Bayangan Berdarah 6
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen Bagian 6 ke dalam ruangan. Menanti bayangan punggung kedua orang itu sudah lenyap dari pandangan Pak Thian Coen cu baru berkata lambat2, "Hujien cucumu sebenarnya memperoleh didikan ilmu silat dari siapa saja?" "Kecuali memperoleh ilmu silat warisan keluarga iapun pernah menerima beberapa petunjuk dari beberapa orang loocianpwee sehingga pelajaran yang ia pelajari sangat kacau karena urusan inilah pernah beberapa kali aku menasehati dirinya agar jangan terlalu banyak mencampur adukkan ilmu silat yang dipelajari seharusnya ia pilih beberapa macam ilmu silat yang bagus untuk dilatih dengan rajin sehingga memperoleh kemajuan yang pesat tapi...." "Menurut pengawasan loohu" tukas Pak Thian Coen cu tiba-tiba. "Bukan saja cucumu memperoleh petunjuk dari jagoTiraikasih Website http://kangzusi.com/ jago lihay bahkan ilmu silatnya sudah berhasil mencapai puncak kesempurnaan walaupun loohu belum berhasil menyelidiki keseluruhannya tapi aku percaya sepasang mataku belum pernah salah melihat...." Mendengar ucapan itu diam2 Chee Toa Nio merasa terkesiap tapi diluaran ia tetap tersenyum. "Kalau Coen cu dapat melihat keberhasilan cucuku dalam hal ilmu silat ini berarti suatu hal yang patut digirangkan oleh kelurga Chee kami." "Oleh karena itu loohu berani ambil kesimpulan bahwa ilmu silat yang dimilikinya bukan hasil pelajaran darimu" sambung Pak Thian Coen cu lebih lanjut dengan nada dingin. "Aku mengundurkan diri dari keramaian Bulim dan hidup terpencil tidak lebih disebabkan bocah ini ditambah pula beberapa orang sahabat karib ayahnya semasa hidup sangat menyukai bakatnya sering mereka datang berkunjung kegubuk untuk memberi petunjuk ilmu silat kepadanya ada kalanya hanya tiga hari ada kalanya sampai beberapa bulan mereka baru pergi aku yang mengerti mereka tidak membawa maksud jahat sama sekali tidak melarang perbuatan mereka2 itu." "Oooouw....kiranya begitu tidak aneh kalau ilmu pukulan ilmu totokan yang digunakan cucumu sama sekali berlainan dengan ilmu silat aliran keluarga Chee kalian." "Yang lebih aneh lagi" sambung Chee Toa Nio lebih lanjut. "orang2 itu hanya suka memberi pelajaran ilmu silat kepadanya tapi tak menyetujui untuk angkat dia sebagai muridnya." "Itulah sebabnya mereka tahu diri sendiri tak mampu untuk menjadi gurunya." "Aaaakh....Coen Cu terlalu memuji menurut pandanganku hal ini kemungkinan sekali disebabkan tingkatan kedudukan orang yang berhubungan dengan kami kebanyakan merupakan tingkatan yang sama dengan ayahnya kalau sampai terima dirinya sebagai murid bukankah sebutan akan kacau balau tidak keruan?" "Di dalam Bulim tiada perbedaan mana yang tua mana yang muda siapa yang mencapai tingkat kesempurnaan terlebih dahulu ialah yang tertinggi pendapat loohu jauh berbeda dengan pandangan Toa Nio. Orang2 itu tidak suka menerima cucumu sebagai murid hal ini disebabkan mereka tahu diri dari gerakan badan yang lincah serta serangan yang mantap dari cucumu sewaktu tadi bergebrak melawan Siauw li loohu rasa ilmu silatnya sudah boleh disebut mencapai puncak kesempurnaan." "Aaaakh kau hanya meninjau dari jalannya jurus serangan belaka" tukas Chee Toa Nio sambil tertawa. "Hanya berdasarkan hal itu saja mana kau boleh mengambil suatu perbandingan yang demikian mantap?" "Jika ia tidak memiliki kepandaian silat yang mencapai puncak kesempurnaan aku rasa sejak semula sudah kena dirubuhkan oleh Siauw li...." "Oooouw kiranya begitu...." Tidak menunggu Chee Toa Nio menyelesaikan kata2nya Pak Thian Coen cu sudah menyambung kembali, "Ilmu silat yang dimiliki Siauw li telah memperoleh seluruh kepandaian yang dimiliki loohu yang kurang hanyalah belum mencapai puncak kesempurnaan Pak Hay Ciang Hoat maupun Pak Hay Cian Hoat paling mengutamakan serangan yang gencar dan apa yang loohu lihat tadi rasanya Siauw li telah mengeluarkan seluruh tenaga." "Tapi kepandaian silat putrimu jauh lebih hebat dari ilmu silat cucuku" kembali perempuan ini menukas. "Kalau ia tidak memiliki kepandaian silat lihay mengapa kepandaian silat keponakan Chee bisa begitu mantap kendati kena diserang oleh Siauw li dengan bermacam2 perubahan dapat memecahkannya satu per satu inilah yang menyebabkan loohu timbul rasa curiga di dalam hati." Perlahan-lahan ia berpaling sepasang matanya dengan memancarkan cahaya yang menggidikkan melototi wajah Chee toa Nio tak berkedip. "Yang datang benarkah keponakan Chee?" "Dikolong langit ada manusia siapa yang sudi menyaru seorang boanpwee macam dia." "Dengan diri keponakan Chee rasanya loohu sudah beberapa kali bertemu muka karena tadi tiada pikiran aku tidak memperhatikan terlalu cermat kini setelah kuingat kembali rasanya Chee Giok yang ada dalam pandangan loohu jauh berbeda dengan orang ini aku rasa banyak perbedaan terdapat pada diri mereka." "Aku rasa seorang bocah yang masih kecil sering terjadi banyak perubahan. Putrimu pun jauh berbeda dengan apa yang berada dalam ingatanku." "Bukan itu yang loohu maksud! aku gemar mempelajari ilmu perbintangan maupun ilmu raut muka yang tersisa dalam ingatan Loohu soal keponakan Chee bukan raut wajahnya melainkan bakat serta sikapnya." "Sewaktu cucuku berjumpa dengan Coen cu waktu itu usianya tidak lebih baru sepuluh tahun" tukas perempuan she Chee ini cepat. "Wajahnya itu masih kekanak2an bagaimana bisa kita ketahui sikapnya." "Tapi aku rasa bakat serta susunan tulangnya tak bakal berubah bukan?" Chee Toa Nio kontan merasakan hatinya tergetar keras pikirnya, "Orang ini bukan saja memiliki kepandaian silat yang sangat lihay iapun teliti sekali banyak persoalan yang tak pernah kuduga ia bisa berpikir sampai disana.... setelah kini menjumpai hal yang mencurigakan ia lantas mendesak terus menerus aku harus berhati2." Sewaktu ia sedang berpikir terdengar Pak Thian Coen cu telah berkata kembali, "Hujien, dapatkah kau panggil keponakan Chee datang kemari agar loohu bisa memeriksa dirinya dengan teliti." Sewaktu Chee Toa Nio ada maksud menampik dengan kata2 halus kebetulan pada waktu itu Siauw Ling serta si dara berbaju merah ini melangkah datang lambat2. Melihat munculnya pemuda itu tidak menunggu Chee Toa Nio buka suara Pak Thian Coen cu sudah mendahului, "Keponakan Chee mari datanglah kemari Loohu ada beberapa pertanyaan hendak kutanyakan kepadamu." Diam2 Chee Toa Nio merasa sangat terperanjat melihat tindakan dari Pak Thian Coen cu ini sebenarnya ingin sekali ia memberi tanda kepada pemuda itu tapi karena iapun tahu sirasul sakti dari langit utara ini sangat cermat maka dia batalkan maksudnya berbuat demikian. "Eeeei....Tia memanggil dirimu" terdengar dara berbaju merah itu menjawil ujung baju Siauw Ling. "Aaaai entah apa maksudnya memanggil aku?" sembari bergumam Siauw Ling melangkah kedepan. Sepasang mata gadis berbaju merah itu dengan tajam melototi wajah ayahnya sedang ia sendiri mengikuti dari belakang Siauw Ling dalam jarak tujuh delapan depa. Pada waktu itulah mendadak si dara berbaju merah itu menjawil ujung baju sang pemuda dan berbisik, "Sstt....kau harus hati2 ayahku mengandung maksud tidak baik terhadap dirimu." Mendengar peringatan ini Siauw Ling tertegun tapi sebentar kemudian ia sudah meneruskan langkahnya kedepan dan berhenti kurang lebih empat lima langkah dihadapan Pak Thian Coen cu. "Entah Loocianpwee ada petunjuk apa?" tanyanya seraya menjura penuh rasa hormat. "Kau kemarilah loohu ada pertanyaan hendak ditanyakan kepadamu." Teringat akan peringatan yang diucapkan si dara berbaju merah itu kepadanya dalam hati Siauw Ling timbul juga rasa curiga yang menebal diam2 ia salurkan hawa murninya mengadakan persiapan lalu melanjutkan langkahnya kedepan. "Giok jie...." mendadak Chee Toa Nio mendehem. "Hujien loohu harap kau jangan banyak bicara" tegur Pak Thian Coen cu sambil tertawa dingin. Agaknya Chee Toa Nio menaruh rasa hormat serta jeri terhadap Pak Thian Coen cu kena ditegur ia benar2 membungkam. Sepasang mata Pak Thian Coen cu dengan memancarkan cahaya menggidikkan melototi diri Siauw Ling tak berkedip. "Bocah kau bukan Chee Giok" serunya ketus. Sebelum Siauw Ling memberi jawaban mendadak bayangan merah berkelebat lewat si dara berbaju merah itu sudah muncul menghadang dihadapan Siauw Ling sembari berseru manja. "Tia siapa yang bilang dia bukan adik Giok?" Pada mulanya Pak Thian Coen cu agak tertegun lalu ia mendongak dan tertawa terbahak2. "Haaa....haaa tidak salah tidak salah sepasang mata Loohu memang sudah melamur aku sudah salah melihat orang...." Sinar matanya segera berputar memandang ke arah Chee Toa Nio sambungnya, "Hujien tak usah marah kaum muda mudi memang sering berpura2 lalu bersungguh2 kita sebagai angkatan lebih tua ada baiknya jangan banyak ikut campur." "Tidak salah tidak salah cinta2an antara kaum muda mudi lebih baik tak usah kita turut campur" seru Chee Toa Nio tertawa terkekeh2. Sambil melanjutkan tertawanya kedua orang itu berlalu dan lenyap dibalik ruangan. Menanti bayangan kedua orang itu sudah lenyap dari balik kabut si dara berbaju merah itu baru menyeka keringat dingin yang mengucur keluar membasahi keningnya. "Sungguh berbahaya sungguh berbahaya...." "Bahaya" apanya yang bahaya?" tanya Siauw Ling kebingungan. "Hmm orang lain sudah menolong dua lembar jiwa kalian tua dan muda apakah kau sama sekali tidak tahu?" "Maksudmu ayahmu...." "Sedikitpun tidak salah jika tadi kau menjawab pertanyaan ayahku maka saat ini kau sudah menggeletak mati diatas lantai." "Hmm masa begitu gampang ayahmu bisa membunuh aku dalam sebuah serangan saja" pikir pemuda itu dalam hati dengan rasa tidak puas. Sedang diluaran ia berkata lambat2, "Tapi cayhe sudah melakukan persiapan2." "Aku sama sekali tidak menyangka Tia bisa timbul napsu membunuhnya setelah berjumpa denganmu karena itu aku lupa beritahu kepadamu kalau Tiaku berhasil melatih sebuah ilmu pukulan yang maha sakti disebut orang sebagai Im Hong Sin Hu Ciang atau ilmu telapak angin dingin membetot nyawa." "Hmm cukup kudengar dari namanya sudah dapat diduga kalau ilmu ini adalah semacam ilmu silat jahat" pikir Siauw Ling dalam hati. Ketika si dara berbaju merah itu melihat Siauw Ling sama sekali tidak menunjukkan rasa kaget dan tercengang setelah mendengar nama ilmu pukulan tersebut dalam hati diam2 jadi jengkel pikirnya, "Pada suatu hariaku akan suruh kau ikut mencicipi bagaimana rasanya ilmu telapak angin dingin pembetot nyawa ini...." Di dalam ia berpikir demikian diluar ujarnya, "Ilmu Si Hun Ciang atau pembetot nyawa saja sudah merupakan sebuah ilmu pukulan yang luar biasa dahsyatnya setiap kali melancarkan serangan apabila orang itu tidak mati tentu terluka parah ditambah pula ilmu ini digabung dengan ilmu Han Im Khie kang yang luar biasa maka namanya diubah jadi Im Hong Si Hun Ciang atau ilmu telapak angin dingin pembetot nyawa...." Mendadak gadis itu menghela napas panjang sambungnya lebih lanjut, "Ketika Tia mengajak kau berbicara tadi secara diam2 hawa pukulan Im Hong Si Hun Ciang sudah dipersiapkan asal kau menjawab pertanyaannya sehingga perhatian agak bercabang maka Tia akan menggunakan kesempatan tersebut melancarkan sebuah pukulan angin dingin pembetot nyawa untuk membinasakan dirimu." "Aku tidak percaya kalau ilmu pukulan angin dingin pembetot hati itu bisa membinasakan seseorang dalam sekali pukulan saja" pikir sang pemuda lagi di dalam hati. Karena tidak percaya air mukapun menunjukkan perasan tersebut. Agaknya si dara berbaju merah itu dapat melihat perubahan wajah Siauw Ling terdengar ia menghela napas dan menggeleng. "Bukankah kau tidak percaya atas ucapanku?" "Bukannya cayhe tidak percaya hanya ada sedikit heran." "Apa yang kau herankan?" "Sewaktu nona mengetahui kalau cayhe bukan Chee Giok wajahmu menunjukkan kemarahan yang memuncak dan agaknya ingin sekali menghukum mati cayhe pada saat itu juga entah apa sebabnya setelah menjumpai ayahmu maka rasa gusar yang semula kau perlihatkan lenyap tak berbekas dari musuh jadi kawan bahkan melindungi pula keselamatanku." Si dara berbaju merah itu segera tertawa cekikikan. "Hati orang perempuan sudah diraba bagaikan jarum didasar samudra sebentar girang sebentar marah membuat Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo aku sendiripun susah untuk meraba apalagi kau tentu saja kau tak bakal tahu." Mendadak air mukanya berubah serius dengan keren sambungnya, "Nama Siauw Ling yang kau beritahukan kepadaku bukan nama palsu lagi bukan?" "Seratus persen tak akan palsu lagi." "Lalu tahukah kau siapa namaku?" "Cayhe belum menanyakan siapa nama Kuncu" pemuda itu menggeleng. Siauw Ling dibikin apa boleh buat terpaksa ia rangkap tangannya menjura. "Tolong tanya siapa nama nona?" "Tidak berani budak she Pek Li" sahut dara berbaju merah itu sambil balas menjura. "Bagus sekali" pikir Siauw Ling dalam hati. "Kiranya kau hendak repotkan aku untuk banyak bertanya lagi satu pertanyaan." Terpaksa sambungnya, "Nama nona?" "Terima kasih atas pertanyaan Siangkong budak hanya bernama tunggal Peng saja." Ia merandek lalu tertawa geli. "Walaupun aku jarang berkelana dalam daratan Tionggoan" sambungnya terus. "Tapi sering mempelajari buku syair dari daratan tionggoan