan ludah dan merasa tak berdaya. Lantas begitu saja bercerita. Seseorang dari istana dengan gelar mangilala drawya haji atau pemungut pajak telah datang dan menyatakan bahwa sejumlah pejabat akan dikirim dari kotaraja. Adapun maksudnya adalah menyatakan desa mereka sebagai sima, dibebaskan dari pajak, karena jasa yang telah diberikan tanah tersebut kepada negara. "Kami semua tidak mengerti," katanya, "apakah yang disebut sebagai jasa tanah kami kepada negara." Di desa mereka tersebut, sawah justru memberi penghasilan besar kepada negara, dan penduduk masih menerima banyak keuntungan dari penjualan beras, meski setelah dipotong oleh pajak. Maka tentu saja pesan yang dibawa pejabat pajak itu ditolak. "DI desa kami, bahkan para rakai atau pamegat akan selalu kalah wibawanya dibandingkan para rama.3) Namun kali ini mereka tampaknya memaksakan kehendak dengan senjata." Ternyata bukan tanah desa mereka saja yang ingin dikuasa i oleh istana, tetapi juga tanah desa-desa lain, karena agaknya sedang berlangsung persaingan dalam kepemilikan tanah, agar di atas tanah itu bisa didirikan candi, baik dari kelompok Siwa maupun Mahayana. Penduduk desa tidak terpengaruh untuk memilih salah satu dari kedua agama besar yang menguasai istana, karena kepercayaan yang mereka warisi dari nenek moyang sudah memuaskan kebutuhan beragama mereka, yakni bahwa sesuatu yang luar biasa memang menguasai kehidupan mereka. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Kami tidak peduli dengan persaingan diam-diam kedua agama ini," katanya, lagi, "tetapi kedua agama ini membutuhkan tanah-tanah kami untuk mendirikan candi." Aku teringat, tidak sembarang tanah kosong bisa menjadi lahan tempat didirikannya candi. Para sthapaka (arsitek pendeta) dan stahapati (arsitek perencana) dalam tindak bhumisamgraha (pemelihan tempat) dan bhupariksa (pengujian tanah pada calon lahan bangunan) telah mengacu kepada kitab-kitab dari Jambhudwipa perihal aturan pembuatan bangunan seperti Manasara-Silpasastra maupun Silpaprakasa. Menurut kitab-kitab ini, lahan tempat pendirian bangunan kuil dinilai tinggi, bahkan lebih penting dari bangunan suci itu sendiri.4) Ini membuat lahan yang memenuhi syarat, di mana pun, diincar untuk diambil alih bagi pembangunan kuil-kuil pemujaan yang disebut candi itu. Ketika agama tidak dapat dilepaskan dari kekuasaan, maka berperilakulah para pemimpin keagamaan bagaikan sekadar pemimpin di wilayah dunia fana, yang tampak dalam persaingan perebutan lahan bagi candi di Yawabumi. "Apa hubungannya semua itu dengan pencurian ini?" "Persaingan di antara para pejabat agama di istana telah membuat mereka saling berusaha menggagalkan upacara peresmian sima, dan kami sekarang ini membantu usaha penggagalan upacara di Ratawun, karena lahan yang akan dikuasai sangat besar sekali. Jika lahan tersebut diubah menjadi tempat pendirian candi, kami semua akan mati karena sekarang ini merupakan sumber penghasilan kami." "Kenapa harus tanah kalian dan bukan yang lain?" "Karena tanah kami adalah tanah Brahmana." Aku mengerti, tanah Brahmana merupakan tanah terbaik seperti yang dirumuskan Silpaprakasa. Tanah Brahmana mengandung lempung, kenampakannya bercahaya seperti debu mutiara dan harum baunya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ TANAH lain yang dianggap sama mutunya adalah tanah Ksatrya, yang berwarna kemerahan, bercahaya seperti darah segar, dan berbau keasaman. "Jika semua tanah Brahmana dan Ksatrya diambil demi kuil, apakah manusia hanya boleh