Ceritasilat Novel Online

Bayangan Berdarah 4

Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen Bagian 4 merangkak telapaknya didepan dada. "Mana....mana....thaysu terlalu memuji." Melihat hasil kemenangan yang diperoleh sang pemuda air muka sipengemis kelaparan berubah hebat dengan cepat ia meloncat masuk ke dalam kalangan. "Bangsat cilik tidak nyana kau memiliki kepandaian sedemikian dahsyatnya aku sipeminta2 ingin minta petunjukmu" teriaknya dingin. Tanpa banyak cingcong kuali besar ditangannya dengan sejejar dada didorong kemuka. "Cayhe sudah lama mendengar nama besar sihweesio pemabok serta sipengemis kelaparan...." "Sudahlah kau tak usah pura2 lagi lebih baik kita selesaikan dulu persoalan ini diatas silat" potong sipengemis kelaparan cepat. "Sungguh licik orang2 ini" diam2 Kiem Lan berpikir setelah mendengar tantangan sipengemis kelaparan terhadap diri Siauw Ling. "kendati ilmu silat yang dimiliki Samya amat lihaypun tidak mungkin bisa menangkan begitu banyak jago secara bergilir bilamana hal ini diteruskan maka akhirnya kekalahan akan jatuh ketangannya...." Selagi ia membongkar rahasia tersebut agar Siauw Ling menyadari pada waktu itulah sang pemuda telah meloloskan pedang. "Baik silahkan kau turun tangan...." Setelah berturut2 Siauw Ling berhasil mengalahkan Poh Thian Seng sipendekar pincang Ciang Toa Hay dan Ci Kuang Thaysu dari Siauw lim pay sipengemis kelaparan tak berani lagi memandang musuhnya terlalu enteng. Kuali besinya dengan cepat digerakan menghantam batok kepala lawan. Ia menggunakan kuali besi sebagai senjata tajam, jurus serta perubahanpun hasil ciptaan sendiri gerakannya sangat aneh. Ketika Siauw Ling melihat kuali besi itu menekan ke arahnya pedang panjang segera digerakkan menotok keluar. Siapa nyana sipengemis kelaparan sama sekali tak menghindarkan dari datangnya bentrokan pedang dengan senjata kuali mengambil kesempatan tersebut senjatanya dibabat ke arah pergelangan tangan Siauw Ling. Kiranya kuali besi ini mempunyai kegunaan yang demikian lihaynya. Buru-buru badannya mundur ke belakang. Pergelangan ditekan kebawah dengan kritis berhasil meloloskan diri dari datangnya serangan tersebut dengan cepat pedangnya diangkat menangkis serangan kuali besi itu. "Haaa....haaa....bagaimana rasanya kuali besi dari aku sipengemis tua?" seru sipengemis kelaparan sambil tertawa terbahak2. "Luar biasa hebatnya." Ditengah suara tertawa dan kata2 bergurau sipengemis kelapran telah menerjang kembali kedepan kuali besinya digerakkan menghajar kesana membabat kemari dengan sekenanya serangan yang digunakan pun sama sekali tidak mirip dengan sebuah jurus serangan lagi. Siauw Ling tidak berani berayal hawa murni segera disalurkan mengelilingi seluruh badan setiap babatannya tentu meninggalkan selapis hawa pedang yang dahsyat. Hal ini memaksa sipengemis kelaparan walaupun menyerang dengan gerakan aneh tidak berhasil juga menangkan diri Siauw Ling. Tidak selang beberapa saat kemudian masing-masing pihak telah saling menyerang sebanyak puluhan jurus. Rasa kejut dan terperanjat yang semula memenuhi benak Siauw Ling perlahan-lahan meluncur pedangpun digerakkan dengan tenaga penuh melancarkan serangan balasan. Kiem Lan yang melihat Siauw Ling mundur tiada hentinya ia menganggap pemuda itu sudah kehabisan tenaga hatinya jadi murung dan sedih. Dengan cepat ia letakkan Giok Lan ke atas tanah selagi siap mencabut keluar pedangnya untuk bantu melancarkan serangan mendadak Siauw Ling tidak mundur lagi kini ia saling berebut menyerang dengan sipengemis kelaparan. Sreeeet! dalam tiga, lima jurus dia berhasil memulihkan kembali posisinya yang terdesak. Untuk menjaga nama baik sendiri sipengemis kelaparan mau tak mau harus berebut menyerang dengan sepenuh tenaga untuk menangkan pertarungan ini sebaliknya Siauw Ling demi melenyapkan tuduhan yang bukan2 dari mereka bertekad bulat pula menangkan pertarungan ini hari. Tapi berhubung senjata yang digunakan sipengemis kelaparan sangat aneh untuk sesaat dia tidak berhasil menemukan titik kelemahan untuk kalahkan pihak lawan sedikitpun ia dapat merebut kembali posisinya yang terdesak. Selama ini sihweesio pemabok menonton pertarungan sambil meneguk arak tiada hentinya setelah pertarungan mencapai seratus jurus mendadak ia mengendorkan teko arak ditangannya sepasang mata yang semula kelihatan mabok mendadak memancarkan cahaya tajam yang menggidikan memperhatikan kedua orang itu tak berkedip. Pada waktu itu pertarungan antara sipengemis kelaparan dan Siauw Ling mencapai puncak kritis yang menentukan siapa menang siapa kalah mendadak tampak segulung bayangan hitam dengan membentuk serentetan cahaya putih beterbangan memenuhi angkasa. Bayangan putih dan hitam itu hanya berkelebat sebentar saja kemudian memisah kembali. Sambil melintangkan pedang didada Siauw Ling berdiri keren ditengah kalangan. "Terima kasih atas bantuan saudara suka mengalah kepadaku" katanya seraya menjura. Selama ini ia selalu mengingat budi luhur sihweesio pemabok serta sipengemis kelaparan tempo dulu yang pernah membantu dirinya oleh karena itu sikap terhadap mereka berdua amat menghormat. Dengan termangu2 sipengemis kelaparan melototi diri Siauw Ling lama sekali dia baru berkata lambat2, "Kekalahanku kali ini adalah kekalahanku yang kedua selama aku dengan sipengemis tua berkelana dalam Bulim yang kalah tak akan banyak bicara lagi nah! selamat berpisah." Perlahan-lahan dia putar badan dan berjalan pergi wajahnya kelihatan amat sedih dan pilu. "Eeeei sipengemis busuk jangan pergi dulu biar aku sihweesio pemabok akan rebut kembali kekalahan yang barusan kau derita" tiba-tiba sihweesio pemabok berteriak keras. "Kaupun tak akan menangkan dirinya sudahlah tak usah pamerkan kejelekanmu dihadapan umum" sahut sipengemis kelaparan tanpa berpaling lagi. Mendengar ucapan itu sihweesio pemabok jadi tertegun dia segera alihkan sinar matanya ke atas wajah Siauw Ling. Tampak olehnya wajah pemuda tersebut tetap tenang sepasang matanya memancarkan cahaya berkilat sekalipun telah lama bertarung sedikitpun tidak menunjukkan keletihan. Hatinya terperanjat diam2 pikirnya, "Sungguh luar biasa sempurnanya tenaga sinkang sibocah cilik ini bila kulihat wajahnya amat tampan dan halus berduri sedikitpun tidak menunjukkan hawa jahat mengapa ia bisa menggabungkan diri dengan pihak lawan perkampunga Pek Hoa San cung dan bantu Djen Bok Hong melakukan kejahatan...." Terdengar sipengemis kelaparan kembali berkata, "Eeeei....sihweesio pemabok ayoh cepat kita berlalu dari sini selama hidup kita tak bakal ada kesempatan untuk menangkan dirinya lagi...." "Omong kosong" potong sihweesio pemabok cepat. "Jikalau aku sihweesio pemabok tidak mencoba dulu kepandaiannya dalam hati benar2 merasa tidak rela...." Seraya ulapkan tangannya ke arah Siauw Ling serunya, "Hati2lah! aku sihweesio akan minta petunjukmu." "Silahkan cayhe pasti akan mengiringi sekuat mungkin." Dengan langkah lebar sihweesio pemabok berjalan kedepan dan berhenti kurang lebih enam tujuh depa dihadapan Siauw Ling. Mendadak ia silangkan pedangnya didepan dada. "Tetamu tak akan menekan tuan rumah silahkan kau turun tangan terlebih dahulu." "Terima kasih." Belum habis pemuda ini bicara mendadak sihweesio pemabok membentangkan mulutnya lebar2 serentetan air memancar keluar dengan dahsyatnya. Ketika pancaran air berada beberapa depa ditengah kalangan segulung bau arak yang menusuk hidung segera berhembus memenuhi angkasa. Siauw Ling segera salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh. Sepasang pergelangan bersama2 didorong keluar. Segulung angin pukulan yang santar dengan cepat menggulung keluar menyahut datangnya siraman arak tersebut. Terkena hadangan angin pukulan yang sangat kuat terjangan arak yang santar bagaikan anak panah itu jadi buyar dan muncrat keempat penjuru bagaikan hujan deras sekeliling beberapa depa terkurung dalam muncratan arak. Walaupun arak tadi berhasil dihajar pencar oleh Siauw Ling ada pula beberapa tetes pancaran arak tetap menerjang ke arah pemuda itu. Diam2 Siauw Ling salurkan tenaga sinkangnya membentuk tenaga khie kang melindungi seluruh badan oleh karena itu sekalipun sisa arak sempat mengancam tubuh Siauw Ling sehingga hampir mendekati setengah depa lebih tapi dengan cepat bersama2 rontok kembali ketanah bagaikan menjumpai selapis dinding baja yang rapat dan kuat. Kali ini sihweesio pemabok tak dapat menahan rasa kejut dalam hatinya lagi ia berseru tertahan, "Aaaakh....ilmu khiekang pelindung badan." Tanpa banyak cingcong ia putar badan lari menyusul sipengemis kelaparan yang telah berlalu terlebih dahulu. Kiranya kepandaian menyembur arak dri sihweesio pemabok ini merupakan suatu kepandaian silat yang mengandal hawa murni dia telan dulu arak tersebut ke dalam perut kemudian dengan tekanan hawa kweekang yang didorong dari dalam pusar menyambar keluar sekalipun akhirnya sambaran itu menemui rintangan tapi dengan secara arak memencar rintik2 air hujan meluncur lebih lanjut melukai lawannya. Bahkan lingkungan serangan itupun dapat meluas mencapai beberapa depa setiap orang yang terkena serangan jangan harap bisa meloloskan diri. Tetapi hawa khiekang pelindung badan dari Siauw Ling benar2 membuat sihweesio pemabok merasa terperanjat ia mengerti semburan araknya akan gagal setiap kali berjumpa dengan hawa khiekang pelindung badan macam begini. Oleh karena itu walaupun diluaran ia tidak bicara dalam hati sudah mengaku kalah tidak aneh kalau sihweesio pemabok itu langsung putar badan menyusul kawannya sipengemis kelaparan yang telah berlalu terlebih dahulu. Saat ini dalam kalangan kecuali Siauw Ling, Kiem Lan serta Giok Lan dan Tong Sam Kauw yang telah menelan pil racun penyusut tinggal Poh Thian Seng serta Coe Koen San dua orang. Poh Thian Seng sudah menderita kekalahan ditangan Siauw Ling pertama kali tadi bagaimanapun juga tak mungkin baginya dengan tebalkan muka untuk menantang Siauw Ling bergebrak kembali. Dengan demikian tinggal Coe Koen San seorang yang belum turun tangan. Watak Coe Koen San walaupun konyol dan kekanak-2kan tapi ia tahu apabila nama besarnya dalam urutan nama masih belum sanggup menyaingi sihweesio pemabok bila dibicarakan dalam soal kepandaian silat susah mengungguli Tji Kuang Thaysu dan terbukti ketiga orang itu menderita kalah ditangan Siauw Ling tak usah dipikirpun jelas tertera apabila dirinya pasti menderita kalah jika diharuskan turun tangan dengan menantang pemuda ini. Tapi dalam keadaan seperti ini ia tidak ingin mnegundurkan diri dengan begitu saja karena bila ia berbuat demikian maka nama besarnya akan lebih hancur dari pada menderita kekalahan. Terpaksa sambil melepaskan sepasang roda bergeriginya membentuk selapis cahaya hijau ujarnya, "Dengan andalkan sepasang roda bergerigi ini loohu ingin minta petunjuk ilmu pedang dari Sam Cungcu." Bukannya mempersiapkan diri sebaliknya Siauw Ling malah merangkap tangannya menjura. "Loocianpwee masih ingatkah dengan cayhe?" sapanya sambil tersenyum. Waktu itu Coe Koen San telah pasang kuda2 siap melancarkan serangan dahsyat dalam hatinya bukan saja tiada maksud dan kepercayaan untuk merebut kemenangan ini bahkan ia tahu dirinya pasti menderita kekalahan. Oleh karena itu setelah sepasang senjata roda bergeriginya mencekal ditangan seluruh perhatian dipusatkan menjadi satu untuk mempersiapkan diri melancarkan serangan terlebih dahulu. Siapa nyana justru ketika itulah Siauw Ling mengungkap kembali persoalan tempo dulu. Coe Koen San kelihatan tertegun perlahan-lahan ia menarik kembali sepasang senjata roda bergeriginya. "Bukankah kau adalah Siauw Ling yang beberapa tahun ini menggemparkan seluruh dunia persilatan sudah lama Loohu mendengar nama besarmu beruntung ini hari kita bisa berjumpa." "Walaupun cayhe juga bernama Siauw Ling tapi bukankah Siauw Ling yang pernah menggegerkan dunia persilatan" kata Siauw Ling sambil menghela napas panjang. Ia merasa urusan ini sangat ruwet dan untuk sesaat tidak berhasil menemukan kata2 yang cocok untuk memberi penerangan. Tampak Coe Koen San kerutkan dahinya. "Dikolong langit sebetulnya ada berapa orang yang bernama Siauw Ling" makin mendengar loohu semakin Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bingung." "Coba loocianpwee berpikir lebih teliti lagi kau pernah berjumpa berapa orang Siauw Ling." Mendadak serunya keras, "Aaaach! sekarang Loohu sudah ingat kurang lebih lima tahun berselang Loohu pernah berjumpa dengan seorang bocah kurus yang lemah dan berpenyakitan agaknya bocah itupun bernama Siauw Ling kemudian aku menghantar dirinya naik kegunung Bu tong san dan sejak itu jejaknya tidak kuketahui lagi." "Masih ingat bagaimana wajah si Siauw Ling itu?" "Soal ini sih Loohu kurang begitu jelas secara lapat2 aku masih ingat badan bocah ini walaupun berpenyakitan tapi mulutnya tajam pandai bicara bahkan nyalinya sangat besar." "Loocianpwee inginkah kau orang tua berjumpa kembali dengan Siauw Ling yang pernah kau jumpai tempo dulu?" Mendadak Coe Koen San menghela napas panjang. "Aaaai bocah itu sangat cocok dengan diri loohu" katanya perlahan. "Hanya sayang badannya menderita penyakit aneh yang susah disembuhkan tubuhnya