Ceritasilat Novel Online

Sejuknya Kampung Halaman 3

Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja Bagian 3 pun telah memasuki padukuhan. Pertanyaan Manggada kemarin tentang rumahnya ternyata telah menggelitiknya untuk sekai-sekali melihat, apa yang terjadi dengan rumah dan halamannya itu. Karena itu, maka Wira Sabet itupun telah menyusuri jalan yang langsung menuju ke rumahnya. Ketika ia sampai ke depan rumahnya, maka Wira Sabet itupun berhenti, la melihat regol halaman rumahnya terbuka, sedangkan sampah kering berhamburan di halaman. Namun Wira Sabet itu terkejut ketika ia mendengar seseorang berkata "Selamat pagi, paman" Wira sabet mengangkat wajahnya. Jantungnya berdesir ketika ia melihat dua orang anak muda bergayut pada cabang pohon duwet dan pohon manggis. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tetapi sebelum Wira Sabet berkata sesuatu terdengar suara Manggada "Paman, aku benar-benar memanjat pohon duwet ini sebagaimana aku katakan kemarin. Terima kasih atas ijin paman. Duwet putih ini ternyata manis sekali. Sayang sekali, bahwa buahnya dibiarkan tua dan berjatuhan terhambur di bawah batangnya. Seperti dahulu, setiap hari aku akan datang mencari duwet dan manggis yang berbuah lebat tetapi terbuang-buang saja" Wira Sabet itu justru bagaikan terbungkam. Ia tidak dapat berkata sepatahkan. Dipandanginya saja anak- anak muda yang masih berada di dahan sambil menggapai buahnya yang memang lebat. Ki Resadana mendengar suara Manggada itu. Debar jantungnya terasa semakin cepat. Sementara itu, Manggada bertanya dari atas pohon "Apakah paman juga ingin membawa duwet dan manggis. Barangkali paman sendiri sudah lama tidak mencicipinya" Wira Sabet masih saja termangu-mangu. Sebelum ia sempat menjawab, Manggada telah berkata pula "Aku akan turun membawa duwet ini bagi paman" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Hampir di luar sadarnya, Wira Sabet itu menjawab "Tidak. Tidak usah. Aku tidak memerlukannya" Ternyata Wira Sabet tidak menunggu lebih lama. la tidak senang mendengar pertanyaan-pertanyaan Manggada yang meluncur deras dari mulutnya. Tetapi rasa-rasanya ia tidak dapat menghentikannya. Karena itu. maka Wira sabet itupun segera melangkah pergi meninggalkan halaman rumahnya yang kosong dan kotor itu. Tetapi Manggada masih saja beteriak "Paman, kemana kau paman?" Wira Sabet tidak menjawab. Tetapi ia melangkah terus, menjauhi rumahnya itu. Manggada dan Laksana yang sedang memanjat itu melihat Wira Sabet dan kawan-kawannya pergi menjauh. Mereka berjalan cepat bahkan seperti orang yang sedang ketakutan. Seperti orang-orang padukuhan itu yang melihat kedatangan Wira Sabet itu sendiri. Demikian Wira Sabet dan kawan-kawanma menjauh, maka Manggada dan Laksanapun segera turun. Keduanya tidak langsung pergi. Tetapi keduanya justru kembali ke rumah Ki Resadana. "Luar biasa" desis Ki Resadana sambi! membuka pintu rumahnya "kalian telah melakukan sesuatu yang sangat berani, yang tentu tidak pernah terpiku dan dilakukan oleh keanak muda padukuhan ini "Aku adalah anak muda dan padukuhan ini paman" "Tetapi kau sudah lama berada di luar padukuhan ini. Kau memang berbeda dengan anak-anak muda yang lain" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tetapi apa yang kau lakukan, adalah satu hal yang tidak masuk akal bagi kami" "Paman" berkata Manggada "apa yang kami lakukan adalah sekedar untuk mengatakan kepada Wira Sabet, bahwa usahanya untuk menakut-nakuti seisi padukuhan ini tidak berhasil. Setidak-tidaknya kami tidak menjadi ketakutan seperti orang lain. Sebenarnya kami berharap bahwa ada juga orang lain yang berbuat seperti kami. Atau setidak-tidaknya dapat membantu Ki Jagabaya yang setia dalam tugasnya" Ki Resadana menarik nafas dalam-dalaam. Namun bagaimanapun juga ia masih belum mempunyai keberanian untuk berbuat sesuatu, apalagi seperti anak-anak muda itu. Untuk beberapa lama Manggada dan Laksana berada di rumah Ki Resadana. Namun kemudian merekapun minta diri untuk meninggalkan rumah itu. "Kalian akan pergi kemana?" bertanya Ki Resadana. "Pulang. Tetapi kami akan singgah sebentar di rumah ki Jagabaya. Kami ingin berbicara bahwa kami baru saja bertemu dengan Wira Sabet" Ki Resadana termangu-mangu sejenak. Dengan nada dalam iapun kemudian berkata "Memang satu kenyataan bahwa Wira Sabet masih juga dapat diajak berbicara. Tetapi aku tidak tahu, apakah Sura Gentong juga serba sedikit masih tersisa kewajajrannya dalam hubungannya dengan sesama" Manggada mengerutkan dahinya. Dengan nada tinggi ia bertanya "Apakah menurut paman Resadana. Paman Sura Gentong lebih garang dari paman Wira Sabet?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ya. Keduanya memang ditakuti 'Tetapi sebenarnyalah belum ada orang yang pernah mengalami kesulitan karena Wira Sabet" "Bagaimana dengan paman Sura Gentong" bertanya Manggada kemudian. "Belum ada seorangpun yang pernah melihat Sura Gentong. Apalagi memasuki padukuhan ini" jawab Resadana. "Tetapi kenapa setiap orang mengatakan bahwa jika seseorang melihat saja, bahkan dari kejauhan paman Wira Sabet atau paman Sura Gentong akan mengalami bencana?" KI Resadana mengangguk-angguk kecil. Jawabnya "Aku sudah mengatakan, bahwa secara teratur keduanya sengaja menyebarkan suasana yang membuat orang-orang padukuhan ini ketakutan" "Nah, paman. Aku akan membantu Ki Jagabaya dengan cara yang sebaliknya. Sebagaimana paman ketahui. Wira Sabet sama sekali tidak menakutkan, la tidak berbuat apa-apa. Karena itu, besok dan besoknya lagi dan balikan kemudian seringkali, aku akan bermain-main di halaman rumah paman Wira Sabet. Kami berdua juga akan memetik duwet atau manggis atau apa saja yang ada" "Tetapi kalian tidak boleh lupa diri. Kalian harus tetap berhati-hati, karena kewajaran sikap Wira Sabet tentu berbeda dengan kewajaran sikap kita" Manggada mengangguk. Ia menyadari akan kebenaran pesan itu. Katanya "Aku mengerti. Terima kasih paman. Aku akan berhati-hati" Demikianlah, maka Manggada dan Laksanapun kemudian telah pergi ke rumah Ki Jagabaya. Mereka tidak lagi bertemu http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dengan Wira Sabet Agaknya Wira Sabet telah meninggalkan padukuhan itu. Ternyata satu dua orang lelah nampak lagi berjalan tergesa-gesa di jalan padukuhan itu. Ketika sampai ke rumah Ki Jagabaya, maka seperti biasanya pintu regol rumah itu sedikit terbuka. Demikian mereka memasuki halaman, maka merekapun langsung menuju ke seketeng. Ketika Manggada mengetuk pintu sebagaimana dilakukan kemarin, maka seseorang telah melangkah mendekati pintu itu. "Siapa" terdengar seseorang bertanya. "Aku, Sampurna" jawab Manggada yang tahu pasti, bahwa orang yang ada di balik pintu itu adalah Sampurna. Sejenak kemudian, maka selarak pintu itupun telah diangkat. Ketika pintu dibuka, maka sebenarnyalah bahwa yang berdiri di belakang pintu itu adalah Sampurna. Seperti kemarin, maka Sampurna itu berpakaian lengkap dengan sebilah keris di punggungnya. Tetapi Manggada dan Laksana tidak bertanya lagi. apakah Sampurna akan pergi ke upacara. Sambil tersenyum Sampurnapun telah mempersilahkan Manggada dan Laksana masuk seperti kemarin pula, maka pintu itupun segera ditutup dan diselarak. Ketika mereka berjalan ke serambi, Sampurna itu berkata "Aku mempunyai seorang tamu. Nah, tentu kau ingat, siapa anak muda itu" "Apakah ia kawan kita bermain?" bertanya Manggada. "Ya, umurnya setua aku" jawab Sampurna. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Manggada mengerutkan dahinya. Tetapi ia belum melihat anak muda itu. Baru kemudian ketika ia memasuki gandok, maka tiba-tiba saja Manggada menyapanya sambil tertawa "Nah. ini tentu Wisesa. Aku tidak akan pernah melupakannya" Anak muda itupun bangkit pula. Dikerutkannya keningnya, sementara Sampurna bertanya "Wisesa. apakah kau melupakannya?" Wisesa memandang Manggada dan Laksana berganti-ganti. Sementara Sampurna berkata "Yang seorang saja. Yang lain memang seorang tamu. Kau tentu belum mengenalnya" "Manggada" desis Wisesa. "Ternyata kamu masih ingat juga" desis Sampurna. "Anak keras kepala itu" berkata Wisesa sambil tertawa "marilah. Siapa yang seorang lagi?" "Laksana. Sepupuku. Ia datang berkunjung kemari" jawab Manggada. Ketika kemudian Manggada dan Laksana duduk, maka pembicaraan merekapun menjadi riuh. Hanya Laksana sajalah yang sekali-sekali tersenyum dan tertawa. "Kenapa kau pulang" bertanya Wisesa kemudian. "Aku menjadi rindu kepada kampung halaman. Demikian aku memasuki kampung halaman mi. maka terasa betapa sejuknya angin yang semilir lembut" jawab Manggada. Yang mendengarkannyapun tertawa. Namun Sampurna berkata "Tetapi setelah kau memasuki lorong-lorongnya, maka kau akan merasa, betapa panasnya terik matahari di padukuhan ini" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ya" jawab Manggada "tetapi pada sualu saat. padukuhan ini akan menjadi sejuk kembali" "Aku berharap demikian" jawab Sampurna. Namun dalam pada itu, Laksana sempat memperhatikan Wisesa. Ketika Sampurna dan Manggada membicarakan padukuhan itu, agaknya ia menjadi gelisah. Bahkan sama sekali tidak menyahut dan apalagi menanggapi beberapa kali ia justru melemparkan pandangan matanya ke arah pintu serambi. Namun pembicaraan itu terhenti ketika Tantri membawa minuman keluar. Namun iapun kemudian berkata sambil tersenyum "Maaf Manggada. Aku belum tahu kalau tamunya bertambah" Sambil tersenyum Manggada menyahut "Aku sudah merasa cemas, bahwa kami berdua tidak terhitung" Tantri tersenyum pula. Katanya "Sabarlah Manggada Nanti aku buatkan buat kalian" "Terima kasih" Laksanalah yang menyahut. Tantri sempat memandang Laksana sekilas. Namun kemudian gadis itu menundukkan wajahnya meskipun senyumnya masih nampak tergayut dibibirnya. Wisesa memandang Laksana dengan dahi berkerut. Nampaknya ia kurang senang melihat sikap Laksana. Apalagi ketika ia melihat laksana yang memandang Tantri dengan tanpa berkedip Namun sejenak kemudian Tantri itupun telah beringsut dan kembali masuk ke ruang dalam. Sementara Sampurna berkata "Aku belum mempersilahkan kau minum. Wisesa. Kita http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menunggu sampai minuman buat Manggada dan Laksana dihidangkan" Wisesa mengangguk. Iapun kemudian mencoba untuk tersenyum pula. Sebenarnyalah bahwa sejenak kemudian, Tantri telah datang lagi sambil membawa minuman buat Manggada dan Laksana. Bahkan kemudian Tantri itu sempat mempersilahkan "Minumlah Manggada" "Terima kasih Tantri" jawab Manggada sambil mengangguk. Manggadapun kemudian berpaling kepada Laksana sambil berkata "Nah, hanya aku yang dipersilahkan minum. Kau tidak" Laksana mengerutkan dahinya. Namun Tantri dengan cepat berkata "Tentu semuanya. Silahkan" Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Manggada tertawa. Sementara Sampurna berkata "Kau masih seperti dahulu. Kau termasuk anak-anak yang paling ribut di masa remajamu. Tetapi meskipun umurmu beberapa tahun lebih, muda dari aku, kau lebih senang bermain-main dengan anak-anak sebayaku daripada anak-anak sebayamu. He, bukankah kau ingat Wisesa" Tetapi meskipun Manggada termasuk yang paling kecil di antara kita, tetapi ia benar-benar anak yang bandel" "Ya, aku ingat" jawab Wisesa pendek. Namun Sampurna itu berkata selanjutnya "Meskipun demikian. Manggada tidak pernah berani melawan Tantri. Meskipun Tantri perempuan, tetapi ia senang berkelahi di masa remaja kecilnya" "Bohong" sahut Tantri. "Bukankah disini banyak saksi" jawab Sampurna. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Sudah, sudah" potong Tantri. Sampurna yang tertawa itu berkata selanjutnya "Tetapi Manggada tetap bandel dan nakal sampai dewasanya. Jika tidak, maka ia tidak menyatakan niatnya bekerja sama dengan ayah" "Ah, itu adalah kewajiban bagiku. Bagi anak-anak muda padukuhan ini. Bukankah begitu Wisesa" Manggada justru bertanya. "Ya" jawab Wisesa asal saja. Tetapi Sampurna terkejut. Sambil mengerutkan dahinya, ia bertanya "Apakah kau juga akan melakukannya sebagaimana Manggada dan Laksana, sepupunya itu" Wisesa baru mulai berpikir. Dengan ragu-ragu ia bertanya "Maksudmu?" "Manggada dan Laksana telah menyatakan diri dengan suka rela akan membantu ayah mengatasi kemelut yang terjadi di padukuhan ini. Maksudku, persoalan yang menyangkut Wira sabet dan Sura Gentong" "Ah" Wisesa terkejut "apa yang akan dilakukan oleh Manggada dan Laksana?" "Tentu saja kita belum mempunyai rencana apa-apa. Tetapi kesediaannya membantu ayah telah sangat membesarkan hati ayah, bahwa masih ada anak-anak muda yang bersedia melakukan tugas-tugas mulia bagi kampung halamannya" Wisesa mengerutkan dahinya. Tetapi ia tidak menjawab. Dalam pada itu, Tantri mempersilahkan sekali lagi "Nah, silahkan. Minumlah. Aku akan membantu ibu di dapur" "Terima kasih" Laksana lagi yang menyahut. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sepeninggal Tantri, maka Sampurna telah mulai mengenang lagi masa kanak-kanak mereka yang riang dan ceria. Sambil berangan-angan ia berkata "Kita tidak pernah takut bermain di halaman di kebun atau bahkan di prapatanprapatan. Siang atau malam. Apalagi saat bulan terang' "namun suaranyapun merendah "Sekarang, anak-anak itu sama sekali tidak berkesempatan lagi. Setidak tidaknya untuk sementara" "Hanya untuk sementara" berkata Manggada kemudian "mudah-mudahan suasana seperti ini segera berakhir" "Maksudmu" tiba-tiba Wisesa bertanya. Sampurnalah yang menjawab "Maksud Manggada, kita akan segera menghentikan tingkah laku Wira Sabet dan Sura Gentong" Wisesa menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Aku sudah memperingatkan Sampurna, bahwa yang dilakukan Ki Jagabaya itu sia-sia. Wira Sabet dan Sura Gentong bukan orang kebanyakan. Apalagi setelah ia bekerja sama dengan Ki Sapa Aruh" "Jadi maksudmu, suasana seperti ini akan dibiarkan berkepanjangan?" bertanya Sampurna. Lalu katanya "Wisesa, ayah adalah seorang bebahu padukuhan. Bagaimanapun juga ia harus berbuat sesuatu bagi kebaikan padukuhan ini sessuai dengan tugasnya" "Tetapi Ki Jagabaya hanya sendiri, Sampurna. Kau lihat, apakah Ki Bekel dan para bebahu juga mendukung kesetiaan Ki Jagabaya dalam tugasnya" bertanya Wisesa. "Jadi menurut pendapatmu, kita biarkan saja padukuhan ini menjadi sesepi kuburan sekarang ini?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tentu tidak" jawab Wisesa "aku sudah mengusulkan, dan barangkali sudah langsung aku sampaikan kepada Ki Jagabaya, bahwa kita harus berani melihat kenyataan. Kita harus berani mendengarkan, apa yang sebenarnya dimaui oleh Wira Sabet dan Sura Gentong. Jika kita dapat memenuhinya, maka persoalannya akan segera dapat diselesaikan" "Memang satu pikiran yang baik" jawab Sampurna "tetapi seperti yang dikatakan oleh ayah, bahwa dengan demikian maka kita akan mengorbankan seisi padukuhan ini" "Ah, aku kira tidak, Sampurna. Memang mungkin kita harus memberikan pengorbanan. Tetapi sepanjang pengorbanan itu wajar, maka kita tidak mempunyai pilihan lain" "Yang sulit adalah ukuran kewajaran itu" berkata Sampurna. "Kita belum pernah mencobanya" berkata Wisesa. Sampurna mengangguk-angguk. Katanya "Memang masuk akal. Tetapi sudah tentu melalui pembicaraan yang panjang dan tentu tawar-menawar. Untuk melakukan hal itu kita memerlukan orang yang berani melakukannya. Sementara orang-orang padukuhan ini merasa bahwa melihat keduanya dari kejauhan saja sudah dianggap satu bencana" "Mungkin Ki Jagabaya dapat melakukannya" berkata Wisesa. "Seandainya ayah ingin mencobanya, apakah kau bersedia bertemu dan berbicara dengan Wira Sabet, Wisesa?" Wajah Wisesa itu tiba-tiba menjadi tegang. Katanya "Kenapa harus aku" Bukankah itu tugas Ki Jagabaya?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Mungkin itu termasuk tugas ayah. Tetapi tentu ada perantara yang membuat hubungan untuk melakukan satu pembicaraan" "Kenapa tidak kau saja Sampurna" "Aku anak Jagabaya itu. Sebaiknya memang orang lain" jawab Sampurna. Tiba-tiba Manggadalah yang menyahut "Aku bersedia berbicara dengan paman Wira Sabet" "Kau" wajah Wisesa menjadi tegang kembali. "Ya. Aku memang suuah menyatakan kesediaanku untuk membantu Ki Jagabaya. Apa salahnya" bertanya Manggada. Wisesa memandang Manggada dan Sampurna bergantiganti. Dengan nada berat iapun berkata "Kita tidak sedang bermain-main seperti dahulu Manggada. Kita tidak sedang bermain soyang atau bermain ular naga. Juga tidak gobag sodor atau permainan yang lain. Kalau kau dahulu dikenal sebagai anak yang bandel dan keras kepala dalam bermain, akibatnya akan jauh berbeda jika kau menjadi keras kepala sekarang ini" Manggada mengangguk-angguk Katanya "Hal ini aku lakukan karena aku ingin menyumbangkan sesuatu bagi kampung halaman ini, Wisesa. Tata kehidupan di padukuhan ini harus segera berubah. Dorongan itulah yang memaksa aku untuk bersedia melakukan tugas ini jika Ki Jagabaya sependapat dan membebankannya kepadaku" "Nampaknya, setelah kau pulang dari rantau, kau ingin disebut sebagai pahlawan disini" berkata Wisesa selanjutnya "ketahuilah, bahwa seorang yang melihat Wira Sabet dan Sura Gentong adalah pertanda bahwa orang itu akan mengalami http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bencana, mungkin datangnya dari kedua orang itu atau dari pengikut mereka atau dari Ki Sapa Aruh" Tetapi Manggada tertawa. Katanya "Berita itu terlalu dibesar-besarkan. Atau sengaja dilontarkan oleh para pengikut paman Wira Sabet dan Sura Gentong" "Kau memang keras kepala. Tetapi jika kemudian batok kepalamu yang keras itu akan berlobang oleh tongkat Wira Sabet, adalah salahmu sendiri" geram Wisesa. "Aku telah bertemu dan berbicara dengan paman Wira Sabet. Aku baru saja memanjat pohon manggis dan duwet di halaman rumahnya justru ditunggui oleh paman Wira Sabet sendiri" "Omong kosong" Wisesa hampir berteriak. "Kenapa harus berbohong" Tetapi jika kau tidak percaya, bertanyalah kepada Ki Resadana dan tetangga yang rumahnya berseberangan dengan rumah paman Wira Sabet" Wajah Wisesa menjadi tegang, sementara Manggada berceritera tentang pertemuannya dengan Wira Sabet, kemarin dan pagi hari itu. "Ternyata aku dapat berbicara dengan paman Wira Sabet seperti biasa. Bahkan paman Wira Sabet tidak berkeberatan aku memanjat pohon manggis dan duwetnya" "Aku tidak percaya" potong Wisesa. Tetapi Sampurna yang menyahut "Aku percaya. Sejak kecil Manggada tidak suka berbohong. Justru karena ia keras kepala. Nanti kita akan berbicara dengan ayah" "Dimana Ki Jagabaya sekarang" bertanya Manggada. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ayah baru keluar sebentar. Mungkin menemui beberapa bebahu padukuhan. Ayah banyak berceritera tentang kesediaanmu membantunya kepada orang-orang padukuhan ini" berkata Sampurna. Dengan nada datar Wisesa berkata "Memang sekarang kesempatan anak-anak muda padukuhan Gemawaug untuk menjadi pahlawan. Tetapi juga sekarang anak-anak muda yang sombong akan dijerat oleh kesombongannya sendiri" Manggada mengerutkan dahinya. Tetapi ia tidak menjawab. Sementara itu. Wisesapun berkata "Baiklah. A ku akan minta diri. namun aku masih ingin memperingatkan Manggada. Kita kawan bermain sejak kanak-kanak. Karena itu, aku tidak ingin melihat Mangada akan digilas oleh sikap keras kepalanya yang tanpa perhitungan sama sekali. Bahkan kini ia tidak saja bengal dan keras kepala, tetapi juga sombong" "Ah. jangan begitu Wisesa" sahut Manggada "kita sudah lama tidak bertemu. Sebaiknya kita bicarakan saja hal-hal yng baik" "Aku bermaksud baik, Manggada. Sebelum kau terjerumus, aku ingin kau bergeser surut" "Aku akan memikirkannya" jawab Manggada. Demikianlah, maka Wisesa itupun minta diri. Sampurna, Manggada dan Laksanapun bangkit pula dan mengantarnya. Mereka turun dari serambi. "Di mana Tantri, aku akan minta diri" berkata Wisesa itu. "O" Sampurna melangkah kembali "aku akan memanggilnya" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sejenak kemudian Tantri itupun telah keluar bersama Sampurna. Dengan nada tinggi Wisesa itupun berkata "Sudahlah Tantri. Aku hanya singgah saja. Besok aku akan singgah lagi. Besok aku akan membawa bibit kemuning. Bukankah yang kau tanyakan bibit pohon kemuning, bukan bibit pohon pacar?" "Ya. kemuning" jawab Tantri "terima kasih sebelumnya" Sampurna. Manggada dan Laksana mengantar Wisesa sampai ke pintu seketeng. Sampurna mengangkat selarak pintu dan membukanya. Bertiga mereka memperhatikan Wisesa yang melangkah menuju ke pintu regol halaman. Ketika ia keluar dari regol. maka nampak ia ragu-ragu. Kemudian kepalanya menjenguk ke kanan dan ke kiri. Baru kemudian Wisesa turun ke jalan dan sambil menutup pintu regol maka Wisesa itu pergi. Sambil menutup pintu seketeng dan menyelaraknya. Sampurna berkata "Ia sering datang kemari" "O" Manggada mengangguk-angguk. Sementara itu Sampurnapun berkata selanjutnya "nampaknya ia mulai tertarik kepada Tantri yang menjadi dewasa. Tetapi nampaknya ia tidak senang kepadamu" "Kenapa" bertanya Manggada. "Kau dekat dengan Tantri sejak remaja kecil. Meskipun kau jugalah yang paling sering berkelahi dengan Tantri" Manggada tertawa. Katanya "Itu sudah terjadi bertahuntahun yang lalu. Waktu itu kami masih kanak-kanak. Yang kami pikirkan tidak ada lain kecuali permainan yang kadangkadang memang menimbulkan pertengkaran. Tetapi bukankah Tantri juga sering berkelahi dengan Wisesa" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bahkan sungguh-sungguh berkelahi" jawab Sampurna "tetapi Wisesa waktu itu masih sering menangis dan melapor kepada orang tuanya. Jika orang tuanya ikut campur, maka Tantri dan kita semuanya berlari menghambur meninggalkan lapangan permainan" Merekapun tertawa serentak. Laksana yang tidak melihat masa kecil itu ikut tersenyum-senyum. Meskipun ia baru saja berkenalan dengan Wisesa, namun kesannya memang kurang menyenangkan. Ketika mereka sampai ke pintu serambi, ternyata Tantri masih berdiri di belakang pintu. Sampurna yang melihat Tantri itu berdiri termangu-mangu, berkata "Wisesa akan lebih sering datang kemari Tantri" Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Untuk apa" Ia tidak berani membantu ayah" jawab Tantri. "Wisesa datang memang tidak untuk ayah." jawab Sampurna. "Lalu apa" bertanya Tantri. "Ia datang untuk menemuimu " jawab Sampurna. "Untuk apa" bertanya Tantri. "Ah, kau bukan gadis kecil yang bertingkah seperti laki-laki lagi. Kau sekarang sudah gadis dewasa. Nah, Wisesa sudah lupa masa-masa kau menggigitnya sampai telinganya berdarah, menangis meraung-raung. Kemudian orang tuanya datang sambil marah-marah" berkata Sampurna sambil tertawa. "Kalau aku sudah dewasa, lalu apa maunya" bertanya Tantri. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tidak apa-apa. Sebenarnya ia menjadi ketakutan. Ketika seseorang memberitahukan bahwa Wira Sabet memasuki padukuhan ini, ia lari masuk dan singgah di rumah ini" "Nah, bukankah ia tidak mencari aku" sahut Tantri. "Tetapi bukankah seperti parang bermata dua. Ke sana menggores kemari menggores pula. Wisesa bersembunyi sekaligus datang menemuimu" berkata Sampurna sambil tertawa pula. "Ah sudah-sudah. Besok jika ia datang, aku tidak mau membuat minuman buatnya" berkata Tantri. Tiba-tiba saja Laksana memotong "Gigit saja telinganya sekali lagi, Tantri" Sampurna dan Manggada tertawa serentak. Tantri sendiri mengerutkan dahinya. Namun kemudian ia tertawa sambi! menjawab "Aku akan menggigit hidungnya" Keempatnya tertawa berkepanjangan. Manggada sempat berangan-angan mengenang masa kecilnya. Tantri saat itu memang nakal sekali, la senang berkelahi seperti anak lakilaki. Memanjat dan tingkah laku anak laki-laki yang lain. Namun kemudian Sampurnapun mempersilahkan mereka untuk duduk di serambi sambil berkata "Kita minum lagi. Atau barangkali di dapur ada makanan, biarlah Tantri mengambilnya" Demikianlah, merekapun duduk lagi di serambi. Tantri memang mengambil beberapa potong makanan di dapur. Ternyata ibunya masih mempunyai beberapa bungkus hawughawug dan nagasan. Ketika kemudian Tantri kembali ke dapur untuk membantu ibunya, maka Sampurna itupun berkata "Aku akan berkata http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kepada ayah. Apakah ayah bersedia berbicara dengan Wira Sabet dan Sura Gentong. Barangkali akan terdapat satu persetujuan yang memungkinkan mengurangi atau bahkan jika mungkin mengatasi ketegangan di padukuhan Gemawang" "Aku akan menjadi perantara" berkata Manggada "aku akan menemui paman Wira Sabet. Mudah-mudahan dalam waktu dekat, ia datang lagi ke padukuhan ini. Karena jika bukan ia yang datang, kita tidak dapat menemukan tempat tinggalnya" Sampurna mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Memang sulit untuk mencari tempat tinggalnya. Hal ini memang pernah disampaikan kepada ayah. Tetapi waktu itu ayah kurang memperhatikan karena menurut ayah kemungkinan penyelesaian dengan cara itu kecil sekali. Ayah menganggap bahwa Wira Sabet dan Sura Gentong tidak akan dapat diajak berbicara" "Aku akan mencoba. Besok, lusa dan hari-hari berikutnya aku akan datang ke rumah paman Wira Sabet" Demikianlah keduanya masih berbicara agak panjang tentang rencana itu sambil menunggu Ki Jagabaya pulang. Baru setelah mereka menghabiskan semangkuk minuman dan beberapa bungkus makanan, Ki Jagabaya itu datang. Bahkan Ki Jagabaya itu langsung duduk di serambi bersamasama dengan anak-anak muda itu. Sebelum Manggada dan Laksana berceritera tentang pertemuannya dengan Wira Sabet, Ki Jagabaya itu berkata "Aku mendengar bahwa kalian telah bertemu dan berbicara dengan Wira Sabet" "Ya. Ki Jagabaya" jawab Manggada "kami bertemu dengan paman Wira Sabet di rumahnya. Tetapi dari siapa Ki Jagabaya http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengetahui bahwa kami telah bertemu dan berbicara dengan paman Wira Sabet" "Aku bertemu dengan Ki Resadana. Ialah yang berceritera kepadaku bahwa kalian berdua telah melakukan sesuatu yang menurut ki Resadana tidak masuk akal" "Apakah Ki Jagabaya pergi ke rumah Paman Resa" bertanya Manggada pula. 0o-dw-o0 http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jilid 3 "TIDAK" jawab Ki Jagabaya "aku bertemu dengan Ki Resa di jalan ketika Ki Resadana sedang pergi ke rumahmu" "Ke rumahku?" bertanya Manggada dengan heran. "Ya. Ki Resadana ingin memberitahukan kepada ayahmu, bahwa kau baru saja mekakukan pekerjaan yang sangat berbahaya. Menurut Ki Resa, ia tidak sampai hati untuk tetap berdiam diri. Jika terjadi sesuatu atas kalian berdua, maka Ki Resadana akan ikut merasa bersalah" Manggada dan Laksana saling berpandangan sejenak. Sambil mengangguk-angguk Manggada itupun berkata "Ki Resa bermaksud baik. Tetapi paman Resadana tidak tahu maksudku yang sebenarnya meskipun aku sudah mengatakan. Aku berniat untuk menunjukkan kepada paman Wira Sabet bahwa ia bukan hantu di padukuhan ini" Ki Jagabaya tersenyum. Katanya "Ia akan mendapat penjelasan dari ayahmu" Manggada mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak menjawab lagi. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Yang kemudian berbicara adalah Sampurna. Ia menyampaikan pendapat Wisesa untuk mencoba berbicara dengan Wira Sabet dan Sura Gentong. Tetapi Ki Jagabaya berkata "Tidak ada gunanya. Kita hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga" Namun Sampurna itupun berkata "Manggada bersedia untuk melakukan pembicaraan pendahuluan ayah. Mungkin ada juga gunanya ayah menjajagi maksudnya" "Bukankah sudah jelas bagi kita, dan mereka datang untuk membalas dendam" Mereka dengan telah mengatur menimbulkan ketakutan dan ketegangan pada padukuhan ini. Mereka mengancam orang-orang padukuahn dengan segala macam cara" "Tetapi barangkali kedua orang itu akan dapat dihentikan dengan syarat tertentu. Mungkin mereka mengajukan syaratsyarat itu. Jika saja syarat itu masih wajar, bukankah kita akan dapat memenuhinya?" Ki Jagabaya memandang Manggada dengan kerut di dahi. Namun kemudian ia bertanya "Apakah kau ingin mencobanya?" "Jika Ki Jagabaya setuju, kami akan mencoba berbicara. Tetapi hasilnya, kami tidak dapat mengatakannya" Ki Jagabaya mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Jika kau ingin mencobanya, tetapi berhati-hatilah. Bagaimanapun juga kedua orang itu adalah orang-orang yang berbahaya. Bertahun-tahun mereka mempersiapkan diri untuk melakukan balas dendam. Karena itu, agaknya memang sulit untuk mencairkan maksud mereka itu. tetapi agaknya segala cara memang dapat dicoba" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Terima kasih atas kepercayaan Ki Jagabaya. Sebenarnya kami telah didorong untuk ikut membantu memecahkan persoalan-persoalan yang timbul sejauh dapat kami lakukan" "Aku mengerti Manggada. Karena itu sejak semula aku menghargai kesediaanmu itu. Tentu saja segala sesuatunya tidak hanya tergantung kepada kalian berdua" Dengan persetujuan Ki Jagabaya itu, maka Manggada dan Laksana kemudian harus mempersiapkan diri untuk melakukan tugas yang labih berat. Beberapa saat kemudian, maka keduanya itupun telah minta diri. Tantri dan Nyi Jagabaya telah datang pula ke serambi saat keduanya akan meninggalkan rumah itu. "Berhati-hatilah ngger "pesan Nyi Jagabaya. "Ya Nyi. Kami akan berhati-hati" jawab Manggada. Demikianlah, maka Manggada dan Laksana itupun meninggalkan rumah Ki Jagabaya. Di jalan pulang mereka tidak banyak bertemu dengan penghuni padukuhannya. Satu dua orang nampak turun ke jalan dengan tergesa-gesa. Kemudian hilang di balik pintu-pintu regol halaman. "Aku tidak pernah mendengar suara orang menumbuk padi" berkata Laksana. Manggada mengangguk. Katanya "Ya. Aku tidak tahu bagaimana caranya mereka mendapatkan beras. Mungkin mereka juga menumbuk padi, tetapi di dalam rumah atau di dapur, sehingga suaranya dapat sedikit diredam agar tidak terdengar dari jalan ini" Laksana mengangguk-angguk. Namun keduanya berhenti ketika mereka melihat seekor burung gelatik yang kakinya terikat benang terbang melintasi http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dinding halaman dan turun ke jalan. Tiba-tiba saja seorang anak muncul dari balik pintu regol. Agaknya gelatik itu adalah milik anak itu yang terlepas saat diunda benang. Tetapi demikian anak itu melihat Manggada dan Laksana, maka serta merta anak itu kembali masuk ke halaman. Manggada sempat menangkap burung yang tidak dapat terbang jauh itu. Kemudian mendorong pintu regol untuk menyerahkan gelatik itu pada pemiliknya. Namun ia tidak melihat seseorang di halaman itu lagi. Karena itu, maka Manggada dan Laksanapun telah masuk pula ke halaman. Sambil mengetuk pinju rumah itu Manggada berkata "Aku mengembalikan burung yang terlepas itu. Bukalah pintu rumahmu. Aku tidak apa-apa. Jangan takut" Manggada dan Laksana mendengar anak itu merengek. Karena itu, ia mengulangi "Ini gelatikmu adik kecil" Pintu rumah itu akhirnya terbuka. Seorang laki-laki berdiri di muka pintu rumah itu. Sejenak Manggada termangu-mangu. Namun kemudian sambil tersenyum ia berdesis "Timbang. Bukankah kau Timbang yang rambutnya selalu dicukur dengan kuncung diubun-ubun?" Orang itu memandang Manggada dengan tajamnya. Namun Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kemudian iapun tertawa pula sambil berkata "Manggada. Kau tentu Manggada yang sudah sejak lama tidak nampak di padukuhan ini" "Ya, aku Manggada. Dan ini adalah adik sepupuku, Laksana" "Marilah, masuklah "Timbang itu mempersilahkan. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Demikianlah, maka kedua orang anak muda itu duduk di ruang depan rumah Timbang yang tidak terlalu besar. Namun rumah yang sederhana itu nampak terpelihara rapi. Sementara itu seorang anak berdiri termangu-mangu didepan pintu ruang dalam. "Siapakah anak ini?" bertanya Manggada. "Anakku" jawab Timbang. "Anakmu" Jadi kau sudah mempunyai anak?" Timbang tersenyum sambil berkata "Ya. Aku kawin muda" "Siapakah isterimu" Apakah juga anak padukuhan ini?" bertanya Manggada. "Ya. Dari padukuhan ini. Tetapi tentu sudah bukan anakanak lagi" jawab Timbang. "Siapakah isterimu itu?" bertanya Manggada. Wajah Timbang itu menjadi kemerah-merahan. Ia sudah menduga bahwa Manggada tentu akan mentertawakannya. Namun demikian, Timbang itupun kemudian menjawab "Perti" Sebenarnyalah Manggada tertawa. Katanya "Aku sudah mengira. Isterimu itu tentu Perti. Sejak kecil kalian selalu berdua. Bahkan kadang-kadang memisahkan diri dari kelompok anak-anak yang sedang bermain" Timbang juga tertawa. Sementara itu Manggada bertanya "Dimana isterimu sekarang, he" Ia tentu tidak akan lupa kepadaku, meskipun sudah lama tidak bertemu" Timbang memang agak ragu-ragu. Katanya "Mungkin ia malu menemuimu" "Kenapa" Jika ia tidak mau keluar, aku akan mencarinya ke dalam" berkata Manggada. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Timbang tertawa. Tetapi iapun kemudian bangkit berdiri. Tetapi sebelum ia beranjak pergi, Manggada berkata "Ini gelatik anakmu yang lepas dan terbang keluar halaman". Timbang tertegun. Namun kemudian ia berlutut di sebelah anaknya sambil berkata "Nah, mendekatlah. Paman itu baik. Ia akan mengembalikan gelatikmu yang terlepas" Anak itu memang ragu-ragu. Namun kemudian iapun melangkah mendekati. Ia menerima burung gelatik yang masih terikat benang yang diberikan oleh Manggada. Namun ayahnyapun berkata "Kau harus mengucapkan apa?" Anak itu memandang wajah Manggada. Wajah itu memang nampak bening dan tidak menakutkan. Karena itu maka anak itupun berkata "Terima kasih, paman" "Bagus" sahut Manggada sambil menepuk pipi anak itu "kau akan menjadi anak yang pandai" Anak itupun kemudian segera berlari masuk ke ruang dalam. Sementara Manggada berkata "Ia akan menjadi anak pandai. Berbeda dengan kau waktu kecil. Pemalu dan sedikit pemarah. Jika ada anak yang nakal terhadap Perti, kau langsung memukulnya, tidak peduli anak itu jauh lebih besar dari kau sendiri" "Ah, tidak" jawab Timbang sambil memandangi Laksana yang tersenyum-senyum. Katanya kemudian kepada Laksana "Kakak sepupumu ini termasuk anak yang paling suka berkelahi di masa kecilnya. Tetapi ia mempunyai kelebihan. Ia anak yang bandel. Jarang menangis meskipun ia menderita kesakitan yang sangat. Mungkin berkelahi, mungkin dilempar batu anak-anak nakal atau bahkan terjatuh dari pepohonan" Laksanapun tertawa mendengarnya. Ia percaya akan ceritera itu. Manggada sampai dewasanya termasuk anak http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ muda yang mempunyai daya tahan yang sangat tinggi. Pandai memanjat dan memiliki ketrampilan sebagai perkembangan kebiasaan berkelahi di masa kecilnya" Tetapi Manggada itu sendiri berkata "Aku bukan termasuk anak yang suka berkelahi. Hitung. Bukankah aku jarang sekali berkelahi?" Timbangpun tertawa. Namun Manggada berkata pula "Mana Perti itu" Atau aku yang mencarinya sampai kedapur?" Timbang tidak dapat berbuat lain. Iapun kemudian masuk ke ruang dalam rumahnya untuk memanggil isterinya. Perti yang ada di dapur juga tidak dapat menolak ketika suaminya membimbingnya ke ruang depan rumahnya yang tidak besar itu. Kepada isterinya Timbang berkata "Lebih baik kau kesana daripada Manggada melihat isi rumah dan dapur kita" Perti memang menjadi tersipu-sipu. Tetapi iapun kemudian muncul juga di ruang depan. "Nah" berkata Manggada sambil bangkit berdiri "tetapi aku yakin, bahwa yang ini bukan sekedar bermain-main" Perti menunduk untuk mnyembunyikan wajahnya yang kemerah-merahan. Namun kemudian dengan suara lirih ia bertanya "Kapan kau kembali Manggada?" "Baru beberapa hari" jawab Manggada yang kemudian telah dipersilahkan untuk duduk kembali. "Kemana kau selama ini?" bertanya Perti kemudian. "Aku berada di rumah paman. Ini adik sepupuku, putra paman itu" jawab Manggada. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Perti menganggukkan kepalanya. Namun ia masih saja banyak menunduk. Manggadalah yang kemudian bertanya "Tetapi bukankah rumahmu dahulu tidak disini, Timbang?" "Ya. Rumah orang tuaku ada di sebelah tikungan itu. Tetapi setelah kami berkeluarga, maka kami membuat gubug kecil ini di tanah milik kakek" jawab Timbang. "Ternyata kalian telah pantas disebut ayah dan ibu" berkata Manggada kemudian. "Kau pun sudah pantas" desis Perti. Manggada tertawa. Sementara Timbang mengingat-ingat "Anak perempuan yang manakah yang di masa kecilmu selalu dekat denganmu di setiap permainan?" "Aku dekat dengan semua kawan-kawanku, laki-laki atau perempuan" jawab Manggada. Tetapi Perti itu berkata "Kau sering berkelahi dengan Tantri waktu kau kecil" Manggada tertawa. Katanya "Ya, justru berkelahi" Demikianlah, beberapa saat mereka sempat berbicara tentang masa kecil mereka. Namun kemudian Perti itu berkata "Baiklah. Silahkan duduk. Aku akan pergi ke dapur. Mungkin kalian haus" "Tidak. Terima kasih. Aku baru saja minum" jawab Manggada yang bahkan kemudian berkata "Aku justru akan minta diri" "Kau pergi kemana saja Manggada?" bertanya Timbang. "Melihat-lihat keadaan padukuhan ini. Nampaknya terlalu sepi dan suasananya tidak menarik" jawab Manggada. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apakah kau sudah tahu sebabnya?" bertanya Timbang pula. "Sudah. A ku sudah mengatahui sebabnya" jawab Manggada "karena itu aku sedang mencari kawan-kawan bermain yang bersedia ikut memecahkan persoalan ini" "Apa maksudmu?" bertanya Timbang. "Kita harus mencegah suasana seperti ini berkepanjangan. Suasana padukuhan ini harus dikembalikan seperti sediakala. Tenang, tenteram, tetapi hidup dan beriak" jawab Manggada. "Apakah kau belum tahu bahwa persoalannya mempunyai hubungan dengan dendam Wira Sabet dan Sura Gentong?" bertanya Timbang. "Ya. Aku sudah tahu. Karena itu, kami berdua berniat untuk berbicara dengan Wira Sabet dan Sura Gentong untuk mendapatkan penyelesaian yang tuntas sehingga suasana yang tidak menentu ini tidak berkepanjangan. Bayangkan, bahwa sawah dan ladang tidak terpelihara dengan baik sekarang ini. Parit dan jalan-jalan tidak terawat karena semua orang berada dalam ketakutan. Jika keadaan seperti ini berlangsung lama, maka kesejahteraan penghuni padukuhan ini akan menjadi semakin lama semakin menurun. Hasil sawah akan susut dan pategalan bahkan tidak tergarap. Semua orang keluar dari rumahnya dengan tergesa-gesa karena mereka menghindari Wira Sabet dan Sura Gentong" berkata Manggada dengan sungguh-sungguh. "Itu tugas para bebahu. Disini ada Ki Bekel, Ki Jagabaya dan bebahu yang lain. Biarlah mereka mencari penyelesaian. Kita tinggal menunggu" jawab Timbang. Tetapi Manggada berkata sambil tertawa "Kenapa kau tidak marah-marah kepada Wira Sabet dan Sura Gentong seperti http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ masa kanak-kanakmu. Kau sama sekali tidak dapat tersinggung selembar benang pakaianmu. Kecuali oleh Perti" "Ah" Timbang tersenyum. Sementara itu Manggada berkata selanjutnya "Sudahlah. Kami mohon diri. Jika untuk sementara kau masih belum ingin untuk melibatkan diri, berdoa sajalah bagi kami. Mudahmudahan kami dapat menemukan jalan keluar dari persoalan ini" Wajah Timbang menegang. Kemudian katanya "Manggada. Untuk waktu yang lama kau meninggalkan padukuhan ini. Karena itu kau tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi disini. Karena itu, demi persahabatan kita sejak masa kanak-kanak, aku ingin memberikan peringatan kepadamu, bahwa sebaiknya kau urungkan saja niatmu untuk ikut mencampuri urusan ini" Sebelum Manggada menjawab, Pertipun berkata "Manggada. Tidak seorangpun yang berani berbuat sesuatu disini. Bahkan nampaknya Ki Bekelpun tidak" "Baiklah" sahut Manggada "aku akan memperhatikan pendapatmu. Terima kasih atas kebaikan hatimu, karena aku tahu, peringatan itu kau berikan karena kau masih tetap menganggap aku sahabatmu sebagaimana di masa kanakkanak itu" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Demikianlah, maka Manggada dan Laksanapun segera minta diri. Dielusnya kapala anak Timbang itu sambil berkata "Jangan kau lepaskan lagi burung gelatikmu, adik kecil" Anak itu mengangguk, sementara Manggada berkata pula "Paman minta diri, ya" Anak itu mengangguk lagi. Timbang dan Perti mengantar Manggada dan Laksana sampai ke pintu regol. Namun demikian keduanya turun ke jalan, maka Timbangpun segera menutup pintu regol itu. Tetapi tidak diselarak sebagaimana pintu-pintu regol halaman rumah yang lain. Disepanjang jalan pulang, Manggada dan Laksana masih saja memperbincangkan sikap orang-orang padukuhan itu. Tetapi keduanya tidak dapat mengingkari kenyataan, betapa penghuni padukuhan itu dicengkam oleh ketakutan. Demikianlah, beberapa saat kemudian, Manggada dan Laksana telah sampai ke rumah. Demikian mereka masuk ke ruang dalam, maka Ki Kertasanapun memberi isyarat agar keduanya ikut duduk bersama di amben besar di ruang itu bersama Ki Citrabawa dan Ki Pandi. Dengan nada datar Ki Kertasanapun berkata "Baru saja Ki Resa pulang" "Ki Resadana, maksud ayah?" bertanya Manggada. "Ya. Ke Resa yang rumahnya di sebelah rumah Wira Sabet" Manggada dan Laksana saling berpandangan sejenak. Namun kemudian Manggada itupun bertanya "Apa yang dikatakannya?" "Aku tahu, ia bermaksud baik. Ia mencoba untuk memperingatkan kami, orang-orang tua ini. bahwa kau telah http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ melakukan satu perbuatan yang tidak dapat dimengerti oleh Ki Resa bahkan orang-orang sepadukuhan" "Ya. Ki Resapun sudah langsung memperingatkan aku" "Kau harus tahu. bahwa maksud Ki Resa itu baik" berkata Ki Kertasana kemudian. "Ya. Kami mengerti. Lalu, apa yang ayah katakan kemudian kepadanya?" bertanya Manggada. "Aku hanya dapat mengucapkan terima kasih dan berjanji untuk menyampaikan pesannya kepada kalian berdua" jawab Ki Kertasana. Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Namun kemudian Manggada pun telah menceriterakan kesediaannya untuk berbicara dengan Wira Sabet. "Ki Jagabaya telah mnyetujuinya" berkata Manggada. Ki Kertasana menarik nafas panjang. Kamudian katanya "Memang satu langkah yang berbahaya" "Satu kemungkinan ayah" berkata Manggada "jika kemungkinan ini gagal, maka agaknya tidak ada kemungkinan lain kecuali dengan kekerasan. Cara yang sebaiknya dihindari sejauh-jauhnya. Namun yang justru merupakan cara yang paling sering dipergunakan oleh banyak orang" Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ki Kertasana mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Jika kalian merasa mampu melakukannya. Namun orang-orang tua hanya dapat berpesan agar kalian sangat berhati-hati. Sesuatu yang tidak terduga mungkin akan terjadi" "Baiklah ayah" jawab Manggada "besok aku akan berusaha menemui paman Wira Sabet. Kami memang berharap bahwa yang dapat kami temui mula-mula adalah paman Wira Sabet. Bukan paman Sura Gentong" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ki Kertasana memang sependapat. Katanya "Agaknya Wira Sabet memang tidak segarang Sura Gentong. Apalagi kesalahan ini bermula dari tingkah laku Sura Gentong. Saat itu Wira Sabet hanya membela adiknya yang dalam keadaan terjepit. Tetapi ternyata ia sudah melukai Ki Jagabaya sehingga karena itu, maka ia telah menjadi buruan pula pada waktu itu. Namun setelah bertahun-tahun berlalu, maka keduanya kembali tidak lagi sebagai buruan, tetapi justru sebagai orang-orang yang sangat ditakuti" "Tetapi bukankah belum pernah ada orang yang membuktikan atau menjajagi kemampuan mereka yang sebenarnya?" bertanya Laksana tiba-tiba. "Nampaknya memang belum. Tetapi sikapnya, kawankawan yang dibawanya serta saudara-saudara seperguruannya telah meyakinkan orang-orang padukuhan ini, bahwa Wira Sabet dan Sura Gentong adalah orang-orang yang sangat ditakuti" Manggada mengangguk-angguk. Sementara Laksanapun berkata "Cara mereka menakuti-nakuti orang-orang padukuhan ini memang pantas mendapat pujian, paman" Ki Kertasana tidak membantah. Namun satu kenyataan bahwa seluruh isi padukuhan itu menjadi ketakutan kecuali Ki Jagabaya dan anak laki-laki. Bahkan Nyi Jagabaya dan Tantri nampaknya juga tidak menjadi ketakutan. Meskipun membayang juga kecemasan. Ternyata anak laki-laki Ki Jagabaya itu selalu membawa keris meskipun ia sedang di rumah. Demikianlah, maka Manggada dan Laksana sudah sepakat, di keesokan harinya, mereka akan berada di halaman rumah Wira Sabet lagi. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Mudah-mudahan Wira Sabet melihat halaman rumahnya yang kotor itu" berkata Laksana. Di malam hari, ketika Manggada dan Laksana duduk di serambi, Ki Pandi telah duduk pula bersama mereka. Ketiganya berbincang tentang kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi jika Wira Sabet dan Sura Gentong tidak dapat diajak berbicara "Kita harus bersepakat dengan Ki Jagabaya. Jika terjadi sesuatu, maka baik pada keluarga Ki Jagabaya, maupun keluarga kita disini, masing-masing membunyikan tanda bahaya. Jika kekuatan kita dan kekuatan yang ada di rumah Ki Jagabaya bergabung, mungkin akan dapat mengatasi kekuatan Wira Sabet dan kawan-kawannya, termasuk Ki Sapa Aruh" berkata Laksana. "Kita disini mempunyai banyak kawan" sahut Manggada "sedangkan Ki Jagabaya hanya dua orang, tetapi isyarat itu mungkin akan mempunyai pengaruh yang lebih luas jika perlawanan memang sudah terjadi" Dalam pada itu, Ki Pandipun berkata "Yang penting memang keluarga ki Jagabayalah yang harus membunyikan isyarat jika terjadi sesuatu atas keluarga mereka. Tetapi Nyi Jagabaya dan anak perempuannya tentu termasuk orangorang yang berani" "Apakah Tantri memiliki kelebihan sebagaimana Winih?" tiba-tiba Laksana bertanya. "Aku kira tidak" jawab Manggada "Tantri tidak pernah meninggalkan rumahnya. Jika ia memiliki kemampuan tentu hanya warisan dari ayahnya. Mungkin serba sedikit Tantri memiliki bekal untuk membela diri" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Baiklah" berkata Laksana "besok kita menemui Wira sabet, kemudian memberikan laporan kepada Ki Jagabaya" Demikian seperti yang mereka rencanakan, maka ketika matahari mulai memanjat kaki langit, Manggada dan Laksanapun telah bersiap. Setelah makan pagi, maka mereka berdua telah pergi ke halaman rumah Wira Sabet. Ketika Ki Resa melihat keduanya, ia menjadi terkejut, Setelah melihat tidak ada orang lain di sepanjang jalan, maka iapun medekati Manggada dan Laksana sambil berkata "Aku kemarin pergi ke rumahmu. Apakah ayahmu tidak mengatakan sesuatu?" "Ya, paman. A yah memang menyampaikan pesan bagi kami berdua. Bahkan ayah juga sudah berpesan, agar kami tidak datang kembali ke halaman rumah ini" jawab Manggada. "Jadi kenapa kau kembali lagi?" desak Ki Resa. "Kami masih saja selalu ingin berbicara dengan paman Wira Sabet" jawab Manggada. "Sekali lagi aku peringatkan, ngger. Itu sangat berbahaya" "Kami mengucapkan terima kasih paman. Sebagaimana ayah katakan, maksud paman memang baik. Tetapi kami mempunyai pertimbangan tersendiri paman" Ki Resa menarik nafas dalam-dalam. Namun dalam pada itu, dua orang berjalan tergesa-gesa melewati jalan di muka rumah Wira Sabet. Ketika Ki Resa bertanya, apa yang terjadi, maka seorang di antara mereka menjawab "Wira Sabet dan anaknya bersama dua orang pengawalnya akan lewat jalan ini" Kedua orang itu tidak berhenti. Tetapi merekapun berjalan semakin cepat. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dalam pada itu Ki Resapun menjadi gelisah. Katanya "Marilah ngger. Masuk ke rumahku" Tetapi Manggada tersenyum sambil menjawab "Aku disini saja, paman" Karena Manggada dan Laksana tetap tidak mau ketika Ki Resa mendesak, maka Ki Resa sendiri dengan tergesa-gesa masuk ke regol sambil bergumam "Anak-anak yang keras kepala" Sepeninggal Ki Resa, maka Manggada dan Laksanapun telah duduk di tangga rumah Wira Sabet yang tidak terpelihara itu. Namun bagaimanapun juga, keduanya memang menjadi berdebar-debar. Tetapi karena keduanya sudah bertekad untuk menjadi penghubung antara bebahu padukuhan itu dengan Wira Sabet, maka mereka benar-benar berusaha untuk dapat berbicara. Demikianlah, seperti yang dikatakan oleh kedua orang yang dengan tergesa-gesa melintas di jalan di depan rumah itu, maka Wira Sabet benar-benar telah lewat. Bahkan kemudian berhenti dan melangkah memasuki halaman rumahnya. Wira Sabet terkejut ketika ia melihat kedua orang anak muda itu sudah duduk di tangga rumahnya. "Maaf paman. Pagi-pagi kami sudah ada disini. Kami memang tidak mempunyai pekerjaan apapun di rumah. Karena itu, maka kami segera teringat pohon duwet dan pohon manggis yang kebetulan sedang berbuah" berkata Manggada. Wira Sabet tidak sempat menjawab. Tiba-tiba saja Manggada yang melihat anak Wira Sabet yang datang bersama ayahnya itu dengan serta merta telah menyapanya http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "He, kau Pideksa. Seperti namamu, kau tumbuh menjadi seorang anak muda yang gagah" Manggada memang sebenarnya agak ragu. Apakah Pideksa itu masih juga seperti masa kecil mereka, saat mereka bermain bersama dan sekali-sekali bertengar dan berkelahi, namun kemudian bermain kembali. Tetapi ternyata Pideksa itupun menanggapi. Meskipun anak muda itu harus mengingat sejenak. Tetapi iapun segera melangkah mendekati sambil berkata "Manggada. Bukankah kau Manggada" "Ya" jawab Manggada yang melangkah mendekat sambil berkata "Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Baru beberapa hari aku pulang dari rumah pamanku. Dan ini adalah adik sepupuku" Pideksa memandang Laksana sekilas. Ketika Laksana mengangguk, maka Pideksapun mengangguk pula. "Aku memang mendengar kau baru saja pulang" jawab Pideksa kemudian. "Aku merasa rindu pada kampung halamanku" berkata Manggada. Pideksa mengangguk-angguk. Namun katanya kemudian "Aku juga sudah lama meninggalkan padukuhan ini. Sekarang aku juga ingin pulang kembali" "Padukuhan ini akan menjadi ceria kembali. Kita akan membangunkan keceriaan masa kanak-kanak kita" berkata Manggada. "Tetapi keadaan sudah berubah" berkata Pideksa yang kemudian berpaling kepada ayahnya. Katanya "Harus ada pembaharuan di padukuhan ini" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aku sudah pernah mengatakannya kepada Manggada" berkata Wira Sabet. "Jadi ayah pernah bertemu dengan Manggada sebelumnya?" bertanya Pideksa. "Ya. Bukankah aku sudah mengatakannya" Karena itu, aku sengaja mengajakmu. Bukankah kalian kawan bermain di masa kanak-kanak" Pideksa mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Kami adalah kawan bermain di masa kanak-kanak. Tetapi apakah kami masih akan dapat bersahabat seperti di masa kanak-kanak itu?" "Kenapa tidak?" bertanya Manggada. "Sudah aku katakan. Keadaan sudah berubah" jawab Pideksa. Lalu katanya pula "Kita harus berani berbuat sesuatu untuk membangunkan orang-orang padukuhan ini yang tertidur" "Aku sependapat" jawab Manggada dengan serta merta "jika kita, maksudku, anakanak muda bangkit untuk berbuat sesuatu yang berarti, maka segala sesuatunya tentu akan segera menjadi baik" "Kalian tidak perlu berbicara tentang perubahan-perubahan. Itu sudah kami pikirkan. Kalian akan menerima perintahperintah untuk malakukan tugas-tugas kalian" berkata Wira Sabet kemudian. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tetapi ayah memerlukan pikiran dan pendapat anak-anak muda" sahut Pideksa. "Itu akan dilakukan kemudian" jawab Wira Sabet "tetapi kamilah yang akan meletakkan dasar-dasar pembaharuan itu" "Itulah yang ingin kami bicarakan dengan paman" berkata Manggada meskipun dengan agak ragu. Wira Sabet mengerutkan keningnya. Dipandanginya Manggada dan Laksana yang baginya merupakan orang-orang aneh di padukuhan itu. Keduanya sama sekali tidak menjadi ketakutan melihat kedatangannya. Namun Wira Sabet berpendapat, mungkin karena kedua orang anak muda itu masih belum tahu benar, apa yang telah terjadi di padukuhan itu. "Apa yang ingin kau bicarakan dengan ayah?" justru Pideksalah yang bertanya. Manggada termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata "Paman, aku mohon waktu sejenak untuk berbicara dengan paman. Persoalannya memang demikian mendesak, sementara kami belum tahu dimana paman tinggal" Wajah Wira Sabet berkerut. Sementara itu, dua orang pengikutnyapun memperhatikan Manggada dengan sungguhsungguh. "Kalian akan berbicara tentang apa?" bertanya Wira Sabet meskipun ia tidak begitu senang mendengarnya. "Tentang padukuhan kita ini, paman" jawab Manggada. Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sudah aku katakan, biarlah kami yang meletakkan dasardasar dari perubahan-perubahan yang perlu bagi padukuhan kita. Kalian dan orang-orang padukuhan ini tinggal http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ melaksanakan belandaskan dasar-dasar yang akan kami letakkan itu" Manggada dan Laksana justru melangkah mendekati Wira Sabet, sementara Pideksapun telah bergeser pula. "Paman" berkata Manggada "kami mohon waktu sebentar saja untuk menyampaikan satu pesan" Wira Sabet termangu-mangu sejenak. Namun Pideksalah yang kemudia bertanya "Pesan apa dan dari siapa?" Manggada memandang Wira Sabet sejenak. Ia masih berpengharapan bahwa Wira Sabet akan mau mendengarkannya. Sebenarnyalah Wira Sabet itu berkata "Katakan" "Paman. Di padukuhan ini masih terdapat bebahu-bebahu yang sampai saat ini masih tetap diakui kedudukannya. Karena itu, bukankah lebih baik jika diselenggarakan satu pembicaraan antara paman dan para bebahu" Menurut keterangan yang kami dengar, padukuhan ini tiba-tiba saja telah dicengkam oleh satu keadaan yang tidak pasti. Satu dengan yang lain tidak mengetahui apa yang dikehendaki oleh masing-masing pihak. Akibatnya adalah kebekuan dan ketegangan seperti sekarang ini. Bahkan padukuhan ini seakan-akan sedang diambah oleh wabah yang sangat menakutkan sehingga setiap orang tidak berhubungan yang satu dengan yang lain. Jika keadaan ini berlangsung lebih lama, maka kehidupan di padukuhan ini akan berhenti" Wajah Wira Sabet menjadi tegang. Ia menjadi semakin heran menghadapi sikap kedua orang anak muda itu. Sementara itu, Manggadapun berkata selanjutnya "Karena itu paman, maka diperlukan satu pemecahan. Harus ada jalan keluarnya, agar kehidupan di padukuhan ini dapat kembali http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ seperti sediakala. Kanak-kanak dapat bermain dengan bebas di halaman dan bahkan di jalan-jalan padukuhan. Orang-orang pergi ke sawah dan pategalan tanpa dibayangi oleh ketakutan dan kecemasan. Perempuan yang ditinggal suami pergi ke sawah tidak dihantui oleh hal-hal yang tidak dimengerti" Kening Wira Sabet menjadi semakin berkerut. Namun Manggada itu masih berkata pula "Paman. Jika paman bersedia, maka para bebahu menghendaki untuk berbicara mencari pemecahan yang paling baik bagi padukuhan ini" Wira Sabet menjadi semakin tegang. Namun kemudian iapun bertanya dengan nada berat "Siapa yang memberikan pesan itu" Siapa pula yang menyatakan bersedia untuk melakukan pembicaraan dengan kami?" "Ki Jagabaya" jawab Manggada "jika paman bersedia, maka dapat ditentukan, kapan pembicaraan itu dilakukan dan dimana" Wira Sabet itupun menggeram. Dengan lantang ia berkata "Kau kira aku seorang yang dungu?" Manggada mengerutkan dahinya. Namun kemudian ia berkata "Mungkin akulah yang dungu. Tetapi mengapa?" "Ki Jagabaya tentu berusaha menjebakku. Ia masih menyimpan dendam di hatinya, karena aku pernah melukainya. Saat itu aku memang tidak sengaja. Dalam keadaan yang hiruk pikuk, maka golok di tanganku telah menggores dadanya, sehingga sebuah luka yang agak dalam menyilang panjang" "Tetapi Ki Jagabaya tidak pernah mengatakannya. Yang disebutnya adalah satu usaha untuk memecahkan satu persoalan yang kini mencengkam padukuhan ini. Tatanan kehidupan yang porak poranda. Kecemasan dan ketakutan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang mencengkan serta ketimpangan-ketimpangan lain yang perlu dibenahi" "Tetapi itu semua hanyalah lamis. Yang sebenarnya adalah, Ki Jagabaya itu ingin membalas dendam dengan cara yang paling licik. Ia tidak berani menentangku perang tanding atau cara lain yang lebih jantan" "Memang tidak, paman" sahut Manggada "Ki Jagabaya memang berusaha untuk mencari pemecahan masalah dengan mengesampingkan penggunaan kekerasan" "Itu dilakukan karena ia berada dalam ketakutan" Wira Sabet hampir berteriak. "Mungkin paman benar. Ki Jagabaya memang dicengkam oleh ketakutan. Bukan saja bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi seisi padukuhan ini. Karena jika keadaan ini berlangsung lama, maka seperti yang aku katakan tadi, kehidupan di padukuhan ini akan menjadi semakin surut. Orang-orang padukuhan ini akan menjadi kekurangan pangan, kehilangan kesempatan dan akhirnya menjadi putus asa" "Itu adalah salah mereka sendiri. Jika mereka tidak bertindak sewenang-wenang dan tidak merasa bersalah, maka mereka tidak akan merasa ketakutan" "Ketakutan atas dendam dan kebencian terhadap mereka?" "Itu adalah bayangan di kepala mereka masing-masing. Tidak ada yang mendendam dan tidak ada yang menaburkan kebencian. Jika yang dimaksudkan mendendam dan menyebarkan kebencian itu adalah aku dan adikku, maka yang sebenarnya kami berdua hanya ingin membuat satu langkah pembaharuan justru untuk kesejahteraan padukuhan ini" berkata Wira Sabet. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dalam pada itu Pideksapun menyambung "Nah, meskipun kau anak padukuhan ini, tetapi kau dalam persoalan ini dapat dianggap orang baru yang salah menilai keadaan" Tetapi Manggada menjawab "Tetapi justru karena kesalahpahaman itu itulah, maka aku semakin yakin bahwa pertemuan dan pembicaraan itu perlu dilakukan. Dengan saling memberikan penjelasan maka persoalannya akan dapat diluruskan. Bahkan mungkin rancangan paman tentang pembaharuan itu justru akan mendapat dukungan dari para bebahu padukuhan ini" Wira Sabet termangu-mangu sejenak. Namun Pideksalah yang kemudian menyahut "Mungkin pikiran Manggada ada juga benarnya ayah. Jika keinginan ayah dan paman Sura Gentong dapat dimengerti dan diterima oleh para bebahu, bukankah tidak ada alasan untuk menitikkan keringat dan apalagi darah" Wira Sabet masih nampak ragu-ragu. Namun kemudian katanya "Aku akan membicarakannya dengan pamanmu Sura Gentong dan Ki Sapa Aruh" "Jika demikian, maka besok kita akan menemui Manggada lagi" berkata Pideksa. "Baiklah. Besok kau tunggu aku disini pada waktu seperti ini. Aku akan memberikan keterangan tentang pendapatmu itu" "Terima kasih paman" jawab Manggada. "Sekarang, aku aku akan kembali untuk membicarakannya" berkata Wira Sabet itu sambil melangkah. Namun Manggada itu berkata "Paman, bukankah aku masih diijinkan untuk mengambil duwet?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ambillah seberapa kau suka" jawab Wira Sabet. "Terima kasih paman" jawab Manggada. Namun kemudian Manggada itupun masih bertanya kepada Pideksa "Pideksa, apakah kau masih juga sering mencari ikan dan ketam di sungai kecil itu?" Pideksa yang juga sudah melangkah mengikuti ayahnya berhenti dan berpaling. Sambil tertawa ia berkata "Itu terjadi masa kanak-kanak kita Manggada. Sekarang kita sudah berubah. Kau tentu tidak pernah pula turun ke sungai untuk mencari ketam dan ikan sejak kau pulang" Manggada mengerutkan keningnya. Namun iapun kemudian tertawa. Ketika Pideksa sudah akan melangkah, Manggada bertanya lagi "Pideksa, apakah kau masih sering bertemu dengan Timbang, Wisesa dan barangkali Sampurna" Apakah kau juga pernah singgah di rumah paman Resa sebelah?" Pideksa tertawa berkepanjangan. Katanya "Mereka tidak pernah nampak. Tetapi akupun jarang sekali datang ke padukuhan ini. Tidak tentu sepuluh hari atau setengah bulan sekali. Meskipun demikian, aku tahu, kau masih juga anak yang paling berani di antara kawan-kawan kita bermain, Manggada" "Apa hubungannya dengan keberanian?" bertanya Manggada. "Aku melihat jawabnya di senyummu itu" jawab Pideksa. Pideksa tidak menunggu jawaban Manggada. Iapun kemudian telah melangkah pergi mengikuti ayahnya yang sudah turun ke jalan. Kedua orang kawan ayahnya yang menyertai merekapun segera pergi pula meninggalkan halaman rumah yang kotor itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ternyata Wira Sabet tidak meneruskan perjalanannya mengelilingi padukuhan itu seperti kemarin. Tetapi Wira sabet telah melangkah kembali ke arah darimana ia datang. Sepeninggal Wira Sabet, anaknya dan kawan-kawannya, maka Laksanapun bergumam "Anak itu cukup cerdik" "Ya. Sejak kanak-kanak ia memang terhitung cerdik, tetapi juga licik. Aku tidak tahu apa sebenarnya yang bermain di kepalanya. Apakah ia sejalan dengan sikap ayah dan pamannya atau ada perbedaan-perbedaan yang berarti. Namun bagaimanapun juga, kita harus berhati-hati terhadapnya" sahut Manggada. "Nah, sekarang apa yang akan kita lakukan?" "Kita pergi ke rumah Ki Jagabaya. Tetapi kita akan singgah sebentar di rumah Ki Resa sebelah" "Untuk apa?" bertanya Laksana. "Paman Resa tentu menjadi cemas tentang nasib kita. Karena itu, jika ia melihat kita tidak mengalami sesuatu, maka ia akan menjadi tenang" jawab Manggada. Sebenarnyalah mereka berdua telah singgah di rumah Ki Resa. Demikian mereka dipersilahkan masuk ke ruang dalam, maka Ki Resa itupun berkata "Hatiku tinggal sebesar biji sawi ngger. Aku cemas apakah kalian tidak mengalami nasib buruk" "Ternyata kami tidak mengalami perlakuan buruk, paman. Kita dapat berbicara dengan lebih terbuka. Bahkan Pideksa masih tetap mengenal aku sebagai kawannya bermain di masa kanak-kanak" "Beruntunglah kau" berkata Ki Resa. Namun katanya kemudian "Meskipun demikian, aku tetap memperingatkanmu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jauhi orang itu sebelum kau mengalami perlakuan yang tidak diharapkan" "Aku berharap bahwa usahaku untuk mendekatinya berhasil, paman" jawab Manggada yang kemudian minta diri untuk meninggalkan rumah Ki Resadana. Ki Resadana hanya dapat menggelengkan kepalanya. Sekali lagi ia bergumam "Anak-anak yang keras kepala" Dalam pada itu, Manggada dan Laksanapun telah pergi ke rumah Ki Jagabaya. Mereka ingin melaporkan hasil pertemuan mereka dengan Wira Sabet. Nampaknya pertemuan antara Wira Sabet dan bebahu padukuhan itu mungkin dilakukan. Namun masih tergantung pada Sura Gentong yang sikapnya lebih keras dari Wira Sabet. Apalagi kesalahan utama pada saat mereka terusir adalah pada Sura Gentong itu. Demikianlah keduanya telah menyusuri jalan-jalan sepi sebagaimana mereka lihat sehari-hari. jika ada satu dua orang lewat, tentu dengan tergesa-gesa. Bahkan dibayangi oleh perasaan takut dan was-was. Mereka merasa bahwa setiap saat dapat terjadi malapetaka atas diri mereka. Ketika Manggada dan Laksana memasuki halaman rumah Ki Jagabaya dan kemudian pergi ke pintu seketeng, maka seperti biasanya pintu itu tertutup dan agaknya diselarak. Karena itu, maka Manggadapun telah mengetuk pintu seketeng itu agak keras. Untuk beberapa saat Manggada dan Laksana menunggu. Baru kemudian mereka mendengar langkah kaki seseorang mendekati pintu seketeng. "Siapa?" terdengar seseorang bertanya. Manggada dan Laksana segera mengetahui bahwa yang betanya itu Sampurna, anak Ki Jagabaya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Karena itu, maka iapun menjawab "Aku, Manggada dan Laksana" Sampurnapun mengenali suara itu. Karena itu, maka tanpa Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ragu-ragu iapun telah mengangkat selarak pintu seketeng itu. Demikian pintu itu terbuka, maka Sampurnapun mempersilahkan Manggada dan Laksana masuk. Setelah pintu seketeng itu diselarak lagi, maka Sampurnapun mengajak mereka langsung ke serambi. Laksana mengerutkan dahinya ketika melihat Wisesa telah duduk di serambi itu pula. Sampurnalah yang kemudian berkata "Wisesa memenuhi janjinya. Ia membawa bibit pohon kemuning" "O" Manggada mengangguk-angguk. Iapun kemudian bertanya "Apakah kau mempunyai pohon kemuning di halaman rumahmu?" "Ya" jawab Wisesa "kenapa?" "Karena itulah maka kau dapat membawa bibit pohon kemuning bagi Tantri" jawab Manggada. "Jadi kenapa jika aku membawa bibit pohon kemuning bagi Tantri?" nada suara Wisesa Semakin tinggi. "Kenapa?" Manggada justru menjadi bingung, Namun kemudian ia melanjutkan "Maksudku, karena kau mempunyai pohon kemuning di rumah, maka kau dapat mencangkoknya dan membawanya kemari" "Jadi apa anehnya. Karena bibit pohon kemuning itu kau anggap sesuatu yang perlu dibicarakan?" Manggada menarik