Budi Kesatria 8
Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen Bagian 8 lebih dahulu, sekarang aku sudah pakai senjata bahkan melukai dirinya, namun sikapnya masih gagah dan terbuka, hal ini sungguh tidak mudah". Berpikir demikian diapun menjawab, "Pin-ni telah mengetahuinya!" "Kalau begitu sutay berhati-hatilah....." Dengan menggunakan jurus naik naga memanggil burung hong ia tusuk kedepan. Sam Ciat sutay ayun senjata hud-tim nya menangkis, lalu maju kedepan melancarkan serangan balasan. Siauw Ling tekan pedang pendeknya ke bawah, dari samping ia babat hud tim itu ke atas. Tenaga dalam yang dimiliki Sam Ciat su tay amat sempurna, balu hud tim yang lunak dan halus dalam penggunaannya ternyata jadi kaku dan lurus bagaikan sebatang pit. kadangkala menyebar pula bagaikan sarang laba-laba, lihaynya bukan kepalang. Namun jurus pedang Siauw Ling pun aneh sekali, ditengah kelurusan terdapat keanehan tersembunyi. Kebenaran semuanya ditujukan untuk menghadapi kibasan senjata lawan. Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bertarung sebanyak belasan jurus lebih. Meskipun serangan hud-tim yang dilancarkan Sam Ciat sutay amat dahsyat, ditengah kebasan terselip pula serangan menotok serta membabat namun ia selalu hanya mampu membendung datangnya serangan dari lawan saja ia sendiri tak berhasil mendekati tubuh pemuda itu. Selelah bertarung lima gebrakan kembali mendadak Sam Ciat sutay tarik serangannya dan loncat mundur kebelakang serunya: "Engkau belajar ilmu pedang dari siapa?" "In-jin yang mewariskan ilmu pedang tersebut kepadaku she Cung...." mendadak pemuda itu teringat kembali akan pantangan gurunya, dengan cepat perkataannya diputus ditengah jalan. "Apakah dia adalah Cung San Pek?" sambung rahib tersebut. Mendengar pihak lawan dapat menyebut nama gurunya, Siauw Ling tertegun kemudian menjawab: "Sedikirpun tidak salah, apakah sutay kenal dengan dia orang tua?" "Hanya pernah mendengar namanya saja" jawab Sam Ciat sutay setelah kemurungan menyelinap diatas wajahnya. Habis berkata ia segera putar senjata dan melancarkan serangan kembali. "Dia adalah seorang pendeta dari mana bisa mengetahui tentang guruku,..?" batin Siauw Ling. Karena pikiranrya bercabang dua kali nyaris tertusuk oleh sodokan lawan. buru2 ia pusatkan perhatian dan melayani serangan lawan dengan bersungguh hati. Sepanjang pertarungan berlangsung, Siauw Ling hanya berusaha untuk menebas kurung bulu Hud-tim ditangan Sam Ciat sutay. Siapa tahu perubahan jurus yang dimiliki rahib tersebut luar biasa sekali, dalam gerakan sebanyak puluhan jurus ternyata Siauw Ling gagal untuk mewujudkan keinginannya tersebut bahkan ia malah terdesak dibawah angin dan membuat pertahanannya agak kacau balau. Dengan cepat ia menyadari kesalahannya, dalam pertarungan selanjutnya pemuda itu tidak lagi memusatkan perhatiannya pada ujung senjata lawan, tapi berusaha merebut posisi yang lebih menguntungkan daripida lawannya. Dengan begitu situasi dalam kalangan seketika herubah jadi seru dan ramai sekali, baik senjata hud tim maupun pedang pendek sama2 mengeluarkan jurus2 yang ampuh untuk merobohkan lawannya. Selelah beberapi bulan lamanya memperdalam ilmu pedarig dari Tan In Cing, tanpa terasa Siauw Ling sudah menghapalkan semua gerakan dari ilmu pedang tersebut diluar kepala, dalam pertarungan itupun jurus serangan tadi segera dipergunakan. Bisa dibayangkan dengan dahsyat ampuh dan sadisnya ilmu pedang yang pernah dimiliki oleh salah seorang diantara sepuluh tokoh maha sakti dalam dunia persilatan ini. Karena itulah, dalam pertarungan seringkali Sam Ciat sutay didesak oleh munculnya serangan yang luar biasa, hal ini membuat rahib tersebut dengan cepat berada dibawah angin. Thio lo hujin serta para pengikutnya untuk kssekian kalinya dibuat terperanjat oleh kelihaian ilmu pedang yang dimiliki Siauw Ling, pikir mereka tanpa terasa: "Jika hari ini Siauw Ling tidak disingkirkan dari muka bumi, untuk melukainya di kemudian hari pasti merupakan suatu pekerjaan yang amat sulit" Dari tengah gelanggang pertarungan mendadak menggema suara bentakan keras dari Siauw Ling. Ditengah kilatan cahaya pedang ia mundur lima langkah kebelakang sambil serunya berulang kali: "Maaf... maaf..." Ketika sorot mata semua orang dialihkan kearah Sam Ciat sutay, tampaklah bulu senjatanya telah tersebar diatas tanah. Memang bulu hud tim nya yang buntung, Sam Ciat sutay berbisik lirih: "Engkau telah menang..." "Ini berkat sutay yang bersedia mengalah" "Pedang yang berada dalam genggamannya tajam luar biasa" sela Thio Lo hujin dari samping. "Meskipun bulu senjatamu kena terpapas, namun hal ini masih belum terhitung suatu kekalahan" Air muka Sam Ciat sutay berubah jadi dingin menyeramkan, setelah memandang sekejap kearah Thio Lo hujin katanya. "Maksud Thio locianpwee. apakah aku baru dapat disebut kalah jika diriku sudah terluka diujung senjata Siauw Ling?" "Kalau engkau rela mengaku kalah, tentu saja aku tak dapat berkata apa2 lagi" "Ada satu hal pin-ni hendak bertanya kepada Thio locianpwee!" seru Sam Ciat sutay dengan wajib serius. "Persoalan apa?" "Ilmu pedang yang dimiliki Siauw Ling amat kacau dan diantaranya terdapat jurus2 yang ampuh, apakah locianpwee dapat melihat asal usul dari ilmu pedangnya itu?" "Sebelum mendiang suamiku mati, ia pernah membicarakan tentang ilmu pedang yang ada dikolong langit dengan diriku, pernah membicarakan pula tentang diri Cung San Pek. katanya meskipun ilmu pedang yang dimilikinya sangat lihay tapi karena bakatnya yang kurang bagus ditambah agak terlambat waktu belajar ilmu. maka ia tak berani ikut serta didalam perebutan nama diantara sepuluh tokoh sakti....". "Menurut anggapan lohujin beberapa patah kata dari Thio locianpwee isi bermaksud memuji ataukah menyindir?" "Perduli dia bermaksud memuji atau menyindir, setelah ia tak berani ikut serta dalam perebutan sepuluh tokoh sakti, itu berani ia tak mempunyai keyakinan untuk merebut kemenangan" Air muka Sam Ciat sutay berubah membesi, ujarnya kembali. "Thio Lo hujin, kau telah membawa pokok pembicaraan ini terlalu jauh. Aku hanya ingin lo hujin memperbincangkan tentang ilmu pedang yang dimiliki pemuda Siauw Ling, bukan memandang rendah Cung San Pek....". Satu ingatan berkelebat dalam benak Siauw Ling, pikirnya. "Rupanya Sam Ciat sutay merasa amat tidak puas karena Thio lo hujin memandang rendah guruku, apakah ia kenal dengan guruku..." Terdengar Sam Ciat sutay melanjutkan kembali kata katanya: "Bila penglihatan Pinni tidak salah, di antara jurus pedang yang dipergunakan Siauw Ling terselip pula ilmu pedang dari partai Hoa san". Mendengar perkataan itu Siauw Ling merasa terperanjat, pikirnya: "Pengetahuan yang dimiliki Sam-Ciat sutay benar2 amat luas, ternyata ia dapat melihat bahwa diantara ilmu pedangku terdapat pula jurus2 ampuh dari partai Hoa san" Sementara itu Thio Lo hujin sudah mengerutkan alisnya, lalu berkata: "Ilmu pedang aliran Hoa san biasa2 saja tak ada anehnya, kalau dibandingkan dengan partai Bu tong atau partai Kun lun mereka terkebelakang sekali. Selama seratus tahun belakangan ini hanya Tan In Cing seorang yang kosen, Tapi sejak ia terjebak dalam istana terlarang dari partai Hoa san tak ada orang kosen lagi. Kendatipun ilmu pedang partai Hoa san telah dipelajari olehnya, itupun bukan termasuk ilmu pedang yang sakti" "Pin-ni maksudkan ia telah menggunakan ilmu pedang aliran Hoa san. Bahkan merupakan jurus2 ampuh yang pernah digunakan Tan In Cing didalam perebutan sepuluh tokoh sakti" "Tapi Tan In Cing toh sudah terjebak dalam istana terlarang?" "Pin-ni curiga Siauw Ling telah berhasil memasuki istana terlarang serta mendapatkan ilmu pedang peninggalan dari Tan In Cing itu" Thio Lo Hujin gelengkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak. "Haa... haa.. haa... tidak mungkin! hal itu tidak mungkin terjadi. Sutay terlalu pandang tinggi bajingan yang bernama Siauw Ling itu. Ketahuilah selama puluhan tahun entah sudah ada berapa banyak jago kosen yang berusaha untuk memasuki Istana terlarang, tapi usaha mereka mengalami kegagalan total. Siauw Ling itu manusia macam apa" masa seorang bajingan cilik-pun mampu untuk memasuki Istana terlarang....?" Setelah berhenti sebentar ujarnya kembali: "Sekalipun Siauw Ling telah mempergunakan jurus pedang dari Tan In Cing darimana sutay bisa tahu?" Air muka Sam Ciat sutay berubah jadi dingin kaku, katanya: "Tempo hari sebelum Thio locianpwee terjerumus kedalam istana terlarang ia pernah membicarakan tentang ilmu pedang Tan In Cing dengan guruku, suatu kali ditengah pertarungan antara Thio locianpwee melawan Tan In Cing hampir saja ia terluka diujung senjata lawan. Untuk membicarakan soal tadi suhu dan Thio locianpwee telah menghabiskan waktu selama sehari semalam. Boanpwee yang ikut mendengarkan pembicaraan itu dari samping merasa menambah pengetahuan, karena itu kesan tersebut sudah mendalam sekali dalam hatiku. Ketika Siauw Ling berhasil membabat kutung senjataku tadi, kebetulan sekali aku merasa bahwa jurus yang ia gunakan mirip sekali dengan jurus In yau thian san atau gunung thian san tertutup awan. Bukan saja gerakannya ini sulit dipelajari bahkan harus memiliki bakat yang bagus. Padahal sejak Tan In Cing lenyap di Istana terlarang, jurus tersebut ikut punah pula dari partai Hoa san. Siauw Ling sebagai jago yang bukan berasal dari partai Hoi san tapi dapat mempergunakan jurus tadi. Kecuali ia mempelajari dari kitab catatan milik Tan In Cing, tentu saja kepandaian itu tak dapat dipelajarinya, maka pin-ni curiga kalau ia sudah pernah memasuki Istana Terlarang" Thio Lo hujin termenung sebentar, kemudian berkata. "Andaikata Siauw Ling benar benar pernah memasuki istana terlarang, semestinya dia akan mengambil kitab catatan ilmu seruling dari keluarga Thio kami lebih dahulu" "Ucapan ini memang benar..." jawab Sam Ciat sutay, sinar matanya segera dialihkan ke arah Siauw Ling dan tanyanya: "Jurus yang barusan kau gunakan apakah jurus gunung Thian san diliputi awan dari aliran partai Hoa san?" "Sedikitpun tidak salah, pengetahuan sutay luas sekali, jurus itu memang jurus In yau thian san". "Jadi kau sudah memasuki istana terlarang?" seru Thio lo hujin sambil tertawa dingin. "Sedikitpun tidak salah, bahkan aku telah melihat pula jenasah dari Thio locianpwee!" ---ooo0dw0ooo--- SEKUJUR badan Thio Lo hujin gemetar keras. "Sudah puluhan tahun lamanya ia terjerumus didalam istana terlarang, sekarangpun yang tersisa hanya sesosok tulang putih, darimana engkau bisa mengetahuinya kembali?" "Apa yang terjadi sama sekali berada di luar dugaan Thio Lo-hujin, pertama istana terlarang tertutup rapat sekali. Kedua tenaga dalam dari beberapa orang locianpwee amat sempurna, maka kendatipun sudah mati lama sekali, namun keadaan mereka masih tetap seperti sedia mula" "Sungguhkah perkataanmu itu?" "Selamanya aku orang she Siauw tak pernah bohong" "Setelah kalian masuk kedalam istana terlarang, bukankah udara ikut mengalir hingga masuk jenasah mereka jadi rusak?" "Setelah melewat, masa puluhan tahun lamanya, jenasah beberapa orang locianpwee itu sudah mengering, aku rasa tubuh mereka tak mungkin bisa rusak kembali" "Apakah engkau sudah dapatkan kitab catatan ilmu seruling dari keluarga Thio kami?" "Setelah kami sekalian berada diistana terlarang, barulah kuketahui bahwa ada orang yang masuk kedalam Istana Terlarang mendahului kami semua...." "Jadi kalau begitu kitab catatan ilmu seruling dari keluarga Thio kami ikut diambil pula oleh orang itu?" sela Thio lo hujin. "Sebagian besar kitab catatan dari beberapa orang locianpwee yang terjerumus dalam Istana Terlarang telah diambil orang, sedangkan mengenai kitab catatan ilmu seruling dari Thio locianpwee...." Setelah memandang sekejap kearah Gak Siauw-cha, ia membungkam. Per-lahan2 dari dalam sakunya Gak Siauw-cha ambil keluar sejilid kitab catatan, sambil diangsurkan kedepan katanya: "Aku bersedia menghadiahkan kembali kitab catatan ilmu seruling dari Thio locianpwee ini sebagai tanda budi atas pertolongan yang pernah ia berikan kepadaku" Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini membuat semua orang berdiri tertegun, mereka tak tahu api yang musti dijawab dalam keadaan begini. Bukankah Sam Ciat sutay yang selama ini selalu tenangpun dibikin tertegun sehingga tak dapat mengucapkan sepatah katapun. Per-lahan2 Gak Siauw-cha melangkah maju kedepan mendekati Giok Siauw long-kun, kemudian sambil angsurkan kitab tersebut kepadanya ia berkata: "Thio heng Siauw moay bukanlah seorang yang lupa budi. Tapi pesan terakhir dari ibu ku yang membuat aku tak bisa memenuhi harapanmu itu. Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lagipula sewaktu Siauw moay mengadakan hubungan dengan Thio heng, toh sudah kujelaskan lebih dahulu duduk perkara yang sebenarnya. Terimalah hadiah kitab ini sebagai tanda balas budi atau pertolongan yang pernah kau berikan kepadaku, keluarga Thio didalam dunia persilatan" Per-lahan2 Giok Siauw long kun angkat kepalanya dan memandang wajah Gak Siauw-cha tanpa berkedip, sinar matanya begitu tajam se-akan2 hendak menembusi hati gadis itu. Gak Siauw-cha tundukkan kepalanya dan menghela napas sedih. "Thio heng, terimalah barang peninggalan dari mendiang kakekmu, setelah mempelajari isi kitab ini tidaklah sulit bagimu untuk angkat nama dalam dunia persilatan, anggaplah kesemuanya itu sebagai balas budi dari Siauw moay..." "Terima kasih atas maksud baik nona, biarlah aku terima didalam hati saja..." Ia berpaling dan memandang sekejap ke arah Thio lo hujin, tiba2 ia membungkam. Jelas perkataan itu belum selesai diucapkan, tapi dengan paksakan diri ucapan tersebut ditelan kembali mentah2. Tiba2 Thio lo jin mengulurkan tangannya berkata dengan nada dingin: "Benda itu milik mendiang suamiku, aku berhak untuk mendapatkannya kembali..." Dengan cepat Gak Siauw-cha tarik kembali tangannya dau geleng kepala, "Siapapun tahu kalau benda peninggalan dari Thio locianpwee terlimpah dalam Istana Terlarang, dan siapapun tahu bahwa untuk memasuki Istana Terlarang, orang akan mempertaruhkan jiwa raganya sendiri. Sekalipun locianpwee adalah nyonya raja seruling, namun engkau sudah tak berhak lagi untuk mendapatkan kitab catatan ini" "Aku adalah istrinya, kenapa tidak berhak untuk mendapatkan kembali barang peninggalan dari suamiku?" Dari sepasang matanya memandang keluar cahaya berapi yang penuh mengandung kegusaran, sambil menatap kitab ditangan Gak Siauw-cha tajam2 nenek itu bersiap siaga, rupanya ia bermaksud merampas kitab itu tapi takut merusaknya, maka untuk sementara waktu nenek itu jadi tak tahu apa yang musti dilakukan. Per-lahan2 GaK Siauw-cha simpan kembali kitab catatan itu kedalam sakunya, lalu menjawab: "Perkataan locianpwee memang masuk di akal. tapi keadaannya pada saat ini sama sekali berbeda" "Kalau memang ucapanku tidak keliru, budak ingusan, karena kitab catatan itu tidak kau serahkan kembali kepadaku?" "Seandainya Thio locianpwee sebelum masuk kedalam Istana Terlarang telah menulis kitab catatan ini kemudian kitab itu dibawa masuk kedalam istana terlarang, maka sudah sepantasnya kalau kitab catatan ini harus dikembalikan kepada locianpwee. Sayang sekali kitab itu ditulis setelah Thio locianpwee berada dalam istana terlarang tujuannya tidak lain karena ia tak ingin kepandaian silatnya lenyap dari permukaan bumi. Siapa yang dapat masuk kedalam istana terlarang dialah yang berhak untuk mendapatkan kitab catatan ini...." "Tapi orang yang masuk kedalam istana terlarang toh bukan nona sendiri...." sela Thio Seng kakek berjubah abu2 itu secara mendadak. Gak Siauw-cha melirik sekejap kearah Siauw Ling lalu berkata : "Meskipun bukan aku sendiri yang masuk kedalam istana terlarang, tetapi buku ini di hadiahkan kepadaku oleh orang itu sendiri" "Kitab itu ditulis oleh majikan tua kami, perkampungan Pekinsau-cung berhak untuk mendapatkannya kembali, kalau nona tak mau serahkan kepadaku terpaksa aku akan merampas dengan gunakan kekerasan" Gak Siauw-cha tertawa ewa. "Sebelum kalian datang kemari, tak seorangpun diantara kamu sekalian yang menduga kalau aku menyimpan kitab catatan dari Thio locianpwee. Tujuan kalian adalah memaksa aku turuti maksud kalian serta mengawini Thio beng. Kalau aku tak setuju toh sama saja akhirnya aku bakal mati ditangan kalian semua....'' Sorot matanya dialihkan keatas wajah Sam Ciat sutay, kemudian melanjutkan: "Siauw moay telah berusaha menerima penghinaan dan bersedia membereskan urusan ini sebaik baiknya. Tapi keadaan telah memaksa aku untuk gagal memenuhi harapan itu, sekarang akupun sudah tak tahan lagi...." Setelah bertarung melawan Siauw Ling tadi, Sam Ciat sutay sudah tahu kalau keadaan pada saat ini kritis sekali andaikata terjadi bentrokan kekerasan maka urusan pasti akan berakhir dengan tragis. Meskipun semua kekuatan inti dari perkampungan Pek-in-san cung telah berkumpul disini. tapi dengan keampuhan ilmu pedang yang dimiliki Siauw Ling serta kesempurnaan dalam tenaga dalamnya bila bertarung satu lawan satu termasuk juga Thio lo hujin belum tentu bisa menangkan dirinya kalau secara mengerubut maka keadaan tentu akan semakin runyam. Maka setelah menilai situasi yang terbentang didepan mata diapun bertanya dengan tenang: "Apakah rencana sumoay selanjutnya?" "Aku bersedia mengembalikan kitab catatan itu kepada Thio heng, tapi kalau Thio lo hujin sekalian terlalu memaksa diriku, apa boleh buat... terpaksa kejadian pada hari ini harus diselesaikan secara kekerasan" Sam Ciat sutay memandang sekejap kearah Thio lo hujin, lalu bertanya: "Bagaimana pendapat lo hujin?" Thio lo hujin tertawa dingin. "Gak Siauw-cha lupa budi dan mencelakai cucuku, nampaknya kalau ia tidak kembali pada cucuku, penyakit yang diderita cucuku tak akan sembuh. Lagi pula ia sudah mengangkangi pula kitab peninggalan dari mendiang suamiku. Jika cucuku sampai mengalami suatu musibah sehingga keturunan keluarga Thio tertumpas, apa yang dapat kulakukan lagi" Oleh sebab itu bukan saja dia harus kawin dengan cucuku bahkan kitab catatan itupun harus diserahkan kembali kepadaku" "Boanpwee toh bersedia mengembalikan kitab catatan ini sebagai balas budi atas pertolongan yang pernah ia berikan kepadaku, kalau Thio heng memang tak mau menerima apa yang bisa kulakukan lagi?" Thio lo hujin tertawa dingin: "Masih ada satu cara lain lagi, yakni kami akan gunakan kekerasan untuk merampas kembali kitab catatan itu, menangkap Gak-Siauw-cha kemudian memunahkan ilmu silatnya dan memaksa dirimu untuk kawin dengan cucuku" Tiba tiba Siauw Ling maju dua langkah ke depan, tapi sebelum ia sempat membantah Gak Siauw-cha telah menghalanginya. Thio lo-hujin ulapkan tangannya, tiba-tiba pemuda berpakaian ringkas itu melancarkan totokan merobohkan Giok Siauw long kun. "Bagaimana pendapat suci?" tanya Gak Siauw-cha dengan suara berat, "harap engkau suka memberi keputusan, sebab jika kedua belah pihak sampai terjadi pertarungan mungkin suci pun tak dapat menguasai keadaan" Dikala Gak Siauw-cha serta Sam Ciat sutay sedang bercakap cakap itulah, kakek berjubah abu-abu Thio Seng serta manusia bertangan besi telah mengambil posisi mengurung disekeliling tempat itu. Gak Siauw-cha segera meloloskan pedang ringannya dari pinggang, sedang Soh Bun serta dayang baju merah masing2 mencabut pula pedang mustika mereka. Dari sakunya Thio lo hujin ambil keluar sepasang senjata palu emas. Senjata tersebut berbentuk istimewa sekali palu emas itu tidak terlalu besar dan kurang lebih sebesar cawan air teh, dibelakang palu terikat tali kecil berwarna putih. Terdengar Thio lo hujin bergumam seorang diri: "Sudah puluhan tahun lamanya aku tak pernah menggunakan palu emas pencabut nyawa..." Ketika mengetahui bahwa Thio lo hujin membawa pula senjata andalannya, Sam Ciat sutay mengerti bahwa ia telah membuat persiapan, atau berarti pertarungan tak bisa di hindari lagi. Situasi bertambah tegang, setiap saat pertarungan bisa berlangsung.... Dengan pandangan serius Gak Siauw-cha memandang sekejap kearah Sam Ciat sutay lalu berkata: "Sekarang keadaan sudah bertambah kacau, pertarungan tak dapat dihindari lagi. Aku harap suci bersedia mengundurkan diri dari tempat ini" Sam Ciat Sutay menunjukan sikap serba salah. setelah berpikir sebentar ia menyahut: "Sumoay, kalau engkau kalah....." "Mayatku akan terkapar didasar Toan hun gay ini" sambung Gak Siauw-cha cepat. "Tahukah engkau apas akibatnya jika Thio lo hujin berhasil kau lukai?" "Aku menyerahkan diri kepada suhu dan menantikan hukuman yang bakal dijatuhkan kepada diriku" "Kalau kalah mati konyol kalau menang di hukum oleh perguruan, menang kalah tiada manfaat apa pun bagimu, apa gunanya engkau bertempur?". "Berbicara dari situasi yang sedang kuhadapi sekarang, kecuali melakukan pertarungan rasanya tiada jalan lain lagi" "Aku mempunyai satu jalan, apakah sumoay bersedia untuk mendengarkan"...." "Silahkan suci utarakan!" "Kalau memang engkau tidak bersalah dalam hal ini, apa salahnya kalau mengikuti suci untuk menghadap suhu. Agar suhu yang munculkan diri menyelesaikan persoalan ini bagaimana menurut pendapatmu?" Gak Siauw-cha memandang sekejap ke arah Siauw Ling kemudian menjawab: "Kalau aku menyetujui usul dari suci, lalu bagaimanakah dengan saudara Siauw.." dengan tenaganya seorang mana mampu menahan keributan dari pihak perkampungan Pek in san cung?" "Diantara para jago yang hadir disini pada saat ini mungkin kepandaian silatnya yang paling tinggi" pikir Sam Ciat sutay di dalam hati, sekalipun Thio lo hujin turun tangan sendiripun belum tentu berhasil mendapatkan keuntungan apa-apa...." "Suci akan usahakan untuk menasehati Thio locianpwee...." Sorot matanya dialihkan keatas wajah Thio lo hujin kemudian melanjutkan: "Locianpwee sudah dengar perkataan dari Gak sumoay?" "Sudah!" "Kalau Gak sumoay bersedia mengikuti aku keperguruan dan menunggu keputusan dari suhu, apakah locianpwee bersedia untuk melepaskan dirinya...?" "Hmm...! mungkin adikku itu tak akan memandang sebelah matapun terhadap aku yang menjadi ensonya..." Ia berhenti sebentar, selelah termenung lanjutnya. "Walaupun ia tidak memandang sebelah matapun terhadapku yang menjadi ensonya tetapi bagaimanapun juga aku harus tetap menghormati dirinya. Gak Siauw-cha akan kuserahkan kepadamu, tapi tiga bulan kemudian aku harap suhumu suka berkunjung ke perkampungan Pek in san cung untuk memberi jawaban" "Boanpwee pasti akan menyampaikan pesan dari locianpwee ini kepada guruku" Thio lo hujin tertawa dingin. "Kau harus beritahu kepadanya bahwa persoalan ini menyangkut soal ketururan dari keluarga Thio. Ia yang menjadi bibinya ikut bertanggung jawab dalam masalah ini" Tidak menunggu Sam Ciat sutay menjawab ia segera ulapkan tangannya sambil berseru: "Ayoh kita pergi dari sini" Siauw Ling dengan pedang pendek masih di silangkan didepan dada memandang perubahan ini dengan wajah tak berubah. Mulutnya membungkam dalam seribu bahasa. Sejak dulu senjata hud timnya terpapa kutung diujung pedang Siauw Ling yang tajam, Sam Ciat sutay selalu berwajah murung dan tidak menunjukkan sikap dingin dan sombong seperti sewaktu datang tadi, ia mendehem ringan dan menyambung, "Thio lo hujin, pin-ni ada satu persoalan hendak diucapkan kepada kau orang tua" Rupanya secara diam2 Thio lo-jin telah menilai pula keadaan situasi yang terbentang didepan mata. Ia tahu seandainya kedua belah pihak sampai saling bertarung dengan gunakan kekerasan maka siapa menang siapa kalah masih menpakan suatu tanda tanya besar apalagi kalau Sam Ciat sutay suci tangan dan tidak ikut campur dalam masalah ini. keadaan sangat mempengaruhi sekali keadaan lawan. Sekarang Sirn Ciat sutay usulkan akan membawa pergi Gak Siauw-cha untuk dihadapkan kepada gurunya, hal ini malah jauh lebih baik bagi posisinya. Sebab setelah Gak Siauw-cha pergi ia dapat menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya untuk membunuh Siauw Ling lebih dahulu, setelah musuh tangguh ini berhasil disingkirkan dan memutuskan harapan Gak Siauw-cha maka tidak sulit baginya untuk memaksa gadis itu kawin dengan cucunya. Oleh sebab itu ia segera menyetujui usul dari Sam Ciat sttay dan mengharapkan Gak Siauw-cha cepat2 berlalu dari sana. Setelah didalam hati kecilnya mempunyai rencana itu, tidak menunggu Sam Ciat sutay banyak bicara lagi, ia menyambung: "Bawalah pergi Gak Siauw-cha dari sini! persoalan selanjutnya ditempat ini tak usah kau sangsikan lagi" "Maksud pin-ni, aku harap Thio Lohujin bukan saja serahkan Gak Siauw-cha kepada guruku, bahkan pertarungan yang terjadi pada hari inipun tak usah dilangsungkan kembali" "Gak Siauw-cha adalah adik seperguruanmu. Dengan Siauw Ling toh engkau tak mempunyai hubungan apa-apa?" seru Thio lo-bujin. "Kalau Thio locianpwee tidak bersedia melepaskan Siauw Ling lebih dahulu, locian pwee tidak akan tinggalkan tempat ini dengan begitu saja" seru Gak Siauw-cha dengan cepat. "Hmm....! selama hidup belum pernah aku digertak dan diancam orang dengan cara begini" Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Gak Siauw-cha alihkan sorot matanya ke arah Sam Ciat sutay, lalu berkata: "Suci, rupanya engkau tak dapat menyelesaikan persoalan ini secara baik2, tapi aku tahu bahwa suci telah mengerahkan segenap kemampuan yang kau miliki dan Siauw moay pun telah berusaha memberi muka kepada suci, tapi situasi telah berubah jadi begini terpaksa suci harus mengundurkan diri dari masalah pertikaian ini" Beberapa patah kata ini diucapkan dengan nada yang cukup berat, air muka Sam Ciat sutay tanpa terasa berubah bebat. Tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang rahib yang beriman tebal, sesudah termenung sebentar ujarnya: "Kalau memang Thio lo hujin tak mau memberi muka kepadaku dan akupun sudah menderita kalah ditangan Siauw Ling... yaa.... terpaksa untuk sementara waktu aku harus mengundurkan diri dari masalah pertikaian ini" Selesai berkata perlahan lahan ia mengundurkan diri kesudut ruangan dan berpeluk tangan belaka. Rupanya Thio lo hujin tak pernah menyangka kalau Sam Ciat sutay bakal ambil keputusan untuk berpeluk tangan belaka, setelah tertegun sejenak ia tertawa dingin dan berkata: "Walaupun senjata hud tim milik sutay berhasil dipapas kutung oleh pedang tajam milik Siauw Ling tapi engkau toh belum terluka ditangan Gak Siauw-cha...." Sam Ciat sutay tertawa ewa. "Kalau memang Thio lo hujin tak mau mendengarkan perkataan pin-ni dengan sendirinya pin-ni pun tak akan memaksa sumoay untuk menuruti perkataanku lagi...." Siauw Ling yang selama ini tidak mengucapkan sepatah katapun tiba tiba maju selangkah kedepan dan berkata: "Pertikaian ini bisa terjadi karena aku orang she Siauw tidak mati, tapi pada saat ini locianpwee toh mempunyai kesempatan ini tidak kau pergunakan?" "Hmmm ...! kau anggap aku tidak berani?" Gak Siauw-cha enjotkan badannya melewati Siauw Ling, dan ia berseru: "Urusan ini timbul lantaran aku dengan Siauw Ling sama sekali tak ada sangkut pautnya. Kalau locianpwee ingin turun tangan, sepantasnya kalau menghadapi diriku" Siauw Ling tersenyum. "Cici. sekalipun engkau memikul dosa-dosa itu belum tentu mereka bersedia untuk melepaskan Siauw-te. Ini hari mereka tidak membunuh diriku toh hari esok masih banyak kesempatan untuk membunuh aku, jalan paling bagus yang harus kita tempuh sekarang adalah berusaha membuat mereka mengerti kalau orang orang dari perkampungan Pek-in-sancung tidak mampu membunuh aku orang she Siauw setelah hal ini dapat dibuktikan mereka baru bersedia lepas tangan. Cici! bayangi saja diriku dari sisi gelanggang bila Siauw-te tak mampu mempertahankan diri barulah cici turun tangan" Sementara Gak Siauw-cha hendak membantah, tiba tiba suara dari Sam Ciat sutay telah menggema disisi telinganya: "Sumoay, mundurlah kebelakang. Ilmu silat yang dimiliki Siauw ling tidak berada di bawah kepandaianmu dalam keadaan seperti ini memang mereka harus dikasih tahu bila Siauw Ling adalah seorang jago yang lihay. Sebab hanya inilah satu satunya jalan untuk menghindari akibat yang lebih tragis. Jika engkau bersikeras turun tangan...bisa jadi pertarungan massal akan terjadi" Gak Siauw-cha mengerti bahwa apa yang d katakan Sam Ciat sutay adalah suatu keadaan yang nyata, oleh karena itu perlahan lahan dia mengundurkan diri kebefakang. Semangat tempar Siauw Ling seketika berkobar, sambil siapkan pedang pendeknya ia berseru, "Locianpwee. siiahkan turun tangan" Thio Lo hujin tertawa dingin, perlahan-lahan ia maju dua langkah kedepan, senjata palu emas pencabut nyawanyapun berputar silih berganti kesana kemari... Siauw Ling menghimpun hawa murninya, dan berpikir: "Tenaga dilara yang dimiliki nenek tua ini sempurna sekali, dia memang musuh yang patut disegani..." Tiba2.. bayangan manusia berkelebat lewat kakek berjubah abu abu itu sambil loncat masuk kedalam gelanggang serunya: "Untuk menghadapi seorang angkatan muda, kenapa hujin musti turun tangan sendiri" serahkan saja kepada budak tua" "Pedang pendek ditangannya tajam sekali" ujar Thio lo hujin dengan wajah serius, "Hud tim dari Sam Ciat sutay pun terpapas olehnya, mungkin engkau bukan tandingannya." "Bila budak tidak mampu menghadapinya belum terlambat bila hujin turun tangan menggantikan diriku" "Oooon toako!" mendadak Pek-li Peng berseru, "orang lain sedang menghadapi dirimu dengan pertarungan cara roda berputar, kau musti ber-hati2...!" Thio Seng takut majikan tuanya terbakar oleh ucapan tersebut dan menghalangi dia untuk turun tangan, tanpa banyak bicara lagi seruling baja ditangan kanannya segera menotok dada depan pemuda tersebut dengan jurus Tiat sukay hoa atau pohon besi mulai berbunga. Pedang pendek Siauw Ling segera berputar dengan jurus "Hoat lun kiu coan" atau roda sakti berputar sembilan kali, berlapis lapis cahaya putih tercipta diudara menghalangi babatan dari seruling baja itu, sementa ia tubuhnya masih tetap berdiri tegak di tempat semula. Sejak kecil Thio Seng telah mengikuti raja seruling Thio Hong bahkan mendapat perhatian khusus dari majikannya, karena itu banyak petunjuk ilmu silat yang berhasil ia dapatkan. Sejak Thio Hong terjerumus didalam istana terlarang, Thio Seng makin giat melatih diri dan memperdalam ilmu serulingnya, selama empat puluh tahun latihan itu tak pernah dihentikan barang sehari pun. kendatipun kedudukannya hanya seorang pembantu namun kesempurnaan tenaga dalam serta ilmu silatnya jauh lebih dahsyat dari pada majikan mudanya, dia merupakan salah satu jago yang paling lihay dalam perkampungan Pek in san-cung. Setelah masing2 pihak melangsungkan pertarungan, Thio Seng segera menyadari bahwa ia telah berjumpa dengan musuh tangguh. Seruling bajanya segera berputar kencang, dalam waktu singkat sembilan buah serangan berantai telah dilancarkan. Siauw Ling sendiri walaupun berhasil mendapatkan kitab catatan ilmu seruling dari raja seruling Thio Hong, tetapi selama ini tak sempat membacanya, karena itu terhadap perubahan gerak ilmu seruling lawan boleh dibilang buta sama sekali, sekalipun begitu dengan andalkan ketajaman pedang pendeknya ia berusaha memapas kutung senjata lawan. Sejak menyaksikan pertarungan antara Siauw Ling melawan Sam Ciat sutay dimana senjata kebutan rahib tersebut kena tersayat Kutung, Thio Seng agak jeri terhadap ketajaman pedang lawan. Setiap kali ia berusaha untuk menghindari bentrokan kekerasan dengan senjata lawan, dengan demikian daya tekanan yang dipancarkanpun tak dapat mencapai tingkat yang sebenarnya, walaupun sembilan buah serangan berantai telah dilancarkan tapi tak selangkahpun ia berhasil mendesak musuhnya. Siauw Ling tetap berdiri tegak ditempat semula. Menjumpai serangan ia punahkan dengan serangan, menjumpai ancaman dibalas dengan ancaman, sejuruspun ia tak mengendorkan pertahanannya. "Berhenti!" mendadak Thio Lo hujin membentak keras. ---oo0dw0oo--- Jilid: 14 Thio Seng tarik kembali serangannya dan loncat mundur kebelakang. Katanya "Hujin kau ada petunjuk apa?"" "Kalau bertarung dengan cara begini mana mungkin kau berhasil melukai musuh" lebih baik aku turun tangan sendiri..." "Hujin" kata Thio Seng dengan gelisah "pedang pendek dalam genggamannya tajam sekali, sedangkan seruling milik hamba adalah pemberian dari majikan tua dimasa lampau selama puluhan tahun lamanya seruling ini tak pernah berpisah dari sisiku, hamba takut seruling ini terluka sehingga tak berani kugunakan secara sembarangan... dengan sendirinya daya tekananpun tak dapat dipancarkan sebagaimana mestinya" "Hmm ..! dia punya pedang tajam dianggapnya kami tak punya benda mustika yang dapat digunakan untuk menghadapi senjatanya itu...?" Sambil berpaling kearah pemuda berpakaian ringkas itu serunya: "Bawa kemari benda mustika dari perkampungan Pek insancung kita" Pemuda berpakalan ringkas itu mengiakan dia melepaskan sebuah bungkusan kain hitam dari punggungnya dan membuka ikatan tersebut, dari dalam ia ambil keluar sebuah kotak kayu yang panjangnya satu depa delapan cun. Siau Ling yang menyaksikan hal itu, dalam hati segera pikirnya: "Macam apa sih benda mustika dari perkampungan Pek in San cung?" aku ingin melihat dengan cermat" Dengan sikap yang penuh hormat pemuda berpakaian ringkas itu membuka kotak kayu itu dan ambil keluar sebuah penggaris kumala dan segera diangsurkan ketangan Thio lo hujin. Senjata itu panjangnya cuma satu depa tujuh cun, berarti satu cun lebih pendek dari kotak kayu itu. Dengan wajah serius Thio lo hujin menerima senjata itu, ujarnya "Thio Seng, penggaris kumala ini kuat sekali dan tak takut senjata mustika, engkau boleh gunakan benda lni untuk menghadapi musuh" Thio Seng segera menerima penggaris kumala itu ditangan kanan dan mencekal seruling bajanya ditangan kiri, sambil memberi hormat katanya: "Hamba bisa mendapat pinjaman benda yang begini berharganya, ini hari aku pasti akan menangkap Siau Ling, kalau tidak hamba rela terkubur ditempat ini sebagai balas budi atas penghargaan ini" Habis berkata ia putar badan dan mendekati sianak muda itu. Dalam pada itu Siau Ling sedang mengawasi senjata penggaris kumala yang berwarna putih bersih itu pikirnya: "Bagaimana kerasnya penggaris putih itu tak mungkin kalau mampu untuk menangkis pedang mustika milikku... Baru saja berpikir sampai disitu, Thio Seng dengan memegang seruling baja dan penggaris kumala tadi sudah mendekati kearahnya. Walaupun dalam hati kecilnya Siau Ling tak percaya kalau penggaris kumala itu mampu bentrok dengan senjata mustikanya, namun ia sama sekali tiada maksud memandang enteng lawannya, melihat Thio Seng mendekati kearahnya dia segera tarik napas panjang dan bersiap sedia. Setelah bersenjatakan penggaris kumala, keberanian Thio Seng semakin bertambah, tangan kanannya segera diangkat dan langsung membabat kedepan, Siau Ling ayun pedang pendeknya menyongsong kedatangan senjata tersebut pikirnya: "Masa senjatamu itu lebih ampuh daripada pedang mustikaku... mau coba marilah silakan dicoba. .." Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, senjata pedang dan penggaris kumala itu sudah saling membentur satu sama lainnya. Criiing.. ! ternyata penggaris kumala itu masih utuh dan sama sekali tidak cedera. Thio Seng sendiri meskipun mengetahui bahwa senjata itu merupakan benda mustika dari perkampungan Pek-in-san cung dan kerasnya bukan kepalang, tetapi melihat ketajaman pedang lawan hatinya merasa agak kuatir juga ia takut mustikanya cedera. Maka setelah terjadi bentrokan tersebut, kedua orang itu sama2 loncat mundur kebelakang untuk memeriksa senjatanya masing-masing. Setelah mengetahui bahwa pengaris kumala itu ampuh sekali, keberanian Thio Seng semakin tebal ia maju lagi kedepan sambil melancarkan serangan. Penggaris kumala ditangan kanannya khusus menangkisi pedang tajam Siau Ling sebaliknya seruling baja ditangan kirinya mengancam jalan darah penting ditubuh lawan. Oleh serangan2 lawan yang begitu gencar dengan cepat Siau Ling keteter hebat: Pedang pendeknya selalu dikunci okh sejata lawan, sementara seruling bajanya mengancam tempat2 berbahaya ditubuhnya, untuk beberapa saat ia terdesak dan mundur terus kebelakang. Menyaksikan kedudukannya sudah berada diatas angin dan serangan2nya berhasil memaksa mundur lawannya, Thio Seng semakin gencar melancarkan serangan mautnya, ia berusaha untuk melukai Siau Ling diujung seruling bajanya, Serangan yang begitu gencarnya itu telah menggunakan segenap kekuatan tubuh hasil latihan selama puluhan tahun, desiran angiti tajam men.deru2 mengikuti berkelebatnya senjata penggaris kumala, sedang totokan seruling baja mengandung gulungan angin pukulan bagaikan amukan ombak disamudra, karena itulah Siau Ling merasakan tekanannya kian lama kian bertambah kuat sehingga sukar ditahan: Bukan pemuda itu saja yang merasa terperanjat Sam ciat suthay yang berada disampingpun ikut terperanjat sementara Gak Siau cha pusatkan perhatiannya kedalam gelanggang, pedang dalam genggamannya dipegang semakin kencang. Asal Siau Ling menemui bahaya dia akan segera memberikan pertolongannya. Ditengah pertarungan yang berlangsung dengan serunya itu tiba2 Siau Ling ayun tangan kirinya kedepan, sebuah sentilan tajam memaksa seruling baja yang menyodok dadanya seketika terpental kesamping. Semua jago yang ada di sana merasa terperanjat siapapun tak tahu ilmu silat apakah yang telah digunakan Siau Ling, mereka hanya lihat sebuah sentilan yang perlahan ternyata mampu menggetarkan seruling baja Thio Seng hingga Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mencelat kesamping. Dengan ilmu sentilan mautnya Siau Ling berhasil menumbangkan semua serangan lawan, dalam keadaan begini ia segera melancarkan serangan balasan. Pedang pendeknya dengan menciptakan diri jadi selapis cahaya tajam langsung mengurung tubuh musuhnya. Bentrokan nyaring berkumandang memecahkan kesunyian segenap serangan gencar yang Dilancarkan Thio Seng berhasil dipunahkan oleh Siau Ling. Cahaya pedang yang tajam dan menyilaukan matapun kian lama kian bertambah cemerlang. Dalam waktu singkat dari posisi bertahan Siau Ling berubah jadi kedudukan menyerang dan diapun berhasil duduk diatas angin. Thio Seng berusaha untuk merebut kembali posisinya yang kian lama kian terdesak hebat itu tapi sayang ilmu pedang Siau Ling yang sempurna telah berhasil menguasai keadaan sehingga untuk beberapa waktu ia tak mampu berkutik Lagi. Melihat Siau Ling telah berhasil menguasai keadaan, Thio Seng sudah menunjukkan tanda2 akan menderita kekalahan, Sam ciat suthay segera berbisik kepada Gak siau cha: "Gak sumoay andaikata engkau tak ingin mengikat hubungan permusuhan dengan pihak perkampungan Pek insan sung, lebih baik beritahulah kepada Siau Ling agar jangan turun tangan keji Baru saja ucapan itu selesai diutarakan menang kalah sudah ditentukan dalam gelanggang. Dua sosok bayangan yang saling menubruk tiba2 berpisah satu sama lainnya. Dengan muka serius Siau Ling berdiri di sisi kalangan, pedangnya tetap disilangkan didepan dada. Sebaliknya Thio Seng dengan muka pucat pias beruntun mundur tiga langkah kebelakang, jelas ia sudah menderita luka yang cukup parah. Dengan muka hijau membesi Thio lo hujin segera menegur: "Thio Seng, parahkah tuka yang kau derita?" Dengan seruling bajanya menahan tubuh yang gontai Thio Seng menjawab