Ceritasilat Novel Online

Budi Kesatria 6

Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen Bagian 6 diangkasa, kemudian melanjutkan, "Ini tahun umurku sudah mendekati enam puluh tahun, kesehatan badanku mungkin tidak mengijinkan aku untuk memperdalam ilmu silatku lebih jauh, setelah mengalami peristiwa besar ini banyak persoalan yang berhasil kupecahkan banyak masalah yang berhasil kupahami. Bicara terus terang pedang pendek dan kitab pusaka itu sebenarnya tidak kan mendatangkan manfaat apaapa bagiku" "It-bun sianseng, kau masih belum terhitung tua!" seru Pek-li Peng setelah mendengar n pembicaraan yang bernada putus asa itu. "Benar nona, bagi orang yang belajar silat aku memang belum terhitung tua tetapi dasar kepandaian siatku terlalu jelek..." "Tetapi bukankah engkau sudah membaca banyak buku?" sela Pek-li Peng denga cepat. It-bun Han Too tersenyum. "Aku memang sudah membaca banyak buku, membicarakan soal kecerdikan belum tentu aku berada di bawah Shen Bok Hong" Dia alihkan Sorot matanya ke atas wajah Siauw Ling, lalu melanjutkan, "Sebuah pukulan udara kosong yang dilancarkan Shen Bok Hong telah mengirim diriku ketepi lembah kematian, untung nona Pek li telah selamatkan diriku dari sisi lembah kematian tersebut bicara yang sesungguhnya budi pertolongan ini harus kubalas" "kau tak usah membalas budi kepadaku. bantu saja Siau toako!" kata Pek-li Peng sambil tertawa. "Aku memang punya pikiran itu, selama jiwaku belum melayang aku pasti akan membantu Siau tayhiap dan beradu kekuatan dengan Shen Bok Hong, pekerjaan ini merupakan suatu pekerjaan yang mulia dan besar, aku pasti akan berusaha dengan segala kekuatanku untuk menghalangi rencana Shen Bok Hong mengangkangi dunia persilatan, sebab bila ia berhasil dengan rencananya maka dunia persilatan akan selalu diliputi kegelapan... badai pembunuhan tentu akan meraja lela dimana mana "Jika It-bun sianseng mau membantu, aku merasa berterima kasih sekali..." seru Siauw Ling. "Saat ini Siau tayhiap merupakan simbol atau lambang bagi kekuatan Bu-tim yang menentang pengaruh Shen Bok Hong. engkau telah mendapat simpatik dan dukungan banyak orang, tetapi kau mesti ingat Shen Bok Hong adalah seorang manusia sadis yang dingin tenang serta memiliki organisasi yang sempurna, ilmu silatnya lihay dan jalan pikirannya sukar diraba orang lain, maka dari itu andaikala Siau tayhiap tak mampu mengorganisasi para jago Bu lim yang bersimpatik dan mendukung dirumu secara baik, kekuatan nereka sukar untuk dipergunakan setiap waktu dalam menentang kekuasaan Shen Bok Hong. Walau aku tak mampu tetapi aku bersedia untuk susunkan siasat bagus bagi Siau tayhiap" Ia berhenti sebentar lalu sambungnya kembali. "Cuma sayang setiap peraturan partai besar saling berbeda dan pendapat merekapun tak sama, bila kita tak memiliki rencana yang matang dan sempurna dalam waktu singkat tak akan mendapatkan manfaat apapun. Sebelum menyusun rencana besar itu aku harus coba memikirkannya secara masak dan mendetil... persoalan paling penting yang harus kita lakukan sekarang adalah berusaha untuk merawat luka yang kita derita, Siau tayhiap jika kau percaya dengan diriku mari kita cari dahulu suatu tempat yang tersembunyi untuk merawat luka. Setelah kesehatan kita pulih kembali baru kita bicarakan yang lain" Jalan pikiran Siauw Ling jauh berbeda dengan jalan pikiran It-bun Han Too, yang di pikirkan saat ini adalah bagaimana caranya mencari suatu tempat yang tersembunyi untuk mempelajari isi kitab pusaka itu agar sampai waktunya kpandaian sakti itu dapat dipergunakan untuk menghadapi Giok-siau long-kun, terutama sekali janji pertemuannya denganGak Siau Cha didasar tebing Toan-hun-gay sudah berada di depan mata Tentu saja rahasia hatinya ini tidak leluasa baginya untuk diutarakan keluar, setelah termenung sebentar katanya "Maksud baik It-bun sianseng biarlah kuterima di dalam hati saja. Andaikata aku orang she Siau mampu hidup selama tiga bulan lagi aku pasti akan berkunjung sendiri kerumah sianseng dan mohon petunjuk darimu...!" It-bun Han Too tertegun, bibirnya bergerak hendak menanyakan persoalan itu namun akhirnya ia batalkan niatnya itu. "Sejak dahulu aku orang she Siau sudah kagum dengan kecerdikan diri sianseng " ujar Siauw Ling lebih jauh, "dalam perjuanganku melawan Shen Bok Hong aku pasti akan minta bantuanmu, apakah kita dapat menetapkan janji untuk bertemu dikemudian hari..." "Maksudmu bertemu setelah tiga bulan mendatang?" tanya It-bun Han Too cepat. "Tidak salah paling sedikit harus lewat tiga bulan!" "Baiklalh tiga bulan mendatang aku akan menantikan kehadiranmu di depan kuil Leng in-si ditepi telaga See ou selama sebulan. Jika dalam waktu satu bulan Siau tayhiap tidak datang maka aku akan mencukur rambut jadi hweesio dan selama hidup akan menetap dikuil Leng-in-si. "Asal aku tidak mati, janji itu pasti kan kupenuhi" "Baiklah, kita tetapkan demikian saja" "Nah...sampai jumpa!" Ia bangkit untuk menjura lalu putar badan dan berlalu dari tempat itu. Dari langkahnya yang sempoyongan Siauw Ling tahu kalau luka dalam yang dideritanya parah sekali, segera serunya "Sianseng, langkahmu gontai dan tidak tetap. bagaimana kalau kuantar dirimu beberapa jiuh?" "Tak usah" tampik It-bun Han Too sambil tertawa. "aku percaya masih mampu untuk turun dari bukit ini, Siau tayhiap tempat ini tak baik untuk ditinggali terlalu lama. Lebih baik cepatlah berlalu dari sini" "Jika aku bersikeras mengantar dia, mungkin tindakanku akan mengundang rasa tak senang hati di dalam hatinya, lebih baik biarlah ia pergi sendiri..." pikir Siauw Ling. ---oo0dw0oo--- Jilid 10 SEMENTARA itu Pek-li Peng sambil gelengkan kepalanya telah berkata, "Kami masih belum bisa pergi dari sini, It-bun sianseng lebih baik kau berangkatlah lebih dahulu!" "Kenapa?" "Kami telah berjanji dengan Kim Hoa hujin serta Tong Lo Thay-thay untuk berjumpa muka di tempat ini, sebelum kentongan kedua mereka akan balik kelembah ini" "Kemana mereka pergi?" "Mengejar dan membinasakan Shen Bok Hong!" "Kedua orang ini benar-benar tak tahu diri!" seru It-bun Han Too sambil tertawa getir. "Bila dugaanku tidak keliru, maka mereka telah terjatuh kembali kemulut harimau, mungkin saat ini tenaganya dipergunakan lagi oleh orang-orang perkampungan Pek Hoa Sanceng. "Luka yang diderita Shen Bok Hong amat parah, demikian parahnya sampai tiada waktu untuk membinasakan sianseng dan toako lebih dahulu, ilmu silat yang dimiliki Kim Hoa Hujin dan Tong Lo Thay-thay sangat lihay, siapa tahu kalau mereka mendapat kesempatan?" "Shen Bok Hong memerintahkan Ciu Cau Liong sekalian mengundurkan diri lebih dahulu, hal ini bukanlah disebabkan karena ia berhati mulia dan welas kasih sehingga takut beberapa orang itu terluka di tangan Siau tayhiap, sengaja ia mengatur begitu adalah untuk mempersiapkan langkah berikutnya dan catur yang sedang dia mainkan dengan mundurnya orang-orang itu lebih dahulu berarti mereka telah siapkan jebakan yang tangguh untuk menyambut dirinya Aaai....! untuk bertarung melawan jago lihay macam Shen Bok Hong, bukan saja kita harus andalkan ilnu silat yang lihay, kecerdasanpun harus dipergunakan" Jadi maksud sianseng keadaan mereka sangat berbahaya?" "Keselamatan jiwa sih tak menjadi soal, sebab pada saat ini Shen Bok Hong sedang butuh orang untuk menunjang ambisinya, Kim Hoa Hujin serta Tong Lo Thay-thay adalah jago lihay kelas satu, sudah pasti Shen Bok Hong tak akan membunuh diri mereka." Dia menghembuskan napas panjang dan melanjutkan "Kalau memang nona sudah berjanji dengan mereka, tentu saja harus kau tunggu kedatangan mereka, tetapi selewatnya kentongan kedua lebih baik cepat-cepatlah berlalu dari tempat ini" Selesai berkata ia putar badan dan melanjutkan perjalanannya. Memandang hingga bayangan punggung dari It-bun Han Too lenyap ditengah kegelapan, Siauw Ling menghela napas panjang. katanya, "Sungguh tak nyana sebuah pukulan maut yang dilancarkan Shen Bok Hong telah membuat It-bun Han Too seolah olah menjelma menjadi seorang manusia yang lain, semnga saja ia benar-benar bertobat dan kembali ke jalan yang benar" "Aku lihat rupanya dia dibikin terharu oleh sikap Toako yang berbudi luhur serta welas asih itu, jika ada perbedaan yang menyolok tentu saja perbedaan itu gampang membuat ia berontak." Siauw Ling tersenyum. "It-bun Han Too cerdik dan banyak akal, ia sudah tahu kalau Shen Bok Hong amat membenci dirinya sehingga setiap saat selalu berusaha mencari akal untuk membinasakan dirinya, hal ini tentu akan memancing rasa bencinya pula terhadap gembong iblis itu, bila ada kesempatan diapun tentu akan berdaya upaya untuk melenyapkan iblis itu dari muka bumi..." Setelah berhenti sebentar tiba-tiba Siauw Ling seperti teringat akan sesuatu persoalan yang amat penting, dengan alis berkerut segera tanyanya. "Peng-ji dimanakah sepasang pedagang dari kota Tiong ciu....?" "Akupun sedang merasa keheranan, terang benderang aku telah berjanji dengan mereka untuk bertemu disini, kenapa mereka tidak nampak munculkan diri?" "Mungkinkah mereka celaka di tangan Shen Bok Hong?" "Aaah..... tidak mungkin, seandainya Shen Bok Hong berhasil mencelakai jiwa sepasang pedagang dari kota Tiong ciu dia tentu akan mengutarakannya keluar" Siauw Ling termenung beberapa saat lamanya kemudian berkata lagi "Tidak salah, kalau ia berhasil menawan sepasang pedagang dari Tiong ciu hidup-hidup maka ia pasti akan menggunakan keselamatan mereka berdua sebagai sandera untuk memaksa aku bertekuk lutut. sebaliknya kalau sepasang pedagang dari Tiong ciu berhasil dibunuh mati maka ia tentu akan memamerkan kehebatannya dihadapanku. Dari sikapnya yang bungkam dan tidak mengucapkan sepatah katapun itu menunjukkan kalau ia belum pernah berjumpa dengan mereka berdua lalu kemana perginya kedua orang itu?" "Aaai...! orang itu benar-benar tolol, padahal aku sudah menjelaskan dengan terperinci, entah mereka sudah pergi kemana?" Siauw Ling kembali termenung beberapa saat lamanya, lalu berkata, "Mereka dan aku mempunyai hubungan persaudaraan yang sangat akrab, rasa setia kawan mereka tinggi sekali. bila tak ada urusan tak mungkin mereka mengingkari janji. Aku rasa pastilah kedua orang itu telah menjumpai suatu kejadian yang ada diluar dugaan" "Kejadian apa?" "Aku kurang begitu tahu, tetapi yang pasti mereka pasti mempunyai alasan tertentu yang membuat mereka tak dapat datang." Sementara pembicaraan masih berlangsung mendadak dari tempat kejauhan tampaklah dua sosok bayangan manusia laksana sambaran kilat meluncur datang. Pek-li Peng segera bangkit berdiri sambil berseru. "Kim Hoa hujin serta Tong Lo Thay-thay telah datang!" Dengan kecepatan amat luar biasa, dalam waktu singkat dua sosok bayangan manusia tadi telah berada dihadapan mereka. Terdengar salah seorang diantaranya menegur dengan suara nyaring, "Toako, apakah kau berada dalam keadaan baik-baik?" "Kami baik sekali, kemana perginya kalian berdua?" Kiranya dua sosok bayangan manusia yang baru saja munculkan diri bukan lain adalah sepasang pedagang dari kota Tiong-ciu, orang pertama yang datang mendekat lebih dahulu berperut besar, dia bukan lain adalah sie poa emas Sang Pat sedang di belakangnya mengikuti Leng an-tiat-pit.pit baja berwajah dingin Tu Kiu. "Yaaah...ampun terima kasih kepada langit dan bumi,mulai hari ini aku Sang Lo ji benar-benar akan memuja malaikat..."seru Sang Pat sambil tarik napas panjang2. Belum habis perkataannya diutarakan, tubuhnya tiba-tiba terjungkal dan roboh ke atas tanah, Siauw Ling terperanjat, buru-buru ia membimbing tubuh Sang Pat dan menahannya sehingga tidak sampai roboh ke atas tanah. Tegurnya "Apa yang sebenarnya telah terjadi?" "Lo-ji sudah menderita luka dalam yang sangat parah. "sahut Tu Kiu dengan suara dingin,"tetapi dia menguatirkan sekali keselamatan jiwa toako, maka dipaksanya untuk menahan luka dalam tersebut dan datang mencari toako, setelah melihat toako berada dalam keadaan sehat hawa dalam dadanya jadi buyar dan diapun tak kuat menahan diri lagi..," Sementara pembicaraan masih berlangsung Siauw Ling telah memayang bangun tubuh Sang Pat telapaknya segera ditempelkan di atas punggungnya dan salurkan tenaga murninya ke dalam tubuh saudara angkatnya itu. "Toako! kau baru saja sembuh dari luka dalam yang parah, mana boleh kau gunakan hawa murni untuk membantu orang" biar Siau-moay saja yang turun tangan!" seru Pek-li Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Peng dengan suara cemas. Sementara itu Siauw Ling sudah merasakan sesuatu yang aneh dalam dadanya, walaupun dia ingin menolong tapi tenaga dalamnya tidak mampu disalurkan dengan sempurna, terpaksa ia menghela napas dan berseru. "Adik Peng rupanya aku harus merepotkan dirimu lagi!" Pek-li Peng tertawa manis, dia ulurkan tangannya dan tempelkan ke atas punggung sie-poa emas. "Saudara Tu" Siauw Ling segera berpaling kesamping, "sebenarnya apa yang telah terjadi?" "Kami telah berjumpa dengan para jago lihay dari perkampungan Pek Hoa Sanceng setelah melangsungkan suatu pertarungan yang amat sengit akhirnya Lo ji menderita luka...." Tiba-tiba