Bujukan Gambar Lukisan 14
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 14 di depan Lauw Chin dan Sim Yok. Dengan lantas dia mengasih dengar tertawanya yang tak sedap, sedang sinar matanya sangat tajam. "Inilah saat kematianku..." pikir kedua orang itu. Tertawa orang sangat menusuk telinga mereka. Menyusul berhenti tertawanya, orang itu mengulur sebelah tangannya yang lebar, sebab kelima jarinya direnggangkan, untuk setiap jarinya itu dipakai menotok! Dia jangkung dan kurus, tangannya pun panjang. Di saat maut mengancam Sim Yok dan Lauw Chin itu, dari luar terdengar bentakan nyaring, lalu dua bayangan berlompat masuk. "Tie loocianpwee!" berteriak Sim Yok kegirangan, karena ia mengenali suaranya Tie Sin Hong dan Houw-yan Tiang Kit. Si jangkung itu memutar tubuh, segera dia menyerang Sin Hong. Sebaliknya Sin Hong sudah lantas menyerang padanya. Si jangkung menjerit dia menarik pulang tangannya. Houw-yang Tiang Kit lompat ke belakang orang itu, dia lantas menyerang dengan pukulannya " Geledek menyambar" Si jangkung liehay, dia gesit sekali, ketika dia merasa angina menyambar punggungnya, dia berkelit dengan lincah. Setelah itu dia berlompat tinggi. Satu suara nyaring dan berisik menjadi kesudahannya lompat tinggi orang itu, yang telah menghajar wuwungan hingga tembus darimana dia molos menghilang. Debu pun meluruk turun. Itulah tipu silat "Tok bong coet kiat" atau Ular berbisa keluar dari liang. "Saudara Tie, kau tolongi bawa dua saudara ini pulang ke hotel, akan aku susul orang itu," kata Houw-yan Tiang Kit, yang terus berlompat tinggi juga ke wuwungan untuk mengejar s jangkung itu. Lauw chin dan Sim Yok terus tak dapat bergerak. goncangan barusan membikin mereka pingsan, Mereka tidak takut mati tetapi mereka penasaran mati tak berdaya. Maka itu sulit juga Sin Hong memondongnya pulang. Tiba dihotel tubuh mereka sudah kaku, Syukur sin Hong lihay, selain dia telah menotok bebas totokannya Pouw Lick It, ia pun menyalurkan tenaga dalam nya sendiri membantu tenaga dalam dua kawan itu, hingga mereka sadar dan ketolongan-Tiong Hoa terkejut apabila ia sudah mendengar penjelasan Lauw chin- "Kalau benar, dijalan Thian Lam Too benar-benar mengancam malapetaka hebat," katanya setelah berpikir sebentar, "Terang sudah Kwie Lam ciauw mengandung maksud tak baik terhadap Pouw Lick It. Pouw Liok It juga terancam bahaya karena kemurkaannya yang disebabkan berkhianatnya orang-orang disebawahannya itu, didalam murkanya, dia dapat bertindak sembrono...." Kemudian ia menambahkan. "Sampai sekarang Houw-yan cianpwee belum kembali mungkin dia juga menghadapi ancaman bahaya..." "Tentang saudara Houw-yan tak usahlah kita berkuatir," kata sin Hong. Dia menggeleng kepala tetapi dia tertawa, "Aku tahu, selainnya dia liehay, dia pun sangat cerdik, hingga dia tak akan menghadapi ancaman malapetaka, Aku si orang tua juga baru ini hari mengetahui hal ikhwal dia, yang sungguh diluar dugaan-" "Siapakah dia?" Tiong Hoa tanya. "Dialah murid akhli warisnya Pit Boe Koen" Ketiga orang itu saling mengawasi Mereka benar-benar heran- "Apakah Houw-yan cianpwee juga menghargai Lay Kang Koen Pouw?" Tlong Hoa tanya. Tie Sin Hong tertawa. "Siapa datang ke Thian Lam Too ini, tak ada satu yang tak ada sangkut pautnya dengan ketiga benda pusaka" kata dia nyaring. "Aku si orang tua sendiri tidak menjadi kecuali. Hanya sekarang ini aku telah memikir lain, sedang maksudnya Houwyan Tiang Kit untuk memusnahkan kitab itu." Tiong Hoa heran- "Kenapakah" Untuk apakah itu?" tanyanya pula. Wajahnya Sin Hong menjadi guram, dia menghela napas. "Itulah rahasia Rimba Persilatan, jikalau Houw-yan Tiang Kit tak menyebutkan mungkin tak ada orang lainnya yang mengetahui, katanya, orang semua tahu Lay Kang Koen Pouw kitab karangannya Thio Sam Hong, pendiri dari BoeTong Pay, bahwa kitab itu liehay luar biasa akan tetapi tak ada yang tahu apa yang tersembunyi didalamnya. Kitab itu mengutamakan kepalan lalu tangan terbuka, sulitnya ilmu dalam kitab itu ilmu yang pokok tujuannya bertentangan, sampai Thlo Sam Hong sendiri memikir untuk memusnahkannya saja. Siapa mempelajari itu, walaupun dia berbakat baik, dia teramcam bahaya mati karena otot-otot dan tulang-tulangnya nanti belarakan sendirinya, Sedang kalau itu didapatkan orang jahat si jahat bakal menjadi bencana besar untuk Rimba persilatan- Kemudian Thlo Sam Hong batal memusnahkan kitabnya itu, ia merasa sangat sayang kalau karyanya itu dibikin lenyap dengan begitu saja. Maka kemudian ia merantau mencari orang yang berbakat, yang suka mewariskannya, ia terangkan pada murid itu akibatnya mempelajari kitabnya, sebab tak mau ia memaksa atau mencelakai orang, ia berhasil. Hanya murid itu kemudian menyembunyikan diri, mungkin disebabkan ia tak ingin orang mengetahui kematiannya yang menyedihkan itu." Tiong Hoa heran, ia menjublak memandang keluar jendela. Sim Yok dan Lauw chin tak kurang herannya, Tapi semuanya bungkam. Sin Hong melihat cuaca, terus ia memanggil jongos minta disediakan barang santapan untuk mereka berempat, Maka makanlah mereka bersama. Habis minum araknya, sin Hong melanjuti keterangannya. "Paling belakang kitab itu didapatkan Pit Boe Koen, Dialah seorang yang beradat keras dan aneh, dia tak mempunyai kedosaan besar tetapi rimba Persilatan menganggapnya sebagai bintang pembunuhanDalam usia lanjutnya Pit Boe Koen insaf akan sepak terjangnya yang tak tepat itu, maka dia lantas mengundurkan diri, dia bersembunyi didalam rimba pegunungan- Entah bagaimana duduknya kejadian, kemudian kitabnya iiu jatuh kedalam tangannya seorang yang dipanggil Tong Beng Sianseng. Tiga tahun sebelumnya menutup mata barulah Pit Boe Koen menerima Houw-yan Tiang Kit sebagai muridnya. Mulanya Houw-yan Tiang Kit tak tahu apa apa mengenai kitab itu, ilmu silatnya sendiri ilmu silat sejati, baru belakangan ia dipesan gurunya mencari Lay Kang Koen Pouw guna dibakar musnah, maksudnya agar kitab itu tak terjatuh ketangan orang jahat dan nanti menjadi bencana umum. Ketika itu Tong Beng Sian-seng mati tak keruan ditangan orang jahat dan kitabnya lenyap tidak keruan paran juga, Untuk banyak tahun tak tahu orang dimana adanya kitab itu, sampai kemudian lagi, sampai sekarang ini, orang ramai membicarakannya dan hendak memilikinya, sebab kitab diserahkan Kwie Lam ciauw kepada Pouw Lick It.." Baru berhenti suaranya Sin Hong, diluar kamar terdengar tertawa nyaring diberikuti kata-kata ini. "Saudara Tie, kau membeber rahasia hatiku sampai tak ada yang lolos-Tahukahkau apa dosamu?" "Terserah kepada kau, saudara Houw-yan," sahut Sin Hong tertawa. Segera Tiang-kit berlompat masuk. tanpa mengatakan apaapa. terus ia duduk untuk turut bersantap dan meneguk arak "Bagaimana Houw-yan Hiantee," tanya Sin Hong, "berhasilkah kau menyusul orang itu?" orang yang ditanya tidak menjawab, dia repot dengan barang- santapannya. Sin Hong heran hingga ia mengerutkan kening. Masih Tiang Kit makan terus, sampai kemudian dia meletak sumpitnya. "Lie Siauwhiap." dia menyapa Tiong Hoa sambil dia bangun berdiri, matanya menatap, "Apakah yang siauwhiap lihat diluaran tadi?" Tiong Hoa tak berayal menuturkan pengalamannya. Tiang Kit berdiam sekian lama. "Kematiannya Yan Loei tak salah lagi perbuatan Kwat Leng." katanya kemudian ia memandang Sin Hong, untuk meneruskan "Aku telah berhasil menguntit orang itu, aku hajar dia sampai mati, Aku mendapat kenyataan Kwat Leng membangun markas di Kiok-tong ditepian sungai Yang Pie Kang, semua kawannya orang-orang kosen Jalan Hitam sekarang ini. Mereka bermaksud merampas Lay Kang Koen Pouw untuk menjadi jago dunia. Karena maksudnya yang berbahaya itu, sekarang ini aku telah mengambil putusan tak menghiraukan lagi budi besar ayahnya yang pernah menolong aku. Saudara Tie marilah kita beramai pergi ke Kiok-tong, guna mencegah Kwat Leng mewujudkan pembunuhannya secara besar-besaran- Kau sendiri, Lie Siauwhiap. baik kau pergi ke cong seng sie, akan menemui Hoat Hoei Siangjin, untuk bersama-sama menilik Pouw Liok It. Umpama kata siauwhiap berhasil mendapatkan kitab itu, aku minta, silahkan kau bakar habis, supaya dengan begitu ancaman malapetaka dapat dihapus" Tiong Hoa dapat menyetujui rencana Houwyan Tiang Kit itu, maka ia menerima baik ajakan bekerja itu. "Kita tidak dapat berlambat, mari kita berangkat sekarang" Tiang Kit mengajak. Maka berangkatlah mereka semua. Dibawah terangnya rembulan dan bintang-bintang, selagi angin bertiup silir, Tlong Hoa berlari ke arah kuil cong Seng Sie, hanya belum lagi ia tiba ditempat tujuannya, mendadak ia dibikin merandek oleh empat sosok tubuh manusia, yang berlompat turun dari sebuah pohon hoay yang besar tumbuh disisi jalanan- Segera ia dikurung, selagi ia bersiap menyambut serangan, ia dibikin heran oleh satu diantara empat orang itu, hingga ia mendelong. Jilid 25 : Pouw Liok It munculkan diri (MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 6) Orang itu Nona Phang Lee Hoen yang cantik, maka menghadapi nona itu, sembari bersenyum ia lantas menyapa: "Nona Phang, sudah sekian lama kita tidak bertemu, apa kah kau baik?" Sembari begitu, ia waspada terhadap tiga orang lainnya. Lee Hoen memperlihatkan wajah penasaran atau menyesal ketika dia menjawab suaranya tawar. "Berkat rejeki siauwhiap aku baik" sahutnya. "sekarang ini aku minta siauwhiap mengembalikan pedangku nanti dibelakang hari aku akan berdaya untuk membalas budimu." Tiong Hoa dihadapi kesulitan- Pedang itu milik Lee Hoen, sudah selayaknya ia menbayar pulang. Tapi sekarang si nona mencampuri diri didalam kaum sesat, dengan memegang pedang itu, pihak dia menjadi bertambah berbahaya. itulah tak ia inginkan-Karenanya tak dapat ia segera memberikan jawabannya. "Nona Phang" kata seorang kawannya bengis, "tak usah mensia-siakan tempo bicara dengan bocah ini, bunuh saja dia, habis perkara" Benar-benar dia segera menyerang Tiong Hoa, secara membokong. Si anak muda bersenyum tawar, tubuhnya menyamping sambil berputar, hingga ia dapat teruskan menolak. Pembokong itu menjerit, dia mental tinggi danjauh ketika dia jatuh, tubuhnya jumpalitan- Maka kagetlah kedua kawannya, tak kecuali Lee Hoen, hanya si nona menjadi masgul. Dua kawan itu kaget tetapi mereka segera menyerang, berbareng. Tiong Hoa tertawa tawar ia mengapungi diri, untuk berkelit dari serangan itu. Karena ini, kedua penyerangnya terhuyung kedepanJusteru itu si anak muda turun sambil membalas menyerang dengun tipu silatnya "In liong hoan sin, atau "Naga di-dalam mega jungkir balik. Berulang kali ia menemui orang-orang jahat dan kejam maka menghadapi dua penyerangnya ini hatinya menjadi panas, tak dapat ia menguasai diri nya lagi. Dua penyerang itu kaget. Mereka merasa dada mereka tertindih sesak. Dalam kagetnya itu. mereka memaksa diri menolak ke- atas sambil tubuh mereka mencelat masingmasing kepinggir. Hebat kesudahannya perlawanan mereka ini. Keduanya menjerit kesakitan, kedua tangan mereka masing-masing patah dan mengeluarkan darah, tubuh mereka roboh terkulai. Tiong Hoa diam mengawasi ketiga kurbannya itu. Yang terpental itu pun roboh dengan jiwanya terus melayang, lukanya tak kurang hebatnya. Sebenarnya menggiriskan akan menyaksikan mereka mandi darah, sebab darah keluar dari mata, hidung, mulut telinga mereka. Phang Lee Hoen berdiri menjublak diri dibawah pohon, tak tahu dia mesti berduka atau bergusar, rambutnya memain diantara tiupan sang angin. Berdiri diam seperti itu dia mirip seorang dewi.... Tiong Hoa mengawasi nona itu, baru ia bertindak menghampirkanTiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Nona, aku beri selamat padamu yang sakit hatimu telah terbalaskan" ia kata sambil tertawa. "Sekarang ini baiklah nona lekas pulang, supaya ibumu tidak usah terlalu lama lagi mengharap-harapmu." Masih Lee Hoen berdiam. Tapi sekarang ia mesti bicara. "Siauwhiap bagaimana kau ketahui itu?" ia tanya heran. "Tak ada saat yang dilewatiku mengikuti jejak Yan Loei dan rombongannya," sahut si anak muda. "Hanya sayang sekali, aku datang terlambat satu tindak. maka juga di dalam rumah besar didusun Sam Seng coen itu aku melainkan dapat menyaksikan mayat mayat mereka berserakan-" "Syukur kau mengetahui itu, siauwhiap." kata si nona dingin. "Sekarang aku minta siauwhiap memulangkan pedang ceng song Kiam. Habis ini aku hendak berangkat pulang" Tiong Hoa mengawasi. la melihat sinar mata penasaran Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bahkan gusar. Ia mengerti nona itu mendongkol. "Numpang tanya nona, kau hendak pergi kemana?" ia tanya bersenyum. "Itulah kau tak perlu tahu" sahut si nona, tetap dingin. Wajahnya dingin juga, hingga dia nampak keren. Tiong Hoa tidak gusar, sebaliknya ia tertawa. Ia menatap terus nona itu. Hati Lee Hoen goncang. Pemuda itu, dengan tertawanya itu, terlihat makin tampan dan manis. Maka ia lantas ingat