Bocah Sakti 10
Bocah Sakti Karya Wang Yu Bagian 10 ibu hanyalah membukai pintu, selesai " kata Teng Kian, sang adik, "sstt Jangan omong keras-keras- Di dalam ada tamu-" kata sang ibu. "Tamu siapa " Pakai terima tamu segala " menggerutu Teng Co, seaya hendak berjalan masuk tetapi dicegah oleh adiknya Teng Kian sambil berkata, "Kita intip saja siapa tamu itu" Mereka mengintip di balik tirai yang memisahkan dua ruangan, depan dan tengah- Bwee Hiang di ruangan tengah sedang bercakap-cakap dengan tuan rumahKapan mereka lihat siapa yang berada di dalam, hampir berbareng mereka mundur setindak dan saling pandang hingga sang ibu menjadi heran. "Kalian kenapa ?" tanya ibunya, tidak mengerti akan kelakuan dua anaknya. "sstt " Teng co tempelkan jari di mulutnya, sekarang ia yang memberi tanda pada sang ibu agar jangan omong keras-keras. "Memangnya kenapa ?" tanya lagi sang ibu perlahan. "Nona itu adalah nona yang semalam menghajar kami orang dari sip sam siao mo-" jawab Teng co perlahan, hampir berbisik, "Aku kuatir dikenali dia, bisa runyam " sang ibu terkejut, Ia bertanya, "Apa kalian berdua juga turut mengeroyok ?" Teng Co dan Teng Kian manggut berbareng. " Celaka " seru sang ibu perlahan. "Dengan berapa orang kalian mengeroyok?" "Delapan orang, malah Citko binasa ditangannya " sahut Teng Kian. Nyonya rumah menggigil badannya, Ia ketakutan, dalam hatinya mengira kedatangan si nona tentu mencari dua anaknya. Mungkin akan dibinasakan "Ai, kenapa kalian ikut-ikutan ?" menyesalkan si nyonya. "Bagaimana tidak ikut-ikutan kalau perintah toako "jawab Teng co- Nyonya rumah tak sempat bicara karena matanya berkacakaca. Ia sedih akan kelakuan anak-anaknya. Pikirnya, apakah kedatangan Bwee Hiang seperti apa yang dimaksudkan oleh suaminya tadi, bahwa anak-anaknya bakal menemui bencana " "twako, mari kita keluar lagi " ajak Teng Co pada saudara mudanya. "Nanti dulu." sahut Teng Kian. "semalam kita mengeroyok dia pakai topeng, kalau kita ketemu dia sekarang, mana dapat dikenali ?" "Ah, aku takut dikenali." kata Teng Co, jeri ia untuk masuk ke dalam. "Tidak. coba mari ikut aku " mengajak Teng Kian, yang ternyata ada jauh lebih tabah dari sang kakak- Karena begitu ia habis mengucapkan kata-katanya lantas membuka tirai dan berjalan masuk- Teng Co kepaksa mengikuti di belakangnya. Di depan sang ayah, dua anak itu memberi hormat dan menanyakan kesehatannya hingga Leng cu menjadi melengak keheranan sebab tidak biasanya dua anak itu berlaku demikian. Diam-diam ia jadi girang, dua anaknya itu bisa unjuk kelakuan sopan di depannya sang tetamu, Ia berkata pada dua anaknya, "Heeiii, kalian memberi hormat pada cici ini yang kebetulan mampir dalam rumah kita." Teng Kian dan Teng Co menurut, yang mana dibalas oleh si nona dengan semestinya. Bwee Hiang sudah termasuk gadis Kangouw, tidak kikukkikuk lagi menghadapi dua pemuda itu, malah ia belaga pilon atau seakan-akan ia baru ketemu dengan mereka. Hanya sebentaran Teng Co dan Teng Kian pasang omong, la lalu permisi meninggalkan tamunya dengan alasan ada urusan yang harus dibereskan. Mereka menganggap si nona sudah kena dikibuli, tidak mengenali mereka. "Nah, aku bilang juga apa ?" kata Teng Kian ketika mereka sudah berada berduaan dalam kamarnya. "Tentu dia tidak mengenali kita, sebab kita mengenakan topeng semalam." "Coba kita ngeloyor keluar, tentu akan menerbitkan kecurigaan." "Kau benar, bisa memikir panjang, Pweko (kakak ke-8")-" kata Teng Co- "siko (kakak ke-4) suka gampang mundur saja sihSelamanya kita tak dapat mengerjakan urusan besar dan mendapat pujian dari toako" kata Pweko alias Teng Kian dengan bangga barusan dipuji sang engko "Kau bilang urusan besar, apa maksudmu dengan kata-kata itu ?" tanya siko "Haha, kalau kita dapat mempersembahkan dia untuk toako, bukan itu suatu perbuatan yang besar yang kita sudah lakukan?" "Dia begitu lihai, mana bisa kita berdua dapat menggempurnya ?" "ah, kau benar-benar sangat tolol. Kalau kita terangterangan berkelahi dengannya, sama saja dua ketimun ketemu duren. Tentu tidak bakal menang Tapi kita haru menggunakan akal untuk menangkapnya, hahaha " siko menjadi heran melihat tingkah laku adiknya, Ia lalu menanya akal apa yang akan diandalkan untuk menangkap Bwee Hiang. "Mari aku kasih tahu." sahut si adik denagn bangga, siko mendekati adiknya yang lalu berbisik di telinganya. "Ah, kau benar-benar jempol " memuji siko seraya acungkan jempolnya. setelah berunding, kakak beradik itu lantas masuk tidur. Hulah kerjanya anggota 'Sip sam siao mo', siang dipakai malam, malam dipakai siang, jadi terbalik menggunakan tempo seperti dengan orang-orang biasa. Di lain ruangan, tampak Bwee Hiang enak-enak saja ngobrol dengan Leng cu dan nyonya rumah- Kalau sang suami kelihatan gembira kongkouw dalam hal ilmu silat dengan Bwee Hiang, adalah sang istri kelihatan murung sajaLeng cu mengira istrinya mendongkol pada dua anaknya, maka ia tidak menanyakan sebab apa kemurungannya itu. Akan tetapi Bwee Hiang diam-diam sudah tahu kekesalan nyonya rumah yang merasa kuatir akan keselamatan dua putranya, si gadis yang lihai pendengarannya sudah dapat menangkap pembicaraan mereka dibalik tirai tadiMula-mula ia lihat nyonya rumah sangat gembira melayani ia bicara, itu sebelum anak-anaknya pulang. Akan tetapi sesudah anak-anaknya ada di rumah, kelihatannya nyonya rumah berubah sikapnya seperti sedang berduka. Tapi, untuk itu, si nona belaga pilon. "Aku masih merasa letih." tiba-tiba Bwee Hiang berkata. "Bagaimana kalau aku malam ini menginap semalam disiniApa kalian tidak keberatan ?" Nyonya rumah diam, tapi Leng cu lantas menjawab, "Tidak, tidak, malah kita senang sekali kalau nona tidak mencela rumah kami yang buruk ini-" Nyonya rumah melengak- ia melengak terkejut- Pikirnya, si nona menginap dalam rumahnya, apakah hendak melakukan pembunuhan atas mereka serumah diwaktu malam" oh, sungguh ngeri sekali kalau sampai ada kejadian demikian. Ia sebisa-bisanya tindak perasaan takutnya, tampak mulutnya tersenyum ramah dipaksakan hingga Bwee Hiang dlam-diam merasa geli dalam hatinya. "Nah, aku sudah makan cukup hidangan kalian. Aku akan pergi dulu dan sebentar sore aku balik untuk menginap disini-" kataBwee Hiang tiba-tiba permisi berlalu. "Kau hendak kemana, nona ?" tanya Leng cu. "Aku hendak cari tahu dimana letaknya dusun suyangtin." sahut si nona. "Baiklah kalau begitu." kata Leng cu. "Beberapa lie dari sini, kau akan ketemu beberapa rumah yang juga penghuni-penghuninya adalah memburu binatang seperti aku. Kau tanyakan saja disana, barangkali saja mereka tahu." "Terima kasih, paman. Nah, bibi, saya permisi dulu " kata Bwee Hiang seraya bangkit dari duduknya dan bertindak keluar dari rumah diantar oleh nyonya rumah dan tuan rumah. setelah si nona pergi dan tidak kelihatan bayangannya lagi, Leng cu menanya pada istrinya, "Aku lihat kau hilang kegembiraan terhadap si nona. Apakah kau tidak senang kepadanya " Tidak biasanya kulihat kau perlakukan tamu macam begini-" "Aku bukannya tidak senang." jawab sang istri. "Dia itu adalah algojo yang akan membasmi kita serumah, kau tahu ?" "Hah " Leng cu terkejut bukan main. "siapa bilang " Dari mana kau tahu ?" sang istri lalu cerita apa yang ia dengar dari dua anaknya, bahwa si nona semalam sudah menghajar kawanan 'Sip sam siao mo' kocar kacir. "Aku menduga kedatangannya si nona itu adalah alamat bencana bagi kita sekeluarga." kata sang istri, tubuhnya menggigil. "Bagaimana baiknya sih, uh, uh, uh-..." ia menangis sedih dan ketakutan. Jangan ketakutan dulu." membujuk sang suami. "Apa sudah jelas niatnya itu " Memangnya dia sudah mengenali bahwa anak-anak kita anggota kumpulan brengsek itu " Belum pasti duduknya soal sudah menangis ketakutan " (Bersambung) Jilid 10 Nyonya rumah rupanya anggap kata-kata suaminya beralasan, maka perlahan-lahan nangisnya berhenti. Lalu berkata, "Biar pun begitu, kita harus sedia payung sebelum hujan. Kita harus cari akal supaya kita lolos dari bencana " "Dasar anak-anak kita yang membawa sial, maka kita jadi menghadapi kesulitan ini." "Sekarang sudah terjadi begini, kau masih mau sesalkan anak-anak kita ?" Leng Cu membungkam. "Memangnya kau sudah tidak punya otak untuk mencari pikiran baik ?" kata nyonya rumah ketika melihat suaminya membisu seribu bahasa. "He hehe," ketawa Leng Cu. "Sekarang begini saja. Sebentar sore si nona akan balik untuk menginap di rumah kita. Nah, saat aku benah-benahku dan apa yang perlu supaya datang sudah beres tempat tidur untuknya. Kita nanti lihat, bagaimana sikapnya terhadap kita. Kalau melihat gelagat baik, tidak apa. Tapi kalau sebaliknya, tidak ada salahnya kalau kita berdua berlutut minta ampun kepadanya." Nyonya rumah tidak berkata-kata lagi. Ia sudah lantas ngeloyor tinggalkan suaminya untuk menyiapkan kamar bagi si nona. Bwee Hiang keluar hari itu telah mencari keterangan halnya Sip sam siao mo. Dari keterangan yang dikumpul, ia dapat kenyataan bahwa 'Sip sam siao mo' sangat sewenang-wenang dalam sepak terjangnya. Bukan sedikit yang dibikin susah olehnya. Malah ada beberapa penduduk yang punya gadisgadis cantik parasnya sudah diculik. Kabar halnya gadis-aadis diculik yang membuat si nona amat gusar dan menimbulkan keinginan untuk membasmi 'Sip sam siao mo', guna membebaskan penduduk dari gangguannya. Ketika cuaca mulai remang-remang gelap, tampak Bwee Hiang pulang ke rumahnya Leng Cu, disambut Leng Cu suami istri dengan ramah- Mereka tidak nampakkan perubahan apaapa wajahnya, malah nyonya Leng Cu yang Bwee Hiang lihat paling belakangan ada murung, kini ia lihat dalam gembira. senang Bwee Hiang ketika nampak ia sudah disediakan tempat yang serba bersih untuk melewatkan sang malam dalam rumahnya Leng Cu. "Bagaimana, apa sudah dapat keterangan dimana letaknya suyangtin ?" tanya Lengcu pada Bwee Hiang sambil ketawa. "Menyesal, tidak seorang pun yang tahu letaknya." sahut si nona. sebentar lagi Bwee Hiang dijamu makan sekedarnya, tapi si nona menolak- Katanya ia sudah kenyang makan diluaran. Tuan dan nyonya rumah tidak memaksa, mereka lantas makan berduaan saja. Bwee Hiang heran melihat mereka makan berduaan saja, kemana perginya dua anaknya " Maka ia lalu menanya, "Bibi, kemana anak-anakmu " Kenapa tidak diajak makan bersama ?" "oo, mereka ada urusun diluaran. Mungkin besok pagi baru kembali. Mereka sangat repot dengan pekerjaannya yang baru rupanya." sahut nyonya rumahBwee Hiang bersenyum- Ia tidak menanyakan lebih jauh, hanya ia berkata. "Aku sangat lelah- Maafkan aku, aku ingin masuk tidur lebih dahulu " Bwee Hiang berkata sambil kakinya melangkah ke sebuah kamar yang hanya teraling oleh kain panjang yang merupakan tirai. sang malam pun sudah bertambah larut hingga kedengaran suara ngeros Bwee Hiang yang kecapaian rupanya. Tuan dan nyonya rumah pun sudah pada masuk setelah mereka bercakap-cakap sebentaran. Dalam kesunyian sang malam, tiba-tiba tirai yang menghalangi ruangan Bwee Hiang tidur pelan-pelan telah tersingkap. Di lain detik dua orang sudah berdiri dekat pembaringan memandang pada si nona yang tidur telentang. si nona tidur dengan tidak tukar pakaian, pedangnya juga tetap tersoren di pinggangnya. Melihat itu, kedua orang itu menjadi seram juga. sebaliknya, melihat si nona tidur pulas dengan mulut menyungging senyuman dan wajahnya yang cantik menarik, membuat jantungnya mereka berdebaran. "siko, sayang amat gadis begini cantik dikorbankan untuk toako kita yang sangat kasar." kedengaran seorang berbisik, tiada lain adalah suara Pweko-siko tidak menyahut, ia hanya angguk-anggukan Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kepalanya- Matanya terus mengawasi parasnya Bwee Hiang. "ya, apa mau dikata, kita sudah janjikan. Masa kita tarik pulang janji kita ?" sahut siko kemudian. "sekarang bagaimana kita bawa dia kesana ?" tanya pweko "Kita ringkus saja. Dia toh sudah tidak berdaya kena pengaruh asap hio pulas kita yang mujarab. Paling sedikit dia akan kepulesan satu jam lamanya. Kita tentu sudah sampai disana. Apalagi toako janjikan mau kirim kereta untuk menyambut kita dalam perjalanan." "Begitupun bagus." sahut Pweko "Mari kita mulai kerja " Pweko berkata sambil ulur tangannya memengang lengan si nona yang halus untuk dikasih duduk dan ditelikung kedua tangannya. "Nanti dulu Pweko " kata siko ketika melihat si nona sudah dikasih duduk dan mulai hendak ditelikung kedua tangannya, sambil berkata siko mendekati si nona, memandang paras orang dari dekat. Bau harum telah menusuk hidungnya hingga napsu birahi dari anak muda yang sedang galaknya tak tertahankan, mukanya nyelonong dengan tiba-tiba hendak mencium bibir