Bocah Sakti 17
Bocah Sakti Karya Wang Yu Bagian 17 dekat. "Kau yang barusan main gila " Hm Bagus ya, perbuatanmu " orang itu seperti tidak mendengar bentakan orang. Ia diam saja, malah badannya melingkar seperti kedinginan. " Hiante, kau harus hati-hati." ia menasehati sang toako ketika melihat hiantenya datang lebih dekat dan mengangkat kakinya hendak menendang pantatnya orang yang sedang tidur. "Aku tidak perduli " sahutnya. Kakinya juga sudah lantas bekerja hingga orang itu tubuhnya terpental ngapung dan jatuh kira-kira jaraknya lima meter dari tempat barusan tidur. Anak muda itu cekikikan ketawa hingga tak dapat mempertahankan penyamarannya. Ketika sudah ketawa ngikik baru ia sadar, bahwa dirinya dalam penyamaran. Dua pemuda itu memang In Hiang dan Eng Lian yang menyamar. Dengan usulnya In Hiang, si dara cilik setuju untuk menyamar menjadi lelaki dalam usaha mencari Lo In, Mereka bermaksud akan menggodai Lo In, manakala mereka nanti bertemu muka. Eng Lian belajar juga pada In Hiang untuk membuat suaranya seperti laki-laki. Mereka gunakan panggilan toako dan hiante (kakak dan adik). In Hiang yang melihat orang itu ditendang sampai ngapung dan jatuh beberapa meter jauhnya, juga tak tahan untuk tidak ketawa. Ia masih bisa kendalikan dirinya, ketawanya tidak cekikikan seperti Eng Lian. "Toako" kata Eng Lian. "Dia hanya satu bocah saja, pantas barusan aku tendang sampai terbang melayang-layang. Hahaha..... " Eng Lian perdengarkan suara ketawa laki-laki. "Hei, kau mau apakah lagi dia ?" tanya In Hiang ketika melihat Eng Lian menghampiri lagi orang yang tadi ditendangnya. "Tidak, aku hanya iseng-iseng saja." sahutnya, sementara itu kakinya kembali bekerja. "Hei, kau gila.... " teriak Eng Lian ketika rasakan badannya enteng dan peksay (jungkir balik) ke belakang, ketika kakinya menyentuh badannya orang tadi. Entah bagaimana orang itu bergerak sebab tahu-tahu Eng Lian rasakan kakinya enteng dan ia peksay ke belakang sampai beberapa meter jauhnya. Persis jaraknya lima meter, seperti tadi Eng Lian menendang melayang orang yang lagi tidur itu. Eng Lian cepat bangun lagi dan matanya mengawaskan dengan gusar kepada orang itu yang masih tenang-tenang saja tidur. Ia menghampiri lagi, akan tetapi tidak berani datang dekat dan menendang seperti tadi sebab sudah merasakan akibat runyam. sementara itu In Hiang sudah datang kesitu. Ia melarang Eng Lian umbar napsunya, kemudian berkata kepada orang yang sedang tidur : "Kau orang gagah dari mana berani mempermainkan kami bersaudara " Kalau kau benar satu ksatria, lekas bangun dan hadapi kami berdua .Jangan seperti pengecut pura-pura tiduran " orang itu mendehem sekali lalu menggeliatkan badannya. Kali ini berbalik menghadapi Eng Lian dan in Hiang hingga dua gadis itu menjadi sangat kaget melihat wajahnya orang itu yang hitam legam kayak pantat kuali. Hanya sejenak mereka kaget sebab dilain detik mereka main mata untuk menggodai orang yang lagi tiduran itu, yang bukan lain adalah jago cilik kita yang jail. "Toako" kata Eng Liang. "Wajahnya dia hitam, lebih hitam dari pantat kuali di rumahku. Hahaha.... Mau banyak lagak lagi, berani permainkan orang yang sedang jalan." " orang hitam biasanya suka jail. Tadijuga tentu dia yang jaili kita. Mari, kita lanjutkan perjalanan jangan ladeni orang hitam " jawab In Hiang. Dua gadis itu meninggalkan Lo In tapi ketika melihat dua kudanya mendeprok tidak bisa jalan, mereka mendongkol dan balik menghampiri Lo In lagi. "saudara-saudara." tiba-tiba Lo In yang belagak tidur tadi berkata, sebelumnya Eng Lian memaki kudanya dijaili oleh si bocah. "Bukankah barusan kalian kata orang hitam tak boleh didekati, kenapa kalian kembali ?" "Huh " Eng Lian mendengus seraya monyongkan mulutnya, kelakuan mana kembali membikin ia membuka rahasia dirinya dalam penyamaran. "Memangnya aku datang untuk mendekati kau" Lekas kau sembuhkan kembali kuda kami " "Aku tidak berbuat apa-apa. Untuk apa aku menyembuhkan kuda kalian ?" "Bocah hitam " menyela In Hiang. "Kau berani permainkan kuda kami, benar-benar nyalimu sangat besar. Lekas kau sembuhkan. Kami tidak akan tarik panjang urusan " "Enak saja kalian berkata." sahut Lo In jenaka. "Kalian berbuat kurang aja terhadap yaya. Apa dengan begitu boleh saja " Hahaha..." In Hiang dan Eng Lian tercengang Lo In membahasakan dirinya yaya (kakek atau engkong) dan mereka dikatakan berbuat kurang ajar. "Kau kata kami berbuat kurang ajar, apa buktinya ?" tanya Eng Lian. "Buktinya kuda kalian melompati tubuh yaya yang sedang enak tidur " sahut Lo In. "Huh " mendengus Eng Lian. "Kau bocah hitam, kalau tidak dikasih hajaran, tentu tidak akan kenal kelihaian tuan mudamu " "Hiante, kau hajar saja " menganjurkan In Hiang ketawa. Mendengar anjuran kakaknya, Eng Lian tidak banyak membuang tempo. Ia gerakkan tangannya menghajar Lo In tapi dengan mudah dapat dikelit. Kembali Eng Lian menyerang dengan pukulan hebat, Lo In hanya sedikit mengelak. kembali Eng Lian memukul angin. Eng Lian keluarkan semua kepandaiannya yang ia dapat pelaj ari dari Ang Hoa Lobo dan Lamhay Mo Lie tapi semua itu hanya dilawan ketawa haha hihi oleh Lo In. sebentar-sebentar tubuhnya lenyap dari pandangan Eng LIan. si dara cilik menjadi jengkel, hampir dia mewek. kalau tidak In Hiang cepat turun tangan dan mengeroyok Lo In dengan pukulan-pukulan berbahaya. " Waduh, kalian boleh juga kepandaiannya." memuji Lo In ketika ia meluputkan diri dari pukulan in Hiang yang menyilang. "Bocah hitam, kalau tidak menyerah, tahu sendiri Kepalamu bakal remuk dimakan pukulan kami " seru Eng Lian gembira karena ia merasa dikeroyok dua orang kelihatannya Lo In seperti keripuhan. "Ya, bocah hitam. sebaiknya kau menyerah saja Jangan sampai tuan mudamujadi gusar dan tidak ada jalan untuk mengampuni kau lagi." In Hiang menimpali kawannya. "Masih terlalu pagi untuk membikin roboh yaya kalian." Lo In berkata takabur. "Yaya, yaya, ini yaya " bentak Eng Lian, tangannya menyambar ke lambung Lo in sementara tangan lainnya hendak mencolok mata orang. sambil berkelit dengan bagusnya, Lo In mengodai : "Anak bagus, kau mau bikin yayamu buta muda " Hm, kalau tidak dirotan pantatnya anak bagus ini belum tahu lihainya yaya. Dua-dua anak bagus ini memang nakal, lihat yaya nanti kasih hajaran " In Hiang dan Eng Lian tidak tahan dengan mengitiknya urat tawa mendengar si bocah melucu. Hampir-hampir saja ketahuan penyamarannya dengan ketawa ngikik kalau tidak keburu mereka sadar bahwa dirinya dalam penyamaran. Mereka perhebat serangannya hingga Lo In menjadi keripuhan juga. "Sudah, sudah, jangan godai yaya. Lekas kalian pergi " berkata Lo In setelah ia lompat mundur menghindarai serangan yang menggunting dari In Hiang dan Eng Lian. Kedua gadis itu melongo meliha serangannya yang sudah dihitung matang, lolos. "Bocah hitam, kaujangan banyak cakap " seru Eng Lian. "Akan kami tangkap kau dan suruh mandi supaya wajahnya tidak hitam " "Yaya tidak mau mandi, nanti kedua enci yaya tidak mau dekati yaya." "Masa sudah kakek-kakek punya enci" Hahaha.... " tertawa in Hiang. "Mau membahasakan diri yaya, lantas maupunya enci lagi siapa yang sudijadi encinya si bocah yang belum pernah kenal air " Eng Lian menimpali. "Kalian belum kenal sama enci yaya, kalau sudah lihat wajahnya " Hm Tanggung kalian tidak bisa tidur dan tidak bisa makan." "sampai begitu bagus encimu " siapa sih ?" tanya In Hiang kepingin tahu. "Aha, anak muda. Kau jangan mau main asmara. Baiknya kalian ngomong sama yaya, kalau sama yang lain kan jadi malu." "Huh Anak masih belum hilang bau pupuknya mau mengaku jadi kakek "jengek Eng Lian sambil menahan ketawa melihat lagaknya Lo In yang sangat Jenaka. "Bocah, kau jangan main yaya-yayaan. Lekas kasih tahu siapa encimu " in Hiang mendesak seraya tangannya tidak berhenti menyerang. "Kalian anak-anak muda ini belum tahu kedua enci yang sayang pada Yaya. Kalau kedua enci Yaya lihat kalian mengeroyok Yaya, pasti kalian akan dirotani oleh mereka." Tak tahan Eng Lian menekan rasa kepingin ketawanya, maka seraya menyerang ia ketawa cekikikan hingga penyamarannya menajadi phoatang. "Hai, engko ini punya dua suara ?" Lo In berkata. "Tadi suaranya laki-laki, kenapa sekarang ketawanya ngikik seperti cewek tukang nangis......?" "Ini cewek. anak kurang ajar " Eng Lian dengan cemberut menghajar kepala Lo In dengan hebat hingga Lo In agak kaget juga menghindarinya. "Hei, kenapa kau jadi marah-marah ?" Lo In menggodai. "Enci ini, eh, engko ini tidak apa-apa." Lo In berkata pada In Hiang. "Hei, engko kecil, kaujuga boleh marah seperti ini engko tukang cemberut " Lo In ngeledek Eng Lian hingga si nona makin gemas saja pada adik In-nya yang nakal. sampai sebegitu jauh, ia belum mau membuka penyamarannya. Masih terus Eng Lian mencecari Lo In dengan rupa-rupa tipu pukulan yang berbahaya, akan tetapi Lo In dengan seenaknya saja meluputkan diri hingga si nona jadi kewalahan. In Hiang yang kepandaiannya memang ajaran Lo In, sudah tentu tiap serangannya sudah dapat diduga oleh sang guru cilik. Ia merasa Lo In sudah tahu keadaan mereka, tapi In Hiang masih mau ngotot. "Anak sambel, kau masih belum mau menyerah ?" bentak In Hiang, kakinya menendang dengan tiba-tiba. Tangan Lo In lebih cepat, menyambuti tendangannya hingga kakinya In Hiang kena dipegang dan ia berdiri hanya dengan satu kaki. Mukanya In Hiang merah jengah, ia coba menarik kakinya tapi tak terlepas dari pegangan Lo In. Lucu kelihatannya adegan itu. " Hiante, kau lekas tampar mukanya untuk tolong toakomu " seru In Hiang pada Eng Lian yang sebentaran ia berhenti menyerang melihat In Hiang berkutatan melepaskan kakinya yang terpegang Lo In. Eng Lian menurut. Ia dekat Lo In dan menampar pipinya. Lo In tidak berkelit, ia pasang pipinya yang hitam. "Plak " suara keras terdengar. Tamparannya itu benar kasih bunyi plak mengenai sasarannya. Tapi ia kaget bukan main ketika ia hendak tarik pulang tangannya telah melekat pada pipinya Lo In. Bingung Eng Lian sampai banting-banting kaki karena tangannya tak dapat ditarik pulang. Tangan kirinya dikasih kerja hendak menggempur bahu Lo In. si bocah wajah hitam majukan dirinya sedikit hingga gempuran si nona bukannya menggempur tapi merangkul si bocah hinga ia berada dalam pelukan tangan kiri Lo In. Tangan kanannya tetap memegangi kaki In Hiang yang sudah jadi madi keringat ketakutan. "Anak putih mesti ketemu anak hitam " terdengar Lo In berkata berbareng Eng Lian rasakan pipinya dicium Lo In. Bukan main kagetnya Eng Lian hingga ia rasakan panas selebar mukanya. Tak dapat ia berontak sebab badannya seperti menempel dengan badan Lo In, maka ia diamkan saja perbuatan Lo In. Bagi Eng Lian saat demikian bukannya kejadian yang tidak enak. sebab saat demikianlah yang ia nanti-nantikan dalam impiannya. Malah ia mengharap lamalamaan dalam kecupan si bocah nakal. In Hiang yang menonton adegan itu berdebaran hatinya. Ia sangat gelisah, dalam hati berubah liar kelakuannya. Aiiii, bagaimana ini " sebentar apa aku tidak mendapat gilirannya " Aiii, kenapa adik kecil jadi berubah begitu " ah, aku ta...." In Hiang sebenarnya mau membilang 'ta..... kut.' Tapi takutnya belum keluar, tiba-tiba ia rasakan kakinya disentak perlahan, menyusul badannya seperti enteng melayang dan tahu-tahu dia sudah berada dalampelukan di tangan kanan Lo In. "Adik ke..." katanya terputus, wajahnya dirasakan panas dan hatinya berdebaran yang tidak pernah ada sebelumnya ketika ia merasakan pipinya menjadi satu dengan bibirnya Lo In. si nona meronta hanya membikin Lo In lebih keras menekan pipinya yang gemetar. Dan.... In Hiang alias Bwee Hiang juga tidak meronta dengan sungguh-sungguh sebab apa yang diperbuat oleh Lo In adalah satu kejadian yang sering ia impikan. "Adik kecil, kau masih belum mau lepaskan encimu?" bisik Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Bwee Hiang ketika Lo In sudah puas menciumnya. (selanjutnya kita kembali kepada namanya yang lama, tidak lagi In Hiang). Lo In bersenyum dan menatap wajah Bwee Hiang dengan penuh rasa kasih sayang. Perlahan-lahan Lo In melepaskan Bwee Hiang, tampak si nona seperti merasa berat menjauh diri dari badan Lo In. sementara itu, di tangan kiri, Eng Lian masih terus melayang-layang pikirannya sambil menyandarkan kepalanya pada dadanya Lo In yang kekar. oh, bagaimana sedap rasanya barusan ia dikecup Lo In. Masih hangat rasanya dalam ingatannya kecupan jago cilik kita, pemuda impiannya. Ia tidak mengiri atau cemberut ketika nampak Bwee Hiang juga tiba-tiba telah berada dalam pelukan Lo In. ia tidak sempat memikir itu, ia hanya merenungkan nasib dirinya