pertemuan mereka, dalam hotel dikota Kim-leng. Tiong Hoa bersenyum. ia berkata: "Aku yang rendah menginsafi nona tak puas aku tak menemui kau di Kim-leng itu. didada nona masih ada yang mengganjel. Tentu saja nona tidak ketahui duduknya hal. Ketika itu aku telah dicelakai Kee Leng Jie Kauw, yang membuatku jatuh kedalam jurang. Hampir jiwaku melayang secara kecewa. Syukur aku bertemu seorang tua jago Rimba Persilatan, yang lagi menyembunyikan diri. Dia bawa aku ke guanya dan menolongi, hingga aku dapat melihat lagi matahari dan langit. Ketika akhirnya aku kembali kehotel, nona sudah tidak ada. Pasti kau berlalu dengan mendongkol. Karena kecelakaan itu untuk setengah bulan lamanya aku mesti menderita. Sekarang aku telah memberikan keteranganku, aku minta nona maklum dan suka memaafkan-" Lee Hoen mau percaya keterangan itu. dengan begitu, nyata ia sudah salah paham. Ia memang mencintai si anak muda, sekarang cintanya itu bangkit pula. Ia melirik. terus ia tertawa. "Apakah benar keteranganmu itu, siauw-hiap?" ia menegasi. Diam-diam Tiong Hoa melegakan hati, tetapi ia kata sungguh-sungguh: "Nona, kalau tetap kau menyangsikan aku, percuma aku bicara. biarnya lidahku lidah bunga teratai, kaulah tetap tak akan percaya aku." Nona itu mengangkat mukanya, ia menyingkap rambut didahinya. "Baiklah, aku percaya kau" katanya, lantas tertawa manis. " Kenapa kau bersikap begini keras?" Tiong Hoa berlaku sabar. Sebenarnya ia ingin tanya halikhwal si nona selama yang belakangan ini, tetapi ia bisa memikir untuk menunda dulu. Maka itu sambil tertawa, ia bilang: "Nona, sekarang ini wilayah Thian-Lam-Too ini sangat terancam, karena itu menurut aku yang rendah, baiklah nona menjauhkan dirimu agar kau tidak sampai kena terlibat kedalamnya..." Nona itu tertawa. "Bukankah siauwhiap menghendaki aku pulang kerumahku?" tanya dia. "Kalau siauwmoay akan segera berangkat" Itulah jawaban yang tidak disangka Tiong Hoa. orang pun menggunai kata-kata siauw moay (adik) untuk dirinya sendiri, menggantikan kata "aku." Ia mementang matanya mengawasi nona itu. Kembali ia di hadapi kesulitan- Mana bisa ia mengantarkannya". "Siauwmoay meminta ini untuk kebaikan siauwhiap." kata pula Lee Hoen tertawa manis. "Touw Leng membenci siauwhiap seperti dia membenci musuh yang membinasakan ayahnya, berbagai akal muslihatnya telah diatur dan ditujukan kepada dirimu, oleh karena itu walaupun siauwhiap gagah luar biasa, sulit untuk menghadapi tipu dayanya itu Demikian peristiwa di Tay Hoed Sie itu pun buah-hasil usahanya Touw Leng. Siauwhiap pasti tidak ketahui bahwa Sin Kong Tay dan siang ceng telah menjadi konco-nya ayah pemuda itu. Adalah diluar sangkaan, siauwhiap sudah dilindungi Thian dan dapat molos dari kecelakaan-" "Sin Kong Tay dan Siang ceng koncoh koncoh penjahat?" Tiong Hoa tegaskan- "Kalau begitu nona, mari lekas kita pergi ke cong Seng Sie untuk memberi kisikan supaya mereka itu dapat bersiap menjaga diri" Tanpa menanti jawaban lagi anak muda ini menyambar tangan si nona, buat diajak lari. Lee Hoen merasakan hatinya berdebaran keras. Dicekal si anak muda dan dibawa lari secara begitu, ia kaget sekali, ia malu berbareng... Malam itu rembulan terang dan indah, ketiga menara dari cong seng sie berbayang dipermukaan air Jie Hay, dimanapun nampak berkelak- keliknya perahu-perahu nelayan-Permai dan menarik pemandangan pada malam itu, Ketika muda-mudi itu mendekati kuil kira lagi sepuluh tombak. dengan lantas mereka dirintangi belasan pendeta yang pada lompat turun dari atas pohon cemara besar. Semua mereka itu bersenjatakan tongkat sianthung. Satu pendeta, yang tubuhnya gemuk- yang berusia pertengahan, sudah lantas menanya: "Malam begini sie-coe mendatangi kuil kami ada urusan apakah?" Tiong Hoa memberi hormat sambil tertawa. "Kebetulan soehoe" jawabnya. "Aku harap soehoe mewartakan kepada ketua kamu bahwa aku Lie Tiong Hoa bersama Nona Phang Lee Hoen ini datang memohon bertemu dengannya." Pendeta itu mengawasi tajam padanona Phang. Kata dia dengan suara dalam: "Selama ini kuil kami mengalami pelbagai gangguan, oleh karena itu hong-thio kami telah memerintahkan menolak kunjungan siapa juga, terutama untuk menjaga keselamatan para pengunjung." Tiong Hoa mengerti, ia bersenyum. Katanya: "Kalau ada urusan sangat penting yang mesti disampaikan kepada Peng ceng Hong thio apakah soehoe masih juga menolak memberitahukannya" " Pendeta itu bersikap tawar. "Kami menerima tugas, kami menyesal," sahutnya. "Siecoe, maafkan kami." Phang Lee Hoen nampaknya habis sabar, maka dia kata pada Tiong Hoa: "Kita masuk atau jangan" Buat apa kita melayani mereka ini?" Pendeta itu kaget, maka dia mengulapkan tangannya, atas mana semua kawannya segera bergerak memernahkan diri, siap untuk bertempur. Tiong Hoa menekan tangannya Lee Hoen guna mencegah si nona bertindak sembrono kemudian ia menyapu dengan sinar matanya kepada semua pendeta itu. lalu ia mengawasi si pendeta gemuk didepannya, untuk menanya sungguhsungguh: "Taysoe, apakah gelaran taysoe yang mulia" Aku mohon tanya juga, apakah maksud taysoe sekarang ini?" "Pinceng dipanggil Tie Sian." Sahut pendeta itu. "Barusan kata-kata nona ini berarti dia hendak masuk secara paksa, karena itu tak dapat kami tidak berjaga-jaga." Selagi menyahut itu, matanya bersinar. Tiong Hoa menarik napas panjang. "Taysoe, aku mohon tanya," kata ia sabar. "Sudah berapa lama taysoe berdiam didalam cong Seng Sie?" Tie sian melengak. Tak mergerti ia dengan pertanyaan orang itu. Tapi ia menjawab dengan cepat: "Sudah tujuh belas tahun-" "Kalau taysoe sudah tinggal begitu lama, apakah taysoe ketahui ketiga menara itu bulan dan tahun kapan dibangunnya" Apakah itu dibangun setelah selesainya pendirian kuilnya atau sebelumnya" Tolong taysoe jelaskan-" Tie Sian bingung hingga ia menjublek benar-benar ia tidak mengerti. "Sie-coe. apakah maksud sie-coe dengan pertanyaanmu ini?" dia tanya bengis, inilah pertanyaan yang tak ada perlunya, pinceng tak sempat menjawabnya." Nona Phang juga melengak. la tidak mengerti maksud si pemuda. Maka ia mengawasi pemuda itu. Tiba-tiba Tiong Hoa tertawa dingin, lantas tubuhnya mencelat maju dan sebelah tangannya diulur, lima jarinya menyambar ke pundak pendeta itu. Yang hebat ialah mulur tangannya. Tie Sian menjerit tertahan, kontan dia roboh terguling ketanah. Tiong Hoa tidak berhenti sampai disitusaja, ia bergerak terus, kedepan, kekiri dan kanan, menyerang kawankawannya Tie Sian- Ia menghunus pedangnya Dengan saling-susul sekalian pendeta itu menjerit, semua lantas roboh terluka, ada yang tangannya kutung, ada yang lehernya putus hingga darah menyemprot keluar dari luka mereka masing-masing. Hingga suasana menjadi sangat menyeramkan-. Lee Hoen kaget dan heran, dengan mata mencilak ia mengawasi si anak muda, ia tidak pernah menyangka menyaksikan pemuda itu menjadi demikian bengis. Habis itu dengan tenang. Tlong Hoa masuki pedang kesarungnya. Ia menghampirkan kurban- kurbannya yang masih hidup, untuk menotoknya hingga mereka itu tak berkutik lagi. Paling akhir ia hampirkan Tie Sian, tubuh siapa ia cekal dan angkat untuk ditotok juga. Hanya dia ditotok untuk disiksa hingga dia merasakan nyeri dan ngilu pada otot-ototnya, seperti dipaguti ular tak hentinya. Dia merayap dan mengoser ditanah mulutnya merintih terus, kedua matanya mengasi lihai sinar ketakutan"Tie sian," kata si anak muda kemudian, suaranya bengis. "Kenapa kau berani main gila didepanku" Apakah kau menyangka aku tidak mengenalimu" itu hari didepan Tay Hoed sie aku melihat kau bersama kawan-kawanmu dibawah payon" Tiba-tiba mata pemuda ini mencilak. dia tanya bengis sekali: "Lekas bilang, apakah kamu telah perbuat atas dirinya pendeta-pendeta dari cong Seng Sie?" Mata Tie Sian mendelik, dia tidak menjawab. Tiong Hoa gusar sekali. "Kau bandel, ya" katanya. Lalu tangan kirinya menekan jalan daran kip-kiek pendeta itu. Tapi ia terperanjat sendirinya. Mendadak ia merasa membentur tubuh yang dingin. Kiranya pendeta itu sudah jadi mayat. "Celaka" kata ia mendongkol seraya melemparkan tubuh orang. Kemudian ia kata pada Lee Hoan: "Aku tidak sangka ceng Bang Hongthio dari Tay Hoed Sie, yang nampaknya demikian suci, berkonco dengan orang jahat." Lee Hoen mengawasi, ia bersenyum. "Siauwhiap. kau pintar disatu saat, gelap dilain saat" katanya. Tiong Hoa heranTiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Eh, mengapa kah?" tanyanya. Nona itu membuat main mulutnya, dia tertawa. "Kalau bukannya ceng Beng bersekongkol dengan Touw Leng, mana dapat Touw Leng bersembunyi didalam kuil Tay Hoed Sie untuk berobat?" katanya. Tiong Hoa menepuk kepalanya sendiri. "Ah, ya aku tolol sekali" serunya, "Mengapa aku tidak memikir demikian" Kalau begini, pendeta-pendeta dari cong Seng Sie tentunya telah bercelaka semua." Lee Hoan berdiam, ia tunduk. "Mungkin belum," katanya sesaat kemudian, "Mungkin sekarang mereka lagi tak berdaya, Mereka semua liehay, mestinya mereka mendengar suara berisik barusan. Kenapa mereka tidak muncul." Akhirnya Tiong Hoa bersenyum. "Dasar kau cerdas, nona" pujinya. Malu aku..." Senang Lee Hoen menerima pujian itu. "Siauwhiap cuma memuji" katanya. Ia tertawa. Lalu: "Mari kita masuk kedalam kuil untuk memeriksa" Tiong Hoa mengajak. Lee Hoen mengangguk terus ia borlompat lincah mengikuti si anak muda. Berdiri diatas tembok pekarangan. Tlong-Hoa melihat kedalam Kuil gelap dan sunyi, ia heran- Lantas ia ajak Lee Hoen lompat naik kewuwungan dimana mereka mendekam memasang telinga dan mata. Kira seminuman teh selagi si anak muda mulai hilang sabar mereka melihat dua bayangan berlompat turun dari atas menara besar. "Heran" kata Tiong Hoa didalam hati "kenapa orang-orang yang datang kemari liehay semuanya" Kalau aku tidak mempunyai pelajarannya Ay Sian dari See Hek sulit aku melayani mereka." "Aku lihat." kata Lee Hoen, perlahan- "orang orang dari kuil ini rupanya telah menginsafi bahaya dan telah bersembunyi didalam menara. Didalam ketiga menara itu, ada pelbagai macam pesawat rahasianya. Ketika aku ditahan didalam menara timur- laut itu, tak berdaya aku melarikan diri, kalau Touw Leng bersama orangorangnya tidak menggunai obat bius serta siasat mengancam di timur menyerang dibarat, tentu sampai saat ini aku belum dapat pulang kemerdekaanku." Tiong Hoa mengangguk. Ia maupercaya nona ini. "Kalau begitu, lega juga hatiku," katanya. "Mereka lagi terkurung didalam menara, tentu mereka bingung dan bergelisah, maka itu ingin aku menolongi lebih dulu pada mereka itu." Lee Hoen menarik tangan si anak muda nampaknya ia berkuatir. "Sepasang tangan tak dapat melawan empat tangan-" kata ia. "meski kau gagah sukar kau melawan mereka yang berjumlah besar. juga Touw Leng ada bersama seorang tua liehay luar biasa yang tak ketahuan siapa namanya, yang dibelakang layer. Ia mengepalai semua orang jahat, Katanya dia liehay hingga tak akan terkalahkan cit-chee coe Pouw Llok It. Aku minta siauwhiap jangan membahayakan dirimu." Tiong Hoa menatap nona itu. Ia heran kenapa si nona mengetahui demikian banyak tentang Touw Leng dan rombongannya. Nona ini luar biasa, pikirnya pula. Dia bercampuran dengan orang jahat, dia turut datang menyerbu, cuma dia ditugaskan menjaga diluar. Aku telah tolongi dia. Kenapa dia tidak mau pulang sendiri kerumahnya" Mengapa dia ingin aku mengawaninya" Kenapa dia sekarang mau mengikuti aku" Apa kah dia mau menunjuki hatinya" Atau karena dia Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memperoleh kenyataan aku tidak mencintai dia. sekarang dia diam-diam hendak mencelakai aku dengan meminjam tangan lain orang?" Tiba-tiba anak muda ini bergidik sendirinya. "Inilah berbahaya Pantas tadi, karena melihat si nona, Tie Sian berlambat turun tangan atas diriku..." pikirnya terlebih jauh. "Teranglah Tie Sian menolak keras karena dia mendapat isyarat nona ini..." Bingung juga Tiong Hoa. Keadaan ruwet sekali. Akan tetapi tak dapat ia bersangsi. Dasar ia cerdik, dengan lekas ia berpikir. Katanya didalam hati: "Baiklah, untuk sementara aku tidak mau bicara apa-apa padanya. Kalau aku menegur dan dia salah tampa, bisa terbit onar tak perlunya. Baik aku menahan dia. Aku, harus bertindak seksama." Habis berpikir itu, ia kata dengan roman bersyukur: "Kau baik sekali nona. Aku mengerti sekarang. cuma akulah orang Kang ouw, aku bertugas menolongi si lemah dan si baik hati, tak dapat aku membutakan mata dan hati. Aku pun percaya aku tidak bakal menghadapi bahaya. Aku pikir nona. kau baik menantikan disini, supaya aku tak berpikir didua tempat dan menjadi berkuatir karenanya. Aku dibantu pedang mustika ini kau tentu tidak menguatirkan aku. Selesai disini pasti akan aku antar kau pulang." Lee Hoen terharu mendengar kata-kata itu air matanya mengembeng. "Kalau begitu siauwhiap kau berlakulah hati-hati. Dia memesan- Andaikata kau