Mentari Senja 7
Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja Bagian 7 muncul dan berdiri diatas tanggul sungai itu. Hampir saja Delima menjerit. Namun untunglah, bahwa mulutnya masih terkatub. "Kalian mengejutkan aku" desis Delima. Keduanya tertawa pendek. Sementara Delima berkata "Aku sudah akan pulang. Nanti kawan-kawan itu menjadi gelisah. Jika mereka menyampaika n kegelisahan mereka pada orang-orang padukuhan, maka beberapa orang akan berdatangan kemari." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kenapa kau tidak pulang bersama mereka saja?" bertanya Laksana. Delima menjadi agak bingung. Tetapi kemudian ia menjawab juga "Cucianku kurang sedikit. Dan sekarang aku sudah selesai." Laksana pun kemudian menuruni tebing sambil bertanya "Kau takut kepada kedua orang yang menanyakan padepokan Kiai Banyu Bening itu?" "Kau melihat mereka?" bertanaya Delima. "Ketika aku melihat keduanya, aku segera mendekat. Aku sudah sejak tadi berada dibalik perdu itu." "Karena mereka berdua maka aku justru harus segera menyusul kawan-kawanmu. Aku memang yakin bahwa kalian masih ada ditempat ini. Aku ingin mendengar kabar pamanku." "Pamanmu tidak apa-apa. Ia mengirimkan salamnya kepada ayahmu. Pamanmu sekarang berada di padepokan." "Bagaimana dengan Kiai Banyu Bening atau orang yang membayangi padepokan Kiai Banyu Bening itu" Apakah benar bahwa padepokan itu sudah beralih tangan?" "Ceriteranya panjang. Tetapi sampaikan saja kepada ayahmu, bahwa pamanmu tidak apa-apa dan bahkan sekarang menjadi salah seorang penentu di padepokan itu." "Kalian dengar kedua orang yang mencari padepokan Kiai Banyu Bening tadi?" "Ya. Nampaknya masih akan ada persoalan lagi." "Ah, terima kasih. Aku harus segera menyusul kawankawanku sebelum mereka menjadi gelisah dan memberitahukan kepada orang-orang padukuhan." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Laksana memang menjadi sedikit kecewa. Tetapi ia mengerti, bahwa kedatangan kedua orang yang mencari padepokan Kiai Banyu Bening itu telah merusak suasana. Namun Laksana tidak ingin menahan Delima lebih lama lagi. Sejenak kemudian, maka Delima itu pun sudah naik kealas tanggul. Kepada Manggada dan Laksana ia pun berkata "Salamku kepada paman. Tolong, sampaikan pula tentang kedua orang yang mencari padepokan Kiai Banyu Bening itu." "Baik Delima," jawab Laksana "pada kesempatan lain, aku akan datang lagi." "Mungki n kami tidak berada di tepian lagi besok. Kedua orang itu telah menakut-nakuti kawan-kawanku. Sendiri aku juga takut, sementara kalian belum pasti ada di tepian." Laksana menarik nafas dalam-dalam. Suasananya benarbenar telah dirusak oleh kedua orang itu. Bukan hanya hari itu. Tetapi mungkin dalam tiga ampat hari mendatang, gadis-gadis itu masih belum berani turun ke sungai lagi. Demikianlah, maka Delima pun berlari-lari kecil menyusul kawan-kawannya. Ia tidak ingin kawan-kawannya menjadi gelisah karena ia terlalu lama tidak segera nampak. Sebenarnyalah, kawan-kawan Delima itu terhenti di simpang ampat di ujung padukuhan. Mereka memang mulai menjadi cemas. Seorang laki-laki yang berjalan sambil membawa cangkul sempat bertanya "Ada yang kalian tunggu?" "Kami menunggu Delima paman." "Dimana anak itu?" "Kami bersama-sama mencuci di tepian. Ketika kami naik, Delima masih tinggal untuk menyelesaikan curiannya yang tinggal sedikit." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kenapa kalia n tidak menunggu di tepian?" "Delima sendiri minta kami mendahului." Laki-laki itu mengangguk-angguk. Sambil melangkah pergi ia bergumam "Nanti ia akan pulang sendiri." Kawan-kawan Delima yang menunggu itu menjadi semakin gelisah. Mereka membayangkan, bahwa kedua orang laki-laki itu datang kembali, menangkap Delima dan membawanya pergi. "Delima terlalu cantik untuk berada di tepian seorang diri" berkata kawan-kawannya itu didalam hatinya. Tiba-tiba serentak anak-anak itu bersorak ketika mereka melihat Delima berlari-lari kecil muncul dari balik tikunagan. Sambil melambaika n tangannya Delima bergegas menyusul kawan-kawannya itu. "Kau membuat kami cemas" berkata salah seorang dari kawan-kawannya itu. Delima yang sudah berada diantara kawan-kawannya disela-sela nafasnya yang tersengal-sengal berkata "selembar cucianku jatuh di pasir tepian. Aku harus mencucinya kembali." "Jangan terlalu berani Delima" desis kawannya yang sedikit lebih tua daripadanya. "Sebenarnya aku juga ketakutan. Tetapi untunglah, lakilaki itu tidak kembali." "Besok kita tidak pergi ke tepian" berkata seorang diantara mereka. "Ya. Tentu tidak. Jika kita pergi juga ke tepian dan terjadi sesuatu, itu adalah salah kita sendiri." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Atau kita dapat mengajak dua tiga orang kawan laki-laki kita." "Tetapi orang-orang yang nampaknya garang itu sangat berbahaya" sahut yang lai n "anak-anak muda padukuhan ini tidak akan dapat melawan mereka." "Ya," berkata Delima "wajahnya saja sudah menakutkan." "Marilah" seorang diantara mereka mengajak kawankawannya pulang. Ketika Delima sampai di rumah, ayahnya sudah siap pergi ke sawah. Namun Delima sempal berceritera bahwa ia bertemu dengan anak-anak muda yang sering lewat ditepian bersama Ki Pandi yang bongkok itu. "Apakah orang bongkok itu juga datang ?" "Tidak ayah. Orang bongkok itu tidak nampak. Namun kedua anak muda itu mendapat pesan dari paman, salam paman bagi ayah. Selebihnya paman memberikan pesan pula, bahwa paman tidak apa-apa. Paman baik-baik saja." "Sokurlah" ayahnya mengangguk-angguk. Namun sebelum ayahnya bertanya lebi h jauh tentang anak-anak muda itu, maka Delima pun telah menceriterakan kedatangan dua orang laki-laki yang garang, yang bertanya letak padepokan Kiai Banyu Bening. "Apalagi yang akan terjadi?" desis Kiai Krawangan. Namun orang itu pun kemudian berkata "Baiklah. Aku akan pergi ke sawah. Berhati-hatilah jika kau turun ke tepian." "Kawan-kawan sudah berjanji, esok kami tidak turun ke sungai ayah." "Bagus. Kau dapat mencuci pakaian di sumur. Bukankah airnya cukup banyak dan seberapa pun kau memakainya tidak akan kering. Bahkan dimusim kemarau sekalipun?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ya, ayah" jawab Delima. Dalam pada itu, Manggada dan Laksana telah melangkah meninggalkan tepian menyusuri tanggul. Namun Manggada tiba-tiba saja memperlambat langkahnya sambil berkata "Kita harus mengambil jalan lain." "Kenapa?"bertanya Laksana. "Mungki n kedua orang laki-laki itu juga pergi ke padepokan. Sebaiknya kita menghindar agar kita tidak bertemu dengan mereka" jawab Manggada. "Apa salahnya?" bertanya Laksana. "Mungki n akan dapat terjadi benturan." Laksana mengerutkan dahinya. Agaknya benturan kekerasan tidak menjadi persoalan bagi Laksana. Hampir bergumam Laksana itu berkata "Asal bukan kita yang mendahuluinya, benturan kekerasan itu bukan tanggungjawab kita." "Kita belum tahu, apa maksud mereka mencari padepokan Kiai Banyu Bening." "Apa pun maksudnya, jika mereka tidak bermaksud buruk, maka berselisih jalan pun tidak akan timbul persoalan." "Tetapi sebaiknya kita hindari mereka agar tidak menimbulkan persoalan-persoalan baru, justru persoalan mereka yang sebenarnya bukan persoalan kita." Laksana tidak menjawab. Tetapi ia mengikuti langkah Manggada yang mencoba menghindari kedua orang yang sedang mencari padepoka n Kiai Banyu Bening itu. Karena itu, maka keduanya telah mengambil jalan melingkar, meski pun dengan demikian perjalanan mereka menjadi lebih jauh. Namun keduanya masih harus mengajak http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kedua ekor harimau Ki Pandi yang menunggu mereka di semak-semak. Ternyata kedua ekor harimau itu tidak beranjak dari tempatnya. Bahkan seekor diantaranya sempat tertidur ketika Manggada dan Laksana lewat. Dengan demikian, maka kedua orang anak muda itu telah berjalan melewati padang perdu yang luas, namun yang menurut pengamatan keduanya, padang perdu itu dapat dijadikan lahan persawahan jika air sempat menggapai tempat itu. "Tinggal membuat parit. Agak di atas dapat ditemukan banyak mata air yang dapat dialirkan menjadi satu sehingga menjadi sebuah parit yang cukup deras" berkata Manggada. Laksana mengangguk-angguk. Kalanya "Nampaknya orang-orang di daerah ini masih belum membutuhkan." "Mereka bukan orang-orang yang terbiasa bekerja keras. Justru apa yang ada telah memberikan pangan yang cukup, mereka tidak berusaha apa-apa lagi selain menikmati apa yang sudah ada." "Ki Warana akan dapat memanfaatkan tanah ini. Tentu saja dengan seijin lingkungannya." Manggada mengangguk-angguk. Sementara itu keduanya berjalan terus melalui jalan setapak dan bahkan kemudian, mereka menyusuri gumuk-gumuk kecil berbatu padas. Namun tiba-tiba saja kedua ekor harimau itu menjadi gelisah. Agaknya ada sesuatu yang menarik perhatian mereka. Manggada dan Laksana pun menjadi semakin berhati-hati. Agaknya dibalik batu-batu itu ada sesuatu yang membuat kedua ekor harimau itu gelisah. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Manggada dan Laksana yang sudah semakin terbiasa dengan kedua ekor harimau itu telah memberi isyarat, agar keduanya menunggu sementara Manggada dan Laksana dengan sangat berhati-hati melihat keadaan dibalik batu-batu padas itu. Keduanya tertegun ketika mereka mendengar suara orang yang sedang bercakap-cakap. Manggada dan Laksana pun segera mengetahui. Bahwa yang sedang berbincang itu tentu lebih dari dua orang. Manggada pun kemudian memberi isyarat kepada Laksana untuk melangkah mundur. Agaknya Manggada tidak ingin terlibat dalam perselisihan dengan orangorang yang tidak dikenal itu. Karena itu, maka Manggada menganggap lebi h baik mereka tidak bertemu dengan orang-orang itu. Namun demikian Manggada dan Laksana bergeser menjauh, tiba-tiba saja mereka mendengar seseorang berteriak "He, berhenti. Jangan bergerak." Manggada Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dan Laksana terkejut. Ketika mereka menengadahkan wajah mereka, maka mereka melihat seorang yang berdiri diatas batu padas yang besar dengan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tombak di tangan. Tombak yang sudah siap dilontarkan kearah Manggada atau Laksana. Manggada dan Laksana saling berpandangan sejenak. Tetapi mereka memang tidak beringsut dari tempatnya. Orang-orang yang berada dibalik batu-batu padas itu pun mendengar teriakan itu. Karena itu, maka mereka pun berlarilarian melingkari batu padas itu. Manggada dan Laksana masih berdiri ditempatnya. Mereka sempat menghitung orang-orang yang kemudian mengerumuninya. "Ampat orang. Lima orang dengan yang diatas." Sementara itu orang yang tertua diantara mereka dan berdiri dipaling depan bertanya dengan nada datar "Siapakah kalian?" Manggada dan Laksana termangu-mangu sejenak. Namun kemudian Manggada pun menjawab "Kami datang dari padukuhan dipinggir sungai itu, Ki Sanak." "Untuk apa kalian datang kemari?" bertanya orang itu. Manggada pun menjawab meski pun agak ragu "Kami sedang melihat kemungkinan untuk memperluas lahan sawah kami, Ki Sanak. Tempat ini memang sangat memungkinkan. Sementara penghuni padukuhan kami menjadi semakin banyak, sedang sawah kami tidak cukup luas." Orang itu mengangguk-angguk. Ternyata jawaban Manggada masuk di akal mereka. Yang kemudian bertanya adalah justru Manggada "Siapakah Ki Sanak ini" Agaknya kami masih belum pernah bertemu dengan kalia n selama ini." "Kami datang dari jauh" jawab orang yang tertua diantara mereka "Kami sedang mencari seseorang yang bernama Kiai http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Banyu Bening. Nama yang dipakai sejak orang itu mendirikan satu padepokan di kaki Gunung Lawu ini," "Apakah kalian termasuk murid dari padepokan itu?" bertanya Manggada. "Ternyata kau anak yang dungu" sahut orang itu "jika aku murid dari padepokan itu, tentu aku tidak perlu mencarinya." "Mungki n Ki Sanak murid yang sudah tuntas sehingga meninggalkan padepokan. Sementara itu padepokan itu telah berpindah tempat." Orang itu tertawa. Katanya "Memang mungkin," Namun seorang yang lain tiba-tiba saja telah bertanya "Kau melihat padepokan Kiai Banyu Bening itu?" "Kami tidak tahu Ki Sanak. Yang kami tahu, disana ada sebuah padepokan, Tetapi aku tidak tahu siapakah pemimpin dari padepokan itu." "Ya. Ampat kawanmu sedang melihat padepokan itu. Mudah-mudahan benar bahwa padepokan itu adalah padepokan Kiai Banyu Bening." "Untuk apa kalian mencari Kiai Banyu Bening?" bertanya Laksana tiba-tiba. Orang itu mengerutkan dahinya. Namun kemudian ia pun menjawab "Tidak apa-apa. Kami mempunyai kepentingan pribadi dengan Kiai Banyu Bening." "Cobalah. Datanglah ke padepokan itu. Mungki n di padepokan itu tinggal orang yang sedang kalian cari." "Sudah aku katakan, ampat orang kawanku sudah pergi ke-sana untuk mengetahuinya." "Baiklah. Jika Demikian, kami minta diri" berkata Manggada. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kalian akan pergi kemana?" bertanya orang itu. "Kami masih akan melihat lingkungan yang luas. Bukan saja melihat kesuburan tanahnya, tetapi juga letaknya apakah mungki n kami dapat menggali sebuah parit induk melalui daerah ini, meski pun dasar sungai itu termasuk terlalu rendah, atau menanmpung air dari banyak mata air." Orang tertua diantara mereka itu pun mengangguk sambil menjawab "Pergilah. Tetapi kalian tidak usah berceritera tentang kehadiran kami disini. Kami tidak ingin membuat persoalan dengan orang-orang padukuhan, sasaran kami terutama adalah Kiai Banyu Bening." Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Sementara orang itu pun berkata selanjutnya "Jangan membuat orangorang padukuhan ketakutan. Kami tidak mempunyai persoalan dengan mereka. Kecuali jika mereka sengaja mencampuri persoalan kami." "Baiklah" berkata Manggada "kami bukan orang yang sedang mencampuri persoaan orang lain." "Bagus" sahut orang itu "pergilah. Lakukan pekerjaanmu sebaik-baiknya." Namun Laksana tiba-tiba menyahut "Kami sekaligus sedang menggembalakan ternak kami." "Ternak?" tiba-tiba saja seorang diantara mreka bertanya "Ternak apa" Kambi ng" Atau apa" Kami sudah lama tidak makan daging kambing. Jika kau mengembalakan kambing, tinggal seekor untuk kami." "Ternakku hanya dua ekor" Jawab Laksana. "Tidak apa. Satu untuk kami." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tetapi yang tertua dari antara mereka pun berkata "Ternaknya hanya dua ekor. Jika satu kau ambil, maka ia hanya tinggal mempunyai seekor." "Tidak apa. Ia akan dapat membeli lagi." "Bawa ternakmu pergi" berkata orang itu. Namun agaknya yang lai n berusaha memaksanya. "Biar sajalah. Kami memerlukan seekor. Bukankah itu lebih baik daripada aku merampasnya semua." Laksana lah yang kemudian berkata "Biarlah aku panggil ternak yang sedang aku gembalakan." Orang yag tertua itu menjadi heran. Agaknya anak muda itu tidak berkeberatan jika seekor ternaknya harus ditinggalkannya di padang perdu itu. Seperti yang diajarkan Ki Pandi, maka Laksana pun telah memberikan isyarat memanggil kedua ekor harimaunya yang ditinggalkannya. Meskipiun tidak memakai suara seruling, tetapi kedua ekor harimau itu pun mengerti pula isyarat itu, sehingga kedua-nya pun segera mendekati Laksana. Orang-orang itu terkejut melihat dua ekor harimau yang besar dan tegar berjalan mendekat, De ngan serta merta mereka pun segera mempersiapkan senjata mereka. Namun Laksana sambil tersenyum berkata "Inilah ternak kami yang kami gembalakan." "Setan kau," geram salah seorang dari mereka. Manggada dan Laksana pun kemudian meninggalkan orang-orang yang memandanginya dengan termangu-mangu. Laksana berjalan sambil memegangi tengkuk salah seekor dari kedua harimau yang mengikutinya, sementara yang seekor lagi berjalan di depan. "Kau dapat membuat mereka curuiga" berkata Manggada. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Mereka tidak akan berbuat apa-apa" jawab Laksana. "Tetapi sebenarnya tak perlu kau lakukan." "Bukankah mereka benar-benar tidak berbuat apa-apa?" "Tetapi penilaian mereka terhadap kita telah berubah." Laksana tidak menjawab. Tetapi menurut pendapatnya, sama sekali tidak terjadi akibat buruk dari kelakarnya yang mendebarkan itu. Manggada dan Laksana pun berjalan semakin menjauhi orang-orang yang berada di belakang gumuk kecil berbatubatu padas itu. Namun mereka tidak akan memilih jalan lagi. Justru ia berusaha menghindari pertemuan dengan dua orang yang tidak dikenalnya, mereka malahan bertemu dengan sekelompok orang yang lebih banyak. Untunglah orang-orang itu tidak berbuat apa-apa atas diri Manggada dan Laksana, sehingga tidak terjadi benturan kekerasan. Manggada dan Laksana pun berjalan semakin jauh. Mereka langsung berjalan menuju ke padepokan. Ketika mereka sampai di padepokan, maka Manggada dan Laksana pun segera menyampaikan apa yang mereka lihat dan dengar kepada Ki Pandi. Ki Pandi mendengarkannya dengan sungguh-sungguh Kemudian dengan serta-merta ia pun bertanya, "Dimana kedua ekor harimau itu sekarang?" "Mereka berada diluar seperti saat sebelum kami berangkat." Ki Pandi menarik nafas dalam-dalam. Namun ia pun kemudian memanggil kawan-kawannya serta Ki Warana untuk berbincang. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Masih ada saja persoalan yang timbul. Ki Warana pun termangu-mangu sejenak. Dengan ragu ia bertanya "Apakah yang sebenarnya mereka inginkan?" "Ternyata banyak pihak yang mempunyai persoalan dengan Kiai Banyu Bening" desis Ki Lemah Teles. "Untunglah jika mereka mau menyelesaikan persoalan itu sekarang, sehingga yang tinggal kemudian adalah ketenangan dan tatanan kehid upan yang mantap disini." berkata Ki Ajar Pangukan. "Kita memang sudah letih" desis Ki Warana "meski pun demikian, jika kita dipaksa, maka kita akan mempertahankan padepokan ini dengan kekerasan." "Kita akan menunggu. Nampaknya keempat orang yang sedang mengamati padepokan ini masih ragu-ragu untuk datang langsung kemari" berkata Ki Pandi. Sebenarnyalah dua orang yang bertemu dengan beberapa orang perempuan yang sedang mandi itu telah menemui kawan-kawannya di gumuk kecil itu. Kemudian mereka berempat berniat untuk mencari keterangan lebih jauh tentang padepokan yang memang didirikan oleh Kiai Banyu Bening itu. Akhirnya, keempat orang itu dapat meyaki nkan, bahwa padepokan itu memang padepokan yang dipimpin oleh Kiai Banyu Bening, karena padepokan itu memang satu-satunya padepokan yang mereka jumpai didaerah itu. Seorang laki-laki tahu pasti bahwa padepokan itu adalah padepokan Kiai Banyu Bening. Hampir disetiap padukuhan telah didirikan sanggar untuk melakukan upacara. Meski pun demikian, orang-orang padukuhan itu masih kurang mengerti, bagaimana keadaan padepokan itu setelah terjadi prtempuran-pertempuran yang menggetarkan jantung itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Semua orang menunggu, apakah yang sebenarnya telah terjadi di padepokan itu. Perang disusul dengan perang." "Tetapi bukankah sekarang tidak sedang terjadi perang itu?" bertanya salah seorang dari keempat orang itu. "Tidak Ki Sanak" jawab laki-laki itu. Tetapi keempat orang itu tidak langsung pergi ke padepokan itu. Mereka masih harus menemui kawan-kawan mereka untuk meminta pertimbangan, apakah yang sebaiknya harus mereka lakukan. "Ada diantara kita yang harus datang memasuki padepokan itu" berkata orang tertua diantara mereka. "Siapa?" bertanya salah seorang kawannya. "Aku sendiri" jawab yang tertua itu. "Jangan sendiri." "Siapa akan pergi bersamaku?" bertanya orang tertuaku. Seorang yang bertubuh sedang berkumis tebal berkata "Aku." Demikianlah, maka mereka berdua pun telah pergi ke padepokan yang tidak diketahui dengan jelas, siapakah yang ada di dalamnya itu. Ketika keduanya sampai ke depan regol padepokan, maka keduanya termangu-mangu sejenak Di hadapan mereka, regol padepokan itu berdiri dengan angkuhnya menantang kedatangan mereka berdua. Orang yang tertua itu menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian ditetapkannya hatinya melangkah mendekati regol itu. Beberapa kali ia mengetuk pintu regol padepokan yang tertutup rapat itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Beberapa saat orang itu menunggu. Ia mengangkat wajahnya ketika dari atas panggung disebelah regol itu terdengar seseorang bertanya "He, siapakah kalian dan siapakah yang kau cari?" "Perkenankan aku masuk. Ada sesuatu yang penting" jawab orang yang berdiri didepan regol itu. "Siapakah kalian?" bertanya orang yang ada dipanggungan. Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Nanti akan kami jelaskan" jawab orang itu. Orang yang berdiri diatas panggungan itu memandang berkeliling. Ia harus memastikan bahwa tidak ada kemungkinan buruk yang dapat terjadi di saat regol padepokan itu dibuka. Baru setelah ia yakin akan hal itu, maka ia pun memberi isyarat kepada penjaga regol itu, agar regol itu dibuka. Perlahan-lahan regol padepokan itu pun terbuka. Beberapa orang yang berada dibelakang regol itu pun mempersilahkan kedua orang itu masuk. Demikian keduanya berada didalam, maka pintu regol itu pun segera tertutup kembali. "Siapakah yang kalia n cari?" "Kami ingin bertemu dengan pemimpin padepokan ini" jawab orang itu. "Siapa?" "Siapa pun orang itu." Para petugas di regol itu pun termangu-mangu sejenak. Seorang diantara mereka berkata "tunggulah. Aku akan menyampaika nnya." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Orang itu pun segera menemui Ki Warana untuk menyampaika n keinginan kedua orang yang telah memasuki regol halaman padepokan itu. Ki Warana menjadi termang-mangu sejenak. Tetapi Ki Pandi yang mendengar pembicaraan itu berkata "Apaka h tidak sebaiknya orang itu dipersilahkan naik?" Ki Warana mengangguk sambil berkata "Baiklah. Biarlah mereka naik." Sejenak kemudian, maka kedua orang itu sudah duduk dipendapa, ditemui oleh Ki Warana, Ki Pandi dan Ki Ajar Pangukan. "Siapakah yang kalian cari Ki Sanak?" bertanya Ki Warana. Kedua orang itu menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya sebuah bangunan batu yang ada di depan pendapa. Satu diantaranya menyerupai sebuah tugu. Dialasnya terdapat sebuah nisan kecil. "Kenapa nisan itu ada disana"." bertanya orang yang tertua itu. "Nisan itu nisa n seorang bayi yang mati terbakar" jawab Ki Warana. Orang itu mengangguk-angguk. Katanya dengan pasti "Aku akan berbicara dengan Kiai Banyu Bening." Ki Warana mengerutkan dahinya. Katanya "Apakah kalian mempunyai kepentingan dengan Kiai Banyu Bening?" "Ya, Ki Sanak." jawab orang itu. "Persoalan apakah yang kalia n bawa?" "Aku akan menyampaikannya sendiri." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tetapi setiap orang yang datang untuk menemuinya harus memastikan, persoalan apakah yang akan dibicarakannya. Jika aku menyampaikan niat kalian menemuinya tanpa menyebutkan persoalan yang kalian bawa, maka Kiai Banyu Bening tidak akan menemui kalian." Orang itu menjadi ragu-ragu. Namun ia tidak mempunyai pilihan lain. Karena itu, maka katanya "Baiklah Ki Sanak. Jika hal itu menjadi syarat untuk dapat bertemu dengan Kiai Banyu Bening," orang itu berhenti sejenak. Lalu katanya kemudian "Kami datang untuk berbicara tentang nisa n kecil itu." Ki Warana mengerutkan dahinya. Katanya "Tentang nisa n kecil itu" Ada apa dengan nisa n itu. Nisan itu adalah nisan anak Kiai Banyu Bening yang terbunuh didalam api, ketika api itu membakar rumahnya." "Benar." orang itu mengangguk-angguk. Ia menjadi yakin, bahwa ia telah datang ketempat yang benar. Sementara itu, orang itu berkata selanjutnya "persoalan itulah yang akan aku bicarakan dengan Kiai Banyu Bening." "Ki Sanak. Jangan mengganggu ketenangan Kiai Banyu Bening. Sejak lama ia berusaha melupakan persoalan yang terjadi pada anaknya itu. Jika Ki Sanak membicarakannya lagi, maka hatinya yang luka itu akan berdarah kembali." "Aku tidak dapat berbuat lai n, Ki Sanak" jawab orang itu. Bahkan kemudian katanya "Bukankah nisa n itu selalu mengi ngatkannya kepada anaknya itu?" "Tetapi tugu batu itu merupakan tempat yang sangat berarti baginya. Tempat itu merupakan sumber kekuatan dan ilmu Kiai Banyu Bening." "Sudahlah Ki Sanak" berkata orang tertua itu "aku ingin berbicara dengan Kiai Banyu Bening. Persoalan ini hanya diketahui oleh Kiai Banyu Bening. Setelah bertahun-tahun http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kami mencarinya, maka kini kami sudah menemukannya disini." "Apakah kau pernah bertemu dengan Kiai Banyu Bening?" bertanya Ki Warana tiba-tiba. Orang itu termangu-mangu sejenak. Dipandangi nya orangorang yang duduk di sekitamya. Dengan ragu-ragu ia berkata "Sudah Ki Sanak. Tentu sudah." Tetapi Ki Warana itu pun berkata "Jika sudah, ke napa kau tidak tahu, bahwa Kiai Banyu Bening duduk diantara kita sekarang ini?" (Oo=dwkz-mch-oO) http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Seri Arya Manggada V Mentari Senja Oleh : SH MINTARDJA Sumber DJVU : Koleksi Ismoyo http://cersilindonesia.wordpress.com/ Convert, edit, ebook : MCH & Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/ http://kang-zusi.info http://cerita-silat.co.cc/ http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ JILID 6 KEDUA orang itu terkejut. Mereka saling berpandangan sejenak, sementara Ki Warana berkata selanjutnya "Mungkin kalian pernah melihat sepuluh tahun yang lalu atau bahkan lebih, sehingga kalian tidak dapat mengenalinya lagi. Sepeninggal anak bayinya, perubahan itu terlalu cepat terjadi, sehingga Ki Banyu Bening menjadi cepat nampak tua." Kedua orang itu nampak ragu-ragu. Sementara itu sambil memandang Ki Ajar Pangukan orang itu berkata "Apakah kau dapat mengenalinya?" Kedua orang itu memandang Ki Ajar Pangukan dengan penuh keragu-raguan. Sementara itu, Ki Ajar Pangukan sendiri agak terkejut mendengar pernyataan Ki Warana itu. Tetapi Ki Ajar Pangukan tidak dapat mengelak dari permainan itu. Karena itu maka iapun kemudian berkata "Ki Sanak. Jika kalian pernah mengenal aku sebelumnya, tolong beritahu aku, siapakah kalian. Aku sudah menjadi pikun sekarang. Banyak sekali hal yang telah aku lupakan. Aku juga sudah tidak lagi dapat mengenali orang-orang yang pernah tidur dan makan bersama. Sejak anakku meninggal didalam api, segala-galanya seakan-akan telah larut dari duniaku. Yang aku ingat hanyalah tugu dan batu nisan kecil itu serta tulang-tulang yang hangus yang ada dida-lamnya." Yang tertua diantara kedua orang itupun kemudian berkata sambil menarik nafas dalam-dalam "Kiai Banyu Banyu Bening. Kami mohon maaf, bahwa kami mengaku telah mengenal Kiai. Sebenarnyalah kami memang belum pernah mengenal. Yang kami ketahui adalah sekedar ancar-ancar. Ternyata Kiai ............ (teks engga terbaca) http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ki Ajar Pangukan mengangguk-angguk. Katanya "Bagiku, apakah kalian pernah mengenal aku atau tidak, sama sekali tidak ada bedanya. Seandainya kita pernah berhubungan, maka aku tidak akan pernah ingat, siapakah kalian." "Kenapa Kiai cepat menjadi pikun?" bertanya yang termuda diantara kedua orang itu. Ki Ajar Pangukan menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Aku tidak tahu. Tetapi sepeninggal anakku, rasa-rasanya masa laluku ikut hilang pula terkubur dibawah batu nisan kecil itu." "Kiai sangat menyesal atas kematian anak Kiai itu?" Wajah Ki Ajar Pangukan menjadi tegang. Dengan lantang ia berkata "Kenapa kau bertanya seperti itu" Kau telah menyinggung perasaanku. Ingat, meskipun aku pikun, tetapi aku masih tetap menguasai ilmuku dengan baik. Selama tugu dan nisan itu ada disitu, maka ilmuku tidak akan pudar. Aku tinggal memerlukan beberapa hari lagi untuk mencapai puncak kejayaan ilmuku. Setelah itu, maka apapun yang terjadi, bahkan seandainya gempa mengguncang dan membuat tanah ini menganga sehingga tugu dan nisan itu tenggelam, maka ilmuku sudah tidak akan mungkin goyah lagi." Kedua orang itu mengangguk-angguk. Sementara itu, Ki Ajar Pangukan itupun bertanya "Nah, sekarang katakan, untuk apa kalian datang kemari?" "Kiai" berkata yang tertua diantara keduanya "Kami datang untuk menyampaikan pesan dari pemimpin kami." "Siapa" A pakah aku pernah mengenalnya dahulu?" "Tentu, Kiai. Kiai pernah mengenalnya dahulu. Aku tidak tahu, apakah kiai masih dapat mengingatnya atau tidak." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Sudah aku katakan. Masa laluku sudah terkubur bersama tulang-tulang yang hangus dibawah nisan kecil itu. Semuanya gelap sama sekali. Tetapi katakan, barangkali aku dapat mengingatnya." "Kiai tentu ingat. Pemimpin kami adalah Kiai Narawangsa." "Narawangsa. Narawangsa. Aku pernah mendengar nama itu." "Bukan hanya pernah mendengar tetapi Kiai tentu akan teringat kepada orang itu." Ki Ajar Pangukan memandang Ki Warana sejenak, seakanakan ingin menuntutnya, bahwa ia sudah menjerumuskannya kedalam kesulitan. Namun Ki Warana lah yang kemudian menyahut "Kiai. Mungkin Kiai telah melupakannya. Tetapi Kiai pernah berceritera kepadaku dahulu, bahwa orang yang bernama Kiai Narawangsa itu adalah orang yang pernah berhubungan dengan isteri Kiai. Perkelahian antara Kiai dan Kiai Narawangsa itulah, ini menurut ceritera Kiai yang pernah aku dengar, menyebabkan rumah Kiai terbakar. Kiai sempat menghindari api, sementara Kiai Narawangsa dan isteri Kiai melarikan diri. Tetapi bayi itu tertinggal didalam api." "O" Ki Ajar Pangukan menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya. Katanya "Ya. Narawangsa. Orang gila itu." Ki Pandi lah yang harus menahan tertawa yang seakanakan hendak meledak didalam dadanya. Untunglah bahwa ia mampu melarutkan diri kedalam permainan itu. "Terkutuklah orang itu" desis Ki Ajar Pangukan "meskipun aku sudah pikun, aku tidak dapat melupakan nama itu. Tetapi aku tidak yakin bahwa aku masih dapat mengenali wajahnya." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kiai Narawangsa mudah sekati dikenal, Kiai. Tubuhnya seperti raksasa. Kiai ingat" Ia tidak pernah mengenakan ikat kepala sewajarnya. Ikat kepalanya lebih banyak disangkutkan di lehernya daripada dipakai di kepalanya. Di wajahnya terdapat cacat karena goresan pedang." "Aku ingat itu. Tetapi wajahnya tidak cacat pada waktu itu." "Kiai benar" jawab yang tertua diantara kedua orang itu "tentu Kiai tidak pernah melihat wajahnya terluka, karena luka itu terjadi pada saat Kiai Narawangsa bertempur melawan Kiai Banyu Bening saat itu. Saat api menyala dan menelan rumah beserta bayi itu." "Kenapa aku tidak mengoyak lehernya pada waktu itu." desis Ki Ajar Pangukan. "Ternyata usia Kiai Narawangsa masih panjang." "Terkutuklah orang itu. Terkutuklah orang itu" berkata Ki Ajar Pangukan dengan lantang. Ki Pandi yang mendengarnya bergeser ke samping. Kemudian duduk dengan kepala menunduk sehingga dahinya hampir menyentuh tikar pandan tempatnya duduk. Ki Pandi tidak ingin wajahnya dilihat oleh kedua orang tamu yang telah dikelabui oleh Ki Warangka itu.. Dengan lantang Ki Ajar Pangukan itupun kemudian bertanya "Sekarang, apa yang ingin kalian katakan kepadaku. Nama itu telah membuat darahku mendidih. Sebelum aku berbuat sesuatu diluar kendali nalarku. Katakan apa yang harus kalian katakan." "Kiai" nampaknya kedua orang itu terpengaruh melihat sikap Ki Ajar Pangukan "kami hanyalah sekedar utusan. Jika http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tidak berkenan di hati Kiai, janganlah menjadi murka kepada kami." "Katakan" geram Ki A jar Pangukan. "Kiai" desis yang tertua diantara mereka "Kiai Narawangsa ingin minta agar Kiai memberinya kesempatan untuk merawat dan memakamkan kembali bayi itu dengan upacara khusus." "Gila" suara Ki Ajar Pangukan menggelegar, sehingga kedua orang itu mundur setapak "kau menghina aku, he?" Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Bukan kami Kiai, Bukan kami." "Mulutmulah yang mengucapkannya." "Tetapi kami adalah sekedar utusan." "Katakan" suara Ki Ajar Pangukan menurun. "Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari..........." "Jangan sebut nama Nyai Banyu Bening itu. Kiai Banyu Bening tidak mau mendengar lagi nama isterinya." potong Ki Warana. "Terkutuklah semuanya, terkutuklah." geram Ki Ajar Pangukan. Sebenarnya ia bingung mendengar nama Nyai Wiji Sari. Tetapi Ki Warana pun tangkas berpikir sehingga ia telah memberi tahukan kepada Ki Ajar Pangukan, siapakah Nyai Wiji Sari itu. "Ampun, Kiai." desis yang tertua. "Katakan" desis Ki Ajar Pangukan "tetapi jangan sebut nama itu. Aku telah mengutuk diriku sendiri. Jika aku melupakan masa laluku, kenapa nama itu tidak pernah dapat aku lupakan." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Baik, baik, Kiai." sahut yang tertua itu "sebenarnyalah mereka berdua ingin memakamkan kembali di halaman ini pula dan untuk selanjutnya ingin merawatnya." "He, kau sadar apa yang kau katakan?" "Bukan aku, Kiai. Tetapi aku sekedar menyampaikan pesan Kiai Narawangsa." "Katakan, katakan" Ki Ajar Pangukan hampir berteriak. "Keduanya ingin tinggal di padepokan ini untuk menunggui dan merawat makam bayi itu. Sementara itu mereka mohon Kiai Banyu Bening dan para cantrik yang ada disini untuk meninggalkan padepokan ini," Mata Ki Ajar Pangukan terbelalak. Dari sorot matanya memancar api kemerahan. Dengan suara lantang Ki Ajar Pangukan itu berkata "pergi. Pergi. Jika kalian tidak segera pergi, aku pancung kau dibawah tugu dan batu nisan itu." "Bukan kehendak kami, Kiai." "Pergi, kau dengar" bentak Ki Ajar Pangukan. Lalu katanya kepada Ki Warana "antar kedua orang ini keluar dari padepokan." Ki Waranapun segera bangkit dan berkata "Marilah Ki Sanak. Cepatlah sedikit." Kedua orang itupun kemudian bangkit pula sambil berdesis "Kami mohon diri, Kiai." "Cepat pergi. Kalian telah menyakiti mataku, telingaku dan hatiku." "Cepat sedikit," desis Ki Warana, " jika darahnya naik sampai ke kepala, hati-hatilah kalian tak akan pernah keluar dari padepokan ini." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kedua orang iiu tiba-tiba saja kehilangan segala kegarangan dan keberanian mereka. Keduanya pun melangkah dengan cepat melintasi halaman diantar oleh Ki Warana. Para cantrik yang berada diregol pun telah membuka selarak pintu regol itu dan membukanya. Demikian keduanya keluar dari regol halaman, Ki Warangka pun berkata "Itulah sosok orang yang kalian cari Ki Sanak. Kalian harus dapat menempatkan diri kalian, jika kalian menyampaikan jawaban Kiai Banyu Bening agar pemimpin kalian tidak terbakar hatinya." Ketika kedua orang itu merasa sudah berada diluar padepokan, maka keberanian mereka telah menyala kembali didalam dada mereka, sehingga yang muda diantara merekapun menjawab "Kami tidak akan mengulas keterangan Kiai Banyu Bening, Ki Sanak. Kami justru akan membakar hati Kiai Narawangsa. Dengan demikian padepokan inipun akan terbakar habis menjadi abu sebagaimana rumah Nyai Wiji Sari serta anaknya. Kau jangan mengira bahwa Nyai Wiji Sari tidak tersiksa oleh kematian anaknya itu." "Tetapi ia tidak menjadi gila seperti Kiai Banyu Bening. Jika kau sempat mendatangi padukuhan-padukuhan, maka di padukuhan-padukuhan itu telah dibangun sanggar-sanggar khusus untuk menyerahkan korban. Mula-mula hanya buahbuahan. Kemudian anak seekor binatang yang dipersembahkan hidup-hidup, dibakar diatas lantai yang khusus dibuat untuk itu. Pada saat terakhir, Kiai Banyu Bening telah memerintahkan, yang dipersembahkan adalah bayi-bayi yang masih hidup untuk dibakar. Kiai Banyu Bening akan mendapat kepuasan batin tertinggi jika ia mendengar jerit bayi yang terbakar itu. Dendamnya karena kematian bayinya telah menjadikannya gila." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kedua orang itu termangu-mangu sejenak. Hampir diluar sadarnya ia berkata "Jadi korban yang dituntut oleh Kiai Banyu Bening itu membakar bayi hidup-hidup." "Ya." Keduanya saling berpandangan sejenak. Namun kemudian iapun berkata "Semuanya akan kami katakan kepada Kiai Narawangsa. Tetapi kau harus mengatakannya kepada Kiai Banyu Bening, bahwa Kiai Narawangsa adalah seorang yang berilmu sangat tinggi. Demikian pula isterinya, Nyai Wiji Sari. Karena itu, jika keduanya datang kemari dan memaksakan kehendaknya, maka itu akan menjadi pertanda buruk bagi Kiai Banyu Bening." "Terserah kepadamu. A pakah kau akan berusaha mencegah pemimpinmu agar tidak datang kemari atau tidak. Jika kau tidak mencegahnya dengan cara apapun juga, maka sepanjang hidupmu, kau akan dibebani penyesalan, karena keduanya akan mati disini." Yang termuda diantara keduanya itu menyahut "Jangan berusaha menakut-nakuti kami. Kami bukan pengecut." "Baiklah. Datanglah kemari. Bawa Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari. Kami akan segera menyiapkan batu nisan bagi mereka berdua. Mayat mereka akan dikubur disebelahmenyebelah tugu itu, karena didunia langgeng, mereka akan menjadi hamba dari bayi yang meninggal karena terbakar itu." "Impian gila." geram yang muda. Namun Ki Warana malah berkata "Tetapi kematian yang paling buruk yang dapat terjadi atas Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari adalah, bahwa keduanya juga akan menjadi persembahan yang akan dibakar hidup-hidup." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Satu gagasan yang baik" geram yang tertua "Kiai Narawangsa akan memperlakukan Kiai Banyu Bening seperti itu." Ki Warana tertawa. Katanya "Pulanglah sebelum Kiai Banyu Bening memerintahkan para cantrik menangkapmu dan menyeretmu kembali ke pendapa. Kalian tentu melihat tonggak besi yang sudah menjadi hitam di sebelah pendapa itu. Kalian tentu dapat membayangkan gunanya." Keduanya pun kemudian meninggalkan padepokan itu. Disepanjang jalan mereka masih saja berbincang tentang orang-orang padepokan itu. Namun mereka pun mengakui, betapa besarnya wibawa Kiai Banyu Bening, sehingga dihadapannya, keduanya seakanakan telah dihadapkan pada sebuah pengadilan yang sedang mengadili mereka. "Kiai Narawangsa akan membuat Kiai Banyu Bening itu menundukkan kepalanya" berkata yang tertua diantara keduanya. Yang muda itupun mengangguk-angguk sambil berkata "aku tidak mengira, bahwa Kiai Banyu Bening adalah seorang yang luar biasa. Gambaranku tentang Kiai Banyu Bening sebagaimana sering aku dengar dari pembicaraan Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari sama sekali berbeda. Aku tidak membayangkan bahwa Kiai Banyu Bening itu mempunyai wibawa yang begitu tinggi." "Apa yang dikatakan oleh Kiai Narawangsa itu adalah Kiai Banyu Bening dimasa lampau. Demikian ia kehilangan anaknya, maka Kiai Banyu Bening nampaknya telah menghabiskan waktunya untuk memperdalam ilmunya, sehingga ia hampir lupa segala-galanya." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kawannya mengangguk-angguk. Bagaimana pun juga, diluar sadar, setiap kali mereka mengatakan bahwa Kiai Banyu Bening adalah seseorang yang mumpuni. Dalam pada itu, ketika kedua orang itu melangkah pergi, maka Ki Warana pun segera kembali ke pendapa. Ia termangu-mangu sejenak, melihat Ki Pandi tertawa. Bahkan kemudian katanya "Perutku terasa sakit karena aku harus menahan tertawa. Tetapi Ki Ajar Pangukan benar-benar seorang yang mampu mengelabuhi orang lain. Ki Ajar benarbenar mampu menjadi Kiai Banyu Bening." Ki Warana pun tertawa pula. Namun Ki Ajar itupun berkata "Ki Warana mengejutkan aku. Tiba-tiba saja sebelum kita berbicara lebih dahulu, aku ditunjuknya langsung menjadi Kiai Banyu Bening." "Aku sudah tidak mempunyai waktu lagi" berkata Ki Warana. "Tetapi apakah keberatannya jika kita katakan berterus-terang tentang padepokan ini." "Aku kira apapun alasannya, namun agaknya mereka akan tetap menuntut tanah ini, tanah yang diatasnya terdapat sebuah padepokan yang sudah berada di tangan kita." "Jika tanah dan padepokan ini bukan lagi milik Kiai Banyu Bening, apakah mereka juga akan menuntut" Sedangkan sebelumnya kita tidak saling mengenal dengan Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari." desis Ki Ajar Pangukan. "Kita masih belum tahu benar, apakah yang sebenarnya mereka kehendaki. Apakah Nyai Wiji Sari dengan jujur ingin mendapatkan kembali anaknya yang telah lama meninggal atau alasan-alasan lainnya. Karena itu, selagi Ki Ajar, Ki Pandi http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan yang lain ada disini, biarlah persoalannya diselesaikan dengan tuntas." Ki Ajar Pangukan mengangguk-angguk. Ia mengerti kecemasan yang mencengkam jantung Ki Warana yang merasa bahwa ilmunya masih belum memadai. Karena itu, maka Ki Warana memerlukan perlindungan dari beberapa orang yang berilmu tinggi. Namun dalam pada itu, maka Ki Ajar Pangukan itupun berkata "Ki Warana, dengan pengakuan ini, maka kemungkinan terbesar, Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari tentu akan datang ke padepokan ini. Karena itu, maka Ki Warana sebaiknya mempersiapkan orang-orang yang kini masih berada di padepokan ini. Kekuatan padepokan ini telah menyusut jauh dibandingkan pada saat Kiai Banyu Bening masih berada di padepokan ini." "Benar Ki Ajar. Tetapi yang tinggal sekarang adalah orangorang yang lebih mapan.Mereka mulai mengerti apa yang sebenarnya terjadi atas diri mereka disaat Kiai Banyu Bening masih memimpin padepokan ini. Sedangkan sekarang mereka berada disini karena satu keyakinan yang lebih dewasa." Ki Ajar Pangukan itupun berkata "Baiklah. Kita akan menunggu apa yang akan dilakukan oleh Kiai Narawangsa. Tetapi kita tidak boleh sekedar berpangku tangan." Demikianlah, maka Ki Ajar Pangukan pun telah memanggil beberapa orang tua yang ada di padepokan itu. Dengan singkat Ki Ajar telah menceriterakan apa yang telah dibicarakan dengan kedua orang yang mengaku utusan Kiai Narawangsa dan Nyai Wijisari. "Seharusnys Ki Lemah Teles lah yang harus mengaku sebagai Kiai Banyu Bening" berkata Ki Ajar Pangukan. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kenapa aku?" bertanya Ki Lemah Teles. "Bukankah kita sudah sepakat, bahwa Ki Lemah Teles akan berada di padepokan ini untuk seterusnya?" Ki Lemah Teles mengangguk-angguk. Tetapi kemudian iapun berkata "Tetapi biarlah kali ini Ki Ajar Pangukan yang akan berperan sebagai Kiai Banyu Bening." Ki Pandi pun tertawa sambil berkata "Ki Ajar telah memainkan peranannya dengan baik sekali. Tetapi jika Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari yang datang kemari, maka mereka akan merasa bahwa mereka telah dikelabui oleh orang-orang yang sebelumnya tidak mereka kenal." Dengan demikian, maka orang-orang tua itu berpendapat, bahwa padepokan itu harus mempersiapkan diri menghadapi orang yang menyebut dirinya Kiai Narawangsa dan Nyai Wijisari, yang telah bertahun-tahun mencari orang yang bernama Kiai Banyu Bening itu. Dalam pada itu, Ki Ajar Pangukan pun berkata kepada Ki Warana "Aku memerlukan pengenalan lebih jauh tentang pribadi Kiai Banyu Bening serta kehidupan yang mengelilinginya." "Sejauh aku ketahui, Ki Ajar" jawab Ki Warana. "Tetapi darimana Ki Warana mengetahui kehidupan Kiai Banyu Bening yang tidak bening itu?" bertanya Ki Pandi. "Kiai Banyu Bening memang sering berbicara tentang Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dirinya. Jika ia mulai dibayangi oleh kehidupan masa lampaunya, maka ia memerlukan seseorang yang mau mendengarkan ceriteranya. Bukan hanya aku yang pernah mendengarnya, tetapi beberapa orang yang lainpun pernah mendengarnya. Ceritera-ceritera itulah yang membuat aku http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ semakin lama semakin ragu akan kepemimpinannya. Aku memang mendengar dan merasakan, bahwa apa yang dilakukannya itu tidak lebih dari ungkapan dendam yang mencengkam hatinya." "Baiklah" berkata Ki Ajar "kita tidak boleh membuang waktu. Kita siapkan apa yang ada untuk mempertahankan tanah dan padepokan ini dari siapapun juga." Ki Warana pun kemudian telah menemui beberapa orang pemimpin kelompok di padepokannya. Mereka mendapat penjelasan tentang kemungkinan yang dapat terjadi atas padepokan itu. "Kita belum sempat menyusun padepokan ini dan membuat tatanan baru yang lebih baik, kita sudah dihadapkan pada satu persoalan baru yang lebih baik, kita sudah dihadapkan pada satu persoalan baru. Tetapi kita harus tegar menghadapinya. Orang-orang tua yang berilmu tinggi itu masih tetap berada disini.Mereka bukan saja akan membimbing kita untuk mempertahankan padepokan ini, tetapi merekapun akan dapat membimbing kita menempuh jalan kehidupan yang baru. Kita akan lebih mengenali diri kita dan mengenali sumber hidup kita." Para pemimpin kelompok orang-orang padepokan yang semula adalah pengikut Kiai Banyu Bening itu menganggukangguk. Mereka harus mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan mendatang. Namun dalam pada itu, niat orang-orang tua yang berada di padepokan itu membongkar tugu dan menempatkan nisan kecil itu ke tempat yang lebih wajar, terpaksa.ditunda. Meskipun keberadaan tugu itu tidak lagi mempunyai arti sebagaimana - sebelumnya, tetapi mereka menunggu apa http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang akan dilakukan oleh Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari dengan anaknya yang telah meninggal itu. Seperti yang dikehendaki oleh Ki Warana, maka orangorang yang berada di padepokan itupun telah mulai mempersiapkan diri. Mereka telah memperbaiki panggunganpanggungan yang telah rusak di belakang dinding padepokan. Mereka pun telah mulai berlatih pula dengan sebaik-baiknya. Bahkan orang-orang tua yang berilmu tinggi, telah ikut terjun langsung didalamnya. Namun orang-orang tua yang berilmu tinggi itu mempunyai cara tersendiri. Disamping memberikan latihan-latihan kepada semua orang yang ada di padepokan, mereka telah memilih beberapa orang untuk mendapat latihan- latihan khusus. Orang-orang tua yang berilmu tinggi itu masing-masing memilih ampat atau lima orang untuk ditempa menjadi orang- orang terbaik di padepokan itu. Dalam benturan kekuatan mereka akan menjadi kekuatan yang harus mampu menembus pertahanan lawan dan mengoyaknya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sementara itu, Manggada dan Laksanapun mempunyai kawan-kawan berlatih yang khusus pula. Kelebihan Manggada dan Laksana mampu mengangkat orang-orang yang mereka pilih ke tataran yang lebih tinggi. Kedua orang anak muda itu telah mempergunakan waktu sebaik-baiknya, karena mereka mengetahui bahwa waktu memang sangat sempit. Meskipun demikian, Manggada dan Laksana sendiri tidak mengabaikan latihan-latihan untuk meningkatkan diri mereka sendiri. Dengan alat-alat yang ada di dalam sanggar di padepokan itu, keduanya dengan sungguh-sungguh telah menempa diri mereka sendiri pula. Ternyata usaha itu tidak sia-sia. Ampat atau lima orang yang ditangani langsung oleh orang-orang berilmu tinggi itu telah meningkat lebih cepat. Ki Warana sendiri telah bekerja dengan tanpa mengenal lelah untuk menyadap ilmu kanuragan. Ia merasa masih jauh ketinggalan sehingga untuk mencapai tataran yang lebih baik, maka ia harus berbuat sejauh dapat dilakukannya. Sementara itu; Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari selalu menunggu laporan dari orang-orang yang diperintahkannya mencari dan menemui Kiai Banyu Bening. Dua orang yang datang ke padepokan yang semula memang dihuni oleh Kiai Banyu Bening itu telah meninggalkan lereng Gunung Lawu bersama sekelompok kawan-kawannya. Mereka akan memberikan laporan tentang perjalanan mereka untuk mencari dan menemui Kiai Banyu Bening. Orang itu harus menempuh perjalanan yang panjang untuk sampai ke sebuah padepokan yang dipimpin oleh Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sekelompok orang itu menyusuri Kali Grompol untuk beberapa lama. Kemudian mereka berbelok meninggalkan Kali Grompol menyilang sampai kesebuah tempuran. Mereka melanjutkan perjalanan menyusuri Kali Regunung yang panjang. Perjalanan mereka memang bukan perjalanan yang ringan. Mereka sekali-sekali harus menyusup di lebatnya hutan belukar, sekali-sekali mereka harus menembus padang perdu yang panjang. Mereka harus melewati pegunungan gundul dan dibakar teriknya sinar matahari. Sekelompok pengikut Kiai Narawangsa itu tidak dapat mencapai padepokan mereka dalam sehari. Mereka harus berhenti dan bermalam diperjalanan. Untuk mendapatkan makan, mereka harus berburu di hutan yang lebat sehingga dengan demikian maka perjalanan mereka menjadi semakin terhambat. Sekelompok pengikut Kiai Narawangsa itu maju dengan sangat lamban. Karena itu, untuk mencapai padepokannya, mereka memerlukan waktu yang panjang. Bahkan ternyata mereka masih belum mencapai Kiai Narawangsa yang terletak tidak terlalu jauh dari Kademangan Susukan ditepi Kali Gandu, ketika malam turun di hari kedua. Meskipun mereka tahu, bahwa padpokan mereka sudah tidak terlalu jauh lagi, tetapi mereka tidak melanjutkan perjalanan. Jalan yang mereka, lalui adalah jalan pintas yang rumpil, yang kadang-kadang melewati tebing yang curam, naik lereng bukit-bukit dan menuruni lembah yang ditumbuhi belukar. Karena itu mereka lebih senang memilih untuk bermalam dipadang perdu yang tidak terlalu luas. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Bergantian orang-orang itu berjaga-jaga. Mungkin binatang buas dari hutan yang tidak terlalu jauh dari padang perdu itu sedang kelaparan karena mereka tidak berhasil menangkap kijang. Menjelang matahari terbit, mereka telah melanjutkan perjalanan mereka menuju ke padepokan mereka yang berada di tepi Kali Gandu. Sekelompok pengikut Kiai Narawangsa itu mendekati regol padepokan mereka sebelum matahari mencapai puncak langit. Orang tertua diantara mereka menjadi berdebar-debar. Hampir diluar sadarnya ia bertanya kepada kawan-kawannya, "Bukankah perjalanan kita ini dapat dikatakan berhasil?" "Ya. Kita sudah berhasil melaksanakan perintah Kiai Narawangsa dengan baik. Kita sudah menemukan padepokan Kiai Banyu Bening. Kita telah menemukan pula makam anak Nyai Wiji Sari. Bukankah menemukan makam itu termasuk salah satu tugas kita yang penting?" "Untunglah bahwa makam kecil itu berada didalam padepokan, sehingga kita tidak harus mencarinya lagi. Bahkan seandainya makam itu tidak berada di padepokan, maka Kiai Banyu Bening tentu tidak akan bersedia memberitahukannya. "Karena itu, kita akan memasuki regol halaman padepokan kita dengan dada tengadah. Kita akan dapat membanggakan diri, bahwa akhirnya kitalah yang berhasil menemukan apa yang dicari Kiai Narawangsa untuk waktu yang lama itu setelah beberapa kali kelompok-kelompok yang lain mengalami kegagalan." Namun seorang diantara mereka menjawab, "Meskipun gagal, tetapi kelompok-kelompok yang lain telah http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengumpulkan, banyak keterangan sehingga kita dapat langsung mencari padepokan itu di kaki Gunung Lawu." Orang tertua yang memimpin sekelompok orang itu memandanginya dengan tajamnya, Namun kemudian iapun berkata, "Kau pernah ikut-ikut dalam kelompok-kelompok sebelum kita pergi ke Gunung Lawu." "Ya." jawab orang itu. Pemimpin kelompok itu mengangguk-angguk. Katanya "Kami tidak akan mengingkari petunjuk-petunjuk itu." Mereka pun kemudian terdiam. Langkah mereka semakin mendekati regol padepokan. Beberapa saat kemudian maka sekelompok pengikut Kiai Narawangsa itu telah berdiri di depan regol. Orang yang tertua diantara mereka, yang memimpin sekelompok orang itu, telah mengetuk pintu regol padepokan. Sejenak kemudian, maka sebuah lubang persegi ampat di pintu padepokan itu terbuka. Nampak sebuah wajah di lubang segi ampat itu memandang ke luar. >> satu kalimat tidak terbaca>> ...yang memimpin kelompok itu. "He, kau kakang" terdengar orang yang menjengukkan wajahnya itu menyahut. "Buka pintunya." "Baik, baik kakang" jawab orang yang berada didalam. Demikianlah, maka sejenak kemudian pintu regol itupun telah terbuka. Dua orang cantrik berdiri di belakang pintu itu. Dengan wajah yang cerah mereka telah mempersilahkan sekelompok pengikut Kiai Narawangsa itu masuk. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kiai ada dirumah?" bertanya orang tertua itu. "Kiai dan Nyai baru saja pergi, kakang. Tetapi tentu tidak lama." "Kemana?" "Aku tidak tahu. Tetapi mereka akan segera kembali. Mereka hanya membawa dua orang pengiring." Orang tertua yang memimpin kelompok itu menganggukangguk. Sementara penjaga regol itu berkata "Sambil menunggu, kakang sempat beristirahat barang sejenak. Mungkin kakang akan mandi dan makan dahulu." Orang tertua yang memimpin sekelompok orang untuk mencari padepokan Kiai Banyu Bening itu menganggukangguk. Katanya kepada kawan-kawannya yang menyertainya "Marilah. Kita akan sempat beristirahat. Tetapi kita tidak wajib menceriterakan perjalanan kita sebelum kita memberikan laporan kepada Kiai Narawangsa." Kawan-kawannya pun mengerti maksud pemimpinnya itu. Karena itu, maka mereka pun harus tetap menyimpan ceritera perjalanan mereka. Kedatangan sekelompok pengikut Kiai Narawangsa itu Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo disambut hangat oleh kawan-kawannya. Namun tidak seorang pun diantara mereka yang mau menceriterakan pengalaman perjalanan mereka. "Kami belum memberikan laporan kepada Kiai Narawangsa" berkata salah seorang diantara mereka. "Apa salahnya" Jika kau centerakan kepada kami, bukankah laporanmu masih utuh?" desak kawannya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tetapi orang itu menggeleng. Katanya "Kiai Narawangsa akan merasa dilampaui jika ia tahu, bahwa aku telah berceritera lebih dahulu tentang perjalanan kami." Kawannya tidak memaksa. Jika Kiai Narawangsa benarbenar merasa dilampaui sehingga ia menjadi marah, maka persoalannya akan menjadi gawat. Dalam pada itu, sekelompok orang yang baru pulang dari kaki Gunung Lawu itu sempat mandi, makan dan sedikit beristirahat. Ketika matahari menjadi semakin rendah di sisi Barat, maka Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari dan kedua pengiringnya telah kembali ke padepokan. Ketika mereka mendapat laporan tentang sekelompok orang-orangnya yang telah kembali, maka Nyai Wiji Sari dengan tergesa-gesa memerintahkan untuk memanggilnya. Beberapa saat kemudian, maka Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari duduk di pendapa bangunan utama padepokannya dihadap oleh orang-orang yang baru pulang dari Kaki Gunung Lawu itu. "Apakah kalian dapat menemukan padepokan Lembu Wirid yang kemudian bergelar Kiai Banyu Bening itu?" "Ya, Kiai" jawab orang tertua yang memimpin kelompok itu. "Kau bertemu dengan Kiai Banyu Bening itu sendiri?" bertanya Nyai Wiji Sari: "Ya, Nyai." jawab pemimpin kelompok itu "dua orang diantara kami telah memasuki padepokan itu dan menemui Kiai Banyu Bening." "Kau bertanya tentang makam anakku kepada Kiai Banyu Bening itu?" Nyai Wiji Sari agaknya segera ingin mengetahuinya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ya, Nyai." jawab orang tertua itu. "Apa kata Kiai Banyu Bening?" desak Nyai Wiji Sari. Orang tertua itupun segera menceriterakan kunjungannya di padepokan itu. Diceriterakannya pula, bahwa didepan pendapa bangunan utama padepokan itu terdapat sebuah tugu yang diatasnya terdapat sebuah nisan kecil. Makam anak itu mendapat tempat yang sangat baik didalam padepokan Kiai Banyu Bening. "Tetapi itu tidak lebih dari satu kepura-puraan"geram Nyai Wiji Sari. Orang-orang yang telah pergi ke kaki Gunung Lawu itu termangu-mangu. Mereka melihat bagaimana Kiai Banyu Bening menghormati anaknya yang telah meninggal itu. "Kalian tidak usah heran" berkata Nyai Wiji Sari "Lembu Wirid memang seoiang pembohong yang tidak ada duanya. Tidak seorangpun dapat membedakan, yang mana yang sebenarnya dan yang mana yang sekedar pura-pura atau sekedar tipuan untuk mengelabui orang lain." Orang tertua yang memimpin kelompok yang pergi ke kaki Gunung Lawu ifu menarik nafas dalam-dalam. Didalam hatinya ia berkata "Itulah sebabnya, bahwa tingkah laku Kiai Banyu Bening itu nampak agak aneh. Agaknya ia hanya sekedar berpura-pura melupakan masa lalunya." "Jadi apa yang akan kita lakukan?" bertanya Kiai Narawangsa." "Kita datang untuk menemuinya. Aku akan memindahkan makam anakku itu. Aku akan melepaskan anakku dari cengkeraman orang yang tidak tahu diri itu." "Kematian anakmu itu sudah berlangsung lama sekali." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Akhir-akhir ini aku selalu diganggu oleh mimpi-mimpi buruk. Rasa-rasanya anakku itu menangis memanggilku. Ia merasa kesepian dan sendiri. "Apakah kau menganggap banwa mimpimu itu mempunyai arti tertentu?" "Lembu Wirid tentu sudah tidak menghiraukannya lagi. "Bukan mimpi itu yang memberikan isyarat kepadamu. Tetapi karena kau selalu memikirkannya, maka kau mulai dibayangi oleh mimpi-mimpi itu." "Mungkin sekali'. Tetapi aku ingin mengambilnya dari tangan Kiai Banyu Bening." "Nyai" berkata orang tertua yang pergi ke kaki Gunung lawu itu "mungkin aku dapat menceriterakan sesuai dengan keterangan salah seorang murid Kiai Banyu Bening, bahwa Kiai Banyu Bening telah melakukan satu perbuatan yang sangat gila. "Apa yang telah dilakukan?" bertanya Nyai Wiji Sari. Pemimpin kelompok itupun kemudian telah menceriterakan apa yang telah didengarnya dari Ki Warana. Rencana Kiai Banyu Bening untuk menyerahkan korban-korban bayi yang harus dibakar hidup-hidup. "Aku percaya bahwa gagasan seperti itu muncul di kepala Lembu Wirid." sahut Nyai Wiji Sari "tetapi itu bukan pertanda bahwa Lembu Wirid mencintai anaknya. Ia sekedar mencari kepuasan justru karena ia mendapat kepuasan ketika ia mendengar anaknya menangis melengking-lengking dipanggang panasnya api." Orang tertua itu mengerutkan dahinya. Namun Nyai WijiSari itu berkata "Sudahlah. Aku tidak mau mendengar lagi http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ceritera ngeri itu. Yang penting aku akan pergi ke padepokan Banyu Bening untuk mengambil anakku." "Kenapa kita harus mengambil anakmu dari padepokan itu" Bukankah masih ada cara yang lebih baik?" berkata Kiai Narawangsa. "Cara yang bagaimana?" berkata Nyai Wiji Sari. "Kita tidak usah membawa anakmu, pergi. Tetapi seperti rencana kita semula, kita akan tinggal di kaki Gunung Lawu. Kita ambil padepokan itu dari tangan Banyu Bening." "Lalu, bagaimana dengan Banyu Bening itu sendiri?" "Kita akan membunuhnya atau mengusirnya. Bukankah begitu?" Nyai Wiji Sari termangu-mangu sejenak. Ia nampak menjadi ragu-ragu. Sementara Kiai Narawangsa berkata "Kau" masih merasa sayang, kehilangan Banyu Bening." Nyai Wiji Saripun berpaling. Nampak kerut yang dalam di dahinya. Dengan nada tinggi ia berkata "Kenapa kau bertanya begitu?" "Jadi kenapa kau ragu-ragu membunuhnya?" justru Kiai Narawangsa lah yang bertanya. "Tidak. Aku tidak ragu-ragu." desisnya. Kiai Narawangsa itulah yang kemudian bertanya kepada pemimpin kelompok itu "Menurut pendapatmu manakah yang lebih baik. Padukuhan Banyu Bening atau padukuhan kita disini?" Orang itu ragu-ragu sejenak. Katanya "Padukuhan kita ini adalah padukuhan yang paling menyenangkan. Kita sudah lama tinggal disini." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Jawab yang sebenarnya" Kiai Narawangsa itupun membentak "manakah yang lebih baik" Kita akan memilih, justru karena anak Nyai Wiji Sari itu berada disana." "Jika aku boleh mengatakan yang sebenarnya, Kiai," suara pemimpin kelompok itu nampak ragu "padepokan Kiai Banyu Bening nampaknya lebih besar dari padepokan kita disini. Nampaknya padepokan itu berada diatas tanah yang subur. Sawah yang berada di seputar padepokan itu juga nampak subur. Aku kira sawah itu adalah sawah garapan para cantrik dari padepokan Kiai Banyu Bening. Hasilnya tentu cukup memadai. Tidak terlalu jauh dari padepokan itu masih terbentang hutan kaki pegunungan yang lebat. Padang perdu yang akan dapat menjadi cadangan masa depan. Bahkan padang perdu yang berbatu padas itupun selalu basah, karena ada seribu mata air yang dapat disalurkan dan ditampung menjadi parit-parit yang dapat mengaliri tanah yang luas." "Kau sempat meneliti keadaan di sekitar padepokan itu?" bertanya Kiai Narawangsa. "Ketika aku berdua memasuki padepokan, maka kawankawan yang lain menunggu di padang yang sempat mendapat perhatian mereka." Kiai Narawangsa mengangguk-angguk. Katanya kepada Nyai Wiji Sari "Nah, bukankah menarik untuk berada di padepokan itu" Disini kita tidak dapat berkembang. Meskipun kita tinggal di tepi sungai, namun tanahnya terasa semakin sempit. Kita tidak dapat mendesak orang padukuhan yang memang sudah berdiri dijarak yang jauh. Kita juga tidak dapat menebas hutan menurut keperluan. Kita memang dapat menakut-nakuti orang-orang Susukan. Tetapi dengan demikian, maka kita menjadi orang yang hidup terpencil. Meskipun kita tidak memerlukan mereka, namun ada baiknya http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kita dapat berhubungan dengan orang-orang padukuhan sekitar kita. Nyai Wiji Sari pun mengangguk-angguk pula. "Nah, kita akan datang dan menyingkirkan Kiai Banyu Bening. Kita akan berada di satu daerah yang baru dengan harapan-harapan baru." "Tetapi kita memerlukan persiapan yang baik, Kiai" berkata pemimpin kelompok "meskipun nampaknya tidak terlalu banyak, tetapi aku melihat kesiagaan yang tinggi dari para cantrik di padepokan Kiai Banyu Bening itu." "Apakah kau kira selama ini kita tidak menempa diri" He, bagaimana dengan kau sendiri" Apakah kau dibayangi oleh ketakutan untuk mengambil padepokan itu?" "Tidak, Kiai. Bahkan aku telah mengatakannya kepada Kiai Banyu Bening, bahwa Kiai dan Nyai akan datang untuk merawat dan memakamkan kembali anak itu di padepokan itu pula dan mempersilahkan Kiai Banyu Bening untuk pergi." "Kita akan membunuhnya" geram Kiai Narawangsa. "Aku tidak dapat mengatakannya seperti itu pada waktu aku menghadap Kiai Banyu Bening." "Aku mengerti" Kiai Narawangsa mengangguk-angguk. Lalu katanya "Kita akan membuat persiapan sebaik-baiknya. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita akan pergi ke lereng Gunung Lawu." "Kami menempuh perjalanan kembari dari kaki Gunung Lawu dalam dua hari lebih sedikit. Kami bermalam dua malam diperjalanan." "Apakah perjalanan itu cukup berat?" "Ya, Kiai. Perjalanan yang berat. Apalagi jika kita berangkat dengan seluruh isi padepokan ini." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kita tidak akan berangkat bersama-sama. Kita akan mengirimkan beberapa orang lebih dahulu untuk membuat landasan tidak terlalu jauh dari padepokan itu. Mungkin di pinggir hutan yang dapat memberikan dukungan persediaan makan bagi kita. Tentu ada diantara kita yang memiliki kemampuan berburu. Padukuhan-padukuhan disekitar padepokan itu tentu juga akan dapat menjadi sumber bahan makanan bagi kita." "Dengan demikian, hubungan yang buruk akan terulang kembali di tempat yang baru itu." potong Nyai Wiji Sari. "Kita akan dapat menyebut nama Kiai Banyu Bening." Nyai Wiji Sari mengangguk-angguk. Meskipun demikian ia pun berkata "persiapan kita harus meyakinkan. Tetapi yang penting bagiku, aku akan mengambil dan merawat anakku yang selalu hadir didalam mimpi-mimpiku." Kiai Narawangsa mengangguk-angguk. Katanya "Aku mengerti." Beberapa saat kemudian, maka sekelompok orang yang baru datang dari kaki Gunung Lawu itupun diperkenankan untuk beristirahat. Namun Kiai Narawangsa itupun berkata "Mulai besok kita akan berkemas." "Aku tidak ingin persiapan kita berkepanjangan" berkata Nyai Wiji Sari "aku rindukan anak itu." Perintah untuk mempersiapkan diri itupun kemudian telah sampai ke setiap telinga. Seorang yang rambutnya sudah ubanan berbisik kepada kawannya "Langkah yang kurang bijaksana. Tempat ini merupakan tempat yang paling baik. Jika kita berada di daerah baru, apakah kita dapat dengan segera mendapatkan lahan yang subur." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kawan-kawan kita sudah sempat melihat-lihat. Tanah di sekitar padepokan di kaki gunung Lawu itu sangat subur. Banyak cadangan tanah yang masih terbuka ." "Kau memang dungu" geram orang yang rambutnya sudah ubanan itu "bukan lahan yang akan kita tanami padi dan jagung." "Maksud paman?" "Lahan yang dapat menyediakan uang, emas dan permata. He, bukankah disamping bercocok tanam kita juga selalu menuai benda-benda berharga itu" Kita tinggal mengambilnya dan membawanya ke padepokan." "O" orang itu mengangguk-angguk. Tetapi ia masih bertanya lagi "Bukankah dirnana-mana ada orang kaya?" Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sudah, sudah" potong orang yang rambutnya ubanan "kau memang dungu." Orang yang berambut ubanan itupun kemudian telah bangkit dan melangkah pergi. Sejak hari berikutnya, maka Kiai Narawangsa telah memerintahkan orang-orangnya untuk berlatih. Disela-sela kerja mereka disawah dan pategalan, mereka telah menyelenggarakan latihan-latihan untuk meningkatkan kemampuan mereka lebih dari biasanya. Disamping latihan-latihan yang meningkat, maka Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari juga meningkatkan kegiatan mereka di malam hari. Sebelum mereka meninggalkan padepokan mereka, maka Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari berniat untuk mengurus benda-benda berharga yang ada di daerah jangkauan mereka. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Hampir setiap malam, Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari telah keluar dari padepokan mereka. Sekali-sekali mereka berpacu di bulak-bulak panjang di atas punggung kuda bersama ampat atau lima orang pengikutnya. Tetapi pada kesempatan, lain, mereka berjalan menyusuri pematang dan bahkan padang-padang perdu untuk mengumpulkan bendabenda berharga. Sementara itu di siang hari beberapa orang pengikutnya berkeliaran untuk mencari sasaran serta melihat kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi pada sasaran itu. Dengan demikian, maka pada lingkungan yang terhitung luas di sekitar padepokan Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari itu, keadaannya menjadi semakin memburuk. Seakan-akan tidak ada kekuatan yang dapat membendung perampokanperampokan yang semakin sering terjadi. Padukuhanpadukuhan besar dan kecil selalu dibayangi oleh ketakutan dan kecemasan. Gardu-gardu peronda justru menjadi kosong, karena para peronda berapapun jumlahnya tidak akan mampu menghentikan perampokan-perampokan itu. Ketika pada suatu saat, Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari menemui sebuah gardu yang ditunggui oleh lima orang peronda. maka nasib kelima orang peronda itu menjadi sangat buruk. Bahkan mereka masih juga sempat mengncam, jika masih ada yang meronda di malam-malam mendatang, maka mereka akan dihabisi. Dengan demikian, maka ketakutan pun semakin tersebar di daerah yang luas di sekitar padepokan itu. Tetapi tidak ada yang mampu mengatasinya. Disamping kegiatan yang meningkat itu, maka latihanlatihan pun berlangsung semakin meningkat. Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari telah menjadi semakin mantap. Daerah http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perburuan benda-benda berharga di lingkungan yang terasa menjadi semakin tua itu, telah menjadi semakin kering pula. Sehingga karena itu, maka mereka mengharapkan daerah baru yang masih subur. Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari juga memperhitungkan kemungkinan, bahwa daerah di sekitar kaki Gunung Lawu itu juga sudah dikuras habis oleh Kiai Banyu Bening. Namun jika mereka dapat menduduki padepokan Kiai Banyu Bening, maka benda-benda yang tersimpan di padepokan itu akan jatuh ketangan mereka pula. Namun Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari ternyata cukup berhati-hati. Mereka telah mengirimkan beberapa orang untuk mengamati padepokan itu dalam beberapa hari. "Kalian harus mengetahui, seberapa kekuatan yang tersimpan di padepokan itu, sehingga kedatangan kita tidak sekedar menyurukkan kepala kita kedalam api." Dengan demikian, maka lima orang telah diperintahkan untuk berangkat menuju ke kaki Gunung Lawu. Dua diantara mereka adalah orang-orang yang pernah pergi ke padepokan Kiai Banyu Bening, sementara yang lain adalah urang-orang baru. Diharapkan bahwa orang-orang baru itu akan dapat memberikan pertimbangan yang lebih lengkap setelah mereka melihat padepokan Kiai Banyu Bening dan lingkungan disekitarnya. Kelima orang itu menempuh perjalanan yang jauh. Tetapi perjalanan mereka tidak banyak dibayangi bahaya, karena mereka tidak mempunyai tugas lain kecuali melihat-lihat padepokan di kaki Gunung Lawu itu. Dalam pada itu. orang-orang yang berada di padepokan di kaki Gunung Lawu itu masih saja menempa diri. Mereka http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ memanfaatkan waktu degan sebaik-baiknya. Mereka yang tidak pergi ke sawah, telah masuk kedalam sanggar. Mungkin sanggar tertutup, mungkin sanggar terbuka. Orang-orang yang umurnya sudah menjelang senja itu dengan tekun membimbing mereka pula. "Apa yang dapat kita lakukan harus kita lakukan pada masa-masa senja ini" berkata Ki A jar Pangukan. Ki Lemah Teles tertawa. Katanya "Meskipun menjelang senja, kita tetap matahari." "Ya" Ki Sambi Pitu mengangguk-angguk. "Sinar matahari senja masih dapat membakar langit." Ki Pandi tertawa pula. Katanya "Jangan takut kehilangan panas jika api kalian telah menyalakan sebukit karang sehingga membara." "Tidak cukup" teriak Ki Lemah Teles "panas cahaya matahari senjamu harus membuat bulan, bintang dan semua langit membara sampai saatnya terbit matahari baru." Ki Jagaprana tertawa berkepanjangan. Katanya "Apakah matahari-matahari kini pandai bermimpi." "Bukan mimpi" teriak Ki Lemah Teles "apimu lah yang akan segera padam didalam mimpi burukmu." "Kau akan menantang berperang tanding?" bertanya Ki Pandi. "Bongkok edan" geram Ki Lemah Teles. Mereka pun tertawa. Sementara Ki Lemah Teles melangkah meninggalkan mereka. Tetapi langkahnya terhenti ketika Ki Pandi berkata "He, kau akan kemana" Berilah perintah-perintah. Kau sekarang memimpin padepokan ini bersama Ki Warana." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Perintah apa yang dapat aku berikan kepada matahari yang mulai redup sebelum senja?" Ki Lemah Teles tidak menghiraukan orang-orang tua itu tertawa berkepanjangan. Ki Warana menarik nafas dalam-dalam. Ia ingin dapat berbuat sebagaimana orang-orang tua itu. Sempat tertawa dan memandang kehidupan tanpa dibebani oleh berbagai macam persoalan yang menekan. Tetapi ia tidak dapat ingkar, bahwa ia harus bekerja keras untuk menyusun kembali tatanan kerja dan hubungan di padepokan itu. Dari hari ke hari, kesibukan di padepokan itu menjadi semakin meningkat. Beberapa orang anak muda dari padukuhan-padukuhan di sekitar padepokan itu justru menyatakan diri untuk ikut menimba ilmu di padepokan itu. Mereka dan orang-orang tua mereka kemudian mengetahui, bahwa telah terjadi perubahan yang mendasar di padepokan itu. Ki Warana telah menyatakan, bahwa snggar-sanggar yang dapat di padukuhan-padukuhan tidak mempunyai arti lagi. "Jika sanggar itu ingin tetap ada di padukuhan, maka gunanya sudah berbeda sama sekali." Perubahan-perubahan yang meyakinkan itulah, yang membuat orang-orang padukuhan mempercayakan beberapa orang anak muda mereka menyatakan diri untuk tinggal di padepokan. Mereka bukan saja ingin mendapatkan tuntunan dalam olah kanuragan. Tetapi di padepokan mereka juga ingin menyadap pengetahuan tentang bercocok tanam, berternak dan mengenali musim. Mereka juga ingin dapat membaca hurufhuruf serta menangkap maksudnya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tetapi Ki Warana telah memberitahukan kepada mereka dan orang tua mereka, bahwa, padepokan itu masih berada dalam keadaan bahaya. "Aku tidak ingin mereka terbakar dalam api permusuhan begitu mereka memasuki padepokan kami," berkata Ki Warana kepada anak-anak muda itu serta orang tua mereka. Beberapa orang memang menjadi ragu-ragu. Tetapi beberapa orang yang lain berkata "Kami siap menjalani tugas apapun juga." Ki Warana justru menjadi terharu. Ia merasakan sambutan yang hangat dari padukuhan-padukuhan di sekitar padepokan itu, setelah berhasil merombak alasnya sampai ke dasar. Ketika hal itu dibicarakannya dengan Ki Lemah Teles, maka Ki Lemah Teles pada dasarnya sejalan dengan pikiran Ki Warana. Sebaiknya anak-anak muda itu tidak memasuki padepokan justru pada saat yang gawat. "Mereka belum mempunyai bekal apa-apa" berkata Ki Lemah Teles. Tetapi ternyata beberapa orang anak muda justru bersedia mengalami akibat apapun. Terutama dari padukuhan terdekat yang telah menjadi landasan perlawanan Ki Warana terhadap Panembahan Lebdagati dan Lembu Palang. "Kami sudah mempunyai pengalaman" berkata beberapa orang anak muda itu. Ki Warana memang tidak dapat menolak mereka. Jika Ki Warana tidak mau menerima mereka, maka akan dapat terjadi salah paham, seakan-akan setelah Ki Warana merebut kembali padepokannya, maka ia telah menolak kehadiran anak-anak muda itu di padepokannya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apa boleh buat" berkata Ki Lemah Teles. "Mereka memang sudah mempunyai sedikit pengalaman." "Tetapi dengan demikian, kita tidak akan dapat menolak kehadiran anak-anak muda dari padukuhan yang lain." Ki Lemah Teles menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Anakanak yang baru sama sekali itu justru akan dapat menjadi beban." "Tetapi mereka akan menganggap kita menjauhi sebuah padukuhan tetapi mendekati padukuhan yang lain." "Ki Warana" berkata Ki Lemah Teles "beri mereka penjelasan sekali lagi, bahwa padepokan ini masih dibayangi oleh pertentangan dan perselisihan. Sehingga dengan demikian kita dapat membagi tanggung-jawab." Ki Warana mengangguk- angguk. Katanya "Baik, Ki Lemah Teles. Aku akan menjelaskan kepada anak- anak muda itu serta orang tuanya, bahwa pertentangan dan perselisihan itu akan dapat membuahkan kematian." Dengan penjelasan itu, memang ada beberapa orang anak muda yang mengurungkan niatnya, tetapi ada pula diantara mereka yang dengan tekad http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bulat bergabung dengan para cantrik dari padepokan yang telah memperbaharui pijakannya itu. "Kami akan membuka kesempatan seluas-luasnya setelah keadaan benar-benar menjadi tenang" berkata Ki Warana. Namun mereka yang tidak menunda keinginannya untuk bergabung dengan para cantrik di padepokan itu, Ki Warana telah menaruh perhatian lebih besar daripada para cantrik yang lain. "Kami serahkan mereka kepada kalian berdua ngger" berkata Ki Warana kepada Manggada dan Laksana. "Tetapi apa yang dapat kami berikan kepada mereka?" bertanya Manggada "pengetahuan dan ilmuku masih terlalu dangkal." "Tidak. Ilmu dan pengetahuan kalian jauh lebih baik dari ilmu dan pengetahuanku. Karena itu, aku serahkan mereka kepada angger berdua untuk dapat meletakkan dasar-dasar secara umum. Pada perkembangannya nanti, biarlah Ki Lemah Teles yang mengatur mereka." Manggada dan Laksana tidak dapat menolak. Ketika hal itu dikatakan kepada Ki Pandi, ternyata Ki Pandi sependapat. Katanya "Kalian tentu dapat melakukannya." Tetapi Ki Pandi menasehatkan, agar semua latihan dilakukan didalam padepokan. "Mungkin para pengikut Kiai Narawangsa selalu mengamati padepokan ini. Karena itu, maka mereka jangan melihat persiapan-persiapan yang dilakukan di padepokan ini." Sesuai dengan tugas yang diserahkan kepada Manggada dan Laksana, maka kedua anak muda itupun segera mulai melakukannya. Anak-anak muda yang baru memasuki http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ padepokan itu mendapat kesempatan terbanyak untuk melakukan latihan-latihan. Mereka tidak segera diserahi tugas untuk ikut memelihara sawah dan pategalan. Yang penting bagi mereka adalah menempa diri dalam olah kanuragan. Apalagi keadaan padepokan yang masih selalu dibayangi oleh perselisihan yang berkepanjangan Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Setiap hari. Manggada dan Laksana memasuki sanggar terbuka bergantian. Keduanya telah membagi anak-anak muda yang baru memasuki padepokan itu menjadi dua kelompok yang besar. Kemudian kelompok-kelompok itu dibagi lagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Setiap hari, di dini hari, anak-anak muda itu harus sudah bangun. Setelah