setelah napasnya dapat diatur kembali. "Hujin, bocah itu berhasil mempelajari ilmu sentilan maut Sian-ci sinkang dari Bu- siang taysu.." Badannya gemetar keras dan muntah darah segar, tapi ia tetap mempertahankan diri sambil menyambung: "Ketika budak mengikuti majikan tua tempo hari seringkali kusaksikan sepuluh tokoh sakti saling bertarung satu sama lainnya, hweesio dari Siau-lim-si telah mengandalkan sentilan maut inilah seruling majikan tua, hujin kalau bertarung nanti engkau harus berhati2" Selesai mengucapkan beberapa patah kata itu, tubuhnya segera roboh terjungkal diatas tanah. Thio Lo hujin berpaling dan memandang sekejap kearah pemuda berpakaian ringkas itu, lalu katanya. "Berikan sebutir Po mia wan kepadanya" Pemuda itu mengiakan, sambil membopong tubuh Thio Seng ia segera mengundurkan diri kesudut ruangan. Perlahan2 Thio Lo-hujin maraya keatas wajah Siau Linh dengan tubuh gemetar keras menahan emosi ujarnya dengan ketus: "Siau Ling. engkau telah melukai dirinya dengan ilmu apa?"" "Ilmu totok Siu lo ci, tapi aku telah turun tangan ringan dan tidak sampai mencabut jiwanya karena aku merasa tak ada hubungan permusuhan dengan pihak perkampungan Pek in San cung. andaikata ia tidak banyak bicara niscaya luka dalam yang dideritanya tak akan separah itu, tapi ia bicara banyak dan memberitahu keadaan yang sebenarnya kepadamu, itulah yang menyebabkan lukanya makin bertambah parah, tapi tidak sampai merenggut jiwanya... asal ia beristirahat selama dua hari lukanya pasti akan sembuh.." Thio Lo hujin tertawa dingin, tukasnya. "Mati hidup orang perkampungan Pek in san cung tak usah kau kuatirkan" Siau Ling mengerutkan dahinya, ia hendak membantah tapi akhirnya niat tersebut dibatalkan. Thio lo-hujin berpaling kearah pemuda berpakaian ringkas itu, lalu serunya. "Serahkan penggaris kumala itu kepadaku" Dengan hormat pemuda itu angsurkan senjata itu kepada sang nenek, rupanya walaupun Thio Seng sudah tak sadarkan diri, namun senjata penggaris kumala itu masih dipegangnya erat2. Setelah menerima pengaris kumala itu, Thio Lo hujin berkata dengan nada dingin. "Engkau memiliki ilmu silat dari berbagai aliran, tidak aneh kalau sikapmu begitu congkak dan tinggi hati. Aku sudah tua dan hampir saatnya mati soal mati hidup bukan masalah lagi bagiku, engkau tidak usah bersikap sungkan2 lagi kepadaku, kerahkanlah segenap kepandaian yang engkau miliki..." "Aku orang she Siau dengan pihak Perkampungan Pek in sancung tidak pernah terikat dendam permusuhan apapun, tetapi jika locianpwee ingin memberi petunjuk kepadaku tentu saja boanpwee tidak akan menghindar, mari kita bertarung dan berhenti setelah saling menutul..' "Siapa bilang pertarungan ini diakhiri dengan saling menutul?" Pertarungan ini adalah pertarungan yang mempengaruhi mati hidup kita" bentak Thio lo hujin dengan gusar. "Nenek ini sudah tua, kenapa wataknya masih begitu berangasan.. " pikir Siau Ling dalam hati. Terdengar Gak siau cha berkata: "Saudaraku, mundurlah kebelakang ! biar cici yang melayani locianpwee ini beberapa jurus" "Cici, tunggulah sampai siau te berhasil dikalahkan lebih dahulu" seru sang pemuda dengan alis berkerut. "Tidak" bentak Gak siau cha dengan serius, "ayoh cepat mundur ke belakang" Siau Ling yang pada dasarnya amat menghomati Gik Siau cha. melihat sikapnya yang begitu serius tak berani membantah lagi, per-lahan2 ia mengundurkan diri kebelakang. "Locianpwee..." seru Gik Siau cha sambil memberi hormat: "Hmm siapa yang kesudian menjadi locianpwee mu, kalau mau bertempur melawan ku, cepat cabut keluar senjata tajammu!". Dari dalam sakunya Gak Siau cha ambil keluar kitab catatan ilmu seruling dari Thio Hong kemudian dengan hormat diangsurkan kedepan, ujarnya: "Harap locianpwee suka menerima lebih dahulu kitab ilmu silat ini" Meskipun Thio lo hujin ada maksud untuk menerimanya, tetapi ia merasa berat untuk mengulurkan tangannya, setelah berpikir se bentar ia balik bertanya "Sebenarnya apa maksudmu?" "Thio heng sudah berapa kali menyelamatkan jiwaku, sudah sepantasnya kalau boan pwee kembalikan kitab ilmu silat ini kepada locianpwee sebagai tanda balas budi dari diriku." "Hmm...! cucuku sudah hampir mati, mana ia mampu untuk mempelajari ilmu seruling dari kakeknya" "Kalau locianpwee tidak bersedia untuk mnenerimanya, dan andaikata boanpwee sampai terluka atau mati ditangan locianpwee, maka aku takut kitab catatan dari Thio lo cianpwee ini akan terjatuh kedalam dunia persilatan dan sukar untuk ditarik kembali" Thio Lo hujin berpikir sebentar, ia tahu betapa hebatnya persoalan itu maka sambil menerima kembali kitab pusaka dari Raja seruling katanya: "Meskipun aku sudah menarik kembali kitab pusaka milik mendiang suamiku, itu bukan berarti aku sudah mengabulkan keinginan nona" "Boanpwee tidak berani mempunyai jalan pikiran seperti itu" "Bagus sekali cabutlah senjata tajammu!" "Sebelum pertarungan dimulai boanpwee masih ada beberapa patah kata hendak dibicarakan lebih dahulu!" "Apa yang hendak kau katakan" cepat utarakan keluar", "Persengketaan yang terjadi antara aku dengan Thio heng sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan saudara Siau, tapi keadaan telah memaksa dia untuk turun tangan, hal ini merupakan suatu kejadian yang apa boleh buat...pepatah bilang tiada pertarungan yang bersifat baik, luka atau mati tak dapat dihindari lagi, aka harap setelah pertarungan ini berlangsung, baik menang maupun kalah perselisihan diantara kita harus dibikin beres sampai disini saja. "Hmm! kalau didengar dari ucapanmu itu rupanya engkau punya keyakinan untuk menangkan diriku, bukan begitu?"?" "Locianpwee salah paham, maksudku perselisihan antara kita sudah sepantasnya kalau diakhiri sampai disini saja perluli siapapun yang menangkan pertarungan ini, dan dikemudian hari kita tak boleh saling balas membalas lagi." "Kau tak usah kuatir, seandainya aku sampai mati ditanganmu maka kendatipaun pihak perkampungan Pek in san cung ada orang hendak membalas dendam maka hal ini akan terjadi sepuluh tahun mendatang kalian boleh menggunakan kesempatan tatkala pihak perkampungan Pek in san cung belum ada ahli warisnya untuk melakukan pembasmian sehingga tidak meninggalkan bibit bencana dikemudian hari...." "Locianpwee. "seru Gak Siau cha dengan alis berkerut "Jangan panggil aku sebagai locianpwee lagi" tukas Thio lohujin "engkau she-Gak dan aku she Thio, kedua belah pihak sama2 tidak ada hubungan antara yang satu dengan yang lain." Ia berhenti sebentar, kemudian melanjutkan: "Tetapi seandainya aku menangkan dirimu, bagaimana keadaannya?"" "Sekalipun mati boanpwee tak akan menyesal." "Seandainya engkau tidak sampai mati?" "Maksud locianpwee?"" seru Gak Siau cha dengan alis berkerut. "Engkau harus menerima pinangan cucu dan menjadi bininya" "Tentang soal ini, boanpwee.. " "Tak usah banyak bicara lagi, engkau tak mau juga harus mau, mampu harus mampu, ayoh cabut keluar senjatamu." Penggaris kumala diayunkan dan langsung membacok tubuh dara itu. Gak Siau cha tarik nafas dan mundur lima depa kebelakang, kepada Soh Bun serunya: "Berikan pedangmu kepadaku." Soh Bun tertegun, sambil mengangsurkan pedangnya kemuka ia merasa keheranan, pikirnya: "Bukankah diatas pinggangnya terdapat sebilah pedang lemas, kenapa tidak ia gunakan senjata tersebut sebaliknya malah pinjam senjata dengan diriku....?"" Tindakan Gak Siau cha yang meminjam pedang ini bukan saja membingungkan hati Soh Bun, bahkan Sam ciat suthay sekalianpun merasa keheranan mereka tak habis mengerti apa sebabnya gadis itu pinjam senjata orang lain dan tidak memakai pedang sendiri. Hanya Siau Ling seorang yang mengerti, ia tahu Gak Siau cha tentu sudah berhasil mempelajari isi kitab pusaka dari Raja seruling, karena memakai pedang lemas sukar untuk menggunakan ilmu seruling maka ia hendak gunakan pedang untuk menggantikan seruling dan menghadapi Thio lo hujin dengan ilmu keluarganya sendiri. Setelah menerima pedang itu, Gak Siau cha segera menyilangkan didepan dada, katanya: "Locianpwee maafkanlah bila boanpwee terpaksa bertindak kurang ajar" Thio Lo hujin sendiri sesudah melancarkan babatan tadi sama sekali tidak melancarkan serangan kembali, rupanya ia sedang menunggu lawannya untuk meloloskan senjata. Sam ciat suthay memahami kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki kedua orang ini ia tahu sekalipun Gak Siau Cha ada maKsud Mengalah tapi oleh perkataan yang diucapkan Thio lo hujin tadi membuat gadis itu tak bisa mengalah lagi pertarungan yang akan berlangsung pun pasti luar biasa dahsyatnya. Andaikata Thio lo-hujin sampai terluka atau mati dendam permusuhan tersebut tak akan dahabisi sampai disini saja, sebaliknya kalau Gak siau cha yang mati, Siau Ling pasti tak akan ambil diam jadi bagaimana pun akhir dari pertarungan ini, keadaannya sama2 tidak menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sementara ia masih termenung pertarungan telah berlangsung. Dengan andalkan keampuhan penggaris kumala itu, begitu melancarkan serangannya Thio Lo Hujin segera meneter dengan serangan serangan yang ganas dan keji, hal ini membuat Gak Siau cha terdesak hebat dan hanya mampu menangkis belaka. Sam ciat suthay kuatir sekali, ia takut Thio lo hujin turun tangan keji sehinga melukai Gak Siau cha. Pertarungan sengit berlangsung dengan serunya, dalam waktu singkat dua puluh gebrakan sudah lewat dan Gak Siau cha delama ini hanya mampu menangkis dan menghindar melulu. Sekalipun begitu, walaupun serangan yang dilancarkan Thio lo hujin amat dahsyat, tapi setiap kali Gak Siau cha berhasl pula meloloskan diri dari bahaya maut. Siau Ling jadi kuatir dan merasa tak tenang, beberapa kali ia saksikan Gak Siau cha mendapat kesempatan untuk melancarkan serangan balasan akan tetapi kesempatan tersebut selalu tak pernah digunakan tanpa terasa pikirnya didalam hati. "Rupanya ia memang ada maksud untuk mengalah.... tapi tenaga dalam yang dimiliki Thio lo hujin lihay sekali, seranganpun tajam dan ganas, satu kali kurang waspada kemungkinan besar ia akan terluka diujung senjata lawan..." Baru saja hatinya merasa kuatir, tiba tiba terdengar seruan nyaring dua sosok bayangan manusia berpisah satu sama lainnya. Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ketika ia menengok didalam gelanggang, tampaklah Gak siau-cha dengan wajah pucat pias berdiri dikalangan dengan pedang masih silangkan didepan dada Pada waktu itu Siau Ling sedang melamun maka ia tak memperhatikan dimanakah letak luka yanp diderita Gak Siay Cha, tapi di tinjau dari keadaannya jelas membuktikan bahwa ia terluka parah dengan hati terkesiap ia segera loncat kemuka dan menghadang didepan tubuh gadis itu. Thio Lo Hujin tertawa dingin, sindirnya: "Siau Ling sekalipun engkau akan menghadapi diriku dengan cara roda berputar aku tak akan jeri" "Saudara Siau, engkau boleh mundur kebelakang" bentak Gik Siau Cha dengan suara lantang. Siau Ling yang tak takut langit tak takut bumi, setelah mendengar bentakan segera mengundurkan diri kebelakang "Gak siau cha, apakah kau masih punya kemampuan untuk bertempur lagi "......" seru Thio lo hujin sambil tertawa dingin. Ga! Siau cha tarik napas panjang panjang jawabnya: "Mungkin locianpwee tclah menaruh belas kasihan kepadaku, maka serangan tadi tidak sampai menghilangkan daya tempur boanpwee ." Thio Lo hujin tertawa dingin. "Bagus sekali, kalau begitu mari kita lanjutkan kembali pertarungan ini.." "Barusan boanpwee telah menggunakan segenap kemampuan yang kumiliki untuk melakukan perlawanan, tapi tubuhku masih tetap terkena sebuah gebukan, hal ini membuktikan kalau ilmu silat yang dimiliki locianpwee memang lihay sekali" "Kalau engkau menyadari akan hal ini dan mengaku kalah serta menerima syaratku, demi cucuku aku tak akan mengungkap kembali kejadian yang telah lalu. " Gak Siau cha tertawa ewa. "Seandainya peristiwa ini terjadi pada tiga bulan berselang, boanpwee pasti sudah tak punya kemampuan untuk melakukan perlawanan lagi, tapi sekarang keadaannya sama sekali berbeda. " "Apa bedanya?" "Dalam pertarungan berikutnya ini, boanpwee akan menggunakan ilmu seruling dari keluarga Thio untuk bertarung kembali me lawan cianpwee" "Huuh...! mau pakai ilmu orang untuk melukai diriku... sialan!" "Peninggalan dari Thio locianpwee memang sangat hebat dan banyak terdapat jurus jurus yang ampuh, banyak diantaranya merupakan jurus2 aneh yang berhasil ia ciptakan setelah berada didalam istana terlarang" Thio lo-hujin tertawa dingin. "Kalau memang begitu bagus sekali. jika engkau bisa kalahkan diriku dengan ilmu seruling dari keluarga Tho, sekalipun kalah akupun rela. Tapi bagaimana kalau engkau yang kalah ditanganku?"" "Boanpwee akan gorok leher dan bunuh diri dihadapan cianpwee.." jawab Gak Siau cha sambil tertawa getir. Sorot matanya segera berputar dan menambahkan. "Saudara Siau, apakah engkau bersedia me menuhi beberapa buah permintaanku?"" "Katakanlah cici, aku pasti akan menuruti" "Seandainya aku menderita kalah ditangan locianpwee sehingga harus bunuh diri engkau tak boleh membalaskan dendam bagiku" "Tentang soal ini...tentang