tidak. ungkulan lekas kau kembali supaya siaumoay tidak berkuatir...." "Baik nona, akan aku ingat pesanmu ini," kata Tiong Hoa. Lantas ia bergerak. untuk pergi ke menara. Untuk turun ia berlompat dengan kepala dibawah dan kaki diatas. justeru itu telinganya mendengar suara bentakan berulang-ulang hingga ia menjadi heran- Lee Hoen mendapat dengar juga, ia menjadi berkuatir. ooo Dibawah menara terlihat banyak orang. Setiap sejarak satu tombak ada satu orang berdiri tegak seperti mayat yang lagi memandang rembulan, matanya tajam, masing masing siap sedia untuk penyerangan- Ketika itu angin berhawa dingin, baju mereka berkibaranDisebelah barat laut terlihat seorang tua yang tubuhnya bungkuk melengkung tapi dia beroman keren dan bajunya sulam. Dia berdiri mengawasi menara. Nampak dia lagi berpikir keras, kedua matanya bersinar tajam. "Coh loocianpwee" terdengar seorang berkata "Obat bius kita keras kerjanya, baunya bisa nelusup masuk kemana saja, sekarang setelah berselang sekian lama, dapat sudah kita masuk ke-dalam, untuk membinasakan mereka semua, supaya kita dapat segera pergi ke Tiam chong San, guna bertemu dan berkumpul dengan Touw siauw-poocoe Kalau Hoat Hoei si keledai gundul bersama ketua Ngo Bie Pay keburu sampai disini, kita bisa gagal." Orang tua itu mengasi dengar tertawa-tawar. "Sin Hiantit," kata ia, " bukankah ada pembilangan mengetahui diri sendiri mengetahui pihak sana, seratus kali berperang kita seratus kali menang" Memang obat bius kitaliehay tetapi dipihak sana orang membuat perlawanan dengan menutup diri, dari itu kita membutuhkan tempo satu sampai dua jam untuk dapat merobohkannya. sekarang aku si orang tua lagi memancing mereka keluar. Kau sabar dulu, kita lihat perkembangannya." Orang yang dipanggil Sin Lo soe itu yalah Tiat Sie Hoei chee Sin Kong Tay. Dia tak puas terhadap orang tua she cie itu. Dia tidak kenal baik orang tua itu, yang sebaliknya mengetahui betul perihal gurunya, maka itu dia tidak dapat berlaku sembarangan. Dia melirik seorang lain yang berdiri terpisah tujuh kaki dari dianya. itulah Toan Pay-cice Siang ceng in, kawannya. Orang tua she Coh itu liehay, la dapat tahu Kong Tay tidak puas, ia berjalan tiga tindak untuk mendekati. Perlahan tindakannya. Sebelumnya, ia mengasi dengar suara dihidung perlahan- Ketika ia berjalan itu, babunya bergerak-gerak hingga sulaman benang emasnya berkeredepan terang. Baju itu juga bersisik seperti sisik ikan- Didaiam hatinya, ia sudah berpikir jahat. Didalam hatinya itu, ia kata: "Berani kamu tak melihat mata pada aku si tua. Jikalau aku tidak mengajar adat, hingga kamu menderita mana kamu ketahui keliehayanku" Lantas orang tua she Coh ini hendak membuka mulutnya, atau ia batal karena segera terdengar jeritan saling-susul, yang tapinya berhenti seketika, hirgga suasana menjadi sunyi kembali, la menjadi kaget. "Celaka" seru Toan Pay cloe. " orang-orang jaga kita tentu telah menemui musuh-musuh liehay. Mari aku lihat" Ceng-in mau lantas berlalu tapi si orang tua mencegah. "Jangan" katanya. "Jangan bertindak. Sembrono. Kalau pihak kita ada yang serbu mesti datang laporan, nanti baru kita bertindak lebih jauh Kalau kita tidak dapat bersabar, mana bisa kita bekerja besar?" Muka Ceng-in menjadi merah, Dia mendongkol tanpa dapat melampiaskan itu. Tatkala itu sang rembulan berada ditengah tengah langit. Bintang bintang guram. Angin yang bertiup mendatangkan hawa sangat dingin-Jagat sunyi, tetapi siapa tahu bahwa suasana sangat mengancam, bahwa dikuil Cong Seng Sie bakal terjadi pertempuran mati-hidup, Tiba-tiba terlihat dua tubuh berlompat bagaikan bintang jatuh. "Apa kabar?" tanya si orang tua She coh. Satu diantara dua orang itu menjura. "Di gunung Tiam chong San tidak kedapatan rombongan dari Tay in San," dia memberi laporan- "Touw Siauw-poCoe dan kawanan kepala gundul Hoat Hoei telah bertemu secara kebetulan dengan rombongan Cit chee cioe Pouw Liok It di barat gunung, akan tetapi Pouw Llok It mundur tanpa pertempuran, mundur kearah Tay Soat San- Dengan berpencaran, siauw-pocoe dan Hoat-Hoei si gundul tengah mengejarnya" "Oh, begitu" kata si orang tua she Coh perlahan- "Barusan selagi kamu masuk kemari, apakah kamu tidak melihat apaapa yang luar biasa diluar?" "Tidak." menjawab dua orang itu, yang terus berlompat mencar naik ke atas pohon disamping menara untuk melihat kelilingan- Siang ceng-in tetap tidak puas. Dengan perasaan mendongkol, dan sambil tertawa dingin, dia tanya sahabatnya: "Saudara Sin aku dibikin gelap dengan maksud kita datang kemari. Sebenarnya kita mengarah kitab silat ditangannya Pouw Liok It atau gelang kemala dari rombongan Tay in San itu" Toh dua-duanya itu tidak ada hubungannya dengan kuil cong Seng Sie ini. Buat apa kita membuang-buang tempo dan tenaga di sini" Tak tepat, bukan?" Sin Kong Tay mengedipi matanya kepada sahabatnya itu. maksudnya memberi nasihat untuk si kawan tak membangkitkan kemurkaannya si orang tua she Coh itu, agar kawan itu bersabar. Ceng In tertawa, tetap dingin suaranya, la berlagak tak melihat isyarat kawannya ini. Si orang she coh mengawasi Ceng in, ia memperlihatkan senyuman tawar, sedang matanya bersorot bengis. Kata dia dingin: "Apakah kau tahu dimana adanya rombongan dari Tay in San itu" Kalau benar, segera aku akan menarik pulang penjagaan disini. akan turut padamu" Ceng In tertawa jumawa. "Aku yang rendah belum mendapat tahu dimana adanya mereka itu akan tetapi kita dapat mencarinya dengan sungguh-sungguh" -sahutnya dingin. "Mesti ada ketikanya yang kita bakal dapat menemukannya itulah lebih baik daripada kita menantikan sia-sia disini" Si Coh itu tertawa mengejek. "Kau tahu apa" katanya. "Aku justeru menduga diantara mereka yang terkurung di dalam menara ini mesti ada yang mengetahui hal rombongan dari Tay in San itu" "Adakah dikolong langit ini soal demikian sederhana?" kata Ceng In melawan terus. "Dapatkah sesuatu dipastikan hanya dengan dugaan belaka" Jikalau benar demikian, Coh Loocianpwee, mengapa kau tidak mau menggunai tanganmu yang liehay menggempur pintu menara, buat tanya dengan paksa keterangan mereka" Bukankah itu sederhana sekali, menghemat tempo dan tenaga?" Kedua pundaknya orang tua itu terangkat dan kedua matanya mencilak. Teranglah dia menjadi sangat gusar. Sin Kong Tay melihat itu, dia kaget sekali. Dia sangat berkuatir si orang tua nanti menurunkan tangan jahat terhadap kawannya. Lekas sekali, lenyap roman gusar orang tua she Coh itu. sebaliknya, dia lantas tertawa lebar-- tertawanya itu mengalun ke udara, berkumandang di empat penjuru, memecahkan kesunyian sang malam. Mendongkol Ceng In mendengar tertawa itu. Dia merasa terhina. Setelah berhenti tertawa, orang tua she Coh itu kata tawar. "sekarang ini aku orang tua belum mempunyai kepandaian untuk dengan tenagaku menggempur pintu menara ini Sebaliknya telah lama sekali aku mendengar hal tenagamu yang besar, yang menjagoi Rimba Persilatan, sampai kau memperoleh julukanmu itu Toan Pay cioe berarti tangan yang mematahkan batu tugu. Kau mempunyai julukan itu, pasti itu bukannya julukan belaka. Nah, maukah kau mencobanya kekuatanmu itu malam ini dihadapan aku si orang tua?" Siang Ceng In penasaran bukan main, tanpa kata apa-apa, cuma sambil bersuara Hm, dia lari kepintu untuk menerjang. Sin Kong Tay kaget, la menduga mesti ada maksudnya si orang she Coh kenapa dia memancing kemarahannya Siang ceng In. Ia hendak mencegah kawannya itu tetapi sudah tidak keburu. Siang ceng In sudah sampai didepan pintu menara, tanpa bersangsi pula tanpa ayal lagi, dia memasang kuda-kudanya dan terus menolak dengan kedua tangannya. Dia berseru dan mengerahkan seluruh tenaganya. Bagaikan digempur badai, demikian pintu menara itu dihajar. Siang ceng In seorang Kang ouw ulung, dia kosen dan cerdik. biasanya dia teliti dan sabar, tetapi kali ini dia bertindak menurut kemendongkolannya. Dia menduga si Coh memancing kemarahannya karena maksudnya tak baik, toh dia membiarkan dirinya dipengaruhi. itulah sebab terlanjur, seumpama jemparing sudah terpasang pada busurnya. Boleh dibilang berbareng dengan terhajarnya daun pintu menara maka dari dalam situ segera terlihat melesatnya jarum-jarum yang berupa seperti hujan lebat. Sebenarnya Ceng In sudah memikir, habis menyerang itu hendak dia lompat mundur, apa lacur dia kalah sebat, belum lagi dia berkelit, jarum-jarum itu sudah menyambar telak kepadanya. Maka dalam sekejap itu juga dia mengasi dengar jeritannya yang hebat sekali, tubuhnya lantas roboh terguling, untuk berkoseran ditanah. Karena banyak sekali jarum sudah menusuk pelbagai anggauta tubuhnya terutama yang mengenakan jalan-darah yang berbahaya. Sin Kong Tay kaget tidak terkira. hati-nya pun giris. Ia melihat masih saja ada jarum yang menyambar-nyambar keluar hingga tak berdaya ia menolongi kawannya itu, yang masih terus berteriak-teriak. Ketika kemudian jarum berhenti menyerang terlihat pintu menaia utuh seperti biasa. Ceng in sebaliknya rebah tak berkutik, suaranya pun sudah berhenti. Dia rebah terlentang, mukanya menghadap ke langit, hingga disinarnya rembulan, nampak dia bengis-dan menakuti Baru sekarang Sin Kong Tay lompat maju, sambil berjongkok, ia memegang tubuh kawan itu. la menjadi putus harapan, melihat kawannya. Tanpa merasa, air matanya keluar bercucuran- Ia sangat bersedih berbareng mendongkol. Ia penasaran, seperti mati-penasarannya sahabat itu. Si orang she coh tua sebaliknya tertawa nyaring dan kata: "Aku si orang- tua mempunyai air mataku tetapi tak gampanggampang aku mengeluarkannya buat apa menyiramkan itu pada tubuh-nya seorang yang tidak ada gunanya" Sin Kong Tay bangun dengan perlahan-lahan-"Inilah kekeliruan kau, locianpwee" katanya dalam. Orang tua itu berpura pilon. "Aku si orang tua salah apa?" tanya dia. "Jelaskanlah" "Loocianpwee tahu ada bahaya mengancam mengapa loocianpwee justeru memancing kemurkaannya saudara Siang ini?" tanya Sin-Kong Tay. " itulah sama saja dengan meminta jiwa dia. Bukankah sekarang kita lagi menghadapi musuh besar" Kenapa kita mesti memasak kacang dengan menggunai kayu kacang sebagai bahan bakarnya. Tidakkah ini berani alamat untuk kemusnahan kiia sendiri?" Orang tua itu tertawa. "Aku disini lagi menjalankan titah" kata dia nyaring. "Maka itu paling benar orang jangan menentang titahku itu "Tadi diam2 dia justeru menertawai aku Dia memberi contoh jelek, dia dapat menggoncangkan hati lain orang orang semacam dia tak dapat di biarkan saja, dari itu, justeru dia yang meminta sendiri, biar dia menerima bagiannya orang semacam dia memang mesti dihukum guna dijadikan contoh" Sin Kong Tay menyedot napas dingin. Ia tak berdaya. la menjadi menyesal atas perjalanannya ini. karena itu, ia memikir baiklah ia mengundurkan diri siangsiang. Terus ia menjura dalam dan kata: "Kalau begitu nyatalah pandangan loocian-pwee tidak keliru. Tepat dengan pepatah "Akur bekerja sama, tak akur pergi, maka dengan ini boanpwee memohon diri." Mendadak orang tua itu nampak bengis^ "Apakah kau juga mau pergi?" dia tanya. Sambil menanya itu, dengan sebat dia mengulur sebelah tangannya guna menjambak Tiat-Sie Hoichee. Tangannya itu meluncur tanpa suara sama sekali. Akan tetapi sin Kong Tay sudah bercuriga dan berjaga-jaga, maka begitu melihat orang menyerang, begitu ia berkelit. Ia berkelit kekiri. Dengan begitu, dengan tangan kanannya dapat Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ia menangkis ke-arah tangan si penyerang. Untuk ini dengan sebat sekali ia menggunai kipas-besinya senjatanya yang istimewa itu. la tidak cuma menangkis, membarengi itu, ia pun menyerang dengan tangan kirinya, mengarah dada si orang tua. Itulah penyerangan membalas yang hebat. Itulah serangan yang dinamakan "Bintang terbang membakar," sedang tangkisannya yalah "Burung walet menggaris pasir." Orang tua she coh itu tertawa. Dia menarik pulang serangannya, dia berkelit. Tapi begitu berkelit, begitu dia menyerang pula. malah dengan jeriji tangannya dia memapaki telapakan tangan si penyerang. Sin Kong Tay menarik pulang tangannya berbareng berlompat mundur, sembari lompat, ia memutar tubuh. Adalah niatnya untuk lompat keluar pekarangan, guna menyingkirkan diri. Tiat-Sie Hoei-chee gesit, tetapi si orang tua she Coh terlebih gesit pula. Dia sudah lantas lompat menyusul, tangannya dibarengi diulur. Belum lagi Sin Kong Tay dapat berlompatjauh, punggungnya sudah kena dijambret dan dipegang keras, hingga dia kena dibawa turun bersama. Bukan main kagetnya Tiat-Sie Hoei chee. dia merasa sangat nyeri hingga dia tidak berdaya. Dia menahan sakit dengan mengerutkan alis dan menggertak gigi. Dia tidak mau mengasi dengar suara kesakitan-si orang she Coh membanting tubuh orang ke tanah. Jikalau aku tidak memandang kepada mendiang gurumu pasti aku sudah membinasakanmu" katanya sengit. Sin Kong Tay tidak berdaya, saking