yang bakal datang menjadi kawan hidup Lo In. Bwee Hiang diam-diam merasa heran, Lo In dalam beberapa bulan saja berubah kelakuannya. Dalam bersenda gura atau berlatih silat, Bwee Hiang memang sering menemukan kelakuan ganjil Lo In yang suka memegang dan memeluk dirinya. Tadi ketika ia selidiki apa yang anak itu perbuat adalah kelakuan yang wajar, bukannya disebabkan oleh dorongan perasaan kedewasaan. Bwee Hiang memang merasa hutan budi besar pada Lo In. Maka kalau toh apa yang diperbuat Lo In atas dirinya itu dilakukan oleh karena dorongan asmara, ia juga tidak menyesal. Malah ia berjanji akan menyambutnya. Ia merasa dirinya lebih tua lima- enam tahun dari Lo In. Namun Bwee Hiang tidak menghiraukan perbedaan usia itu. Dan tekadnya sudah menjadi teguh bahwa hanya si bocah wajah hitam yang akan memiliki dirinya. ia tidak ingin dirinya dimiliki oleh lain orang. sering Bwee Hiang mengimpikan kebahagiaan yang akan ditempuh oleh mereka. sekarang Bwee Hiang menjadi heran, nampak perubahan adik kecilnya yang mendadak. sekaligus Eng Lian dan ia berada dalam pelukan si bocah, itu menandakan bahwa Lo In memilih mereka berdua akan menjadi kawan hidupnya. Ia merasa puas dengan keputusan Lo In yang tidak memilih kasih. Tadinya ia menduga Lo In akan memilih Eng Lian dan melupakan dirinya karena perbedaan usia. sungguh, tidak pernah ia mengharap sebelumnya bahwa Lo In akan perlakukan dirinya seperti Eng Lian teman akrabnya. Perasaan terima kasih Bwee Hiang dapat dilihat dari sorot matanya ketika membalas tatapan Lo in dikala si bocah dengan perlahan-lahan telah melepaskan pelukannya. "Enci Lian, kau lagi ngelamun apa " Apa tanda mata dari adikmu tak hilang ?" tegur Lo In ketawa ketika Eng Lian masih enak-enakan saja menyandarkan kepala di dadanya. Eng Lian seperti baru tersadar, ia melompat sambil meraba pinggangnya dimana ada tergantung pedang Kwee Cu Gie Toan kiam, tanda mata dari Lo In. Ia bersenyum rada kikuk. Menuruti adanya ia ingin mencubit si hitam. Kalau saja tidak melihat Bwee Hiang ada hadir disitu tengah bersenyum-senyum ke arahnya. "Adik In, bagaimana kau bisa menduga bahwa kami ada Bwee Hiang dan Eng Lian ?" tanya Eng Lian ketawa manis. "Dari pembicaraan kalian berdua, aku sudah menduga bahwa yang dimaksudkan dalam pembicaraan adalah si bocah muka hitam. Kecurigaanku bahwa enci dan enci Hiang yang telah menyaru menjadi lelaki ketika mendengar suara enci Lian nyekiki, lalu kita bertempur dan aku kenali jurus-jurus yang dimainkan oleh enci Hiang adalah ajaranku dan tipu-tipu yang enci Lian mainkan adalah tipu gerakan dari Lamhay Mo Lie. Hahaha.... Mau godai si bocah wajah hitam, sebaliknya kena digodai dan si bocah wajah hitam menikmati rentenya (bunganya) oh..." Lo In pejamkan matanya seperti mengenangkan kejadian barusan. Eng Lian dan Bwee Hiang saling pandang sambil bersenyum kikuk dan paras mukanya kemerah-merahan jengah . Kenapa Lo In cepat matang dalam urusan asmara " Itu disebabkan 'ajaran' sian Tin. selama Lo In tinggal dalam rumahnya si cantik, Lo In telah dikasih kuliah soal cinta. Maksudnya adalah untuk membuat Lo In masuk perangkap. Tapi kesudahannya Lo In benar matang dalam soal asmara namun ia tidak sampai masuk dalam jebakan yang dipasang oleh si cantik sian Tin. Apa yang diperbuat Lo In terhadap Eng Lian dan Bwee Hiang, bukan kejadian yang direncanakan semua oleh Lo In. itu hanya kejadian yang kebetulan. Ketika Eng Lian jatuh dalam pelukannya, ia mencium baunya harum dari seorang wanita dan nampak wajahnya Eng Lian yang cantik menantang meski dalam penyamaran sebagai pria. Tak dapat ia menguasai geloranya sang hati yang memang mencintai pada enci Lian-nya ini. seketika juga ia mencium pipinya si cantik dengan penuh kesayangan. Di lain pihak ia melihat Bwee Hiang. Enci gede ini meskipun usianya beberapa tahun lebih tua dari dirinya, kecantikannya tak jauh dari enci Liannya dan sangat baik pribadinya dan menyayanginya. Pikirnya, kenapa ia tak mau ambil juga Bwee Hiang sebagai kawan hidupnya " Maka begitu ia dapat pikiran, lantas ia gunakan kepandaiannya menggentak kakinya Bwee Hiang, yang kontan telah jatuh dalam pelukannya. Bagaiaman bahagianya Lo In tatkala ia memeluk 2 bidadari di kirikanannya, dua gadis yang mencintai dan menyayangi dirinya dengan hati yang murni. Demikianlah kisah cinta dari bocah sakti kita, telah meledak pada waktu yang tidak diduga-duga sama sekali. Tiga insan yang barusan menikmati kebahagiaan itu, dilain detik tampak sedang duduk mengaso dibawah sebuah pohon besar dan rindang. Adem mereka disitu beristirahat, saling menuturkan kisah mereka selama berpisahan. Lo In minta Bwee Hiang terlebih dahulu menuturkan perjalanannya. Bwee Hiang selama berpisah dengan Lo In memang paling banyak menemukan pengalaman. Ia menuturkan dengan napsu kepada adik kecilnya dan Eng Lian, diseling oleh gerakan-gerakannya yang saban-saban membuat Lo In dan Eng Lian ketawa ngakak. setelah si gadis habis menutur, tampak Eng Lian masih ketawa- ketawa, sebaliknya Lo In telah menghela napas beberapa kali. Bwee Hiang menjadi heran. ia lalu menanya, "Adik In, apa kau pikir ada yang tidak betul perbuatan yang aku telah lakukan?" Lo In ketawa dan menatap wajah Bwee Hiang yang cantik jelita tengah memandang ke arahnya dengan sorot mata menanya. ditatap demikian mesra oleh adik kecilnya, yang sekarang ia rubah panggilannya menjadi 'adik In' setelah dikecup pipinya oleh si bocah nakal, tampak Bwee Hiang likat dan menundukkan kepalanya. "Enci Hiang, yang kau lakukan semua betul." sahut Lo In. "Hanya itu saja........" Bwee Hiang senang perbuatannya 'dibetulkan' oleh sang adik kecil, tapi ia melengak pujian Lo In itu ada buntutnya. Maka ia angkat kepalanya menatap Lo In, seperti hendak menanya, bibirnya bergerak-gerak tapi tidak mengeluarkan suara. Lo In bersenyum, kemudian berkata : "Enci Hiang, hanya enci terlalu banyak membunuh orang. sebaiknya selanjutnya enci batasi napsu membunuh itu...." Bwee Hiang tergetar hatinya mendengar kata-kata Lo In. ia telah melakukan pembunuhan menuruti napsu hatinya sebagai reaksi atas pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh sucoan sam-sat, harus membunuh setiap ketemu orang jahat. Meskipun Lo In tidak terang-terangan mencela perbuatannya, tapi ia mengerti bahwa Lo In tidak membenarkan perbuatannya yang kejam. Ia tidak mengira si bocah nakal itu mempunyai pribadi yang demikian luhur, maka seketika hatinya Bwee Hiang menjadi bimbang. Ia menundukkan kepala, seakan-akan terima salah atas teguran halus Lo In. si bocah wajah hitam tidak mau encinya berduka, maka ia lalu menghibur : "Enci Hiang, aku tidak menyalahkan semua perbuatanmu itu sebab kau lakukan dengan terpaksa. Hanya selanjutnya aku harap kau suka membatasi napsu membunuhmu itu, jangan kau salah paham atas perkataan adikmu." Bwee Hiang diam saja, seraya menundukkan kepala. Lo In mendekati enci Hiangnya. Perlahan-lahan ia ulur tangannya memegang dagu si nona dan diangkat hingga wajah si nona mendongak. tampak matanya berkaca-kaca menangis hingga Lo In menjadi tak enak hatinya. "Enci Hiang, adikmu telah membuat kau sedih." kata Lo In gugup, berbareng ia merangkul si nona dan menciumi pipinya hingga air mata Bwee Hiang yang mengalir telah membasahi pipinya Lo In yang hitam. Bwee Hiang diam saja pipinya yang putih mulus dan bibirnya yang kecil menantang dikacau oleh mulutnya Lo In yang nakal, malah kesedihannya seketika telah menjadi lenyap tanpa bekas. Tiba-tiba ia ingat bahwa disitu ada Eng Lian, maka dengan perlahan ia mendorong tubuhnya Lo In sambil berkata, "Adik In, kau sudah angot ?" Lo In lepaskan rangkulannya sambil ketawa nyengir, "Enci Hiang, adikmu sekarang senang melihat kau ketawa lagi..... aduh " si bocah tiba-tiba mengaduh karena tangan Bwee Hiang secepat kilat telah mencubit lengannya sampai matang biru. sementara itu Bwee Hiang telah ketawa ngikik. Eng Lian yang menyaksikan adegan berciuman antara Bwee Hiang dan adik in-nya, sedikitpun tak merasa ngiri atau cemburu. Malah la ketawa ngikik ketika melihat Bwee Hiang mencubit Lo In hingga teraduh-aduh. "Makanya jadi adik jangan suka membikin enci jengkel. Enak ya, kalau sudah dicu... eh, adik In kau edan-edanan...." lenyap kata-kata Eng Lian karena pada detik itu tubuhnya tak berkutik dalam pelukan Lo In dan menikmati kebahagiaan yang dialami Bwee Hiang barusan, hingga napasnya dirasakan macet, hidungnya yang halus bangir ditekan oleh kecupan mesra dari adik in-nya yang nakal. "Adik In, apa kau tidak malu sama enci Hiang yang menonton perbuatanmu?" kata Eng Lian setelah dapat bernapas lega seraya mendorong tubuhnya Lo In hingga perlahan-lahan si bocah nakal telah melepaskan pelukannya. "orang sendiri, untuk apa merasa malu ?" sahut Lo In seraya matanya mengerling pada Bwee Hiang yang saat itu berdiri bengong menyaksikan kenakalan adik kecilnya. Bwee Hiang hanya bersenyum mendengar perkataan Lo In. "Enci Hiang, sekarang kita sudah tahu adik kita ini sudah berubah liar adatnya. sebaiknya kita harus hati-hati, jangan kena dipermainkan lagi....." kata Eng Lian sambil monyongkan mulutnya yang mungil ke arah si hitam nakal. Bwee Hiang ketawa ngikik mendengar perkataan dan melihat lagaknya Eng Lian. Kenapa Lo In jadi liar, apa benar liar dan berubah adatnya menjadi bocah hidung belang "Baik diterangkan sedikit supaya pembaca jangan punya anggapan bahwa Lo In sekarang adalah bocah bergajul. Lo In adalah satu bocah yang wataknya angin-anginan. ia disatu saat bisa menangis berbareng ketawa, bisa berduka berbareng girang. ia sebenarnya belum tahu apa-apa. Tapi setelah mendapat kuliah asmara dari sian Tin, mendadak ia jadi matang pikirannya. ia membayangkan sikap dan gerak gerik enci Lian dan Hiangnya terhadap dirinya. Ia dapat keyakinan dua gadis itu tentu mencintai dirinya. Untuk meneguhkan keyakinannya, ia ingin mencoba dengan kelakuannya yang melanggar garis kesopanan, coba bagaimana reaksi dari dua gadis yang ia memang setuju untuk dijadikan kawan hidupnya. Ia tidak menyangka bahwa ia telah menemukan dua gadis sekaligus, yang tadinya ia ingin mencobanya satu demi satu. Lo In merasa girang menemui dua gadis itu dengan berbareng, pikirnya ia mau mencoba sekalian apakah diantara mereka ada timbul perasaan mengiri dan cemburu disebabkan ingin memonopoli dirinya (Lo In). Lo In sangat cerdik, ia dapat menyelami perasaan seorang wanita. Maka setelah ia mengecup Eng Lian, tidak lupa ia mencium Bwee Hiang. Begitu sebaliknya, hinga gadis itu tidak menjadi iri-irian. Lo In senang bahwa dua gadis cantik itu kelihatan bisa akur untuk dijadikan dua kawan hidupnya nanti. Demikian ketika mendengar kata-kata Eng Lian yang lucu, bahwa dua gadis itu harus waspada terhadap dirinya (Lo In) yang sekarang berubah liar. Lo In hanya ketawa nyengir sambil matanya melirik pada Bwee Hiang yang menyambut ia dengan jebikan bibirnya bersenyum. oh, alangkah bahagianya Lo In mengecap suasana pada saat itu. Meskipun demikian, ia tidak melupakan pada tugasnya untuk menolong Leng siong yang kini berada di Coa-kok (Lembah Ular). Maka ia lalu berunding dengan Bwee Hiang dan Eng Lian. Pertolongan pada Leng siong harus lekas dilakukan, maka bertiga telah melakukan perjalanan ke suyangtin. Pada waktu itu kira-kira sudah setengahh bulan lamanya sejak Lo In dan Kim wan Thauto berjanji, maka masih ada setengah bulan lagi tempo untuk pertemuan mereka. Tapi dengan tidak disangka-sangka, tiga hari setelah Lo In dan dua kawannya berada di suyangtin, Kim Wan Thauto pun sudah datang kesitu. Bukan main girangnya mereka bertemu satu dengan lain. Segera pada malamnya telah diadakan pesta perjamuan, untuk memberi selamat kepada Lo In dan kawan-kawannya yang hendak pergi ke Coa-kok. Dalam perjamuan itu, Kie Giok Tong dan saudaranya telah dibikin gembira dan kagum mendengar Lo In, Bwee Hiang dan Eng Lian masing-masing menuturkan sedikit perjalanannya ketika mereka berpisahan. Besoknya mereka berangkat langsung menuju ke Coa-kok. Dalam perjalanan mereka sangat gembira. Dengan adanya Bwee Hiang, Kim wan Thauto tidak merasa kikuk lagi menghadapi Eng Lian yang agak liar lagaknya, malah ia banyak ketawa dan timbullah kelakuannya yang Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Jenaka dan suka bergurau hingga keempat orang itu menjadi sangat girang. Di perjalanan mereka tidak menemukan halangan apa-apa hingga dapat langsung menuju ke pulau ular, yang dikatakan sangat seram oleh rimba persilatan karena setiap jago dari dunia kangouw yang datang kesitu selalu lenyap tanpa ada beritanya. "Adik In." kata Kim Wan Thauto. "Tugas kita berat juga. Di