Bujukan Gambar Lukisan 15
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 15 Tiong Hoa lompat kepada salah satu mayat, untuk memeriksa, la melihat darah keluar dari semua lubang keringat. Begitu juga keadaan mayat-mayat lainnya. Sin Kong Tay menghampirkan si anak muda. "Senjata rahasia Ciam Yang ini mirip dengan senjata rahasiaku, kata ia. "Hanya kepunyaan dia terlebih hebat pula. Didalam apinya itu dia selalu mencampuri juga jarum dari bulu kerbau, yang tak mudah terlihat dengan mata biasa, syukur kita semua berada di kepala angin- Sekarang mari kita lekas memadamkan api yang menjalar itu." Lo Lang Tek akur, maka ia mengajak. kawan-kawannya untuk bekerja. Tapi Tiong Hoa mendahului mereka itu, dengan kedua tangannya ia mengibas. dari atas kebawah, maka dengan lantas api padam semua, cuma ketinggalan kepulan asapnya saja. Semua orang menjadi kagum sekali. Tiong Hoa menghampirkan Coei Kiat Him-untuk Pauw Yang, yang diletaki ditanahDengan lantas orang she Pauw itu mendusin dan berlompat bangun, dengan lantas juga ia memberi hormat pada si anak muda seraya berkata: "Terima kasih, siauwhiap. Kalau tidak kau pasti aku terus dipengaruhi si tua Mata Satu itu." "Aku cuma membalas budi untuk kisikan kau." kata Tiong Hoa bersenyum. Lo Leng Tek dan Kim Som menghampirkan si anak muda, keduanya memberi hormat sambil menghaturkan terima kasih mereka. "Terima kasih atas bantuan siauwhiap." katanya. "Kami tidak tahu bagaimana siauwhiap dapat mengikuti jejak kami?" Tiong Hoa tersenyum. "Kebetulan saja aku tiba di sini." serunya. "Aku perlu berangkat ke Ceng-shia dan aku hendak berangkat sekarang juga." Long Tek melongo. "Kalau begitu, silahkan, siauwhiap." katanya. "Walaupun sebenarnya dia agak ragu-ragu. "Pengaruh siauwhiap pasti sudah membikin ciut hati Liap Hong semua hingga aku percaya tidak nanti mereka berani lagi datang kembali." "Perjalananku ini penting sekali." kata Tiong Hoa yang mengerti keragu-raguannya orang she Lo itu. "DidaIam tempo tujuh hari aku mesti kembali ke Tiam Chong San-sekarang ijinkanlah aku bicara sedikit." "Silahkan. siauwhiap." "Aku lihat perjalanan loosoe sulit sekali." kata si anak muda. "Tapi dengan cara loo-soe, dengan setiap waktu menukar haluan, dengan memakai siasat, mungkin bahaya dapat dihindarkan. Bukankah gelang kemala telah di bawa siauw-sancoe ?" Leng Tek mengangguk sambil bersenyum. "Benar." sahutnya perlahan- "Hanya sekarang sancoe lagi menantikan kami untuk kita berkumpul menjadi satu. Yang sulit yaitu Liap Hong pasti bakal terus menemui kami memegat kami." Tiong Hoa berpikir, lalu berkata: "Aku rasa, tak usah sampai tiga hari bakal terjadi suatu perubahan besar, dan Liap hong semua pasti bakal mengangkat kaki jauh-jauh. Selewatnya itu waktu, gelang itu tak bakaljadi soal lagi... Kim Som heran- "Bagaimana bisa jadi begitu, siauw hiap" dia tanya. Tiong Hoa memberi penjelasan urusannya dengan Liong Hoei Giok. Maka itu. Lo Loosoe, ia menambahkan. "baiklah loosoe beramai menantikan kembaliku dari Ceng-shia untuk kita nanti berangkat bersama-sama ke Tiam Chong San"Kalau begitu baiklah," kata Leng Tek. "Nah aku pujikan siauwhiap berhasil supaya kau lekas pergi dan lekas kembali." Tiong Hoa mengangguk. Ketika ia menoleh kepada Kiat Him. ia mendapatkan Lee Hoen lagi bicara asik dengan orang she Coei itu. Ia lantas memanggil si nona- "Nona Phang, mari kita berangkat" Ia memberi hormat pada Kim Som dan Long Tek. terus la berlompat pergi, untuk menghilang diujung jalanLee Hoen dan Sin Kong Tay sudah lantas menyusul pergi. -ooooooo- Kapan matahari mulai menyingsing, Tiong Hoa bertiga telah sampai dikaki gunung Ngo Bie San. Lee Hoen mandi keringat dan napasnya memburu, hingga dia kata: "Engko Hoa, tak dapatkah kita singgah sebentar." Si anak muda bersenyum. "Akupun memikir begitu" sahutnya. "Didepan sana ada dusun, kita mampir di sana saja sekalian kita bersantap" Lee Hoen menurut. Dengan lekas mereka sampai didalam dusun, lantas mereka masuk kedalam sebuah rumah atap dimana mereka disambut seorang nona umur delapan atau sembilan belas tahun yang romannya elok rambutnya terjalin panjang. Sembari bersenyum manis dia menanya ketiga tamunya mau dahar apa. "Apa saja, asalkan lekas menyajikannya" sahut Lee Hoen. Nona itu menyahuti, terus ia pergi kedalam. Sin Kong Tay memandang ke arah gunung, lantas ia memuji keindahannya. "Selama merantau, belum pernah aku pesiar kemari," katanya Tiong Hoa heran"Apakah dilarang orang mendaki gunung Ngo Bie San ini?" ia tanya. "Bukan begitu," sahut sang kawan- "inilah disebabkan keangkuhanku sendiri. Dulu semasa muda aku benci golongan imam yang palsu, karenanya tak suka aku mendatangi gunungnya kaum imam itu, terus sampai sekarang." Si anak muda tertawa. "Itulah tanda kebersihan dirimu. Sin Loo-soe" katanya. " Didalam dunia ini ada berapa orang yang dapat memegang derajat seperti kau?" Sin Kong Tay tertawa sambil mengurut kumisnya. "Jangan memuji aku siauwhiap. "aku malu jadinya. "Aku bicara menurut rasa hatiku. Memang aku menyesal tak pernah pesiar kegunung ini yang tersohor indah." Nona rumah muncul dengan barang makanan yang masih panas, baunya sedap. Tiong Hoa melihat Lee Hoen bengong memandang keluar, seperti ada yang dipikir, ia tegur nona itu: "Nona apa yang kau pikir kan?" Nona itu menoleh, matanya bersinar hidup, mulutnya tersungging senyumanTiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Siauwmoay lagi memikirkan encie Cek dan encie Pouw itu entah bagaimana cantiknya" sahutnya tertawa. "Kalau aku memikirkan mereka, ingin aku lantas terbang menemuinya" Muka Tiong Hoa menjadi merah. Si Nona melirik sambil bersenyum dan sin Kong Tay turut tersenyum juga. Ketiganya lantas dahar dengan cepat, semua lapar sekali mereka bersantap dengan lahapnya. Kemudian Sin Kong Tay mendahului merogo sakunya membayar semua. Disaat mereka mau berangkat, mereka dibikin heran oleh seorang yang sedang mendatangi ke warung nasi itu dengan tindakannya pesat sekali, sedang wajah sin Kong Tay lantas berkerut. Tiong Hoa heran- Ia mau percaya sahabatnya kenal orang itu, bahkan mungkin mereka musuh satu dengan lainnya. Dengan lekas orang itu sampai dimuka warung. Diilah satu pengemis tua dan kurus, mukanya kisutan, perok dan dekil, rambutnya kusut dan kumisnya tak terawat, pakaiannya banyak tambalannya, tapi matanya sangat tajam. Bajunya itu pun meminyak. Ditangannya, dia mencekal sebatang bambu sebesar jempol tangan dan panjangnya kira lima kaki. Kapan pengemis ilu melihat Sin Kong Tay, dia terkejut hingga dia menghentikan tindakannya, untuk mengawasi secara menghina, terus dia tertawa dingin dan kata: "Kalau bukannya musuh, orang tak hidup berkumpul. maka itu. Sin Kong Tay, bagaimana dengan urusan kita?" "Pengemis she Seng bukankah kau sendiri yang bilang, dimana kita bertemu di-situ kita berurusan?" jawab Sin Kong Tay, "Nah, buat apa kau ngoceh lagi dengan kata-katamu yang tak ada artinya?" "Bagus. ingatanmu kuat" kata si pengemis, matanya mencilak. Setelah itu dia mengawasi Lee Hoen, hingga dia melihat pedang orang. Lantas dia kata: "Sungguh prdang yang bagus. Eh, anak perempuan cilik apakah itu Ceng Song Kiam?" Lee Hoen tertawa dingin. "Benar atau bukan Ceng song Kiam, inilah tak sangkut pautnya dengan kau" sahutnya singkat. Matanya si pengemis melotot. "Hai, anak yang galak" serunya. "Pedang Ceng Song Kiam itu miliknya mendiang sahabatku Koen Goan Siangjin. Kenapa pedang itu ada padamu" Tak dapatkah aku si pengemis tua menanya barang satu kali padamu?" Tiong Hoa heran, alisnya terbangunSin Kong Tay lantas menyela: "Pengemis she Seng, menanam terlalu banyak bibit permusuhan, untukmu bukannya urusan bagus. Baiklah kita membereskan perhitungan kita sekarang atau lain hari" Kau sebut kan saja tempatnya." Pengemis itu menggeraki kedua tangannya dan kakinya menjejak tanah, maka tubuhnya mencelat kesisi jalan yang tanahnya berumput. Disitu dia berdiri menantang: "Apakah kau kira aku jeri padamu?" Sin Kong Tay berseru. Ia pun lompat maju. Pengemis itu tak berayal pula untuk menyambut dengan tongkat bambunya. Kelihatan dia bergerak wajar tapi Tiong Hoa ketahui itulah pukulan berbahaya. Sin Kong Tay sudah lantas menggunai kipasnya, untuk membuat perlawananDemikian mereka bertempur gesit dan seru, makin lama makin hebat. "Engko Hoa." kata Lee Hoen mulutnya di-cibirkan "dengan berkelahi secara demikian kapankah berhentinya mereka" Tak dapat kita meninggaikan urusan kita. Siauwmoay mau membantui sin Loosoe menghajar pengemis bau itu" Nona Phang benar-benar menghunus pedangnya. "Sabar, nona." kata Tiong Hoa seraya menarik tangan si nona. "Masih belum jelas bagi kita, kenapa mereka bermusuhan- Kalau Sin Loosoe yang bersalah, bukankah kita menjadi membantu si jahat" Nanti aku pisahkan mereka, untuk minta keterangan dulu." Ketika itu muncul pula lima orang pengemis, semuanya mengawasi tajam kemedan pertandingan- Tiong Hoa mengenali satu di antaranya sipengemis tua di Hoa Kee po. Maka ia lantas mengawasi pengemis itu. Rupanya si pengemis juga mengenali si anak muda, kontan dia melengak. "Tuan-tuan. tahan dulu" Hong Hoa lantas berseru. "Tunggu sebentar, aku ingin bicara" Sin Kong Tay mencelat memisahkan diri, terus dia pergi kesisi si anak muda. "Siapa berani usil urusan aku sipengemis tua?" pengemis itu membentak gusar, Ia loncat maju, untuk menyerang Sin Kong Tay. itulah pukulan "Ular berbisa keluar dari liang," dan sasarannya jalan darah kie boen dari lawannya. Tak puas Tiong Hoa, maka ia meluncurkan tangannya mengetuk tongkat orang. Pengemis itu terkejut. Tongkatnya terpental dan tubuhnya terhuyung. Dia menjadi terlebih gusar. "Siapa "kau?" teriaknya. "Kalau aku gusar, aku tidak kenal orang. Nanti aku tak perdulikan kau siapa, hendak aku menghajarnya" Tiong Hoa bersenyum. "Kalau begitu anggaplah aku kurang ajar" kata dia. Dia tertawa tapi suaranya menyatakan dia tak puas. Tiba-tiba pengemis yang di kenal Tiong Hoa mengajukan diri. "seng Tong-coe" dia memanggil rekannya. Pengemis tua itu menoleh, matanya berapi, terang dia tak senang dicegah. "Soen Tong-coe. jangan kau campur tahu" katanya. Dan ia segera menyerang si anak muda, dengan sodokan yang bercahaya. Tiong Hoa tidak ingin bentrok dengan Kiong Kee Pang. Partai Pengemis. maka ia berkelit. Ketika ia diserang terus saling susul, ia berkelit sambil berputaran menyingkir dari setiap serangan itu. Dia bergerak cepat dan lincah sekali. Akhirnya Seng Toa-coe pengemis she Seng itu menjadi heran"Bocah ini liehay sekali." pikirnya, "Kalau dia menang, kemana aku menaruh mukaku?" Dialah Pek-Kiat Wie To Seng Kiat, si Wie To Seratus Tambalan, didalam Kiong Kee Pang dia liehay cuma dibawahan ketuanya. Karena dia bertabiat keras baik didalam maupun diluar partai dia tak dapat kesan baik. Karena adatnya yang keras itu, sekarang dia tak menghiraukan pengemis yang dia panggil Soen Tongeoe itu, rekannya. Begitulah dia menyerang makin hebat hingga tongkatnya itu mendatangkan suara angin yang keras. Melihat orang tak kenal batas. Tiong Hoa mengasi dengar suara dihidungnya lantas ia menolak dengan tangan kirinya