jengkelnya, ia mengucurkan airmata. Ia mendekam tanpa bergerak. Jago tua itu rupanya dapat membade hati orang, mendadak dia tertawa. "Tidak ku sangka bahwa kau dapat berlagak mati" katanya. "Kau lah seorang yang terlebih muda, seharusnya tidaklah menjadi soal bahwa aku orang yang terlebih tua memberi nasihat kepadamu" Sin Kong Tay malu bukan main- Kalau ia bangun berdiri, tak tahu ia mesti menaruh muka dimana. Sungguh ia malu apabila peristiwa ini sampai tersiar secara umum. Karenanya ia terus berdiam saja. Si orang tua tertawa dan kata tawar: "Aku tidak sangka gurumu dapat mengambil sebagai murid orang tidak punya guna sebagai kau. Aku mau lihat kau hendak berpura-pura mampus sampai kapan" Sin Kong Tay menjadi sangat bingung, memang tak dapat ia berpura-pura mati terus: Malu dan mendongkol, dia jadi putus asa, hingga timbul niatnya berlaku nekad, untuk mati bersama orang tua itu. Pikirnya: "Sebenarnya tidak niatku berlaku jahat tetapi keadaan disekitarnya membuatku berbuat demikian, entah sudah berapa banyak orang yang terbinasa di tanganku. Di antaranya mungkin ada yang tak selayaknya mati. Bukankah kematian harus ada pembalasannya" Hanya saat pembalasannya yang tak tentu, ada yang cepat, ada yang lama. Aku telah berusia enampuluh. kalau aku mati, aku tak mati mudah. Maka baiklah aku gunai peluru api serta jarumku menyerang dia, supaya dia mampus. Mampusnya dia berarti dunia kurang dengan satu manusia jahat, dan begitu, akupun dapat mati puas" Orang mati-tak dapat menggeraki tubuh dan kaki tangannya, karena itu. Sin Kong Tay mesti berlaku sangat sabar dan hati-hati untuk dapat memakai tangannya memegang kipas besinya. Sembari bersiap sedia, ia juga memasang telinganya, guna mengetahui pasti dimana arahnya si orang tua. Ia tidak dapat membuka matanya untuk melihat, sebab itu berarti membuka rahasia. Ia sudah pikir akan menggunai juga kipansya. "Thian hoan tee hok atau "Langit gempur dan bumi gempa," supaya ia tidak sampai gagal, la mendapat kenyataan si orang tua berdiri terpisah tiga tombak darinya. Begitulah. setelah tangannya siap. ia mulai menggeraki kedua kakinya, guna bersiap juga. Sekonyong-konyong Tiat-Sie Hoei-chee, si Kipas Besi dan Bintang Terbang, berseru keras, sembari berseru itu, tubuhnya mencelat maju, dan sembari berlompat itu ke-dua tangannya bekerja. Dengan begitu maka bekerjalah juga senjata rahasianya. Tok yam hwee-tan atau peluru api yang beracun menyerang kearah si orang tua she Coh. Selagi api menyala dan memencar itu. didalam itu juga turut menyambar jarumjarum rahasia. Tubuh Sin Kong Tay melesat sangat pesat. Orang she Coh itu bermimpi pun tidak bahwa orang mau berlaku nekad seperti itu. Dalam gugupnya repot dia berkelit kekiri dan kanan. Lantas ada api yang menyambar bajunya dan menyala. Tentu sekali dia gusar-sekali. Maka habis mencelat tinggi dan bebas diwaktu turun- sekalian ia melakukan penyerangan- Dalam murkanya itu ia berseru nyaring. Sin Kong Tay begitu menyerang, tak sempat ia berkelit. Dengan lantas ia merasa dadanya tertindih berat. Orang tua itu berkata bengis: "Sin Kong Tay, aku si orang tua menghendaki kau mati tidak hidup tidak. Kau mesti disiksa dulu sebelum kau mampus Dengan begitu barulah habis penasaranmu" Sin Kong Tay rebah tanpa berdaya, ia memejamkan matanya. Tepat selagi merasa dadanya tertindih semakin keras, mendadak ia mendapatkan dadanya ini lega, Ia terperanjat, tetapi cuma sejenak. dengan sebat ia meletik bangun. Ketika sudah menurun kaki dan melihat dengan tegas, ia menjadi bertambah heran-Diantara mereka terdapat satu orang asing, itulah seorang muda dengan romannya tampan dan tenang, bahkan ia segera mengenali si pemuda yang ia ketemukan dikuil Tay Hoed sie. Ketika ia melirik kepada si orang tua she Coh itu mendapatkan jago itu mengawasi dalam pada si anak inuda matanya tak pernah pernah berkesip. Apinya peluru api. telah membakar ruangan dan menyala seluas tiga tombak. asapnya tajam mengenai mata dan hidung, baunya membuat orang pusing kepala. Si anak muda yalah Lie Tiong Hoa, terus bersikap tenang. Sekarang ia bersenyum memandang si orang tua, siapa sebaliknya mengertak gigi, kumisnya pada bangun berdiri. Barusan ia telah dihalangi si anak muda selagi ia dalam sengitnya menindih dadanya Sin Kong Tay. Tahu bahwa siapa yang menolongnya, Sin Kong Tay sangat bersyukur terhadap si anak muda, tetapi ketika ia mengawasi mayat Siang Ceng-In, air matanya lantas meleleh turun, deras seperti air hujan. ooooo BAB 1 DALAM murkanya si orang tua menekan hebat kepada Sin Kong Tay atau mendadak ia merasakan angin berhembus atas tubuhnya, lalu tenaga menyerang nya itu seperti kena tertarik. hingga tak dapat ia melanjuti menyiksa orang yang dianggap kurang ajar itu. Terpaksa ia membatalkan serangannya setengah jalan dan lompat ke samping hingga Sin Kong Tay ketolongan- Ia melihat perintang nya itu seorang muda yang tampan tetapi pendiam. Tentu sekali ia menjadi sangat tidak senang. "Bocah dari mana berani berlaku kurang ajar didepan aku si orang tua?" ia membentak dengan pertanyaannya. Tiong Hoa masih tetap bersenyum. "Tua bangka yang bertingkah dengan ketua bangkaannya" kata Tiong Hoa sabar. "Ketahui olehmu, tuan mudamu tak dapat menerima perlakuan kasarmu semacam ini. Cong seng Sie tempat suci, tak dapat dibiarkan kau si tua bangka main gila disini. Mungkinkah kau telah mendapat keterangan rombongan dari Tay in San berada didalam kuil ini?" Orang tua itu gusar sekali. "Siapa kau?" dia membentak. "Tak usah kau perdulikan siapa tuan mudamu ini." jawab Tiong Hoa sambil tertawa dingin. "Jikalau kau tahu diri lekas kau menyingkir. Jikalau tidak, akan aku membikin mayatmu rebah melintang disini" Orang tua itu tertawa mengejek. segera- juga tangan kanannya melayang. Ternyata dia cuma mengancam. Mendadak tubuhnya mencelat mundur dan mulutnya mengasi dengar suara keras: "Mari." Menyusul itu, dia berlompat lebih jauh, untuk mengangkat kaki kearah barat. Perbuatan itu diturut kawan-kawannya, maka itu didalam tempo yang pendek sekali, pergilah sudah mereka semua. Maka kuil Cong Seng Sie menjadi sunyi pula. "Siluman tua itu kabur" kata Sin Kong-Tay membanting kaki. "Sayang" Tiong Hoa tertawa. "Dia belum berhasil mendapatkan kitab silat, apakah kau sangka dia akan mati hatinya?" ia tanya. Sin Kong Tay menghela napas. la mengawasi mayatnya Siang Ceng-In, kembali air matanya melele turun. Tiong Hoa pun terharu. Ketika itu satu bayangan tubuh yang kecil langsing terlihat melesat masuk. dengan lekas dia telah tiba didepan si anak muda. Dialah Nona Phang Lee Hoan. Dia melihat belasan orang kabur, dia menyangka Congseng Sie sudah bebas dari bahaya maka itu dia muncul. "Engko Hoa" kata dia girang. Dia mengusap rambut didahinya, wajahnya tersungging senyuman"Aku justeru hendak memanggil kau nona kau sudah datang" kata Tiong Hoa sedang hatinya tergerak. Lee Hoan tertawa kecil. Dia hendak berbicara. tetapi dia batal. Itu waktu mendadak mereka mendengar pintu menara bersuara nyaring. Tiong Hoa menoleh dengan cepat maka itu ia bisa melihat pintu menara sudah terbentang lebar dan dari dalam situ muncul kira2 dua puluh orang lebih. Yang berjalan dimuka dua orang pendeta, yalah Hoat Poe-Siansoe, taysoe pengurus dari ruang Lo-han tong dari Siauw Lim Sie, serta Beng-ceng Hongthio dari Cong Seng Sie. Yang lain-lainnya antaranya yalah Ho cin coe ketua- Ngo Bie Pay si orang tua she Na, enam coencia dari Siauw Lim Sie dan Khong Tong sam Kiat, tiga jago dari Khong Tong pay. segera juga Beng ceng mendahului menghampirkan Tiong Hoa untuk memberi hormat sambil merangkap kedua tangannya dia-menjura dalam. "Jikalau Lie Siauhiap tidak datang menolong, pasti kita bakal terbinasa asap racun," kata dia dengan suara syukur. Didalam hati, Tiong Hoa terperanjat. Ia tidak menyangka asap jahat itu demikian liehay." Tapi ia lantas berkata merendah^ "Aku yang rendah adalah seorang muda yang tidak mengerti apa-apa, tak dapat aku menerima pujian hong-thio. Kebetulan saja aku tiba di sini. Rupanya orang-orang jahat itu sudah kehabisan obatnya itu dan mereka berniat sangat mencari rombongan dari Tay-In San dan Pouw Llok It, maka juga mereka berlalu dengan kesusu. Mana aku yang rendah berani menerima jasa ini?" Tiba-tiba si orang tua she Na tertawa nyaring, terus ia berkata: "Memang benar kata-kata ini Aku si tua sendiri mesti menyingkir kedalam menara, orang sebagai dia mana sanggup mengusir kawanan penjahat itu." Tiong Hoa bersenyum, sama sekali ia tidak gusar. Hoat Poen kembali nya mengerutkan alis. "Jangan kau merendah, siauwhiap." kata ia. "Meski benar bicara tentang ilmu silat loolap beramal masih sanggup bertahan tetapi mengenai asap beracun itu, itulah sungguh berbahaya. Belum lama ada lima loosoe yang terkena racun itu dan mereka tak keburu dapat ditolong, tubuh mereka lumer menjadi darah. Ketika loolap berangkat dari siauw Sit San-loolap membekal obat pemunah racun akan tetapi obat itu sudah dipakai habis, hingga masih ada risa racun, yang masuk kedalam tubuh kami, syukur siauwhiap keburu datang, dengan begitu dapatlah kami mengusir keluar sisanya itu." Sendirinya Tiong Hoa merasa jeri. syukur tadi si orang tua she Coh tidak menggunai racunnya itu terhadapnya, kalau tidak. entah bagaimana jadinya. Ia tidak menyangka sama sekali racun demikian jahat. Orang tua she Na itu ketahui Hoat Poen tak puas terhadapnya, dia tertawa dingin dan kata: "Beginilah kamu kawanan pendeta, kamu berpokok kepada kasih sayang dan kemurahan hati, jikalau orang tidak mengganggu kamu, kamu tidak mengganggu orang. Tidak demikian, mana barusan kamu merasai kepahitan- sampai aku si tua bangka turut menderita " Alis putih Hoat Poen terbangun. "Na Sie-coe " katanya. Ho cin coe ketua Ngo Bie Pay lantas tertawa dan kata: "Lie Siauwhiap. perkenalkan, inilah Tayhiap Na Loen Gan gelar Thay Pek It Kie" Tiong Hoa merangkap kedua tangannya. "Girang aku dengan pertemuan kita ini" katanya, sedang entah apa sebabnya, ia jemu melihat tingkah-lakunya jago dari Thay Pek itu. Na Loen Gan menjadi gusar. "Oh, bocah yang baik, kau berani berlaku kurang ajar didepan aku si orang tua?" dia berseru, sedang matanya mengawasi bengis sekali. Phang Lee Hoen menjadi tidak senang. "Engko Hoa, jangan kau layani bicara pada orang yang bakal lekas mampus" kata nya mendongkol. Mendengar itu semua orang melengak. bergantian mereka mengawasi si nona dan Thay Pek It Kie. Na Loen Gan gusar bukan kepalang. "Budak hina, apakah dapat kau menjumpai aku si orang tua lekas mampus?" bentaknya. Lalu bentakannya situ disusul dengan sampokan sebelah tangannya. Terlihat serangan itu, anginnya berbunyi nyaring. Tiong Hoa dengan gesit mencelat kedepan Lee Hoen. dengan mengangkat sebelah tangannya, ia menangkis serangan dahsyat itu. Maka bentroklah kedua tangan, dan tubuh Sijago tua she Na lantas terhuyung mundur beberapa tindak. "Omietoohoed" Hoat Poen memuji, terus ia bersenyum dan kata: "Kedua siecoe, buat apakah kamu menuruti suara hatimu" Saat ini bukan saat untuk orang main gagahgagahan-" Ia terus menoleh kepada Nona Lee Hoan untuk Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menanya: "Mendengar suara kau nona, mungkinkah kami masih belum bebas dari bahaya keracunan asap berbisa itu?" "Tidak salah, siansoe." menyahut Nona Phang. "Siluman she Coh itu asal orang suku Yauw dari pegunungan wilayah Biauw Kiang dan racun yang dia kumpulkan yalah racun bunga toh-hoa hiat-ciang yang paling berbisa. Baik manusia maupun binatang, siapa terkena itu, dia tak dapat bertahan lebih dari setengah jam, tubuh berikut tulang-tulangnya bakal menjadi musnah. Dia juga telah mencampuri pelbagai kutu jahat, yang bisa nelusup masuk kedalam darah orang, maka siapa terkena itu, meski nampaknya sehat-sehat saja, sebenarnya paling lama tujuh hari, ia bakal keracunan tanpa dapat ditolong lagi. Apalagi dia..." Nona itu melirik Na Loen Gan, ia mengasi dengar suara dihidung, lalu ia menambahkan: "Barusan dia sembrono menggunai tenaga dalamnya, untuknya bekerjanya racun semakin cepat, maka dia paling lama akan bertahan tiga hari" Semua orang kaget, sendirinya muka mereka menjadi pucat. Ho cin coe guram matanya, ia kata perlahan: "Aku percaya keterangan kau. Nona Phang. Kelihatannya kami mesti duduk diam saja menantikan kematian kami." "Benarkah asap itu demikian beracun?" tanya Tiong Hoa pada nona disisinya. "Kalau begitu, siluman tua she Coh itu pasti mempunyai obat pemunahnya. Apakah nona tahu dimana sarangnya dia"Atau apakah ada lain jalan guna melawan racun itu." Lee Hoen menggeleng kepala. "Dia tak tentu tempat kediamannya." sahunya. "sulit untuk mencarinya. Aku pun tak tahu cara lain untuk membasmi racun itu cuma biasanya, racun bagaimana liehay juga mesti ada obatnya. maka itu, mungkin ada lain obat penolongnya. Disini berkumpul para cianpwee