kalian kata budak disini cocok tidak pengguanaannya?" "Bagus, bagus cocok....cocok." Pek Li Peng tersenyum. "Jika begitu lain kali kalau aku menyaru sebagai putri daratan Tionggoan maka semuanya bakal lancar." "Cara nona berbicara tidak celat tindak tanduk tidak kaku dan seratus persen merupakan putri daratan Tionggoan perlu apa kau harus menyaru." "Hal ini dikarenakan ibuku adalah penduduk asal daratan Tionggoan sejak kecil aku telah memperoleh didikan dari ibu sehingga sangat suka dengan segala hal yang menyangkut soal daratan Tionggoan." Siauw Ling perlahan-lahan mendongak memeriksa keadaan cuaca lalu ia berpaling. "Cayhe rasa aku harus mohon diri terlebih dulu." Mendengar pemuda itu pamitan Pek Li Peng menundukkan kepalanya rendah2 katanya sedih, "Walaupun datang dengan menyaru sebagai Chee Giok tapi aku selalu tidak dapat mengubah pandanganku...." "Soal ini tidak penting berkat bantuan nona yang menolong diri cayhe lolos dari bahaya dalam hati aku merasa sangat berterima kasih sejak ini hari tentu akan kubantu diri nona untuk mencari dapat jejak Chee Giok dan menyampaikan rasa cinta kasih nona terhadap dirinya. Kalau aku berjumpa tentu akan kusuruh ia segera berangkat keistana es guna menjumpai dirimu." Pek Li Peng mendongak sinar matanya penuh mengandung rasa sedih memandang sekejap wajah Siauw Ling bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu tapi akhirnya dibatalkan kembali. Setelah berdiam diri beberapa saat diambilnya keluar beberapa tusuk konde pualam dari rambutnya dan diserahkan ketangan pemuda itu. "Harap Siauw heng suka menerima tusuk konde ini." "Maksud nona?" tanya Siauw Ling tertegun. "Dikemudian hari apabila Siauw heng berjumpa dengan Chee heng berikanlah tusuk konde ini kepadanya dan minta ia dengan membawa tusuk konde ini segera datang keistana es di Pak Hay untuk menjumpai diriku." "Harap nona berlega hati" sahut Siauw Ling sambil menyambut tusuk konde itu. "Bila cayhe tidak berhasil menjumpai Chee Giok aku pasti akan mengembalikan tusuk konde ini kapada Kuncu." Pek Li Peng tidak menjawab hanya ujarnya, "Tusuk konde ini terbuat dari batu kumala berusia ribuan tahun yang ada diatas gunung Thian san kasiatnya dapat memusnahkan berbagai macam racun bila kau selalu membawanya disaku mungkin bisa banyak membantu dirimu." Siauw Ling tidak banyak bicara ia menjura mohon diri. "Cayhe mohon diri terlebih dahulu" katanya sambil putar badan berjalan keluar dari ruangan. "Berhenti kau hendak kemana?" tiba-tiba Pek Li Peng membentak lirih. "Aku hendak mencari Chee popo." "Aaaai....lebih baik kau jangan pergi mencari dirinya ayahku sudah menaruh curiga dengan kau aku rasa bila kau nekad pergi kesana maka jiwamu akan terancam." "Kendati begitu cayhe tak boleh meninggalkan Chee Loocianpwee begitu saja." "Aku bisa bantu kau membawanya keluar...." Gadis itu berpaling dan menggape seorang dayang berbaju serba putih segera lari mendekat. "Siang Soat" kata Pek Li Peng sambil menuding diri Siauw Ling. "Hantar Siauw ya ini keluar dari sini dan menanti kedatanganku dikuil San Sin Bio kurang lebih tiga li dari sini...." Siang Soat mengiakan ia segera berpaling dan tertawa. "Siauw ya silahkan...." "Cayhe tidak kenali jalanan disini silahkan nona berjalan terlebih dahulu...." "Kalau begitu maaf budak akan membuka jalan" dayang itu segera berlalu terlebih dahulu. Sekeluarnya dari pintu besar dari sudut dinding segera muncul dua orang lelaki berbaju putih menghadang jalan pergi mereka. Siang Soat maju menyongsong dan membisikkan sesuatu ditelinga mereka berdua orang lelaki berbaju putih itu mengangguk dan mengundurkan diri lagi keposnya masingmasing. Jarak tiga li yang sangat pendek ini mereka lalui setelah menjumpai empat buah pos penjagaan tapi semua penjaga dapat diundurkan setelah Siang Soat membisikkan sesuatu ketelinga mereka. Menanti dayang berbaju putih ini selesai mengundurkan penjaga pada pos yang terakhir mereka telah tiba didepan kuil San Sin Bio. Sambil menghembuskan napas panjang ia berpaling dan tertawa ke arah Siauw Ling ujarnya, "Huu....beruntung aku tidak sampai mengecewakan perintah Kuncu." "Terima kasih atas bantuan nona." "Aaaakh....Siauw ya terlalu memuji" dayang ini merandek sejenak kemudian terusnya, "Di dalam daerah sekitar tiga li semuanya ada tiga puluh enam kelompok peronda jaga dari pengawal istana es kami perduli siang maupun malam penjagaan tidak pernah berhenti tapi hal ini cuma terbatas dalam lingkungan tiga li saja diluar tiga li kendati langit ambrukpun mereka akan berpeluk tangan menonton tapi gerak gerik yang terjadi dalam lingkungan penjagaan mereka tak akan mereka lepaskan barang sedikitpun jua." "Tapi mengapa nona bisa mengundurkan mereka tanpa mencabut senjata dan berhasil menghantar cayhe sampai disini?" Siang Soat tertawa. "Rata2 mereka pada tahu kalau aku adalah dayang kepercayaan Kuncu karena itu sedikit banyak mereka jeri kepadaku dan tidak berani berbuat kesalahan dengan diriku." "Kalau begitu Kuncu kalian paling galak seisi istana?" "Hujien...." "Sedikitpun tidak salah Hujien adalah ibu kandung Kuncu bahkan Looya kamipun paling takut dengan Hujien...." Mendadak tampak dua sosok bayangan manusia meluncur datang buru-buru dayang itu membungkam. Datangnya bayangan manusia itu amat cepat laksana kilat menyambar dalam sekejap mata mereka sudah tiba didepan mata. Mereka bukan lain adalah Pek Li Peng serta Chee Toa Nio dua orang. "Merepotkan Kuncu...." buru-buru Siauw Ling menyongong seraya menjura. "Semoga kalian berdua selamat tiba ditempat tujuan maaf aku tak dapat menghantar terlalu jauh." "Aaaai...." Chee Toa Nio menghela napas panjang. "Harap Kuncu suka sedikit merepotkan untuk beritahu kepada ayahmu bahwa aku harus berlaku karena keadaan terdesak...." "Loocianpwee boleh berlega hati dihadapan Tia biar boanpwee yang usahakan aku tanggung karena urusan ini tak akan menimbulkan rasa dendam dalam hati Tia." "Besok pagi aku segera akan menyaru dan melakukan perjalanan mencari cucuku sampai diujung langitpun setelah berjumpa dengan dirinya aku pasti akan membawa dia datang berkunjung keistana es untuk mohon maaf dihadapan ayahmu." "Aku rasa tidak perlu lagi berbuat demikian" tukas Pek Li Peng seraya mengerling sekejap wajah Siauw Ling. "Kalau Loocianpwee berhasil menjumpai Giok te sampaikan saja salamku kepadanya aaai...." "Permainan semasa kecil mana boleh dianggap sungguhan saat ini boanpwee sudah banyak lebih sadar." "Karena cucuku Kuncu telah melakukan perjalanan sejauh ribuan li sudah seharusnya kalau Giok jie mengunjungi istana es untuk mohon maaf atas hal ini setelah aku menemukan dirinya tentu akan kubawa cucuku untuk mengunjungi istana es Kuncu silahkan kembali dan akupun mohon diri terlebih dahulu." Setelah menjura dengan membawa Siauw Ling mereka berlalu dari sana. Pek Li Peng berdiri termangu2 menanti kedua sosok bayangan manusia itu sudah lenyap dari pandangan dengan membawa serta Siang Soat ia kembali ke dalam istananya. Sepanjang perjalanan tak ada kejadian penting yang mereka jumpai ketika Chee Toa Nio serta Siauw Ling tiba kembali didepan gubuk waktu itu Kiem Lan sedang menanti kembalinya Sam Cungcu mereka dengan hati cemas. Melihat pemuda itu kembali ia segera lari menyambut. "Sam ya baik2kah kau selama perjalanan?" tanyanya dengan nada kuatir. "Masih beruntung baik2 saja ada orang yang datang mengunjungi gubuk kita?" "Tidak ada" Kiem Lan menggeleng. "Sejak Sam ya pergi hingga ini hari tak seorangpun yang datang mencari gara2 disini." "Ehmm....orang itu sungguh boleh dipercaya" puji Siauw Ling seraya mengangguk. Ketika itu Giok Lan serta Tong Sam Kauw sama2 lari keluar dari ruangan, setelah menjura kepada diri Chee Toa Nio tanya mereka hampir berbareng, "Hmmm Cungcu siapa yang kau puji?" "Be Boen Hwie?" "Be Boen Hwie" kenapa dia?" sela Chee Toa Nio. "Ia menyanggupi untuk melarang enghiong hoohan dari kolong langit mencari gara2 disini sebelum malam nanti ternyata ucapannya bisa dipercaya." "Kalau ia tidak punya sifat bisa dipercaya bagaimana orang itu bisa menaklukan para jago Bulim yang ada di Ih Ouw Siang serta Kan empat keresidenan besar." "Samya! Loocianpwee kalian baru saja pulang dari tempat kejauhan silahkan beristirahat dulu" timbrung Kiem Lan tibatiba. Setelah mendengar ucapan itu Chee Toa Nio pun teringat kembali akan janji Siauw Ling dengan diri Be Boen Hwie karena mengingat dalam pertemuan ini mungkin akan terjadi kembali suatu pertempuran ini sengit ia lantas menghela napas panjang. "Aaaai....aku memang harus pergi beristirahat" katanya sambil melangkah masuk ke dalam ruangan. Menanti nenek itu sudah berlalu Siauw Ling mengalihkan sinar matanya ke atas wajah Tong Sam Kauw serta Giok Lan. "Bagaimana dengan luka kalian berdua" sudah baikkah?" tanyanya lirih. "Sudah pulih seperti sedia kala" jawab Tong Sam Kauw cepat. "Setelah mendengar kisah dari nona Kie Lan aku baru tahu selama ini telah banyak menyusahkan dirimu." "Budakpun sudah banyak menerima budi Sam ya dalam penghidupanku selama ini mungkin susah untuk membalas kebaikan ini" sambung Giok Lan pula sambil memberi hormat. "Kita berasal dari sampan yang sama senang derita kita pikul bersama buat apa kalian mengucapkan kata2 yang menyangkut soal hutang budi segala...." seru Siauw Ling tertawa. Semua orang membungkam beberapa saat suasana jadi sunyi tak kedengaran sedikit suarapun. Akhirnya Tong Sam Kauw buka suara terlebih dahulu katanya, "Orang2 ini tiada kaitan permusuhan dengan kita orang kenapa dia bersikeras terus mendesak diri kita nanti malam kalau ia datang lagi akan kusuruh ikut merasakan bagaimana rasanya senjata rahasia beracun keluarga Tong dari kerajaan Su Tzuan kami." "Eeeeei jangan....jangan...." buru-buru Siauw Ling goyangkan tangannya mencegah. "Dalam keadaan semacam ini kita jangan melukai orang secara sembarangan. Walaupun kita tak bersalah tapi kesalahan ini terletak kepada bakti kita terhadap perkampungan Pek Hoa San cung jangan dikata dengan kekuatan kita berapa orang tak bisa melawan kekuatan para enghiong dari kolong langit sekalipun mampupun kita tak boleh membunuhi orang secara sembarangan kalau bukan jiwa kita terancam lebih baik nona jangan sembarangan mengeluarkan senjata rahasia beracunmu...." Ia merandek sejenak sinar matanya menyapu sekejap wajah ketiga orang itu lalu terusnya, "Kalian berdua bisa bebas dari pengaruh racun keji pembusuk tulang aku rasa ini hal ini berada diluar dugaan Toa Cungcu malam ini perduli akan damai atau bertempur kita tetap harus melanjutkan perjalanan mengambil sedikit kesempatan ini baik2lah kalian bertiga beristirahat untuk pulihkan tenaga." Kiem Lan serta Giok Lan saling bertukar pandangan dan tertawa jawabnya berbareng, "Sam ya pun seharusnya baik2 Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo beristirahat setelah melewati rintangan ini semua hal masih tergantung dari tenaga Sam ya untuk mengatasinya." Setelah harian lewat dengan amat cepat dalam sekejap mata sang surya sudah lenyap disebelah barat sang rembulanpun muncul diawang2. Perlahan-lahan Siauw Ling bangun berdiri bisiknya kepada Kiem Lan sekalian, "Asal orang2 mereka tidak sampai menyerbu ke dalam gubuk lebih baik kalian bertiga jangan turun tangan." Setelah meninggalkan pesan2 dengan langkah lebar pemuda ini berjalan keluar. Dibawah sorotan sang rembulan tampak Be Boen Hwie dengan memakai seperangkat pakaian singsat warna biru dan mencekal senjata kipas ditangan telah menanti disana. "Maaf cayhe datang sedikit terlambat sehingga mengharuskan Be heng lama menanti" buru-buru Siauw Ling menjura. "Bukan Siauw heng yang datang terlambat adalah cayhe yang datang kepagian." Siauw Ling yang mendongak memperhatikan sekejap rembulan yang ada diawang2 lalu ujarnya, "Siauw te tidak lama terjunkan diri ke dalam dunia persilatan tidak banyak jago yang kukenal sudah tentu tak banyak permusuhan pula yang kuikat dengan para jago Bulim entah apa sebabnya para jago demikian bersikeras hendak menyusahkan diri Siauw te?" "Siauw heng gagah perkasa dan merupakan seorang lelaki sejati apa yang kau ucapkan dapat kami percaya tapi para jago memusuhi kalian bukan terhadap pribadi Siauw heng sendiri tapi disebabkan oleh Siauw heng datang dari perkampungan Pek Hoa San cung...." Ia merandek untuk menghela napas panjang kemudian sambungnya, "Tempo dulu Djen Bok Hong sudah banyak menciptakan pembunuhan keji dalam kalangan dunia persilatan permusuhan yang diikat sangat banyak dan boleh dikata mencapai rekor selama ini." "Kemudian secara tiba-tiba Djen Bok Hong mengundurkan diri dan lenyap dari keramaian dunia kangouw selama banyak tahun walaupun para jago pernah mengadakan pencarian secara besar2an selama beberapa tahun hasilnya tetap nihil. Aaaai....semua orang menyangka tempat persembunyiannya tentu diatas sebuah gunung yang tinggi atau di dalam hutan yang lebat serta jarang dijejaki manusia karena itu kebanyakan mereka masuk ke dalam hutan mencari jejaknya lama sekali pencarian ini berlangsung dan akhirnya muncul berita dalam Bulim yang mengatakan manusia she Djen itu sudah mati. Berita ini entah muncul dari siapa yang jelas dengan cepat tersebar luas dalam Bulim dengan