dari bawan ke atas. Tanpa ampun lagi tubuh Seng Kiat terangkat dan terpental tetapi berbareng dengan itu si anak muda berlompat maju guna menanggapi selagi tubuh pengemis itu terjatuh hingga dia tak roboh ditanah. "Maaf Seng Loosoe " kata si anak muda bersenyum. "Aku kesalahan tangan-.." Pengemis itu melongo. Dia malu sekali hingga mukanya menjadi merah. Setelah diam sekian lama baru dia berkata meringis: Aku si pengemis tua berjumawa untuk banyak tahun, baru hari ini aku menemui tandinganku, tapi aku kalah tak puas." "Aku yang rendah menang karena kebetulan saja," kata Tiong Hoa dengan hormat dan ramah, senyumannya tak lenyap. "Mana dapat aku melayani Seng Loosoe yang gagah luar biasa" Umpama kata Seng Loosoe hendak memberi pengajaran padaku, silahkan loosoe menetapkan hari dan tempatnya." Matanya pengemis itu mendelik. "Benarkah?" dia tanya. "Baiklah lagi tiga tahun diharian Tiong Cioe kita nanti bertemu pula dipaseban Liong Teng dikota Kay-hong. Itu waktu, sebelum kita bertemu janganjangan Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kita berpisah dulu" Menyambungi kata-kata jumawa itu sipengemis bersiul nyaring sambil ia putar badan untuk dia mengangkat kaki, menyingkir cepat laksana kilat. Tiong Hoa mengawasi orang berlalu, dia menyesal sekali menghadapi orang berkepala besar itu. Itu waktu kelima pengemis lainnya menghampirkan si anak muda untuk memberi hormat, kemudian yang satu yang paling tua, kata dengan nada bersyukur: "Buat peristiwa di Hoa Kee Po. pangcoe kami berterima kasih tak putusnya kepada siauwhiap. Sebenarnya dia ingin menemui sendiri pada siauwhiap. apa mau dia terhalang urusan- Partai kami dengan keempat jago Kiong Lay Pay, yang menjanjikan untuk mengadu kepandaian, janji mana harinya sudah mendesak. Pihak sana itu mengundang banyak orang, maka juga Pangcoe kami berduka, dari itu biarlah datang lain hari yang Pang Coe bakal menjenguk siauwhiap. guna ia menghaturkan terima kasihnya." Tiong Hoa membalas hormat. "Itulah aku tak berani terima, katanya. "Tolong sampaikan saja hormatku kepada Pangcoe kamu itu." Pengemis tua itu mengangguk bersama empat kawannya ia memberi hormat satu kali lagi, barulah mereka berlima mengundurkan diri, buat berlalu dengan cepat. Seberla lunya rombongan pengemis itu, Lee Hoan lari menghampirkan si anak muda. "Engko Hoa, lihat apakah itu?" katanya. tangannya menunjuk ketanah. Tiong Hoa mengawasi ke arah yang ditunjuk. Sin Kong Tay yang menghampirkan turut mengawasi juga. Terkena sinar mata hari, terlihat suatu barang mengkilap. Sin Kong lay lantas membungkuk. menjumput itu, yalah sepotong cie-ang Giok-cie atau kemala warna merah tua yang merupakan naga tanpa tanduk. Ia mengawasi sekian lama, lalu sambil lantas ia kata: "Inilah tentu miliknya pengemis she Seng itu, yang jatuh diluar tahunya ketika barusan siauwhiap membikin dia terpental tinggi. Aneh barang ini berada di-Tangan orang Kiong Kee Pang yang berkenamaan. Peraturan Kiong Kee Pang keras sekali, aturan itu melarang anggautanya memiliki benda berharga" Tiong Hoa menyambuti naga kemala itu dari tangan kawannya, ia pun memandangnya, hanya ia sambil berpikir keras. Kemudian ia kata: "Sekarang sukar dipastikan benda ini milik Kiong Kee Pang atau bukan, kalau bukan, pasti ini ada arti lainnya. Mustahil-kah Seng Hoa coe berani menyimpan ini di luar tahu partainya?" Sin Kong Tay menggeleng kepala. "Lencana dari Kiong Kee Pang yalah Tekpay Sinhoe, belum pernah ku dengar halnya naga kemala begini." kata dia. "Aku tidak lihat ada artinya yang lain dari kemala itu kecuali bahwa harganya tinggi luar biasa." "Sekarang ini tak dapat kita susul Seng loa-soe. untuk menanyai keterangan atau memulangi ini kepadanya." kata Tiong Hoa kemudian, "maka itu baiklah kita menyimpannya dulu. Setelah beres urusan di Tiam Chong nanti, baru kita cari pengemis itu." "Kalau begitu, marilah kita berangkat" mengajak Lee Hoensuaranya nyaring dan gembira. Maka berangkatlah ketiga orang itu, sambil berlari cepat sekali. Semakin jauh ia melakukan perjalanan, hati Tiong Hoa makin pepat. Ia sekarang memikirkan Cek In Nio, entah bagaimana dengan nona itu. Ia pun ragu-ragu apa In Nio dan Pouw Keng dapat kecocokan satu dengan lain atau tidak. Kalau In Nio ketahui Pouw Liok It yang menangkap dan menahan ibunya si nona bisa jadi gusar hingga mereka kedua belah pihak dapat menjadi musuh satu dengan lain- Kalau mereka bentrok tidak dapat ia menangi salah satu. Pula masih ada satu soal lain- Wanita umumnya mudah curiga dan cemburu atau jelus. Bagaimana kalau In Nio atau Pouw- Keng, atau dua-duanya melihat Lee Hoen" Bagaimana kalau mereka atau salah satu diantaranya tidak puas" Ruwet bukan" Maka berdukalah ia, ia menarik napas panjang. Ketika anak muda ini meliriK Lee Hoen, dia mendapat kenyataan nona itu gembira seperti biasa. Ia heran, hingga ia tanya diri nya sendiri: Apakah dikatakan Sin Kong-Tay kepada Lee Hoen selama mereka kasak-kusuk di Cong Seng Sle" Bukankah tadinya si nona tak puas dan berduka" Kenapa mendadak dia menjadi gembira?" Lee Hoen melihat si anak muda berduka ia lari berendeng dengan Sin Kong Tay, ia bicara atau tertawa. Sikapnya itu menambah herannya Tiong Hoa. Kira-kira lohor tibalah mereka dikecamatan Kwan-koan"Siauwhiap." Sin Kong Tay tanya, "dimana berdiamnya kedua nona-nona Cek dan Pouw?" "Di belakang gunung ceng Shia San- didalam gua Giok Lok Tong," jawab Tiong Hoa. Sin Kong Tay berpikir. lalu terdengar suaranya perlahan: "giok Lok Tong... Giok Lok Tong..." Atau mendadak matanya menjadi bersinar hidup, hingga dia berseru: "Ya tahulah aku si orang tua. Gua Giok Lok-ong itu berada didepan puncak Giok Long Tong, tersembunyi diantara hutan rotan yang lebat. Ada sedikit sekali orang Rimba Persilatan yang kenal gua itu, bahkan orang ceng Shia Pay sendiri pasti tak banyak yang nendapat tahu...." Tiong Hoa heran- Dia mengawasi temannya itu. "Sin Loosoe mengapa kau ketahui demikian jelas?" ia tanya. Sin Kong Tay bersenyum, agaknya dia ingat sesuatu. "Inilah rahasiaku, yang sudah sekian lama aku simpan dalam hatiku, siauwhiap." Katanya kemudian- "Siauwhiap pasti tidak ketahui bahwa akulah murid yang disia-siakan ceng Shia Pay. Aku biasa membawa suara hati sendiri, satu waktu aku menerbitkan onar, maka aku lantas kabur dari gunungku. Ah Sejak itu sampai sekarang ini lima puluh tahun sudah lewat." Jago tua ini berdiam sebentar, dia seperti lagi mengingatingat atau membayangi hari harinya yang telah lampau itu. "Semasa muda aku mirip seekor kuda liar." kemudian dia menyambung. "maka itu aku bisa menjelajah gunung Ceng Shia San, sampai, pada satu hari aku tiba di Giok Lok Tong. Demikian sekarang aku ingat gua itu. Sekarang ingin aku menjelaskan pada siauv hiap. orang-orang Ceng shia Pay banyak yang cupat pikirannya, andaikata siauwhiap bertemu dengan mereka hingga terjadi bentrokan, aku minta sukalah siauwhiap maklum dan akan bersikap sabar terhadap mereka." Tiong Hoa tertawa. "Akutahu." sahutnya. "Sekarang silahkan siauwhiap berdua ikuti aku si orang tua," kata sin Kong Tay. "Akan aku mencari jalan yang terdekat dan juga yang menjauhkan diri dari orang-orang- Ceng Shia Pay, supaya tak usah kita sampai bertemu dengan mereka itu... Tiong Hoa menurut, maka ia membiarkan orang tua itu lari disebelah depan, ia bersama Lee Hoen mengintil. Demikian mereka lari kearah gunung Ceng Shia San, untuk terus mulai berlari-lari di jalan yang sukar, yang penuh rumput atau pepohonan- Mereka lantas merasakan sejuknya tempat. Walaupun demikian, hati Tiong Hoa tidak jadi terbuka, malah sebaliknya ia merasa makin pepat... Tengah mereka berlari mendaki itu, dengan berlompatan mendadak terdengar suara nyaring dari Phang Lee Hoan"Engko Hoa lihat" Ketika itu mereka sudah naik cukupjauh. Tiong Hoa mengangkat kepalanya untuk melihat kedepan, tempat yang ditunjuk si nona. Maka disebelah depan ia, ia melihat sebuah paseban kecil yang memakai nama ke Lok Teng. Sedang didalamnya ada sepasang lian berbunyi: "ini lah tempat singgah- beristirahat untuk mereka yang beruntung dapat pesiar ketanah suci ini Mendaki gunung memang bersengsara, tetapi tiba dipuncak. dapat melihat matahari terbit" "Bagus" Lee Hoen memuji seraya bertepuk tangan"Sepasang lian ini pasti akan melenyapkan kepapata n pikiran engko Hoa. lihat engko Hoa itu. dia mengerutkan keying dia masgul, maka kalau sebentar dia melihat matahari fajar, tentu hatinya akan terbuka, hingga tak tahulah, bagaimana nanti girangnya dia" Tiong Hoa heran, la tidak sangka Lee Hoen dapat membade hatinya itu dan dapat bersikap demikian gembira juga, bahkan omongannya maka tanpa merasa, ia menarik nona itu. yang sebenarnya cantik, sedang kemanjaannya menarik hati. "Siawhiap." kata Sin Kong Tay, mari kita mengambil jalan samping mendaki belakangnya kuil Siang ceng Kiong untuk mengurangi ketika orang-orang ceng shia Pay melihat kita." Tiong Hoa mengikuti begitupun Lee Hoen. Kira setengah jam lamanya mereka mendaki, tetapi perjalanan beberapa lie yang telah dilewati, mereka sekarang berada diatas bukit, hingga mereka menampak segala apa jelas disekitar mereka. Banyak pohon cemara bunga dan lainnya. Suasana disitu suasana bersih murni, yang membikin orang melupai dunia yang ramai dan kotor. Bukit ini berada di-belakang puncak pertama dari Ceng Shia. Sin Kong Tay menjelaskan- "Mari kita jalan mutar, tanpa setengah jam. kita akan sampai dllembah depan puncak Giok Long Teng. coba kita tidak mempunyai urusan, kita boleh ambil jalan yang lurus akan menyaksikan keindahan ceng Shia San ini.... Jilid 27 : Pertempuran di Giok Lok Tong (MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 8) Baru sin Kong Tay berkata begitu atau dan empat penjuru mereka muncul belasan toosoe atau imam, yang segera mengambil mengurung mereka. Salah satu imam setengah umur, yang berjubah abu-abu, maju mendekati sampai sekira satu tombak. Dia beroman bengis. Mukanya merah dan ada tai-lalat hitam ditengah dahinya, matanya bersinar bengis. Terutama dia segera mengawasi tajam pada pedangnya Lee Hoen"Mau apa sam-wie mendaki gunung ini?" menegur tiga orang itu, sedang matanya menatap Sin Kong Tay. Lee Hoen sambil tertawa kata dengan tajam: "Semua gunung indah dikolong langit dapat orang mendaki dengan merdeka Kenapa kamu hendak mengekang kemerdekaan kami?" "Nona benar juga," kata imam itu, yalah kalau nona bertiga pelancong biasa Tapi kamu bertiga orang-orang Rimba Persilatan Bukankah kamu hendak menyelidiki sesuatu mengenai gunung kami ini?" Panas hati Lee Hoen, hendak ia membentak. atau mendadak angin bersiur keras disisinya dan telinganya mendengar bentakan, ketika ia berpaling dengan segera, ia mendapatkan Tiong Hoa sudah mencekuk lengannya seorang imam muda, hingga muka dia itu menjadipucat dan keringatnya membanjir serta tubuhnya menggigil. ooooo BAB 1 IMAM itu melihat si nona yang dia rupanya kenali sebagai Ceng song-Kiam, pedang pusaka partainya, maka itu, selagi rekannya bicara, dia maju mendekati Lee Hoen, guna dirampas. Sama sekali dia tidak menyangka, Tiong Hoa liehay sekali, waktu si anak muda berlompat