amat lemah ditambah pula kecil2 sudah terperosok ke dalam persoalan dunia persilatan dia benar2 tersiksa....aku dengar ia menemui ajalnya tercebur ke dalam sungai...." Mendengar perhatian yang diberikan orang tua iini kepadanya begitu besar Siauw Lingpun menghela napas sedih katanya, "Terima kasih atas perhatian Loocianpwee cayhe bukan lain adalah Siauw Ling yang dahulu berbadan lemah dan berpenyakitan." Sepasang mata Coe Koen San kontan terbelalak lebar2 dengan tajam ia perhatikan Siauw Ling dari atas kebawah mendadak dengan gusar bentaknya, "Omong kosong loohu bukan manusia sembarangan jangan kau coba hendak menipu diriku." Siauw Ling mengerti orang ini pada dasarnya memang berwatak konyol ia tidak gusar oleh sikap yang kasar dari si orang tua tersebut sambil tersenyum jawabnya, "Lima tahun berselang sewaktu cayhe berjumpa dengan Loocianpwee diatas sebuah puncak gunung disana masih ada pula enci Gakku...." "Maksudmu Gak Siauw Tjha" sela Coe Koen San. "Tidak salah kemudian kita berjumpa pula dengan Tiong Cho Siang Ku...." "Sedikitpun tidak salah" teriak Coe Koen San tersentak kaget. "Bagaimana kau bisa tahu dengan demikian jelas?" Diam2 Siauw Ling merasa geli pikirnya, "Orang ini benar2 tolol dan otaknya bebal sudah kuterangkan begitu jelas masih tak mau percaya tapi disinilah letak bagian menarik sekali ia percayai ucapan seseorang selama hidup tak akan berubah kembali." Ia segera tersenyum ujarnya, "Cayhe bukan lain adalah Siauw Ling yang ikut hadir waktu itu sudah tentu semua persoalan dapat kuketahui dengan jelas." Sekali lagi dnegan teliti Coe Koen San memperhatikan tubuh Siauw Ling dari atas sampai kebawah tapi sebentar kemudian ia sudah menggeleng berulang kali. "Tidak mirip, tidak mirip loohu tak akan berhasil kau tipu...." "Secara bagaimana kau baru suka percaya?" "Perduli kau ingin bicara sampai dunia ambruk samudra keringpun sekali tidak percaya aku tetap tidak percaya." Melihat keketusan si orang tua itu Siauw Ling termenung berpikir keras mendadak hatinya agak bergerak. "Aaaach baiklah akan kuceritakan satu persoalan setelag mendengar kisah ini cianpwee pasti percaya dengan diriku" katanya seraya tertawa. "Dalam kelopak mata loohu selamanya belum pernah kemasukan sebutir pasirpun coba kau katakan! akan kulihat apakah ucapanmu ini bisa membuat loohu jadi percaya atau tidak." "Aku masih ingat waktu itu cayhe pernah mengelus jenggot cianpwee yang panjang sembari memuji jenggotmu yang sangat bagus." Coe Koen San termenung berpikir sebentar pengalamannya tempo dulu mendadak ia tersentak kaget. "Tidak salah memang pernah kejadian begitu." "Sekarang Loocianpwee percaya bukan." "Kau....kau sungguh2 dirinya?" "Mengapa cayhe harus menipu diri Loocianpwee." Mendadak Coe Koen San membuang senjata roda bergeriginya ke atas tanah dan mencekal tangan Siauw Ling erat2. "Ooouw Siauw Loote lima tahun tak berjumpa tak kusangka kau sudah sedemikian tingginya." Kendati nadanya agak bebal tapi setiap patah kata diutarakan dengan sejujur hati. Sejak Siauw Ling meninggalkan perguruan dia selalu hidup dan bergelintingan ditengah suasana penuh mara bahaya serta kelicikan ia menganggap setiap manusia bermaksud jelek terhadap dirinya tapi kini menerima sambutan yang begitu hangat dan mesra dari si orang tua ini hatinya jadi terharu dua titik air mata jatuh berlinang. Sembari goyangkan tangan Siauw Ling ujar Coe Koen San lebih lanjut, "Bocah baik agaknya dikolong langit benar2 terdapat obat mujarab yang bisa menggantikan semua tulang2mu dengan badanmu yang lemah dan berpenyakitan tempo dulu sekarang berubah jadi gagah dan ganteng sungguh bagaikan berganti dengan seorang yang lain jangan dikata loohu sekalipun Gak Siauw Tjha setelah berjumpa dengan dirimu belum tentu ia bisa mengenalimu kembali." "Pengalaman yang boanpwee alami susah diucapkan dengan sepatah dua patah kata lain kali boanpwee pasti akan menceritakan kesemuanya ini kepada diri Loocianpwee...." Mendadak Coe Koen San melepaskan sepasang tangan Siauw Ling dan pungut kembali senjata roda bergerigi yang menggeletak diatas tanah. "Apakah Djen Bok Hong yang mengubah badanmu yang lemah berpenyakitan itu menjadi gagah seperti sekarang dan dia pula yang mewariskan pelajaran ilmu silat sedahsyat ini kepadamu?" "Bukan, kepandaian silat yang boanpwee dapatkan adalah hasil dari suatu pertemuan aneh bila dipikir bagaikan dalam impian belaka." "Manusia hidup dikolong langit harus dapat membedakan mana budi dan mana dendam" sela Coe Koen San dengan dingin. "Walaupun Djen Bok Hong sudah banyak melakukan kejahatan sehingga bila ditumpuk melebihi sebuah bukit sepasang tangannya telah berpelepotan darah tapi setelah ia melepaskan budi kepadamu sekalipun terhitung kau habis bantu dirinya melakukan perbuatan jahat hal inipun merupakan suatu keadaan yang apa boleh buat dikemudian hari loohu tentu akan bantu kau menjelaskan persoalan ini kepada seluruh jago Bulim." "Apa yang cayhe ucapkan benar2 merupakan kenyataan" ujar Siauw Ling sambil menghela napas panjang. "Kepandaian silat yang kumiliki saat ini sama sekali tiada sangkut pautnya dengan Djen Bok Hong...." "Lalu apa sebabnya kau menggabungkan diri dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung?" timbrung Coe Koen San. "Hal ini harus salahkan pengalamanku yang cetek tidak mengerti akan bahaya serta kelicikan Bulim dan untuk pertama kalinya terjunkan diri ke dalam dunia persilatan bila tidak begitu tak mungkin urusan bisa ribut macam begitu aaaai sekali salah melangkah selama hidup harus menanggung penyesalan justru tindakanku inilah membuat para jago dari seluruh dunia persilatan memandang rendah watak aku Siauw Ling." Perlahan-lahan Coe Koen San menghela napas panjang. "Aaaai....orang mana tiada pengalaman hal ini tak dapat disalahkan dirimu setelah mengetahui salah jalan seharusnya cepat-cepatlah berpaling kejalan yang benar...." Mendadak air mukanya berubah keren, dengan suara keras sambungnya lebih jauh, "Mengapa kau masih juga turun tangan keji dan secara beruntun membinasakan orang jago Bulim" terhadap jago lain mungkin loohu tidak mengenali watak tapi sinelayan tua dari keresidenan Sam Siang telah kukenal hampir puluhan tahun lamanya bagaimana watak serta perbuatannya loohu mengetahui sangat jelas ia jadi orang mulia penuh kebajikan selama ini belum pernah mempunyai musuh besar mengapa tanpa memilih putih atau biru kau lukai dirinya dengan senjata rahasia beracunmu sehingga menemui ajal?" Sinar mata Siauw Ling berkilat. "Tjoe Thayhiap pun percaya apabila kesembilan jago lihay Bulim itu mati ditangan aku Siauw Ling?" tanyanya serius. "Suara orang banyak bagaikan emas murni orang2 mengatakan perbuatan ini kaulah yang melakukan apalagi Poh Thayhiap melihat dan mendengar dengan mata telinga sendiri bagaimana aku tidak dapat mempercayai berita tersebut." "Mereka mati ditangan Djen Bok Hong...." kata Siauw Ling sepatah demi sepatah. "Djen Bok Hongpun telah datang?" seru Coe Koen San tertegun. "Benar ia sudah datang" Siauw Ling mengangguk. "Tapi selama ini ia selalu bersembunyi ditempat kegelapan dan tak suka unjuk muka berturut2 ia melukai sembilan orang jago Bulim justru karena bermaksud hendak memfitnah diriku...." Ia berpaling memandang sekajap wajah Kiem Lan kemudian menambahkan, "Jikalau bukan dia yang ceritakan persoalan ini kepadaku bahkan aku sendiripun tidak tahu kejadian tersebut." "Kau sungguh2 telah menjumpai dirinya?" sinar mata Coe Koen San dialihkan ke arah Kiem Lan senjata roda bergeriginya ditarik kembali dan tangan kanan mengelus jenggot. "Semuanya aku lihat dan dengar dengan mata telingaku sendiri sepatah katapun tidak bohong." Mendengar suara Kiem Lan halus lagi merdu Coe Koen San kerutkan alisnya. "Sebenarnya kau lelaki atau perempuan?" "Budak Kiem Lan perempuan menyaru lelaki." "Oooo kiranya begitu coba kau ceritakan kisah tersebut agar akupun bisa bantu membersihkan Siauw Ling dari segala tuduhan." "Waktu itu Samya menderita luka parah karena kehabisan tenaga ia roboh tidak sadarkan diri mendadak Toa Cungcu munculkan dirinya disana dan langsung menotok jalan darah Samya dan membimbingnya ke dalam kereta sedang ia sendiri bersembunyi dalam kereta dimana secara beruntun melukai sembilan orang jagoan lihay yang melakukan pengejaran dari belakang." "Setelah itu ia melayang pergi dari kereta kisah ini kedengarannya sangat gampang tapi siapa yang mau percaya?" Sembari mengelus jenggot Coe Koen San gelengkan kepalanya berulang kali. "Loohu percaya inilah salah satu siasat dari ketiga puluh empat siasat bagus yang disebut mematahkan bunga disambung pada kayu hal ini tak perlu diherankan lagi." Orang ini benar2 konyol terhadap ucapan tersebut ia sama sekali tidak menaruh curiga. Poh Thian Seng yang selama ini berdiri disamping tanpa mengucapkan sepatah katapun mendadak menimbrung dari samping. "Sebetulnya panglima perang yang telah kalah bertempur tidak berhak banyak bicara tapi dalam hati cayhe ada beberapa persoalan yang tidak mengerti apabila tak kutanyakan rasanya tidak tahan...." "Entah Poh heng ada urusan apa" siauwte pasti akan pentang telinga mendengarkan ucapanmu." "Dari kesembilan jagoan Bulim yang terluka ada delapan orang telah menemui ajalnya hanya Sin Tui Hong Khek dari Hong Jen Sam Yu yang masih hidup orang ini memiliki ilmu meringankan tubuh yang lihay tiada tandingan dikolong langit dialah orang pertama yang berhasil mengejar kereta tersebut dalam jarak yang dekat asalkan ia dapat bicara urusan ini tidak sulit untuk dibikin jelas...." "Entah dimanakah sekarang dia berada?" tanya Siauw Ling dengan nada cemas. "Harap Poh heng suka membawa siauwte pergi kesana mungkin sekali cayhe dapat memberikan sedikit bantuan untuk menyembuhkan luka yang sedang ia derita." Poh Thian Seng termenung berpikir sejenak dia sendiripun tidak berani mengambil keputusan. "Tentang hal tersebut aku harus minta persetujuan dari hweesio pemabok serta sipengemis kelaparan terlebih dahulu kemudian baru bisa memberi keputusan...." katanya. Siauw Ling mengerti orang ini tentu masih menaruh curiga terhadap dirinya karena itu ia tidak banyak bicara lagi sembari berpaling memandang sekejap wajah Coe Koen San katanya, "Setelah Loocianpwee suka mempercayai ucapan cayhe harap kau orang tua mau bantu pula aku orang dalam menerangkan persoalan ini." Ia masih teringat akan pesan Lam Ih Kong yang mengharuskan dia berbicara dengan tingkatan yang sama terhadap siapapun juga tapi kini ia sebut Coe Koen San sebagai Loocianpwee hal tersebut disebabkan ia teringat sewaktu pertama kali berkenalan dengan dirinya ia baru berusia dua belas tiga belas tahunan sedang waktu itu jenggot putih Coe Koen San telah terurai sepanjang dada tidaklah aneh kalau ia sebut dia sebagai Loocianpwee. "Setelah Loohu mempercayai ucapanmu sudah tentu akan bantu pula menjelaskan persoalan ini dihadapan para jagi Bulim." Coe Koen San menyanggupi permintaan pemuda ini. "Tapi berhubung nama busuk Djen Bok Hong telah tersohor diseluruh kolong langit sedang kau pun telah menggabungkan diri dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung. Aku rasa persoalan ini tak dapat dibikin jelas dalam waktu singkat dikemudian hari aku harap kau masih suka sedikit bersabar." "Asalkan Loocianpwee suka mewakili diriku untuk menerangkan persoalan ini kepada para jago Bulim aku rasa lebih dari cukup sedangkan mengenai mereka mau percaya Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo atau tidak tak seorangpun yang dapat memaksa pandangan mereka!" "Saudara cilik asalkan kau dapat melepaskan diri dari belenggu perkampungan Pek Hoa San cung ini berarti dapat menghilangkan pula rasa curiga para jago Bulim terhadap dirimu...." "Hingga detik ini masih susah untuk berbuat demikian" Siauw Ling menggeleng perlahan. "Hal tersebut baru dapat diputusi setelah berjumpa kembali dengan Djen Bok Hong." "Djen Bok Hong adalah manusia yang berhati licik berpendirian keji dan bertangan telengas" tukas Kiem Lan dari samping. "Setelah Samya terperosok ke dalam jebakan mereka untuk melepaskan diri seharusnya menantikan suatu saat yang beruntung baru bertindak...." Ia berpaling dan memandang sekejap wajah Giok Lan serta Tong Sam Kauw lalu tambahnya, "Kalian berdua dapat melihat nona yang patut dikasihani ini?" Mendengar ucapan tersebut sinar mata Coe Koen San serta Poh Thian Seng bersama2 dialihkan ke atas wajah Tong Sam Kauw serta Giok Lan. "Entah siapakah mereka berbuat dan terkena bokongan yang bagaimana sehingga terluka?" tanya mereka berdua hampir berbareng. "Yang seorang adalah sahabat karib budak dan merupakan kawan seiring senasib yang bersama2 melayani Samya sebagai dayang sedang yang lain adalah seorang jago lihay dari Bulim." "Siapa...." sela Poh Thian cepat. "Nona Tong Sam Kauw. Orang2 yang sering melakukan perjalanan melalui jalan raya selatan maupun barat mungkin tidak kenal kalau nama Tong Sam Kauw tapi nama besar keluarga Tong dari Su Tzuan rasanya seluruh kolong langit mengenalinya bukan." "Ehmm...." Coe Koen San mengangguk. "Selama ratusan tahun keluarga Tong dari Su Tzuan selalu menggemparkan dunia persilatan mereka berdiri sebagai sebuah perguruan yang berdiri