soal ini...siau te" "Kabulkanlah permintaanku. sundara Siau,engkau pasti tak ingin kalau aku mati dengan tidak tenang bukan?" "Baiklah, aku menyetujui" sahut Siau Ling kemudian dengan perasaan apa boleh buat. "Setelah aku mati, kumpulkanlah ranting dan kayu dan bakarlah jenazahku, kemudian bawalah abuku kedepan jenasah ibuku, aku rasa jenasah ibuku tak akan rusak lagi, bila engkau ada waktu carilah sebuah gua dan simpanlah jenasah bibi immu serta abuku didalam gua tersebut, kemudian tutuplah kembali gua itu" "Siau te turut perintah" "Masih ada satu soal lagi, yaitu Soh Bun dan Siau Hong sebenarnya adalah murid dari seorang jago lihai, sungguh tak beruntung suhunya menemui bencana dan mati, setelah bertemu dengan aku mereka merasa cocok dan rela jadi dayangku, walaupun namanya dayang padahal hubungan kami lebih erat dari saudara sendiri, bila aku sampai mati engkaupun harus baik2 merawat mereka berdua" "Siau te ingat" Isak tangis berkumandang memecahkan kesunyian: "Siocia, kalau engkau tidak beruntung dan mati dalam pertarungan, kami rela mengiringi dirimu. Siangkong tak usah repot2 merawat kami lagi" Ketika Siau Ling berpaling, dilihatnya Soh Bun dan Siau Hong sudah menangis dengan sedihnya, ia segera menghela napas panjang, katanya "Perintah cici tak berani siau-te bantah, tapi cici harus berusaha untuk mempertahankan hidupmu" "Aku tahu dendam bibi Im mu toh belum terbalas, tentu saja aku harus berusaha untuk mempertahankan hidupku" "Cici tak pernah berbuat salah, tidak seharusnya engkau punya niat untuk mencari mati." Gak Siau cha tidak memperdulikan diri Siau Ling lagi, kepada Soh Bun dan Siau Hong dia berseru "Apa yang kalian tangisi " aku belum mati !" Soh Bun dan Siau Hong tidak menangis lagi, namun air matanya masih jatuh berlinang membasahi pipi. Gak Siau cha menghela napas panjang ujarnya lagi "Tujuan locianpwee hanya membunuh aku seorang, dengan budinya yang luhur aku rasa tidak nanti dia menyusahkan kalian berdua, Siau Siangkong berjiwa besar, mereka pasti akan memberi suatu penyelesaian yang baik, ikutilah dia!" Dengan air mata bercucuran Soh Bun dan Siau Hong mengangguk, mereka tak berani banyak bicara lagi. Sorot mata Gak Siau cha perlahan-lahan dialihkan keatas wajah Sam ciat suthay, ujarnya kembali, "Setelah siau moay mati, aku harap suci suka menyampaikan rasa terima kasihku kepada suhu atas budi kebaikan yang pernah beliau berikan kepadaku" "Aku pasti akan memenuhi harapanmu itu.." Setelah menyelesaikan pesan2nya Gak Siau cha lintangkan pedangnya didepan dada dan berkata: "Thio lo hujin, sekarang engkau boleh turun tangan " Thio lo hujin tidak banyak bicara lagi penggaris kumalanya diayun dan segera melancarkan sebuah serangan Kali ini Gak Siau cha tidak menghindar atau mengalah lagi setelah meloloskan diri dari serangan tersebut, pedangnya segera berputar melancarkan serangan balasan. Pertarungan yang berlangsung kali ini jauh lebih seru daripada pertarungan semula, dengan pedang menggantikan seruling Gak Siau cha telah mencampurkan jurus serulingnya kedalam permainan pedang, cahaya tajam berkilauan diudara, sebentar menotok sebentar membabat menyerang maupun bertahan dilakukan dengan amat sempurna. Thio lo hujin sendiri jauh lebih banyak menyerang daripada mempertahankan diri. Siau Ling pusatkan segenap perhatiannya kedalam kalangan. Keadaan Gak Siau cha selalu terancam oleh bahaya, senjata pengaris ditangan Thio lo hujin berputar kencang menguasai kalangan, tapi duapuluh gebrakan kemudian keadaan segera berubah. Jurus2 aneh bermunculan dari tangan Gak Siau cha, dari bertahan ia mengambil inisiatip menyerang setelah puluhan jurus Thio lo hujin berhasil mendesak lawan, tapi serangan aneh dari gadis itu memaksa posisi berubah kembali. Setelah lewat limapuluh gebrakan, walaupun kedua belah pihak masih bertarung sengit dan menang kalah masih belum dapat ditentukan, tapi baik Siau Ling maupun Sam ciat suthay sama2 dapat melihat bahwa Gak Siau cha tak bakal kalah lagi, perubahan pedang ditangannya sering kali menunjukkan suatu keampuhan yang luar biasa. Gak Siau cha yang berada ditengah pertarungan, tiba2 merubah permainan pedangnya, secara beruntun dia melancarkan tiga buah serangan berantai. Ketiga jurus serangan ini mempunyai perubahan yang luar biasa membuat pandangan orang jadi kabur, dengan kelihaiannya Siau Ling serta Sam ciat suthay pun mampu melihat jelas asal mulanya perubahan gerak tersebut Ditengah kerlipan cahaya pedang, dengusan berat menggema memecahkan kesunyian, senjata penggaris kumala dalam genggaman Thio lo hujin terlepas diatas tanah, sambil meloncat mundur tiga depa kebelakang darah segar tampak mengucur keluar dari tangan kanannya. "Maaf.. maaf.." seru Gak Siau cha sambil memberi hormat. Dengan wajah sedih dan pandangan berkaca Thio lo hujin berkata lirih "Ombak belakang sungai Tiang kang mendorong ombak didepannya, manusia generasi baru menggantikan generasi lama. .. aku memang sudah tua" "Tiga jurus serangan berantai yang boanpwee gunakan barusan bernama tiga seruling sambaran kilat" ujar Gak Siau cha, "jurus serangan itu merupakan hasil ciptaan dari Thio locianpwee setelah terjerumus didalam istana terlarang, dengan kesempurnaan ilmu silat yang dimiliki hujin rasanya tak sulit untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi setelah membaca kitab catatan tersebut, anggaplah kitab itu sebagai balas jasa dariku dan anggap pula kitab tersebut telah balik kembali kedalam perkampungan Pek in san cung" Setelah mengalami kekalahan, Thio lo hujin sudah tak memiliki semangat untuk bertempur lagi, sambil berpaling sekejap kearah Giok siau long kun, gumamnya seorang diri: "Pembalasan ini tak dapat dihitung ringan..." "Nenek, mari kita pergi! " seru Giok siau long kun, ia meronta bangun dan dengan langkah lebar berjalan keluar dari sana. "Cun ji" teriak Thio lo hujin dengan suara lengking" siapa suruh kau berjalan sendiri.." Dengan cepat ia mengejar dari belakang. Thio Seng serta pemuda berpakaian ringkas segera mengejar dari belakang, dalam waktu singkat semua jago dari perkampungan Pek in san cung telah berlalu semua dari situ. Memandang bayangan punggung orang2 itu Gak Siau cha hanya bisa menghela napas panjang belaka, tak sepatah katapun yang dia ucapkan. Lama.... Lama.... sekali.... Akhirnya Sam ciat suthay buka suara dan bertanya, "siau moay, apa rencanamu sekarang?"" "Aku tidak punya rencana apa?" "Bersediakah engkau ikut aku menjumpai suhu?" "Apakah suci beranggapan bahwa aku harus pergi?"" tanya Gak Siau cha setelah termenung sebentar. "Perduli engkau ingin pergi atau tidak, dalam setengah tahun mendatang kau harus pergi menjumpai suhu untuk memberi penjelasan tentang peristiwa yang terjadi pada hari ini, suci akan menjadi saksi bagimu" "Terima kasih suci" "Walaupun suhu tidak begitu senang dengan ensonya Thio lo hujin, tetapi hubungan persaudaraannya dengan Raja Seruling Thio locianpwee baik sekali Giok siau long kun adalah satu2nya keturuna keluarga Thio, tentu saja suhu tak akan tega membiarkan Giok siau long kun mati karena urusan ini, meskipun diluaran sikapnya tetap dingin dan hambar tapi menurut apa yang suci ketahui, suhu telah mengumpulkan obat-obat mujarab dan membuat semacam obat mujarab untuk Thio cun, kecuali engkau bersiap sedia bentrok dengan suhu, lebih baik engkau menanyakan dahulu maksud hati suhu" "Terima kasih atas perhatian suci, siau moay tak akan melupakan untuk selamanya" "Aku berharap engkau selalu mengingat perkataanku, nah suci akan pergi dulu.." Habis berkata Habis berkata ia segera berlalu dari gua tersebut. Setelah menghantar kepergian Sam ciat suthay dan kembali lagi kedalam gua, Gak Siau cha memandang sekejap kearah Siau Ling lalu berkata sambil menghela napas panjang , "Saudaraku mengapa kau tak suka mendengarkan perkataanku?" "Ada apa sih?"" "Andaikata hanya Giok siau long kun seorang yang datang, siau te tak akan banyak urusan seperti ini, tetapi mereka terdiri dari beberapa orang sedangkan cici hanya seorang diri, sudah sepantasnya kalau aku datang memberi bantuan" Sambil menatap wajah sianak muda itu, Gak Siau cha tersenyum ujarnya kembali, "Aku tak pernah menyangka kalau dalam tiga bulan yang amat singkat bukan saja engkau berhasil membuka istana terlarang, bahkan ilmu silat yang engkau miliki telah mendapat kemajuan yang demikian pesatnya," "Kejadian ini hanya boleh dibilang kebetulan saja untung siau te tidak sampai kehilangan nyawa" "Sewaktu aku serahkan anak kunci istana terlarang kepadamu, tujuanku adalah agar engkau bisa membuka istana tersebut, dan tidak mencampuri urusan cici lagi, dalam perkiraanku Istana Terlarang sebagai tempat yang diidamkan setiap umat bulim sudah puluhan tahun belum ada jago persilatan yang berhasil menemukan, dalam waktu beberapa bulan yang singkat engkaupun pasti tak akan menemukannya. Aaai ... sungguh tak nyana tempat itu akhirnya berhasil juga kau temukan" "Kalau dibicarakan kembali, kesemuanya ini adalah berkat lindungan dari Thian sehingga kedatangan siau te ditempat itu sangat kebetulan sekali..." Diapun segera menceritakan semua pengalamannya sebelum dan setelah masuk kedalam istana terlarang. "Aaai .. engkau sudah terlalu banyak menempuh bahaya.. " Sorot matanya segera dialihkan keatas wajah Pek li Peng Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo katanya, "Engkau belum memperkenalkan nona ini kepadaku" Belum sempat Siau Ling menjawab, Pek li Peng telah mendahuluinya dan menjawab, "Aku bernama Pek li Peng, menemui nona" Melihat gadis itu halus, lincah dan menyenangkan, Gak Siau cha segera tersenyum. "Nona Pek li..." "Aku lebih muda beberapa tahun, kalau nona tidak menampik anggap saja aku sebagai adikmu!" "Baik" jawab Gak Siau cha sambil mengangguk, "aku masih belum tahu asal usul dari adikku.." "Aku dibesarkan didalam istana es di laut utara" "Kalau begitu Pek thian cuncu adalah.. " "Dia adalah ayahku" "Oooh.. tuan putri dari laut utara, bukan saja ayahmu pernah menggentarkan seluruh wilayah laut utara bahkan didaratan Tionggoanpun punya nama besar, anak buahnya telah mengumpulkkan banyak jago lihay, setiap beberapa tahun ia tentuk melakukan perjalanan kedaratan Tionggoan, dimana ia lewat setiap orang persilatan pada menaruh hormat kepadanya..." "Aku jarang mengetahui tentang tingkah laku ayahku, sedang ayahpun jarang sekali menceritakan soal dunia persilatan kepadaku.." "Oooh ... kiranya begitu... " sorot matanya segera dialihkan kearah Siau Ling dan bertanya, "Saudaraku, secara bagaimana kau bisa kenal dengan nona Pek li..." Siau Ling tidak takut bumi tidak takut langit, hanya takut pada Gak Siau Cha mendengar pertanyaan itu ia jadi ragu2, tak dijawab tak mungkin menjawab sejujurnya banyak hal yang tak leluasa untuk dikatakan, untuk beberapa saat lamanya ia jadi gelagapan: "Tentang soal ini.. tentang soal ini..." "siau moay lah yang melakukan perjalanan jauh mencari jejaknya" sambung Pek li Peng dengan cepat "Apakah ayahmu tahu?"" tanya Gak Siau Cha sambil tersenyum "Tidak ayahku tidak tahu" "Engkau tinggalkan istana es tanpa pamit, ayahmu pasti akan mencari jejaknya dimana-mana, suatu hari bila ayahmu mengetahui akan peristiwa ini, tentu ia tak akan berpeluk tangan belaka.." "Akupun mengetahui akan persoalan ini dan mungkin akan mendatangkan banyak kesulitan bagi Siau toako, tetapi aku tak dapat menguasai diri..." "Karena dua siau te pernah bertempur satu kali dengan Pak Thian cuncu..."sela Siau Ling. Gak Siau Cha terperanjat. "Apakah engkau mampu menandingi Pak thian cuncu" "Siau te menderita luka parah, tapi berhasil ditolong orang" Gak Siau Cha adalah seorang gadis yang cerdik, dari sikap Pek li Peng yang begitu tergila-gila pada Siau Ling, jika pertanyaan ini ditanyakan lebih jauh maka keadaan akan jadi tidak enak, pokok pembicaraanpun segera dirubah, ujarnya; "Saudaraku, dalam perjuangan kita tempo hari aku masih belum menanyakan keadaanmu dalam dunia persilatan belakangan ini, aku dengar nama besarmu kian lama kian bertambah cemerlang, tapi permusuhan yang diikat semakin banyak.." Setelah berhenti sebentar lanjutnya "Cuma.. aku hanya mendengarnya dari berita dunia persilatan, bagaimana keadaan yang sesungguhnya kau harus terangkan sendiri kepadaku" "Musuhkuh hanya seorang yakni Shen Bok Hong, tetapi orang ini punya hubungan yang luas sekali, setiap sudut persilatan rasanya ada anak buah serta kuku garudanya.." "Nah, itulah dia" seru Gak Siau Cha sambil mengangguk, "semakin besar pengaruh dari Shen Bok Hong, semakin jarang orang persilatan berani melakukan perlawan terhadap dirinya, hanya kau seorang saja yang berani menentang kekuasaannya.." Dalam kenyataan ia sering kali menolong Siau Ling, terhadap hasil yang dicapai Siau Ling dalam dunia persilatan tentu mengetahui dengan jelas sekali. Siau Ling menghela nafas panjang, katanya "Cici, aku tidak mempunyai niat untuk berebut kedudukan dengan Shen Bok Hong, aku hanya ingin mencegah orang itu melakukan kejahatan didalam dunia persilatan, andaikata suatu hari Shen Bok Hong bisa sadar dan bertobat, maka