yang luas pengetahuannya. cobalah dipikirkan perlahan-lahan, mungkin masih ada jalan untuk menolong..." Atas kata-kata si nona yang beralasan, semua orang lantas pada berpikir, antaranya ada yang menunduki kepala. Tapi Na Loen Gan lantas tertawa. "Tuan-tuan,jangan percaya ocehannya budak hina ini " kata dia keras. "Barusan aku si orang tua menggeraki telaga dalamku menurut ilmu oek Goan Souw Keng, semua ototku bekerja dan darahku tersalurkan sempurna, aku tidak merasakan sesuatu yang aneh Hm Hm sekarang mengertilah aku. Kamu sudah bersekongkol dengan siluman she Coh itu untuk membikin kami..." "Jangan kau sembarang mengoceh menuduh orang. " Tiong IHoa membentak. Pemuda ini gusar atas kelakuan kasar jago dari Thay Pek itu. Na Loen Gan terkejut. Hebat suara si anak muda. Ia pun lantas menggigil dan parasnya berubah menjadi pucat. Ia merasakan sampokan angin, yang membuatnya merasa dingin. Phang Lee Hoen melihat roman orang itu dia bukannya gusar, justeru dia tertawa. "Bukankah kau merasai lenganmu rada kaku dan sedikit ngilu?" ia tanya. Loen Gan terkejut dalam hati. Benar perkataan si nona, lengannya yang kanan terasa kaku atau baal dan ngilu Dengan cepat ia merasai tenaganya berkurang, sebab lengannya itu berat. Diam-diam ia mengerahkan tenaganya, untuk mengusir keluar racun dari tangannya itu. Nona Phang mengawasi wajah orang, dia tertawa pula. "Kau lancang mengerahkan tenagamu untuk mengusir racun, itulah impian belaka." Na Loen Gan memejamkan matanya, ia tidak mau menjawab. Tapi hatinya panas bukan main, hingga timbul niatnya yang busuk. Sang rembulan terus memancarkan cahayanya, menyoroti setiap wajah orang. Semua nampak berduka. Untuk sekian lama, orang terbenam dalam kesunyian, sampai Ho cin coe berkata: "Sekarang baru aku ingat, dipuncak gunung Soat San terdapat teratai salju, yang khasiatnya luar biasa, yang dapat membasmi seratus macam racun. Hanyalah teratai itu tumbuhnya terpendam didalam es, dan sangat sukar untuk mencarinya. pula sangat sulit mendaki puncak gunung, apalagi disaat angin keras. Entah sudah berapa banyak orang yang hilang jiwanya karena percobaannya mendapatkan teratai itu, hingga umum menganggap itulah usaha menempuh kematian." Ia berhenti sebentar, untuk menambahkan dengan keras: "Disamping itu umpama kata kita berhasil mendapatkannya, untuk kita sudah tidak ada faedahnya lagi. Sekalipun orang liehay, untuk pergi kesana dan kembali. paling sedikit dibutuhkan tempo satu bulan..." Tepat disitu waktu, mendadak ada orang melompat turun dari atas menara. sembari turun itu terdengar suaranya yang dalam tetapi terang: "Aku si orang tua ingat serupa barang yang dapat menyingkirkan keracunan tuan-tuan semua, bahkan itu manjur sekali dan mudah juga untuk mendapatkannya, hingga tak usah melewati batas waktu tujuh hari Hanyalah untuk itu tuan-tuan harus menjanjikan aku si orang tua satu hal baru suka aku memberikan petunjukku Bagaimanakah pendapat tuan-tuan semua?" Semua orang mendengar suara itu, semua lantas menoleh. orang itu segera tiba di-tanah. berdiri terpisah tujuh tombak dari mereka, hingga orang melihat tegas padanya. -Tapi dia tak tampak muka dan potongan tubuhnya, sebab dia mengenakan pakaian hitam seluruhnya, dari kepala diatas dan kaki dibawah. Apa yang tampak melainkan sepasang matanya yang tajam, hingga mirip hantu... Selagi semua orang heran, dan antaranya ada yang ciut hatinya. Tiong Hoa tahu siapa orang itu. Sim Yok dan Lauw chi telah memberitahukan ia halnya orang yang pernah diketemukan didalam rumah tak di kenal itu. Maka itu ia cuma bersenyum untuk sementara, ia mau melihat lagak orang. Lee Hoan dan Sin Kong Tay melihat roman Tlong Hoa, mereka menduga pemuda itu kenal orang dalam pakaian hitam ini, mereka ingin minta keterangan tetapi si anak muda lekas mengisyaratkan agar mereka berdiam saja. "Sie-coe, dapatkah sie-coe memberitahukan she dan nama sie-coe yang mulia?" tanya Hoat Poen hormat. "Asal sie-coe tidak memaksakan kami melakukan sesuatu yang merusak dan buruk- pasti sekali loolap suka menerimanya." Orang itu tertawa. "Tak kecewa kau menjadi pendeta suci dari Siauw Limsie" kata dia nyaring. "Dalam saat terancam bahaya kematian ini masih kau tak melupakan tujuan suci kamu memelihara diri. Tidak. kamu tidak akan melakukan permintaan yang diluar peri kemanusiaan, aku si orang tua..." Belum berhenti suara si hitam itu maka dari luar tembok pekarangan sudah terlihat satu orang berlompat masuk, terus, dia menghampirkan belakangnya orang untuk berkata: "Lengcoe" Sambil menyapa itu, terus dia menotok dengan dua jerijinya ke-arah jalan darah beng-boen. Si serba hitam menyangka orang atau kawannya mau melaporkan sesuatu yang penting, dia tidak menyangka bakal di-bokong seperti itu, maka itu, segera dia mengasi dengar suara tawar: "Hm" Habis membokong itu, orang itu sudah lantas memutar tubuhnya untuk berlompat pergi. Akan tetapi tubuhnya Tiong Hoa sudah melesat kearahnya, sambil membentak. si-anak muda meluncurkan lengannya yang kanan yang seperti dapat mulur itu, hingga tepat ia dapat mencekal lengan orang. Bahkan didalam tempo yang sangat pendek itu, ia mengenali Kwie Lam ciauw. Si orang hitam, yang tidak kurang suatu apa mengawasi Tlong Hoa, terus ia bertindak lebar menghampirkan anak muda itu, guna menyambuti orang tangkapan itu. Sambil tertawa dingin, ia kata pada si orang she Kwie: "Sudah lama aku si orang tua ketahui kau mengandung maksud busuk, kalau toh aku membiarkan kau hidup terus. ini disebabkan saat ini saat ku membutuhkan tenaga bantuan. Sekarang kau sudah terang berdosa kau-tak dapat ampun pula" Lalu tangan kirinya di ayun untuk menghajar. "Jangan" Tiong Hoa mencegah. Si hitam heran, meski begitu ia menyampingkan serangannya. maka ia kena menghajar tanah keras sekali. "Kenapa dia tak dapat dibinasakan?" ia tanya si anakmuda, ia mengawasi heran- Tiong Hoa bersenyum. "Kau totok saja, nanti aku memberi penjelasan-" katanya. "Tapi tanpa menanti jawaban, ia menoleh kepada orang banyak untuk-segera berkata: "perkenalkan Tuan ini ialah cit chee Lengeoe Pouw Liok It yang kesohor diwilayah Selatan" Mendengar itu semua orang terkejut, semuanya heranSemua mata lantas diarahkan kepada orang berpakaian hitam itu, yang menutup dirinya rapat-rapat. Orang itu sudah lantas menotoktiga kali pada Kwie Lam ciauw, habis mana dia mengangguk dan kata pada si anak muda: "Lie Siauwhiap. tenaga memikirmu kuat sekali. Kau sudah lantas mengenali lagu-suara ku" Tiong Hoa bersenyum. "Belum terlalu lama lewatnya tempo sejak pertemuan kita di ciat Hee" ia menjawab. "Aku yang rendah telah datang untuk memenuhkan janji apa mau Leng coe lagi mempunyai urusan penting hingga kau mesti meninggalkan kota Koenbeng. Sekarang kita bertemu di sini, aku girang sekali." "Mendengar lagu-suaramu ini, kau rupa-nya berniat mengadu kepandaian dengan aku si orang tua?" kata Pouw Llok It. suaranya dalam. "Diwaktu begini dan ditempat ini, tidak dapat aku yang rendah melayani Leng-coe." Tiong Hoa menjawab. "Jikalau begitu, apakah maksudmu?" tanya si hitam heranTak dapat dia menerka niat orang. Alisnya si anak muda terbangun, la menjawab lancar. "Aku yang rendah mohon bertanya, apakah Leng-coe datang kemari untuk mencari aku ataukah ada lain maksud lagi?" Pouw Liok It tertawa. "Lie Siauwhiap" katanya, "urusan di ciat Hee baiklah dibikin habis saja dan selanjutnya tak usah disebut-sebut lagi. Sekarang-sebelum aku yang tua menjelaskan maksud- ku datang kemari, aku minta kau mengasi keterangan terlebih dulu mengapa kau mencegah aku membunuh Kwie Lamciauw?" "Leng-coe, maksudmu ini- telah aku yang muda menerkanya sebagian," kata Tiong Hoa sabar. "Sekarang aku mohon menanya- Leng-coe, tahukah kau bahwa kau tengah terancam bahaya?" "Hal itu aku si orang tua sudah tahu," jawab Pouw Liok It. "Semenjak itu hari aku meninggalkan Koen-beng, aku tahu setiap saat aku terancam bahaya, cuma dapat aku terangkan, kalau mereka itu berniat buruk terhadap diriku, mereka lagi bermimpi. Atau andaikata mereka mampu turun tangan atasdiriku, mereka harus membayarnya dengan mahal sekali" Tiong Hoa tertawa. "Sekarang aku yang muda ingin bicara dari hal saat yang kita hadapi sekarang ini" katanya. Kedua matanya Pouw Liok It mengawasi tajam pemuda itu agaknya dia heran- Semua orang juga tertarik sangat pembicaraan dua orang itu, disamping memasang telinga, mereka mengawasi bergantian- cuma Na Loen Gan, yang hatinya masih penasaran, yang nampak tak sabaran-"Bagaimana maksudmu?" Pouw Liok It tanya. Tiong Hoa balik mengawasi, sikapnya tenang. "Selama beberapa hari yang belakangan ini rupanya Lengcoe telah menjadi sangat letih hingga kecerdasan Lengeoe berbeda jauh daripada hari-hari yang telah lalu" kata ia. "Aku mohon tanya, apakah Lengcoe tahu apa sebabnya Kwie Lam ciauw menggunai saat seperti ini menempuh bahaya membokong kepada Lengeoe untuk dia membinasakannya?" Pouw Liok It tercengang. Tapi lantas dia tertawa. "Aku dapat menerka maksudnya pertanyaan kamu" katanya. "Kau tentu maksudkan banyak sekali orangku yang telah berubah pikiran dan berkhianat hingga sekarang aku menjadi berdiri sebatang kara Benar bukan?" Tiong Hoa mengangguk. "ltulah benar tetapi itu belum semuanya," ia menjawab. "Dibelakang Kwie Lam ciau masih ada seorang lain yang mengatur segala apa dan dia sekarang pasti berada di luar tembok sana lagi menantikan ketika untuk turun tangan" Benar saja dari luar tembok terdengar ini suara seram: "Tidak salah Pouw Liok It. jangan kau mengharap yang tidaktidak. Mana bisa kau membujuki kaum lurus bekerja untukmu" Mana bisa kau lindungi kitab silat itu" Itulah miliknya Kwie Lam ciauw. Sekarang ini tenagamu sudah habis, kenapa kau tidak mau mengeluarkan dan menyerahkan kitab itu?" "Siapa kau." bentak Pouw Llok It. Tak sudi ia memberi jawaban- Tertawa menyeramkan itu terdengar pula. "Pouw Llok It, kita sudah bicara jelas," kata dia. " Hidup atau matimu sekarang telah berada didalam genggamanku. Tapi aku masih mengingat kasihan, maka lekaslah kau merubah haluan. Sekarang aku pergi untuk menantikan ditempat asal yang kau ketahui tetapi tak diketahui lain orang " Habis itu, sunyilah sekitar mereka. Tiong Hoa Sudah lantas lompat keatas tembok, tetapi ia tidak melihat apa-apa. Terang orang sudah pergi dengan jalan menyembunyikan diri. Maka ia lompat turun pula, la merasa tidak puas. Pouw Liok It sangat mendongkol akan tetapi ia tutup itu dengan tertawa terpana. Karena itu ia berdiam sekian lama. Ketika ia bicara pula, ia pun memaksakan diri. Katanya: "Siauhiap. aku mengerti kau. Tentang puteraku dia terserah kepada Thian, Mana dapat bangsat-bangsat itu menguasai jiwa umat manusia" Tentang maksudku datang kemari, ingin aku menjelaskannya- Kitab itu kitab yang membawa kesialan, siapa memiliki itu. dia tak akan selamat selama hidupnya, inilah aku insaf. Maka itu, akupun memegangnya untuk Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo melindungi buat sementara waktu, supaya itu tak dikangkangi oleh golongan manusia busuk sebab kalau kitab didapatkam mereka, Rimba Persilatan bakal tak mempunyai lagi hariharinya yang tenang. Sekarang ini aku telah menjadi si orang yang menunggang harimau turun salah, naik terus salah juga. Mungkin ada diantara tuan tuan yang mau menerka hendak aku menyerahkan kitab Kang Siauw sancoe. itulah terkaan keliru, jikalau aku benar niat menyerahkannya, urusan masih belum beres. Penyerahan berarti aku menimpahkan bahaya atas dirinya. Kalau aku serahkan, mungkin sudah lama rombongan dari Tay In san telah pulang keliang kubur." "Pouw Sie-coe, dapat aku mengerti maksud kau," Hoat Poen siansoe turut bicara, "tetapi baiklah sie-coe ketahui bahwa sekarang di-Selatan ini telah berkumpul berbagai jago, yang semuanya mengarah kitab ilmu silat itu, maka juga ancaman bencana sukar untuk disingkirkan- Sie-coe, ingin loolap menanya. sekarang ini sie-coe menghendaki apa dari kami semua" Asal yang dapat loolap lakukan, tak nanti loolap tampik." Pouw Liok It menghela napas. "Benar, taysoe. bencana sukar dihindarkan lagi." kata ia, "tetapi untuk nama Rimba Persilatan, guna keadilan, tak dapat tidak, kita harus menggunai ketika ini sebagai, untuk turun tangan, guna menyingkirkan segala manusia busuk. supaya selanjutnya, sedikitnya duapuluh tahun, dapat kita mengadakan ketenangan hidup damai dan berbaha Bukankah ini dapat dilakukan?" "Pouw Tayhiap." Ho cin coe tanya, kata-katamu ini keluar dari hati-sanubarimu yang lurus atau karena kau hendak menggunai tenaga kami untuk keuntunganmu sendiri?" Matanya Llok It mendadak bersinar. Terang ia merasa tersinggung. Tapi ia berdiam saja. Selang sesaat baru ia menarik napas panjang, baru ia kata: "Jikalau diantara kita tak ada kecocokan, bicara pun percuma..Tanpa saling percaya, tak ada saling bantu. Nyatalah datangku kemari berarti