orang she Tu yang berwajah dingin itupun maju kedepan dan roboh terjungkal ke atas tanah Hal ini dengan jelas membuktikan pula bahwa dalam kenyataan Tu Kiu pun menderita luka dalam yang parah, akan tetapi ia berusaha menggunakan kata-kata yang sederhana untuk melukiskan kejadian yang sebenarnya dengan harapan lukanya bisa disembunyikan siapa tahu daya tahannya mendadak buyar dan tak bisa ditahan lagi diapun ikut roboh terjungkal ke atas tanah. Siauw Ling segera maju menahan rubuh Tu Kiu, serunya dengan suara sedih sekali, "Saudaraku sedari tadi kalau sepantasnya aku bisa menduga sampai kesitu, Loo-ji saja menderita luka dalam yang parah apalagi engkau" Aaai... kau terlalu memaksakan diri untuk mengelabui diriku, seharusnya aku bisa menduga sendiri kalau engkaupun terluka" Sambil berkata dia tempelkan tangan kanannya di atas punggung Tu Kiu. dengan hawa murninya dia berusaha menolong saudaranya yang menderita luka parah tadi. "Oooh toako!" kembali Pek-li Peng berseru dengan nada gelisah. "Apakah engkau sudah bosan hidup?" Siauw Ling tertawa getir. "Tak menjadi soal, Peng ji! aku masih mampu mempertahankan diri" sahutnya. "Baringkan dia ke atas tanah. Setelah aku selesai membantu Sane Pat biarlah aku yang membantu dirinya pula!" "Peng-ji, dengarkanlah perkataanku!" seru Siauw Ling kemudian dengan wajab serius. "sekalipun sejak hari ini aku tak dapat berlatih ilmu silat lagi, aku harus berusaha menyelamatkan jiwa mereka berdua lebih dahulu. Luka dalam yang mereka derita teramat parah kita musti berusaha keras untuk mengobati luka itu. Aku sebagai saudaranya sudah wajar dan sepantasnya kalau menyumbangkan sedikit tenaga untuk mereka" Pek-li Peng tidak berbicara lagi, dikerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk mengobati luka Sang Pat. Hawa murni bagaikan gulungan air bah segera menggulung masuk ke dalam tubuh sie-poa emas tersebut. Setelah menolong It-bun Han Too belum lama berselang sebagian besar hawa murninya telah hilang dan belum pulih kembali seperti sediakala, sekarang setelah dipaksakan untuk menolong Sang Pat maka terasalah sang tubuh jadi lelahnya bukan kepalang, belum lama kemudian keringat sebesar kacang kedelai sudah mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya. Keadaan dari Siauw Ling lebih payah lagi, tidak sampai sepeminuman teh lamanya sekujur badan telah basah kuyup oleh keringat yang mengalir keluar dengan derasnya. Sejak sembuh dari luka dalamnya yang parah, hawa murni yang dimiliki anak muda ini boleh dibilang belum pulih kembali seperti sediakala. setelah sekarang disalurkan keluar lama kelamaan daya tahan tubuhnya jadi goyah kembali tapi diamdiam dia menggertak gigi dan paksakan diri untuk tetap bertahan hawa murni tetap disalurkan keluar menyerang tubuh Tu Kiu yang sudah tak sadarkan diri itu. Kurang lebih sepenanakan nasi kemudian. Sang Pat baru menghembuskan napas panjang sambil berseru "Ooooh toako apakah luka dalam yang kau deritapun teramat parah" "Jangan banyak bicara " tegur Pek.li Peng dengan suara lirih, "cepat atur pernapasan dan bersemedi, jangan sampai membiarkan aliran darah dalam tubuh yang telah mulai mengalir tersumbat kembali. Aku akan menolong Tu Kiu!" Siauw Ling yang sedang menyalurkan hawa murninya ke dalam tubuh Tu Kiu dapat menangkap pembicaraan Sang Pat dengan cepat. Tetapi ia tak mampu memberikan jawabannya berhubung ketika itu dia sedang mengerahkan sisa tenaga yang dimilikinya untuk menolong pit besi berwajah dingin. Pek-Li Peng tarik napas panjang2, setelah tarik hawa murninya dari pusar menyebar keseluruh badan ia dekati Siauw Ling dan berkata, "Toako bangunlah, biar aku yang menolong dia!" Sementara itu Siauw Ling pribadi sudah mulai kepayahan. Dia sadar meskipun dirinya bersikeras untuk mempertahankan diri, hasilnya tetap nihil dan sama sekali tak berguna terpaksa dia bangkit berdiri dan mengundurkan diri dari situ. Pek-li Peng singsingkan lengan baju kanannya kemudian menyeka keringat di atas wajah, kemudian duduk bersila disisi Tu Kiu dan tempelkan tangannya diaras punggung orang itu. Siauw Ling tidak kuat menahan diri lagi. Dia merasa kepayahan dan kehabisan tenaga setelah mundur ke belakang matanya segera dipejamkan dan perlahan-lahan mengatur pernapasan. Beberapa saat kemudian dia membuka matanya kembali dan menengok ke arah Tu Kiu batinnya terasa tak tenang dan sangat menguatirkan keselamatan dari saudara angkatnya itu. Terlihatlah keringat bagaikan hujan gerimis mengalir keluar tiada hentinya dari tubuh gadis Pek-li itu, sekujur badannya sudah basah kuyup dan wajahnya pucat pias bagaikan mayat. Tiba-tiba Siauw Ling teringat kembali akan sesuatu. Ia teringat gadis itu baru saja menolong It-bun Han Too serta Sang Pat dua orang yang menderita luka parah, pada saat ini mana dia punya kekuatan lagi untuk menolong Tu Kiu?" Dengan hati gelisah buru-buru serunya, "Peng-ji kau lelah sekali... lebih baik aku saja yang menolong saudara Tu!" "Aku baik sekali "jawab Pek-li Peng setelah diam diam tarik napas panjang "Oooh...toako cepatah duduk semedi dan mengatur pernapasan, kau harus menjaga diri demi keselamatan serta kesejahteraan seluruh umat Bu-Lim di kolong langit" Siauw Ling menghela napas panjang. "Aaai....aku tahu bahwa saat ini keadaanmu sendiripun sudah payah, kau telah memaksakan diri untuk tetap bertahan, aku lihat lebih baik aku saja yang turun tangan" "Tak usah kau kuatirkan keselamatanku meskipun tenaga dalamku sudah banyak berkurang, namun isi perutku sama sekali tidak terluka!" Siauw Ling tidak banyak bicara lagi. dia tempelkan telapak tangannya ke atas punggung Pek-li Peng. Dengan tenaga dalam gabungan dari dua orang itu, hawa murni mengalir masuk ketubuh Tu Kiu semakin gencar lagi. Setelah mendapat bantuan dari tenaga gabungan dua orang jago lihay itu. hawa murni yang membeku dalam saluran darah di tubuh Tu Kiu mulai mencair dan peredaran darahpun sedikit demi sedikit berjalan lancar kembali, dalam waktu singkat seluruh tubuhnya telah segar kembali dan diapun menghembus napas panjang sambil membuka mata. Siauw Ling menghela napas panjang, ia tak berani melepaskan tangan kanannya yang masih ditempelkan dipungung Pek-li Peng, serunya, "Peng ji sekarang engkaupun harus beristirahat beberapa saat lamanya" "Toako, baik baikkah engkau?" tanya Pek-li Peng sambil berpaling dan tertawa. Siauw Ling mengangguk. "Sungguh beruntung ada engkau disini yang telah menolong kedua orang saudaraku, cuma... aku telah merepotkan dirimu" "Toako jangan berbicara demikian, siaumoay merasa amat gembira sekali bila aku dapat ikut menyumbang sedikit tenaga untuk persoalan yang sedang toako hadapi" Rupanya gadis itu merasa lelah sekali, Setelah habis berkata dia pejamkan matanya dan mengatur pernapasan. Siauw Ling berpaling ke arah lain, dia lihat Sang Pat sedang duduk bersila dan mengatur pernapasan, Tu Kiu pun sudah duduk dan sedang mengatur pernapasan, dalam hati segera pikirnya, "Secara beruntun Peng-ji telah menyelamatkan tiga orang, dia pasti kepayahan dan lelah sekali, meskipun dasar tenaga dalamnya cukup kuat namun aku rasa harus membutuhkan banyak waktu untuk memulihkan kembali kekuatan tubuhnya seperti sediakala. Sang Pat serta Tu Kiu sendiri baru saja lolos dan ancaman maut, peredaran darah dalam tubuhpun baru saja berjalan lancar kemba1i mereka harus membutuhkan waktu yang cukup lama juga untuk menyembuhkan diri... jika sekarang aku ikut bersemedi bukankah tak ada orang yang menjaga ke amanan disini" andaikata ada musuh tangguh yang datang, bukankah kami berempat dapat dilukai semua tanpa susah payah?" Berpikir sampai disitu ia tak berani pusatkan pikirannya untuk mengatur untuk meng atur pernapasan lagi, dengan paksakan diri ia tetap berada dalam keadaan sadar walaupun matanya dipejamkan namun seluruh perhatian dipusatkan di sekitar tempat itu untuk memperhatikan keadaan disekeliling sana. Kurang lebih satu hio kemudian, Sang Pat Tu Kiu maupun Pek-li Peng telah berada dalam keadaan tenang dan lupa terhadap segala2nya. Perlahan-lahan Siauw Ling bangkit berdiri, melepaskan otot tangan dan kakinya lain berjalan mengelilingi tiga orang itu satu kali kemudian duduk kembali di tempat semula. Ia merasa lelah dan mengantuk sekali, dengan melepaskan otot dan berjalan satu lingkaran itu Siauw Ling berusaha mengusir rasa kantuk yang menyerang makin menjadi itu. Belum lama Siauw Ling duduk kembali di tempat semula, tiba-tiba dari tempat kejauhan berkumandang datang suara langkah kaki manusla yang amat berat dan nyaring, Siauw Ling mengempos tenaga dan membuka matanya lebar-lebar, dan dia lihat sesosok bayangan manusia perlahan-lahan bergerak mendekat ke arahnya. Malam amat gelap dan suasana sunyi senyap tak kedengaran sedikitpun Siauw Ling yang baru sembuh dan luka dalam yang parah tidak memiliki kekuatan tubuh yang cukup sempurna untuk berjaga diri ia merasa ketajaman mata dan pendengarannya mengalami kemunduran yang sangat hebat, meskipun orang itu sudah berada pada jarak tiga tombak dihadapanya akan tetapi si anak muda itu masih belum mampu melihat jelas raut wajahnya. Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benak Siauw Ling, pikirnya, "Perduli siapapun yang datang asal ia berniat mencelakai Sang Pat serta Tu Kiu yang sedang bersemedi, aku akan gunakan segenap sisa tenaga yang kumiliki untuk mempertahankan diri serta melakukan perlawanan." Jalan yang terbaik baginya adalah berusaha untuk menghalangi kedatangan orang itu untuk mendekati Sang Pat sekalipun yang sedang bersemedi dengan cepat ia meronta bangun lalu maju menyongsong kedatangan orang itu. Setelah jarak mereka semakin dekat, pemuda itu baru sempat melihat jelas raut wajah pendatang yang tak diundang itu, ternyata dia adalah seorang kakek tua berjubah hitam yang mempunyai rambut panjang sebahu. Rambut kakek itu telah beruban semua, mukanya penuh berinnyak dan dandanannya mirip sekali dengan seorang pengemis tua, namun juba hbajunya yang keren dan perlente menunjukkan bahwa kakek itu bukan pengemis. Sambil menghadang jalan pergi kakek tua itu, Siauw Ling menegur dengan suara berat. "Loo-tiang, ditengah malam buta yang sunyi ada urusan apa engkau datangi lembah gersang yang terpencil letaknya ini?" Kakek tua itu membelalakkan matanya lebar-lebar dan memperhatikan Siauw Ling beberapa saat lamanya, kemudian balik bertanya, "Kau sedang bertanya kepadaku?" "Eeeei!.. orang ini edan atau bukan?" batin Siauw Ling dalam hati kecilnya, diluar dia segera menjawab. "Sedikitpun tidak salah, aku sedang mengajak Loo-tiang berbicara! apakah engkau sudi menjawab?" Kakek tua itu menengadah memandang langit yang hitam pekat tertutup awan hitam cahaya bintang dan rembulan tertutup dibalik awan dan yang nampak cuma kegelapan belaka...lama.. lama sekali, ia tetap memandang langit yang gelap, seakan-akan kakek itu sudah lupa kalau dihadapannya masih berdiri orang lain. Kalau ditinjau dari keadaan yang bodoh dan termangumangu sebetulnya aku turun tangan, lebih dahulu untuk menotok jalan darahnya" pikir Siauw Ling kembali, tapi....perbuatan semacam itu adalah perbuatan seorang manusia tak jujur, apakah aku pun harus berbuat macam begitu" Setelah sangsi sejenak akhirnya dia mendehem berat sambil menegur "Hey Loo-tiang! apa sih yang sedang kau saksikan di langit?" "Oooh aku sedang melihat bintang bintang yang bertaburan diangkasa coba kau lihat sungai perak yang terbentang diangkasa, sungai itulah yang telah memisahkan Gou Long serta Ci-li, setiap tahun mereka hanya bisa berjumpa pada bulan tujuh tanggal tujuh..." "Oooh...rupanya tebakanku tidak meleset kakek tua ini benar-benar memang sudah sinting...." pikir Siauw Ling kembali. Diluaran dia berkata lebih jauh, "Eeei.... kakek tua, yang kulihat hanya langit yang gelap dan awan bitam menyelimuti angkasa, mana sih sungai dan bintang yang kau maksudkan itu?" "Haanh...haaah..haaah.. meskipun dengan pandangan mata aku tidak dapat melihat apakah aku tak bisa berpikir dalam hati?" Siauw Ling semakin melongo, pikirnya lebih jauh, "Kalau Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bisa berpikir di dalam bati, apa bedanya dengan berada dirumah" kenapa kau musti datang kelembah yang terpencil ini hanya untuk berbuat begitu saja?" Tetapi setelah berpikir kembali hahwa orang itu sinting dan tak waras otaknya, dia pun tidak mempersoalkan lebih lanjut, sambungnya, "Perkataan loo-tiang memang benar, apa yang dipikirkan di dalam hati kadang kala memang mirip dengan kenyataannya" Tiba-tiba kakek berambut putih itu tunduk ke bawah dan menatap wajah Siauw Ling tajam tajam, serunya, "Hey bocah cilik apakah kau mengerti dengan apa yang kukatakan?" "Siapa yang bisa memahami perkataanmu itu?" pikir pemuda tersebut dalam hati, "tidak banyak orang di kolong langit yang dapat memahami perkataanmu itu dan Orang yang bisa menangkap perkataanmu itu tentulah otaknya rada tidak beres seperti dirimu...." Sebagai seorang pemuda yang jujur dan saleh tentu saja ia tak mau melukai perasaan hati kakek tua ini, sahutnya, "Perkataan dari Loo-tiang mengandung