kepadanya. tangannya lantas kena dicekal tanpa dia sempat menarik pulang atau berlompat mundur. pula cekalan anak muda itu demikian keras hingga tak sanggup dia bertahan Kejadian itu membikin kaget semua belasan imam itu, dengan paras berubah, mereka melengak mengawasi si anak muda dan kawannya yang tercekal itu. Tiong Hoa mengawasi semua imam, dia kata dengan tawar: "Aku yang rendah kenal ceng Shia Jie Ay, yalah Kok Loosoe dan Ang Loosoe, bintang-bintangnya Partai kamu, kita menjadi sahabat-sahabat satu dengan lain, karenanya aku kagum terhadap partai kamu, akan tetapi hari ini menyaksikan kelakuan kamu, kamu membikin aku mendapat kesan lainSiapa sangka diantara kamu ada menyelip ini setan cilik, inilah bukti bahwa suatu partai, maju atau mundurnya bergantung juga kepada anggauta-anggautanya lurus semua atau tidak." Mukanya si imam usia pertengahan menjadi merah. Dia jengah sekali. Dia pun terkejut. "Kalau begitu sie-coe yalah Lie Siauwhiap yang namanya kesohor sekali?" kata dia. "Inilah benar-benar suatu salah paham dari pihak kami. Pintoo bertanggung jawab atas kekeliruan ini sudi kiranya sie-coe memaafkannya." Mendengar itu, Tiong Hoa pun insaf ia telah bicara terlalu keras, maka lantas ia melepaskan cekalannya, sembari bersenyum ia kata: "Maaf, aku pun menyesal telah menuruti hawa amarahku hingga aku sudah keterlepasan omong. Dapatkah tootiang perkenalkan diri kepadaku yang rendah?" "Maaf. sie-coe, pintoo yang rendah yalah Hian Yang, ciangboenjin yang baru dari Ceng Shia Pay," sahut imam itu. "Ooh, kiranya Hian Yang Ciang-boen-jin" kata Tiong Hoa. "Maaf, benar-benar aku tidak tahu. Tapi, kami mempunyai urusan penting untuk mana kami mesti lekas kembali ke Tiam Chong San, karena itu, ciang boen-jin persilahkanlah, lain hari saja aku yang rendah datang pula guna menghaturkan maafku" Ketua Ceng Shia Pay itu nampak terkejut. "Selama yang belakangan ini gempar tersiar berita tentang suatu pertemuan besar di Tiam Chong San benarkah itu untuk urusan kitab ilmu silat Lay Kang Koen Pouw tanya dia. Pintoo golongan suci tak sudi pintoo terlibat urusan itu. Entahlah dengan kedua paman-guru kami Kok dan Ang itu, karena sampai sekarang keduanya belum kembali. Mungkin kedua paman-guru itu pergi kesana, Sie-coe, untuk urusan apa siecoe beramai datang kegunung kami ini?" Sin Kong Tay tidak sabaran, dia mendahului Tiong Hoa. Dia pun bicara dengan tawar: "Hian Yang, kau terlalu doyan bicara. Tahukah kau bahwa jiwanya puluhan orang berkenamaan dari Siauw Lim Pay dan Ngo Bie Pay tengah terancam bahaya maut" Lie Siauwhiap ini datang kemari guna minta bantuan kedua nona tunangannya untuk mengobati Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mereka itu, batas tempo- nya cuma tujuh hari, sedang untuk tiba di-sini, kami telah menghabiskan tempo tiga hari. Kami bukan datang untuk mengganggu kau, Hian Yang, maka itu pergilah kau mengajak mereka ini lekas pulang ke kuil, di-sini tidak ada urusan kamu" Hian Yang heran- "Dia bicara kasar tidak keruan, apakah dia terganggu asabatnya?" pikirnya. Tapi ia mesti memandang Tiong Hoa, maka ia menguasai diri. Ketika ia mengawasi, ia rasa mengenali orang tua didepannya ini, hanya tak segera ia ingat betul. Seorang imam maju kedepan- dia memandang bengis pada sin Kong Tay, terus dia menjura kepada ketuanya, berkata: "Orang ini bicara kasar, dia menghina ciangboen, dia pun menghina nama baik Partai kami, karena itu teecoe mohon keputusan ciang-boen" Imam ini mendongkol sekali. Tiong Hoa mengerutkan alis. Memang Sin Kong Tay bicara terlalu keras. la kuatir nanti terbit urusan, yang bisa menghambat tempo mereka. Hian Yang pun nampak sulit. Selagi orang berdiam, Sin Kong Tay tertawa dingin dan berkata pula "Kamu dua hidung kerbau, karena kamu sudah menjadi imam beberapa tahun, lantas kamu menganggap dirimu luar biasa bukan" jikalau bukan karena ada urusan penting hingga aku kuatir terbit onar, mungkin sekarang ini tubuh kamu sudah rebah malang melintang disini dengan mandi darah" Semua iman dari ceng Shia Pay itu kaget sekali, tanpa merasa semuanya meraba gagang pedang mereka. Semuanya memandang dengan bengis, sedia menyambut titahnya ketua mereka. Hian Yang menoleh kepada orang-orang nya matanya bersinar bengis. "Tidak perduli bagaimana tak dapat kamu berlaku tak tahu aturan dihadapan Lie Siauw hiap" kata dia. Sin Kong Tay tertawa berkakak. "Hian Yang nyata kau masih mempunyai martabatnya seorang ketua "ia memuji. Ketua ceng Shia Pay itu mengawasi dengan roman menyatakan dia sangat gusar. "Sie-coe," katanya, "sie-coe sebenarnya pemimpin Rimba Persilatan dari bagian mana" Apakah sie-coe suka perkenalkan diri sie-coe supaya taklah sampai kami berbuat salah apaapa?" Kembali Sin Kong Tay mengasi dengar suaranya yang dingin. "Hian Yang, tak kusangka kau pelupa begini rupa" katanya. "Lupakah kau akan peristiwamu pada tiga puluh lima tahun yang lampau. ketika kau mendapat kecelakaan di-dalam jurang kematian" Siapakah yang menolongi kau ketika itu?" Hian Yang terperanjat, ia menatap tajam orang didepannya itu, kemudian ia maju menghampirkan, untuk segera menekuk kedua lututnya. "Oh, soe-slok, kau membikin aku hampir mati memikirkanmu" katanya. Semua imam heran dan kaget, tetapi segera mereka turut berlutut juga. Sin Kong Tay menyingkir dua tindak. tangannya diulapkan"Tahan," kata dia. "Aku si orang tua tak sanggup menerima kehormatan ini, karena akulah murid murtad dari Ceng Shia Pay. Cukup untukku asal kamu tidak menghalang-halangi kami" Hian Yang berbangkit. romannya berduka, lekas ia kata: "Kalau begitu, baiklah, Hian Yang menurut perintah soe-slok. Hanya inginlah aku menanyakan sesuatu. Siau-hiap. dimanakah adanya sekarang kedua nona tunanganmu itu?" Mukanya Tiong Hoa bersemu merah. "Mereka menumpang bernaung digunung totiang." sahutnya. Hian Yang terkejut hingga ia bertindak mundur. "Kalau begitu mengertilah pintoo sekarang." kata dia. "Selama beberapa hari yang belakangan ini murid-murid pinto suka melihat suatu orang yang bertubuh kecil langsing, yang suka berkeliaran disini seperti lagi mencari sesuatu, hingga dia mendatangkan kecurigaan, tetapi ketika dia di susul. dia lantas menotok roboh murid kami itu. Itu pula sebabnya maka hari ini kami.." "Jikalau kau sudah mengerti, cukup sudah, tak usah kau banyak omong lagi" Sin Kong Tay menyela. "Segala apa aku si tua yang menjamin, maka itu segala apa pun lain kali saja kita bicarakan pula " Hian Yang berdiam, bersama murid-murid nya ia memberi hormat pada tiga orang itu, terus mereka berlalu. "Siauwhiap. nona, mari " Sin Kong Tay segera mengajak. Dia pun mendahului berlompat pergi. Tiong Hoa dan Lee Hoen turut lari. Di tengah jalan si nona kala sembari tertawa: "Sin Loosoe, kau pandai sekali mencari gara-gara " Sin Kong Tay tertawa. "Kau tidak tahu. nona, katanya. Kalau hidung kerbau dari ceng Shia Pay banyak yang kukuh dan bercuriga, jikalau mereka tidak diajar adat hingga mereka tidak nanti kau diijinkan berlalu. coba aku tidak bawa lagak sebagai Si orang tak nanti kita dapat lolos secara begini mudah." Mereka berlari-lari terus hingga mereka tiba dipuncak Giok Long Tong. Dan sini mereka melihat lebih nyata pula pemandangan disekitarnya, bukit-bukit itu yang terlebih indah dan lembah-lembah yang dalam sedang diatas langit nampak udara terbuka yang angin meniup mereka tak hentinya. Didepan jurang sana, sahut Sin Kong Tay. tangannya menunjuk. Dari sini kau tak dapat melihatnya sebab gua itu teraling oyot-oyotan "Mari ikut aku si orang tua." Sin Kong Tay berlompat turun, untuk berlari-lari. la diikuti kedua kawan itu. Tak mudah untuk tiba dibawah lembah dengan banyak pepohonannya. Mereka mesti merambat diantara oyot-oyot. Sudah setengah jam, belum juga mereka sampai. Sebenarnya mereka sudah turun rendah beberapa ratus tombak. "Sampai kapan kita bakal tiba di bawah?" kata Tiong Hoa, tak sabar lagi. "Baiklah kita membuka jalan mengandal pada Ceng Song Kiam." "Jangan." kata Sin Kong Tay. " inilah tedeng aling alam, sayang kalau kita merusaknya. Tempat lebat ini tak lebih daripada lima lie. sebentar kita akan tiba di bawah." Lee Hoen tidak sabaran, dia menghunus pedangnya dan membabat pergi pulang, hingga sebentar saja terbukalah jalan lapang dihadapan mereka" Maka terus, dia membuka jalanTiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring tapi halus dari tempat gelap dengan rumpun, disusul dengan gaman si Nona Phang, yang telah maju jauh meninggalkan dua kawan nya, lalu tubuhnya lenyap. Tiong Hoa terkejut, tapi hanya sebentar segera dia lompat maju sambil berseru dengan nada suara girang: "Encie Keng di sana inilah siauwtee Lie Tiong Hoa yang menjalankan titah mencarimu" Dari dalam rumpun terdengar jawaban merdu seperti suara burung kenari: "Ooh, kau" Apakah benar kau datang untuk mencari aku satu orang?" Didalam hati, Tiong Hoa kata: "Ah, kau terlalu kau tahu tapi kau masih menanya" Tapi ia menjawab cepat: "Benar, encie" Segera juga terlihat seorang berlompat keluar dari dalam tempat yang lebat. Dia mencekal Ceng Song kiam ditangan kanan dan menenteng tubuh Phang Lee Hoen ditangan kiri. Dia berdiri mengawasi, matanya jernih wajahnya tersungging senyuman- Dengan matanya ini dia awasi si anak muda. Muka Tiong Hoa merah. la likat. "Kau baik, encie Keng?" sapanya. "Nona itu bukan orang luar, harap encie suka menotok sadar padanya. Marilah kita bicara didalam gua Giok Lok Tong" Pouw Keng. demikian nona itu, tertawa manis. Dia menurunkan tubuh Lee Hoen untuk diletaki di tanah guna terus ditotok sadar jalan darahnya --jalan darah Gick-jim. Sembari berbuat begitu, dengan melirik manis dia menanya: "Kalau ia bukan orang luar, habis siapa" Bilanglah" Walaupun ia likat. si anak muda toh tersenyum. la tidak menjawab, ia tahu Pouw Keng tajam lidahnya, tak mau ia sembarang membuka mulut. Sin Kong Tay berdiri dibelakang si anak muda dia bersenyum, didalam hatinya dia kata: "Tak perduli Lie Siauwhiap bagaimana gagah, menghadapi nona ini dia mesti mengalah sedikit. Benarlah, Thian menciptakan segala sesuatu. satu pada lain mesti ada yang dapat mengalahkannya." Pouw Keng berdiri, dia cantik tapi dia dingin, dia manis tetapi tidak centil ceriwis. Mengawasi nona itu, Tiong Hoa terus berdiam. Menampak demikian, Nona Pouw merah sendiri mukanya. "Eh Kenapa kau diam saja". tegurnya. "Habis apa aku mesti bilang padamu?" sahut Tiong Hoa didalam hatinya. Ketika itu Lee Hoen sudah sadar, dia berbangkit berdiri, untuk terus merapihkan rambut didahinya. "Apakah ini encie Keng. encie Pouw Keng?"" tanyanya, perlahan, lalu mendadak dia berbisik ditelinga Nona Pouw, hingga Tiong Hoa dan Sin Kong Tay dibiarkan saja. "Siauhiap. hati-hatilah kau" kata Sin Kong Tay ditelinga orang. Dia bersenyum. Tiong Hoa menyeringai. Segera juga terlihat Pouw Keng dan Lee Hoen berjalan pergi, hingga mau atau tidak si anak muda dan si orang tua, turut bertidak mengikuti mereka itu. Mereka berjalan didalam rimba yang gelap hingga mereka membutuhkan bantuannya cahya pedang ceng Song Kiam. Mereka maju terus, sampai akhirnya mereka hampir tiba didasar