demikian pencarian yang sedang berlangsungpun makin mengendor dan akhirnya bubar tidak disangka ternyata orang itu bersembunyi di dalam perkampungan Pek Hoa San cung...." Bibir Siauw Ling bergerak ingin mengucapkan sesuatu tapi ia batalkan kembali maksudnya. Terdengar Be Boen Hwie menghela napas panjang sambungnya lebih lanjut, "Bila kupikir saat ini, dapat kuduga berita kematian Djen Bok Hong yang tersiar dalam bulim pasti berita kosong yang sengaja ia sebar sendiri." "Setelah dua tahun pencarian yang sia2 dari para jago berita ini memang merupakan umpan yang paling empuk untuk termakan oleh semua orang sehingga siapapun pada waktu itu percaya akan kematiannya. Sungguh sayang waktu itu tak seorangpun yang pernah berpikir bahwa berita ini hanya berita bohong yang sengaja disiarkan Djen Bok Hong sendiri....kalau tidak mungkin saat ini muncul berita yang sangat menggemparkan dimana Djen Bok Hong munculkan dirinya kembali ke dalam dunia persilatan." Siauw Lingpun ikut menghela napas panjang. "Apakah waktu itu Be heng sudah terjunkan diri ke dalam dunia persilatan?" tanyanya. "Sewaktu Siauw te munculkan diri ke dalam dunia kangouw walaupun Djen Bok Hong sudah mengundurkan diri tapi semua peristiwa ini dapat kudengar dari mulut suhuku jadi tidak bakal salah lagi." "Watak Be heng sangat gagah kepandaian silatmu lihay luar biasa suhumu tentu seorang jago aneh yang mempunyai nama besar di dalam Bulim." "Suhuku sudah meninggal...." kata Be Boen Hwie sedih. Ia mendongak memandang rembulan diawang2 setelah menghembuskan napas sambungnya, "Karena termakan sebuah pukulan berat dari Djen Bok Hong isi perut suhuku terluka parah sepanjang hidup ia tak dapat belajar ilmu silat lagi demi berhasil menurunkan seluruh kepandaian silatnya kepada siauwte beliau rela bertahan dan bergelut dengan penyakitnya selama lima tahun, sepanjang lima tahun ini siauwte dengan mata kepala sendiri melihat kambuhnya penyakit itu satu kali setiap kali. Siksaan yang begitu hebat menciptakan rasa dendam serta rasa marah yang tak terpendamkan dalam dadaku...." "Oooouw....kiranya begitu tidak aneh kalau Be heng bisa menaruh benci yang merasuk ketulang sumsum terhadap diri Djen Bok Hong." "Rasa benci Siauwte terhadap Djen Bok Hong walaupun lebih mengutamakan dendam suhuku, tapi permusuhanku dengan perkampungan Pek Hoa San cung bukan disebabkan dendam pribadi. Sejak Siauwte memperoleh kepercayaan dari para jago empat keresidenan besar dan mengangkat diriku sebagai Bengtju, menurut apa yang siauwte ketahui banyak2 Bulim dari empat keresidenan ini mati karena mendapat siksaan Djen Bok Hong. Para jago yang siauw heng ketemui sepanjang jalan inipun datang karena hal yang sama, aku rasa kau bisa percaya bukan perkataanku ini bukan...." "Apa yang cayhe lihat sudah sangat banyak dapat kupercayai apa yang Be heng katakan tidak bohong aaai....sekali cayhe salah melangkah untuk berpaling sudah terlambat. Kalau kalian suruh aku memusuhi orang2 perkampungan Pek Hoa San cung hal ini tak bisa kulakukan, sekalipun tindak tanduk Djen Bok Hong tidak benar, tapi cayhe pun tidak seharusnya mengkhianati dirinya. Cuma Siauwte bersumpah tak akan membantu pihak perkampungan Pek Hoa San cung untuk melakukan kejahatan." Be Boen Hwie termenung sebentar lalu menghela napas panjang. "Setelah Siauw heng berkata demikian siauwtepun tidak berani banyak memaksa tapi malam ini aku bisa memperoleh kata2 sumpah dari diri Siauw heng rasanya pertemuan malam ini tidak terlalu mengecewakan." "Dikemudian hari asal cayhe bisa berjumpa kembali dengan Djen Bok Hong tentu akan kuusahakan sedapat mungkin untuk mengubah wataknya dan banyak berbuat kebajikan...." "Watak Djen Bok Hong sudah keburu rusak mungkin Siauw heng tak bakal berhasil menyadarkan dirinya" tukas Be Boen Hwie. "Semoga saja Siauw heng pribadi bisa menjauhkan diri dari kejahatan dan berbuat amal ucapan dari Siauwte ini harap Siauw heng berpikir tiga kali selamat berpisah dan sampai jumpa lain kesempatan." Setelah menjura ia putar badan berlalu. "Be heng tunggu sebentar" seru Siauw Ling cemas. "Siauw heng masih ada perkataan apa lagi?" perlahanlahan Be Boen Hwie berpaling. "Pembicaraan kita dibawah sorotan rembulan telah menambah banyak pengetahuanku setelah aku orang she Siauw terperosok ke dalam perkampungan Pek Hoa San cung akupun tidak berani banyak bicara lagi sejak ini aku akan berusaha menggunakan segala kemampuanku untuk menghindarkan diri dari pertikaian antara jago-jago Bulim dikolong langit dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung." "Siauw heng suka mendengarkan nasehat cayhe siauwte merasa sangat berterima kasih sekali." "Masih ada satu persoalan lagi cayhe mohon bantuan dari diri Be heng...." "Asal dapat kulakukan aku orang she Be tentu tak akan menampik." "Permusuhan yang diikat pihak perkampungan Pek Hoa San cung dengan kawan2 Bulim sudah terlalu banyak cayhe dengan kedudukan sebagai Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung muncul dalam dunia kangouw sedikit banyak akan mendapat gangguan serta rintangan2 dari jago kolong langit hal ini tak dapat salahkan mereka berbuat demikian terhadapku. Hanya saja sikap mereka ingin sekali membinasakan aku Siauw Ling seketika itu juga membuat hatiku risau ucapan tak pernah mereka gubris. Aaaai dalam keadaan seperti ini memaksa siauwte terpaksa harus melawan tapi cayhe sangat tidak ingin karena urusan ini mengakibatkan kesalah pahaman semakin mendalam dan mengalir darah karena ini oleh sebab itu siauwte mohon bantuan Be heng suka membantu cayhe memberi penjelasan kepada para enghiong hoohan dikolong langit dengan ucapan dari Be heng rasanya para jago tentu akan mempercayainya." "ucapan ini tak berani cayhe terima" sahut Be Boen Hwie setelah termenung sebentar. "Bila dibicarakan dari soal ini siauwte tak berani memastikan bisa melerai pertikaian antara para jago dengan diri Siauw heng tapi aku akan menggunakan segenap tenagaku untuk menasehati beberapa orang." "Untuk itu cayhe ucapkan terima kasih lebih dahulu demi terhindar dari banyak pertikaian siauwte telah ambil keputusan untuk segera melanjutkan perjalanan aku akan berusaha menghindari pertemuan2 dengan orang2 Bulim." "Aaaai semoga Siauw heng suka berjaga diri" seru Be Boen Hwie sambil menghela napas. Dalam beberapa kali loncatan saja ia sudah lenyap dari pandangan. Siauw Ling segera kembali ke dalam gubuk sepeninggalnya orang she Be waktu itu Tong Sam Kauw, Kiem Lan serta Giok Lan telah menyelesaikan bekalannya. "Mari kita berangkat!" serunya pemuda itu sambil menyapu sekejap wajah mereka bertiga. Tanpa menanti jawaban lagi ia meloncat terlebih dahulu keluar. Pada waktu itulah dari balik ruangan terdengar suara Chee Toa Nio berkata, "Semoga kalian berempat selamat mencapai tujuan, maaf aku tak bisa menghantar." "Bantuan Loo popo selama ini tak akan aku orang she Siauw lupakan selama hidup, dikemudian hari kalau ada jodoh pasti akan kubalas budi kebaikan ini." "Setelah kalian berempat pergi akupun akan meninggalkan rumah reyotku ini" terdengar Chee Toa Nio berkata kembali dari balik ruangan. "Usiaku sudah lanjut sejak ini akan hidup terlunta2 dimanapun sampai kapan aku tetap hidup susah dikatakan dari sekarang hanya harapanku apabila dikemudian hari Siauw Siangkong bisa menjumpai cucuku Chee Giok harus kau suka baik2 menjaga dirinya." "Asal berjumpa tentu akan kuusahakan sedapat mungkin, selamat berpisah dan semoga Loo popo baik2 menjaga diri." Sesudah menjura ke arah gubuk dengan langkah lebar ia berlalu. Satu lelaki toga orang gadis dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh berkelebat lewat laksana empat gumpul asap ditengah sorotan rembulan. Dalam sekejap mata mereka sudah menerobosi hutan dan meneruskan perjalanannya kedepan. "Siapa?" mendadak terdengar suara bentakan memecahkan kesunyian. Tiga tombak dari arah mereka muncul desiran anak panah yang memekikkan telinga. Sambaran anak panah mendatangkan suara yang aneh dan menggidikkan hati ditengah malam yang sunyi. Dengan kumpulkan tenaga murninya dipedang Siauw Ling menggerakkan senjatanya dengan jurus Fu Im Yen Gwat atau awan melayang menutup rembulan. Pedangnya dengan menciptakan serentetan cahaya keperak2an menghantam diatas anak panah tersebut sedang dimulut ia membentak, "Ayo cepat jalan!" Tong Sam Kauw meraup jarum beracunnya melakukan persiapan sekali loncat ia memimpin jalan terlebih dahulu. Giok Lan serta Kiem Lan pun meloloskan pedangnya dari sarung dengan berjalan2 keriring mereka mengikuti dari belakang Tong Sam Kauw. Setelah melihat beberapa kali pertarungan sengit yang terjadi antara Siauw Ling dengan para jago di dalam hati Kiem Lan tahu kalau dalam perjalanan yang penuh kesulitan ini mereka bakal jumpai berpuluh2 macam cegatan dari para jago Bulim. Karena itu meminjam kesempatan sewaktu Siauw Ling mengadakan pertemuan dengan Be Boen Hwie ia membuka peti dan memilih beberapa macam barang yang berharga menjadi dua buntalan lalu digantungkan pada punggungnya serta Giok Lan seorang satu, sedang barang lain semuanya dibuang begitu saja. Pedang Siauw Ling yang menghantam anak panah tadi membuat panah tersebut sedikit miring kesamping hatinya segera bergerak pikirnya, "Datang anak panah ini sangat dahsyat kalau tidak kutaklukkan dulu orang ini tentu akan menimbulkan bencana dikemudian hari...." Teringat hal ini dia segera mengepos semangat dengan gerakan Pat Poh Teng Gong atau delapan langkah mencapai langit yang merupakan ilmu meringankan tubuh tingkat atas diterjangnya dari arah mana datangnya serangan tersebut. Angin tajam berdesir mendadak dari balik pepohonan kembali meluncur keluar sebuah serangan bandulan berantai yang menyapu ke arah pinggang Siauw Ling. Walaupun Siauw Ling dapat melihat datangnya serangan bandulan berantai itu sangat luar biasa tapi menghadapi situasi semacam ini ia lebih mengutamakan serangan cepat. Mau tak mau ia harus menempuh bahaya mencari kemenangan pedangnya digerakkan menutul ke arah bandulan berantai tersebut. "Bangsat kau cari mati...." seru orang yang ada dikegelapan itu sambil tertawa dingin. Bandulan berantai tadi tak bisa dicegah lagi segera menyapu pedang tersebut. Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Traaaang Siauw Ling merasa pergelangan kanannya jadi kaku hampir2 saja pedang terlepas dari tangan. Sebaliknya setelah bandulan berantai itu termakan oleh tangkisan pedang Siauw Ling gerakanpun semakin lambat. Siauw Ling tidak mau menyia2kan kesempatan itu lagi pedang ditangan kanan menghajar kedepan tangan kirinya secepat kilat mencengkeram bandulan rantai tersebut. Terasa segulung tenaga tekanan yang besar menbetot rantai itu ke belakang membuat Siauw Ling yang masih mencengkeram rantai tersebut ikut meninggalkan permukaan dan melayang ketempat kegelapan. Sesosok bayangan tubuh yang tinggi besar muncul dari balik pohon wajahnya merah dengan badan yang kekar dia bukan lain adalah si panah sakti penyapu jagat Tong Yen Khie. Tampak tangan kirinya mencegkeram rantai senjata tangan kanannya diayun kedepan sebuah telapak besar bagaikan raksasa membabat ke arah tubuh Siuaw Ling. Siauw Lingpun segera menggerakkan telapak kanannya menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras. Braaak....! lengannya kontan jadi kaku dan linu membuat pemuda ini jadi sangat terperanjat pikirnya, "Sungguh dahsyat tenaga sakti yang dimiliki orang itu." Tak terasa lagi tangan kirinya melepaskan cekalan pada rantai senjata kemudian melancarkan sebuah sentilan dengan ilmu menotok Siuw Loo Sin Ci. Sreeeet segulung desiran tajam dengan cepat menghajar diatas lutut sebelah kanan Tong Yen Khie. ooooooo0oooooooo Tong Yen Khie sama sekali tidak menyangka totokan dari Siauw Ling ternyata menggunakan ilmu menotok yang paling sulit dipelajari dalam dunia kangouw. Terasa lutut kanannya jadi kaku seluruh badan kehilangan keseimbangannya dan jatuh terjengkang kedepan. Dengan gerakan tubuh yang cepat Siauw Ling mendesak lebih jauh tangan kanannya mengambil kesempatan itu berturut2 melancarkan tiga totokan ke atas tubuh Tong Yen Khie. "Uuuuh....sungguh beruntung" pikirnya dihati. Setelah putar badan buru-buru ia lari kedepan melalui jalan kecil yang terbentang didepan mata. Baru saja berlari sepuluh tombak mendadak dari arah depan kedengaran suara bentrokan senjata yang amat ramai dalam hati ia segera mengerti tentu Tong Sam Kauw sekalian sudah menjumpai kaum penghadang. Diam2 ia menghela napas panjang pikirnya, "Agaknya untuk meloloskan diri dari kepungan malam ini aku harus mengeluarkan tenaga...." Ketika itu ia sudah mengitari hutan dan tiba dikalangan pertarungan. Tampaklah tiga orang lelaki berpakaian ringkas sedang bergebrak dengan serunya melawan Tong Sam Kauw, Kiem Lan serta Giok Lan. Pertarungan keenam orang ini amat seru cahaya golok bayangan pedang berkelebat tiada hentinya dibawah sorotan rembulan. Karena buru-buru melakukan perjalanan Siauw Ling lupa memungut kembali pedangnya yang terpukul pental oleh serangan bandul berantai dari Tong Yen Khie tadi kini setelah menjumpai pertarungan sengit ia baru teringat apabila senjatanya sudah hilang. Setelah tertegun sejenak mendadak