Pusaka Jala Kawalerang 5
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto Bagian 5 hati Naradata ngenas. Rasa geramnya timbul lagi. Tiba di kediamannya, langsung saja ia memerintahkan sekalian hamba dan muridnya untuk menyeret ketiga tawanannya yang sudah tak berdaya, la sendiri dengan diikuti Sogata dan Sugata memeriksa wilayahnya kembali. "Sogata! Mari aku ingin melihat apakah mereka merobohkan Dewadaru benar-benar " Naradata berjalan di depan dan segera diikuti Sogata dan Sugata. Begitu melihat pohon Dewadaru tumbang menelingkupi bumi, seluruh tubuhnya menggigil karena disulut rasa marah. Pohon Dewadaru baginya tak ubah penjelmaan Dewa Kebahagiaan. Kenapa kini dirobohkan tetamu yang sebenarnya ia hormati " "Sogata dan Sugata, dengarkan sumpahku!" ia berteriak setengah mendesis. "Akan kubakar mereka hidup-hidup! Akan kurebus mereka sampai menjadi bubur....." Sogata dan Sugata berlutut di belakangnya. Bertahun-tahun mereka menjadi murid Naradata. Selama itu belum pernah mereka mendengar kata-kata gurunya yang gusar demikian hebat. Tak dikehendaki sendiri, bulu romanya meremang. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ya, ya, ya dan berilah kami kesempatan untuk menggaploki mereka dahulu sampai memar." ujar Sogata dengan suara gemetar. "Bagus! Dan kau bagaimana Sugata ?" Sugata yang berotak lamban, menjawab sebisanya : "Aku ingin meludahi muka mereka." "Hanya itu ?" "Aku ingin meludahi pantatnya." "Kenapa pantatnya ?" Sogata menimbrung. "Biar tidak bisa kentut!" "Kenapa begitu ringan?" Sogata gemas. "Mereka merobohkan pohon Dewadaru. Masakan hukumannya hanya agar mereka tidak dapat kentut ?" "Eh, kau kira orang tidak bisa kentut mau hidup lebih lama lagi " Siksa yang dideritanya jauh lebih hebat daripada segala macam gaplokan" ujar Sugata. Sogata terlongong sejenak. Setelah dirasakan, benar juga alasan Sugata. Orang boleh sehat walafiat bagaikan ikan. Tetapi kalau tidak dapat kentut, perutnya akan kembung dan makin lama makin menyiksa. Sekiranya tidak lebih membahayakan, ingin saja orang itu membelah perutnya. "Benar, kau benar Sugata." Sogata berkomat-kamit. Kira-kira sampai menjelang sorehari, Naradata memeriksa urat-urat pohon Dewadaru dengan saksama. Ternyata semuanya rantas tergetar oleh pukulan sakti. Maka tiada harapan lagi untuk bisa dihidupkan kembali. "Hm ... pendek kata urat-urat kalian juga harus rantas dulu.." Ia memaki-maki dan mengancam Wisakarma bertiga. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Setelah itu, ia membawa Sogata dan Sugata berkeliling memeriksa seluruh wilayah. Benar-benar lembah yang subur menjadi gurun tandus berwarna kuning kecokelatcokelatan. Siapa lagi yang bisa merubah lembah itu, kecuali Wisakarma yang terkenal sebagai Dewa Racun. Ih, gapah amat pekertinya, pikirnya. Dan dendamnya kian menyala di dalam hatinya. Begitu tiba di kediamannya langsung saja ia memanggil beberapa orang murid yang tadi ditugaskan membawa pulang ketiga tawanannya. Salah seorangnya menjawab: "Mereka sudah kami kunci di dalam gudang dalam keadaan masih terikat. Mereka berteriak-teriak minta minum, tetapi tidak kami beri. "Bagus!" Naradata puas. "Kalau perlu berilah dia minuman racun. Aku ingin tahu bagaimana cara dia melawan minuman racun. Sekarang kumpulkan semua kayu bakar yang cepat menyala. Ambillkan pula tali urat kerbau! Ikat mereka di dekat unggun api ! Nyalakan api sebesar-besarnya! Kalau perlu buatlah api unggun setinggi gunung, agar mereka merasakan betapa enaknya orang diselomot panas api sebelum masuk ke neraka " Setelah beikata demikian ia memeriksa tawanannya dan menandangnya bergantian. Kemudian ia melepaskan mereka dari lilitan Jala Karawelang. Sebagai gantinya ia memerintahkan sekalian muridnya mengikatnya erat-erat dengan tali urat kerbau. Wisakarma bertiga tidak dapat bergerak lagi karena nyaris kehabisan nafas. Keadaan diri mereka mirip orang yang baru saja terangkat dari dalam permukaan air setelah sekian lamanya terbenam. "Guru!" tiba-tiba Sogata memberi saran. " Kalau mereka hanya diikat, mulutnya bisa bebas memaki-maki" "Itulah yang kukehendaki. Tetapi jangan lupa, mereka-pun akan memekik-mekik kesakitan. Itu merupakan tontonan sendiri yang sedap didengar." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Betul, guru" buru-buru Sogata membenarkan. Bisa dimengerti mengapa Naradata seolah-olah ingin menelan ketiga musuhnya mentah-mentah. Hatinya terlalu sakit. Tidak hanya kecewa, marah dan penasaran saja. Tetapi berbareng menuntut imbangan yang layak. Maka ia perlu pelampiasan yang dapat memuaskan hati dan perasaannya. Kecuali bila pohon Dewadaru bisa hidup kembali seperti sediakala. Dengan menggendong tangannya di belakang punggungnya, ia kembali ke ruang tengah diikuti dengan kedua muridnya. Hampir satu jam ia mondar-mandir seperti orang gendeng. Kedua muridnya tiada berani mengganggu. Tiba-tiba suatu ingatan menusuk benak Sogata. Dengan hati-hati murid yang ingin merebut hati gurunya itu berkata: "Guru! Ketiga jahanam itu membawa seorang kakek yang berpenyakitan. Kata mereka, kami berdua harus menyebut beliau dengan paman guru. Kabarnya beliau sanak raja." "Siapa?" Naradata terbangun perhatiannya. "Namanya kalau tidak salah, Sudarma." Mendengar Sogata menyebutkan nama Sudarma, tiba-tiba Naradata menggigil. Menegas : "Kau tidak salah dengar ?" "Begitulah yang kami dengar" sahut Sogata meyakinkan. "Sekarang di mana paman-gurumu itu ?" "Paman guru?" Sogata berkomat-kamit. Tetapi sedetik kemudian ia jadi teringat kata-kata Wisakarma, bahwa dirinya harus menyebut paman-guru terhadap Sudarma. Sekarang gurunya membahasakan paman-guru pula terhadap dirinya. Kalau bggitu, tidak salah. Maka dengan penuh yakin ia menyahut: "Beliau di dalam kamarnya." "Diapakan?" suara Naradata terdengar cemas. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Diapakan, kami tidak jelas. Tetapi beliau tidak bergerak sejengkalpun dari tempatnya. " Naradata tidak menunggu Sogata menyelesaikan katakatanya. Seperti diuber iblis, ia kabur memasuki kamar tamunya. Begitu melihat keadaan Sudarma, wajah Naradata berubah hebat. Setengah berteriak ia berseru : "Adikku! Kau diapakan bangsat-bangsat itu ?" Tetapi Sudarma sudah kehilangan semangat hidup. Pandangnya kosong. Kesannya tidak melebihi seorang gendeng. Menyaksikan penderitaannya, hati Naradata bergolak dahsyat. Sudarma adalah adik seperguruannya berbareng majikannya. Sebab dia kemenakan raja. Pada jaman mudanya berwajah amat cakap dan kepandaian tinggi. Sekarang kesan-kesan demikian, tiada lagi. Inilah akibat racun Wisakarma bertiga yang terlalu hebat. "Baiklah, akan kutuntutkan dendammu." Teriak Naradata. Kemudian ia lari lagi memasuki kamar tahanan Wisakarma. Tetapi Wisakarma bertiga tidak kelihatan di tempatnya. Bahkan anak-anak muridnya roboh tersungkur di samping api unggun yang menyala tinggi. "Hai! Apa yang sudah terjadi ?" teriak Naradata kalap. Wisakarma bertiga dalam keadaan putus asa, tatkala tiba-tiba Drubiksa muncul dari bawah tanah. Dengan cekatan, ia merobohkan semua pelayan dan anak-murid Naradata. Kemudian menolong membebaskan Wisakarma bertiga. Betapa girang hati Wisakarma bertiga, tak terlukiskan lagi. Berkali-kali mereka mengucapkan rasa terima kasihnya yang tak terhingga. "Sudahlah, sudahlah. musuh di depan kita. Yang perlu kita putuskan bagaimana cara melawannya. Jala Karawelangnya memang tidak dapat kita abaikan." "Benar." Wisakarma mengangguk. "Mari kita keluar dulu!" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dengan berlari-larian mereka meninggalkan rumah Naradata, dan berhenti di atas tanjakan sebuah bukit. Di sanalah mereka berunding. Wisakarma bertiga mendongkol dan penasaran. Mereka merasa menang dalam segala halnya melawan Naradata. Tetapi kesaktian pusaka Jala Karawelang itulah yang membuat mereka tidak dapat berkutik. "Pada waktu dia berada di tanah leluhurku, Jala Karawelang tidak pernah diperlihatkan. Bahkan dia bersedia kalah mengadu kepandaian. Melawan Adityasuta, tidak dapat dia berbuat banyak. Apalagi sewaktu berlawan-lawanan dengan Brihawan." ujar Wisakarma. "Itulah sebabnya, dia rela menyerahkan adik seperguruannya sebagai sandra. Tetapi di sini tiba-tiba dia memperlihatkan pusaka saktinya. Hm ternyata kelicinannya tidak usah kalah dibandingkan dengan siapapun. Bagaimana menurut pendapatmu " " "Dia menyerahkan adik-seperguruannya sebagai sandera. Sandera mengenai hal apa" Drubiksa minta keterangan. "Sebenarnya ini rahasia peribadi kami bersama, termasuk Naradata dan Sudarma. Tetapi karena engkau sudah berjasa menolong jiwa kami, baiklah engkau kami anggap orang kita sendiri. Itulah perkara Widya Puruhita." Wisakarma menghela nafas. Widya Puruhita seorang puteri Sriwijaya yang cantik luar biasa. Diapun pujaan kami, berbareng junjungan kami juga. Kami bertiga mendengar kabar, bahwa nun di Timur jauh tumbuh sebatang pohon dewata yang pantas diperebutkan dengan jiwa. Itulah pohon dewadaru. Maka kami bertiga berangkat ke mari untuk menjual cerita kepada Naradata tentang keelokan puteri Widya Puruhita. Terus terang saja, tujuan kami adalah upaya untuk bisa memperoleh buah Dewadaru. Ternyata Naradata tertarik kepada tutur-kata kami. Maka dengan Sudarma dia berangkat ke negeri kami. Kamipun menerangkan, bahwa kami bertiga sedang memperebutkan pula. Melihat kecantikan puteri Widya Puruhita, Naradata menjadi linglung. Serunya, inilah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pantas menjadi isteriku. Tetapi kehendaknya kami halang-halangi. Kami bertempur seru melawan Naradata mengadu kebisaan. Ternyata Sudarma diam-diam jatuh cinta pula kepada Widya Puruhita. Merasa berkepentingan, diapun ikut membantu Naradata. Tetapi kedua orang itu dapat kami kalahkan, bahkan Sudarma menjadi tawanan kami " "Hm" Drubiksa menggerendeng. "Naradata mempunyai pusaka sakti Jala Karawelang. Tetapi dia tidak menggunakan, malahan membiarkan Sudarma kalian tawan. Bukankah mempunyai maksud ?" "Ya, setelah pengalaman hari ini, kami baru jelas." ujar Wisakarma. "Dia membiarkan Sudarma kami tawan. Dengan begitu, saingannya kurang seorang. " "Setelah mengetahui begitu, mengapa kalian membawa Sudarma kemari " " "Perhitunganku sederhana saja. Sudarma adik seperguruannya. Kecuali itu sanak raja. Apakah dia berani menghadapi teguran rajanya " " Drubiksa berpikir beberapa saat lamanya. Lalu menjawab : "Sudah berapa lama terjadinya peristiwa itu ?" "Dua tahun yang lalu." jawab Brihawan dan Adityasuta mewakili Wisakarma. "Hm" lagi-lagi Drubiksa menggerendeng. "Perkampungan ini memang termasuk wilayah kerajaan Daha. Akan tetapi selama ini, belum pernah aku mendengar Naradata kena teguran raja. Entahlah untuk waktu-waktu mendatang. " "Mengadu kepandaian dengan dia, bukan merupakan masalah" ujar Brihawan. "Apakah engkau tahu bagaimana caranya dia tidak menggunakan pusaka jalanya ?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Sudah lama aku berpikir demikian. Akan tetapi Naradata tidak pernah menyimpan pusaka Jala Karawelang di luar badannya. Sekiranya begitu, sudah lama kucuri." "Baiklah kita atur begini." Wisakarma memutuskan "Aku tidak percaya, jala sakti itu dapat menjangkau lawan dengan tidak terbatas. Sekiranya begitu, dia dapat menjala puteri Widya Puruhita dari rumahnya, Bukankah begitu ?" "Betul, betul, betul" sahut mereka dengan berbareng. "Nah, kita lawan dia dengan cara memencar." Wisakarma menganjurkan. "Adityasuta dari belakang dan Brihawan dari samping. Kalian berdua melepaskan pukulan dari jauh. Dan akulah yang akan melibatnya. Dan kau Drubiksa, gunakan kepandaianmu. Rendamlah diri dalam tanah dengan memasang jebakan (lasso). Begitu dia melarikan diri atau manakala aku dapat mendesaknya mundur, tariklah tali jebakanmu! Nah\dia bakal roboh ter|engkal dengan kedua kaki teigubat tali. " "Bagus! Akal bagus !" seru Drubiksa gembira. "Dan kau Adidyasuta ! Lepaskan pukulan beracunmu! Begitu juga Brihawan. Mungkin sekali, Naradata tidak mempan terkena racun berkat khasiat Dewadaru. Namun setidak-tidaknya, dia akan kerepotan." ujar Wisakarma yakin. Demikianlah mereka bersiaga menghadapi kedatangan Naradata. Brihawan dau Adityasuta bersembunyi di balik belukar, sedang Drubiksa masuk ke dalam tanah. Wisakarma sendiri sengaja berjalan dengan langkah acuhacuh. Ia percaya, Naradata pasti menyusul. Tetapi agar tidak menimbulkan rasa curiga Naradata, ia hanya berjalan berputar-putar. Lalu duduk di atas batu seolah-olah sedang melepaskan lelah. Naradata memang mendongkol bukan main. Dadanya Berasa meledak. Begitu menyaksikan anak-buahnya roboh tak berkutik berbareng dengan hilangnya Wisakarma bertiga, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terus saja ia mengejar. Ia sama sekali tidak menduga penolongnya Drubiksa. Mengingat ketangguhan Wisakarma bertiga, jauh-jauh ia sudah mempersiapkan pusakanya Jala Karawelang. Sebab hanya dengan lilitan pusaka sakti itu, Wisakarma bertiga takluk dan mati kutu. Tidak lama kemudian iamelihat Wisakarma sedang duduk melepaskan lelah. Entah dimana beradanya Brihawan dan Adityasuta. Kebetulan, malah. Ia tidak usah kerepotan menghadapi keroyokan mereka. Terus saja ia membentak : "Mau lari ke mana ?" Wisakarma yang sudah bersiaga jauh jauh, tertawa terbahak-bahak. Sahutnya : "Kau boleh mengikat aku dengan rantai atau tali macam apapun. Tetapi itu semua tidak berguna. Buktinya aku bisa lolos. Kau menendangi aku selagi aku terikat. Apakan tindakanmu itu bisa dibenarkan para satria gagah" "Monyet, peduli apa?" damprat Naradata dengan wajah merah padam. "Sekarang justru aku ingin menendangi pantatmu. Aku ingin tahu, apakah engkau bisa kentut lagi." Wisakarma memang senga;a membuat Naradata marah. Selagi Naradata hendak membalas mendamprat, ia mendahului menyerang. Dengan begitu, terpaksalah Naradata mempertahankan diri. Dalam sekejap saja, mereka berdua sudah saling baku hantam dengan cepat dan ganas. Naradata memang bukan lawan Wisakaima. Sedikit demi sedikit, terpaksa ia mundur. Selagi tangan kanannya menggerayangi pusaka saktinya, tiba-tiba ia mendengar suara angin yang datangnya dari samping. Sebat ia memutar badannya sambil menangkis. Justru pada detik berikutnya, ia diserang dari belakang. Itulah perbuatan Brihawan dan Adityasuta yang melepaskan serangan beracun. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Syukur, seluruh tubuh Naradata sudah dilindungi khasiat buah Dewadaru. Sekiranya tidak, dia sudah roboh terjengkang kena pukulan beracun. Tetap: karena dikerubut tiga orang, kembali lagi ia kerepotan. Dalam seribu kerepotan, tangannya menggerayangi pusaka saktinya. Pusaka sakti Jala Karawelang sudah digenggamnya. Akan tetapi Wisakarma bertiga tidak memberinya kesempatan untuk melepaskan pusaka Jala Karawelang. Terpaksalah Naradata mundur dengan hati memaki-maki. Itulah saat yang diharapkan Drubiksa yang sudah memasang tali jebakan. Begitu kedua kaki masuk ke dalam lingkaran talinya, terus saja ia menariknya sambil Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lari sekuat tenaga. Hebat akibatnya. Naradata roboh terbanting di atas tanah, dan terus terseret-seret. Sedang begitu, Wisakarma bertiga menangkapnya. "Hohoooo tuan majikan. Sekarang kau bisa apa ?" ejek Wisakarma. Naradata terikat erat-erat sehingga tidakdapat berkutik sama sekali. Hanya mulutnya saja yang Bebas. Dengan wajah merah padam, ia meledak : " Kau curang !" "Curang ?" Wisakarma tertawageli. "Di dalam suatu pertempuran mana ada pekerti yang halal" Kau dibunuh atau membunuh. Kaupun tadi menggunakan pusaka dewata, sehingga kami bertiga teringkus seperti babi potong. Kaupun masih menendangi kami yang sudah tidak dapat bergerak sedikitpun. Sekarang dengan akal kami dapat menawanmu. Di manakah letak kecuranganku ?" "Kau main keroyok !" damprat Naradata. "Kaupun tidak memberi kesempatan aku melepaskan pusaka saktiku. Bukankah itu curang ?" Wisakarma tercengang. Ia berpaling kepada Brihawan, Adityasuta dan Drubiksa. Karena menganggap ucapan Naradata lucu dan kekanak-kanakan, mereka tertawa terkekeh-kekeh. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apa yang lucu ?" Naradata bersakit hati. "Naradata, dengarkan !" ujar Wisakarma. "Pada saat ini aku bisa merampas semua harta milikmu termasuk pusaka Jala Karawelang dan buah Dewadarumu. Juga bisa kulampiaskan dendamku dengan merangket dirimu, menendangimu dan menggebukimu sampai kau terseyot-seot jalanmu. Namun semuanya tidak akan kulakukan. Aku hanya menghendaki agar engkau mendengarkan kata-kataku dengan baik. " "Ahaaa . . kau boleh memotong leherku dan merebus diriku. Siapa kesudian mendengarkan ocehanmu" Aha..... jangan kau berlagak menjadi orang baik di hadapanku ! " "Bagus! Tetapi bagaimana dengan puteri Widya Puruhita ?" Mendengar Wisakarma menyebut nama pujaan hatinya, wajah Naradata berubah. Sahutnya : "Kenapa kau menyebut-nyebut namanya " " "Setelah bergaul dengan Sudarma selama dua tahun, puteri Widya Puruhita berkenan kau boyong ke wilayahmu. Bukankah menggembirakan " " "Hm." Naradata menundukkan kepalanya. "Memang menggembirakan. Akan tetapi ada yang kurang tepat. " "Yang mana yang kurang tepat " " Wisakarma heran. "Puteri Widya Puruhita bergaul dengan Sudarma, akan tetapi belum mengenal diriku. Bagaimana puteri itu berkenan menerima kehadiranku " " "Ah, itu soal mudah." Wisakarma tertawa. "Sudarma sakit bengek. Dan dia akan sakit bengek sepanjang umurnya. Masakan puteri Widya Puruhita berkenan menerima Sudarma sebagai suaminya" Bagaimanapun juga kau lebih cakap. Lebih sehat dan lebih sepadan. " Naradata tertawa. Sahutnya : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Iblispun tidak akan mempercayai ucapanmu. Apalagi aku manusia yang terdiri dari darah dan daging. Siapa yang tidak kenal Wisakarma bertiga" Tentunya kau mengharapkan timbal baliknya, bukan " " Wisakarma tertawa panjang. Menyahut: "Bagus, kau sudah dapat membaca hatiku. Kalau begitu, marilah kita berbicara yang jelas. Kau kini sudah tertawan. Baik wilayah kekuasaanmu maupun pusakamu Jala Karawelang sudah menjadi milikku. Tetapi aku tidak mau menang sendiri. Puteri Widya Puruhita qkan kubawa kemari dan akan kuserahkan kepadamu. Selahjutnya apa yang akan kau lakukan, kami bertiga tidak mau ikut campur lagi. Hanya saja, anakmu kelak harus menjadi murid kami bertiga dan akanmenjadi pewaris wilayah ini. Dan pusakamu jala Karawelang ini akan kukembalikan kepada pemiliknya". "Siapa?" Naradata menegas. "Dialah orangnya. Namanya Drubiksa." Wisakarma menunjuk kepada Drubiksa Naradata mengamat-amati Drubiksa. Kemudian berkata: "Wisakarma, aku memang sudah menjadi tawananmu. Kau masih menghendaki jiwaku. Untuk ini sudah selayaknya aku harus berterima kasih kepadamu. Apalagi aku kau izinkan mempersunting junjunganmu, puteri Widya Puruhita. Tetapi aku seorang laki-laki yang tidak takut mati. Seperti kataku tadi, kau boleh memotong leherku, boleh merajang-rajang diriku. Hanya saja, tidak kuizinkan engkau menghina diriku." "Menghina" Kapan aku menghinamu?" Wisakarma tercengang. Dengan pandang menyala, Naradata menjawab : "Kau mempunyai syarat. Akupun mempunyai syarat pula. Puteri itu akan kuterima dengan senang hati. Akan tetapi dia Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ akan kujodohkan dengan Sudarma. Maka tolong sembuhkan dia !" "Apa ?" Wisakarma tercengang. Seperti tidak percaya kepada pendengarannya sendiri, ia menegas : "Mengapa engkau menolak " Bukankah kau dahulu menghendaki puteri Widya Puruhita menjadi isterimu ?" "Sekarang tidak lagi." "Mengapa" " "Yang pertama-tama, aku sudah kau kalahkan. Berarti aku tidak berhak lagi hidup di dunia. Yang kedua, aku sudah merasa tua. Maka aku menyarankan agar dijodohkan dengan adikku Sudarma. " Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Wisakarma termangu-mangu. Inilah suatu keputusan di luar dugaannya. Di dalam hati, ia mengaku kalah setingkat dibandingkan dengan cara berpikir Naradata. Akhirnya memutuskan : "Baiklah, kalau itu sudah menjadi keputusanmu. " "Terima kasih. " ujar Naradata " Sekarang tentang pusaka Jala Karawelang. Sesungguhnya pusaka itu bukan milikku. Aku dipinjami seorang sakti yang bermukim di atas Gunung Semono. Orang sakti itu menamakan diri Pangeran Semono pula. Maka aku wajib mengembalikan. Dalam hal ini, lebih baik aku kau bunuh daripada menyerahkan pusaka Jala Karawelang. " Mendengar keterangan Naradata, Wisakarma berpaling kepada Drubiksa untuk mencari pembenaran. Ternyata Drubiksa mengangguk sambil berkata : "Keterangan Naradata benar belaka. Pusaka Jala Karawelang adalah milik junjunganku. Dialah Pangeran Semono. Aku sendiri, sebenarnya adalah utusannya. " Wisakarma tidak senang mendengar pembenaran dan keterangan Drubiksa. Ia selamanya mau menang sendiri dan terlalu yakin akan kepandaiannya. Maka berkatalah ia dengan suara keras : "Kalau begitu, biar aku sendiri yang mengantarkan" Sampai di sini pembicaraan mereka anggap selesai. Wisakarma tidak memberi kesempatan Drubiksa berbicara. Ia membebaskan Naradata dan dibawa kembali ke kediamannya. Wisakarma kemudian menolong menyembuhkan Sudarma. Karena penyakit yang diderita Sudarma hasil perbuatannya, dengan sendirinya ia pandai mengobati. Dalam waktu kurang dari satu bulan, Sudarma sembuh seperti sediakala. Wisakarma kemudian menghadap Pangeran Semono dengan diantarkan Drubiksa, Naradata dan kedua adik-seperguruannya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ia ingin mencoba kepandaian Pangeran Semono. Di dalam hati, ia ingin menungkrap Pangeran Semono dengan Jala Karawelang. Ternyata Pangeran Semono tidak melayani kehendaknya. Ia cukup diwakili patihnya yang bernama Lawa Ijo. Menghadapi Lawa Ijo, Wisakarma tidak berdaya sedikitpun. Pusaka Jala Karawelang macet di tangannya. Belum lagi ia sempat melemparkannya, Lawa Ijo sudah mendahului menangkap tangannya. Kemudian dia ditawan dan sebagai hukumannya ilmu kepandaiannya dimusnahkan. Selanjutnya, dia diperkenankan memperpanjang hidupnya di perkampungan Naradata. Berkat buah Dewadaru pemberian Naradata, umurnya bisa panjang dan kesehatannya pulih kembali. Namun ilmu saktinya benar-benar tak tertolong. Meskipun demikian, karena namanya termashur di negerinya, suaranya masih didengar puteri Widya Puruhita. Puteri itu berkenan merantau ke Jawa Timur dan kawin dengan Sudarma yang sudah dikenalnya. Sayang, Sudarma kehilangan kejantanannya. Walaupun demikian, setahun kemudian puteri Widya Puruhita melahirkan puteranya. Kabarnya anaknya Naradata. Entah benar entah tidak, hanya puteri itu sendiri yang tahu. Tetapi putera Widya Puruhita itu, di kemudian hari menjadi leluhur Nayaka Madu. Nayaka Madu pulalah yang mewarisi kepandaian Wisakarma, Brihawan dan Aditya suta. -o0~DewiKZ~0o- RAKSASA BERSENJATA ARCA MESKIPUN MENGAGUMI, dalam hati Diah Lukita Wardhani selalu berteka-teki terhadap pribadi Ulupi. Hal itu disebabkan, Ulupi tidak pernah menyelesaikan setiap keterangannya. Juga kali ini. Menurut Diah Lukita Wardhani, pada akhir cerita terdapat banyak hal-hal yang dilampaui dengan cepat, seolah-olah menyembunyikan sesuatu. Hanya apa yang disembunyikan untuk Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sementara Diah Lukita Wardhani belum sanggup menebak. Pikirnya di dalam hati : "Naradata bertekad lebih baik mati daripada menerima kebaikan Wisakarma. Kenapa tiba-tiba mau menyerah hanya setelah mendengar Wisakarma menyebutkan nama Widya Puruhita" Alasannya kurang meyakinkan. Diapun dengan sukarela hendak menyerahkan puteri Widya Puruhita kepada Sudarma. Benarkah itu" Lalu ditutup dengan keterangan, bahwa Sudarma kehilangan kejantanannya. Dengan begitu, kabarnya putera yang dilahirkan Widya Puruhita adalah anak Naradata. Alangkah mudah kesimpulannya. Sebaliknya Pangeran Jayakusuma berkesan lain. Teringatlah dia akan pengalamannya sendiri, sewaktu kena tertungkrap jala Nayaka Madu. Apakah jala itu pusaka sakti Jala Karawelang" Karena penasaran dan rasa ingin tahu ia minta keterangan : "Apakah Nayaka Madu mewarisi Jala Karawelang ?" Ulupi tersenyum. Sahutnya : "Mana mungkin" Pusaka Jala Karawelang sudah kembali kepada pemiliknya. Dan semenjak itu, tiada seorang, pun di dunia ini pernah melihat pusaka itu lagi. " "Dan jala yang menungkrap diriku " " "Itulah jala Nayaka Madu. Mungkin sekali leluhurnya meniru kehebatan Jala Karawelang. Bukan mustahil, leluhur Nayaka Madu menemukan bahannya. Dan dengan bahannya yang istimewa, banyak kaum satria mati kutu bila tertungkrap jalanya yang kuat luar biasa. " Jawaban Ulupi masuk akal, sehingga Pangeran Jayakusuma membungkam. Dalam membungkam, pikirannya melayang kepada peristiwa-peristiwa pahit yang pernah dialami. Kepandaian Nayaka Madu memang istimewa. Waktu itu, ia merasa kalah. Baru, setelah Retno Marlangen ikut serta, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kepandaian Nayaka Madu dapat didesaknya. Akan tetapi JALA istimewanya, berhasil menungkrapnya Lalu terjadilah peistiwa pahit yang berkepanjangan. Selain dirinya tersiksa di dalam penjara, ia kehilangan Retno Marlangen. Ah, hebat! Terlalu hebat, malah. Kalau begitu, ilmu kepandaian leluhur Nayaka Madu bukan main tingginya. Seperti Naradata, Sudarma, Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta. Sebab mereka berlima sudah bergabung dan bersekutu dan berikrar mewariskan kepandaiannya masing-masing kepada anak-keturunan puteri Widya Puruhita. Ya, Widya Puruhita itulah leluhur Nayaka Madu yang tepat. Sebab yang tahu siapa ayah si bocah yang dilahirkan, hanya Widya Puruhita sendiri. Ia jadi teringat kepada tutur-kata Ki Ageng Mijil Pinilih, perihal hubungannya Nayaka Madu dengan orangorang sakti yang datang dari seberang. Merekalah yang menamakan diri lima pendekar dari Bukit Gombak. Berasal dari Pagarruyung. Suwarnabumi, Kuli-sadara, Mantrolot, Kanaka dan Aditya. Pantas, Nayaka Madu memperoleh bantuan mereka. Tak tahunya, leluhurnya dulu berasal dari Suwarnabumi. Selagi disibukkan oleh pikirannya, tiba-tiba terdengar lonceng tanda bahaya. Pangeran Jayakusuma adalah seorang pemuda yang berkepandaian