lembah dimana ada sebuah gua pada tembok gunung. Mulut gua hijau dengan lumut dan lainnya rumput halus. cuma satu orang bisa masuk dan dengan tubuh miring juga. Sebenarnya. kalau orang tidak tahu, sulit untuk dapat melihat gua itu. Dengan memisahkan diri, Pouw Keng dan Lee Hoen merambat naik saling -susul cepat mereka bergerak. Tiba dimulut gua. Nona Pouw memanggil berulang-ulang: "Encie in.. Encie In" Tiong Hoa mendengar itu, sendirinya ia merasa lega. Sampai didetik terakhir, ia masih kuatir In Nlo dan Pouw Keng tidak cocok satu pada lain- Sekarang lenyaplah kekuatirannya itu. Semua dugaannya meleset. Suaranya Pouw Keng tegas menyatakan itu. Bersama-sama sin Kong Tay, ia lekas menyusul naik. Ketika mulai masuk ke dalam gua, orang pun mesti jalan dalam terowongan yang berliku-liku. Mata Tiong Hoa tajam, ia melihat dan menduga itulah terowongan yang telah diperbaiki tangan manusia. Tak lama mereka berjalan, didepan mereka berkelebatan satu tubuh yang langsing, yang bergeraknya gesit. Lalu Cek In Nio si nona cantik- manis, berdiri didepan mereka. Dan nona itu segera mengasi dengar suaranya yang merdu: "Adik Hoa" Hanya setelah itu, ia nampaknya pendiam. Ada sin Kong Tay disitu, Tiong Hoa merasa tak leluasa. Maka ia cuma bersenyum dan menyambuti: "Encie In, disini adikmu mau memperkenaikan kau pada seorang aneh Rimba Persilatan, inilah Tiat Sie Hoei Chee sin Kong Tay Sin Loosoe." Nona ini bersenyum, ia mengangguk memberi hormatnya, kemudian ia mengawasi pula adik Hoa-nya. "Adik Hoa, ibu ingin bicara padamu," katanya. Ia tidak cuma menyampaikan kata-kata, sekarang ia mencekal tangan orang, unruk ditarik diajak masuk lebih jauh kedalam. Sin Kong Tay bersenyum, ia mengangkat pundaknya, dan mengintil. oo Didalam ada sebuah ruang yang besar yang terang dengan cahayanya tujuh butir mutiara besar, cahayanya jernih dan lembut maka disitu terlihat Losat kwie Bo yang matanya masih tetap buta lagi duduk diatas sebuah pembaringan batu. Nyonya ini asyik sekali berbicara dengan Tiong Hoa. Banyak yang ia tanyakan perihal kaum Rimba Persilatan dan Tiong Hoa menuturkan segala apa yang ia ketahui dengan sabar dan jelas. Selagi nyonya itu dan calon menantunya memasang omong, dipojokan dimnna ada pembaringan batu lainnya, Cek In Nio, nona-Pouw Keng lagi bicara kasak kusuk dengan Phang Lee Hoan- saban-saban mereka melirik pada si anak muda. Lo-sat Kwie Bo tenang-tenang saja setelah mendengar penuturan- "Begitulah dunia Kang-ouw yang banyak durinya," kemudian kata ia sabar. "Disana orang gemar menimbulkan peristiwa, seperti juga orang kuatir dunia ini tidak menjadi ramai dan tak kacau balau. setelah aku pindah kemari. pikiranku menjadi terang dan hatiku menjadi tenang, hingga aku menginsafi cara hidupku dulu-dulu tak wajar. Syukur mataku terganggu, jikalau tidak. entah apalah yang aku telah lakukan lebih jauh. Maka itu kongcoe. suka aku memberi nasihat, begitu selesai urusan di Tiam chong Sanlebih baik kau jangan campur pula urusan dunia Kang-ouw. Si In nanti merawati kau baik-baik. Harapanku adalah agar aku nanti dapat memain saja dengan cucuku, sebegitu saja, hatiku akan puas. In Nio dapat dengar perkataan itu. "Ibu...." katanya, mukanya merah" Kemudian ia deliki si anak muda..." "Peeboe. akan aku turut perkataanmu ini," kata Tiong Hoa. Ia melirik dan bersenyum. "Hai. lucu betul" kata Lee Hoan, sambil tertawa. ..Sampai di ini detik masih memanggil peebo...peebo... Ati-ati ya nanti kau membikin encie In gusar.. Kau jangan harapi hari-hari yang tenteram tenang " Tiong Hoa likat, dia mendelik kepada nona Phang itu. Lee Hoen menyingkir kebelakang In Nio, lidahnya di ulur... "Lie Kongcoe," berkata pula Lo-sat KwieBo. "Kau hendak membawa cangkir kemala ke Tiam chong San guna menolongi banyak orang gagah, itulah selayaknya, hanya hal nya dua bulan kemudian kau mau mengantarkannya ke istana, itulah membikin aku kurang puas..." "Bukankah peeboe mengatakan hati peeboe sudah tawar " kata Tiong Hoa. "oleh karena itu, benda sampitan itu buat apa diberati pula?" "Adik Hoa tak ketahui maksud ibu," In Nlo turut bicara. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sejak tinggal didalam gua ini, ibu mendapat pertolongan besar dari cangkir kemala itu. Kau tahu adik Keng membantunya dengan setiap hari-pergi mencarikan obatobatan, hingga sekarang ini kedua kaki ibu sudah ada perubahannya. Sekarang tinggal serupa obat lagi yang belum didapatkan untuk menyembuhkannya. karena sulit mencarinya, karena mana kuatir ibu tak mempunyai harapan akan sembuh pula hingga ibu bisa melihat lagi matahari seperti sedia kala. Selama cangkir masih ada ditangan kita, kita dapat mencari terus obat itu, tetapi apabila cangkir di pulangkan, habis sudah harapan ibu untuk menjadi sembuh." Baru sekarang Tiong Hoa mengerti. Maka berkerutlah keningnya. "Encie In, obat apakah itu yang masih kurang?" ia tanya kemudian- "Dapatkah encie memberitahukan itu kepadaku?" "Tentu," sahut si nona ia bersenyum hanya-bersenyum sedih.. "Itulah cian-lian Liong-swie, sumsum atau benak tulang naga yang umurnya sudah seribu tahun-.." Tiong Hoa melengak. la segera menoleh kepada Sin Kong Tay. Kawan itu nampak berpikir. "Cian-lian Liong-swie itu dimana didapatkannya?" tanya si anak muda, ragu-ragu. "Sudah, kong-coe. tak usah kau capekan hati lagi," berkata Lo-sat KwieBo menghela napas perlahan- "Tentang itu akupun cuma mendengar secara kebetulan saja. Katanya ada seorang she Khouw yang telah menyembunyikan diri yang mempunyai obat itu, yang macamnya mirip naga tanpa tanduk, bendanya bersih seperti batu kemala, warnanya merah tua serta berbau harum halus. Kabar itu masuk hitungan kabar angin, jadi kabar itu tak dapat diandalkan- pula tak diketahui jelas orang she Khouw itu, dimana dia berdiamnya, apa dia sudah mati atau masih hidup,.." Tak menanti sampai si nyonya bicara habis, Sin Kong Tay sudah lompat berjingkrak, kedua matanya terbuka lebar, mengeluarkan sinar terang- girang. "Siauw-hiap" dia berseru. Baru sekarang aku percaya bahwa "benda" itu ada tuannya, ada pemiliknya. Benda yang diketemukan dikaki gunung Ngo Bie San itu toh cian lian Liong-swie?" Tiong Hoa pun tersadar, dengan sebat ia merogo sakunya mengeluarkan cie-ang Giok cie, sembari meletaki itu ditelapakan tangannya, ia berseru. "Pee boo, silahkan lihat. Bukankah ini benda itu?" Ketiga nona tertawa cekikikan bareng, hanya In Nlo segera lompat dari pembaringannya, untuk tiba didepan si anak muda, guna mengambil giok-cie itu, sembari mata melotot, dia kata: "Tolol. Kalau ibu dapat melihat, buat apa kau menyebutkannya?" Tiong Hoa melengak. ia jengah. Tapi toh akhirnya ia tertawa Saking girang ia lupa bahwa bakal mertuanya im buta matanya. Lo-sat KwieBo mengerti, ia bersenyum. In Nlo menyerahkan giok-cie ditangan ibunya, untuk ibu itu pegang dan usap-usap-ia kata: "ibu, mungkin inilah dia, coba ibuperiksa" Nyonya itu menggeleng kepala. "Aku cuma mendengar cerita sukar untuk menentukannya," katanya. "Toh Thian tak mensia-siakan pengharapannya orang baik" Sementara itu ia sudah mengusap-usap. maka ia menambahkan: "Mungkin benarlah ini sekarang, anak In, lekas kau bersama anak Keng membuat obatnya. Kau tahu sendiri, Lie Kong coe perlu lekas membawa ini kembali ke Tiam chong San" In Nio berpaling pada Tiong Hoa, matanya melotot. "Tolol" katanya, bersenyum. Pergi kau bersama Sin Loosoe keluar sebentar dari ruang ini, sebentar encimu akan memanggil mu masuk" Lee Hoen juga kata sambil tertawa: "Makhluk menjemukan, lekaslah keluar" Sin Kong Tay tertawa berkakak. "Nona Phang, apakah aku si tua bangka juga menjemukan?" dia tanya. "Benarlah kalau nona pengantin sudah masuk dalam kamarnya, si telangkai dilemparkan kepojok tembok" Mukanya Lee Hoen menjadi merah. "Cis, mulut jahat" bentaknya. " Nona mu toh tak mencaci kau?" Sin Kong Tay tertawa, dia menarik tangan Tiong Hoa untuk diajak pergi keluar. Katanya: " Lekas Lekas. Janganjadi menjemukan orang" Mereka lantas pergi, ditertawai ketiga nona itu. Sampai dimulut gua. Sin Kong Tay berkata: " Walaupun mertuamu itu telah mendapat obat mujarab. dia masih memerlukan bantuan tenaga dalam guna menyalurkan sempurna semua jalan darah dan pernapasannya. inilah disebabkan sudah lama sekali dia menderita. Maka itu aku berniat pergi ke Siang teng Klong, guna memasang omong dengan Hian Yang. Umpama siauwhiap suka, mari kita pergi bersama." Tiong Hoa menggeleng kepala, tetapi ia bersenyum. "Aku ingin menanti disini. Silahkan loosoe pergi sendiri." katanya. "Kalau begitu, baiklah" kata orang she Sin itu, yang terus keluar dari gua. Berada sendirian, Tiong Hoa menjadi kesepian- la berjalan keluar terus sampai di-antara pepohonan lebat disebelah depan- Di-situ ia duduk menyender pada sebuah pohon besar. Tak ada sinar terang, cuma angin bersiur halus. pula sunyi sekali di sekitarnya. Didalam keadaan seperti itu, tak heran otaknya si pemuda bekerja, memikirkan segala apa yang lampau, sedang didepan matanya seperti berbayang sesuatu. Kemudian ia ingat Pouw Lim. yang berada ditangan orang jahat. Kalau hal itu ia beritahukan Pouw Keng. entah bagaimana kaget dan bingungnya nona itu. Sebaliknya ia melihat Pouw Liok It itu tak terlalu memikirkan keselamatan puteranyaitu. "Ah" akhirnya ia menghela napas seorang diri. Tiba-tiba ia terkejut. ia mendengar suara daun rontok. Lantas ia menoleh, matanya mengawasi tajam, Segera ia mendengar suara tertawa halus dibelakang pohon-"Ah, orang tolol" begitu ia mendengar "Aku menyangka kau berdiam didalam gua, tak tahunya kau menyendiri disini dan main menarik napas saja, membikin aku pusing mencarimu." Mengenali suara itu, semangat si anak muda terbangun secara tiba-tiba. ia lompat berjingkrak. untuk menghampirkan. hingga ia melihat In Nlo lagi berdiri disamping pohon dengan wajahnya tersungging senyuman-"Encie In, apakah pcebo sudah sembuh?" dia tanya. In Nio mengangkat sebelah tangannya, ia membuka kelima jerijinya yang terkepal, maka disitu terlihat cahaya terang dari sebutir mutiara ya-beng-coe. "Benarlah apa yang dikatakan Nona Phang " katanya, mulutnya mencibir. "Sampai disaat ini kau tetap memanggil peebo pada ibuku. Takkah sikapmu itu membikin hati orang tawar ?" "Jangan salah mengerti, encie In" kata Tiong Hoa cepat. "Peebo telah memikir demikian akan tetapi encie sendiri masih belum membilang apa-apa. Mana berani aku berlaku lancang " Si nona membanting kakinya. "Benar-benar kau menggoda aku " katanya. "jikalau aku tidak menikah dengan kau. apa aku akan menikah dengan lain orang?" Sinar mata si nona mengutarakan ia penasaran- lalu disitu terlihat airmata mengembeng. Tiong Hoa menjadi bingung tetapi ia menubruk nona itu untuk dirangkul erat-erat. "Maafkan aku. encie." katanya. "Baiklah selanjutnya akan aku mengubah panggilan ku." Hati pemuda ini berdebaran demikian hati si nona, yang manda dirangkul, hingga mukanya menjadi merah sendirinya. Si nona lantas ingat lelakon mereka selama berlayar Bok Kiap. maka iapun balas memeluk. "Lepas tanganku" kata si nona kemudian- la sadar. "Kau memeluk orang sampai orang tak dapat bernapas" Tiong