Coa-kok selain ada Lamhay Mo Lie dan Ang Hoa Lobo, kabarnya ada banyak sekali jago-jago yang membantunya. Mereka membantu bukan dengan suka rela tapi dipaksa oleh obat 'Cian-cit-su-su-hun' (obat bubuk mematikan ingatan 1000 hari), kita harus waspada." "Mungkin masih ada yang dinamai Kim Coa siancu." nyeletuk Eng Lian ketawa. "Tentu adik Leng siong yang jadi Kim Coa siancu." kata Bwee Hiang. "siapa lagi kalau bukannya adik siong." sahut Eng Lian. Lo In hanya ketawa nyengir saja mereka memperbincangkan soal kekuatan coa-kok. Tidak berapa lama, mereka sudah memasuki daerah Coa- kok yang berbahaya. sebenarnya sangat sukar orang menemukan coa-kok. sebab sesampainya di daerah pulau ular itu sudah tidak ada orang yang berani mengatakan coa-kok letaknya disebelah mana. semua orang takut sebab siapa yang berani bilang dimana letaknya Coa-kok. pasti orang itu bakal tidak bernyawa dengan tiba-tiba. Tapi Lo In dan kawan-kawannya dengan mudah dapat menyatroni coa-kok berkat Eng Lian yang menjadi penunjuk jalan. Tidak heran sebab Eng Lian pernah menjabat Kim Coa siancu dari Coa-kok. Demikian, ketika mereka memasuki Coakok telah dihadang oleh barisan ular yang ratusan jumlahnya hingga Bwee Hiang kaget dan ketakutan sedang Kim Wan Thauto mundur beberapa tindak dengan mata terbelalak. sebaliknya Lo In dan Eng Lian tenang-tenang saja sebab mereka adalah ahli-ahli penjinak ular. "Enci Hiang, kaujangan takut." kata Eng Lian ketawa. "Adik Lian, aku bukannya takut. Aku merasa geli melihat demikian banyaknya ular." sahut Bwee Hiang yang menabahkan hatinya sebisa-bisanya. "Enci Hiang, nanti kalau ada kesempatan, aku akan ajari kau menakluki ular. Pasti selanjutnya bukan saja kau tidak takut terhadap ular, malah kau merasa senang. Hihihi...." "Adik nakal, kaujangan ketawakan encimu " kata Bwee Hiang sambil mencubit perlahan lengannya si dara cilik, sementara itu Lo In sudah mencabut serulingnya. Di lain saat telah mengalun suara seruling di lembah ular yang sunyi itu. Perlahan-lahan tampak ratusan ular itu bergerak mundur ke samping, seakan-akan memberi jalan untuk Lo In dan kawan-kawan lewat. Mereka berbaris dipinggiran, seraya kepalanya semua diangkat dan lidahnya saban-saban dijulurkan keluar, menakutkan sekali. Ragu-ragu Bwee Hiang mengikuti Lo In yang mulaijalan melewati barisan ular, tapi Eng Lian dengan nakal sudah menjambret lengannya sambil berkata : " Kenapa enci kita menjadi ketakutan begini " Adik In, bagaimana kalau aku dorong enci Hiang ke gerombolan ular " Kau nangis tidak ?" "Anak nakal, masih sempat berkelakar?" tegur Bwee Hiang melotot, tangannya kembali mencubit lengan Eng Lian hingga si dara cilik ketawa ngikik. Lo In tidak melayani kelakarnya Eng Lian sebab pikirannya sedang dipusatkanpada lagu serulingnya yang sedang mengatur kawanan ular itu berbaris dan tidak mengganggu perjalanan mereka. selanjutnya Bwee Hiang berlaku gagah, tidak mau unjuk kelemahan dia. Kim Wan Thauto percaya penuh akan kepandaian adik Innya. Maka ia juga dengan tabah telah melalui barisan ular yang menakutkan itu. Kalau si bocah sakti dan Eng Lian saja yang masuk ke lembah ular itu, maka tentu dengan mudah mereka dapat masuk keluar diantara ratusan ular itu, tapi karena membawa Kim Wan Thauto dan Bwee Hiang, maka Lo In terpaksa menggunakan serulingnya untuk menakluki kawanan ular itu. Jalan belum berapa lama setelah melewati barisan ular, mereka dicegah oleh beberapa jago silat yang bertubuh kekar dan bengis. Mereka menegur Lo In dan kawan-kawan yang lancang memasuki lembah yang angker itu. "Toako, enci Hiang, enci Lian." tiba-tiba kata Lo In. "Kita tidak bermusuhan dengan orang-orang Coa-kok. Harap kalian jaga jangan sampai menumpahkan darah " Lo In sangat kuatirkanBwee Hiang sebentar ngamuk meminta banyak korban. Maka dengan peringatannya itu, ia harap sang enci yang galak itu dapat mengendalikan dirinya. "Adik In, kau jangan kuatir." Bwee Hiang menjawab kontan. sebab ia tahu bahwa perkataannya Lo In itu ditujukan kepadanya. Lo In senang mendengar janjinya sang enci. "Para paman." kata Lo In ketika mendengar teguran mereka. "Kami datang kesini bukan hendak mengacau atau bermaksud jelek hanya mau minta pulang enci Leng siong yang telah dibawa Lamhay Mo Lie kesini." Matanya jago-jago pilihan itu mendelik mendengar Lo In menyebut 'Lamhay Mo Lie' sebab itu adalah pantangan untuk orang menyebutkannya. "Leng siong adalah adikku yang menjadi Kim Coa siancu " nyeletuk Eng Lian. Makin beringas orang-orang itu mendengar perkataan Eng Lian, demikian berani menyebut Kim Coa siancu yang menjadi pantangan keras orang menyebutnya. siapa menyebut Kim Coa siancu mesti mati Maka satu diantaranya telah berkata : "Aku Hek-houw Ma Liong memimpin barisan kesatu, tidak mengijinkan kalian masuk lebih jauh. Disinilah tempat kuburan kalian " "Semuanya ada berapa barisan ?" Bwee Hiang mendahului Lo In menanya. "Untuk apa kau menanyakan, di tempat ini sudah menjadi kuburan kalian " sahutnya. Menuruti hatinya, Bwee Hiang sudah kepingin kasih hajaran saja pada orang yang sombong itu, tapi ia tidak ma lancang mendahului Lo In. "Menjadi kuburan kami orang sih belum tentu." sahut Lo In ketawa nyengir. "cuma untuk apa kita bentrok. lebih baik kami masuk untuk kita menghadap Lamhay Mo Lie." "Kau berani menyebut namanya sucouw ?" Hek-houw Ma Liong membentak. berbareng tangannya menyerang Lo In dengan hebat sekali. Entah berapa barisan pula yang harus dilalui, maka Lo In tidak mau membuang tempo. Begitu tangan Hek-houw Ma Liong sampai ke dadanya, ia mengetuk sedikit. Tangan kanannya menyusul menepuk pundak si Macan Hitam, seketika itu juga tubuhnya Hek-houw Ma Liong ambruk dengan mata melotot penasaran. segera kawan-kawannya menerjang. Tapi Lo In tidak kasih hati. semuanya sudah kena ditotok rubuh. Kiranya barisan kesatu itu tidak kurang dari 15 orang semuanya. Kim Wan Thauto terbelalak matanya nampak Lo In demikian tangkas dalam sedikit waktu saja sudah merobohkan jago-jago kelas wahid demikian banyaknya. Lo In ajak kawankawannya meneruskan perjalanan. "Adik In, kenapa tadi kita tidak menanyakan berapa barisan lagi kita bakal lewatkan kepada salah satu korban totokanmu ?" kata Bwee Hiang. "Biarlah, disebelah depan nanti kita tanya." sahut Lo In. "Berani masuk. tandanya kalian bakal mampus " tiba-tiba Lo In dan kawan-kawannya mendengar bentakan orang, berbareng muncul di depan mereka kira-kira 15 orang kuat lagi. "Adik In, apa aku boleh turun tangan membantu ?" tanya Kim Wan Thauto. "Tak usah." sahut Lo In. "Biar adikmu yang bekerja. Toako, enci Hiang dan enci Lian diam-diam menonton saja." Bwee Hiang lihat orang-orang yang mencegat mereka kelihatannya lebih menakutkan romannya. Ia kuatir adik kecilnya nanti salah tangan dan dirobohkan, maka ia sudah hendak membuka mulut, tapi Lo In yang tahu maksudnya telah menggoyangkan tangannya. "Kami tidak hendak mencari sucouw, hanya datang kemari untuk minta kembali enci Leng siong." Lo In kata kepada orang-orang yang mencegat mereka. "Leng siong, adikku yang sekarang jadi Kim Coa siancu " nyeletuk Eng Lian. orang-orang itu pada mendelik matanya mendengar disebutnya Kim Coa siancu. segera juga menyerang pada Lo In yang berdiri paling depan. Tapi jago cilik kita dengan gesitnya telah menghilang, kemudian tahu-tahu saling susul terdengar keluhan dan semuanya telah ambruk ditotok oleh Lo In. Bwee Hiang mendekati salah satu korban dan menanyakan masih ada berapa barisan lagi di depan. orang itu tidak mau meladeni si nona hingga Lo In mendongkol dan ia menotok jalan darahnya yang membuat orang itu merasa akan sekujur badannya digigiti ribuan semut gatal. Lantaran itu orang itu terampun- ampun dan menerangkan bahwa masih ada tiga barisan sebelumnya mereka sampai di markas besar Ang Hoa Pay. Lo In ajak kawan-kawannya maju lebih jauh. Dua barisan berikutnya juga dengan mudah dapat dilewati oleh mereka berkat kepandaiannya Lo In yang istimewa. sekarang mereka tinggal menghadapi barisan kelima. Tiba-tiba mereka mendengar suara ngikik ketawa, itulah suaranya orang perempuan. sebentar lagi muncul satu barisan perempuan dengan dipimpin satu wanita cantik, siapa ternyata adalah Lengkoan Giok Lie Kam Liang Eng. Lo In jadi serba susah harus melayani perempuan. Maka ia melirik pada Bwee Hiang dan Eng Lian. si enci Hiang menjebikan bibirnya, si enci Lian monyongkan mulutnya, semua ditujukan ke arahnya seperti juga mau mengatakan : "Huh sekarang baru mau minta bantuanku, ya " Lucu lagaknya mereka hingga Kim Wan Thauto ketawa ngakak. Akan tetapi dua gadis itu tahu pentingnya urusan, maka mereka lantas menghadapi Lengkoan Giok Lie dan menyatakan maksud kedatangannya. Lengkoan Giok Lie unjuk roman gusar mendengar Eng Lian menyebutkan namanya Kim Coa siancu. sebera juga Bwee Hiang dan Eng Lian dikeroyok oleh kirakira lima belas orang barisan perempuan yang dikepalakan oleh Lengkoan Giok Lie Kam Lian Eng. Dua jago betina kita tidak mengalami kesulitan karena dengan kepandaiannya yang tidak sembarangan orang dapat menandinginya. Dalam tempo pendek semuanya dapat dirobohkan dengan totokan mereka yang lihai. Lo In ketawa terkekeh-kekeh melihat dua gadisnya tidak mengalami kesulitan. Tiba-tiba ia lihat ada sinar berkeredep saling susul menyambar pada Eng Lian dan Bwee Hiang. Cepat Lo In kebaskan lengan bajunya hingga sinar tadi menyamping arahnya dan sebera terdengar teriakan saling susul. Kiranya dua orang anak buah dari barisan kelima telah mati seketika kena disambar sinar tadi. Eng Lian memandang pada mereka, tiba-tiba ia berseru :"Bu-im-in-coa " 'Bu-im-in-coa' atau 'Cap ular tanpa suara' adalah senjata ampuh dari Kim Coa siancu. Lo In kaget dan kuatir dua gadisnya mendapat kesulitan karena senjata berbahaya tadi. Maka ia lekas teriaki Bwee Hiang dan Eng Lian supaya mereka berkumpul jadi satu guna memudahkan ia melindungi mereka. Eng Lian dan Bwee Hiang lompat saling susul menghampiri Lo In. Berbareng terdengar suara ngikik ketawa, disusul oleh munculnya seorang gadis jelita dengan pakaian tipis menggiurkan, kepalanya memakai kopiah dengan burungburungan indah yang kalau mengangguk burung-burung itu bergerak seperti mematuk-matuk. Kecantikannya gadis jelita itu mengingatkan kepada Eng Lian sebab gadis itu bukan lain adalah Leng siong adanya yang sekarang mejadi Kim Coa siancu. "Adik siong " berseru Eng Lian dan Bwee Hiang hamcir berbareng. Kim Coa siancu tidak melayani seruan mereka, sebaliknya ia mendengus : "siapa berani mematahkan serangan siancu barusan ?" tegurnya dengan suara empuk berwibawa. Kim Wan Th auto tengah bengong mengawasi pada Leng siong alias Kim Coa siancu. Lo In maju ke depan. "Enci Leng siong, aku yang barusan berbuat " katanya. "Hihihi, anak hitam " kata Leng Siong alias Kim Coa Siancu. "Kau berani usilan dengan senjata siancu, berarti jiwamu sudah dekat mati. Hihih.. anak hitam." Berbareng, entah bagaimana Kim Coa siancu bergerak, tahu-tahu sinar berkeredep tadi telah menyerang Lo In. Tapi, si bocah sakti mana dapat dihajar Bu-im-in-coa biar bagaimana lihainya juga. senjata ampuh dari Kim Coa siancu itu menyambar laksana kilat cepatnya, tapi kegesitan Lo In lebih hebat lagi. seperti asap Lo In menghilang dari depan Kim coa siancu, tahu-tahu ia sudah ada dibelakangnya. "Adik In, kau tangkap dia. Adik siong sudah tidak ingat akan dirinya siapa. Maka lekas tangkap dia " Eng Lian berteriakteriak sambil berjingkrakan. Lo In ragu-ragu untuk menangkapnya, maka ia menyahut : " Lekas kalian bantu menangkapnya " Bwee Hiang dan Eng Lian mengerti keragu-raguan Lo in, maka dengan saling susul mereka melompat datang dan sekarang Kim Coa siancu dikepung oleh tiga orang. "Bagus, kenapa Thauto itu tidak sekalian turun tangan ?" jengek Kim Coa siancu tatkala melihat dirinya sudah dikurung. Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kim Wan Thauto yang sedang berdiri bengong menjadi kaget mendengar perkataan siancu. sambil ketawa ia maju dan berkata : "Nona Leng siong, aku mau bawa-bawa juga aku si Thauto tua untuk main-main" Hahaha.... mari kita main petak " "Bagus, semua sudah turun " Kim Coa siancu mendengus, tampaknya ia memandang enteng kepada empat lawannya yang siap menangkap dirinya. Eng Lian membisiki Bwee Hiang dan Kim Wan Thauto supaya waspada jangan sampai kena digigit Kim Coa siancu. Kalau kena digigit pasti akan berbalik pikirannya dan menjadi orangnya Kim Coa siancu. Mereka mengiyakan. Ketika Eng Lian mendekati Lo In hendak membisiki apa yang ia barusan katakan kepada dua kawannya, mendadak ia merandek dan ingat dirinya tempo hari telah tersadar dari ingatannya karena menggigit daging si bocah hitam. Ia lalu berkata, "Adik In, ingat yang tempo hari aku telah menggigit kau hingga ingatanku kembali normal " Nah, sekarang juga kau harus kasihkan dagingmu digigit adik siong supaya pikirannya yang sehat pulih kembali." "Ah, aku tidak mau. sakit tempo hari juga enci gigit, dua hari rasanya masih belum hilang sakitnya." sahut Lo In ketawa menggoda. "Adik In, kenapa kau jadi pengecut begini." Eng Lian kata lagi cemberut. "Habis, kalau digigit nati dagingku sempowak. siapa bisa ganti ?" menggoda Lo In. Eng Lian nyekikik ketawa. "Adik In, kenapa kau pelit amat sih " Kenapa sih derma dagingmu sedikit untuk menolong adik siong " Eng Lian deliki matanya pada si bocah. "Baiklah." sahut si bocah nakal. "Eh, bagaimana caranya supaya dia menggigit ?" "Kau pegang teteknya, tanggung dia menggigit." kata Eng Lian bersenyum. Lo In melengak. "Mana boleh begitu, dia bukannya enci Lianku." sahut Lo In. Eng Lian merah mukanya. "Anak tolol. Dalam keadaan genting begini masih mau bergurau " Lekas kerjakan apa yang encimu kata " kata Eng Lian bengis. Lo In ketawa nyengir, sementara Kim Coa siancu sudah ketawa melengking menusuk telinga. Untunglah Lo In dan kawan-kawannya mempunyai lwekang yang cukup untuk menahan serangan lwekang yang disalurkan pada ketawanya yang melengking. "Siancu, kau boleh ketawa sampai malam hari, aku si bocah hitam tidak takut " menggoda Lo In dengan lucu sekali hingga Bwee Hiang dan Eng Lian ketawa ngikik. sebaliknya Kim Coa siancu mendelik ke arahnya Lo In. "Anak hitam, kau berani kurang ajar di depan siancu " bentaknya nyaring. "Kurang ajar sih tidak berani, cuma lihat saja nanti." sahut Lo In ngeledek. "Lihat serangan " bentak Kim Coa siancu, berbareng badannya berputar sebentar lalu berkelebat, menyerang ke empatjurusan. Kim Wan Thauto yang jadi korban, ia kena ditotok oleh Kim Coa siancu, sedang Lo In, Bwee Hiang dan Eng Lian sudah dapat meluputkan diri dari serangan Kim Coa siancu yang seperti kilat. "Hihihhi..... masih dapat meloloskan diri ?" Kim coa Siancu ketawa kepada Lo In dan dua kawannya yang berdiri sambil bersenyum ke arah si Dewi Ular Emas, "Hehehe " Lo In ngeledek. "Siancu kurang keras menyerangnya, makanya kami bisa lolos. Apa ada lagi serangan Siancu ?" "Bocah hitam " bentak Kim coa Siancu. "Kau berani buka mulut besar ?" Seiring dengan perkataannya, Kim coa Siancu menyerang Lo In dengan sangat gemas. Kembali Lo In bikin Kim coa Siancu kebingungan karena ia menghilang dari depannya. "Siancu, aku ada disini " menggoda Lo In ketika Kim coa Siancu Celingukan. "Adik In, kau masih sempat menggodai " Lekas tangkap dia " kata Eng Lian seraya banting- banting kakijengkel karena adik In-.nya main-main saja. "Tangkap ?" jengek Kim coa Siancu. "Sudah bagus bocah hitam ini masih dapat menyelamatkan diri dari serangan Siancu. Nah, lihat ini..... eh, eh.... bocah kau berani... ku..rang...ajar...." Kim coa Siancu kata-katanya gugup ketika tiba-tiba ia rasakan angin dingin berkesiur disampingnya dan tahu-tahu ia sudah kena dirangkul oleh Lo In sambil ketawa haha-hihi. Rupanya Lo In tidak mau membuat enci Liannya jengkel lebih lama, maka ketika ia ditegur lantas menggunakan kepandaiannya yang sakti membuat Kim coa Siancu tak berdaya dalam pelukannya. Kim Coa siancu berontak- rontak keras dari rangkulannya Lo In. "Adik In, pegang, lekas pegang, ah, kau kenapa ragu-ragu ?" berteriak Eng Lian ketika si bocah kelihatan ragu-ragu hendak meraba teteknya Kim Coa siancu. Bwee Hiang bingung mendengar Eng Lian berteriak 'pegang', apanya yang dipegang " tanyanya dalam hati kecilnya. sementara itu, matanya terus mengawasi Lo In yang sedang menahan Kim Coa siancu yang berontak- rontak dari rangkulannya. "siancu, maaf." kata Lo In, menyusul Kim Coa siancu rasakan buah dadanya diremas si bocah hingga ia gelabakan kaget dan kontan ia menggigit Lo In hingga kembali lengannya Lo In mesti jadi korban gigitan Kim coa siancu. Lo In rasakan sakit bekas gigitan siancu sebab giginya tembus dan mulutnya siancu berlepotan darah. "Nah, bocah hitam, rasakan gigitan sian...." Kim coa siancu ketawa bangga sudah menggigit Lo In justru ia membuka suara, darah Lo In yang kena ketelan telah membikin kepalanya pusing dan ia lantas terkulai hendak roboh, kalau tidak keburu Lo In menyangga. "Enci Hiang, Lian, lekas kemari " teriak Lo In ketika melihat Kim Coa siancu sudah pingsan dalam rangkulannya. sebentar lagi Eng Lian dan Bwee Hiang sudah membantu Lo In. Mereka angkut siancu ke pinggiran dan direbahkan. Kim wan Thauto sementara itu sudah ditolong Lo In. Mereka sedang merubung- rubung Leng siong alias Kim Coa siancu, tiba-tiba dibikin kaget oleh suara ketawa seram. Kapan mereka berpaling, kiranya yang ketawa itu adalah seorang tua, tangannya memegang tongkat. Lo In kenali orang tua itu adalah si Nenek Kembang Merah atau Ang Hoa Lobo, lekas ia bangun melompat dan berdiri di depannya si nenek. " Nenek tua, kau masih mengenal aku tidak" Kau masih hutang satu gebukan padaku. Hahaha...." berkata Lo In. "Hehehe " Ang Hoa Lobo umpatkan rasa kagetnya ketemu dengan Lo In. "Masa aku tidak kenali kau si budak sinting " Hm sekarang ketemu dengan nenekmu, kau tidak bisa lari lagi. sudah kasep untuk kau menyelamatkan diri " Lo In menjadi heran mendengar perkataan Ang Hoa Lobo. Pikirnya, apa mungkin nenek didepannya ini bisa mengalahkan dirinya yang belum menemukan tandingan " Lo In ketawa berkakakan. "Nenek tua, aku tidak akan menuntut balas. Asal kau mau keluarkan obat pemusnah untuk wajahku yang kau bikin hitam, aku dapat mengampuni dirimu. Lekas keluarkan jangan tunggu aku, si bocah marah " Ang Hoa Lobo ketawa terkekeh-kekeh, "Kau mau obat pemu.... oh " Terputus kata-katanya karena dengan tiba-tiba Lo In sudah bergerak seperti kilat dan menotok 'loaji-hiat' (jalan darah di bahu kanan) si nenek hingga si nenek ambruk tanpa dapat menggunakan tongkatnya yang berat lagi. Totokan Lo In hanya melumpuhkan, tidak sampai mengenai urat bisunya hingga Ang Hoa Lobo masih dapat membuka mulutnya memaki Lo In seenaknya saja. Tiba-tiba pada saat itu melesat sinar emas ke angkasa. "Lamhay Kiam-sian " seru Eng Lian ketakutan. Hampir ia menubruk Lo In untuk minta perlindungan. Dalam seingat hidupnya hanya sinar kekuningan seperti benang melintang di angkasa sebentaran ialah Lamhay Kiam-sian (benang emas dari Lamhay) yang menjadi pertanda dari sucouw-nya, yang membuat Eng Lian ketakutan. "Enci Lian, kau jangan takut. Ada aku disini " menghibur Lo In tatkala melihat si dara cilik ketakutan setengah mati, mukanya pucat pasi seperti tidak ada darahnya. "Bagus perbuatanmu, bocah hitam " terdengar bentakan tiba-tiba, tapi suaranya halus. Lo In terkejut. Ia kaget bukannya takut, kaget lantaran heran pendengarannya yang tajam tidak taranya sampai tidak tahu kedatangannya orang yang tiba-tiba berdiri tidak jauh dari padanya. orang itu ternyata satu wanita cantik, usianya palingpaling juga baru 26 tahun. wajahnya welas asih, tapi alisnya yang lentik menjungkat menandakan ia keras hati. Kedua telinganya memakai anting-anting emas agak besar, tapi justru ini menambahkan kecantikannya. sanggulnya yang disusun rapi ada tertancap sekuntum bunga mawar merah, pada pipinya yang kanan ada terdapat sujen yang membikin kapan ia bersenyum menawan hati siapa yang melihatnya. sungguh cantik Pikir Lon dalam hati kecilnya. Ia barusan kaget dalam kedatangan wanita cantik dengan tiada sepengatahuannya, sekarang ia lebih kaget lagi ketika mendengar Eng Lian berseru tertahan : "itulah sucouw...." Dengan badan bergemetaran Eng Lian menghampiri dan berlutut di depan wanita cantik itu yang bukan lain memang ada Lamhay Mo Lie yang namanya menggetarkan rimba persilatan pada masa itu. "sucouw....." hanya satu perkataan sucouw saja Eng Lian dapat keluarkan dengan suara gemetar, kemudian ia memeluk kakinya Lamhay Mo Lie disusul oleh suara tangisnya yang sesenggukan. Bwee Hiang tampak berdiri seperti terpaku dengan hati berdebaran, sedang Kim Wan Thauto menundukkan kepalanya dengan tarikan napas perlahan. sementara Lo In berdiri, terbengong-bengong menyaksikan kejadian itu. Ia mengira tadinya Lamhay Mo Lie romannya jelek menakuti, suaranya parau menyeramkan, matanya melotot menakutkan dan lidahnya keluar. Tapi kenyataannya Hantu Wanita dari Laut Kidul itu demikian cantik dan welas asih wajahnya, suaranya pun halus seperti satu siocia. Apa aku harus bertempur dengannya " Ia menanya pada dirinya sendiri Bagaimana juga, ia tidak rela kalau enci Liannya dihukum oleh Lamhay Mo Lie. "Bocah hitam " bentak Lamhay Mo Lie halus. "Kau datang mengacau disini, berarti kau telah menghinaku " "Aku anak kecil, mana berani kurang ajar pada sucouw." sahut Lo In yang meniru Eng Lian memanggil sucouw kepada Lamhay Mo Lie hingga Hantu Wanita itu mesem. "Kau berani menerjang Coa- kok. tandanya kepandaianmu susah diukur. Lima penjagaan kuat, kau sudah bisa tembusi. Berarti kau menantang kepada tuan rumahnya " "Aku anak kecil bisa apa, hanya datang kemari untuk minta enci Leng siong kembali. setelah itu kami akan pulang lagi." "Hm Bagus ya jawabanmu Mari maju, aku mau lihat sampai dimana kepandaianmu yang sudah berani mengacau Coa- kok " "Mana berani aku anak kecil melawan sucouw." jawab Lo In seraya menundukkan kepala. Entah bagaimana ia tidak berani memandang parasnya Lamhay Mo Lie yang cantik menarik. Perasaan segan beradu pandangan dengan wanita cantik dari Lamhay itu membuat Lo In hanya bisa menunduk saja. "Sucouw... .. oh, jangan.... " seru Eng Lian tatkala melihat Lamhay Mo Lie tiba-tiba menyerang Lo In yang sedang menundukkan kepala. Angin pukulan Lamhay Mo Lie bukan kepalang dahsyatnya. sebab Lo In sampai terpental empat meter dan terhuyunghuyung kehilangan imbangan. Lo In jadi mendongkol nampak kekejaman Lamhay Mo Lie. Ia perbaiki posisinya, sekarang ia berani memandang si cantik. setelah tertawa berkakakan, ia berkata : "Aku masih hargakan kau sebagai sucouw-nya enci Lian, makanya aku merendah. Tapi kau tidak tahu diri. Berani kau bentur Hek-bin sin-tong Hahaha... Lamhay Mo Lie...." Lo In macet perkataannya karena angin keras dari telapak tangan Lamhay Mo Lie telah menyerang dirinya hingga ia terpelanting jungkir balik ke belakang. Lamhay Mo Lie terbelalak matanya melihat Lo In masih bisa berdiri tegak, tidak apa-apa menerima serangannya yang dilakukan dengan dahsyat sekali. "Lamhay Mo Lie, cukup aku yang muda mengalah dua kali atas pukulanmu " kata Lo In berbareng tubuhnya berkelebat menyambar pinggangnya si cantik yang langsing ceking. Lo In sudah menduga dengan sambaran kilat demikian, Lamhay Mo Lie bakal gugup dan tidak berdaya. Ia merencanakan untuk membuat malu Lamhay Mo Lie. Tapi si bocah sakti kali ini salah perhitungan sebab Lamhay Mo Lie bukannya dapat dicekuk olehnya, malah ia telah menangkap angin sebab Lamhay Mo Lie dengan sedikit gerakan sambil menjejakkan kakinya sudah dapat menjauhkan diri dari si bocah. Lo In jadi berdiri terkesima sebab baru pertama kali ini ia menemukan tandingan alot. "Hihihi.. bocah hitam, boleh juga kepandaianmu " Lamhay Mo Lie ngeledek Lo In. Jago cilik kita tidak melayani perkataan tersebut, sebaliknya kembali ia menyerang dengan ilmu entengi tubuhnya yang sangat ia andalkan. Lo In tidak mau menyerang dengan pukulannya yang ampuh sebab masih menyayangkan si cantik nanti tidak tahan menerimanya. Ia hanya mau melayani Lamhay Mo Lie dengan ginkangnya yang sangat hebat. Ia mau tundukkan lawan dengan kepandaian ilmu enteng i tubuh dan totokan. Lantaran itu, maka pertarungan si cantik dari Lamhay danjago cilik kita Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menjadi ramai. Lamhay Mo Liejuga melayani si bocah dengan ginkangnya, tapi sekali-kali diseling dengan angin pukulan telapak tangannya yang menderu- deru menandakan tingginya lwekan Lamhay Mo Lie. Tapi Lo In tidak takut, ia merangsek terus, ia tidak memberi kesempatan untuk lawannya melancarkan serangannya yang berbahaya. Demikain seru mereka bertempur, hingga kelihatannya menjadi satu. orang tidak bisa bedakan mana Lo In dan yang mana Lmahay Mo Lie. Kim Wan Thauto geleng-geleng kepala, Bwee Hiang membisu seribu bahasa, sedang Eng Lian mengikuti pertandingan itu dengan bercucuran air mata. Eng Lian sangat mencintai adik in-nya, disamping itu ia juga menyayangi Lamhay Mo Lie yang menjadi sucouwnya. Ketika ia masih tinggal di Coa- kok sebagai Kim Coa siancu, sang sucouw sangat baik terhadap dirinya. Ia dididik sampai mempunyai kepandaian tinggi, selain itu ia merasakan cintanya Lamhay Mo Lie sepertijuga terhadap