menempati tanah Waisya dan Sudra?" Begitulah kepala desa itu mempertanyakan. Hmm. "Siapakah kedua prajurit itu?" T anyaku. "Oh, mereka adalah orang-orang yang berasal dari desa kami, berhasil diterima ketika melamar jadi anggota pasukan berkuda, dan mereka merasa perlu menyelamatkan penduduk dari kemalangan jika segenap lahan diambil secara paksa." Kulihat di tengah jalan, kelima mabhasana seperti siap membacok kedua pengawal yang malang itu. Aku harus segera mencegahnya jika tidak ingin mereka mati, meskipun aku bingung juga jika harus bertemu muka lagi dengan rombongan ini. "Jangaaaaann!" Tangan mereka terhenti di udara. Jika tangan-tangan yang memegang golok itu turun, tamatlah riwayat kedua pengawal celaka. Aku bersyukur tidak mengambil keputusan untuk membunuh ketiga-tiganya secepat-cepatnya, seperti yang kupikirkan ketika untuk pertama kalinya membaca hubungan mereka sebagai komplotan. Kini, sebaliknya, aku merasa kasihan terhadap mereka yang tanahnya dirampas, meski untuk keperluan bangunan suci. Artinya, bagiku, bukan hanya persyaratan keadaan tanah yang diperlukan untuk membangun tempat ibadah, melainkan juga kerelaan dan kepasrahan sang pemilik tanah untuk menyerahkannya yang menjadi syarat mutlak. Jika tidak, tanah itu bermasalah, dan bagi pembangunan sebuah kuil, tidakkah itu menghalangi dan menghancurkan segenap tujuan pemujaan dalam upacara agama" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Lagipula, siapa bilang segalanya ini murni demi kepentingan agama" Penduduk Yawabumi setahuku tidak terlalu peduli dengan agama manapun yang mereka peluk, selama peraturan agama yang berlangsung tidak mengganggu kehidupan mereka. Bahkan bila perlu berbagai macam ketentuan dalam agama manapun justru disesuaikan dengan Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kepercayaan semula mereka, dan tidak seorang penyebar atau pemuka agama pun bisa memaksakan kehendaknya. Maka mereka tahu belaka jika agama disebut-sebut hanya sebagai alasan, ketika kepentingan kekuasaan berada di baliknya. Kedua orang itu tidak jadi mati. Namun tubuh mereka yang merah oleh darah memberikan pemandangan yang mengerikan. Para mabhasana terbelalak melihat aku datang bersama Kepala Desa. "Bapak, ceritakanlah semua," kataku. Kami berada di tengah jalan yang membelah hutan. Burung-burung berkicau dengan riuh, tetapi bagiku hal itu masih terlalu sepi dibandingkan ketegangan dalam permainan kekuasaan di istana, yang mengorbankan penduduk desa demi segala kepentingan mereka. Kepentingan yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan desa, tetapi yang sedikit demi sedikit mulai merusaknya. "Jadi apakah yang sekarang harus kita lakukan, wahai bocah takbernama?" Aku senang mereka masih memanggilku bocah, meski memang tetap tanpa namaku. Hmm. Namaku adalah Tanpa Nama. Benarkah itu sebuah na-ma" Kita takbisa menghindar untuk tetap bernama, sebagai pemberian makna siapapun kepada kita. (Oo-dwkz-oO) Episode 36: [Pendekar Topeng Tertawa] TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ SESUAI kepala desa itu bercerita, aku baru sadar betapa memang tidak mungkin menghindari aliran sungai kehidupan yang membentuk riwayat hidupku. Ketika berusaha menghindari urusan rombongan tersebut dengan cara memisahkan diri, kupikir itulah cara terbaik untuk mengelak. Namun karena khawatir dengan keselamatan mereka, aku tetap mengikuti mereka tanpa mereka ketahui, tetapi yang ternyata membuat aku terlibat semakin dalam. Seusai kepala desa itu bercerita, pandangan