Hoa mengendorkan rang kulannya perlahan-lahan"Kau terlalu, encie In," katanya. "Tak dapat kah kau melenyapkan rinduku sekian lama?" Nona itu merapihkan rambut dijidatnya, "Mana sin Loosoe?" ia tanya. "Dia pergi ke Siang ceng Kiong menjenguk sahabatnya. Sebentar dia kembali. Encie. mari kita lihat ibu" "Sebentar lagi," kata In Nio "Sekarang belum bisa kau menemui ibu. Meski telah makan obat, ibu masih perlu dibantu tenaga dalam. Sekarang adik Keng dan Nona Phang lagi membantui. Aku kuatir kau kesepian- maka aku datang kemari melihat kau. kenapa kau menarik napas tak keruan-" "Aku lagi bingung," sahut Tiong Hoa, "Aku lagi memikirkan keselamatannya Pouw Lim". Dan ia tuturkan hal pemuda itu terjatuh di tangan musuh. Mengetahui itu, In Nio menghela napas"Adik Keng juga memikirkan saudaranya itu," katanya. Dia melihat kau tidak menyebut-nyebut tentang adiknya itu, dia mulai jadi curiga..." Tiong Hoa tidak menjawab. sebaliknya ia sambar mutiara ditangan si nona untuk dibekap. "Diam" ia berbisik sambil terus ia memasang telinganya. "Ada orang datang..." katanya sejenak kemudian- "Dan bukan satu orang saja. Dia bukannya Sin Loosoe. Siapakah mereka?" In Nio memasang kuping, ia pun mendengar suara tindakan kaki. Tiba-tiba alisnya bangun berdiri dan kedua matanya bersinar tajam. "Sabar, encie" Tiong Hoa berbisik. "Kita lihat tegas dulu siapa mereka itu." Suara tindakan datang semakin dekat. Suaranya jadi semakin nyata. Bahkan sekarang terdengar suara pohon pohon dibabat-babati dan sinar golok atau pedang berkilauan. itulah tanda orang lagi membuka jalan. "Benar-benar gila" terdengar seorang berkata keras. "Kita sudah jalan begini jauh, masih kita belum berhasil mencari Giok Lok tong. Bangsat cilik awas. Jikalau kaupedayakan kami, kau nanti rasai siksaan sedap." Atas itu terdengar jawaban serak tapi yang nadanya penuh kegusaran: "Toh tuan kecil kamu sudah berulang-kali menegaskan kamu bahwa ke Giok Lok Tong tuan kecil kamu belum pernah pergi. bila tuan kecil kamu cuma mendengarnya dari cerita orang, jikalau kamu tidak berhasil mencarinya, kamu harus sesaikan diri kamu sendiri. Sebenarnya kamu hanya bermimpi untuk memikir memiliki cangkir kemala coe-in pwee." Hati Tiong Hoa tergetar. "Mungkinkah Pouw Lim telah dipaksa mereka untuk mencarijalan kemari?" ia berbisik di telinga In Nio. Si nona belum menyahut atau lain suara seram telah terdengar: "Pouw Lim Kau telah terjatuh kedalam tangan kita, adakah kau masih berkepala batu?" "Hm terdengar suaranya Pouw Lim tertahan- Dia rupanya dianiaya. Sampai disitu Tiong Hoa tidak bersangsi pula, "Encie In," bisiknya, pergi kau jalan mengitar kebelakang mereka itu, aku, sendiri hendak menolongi Pouw Lim. Habis itu kita, serbu mereka, jangan ada yang-dikasi lolos" In Nio menurut. Tahu ia apa yang harus ia lakukan, la berlalu dengan cepat, lenyap ditempat gelap. Tiong Hoa menanti seketika, baru ia bertindak keluar dari tempat berdiamnya itu. la sengaja bertindak lebar. Lantas beberapa orang itu dapat mendengar suara tindakan- "Siapa disana?" seorang membentak. suaranya bengis. "Silahkan kau menyebut namamu." Tiong Hoa tidak segera menjawab, ia hanya berjalan terus. Maka dilain detik ia sudah melihat belasan orang dengan roman-nya semua bengis. Diantaranya terdapat Pouw Lim, yang telah hilang kemerdekaan-nya. la tidak takut, karena ia tahu bagaimana harus bertindak. Bahkan ia mempercepat tindakannya. "Akulah pemilik rimba ini" katanya sambil tertawa nyaring. "Aku mendengar ada tetamu dari jauh datang kemari, aku datang menyambut" Mendadak anak muda ini menolak dengan tangan kirinya. Itulah tak disangka rombongan didepan itu, mereka tertolak keras hingga semua terhuyung. Tentu sekali mereka menjadi kaget, hingga diantaranya ada yang lantas membentak. Tiong Hoa menggunai ketikanya yang baik, la lompat kedepan Pouw Lim, ia jambak dada si anak muda, untuk segera ia lompat kembali hingga enam tombak. sembari berbuat begitu, ia tertawa nyaring. Semua orang itu heran, semuanya kaget. orang berkelebat sangat cepat. Tiong Hoo tidak cuma mundur, ia terus lompat mundur lagi, untuk mencelat tinggi keatas pohon, untuk memernahkan Pouw Lim tubuh siapa ia totok. kemudian dengan sama cepatnya, ia lompat turun lagi. Tepat ia mendengar bentakan: "Siapa bernyali besar berani main gila didepan tuan muda kamu" Lekas kau muncul atau kau menerima kebinasaanmu" Tiong Hoa mengenali suaranya Touw Leng. hatinya menjadi sangat panas, Sembari tertawa dingin, ia maju seraya menolak dengan tangan kiri dengan perlahan, sekarang ia menggunai tangan kanan dengan tenaga ditambah berlipat ganda. Maka hebat-lah kesudahannya Bagaikan dihajar gempa pohon-pohon pada roboh, orangorang pada jatuh, mulut mereka mengasi dengar jeritanjeritan yang dahsyat, yang mengerikan lalu rintihan dan sunyilah segala apa, kecuali daun-daun berterbangan dan bertumpuk. cabang cabang pada patah ringsak. Debu pun mengepul karenanya. Ketika Tiong Hoa menghampirkan. ia melihat Touw Leng bersama dua kawannya merayap bangun, dengan susah payah mereka melarikan diri. Tentu sekali ia tidak mau mengasi hati. ia telah membilangi In Nio bahwa musuh tak dapat dibiarkan lolos. Maka ia mau menghajar pula, atau mendadak mereka itu bertiga menjerit hebat dan tubuh mereka terpental balik, jatuh terbanting keras. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ia menduga ini pasti hajarannya In Nlo, yang menggunai pukulan cit Yang Sin Kang. Tiong Hoa menghampirkan sampai dekat selagi tubuh si pemuda berkoseran"Saudara Touw" Tiong Hoa menegur bersenyum. "Apakah kau baik-baik saja" sudah sekian lama kita tidak bertemu. Apakah kau masih ingat aku?" Dua kali hajaran itu membikin Touw Leng bercelaka sekali. Tulang-tulang iganya pada patah dan ada yang nancap didagingnya, sedang mulutnya menumpahkan darah. Ia tidak menyangka bahwa serangannya itu serangan manusia. Ketika ia mendengar suara Tiong Hoa yang ia kerjai, sambil meringis ia tertawa. "Tidak kusangka bahwa akhirnya aku terjatuh didalam tanganmu," katanya lemah. Jikalau aku tahu begini pastilah selama di Koen-beng aku sudah turun tangan terlebih dahulu" "Memang segala apa sukar tercapai sepenuhnya menurut keinginan kita," kata Tiong Hoa tertawa tawar. "Hanya jelas siapa jahat dia bakal menerima pembalasannya Sekarang Touw Leng. tutup mulutmu Mana dia Ngo sek Kim-bo?" Orang she Touw itu menghela napas. "Barang itu ada ditangan ayahku," sahutnya susah. "Sebentar ayah pasti datang kemari. Kau mintalah pada ayahku itu.." Ia muntah darah pula, matanya mencilak. terus nyawanya terbang. Tiong Hoa memandang kesekitarnya, ia menghela napas. Biar bagaimana, ia berduka. Hebat akan menyaksikan belasan mayat tak keruan macam itu. la menyesal. "Kenapa kau main tarik napas saja?" tiba tiba datang pertanyaan dari belakang si anak muda. Pertanyaan itu merdu dan disusul dengan tertawa empuk. "Kau tahu apa" Ilmu silatmu telah maju luar biasa sekali itulah tak dapat dipikir otak biasa jikalau aku tidak menyaksikan sendiri sampai dua kali, aku pun tentu tidak nanti percaya." Tiong Hoa menoleh, ia nampak masgul. "Bukan kausapa encie, aku pun hampir tak percaya diriku sendiri," kata ia. "Aku merasa aku seperti lagi berkhayal." Pemuda ini ingat Pouw Lim, maka ia lari kepohon berlompat keatasnya, guna mengasi turun pemuda itu. la menepuk membikin orang sadar. Puteranya Pouw Llok It membuka kedua matanya, untuk mengawasi Tiong Hoa dan In Nio la lantas ingat segala apa. "Kau telah menolong aku, saudara Lie. aku sangat berterima kasih padamu," katanya. ia tertawa tawar. "Mana encie Keng?" Tiong Hoa bersenyum. "Kakakmu berada didalam gua, sebentar kau dapat menemui dia," sahutnya. Pouw Lim melihat akibat pertempuran, ia melengak. Sampai sekian lama ia berdiam saja. Baru kemudian ia seperti mendusin. "Sa udara Lie, apakah telah terjadi disini?" ia tanya, ia heran, otaknya bekerja. "Adakah itu pekerjaan manusia." "Pouw siauwhiap. baik kau tak usah perdulikan lagi segala apa disini," sahut Tiong Hoa sabar. "Ringkasnya Touw Leng semua telah menerima nasibnya, hingga sekarang kau tentu dapat melegakan hatimu." Pouw Lim mengawasi mayat Touw Leng, dia nampak gusar sekali. "Sayang tak dapat aku membunuh dia dengan tanganku sendiri" katanya. "Sayang dia mati terlalu siang." Dalam murkanya itu selayaknya saja Pouw Lim mendupak mayat musuhnya, tetapi ia telah tidak berbuat demikian, ia melainkan mengawasi bengis. Melihat itu Tiong Hoa-kagum. Nyata anak muda itu dapat menguasai dirinya, pikirnya. Itulah sifat orang gagah sejati. Tak lama, Pouw Lim kata: "Aku telah di totok Touw Leng sudah begitu lama hingga darahku mandek, hingga tak dapat aku menggunai tenagaku. Saudara Lie. tolong kau totok aku pada jalan-darah kwan-goan ditiga tempat. Kau gunai tenaga sedikit keras, nanti totokan itu bebas." Tiong Hoa mengangguk sambil bersenyum. "Itulah selayaknya, tak usah sampai kau minta lagi." kata ia. la lantas berjalan-perlahan ke belakang pemuda itu. "Ya, aku belum mengaturkan terima kasihku pada Nona Cek." kata Pouw Lim. "Kau telah merawat kakakku." Jangan merendah, Pouw Siau whiap. jangan kau mengucap terima kasih padaku," berkata In Nio "Aku justeru berterima kasih kepada kakakmu itu yang sudah merawat ibuku." Pouw Lim tersenyum, terus ia memejamkan mata dan membungkam. "Pouw siauwhiap siap" kata Tiong Hoa dari belakang si anak muda, ia terus meluncurkan tangan kanannya, akan dengan dua jerijinya menotok punggung orang, di-jalan-darah kian-goan seperti di tunjuki. Tiga kali Pouw Lim tertotok. Lantas ia muntah darah yang berwarna merah gelap. la terhuyung, lalujatuh berduduk. guna dengan perlahan terus mengasih jalan darahnya seluruhnya. Berbareng dengan itu, ia juga menyalurkan pernapasannya. Cek In Nlo mengawasi, lalu ia tertawa perlahan- "Bahaya sudah lewat, adik Hoa," kata ia pada si anak muda. Banyak yang aku hendak tanyakan, tapi lain hari saja. Sekarang aku melainkan mau menanya satu hal. Hajaranmu barusan sangat hebat, walaupun Thian Yoe Sloe liehay sekali, aku merasa dia tak nanti sanggup berbuat demikian- Adikku, kau sebenarnya murid siapa?" Ditanya begitu, Tiong Hoa tertawa. "Sebenarnya aku tidak tahu pasti lagi, aku ini murid siapa," sahutnya. "Yang tepat yalah banyak pelajaran yang aku telah gabung menjadi satu, yang semuanya langka dan luar biasa. Linat saja keanehannya, aku mendapatkan giok-cie" Nona itu mengasi dengar suara di hidung, matanya melotot, mulutnya mencibir. "Kau, kau pun dapat berbuat nakal," katanya. "Kau licin, ya." Ketika itu Pouw Lim sudah selesai beristirahat, ia berbangkit. "Cek Liehiap." katanya pada In Nlo, "sekarang tolong kau ajak aku pergi menemui kakakku." Nona itu mengangguk. "Pouw Siauwhiap. silahkan" ia mengajak. Nona itu lantas bertindak dan Pouw Lim mengikuti. Ketika sudah jalan kira tujuh tindak. adik Pouw Keng menoleh. la heran melihat Tiong Hoa berdiam saja. "Eh, Saudara Lie" tegurnya. "Kenapa saudara tak turut?" "Aku hendak menanti disini," sahut Tiong Hoa. "Tadi Touw Leng bilang bahwa ayahnya bakal datang mencari Giok Lok Tong, maka itu perlu aku menunggui