anaknya sendiri Lo In diam-diam merasa heran, si cantik demikian kosen. Belum pernah ia menemui tandingan seperti Lamhay Mo Lie yang ia hadapi sekarang. Kegesitan yang tidak ada taranya dari Lo In seakan-akan punah dengan begitu saja oleh ginkangnya Lamhay Mo Lie. Begitu seru mereka berkelebetan bertempur, hingga membuat kabur pemandangan yang menonton. Tiba-tiba mata Bwee Hiang, Eng Lian dan Kim Wan Thauto terbelalak. Kenapa " Karena pertarungan yang demikian seru sekonyongkonyong saja terhenti. Tampak lengan si cantik yang putih mulus melekat dengan tangan Lo In. si bocah sakti yang merasa kewalahan melayani dengan ginkangnya yang luar biasa, ingin mencoba-coba mengadu lwekang. Itulah pada saat Lamhay Mo Lie melancarkan pukulannya yang mematikan, Lo In dengan berani menangkis dan bikin lengan si cantik nempelpada lengannya. "Aha, sudah kalah mengadu ginkang, sekarang berubah mau mengadu lwekang." Lamhay Mo Lie mengejek. tapi parasnya bersenyum-senyum manis. "Mana berani aku anak kecil melawan sucouw." jawab Lo In ketawa nyengir. Lamhay Mo Lie merasa lucu melihat lawan yang Jenaka ini. Entah anak siapa dia, demikian hebat kepandaiannya. selama ia ingat, ia hanya bertempur seru dengan seorang pria yang kemudian menjadi kawan hidupnya. Entahlah pria itu sekarang ada dimana. Anak hitam ini kepandaiannya lebih tinggi dari pria yang ia pernah bertempur dulu. Hanya caranya menggunakan ginkangnya hampir tidak ada bedanya dengan lawannya dahulu. Dalam pada itutida sempat untuk memikirkannya karena si bocah sudah mulai mengerahkan lwekangnya. Lo In tidak ingin bikin celaka sucouwnya Eng Lian sebab kalau kejadian demikian, bagaimana ia dapat mempertanggungjawabkan di hadapan Eng Lian yang kelihatannya mencintai sucouwnya. Lantaran itu ia hanya mengerahkan lwekang nya tujuh bagian saja. Ternyata tidak meleset dugaannya si bocah wajah hitam sebab tenaga dalamnya yang dikerahkan hanya tujuh bagian sudah lebih dari cukup untuk membuat Lamhay Mo Lie keluar keringat. Lamhay Mo Lie yang memandang enteng pada si anak hitam, sekarang mulai berubah pandangannya ketika merasakan tekanan tenaga dalamnya si bocah sangat hebat. sampai ia rasakan gemetar badannya menahan tekanan tenaga dalam (lwekang) Lo In. sebagai jago wanita yang belum penah menemukan tandingan, Lamhay Mo Lie tidak rela menyerah pada si bocah. Maka juga, ia telah empos tenaganya untuk melawan tekanan Lo In, namun apa mau dikata, lwekang nya kalah oleh si bocah hitam. Kuatir dirinya bisa-bisa menjadi pecundang si bocah, maka dengan menggunakan tenaga maksimum ia menjejakkan kakinya dan lompat mundur hingga ia terbebas dari lengan Lo In yang menempel dengan lengannya seperti sudah menjadi satu saja. Lo In terbelalak matanya. Kenapa " Memang ia sangat heran sebab Lamhay Mo Lie dapat membebaskan dirinya dari tekanan lwekang nya yang maha sakti. Tidak sembarang orang dapat melakukannya, maka juga Lo In jadi terbelalak heran. Kalau jago-jago kelas wahid lainnya, ditempel demikian oleh Lo In, jangan lagi menggunakan tujuh bagian tenaganya, cuma dengan lima bagian saja Lo In kerahkan lwekangnya, pasti sang lawan akan jatuh lemas tanpa ampun. Lamhay Mo Lie menyeka keringat dengan baju lengannya. Hatinya ragu-ragu untuk bertempur dengan si bocah. Tadi saja, kalau si bocah memang mau berlaku kejam, ia sudah kehabisan tenaga kalau Lo In menambahkan tenaganya menjadi delapan bagian. Mungkin saja dirinya jatuh lemas, tapi juga bisa mendapat luka parah di dalam, kalau tidak sampai binasa. Melihat Lo In berdiri bengong memandangnya, tiba-tiba timbul ingatan bahwa dia mempunyai satu benda yang dapat mengalahkan si bocah. seketika timbul harapannya, hatinya menjadi besar lagi. Ia ketawa manis pada si bocah dan berkata : "Anak hitam, siapa sebenarnya kau " siapa ayah ibumu ?" Melengak Lo In ditanya 'siapa ayah ibunya "'. Ia memandang tajam pada Lamhay Mo Lie sebelum ia menyahut. si cantik dari Lamhay senyum-senyum saja balas menatap Lo In yang memandang ke arahnya. Tiba-tiba Lamhay Mo Lie hatinya berdebaran, melihat di balik wajah yang hitam itu menyorot sinar mata yang bercahaya, sinar mata yang pernah menembusi jantungnya. sementara itu Lo In sudah menyahut : "Aku Lo In. Aku sendiri tidak tahu aku anak siapa sebab belum pernah aku ketemu ayah dan ibuku. sebaiknya kaujangan menyebut-nyebut soal ayah ibuku, sebab itu hanya membikin aku jadi sedih dan tidak bisa bertempur dengan baik. sudah, marilah kita mulai lagi " Ia menantang. Tergetar hati Lamhay Mo Lie mendengar perkataan Lo In. "Anak..... " Lamhay Mo Lie berkata dengan suara halus. "Jadi, kau sudah yatim piatu " oh, kasihan kau sudah kehilangan ibu dan ayah...." " Lamhay Mo Lie " bentak Lo In kasar. "Kau jangan menggunakan tipu untuk melemahkan semangatku Hahaha... dengan lagi-lagi menyebut soal ayah ibuku, kau mau bikin aku jadi pecundang " Tidak mungkin, tidak mungkin aku kena tipumu....." Lo In tutup perkataannya dengan tertawa terbahak-bahak. Lamhay Mo Lie tercengang. ia omong dengan wajar, tapi dianggap oleh Lo In ia mau cari keuntungan di waktu si bocah sedang sedih. Dari kasihan, hatinya si cantik menjadi panas. Pikirnya, anak bau ini kalau tidak dikasih hajaran, memang belum tahu tentang tingginya langit. "Anak kurang ajar " Lamhay Mo Lie balas membentak. "Berani kau kurang ajar pada orang tua " Hm Kau kira aku takut lantaran lwekang mu dapat mengalahkan lwekang ku " Masih belum tentu Lihat serangan ini " "Tunggu dahulu " kata Lo In seraya lompat berkelit ke samping dari serangan si cantik. "Apa yang harus ditunggu, bocah boceng " bentak Lamhay Mo Lie gemas. Boceng artinya tidak punya terima kasih. Barusan Lamhay Mo Lie sudah unjuk rasa simpatinya dan mengajak Lo In bercakap halus lantaran mendengar si bocah sudah yatim piatu. Namun Lo In menyambut lain. si bocah mengira Lamhay Mo Lie mau menggunakan kesempatan ia sedang bersedih, mengalahkan dirinya. Ini sebabnya dikatakan 'boceng' oleh si cantik. "Tadi kita berkelahi dengan tangan kosong. sekarang kau menggunakan kebutan sebagai senjata mengalahkan aku si bocah. Apa itu pantas ?" kata Lo In ketawa nyengir. "Anak kurang ajar, berani kau ngeledek orang tua " Lekas cabut pedangmu, akujuga tidak takut " Lamhay Mo Lie makin panas hatinya. "Aku anak kecil mana bisa main pedang." sahut Lo In mengodai si cantik. "Biarlah aku lawan dengan tangan kosong saja. Mari maju " tantangnya. sementara Lamhay Mo Lie makin gemas pada si bocah. Adalah Bwee Hiang mulai bersenyum, dimana wajahnya tadi sangat tegang, Kim Wan Thauto tidak lagi pucat mukanya sedagn Eng Lian sudah mulai berhenti menangis. Rupanya mereka nampak ada sinar terang atau sinar pengharapan bahwa adik In-nya bakal menang melawan Lamhay Mo Lie yang sangat kosen itu. Mereka percaya Lo In tidak akan berlaku kejam terhadap Lamhay Mo Lie dan tidak akan membuat malu si cantik dari Lamhay itu manakala kartukemenangan sudah dipegang olenya. "Adik In, hati-hati...."seruBwee Hiang dan Kim Wan Thauto hampir berbareng. "Adik In, kau jangan membuat sucouw dapat kesulitan...." Eng Lian berseru. "Hihihi....." tertawa Lamhay Mo Lie, suaranya empuk memikat, tapi romannya kelihatan sangat keren Justru romannya berubah keren, kecantikannya mempesonakan yang lihat. "Apa kalian kira bocah hitam ini sudah tentu dapat menjatuhkan aku Hantu Wanita dari Lamhay " Jangan kalian mimpi dahulu. Hihihi...." Lamhay Mo Lie berkata sambil matanya menatap pada Kim Wan Thauto dan lain-lainnya. Berdiri rasa bulu tengkuknya mereka tatkala mata mereka kebentrok dengan sorot mata yang berwibawa dari Lamhay Mo Lle. " Untuk menjatuhkan wanita cantik dari Lamhay tidak usah mengimpi dahulu." menyela Lo In. si bocah sudah mulai dengan watak nakalnya menggodai orang. Lamhay Mo Lie mendelik pada si bocah, yang tengah ketawa nyengirnya yang khas. "Bocah hitam, lihat ibumu nanti akan kasih hajaran " bentak si cantik gemas. "Masih perawan kok mau jadi ibu si bocah hitam " menggodai Lo In. Lamhay Mo Lie kembali mendeliki Lo In. Tapi diam-diam hatinya merasa geli akan perkataan si bocah yang mengirik urat ketawa. "Bocah, kau berani kurang ajar pada ibumu " bentaknya sambil menahan ketawa. "Ya, ibu ya ibu sudah Jangan keras-keras menghajarnya " ujar Lo In sambil pasang kuda-kuda, sangat lucu gayanya. "Gerr " meledak suara ketawa Bwee Hiang dan kawankawan, tak tahan nampak adik In-nya beraksi yang bukanbukan, seakan-akan memandang enteng sekali lawannya. Mendengar suara ketawa yang ramai, wajahnya Lamhay Mo Liejadi berubah serius. Ia kerutkan alisnya yang lentik bagus, hatinya merasa telah dihinakan oleh si bocah di depannya ini. pikirnya, kalau tidak ia bikin si bocah terjungkal, benar-benar namanya akan roboh di Coa- kok oleh seorang bocah yang belum lepas tetek ibunya. Tanpa banyak cakap lagi, ia sudah menyerang Lo in dengan jurus 'Hui-hong-sauw-tah' atau "Angin berputar menyapu menara' Ini adalah salah satu gerakan dari Lamhaycianghoat yang sangat ampuh. Mula-mula tangan berkelebat laksana kilat cepatnya, tahu-tahu mencengkeram pinggang, dengan menggunakan lwekang yang tinggi, lawan dibuat berputar tubuhnya macam gasing yang terlepas dari talinya. Jurus yang digunakan Lamhay Mo Lie ini Lo In tahu akibatnya yang hebat, ketika tempo hari ia melihat Thoat Beng Mo siauw dipermainkan Eng Lian yang masih menjadi Kim Coa siancu. Bagaimana Thoat Beng Mo siauw telah berputar badannya seperti gasing dan roboh terkulai tidak bangun lagi lantaran matanya berkunang-kunang pusing. Untuk meluputkan diri, Lo In geser kakinya setindak ke belakang, menyusul badannya berputar cepat dan tahu-tahu balas menyerang lawan dengan jurus yang sama hingga Lamhay Mo Lie menjadi kaget. Untung ia tidak gugup. Kalau tidak. saking cepatnya Lo In menyerang pinggangnya yang ceking, pasti kecengkeram dan badannya bisa berputar seperti gasing Jadi ini namanya senjata makan tuan. "Bocah, kau berani kurang ajar pada ibumu ?" bentak Lamhay Mo Lie setelah meluputkan diri dari serangan Lo In. Menyusul ia melancarkan serangan dengan tipu yang dinamai 'Gin-liong-pa-bwe' atau 'Naga perak menyabet ekornya'. Badannya membalik, menyusul telapak tangannya menghembuskan angin kencang memukul Lo In. serangan ini meminta tenaga dalam delapan bagian untuk menjatuhkan lawan. Lamhay Mo Lie sudah kegirangan, nampak Lo In dalam posisi yang tidak bisa menyingkir dari angin pukulannya yang maha dahsyat. Namun ia kaget, tatkala ia melihat tiba-tiba Lo In membalik tubuh dan melancarkan serangan yang seperti dilakukan tadi. Hanya bedanya Lo In cuma menggunakan lima bagian tenaga dalamnya, akan tetapi tekanan angin pukulannya tidak dibawah tenaga lwekang Lamhay Mo Lie yang menggunakan delapan bagian tenaganya. Repot juga si cantik dari Lamhay diserang oleh ilmu pukulannya sendiri, sampai ia mandi keringat. "Tidak bisa, bocah ini harus dibunuh " tiba-tiba pikiran jelek muncul dalam hatinya. Napsu membunuh itu didorong oleh wataknya yang selalu mau unggul. sampai sebegitu jauh ia belum pernah menemui tandingan. Apa mau sekarang ia ketemu Lo In, seorang bocah yang tidak terkenal dalam anggapannya. Ia tidak tahu namanya Hek-bin sin-tong sudah termasyur kemana-mana. Lantaran ia selalu berdiam diri di Coa-kok, Lamhay Mo Lie tidak dengar kalau dalam rimba persilatan pada saat itu sudah muncul bocah sakti muka hitam yang kepandaiannya menggemparkan. Apa lagi setelah Lo In keluar dari gua maut, namanya makin melambung saja. Rimba persilatan makin gempar oleh sepak Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo terjangnya si bocah sakti karena sudah merobohkan banyak orang kuat dari rimba persilatan dengan mudahnya. Lamhay Mo Lie timbul pikiran ingin membunuh si bocah disebabkan ia tidak rela dirinya kena dirobohkan dan akan menjadi buah bibir rimba persilatan. Tanpa membunuh Lo In, pikirnya, tak dapat ia mempertahankan namanya yang harum. Lo In terlalu kuat untuk dilawan dengan berterang. Demikian, ketika Lo In melancarkan serangan perlahan, tiba-tiba saja tubuhnya si cantik melayang terbang kena tersapu angin pukulan Lo In. Bukan main kagetnya si bocah ketika mendengar teriakannya Lamhay Mo Lie : "oh, mati aku Bocah, kau kejam......" sekali lompat saja Lo In sudah ada disampingnya si cantik yang terkapar di tanah. Lo In cepat jongkok dan membanguni Lamhay Mo Lie. Maksudnya hendak dikasih duduk dan akan diuruti jalan darahnya supaya si cantik sadar lagi dari pingsannya. Justru ia sedang berkutat, tiba-tiba Lamhay Mo Lie mengebaskan setangannya yang menghembuskan bau harum menusuk hidung Lo in yang tidak berjaga-jaga. seketika itu Lo In terkejut, menahan napasnya