yang merah semringah itu 'cuh ' tiba-tiba ludah kental melesat dari mulut Bwee Hiang mengarah mata kirinya si bangor hingga siko berteriak mengaduh dan tangannya menekap matanya yang kesakitan. Belum sempat mulutnya dibuka untuk memaki, kembali suara 'cuh' terdengar lagi dan mata kanannya kini yang kesakitan dan siko menjadi buta oleh karenanya. Kedua tangannya serabutan untuk mencari pegangan, sebelum pegangan dapat dipegang, ia merasa dadanya sesak kena dihantam sepatunya Bwee Hiang. Ia roboh terpelanting dan tidak bangun lagi. Kemana Pweko, kok diam saja " Kiranya ia sudah terlebih dulu roboh kena ditotok jalan darahnya bagian dada (Ubunhiat). Pweko roboh tak berdaya masih mending, tidak cacat, sedang kakaknya (siko) roboh dengan kedua matanya buta kena diludahi si nona yang disemprotkan dengan IwekangCepat si nona bangkit ketika melihat dua orang sudah menjadi korban totokannya. Baru ia melangkah melewati tirai, ia dihadang oleh dua orang yang tengah berlutut hingga ia menjadi terkejut. Kiranya yang berlutut itu tiada lain adalah tuan dan nyonya rumah- Bwee Hiang lihat nyonya rumah bercucuran air matanya, sedangkan suaminya matanya berkaca-kaca ketika memandang ke arahnya. "Liehiap." kata Leng Cu dengan suara parau. "Kami berdua suami istri menyerahkan diri untuk menerima hukuman atas perbuatan dua anak kami yang durhaka " "Hehehe, terima salah ?" kata Bwee Hiang. "Kalian bersekongkol untuk menyusahkan nonamu, ya " Bagus, bagus perbuatan kalian." Bwee Hiang sudah memperhitungkan akan kejadian malam itu- Ia menggeros tidur hanya pura-pura saja, sementara ia sudah menelan pil pemunah obat pulas pengasi Lo In hingga asap hio pulasnya Pweko yang mujarab tidak mempan. Lo In sengaja bekali si nona pil pemunah obat pulas itu sebab ia kuatir Bwee Hiang pada suatu ketika psti akan mengalami kesulitan dari orang jahat dalam perantauannya karena dalam setiap rumah penginapan mereka tidur terpisah hingga si bocah tak dapat melindunginya. Bwee Hiang percaya penuh akan nasehat guru ciliknya. Maka setiap ia masuk tidur, ia selalu menelan satu pil untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diingini-Kejadian barusan itu adalah satu pengalaman, yang membuktikan kebenaran nasehat Lo In itu hingga si nona diam-diam bersyukur pada guru ciliknya itu. Lo In masih kecil, belum ada pengalaman dalam dunia Kangouw. Tapi soal itu ia dapat keterangan dari Liok sinshe yang spesial menasehatkan di dalam perantauan jangan melupakan pil mujizat itu. Tempo hari, kebasan Kim Coa siancu dengan setangannya tidak akan mempan bila si bocah sudah menelan pil anti yang mutajab itu. Mendengar teguran Bwee Hiang, Leng cu suami istri jadi gemetaran. "Lantaran takut dengan ancaman Toako dari 'Sip sam siao mo', akan membunuh mati sekeluarga kalau kami tidak menurut perintahnya, maka kami menjadi takut sehingga terpaksa kami membuat kesulitan pada nona. si Co dan si Kian menggunakan obat tidur atas perintahnya toako dengan ancaman dibunuh mati kalau mereka tidak dapat menangkap Liehiap- sekarang kejadian sudah begii, kami pun tidak perlu kabur untuk menyelamatkan diri kami yang berdosa. Nah, hunuslah pedang Liehiap dan tebaskan pada leher kami suami istri yang tidak beruntung....." Demikian Leng cu menerangkan di depan Bwee Hiang sambil berlinang-linang air mata, sedang istirnya menangis tersedu-sedu. Leng cu berkata bahwa obat pules yang digunakan itu atas titahnya toako, sebenarnya dusta sebab itu atas usaha anaknya si Teng Kian. Bwee Hiang merasa kasihan pada suami istri itu. Ia percaya mereka memang tidak jahat, sebagaimana ia dapat dengar dari percakapan mereka ketika ia mau masuk ke rumahnya Leng cu. "Liehiap, lekaslah habiskan jiwa kamiJ angan tunggutunggu lagi." kata Leng cu ketika ia melihat si nona tinggal menjublek. Bwee Hiang sudah membuka mulut hendak berkata, tibatiba terdengar pintu rumah digedor dengan kasar dari sebelah luar. Tuan dan nyonya rumah tidak bergerak meskipun gedoran pada pintu makin lama makin keras, hingga suaranya rumah mau roboh-Mereka tahu bahwa yang datang itu adalah kawanan 'sip sam siao mo'. " Lekas buka " perintah Bwee Hiang pada nyonya rumah yang biasanya tukang buka pintu, setelah mendengar perintah, baru ia bangkit dari berlututnya dan lari menghampiri pintu yang hampir terbuka karena gedoran makin hebatTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ segera lima orang sudah menerobos ke dalam- Mereka pada mengenakan topeng dengan golok terhunus di tangan masing-masing. "Mana siko dan Pweko " Kenapa mereka terlambat mengantar orang ke sana ?" tanya satu diantaranya kepada nyonya rumah- "Mereka, mereka- - ada di....." nyonya rumah terputus-putus bicaranya hingga orang yang menanya tadijadi marah"Mereka, mereka apa ?" bentaknya, kakinya pun berbareng melayang menendang nyonya rumah hingga jatuh tersungkur ke kolong meja- "Hahaha, hahaha " tertawa orang kejam itu, setelah menendang nyonya rumah hingga masuk ke kolong mejasebelum ia berhenti ketawa, tiba-tiba ia merasakan lehernya dingin-Cepat ia menoleh- Tampak olehnya seorang dara jelita sedang tersenyum ke arahnya dengan pedang ditempelkan pada lehernya- Kagetnya bukan main, hingga seorang kejam mendadak merasa lemas-Kiranya penyebab rasa dingin tadi adalah pedang yang menempel di lehernyaIa melirik pada kawan-kawannya, entah sejak kapan kawan-kawannya sudah roboh di sana sini hingga ia seorang yang masih ketinggalan untuk menghadapi kematian. yang tadinya begitu gagah berani, main hantam dan main tendang, sekarang orang itu berubah menjadi pengecut yang ketakutan. Tak tahan lututnya lemas, maka ia terkulai mendeprok- Tapi ujung pedang Bwee Hiang masih mengikuti terus dilehernya. Dengan satu sontekan ujung pedang, topeng orang itu sobek dan wajahnya lantas kelihatan pucat ketakutan, Ia ternyata seorang pemuda belum masuk 20 tahun, dengan suara gemetar ia berkata, " Ampun Liehiap, ampunkanjiwa semutku. Aku masih punya dua adik dan dua orang tua yang harus kurawat. Kalau aku dibunuh, siapa yang akan merawat mereka " oh, ampun" Tidak senang Bwee Hiang terhadap pemuda yang begitu pengecut. Akan tetapi mendengar kata-katanya bahwa ia mempunyai banyak tanggung jawab di rumah, maka mau tak mau si nona merasa kasihan juga. "Untuk mengampuni jiwamu tidak sudah asal kaujawab dengan betul pertanyaanku." kata Bwee Hiang seraya ujung pedangnya digores-goreskan pada leher orang. "Katakan, Liehiap mau menanya apa ?" sahut orang itu sangat ketakutan. "Pertama kutanya, siapa nama pemimpinmu ?" "Toako yang Liehiap maksudkan ?" "ya, lekas sebutkan " "Dia she Coa bernama Pang.... Aiyoo - " Terputus bicara orang itu, tubuhnya terkulai dengan kepala pecah dihantam senjata gelap yang berupa peluru besi yang menyambar dari jendela mengarah tepat dijidatnya. membuat ia roboh tidak bangun lagi. Dengan gerakan 'yan cu coan lim' atau 'Burung walet terbang masuk hutan'. Bwee Hiang enjot tubuhnya, melesat molos dari jendela. Meskipun demikian gesit, ia masih terlambat sebab orang yang melepas senjata gelap itu sudah lari kira-kira beberapa tombak di sana. si nona penasaran dan lantas gerakan kakinya menguber. Dalam kegelapan malam, tampak dua orang saling kejar. Mengejar sudah beberapa lama, Bwee Hoang masih belum dapat menyandak orang itu, yang masih lari di sebelah depannya, Ia merasa bahwa ilmu entengi tubuhnya hanya berimbang dengan orang yang dikejarnya, maka hati si nona menjadi cemas. selagi sangsi untuk mengejar terus, tiba-tiba ia rasakan badannya melayang. Kiranya ia telah menginjak lubang jebakan yang dalam, Bwee Hiang terjatuh ke dalamnya. Tapi si nona lihai. Begitu kakinya menginjak dasar lubang, sudah enjot tubuhnya membal lagi. Cuma sayang lubang itu terlalu dalam hingga si nona terpaksa harus jatuh pula ke dalam lubang, tak dapat ia mencapai pinggiran lubang untuk menolong dirinya. Baru sekarang si nona menjadi kaget dan kuatir. Dalam lubang keadaan sangat gelap dan baunya tidak enak hingga Bwee Hiang hampir muntah-muntah, kalau tidak keburu ambil setangan untuk menekap lubang hidungnya. "Hahaha " terdengar orang tertawa di sebelah atas. Kemudian disambung dengan kata-kata, "Mau tahu nama toako dari 'sip sam siao mo' tidak sukarAsal kau bersedia untuk menjadi isterinya yang tercinta " Bwee Hiang sangat mendongkol, tapi ia tak berdaya. "Bagaimana, nona manis " Apa kau jadi istriku atau mati dipendam hidup, hidup dalam lubang ini " Hayo, lekas pilih Aku tidak banyak tempo disini " Bwee Hiang sudah mau membuka mulutnya untuk mencaci maki, tapi kata-katanya urung dikeluarkan karena ia ingat satu akal. Ia hanya dia terus, pura-pura jatuh pingsan kejeblos dalam lubang jebakan sehingga kemungkinan toako akan mengirim orang ke dasar lubang untuk cari tahu dirinyaDisitulah ia akan mendapat kesempatan untuk menolong dirinya yang sudah tidak berdayaToako sudah berteriak-teriak keras tetap tidak ada jawaban dari dalam lubang- Pikir toako, si nona mesti mendapat halangan apa-apa, kalau tidak jatuh pingsan. Benar tepat perhitungan si nona sebab tidak lama lagi ia dapat lihat dua orang dikerek turun dengan membawa obor. Mereka yang dikirim ke dalam lubang itu adalah Ngoko dan Lakko (nomor 5 dan nomor 6), sebab Lakko tidak berani turun sendiri Ia minta supaya Ngoko temaninya. Ketika mereka mencapai dasar lubang, dari penerangan obor mereka lihat si nona tengah terlentang pingsan. "Betul dugaan Toako, anak ayam ini sedang tidur nyenyak disini-" berkata Lakko"Huss, jangan banyak cakap- Lekas bekerja " sahut Ngoko Lakko segera turun dari keranjang kerekan, menghampiri si nona yang tidak berkutik, obor ia dekati pada wajah si nona untuk memandang paras Bwee Hiang yang cantik jelita. "Ah, nona begini manis, sayang betul jadi korbannya toako kita yang kasar" ia menggumam perlahan tapi terdengar tegas di telinganya Ngoko "Apa yang kau lakukan " Lekas angkat dia " kata Ngoko yang tidak memberi kesempatan Lakko Lakko cepat memondong si nona. Di lain saat mereka bertiga sudah berada di atas pula. Ketika Lakko mau meletakkan si nona di atas rumput, tiba-tiba toako berkata, "Mari, kasih aku yang pondong " Lakko serahkan tubuh si nona di tangan sang pemimpin. "Mari kita pulang " kata toako yang segera di dahului oleh kakinya bergerak sambil memondong si gadis. Bau harum pakaiannya yang membungkus si nona menusuk hidung toako hingga ia sambil memondong, pikirannya melayang-layang jauh di awan. Pikirnya bagaimana bahagianya ia kalau dapatkan si cantik sebagai ganti isterinya yang sudah mati sebulan yang lalu. Menurut siIatnya yang kejam, sebenarnya Bwee Hiang seharusnya dibunuh lantaran sudah membunuh beberapa orangnya- Akan tetapi kecantikan si nona telah membuyarkan amarah toako. Citko sudah binasa, dua orang (siko dan Pweko) tertotok, empat orang dibunuh oleh Bwee Hiang dalam rumah Leng cu, satu orang dibunuh peluru besinya toako hingga sang pemimpin dari 13 Iblis Cilik (sip sam siao mo) kini hanya ditemani oleh empat orang saudaranya. Tapi semuanya itu tidak dipikirkan lagi oleh toako- Pokoknya ia sudah dapat si cantik Bwee Hiang sebagai penghiburnya-Demikian, tidak lama lagi mereka sudah sampai di markasnya. Kiranya yang digunakan sebagai markas oleh 13 Iblis Cilik itu adalah satu kuil tua yang disana sini sudah mengalami perbaikan. Rupanya kuil itu sudah lama ditelantarkan, hanya ketika 13 iblis cilik bermarkas disitu sudah diperbaiki. setelah berada di dalam kuil, dengan perlahan tubuh Bwee Hiang direbahkan diatas sebuah dipan. "sungguh cantik dia." kata toako dalam hati. Ia memandang Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dengan tidak merasa bosan pada wajah Bwee Hiang yang seolah-olah sedang tersenyum dalam tidurnya yang nyenyakTak tahan ia dengan debaran hati, bergejolaknya sang nafsu birahi yang muncul dengan tiba-tiba, maka cepat ia meloloskan topengnya lalu mencondongkan, badannya hendak mencium bibir yang menggiurkan itu. Tiba-tiba ia merasakan iganya kesemutan dan seluruh badannya menjadi lemas- Ia roboh terkulai dengan tidak bisa mengucapkan apa-apa dari mulutnyaKiranya, selagi bibirnya hendak ditempelkan pada bibirnya si gadis, hiat-to dibagian iganya sudah ditotok oleh Bwee Hiang yang sejak diangkat dari lubang jebakan si gadis purapura pingsan. Empat kawannya yang melihat sang toako hendak mencium si gadis, dalam hati masing-masing sangat ngilar. Tapi alangkah kagetnya tatkala nampak toakonya dengan sekonyong-konyong telah roboh terkulai sebelum menunaikan keinginannya untuk mencium si gadis"Hei, toako kenapa ?" seru satu dlantara empat orang itu. si gadis berbareng bangkit dengan tiba-tiba- Terdengar