arti yang sangat dalam, sudah ientu jarang sekali orang yang memahaminya....." Kakek tua berambut putih itu angkat kepala dan tertawa terbahak bahak, "Haaah...haaah..haah... tetapi kau dapat memahaminya, bukankah begitu?" tukasnya bocah cilik, engkau adalah satu-satunya manusia yang dapat menangkap maksud hatiku...." "Haaah...haaah..... .haah..... aku teringat sekarang bukankah di dalam lembah ini terdapat banyak sekali kerbau dungu dan kuda goblok kemana perginya mereka semua?" "Kau maksudkan para pekerja kasar yang dikirim pihak perkampungan Pek Hoa Sanceng untuk bekerja di tempat ini?" "Hmmm...... aku tak tahu mereka berasal datang darimana, tetapi aku tahu kalau mereka semua goblok tolol dan tak punya otak, tak seorangpun diantara mereka yang mampu memahami ucapanku" Diam-diam Siauw Ling tertawa geli mendengar perkataan itu, batinnya di dalam hati, "Siapa yang bilang aku bisa menangkap perkataanmu" aku sendiripun sama sekali tidak mengerti" Dalam hati berpikir begitu, diluaran dia menjawab, "Perkataan dari Loo-tiang memang sukar dipahami!" "Haaah.. haaah... baaah..justeru karena itulah aku merasa bahwa kaulah satu-satunya orang yang bisa memahami suara hatiku" Setelah berhenti sebentar lanjutnya lebih jauh, "Sepanjang tahun dia mencangkul, memukul tiada hentinya di dalam lembah ini, suatu hari mereka tentu akan menyentuh nadi air yang berada didasar permuakan bumi dalam lembah ini, jika sampai begitu keadaannya maka air bah akan menenggelamkan saluruh wilayah di tempat ini. Sudah dua kali aku datang kemari untuk memberi bisikan dan petunjuk pada mereka semua, aku harap agar menreka tahu diri dan segera mengundurkan diri dari pekerjaan yang banyak resiko tersebut tetapi mereka goblok semua dan tetap tak sadari dengan keadaan tersebut, sebenarnya aku sudah tak sudi untuk mengurusi persoalan ini lagi tetapi teringat bahwa ratusan lembar jiwa manusia bukan permainan anak kecil, aku tak tega membiarkan mereka mati konyol di tempat ini. Kali ini adalah kedatanganku yang terakhir kalinya, jika mereka tetap tak mau tahu dan tetap mencari kematian buat diri sendiri, akupun tak sudi mengurusi jiwa mereka lagi" Siauw Ling merasakan jantungnya berdebar keras setelah mendengar perkataan itu katanya, "Locianpwee, kau tak usah banyak buang waktu dan pikiran lagi, orang-orang itu sudah berlalu dari tempat ini!" Kakek berambut putih itu alihkan sorot matanya menyapu seejap Sang Pat, Tu Kiu senta Pek-li Peng yang sedang duduk bersemedi kemudian tanyanya, "Apakah kalian yang telah mengusir orang orang itu pergi dari sini?" Siauw Ling menggeleng. "Mereka semua adalah para jago dari perkampungan, Pek Hoa Sanceng, sekarang mereka telah mendapat perintah dari Cungcunya untuk meninggalkan tempat ini" Sementara itu Siauw Ling telah merasa bahwa kakek tua dhadapannya bukan sungguh-sungguh sinting dan tidak waras otaknya seperti apa yang diduganya semula. Orang yang cerdik kadangkala nampak goblok rupanya orang itu sengaja berlagak demikian untuk mengelabui keadaan diri yang sebenarnya, dengan jalan begitu orang lain tentu tak akan menaruh perhatian terhadap dirinya, tapi ditinjau dan jubah barunya yang sengaja dikenakan sehingga memancing kecurigaan orang. Siauw Ling menebak bahwa kakek itu datang dengan membawa maksud tertentu Terlihatlah kakek tua itu setelah berjalan beberapa langkah kedepan, tiba-tiba berpaling dan berkata kembali, "Sekalipun aku sudah berkenalan dengan banyak manusia di kolong langit, hanya sedikit sekali yang bisa memahami suara hatiku, sungguh tak nyana engkau masih kecil tapi bisa memecahkan jejak diriku" "Sungguh menyesal dan memalukan...." bisik Siauw Ling dalam hati pikirnya, "Darimana aku bisa memahami suara hatimu" aku berbuat demikian karena tak ingin menyakiti dirimu..... sungguh tak nyana kau telah salah menganggap aku berhasil memahami suara hatimu" Terdengar kakek tua berambut putib itu berkata kembali, "Besok pagi aku hendak berngkat tinggal kan daratan Tionggoan untuk berkunjung ke negerj Thian tok sungguh tak nyana sesaat sebelum berangkat aku telah berkenalan dengan seorang sahabat yang bisa memahami suara hatiku seperti engkau. oooh...sungguh kebetulan...kebetulan sekali." "Loo-tiang terlalu memuji!" Tiba-tiba nada suara kakek tua berambut putih itu berubah, dengan suara dingin dan serius katanya, "Hey orang muda jika penglihatanku tidak salah rupanya engkau menderjta luka dalam yang amat parah?" Siauw Ling tahu bahwa kakek tua dihadapannya adalah seorang manusia aneh yang memiliki kepandaian sakti, dengan berterus terang dan tanpa ragu2 lagi dia membenarkan. "Sedikitpun tidak salah, disamping diriku seorang ketiga orang rekanku yang sedang duduk bersemedipun ada dua orang diantaranya menderita luka dalam yang cukup parah. Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sambaran kilat kakek berambut putih itu menyapu sekejap ketiga orang itu, kemudian ujarnya lagi, "Menurut penglihatanku mereka bertiga pun berada dalam keadaan yang belum sempurna!" "Sungguh tajam penglihatan orang ini p ji Siauw Ling di dalam hati, segera jawabnya, "Yang terluka parah cuma dua orang, sedangkan nona itu karena harus menolong kami sekalian bertiga maka banyak tenaga dalamnya yang terpaksa dihambur2kan hal itulah yang membuat dia berubah jadi begini rupa" Kakek tua berambut putih itu mengangguk tiada hentinya. "Ehmm...!bukan saja kau bisa menangkap suara hatiku, bahkan kaupun seorang kuncu, seorang lelaki sejati yang jujur dan polos hatinya, sayang sekali hari keberangkatanku sudah tak bisa ditunda lagi, sayang sekali kita harus brjumpa dalam saat saat seperti ini" Setelah berhenti sebentar,dia menengadah memandang keangkasa dan tertawa terbahak bahak. "Haaaaah...... haaaaah..... haaaaaah kalau toh bisa berjumpa kenapa musti risaukan soal waktu" aku tak boleh membiarkan khalayak ramai menuduh aku terlalu keras kepala" Meskipun Siauw Ling dapat mendengar pula suara gumaman kakek tua itu, akan tetapi ia tak bisa menangkap maksud yang sebetulnya dari perkataan itu. Untuk beberapa saat lamanya pemuda itu tak tahu apa yang musti dijawab, terpaksa dengan termangu mangu tetap berdiri di tempat semula.. Kakek berambut putih itu alihkan sorot matanya menyapu setejap Sang Pat, Tu Kiu serta Pek-li Peng kemudian ujarnya kembali, Aku memiliki obat mujarap yang dapat membantu menambah tenaga dalam seseorang jika engkau percaya dengan perkataanku silahkan berikan pil tersebut untuk mereka semua" Dari kilatan cahaya mata yang dimiliki kakek tua itu. Sian Ling tahu bahwa dia adalah seorang jago lihay yang memiliki tenaga dalam amat sempurna dalam hati segera pikirnya "Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki orang ini, jika ia bermaksud mencelakai jiwa kami semua aku rasa dalam beberapa gebrakan saja kami akan mati konyol ditangannya, tidak mungkin kalau ia bermaksud mencelakai kami semua dengan pil beracun....." Setelah berpikir sampai kesitu, keberanian pun muncul dalam hatinya, cepat sahutnya, "Kalau begitu, biarlah aku mewakili mereka semua mengucapkan banyak terima kasih lebih dahulu atas pemberian obat mujarab dan loocianpwee" Kakek tua berambut putih itu merogoh ke dalam sakunya dan ambil keluar sebuah botol porselen, sambil diangsurkan ketangan Siauw Ling pesannya. "Dalam botol ini kebetulan sekali berisikan empat butir pil mujarab, kalian berempat masing-masing telanlah sebutir" Siauw Ling menerima botol porselen itu dan dan membuka tutupnya lalu ambil keluar sebutir dan langsung dimasukkan ke dalam mulut. Melihat perbuatan si anak muda itu. kakek berambut putih tersebut segera tertawa terbahak-bahak. "Haaah-haaah.....bocah cilik engkau menelan lebih dahulu pil tersebut, apakah tidak takut dalam obatku itu telah kucampuri dengan racun yang keji?" Siauw Ling tersenyum. "Loo-tiang telah menganggap diri boanpwee sebagai orang yang dapat menangkap suara hatimu, jika obat itu benarbenar mengandung racun sekalipun harus mati boanpwee juga tak akan menyesal!" "Anak muda yang patut dihargai" seru kakek berambut putih itu dengan wajah serius, "kepergianku kebarat dan berpesiar kenegeri Thian-tok hari ini entah sampai kapan kuakhiri, besok pagi2 sekali sebelum fajar menyingsing aku akan berangkat maukah engkau hantar diriku melakukan perjalanan?" "Perkataan semacam itu sapantasnya jika akulah yang mengucapkan, pikir Siauw Ling di dalam hati, tapi sekarang dia sudah mengatakannya lebih dahulu" Terpaksa ia menyanggupi. "Baik! boanpwe pasti akan menghantar keberangkatan loocianpwee, tapi kita harus berjumpa dimana?" Kakek tua berambut putih itu tertawa hambar. "Bagi dirimu perjalanan ini semestinya merupakan suatu perjalanan yang paling payah dan menyulitan, aku telah memperhitungkan lebih dahulu bagimu!" "Dapatkah Ioo tiang memberi keterangan dengan lebih jelas lagi?" "Tempat dimana aku akan melakukan start perjalananku berada pada suatu bukit beberapa li jaraknya dari sini, tetapi engkau harus melewati dua buah bukit yang tinggi lebih dahulu sebelum tiba disana. Meskipun sekarang kau telah menelan pil dariku tetapi untuk melumeran pit tersebut kau masih harus melakukan semedi beberapa waktu lamanya meskipun kau memiliki ilmu meringankan tubuh yang sempurnapun sebelum kentongan keempat kau harus sudah berangkat dan sebe1um fajar menyingsing kau harus sudah tiba di tempat tujuan, bocah cilik coba hitunglah sendiri waktunya, apakah kau mampu untuk menepati atau tidak?" "Sete1ah kusanggupi ku pasti akan berusaha untuk tiba disitu sebelum waktunya" jawab Siauw Ling dengan tegas. " yang kutakuti adalah jalanan yang tak kukenal. boanpwee takut mengambil arah yang salah......" "Tentang soal itu kau tak usah kuatir. aku telah susunkan rencana yang bagus untukmu, disepanjang jalan aku telah tinggalkan tanda pengenal yang memberi petunjuk kepadamu jalan mana yang musti ditempuh" "Kalau begitu kita tetapkan demikian saja, boanpwee pasti akan menepati janji dan berangkat kesana. "Bila kau mendaki gunung lewati sini. maka di depan sana akan kau temukan tanda petunjuk yang ditinggalkan. Nah, sampai berjumpa kembali" Selamat jalan loo tiang!" sahut Siauw Ling sambil memberi hormat dalam2. Kakek tua itu tidak banyak bicara lagi dia putar badan dan segera berlalu dari sana. Tiba-tiba Siauw Ling teringat akan sesuatu dia ingin menanyakan jaraknya yang tepat antara tempat itu dengan tempat dimana ia berada sekarang agar jadwal perjalanan bisa ditentukan, tetapi bayangan tubuh kakek tua itu sudah lenyap tak berbekas. Dalam hati kecilnya Siauw Ling tahu kalau kakek berambut putih itu adalah seorang manusia sakti yang memiliki ilmu silat amat tinggi, tetapi ia tak habis mengerti mengapa kakek itu mengundang dirinya untuk menghantar keberangkatannya menuju kenegeri Thhian-tok setelah janji diucapkan keluar tentu saja ia tak bisa mengingkarinya maka cepat-cepat dia duduk bersila untuk mengatur pemapasan, pemuda itu berharap agar kesehatan tubuhnya bisa cepat pulih kembali sehingga perjalanan dapat segera dilakukan. Terasalah dari arah pusar memancar keluar segulung aliran hawa panas yang menyegarkan badan. Aliran hawa panas itu dengan cepatnya menyambar keseluruh tubuh. Siauw Ling sadar bahwa hal itu merupakan akibat dan khasiat obat yang ia telan barusan hatinya terasa tercengang pikirnya . "Obat itu sungguh mujarab sekali, ditinjau dan pemberian obat mujarab ini sudah sepantasnya kalau aku menghantar keberangkatannya..." Berpikir sampai disitu ia segera meronta bangun. setelah mendekati kehadapan Sang Pat serunya dengan suara dalam, "Saudaraku berdua pentanglah mulutmu lebar lehar, SiauTiraikasih Website http://kangzusi.com/ Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo heng hendak menghadiahkan sebutir pil mujarab untuk kalian semua" Waktu itu semedi Sang Pat dan Tu Kiu sedang mencapai titik puncak yang paling pen ting, meskipun mereka dengar perkataan dari Siauw Ling. namun mulutnya tak mampu dipentangkan seperti apa yang diharapkan. Kurang lebih seperminum teh kemudian Sang Pat serta Tu Kiu baru membuka matanya kembali. Siauw Ling segera memberi obat mujarab itu kepada mereka berdua sambil pesannya. "Jangan banyak bicara, pentang mulut kalian lebar-lebar!" Setelah dua orang saudaranya buka mulut pemuda itupun segera masukkan obat mujarab tadi ke dalam mulut mereka berdua. "Obat ini mempunyal daya kasiat yang luar biasa sekali "serunya, "harap saudara berdua segera menelannya ke dalam perut, kemudian aturlah pernapasan kembali. Sang Pat serta Tu Kiu sama-sama mengangguk dan memandang ke arah toakonya dengan sorot mata penuh rasa terima kasih, setelah menelan pil tersebut mereka atur pernapasan kembali Siauw Ling tarik napas panjang2, ia mendekati pula Pek-li Peng dan berbisik lirih, "Peng-ji apakah tubuhmu terasa agak baikan?" Pek-li Peng sama sekali tidak terluka dalam, dia hanya kehabisan tenaga murni saja kerena harus mengobati beberapa oraig secara beruntun, keadaannya jauh berbeda dengan keadaan sepasang padagang dari kota Tiong ciu,setelah mengatur pernapasan beberapa saat lamanya. Kesehatan