sangat tinggi pada jaman itu. Pada hakekat-nya tiada bandingnya lagi di jagat ini. Tidak mengherankan, begitu mendengar bunyi lonceng tanda bahaya, secara otomatis tubuhnya melesat bagaikan bayangan, selagi orang-orang terhenyak sejenak. Betapa cepat reaksinya terbukti dengan perbandingan orangorang yang berada dalam ruang pertemuan itu. Padahal Diah Lukita Wardhani, Ulupi dan Diah Mustika Perwita bukan manusia lumrah. Kepandaian mereka sudah termasuk pendekar pendekar kelas utama. Tatkala tiba di pendapa, Pangeran Jayakusuma menangkap sesosok bayangan yang bergerak-gerak menyusuri tebing sebelah selatan. Kediaman Ulupi memang berada di antara tebing-tebing gunung yang curam. Sebelah Utara hanya Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyekat dataran tak bertuan. Tetapi tebing di sebelah selatan berada di seberang sungai. Sungai itu kecuali deras arusnya, lebar dan curam. Sebenarnya malam itu tidak cukup cerah. Hanya saja, karena kena pantulan dataran gundul dan gersang, sedikit menolong penglihatan semacam terkena pantulan cermin buram. Meskipun demikian, pandang mata manusia lumrah tidak akan dapat menembus tirai malam. Apalagi jarak jangkauannya cukup jauh. Tetapi Pangeran Jayakusuma sudah memiliki ilmu tersakti pada jaman itu. Diapun sudah biasa hidup di dalam goa yang gelap gulita sewaktu menjadi murid Retno Marlangen. Itulah sebabnya, tirai malam baginya bukan merupakan halangan. Bayangan yang merayap turun bagaikan seekor kera raksasa, ternyata manusia biasa. Hanya saja, ukuran tubuh-nya amat besar layak disebut raksasa. Walaupun berat badan segede itu merupakan beban sendiri, namun dia dapat bergerak dengan cekatan dan gesit sekali. Dan menyaksikan hal itu, Pangeran Jayakusuma tercengang-cengan. Pikirnya: "Apakah Kolor Galiyung" Kenapa dia kembali berkecimpung dalam dunia hitam lagi" Jangan-jangan dia kena dipaksa Narasinga." Kolor Galiyung adalah seorang pendekar yang berperawakan tinggi besar. Adatnya polos dan bersikap bersahabat dengan Pangeran Jayakusuma. Hadirnya di perkampungan Nayaka Madu dulu itu, semacam ikut-ikutan saja. Karena itu, dia bersedia pulang kampung atas nasehat Pangeran Jayakusuma. Tetapi bukan mustahil muncul kembali atas desakan Narasinga. Sebab Narasinga sangat berpengaruh terhadap dirinya. Selain kepandaian Narasinga berada jauh di atasnya, diapun asal dari Singgela. Sama-sama bawahan Pangeran Anden Loano. Sementara itu, Diah Lukita Wardhani, Diah Mustika Perwita dan Ulupi sudah tiba di samping Pangeran Jayakusuma. Dengan penuh minat, mereka memperhatikan orang itu. Sekonyong-Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ konyong terdengar suara jeritan. Kemudian dua tubuh manusia terbang ke udara seperti terlemparkan. Merekalah dua penjaga perkampungan Ulupi yang memukul tanda bahaya. Begitu jatuh ke atas tanah, batang leher mereka patah. Diah Mustika Perwita adalah seorang gadis yang halus pekerti dan budi bahasanya. Menyaksikan kekejaman itu, ia memekik perlahan. Di dalam hati iapun kagum kepada tenaga raksasa itu. Selagi demikian, tiba-tiba ia melihat berkelebatnya dua peluru berwarna hitam melayang menyerang dirinya. Pangeran Jayakusuma mendorongnya ke samping. Pemuda itu kemudian menangkap dua peluru yang melayang dengan menerbitkan suaraberdesing. Ternyata peluru itu terbuat dari besi, ukurannya sebesar bola tendang. Pangeran Jayakusuma heran. Dia kini seorang pemuda yang jauh berlainan dengan jaman dulu. Baik kepandaiannya maupun tenaganya jauh belipat ganda. Akan tetapi sewaktu menangkap melayangnya dua buah peluru itu, tangannya tergetar. Itu suatu tanda, bahwa pelempamya memiliki tenaga luar biasa besarnya. "Tenaganya melebihi Nayaka Madu dan Durgampi. Siapa dia?" ia berteka-teki di dalam hatinya. Diah Lukita Wardhani heran pula. Ia maju menghadang. Tiba-tiba suatu ingatan membatalkan niatnya. Bukankah Ulupi masih tenang-tenang saja berada di tempatnya" Sebaliknya tidaklah demikian halnya dengan Diah Mustika Perwita. Karena ingin melihat lebih jelas siapa pelempar dua buah peluru itu, ia maju menyongsong. Justru begitu, raksasa itu melompat menerjang sambil mengayunkan barang bawaannya. Ternyata sebuah arca yang digerakkan sebagai senjata. Alangkah Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo aneh ! Tanda bahaya dan kesibukan itu, membangunkan perhatian Kepala Ronda. Dengan berlari-larian ia datang dengan membawa dua buah senjatanya yang aneh. Senjatanya berbentuk roda seperti yang digunakan Narasinga. Bukan mustahil dia satu aliran degan Narasinga. Dengan dua buah rodanya itu, ia menggempur Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ - Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ayunan raksasa itu. Suatu bentrokan nyaring terjadi. Akibatnya hebat! Sebuah roda yang tergenggam di tangan kiri terpental terbang tinggi di udara. Sedang sebuah roda yang tergenggam di tangan kanan, melengkung. Ia sendiri tergempur mundur dan melontakkan darah segar. Swandaka, teman Kepala Ronda marah bukan kepalang. Dengan menghunus goloknya ia membentak : "Hai monyet! Apakah engkau tidak melihat siapakah pemilik rumah ini. Dialah puteri Ulupi. " Di antara cerahnya rembulan, wajah raksasa itu kini kelihatan nyata. Selain berperawakan seperti raksasa, wajahnya ditutupi berewok tebal. Pandang matanya bengis bukan kepalang. Dengan tertawa dingin ia menyahut: "Kalau sudah tahu, mau apa" Aku tidak peduli nama orang. Sekalipun kau menggunakan nama raja, aku tidak takut." Swandaka tercengang. Menegas : "Sebenarnya kau ini siapa ?" "Siapa diriku tidak penting. Sekarang serahkan peti itu !" "Ohoo........jadi kaupun ikut memperebutkan peti mati yang tergantung di atas pohon ?" "Ya, Apakah milikmu" Swandaka mendongkol melihat orang berberewok itu mengangkat diri. Dengan membusungkan dadanya pula, ia berkata : "Kau tidak mengenal puteri Ulupi, tak apalah. Akan tetapi kau pernah mendengar negeri Singgela, bukan ?" "Kalau sudah kenal, mau apa ?" "Nah, enyahlah dari sini!" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mendengar ucapan Swandaka, orang itu tertawa terbahak-bahak. Bukan main gaung suara tertawanya. Lalu menyahut: "Kau anak kemarin sore janganlah berbicara berkepanjangan. Nah, lapor kepada majikanmu! Suruh hantarkan peti mati itu! Lebih cepat lebih baik. Aku berjanji akan mengampuni jiwamu. " Swandaka rupanya tidak kuat lagi menahan rasa marahnya. Terus saja ia membolang-balingkan goloknya. Membentak : "Kau keterlaluan. Kau benar-benar tidak menghormati negeri Singgela." Orang berberewok itu mengerlingkan matanya. Ia tersenyum lebar. Menjawab : "Sudah kukatakan tadi, aku tidak takut meskipun engkau menggunakan nama raja dari manapun datangnya. Sebenarnya aku mau memberimu ampun. Akan tetapi kau kepala batu. Maka jangan salahkan, malam ini kau bakal mampus tak berkubur. " Belum berhenti gaung suaranya, orang itu sudah menyerang dengan senjata arcanya. Swandaka mengelak dan membabatkan goloknya. Dia lolos dari serangan maut orang itu, akan tetapi pohon di belakang pohonnya jadi korban. Dengan suara bergemeratak, pohon itu roboh ke tanah. Menyaksikan peristiwa itu, Pangeran Jayakusuma diam-diam merasa heran. Ia sendiri merasa masih sanggup mengadu tenaga. Akan tetapi, inilah yang untuk pertama kalinya dia bertemu dengan seseorang yang memiliki tenaga raksasa demikian hebat. Gempuran senjata arcanya tidak kalah dibandingkan dengan gempuran roda Narasinga. "Orang ini jelas sekali bukan anak-buahnya Narasinga. Dia bersikap sengit terhadap penjelasan Swandaka mengenai negeri Singgela." pikir Pangeran Jayakusuma "Artinya diapun tidak mengenal Narasinga. Lalu siapa yang menyuruhnya datang" Atas kepentingannya sendiri atau orang lain ?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dalam pada itu, Swandaka dan orang berberewok itu sudah mulai bertempur. Tibatiba muncullah seorang yang berperawakan pendek kate. Dialah Dandung Gumilar. Rupanya ia sudah datang memenuhi panggilan Ulupi. Ia sempat mendengar ucapan orang berberwok itu. Lalu berteriak : "Swandaka. mundur! Biar aku yang menghadapi babi itu." Mendengar suara Dandung Gumilar. Pangeran Jayakusuma tersenyum. Orang itu masih saja berlagak angker seperti dulu. Keadaan dirinya tidak berubah. Bahkan jenggotnya yang panjang, yang dulu sempat diguntingnya putus tumbuh subur lagi seperti sediakala. Setelah menerima senjata tongkatnya dari pengikutnya, tanpa permisi lagi langsung saja ia memasuki gelanggang dan menghantam si berewok. Swandaka tentu saja sangat menghormati Dandung Gumilar. Segera ia melompat mundur, meskipun hatinya ingiln melampiaskan kemarahannya. Tetapi dalam satu gebrakan tadi, ia harus mengakui bahwa lawannya memang berlenaga kuat luar biasa. Belum tentu ia dapat melampiaskan kehendak hatinya. Bahkan bukan mustahil dialah yang bakal menderita akibatnya. Si berewok sendiri bersikap tidak pedulian. Senjata arcanya sudah menghampiri dada Dandung Gumilar. Angin menyambar dengan kerasnya. Diperlakukan demikian, Dandung Gumilar yang adatnya angkuh, angkar dan mau menang sendiri, tersinggung kehormatannya. Sebab selamanya ia selalu dihormati orang, baik musuh maupun kawan. Terjus saja ia menangkiskan tongkatnya. Dan terjadilah suatil bentrokan nyaring. Kesudahannya, membuat ia terperanjat. Tangannya merasa pegal dan hampir saja tongkatnya terlepas dari genggamannya. Memang tenagamya kini belum pulih seperti sediakala. Meskipun demikian, bukan berarti punah. Untung saja, ia mahir dalam hal mengatur pernafasan. Masih saja dia dapat mepertahankan diri. Artinya ia masih mampu menyerang balik. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Orang berberewok itu heran. Siapakah orang kate ini, pikirnya. Orang sependek itu, mengapa memiliki tenaga... --- halaman 34-35 ga ada... wew --lonong melepaskan pukulan. Syukur, Dandung Gumilar seorang pendekar kuno yang kenyang dengan pengalaman tempur. Ia membiarkan tongkatnya terjepit. Tetapi sebelah tangannya masih bisa bergerak leluasa. Melihat berkelebatnya tangan lawan, ia menangkis. Tetapi tidak hanya sekedar menangkis saja. Dengan cerdiknya, ia menangkis berbareng menusuk urat nadi. Bentrokan itu, mau tak mau memaksa mereka beradu tenaga. Masing-masing merasakan akibatnya. Karena menangkis, tangan Dandung Gumilar pegal sampai ke ketiaknya. Di pihak lawan, mula-mula kuda-kudanya gempur. Dan berat badannya yang kuat membuat tanah yang diinjaknya melesak memendam mata kakinya. Lengannya yang kena tertusuk jeriji Dandung pumilar meroyot turun, karena tenaganya hilang sepgroh. Dengan begitu, tidak dapat lagi ia menguasai senjata arcanya. Kesempatan itu digunakan Dandung Gumilar untuk menarik tongkatnya. Bebaslah ia kini dari jepitan senjata lawan. Meskipun demikian, belum dapat ia segera menggerakkan kedua tangannya, karena dadanya sesak menghalangi pernafasannya. Dalam pada itu, orang-orang Ulupi sudah datang meluruk. Atas perintah Ulupi mereka menyerang dengan berbareng. Semuanya enam orang. Dengan begitu, si berewok dikerubut tujuh orang termasuk Dandung Gumilar. Ulupi sendiri masih berdiri dengan tenang. Serunya memberi saran : "Jangan lawan dia dengan mengadu tenaga !" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dandung Gumilar sebenarnya sudah menyadari hal itu. maka ia melompat ke belakang punggung lawannya dan menyodokkan tongkatnya. Tetapi raksasa itu dapat memutar tubuhnya dengan sebat dan tepat sekali menangkis. Tepat pada saat itu pula, golok Swandaka tiba. Prang! Baik tongkat Dandung Gumilar maupun golok Swandaka terpental ke samping. Dandung Gumilar memiliki tenaga besar. Meskipun goloknya terpental masih berada dalam genggamannya. Sebaliknya tidak demikian yang dialami Swandaka. Memang dalam hal mengadu tenaga, ia kalah jauh. Akan tetapi goloknya, golok mustika. Meskipun terpental balik hampir menghantam wajahnya, masih sempat memapas bagian lengan arca lawan. Kesempatan itu tidak disia-siakan Dandung Gumilar yang mendongkol bukan kepalang. Ia mengulangi serangannya. Kali ini langsung berhadap-hadapan, karena hatinya terlalu panas. Orang berewok itupun penasaran pula, karena arcanya cacat. Dengan menggerung ia menerjang sambil menggempur. Dan kembali lagi terjadi keras lawan keras. Akibatnya, Dandung Gumilar terdorong mundur berputaran untuk memunahkan sisa tenaga dorongan lawan. "Pangeran! Babi ini benar-benar kuat........... !" sekonyong-konyong lindung Gumilar berteriak setengah kagum setengah bergembira. Sebagai orang jujur ia kagum terhadap ketangguhan lawan. lapun gembira melihat hadirnya Pageran Jayakusuma tempat tumpuan harapannya. Seperti diketahui, tenaganya punah duapertiga bagian karena tergempur ilmu sakti Pangeran Jayakusuma. Dan pemuda itu diharapkan pada suatu hari akan memulihkan tenaganya. Itulah sebabnya begitu mendengar kabar datangnya pemuda itu, segara ia memenuhi panggilan Ulupi dengan tergesa-gesa. Pangeran Jayakusuma sendiri merasa berhutang budi terhadap Dandung Gumilar. Andaikata dulu tidak memperoleh perlindungannya, belum tentu dirinya selamat dari malapetaka. Waktu itu ilmu saktinya belum setinggi sekarang. Kini ia Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyaksikan penolongnya tidak berdaya menghadapi tenaga raksasa orang berewok itu. Timbullah rasa salahnya hendak memulihkan tenaga sakti Dandung Gumilar seperti sediakala secepat mungkin. Demikianlah, mendengar seruan Dandung Gumilar segera ia menyahut tak kalah bersemangat: "Paman Dandung ! Orang itu hanya mengandal kepada tenaganya saja. Sebenarnya kepandaiannya masih jauh dibandingkan dengan kepandaian paman." "Oh begitu?" wajah Dandung Gumilar berseri-seri. "Lalu bagaimana cara membekuknya ?" Sebentar tadi tangan Pangeran Jayakusuma sempat tergetar begitu menerima lemparan peluru orang itu. Timbullah watak nakal dan usilannya seperti dulu. Terus saja menjawab : "Sebenarnya aku ingin melihat bagaimana bila dia dikerubut tujuh orang. Ternyata dia cukup tangguh melebihi dugaanku. Biarlah aku mencobanya." Mendengar ucapan Pangeran Jayakusuma, Dandung Gumilar kemudian memerintahkan anak-buah Ulupi mundur ke luar gelanggang. Dia sendiri begitu juga. Sebagai gantinya, Pangeran Jayakusuma melesat memasuki gelanggang. "Pangeran! Apakah pangeran perlu senjata?" teriak Dandung Gumilar. "Kurasa tidak perlu." jawab Pangeran Jayakusuma dengan bersenyum. Memang ia bermaksud hendak mengadu tenaga. Orang berewok itu merasa direndahkan. Dengan menggerung ia berbalik menatap Pangeran Jayakusuma. Membentak : "Siapa kau ?" Pangeran Jayakusuma tidak segera menjawab. Dalam hal tanyaawab, ia seorang ahli. Ia tahu persis, kapan harus Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menjawab dan mengejek lawannya berbicara. Maka dengan tersenyum lebar ia menyahut : "Kau sendiri siapa ?" "Aku Sapu Regol." "Eh, bunyinya seperti nama Iblis !" Pangeran Jayakusuma mulai memainkan rencananya. "Hm...........kau sendiri siapa ?" "Aku pengawal peribadi pemilik rumah ini. Kenapa ?" "Namamu ?" "Namaku tidak penting. Yang penting siapkan dirimu baik-baik! Kalau perlu, mengaso dulu agar tenagamu tidak terganggu." Sapu Regol menggeram. Kedua matanya menyala bagaikan serigala. Ia mendongkol karena merasa diperlakukan tidak sewajarnya. Sombong amat pikirnya. Ia melihat usia pangeran Jayakusuma masih tergolong muda. Apakah mempunyai kepandaian yang berarti sampai diangkat menjadi pengawal peribadi pemilik rumah " "Biarlah aku mengampuni jiwamu." katanya. "Kau pengawal peribadi. Tentunya mengerti perkara peti itu. Nah, serahknan peti itu kepadaku !" Pangeran Jayakusuma adalah seorang pemuda yang jahil mulutnya. Meskipun bakat pengalamannya tidaklah seliar dulu, akan tetapi bakat itu masih saja tersimpan di dalam dirinya. Dan begitu mendengar ucapan orang itu, timbullah kejahilannya. Lantas saja tertawa geli sambil menyahut : "Tetapi aku tidak bermaksud membunuhmu." "Memangnya kenapa?" Sapu Regol tidak mengerti. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Yang kau maksudkan peti mati, bukan" Pangeran Jayakusuma memiringkan kepalanya seolah-olah sedang menimbang-nimbang. Lalu berkata lagi : "Baiklah, peti mati itu akan segera kubawa kemari untuk tempat kubur mu. Tetapi tolong tunjukkan dulu Kepandaianmu." Semua hadirin di perkampungan itu kecuali Ulupi dan Dandung Gumilar belum mengenall kepandaian Pangeran Jayakusuma. Mendengar ucapan Pangeran Jayakusuma yang tinggi hati itu, mereka tercengang. Bukankah si berewok tadi sudah memperlihatkan kepandaiannya yang hebat" Tidak mengherankan Sapu Regol tidak dapat lagi menahan hatinya. Langsung saja ia melompat sambil menghantamkan senjata arcanya. Pengeran Jayakusura sudah mempunyai rencananya sendiri. Ia ingin menggunakan tiga bagian tenaga saktinya saja. Begitu dikerahkan ilmu sakti Sasanti Manu yang sudah manunggal dalam dirinya bekerja secara otomatis. Arca Sapu Regol boleh menghunjam dengan tenaga tambahan lima kali lipat lagi. Akan tetapi begitu bertemu dengan ilmu sakti Sasanti Manu, perbawanya musnah. Arca itu tiba-tiba terhenti di tengah jalan. Keruan saja Sapu Regol kaget setengah mati. Tenaga sakti apakah ini yang mampu menahan gempurannya Dengan sekuat tenaga ia menambah kekuatannya. Namun tetap saja macet. Khawatir kalau lawannya menggunakan ilmu penghisap, buru-buru ia menariknya kembali. Juga usaha ini gagal. Tangannya seperti terlengket suatu tenaga yang aneh. Ya, barangkali mirip harimau menerkam gunung lem yang memiliki daya lengket luar biasa. "Hooooeee ...." ia menggeram sekuat tenaga sambil mengerahkan segala kemampuannya. "Lebih baik kau menyerah saja. Kalau mengerahkan tenaga, tenaga saktimu justru akan tersirap habis" ujar Pangeran Jayakusuma. Sebenarnya pemuda itu bermaksud baik. Apa yang Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dikatakan adalah benar belaka. Sebaliknya, tentu saja lawannya tidak mau tahu. Dia merasa diremehkan. Namun tidak berdaya pula. "Baiklah, aku pergi saja ! Laporkan kepada majikanmu. Aku Pangeran Jayakusuma sewaktu-waktu bersedia menerima undangannya." kata Pangeran Jayakusuma. Memang Pangeran Jayakusuma benar-benar tidak bermaksud membunuh orang itu. Ia malahan menyayangkan, manakala kehebatan orang itu musnah dengan begitu saja. Sebab untuk memiliki tenaga raksasa demikian hebat, tidak mudah. Belum tentu seseorang bisa mempelajari selama hidupnya, kalau saja tidak berbakat semenjak lahirnya. Maka diam-diam ia menggunakan tenaga sakti tingkl empat. Lalu melontarkan Sapu Regol dengan sekali dihentakkan. Dan kena hentakan ilmu sakti Sasanti Manu dan pancasila yang sudah manunggal, tubuh Sapu Regol terbang melayang tinggi. Dengan suara pekikan panjang, ia tercebur di dalam sungai yang penuh dengan batu-batu alam. Tubuhnya tidak kelihatan. Namun tidak lama kemudian, muncul lagi. Kali ini lari mendaki tebing tinggi bagaikan seekor kera. Menyaksikan hal itu, mereka yang hadir kagum luar biasa. Apakah tubuhnya terbuat dari besi " Manusia lumrah akan remuk tubuhnya begitu terhantam di batu-batu sungai. Nyatanya, dia tidak. Bahkan masih mampu memanjat tebing curam dengan gesit. Siapakah Sapu Regol sebenarnya" Bila ada yang menyuruh akan hebat akibatnya. Kepandaian yang menyuruh Sapu Regol paling tidak Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dua kali lipat dibandingkan dengan yang disuruh. Sekali dia muncul dan bermaksud membuat perhitungan, celakalah sekalian penghuni perkampungan Ulupi. Memperoleh pikiran demikian, anak buah Ulupi berpaling kepada Pangeran Jayakusuma. Sebab hanya dialah satu-satunya yang dapat menyongsong kedatangan majikan Sapu Regol. Pangeran Jayakusuma sendiri tidak begitu menghiraukan. Perhatiannya tertuju kepada Dandung Gumilar. Dengan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mementang tangannya ia menubruk Dandung Gumilar dengan perasaan hangat. Lebihlebih Dandung Gumilar. Ia tidak mengira, bahwa pemuda itu akan menerima kedatangannya dengan hangat. Terus saja ia memeluknya erat-erat sambil berkata : "Pangeran! Pangeran benar-benar menjelma sebagai dewa. Ah, aku jadi teringat kepada kedatangan pangeran untuk yang pertama kali. Pangeran seorang pemuda yang cakap luar biasa, lincah, gesit dan serba pandai. Dalam hal ini aku pantas menjadi budakmu. " Setelah berkata demikian, ia melepaskan pelukannya. Lalu duduk menumprah membuat sembah. Keruan saja, Pangeran Jayakusuma terkejut. Buru-buru ia membangunkannya. "Paman! Dalam hal ini, justru akulah yang pantas menyembah padamu. Aku berhutang jiwa. Berhutang...... yang segalanya." "Sudahlah, sudahlah....." Dandung Gumilar berdiri dengan masih membungkukbungkuk hormat. "Tulang belulangku memang sudah keropos. Berlawanan dengan babi itu saja, sudah tidak mampu berbuat sesuatu. Orang semacam aku ini rasanya tiada guna lagi memperpanjang hidup. Kecuali kalau pangeran sudi menerima diriku sebagai budakmu. " "Janganlah paman berkata begitu." potong Pangeran Jayakusuma. "Paman masih dapat pulih seperti sediakala. Paman tidak percaya " Baiklah, akan segera kubuktikan." Tentu saja kata-kata Pangeran Jayakusuma diterima Dandung Gumilar dengan hati berdebar-debar. Benarkah ilmu saktinya akan pulih" Rasanya mustahil! Akan tetapi ia kenal pemuda itu. Pangeran Jayakusuma tidak pernah mengingkari ucapannya. Paling tidak dia akan berusaha sedapat-dapatnya. Berhasil atau tidak adalah soal nasib. Maka dengan tahu diri, ia menyahut: "Pangeran, aku percaya ucapanmu. Tetapi andaikata gagal, itu sudah nasib. Bisa bersahabat dengan pengeran saja, sudah merupakan suatu kebahagiaan yang tidak ternilai lagi. " Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pangeran Jayakusuma mau mengerti. Andaikata dirinya tidak mempunyai pengalaman tak ubah sebuah mimpi indah, ia segera mengamini jalan pikiran Dandung Gumilar. Betapa tidak" Ilmu saktinya dahulu tidak hanya hilang sebagian, tetapi malahan musnah akibat terpantek rantai Sirnagalu. Tetapi siapa mengira, bahwa di dunia ini ada semacam ilmu yang dapat memulihkan kepandaiannya" Bahkan baik tenaga maupun kepandaiannya kini sekian kali lipat dibandingkan dengan kepandaiannya dahulu. Padahal ilmu saktinya dahulu adalah warisan ilmu sakti Empu Kapakisan Purusa Dasyanta. "Paman, sesungguhnya siapa Sapu Regol?" ia mengalihkan pembicaraan. "Ia benarbenar semacam raksasa yang mempunyai senjata aneh pula. " "Dengan sesungguhnya, belum pernah aku mengenal kehadirannya." sahut Dandung Gumilar sambil berjalan mengarah pendapa. "Mari kita tanyakan kepada Ulupi. Pasti dia dapat memberi keterangan. " Dengan bergandengan tangan mereka meninggalkan arena pertempuran. Ulupi sendiri, waktu itu sudah kembali duduk di ruang tengah. Sikapnya tenang luar biasa, merdeka dari kesan munculnya Sapu Regol yang mengacau kediamannya. Sebaliknya, anak-buahnya sibuk mengatur penjagaan, merawat yang tewas dan yang terluka. Tidak lupa pula mereka membersihkan halaman yang porak-poranda. Hanya Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita yang tidak beralih tempat. Mereka berdiri berendeng menunggu kedatangan Pangeran Jayakusuma dan Dandung Gumilar. "Lukita, apakah engkau mengenal raksasa tadi ?" Pangeran Jayakusuma mencoba bertanya. Lukita Wardhani tidak menjawab. Dia hanya menggerendeng tidak jelas. Lalu mendahului melangkah memasuki mang dalam. Melihat sikap Ulupi yang terlalu tenang, rasa curiganya terbangun lagi. Beda dengan Diah Mustika Perwita yang sikap hidupnya Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ masih berbau kekanak-kanakan. Dengan wajah berseri-seri ia menyambut kedatangan Pangeran Jayakusuma. Katanya minta keterangan : "Kakang membiarkan dia tidak terluka sedikitpun. Mengapa ?" "Mengapa ?" Pangeran Jayakusuma tertawa "Itulah karena nasibnya baik" Pangeran Jayakusuma kemudian memperkenalkan Diah Mustika Perwita dan Diah Lukita Wardhani kepada Dandung Gumilar. Orang tua itu menyambut dengan penuh hormat. Apalagi setelah mendengar, bahwa Diah Lukita Wardhani sesungguhnya adalah komandan Bhayangkari istana. Meskipun tidak dijelaskan, tentunya salah seorang anggauta keluarga raja. "Silahkan, silahkan mengambil tempat. Biarlah aku yang mewakili tuan rumah" ujarnya. Lalu dengan sikap hormat ia mempersilahkan Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita duduk bejajar. Ia sendiri duduk mendampingi Pangeran Jayakusuma yang mengambil tepat berhadapan dengan Ulupi. "Peti mati itu menarik perhatian orang. Sebenarnya apa isinya ?" Pangeran Jayakusuma mulai. Ulupi tidak segera menjawab. Ia memanggil Swandaka menghadap. Katanya memerintah : "Duduklah dan ceritakan tentang orang itu sepanjang yang kau ketahui." "Sungguh mati, baru malam ini hamba mendengar namanya dengan jelas". Swandaka mulai setelah mengambil tempat agak jauh di belakang Ulupi. "Gerak-gerik orang itu susah ditebak. Dia hebat namun memuakkan. Dengan mengandalkan tenaga yang hebat ia berhasil menurunkan peti di atas pohon." "Ah!" Pangeran Jayakusuma tertarik. "Pertempuran tadi tidak hanya menarik saja, akan tetapi tujuannyapun menggelitik hatiku. Jadi, benar-benarkah dia hendak merampas peti ?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Benar, pangeran." jawab Swandaka dengan hormat "Sudah semenjak satu bulan kami bertugas mengamat-amati peti itu. lima hari yang lalu orang itu datang menerjang laskar Majapahit. Dengan senjata arcanya yang istimewa, ia mengamuk bagaikan kerbau gila. Khawatir kalau-kalau laskar Majapahit tidak dapat mengatasi amukannya, kami datang membantu." "Apakah dia datang seorang diri ?" Pangeran Jayakusuma memotong. "Tidak. Dia diikuti belasan orang. Itulah sebabnya, kedatangannya membuat repot laskar Majapahit." "Waktu itu, laskar Nayaka Madu belum kalah, bukan ?" "Belum. Akan tetapi laskar Nayaka Madu sudah mundur kocar-kacir. Dan tidak lama kemudian menyerah kalah terhadap serbuan laskar Majapahit. Rupanya panglima Majapahit tertarik kepada peti mati itu yang tergantung diatas pohon. Atau setidak-tidaknya tertak setelah menerima laporan. Lalu mengirimkan enambelas orang laskarnya untuk merebut pohon itu. Karena laskar Nayaka Madu sedang sibuk menghadapi gempuran laskar Majapahit yang lain, mereka tidak sempat mempertahankan wilayah pohon itu. Maka dengan mudah laskar Majapahit berhasil merebutnya dan selanjutnya berada di bawah penjagaan dan pengawasannya. Jadi tegasnya, laskar Majapahit sudah menguasai wilayah tempat berdirinya pohon itu satu minggu sebelum Sapu Regol tiba" Swandaka menerangkan. "Ah, bagus!" Pangeran Jayakusuma makin tertarik, lalu berpaling kepada Diah Lukita Wardhani. "Lukita, bagaimana menurut pendapatmu " "Laporan tentang itu, memang kudengar juga. Hanya saja aku bertugas memegat larinya Nayaka Madu." sahut Lukita Wardhani. "Lanjutkan !" ujar Pangeran Jayakusuma kepada Swandaka. "Artinya keteranganmu bisa dibuat pegangan. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Demikianlah, kami mengkhawatirkan kalau-kalau laskar Majapahit tidak mampu menghadapi." Swandaka mulai lagi. "Maka kami berenam langsung memasuki gelanggang pertempuran. Di luar dugaan kaki-tangan Sapu Regol tidak boleh dipandang ringan. Mereka pandai berkelahi. Jelas sekali mereka diasuh oleh tangan ahli. Setelah bertempur sekian lamanya, barulah kami dapat memukul mereka mundur. Selagi kita berlega hati, Sapu Regol muncul di hadapan kami. Dengan senjata arcanya ia menerjang kami berenam. Dengan cepat, kami kehilangan empat saudara yang tewas dengan kepala remuk atau leher patah. Aku malu sekali dan terus terang saja, dengan terpaksa aku mengajak temanku yang tinggal seorang untuk menyingkir". "Apakah laskar Majapahit dapat dikalahkan mereka ?" tiba-tiba Diah Lukita Wardhani menyela. "Tuanku puteri.....nah di sini kami melihat sesuatu yang aneh." ujar Swandaka. "Terhadap laskar Majapahit, senjata arca Sapu Regol seperti mempunyai mata. Dia hanya melukai saja dan sama sekali tidak berniat untuk melakukan pembunuhan. Berbeda sekali sewaktu dia menghadapi kami. Itulah sebabnya begitu dia muncul di sini, lantas saja melakukan pembunuhan. Dan menghadapi dia hamba bersikap tidak mengenal ampun. Sayang, hamba tidak becus" Pangeran Jayakusuma menganggap keterangan Swandaka cukup. Lalu berkata kepada Ulupi: "Ulupi, apakah engkau mempunyai keterangan yang lain mengenai Sapu Regol" Tadi salah seorang anak-buahmu melaporkan datangnya Narasinga merobohkan pohon tempat peti mati digantungkan. Apakah ada hubungannya dengan Sapu Regol " " "Narasinga barangkali hanya berrmaksud menyusahkan laskar Majapahit yang menjaga pohon itu." jawab Ulupi pendek. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pangeran Jayakusuma tidak perlu mendesak lagi. Terhadap gadis itu, enggan ia main melit. Akan tetapi Diah Mustika Perwita yang masih berbau kekanak-kanakan, tidak puas. Tanpa permisi, langsung saja minta kejelasan : "Maksud ayunda tidak ada hubungannya dengan Sapu Regol?" "Tidak." "Menurut paman Swandaka, Sapu Regol bersikap baik hati terhadap tentara negeri. Tetapi sebentar tadi dia berteriak tidak menghiraukan siapapun meski menggunakan nama raja. Sebenarnya dia orangnya siapa ?" Ulupi tersenyum. Menjawab : "Sebab yang menjadi tujuannya hanya untuk memperoleh peti mati. Dan bukan hendak bermusuhan dengan tentara negeri. Sebab memusuhi berarti mencari perkara. Dalam hal hendak memperoleh peti itu, kalau bisa jangan ada orang lain yang mengetahui." "Ih! Apakah peti mati itu begitu berharga ?" "Setidak-tidaknya ia mengharapkan dapat memperoleh rumus-rumus racun leluhur Nayaka Madu yang memang berhasil menggetarkan jagad. Masih ingatkah adik kepandaian Wisakarma, Brihawan, Adityasuta, Naradata" Masing-masing tentunya mewariskan ilmu kepandaiannya kepada anak-keturunannya. Dan bagi seorang pendekar, rumus-rumus ilmu kepandaian yang begitu tinggi cukup mengundang seluruh jiwa-raganya untuk memperebutkan. Hal itu diketahui dengan jelas oleh Nayaka Madu. Maka dia tidak mau menyia-nyiakan kemungkinan itu demi menolong kebangkrutannya. " "Apakah Nayaka Madu memang menyimpan kitab kepandaiannya dalam peti itu ?" Diah Mustika Perwita menegas. Uiupi tertawa perlahan. Sahutnya : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Meskipun memerlukan bantuan orang-orang pandai di seluruh penjuru dunia, tetapi Nayaka Madu bukan orang tolol. Dia hanya menyebarkan warta-beritanya. Kitab kepandaiannya yang sejati, tentu saja disimpannya entah di mana. Adik tahu sendiri, demi memperebutkan sebuah kitab sakti, Nayaka Madu membunuh gurunya sendiri dan bersedia menyirnakan saudara-seperguruannya, bila perlu. Masakan dengan mudah saja ia menyerahkan seluruh kitab kepandaiannya demi memperoleh teman seperjuangan ?" "Ya, memang mustahil." Diah Mustika Perwita setengah menggerendeng. "Itulah sebabnya, aku sengaja menceritakan leluhur Nayaka Madu, agar adik menyadari betapa besar pengaruh ilmu kepandaian keluarganya. Untuk mengangkat diri menjadi raja kecil-kecilan, ilmu kepandaian warisan leluhur Nayaka Madu, cukup mampu. Tetapi jangan coba-coba memusuhi raja yang didudukkan di atas tahta oleh kehendak rakyat. Walaupun demikian, ilmu kepandaiannya nyatanya cukup merepotkan orang-orang pandai termasuk Mapatih Gajah Mada. " Meskipun Ulupi berbicara kepada Diah Mustika Perwita, tetapi hadirin tahu tujuannya dialamatkan kepada mereka. Lebih-lebih kepada Pangeran Jayakusuma dan Diah Lukita Wardhani. Tak terasa, dalam hati mereka berdua mengangguk membenarkan ucapannya. "Kelihatannya Nayaka Madu yakin akan berhasil" Diah Mustika Perwita mengemukakan pendapatnya. "Tentu! Adik harus ingat, bahwa Nayaka Madu masih mempunyai seorang adikseperguruan yang kini masih dalam keadaan segar-bugar. Dialah Wijayarajasa, alias Ratu Wengker". Begitu Ulupi menyebutkan nama Wijayarajasa, Pangeran Jayakusuma berjingkat seperti terpatuk ular berbisa. Ia seperti diingatkan dan disadarkan kembali. Akan tetapi diapun sudah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ merencanakan penangkapannya melalui Panglima Wirawardhana suami Carangsari. Maka dengan menegakkan kepalanya ia menyambung : "Wirawardhana sudah mempunyai alasan dengan tertangkapnya Nayaka Madu dan Durgampi." "Ya, aku percaya" sahut Ulupi pendek. Lalu melanjutkan: "Dan di antara kita masih terdapat orang-orang seperti Ratu Wengker yang mempunyai cita-citanya sendiri. Mungkin sekali Ratu Wengker tidak berani bermusuhan terang-terangdn melawan raja. Akan tetapi sedikit banyak, pangeran pernah merasakan tangannya yang kejam. Sebagai adik sepeguruan Nayaka Madu, pastilah dia mengetahui belaka penderitaan pangeran. Mengapa tidak mengulurkan tangan" Pendek kata demi memperoleh ilmu sakti, seseorang berani menutup mata dan ringan tangan. Inilah yang kumaksudkan, apakah bisa pangeran membakar peti mati itu. Memang peti mati itu bisa dibakar oleh siapapun juga. Tetapi peti mati sebagai lambang keperkasaan orang akan tetap menjadi masalah. Pangeran akan tetap dituntut dan diuber orang. Apalagi pangeran kini benar-benar sudah mengantongi ilmu sakti tertinggi di dunia". Sederhana saja kata-kata Ulupi. Akan tetapi entah apa sebabnya, Pangeran Jayakusuma bergeridik. Terasa dalam hati, Nayaka Madu memang seorang tokoh yang hebat. Ia boleh mati, akan tetapi meninggalkan racun berbahaya yang tidak mudah terkikis dan terhapuskan. Dan menghadapi musuh yang tidak tampak, jauh lebih berbahaya daripada Nayaka Madu sendiri. Akan tetapi Pangeran Jayakusuma adalah seorang pemuda yang sering menentang maut. Ia tidak gentar menghadapi semua ancaman macam apapun. Apa lagi, kini ilmu kepandaiannya sudah tidak dapat diukur lagi betapa tingginya. Yang dipikirkan adalah akibat-akibatnya yang berada di luar perhitungan. Tentunya akan banyak korban yang terjadi akibat nafsu perebutan itu. Sebentar tadi si berewok sudah mengambil tiga Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ jiwa yang tidak berdosa. Dikemudian hari tentu lebih banyak, manakala tidak segera dicegah. "Terima kasih atas peringatanmu, Ulupi." ia berkata dengan sungguh-sungguh. "Akupun mengerti maksud baikmu apa sebab engkau membawa kami bertiga singgah ke mari. Sekiranya tidak, aku bakal ikut-ikutan memperebutkan peti mati yang kosong itu." Ulupi tidak sempat menjawab, karena Pangeran Jayakusuma tiba-tiba tertawa panjang. Sebagai seorang gadis yang cerdas luar biasa, ia dapat menebak maksud pemuda itu. Ucapannya yang belakangan tadi sebenarnya dialamatkan kepada Diah Lukita Wardhani yang bersikap galak. Karena itu, ia dapat menahan diri. Malah pada detik beri kutnya ikut tertawa senang. "Sekarang perkara paman Dandung Gumilar." Pangeran Jayakusuma mengalihkan pembicaraan. "Pendek kata malam ini aku harus sudah dapat membayar hutangku." "Membayar hutang?" Dandung Gumilar terbelalak. "Dalam hal ini tiada hutang Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pihutang." Pangeran Jayakusuma kemudian meminta sebuah kamar yang tidak terganggu. Dan dengan gegap gempita Dandung Gumilar memerintahkan punggawa-punggawanya untuk menyiapkan sebuah kamar khusus. Karena kedudukan Dandung Gumilar sama dengan Ulupi, maka perintahnya dilaksanakan dengan cepat. Menjelang larut malam, Dandung Gumilar sudah berada dalam kamarnya bersama Pangeran Jayakusuma. Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita masing-masing mendapat kamar tidur yang nyaman. Kamar mereka berjajar. Bahkan Ulupipun berada di kamar sebelah. Kamar itu terletak di antara serambi depan dan ruang tengah. Berdiri agak menyendiri, di tengah petamanan bunga. Tidak berpagar sehingga penglihatan dapat menjangkau sejauh yang diinginkan. Orang bisa saja keluar masuk dengan leluasa melalui taman bunga. Akan tetapi malam itu dijaga sangat ketat. Setiap kali Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ penjaga-penjaga beronda tiada berkeputusan. Hal itu disebabkan oleh pengalaman peristiwa yang tidak enak dengan datangnya si raksasa Sapu Regol yang membunuh tiga orang rekannya. Di dalam kamar Diah Lukita Wardhani bergulak-gulik dengan hati tidak tenteram. Ia sedang menyiasati diri sendiri apa sebab hatinya tidak tenteram. Yang jelas, meskipun sudah kurang, namun kecurigaannya terhadap Ulupi masih belum hilang. Tetap saja ia menuduh, bahwa Ulupi masih menyembunyikan hal-hal yang agak perlu dirahasiakan. Mereka tadi termasuk Ulupi sempat mendengar laporan penjaga, bahwa Narasinga akan datang ke kediaman setelah merobohkan pohon tempat peti mati digantungkan. Mengapa Ulupi tidak begitu menaruh perhatian" Dari keterangan Pangeran Jayakusuma ia tahu, Ulupi memang orang Singgela seperti Narasinga. Apakah sesungguhnya mereka berdua sedang membuat suatu rencana tertentu terhadap kehadiran Pangeran Jayakusuma, dirinya dan Diah Mustika Perwita" Lebih aneh lagi, Pangeran Jayakusuma kini berada dalam sebuah kamar untuk menolong memulihkan tenaga sakti Dandung Gumilar. Berarti dia bakal kehilangan sebagian besar himpunan tenaga saktinya. Bagaimana kalau tiba-tiba Narasinga tiba" Atau memang begitulah yang dikehendaki Ulupi" Ia pernah bertarung melawan Narasinga. Terus terang diakui, kepandaian Narasinga masih berada di atas-nya, walaupun ia tidak perlu takut. Tetapi paling tidak, datangnya Narasinga akan bisa menerbitkan suatu mala petaka baru. Diah Mustika Perwitapun sedang sibuk membaca sikap Ulupi. Hanya saja bukan perkara ancaman Narasinga. Yang dipikirkan justru Sapu Regol. Raksasa itu masih dapat bergerak dengan gesit tatkala mendaki tebing curam. Berarti tenaganya tidak kurang. Diapun sudah jelas sebagai suruhan orang pandai. Bukan mustahil, dia bisa datang kembali. Bahkan kali ini bersama-sama dengan yang menyuruhnya. Mengapa Ulupi tidak membicarakan ancaman bahaya itu" Apakah dia sudah memiliki cara yang jitu untuk menghadapinya" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Karena tidak pandai memecahkan teka-teki itu, ia gulak-gulik dan tidak dapat menidurkan diri. Tetapi tiba-tiba ia merasa berada di sebuah gunung yang indah. Ia melihat sebuah pohon yang rimbun. Cahaya matahari yang terik tidak kuasa menembus mahkota daunnya, sehingga berkesan teduh. Segera ia menghampiri. Sekonyong-konyong ia melihat sepasang laki-laki dan perempuan. Ah, ternyata Sapu Regol dan Ulupi. Mereka berdua sedang berbicara kasak-kusuk. Melihat Sapu Regol, hati Diah Mustika Perwita memukul. Gugup ia berseru : "Ayunda Ulupi, awas ! " Sapu Regol terperanjat. Sebat luar biasa raksasa itu melompat tinggi di udara sambil mengayunkan senjata arcanya. Bruss! Dan mahkota daun berguguran. Pada saat itu pula Sapu Regol lenyap dari penglihatan. Itulah suatu kecepatan yang luar biasa sehingga luput dari pengamatan. Menyaksikan peristiwa itu Ulupi tidak senang. Menegor : "Mengapa engkau mengganggu ?" Setelah menegor demikian, Ulupi mencabut pedangnya dan terus menikam. Diah Mustika Perwita terbelalak. Ia heran bukan main. Berseru : "Ayunda Ulupi! Ini aku, lihatlah yang jelas! Ini aku !" Tetapi Ulupi tidak menghiraukan seruannya. Ia seperti tuli. Dengan suatu kecepatan yang sukar dilukiskan pedangnya terus memburu. Diah Mustika Perwita terpaksa mundur jumpalitan. Itulah salah satu ajaran ayah Ulupi, manakala dirinya menghadapi keadaan darurat. Memang ia tidak sampai kena tertikam atau dilukai pedang