nafas dalam-dalam. Ia berniat untuk menanggapinya, namun tiba-tiba saja Laksana menjawab "Maksud kakang Manggada, bibit kemuning itu kau bawa dari http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ rumahmu sendiri. Kau cangkok sendiri, sehingga tidak merugikan orang lain. Tadi paman Wira Sabet mencari bibit kemuning di halaman rumahnya, tetapi sudah hilang. Menilik bekasnya, baru kemarin atau tadi pagi bibit kemuning itu dicungkil orang" "Wira Sabet?" bertanya Wisesa. Tiba-tiba saja wajahnya menjadi tegang "darimana kau tahu bahwa paman Wira Sabet mencari bibit kemuningnya" "Kami baru datang dari rumahnya yang kosong dan kotor itu. Kebetulan paman Wira Sabet tadi datang menengoknya. Maksudnya menengok bibit kemuningnya itu" "Bohong "bentak Wisesa. "Buat apa kami berbohong" Kami sengaja menemuinya, karena kami memang sudah menyediakan diri untuk melakukannya. Kami sudah berjanji kepada Ki Jagabaya" "Kalian hanya membual. Tidak seorangpun yang berani menemui Wira Sabet" geram Wisesa. "Kami tidak berkeberatan jika kau tidak percaya. Tetapi jika Ki Jagabaya tidak mempercayai kami, kami persilahkan Ki Jagabaya menemui Ki Resa yang tinggal di sebelah rumah Wira Sabet yang kosong" Wajah Wisesa benar-benar menjadi tegang. Sementara itu Sampurna berkata "Aku pecaya kalau Manggada dan Laksana telah menemui dan berbicara dengan Wira Sabet seperti yang kemarin dilakukannya" "Ya" sahut Laksana "bahkan kami sudah mendapat ijin Wira Sabet untuk memanjat dan memetik duwet atau manggis atau apa saja yang ada di halaman rumah itu, kecuali bibit kemuning. Namun ternyata bibit itu hilang" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apakah Wira Sabet tidak menuduhmu?" bertanya Sampurna. "Aku masih berada di sana waktu itu. Atau paman Wira Sabet memang mempercayai kami bahwa kami tidak akan melakukannya" jawab Laksana. Wajah Wisesa menjadi semakin tegang. Bahkan kemudian menjadi pucat. Dengan gagap ia berkata "Tetapi, tetapi bibit ini aku bawa dari rumahku. Aku dapat membuktikannya. Pada dahan pohon kemuningku nampak bekas potongan baru di bawah cangkokan" "Besok jika paman Wira Sabet bertanya, biarlah aku yang menjawab sebagaimana kau katakan. Tetapi jika paman Wira Sabet tidak bertanya lagi tentang kemuningnya, biarlah kami berdiam diri saja" sahut Laksana kemudian. Tetapi pernyataan Laksana telah membuat Wisesa menjadi sangat gelisah. Seolah-olah ia akan dituduh oleh Wira Sabet, bahwa ia telah mengambil bibit pohon kemuning itu dari halaman rumah Wira Sabet. Namun pembicaraan merekapun terhenti. Tantri yang mendengar kehadiran Manggada dan Laksana telah menghidangkan minuman panas dan beberapa potong makanan. Adalah di luar dugaan, bahwa ketika Tantri menghidangkan minuman itu, Wisesa berkata "Tantri, jangan kau tanam dahulu bibit pohon kemuning itu. Atau kau tanam saja di longkangan dalam sehingga tidak mudah dilihat dari halaman" "Kenapa?" bertanya Tantri. "Ternyata Wira Sabet juga sedang mencari bibit pohon kemuningnya yang hilang" jawab Wisesa. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kenapa dengan, Wira Sabet. Biar saja ia mencari bibit kemuningnya yang hilang. Besok aku akan menanam bibit itu di halaman depan" jawab Tantri. "Tetapi jangan besok, Jika Wira Sabet melihatnya, maka ia akan mengira bahwa bibit itu adalah miliknya" berkata Wisesa dengan cemas. "Bukankah aku punya mulut untuk menjelaskan, bahwa kemuning itu aku dapat dari kau" "Itulah yang aku cemaskan. Wira Sabet akan menuduhku mengambil bibit itu dari halaman rumahnya" "Tetapi bukankah itu tidak kau lakukan?" bertanya Tantri. "Tidak. Aku tidak mengambil bibit itu dari halaman rumahnya. Apalagi mengambil bibit pohon kemuning, lewat pun aku tidak pernah" jawab Wisesa. "Jika demikian bukankah kau dapat mengatakannya" suara Tantri mulai meninggi. "Orang itu tentu tidak dapat diajak berbicara" sahut Wisesa dengan wajah tegang. "Sebaiknya kau pukul saja mulutnya jika ia menuduhmu tanpa alasan" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tantri" potong Wisesa dengan serta merta "jangan berkata begitu. Kata-katamu itu dapat menjeratmu ke dalam kesulitan" "Jika terjadi demikian, aku akan minta kau menolongku" Wajah Wisesa menjadi semakin tegang. Sementara itu Manggada dan Sampurna yang agaknya mengetahui bahwa Laksana hanya sekedar mengganggunya, tertawa di dalam liati. Tetapi mereka membiarkan Wisesa dicengkam oleh kecemasannya. Sementara itu Tantri masih memiliki sifat-sifat kerasnya sejak masa kanak-kanak. Katanya selanjutnya "Jika kau berkeberatan aku menanam pohon kemuningmu di halaman, bawa saja pulang. Maksudku menanam kemuningmu di halaman agar kelak aku selalu dapat memandangi dan menikmati kesejukan dan harum bungannya seandainya satu dua hari kau tidak datang mengunjungiku. Tetapi seleraku sekarang sudah hilang. Ambil dan bawa kembali kemuningmu. Besok aku akan minta kepada Wira Sabet sebatang pohon kemuning" Tiba-tiba saja Laksana menyela "Sebenarnya bukan Wira Sabet sendiri yang memerlukan bibit pohon kemuning itu. Tetapi anaknya, Pideksa yang tadi datang bersama ayahnya di bekas tempat tinggalnya itu" "Omong kosong" bentak Wisesa. "Aku tidak berbohong" jawab Laksana "sebelum ini aku belum pernah mengenal anak muda yang namanya Pideksa itu. Baru tadi aku melihat dan mengenalnya. Ia datang bersama paman Wira Sabet" "Pideksa" tiba-tiba saja Tantri menyahui "apakah ia ikut bersama ayahnya" Sudah lama aku tidak bertemu. Apakah ia sekarang kembali ke rumahnya" Ia tentu telah tumbuh menjadi anak muda yang gagah, kuat dan berani" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tantri" potong Wisesa "tetapi ia anak Wira Sabet" "Pideksa adalah kawan kita bermain sejak kanak-kanak, la termasuk satu di antara anak-anak yang berani, kuat dan tampan" "Wajah Wisesa menjadi sangat tegang. Namun tiba-tiba saja dahi Laksana berkerut, la menjadi tidak senang mendengar Tantri memuji Pideksa yang memang tumbuh menjadi anak muda yang gagah sebagaimana namanya. Manggada hampir tidak dapat menahan tertawanya melihat wajah Laksana. Manggada tahu, bahwa ia ingin mengganggu Wisesa. Tetapi ternyata Laksana sendiri terkejut mendengar Tantri memuji anak muda itu. Namun dalam pada itu, pembicaraan merekapun terhenti. Terdengar pintu seketeng diketuk orang. "Itu ayah datang" berkata Sampurna yang mengenali cara ayahnya mengetuk pintu. Sampurnapun kemudian bangkit dan melangkah menuju ke pintu seketeng, sementara Tantripun bangkit pula sambil menjinjing nampan masuk ke ruang dalam. Tetapi di pintu ia sempat berkata kepada Laksana "Jika kau bertemu lagi dengan Pideksa, katakan, salamku baginya" Tantri memang menunggu sejenak, la sempat melihat wajah Wisesa kemerah-merahan. Namun Tantri sendiri tidak memperhatikan bahwa wajah Laksanapun menjadi semakin berkerut. Tetapi Laksana itupun menjawab "Baiklah. Aku akan menyampaikannya" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dalam pada itu, sesaat kemudian, Ki Jagabayapun telah memasuki serambi itu pula. lapun langsung duduk bersama anak-anak muda itu. "Apakah kalian sudah lama duduk disini" bertanya Ki Jagabaya. Yang pertama-tama menjawab adalah Wisesa "Belum paman. Aku datang untuk memenuhi janjiku, membawa bibit pohon kemuning. Tetapi aku minta Tantri tidak segera menanamnya, atau jika ia ingin segera menanam, biarlah ditanam di longkangan" "Kenapa" bertanya Ki Jagabaya. Wisesapun menceriterakan tentang Wira Sabet yang sedang mencari bibit kemuningnya. Ki Jagabaya tertawa, lapun kemudian bertanya kepada Manggada tanpa menyinggung soal bibit kemuning itu lagi "Apakah kau sudah bertemu dengan Wira Sabet?" "Ya, paman" jawab Manggada. "Kau sudah mengatakan kepadanya tentang satu kemungkinan untuk membicarakan persoalan yang sedang mencengkam padukuhan Gemawang ini?" bertanya Ki Jagabaya "Ya. Aku sudah bertemu dan berbicara dengan paman Wira Sabet. Bahkan paman Wira Sabet tadi datang bersama anaknya, Pideksa, kawan bermain di masa kanak-kanak" jawab Manggada. Wisesa yang mendengarkan pembicaraan itu justru menjadi semakin yakin, bahwa Pideksa telah mempersoalkan kemuningnya yang hilang. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bagaimana hasil pembicaraanmu?" bertanya Ki Jagabaya kemudian. "Menurut pendapatku" jawab Manggada "Paman Wira Sabet akan membuka satu kesempatan satu pembicaraan meskipun syaratnya tentu cukup berat. Tetapi aku tidak tahu, bagaimana, pendapat paman Sura Gentong yang nampaknya bersikap lebih keras" "Itu dapat dimengerti. Persoalannya memang bersumber dari tingkah laku Sura Gentong" jawab Ki Jagabaya. Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ya. Namun paman Wira Sabet masih juga menganggap bahwa Ki Jagabaya mendendamnya karena ketika Wira Sabet berusaha membantu adiknya, ia telah melukai Ki Jagabaya" Ki Jagabaya tersenyum. Katanya "Kita memang saling mencurigai. Tetapi apakah Wira Sabet menentukan satu waktu dan satu tempat untuk pertemuan itu?" "Belum Ki Jagabaya" jawab Manggada "paman Wira Sabet masih ingin berbicara dengan adiknya" Ki Jagabaya mengangguk-angguk. Sementara Wisesa berkata "Nah, bukankah pendapatku akan dapat menyelamatkan padukuhan Gemawang ini?" Ki Jagabaya justru termangu-mangu sejenak. Dipandanginya Wajah anak muda itu dengan tajamnya. Sehingga Wisesapun telah menunduk. Namun kemudian Ki Jagabaya itu berkata "Ya Wisesa. Aku hargai pendapatmu. Mudah-mudahan pendapatmu nanti memberikan arti bagi padukuhan Gemawang ini" "Mudah-mudahan paman" sahut Wisesa sambil mengangguk-angguk. Kebanggaan telah mulai mekar diliatinya. Jika usaha itu berhasil, maka namanya tentu akan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ selalu disebut-sebut oleh orang-orang padukuhan Gemawang. Wisesa akan dapat dianggap sebagai seorang yang telah membebaskan Gemawang dari cengkeraman ketakutan kecemasan dan kecurigaan. Namun dalam pada itu, Ki Jagabaya itupun berkata "Manggada. Aku tidak bermaksud mengurangi arti dari usahamu. Tetapi kita memang tidak dapat terlalu berpengharapan. Sura Gentong dan apalagi campur tangan Ki Sapa Aruh, akan sangat berpengaruh. Meskipun demikian, kita akan menunggu hasil pertemuanmu kemudian dengan Wira Sabet" "Besok mudah-mudahan paman Wira Sabet dapat memberikan keterangan" jawab Manggada. Ki Jagabaya mengangguk-angguk. Namun kemudian katanya "Nah, silahkan kalian berbincang sambil minum. Biarlah Tantri membuat minuman hangat lagi. Aku akan beristirahat. Besok, jika aku sudah mendapat keterangan, aku akan menghadap Ki Bekel yang seakan-akan sudah menjadi putus asa sekarang ini" Demikianlah, maka Ki Jagabaya itupun kemudian meninggalkan anak-anak muda itu yang duduk di serambi itu. Wisesa yang agak kecewa dengan pendapat Ki Jagabaya yang terakhir itu berkata "Ki Jagabaya kadang-kadang memang menjadi kehilangan harapan. Seharusnya tidak demikian. Tanda-tandanya sudah menjadi semakin jelas, bahwa persoalan padukuhan ini akan dapat dipecahkan. Jika Ki Jagabaya dan kelompok Wira Sabet itu sempat bertemu, maka akan dapat dipastikan dapat dicapai satu persetujuan. Tetapi padukuhan Gemawang memang harus bersedia memberikan pengorbanan sebagai imbalan kepada kelompok Wira Sabet itu. Tanpa kesediaan Gemawang untuk memberikan imbalan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sepantasnya, maka memang sulit untuk dapat dicari penyelesaian" Manggada, Laksana dan ternyata juga Sampurna mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba Laksana berkata "Tetapi ternyata kemudian bahwa yang kami lakukan itu sangat berbahaya. Aku jadi ngeri setelah aku sempat memikirkannya. Karena itu sebaiknya niat untuk menemuinya dibatalkan saja" "Apa?" Wisesa itu hapir berteriak "apa maksudmu?" "Tidak ada maksud apa-apa. Tetapi aku menjadi ketakutan" jawab Laksana. "Tetapi kau sudah menyatakan kesediaaninu kepada Ki Jagabaya untuk melanjutkan pembicaraan itu. "Tadi aku tidak merasa takut. Tiba-tiba saja perasaan takut itu seperti tumbuh di dalam hatiku. Semakin lama menjadi semakin besar dan rimbun. Akhirnya seisi hatiku telah dipenuhi oleh perasaan takut itu" "Tidak. Kau tidak dapat mengurungkannya" bentak Wisesa. Laksana masih akan menjawab, tetapi Manggada telah mendahului "Baiklah Wisesa. Kami akan tetap berusaha untuk meneruskan tugas kami yang sudah kami rintis ini" Laksana mengerutkan keningnya. Namun ia masih harus menahan tertawanya. Demikian pula Sampurna. Namun Manggada sendiri telah menjadi letih mendengar Laksana yang selalu mengganggu Wisesa. Dalam pada itu, untuk beberapa saat, anak-anak muda itu masih berbincang-bincang. Wisesa masih juga sempat berkata "Kalian tinggal melaksanakan. Mungkin kalian memang mengalami kesulitan atau diperlukan keberanian. Tetapi http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bagaimanapun juga nilai gagasan yang berarti selalu lebih berharga daripada pelaksanaannya betapapun sulitnya. Gagasan timbul karena kecerdasan penalaran, sedangkan pelaksanaan hanyalah sekedar mewujudkan gagasan itu. betapapun berat dan sulitnya" Manggada mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Kami memang harus mengakui. Tanpa gagasan yang baik, maka tidak akan ada kerja yang baik dan bernilai tinggi" "Nah, dengan demikian, maka tidak sewajarnya jika kalian mengurungkan kesediaan kalian untuk berbicara dengan Wira Sabet dan Sura Gentong" Laksana yang sudah beringsut dan siap untuk menyahut, telah didahului pula oleh Manggada "Tidak. Kami tidak akan berhenti berusaha. Apalagi karena Wira Sabet mau mengajak anaknya yang telah kita kenal dengan baik. Mudah-mudahan Pideksa dapat menjadi rambatan untuk mendapatkan satu kesamaan sikap untuk menemukan pemecahan bagi kesulitan yang terjadi di padukuhan Gemawang ini" Wisesa mengangguk-angguk. Katanya "Baiklah. Aku berharap bahwa kalian berhasil. Jika kalian berhasil, maka kalian akan merupakan bagian dari keberhasilan gagasanku" Laksana hampir tidak dapat menahan diri lagi. Tetapi ketika ia melihat Sampurna tersenyum-senyum, maka lapun menarik nafas dalam-dalam. Namun dalam pada itu, maka Manggada dan Laksana yang sudah merasa cukup lama duduk di serambi rumah Ki Jagabaya itupun telah minta diri. Mereka masih akan berputarputar, jika mungkin menemui kawan-kawan bermain mereka. "Aku sudah bertemu dengan Timbang dan Perti" berkata Manggada. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Mereka sudah mempunyai anak" jawab Sampurna. "Mereka kawin muda" jawab Manggada. "Ya. Mereka harus bekerja keras untuk dapat hidup berkeluarga. Ketika mereka mulai merambah jalan yang mulai lancar setelah bekerja keras, tiba-tiba suasana padukuhan ini berubah. Seperti kebanyakan orang, kesejahteraan keluarga yang mereka rintis itu menjadi semakin menyusut lagi" Manggada mengangguk-angguk. Namun Sampurna masih berkata "Aku dapat mengerti bahwa Timbang tidak dapat ikut melibatkan diri dalam tugas ini. Ia memerlukan waktu dan perhatian sepenuhnya untuk menghidupi keluarganya meskipun anaknya baru seorang. Tetapi dalam keadaan yang rumit ini, maka waktunya sepenuhnya diberikan kepada keluarganya. "Lebih dari itu" sahut Sampurna "jika sesuatu terjadi atasnya, maka keluarganya akan menjadi hancur pula. Orang tua Timbang sebagaimana orang tua Perti tidak termasuk orang tua yang berkecukupan" Manggada masih saja mengangguk-angguk. Namun kemudian ia benar-benar telah minta diri. Bahkan Ki Jagabaya. Tantri dan ibunya juga turut melepas mereka sampai ke pintu seketeng. Sepeninggal Manggada dan Laksana, maka yang duduk di serambi tinggal Sampurna dan Wisesa. Dengan nada tinggi Wisesa itu berkata "Manggada sekarang menjadi semakin bengal dan bahkan sombong. Apalagi adik sepupunya. Apa sebenarnya yang terjadi atas mereka?" "Apakah mereka terhitung sombong?" Sampurna justru bertanya "aku melihat kesungguhan mereka menangani kesulitan yang dialami oleh padukuhan ini" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Itulah yang aku maksudkan, bahwa mereka terlalu sombong" jawab Wisesa. "Bukankah kau juga menganjurkan agar mereka meneruskan tugas yang mereka bebankan atas pundak mereka sendiri?" "Itu karena mereka sudah mulai melakukannya. Namun pada saatnya, jika usaha itu berhasil, keduanya akan menepuk dada, seakan-akan keberhasilan itu adalah karena gagasan mereka" Sampurna tersenyum. Katanya "Betapapun cemerlangnya satu gagasan, tetapi jika gagasan itu tidak dapat mewujud, maka gagasan itu tidak akan berarti sama sekali" "Tetapi gagasan itu merupakan pangkal dari satu langkah pelaksanaan. Tanpa gagasan, tidak akan ada apa-apa" jawab Wisesa. "Ya" Sampurna mengangguk-angguk "aku tidak menolak pendapatmu itu" Wisesa termangu-mangu sejenak. Tetapi untuk sesaat ia justru terdiam. Tangannya sajalah yang kemudian menggapai mangkuk minumannya. Setelah minum seteguk maka Wisesa itupun berkata "Sampurna, tolong katakan kepada Tantri. aku akan minta diri" "O. Begitu, tergesa-gesa?" "Aku sudah lama duduk disini" jawab Wisesa. Sampurnapun kemudian telah memanggil Tantri, karena Wisesa akan minta diri. Meskipun dengan agak segan, maka Tantri telah menuju ke serambi. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aku akan minta diri. Tantri" berkata Wisesa "besok aku akan datang lagi" Tetapi Tantri itupun justru bertanya "Bagaimana dengan bibit pohon kemuningmu?" "Kenapa?" Wisesa justru bertanya. "Apakah kau akan membawanya pulang atau akan kau tinggal disini. Jika kau tinggal disini, aku akan menanamnya di halaman depan. Tetapi jika kau berkeberatan, bawa saja bibit itu pulang sekarang" "Tantri, seharusnya kau mengucapkan terima kasih kepadaku, bahwa aku telah membawakan bibit itu untukmu. Bukankah kau menginginkannya?" "Bukankah aku sudah mengucapkan terima kasih itu ketika kau serahkan bibit itu kepadaku?" "Kenapa kau tidak mau mengerti keadaanku" Aku hanya minta kau menunda untuk tidak segera menanam bibit itu di halaman. Jika kau ingin segera menanamnya, tanam saja di longkangan ini" "Aku ingin menanamnya di halaman atau tidak sama sekali" jawab Tantri. Sampurnalah yang kemudian menggamit Tantri. Terbayang di angan-angan Sampurna, Tantri di masa kanak-kanaknya memang sering berkelahi dengan Wisesa Tetapi setelah keduanya dewasa, maka sikap Wisesa mulai mengarah pada bentuk hubungan yang lebih bersunguh-sungguh. Sampurna sendiri tidak akan mencampuri tanggapan Tantri terhadap Wisesa. Itu adalah hak dan wewenang Tantri sendiri Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sepenuhnya. Namun menanggapi sikap Tantri sebagaimana masa kanak-kanaknya itu, Sampurna ingin mencegahnya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tantri memang berpaling kepada kakaknya. Sementara Sampurna berkata "Sudahlah, biarlah bibit itu ditinggal disitu" "Tetapi Wisesa berkeberatan aku menanam di halaman" berkata Tantri. "Bukan begitu. Ia hanya minta kau menundanya saja" sahut Sampurna. Tantri tidak menjawab. Tetapi ia menjadi kesal bahwa kakaknya justru telah membantu Wisesa. Tetapi dalam pada itu. Sampurna harus menahan tertawanya. Ia tahu bahwa Laksana tadi tentu hanya sekedar mengganggu Wisesa. Tetapi karena hati Wisesa memang lemah, maka anak muda itu segera menjadi gelisah dan kebingungan tanpa sempat menilai kebenaran dongeng Laksana itu. Demikianlah, maka Wisesa itu telah minta diri. Baik kepada Sampurna maupun kepada Tantri. Namun tanggapan Tantri ternyata tidak sehangat yang diharapkan oleh Wisesa. Meskipun demikian Wisesa masih tetap berpengharapan bahwa Tantri akhirnya akan dapat ditundukkannya. Apalagi jika kemudian gagasannya untuk mencari pemecahan terhadap kesulitan yang dihadapi oleh padukuhan itu berhasil. Ia akan menjadi orang yang dianggap penting di padukuhan Gemawang. Demikian Wisesa keluar dari regol halaman rumah Ki Jagabaya, maka iapun dengan tergesa-gesa melangkah menyusuri jalan pulang. Namun di sepanjang jalan ia masih saja memikirkan sikap Ki Jagabaya. Nampaknya perhatian Ki Jagabaya justru lebih banyak tertuju pada hasil kerja Manggada dan Laksana daripada menilai arti dari gagasannya yang besar itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Nampaknya Ki Jagabaya lebih menghargai tenaga Manggada dan Laksana daripada kecemerlangan penalaranku" berkata Wisesa di dalam hatinya. Namun kemudian iapun berkata "Tetapi yang penting adalah penilaian terakhir. Rakyat padukuhan ini tentu akan mengakui kebesaran gagasanku daripada sekedar kerja kasar Manggada dan Laksana" Sementara itu, Manggada dan Laksana memang masih berjalan mengitari padukuhannya yang sepi. Tidak banyak orang yang dijumpainya. Pada umumnya mereka yang sempat diajak berbincang-bincang meskipun hanya beberapa patah kata. memperingatkan agar Manggada dan Laksana menjadi lebih berhati-hati. Atau bahkan menarik diri sama sekali dari keterlibatannya dengan persoalan Wira Sabet dan Sura Gentong. Tetapi Manggada dan Laksana hanya dapat mengucapkan terima kasih kepada mereka. Mereka berdua sudah bertekad untuk melibatkan diri mencari penyelesaian segera sehingga tatanan kehidupan di padukuhan Gcmawang dapat berjalan dengan wajar kembali. Ketika Manggada dan Laksana sampai di rumah, maka merekapun telah menceriterakan apa yang telah mereka alami kepada Ki Kertasana, Ki Citrabawa dan Ki Pandi. Ternyata ketiganya tidak berkeberatan jika kedua anak muda itu meneruskan usaha mereka. Sambil menganggukangguk kecil Ki Kertasana berkata "Jika kalian berhasil menyelesaikan persoalan ini dengan tanpa kekerasan, maka Ki Bekel dan Ki Jagabaya tentu akan berterima kasih. Namun demikian, kalian tidak boleh lengah bahwa kemungkinan yang lain akan dapat terjadi, menilik sikap dan latar belakang kedua orang itu" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Mereka memang tidak boleh lengah meskipun agaknya Wira Sabet dapat diajak berbicara untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi oleh padukuhan Gemawang sehingga padukuhan itu akan dapat menemukan ujud kewajarannya sebagaimana sebelumnya. Dalam pada itu, agaknya Ki Pandi juga merasa cemas bahwa sesuatu akan dapat terjadi atas kedua orang anak muda itu. Karena itu, maka katanya kepada Manggada dan Laksana "Jika kalian berdua tidak berkeberatan, ngger. Biarlah besok aku berada di rumah Ki Resadana selama kau menunggu kedatangan Wira Sabet di halaman rumahnya. Besok kita pergi lebih pagi dari saat-saat Wira Sabet biasanya datang. Mudah-mudahan Ki Resa tidak berkeberatan mengijinkan aku berada di rumahnya" Ternyata Ki Kertasana dan Ki Citrabawa tidak berkeberatan. Mereka meyakini bahwa Ki Pandi adalah orang yang berilmu tinggi, sehingga kehadirannya akan dapat menjadi pelindung bagi Manggada dan Laksana apabila diperlukan. Demikianlah, maka merekipun telah mengambil beberapa kesepakatan. Justru karena mereka berhadapan dengan dengan orang-orang yang sifatnya masih belum dimengerti sepenuhnya. Menjelang malam, Ki Pandi yang terbiasa duduk-duduk di serambi bersama Manggada dan Laksana telah berada di serambi sebagaimana biasanya setelah mereka makan malam. Namun ketika gelap mulai menyelimuti padukuhan Gemawang, Ki Pandipun berkata kepada kedua orang anak muda itu "Aku akan melihat halaman rumah Wiira Sabet itu" "Malam-malam begini?" bertanya Manggada. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bukankah lebih aman jika aku melakukannya di malam hari?" Ki Pandi justru bertanya. "Untuk apa Ki Pandi?" bertanya Laksana pula. "Aku hanya ingin sekedar melihatnya" jawab Ki Pandi. "Tidak lebih dari sebuah lingkungan yang luas, kotor dan bagaikan hutan perdu" berkata Manggada. Ki Pandi tersenyum. Katanya "Kalian tidak usah mengatakannya kepada orang tua kalian. Aku tidak terlalu lama" Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Sementara Ki Pandipun kemudian turun ke halaman dan melangkah keluar pintu regol. Manggada dan Laksana masih berada di serambi. Lampu minyak yang redup masih berkedipan di pendapa. "Apakah Ki Pandi benar-benar akan melihat rumah Wira Sabet yang telah kosong itu?" desis Laksana. "Mungkin" sahut Manggada "mungkin ada sesuatu yang akan dilakukan besok" Laksana mengangguk-angguk. Tetapi sulit menebak, apa yang akan dilakukan oleh orang bohgkok itu. Namun keduanya berharap bahwa ki Pandi akan tetap membantu mereka dalam segala keadaan. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ketika malam menjadi semakin dalam, Ki Kertasana yang melihat Manggada dan Laksana masih duduk di serambi telah mendatanginya dan bertanya "Apakah kalian tidak akan segera pergi tidur?" "Nanti ayah" jawab Manggada "udara di dalam terasa panas. Apalagi kami memang belum mengantuk" Beruntunglah bahwa Ki Kertasana tidak bertanya tentang Ki Pandi. Sambil melangkah meninggalkan keduanya, Ki Kertasana berkata "Segera tidur. Mari sudah larut malam" "Baik ayah. Nanti sebentar kami akan segera tidur setelah udara sedikit menjadi sejuk" jawab Manggada. Namun Ki Kertasana itupun segera hilang di balik pintu. Sementara itu Manggada dan Laksana masih saja duduk di serambi. Mereka masih saja menunggu Ki Pandi yang menurut keterangannya tidak akan terlalu lama. Tetapi ternyata sampai tengah malam, Ki Pandi masih belum kembali. "Tetapi aku yakin bahwa ia akan kembali sebelum pagi" desis Manggada. "Ya. Tetapi apa jawab kami jika paman atau ayah menanyakannya?" desis Laksana. "Kita akan berkata berterus terang" jawab Manggada. Laksana mengangguk-angguk. Dengan demikian, maka Laksana justru tidak menjadi gelisah lagi. Namun ternyata seisi rumah itu telah tertidur, sehingga baik Ki Kertasana maupun Ki Citrabawa tidak lagi keluar dan bertanya apapun lagi kepada kedua orang anak muda itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Meskipun demikian, ketika dini hari tiba, kedua anak muda itu menjadi gelisah lagi. Mereka tidak lagi memikirkan pertanyaan-pertanyaan dari orang tua mereka, tetapi mereka benar-benar gelisah tentang Ki Pandi. Apakah Ki Pandi begitu saja meninggalkan mereka. Namun jantung mereka yang bergejolak rasa-rasanya telah dihembus oleh angin sejuk ketika mereka melihat seorang yang bongkok memasuki regol halaman rumah itu. Berbareng Manggada dan Laksana bangkit berdiri. Sementara Ki Pandi justru mengerutkan dahi. "Kalian belum tidur?" bertanya Ki Pandi. "Kami menunggu" jawab Manggada. "Kenapa" Apakah kalian menduga bahwa aku tidak akan kembali?" bertanya Ki Pandi. "Bukan begitu, Ki Pandi. Tetapi rasa-rasanya tidak adil jika kami tidur nyenyak sementara Ki Pandi sibuk sendiri sampai dini hari" jawab Manggada. Namun ternyata ia tidak dapat menyembunyikan perasaan dan berkata dengan jujur "Tetapi disamping itu, kami memang merasa cemas justru pada saatsaat yang menjadi semakin gawat" Ki Pandi yang kemudian juga duduk di amben di serambi itu tertawa. Katanya "Kalian sudah bukan anak-anak lagi. Tetapi baiklah. Sekarang tidurlah. Aku juga akan tidur. Bukankah masih ada waktu untuk beristirahat?" Manggada dan Laksanapun bangkit berdiri pula ketika Ki Pandi kemudian pergi ke biliknya. Namun Manggada dan Laksana masih juga berbicara di antara mereka tentang Ki Pandi yang pergi sampai dini hari. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Meskipun Manggada dan Laksana baru tidur setelah dini, namun seperti biasanya mereka bangun pagi-pagi dan melakukan pekerjaan sehari-hari mereka. Mengisi jambangan di pakiwan dan mengisi gentong di dapur. Seperti yang sudah direncanakan, maka Manggada dan Laksana hari itu berangkat lebih pagi dari hari-hari sebelumnya. Mereka pergi bersama Ki Pandi yang akan berada di rumah Ki Resadana jika Ki Resa tidak berkeberatan. Ketika hal itu disampaikan kepada Ki Resa, maka Ki Resa memang menjadi ragu-ragu. "Ki Pandi tidak akan keluar dari dalam rumah ini paman" berkata Manggada meyakinkan. "Jadi untuk apa Ki Pandi berada disini?" bertanya Ki Resa. "Ki Pandi hanya ingin meyakinkan ayah dan paman, bahwa yang aku lakukan tidak sangat berbahaya sebagaimana dibayangkan oleh ayah dan paman" jawab Manggada. "Akulah yang justru memberikan gambaran bahwa yang kalian lakukan itu sangat berbahaya" berkata Ki Resa kemudian. "Untuk memberikan pertimbangan, maka ayah telah minta Ki Pandi untuk melihat kemungkinan-kemungkinan yang terjadi disini" jawab Manggada. Ki Resadana akhirnya berkata sambil menarik nafas dalamdalam "Baiklah. Tetapi aku minta Ki Pandi tidak menampakkan diri apapun yang terjadi Ia orang asing disini sehingga akan dapat menarik perhatian dan bahkan mungkin menimbulkan persoalan yang berkepanjangan" Ki Pandipun menyahut sambil mengangguk-angguk "Aku akan tetap berada di dalam Ki Resa. Aku juga tidak akan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berani keluar rumah, apalagi jika orang-orang yang ditakuti itu sudah datang, aku hanya ingin mendengarkan dari dalam rumah ini sejauh dapat aku tangkap dengan telinga tuaku" "Ya. Sebagian pembicaraan di sebelah dinding memang dapat didengar jika kita berdiri melekat di dinding halaman di belakang gandok" jawab Ki Resa. "Jika kita berdiri di tempat itu, apakah kita dapat dilihat dari luar halaman ini?" "Tidak" jawab Ki Resa "aku juga sering mendengarkan pembicaraaan anak-anak itu dengan Wira Sabet dari belakang dinding justru karena aku mencemaskan keadaan mereka. Tetapi jika orang-orang di halaman sebelah meloncati dinding batas halaman itu, mereka akan melihat bahwa kita sedang memperhatikan dan mendengarkan pembicaraan mereka" Ki Pandi mengangguk-angguk. Katanya kemudian "Jika demikian aku akan dapat mendengarkan dari balik dinding itu" "Tetapi kita harus berhati-hati. Jika nafas kita dapat didengar dari sebelah, maka nasib kita. akan menjadi sangat Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo buruk" Ki Pandi masih saja mengangguk-angguk. Katanya "Aku akan berhati-hati, karena aku tahu akibat yang terjadi jika mereka mengetahuinya" Demikianlah, Ki Resadana memang tidak dapat menolak meskipun sebenarnya labih baik baginya jika tidak ada orang lain di halaman rumahnya. Demikianlah, maka Manggada dan Laksanapun kemudian telah memasuki halaman rumah Wira Sabet yang kotor itu. Seperti kemarin, mereka menunggu Wira Sabet datang untuk memberi keterangan apakah Wira Sabet dan Sura Gentong http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bersedia untuk berbicara dengan para bebahu padukuhan Gemawang. Seperti yang dijanjikan, maka Wira Sabet telah datang pada waktunya. Seperti kemarin, Wira Sabet datang bersama Pideksa dan dua orang kawannya. Manggada dan Laksanapun segera menyongsongnya. Dengan nada tinggi Manggada berkata "Selamat pagi paman. Kami juga baru saja datang" Wira Sabet mengangguk sarnbil menjawab "Selamat pagi. Kami datang sedikit lebih siang dari kemarin" "Aku kira tidak paman. Matahari itu baru saja naik sepenggalah. Sinarnya belum menggatalkan kulit" "Baiklah" berkata Wira Sabet kemudian dengan nada yang justru agak lunak "Aku akan langsung pada persoalannya" "Ya, paman. Kami memang menunggu-nunggu" desis Manggada. "Aku sudah membicarakan pesan para bebahu padukuhan ini. Aku sudah berbicara dengan Sura Gentong dan Ki Sapa Aruh. Tetapi ternyata mereka berpendapat lain" jawab Wira Sabet. "Maksud paman?" bertanya Manggada dengan jantung yang berdebar-debar. "Aku semula setuju untuk berbicara, mencari kemungkinankemungkinannya. Kami akan mengajukan syarat-syarat untuk menapak pada satu keadaan yang lebih baik daripada sekarang. Tetapi banyak yang tidak aku mengerti. Sura Gentong dan Ki Sapa Aruh banyak memberikan pengertian kepadaku, bahwa usaha itu tidak lebih dari satu jebakan dan pengkhianatan" jawab Wira Sabet. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kenapa sebuah jebakan dan pengkhianatan" Apakah paman kira, kami masih mempunyai kemungkinan untuk menjebak paman?" bertanya Manggada. "Segala kemungkinan dapat terjadi, Manggada" sahut Pideksa "kami sudah membicarakannya dengan panjang lebar. Hampir saja aku terpengaruh oleh kenangan masa kanakkanakku, sehingga aku mencoba menentang sikap paman Sura Gentong. Namun setelah aku mendapat penjelasan dari paman Sura Gentong dan Ki Sapa Aruh, aku baru menyadari, bahwa pembicaraan tidak akan membuahkan apa-apa bagi kami selain kemungkinan buruk itu. Jebakan dan penghianatan" "Paman" Manggada berusaha menjelaskan "kami bersikap jujur. Jika kami menjebak paman, kenapa tidak kami lakukan sekarang atau saat paman memasuki padukuhan ini besok atau lusa atau kapan saja" Tidak paman. Kami tidak mempunyai keberanian untuk itu. Sementara itu, orang-orang padukuhan ini menganggap bahwa melihat paman dari kejauhan saja akan dapat mendatangkan malapetaka baginya dan keluarganya. Siapa yang berani menyebut nama paman dan apalagi mencerca nama paman, maka rasa-rasanya orang itu akan tersuruk ke dalam bencana. Nah, dalam keadaan yang demikian, siapa yang berani menjebak dan berkhianat kepada paman Wira Sabet, paman Sura Gentong dan Ki Sapa Aruh yang belum aku kenal" "Luar biasa" Pideksalah yang berdesis "kau adalah anak muda yang sangat berani. Selama ini aku mengamati tingkah laku orang-orang padukuhan ini. Tidak seorangpun yang berani berpapasan dengan ayah dan paman Sura Gentong. Seperti yang kau katakan, siapa yang sempat melihat ayah dan paman dari kejauhan, mereka akan mengalami http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ malapetaka. Tetapi ternyata bahwa kau masih juga berani menemui ayah sekarang ini" "Aku terlalu yakin akan maksud baikku Pideksa. Aku yakin pula bahwa paman Wira Sabet masih juga sempat mendengarkan kata nuraninya sebagai anak kampung halaman ini. Dasar itulah yang mendorong aku untuk berani melakukan hal ini sekarang. Seberapa dalam dendam terpahat di hati paman Wira Sabet dan paman Sura Gentong, sedalam dendam yang terukir di hati Ki Jagabaya, namun aku yakin, bahwa lebih dalam lagi hasrat yang mendorong paman dan Ki Jagabaya untuk menemukan satu landasan awal bagi masa depan padukuhan ini" Wira Sabet itupun menarik nafas dalam-dalam. Sementara Pideksa itupun berkata "Aku mengerti Manggada. Tetapi ayah tidak berdiri sendiri. Itulah sebabnya, ayah tidak dapat mengambil keputusan sendiri, apalagi yang menyimpang dari rencana yang sudah disusun dengan mapan oleh ayah, paman dan Ki Sapa Aruh" Manggada termangu-mangu sejenak. Namun tiba-tiba saja Manggada dan Laksana terkejut. Seorang yang berwajah garang memasuki halaman rumah yang kotor itu. Sura Gentong. Dengan wajah yang garang ia memandang Manggada dan Laksana yang sedang berbicara dengan Wira Sabet. "Paman Sura Gentong" sapa Manggada. Tetapi sikap Sura Gentong memang berbeda dengan Sikap Wira Sabet. Ketika Manggada beringsut untuk mendekat, Sura Gentong berkata lantang "Tetap di tempatmu, aku akan pancung kepalamu" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Manggada tertegun sejenak. Namun seperti juga Laksana, maka Manggadapun segera mengetahui, bahwa ternyata Sura Gentpng jauh lebih kasar dari Wira Sabet. "Inikah bocah edan itu?" geram Sura Gentong. "Ia baru pulang beberapa hari yang lalu, paman" Pideksa yang menjawab. "Aku tidak peduli. Orangorang yang berani menatap wajah Wira Sabet dan Sura Gentong akan dibuat jera untuk selama-lamanya" berkata Sura Gentong. "Maksud paman?" bertanya Pideksa. "Orang itu akan menjadi buta. Tetapi bagi orang yang belum mengenal kami dengan baik, maka dosanya akan diperingan. Ia akan menjadi buta matanya sebelah" "Itu tidak perlu" desis Wira Sabet. "Ia benar-benar orang baru disini" sambung Pideksa. "Aku tidak peduli. Tetapi ia adalah kaki tangannya jagabaya yang tamak itu. Orang yang telah membantu Ki Jagabaya akan mendapat hukuman tersendiri" berkata Sura Gentong. Namun tiba-tiba Wira Sabet berkata "Pergilah. Kali ini kau diampuni" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tunggu" geram Sura Gentong "apakah kakang sudah mengatakan syarat yang kami minta sebelum pembicaraan dilakukan?" Wira Sabet menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Aku sudah mengatakan, bahwa pembicaraan itu tidak akan dapat dilakukan kapanpun dimanapun" "Bukan begitu pesan Ki Sapa Aruh" berkata Sura Gentong "Ki Sapa Aruh mengisyaratkan bahwa pembicaraan itu dapat saja dilakukan. Tetapi dengan syarat, semua bebahu padukuhan meletakkan jabatan. Ki Sapa Aruh akan memegang jabatan Bekel. Kakang Wira Sabet menjadi Kami Tuwa dan aku menjadi Jagabaya." Wajah Manggada dan Laksana terasa menjadi panas. Namun keduanya tidak mengatakan sesuatu. Sementara itu Wira Sabet berkata lagi "Cepat pergi. Kalian diampuni kali ini. Tetapi untuk selanjutnya, jika kalian berani menatap wajah kami, maka mata kalian akan menjadi buta" "Masih belum selesai" berkata Sura Gentong "masih ada satu syarat lagi. Karena Ki Jagabaya telah membunuh perempuan calon isteriku, maka ia harus menggantinya. Aku inginkan Tantri menjadi isteriku" Telinga Laksana bagaikan tersentuh bara. Namun ketika ia beringsut, maka Manggada telah menggamitnya. Namun dalam pada itu, sebelum Wira Sabet mengusir lagi kedua anak muda itu, Sura Gentong justru berkata "Aku akan pergi. Jika aku lebih lama disini, aku akan benar-benar membuat sebelah mata anak-anak itu menjadi buta" Tanpa menunggu jawaban, maka Sura Gentong itupun segera meninggalkan halaman rumah Wira Sabet itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Wira Sabet, Pideksa dan kedua orang kawannya termangumangu sejenak. Namun kemudian Wira Sabet itupun berkata "Sebaiknya kau tidak melibatkan diri dalam hal ini. Temui Ki Jagabaya, katakan syarat yang sudah terlanjur diucapkan oleh Sura Gentong itu yang semula ingin aku sembunyikan saja. Kemudian kau menarik diri dari persoalan ini. Sebaiknya kalian, selalu berada di rumah. Agaknya itu akan lebih baik bagi kalian" Manggada dan Laksana tidak menjawab. Sementara itu Pideksa berkata "Bukankah segala-galanya sudah berubah" Aku tidak dapat menjadi cengeng dengan mengenang masa lalu, karena masa lalu tidak akan pernah datang kembali, betapapun kerinduan menusuk sampai ke pusat jantung. Hatihatilah Manggada. Sebaiknya kau minggir saja dari persoalan ini. Aku tahu bahwa kau tentu berkeberatan. Kau termasuk anak yang keras kepala, berani dan bengal. Tetapi kau cerdas dan bandel" Pideksa tidak menunggu jawaban. Iapun kemudian memberi isyarat kepada ayahnya untuk meninggalkan tempat itu. Namun di regol ia berkata "Ayah masih tetap mengijinkanmu memanjat pohon duwet dan pohon manggis itu" Manggada dan Laksana sama sekali tidak menjawab. Baru setelah mereka pergi, keduanya menarik nafas dalam-dalam. "Sura Gentonglah yang sudah menjadi gila" geram Manggada. "Nampaknya tidak ada jalan lain kecuali dengan kekerasan" Iblis Iblis Kota Hantu 2 Putri Bong Mini 03 Pedang Teratai Merah Makam Bunga Mawar 16

Cari Blog Ini