sret-sret beberapa kali-seflera juga kepala empat orang dari 13 Iblis Cilik menggelundung ke lantai- Itulah Bwee Hiang yang menghunus pedangnya secara kilat ditebaskan kepada empat batang leher orang hingga kehilangan kepalanya. si nona lalu menghampiri toako, katanya, "Dimana kau simpan perempuan-perempuan culikanmu ?" Toako tidak menyahut, ia diam saja. "Kau tidak menjawab ?" tanya Bwee Hiang galakToako hanya kedap kedip matanya, tidak mengeluarkan suara. Kapan Bwee Hiang mau menampar si pemimpin dari 13 Iblis Cilik tapi ia urung menampar orang tersebut karena ia ingat sesuatu. "Kenapa aku jadi tolol ?" ia tegur dirinya sendiri, seraya kakinya menendang pada hiat-to yang membuka jalan darah toako Toako sampai bergulingan mendapat tendangan sepatu sigadis yang berujung lancip. Kiranya si nona tegur dirinya tadi, ternyata alpa membuka totokan pada tubuh toako sebab bagaimana juga toako tak dapat bicara sebelum totokannya dibebaskan terlebih dahulu. Kapan toako sudah berdiri bebas, ia tertawa tawar pada si gadis. Bwee Hiang lihat, toako bukan termasuk pemuda lagi sebab umurnya ditaksir sudah melampaui 40 tahun, si nona berkata, "Kau tua bangka ini, mengepalakan anak-anak melakukan penyelewengan. Betul-betul dosamu tidak bisa diampuni" Toako nyalinya besar, Ia tidak takut melihat Bwee Hiang barusan telah membunuh mati empat orangnya sekaligus, malah ia ketawa ketika ditegur si gadis, "simpananku tidak perlu orang lain mau tahu " katanya tawar. "Kematian sudah diambang pintu, masih mau berlagak ?" "Belum tentu." mendengus toako "Kematianmu tentu belum puas kalau tidak menyaksikan kepandaianmu nonamu, maka aku kasih kesempatan untuk kau membela diri- Lekas cabut pedangmu " "He he, lantaran kecantikanmu aku terjebak dalam akalmu. Kalau tidak, hm " "Kalau tidak, apa kau maksudkan ?" tanya Bwee Hiang. "Kalau tidak, siang-siang sudah kumampusi kau " seru toako dengan gusar. "Hihihi, makanya jadi pemimpin jangan suka kepincut sama paras cantik-" kata Bwee Hiang menggodai"Sekarang kau jatuh di tanganku. Terang ajalmu sudah dekat" "sret" terdengar pedang toako dihunus. Di bawah penerangan lampu, pedang itu bergemerlapan tajam sampai Bwee Hiang terkejut dalam hatinya. "Pedang bagus " katanya diam-diam. Melihat si nona mengawasi pedangnya dengan kesima, ia kira si nona takut padanya. Maka ia lantas berkata, "Menyerahlah kalau kau takutjadi istriku toh tidak bakal menjadi rendah derajatmu. Malah kau bakal di........." Toako terputus kata-katanya karena si nona sudah menyerang dengan sengit, sambil membentak. "Kentut, jangan banyak lagak Lihat, kuambil jiwamu" "Belum tentu, nona yang manis " toako ngeledek si gadis sambil berkelit. "Hehe, kau pintar juga selamatkan diri, ya "sigadis ketawa tawar. "Masih terlalu siang buang menghitung kemenanganmu, nona manis " "Kau berani ngeledek nonamu " Nih, rasakan" Mulutnya bicara, berbareng pedangnya berkelebat menyerang. "Trang " suara kedua senjata beradu, pedang si nona ditangkis sekerasnya oleh toako-Berbareng dengan suara "trang " pedangnya si nona terkutung kira-kira sepuluh sentimeter hingga Bwee Hiang sangat kaget. "Aku sudah kata, lebih baik kau menyerah untuk jadi nyonya ku- Tak usah kau capek-capek memainkan pedang per...." berbareng toako berkelit karena si nona sudah menerjang dengan gusar. " Lihat, dengan pedang buntungku, akan kuselot mulut bocormu " teriak si gadisMereka jadi bertempur seru- Ternyata kepandaian toako tidak lemah- Ia dapat melayani serangan si gadis- Ia tidak berniat menjatuhkan Bwee Hiang dengan kekerasan. Tapi apa mau, pedang buntungnya Bweee Hiang telah menabas kutung rambut kepalanya, membuat ia jadi sangat gusar. "Budak liar, kau berani main gila pada toako" Hm " berbareng ia gerakan permainan pedangnya lebih cepat. Toako mengira si gadis memainkan pedangnya begitu saja. Ia tidak takut, malah pikirnya kalau barusan ia tidak lengah tidak bakal rambutnya kena dipapas buntung oleh si gadissekarang ia gerakkan pedangnya lebih cepat, pasti Bwee Hiang akan kewalahan dan menyerah kalahIa tidak tahu kalau si gadis menggempur ia hanya mainmain saja, mau lihat kepandaiannya sampai dimana. Ketika si gadis sudah tahu bahwa menggempur toako hanya buang tempo saja, bukan mendapat pandangan, maka ia pun merubah taktik- sekarang, bukan pedang yang berkelebat saja, akan tetapi dibarengi dengan tubuhnya yang sebentarsebentar lenyap dari pandangan toako hingga pemimpin dari 13 Iblis Cilik itu menjadi ngos-ngosan napasnya. Pada saat tidak terduga-duga, tahu-tahu nadi tangan kanan toako kena ditepuk dan kontan pedangnya jatuh berkelontrang di lantai. Tepukan si gadis meskipun perlahan tapi sakinya bukan main dirasakan oleh toako, sampai nyelusup kejantung. Ia masih penasaran dan cepat bungkukkan badannya mau ambil pedangnya. Tapi pedang siang-siang sudah diinjak oleh kakinya Bwee Hiang. "Kau tidak pantas memiliki pedang mustika " kata Bwee Hiang, berbareng sepatunya yang menginjak pedang 'salaman' dengan jidat toako hingga ia terpelanting bergulingan seraya teraduh-aduh. sambil menjumput pedang toako, Bwee Hiang cekikikan ketawa. "Nah, aku ganti pedangmu " kata si gadis seraya melemparkan pedangnya sendiri pada toako yang masih teraduh-aduh karena jidatnya berleleran darah kena dicium sepatu. Ketika Bwee Hiang masukan pedang barunya dalam sarung yang ada dipinggangnya, ternyata tidak pas, kepanjangan sedikit. Matanya lantas melirik pada sarung pedang yang ada dipinggangnya toako, kiranya sarung pedang itu adalah sarung pedang yang bagus. " Lekas serahkan sarungnya " ia membentakToako tidak berani ayal karena sudah tahu kelihaiannya si gadis sekarang. Cepat ia loloskan sarung pedangnya dan dilemparnya pada Bwee Hiang. Dengan satu tangkapan bagus, Bwee Hiang di lain saat sudah masukkan pedang barunya ke dalam sarungnya yang asli. girang hatinya Bwee Hiang ketika ia sudah menyoren pedang barunya. Pikirnya, dengan kawan yang sakti itu ia dapat malang melintang dalam dunia Kangouw dengan atau tidak dengan guru ciliknya yang sekarang entah ada dimana. "Lekas unjukkan dimana tempat penyimpanan wanitawanita yang kau culik " bentak Bwee Hiang dengan bengis hingga toako jadi ketakutan. "Itu, itu - " ia berkata gugup hingga Bwee Hiang tidak sabaran. "Itu, itu apa ?" kakinya berbareng menendang hingga toako bergulingan dan membentur meja abu tepekong yang sudah amoh hingga berantakan. Bwee Hiang ketawa cekikikan melihat abu tepekong berhamburan diatas kepalanya toako dari 13 Iblis cilik. Bukan main marahnya toako, tapi apa yang ia bisa bikin- Ia toh sudah tidak bisa menang lawan si gadisDalam merenungkan nasibnya pada saat itu, ia terkejut ketika Bwee Hiang membentak sambil menghunus pedangnya- "Tidak lekas bicara, mau tunggu kapan ?" Toako sudah kenal tajamnya pedang bekas miliknya itu, maka ia ketakutan. "Semua wanita yang diculik tidak ada disini." menerangkan toako. "Lalu, kau umpatkan dimana ?" tanya Bwee Hiang. "Mereka sudah dikirim ke Pekskut-nia, dipersembahkan kepada Thoat Beng Mo Siauw." sahutnya. "Betul bicaramu ?" "Kenapa tidak betul, aku adalah orangnya Thoat Beng Mo Siauw-" Bwee Hiang berpikir- Adik kecilnya menyusul si Hantu Ketawa ke Pekskut-nia- Ia juga menyusul tetapi kehilangan jejaknya- Entahlah, apakah Lo In masih ada disana. Tapi si nona masih kurang percaya atas keterangannya toako. Maka ia lalu mendekati toako dan menotoknya. setelah mana ia lantas menggeledah dalam kuil tua itu, ternyata tidak ada wanita yang ditahan disitu. Ketika ia keluar lagi, lalu menotok bebas si toako. Kiranya ia tadi menotok toako, kuatir orang nanti kabur selama ia melakukan penggeledahan, Ia lalu berkata pada toako, "Mari kita ke Pekskut-nia " Mendengar perkataan si nona, diam-diam toako merasa girang. Pikirnya, "Kau ajak aku ke Pekskut-nia, sama juga kau mencari mampus Di sana ada si Hantu Ketawa dan banyak kawannya, kau mana dapat meloloskan diri Cuma sayang kau yang berparas cantik harus jatuh ditangannya Thoat Beng Mo Siauw......." Di lain saat mereka sudah berlari-larian di tengah malam buta menuju ke Pekskut-nia. Tidak sampai mencapai puncaknya bukit, mereka berhenti di depan sebuah rumah besar yang dibangun panjang dan luas pekarangannya. Bwee Hiang memperhatikan bangunan rumah itu. Kiranya bekas kuil tua yang sudah dipermak jadi lebih besar. "Apa ini tempatnya Thoat Beng mo siauw ?" tanya si nona kepada toako yang tengah berdiri menjublek. Toako anggukkan kepala tanpa menyahut. Rupanya ia sedang keheranan kenapa markas besarnya demikian sepiTidak seorang pun ada di luar, biasanya ada beberapa orang yang menjaga di sekitarnya rumah. Ketika ia sedang menduga-duga apa yang sudah terjadi di situ, tiba-tiba ia kaget mendengar bentakan Bwee Hiang, " Jalan" Toako makin merasa heran ketika ia membuka pintu pekarangan tidak terkunci, Ia jalan terus membawa Bwee Hiang masuk ke dalam rumahsi nona sudah siap dengan pedang di tangan, Ia mengharap akan ketemu dengan adik kecilnya di situ, tapi ia sangsi karena kelihatan rumah itu sunyi-sunyi saja seperti yang sudah ditinggalkan oleh penghuninya. ruangan depan keadaannya sepi. Ketika toako dan Bwee Hiang masuk ke dalam ruangan tengah, tiba-tiba dihadang oleh tiga orang yang berpakaian hitam, satu diantaranya telah menegur toako, katanya, "Hei, toako, kau bawa apa itu ?" Ia berkata sambil matanya melirik pada Bwee Hiang dengan ceriwis sekali. Bwee Hiang meludah, muak ia melihat orang berkelakuan tengik itu. Toako tidak menyahut, ia hanya angkat tangan kanannya di taruh di dada. Itu adalah kode bahwa dirinya ada dalam bahaya. orang yang menanya tadi menjadi kaget, lalu mengawasi si nona yang membawa pedang tajam di tangannya. Lalu ia melirik pada dua kawannya, kemudian dengan berbareng mereka menyerang si nona. "Bagus " seru Bwee Hiang. Berbareng terdengar tiga kali suara "sret", tiga kepala orang-orang tadi telah menggelinding di lantai. Darah menyembur keluar dari leher masing-masing korban tapi Bwee Hiang sedikit pun tidak merasa ngeri, sebaliknya dengan toako, badannya menjadi menggigil ketakutan. "Kau orang jahat, dikasih hidup juga percuma " kata si nona pada toako, tahu-tahu sebelum ia melihat bagaimana si nona bergerak, kepalanya telah menggelinding pula dilantai hingga dalam halaman itu banjir darahBwee Hiang ketawa tawar menyaksikan itu. Ia tidak merasa ngeri dan tidak merasa menyesal atas perbuatannya yang ganas, mengingat perbuatannya itu belum ada sepersepuluhnya dari perbuatan su coan sam-sat yang membasmi markas Ceng Giee Pang dan membunuh-bunuh seisi rumah tangganya. setelah membereskan empar orang di ruangan tengah, si nona lantas hendak masuk ke lain ruangan lagi. Tapi sebelumnya ia telah dihadang oleh dua orang yang romannya bengis-bengis. Cuma saja roman yang bengis-bengis itu tidak Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lama berhadapan dengan si nona. sebelum mereka bergerak, dengan pedangnya Bwee Hiang sudah mendahului dan kembali ruangan tengah itu tambah dua kepala manusia yang menggelinding. Cepat Bwee Hiang lompat masuk ke lain ruangan. Keadaannya sunyi-sunyi saja. Ketika ia jalan makin ke dalam, tiba-tiba ia mendengar suara wanita cekikikan ketawa. Ia heran, masa ada wanita yang ketawa ditangannya orang jahat, bukannya menangis ketakutan. Ketika Bwee Hiang mendekati kamar dari mana ada terdengar ketawa tadi, ia mendengar si wanita berkata, "Dasar lelaki tidak ada kenyangnya, aduh, kan sakit tuh tetek orang di.....hihihi...." Bwee Hiang yang masih 'hijau' tentu saja menjadi heran mendengar kata-kata si wanita dari dalam kamar. Apa yang mereka sedang lakukan " tanyanya dalam hati. si nona sudah angkat kaki hendak menendang pintu, tidak jadi, ketika mendengar yang lelaki berkata, "siauw Cui, kau adalah kembang diantara wanita yang menjadi gula-gulanya si hantu tua. sekarang si hantu tua sudah mati. Bagaimana pun kau akan menjadi milikku." "Pintar juga kau memilih-" terdengar si wanita yang dipanggil siauw Cui menjawab"Apa kau tidak takut pada orang she Kan yang sudah memiliki aku lebih dulu " Hm Aku tidak percaya kau berani bergebrak dengannya untuk rebutkan diriku yang hina Hihi....." "ah, kau nakal......." "siauw Cuui, aku orang she Tan, bagaimana cun akan memilikimu......" sampai di situ Bwee Hiang dengar ada suara jalan yang perlahan mendatangi, mereka, cepat ia menyingkir ke samping dan mendekati jendela kamar. Kembali si nona mendengar suara si wanita berkata, "Kau mau ambil diriku yang hina, sungguh aku sangat berterima kasih- Nanti setelah kita menjadi suami istri barulah kita bisa merdeka- sekarang sudahlah, kau lekas keluar- Nanti