Ulupi, akan tetapi kedua kakinya menginjak sesuatu yang lembek. Byur ! Ternyata ia jatuh tercebur dalam sebuah sungai. "Ayunda.....aku.....aku....." Diah Mustika Perwita tergegap-gegap. Ia mementang kedua matanya. Ternyata ia sudah berada di atas lantai. Kiranya ia Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terjatuh dari pembaringannya. Ia heran, malu dan marah kepada dirinya sendiri. Seperti anak kecil, ia menyesali diri sendiri. Tepat pada saat itu, ia mendengar suara di luar kamar. Seketika itu juga, tersadarlah ia. Cepat ia menyambar pedangnya. "Seperti ada orang. Siapa?" ia berbisik kepada dirinya sediri. Sebat ia membuka daun pintu dan melongok ke luar. Ia mendengar suara langkah. Apakah Sapu Regol kembali lagi" Setelah diamati, adalah suara langkah lebih daripada seorang. Jangan-jangan Sapu Regol membawa orang-orangnya. Langkah-langkah itu terdengar ringan dan cekatan. Pastilah langkah kaki orang-orang pandai. Memperoleh kesimpulan demikian, ia lari menyusul dengan membawa pedangnya. Sampai di gunung yang berdiri tegak di depan perkampungan, Diah Mustika Perwita melihat bayangan Ulupi. Hai kenapa Ulupi" Ia teringat mimpinya. Apakah Ulupi sebenarnya bekerja-sama dengan orang-orang yang datang itu" Jangan-jangan di antara mereka terdapat Sapu Regol. Dengan mengerahkan tenaga saktinya, Diah Mustika Perwita melesat ke depan. Dalam sekejap mata saja, ia melihat beberapa bayangan saling memburu. Benar-benar mereka mahir ilmu Sepi Angin. Itulah salah satu macam ilmu sakti yang kabarnya bisa mengangkat jasmani seringan kapok. Ia heran. Sesungguhnya siapa mereka" Kalau mereka bermaksud baik, apa sebab tidak datang dengan terangterangan" Kalau berniat jahat, mengapa kabur seperti maling, padahal Ulupi berada di belakangnya" Mengandal kepada kepandaiannya, setidak-tidaknya akan bisa membuat Ulupi repot. Tepat pada saat itu, ia mendengar Ulupi membentak : "Siapa kamu ?" Mereka yang dikejar menghentikan langkahnya. Seorang yang berperawakan jangkung menjawab : "Kami adalah sahabat-sahabat leluhurmu. Nona Ulupi, masakan sudah lupa" Aku Rajegwesi, teman Pradapa. Waktu Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ masih belasan tahun, bukankah kita sudah sering bertemu" Hayo !!........coba diingat-ingat. Dan mereka inipun adalah sahabat-sahabat Pradapa". Diah Mustika Perwita yang mengikuti Ulupi merandek. Ia bersembunyi di balik batu setelah melihat mereka berhenti berbicara. Begitu mendengar kata-kata orang yang bernama Rajegwesi, perhatiannya bangkit. Siapakah yang disebut-sebut dengan nama Pradapa" Tentu saja, Diah Mustika Perwita tidak kenal siapa yang disebut Pradapa. Pradapa adalah kakak-angkat Ulupi. Semenjak lima tahunan, dia bergaul erat dengan Pradapa. Dan Rajegwesi termasuk salah seorang teman bermain Pradapa, waktu Pradapa berumur belasan tahun. "Kau mengaku sahabat Pradapa. Mengapa main sembunyi-sembunyian" Bukankah engkau dapat datang dengan terang-terangan?" tegor Ulupi dengan suara tidak senang. "Soalnya, kulihat banyak orang berada di kediamanmu. Agar jangan mengejutkan mereka, kau kubawa kemari." Rajegwesi memberi keterangan. Tiba-tiba menuding ke arah batu tempat persembunyian Diah Mustika Perwita. Menegas : "Siapa dia ?" Ulupi menoleh. Pada detik itu pula Diah Mustika Perwita muncul dari balik batu. Ia merasa tidak perlu lagi untuk terus bersembunyi. Di dalam hati ia mengakui keunggulan penciuman Rajegwesi "Dia adikku." jawab Ulupi. "Jika hendak mengatakan sesuatu kepadaku, katakanlah dengan bebas. Dia seumpama tubuhku sendiri." Lega hati Diah Mustika Perwita mendengar ucapan Ulupi. Kalau begitu, Ulupi sudah menganggap dirinya bukan orang asing lagi. Pikirnya di dalam hati: "Melihat sikapnya, orang itu pernah dikenal ayunda Ulupi pada masa kanak-kanak ...." Meskipun sudah dianggap orang sendiri, Diah Mustika Perwita tetap berada di tempatnya. Sama sekali ia tidak berusaha untuk menghampiri Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ demi menjaga kehormatan Ulupi. Bahkan pada waktu itu timbul niatnya hendak mengundurkan diri. Sekonyong-konyong ia mendengar Ulupi membentak dengan suara lantang : "Kau tadi mengaku menjadi sahabat kakang Pradapa. Apakah kau pernah datang ke kediamannya" Di mana dia sekarang ?" Meskipun lantang, akan tetapi nada suaranya mengesankan seseorang yang tertarik hatinya begitu mendengar Rajegwesi menyebut-nyebut nama Pradapa. Ulupi seakanakan seperti seseorang yang tengah berdahaga dan tiba-tiba mendengar orang menawarkan segelas air tawar yang nikmat. Oleh kesan itu, Diah Mustika Perwita terbangun lagi perhatiannya. "Pradapa berada di suatu tempat di wilayah Jawa Barat." sahut seorang laki-laki kurus kering yang berdiri di belakang rajegwesi. "Siapa kau ?" "Aku Branjangkawat, teman seperjalanan Pradapa. Nona diharapkan datang menjenguknya". Ulupi mengamati Branjangkawat beberapa detik lamanya. Lalu berkata : "Pradapa tahu, aku tidak berada di tempatku. Inilah aneh, kenapa kalian bisa mencari aku kemari." "Kalbu bukan atas petunjuknya, bagaimana mungkin" sahut Branjangkawat Karena jawaban Branjangkawat masuk akal, Ulupi berkata : "Apakah dia sakit" Atau............dia terluka ?" "Aku tidak mengabarkan apakah dia sakit atau terluka. Tetapi untuk datang kemari, jaraknya begini jauh. Mungkin lebih dari tujuh ratus kilometer. Nanti setelah nona datang ke tempatnya, baru nona ketahui di mana dia berada." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ulupi tertawa pelahan. Sahutnya : "Kalau aku berangkat ke sana, jaraknyapun bukankah tidak kurang" Akupun harus menempuh jarak lebih dari tujuh ratus kilometer. Lagipula sebelum berangkat, aku harus berkemas-kemas dulu." Tentu saja apa yang dibicarakan antara Ulupi dan Branjangkawat, sama sekali asing bagi Diah Mustika Perwita. Ia hanya pandai menduga-duga saja. Akan tetapi siapakah sebenarnya Pradapa, tidak jelas. Memang nama Pradapa hanya diketahui oleh Ulupi, Branjangkawat dan Rajegwesi. Pada masa mudanya, Pradapa salah seorang siswa Lawa Ijo yang bersemangat. Ingin ia menghimpun semua ilmu kepandaian menjadi satu pengucapan. Karena ilmu kepandaian di Jawa Tengah, pada jaman dulunya berasal dari Tarumanagara, maka ia memutuskan hendak mendekati sumbernya. Berangkatlah ia meninggalkan kampung halamannya untuk merantau mencari ilmu. Dengan Ulupi dia bergaul sangat erat semacam pacar. Dan seperti lazimnya pengaulan masa remaja kerapkali mempunyai kesannya sendiri. Meskipun tidak terucapkan, di dalam hati mereka masing-masing seolah-olah sudah memutuskan untuk kelak hidup sebagai suami-isteri. Akan tetapi usia Pradapa sudah jauh lebih dewasa daripada Ulupi. Ia sadar apa arti ilmu-pengetahuan itu. Umu pengetahuan baginya akan menentukan hari kemudian. Maka dengan lapang hati pula, ia meninggalkan Ulupi. Sebaliknya Ulupi yang masih berbau kanak-kanak, sempat menangis sedih melepaskan kepe:gian Pradapa. Tentunya, itulah kesan kanak-kanak. Setelah usia menanjak dewasa perhatiannya sudah beralih. Kecuali menekuni Ilmu Kepandaian, memikul tugas berat yang mempertaruhkan jiwa raganya. Tiada lagi masalah Pradapa sempat mengusik perhatian. Meskipun demikian bukan berarti melupakan atau menghapuskan kehadiran pemuda itu dari lubuk hatinya. Maka tidak mengherankan, kesan masa kanak-kanaknya terbangun kembali begitu mendengar seseorang menyebut-nyebut nama Pradapa. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kalau begitu sukar dipertemukan." ujar Branjangkawat dengan nada masygul. Ia berdiam sejenak. Lalu berkata dengan bersemangat: "Pradapa titip pula satu pertanyaan untuk nona. Apakah nona sudah melupakan janji lama ?" "Memangnya kenapa ?" "Pada dewasa ini dunia dalam keadaan kacau-balau. Mengapa nona ikut-ikutan merantau ke Jawa Timur " Bukankah lebih baik nona berkumpul kembali dengan Pradapa seperti dulu" Kalau perlu hidup menyendiri demi mengabdi Ilmu Kepandaian. Memang Pradapa tahu, nona sebenarnya sedang berjuang keras untuk menghimpun ilmu Kepandaian Nayaka Madu yang sebenarnya sumbernya berasal dari Tarumanagara. Apakah sudah berhasil " Pradapa yaqg sudah sekian tahun hidup di Jawa Barat ingin mencocokkannya." Ulupi menatap Branjangkawat dengan pandang menyala. Kedua alisnya tiba-tiba berdiri. Menegas : "Apakah itu ucapan kata-kata Pradapa ?" Branjangkawat tidak segera menjawab. Ia berpaling kepada Rajegwesi. Dan berkatalah Rajegwesi : "Aku membawa sepucuk suratnya. Silahkan nona baca sendiri." "Kau bacalah! Aku tidak membawa penerangan" ujar Ulupi. Sebenarnya waktu hampir terang tanah. Bagi orang-orang pandai yang memiliki mata tajam, bukan halangan untuk membaca huruf-huruf yang tertulis pada sepucuk surat. Sebaliknya baik Rajegwesi maupun Branjangkawat cukup cerdik. Pada jaman dulu membaca surat orang lain termasuk melanggar kesopanan. Apalagi surat dari kekasih atau suaminya. Selain itu, mereka takut terjebak. Bukankah maksud kedatangannya yang dilakukan dengan diam-diam justru agar tidak diketahui orang Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lain" Menyalakan penerangan berarti mengundang perhatian. Maka dengan membungkuk Rajegwesi menjawab : "Terang tanah ini akan menolong nona untuk bisa membaca sendiri". Kali ini Ulupi tidak dapat menolak kehendaknya. Ia menerima surat itu dan dibacanya. Diah Mustika Perwita memperhatikannya. Ia heran, tangan Ulupi seperti bergemetaran kayak seseorang yang menerima surat lamaran kekasih hatinya. Menyaksikan hal itu, Diah Mustika Perwita berkata di dalam hati : "Ayunda Ulupi kecuali seorang puteri yang pandai luar biasa, gagah pula. Tetapi menerima surat kekasihnya, bergemetaran juga........" Pelahan-lahan dan hati-hati Ulupi membuka sampul surat. Lalu dibacanya. Sejenak kemudian berkomat-kamit. Tiba-tiba jadi jelas. Terdengar ia mengulang bunyi namanya sekian kali: "Ulupi.....terimalah suratku ini seperti aku bertemu dan bertatap muka sendiri denganmu. Ulupi.........terimalah suratku ini seperti aku bertemu dan bertatap muka sendiri denganmu. Ulupi.....terimalah suratku ini......" Mendengar bunyi ucapan Ulupi, hampir saja Diah Mustika Perwita tertawa geli. Tiba-tiba ia melihat perubahan wajah Ulupi. Ulupi tidak lagi mengulang bunyi kalimat pembukaan surat yang diterimanya. Kini ia tertawa seraya berkata : "Benar.... ah benar! Pradapa benar-benar tidak dapat datang kemari sehingga mengutus beberapa tuan-tuan yang berkepandaian tinggi untuk mewakili dirinya menemui diriku. Benar-benar dia menghendaki aku agar menyerahkan rumus-rumus Ilmu Kepandaian Nayaka Madu. Yang mengherankan, tuan-tuan sekalian tiada yang menolak. Sungguh suatu persahabatan sejati." "Ah, sebenarnya ilmu kepandaian kami biasa-biasa saja." Rajegwesi merendahkan diri untuk menyembunyikan rasa Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ senangnya. "Soalnya, kami sudah terlanjur mengikat janji. Dalam suatu pertempuran, kami kena dikalahkan. Karena itu kami harus melaksanakan apa perintahnya" Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ulupi memanggut-manggut. Katanya : "Kalau begitu, tuan-tuan termasuk golongan satria sejati. Tentang ilmu kepandaian Nayaka Madu memang berasal dari Barat. Pradapa pasti akan memperoleh kemajuan untuk mencapai cita-citanya yang tinggi. Baiklah, aku serahkan kitab rumus-rumus itu. Silahkan terima sendiri !" Rajegwesi tercengang. Beberapa saat lamanya ia mengamati wajah Ulupi. Lalu menegas : "Apakah kitab itu selalu nona bawa-bawa kemana nona pergi?" "Ya. Demi menghindari tangan-tangan jahil." jawab Ulupi seraya merogoh sakunya. Rajegwesi maju dua langkah. Sekonyong-konyong Ulupi tertawa geli. Berbareng dengan itu, tangannya bergerak mencabut pedangnya dan langsung menusuk. Sudah begitu, tangan kirinya melepaskan beberapa peluru. Keruan saja Rajegwesi kaget setengah mati. Sama sekali ia tidak menduga, bahwa Ulupi bisa berubah ganas. Sebat luar biasa ia membuang diri. Walaupun demikian, masih saja ia tertikam pundaknya. Ia mengaduh kesakitan sambil berteriak : "Kami bermaksud baik. Mengapa nona menurunkan tangan jahat ?" Ulupi melompat maju menikamkan pedangnya. Menyahut : "Ya, terpaksa berbuat begini, karena hatimu sangat baik. Hm, kau kira aku masih kanak-kanak berumur delapan tahun yang belum mengerti kelicikan orang" Sebenarnya kau siapa" Hayo, dimana kini Pradapa berada ?