Ceritasilat Novel Online

Pusaka Jala Kawalerang 8

Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto Bagian 8 Dalam pada itu Gandir dan Kalengkan sudah bertempur mati-matian melawan Lindhu Aji. Setelah belasan jurus, Lindhu Aji menyimpan gaetannya. Ia kini hendak memarmerkan tenaganya. Dengan tangan kosong ia menangkis pedang Gandir. Ternyata ia tidak hanya menangkis saja, tetapi sebelah tangannya membangkol lengan kiri Gandir yang tidak terlindung. Terdengar kemudian suara mem-beletuk dan lengan kiri Gandir bergelantung turun. Keruan saja Kalengkan kaget setengah mati. Terus saja ia merangsak maju untuk menolong temannya. Ia tidak hanya menggunakan pedangnya saja, tetapi tangan kirinya menyelonong maju menusuk kedua mata lawannya. "Bagus !" Lindhu Aji memuji. Dengan sebat ia menyambut serangan Kalengkan yang berbahaya. Tangan kanannya dibuatnya melindungi dada, sedang tangan kirinya menangkis pedang Kalengkan seraya membalas menyerang. Berbareng dengan terpelantingnya pedang, lengan kiri Kalengkan tertangkap. Kali ini Lindhu Aji hanya sempat memuntir, lalu didorongnya keras. Meskipun demikian, Kalengkan terpental sampai sepuluh langkah lebih. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gandir sudah nampak payah sekali. Kesehatannya belum pulih benar. Sekarang lengan kirinya keseleo. Maka tak dapat dia berbuat banyak. Meskipun demikian, berkat wataknya yang berangsangan, sama sekali ia tidak kenal takut. Dengan menahan rasa sakitnya, masih ia melawan sebisa-bisanya. Tentu saja, Swandaka tidak membiarkan temannya itu bakal menderita luka parah. Berseru kepada Imbar: "Kau bawa dia lari ! Biar aku yang menghadapi bocah ini." Imbar sedang menyerang pemuda itu. Namun ia kalah dalam segala halnya. Untung, Swandaka yang sudah mempunyai kesempatan mengatur nafas, maju lagi. Kali ini goloknya diputar cepat. Menghadapi seragan Swandaka, pemuda itu mendengus. Dan tatkala mendengar seruannya, ia tertawa. Berkata mengejek: "Kau sendiri belum tentu bisa mempertahankan nyawamu, masakan berlagak memikir jiwa orang lain" Setelah berkata demikian, ia membuktikan kebiasaannya. Memang ia istimwa. Gerak-geriknya sukar diduga. Pedang sapu lidinya, tiba-tiba mengaung-aung memekakkan telinga. Akan tetapi Imbar tidak menghiraukan. Dengan perlindungan golok Swandaka, ia bergulungan di atas tanah. Begitu meletik bangun, ia sudah menggenggam busur dan panahnya. Terus saja ia memanah. Hebat bunyi panahnya. Memang dia seorang ahli memanah. Seperti kilat, panahnya melesat ke arah Lindhu Aji yang hendak menerkam Kalengkan yang sudah sempoyongan, la kaget dan terpaksa menangkis. Kali ini ia bertambah kagel. Sebab tangannya terasa sakit oleh kuatnya laju anak panah. "Ih !" tak terasa terloncat rasa kagetnya. Kalengkan rupanya tahu diri. Buru-buru ia melompat menarik lengan Gandir dan dibawanya lari menjauhi. Tentu saja Lindhu Aji tidak membiarkan mangsanya terlepas dari pengamatannya. Dengan gesit ia melompat. Tetapi lagi-lagi panah Imbar Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengaung menghalangi. Terpaksa ia mngeluarkan senjata gaetannya. Dengan mengerahkan tenaga ia membabat ke samping. Karena tenaganya memang hebat, anak panah terpelanting ke samping. Tetapi justru mengarah ke tubuh pemuda itu. Pemuda yang mengenakan pakaian putih itu, sebenarnya sudah dapat menghalau serangan golok Swandaka. Pedang sapu lidinya tinggal menahas saja. Karena kaget mendengar suara meletiknya anak panah, gerakan tangannya ayal sedetik. Dan waktu sedetik itu digunakan Swandaka untuk melompat mundur sambil berseru: "Lariiiiii..............!" Kalengkan mendahului melarikan diri denngan memapah Gandir. Imbar yang sudah mendapat hati, memasang anak panahnya lagi. Kali ini ia memanah pemuda yang mengenakan pakaian putih dan sekaligus membidik Lindhu Aji. Dengan wajah merah padam, pemuda itu harus menggebah anak panah itu dulu sebelum sempat mengejar. Selagi demikian, terdengar suara Lindhu Aji: "Sudahlah ! Tiada guanya kita berkutat dengan sekelompok ikan teri. Biarlah mereka tahu, orang Wengker tidak boleh dianggap enteng.............." "Tidak ! Aku harus bisa menangkap bocah yang mengacau di kediaman bibi Paramita Maliyo." pemuda itu menyahut dengan suara mendongkol. Setelah berkata demikian, tiba-tiba ia melesat tinggi di udara sambil menimpuk. Swandaka terkejut, la melihat berkelebatnya sebilah pisau. Terpaksa ia menghentikan lengkahnya dan berbalik menangkiskan goloknya. Ternyata pisau itu sifatnya istimewa. Begitu tertangkis, pisau itu terpental dan memutar balik tak ubah bumerang. Kerusan saja Swandaka buru-buru membawa Gandir Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berjongkok. Dan pada saat itu, pemilik pisau sudah mendarat tepat di depannya. "Mau lari ke mana?" bentaknya. Swandaka mendongkol diperlakukan demikian. Ia melepaskan Gandir dan mendahului menyerang. Syukur, Imbar balik kembali untuk memberi bantuan. Ia melepaskan anak panahnya yang mengaung tajam. Tetapi anak panah yang menyambar padanya berbareng menikam Swandaka. Dan untuk kesekian kalinya, golok Swandaka membentur pedang lawannya dan membersitkan suaru mengaung tajam. Tepat pada saat itu, di angkasa mengejap cahaya merah menyala didesau suara angin menyuling. Pemuda itu terkejut sampai menghentikan serangannya. "Tuanku Tunjung Anom. balik !" itulah suara seruan Lindhu Aji yang ikut datang menguber. Pemuda yang dipanggil dengan nama Tunjung Anom lantas saja memutar tubuhnya dan lari meninggalkan gelanggang mengarah ke selatan. Lindhu Aji tidak ketinggalan. Dengan suatu kecepatan yang susah dilukiskan, bayangan mereka berdua lenyap dari penglihatan. Swandaka tercengang. Tunjung Anom" Kalau begitu, dialah yang disebut-sebut sebagai majikan muda Sapu Regol. Pantas Sapu Regol bersedia takluk padanya. Kepandaiannya memang berada di atasnya. Ia sendiri mengakui, masih kalah jauh. Bila saja tidak dibantu Imbar dalam beberapa gebrakan saja, dirinya akan roboh tak bernyawa. Sekarang Tunjung Anom mendadak saja meninggalkan gelanggang begitu melihat cahaya merah menyala yang mengejap di angkasa. Cahaya apa" Biasanya itulah tanda sandi. Bisa juga tanda sandi temannya, bisa pula tanda pengenal lawan yang ditakuti. Swandaka jadi ingin tahu. Berkata kepada ketiga temannya: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kalengkan ! Imbar ! Kalian rawat Gandir dulu, aku akan mengikuti mereka. Kukira Gandir hanya terpuntir lengannya. Gandir, apakah kau bisa menjaga dirimu sendiri?" "Hm, kau anggap apa aku ini?" bentak Gandir si beransangan. "Dengan sebelah tanganku, masih sanggup aku membunuh jahaman itu !" "Bagus ! Nah, aku akan mengejar mereka." Swandaka tidak menunggu tanggapan Gandir. Terus saja ia tancap gas memburu kepergian Tunjung Anom dan Lindhu Aji. Dalam hal berlari kencang, ia termasuk jago kelas satu. Kecepatan lengkahnya gesit tangkas dan cekatan. Sebentar saja, dusun yang sunyi sepi sudah ditinggalkan. Di luar kota sekali lagi ia melihat cahaya merah mengejap di udara. Ia bersyukur di dalam hati, Dengan begitu, ia bakal tidak kehilangan arah. Hanya saja, baginya belum jelas apakah makna cahaya merah itu. Dua jam lamanya, ia berlari-larian tiada hentinya. Tak terasa fajar hari tiba dengan diam-diam. Hawa tanah Wengker jadi segar-bugar. Di ujung selatan hutan raya ber-leret bagaikan awan berarak. Suasananya aman tenteram dan sejuk. Justru demikian, tiba-tiba terdengar suara bentrokan senjata. Swandaka heran. Siapakah yang sedang bertempur mengadu senjata" Ea mempercepat larinya. Dan tiba-tiba saja ia melihat seorang pendek kate sedang bertempur melawan seorang laki-laki yang menyandang ragam perwira. Begitu melihat senjata si kate, hati Swandaka bersorak gembira: "Dia ! Tuanku Dandung Gumilar !" Di samping Dandung Gumilar berdiri seorang gadis cantik yang senantiasa tercetak dalam benak Swandaka. Siapa lagi kalau bukan Diah Mustika Perwita. Dengan sikapnya yang tenang luar biasa, ia mengawaskan Tunjung Anom yang berada di belakang perwira laskar Wengker alias Lindhu Aji. Sebaliknya Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sikap Tunjung Anom amat mengherankan. Dia tidak nampak segarang semalam. Tetapi lemah lembut dan tiada henti-hentinya mengamati Diah Mustika Perwita yang nampak agung berwibawa. "Lindhu Aji, kau berkhianat !" bentak Dandung Gumilar. Lindhu Aji melompat mundur sambil menyahut: "Berkhianat" Aku perwira laskar Wengker. Majikanku dalam bahaya. Sudah semestinya aku muncul untuk membela yang harus kubela." "Tetapi mengapa kau bergaul dengan manusia semacam dia?" tuding Dandung Gumilar. Dandung Gumilar adalah bekas pembantu Nayaka Madu yang tangguh. Wataknya keras dan tegas. "Ada peribahasa, orang tenggelam percaya kepada rumput kering dalam usahanya untuk menyelamatkan diri. Kalau perlu, akupun akan mencari bantuan setan atau iblis demi menolong majikanku. Apanya yang aneh?" Dandung Gumilar tertawa. Berkata: "Lindhu Aji ! Belasan tahun aku mengenal siapa dirimu. Kau seorang perwira yang tangguh. Perwira Laskar Wengker yang berada dibawah penilikan Kerajaan Majapahit. Majikanmu berkhianat terhadap kerajaan. Masakan kau bersikap seperti babi yang tidak tahu diri?" "Ada ubi ada talas. Ada budi ada balas. Selamanya aku makan dan minum di tanah Wengker ini. Majikanku Wijayarajasa yang membuatkan kenyang makan dan hidup nikmat. Sekarang majikanku dalam bahaya. Masakan aku bisa tidur puas makan nikmat sambil memeluk kaki saja" Maka sebisa-bisaku, aku harus membalas budi. Matipun aku rela." jawab Lindhu Aji dengan suara tenang. Lalu mengejek : "Kau sendiri bagaimana, tuan" Kau pernah dihidupi Nayaka Madu. Diberi kedudukan dan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kepercayaan. Nayaka Madu mungkin mati dianiaya. Kau sendiri sudah berbuat apa terhadapnya?" Dandung Gumilar sebenarnya orang berangasan pula, walaupun perawakan tubuhnya pendek buntet. Kena diejek demikian, seketika itu juga meluaplah aliran darahnya. Dengan wajah merah padam ia membentak: "Kau macam manusia apa, sampai berani mencampuri urusanku" Seumpama kujelaskan, kaupun tidak mengerti. Lebih baik kau rasakan dulu gempuranku. Barangkali botakmu perlu merasakan apa enaknya kena kemplang tongkatku." Dan kembali lagi mereka bertempur dengan amat serunya. Dandung Gumilar kini sudah lanjut usianya. Meskipun demikian, oleh pertolongan Pangeran Jayakusuma, tenaganya masih sekuat pada jaman mudanya. Senjata andalannya kecuali sebatang tongkat masih memiliki ikat pinggang mustika yang istimewa. Dulu si nelayan Lawa Ijo pernah berusaha merebutnya, namun tidak berhasil. Sebaliknya Lindhu Aji memiliki keistimewaannya pula. Kecuali tenaganya kuat, pukulan tangannya bagaikan guntur meledak di siang hari bolong. Keras dan kuat bagaikan sebatang palu godam raksasa. Biasanya dia hanya mengandalkan kedua tangannya. Akan tetapi menghadapi Dandung Gumilar yang termashur berkepandaian tinggi, tidak berani untuk melepaskan pukulannya. Itulah sebabnya tidak sempat ia mengelak. Dan sisa gaetan Lindhu Aji menghantam lambungnya. Bluk ! Ia menggeliat kesakitan, tetapi dalam pertempuran itu dialah yang menang. Swandaka ternganga-nganga. Hebat ! Benar-benar hebat ! Inilah untuk yang pertama kalinya, ia menyaksikan suatu pertempuan yang seimbang dan seru. Mengingat ketangguhan Dandung Gumilar, ia jadi berpikir. Dia dikabarkan kalah. Kalah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ - Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ melawan siapa" Tetapi belum sempat menebak-nebak, di gelanggang terjadi suatu perubahan. Tunjung Anom melompat hendak menikamkan pedangnya kepada Dandung Gumilar selagi pendekar tua itu menggeliat. Namun pada saat itu pula, berkelebatlah sesosok bayangan yang menangkis pedang sapu lidi Tunjung Anom. Dialah si cantik jelita Diah Mustika Perwita. "Kau siapa?" Tunjung Anom mengurungkan niatnya. Mendadak saja ia bersikap manis, meskipun tangannya masih menggenggam pedang andalannya. "Kau sendiri siapa?" Diah Mustika Perwita balik bertanya. Tunjung Anom tidak menjawab. Ia tertawa perlahan. Setelah menyiratkan pandang kepada Dandung Gumilar yang sedang mengatur pernafasannya, tiba-tiba melompat dengan sebelah tangan hendak memeluk Diah Mustika Perwita. Menyaksikan hal itu, hati Swandaka panas. Terus saja ia ikut melompat sambil mengayunkan goloknya. Tetapi Diah Mustika Perwita sendiri sudah bersiaga penuh, sehingga tidak perlu bantuannya. Gesit luar biasa ia melompat tinggi di udara sambil menahaskan pedangnya ke bawah. Keruan saja Tunjung Anom kaget setengah mati. Mimpipun tidak, bahwa gadis cantik itu bisa bergerak begitu cepat dan enteng sekali gerakan tubuhnya. Terpaksa ia menggunakan senjata andalannya untuk menangkis pedang Diah Mustika Perwita. Kemudian keduanya mundur dan berjalan saling memutar seperti harimau mengincar mangsanya. Swandaka mengurungkan niatnya. Ia heran berbareng kagum. Dalam satu gebrakan tadi, jelas sekali kepandaian mereka berdua seimbang. Bahkan mungkin sekali Tunjung Anom lebih unggul, karena sewaktu menyerang ia beranjak dari setengah hati. Sebaliknya, Diah Mustika Perwita balik menyerang dengan hati gemas. Sebab selama hidup nya, belum pernah ia diperlakukan kurangajar oleh musuh-musuhnya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tuanku puteri !" seru Swandaka. "Orang ini perlu dihajar adat." "Oh begitu?" sahut Diah Mustika Perwita dengan suaranya yang tetap manis. "Kalau begitu, mari kita bereskan agar tidak mengganggu perjalanan kita. Kudengar laskar Majapahit sebentar lagi akan melalui jalan ini." Panas hati Tunjung Anom melihat hubungan mereka berdua. Benar, pemuda itu menyebut sang gadis dengan tuanku puteri. Tetapi hubungan mereka berkesan mesra. Tunjung Anom tidak pernah berpikir, bahwa budi-pekerti Diah Mustika Perwita sangat halus. Suaranya lembut meskipun menghadapi peristiwa apapun. Dan terhadap musuh besarnyapun, dia akan bersikap dan berbicara dengan manis dan lembut. Berkatalah ia di dalam hati: "Hm ........ sungguh ! Belum pernah aku melihat seorang gadis secantik dia. Dia berkepandaian tinggi pula. Kalau aku bisa membawanya pulang, aku berjanji tidak akan keluar rumah untuk selama-lamanya..........." Belum selesai ia berkata-kata dalam hati, Swandaka sudah menyerang. Ia sudah mengenal kepandaian pemuda itu. Karena itu, ia tidak takut. Meskipun ilmu golok Swandaka sudah cukup tinggi, namun dia belum mahir. Rasanya masih perlu berlatih tigapuluh tahun lagi. Tetapi ia salah duga. Memang benar, ilmu golok Swandaka belum mahir. Akan tetapi dia murid dua orang guru yang termashur: Dadha Wacana dan Dhadha Walaka. Kecuali dua pendekar itu terkenal memiliki ilmu kebal, tenaga gabungan mereka bagaikan angin puyuh. Merekapun memiliki jurus-jurusnya yang aneh dan berbahaya. Kadangkala tebasan pedangnya membawa suatu tenaga dahsyat yang datangnya dengan mendadak. Dan kepandaian itu sudah diwarisi Swandaka. Begitu menyerang, tubuhnya miring. Dan dengan goloknya yang tajam luar biasa, pemuda itu mengeluarkan jurusnya yang istimewa. Dan yang lebih hebat dari peristiwa itu, Diah Mustika Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Perwita menikamkan pedangnya seakan-akan ikut mengimbangi gerakan golok Swandaka. Tunjung Anom melompat mengelak. Diluar dugaan, ia tidak diberi kesempatan lagi untuk mengembangkan ilmu kepandaiannya. Swandaka mengulangi serangannya lagi dan diiringi pedang Diah Mustika Perwita. Tunjung Anom seperti terkurung. Kemana saja hendak bergerak, Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo golok dan pedang kedua lawannya seakanakan mencegatnya. Golok Swandaka membolang-baling di depan hidungnya, sedang pedang Diah Mustika Perwita berkelebatan bagaikan bayangan. Yang menghenrankan, gerakan mereka seperti satu irama. Mengapa demikian " Pertanyaan itu tentu saja tidak akan dapat terjawab dengan sepintas lalu. Bahkan oleh Swandaka sendiri. Tetapi tidak demikianlah bagi Diah Mustika Perwita. Swandaka adalah murid Dhadha Wacana dan Dhadha Walaka. Sesungguhnya Dhadha Wacana dan Dhadha Walaka termasuk bawahan Pangeran Semono. Itulah sebabnya pula, Swandaka menyatakan diri sebagai salah seorang yang termasuk dalam perguruan Ulupi. Sedang Diah Mustika Perwita murid ayah Ulupi. Dengan demikian himpunan ilmu kepandaian Lawa Ijo sesungguhnya terbagi menjadi beberapa bagian. Ilmu golok umpamanya, dipisahkan dengan ilmu pedang. Ilmu tongkat dipisahkan dengan ilmu penggada. Akan tetapi karena sumbernya sama, maka pada hakekatnya meskipun terbagi tetap satu. Itulah sesungguhnya perwujudan atau pengejawantahan daripada semboyan Bhineka Tunggal Ika. Maka jurus-jurus golok Swandaka yang tadinya kelihatan lemah, mendadak saja menjadi kuat luar biasa, karena ditimpali gerakan pedang Diah Mustika Perwita yang seolah-olah menambah kekurangannya. Tunjung Anom kaget bukan main. Karena kaget, satu-satunya yang bisa dilakukannya hanya membela diri sebisa-bisanya. Dengan pedang sapu lidinya ia mencoba membuka gerakan golok Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dan pedang yang mengurungnya rapat. Tetapi setiap kali dia bergerak maju, ujung pedangnya kena terbentur pedang Diah Mustika Perwita. Dan yang mengejutkan, ternyata pedang pusakanya bisa rompal terpapas pedang Diah Mustika Perwita. Eh, apakah di dunia ini masih terdapat semacam pedang pusaka selain pedangnya sendiri " Tunjung Anom merasa ketemu batunya. Selama hidupnya belum pernah ia bertemu lawan setangguh mereka. Beberapa kali ia bertempur melawan keroyokan orang. Baginya, bukan merupakan masalah. Sebab masing-masing berkelahi dengan acaranya sendiri. Lain halnya dengan Swandaka dan Diah Mustika Perwita. Yang laki-laki bersenjata golok.. Yang perempuan sebatang pedang. Akan tetapi golok dan pedang bisa bersatu padu seolah-olah dilakukan oleh seorang pendekar yang berkepandaian sangat tinggi. "Ih !" hati Tunjung Anom menjadi panas. Lantas saja ia mengerahkan seluruh kepandaiannya. Tubuhnya berkelebatan menyerang dan bertahan. Ia berhasil memecahkan atau menghalau setiap serangan yang mengancam dirinya, namun setiap kali golok dan pedang tiba lagi memberondong dirinya bertubi-tubi. Suatu kali ia berhasil menangkis golok Swandaka dan menggempur pedang Diah Mustika Perwita. Tetapi pada detik berikutnya sudah bergabung lagi dan menyerang dengan bersatu padu. Mau tak mau ia terpaksa memperlipat gandakan himpunan tenaga saktinya. Justru begitu, ia sempat tertusuk empat kali. Syukur, ia kebal. Meskipun demikian, ia merasa sakit juga. Tikaman Diah Mustika Perwita terasa menembus ulu hatinya. Dandung Gumilar yang sudah tegar kembali, tercengang menyaksikan ketangguhan Tunjung Anom dan ilmu kepandaian gugungan Swandaka dan Diah Mustika Perwita. Ia kenal siapa Swandaka dan sampai dimana kepandaian nya. Tetapi di samping Diah Mustika Perwita, goloknya jadi sangat berbahaya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sebaliknya berkat kepandaian Tunjung Anom yang tinggi saja, dapatlah gerakan golok Swandaka dielakkan. Beberapa waktu lamanya, ia mengamati kepandaian Tunjung Anom. Di dalam hati, ia memuji kehebatannya. Pikirnya: "Sudah lima gebrakan, ia dapat membebaskan diri dari setiap serangan gabungan. Aku sendiri belum tentu." Tunjung Anom sendiri sebenarnya justru mendongkol hatinya. Ia merasa benar-benar tidak mampu mengalahkan mereka. Tentu saja, ia tidak sudi mengakui dengan terus-terang. Karena itu ia menggertak dengan suara nyaring: "Baiklah ........... kali ini kalian kuampuni. Sebentar lagi kita bakal bertemu lagi." Setelah berteriah demikian, ia menggerakkan pedang sapu lidinya. Diah Mustika Perwita tidak menghiraukan ucapan Tunjung Anom. Ia melompat dan ujung pedangnya mengancam tenggorokan. Tetapi Tunjung Anom benar-benar tinggi kepandaiannya. Ia mengendapkan diri. Lalu dengan berseru ia berputar menyerang bagian bawah Swandaka. Swandaka terperanjat. Khawatir Tunjung Anom akan melancarkan serangan susulan, ia melompat mundur. Ternyata Tunjung Anom tidak mengejar. Ia malahan melesat mundur. Dengan gesit ia menyambar tangan Lindhu Aji. Setelah dipanggulnya, ia melarikan diri. Gerakan itu dilakukan dengan amat cepat sehingga Swandaka sempat tercengang. Pada detik berikutnya, ia seperti tersadar. Segera ia hendak melesat mengejar. Tetapi urung lagi karena tiba-tiba Dandung Gumilar menegurnya: "Hei! Mau ke mana?" "Dialah majikan muda Sapu Regol. Dia perlu kita tangkap !" seru Swandaka dengan suara setengah mengadu setengah menyesali. Dandung Gumilar tercengang. Lalu menyentak nafas. Berkata: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kalau begitu, biarkan saja ia pergi." "Mengapa?" Swandaka heran. Dandung Gumilar tidak menjawab. Dia berpaling kepada Diah Mustika Perwita yang sedang menyarungkan pedangnya. Minta pertimbangan: "Bagaimana menurut pendapat nona Perwita?" Dia Mustika Perwita tidak menjawab langsung. Ia berkata kepada Swandaka: "Swandaka ! Dia dapat bertahan sampai lima gebrakan. Artinya suatu bukti, dia berada di atas kita. Jika satu lawan satu, kita akan kalah. Karena itu, bila engkau bertemu dengan dia, lebih baik menyingkir jauhjauh." Swandaka tahu, Diah Mustika Perwita berkata dengan jujur. Dia sendiri menyadari bukan tandingnya Tunjung Amon. Hanya saja, entah apa sebabnya ia merasa puas. Tak terasa ia menolah kepada Dandung Gumilar. Orang tua bertubuh pendek kate itu berkata: "Swandaka, kau berkata dia majikan muda Sapu Regol?" "Benar." jawab Swandaka. Kemudian dengan singkat ia mengabarkan pengalamannya mewaktu bertemu dengan Sapu Regol di kediaman Paramita Maliyo dan tutur-kata Galiyung. Dan diakhirnya dengan kata-kata: "Dialah murid Wijayarajasa yang sekarang ditawan laskar Majapahit". "Kau berkata dia murid Wijayarajasa" Kenapa dia majikan muda Sapu Regol" Apakah dia anak Hajar Awu-Awu?" Dandung Gumilar menegas. "Benar." Dandung Gumilar menyentak nafas. Berkata setengah berbisik dan kurang jelas: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tua bangka itu masih saja hebat ilmunya ........" Dia Mustika Perwita tercengang. Dan Swandaka yang semenjak tadi berteka teki dengan dirinya sendiri, seakan-akan jadi mengerti. Apakah Hajar Awu-Awu yang mengalahkan Dandung Gumilar" Merasa dirinya adalah bawahan Dandung Gumilar, tidak berani ia minta keterangan. Dandung Gumilar sendiri bersikap menutup diri. Ia berdiam beberapa saat lamanya. Kemudian menyenak nafas lagi. Berkata kepada Diah Mustika Perwita: "Nona, Lindhu Aji masih seperkasa dahulu hari. Dengan dia aku hanya menang seurat. Lihatlah, tongkat mustikaku dibuatnya patah. Untung, aku masih sempat menarik ikat pinggangku. Kalau tidak, akulah yang bakal roboh terkapar. Dia tadi sempat pingsan karena terkena tendanganku. Tapi sebentar lagi dia bakal meletik bangun dengan segar bugar.. Dengan begitu, kita bakal menghadapi musuh tangguh." "Apakah maksud paman, Lindhu Aji sangat sukar dilayani?" Diah Mustika Perwita menegas. "Aku tidak mempunyai tongkat. Berarti senjataku hanya ikat pinggang. Memang ikat peinggangku cukup bisa membuat repot lawan. Tetapi berhadapan dengan Lindhu Aji yang bertenaga perkasa, aku bakal kerepotan" Diah Mustika Perwita mau mengerti. Dandung Gumilar berperawakan pendek kate. Maka dia perlu dibantu tongkat nya yang berukuran tiga meter. Dengan kehilangan senjata andalannya, memang ia akan kerepotan bila dipaksa berkelahi dengan tangan kosong. Rupanya Dandung Gumilar bisa membaca hati Diah Mustika Perwita. Katanya dengan tertawa: "Bahwasanya pada saat ini aku masih bisa mengalahkan Lindhu Aji, sudah merupakan suatu peristiwa yang pantas kusyukuri. Tanpa pertolongan Pengeran Jayakusuma, aku jadi manusia apa" Karena itu bila nanti aku harus mati di tangan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ musuh, tidak perlu kusesali. Mari, kita berangkat menyongsong kedatangan laskar Majapahit yang membawa kereta tawanan. Wah, bakal ramai !" Mereka kemudian berjalan mengaarah ke selatan Waktu itu, matahari sudah sepenggalah tingginya. Tidak berapa lama, mereka mendengar suara derap kaki kuda dan langkah laskar. Buru-buru mereka mendaki ketinggian. Sekarang semuanya yang berada di bawah ketinggian nampak nyata. Barisan laskar melangkah dengan derap kaki yang teratur. Sebuah kereta berkuda bercat hitam, bergemit mendaki ketinggian. Itulah kereta tawanan yang bakal diincar orang-orang Wijayarajasa.. Sepasukan laskar bersenjata lengkap berbaris di belakang dan samping kereta Ada dua orang perwira menjadi pembuka jalan. Tatkala barisan depan memasuki tikungan jalan, terdengar suara aba-aba dari seberang lereng gunung. Serombongan orang meluruk turun. Rombongan ini dikepalai seorang laki-laki pendek gemuk dengan jenggot acak-acakan. Perwira yang menjadi pembuka jalan dengan gesit melepaskan anak panahnya. Tepat sekali bidikannya. Dan orang berjenggot acak-acakan itu terjungkal roboh. Rombongan kereta itu berhenti. Barisan pengawal menyibakkan diri. Mereka menempati tebing-tebing jalan dengan senjata bidik. Dari arah timur muncul lagi rombongan yang berjumlah besar. Dengan memutar tombaknya, pemimpin rombongan menyerbu. Tiga anak panah menyambar padanya, tetapi semuanya dapat ditamparnya jatuh. Jelas sekali, dia jauh lebih tangguh daripada orang yang berjenggot acak-acakan tadi. Empatbelas orang menyerbu dengan berpencaran. Dua perwira pembuka jalan lalu membagi tugas. Yang berhasil merobohkan pemimpin rombongan berandal tetap berada ditempatnya. Ia memberi aba-aba laskarnya untuk siap tempur. Sedang perwira yang lain, lari ke belakang dengan maksud hendak melindungi kereta tawanan. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sekarang muncullah sepasukan laskar yang mengenakan pakaian Laskar Wengker. Pasukan itu datang dari arah belakang. Mereka menyerbu dengan gegap gempita. Dan pertempuran segera terjadi dengan serunya. Masing-masing jatuh korban. Akan tetapi dipihak Laskah Wengker yang menderita. Mereka kena diundurkan, malahan belasan orang mulai melarikan diri. Dandung Gumilar mengamati jalannya pertempuran itu. Sebentar kemudian, dia sudah tidak tertarik lagi, Katanya setengah menggerembeng: "Ulupi memerintahkan kita untuk membantu Laskar Majapahit. Apanya yang perlu dibantu" Yang menyerbu hanyalah sisa-sisa laskar Wengker yang sudah kehilangan pemimpinnya. Mereka hanya main mengadu untung. Hayo, kita pergi!" Swandaka sendiri juga mempunyai kesan demikian. Laskar Wengker yang mengejar Laskar Majapahit tidak seberapa jumlahnya. Mereka seumpama kelekatu masuk ke dalam unggun api. Lebih mirip perang Puputan demi memperlihatkan bakti dan kesetiaannya terhadap Wijayarajasa junjungannya, daripada bertempur untuk merebut kemenangan. Selagi ia hendak berdiri untuk mengikuti ajakan Dandung Gumilar, tiba-tiba ia melihat sesuatu yang aneh. Dua orang di antara laskar menyerbu menyingkirkan diri. Seorang laki-laki yang berperawakan tinggi kurus membawa seorang pendeta mendaki ketinggian. Swandaka segera mengenal siapa pendeta itu. Dialah Kedaut yang mengaku sebagai paman Paramita Maliyo. Ia dibawa temannya berhenti di balik lereng jalan yang berada tepat dibawah tempat Swandaka bersembunyi. "Kondhang !" bentak Kedaut. "Aku mau kau bawa ke mana lagi" Aku ini sudah tua. Tulang-tulangku sudah keropos. Sekarang aku kau bawa lari ke sana kemari tiada juntrungnya. Sebenarnya apa maksud semuanya ini?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Sabar, tuanku." sahut orang yang bernama Kondhang. "Biarlah mereka saling bunuh. Nah, barulah kita muncul untuk merampas kereta itu. Apakah belum jelas?" "Kau bilang, kita wajib membantu Tunjung Anom, karena dia calon menantu Paramita Maliyo. Benarkah itu ?" "Betul." "Tetapi pembantu-pembantu ayahnya, dilarang memusuhi Laskar Majapahit. Tunjung Anom bersikap begitu juga, Sungguh ! Aku tidak mengerti maksudnya." Kondhang tertawa serintasan. Lalu menjawab: "Sebagai murid Wijayarajasa, tentu saja tuanku Tunjung Anom wajib menolong gurunya. Akan tetapi tuanku Tunjung Anom tidak mau terlibat langsung. Beliau dilarang ayahnya bentrok dengan laskar Majapahit. Sebab yang penting ialah merampas kitab-kitab peninggalan Wijayarajasa". "O, jadi dia pinjam tangan lain, maksudmu?" Kedaut menegas. "Betul. Bukankah kita ini bakal jadi keluarga tuanku Tunjung Anom ?" ujar Kondhang. "Tunjung Anom sendiri, bagaimana?" Kedaut tidak puas. "Tuanku Tunjung Anom tentu saja membantu ayahnya dalam merebut naskah-naskah Wijayarajasa." "Di mana" Di mana?" Kedaut penasaran. "Tentu saja bukan di sini." Kondhang tertawa menang. "Laskar Majapahit boleh pinter. Tetapi penyesatannya sudah kita ketahui: Kereta tawanan itu memang dimaksudkan untuk menarik perhatian kita. Akan tetapi tuanku Tunjung Anom tentu saja tidak bisa dikelabui. Tuanku Tunjung Anom akan menghadang rombongan yang lain. Adapun tugas membebaskan guru tuanku Tunjung Anom ini, diserahkan kepada kita. Maka biarkan laskar Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Wengker berhantam dulu dengan laskar Majapahit. Baru kita muncul membebaskan yang mulia guru tuanku Tunjung Amon." "Celaka !" pikir Swandaka di dalam hati. Mendadak saja diapun merasa ikut terkecoh. Tidak dikehendaki sendiri dia berpaling kepada Dandung Gumilar dan Diah Mustika Perwita yang ikut mendengar pembicaraan Kedaut dan Kondhang. Dandung Gumilar kemudian memberi isyarat mata kepada Swandaka dan Diah Mustika Perwita agar menjauhi mereka berdua. Lalu berkata: "Nona Perwita, aku boleh mengaku tua. Dan memang aku sudah tua. Tetapi dibandingkan dengan otak Ulupi, aku kalah jauh seumpama bumi dan langit. Sekarang, aku mengerti maksudnya. Aku tidak perlu berada di sini untuk membantu Laskar Mapajapahit itu. Mereka akan dapat mengatasi masalahnya sendiri. Sebaliknya, pada suatu tempat seorang putera Majapahit sedang mendapat kesukaran. Mari kita berangkat untuk mencari di mana mereka berada". Diah Mustika Perwita dan Swandaka tidak perlu lagi menambah ucapan Dandung Gumilar. Merekapun berpendapat demikian pula. Mereka merasa masih kalah jauh dibandingkan otak Ulupi yang encer luar biasa. Malahan membaca makna perintahnya saja, hampir tidak sanggup. Benar saja. Di sebelah selatan petak hutan, mereka mendengar suara orang bertempur. Bergegas mereka menyusul ke tempat itu. Tetapi yang dilihatnya kini adalah sebaliknya atau kebalikannya. Laskar yang berjalan di depan mereka mengenakan pakaian Laskar Wengker. Yang berada di depan dua perwira pembuka jalan. Persis seperti cara orang Majapahit mengatur perjalanan. Di tengah barisan berjalan sebuah kereta tertutup. Kemudian dari seberangmenyeberang jalan Laskar Majapahit menyerbu dengan suara gegap gempita. Kedua belah pihak jatuh korban Menyaksikan hal itu, baik Swandaka maupun Dandung Gumilar terheran-heran. Mereka hampir tidak mempercayai Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ penglihatannya sampai mengucak-ucak kedua matanya. Benar-benarkah terjadi atau hanya sebuah mimpi" Di antara Laskar Majapahit terdapat seorang jago. Swandaka kenal siapa dia. Di dalam pergaulan ia disebut dengan nama: Pratiwa. Artinya pemimpin perang. Memang ia terkanal pandai mengatur anak-buahnya Dengan pedang di tangan ia menyerang perwira pembuka jalan. Tentu saja perwira itu tidak sudi menyerah mentah-mentah. Sebisa-bisanya ia mempertahankan diri. Tetapi baru beberapa gebrakan saja, perwita itu roboh terjungkal dari punggung kudanya. Belum lagi empat bangun, salan seorang anak buah Pratiwa melepaskan anak-panahnya dan menembus dada perwira yang lagi sial itu. Lega hati Pratiwa melihat lawannya mati tertembus panah. Selagi demikian, tiba-tiba ia mendengar kesiuran angin. Sebat ia menangkis sambil memutar tubuhnya. Ia merasakan suatu bentrokan yang kuat. Ah, ternyata perwira Lindhu Aji yang menghantamnya dengan sebatang tongkat baja. Sebagai sesama perwira, Pratiwa kenal siapa Lindhu Aji. Dahulu salah seorang perwira Majapahit yang diperbantukan ke wilayah Wengker. Sekarang dia mengenakan pakaian perwira Wengker. Keruan saja Pratiwa lantas saja membentak: "Hai ! Kau bergabung dengan sisa-sisa laskar Wengker?" "Pratiwa, cepat pergi ! Di dalam rombongan ini terdapat seorang sakti luar biasa. Lari sebelum terlambat !" "Terima kasih atas kebaikanmu." Pratiwa tercengang sejenak. Lalu berkata lagi: "Aku perwira Laskar Majapahit. Sudah semestinya aku membela kerajaanku. Matipun aku rela. Sebaliknya, mengapa engkau membiarkan rombongan ini merampas harta rampasan kerajaan" Harta benda Wengker harus dipersembahkan kembali ke Majapahit. Termasuk berkas-berkas dan naskah-naskah pemberontak Wijayarajasa". Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Cepat, cepat ! Lari sebelum terlambat !" Lindhu Aji memperingatkan. Ia nampak gelisah sendiri. Pratiwa heran. Ia mengira, Lindhu Aji main gertak. Mendadak saja ia mendengar suara tertawa yang riuh bergemuruh. Dan muncullah seorang laki-laki berperawakan tinggi besar dengan bersenjata arca. Dialah Sapu Regol yang melompat ke depan. Anak pasukan Pratiwa segera mengujani panah. Tetapi dengan gesit dan sebat Sapu Regol meruntuhkan semua anak panah yang menyambar padanya. Seorang bintara bernama Kalingga maju menghalangi. Tetapi belum sempat ia menyerang, Sapi Regol sudah menghajarnya. Acaranya tepat mengenai kepalanya. Dan Kalingga tewas dengan kepala remuk. Menyaksikan peristiwa itu, barulah Prawita terkejut. Dua bintara pendampingnya buru-buru maju dengan berbareng. Sapu Regol dikrebut dua orang. Mereka bersenjata sebilah pedang dan sebatang tombak. Sapu Regol tertawa terbahak-bahak. Dengan seruan nyaring ia menampar pedang dan tombak dengan sekali ayun. Hebat akibatnya. Pedang dan tombak itu terpental di udara dan patah menjadi tiga bagian. Prawita tentu saja tidak tinggal diam. Selagi Sapu Regol mengayunkan arcanya, ia menikam punggungnya. Sapu Regol terkejut. Heran ! Punggungnya seperti mempunyai mata. Tiba tiba ia memutar tubuhnya sambil mem-babatkan arcanya. Babatannya tepat sekali menangkis pedang Prawita. Tak tahan Prawita bentrok dengan arcanya. Tahu-tahu pedangnya terlempar tinggi di udara. Dia sendiri terdorong mundur seperti sampan terdampar gelombang tinggi. Tidak sampai ia roboh terguling, karena tubuhnya ditahan beberapa anak-buahnya. Akan tetapi mata, kuping, hidung dan mulutnya mengeluarkan darah. Anak buah Pratiwa tiada berani mencoba-coba lagi, Bergegas mereka membawa Prawita kabur merangkaki tebing tinggi. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Menyaksikan hal itu, tangan Swandaka menjadi gatal. Ia menoleh kepada Diah Mustika Perwita sambil berkata mengajak : "Tuanku puteri ! Bagaimana kalau kita ulangi pertarungan kita dulu " Bila dia dapat kita kalahkan, setidak-tidaknya akan membesarkan hati Laskar Majapahit......" Diah Mustika Perwita mengangguk. Baru saja ia hendak melangkahkan kaki, sekonyong-konyong bagian belakang pasukan Wengker jadi kacau-balau. Muncullah seorang penunggang kuda yang melabrak ekor barisan dengan pedang di tangan. Penunggangnya seorang wanita yang cantik jelita. Dia berpakaian putih dengan rambut tersanggul rapi. Begitu melihat siapa dia, hampir saja Diah Mustika Perwita berteriak girang. Sebab dialah Diah Carangsari, isteri Panglima Wirawardhana. Seorang perwira berkuda, memutar kudanya dan menghadang majunya Diah Carangsari. Membentak: "Hai ! Kau siluman dari mana ?" Diah Mustika Perwita kenal watak Carangsari. Puteri itu sangat angkuh dan tidak akan membiarkan dirinya dirintangi kehendaknya. Kena dibentak perwira itu, langsung saja ia menikamkan pedangnya.. Hanya dalam tiga gebrakan saja. Dan perwira itu roboh terjungkal dari atas kudanya. Tentu saja, dua bintara pendampingnya maju hendak menuntut bela. Kali ini Diah Mustika Perwita tidak dapat menahan diri. Terus saja ia mengayunkan senjata bidiknya berwujud peluru baja berbentuk segi tiga, sambil berseni: "Ayunda ! Serahkan saja kepadaku !" Jarak antara Diah Mustika Perwita dan dua orang bintara itu cukup jauh. Akan tetapi sentilan tangan Diah Mustika Perwita adalah salah satu ajaran Lawa Ijo. Dengan membawa suara mengaung dapat juga sampai pada sasarannya. Meskipun sudah lemah, namun sempat membuat dua bintara itu terperanjat. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Buru-buru mereka menangkis. Melihat siapa yang bermaksud mengambil jiwa mereka, lansung saja mereka membalikkan tubuhnya dan meluruk Diah Mustika Pewita. Mereka bersenjata sebilah golok besar dan nampaknya bertenaga besar. Diah Mustika Perwita tidak takut. Dia bahkan datang menyongsong. Lalu mengelakkan serangan mereka dengan gerakan yang manis. Hanya saja, Diah Mustika Perwita tidak berani melawan mereka dengan tangan kosong. Cepat luar biasa, ia sudah menghunus pedangnya dan sekaligus menikam. Karena kecepatannya diluar dugaan kedua lawannya, akhirnya runyam. Dua duanya tertembur pedang dengan ssangat mudah. Sampai disini kedua wanita itu tiada yang berani merintangi. Mereka belum sempat saling menyapa. Akan tetapi kedua-duanya saling menempel tak ubah sepasang kekasih sedang berlayar di samudara bulan madu. Dengan berendeng mereka menghampiri Sapu Regol yang menggeram bagaikan harimau melihat mengsanya. Lalu mendongak sambil berkata dengan suara bergelora: "Hihooo ........ bagus ilmu pedang kalian. Hayo majulah bersama !" Tantangan Sapu Regol tidak dihiraukan Carangsari. Isteri Panglima Wirawardhana yang terkenal galak itu berkata kepada Diah Mustika Perwita: "Perwita, kau berjaga-jaga diri saja. Biarlah aku yang melayani raksasa ini." Carangsari tahu, Diah Mustika Perwita dulu bersamanya memperoleh warisan kepandaian dari Ki Ageng Cakrabuwana. Hanya saja. dia tidak mengetahui, bahwa Ki Ageng Cakrabuwana sudah menerima Diah Mustika Perwita sebagai muridnya, sehingga kepandaiannya maju jauh. Meskipun demikian, Diah Mustika Perwita yang mengenal watak Carangsari tidak Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ membantah. Hanya diam-diam ia bersiaga untuk memberi bantuan sewaktu-waktu diperlukan. Sebaliknya, Sapu Regol tercengang mendengar ucapan Carangsari. Pikirnya: "Wanita ini besar keberaniannya. Dia berani bertempur denganku seorang diri ?" Setelah berpikir demikian, ia tertawa geli. Lantas saja ia memerintahkan agar orang-orangnya mundur menyibak. Dengan sekejap saja, arena adu laga sudah terbentuk dengan manusia berseragam sebagai pagarnya. Lalu ia menatap wajah Diah Carangsari yang cantik luar biasa. Berkata dengan tertawa geli: "Seumurku aku paling gemar melihat perempuan secantik engkau. Kau harus berhatihati melayani arcaku! Seumpama engkau tidak mampu menangkis gempuranku, cepatcepat memberi tanda damai ! Kau dengar ?" Kedua alis Carangsari berdiri tegak. Membentak: "Kau hanya salah seorang budaknya Hajar Awu-Awu. Huh ...... apa andalanmu sampai berani bersikap kurangajar terhadap ku" Nih, rasakan pedangku !" Sapu Regol tercengang. Bagaimana lawannya itu bisa mengenal dirinya" Memang dia merasa diri sebagai budak Hajar Awu Awu. Tetapi tidak sempat ia berpikir berkepanjangan. Tiba tiba saja, pedang Carangsari sudah berkelebat di depan matanya. Mau tak mau terpaksa ia mengangkat arcanya untuk menangkis. Trang ! Kedua senjata itu bentrok dan membersitkan suara nyaring luar biasa ibarat memelakkan telinga. Pedang Carangsari terpental balik, namun ia tidak kurang suatu apa. Bahkan setelah terpental balik, mendadak memantul kembali mengarah dada. Karuan saja Sapu Regol terkejut. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Heit ! Benar-benar sebat !" ia berteriak di dalam hati. Ia kagum dan cepatcepat menurunkan arcanya untuk menghajar pedang yang sudah"mengarah ke dadanya. Dandung Gumilar dan Swandaka yang ikut menyaksikan pertempuran itu terkejut. Dandung Gumilar pernah bertempur melawan Sapu Regol. Waktu itu tenaganya belum pulih. Karena itu, ia merasa kalah. Walaupun sekarang dia tidak perlu gentar menghadapi raksasa itu, namun ia pernah merasakan betapa hebat tenaga Sapu Regol. Sebaliknya Swandaka yang pernah bertempur melawan Sapu Regol, kecut hatinya. Akan tetapi pada detik berikutnya, kagum luar biasa. Sebab pedang Carangsari yang terpental balik dapat memantulkan serangan cepat dan berbahaya. Kali ini Diah Carangcari tidak berani mengadu tenaga. Ia mengelak sambil melompat tinggi ke udara. Seaktu turun ia menikamkan pedangnya. Sapu Regol heran. Ia pernah menyaksikan serangan balik semacam demikian. Bukankah sama dengan serangan gadis yang mencuri naskah di kediaman Paramita Maliyo" Karena waktu itu malam hari, ia tidak begitu jelas mengenal wajahnya, kecuali gadis itu berkesan cantik. Mau ia mengira, bahwa Carangsari inilah gadis yang menggerayangi kediaman Paramita Maliyo. Sama sekali ia tidak menduga, bahwa gadis yang menggerayangi kediaman Paramita Maliyo justru berada di tepi arena laga mengawaskan pertempuran itu.. Dialah Diah Mustika Perwita yang sudah bersiaga memberi bantuan ayundanya. Sapu Regol bertenaga besar. Kecuali ia ulet dan tabah. Meskipun senjatanya berat, namun sama sekali nampak ringan di tangannya. Sebaliknya Diah Carangsari ringan tubuhnya. Dia gesit, tangkas dan berani. Tubuh dan pedangnya bersatu-padu. Berkelebatan bagaikan bayangan bidadari menerjang iblis. Karena sudah mempunyai pengalaman berbagai macam, ia lebih ulet daripada Diah Mustika Perwita. Tidak mengherankan, kedua-Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ duanya bertempur dengan seimbang. Sapu Regol tidak kalah. Namun, ia kini tidak berani berlagak segarang tadi. Malahan ia mulai merasa dipaksa untuk bertahan. Diah Mustika Perwita yang berada di tepi arena memperhatikan gerakan-gerakan pedang Diah Carangsari. Ilmu kepandaian Diah Carangsari ternyata sudah memperoleh kemajuan. Setiap serangannya mengancam jiwa. Dasar watak Diah Carangsari terkenal galak dan ganas semenjak dulu, maka ujung pendangnya selalu membawa tikaman maut. Akan tetapi setelah diamati beberapa waktu lamanya, ia mulai melihat kekurangannya. Pikirnya: "Ayunda Carangsari tidak akan kalah melawan tenaga raksasa Sapu Regol. Akan tetapi juga tidak akan dapat mengalahkan lawannya..........." Sapu Regol yang merasa dipaksa untuk bertahan, kini mulai mengubah cara bertempurnya. Sekarang ia berusaha mendesak. Jelas sekali maksudnya. Ia hendak mengadu jiwa. Tekatnya hanya satu. Ia hendak mengajak lawannya mati berbareng. Maka hebatlah gerak-geriknya. Arcanya berkelebatnya menggempur ke sana ke sini. Sebaliknya bagaikan daun mengapung dipermukaan ombak yang melanda kalang-kabut, tubuh Diah Carangsari berkelebatan mengitari Sapu Regol. Sesaat kemudian, Sapu Regol memekik tinggi. Diah Carangsari melompat diudara. Begitu mendarat, lantas lari mendaki tebing. Dan pada waktu itu, Sapu Regol mendadak berdiri tegak bagaikan patung dengan mata melotot. Diah Mustika Perwita mengerti apa yang sudah terjadi. Buru-buru ia mengejar Diah Carangsari sambil memanggil-manggil: "Ayunda Carangsari! Apakah kau terluka?" "Tidak." sahut Diah Carangsari dengan tersengal-sengal. "Apakah kangmas Pangeran Jayakusuma berada di sini?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ - Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tidak. Apakah dia ....... apakah dia ........." Diah Mustika Perwita terheranheran. "Ya ........dia meninggalkan Istana dengan Galuhwati. Kukira, dia sudah berada di sini." Diah Carangsari mencoba memberi keterangan dengan nafas memburu. Lalu duduk bersila mengatur pernafasannya. Diah Mustika Perwita tidak berani mengganggunya. -o0~DewiKZ~0o- KI HAJAR AWU-AWU GERAK-GERIK Diah Carangsari dan Diah Mustika Perwita, tidak luput dari pengamatan Dandung Gumilar yang berpengalaman. Khawatir Sapu Regol akan memburunya, cepat-cepat ia mengajak Swandaka untuk turun ke bawah. Dandung Gumilar tahu, Diah Carangsari terganggu pernafasannya akibat terlalu menggunakan tenaga besar. Syukur Sapu Regol terkena pula ujung pedang Carangsari. Ia perlu beristirahat sejenak untuk membalut lukanya, sebelum tampil lagi sebagai Dewa Maut. Tiba di gelanggang pertempuran, nampaklah debu mengepul dari arah Selatan. Sepasukan berkuda menerjang Laskar Majapahit yang datang menyerbu. Seorang pemuda yang mengenakan pakaian putih menjadi pembuka jalan. Swandaka segera mengenal siapa dia. Dialah Tunjung Anom yang memimpin laskar pertahanan untuk menghadap: Laskar Majapahit. Sewaktu Swandaka sedang mengamat-amati sepak-terjangnya, terdengar dua batang anak-panah melintas di depannya. Ia kaget, karena panah itu membawa gaung suara yang sangat dikenalnya. Secara otomatis ia menolah dan melihat Imbar dan Kalengkan berdiri berendeng dengan sebuah gendewa di tangannya masingmasing. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hai Imbar ! Kalengkan !" seru Swandaka dengan gembira. "Di mana Gandir berada?" Kedua orang itu tidak sempat menjawab. Mereka hanya mengacungkan ibu jari tanda beres. Hanya apa makna beres itu, masih merupakan suatu pertanyaan sendiri. Namun betapapun juga, kehadiran mereka menggembirakan hati Swandaka "Swandaka, lihat ! Orang itu memang luar biasa. Pantas dia berani jual lagak di hadapan kita." teriak Kalengkan. Swandaka menoleh dan melihat Tunjung Anom sedang menangkis anak-panah Kalengkan dan Imbar yang menyambarnya dengan deras. Mereka berdua terkanal sebagai ahli memanah. Kecuali teat mengenai sasaran yang dibidiknya, tenaganya kuat sekali. Apalagi dilakukan dengan berbareng.. Tetapi Tunjung Anom dapat menangkis dengan sekaligus. Kalau saja tidak memiliki tenaga yang melebihi, pasti tangkisannya akan gagal. Kalengkan dan Imbar mendongkol karena anak-panah-nya keen diruntuhkan dengan mudah. Seperti saling berjanji, segera mereka berdua menghujani panah bagaikan hujan gerimis. Tunjung Anom tidak takut. Dari atas kudanya ia membolang-balingkan pedangnya yang istimewa, sabil berseru: "Kali ini kalian jangan main-main ! Aku tidak akan memberimu ampun lagi." Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Setelah berseru demikian, ia maju melabrak pasukan Majapahit yang bergerak mengepungnya. Dan ancamannya dibuktikannya dengan cepat. Mula-mula ia menerjang dengan kudanya. Lalu dengan tiba-tiba ia melompat tinggi seakan-akan terbang di udara. Begitu mendarat, tahu-tahu sudah berada di depan Kalengkan dan Imbar. Keruan saja Kalengkan dan Imbar terkejut setengah mati. Buru-buru mereka menghunus pedangnya masing-masing dan langsung menyongsong dengan tikaman dan sabetan. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tunjung Anom memang berkepandaian tinggi. Gesit sekali ia mengelak sambil menamparkan pedang istimewanya. Dan kedua pedang Imbar dan Kalengkan patah menjadi dua bagian. Celaka ! Tanpa senjata di tangan, mereka merasa mati kutu. Untung sekali. Swandaka segera datang menolong. Dengan golok di tangan ia menangkis sambaran pedang Tunjung Anom. Suatu adu tenaga tak dapat terelakkan lagi Swandaka tergeliat. Sebaliknya Tunjung Anom tertahan serbuannya. Selagi demikian, terdengar suara sorak-sorai gemuruh yang mengejutkan Tunjung Anom. Ia menoleh dan melihat barisannya korat-karit. Suatu pasukan bersenjata lengkap datang menusuk lambung pertahanan. Muncullah seorang gadis cantik lagi yang bersenjata pedang. Tunjung Anom tercengang. Kenapa lagi-lagi seorang gadis cantik" Siapa dia" Gadis itu mahir sekali dalam hal olah pedang. Pedangnya berkelebatan dan berhasil mengacaukan laskar yang melindungi kereta. Inilah bahaya, pikir Tunjung Anom. Terus saja pemuda itu memutar tubuhnya dan bergegas menghampiri gadis itu. Di antara mereka yang menyaksikan munculnya gadis itu, hanya seorang yang girang bukan main. Dialah Diah Mustika Perwita. Sebab gadis itu adalah Galuhwati, adik Pangeran Jayakusuma. Jika Galuhwati muncul di sini, berarti Pangeran Jayakusuma berada tidak jauh dari arena pertempuran. Langsung saja ia berteriak girang: "Ayunda Carangsari ! Galuhwati ......... ! Di mana kangmas Pangeran Jayakusuma?" Diah Carangsari sudah pulih kembali. Ia mengawaskan munculnya Galuhwati. Tibatiba wajahnya berubah. Katanya seperti menggerendeng: "Dia membawa pasukan kangmas Wirawardhana. Di mana setan itu berada, hanya setan itu sendiri yang tahu." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Diah Mustika Perwita tersenyum geli. Hanya saja belum jelas baginya, siapakah yang dikatkan sebagai setan. Wirawardhana atau Pangeran Jayakusuma" Carangsari memang terkenal pula tajam mulutnya. Dia bisa memanggil Pangeran Jayakusuma dengan setan atau menyebutnya sebagai si tolol. Sebaliknya terhadap Wirawardhana, ia mau menerima cintanya gara-gara Pangeran Jayakusuma yang jadi comblangnya. Kabarnya kegarangannya terhadap suaminya tidak juga berubah. "Perwita, kau perlu membantu Galuhwati !" ujarnya setengah memerintah. Andaikata Carangsari tidak memerintah demikian, dia-pun memang perlu membantu Galuhwati mengingat lawannya berkepandaian tinggi. Memang Galuwati tiada beda dengan dirinya. Dia memiliki beraneka macam ragam ilmu kepandaian. Untuk sementara dia pasti dapat mempertahankan diri. Hanya saja masih sulit untuk merebut kemenangan. Dalam pada itu Tunjung Anom sudah berbalik dengan maksud hendak menyambut kedatangan Galuhwati. Di luar dugaan, ia bertemu dengan Dandung Gumilar yang sedang bertempur melawan Lindhu Aji dan Sapu Regol. Orang tua itu sering tergempur mundur karena dikerubut dua. Namun masih saja tetap ngotot. Sewaktu mundur tiga langkah, tiba-tiba ia melihat berkelebatnya Tunjung Anom melintas tidak jauh di sampingnya. Menuruti rasa mendongkolnya, ia menyabetkan ikat pinggangnya. Keruan saja Tunjung Anom terperanjat. Syukur ia gesit. Dengan menjejakkan kakinya, ia bebas dari libatan ikat pinggang dan mendarat tepat di depan Galuhwati. "Di ! Gadis ini hebat ilmu pedangnya." ia berpikir. Lantas saja ia maju menerjang dengan pedang istimewanya. Niatnya hendak menangkis tikaman pedang Galuhwati dengan sekali jadi.. Tetapi ia gagal. Pedang Galuhwati menyambar terus. Malahan tiga kali beruntun, sehingga ia repot untuk mengelakkan. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bagus !" serunya dengan tertawa pelahan. "Nona ! Kenapa kau begitu manis" Dari siapa engkau belajar ilmu pedang ?" Pandang matanya lantas saja menyala. Sudah barang tentu membuat hati Galuhwati mendongkol. Tanpa berbicara, kembali lagi ia menyerang. Kali ini menggunakan jurus ajaran nelayan sakti yang pernah mewariskan dua tiga jurus kepadanya. Tunjung Anom tertawa. Serunya: "Taruhkata ilmu pedangmu hebat, engkau tok tidak akan dapat merobohkan diriku. Percaya atau tidak?" Sambil tertawa lebar ia mengerakkan pedang sapu lidi. Niatnya hendak menempel pedang Galuhwati. Dengan mengaku tenaga, pastilah Galuhwati akan lumpuh tak berdaya. Keruan saja Galuhwati tidak sudi pedangnya akan ditempel lawan. Seperti Diah Mustika Perwita dan Diah Carangsari, ia memiliki ilmu pedang yang banyak ragamnya. Maka dapatlah ia menyerang dengan berbagai macam jurus. Keistimewaannya, ia tidak pernah lupa untuk berjaga-jaga diri terhadap segala kemungkinan. Yang diingatnya, jangan sampai dirinya dibawa arus kemauan lawannya. Suatu kali ia menyerang dengan dahsyat. Buru-buru Tunjung Anom menangkiskan pedangnya. Diluar dugaan, seragan itu berhenti di tengah jalan. Tentu saja, Tunjung Anom dibuat tidak mengerti, Apa maksudnya" Selagi menebak-nebak, ujung pedang Galuhwati sudah berganti arah. Kali ini dengan suatu kecepatan kilat, sekonyong-konyong mengancam tenggorokan. Tunjung Anom benar-benar terkejut. Gugup ia menangkis. Namun tak urung, ia mengeluarkan keringat dingin. Sebab, hampir saja ia gagal. Benturan itu, membuat Galuhwati terperanjat pula. Pedangnya kena dipentalkan. Suatu tanda lawannya memiliki tenaga sangat kuat. Karena itu, segera ia main menusuk dengan mengadu kecepatan bergerak. Ia maju mundur tak ubah tahuan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyengatkan bisanya Dengan cepat beberapa jurus sudah lewat. "Ah, hebat ! Sungguh hebat !" Tunjung Anom kagum. "Sayang, kenapa engkau tidak ikut kami" Mari, adik ! Mari pulang ke kampungku !" Berkata demikian ia menyerang sambil mencengkeramkan tangan kirinya, langin ia merampas pedang Galuhwati. Setidak-tidaknya ia ingin menawan Galuhwati dengan tak kurang suatu apa. Beruntun ia merangsak. Suatu kali ia berhasil menampar