keburu datang orang she Kan, kau bisa berabe-" "Nanti atau sekarang sama saja, malam ini kau harus melayani aku......." "Brakk " terdengar suara pintu ditendang terbuka. Bwee Hiang hatinya menjadi makin kepingin menonton adegan di sebelah dalam- Ia mengintip dari jendela- Ia lihat wanita dan laki-laki yang bercakap-cakap tadi sedang berpelukan dalam pakaian setengah telanjang. Matanya tampak terbelalak memandang kepada orang yang barusan masuk dengan menendang pintu. Lelaki yang barusan masuk lebih besar, tapi tingginya kalah dengan lelaki yang tengah memeluki si wanita yang dipanggil siauw Cui. "Hahaha. Bagus perbuatanmu siauw Cui." kata orang she Kan yang barusan masuk- "Kau kata mau ikut aku dengan setia, tidak tahunya diamdiam simpan lelaki dalam kamar. Kalau aku tidak membunuh kalian, tentu orang akan menyangka aku adalah seorang pengecut" berbareng ia menghunus goloknya. siauw Cui berontak dari pelukan orang she Tan dan lompat ke arah si orang she Kan, katanya. "Jangan. jangan engko Hok Hu. Aku sumpah selanjutnya akan setia pada....." "Nah, inilah bukti kesetiaanmu" bentaknya sebelum wanita itu habis kata-katanya, berbareng kepalanya terpisah dari lehernya disabat golok tajam si orang sheTan yang sudah merapikan pakaiannya, nampak Siauw Cui ditabas batang lehernya menjadi merah matanya saking gusar- " orang she Kan, apa memangnya aku takut pada mu?" sambil menyerang dengan goloknya yang sudah dihunusnya hingga mereka jadi bertempur dalam kamar yang tidak seberapa lebar. Dua-dua berkelahi dalam kegusaran, tentu saja serangan-serangan yang dilancarkan oleh masing-masing adalah serangan-serangan yang mematikan. Untuk sementara kelihatan orang she Tan dapat memberikan perlawanan bagus, tapi ia kalah pengalaman dan perlahan-lahan terdesak sampai ke pojok"Nah, susullah roh si sundalmu ke neraka " bentak si orang she Kan berbareng ujung goloknya sudah menikam pada dada lawannya hingga amblas dan ujung golok baru berhenti menusuk sesudah ditahan dengan tembok kamar. Cepat orang she Kan menarik goloknya kembali, tapi bukan untuk dibersihkan dari darah musuhnya hanya disabetkan kepada batang leher lawan yang sudah tidak berdaya. Roh orang she Tan benar-benar telah menyusul sang kekasih yang sudah jalan dahulu. Puas kelihatannya orang she Kan, sudah membunuh dua orang cabul tadi- Setelah menendang mayatnya siauw Cui, ia keluar dari kamar, di depan pintu ia menggumam, "Aku adalah Kan Hok Hui, cukup mempunyai kepandaian silat. Kenapa tidak bisa menggantikan si tua yang sudah mampus " Hahaha, pantas, pantas..........." Ia jalan terus ke ruangan belakang, sama sekali tidak tahu kalau geark geriknya ada yang membayangi ialah Bwee Hiang jago perempuan kita. Bwee Hiang kenapa tidak menebas saja batang lehernya Kan Hok Hui " Itu karena si nona ada maksud lain. Ia mau tahu gerak gerik Kan Hok Hui lebih jauh yang menurut gumamannya tadi ingin menjadi kepala disitu. Kan Hok Hui telah membunyikan lonceng tanda buat orangorang berkumpul dalam ruangan belakang yang luas lebarRupanya disitu biasa dipakai rapat oleh mereka. sebentar lagi tampak berkumpul kurang lebih 20 orang, mereka pada duduk diatas bangku-bangku panjang. Banyak tempat yang lowong. Rupanya kawan penjahat sudah banyak kurang orangnya karena tempo hari dibasmi oleh Kim Coa siancu. Tampak sebuah mimbar, diatas mana ada di taruh sebuah meja dengan tiga buah kursi. Tampak kursi yang tengah diduduki oleh Kan Hok Hui, sedang kursi di kanan kirinya tidak ada yang duduki. Biasanya kursi yang tengah diduduki oleh Thoat Beng Mo Siauw, yang kanan oleh Kan Hok Hui dan yang kiri oleh Thio Jin Liong. Dua orang ini adalah tangan kanan si Hantu Ketawa (Thoat Beng mo siauw). sekarang si Hantu Ketawa danjin Liong sudah mati. Maka Kan Hok Huilah yang mengepalai kawanan orang jahat itu. setelah orang-orang pada berkumpul, terdengar Kan Hok Hui berkata, "Saudara-saudara sekalian, seperti kalian tahu, Thoat Beng mo siauw dan jin Liong sudah mati dan kini tinggal aku sendiri yang masih hidup- Aku mau menggantikan si orang tua (dimaksudkan si Hantu Ketawa) menjadi kepala disiniBagaimana pendapat sekalian saudara-saudara ?" semua orang bersorak menanda kan persetujuannyagirang hatinya Kan Hok Hui. Ia berkata lagi, "Kalian jangan ikut-ikutan saja- Kalau diantaranya ada yang tidak setuju boleh angkat tangan. Aku tidak memaksanya. Hayo, siapa yang tidak setuju ?" Ada diantaranya yang sebenarnya tidak merasa setuju. Akan tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena takut akan kekejamannya Kan Hok Hui. Mereka jadi ikut-ikutan saja setuju. Meskpun begitu, tampak dua orang yang mengacungkan tangannya. Kan Hok Hui diam-diam sangat tidak senang ada orang yang menentangnya, Ia kata, "Bagus. Coba terangkan oleh dua orang saudara yang mengacungkan tangannya, kenapa kalian tidak setuju dengan pengangkatan diriku menjadi pemimpin ?" "oh, kami bukannya tidak setuju." salah sahut satu diantaranya. "Kami sekarang lihat, hanya saudara Kan saja yang memimpin, sedang yang sudah-sudah kita dipimpin oleh 3 orang." "oo, begitu." sahut Kan Hok Hui, reda perasaan tidak senangnya. "Hal itu mudah dirundingkan belakangan, setelah aku memegang tampuk pimpinan." "Mufakat kalau begitu." kata dua orang hampir berbareng. "Tidak mufakat " terdengar suara yang lain berbareng orangnya muncul dari balik tirai yang memisahkan ruangan yang disebelahnya. semua mata ditujukan pada orang tadi. Kiranya dia adalah seorang gadis cantik jelita hingga mereka jadi melongo heran memandang si gadis yang tiada lain adalah Bwee Hiang. Mereka menanya-nanya pada dirinya masing-masing, gadis siapa yang muncul malam-malam dalam ruangan rapat itu. Apakah dia manusia atau setan. Tapi Kan Hok Hui lantas perdengarkan suara ketawanya. Ia kemudian berkata, "Kau bukan anggota kita, bagaimana mungkin kau dapat mengemukakan suaramu " sebenarnya siapakah kau " Malam-malam ada disini- Apa kau tidak takut dengan kami orang ?" "Hihi " ketawa Bwee Hiang. " Kalau takut masa aku datang kemari ?" "Jadi, kau mau apa ?" tegur Kan Hok Huu. "Biasanya, dalam pemilihan pemimpin, yang kuat dialah yang dipilih sebagai pemimpin, sekarang belum ketentuan kekuatanmu, lantas saja mengangkat diri sebagai pemimpin, Itu tidak adil " Bwee Hiang menyatakan. Perkataan Bwee Hiang bikin semua orang saling lirik satu dengan lain. Kata-kata si nona memang benar, akan tetapi siapa orangnya yang dapat mengalahkan Kan Hok Hui yang sudah jelas kepandaiannya di atas semua orangnya. "Hahaha " Kan Hok Hui tertawa terbahak-bahakMeskipun ia merasa aneh atas kedatangannya si nona yang tiba-tiba, ia tidak memikirkan untuk menangkapnya- Ia tahu si nona parasnya cantik, maka ia ingin takluki Bwee Hiang dengan kehalusan hingga hatinya si nona akan terpikat sendiri olehnya- Kan Hok Hui sangat licin dan cerdik. Melihat si nona ada membekal pedang di pinggangnya, lantas tahu bahwa wanita itu bukan sembarangan wanita. Kedatangannya pun tentu mempunyai maksud tertentu, Ia tidak mau sembarangan membenturnya, ia percaya dengan kecerdikannya ia dapat menguasai si nona. siapa tahu si gadis memang sudah menjadi jodohnya untuk menjadi istrinya. Maka dalam gembiranya, ia tertawa, setelah tertawa ,ia berkata, "Nona ini adalah tamu kita, apa yang dia katakan barusan memang benar, sekarang siapa dlantara saudara-saudara yang ada minat untuk main-main dengan aku " Ada baiknya juga untuk membuka matanya tamu kita yang ingin melihat pengangkatan pemimpin dilakukan dengan adil" "Nah, itu baru benar" kata Bwee Hiang, ketawa manis. setelah sepi sejenak, seorang yang beralis tebal dan muka lebar kelihatan bangun dari bangkunya dan maju ke depan, Ia berkata, "Maaf, aku un Hoa ingin coba-coba peruntungan. Harap saudara Kan berlaku murah " un Hoa berkata sambil angkat tangannya memberi hormat pada Kan Hok Hui. Kan Hok Hui bangkit dari kursinya, turun dari mimbar dan jalan menghampiri un Hoa. Jarak antara bangku-bangku dan mimbar, lebar juga. Disitulah mereka bertemu untuk memperebutkan jabatan pemimpin. Bwee Hiang senang dapat mengadu domba kan kawanan penjahat itu. sebaliknya Kan Hok Hui mendongkol. Tapi karena ia sudah punya maksud untuk menakluki si nona dengan halus, terpaksa ia harus tunjukan kepandaiannya. Tidak banyak cakap lagi antara Kan Hok Hui dan un Hoa. Mereka sudah lantas saling serang. Ternyata kepandaiannya un Hoa kalah jauh, maka hanya dalam dua jurus saja ia sudah kena ditendang nyungsep ke kolong bangku. "Mari, siapa lagi yang maju " tantang Kan Hok HuiTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Beberapa orang yang panas hatinya sudah maju bergiliran. Tapi semua bukan tandingan Kan Hok Hui, semua dijatuhkan dengan mudahnya. setelah tidak ada orang yang berani maju lagi, maka sambil unjuk senyuman bangga, Kan Hok Hui berkata, "setelah kalian tidak ada yang berani maju lagi, terang jabatan pemimpin aku yang dapat, bukan ?" "Nanti dulu, masih ada yang belum dijatuhkan" kata Bwee Hiang, ketawa riang, "siapa ?" tanya Hok Hui. "Aku....."jawab Bwee Hiang. "Kalau toh tidak masuk hitungan orang kami, bagaimana mau merebut jabatan pemimpin" Kau pergi sana Dimana rumah mu sebenarnya ?" "orang mau merebut jabatan pemimpin, ini malah menanya rumah orang segala, Itu kan tidak masuk dalam rumah. Hihihi.." "Kau tidak pantas menjadi pemimpin, lebih pantas jadi nyonya pemimpin" Bwee Hiang deliki matanya ke arah Hok Hui, yang sedang ketawa memandangnya. Delikan mata Bwee Hiang yang tajam, bukan membikin marah Kan Hok Hui, sebaliknya hatinya tergoncang dengan serentak. "Awas, akan kuselot mulut bocormu " mengancam Bwee Hiang. Kan Hok Hui tertawa gelak-gelak mendengar kata-kata si nona yang lucu. "Kau ketawa kan apa, hah " bentak Bwee Hiang. "Aku ketawa kan kau nona manis, jadi isteri....." "Plok " Kan Hok Hui rasakan pipi kirinya ditampar hingga perkataannya putus setengah jalan, yang tadinya ia hendak mengatakan jadi isitriku lebih baik....... Tamparan si nona bukannya tidak dirasakan oleh Kan Hok Hui, sebab seketika itu meluap amarahnya. Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Gadis liar, kau berani" bentaknya sambil menerjang si nona di depannya, tapi Bwee Hiang dengan manis berkelit. "Heheh, pintar juga kau berkelit, ya " kata Kan Hok Hui, segera ia melancarkan serangan susulan. Lagi-lagi ia mesti menyerang tempat kosong sebab si nona sudah berkelit sambil memutar ke samping kirinya. Kan Hok Hui kaget si nona demikian gesit. Baru saja ia berbalik dan hendak melancarkan serangan ketiga kalinya, tiba-tiba ia rasakan pipi kanannya ditampar. Belum tahu ada berapa biji giginya yang rontok ketika ditampar pipi kirinya, sekarang pipi kanannya lagi kena tamparan si nona. Entah berapa biji lagi giginya yang rontok, tapi yang terang ketika ia semprotkan dari mulutnya yang berboboran darah, ada lompat keluar sampai lima buah giginya. Terang marahnya Kan Ho Hui sudah sampai di rambut kepala. "Perempuan hina, kau berani main-main dengan tua besarmu " Hm " bentaknya. Tapi sebelum ia bergerak menyerang si gadis, ia telah didahului dengan satujotosan tepat ke dagunya hingga ia jatuh terpelanting. Melihat Kan Hok Hui merangkak-rangkak dengan susah mau bangun, Bwee Hiang ketawa geli, tidak tahan ia kalau tidak cekikikan. Kawan-kawannya Kan Hok Hui tidak satu yang berani turun tangan melihat pemimpinnya dihajar babak belur oleh si nona. Ketika Kan Hok Hui dapat bangun lagi, ia hanya mengawasi si nona denganpenuh kegusaran tapi mulutnya membungkam. "Nah, apa kau mulai percaya dengan ancamanku " Aku sudah selot mulutmu yang bocor " kata Bwee Hiang seraya ketawa terpingkal-pingkal. Kan Hok Hui tidak menjawab perkataan si nona, sebaliknya dengan mulut belepotan darah ia berkata pada kawankawannya, "Kalian mau tunggu apa lagi " Lekas tangkap gadis liar itu " Reaksi dari seruan ini ternyata mengecewakan, sebab mereka seperi yang berlagak pilon, diam saja tak bangkit dari duduknya. "siapa yang dapat menangkap dia, akan kuangkat jadi pemimpin" seru Kan Hok Hui lagi. seruan ini ternyata ada pengaruhnya sebab hampir serentak semuanya pada bangun berdiri dan mengurung Bwee Hiang yang masih enak-enak ketawa. Kapan si nona melihat dirinya dikepung, bukannya takut malah ketawa cekikikan, katanya, "Kalian mau tangkap nonamu " Bagus, silahkan tangkap " "Kau ini budak hina dari mana, kesasar ke....." Hulah un Hoa yang berkata. Mendingnan kalau ia tidak buka mulut dan diam-diam mengeroyok si nona. Ini dia buka mulut keluarkan perkataan kotor membuat Bwee Hiang sengit. Maka ketika ia belum habis bicara, sudah dihajar mulutnya oleh si nona. seperti Kan Hok