dia." "Oh, begitu" kata pemuda she Pouw itu. "Baiklah habis menemui kakakku, aku akan segera kembali kemari guna menemani dan membantu padamu." Tiba tiba In Nio lompat kedepan si anak muda romannya sungguh-sungguh. "Adik Hoa," kata ia, "ilmu silatmu barusan tak dapat kau sembarang gunai lagi sebab apabila rahasia bocor dalam perjalanan ke Tiam chong nanti kau pasti bakal menjadi sasaran umum dan kawanan sesat itu juga tentulah sudah menyiapkan segala apa hingga ada kemungkinan kau nanti kena perangkap. Kalau terjadi sesuatu kecewa adik Keng. Aku percaya kau sudah mengerti maka tak usahlah aku memesan melit-melit." Tiong Hoa mengangguk. "Aku mengerti," sahutnya. "Syukur "kata si nona. Nona itu dan Pouw Lim lantas berjalan terus. Tiong Hoa mengawasi mereka, lalu ia menghela napas sendiri. Memang hebat tindakannya barusan tetapi jikalau ia tidak menyapu secara demikian, ada kemungkinan musuh yang lolos. Belum lama anak muda ini merasa kesepian itu, satu bayangan terlihat berkelebat ke arahnya. Ketika ia memasang mata, ia mengenali Tiat Sloe Hoei ciee Sin Kong Tay, kawannya. Sin Kong Tay melengak apabila ia telah menyaksikan pemandangan dihadapannya itu. Hanya seperti Pouw Lim ia pun menyangka itulah pasti hasil perbuatannya anak muda she Lie ini. Dalam herannya, ia pikir: "Anak ini mempunyai tenaga bukan tenaga manusia" Toh ia harus mempercayainya. "Tak lama aku berdiam di Siang ceng Kiong, lantas aku pamitan," berkata Sin- Kong Tay kemudian, "ketika kami berada di-luar kuil mendadak kami mendengar suara bagaikan guntur yang datangnya dari arah Giok Lok Tong. Tentu sekali aku kaget" Bersama-sama Hian Yan, sama aku mengawasi ke arah sini. "Kami melihat debu mengepul naik. Kami semua kaget. Hian Yang mau mengajak murid muridnya datang kemari tetapi aku mencegah, Demikianlah. aku kembali seorang diri. Apakah yang barusan terjadi?" Tiong Hoa menuturkan tentang tibanya rombongan Touw Leng yang menguasai Pouw Lim. la tidak menyebut perihal hajarannya yang dahsyat itu. ia hanya kata saking hebatnya pertempuran, banyak pohon kena terhajar roboh. Sin Kong Tay kagum. Tapi ia kaget. "Ayahnya Touw Leng mau datang kemari?" ia tegasi. "Dialah seorang yang liehay sekali, tak dapat dia dilawan dengan tenaga kekuatan-" Tiong Hoa mengawasi tajam, ia heran. "Sebenarnya dia liehay bagaimana?" tanyanya. "Kenapa Sin Loosoe demikian menghargai dia?" "Ayah Touw Leng itu bernama Tiang Kie." Sin Kong Tay menerangkan, dia menjadi jago diperbatasan tetapi sangat sedikit orang yang mengetahui, ia mengumpuli banyak murid dan kawan yang semuanya orang-orang yang liehay, itulah sebab sudah sekian lama ia bercita- citakan menjadi jago Rimba PersilatanTiraikasih Website http://kangzusi.com/ Aku tidak tahu jelas perihal ilmu silatnya itu, aku cuma mendengar saja, maka itu aku menduga ia mesti memiliki sesuatu yang istimewa. Satu hal sudah pasti, apabila dia benar datang kemari, mesti dia membawa banyak kawannya yang liehay itu. Benar-benar, siauwhiap. aku berkuatir untuk Giok Lok Tong. Disini kau bersendirian saja." Tiong Hoa berpikir. la menganggap kekuatirannya kawan ini benar. Memang, kalau Touw Tiang Kie melihat ia dan kawan kawannya dia itu menyerbu kedalam gua, pastilah Pouw Keng berlima ibunya bisa terancam bahaya. la lantas mengasa otaknya. "Sin Loosoe, sekarang baik kita mengatur begini saja," kata ia, cepat. "Silahkan loosoe menjaga dimulut gua, disebelah dalam sambil bersembunyi. Kalau musuh datang, lantas loosoe hajar padanya. Bunuhlah semua, jangan loosoe ragu-ragu" Tiat-Sie Hoei-chee menganggap itulah jalan satu-satunya, maka ia menyatakan setuju, bahkan ia lantas lari pulang ke gua guna bersiap sedia. Lie Tiong Hoa mengawasi orang berlalu, -lalu dia berdiri diam dengan kedua tangan digendongkan kepunggungnya. matanya mengawasi kelangit yang berawan biru. Kemudian ia naik keatas sebuah cabang dari mana ia bisa memandang keempat penjuru. Belum terlalu lama atau tiba-tiba ia terkejut. Tidak tempo lagi ia lompat turun dan lari kearah gua. Sama sekali ia tidak menerbitkan suara apa juga. la menyembunyikan diri diantara pohon-pohon lebat disisi kiri Giok Lok Tong. Segera juga terlihat munculnya serombongan dari duapuluh orang lebih, muncul di sebelah kanan gua. orang yang berjalan di muka seorang tua yang mukanya putih dan kumisnya panjang serta kedua matanya bersinar sangat tajam dan bengis. "Dia pastilah Touw Tiang Kie," Tiong Hoa menerka dari tempatnya sembunyi. "Dia beroman sama dengan Touw Leng." Orang tua itu melihat pohon-pohon roboh dan mayat-mayat tak keruan macam bergelimpangan, dia kaget hingga dia tercengang. Hebat akan menyaksikan keadaan semua mayat itu. Tapi yang bikin dia paling kaget ialah waktu dia dapat melihat mayat Touw Leng, dengan pesat dia lompat kesisi mayat anaknya itu. Dia mengawasi dengan mendelong, dadanya berdebaran- Tiong Hoa mengawasi kawan-kawannya Tiang Kie itu. la mendapatkan mereka berusia diatas empat puluh tahun ratarata, dari pelipisnya ternyata mereka semua mesti memiliki tenaga dalam yang mahir. Mata mereka juga tajam sekali. Yang paling menarik perhatian ialah sepasang orang tua bermuka merah yang sudah lantas memdampingi Tiang Kie. Kumis dan jenggot mereka itu panjang sampai didada mereka, bukan saja roman mereka berdua mirip satu pada lain juga kumis-jenggot mereka sama panjangnya. Yang membedakan mereka ialah yang dikiri berbaju biru dan yang dikanan kuning. Di punggung mereka masingmasing terlihat sebatang pedang dengan runce lima warna. Dua orang tua muka merah itu serta kawan-kawannya pun tercengang seperti Tiang Kie. karena itu mereka turut berdiam saja. Baru kemudian Tiang Kie si orang tua muka putih itu, mengangkat kepalanya, hingga terlihat kedua matanya basah dengan air mata. "Kedua sahabatku, kematian anakku dan lainnya ini mencurigai." Kata ia, perlahan, tetapi suaranya dalam. "Tak dapat aku si orang she Touw memastikan, inilah bencana alam atau malapetaka buatan manusia..." Sepasang orang tua muka merah itu mengawasi satu pada lainnya. "Turut kami inilah separuh bencana alam dan separuh buatan manusia." Sahut satu diantaranya. Touw Tiang kie melengak. "Bagaimana bisa begitu?" ia tanya. "Robohnya pohon-pohon ini tentulah bukan perbuatan manusia" kata orang tua itu, yang memberi penjelasan"Pastilah siauw-sancoe semua tak keburu menyingkir maka mereka tertimpa pohon-pohon ini, lalu selagi mereka pada terluka itu dan berdaya menolong diri, tiba-tiba mereka diserang oleh orang-orang dari dalam gua Giok Lok Tong yang Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo muncul untuk melihat ada kejadian apa, mendapatkan siauwsancoe semua, sekalian saja mereka melabrak." Tiang Kie berpikir. Justeru itu dari dalam rombongan terdengar tertawa dingin. ooooo BAB 2 TIANG KIE segera menoleh. "Lo Loosoe, bagaimana pendapat losoe?" dia tanya. Orang yang dipanggil Lo Loosoe itu tertawa dengan dingin. "San-coe, yang dinamakan bencana alam itu yalah badai hebat atau bumi gempa." Kata dia. "Kedua sahabat ini dapat menduga tepat hanya keadaan atau kenyataannya masih mengharapkan pemikiran- Tempat kejadian ini cuma berbatas sekitar belasan tombak persegi. Mungkinkah bencana alam bertenaga begini lunak" inilah satu, sekarang yang kedua. Bukankah siauw-sancoe sangatjarang muncul dalam dunia Kang ouw Mungkinkah Losat KwieBo semua mendapat tahu siauw-sancoe berniat jelek terhadap diri mereka hingga sia usancoe semua lantas diserang begini hebat" Dalam dunia Kang-ouw ada aturan yang tak tertulis, ialah larangan membinasakan secara kejam pada lawan yang sudah tak berdaya. Maka itulah aku menjadi bersangsi." Si muka merah berkata tawar: "Jadi Lo-Losoe percaya inilah buatan manusia" Kalau begitu, silahkan loosoe mencoba menghajar roboh itu sebatang pohon yang besarnya bersamaan. Loosoe tersohor untuk tenaga tangan loosoe, baiklah loosoe mencoba untuk kita semua membuka mata kita." Lo loosoe itu menjadi merah mukanya, ia memang tidak sanggup menghajar roboh pohon yang di tunjuk itu. ia berdiam tetapi dengan hati mendongkol sebab merasa diremehkan dimuka banyak orang. Si baju biru pun kata dingin: "siauw-sancoe berangkat dengan membawa puteranya cit chee cloe Pouw Liok It, maka itu cobalah periksa semua mayat itu, diantaranya ada putera dia itu atau tidak." Belasan orang lantas maju membikin pemeriksaan- Mereka tidak mendapatkan tubuh-Pouw Lim. Touw Tiang Kie menepas airmatanya. "Pastilah Pouw Lim telah dapat lolos dan menyingkir ke Giok Lok Tong" kata dia sengit. "Anakku hilang jiwa, mereka harus bertanggung jawab. Marilah kita cari, gua Giok Lok Tong pasti berada tak jauh lagi dari sini" Kata-kata itu mendapat persetujuan, hanya belum lagi mereka mulai mencari, lantas mereka semua dibikin terkejut tertawa yang nyaring, yang terdengar dengan tiba-tiba, ketika mereka semua berpaling, melihat mereka seorang pemuda tampan lagi mendatangi dengan tindakan tenang dan wajah tersungging senyuman- Semua orang heran, semua mengawasi. "Kau siapa?" Tiang Kie menegur. Habis tertawanya pemuda itu, rimba raya menjadi sepi sekali. "Aku yang rendah pemilik dari gua Giok Lok Tong," menjawab si anak muda. "Barusan aku mendengar pembicaraan tuan-tuan yang katanya mau pergi ke Giok Lok Tong. Sebenarnya ada urusan apakah?" Tiang Kie ragu-ragu, sebelum menjawab, ia masih menatap. Terang ia berpikir keras. Baru lewat sesaat, ia menanya: "Tuan. bukankah kau she Lie?" Orang tua ini mengerutkan alis, ia ingat suatu apa. Diwaktu menanya itu, suaranya bengis. Pemuda itu, Tiong Hoa, menggeleng kepala. "Aku yang rendah she Tio" jawabnya tertawa. "Mengapa tuan sembarang mengubah she orang?" Mukanya Tiang Kie meniadi merah. Dia jengah. "Tapi anakku telah terbinasa tak keruan ditangan kau," katanya kemudian-Tiong Hoa berlagak kaget. "Siapakah itu anak tuan?" ia tanya. "Aku tidak kenal dia" "Itulah dia anakku" sahut Tiang Kie keras dan tangannya menunjuk kearah mayat Touw Leng. Tiong Hoa menoleh ke arah mayat yang ditunjuk itu, ia mengasi lihat roman berduka, ia pun menghela napas. "Jadi itulah putera tuan?" katanya. "Putera tuan itu terbinasa lebih banyak ditangan manusia daripada karena bencana alam." Tiang Kie membuka lebar matanya. "Apakah artinya perkataan kau ini?" dia tanya membentak. Tiong Hoa menggendongkan kedua tangannya. sikapnya tenang. "Tuan, apakah tuan pernah mendengar kata-kata hal bagaimana harus menebang pohon dan memotong kayu" ia tanya sabar. Tiang Kie menjadi gusar. "Kau ngacoh apa ini?" dia menegur, "Menebang pohon itu mesti dengan menggunai gergaji untuk merobohkannya Tapi lihatlah ini. Disini tak nampak bekas-bekas potongan gergaji. Apakah kau mengira mataku si orang she Touw kelilipan pasir?" Tiong Hoa tertawa lebar. "Jikalau tuan tidak percaya, percuma aku bicara" ujarnya. "Bukankah anakku itu terbinasa ditangan kau?" Tiang Kie tanya gusar sekali. Tiong Hoa menjawab dingin: "Kalau tuan mencurigai aku percuma aku menyangkal" Matanya Tiang Kie bersinar. "Bukankah Lo-sat KwieBo bersembunyi didalam gua Giok Lok Tong?" Tiang Kie tanya gusar sekali. Tiong Hoa tetap berlaku tenang, Dia