pedang Galuhwati. Lalu menggertak dengan memasukkan jurus serangnnya yang berbahaya. Katanya: "Adik, mari kita berlatih bersama. Tanggung ! Kita bakal bisa menjagoi bumi Jawa." Galuhwati mendongkol. Dengan wajah merah padam, ia mengadakan perlawanan sengit. Tepat pada saat itu, Swandaka tiba di tempatnya. Kalengkan dan Imbar juga datang berturut-turut. Ketiga pemuda itu kemudian maju menyerang dengan berbareng. Dan dikerubut empat orang, Tunjung Anom nampak kuwalahan. Terus saja ia bersuit. Sapu Regol yang tengah melawan Dandung Gumilar meninggalkan lawannya. Ia percaya, Lindhu Aji pasti dapat melawan Dandung Gumilar untuk sementara waktu. Ia perlu menolong majikan mudanya yang sudah memberi tanda minta bantuan. Dengan acar di tangan, ia bagaikan raksasa menemukan mangsanya. Begitu melihat Swandaka bertiga dan Galuhwati, ia tertawa terbahak-bahak sambil mengayunkan arcanya. Serunya: "Hayoooooo......... siapa yang mau mati dulu?" Senjata arca Sapu Regol ini memang istimewa. Di kemudian hari, ilmu kepandaiannya akan diwarisi seorang pendekar bernama Manusama, murid Brigu dari Aliran Suci yang berpusat di pulau Lombok. (Baca: Mencari Bendera Mataram). Galuhwati segera berputar menghadapi Sapu Regol. Swandaka kendahului Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyerang. Swandaka bisa bekerjasama dengan Diah Mustika Perwita. Tetapi kali ini tidak. Sebab aliran Galuhwati berbeda dengan ilmu kepandaiannya. Karena itu, Sapu Regol dapat menghalau serangannya dengan mudah. Syukur pada saat itu, tibatiba terdengar suara mengaung. Diah Mustika Perwita datang membantu dengan menyentilkan senjata bidiknya. Trang ! Sapu Regol terkejut. Penyerangnya memiliki tenaga kuat. Ia mengerling dan segera mengenal Diah Mustika Perwita. Dan dengan datangnya Diah Mustika Perwita, ia merasa kuwalahan. Sedikit demi sedikit ia mundur. "Mau lari ke mana?" bentak Galuhwati. Pada saat itu, Tunjung Amon juga sedang melangkah mundur. Sebab selagi menghadapi Kalengkan dan Imbar, Diah Carangsari datang pula dengan dibarengi Dandung Gumilar yang sudah berhasil melumpuhkan Lindhu Aji untuk yang kedua kalinya. Pendekar tua ini kini bersenjata tombak panjang. Tak usah diceritakan lagi. Itulah senjata daruratnya, hasil rampasannya dari salah seorang perajurit yang tewas dalam pertempuran. "Eh ! Kau pandai melarikan diri juga?" ejek Diah Carangsari. Tunjung Anom mendongkol. Sahutnya dengan wajah merah padam: "Tentu saja, kau bisa mengalahkan diriku. Karena orang-orang Majapahit pandai main keroyok. Tetapi jangan buru-buru bermimpi bisa menangkap diriku. Hayo ! Siapa yang berani maju?" Talkala itu, Kalengkan menyerang berbareng dengan Diah Carangsari Mereka bedua dibantu oleh Dandung Gumilar yang bertenaga raksasa. Tunjung Anom berpura-pura kebingungan. Ia mundur makin cepat. Tetapi sesungguhnya ia menggenggam tipu tertentu. Sebaliknya, Carangsari yang berpengalaman juga Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sedang menyusun tipu-muslihat pula. Ia sengaja menyerang Tunjung Anom menyambarkan tangan kirinya. Maksudnya hendak mencengkeram pergelangan tangan Diah Carangsari. Justru tepat pada saat itu, Carangsari mengedutkan pedangnya yang memiliki daya lentur. Begitu dikedut, ujung pedangnya melecut bagai cemeti. Sudah barang tentu Tunjung Amon kaget setengah mati. Itulah serangan balik yang sama sekali tak diduganya. Tahu-tahu, tangannya kena lecutan ujung pedang. Meskipun kebal, tak urung ia memekik kesakitan juga. Sapu Regol kaget mendengar pekikan Tunjung Anom. Dengan menggerung ia mendesak ketiga lawannyaJustru ia mendesak, dirinya malah terkurung. Walaupun demikian, masih sempat ia berteriak: "Tuanku ! Apakah tuanku terluka?" "O, tidak, tidak !" sahut Tunjung Anom dengan mengangkat diri. "Aku hanya minta, kau tangkap dua gadis itu." Sapu Regol tertawa terbahak-bahak. Serunya: "Nah, bukanlah betul laporanku. Yang satu inilah yang pernah memasuki kediaman Paramita Maliyo. Dia jauh lebih cantik dan lebih montok dari pada anak Paramita Maliyo, bukan?" "Betul, betul ! Karenakitu tangkaplah untukku !" sahut Tunjung Anom. Kedengarannya, mereka berdua saling berbicara dengan bebas. Tetapi sesungguhnya, kedudukan mereka makin runyam. Suatu kali tombak Dandung Gumilar berhasil menggebuk Tunjung Anom sampai pemuda itu berkaok-kaok kesakitan. Setelah itu, Dandung Gumilar melompat ke luar. Sebagai seorang pendengar angkatan tua, ia merasa kurang enak ikul mengeroyok orang muda. Maka ia hanya menjadi penonton saja. Baik Tunjung Anom maupun Sapu Regol mundur memasuki barisan. Mereka mendekati kereta yang dilindungi belasan orang, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ karena mendapat hati, Swandaka dan teman-temannya terus memburu. Demikian pula Diah Mustika Perwita dan Carangsari. Selagi demikian, tiba-tiba atap kereta itu terjeblak dan muncullah seorang kakek-kakek yang berambut panjang. Orang itu kira-kira berumur enam atau tujuh puluh tahun. Perawakannya tinggi besar. Jenggot dan kumisnya awut-awutan dan sudah ubahan. Namun kedua matanya bersinar terang. "Hai Regol ! Kenapa engkau mengganggu aku?" ia mendamprat Sapu Regol. Sapu Regol membungkam. Tidak berani ia menyahut dampratan orang tua itu. Tunjung Anom yang berada di samping Sapu Regol menjawab: "Ayah ! Kami hanya berdua. Tetapi harus melayani tujuh orang. Untung yang dua orang tahu diri. Dialah Dandung Gumilar dan seorang gadis yang cantik sekali" "Hak" Orang Singgela berani ikut-ikutan merebut warisan Wijayarajasa" Mana dia?" bentak orang tua itu. "Kau bilang ada seorang gadis tahu diri" Apakah kau berkenan?" "Ya, ya, ya ......... dia pantas menjadi menantumu." "Bagus ! Nanti aku tangkapnya hidup-hidup. Tetapi kau harus merawatnya dengan baik-baik. Aku sudah ingin mempunyai cucu." ujar orang tua itu di antara suara tertawanya. Yang dimaksudkan gadis cantik itu ialah Galuhwati. Sebagai adik Panglima Jayakusuma, ia merasa tidak pantas pula untuk ikut mengejar musuh yang sudah mengundurkan diri. Lagipula tujuannya sampai di situ, sebenarnya atas permintaan Wirawardhana dan Carangsari. Carangsari adalah seorang wanita yang berhati panas semenjak jaman gadisnya. Ia paling tidak senang mendengar orang yang mengangkat-angkat diri seakan-akan Dewa Perang. Dengan wajah merah menyala ia memerintahkan laskarnya Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ meluruk untuk mengejar orang tua itu yang bermulut besar. Dan oleh perintahnya enam orang bintara maju. Sekarang terjadi suatu keajaiban. Entah bagaimana cara orang tua itu melayani serbuah mereka. Tahu-tahu enam orang bintara itu teringkus tak berdaya. Tubuh mereka dilontarkan tinggi di udara dan jatuh menggabruk ke tanah dengan mengeluarkan darah segar dari mulut, hidung mata dan telinganya. Gemparlah orang-orang Majapahit menyaksikan peristiwa itu. Tiada yang berani maju menyerang. Diah Carangsari yang beradat panas lantas saja menyibakkan sekalian laskarnya yang sedang berleret mundur. Niatnya hendak diatasinya sendiri. Diah Mustika Perwita yang mengenal watak Diah Carangsari, mendahului. Katanya: "Ayunda ! Biarlah aku yang mencoba kehebatan iblis ini, Ayunda diperlukan laskar Majapahit. Bila kehilangan pimpinan, akibatnya akan lebih buruk." Carangsari tahu apa artinya, jika Diah Mustika Perwita maju seorang diri. Kehebatan iblis itu, tidak boleh dianggap enteng. Karena belum mengetahui kemajuan Diah Mustika Perwita, ia tidak yakin. Tanpa berbicara lagi, langsung saja ia melompat menikamkan pedangnya. "Hai ! Apa-apaan ini?" orang tua itu tertawa keheranan. Kemudian berseru kepada Tunjung Anom.: "Apakah perempuan ini kau taksir juga?" Tunjung Anom tertawa senang. Sahutnya: "Lebih banyak, lebik baik," "Baik. akan kutangkap dia untukmu." Orang tua itu benar-benar hebat. Melihat berkelebatnya pedang Diah Carangsari, ia hanya menggerakkan sebelah tangannya. Pedang Diah Carangsari yang tajam itu, sama sekali tidak dapat melukai lengannya yang dibuatnya menangkis. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tak ! Pedang Diah Carangsari terpental balik. Karena Diah Carangsari tidak sudi kehilangan senjatanya, ia menggenggamnya erat-erat. Justru demikian, tubuhnya terguncang pergi. Dan dengan berjungkir balik ia mendarat di atas tanah, la tidak kurang suatu apa. Tetapi seleret cahaya seperti api membakar dirinya. Segera ia mengatur pernafasannya. Diah Mustika Perwita terperanjat. Gugup ia menghampiri Diah Carangsari. Hatinya tercekat, karena tiba-tiba ia merasakan tubuh Diah Carangsari panas luar biasa seakan-akan bara menyala. "Hai, ilmu sakti apakah ini?" ia berteka-teki. "Adik, aku tidak apa-apa." ujar Diah Carangsari dengan nafas memburu. "Jangalah dirimu baik-baik ! Jangan sampai pedangmu kena bentrok !" Setelah berkata Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo demikian, ia duduk bersimpuh dengan memejamkan kedua matanya. Diah Mustika Perwita memutar tubuhnya mengawaskan orang tua itu. Tetapi pada saat itu, dia tengah bertempur melawan Dandung Gumilar. Sayang, Dandung Gumilar kehilangan senjata tongkatnya. Tombak rampasannya hanya dapat dipertahankan dalam dua gebrakan saja. Pada suatu saat, ia terpaksa mengadu tenaga dan patahlah tongkatnya menjadi dua potong. Detik berikutnya, sebelah tangan orang tua itu terulur panjang dengan kelima jarinya siap mencengkeram. Diah Mustika Perwita terbang tinggi dan menyambar lengan orang tua itu dengan tebasan pedangnya. Kali ini, orang tua itu kaget. Ia mengurungkan niatnya hendak mencengkeram Dandung Gumilar. Tangannya membalik memapak tabasan pedang, Swandaka ikut menerjang dari samping. Goloknya membabat dengan deras. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hai ! Boleh juga ! Hajar Awu-Awu berkenan bermain-main sebentar dengan kalian. Tetapi harap hati-hati !" teriak orang tua itu yang menyatakan diri bernama Hajar Awu-Awu. Hajar Awu-Awu tidak takut menghadapi tabasan golok Swandaka. Hanya saja, ia merasa aneh melihat gerakan pedang Diah Mustika Perwita dan Swandaka yang saling menimpali. Mengaka bisa begitu" Dengan kedua tangannya ia membuyarkan serangan mereka berdua. Baik Diah Mustika Perwita maupun Swandaka terperanjat. Mereka berdua kena dipentalkan mundur dua langkah. Tetapi mereka tidak takut. Seperti saling berjanji mereka mengulangi serangannya. Kali ini dibantu Dandung Gumilar yang menyabetkan ikat pinggangnya. "Ham ...... serangan ini boleh juga." lagi-lagi Hajar Awu-Awu memuji serangan mereka berdua. Karena memperoleh bantuan tenaga Dandung Gumilar, terpaksa Hajar Awu-Awu menambah tenaganya. Bentaknya kemudian: "Pegang senjata kalian erat-erat ! Aku akan melontarkan kalian. Awas !" Dengan berlagak seorang tua memperingatkan anak muda, Hajar Awu-Awu memukulkan kedua tangannya ke udara. Dia nampak bersungguh-sungguh dan tidak berani meremehkan penyerangnya. Biak ! Kembali lagi Swandaka dan Diah Mustika Perwita terhentak mundur dua langkah. Hanya Dandung Gumilar yang tidak tergeser kedudukannya. Dia tegak bagaikan sebuah arca besi. Sayang, dia sudah kehilangan tongkatnya. Kalau tidak, dia bisa segera mengadakan serangan balik. Menyaksikan ketangguhan Dandung Gumilar, Hajar Awu-Awu heran. Dengan suara bergemerincing ia melompat ke luar kereta. Ternyata selama melayani Swandaka, Diah Mustika Perwita, Carangsari dan keenam bintara tadi, dia hanya bercokol di atas kursi. Sekarang ia menggenjotkan tubuhnya terbang dan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mendarat di atas tanah dengan tetap duduk di atas kursinya. Dandung Gumilar tercengang. Teringatlah dia kepada pengalamannya dulu. Dia pernah bertempur melawan seseorang yang tetap duduk diatas kursinya. Orang itu, mula-mula mengaku bernama Gotang. Kemudian ternyata dia Lawa Ijo (baca: Pangeran Jayakusuma jilid 16 dan 17). Apakah dia Lawa Ijo yang mengaku bernama Hajar Awu-Awu" Selagi menebak-nebak demikian, Hajar Awu-Awu mengeluarkan senjatanya yang mengejutkan Dandung Gumilar. Ternyata senjatanya seuntai rantai. Sama dengan Pangeran Jayakusuma. Teringat Pangeran Jayakusuma mempunyai hubungan dekat dengan Lawa Ijo, mau ia mengira lawannya itu benarbenar Lawa Jjo. Terus saja ia menegas: "Siapa kau?" "Aku" Bukankah engkau tidak tuli" Aku Hajar Awu-Awu. Engkau Dandung Gumilar, bukan?" "Benar, Mengapa?" "Kau orang kepercayaan Nayaka Madu. Mestinya menyimpan naskah-naskahnya." "Kalau betul, bagaimana" Kalau tidak, bagaimana?" sahut Dandung Gumilar dengan suara sengit. Hajar Awu-Awu tertawa panjang. Berkata: "Nah, kau bawa kemari ! Serahkan atau persembahkan kepadaku. Aku tahu bagaimana harus memperlakukan orang yang tahu diri" Mendongkol hati Dandung Gumilar. Dasar ia seorang berangasan. Meskipun bertubuh pendek kate, tatapi ia tidak mengenal takut. Hanya lagi-lagi sayang, ia sudah tidak memiliki senjata tongkat. Karena itu ia hanya dapat memperlihatkan wajahnya yang jadi merah padam. Meledak: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hajar Awu-Awu ! Kau rasakan dulu betapa enaknya ikat pingganggku ini. Seumpama engkau kebalpun, kau bakal merasakan kesakitan juga. Tidak percaya" Silahkan ! Tetapi selamanya Dandung Gumilar bersikap adil. Dandung Gumilar tidak mau berkelahi dengan orang yang tetap duduk bercokol di atas kursinya. Sebab menangpun, rasanya kurang terhormat. Hayo, berdirilah ! Mari kita berdiri sama tinggi !" "Apa" Kau bisa memenangkan aku" Apa yang kau andalkan?" teriak Hajar Awu-Awu. "Lihat rantaiku !" Setelah berteriak demikian, Hajar Awu-Awu menyabetkan rantainya. Hebat perbawanya. Kecuali panjang, pada ujungnya terdapat sebuah bola bergigi tajam. Bisa dibayangkan, betapa hebatnya manakala mengemplang kepala. Arca Sapu Regol saja bisa meremukkan kepala Kalingga dengan sekali hantam. Apalagi sebua rantai berkepala bola di tangan Hajar Awu-Awu yang tentunya memiliki himpunan tenaga sakti sekian kali lipat besarnya bila dibandingkan dengan tenaga raksasa Sapu Regol. Wuuuuutt ......bola rantai Hajar. Awu-Awu menyambar di atas kepala Dandung Gumilar yang cepat-cepat mengendapkan diri. Swandaka dan Diah Mustika Perwita terperanjat. Namun mereka tidak tinggal diam. Dengan serentah mereka maju berbareng. Tetapi mereka tidak dapat menghampiri, karena jarak jangkauan rantai merintangi rangsa-kannya. Terpaksa mereka menunggu kesempatan-kesempatan dan peluangpeluang, apabila Hajar Awu-Awu habis menyabetkan rantainya. Dandung Gumilar tidak gentar. Gesit ia melibatkan ikat pinggangnya. Maksudnya ingin melibatnya. Kemudian akan mengadu tenaga. Dengan begitu akan memberi kesempatan muda-mudi itu untuk menikamkan senjatanya masing-masing. Dandung Gumilar boleh bermaksud demikian, akan tetapi Hajar Awu-Awu terlalu berat baginya. Kecuali rantainya susah di duga kemana larinya, membawa hawa panas bagaikan bara menyala. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dan bola bergiginya yang tajam luar biasa, membawa ancaman maut sendiri. Di tempat lain Diah Carangsari masih duduk bersila menyalurkan pernafasannya. Galuhwati tetap saja berdiri di tempatnya, meskipun tangannya menggenggam pedang. Pikirannya seakan-akan tidak berada di tempatnya, sebaliknya terasa sekali ada yang ditunggunya. Sekonyong-konyong terdengar suara sorak-sorai. Barisan Majapahit yang tengah kalut memperoleh bantuan. Seorang perwira yang menunggang kuda dengan cepat menghampiri Diah Carangsari. Dengan sigap ia melompat ke darat lalu menggenggam tangan Diah Carangsari. Tidak usaha lama, Diah Carangsari memperoleh kesegeran kembali. Kemudian meletik bangun sambil berkata : "Kangmas Wirawardhana, lihat ! Mereka tidak boleh mengaku tenaga dengan iblis itu." Wirawardhana berpaling ke arah Galuhwati, seolah-olah tidak menghiraukan ucapan isterinya. Serunya girang kepada Galuhwati: "Adik ! Apakah Pengaran Jayakusuma sudah berada di sini ?" Galuhwati tidak menjawab. Ia hanya menggelengkan kepalanya dengan wajah gelisah. Wirawardhana mau mengerti. Ia kenal watak Pengaran Jayakusuma yang kerap-kali angin-anginan. Dan bila Pengeran Jayakusuma belum datang, artinya ada canang tanda bahaya. Kini, barulah ia memperhatikan kata-kata isterinya. "Carangsari, tahukah kau siapa orang tua itu?" ia berkata menguji kepada isterinya. "Dia mengaku bernama Hajar Awu-Awu. Mengapa?" sahut isterinya dengan suara sengit, karena suaminya dianggapnya tidak menggubris kata-katanya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tahukah Engkau, bahwa dia sesungguhnya orang andalan Wijayarajasa?" "Kenapa sih ...... kau main bertanya saja?" Carangsari memberengut. "Bukan begitu." Wirawardhana menanggapi dengan suara sabar. "Menurut tutur-kata Pengeran Jayakusuma, Wijayarajasa dianggap menghianati Nayaka Madu. Katakan saja dengan tegas, Wijayarajasa berkhianat. Takukah engkau apa sebabnya?" "Mengapa tidak kau jawab sendiri?" Wirawardhana tertawa meringis. Lalu berkata seolah-olah kepada dirinya sendiri: "Karena seperti kukatakan tadi, dia mempunyai andalan. Itulah Hajar Awu-Awu. Orang itu lebih hebat daripada Nayaka Madu. Kesaktiannya susah diukur. Dia memiliki Ilmu Narantaka yang dapat menghancurkan dan melumpuhkan apapun. Setiap gerakan tangannya mengandung hawa berapi. Kau sudah merasakan, bukan?" "Kau sudah merasakan, lalu bagaimana" Apakah aku kau suruh takluk?" "Bukan begitu. Aku hanya mengabarkan, bahwa orang tua itu memiliki ilmu kepandaian di atas kepandaian Nayaka Madu atau Durgampi. Lihatlah, meskipun dikerubut Diah Mustika Perwita, Dandung Gumilar dan pemuda itu, dia masih berada di atas angin. Dia sengaja mengulur-ulur waktu. Entah apa sebabnya." "Huh." Carangsari mencibirkan bibirnya. "Orang tua itu benar-benar kurangajar. Dia bermaksud menawan Perwita hidup-hidup." "Kenapa?" "Itu lihat ! Pemuda berpakaian putih itu adalah anaknya. Rupanya dia..........." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ah !" Wirawardhana berubah wajahnya. Ia tidak perlu penjelasan lagi, meskipun kalimat isterinya belum selesai. "Nah, tolong tangkap begajul itu untukku." Wirawardhana tersenyum. Menyahut: "Kalau begitu, mari ! Aku tidak percaya, Hajar Awu-Awu tidak dapat kita kalahkan meskipun kita kerubut berlima." Ucapan inilah yang memang ditunggu-tunggu Diah Carangsari. Ia tahu, suaminya berkepandaian tinggi. Dengan bekerjasama dengan dirinya dan Diah Mustika Perwita, ia yakin dapat mengalahkan Hajar Awu-Awu. Apalagi masih mendapat bantuan Dandung Gumilar dan Swandaka. Tiba-tiba ia melihat berkelebatnya Tunjung Anom mendekat: Galuhwati yang sedang termenung-menung. Tentu saja ia tahu maksud pemuda itu. Terus saja ia berkata kepada suaminya: "Kangmas Wirawardhana, mari kita bekuk dulu pemuda tak senonoh itu." "Kenapa begitu" Apakah tidak lebih bagus mentaklukkan ayaknya?" "Sepuluh tahun lagi belum kasep." sahut Diah Carangsari pendek." Ibarat menggugurkan gunung, "mari kita mulai yang lebih mudah. Jika orang tua itu melihat anaknya kita tawan, pasti ketegaran hatinya akan kurang." Alasan Diah Carangsari masuk akal. Maka ia menyetujui. Segera mereka berdua mendekati Galuhwati. Karena khawatir kalah cepat, Diah Carangsari melesat tinggi di udara. Begitu mendarat ia menabaskan pedangnya. Hebat serangannya. Kecuali dilakukan sekonyojg-konyong, serangannya sama sekali tidak terduga. Tetapi Tunjung Anom memang sudah sempurna kepandaiannya. Sedetik itu ia mendengar kesiur angin menyambar padanya. Terus saja ia melintangkan pedangnya dan menyapu pedang Diah Carangsari. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Diah Carangsari tadi sempat bertempur dan melukai tangan Tunjung Anom. Tetapi kali ini ia sengaja mengalah dengan maksud untuk membangunkan amarah suaminya. Tentu saja, siasat ini tidak diketahui Tunjung Anom. Merasa dirinya unggul lantas saja timbul rasa congkaknya. Serunya: "Ah, manisku ! Kau cantik juga. Kenapa ikut-ikutan mengadu jiwa disini" Hayo pulang. Aku berjanji akan menjadi suamimu yang baik. Aku akan membahagiakanmu ...........aku.........." Tunjung Anom rupanya belum tahu, bahwa Diah Carangsari sudah bersuami. Dan suaminya adalah salah seorang Panglima Laskar Majapahit yang termashur. Kebetulan pula berada di samping isterinya. Keruan saja belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba ia mendengar sambaran angin yang kuat luar biasa. Sebat ia mengibaskan pedang sapu lidinya untuk menangkis. Tahu-tahu, pedangnya terpental dari genggamannya. Ia tercengang berbareng terkejut. Belum sempat ia memperoleh kesadarannya, Diah Carangsari sudah menggempur iga-iganya dengan gagang pedangnya. Duk ! Dan tak ampun lagi Tunjung Anom roboh tak berkutik. Kalengkan dan Imbar yang mempunyai perhitungan dengan dia, berlari-lari menghampiri, kemudian menawannya. Melihat putaranya roboh dan sedang ditawan orang-orang Majapahit, Hajar Awu-Awu kaget sekali. Sepeti orang kalap, ia berteriak-teriak memanggil Sapu Regol. "Regol ! Kemari !" Sapu Regol berlari-larian menghampirinya bagitu mendengar panggilan majikannya. Hajar Awu-Awu sendiri lantas saja mengulurkan tangannya memengang pundak. Gesit ia mengangkat tubuhnya dan duduk di atas pundak. Ah ! Diah Mustika Perwita, Dandung Gumilar, Swandaka dan orang-orang yang menyaksikan ketangguhannya, terkejut. Ternyata orang tua Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ itu lumpuh kedua kakinya. Apakah dia lumpuh kaki semenjak mudanya" Kalau benar, bagaimana caranya ia bisa memiliki ilmu kepandaian begitu tinggi" Sebenarnya tidak demikian. Hajar Awu-Awu baru lima tahun lumpuh kakinya. Dia terlalu bernafsu mempelajari Ilmu Sakti Narantaka. Ilmu Saksi Narantaka sebenarnya terbagi dua. Bagian luar dan bagian dalam. Seseorang yang sudah mahir bagian luar, dapat menghancurkan sebongkah batu gunung dengan sekali pukul. Yang mahir bagian dalam, bisa merobohkan lawan dari jauh. Dan lawan itu tidak hanya roboh, tetapi hangus pula seperti terpanggang. Karena masing-masing mempunyai keistimewaannya, maka yang mempelajari harus memahirkannya satu demi satu. Akan tetapi Hajar Awu-Awu ingin sekaligus menguasai bagian luar dan dalam. Dari mana Hajar Awu-Awu memiliki kepandaian itu" Menurut kabar, ia memperolehnya dari naskah-naskah kuna milik Nayaka Madu yang terbagi menjadi tiga bagian. Sepertiga bagian berada pada Nayaka Madu dan yang dua pertiga bagian disimpan Durgampi dan Wijayarajasa. Itulah sebabnya, masing-masing tiada yang dapat menguasai sepenuhnya. Demikian pula Hajar Awu-Awu. Karena hanya sepotong-sepotong, Narantaka berbalik membakar dirinya. Syukur, dia mempunyai daya tahan tubuh yang istimewa. Yaitu ilmu warisan Kebo Iwa. -o0~DewiKZ~0o- BERSAMBUNG JILID 7 Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Document Outline Jilid 6 PERANG DI PERBATASAN WENGKER KI HAJAR AWU-AWUHerman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jilid 7 Persembahan : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/ Dengan Truno Penyak & Ismoyo Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/ Editor : Dewi KZ Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kebo Iwa berasal dari pulau Bali. Dia memiliki tenaga ajaib semenjak dilahirkan. Kehebatan tenaganya pernah menolong Kerajaan Majapahit yang sedang dilanda kemelut. Diceritakan Kerajaan Majapahit diserbu raja dari negeri Awu-Awu yang sakti luar biasa. Maka Raja Majapahit mengadakan sayembara. Barangsiapa dapat membunuh raja Awu-Awu berhak Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mempersunting puterinya. Kebo Iwa tampil kedepan. Dia berhasil membunuh Raja Awu-Awu tetapi tubuhnya rusak. Wajahnya penuh luka, kakinya setengah pincang dan menjadi cedal. Puteri Majapahit tidak dapat menerima kehadirannya lagi. Segera direncanakan suatu tipu-muslihat. Puteri itu minta dibuatkan sebuah pemandian dan istana. Tetapi bahannya harus diambil dari dasar Gunung Kelut. Kebo Iwa kemudian memasuki Kepundang Gunung Kelut. Ia menggali setiap jengkal tanahnya dan dilempar keluar kepundan. Dalam waktu kurang dari satu bulan, ia sudah berada jauh di dasar kepundan sampai suaranya tidak terdengar lagi. Laskar Majapahit kemudian menimbuninya dengan batu dan tanah. Kebo Iwa terpendam di dalam kepundan. Ia marah dan berusaha ke luar. Tentu saja, tidak dapat. Dalam kemarahannya, dia lalu mengmtuk. Katanya, setiap delapan tahun sekali, Gunung Kehit akan diledakkan. Demikianlah, semenjak itu sampai pada hari ini, Gunung Kehit selalu memuntahkan laharnya melanda kedamaian hidup penduduk. Kebo Iwa hilang ditelan waktu. Akan tetapi ilmu saktinya tetap abadi. Anak keturunan Tapawangkeng dan Tapapalet ada yang beruntung mewarisi. Merekalah dua pendekar yang melahirkan Sapu Regol. Merasa membawa aib, Sapu Regol ditinggalkan begitu saja. Tetapi tidak sendirian. Sapu Regol disertakan sebuah kitab sakti ilmu Kebo Iwa dengan catatan, barangsiapa sudi mengambil Sapu Regol sebagai anak atau budaknya, dialah yang berhak mewarisi ilmu sakti Kebo Iwa. Hajar Awu-Awu yang menemukan si bayi Sapu Regol, membawanya pulang. Dan semenjak itu, Sapu Regol menjadi murid berbareng budak Hajar Dendam Empu Bharada http://dewi -kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Awu-Awu. Dia berhak mewarisi sebagian ilmu sakti Kebo iwa yang membuat seseorang bisa mempunyai tenaga raksasa. Sebaliknya Hajar Awu-Awu mewarisi seluruhnya. Demi mengingat-ingat penyebab terjadinya malapetaka yang menimpa Kebo Iwa, ia memakai nama Awu-Awu. Kama melapetaka itu terjadi, tatkala Majapahit diserbu raja negeri Awu-Awu. Dengan bermodal ilmu sakti Kebo Iwa, Hajar Awu-Awu sudah dapat merajai dunia. Ia malang-melintang tanpa tandingan sampai menemukan naskah Narantaka melalui tangan Wijayarajasa. Ia termakan oleh ilmu itu. Kalau saja, belum mengantongi tenaga saksi Kebo Iwa, seluruh tubuhnya bakal terbakar. Sekarang ia berusaha merampas naskah-naskah warisan Wijayarajasa. Bahkan Sapu Regol pernah dikirim ke lembah Utara Segara untuk merampas peti mati yan tergantung di atas pohon, karena mengira berisikan sebagian naskah Narantaka yang berada pada Nayaka Madu. Gagal merampas peti mati Nakaya Madu, ia mengalihkan perhatiannya kepada Wijayarajasa.. Ia percaya, Wijayarajasa yang terkenal pandai dan licih pasti sudah berhasil