badan sudah pulih kemubail beberapa bagian, dia buka matanya dan tertawa. "Aku sudah agak baikan!" "Kalau begitu telan pil ini, obat tersebut akan mendatangkan manfaat yang besar bagimu "kata Siauw Ling sambil angsurkan obat dalam genggamannya, Semula dia bermaksud agar Pek-li Peng menyambutnya dengan tangan. tetapi gadis itu ternyata membuka mulutnya sambil berseru manja! "Toako, masukkanlah pil itu ke dalam mulutku!" Siauw Ling tertegun, terpaksa dia berikan obat tadi ke dalam mulut Pek-li Peng. Setelah mendapat bantuan dari obat mujarab tersebut, kesehatan badan keempat orang itu dengan cepatnya telah pulih kembali, tidak sampai satu kentongan kesehatan mereka telah pulih seperti sedia kala. Siauw Ling yang punya janji dengan orang setelah melakukan semedi satu kali dia segera berhenti dan bangkit berdiri dilihatnya Sang Pat, Tu Kiu serta Pek-li Peng masih tetap duduk hersemedi disitu. Siauw Ling angkat kepala memandang keadaan cuaca, dia lihat awan gelap dilangit sebagian besar telah buyar. Bintang dan rembulan sudah tak nampak lagi, teringat akan janjinya dengan kakek berambut putih itu dia merasa sekaranglah saatnya untuk berangkat. Maka ujarnya. "Saudara berdua. Siau-heng punya janji dengan seseorang dan sekarang juga harus segera berangkat, paling cepat tengah hari nanti dan paling lambat senja nanti aku pasti sudah kembali kesini, kalian tungulah aku di atas purcak Inwanhong." "Aku ikut." teriak Pek-li Peng tiba-tiba sambil meloncat bangun dari atas tanah. "Kau telah selesai bersemedi?" "Sudah selesai sejak tadi" jawab Pek i Peng sambil tertawa, "bahkan kekuatan tubuhku telah pulih kembali seperti sedia kala!" Siauw Ling tidak segera mengambil keputusan, pikirnya dalam hati, "Tabiat kakek tua itu aneh sekali dan sukar diraba dengan kata kata, jika kubawa serta Peng ji kesitu entah dia menerima dengan senang hati atau tidak" apalagi luka dalam yang diderita Sang Pat berdua belum sembuh benar, dia harus tetap tinggal di tempat ini untuk melindungi keselamatan mereka berdua" Berpikir sampai disitu, dia lantas berkata, "Peng ji, kalau kita pergi semua lalu siapakah yang melindungi keselamatan kedua orang saudara kita" walaupun para jago dari perkampungan Pek Hoa Sanceng telah berangkat tinggalkan tempat ini, siapa tahu kalau kaki tangan Shen Bok Hong ada yang balik lagi kemari" kau harus tetap tinggal disini untk melindungi keselamalan mereka berdua" Mendengar perkataan itu, Pek li leng mengheLa napas panjang. "Aaaai....kapan sih aku tak menuruti perkataan dari toako?" bisiknya lirih. Dari sikap serta tingkah laku gadis itu Siauw Ling tahu kalau ia tak senang hati, tetapi sekalipun begitu terpaksa ia harus tetap berlagak pilon. Sambil katanya "Secepatnya aku akan kembali lagi kesini waktu itu kesehatan badan dua orang saudara kitapun telah pulih kembali seperti sedia kala. Kita bersama-sama berangkat tinggalkan tempat ini" Pek-li Peng tertawa. "Maukah engkau ajak aku berpesiar ketelaga See-ou dan menyambangi Pek Niocu di bawah pagoda Lui hong-tha" "Cerita itu hanya dongeng rakyat belaka!" "Siapa bilang kalau dahulu benar-benar pernah terjadi peristiwa semacam ini "sela Sian Ling dengan cepat. "Perduli dongeng atau kejadian yang sungguh yang pasti nasib Pek Nio cu mengenaskan sekali "kata Pek-li Peng dengan wajah serius, cinta kasihnya suci murni dan patut dipuji, sayang lelaki yang tak kenal budi lebih percaya dengan perkataan dari Ho at hay Hwesio sehingga akhirnya menindih tubuhnya dengan pagoda Lui hong tha.." Habis berkata ia menangis tersedu2 seakan-akan baru saja bertemu dengan suatu kejadian yang memilukan hati. Siauw Ling saja amat terperanjat, ia merasa dibalik perkataan gadis itu menandung arti yang lain, hal tersebut membuat dia jadi gelagapan dan tak tahu apa yang musti dijawab, Dengan ujung bajunya Pek-li Peng menyeka air mata yang jatuh menetes, sambungnya, "Ayahku pernah mengundang seorang sarjana tua dari daratan Tionggoan untuk memberi pelajaran membaca dan menulis bagiku,meskipun usia sarjana itu sudah tua tetapi dia romantis sekali. Seringkali ia menceritakan kisah-kisah romantis atau cerita dongeng dari daratan Tionggoan kepadaku, waktu kudengar cerita tentang Pek Nio cu tempo hari diam diam aku merasa geli atas ketololan Pek Nio cu tersebut, di kolong langit toh banyak sekali pemuda tampan kenapa dia cuma mencintai seorang lelaki belaka, kalau aku yang menjadi dia. . huh. tak sudi aku dipermainkan dengan begitu saja "Kalau kau menjadi Pek Nio cu apa yang hendak kau lakukan?" Perlahan lahan Pek-li Peng alihkan sorot matanya menatap wajah Siauw Ling kemudian jawbabnya, "Waktu itu aku pernah berpikir, kalau memang dia tidak menepati janji kenapa aku musti memikirkan terus dirinya" kenapa aku tidak bunuh saja orang yang tak kenal budi itu?" Gadis tersebut berhenti sebentar kemudian melanjutkan "Tapi sekarang...aku baru tahu, ternyata laut cinta begitu luas dan tak bertepian" "Aai! Siauw Ling menghela napas panjang "Peng-ji usiamu masih kecil kenapa begitu banyak persoalan yang kau pikirkan?" Pek-li Peng tertawa sedih. "Sejak kecil aku sudah terbiasa mengumbar nafsu, selamanya aku tak mau kalah kepada siapapun, aku masih ingat ketika masih kecil tempo dulu, waktu itu ayah sedang meyakinkan suatu ilmu sakti yang maha hebat, aku paksa dirinya untuk menggendong aku keluar rumah menikmati keindahan salju. ayah tak mau dan aku menangis terus bahkan menghancurkan pula barang antik kesayangannya, ayahku yang selamanya tak penrah memaki diniku waktu itu, segera menghajar aku, tetapi aku menangis terus tiada hentinya, sehari semalam tak mau makan dan minum, Ibuku menasehati dan menghibur diniku, aku juga tetap menangis tiada hentinya, sampai akhirnya suaraku habis dan air mataku kering ayahku baru mengalah dan membopong aku keluar dari Istana untuk melihat salju waktu itulah aku baru berbenti menangis.." "Bagaimnta setelah kau tumbuh dewasa"sela Siauw Ling.. Setelah makin dewasa aku semakin dapat meresapi cinta kasih Thian dan kasih sayang orang tua, tetapi ayah dan ibu sudah mengenal watakku, setiap kali persoalan yang telah kuputuskan biasanya mereka menurut sekali, siapa tahu setelah berjumpa dengan toako, aku merasa bahwa diriku telah berubah jadi seorang manusia lain" "Berubab jadi lebih jinak dan penurut bukan?" kata Siau Ling sambil tersenyum. ",Aaai...! aku selalu berusaba menekan watakku dan menuruti setiap perkataanmu, aku tak tahu sikapku ini bisa menarik kegembiraanmu atau tidak" aku selalu kuatir pa da suatu hari engkau bosan kepadaku dan tinggalkan diriku seperti nasib dari Pek Nio-cu" "Haaih.baaah-haaah kau bukan Pek Nio.. cu sedang aku bukan- Kho koin jin, mana boleh kau banding2kan satu sama lain" baik-baiklah merawat mereka berdua, aku akan berangkat lebih dahulu!" "Kau harus segera kembali toako...." bisik Pek-li Peng. Siauw Ling mengangguk, dia belai rambut gadis itu dengan penuh kasih sayang kemudian jawabnya "Tunggulah aku kembali sayang!" "Akan kutunggu kedatanganmu dengan hati sabar!" Siauw Ling pun putar badan dan berjalan menujuh ke arah bukit mengikuti petunjuk dari kakek tua berambut putih. Sedikitpun tidak salah, di atas puncak bukit itu ia temukan sehelai sapu tangan berwarna putih yang ditindihi dengan sebuah batu, di atas sapu tangan tadi terteralah petunjuk jalan dengan jelasnya. Siauw Ling menyimpan sapu tangan tadi dan segera melakukan perjalanan sesuai dengan petunjuk yang diberikan setiap kali bertemu dengan tikungan ia temukan tanda petunjuk jalan disana. Perkataan kakek tua berambut pucih itu sedikitpun tidak salah, perjalanan yang harus ditempuh sukar dan payah sekali. Bukan saja harus melewati tebing yang curam, jurang yang dalam bahkan kadangkala harus terjun keair dan merambat ditebing dengan ilmu cecak pikirnya di dalam hati "Bukankah ia tahu dengan jelas bahwa luka dalam yang kuderita baru saja sembuh" Kenapa dia suruh aku melalui jalan yang curam dan berbahaya seperti ini" Bukankah dia ada maksud menyiksa diriku?" Tetapi setelah teringat kembali akan janjinya yang telah diutarakan ia merasa tak ada gunanya menyesal, terpaksa dengan sepenuh tenaga parjalanan ia lanjutkan. Luka dalam yang ia derita sebetulnya cukup parah, meskipun sudah menelan obat mujarab pemberian dari kakek tua itu, namun berhubung selama ini tiada waktu baginya untuk mengatur pernapasan dengan baik maka kekuatan tubuhnya belum pulih seutuhnya. Setelah melakukan perjalanan beberapa saat lamanya sekujur badan telah basah kuyup oleh keringat, napasnya jadi tersengal-sengal. Melihat sang surya sudah muncul dibalik gunung sedang perjalanan entah berapa jauh lagi, pemuda itu tak berani berhenti untuk beristirahat dengan paksakan diri ia lanjutkan perjalanan kedepan Menanti sang surya telah terbit sampailah pemuda itu di depan sebuah sungai dengan aliran air yang deras. Siauw Ling perhatikan sebentar sungai dengan aliran air yang amat deras itu ia merasa luasnya mencapai tiga empat tomhak. Disitu tiada jembatan ataupun sampan, kalau dihari biasa jarak sejauh itu mampu dilalui dengan ilmu meringankan tubuhnya yang cukup sempurna, tak mungkin cara sersebut dapat dipergunakan Setelah herdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya ditepi sungai akhirnya dia cabut keluar pedang pendeknya dan memotong beberapa batang kayu kemudian diikat jadi satu dan dijadikan sebuah rakit, Belum sempat pemuda itu menyebherangi sungai tadi dengan rakitnya, tiba-tiba terdengar suara gelak tawa yang amat nyaring berkumandang datang dan kejauhan disusul seseorang berseru lantang, "Saudara cilik, kau sudah datang terlambat, andaikata aku tidak percaya kalau kau pasti datang, sejak tadi sampan ini sudah ku lepaskan dan sekarang telah berada puluhan li jauhnya dari sini" Ketika Siauw Ling menengadah ke atas tampaklah seorang kakek berjubah hijau dengan rambut putih tergulung jadi satu serta mencekal sebuah tongkat bambu sedang duduk di atas sebuah rakit yang terbuat dari beberapa lembar bambu, ketika itu perlahan-lahan ia munculkan diri dari balik semak. Bergerak di atas aliran sungai yang deras, rakit itu ternyata bergerak tenang dan seolah-olah sedang berlayar di atas permukaan telaga yang tenang dan tak bergerak. Sekali menutul tongkat bambunya rakit itu laksana kilat meluncur kedepan dan berhenti tepat dihadapan pemuda itu. Siauw Ling segera mengenali kakek tua itu sebagai kakek yang pernah dijumpainya kemarin malam, hanya saja pada saat ini rambutnya telah digulung dengan rapi dan minyak diwajahnya telah dicuci bersih, begitu agung dan berwibawa keadaannya hingga boleh dibilang tak jauh berbeda seperti malaikat Ia segera menghembuskan napas panjang, katanya, "Luka dalam yang boanpwee derita belum sembuh, perjalananku dilakukan lambat sekali, bila loo tiang menunggu agak lama harap engkau suka memaafkan" Sambil tertawa kakek tua itu mengangguk. "Aku sudah tahu kalau engkau telah menggunakan segala kemampuan yang kau miliki untuk tiba disini sebelum waktunya.." Ia berhenti sebentar, lalu sambungnya, "Saudara cilik, kau pandai ilmu berenang?" "Sama sekali tak bisa" sahut pemuda itu sambil Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menggeleng. "Aliran air sungai disini amat deras sekali, kalau memang ku tak pandai ilmu dalam air, kenapa kau hendak menyeberangi sungai ini dengan rakit dikala kau berada dalam keadaan payah dan kehabisan tenaga" Apakah kau tidak takut mati?" "Boanpwee telah berjanji dengan loo tiang bagaimanapun juga aku tak ingin mengingkari janji karena itu terpaksa aku harus coba menyeberanginya kendati harus menempuh bahaya!" "Apakah kau menyesal?" tanya kakek tua berambut putih itu sambil tersenyum. Siauw Ling menggeleng. "Seandainya aku merasa meyesal, bisa saja kubatalkan janji ini ketika berada ditengah jalan tadi, kenapa aku musti bersusah payah sampai disini" cuma... ada satu persoalau membuat boanpwee tak habis mengerti dapatkah kutanyakan pada lootiang?" "Persoalan apa?" "Aku tidak menyesal loo-tiang suruh, aku melakukan perjalanan dengan melewati jalan yang curam dan berbahaya aku hanyau heran mengapa lootiang tidak suruh aku melewati jalan lurus yang sehenarnya di sekitar sana, sebaliknya malah memberi petunjuk kepadaku untuk melewati tebing yang curam serta selat yang sempit.." "Di kolong langit tiada hasil yang bisa diperoleh tanpa bersusah payah bagi dirimu semua yang telah kau jalankan hanya merupakan suatu perobahan kecil saja. "Andaikata boanpwee bukan berada dalam keadaan luka, sekalipun perjalanan itu sepuluh kali lipat lebih berbahaya pun aku percaya masih mampu melewatinya dengan cepat." "Kalau kau tidak terluka maka percobaan yang harus kau lewati mungkin sepuluh kali lipat lebih hebat daripada kekuatan yang kau miliki sekarang! "Loo tiang, perkataanmu mengandung arti yang terlalu dalam, lama kelamaan boanpwee jadi kebingungan!" Kakek tua berambut putih itu tertawa hambar. "Saudara cilik, sekarang kau pasti sudah lelah bukan karena kehabisan tenaga" Nah, cepatlah pejamkan mata dan benstirahatlah sebentar, jika kekuatan tubuhmu pulih