sendiri entah apakah kedudukan nona Tong Sam Kauw dari keluarga Tong tersebut?" "Kedudukan serta asal usul nona Tong sangat berlainan dengan asal usul kami kakak adik berdua dia adalah cucu perempuan dari Tong Koo Thay." "Bagus sekali kiranya Djen Bok Hong begitu bernyali berani mencari gara2 dengan mereka semua orang dikolong langit mengerti apabila senjata rahasia keluarga Tong di Su Tzuan sangat beracun selama ratusan tahun selalu dianggap sebagai sumber dari segala macam senjata rahasia tidak nyana Djen Bok Hong berani tidak pandang sebelah matapun terhadap keluarga Tong." "Sinar mata kedua orang nona ini sayu air mukanya pucat agaknya ia sudah terkena racun obat pemabok yang sangat lihay" sela Poh Thian Seng tiba-tiba. "Kalau terkena obat pemabok saja tidak suatu perbuatan yang keji dari Djen Bok Hong justru yang mengeram dalam tubuh mereka adalah racun penyusut tulang asalkan racun ini mulai bekerja maka penderitaan yang dirasakan sipenderita luar biasa dahsyatnya membuat orang tidak berani berpikir lebih lanjut...." Ia berpaling memandang sekejap wajah Siauw Ling lalu sambungnya lebih lanjut, "Siauw Samya adalah seorang pendekar sejati yang mulia hatinya dan mengutamakan kebajikan kalau mau ia daoat melepaskan kami untuk melarikan diri sendiri tapi ia tidak tega meninggalkan kami akhirnya ia berbuat demikian ia harus menemui banyak kesulitan semacam ini hari ia dituduh sipembunuh jago-jago Bulim." Demi membersihkan nama baik Siauw Ling tanpa berpikir panjang bagaimanakah akibatnya gadis ini telah menceritakan semua kisah yang telah terjadi. Tetapi setelah ucapan tersebut meluncur keluar ia baru teringat kembali akan kekuatan pihak perkampungan Pek Hoa San cung dalam menjaga rahasia2nya siapa yang berani membocorkan rahasia ia bakal mendapat siksaan yang hebat minta mati tak dapat hiduppun menderita. Teringat hal tersebut hatinya seketika tergetar keras keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya. "Aku rasa kalian berdua telah mengetahui keadaan yang sebenarnya bukan?" ujar Siauw Ling seraya menjura. "Semoga dihadapan para enghiong hoohan itu dari kolong langit kalian dapat membela aku Siauw Ling dengan beberapa patah kata sebelum itu cayhe ucapkan banyak terima kasih terlebih dahulu, gunung nan hijau air nan cerah selamanya tak akan berubah lain waktu kita berjumpa kembali." "Tunggu sebentar!" mendadak Coe Koen San membentak keras. Waktu itu Siauw Ling sudah melangkah pergi mendengar teriakan tersebut ia segera berhenti dan berpaling. "Entah Coe Thayhiap masih ada urusan apalagi?" "Setelah kedua orang nona ini menelan pil racun penyusut tulang entah kapankah racun tersebut mulai bekerja?" "Kurang lebih tujuh hari setelah menelan obat racun itu jikalau terlalu lelah atau menderita luka maka daya bekerja racun itu akan lebih parah lagi." "Semisalnya racun mereka mulai bekerja apa yang hendak kalian perbuat?" "Djen Bok Hong pernah berjanji sebelum racun tersebut mulai bekerja ia akan hantar obat pemusnah buat kami." "Perkataan dari Djen Bok Hong mana boleh dipercaya" jikalau sampai waktunya ia tidak datang?" "Terpaksa kita jalan setapak berpikir selangkah." Sembari mengelus jenggotnya Coe Koen San berjalan bolak balik tiada hentinya jelas ia sedang memikirkan suatu persoalan yang mengalutkan pikirannya. Mendadak Kiem Lan menimbrung dari samping, "Selama tindakan Toa Tjungtju selalu keji tapi ia tak berani mencelakai Sam Tjungtju berhubung Sam Tjungtju mempunyai sangkut paut yang sangat besar dengan masa mendatang perkampungan Pek Hoa San cung karena inilah memaksa ia harus menempuh bahaya coba bersembunyi dibalik kereta sembari membinasakan sembilan orang jago lihay secara beruntung maksudnya dengan tindakan ini agar bisa mengundang datang musuh tangguh bagi Samya agar semua jago Bulim diseluruh kolong langit memandang Siauw Ling sebagai penjahat nomor wahid dan paksa ia tak dapat tempat untuk tancapkan kaki setelah terdesak dalam keadaan begitu mau tak mau Samya harus bergabung kembali ke dalam perkampungan Pek Hoa San cung dan rela berbakti dan jual nyawa buat Djen Toa Tjungtju." "Tidak salah, tidak salah" puji Coe Koen San sambil mengangguk. "Maksud Djen Bok Hong pasti begini." "Setelah Loocianpwee mengetahui keadaan yang sebenarnya ini berarti sepasang pundak kau orang tua mendapat beban seberat seribu kali." "Kenapa pundak Loohu memikul beban seberat seribu kali" apa maksudmu?" tanya Coe Koen San tertegun. "Seluruh jago Bulim yang ada dikolong langit telah menganggap Samya sebagai seorang bajingan yang paling keparat seorang penjahat yang telah banyak melakukan kejahatan dan kini hanya Coe Thayhiap seorang yang mengetahui keadaan sebenarnya apabila Siauw Ling adalah seorang pendekar sejati yang suci bersih bila kau tidak memberi pandangan serta penjelasan maka seluruh jago Bulim dalam kolong langit dengan gusar akan memusuhi diri Samya jangan dikata Siauw Ling berbakat bagus sekalipun manusia terbuat dari tanah liatpun mempunyai sifat tanah liatnya dalam keadaan kepepet dan terdesak kemungkinan besar suatu pertarungan seru akan segera berkobar darah akan mengalir menjadi sebuah selokan kesalah pahaman makin pertebal setelah berada dalam keadaan begini para jagi dalam kolong langit semakin menuduh Siauw Ling sebagai pembantu setia Djen Bok Hong dalam melakukan kejahatan setelah begini satu2nya jalan bagi Samya untuk berlindung adalah baik dan menggabungkan diri kembali dengan perkampungan Pek Hoa San cung...." "Pendapat yang tinggi pendapat yang tinggi loohu pasti akan berjalan mengelilingi kolong langit untuk menerangkan keadaan yang sebenarnya dari Siauw Ling" seru Coe Koen San sembari mengangguk. Mendadak Poh Thian Seng maju dan menjura kepada diri Siauw Ling katanya, "Kiranya Siauw heng adalah seorang manusia bersih yang sama sekali tak bernoda tadi siauwte membuat kesalah pahaman harap kau jangan salahkan diriku." Buru-buru Siauw Ling balas memberi hormat. "Hal ini hanya dapat menyalahkan usia Siauwte masih kecil dan urusan apapun tidak tahu sehingga terperosok dalam lumpur kehidupan hal ini bagaimana boleh disalahkan kepada Cuwi sekalian" katanya sembari tertawa getir. "Setelah kujumpai Djen Bok Hong tentu akan kuusahakan sekuat mungkin untuk menasehati dia cuci tangan dan mengundurkan diri dari dunia persilatan sehingga tidak mencelakai orang2 Bulim lagi." Poh Thian Seng yang mendengar ucapan pemuda ini bersemangat ia menghela napas ringan. "Orang yang berhati bijak dan orang yang berhati jahat kebanyakan memiliki kepandaian silat yang lihay aku takut ucapan mulia dari Siauw heng hanya mendatangkan bencana buat dirimu sendiri." Ia merandek sejenak kemudian terusnya, "Setelah Siauwte selesai upacara penguburan adik angkatku pasti akan mengikuti disamping Coe Thayhiap untuk membikin bersih nama Siauw heng dalam Bulim." "Siauwte merasa sangat berterima kasih atas kemurahan hati kalian, terimalah satu penghormatan dulu dariku" sembari berkata dia menjura dalam2 kepada kedua orang itu. "Siauw heng baik2lah berjaga diri siauwte mohon diri terlebih dahulu" kata Poh Thian Seng sembari balas memberi hormat ia segera putar badan dan berlalu dengan langkah lebar. Coe Koen San pun menyimpan kembali sepasang senjata roda Cing Kang Jie Gwat Siang Loennya. "Menurut apa yang loohu ketahui. Perbuatan yang mereka lakukan kali ini telah tersebar luas diseluruh dunia persilatan semua jago lihay dari kalangan Bulim telah berkumpul semua disini siap bersama2 mencegah terjadinya suatu peristiwa yang mengerikan." "Peristiwa yang mengerikan" peristiwa apakah itu?" "Menurut kabar yang tersiar dalam Bulim katanya jago-jago lihay dari perkampungan Pek Hoa San cung dibawah pimpinan Siauw Ling telah bergerak sebagai barisan pelopor dengan ditunjangi Djen Bok Hong sebagai barisan muncul kembali dalam dunia persilatan, dia akan membasmi Bulim Su Toa Sian atau empat pujangga dari Bulim kemudian melenyapkan Lam Hay Ngio Siong atau lima manusia ganas dari Lam Hay setelah itu mencuci Go bie san dengan darah dan terakhir perguruan Cing Shia pay...." "Siapa yang sebarkan berita ini?" seru Siauw Ling tercengang. "Cayhe tidak lebih hanya pulang kedusun untuk menengok orang tuaku." "Dari mana asalnya berita ini loohu sendiri juga tak tahu peristiwa ini telah tersebar luas diseluruh Bulim terutama didaerah selatan Sihweesio pemabok, sipengemis kelaparan, sipendekar pincang serta loohu tidak lebih hanya merupakan serombongan pertama yang tiba terlebih dahulu makin keselatan rintangan yang kau temui semakin banyak. Saudara cilik kau harus baik2 jaga diri." "Setelah loocianpwee mengetahui apabila Samya hanya kena fitnah belaka harap kau suka mewakili dirinya memberi keterangan kepada para jago lainnya" sambung Kiem Lan cepat. "Hal ini sudah tentu cuma jago Bulim yang berkumpul ditempat ini terlalu banak jumlahnya hanya loohu seorang rasanya terlalu sulit untuk mengetahui kesemuanya ini sungguh sayang sihweesio pemabok serta sipengemis kelaparan lebih dahulu bila kedua orang inipun bisa memahami keadaan yang sebenarnya dan suka munculkan diri untuk meredakan kesalah pahaman ini kekalutanpun dengan cepat bisa diatasi." "Aaaai untuk menjatuhkan tuduhan kepada seseorang seharusnya punya bukti yang kuat" kata Siauw Ling sambil menghela napas panjang. "Jikalau mereka masih bersikeras tanpa memandang mana putih mana hitam mencap diriku sebagai seorang bajingan yang banyak berbuat dosa hal inipun merupakan suatu kejadian yang tak bisa dihindari lagi." "Setelah urusan jadi begini kami berharap saudara cilik suka bersabar Loohu mohon pamit terlebih dahulu." Tanpa menanti jawaban dari Siauw Ling lagi buru-buru ia berjalan meninggalkan tempat itu. Sembari memandang bayangan punggung Coe Koen San yang terburu-buru berlalu Siauw Ling duduk kembali ke atas tanah gumamnya seorang diri, "Semua jago Bulim yang ada dikolong langit menuduh aku Siauw Ling sebagai seorang pembunuh apakah aku harus menyerahkan tengkukku untuk mereka gantung?" Melihat pemuda itu melamun Kiem Lan berjalan menghampirinya. "Samya" ujarnya halus. "Emas murni tak takut dibakar api asalkan Samya bisa bersabar sedikit pada suatu saat urusan akan menjadi terang dengan sendirinya waktu itu seluruh jago lihay yang ada dikolong langit baru merasa malu dan menyesal terhadap diri Samya." Siauw Ling tertawa getir ia bangun kembali. "Aaaai sekalipun perjalanan selanjutnya penuh dengan rintangan dan mara bahaya kitapun tak dapat duduk terpekur terus menerus disini ayoh berangkat." Kiem Lan tersenyum manis sedikit menghibur hati sang pemuda yang sedang risau katanya, "Walaupun keadaan kita sangat berbahaya nyanyian kemaian bergema dari empat penjuru tapi budak sama sekali tidak jeri dari pada berada dalam perkampungan Pek Hoa San cung aku rasa disini jauh Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lebih aman." Sebenarnya Siauw Ling yang melihat ia harus membokong Giok Lan sembari menggandeng pula Tong Sam Kauw keadaannya sangat mengenaskan tapi memandang wajahnya yang penuh dihiasi dengan senyuman semangat pemuda ini pun bangkit kembali pikirnya, "Kiem Lan tidak lebih hanya seorang gadis berusia belasan tahun tapi ia bisa dibikin gembira walaupun berada dalam keadaan bahaya aku Siauw Ling sebagai seorang lelaki sejati apakah tak mampu melebihi seorang perempuan pun?" Berpikir sampai disitu tanpa terasa semangat jantannya berkobar kembali sembari busungkan dada dengan langkah lebar ia melanjutkan perjalanan kedepan. Setelah keluar dari hutan dari tempat kejauhan tampak seorang nenek tua berambut putih bertongkat bambu berdiri menanti kedatangannya dibawah sebuah pohon besar wajahnya serius dengan sepasang mata memancarkan cahaya tajam sedang melototi diri Siauw Ling tak berkedip. Melihat munculnya nenek tua itu Siauw Ling merasakan hatinya tergetar keras pikirnya, "Sepasang mata Chee Toa Nio memancarkan cahaya penuh napsu aku takut kedatangannya tidak bermaksud baik...." "Heee....heee....bocah cilik. Kionghie...." terdengar Chee Toa Nio berseru dengan suara yang dingin dan hambar. "Cayhe sedang murung dan kesal siapa yang perlu mendapat kionghiemu itu?" "Kau dapat keluar dari hutan dalam keadaan hidup2 bukankah hal ini merupakan suatu kejadian yang patut diucapi kionghie?" "Ooooouw....kiranya begitu terima kasih atas perhatianmu." "Cuma....heee....heee....heee....kaupun tak usah bergembira dahulu" sambung Chee Toa Nio lebih lanjut dengan suara dingin. "Para jago yang berkumpul disini makin lama makin hebat rombongan jago Bulim yang barusan kau temui tidak lebih merupakan dari suatu pertunjukkan pembukaan belaka kejadian yang bakal kau temui kemudian akan beratus2 kali lipat lebih mengerikan." "Entah apa maksudnya menakut2ti diriku dengan ucapan tersebut?" diam2 pikir Siauw Ling setelah mendengar ucapan sinenek tua itu. Dengan cepat sahutnya, "Cayhe mengucapkan terima kasih banyak atas perhatian yang popo berikan kepadaku." JILID 6 "Ehmm...." Chee Toa Nio mengangguk. "Menurut apa yang kuketahui anak murid keempat pujangga besar dari Bulim sudah pada berdatangan semua." "Aku sudah tahu" ia putar badan siap pergi dari sana." "Disamping itu masih ada lagi jago-jago lihay