teringat kembali olehnya akan sarung tangan kulit ular hadiah Liuw Sian Cu kepadanya sesaat meninggalkan lembah San Sin Kok. Dengan cepat diambilnya sarung tangan itu dari saku kemudian dikenakan pada sepasang tangan. Sarung tangan kulit ular ini mempunyai warna yang sama dengan kulit manusia setelah dikenakan ditangan susah bagi orang untuk membedakan mana sarung mana kulit badan yang asli. "Lepas tangan" tiba-tiba terdengar Tong Sam Kauw membentak keras. Pedangnya ditangan bergerak mengencang langsung membabat pergelangan kanan lelaki yang ada ditengah. Serangan ini datangnya sangat cepat kalau lelaki itu bersikeras tak mau lepas senjata maka pergelangannya pasti akan terluka. Mendadak cahaya golok berkelebat lewat dari samping menyambar datang sebelah golok menangkis datangnya serangan Tong Sam Kauw yang gencar. Karena kena ditangkis gerakan perempuan muda ini jadi rada merandek ketika itulah pihak lawan buru-buru tarik kembali serangannya. Tong Sam Kauw tak bisa berkutik terpaksa tangannya merogoh saku meraup keluar segenggam jarum beracun. "Kalian bertiga apakah ingin menjajal bagaimana lihaynya jarum Chiat Tok Oei Hong Ciam dari keluarga Tong keresidenan Su Tzuan." "Nona Tong jangan turun tangan" melihat kejadian itu Siauw Ling jadi cemas dan berteriak. Ditengah suara bentakan keras bagaikan segulung angin yang menerjang kedepan telapak kirinya diayun menangkis bacokan yang mengarah Kiem Lan sedang tangan kanan dengan jurus Sin Liong Tan Cau atau naga sakti pentangkan cakar mencengkeram pergelangan kanan lelaki tersebut. Dimana hawa kweekang meluncur keluar golok tadi tahu2 sudah kena direbut. Melihat kedahsyatan pemuda tersebut dimana serangan goloknya ditangkis dengan tangan kosong tanpa menderita luka sedikitpun lelaki itu jadi terperanjat. "Oooouw...." makinya. "Ilmu silat apakah ini...." Belum habis pikirannya berkelebat lewat goloknya sudah kena direbut oleh Siauw Ling. Setelah mencekal senjata ditangan kegagahan Siauw Ling makin berlipat ganda sembari menangkis datangnya bacokan dari kedua orang lelaki tersebut bentaknya, "Cepat pergi!" Tong Sam Kauw masukkan kembali jarum tawon tujuh racunnya ke dalam saku kemudian sambil kebaskan pedang ia berangkat terlebih dahulu. Kiem Lan serta Giok Lan mengikuti dari belakang Tong Sam Kauw dalam sekejap mata mereka bertiga sudah berada tiga tombak jauhnya. Siauw Ling bersenjatakan golok segera mengeluarkan jurus2 serangannya secara berantai membungkus ketiga orang itu dalam lapisan golok yang menyilaukan mata. Orang2 itu benar2 terdesak mereka dibikin kalang kabut dan tak berani pecahkan perhatian untuk mengurusi Tong Sam Kauw sekalian lagi. Ditengah pertarungan yang sengit mendadak Siauw Ling melancarkan sebuah tendangan menghajar pinggang salah seorang lelaki itu. Orang tadi mendengus dan jatuh terpental sejauh lima enam depa dari sisi kalangan. Setelah dalam satu jurus berhasil merubuhkan lawan golok Siauw Ling makin berketat serangannya dengan jurus Huang Hong Leng Tiap atau tawon kalap lupu cabul memaksa seorang lelaki diantara dua orang yang tersisa mundur ke belakang. "Hmm bila aku Siauw Ling ingin cabut nyawa kalian dalam sepuluh gebrakan saja kalian sudah mati bergelimpangan" seru pemuda itu dengan nada yang dingin. "Tapi kita tiada ikatan permusuhan disini." Setelah membuang golok dengan langkah lebar ia melanjutkan perjalanannya kedepan. Ketika orang lelaki kekar itupun sadar bahwa apa yang diucapkan pemuda itu bukan kata2 kosong belaka dengan mulut bungkam mereka berdiri disisi kalangan tidak berani menghadang lagi. Dalam sekajap mata Siauw Ling telah menyusul Tong Sam Kauw sekalian yang berangkat terlebih dahulu. Waktu itu sang rembulan sudah ada ditengah awang kentongan ketiga sudah berlalu. Sembari memandang pemandangan disekelilingnya Tong Sam Kauw menghela napas panjang. "Aaaai....bagi kita mungkin tidak terlalu sulit untuk meloloskan diri dari kepungan para jago tapi dapatkah kita lolos dari siasat licik yang diatur Djen Toa Cungcu terhadap kita?" Siauw Ling mendongak dan iapun menghela napas panjang. "Kalau mereka paksa aku sampai tiada jalan lagi tanpa perduli hubungan persaudaraan lagi aku Siauw Ling tidak sudi menyerah dibelenggu." Kiem Lanpun menghela napas panjang ia mau bicara tapi akhirnya membatalkan maksud tersebut. Kembali Tong Sam Kauw memperhatikan suasana disekelilingnya lalu berkata lagi, "Mungkin kau belum tahu bagaimana kejinya Djen Bok Hong aku pernah mendengar nenekku menceritakan kisah yang pernah terjadi tempo dulu sungguh hebat sekali bukan saja para jago dikolong langit bahkan nenekku pun kelihatan terkejut dan kagum setiap kali mengungkap nama Djen Bok Hong...." "Aku tidak takut kepadanya" tukas Siauw Ling serius. "Yang kusungkan hanyalah hubungan persaudaraan yang masih ada hingga sekarang sekali hubungan ini putus aku Siauw Ling tentu akan bantu orang2 Bulim melenyapkan pengacau ini...." Mendadak terdengar suara helaan napas panjang berkumandang dari tempat kegelapan beberapa tombak diluar keempat orang itu. Dibawah sorotan sinar bulan tampak beberapa sosok bayangan putih bagaikan kilat berkelebat keluar dari pepohonan dan lenyap ditengah kegelapan. Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini membuat Siauw Ling tertegun seketika itu juga ingin sekali dia mengejar tapi pihak lawan sudah lenyap tak berbekas. "Aku lihat agaknya ada beberapa hweesio melayang pergi" seru Tong Sam Kauw memecahkan kesunyian. "Dari mulut Ih Boen Han To akupun pernah dengar dia berkata bahwa dari kuil Siauw Lim si ada delapan orang hweesio berkepandaian lihay yang khusus mengurusi pertikaian2 yang sering terjadi dalam Bulim" kata Kiem Lan. "Mereka disebut orang sebagai Pat Toa Kiem Kong." "Emmm...." Siauw Ling mengangguk. "Kecuali pederi2 lihay dari kuil Siauw lim rasanya dalam Bulim jarang dijumpai jagojago lihay yang mempunyai kecepatan gerak semacam ini." "Mereka bersembunyi ditempat kegelapan dengan maksud hendak menghadang jalan pergi kita tak disangka mereka mendengar ucapan Samya yang sebenarnya mereka berubah niat dan buru-buru pergi." "Aaaakh....aku kira mereka bukan pederi dari kuil Siauw lim mungkin orang itu adalah mata2 dikirim Djen Bok Hong" sela Tong Sam Kauw berikan pendapat. "Menurut apa yang budak ketahui" ujar Kiem Lan kembali. "Diantara orang2 Pek Hoa San cung tak ada seorangpun yang mengenakan jubah pendeta warna abu2 asal nona mlihat beberapa orang itu mengenakan jubah pendeta abu2 dia pasti bukan anggota dari perkampungan Pek Hoa San cung." Siauw Ling mendongak memeriksa cuaca kemudian ujarnya, "Mari kita percepat lari kita untuk melanjutkan perjalanan." Tanpa menunggu jawaban lagi ia lari kedepan. Keempat orang ini sama2 memiliki serangkaian ilmu silat yang lihay setelah mereka tinggalkan kereta melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sepanjang jalan tidak ditemui para jago yang melakukan hadangan lagi. JILID 9 Hari itu baru saja cuaca terang tanah, keempat orang itu sudah tiba ditepi telaga Tiang Pek Auw. Sambil menuding sebuah tembok putih berdiri ditepi telaga seru Siauw Ling sambil tertawa, Itulah rumahku. Aaaai.... sewaktu meninggalkan rumah aku baru berusia dua tiga belas tahun waktu itu badanku kurus dan berpenyakitan kini aku sudah dewasa entah Tia serta Ma masih ingat dengan aku atau tidak ...." Walaupun wajahnya penuh dihiasi dengan senyum kegirangan di sepasang matanya secara lapat2 dibasahi dengan butiran air mata. Tak kuasa lagi Siauw Ling lari lebih cepat lagi mendekati rumahnya pintu pagar tertutup rapat suasana sunyi tak kedengaran sedikit suarapun. Siauw Ling berhenti didepan pintu mendehem lalu berseru. Siauw Hok Siauw Hok dimana kau" Ia berteriak beberapa kali tapi tak kedengaran suara jawaban suatu perasaan kurang enak segera menyerang hati pemuda ini membuat air mukanya berubah serius, Kiem Lan Giok Lan serta Tong Sam Kauwpun punya perasaan yang sama enam buah mata bersama2 dialihkan ke atas tubuh Siauw Ling. Tampak air muka pemuda itu pucat kehijau hijauan dengan termangu mangu ia memandang pintu pagar dengan mendelong badan tetap tak berkutik dan ia tidak berani melanjutkan langkahnya kedepan. Perlahan lahan Giok Lan berjalan menghampiri kesisi pemuda itu tegurnya halus, Sam ya apakah kau beritahu alamat rumahmu kepada Toa Cung cu".... Tidak Siauw Ling menggeleng dan menghela napas panjang. Mendadak kakinya melancarkan sebuah tendangan menghajar pintu pagar tersebut. Bunga pepohonan dalam halaman bersih dan sangat terawat rapi halaman bersih tidak kelihatan debu dan keadaan tak ada yang patut dicurigakan, Setelah melihat kejadian ini rasa tegang dalam hatipun mengendor dengan langkah lebar dia segera melangkah keruang belakang. Suasana dalam ruangan masih tetap seperti sedia kala perabot yang ada persis dengan perabot dahulu hanya satu2nya yang patut dicurigai adalah tidak tampaknya sesosok bayangan manusiapun. Rasa mangkel dalam dada Siauw Ling susah ditahan lagi Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mendadak ia menggembor keras, Eeeei.... adakah manusia disini" coba kalian lihat siapa yang telah pulang. Tak kedengaran suara jawaban, yang terdengar hanya bunyi pantulan suara sendiri. Setelah melihat keadaan semacam ini bukan saja Siauw Ling merasa keadaan tidak beres sekalipun Kiem Lan Giok Lan serta Tong Sam Kauwpun merasa kejadian ini luar biasa. Peristiwa terbunuhnya Gak Im Kauw pada lima tahun berselang mendadak berkelebat dalam benaknya hati terasa bergidik wajah kontan berubah pucat pasi. Setelah berdiri tertegun beberapa saat akhirnya ia melangkah masuh ke dalam ruang baca ayahnya. Sepasang pintu ruang baca tertutup rapat Siauw Ling terjang masuk ke dalam dengan paksa. Tampak rak buku teratur sangat rapi diatas meja masih terbentang sejilid kitab kuno ini menandakan bahwa Siauw Thayjien belum lama meninggalkan ruangan ini bahkan kepergiannya sangat gugup hingga bukupun lupa ditutup. Secarik kertas tertindih dibawah bak ujung kertas berkibar tiada hentinya tertiup angin, Buru-buru Siauw Ling mengejar kesana diambilnya kertas itu dan dibaca isi surat yang tercantum, Sejak Sam te berlalu mendadak Siauw heng menerima laporan kilat yang mengatakan bahwa ada beberapa orang musuh besar yang pernah mengikat permusuhan dengan Siauw heng dulu ada maksud mencelakai orang tuamu demi keselamatan maka Siauw heng telah menerima utusan kilat untuk menyambut kedua orang tuamu masuk keperkampungan Pek Hoa San-tjung. Bila Sam-te telah membaca surat ini, harap kau cepat-cepat kembali keperkampungan Pek Hoa San-tjung sehingga kalian sanak keluarga bisa cepat berkumpul. Tertanda: Djen Bok Hong Sehabis membaca surat itu Siauw Ling berdiri tertegun, setengah harian lamanya tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Siauw heng! apa yang tertulis di dalam surat itu" tegur Tong Sam Kauw sambil menghela napas panjang. Djen Bok Hong tiba dirumahku terlebih dahulu, ia sudah membawa kedua orang tuaku ke dalam perkampungan Pek Hoa San-tjung. Apa" Toa Tjung-tju telah tiba duluan" seru Kiem Lan sangat terperanjat. Nah kalian bacalah sendiri ujar Siauw Ling sambil angsurkan surat ini ketangan mereka. Kiem Lan menerima surat itu bersama Giok Lan serta TOng Sam Kauw membaca berbareng, sehabis membaca mereka bertigapun membungkam, Suasana dalam kamar baca perubahan jadi sunyi senyap penuh diliputi awan kesedihan entah sudah lewat beberapa lama akhirnya Kiem Lan menghela napas panjang terlebih dahulu. Samya urusan sudah jadi begini cemaspun tak berguna lebih baik kita pikirkan cara yang tepat. Sepasang mata Siauw Ling melotot penuh berapi api sembari gertak gigi serunya gemas, Asal orang tuaku kena diganggu barang seujung rambutpun bila tidak kuhabiskan perkampungan Pek Hoa San cung aku bersumpah tidak mau jadi manusia. Samya, kau tidak usah gelisah, Hibur Giok Lan halus, menurut pendapat budakmu Toa Cungcu pasti tak berani melukai Looya serta Hujien karena tindakan mereka ini tidak berharap agar Sam ya suka bersetia dengan pihak perkampungan Pek Hoa San-cung. Hmm! tindakan serendah inipun bisa dilakukan mereka masih membicarakan soal persaudaraan segala.... anjing keparat, Samya jangan marah2 dulu hibur Kiem Lan pula. Mari kita bersama2 pikirkan satu cara yang tepat. Kecuali kembali keperkampungan Pek Hoa San cung aku rasa tiada pilihan lagi buat kita. Siauw Ling benar2 putus asa dengan akibat yang dijumpainya saat ini. Sepasang biji mata TOng Sam Kauw berputar tiba-tiba ujarnya. Bila ditinjau dari ruangan ini tidak ternoda oleh debu aku duga Siauw Loo pek serta Pek bo belum lama berlalu bila kita melakukan perjalanan cepat mungkin masih bisa hadang perjalanan mereka ditengah jalan, Semangat Siauw Ling segera bangkit kembali, Betul mereka tidak tahu dimana aku tinggal dan akupun belum pernah menceritakan kepada orang perkampungan Pek Hoa San cung dimanakan desa kelahiranku mereka pasti tiba disini dengan menguntit perjalanan kita mau kejar sekarangpun masih belum terlambat. Samya jangan bertindak gegabah bagaimana kalau dengarkan dulu sepatah dua patah kata budakmu seru Kiem Lan mencegah,, Kemungkinan besar kita masih bisa cegat dan rebut kembali kedua orang