sudah tidak keburu sebab ia sudah menyedot masuk hawa wangi tadi tanpa disadari. seketika itujuga ia terkulai dan roboh disampingnya Lamhay Mo Lie yang seketika itu sudah lantas bangun nampak musuhnya sudah roboh. "Hahaha " Lamhay Mo Lie tertawa tidak enak. "Kau rasakan lihainya ibumu " jengek si cantik gemas. "Kau kira kau dapat mengalahkan Lamhay Mo Lie " Hm Jangan mengimpi. Bocah, kau jangan sesalkan ibumu berlaku kejam....." Berbareng kebutannya, senjata yang sudah banyak makan korban jiwa tampak diangkat tinggi dan tinggal dihantamkan saja pada kepala Lo In, seketika itu juga jiwanya si bocah muka hitam tak dapat tertolong lagi. Eng Lian sudah pejamkan matanya dengan air mata berlinang-linga nampak adik in-nya terancam kematian. Untuk pergi ke sana menghalangi niatnya sang Sucouw sudah tidak mungkin, karena jaraknya terlalu jauh dan kakinya pun sangat lemas. Badannya menggigil seperti yang meriang, entah bagaimana pikirannya si gadis pada saat itu. kim Wan Thauto tidak bergerak dari berdirinya, matanya hanya memandang ke arah Lamhay Mo Lie dan Lo In. Untuk menolong adik in-nya tak mungkin karena kepandaiannya kalah jauh dengan si Hantu wanita dari Lamhay. Entah bagaimana pikirannya saat itu sebab air matanya bercucuran di sepanjang pipinya. Bwee Hiang sudah terbang semangatnya nampak adik innya terancam kematian. ia ingin lompat dan menolong adik kecilnya, akan tetapi kakinya seperti lumpuh, tak dapat digeraki. Cemas bukan main hatinya, saking putus asa, ia juga jadi menangis. Keadaan sunyi senyap. seperti lembah pun saat itu turut bersedih. Pada saat itulah tiba-tiba....... "Adik Ing, kau tega melenyapkan darah daging sendiri...?" terdengar suara melengking menyusup ke dalam telinga tegas sekali. Pada saat itulah justru kebutan Lamhay Mo Lie tengah menurun untuk menghajar batok kepalanya Lo In yang tidak berkutik. suara tadi benar-benar besar pengaruhnya sebab kebutan si Hantu wanita dari Lamhay yang tengah menurun mengarah batok kepala Lo In, tiba-tiba saja terlepas dari tangannya dan Lamhay Mo Lie jatuh duduk seperti hilang ingatannya. "Dia...... dia......... dia....." si Hantu wanita dari Lamhay menggumam. Apa yang dimaksudkan dengan perkataan 'dia', tidak seorang pun yang tahu. Eng Lian, Bwee Hiang dan Kim Wan Thauto dapat dengar suara tadL Mereka seperti mengenali suara itu, tapi dimana mereka mendengarnya dan siapa orangnya. Mereka ragu-ragu tapi wajahnya mereka sekarang berubah tenang seperti timbul harapan pasti bahwa adik In-nya akan tertolong dengan datangnya si orang asing. Meskipun demikian, mereka kebingungan mendengar Lamhay Mo Lie menggumam 'dia.... dia....' yang tidak ketahuan ujung pangkalnya. sementara itu Lo In sudah melejit bangun. obat bius dari setangan harumnya Lamhay Mo Lie hanya sebentaran saja mempengaruhi ingatannya. Kini ia sudah melejit bangun, sambil bertolak pinggang ia tertawa di depan Lamhay Mo Lie. "Mana bisa setangan harummu bikin tuan kecilmu tidur lama. Hahaha....." Lo In menggodai Lamhay Mo Lie yang saat itu masih duduk dengan pikiran melauang, sedang matanya menatap wajah Lo In dengan tajam sekali. Mulutnya menyungging senyuman girang, entah apa yang dipikirkan si Hantu wanita dari Lamhay itu. "Lamhay Mo Lie, mari, mari kita bertempur lagi barang 1000jurus. Aku.........." "Anak In, kau jangan kurang ajar pada ibumu sendiri......" terdengar suara dibelakangnya hingga suaranya terputus, sedang orangnya lompat berbalik seperti kena terpagut ular berbisa. Lo In sekarang berhadapan dengan seorang yang berkerudung merah. Ia memandang heran dan hampir tidak percaya dengan pendengarannya tadi. "Anak In, kau tidak lantas berlutut di depan ibumu mau tunggu kapan lagi ?" kata si kerudung merah dengan suara yang berwibawa. Lo In kenali betul suara itu, suara dari orang yang ia pikiri siang dan malam. Hatinya bimbang, seketika Lo In menggigil. Perlahan ia menghampiri Lamhay Mo Lie. Di depannya ia bukan berlutut, namun.... ia menubruk dan merangkul sambil berseru : "ibu....." Lamhay Mo Lie memeluk Lo In dengan mata berkaca-kaca. "Engko Gie, kau jangan bikin aku kecewa...." Lamhay Mo Lie berkata pada si kerudung merah dengan suara halus tapi agak parau. si kerudung merah mengerti apa yang dimaksudkan oleh Lamhay Mo Lie. Terdengar ia ketawa berkakakan hingga memecahkan kesunyian lembah itu. " Itulah si kerudung merah......." Bwee Hiang membatin. " Itulah Kwee Cu Gie Tayhiap...." Kim Wan Thauto menggumam. "oh, dia Tan sianseng...... " berseru Eng Lian. Air muka tiga orang itu tampak berseri-seri, sambil mata memandang ke arah Lo In yang berada dalam pelukan Lamhay Mo Lie. Setelah ketawa puas, si kerudung merah berkata pada Lamhay Mo Lie. "Adik Ing, kau periksa belakang telinganya yang kiri Tanda yang akan meyakinkan kau " Perlahan-lahan Lamhay Mo Lie meraba belakang kupingnya Lo In yang kiri, ia dapatkan daging lebih menyendil seperti kacang kedele. Tiba-tiba hatinya Lamhay Mo Lie tergetar dan kali ini ia tidak sangsi lagi, ia memeluk Lo In yang masih menyesapkan kepalanya dipangkuannya. ibu dan anak saling peluk dengan rasa rindu. "Anak. kau tentu banyak menderita." berkata Lamhay Mo Lie seraya mengelus-elus kepala Lo In dengan penuh kesayangan. sementara itu si kerudung merah sudah meloloskan kerudungnya. "Kwee Cu Gie " berseru Kim Wan Thauto dengan gembira. "Tan sianseng " berseru Eng Lian, ia berjingkrak kegirangan. Bwee Hiang di lain pihak hanya bersenyum-senyum saja sebab ia hanya kenal si kerudung merah, tidak kenal siapa itu Kwee Cu Gie dan siapa itu Tan sia ns eng. sementara Lo In perlahan-lahan melepaskan pelukan ibunya dan berbalik memandang pada si kerudung merah yang sekarang sudah membuka kerudungnya. "Liok sinshe..... " seru Lo In sambil menubruk si kerudung merah yang bukan lain adalah Liok sinshe alias Kwee Cu Gie dan Tan sianseng. Lo In kelihatannya sangat manja di depan Kwee Cu Gie (Liok sinshe). sambil mengelus-elus kepalanya si bocah, Kwee Cu Gie berkata : "Anak In, kau banyak menderita tentu setelah berpisahan dengan aku, bukan ?" "Terima kasih sinshe, berkat didikan sinshe, anak tidak mendapat kesulitan apa-apa." sahut Lo In dengan kegirangan yang meluap-luap. "Anak. itu adalah ayahmu. Kenapa kau panggil Liok sinshe ?" tegur Lamhay Mo Lie dengan suara empuk sayang hingga si bocah heran dan menatap wajahnya Liok sinshe yang tenang-tenang saja ketawa ke arahnya. "Apa benar Llok sinshe adalah ayahku ?" tanyanya raguragu. "Bukan Liok sinshe. Dia adalah Kwee Cu Gie tayhiap. ayahmu, anak...." ujar Lamhay Mo Lie dengan berlinang-linang air mata kegirangan. Lo In memandang ibunya lalu memandang Liok sinshe, kemudian menjatuhkan diri dan merangkul kakinya Kwee Cu Gie sambil berkata : "Ayah.... maafkan anakmu tidak mengenali ayahnya sendiri...." Kwee Cu Gie alias Liok sinshe membanguni anaknya lalu memeluknya dengan air mata berkaca-kaca : "Anak In, sungguh beruntung kita bertiga dapat berkumpul. Tuhan Maha Adil. Masih memberi kesempatan untuk kita, ayah dan anak berkumpul lagi. oh, anak In, aku sangat merindukan kau meskipun hanya beberapa tahun saja kita berpisah." Lo In tidak menjawab. Ingin ia bicara banyak. akan tetapi tak dapat ia keluarkan lantaran ditekan oleh perasaan girangnya yang meluap-luap bertemu dengan kedua orang tuanya yang ia harapkan siang dan malam. "Taysu dan itu anak-anak (kepada Bwee Hiang dan Eng Lian)", berkata Lamhay Mo Lie sambil ketawa. "semua datang kemari. Turut bergirang bersama kami orang, ibu, ayah dan anak dapat berkumpul kembali." Tanpa diundang untuk kedua kalinya, dengan didahului oleh Kim Wan Thauto, mereka menghampiri Lo In dengan kedua orang tuanya yang dalam kegirangan. Kim Wan Thauto bersalaman dengan Kwee Cu Gie, sementara Bwee Hiang dan Eng Lian mengunjuk hormat kepada Kwee Cu Gie dan Lamhay Mo Lie. Hari itu adalah hari gembira yang tak terlupakan untuk mereka. Lembah juga tampak turut bergembira. Disana-sini ramai terdengar kicauan burung-burung dan cetcowetannya kawanan monyet yang berlompatan dari satu cabang ke lain cabang pohon. "Engko Gie." tiba-tiba berkata Lamhay Mo Lie. " Kenapa anak kita wajahnya hitam begini " Tidak seperti, tidak seperti...." Lamhay Mo Lie ragu-ragu mengeluarkan kata-kata sambungannya, sedang matanya yang halus melirik kepada Kwee Cu Gie yang bersenyum ke arahnya. "Adik Ing, kau maksudkan tidak seperti ayahnya ?" Kwee Cu Gie menegaskan. Lamhay Mo Lie tampak memerah mukanya, rupanya ia rada-rada jengah. Ia tidak menjawab perkataan Kwee Cu Gie hanya bibirnya yang bagus seperti menjebir ke arah Kwee Cu Gie hingga Eng Lian dan Bwee Hiang yang melihatnya tak dapat menahan urat ketawa nya seperti dikitik. Mereka mengikik sambil menekap mulut dengan tangannya dan coba menjauhkan diri dari mereka. Lamhay Mo Lie lihat mereka, tapi ia tidak marah. Malah berkata : " Nona- nona, jangan pergi jauh-jauh. Nanti adik kecilmu kesepian " Bwee Hiang dan Eng Lian melengak mendengar perkataan Lamhay Mo Lie. Mereka tidak mengira bahwa si Hantu Wanita dari Lamhay juga suka berkelakar. Kembali mereka balik dengan wajah kemerah-merahan. Lamhay Mo Lie yang sudah kawakan dalam soal perubahan wajah demikian, lantas saja tahu bahwa dua nona ini tentu ada apa-apanya dengan anaknya yang baru diketemukan itu. Tapi ia berlagak pilon. Ia menanya pada Eng Lian, "Anak Lian, kenapa kau menghilang jadi Kim Coa siancu " Apakah jabatan itu kurang baik ?" "sucouw..." hanya ini jawaban si dara cilik, sedang matanya melirik pada Lo In yang ketawa nyengir padanya. "oh, lantaran kau sehingga ia lebih berat pada anaknya daripada ibunya, bukan?" menggoda Lamhay Mo Lie bersenyum manis. Eng Lian tidak menjawab, hanya ia menundukkan kepalanya. "Engko Gie." kata Lamhay Mo Lie melihat Eng Lian kemalumaluan. "Kau belumjawab kenapa anakku hitam." "oo, ini. Adik Ing boleh tanya pada enci Goat." sahut Cu Gie. Lamhay Mo Lie heran. Tapi ia lantas ingat bahwa Ang Hoa Lobo alias Teng Goat Go masih dalam keadaan tertotok. "Anak. kau buka totokannya " perintahnya pada Lo In. Dengan lantas Lo In penuhkan perintah sang ibu. "Terima kasih, suhu." kata Ang Hoa Lobo sambil menjura pada Lamhay Mo Lie. Ia bukan membilang terima kasih pada Lo In yang membuka totokannya. "Hai, Goat Go. Kau apakan anakku sampai hitam mukanya ?" tanya Lamhay Mo Lie pada Ang Hoa Lobo hingga si nenek kembang merah menjadi kaget. "Adik Ing." menyela Kwee Cu Gie. "Enci Goat hanya main-main saja. Dia lantas dapat memulihkan wajahnya anak kita asal dia mau keluarkan obat pemusnahnya." ANg Hoa Lobo mendelik pada Kwee Cu Gie, tapi si orang she Kwee berlagak pilon. "Coba kau pulihkan kembali wajah anakku " berkata Lamhay Mo Lie. "Tapi ibu." menyela Lo In. "Aku kuatir kalau wajahku pulih menambahkan kepusingan. Hatiku nanti tidak bisa tentram." Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kenapa ?" tanya sang ibu kepingin tahu. "Dua saja sudah cukup, Kalau ditambah lagi, aku minta ampun." sahut Lo In. Makin heran Lamhay Mo Lie mendengar perkataan anaknya yang melantur. "Anak In maksudkan apa dengan perkataanmu itu?" tanya lagi sang ibu. "Kalau wajah anak kembali seperti asal, tentu lebih cakap dari ayah, pasti lebih laris lagi. Makanya anak kata dua sudah cukup " menerangkan Lo in sambil melirik pada Eng Lian yang monyongkan mulutnya dan Bwee Hiang yang menjebikan bibirnya. Dari tingkah laku ketiga anak muda itu, Lamhay Mo Lie sudah lantas dapat menangkap maksudnya sang anak. Matanya melirik pada Kwee Cu Gie, sebaliknya terbahakbahak. sungguh gembira sekali mereka. sebaliknya Eng Lian dan Bwee Hiang merasakan panas selebar mukanya. Lo In tinggal nyengir. Ang Hoa Lobo deliki matanya pada Kwee Cu Gie dengan penuh rasa cemburu kepada Lamhay Mo Lie, yang menjadi Suhunya. Kim Wan Thauto netral. Ia hanya ikut-ikutan ketawa, tambah iseng. "Anak In, belum tentu ayahmu kalah cakap dengan kau. Buktinya ibumu tidak lari jauh-jauh dari ayahmu Hahahaa... aduh " Kwee Cu Gie terhenti ketawanya karena tangannya Lamhay Mo Lie dengan tiba-tiba saja mencubit keras lengannya. "orang sudah tua, masih berkelakar yang begituan ?" kata Lamhay Mo Lie, sehabis mencubit dan Kwee Cu Gie mengaduh sambil pegangi bagian bekas dicubit tadi. Meskipun menegur begitu, senyumannya Lamhay Mi Lle yang memikat membuat Kwee Cu Gie puas, sebaliknya Ang Hoa Lobo hatinya panas membara menyaksikan suami istri itu bersenda gurau dengan mesra. Lo In ketawa nyengir nampak kedua orang tuanya bergurau. sebaliknya Bwee Hiang dan Eng Lian tercengang. Diam-diam dalam hatinya berkata, pantasan si bocah hitam saban-saban menjadi korban cubitan. Tak tahunya menurun dari ayahnya. Mungkin dulunya Kwee Cu Giejuga sering dicubit oleh Lamhay Mo Lie yang cantik itu. Kwee Cu Gie walaupun sudah melewati usia empat puluhan, tampangnya masih cakap. sedang Lamhay Mo Lie wajahnya ada demikian bercahaya dan cantik, Usianya palingpaling juga beda dua-tiga tahun dengan Bwee Hiang. Kenapa dalam umur sedemikian sudah mempunyai anak Lo In yang umurnya sekarang sudah tujuh belas tahun " ini tak dapat dimengerti oleh kedua gadis itu. Maka mereka ingin sekali mengetahui berapa sebenarnya umur Lamhay Mi Lle yang cantik itu. Mereka menanti kesempatan akan mendengar penuturannya si Hantu wanita dari Lamhay yang tentu akan ditanya oleh Lo In yang raguragu bahwa ibunya begitu muda dan hampir pantaran dengan enci Hiangnya. Tengah bergembira begitu, tiba-tiba Lamhay Mo Lie ingat sesuatu. Alisnya mengkerut. Lalu berkata pada Lo In : "Anak In. Kau sudah menotok roboh jago-jago dari Ang Hoa Pay. sekarang kau harus bebaskan totokan mereka lagi dan...." "Tak usah, anak In." memotong Kwee Cu Gie atas omongan istrinya. "semua sudah kubebaskan. Mereka sekarang sudah ada di posnya masing-masing. Hanya pada barisan kelima disini, tak berani aku turun tangan membebaskannya." Kwee Cu Gie berkata sambil melirik pada isterinya. Lamhay Mo Lie mengerti maksudnya sang suami yang tak mau bersentuhan dengan badannya wanita, maka ia sudah suruh Eng Lian danBwee Hiang membebaskan barisan wanita itu. Bwee Hiang dan Eng Lian mengiyakan, lantas mereka hendak pergi, tapi Lo In berkata : "Tahan, biar aku yang membebaskan mereka " "Anak In, mana bisa kau lakukan terhadap orang perempuan." kata Lamhay Mo Lie ketawa. "Sucouw, adik In punya cara lain untuk membebaskan totokan orang." kata Eng Lian. "Oo, begitu " Nah, cobalah anak." kata Lamhay Mo Lie kepingin tahu. Kwee Cu Gie heran. pikirnya dengan cara bagaimana Lo In akan membebaskan orang-orang perempuan itu dari totokan tanpa menyentuh badannya. Kwee Cu Gie dan Lamhay Mo Lie melongo, nampak anaknya dengan hanya mengebaskan lengan bajunya telah membebaskan orang-orang yang tertotok itu sekaligus. "Anak, kepandaianmu benar-benar susah diukur " memuji Lamhay Mo LIe ketika Lo In sudah berkumpul dengan ayah ibunya. Tampak Lamhay Mo Lie sangat bangga. sebaliknya Kwee Cu Gie geleng-geleng kepala, kagum karena waktu berpisahan dengan si bocah, Kwee Cu Gie belum pernah mengajarkan cara membebaskan totokan dengan lengan baju, sekalipun dengan sepintas lalu ia pernah baca juga ilmu mujizat itu dalam Tiam-hiat Pit-koat, pengasih orang she Keang. ia sendiri tak sempat mempelajarinya. Leng siong sementara itu sudah ditolong dan dibawa masuk ke dalam markas untuk direbahkan diatas pembaringan. Lamhay Mo Lie heran Kim Coa siancu bisa pingsan setelah menggigit lengannya Lo In. Eng Lian lalu menerangkan sedikit riwayatnya dulu ketika menjadi Kim Coa siancu, telah pulih ingatannya lantaran menelan darah Lo In yang digigitnya. Hal mana membikin Lamhay Mo Lie sangat kagum akan sang anak. yang mempunyai keistimewaan dalam dirinya. Benar saja, tidak lama Leng siong direbahkan di pembaringan, ia sudah siuman dan culih kembali ingatannya. Bagaimana girang Bwee Hiang dan Eng Lian nampak Leng siong sudah pulih ingatannya dan mengenali mereka. Tiga jago betina itu saling rangkul, menyatakan kegirangannya yang meluap-luap. Lo In sementara itu hampir tidak mau berkisar dari ayah dan ibunya. Dua orang yang sangat dirindukan, kini sudah ia ketemukan. Betapa pun ia masih ragu-ragu bahwa Liok sinshe (Kwee Cu Gie) dan Lamhay Mo Lie itu ada ayah dan ibunya, ia tetap mengakuinya sebab mereka telah mengakuinya adalah anak mereka. Hanya diam-diam ia bermaksud minta penjelasan dari kedua orang tuanya itu, lantaran apa maka nya mereka jadi berpisahan dan ia (Lo In) jatauh dalam rombongan jembel. saking rindunya ia kepada kedua orang tuanya hingga ia melupakan dua gadisnya yang saat itu tengah kegirangan dengan puliny a kembali ingatan Leng siong. Kim Wan Thauto dijamu sebagai tamu terhormat oleh Kwee Cu Gie dan isterinya. Memang Kim Wan Thauto adalah kenalan lama dari Kwee Cu Gie hingga mereka bisa kongkoue dengan asyik sekali menanyakan kisah perjalanan mereka sejak berpisahan. Kim Wan Thauto ini percaya sama ramalan. Maka waktu berpisahan dengan Lo in iseng-iseng dia meramalkan nasibnya si bocah, apakah ada harapan bakal ketemu pula dengan kedua orang tuanya. Dari tukang khoamia, Kim Wan Thauto mendapat keterangan yang menggirangkan bahwa Lo In tidak lama lagi juga bakal ketemu dengan dua orag yang hubungannya paling dekat dengan si bocah. Kim Wan Thauto menduga dua orang itu tentu adalah ayah dan ibunya Lo In. Maka ketika ia ketemu Lo In di markasnya Cit-seng-pay, ia kata pada Lo In ia mempunyai kabar baik untuk si bocah. Kiranya hal ramalan itu yang disampaikan pada Lo In. Akan tetapi Kim Wan Thauto tidak menyebutkan bahwa itu ia dengar dari si tukang khoamia. Namun tukang khoamia itu benarbenar pandai, sebab sekarang telah menjadi kenyataan. Hal inijuga telah diberitahukan kepada Kwee Cu Gie dan Lamhay Mo Lie yang berkakakan ketawa saking girangnya. Dalam omong-omong diantara empat orang ialah Kwee Cu Gie, isteri dan anaknya (Lo In) dengan Kim Wan Thauto, yang tersebut belakangan menyatakan kekuatirannya akan perjalanan Lo In selanjutnya. Ia berkata : "Anak In adalah satu jago cilik yang sukar menemukan tandingan. sudah besar pun ia akan menggantikan ayahnya menjadi tayhiap (pendekar besar). Namun dalam hidup selanjutnya, aku kuatir ia bakal menemukan banyak kepusingan." Lamhay Mo Lie ketawa. "Auwyang toako" ujarnya pada Kim Wan Thauto. " Kepusingan bagitu sudah jamaknya. Ayahnya sudah banyak menemukan kepusingan yang begitu. Asal anak In dapat petunjuk dari ayahnya, pasti ia dapat mengatasinya." Lamhay Mo Lie berkata demikian sambil melirik pada suaminya dengan jebikan bibirnya yang merah semringah. Kwee Cu Gie menyambut lirikan isterinya dengan senyuman yang dulu telah merebut hatinya Lamhay Mo Lie hingga si nyonya cantik segera hatinya tertumbuk dengan senyum yang lama dikenalnya itu. Lamhay Mo Lie mengira bahwa Lo In akan menemukan kepusingan soal asmara maka ia telah berkata demikian kepada si Thauto. Kim Wan Thauto ketawa mendengar perkataan Lamhay Mo Lie. Ia berkata : "Toaso, kau salah mengira dengan perkataanku tadi. Bukannya soal asmara yang aku maksudkan." "Habis, toako mau maksudkan apa ?" tanya Lamhay Mo Lie kepingin tahu. "Itulah gara-gara It-sin-keng." sahut Kim Wan Thauto. "Apa Kwee-heng belum tahu anak In sekarang telah menjadi muridnya Kong In sianjin dari siauw-lim-si ?" tanya Kim Wan Thauto. Kwee Cu Gie geleng-geleng kepala seraya mengawasi anaknya. lo In hanya ketawa nyengir kepada ayah dan ibunya. "Belum lama ini, anak In telah memasuki gua maut tempat istirahatnya Kong In sianjin. Di sana ia ada jodoh menjadi muridnya dan meyakinkan It-sin-keng hingga kepandaiannya meningkat berlipat ganda dari apa yang ia dapat dari Kweeheng. Ketika ia keluar gua, orang-orang kuat dari berbagai aliran telah mencegatnya dan meminta It-sin-keng dari anak In. Mereka tidak percaya kalau anak In keluar dari gua maut itu hanya lenggang-lenggang begitu saja. oleh karenanya anak In telah bertempur dengan orang-orang dari siauw-lim-si, Butongpay, Tong-ten Nao-eng dan lain-lain lagi. Kesudahannya mereka tidak dapat berbuat apa-apa terhadap anak In dan anak In bisa lolos dari kepungan mereka. oleh karena inilah, aku maksudkan anak In selanjutnya akan menemukan banyak kepusingan." Kwee Cu Gie dan isterinya terkejut mendengar cerita Kim Wan Thauto. "Itu berbahaya." kata Kwee Cu Gie. "Anak In, coba kau ceritakan pengalamanmu memasuki gua maut dan setelah keluar menghadapi orang-orang kuat darl berbagai aliran." Lo In menurut, lalu ia menuturkan mulai ia berpisahan dengan Eng Lian menemukan tiga orang cit-seng-pay yang mati terkena hawa racun. Dengan diantar oleh kawanan kera ia dapat menemukan letaknya gua maut itu dimana sudah banyak jago-jago silat dari berbagai aliran telah menemui ajalnya karena hawa beracun dari gua maut. Lalu dengan menggunakan kepandaiannya meniup seruling ia menaklukan ular raksasa yang menjadi penjaga dari gua maut. Bagaimana ia sudah menjadi murid dan mengubur jenasah (kerangka) dari Kong In sianjin dan bagaimana caranya ia menemukan kitab mujizat yang ada dalam lubang dari dinding gua. setelah kirakira tiga bulan meyakinkan It-sin-keng, ia telah kembalikan kitab itu ke tempatnya semula lalu ia keluar dari gua, ternyata ia sudah ditunggu oleh banyak orang diluar gua. Pertempuran kemudian telah terjadi dan ia sudah bisa selamatkan diri berkat kepandaiannya. selama Lo In menutur, sebagai seorang ibu yang menyayangi anaknya, Lamhay Mo Lie berdebaran hatinya. Diam-diam ia memuji syukur kepada Yang Berkuasa, anaknya telah dilindungi dan selamat hingga anak dan ibu sekarang telah dapat berkumpul. "Anak In, sungguh berbahaya perjalananmu." berkata Lamhay Mo Lie seraya menarik tangan anaknya yang barusan bercerita sambil berdiri dan bergaya lucu. Lo In merasakan hangat dalam rangkulan ibunya yang belum lama berselang ia telah berkelahi mati-matian dan nyaris kepalanya dibikin hancur oleh senjata kebutannya si Hantu wanita dari Lamhay (Laut Kidul). "Anakku." berkata Lamhay Mo Lie dengan sayang. "Pantasan kepandaianmu hebat dan hampir ibumu terjungkal di tanganmu...." "Ibu." memotong Lo In cepat. "Anakmu harus mati lantaran berlaku kurang ajar terhadap ibunya sendiri. Mohon ibu suka memaafkan anakmu...." Lo In tampak manja sekali dalam pelukan si wanita cantik yang menjadi ibunya. "Anakku." ujar Lamhay Mo Lie seraya mengelus-elus kepalanya Lo In. "sudah sejak ayahmu mengatakan kau adalah anak kandungku yang hilang, aku telah memaafkanmu. oh, sungguh mengerikan kapan ibu ingat pada saat yang berbahaya itu." Lo In tercengang. "Ibu, apa yang kau katakan pada saat yang berbahaya itu"^ "Pada saat itu ibu sudah angkat kebutan dan siap menghajar kepalamu. Pada waktu kebutan menurun pada saat itulah ayahmu dengan menggunakan lwekang mengirim suara dari jauh bahwa kau adalah darah dagingku hingga aku lemas dan jatuh duduk......." (Bersambung) Jilid 18 Lo In ingat pada waktu ia melejit bangun dari pingsannya, ia lihat ibunya duduk mendeprok di tanah dan menatap ke arahnya dengan tajam. Waktu itu ia tidak tahu kalau ibunya sedang mengenali dirinya sebagai anaknya. Ia menyesal saat itu telah berlaku kurang ajar, menantang ibunya untuk bertempur pula. "Ibu, untung ayah keburu datang. Kalau telat sedikit saja Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kepala anak remuk menjadi makanan kebutan ibu." kaat Lo In Jenaka. "Kepala anak remuk tidak apa, cuma ibu tentu akan menyesal seumur hidup. Hahaha.... " si nakal berkelakar. "Anak nakal " Lamhay Mo Lie dekap lebih erat tubuhnya Lo In. "Ibumu mana bisa hidup kalau mengetahui anaknya mati karena tangan ibu." Ibu dan anak itu tampak demikian asyiknya bercakap-cakap hingga Kwee cu Gie dan Kim Wan Thauto yang melihatnya sangat gembira dan memuji syukur kepada Yang Maha Kuasa atas pertemuan kembali ibu dan anak itu setelah berselang enam belas tahun lamanya. Ketika soal kepusingan yang Lo In akan hadapi kemudian diperbincangkan, telah diambil keputusan untuk memulihkan wajah Lo In ke wajah aslinya. Ang Hoa Lobo segera dipanggil untuk memberikan obat pemunahnya, tapi si nenek tidak muncul. Menurut orang yang memanggil, si nenek entah pergi ke mana pada setengah jam berselang telah meninggalkan markas Ang Hoa Pay. "Biarkan dia pergi." kata Lamhay Mo Lie. " Nenek itu adatnya angin-anginan, apalagi setelah suaminya siauw cu Leng telah lenyap tanpa diketahui jejaknya, ia kelihatan saban hari uring-uringan saja. Dia pasti akan kembali lagi." Apa sebabnya Ang Hoa Lobo pergi dengan tidak memberitahu kepada Lamhay Mo Lie yang menjadi suhunya " Hanya Kwee Cu Gie yang dapat mengetahui sebab-sebabnya. Kwee cu Gie menduga Ang Hoa Lobo bakal tidak kembali lagi lantaran ada dia disitu. seperti pembaca masih ingat, Ang Hoa Lobo juga merindukan Kwee cu Gie. Makanya dia memoles hitam wajahnya Lo In, maksudnya dengan tidak langsung dia mengundang Kwee Cu Gie datang untuk meminta obat pemusnahnya. Kalau sampai demikian, maksud Ang Hoa Lobo ia mau suruh Kwee cu Gie tekuk lutut baharu ia mau kasih obat pemusnahnya. Ia hendak membikin malu pendekar besar kita untuk membalas sakit hati 'cintanya' tidak dibalas oleh si orang she Kwee. Bukan saja tidak dibalas, malah ada beberapa giginya yang ompong karena ditampar oleh Kwee cu Gie ketika dia menggunakan obat pulas hendak menguasai Kwee Cu Gie pada jaman si Nenek Kembang Merah