dari partai Go Bie serta partai Tjing Shia" teriak Chee Toa Nio menyambung. "Si Lam San Sin Ih atau sitabib sakti dari gunung Lam San yang tersohor banyak akalpun sudah datang semua kau tak bakal mampu menghadapi mereka." "Waaah kalau begitu suasana akan makin ramai jikalau cayhe beruntung bisa lolos dari mara bahaya ini hari pasti akan kudatangi mereka satu persatu mengucapkan terima kasih atas perhatian yang mereka berikan kepadaku." "Heee....heeee....Lam San Sin Ih angkat nama bersama2 Tok So Yok Ong sekalipun kepandaian silatmu lebih baguspun jangan harap bisa lolos dari cengkeramannya." "Ehmm ucapannya ini memang tidak salah" pikir Siauw Ling dalam hatinya. "Semisalnya secara diam2 ia lepaskan racun untuk melukai diriku siapa yang dapat menghindar?" Terdengar Chee Toa Nio melanjutkan kembali kata2nya, "Melihat beberapa lembar jiwa kecil kalian hanya bisa bertahan sampai besok siang aku merasa sedikit kasihan terhadap kalian....aku takut untuk meloloskan diri dari hadangan nanti malampun kamu tak mampu." Walaupun dalam hati kecilnya Siauw Ling menjumpai berbagai persoalan yang meragukan hatinya tapi melihat sikapnya yang dingin dan kaku ia jadi malas banyak bertanya selesai nenek tua itu berbicara ia tertawa hambar. "Terima kasih atas petunjuk yang popo berikan cayhe tentu bertindak lebih hati2." "Kurang ajar, tahukah kau mengapa aku beritahukan kesemuanya ini kepadamu?" tiba-tiba Chee Toa Nio marah2 tongkatnya diketukkan diatas tanah berulang kali. Siauw Ling termangu2 dibikinnya. "Cayhe kurang tahu" "Dalam keadaan serta situasi macam begini hanya aku seorang diri yang bisa menolong keempat lembar jiwa kalian." "Apa" karena tidak mengerti maksud sinenek tua itu Siauw Ling berseru tertahan demi kami berempat apakah Loo popo rela bantu kami melawan para enghiong hoohan dari seluruh kolong langit?" "Hmm asalkan kau suka menyanggupi suatu permintaanku aku akan berusaha menolong jiwa kalian berempat." "Urusan apa" mungkinkah dapat cayhe laksanakan?" "Sudah tentu dapat kau kerjakan." Lama sekali Siauw Ling termenung putar otak tapi belum juga berhasil peroleh jawaban yang mengena akhirnya ia ulapkan tangannya. "Mati hidup cayhe bukan terhitung suatu persoalan yang terlalu memusingkan kepala" katanya perlahan. "Tapi kedua orang nona yang sedang menderita sakit ini telah kehabisan daya kekuatan untuk melindungi diri sendiri jikalau mereka turun tangan secara demikian terus menerus dan dengan senjata rahasia mengancam keselamatan kami mungkin yang kena bencana bukan aku melainkan kedua orang nona ini terlebih dahulu...." "Selama hidup aku tak pernah menaruh rasa iba hati atau rasa kasian kepada orang lain yang kuat menindas yang lemah hal iu adalah merupakan kejadian yang jamak." "Maksud cayhe...." "Aku tahu bukankah maksudmu minta aku memandang wajah kedua nona yang terluka ini suka turun tangan secara suka rela" potong Chee Toa Nio cepat. Selagi Siauw Ling siap berbicara kembali nenek tua itu berebut bicara terlebih dahulu. "Selama hidupku aku belum pernah bekerja tanpa menerima imbalan yang berarti lebih baik kita bicarakan soal barter kita kali ini." "Jikalau demikian adanya persilahkan Loo popo ajukan syaratnya semisalnya cayhe sanggup melakukannya tentu akan kusanggupi bila tak dapat kuterima cayhepun tidak terlalu menyia2kan waktu Loo popo." Sinar mata Chee Toa Nio perlahan-lahan dialihkan ke atas wajah sang pemuda lalu ujarnya lambat2, "Sebenarnya kalau dibicarakan permintaanku bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu berat asal kau merelaka diri dipinjamkan selama tiga hari kepadaku syarat ini boleh dihitung telah terpenuhi." "Apa" pinjam aku selama tiga hari" seorang manusia hidup mana mungkin bisa dipinjam2kan kepada orang, belum pernah kudengar berita selucu dan seaneh ini." Tiba-tiba Chee Toa Nio tertawa terkekeh2. "Heee....heee....kau jangan salah paham aku sudah lanjut usia sekalipun masih genit dan bernapsu birahi tidak mungkin kucari seorang bocah semuda kau untuk melampiaskan napsu birahi tersebut." Merah padam selembar wajah Siauw Ling sehabis mendengar ucapan itu. "Ngaco belo...." Kembali Chee Toa Nio tertawa terkekeh2. "Yang kumaksud dengan meminjam adalah minta kau pergi menyaru sebagai seseorang kemudian bersama diriku menghadiri suatu perjamuan sehabis perjamuan itu selesai aku akan lepaskan dirimu kembali...." "Kau suruh aku menyaru sebagai siapa?" sela sang pemuda. Perlahan-lahan Chee Toa Nio menghela napas panjang. "Menyaru sebagai seornag cucuku dengan usiaku yang telah begini tua rasanya masih pantas jadi nenekmu bukan?" "Seorang lelaki sejati tidak akan berganti she tak akan berganti nama2 boleh aku Siauw Ling pergi menyaru sebagai anggota keluarga Chee kalian?" "Siapa yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dialah bila kau tidak sudi mengabulkam permintaanku aku takut kamu berempat susah meloloskan diri dari sore hari ini juga. Dari pada menderita kerugian besar mengapa tidak kau terima saja permintaanku ini pikirkan tiga kali sebelum mengambil keputusan." "Hmm! kalau mereka benar2 tidak mau lepas tangan aku Siauw Ling terpaksa akan unjuk gigi" seru sang pemuda dengan sepasang mata berkilat. "Setelah memperoleh jalan selamat apa gunanya bersikeras mencari keonaran dan mara bahaya buat diri sendiri apalagi aku hanya pinjam dirimu selama tiga hari setelah lewat tiga hari kau adalah tetap bernama Siauw Ling." Siauw Ling makin tercengang dan keheranan dengan permintaan sinenek tua ini pikirnya dalam hati, "Sungguh aneh sekali belum pernah kutemui berita aneh macam begini....masih ada orang minta aku menyaru sebagai cucunya selama tiga hari." Terdengar Chee Toa Nio melanjutkan ucapannya. "Apalagi daya kerja racun yang mengeram dalam tubuh kedua nona ini sudah berada diambang pintu kendati kepandaian silatmu sangat lihay belum tentu dapat kau lindungi keselamatan jiwa mereka. Eeeei bocah muda pikirlah masak2 bila kau suka bekerja sama kita beberapa orang sama2 memperoleh keuntungan kalau berpencar kedua belah pihak akan menderita luka." "Persoalan ganti nama aku Siauw Ling sudah pastikan diri tak mau melakukan tapi kalau pekerjaan ini dapat menghasilkan keuntungan kedua belah pihak mungkin bisa kupertimbangkan lagi tapi kau harus terangkan dulu apa alasanmu berbuat demikian setelah kupikir kembali baru keputusan bisa diambil." "Jika demikian urusan ini perlu dirundingkan kembali?" "Walaupun semua jago Bulim yang ada dikolong langit menaruh kesalah pahaman terhadap aku orang she Siauw tapi seorang lelaki sejati lebih memikirkan kebajikan daripada keselamatan." kata Siauw Ling dengan wajah serius. "Mereka mendesak aku hingga menemui jalan buntu hal itu merupakan urusan mereka sendiri pokoknya aku tak ingin melakukan perbuatan yang merugikan orang lain Loo popo kau baik2lah berpikir jikalau ingin membantu dirimu untuk melakukan pekerjaan mencelakai orang lain leih baik urusan tak perlu dirundingkan lebih lanjut." "Penawaran setinggi langit baik kalau dibayar kontan" seru Chee Toa Nio sambil tertawa. "Asalkan kau berniat begitu urusanpun lebih mudah untuk diselesaikan tempat ini tidak leluasa untuk bercakap2 bagaimana kalau kalian duduk sejenak dalam gubuk reyotku ini." "Baik silahkan popo membawa jalan." Chee Toa Nio tersenyum ia putar badan dan berlalu. Siauw Ling mengikuti dari belakang mendadak dengan langkah lebar Kiem Lan mengejar kesisinya seraya berbisik, "Samya kau harus berhati2 aku lihat sinenek tua ini tidak mirip orang baik2." "Ehmmmm urusan ini memang rada kukoay kita harus bekerja mengikuti keadaan" sahut Siauw Ling seraya mengangguk. Chee Toa Nio termasuk orang jagoan yang memiliki kepandaian silat sangat lihay pandangan mata serta pendengarannya amat tajam melebihi siapapun kendati suara pembicaraan kedua orang itu amat lirih tapi tak sepatah katapun yang berhasil lolos dari pendengarannya. Tapi ia pura2 belagak pilon dan percepat langkahnya menuju kedepan. Gubuk tempat tinggal sinenek tua ini berada beberapa li jauhnya dari tempat semula tidak selang beberapa saat orang itupun sudah tiba ditempat tujuan. Sikap Chee Toa Nio yang semula dingin, sombong dan hambar kini berubah seratus delapan puluh derajat sembari putar badan ia menyambut kedatangan tetamunya dengan sikap hormat. Dengan langkah lebar Siauw Ling berjalan masuk ke dalam hatinya saat ini merasa iba. Tidak disangka olehnya satu dua jam berselang mereka masih bergerak dengan begitu sengit ternyata kini ia disambut oleh bekas lawannya dengan sikap hormat. Perubahan yang terjadi boleh dibilang seratus delapan puluh derajat dari keadaan semula. Tampak Chee Toa Nio turun tangan menghidangkan sendiri dua cawan air teh buat Siauw Ling serta Kiem Lan kemudian sambil tertawa ujarnya, "Air teh Song Cu Siang Swie Teh ini belum pernah kugunakan untuk menyambut kedatangan tetamu tapi lain halnya dengan kali ini. Silahkan kalian berdua mencicipi dahulu secawan air teh untuk segarkan dulu badan yang letih setelah itu kita baru bicarakan persoalan kita." Walaupun gubuk tersebut jelek reyot tapi cawan teko serta air tehnya merupakan barang berharga. Setelah bergerak selama beberapa jam melawan para jago dunia persilatan saat ini Siauw Ling merasakan perutnya lapar mulutnya dahaga mendengar tawaran itu ia lantas ambil cawannya untuk diteguk. Mendadak terdengar Kiem Lan mendehem berat Siauw Ling mengerti ia sedang memberi peringatan kepadanya jangan minum air teh tersebut terpaksa diletakkannya kembali cawan kumala tadi ke atas meja. Melihat tindakan sang pemuda sambil tersenyum Chee Toa Nio berpaling sekejap ke arah Kiem Lan lalu angkat cawan yang berada dihadapannya dan sekali teguk menghabiskan isi cawan tersebut. "Sam Cungcu tahukah kau mengapa aku bisa memilih tempat sesunyi dan terpencil macam begini untuk melanjutkan hidup?" "Cayhe tidak tahu." "Tempat ini tiada syarat yang cukup untuk disebut menyenangkan memiliki pemandangan yang menarik hati siapapun tidak bakal suka memilih tempat tinggal segersang Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dan sesunyi ini." "Aku rasa Loo popo memilih tempat ini tentu ada alasan2 tertentu." "Sedikitpun tidak salah karena pohon tua berusia ribuan tahun inilah aku jadi kerasan untuk berdiam dalam gubuk sereyot dan sejelek ini selama hampir puluhan tahun lamanya." Agaknya ia mengerti akan dirinya salah bicara tidak menunggu Siauw Ling bertanya buru-buru ia mengubah nada suaranya, "Sewaktu aku berdiam ditempat ini ada seorang bocah berusia delapan tahun hidup bersama2 diriku siapa tahu mendadak dua tahun berselang cucuku itu lenyap tak berbekas sebetulnya aku hendak pergi mencari dirinya tetapi ada janji terlebih dahulu dengan seseorang dan suatu persoalan yang belum kuselesaikan maka tertangguhlah maksudku untuk pergi mencari dirinya." Mendadak sepasang matanya memerah dua titik air mata jatuh menetes membasahi pipinya. Melihat sikap sang nenek yang begitu sedih karena kehilangan cucunya diam2 Siauw Ling ikut merasa beriba hati ia merasa tidak tega pikirnya, "Usia telah lanjut hidup sebatang kara ditempat ini keadaannya memang patut dikasihani dahulu ia tentu hidup berduaan dengan cucunya tapi sekarang sejak cucunya hilang ia jadi sengsara kesedihannya tentu tak terkendalikan lagi." Ingin sekali pemuda ini menghibur sinenek tersebut dengan beberapa patah kata tapi tak diketahui olehnya apa yang harus ia ucapkan akhirnya dengan sedih ia ikut menghela napas panjang. Buru-buru Chee Toa Nio mengusap kering air mata yang membasahi wajahnya dengan paksakan diri perlihatkan wajah gembira sambungnya lebih lanjut, "Tapi aku telah menerima sepucuk surat dari seorang sahabat karibku yang mengundang aku serta cucuku yang lenyap untuk menghadiri suatu perjamuan tapi cucuku telah lenyap dua tahun lamanya hingga kini tiada kabar berita lagi sekrang aku suruh pergi kemanakah mencari balik dirinya?" "Seharusnya secara terus terang kau beritahukan kepada orang itu apa yang sebenarnya telah terjadi apa gunanya kau minta aku untuk menyaru sebagai dirinya?" "Watak sahabat karibku itu amat kukoay walaupun kami sudah bersahabat hampir mendekati puluhan tahun lamanya tapi sekali bentrok suatu pertarungan sengit tak akan terhindar kalau aku terus terang katakan cucuku lenyap ia pasti tak akan percaya sewaktu aku sedang murung dan kesal karena urusan inilah mendadak teringat kembali olehku akan diri Sam Cungcu usiamu hampir sama dengan usia cucuku yang hilang kalau kau suka bantu diriku selama tiga hari setelah kawanku tadi pergi kau tetap bernama Siauw Ling dan akupun tak akan minta bantuanmu dengan sia2 belaka dengan kerahkan segala kemampuan akan kubantu kalian lolos dari cegatan2 jago-jago lihay." "Sebetulnya urusan ini bukan merupakan suatu halangan yang besar dalam kerja sama kita" kata Siauw Ling sesudah termenung sebentar. "Yang belum cayhe pahami justru apa sebabnya kawan karibmu ingin sekali menjumpai cucumu tersebut?" Bibir Chee Toa Nio tampak sedikit bergerak mau mengucapkan sesuatu tetapi segera dibatalkan kembali mengambil kesempatan berbatuk2 ujarnya, "Dahulu kita saling bermusuhan dan makin dendam ini makin pertebal tapi akhirnya karena cucuku itu urusan jadi