Hui, dari mulutnya yang belepotan darah ia semprotkan beberapa buah giginya yang rontoh- Ia tidak berani membuka mulut lagi tapi dengan gemas ia bantu kawan-kawannya menerjang si gadis. Bwee Hiang sekarang bukan Bwee Hiang jamannya si kerudung merah, sebagai murid jago cilik kita (Lo In) si nona tidak mengecewakan. Tambahan ia sudah berpengalaman dalam pertempuran keroyokan. Maka dikepung dengan 30 orang, ia anggap sepi saja. Dengan lincahnya ia kelit sana sini mengelakkan serangan. Kakinya cun tidak tinggal diam hingga banyak yang rubuh kena ditendang jin-tiong-hiat dan jalan darah di jidat kena dicium ujung sepatunya si nona yang mungil. Kan Hok Hui di lain pihak berteria-teriak menganjurkan supaya kepungan dipererat, jangan kasih si nona lolos. sedang ia sendiri tinggal berdiri, tidak turut mengeroyok karena dirasakan kepalanya mendenyut-denyut sakit, itulah efek dari mulutnya yang berboran darahTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Tapi melihat orang-orangnya makin kurang karena sudah pada rebah dirobohkan Bwee Hiang, mau tidak mau ia kepaksa turun tangan juga- Ia tidak bertangan kosong, tapi dengan goloknya ia menyerang Bwee Hiang. "Kau datang lagi " Hehehe " Bwee Hiang menjengeki, ketika ia kelit dari serangan golok Kan Hok Hui yang tajam. "Budak hina, kalau malam ini aku tidak bisa tangkap kau, benar-benar aku bukan orang she Kan, murid kesayangan si Hantu Ketawa dari Pek-kut-nia " berkata Kan Hok Hui dengan sombongnya. Kini Bwee Hiang tahu kalau orang she Kan ini adalah murid kepala dari si Hantu Ketawa. Barangkali lebih baik ia tidak menyebutkan dirinya siapa, sebab dengan menyebutkan dirinya adalah murid dari si Hantu Ketawa, bukan membuat si nona jeri malah menjadi benci terhadapnya. Pikir si nona, kalau dia ini murid si Hantu Ketawa, sudah tentu sangat jahat seperti juga dengan gurunya yang kesohor. sisa 10 orang yang masih belum roboh, hanya dari kejauhan saja membantu Kan Hok Hui yang sedang kalap menyerang Bwee Hiang. Dalam babak yang menentukan Kan Hok Hui telah menggunakan tipu 'Ngo seng boan goat' (Lima bintang mengurung rembulan), goloknya diputar dan mengurung rapat, beberapa kali menuju ke arah tubuh lawan yang berbahaya. Bwee Hiang kaget sedikit, ia tidak mengira Kan Hok Hui punya kepandaian boleh juga. Tapi serangan itu ia anggap ada serangan enteng, meskipun dirinya seperti sudah terkurung golokTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sekonyong-konyong, la kelebatkan pedangnya yang tajam pada depan mukanya Kan Hok Hui. Dalam gugup, Kan Hok Hui menangkis. "Trang " suara senjata keduanya beradu, kontan goloknya Kan Hok Hui terpapas kuntung. Belum sempat orang she Kan tenangkan hatinya yang kaget, tiba-tiba jari tangan kiri Bwee Hiang menyelonong ke 'sam-li-hiat',jalan darah di lengan kanan, seketika itu juga ia roboh terkulai dengan golok buntungnya sekali, si nona telah menggunakan salah satu jurus dari Bwee-hoa Kiam-hoat yang dinamai 'Bwee lie kian goat' atau 'Dibalik bunga bwee mengintip rembulan', suatu gerakan yang lihai sekali untuk memunahkan tipu 'Lima bintang mengurung rembulan' yang digunakan oleh Kan Hok Hui- Melihat pemimpinnya tidak berdaya, mendeprok di lantai, maka sisa yang 10 orang lagi yang berhati macam kertas, semuanya berlutut minta ampun pada jago betina kita hingga Bwee Hiang ngikik ketawa. Di luar dugaan, kecuali Kan Hok Hui, Bwee Hiang telah menotok bebas kawanan orang jahat yang mengeroyoknya tadi semuranya pada berlutut di depannya Bwee Hiang. Seperti yang masih kekanak-kanakan pikirannya, Bwee Hiang tampak senang dirinya dipuja demikian oleh orangorang di depannya, Ia lantas bertindak naik ke atas mimbar dimana ia duduk diatas kursi kebesaran (pemimpin). Sambil ketok-ketok meja dengan pedangnya, Bwee Hiang berkata, "Sekalian dengar, Aku sekarang sudah jadi pemimpin kalian lantaran sudah mengalahkan kalian semua. Kalian mau takluk apa tidak " Siapa yang masih penasaran, boleh bangun " Semua orang manggut-manggut kepalanya, Hampir berbareng semua orang berseru, "Hidup," hidup Lie-tay-ong segala, aku bukannya kepala berandal. Aku hanya pemimpin" "Hidup, hidup ketua kita " terdengar pula suara berseru ramai-ramai. Kali ini Bwee Hiang tidak menegur, Ia kelihatan senang dipanggil ketua. Lie-tay-ong itu ada panggilan kawanan berandal kepada kepala berandal wanita, maka Bwee Hiang tidak mau dipanggil Lie-tay-ong. "sekarang aku tanya, siapa diantara kalian yang mau mewakili bicara dengan aku. Perlu aku mengajukan beberapa pertanyaan" berkata Bwee Hiang. semuanya berdiam, tidak seorang yang berani bangkit dari berlututnya. "Hei, kenapa kalian takut " Lekas maju satu orang untuk aku tanyakan apa-apa." Mendengar nada suaranya seperti yang gusar, mereka yang berlutut pada ketakutan. Syukur ada satu diantaranya yang bangkit dari berlutut, siapa " Kiranya dia si un Hoa yang coba peruntungan mengadu silat dengan Kan Hok Huiun Hoa maju ke depan mimbar, sambil menjura memberi hormat, ia berkata, "Apa yang liehiap hendak tanyakan, tanyalah padaku. Apa yang aku tahu, akan aku jawab sejelasnya. Harap Liehiap jangan kuatir dibohongi." Bwee Hiang diam-diam ketawa geli dalam hatinya. Belum apa-apa un Hoa sudah mencegah orang jangan kuatir dibohongi. Memangnya ia (un Hoa) tukang ngebohong " Tapi kalau dilihat tampangnya, un Hoa kelihatan ada jujur dan besar nyalinya, Ia senang, maka Bwee Hiang menanya, "Siapa itu tukang bohong (dusta) ?" "Aku bukan bilang tukang bohong, tapi sebagai penegasan bahwa aku tidak akan membohongi Liehiap dalam tanya jawab yang kuberikan pada Liehiap." "Bagus." kata Bwee Hiang. "Sekarang yang pertama kutanya, apa kau pernah lihat ada anak berwajah hitam, kira-kira berusia 16 tahun ada datang kemari ?" "Tidak pernah kulihat ada anak muka hitam kemari-" Heran Bwee Hiang, si adik kecil tidak datang kesitu. sebaliknya hatinya merasa lega. Cuma kemana perginya si adik kecil itu. "Lalu, matinya Thoat Beng Mo siauw lantaran apa " Kalau sakit, sakit apa dan kalau dibunuh siapa yang membunuhnya pemimpin kalian itu ?" "Pemimpin klta dibunuh oleh Kim Coa siancu." "Hah siapa itu Kim Coa siancu ?" "Aku tidak tahu, hanya menurut kata teman-teman orangnya sangat cantik-" "He, cantik mana dengan aku ?" un Hoa membisu- Tapi dalam hatinya diam-diam merasa geli atas pertanyaan si nona. "Bagaimana, cantik mana dengan aku " "Aku tidak tahu karena aku tidak melihat dengan mata sendiri Kim Coa siancu itu. Jadi kau tidak bisa membandingkannya dengan Liehiap." "Bagaimana Kim Coa siancu dapat membunuh pemimpin yang terkenal lihai ?" "Dia kena digigit ular emasnya." "stop soal Kim Coa siancu. sekarang kutanya, ada berapa banyak wanita yang ada dikurung disini ?" "Tidak tahu persis jumlahnya tapi lebih dari sepuluh orang." "Bagus, semuanya baik-baik saja tinggal disini ?" "Ia semuanya baik-baik saja. Semuanya menurut, cuma ada satu gadis dari ong-ke-chung yang kemarin diculik sampai sekarang menangis saja." "Hah, kenapa demikian " Lekas kau bawa dia kemari " un Hoa mengiyakan. Ia putar tubuhnya dan pergi ambil si gadis she ong. sebentar lagi gadis itu sudah dibawa menghadap Bwee Hiang. Ternyata un Hoa mendapat kesulitan untuk membawanya karena si gadis meronta-ronta dan menggigit, tidak mau dibawa keluar kamarnya. Disamping menggigit dan mencaci maki un Hoa, si gadis juga berjeritan menangis. Kapan sudah berhadapan dengan Bwee Hiang, si gadis memandang jago betina kita dengan roman menghina, tidak lagi menangis dia. Bwee Hiang menjadi heran, ia menanya, "Kau berasal dari ong-ke-chung ?" "Kalau sudah tahu, buat apa tanya ?" sahut si gadis ketus. "Hei, kenapa kau marah-marah ?" tanya Bwee Hiang. " Aku pantas marah sebab aku benci padamu. Kau sesama jenis denganku tapi perbuatanmu sangat cabul " si gadis ong menuduh Bwee Hiang hingga si nona jadi kebingungan. Tapi segera Bwee Hiang dapat menyelami pikiran si gadis ong itu, rupanya ia menyangka bahwa dirinya adalah komplotan dari si Hantu Ketawa. "Hehe, adik ong, kau jangan sembarang sangka- Apa kau kira aku ini anggota komplotannya si Hantu Ketawa ?" si gadis terbelalak matanya, memandang tajam pada Bwee Hiang, malah mengucek-ngucek matanya seperti ingin melihat lebih tegas- Memang wanita yang dilihatnya itu cantik betul tapi tidak ada sifat-sifat genit- Duduk disampingnya pun tidak ada orang lelaki- Ia heran, lalu menanya, "Kau siapa ?" "Mari kau naik, akan kuperkenalkan siapa encimu " Bwee Hiang menggapai. Ketika si gadis sudah naik di atas mimbar dan berhadapan dengannya, Bwee Hiang menanya perlahan, "Namamu siapa, adik ?" "Aku ong Kui Hoa, dan enci siapa ?" si nona balik menanya. "Bagus, adik Hoa. Aku sendiri Bwee Hiang she Liu." sahut Bwee Hiang. "Tapi enci, kenapa kau ada disini " Ini tempat kotor " tegur Kui Hoa. "Justru ini tempat kotor aku mau bikin bersih, adik Hoa." kata Bwee Hiang lalu perlahan-lahan dengan singkat ia menerangkan maksud kedatangannya kesitu. Tiba-tiba saja Kui Hoa jatuhkan diri, berlutut sambil berkata, "Enci, kau ada injin (tuan penolong) yang kuharap-harap, oh, sungguh tidak terduga-duga....." berbareng ia memeluk kakinya Bwee Hiang hingga si nona tersipu-sipu mengangkat bangun Kui Hoa serta katanya, "Adik Hoa, kau jangan begini- Nanti bila semua urusan beres, akan kuantar pulang kau kerumahmu." Bukan main girangnya ong Kui Hoa, hampir ia memeluk dan mencium pipi Bwee Hiang saking merasa sangat berterima kasih. kalau tidak Bwee Hiang menggoyang tangannya dan matanya mengedipi supaya si nona berlaku Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tenangTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kui Hoa berdiri di sampingnya, ia tidak mau duduk meskipun beberapa kali Bwee Hiang menyuruh ia duduk disampingnya- Bwee Hiang lihat paras Kui Hoa cukup cantik meskipun tidak secantik dirinya- Hanya kedua matanya pada benggul, rupanya si nona menagis terus-terusan. "Hei, un Hoa " kata Bwee Hiang. "Coba kau kumpulkan wanita-wanita lainnya semua." un Hoa menurut. Agak lama juga baru keluar dengan menggiring kira-kira 15 orang wanita. Mereka dikumpulkan dibawah mimbar untuk diperiksa oleh Bwee Hiang. setelah memandang agak lama juga, Bwee Hiang menanya pada Kui Hoa, "Adik Hoa, bagaimana pendapatmu tentang mereka ?" "Ah, semuanya perempuan tidak benar-" sahut si gadisMemang tepat kata-katanya Kui Hoa, sebab semuanya pada genit-genit- Alisnya yang disipat, bibirnya yang dimerahi serta wajahnya yang dipoles medok dengan pupur sebagai tanda bukti bahwa sekumpulan wanita itu adalah wanita tidak benar- Hanya menjadi wadah lelaki dapat melampiaskan napsu birahinya. Tegasnya merupakan wanita 'mainan' kaum lelaki dalam tempat kotor itu. Bwee Hiang anggukkan kepalanya mendengar jawaban Kui Hoa. Tapi mengingat bahwa wanita-wanita itu tadinya adalah perempuan-perempuan benar, karena berbuah demikian itu gara-gara paksaan dari lelaki yang ganas. Bwee Hiang masih dapat mempertimbangkan keputusannya. Bwee Hiang lalu suruh un Hoa kumpulkan semua harta yang ada dalam kuil itu, tapi ternyata tidak seberapa sebab benda-benda yang mahal dan berharga katanya sudah diangkut pergi oleh Tui Hun Lolo ke Hek-liong-tong. un Hoa dan kawan-kawannya menyatakan tidak tahu dimana letaknya gua Naga Hitam itu, ketika ditanya Bwee Hiang. "Adikku." kata Bwee Hiang pada Kui Hoa"Kau tunggu sebentar disini- Aku akan bicara dengan mereka-" Berbareng Bwee Hiang sudah turun dari mimbar, Ia menghampiri Kan Hok Hui dan membebaskan ia dari totokan sehingga ia dapat berdiri bebas. "Semua bangun" seru Bwee Hiang. Dengan serentak semua yang berlutut pada bangun berdiri "Kalian tentu tahu kewajiban terhadap pemimpinnya, segala titahnya harus dituruti, tidak boleh dibantah, bukan?" demikian Bwee Hiang menanya pada mereka. semua orang mengiyakan dengan berbareng. "Nah, sekarang begini-" kata Bwee Hiang lagi. "Aku sebagai pemimpin memerintah kepada kalian untuk pulang ke masing-masing kampung halaman dan carilah usaha dengan jalan halal. Masing-masing akan dapat bagian bekal hidup sederhana. Tapi ingat Apabila aku dengar kalian membuat sarang lagi dan mengumpulkan kawan-kawan untuk melakukan kejahatan, akan kudatangi kalian. Disitu, selain sarang kalian, jiwa kalian pun akan aku musnahkan untuk dikirim ke akhirat tanpa ampun" semua orang yang mendengarnya pada bergidik, berdiri bulu badannya. Bwee Hiang lalu menggapai Kan Hok Hui yang lalu datang menghampiri "sebenarnya," kata Bwee Hiang, "siang-siang aku sudah mau tebas batang lehermu untuk menyusul rohnya siauw Cui dan si orang she Tan menghadap ciiam-lo-ong. Tapi biarlah kuampuni sekali ini" Kan Hok Hui kaget mendengar