kembali kita baru berbicara lebih jauh. Ketika itu Siauw Ling memang merasa kepalanya agak pening diri matanya berkunang-kunang, ia merasa tak kuat menahan diri lagi, maka jawabnya "Boenpwee akan turut perintah " Ia segera duduk bersila, pejamkan mata dan mengatur penapasan. Dalam semedinya, ia merasa kepalanya jadi sakit seperti terhantam oleh sebuah benda berat. pingsanlah pemuda itu seketika itu juga. Menanti ia sadar kembali dari pingsannya, tengah hari sudah tiba dan ia temukan dirinya berbaring di atas tanah rumput yang lunak dan lembut sekali. Ketika sorot matanya dialihkan kesekeliling tempat itu, tampak olehnya bunga dengan aneka warna yang indah bertaburan disekeliling tubuhnya, bau harum semerbak menyelimuti daerah di sekitar sana. Perlahan lahan Siauw Ling bangkit berdiri pertama tama ia meraih kitab pusaka peninggalan Raja seruling yang berada dalam sakunya lebih dahulu, setelah menemukan bahwa kitab itu masih ada disana, rasa tegangnya agak mengendor, perlahan-lahan dia bangkit lalu menghembuskan napas panjang. Tubuhnya terasa segar sekali, rasa penat dan lelah sama sekali lenyap tak berbekas, bahkan luka dalam yang diderita pun sudah sembuh kembali seperti sedia kala, kesemuanya itu membuat hatinya tercengang, pikirnya di dalam hati. "Bukankah aku sedang mengatur pernapasan ditepi sungai dan kepalaku dipukul orang keras2" kenapa sekarang berada disini" dimanakah kakek berambut putih itu" kemana perginya dia?" Setelah berpikir sebentar, pemuda itu merasa bahwa kesemuanya itu adalah hasil perbuatan dari kakek berambut putih, hanya ia tak tahu apa sebenarnya tujuan kakek itu. Daerah disekeliling tempat itu tertutup oleh dinding bukit yang menjulang keangkasa di bawah sorot cahaya sang surya tampaklah setiap sudut tempat itu terlihat jelas. Kecuali sebuah rumah gubuk yang berada disitu tidak nampak benda apapun. Siauw Ling teliti lagi daerah di sekitar sana ditemuinya bunga yang tumbuh disana benaneka warna dan macam ragamnya banyak sekali, bunga bunga itu jelas ditanam orang dari luar lembah. Sekarang Siauw Ling mulai merasa bahwa kemungkinan besar rumah gubuk itu adalah tempat tinggal dari kakek berambut putih itu. Berpikir sampai disana perlahan-lahan dia maju kedepan dan mendekati rumah gubuk tadi. Pintu pagar terbuka lebar namun tak nampak sesosok bayangan manusiapun berada disana. Siauw Ling mendehem ringan, kemudian berkata, "Loo cianpwee atas cinta kasih yang telah cianpwee berikan kepadaku aku merasa amat berterima kasih sekali" Siapa tahu suasana masih tetap sunyi senyap tak kedengaran suara sedikitpun. Siauw Ling segena pertinggi suaranya dan benseru kembali, "Boanpwee harus pergi, bolehkah aku berjumpa lagi dengan dirimu?" Kali ini ucapan tersebut dipancarkan dengan hawa yang penuh membuat suaranya mendengung keudara dan memantul keempat penjuru. Tetapi suasana tetap sunyi senyap dan tak kedengaran suara jawaban..,,, Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, segera pemuda itu berpikir, "Ia pernah beritahu aku bahwa dia hendak tinggalkan tempat ini untuk berangkat ke negeri Thian tok, apakah ia sudah berangkat?" Berpikir demikian ia lantas melangkah balik ke dalam ruangan gubuk itu. Suasana dalam ruangan bersih dan terang tak nampak debu yang menempel disana. Cuma tak nampak sesosok bayangan manusia pun di tempat itu. Dengan sorot mata yang tajam Siauw Ling menyapu sekejap ruangan tadi, dia lihat di atas sebuah meja kayu terletak dua buah Kitab tipis, di atas kitab itu terletak pula secarik kertas. Ketika kertas itu diambil maka terbacalah isinya yang berbunyi, "Untuk membantu engkau menembusi urat penting yang menguasai mati hidup, aku telah berangkat dua jam lebih lambat dari rencana semula, saat keberangkatanku tak bisa diundur lagi, karena itu kutinggalkan dua jilid ilmu silat sebagai tanda mata bagimu. Tertanda: Sahabat dimasa tua. Ditinjau dari tinta yang belum kering, hal itu menunjukkan kalau kakek tua berambut putih itu berlalu belum lama. Diam-diam Siauw Ling menghela napas panjang, pikirnya, "Bila aku mendusin setengah jam berselang, mungkin dapat kutemui lagi orang itu" Sinar matanya segera dialihkan ke atas kitab yang tertumpuk di atas meja, terbacalah beberapa huruf besar berwarna merah yang ertera di atas kitab itu, "Inti sari Hoa sam Kiam hoat, ditu1is oleh Tam In Cing." Hampir saja Siauw Ling tidak percaya dengan pandangan mata sendiri. Dia kucak-kucak matanya dan memperhatikan lebih seksama lagi, sedikitpun tidak salah, di atas kitab itu tertulis huruf-huruf tersebut dengan jelas dan nyata, "Inti sari Hoa san Kiam hoat" Secara lapat2 Siauw Ling teringat kembali akan sikap It-bun Han Too yang pernah menyembah dihadapan jenazah seorang kakek tua berjubah hijau waktu berada dalam Istana terlarang waktu itu dia sebut kakek tersebut sebagai Tam In Cing. Bukankah kitab ini adalah hasil peninggalannya" Satu ingatan lain dengan cepat berkelebat pula dalam benaknya. "Oooh... jangan2 kakek tua itu adalah jago lihay yang berhasil masuk ke dalam istana terlarang lebih dahulu serta mengamb1 pergi kitab ilmu silat peninggalan dari sepuluh tokoh sakti itu?" Berpikir sampai disana, ia lantas berseru tertahan "Oooh...sayang...sayang... kenapa aku lupa menanyakan nama dari jago lihay itu" keadaanku benar-benar bagaikan punya mata tak berbiji..." Ketika teringat kembali akan surat yang ditinggalkan itu dia segera memeriksanya kembali, namun disitu kecuali tercantum kata sahabat dimasa tua, tiada nama lain lain yang tertinggal. Siauw Ling menghembuskan napas panjang pikirnya, "Dengan orang ini aku tiada hubungan dan kenalpun baru kemarin malam, sungguh tak nyana ia telah meninggalks dua buah kitab pusaka yang tak ternilai harganya itu kepadaku. Bahkan tidak meninggakan pula namanya.... kebesaran jiwa orang ini benar-benar mengagumkan." Setelah termangu mangu beberapa saat lamanya, perlahan-lahan dia angkat kitab pusaka dari Tam In Cing itu dan memeriksa kitab yang kedua, terbaca olehnya pada halaman kitab yang kedua tercantum beberapa huruf besar yang berbunyi, "Sian ci Sinkang ditulis oleh: Bu Siang murid dari partai Siau-lim" Dalam hati Siauw Ling segera berpikir, "Aku dengar suhu pernah berkata bahwa ilmu sentilan jari Sian ci sinkang dari kuil Siau-lim adalah sejenis kepandaian yang maha dahsyat, tak nyana kakek tua itu rela meninggalkannya untukku!" Berpikir demikian ia lantas membuka kitab tadi dan membaca isinya pada halaman pertama, dimana tertulislah kata-kata yang berbunyi, "Aku sudah tahu bahwa nasibku akan berakhir di dalam istana terlarang, aku lihat semua rekan senasib sedang duduk dikursi sambil menulis ilmu silatnya ke atas kitab catatan, kami semua berharap agar dikemudian hari ada orang yang masuk ke dalam istana terlarang dan mendapatkan kitab catatan ilmu silat itu, dari pada ilmu sakti yang dilatih selama banyak tahun dengan susah payah musti lenyap dengan begitu saja....." Diam diam Sian Ling menghela napas panjang, pikirnya: Ahli bangunan bertangan sakti Pan It Thian mendirikan istana terlarang dengan tujuan meringkus semua jago lihay nomor wahid di kolong langit hingga dia bisa merajai dunia tanpa tandingan, siapa tahu diri harus mati lebih dulu di bawah kerubutan para jago lihay sampai sampai ilmu silatpun tak sempat ditinggalkan, mencelakai orang seperti mencelakai diri sendiri, siapa tahu kalau nasibnya jauh lebih buruk...." Dia membaca lebih jauh isi kitab tadi. "Tapi ilmu silat darik partai Siau-lim kami luas bagaikan samudra, tak bisa dibandingkan dengan perguruan-perguruan lain, kepandaian yang kumiliki tak dapat terlepas dari sucouw kami turun temurun, sebaliknya kalau aku tidak meninggalkan ilmu apa apa hal ini juga patut disayangkan maka setelah berpikir tiga kali akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan ilmu sentilan jari Sian ci sinkang untuk diwariskan kepada generasi yang akan datang, ilmu tersebut mudah dipelajari dan tak usah meraba dengan susah payah. dalam waktu singkat tentu ada hasil yang berhasil dicapai." Siauw Ling menengadah dan menghembuskan napas panjang, pikirnya, "Ia tinggalkan inti sari ilmu sentilan Sian sinkang, rupanya apa yang tercatat merupakan pengalaman yang telah diperoleh selama mempelajari kepandaian tersebut, kenapa aku tidak berusaha pula meyakinkan ilmu ini dalam waktu singkat" Berpikiir demikian, ia lantas mundur dua langkah ke belakang dan menyembah dua kali terhadap kitab catatan tersebut, katanya, "Ini hari aku berhasil mendapatkan kitab pusaka peninggalan taysu hal ini benar-benar merupakan suatu peruntungan bagiku dikemudian hari bila ada kesempatan kitab ini pasti akan kukembalikan kepartai Siaulim agar kepandalan sakti yang telah taysu dalami selama puluhan tahun ini bisa dimanfaatkan pula oeh semua anak murid partai Siau-lim!" Selesai berdoa ia membuka kitab itu dan dibacanya dengan seksama. Dalam kitab ilmu silat tersebut, Bu-siang taysu kecuali mencatat cara mempelajari ilmu Sian ci sinkang, tercantum pula penga1amanna selama puluhan tahun dalam mempelajari kepandaian tersebut. Kiranya Bu siang taysu adalah murid kuil Siau-lim dari angkatan "Bu" yang paling berbakat dan paling cerdik. Setelah terpilih untuk mempelajari ilmu silat partainya ia pernah meninjau sejarah partai Siau-lim sejak seratus tahun berselang, diantara jangka waktu itu ada dua belas orang pernah memilih untuk mempelajari ilmu sentilan Sian-ci sinkang, tapi mereka semua mengalami kegagalan ditengah jalan dan tak seorangpun berhasil menguasainya dengan benar, bahkan ada dua orang diantaranya karena malu bertemu dengan gurunya, dalam gusar dan putus asa telah melakukan bunuh diri. Setelah mengetahui akan kejadian tersebut timbulah tekad dalam hati kecil Bu Siang taysu untuk mempelajari ilmu Sian ci sinkang tersebut. Waktu itu ada seorang angkatan tua dari Kuil Siau-lim yang memberi petunjuk kepadanya agar memilih kepandaian silat yang lain saja, tetapi tekadnya telah bulat dan ia bersikeras untuk memilih kepandaian tadi, dalam keadaan apa boleh buat akhirnya ia diijinkan pula. Di dalam suatu ruang rahasia yang terpisah dengan orang luar, Bu Siang taysu pusatkan seluruh perhatian dan kepandaiannya untuk mempelajari kepandaian itu, tapi lima tahun kemudian, belum ada hasil apapun yang berhasil didapatkan. Pada saat itulah dia baru menyadari bahwa kepandaian tersebut adalah kepandaian yang membutuhkan kesadaran yang amat besar untuk mempelajarinya kecuali membutuhkan pula tenaga dalam yang sempurna. Karena itu selama tiga tahun dia memperdalam tenaga Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dalamnya lebih dahu1u menanti hawa murninya sudah mencapai kesempurnaan ia baru mempelajari kembali ilmu tadi. Lima tahun lewat dengan cepat dan hasil yang didapat baru sedikit sekali, tiga belas tahun kemudian ilmu tersebut baru boleh dibilang dikuasai penuh olehnya Membaca sampai disini diam diam Siauw Ling tercekat juga hatinya, ia berpikir, "Kalau aku harus membutuhkan waktu selama puluhan tahun pula untuk melatih kepandaian ini, mungkin keadaan sudah tidak mengijinkan lagi" Sesudah menenangkan hatinya ia membaca lagi lebih jauh. "Setelah aku pelajari kepandaian tersebut barulah kusadari bahwa dibalik ilmu tadi sebenarnya mempunyai suatu rabasia yang amat besar. Jika rahasia itu tak dapat ditemukan maka sukar untuk meyakinkan ilmu tadi hingga mencapai puncak kesempurnaan sayang sekali para lootiang pada tahun tahun sebelumnya tak seorangpun yang berhasil memecahkan rahasia itu, hinggga banyak diantaranya mengalami kegagalan..... "Aku tak bisa menduga akhirnya kitab ini bakal terjatuh ketangan siapa akupun tak ingin jerih payahku selama puluhan tahun ikut musnah dan terkubur bersama diriku dalam Istana Terlarang ini. Semoga budha yang maha pengasih melindungi kami sehingga orang yang berhasi1 dapatkan kitab ini bisa mengamalkan kepandaiannya untuk kebajikan serta membasmi kaum durjana dari muka bumi" Ketika dibaca lebih lanjut isinya merupakah rahasia cara mempelajari kepandaian sakti tersebut, sebuah keterangan dan penjelasan tercantum dengan rapi dan cermat sekali. Siauw Ling jadi kesemsem dan seluruh perhatiannya terhisap ke dalam isi kitab tadi tanpa dia sadari pemuda itupun mulai memelajari kepandaian sakti itu. Isi kitab itu tipis sekali dan di dalam waktu singkat telah habis dibaca. Namun di bawah penjelasan dari Bu Siang taysu yang begitu teliti secara baik dalam mengatur napas, mengerahkan tenaga serta hal-hal yang sepelepun tercantum nyata, Siauw Ling benar-benar terhisap perhatiannya, tanpa disadari ia telah mempelajari kepandaian tersebut sampai berpuluh-puluh kali banyaknya. Menanti hari sudah gelap ia baru sadar buru-buru kitab itu disimpan ke dalam saku dan segera melangkah keluar dari ruangan itu. Ketika mengetahui bahwa senja telah menjelang tiba, Siauw Ling segera mendaki ke atas puncak sebuah bukit, dari situ ja menentukan sebuah arah dan buru-buru kembali kepuncak In-wan-hong. Menanti ia tiba dipuncak In-wan-hong, malam telah menjelang kembali, waktu menujukkan hampir kentongan