tuaku tidak sampai sepuluh li dari sini. Samya kau jangan terlalu memandang enteng diri Toa Cungcu. Sebetulnya Siauw Ling sudah siap untuk berlalu mendengar ucapan dari KiemLan ia jadi tertegun, Kenapa" Kalau Samya berhasil mengejar Loo ya serta Hujien dan tidak berhasil menolongnya kembali apa yang hendak kau lakukan" Waktu itu masing-masing pihak akan saling bermusuhan dan akibatnya bukankah semakin parah" Siauw Ling segera sadar kembali ia menghela napas sedih dan tundukkan kepala membungkam Sebenarnya soal ini tidak terlalu sulit kata TOng Sam Kauw penuh semangat kita bisa turun tangan bersama2 untuk membabat habis semua orang yang mengawal Looya serta Hujien. Kalau Toa Cungcu yang turun tangan sendiri apa yang hendak nona Sam lalukan" Kita bantu Siauw Ling bertempur mati2an. Kalau mereka menggunakan mati hidupnya Looya serta Hujien untuk memaksa kita menyerah apa yang hendak kita lakukan. Tong Sam Kauw tertegun. Soal ini.... Soal ini.... Setelah demikian terpaksa kita harus menyerah untuk mendengarkan perintah mereka. Toa Cungcu kagum akan kepandaian silat yang dimiliki Sam Cungcu tapi takut Sam Cungcu menghianati dirinya atau dengan perkataan kasar Samya merupakan paku dalam mata TOa Cungcu paku dalam mata ini kalau tak bisa di cabut maka akan mendatangkan bencana kematian buat diri sendiri. Samya apa yang dikatakan enci Kiem Lan sedikitpun tidak salah sambung Giok Lan sambil menghela napas. Maksud Toa Cungcu berbuat demikian adalah ingin memaksa Samya cepatcepat kembali keperkampungan Pek Hoa San Cung ia tidak bakal punya maksud untuk melukai Looya maupun Hujien. Siauw Ling memandang sekejap wajah Kiem Lan serta Giok Lan kemudian menghembuskan napas panjang. Sejak kecil budak sekalian dibesarkan dalam perkampungan Pek HOa San cung kata Kiem Lan lirih, sekalipun ada beberapa famili hubunganpun sudah lama putus apalagi siapa yang mau menerima budak karena ini berarti mengundang bencana kematian buat diri sendiri. Dunia bukan sebesar daun kelor, dimanapun kalian bisa gunakan untuk berteduh dari mara bahaya kalian bisa saja mencari suatu tempat yang terpencil dari keramaian dan hidup disana. Menanti perkampungan Pek Hoa San cung sudah bubar kalian baru munculkan diri kembali. Bagaimana dengan Samya sendiri" tanya Kiem Lan sambil tertawa sedih. Aku hendak kembali keperkampungan Pek Hoa San cung untuk menyambangi orang tuaku. Samya keluar perkampungan dengan membawa serta diri kami sekarang kembali seorang diri tindakan ini akan memancing kecurigaan dari TOa Cungcu kata Giok Lan. Sekalipun kalian ikut kau masuk kembali kesarang macan sama saja tindakan ini akan menimbulkan kecurigaan DJen Bok Hong aku rasa menghadapi dirinya seorang diri jauh lebih leluasa. Jika Toa Cungcu menggunakan keselamatan Looya Hujien untuk memaksa Samya jual nyawa bagi perkampungan Pek Hoa Sancung apa yang hendak Samya lakukan" Sepasang mata Siauw Ling berkilat sebentar kemudian dengan hati sedih ia menunduk. Walaupun harus mendapat caci maki dari kawan2 Bulim terpaksa akan kulakukan juga. Dengan langkah lambat Kiem Lan berjalan menghampiri Siauw Ling lalu hiburnya dengan suara halus, Di dalam Bulim ada sebuah pepatah yang mengatakan begini. Kalau ini rejeki pasti bukan bencana kalau bencana tak akan terhindar Toa Cungcu tak bakal membiarkan budak berdua hidup tentram dikolong langit mereka pasti mengirim pengejar untuk membereskan kami lain halnya kalau budak sekalian ikut Samya kembali keperkampungan Pek Hoa San cung dibawah perlindungan Samya mungkin sekali kami berdua masih bisa melanjutkan hidup beberapa tahun lagi.... Kalau Samya pulang keperkampungan seorang diri hal ini tentu akan menambah penjagaan yang lebih ketat dari TOa Cungcu sambung Giok Lan dari samping sebaliknya kalau Samya pulang membawa budak sekalian hal ini malah mengendorkan kewaspadaannya. Benar ujar Kiem Lan kembali Budak berdua sudah tidak pikirkan keselamatan pribadi Samya tak usah merasa kuatir buat keselamatan kami. Siauw Ling pejamkan mata berpikir sejenak ia berpaling memandang wajah Tong Sam Kauw. Nona Tong mempunyai keluarga yang punya nama tersohor dalam Bulim aku rasa Djen Bok Hong tak bakal berani mencari gara2 kerumah kalian bukan" Aku rasa nona tak perlu kembali ke perkampungan Pek Hoa San cung lagi. Kalau Siauwheng membutuhkan bantuanku.... Ooooooouw tidak2 lebih baik nona cepat-cepat kembali ke Su Tzuan tukas Siauw Ling cepat-cepat. Baiklah Tong Sam Kauw mengangguk setelah pulang menjumpai nenek aku tentu akan mohon bantuan dia orang tua untuk turun tangan membantu dirimu, Siauw Ling segera tertawa getir. Aku rasa nenekmu pun susah untuk menolong aku.... Ia merandek sejenak lalu tambahnya.... Harap kalian bertiga suka menunggu sebentar diruang tamu aku mau memeriksa sebentar kamar ibuku.... Samya silahkan.... Dengan langkah lambat2 Siauw Ling berjalan menuju kamar ibunya tampak sprai kasur teratur sangat rapi seorang dara berbaju hijau duduk terpekur diatas ranjang sepasang matanya terpejam rapat2 dan badannya tak berkutik,, Dalam sekali pandang secara lapat2 Siauw Ling mengenali dara ini sebagai dayang yang melayani ibunya tidak disangka lima tahun berpisah kini ia sudah menginjak dewasa. Dengan cepat diperiksa hembusan napas dilubang hidung sesudah diketahui hanya jalan darahnya yang tertotok buruburu dibebaskannya totokan jalan darah tersebut. Gadis berbaju hijau itu menghembuskan napas panjang sepasang mata terbentang dan memperhatikan Siauw Ling terpesona. Siapa kau serunya penuh rasa kaget dan takut. Aku adalah Siauw Ling. Aku kenal dengan Sauwya kami badannya kurus dan lemah tidak seperti badanmu kekar dan berotot. Saat ini Siauw Ling sedang merasa gelisah ia tidak ingin banyak berdebat dengan dayangnya lagi segera ujarnya lebih lanjut, Aku adalah Siauw Ling apakah Looya serta Hujien kena diculik orang" Walaupun dalam hati dara berbaju hijau itu merasa tidak percaya tapi berhubung hatinya sangat takut dengan jujur jawabnya juga. Seorang perempuan berusia setengah baya menculik pergi Hujien sedang dua lelaki kekar menyeret Looya. Bagus sekali kiranya mereka main paksa teriak Siauw Ling secara mendadak sambil mendepakkan kakinya ke atas tanah. Kena dibentak dara berbaju hijau itu ketakutan setengah mati sepasang lututnya terasa jadi lemas dan tak kuasa lagi pantatnya mencium tanah keras2. Buru-buru Siauw Ling bimbing dara itu bangun katanya dengan nada menghibur; Jangan takut baik2 jaga dirumah sebelum Looya serta Hujien kembali untuk sementara kau yang mengurusi rumah ini., Habis berkata tidak menunggu jawaban dari dayang itu lagi ia segera melangkah keluar dari kamar dan berjalan keruang tamu.... Apakah Hujien meninggalkan sesuatu" tanya Kiem Lan setelah melihat munculnya pemuda itu. Siauw Ling menggelang.... Mari kita segera berangkat.... Kiem Lan serta Giok Lan tahu hati pemuda ini tentu cemas seperti kebakaran jenggot sehingga ingin sekali punya sayap sekarang juga terbang kembali keperkampungan Pek Hoa San cung. Air telaga Tiang Pek Auw masih tetap seperti sedia kala gelaga yang tumbuh ditepi telaga bergoyang tiada hentinya terhembus angin, Siauw Ling terbayang kembali akan kematian Gak Im Kauw dalam sumur kering lima tahun berselang kemudian secara bagaimana bersama2 Gak Siauw Cha secara diam2 meninggalkan rumah. Tidak disangka lima tahun kemudian keadaan sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Ia mendongak dan menghela napas panjang lama sekali baru gumamnya seorang diri, Sekarang aku sudah paham sungguh keji cara mereka berpikir, Melihat cara pemuda itu bersikap Kiem Lan serta Giok Lan saling bertukar pandangan sedang hati mereka tergetar keras. Jangan sampai membuat ia gelisah setengah mati pikir mereka hampir berbareng. Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Walaupun kedua orang dayang itu merasa kuatir tapi mereka tidak berani bertanya. Apa yang telah kau pahami" tanya Tong Sam Kauw. Mereka minta aku membawa banyak barang bukti melakukan perjalanan disamping secara diam2 menyiarkan kabar berita keseluruh dunia persilatan yang mengatakan Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San Cung dengan membawa jago hendak menyerang keselatan berita ini mengakibatkan para jago bersama2 turun tangan mencegat perjalananku ditengah jalan setelah tanda bukti pengikat permusuhan itu tertera didepan mata maka sekalipun aku punya mulut juga tak bisa memungkir tindakannya ini disamping memperkenalkan wajahku dihadapan para enghiong dari seluruh kolong langit merekapun membiarkan agar aku marah dan melukai jago-jago itu sehingga dendam baru terikat ditanganku setelah musuh tersebar dimana2 maka aku tak bisa tancapkan kaki lagi dalam dunia kangouw dalam keadaan seperti ini satu2nya jalan yang bisa kutempuh hanyalah menggabungkan diri dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung. Siapa sangka dugaan mereka meleset karena aku rela menerima penghinaan daripada melukai orang orang mereka dalam keadaan rencana gagal total timbullah maksud mereka untuk menculik pergi orang tuaku agar bisa memaksa aku balik lagi keperkampungan Pek Hoa San cung dan menjual nyawa buat mereka. Selamanya Toa Cungcu menyusun rencana paling cermat kata Kiem Lan memberi pendapat. Sekalipun sepanjang jalan Samya melakukan pembunuhan secara besar2an aku rasa Looya serta Hujienpun tetap akan mereka culik balik keperkampungan Pek Hoa Sam cung.... Pada mulanya Siauw Ling agak tertegun tapi segera ia mengangguk. Sedikitpun tidak salah carakum berpikir memang rada mulia. Mendadak dia percepat larinya melanjutkan perjalanan kedepan. Karena hatinya amat cemas perjalanan kali ini dilakukan dengan kecepatan penuh. Kiem Lan, Giok Lan maupun TOng Sam Kauw tak bisa berbuat apa2 terpaksa mereka hanya mengiringi dari belakang. Hari itu keempat jago ini telah tiba dikeresidenan Auw Pak, Tong Sam Kauw segera mohon diri untuk kembali ke Su Tzuan sedangkan Siauw Ling dengan membawa Kiem Lan serta Giok Lan kembali ke dalam perkampungan Pek Hoa Sancung. Perkampungan Pek Hoa Sancung yang pada biasanya sunyi senyap tak kelihatan kesibukan apapun ini kali begitu ramai dimana2 penuh dengan hiasan dan bayangan manusiapun hilir mudik dengan ramainya. Dengan menahan rasa sedih serta dongkol dalam hatinya Siauw Ling memperlambat langkahnya memasuki perkampungan setelah menjumpai berbagai peristiwa selama perjalanan ia berhasil mempelajari bagaimana cara menahan diri. Baru saja mereka mendekati pintu perkampungan dari tempat jauh tampaklah Cioe Cau Liong dengan memakai pakaian perlente serta kuda jempolan menyongsong dari dalam kampung. Ketika melihat munculnya Siauw Ling disana Cioe Cau Liong buru-buru meloncat turun dari kudanya dan lari menyongsong. Aaaakh.... Sam te sungguh tepat sekali saat kembalimu ke dalam perkampungan katanya sambil tertawa beberapa hari ini perkampungan Pek Hoa San cung lagi mencapai jaya2nya banyak jago lihay dari kalangan Bulim yang berdatangan. Kalau begitu kedatangan Siauwte sangat kebetulan sekali" seru Siauw Ling hambar. Siauw heng sama sekali tidak menyangka kalau sam te bisa sedemikian cepatnya kembali ke dalam perkampungan barusan saja kami menerima kabar ini melalui merpati yang mengatakan samte telah kembali ke dalam perkampungan. Eeei.... siapa tahu belum saja Siauw heng keluar kampung untuk menyambut samte telah tiba. Sembari berkata sinar matanya menyapu sekejap wajah Kiem Lan serta Giok Lan berdua tampak olehnya wajah kedua orang ini kucal dan keletihan agaknya selama ini mereka melakukan perjalanan cepat. Siauw Ling mendehem setelah ragu2 beberapa kali ujarnya juga.... Entah apakah ayah serta ibuku telah tiba disini" Oooow apakah kedua orang tuamu pun sudah tiba disini" tanya Tjioe Tjau Liong dengan wajah melengak.... Dengan ketajaman mata Siauw Ling ia dapat melihat sikap ini sengaja diperlihatkan kepadanya kepadanya hal mana menambah rasa gusar yang telah berkobar di dalam dadanya. Tak tertahan lagi ia tertawa dingin. Bukankah Jie Cungcu ikut di dalam perundingan rahasia ini apakah kau tidak tahu mengenai persoalan ini" Kembali Cioe Cau Liong teretegun. Samte kalau bicara perlahan-lahan jangan keburu napsu Siauw heng betul2 tidak tahu katanya sambil tertawa. Dari dalam sakunya Siauw Ling mengambil keluar surat yang ditulis oleh Djen Bok Hong sembari diangsurkan kedepan ujarnya, Kalau Djie Tjung-tju benar tidak tahu. Nah ambillah surat ini dan periksa sendiri. Mungkin TOako berani demikian karena mengandung maksud yang mendalam ujar Tjioe Tjau Liong setelah membaca isi surat itu, kemungkinan sekali orang2 Bulim telah menimpahkan segala kemarahannya ke atas tubuh kedua orang tuamu. Hmmm, sekarang rasanya Djie Tjung-tju sudah paham bukan kata Siauw Ling sambil menarik kembali surat itu. Sudah paham, aku segera menemani kau pergi menjumpai toako, aku rasa ia tentu ada pertanggung jawabnya. Aku hanya bertanya kepada Djie Tjungtju apakah kedua orang tuaku sudah tiba disini atau belum. Tjioe Tjau Liong yang mendengar pemuda ini sedikit2 memanggil dirinya dengan sebutan Djie Tjung-tju dan walaupun nadanya tenang tapi susah menutupi pergolakan hatinya serta hawa gusar yang bergelora di dalam dada pemuda itu