rohnya mau dikirim menyusul rohnya siauw Cui dan si orang she Tan. Apakah si nona ada menyaksikan adegan ia membunuh dua orang cabul itu " Tanyanya dalam hati kecilnya. Bagaimana pun ia merasa sangat berterima kasih kepada Bwee Hiang yang mengasih kesempatan untuk ia hidup. Ia menjura pada si nona, katanya, "Liehiap, budimu yang besar tidak mengambil jiwaku, aku tak akan melupakan. Kalau aku tak dapat membalas sekarang, biarlah di lain penitisan aku dapat membalasnya. Aku berjanji selanjutnya akan menuntut penghidupan yang halal " "Bagus, bagus." kata si nona, girang ia mendengar katakatanya Kan Hok Hui. "sekarang aku kuasakan padamu untuk mengatur pembagian harta untuk bekal kau dan kawan-kawan dalam hidup selanjutnya. Nah, mulailah kau bekerja " Dengan dibantu un Hoa, Kan Hok Hui sudah menyelesaikan perintah Bwee Hiang. Harta yang ada di bagi rata diantara mereka. Bwee Hiang sementara itu sudah ada diatas mimbar lagi, tengah duduk bersama-sama Kui Hoa yang sekarang tidak menolak lagi untuk diajak duduk bersama-sama oleh Bwee Hiang. Mereka omong-omong seperti kenalan lama saja hingga Kui Hoa merasa sangat senang terhadap teman barunya ini. sebentar lagi Kan Hok Hui dan Un Hoa melaporkan bahwa pekerjaan pembagian harta sudah selesai, si nona mau suruh apa lagi " Tindakan selanjutnya dari Bwee Hiang adalah membakar habis sarang penjahat itu, kemudian ia bubarkan mereka setelah terlebih dahulu diancam akan diambil jiwanya kalau lain kali mereka diketemukan masih melakukan kejahatan. Kemudian Bwee Hiang antar Kui Hoa pulag ke ong-kechung. Kita kembali kepada Kim Coa siancu yang tidur bersamasama Leng siong. Malam itu Leng siong dan ibunya menjaga Kim Coa siancu dengan penuh perhatian. Istimewa nyonya Teng, yang sabansaban melongok ke dalam kelambu dan memandang parasnya Kim Coa siancu yang cantik dengan tidak merasa bosan. "Ibu, dia lagi tidur, jangan diganggu " kata Leng siong ketika melihat sang ibu beberapa kali telah melongok ke dalam kelambu. Tapi peringatan Leng siong seolah-olah tidak diacuhkan oleh nyonya Teng sebab di lain saat kembali ia menyingkap kelambu dan memandang parasnya si Dewi ular emas dengan termenung-menung. Lama-lama Leng siong menjadi curiga, ia menanya, "Ibu, kau kelihatannya tidak bisa diam. saban-saban melongok ke dalam kelambu. Ada apa sih dengan siancu ?" Nyonya Teng menghela napas dan parasnya agak kusut, seperti ada urusan ruwet yang ia pikirkan. Leng siong menjadi heran, ia menanya, "Ibu, ada apa sih dengan siancu " Kelihatannya ibu sangat tertarik olehnya." "Anak siaong, dia......." terputus bicaranya ketika terdengar pintu kamar diketuk perlahan dari luar. "Siapa ?" tanya Leng siong seraya menghampiri pintu. "Ayah, anak siong." terdengar jawaban dari sebelah luar. Leng siong cepat membuka pintu, tampak di depannya ada ayahnya yang berdiri- "Bagaimana keadaannya, sudah mendusin dia ?" tanya sang ayah, mendahului sang puteri yang sudah membuka mulutnya hendak bicara. "Tengko yang datang " Lekas masuk kemari " berkata nyonya Teng dari sebelah dalam. Tengko artinya kakak Teng, panggilan sehari-hari nyonya Teng kepada suaminya. Teng Hauw lantas masuk, menghampiri isterinya yang berdiri di tepi pembaringan sambil menyingkapkan kelambu. "Tengko, coba kau lihat " kata sang isteriTeng Hauw cepat mendekati isterinya dan ikut memandang pada parasnya Kim Coa siancu yang seperti tengah tidur nyenyak- Paras cantik itu menyungging senyuman yang tak mudah dilupakan oleh siapa yang melihatnyasetelah suami isteri itu memandang agak lama, keduanya lalu saling bertukar pandang dan tersenyum hingga Leng siong yang menyaksikan gerak gerik kedua orang tuanya itu merasa heran. "Kalian lagi bikin apa ?" kata Leng siong, seraya menyelipkan badannya diantara mereka dan turut memandang ke arahnya Kim Coa siancu. Kini pandang suami isteri itu dialihkan kepada parasnya Leng siong. "Tengko, tidak bisa salah lagi dianya....." kata nyonya Teng perlahan kepada suaminya yang segera angguk-anggukkan kepalanya mendengar kata-kata sang isteri. Leng siong menjadi bingung, Ia menanya, "Dianya siapa, ibu ?" "Dia tidak salah lagi tentu encimu." jawab nyonya Teng tersenyum. "Aah Aku ada punya enci " Kenapa ibu tidak mengatakan itu kepadaku ?" "Ceritanya panjang, kejadian itu pa da........" nyonya Teng terputus bicaranya mendengar siancu ngelindur, katanya, "Adik In, adik In kau nakal betul " Leng siong terkejut. "Aha Tidak bisa salah lagi siancu adalah Eng Lian yang dicari-cari si bocah muka hitam" kata Leng siong dalam hatinya. "Dia adalah enci Eng Lian yang tengah dicari setengah mati oleh adik kecil." kata Leng Siong pada ayah dan ibunya. "segala sesuatu nanti akan terang, apabila siancu sudah siuman." sahut nyonya Teng, lalu kembali memandang parasnya siancu yang cantik jelita. "Adik In, nanti encimu marah......" kembali siancu ngelindur, parasnya tampak tersenyum-senyum akan tetapi matanya terus meram saja. "Nanti aku panggil Taysu." kata Teng Hauw seraya ngeloyor keluar. Tidak lama lagi Kim Wan Thauto sudah masuk ke dalam kamar. Kali ini kelambu bukan disingkap lagi, malah dipentang lebar supaya semua orang dapat melihat siancu dan mendengar ngelindurnya. Kie Giok Tong dan tiga saudaranya tidak turut masuk, mereka hanya mendengarkan di sebelah luar. Agak lama juga siancu ditunggu berkata-kata pula dalam ngelindurnya. Ketika Kim Wan Thauto kegerahan berada di dalam kamar lama-lama, baru saja ia hendak ngeloyor keluar sebentar, tibatiba ia mendengar siancu berkata, "Adik In, kau tidak mau turut perintah encimu " Awas, kalau encimu sudah marah - Hihihi......" Kim Wan Thauto geleng-geleng kepala. "Dia benar Eng Lian, teman mainnya anak In." kata si Thauto"Cuma herannya, kenapa dia bisa jadi Kim Coa siancu ?" "sebelum dapat keterangan, memang kita dalam gelap, Taysu-" menjawab nyonya Teng ketawa. "Nanti kalau siancu sudah siuman, baru kita dapat pemecahannya." "Hujin (nyonya) benar." kata Kim Wan Thauto. "Tolong dijaga, coba bagaimana sikapnya kalau dia sudah mendusin." "Terang kami akan jaga betul, sebab si nona mungkin bukan orang lain." nyeletuk nyonya Teng, membuka rahasia dia- "Bukan orang lain bagaimana ?" tanya Kim Wan Thauto ingin tahu. "Mungkin si nona adalah anak kita." menyahut Teng Hauw. "Hahaha.....bagus, bagus." Kim Wan Thauto tertawa. "Bagaimana riwayatnya, coba kasih cerita sedikit untuk menambah pengetahuanku. " "Ah, nanti saja kalau si nona sudah siuman." sahut nyonya Teng. Kim Wan Thauto mengangguk-angguk- Ia tidak memaksa, sebaliknya menghela napas. Katanya, "sekarang anak In sekarang tidak ada disini, coba ada, bagaimana girangnya dia menemukan enci Liannya kembali." "Dia pergi kemana ?" nyeletuk Leng siong, hingga Kim Wan Thauto heran si gadis nyeletuk tanpa banyak pikir lagi. Leng siong merasa keterlepasan omong, wajahnya semu merah- Tapi ia tidak menyesal, memang ia sangat ingin tahu kemana si bocah muka hitam itu perginya"Dia lagi menyusul atau boleUi dikatakan mencari Bwee Hiang." kata Kim Wan Thauto, tersenyum ke arah si gadisLeng siong juga tersenyum, lalu menundukkan kepala. setelah Kim Wan Thauto dan Teng Hauw pada keluar untuk omong-omong lagi di ruangan pertengahan, Leng siong lalu menanya pada ibunya, "Ibu, kau tidak menceritakan padaku bahwa aku ada mempunyai cici. Nah, sekarang kau harus cerita. Tidak mau aku menunggu lama-lama." "sabar, anak siong. Kapan encimu belum mendusin..." si nyonya hentikan omongannya, nampak pembaringan bergoyang- goyang dan kelambu yang barusan sudah ditutup lagi seperti disingkapkan. "Hei, aku ada dimana ini ?" tiba-tiba Leng Siong dan ibunya dibikin kaget oleh kata-kata yang keluar dari dalam kelambu. Disusul oleh turunnya Kim Coa siancu dari pembaringan dengan tiba-tiba. "Eh, enci, enci, kaujangan bangun dulu." kata Leng siong seraya memburu dan mendorong Kim Coa siancu supaya tidur kembali- Tentu saja dorongan Leng siong tidak ada artinya bagi si Dewi ular emas karena Leng siong merasa ia seperti mendorong tiang besi yang tidak bergeming. "Kau siapa ?" tanya si Dewi ular emas, ketika melihat Leng siong mendorong-dorong ia untuk naik kembali ke atas pembaringan. "Aku adikmu, Leng siong." jawab si nona. " Enci, jangan turun dulu, harus tiduran, enci terlalu lelah " "Leng siong, adikku " Aku tidak kenal " kata si Dewi ular Emas seraya duduk di tepi pembaringan dan mengawasi parasnya Leng siong dengan tajam. Leng siong melihat siancu sudah duduk di tepi pembaringan dan mengawasi saja kepadanya, dengan tersenyum ia berkata, Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Enci Eng Lian, kau heran wajahku mirip dengan wajahmu, bukan ?" siancu hanya duduk termangu-mangu, tidak menjawab pertanyaan Leng siong. Ia seperti sedang mengumpulkan ingatannya yang sudahsudah. Leng siong tidak mengganggu, ia hanya berdiri di dekatnya siancu. Di lain pihak, perlahan-lahan nyonya Teng datang menghampiri mereka. sebagai orang tua yang sudah berpengalaman, nyonya Teng mengerti siancu membutuhkan banyak waktu untuk dapat mengumpulkan ingatannya yang sudah terlupakan, Ia dan Leng siong menunggu sampai siancu sebentar dapat bicara. Tidak lama atau siancu sudah berpaling kepada nyonya Teng, "Bibi ini siapa ?" ia menanya tapi nyonya Teng tidak lantas menyahut, hanya tersenyum ke arahnya. Kembali siancu termangu-mangu- Ia tidak menghiraukan pertanyaan tadi tidak dijawab oleh nyonya Teng. sampai tibatiba ia berkata, "Ah, sekarang aku ingat. Adik ini yang ada dipaseban menonton aku bertarung dengan si bocah muka hitam, bukan ?" " ya." jawab Leng siong singkat. "Eh, itu si bocah hitam, bukan adik In ?" kata pula siancu, setelah sejenak ia termenung-menung lagi. "Kenapa aku berkelahi dengan adik In " Aduh, kasihan dia kena kugigit sampai borboran darah...." "Enci Eng Lian, bukan ?" Leng siong menanya perlahan. "ya, aku Eng Lian." sahutnya, seraya matanya mengawasi pada pakaiannya. "Eh, kenapa pakaianku macam ini ?" Leng siong dan ibunya saling melirik dan tersenyum. "Dimana aku berada sekarang, adik ?" tanyanya pada Leng siong. "Enci berada dikamarku." sahut si nona rumah"Hei, kenapa aku bisa berada di dalam kamarmu ?" "Coba enci ingat-ingat dengan perlahan, kenapa bisa berada disini." Eng Lian tersenyum, Ia kembali kumpulkan ingatannya. "oh, ya, aku ingat sekarang." tiba-tiba siancu alias Eng Lian berkata. "Setelah aku menggigit lengannya adik In, lantas aku merasakan kepalaku pusing dan tidak ingat lagi. Bukan lantaran itu, aku dibawa kemari" Leng siong anggukkan kepala seraya tersenyum, Ia tidak mau banyak-banyak omong supaya ingatan siancu lebih cepat kembali. Ia mau kasih kesempatan Eng Lian bicara lebih banyak, menandakan bahwa ingatannya sudah kembali betul-betul. "Dimana adanya adik In ?" Eng Lian menanya. "Dia ada disini-" sahut Leng siong. "Coba kau tolong panggilkan dia kemari." "oh, dia lagi keluar. Mungkin besok pagi baru balik," "Ah, si nakal itu. Kemana saja dia sudah pergi " Tidak ingat kepada encinya " "Adik kecil selalu ingat kepadamu enci, malah sekali tempo aku lihat dia menangis memikirkan enci-" "Apa iya " Akan kucubit dia kalau ketemu " Leng siong melengak. Pikirnya, enci Eng Uan ini benarbenar masih kekanak-kanakan. Pantas si bocah wajah hitam selalu merindukan dia sebab teman mainnya ada demikian manja terhadapnya. sampai begitu jauh nyonya Teng tidak campur bicara tapi setelah melihat siancu atau Eng Lian mulai berkumpul ingatannya, tentu ia nimbrun bicara hingga lama-lama dalam kamar itu menjadi ramai dengan tertawa mereka. Eng Lian bisa membanyol, sudah tentu saja ia mudah mengitik urat ketawa Leng siong dan ibunya sehingga bukan sekali dua kali mereka tertawa terpingkal-pingkal. sementara itu malam pun sudah larut. Maka nyonya Teng meninggalkan dua gadis jelita itu untuk balik ke kamarnya sendiri. Balik kepada jago cilik kita yang pagi-pagi pulang habis mencariBwee Hiang dengan sia-sia. Ia menanti di ruang depan atas kemunculannya Kim Coa siancu. Ketika cuaca sudah makin terang, belum juga kelihatan siancu atau enci Eng Lian muncul, Lo In menjadi gelisah- Ia berkata pada Kim Wan Thauto, "Toako, kenapa belum juga kelihatan enci Eng Lian keluar ?" Kim Wan Thauto ketawa ke arahnya- sebelum ia menjawab, tiba-tiba muncul satu pelayan wanita kecil menyuruh Lo In masuk ke dalam"Nah, suruhan itu sudah datang, jangan kuatir, enci Eng Lianmu tidak akan lari." goda Kim Wan Thauto kepada jago cilik kita. Lo In ketawa nyengir, seraya bangkit dari duduknya mengikuti si pelayan masuk ke dalam, sebelum sampai di dalam, Lo In menanya pada si pelayan, "Hei, adik kecil, siapa yang undang aku masuk" Apa nonamu, nona