masih bernama Teng Goat Go. Perginya Ang Hoa Lobo tidak menjadi soal bagi Lamhay Molie sebab ia sendiri dapat menggunakan obat pemusnah mengembalikan wajah anaknya yang hitam ke wajah aslinya. Ketika wajah si bocah kembali ke wajah aslinya, yang pertama-tama terpesona adalah Lamhay Mo Lie, ibunya jago cilik kita. "Anak. kau benar-benar cakap. seperti.......... seperti.......... " kata Lamhay Mo Lie terputus-putus. "seperti ayahnya........." menjelaskan Kwee Cu Gie bersenyum ke arah isterinya. Lamhay Mo Lie deliki matanya yang halus pada Kwee Cu Gie yang mengedipkan matanya sambil tersenyum hingga Lamhay Mo Lie memerah wajahnya yang putih halus bagai sutera ketika ia melirik pada Kim Wan Thauto yang tengah berseri-seri. Memang maksudnya Lamhay Mo Lie mau mengataakan 'seperti ayahnya', hanya ia ragu-ragu mengeluarkannya karena disitu ada hadir Kim Wan Thauto. Kim Wan Thauto sendiri merasa kagum akan kecakapan paras Lo In. Kwee Cu Gie dilain pihak tenang-tenang saja. Pikirnya, ia sendiri cakap. isterinya cantik, kalau turunannya hitam legam kayak pantat kuali itu tak mungkin. Dengan pulihnya kembali wajah aslinya, berarti Lo In mengurangi kepusingan. Namun berbareng dengan itu, julukannya yang telah membubung tinggi ialah Hek-bin sintong atau ^'si bocah sakti muka hitam' dengan sendirinya telah turut lenyap. Pada malamnya telah diadakan pesta kegirangan ayah, ibu dan anak sudah dapat berkumpul kembali. Hadir dalam perjamuan yang meriah itu orang-orang kuat dari Ang Hoa Pay yang telah dimatikan ingatannya oleh pengaruh obat mematikan ingatan seribu hari. Mereka hanya lupa akan dirinya siapa dan perkara-perkara yang sudah lampau. Akan tetapi kepandaiannya tetap dimiliki sebagai orang kuat dari rimba persilatan kelas wahid. Kim Wan Thauto kenali diantaranya ada Hek-houw Ma Liong, guru silat terkenal dari kota Lengkoan. Di Coa-kok, ia pemimpin benteng pertama. Lalu Sian-jin siang- kim LouwBin cie, si sepasang Pedang Dewa, pemimpin dari benteng kedua. Pemimpin dari benteng ketiga, Kut-nia Nui-ma sie Toan Leng, si Kuda Terbang, begal tunggal disekitar Kiansang (gunung) dan Lie Tiong kiat, pemimpin benteng keempat yang bergelar Kengciu Kim-kauw-cian atau si Gunting Emas. Tersohor ilmu meringani tubuhnya yang dinamai 'Kim-cian-coan-in (panah emas menembusi mega). Kam Lian Eng atau Lengkoan Giok Lie, si bidadari dari kota Lengkoan memimpin benteng kelima (barisan perempuan). si cantik Kam Lian Eng adalah isteri dari Hek-houw Ma Liong, si Harimau Hitam, pemimpin dari benteng pertama. selain orang-orang tersebut, diantara orang-orang kuat dari Coa-kok ada juga dari kalangan agama seperti Hweeshio dan Tojin (Imam) dari berbagai partai seperti siauw-lim, Bu-tong, Kun-lun dan lain-lainnya. Mereka memasuki Coa-kok dengan maksud menumpas Ang Hoa Pay yang mulai berkembang, namun maksud mereka bukan saja gagal malah menjadi korban 'cian-jit-su-su-hun' hingga mereka menjadi orang-orangnya Coa-kok tanpa disadari oleh mereka. Diantara demikian banyak orang, tidak kelihatan bayangannya Ang Hoa Lobo. juga ada hadir tiga jelita kita dalam perjamuan itu. Mereka heran tidak nampak Lo In, sebaliknya hanya seorang pemuda cakap yang duduk di sebelah kiri dari Lamhay Mo Lie. Matanya tiga jelita itu saban-saban celingukan mencari si bocah nakal wajah hitam, saban kali kena kebentrok dengan pemuda cakap disamping si cantik dari Lamhay yang senyumsenyum ke arahnya. "Enci Hiang, anak muda itu ceriwis benar mengajak kita tertawa. Memangnya kita orang apa " Meskipun dia cakap. tak nanti menembusi hati kita " kata Eng Lian perlahan pada Bwee Hiang, mengutarakan perasaan dongkolnya. "Aku lihat juga demikian, enci Hiang." menimpali Leng siong dengan gemas. Karena saban kali ia melirik ke arah Lamhay Mo Lie mesti matanya kebentrok dengan ketawanya si pemuda cakap yang dikatakan oleh encinya. Bwee Hiang yang usianya lebih tua dan pikirannya juga lebih matang, tak menjawab pernyataan dongkolnya kedua jelita itu. Ia sendiri merasakan kejanggalan sikap si pemuda yang seolah-olah mau mempermainkan mereka. Akan tetapi ia belum mengambil keputusan untuk menuduh pemuda cakap itu kelakuannya sangat ceriwis dan gila cewek. "Biar, kalau dia berani lagi ketawa ke arahku, akan aku kasih rasa kelihaianku " berkata Eng Lian ketika melihat enci Hiangnya tinggal adem-adem saja. Benar-benar saja, ketika Eng Lian mencuri lihat, anak muda itu tengah ketawa kepadanya. Ia jumput sebuah kacang dan disentilkan ke arah si pemuda. Kacang melayang dengan kecepatan kilat karena disentilkan mengandung tenaga lwekang. Pemuda itu tampak gelagapan ketika melihat kacang menyerang ke arahnya. Namun sekali membuka mulut tampak kacang yang disentilkan Eng Lian tadi telah digigit oleh si pemuda cakap. Eng Lian melengak tapi hanya sebentaran saja sebab dalam penasarannya kembali dia menyerang dengan kacangnya. Ia menduga pasti si anak muda cakap tak berkutik diserang kacangnya karena saat itu si pemuda cakap tengah menggigit kacang. Namun ketika kacang sampai hendak membentur mulut, kacang Eng Lian ditahan oleh kacang yang digigit tadi yang melesat dengan tiba-tiba dari giginya. Dua buah kacang beradu diatas meja si pemuda dan dua-duanya jatuh dalam keadaan utuh (tidak pecah). Eng Lian makin gemas melihat dua kali serangannya gagal. Bwee Hiang dan Leng siong memperhatikan si dara nakal, hatinya tak kuat menahan ketawa dan mereka cekikikan sambil menekap mulutnya dengan tangan. "Idiiiih, apa ini?"Bwee Hiang tiba-tiba berkata sambil tangannya mengusut pada bibirnya seperti digerayangi lalat. Ia lihat ternyata bukan lalat tapi sebuah kwaci nempel pada bibirnya yang atas. "Ah, kenapa ada lalat?" Leng siong berseru sambil menepak pipinya. Ia merasa lalat itu kena ditepak. perlahan-lahan tangannya ditarik dari pipinya dengan sekalian lalatnya, namun........ bukanlah lalat. Hanya sebuah kwaci yang nempel keras pada pipinya yang botoh. Tampak selebar mukanya merah karena merasa dirinya dipermainkan orang. Matanya memandang ke arah si pemuda cakap yang kelihatan tenang-tenang saja. Ia curiga si pemuda cakap yang main gila tadi. Eng Lian melihat Bwee Hiang dan adiknya dipermainkan telah ketawa ngikik. Tapi ngikiknya tidak terus karena mulutnya seperti kemasukan apa-apa. Ia cepat lepaskan dan ternyata sebuah kwaci yang masuk mulutnya tanpa sepengetahuannya. Matanya tiba-tiba melotot ke arah si pemuda yang nyengir ke arahnya. "Enci Hiang, sudah tentu dia yang jail. Mari kita keroyok bertiga, masa dia bisa menang " Kalau perlu kita nanti kasih tahu pada adik In. Biar dia dihajar mampus " Demikian Eng Lian berkata pada enci Hiangnya. Leng siong mufakat sedang Bwee Hiang yang juga mendongkol lantas setuju atas usulnya sang adik nakal. Mereka lantas mulai bekerja, masing-masing menjumput sebuah kacang. saling susul kacang menyambar pada si pemuda cakap. Kesudahannya bikin Eng Lian banting- b anting kaki, Leng siong terbelalak dan Bwee Hiang ketawa- ketawa urung. Kenapa " Tiga buah kacang yang disentilkan dengan tenaga lwekang, menyambar saling susul ke arah si pemuda cakap. Entah bagaimana, di tengah jalan kacang Eng Lian yang disentilkan paling dulu tiba-tiba merandek kemudian dibentur oleh kacang Bwee Hiang dan Leng siong yang menyusul belakangan. Dengan demikian, tiga kacang itu saling bentur sendiri sebelum mengenakan sasarannya. Eng Lian saking gemasnya sampai bangkit berdiri, matanya melotot ke arah si pemuda cakap yang tenang-tenang saja mentertawakan tiga jelita yang gelisah itu. si dara nakal yang keliwat gemas dipermainkan orang, sudah hendak pergi menyatroni si pemuda cakap kalau tidak Bwee Hiang keburu memegangi tanganya mencegah. "Adik Lian, untuk apa kau bikin ribut " Apa tidak malu di depan banyak orang mencari stroy " Biarkan saja, sebentar kalau adik In datang, kita adukan. Biar dia tahu rasa mempermainkan kita " menghibur Bwee Hiang. Amarahnya Eng Lian menurun mendengar perkataan sang enci. Meskipun demikian, matanya masih melototi si anak muda cakap yang belagak pilon dipelototi si dara nakal. Eng Lian dan Leng siong makin lama makin panas, nampak si pemuda cakap seperti ngeledek mereka. sebaliknya Bwee Hiang tenang-tenang saja memperhatikan gerak gerik pemuda cakap itu. Lagaknya makin tengik dan ceriwis. Bwee Hiang paling kalem diantara tiga dara itu, kurang senang hatinya melihat si pemuda cakap makin lama makin berani sikapnya. Perang kacang dan kwaci tadi, lantaran dilakukan dengan cara kilat, tak diketahui oleh para hadirin lainnya. Kecuali oleh Kwee Cu Gie dan Lamhay Mo Lie yang lihai matanya. Mereka diam-diam mentertawakan kenakalan anaknya. Geli hatinya Lamhay Mo Lie melihat sikap tiga dara itu tak mengenali si bocah yang sekarang sudah berubah mukanya, dari bocah berajah hitam legam berubah menjadi pemuda yang cakap ganteng. Tak heran, karena dipulihkannya wajah Lo In tak disaksikan oleh tiga dara yang kini sedang mendongkol hatinya digodai Lo In. Lamhay Mo Lie tiba-tiba berbisik di telinga Lo In. Tampak Lo In manggut-manggut dan ketawa. Kiranya sang ibu membisiki anaknya belagak jalan keluar, lihat bagaimana reaksi dari tiga dara itu. selanjutnya sang ibu serahkan pada anaknya bagaimana caranya ia mempermainkan ketiga kawannya itu. Lo In tak lantas bangkit setelah ibunya membisiki kupingnya. Ia masih duduk dan saban kali matanya memandang ke arah tiga jelita yang semuanya pada cemberut. si bocah geli hatinya nampak ketiga encinya marahmarah. Makin jadi ia menggodai ketiga encinya itu hingga Eng Lian sudah tak tahan menahan d elu hatinya. Maka tidak heran, ketika melihat Lo In bangkit berdiri berjalan keluar ruangan, dia yang paling dahulu menguber dari belakangnya. Bwee Hiang kuatir Eng Lian bertengkar dengan si pemuda cakap dan kesudahannya jadi berkelahi, maka ia ajak Leng siong untuk mengikuti si dara cilik Benar saja, ketika mereka keluar ruangan, tampak Eng Lian medang memaki si pemuda cakap habis-habisan, namun sipemuda hanya lawan ketawa geli saja. Tiba-tiba Bwee Hiang dan Leng siong kaget, ketika dengan cara kurang ajar sipemuda cakap telah mengulur tangannya dan mencolek pipinya Eng Lian yang tak keburu berkelit. Ternyata selama mereka bertengkar, sipemuda tak bicara. Hanay ketawa saja dan ngeledek Eng Lian hingga si dara cilik habis sabarnya. Ketika ia hendak menyerang, sudah didahului oleh sipemuda cakap mencolek pipinya. Eng Lian merasa panas selebar pipinya d icolek oleh pemuda buka n pemuda pujaannya. oleh sebab itu, tanpa memikiria berada di tempat pesta, Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sudah lantas menerjang dengan gemasnya. sipemuda cakap hanya kelihatan berkelebat badannya, tahu-tahu Eng Lian sudah kena dirangkul. Bukan main Eng Lian kagetnya. Pikirnya, bagaimana nanti Lo In mengatainya kalau melihat dirinya dalam pelukan pemuda ceriwis ini. "setan kecil " maki Eng Lian seraya berontak. "Kau berani permainkan enci....." Putus kata-katanya karena berbareng tangan sipemuda cakap sudah menekap mulutnya dan mencium pipinya. "Enci Lian, kau tidak kenali adik In-mu....." bisiknya mesra. "oh, kau...." hanya ini yang meluncur dari bibirnya Eng Lian, ketika tangan Lo In yang menekap mulutnya ditarik pulang. Ketika Eng Lian melihat ke sekitarnya, ia lihat ada Bwee Hiang dan Leng siong yang bersenyum ke arahnya. Perlahanlahan ia mendorong tubuhnya Lo In yang memeluk dirinya. Ia lari menghampiri Bwee Hiang dan Leng siong, sambil katanya : "Enci Hiang, kau kenali pemuda ceriwis, musuh kita itu?" "sejak aku melihat kau jinak dalam pelukannya, aku sudah tahu siapa pemuda cakap itu, adik Lian." sahut Bwee Hiang ketawa ngikik, Eng Lian memerah jengah wajahnya mendengar jawaban Bwee Hiang. sementara kepada Lo In yang datang menghampiri, Bwee Hiang kata : "Adik nakal, sejak kapan kau merubah muka sehingga ketiga encimu tidak kenalimu ?" Lo In menutur bahwa bukan Ang Hoa Lobo yang memulihkan wajah aslinya, sebab si nenek itu entah kemana perginya tapi ibunya sendiri ialah Lamhay Mo Lie kebetulan menyimpan obat pemusnahnya. Tiga jelita itu hampir berbareng mengucapkan selamat kepada Lo In. Masing-masing hatinya dara itu memuji parasnya Lo In yang cakap tampan. Lebih-lebih Bwee Hiang dan Eng Lian kegirangan bakal mempunyai suami yang demikian cakapnya. Leng siong ingat sesuatu, lalu menjura pada Lo In sambil berkata : "Adik In, encimu mengucapkan terima kasih kau sudah menolong sehingga ingatanku normal lagi." "Enci Leng siong, kau jangan berterima kasih padaku tapi pada enci Eng Lian yang sudah menyuruh kasih dagingku Pedang Langit Dan Golok Naga 2 Boma Gendeng Triping Siluman Bukit Tengger 2