beres permusuhan mereda disusul dengan suatu persahabatan. Kini apalagi aku tidak membawa serta cucuku untuk menghindari perjamuan tersebut pihaknya tentu menaruh curiga apabila cucuku ada apa2 justru aku tidak ingin terjadi bentrokan lagi pada saat itu." "Cayhe masih tidak paham...." "Bagian mana yang tak kau pahami boleh kau tanyakan kepadaku." "Berapa besar usia Loo popo ini tahun?" "Enam puluh enam tahun." "Loo popo sudah berusia enam puluh enam tahun umur kawan karibmu paling sedikit tentu sudah berada setengah abad ke atas." "Ia lebih tua beberapa tahun dariku tahun ini kawan karibmu tersebut sudah berusia tujuh puluh tahun." "Nah itulah dia kalian adalah manusia2 berusia enam puluh tahunan ke atas perpisahan kalianpun sudah ada sepuluh tahun lebih waktu itu cucumu paling tidak hanya berusia delapan sembilan tahun bagaimana mungkin kawan karibmu itu bisa memandang begitu penting seorang bocah yang sama sekali tak mengerti urusan?" "Apa sebabnya ia bersikap demikian kalau dibicarakan kembali terlalu panjang Sam Cungcu jika kau tidak percaya nah lihatlah sendiri surat undangan ini." Dari dalam sakunya ia ambil keluar secarik surat undangan lalu diangsurkan kedepan. Siauw Ling menerima surat undangan itu dan dibaca isinya. "Dalam sekejap mata perpisahan kita telah berlalu sepuluh tahun setiap saat kupikirkan keadaanmu." "Besok siang ada sebuah tandu akan datang menjemput dirimu untuk datang berkunjung kemari harap kau suka bawa serta cucumu." Chee Toa Nio menghela napas panjang katanya, "Isi surat ini diluaran sepertinya lagi mengundang kedatanganku padahal yang ia pentingkan adalah ucapan yang terakhir setelah kupikir bolak balik akhirnya kurasa bahwa hanya Sam Cungcu seorang yang paling sesuai untuk membantu diriku karena itulah dengan memberanikan diri kuundang kedatangan Sam Cungcu datang kemari guna diajak berunding harap Sam Cungcu suka membantu diriku kali ini." "Persoalan ini sungguh merupakan suatu persoalan yang mengherankan cayhe harus berpikir dan menimbang dahulu sebelum ambil keputusan" kata Siauw Ling seraya mengembalikan surat undangan tersebut. "Baik" Chee Toa Nio segera bangun berdiri. "Kalian berundinglah aku mohon diri terlebih dahulu." "Loo popo silahkan berlalu." Setelah menerima kembali surat undangan itu Chee Toa Nio mohon diri dan mengundurkan diri dari ruangan. Menanti orang itu berlalu Siauw Ling baru memandang sekejap wajah Kiem Lan. "Sudah kau dengar?" "Sudah!" "Urusan ini sedikit rada mengherankan membuat orang merasa ragu dan curiga tapi bila kudengar dari nada Chee Toa Nio yang begitu memohon tidak mungkin palsu." "Pikiran budak bagaikan terbang diawang2 saja" seru Kiem Lan pula setelah termenung sejenak. "Dalam dunia kangouw memang tidak sedikit jagoan lihay yang tidak melupakan kawan2 karibnya tapi apabila dikatakan seorang kakek tua yang berusia tujuh puluh tahun ternyata tidak melupakan seorang bocah berusia belasan hal ini membuat orang merasa kurang percaya...." Mendadak ia memperendah nada suaranya. "Dibalik kesemua ini tentu ada hal2 yang kukoay maksud budak jangan sekali2 kita sanggupi permintaannya." Sepasang alis Siauw Ling berkerut ia bungkam dengan otak berputar keras lama sekali baru katanya, "Aku Siauw Ling mana boleh menyanggupi permintaan nenek tua itu untuk ganti she ganti nama." Mendadak horden tampak bergoyang tahu2 Chee Toa Nio sudah muncul kembali dari ruang belakang. "Selama hidup belum pernah kumohon bantuan orang lain" katanya penuh kesedihan. "Tidak kusangka setelah berusia begini tua ternyata harus mohon bantuan orang lain...." Suaranya kedengaran begitu mengenaskan begitu merengek dan memohon membuat hati orang merasa tak tega apalagi wajah sinenek itupun kelihatan bertambah tua keriput diatas wajahnya makin bertambah banyak rasanya.... Dengan langkah yang berat selangkah demi selangkah ia berjalan menghampiri Siauw Ling ujarnya seraya mengangsurkan tangan kanannya kemuka. "Kalau Sam Cungcu suka membantu diriku, aku rela menghadiahkan dua butir pil mujarab untuk memusnahkan luka racun yang diderita kedua orang nona tersebut." Siauw Ling menunduk memperlihatkan benda yang berada ditelapak tangannya sedikitpun tidak salah sebuah botol kumala kecil tampak sedang diangsurkan ke arahnya." Dengan cepat ia menggeleng dan tertawa. "Maksud baik Loo popo biarlah cayhe terima dalam hati racun yang mengeram dalam tubuh kedua orang nona tersebut merupakan pil racun penyusut tulang itu dari perkampungan Pek Hoa San cung kecuali obat pemusnah yang mereka buat sendiri dikolong langit tak ada obat pemusnah lain yang manjur untuk menyembuhkan racun tersebut." "Sam Cungcu jangan terlalu pandang enteng kedua butir pil pemusnah racun ini jikalau hanya terkena racun keji bisa saja aku tak bakal suka mengeluarkan obat ini untuk kalian." Ia merandek untuk menghela napas panjang kemudian sambungnya lebih lanjut, "Pil ini sudah kusimpan hampir mendekati tiga puluh tahun lamanya ini merupakan barang peninggalan Kiem Hauw si raja racun yang pernah menggemparkan seluruh dunia persilatan enam puluh tahun berselang setelah mengarungi seluruh penjuru dunia akupun hanya berhasil mendapatkan dua butir saja perduli racun sedahsyat apapun asal menelan pil ini racun tersebut seketika akan punah sama sekali walaupun Kiem Hauw tempo dulu tidak membuka perguruan tapi menurut apa yang kuketahui dalam kolong langit saat ini jago-jago penggunaan racun yang ada kebanyakan merupakan ahli warisnya semua Siauw Thayhiap bila kau tak percaya bagaimana kalau kita coba?" "Benda sedemikian berharganya kalau digunakan tidak pada tempatnya bukankah amat sayang?" "Siauw Thayhiap boleh berlega hati jikalau aku tidak mempunyai pegangan sepuluh bagian mencapai sukses mana berani kunasehati dirimu untuk coba obat pemusnah itu." Teringat akan kesukaran2 yang dialaminya selama melakukan perjalanan barusan ditambah pula teringat akan penderitaan Giok Lan sewaktu racun tersebut itu mulai bekerja Siauw Ling merasa jantungnya berdebar keras ia bermaksud untuk menerima tawaran sinenek tua guna memusnakan racun yang mengeram ditubuh mereka sehingga dapat mengurangi beban sendiri disamping memberi bala bantuan kepadanya. Ketika ia berpaling terlihatlah Kiem Lan dengan sepasang mata penuh rasa memohon sedang memandang ke arahnya jelas ia kena digerakan hatinya oleh ucapan Chee Toa Nio barusan. Dalam sekejap mata pikirannya jadi bergolak teringat apabila ia terima pemberian obat pemusnah tersebut untuk memusnahkan racun yang mengeram dalam tubuh Giok Lan serta Tong Sam Kauw ini berarti iapun harus balas jasa baik tersebut dengan berganti nama menyaru sebagai cucu Chee Toa Nio. Sekalipun tiga hari sangat cepat akan berlalu tapi rasa malu ini tak akan lenyap sepanjang masa. Ketika ia sedang kebingungan mendadak terbayang kembali keadaan Giok Lan dan Tong Sam Kauw sewaktu menahan penderitaan mengerutnya tulang, hatinya mulai goyah. Terdengar Chee Toa Nio berkata kembali, "Siauw Thayhiap kau boleh mencoba kemujarapan pil pemusnah tersebut apabila obat tadi tidak berhsil memusnahkan racun yang mengeram dalam tubuh kedua nona itu aku rela sepanjang masa berbakti sebagai budakmu dan menjalankan semua perintah yang kau berikan." "Loo popo terlalu merendah." Ia segera terima botol tersebut tapi dengan cepat diletakkan kembali. "Kenapa?" seru Chee Toa Nio dengan air muka berubah hebat. "Apakah Siauw Cungcu curiga aku sedang gunakan siasat?" "Aku sih tidak pernah punya pikiran demikian hanya ada beberapa patah kata hendak kuterangkan terlebih dahulu." "Silahkan!" "Apabila obat pemusnah dari Loo popo ternyata mujarab dan berhasil memusnahkan racun mereka cayhepun tidak akan banyak bicara segera mengikuti popo untuk menghadiri perjamuan yang diadakan kawan karibmu itu." "Walaupun namanya tersohor diseluruh kolong langit semua orang menaruh rasa jeri kepadanya tapi ia tak akan mencelakai dirimu soal ini kau boleh berlega hati." "Setelah cayhe menyanggupi untuk pergi sekalipun naik kegunung menerobosi hutan pedang tak akan kutolak kembali hanya cayhe harus terangkan dulu aku boleh ikut popo menghadiri perjamuan tersebut tapi namaku tak akan kuganti." "Asal kau suka ikut menghadiri perjamuan itu dalam pandangan sudah tentu akan menganggap kau sebagai angkatan muda keluarga Chee kami." "Perduli bagaimanakah pendapatnya aku tak dapat mengaku secara terus terang dengan mulutku sendiri." "Baik" akhirnya Chee Toa Nio mengangguk menyetujui permintaan itu. "Sampai waktunya kau harus mendengar semua perkataanku sehingga jangan sampai rahasia konangan." "Baik." Diambilnya botol kumala berisi obat pemusnah itu membuka tutupnya dan mengeluarkan dua butir pil warna putih sebesar kacang kedelai kemudian seraya berpaling memandang sekejap wajah Chee Toa Nio katanya, "Loo popo harap kau perhatikan dengan cermat apakah pil ini tidak salah lagi?" "Asal obat ini mengakibatkan celaka bagi kedua orang nona ini aku rela menggunakan selembar jiwaku untuk ditukar dengan kedua lembar jiwa mereka." Air muka Siauw Ling berubah serius secara berpisah ia Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo masukkan kedua pil tadi ke dalam mulut Giok Lan serta Tong Sam Kauw. Bersamaan dengan gerakan pemuda tersebut sepasang telapak Kiem Lan berbareng menotok bebas jalan darah Giok Lan yang tertotok. Terdengar Giok Lan menjerit keras badannya roboh ke atas tanah dan sakit yang hebat. Kiranya sejak racun dalam badannya mulai bekerja sebelum waktunya selama ini racun tersebut selalu kambuh dan tak pernah berhenti. Tapi berhubung jalan darahnya tertotok sehingga ia jatuhkan tidak sadarkan diri sekalipun sakitnya luar biasa tak sepatah katapun bisa dijerit keluar. Lain halnya setelah jalan darah itu dibebaskan rasa saking mengerutnya tulang mulai terasa dan tak kuasa lagi ia menjerit seperti babi disembelih. Melihat keadaan dari gadis itu air muka Siauw Ling berubah hebat seraya melirik sekejap wajah Chee Toa Nio. "Loo popo aku harap mulai sekarang hawa singkangmu disalurkan mengelilingi seluruh badan karena selamanya cayhe tak ingin turun tangan secara membokong apabila kedua orang nona ini salah menelan obat sehingga mencelakai jiwanya cayhe dengan sekuat tenaga akan berusaha membinasakan dirimu sebagai pembalasan dendam atas kematian mereka." Chee Toa Nio membungkam agaknya dia tidak mendengar ucapan dari Siauw Ling ini. "Sungguh aneh sekali....sungguh aneh...." terdengar ia bergumam seorang diri. "Selamanya obat ini amat mujarab kenapa nona ini kelihatan begitu tersiksa?" Sudah berapa tahun lamanya Kiem Lan hidup berdampingan bagaikan kakak beradik dengan Giok Lan sekarang melihat penderitaan Giok Lan yang begitu mengenaskan tak kuasa lagi air mata bercucuran membasahi bajunya. Mendadak terpengar Tong Sam Kauw berseru tertahan badan yang semula duduk bersila kini roboh ke atas tanah wajah yang semula putih bersih bagaikan salju kini dilapisi dengan segulung hawa hitam dari mulut tiada hentinya muntahkan darah bercampur air hitam. Siauw Ling mulau menegang hawa sinkang disalurkan ke dalam lengan kanan lalu perlahan-lahan diangkat siap mengirim sebuah serangan mematikan. "Loo popo berhati2lah" serunya memperingatkan. Selagi ia suap melancarkan serangan mendadak terdengar Chee Toa Nio menghela napas panjang. "Sungguh dahsyat racun yang mengeram dalam tubuh gadis2 ini...." Tiba-tiba badannya berkelebat kesisi Tong Sam Kauw lalu membimbing bangun dirinya. Melihat perubahan yang terjadi didepan mata Siauw Ling turunkan kembali telapak tangannya. Ketika ia berpaling kembali tampak olehnya Giok Lan tidak menjerit2 sembari bergelindingan lagi air mukanya seperti halnya dengan Tong Sam Kauw dilapisi segulung hawa hitam. Air hitam yang kental tiada hentinya muncrat keluar dari mulut sedang napas mulai jadi teratur kembali. Kiem Lan buru-buru berjongkok membangunkan badan Giok Lan yang masih gemetar keras tangan kanannya dihantamkan ke atas punggung Giok Lan. Perubahan ini mengakibatkan baik atau buruk belum dapat diterka Siauw Ling pada saat seperti ini terpaksa ia duduk menanti perubahan selanjutnya. Mendadak segulung bau busuk yang aneh dan saking menusuk hidung menyebar memenuhi angkasa bau itu hebat sekali membuat dada terasa mual mau muntah. Siauw Ling segera mengerutkan alisnya. "Apa yang telah terjadi?" "Aaaaii sudah baik sudah baik" tiba-tiba Chee Toa Nio menghembuskan napas panjang ia memandang sekejap wajah Siauw Ling lalu tambahnya, "Setelah mereka muntah dan berak2 menandakan bahwa obat pemusnah itu sangat manjur silahkan keluar ruangan untuk sementara karena aku hendak gantikan pakaian yang ia kenakan." Siauw Ling mengerti bahwa kepandaian silat yang ia miliki sangat lihay jikalau sampai bergebrak Kiem Lan bukan tandingannya bila ia mengundurkan diri keluar ruangan dan ia turun tangan pada waktu itu. Sekalipun hatinya ragu2 dan curiga terpaksa ia keluar juga dengan hati berat. Kurang lebih sepertanak nasi kemudian dari dalam ruangan terdengar kembali suara Chee Toa Nio berseru, "Sam Cungcu silahkan masuk." Menanti Siauw Ling masuk kembali ke dalam ruangan pemandangan disana telah berubah seratus delapan puluh derajat tampak Tong Sang Kauw serta Giok