tamu atau nyonya besar ?" si pelayan tersenyum, "Tiga-tiganya." sahutnya ketawa geli"Ah, kau main-main. Nona tamu itu yang undang, bukan ?" tanya Lo In lagi- "Lihatlah nanti." sahut si pelayan singkat. sementara itu mereka sudah sampai diruangan dalam, dimana sudah menanti nyonya Teng Hauw- si bocah kecewa karena tidak melihat Kim Coa siancu maupun Leng siong di situ- "Bibi Teng, mana enci Eng Lian dan Leng slong ?" ua lantas saja menanya pada nyonya rumah. "Sabar" sahut nyonya rumah"Mari, mari duduk, menunggu sebentar" Malas-malasan Lo In ambil tempat duduk- Hatinya kecewa lagi tatkala nampak Teng Hauw, Kim Wan Thauto, Kie Giok Tong dan lain-lain saling susul muncul dalam ruangan itu. Mereka disilahkan dengan hormat oleh nyonya rumah untuk mengambil tempat duduk- Kim Wan Thauto melihat Lo In tidak gembira nampak kedatangan mereka ke dalam ruangan itu, lantas berkata, "Anak In, pagi ini ada kejadian yang tak dapat dilupakan seumur hidupmu. Maka kami orang ingin turut menyaksikannya -" Lo In tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh sang Toako, tapi ia terpaksa unjuk ketawa nyengirnya yang terkenal. setelah semua ambil tempat duduk, nyonya Teng berkata pada si bocah, "Hiantit (keponakan), aku sudah tua. Mataku sudah lamur untuk membedakan barang yang hampir serupa warnanya. Maka aku undang kau datang untuk menolong membedakannya dua barang yang sama bentuknya " "Bibi Teng bisa saja-" kata si bocah"Dengan sejujurnya aku mengatakan, aku juga tak dapat membedakan barang yang hampir sama bentuknya-" "Hiantit masih muda, mata masih terang, aku tidak percaya kalau tak dapat membedakan barang yang hampir serupa warnanya." berkata lagi nyonya rumah, matanya melirik kepada para tamu sambil tersenyum-senyumTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kim Wan Thauto mesem, Kie Giok Tong anggukanggukkan kepalanya, lainnya pada menahan ketawa gelinya, semua itu tanpa disadari oleh Lo In, jago cilik kita. "Mana barangnya, bibi Teng ?" kata Lo In tidak sabaran. Pikirnya, orang mau ketemu enci Lian, ini malah menyuruh orang membedakan barang sebala. Benar-benar bibi Teng ini brengsek orangnya "Nanti aku akan suruh orang mengambilnya." sahut nyonya rumah seraya menyuruh satu pelayan perempuan masuk ke dalam. Katanya untuk mengambil barang, tidak tahunya yang muncul.........dua bidadari kembar keluar dari balik tirai dengan tersenyum-senyum riang. "Hianti, nah tuh dia, coba kau bedakan mana adalah enci Lianmu ?" berkata nyonya Teng ketika melihat Lo In bengong terlongo-longo di tempat duduknya. Dua nona yang baru muncul itu wajahnya seperti pinang di belah dua, pakaiannya sama, gerak geriknya sama, semua sama, dari mana bisa dibedakan yang mana Eng Lian dan yang mana Leng siong " Bukan hanya Lo In tapi juga Teng Hauw, Kim Wan Thauto dan yang lain-lainnya duduk terpesona di atas kursinya masing-masing menampak sepasang anak kembar itu muncul. Cantik menggiurkan sepasang dara kembar itu, siapa pun tak dapat membantahnya. Dara kembar itu tidak menghampiri meja perjamuan, hanya berpose tidak jauh dari Lo In duduk, tersenyum-senyum ke arahnya. Lo In kucek-kucek matanya sambil menggeleng-geleng kepala. "Bibi Teng, mana enci Lian, enci Leng siong ?"tanyanya pada nyonya Teng. "Kenapa jadi menanya padaku ?" sahut nyonya rumah ketawa. "Bibi Teng, jangan main-main. Lekas unjukkan yang mana adalah enci Eng Lian." "Anak In, kau jangan suruh bibi Teng yang unjuk Mana dia tahu tahu yang mana Eng Lian atau Leng siong. Bukankah tadi dia minta pertolonganmu untuk membedakannya ?" Lo In ketawa nyengir, Ia sudah kepingin peluk enci Eng Liannya untuk melepaskan rindunya kepada teman mainnya itu, akan tetapi siapa diantara dua dara itu adalah enci Liannya yang tepat " lantaran ceroboh, bisa-bisa ia memeluk Leng siong, bukankah itu akan menggelikan orang " Bingung luga Lo In. Ketika nyonya rumah mendesak supaya Lo In lekas menyebutkan yang mana adalah enci Eng Liannya, ia berkata, "Baiklah, aku nanti pilih- Paling-paling juga aku nanti kesalahan menyebut enci Leng siong adalah enci Eng Lian, tidak apa toh " "oo, tidak bisa begitu" kata Kim Wan ThautoTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Habis bagaimana " Toako ini suka banyak urusan" "Kalau anak In salah tebak, artinya anak In tidak sungguhsungguh mengenangkan enci Lianmu. Maka Eng Lian juga akan kembali menjadi Kim Coa siancu." Lo In menjublek mendengar kata-katanya Kim Wan Thauto"Celaka tiga belas, memang seharusnya aku mengenali enciku- Kalau gagal, enci Lian akan marahi aku." demikian pikir si bocah- Sembari berpikir ia mengawasi dengan tajam ke arah dua dara di depannya- Tapi meskipun matanya lihai dapat melihat jauh, ia tak dapat menemukan tanda tai lalat di atas alis kirinya Eng Lian. Rupanya tanda itu sudah ditutupi oleh nyonya Teng ketika dua dara itu di make-up- Tapi Lo In adalah bocah cerdik luar biasa. Pantang menyerah, kalau hanya kehilangan tanda tai lalat pada alis kirinya Eng Lian, ia sudah lantas mencari akal lagi. "Aku sekarang hendak menanya pada kedua enci, siapa aku ini ?"tanya Lo In. "Lo In, si bocah hitam " terdengar dua dara itu menyahut berbareng. Lo In kaget. Pikirnya, " Celaka, dua dara ini menyebut aku si bocah hitam, semestinya enci Lian tak akan menyebut demikian." Bingung dia karena suaranya dua dara kembar itu sama, tak dapat dibedakan. Ia memandang ke arah sepasang dara itu, mereka tersenyum sama, melirik sama, habis yang mana satu adanya enci Lianku " Tanya hati kecilnya. "Dari mana aku asalnya ?" ia lalu menanya lagi. "Dari lembah Tong-hong-gay." sahut sepasang dara berbareng. "siapa orang yang sayang padaku selama diatas Tonghonggay ?" "Liok sinshe-" "Di mana sekarang adanya Liok sinshe ?" sepasang dara itu saling pandang sejenak, tapi lantas menyahut, "Belum diketemukan." Tadinya Lo In sudah kegirangan, pertanyaannya paling belakang tak dapat dijawab oleh salah satu diantaranya, tapi mengapa jawabannya jitu benar dua-duanya " Lo In berpikir sebentar- Pusing ia, buntu jalan. "Sudahlah enci Lian, jangan godai adikmu." "yang mana enci Lianmu ?" "Tunggu, tunggu aku akan unjukan." kata Lo In seraya bangkit dengan tergesa-gesa dari duduknya hingga lengannya kebentur sana sini. Baru ia bertindak dua langkah menghampiri si dara kembar tiba-tiba ia berjengit"Aduh, sakit lengan ku bekas digigit- Aduh, aduh " Lo In berteriak mengaduh sambil pelangi lengan yang bekas digigit Kim Coa siancu hingga Kim Wan Thauto dan lain-lainnya jadi kaget- sebelum mereka memberikan pertolongan, dua dara kembar sudah ada di dekat Lo In pada memegangi lengan Lo In. Dara yang dikiri yang memegangi lengan kirinya yang tidak terluka berkata, "Adik kecil, kau kenapa ?" Dara yang memegangi lengan kanannya yang terluka berkata, "Adik In, kau kenapa ?" Tiba-tiba saja Lo In tertawa terbahak-bahak hinga dua dara kembar itu menjadi terperanjat. "Apa yang kau ketawakan, adik kecil ?" tanya dara yang di sebelah kiri "Apa yang kau ketawakan, adik In ?" tanya dara yang disebelah kanan. Pertanyaan sepasang dara jelita itu, bukannya dijawab oleh Lo In, ia malah tertawa makin keras dan terpingkal-pingkal, semua orang heran kenapa Lo In tertawa demikian enaknya. Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo setelah Lo In berhenti ketawa, entah bagaimana si bocah bergerak, tahu-tahu dara yang disebelah kanannya sudah jatuh dalam pelukannya. "Adik In, adik In, kau jangan gila-gilaan begini " si dara meronta-ronta. "Hahaha, inilah enci Eng Lianku " berkata Lo In dengan suara gembira. Eng Lian yang sudah ketahuan siapa dirinya, kontan ia mencubit Lo In. "Anak nakal, kau belum mau lepaskan encimu ?"ia membentak si bocahsambil tertawa berkakakan Lo In lepaskan pelukannya dan kembali ke tempat duduknya-semua orang kebingungan, apakah benar yang dipeluk Lo In tadi adalah nona Eng Lian. Mereka hampir berbareng melirik pada nyonya Teng yang tampak anggukan kepalanya sambil tersenyum. " Lihai, lihai " kata Kie Giok Tong sambil tunjukkan jempolnya. Eng Lian dan Leng siong sementara itu sudah turut duduk menghadapi meja perjamuan seraya ketawa riang. "Bagaimana kau bisa membedakan enci Lianmu, anak In ?" tanya Kim Wan Thauto, penasaran ia sebab sepasang dara itu sukar dibedakan. "sebenarnya dia sulit juga, beberapa pertanyaanku dijawab betul semuanya, malah suaranya enci Eng Lian dan Leng siong tidak ada bedanya. Barusan aku mengaduh hanya purapura saja, mau lihat reaksi dari mereka terhadapku. Dua-dua perhatiannya sama mesranya, cuma mereka lupa satu hal yang membuka rahasia. Hahaha " Demikian Lo In menerangkan, hingga Eng Lian dan Leng siong penasaran. Hampir berbareng mereka menanya, "Apakah yang membuka rahasia ?" "Panggilan padaku. Hahaha " Enci Leng siong panggil 'adik kecil', sedang enci Eng Lian 'adik In' yang sudah meresap dalam telingaku-" Leng siong ketawa ngikik. Eng Lian deliki matanya yang bagus ke arah si nakal- Kalau tidak banyak orang mungkin Kim Coa siancu yang sekarang kembali pada Eng Lian akan mencubit Lo InLeng siong nampak Lo In dan Eng Lian beradu pandangan mesra rada-rada tergetar hatinya- Tapi la yang wataknya halus, kejadian itu hanya sejenak saja menggetarkan, lantas sudah hilang tanpa bekassemua orang kagum akan kecerdikan si bocah hitam. Perjamuan makan sementara itu sudah dimulaiKiranya perjamuan makan itu diadakan oleh tuan dan nyonya rumah untuk kehormatan d memberi selamat kepada Lo In dan Eng Lian, sudah berpisah dua tahun lamanya, sekarang dapat berkumpul kembali-Lo In dan Eng Lian diamdiam merasa girang atas kebaikannya keluarga Teng. si bocah kelihatan makan banyak, rupanya hatinya sangat gembira menemukan kembali teman mainnya yang sangat dirindukannya, sering-sering mereka beradu pandang disusul oleh senyuman masing-masing yang sudah dikenalnya. "Nona Lian." tiba-tiba Kim Wan Thauto berkata, "Hari ini adalah hari baik- sungguh aku dan saudarasaudara yang lainnya turut merasa girang bahwa kau dengan anak In sudah dapat berkumpul kembali. Dalam kesempatan yang sebaik ini, bagaimana kalau kau mendongeng halmu sampai menjadi Kim Coa siancu." Eng Lian ketawa manis mendengar permintaannya n Kim Wan Thautosi nona ada satu dara yang luwes dan tidak pemalu, tidak keberatan ia menceritakan hal dirinya di depan hadirin yang baru dikenalnya- Ia mulai ketika ia diculik dari lembah oleh Ang Hoa Lobo dan siauw Cu Leng. si Nenek Kembang Merah dan si Iblis Alis Buntung siauw Cu Leng memperlakukan dirinya baik-baik saja, malah kelihatan mereka sangat sayang, Ia tidak keberatan si Nenek Kembang Merah minta belajar cara menakluki ular, ketika padanya dijanjikan akan dikembalikan pula ke lembah dan bertemu dengan adik In-nya. Tidak tahunya ia kena dikibuli, malah ia dicekoki obat 'Cian-jit-su-suhun' yang membikin ia lupa ingatan yang sudah-sudah- Ia lupa kepada Lo In, Kim-tiauw kawanan kera teman mainnya, hanya yang diingat bahwa ia adalah muridnya Ang Hoa Lobo kepada siapa ia harus mentaati segala perintahnya. Ang Hoa Lobo dan siauw Cu Leng besar ambekannya dan hendak mendirikan Ang Hoa PI mereka sudah culik-culiki banyak gadis dan pemuda untuk dijadikan prajuritnya. Ia mendapat didikan langsung dari Ang Hoa Lobo hingga ia pandai ilmu silat, malah ketika Lamhay Mo Lie yang menjadi sucouw-nya datang ke Coa Kok- Hantu Wanita dari Lamhay itu sangat sayang pada dirinya dan memberi banyak petunjukpetunjuk yang berharga soal ilmu silat dan Iwekang sehingga kepandaiannya meningkat, baik dalam hal Iwekang maupun mengenakan ilmu silatnya sendiri, sucouw Lamhay Mo Lie ada sangat lihai, belum menemukan tandingan menurut katanya Ang Hoa Lobo. Selama obat 'Cian-jit-su-su-hun' (obat bubuk memtikan ingatan seribu hari) masih bekerja, tegasnya belum dipunahkan (dikasih obat penawarnya) ada tiga pantangan menyentuh tubuh si korban obat mujizat itu, yaitu tidak boleh disentuh bagian jidat, tetek dan perutnya. Kalau orang menyentuh salah satu bagian ini, orang yang menyentuhnya digigit kontan oleh si korban dan yang kena digigit dalam tempo pendek akan berubah pikirannya, tidak ingat lagi kejadian-kejadian yang sudah lalu, hanya yang diingatnya taat kepada perintah siancu. "sungguh mengerikan" kata Kie Giok Tong. "Tapi kenapa gigitanmu pada anak In tidak membikin anak In berubah ingatannya ?" tanya Kim Wan Thauto yang merasa heran atas keterangan Eng Lian. "Aku juga heran." sahut si nona. "Bukan saja adik In tidak apa-apa, malah aku bisa jatuh pingsan dan ingatanku kembali seperti asal." Lo In pun merasa heran. Menurut penuturan Eng Lian, semestinya ia jatuh dibawah pengaruhnya Eng Lian (Kim Coa siancu pada saat itu), tapi