siau te pun..." Gak Siau Cha gelengkan kepalanya dan berkata; "Selamanya Shen Bok Hong tak bakal menyesal ataupun tobat dari dosa dosanya, diantara kau dengan dia akhirnya harus ada suatu penyelesaian secara tegas, yakni salah satu diantara kalian harus ada yang mati" Ia membereskan rambutnya yang terurai tak beraturan, kemudian menyambung lebih jauh; "sebenarnya cici ingin sekali membantu dirimu agar apa yang kau cita-citakan dapat tercapai sebagaimana mestinya, tapi sayang masalah pelik yang sedang kuhadapi saat ini masih belum ada suatu penyelesaian yang baik, aku rasa tak mungkin cici bisa membantu dirimu lagi" "Cici, apakah masalah pelik yang sedang kau hadapi sekarang masih sekitar mengenai masalah Giok siau long kun " tanya Siau Ling dengan suara lantang. "Boleh dibilang begitulah! tabiat Raja Seruling Thio Hong dimasa lampau gagah dan berjiwa besar, peraturan keluarganya ketat sekali serta lebih mengutamakan keadilan serta kebenaran bagi umat manusia, oleh karena itulah perkampungan Pek in-san-cung jarang sekali terikat oleh selisih paham atau persengketaan dengan orang2 persilatan, sebaliknya tabiat dari Thio lo hujin itu terlalu mementingkan diri sendiri dan berangasan, karena itulah hubungannya dengan sang ipar yaitu guruku selamanya tak pernah akur, sejak Thio hong mati kedua orang itu semakin jarang berhubungan satu dengan yang lain, sekalipun begitu terhadap keponakannya yakni Thio Cun guruku merasa sayang dan memanjakan hanya saja berhubung sudah banyak tahun ia mengasingkan diri sebagai seorang rahib dan imannya sudah amat tebal sekali, maka girang atau gusar perasaan hatinya tak pernah terlihat diwajahnya, andaikata Giok siau long kun benar2 menghadapi keadaan yang sangat berbahaya sehingga mempengaruhi hidup matinya, dia pasti tak akan berpeluk tangan belaka..." "Lalu apa yang hendak Cici lakukan?" "tukas Siau Ling dengan suara yang gemetar. "Sekarang aku sendiripun tak tahu apa yang musti kulakukan, terpaksa melangkah satu langkah kita berbicara satu tindak.." Siau Ling termenung beberapa saat lamanya mendadak ia menengadah dan berseru; "Cici, siaute berhasil mendapatkan satu jalan yang baik, bagaimana menurut pendapat cici?"" "Apa akalmu itu" "Biarlah Siau te yang menyelesaikan persoalan ini, pertama-tama kita mangunjungi gurumu lebih dahulu serta menerangkan duduk perkara yang sebenarnya." "Cara ini tak dapat dilaksanakan "tukas Gak Siau cha sambil gelengkan kepalanya,"suhuku paling segan untuk bercakap cakap dengan orang asing, apa lagi engkau adalah seorang pria?"" "Kenapa apakah gurumu paling benci dengan orang pria?" "tanya Siau Ling tercengang. Gak Siau cha tersenyum. "Kecuali Thio Hong seorang, tak pernah ada pria lain yang pernah masuk kedalam kuil Bu seng an tersebut. Giok siau long kun kendati amat disayang dan dimanja oleh guruku, namun diapun tidak diperkenankan melangkah masuk kedalam kuil Bu seng an barang satu langkahpun "ltu tak jadi soal aku akan menanti diluar kuil biarlah Pek ji yang masuk kedalam kuil untuk menyampaikan suratku kepadanya serta kuundang dia untuk keluar dari kuil guna merundingkan masalah ini" "Aaai...! jalan pikiranmu benar2 terlalu sederhana" "Lhoo .!" bagian mana yang tidak benar?" "Saudaraku, kendatipun dewasa ini namamu dalam dunia persilatan sudah amat tersohor dan disegani setiap orang, akan tetapi pemilik dari kuil Bu-seng-an tak nanti akan ikut tengetar hatinya oleh namamu." "Cici, aku tak bermaksud demikian" tukas Siau Ling. "aku sedang bayangkan bahwa cici adalah seorang murid yang pernah mendapat budi karena ia wariskan ilmu silatnya kepadamu maka selama berada dihadapannya engkau segan atau merasa kurang leluasa untuk mencurahkan isi hatinya, karena itu lebih tepat kalau siau-te yang menghadap, bukan saja aku tak usah ragu" bahkan dengan lebih leluasa bisa kusampaikan semua isi hati cici kepadanya." Gak Siau cha menghela napas panjang. "Aaai...! diatas nama meskipun Bu seng An-cu tidak mengakui diriku sebagai anak muridnya, dalam kenyataan ia telah menganggap aku sebagai anak muridnya, setelah bergaul selama beberspa tahun cici sudah dapat meresapi jiwa serta wataknya, kepergianmu untuk menghadap dirinya bukan saja sama sekali tak bermanfaat tapi persoalan ini, bahkan malah ada kemungkinan besar bisa merusak duduknya persoalan..." "Lalu apa yang berus kita lakukan sekarang?"?" "Hanya ada satu jalan saja yang bisa ditempuh, yakni biar cici berangkat seorang diri untuk menghadap dia orang tua "Andaikata Bu Sang nikou tak bersedia untuk mendengarkan penjelasan cici, apa yang hendak kau lakukan?" Gak Siau Cha tertawa getir, "Aku berhutang budi kepada dia orang tua karena beliau pernah mendidik serta mewariskan kepandaiannya kepadaku, karena itu aku tak dapat turun tangan bertarung dengan dirinya, aku hendak menerangkan duduk perkaranya serta kejadian secara terperinci satu demi satu, meskipun Thio Cun orang yang patut dikasihani, tetapi kesalahan bukan terletak pada diriku, oleh karenanya aku hendak mohon pengampunan darinya" "Kalau ia tak mau mengampuni dirimu" "Kalau ia memohon kepada enci Gak dengan perasaan hatinya agar enci suka membantu dirinya untuk menolong jiwa Giok siau-long-kun" apa yang hendak enci lakukan" tiba2 Pek li Peng menyela dan samping Gak Siau cha tertegun, kemudian jawabnya "Tentang soal ini, belum sempat kupikir kan sampai disitu" "Enci adalah seorang yang berperasaan halus" ujar Pek li Peng lagi, "Kalau Bu Sang An-cu memohon kepada cici dengan dengan perasan halus pula,aku rasa sulit bagi cici untuk menampik permohonannya itu" Gak Siau cha menulurkan tangannya dan membelai rambut Pek li Peng yang panjang perlahan-lahan ucapnya "Terima kasih untuk peringatanmu ini, dengan usiamu yang begitu muda lagi pula dibesarkan dalam kasih sayang dan sikap manja dari orangtua mu, ternyata dalam menilai satu persoalan amat seksama dan tajam hal ini benar2 luar biasa sekali. Aaaai...! bila ada seorang nona cantik yang begitu cerdik dan banyak akal semacam engkau yang selalu mendampingi saudara Siau, hal inibenar benar merupakan suatu bantuan yang amat besar bagi dirinya" "Pek li Peng masih belum hilang sifat kekanakannya, melihat betapa cantik dan supelnya Gak Siau Cha, ia merasa tak heran apa sebabnya Siau Ling begitu menghormati gadis tersebut. Yang paling sulit ternyata ia sama sekali tidak menaruh perasaan cemburu atau tak senang hati terhadap dirinya teringat betapa ia pernah merasa cemburu terhadap gadis itu diam2 she Pek li ini merasa malu sendiri, ujarnya kemudian sambil tertawa. "Siau toako selalu tak mau mendengarkan perkataanku" Gak Siau Cha segera melirik sekejap kearah Siau Ling, kemudian sambil tertawa serunya: "Adik Pek li amat cerdas dan banyak akal selanjutnya harus seringkali mendengarkan pendapat serta perkataannya" "Siau Ling melirik sekejap kearah Pek li Peng, kemudian kepada Gak Siau Cha sambil tertawa bantahnya" "Cici jangan percaya dengan perkataannya, dalam kenyataan setiap pendapatnya pasti kudengarkan dengan seksama ! " "Huuuh ! apa sih gunanya kalau Cuma didengarkan melulu " selamanya engkau tak mau melaksanakan menurut perkataanku" Gak Siau Cha jadi geli melihat sepasang muda mudi itu cekcok sendiri, sambil tertawa ewa ia segera berkata; "Waktu adik Pek li dibesarkan didalam istana salju dilautan udara dan diapun jarang melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, akan tetapi kecerdasan otaknya sangat membantu dirimu, selama dia berada disampingmu akupun dapat selalu berlega hati" "Andaikata cici mau melakukan perjalanan bersama kami serta memegang tampuk pimpinan didalam pergerakan ini, kemenangan yang bakal kita raih tentu jauh lebih besar.." "Kalian berangkatlah lebih dahulu" tukas Gak Siau Cha. "Setelah persoalan pribadi selesai, aku pasti akan pergi mencari kalian." "Cici, engkau seorang diri harus menghadapi musuh yang begitu tinggi, apakah engkau tidak merasa terlalu kesepian dan sebatang kara" Menurut pendapat siaute, lebih baik kita bersama-sama pergi menyelesaikan cici lebih dahulu, kemudian kita bersatu padu untuk bersama2 menghadapi Shen Bok Hong.." Ia menengadah dan menghela napas panjang, lanjutnya, "Walaupun tidak terlalu lama kau berkelana serta melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, akan tetapi terhadap cara hidup orang kang ouw sudah merasa muak sekali, andaikata kita sanggup menyelesaikan jiwa Shen Bok Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hong maka segera akan kucarai sebuah tempat yang tenang dan terpencil untuk beristirahat selama beberapa tahun dan selamanya tak akan muncul kembali dalam dunia persilatan." "Engkau bisa mempunyai bayangan seperti itu, hal tersebut menunjukkan bahwa engkau sama sekali tidak berambisi untuk mencari nama serta kekuasaan, berbicara menurut usia serta keberhasilan yang dapat kau peroleh selama ini, tindakanmu itu benar benar merupakan suatu pengecualian. Dirimu sekarang sudah bukan menjadi milikmu seorang lagi, melainkan merupakan kepunyaan dari kawan kawan persilatan dewasa ini, sekalipun engkau muak sekali dengan penghidupan dalam persilatan akan tetapi tak mungkin engkau bisa melepaskan diri dari masalah ini engkau bilang setelah membunuh Shen Bok Hong maka engkau akan mengasingkan diri dan menutup diri?" Didalam kenyataan mungkin apa yang kau harapkan itu sulit terlaksana.." "Kenapa?" Kejahatan serta kebejadan moral yang terjadi didalam dunia persilatan dewasa ini bersumber pada Shen Bok Hong seorang, asal gembong she Shen itu kita bunuh bukankah dunia persilatan segera akan menjadi tenang dan damai" Selama puluhan tahun lamanya belum tentu bisa muncul seorang gembong iblis penjahat seperti dia lagi !" "Engkau tidak percaya dengan perkataanku?" Baiklah, akan kuceritakan tentang satu persoalan kepadamu!" "Persoalan apa?"" "Seandainya engkau mengetahui siapakah pembunuh2 yang telah membinasakan bibi Im mu dapatkah engkau berpeluk tangan belaka?"" Tertegun hati Siau Ling mendengar perkataan itu, jawabnya kemudian; "Bibi Im sangat baik kepadaku, budi kebaikan yang dilimpahkan kepadaku sudah menumpuk bagaikan bukit, tentu saja aku harus balaskan dendam bagi kematiannya" "Dan bagaimana dengan urusanku?"" "Dengan sekuat tenaga pasti akan kubantu walaupun mati juga tak akan menyesal" Gak Siau Cha berpaling sekejap kearah Pek li Peng, lalu melanjutkan lebih jauh "Seandainya nona Pek li menemui kesulitan pula?" "Tentu saja aku tak dapat berpeluk tangan belaka" "Cukup...cukup...! Dalam ruangan ini semuanya ada berapa orang ?" kalau setiap orang menemui persoalan dan engkau mau tak mau harus mengurusi semuanya, bagaimana kalau dalam dunia persilatan terdapat beberapa ratus laksa orang ?" apakah engkau bisa berdiam diri belaka menyaksikan mereka terbelenggu kesulitan..." Ia berhenti sebentar, lalu dengan wajah serius melanjutkan lebih jauh : "Kehidupan dalam belasan tahun belakangan ini boleh dibilang kesemuanya dilalui dengan pelbagai kejadian serta penemuan yang aneh serta diluar dugaan. Aaai ...! Berbicara tentang soal tahayul, semua penemuan aneh yang kau alami selama ini, bukankah kesemuanya telah diatur oleh suatu tenaga tak berwujud yang maha besar dan maha kuasa?"" Siau Ling berpikir sebentar, kemudian mengangguk. "Perkataan cici benar sekali, siau te pasti akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk menyelamatkan umat persilatan dari bencana besar serta berusahauntuk menegakkan kebenaran serta keadilan dalam kolong langit" Sambil tertawa Gak Siau Cha manggut. "Kalau engkau bersedia mendengarkan nasehatku, aku merasa amat gembira. Nah! Sekarang kalian berangkatlah lebih dahulu" katanya, "kini keadaanmu ibaratnya lentera yang menerangi seluruh dunia persilatan, karena urusanku sudah berapa bulan lamanya engkau mengasingkan diri ditengah pegunungan yang terpencil, janganlah kau lumpuhkan kekuatan dalam bulim yang baru saja bangkit untuk menentang Shen Bok Hong akibat lenyapnya jejakmu, sebab engkau sudah amat mempengaruhi jatuh bangunnya seluruh kebenaran dalam kolong langit tunggulah sebentar! Akan kubereskan tempat ini sejenak kemudian kita bersama sama tinggalkan tempat ini" "Cici mengapa engkau segan untuk melakukan perjalanan bersama-sama kami..." "Tadi aku sudah pikirkan persoalan ini dengan masak, cici rasa persoalan yang menyangkut tentang diriku lebih baik diselesaikan oleh cici sendiri, ketahuilah suciku itu meskipun bergelar Sam ciat atau tiga pantangan didalam kenyataan satu pantanganpun tak mampu dilaksanakan ia mempunyai hubungan batin yang amat mendalam dengan diriku, sekembalinya dikuil ia pasti akan menjelaskan duduk perkara dengan amat jelas kepada suhu, kalau engkau mengikuti diriku maka hal ini malahan akan membuat suhu jadi salah paham sebab itulah aku rasa lebih baik biarlah aku pergi menemui suhu seorang diri saja" "Andaikata suhumu itu memaksa engkau untuk menerima kehendaknya?"" Tanya Siau Ling dengan nada kuatir. "Suhuku adalah seorang bijaksana, ia pasti dapat menyelesaikan persoalan ini dengan sebaik baiknya, jika kubeberkan semua keberatan serta alasanku rasanya