Lan duduk berjajar diatas tanah sepasang mata mereka terpejam rapat hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh badan sedangkan hawa hitam yang meliputi wajahnya sudah jauh berkurang. "Beruntung aku berhasil menolong jiwa mereka berdua sekarang kedua orang nona tersebut telah lolos dari mara bahaya hanya entah bagaimana dengan kesanggupan Sam Cungcu terhadap permintaanku tadi?" kata Chee Toa Nio sambil tertawa. "Perkataan seorang lelaki sejati selamanya tak pernah diubah setelah aku Siauw Ling menyanggupi permintaanmu apakah sekarang aku bisa berubah pendapat lagi?" Mendadak Tong Sam Kauw membuka sepasang matanya yang sayu tak bercahaya. "Siauw heng terima kasih atas pertolonganmu" katanya sembari coba meronta bangun. "Jangan bergerak....jangan bergerak...." teriak Chee Toa Nio sangat terperanjat melihat gadis itu coba meronta bangun. "Racun yang mengeram dala tubuh nona belum habis tersapu keluar semua dari badan kesehatanmu pulih dan kekuatan masih lemah cepat dengarkan nasehatku untuk tetap duduk tenang sambil salurkan tenaga murni mengelilingi badan." Wakti itu Tong Sam Kauw telah meronta bangun tapi kena ditangkap sepasang tangan Chee Toa Nio dan dipaksa duduk kembali ketempat semula. Perlahan-lahan Siauw Ling menghela napas panjang. "Nona bedua bisa memperoleh bantuan dari Thian sehingga racun yang mengeram dalam tubuh dapat lenyap dengan demikian cayhepun bisa mengurangi kemurungan hatiku lagi." "Hal ini mana bisa menyalahkan diri Samya" sambung Giok Lan dengan lemah. "Lebih baik kalian berdua jangan terlalu banyak bicara" potong Chee Toa Nio dengan cepat. "Dalam empat jam kemudian sisa racun akan bersih dengan sendirinya ketika itu kendati ada selaksa patah kata hendak diutarakan boleh kalian ucapkan sepuas hati...." "Perkataan Loo popo ini sedikitpun tidak salah" ujar Siauw Ling pula sembari tertawa hambar. "Sisa racun yang mengeram dalam tubuh kalian masih belum lenyap sekalipun telah menelan pil mujarab hadiahnya kamu semua harus atur pernapasan." "Menurut pendapatku" tiba-tiba Chee Toa Nio mengusulkan. "Lebih baik untuk sementara waktu Sam Cungcu menyingkir dahulu dengan demikian mungkin bisa dihindari dari banyak percakapan yang tak berguna." Siauw Ling menurut ia putar badan berjalan keluar dari gubuk menuju kesisi pohon tua berusia ribuan tahun itu. Dari sana ia pandang pemandangan ditempat kejauhan teringat sepasang orang tuanya yang telah lama ditinggalkan hati terasa amat sedih dan susah ditahan. "Entah bagaimana dengan ayah serta ibu saat ini sejak beberapa tahun berselang ia tinggalkan rumah tanpa pamit dan hingga kini tiada kabar berita tentang dirinya entah berapa banyak air mata yang sudah mereka cucurkan?" Saking sedihnya tak terasa air mata mengucur keluar membasahi pipinya pandangan jadi buram. Mendadak terdengar suara kibasan sayap burung berkumandang datang dan seekor burung merpati berwarna putih melayang turun dari atas dahan pohon yang rindang setelah terbang satu kalangan kemudian meluncur ke arah rumah gubuk tersebut. Melihat hal itu Siauw Ling merasa hatinya sedikit bergerak pikirnya, "Chee Toa Nio mengasingkan disini ia jarang berhubungan dengan para jago Bulim lalu dari mana datangnya burung pos ini?" Selagi dia merasa curiga Chee Toa Nio dengan langkah ringan telah muncul diambang pintu tangannya membawa secarik kertas putih wajahnya serius penuh ketegangan. Burung pos berwarna putih yang kelihatan terbang mengitari rumah gubuk tadi kini berada diatas pundak kirinya. "Agaknya apa yang dikatakan tidak pernah mengadakan hubungan dengan kawan2 Bulim hanya merupakan ucapan kosong belaka." Selagi ia berpikir Chee Toa Nio telah tiba disisinya sembari menyerahkan surat yang ada ditangannya kepada Siauw Ling. Pemuda kita segera menerimanya dan membaca isi surat tersebut. "Loocianpwee sudah lama mengasingkan diri dari keramaian Bulim kenapa karena orang lain rela mengikat permusuhan dengan kawan2 dunia persilatan setelah membaca surat ini kami harap pemberian muka kepada kami agar suka mengusir Siauw Ling sekalian berempat dari rumah Loocianpwee." "Sebelum sang surya lenyap disebelah barat kami harap permintaan itu sudah dilaksanakan bila membangkang walaupun boanpwee ada maksud membelai loocianpweepun tidak mampu berbuat banyak." Surat itu singkat sekali dan dibawahnya tercantum sebuah tulisan Hwie atau artinya terbang. Sehabis membaca surat itu Siauw Ling mendongak menghela napas panjang. "Kesalah pahaman kawan2 Bulim dikolong langit terhadap diriku ternyata sudah sedalam ini kelihatannya urusan bisa dibikin selesai dengan andalkan ucapan belaka." Sinar matanya dialihkan ke arah Chee Toa Nio lalu tambahnya, "Bagaimana menurut pandangan Loo popo?" "Kalau aku tak bermaksud melindungi kalian, apa gunanya kuhadiahkan kedua butir pil mujarap tersebut buat nona berdua?" "Loo popo berbuat demikian hanya karena ingin pinjam cayhe menyaru sebagai cucumu selama tiga hari nilai yang harus kau bayar tak terlalu besar." "Urusan telah jadi begini akupun tak ingin berpikir lebih banyak, sekalipun harus mengikat permusuhan dengan para jago Bulim yang ada dikolong langitpun merupakan hal yang apa boleh buat." "Kita tidak saling mengenal, pemberian obat mujarab cukup membuat cayhe sekalian merasa sangat berterima kasih menurut pendapat cayhe lebih baik Loo popo jangan ikut campur dalam air keruh kali ini, biarlah cayhe hadapi serangan mereka seorang diri. Bila beruntung aku tidak mati besok siang akan kutemani diri Loo popo untuk menghadiri perjamuan yang diadakan kawan karibmu itu." "Kalau tidak beruntung kau mati dalam pertarungan tersebut?" "Ketika itu cayhepun sudah mati, sudah tentu tak dapat kupenuhi janjiku itu" sahut Siauw Ling setelah tertegun sejenak. "Justru karena itulah aku tidak mengharapkan kau mati dalam pertarungan yang bakal terjadi sekalipun dikolong langit dapat kucari kembali orang yang suka menyaru sebagai cucuku tapi dalam waktu singkat kau diharuskan aku pergi kemana untuk menemukan kembali" demi perjamuan yang akan diadakan besok pagi mau tidak mau aku harus berusaha sekuat tenaga untuk melindungi keselatan." "Tentang hal ini aku lihat tidak usah" seru Siauw Ling cepat. Chee Toa Nio berdiam diri tiba-tiba dia robek kertas tadi jadi dua bagian sebagian tetap dipegang sedang bagian yang lain dimasukkan ke dalam tabung tembaga yang terikat dibawah sayap burung merpati tersebut kemudian lepaskan burung tadi keangkasa. Dengan sebat burung merpati tadi terbang keawang2 dalam sekejap mata telah lenyap dari pandangan. Menanti burung merpati tadi lenyap dari pandangan Siauw Ling berpaling dan bertanya kepada diri Chee Toa Nio dengan suara lirih. "Popo siapakah menulis surat barusan" agaknya ia sangat kenal dengan Loo popo." "Hal ini sudah tentu selamanya aku tidak suka bersurat2an dengan seorang manusia tanpa nama." Melihat nenek itu tak ingin mengutarakan asal usul dan kedudukan orang itu Siauw Lingpun tak bertanya lebih jauh ia mendongak memeriksa keadaan cuaca lalu katanya lagi, "Satu jam lagi sang surya aka lenyap diufuk barat saat2 inilah merupakan waktu yang paling tepat bagi pihak lawan untuk melakukan serangan Loo popo apakah kau mempunyai persiapan untuk mengatasi persoalan ini?" Chee Toa Nio termenung beberapa waktu ia berpikir sebelum menjawab. "Saat ini hanya ada dua jalan saja untuk mengatasi hal tersebut pertama jauh2 menyingkir agar mereka menubruk tempat kosong...." "Waaah....waaah....cara ini tidak cocok" tukas sang pemuda dengan cepat. "Menurut dugaanku kalau tidak salah semua gerak gerik kita saat ini sudah berada dalam pengawasan mereka." "Kalau begitu kita harus lakukan dengan cara kedua yaitu bertarung mati2an melawan mereka tapi untuk mengambil jalan yang kedua ini kita perlu mengadakan persiapan2 sehingga kalau maju bisa menyerang dan kalau mundur bisa bertahan." "Mau bergebrak atau bertahan bagi cayhe itu urusan enteng tapi justru yang cayhe kuatirkan apakah sebelum sang surya lenyap disebelah barat luka racun yang diderita nona Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tong Sam Kauw serta Giok Lan berdua bisa sembuh...." "Sekalipun racun yang mengeram dalam tubuh mereka bisa diatasi" sela Chee Toa Nio. "Tapi kekuatan tubuh mereka belum pulih dalam dua belas jam mendatang mereka masih tidak berkekuatan untuk menghadapi serangan musuh." "Aaaai jika kita tinjau dari nada ucapan dalam surat tersebut musuh yang hendak menyerang nanti berjumlah tidak sedikit sedang pihak kita hanya tiga orang disamping harus bertahan masih pula harus memecah perhatian guna melindungi keselamatan kedua orang nona yang belum sembuh dari lukanya bila cara kita bertahan tidak sempurna aku takut kegagalan yang kita temui berakibatkan lebih fatal...." "Memang hal itu perlu dikuatirkan tapi cukup kita berusaha untuk mempertahankan diri hingga besok siang bala bantuan segera akan tiba disini." "Maksud bala bantuan dari sahabat karibmu?" "Tidak salah sekalipun ia turun tangan bukan karena aku demi keselamatanmu ia pasti memberi bantuannya." "Tapi kami tidak saling mengenal" seru Siauw Ling bimbang. "Benar kau sebagai Siauw Ling tentu tidak kenal dengan dia tapi ia tak akan memandang kau sebagai manusia she Siauw ia akan menolong dirimu sebagai cucuku." Mendadak suara terompet yang serak dari tempat kejauhan suara itu mengalun memenuhi angkasa mendatangkan yang tidak sedap dalam hati. "Bagus sekali" teriaknya. "Sebelum kita merundingkan siasat untuk menghadapi mereka pihak mereka sudah mulai bergerak." "Benar" seru Siauw Ling menyambung setelah melihat keadaan cuaca. "Batas2 waktu yang ditentukan masih panjang mengapa dia sudah mulai menyerang lebih pagian?" "Aku rasa mereka mulai gusar karena melihat aku merobek2 surat yang mereka kirimkan sehingga serangan dipercepat." "Jikalau demikian adanya kita harus buru-buru menyusun rencana dalam menghadapi mereka. Menurut pendapat cayhe ada baiknya Loo popo bertanggung jawab atas keselamatan nona Tong berdua biar cayhe seorang yang menyambut kedatangan mereka." "Sudah, sudah cukup tak usah kau teruskan lagi ucapannmu itu caramu ini tak bisa jalan" potong Chee Toa Nio tidak menunggu pemuda tersebut menyelesaikan kata2nya."Jumlah mereka sangat banyak mana mungkin kau bisa menghadapi serangan mereka dengan tenaga seorang" pepatah mengatakan mau pukul ular hajar dulu kepalanya mau tangkap bajingan tawan dulu pemimpinnya kita harus berusaha menangkap dulu sang pemimpin yang pegang kekuasaan tertinggi dalam gerakan kali ini." Ia merandek sejenak lalu sambungnya lagi, "Eeeeei bagaimana dengan kepandaian silat sibocah perempuan yang tidak keracunan itu?" "Seharusnya boleh dihitung jago kelas dua." "Senjata rahasia keluarga Tong dari Su Tzuan sudah tersohor dalam Bulim sejak ratusan tahun berselang" ujar Chee Toa Nio sesudah termenung sebentar. "Kalau Tong Sam Kauw tidak terluka ia merupakan orang pembantu yang paling baik kini kita terpaksa harus mengandalkan kekuatan kita bertiga sama2 bertempur dengan membentuk sebuah barisan segitiga dengan pertahanan ini kita kangan memberi kesempatan kepada mereka untuk menerjang dekat rumah gubuk ini." "Tak bisa jadi!" tukas Siauw Ling tak setuju. "Sekalipun dengan turun tangan berbareng kekuatan kita makin bertambah dalam menghadapi segala perubahan tapi penjagaan terhadap keselamatan kedua orang nona yang masih lemah itu bukankah sangat kendor." "Justru karena soal inilah aku merasa serba susah kekuatan kita bertiga masih bisa bertahan satu hari satu malam dari serbuan mereka ke dalam rumah gubuk itu, aku bisa saja membawa mereka berdua bersembunyi diruang bawah tanah. Tapi yang kutakuti adalah kekuatan musuh terlalu besar hingga kita sendiripun tidak kuat bertahan dan harus mengundurkan diri pinjam cuaca gelap ditengah malam. Kalau sampai begitu kita tak bisa menjaga keselamatan kedua orang nona yang berada di dalam ruang bawah tanah itu lagi." "Bagaimana dengan ruangan rahasiamu itu cukup kuat untuk bertahan dari serbuan mereka." "Kuat sih kuat orang yang tidak mengerti cara membuka pintu rahasia itu jangan harap bisa menerjang ke dalam justru satu2nya kekurangan adalah ruangan rahasia itu tidak punya jalan rahasia lain yang menghubungkan tempat itu dengan tempat lain." "Menurut pendapat cayhe lebih baik kita hantar kedua orang nona ini bersembunyi di dalam ruangan rahasia dengan demikian pikiran kita tak usah dikacaukan dengan rasa kuatir atas keselamatan mereka lagi kita dapat pusatkan semua perhatian untuk menghadapi pihak lawan yang datang menyerang." "Kalau demikian adanya bukankah kita harus mempertahankan gubuk ini mati2an?" kata Chee Toa Nio seraua berpaling dan memandang sekejap gubuknya. "Menurut pandangan cayhe hanya jalan ini yang paling sesuai." Akhirnya Chee Toa Nio mengambil keputusan dalam hatinya ia mengangguk. "Baiklah kita berbuat begini saja dan kedua nona itu akan kuhantar dulu ke dalam ruangan rahasia." Kurang lebih seperminum teh Chee Toa Nio muncul kembali bersama2 Kiem Lan. Nenek tua itu memandang sejenak keadaan ditempat kejauhan lalu memandang pula pohon tua yang berdaun rimbun ujarnya lirih, "Aaaai....semoga saja pohon tua yang telah berusia seribu