Mentari Senja 8
Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja Bagian 8 memberikan laporan kepada kita. Selain itu, kita memang memerlukan seseorang yang akan menuntun perjalanan kita agar tidak diketahui lebih dahulu oleh orang-orang Banyu Bening." Nyai Wiji Sari masih mencoba bersabar untuk beberapa hari. Namun akhirnya orang yang ditunggunya itupun datang juga. Dua orang diantara beberapa orang lebih dahulu. "Kami membuat landasan dipinggir hutan," berkata salah seorang dari kedua orang itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji . Sari mendengarkan laporan kedua orang itu dengan saksama. Bahkan Kiai Narawangsa minta agar adiknya ikut mendengarkannya pula, agar ia dapat memberikah pertimbangan-pertimbangan yang diperlukan. "Ternyata semuanya telah mendukung rencana kita" berkata Kiai Narawangsa "keadaan padepokan Kiai Banyu Bening itu sendiri akan memberikan kesempatan kepada kita untuk dengan cepat menguasainya." "Tetapi mereka mengawasi keadaan di seputar padepokan mereka dengan ketat." berkata salah seorang dari kedua orang itu. "Apa arti pengawasan yang ketat jika keadaan didalam padepokan itu rapuh?" bertanya Kiai Narawangsa. "Kami tidak melihat kekuatan yang akan dapat mencegah kita," berkata orang itu pula. "Pekan ini kita akan berangkat" berkata Kiai Narawangsa. Lalu katanya kepada adiknya "Sebagian dari barang-barang kami akan kami tinggal. Pada kesempatan lain, kami akan mengambilnya." Gunasraba mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Sementara kita pergi, biarlah dua orang kepercayaanku menunggui padepokan ini. Mereka akan dapat mencari kawan yang akan dapat dipercaya pula." "Baiklah" berkata Kiai Narawangsa "dengan demikian, maka segala persiapan sudah selesai." "Semuanya tinggal menunggu perintah kakang." "Aku ingin berbicara dengan kedua orang anakmu" berkata Kiai Narawangsa. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dua orang anak muda yang bertubuh tegar telah menemui Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari. Dengan nada berat Kiai Narawangsa itupun berkata "Aku dan ibumu ingin mengajakmu bertamasya ke kaki Gunung Lawu." "Kami sudah menunggu, kapan kita akan berangkat?" "Aku juga sudah hampir tidak tahan" berkata Nyai Wiji Sari. "Tetapi aku ingin berpesan kepada kalian, bahwa kita akan memasuki daerah berbahaya di kaki Gunung Lawu itu." Kedua orang anak muda itu tertawa. Parung Landung, yang tertua diantara mereka tertawa lebih keras. Katanya "Bukankah kita ditempa untuk memasuki lingkaran-lingkaran yang paling berbahaya?" Sementara itu, adiknya, Paron Waja berkata lantang "Kami sudah siap paman. Apakah paman masih meragukan kami berdua?" "Tidak. Kami sama sekali tidak meragukan kalian. Kami hanya ingin memperingatkan kalian, agar kalian berhati-hati." "Kami akan berhati-hati paman" sahut Parung Landung. Dalam pada itu maka persiapan-persiapan yang dilakukan oleh Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari sudah sampai ke puncaknya. Mereka tinggal menunggu saat yang terbaik untuk berangkat ke kaki Gunung Lawu. Sementara itu, anak-anak muda yang baru memasuki lingkungan padepokan yang dipimpin oleh Ki Lemah Teles dan Ki Warana itu telah berlatih semakin keras. Apalagi dua orang cantrik yang sedang berada disawah melihat dua orang yang nampak mencurigakan. Dua orang yang agaknya sedang mengamati padepokan yang sedang mengalami perubahan landasan dan tatanan itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ketika hal itu disampaikan kepada Ki Warana, maka Ki Warana itupun berdesis "Tidak mustahil bahwa keduanya adalah para pengikut Kiai Narawangsa yang sedang mengamati padepokan kita." "Kami juga menyangka demikian, Ki Warana." "Baiklah. Kita memang harus mempersiapkan diri sebaikbaiknya. Meskipun kita tinggal menunggu, tetapi justru karena itu, kita akan selalu berada dalam ketegangan." "Kami akan berusaha untuk mengamati orang-orang yang mencurigakan itu Ki Warana." "Baiklah. Tetapi berhati-hatilah. Seandainya kita menemukan isyarat bahwa mereka memang para pengikut Kiai Nara: wangsa, kita tidak harus dengan serta-merta bertindak. Kita tidak boleh tergesa-gesa. Segala sesuatunya harus diperhitungkan dengan cermat sehingga kita tidak justru terjebak." "Ya, Ki Warana" jawab kedua cantrik itu. "Baiklah. Aku akan memberikan laporan kepada Ki Lemah Teles dan kawan-kawannya itu." Ki Lemah Teles yang mendapat laporan itupun kemudian telah membicarakannya dengan Ki Ajar Pangukan, Ki Sambi Pitu, Ki Jagaprana dan Ki Pandi. "Kita harus mengetahui siapakah mereka itu," berkata Ki Pandi. "Jika benar mereka adalah pengikut Kiai Nalawangsa, maka mereka tentu mempunyai tempat persembunyian di sekitar padepokan ini." "Aku akan mencarinya," berkata Kiai Jagaprana. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aku ikut" sahut Ki Sambi Pitu "biariah aku mendapat peranan disini. Tanpa peranan yang berarti, maka aku akan menjadi matahari yang redup sebelum senja." Ki Ajar Pangukan tertawa. Katanya "Aku sudah mendapat peranan. Justru peranan terbesar di padepokan ini." Namun dalam pertemuan itu telah disepakati, bahwa Ki Jagaprana dan Ki Sambi Pitu akan mengamati orang-orang yang mencurigakan itu. "Jangan Ki Pandi" berkata Ki Ajar Pangukan "ketika dua orang utusan Kiai Narawangsa menemui Kiai Banyu Bening Ki Pandi duduk bersamaku." Ki Pandi tertawa pendek. Katanya "Orang-orang seperti aku ini tentu akan dapat dengan mudah dikenali orang." "Kau sendiri yang mengatakannya Ki Bongkok"sahut Ki Ajar Pangukan. Sementara itu, Ki Jagaprana pun bertkata "Nanti malam, aku akan mulai." Tetapi keduanya tidak dapat dengan serta-merta melakukannya. Mereka harus berbicara dahulu dengan dua orang cantrik yang pernah melihat kedua orang yang mencurigakan itu ketika keduanya berada di sawah. Darimana mereka datang dan kemana mereka pergi. Dengan bahan itu, maka keduanya akan dapat memperkirakan arah yang akan mereka datangi malam nanti. Tugas-yang berbahaya itu memang tidak dapat diserahkan kepada para cantrik. Untuk mencapai hasil yang sebaikbaiknya maka tugas itu memang harus dilakukan oleh orang yang berilmu tinggi. Apalagi jika Kiai Narawangsa dan Nyai http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Wiji Sari sudah berada diantara mereka. Maka untuk dapat mendekat, diperlukan kemampuan yang tinggi. Untuk mendapat hasil yang sebaik-baiknya, maka Ki Sambi Pitu dan Jagaprana tidak dengan tergesa-gesa mencari tempat persembunyian orang-orang itu. Tetapi dihari berikutnya, mereka telah ikut pergi ke sawah. Dengan memanggul cangkul serta memakai caping bambu mereka bersama dua orang cantrik telah pergi ke sawah. Dibawah panasnya matahari yang memanjat semakin tinggi, mereka berendam di air berlumpur sambil mengayunkan cangkul mereka. Sebenarnya, mereka melihat dua orang yang mencurigakan lewat meniti pematang. Mereka memang hanya berjalan melintas. Tetapi keduanya mengamati padepokan itu dari jarak yang tidak terlalu jauh. Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana memperhatikan arah kemana mereka pergi. Tidak terlalu jauh dari padepokan mereka berjalan melingkar. Juga masih meniti pematang. Mereka berjalan menjauh, kemudian memutar kembali kearah hutan kaki pegunungan. "Kita akan melihat malam nanti, apa yang ada dihutan itu," desis Ki Jagaprana. "Kita sudah dapat menduga, dimana mereka bersembunyi" berkata Ki Sambi Pitu. "Ya. Asap itu." "Ternyata mereka memang dungu." "Atau kita yang dungu, jika kita begitu saja percaya, bahwa mereka memang berada disekitar perapian itu." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Keduanya mengangguk-angguk. Ki Sambi Pitu lah yang kemudian berkata "Baiklah. Biarlah malam nanti kita akan membuktikannya." Seperti yang direncanakan oleh kedua orang itu, maka ketika senja turun, keduanya pun telah bersiap. Demikian gelap menyelimuti padepokan itu, maka mereka berdua telah keluar lewat regol butulan untuk melihat-lihat hutan lebat di kaki Gunung Lawu itu. Dengan hau-hati keduanya kemudian menyusuri pinggir hutan. Yang menjadi sasaran utama adalah arah asap yang mereka lihat mengepul itu. Ternyata orang-orang itu memang kurang berhati-hati. Malam itu mereka juga membuat perapian untuk melawan dingin meskipun tidak begitu besar. Mereka memang sudah berusaha untuk melindungi nyala api perapian itu dengan bebatuan. Namun warna merah yang menapak pada batangbatang pepohonan masih juga dapat dilihat oleh Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana. "Ternyata tidak terlalu sulit" desis Ki Jagaprana. Ki Sambi Pitu tidak menjawab. Namun mereka telah merayap semakin mendekati orang-orang yang berada di sekitar perapian. Namun yang dilihat oleh kedua orang itu bukan sekedar perapian. Ternyata mereka melihat berbagai macam bahan dan peralatan yang teronggok tidak terlalu jauh dari tempat mereka membuat perapian. Ki Sambi Pitu memberi isyarat kepada Ki Jagaprana untuk melihat benda-benda yang teronggok diantara pepohonan hutan itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Keduanya mengangguk-angguk meskipun mereka tidak saling berbicara. Mereka melihat potongan-potongan dan anyaman bambu. Tali ijuk dan seonggok batang ilalang. Didalam hati mereka berkata "Orang-orang ini tentu akan membuat gubug yang cukup besar." Apalagi, mereka juga melihat sebidang tanah yang sudah dibersihkan, siap untuk membangun sebuah gubug. Beberapa saat kedua orang itu mengamati lingkungan itu. Baru kemudian, Ki Sambi Pitu telah memberikan isyarat, agar mereka meninggalkan tempat itu. Demikian keduanya menjauhi tempat itu, maka Ki Sambi Pitu pun berkata "Nampaknya mereka akan membuat sebuan pesanggrahan." "Ya" Ki Jagaprana mengangguk-angguk. "Tentu bagi Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari. Sedangkan yang lain akan dapat berada disembarang tempat." Ki Jagaprana mengangguk-angguk. Katanya "Menilik tempat yang dipersiapkan, tentu banyak orang yang akan datang." "Tentu akan meriah" desis Ki Sambi Pitu. "Mudah-mudahan kerajaan Ki Lemah Teles tidak segera berakhir." Demikian mereka sampai di padepokan, maka keduanya pun segera menceriterakan kepada orang-orang tua yang berilmu tinggi, yang memang menunggu kedatangan Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana. "Menarik sekali" desis Ki Ajar Pangukan "karena itu, maka kita harus benar-benar bersiap untuk menyambut kehadiran mereka. Kita tidak tahu pasti, berapa besar kekuatan mereka, http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sehingga karena itu, maka yang dapat kita lakukan adalah Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menyiapkan kekuatan penuh untuk menyambut mereka." "Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari tentu sudah bersiapsiap pula. Besok mereka tentu sudah akan mendirikan gubug itu. Sehingga dalam dua tiga hari lagi, Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari tentu sudah akan datang." "Baiklah" berkata Ki Lemah Teles "kita akan bersiap untuk menyongsong kehadiran tamu-tamu Kiai Bayu Bening itu. Karena itu, sebaiknya penyambutan itu dipimpin oleh Kiai Banyu Bening sendiri." Ki Ajar Pangukan tertawa. Katanya "Sekarang sudah ada pimpinan baru di padepokan ini. Karena itu, biarlah pemimpin baru itu bekerja. Kita justru akan menguji, apakah pemimpin yang baru ini menjadi lebih baik atau tidak." "Baiklah" berkata Ki Lemah Teles "jika ternyata pimpinan yang baru ini lebih buruk, biarlah ia dicampakkan keluar dari padepokan ini." "Jangan merajuk" desis Ki Pandi "jika kurang baik, justru harus diperbaiki." "Kenapa bukan kau saja yang menjadi pemimpin disini, bongkok buruk." Ki Pandi pun tertawa pula. Demikian pula Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana. Tetapi mereka tidak menyahut lagi. Demikianlah yang dilakukan oleh para cantrik dan anakanak muda yang baru memasuki padepokan itu sehari-hari adalah menempa diri dalam olah kanuragan. Anak-anak muda yang berlatih bersama Manggada dan Laksana itupun serba sedikit telah memiliki pengetahuan, http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bagaimana mereka harus bermain dengan senjata, meskipun senjata utama mereka adalah tombak pendek dan pedang. Namun dengan tombak pendek dan pedang, mereka telah berlatih mempergunakannya untuk melawan jenis-jenis senjata-senjata yang lain. Mereka telah belajar, bagaimana mereka mempergunakan senjata mereka untuk melawan yang kadang-kadang aneh. Dalam pada itu dimalam berikutnya, Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana telah kembali melihat-lihat orang-orang yang berada di hutan itu. Seperti yang diduga oleh Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana, maka orang-orang itu sudah mendirikan sebuah