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ - Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Rajegwesi tidak sempat menjawab, karena ia harus mengelak beberapa kali. Dalam kerepotannya, mulutnya meledak : "Kau lihatlah dulu yang jelas! Bukankah itu tulisan tangannya sendiri ?" "Hm, kau masih saja berdusta. Apakah kau ingin aku membutakan matamu ?" bentak Uhipi. Kali ini Ulupi menyerang Rajegwesi dengan pelurunya. Celakalah Rajegwesi, karena ia dihujani empat peluru sekaligus. Sedang ia berputus asa, tiba-tiba terdengar suara benturan dan keempat peluru itu terhajar hancur. Itulah jasa Branjangkawat yang berkenan mengulurkan tangannya. Kesempatan itu dipergunakan Rajegwesi untuk menarik senjatanya. Ternyata dia bersenjata semacam martil yang diberi rantai penghubung. Dan dengan senjatanya yang istimewa itu ia mencoba membentur pedang Ulupi meng adu tenaga keras. "Sebenarnya kami datang kemari demi sahabat Pradapa. Ternyata kau perempuan siluman. Apakah kau kira aku takut" Hai kawan-kawan! Mari kita bereskan siluman ini!" teriak Rajegwesi setengah kesakitan. Teman Rajegwesi tiga orang selain Branjangkawat. Perawakan tubuh ketiga-tiganya mirip Sapu Regol. Besar tinggi mirip raksasa. Mereka bersenjata berat. Martil, penggada dan bola rantai bergigi Begitu maju berbareng, angin bergulungan menggempur kedudukan Ulupi. Branjangkawat tidak tinggal diam. Dengan goloknya ia ikut menerjang. Begitu pula Rajegwesi. Meskipun pundaknya terluka, namun karena hatinya mendongkol, ia melompat maju menghantam martilnya. Yang diarghnya adalah tempattempat kosong sewaktu Ulupi harus menangkis serangan teman-temannya. Diah Mustika Perwita maju mendekati, kemudian berdiri bersandar pada sebuah batu. Dengan tenang ia mengikuti pertempuran itu. Petanghari tadi ia diuji Ulupi. Dalam ujian itu, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ulupi tidak bertempur dengan sungguh-sungguh. Sekarang, Ulupi dikerubut lima orang. Tentunya dia akan bertempur dengan sungguh-sungguh. Justru demikian, ingin ia menyaksikan. Akan tetapi, di luar dugaan Ulupi melayani mereka seperti sedang bermain-main. Kadang-kadang terdengar ia tertawa geli. Kadang-kadang pula menyerang dengan cepat dan ganas. Sama sekali ia tidak gentar dikerubut lima orang musuh yang tangguh dan berkepandaian tinggi. Ketiga pembantu Rajegwesi mengandal benar kepada senjatanya masing-masing. Tujuan mereka ingin melibat dan membentur pedang Ulupi dengan mengadu tenaga. Akan tetapi gerakan pedang Ulupi luar biasa cepatnya. Jangan lagi bisa kena dibentur, bahkan kerapkali pedang Ulupi tiba-tiba berkelebat di depan mukanya. Lalu dengan suatu kecepatan yang sukar dilukiskan meratas ujung baju ketiga-tiganya. Seumpama Ulupi mau maju dua senti saja, mereka bertiga sudah terluka. "Jangan mengadu jiwa dan mengadu senjata melulu!" Rajegwesi memperingatkan. Kurung saja ! Tunggu sampai dia kehabisan nafas.........." Mendengar peringatan Rajegwesi, ketiga-tiganya mulai mengendorkan serangannya. Sedikit demi sedikit mereka mundur sehingga ruang geraknya menjadi longgar. Dan sebagai gantinya, Rajegwesi yang maju merangsak. Martilnya yang berantai panjang dapat disabetkan tak ubah cambuk. Ia dapat maju mundur dari sela-sela ketiga temannya. Dengan begitu ia dapat menyerang Ulupi sambil berlindung. Pertempuran macam demikian, akan memakan waktu lama. Sekarang justru Diah Mustika Perwita yang tidak sabaran. Ia ikut mendongkol menyaksikan cara bertempur Rajegwesi yang licik. Berseru : "Ayunda! Kau ingin membuat dia buta ?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ya." sahut Ulupi dengan tenang. Akan tetapi suaranya tidak begitu bersemangat. "Betul?" Diah Mustika Perwita sebaliknya bernafsu. "Betul." "Bagus!" Diah Mustika Perwita bergembira. "Kalau begitu, tak usah ayunda turun tangan. Biarlah aku yang melakukan". Mendengar sederet kalimat percakapan mereka, Rajegwesi berjaga-jaga. Akan tetapi melihat kesan peribadi Diah Mustika Perwita yang lemah lembut ia mengira gadis itu tidak memiliki kepandaian yang berarti. Besar mulut benar siluman muda ini, pikirnya. Lantas saja ia tertawa terbahak-bahak sambil berseru: "Kau bisa apa" Boleh coba !" "Betul?" Diah Mustika Perwita menegas dengan suara kekanak-kanakan. "Asal tahu saja." damprat Rajegwesi dengan suara mendongkol. "Kau harus tahu, bahwa kami semua sekawan ahli-ahli senjata bidik. Kau tidak percaya " Mari kita berlomba siapa yang buta terlebih dulu." Rajegwesi memang seorang ahli pelepas panah beracun. Ia menggempur Ulupi sambil melindungi mukanya dengan lengan bajunya. Tiba-tiba terdengar suara ser, ser. Dua batang anak panah beracun berukuran pendek, melesat bagaikan kejapan kilat. Itulah senjata rahasianya yang sangat dibanggakan. Sekarang ingin ia menggertak dan membuktikan ucapannya dengan sekali jadi. Ia yakin gadis itu akan terluka oleh anak panahnya. Akan tetapi ia lupa, bahwa Diah Mustika Perwita adalah murid dari beberapa guru yang berkepandaian tinggi. Ia mengelak sambil membalas menyerang dengan pelurunya. Rajegwesi terkejut. Ia seperti berada dalam mimpinya yang buruk. Benarkah seorang gadis semuda itu dapat mengelakkan sambaran anak panahnya berbareng membalas menyerang" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Akan tetapi tidak sempat ia berpikir lama-lama. Dengan cepat ia menangkis sambaran peluru Diah Mustika Perwita dengan gagang senjata martilnya. Tring ! Di luar dugaan peluru Diah Mustika Perwita memiliki sifat yang istimewa. Begitu tergempur balik, justru berputar menyambar dari samping. Inilah suatu kejadian di luar perhitungan. Rajegwesi kaget bukan main. Hendak ia melompat mundur sambil menangkis. Justru pada detik itu, Ulupi melompat menerjang setelah menangkis serangan Branjangkawat bertiga. "Hooeee___... "tak terasa Rajegwesi mengeluh. Rajegwesi merasa tergiring pada sasaran bidikan tertentu. Sedapat mungkin ia harus mengelakkan peluru Diah Mustika Perwita yang sedang mengancamnya. Teringat akan ancaman Diah Mustika Perwita, bahwa dirinya akan dibuat buta, maka dengan mati-matian ia menutup mukanya. Namun Ulupi tidak membiarkan dia bisa main clup-ba. Pedangnya ditusukkan, sehingga lengan Rajegwesi yang melindungi kedua matanya terpaksa turun untuk menangkis. Dan pada detik itu, mata kirinya terasa sakit luar biasa. Sambil memekik sekuat tenaga, ia menimpukkan senjata martilnya dengan kedua tangannya kepada Ulupi. Tenaga yang dipergunakan hebat tak terkatakan. Terpaksa Ulupi melompat ke samping. Kesempatan itu dipergunakan Rajegwesi melarikan diri dengan mengguling-gulingkan badannya. Ulupi memang tak dapat mengganggu akalnya. Akan tetapi Diah Mustika Perwita masih bebas. Dengan setengah tertawa, Diah Mustika Perwita berseru kepada Rajegwesi: "Nih........kukembalikan panahmu !" Kegesitan Diah Mustika Perwita memang tak usah kalah dibandingkan dengan Ulupi. Sambil mengelakkan sambaran anak panah Rajegwesi sebentar tadi, tangannya yang cekatan masih dapat menyambar sebatang anak panah yang di-simpannya baik-baik. Maksudnya akan dipergunakan pada saatnya yang tepat. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dan inilah kesempatan yang ditunggu-tunggu. Rajegwesi yang merasa bebas dari serangan balik Ulupi, terkejut setengah mati. Sama sekali tidak mengira, bahwa Diah Mustika Perwita berbuat secerdik itu. Syukur, anak panah bukan merupakan senjata bidik yang dikuasai Diah Mustika Perwita. Karena Rajegwesi melarikan diri dengan berguling-guling, anak-panah yang menyambarnya tidak mengenai sasarannya. Menyaksikan Rajegwesi melarikan diri, ketiga pengikutnya tidak sudi memikul risikonya. Terus saja mereka melemparkan senjatanya masing-masing meniru perbuatan Rajegwesi. Lalu seperti diuber siluman, mereka melarikan diri. Sekarang tinggal Branjangkawat seorang diri. Diapun ingin melarikan diri juga. Tetapi arah larinya, dihadang Diah Mustika Perwita yang bersenjata pedang. Branjangkawat tidak takut. Betapapun juga, ia seorang yang berkepandaian tinggi. Usianya dua kali lipat daripada Diah Mustika Perwita. pengalamannya jauh lebih banyak. Karena itu, mengandal kepada pengalamannya dan kepandaiannya, ia memandang rendah terhadap Diah Mustika Perwita. Terus saja ia menyerang Diah Mustika Perwita dengan senjata goloknya. Cara menyerangnya cepat luar biasa dan saling menyusul. Hebat tenaga saktinya sampai membawa desir angin bergulungan. Dia mengharapkan agar Diah Mustika Perwita membuka jalan. Kalau tidak, gadis itu bakal terluka. Akan tetapi Diah Mustika Perwita sama sekali tidak gentar. Dengan pedangnya ia melayani cepat melawan cepat. Setiap kali gadis itu dapat mengelakkan berondongan golok Branjangkawat. Sebaliknya sekali-kali ia berhasil menikam, menusuk atau menyabetkan pedangnya dari arah samping. Menghadapi kebandelan Diah Mustika Perwita, Branjangkawat mendongkol. Dari mendongkol lambat-laun jadi penasaran. Dari penasaran, tiba-tiba hatinya merasa meringkas. Ternyata kepandaian gadis itu tidak boleh dianggap ringan. Bukan mustahil, dirinya bisa Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dirobohkan dalam beberapa gebrakan lagi. Kalau Ulupi tiba-tiba ikut maju, celakalah dia. Memikir demikian, segera ia bermaksud melarikan diri sejadi-jadinya. Syukur bisa menyusul arah larinya teman-teannya. Tetapi sudah kasep. Diah Mustika Perwita berani mendesaknya dengan serangan bertubi-tubi yang aneh luar biasa. Hai! Jurus apa ini, pikirnya menebak-nebak. Selama hidupnya belum pernah ia melihat ilmu pedang sehebat itu. Sekarang, tahutahu goloknya terkutung menjadi tiga bagian. "Adik, tahan!" seru Ulupi yang menyusul. "Biarkan dia hidup. Ampuni jiwanya." Ulupi tidak hanya memintakan ampun saja, namun tangannya bekerja dengan cepat. Dengan satu pukulan, ia membuat Branjangkawat tidak dapat berkutik lagi. Bentaknya dengan suara bengis : "Engkau bukan, yang memalsu surat Pradapa ?" "Memalsu" Memalsu bagaimana?" Branjangkawat membela diri. "Kau meniru tulisan Pradapa, bukan?" "Itu bukan pekerjaanku. Tanyakan saja kepada kakang Rajegwesi!" ujar Branjangkawat dengan sungguh-sungguh. "Dia sudah melarikan diri. Bagaimana aku harus minta keterangan padanya?" Ulupi tertawa geli. "Kau sajalah yang harus menjawab. "Menjawab bagaimana?" Branjangkawat mendongkol. "Kau jelaskan padaku, bagaimana asal mula surat palsu ini." "Sekarang fajarhari sudah tiba. Coba periksalah yang cermat ! Palsu atau tidak ?" "Sudah jelas palsu !" hardik Ulupi. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Branjangkawat menghela nafas. Akhirnya dengan berat hati ia bekata : "Terus terang saja, sebenarnya belum pernah aku bertatap muka dengan Pradapa. Juga kakang Rajegwesi. Itu hanya satu kebetulan saja, tatkala kami sempat mendengar pembicaraan seorang raksasa bernama Sapu Regol. "Sapu Regol" tak terasa terloncat rasa tertariknya Diah Mustika Perwita. "Dia seorang pendekar yang hebat tenaganya. Senjatanya aneh, berbentuk arca. Pada suatu kali dia membicarakan Pradapa yang berangan-angan ingin menciptakan suatu ilmu kepandaian yang istimewa. Caranya dengan melebur semua bentuk macam ilmu kepandaian menjadi satu. Sebenarnya suatu angan-angan yang mustahil dapat tercapai. Tetapi Sapu Regol khawatir, jangan-jangan engkau membantunya. Bila kau serahkan inti ilmu kepandaian Nayaka Madu kepada Pradapa, maka di dunia ini bakal ada seorang pendekar muda yang berilmu kepandaian tak terkalahkan. Maka Sapu Regol berketetapan hendak merebut rumus-rumus ilmu kepandaian Nayaka Madu." "Hm, bagaimana dia tahu keikut-sertaanku?" potong Ulupi. "Sapu Regol dibantu seorang pemalsu surat yang cerdik. Dialah Maling Khondang." "Siapa dia?" Diah Mustika krwita memotong lagi. "Dialah salah seorang murid Hajar Awu-Awu. Sebenarnya kepandaiannya sedangsedang saja. Tetapi dia pandai mencuri, mencopet dan memalsu sehingga namanya terkenal. Karena itu dia disebut Maling Kondhang. Kondhang artinya terkenal. Berkat penyelidikannya, kita semua mengenal nama Pradapa." "Lalu siapakah itu Hajar Awu-Awu?" Diah Mustika Perwita menegas. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Dialah guru Sapu Regol pula" jawab Branjangkawat. "Hajar Awu-Awu berkepandaian sangat tinggi." "Nanti dulu! Kau tadi menerangkan, Maling Kondhang menyelidiki Pradapa. Apakah dia benar-benar pernah bertatap muka dengan Pradapa ?" "Tidak hanya bertatap muka saja. Sebelum Sapu Regol melaksanakan maksudnya, gurunya sempat dipertemukan dengan Pradapa atas petunjuk Maling Kondhang. Dalam suatu pertempuran, Hajar Awu-Awu membunuh Pradapa." "Apa?" Ulupi terperanjat. Waktu itu alam masih belum cerah benar, meskipun demikian, wajah Ulupi yang tiba-tiba kelihatan pucat nampak nyata. Ia berdiri tertegun bagaikan sebuah tugu yang tidak pandai berbicara. Menyaksikan perubahan yang mencemaskan itu, Diah Mustika Perwita maju menghampiri. Tepat pada saat itu, terdengar suara orang berguling-guling. Dialah Branjangkawat yang menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri. "Biarlah dia lari." bisik Ulupi. "Ayunda! Kau kenapa ?" Diah Mustika Perwita cemas. "Tidak apa-apa." sahut Ulupi seraya mengulum senyum. Dan wajahnya sedetik tadi memucat kembali wajar. Katanya melanjutkan; "Dalam waktu-waktu yang tidak terlalu lama, aku kehilangan seorang saudara. Juga orang-orang yang kusayang, seperti Pradapa dan salah seorang guruku yang pernah kuceritakan." "Ya, ya ya........tetapi nama Pradapa itu kelihatan berkesan benar dalam hati ayunda. Apakah Pradapa benar-benar mati?" Diah Mustika Perwita menegas. "Itupun belum kuketahui benar. Aku hanya terperanjat". "Sebenarnya siapa dia ?