tahun ini bisa lewati peristiwa ini dalam keadaan utuh." Tiba-tiba Kiem Lan bergeser kesisi Siauw Ling lalu berbisik lirih, "Kamar rahasia dari Tjhe Loocianpwee itu sangat kuat dan aman sekali sekalipun mereka lepaskan api membakar gubuk inipun tidak akan membahayakan keselamatan nona Tong serta enci Giok Lan." Siauw Ling menghembuskan napas panjang sehabis mendengar perkataan dari gadis tersebut. "Oooo justru yang paling kukuatirkan adalah mereka lepaskan api membakar gubuk ini tapi kalau memang demikian kenyataannya hatikupun bisa lega." "Samya dimana bisa mengampuni orang ampunilah mereka tindakanmu jangan terlalu telengas." "Soal itu susah dikatakan aku akan lihat dulu bagaimana tindakan mereka terhadap kita." "Samya kau sudah banyak bersabar dan kinipun Tjoe Koen San serta Poh Thian San telah menyanggupi untuk jelaskan duduknya persoalan Samya kepada jago-jago kalangan Bulim aku rasa tidak lama kemudian peristiwa ini bisa dibikin terang Samya kalau kau tak bisa menahan sabar lagi dan turun tangan melukai orang bukankah jasa2 baik mereka akan hancur berantakan?" "Aaaai! perkataanmu sedikitpun tidak salah...." Siauw Ling mengangguk dan hela napas panjang. Kiem Lan tertawa mesem sambungnya, "Racun keji yang bersarang ditubuh nona Tong serta enci Giok Lan menurut keadaan sebetulnya kecuali Djen Toa Cungcu dikolong langit tak ada orang yang bisa menolongnya lagi tapi justru mereka sudah berjumpa dengan Chee Loocianpwee dan berkata pemberian obat mujarabnya jiwa nona Tong serta enci Giok Lan bisa ditolong dari lembah maut ini membuktikan apalagi pepatah yang mengatakan orang budiman selalu mendapat berkah dari Thian bukan kosong belaka dan hal ini makin mempertebal maksud budak untuk banyak berbuat amal." Sreet! tiba-tiba sebatang anak panah bersuara meluncur datang menembusi angkasa. Melihat datangnya anak panah bersuara itu Chee Toa Nio tertawa dingin tongkatnya segera digetarkan membabat jatuh datangnya serangan tersebut ujarnya, "Mereka sudah bersiap melakukan serbuannya coba kau lihat ada baiknya aku bantu kalian melawan mereka...." "Lebih baik Loo popo berdiri diluar kalangan" tukas Siauw Ling sebelum nenek itu menyelesaikan kata2nya. Mendadak Chee Toa Nio gusar. "Omong kosong bila aku tidak ingin membantu kalian sekalipun kamu berlutut mohon dan merengek2pun tak berguna tapi sekali aku tidak sekali aku sudah menyanggupi sekalipun kamu tidak setujupun tak bisa menahan niatku ini." "Baik, baiklah! loocianpwee jangan marah2 dulu" buru-buru Kiem Lan berseru sambil tersenyum manis. "Jikalau Chee Loocianpwee ada niat membantu kita sekuat tenaga sudah tentu akan kami sambut bantuan loocianpwee ini dengan senang hati silahkan kau orang tua segera ambil pucuk pimpinan dan mulai atur siasat." "Musuh yang datang menyerang berjumlah sangat banyak" kata Chee Toa Nio tidak sungkan2 lagi. "Dan pihak kita hanya tiga orang belaka hal ini sangat tidak menguntungkan kita kalau bergebrak saling berhadapan menurut pendapatku lebih baik kita masing-masing mempertahankan satu bagian tempat kedudukan dan bergebrak dengan saling bantu membantu." Sinar matanya dia alihkan ke arah Kiem Lan lalu sambungnya, "Nona dapatkah kau menggunakan senjata rahasia." "Bisa sih bisa hanya kurang sempurna." "Bagus sekali silahkan nona bertahan di dalam rumah gubuk itu sedang aku serta Siauw Cungcu akan menahan serangan musuh dikedua samping gubuk ini kita batasi sekeliling gubuk sebagai tempat pertahanan jangan kasih kesempatan kepada mereka untuk mendesak terlalu dekat!" "Baik akan cayhe ikuti petunjuk dari Loo popo." Siauw Ling pun akhirnya mengangguk. Sejak Lam Ih Kong memberi wanti2 kepadanya untuk tidak menyebut semua jago Bulim yang ada dikolong langit dengan sebutan Loocianpwee tidak terkecuali pula dengan Chee Toa Nio kali ini ia hanya menyebutnya sebagai Loo popo. ooooo0ooooo "Loocianpwee!" kata Kiem Lan lirih. "Budak ada beberapa patak ucapan, entah dapatkah kuutarakan?" "Kalau ada pertanyaan katakan saja secara blak2an." "Antara kira dengan para jago Bulim yang melakukan penyerangan tiada ikatan dendam ataupun sakit hati, rasanya tidak perlu buat kita untuk turun tangan keji terhadap mereka menurut pendapat budak kalau tidak terpaksa lebih baik jangan kita lukai orang." "Mereka datang menyerang dengan hati berlapis2 sikap mereka tidak lebih mirip bajingan2 tengik ini menandakan kalau mereka semua tidak pandang sebelah matapun terhadap aku sinenek tua kalau tidak kuberi sedikit pelajaran kepada mereka dikemudian hari aku sinenek tua mana punya muka untuk tancapkan kaki kembali di dalam dunia persilatan." Kembali Kiem Lan akan menasehati nenek itu dengan beberapa patah kata atau pada saat itu pula terdengar suara desiran tajam berkumandang datang sebatang anak panah dengan kecepatan laksana kilat kembali meluncur datang. Kali ini Chee Toa Nio tidak menggerakkan tongkatnya untuk menyampok jatuh datangnya anak panah tersebut ia hanya menggetar miring datangnya anak panah tadi sehingga berganti arah dan menancap diatas pohon tua disisinya. Sungguh hebat datangnya serangan barusan ternyata ujung anak panah terbenam sedalam enam tujuh coen diatas pohon tersebut bahkan ekor anak panah tadi bergetar tiada hentinya. Melihat kelihayan anak panah tersebut Siauw Ling merasa amat terperanjat. "Datangnya serangan anak panah barusan sangat ganas dan hebat ini menandakan tenaga kweekang yang dimiliki pihak lawan sangat mengejutkan hati" serunya terasa. Air muka Chee Toa Nio pun ikut berubah hebat setelah melihat kehebatan serangan anak panah tersebut. "Oooouw bagus, bagus sekali tidak kusangka diapun ikut hadir dalam serbuan ini" katanya dingin. "Siapa?" "Sin Cian Kan Koen atau panah sakti penyapu jagad Tong Yen Khie." "Ia bisa menggunakan gendewa keras yang berkekuatan begitu besar kepandaian silatnya pasti tidak lemah" seru Siauw Ling. "Orang ini memiliki tenaga dalam yang maha sakti ia bisa merentangkan gendewa seberat seribu kali senjata yang digunakanpun mempunyai bobot mati yang mengerikan." "Oooo begitu" senjata apa yang ia gunakan?" "Sebuah senjata palu berantai perak yang panjangnya ada satu tombak lebih dua depa." Nenek tua ini merandek sejenak untuk tukar napas lalu sambungnya lebih lanjut, "Kau harus bersikap sangat hati2 waktu berjumpa dengan dirinya janganlah menyampok datangnya serangan anak panah dengan gunakan senjatamu jangan terima serangan keras lawan keras dengan senjata tajamnya." "Terima kasih atas petunjukmu." "Samya kau harus berhati2" seru Kiem Lan pula dengan suara berat. Sembari berseru gadis ini meloncat masuk ke dalam gubuk untuk menempati pos penjagaan. Sepeninggalnya gadis Kiem Lan pemuda she Siauw ini berpaling ke arah Chee Toa Nio sembari berkata, "Loo popo bagaimana kalau kita bersembunyi dahulu diatas pohon tua ini disamping menyelidiki gerakan mereka?" Tidak menunggu jawaban lagi ia mengempos napas dengan gerakan lurus melayang naik setinggi satu tombak tangan kiri menyambar batang pohon kemudian sekali ayun menyembunyikan badannya dibalik ranting serta dedaun yang lebat. "Oooouw....sungguh indah ilmu meringankan tubuhnya" puji Chee Toa Nio lirih. Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Iapun menutulkan tongkatnya ketanah sedang sang badan melayang keangkasa ikut bersembunyi dibalik dedaunan yang lebat. Tidak lama kedua orang itu menyembunyikan diri dua sosok bayangan manusia dengan cepatnya telah muncul didepan mata. Meminjam lubang2 diantara dedaunan Siauw Ling mengintip kebawah tertampak olehnya orang itu berusia kurang lebih tiga puluh tahunan badannya terbungkus oleh pakaian singsat dengan ditangan mencekal sebilah golok tunggal. Agaknya kedua orang itu menaruh rasa jeri terhadap kelihayan Chee Toa Nio sewaktu tiba kurang lebih empat lima tombak didepan rumah gubuk tersebut mereka berhenti. "Loo popo siapakah kedua orang ini?" bisik Siauw Ling dengan ilmu menyampaikan suaranya. "Tidak lebih dua orang prajurit tak bernama yang ditugaskan menyelidiki keadaan sini." "Perlu kita tangkap dulu kedua orang ini dan dikasih sedikit hajaran...." "Apa bangganya menangkap prajurit2 tak bernama" biarkan saja mereka disana." "Ketika itu ada kembali empat sosok bayangan manusia melayang datang kedepan rumah gubuk itu." "Orang yang berada dipaling depan adalah seorang lelaki berjubah biru langit dengan perawakan yang tinggi kekar mata cemerlang hidung mancung dan mencekal sebuah kipas ditangan." "Dibelakang orang itu mengikuti tiga orang lelaki kekar yang masing-masing mencekal sebuah senjata toya terbuat dari perak kecuali orang yang ada disebelah kiri disamping membawa toya dipunggungnya tersoren pula sebilah pedang panjang...." "Kenal kau dengan orang2 ini?" bisik Chee Toa Nio lirih. "Tidak kenal mungkin Loo popo kenal dengan mereka." "Orang ini adalah salah seorang pendekar muda yang berwatak aneh dan menggetarkan seluruh dunia persilatan walaupun ia baru lima tahun terjunkan diri ke dalam dunia kangouw tapi semua jago Bulim yang ada di Ih Ouw Siang dan Kan empat keresidenan besar berhasil dikuasainya kini ia diangkat sebagai Cong Piauw Pacu dari keempat keresidenan tersebut" ujarnya Chee Toa Nio kasih keterangan. Ia merandek sebentar untuk melirik sekejap ke arah Siauw Ling lalu sambungnya lebih jauh, "Sebetulnya sudah banyak tahun aku tidak mencampuri urusan dunia kangouw lagi terhadap bakat2 muda yang muncul dalam Bulim serta peristiwa2 yang terjadi dewasa ini tidak mau tahu tapi orang ini setelah berhasil menduduki kursi Cong Piauw Pacu dari empat keresidenan beberapa kali pernah datang menyambangi diriku bahkan minta aku muncul kembali kedunia persilatan guna membantu dirinya." "Disamping kesemuanya ini ia bercerita pula akan kacaunya Bulim saat ini dia berkata bahwa lima tahun kemudian dalam Bulim tentu akan terjadi suatu peristiwa penjagalan manusia yang belum pernah dijumpai selama ini menurut dia ia munculkan diri dalam Bulimpun karena ingin menolong bencana ini...." "Hmm perkataan orang ini sangat menarik hati dan aku hampir2 saja aku tertarik oleh ucapannya sejak itu hari di dalam setengah tahun ia sudah datang sebanyak tiga kali dan tiga kali pula kena kutolak. Tidak sangkanya untuk keempat kalinya ia datang kemari pula aku terdesak dan akhirnya tutup pintu tidak menjumpai dirinya." "Ketika itu akupun bersembunyi diatas pohon sambil secara diam2 mengawasi gerak geriknya ternyata selama empat jam dengan sabar ditunggunya kemunculanku didepan pintu kesabaran yang ia miliki benar2 melebihi orang lain...." Kembali nenek tua itu merandek untuk periksa keadaan disekitar pohon setelah itu tambahnya lebih lanjut, "Hitung2 imamku cukup kuat bertahan selama tiga empat jam diatas pohon ini. Mungkin ia menyadari juga akan keteguhan hatiku sehingga matikan niatnya untuk mengundang aku muncul kembali dalam dunia persilatan." Siauw Ling yang setengah harian lamanya mendengarkan cerita nenek ini tapi belum juga mengetahui nama si orang yang diceritakan kini tak bisa menahan sabar lagi. "Loo popo tahukah kau siapa nama orang ini?" tanyanya. "Sudah tentu aku tahu. Dia bernama Be Boen Hwie...." Tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring berkumandang datang memutuskan ucapan sinenek itu. "Loocianpwee adalah seorang jago yang bernama baik dalam dunia persilatan apa gunanya kau orang tua melindungi seorang bajungan tengik yang banyak melakukan kejahatan dan sepasang tangannya berpelepotan darah sehingga bentrok dengan jago-jago Bulim dari kolong langit." Terdengar orang itu merandek sejenak lalu menyambung kembali, "Selamanya boanpwee kagum dan menghormati watak2 kesatria loocianwpee sehingga selama ini berusaha melarang anak buah kami melanggar daerah loocianpwee sebatas pohon tua ini. Tapi keadaan ini hari jauh berbeda kecuali boanpwee masih ada lagi paderi2 sakti dari Siauw lim pay serta jago-jago Bulim lainnya dari seluruh kolong langit. Saat ini mereka sedang beristirahat disebuah hutan kurang lebih dua li dari tempat ini. Setelah banyak tenaga dan mengutarakan banyak kata akhirnya mereka memberi persetujuan agar boanpwee untuk terakhir kalinya menasehati diri Loocianpwee untuk jangan mencampuri urusan ini ucapan cayhehanya terbatas sampai disini saja mohon loocianpwee suka berpikir tiga kali sebelum bertindak." "Gerak gerik orang ini tidak jelek dikemudian hari ia pasti berhasil merebut suatu kedudukan terhormat dalam Bulim...." bisik Siauw Ling setelah memandang sekejap wajah Be Boen Hwie. "Tidak usah dikemudian hari" tukas Chee Toa Nio. "Dengan posisinya saat ini sebagai Cong Piauw Pacu empat keresidenan besar kedudukannya tidak berada dibawah kedudukan seorang ciangbunjien perguruan besar...." "Orang ini begitu susah dihadapi biarlah cayhe yang hadapi dirinya." "Untuk bergebrak melawan dirinya bukan saja kau harus mempunyai aneka ilmu silat yang ruwet untuk menghadapi segala perobahan bahkan jangan sekali2 tertarik oleh ucapannya yang menggerakkan hati." "Akan kuingat semua Loo popo harap berlega hati...." Pemuda ini tidak memberi kesempatan pada Chee Toa Nio untuk melanjutkan kata2nya mendadak ia mengempos napas dan melayang turun dari balik dedaunan. Sinar mata Be Boen Hwie berkilat sewaktu