gubug. Tidak terlalu dekat dengan bibir hutan. Tetapi sedikit ke tengah sehingga terlindung oleh pepohonan dan pohon-pohon perdu. Bahkan Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana sempat mendengar orang-orang yang memanasi tubuh mereka dengan perapian itu berbincang dengan dua orang yang agaknya baru datang dari padepokan Kiai Narawangsa. Dari mulut mereka, Ki Sambi Pitu dan Jagaprana mendengar, bahwa Kiai Narawangsa akan segera datang. "Jika mereka sudah ada di gubug itu, maka tugas kita menjadi bertambah berat, karena Kiai Narawangsa dan Nyi Wiji Sari tentu memiliki ketajaman pendengaran dan penglihatan. "Penglihatan kita sudah cukup. Kita tinggal menghitung, berapa besar jumlah mereka, sehingga akan dapat kita pergunakan sebagai perbandingan." Ki Sambi Pitu mengangguk-angguk. Tetapi iapun kemudian berkata "Kita akan berusaha melihat sebuah iring-iringan yang memasuki hutan itu. Bukankah itu lebih mudah daripada kita http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ datang ketempat ini pada saat Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari sudah berada disini?" "Siang malam kita mengamati tempat ini ?" "Di siang hari kita dapat berada dan bekerja di sawah. Tetapi di malam hari kita memang harus menyediakan waktu yang khusus." jawab Ki Sambi Pitu. Ki Jayaraga mengangguk-augguk. Katanya "Kita dapat melakukannya bergantian." "Di siang hari biarlah para cantrik yang bekerja di sawah melakukannya. Tetapi Ki Warana harus memilih cantrik yang terbaik." Ketika hal itu disampaikan kepada Ki Warana dan Ki Lemah Teles, maka mereka pun, menyepakatinya. Sejak hari itu, maka tidak semua cantrik dibenarkan pergi ke sawah didekat hutan yang menjadi landasan kekuatan Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari. "Jika aku yang melakukannya" berkata Ki Lemah Teles "aku akan memilih tempat yang agak jauh. Bibir hutan itu terlalu dekat dengan sasaran mereka." "Yang melakukan bukan Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari sendiri. Tetapi para cantriknya yang tentu mempunyai wawasan yang lebih sempit dari keduanya." sahut Ki Jagaprana. Dengan demikian, maka ketegangan menjadi semakin meningkat di padepokan Ki Lemah Teles itu. Setiap orang benar-benar harus bersiap menghadapi kemungkinan yang paling buruk sekalipun. Pada hari-hari terakhir, anak-anak muda yang baru memasuki padepokan itu telah berlatih mempergunakan busur http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan anak panah. Mereka harus mempergunakan ketika orangorang yang menyerang padepokan itu mulai mendekat. Jika disiang hari para cantrik yang bekerja di sawah dipilih cantrik yang terbaik, karena mereka bertugas mengamati landasan bagi orang-orang Kiai Narawangsa, maka dimalam hari, pengawasan itu dilakukan berganti-ganti oleh orangorang tua yang berilmu tinggi di padepokan itu. Akhirnya, yang mereka tunggu-tunggu itupun datang. Justru dimalam hari ketika Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana bertugas melakukan pengawasan. "Kita pula yang mendapat kesempatan melihatnya pertama kali kehadiran orang-orang itu. Dengan tegang, dari balik gerumbul-gerumbul perdu, kedua orang itu melihat sebuah iring-iringan yang datang menuju ke hutan yang sudah dipersiapkan oleh beberapa orang yang mendahuluinya. Iring-iringan yang panjang itu berjalan menyusuri jalan setapak dalam gelapnya malam. "Nampaknya mereka hanya bergerak di malam hari" berkata Ki Sambi Pitu. "Ya. Tetapi aku yakin, mereka membagi orang-orangnya menjadi beberapa kelompok." "Ya. Tentu tidak hanya sejumlah itu. Jika hanya sejumlah itu, maka mereka akan dapat dengan mudah kita hancurkan. Tidak usah menunggu mereka menyerang." sahut Ki Sambi Pitu. Namun tiba-tiba iapun berbisik "Bagaimana jika mereka kita hancurkan esok pagi. Selanjutnya kita menunggu iringiringan berikutnya dan berikutnya?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Begitu mudahnya?" sahut Ki Jagaprana "seandainya hal itu kita lakukan, pada serangan terhadap kelompok pertama, belum tentu jika kita menemui Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari ada didalamnya. Sementara itu jika ada seorang saja yang lolos, maka iring-iringan berikutnya tidak akan pernah datang lagi. Tetapi Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari itu akan menjadi seperti api didalam sekam di waktu-waktu mendatang. Justru pada saat kita sudah tidak berada di padepokar itu, mereka datang dengan membawa orang yang lebih banyak." Ki Sambi Pitu mengangguk-angguk. Dalam iring-iringan yang mereka lihat didalam gelapnya malam dari tempat yang tidak terlalu dekat itu, keduanya memang tidak dapat melihat, apakah didalam iring-iringan itu terdapat seorang perempuan. Menurut dugaan kedua orang itu, maka Nyai Wiji Sari tentu mengenakan pakaian yang sama dengan laki-laki yang ada didalam pasukannya. Kedua orang itupun kemudian telah menunggui jalan yang dilalui iring-iringan itu sampai pagi. Tetapi malam itu tidak ada lagi iring-iringan yang memasuki hutan itu." "Biarlah malam nanti orang lain yang mengawasinya" berkata Ki Sambi Pitu. "Mungkin sebagian dari mereka akan datang siang hari." "Mungkin" Ki Sambi Pitu mengangguk-angguk "tetapi agaknya menurut perhitungan mereka, perjalanan siang hari untuk sebuah iring-iringan yang besar akan sangat menarik perhatian." Kedua orang itu tidak menunggu matahari -terbit agar mereka justru tidak terjebak oleh para pengamat yang tentu juga dipasang oleh orang-orang Narawangsa itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Selagi langit masih gelap, mereka sudah bergerak meninggalkan persembunyiannya kembali ke padepokan. Setelah berbenah diri, maka Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana segera minta Ki Warana dan orang-orang yang berilmu tinggi di padepokan itu berkumpul. Pada umumnya mereka juga bangun pagi-pagi sekali. Dengan singkat Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana telah melaporkan apa yang dapat mereka lihat malam itu. "Nanti malam harus ada orang lain yang mengawasi jalan itu, sehingga kita mempunyai gambaran yang lebih lengkap tentang mereka." Ki Lemah Teles mengangguk-angguk. Kepada Ki Warana ia berkata "Jika demikian, jangan ijinkan para cantrik pergi ke sawah. Sangat berbahaya bagi mereka. Orang-orang itu tentu akan mencari keterangan tentang padepokan ini. Jika mereka tahu bahwa sawah tidak jauh dari hutan itu adalah sawah padepokan ini, maka. mereka segera mengetahuinya, bahwa orang yang berada disawah itu adalah cantrik dari padepokan ini." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ki Warana mengangguk. Tetapi iapun kemudian bertanya "Apakah kita tidak perlu mengawasinya di siang hari" A ku kira mereka tidak akan tergesa-gesa membuka benturan kekerasan dengan padepokan ini. Bukankah mereka memerlukan waktu untuk bersiap-siap menghadapi benturan yang lebih besar." "Mungkin demikian, Ki Warana. Tetapi mungkin juga tidak. Mungkin mereka sengaja menangkap cantrik itu sebagai tantangan yang terbuka. Bukankah mereka sudah dengan berterus terang menantang kita semuanya dengan mengirimkan utusan sampai dua kali berturut-turut. Aku kira mereka masih akan mengirimkan utusan lagi untuk meyakinkan, bahwa kita benar-benar menolak permintaan mereka." Ki Warana mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Aku akan memerintahkan agar para cantrik tidak pergi ke sawah, terutama yang terdekat dengan sisi hutan yang dipergunakan sebagai landasan oleh Kiai Narawangsa itu." Namun dalam pada itu, Ki Lemah Teles itupun berkata "Tetapi biarlah aku sendiri yang akan pergi ke sawah itu." "Sendiri?" bertanya Ki Warana. "Ya, kenapa?" "Aku akan pergi bersama Ki Lemah Teles. Mungkin aku tidak berarti apa-apa dalam olah kanuragan. Tetapi aku kira aku dapat berlari lebih cepat dari orang lain." Orang-orang tua yang berilmu tinggi itu tersenyum. Ki Ajar Pangukan itupun berkata, "Bukankah aku juga dapat pergi ke sawah itu?" "Jangan kau dan jangan si bongkok buruk. Kalian berdua sudah dikenali oleh utusan Kiai Narawangsa. Sementara itu, Ki http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Warana juga sudah dikenali pula. Karena itu, biarlah aku pergi sendiri. Yakinlah, tidak akan ada persoalan apa-apa." Tetapi Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana tidak mau membiarkan Ki Lemah Teles pergi sendiri. Karena itu, maka Ki Sambi Pitu itupun berkata "Baiklah. Biarlah aku dan Ki Jagaprana yang ikut pergi ke sawah. Tetapi janji, tidak lebih sampai tengah hari. Semalam kami berdua semalam suntuk tidak memejamkan mata." "Bukankah sudah terbiasa bagi kalian berdua," desis Ki Lemah Teles. Ki Sambi Pitu tersenyum. Namun katanya, "tetapi aku akan menolak jika di tengah sawah nanti aku ditantang berperang tanding." "Persetan kau" geram Ki Lemah Teles "aku tidak akan Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menantangmu. Tetapi aku ingin langsung menebas lehermu dengan cangkul." Yang mendengarnya justru tertawa. "Baiklah" berkata Ki Lemah Teles "biarlah aku berbenah diri. Disaat matahari naik, aku akan pergi ke sawah bersama Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana." Tetapi selama ketiga orang itu bekerja di sawah, mereka tidak melihat iring-iringan yang datang dan menuju ke arah sisi hutan yang sudah dipersiapkan itu. Malam berikutnya, Ki Pandi dan Ki Ajar Pangukan lah yang mendapat giliran untuk mengamati sisi hutan itu. Seperti malam sebelumnya, maka keduanya memang melihat sebuah iring-iringan yang berjalan menuju ke landasan bagi orang pengikut Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Bahkan pada malam ketiga, masih juga datang iring-iringan berikutnya. "Mereka membawa beberapa ekor kuda tunggangan dan beberapa ekor kuda beban. Agaknya banyak barang dan barangkali persediaan makanan yang mereka bawa." "Ya. Segala sesuatunya yang akan terjadi sebaiknya segera terjadi. Semakin cepat semakin baik" berkata Ki Ajar Pangukan "kehadiran orang sebanyak itu akan dapat mempengaruhi tatanan kehidupan di padukuhan-padukuhan disekitar tempat ini. Jika persediaan makan mereka habis, maka mereka tentu akan lari ke padukuhan. Kecuali keadaan padukuhan itu akan menjadi resah dan bahkan lebih dari itu, maka mereka akan mendengar bahwa Kiai Banyu Bening sudah tidak ada lagi." Ketika hal itu kemudian dibicarakan di padepokan, maka Laksana yang ikut mendengarkannya menjadi gelisah. "Kenapa kau. Laksana?" bertanya Manggada. "Kehadiran sekian banyak laki-laki di daerah ini akan sangat berbahaya bagi gadis-gadis. Mereka tidak boleh lagi mandi dan mencuci di tepian." "Terutama Delima" desis Manggada. "Bukan hanya Delima" sahut Laksana "juga kawankawannya. Mereka harus tahu itu." Manggada memang berniat untuk mengganggu Laksana. Tetapi ia melihat kebenaran pendapat Laksana. Apalagi peristiwa yang tidak diinginkan itu hampir saja terjadi justru atas Delima. Karena itu, ketika Laksana mengajak Manggada menemui Delima, Manggada tidak berkeberatan. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tetapi berhati-hatilah" pesan Ki Pandi ketika Manggada dan Laksana itu minta diri "ketahui sajalah, bahwa sisi hutan itu sekarang menjadi landasan para pengikut Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari." "Arah yang akan kami tempuh justru berlawanan, Ki Pandi." "Ya, aku tahu. Tetapi bukan berarti bahwa kalian tidak mungkin akan bertemu dengan pengikut Kiai Narawangsa yang berkeliaran disekitar padepokan ini." "Ya, Ki Pandi." Sementara itu Ki Lemah Teles pun berpesan "Jangan terlalu lama. Kita masih belum tahu cara apakah yang akan mereka pergunakan. Mungkin mereka justru akan membangun perkemahan di sekitar padepokan ini antuk menutup hubungan padepokan ini dengan dunia disekitarnya. Cara ini banyak dilakukan untuk memaksa orang yang mereka kepung itu kehabisan persediaan pangan, sehingga mereka akan menyerah." "Baik Ki Lemah Teles" jawab Manggada dan Laksana hampir bersamaan. Dengan hati-hati, maka Manggada dan Laksana itupun telah pergi menemui Delima. Kedatangan Manggada dan Laksana memang mengejutkan. Namun kedua orang anak muda itu sama sekali tidak menunjukkan sikap yang gelisah. "TidaK ada apa-apa. Paman Krawangan," berkata Manggada, "kami hanya ingin sekedar singgah." "Kalian bawa pesan dari Warana?" "Tidak secara khusus, Ki Krawangan. Tetapi kami ingin memberitahukan persoalan yang harus mendapat perhatian dari Delima dan kawan-kawannya." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Delima?" bertanya Ki Krawangan. "Ya, paman. Kami membawa pesan bagi Delima." sahut Laksana. Manggada menarik nafas panjang. Ia sudah akan membuka mulutnya untuk mengucapkan peringatan bagi Delima dan kawan-kawannya itu lewat Ki Krawangan. Tetapi agaknya Laksana ingin menyampaikannya langsung kepada Delima. Tetapi Ki Krawangan itu memang bangkit berdiri untuk memanggil Delima. Ternyata Delima pun kemudian dengan wajah yang terang bersama ayahnya, ikut menemui Manggada dan Laksana, meskipun wajah itu harus terap menunduk. Laksana lah yang kemudian menceriterakan kepada Ki Krawangan dan Delima bahwa telah datang ke lingkungan itu, sebuah gerombolan yang mungkin akan dapat membahayakan Delima dan kawan-kawannya. "Untuk sementara kalian tidak usah pergi ke tepian untuk mandi dan mencuci," berkata Laksana selanjutnya. Delima mengangguk-angguk. Demikian pula Ki Krawangan. "Terima kasih" desis Ki Krawangan kemudian "apakah agaknya masih akan terjadi benturan kekerasan?" "Mungkin, paman" jawab Manggada. Namun kemudian anak muda itupun berkata "Tetapi aku mohon paman dan Delima tidak mengabarkan kepada siapapun, bahwa kami sudah mengetahui kedatangan gerombolan itu. Ki Warana sampai sekarang masih mengambil jarak dari gerombolan itu. Ki Warana masih berusaha untuk mengetahui lebih jauh tentang keadaan gerombolan itu." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ki Krawangan mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Aku akan memperhatikan pesan itu. Mudah-mudahan Warana dapat menempatkan dirinya dalam satu tatanan baru yang terjadi di padepokan itu." Manggada lah yang kemudian menyampaikan kepada Ki Krawangan, bahwa sampai saat terakhir, Ki Warana masih menyatakan kepada orang-orang dari gerombolan itu bahwa Kiai Banyu Bening masih hidup. "Apakah Warana sudah berhubungan dengan mereka?" bertanya Ki Krawangan. "Mereka telah mengirimkan utusan ke padepokan. Mereka adalah orang-orang yang mendendam Kiai Banyu Bening." "Aku tidak mengerti maksud Warana. Seandainya ia mengatakan bahwa Kiai Banyu Bening sudah tidak ada lagi, bukankah tidak akan terjadi permusuhan lagi." "Tetapi mereka tidak hanya mendendam kepada Kiai Banyu Bening. Tetapi mereka ingin mengambil padepokan itu." Ki Krawangan mengangguk-angguk. Sementara itu Manggada pun berkata "Tetapi sekali lagi kami berpesan, Biarlah persoalan itu menjadi persoalan Ki Warana dengan orang-orang gerombolan itu." Ki Krawangan masih mengangguk-angguk. Sementara Manggada merasa bahwa ia tidak akan dapat menceriterakan semuanya kepada Ki Krawangan dalam waktu yang singkat. Ketika Manggada menggamit Laksana untuk minta diri, ternyata Laksana tidak menanggapinya. Ia masih saja berbicara tentang kemungkinan buruk yang dapat terjadi, jika Delima dan kawan-kawannya turun ke tepian. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Namun dalam pada itu, Ki Krawangan pun berkata kepada Delima "Delima. Kau dapat membuat minuman untuk tamutamumu." "Tidak usah, paman. Tidak usah" sahut Laksana dengan serta merta "masih ada beberapa pesan lagi buat Delima." Ki Krawungun tersenyum. Katanya "Biarlah nanti setelah menghidangkan minuman, Delima mendengarkan pesan-pesan itu lagi." Ternyata Manggada dan Laksana berada di rumah Ki Krawangan untuk waktu yang agak lama. Mereka menunggu minuman menjadi dingin. Kemudian menghirupnya dengan gula kelapa, dan bahkan kemudian telah dihidangkan pula beberapa potong makanan. Namun Manggada lah yang menjadi gelisah. Ketika ia mendapat kesempatan, iapun berbisik, "Kita harus segera kembali. Kita akan masuk kedalam sanggar bersama anakanak muda itu." Tetapi Laksana berdesis "Sekali-sekali kita dapat melepaskan ketegangan-ketegangan yang setiap hari memburu kita. Sebelum kita benar-benar harus bertempur, sebaiknya kita beristirahat barang satu hari." Manggada hanya dapat menarik nafas dalam-dalam. Ia tidak dapat memaksa Laksana untuk segera kembali ke padepokan. Baru setelah beberapa kali Manggada memperingatkan, maka akhirnya Laksana pun bersedia pula meninggalkan rumah Delima itu. Di perjalanan kembali, Manggada masih saja bersungutsungut. Mereka telah kehilangan waktu beberapa lama. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Seharusnya mereka sudah berada diantara anak-anak muda yang sedang dengan bersungguh-sungguh menempa diri itu. Tetapi Laksana hanya tersenyum-senyum saja menanggapi sikap kakak sepupunya itu. Keduanya sempat menjadi berdebar-debar ketika mereka di tengah-tengah bulak bertemu dengan dua orang yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Menilik sikap dan cara mereka mengenakan pakaiannya, maka keduanya tentu bukan orang yang tinggal disisi Barat kaki Gunung Lawu itu. Tetapi Manggada dan Laksana tidak ingin membuat persoalan. Karena itu, maka ketika mereka berpapasan dengan kedua orang itu, keduanya lebih baik menepi. Kedua orang yang berpapasan dengan Manggada dan Laksana itu juga masih muda sebagaimana Manggada dan Laksana. Nampaknya keduanya merasa bahwa mereka adalah orang-orang yang pantas dihormati. Ketika mereka berpapasan dengan Manggada dan Laksana, keduanya sama sekali tidak mau bergeser menepi sedikitpun, sehingga Manggada dan Laksana lah yang harus minggir sehingga keduanya melipir tanggul parit yang membujur sepanjang jalan itu. "Gila" geram Laksana "jika saja padepokan itu tidak sedang dalam ketegangan." "Lalu, mau kau apakan mereka?" bertanya Manggada. "Aku akan memilin leher mereka." Manggada tertawa. Katanya "Sudahlah. Saat ini kita memang harus memusatkan perhatian kita kepada gerombolan yang dipimpin oleh Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari itu." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Keduanya tentu para pengikut Kiai Narawangsa itu pula." "Aku juga menduga demikian" sahut Manggada. "Bagaimana jika kita tantang saja mereka, mumpung tidak nampak ada orang disawah." "Kiai Lemah Teles dan Ki Warana belum membunyikan pertanda perang. Kita harus bersabar." "Apapun yang terjadi jika kita menantang kedua orang itu, tidak akan mempengaruhi persoalan yang tumbuh antara para pengikut Kiai Narawangsa dengan orang-orang padepokan." "Biarlah segalanya tertimbun pada benturan yang tentu akan terjadi pada satu hari. Mungkin besok, lusa atau mungkin sepekan lagi. Tetapi tentu tidak akan terlalu lama." Tiba-tiba saja Laksana itu berhenti. Ketika ia berpaling, punggung kedua orang anak muda itu masih nampak. "Apakah mereka akan pergi ke rumah Delima?" "Kau jangan menjadi gila seperti itu" desis Manggada. Lalu katanya "Bahkan aku ingin memperingatkanmu, agar kau tidak terlalu dekat dengan Delima." "Kenapa?" bertanya Manggada. "Mungkin tidak apa-apa bagimu sendiri. Tetapi sudah berapa kali terjadi kau memuji kecantikan seorang gadis. Nah, bukankah akhirnya kau terus pergi meninggalkan mereka itu?" Laksana mengerutkan dahinya. "Jika pada suatu saat tumbuh perasaan yang mendalam di hati seorang gadis, sedangkan pada satu saat kita harus melanjutkan perjalanan pengembaraan ini sebelum kita benarbenar pulang, kau dapat mengira-irakan, apa yang akan Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo terjadi dengan gadis itu selanjutnya." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Laksana tidak menjawab. Tetapi kata-kata Manggada itu menyentuh hatinya pula. Sementara itu, Manggada pun berkata pula "Kecuali jika kau sudah jemu mengembara dan ingin menetap disatu tempat." Laksana menarik nafas dalam-dalam. Memang tidak terbersit dihatinya, bahwa ia ingin segera menghentikan pengembaraannya. Namun Manggada tidak ingin memperpanjang persoalan itu. Ia menyerahkan segala sesuatunya kepada Laksana, karena ia tahu, bahwa Laksana pun sudah menjadi dewasa. Laksana mengangguk-angguk kecil. Tetapi ia tidak menjawab. Demikianlah, mereka berdua pun kemudian berjalan semakin cepat menuju ke padepokan. Ketika keduanya kemudian memasuki regol padepokan, Ki Pandi yang duduk di pendapa bangunan utama padepokan itu menarik nafas dalam-dalam. Iapun kemudian bangkit berdiri menyongsong kedua orang anak muda itu. "Aku sudah berdebar-debar. Rasa-rasanya kalian pergi terlalu lama. Kami disini terpengaruh oleh ketegangan suasana dengan kedatangan para pengikut Kiai Narawangsa itu. Dan bahkan mungkin Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari sendiri juga sudah ada ditempat itu." "Maaf, Ki Pandi" Laksana lah yang menjawab "Ki Krawangan telah menghidangkan makanan dan minuman, sehingga kami tidak dapat meninggalkannya begitu saja." "Sudahlah. Tidak apa-apa. Hanya kecemasan seorang tua." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kedua orang anak muda itupun kemudian langsung pergi menemui kelompok-kelompok yang berlatih di bawah bimbingan mereka. Tetapi keduanya tertegun, karena anakanak muda dari padukuhan-padukuhan di sekitar padepokan itu sedang berlatih bersama orang-orang tua yang berilmu tinggi di padepokan itu. Ki Sambi Pitu, Ki Jagaprana, Ki Lemah Teles dan Ki Ajar Pangukan sedang sibuk mcnjajagi kemampuan anak-anak muda yang untuk waktu yang sangat singkat mencoba untuk menyadap ilmu kanuragan dari Manggada dan Laksana. Ternyata orang-orang tua itu merasa puas dengan kemajuan yang telah mereka capai. Dengan tombak dan pedang dengan perisai atau tidak dengan perisai, anak-anak muda itu sudah mampu mempertanankan diri melawan berbagai macam senjata. Untuk beberapa lama penjajagan itu berlangsung. Manggada dan Laksana serta Ki Pandi berdiri saja mengamatinya. "Sama sekali tidak mengecewakan" desis Ki Pandi "jika jiwa kalian tidak dibakar oleh kemudaan kalian, mungkin anak-anak itu masih belum mampu mencapai tataran sebagaimana sekarang ini. Mereka telah bekerja dengan sangat keras untuk dapat menyesuaikan diri dengan keinginan kalian." Manggada dan Laksana tidak menjawab. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Manggada dan Laksana" berkata Ki Pandi kemudian "justru menjelang hari-hari yang gawat, yang tentu akan memaksa kita semua bekerja sangat-sangat keras, maka kalian harus mengurangi beban anak- anak itu. Biarlah mereka sempat beristirahat." Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Sementara Ki Pandi berkata selanjutnya "Dari hari ke hari mereka nampak menjadi semakin kurus. Meskipun mereka tidak mengeluh, tetapi biarlah tubuh mereka menjadi semakin segar menjelang hari-hari yang mendebarkan itu." "Baiklah, Ki Pandi" desis Manggada kemudian. "Yang harus kalian pertahankan, adalah latihanlatihan ketahanan tubuh setiap mereka bangun pagi. Kemudian latihan-latihan olah senjata, setidak-tidaknya untuk mempertahankan tataran yang telah mereka capai. Kalian harus memberikan waktu beristirahat lebih banyak. Memberi kesempatan mereka untuk berbuat sesuatu sebagaimana anak-anak muda yang lain. Tidak semuanya dapat kalian ukur sebagaimana kalian sendiri." "Baik, Ki Pandi." jawab Manggada dan Laksana. Dalam pada itu, maka orang-orang tua yang berilmu tinggi di padepokan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ itu menganggap bahwa tingkat kemampuan anak-anak muda yang belum lama berada di padepokan itu sudah cukup memadai diukur dari waktu yang mereka pergunakan untuk belajar dan berlatih. Apalagi yang memimpin mereka juga anak muda yang umurnya tidak terpaut banyak dengan mereka. Beberapa saat kemudian; maka latihan latihan itupun berakhir. Semuanya menganggap bahwa latihan yang telah mereka lakukan sangat baik. Kemampuan mereka sudah memadai, apalagi dilihat dari sisi waktu. Namun semuanya telah memberikan saran yang sama, bahwa anak-anak muda itu harus mendapat kesempatan untuk beristirahat lebih banyak tanpa mengabaikan latihan-latihan yang harus mereka lakukan untuk mengasah tajamnya kemampuan yang telah mereka miliki. Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Orang-orang tua itu tentu memiliki pengalaman yang jauh lebih luas dari Manggada dan Laksana. Ketika kemudian Manggada dan Laksana berada diantara anak-anak muda itu, maka Manggada dan Laksana pun telah mengatakan kepada mereka, untuk mendapatkan tenaga yang sebesar-besarnya menjelang saat-saat yang paling gawat, maka kesempatan untuk beristirahat pun akan diberikan lebih banyak. Namun keduanya masih menambahkan, bahwa hal itu bukan berarti bahwa latihan-latihan yang berat dan kerja yang keras sudah berakhir. "Sementara itu di hutan tua, Kiai Natawangsa dan Nyai Wiji Sari telah bersiap menerkam kita." berkata Manggada kepada anak-anak muda itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sebenarnyalah saat itu Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari telah berada diantara para pengikutnya di hutan yang sebelumnya memang telah dipersiapkan. Ternyata keduanya tidak mempunyai pendirian sebagaimana orang yang berilmu tinggi di padepokan, Kiai Natawangsa dan Nyai Wiji Sari tidak menganggap landasan yang dibangun itu terlalu dekat dengan padepokan yang akan menjadi sasaran mereka. Bahkan Kiai Narawangsa berkata "Kalian memang memiliki ketajaman penalaran. Tempat ini adalah tempat yang sangat baik untuk meloncat ke padepokan itu. Tidak terlalu jauh dan cukup terlindung dari penglihatan orang-orang padepokan." "Bukankah kita tidak berniat untuk berlindung" berkata Nyai Wiji Sari "kita justru akan datang ke padepokan itu dan menuntut agar padepokan itu diserahkan kepada kita." "Tetapi kita tidak boleh tergesa-gesa Nyai" jawab Kiai Narawangsa "segala sesuatunya harus diperhitungkan sebaikbaiknya, agar kita dapat mencapai hasil sebagaimana kita kehendaki." "Apalagi yang harus diperhitungkan?" Nyai Wiji Sari memang tidak sabar lagi "kita datangi padepokan itu. Kita hancurkan pintu-pintunya. Kemudian kita menyerbu masuk." "Bagaimana dengan rencana kita untuk datang menemui Banyu Bening?" "Apakah ada gunanya?" bertanya Nyai Wiji Sari. "Mudah-mudahan masih ada gunanya. Jika Banyu Bening dapat mencegah pertempuran, maka ia akan mendapat kesempatan untuk hidup beberapa lama lagi." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apakah ukurannya waktu yang kau katakan tidak lama lagi itu?" bertanya Nyai Wiji Sari. "Sampai kita menjadi jemu dan kemudjah membunuhnya," jawab Narawangsa. "Akhirnya sama saja. Kenapa tidak kita bunuh sekarang?" "Jika ia dapat mencegah perang, bukankah orang-orang kita tidak banyak yang akan mati" Sementara itu, kita akan menangkap Banyu Bening dan terserahlah kepada kita. Tetapi para pengikutnya tentu sudah terpecah bercerai berai dan tidak akan mampu menyusun kekuatan lagi untuk melawan kita." Nyai Wiji Sari merenung sejenak. Namun ada sesuatu yang terasa bergejolak dihatinya. Nyai Wiji Sari sendiri tidak tahu, apakah yang mengekang perasaannya untuk datang menemui Kiai Banyu Bening dan berbicara dengan laki-laki itu. Bagi Nyai Wiji Sari, datang dengan pasukan dan bertempur, akan lebih baik daripada harus datang menemuinya dan berbicara dengannya. "Aku muak melihat laki-laki itu." geram Nyai Wiji Sari. Tetapi kata-kata yang terlontar disela-sela bibirnya itu tidak meyakinkan dirinya sendiri. Bahkan didalam lubuk hatinya telah timbul pertanyaan "Apakah bukan karena sebab lain?" Nyai Wiji Sari menggeretakkan giginya. Ia mencoba mengusir sentuhan-sentuhan perasaan yang dianggapnya sebagai satu kelemahan justru karena ia seorang perempuan. Bagaimanapun juga Kiai Banyu Bening adalah bekas suaminya dan yang pernah memberinya seorang anak. Tetapi anak itu meninggal, justru karena terbakar. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kiai Narawangsa melihat keragu-raguan yang sangat di wajah Nyai Wiji Sari. Tetapi menurut tanggapan Kiai Narawangsa justru karena Wiji Sari itu sangat membenci suaminya. Ketika Nyai Wiji Sari itu masih menjadi istri Lembu Wirid, ia sudah membencinya. Apalagi kemudian setelah anaknya terbunuh didalam lidah api yang menyala menelan rumahnya. "Terserah kepadamu" berkata Kiai Narawangsa "jika kau berkeberatan, maka aku akan menurut, mana yang kau anggap lebih baik. Jika aku berniat untuk datang menemuinya, itu karena kita pernah merencanakannya." "Tidak. Aku tidak mau menemui laki-laki keparat itu" geram Nyai Wiji Sari. Hampir berteriak iapun berkata "Tidak. Aku muak. Muak sekali." "Baik. Baik" berkata Kiai Narawangsa "kita akan langsung datang ke padepokan itu dengan seluruh kekuatan kita. Kita akan membakar pintu-pintunya dan menerobos masuk kedalamnya." "Aku sudah menyiapkan beberapa bakul biji jarak. Beberapa bakul yang lain sudah dihancurkan menjadi bubuk kasar yang dicampur dengan serat yang sudah dikeringkan." "Apakah serbuk dan biji jarak itu cukup banyak untuk membakar pintu gerbang dan pintu butulan?" "Tentu. Kita akan menimbun kayu-kayu kering diluar pintu itu untuk mempercepat nyala api. Jika daun pintu gerbang itu terbakar, maka kita akan segera dapat menerobos masuk." "Baiklah. Kita harus menyiapkan gerobak-gerobak kecil untuk mengusung kayu, serbuk biji jarak dan biji jarak itu." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Besok kita akan melihat pintu gerbang itu," berkata Kiai Narawangsa. Sebenarnyalah dihari berikutnya, Kiai Narawangsa dan Gunasraba berserta beberapa orang pengiringnya telah mendatangi padepokan. Berkuda mereka tanpa ragu-ragu mendekati rintu gerbang padepokan itu dari arah depan. Beberapa puluh langkah mereka menghentikan kuda mereka. Para petugas di panggungan disebelah menyebelah pintu gerbang itu melihat kedatangan beberapa orang berkuda. Namun mereka mengerti, bahwa serangan yang sebenarnya masih belum datang, karena jumlah orang berkuda itu tidak lebih dari sepuluh orang. Meskipun demikian, para petugas itu telah memberikan laporan langsung kepada Ki Lemah Teles tanpa membunyikan kentongan. Orang-orang tua yang berilmu tinggi, yang ada di padepokan itu telah memanjat panggungan yang ada disebelah menyebelah pintu gerbang itu. Tetapi merekapun berpendapat, bahwa orang-orang itu masih belum akan berbuat sesuatu. "Mungkin mereka akan menemui orang yang bernama Kiai Banyu Bening itu" berkata Ki Lemah Teles. Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tetapi ternyata tidak. Ternyata mereka tidak menyatakan maksudnya itu. Beberapa orang itu hanya berkeliaran hilir mudik diatas punggung kuda mereka sambil mengamat-amati pintu gerbang. "Mereka sedang memperhitungkan kemungkinan untuk merusak pintu gerbang itu" desis Ki A jar Pangukan. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ya. Tetapi mereka tidak dapat menghitung ketebalan daun pintu gerbang itu. Mereka juga tidak dapat menduga, seberapa besarnya selarak pintu itu." Namun diluar, Kiai Narawangsa berkata "Pintu itu dibuat dari kayu." "Kita akan dapat membakarnya" berkata Gunasraba. "Kau yakin biji jarakmu itu cukup untuk menyalakan pintu gerbang itu?" "Tentu kakang" jawab Gunasraba "pintu gerbang itu akan menjadi abu. Dan kita akan dapat dengan leluasa masuk kedalamnya. Kita bukan orang dungu yang mau membuangbuang waktu dan bahkan nyawa dengan memanggul balok kayi yang besar untuk menghantam dan merobohkan pintu gerbang itu. Selama kita hilir mudik mengambil ancangancang, maka anak panah orang-orang diatas panggungan itu sudah menghujani kita." "Jika kita membakar pintu itu, bukankah mereka juga dapat membunuh kita dengan anak panahnya?" "Tetapi kita tidak memerlukan banyak orang. Ampat orang menaburkan serbuk yang bercampur serat itu serta biji jarak sementara lima atau enam orang melindunginya dengan perisai. Sementara itu, orang-orang kita akan melontarkan serangan anak panah pula dari tempat kita ini untuk mengurangi tekanan mereka terhadap orang-orang kita yang sedang membakar pintu gerbang itu. Kiai Narawangsa mengangguk-angguk. Iapun yakin bahwa rencana adiknya itu tentu akan dapat dilakukan. Biji jarak memang mengandung minyak yang dapat dipergunakan sebagai oncor di malam hari. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sementara itu, orang-orang yang berada dipanggungan di sebelah-menyebelah pintu gerbang itu memperhatikan orangorang berkuda itu dengan saksama. Tetapi mereka tidak dapat mengerti, apa yang akan mereka lakukan. Mereka hanya melihat orang-orang itu menunjuk kearah pintu gerbang, kearah panggungan disebelah-menyebelah pintu gerbang itu serta sekali-sekali memperhatikan keadaan di sekitarnya. Tetapi orang-orang itu tidak hanya memperhatikan pintu gerbang utama. Ternyata mereka juga memperhatikan pintupintu butulan. Kuda-kuda itu berlari-lari melingkari padepokan yang terhitung luas itu. >>teks tidak terbaca >> rusak pintu." berkata Ki Ajar Pangukan. "Kita akan melayani, cara apa saja yang akan mereka pergunakan" desis Ki Sambi Pitu. Ki Lemah Teles dan Ki Warana memperhatikan orang-orang itu dengan saksama. Beberapa saat lamanya beberapa orang berkuda itu hilir mudik di sekitar padepokan. Namun akhirnya kuda-kuda itu berlari meninggalkan padepokan itu. Orang-orang tua yang berilmu tinggi, yang melihat beberapa orang berkuda itupun menyadari, bahwa Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari ternyata cukup berhati-hati. Mereka tidak langsung datang menyerang, tetapi mereka telah mencoba untuk melihat sasaran untuk membuat perhitungan yang lebih mantap. "Seorang diantara mereka itu adalah Kiai Narawangsa sendiri" desis Ki Warana. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ya" Ki Ajar Pangukan mengangguk-angguk "menurut utusannya yang terdahulu, Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari adalah orang-orang yang berilmu sangat tinggi." "Yang manakah diantara mereka yang kau maksud Ki Narawangsa itu?" bertanya Ki Lemah Teles. "Yang bertubuh raksasa. Yang tidak mengenakan ikat kepalanya, tetapi hanya disangkutkan dilehernya sedang jika kita sempat melihat lebih dekat, maka kita akan melihat segores luka diwajahnya." Ki Lemah Teles mengangguk-angguk. Seorang diantara orang-orang berkuda itu adalah seorang yang bertubuh raksasa. Ikat kepalanya disangkutkan dibahunya, sementara itu rambutnya yang ikal dan panjang itu disanggulnya agak tinggi. Kiai Narawangsa ditilik dari ujud lahiriahnya memang sangat meyakinkan. Jika ia kemudian datang untuk menantang Kiai Banyu Bening, Kiai Narawangsa itu tentu memiliki keyakinan diri yang tinggi. Kehadiran orang-orang berkuda itu, telah memperingatkan kepada Ki Lemah Teles, Ki Warana dan orang-orang tua yang berilmu tinggi, agar mereka menjadi lebih berhati-hati menghadapi lawan yang membuat perhitungan-perhitungan yang cermat. Ketika sekelompok orang berkuda itu telah hilang dari penglihatan mereka, maka Ki Warana dan orang-orang tua yang berilmu tinggi itupun duduk di pendapa bangunan induk padepokan itu untuk berbincang tentang kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi. Seorang cantrik yang bertugas di panggungan itu bertanya kepada kawannya "Apa kira-kira yang akan mereka lakukan" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Mereka tentu merencanakan nntuk memecahkan pintu gerbang itu" jawab kawannya. "Aku tahu. Tetapi bagaimana caranya?" kawannya membentak. Cantrik itu tertawa. Katanya "Kenapa kau tiba-tiba menjadi uring-uringan?" Kawannya menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak bertanya bertanya lagi. Dipendapa, orang-orang berilmu tinggi itu juga mendugaduga. Cara apakah yang akan ditempuh oleh Kiai Narawangsa untuk membuka pintu gerbang padepokan itu. Tetapi yang mereka sebutkan adalah cara-cara yang sering dipergunakan untuk memecahkan pintu. Tidak seorangpun diantara mereka yang menduga, bahwa Kiai Narawangsa akan memecahkan pintu gerbang itu dengan cara yang lain. A pi. Sementara itu, di dalam hutan tempat Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari menunggu kesempatan, Gunasraba telah mempersiapkan segala-galanya. Seonggok serat kulit kayu yang kering, telah dicampur serbuk biji jarak. Selain itu telah dipersiapkan pula biji jarak yang cukup banyak. Untuk meyakinkan diri, maka Gunasraba itu pun telah menyediakan minyak kelapa yang cukup, yang akan dituang pada onggokan-onggokan serat kayu yang Kering itu. "Pintu gerbang itu tentu akan terbakar." geram Gunasraba. "Bukankah kau akan membakar semua pintu," bertanya Kia Narawangsa. "Ya. Semua pintu. Gerbang utama dan gerbang-gerbang butulan. Seperti yang kita ketahui, ada ampat pintu butulan. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Cara yang dipilih oleh Gunasraba itu memang tidak dapat dilakukan dengan serta-merta. Tetapi mereka harus menunggu api yang dinyalakan itu menjadi besar. Baru kemudian api itu akan membakar pintu gerbang yang terbuat dari kayu itu. "Kita memang harus sedikit bersabar" berkata Gunasraba "tetapi cara ini adalah cara yang akan menelan korban paling sedikit. Namun dalam pada itu, Nyai Wiji Sari nampaknya menjadi semakin tidak sabar. Perempuan itu menjadi semakin banyak merenung. Wajahnya nampak muram dan tingkah lakunya yang gelisah. "Aku tidak dapat duduk disini berhari-hari tanpa berbuat apa-apa berkata Nyai Wiji Sari itu. "Kami sedang mempersiapkan segala-galanya Nyai" jawab Kiai Narawangsa "kami tidak ingin gagal." "Apa sebenarnya yang mencemaskan kita" Kita akan menghancurkan Lembu Wirid itu. Jika orang itu mati, maka para pengikutnya tentu akan segera menyerah." "Aku mengerti" jawab Kiai Narawangsa "tetapi bukankah kita perlu memikirkan cara agar kita dapat masuk dan berhadapan dengan Kiai Banyu Bening?" Nyai Wiji Sari tidak menyahut lagi. Namun wajah masih saja nampak gelap. Sebenarnya semakin lama Nyai Wiji Sari berada di hutan itu, kegelisahan terasa semakin mencengkamnya. Rasarasanya ia sudah mendengar tangis anaknya yang melengking-lengking dibalik dinding padepokan itu. Tetapi http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Nyai Wiji Sari rasa-rasanya juga selalu dibayangi oleh wajah Lembu Wirid. Wajah yang keras seorang laki-laki. Dalam kegelisahannya itu, kadang-kadang masih juga timbul pertanyaan, kenapa waktu itu ia telah tergelincir untuk menerima Narawangsa memasuki lingkungan dinding ruang tidurnya. "Itulah awal bencana ini" Nyai Wiji Sari merintih didalam hatinva. Tetapi hati Nyai Wiji Sari yang gelap itu tidak melihat jalan penyelesaian yang terbaik yang dapat ditempuhnya. Ketika kerinduannya ktpada seorang anak memuncak, maka perempuan itu telah menyalurkan gejolak perasaannya itu dengan caranya yang keras dan kasar, sebagaimana cara hidup yang dijalaninya. "Tetapi bukan aku yang ingin membunuh Lembu Wirid" perasaan Nyai Wiji Sari melonjak "aku hanya ingin mengambil apa yang masih tersisa dari anakku." Tetapi Nyai Wiji Sari tidak dapat mengatakannya kepada Kiai Narawangsa. Jika hal itu dikatakannya, maka Kiai Narawangsa akan dapat menjadi salah paham. Sementara itu, Nyai Wiji Sari tidak ingin merusak hidup kekeluargaannya sekali lagi. Meskipun selama itu ia berada dijalan kehidupan yang gelap serta membina keluarga yang kelam pula, namun Nyai Wiji Sari itu ingin mempertahankannya. Dalam pada itu, segala persiapan pun telah dilakukan. Gunasraba telah yakin, bahwa ia akan dapat membuka pintu, gerbang itu dengan caranya. (Oo-dwkz-mch-oO) http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Seri Arya Manggada V Mentari Senja Oleh : SH MINTARDJA Sumber DJVU : Koleksi Ismoyo http://cersilindonesia.wordpress.com/ Convert, edit, ebook : MCH & Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/ http://kang-zusi.info http://cerita-silat.co.cc/ http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ JILID 7 PARUNG Landung dan Paron Waja telah diberinya berbagai macam petunjuk sehingga usaha membakar pintu gerbang itu tidak akan gagal. Bahkan air tidak akan dapat menolong pintu gerbang itu. Kiai Narawangsa yang telah mendapat laporan Gunasraba bahwa segala sesuatunya sudah siap, telah memberikan isyarat, bahwa mereka akan segera menyerang padepokan itu. "Besok sehari kita mempersiapkan segala-galanya. Besok lusa, di dini hari, kita akan mulai membakar pintu gerbang. Menurut perhitungan, saat matahari naik, pintu gerbang dan pintu-pintu butulan tentu sudah menjadi abu." Perintah itu pun segera menjalar ke setiap telinga. Mereka yang sudah merasa jemu berkeliaran di hutan itu justru menjadi gembira. Saat-saat berburu binatang sudah berakhir. Mereka kemudian akan berburu lawan di padepokan Kiai Banyu Bening. "Kita sudah terlalu lama tidak membasahi senjata kita," berkata seorang yang berkepala botak "mudah-mudahan orang-orang padepokan itu tanggap untuk bermain bersama." "Cantrik-cantrik padepokan pada umumnya juga memiliki kemampuan olah kanuragan." "Justru itulah yang rnenarik," jawab orang botak itu. Keputusan Kiai Narawangsa itu sesaat membuat wajah Nyai Wiji Sari menjadi cerah. Pertempuran akan membuatnya lupa pada kegelisahannya. Perang tidak akan memberinya kesempatan merenungi dirinya sendiri. Tetapi malam-malam menjelang gerakan yang dilakukan oleh Kiai Narawangsa itu telah dilihat oleh Ki Ajar Pangukan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan Ki Pandi. Dengan sadar, bahwa diantara orang-orang yang berada di hutan itu terdapat orang-orang berilmu tinggi, Ki Ajar Pangukan, Ki Pandi berusaha mengamati kesibukan mereka. Pada malam menjelang serangan yang akan dilakukan itu, Ki Ajar Pangukan dan Ki Pandi masih belum mengetahui, cara apakah yang akan dipergunakan untuk menghancurkan pintu gerbang. Kiai Narawangsa dan Gunasraba cukup berhati-hati. Mereka mempersiapkan alat-alat dan bahan yang akan mereka pergunakan untuk membakar pintu gerbang itu ditengahtengah lingkungan perkemahan mereka, sehingga Ki Ajar Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Pangukan dan Ki Pandi tidak dapat melihatnya. Namun yang mereka ketahui, bahwa serangan itu akan berlangsung sejak dini hari. Karena itu, maka kedua orang itupun segera kembali ke padepokan untuk memberikan laporan kepada Ki Lemah Teles dan Ki Warana. Akhirnya saat yang mendebarkan itupun datang. Hari terakhir yang disediakan untuk mempersiapkan segala-galanya telah dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh para pengikut Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari. Sehingga dengan demikian, maka segala persiapan tidak ada lagi yang tercecer. Di malam terakhir itu, sebagian dari para pengikut sempat beristirahat sebaik-baiknya. Mereka sempat tidur nyenyak dan bahkan mendekur keras. Hanya beberapa orang yang bertugas sajalah yang sibuk mempersiapkan segala-galanya. Namun demikian, Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari berusaha untuk dapat memberi kesempatan kepada orang-orangnya untuk bergantian beristirahat. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Namun lewat tengah malam, maka semua orang telah dibangunkan. Mereka harus mulai mempersiapkan diri sebaikbaiknya Mereka harus mengamati senjata mereka masing-masing, agar senjata mereka tidak mengecewakan jika mereka sudah berada di medan pertempuran. "Semua orang harus bersiap untuk melindungi diri sendiri dari hujan anak panah," berkata Kiai Narawangsa "yang tidak berperisai supaya bersiap sebaik-baiknya agar tidak mati sebelum memasuki pintu gerbang padepokan." Demikianlah, setelah segala sesuatunya bersiap, maka sebuah iring-iringan yang cukup besar telah mulai bergerak menuju ke padepokan. Mereka juga sudah makan sekenyangkenyangnya agar mereka tidak kehabisan tenaga disaat-saat mereka bertempur nanti di padepokan. Sementara itu. orang-orang yang ditugaskan khusus telah menyediakan makanan pula yang dapat dimakan kapan saja menurut kebutuhan. Diantara iring-iringan itu terdapat pula beberapa ekor kuda beban yang mengangkut bahan-bahan yang akan dipergunakan untuk membakar pintu padepokan. Pada saat yang demikian Gunasraba telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Bersama beberapa orang yang telah terlatih dan berpengalaman, maka Gunasraba duduk diatas punggung kuda masing-masing. Beberapa orang diantaranya memegangi kendali kuda-kuda yang menjadi kuda beban.. Pada saat yang ditentukan, maka beberapa orang berkuda itupun dengan cepat telah berpacu menuju ke pintu gerbang utama dan yang lain ke pintu butulan sebagaimana yang pernah mereka amati sebelumnya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Semuanya berjalan dengan cepat. Para petugas yang berjaga-jaga diatas panggungan melihat beberapa ekor kuda muncul dari kegelapan. Kuda-kuda itu berlari kencang menuju ke padepokan. Bahkan ada diantaranya kuda-kuda yang tidak berpenumpang. Mula-mula para petugas itu mengira bahwa orang-orang yang datang berkuda itu, sebagaimana pernah mereka lakukan, hanya akan mengamati keadaan. Tetapi kuda-kuda itu berlari langsung mendekati pintu gerbang utama. Yang lain memencar menuju ke pintu-pintu gerbang butulan. Para petugas yang sedang berjaga-jaga itu terlambat mengambil sikap. Ketika beberapa orang menyadari keadaan itu, mereka berusaha untuk mencegahnya dengan anak panah. Tetapi para petugas itu memang terlambat memberikan tanggapan terhadap langkah-langkah yang tidak terduga ilu. Orang-orang beikuda itupun segera telah berada di pintupintu gerbang. Anak panah yang diluncurkan dari panggungan di-belakang dinding memang agak sulit untuk mencapai orang-orang yang berdiri melekat pintu gerbang yang dialasnya terdapat atap ijuk. Karena itu, maka dua orang diantara mereka pun segera berlari-lari turun untuk memberikan laporan kepada Kiai Lemah Teles yang berada di pendapa bersama Ki Warana. "Kita benar-benar sudah mulai" berkata Ki Lemah Teles. "Aku akan melihat apa yang terjadi, Ki Lemah Teles," berkata Ki Warana. "Aku juga akan pergi. Perintahkan memberitahukan kepada orang-orang yang malas itu." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ki Warana dan Ki Lemah Teles pun segera berlari-lari ke panggungan, sementara itu, Ki Warana telah memerintahkan seorang cantrik untuk memberitahukan kepada orang-orang tua yang berilmu tinggi yang sedang berada di belakang. "Bongkok buruk dan Ki Ajar Pangukan tidak mengigau dengan ceriteranya tentang serangan yang akan dilakukanmenjelang fajar hari ini." berkata Ki Lemah Teles sambil berlari-lari ke panggungan. Demikian Ki Lemah Teles dan Ki Warana naik ke panggungan disisi kanan pintu gerbang, maka iapun segera menyadari, apa yang akan terjadi. Meskipun tidak begitu jelas, tetapi pengalaman dan pengetahuan Ki Lemah Teles yang luas segera mengetahui, bahwa orang-orang itu akan membakar pintu gerbang. Sebenarnyalah Gunasraba telah meletakkan beberapa onggok serat kering di bawah pintu gerbang. Serat kering yang sudah berbaur dengan serbuk biji jarak. Kemudian untuk meyakinkan bahwa api akan berkobar, dituang pula dua bumbung minyak kelapa. Kemudian beberapa kampil biji jarak ditaburkan pula diatasnya. Beberapa saat kemudian, maka Gunasraba pun segera mempersiapkan api dengan batu titikan dan dimik-dimik belerang. Demikian matangnya persiapan yang dilakukan, sehingga segalanya itu terjadi demikian cepatnya. Gunasraba tidak mempergunakan kayu-kayu kering untuk mengobarkan api, karena serat yang disediakan sudah cukup banyak, sehingga Gunasraba itu yakin, bahwa api akan segera menelan pintu gerbang induk itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sebenarnyalah serat-serat yang kering itu dengan cepat terbakar. Serbuk biji jarak yang mengandung minyak itupun cepat membuat api semakin besar. Demikian pula minyak kelapa yang dituang serta beberapa kampil biji jarak Untuk beberapa saat lamanya, Gunasraba memang masih harus melindungi apinya yang sedang membesar. Dalam pada itu, maka didalam dinding padepokan telah terdengar isyarat untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan. Suara kentongan-kentongan kecil telah melontarkan perintah kepada setiap orang yang ada didalam dinding padepokan. Gunasraba yang mendengar suara kentongan itu sempat mengumpat. Ternyata orang-orang padepokan itu tidak menjadi gugup dan bingung. Suara kentongan-kentongan kecil, itu tidak membayangkan kegelisahan. Tiga atau ampat kentongan yang mengisyaratkan perintah itu memperdengarkan iramanya yang mapan. Orang-orang padepokan itu memang tidak menjadi bingung. Sebelumnya mereka sudah mendapat perintah untuk berada dalam kesiagaan tertinggi. Tetapi yang terjadi memang lebih cepat dari yang mereka duga. Mereka memperhitungkan bahwa serangan itu akan datang bersamaan dengan terbitnya matahari. Tetapi ternyata di dini hari kentongan itu sudah harus memberikan isyarat agar mereka bersiap. Ternyata kentongan itu berbunyi di saat mereka sedang makan. Karena itu, maka mereka pun segera menelan nasi yang masih belum sempat mereka makan. Sedikit terhambat di kerongkongan, sehingga mereka harus minum lebih banyak. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Beberapa saat kemudian para cantrik itupun berlari-larian naik ke panggungan. Sementara yang lain, bersiap-siap ditempat yang sudah ditentukan bagi setiap kelompok. Tetapi terdengar perintah yang lain dari beberapa orang yang berada di belakang pintu gerbong "Air. Air." Para cantrik yang berada disekitar pintu gerbang utama dan pintu gerbang mereka. Karena itu, maka mereka pun segera berlari-lari mencari air dengan bumbung-bumbung panjang yang sering dipergunakan untuk mengusung air mengisi gentong dan tempayan didapur, atau dengan kelenting. Tetapi bumbung-bumbung yang tersedia tidak cukup banyak untuk mengatasi api yang menyala semakin besar. Pintu gerbang utama dan butulan yang terbuat dari kayu itu sudah mulai terbakar. Bahkan gawang pintunya juga sudah mulai menyala. Sementara itu, ijuk pada atap pintu gerbang itupun akan sangat mudah terbakar pula. Para pemimpin padepokan itu memang tidak mengira bahwa Kiai Narawangsa akan mempergunakan cara yang tidak banyak dipergunakan orang untuk memecahkan pintu gerbang utama dari sebuah sasaran. Kiai Narawangsa tidak memecahkan pintu gerbang dengan sebuah balok kayu yang panjang dan besar yang diusung oleh banyak orang. Tidak pula mempergunakan tali-tali yang kuat yang ditarik oleh beberapa ekor kuda. Tetapi Kiai Narawangsa telah mempergunakan api. Bukan untuk memecahkan pintu, tetapi membakar pintu itu sehingga menjadi abu. Ternyata air memang tidak banyak menolong. Apalagi air itu tidak cukup banyak dibanding dengan nyala api yang membesar. Tidak cukup banyak bumbung-bumbung besar yang dibuat dari bambu petung yang dapat dipergunakan untuk mengangkut air. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Karena itu, maka Ki Lemah Teles akhirnya memerintahkan para cantrik untuk menghentikan usaha mereka memadamkan api. Tetapi para cantrik harus segera bersiap dalam kesiagaan kedua. Mereka harus bersiap untuk bertahan di belakang pintu gerbang yang sudah dapat dipastikan akan terbuka. Ki Pandi dan Ki Ajar Pangukan yang berdiri di panggungan sebelah kiri itupun menyaksikan api yang menyala itu dengan termangu-mangu. Namun tiba-tiba saja Ki Pandi itu berkata kepada seorang cantrik "Siapkan tali, he, kalian punya tampar ijuk?" "Ada Kiai "jawab seseorang cantrik "sisa tampar ijuk yang kemarin dipergunakan untuk memperbaiki tali-tali ijuk panggungan ini?" "Masih ada berapa gulung?" "Masih ada beberapa gulung Kiai." Ki Pandi pun kemudian berkata kepada Ki A jar Pangukan "Ki Ajar, marilah kita bermain-main dengan orang-orang yang sedang membakar pintu gerbang itu. Ki Ajar Pangukan pun segera tanggap. Karena itu, maka iapun segera menyahut "Marilah. Ajak kedua cucumu itu." Manggada dan Laksana yang ada di panggungan itu pula, segera menyahut "Marilah, Ki Ajar. Kami akan ikut bersama Ki Ajar." Demikianlah, maka dengan cepat mereka telah mengurai tampar ijuk itu dan menjulurkannya keluar dinding. Disisi lain, diatas panggungan Ki Lemah Teles melihat Ki Pandi menjulurkan tali ijuk. Tidak hanya sehelai, tetapi beberapa helai. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ki Lemah Teles segera mengetahui apa yang akan dilakukan. Sementara itu Ki Sambi Pitu dan Ki Jagaprana juga sudah naik ke panggungan itu pula. Tanpa menunggu, maka Ki Jagaprana dan Ki Sambi Pitu pun segera bersiap. Karena di panggungan itu tidak ada tali ijuk yang dapat mereka pergunakan, maka mereka tidak mempergunakannya. Orang-orang berilmu tinggi itu kemudian meloncat begitu saja dari atas dinding padepokan seperti seekor kucing. Sementara itu, Ki Pandi dan Ki Ajar Pangukan telah turun dengan mempergunakan tali ijuk. "Kenapa orang-orang itu mempersulit diri dengan tali-tali ijuk" " desis Ki Sambi Pitu. "Sebenarnya tali-tali itu tidak untuk mereka" jawab Ki Jagaprana. Sebenarnyalah selain kedua orang tua berilmu tinggi itu, Manggada dan Laksana pun telah turun pula menyusuri tali ijuk itu diikuti oleh beberapa orang cantrik. Gunasraba yang berada di depan pintu menunggui api yang menyala semakin besar itupun terkejut. Ia tidak mengira bahwa ada beberapa orang yang turun dari atas dinding dan berlari-lari mendekatinya. "Cegah mereka," teriak Gunasraba. Beberapa orang yang datang bersamanya segera bersiap untuk menyongsong orang-orang yang berlari-lari itu. Namun Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Gunasraba sendiri tidak ikut bersama mereka. Dengan tangkasnya Gunasraba itu meloncat keatas punggung kudanya dan dengan cepat melarikan diri kedalam gelap. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Para pengikutnya memang termangu sejenak. Tetapi mereka tidak mempunyai kesempatan. Dengan geram Manggada dan Laksana telah berloncatan mendekat. Tetapi Ki Pandi tidak segera menyerang mereka. Dengan lantang iapun berkata "Menyerahlah. Kalian tidak mempunyai pilihan lain." Orang-orang yang datang bersama Gunasraba itu tidak menghiraukan. Jumlah orang yang turun dengan tali itu tidak banyak. Karena itu, maka mereka merasa mampu untuk bertahan sambil menunggu kawan-kawan mereka yang akan segera datang untuk menolong. Mereka meyakini bahwa Ki Gunasraba sedang menghubungi Kiai Narawangsa untuk mendapatkan bantuan. Karena itu, justru orang-orang itulah yang telah mendahului menyerang mereka yang turun dari dinding padapokan. Beberapa orang cantrik pun segera terlibat dalam pertempuran. Manggada dan Laksana juga segera terjun langsung melawan orang-orang yang telah membakar pintu gerbang itu. Namun bagaimana pun juga api yang membakar pintu gerbang itu tidak dapat dipadamkan. Pintu gerbang itu memang terbakar. Yang dilakukan oleh para cantrik kemudian adalah mencegah panggungan disebelah menyebelah pintu gerbang itu ikut terbakar. Dalam pada itu pertempuran yang terjadi di depan pintu gerbang itu tidak berlangsung lama. Ketika orang-orang tua berilmu tinggi itu melibatkan diri, maka dengan cepat orangorang yang membakar pintu gerbang itu telah dikuasai. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Bahkan ketika.orang-orang yang membakar pintu-pintu butulan ikut bergabung dengan kawan-kawan mereka, ternyata mereka tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Dalam waktu yang singkat beberapa orang telah terkapar di depan pintu gerbang yang telah terbakar sedangkan yang lain telah menyerah. Para cantrik padepokan itu justru berhasil menguasai beberapa ekor kuda. Tetapi mereka tidak tahu, bagaimana mereka akan membawa kuda-kuda itu masuk kedalam padepokan, karena pintu gerbang utama dan pintu-pintu butulan telah dibakar. Tetapi tiba-tiba saja seorang cantrik berteriak "Masih ada satu pintu butulan yang tidak dibakar." Ki Pandi yang mendengar teriakan cantrik dari panggungan itu bertanya "Disisi sebelah mana?" "Pintu butulan kecil yang menghadap ke Timur. Pintu yang hampir tidak pernah dipergunakan." Ki Pandi, orang-orang tua yang berilmu tinggi serta Manggada dan Laksana pun telah membawa beberapa ekor kuda yang tertinggal serta para tawanan mengelilingi dinding padepokan menuju ke pintu gerbang yang menghadap kesebelan Timur, yang karena tidak sering dipergunakan, maka telah ditumbuhi oleh batang ilalang dan pohon-pohon perdu. Namun dalam pada itu, Gunasraba yang melarikan diri diatas punggung kudanya telah sampai ke induk pasukannya. Dengan nafas yang terangah-engah, ia telah melaporkan apa yang terjadi di pintu gerbang utama padepokan Kiai Banyu Bening. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Orang-orang gila, yang ingin membunuh dirinya sendiri. Baiklah. Marilah kita mendekat. Bukankah sebentar lagi, pintu gerbang utama dan beberapa pintu butulan itu sudah akan menjadi abu?" "Ya. Pada saat matahari terbit. Tetapi kita harus bersabar sedikit, agar kaki kita tidak menginjak bara yang masih panas." Orang-orang yang pertama akan memasuki pintu gerbang sudah dipersiapkan. Bukankah mereka telah mengenakan tlumpah kulit kayu?" "Aku memang sudah memberikan contoh, bagaimana membuat tlumpah kulit kayu untuk melindungi kaki mereka. Mudah-mudahan mereka telah mempersiapkannya." "Bukankah kita dapat melihat sekarang?" sahut Nyai Wiji Sari. Gurasraba pun kemudian memerintahkan Parang Landung dan Paron Waja untuk melihat, apakah orang-orangnya mematuhi perintahnya membuat tlumpah-tlumpah kulit kayu untuk melindungi telapak kaki mereka dari bara yang masih panas. Sementara itu, Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Saripun telah mempersiapkan segala-galanya. Sesaat lagi, mereka akan bergerak mendekati padepokan. "Sayang, kita kehilangan beberapa ekor kuda" desis Kiai Narawangsa. "Tidak. Sebentar lagi, kita akan mendapatkannya kembali." jawab Gunasraba. Dalam pada itu Paning Landung dan Paron Waja pun telah melaporkan bahwa orang-orang mereka telah membuat http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tiumpah kulit kayu dengan tali kedebog yang sudah dikeringkan. "Tidak ada masalah" berkata Parung Landung "mereka dapat mengabaikan panasnya bara yang tersisa. Meskipun ada yang membuat dari clumpring, tetapi cukup untuk menahan panasnya sisa-sisa gerbang yang sudah menjadi arang." "Tetapi clumpring itu sendiri akan terbakar," berkata Gunasraba. "Bukankah kita tidak akan berdiri tegak diatas bara itu" " sahut Paron Waja "bukankah kita hanya akan berlari melintas?" Kiai Narawangsa mengangguk-angguk. Tetapi Nyai Wiji Sari menyahut "Jangan merendahkan lawan. Mereka akan menahan kita diatas bara api pintu gerbang itu." "Kita dapat mengulur waktu sebentar Nyai. Bukankah kita dapat berbicara lebih dahulu dengan Banyu Bening" Ia akan berpikir ulang jika ia melihat kekuatan lata yang besar ini." "Aku tidak ingin berbicara dengan Banyu Bening. Aku hanya ingin anakku itu." Kiai Narawangsa tidak menjawab lagi. Namun kemudian iapun bertanya kepada Gunasraba "Marilah. Apakah kita sudah bersiap sepenuhnya?" "Sudah kakang. Kita sudah dapat bergerak sekarang. Mudah-mudahan kita masih sempat menolong orang-orang yang terjebak saat mereka membakar pintu gerbang." Demikianlah, maka Parung Landung dan Paron Wajapun segera memerintahkan pasukannya untuk bergerak menuju ke padepokan. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sementara itu langit telah menjadi merah. Mereka berharap ' bahwa saat matahari terbit, mereka sudah memasuki pintupintu gerbang padepokan yang mereka sangka masih dipimpin oleh Kiai Banyu Bening itu. Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sarilah yang melangkah di paling depan. Kemudian Gunasraba dan dua orang saudara seperguruannya. Dua orang kakak beradik yang sebenarnya tidak kembar, tetapi wajah mereka demikian miripnya, sehingga banyak orang menyangka bahwa mereka adalah dua orang saudara kembar. Sedangkan sebenarnya umur mereka terpaut dua tahun. Kren-dhawa dan Mingkara. Demikianlah, maka langkah kaki yang berderap di padang perdu itupun seakan-akan telah menggetarkan bumi. Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari yang berjalan dipaling depan nampak menjadi tegang. Telah berpuluh bahkan beratus kali keduanya turun ke medan pertempuran. Bukan saja saat-saat mereka merampok dan menyamun di bulak-bulak panjang. Tetapi sudah berapa kali mereka terperosok ke dalam benturan kekuatan diantara mereka yang hidup dalam dunia yang kelam. Bertempur untuk memperebutkan pengaruh dan daerah jelajah, serta kadang-kadang tanpa sebab apa-apa. Tetapi yang dihadapi oleh Nyai Wiji Sari saat ini adalah orang yang pernah tersangkut dalam perjalanan hidupnya. Bahkan seseorang yang telah memberinya seorang anak yang sekarang dimakamkan di belakang dinding padepokan itu. Anak itulah yang setiap saat seakan-akan memanggilmanggilnya. Mengulurkan tangannya, menggapainya sambil memanggil-manggilnya "Ibu, ibu, aku kedinginan, ibu." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Nyai Wiji Sari menggeretak-kan giginya. Langkahnya menjadi semakin cepat. Bahkan rasarasanya Nyai Wiji Sari itu ingin meloncat langsung memasuki padepokan Kiai Banyu Bening. Tetapi di samping itu, ada semacam keseganan untuk bertemu dengan Kiai Banyu Bening sendiri. Meskipun setiap kali Nyai Wiji Sari berusaha untuk mengingkarinya, tetapi di dasar hatinya, ia mengakui, betapa ia telah melakukan kesalahan sebagai seorang isteri, karena ia sudah membiarkan Narawangsa masuk ke dalam bilik tidurnya, justru saat ia menidurkan anaknya. Petaka itu tidak dapat dihindarinya. Nyai Wiji Sari itu tertegun melihat api yang sudah menjadi semakin surut. Pintu gerbang padepokan itu telah runtuh. Tidak ada lagi yang menghalangi langkah mereka memasuki padepokan itu. Tetapi yang terbuka, yang tidak menjadi penghalang lagi, adalah pintu pada gerbang utama dan butulan. Di belakang reruntuhan itu telah bersiap para cantrik dan para pengikut Kiai Banyu Bening. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Nyai Wiji Sari mengerutkan dahinya. Sementara itu, kakinya melangkah semakin panjang. Ada dua dorongan yang bertentangan didalam diri Nyai Wiji Sari. Ia memang ingin lebih cepat sampai di makam anaknya, tetapi ada keseganan di hatinya untuk bertemu dengan Kiai Banyu Bening. Nyai Wiji Sari rasa-rasanya tidak akan berani menatap wajah laki-laki itu. Laki-laki yang pernah menjadi suaminya. Namun di luar sadar, mereka telah menjadi semakin dekat dengan reruntuhan pintu gerbang utama. Api telah jauh menyusut Meskipun demikian. Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari masih dapat melihat dengan jelas, beberapa sosok tubuh yang terbujur lintang. Mereka adalah orang-orang yang datang bersama Ki Gunasraba untuk membakar pintu gerbang. "Kiai Banyu Bening telah membantai mereka," berkata Gunasraba dengan geram. Tetapi langkah mereka terhenti. Mereka sadari, bahwa diatas panggungan itu beberapa orang cantrik telah mempersiapkan anak-panah dan lembing yang sudah siap mereka lontarkan. Dengan isyarat Kiai Narawangsa telah memanggil beberapa orang yang juga sudah mempersiapkan anak panah mereka. "Pada saatnya, lindungi kami," terdengar suara Kiai Narawangsa yang berat. Tetapi pasukan itu memang berhenti. "Kita memang harus bersabar" berkata Gunasraba yang melihat api di pintu gerbang itu hampir padam. Dalam pada itu, Kiai Narawangsapun segera memerintahkan orang-orangnya untuk bersiap ditempat yang http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ telah ditentukan sesuai dengan rencana yang telah mereka susun. Beberapa kelompok diantara mereka telah pergi mengelilingi padepokan itu. Mereka adalah kelompokkelompok yang mendapat tugas untuk memasuki padepokan lewat pintu butulan. Kiai Narawangsa telah berpesan kepada mereka, bahwa kelompok-kelompok itu harus bergerak setelah mereka mendengar isyarat yang akan dilontarkan lewat panah sendaren dari depan pintu gerbang utama. Dalam pada itu, dari atas panggungan para cantrik mengikuti terus gerak-gerik pasukan Kiai Narawangsa. Setiap saat ada diantara para cantrik itu yang menghubungi dan memberikan laporan kepada Ki Lemah Teles dan Ki Warana. Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dalam pada itu, Gunasraba telah membagi kedua orang saudara seperguruannya serta kedua orang anaknya untuk memimpin pasukan yang akan memasuki pintu gerbang butulan. Parang Landung dan Paron Waja, yang dianggapnya sudah memiliki kemampuan yang memadai, akan memasuki padepokan itu lewat pintu butulan sebelah kiri yang juga telah terbakar habis. Sementara kedua orang saudara seperguruannya, Krendhawa dan Mingkara, akan memasuki pintu butulan sebelah kanan. Mereka telah membawa masingmasing pasukan secukupnya. Dalam pada itu, langit pun menjadi bertambah terang. Manggada dan Laksana yang juga berada di panggungan melihat dua orang anak muda yang bergerak ke kiri dengan beberapa kelompok orang. "He, kau kenal kedua orang itu?" bertanya Laksana sambil menggamit Manggada. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Manggada mengerutkan dahinya. Dengan ragu ia berkata "Kedua anak muda itulah yang telah kita lihat dijalan bulak itu." "Ya. yang berpapasan dengan kita berdua. Mereka sama sekali tidak mau menepi, sehingga kita harus berjalan diatas tanggul parit." Manggada mengangguk-angguk. Sementara Laksana berkata selanjutnya "Mereka akan berusaha memasuki pintu butulan sebelah kiri." "Kita akan menemui mereka," sahut Manggada. Atas ijin Ki Pandi dan Ki Lemah Teles, maka Manggada dan Laksana telah pergi ke pintu butulan sebelah kiri, yang juga sudah terbakar. Mereka segera bergabung dengan para cantrik yang bertugas di tempat itu. "Aku akan berada diantara kalian " berkata Manggada. "Bagaimana dengan pintu gerbang utama" " bertanya seorang cantrik yang diserahi pimpinan di belakang pintu butulan itu. "Ki Lemah Teles ada disana. Diluar, dua orang anak muda yang memimpin para pengikut Kiai Narawangsa, nampaknya orang-orang berilmu. Mudah-mudahan bersama kalian, kami ber-dua dapat menahan rnereka." Para cantrik itu mengangguk-angguk. Mereka memang menjadi mantap dengan kehadiran Manggada dan Laksana, karena para cantrik itu mengetahui, bahwa kedua orang anak muda itu telah memiliki ilmu yang tinggi. Dalam pada itu, maka Ki Jagapranapun telah diminta untuk berada di butulan sebelah kanan" karena mereka melihat dua orang yang diduga kembar, berada diantara mereka yang http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ akan memasuki padepokan lewat pintu gerbang sebelah kanan. "Baik" jawab Ki Jagaprana "aku akan melihat apakah orang kembar itu akan dapat mengejutkan anak-anak padepokan ini." "Tetapi berhati-hatilah" pesan Ki Lemah Teles "jika keduanya menunjukkan kelebihannya, biarlah beberapa orang cantrik membantumu, sementara kau panggil salah seorang dari kami. Aku tidak mau kau mati. Kita masih mempunyai persoalan." Ki Pandi lah yang menyahut "Jika kau masih ingin berperang tanding, kenapa tidak kau tantang saja Nyai Wiji Sari." "Kenapa tidak kau lakukan sendiri?" bentak Ki Lemah Teles. Ki Pandi tertawa. Katanya "Jika saja aku tidak bongkok dan tidak berpenampilan buruk." "Apakah kau tidak ingat bahwa umurmu sudah berada di senja hari" Seandainya kau tidak bongkok dan buruk, kaupun sudah menjadi pikun." Ki Pandi tertawa semakin keras. Orang-orang lain yang mendengarnya ikut tertawa pula. "Sudahlah pergilah" bentak Ki Lemah Teles "orang kembar itu sudah sampai di muka pintu butulan." "Api masih sedikit menyala" jawab Ki Jagaprana "mereka tentu akan menunggu bara api itu padam." "Lihat. Sebagian besar dari mereka memakai tlumpah." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ki Jagaprana mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak menjawab lagi. Dengan tergesa-gesa iapun melangkah menuju ke butulan sebelah kanan. Sebagaimana Manggada dan Laksana, maka Ki Jagaprana pun disambut dengan gembira oleh para cantrik yang bertugas di pintu butulan sebelah kanan yang sudah hampir menjadi abu. Bahkan api pun mulai menjadi padam, meskipun asap masih mengepul. Diatas panggungan Ki Jagaprana melihat para cantrik siap dengan busur dan anak-apanah serta lembing-lembing bambu. Tetapi Ki Jagaprana pun kemudian telah memberitahukan beberapa orang cantrik yang bersenjata anak panah untuk bersiap menyambut para pengikut Kiai Narawangsa demikian mereka memasuki pintu butulan yang sudah terbuka itu, "Kalian harus melumpuhkan lapisan pertama dari orangorang yang memasuki pintu yang sudah menjadi abu itu. Jika mereka membawa perisai, maka bidiklah kakinya. Jika mungkin lututnya. Jika mereka tidak membawa perisai, maka sasaran kalian adalah dada mereka." Demikianlah, maka beberapa orang yang bersenjata busur dan anak panah pun telah bersiap. Mereka telah memasang anak-panahnya pada busurnya. Dilambungnya tergantung bumbung yang berisi anak-panah pula. Beberapa saat mereka menunggu. Para cantrik yang ada didalam Beberapa saat mereka menunggu. Para cantrik yang ada didalam dinding padepokan itu rasa-rasanya tidak sabar lagi. Terutama mereka yang sudah mengetrapkan anak-panah pada busurnya dan bahkan tali busur itu sudah mulai menegang. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Di depan pintu gerbang padepokan yang sudah terbakar. Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari bersama pasukan induknya telah berhenti. Mereka memang harus menunggu api di gerbang itu agar padam sama sekali. Tetapi sisa-sisa api dan bara tidak akan dapat menahan mereka, karena orang-orang yang sudah siap memasuki padepokan itu mempergunakan alas kaki yang mereka buat dari kulit kayu. Sementara itu, para penghuni padepokan itupun sudah siap pula untuk menahan serangan yang sebentar lagi akan melanda padepokan itu, Ki Pandi, Ki Ajar Pangukan dan Ki Sambi Pitu telah siap bersama para cantrik dibelakang pintu gerbang yang terbakar. Sementara Ki Lemah Teles dan Ki Warana masih berada di panggungan di sebelah pintu gerbang yang sudah terbakar itu. "He, Kiai Banyu Bening" berteriak Kiai Narawangsa "aku masih memberi kesempatan untuk menyerah. Meskipun kami yakin akan dapat menghancurkan seluruh padepokan ini, bukan hanya pintu gerbanya saja, tetapi kami masih mempunyai belas kasihan. Karena itu, sebaiknya kau menyerah saja." Ki Lemah Teles yang berada dipanggungan memandang pasukan yang sudah siap itu dengan jantung yang berdebardebar. Tetapi Ki Lemah Teles sudah bertekad untuk mengatakan yang sebenarnya, bahwa Kiai Banyu Bening sudah tidak ada. Kawan-kawannya telah menyetujuinya pula. Jika pengakuan itu dapat mencegah pertempuran, maka tidak perlu jatuh korban dari kedua belah pihak, meskipun hal itu sudah terjadi atas sekelompok orang yang telah membakar pintu gerbang, kecuali mereka yang telah menyerah. "He. Kiai Banyu Bening" teriak Kiai Narawangsa pula "jawab pernyataanku ini. Kesempatan untuk menyerah." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ki Lemah Teles yang ada diatas panggungan itupun menyahut "Kiai Narawangsa, apakah kau tidak dapat melihat kami yang berada diatas panggungan. Cahaya matahari telah nampak di langit. Kami yang ada di panggungan sudah dapat melihat wajah kalian seorang demi seorang." Kiai Narawangsa termangu-mangu sejenak. Suara itu bukan suara Kiai Banyu Bening. Meskipun sudah lama ia tidak mendengar suara Banyu Bening, tetapi Kiai Narawangsa masih akan dapat mengenali suara itu. Ketika ia berpaling kepada Nyai Wiji Sari, maka Kiai Narawangsa itupun melihat kening Nyai Wiji Sari berkerut. "Siapa kau?" tiba-tiba saja suara Nyai Wiji Sari melengking tinggi. . Kiai Lemah Teles termangu-mangu sejenak. Namun kemudian jawabnya, "Aku Ki Lemah Teles yang menunggui padepokan ini bersama Ki Warana." "Kami ingin berbicara dengan Kiai Banyu Bening" teriak Kiai Narawangsa kemudian "kami tidak akan berbicara dengan orang lain." Kiai Lemah Teles termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian berteriak pula, "Kiai Narawangsa. Ketahuilah, bahwa padepokan ini bukan lagi padepokan yang dipimpin oleh Kiai Banyu Bening. Sekarang akulah yang memimpin padepokan ini setelah padepokan ini ditinggalkan oleh Kiai Banyu Bening beberapa saat yang lalu." Jawaban itu sangat mengejutkan. Hampir diluar sadar Nyai Wiji Sari berteriak nyaring "Bohong. Kalian tidak usah menyembunyikan Kiai Banyu Bening. Kami datang untuk membuat perhitungan dengan orang itu." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kami berkata sebenarnya Nyai. Kiai Banyu Bening sudah tidak ada. Sesuatu telah terjadi di padepokan ini. Bencana." "Jangan melingkar-lingkar" sahut Kiai Narawangsa. "Apakah Kiai Banyu Bening sekarang sudah menjadi seorang pengecut, sehingga tidak berani lagi menghadapi kami." "Tidak. Kiai Banyu Bening memang bukan pengecut. Itulah sebabnya maka kalian tidak lagi dapat menjumpai Kiai Banyu Bening sekarang." Di belakang pintu gerbang yang sudah menjadi abu, Ki Ajar Pangukan menjadi berdebar-debar. Ia pernah menerima utusan Kiai Narawangsa dan mengaku sebagai Kiai Banyu Bening. "Apa yang sebenarnya telah terjadi disini?" bertanya Nyai Wiji Sari "penipuan" Kepura-puraan, atau sebuah permainan yang licik?" "Tidak ada penriainan yang licik. Tetapi ketahuilah, bahwa Kiai Banyu Bening memang sudah tidak ada dalam arti yang sebenarnya. Kiai Banyu Bening telah gugur saat ia mempertahankan padepokan ini." "Bohong" teriak Nyai Wiji Sari dengan serta-merta. Betapa ia dan Kiai Banyu Bening bermusuhan karena kehadiran Kiai Narawangsa, tetapi berita kematian Kiai Banyu Bening sangat mengejutkannya. "Kami tidak berbohong Nyai" jawab Kiai Lemah Teles "kami dapat menceriterakan urut-urutan peristiwanya." "Siapa yang telah membunuh Kiai Banyu Bening?" bertanya Nyai Wiji Sari dengan suara bergetar. "Panembahan Lebdagati," jawab Ki Lemah Teles. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Lebdagati. Jadi iblis itukah yang telah membunuh Kiai Banyu Bening?" "Ya. Panembahan Lembadagi datang ke padepokan ini dan merebutnya untuk beberapa hari, sebelum kami datang membebaskannya," sahut Ki Lemah Teles "kami dapat mengusir Panembahan Lebdagati. Tetapi kami tidak dapat menangkapnya, apalagi membunuhnya." Jantung Nyai Wiji Sari terasa berdegup semakin cepat. Darahnya seakan-akan bergejolak didalam dadanya. Rasarasanya ia tidak rela mendengar berita kematian Kiai Banyu Bening. Betapa ia terpisah dari orang itu, namun Kiai Banyu Bening pernah menjadi suaminya. Ketika ia mula-mula mengenal sentuhan tangan laki-laki, orang itu adalah Kiai Banyu Bening. Dalam pada itu, Kiai Narawangsalah yang berteriak, "Apakah kau justru pengikut Panembahan Lebdagati itu?" "Tidak. Kami bukan pengikut Panembahan Lebdagati. Kami justru telah bertempur melawannya dan mengusirnya dari padepokan ini." Sejenak Kiai Narawangsa menjadi termangu-mangu. Ia mencoba memandang wajah-wajah orang yang berada di panggungan. Sebenarnyalah bahwa tidak ada orang yang dapat diduganya Kiai Banyu Bening. Tetapi Kiai Banyu Bening memang dapat saja bersembunyi atau melarikan diri sebelumnya. Namun Kiai Banyu Bening memang bukan seorang pengecut yang dapat berbuat seperti itu. Dalam pada itu, Ki Lemah Telespun berkata "Kiai Narawangsa, apakah sebenarnya yang kalian kehendaki dari http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kiai Banyu Bening" Jika kami dapat memenuhinya, maka kami akan mencoba memenuhinya tanpa harus mengorbankan banyak orang." "Ki Lemah Teles" suara Nyai Wiji Sari dengan nada tinggi seakan-akan menggetarkan dinding-dinding padepokan dan bahkan panggungan di sebelah pintu gerbang yang terbakar itu. Gejolak perasaannya benar-benar telah mengguncang dadanya, sehingga getar suara yang dilontarkan bagaikan mengandung tenaga yang sangat besar "apapun yang kau Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo katakan tentang Kiai Banyu Bening, namun kami datang dengan niat yang tidak berubah. Kami menghendaki padepokan ini. Jika benar kau berniat menghindari penumpahan darah, maka tinggalkan padepokan ini. Tidak ada yang boleh kau bawa selain pakaian yang melekat ditubuh kalian. Aku akan tinggal di padepokan ini menunggui anakku yang telah dibawa ke padepokan ini oleh Kiai Banyu Bening." Ki Lemah Teles termangu-mangu sebentar. Namun kemudian iapuan bertanya "Jadi itukah niat Nyai datang kemari" Nyai akan mengambil kembali anak Nyai" Juga anak Kiai Banyu Bening" Bagaimana mungkin Nyai datang untuk menemui seorang suami dengan membawa kekuatan yang demikian besarnya" Kecuali jika Nyai akan