berlebihan, dari itu ijinkanlah aku meminta diri." Habis berkata, benar-benar Pouw Llok it mau bertindak pergi, tetapi justru itu, dari antara pohon-pohon pek yang lebat terdengar suara ini yang nyaring: "Omietohoed Pouw Siecoe. harap kau tidak gusar dan tidak pergi dulu. Kita samasama harus mengerti pepatah bahwa setiap orang harus tidak memiliki niat mencelakai orang tetapi juga tak boleh tak berjaga diri. Demikianlah kata-katanya ketua Ngo Bie Pay bukannya suatu kesalahan" Habis berkata begitu maka muncullah orangnya, yang bertindak dengan sangat cepat menghampirkan orang banyak itu. "Hoat Hoei Soeheng" Hoet Poet segera berseru. Memang pendeta itu pendeta suci dari Siauw Lim Sie. Hoat Hoei bersenyum, lantas ia kata: "Loolap ketahui Pouw Siecoe bicara dengan jujur. Sekarang tolong siecoe menjelaskan bagaimana pikiran atau dayamu siecoe?" "Aku memikir baiklah kita semua pergi ke Tiam chong San", berkata Pouw Liok It " disana kita umumkan bahwa Lay Kang Koen Pouw tidak ada pemiliknya, oleh karena itu justeru orang-orang gagah pada menghendakinya. baik diantara mereka dilakukan pertandingan, siapa yang paling gagah dialah yang bakal mendapatkan itu." Hoat Hoei menghela napas. "Kami bangsa suci, kami tidak mengharap itu, bahkan kami tidak mengingini pembunuhan," kata ia, " akan tetapi, kalau sampai terpaksa, tentu saja tidak ada jalan lainnya. Baiklah. loolap menyetujui pikiran sie-coe ini, hanya mengenai sie-coe sendiri, loolap ingin supaya siecoe menuntut penghidupan sunyi seperti kami, guna menyingkirkan segala bekas-bekas selama hidup sie-coe yang telah lalu..." Pouw Liok It berdiam sekian lama. Terang hatinya lagi bertentangan sendirinya. Kemudian ia menarik napas panjang lalu berkata: "Aku si orang she Pouw mengetahui kebaikan hati siangjin, maka kalau nanti telah saatnya, akan aku minta siangjin tolong memimpin padaku. Hanya sekarang ini aku masih belum ketahui bagaimana jadinya dengan nasibku." Hoat Hoei bersenyum. "Siapa hatinya baik, dia akan mencapai langit, maka tentang itu janganlah sie-coe buat kuatir," kata ia sabar, kemudian ia berpaling pada Lie Tlong Hoa dan berkata sambil tertawa: "Sahabat kecil, bagaimana dengan kau, apakah sejak kita berpisah kau baik-baik saja ?" Tiong Hoa menjura dalam2. "Dengan berkah Siangjin. aku baik2." sahutnya. "Siangjin juga banyak baik, bukan ?" Pendeta itu mengangguk. Justeru itu Na Loen Gan berseru keras: "Menolong jiwa sama- seperti menolong bahaya kebakaran, bagaimana kamu dapat berkesempatan untuk berbicara saja " Pouw LooSoe, sekarang bolehlah kau memberitahu kan kami kau mempunyai obat manjur apa untuk menolong kami semua ?" Jilid 26 : Menyusul In Nio dan Pouw Keng (MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 7) Sampai itu waktu, Pouw Llok It barulah menyingkirkan kain penutup mukanya hingga tampak kumis dan jenggotnya yang terpencar lima dan panjang, hingga kelihatan juga romannya yang tampan dan berpengaruh. ia mengawasi Na Loen Gan baru ia kata: "Obat itu termasuk satu diantara ketiga benda pusaka, yalah cangkir kemala Lou giok coei-in-pwee. Jikalau cangkir itu dituangi arak simpanan Pek Jian Tin-cioe, lalu dicampuri obat buatanku, siapa minum arak itu segera racunnya musnah" Mendengar itu hati Tiong Hoa tergerak. Ho cin coe mengawasi jago she Pouw itu ia tanya: "Kabarnya cangkir itu telah lenyap dari istananya pangeran Tokeh. mungkinkah sekarang telah berada ditangan Pouw Loosoe." Pouw Llok It mengangguk. "Boleh juga kalau mau dibilang begitu," sahutnya. "cuma..." Belum sampai jago tua itu bicara habis antara sinarnya si Puteri Malam, dari pohon Pek yang tua dan tinggi serta lebat, terlihat beberapa orang berlompat turun, semua orang melihat gerakan mereka itu, semuanya terkejut. Tiong Hoa bermata sangat awas, ketika ia mengenali satu diantaranya, ia menggeser tubuh kebelakangnya Lee Hoen. Orang yang maju dimuka, usianya enam-puluh lebih kurang dan tubuhnya jangkung menghampirkan Pouw Llok It. Dia bergerak sangat gesit, terus dia menanya nyaring: "Pouw Tayhiap. benarkah cangkir kemala itu berada ditanganmu?" Liok It melihat orang mengenakan seragam hok-wie dari istana raja, ia lantas mengenalinya. Ia masih menatap ketika, ia menjawab: "Kiranya Liong Hoei Giok Tayjin dari pasukan pahlawan istana yang datang. Tidak kusangka urusan sebuah cangkir kemala sampai membuatnya tayjin bercape lelah melakukan perjalanan laksaan lie. Sayang cangkir kemala itu tidak ada ditanganku si orang she Pouw, maka itu maafkan aku tak dapat menjawab kau." Kumis dan jenggot Liong Hoei Giok juga panjang sampai di dada, ia melirik orang di depannya, ia menyapu dengan sinar matanya kepada semua orang, yang semua mengawasi ia dengan berdiam saja, lalu ia tertawa lebar dan berkata: "Pouw Tayhiap. aku si orang she Liong tidak ingin mencampur tahu urusan Rimba Persilatan, akan tetapi mendengar kata-kata kau barusan, pasti kau ketahui dimana adanya cangkir kemala itu. oleh karena itu aku minta sukalah kau beri petunjuk padaku, supaya aku dapat pergi kepada orang yang bersangkutan, guna meminta pulang dari ianya." Pouw Llok It tertawa. "Liong Tayjin, kau juga asal orang Rimba Persilatan- dari itu undang-undang kaum Rimba Persilatan, tak nanti kau sudah lupa" sahutnya, "tidak dapat aku menjawab kau." Matanya Liong Hoci Gick bersinar bengis kumisnya sampai bergerak. Saking menahan sabar, sampai sekian lama ia berdiam saja, ia mengendalikan berdebarannya dadanya. Selagi pahlawan istana itu berdiam, dua orang berkelebat maju. "Liong Tayjin, percuma saja untuk terus omong kosong" kata satu diantaranya. "Ijinkanlah kami membekuknya." Tiong Hoa mengenali dua orang itu, adalah Mauw San siang kian- dua jago pedang dari gunung Mauw San- yaitu ceng Leng dan ceng in- la tertawa dalam hatinya dan pikir: "Rupa-rupanya mereka ini kuatir nanti tidak keburu mati" segera nampak roman Pouw Llok It menjadi angker. "Eh. Mauw San siang Kiam, sejak kapan kamu menjadi gundalnya pembesar negeri?" ia menegur. "Kenapa golongan agama Sam ceng dapat mengeluarkan murid-murid semacam kamu?" Hebat teguran itu. Mukanya ceng in menjadi merah. "Tua-bangka, jangan mencaci orang" dia kata nyaring. Jangan kau memikir gila hendak bermusuhan dengan Pemerintah. Apakah kau mau mencarijalan mampusmu sendiri" jikalau kau tahu diri, lekas kau sebutkan cangkir kemala itu ada dimana" Habis berkata, ceng in menghunus pedangnya, ditelad oleh kawannya, Maka pedang mereka itu lantas mengeluarkan sinar berkeredepan- Dengan memasang kuda-kuda, mereka berdiri berendeng, bersiap untuk bertempur. Liong Hoei Gick sebaliknya mengerutkan alis. Dia kata didalam hatinya: "Inilah Pouw Llok It. cara bagaimana kamu berani main gila terhadapnya?" Sebaliknya tak dapat dia menghalang-halangi, karena tindakannya itu dia anggap bakal membikin Pouw Liok It menjadi mendapat hati. Pouw Liok It mengawasi dua imam itu. "Kenapa kamu tidak mulai menyerang?" ia tanya menantang. "Manusia tidak mempunyai mata, baiklah kamu lekas mundur" Mauw San Siang Kiam menjadi sangat gusar, lantas mereka menyerang. "Hm" berseru Pouw Llok It. yang dua tangannya meluncur cepat sekali, ia melakukan itu sambil mendak. Hanya dalam segebrakan itu, ceng Leng dan ceng in menjadi sangat kaget. Diluar sangkanya, pedang mereka terlepas dari tangan mereka, pindah ketangannya orang yang diserang itu Pouw Liok It tertawa. "Didalam dunia Rimba Persilatan, aku si orang tua diberi julukan Giam ong leng" ia kata bengis. "maka itu siapa yang melanggar aku, dia mesti binasa." Lantas dia menyerang dengan kedua pedang ditangannya itu. yang ia timpukkanMauw San Siang Kiam kaget, sudah begitu, diserang demikian rupa, kaget mereka bertambah. Dalam gugupnya mereka berkelit. Siapa saja mereka kalah gesit. Maka keduanya lantas menjerit keras sekali, tubuh mereka menyemburkan darah, terus keduanya roboh terbinasa. Kedua pedang nancap didada masing-masing pemiliknya itu. Liong Hoei Gick menjadi gusar sekali. "Pouw Llok It, kau berani melawan Pemerintah?" bentaknya. Orang yang ditanya tidak menjawab hanya dengan dingin ia balik menanya: "Sejak kapan Mauw San Siang Kiam menjadi gundalnya pembesar negeri?" Hoei Giok mengasi dengan suara "Hm" la kalah bicara. Maka ia menggunai tangannya. Dengan jeriji-jeriji kuat seperti gaetan ia lantas menyambar, akan tetapi ditengah jalan semua jerijinya itu ditekuk hingga ia jadi menyerang dengan dua buah kepalanya. Pouw Lick It melihat bahaya mengancan ia berkelit kekanan, tangan kanannya segera menghajar. Hoei Giok berkelit kekanan kedua tangannya ditarik pulang. Atas itu. Liok It membalas menyerang, bahkan ia menyerang saling susul setelah yang pertama dan kedua gagal. Biarnya dia gagah. Hoei Giok pun terdesak. Terpaksa dia mundur. Liok It tertawa dan kata: "Aku menyangka pahlawan istana gagah luar biasa bagaimana kiranya cuma sebegini" Diterangnya rembulan, muka Hoei Giok merah padam. la gusar bukan main atas ejekan itu. Maka ia lantas berseru, sambil berseru itu, ia menyerang dengan dua tangannya. la membuka semua jerijinya dalam gerakan "Diseluruh langit tampak bayangan jeriji tangan-" Dengan begitu ia menggunai ilmu silatnya yang dinamakan "Koen Goan Tay Eng Jiauw" atau "Kuku Garuda." Pouw Liok It tidak takut bahkan dia kata tawar: "Liong Hoei Giok jikalau kau ingin mampus dibawahnya tiga menara ini. baiklah, aku si orang she Pouw akan membikin kau dapat mencapai keinginanmu itu" Dengan dua buah kepalannya, Giam ong-Leng lantas menyerang, ia didesak. ia balas mendesak. ia melawan keras dengan keras. ia menggunai kegesitannya untuk menang unggul. Maka hebatlah kedua jago bertempur. Satu jago Rimba persilatan, yang lain jago istana raja muda. Selagi menonton itu, Hoat Hoei Siangjin kata pada Hoat Poen: "Benar tak percuma orang menyohorkan Pak Pit Lam Poew ilmu silat Pouw Siecoe ini luar biasa sekali dia berhasil menggabung dua kepandaian pihak lurus dan pihak sesat inilah ilmu silat yang mirip dengan ilmu silat kita Tay Kim Kong cioe. Rupanya ia masih belum menggunai seluruh kepandaiannya. Aku kira Liong Siecoe bakal roboh.." Pendeta ini bicara tidak keras tetapi Liong Hoei Giok sebagai ahli silat liehay dapat mendengar itu dengan tegas sekali, sendirinya ia menjadi terkejut. Tidak ayal lagi ia menjejak tanah, untuk lompat mundur, guna menjauhkan diri dari desakan, sambil berlompat itu, ia bersiul nyaring, hingga siulannya itu mengaum diudara. Semua orang heran, tak ada yang dapat membade apa perlunya siulan itu. Pouw Llok It tertawa. "Liong Tayjin, apakah hati mu gentar?" tanyanya. Liong IHoei Giok tidak menjawab. dia hanya tertawa, habis itu, dia lompat maju guna, mulai pula dengan penyerangannya. Hanya ini. semua orang yang merupakan Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo rombongannya turut maju juga, hingga jago Rimba Persilatan itu lantas kena di-kurung. Pouw Llok It menyapu kesekitarnya. ia bersenyum. Sedikit juga tak terlihat ia jeri. Menampak demikian- Ho cin coe kata perlahan pada Hoat Hoei siangjin: "Liong Hoei Giok benar liehay. Ia mengurung dengan barisan Lian-hoau Sam ciat Tin, yang dapat berubah menjadi lima dan delapan penjuru, ada bagian matinya, ada bagian hidupnya. Siapa tidak mengerti Pat Kwa, tak dapat dia lolos dari barisan ini. Entahlah, siapa bakal roboh, tetapi sudah terang banyak orangnya yang mesti membuang jiwa disini.... Tak dapat kita maju untuk menyusahkan mereka, sebab Liong Hoei Giok dapat menuduh kita berkongkol dengan kaum Rimba Persilatan menentang Pemerintah. Dulu hari, ketika siauw Lim Sie dibakar, itulah contoh yang menyedihkan.." Hoat Hoei Siangjin menarik napas panjang. "Ini memang sulit" katanya masgul. Loolap tak dapat suatu jalan untuk memisahkan mereka. Mana dapat aku menasehati Pouw Sie-coe menyerahkan cangkir kemala yang mujiiat itu" Dengan begitu maka jiwa pihak kita tentulah sukar dapat ditolong .jiwa kita bergantung pada cangkir itu. Sebaliknya tak dapat kita membantu mengusir pahlawan istana itu." Selagi pertempuran belum dimulai, mendadak Tiong Hoa lompat kedepan- "Liong Tayjin, sudah lama kita berpisah apakah kau banyak baik ?" dia menyapa dengan suaranya yang terang-jelas. Hoei Giok melengak. la lantas berpaling. Maka ia melihat Lie Tiong Hoa berdiri di antara sinarnya si Puteri Malam, romannya tampan dan gagah, sikapnya tenang. Orang pun mengawasi ia sambil bersenyum manis. Untuk sejenak ia tak tahu bagaimana harus-mengambil sikap. Dasar ia seorang yang berpengalaman, dapat juga ia menenangkan diri, maka menjawablah ia dengan sabar -"Lie Kongcoe, apakah kau banyak baik ?" "Terima kasih, tayjin" sahut Tiong Hoa menjura. "Berkat tayjin, aku tidak kurang suatu apa" Pahlawan istana itu bersenyum. "Toan Kwee sudah berlaku sangat sekaker dan telah mempermainkan undang-undang negara." ia berkata, "Permainannya itu di ketahui Sri Baginda Raja hingga