menghimpun seluruh naskah Narantaka. Kalau naskah itu bisa diperolehnya, dia akan dapat merebut kesehatannya kembali. Diah Mustika Perwita, Bandung Gumilar dan lain-lainnya, tentu saja tidak mengerti dengan jelas sebab-musababnya Hajar Awu-Awu lumpuh kedua kakinya. Yang diketahui, ketangguhan Hajar Awu-Awu terlalu hebat. Berada di atas pundak Sapu Regol, ia bertambah gagah. Dia bisa berputar-putar ke arah mana saja yang dikehendaki. Inipun atas jasa Sapu Regol pula yang bertindak sebagai seekor kuda. Rupanya dia sudah terlatih, sehingga dapat membaca kemauan majikannya. Wirawardhana dan Carangsari yang beradat panas, tidak gentar. Dengan berbareng mereka menangkis sabetan Hajar Awu-Awu. Suatu bentrokan nyaring yang memekakkan telinga Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengejurkan semua yang menyaksikan pertempuran itu. Hajar Awu-Awu bertenaga luar biasa kuatnya. Sebaliknya gabungan tenaga Wirawardhana dan Carangsari bisa juga mementalkan balik sehingga hampir saja memukul dahi Sapu Regol. Kesempatan itu tidak disia-siakan Diah Mustika Perwita. Ia tahu, senjata rantai membutuhkan jarak renggang untuk menghantam musuh. Sekarang sedang terpental balik akibat bentrokan dengan kedua pedang Wirawardhana dan Carangsari. Maka dengan kecepatan kilat Diah Mustika Perwita merangsak masuk ke dalam kalangan. Swandaka tidak mau ketinggalan. Dengan goloknya ia menyertai serbuan Diah Mustika Perwita. Dan Dandung Gumilar" Karena merasa langkahnya pendek karena bertubuh pendek kate, ia lebih tertarik membantu suami-isteri Wirawardhana. Setiap senjata rantai melanda menghantam sasaran, ia ikut menyabetkan ikat pinggangnya sambil menggubat. Dihantam oleh gabungan tenaga antara Wirawardhana dan Dandung Gumilar, Hajar Awu-Awu baru merasa bertempur dengan tenaga seimbang. Sebenarnya masih bisa ia mengatasi. Tetapi kena direcoki pedang Diah Mustika Perwita, Diah Carangsari dan Swandaka. Ketiga orang itu dapat menyerang dengan cepat dan saling menimpali. Merekapun dapat menyerang diri jarak dekat, karena rantainya perlu untuk digunakan menggempur balik serangan Wirawardhana dan Dandung Gumilar. Dengan begitu, ia jadi tidak leluasa lagi menggunakan senjata rantai yang membutuhkan jarak jauh. Setiap kali ia berusaha mengadakan serangan balik, pasti dipunahkan oleh tenaga gabungan mereka yang berlainan coraknya. Gerakan pedang Wirawardhana, Carangsari dan Diah Mustika Periwta berbeda, sehingga merupakan jurus yang beraneka warna. Lalu ditambah dengan tebasan golok Swandaka dan sabetan ikat peinggang Dandung Gumilar. Sebenarnya Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ merupakan sekumpulan jurus cakar kucing yang tak keruan-keruan. Tetapi justru demikian, membuat repot gerakan kaki si kuda Sapu Regol yang mengatur pertahanan dan perlawanan. Carangsari dan Diah Mustika Perwita yang cerdik segera mengetahui kelemahan pihak Hajar Awu-Awu. Terus saja mereka bedua mengarahkan serangannya kepada Sapu Regol. Dan yang diarah adalah kedua kakinya. Keruan saja, ia terpaksa meloncatloncat kesana kemari yang kadang-kala diseling dengan tendangan sia-sia. Karena harus meloncat-loncat dan menendang, ia mengacau rencana pertarungan majikannya. Ia jadi mendongkol bukan main. Terpaksa ia menggunakan kedua tangannya untuk bertahan, menangkis dan memukulkan arcanya. Akan tetapi arca andalanya lecet atau berlobang oleh tikaman pedang Wirawardhana, Carangsari, Diah Mustika Perwita dan golok Swandaka. "Regol, sudahlah !" bentak Hajar Awu-Awu dari atas pundaknya. " Menyingkir !" Oleh perintah majikannya, Sapu Regol segera bersiaga untuk ke luar gelanggang. Dan tepat pada saat itu, Hajar Awu-Awu menekan pundaknya. Tubuh Hajar Awu-Awu melesat ke udara sambil memutar rantainya. Ia sendiri menggulingkan diri ke luar dari gelanggang pertempuran. Karena sambil memutar rantainya, tubuh Hajar Awu-Awu rupanya akan turun dengan deras di atas tanah. Ternyata tidak demikian. Tangan kirinya dilancangkan ke bawah sebagai penjagang tubuhnya. Dalam keadaan masih saja memutar rantai mautnya, pelahan-lahan ia duduk bersila di atas tanah. Sekarang makin nampak jelas, bahwa kedua kakinya benar-benar lumpuh dan tidak dapat digerakkan sama sekali. Begitu duduk bersila, putaran rantainya makin gencar dan berperbawa. Bagaikan angin puyuh ia menyapu semua senjata lawannya yang merabu dirinya. Caranya berkelahi seperti yang dilakukan sebentar tadi sewaktu masih duduk di atas kursi. Tak dapat ia maju atau mundur lagi. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sapu Regolpun tidak dapat membantunya. Justru, begitu, Wirawardhana, Carangsari, Diah Mustika Perwita, Dandung Gumilar dan Swandaka tidak dapat mendekati, karena gerakan rantai mautnya yang terus-menerus berputar dengan membawa angin menderuderu. Sapu Rerol berdiri tidak begitu jauh dari majikannya. Siapa tahu, majikannya memberinya perintah mendadak. Tetapi melihat majikan mudanya masih kena dibekuk, ingin ia mendekati. Ia memeriksa senjata arcanya. Ia terperanjat. Arcanya ternyata cacat.. Kecuali berlobang terdapat pula rompalan sedikit. Ini suatu tanda, bahwa tenaga serangan Wirawardhana dan Dandung Gumilar mungkin berada di atas tenaganya sendiri. Kalau saja tidak bersenjata arca, tubuhnya yang malahan kena cincang. Memikir demikian, ia bergidik. Maka meskipun hatinya panas, tidak berani ia main melabrak kepada Kalengkan dan Imbar yang menjaga Tunjung Anom. Dalam pada itu, matahari mulai merangkak-rangkak tanpa suara tanpa berita. Tahutahu udara sudah terasa panas. Kalengkan mencuri pandang mendongak ke atas. Matahari sudah melewati atas kepala. Berarti pertempuran seru itu sudah berjalan sekian jam. Meskipun begitu, Wirawardhana dan teman-temannya belum juga dapat mengalahkan Hajar Awu-Awu. Bahkan tanda-tanda sebagai pemenangnya saja, tidak. Melihat kenyataan itu, ia jadi gelisah. Tetapi sebenarnya yang bergelisah tidak hanya dia seorang. Semuanya ikut gelisah, termasuk Wirawardhana, Carangsari, Diah Mustika Perwita, Dandung Gumilar dan Swandaka. Mereka berlimapun tidak tahu dengan pasti, kapan pertempuran itu akan selesai. Bagaimana dengan Galuhwati" Gadis ini semenjak tadi berdiri termenung-menung seorang diri. Memang ia tidak terlibat langsung memikirkan akhir pertempuran itu. Meskipun demikian, hatinya gelisah. Hanya saja yang digelisahkan masalah lain. Kelihatannya ada yang ditunggu-tunggu. Begitu maha penting Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ baginya, sehingga semuanya yang berlaku di depan matanya tidak merasuk dalam perhatiannya. Tiba-tiba ia seperti mendengar sesuatu sebagai tanda-tandanya. Ia mengangkat kepalanya dan berputar arah ke semua penjuru. "Kangmas?" ia menegas dengan berbisik. "Kau sumpali telingamu !" dengar suara bisikan halus lembut yang hanya didengarnya sendiri. Galuhwati bukan orang bodoh, namun belum memahami makna kata-kata itu. Apakah dia diperintahkan untuk tidak mendengarkan suara pertempuran dan bising medan laga" Selagi ia dalam keragu-raguan, tiba-tiba kedua telinganya terasa menjadi pengang. Apakah ini" Masih sempat ia mendengar suara seperti gaung. Akan tetapi lebih hebat, lebih dalam dan panjang. Tahu-tahu telinganya menjadi sakit. Maka cepat-cepat ia menutup dengan kedua ibu jarinya. Suara gaung yang mengalun itu, menghentikan pula mereka yang sedang bertempur. Bahkan Sapu Regol si raksasa roboh terguling seperti tergempur suatu gelombang yang dahsyat. Demikian pula Tunjung Anom yang tertawan. Hanya yang sedang bertempur seru itu saja yang dapat mempertahankan diri dengan berdiri tegak bagaikan arca yang tidak pandai bergerak. Sedang laskar lainnya, baik laskar Majapahit maupun Wengker, semua roboh terguling dan berkisar dari tempat beranjaknya. Ki Hajar Awu-Awu, berubah wajahnya. Sebagai orang yang berpengalaman, segara ia mengetahui apa sebabnya. Itulah suara alunan suara bergelombang yang membawa tenaga sakti dahsyat luar biasa. Siapa yang memiliki kekuatan begitu hebat" Justru dia memikirkan siapa dia, hatinya mendadak meringkas. Dan tepat pada saat itu, muncullah seorang pemuda setengah umur dari balik ketinggian. Seorang pemuda yang berpakaian sederhana, tetapi parasnya cakap bulan main. Dialah Pangeran Jayakusuma, kakak Galuhwati. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Munculnya Pangeran Jayakusuma di medan pertempuran itu, membawa kesan masingmasing yang berada. Sapu Regol kaget setengah mati. Ia pernah merasakan, betapa dahsyatnya tenaga sakti pemuda yang baru datang itu. Kehebatannya pernah dilaporkan kepada Hajar Awu-Awu. Tetapi malahan kena damprat sebagai laporan yang mengada-ada. Sebab bila apa yang dilaporkan itu benar, maka yang memiliki tenaga demikian dahsyat hanyalah makhluk yang bukan terdiri dari darah dan daging. Pastilah Dewa Perang yang turun dari Kahyangan, demikian ujar Hajar AwuAwu. Sekarang Hajar Awu-Awu dipertemukan sendiri dengan pemuda itu. Diam-diam ia mencuri pandang kepada kesan majikannya. Hajar Awu-Awu memang tidak percaya kepada laporan Sapu Regol. Kalau saja Sapu Regol bukan orang kepercayaannya sendiri yang diasuhnya semenjak kanak-kanak, pasti sudah digamparnya pulang pergi. Malahan dalam aturan kerperajuritan, bisa dihukum mati. Sebab memuji kehebatan lawan dapat mengecilkan hati teman sendiri. Tetapi gaung suara bergelombang yang menusuk telinganya sempat membuat pendengarannya pengang. Suatu kekuatan yang menyakiti dirinya merasuk sampai ke jantungnya. Kekuatan apa ini" Cepat-cepat ia menghimpun semua sisa himpunan tenaga saktinya. Untuk sementara ia dapat mempertahankan diri, namun tak urung tubuhnya tergoncang juga. Syukur, suara alunan gelombang tenaga sakti itu hanya sebentar saja. Kalau tidak, belum tentu dirinya dapat bertahan. Diah Mustika Perwita sudah dua kali mendengar gaung suara gelombang Pangeran Jayakusuma. Waktu yang mula-mula, ia dianjurkan menutup telinganya. Kali ini tidak sempat ia berbuat demikian, karena dalam keadaan bertempur sengit. Gelombang gaung suara itu tidak menyakitkan telinganya. Hanya saja sempat menghentikan gerakan tangannya, karena tiba-tiba dirinya terdorong mundur menjauhi lawan. Ia heran, apa sebab telinganya tidak perlu pengang. Apakah berkat mendapat tenaga Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sakti tambahan dari Ki Ageng Cakrabuwana" Menuruti kata hati, ingin saja ia lari menghampiri Pangeran Jayakusuma. Akan tetapi dia seorang gadis yang halus budipekertinya. Hati nuraninya tidak mengijinkan dirinya berbuat demikian. Lain halnya dengan Dandung Gumilar. Tiba-tiba saja ia merasa malu, karena tidak dapat merobohkan Hajar Awu-Awu dikerubut lima orang. Selamanya, ia mau menang sendiri. Dulu semasa masih menjadi salah seorang kepercayaan Nakaya Madu, tiada seorangpun yang dapat mengatasi kepandaiannya. Tetapi hidup ini ternyata maju terus. Ia merasa ketinggalan jauh bila dibandingkan dengan Hajar Awu-Awu. Tak dikehendaki sendiri ia menghela nafas. Carangsari yang mempunyai riwayatnya sendiri dengan Pangeran Jayakusuma, lantas saja berseru nyaring: "Tolol ! Kau membuat kita susah saja. Kenapa ikut-ikutan berada di sini?" Pangeran Jayakusuma tertawa lebar. Memang diantara teman-teman wanitanya, hanya Carangsari seorang yang memanggilnya si tolol. Lalu menjawab: "Yang Mulia, apakah engkau senang aku hidup sebagai burung dalam sangkar?" Setelah berkata demikian ia menghampiri Wirawardhana yang membungkuk hormat kepadanya. Sebab kecuali Pangeran Jayakusuma putera raja, terhadap pemuda itu ia banyak berhutang budi. Dimulai dari perkawinannya dengan Diah Carangsari sampai kedudukan Panglima Perang yang kini diperolehnya. "Wirawardhana, siapakah pemuda itu?" tuding Pangeran Jayakusuma kepada Swandaka yang bediri tegak bagaikan arca batu. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Diadalah salah seorang pengawal Ulupi, pangeran." sahut Dandung Gumilar. "Dialah wakil komandan pengawal yang terbunuh." "Ah, ya !" Pangeran Jayakusuma teringat. "Bagus ! Dia dapat mempertahankan diri. Tenaga daya tahannya, boleh juga. Siapa namanya?" "Dialah Swandaka, murid Dhadha Wacana dan Dhaha Walaka." "Siapa mereka" Aku ingin berkenalan." ujar Pangeran Jayakusuma. Kemudian kepada Diah Mustika Perwita: "Adik, kau bawa dia kemari !" Memang di antara mereka berlima, Swandaka yang terlemah. Meskipun demikian, ia dapat mempertahankan diri. Dibandingkan dengan Tunjung Anom yang berkepandaian jauh lebih tinggi, ia masih menang. Hal itu ada sebabnya, karena dia seroang perjaka. Terhadap Pangeran Jayakusuma, Swandaka merasa rendah diri. Ia kalah dalam segala halnya. Baik mengenai kepandaiannya maupun derajatnya. Maka tanpa menunggu perintah Diah Mustika Perwita, segera ia datang menghampiri. Setelah membungkuk hormat, segaraia berdiri menunggu perintah. Akan tetapi Pangeran Jayakusuma tidak sempat berbicara kepadanya, karena Carangsari telah mendahului. Kata puteri yang galak itu: "Eh, tolol ! Semenjak kapan engkau bergaya sebagai raja. Apakah kau benar-benar sudah bermaksud untuk menggantikan singgasana ayahandamu?" Pangeran Jayakusuma tertawa. Ia tahu, Carangsari sedang menggelitik hatinya. "Baiklah, tidak usaha kau jawab dulu !" ujar Diah Carangsari lagi. "Aku akan membereskan perkara iblis ini. Hai, Hajar Awu-Awu ! Sekarang kau mau berbicara apa?