Segera ia tahu kalau urusan ini sangat penting sudah tentu saja Tjioe Tjau Liong tidak berani mengambil keputusan, dengan wajah penuh senyuman katanya. Siauw heng benar2 tidak tahu tentang soal ini. Apakah surat ini palsu" tukas Siauw Ling cepat. Menurut apa yang Siauw heng lihat surat ini memang betul2 tulisan Toako dan pasti bukan barang palsu. Ia merandek sejenak lalu sambungnya. Sewaktu Sam-te berjumpa dengan Toako nanti aku rasa Toako bisa memberi penjelasan yang lebih terang lagi kepadamu. Baiklah mari kita pergi menjumpai Toako kemudian baru bicarakan lagi urusan ini. Perlahan lahan Cioe Cau Liong mengalihkan sinar matanya ke atas tubuh Kiem Lan serta Giok Lan katanya dingin. Kalian berdua ayo kembali kepesanggrahan Lan Hoa Cing Si. Kedua orang dayang itu mengiakan tapi badannya tetap berdiri tak berkutik dari tempat semula. Melihat perintahnya tidak digubris Cioe Cau Liong berkelebat lewat dari sisi Siauw Ling mendekati diri Kiem Lan sambungnya kembali, Hey kalian sudah dengar belum ayoh kembali kepesanggrahan Lan Hoa Cing Si. Terima kasih atas perhatianmu, Djie Tjung-tju tak usah repot memberi perintah kepada mereka mendadak Siauw Ling menukas dengan nada dingin. Sam-te apa yang kau ucapkan" seru Tjioe Tjau Liong sambil putar badan. Kiem Lan serta Giok Lan oleh TOa Tjungtju sudah dihadiahkan buat Siauw-te, aku tidak berani merepotkan Djie Tjungtju untuk mengurusi mereka lagi! Air muka Tjioe Tjau Liong kontan berubah hebat, tapi sebentar kemudian ia sudah tertawa hambar. "Sam-te! tahukah kau bagaimana peraturan yang ada dalam perkampungan Pek Hoa San Tjung ini?" tanyannya "Tidak tahu." Sam-te belum lama menggabungkan diri dengan perkampungan Pek Hoa San Tjung, tidak aneh kalau kau tidak tahu dalam perkampungan kita ada tercantum peraturan yang pertama berbunyi: Setiap anggota perkampungan dilarang membangkan perintah dari tingkat yang lebih atas. Siauw Ling segera mendongak tertawa terbahak bahak sehabis mendengar ucapan itu. "Haaa haaaaa haaaaaa, Djie Tjungtju aku ingin bertanya kepadamu apa kedudukanku dalam perkampungan Pek Hoa San Tjung ini?" "Orang Kangouw siapa lagi yang tidak kenal kau Siauw Ling sebagai Sam Tjungtju dari perkampungan Pek Hoa San Tjung?" ujar Tjioe Tjau Liong sambil tertawa. "Jadi kalau begitu di dalam perkampungan Pek Hoa San Tjung ini hanya kedudukan Toa Tjungtju saja yang lebih tinggi dari kedudukanmu?" "Tidak salah!" "Entah bagaimana pandangan Djie Tjungtju terhadap aku Siauw Ling?" "Saudara angkat hubungan erat bagaikan saudara kandung sendiri." "Bagus, bagus sekali jadi kalau begitu ayah ibu Siauw Ling sama pula dengan ayah ibumu?" "Hal ini sudah tentu" jawab Tjioe Tjau Liong kelihatan tertegun. "Tapi kalian tidak menghormati kaum yang lebih tinggi, kalian menangkap kedua orang tuaku sebagai barang jaminan." Sembari berkata dari sepasang mata Siauw Ling memancarkan cahayanya penuh napsu membunuh yang melototi wajah Tjioe Tjau Liong tanpa berkedip Pada saat ini dalam hati kecil Cioe Cau Liong sudah timbul rasa jeri terhadap pemuda she Siauw ini ia segera tertawa hambar. Bagaimana terjadinya persoalan ini Siauw heng benar2 tidak tahu selamanya Toako bertindak dan berbuat dengan disertai rencana yang masak aku rasa ia berani berbuat demikian tentu disertai pula dengan maksud tertentu. Oooouw.... kalau begitu walaupun kedudukan Jie Cungcu dalam perkampungan sangat tinggi hal mana tidak lebih hanya nama kosong belaka. Beberapa patah kata ini bagaikan sebilah golok yang menghujam ke dalam ulu hati Cioe Cau Liong memaksa hawa gusarpun ikut menerjang naik ke atas benak ia tertawa dingin. Kakak beradik ada tingkatan Samte aku harap kau sedikit berhati2 kalau bicara. Orang2 perkampungan Pek Hoa San Cung kalau memandang aku orang she Siauw sebagai sahabat karib ia tak akan menawan kedua orang tuaku sebagai barang jaminan. Dalam hati Cioe Cau Liong menyadari bila ia banyak bicara maka urusan semakin berabe buru-buru ia alihkan bahan pembicaraan. Ayoh jalan: aku hantar kau menemui Toako. Tanpa menunggu jawaban lagi dengan langkah lebar ia berjalan kedepan. Siauw Lingpun tidak banyak bicara, ia menguntit dari belakang Tjioe Tjau Liong dengan langkah cepat pula. Kiem Lan serta Giok Lan saling bertukar pandangan sekejap lain secara diam2 mengikuti pula dari belakang Siauw Ling. Setelah melewati beberapa buah halaman luas sampailah mereka didepan loteng Wang Hoa Loo Pintu diloteng sebelah bawah tertutup rapat diatas tiang tergantung sebuah papan nama yang berukiran kata kata: Tidak menerima tetamu. Sesudah melihat papan itu Tjioe Tjau Liong segera berpaling kepada Siauw Ling, katanya. Saat ini Toako sedang beristirahat, ia tidak terima tamu, bagaimana kalau nanti kita datang lagi" Hmmm! setelah menyambut diri sebagai saudara, mengapa harus memandang kita sebagai tamu" Tanpa sungkan2 lagi Siauw Ling menggerakkan telapak kirinya menghantam pintu tersebut keras. Hey, cepat buka pintu: teriaknya keras. Hantaman yang disertai hawa pukulan dahsyat ini menggetarkan pintu loteng sehingga berbunyi tiada hentinya. Air muka Tjioe Tjau Liong berubah hebat, buru-buru badannya menyingkir kesamping. Sepasang pintu yang tertutup rapat rapat, mendadak terbuka dan muncullah seorang lelaki bersenjata golok berdiri didepan pintu dengan sikap jumawa. Setelah memandang sekejap wajah Tjioe Tjau Liong serta Siauw Ling bergantian, tegurnya dingin. "Siapa diantara kalian yang menghantam pintu keras keras?" "Aku, Sam Tjung-tju Siauw Ling." "Apa Sam Tjung-tju tidak bisa membaca papan nama yang bergantung didepan pintu?" "Kalau sudah baca mau apa?" "Dalam keadaan dan saat seperti ini Toa tjung-tju tidak terima tamu, setelah Sam Tjung-tju mengetahui hal ini dan menghantam pintu pula, bukankah tindakanmu ini merupakan suatu kesengajaan?" "Anjing keparat! sungguh besar nyalimu Bangsat...." maki Siauw Ling penuh kegusaran. "Perintah Toa Cungcu berat bagaikan gunung sekalipun Jie Cungcu sendiri juga harus menurut sambung lelaki itu dingin." Mendadak Siauw Ling mengayunkan tangan kanannya memerseni sebuah tempelengan keras ke atas pipi lelaki tersebut. "Anjing keparat! anak jadah! kau berani bersikap kurang ajar terhadap diriku?" Pertama karena gerakan Siauw Ling sangat cepat kedua lelaki itu sama sekali tidak membuat persiapan maka Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tempelengan ini bukan saja bersarang dengan telak bahkan berat sekali membuat lelaki itu kehilangan dua biji giginya dan darah segar mengucur membasahi seluruh badan. Melihat kejadian itu Cioe Cau Liong kerutkan dahi bibir bergerak tapi sebentar kemudian ia sudah batalkan kembali maksudnya.... Lelaki berbaju singsat itu berdiri tertegun kemudian ujarnya.... Perintah dari Toa Cungcu hamba tidak berani membangkang sekalipun semisalnya hamba memberi ijin kepada Jie Cungcu serta Sam Cungcu untuk masuk melalui pintu inipun penjaga yang ada dikedua belas tingkat lainnya tak akan melepaskan kalian berdua. "Barang siapa yang bernyali berani menghadang perjalananku ini berarti ia sudah bosan hidup! ayoh cepat menyingkir!" teriak Siauw Ling dingin. Dengan langkah lebar segera menerjang ke dalam ruangan loteng. Lelaki kekar itu buru-buru mundur dua langkah goloknya dengan cepat dicabut keluar. "Perintah Toa Cungcu sangat keras, bila Jie Cungcu serta Sam Cungcu ada maksud masuk dengan andalkan kekerasan, maaf terpaksa hamba harus berbuat dosa dengan kalian berdua." Sinar mata Siauw Ling berkilat penuh napsu membunuh sembari berpaling memandang sekejap wajah Tjioe Tjau Liong ujarnya, "Orang ini tidak menghormati kita yang berkedudukan lebih tinggi patutkah ia dibunuh?" Kalau dibicarakan menurut peraturan perkampungan kita ia harus dibunuh tapi.... ia sedang menjalankan perintah dari Toako. Kalau patut dibunuh orang ini tak boleh diampuni lagi tukas Siauw Ling. Tangan kirinya dikebut keluar menghantam lengan kanan lelaki tersebut yang mencekal golok sedang tangan kanannya laksana kilat mengirim sebuah pukulan. Tangan kirinya ia menggunakan ilmu menotok jalan darah Cap Jie Lan Hua Hu Hiat So sedang tangan kanannya mengeluarkan ilmu telapak berantai Lian Huan San Tiam Ciang Hoat. Dua macam ilmu silat yang maha sakti digabungkan menjadi satu kedahsyatannya susah dibayangkan. Dengan ngotot silelaki kesar itu menerima empat lima jurus serangan pemuda itu akhirnya tak kuasa lagi jalan darah Ci Ti Hiat pada iga kanannya kena disodok oleh Siauw Ling sehingga menjadi kaku dan golokpun terjatuh ke atas tanah. Sekali tendang Siauw Ling menyepak badan lelaki itu jatuh tersungkur ke atas tanah ujarnya dingin. Mengingat kesalahan ini baru kau lakukan untuk pertama kalinya aku hanya memberi sedikit pelajaran saja kepadamu kalau dikemudian hari kau masih tidak menyesali perbuatanmu ini. Hmmm! hati2 dengan selembar nyawa anjingmu. Dengan langkah lebar ia melanjutkan terjangannya keloteng tingkat kedua. Cioe Cau Liong yeng mengikuti dari belakang membungkam diri selama ini karena ia tahu perasaan Siauw Ling pada saat ini sedang bergolak wajahnya penuh hawa napsu membunuh dan hatinya sedih kalau ia turun tangan mencegah maka jadinya akan lebih hebat lagi. Dasar wataknya memang licik dan banyak akal selamanya ia tidak ingin berbuat sesuatu hal yang tidak berpegangan kerana itu sambil membungkam ia mengikuti dari belakang Siauw Ling naik keloteng tingkat dua. Kiem Lan serta Giok Lan saling bertukar pandangan sekejab bisiknya lirih, "Bagaimana dengan kita" mau ikut Sam-ya naik ke atas." "Benar. kita ikut naik," sahut Giok Lan dengan wajah yang sudah mantap. "Kalau Sam-ya mengalami celaka ditangan Toa Cungcu kau anggap kita bisa hidup dengan merdeka" Kalau Sam-ya selamat ia pasti tak akan membiarkan Toa Cungcu menjatuhi hukuman mati kepada kita...." "Ehmm.... akupun berpikir demikian." Tanpa buang tempo lagi kedua orang dayang inipun ikut lari naik ke atas loteng tingkat kedua. Diloteng tingkat kedua berdirilah dua orang lelaki berpakaian singsat warna hitam menghadang, perjalanan beberapa orang itu orang yang ada disebelah kiri mencekal senjata golok sedang orang yang ada disebelah kanan mencekal sepasang Pak Koan Pit. Jelas kedua orang ini sudah bersiap sedia dengan senjatanya sewaktu mendengar suara ribut2 diloteng terbawah. Kalian kenal dengan aku" tanya Siauw Ling dengan nada dingin sepasang matanya melotot gusar. Petugas diatas loteng Wang Hoa Loo hanya taat dengan perintah Toa Cungcu terhadap orang lain sama sekali tidak kenal, jawab silelaki bersenjata golok dengan suara yang wajar. Kurangajar, kembali Siauw Ling berteriak marah. Orang2 dalam perkampungan Pek Hoa San cung memanggil aku dengan sebutan Sam Cungcu kalian anggap sebutan ini hanya sebutan kosong belaka. Loteng Wang Hoa Loo adalah tempat tinggal Toa Cungcu kata silelaki yang bersenjatakan Pan Koan Pit. Sudah sewajarnya tempat ini diatur penjagaan yang keras kecuali memperoleh panggilan dari Toa Cungcu siapapun dilarang naik ke atas loteng. "Kalau aku bersikeras ingin naik?" "Walaupun kami kenal dengan cungcu berdua tapi senjata tak bermata sudah tentu tak kenal siapa yang bernama Sam Cungcu jawab lelaki yang ada disebelah kiri." "Anjing keparat, kau harus rasakan kelihayanku." Dengan penuh kegusaran Siauw Ling menggerakkan goloknya pukulan ilmu menotok Siauw Loo Sin Ci sudah bersarang dalam perutnya. Tak tertahan lagi orang itu muntah darah dan jatuh terjengkang ke atas tanah, Sinar mata Siauw Ling segera dialihkan ke atas wajah lelaki bersenjata Pan Koan Pit itu. "Kalau kau masih ingin nyawamu" ayoh cepat menyingkir," bentaknya keras. Lelaki ini sama sekali tidak menyangka hanya dalam sekali serangan saja Siauw Ling berhasil merubuhkan kawannya ia jadi tertegun untuk beberapa saat. Menanti Siauw Ling menegur ia baru sadar kembali sepasang pit segera digerakkan mengancam dua buah jalan darah diatas tubuh Siauw Ling. Melihat dirinya diserang pemuda kita tertawa dingan. "Hmm jadi kau ingin cari mati" baik jangan salahkan aku bertindak keji terhadap kalian." Badannya menyingkir kesamping meloloskan diri dari datangnya serangan sepasang pit ini dengan cepat badan mendesak lebih kedepan tangan kanan mengirim sebuah babatan dahsyat ke arah dada lawan. Serangan ini memaksa lelaki itu harus menarik kembali sepasang pitnya tapi belum sempat ia melakukan sesuatu Siauw Ling sudah memutar tangan kirinya mencengkeram lengan kiri lelaki tersebut. Pleeetak! tidak ampun lagi lengan kiri lelaki tadi kena dihajar putus jadi dua bagian. Hmm untuk sementara hanya kupatahkan sebuah lengan kirimu tapi kalau lain kali berani kurang ajar lagi jangan harap kau bisa hidup,.... Sekali sepak badan lelaki itu kena terhajar telak hingga menggelinding ke atas tanah. Tanpa perduli korbannya lagi dengan langkah lebar Siauw Ling melanjutkan perjalanannya naik keloteng tingkat ketiga. Setelah lengan kirinya kena dipatahkan tadi lelaki bersenjata Pan Koan Pit itu kesakitan luar biasa diam2 ia kerahkan semua hawa murni yang ada untuk melawan rasa sakit tersebut siapa sangka kena ditendang jalan darahnya oleh pemuda itu badannya seketika menggeletak diatas tanah sekalipun melihat Siauw Ling naik keloteng tingkat ketiga itu tak berhasil