mereka kepadaku kini berubah. Mereka tidak mungkin lagi menyebutku sebagai bocah dan kupikir masa kebocahanku memang telah berakhir, terutama setelah didewasakan oleh Harini dengan segala percobaan Kama Sutra yang dibacanya itu kepada diriku. "Pendekar inilah yang telah mengagalkan rencana kami, dengan mengembalikan lagi segala barang ke dalam pedati. Jika tidak, kami tentu tidak akan tahu lagi nasib kalian." Para mabhasana itu menoleh kepadaku, lantas bersujud sampai dahinya menyentuh tanah. "Tuan Pendekar! Maafkan kami!" Aku merasa sangat sungkan dan sangat malu. Aku tidak ingin melibatkan diriku, tetapi mungkinkah kini aku melepaskan diri" "Bapak! Berdirilah!" "Maafkan kebodohan kami Tuan Pendekar! Kini kami tidak dapat membayangkan, ancaman apa lagi yang menanti di depan kami!" Mabhasana artinya penjual pakaian. Mereka bisa hanya menjual, dan tidak membuat sendiri baju-baju bersulam emas ini, tetapi bisa juga menjual dan membuatnya sendiri. Namun jika membuatnya, jelas ia memerlukan bantuan pewdihan (tukang jahit), menglakha (tukang celup kain warna merah), TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ manila (tukang celup kain warna biru), mawungkudu (tukang celup kain warna merah yang lain). Bahkan jaringan pengadaan sandang ini juga melibatkan para penjual kapas dan tukang tenun. Lebih jauh lagi, jika bagi para pejabat dibutuhkan wdihan dengan mutu yang istimewa, maka jaringan ini diperluas oleh keberadaan para pedagang yang datang dari seberang lautan. Artinya kegagalan memenuhi janji akan berarti petaka bagi mereka semua, karena barang dagangan sebanyak itu kemungkinan juga merupakan piutang. Melihat barang-barang yang kupindahkan kembali semalam, berarti mereka berutang juga kepada mandyun (pembuat benda-benda tanah liat), pandai mas (tukang emas), pandai wsi (tukang besi), manapus (pembuat benang), manubar (pembuat bahan cat warna merah), magawai payun wlu (pembuat payung wlu), maupun mananyamanam (pembuat barang-barang anyaman). Jumlah dan tuntutan akan mutunya tidak membuat mereka mungkin untuk membayar lunas lebih dahulu, meski tentunya mereka tetap memberikan uang muka. Kesempatan seperti ini memang diberikan oleh negara, demi berputarnya roda perdagangan, seperti yang mereka rujuk dari Arthasastra. pertanian, peternakan, perdagangan membentuk varta (ekonomi) yang bermanfaat karena menghasilkan padi-padian, ternak, hasil hutan dan lapangan pekerjaan raja dapat mengendalikan pihaknya sendiri maupun pihak lawan dengan menggunakan keuangan dan tentara TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ADAPUN tentang utang piutang, Arthasastra mengatakan: Satu seperempat pana adalah sukubunga sebulan menurut hukum bagi seratus pana lima pana bagi perdagangan sepuluh pana bagi yang melewati hutan duapuluh pana untuk melewati lautan bagi yang meminta atau menetapkan sukubunga di atas itu hukumannya adalah denda terendah untuk kekerasan bagi para saksi, masing-masing separuh denda tetapi jika raja tidak menjamin perlindungan hakim harus mempertimbangkan pekerjaan umum bagi para pemberi pinjaman dan para peminjam bunga untuk gandum sampai separuh waktu panen setelah itu bisa bertambah karena berubah menjadi modal bunga modal akan berjumlah separuh keuntungan dibayar dalam setahun dipisahkan dalam toko orang yang pergi jauh atau bandel membayar TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ akan membayar dua kali modal bagi orang yang menarik bunga tanpa menentukannya atau menaikkan sukubunga atau