Sri Baginda menjadi sangat gusar, maka dia lantas ditangkap dan dijatuhkan hukuman mati berikut anggauta-anggauta keluarganya. Sekarang ini, kongcoe, ayahmu telah menjabat menjadi Lie Pouw Siangsie maka itu kau boleh pulang kekota raja dengan tidak usah kuatir suatu apa lagi " Tiong Hoa memberi hormat pula sambil menjura. "Terima kasih untuk pemberitahuan kau ini, tayjin," kata ia, "aku yang rendah tak nanti berani tidak menerima titahmu ini, Sekarang aku ingin menanya, apakah keberangkatan tayjin keluar kota raja ini benar-benar untuk cangkir kemala saja?" Liong Hoei Giok menatap tajam. "Benar," sahutnya. "Kongcoe sudah ketahui, kenapa kongcoe menanyakan lagi?" "Kuharap jangan gusar, Liong Tayjin" Tiong Hoa menyela, "ingin aku bicara dengan Tayjin- cangkir kemala tidak ada ditangan Pouw Tay hiap dan juga tidak ada ditubuhku, kalau sekarang Tayjin memaksa secara begini, urusan bisa jadi kacau. Maka itu kalau Tayjin percaya pada aku yang rendah, silahkan Tayjin pulang kekota raja, nanti berselang dua bulan, aku akan mengantarkannya sendiri ke istana Tayjin dikota raja." Hoei Giok berpikir keras mendengar suara orang muda itu. "Baik. kongcoe," jawabnya dalam. "Semoga Kongcoe memegang janjimu. Kongcoe harus ingat, kalau sampai temponya. Kongcoe tidak muncul kau harus mengerti bahwa ayahmu yang terhormat sukar lolos dari tanggung jawabnya" Tiong Hoa bersenyum. "Itulah pasti" sahutnya, suaranya tetap. "Sekarang aku minta Tayjin lekas mengajak rombongan berlalu dari wilayah Selatan ini, supaya tak usah sampai terbit salah paham. Tayjin mengerti sendiri, apabila lewat batas waktu yang sudah dijanjikan, Tayjin mesti pulang tetap gagal, maka Tayjin jugabakal menghadapi soal yang sulit." Liong Hoei Glak mengangguk. Terang dia tidak mau banyak omong lagi, sebab ia lantas memberi isyarat kepada orangorangnya, setelah mana ia lompat pergi, untuk menghilang bersama orang-orangnya itu hingga cepat sekali, suasana sunyi menguasai pekarangan dalam kuil cong Seng Sie itu. Semua orang lantas bernapas lega. Pouw Liok It menghadapi orang banyak, ia kata: "Para loosoe. silahkan turut aku si orang she Pouw, lekas berangkat ke Pek Ho Nia, Tiam chong San, untuk menyelesaikan urusan kita ini. Tentang cangkir kemala itu, cuma Lie Siauwhiap yang dapat mengambilnya, kita mesti berada di Tiam chong San dalam tempo tujuh hari, tak boleh lewat" "Sekarang ini dimana adanya cangkir itu?" tanya Na Loen Gan- "Aku kuatir aku si orang she Na tak akan dapat bertahan sampai tujuh hari lagi." Baru sekarang si jumawa ini atau si adat keras, takut mati... Pouw Lick It menoleh kepada orang tua itu, ia melihat mata orang bersinar guram dan romannya sangat lesu, meski begitu, ia bersenyum dan kata: "Jangan kuatir, Na Loosoe. Aku tanggung dalam tempo tujuh hari loosoe tak bakal mati" Habis berkata itu, dengan lincah Liok It lompat kepada Tiong Hoa untuk berbisik sedang matanya memandang Phang Lee Hoen. Tiong Hoa nampak menjadi likat, agaknya ia merasa sulit. Liok It tidak menghiraukan itu, dia pergi sembari berlompat ketembok pekarangan dia berkata nyaring: "Loosoe semua, marilah ikut aku si orang she Pouw Sebentar diwaktu matahari terbit, kita akan sudah sampai di Pek Ho Nia" Hoat Hoei semua menurut maka juga lantas dengan salingsusul mereka meninggalkan cong Seng Sie dimenara kuil mana hampir saja mereka menjadi kurban asap jahat. Cuma Lie Tiong Hoa bersama Phang Lee-Hoen dan Sin Kong Tay yang tidak turut rombongan itu. Ketika si anak muda melihat dua orang itu diam saja ia heran-"Kenapa kamu tidak turut" "ia tanya mereka. "Aku menerima kebalkan besar dari kau, siauwhiap." kata sin Kong Tay suaranya sedih "maka itu aku bersumpah akan terus mengikuti kau supaya sedikitnya aku dapat membalas budimu setelah itu aku akan pergi hidup menyendiri didalam lautan atau gunung yang sunyi sebagai seorang imam." Tiong Hoa terharu. Tapi ia bersenyum. "Jangan berkecil hati loosoe," kata ia. " Dunia ini kotor, siapa pun dapat tersesat karenanya. Yang penting ialah supaya kita dapat memperbaiki diri kita. Aku sendiri telah bertindak keliru hingga aku pernah membunuh orang tetapi aku percaya aku betul aku tak kecil hati." Sin Kong Tay menghela napas. "Aku pun menyesal atas kematian sahabatku," kata ia. "Nasihat kau ini, siauwhiap akan aku ingat baik-baik. Sekarang ini siauwhiap ijinkan aku turut kau. Aku tidak tahu dimana adanya cangkir kemala, aku cuma percaya, untuk mendapatkan itu. mestinya siauwhiap bakal menghadapi perjalanan sukar, maka itu, apabila aku gagal di dalam tempo tujuh hari, jiwanya puluhan orang bakal celaka karenanya. Tambah seorang kawan berarti mengurangi kesukaran, dari itu aku membesarkan hati menawarkan diriku untuk turut siauwhiap. Aku harap siauwhiap tidak menampik." Tiong Hoa tertawa. "Dengan loosoe turut bersama, tak ada tempat kemana aku tidak berani tidak pergi" katanya. "Baiklah, biar lain kali saja aku menghaturkan terima kasihku untuk bantuan loosoe ini." "Sekarang siauwhiap." kata Sin Kong Tay, "aku minta siauwhiap menanti sebentar, hendak aku mengurus jenasah sahabatku ini... Sembari berkata, ia memandang mayat Siang ceng In. airmatanya mengucur turun- Tidak ayal lagi, ia memondong tubuh kawan dia untuk dibawa pergi ke belakang menara. Ketika itu Lee Hoen membisik-bisik pada si anak muda. "Engko Hoa." Barusan Pouw Llok It berlalu kau nampaknya bingung." kata ia. "Sebenarnya apakah itu yang dikisiki?" Nona ini menatap tajam muka si anak muda. Tiong Hoa tercengang, itulah pertanyaan diluar dugaannya. Tapi ia lantas menggeleng kepala dan tertawa. "Tidak apa-apa" sahutnya singkat. "Nona jangan curiga." "Siapa bilang siauwmoay curiga?" kata nona itu, yang timbul manjanya. "Kau sendiri yang bersikap aneh. Mesti ada sesuatu Kalau tidak. tidak nanti Pouw Liok It berbisik sampai matanya mengawasi tajam pada siauwmoay" Tiong Hoa berdiam. Sang Puteri Malam menyinari mukanya yang tampan. Kemudian ia menghela napas dan berkata perlahan: "Kalau nona memaksa bertanya, baiklah akan aku beritahu. Sebenarnya Pouw Liok It memberi pesan mengenai anak gadisnya yang dia sangat sayangi." Lee Hoen berdiam, hatinya menjadi tidak keruan rasa. Ia berduka, ia cemburu. Tanpa merasa, airmatanya melele keluar. "Engko Hoa," ia tanya kemudian, "aku minta sukalah kau menetapkan siapa, supaya aku juga dapat menerapkan hatiku dari siang-siang." Tiong Hoa bingung, ia jengah. "Sebenarnya tak berani aku menyembunyikannya," katanya kemudian- "Di Kim-leng telah ada tunanganku, maka itu mana berani aku merendahkan kau, nona inilah yang membuatku sulit." Lee Hoen terkejut. la seperti terhajar guntur. Kepalanya menjadi pusing dan matanya berkunang-kunang. Tubuhnya lantas terhuyung. Tiong Hoa pun bingung sekali. Atau mendadak diantara mereka munculah Sin kong Tay. "Aku si orang tua bukannya mencuri dengar" kata dia nyaring, dan sambil tertawa juga. "Aku cuma kebetulan saja mendapat dengar Nona Phang, kau jangan berduka, mari kau dengar nasehatku" Berkala begitu, orang tua ini melirik si nona, terus dia lompat, lari ke pohon pek yang lebat. Lee Hoen melihat itu, la lari menyusul. Maka lenyaplah mereka berdua ditelan kegelapan pohon itu. Tiong Hoa mengawasi. Ia tetap bingung. Ruwet pikirannya. Karena itu mendadak di depan matanya berbayang Ban-in, lalu Cek In Nio, lalu Pouw Keng, semuanya menunjuki kelembutannya. kecantikannya, kebotoannya... Tanpa merasa, ia bersenandung: "Semoga tubuhku berubah menjadi air yang mengalir ketimur, diikuti kupu-kupu yang hanyut tak kembali pula...." Tidak lama maka Sin Kong Tay muncul bersama Phang Lee Hoen- sekarang paras si nona tersungging senyuman hingga ia nampak manis, ia pun segera mengasi dengar suaranya ya merdu. "Engko Hoa, mari kita berangkat" Si anak muda melengak. itulah perubahan-yang luar biasa. "Kemana?" tanya dia. Nona itu melirik, "Engko lupa rupanya?" sahut si nona. "Tentu untuk mendapatkan cangkir kemala Coei In Pwee" "Oh" kata si anak muda, seperti baru sadar. "Ya, marilah-" "Siauwhiap." kata sin Kong Tay yang baru turut bicara. ." Padamu bergantung keselamatan puluhan jago Rimba persilatan aku minta sukalah kau berlaku waspada. Aku si orang tua merasa pasti dijalan Selatan ini sudah berkumpul banyak hantu, mudah untuk terbitnya gara-gara. Maukah siauwhiap memberi keterangan kepadaku, kemana arah tujuan siauwhiap?" "Ceng Shia" sahut Tiong Hoa singkat. Sin Kong Tay melengak. "Kalau begitu kita mesti mengambil jalan dari perbatasan In-lam. See- kong dan soe-coan," katanya kemudian- "Itulah jalan yang terdekat, mesti itu sedikitnya perjalanan tujuh, sampai delapan ratus lie. Perjalanan pegunungan yang sukar. jikalau bukannya tempo tujuh hari, sulit untuk pergi dan pulang." Tiong Hoa berdiam. la berpikir. "Habis bagaimana kita mesti berjalannya?" tanyanya. Sin Kong Tay berpikir, baru ia menjawab: Dari Tali kita menuju ke Pin coan. yam-hong dan Eng jin tiga kecamatan. Dari sana kita mengikuti perbatasan In-lam dan See-kong untuk sampai di tebing pegunungan Tay Liang San di propinsi Soe-coan- Kemudian kita jalan dibelakang gunung. "Ngo" Bie San- Dalam tempo satu hari kita mesti dapat tiba dikecamatan Tee-koan, ceng-shia. Didalam tempo dua atau tiga hari, baru kita sampai ditempat tujuan-" "Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang " kata Tiong Hoa, yang terus mendahului berlompat pergi. Sin Kong Tay dan Phang Lee Hoen mengikut, maka itu lagi sekali cong Seng Sie di tinggal dalam kesunyiannya. oooo BAB 1 PADA WAKTU magrib Tiong Hoa bertiga telah tiba dimulut penyeberangan Thay-peng-touw, disungai Kim Kang See. Kali disitu berair deras dan banyak wadas-nya. Penduduk Thaypengtouw terdiri cuma dari beberapa puluh rumah, dijalan besar yang lebar, melainkan ada belasan toko atau warung. Jalanan sunyi. Dimuka jalanan ada sebuah rumah penginapan didepan mana tiga ekor kuda lagi ditambat dan tengah makan rumput. "Didalam sini ada orang Rimba Persilatan- kita singgah disini atau bagaimana?" tanya Sin Kong Tay pada si anak muda. "Sudah, satu hari kita berjalan tanpa minum dan menangsel perut, perlu kita singgah disini," kata Tiong Hoa. "Biar saja ada orang Rimba Persilatan, mereka toh tidak memusuhkan kita. Habis bersantap kita berangkat terus." Sin Kong Tay mengangguk. Maka bertiga mereka bertindak masuk. Didekat tembok ada sebuah bangku panjang, seorang jongos duduk diam disitu sambil menyender, dia melihat ada tetamu tapi dia cuma mengawasi saja agaknya dia heran"Apakah ini rumah penginapan atau bukan?" tanya Sin Kong Tay keras. Jongos itu kaget hingga dia berbangkit dengan berjingkrak. "Ya, ya," katanya lekas. "Tapi ini sudah diborong Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo orang. Maaf" "Kita bukan hendak bermalam" kata Sin- Kong Tay yang tertawa tawar. " Lekas sedia kan barang makanan dan arak, habis bersantap kita mau lantas berangkat pula Mengertikah kau"." "Ya ya" kata pula si jongos lekas. Silahkan tuan-tuan duduk. akan aku lantas menyajikannya." Dia pun lantas lari kedalam. Lee Hoa n merasa lucu, dia tertawa. Tiong Hoa pun bersenyum. Tapi Sin Kong Tay berdiam, sikapnya sungguh-sungguh. Dia tidak tertawa atau bersenyum. Segera juga terdengar tertawa dingin dari sebelah tembok. disusul kata-kata ini yang nyaring dan tak sedap: "Tua-bangka itu bertingkah, turut hatiku, hendak aku hajar adat padanya " "Ya, beginilah tabiatmu yang keras " kata seorang lain"Mereka tidak ganggu kau, buat apa kau marah tidak keruan" Buat apa usilan ?" "Tapi sudah sekian lama aku mendeda1 saja " kata orang yang pertama itu. Mendengar itu, barulah Sin Kong Tay bersenyum. Sementara dlluar terdengar tindakan lari kuda, dari jauh lalu mendekati untuk ber henti didepan penginapan- Menyusul itu terlihat masuknya seorang laki-laki kurus jangkung umur kira tiga puluh tahun alisnya tebal matanya tajam. Dari rupanya terang dia habis melakukan perjalanan jauh. Ketika dia melihat Tiong Hoa bertiga dia merandek, terus dia mengawasi. "Sahabat, buka lebar matamu" Sin Kong Tay menegur sambil tertawa dingin. " Untuk apa kau mengawasi aku si orang tua" Aku si tua bukannya lampu yang kekurangan minyak Biarlah kita jembatan pulang kejembatan,jalanan pulang kejalanan. kita tidak saling mengganggu siapa juga. Mengertikah kau?" Orang itu juga tertawa dingin. "Tuan, teranglah kau yang mencari gara-gara" kata dia. "Kau berlaku terus terang, tak nanti aku tak menyambut kau." Sin Kong Tay tertawa terbahak. Tiong Hoa heran, ia mengerutkan alis. la memberi hormat pada orang itu. "Harap tuan jangan keliru mengerti," katanya. "Kami lagi beristirahat disini. segera juga kami bakal melanjuti perjalanan kami." "Benarkah kata-katamu, saudara?" orang itu menegaskan"Sahabat, adakah hotel ini hotelmu?" tanya Sin Kong Tay, suaranya dalam. " Dapatkah kau usil terhadap kami?" Orang itu gusar, sebelah tangannya lantas