dia tak nanti akan memaksa diriku untuk menuruti kemauannya" "Akupun hendak memohon kepada cici, aku harap engkau suka mengabulkan permintaanku ini" "Apakah permintaanmu itu?" Sekarang kau sudah menjadi seorang pendekar yang amat tersohor dikolong langit, kenapa kalau bicara masih seperti waktu kecil dulu saja?"" "Selama berada dihadapan cici, aku tetap adalah seorang bocah cilik, aku rasa selamanya aku tak bakal tumbuh jadi dewasa" "Sudahlah katakan cepat apakah permintaanmu itu?"" "Aku harap cici suka menentukan saat perjumpaan dengan diriku, sampai waktunya kalau cici tidak datang menepati janji, maka akan kupimpin seluruh jago yang ada dikolong langit untuk menyatroni kuil Bu Seng an serta minta pertanggung jawaban dari Bu Seng An cu. Gak Siau Cha segera mengerutkan dahinya sesudah mendengar perkataan itu. "Tentang soal ini..." "Kalau cici tidak mengabulkan permintaanku ini, maka siau te pun akan bersikeras untuk mengikuti terus diri cici kemanapun engkau pergi." Gak Siau Cha gelengkan kepalanya tanda kehabisan akal, serunya kemudian dengan perasaan apa boleh buat; "Baiklah ! kita tentukan saja setengah tahun kemudian dalam kuil Pek in koan di atas gunung Thay san..." "Tidak bisa, setengah tahun terlalu lama" "Kalau begitu tiga bulan kemudian!" "Cici ! kata Siau Ling dengan sedih, "untuk berjumpa dengan gurumu serta membicarakan masalah tersebut, dalam dua tiga hari saja sudah bisa diambil keputusan, kenapa engkau musti suruh aku untuk menunggu sebegitu lamanya?"" "Mungkin aku harus bersilat lidah serta bicara tiada hentinya untuk menggerakkan hati guruku, untuk itu dalam sepuluh sampai setengah bulan aku bura akan berhasil!" "Kalau begitu kita tetapkan satu bulan saja, kalau didalam satu bulan enci masih tak ada kabar beritanya maka aku akan segera menyusul dirimu kekuil Bu seng an" "Tahukah engkau berapa jauh jaraknya dari sini menuju kekuil Bu seng an tersebut?" "Entahlah, aku tak tahu!" "Nah itulah dia! Dari sini menuju kekuil Bu seng an paling sedikit harus melakukan perjalanan antara sepuluh hari sampai setengah bulan, waktu sebulan mana cukup untukku?"" "Enci Gak, kalau memang begitu demikian saja" seru Pek li Peng dari samping, "kita hitung batas waktu itu sejak berpisah satu bulan kemudian kalau enci Gak masih tetap tak ada kabar beritanya maka kami akan segera berangkat kekuil Bu seng an, jika cici dalam keadaan sehat wal afiat maka silahkan engkau menantikan kami diluar kuil." Gak Siau Cha masih ingin menampik,tapi Siau Ling dengan cepat telah menyambung lebih jauh; "Apa yang enci ucapkan selamanya pasti akan kuturuti, kenapa perkataan dari siau te tak sepatah kata pun yang suka cici dengar?" Gak Siau Cha benar-benar dibikin apa boleh buat, akhirnya dia menghela napas panjang dan berkata; "Baiklah! Mulai besok kita hitung batas waktu itu, satu bulan kemudian kalau kalian berangkat kesana mungkin masih agak kepagian" Siau Ling tertawa "Kalau begitu kita kan tiba diluar kuil Bu seng an pada satu bulan lebih satu hari kemudian" Jelas sekali pemuda itu kegirangan atas keputusan tersebut, mukanya nampak berseri-seri. Tiba2 Pek li Peng mengerutkan dahinya dan bertanya; "Cici, lalu dimanakah letak dari kuil Bu seng an tersebut?"" Gak Siau Cha agak sangsi, setelah termenung dan berpikir sebentar akhirnya dia menjawab "Diatas bukit See yang san dalam bilangan propinsi Kwang see, sekarang kalian boleh berangkat" Siau Ling serta Pek li Peng saling bertukar pandangan sekejap, kemudian mereka sama2 memberi hormat, serunya: "Cici, engkau harus baik2 berjaga diri!" Setelah berkata berangkatlah mereka meninggalkan tebin Toan hun gay tersebut. Pek li Peng menengadah memandang keadaan cuaca, ia lihat sang surya telah tenggelam dilangit barat, burung berkicau terbang kesarangnya dan tanda senja mulai menyelimuti seluruh angkasa. Siau Ling menghembuskan napas panjang, ujarnya, "Peng ji, ada satu persoalan yang selama ini tak kupahami, apakah engkau bersedia menerangkan kepadaku?"" "Mengenai persoalan apa?"" "Kenapa enci Gak tak bersedia untuk melakukan perjalanan bersama sama kita, sebaliknya suruh kita berangkat lebih dahulu?"" Pek li Peng termenung dan berpikir sebentar, lalu menjawab ; "Mungkin saja dia masih ada sedikit urusan yang harus diselesaikan lebih dahulu?"" "Urusan apa?"" "Mungkin saja persoalan pribadi dari kaum gadis.." senyuman yang semula menghiasi wajahnya tiba-tiba lenyap, sesudah menghela napas panjang sambungnya lebih jauh; "Aku benar2 merasa amat menyesal!" "Apa yang kau sesalkan?"" Merah padam selembar wajah Pek li Peng karena jengahnya, setelah sangsi sebentar dia menjawab "Sebelum berjumpa dengan nona Gak, aku selalu kuatir bilamana ia tak senang melihat aku, sungguh tak nyana dia adalah seorang gadis berjiwa besar, aku telah membayangkan yang bukan2 tentang dirinya dengan pikiran seorang manusia rendah, kalau diingat kembali aku benar2 merasa amat menyesal" Siau Ling tersenyum "Sedari dahulu bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa enci Gak adalah seorang gadis yang berjiwa besar, siapa suruh engkau tidak mempercayainya,?" Nah! Sekarang tentunya kau sudah rasakan bukan bagaimana kalau rasa kuatirmu itu hanya sia2 belaka?"" Pek li Peng mencibirkan bibirnya dan berseru, "Huuuh, ... sekarang engkau telah mendengarnya, dalam hati tentu merasa amat gembira bukan?"" 75 Aku bisa membantu nona Gak, tentu saja hatiku merasa amat gembira sekali!" "hmm! Tentunya tidak hanya begitu saja bukan?"" "Lalu masih ada apa lagi?"" "Hmmm! perkataan dari enci Gak, tentunya engkau sudah mendengar bukan..?"" "Apa yang dikatakan oleh enci Gak" " seru Siau Ling keheranan, "kenapa aku sama sekali tidak teringat lagi?"" "Engkau benar2 sudah tak teringat" Ataukah sudah tahu tapi pura-pura bertanya lagi?"" "Tentu saja aku benar2 tak tahu." "Aaai...! Perkataan sepenting itu masa engkau benar2 tidak mengingatnya didalam hati?"" "Peng ji engkau tak usah berputar kayuh lagi, lebih baik katakanlah secara langsung?"" Melihat pemuda itu bukan lagi berlagak pilon, Pek li Peng segera berkata; "Enci Gak bukankah pernah mengatakan kepada Sam ciat suthay bahwa didalam surat wasiat ibunya ia telah dijodohkan kepadamu?" Toakoku yang tolol... meskipun dia mengucapkan kata2 itu untuk Sam ciat suthay tetapi hal ini sama halnya dengan memberitahukan kepadamu secara terus terang ! bukankah hal ini menunjukkan pula kalau enci Gak telah memberitahukan kepadamu jika dia telah jadi calon istrimu?" Siau Ling berpikir sebentar, kemudian menjawab, "Sedikitpun tidak salah agaknya enci Gak memang pernah mengucapkan kata2 semacam itu, tetapi dia mengucapkannya hanya sebagai suatu siasat untuk menanggulangi posisinya pada waktu itu saja..." "Bagi seorang gadis nama baik dan kesucian badan adalah suatu persoalan yang maha penting, aku tak percaya kalau ia berani mengucapkan kata kata semacam itu secara sembarangan !" Siau Ling menghentikan langkah kakinya lalu berpaling dan memandang sekejap kearah Pek li Peng, air mukanya menunjukkan perubahan yang amat serius. Belum pernah Pek li Peng mengalami kejadian seperti ini, terutama pandangan sang pemuda dengan wajah kereng serta serius, tanpa terasa jantungnya berdebar keras, pelahan lahan kepalanya ditundukkan kebawah dan bertanya dengan suara lembut, "Ooooh..! apakah aku telah salah berbicara?"" "Mungkin perkataanmu itu tidak salah, tetapi aku harus memberitahukan semua persoalan yang sedang kupikirkan Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo didalam hati kepada dirimu" Pek li Peng menengadah serta memandang kearah Siau Ling dengan pandangan bimbang serta tak habis mengerti, katanya; "Katakanlah toako... siaumoay akan mendengarkan semua perkataan itu dengan seksama. "Didalam pandanganku enci Gak adalah seorang dara yang maha agung serta tidak pantas diganggu atau dinodai nama baiknya, aku tidak pantas untuk menikah dengan dirinya, Giok siau long kun juga tidak pantas untuk mempersunting dirinya, lain kali engkau jangan mengucapkan kata2 yang menyinggung tentang nama baik enci Gak lagi.." Tiba-tiba ia tertawa lebar dan menambahkan; "Sekarang kita harus melanjutkan perjalanan dengan cepat, sebelum malam menjelang tiba, kita sudah harus melewati pada rumput yang amat liar ini..." Pek li Peng gelengkan kepalanya, bibir bergetar seperti mau mengucapkan sesuatu namun niat itu akhirnya dibatalkan, ia segera mempercepat langkah kakinya menyusul dibelakang Siau Ling. Ketika padang rumput yang amat luas itu berhasil diseberangi, sang surya sudah lenyap dari pandangan mata dan senja yang remang-remang menyelimuti seluruh jagad. "Toako, kita akan berangkat menuju kemana?"" tanya Pek li Peng. Lama sekali Siau Ling termenung dan berpikir, laku menjawab; "Sejak terjadinya pertempuran sengit melawan Shen Bok Hong dibawah tebing In wan Hong, entah bagaimanakah situasi didalam dunia persilatan dewasa ini ?" malam ini terpaksa kita harus melakukan perjalanan cepat untuk berjalan keluar dari daerah pengunungan ini, kemudian mencari tempat yang sepi dan tenang untuk beristirahat sejenak, keesokan harinya baru berangkat menuju kekota Heng yang untuk menyusun rencana lebih jauh" "Sejak sepasang pedagan dari kota Tiong ciu berlalu, dia pasti akan menyebar luaskan kabar berita mengenai kepergian toako Heng san kepada semua jago yang ada dikolong langit, dugaanku tidak salah maka setelah keluar dari daerah pegunungan ini kemungkinan besar kita sudah dapat berhubungan dengan orang2 persilatan, tetapi aku tak bisa menduga dengan tepat orang pertama yang bakal kita temui adalah sahabat atau lawan?"" "Sepasang pedagang dari kota Tiong ciu adalah seorang manusia yang cermat dan tak sama, tak mungkin dia bocorkan jejak kita kepada semua kawan bu lim" "Sepanjang perjalanan kita memburu kesini, apakah tak seorang manusiapun yang pernah melihat kita?" Bagaimanapun juga bertindak hati2 tetap merupakan suatu perbuatan yang tidak merugikan bagi kita, bukankah begitu?"" "Enci Gak memuji akan kecerdikanmu, nampaknya ucapan itu sedikitpun tak salah, sekarang apa yang harus kita lakukan". "Kita harus menyaru serta menghindarkan diri dari pengawasan orang, bukankah engkau hendak menyelidiki situasi dalam dunia persilatan " Nah! Lebih cocok kalau penyelidikan itu dilakukan secara diam2" Siau Ling mengangguk tiada hentinya. "Benar juga perkataanmu itu" sahutnya, "tapi.... Kita harus menyaru menjadi manusia macam apa?"" "Malam ini kita tetap berdandan seperti biasa, besok pagi2 kita dapat menyaru sebagai sepasang imam dan berusaha menyusup turun gunung" "Bagaimana dengan engkau?"" apakah kau juga akan menyaru sebagai seorang imam?"" "Aku akan menyaru menjadi seorang imam cilik yang mengiringi perjalananmu, dengan begitu sepanjang perjalanan gerak-gerik kita tidak akan menimbulkan kecurigaan serta perhatian orang lain" "Tapi sayang kita tidak membawa pakaian untuk menyaru... jadi bagaimana baiknya?"" "Tak menjadi, sewaktu naik gunung tempo hari aku ingat bahwa kita pernah melalui samping sebuah kuil too koan, jaraknya dari sini tidak terlalu jauh, malam ini kita dapat mencuri dua stel pakaian milik mereka" "Seorang lelaki sejati tak akan minum air bekas pencurian, tidak mengambil pakaian milik orang, sekarang bagaimana jadinya?" "Kalau memang begitu kita tinggalkan saja uang perak didalam itu, bukankah hal ini sama artinya dengan membeli dua stel pakaian mereka?"" Siau Ling tersenyum dan tidak berbicara lagi. ---oo0dw0oo--- Jilid 15 TIBA tiba Pek li Peng teringat akan sesuatu dan berkata kembali: "Toako, sewaktu berada didalam istana terlarang tempo hari engkau telah berhasil mendapatkan sebuah kotak kayu, selama ini belum pernah kita buka kotak kayu tersebut, siapa tahu kalau isi kotak itu adalah suatu benda yang amat berharga sekali?" "Secara tiba2 kenapa kau teringat akan persoalan itu?"" "Sedari dulu sudah kuingat akan persoalan itu, hanya saja berhubung selama beberapa hari ini toako selalu rajin melatih ilmu silat dan bersiap siap untuk membantu enci Gak, maka karena takut mencabangkan pikiranmu, selama ini tak berani kuungkap lagi" Diatas kotak peti itu berukiran sebuah lukisan sang Buddha, rupanya isi dari kitab tersebut adalah sejilid kitab sembahyangan" Pek li Peng segera gelengkan kepalanya, "Aku masih ingat pintu besi yang digunakan untuk menyimpan kotak kayu itu rupa belum pernah dibuka orang, seandainya didalam Istana Terlarang benar2 terdapat barang yang paling utuh maka kotak kayu itulah merupakan benda yang paling utuh, karena orang yang masuk kedalam istana terlarang mendahului kita itu sama sekali pernah memasuki ruang batu tersebut" "Sedikitpun tidak salah! " "Semoga saja sepasang pedagang dari kota Tiong-ciu dapat menyimpan kotak kayu secara baik2." Kedua orang saudaraku itu selama hidup paling gemar mengumpulkan, emas perak intan permata, karena itu orang persilatan diberi julukan sepasang pedagang dari kota Tiong ciu kepada mereka berdua, menurut apa yang diketahui harta kekayaan yang dimiliki kedua orang itu boleh dibilang bisa menandingi kekayaan suatu negara. Hanya saja beberapa