menuntut melalui saksi modal dengan tambahan bunga dendanya empat kali 1/5 atau 1/10 bagian jika menuntut melalui saksi jumlah kecil (yang tidak pernah dipinjamkan) denda akan empat (jumlah) yang tidak ada untuk itu penerima akan membayar sepertiga sisanya bagi orang yang telah membantunya Masih banyak perkara utang piutang yang telah diatur secara hukum. Masalahnya, seberapa jauh hakim dalam peradilan dapat diandalkan" Memang benar hakim yang bijak dan berani karena benar selalu ada, tetapi sebagian besar lebih suka mempermainkan hukum demi kepentingan para penguasa, dan tentu saja demi keselamatannya sendiri. "Bapak! Aku mohon! Berdirilah!" Mereka semua berdiri dengan pandangan menyerahkan segala persoalan kepadaku. Adapun aku sendiri tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tidak mempunyai cukup pengalaman dan pengetahuan mengenai permainan kekuasaan untuk dapat mengambil keputusan dengan penuh keyakinan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Ketahuilah Bapak! Aku akan selalu membantu Bapak! Namun dalam hubungannya dengan seluk-beluk permainan kekuasaan di istana, akulah orang yang membutuhkan pertolongan!" Lantas aku membungkuk dalam-dalam. "Tolonglah saya, Bapak!" IA terdiam. Aku juga terdiam. Kedua pengawal yang mandi darah itu memandang kami, masih dengan wajah yang ketakutan. Kepala desa itu diam seribu bahasa. Namun jiwa ketiganya jelas telah lolos dari lubang jarum, mengingat betapa niat mereka semula sebenarnyalah untuk membunuh kami. Betapapun sekarang aku tidak merasa ketiganya terlalu jahat, karena dapat kubayangkan terdapatnya suatu ancaman, suatu tekanan yang membuat mereka justru akan lebih ce laka jika tidak melakukannya. Peristiwa ini bagaikan buah simalakama bagi sesama pelengkap penderita. Jika barang-barang dalam pedati itu hilang, para mabhasana bukan sekadar terjerat utang, tetapi juga bisa mendapat hukuman yang tidak perlu. Sebaliknya jika barang-barang itu tidak berhasil dicuri, kepala desa dan dua pengawal itu kiranya akan mengalami nasib yang lebih buruk lagi. Pantaslah mereka berjuang begitu rupa sampai berusaha mengorbankan nyawa. Kini jelas nyawa mereka terancam, dan hanya kepada kami mereka bisa berlindung. Namun bagaimana kami, aku dan para mabhasana ini bisa melindungi mereka" Dalam kegalauan seperti inilah kemudian terdengar sebuah tawa lirih. Aku terkesiap, karena tawa ini bukanlah sembarang tawa. Inilah suara tawa yang akan membunuh. Tawa ini sangat getir, tidak menimbulkan perasaan gembira, sebaliknya kesedihan yang terasa pedih dan menyayat-nyayat. Namun karena ini bukanlah tawa sembarang tawa, melainkan suara tawa sebagai ilmu kesaktian dalam dunia persilatan yang tujuannya membunuh, setidaknya melumpuhkan, tetapi lebih TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sering menyiksa, apa yang semula berarti kepedihan batin, kini menjadi kepedihan tubuh yang menyimpan perasaan pedih tersebut. Maka seketika tampak menggeleparlah kedua pengawal yang sebelum itu juga sudah bermandi darah. Mereka menggelepar, karena perasaan getir yang mendera hati dan perasaan mereka itu seolah berubah menjadi benda keras serta tajam, yang tentu saja tidak kelihatan. Keras dan tajam artinya berkemampuan merobek tubuh dari dalam, karena yang disebut perasaan telah berubah menjadi senjata tajam takkasat mata! Itu berarti setelah menggelepar mereka pun tewas. Kepala desa pun terjatuh bersama kelima mabhasana dan segera menggelepar pula. "Tutup telinga kalian! T utup telinga kalian!" Aku