kenapa tidak apa-apa " Dalam ingatannya yang cerdik, Lo In ingat sesuatu, maka ia lantas berkata, "Enci Lian, mungkin nyali Toksgan sian-cu yang menolak racun 'Cian-jit-su-su-hun' hingga aku tidak apa-apa." "Adik In, kau bicara ada alasannya." sahut si nona ketawa. "Tapi...." "Tapi apa ?" tanya Lo In cepat"Tapi bagaimana ingatanku bisa kembali ?" sahut Eng Lian. "Itu mudah saja ditebak-" kta Lo In. "Bagaimana pendapatmu, adik In ?" tanya si nona. "Ketika enci menggigit daging lenganku sampai nyoplok dan borboran darah, sedikit banyak enci ada menelan juga darah dari daging gigitan. Darah inilah yang merupakan obat penawar untuk melenyapkan pengaruhnya 'Cian-jit-su-su-hun'. coba masuk diakal tidak ?" "Benar, benar, adik In." kata Eng Lian seraya menepak meja hingga mangkok piring sayur yang diatas meja pada berdansa. Malah ada mangkok sayur yang tumpah dan muncrat mengenakan baju Tan Kim dan song cie Liang. Mereka cepat bangkit dari duduknya dan menggiberikberikan bajunya sedang matanya melotot kepada Eng Lian. "Menyebalkan kelakuan gadis liar ini." piketnya dalam hati, akan tetapi mereka tidak berani mengatakan terang-terangan, masih memandang kepada Lo In dan Kim Wan Thauto"Maaf, maaf, barusan aku kelupaan." kata Eng Lian atas kelakuannya yang tidak disengaja tadi. Ia tidak gubris pelototan matanya Tan Him dan song cie Liang. Lo In ketawa nyengir. Tapi diam-diam ia merasa sedikit tidak enak enci Liannya mengumbar keberandalannya di depan banyak orang tua. Meskipun begitu, ia tidak berani menegur enci Liannya, yang bisa menghilangkan kegembiraan mereka yang telah berkumpul kembali, Ia berkata, "Para paman, harap memaafkan atas kelakuan enciku yang tidak disengaja." "oh, urusan kecil, urusan kecil." kata Kie Giok Tong, mendahului tuan rumah bicara. "Masa buat urusan begitu kecil kami orang menaruh hati " Hahaha " Kie Giok Tong pandai bergaul danjuga bisa melihat gelagat, Ia sembunyikan kedongkolannya di balik wajahnya yang ramah tamah- Bwee Hiang ia sudah kenal kegagahannya, tapi si Dewi ular Emas ini ada gadis liar. Entahlah berapa tinggik kepandaiannya. Demikian Kie Giok Tong diam-diam terpikir dalam hatinya. Kim Wan Thauto pun tampak kurang senang melihat kelakuan Eng Lian yang kasar. Teng Hauw dan nyonya hanya geleng-geleng kepala, sebaliknya Leng siong sudah ketawa cekikikan melihat Tan Kim dan song Cie Liang kepanasan kena kesiram sayur. setelah makanan yang tumpah diganti, perjamuan dilanjutkan dengan kurang gembira. Eng Lian tidak perdulikan orang punya pandangan terhadap dirinya, ia makan seenaknya saja ditemani oleh Leng siong. "Adik In, kau tidak mau temani encimu makan ?" tegur Eng Lian ketika melihat Lo In diam saja menonton mereka makan dengan gembira- Lo In ketawa nyengir, Ia juga lantas hantam makanan tanpa sungkan-sungkan untuk membikin Eng Lian senang hatinya. Tapi diam-diam Lo In sedang kerjakan otaknya mencari akal supaya Kim Wan Thauto dan Lima Harimau pun menghargai Eng Lian seperti juga mereka menghormati Bwee Hiang. Belum sempat Lo In memecahkan persoalan, tiba-tiba ia dibikin terperanjat oleh kejadian yang tidak terduga-duga sama sekali. Lo In melihat Eng Lian menyumpit mie dari mang kok besar, ditaruh dalam mangkok makannya, Ia tidak lantas makan mie dalam mang koknya itu, sebaliknya ia bakal main dikutik sana dikutik sini. Lo In heran, apa maknanya enci Eng Lian main dengan mie itu. Ketika ia hendak membuka mulut menanya, sekonyongkonyong ia lihat ada dua potong mie sekira panjang dua cun (dim) masing-masing dipisahkan oleh sumpitnya Eng Lian. "Hahah, enci Lian kau lagi bikin apa-apaan itu ?" tanya Lo In. Berbareng dengan pertanyaan Lo In, dua potong mie tadi dikutik, sumpit mencelat dari mang koknya, seketika itu terdengar teriakan mengaduh dari Tan Him dan song cie Liang, tubuhnya berbareng terkulai dari duduknya dan roboh dilantai. Kaget bukan main Lo In nampak kejadian itu, Eng Lian telah unjuk kenakalannya. Cepat ia memburu pada Tan Him dan song cie Liang yang sedang dirubung oleh Kim Wan Thauto, Kie Giok Tong dan lain-lainnya. Keadaan Tan Him dan song cie Liang tidak berkutik, seperti kena ditotokKim Wan Thauto heran, bagaimana dua orang itu roboh dengan tiba-tiba saja. Pasti mereka sudah diserang dengan senjata gelap- Tapi siapa penyerangnya " Di situ ada Lo In, jago cilik yang lihai, siapa berani main gila dengan sesukanya " Tiada seorang yang tahu kecuali Lo In bahwa perbuatan itu adalah perbuatan Eng Lian yang main-main, malah Leng siong yang duduk di dekatnya Eng Lian pun, tidak engah kalau Kim Coa siancu sudah unjuk kepandaiannya yang istimewa. Keadaan menjadi tegang. Hanya Lo In yang diam-diam ketawa melirik pada Eng Lian, siapa telah menyambut dengan senyuman puas. Malah Eng Lian telah mencekikik dengan tiba-tiba hingga Leng siong di sebelahnya menjadi heran. Kim Wan Thauto coba membebaskan Tan Kim dan song cie Liang dari totokan tapi sia-sia saja. Malah korban itu meringis-ringis kesakitan ketika jalan darah membebaskan diurut-urut oleh Kim Wan Thauto- si Thauto menjadi gelisah"Anak In, ini bagaimana ?" Kim Wan Thauto menanya pada si bocah ketika melihat Lo In sudah ada di dekatnya" orang jahat sudah datang mengacau " kata Kie Giok Tong ketakutan. semua orang sudah merubung-rubung song cie Liang dan Tan Him, kecuali Eng Lian dan Leng siong tinggal enakenakan meneruskan makannya. Nyonya Teng pucat pasi wajahnya mendengar Kie Giok Tong mengatakan ada orang jahat datang mengacau. " Hiantit, bagaimana ini ?" ia menanya pada Lo In. semua perhatian ditumplek pada Lo In sebab mereka tahu hanya si boacah wajah hitam yang sakti itu yang dapat menyelamatkan mereka. "Anak In, kenapa kau diam saja " Lekas tolong paman Tan dan song " kata Kim Wan Thauto yang putus asa tak dapat membebaskan totokan orang. "ya, siaohiap, tolonglah " Kie Giok Tong kata dengan wajah memohon. "orang jahat sih tidak ada." kata Lo In. "Mungkin kedua paman ini menerbitkan perasaan tidak senang pada orang pandai hingga mereka dikasih rasa." Kim Wan Thauto dan Kie cHiok Tong heran mendengar kata-kata Lo In. "Anak In, siapa orang pandai itu ?" tanya Kim Wan Thauto"Coba aku periksa apanya yang kena ditotok-" sahut Lo In seraya jongkok memeriksa, Ia tidak menjawab langsung atas pertanyaan sang toako. Lo In pura-pura memeriksa bagian mana yang ditotok 'orang pandai', ketika ia memeriksa wajah Tan Him, persis pada jidatnya ada menempel sepotong mie yang panjang dua cun tengah melingkar seperti ular, melekat bagaikan masuk ke dalam kulit. Lalu diperiksanya pula keadaan song cie Liang, kiranya ia senasib dengan Tan Him pada jidatnya menempel mie yang melingkar macam ular. Kie Giok Tong sangat heran, akan tetapi Kim Wan Thauto sebaliknya telah mengerutkan keningnya, Ia berkata, "Anak In, lekas bebaskan mereka dari totokan" "Toako, jangan marah, aku tidak bisa membebaskannya." sahut Lo In. " Habis, habis bagaimana ini ?" kata Kie Giok Tong Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kebingungan, pikirnya, Lo In sendiri tak dapat membebaskan totokan pada dua saudaranya, siapa lagi yang dapat diharap " Apa ada yang lebih tinggi kepandaiannya dari si bocah " "Jangan cemas." menghibur Lo In. "Ada orangnya yang dapat membebaskan. "siapa, siapa ?" Kie Giok Tong memotong dengan bernapsu. "Tapi dengan satu syarat." Lo In masih pelit untuk menunjukkan orang itu. "Syarat apa Lo In Hiantit maksudkan ?" tanya Kie Giok Tong. "Kalau kedua paman sudah dibebaskan, aku harap urusan tidak ditarik panjang. Bikin habis sampai disini- Titik" Lo In majukan syaratnya. Kie Giok Tong heran mendengar perkataan Lo In. "Kenapa pakai ada syarat begitu segala ?" ia menanya. "Itu untuk kebaikan kedua pihak-" sahut Lo In tenangtenang saja- Kie Giok Tong melirik pada Kim Wan Thauto yang lantas anggukkan kepalanya sedikit. "Baiklah-" kata Kie Giok Tong kemudian. " orang pandai itu boleh dipanggil" "orang itu ada disini-" sahut Lo In seraya melirik pada meja perjamuan, dimana Eng Lian dan Leng siong sedang asyik makan-makan seakan-akan mereka tidak menghiraukan kepada kejadian yang mengejutkan itu. Melihat gerakan Lo In, baru Kim Wan Thauto sadar siapa yang main-main di depannya. sebagai jago kawakan, tidak senang ia orang main-main diluar tahunya- sebab itu satu penghinaan. Maka menuruti hatinya yang panas, seketika itu ia bangkit dari jongkoknya, kepalanya la lalu digelengkan, tibatiba sepasang anting-anting emasnya melesat saling susul ke arah Eng Lian yang sedang ulur tangan untuk menyumpit daging ayam. "Toako, kau berbuat apa ?" kata Lo In kaget ketika melihat sepasang anting-anting emas, senjata ampuhnya Kim Wan Thauto melesat ke arahnya Eng Lian. Lo In tidak keburu mencegah, sebab perbuatan Kim Wan Thauto itu ada diluar perhitungannya. " Celaka, enci Lian " dalam hatinya mengeluh. Tapi kekagetan Lo In hanya sejenak sebab di lain detik kelihatan ia kegirangan dan bertepuk tangan, sebaliknya Kim Wan Thauto berdiri termangu-mangu memandang ke arah Eng Lian yang berkata kepada Leng siong, "Adik siong, aku mau sumpit daging ayam, kenapa jadi kesalahan menyumpit ini ?" seraya unjukkan sepasang antinganting emas Kim Wan Thauto yang terjepit pada sepasang sumpit makannya si nona. Leng siong terheran-heran sebab ia tidak tahu apa yang sudah terjadi. Kim Wan Thauto berdiri menjublek lantaran menyaksikan kepandaian Eng Lian diluar dugaannya sama sekali. Boleh dikatakan ia menyerang Eng Lian separuh membokong karena si nona pada saat itu tengah menyumpit daging ayam. Eng Lian tarik pulang sumpitnya ketika mengetahui ada senjata rahasia menyerang dirinya. Dengan hanya acungkan sumpitnya, sepasang anting-anting emasnya Kim Wan Thauto pada nempel terjepit, bagaikan anting-anting besi karatan yang nempel pada besi berani. sungguh menakjubkan kepandaiannya Kim Coa siancu dan toh ia tidak menegur kepada yang melepaskan senjata gelapnya, malah ia memperlihatkan hasilnya kepada Leng siong dengan mengatakan bahwa ia kesalahan mau menyumpit daging ayam kena mencomot anting-anting orang. Bukan main malunya Kim Wan Thauto tapi Lo In sudah datang menghibur, katanya, "Toako, kita adalah orang sendiri tidak usah malu. Enci Lian dapat menangkis serangang toako tentu saja mudah lantaran toako tidak dengan sungguh-sungguh ikutkan Iwekang toako yang dahsyat. Coba kalau toako menyerang dengan betulbetul, mana dapat enci Lian memusnahkan serangan toako ?" Kim Wan Thauto tertawa terbahak-bahak"Aku menyerah, aku menyerah-" katanya kemudian seraya jalan menghampiri Eng Lian. "Enci Lian, itu Taysu datang. Mungkin dia hendak menagih anting-antingnya." berkata Leng siong seraya tangannyaa menowel Eng Lian. "Biarkan dia datang." sahut Eng Lian. "Kalau dia tidak minta maaf, siapa mau pulangi antinganting emasnya. Boleh juga kita bagi seorang satu sebagai tanda peringatan, bukan " Hihihi - ." "Nona Lian," Kim Wan Thauto menyetop ketawanya Eng Lian. "Aku si Thauto tidak tahu diri dan mohon maaf atas kelakuanku barusan. Kepandaian nona Lian yang menakjubkan, aku si Thauto mengaku kalah- Tolong nona kembalikan anting-anting rongsokanku untuk menghias telingaku yang kedinginan ditinggalkan penghuninya-" "Hihi - hihi - " Eng Lian ketawa cekikikan, malah terpingkalpingkal ia ketawa mendengar kata-katanya Kim Wan Thauto yang lucu, malah Leng siong juga ikut-ikutan ketawaKim Wan Thauto ada satu pendeta kesatria, tidak merasa malu ia mengaku kalah di hadapan lawan, seperti tempo hari dipecundangi Lo In. Ia tidak gusar melihat Eng Lian ketawa terpingkal-pingkal sebab memang ada menjadi maksudnya untuk bikin si nona nakal ketawa enak dengan kata-katanya yang lucu tadiTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ setelah berhenti ketawa, Eng Lian berkata, "Taysu, ini aku kembalikan. Lain kali jangan main-main begitu. Kalau dengan tidak cara kebetulan aku dapat menyambuti senjata anting-anting Taysu yang ampuh, barusan aku bisa celaka, syukur Taysu hanya main-main saja menyerangnya." Eng Lian berkata sambil menyerahkan kembali anting-anting si Thauto, sedang air mukanya sedikit pun tidak mengunjuk rasa tidak senang, malah tersenyum manis ke arahnya Kim Wan ThautoSi pendeta rambut panjang menerima kembali barangnya dengan menghaturkan terima kasih tapi diam-diam ia merasa gegetun akan kata-katanya Eng Lian yang menutupi ketidakbecusannya (Kim Wan Thauto). Ia tidak menyangka bahwa dibalik tingkah laku yang berandalan, Eng Lian ada gadis cilik yang simpatik. Dalam ucap katanya seakan-akan menghibur orang punya rasa cemas dan malu. Wataknya Neraka Neraka 2 Pendekar Rajawali Sakti 210 Misteri Wanita Bertopeng Pendekar Gila 2