pertama. Ditengah kegelapan tampaklah seorang gadis muda berbaju putih berdiri ditepi jurang, rambut dan gaunnya berkibar terhembus angin malam yang kencang. Satu ingatan segera berkelebat dalam benak Siauw Ling, buru-buru ia maju kedepan sambil menegur "Apakah Peng-ji?" ---oo0dw0oo--- Jilid: 11 GADIS itu per-lahan2 putar badan dan membereskan rambut panjangnya yang kusut karena terhembus angin, lalu sambil tertawa katanya."Ooh... kau sudah kembali?" Sedikit pun tidak salah, dara baju putih itu bukan lain adalah Pek-li Peng yang telah berdandan sebagai perempuan lagi. Siauw Ling menghela napas panjang, serunya:"'Angin malam sangat dingin, mau apa engkau berdiri ditempat ini?" "Tunggu dirimu. Sengaja aku tukar pakaian putih untuk menantikan kedatanganmu, asal kau telah kembali maka aku tentu akan kelihatan lebih dahulu..." ---ooo0dw0ooo--- "KALAU semalaman aku tidak pulang, apa knh kaupun akan berdiri semalam suntuk ditepi jurang?" "Aku akan menantikan kedatanganmu sampai kau kembali kesini, bila kau tidak kembali dalam waktu tiga hari tiga malam maka akupun akan menunggu selama tiga hari tiga malam disini" "Budak ini begitu cinta dan sayang kepadaku, entah bagaimanakah penyelesaiannya dikemudian hari?" pikir Siauw Ling dalam hati. Segera ujarnya dengan suara lirih:"Seandainya aku tidak pulang dalam sepuluh hari?" "Aaah! tak mungkin, aku percaya dengan perkataan dari toako, kau tak akan membohongi diriku" Siauw Ling segera ulurkan tangannya menggandeng pergelangan kanan Pek-li Peng serunya,"Ayo pulang! besok pagi kita masih harus melanjutkan perjalanan". "Apakah toako telah berjumpa dengan orang itu?" "Sudah. Aaaai... Shen Bok Hong berusaha keras dengan segala kemampuannya untuk masuk kedalam istana terlarang dan berharap bisa dapatkan kitab ilmu silat peninggalan dari sepuluh tokoh maha sakti itu, agar cita2nya untuk merajai dunia persilatan dapat terwujud, tetapi ia telah menemui kegagalan total dan keluar tenaga dengan percuma, sejilid kitab ilmu silatpun tidak berhasil didapatkan..." Sementara itu sepasang pedagang dari kota Tiong-ciu telah munculkan diri disitu. tampak mereka memberi hormat dan berseru: "Toako..." "Oooh...! saudara berdua, bagaimana keadaan luka kalian?" "Berkat pemberian obat mujarab dari toako, luka yang kami derita telah sembuh kembali seperti sedia kala". "Dalam kamar telah disiapkan sayur dan arak, toako! silahkan masuk ke dalam kamar untuk minum arak mengusir hawa dingin!" sambung Tu Kiu. Pada waktu itu Siauw Liog memang merasa agak lapar, dengan langkah lebar ia segera masuk kedalam kamar. Tampaklah dimeja telah tersedia empat macam sayur, bau harum tersiar dalam ruangan membuat perut terasa makin lapar, ia jadi tercengang bercampur keheranan, pikirnya. "Ditempat yang terpencil dan jauh dari kota, darimana mereka bisa dapatkan bahan makanan yang begini baik?" Rupanya Sang Pat dapat menebak kecurigaan dalam hati Siauw Ling, tidak menunggu pemuda itu buka suara ia telah berkata lebih dahulu: "Siauw te berbasil mendapatkan seekor ayam waktu berburu tadi. kemudian kumasak sendiri seadanya... apakah toako doyan dengan masakan seperti ini?" Siauw Ling mencicipi sesuap, kemudian pujinya: "Hmmm... sedap!" Sang Pat melirik sekejap kearah Pek-li Peng. lalu katanya: "Nona Pek-li, toako telah kembali. Sekarang nonapun harus bersantap untuk mengisi perut!" Pek-li Peng tertawa jengah, pipinya seketika berubah jadi merah padam bagaikan kepiting rebus. Mendengar perkataan itu Siauw Ling segera berpaling kearah dara tersebut, tegurnya : "Kenapa" kenapa kau tidak bersantap"' "Sehari penuh nona Pek-li tidak makan dan tidak minum barang setetes air pun" Sang Pat menambahkan sambil tertawa. "Kenapa?" "Dia mau menunggu sampai toako kembali baru makan bersama" Siauw Ling tidak banyak bertanya lagi, ia duduk dan segera berseru : "Sekarang mari kita bersantap!" Kepandaian memasak yang dimiliki Sang Pat benar benar luar biasa sekali. Seekor ayam hasil buruannya telah disulap menjadi beberapa macam sayur yang lezat dan sedap rasanya, empat orang yang sudah lapar tanpa sungkan lagi segera menyikat habis semua hidangan tersebut. Selesai bersantap, dengan pandangan mata yang tajam Siauw Ling memperhatikan raut wajah Sang Pot serta Tu Kiu, setelah mengetahui bahwa luka mereka benar2 telah sembuh, dalam hati ia merasa berterima kasih sekali terhadap kakek berambut putih itu. pikirnya: "Andaikata aku tidak memperoleh obat mujarab pemberiannya sehingga luka yang diderita sepasang pedagang dari kota Tiong ciu bisa sembuh dengan begitu cepat. Mungkin aku harus menunggu tiga sampai lima hari lamanya baru bisa menempuh perjalanan lagi". Selesai membereskan mangkuk sumpit dari cawan. Sang Pat pun berkata: "Agaknya luka dalam yang diderita Shen Bok Hong parah sekali..." "Apakah kau telah berjumpa dengan gembong iblis itu?" Sang Pit menangguk tanda membenarkan, "Aku serta saudara Tu ber-sama2 berjumpa dengan dirinya, keadaan iblis tersebut mengenaskan sekali. Dengan terburu nafsu ia kirim satu pukulan kepadaku dan satu pukulan kearah saudara Tu. Waktu itu kami sudah kehabisan tenaga karena pertarungan telah berlangsung lama sekali, terpaksa serangannya itu kami sambut dengan keras lawan keras..." "Jadi luka dalam yang kau derita adalah akibat diri pukulannya yang kalian sambut dengan kekerasan itu?" "Sedikitpun tidak salah!" Mendengar perkataan itu Siauw Ling meng hela napas panjang. "Aaai... ia sudah terkena sebuah pukulan Siauw-lo sin ci yang kulancarkan, tapi kekuatan tubuhnya masih begitu besar hingga pukulan yang dia lancarkan masih mampu untuk menghajar kalian sampai terluka parah. Kesempurnaan tenaga dalam yang dia miliki serta kelihayan ilmu silat yang diyakininya benar2 sukar dihadapi oleh manusia biasa, sekalipun sepuluh tokoh maha sakti dimasa yang lampaupun tidak lebih hanya begitu saja..." Pek-li Peng memandang sekejap kearah Sang Pat serta Tu Kiu. kemudian tanyanya: "Tadi kalian bilang harus bertempur lama sekali, kalian telah bertempur melawan siapa sih?" "Setelah nona menyampaikan pesan dari toako agar kami menunggu didalam lembah berangkatlah kami berdua melaksanakan perintah dari toako itu. Siapa tahu ditengah jalan jejak kami telah ketahuan oleh para peronda dari perkampungan Pek-hoa-san-cung. kami takut situasi ini akan merusak rencana besar toako serta nona, terpaksa kami putar badan dan lari tinggalkan tempat itu. Siapa tahu mereka mengejar terus dengan kencangnya sehingga ber-puluh2 li jauhnya. Baru saja kami berhasil lolos dari pengejaran tiba2 bala bantuan jago lihay dari perkampungan Pel hoa san-cung kebetulan tiba pula disana, maka tak bisa dihindari lagi suatu pertempuran yang amat sengit segera berkobar. Meskipun kami berhasil membinasakan berpuluh puluh orang jago lihay, tetapi musuh tangguh yang mengepung disekeliling sana bertambah banyak bahkan setiap orang menerjang dengan nekad dan tak takut mati. Setelah bertempur hampir tiga jam lamanya musuh2 tangguh tersebut berbasil kami pukul mundur juga. Setelah teringat akan janji dari toako maka kamipun buru2 menyusul kemari. "Tapi penjagaan yang dilakukan dalam selat itu ketat sekali. Penjagaan tersebar di mana2. Dalam keadaan apa boleh buat terpaksa aku serta Loo sam menerjang masuk dengan menggunakan kekerasan. Baru saja melalui rintangan Keempat, kami lelah berjumpa dengan Ciu Cau Liong sekalian, kedua belah pihakpun teriibit kembali dalam suatu pertarungan yang amat sengit. Tidak lama kemudian Shen Boi Hong-pun menyusul datang. Setelah melancarkan satu pukulan kepadaku dan Tu Kiu, ia membawa kerabatnya mengundurkan diri dari sana. Waktu itu aku serta Loo sam telah terluka parah, sambil menahan diri berangkatlah kami datang kelembah...." "Dari mana kau bisa tahu kalau Shen Bok Hong telah terluka parah?" "Setelah melancarkan dua buah serangan itu, dia muntah darah dan segera kabur dari situ. Rupanya dia takut sekali kalau sampai aku serta saudara Tu tahu kalau ia terluka parah". "Nah. itulah dia..." kata Siauw Ling sambil mengangguk "untung Thian melindungi mereka yang benar, akhirnya saudara berdua selamat juga dari bencana" "Seandainya tak ada pemberian obat mujarab dari toako, mungkin saat ini kami berdua telah mati dan mayatnyapun sudah dingin" "Setelah terluka parah toako menyerahkan pula tenaga dalam untuk membantu kami, budi kebaikan yang luar biasa ini sungguh membuat kami merasa terharu den berterima kasih sekali," sambung Tu Kiu. Mendengar perkataan itu Siauw Ling segera menegur dan mengerutkan alisnya: "Kita semua toh saudara sendiri, kenapa kau malah bersikap begitu sungkan terhadap diriku?" "Teguran toako tepat sekali, Siauw-te lah yang sudah salah bicara" Pek-li Peng yang selama ini membungkam diri tiba2 tertawa cekikikan serunya: "Sekarang mara bahaya toh sudah lewat, apa gunanya membicarakan soal itu lagi". Sambil berpaling kearah Siauw Ling sambungnya: "Toako, bukankah kau telah berjanji akan membawa aku pergi berpesiar ketelaga See-ou jadi tidak?" "Setiap perkataan yang telah kuucapkan tentu akan kutepati, cuma, sekarang belum waktunya untuk berbuat begitu" "Aku rasa sekaranglah waktunya yang paling bagus untuk berpesiar ketelaga See-ou" "Kenapa?" "Sebab semua harapan para enghiong hoo-han dikolong langit telah dibebankan ke atas bahumu. Setiap hari kau sibuk dengan pelbagai macam persoalan, mumpung Shen Bok Hong sedang terluka parah dan harus merawat lukanya itu, kita bisa berpesiar dengan hati tenang" Siauw Ling tertawa rawan. "Tidak salah setelah Shen Bok Hong menderita pukulan hebat kali ini, perduli apakah dia terluka parah atau tidak, untuk menyusun dan membangun kembali kekuatannya ia memang membutuhkan waktu yang cukup lama...." "Jadi toako telah menyanggupi permintaanku?" tanya Pek-li Peng kegirangan. Siauw Ling menghela napas dan menggeleng. "Peng-ji sepantasnya kalau kukabulkan permintaanmu itu... tetapi Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sayang sekali aku harus menyelesaikan pekerjaan lain di dalam waktu senggang tersebut" Air muka Pek-li Peng berubah jadi kecut, rasa girang yarig semula menghiasi wajahnya kini lenyap tak berbekas. "Pentingkah urusan itu?" tanyanya. "Penting sekali, karena itu aku harus segera berangkat. Aaai...! Peng-ji, kedatanganku ke Istana terlarang adalah untuk mengadu untung. Aku berharap hasil yang kudapatkan bisa digunakan untuk membantu dirinya, tentu saja anak kunci untuk membuka istana terlarang yang ada di dalam sakuku adalah hadiah dari dia pula" "Tetapi dalam istasa terlarang sudah tak ada barang lagi. Ilmu silat yang ditinggalkan sepuluh orang sakti telah dilarikan orang semua sebelum kita sampai disitu" "Tetapi berbicara bagiku nasibku amat mujur, sebab orang itu justru meninggalkan kitab catatan dari Thio Hong ditempai semula" "Jadi kalau begitu ilmu silat yang dimilki Thio Hong adalah paling hebat diantari sepuluh tokoh maha sakti lainnya?" "Kepandaian silat yang dimiliki kesepuluh orang tokoh sakti yang terkurung dalam Istana Terlarang sama2 tangguh dan hebatnya. Sukar untuk dikatakan mana yang lebih lihay. Tetapi orang yang memusuhi itu justru punya kepandaian yang sejalan dengan ilmu silat milik Raja Seruling, dengan dimilikinya kitab pusaka peninggalan dari Thio Hong bukankah itu berarti bahwa kita punya peluang untuk merubuhkan musuh?" "Oooh... ternyata begitu..." Pek-li Peng tarik napas panjang. "jadi kau hendak pergi menolong orang?" "Peng-ji, ternyata kau memang cerdik sekali." "Siapa yang akan kau tolong" bolehkah diberitahukan kepadaku"..." "Tentu saja boleh, dia adalah Gak Siauw Cha" "Gak Siauw Cha?" seru Pek-li Peng tertegun, "dia tentu seorang nona yang -amat cantik bukan?" "Dia adalah enciku...." "Kau toh she Siauw sedang dia she-Gak, mana mungkin dia bisa jadi encimu". Siauw Ling menengadah keatas. Dengan wajah sedih bercampur murung jawabnya: "Seandainya bibi Im tidak mewariskan ilmu silatnya dan enci Siauw Cha tidak membawa aku lari dari rumah, sulit dikatakan apakah aku Siauw Ling bisa hidup sampai ini hari. Sekalipun masih hidup mungkin badanku lemah dan sepanjang tahun sakit terus..." "Siapakah bibi Im itu" kenapa bisa disatukan dengan nama Gak Siauw Cha" "Pengaruh dan kesannya terhadap diriku terlalu besar seandainya tiada bibi Im mungkin sekarang, aku masih tetap merupakan seorang sasterawan lemah yang terpenyakitan dan tak mampu berbuat apapun..." "Aaai... seandainya sampai sekarang kau merupakan sasterawan yang lemah dan berpenyakitan, keadaan itu jauh lebih baik lagi.... karena dengan begitu, aku bisa merawat dirimu secara baik2" Siauw Ling segera tersenyum mendengar perkataan itu, "Peng-ji, seandainya semua kejadian berlangsung seperti apa yang kau harapkan, maka aku tak mungkin bisa kenal dengan dirimu. Sekalipun kita sudah berkenalan belum tentu engkau sudi bersahabat dengan seorang sastrawan yang lemah tak bertenaga serta berpenyakitan itu" Pek-li Peng tertawa pedih. "Kini kau adalah seorang jago lihay dalam dunia persilatan, seorang enghiong.... seorang pria sejati yang dihormati oleh setiap umat persilatan, andaikata