mencegah. Sebaliknya Cioe Cau Liong yang melihat tindak tanduk Siauw Ling yang gila dimana berturut2 melukai penjaga dua tingkat dalam hati merasa sangat terperanjat. Teringat olehnya dari ketiga belas tingkat penjaga loteng Wang Hoa Loo ini setingkat lebih dahsyat dari tingkat yang lain maka pertarungan macam Siauw Ling ini makin lama makin seru ditambah pula para penjaga loteng ini merupakan jago-jago pilihan dari perkampungan Pek Hoa San cung bila Djen Bok Hong melihat anak buahnya dihancurkan ia pasti tak akan merasa puas. "Kemungkinan sekali diantara saudara sendiri akan segera terjadi suatu pertempuran yang mengerikan." Selagi ia berpikir mereka telah tiba diloteng tingkat ketiga. Sejak loteng Wang Hoa Loo ini dikacau oleh si pendekar pincang Ciang Toa Hay beserta kedua orang muridnya beberapa bulan berselang dimana banyak penjaga yang kena dilukai, Djen BOk Hong telah mengatur penjagaan disini lebih teliti lagi. Saat ini sipenjaga loteng tingkat ketiga adalah seorang kakek tua berusia kurang lebih lima puluh tahunan ditangan kirinya mencekal sebuah tameng besi sedang tangan kanannya mencekal sebilah golok pendek wajahnya hijau membesi dan berdiri dengan sikap angker. Sewaktu ia melihat munculnya Cioe Cau Liong serta Siauw Ling mulut tetap membungkam sikapnya amat dingin. "Eeeeii kau kenal siapa aku?" tegur Siauw Ling sambil berjalan mendekati orang itu. Tanpa menoleh atau memandang wajah Siauw Ling kagi si kakek tua itu menjawab dengan suaranya yang ketus, "Kau adalah Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung." "Setelah mengetahui kedudukanku mengapa kau tidak hunjuk hormat kepadaku?" "Orang yang ada diloteng Wang Hoa Loo kecuali berjumpa dengan Djen Bok Hong kepada siapapun tidak pernah memberi hormat." "Hmm sungguh besar bacotmu...." Ia merandek sebentar lalu bentaknya keras, "Ayoh menyingkir" "Hee heee heee bawa kemari." "Apanya yang bawa kemarii?" "Leng pay tanda perintah dari Toa Tjungtju." "Aku hendak masuk dengan gunakan kedudukan San Tjung-tju ku, tidak usah menggunakan Leng pay lagi." "Kalau Sam Tjung-tju suka mendengarkan nasehat baik dari cayhe, lebih baik untuk sementara waktu turun dari loteng ini." "Kalau aku bersikeras ingin naik?" "Terpaksa kita harus berduel, kalau bukan kau yang mati adalah aku yang musnah" jawab si kakek itu sambil membenturkan tameng besi ketangan kirinya dengan golok ditangan kanannya. "Bagus, naah berhati hatilah." Ditengah suara bentakan keras sebuat babatan dahsyat telah meluncur kedepan. Si kakek tua itu segera mendorong tameng besi yang ada ditangan kirinya kedepan menerima datangnya serangan dari Siauw Ling ini sedangkan golok pendek ditangan kanannya dengan jurus Tan Hong Liauw Im atau Hong merah menyekop awan menggulung keluar. Tameng besi adalah sebuah benda yang licin lagi mengkilap ketika telapak Siauw Ling menghantam diatas tameng besi itu kontan tangannya kena disingkirkan kepinggir. Siauw Ling segera menggerakkan badan kesamping meloloskan diri dari babatan lawan kakinya diangkat melancarkan sebuah tendangan menghajar lambung si kakek itu. Ternyata kakek tua ini tidak lemah, dia tekan pergelangan kirinya dibawah tameng besinya mengunci tubuh bagian bawah, sedangkan golok pendek ditangan kanannya bagaikan kilat membabat kaki kanan Siauw Ling. Ketika pemuda she Siauw melihat penjagaan tubuh dari si kakek tua ini sangat ketat dengan cepat dia menarik kembali kakinya yang sedang melancarkan tendangan. Mengambil kesempatan yang baik ini si kakek mendesak lebih kedepan tameng besi digunakan sebagai penjagaan golok pendek mengambil peranan penyerang serangan2 yang dilancarkan ternyata luar biasa hebatnya. Kena diserang dengan begitu gencar Siauw Ling kena didesak sehingga berturut2 mundur lima langkah ke belakang. "Samya silahkan menggunakan senjata" bisik Kiem Lan lirih. Melihat Kiem Lan membantu pemuda itu Cioe Cau Liong dengan gusar segera memaki, Budak anjing jangan banyak bicara, Serangan Siauw Ling tiba-tiba berubah ia balas melancarkan serangan2 gencar. Angin menderu2 bayangan telapak menyilaukan mata dalam sekejap mata empat jurus sudah berlalu dengan cepatnya memaksa kakek itu harus banyak bertahan. Walaupun si kakek tua itu kena dipaksa mengubah posisi dari menyerang jadi bertahan tetapi pertahanan badan bagian bawahnya masih kuat sedikitpun tiada lubang2 kelemahan. Pertarungan kembali berlangsung puluhan jurus banyaknya tanpa berhasil menentukan siapa menang siapa kalah. Melihat situasi demikian mendesak Giok Lan segera mencabut keluar pedangnya yang tersoren dipunggung. "Sam-ya terima pedangnya" teriaknya, "Jelas kedua orang ini sudah bulatkan tekad untuk menyertai sang pemuda kendati Cioe Cau Liong ada disisinya merekapun tidak mau tahu." Melihat tindakan kedua budak itu meledaklah hawa amarah cioe Cau Liong tapi belum sempat ia menegur tiba-tiba Siauw Ling sudah membentak keras, Lepas tangan. Braaaak! sebuah hantaman dengan telak bersarang pada pergelangan kanan si kakek tua itu golok pendeknya tak kuasa Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lagi terlepas dan jatuh ketanah, Setelah berhasil mengenai sasarannya Siauw Ling tidak membiarkan orang tua itu melarikan diri lagi menggunakan kesempatan tersebut kaki kanannya menendang pergelangan kiri si kakek membuat tameng besi terlepas pula dari genggaman sedang kelima jari tangan kirinya segera mencengkeram pundak kiri orang itu kencang2. "Kedudukanmu rendah, berani menghina atasan tahu apa kau hukuman terhadap dosa macam ini!" bentaknya dingin. Si kakek tua itu memejamkan matanya rapat2 ia tidak mau gubris dan bungkam dalam seribu bahasa. Siauw Ling yang melihat kekukuhan si orang tua ini hatinya segera rada bergerak pikirnya, Mengapa orang ini bersikap begitu setia kepada Djen Bok Hong bahkan memandang mati bagai pulang kerumah" dibalik kesemuanya ini pasti tersembunyi hal2 yang sangat rahasia aku harus menyelidikinya sampai terang. Karena berpikir demikian iapun membentak dingin, "Kau sudah tidak ingin jiwamu lagi?" "Samte jangan bunuh orang seru Cioe Cau Liong dari samping dengan hati cemas." Pada dasarnya Siauw Ling memang tidak bermaksud membinasakan si kakek tua ini meminjam kesempatan ini mengikuti aliran sungai mendorong perahu ia tarik kembali telapak tangannya. "Karena ada perintah dari Jie Cungcu ku ampuni jiwamu satu kali ini." Pada saat itulah dari atas loteng berkumandang datang suara gelak tertawa yang sangat menyeramkan, "Haaaa.... haa tingkatan ada urutannya dalam keadaan gusar Samte masih suka mendengar diantara kita sebetulnya masih ada...." Siauw Ling segera mendongak tampak badan Djen BOk Hong yang tinggi besar tapi bongkok itu berdiri dimulut loteng tingkat keempat wajahnya penuh senyuman dan saat ini sedang memandangi beberapa orang itu dengan ramah, "Menghunjuk hormat buat Toako" buru-buru Cioe Cau Liong menjura dengan penuh rasa hormat. "Jie te tak perlu banyak adat." Agaknya orang ini benar2 mempunyai pengaruh yang amat besar untuk menindas kewibawaan seseorang walaupun pada saat ini Kiem Lan serta Giok Lan ada maksud mengikuti jejak Siauw Ling tapi setelah menjumpai diri Djen BOk Hong mereka jatuh ketakutan sehingga badannya gemetar keras. Tak kuasa lagi kedua orang dayang ini jatuhkan diri berlutut. "Budak sekalian mengunjuk hormat buat Toa Cungcu." Djen Bok Hong tertawa hambar. "Kalian berdua telah menemani Sam Cungcu melakukan perjalanan jauh kamu terhitung punya jasa yang besar ayoh cepat bangun." Agaknya Kiem Lan dan Giok Lan sama sekali tidak menyangka Djen Bok Hong bisa bersikap demikian ramah dengan mereka setelah tertegun beberapa saat lamanya mereka baru bangun berdiri. "Terima kasih atas kemurahan hati Toa Cungcu." Djen Bok Hong tidak menggubris mereka lagi sinar matanya dialihkan diatas wajah Siauw Ling. Karena siauw-te banyak mengikat tali permusuhan dengan para jago dikolong langit katanya halus mau tak mau aku harus memperketat penjagaan disekeliling loteng Wang Hoa Loo ini anak buahku tidak tahu dan ternyata menghadang pula perjalanan Jie te serta Sam te, ini berarti mereka tidak tahu diri dan ingin mencari penyakit buat diri sendiri aku tak bisa menyalahkan Samte turun tangan memberi pelajaran kepada mereka. "Sungguh aneh sekali sikap Toa Cungcu kali ini" pikir Cioe Cau Liong dalam hatinya. Setelah selesai mendengar ucapan dari Toakonya ini loteng Wang Hoa Loo sudah terkenal sebagai daerah terlarang yang tidak memperkenankan siapapun masuk keluar semaunya, orang yang sudah tinggal dalam perkampungan Pek Hoa San cung tentu mengetahui akan hal ini. Mengapa saat ini ia malah bicara dengan begitu sungkan" Waktu itu Djen Bok Hong telah melanjutkan kembali kata2nya. "Samte baru saja pulang dari tempat kejauhan Siauw hengpun sudah seharusnya menanyakan kisa perjalananmu. Nah mari naik ke atas loteng kita tiga bersaudara minum beberapa cawan arak sambil merundingkan suatu hal dengan kalian berdua." Beberapa kali Siauw Ling menggerakkan bibirnya hendak bertanya dimanakah orang tuanya berada tapi beberapa kali pula terpaksa harus menahan sabar karena tidak menjumpai kesempatan yang baik. Tanpa banyak cakap lagi ia melangkah terlebih dahulu naik ke atas loteng tingkat keempat. Kiem Lan serta Giok Lan saling bertukar pandangan sekejap, hati mereka bimbang dan ragu haruskah mengikuti Siauw Ling naik ke atas loteng atau tidak. Ketika itulah Cioe Cau Liong telah berpaling dan memandang sekejap wajah kedua orang dayang itu. Loteng Wang Hoa Loo bukan tempat cocok buat kalian untuk tancap kaki ayoh cepat turun dari sini. "Tunggu sebentar" seru Djen Bok Hong sambil tertawa dan melirik sekejap wjah kedua orang dayang itu." "Saat ini kedudukan Kiem Lan serta Giok Lan adalah dayang pribadi Samte. Sudah tentu mereka tak boleh dipandang sebagai budak biasa, biarkan mereka ikut naik ke atas loteng." Cioe Cau Liong kembali dibikin tertegun, ia merasa sikap Djen Bok Hong terhadap diri Siauw Ling terlalu ramah dan hal ini belum pernah terjadi selama ini. Memandang diatas wajah Sam Cungcu, Toa Cungcu memberi keringanan buat kalian untuk ikut naik keloteng. "Ayoh cepat berterima kasih." Kiem Lan serta Giok Lan sama2 menjura kemudian mengikuti dari belakang, Cioe Cau Liong naik ke loteng tingkat ketiga belas. Sepanjang perjalanan dengan sepasang mata yang tajam Siauw Ling memperhatikan penjaga2 yang ditemuinya. Ia merasa penjaga yang berjaga disetiap tingkat, makin ke atas usia orang itu makin lanjut bahkan sikapnya kukoay serta dingin. Menanti mereka mencapai tingkat kesepuluh maka penjaga ditempat itu adalah seorang kakek tua berambut putih wajahnya dingin kaku sama sekali tidak terdapat perubahan perasaan bahkan terhadap Djen Bok Hong sendiri tidak pandang sebelah matapun. Walaupun Siauw Ling pernah satu kali mengunjungi loteng ini tapi tempo dulu ia tidak terlalu memperhatikan sipenjaga loteng2 ini sekarang sesudah memperhatikan dengan cermat ia baru merasa orang2 tua ini memiliki sepasang mata yang tajam. Jelas tenaga lweekang mereka sudah mencapai puncak kesempurnaan. Diatas loteng tingkat ketiga belas meja perjamuan telah dipersiapkan dan empat orang dayang cantik berbaju hijau sudah menanti didepan meja perjamuan. Djen Bok Hong mengambil tempat duduk dikursi tengah Siauw Ling serta Cioe Cau Liong dikedua belah sisinya sedang Kiem Lan Giok Lan duduk dipaling bawah, Keempat dayang cantik berbaju hijau itu segera memenuhi cawan masing-masing dengan arak setelah itu mengundurkan diri. "Samte," kata Djen Bok Hong kemudian sambil angkat cawannya. "Barusan saja kau pulang dari tempat kejauhan tentu badanmu masih lelah." "Mari Siauw heng menghormati dirimu dengan secawan arak." Siauw Ling angkat cawannya ke atas meja. Dalam hati Siauwte ada beberapa patah kata yang serasa tak enak kalau tidak kuucapkan keluar. "Samte silahkan bicara." "Sewaktu siauwte kembali kedesa untuk menyambangi kedua orang tuaku disepanjang jalan telah menjumpai banyak cegatan2 dari jago-jago Bulim yang hendak memeriksa barang bawaan Siauwte, karena sama sekali tidak berprasangka siauwte membiarkan mereka memeriksa isi peti2 itu. Siapa sangka isi dari peti tadi adalah sebuah batok kepala." Air muka Djen Bok Hong sangat tenang selama mendengar perkataan itu, ia tersenyum. "Hal ini kulakukan sebagai rencana guna mempopulerkan nama besar Sam te dalam dunia persilatan. Bagaimana reaksi mereka setelah menjumpai batok kepala itu?" Sebetulnya Siauw Ling ada maksud membongkar rahasia betapa kejinya rencana busuk Djen Bok Hong agar orang2 itu dibikin jengah dan kikuk. Siapa sangka sikap Djen Bok Hong sangat tenang, agaknya ia merasa sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan ini tindakan tersebut membuat Siauw Ling merasa jengkel bercampur gelisah untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Kiem Lan yang melihat pemuda itu membungkam dengan beranikan diri segera menyambung, Setelah orang2 itu menjumpai batok kepala tersebut mereka tak bisa menahan diri dan menuduh Sam ya sebagai sipembunuh orang itu. "Ehmmm...." Djen Bok Hong mengangguk sambil tertawa. "Setelah mereka menjumpai batok kepala tersebut maka terbuktilah apa yang selama ini tersiar dalam