tertawa. "Dia sudah pindah sejak setengah bulan lalu" sahutnya. "Ada apa kau menanya kan dia?" Tiang Kie melengak. Sesaat kemudian, ia menanya pula: "Bukankah cangkir kemala coe-in-pwee telah dibawa pergi olehnya?" Tiong Hoa tertawa. "Aneh" katanya nyaring. "cangkir kemala itu miliknya Lo-sat KwieBo. Kenapa Kau mengarahnya?" Tiang Kie tertawa dingin: "Kau berani mendustai aku?" dia membentak. Tangannya telah diulapkan. "Bekuk dia." Menyusul perintah itu. dua orang berlompat maju kepada Tiong Hoa. Mereka sangat gesit. Begitu tiba dikedua sisi si anak muda, begitu keduanya mengulur tangan mereka masing-masing guna menotok empat^alan-darah pemuda itu. Hebat serangan itu. Tiong Hoa tertawa, tubuhnya berkelit, tangan kanannya mengibas. Penyerang sebelah kiri itu lantas menjerit kesakitan Tangannya telah dicekal tangan Kera Terbang si anak muda, segera dia merasakan sangat nyeri, darahnya mandek. lengannya ngilu. Tak dapat dia bertahan untuk tidak mengasi dengar suaranya yang menggiriskan itu. Tiong Hoa tidak berhenti hanya dengan menangkap tangan orang saja, Ia memutar tangannya, hingga tubuh korbannya itu terputar juga, tepat tubuh itu menjadi sasaran kawannya yang menyerang di kanan itu, maka sepuluh jari yang kuat dari kawan itu nancap di iganya hingga lagi sekali dia berkaok. mulutnya menyemprotkan darah, lalu dia roboh dengan jiwanya putus. Kawan itu, si penyerang lompat mundur. Dia berdiri melengak. Tiong Hoa tertawa dingin ketika ia melepaskan tubuh korbannya^ "Macam begini masih berani membokong orang?" katanya mengejek. "cuma mempertontonkan keburukan sendiri" Tiang Kie semua heran. Pemuda itu liehay sekali Mereka semua mengawasi dengan tajam. "Jangan jumawa karena kemenanganmu yang tak berarti ini" kata Tiang Kle kemudian suaranya tawar. Ketika itu si orang tua muka merah berbaju biru bertindak maju Lebar tindakannya. "San-coe," kata dia selagi bertindak itu, " bocah ini boleh serahkan pada kami dua saudara. Silahkan san-coe bersama semua yang lainnya mencari gua Giok Lok Tong, asal san-coe berhati-hati buat Lo-sat KwieBo" Tiang Kie dapat menyabarkan diri dia mengangguk. "Benar," sahutnya. Tiong Hoa terperanjat, pemecahan tenaga orang itujusteru yang ia kuatirkan, ia membentak: "Siapa berani lancang memasuki Giok Lok Tong dia mesti mampus tak ampun lagi. "Belum tentu" kata Tiang Kie jumawa. Dia mengangkat tangannya, maka semua kawannya lantas bergerak untuk memasuki rimba. Mendadak orang yang berjalan paling depan menjerit, menyusul itu tubuhnya terlempar keluar. Semua orang lainnya kaget hingga mereka pada mundur. orang yang dilemparkan itu roboh tepat didepannya Tiang Kie, dia rebah tak berkutik lagi. Justeru itu salah seorang berseru^ "cit-chee cioe" Tiang Kle mengawasi kepada orangnya yang telah menjadi mayat, ia melihat pada baju yang robek sebuah tapak tangan, tangan-tangan yang menggetarkan dunia Kang ouw atau Rimba Persilatan: cit chee cioe atau tapak tangan Tujuh Bintang cuma sebentar jago she Touw ini terkejut, dia lantas menghadapi Tiong Hoa. "Orang sheTio kau pernah apa dengan cit chee cioe?" demikian tegurnya. "Didalam rimba itu masih ada beberapa banyak tikus yang menjadi kawanmu?" Tiong Hoa tertawa. "Tuan pertanyaan kau sangat tidak pantas" dia menegur. " Hari ini siapakah yang datang kemari mencari gara-gara" Bukankah barusan aku telah beri peringatan kepada kau, siapa berani memasuki Giok Lok Tong dia mesti mampus. Kau tidak percaya Habis kau hendak sesalkan siapa?" Tiong Hoa menegur begitu lega ia percaya didalam rimba itu, Pouw Lim beramai telah siap sedia. "Sudahlah, omongan saja tidak ada gunanya" berkata si orang tua muka merah. "Hari ini kita cuma dapat maju, tak dapat kita mundur" Ia menghadapi sianak muda, untuk melanjuti: "Tuan, aku telah melihat ilmu silatmu, itulah luar biasa sekali, maka itu sekarang aku dengan pedangku, ingin main-main denganmu, untuk memutuskan siapa menang dan siapa kalah Umpama kata apa lacur aku situa yang kalah, akan aku lantas mengundurkan diri buat tidak mencampur lagi segala kerumitan ini" Tiong Hoa bersenyum mendengar kata-kata itu. "Apakah tuan bersendirian saja?" ia menegaskan. "Kita tak bermusuhan satu dengan lain, sebenarnya aku tidak setuju. Tapi ingin aku mengulangi penjelasanku, siapa yang masuk ke gua Giok Lok Tong, dia mesti mati. Maka itu aku beri nasihat kepada tuan-tuan semua, janganlah kamu menjadi tamak Siapa mengerti dan dapat mundur, dialah yang selamat " Sabar si anak muda bicara tetapi suaramu berpengaruh. Semua orang berdiam. Tiang Kie pun heran. "Dia masih begini muda, kenapa dia begini keren ?" pikirnya. "Dia mirip dengan seorang guru besar. Tapi aku mesti mendapatkan cangkir kemala itu, yang ada hubungannya dengan kitab Lay Kang Koen Pouw Aku sudah bekerja, aku mesti menjadi jago Rimba Persilatan. Mana dapat aku mundur hanya gertakan belaka " Baik aku menyaksikan lebih jauh kegagahan orang ini. baru nanti aku memikir pula." Maka ia berkata "Tuan- jangan kau omong besar, jangan kau tidak tahu malu Kedua sahabatku ini liehay ilmu pedangnya, jangan kata baru kau, sekalipun kedua pihak Ceng Shia Pay dan Khong Tong Pay yang sangat kesohor sekarang ini tak dapat melawannya. Apakah tuan benar sanggup melayani kedua sahabatku ini " Tiong Hoa tertawa. "Tuan, sebenarnya apakah maksud tuan datang kemari?" ia balik tanya. "Tuan harus ketahui, aku yang sudah tidak campur tau urusan Rimba Persilatan Kenapa tuan mendesak aku" Kenapa tuan berjumawa tidak karuan" Apakah tuan memangnya memikir tak mau keluar pula dari rimba ini" Tanpa menanti orang berhenti bicara, si orang tua berbaju kuning sudah lantas menghunuskan pedangnya, hingga senjata itu berkilauan menyilaukan mata. Ketika diputar, pedang itu pun mengasi dengar suara me ngaung. Itu saja sudah membuktikan orang liehay sekali. "Tuan jangan terlalujumawa" kata Tiang Kie pula. "Untukku membekuk kau mudah seperti aku memutar balik telapakan tangan ku. Maka dari itu aku beri nasehat padamu suka berpikir pula masak-masak. Baiklah kau beritahukan kami tempat sembunyinya Lo-sat Kwie Bo, supaya kita dapat menyelesaikan salah paham kita ini" Tiang Kie tidak percaya pembilangan si anak muda bahwa Lo-sat KweBo sudah pindah. Atau kalau itu benar, nyonya itu pasti pindah hanya ketempat yang berdekatan. Selagi pemimpin ini bicara, kawan-kawannya mengawasi tajam keadaan rimba dari mana barusan kawannya terlempar, atau di lempar keluar, hingga menemui ajalnya dengan segera. Mereka berjaga-jaga lantaran kuatir nanti dibokong. Sementara satu diantara mereka menjadi kaget sekali. Disini berdiri paling belakang. Tiba-tiba dia merasa punggungnya seperti di gigit nyamuk, nyeri campur gatal. Saking kaget, dia lantas merabah. kebelakang ke punggungnya dibagian yang nyeri dan gatal itu. Tiba-tiba dia menjadi tercengang. la merasakan lengannya terikat secara tiba-tiba dan iganya dingin. Lalu mendadak tubuhnya tertarik dan terangkat seperti yang digantung. Semua orang kawannya orang itu terkejut, semua melengak.Justeru itu delapan diantaranya merasa dadanya dingin, terus mereka itu roboh tanpa bersuara lagi, semua lantas melayang jiwanya. Kenapa orang kaget tidak terkira. Tiang Kie menoleh, dia menyaksikan kejadian itu, selain kaget, dia menjadi sangat gusar. "Anak kurang ajar, jangan sesalkan aku kejam," dia membentak Tiong Hoa, sedang matanya merah seperti menyala. Sepasang orang tua muka merah juga lantas mereka lari ke arah rimba. Mereka mengajak semua kawannya. Semua orang kaget dan berkuatir, tetapi mereka tidak menjadi ciut nyalinya. kedua orang muka merah itu menyusul kawannya yang seperti tergantung itu, yang kena tertarik. Mereka mendapatkan orang tergantung pada sebuah pohon, napasnya sudah berhenti. Dengan cepat mereka menabas alat yang menggantung itu, sedang tubuh si kawan dikasi turun. Ketika mereka memeriksa, kawan itu sudah putus jiwa, lengan dia itu terlibat Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo selembar rotan maka lengannya itu. lengan kanan menjadi bengkak dan matang biru. Teranglah kawan itu disambar bandering yang istimewa itu dan kena ditarik untuk terus digantung. Untuk memeriksa lebih jauh, saking gusarnya dua orang tua itu lari masuk ke dalam rimba. Tiong Hoa melihat orang memasuki rimba. Sekarang ia tidak bingung lagi. Setelah menyaksikan dua peristiwa barusan, ia percaya Pouw Keng semua sudah siap-siap sedia guna meringkus semua musuh. Maka sambil bersenyum ia mengawasi Touw Tiang Kie. "Tuan," katanya ramah "kau hendak memberi pengajaran kepadaku, kenapa kau menyebut-nyebut kejam?" Sebaliknya aku, aku kuatir kau nanti tak dapat mengalahkan aku.^ Tiang Kie menatap tajam. Tangan kanannya lantas diangkat perlahan-lahan, dikasih masuk kedalam sakunya. Tiong Hoa melihat itu, ia ingat sesuatu apa. Lantas ia tertawa nyaring dan kata: "Barusan tuan menyebut-nyebut kejam, aku mengertilah sekarang Rupa-rupanya tuan hendak maksudkan benda didalam sakumu itu yaitu asap beracun ciang-tok Bie-khie. Jikalau benar, aku suka kasi nasehat padamu untuk kau simpan saja asap beracunmu itu. Supaya kau tidak memancing bencana untuk dirimu sendiri" Tiang Kie terperanjat, hingga itu tampak pada sinar matahari. "Kenapa kau ketahui itu?" dia tanya. "Mungkinkah kau si orang she Lie"..." Tiong Hoa tertawa. Berbareng dengan itu mendadak tubuhnya mencelat maju, pesatnya luar biasa. Berbareng dengan itu juga, tangan kanannya meluncur. Itu artinya telah bekerjalah tangan Kera Terbang-nya. Kagetnya Touw Tiang Kie tidak terkira. Dalam gugupnya, ia berlompat ke-samping kiri untuk mengelit diri. "Bret " demikian terdengar. Jilid 28 : Sebelum pertemuan di Tiam Chong san (MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 9) Lagi sekali jago she Touw itu kaget, hingga nyalinya terasa ciut. Dia kurang gesit. Atau lebih benar dia kalah sebat. Dia berhasil menyingkir jauhnya tiga kaki akan tetapi bajunya dibetulan iganya yang kanan robek, baju itu kena tersambar si anak muda hingga pecah. Dengan begitu maka sebuah kantung kecilnya, yang disimpan dibetulan iga itu, kena terampas, Mukanya menjadi merah-padam. Begitu hilang gugupnya, kembali dia menjadi murka. Kali ini dia murka tak alang- kepalang. Dadanya seperti bergelombang Tiong Hoa sebaliknya berlaku tenang. Habis menyambar dan merampas barang orang itu, ia tidak berlompat pula guna mc lanjiiti sambarannya. Sebaliknya, ia berdiri sambil tangannya perlahan-lahan dibawa kes akunya, memasuki barang rampasannya itu. "Tuan. suka aku membilangi secara terus terang padamu," kata ia. "Didalam rimba raya ada seorang gagah yang luar biasa, sudah ilmu silatnya tinggi tak ada batasnya, juga tabiatnya aneh sekali, sebab dia membenci kejahatan seperti dia membenci musuhnya. Aku kuatir semua orangmu itu tak akan ada satu jua yang dapat keluar lagi dengan selamat, jikalau kau tidak percaya aku persilahkan kau masuk kesana untuk memeriksa, sekarang ini kau tinggal seorang diri, kau mirip dengan si tangan sebelah yang tak dapat bertepuk hingga bersuara nyaring, karenanya percuma kau bertingkah jumawa dan galak. Kau sekarang mirip telur