aku mengatakan rela, tentu kau tak akan percaya bukan?" "Aku percaya!" jawab Siauw Ling sambil mengangguk, "hanya saja...." "Hanya saja. kita sama sekali tiada kesempatan yang baik untuk saling berkenalan, bukankah begitu?" "Benar!" Kembali Pek-li Peng termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, lalu ia bertanya, "Hendak kemana engkau pergi jumpai nona Gak itu?" "Dasar tebing Toan-hun-gay digunung Heng-san!" "Aku boleh ikut serta dengan dirimu?" "Aaaai....! Peng-ji, tempat itu sangat berbahaya dan setiap saat jiwa kita bakal terancam, lagipula ilmu silat yang dimiliki pihak lawan kemungkinan besar tidak berada dibawah kepandaian silat yang dimiliki Shen Bok Hong. Jangan dibilang aku sekalipun enci Gak yang memiliki ilmu silat berkali-kali lipat lebih hebat dari akupun tak berani bermusuhan dengan mereka apalagi kau?" "Aku tahu bahwa engkau tak sudi membawa serta diriku, hal ini bukan disebabkan ilmu silat yang dimiliki pihak lawan terlalu tinggi, melainkan kau takut terhadap enci Gak mu.... iyaa toh?" "Kenapa aku musti takut terhadap dirinya?" "Enci Gak melihat engkau membawa seorang budak jelek pergi menghadap dirinya, tentu saja ia akan merasa tak senang hati" "Aaaah....! enci Gak tak mungkin marah, yang paling penting tempat itu sangat berbahaya dan pihak musuh terlalu lihay untuk dihadapi" "Sebahaya-bahayanya tempat itu. aku rasa tak akan lebih berbahaya dari pada Istana Terlarang, se-lihay2nya pihak musuh tak mungkin akan jauh lebih lihay dari Shen Bok Hong, apa yang musti kutakuti lagi?" Siauw Ling merasa perkataan itu masuk di akal dan benar juga. Untuk beberapa saat lamanya ia jadi terbungkam dan tak tahu apa yang musti dijawab. Sepasang pedagang dari kota Tiong ciu berdiri ter-mangu2 disisi kalangan, mereka ingin sekali membantu Siauw Ling dan menasehati Pek-li Peng dengan beberapa patah kata, namun mereka tak tahu apa yang musti diucapkan. "Bukankah perkataanku benar?" ujar Pek-li Peng lagi dengan suara sedih. Siauw Ling menggeleng. "Tebakanmu sama sekali tidak benar, akan tetapi kalau memang kau bersikeras ingin ikut aku akan membawa serta dirimu" "Sungguh" kau tak takut enci Gakmu itu menjadi marah?" "Enci Gak tak akan marah, kau tak usah menebak dengan sembarangan.... Ia bukan manusia macam itu!". Dari perubahan sikapnya yang begitu serius Pek-li Peng tahu bahwa encinya Gak dalam bayangan pemuda itu adalah seorang perempuan yang amat dihormati dan disegani, ia benar2 tak berani banyak bicara lagi. Menanti kedua orang itu telah berhenti bicara, Sang Pat baru mendehem ringan sambil berkata. "Toako, bagaimana dengan aku serta Tu-Loo-sam" apakah kami boleh ikut serta ber-sama toako?" Siauw Ling berpikir sebentar, lalu menjawab. "Dasar tebing Toan hun gay digunung Heng san adalah suatu tempat yang sangat berbahaya, sedang Giok Siau long kun sendiri merupakan ssorang tokoh silat yang amat lihay, aku rasa saudara berdua tak usah mengikuti diriku menempuh bahaya!" "Toako. jikalau kau telah mengambil keputusan untuk pergi, sudah sewajarnya kalau Siauw te sekalian mengiringi kepergianmu itu..." Perkataan empuk, lunak dan enak didengar tapi dibalik perkataan itulah sie poa emas telah mengutarakan hatinya. Siauw Ling segera menengadah dan meaghembuskan napas panjang. "Kepandaian silat yang dimiliki nona Gak jauh lebih hebat daripada apa yang kumiliki, aku rasa saudara berdua tentu sudah tahu bukan?" "Sudah tahu. Tetapi aku rasa ilmu silat yang dimiliki nona Gak pun jauh diatas kemampuan yang dimiliki Giok Siauw-long kun!" "Sekalipun begitu, sikap enci Gak terhadap Giok Siauw long kun selalu mengalah dan tak berani mengambil sikap atau tindakan yang amat keras" "Itulah disebabkan dibelakang Giok Siauw long kun terdapat sekelompok jago lihay yang menunjang punggungnya..." "Nah. itulah dia!" sambung Siauw Ling dengan cepat, "dalam usahaku kali ini Siauw te sama sekali tak punya keyakinan untuk merebut kemenangan, bahkan boleh jadi lebih banyak bahayanya, kenapa kalian berdua musti bersikeras untuk ikut aku menempuh bahaya?" "Justeru karena didalam persoalan ini toako tak mempunyai keyakinan untuk menang maka sudah sepantasnya kalau Siauw-te ikut serta mengiringi kepergianmu itu, kita sebagai saudara angkat yang hidup bahu-membahu sudah sepantasnya kalau saling tolong-menolong... bukankah begitu toako?" Siauw Ling tidak langsung menjawab, sesudah berpikir sebentar ia baru menjawab: "Boleh saja kalau kalian ingin mangiringi kepergianku ini, tapi ingat, setibanya digunung Heng san kalian harus mendengarkan setiap perkataanku. Bukannya Siauw heng sengaja omong besar, terus terang saji kukatakan bila akupun bukan tandingan lawan, sekalipun kalian memberi bantuan juga sama sekali tak ada gunanya?" "Baik kami akan menuruti semua perkataan dari toako!" Setelah perundingan melesai, mereka kembali ke kamarnya sendiri untuk beristirahat. Keesokan harinya, pagi2 sekali sebelum fajar menyingsing beberapa orang itu sudah melakukan perjalanan cepat menuruni bukit In wan Bong. Sepanjang jalan perjalanan dilakukan cepat sekali. Suatu hari sampailah mereka di bukit gunung Heng-san. Siauw Ling pun segera menghitung kembali waktu janjinya dengan Gak Siauw Cha, dia merasa jarak dari itu hari sampai saat berlangsungnya pertemuan di dasar tebing Toan hun gay masih ada dua bulan lebih, maka segera pikirnya didalam hati: "Didalam pertemuan yang bakal berlangsung nanti. Giok Siauw long-kun tentu akan membawa serta bala bantuannya yang berupa jago2 lihay dari dunia persilatan. Bila di tinjau dari ambisinya mungkin ia hendak bikin jernih duduknya persoalan tersebut. Dalam pertemuan itu, bila enci Gak tak mau menerima tawarannya maka suatu pertempuran sengit pasti akan berlangsung di dasar tebing Toan hun gay tersebut. Sekarang aku menggembol kitab catatan ilmu silat peninggalan dari Raja Seruling Thio Hong, Bu Siang taysu serta Tam In Cing, kenapa tidak kugunakan kesempatan yang sangat baik ini untuk memperdalam ilmu silatku" Sekalipun temponya terlalu singkat dan kesempurnaan tak mungkin bisa dicapai, sedikit banyak toh kepandaian itu akan mendatangkan manfaat yang besar diwaktu bertempur. Menurut perhitungan enci Gak paling sedikit tiga bulan kemudian aku baru bisa masuk kedalam Istaua Terlarang serta mendapatkan kitab pusaka itu. Siapa tahu nasib menentukan lain... dalam satu bulan saja, aku telah berhasil memperoleh tiga macam kitab ilmu silat yang maha sakti...." Sesudah menyusuri rencana, pemuda itu bermaksud menyampaikan maksud hatinya kepada Sang Pat dan suruh dia menyiapkan suatu tempat yang tersembunyi, tiba tiba satu ingatan berkelebat lagi dalam benaknya: "Kenapa aku tidak langsung mengunjungi dasar tebing Toan hun gay serta mempelajari isi kitab dari ketiga macam ilmu silat ini bersama sama enci Gak.....?" Begitu ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya dia segera mengambil Keputusan. Kepada Sang Pat dan Tu Kiu ujarnya: "Saudara berdua, apakah kalian hapal dengan daerah disekeliling gunung Heng san ini?" "Kami sih mengenal beberapa tempat yang tersohor" "Tahukah kalian dengan suatu tebing yang bernama tebing Toan hun gay...?" "Tebing Toan hun gay?" "Sedikitpun tidak salah" Dengan suara lirih Sang Pat berunding se jenak dengan Tu Kiu kemudian menjawab: "Tahu! cuma... tempat itu letaknya sangat terjal curam dan berbahaya sekali. Sesuai pula dengan namanya, tempat itu bisa membuat orang jadi putus nyawa" "Kalau memang begitu tak bakal salah lagi. Aku harap kalian segera membawa aku pergi kesitu!" "Baik! Siauw-te akan membawa jalan" Sang Pat putar badan dan berjalan lebih dahulu dipaling depan. Pek-li Peng yang selama ini selalu lincah dan riang gembira, sejak memasuki wilayah pegunungan Heng-Sun tiba2 sikapnya sama sekali berubah. Ia jarang berbicara dan tak pernah banyak bertanya, dengan mulut membungkam gadis itu membuntuti terus dibelakang ketiga orang itu. Ada kalanya Sang Pat mengajak dia berbicara menggoda atau memancing kegembiraannya, akan tetapi Pek-li Peng selalu cuma tertawa ewa sambil tetap membungkam terus. Perubahan sikap yang diperlihatkan Pek-li Peng ini tentu saja diketahui pula oleh Siauw Ling. Dalam hati pemuda itu ingin sekali menghibur hatinya dengan beberapa patah kata. namun setiap kali ia tak pernah berhasil menemukan kata-kata yang cocok, terpaksa ia tetap berlagak pilon dan seolah olah tidak tahu. Setelah melewati beberapa buah bukit, sampailah mereka disuatu tempat yang amat sunyi dan terpencil letaknya. Tempat itu merupakan sebidang tanah yang penuh ditumbuhi semak belukar yang lebat dan subur, empat penjuru sekeliling tempat itu dikelilingi oleh barisan bukit yang menjulang tinggi keangkasa. Siauw Ling alihkan sinar matanya menyapu sekejap sekeliling tempat itu. Dia lihat semak belukar itu menempati sebidang tanah yang berkilo-kilo meter jauhnya, namun tak tampak seekor burungpun yang terbang diatas ladang rumput itu hatinya jadi keheranan. "Apakah disini letaknya tebing Toan-hun gay?" ia bertanya sambil berpaling kearah Sang Pat. Sie-poa emas segera menggeleng. "Bukan, bidang tanah berumput yang sangat luas ini tersohor sebagai kebun ular!" "Kebun ular" tentu ada sebabnya bukan tempat ini dinamakan kebun ular....?" "Tidak salah dinamakan kebun ular karena dibalik semak belukar yang amat lebat itu bersemayamlah ber-juta2 ekor ular berbisa. Setiap fajar menyingsing diatas semak belukar ini Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo akan terlihat selapis uap putih tipis yang menyelimuti seluruh jagad, menanti tengah hari sudah tiba maka kabut putih itupun akan musnah dan lenyap dengan sendirinya!" "Kabut apakah itu?" "Kabut itu merupakan gumpalan hawa racun yang disemburkan oleh ular beracun yang bersemayam disekitar sana. Karena kelembaban udara dimalam hari, semburan hawa racun itu menggumpal menjadi satu dan terbentuklah menjadi semacam kabut tipis yang melayang diatas padang rumput ini tetapi bila mendapat penyorotan sinar dari sang surya maka kabut tadi akan menguap dan lenyap tak berbekas" "Kalau begitu mari kita berputar lewat jalan yang lain saja!". "Lewat jalan lain mungkin saja bisa tapi tak tahu harus berputar sampai berapa jauhnya. Siauw-te hanya tahu satu2nya jalan yang berada disini yakni menerobosi kebun ular ini sebelum tiba ditebing Toan-hun-gay" Siauw Ling berpikir sebentar, lalu berkata: "Jadi kalau begitu kita harus menerobosi kebun ular ini sebelum tiba ditebing tersebut?" Sang Pat mengangguk: "Menurut apa yang Siauw-te ketahui, inilah satu2nya jalan yang ada..." "Baiklah, kalau begitu mari kita terobosi kebun ular ini!" "Toako, tunggu sebentar!" teriak Tu Kiu tiba-tiba. Siauw Ling telah siap meneruskan perjalanannya, mendengar seruan tersebut ia segera berhenti dan bertanya. "Saudara Tu, ada urusan apa?" Tu Kiu menurunkan buntalannya dan membuka kain pembungkus itu, kemudian sambil mengambil keluar empat pasang sepatu kulit yang amat tinggi katanya: ",Loo ji telah melakukan persiapan yang seksama. Ia telah memerintahkan Siauw te untuk membeli rangsum kering serta empat pasang sepatu kulit sebagai persiapan untuk menyebrangi kebun ular ini!" "Loo ji, kau sungguh amat teliti!" puji Siauw Ling sambil memandang sekejap kearah Sang Pat. "Aaah... itu toh urusan kecil yang sepele, sudah sepantasnya kalau kamilah yang mempersiapkan". Siauw Ling tidak banyak bicara lagi, pertamae dia yang mengenakan lebih dahulu sepatu kulit tadi. Pek-li Peng serta pedagang dari kota Tiong ciu segera mengenakan pula sepatu kulit itu. Sang Pat melirik sekejap kearah Pek-li Peng. Ia lihat raut wajah gadis itu selalu diliputi oleh kumurungan, kepedihan serta kekesalan. Agaknya dalam beberapa hari yang singkat ia berubah jadi lebih tua, dalam hati segera pikirnya: "Budak cilik ini masih muda, tapi harus merasakan pahit getirnya hidup...kalau di bayangkan lagi sungguh patut dikasihani..." Berpikir demikian, diapun menegur: "Nona. takut ular tidak?" "Aku tidak takut!" jawab Pek-li Peng sambil menggeleng. "Banyak sekali anak perempuan berkepandaian silat tinggi yang takut melibat ular, kalau memang nona tidak takut ular... hal ini jauh lebih baik lagi" Pek-li Peng tersenyum. "Tempo dulu aku takut sekali tapi seka'rang sudah tidak takut lagi...!" "Kenapa?" "Mati tua mati muda akhirnya toh tetap mati. Kalau aku sudah tak gentar menghadapi kematian, kenapa musti takut terhadap ular?" Tertegun hati Sang Pat mendengar jawaban itu, ia tak berani banyak bicara lagi. Setelah maju kedepan serunya: "Siauw te akan membawa jalan untuk toako!" "Aaaai ..!" Siauw Ling menghela napas panjang. "Rupanya engkau ada urusan yang memberatkan hatimu?" "Aku sedang mengaatirkan satu persoalan" jawab Pek-li Peng sembil tertawa getir, "aku takut nona Gak tidak mengijinkan aku Pek-li Peng berada bersama dirimu" "Kenapa ia tak akan mengijinkan dirimu?" seru Siauw Ling dengan wajah tertegun. Pek-li Peng tertawa getir. "Kau tidak tahu perasaan hati anak gadis, ia paling tak senang melihat gadis lain..." "Aaah! itu toh menurut jalan pikiranmu sendiri", tukas Siauw Ling sambil