pernah mendengar dari pasangan pendekar yang mengasuhku perihal ilmu-ilmu suara dalam dunia persilatan. Artinya bagaimana suara dan bunyi apapun dimanfaatkan sebagai penggoyah sukma, sehingga cabang ilmu suara disebut juga Ilmu-Ilmu Penggoyah Sukma. Pada umumnya penguasaan ilmu ini dianggap sudah sempurna, jika sudah mampu memeras perasaan, dan karena itu menjadi pengalih perhatian terbaik dalam pertarungan. Siapapun yang menjadi sedih dan menangis karena mendengar lagu sedih itu, akan terobek tubuhnya pada tempat perasaannya bergetar. Betulbetul terobek dan mengeluarkan darah, dan karena sayatannya dari dalam maka darahnya menjadi berbuncahbuncah. Mengerikan. Tawa ini juga mengerikan. Lirih tetapi bergema, bagaikan terdengar dari dalam sebuah gua. Aku mengerahkan tenaga dalam untuk mematikan perasaanku. Lantas melihat ke sekeliling. Lantas dengan segera aku menyambar dua pedang dan melesat. Pasangan pendekar itu pernah bercerita kepadaku tentang seorang pendekar, yang semula berasal dari golongan merdeka, tetapi kini menjadi orang bayaran, apalagi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ jika bukan bayaran untuk me lakukan pembunuhan. Pendekar itu mengandalkan ilmu silatnya kepada Ilmu-Ilmu Penggoyah Sukma, dan yang paling dikenal adalah tawa lirihnya yang getir serta mematikan. Sedangkan gelarnya adalah Pendekar Topeng Tertawa. Ia memang selalu mengenakan topeng orang tertawa yang bukan main menggelikan bagi yang melihatnya. Suatu topeng jenaka yang sungguh menggugah rasa gembira. Maka lawanlawannya sering sulit bersikap menghadapinya. Di satu pihak topeng lucunya membuat orang tersenyum geli, tetapi pada saat tersenyum dan merasa geli berada dalam ancaman bahaya, karena pedang panjang Pendekar Topeng Tertawa akan menyambar-nyambar seperti angin menyapu padang rumput. Bukankah sulit diterima jika kita terbunuh sembari terbelalak memandang topeng tertawa" KUJUMPAI ia berjuntai di atas pohon dan segera kuserang. Seperti cerita kedua orang tuaku, ia mengenakan busana longgar yang menutup seluruh tubuhnya dari pergelangan tangan sampai mata kaki. Busananya itu berwarna putih bersih, nyaris menyilaukan dalam terpaan cahaya matahari, dan jika ia bergerak cepat akan berkibar-kibar karena sangat longgar. Suara kibaran kain juga menjadi bagian dari pengalihan perhatian di samping suara tawa yang lirih dan Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo getir. Belum ada seorangpun yang mengalahkannya, tetapi kini jika aku tidak ingin mati dalam umur 15 tahun, aku harus membunuhnya! Dalam sekejap mata kulihat topeng tertawanya, sangat lucu, tetapi sudah kumatikan seluruh perasaanku. Aku menyerang dan menggempurnya dengan jurus-jurus Ilmu Pedang Naga Kembar yang paling mematikan. Ia tampak sangat terkejut dan berkelebat menghindar. "Jika dikau suatu ketika berhadapan dengan Pendekar Topeng Tertawa, wahai anakku, seranglah terus tanpa TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ memberinya waktu bernapas. Hanya dengan cara itu dikau akan mampu melumpuhkannya," kata ibuku. Kukepung Pendekar Topeng Tertawa itu dengan dua pedang yang telah berubah menjadi empat puluh empat cahaya pedang menyambar-nyambar. Aku harus membunuhnya dengan secepat-cepatnya, karena Ilmu-Ilmu Penggoyah Sukma yang dimilikinya terlalu berbahaya. Bukankah sangat mengerikan ketika kita ikut tertawa misalnya, lantas dada kita tersobek oleh sayatan pedang yang tidak kelihatan wujudnya, dari dalam tubuh kita sendiri" Seperti sihir, tetapi