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Dialah temanku bermain masa kanak-kanak. Usianya terpaut lima atau enam tahun denganku. Tetapi otaknya cerdas dan semangatnya tinggi. Dia ingin meniru kesaktian Pangeran Semono. Setelah menerima bekal kepandaian dari gurunya, dia pergi merantau. Katanya hendak menghimpun semua puncak-puncak ilmu kepandaian di persada bumi ini. menjadi satu kesatuan hasil ciptaannya. Kalau orang lain dapat, mengapa aku tidak" Begitulah katanya sering. Aku senang mendengarkan cita-citanya. Aku kagum pula akan semangatnya. Karena itu, kepegiannya kudoakan Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo agar berhasil. Maka bila dia benr-benar gagal, akulah yang merasa kehilangan. Sebab dengan diam-diam akupun ikut membantu mengumpulkan semua ilmu kepandaian. Bila tidak demikian, mustahil aku sudi berada di tempat ini mengadu untung." Lapat-lapat Diah Mustika Perwita seperti memperoleh penerangan tentang peribadi Ulupi. Hanya saja kurang jelas. Apakah ada hubungannya dengan almarhum Ki Ageng Mijil Pinilih yang berpesan kepada Pangeran Jayakusuma agar mempersembahkan kunci Sasanti Manu dan Pancasila" Bukan mustahil demikianlah kiranya. Namun apa sebab Ulupi menolak sewaktu Pangeran Jayakusuma memberi kesempatan baginya untuk menghafalkan bait-bait Sasanti Manu" Tatkala Pangeran Jayakusuma menurun bunyi bait Sasanti Manu dan diserahkannya, Ulupi hanya melihat sekilas saja. Lalu dianjurkan agar dibakar hangus bersama peti mati berikut jenazahnya. Ini merupakan teka-teki lagi. Akan tetapi sebenarnya Diah Mustika Perwita yang kurang cermat. Ulupi adalah manusia luar biasa yang dilahirkan sejarah. Otaknya cerdas tak terkatakan lagi. Dengan sekali melihat, saja, sebenarnya sudah terlekat dalam ingatannya. "Ayunda segera dapat mengetahui surat itu palsu. Padahal alam masih gelap Waktu itu." Diah Mustika Perwita mengalihkan pertanyaannya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ulupi menghela nafas. Menjawab seraya membalikkan badannya mengarah ke kediamannya : "Masih ingatkah aku mengulang kata-kata pembukaan surat itu ?" "Ya, ayunda mengulang-ulang kalimat pembukaannya. Hampir saja aku tertawa. Apakah sebab ayunda selalu mengulang kata-kata Ulupi ... terimalah suratku ini seperti aku bertemu dan bertatap muka sendiri denganmu........" "Eh, kaupun cepat hafal." Ulupi tertawa. "Karena ayunda mengulang sampai beberapa kali." "Tetapi tahukah adik, bahwa justru kata-kata itu yang membuka ingatanku. Tidak ragu-ragu lagi. Itulah surat palsu". "Sebab?" Diah Mustika Perwita ternganga heran. Ulupi tidak segera menjawab. Ia mendeham. Lalu pelahan-lahan melangkah balik mengarah ke kediamannya. Waktu itu fajarhari sudah benar-benar tiba. Alam pegunungan mulai kelihatan nyata. Kesannya agung, meriah dan sejuk. "Waktu kanak-kanak namaku bukan Ulupi." kata Ulupi. "Seperti kisahku dulu, ayah mendambakan seorang putera. Tetapi yang lahir adalah bayi kembar perempuan. Karena itu, aku diberi nama : Palupi Pandan Sari. Itulah namaku yang benar. Palupi artinya seolah-olah lambang. Pandan adalah nama bahan anyaman tikar. Jadi genapnya, aku diumpamakan lambang anyaman sari hati ayah. Apakah makna anyaman sari" Itulah pendambaan ayah ingin mempunyai seorang anak laki-laki. Jelas?" Diah Mustika memanggut. Mulutnya berkomat-kamit : "Palupi Pandan Sari. Alangkah bagus dan indah nama itu". Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Setelah aku memasuki rumah perguruan, guru mengubah namaku dengan nama panggilan Ulupi. Pradapa tidak mengetahui sama sekali, karena dia sudah pergi merantau". "Ah!" Diah Mustika Perwita seperti tersadar. "Dan surat itu menyebut-nyebut nama ayunda dengan Ulupi. Pantas saja ayunda segera mengetahui kepalsuannya. Bagus, bagus! Lalu dengan nama apa Pradapa memanggil ayunda ?" "Selalu dia memanggilku dengan Sari." "Heee .... alangkah jauh antara nama Sari dan Ulupi." Diah Mustika Perwita setengah bersorak. Dengan jalan santai mereka kembali ke perkampungan. Sekonyong-konyong terdengar suara bergebrukan. Lalu dua tiga batang pepohonan roboh dengan suara gemuruh. Diah Mustika Perwita terperanjat. Apakah sementara mereka terlibat suatu pertempuran, Sapu Regol datang kembali" Seketika itu juga, hendak ia lari menghampiri. Akan tetapi Ulupi kelihatan tenang-tenang saja. Keruan saja ia heran bukan kepalang. Bertanya minta keterangan : "Ayunda ! Apakah............." "Tidak usah tergesa-gesa. Itulah pukulan paman Dandung Gumilar. Artinya dia sudah pulih seperti sediakala". "Apakah tenaganya sebesar itu ?" "Dibandingkan dengan Nayaka Madu dan Durgampi, paman hanya kalah seurat. Tetapi menang dua tingkat di atas raksasa Sapu Regol." ujar Ulupi. "Andaikata tenaga sakti paman sudah pulih semalam, Sapu Regol bukan lawannya. Maka tepatlah ucapan kakang Jayakusuma". Hati Diah Mustika Perwita tercekat mendengar Ulupi menyebut kakang terhadap Pangeran Jayakusuma. Namun beberapa detik kemudian sirap dengan sendirinya, karena tertindih oleh rasa kagumnya terhadap ketajaman pendengaran Ulupi. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bagaimana ayunda dapat mengenal tenaga pukulan paman Dandung Gumilar ?" ia minta keterangan. Ulupi tersenyum. Sahutnya : "Karena sudah terlalu mengenalnya. Kelak adik akan bisa memahami sendiri bila sudah mempunyai banyak pengalaman dan pengamatan". Sederhana saja jawaban Ulupi. Akan tetapi untuk mengenal macam pukulan hanya melalui pendengaran, bukan mudah. Tatkala Diah Mustika Perwita hendak minta penjelasan lebih lanjut, Ulupi memberi isyarat tangan agar memasuki halaman rumahnya dengan diam-diam. Dengan cekatan mereka saling menolong mengepriki pakaian yang dikenakan. Namun debu tanah yang melekat terlalu susah untuk dibersihkan. Maka diputuskan untuk ganti pakaian. Agar tidak menimbulkan rasa curiga, mereka mandi dulu sebagai layaknya yang dilakukan seorang gadis bangun di pagi hari. Kemudian dengan berbareng mereka ke luar kamar untuk ikut menghadiri latihan pukulan Dandung Gumilar. Di luar dugaan, Diah Lukita Wardhani menyambut kedatangan mereka dengan wajah cerah. Ia nampak begitu bergembira dan berbahagia. Mengapa" Dan yang lebih mengherankan lagi, puteri itu masih mengenakan pakaian malam. -o0~DewiKZ~0o- LEWAT KE BARAT DWI LUKITA WARDHANI memang nampak gembira. Wajahnya yang memang sudah cantik, makin menjadi cantik dan agung. Dengan suara ringan dan lancar ia berkata kepada Diah Mustika Perwita : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Perwita, sebentar lagi kita bakal berpisah. Demi mendalami ilmu kepandaianmu, engkau harus ikut Ulupi ke Barat. Aku berharap di kemudian hari engkau menjadi seorang pendekar besar sehingga namamu akan dibadikan oleh angkatan mendatang. " Diah Mustika Perwita heran bukan main. Untuk pertama kali itu, ia mendengar Diah Lukita Wardhani berbicara panjang dan menaruh perhatian kepada orang lain. Suaranya lancar dan sedap didengar. Apakah karena kesehatannya sudah pulih" Khawatir akan mengubah jalan pikirannya, segera ia menjawab : "Ah, ayunda pandai bercanda. Bagaimana mungkin ayunda Ulupi berkenan membawa diriku ke barat ?" "Mengapa tidak" Ulupi, apakah ucapanku salah ?" Diah Lukita Wardhani berpaling kepada Ulupi. Kalau Diah Mustika Perwita merasa heran menyaksikan kesan Diah Lukita Wardhani pada pagihari itu, apalagi Ulupi yang dilahirkan sebagai seorang gadis yang cerdas luar biasa. Dengan sekali lihat, ia seperti sudah dapat membaca keadaan Diah Lukita Wardhani dengan jelas. Puteri yang satu itu, senantiasa menaruh curiga kepadanya semenjak menginjak kediamannya. Kini tiba-tiba ramah luar biasa. Masakan tiada alasannya" Dia masih mengenakan pakaian malam. Bukankah habis keluar malam pula seperti dirinya" Mustahil dia menaruh perhatian begitu besar terhadap kesembuhan Dandung Gumilar sampai lupa ganti pakaian. Maka dengan tersenyum pula ia menjawab : "Tugasku memang sudah selesai. Jenazah Prabasini sudah bersatu kembali dengan Ki Ageng Mijil Pinilih. Paman Dandung Gumilar sudah pulih kembali kesehatannya seperti sediakala. Apalagi yang harus kutunggu" Bila Pangeran Jayakusuma harus segera menghadap Sri Baginda, kupikir adik Perwita lebih baik kubawa menghadap ayah". Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Nah, bukankah benar dugaanku?" seru Diah Lukita Wardhani setengah bersorak menang. , Semalam, ia memang mengikuti kepergian Ulupi dan Diah Mustika Perwita setelah kamar mereka kosong. Itu terjadi tatkala Pangeran Jayakusuma dan Dandung Gumilar ke luar dari kamarnya. Dengan jelas ia mendengar kata-kata Pangeran Jayakusuma tentang kesembuhan Dandung Gumilar. Itulah berita yang menggembirakan. Pangeran Jayakusuma nampak tidak kurang suatu apa. Berarti ia tidak perlu lagi mencemaskan kedatangan Narasinga. Maka segera ia memasuki kamar Diah Mustika Perwita untuk memberi kabar gembira, itu. Ternyata kamar Diah Mustika Perwita kosong. Juga kamar Ulupi. Seketika itu juga, rasa curiganya terhadap Ulupi kian menjadi-jadi. Terus saja ia mengikuti jejak mereka berdua. Sebagai seorang yang berkepandaian tinggi pelacakannya tidak menyusahkan dirinya. Apalagi ia mendengar suara orang sedang mengadu mulut. Itulah percakapan antara Rajegwesi, Branjangkawat dan Ulupi. Dengan diam-diam ia memasang telinganya. Entah apa sebabnya, begitu mendengar pokok persoalannya, hatinya lega luar biasa. Rasa curiganya tediadap Ulupi, sirna pada saat itu juga. Ternyata Ulupi mempunyai kasih hati yang berada nun jauh di sana, pikirnya. Sampai di situ, ia balik ke kamarnya, meskipun Ulupi dengan dibantu Diah Mustika Perwita terlibat dalam suatu pertarungan. Dengan sekali lihat tahulah ia, Rajegwesi, Branjangkawat dan ketiga kawannya, tidak mungkin dapat merobohkan Ulupi. Apalagi Diah Mustika Perwita ikut terjun dalam pertarungan itu. Dengan berendeng mereka memasuki arena tempat Dandung Gumilar sedang mencoba tenaga saktinya. Orang tua itu nampak bersemangat dan bergembira. Dia merasa seperti dilahirkan kembali. Serunya dengan suara bergemuruh : "Pangeran, sungguh mati! Sama sekali tak pernah terukirkan, bahwa pada hari ini Pangeran Jayakusumalah sesungguhnya orang tuaku sejati. Tanpa uluran tangan pangeran, bagaimana Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mungkin aku bisa memperoleh tenagaku kembali. Lihatlah, aku dapat merobohkan beberapa halang pohon. Inilah tenagaku sewaktu aku berumur tigapuluh tahunan! Berarti jauh lebih hebat daripada sewaktu aku kehilangan tenagaku. Pangeran, pendek kata tenaga yang kuperoleh kembali ini adalah tenaga sakti pangeran. Sewaktu-waktu pangeran boleh mencabutnya kembali. Kalau perlu dengan sekalian jiwaku." "Bagus! Bagus! Majapahit memang ditakdirkan masih jaya." tiba-tiba terdengar suara dari jauh. Semua yang berada dalam halaman itu memalingkan kepalanya ke arah datangnya suara. Hanya Pangeran Jayakusuma seorang yang bersikap tak acuh. Semenjak tadi, ia bercokol di atas dahan pohon menyaksikan latihan Dandung Gumilar. Sebagai seorang yang kepandaiannya berada di atas puncak semua kepandaian, tentu saja ia tahu hadirnya orang yang menyerukan kata-kata Itu, meskipun orangnya sendiri belum muncul. Berkata kepada Lukita Wardhani: "Eh Lukita Wardhani! Sekarang engkau memperoleh tandingmu. Musuhmu bebuyutan berada di sini." Lukita Wardhani tersenyum. Sebagai seorang yang berkepandaian tinggi pula ia tahu, siapa yang dimaksudkan musuh bebuyutan itu. Siapa lagi kalau bukan Narasinga yang dicemaskannya semenjak semalam. Dan seperti biasanya, manakala berhadapan dengan musuh, tiba-tiba sikapnya berubah menjadi galak, agung dan tinggi hati. Terus saja ia menjawab : "Sepagi ini dia datang. Apakah dia ingin dikubur di sini ?" Diah Mustika Perwita menoleh kepada Ulupi yang berada di sampingnya. Ingin ia membaca kesan hati Ulupi melalui raut wajahnya. Tetapi wajah Ulupi sama sekali tidak berubah. Tiba-tiba berbisik seakan-akan dapat menebak keadaan hati Diah Mustika Perwita : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Adik, Narasinga boleh memilih siapa lawannya di antara kita berempat. Kaupun sekarang dapat menumbangkannya. Apalagi bila dibantu paman Dandung Gumilar". "Ah, masakan aku sehebat itu." ujar Diah Mustika Perwita. Sebenarnya inilah jawabannya yang jujur setulus hatinya. Pernah dahulu ia mencoba-coba melawannya, tetapi ilmu kepandaiannya masih kalah jauh. Sekarang, memang ia sudah mewarisi kepandaian gurunya dan mematangkan aneka macam kepandaian yang pernah diperolehnya. Sebaliknya, tentunya kepandaian Narasinga maju juga. Berarti setali tiga uang, manakala kini ia terpaksa melawannya. Ulupi tertawa. Sahutnya : "Kau masih meragukan warisan Lawa Ijo" Baiklah, sebentar lagi kau cobalah !" Setelah berkata demikian, Ulupi melemparkan pandangnya kepada Dandung Gumilar yang bersungut-sungut. Memang di antara mereka, hanya dia seorang yang sama sekali tidak mengetahui datangnya Narasinga. Padahal ilmu kepandaiannya sudah termasuk kelas satu. Mungkin sekali, baru saja ia pulih kembali seperti sediakala. Atau karena hatinya digoncangkan rasa senang yang luar biasa sehingga agak meqgalpakan rasa waspadanya. Tak dikehendaki sendiri ia menghela nafas. Tiga Dara Pendekar 32 Pendekar Naga Geni 12 Bentrok Di Kali Serang Han Bu Kong 8