tersenyum. "Ketahuilah watak enci Gak tak akan secepat itu. Dia adalah seorang gadis yang berjiwa besar dan berpikiran luas. Sekalipun seorang pria juga tak akan menangkan kebesaran jiwanya itu, kau jangan berpikir yang bukan-bukan" Pek-li Peng menghela napas panjang. "Semoga saja apa yang kau ucapkan tak bakal salah lagi" bisiknya sambil meneruskan perjalanan kedepan. Siauw Ling segera menyusul dibelakang Pek-li Peng, sedangkan Tu Kiu berjalan dipaling belakang. Ketika dipandang dari atas puncak yang nampak hanyalah lautan rumput yang lebat dan menyelimuti seloroh tempat, sesudah berjalan diantara rerumputan itu barulah di ketahui kalau tinggi semak tersebut mencapai batas pinggang, ketika beberapa orang itu lewat disana tersiarlah bau amis yang tebal dan sangat memuakkan. Dalam hati Siauw Ling segera berpikir: "Jangan dibilang dalam semak belukar ini terdapat banyak sekali ular beracun yang setiap saat bisa memagut orang cukup mencium dari bau amis yang sangat memuakkan ini sudah cukup membuat orang jadi segan untuk melewati tempat ini". Ketika menyaksikan tubuh Pek-li Peng yang kecil mungil seringkali lenyap dibalik semak yang amat lebat itu Siauw Ling merasa amat tak tega, pikirnya: "Sejak kecil ia sudah terbiasa dimanja dan disayang oleh kedua orang tuanya. Sampai dewasa hidupnya selalu senang, mewah dan dikelilingi oleh pelayan dan dayang2. Sekarang setelah mengikuti diriku bukan saja harus mencampur baur dengan pekerja kasar yang berbau busuk, bahkan kali ini harus mengikuti pula diriku untuk menerobosi kebun ular yang menyiarkan bau amis. Aaai! aku telah membuat dia jadi sengsara" Berpikir sampai disana, ia lantas menegur: "Peng-ji. payah sekali?" "Oooh... tidak", jawab Pek-li Peng sambil berpaling dan tertawa, "menyenangkan sekali, aku sama sekali tidak merasa kepayahan!" Siauw Ling segera melangkah maju kedepan dan berjalan disamping gadis itu, ujarnya kembali : "Peng-ji aku tahu bahwa kau tentu payah sekali, cuma engkau tak suka mengatakannya...bukankah begitu?" "Tidak, aku benar2 tidak merasa kepayahan" sahut Pek-li Peng lembut. "Aku cuma kuatir enci Gak mu itu akan merasa tak senang hati melihat diriku" Siauw Ling tersenyum: "Kau tak usah menguatirkan tentang persoalan itu. Nona Gak pasti akan bersikap baik terhadap dirimu" "Hati-hati" mendadak terdengar Sang Pat berteriak keras. Sebuah pukulan gencar dilancarkan kedepan. Sungguh dahsyat angin pukulan dilancarkan dari telapak tangannya itu, bagaikan terhembus angin taupan semak berumput itu seketika bergelombang dan terbelah jadi dua kearah samping. Dari balik belahan rumput berjengger yang lebat segera muncul seekor luar aneh jengger merah yang mana segera menyusup kembali kedalam rumput diarah lain. Sang Pat menghentikan langkahnya dan berkata sambil menoleh kebelakang. "Ular aneh berjengger merah itu merupakan sejenis ular bermahkota yang amat beracun sekali. Bukan saja semburannya amat berbahaya bahkan ia bisa loncat keatas sambil memangut mangsanya, terhadap mahluk semacam itu kita harus bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan, lebih baik kita loloskan senjata untuk berjaga2!" Sambil berkata ia segera merogoh kedalam sakunya dan ambil keluar senjata sie-poa emasnya. Tu Kiu dengan cepat merogoh keluar pula sanjata pit bajanya dan dicekal ditangan kanan. Siauw Ling ambil keluar pedang pendek yang'tajam itu dari sakunya, lalu berkata: "Peng-ji, pedang pendek ini paling sesuai untuk digunakan dalam semak yang amat lebat ini. Nah! peganglah untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan" "Tak usah, ada Sang tayhiap yang membuka jalan dan memukul rumput mengejutkan ular. Sekalipun ada ular rasanya makhluk itu akan lari ter-birit2..." Mendengar jawaban itu Siauw Lingpun tidak berbicara lagi. dengan mulut merubungkam dia mengikuti di belakangnya. Sang Pat menggerakkan senjata sie-poa emasnya yang memancarkan cahaya tajam membelah rumput dan melancarkan pukulan dahsyat sepanjang jalan selalu berada dipaling depan untuk membawa jalan. Dengan tindakannya itu ular2 beracun yang bersembunyi disekitar sana jadi ketakutan dan sama2 melarikan diri dari sekitar situ. Menanti mereka berempat sudah melampaui padang berumput tadi, tidak nampak ada ular beracun yang melakukan penyergapan lagi. Setelah sampai diujung padang rumput itu, sebuah bukit tebing yang tinggi menjulang keangkasa menghalangi jalan pergi mereka. Siauw Ling memandang sekejap kearah bukit terjal yang menghadang didepan mata itu, kemudian bisiknya dengan suara lirih: "Saudara Sang. didepan sudah tak ada jalan lagi... kita musti lewat mana?" "Tebing Toan-hun-gay terletak dibelakang padang rumput yang amat lebat ini, dan perjalanan kita tak bakal salah lagi... harap toako tak usah kuatir" "Hey lihat apakah itu?" tiba tiba Pek-li Peng berteriak sambil menuding kedepan. Siauw Ling segera berpaling kearah mana yang dituding oleh Pek-li Peng, akan tetapi kecuali tebing terjal yang terlihat sama sekali tidak nampak sesuatu apapun, ia jadi keheranan! "Peng-ji apa yang kau lihat?" tegurnya. "Agaknya ada orang disitu...." "Dimana orang itu?" "Dibalik batu karang yang amat tinggi itu dalam satu kelebatan bagangan tadi lenyap kembali". Siauw Ling segera berpikir dalam hatinya: "Tenaga dalam yang dimiliki amat sempurna, ketajaman matanya melebihi orang lain, tak bakal salah lagi apa yang berhasil dia lihat, baiklah akan kuperiksa tempat itu". Tanpa banyak bicara lagi ia segera maju lebih dahulu kedepan. Sebuah batu karang yang tingginya mencapai dua tombak berdiri menjulang keangkasa tepat disisi tebing terjal tersebut. Setelah mengitari batu karang tadi sampailah Siauw Ling sekalian ditengah semak be lukar yang lebat, semak tersebut menyumbat celah diantara karang raksasa itu dengan dinding bukit. Dengan ketajaman matanya, sekali pandang ia segera menemukan bahwa semak yang ada disitu bukan tumbuh secara alam, tapi hasil bikinan tangan manusia. Ia segera menarik semak tersebut. Tidak salah lagi, semak tadi segera tercabut lepas dari tempatnya dan muncullah sebuah pintu gua diantara celah batu karang dengan dinding tebing tersebut. Seperti telah menyadari akan sesuatu, Sang Pat berseru tertahan dan ujarnya: "Aaaah... benar, sebelum memasuki tebing Toan hun-gay, orang harus melewati dahulu sebuah gua yang besar, mungkin tempat inilah yang dimaksudkan!" "Rupanya ada orang yang tidak menginginkan kita mendekati tebing Toan-hun gay tersebut", sambung Tu Kiu dengan suaranya yang dingin, "maka mereka sengaja menyumbat mulut gua dibelakang batu karang raksasa itu dengan semak bikinan". "Peng-ji, sungguhkah engkau lihat sesosok bayangan manusia?" tanya Siauw Ling kemudian sambil berpaling kearah Pek-li Peng. "Aku pikir pastilah sesosok bayangan manusia, dia lenyap disamping batu karang tersebut" "Siauw heng akan membawa jalan, mari kita melakukan pemeriksaan kedalam...!" Sesudah menghimpun tenaga pemuda itu melangkah lebih dahulu masuk kedalam gua. Segulung angin dingin berhembus lewat, mendatangkan rasa dingin dan bergidik bagi semua orang. Meskipun lorong dalam gua itu ber-liku2 dan penuh tikungan tetapi tanahnya datar dan sama sekali tidak tercium bau lembab yang busuk, hal ini menunjukkan bahwa udara dalam gua itu segar dan lancar. Setelah berjalan kurang lebih puluhan tombak jauhnya, tampaklah cahaya terang memancar masuk, rupanya mereka telah tiba di mulut keluar gua itu. Setelah keluar dari gua pemandangan kembali berubah, tampaklah sebuah lembah yang dalam dan tertutup oleh kabut tebal menghadang jalan pergi mereka. Diluar gua merupakan sebuah jurang yang membujur empat lima tombak dengan lebar sepuluh tombak lebih, keatas yang terlihat hanya langit sedang kebawah yang nampak cuma jurang, tiga penjuru dikelilingi oleh dinding tebing yang curam dan tegak lurus. Pek-li Peng melongok sekejap kebawah jurang yang tertutup oleh kabut tebal itu, lalu bertanya: "Toako. apakah jurang ini yang disebut tebing Toan hun gay?" Siauw Ling melirik sekejap kearah Sang Pat kemudian menjawab: "Bila saudara Sang tidak salah membawa jalan, semestinya jurang yang tertutup oleh kabut tebal ini adalah tebing Toan hun gay" "Sungguh aneh urusan ini" gumam Pek-li Peng seorang diri. "Apanya yang aneh?" "Aku saksikan seseorang lenyap dibalik-batu karang raksasa itu dan aku yakin mataku tidak melamur atau salah melihat. Tetapi mana orangnya" kecuali berada diluar gua, bukankah berarti orang itu hanya mungkin bersembunyi didasar jurang yang tertutup oleh kabut tebal ini?". "Walaupun gua ini gelap tetapi lebarnya cuma beberapa depa" ujar Sang Pat. "telah kuperhatikan dengan tetiti kalau disekitar tempat ini tak nampak bayangan manusia". Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Itu toh berarti satu satunya jalan keluar adalah jurang yang tertutup oleh kabut tebat...." seru Pek-li Peng. Setelah memperhatikan sekejap dinding tebing disekeliling tempat itu, lanjutnya: "Aku tidak percaya kalau orang itu bisa merambat diatas dinding tebing yang licin-penuh dengan lumut hijau serta tingginya mencapai seratus tombak lebih tanpa meninggalkan bekas barang sedikitpunjua!" Satu saja perkataan itu selesai diucapkan, tiba2 terdengarlah suara pembicaraan seorang gadis yang nyaring berkumandang keluar dari balik jurang yang tertutup kabut tebal itu: "Siauw tayhiap, engkau bisa temukan tempat ini hal tersebut menunjukkan bahwa kau adalah seorang lelaki sejati yang pegang janji dan bisa dipercaya. Akan tetapi nona kami telah berubah pikiran, ia mengambil keputusan untuk tidak menjumpai diri Siauw tayhiap lagi" Walaupun seruan itu tidak begitu keras tapi jelas dan nyaring sekali sehingga dapat didengar oleh setiap orang. Pek-li Peng segera melangkah maju ke depan dan berjalan ketepi jurang. Buru2 Siauw Ling menarik tangannya lalu berseru : "Nona siapakah engkau?" "Siauw tayhiap benar2 engkau pelupa, masa suara budakpun tak kau kenal lagi?" Siauw Ling berpikir sebentar kemudian menjawab: "Oooh...! jadi kau adalah nona Soh Bun". "Tidak salah. Memang budak!" "Baik2 kah enci Gak ku itu?" "Nona berada dalam keadaan sangat baik. Dia sudah tahu kalau engkau tiba disini, atas jerih payah Siauw tayhiap yang sudi berkunjung kemari nona kami merasa amat berterima kasih sekali. Tetapi setelah diperhitungkan masak2 nona merasa bahwa tak ada manfaatnya jika Siauw tayhiap tetap berada disini, karena itu dta telah berubah pikiran dan memerintahkan budak untuk menasehati dirimu untuk pulang saja!" Siauw Ling menghela napas panjang. "Nona Soh Bun...." serunya. "Panggil saja aku Soh Bun" tukas dayang itu cepat, "sebutan nona tak berani budak terima!" "Dapatkah nona unjukkan diri dan bercakap-cakap dengan diriku?" "Baik budak segera naik keatas!". Bersama dengan selesainya perkataan itu bayangan manusia berkelebat lewat, seorang dara baju hijau dengan rambut dikepang dua meloncat keluar dari balik jurang yang diliputi kabut tebal itu. Siauw Ling tahu bahwa dibalik kabut pasti ada tempat berpijak yang bisa digunakan untuk berdiri, maka terhadap tindakan Soh Bun yang loncat keluar dari balik jurang sama sekali tidak terkejut. Setelah memandang sekejap kearah gadis itu tanyanya: "Apakah nona Gak sekarang berada didasar tebing Toan hungay ini?" Soh Bun tidak langsung menjawab, dia cuma mengangguk. "Mengapa ia berubah pikiran secara tiba tiba" kenapa ia tak mau bertemu lagi dengan aku"'' tanya sang pemuda. Soh Bun berpikir sebentar lalu menjawab: "Duduk perkara yang sebenarnya tidak diberitahukan kepada budak oleh nona kami, tapi menurut tebakan budak kesemuanya itu adalah demi Siauw Siang kong sendiri!" "Kenapa demi diriku?" "Nona kami mempunyai ilmu meramal yang bisa menduga kejadian dimasa mendalang, rupanya ia telah mengetahui kalau kehadiran siangkong disini sama sekali tak ada manfaatnya untuk menyelesaikan persoalan ini, maka dia segera berubah pikiran dan menitahkan budak untuk menyampaikan kepada siangkong agar segera pulang dan tak usah datang lagi". Siauw Ling tertawa hambar. ..Ada satu hal tolong nona Soh Bun suka menyampaikannya kepada siocia kalian!" "Urusan apa?" "Baru saja aku pulang dari Istana Terlarang dan untung tidak sampai mati. Benda yang diinginkan oleh nona Gak telah berhasil kudapatkan" "Benda yang diinginkan nona kami" benda apakah itu?" Setelah berhenti sebentar lanjutnya: "Maksudmu kau telah masuk kedalam Istana Terlarang?" "Sedikitpun tidak salah" jawab Siauw Ling sambil mengangguk. Kembali Soh Bun berpikir sebentar, lalu berkata, "Nona telah menitahkan budak untuk mengajak siangkong pulang dan tinggalkan tempat ini walau keadaan apapun, apa yang harus kulakukan sekarang?" Siauw Ling menengadah dan berpikir beberapa waktu lamanya, setelah itu ujarnya: "Baik kalau memang nona bersikeras tak mau bertemu dengan aku, akupun tak bisa berbuat apa2... disini ada sebuah barang, harap nona suka menyampaikannya kepada nona Gak!" "Jangan dibilang baru semacam sekalipun ada delapan atau Kisah Pedang Bersatu Padu 18 Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Mencari Bende Mataram 7

Cari Blog Ini