diangkat perlahan-lahan- Berbareng dengan itu, air mukanya berubah. Mendadak ia mengibas keluar, mulutnya memperdengarkan suara panjang, tubuhnya terus berlompat. Sin Kong Tay heran, ia melengak terhadap Tiong Hoa, yang tak mengerti seperti ia sendiri. Seketika itu juga terdengar suara bentakan-bentakan diluar, juga ada suara angin saling menyambar, lalu menyusul tindakan banyak kaki diatas rumah. Tiong Hoa mau pergi keluar untuk melihat tapi Sin Kong Tay mencegah padanya. "Mari, siauwhiap." kata kawan ini bersenyum. "Mari dahar dulu, sesudah cukup baru kita bicara" Tiong Hoa heran hingga ia berpikir: "Aneh tabiat Sin Kong Tay. dia bergirang dan bergusar tidak keruan-ruan- Rupanya benar orang Rimba Persilatan semuanya bertabiat luar biasa." Tiba-tiba sebuah pintu kamar terbuka dengan keras, itulah kamar yang dihadapi Lee Hoen. Dua orang berjalan keluar dengan cepat, salah satunya mengawasi sin Kong Tay dengan roman gusarnya. Sin Kong Tay tertawa. "Siauwhiap" tentu menyangka amat aneh," katanya, kemudian- "Tapi aku berpengalaman, aku lebih banyak pendengarannya di- banding siauwhiap berdua nona. Sebelum-nya aku masuk kemari, aku telah melihat dirumah seberang sana, dibawah payonnya, ada bersembunyi kira enam orang, yang matanya mengawasi tajam kearah sini. itulah tanda bahwa mereka mempunyai musuh didalam rumah penginapan ini." Ketika itu jongos datang dengan barang makanan, dia saban-saban mengawasi keluar, nampaknya dia takuti. Dia pun mengundurkan diri dengan cepat. sin Kong Tay mengisikan tiga cawan, lantas ia melanjuti perkataannya. "Begitu kita masuk kemari, aku heran atas lagaknya jongos tadi. Tak ada aturan dia tak menyambut tetamu, bahkan dia membilang hotelnya sudah ada yang borong. Aku tahu, itu artinya pemborong nya sudah tinggal lama. Kenapa penyewa itu berdiam lama di-sini" Tidakkah itu aneh" Maka itu aku sengaja membawa tabiatku aseran, untuk memancing keluar kepada tiga penyewa kamar itu, guna melihat siapa mereka." Sekarang. Aku sudah menduga pasti, mereka ini mesti ada sangkutannya dengan rombongan dari Tay In San- Mungkin sekali selama ini. rombongan itu sudah menentukan jalannya yang harus diambil." Tiong Hoa dan Lee Hoen kagum untuk kawannya yang cerdik ini. Si anak muda hendak membuka mulutnya ketika ia mendengar suara ini "Tidak salah Kami memang dari rombon Tay In San- Kamu siapa?" Menyusul kata-kata itu, tiga orang sudah berlompat masuk. Yang seorang, yang lanjut usianya, matanya bersinar seperti kilat. sin Kong Tay tidak memperdulikan tiga orang itu. " Lekas dahar" ia kata pada kedua kawannya. ia bicara sambil tertawa. orang tua itu gusar. la merasa terhina Tiong Hoa melihat kemurkaan orang, dapat ia. berdiam saja. la kata bersenyum: "Kami sahabat bukannya musuh. Paling benar kamu lihat diluar sana" orang tua itu heran- la mengawasi si anak muda, lantas ia ngeloyor pergi. "Siauwhiap. mari kita berangkat sin Kong Tay mengajak. " Kita jangan campur urusan lain orang." Tiong Hoa menggeleng kepala, "Tak bisa" sahutnya. "Kalau gelang kemala itu terjatuh ditangan orang jahat bukankah pertemuan di Tiam chong San bakal gagal?" "Ah, kamu bicara saja, nasi sampai di-lupai" kata Lee Hoen menyela. Tiong Hoa dan sin Kong Tay tertawa, lantas mereka berdahar. Diluar sudah lantas terdengar suara beradunya senjata. Mereka tidak menghiraukannya. Setelah dahar cukup mereka meninggalkan uang, terus mereka bertindak keluar. Hari sudah malam tapi langit terang. Rembulan jernih dan indah. Ditengah jalan lima orang lagi bertempur senjatasenjata mereka berkelebatan. Yang seru ialah pertempuran si orang usia tiga puluh tahun bersama seorang lain, sama-sama mereka bertangan kosong. Tiong Hoa melihat keatas maka diatas genteng kiri dan kanan terlihat sejumlah orang, rupanya dari kedua pihak. yang lagi menantikan ketika. Si orang tua tadi berada ditepi jalan, dia melihat Tiong Hoa keluar, dia bertindak menghampirkan, untuk mendampingi. "Siapa itu pemimpin pihak sana?" Tiong Hoa mendahui menegur. orang tua itu mengawasi. "Dialah Ok Coe Pong Liap Hong," sahutnya " Kenapa dia tak nampak?" "sebentar lagi dia tiba. Tuan siapa" Maukah tuan memperkenalkan diri?" Tiong Hoa bersenyum. la bukan menyahuti hanya menunjuk orang usia tigapuluh tahun itu. ^ "Siapa dia itu" Baik ilmu silat dia." Orang tua itu heran, tetapi dia menjawab. "ialah salah satu orang gunung kita. Dialah Kim See San Coe The Giauw Seng." "Terima kasih," kata Tiong Hoa bersenyum. Terus ia mengawasi medan pertempuran- Ia melihat The Giauw Seng lagi menyerang, tangan kirinya menyambar kearah bahu, tangan kanannya hendak menangkap tangan lawannya. Pihak sana liehay, dia berkelit dan menangkis, terus dia membalas menghajar. itulah yang dikehendaki The Giauw Seng. Ketika tangan lawan sampai, ia membarengi menyambut. Tepat ia menyeka1 lengan kanan lawan itu, lalu selagi orang kaget kaki kiri nya terangkat. Tak ampun lagi lawan terdupak. tubuhnya sampai terpental. Ketika dia jatuh, dia menjerit tertahan, terus dia muntah darah dan nyawanya terbang pergi. Giauw Seng tak berhenti sampai disitu. ia maju pada musuh lainnya, untuk mengepung. Tepat di itu waktu, dari kejauhan terdengar siulan nyaring, lalu tampak delapan atau sembilan orang lari mendatangi. Parasnya si orang tua berubah, segera ia menepuk tangan, atas mana The Giauw Seng dan empat kawannya lantas berhenti berkelahi, untuk berdiri berkumpul. Segera tibalah sembilan orang itu. Cahaya rembulan yang terang membikin mereka terlihat tegas. Tiong Hoa mengenali Liap Hong si "Thio Liang Jahat." yang kepalanya lanang, kepalanya itu besar tubuhnya kecil. Dua yang lain ialah Ciam Hok Wan dan Ciam Hok Leng yang pernah dilukai ia nya ditepi penyeberangan sungai ouw Lang. Disisi Liap Hong ada seorang tua beroman bengis, ia duga dialah Ciam Yang si Mata Satu. "Kalau sin Loosoe turun tangan membantui rombongan dari Tay In San- berlakulah jangan setengah-se-tengah." si anak muda memesan kawannya. Ia menyerahkan pedang Ceng Song Kiam pada Phang Lee Hoan seraya memesan juga: "Nona, kau harus berkelahi dengan melihat selatan- Kalau kau rasa bakal menang, hajarlah. kalau tidak. kau membela diri saja, inilah untuk menjaga andaikata aku kena dihalanghalangi mereka." Nona Phang mengangguk. Ketika itu sudah lantas terdengar suara bengis dari ok Leng Tek, "Meskipun kau sangat licik, kau tak lolos dari tanganku si orang she Liap. Aku sudah memasang jaring rapat-rapat. Mengapa kau tidak mau lantas menyerahkan gelang kemala itu, supaya kami dapat lantas pergi, agar kita tak saling mengganggu?" Dua kali suara tertawa menjawab suara jumawa Liap Hong itu, lantas dua sosok tubuh lompat turun dari atas genteng. Tiong Hoa lantas mengenali Lo Leng Tek dan Kim Som. Ketika itu dari belakangnya ada orang menariknya Apabila ia menoleh, ia melihat Tok-pie Leng Koan Coei Kiat Him. Ia girang sekali. "Coei Loosoe, tak kusangka disini kita bertemu pula" katanya. "Pertempuran kali ini bakal hebat," kata Coei Kiat Him yang tidak menjawab langsung. "Tapi ada siauwhiap yang bakal membantui, aku tidak kuatir lagi. Sebenarnya sudah sering Kim Loosoe mau mengirim, orang meminta bantuan siauwhiap. sayang kami tak tahu siauwhiap berada dimana." Segera juga terdengar suaranya Lo Leng-Tek yang terlebih dulu tertawa tawar: "Liap Loosoe aku si orang she Lo ingin bicara dulu denganmu." "silahkan Lo Loosoe aku sedia mendengarnya" "Aku mohon tanya." kata Leng Tek "sekarang ini Liap Loosoe mengarah gelang kemala atau hanya untuk menyeterukan aku?" Liap Hong tertawa mengejek. "Tentu saja untuk gelang kemala Lo Loo soe, kau tahu tapi kau berpura pilon" "Hm, sayang" kata Leng Tek dingin. " Gelang kemala itu oleh siauw-sancoe sudah diserahkan kepada Pouw Liok It. Kalau tidak salah, sudah dua hari dimuka sancoe kami tiba disana Liap Loosoe, sia-sia belaka segala usahamu ini" Tajam kata-kata kedua belah pihak itu. "Benarkah itu?" tanya Tiong Hoa pada Kiat Him. Orang yang ditanya berdiam, dia cuma bersenyum. Tapi itu sudah cukup buat si penanya. Liap Hong menjublak sebentar, lalu dia tertawa terbahak. "Lo Loosoe, dapat kau memperdayakan lain orang tetapi tidak aku Kalau kau tidak menyerahkan itu sekarang juga, jangan kau menyesalkan Liap Hong telengas" Cia Im Yang habis sabar. Dia campur bicara. "Saudara Liap. buat apa ngoceh saja. Malam ini mereka mesti mampus, tidak bisa lain" katanya nyaring. Leng Tek menyambut itu. sambil tertawa. "Aku bersedia menyambut segala apa" Jawabnya masih belum ketahuan- siapa yang bakal berangkat kelain dunia. Maka percuma untuk tertawa siangsiang" Matanya Liap Hong bersinar, ia menoleh kepada pihaknya. "Saudara yang mana yang ingin maju lebih dulu" dia tanya. Seorang lantas lampat maju, gesit gerakannya. Tapi dia segera disambut Kim Som yang sembari tertawa berkata: "Tuan. hebat ilmu ringan tubuhmu, tetapi aku ingin menerima pelajaran barang satu atau dua jurus dari kau." orang itu bermuka lebar dan romannya keren. "Apakah tuan Sin-Heng sice-Soe Kim Loo-soe?" dia tanya. "Aku yang rendah adalah Pew Pou Leng Hong Pouw Yang.Harap kau suka memaafkan aku" Sebelum Kim som bertindak. Tiong Hoa sudah melesat ke sisinya, bahkan tangan kanannya terus diulur, guna mencekuk Tangannya orang she Pauw itu, sedang tangan kirinya menotok jalan-darah ceng-ciok. Pouw Yang kaget, tengah melengak itu, tangannya sudah tertangkap dan sebelum dia berdaya, totokan sudah tiba. Dia tertawan tanpa berdaya. Lantas juga tubuhnya dilemparkan kearah Kiat Him sambil sianak muda berseru: "Coei Loosoe, tolong ringkus dia " Juga Kim Som heran tak kepalang, hingga ia melengak. Hanya, begitu mengenali si anak muda ia girang bukan mainDemikian juga gembiranya Lo Leng Tek. Pihak Liap Hong pun kaget, lalu Ciam Kie Wan dan Ciam Hok Leng lompat bersama maju kemuka. Romannya guram sekali. Tiong Hoa sudah mengambil keputusannya. la mempunyai urusan tujuh hari, tak dapat ia membuang-buang tempo. Maka sebelum dua saudara Ciam itu membuka mulutnya, ia sudah menyambut mereka dengan sampokannya. Dengan hebat dua saudara itu menjerit tubuh mereka terpental balik untuk ter banting roboh ditanah dengan mandi darah dan jiwanya melayang. Semua orang dikedua pihak menjadi terkejut, hanya yang Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo satu lantas menjadi kagum dan nyaring, pihak yang lain menjadi gentar atau gusar. Demikian Ciam Yang yang kehilangan dua puteranya. Dengan mata merah membara dia mengawasi bengis. "Anakku tidak bermusuh dengan kau, kenapa kau berlaku begini jahat." dia menegur. "Sudah banyak tahun aku si orang tua pantang membunuh, tapi malam ini aku hendak melanggarnya. Kau mesti mengganti jiwa kedua anakku" Dia lantas mengeluarkan senjatanya yang berupa semacam bung bung atau pipa bundar terbuat dari kuningan, yang banyak lubang-nya seperti lubang sarang tawon. Melihat senjata itu, Tiong Hoa menduga didalamnya mesti ada tersembunyi senjata rahasia yang berbisa, karenanya ia lantas waspada. Ia tertawa dan kata: "Dimedan pertempuran tidak ada soal kejam atau tidak- Dimedan pertempuran orang mesti mati atau terluka parah. Bagaimana seandainya aku yang tak beruntung menemui ajalku?" Sembari kata begitu, anak- muda ini menggulung tangan kirinya. Tapi begitu ia keluarkan begitu ia tarik pulang. Ciam Yang sudah lantas berkelit ke-samping, maksudnya akan menyingkir dari serangan itu. Ia kecele sebab ia nyata cuma digertak. Tapi selagi ia berkelit itu, Tiong Hoa melesat maju sambil berseru keras, tangan kanannya diulur panjang tiga kaki, iima jerijinya menyambar kepada pipa kuningan atau bung bung orang itu. Ciam Yang tahu lawan liehay, dia sudah siap sedia. Begitulah ketika ia berkelit jeriji tangannya sudah ditaruh pada pesawat rahasia dari pipanya itu. Ia hanya tidak menduga musuh hebat luar biasa. Belum lagi keburu menekan atau pipanya sudah kena dirampas, sedang tubuhnya sudah tertolak. hingga terguling. Tiong Hoa tidak berhenti sampai disitu. ia lantas melemparkan bungbung itu kearah Liap Hong semua. Segeralah terdengar letupan nyaring, dari dalam bungbung menyemprot lelatu api seperti bintang, menyambar cepat sekali Liap Hong semua kaget, semua lantas memutar tubuh untuk menyingkir. Ketika lelatu api jatuh ketanah, api lantas menjalar. Bungbung itu menerbitkan api muncrat dan menyembur tinggi keatas dan berpencaranTiong Hoa sendiri heran bukan mainMenyusul letusan itu, dari atas rumah di-seberang sana, ke arah mana api menjurus, sejumlah musuh roboh terguling. untuk tak berbangkit pula, sebab jiwa mereka pada terbang melayang. Tak ada diantaranya yang sempat membuka mulutnya. Liap Hong dan Ciam Yang mengasi dengar siulan nyaring, keduanya memutar tubuh untuk lari pergi. Dengan lantas mereka disusul kawan-kawannya yang masih hidup. Pedang Medali Naga 2 Suro Bodong 06 Racun Madu Mayat Suling Emas Dan Naga Siluman 27