tahun belakangan ini sifat mereka agaknya mengalami perubahan besar, terhadap harta kekayaan mereka sudah tidak begitu tertarik lagi" "Semoga saja mereka tidak membuka kotak tersebut karena perasaan ingin tahu" Keesokan harinya baru saja fajar baru saja menyingsing diufuk timur, dari sebuah jalan kecil gunung Heng san munculah dua orang imam Seorang adalah imam berjubah hijau yang mempunyai jenggot hitam sepanjang dada sedang yang lain adalah seorang imam cilik yang menyoren sebilah pedang pada punggungnya. Langkah kedua orang imam tersebut amat lambat sekali, sambil menuruni bukit tersebut sepasang matanya berputar kian kemari menikmati keindahan alam yang terbentang disekeliling tempat itu. Sesudah melakukan perjalanan sejau belasan li, akhirnya sampailah kedua orang itu disebuah persimpangan jalan. Terdengar imam baju hijau itu berkata dengan suara lirih; "Peng ji ayoh kita percepat perjalanan kita, mungkin kota Heng yang sudah tidak terlalu jauh lagi" "Eeeei... lihatlah bukankah dari sana muncul manusia?" Sambung sang imam cilik dengna cepat. Rupanya imam tua berjenggot hitam itu bukan lain adalah hasil penyaruan dari Siau Ling, sedangkan imam cilik itu adalah penyaruan dari Pek li Peng, sigadis yang cerdas itu. Siau Ling segera menengadah keatas, tampaklah olehnya dua ekor kuda berlari dengan cepatnya menghampiri mereka, dalam sekejap mata pendatang itu sudah berada dihadapan mereka bedua. Pada kuda pertama duduklah seorang pemuda berusia dua puluh tujuh delapan tahunan dengan sebilah pedang tersoren diatas punggungnya dan pakaian ketat membungkus tubuhnya, orang itu bukan lain adalah Chan Yap Cing dari partai butong. Pada kuda yang kedua duduklah seorang pria kekar berwajah persegi dengan mata besar, alis tebal, hidung mancung serta penuh cabang diatas wajahnya, dia bukan lain Loo ji dari Tiong lam ji hiap yakni Teng It Lui adanya. Siau Ling merasa amat gelisah sekali, pikirnya didalam hati. "Kenapa kedua orang ini bisa sampai disini?" Apa mau mereka?" Berpikir demikian, ia segera merentangkan tangannya dan menghadang jalan pergi kedua orang itu. Tatkala menyaksikan ada seorang imam berjenggot hitam menghadang jalan perginya, Chan Yap Cing segera menarik tali les kudanya, diiringi suara ringkikan panjang kuda itu angkat sepasang kaki depannya keudara, dengan begitu lari sang kuda yang amat cepatpun berhasil ditahan. Teng It Lui pung menarik tali les kudanya namun binatang itu tetap melanjutkan terjangannya hingga mencapai dua tiga tombak kedepan sebelum akhirnya berhenti pula. Sesudah mengalami banyak pengalaman dan kejadian besar, tabiat Chan Yap Cing tidak seberangasan tempo dulu lagi. Diamatinya sebentar wajah Siau Ling, kemudian sambil loncat dari atas kuda ia memberi hormat dan menegur, "Toatiang, ada urusan apakah engkau menghadang jalan pergiku?" Apakah aku boleh tahu?" Siau Ling tersenyum. "Aku adalah Siau Ling, Chan heng! Engkau hendak pergi kemana?"" serunya. "Apa?" Engkau adalah Siau Ling?" tanya Chan Yap Cing dengan wajah sangsi dan tidak percaya. "Sedikitpun tidak salah, aku adalah Siau Ling. Masa Chan heng tidak dapat mengenali suaraku lagi?"?" "Siau heng mengapa engkau memakai pakaian jubah seorang imam?"?" Siau Ling mengawasi sejenak sekeliling tempat itu, lalu balik bertanya dengan suara lirih; "Apakah Chan heng masih tetap tidak percaya?"" "Walaupun siaute masih dapat mengenali suaramu sebagai suara dari Siau heng. Akan tetapi aku tidak berani meyakininya seratus persen!" "Chan heng datang kemari hendak mencari siapa?" "Kami datang kemari hendak mencari Siau heng?"?" "Rupanya ada persoalan penting yang hendak disampaikan kepadaku" pikir Siau Ling didalam hati, Sesudah termenung sebentar lalu berkata. "Aku benar2 adalah Siau Ling, didepan situ ada rumah seorang petani mari kita sebuah ruangan dari mereka, setelah siaute membuktikan asal usulku yang sebenarnya kita baru berbicara lagi, bagaimana?"" setuju bukan?"" "Ehmm! memang sudah seharusnya begitu "jawab Chan Yap Cing sambil mengangguk: Chan Yap Cing segera mendekati Teng It Lui serta menyampaikan maksud sianak muda itu. dan berangkatlah keempat orang itu menuju kerumah seorang petani. Semua padri didalam rumah petani itu telah pergi kesawah, yang ada dirumah tinggal sang nenek dengan menantunya. Chan Yap Cing segera meminjam sebuah ruangan, disanalah Siau Ling segera melepaskan penyaruannya serta memperlihatkan raut wajah aslinya. Sesudah mengetahui bahwa orang yang dihadapinya bukan lain adalah Siau Ling dengan cepat Chan Yap Cing menggenggam tangan kanan sang pemuda sambil berkata: "Sepasang pedagang dari kota Tiong-ciu hanya mau mengatakan bahwa Siau tayhiap pada saat ini sedang berada digunung Hengsan, mereka tak mau menerangkan berada di gunung Hengsan sebelah mana, suheng kami mengajak mereka untuk datang kemari mencari Siau heng akan tetapi kedua orang itu tidak bersedia dalam, dalam keadaan apa boleh buat terpaksa secara diam2 suhengku segera mengutus siaute serta Teng Ji hiap untuk berangkat kegunung Heng san untuk mencari jejak Siau tayhiap. Gunung Heng san begitu luas mencapai ratusan li dengan puncak yang tak sedikit jumlahnya, kami benar2 tidak mempunyai keyakinan untuk berhasil menemukan diri Siau tayhiap, sungguh tak nyana dtengah jalan kita bisa saling berjumpa muka, rupanya Thian benar2 telah memberi jalan terang kepada umatnya." Siau Ling mengenakan kembali jenggot palsu serta penyaruannya, kemudian baru berkata; "Chan-heng, engkau bersusah payah datang mencari diriku, apakah ada urusan penting yang hendak disampaikan kepadaku?" "Aaaai.! kalau bukan keadaan yang amal mendesak dan terpaksa, tidak nanti suhengku begitu gelisah dan cemas untuk bisa bertemu dengan Siau tayhiap." "Sekarang suhengmu berada di mana?" dan bagaimana dengan situasi didalam dunia persilatan?"" "Sejak Siau tayhiap berangkat menuju ke bukit Bu gi san, gerakan yang dilakukan perkampungan Pek-hoa san cung semakin hebat dan brutal. Dimanapun mereka melakukan bentrokan dan keonaran, banyak jago2 silat yang dijagal oleh mereka. Tetapi partai partai besar serta perguruan kenamaan diseluruh kolong langit rupanya sudah mulai menyadari bahwa mereka tak bisa berpeluk tangan belaka, jikalau tidak melakukan perlawanan maka perkampungan Pek hoa san cung pasti akan menelan mereka bulat2 ditambah pula dalam dunia persilatan sudah seringkali tersiar berita bahwasanya jika perkampungan Pek hoa san cung berulang kali menderita kekalahan ditangan Siau tayhiap, hal ini membuat semangat mereka bertambah besar..." Tiba2 ia memperendah suaranya dan melanjutkan lebih jauh. Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Bahkan pihak Kuil siau lim pun sudah mulai menyadari, apabila tidak menggunakan kesempatan ini untuk mencegah ambisi serta kebrutalan dari pihak perkampungan Pek hoa sancung, kemungkinan besar dikemudian hari sudah tiada peluang lain untuk menghalangi kebrutalan orang2 itu lagi maka dari itu secara diam-diam mereka telah mengutus dua puluh kelompok jago lihaynya untuk bentrok dan bertempur melawan orang2 dari perkampungan Pek hoa san cung, hanya saja sampai detik ini mereka masih belum berani secara terang terangn berjuang dengan nama partai Siau lim. Siau Ling menghela napas panjang setelah mendengan laporan tersebut, ujarnya: "Hal itu sama sekali tak ada gunanya, dalam setiap pantai besar serta perguruan besar yang ada dalam dunia pensilatan semuanya telah terselip mata2 dari perkampungan Pek-hoasan cung, bagaimana ketatnya rahasia itu dipegang teguh, asalkan mereka melakukan pergerakan maka dengan cepatnya Shen Bok Hong akan mengetahui kejadian tersebut. Chan Yap Cing mengambil keluar sekeping uang perak dan diletakkan diatas meja, kemudian berkata lagi: "Suhengku serta Sun Locianpwee ditambah pula para jago lihay yang telah berkumpul dengan kami bersama2 telah berangkat menuju ke propinsi Oulam ketika mendengar bahwa Siau tayhiap telah memasuki gunung Heng san, sekarang mereka berada ditengah bukit Gi li san...." "Baik ! setelah bertemu dengan suhengmu dan Sun loocinpwee serta setelah kuketahui situasi dunia persilatan yang sebenarnya, kita baru mengadakan perundingan kembali." Sesudah terhenti sebentar, dia melanjutkan: "Didalam wilayah propinsi Oulam apakah terdapat pergerakan dari orang orang pihak perkampungan Pek hoa san cung ?"" "Kemarin serta pagi tadi aku serta Teng Ji hiap sudah dua kali bertempur dengan orang. Tetapi pihak lawan segera mengundurkan diri sesudah bertempur sebentar hingga kini kami berdua masih belum tahu apakah mereka adalah orang dari perkampungan Pek hoa sancung atau bukan.." Ia berpaling memandang sekejap kearah Teng Ji hiap. kemudian meneruskan lebih jauh "Masih ada satu hal berhasil siau-te ketahui secara samar2 sesudah bertemu dengan suhengku nanti dia tentu akan membicarakannya dengan Siau tayhiap lebih jelas lagi." Pada waktu itu Siau Ling sedang melangkah keluar dari ruangan, ketika mendengar perkataan itu ia segera menghentikan langkah kakinya sambil berkata: "Persolan apakah itu?" dapatkah Chan heng memberitahukannya lebih dahulu kepadaku?"" "Dalam dunia persilatan telah tersiar kabar berita yang mengatakan bahwa Su hay Kuncu telah bekerja sama dengan pihak perkampungan Pek hoa san cung benarkah berita ini dan bisa dipercayakah kabar tersebut hingga kini masih sulit untuk dibuktikan kebenarannya" "Mahluk yang sejenis akan berkelompok mungkin saja dalam keadaan yang terdesak pihak perkampungan Pek hoa sancung telah bekerja sama dengan Su Hay Kuncu.." Dia tarik napas panjang, kemudian menambahkan: "Kalau mereka telah bersatu padu hal ini jauh lebih baik lagi daripada kita musti repot2 untuk membasmi mereka satu persatu" Teng It Lui yang selama ini tidak pernah buka suara tiba2 menyambung dari sisi kalangan; "Aku lihat Sun locianpwee merasa kuatir dan murung sekali atas bekerja samanya pihak perkampungan Pek hoa san cung dengan Su hay Kuncu, dia orang tua yang selamanya gagah dan tidal gentar menghadapi segala sesuatu apapun, tetapi setelah mendengar berita itu secara tiba2 ia membungkam dalam seribu bahasa, lama sekali tidak bersuara dan batinnya tampak murung dan tersiksa sekali hal ini dengan jelas tertera diatas raut wajahnya." "Berbicara dari keadaan dunia persilatan pada saat ini, baik perkampungan Pek hoa san cung maupun Su hay Kuncu merupakan dua kekuatan sesat yang paling berkuasa dalam dunia persilatan dewasa ini, jikalau kedua kekuatan sesat ini berkumpul jadi satu tentu saja berita ini amat mengejutkan hati, cuma dengan adanya kejadian ini mendatangkan kebaikan pula untuk kita..." "Kebaikan apa " " "Dengan demikian maka siapa musuh siapa teman bisa terbagi dengan jelas sekali, dan didalam pertarungan yang akan berlangsung kemudian kita bisa secara langsung membasmi mereka hingga seakar akarnya" Teng It Lui maupun Chan Yap Cing tidak tahu kalau Siau Ling sudah memasuki istana terlarang dan ilmu silatnya telah memperoleh kemajuan yang amat pesat, ketika mendengar perkataan pemuda itu amat besar sekali, terpaksa mereka hanya membungkam dalam seribu bahasa. "Mau kita berangkat! "seru Pek li Peng kemudian. Karena kurang hati2 ia telah menggunakan suara dari gadisnya. Timbullah kecurigaan dalam hati Chan Yap Cing, dengan pandangan mata yang tajam ia menatap wajah Pek li Peng tanpa berkedip, bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu namun akhirnya maksud itu dibatalkan. Siau Ling segera tersenyum dan berkata. "Oooh yaa... Siau te sudah lupa memperkenalkan kalian berdua.." Sambil menuding kearah Pek li Peng lanjutnya. "Dia adalah nona Pek li.." Kemudian sambil memandang kearah Chan Yap Cing serta Teng It Lui tambahnya kembali, "Dia adalah Chan Yap Cing tayhiap, sedang yang itu adalah Teng It Lui salah satu dan Tiong lam ji hiap" "Menjumpai saudara berdua "kata Pek li Peng kemudian sambil menberi hormat. Baik Chan Yap Cing maupun Teng It Lui sama2 balas memberi hormat dan tidak berbicara lagi. Siau Ling tahu andaikata dia mengatakan asal usul Pek li Peng, maka kedua orang itu tentu akan bertanya ini itu tiada hentinya, dan diapun pasti akan bicara panjang lebar, oleh sebab itu pemuda itupun tidak menerangkan panjang lebar. Sambil alihkan pokok pembicaraan kesoal lain ujarnya. "Kalian berdua boleh melakukan perjalanan lebih dahulu dengan menunggang kuda, aku serta nona Pek li akan menyusul dari belakang, sewaktu datang kalian berdua mendapat hadangan ditengah jalan, waktu kembalipun pasti ada pula yang menghadang jalan pergi kalian aku serta nona Pek li segera akan menyusul sambil melihat siapakah sebenarnya pihak lawan itu" "Kami akan menuruti perintah "jawab Chan Yap Cing, habis berkata ia putar badan lebih dahulu, Teng It Lui mengikuti dibelakang Chan Yap Cing, dengan cepat kedua orang itu berlalu lebih dahulu dengan menunggang kuda menuju kearah depan. Sedangkan Siau Ling serta Pek li Peng mengikuti dibelakangnya dengan berjalan kaki. Kedua belah pihak tetap mempertahankan jaraknya pada Naga Sasra Dan Sabuk Inten 19 Pendekar Rajawali Sakti 190 Dedemit Pintu Neraka Istana Pulau Es 9