melihat gerakan Siauw Ling sewaktu turun melayani ke atas permukaan tanah bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu tapi dibatalkan niatnya itu. Kipas yang ada ditangan kanan segera diangkat sejajar dada sedang tangan kiri disiapkan dari arah samping. Silelaki kekar yang berada disebelah kiri diantara ketiga orang itupun dengan gerakan secepat kilat meloloskan pedang yang tersoren pada punggungnya. Jelas mereka telah menyadari menghadapi musuh tangguh setelah melihat gerakan yang indah dan enteng dari Siauw Ling waktu melayang turun kepermukaan tanah barusan. Sikap Siauw Ling sangat tenang ia melirik sekejap wajah Be Boen Hwie lalu melangkah kedepan lambat2 terhadap barisan yang telah mempersiapkan diri ia tidak ambil pusing bahkan memandang sekejappun tidak. Ternyata Be Boen Hwie seorang jago yang berilmu tebal kipas yang semula berada ditangan kanan kini dipindahkan ketangan kiri dengan cepat sedang pedang yang berada ketangan kanan terhadap tindakan Siauw Ling yang mendekat sama sekali tidak mencegah maupun menegur. Lain halnya dengan ketiga orang lelaki kekar yang berdiri dibelakang Be Boen Hwie mereka tidak bisa menahan sabar dan mulai menggerakkan toyanya menyerang dari kedua belah sayap kiri dan kanan sehingga posisi mereka saat ini berbentuk barisan segitiga yang kuat. Mendadak Siauw Ling berhenti tangan kanannya secepat kilat meloloskan pedang panjang yang tersoren diatas punggung. "Siapakah saudara?" terdengar Be Boen Hwie menegur sembari tertawa dingin tiada hentinya. "Cayhe Siauw Ling." "Oooo....kiranya Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung selamat berjumpa selamat berjumpa." "Terima kasih saudara adalah Be Boen Hwie." "Benar cayhe bernama Be Boen Hwie." "Dan merupakan Cong Piauw cu dari Ih Ouw Sian Kan empat keresidenan besar" sambung sang pemuda lebih lanjut. "Gerombolan liar Bulim tak bisa dibandingkan dengan kecermelangan nama perkampungan Pek Hoa San cung" tukas Be Boen Hwie dengan cepat. Suasana untuk beberapa waktu jadi sunyi seperminum teh kemudian Siauw Ling kembali memecahkan kesunyian ujarnya, "Kita tidak saling kenal mengenal, apa sebabnya saudara memimpin jago-jago Bulim untuk memusuhi aku orang she Siauw?" "Apa pula kesalahan orang2 Bulim dikolong langit sehingga Siauw Cungcu begitu tega turun tangan keji menjagali mereka apalagi diantara kesembilan korban kejahatanmu salah satu diantaranya merupakan pembantu setiaku. Jangan dikata aku harus menuntut balas buat sang korban yang menemui ajalnya ditanganmu cukup perbuatan Siauw Cungcu yang bikin keonaran didaerah kekuasaan cayhe sudah cukup memaksa aku Be Boen Hwie tak bisa berpeluk tangan lagi." "Heee....perkampungan Pek Hoa San cungpun didirikan diatas daerah kekuasaan sebagai Cong Piauw Pacu empat keresidenan besar mengapa perkampungan itu tidak kau urusi?" jengek Siauw Ling dingin. "Kalau kau Be Boen Hwie betul2 seorang Cong Piauw Pacu dari Ih Ouw Siang Kan empat keresidenan besar yang baik seharusnya kau pergi cari gara2 dengan mereka orang2 perkampungan Pek Hoa San cung." Merah padam selembar wajah Be Boen Hwie. "Menurut pendapat cayhe saat inipun masih belum terlambat untuk melakukannya...." dia coba membela diri. "Hmm kau tidak lebih karena jeri akan nama besar Djen Bok Hong dan tidak berani mencari gara2 dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung haaa....haaa....kalau saat ini yang kau hadapi bukan aku Siauw Ling melainkan Djen Bok Hong." "Kalau Djen Bok Hong lalu kenapa?" tukas Be Boen Hwie sangat gusar. "Kalau yang kau hadapi saat ini adalah Djen Bok Hong aku berani bertaruh seratus persen kau Cong Piauw Pacu tak akan berani munculkan diri untuk melawan dirinya...." Ia merandek dan mendongak tertawa terbahak2 sambungnya, "Pada saat ini bukan saja kau orang she Be seorang diri kendati semua jago yang berani mencari gara2 dengan aku Siauw Ling pada saat inipun tak seorang yang berani mencabut kumis harimau dengan mencari gara2 dengan Djen Bok Hong...." Sekalipun beberapa patah kata ini diucapkan dengan nada menyindir tapi dalam kenyataan memanglah demikian. Air muka Be Boen Hwie berubah sangat hebat sinar matanya berkilat alis mencuat ke atas dengan penuh kegusaran bentaknya, "Selama ini Djen Bok Hong bersembunyi dalam perkampungan Pek Hoa San cung tak berani berkutik peristiwa munculnya kembali orang itu ke dalam dunia persilatanpun baru terjadi beberapa bulan ini. Apakah kau anggap perkampungan Pek Hoa San cung betul2 sudah menjadi sarang tempat bersembunyi yang sangat kokoh" Hmmm kali ini kau sebagai orang she Be akan bereskan kau sebagai Sam Cungcu kemudian baru cari Djen Bok Hong untuk sekalian meringkusnya." "Oooouw bualanmu sungguh besar kau takut hanya aku Siauw Ling pun kau tak sanggup memenangkannya." "Haaa....haaa....haaa....sungguh indah ucapanmu Be Boen Hwie tertawa gelak untuk menyalur hawa gusar yang susah dikendalikan itu. "Sam Cungcu bisa melukai sembilan orang jago-jago Bulim secara beruntun ini membuktikan apabila kepandaian silat yang kau miliki sangat lihay aku orang she Be siap menanti petunjukmu." "Cong Piauw cu" tiba-tiba tiga orang laki2 bersenjatakan itu berkata secara serentak. "Untuk membunuh seekor ayam apa faedahnya menggunakan golok pembunuh kerbau tak usah Cong Piauw cu repot2 turun tangan sendiri biarlah cukup kami bertiga yang menghadapinya." Sembari berseru tiga batang tongkat perak dengan memancarkan cahaya berkilauan menyambar memenuhi angkasa dengan menerjang dari tiga arah yang berlawanan mereka gempur Siauw Ling habis2an. Pedang panjang yang ada ditangan Siauw Ling segera bergerak dengan menggunakan jurus Thian Lie san hoa atau dewi langit menyebar bunga ditengah berkelebatnya cahaya keperak2an berkuntum2 bunga pedang menyebar memenuhi angkasa tubuhpun dengan cepat berhasil lolos keluar dari tengah gencetan ketiga buah serangan gabungan tersebut. Melihat berlapis2nya kuntum bunga pedang yang menutupi seluruh angkasa dalam hati ketiga orang lelaki kekar itu merasa terperanjat pikirnya, "Nama besar perkampungan Pek Hoa San cung ternyata bukan nama kosong belaka kepandaian silat yang dimiliki orang ini sungguh aneh." Karena berpikir demikian toya perak yang dilancarkan kedepan mengikuti jalannya pikiran ditarik kembali untuk melindungi keselamatan sendiri. Menggunakan kesempatan sewaktu ketiga orang itu mengubah posisinya dari kedudukan menyerang jadi kedudukan bertahan Siauw Ling meloncat keluar dari kepungan ketiga orang itu dan menerjang kehadapan Be Boen Hwie. "Ingin melukai orang tanpa sebab lebih baik kuminta pelajaran dari ilmu silat Cong Piauw Pacu yang lihay." Be Boen Hwie yang melihat gerakan pemuda itu sangat cekatan dan di dalam beberapa kali kelebatan saja dengan Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mudah berhasil lolos dari kepungan ketiga orang itu hatinya jadi terkesiap pikirnya, "Tidak aneh orang ini bisa melukai sembilan orang jago Bulim secara beruntun kepandaian silat yang ia miliki ternyata sangat lihay." Terdengar tiga kali suara bentakan keras bergema memecahkan kesunyian ketiga orang lelaki kekar bersenjata toya perak itu sekali lagi menubruk kedepan senjata toya perak yang ada ditangan mereka dengan berpisah dari tiga arah yang berlawanan menotok badan Siauw Ling. Ketika Siauw Ling berhasil meloloskan diri dari kepungan mereka bertiga lelaki2 kekar itu merasa kehilangan muka. Karena itu serangan gabungan mereka kali ini dilancarkan dengan sangat hebat kekuatan serangan toya mereka menggulung laksana amukan ombak. Arah yang ditujukan dada bagian yang sama. "Oooouw....jumlah musuh lebih banyak dari padaku. Aku harus kacaukan dulu kedudukan mereka" pikir Siauw Ling dalam hati. "Mereka bertiga bukan tandinganku" katanya cepat. "Cayhe tidak...." Karena berpikiran demikian pedangnya didorong keluar dengan gerakan menggulung tenaga lunak berhawa Im yang dikumpulkan sekitar pedang segera menempel diatas toya perak yang datang dari sebelah kanan dan merosot kebawah mengikuti gerakan mereka setelah itu pedangnya bergerak lebih kedepan diimbangi majunya badan kesisi tubuh musuh. Ujung pedang khusus mencari pergelangan kanan sang lelaki yang mencekal toya. Dalam gerakannya ini bukan saja Siauw Ling berhasil menghindarkan diri dari datangnya serangan bahkan menghindarkan diri dari datangnya serangan bahkan mengirim pula pukulan balasan hebat ke arah lawannya. Serangan toya dari timur maupun utara sama2 menemui sasaran kosong. Silelaki kekar yang ada disebelah barat waktu melihat Siauw Ling berani saling mengadu kekuatan dengan bentrokan pedangnya diatas toya, diam2 merasa girang pikirnya, "Salahmu sendiri cari penyakit dengan berbuat begini...." Tenaga murninya dikerahkan semua dan mendorong keluar ia berharap bisa menggetar lepas pedang yang dicekal Siauw Ling. Siapa nyana ketika pedang Siauw Ling bentrok dengan toya peraknya bukan saja ia tak berhasil pukul lepas senjata lawan malahan toya sendiri yang kena terhisap diatas pedang itu. Kali ini dia baru terperanjat dalam pada itu Siauw Ling sudah menerjang lebih kedepan ujung pedangnya berkelebat mengancam pergelangan tangan kanan. Gerakan ini dilakukan cepat bagaikan menyerang mendesak hampir2 dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Lelaki kekar tersebut tak bisa berkutik lagi tanpa pikir panjang ia kendorkan cekalan toyanya. Tangan kiri Siauw Ling berkelebat ia tak membiarkan toya tersebut jatuh ketanah dan di dalam sekali sambaran dicekalnya senjata tersebut dalam genggaman. Saat ini pedangnya masih mengandung sisa tenaga yang cukup kuat untuk melukai atau mencabut jiwa lelaki kekar tersebut asalkan ia mau dan getarkan pergelangan kanannya kedepan tapi pemuda she Siauw ini tidak ingin turun tangan keji dengan menggunakan kesempatan tersebut. Mendadak kaki kirinya melancarkan sebuah tendangan kilat ke arah muka. Tendangan ini muncul dengan kecepatan luar biasa bahkan jauh ada diluar dugaan siapapun jua. Braaak! dengan telak tendangan tersebut bersarang pada tengkuk lelaki kekar itu. Kontan badan orang itu mencelat ke belakang dan terpental empat lima depa dari tempat itu. Serangan balasan Siauw Ling bukan saja dalam satu jurus berhasil menghancurkan kepungan tiga orang itu bahkan berhasil merebut senjata lawan dan menentang roboh diantaranya kehebatan ilmu silatnya segera mempesonakan hati semua orang. Kedua orang yang berada disebelah timur dan utara berdiri termangu2 sedangkan Be Boen Hwie berada dalam keadaan melengak. Tapi sebentar saja kedua orang lelaki itu telah tersadar kembali toya mereka diputar sedemikian rupa mengelilingi tubrukan mereka menghajar batok lawan. Setelah mengetahui sampai dimanakah kekuatan lawan Siauw Ling masukkan kembali pedangnya kembali ke dalam sarung hawa kweekang disalurkan mengelilingi badan lengan yang kuat mendadak diputar kencang menyambut kedatangan serangan toya itu dengan keras lawan keras. Traaaaaang suara bentrokan senjata tajam berkumandang memenuhi angkasa silelaki yang berada disebelah timur kehilangan senjata toyanya karena tergetar lepas dari cekalan sedang lelaki yang berada disebelah utara kendati senjatanya tidak sampai lepas sepasang lengannya tergetar kaku dan linu untuk beberapa waktu ia tak sanggup mengangkat senjatanya kembali. Agaknya Siauw Ling sama sekali tidak menyangka ia memiliki tenaga kweekang sesempurna ini setelah melengak sejenak pemuda itu segera berpaling ke arah Be Boen Hwie. "Cong Piauw Pacu silahkan memberi petunjuk" serunya. Toya yang kena direbut lawan dengan cepat diputar dan membabat pinggang lawan dengan jurus Lek sauw ngo Ih atau tenaga sakti menyapu lima bukit. Setelah mengetahui bagaimana dahsyatnya tenaga kweekang yang dimiliki lawan Be Boen Hwie tidak berani menyambut datangnya serangan tersebut dengan gerakan keras lawan keras sepasang pundak sedikit bergerak badannya sudah mundur delapan depa ke belakang. Melihat pihak lawan mundur Siauw Ling putar toyanya sedemikian rupa seraya menerjang kedepan pada dasarnya dalam benak pemuda ini sudah hapal dengan berbagai ragam ilmu silat dari perguruan manapun kendati ia belum pernah menggunakan senjata toya tapi setelah menyerang semua jurusnya menggunakan ilmu toya dari perguruan kalangan lurus. Haruslah diketahui Cung San Pek, Lam Ih Kong serta Liuw Sian cu bertiga bukan saja ahli dalam bidangnya masingmasing merekapun paham terhadap segala macam ilmu silat baik dari perguruan besar maupun dari partai2 yang ada dikolong langit. Terutama sekali Cung San Pek sebagai seorang manusia yang gemar mempelajari berbagai macam ilmu apa yang ia ketahui dalam benaknya bukan saja ilmu silat dari pelbagai perguruan serta partai bahkan soal ilmu pertabiban serta ilmu perbintanganpun sangat liha. Pada dasarnya Siauw Ling adalah seorang pemuda cerdik ditambah lagi berjumpa dengan guru pandai yang bersama2 mendidik dirinya walaupun hanya lima tahun ia belajar tapi kesempurnaan serta keberhasilannya melebihi orang lain yang belajar ilmu silat selama puluhan tahun. Kecuali mempelajari ilmu pedang, ilmu telapak, ilmu Suramnya Bayang Bayang 40 Pendekar Mata Keranjang 18 Tembang Maut Alam Kematian Pedang Kiri Pedang Kanan 1

Cari Blog Ini