berbenah diri. mereka segera memasuki latihan-latihan pagi. Mereka memanasi tubuh mereka dengan gerakan-gerakan yang khusus. Kemudian berlari-lari memutari halaman dan kebun padepokan. Jika kelompok yang dipimpin oleh Manggada berlatih disanggar terbuka, maka Laksana melakukannya di halaman. Demikian sebaliknya. Setelah sepekan mereka melakukan latihan-latihan gerak dasar, maka Manggada dan Laksana mulai mengajari mereka cara memegang berbagai jenis senjata. Mula-mula anak-anak muda itu berlatih memegang tombak dan melakukan gerakgerak dasar. Kemudian mereka mulai berlatih memegang pedang dan perisai. Untuk memburu waktu yang sempit, maka Manggada dan Laksana menekankan kemampuan anak-anak muda yang menjadi penghuni baru dari padepokan itu bermain dengan tombak pendek dan pedang dengan perisainya. "Kalian tidak perlu menjelajahi berbagai macam senjata. Yang penting dalam waktu yang pendek ini kalian mampu mempergunakan tombak pendek dan pedang dengan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perisainya," berkata Manggada dan Laksana kepada anak-anak muda itu. Namun anak-anak muda itu juga diajarinya mempergunakan tombak pendek dan pedang untuk melawan berbagai macam senjata. Mereka berlatih melawan orang yang bersenjata kapak. Berlatih melawan orang yang mempergunakan trisula, canggah, bindi atau cambuk. Latihan-latihan yang dilakukan oleh para penghuni padepokan itu memang tidak dapat dilihat dari luar. Baik anakanak muda yang baru memasuki padepokan itu, maupun mereka yang sudah berada di padepokan itu sejak padepokan itu dipimpin oleh Kiai Banyu Bening. Jika ada empat atau lima orang penghuni padepokan itu yang pergi keluar, mereka tentu membawa cangkul atau bajak atau garu dengan sepasang kerbau untuk dipekerjakan di sawah. atau pategalan di seputar padepokan itu. Dalam pada itu, ternyata Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari juga tidak segera mendatangi padepokan yang dipimpin oleh Ki Lemah Teles itu. Kecuali mereka juga ingin mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, mereka masih merasa sayang untuk meninggalkan lingkungannya. Rasarasanya mereka masih memerlukan waktu beberapa lama untuk menguras harta-benda yang ada di lingkungannya yang cukup luas itu. Namun dalam pada itu, orang-orang yang ditugaskan oleh Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari sudah berada di kaki. Gunung Lawu. Mereka mencoba mengamati padepokan yang mereka sangka masih dipimpin oleh Kiai Banyu Bening itu. Justru karena mereka menganggap bahwa padepokan itu memang http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ masih dipimpin oleh Kiai Banyu Bening, maka mereka sama sekali tidak berusaha lagi untuk meyakinkannya lagi. Bahkan kelima orang itu sama sekali tidak mencoba berhubungan dengan orang-orang padukuhan. Jika mereka melakukannya, maka mungkin sekali kedatangan mereka akhirnya diketahui oleh orang-orang padepokan. Karena itu, maka mereka hanya sekedar melakukan pengamatan dari kejauhan. Meskipun kelima orang itu tidak melihat kekuatan padepokan itu yang sebenarnya, tetapi mereka memang melihat kesiagaan yang mantap. Mereka melihat para cantrik yang mengawasi keadaan di sekeliling padepokan dari atas panggung dibelakang dinding. Bahkan mereka juga melihat, dua orang cantrik dengan tombak ditangan mengawal sebuah pedati yang penuh berisi hasil bumi yang dipetik di pategalan. "Ternyata Kiai Banyu Bening adalah seorang yang sangat berhati-hati" berkata salah seorang diantara mereka. Setelah beberapa hari kelima orang itu mengadakan pengamatan, maka mereka mengambil kesimpulan, bahwa padepokan Kiai Banyu Bening adalah padepokan yang cukup tertib. Pemimpin kelompok itu pada hari-hari terakhir dari tugasnya ternyata atas gagasan sendiri ingin memasuki padepokan Kiai Banyu Bening itu. "Apakah tidak akan membahayakan jiwa kita?" bertanya salah seorang dari mereka. "Mungkin" jawab pemimpin kelompok itu "tetapi dengan demikian, aku akan dapat melihat serba sedikit isi dari http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ padepokan itu untuk menyesuaikan laporan kawan kita terdahulu, yang juga pernah datang menghadap Kiai Banyu Bening." "Tetapi menurut kawan kita itu, Kiai Banyu Bening adalah seorang yang tidak dapat diduga sifatnya. Namun ia adalah seorang yang mempunyai wibawa yang tinggi." "Jika aku tidak kembali setelah matahari sampai di puncak, sebaiknya kalian menyingkir dari tempat ini." berkata pemimpin kelompok itu. "Apa yang akan kau katakan kepada Kiai Banyu Bening?" bertanya seorang kawannya. "Aku akan memberikan peringatan, bahwa Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari dalam waktu dekat akan segera datang." "Hanya itu?" "Ya. Hanya itu. Bukankah ini penting sekali bagi mereka?" "Tetapi apakah hal itu dibenarkan oleh Kiai Narawangsa. Jika karena itu, Kiai Banyu Bening menyingkir, bukankah Kiai Narawangsa terutama, akan menjadi sangat marah, karena ia ingin membunuh saja Kiai Banyu Bening itu?" "Kiai Banyu Bening menurut perhitunganku, tidak akan melarikan diri." Pemimpin kelompok itu kemudian memutuskan untuk benar-benar pergi ke padepokan. Ia mengajak salah seorang dari kawan-kawannya itu yang pernah datang ke tempat itu sebelumnya, meskipun orang itu juga tidak ikut memasuki padepokan pada waktu itu. Dengan kesadaran yang tinggi atas akibat yang mungkin terjadi atas diri mereka, maka pemimpin kelompok itupun telah pergi ke padepokan bersama dengan seorang kawannya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Namun bagaimana pun juga orang itu merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Pemimpin kelompok yang orangnya berbeda dengan pemimpin kelompok yang datang terdahulu ke padepokan itu, memang seorang yang berani. Meskipun demikian, ketika ia melangkah menuju ke pintu gerbang, orang itu menjadi berdebar-debar pula. Para petugas yang berada di panggungan di sebelah pintu gerbang itu telah melihat kedatangannya. Karena itu, maka petugas itupun kemudian berteriak bertanya "He, siapakah kalian dan untuk apa kalian datang kemari." Pemimpin kelompok itu memandang para petugas diatas panggungan itu. Dengan lantang ia justru bertanya "Apakah aku harus berteriak pula?" Petugas itu termangu-mangu sejenak. Nampaknya orang yang datang itu bukan orang-orang padukuhan atau orangorang yang telah terbiasa dengan padepokan itu. Karena itu, maka para petugas itupun menjadi lebih berhati-hati. Seorang dari para petugas itupun telah menjawab, "Ya. Berteriaklah." "Inikah cara padepokan ini menerima tamu?" "Ya" jawab petugas itu. Pemimpin kelompok nu mulai merasa tersinggung. Tetapi ia harus menahan diri. Dengan lantang pula ia berkata "Aku ingin menghadap Kiai Banyu Bening." Petugas itu ragu-ragu sejenak. Namun kemudian iapun berkata "tunggulah, aku akan melaporkannya. Tetapi kalian harus menjawab, siapakah kalian dan kalian datang dari mana." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aku utusan dari Kiai Narawangsa" jawab orang itu tanpa ragu-ragu. Bahkan ia mengucapkan nama itu dengan kebanggaan yang melonjak didalam dadanya. Menurut pendapatnya, nama Kiai Narawangsa akan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi Kiai Banyu Bening." Nama itu memang menggetarkan dada petugas di panggungan. Karena itu, salah seorang petugas dipanggungan itu telah turun untuk melaporkan kedatangan utusan Kiai Narawangsa itu. Sementara petugas yang lain masih bertanya "Kau datang untuk apa?" "Aku akan bertemu dengan Kiai Banyu Bening" "Keperluanmu apa?" bertanya petugas itu pula. "Aku akan menyampaikan sendiri kepada Kiai Banyu Bening." "Aku tidak tahu, apakah Kiai Banyu Bening dapat menerimamu atau tidak" jawab petugas itu. Ia sudah mengerti, bahwa Ki Ajar Pangukan lah yang telah berperan menjadi Kiai Banyu Bening ketika utusan Kiai Narawangsa yang terdahulu datang ke padepokan itu. Namun orang yang berada di muka regol itu berteriak "Katakan kepada Kiai Banyu Bening bahwa aku utusan Kiai Narawangsa ingin bertemu." >> teks engga terbaca>> Petugas pinju jaga menemui Ki Warana untuk melaporkan kehadiran dua orang yang mengaku utusan dari Kiai Narawangsa. Ki Warana pun segera menemui Ki Lemah Teles dan Ki Ajar Pangukan untuk minta pertimbangan apakah yang sebaiknya dilakukan terhadap utusan itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Mereka bukan orang-orang yang pernah datang kemari," berkata Ki Warana, "para petugas itu tentu masih dapat mengenali kedua orang utusan Kiai Narawangsa yang terdahulu, karena kebetulan waktu itu mereka melihat langsung kedatangan kedua orang utusan itu." "Katakan, bahwa Kiai Banyu Bening baru beristirahat. Ia tidak dapat menerima kedua utusan itu. Tanyakan saja kepadanya, apakah keperluan mereka datang. Agaknya kita sudah dapat menebak, apa yang akan mereka katakan." Ki Waranapun mengangguk-angguk. "Temuilah mereka" berkata Ki Ajar Pangukan. Ki Warana lah yang kemudian memerintahkan membuka regol depan setelah memerintahkan para penghuni padepokan yang tidak berkepentingan untuk menyingkir. Demikian pula anak-anak muda yang sedang berlatih bersama Manggada di halaman samping. "Biarlah mereka melihat padepokan ini tidak terlalu ramai." berkata Ki Warana. Baru kemudian, setelah suasana di padepokan itu nampak lengang seperti yang dikehendaki oleh Ki Warana, para cantrik membuka pintu gerbang padepokan. Sementara itu, kedua orang yang datang dari padepokan Kiai Narawangsa itu sudah menjadi tidak sabar. "Kenapa kalian mempermainkan kami?" bertanya yang tertua diantara kedua orang itu demikian pintu terbuka. Tetapi orang yang membuka pintu itu mengerti, bahwa utusan Kiai Narawangsa itu ingin menggertaknya, sehingga karena itu, maka iapun justru bertanya "Apakah kami mempermainkan kalian?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kalian sengaja tidak segera membuka pintu dan memaksa kami menunggu di depan regol seperti pengemis yang menunggu belas kasihan." Jawaban orang yang membuka pintu itu ternyata tidak kalah kerasnya dengan pernyataan kedua orang itu "Jika kalian memang tidak menunggu belas kasihan, kenapa kalian tidak pergi saja?" Wajah kedua orang itu menjadi merah. Yang tertua diantara mereka berkata "Aku utusan Kiai Narawangsa. Jika kau menghina aku, sama artinya kau telah menghina Kiai Narawangsa." Tetapi orang yang membuka pintu itu menjawab "Padepokan ini adalah padepokan Kiai Banyu Bening. Siapapun yang berhubungan dengan padepokan ini harus tunduk kepada tatanan yang berlaku di sini." Kemarahan yang memuncak hampir saja membuat kedua orang itu kehilangan kendali. Tetapi mereka sadari, bahwa mereka berdiri didepan regol sebuah padepokan yang dipimpin oleh seorang yang berilmu tinggi. Karena itu, maka orang yang tertua itupun berkata "Sekarang, bawa aku bertemu dengan Kiai Banyu Bening." Ki Warana yang melihat gelagat yang kurang baik di depan gerbang padepokan itupun telah mendekat. Ki Warana itu mendengar ketika orang yang mengaku utusan Kiai Narawangsa itu minta untuk dibawa menghadap Kiai Banyu Bening. Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Karena itu, justru Ki Warana lah yang menjawab "Kiai Banyu Bening sedang beristirahat." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kedua orang yang mengaku utusan Kiai Narawangsa itu memandang Ki Warana yang melangkah semakin dekat. Dengan nada tinggi, yang muda diantara kedua orang itu berkata "Kami utusan Kiai Narawangsa." "Kenapa Kiai Narawangsa itu tidak datang sendiri?" "Pada saatnya Kiai akan datang. Sekarang, biarlah aku berbicara dengan Kiai Banyu Bening." "Kiai Banyu Bening baru beristirahat." "Aku utusan Kiai Narawangsa." Ki Warana tertawa. Katanya "Jika Kiai Narawangsa itu datang sekarang, maka Kiai Banyu Bening tentu akan menemuinya. Karena itu pergilah, katakan kepada Kiai Narawangsa, agar ia datang sendiri agar Kiai Banyu Bening bersedia menemuinya." "Kalian akan menyesal telah mempermainkan utusan Kiai Narawangsa." "Pergilah. Jika Kiai Narawangsa berkeberatan, kenapa tidak Nyai Wiji Sari saja yang datang kemari" Mungkin Nyai Wiji Sari akan sempat mengenang kembali masa-masa lalunya bersama Kiai Banyu Bening. He, apakah Kiai Narawangsa akan cemburu?" Orang itu menggeram. Tetapi keduanya memang tidak dapat berbuat apa-apa. Jika mereka kehilangan kendali, maka mereka justru akan terjerumus ke tangan orang-orang sepadepokan. Sebenarnyalah mereka datang ke padepokan itu sekedar untuk melihat kesibukan di padepokan itu. Serba sedikit mereka ingin mendapat gambaran, apa yang ada didalam http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ padepokan itu untuk kemudian disesuaikan dengan laporan pemimpin kelompok yang pernah datang terdahulu. >> teks tidak terbaca>> Dengan nada tinggi, orang yang tertua diantara kedua orang yang mengaku utusan Kiai Narawanmgsa itu berkata "Ki Sanak. Kalian telah memperlakukan utusan Kiai Narawangsa dengan cara yang tidak baik. Pada suatu saat Kiai Narawangsa akan datang, menghukum kalian dan seisi padepokan ini. Kiai Narawangsa akan datang dengan kekuatan yang tidak akan dapat kalian bendung, melanda padepokan kalian. Tetapi selanjutnya, Kiai Narawangsa tidak akan pernah meninggalkan padepokan ini. Apalagi Nyai Wiji Sari. Ia akan tinggal disini, bersama anaknya yang telah dibunuh oleh ayahnya sendiri. Justru dibakar didalam api." Ki Warana justru menunjuk pada tugu di depan pendapa bangunan utama dengan batu nisan kecil diatasnya. "Itulah makam anak Kiai Banyu Bening. Makam itu sangat dihormatinya. Kiai Banyu Bening memang sangat mendendam kepada isterinya yang sudah menyebabkan anaknya terbakar sehingga meninggal." "Itu salah Kiai Banyu Bening." "Salah Nyai Wiji Sari." Orang yang muda masih akan menyahut. Tetapi Ki Warana telah membentaknya "Jika kau sebut lagi, bahwa Kiai Banyu Bening yang bersalah, maka kalian tidak akan pernah kembali ke padepokan Kiai Narawangsa. Membunuh atau tidak membunuh kalian, bagi kami sama saja. Kami harus mempertahankan padepokan ini dengan ujung senjata. Karena http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ itu pergilah, sebelum kalian akan dibantai disini. Aku tidak main-main. Aku dapat menjatuhkan perintah itu." Kedua orang itu memang menjadi cemas. Karena itu, maka yang tertua diantara mereka berkata "Aku akan pergi sekarang, tetapi dalam waktu dekat aku akan kembali lagi. Kiai Warana memandang orang itu dengan tajamnya. Katanya "Cepat pergi, sebelum aku melepaskan sekelompok cantrik-cantrik dari padepokan ini untuk membantaimu. Kami sama sekali tidak takut kepada Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari." Kedua orang itupun kemudian beringsut meninggalkan pintu gerbang padepokan itu. Mereka ternyata tidak berhasil menggertak orang-orang padepokan itu. Merekapun tidak berhasil menemui Kiai Banyu Bening. Tetapi mereka sudah berhasil melihat serba sedikit keadaan di dalam padepokan itu. Ketika mereka berkumpul kembali dengan kawankawannya, maka orang itupun berkata "Kita tidak melihat sesuatu yang pantas dicemaskan di dalam padepokan itu. Meskipun penjagaan di panggungan-panggungan nampaknya sangat ketat, tetapi nampaknya padepokan itu rapuh didalam. Kami tidak melihat sesuatu yang perlu mendapat perhatian khusus." "Apakah kita akan segera kembali dan memberikan laporan kepada Kiai Narawangsa." "Ya. Kita akan segera kembali." Kelima orang itu tidak menunggu hari berikutnya. Di sisa hari itu mereka mulai berangkat menempuh perjalanan jauh. Tetapi seperti saat mereka berangkat, mereka tidak banyak mengalami rintangan diperjalanan pulang. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dalam pada itu, Nyai Wiji Sari merasa sudah terlalu lama menunggu kesempatan untuk dapat pergi ke kaki Gunung Lawu. Apalagi ketika rasa-rasanya sudah tidak ada lagi rumah yang pantas diketuk pintunya. Ternyata betapa pun kerasnya jalan kehidupan yang di tempuh oleh Nyai Wiji Sari, namun kerinduan yang hampir tidak tertahankan telah mencengkam jantungnya. Namun ia tidak dapat mengingkari satu kenyataan, bahwa anaknya memang sudah meninggal, terbakar bersama rumahnya dan seisinya. Nyai Wiji Sari memang menganggap bahwa kematian anaknya itu disebabkan oleh kesalahan suaminya. Jika saja waktu itu suaminya tidak cepat dibakar oleh perasaan marahnya, maka persoalannya akan menjadi lain. Meskipun demikian, di hati kecilnya, Nyai Wiji Sari juga melihat bahwa dirinya juga bersalah. Seharusnya ia tidak membawa Narawangsa kerumahnya. Saat itu ia mengira bahwa Lembu Wirid tidak akan pulang sampai matahari terbit. Namun sebelum tengah malam suaminya sudah pulang. Karena suaminya dan Narawangsa memang memiliki ilmu yang tinggi, maka perkelahian diantara mereka tidak dapat dihindari. Nyai Wiji Sari tidak dapat menyesali peristiwa yang telah terjadi itu. Karena bagaimana pun juga ia menyesal, yang terjadi itu memang sudah terjadi. Seakan-akan terbayang kembali, apa yang telah dilakukannya. Ternyata ia telah membuat kesalahan untuk kedua kalinya. Ketika Narawangsa terdesak, maka ia justru membantu laki-laki itu untuk melawan suaminya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ketika rumahnya terbakar, dan jerit tangis anaknya melengking, Wiji Sari tidak tahan mendengarnya, sementara ia tidak lagi dapat menerobos api untuk menolongnya. Namun dalam keadaan yang sangat bingung tangannya telah ditarik oleh Narawangsa karena api telah membakar hampir seluruh bagian rumahnya. Demikian ia bergeser, maka langit-langit pun telah runtuh. Nyai Wiji Sari tidak tahu lagi apa yang dilakukan oleh suaminya. Hampir diluar kesadarannva. Nyai Wiji Sari tidak menolak ketika tangannya ditarik terus menjauhi api yang menjadi semakin gemuruh menelan rumahnya dan isinya, termasuk bayinya. Namun akhirnya Nyai Wiji Sari mengetahui, bahwa dihari berikutnya suaminya telah mengambil tubuh anaknya yang hangus dan dibawanya pergi. Orang-orang yang menyaksikannya tidak dapat berbuat banyak. Menurut keterangan tetangga-tetangganya, Lembu Wirid yang juga mengalami luka bakar itu, sama sekali tidak mau berbicara sepatah kata pun. Baru kemudian, ketika ia memerintahkan beberapa orang anak buahnya menelusuri kepergian Lembu Wirid, maka orang-orangnya itupun menemukan Lembu Wirid itu di kaki Gunung Lawu dan bergelar Kiai Banyu Bening. Namun laporan dari pengikutnya yang telah pergi ke kaki Gunung Lawu yang terdahulu, mengatakan bahwa anaknya yang meninggal itu telah dibuatkan sebuah tugu dan diatasnya diletakkan batu nisan kecil oleh bekas suaminya, Lembu Wirid. Nyai Wiji Sari menarik nafas dalam-dalam. Jika hal itu benar, maka agaknya Lembu Wirid juga merasa getir karena kematian anaknya. Bahkan seperti yang dilaporkan oleh pengikutnya itu, bahwa Kiai Banyu Bening telah membuat satu http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ upacara yang gila. Upacara dengan mengorbankan bayi yang sebenarnya. "Ia memang, gila" desis Nyai Wiji Sari. Namun setelah peristiwa itu lama sekali terjadi, Nyai Wiji Sari itu dapat melihat dengan lebih baik dari jarak yang cukup jauh. Namun setiap kali terbersit penyesalan didalam hatinya, maka Nyai Wiji Sari tentu menghibur dirinya bahwa peristiwa yang memang akan terjadi itu tentu akan terjadi juga. Dalam pada itu, Kiai Narawangsa yang melihat Nyai Wiji Sari selalu merenung, tidak terlalu sering menegur. Namun beberapa kali ia mengatakan, bahwa mereka akan segera berangkat ke kaki Gunung Lawu untuk melihat dan sekaligus memiliki padepokan tempat anaknya itu dikuburkan. Tetapi Kiai Narawangsa tidak tahu, bahwa yang direnungkan oleh Nyai Wiji Sari tidak sekedar kerinduannya kepada anaknya yang sudah tidak ada serta keinginannya merambah daerah baru. Tetapi peristiwa yang telah terjadi itu justru selalu membayanginya. Hatinya. Lembu Wirid memang seorang yang sering membohonginya. Ia sering berbuat sesuatu yang tidak sewajarnya. Tetapi bukan seharusnya Wiji Sari itu menyakiti hatinya terlalu dalam. Bahwa ia membawa Narawangsa ke rumahnya itu sama artinya bahwa ia telah menikam punggung Lembu Wirid. Ketika sekelompok orang yang ditugaskan pergi ke kaki Gunung Lawu untuk yang kedua kalinya datang, maka Nyai Wiji Sari pun segera memanggil mereka. Bersama Kiai Narawangsa maka Nyai Wiji Sari telah menerima kelima orang yang baru datang dari kaki Gunung Lawu itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apa yang kalian lihat dan apa yang telah kalian dengar?" bertanya Kiai Narawangsa. Orang tertua yang memimpin kelompok itu telah memberikan laporan tentang perjalanannya. Iapun telah melaporkan pula, bahwa ia telah melihat keadaan serta isi padepokan itu. "Kau masuk ke padepokan?" bertanya Nyai Wiji Sari. "Ya Nyai. Meskipun kami berdua waktu itu tidak berhasil menemui Kiai Banyu Bening." "Kau lihat sebuah tugu yang diatasnya terdapat batu nisan kecil?" bertanya Nyai Wiji Sari pula. "Ya, Nyai. Tugu dan nisan kecil itu masih ada di halaman." Nyai Wiji Sari menarik nafas dalam-dalam. Setelah kematian bayinya itu, Nyai Wiji Sari tidak lagi mempunyai keturunan. "Kematian anakku itu adalah kutukan bagiku sebagai seorang perempuan" berkata Nyai Wiji Sari didalam hatinya. Namun untuk beberapa lama Nyai Wiji Sari dapat menyembunyikan kegelisahannya itu. Ia telah memasuki satu dunia yang hitam dan gelap. Berkuda di malam hari melalui jalan-jalan panjang, padang-padang rumput dan padang perdu yang luas. Jalan-jalan sempit di pinggir hutan. Sudah berapa kali ujang pedangnya menikam dada orang yang tidak mau menyerahkan harta bendanya. Sudah berapa kali tajam pedangnya menebas leher orang yang mengadakan perlawanan ketika ia merampok bersama Kiai Narawangsa yang kemudian dianggapnya sebagai suaminya. Tetapi bagaimanapun juga hidup tanpa keturunan adalah seperti sebatang pohon yang tidak berbuah. Kering. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Keterangan pemimpin kelompok yang pergi ke kaki Gunung Lawu itu seakan-akan telah mendesak Nyai Wiji sari untuk segera berangkat mengambil padepokan itu. Rasa-rasanya anaknya itu sudah terlalu lama merengek sambil menjulurkan kedua tangannya. "Baik, baik. Aku akan segera datang ngger." Nyai Wiji Sari berkata didalam hatinya. Keterangan pemimpin kelompok pertama dan kelompok kedua yang hampir bersamaan itu, telah mendorong Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari untuk segera berangkat. Ketika segala persiapan sudah dianggap cukup, maka Kiai Narawangsa telah memerintahkan sekelompok orang untuk pergi mendahului ke kaki Gunung Lawu. Mereka harus Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo membangunkan landasan bagi seluruh kekuatan yang akan pergi dan kemudian mengambil padepokan di kaki Gunung Lawu itu. Tetapi Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari tidak pergi berdua saja bersama-sama dengan para pengikutnya. Kiai Narawangsa telah mengajak adiknya serta beberapa orang saudara seperguruannya. Dua orang anak adiknya itu, yang seakan-akan telah diangkatnya menjadi anaknya, akan ikut pula bersama mereka. Dua orang anak muda yang telah ditempa dengan keras sehingga keduanya telah menjadi anak muda yang berilmu tinggi. "Gunasraba" berkata Kiai Narawangsa kepada adiknya "jika aku sudah mendapat daerah baru, maka aku serahkan padepokan ini kepadamu. Karena itu, aku minta bantuanmu untuk menemukan daerah baru itu." "Kenapa kakang tinggalkan padepokan yang telah mapan ini?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Di padepokan yang berada di kaki Gunung Lawu itu terdapat makam anak Nyai Wiji Sari. Ia merindukannya dan ingin selalu dekat dengan anaknya itu." "Bagaimana dengan pemimpin padepokan itu?" bertanya Gunasraba. "Namanya Kiai Banyu Bening. Ia adalah bekas suami Wiji Sari, yang dahulu namanya Lembu Wirid. Kita harus merebut padepokan itu dan sekaligus membunuhnya." Gunasraba mengangguk- angguk. Katanya "Baik kakang, jika itu yang kau maui. Aku akan mengajak dua orang saudara seperguruanku. Anak-anak dan beberapa orang sahabat dan kepercayaanku. Jika kelak aku memimpin padepokan ini, maka setidak-tidaknya mereka akan dapat menompang tidur dan makan disini disela-sela petualangan mereka." "Kau sendiri, sudah waktunya untuk menghentikan petualanganmu dan menetap di sebuah padepokan. Nah, sebentar lagi kau akan mendapat kesempatan." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gunasraba tertawa. Katanya "Mudah-mudahan aku kerasan tinggal disatu tempat untuk waktu yang lama." "Kau harus mencobanya" berkata Kiai Narawangsa. Gunasraba tertawa semakin keras. Katanya "Padepokan ini akan menjadi sarang serigala yang ganas. Padepokan ini akan menjadi semakin menakutkan." "Terserah saja kepadamu nanti." sahut Kiai Narawangsa. Di hari-hari terakhir, Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari menjadi semakin sibuk mempersiapkan diri. "Kita tinggal menunggu laporan dari orang-orang yang sedang membuat landasan sebelum kita menyerang padepokan yang dipimpin oleh Kiai Banyu Bening itu" berkata Kiai Narawangsa kepada adiknya itu. Nyai Wiji Sari hampir tidak dapat menahan diri lagi untuk menunggu laporan dari sekelompok orang-orangnya yang telah lebih dahulu pergi ke kaki Gunung Lawu. Ia mulai mendesak Kiai Narawangsa untuk berangkat tanpa menunggu lebih lama lagi. "Kita akan dapat berselisih jalan dengan orang yang akan Gerhana Gunung Siguntang 2 Dewa Arak 23 Setan Mabok Anak Baru Gendenk 1