bukan sihir, hanya ilmu pengalih zat yang sempurna. Ia tentu tidak diam saja. Busana putihnya yang amat bersih dan amat longgar berkibar-kibar dalam kelebatnya yang luar biasa cepat dan tidak dapat diikuti oleh mata. Ia masih tertawa, tetapi bagiku sudah tiada artinya, meski topeng tertawanya kusadari memang bisa membingungkan. Lucu, tetapi yang memakainya sangat mengancam nyawa. Pedangnya yang panjang tak jarang nyaris membelah tubuhku menjadi dua, jika aku tidak segera melompat berputar tujuh kali ke udara. Maka aku terus menyerangnya sembari mengitarinya dengan Jurus Naga Berlari di Atas Langit. Pedang yang beradu mengeluarkan suara berdentang-dentang diiringi lelatu api. Sudah barang tentu gerakan kami tak terlihat lagi oleh para mabhasana yang syukurlah sudah terselamatkan. Namun kepala desa itu dadanya sudah tersayat dari dalam sehingga mengalirkan darah segar. Pendekar Topeng Tertawa tak bisa tertawa lagi karena sepasang pedang yang kumainkan bagaikan menyerangnya dari segala arah. Ia pun mengggerakkan pedang panjangnya dengan Jurus Pedang Panjang Menyapu Rumput, suatu jurus yang selalu berhasil memenggal kepala lawan dari batang lehernya, karena senjata apapun yang menangkisnya hanya akan terpotong seperti rumput berhadapan dengan sabit. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Maka aku pun tidak menangkisnya, dan memainkan Jurus Penjerat Naga, yang akan membuat setiap serangan hebat menjadi kelengahan terbuka. Aku tidak menunda sampai rangkaian Jurus Penjerat Naga itu habis ketika pertahanannya sudah terbuka. Bukankah Pendekar Satu Jurus bahkan selalu menggebrak pada kelengahan pertama" Tanpa ampun kubabat kedua lengannya sampai putus. Sebelah lengannya yang masih memegang pedang panjang terpental ke udara. Ia meraung di balik topeng tertawanya. Ini sangat berbahaya! Maka kedua pedangku bergerak menggunting. Kepala bertopeng itu pun menyusul ke dua lengannya. Waktu aku mendarat kembali ke tanah, rerumputan sudah licin karena darah. Bajuku lengket karena semburan darah Pendekar Topeng Tertawa. Kulihat topeng itu masih terpasang di kepalanya. Jika raungan tadi kubiarkan menyentuh perasaan, jantung dan paru-paruku bisa keluar menyeruak dari balik dadaku. Topengnya memang lucu, tetapi ilmunya terlalu kejam untuk dibiarkan hidup. Itulah pilihan seorang pendekar. Aku baru menyadarinya kemudian, bahwa seorang pendekar harus menjadi hakim bagi nasib musuh yang bisa diatas inya, apakah akan dibunuhnya, atau dibiarkan hidup. Tidak akan ada kesempatan untuk menyerahkannya kepada hakim yang sebenarnya. Bagaimana mungkin jika pertarungannya saja tidak bisa diikuti mata" Seperti pertarunganku dengan Pendekar Topeng Tertawa. Menuliskannya jauh lebih lama dari kejadian sesungguhnya, karena berlangsung lebih cepat dari pikiran. Dalam kecepatan seperti itu pun seorang pendekar harus penuh pertimbangan sebelum melakukan penghakiman, apakah membuat musuhnya tewas atau membiarkannya tetap hidup. Memang benar dalam dunia persilatan dikenal suatu nilai betapa kematian dalam pertarungan adalah kehormatan. Namun sungguh mati, tidak semua orang yang bertarung dalam dunia persilatan adalah pendekar, dan karena itu tidak juga layak mendapat kehormatan seperti itu. Akan halnya Pendekar TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Topeng Tertawa, keputusan membunuhnya dengan seketika kuambil di tengah pertarungan, karena kesan yang kudapat Manusia Penyebar Kutuk 1 Pedang Siluman Darah 16 Cinta Memendam Dendam Cinta Memendam Dendam 2