Bulim, tidak aneh kalau dalam keadaan terkejut dan kaget mereka mengambil suatu tindakan kasar." "Toako," seru Siauw Ling tertegun beberapa saat. "Apa maksudmu memberi sebuah batok kepala di dalam peti tersebut sebagai hadiahku kembali kedesa?" "Hmm....menurut pandangan Siauwte tindakanmu ini tidak lebih hanya merupakan siasat meminjam pisau membunuh orang, jengek sang pemuda dingin. Kalau aku kena dikerubuti para jago Bulim itu sampai mati apa kau kira berharga kematianku itu?" "Soal ini Samte boleh berlega hati potong Djen Bok Hong sambil tertawa hambar Siauwte sudah melakukan persiapan2 untukmu asal Samte menjumpai mara bahaya maka ada orang yang segera datang memberi bantuan kepadamu." Ia merendek dan mendongak tertawa terbahak2 sambungnya. Tapi Siauw heng percaya dengan kepandaian silat yang dimiliki Samte sekalipun kena dikerubuti juga tak bakal jatuh kecundang. "Jadi kalau begitu Toako memang ada maksud2 tertentu?" "Tidak salah kesemuanya ini berada dalam dugaan Siauw heng." Ucapan ini mendatangkan golakan yang keras dalam dada Siauw Ling sambil menekan hawa gusar tersebut katanya lagi.... "Menawan orang tua siauwte juga termasuk rencana yang telah disusun Toa Cungcu"' Djen Bok Hong mengangguk.... "Kita orang2 perkampungan Pek Hoa San cung sudah banyak mengikat permusuhan dengan orang lain jago-jago Bulim memandang siauwte sebagai duri diatas mata kalau tidak dicabut rasanya tidak leluasa dan peristiwa samte menggabungkan diri dengan perkampungan Pek Hoa San cung pun sudah diketahui oleh semua jago yang ada dikolong langit kalau Siauw heng tidak menjemput kedua orang tuamu masuk keperkampungan Pek Hoa San cung bagaimana kalau sampai mereka kena diculik oleh para jago Bulim?" Siauw Ling yang melihat air muka orang itu sangat tenang bahkan ucapan ini bagaikan sedang menegur dirinya dan apa yang ia tanyakan sudah berada dalam dugaannya, hati jadi bergerak pikirnya, Agaknya ia sudah melakukan persiapan2 untuk menghadapi peristiwa ini kalau aku cari gara2 maka keadaan akan termakan kembali dalam dugaannya.... Karena berpikir demikian sambil menekan hawa napsu amarah yang berkobar didada ia bangun berdiri seraya menjura, "Cara berpikir Toako benar2 amat teliti siauwte merasa sangat berterima kasih ujarnya sambil tersenyum." Tindakannya ini sedikitpun tidak salah, telah mendapatkan rasa diluar dugaan bagi Djen Bok Hong. Tampak ia tertegun dan wajahnya memperlihatkan perasaan terperanjat. Tapi dalam sekejap saja perasaan tersebut sudah lenyap dari pandangan ia tertawa terbahak bahak. Sejak semula siauwte sudah menduga kalau Sam te adalah seorang yang cerdik dan berpikiran tajam, ternyata dugaanku sedikitpun tidak salah, Sambil mengacungkan jempolnya ia menambahkan, "Seorang lelaki sejati bisa bertindak sesuatu dengan keadaan. Samte ternyata kau cukup terlatih dalam hal ini." Mendengar sindiran itu Siauw Ling merasa bagaikan ulu hatinya ditusuk dengan sebilah pisau, seluruh badannya gemetaran keras. Tapi ia tahu soal keselamatan orang tuanya jauh lebih penting, ia tak boleh bertindak sembarangan karena sedikit persoalan, karenanya sambil paksakan diri memperlihatkan suatu senyuman ujarnya "Entah bolehkah Siauw te pergi menyambangi kedua orang tuaku." "Setelah kita berada sebagai saudara angkat, orang tuamu sama pula dengan orang tuaku. Tidaklah mungkin aku akan menyiksa kedua orang tua tersebut, tentang soal ini harap samte berlega hati." "Bukannya begitu, sudah banyak tahun siauwte tidak pernah berjumpa dengan wajah beliau. Hatiku sangat risau dan ingin cepat-cepat menyambangi mereka." "Haa....haa.... karena perjalanan yang jauh dengan kereta, saat ini kedua orang tuamu sedang beristirahat. Sam te apa gunanya kau gelisah tidak keruan, menanti kedua orang tuamu sudah pulih kembali kesehatannya rasanya Samte belum terlambat untuk menyambangi mereka." Mendengar perkataan tersebut Siauw Ling tak bisa membendung hawa gusarnya lagi. Ia segera bangun berdiri, Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Giok Lan jadi cemas melihat tindakan yang gegabah dari pemuda ini, dari bawah meja buru-buru menyentil kaki Siauw Ling. Tampak Siauw Ling menghantam meja perlahan seraya berteriak, "Cara Toako berpikir sangat cermat sekali. Siauwte harus mengucapkan terima kasih kepadanya." Dia adalah seorang cerdik setelah mendapat peringatan dari Giok Lan adalah pikirnya segera tersadar kembali karena itu niatnya segera diubah dan sambil menyingsing baju dia sungguh2 mau berlutut. Djen Bok Hong segera mengulapkan tangan kanannya, segulung tenaga pukulan menahan badan pemuda itu untuk berlutut. "Sam te tak perlu banyak adat, katanya serius, Siauw heng ada beberapa patah perkataan yang penting hendak dibicarakan dengan diri Sam-te...." Mengambil kesempatan itulah Siauw Ling duduk kembali kekursinya. "Toako ada perkataan apa?" Setelah kemunculan Siauw heng kali ini aku sudah merencanakan untuk menempatkan diri Sam-te sebagai salah seorang musuh tangguhku, setelah ku lihat kecerdikanmu dalam menghadapi perobahan ini hari, semakin membuktikan kalau pandanganku tidak meleset.... Toako terlalu memuji. Ada pepatah mengatakan: Satu daerah tak mungkin muncul dua jago apalagi perkampungan Pek Hoa San cung yang demikian kecil, mana mungkin bisa dikuasai oleh Siauw heng serta Samte dua orang enghiong sekaligus" "Toako berpikir terlalu jauh. Siauw-te sama sekali tidak bermaksud untuk merebut kedudukan itu." "Sekalipun Samte tidak sudi berebut nama maupun kekuasaan tapi cara berpikir kita dua orang sangat berlawanan, bagaimanapun juga pada suatu hari kita akan berhadapan sbg musuh tangguh." "Oleh karena itu Toako menawan kedua orang tuaku sebagai barang jaminan agar aku bisa jual nyawa untuk perkampungan Pek Hoa San cung kalian?" "Sebelum hujan sedia payung apa salahnya?" sahut Djen Bok Hong sambil tertawa hambar. Air muka Siauw Ling berubah hebat sebentar hijau sebentar memutih dalam sekejap saja pengalamannya bertambah lagi. "Samte!" ujar Djen Bok Hong kemudian sambil angkat cawan. "Bagaimana kalau kita keringkan cawan arak ini?" Perlahan-lahan Siauw Ling mengangkat cawan arak. "Setelah Toako memandang siauwte sedemikitan tingginya, mengapa kau tidak turun tangan keji untuk membokong diriku, sebaliknya menimpakkan penderitaan ini pada kedua orang tuaku yang telah tua dan berbadan lemah." Dikolong langit banyak urusan yang susah dijelaskan apabila Siauw heng mengundang datang kedua orang tuamu sama sekali tidak bermaksud mencelakainya. Kali ini Siauw Ling betul2 tak dapat menahan diri lagi tak kuasa ia menghantam meja keras2. "Toako demikian tak berbudi, jangan salahkan kalau siauwtepun tidak setia...." Sreeet ia robek ujung jubah sendiri lalu dilempar ke atas meja, teriaknya, Ini hari juga kita saudara robek jubah putus hubungan, sejak kini masing-masing hidup secara berpisah. Djen Bok Hong mendongak tertawa terbahak2 Air dan api susah bersatu padu kita bersaudara cepat atau lambat akan terjadi juga peristiwa macam ini hari.... Mendadak ia tarik kembali suara tertawanya dengan nada dingin ia menambahkan, Setelah hubungan kita bersaudara putus, sejak ini hari pula masing-masing pihak akan berusaha untuk merebut dunia persilatan dengan andalkan kepandaian serta kecerdikan masing-masing. "Siauwte tidak bermaksud merebut dunia persilatan," seru Siauw Ling tertegun. Tapi sebentar kemudian ia sudah merasa bahwa keadaannya berada dalam saat2 kritis Djen Bok Hong sedang bermaksud memanasi hatinya. Terdengar Djen Bok Hong kembali tertawa dingin, "Sekalipun kau tidak bermaksud merebut dunia kangouw tapi aku orang she Djen merasa kaulah satu satunya penghalang maksudku untuk menguasai Bulim." Ia merandek sejenak dan bangun berdiri, Besok siang harap kau suka datang kebawah loteng Wang Hoa Loo untuk menjumpai orang tuamu. Saat ini maaf aku tak dapat menemani dirimu lebih lama lagi. Jelas dari ucapan tersebut bukan saja hubungan persaudaraan mereka sudah putus bahkan saja saat ini ia sedang mengusir pemuda tersebut dari tempat itu. Hawa gusar bergelora dalam rongga dada Siauw Ling tapi teringat akan keselamatan orang tuanya ia coba menahan diri. Baik besok siang cayhe pasti datang menepati janju serunya seraya menjura, Djen Bok Hong tersenyum. "Maaf aku tak dapat menghantar terlalu jauh." "Tidak berani merepotkan dirimu." Sambil putar badan dengan langkah lebar pemuda ini segera turun dari loteng. Kiem Lan Giok Lan pun ikut bangun berdiri ikut berlalu. "Duduk," mendadak Cioe Cau Liong membentak. Agaknya kedua orang dayang itu sudah bulatkan tekadnya mereka hanya melirik sekejab ke arah Cioe Cau Liong kemudian meneruskan langkahnya turun dari loteng. "Budak bangsat kalian mau membangkang?" teriak Jie Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San-cung ini semakin gusar. Dengan cepat ia meloncat bangun siap melakukan terjangan ke arah kedua orang dayang tersebut. Tapi Djen Bok Hong sudah ulapkan tangan kanannya segulung tenaga pukulan segera menghadang jalan pergi orang she Cioe itu. "Lepaskan mereka pergi." Kiem Lan Giok Lan berpaling lalu memberi hormat. "Terima kasih Toa Cungcu." "Tidak perlu banyak adat setelah kalian mengikuti Siauw Ling berarti pula sudah bukan anggota perkampungan Pek Hoa San cung kami lagi." "Budak sekalian turut perintah daripada membangkang" seru Kiem Lan sambil gertak gigi seraya menarik tangan Giok Lan, buru-buru kedua orang itu berlalu. Menanti ketiga orang itu sudah lenyap dari pandangan, Cioe Cau Liong baru berpaling, ujarnya kebingungan, "Toako kau benar2 bermaksud melepaskan kedua orang dayang ini?" "Orang gelisah akan adu jiwa, anjing cemas akan lompat tembok. Kalau Siauw Ling tak ada yang memberi nasehat dari samping, tak terhindari suatu oertarungan sengit segera akan berlangsung kata Djen Bok Hong sambil tertawa, jika sampai begini bukankah usahaku selama ini akan sia2 belaka?" "Perhitungan Toako betul2 hebat siauwte merasa tak dapat menandinginya." Kembali Djen Bok Hong tertawa. "Menurut dugaanku sepeninggalnya Siauw Ling kali ini ia pasti tak berani tinggal terlalu lama disekitar perkampungan Pek Hoa San cung turunkan perintah kepada masing-masing pos pengintai untuk mengawasi segala gerak geriknya tapi jangan turun tangan mengganggu." Cioe Cau Liong mengiakan dan turun dari loteng untuk melaksanakan perintah Toakonya.... "Kita balik pada Siauw Ling setelah turun dari loteng Wang Hoa Loo menerobosi beberapa halaman sampailah mereka diluar perkampungan Pek Hoa San Cung." Kiem Lan, Giok Lan mengikuti terus dari belakan pemuda itu mereka berjalan dengan mulut bungkam sejauh lima enam li.... Akhirnya Kiem Lan buka suara berkata, "Samya kau siap hendak kemana" sudah punya rencana tersebut...." Siauw Ling menghembuskan napas panjang.... "Tidak aneh orang2 kangouw mengatakan Djen Bok Hong sebagai makluk ganas dalam air, orang ini benar2 keji, licik dan bahaya." "Sebenarnya Toa Cungcu hendak meminjam kesempatan sewaktu Samya kembali kekampung untuk menciptakan suatu pembunuhan agar kau tak mendapat tempat untuk tancapkan kaku dan satu2nya jalan hanya berbakti kepada perkampungan Pek Hoa San cung, kata Giok Lan sambil menghela napas panjang siapa sangka Sam ya adalah seorang pendekar sejati walaupun didesak berulang kali tidak mau juga membuka pantangan membunuh. Kegagahan Samya ini justru merupakan bibit kebencian bagi Toa Cungcu inilah sebabnya mengapa ia menculik kedua orang tua Samya sebagai barang jaminan...." "Toa Tjungtju memaksa kau serta nona Tong menelan pil pengerut tulang justru bertujuan hendak menyulitkan Sam ya, sambung Kiem Lan dari samping. Ia hendak membuat Sam ya murung dan susah karena hal ini, atau karena keadaan kita menimbulkan kemarahan Sam ya untuk turun tangan melukai orang. Siapa nyana Sam ya mendapat bantuan dan secara kebetulan menjumpai Tjhee Toa Nio yang menghadiahkan pil mujarabnya secara suka rela setelah racun pengerut tulang dari Toa Tjung tju punah dan merasa pula kami ada maksud menghianati perkampungan Pek Hoa San cung dengan membantu Sam ya. Timbullah maksudnya untuk menculik orang tua Sam ya.... aaaaai.... kalau dipikir kami kakak beradklah yang mengakibatkan kesemuanya ini." "Kalian tak perlu menyesali diri sendiri," hibur Siauw Ling sambil menghela napas panjang. "Bukan disebabkan kalian lantas Djen Bok Hong menculik orang tuaku, ia memang sudah punya maksud ini sejak dahulu. Kerena bermaksud dengan menggunakan kedua orang tuaku hendak memaksa aku berbicara dengan mereka." Ia merandek sejenak, setelah menghelakan napas panjang sambungnya lagi, sekalipun misalnya racun Gioke Lan tidak terbebaskan dan seperti juga kemauannya ku bunuh para jago Bulim yang menghadang perjalanan kita, belum tentu kesemuanya ini bisa membebaskan kedua orang tuaku dari penculikan mereka. Dengan sedih kedua orang dayang itu menghela napas panjang. "Lalu bagaimana maksud Samya saat ini?" "Kita harus mencari sebuah tempat yang tersembunyi untuk baik2 beristirahat," sahut Siauw Ling sesudah termenung sejenak. Menurut apa yang budak ketahui seratus li disekitar perkampungan Pek Hoa San cung merupakan daerah mata2 Suramnya Bayang Bayang 27 Gento Guyon 22 Iblis Penebus Dosa Jejak Jejak Kematian 3