mengambil kembali suami Nyai yang berada ditangan orang lain." "Cukup" teriak Nyai Wiji Sari. Suaranya semakin lantang dan udara pun bergetar semakin keras. Bahkan getar suara perempuan itu telah mulai menyentuh isi dada "jadi begitukah caramu mencari penyelesaian tanpa mengorbankan nyawa?" "Nyai " berkata Ki Lemah Teles kemudian "jika Nyai ingin mengambil anak Nyai itu, terserah kepada Nyai. Kami tidak akan menghalangi. Ambillah, karena itu memang anak Nyai. Tetapi jangan mengambil padepokan ini. Kami sudah http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ merebutnya dari tangan Panembahan Lebdagati dengan menitikkan keringat dan darah. Bagaimana mungkin kami akan melepaskannya begitu saja." "Aku tidak peduli" sahut Kiai Narawangsa "kami akan memberi waktu secukupnya jika kalian memang akan pergi. Kami tidak akan mengganggu kalian yang meninggalkan padepokan ini. Tetapi jika ada diantara kalian yang memilih bergabung dengan kami, kami tidak berkeberatan. Tetapi kalian harus bersedia mematuhi segala paugeran didalam lingkungan kami." "Kiai" jawab Ki Lemah Teles "kami akan mempertahankan padepokan ini, apapun yang terjadi. Jika kalian memaksakan kehendak kalian, maka kami justru akan menutup kesempatan Nyai Wiji Sari untuk mengambil anaknya. Biarlah anak itu kesepian disini tanpa ayah dan ibunya." "Tidak" teriak Nyai Wiji Sari "aku akan menunggui anakku disini." "Itu tidak mungkin, Nyai. Karena itu, maka terserah kepada Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari. Apakah kita harus bertempur atau tidak. Seandainya kita harus bertempur, kami pun sudah siap. Para cantrik dari padepokan ini masih menyandang kebanggaan setelah mereka berhasil mengusir Panembahan Lebdagati. Karena itu, maka dengan darah yang masih panas, kami akan menghadapi kalian. Tetapi jika kalian berniat mengambil anak itu dengan cara yang baik, kami tidak akan berkeberatan. Kami akan memberi kesempatan kepada kalian sebaik-baiknya." "Cukup" teriak Kiai Narawangsa "kami akan mengusir kalian dengan kekerasan." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ki Lemah Teles tidak mempunyai pilihan lain. Karena itu, maka iapun berkata "Jika demikian, maka kita akan bertempur. Tetapi dengan demikian maka kalian tidak akan pernah dapat mengambil anak itu lagi dari padepokan ini." "Jangan sentuh anak itu." teriak Nyai Wiji Sari "jika kalian melakukannya juga, maka nasib padepokan ini akan menjadi sangat buruk." "Aku tidak akan memeras dengan taruhan anakmu itu Nyai, meskipun sebenarnya anakmu itu sudah tidak berarti apa-apa lagi. Kami akan mempertahankan padepokan ini dengan sikap yang wajar." "Diam kau," bentak Nyai Wiji Sari "kau anggap anakku itu sudah tidak berarti apa-apa" Aku rindukan anakku siang dan malam. Aku tidak sampai hati melepaskan anakku dalam kesepian, kedinginan dan kepanasan karena ayahnya tidak memperdulikannya." "Ayahnya lebih peduli kepada anak itu daripada kau Nyai" tiba-tiba Ki Warana menyahut "aku melayani Kiai Banyu Bening setiap hari jika ia berada disisi anaknya. Sampai akhir hayatnya ia sama sekali tidak pernah berpaling kepada seorang perempuan yang akan dapat menyakiti hati anaknya itu. Tetapi kau, apa yang kau lakukan" Kau tinggalkan anakmu didalam api, sementara kau lari dengan seorang laki-laki saat anakmu masih bayi." "Cukup, cukup. Diam kau iblis" teriak Nyai Wiji Sari dengan suara yang melengking-lengking. "Kenapa aku harus diam" Kau khianati kesetiaan seorang suami. Kau nodai kasih seorang ibu kepada anaknya. Dan sekarang, ketika yang tinggal hanya tulang belulang, kau datang untuk mengambilnya. Semua itu omong kosong. Kau http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang memanfaatkah anakmu yang telah kau tinggalkan didalam api yang menyala itu untuk menantang Kiai Banyu Bening dan sekaligus berusaha merebut padepokannya." "Kau gila. Kau gila" teriak Nyai Wiji Sari semakin keras. "Aku adalah orang terdekat dengan Kiai Banyu Bening. A ku melihat bagaimana Kiai Banyu Bening menjadi gila karena tangis anaknya yang ditelan api, sehingga kegilaannya itu telah mewarnai kepercayaannya. Ia ingin seratus orang bayi mau sebagaimana anaknya, menangis didalam api yang menyala." "Tidak. Kau bohong" Kiai Narawangsa lah yang menyahut Banyu Bening mendengar tangis anaknya bagaikan kidung yang mengalun di atas mega di langit biru. Ketika ia merindukan suara kidung itu lagi, maka ia telah memerintahkan untuk membakar seratus orang bayi demi kepuasan batinnya." Tetapi Ki Warana menjawab "Kau benci akan kesetiaan Kiai Banyu Bening, karena kau telah mengambil isterinya dengan cara yang tidak beradab." "Cukup" teriak Kiai Narawangsa. Tiba-tiba saja Kiai Narawangsa itu mengangkat tangannya sambil berteriak "Lontarkan anak panah sendaren. Kita koyak mulut-mulut yang memfitnah itu." Ki Lemah Teles tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Diperintahkannya, para cantrik yang bersenjata anak panah untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan. Sejenak kemudian, maka beberapa batang anak panah sendaren telah terlepas dari busurnya. Anak panah yang memberikan isyarat kepada semua kekuatan yang dibawa oleh Kiai Narawangsa dan Nyai Wiji Sari untuk bergerak serentak. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ki Lemah Teles yang berada di panggungan pun tanggap akan perintah itu. Ketika ia melihat pasukan itu mulai bergerak, maka Ki Lemah Teles telah memerintahkan membunyikan isyarat dengan memukul bende diatas panggungan itu. Demikian suara bende itu meraung-raung diatas panggungan, maka para cantrik seisi padepokan itu telah bersiap. Anak-anak muda dari beberapa padukuhan yang telah berada di padepokan itupun telah mendapatkan dirinya pula. Sebagian dari mereka memang sudah mempunyai sedikit pengalaman, tetapi yang lain sama sekali belum. Namun para pemimpin padepokan itu masih sempat memberikan latihanlatihan kepada mereka meskipun baru landasannya saja sementara lawan mereka adalah orang-orang yang setiap saat selalu bercanda dengan senjata mereka. Tetapi para cantrik padepokan Kiai Banyu Bening yang mengikutii jejak Ki Warana juga cukup banyak. Merekapun memiliki pengalaman sebagaimana para pengikut Kiai Narawangsa. Demikianlah, maka sejenak kemudian, seperti arus banjir bandang, para pengikut Kiai Narawangsa telah menyerang padepokan yang telah ditinggalkan oleh Kiai Banyu Bening itu. Mereka menerobos pintu gerbang induk dan pintu-pintu gerbang butulan yang telah menjadi abu. Tetapi demikian mereka mulai bergerak, maka anak panah pun tercurah bagaikan hujan. Tetapi hal itu memang sudah diperhitungkan oleh Kiai Narawangsa dan para pengikutnya. Karena itu, merekapun tidak terkejut sama sekali. Bahkan mereka telah siap untuk menangkis serangan anak panah yang menghujan itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Meskipun demikian, beberapa orang telah terhenti di pintupintu gerbang. Anak panah yang menyusup dibawah perisai dan mengenai lutut, telah melumpuhkan beberapa pengikut Kiai Narawangsa. Namun ada pula anak panah yang menembus dada, sehingga orang yang dikenainya terjatuh dan terinjak-injak oleh kawan-kawannya. Mereka untuk selamanya tidak akan pernah bangkit lagi. Sejenak kemudian, maka banturan kekuatanpun telah terjadi. Tetapi demikian derasnya arus serangan yang mengalir dari luar padepokan, telah memaksa para cantrik untuk bergerak mundur. Tetapi para cantrik itu tidak melepaskan para penyerang untuk begitu saja memasuki padepokan yang telah mereka rebut dari tangan Panembahan Lebdagati itu. Pertempuran pun segera menyala dengan sengitnya. Senjata yang teracu-acu, berputaran dan terayun-ayun itu, telah saling berbenturan. Suaranya berdentang diantara teriakan-teriakan yang mengguruh dari kedua belah pihak. Di induk pasukan Kiai Narawangsa bertempur dengan garangnya. Apa saja yang ada didepannya telah disapunya tanpa ampun. Namun langkahnya terhenti ketika dihadapannya berdiri seorang yang sudah berada diusia senjanya. "Sabarlah sedikit. Kiai Narawangsa. Jangan kau sapu anakanak seperti menebas batang ilalang. Seharusnya kau mempunyai sedikit harga diri dengan mencari lawan yang seimbang, setidak-tidaknya mampu memberikan sedikit perlawanan." "Siapa kau?" bertanya Kiai Narawangsa. "Namaku Ajar Pangukan." jawab orang itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kiai Narawangsa menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Namamu tidak dikenal. Minggirlah. Kau sudah terlalu tua untuk berada di medan pertempuran. Aku tidak akan menghancurkanmu sebagaimana orang-orang lain yang berani mendekati aku." "Kiai Narawangsa, aku berniat untuk melawanmu apapun yang terjadi." "Kau ternyata belum mengenal aku yang sebenarnya." "Jika sekarang aku berdiri disini, justru karena aku .ingin mengenalmu sebaik-baiknya." "Nampaknya kau juga orang berilmu. Tetapi belum terembat bagimu jika kau ingin menyingkir." "Aku akan tetap mencoba menghadapimu. Marilah, aku sudah bersiap sepenuhnya." Kiai Narawangsa menggeram. Katanya "Apaboleh buat jika aku harus membunuhmu." "Bukankah didalam perang dapat saja terjadi, membunuh atau dibunuh?" "Bagus. Kau benar-benar sudah siap maju ke medan pertempuran. Aku senang mendapat seorang lawan yang sedikit dapat menggelitik ilmuku." Ki Ajar Pangukan pun kemudian telah bersiap. Kiai Narawangsa telah bergerak selangkah ke samping. Demikian pula Ki Ajar Pangukan sehingga keduanya untuk beberapa saat saling bergeser setapak-setapak. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sesaat kemudian, maka Kiai Narawangsa yang garang itu mulai meloncat menyerang. Tetapi serangannya yang seakanakan sekedar untuk menyentuh kulit lawannya itu pun telah dielakkan oleh Ki Ajar Pangukan. Namun serangan- serangan Kiai Narawangsa berikutnya justru menjadi semakin cepat dan semakin garang. Namun demikian, serangan-serangan itu tidak menyentuh sasarannya. Tetapi Kiai Narawangsa memang belum bersungguh- sungguh. Ia masih ingin mengetahui serba sedikit tentang kemampuan lawannya yang sudah lewat separo baya. Ki Ajar Pangukan pun masih belum benar-benar bertempur. Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Seperti Kiai Narawangsa, Ki Ajar Pangukan baru sekedar ingin mengintip kemampuan lawannya. Karena itu, maka keduanya masih belum menapak pada ilmu mereka yang sebenarnya. Dalam pada itu, yang lebih kasar dari Kiai Narawangsa adalah Ki Gunasraba. Dengan senjata bindi ia menghancurkan apa saja yang ada disekitarnya.Untuk menahan geraknya, maka lima orang cantrik padepokan itu telah mengepungnya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Namun bindi Gunasraba berputaran dengan cepat. Bindi yang besar itu memang sulit untuk ditahan. Jika terjadi benturan dengan senjata para cantrik, maka senjata-senjata itu harus digenggam erat-erat. Dua orang cantrik telah kehilangan senjata mereka dalam benturan dengan bindi Gunasraba. Untunglah, seorang diantara mereka segera mendapatkan senjata kembali. Sementara cantrik yang lain telah memungut senjata siapa pun juga yang terkapar tidak jauh daripadanya. Meskipun berlima, ternyata cantrik itu mengalami kesulitan. Yang dapat mereka lakukan adalah sekedar menahan, agar Gunasraba tidak mengacaukan pertahanan para cantrik pemula yang masih belum cukup berpengalaman. Namun diantara riuhnya geram dan teriakan-teriakan, terdengar seseorang berkata "Minggirlah. Aku akan mencoba menghadapinya." Para cantrik itu memang segera menyibak. Yang muncul adalah Ki Sambi Pitu. Seorang yang rambutnya sudah mulai ubanan. Beberapa lembar yang terjurai dibawah ikat kepalanya, nampak kelabu keputih-putihan. "Kau mau apa, kakek tua" " bertanya Gunasraba. "He, aku belum tua" jawab Ki Sambi Pitu "gigiku masih utuh." "Tetapi rambutmu sudah mulai memutih." sahut Gunasraba. "Aku dapat menyembunyikan rambutku dibawah ikat kepalaku." "Kau cukur sampai gundul pun kau tidak akan dapat menyembunyikan umurmu." Ki Sambi Pitu tertawa. Katanya "Aku memang sudah tua." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Minggirlah. Jangan ganggu aku. Aku akan membinasakan orang-orang yang berani menghalangi jalanku menuju ke pendapa bangunan utama padepokan ini." Tetapi Ki Sambi Pitu justru tertawa. Katanya "Kau suka yang aneh-aneh, Ki Sanak. Kau kira kami akan mempersilahkan kalian naik ke pendapa dan menyuguhkan hidangan minuman hangat dan makan siang dengan memotong tiga ekor lembu?" "Setan kau orang tua yang tidak tahu diri. Sekali kau tersentuh senjataku, maka tubuhmu akan segera lumat." Tetapi Ki Sambi Pitu tidak bergeser dari tempatnya. Dengan tangkasnya Ki Sambi Pitu telah menggerakkan pedangnya. Neraka Hitam 2 Pendekar Rajawali Sakti 63 Prahara Darah Biru Kisah Si Rase Terbang 13