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Hajar Awu-Awu yang tetap menumparah di atas tanah menjawab dengan angkuh: "Kau menghendaki apa?" "Kau masih menghendaki anakmu atau tidak?" bentak Carangsari. Hajar Awu-Awu tertawa pelahan melalui dadanya. Menjawab: "Kau isteri seorang Panglima Majapahit yang termashur. Karena ingin mengalahkan aku sampai perlu main kerubut. Bagus ! Dan sekarang engkau hendak main paksa pula. Memang Laskar Kerajaan Majapahit terlalu bebal !" "Eh siluman tua !" bentak Carangsari. "Janganlah engkau berkepala besar. Siapakah yang takut kepadamu" Saat ini, aku lagi mengadakan tawar-menawar. Setelah itu, baru kita melanjutkan adu kepandaian." "Tawan-menawar tentang apa?" Hajiar Awu-Awu mengejek. "Kau merampas harta benda Wijayarajasa yang sudah jadi milik kerajaan. Bukankah engkau sengaja merampas harta itu demi kepentinganmu sendiri?" Mendengar ucapan Diah Carangsari, Hajar Awu-Awu tertawa lebar. Sahutnya: "Nyonya, tak kukira mulutmu besar juga. Harta benda yang kubawa ini adlah harta benda kami. Sama sekali tiada sangkut-pautnya dengan Kerajaan Majapahit. Rekan Wijayarajasa adalah guru anakku. Semenjak dulu kita saling tukar barang. Malahan seringkah beliau meminjam hak milikku, Sekarang beliau dalam kesukaran karena mempunyai urusan dengan kerajaan. Masalah itu, aku tidak ikut campur. Yang kuperlukan, aku harus menyelamatkan barang-barangku sebelum ikut terampas laskar yang menang perang. Apakah aku salah?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Alasan Hajar Awu-Awu terdengar masuk akal. Akan tetapi Carangsari seorang puteri yang cerdik dan selamanya menaruh prasangka terhadap siapapun yang bukan termasuk orangnya. Tetapi baru saja ia hendak membuka mulutnya, Swandaka mendahului. Kata pemuda itu: "Siluman tua ! Siapa yang mau percaya kepada lidahmu yang tidak bertulang" Siapapun tahu, kau sebenarnya mengharapkan dapat mengambil naskah-naskah tuanku Wijayarajasa, bukan?" Swandaka tidak berani menyebut nama Wijayarajasa dengan langsung, karena Wijayarasaja termasuk kakek Pangeran Jayakusuma, alias keluarga Sri Baginda Raja. "Eh, anak muda ! Kau tahu apa?" damprat Hajar Awu-Awu. "Kalau bukan begitu, kenapa kau menyuruh anjingmu memasuki lembah Untara Segara untuk merampas peti yang tergantung di tas pohon" Waktu itu, akulah yang menjaga peti itu." Mendengar ucapan Swandaka, Hajar Awu-Awu terhenyak sejenak. Lalu menjawab: "Baiklah, anggap saja ucapanmu benar. Tetapi salahkah tindakan seseorang untuk menolong diri" Selama ini belum pernah aku berurusan dengan kepentingan Majapahit. Malahan aku membantu sebisa-bisaku. Siapapun tahu, Nayaka Madu seorang pengkhianat besar terhadap kerajaan. Maka perlu aku ikut mengambil saham untuk merugikan dia. Apakah aku salah?" Dandung Gumilar yang sedikit banyak pernah menjadi orang kepercayaan Nayaka Madu tergelitik hatinya. Menimbrung: "Hai Hajar Awu-Awu ! Selama hidupmu engkau mempelajari Ilmu Sesat. Karena itu kau pandai mengarang cerita sesat yang bisa menyesatkan pendengaran orang. Hm ...... siapa mau percaya kata-katamu itu ! Kalau kau bisa merampas naskahnaskah Nayaka Madu, tentunya kau bakal mengangkat diri Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menjadi seorang raja, bukan" Kukira kau bakal jauh lebih jahat daripada Nayaka Madu. Sekaing kita semua sudah bisa menyaksikan. Sudah jelas anakmu itu semang laki-laki bongor. Tetapi engkau justru memanjakan. Malahan engkau berani menghina puteri Diah Carangsari yang sudah menjadi isteri Panglima Wirawardhana. Coba, kau bisa berkata apa lagi?" Semenjak Diah Carangsari berbicara dengan Hajar Awu-Awu, Pangeran Jayakusuma memperhatikan keadaan Hajar Awu-Awu. Sebagai seorang pemuda yang pintar luar biasa, segera ia dapat menebak sembilan bagian rahasia Hajar Awu-Awu begitu mendengar kata-kata Swandaka dan Dandung Gumilar. Terus saja ia berkata memotong: "Hajar Awu-Awu ! Apakah begitu namamu?" Sebenarnya, perhatian Hajar Awu-Awu memang kepada Pangeran Jayakusuma yang memiliki tenaga dahsyat. Begitu mendengar tegur sapanya, menjawab dengan suara dingin: "Betul, aku Hajar Awu-Awu. Apakah engkau yang bernama Pangeran Jayakusuma?" "Hai ! Kau mengenal namaku?" Pangeran Jayakusuma heran. "Hanya secara kebetulan, salah seorang pembantuku pernah terlempar masuk ke dalam sungai. Kalau saja tidak menerima kebaikanmu, pastilah dia sudah tidak bernapas lagi pada hari ini." "Ah !" Pangeran Jayakusuma tertawa. "Hari ini aku sungguh beruntung dapat bertatap muka dengan seorang besar yang kebetulan bernama Hajar Awu-Awu. Selamat, selamat !" Kemudian kepada Wirawardhana : "Antarkan anaknya kepadanya." Wirawardhana menoleh kepada Carangsari. Isterinya yang galak itu kelihatan tidak senang. Tetapi terhadap Pangeran Jayakusuma, dia bersedia tunduk. Katanya: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ - Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tolol ! Aku tahu, hatimu mulia. Tetapi engkau terlalu baik terhadap orang-orang seperti siluman tua itu". Pangeran Jayakusuma tertawa lebar. Sahutnya: "Ki Hajar Awu-Awu adalah seorang satria besar. Tidak mungkin dia sejahat Nayaka Madu." Carangsari mendengus. Teringat pemuda itu mulutnya kadangkala bisa jadi jahil, ia mau percaya ucapannya pasti menyembunyikan maksud tertentu. Menimbang demikian, segera ia melambaikan tangan memberi tanda pembebasan bagi Tunjung Anom. Kalengkan dan Imbar kemudian membebaskan Tunjung Anom setelah masing-masing menghadiahi tendangan dua kali. Keruan saja Tunjung Anom benci terhadap mereka berdua. Akan tetapi dia tidak berani berbuat sesuatu. Hanya pandang matanya saja yang kelihatan menyala. "Nah !" ujar Carangsari. "Anakmu sudah kembali kepadamu, sekarang silahkan........." Hajar Awu-Awu tertawa perlahan. Sahutnya dengan wajah berubah: "Kau bilang silahkan" Hm, artinya aku kau suruh mengangkat kaki?" "Tentu saja." jawab Carangsari cepat. "Bukankah anakmu sudah kembali" Artinya, kereta barang tu harus kau tinggalkan." Hajar Awu-Awu mendongakkan kepalanya. Sekali ia tertawa. Kali ini bahkan panjang sekali. Lalu berkat seolah-olah kepada dirinya sendiri: "Umurku sudah lanjut. Sungguh ! Baru kali ini ada seorang muda yang berani main perintah kepadaku. Memerintah padaku, berarti main paksa. Main paksa berarti berani menantang diriku. Apakah benar-benar engkau hendak menggertak aku?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Diah Carangsari adalah seorang wanita yang berhati panas. Semenjak gadis ia tida pernah takut dan gentar menghadapi ancaman apapun. Maka dengan wajah merah padam ia menyahut: "Oh begitu" Baiklah, maka terpaksa aku melayani kehendakmu". Hajar Awu-Awu mengibaskan rantainya sehingga berbunyi gemerincing. Pangeran Jayakusuma melihat macam senjatanya. Dia bersenjata rantai pula seperti dirinya. Ia merasa makin tertarik terhadap orang tua itu. Apalagi orang tua itu, lumpuh kedua kakinya. Bukankah nasibnya seperti dirinya, sewaktu kedua kakinya tertembus rantai Sirnagalu" "Kau boleh maju dengan suamimu !" tantang Hajar Awu-Awu. "Budak Nayaka Madu itupun boleh maju. Selebihnya kuharap menonton saja dari luar gelanggang." Hajar Awu-Awu sudah menetapkan pilihannya. Artinya, lain orang tidak boleh ikut mengeroyok. Kalau dipikir, memang sudah cukup adil. la seorang diri dan bersedia dikerbut tiga orang tangguh. Meskipun demikian, Swandaka jadi gelisah. Wirawardhana, Carangsari dan Dandung Gumilar memang orang-orang yang tinggi kepandaiannya. Malahan jauh berada diatasnya. Akan tetapi belum tentu mereka bertiga bisa mengalahkan Hajar Awu-Awu. Kalau Hajar Awu-Awu sudi kiranya dikerubut tiga orang, tentunya sudah memperoleh perhitungan yang tepat. Dia akan dapat merobohkan mereka bertiga. Karena memikir demikian, ia berpaling kepada Diah Mustika Perwita untuk memperoleh kesannya. Gadis itupun sebenarnya berpikir demikian pula. Akan tetapi Diah Mustika Perwita adalah seorang gadis yang halus budinya. Di dalam kegelisahannya, ia masih percaya kepada hadirnya Pangeran Jayakusuma. Pengeran Jayakusuma yang berkepandaian tinggi itu, pasti tidakkan tinggal diam bila mereka bertiga dalam bahaya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Demikianlah, keempat orang itu lantas saja bertempur dengan serunya. Diah Carangsari yang berhati panas merangsak maju. Tetapi pedangnya kena tersapu rantai Hajar Awu-Awu. Dia terhuyung mundur. Cepat sekali, Wirawardhana menggempurkan pedangnya yang segara dibantu oleh sabetan ikat pinggang Dandung Gumilar. Suatu bentrokan senjata tidak terelakkan lagi. Ketiga-tiganya memiliki himpunan tenaga yang kuat. Maka suara bentrokan senjata itu menerbitkan suara gemerincing nyaring. Carangsari segera melompat maju. Dengan demikian, Hajar Awu-Awu kena terkurung rapat. Akan tetapi baik Wirawardhana maupun Dandung Gumilar sudah mengenal kepandaian Hajar Awu-Awu. Tidak berani mereka berdua terlalu merangsak. Carangsari kecewa melihat sikap suaminya. Ia jadi tidak sabaran lagi. Lagi-lagi ia merangsak maju. Tetapi baru tiga kali menyerang, ia terhuyung mundur lagi. Hampir-hampir ia terhantam rantai Hajar Awu-Awu yang memental balik. -o0~Dewi.KZ~0o- MAKIN DIPERHATIKAN, Pangeran Jayakusuma teringat pengalamannya sendiri. Dulu diapun bersenjata rantai panjang seperti Hajar AwuAwu. Dengan membawa-bawa jenasah Ki Ageng Mijil Pinilih, ia bertemput mempertahankan diri dikerubut beberapa orang sakti. Di antara mereka terdapat Dandung Gumilar pula yang kini ikut serta mengkerubutkan Hajar Awu-Awu. Diapun dulu tidak berani beranjak dari tempat demi melindungi Ki Ageng Mijil Pinilih. Ki Hajar Awu-Awu juga tidak dapat beranjak dari tempatnya, karena kedua kakinya lumpuh. Pada hakekatnya, keadaannya sama dengan dirinya dulu. Dan teringat hal itu, hati Pangeran Jayakusuma yang sebenarnya berperasaan halus, menjadi iba. Akan tetapi menyaksikan ketangguhannya, belum tentu Wirawardhana, Carangsari dan Dandung Gumilar dapat merobohkannya. Dalam hal ini, di pihak Wirawardhana, Carangsari dan Dandung Gumilar yang lemah. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Carangsari meskipun berkepandaian tinggi, tenaganya tidaklah sehebat Wirawardhana. Dalam suatu pertempuran jarak panjang, lambat-laun akan kehabisan tenaga. Tiada bedanya dengan seorang petinju yang harus menguras tenaga dalam limabelas ronde. Sebaliknya, Dandung Gumilar sudah kehilangan senjata andalannya. Itulah tongkat mustikanya yang ditakuti lawan dan kawan. Kini ia hanya bersenjata ikat pinggang. Meskipun hebat perbawanya, namun tidak dapat berbuat banyak. Wirawardhana terperanjat melihat isterinya mundur terhuyung terkena rantai Hajar Awu-Awu yang terpental balik. Memang ia tahu, tenaga isterinya tidaklah sekuat dirinya. Pikirnya : "Tenaga Carangsari berada dibawahku, namun ia tidak takut. Mengapa aku tidak" Biarlah aku mengadu jiwa, agar dia tidak memandang diriku rendah." Wirawardhana bukan penakut. Tetapi bukan seperti Carangsari yang bertindak menuruti kata hati saja. Sebagai seorang panglima, ia bertindak dengan menggunakan pikiran. Ia tahu, Hajar Awu-Awu bertenaga kuat bagaikan seekor gajah. Dia harus memperhitungkan dulu sebelum melancarkan serangan tertentu. Namun setelah melihat sikap isterinya terhadap lawan, ia merasa rak enak sendiri. Langsung saja ia menyingkirkan perhitunganperhitungannya tertentu. Terus saja ia melabrak maju. Semenjak Wirawardhana bergaul dengan Pangeran Jayakusuma kepandaiannya maju pesat. Atas petunjukpetunjuknya, ilmu pedangnya kini sudah termasuk kelas satu. Apalagi setelah ikut serta mempelajari ilmu pedang Carangsari yang sedikit banyak sudah pernah menerima pelajaran dari Ki Ageng Cakrabuana. Dibandingkan dengan Carangsari sendiri, kepandaiannya berada di atasnya, berkat menang tenaga. Demikianlah begitu ia melabrak maju, pertempuran jadi seimbang. Dengan sungguhsungguh ia mengerahkan seluruh kepandaiannya. Meskipun masih kalah tenaga dibandingkan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dengan Hajar Awu-Awu, tetapi kini karena tidak takut lagi apalagi bisa bekerjasama dengan isterinya, walaupun tidak menang juga tidak akan kalah. Sementara itu, pertempuran yang sempat kena gempuran suara bergelombang Pangeran Jayakusuma dan menyaksikan pertempuran antara Hajar Awu-Awu melawan tiga musuhnya, terhenti semuanya. Semua pandang mata mengarah ke gelanggang pertarungan. Seketika itu juga, suasananya jadi sunyi lengang. Hanya angin menderu-deru akibat gerakan senjata Hajar Awu-Awu berempat yang mengisi kesenyapan itu. Kadang-kadang terdengar suara bentrikan rantai dan pedang Wirawardhana dan Carangsari. Lalu terlihat letikan api dan senjata mereka membersitkan cahaya kemilau yang sekali-kali menyilaukan mata. Jodoh Si Mata Keranjang 12 Pendekar Kembar 6 Cumbuan Menjelang Ajal Rahasia Kalung Permata Hijau 1

Cari Blog Ini