yang melawan batu." Habis berkata, anak muda ini meluncurkan tangannya kearah dada orang. Touw Tiang Kie terperanjat, dengan lekas ia berkelit. Sekarang dia dapat berlaku waspada. Begitu berkelit, begitu dia lompat mundur, untuk lompat lebih jauh kedalam rimba, hingga sekejap saja dia sudah menghilang. "Ah, sayang," kata Tiong Hoa yang menyesal sudah berlaku kurang cepat. Itu pun menyatakan bahwa Tiang Kie sebenarnya liehay luar biasa, bahwa tadi dia menjadi kurban kantungnya terampas disebabkan dia terlalu jumawa aku angkuh hingga dia kurang waspada. Tiang Kie menyingkir terutama dia menguatirkan keselamatannya semua kawannya yang masuk kedalam rimba tanpa ada suaranya, tanpa ada seorang jua yang keluar kembali. Dia menguatirkan mereka itu menghadapi bahaya. Rimba itu gelap tetapi tak terlalu merintangi dia, sebab didalam jarak sepuluh tombak. matanya yang liehay dapat melihat. Hanya dia menjadi heran dan kekuatirannya menjadi bertambah. Tak ada kawannya, tak nampak bekas-bekasnya. Dalam bingung dan berpikir keras, dia maju sampai kira seratus tombak. Didala m rimba itu sulit untuk mengetahui mana jurusan timur atau barat, atau selatan dan utara, jadi tak dapat dia memeriksa arah. Selagi dia bingung itu, tiba-tiba dia mendengar suara merintih disebelah kirinya. Dia kaget tetapi dia tidak takut, dengan cepat dia bertindak kearah kiri itu. Kesudahannya dia mendelong, pikirannya kacau. Dia mendapatkan salah satu orangnya rebah mandi darah, napasnya baru saja putus. Gusar dan berduka tercampur menjadi satu dalam hatijago she Touw ini. Dia pun mendongkol karena dia tak berdaya. Disitu tak ada musuh yang bisa dihadapi untuk menuntut balas. Baru sekarang dia insaf bahwa dia telah menjadi kurban ketamakannya^ sehingga dia mesti kehilangan puteranya. Tapi sudah terlanjur, tak dapat dia mundur. Maka dia bertindak maju, guna mencari terus kawan-kawannya. Guna memberi isyarat, dia bersiul nyaring dan lama. Begitu Tiang Kle berlalu, begitu berkelebat seorang tua yang bertubuh tinggi, yang mengasi dengar tertawa ejekan sambil matanya mengawasi orang berlalu itu. Tiong Hoa tidak menyusul orang she Touw itu, sebaliknya, ia mengambil arah ke Giok Lok Tong. tatkala ia tiba didepan gua, ia menjadi heran sampai ia berdiri tercengang. Didepan gua itu bersih dari pepohonan, sebab Pepohonannya pada rebah malang melintang dan saling tumpuk bekas dirobohkan orang. Masih ada yang lebih mengherankan- Di bawah tumpukan pepohonan itu terlihat mayat-mayatnya orang-orangnya Touw Tiang Kie, semua dengan mandi darah. Sedang di depan mulut gua berdiri diam tanpa berkutik kedua orang tua bermuka merah-- itu dua pahlawannya Tiang Kie. Tangan mereka itu masih mencekal pedang mereka. "Mungkinkah mereka berdiri mati?" Tiong Hoa tanya dalam hatinya. Untuk memeriksa, ia lari menghampirkan. bukan dari depan, hanya dari samping. Setelah datang hampir dekat, ia berdiri diam guna mengawasi. Sekarang ia melihat tegas dua orang itu mementang kedua matanya masing-masing, mereka seperti lagi meluruskan napas atau bersemedhi. "Aneh," pikir si anak muda saking heran, inilah bukan waktu menyalurkan pernapasan-Apakah mereka terluka hebat di bagian dalam tubuhnya" Kenapa mereka tak takut ada yang bokong?" Tengah ia berpikir itu Tiong Hoa mendengar suara angin dibelakangnya. Dergan sebat dia memutar tubuh. Untuk girangnya ia melihat Cek In Nio lagi berdiri mengawasi ia sambil bersenyum manis. "Encie, kenapa mereka ini ?" ia tanya perlahan- "Dua orang ini benar-benar liehay ilmu pedangnya." menyahut si ndna. "Begitu lekas mereka bersilat, mereka dapat merapatkan diri hingga umpama kata tak dapat disiram dengan air. Bersama saudara Pouw Lim aku tak dapat mendekatkan mereka. Karena itu, kita lantas membereskan semua kawannya. Mereka gusar, mereka mengejar kami." Si nona berhenti untuk tertawa, baru ia melanjuti: "Kami mau pancing mereka masuk ke dalam gua. Di dalam terowongan yang sempit, pedang mereka pasti akan menjadi seperti pedang rongsokan yang tak ada gunanya lagi. Kami ingin kepung mereka dari depan dan belakang. Nyata mereka cerdik. Ketika mereka melihat saudara Pouw masuk kedalam gua mereka lantas berhenti mengejar. Setahu bagaimana, mungkin karena murka, mereka lantas menyerang kalang kabutan pada semua pohon itu. Sekarang mereka berdua berdiam saja. Mereka berbuat demikian sedari tadi. Mungkin mereka lagi beristirahat, guna mengumpulkan tenaga mereka." "Apakah mereka tak kuatir nanti dibokong?" Tiong Hoa tanya. "Kau tahu tetapi kau sengaja menanya" kata si nona bersenyum. "Mereka itu lagi berdiam tetapi berdiam sambil bersiap sedia. Dalam ilmu pedang ada pembilangan berdiam tegak sebagai gunung, bergerak gesit seperti kelinci. Kalau kau lancang mendekati mereka, kau dapat binasa konyol Kau kesohor gagah, kenapa kau tidak ketahui rahasia ilmu pedang itu?" "Oh," kata Tiong Hoa, "mendengar kata-katamu ini, encie, aku seperti lebih menang daripada membaca buku selama sepuluh tahun. Kalau aku tahu hal itu. tak nanti aku tanyakan hingga aku ditertawakan kau..." In Nio tertawa manja, hingga ia menubruk pemuda itu. "Mulut jail," katanya. Tiong Hoa tertawa. "Sekarang biarlah aku usir mereka itu" ia kata. In Nio mengangguk. lantas la menghunus pedang dari Thian Hong cinjin untuk di serahkan- pada pemuda itu dengan perlahan dia memesan: "Kau simpan tenaga tanganmu untuk di Tiam chong San nanti. Sekarang ini kau robohkan mereka dengan pedang saja " Tiong Hoa mengawasi. "Encie, ilmu pedangku tak mahir," kata ia. "Mana bisa aku melayani mereka dengan pedang ?" "Kau toh dapat menggunai akal." kata si nona. Pemuda itu menggeleng kepala, tetapi dengan menyiapkan pedang dipundak kirinya, ia lompat maju, dengan melalui pohon-pohon yang malang-melintang, ia mendekati kedua orang tua muka merah itu. Baru saja terpisah kira delapan tombak. ia lantas melihat sinar seperti rantai perak menyambar kepadanya secara hebat sekali. ia terkejut, segera ia berkelit kesamping. Belum lagi ia menginjak tanah, lain sinar sudah menyambar, hingga ia mesti-jungkir balik dengan tipu silat "Naga masuk dalam gedung," baru ia menaruh kaki ditanah. Sekarang terlihat kedua orang itu, yang bergerak sangat sebat, berdiri tegak di kiri dan kanan terpisah setombak lebih, pedang mereka dikasi turun, roman mereka angker. Berkatalah si baju biru, perlahan tetapi tegas: "Tuan, kau dapat lolos dari pedang kami yang bersatu padu, kau liehay" "Kau memuji saja" kata Tiong Hoa, yang tertawa tawar, "ingin aku bertanya, kenapa kamu menebang habis pepohonan didepan gua kami ini" Apakah sebabnya?" "Kami tak rela terhina, maka itu kami ingin melakukan satu pertempuran yang memutuskan" sahut orang tua baju biru itu, suaranya dingin-Tiong Hoa tertawa berkakak. "Kamu mencari gara-gara tanpa sebab-musabab" katanya nyaring. "Kamu yang mencari malu sendiri, kenapa kamu tak rela terhina?" Jangan ngoceh -saja" bentak si baju kuning "Hunus senjatamu, tuan" Tiong Hoa mengangkat tangannya dibawa kepundak kiri. la berlaku ayal-ayalan- Kedua orang tua itu mengawasi tajam, roman mereka tegang. Rupanya mereka insaf bahwa mereka lagi menghadapi musuh tangguh, hingga tak berani mereka tak berlaku waspada. Tetapi Tiong Hoa bahkan ayal-ayalan ketika ia mencabut pedangnya, disaat pedang itu tinggal lagi satu dim. mendadak ia berseru: "Lihat pedang" Dengan pedang itu ia menerjang si baju kuning, menusukjalan darah ciang-boen. Sijubah kuning dan si jubah biru bergerak dengan berbareng. keduanya menangkis serangan, hingga pedang mereka bertiga lantas beradu, menempel satu dengan lainHingga setelah satu kali suara nyaring itu, rimba kembali kepada kesunyian, melainkan matahari yang menojoh ketiga pedang memancarkan sinar berkilauanKetiganya berdiri tegak. airmuka mereka padam. Mereka membiarkan angin meniup mereka bersiur-siur. In Nio mengawasi, hatinya tegang. la merasa kuatir Tiong Hoa tak dapat bertahan lama. Ketika itu Pouw Keng dan Sin Kong Tay juga muncul di mulut gua, mereka turut mengawasi dengan hati mereka tegang rend irinya. Masih sang tempo lewat tanpa perubahan. Masih ketiga orang itu bertahan masing-masing, bertahan guna menanti ketika akan merobohkan la wannya. Akhir-akhirnya tiba saatnya Tiong Hoa bersenyum. Sebaliknya dengan kedua orang tua muka merah itu. Roman mereka bertambah tegang, dijidatnya nampak otototot yang bersemu biru tua. Tiong Hoa mengawasi tajam, ia menggeser pedangnya ke kanan- atas mana kedua orang, tua itu turut menggeser tubuhnya, mengikuti tarikan pedang lawannya. Perlahan Tiong Hoa bergerak. Rupanya ia mengerahkan tenaganya. Menyusul itu ia berseru, pedangnya ditarik. tubuhnya mencelat naik, pada waktu ia turun pula, dapat ia meneruskan menyerang kebawah. Kedua orang tua ini dapat bersiap sedia. Keduanya berkelit sambil berbareng menangkis dengan sabetan "Menyontek mega, memecahkan rembulan." Mereka tidak menggeraki kaki, mereka cuma memiringkan tubuh. Luar biasa permainan pedang Tiong Hoa. la mengelit tangkisan, setelah itu, meneruskan menikam. Kedua lawan kaget, mereka merasa mereka ialah bagian mati. Tak sempat mereka berkelit atau menangkis pula. Tapi aneh si anak muda, disaat ujung pedangnya menowel bergantian baju kedua lawan, mendadak ia menariknya pulang, tubuhnya mencelat mundur setombak lebih, sembari berdiri diam ia mengawasi sambil bersenyum kepada lawannya itu Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kedua orang tua itu heran, lekas-lekas mereka melihat baju mereka. Untuk kagetnya mereka mendapatkan baju mereka di-betulan jalan darah kie-boen telah berlubang kecil sebesar kacang kedele. Mereka memandang satu sama lain, wajah mereka guram. Si orang tua berbaju biru berkata: " Tuan, kau menang dengan menggunai tipu yang bagus, meski demikian kami kalah dengan puas- Biarlah kalau masih hidup, lain kali, kami nanti mencoba menempurpula padamu untuk suatu kepastian siapa tinggi siapa rendah" Tiong Hoa bersenyum tawar. "Apakah tuan-tuan menganggap aku yang rendah menggunai akal?" kata dia. Tidak. aku tak sependapat dengan tuan" Sijubah kuning mendongkol. "Toh kita sudah merasakan itu," katanya sengit, "Apakah yang kau tak setujui" Dengan roman yang menunjuki kesan baiknya, Tiong Hoa mengawasi kedua orang tua itu. la bersikap tenang sekali. "Aku kuatir selama hidupmu, tuan-tuan sulit untuk kamu mengalahkan aku." katanya sabar. "Nama besar tempat kosong, itulah sama dengan orang menyentil awan Apakah perlunya nama saja, nama impian" Suka aku mengasi nasihat baiklah kamu memernahkan diri didalam gunung yang hijau, berkawan dengan sang mega, untuk hidup bersama langit dan "Nasihatmu baik tuan kami menerimanya dengan bersyukur." Kata si jubah biru, "hanya pembilangan kau bahwa kami sulit mengalahkan kau, itulah rada menghina kami." Mendadak Tiong Hoa mengasi lihat roman sungguhsungguh, hingga ia nampak keren- "Jikalau kamu tidak percaya, nanti aku serang kamu dengan jurus Angsa hutan terbang Melayang-layang" kata ia keras "Asal kamu dapat memecahkannya, akan aku yang rendah menarik pulang kata-kataku itu." Kedua orang tua itu berpikir keras. Mereka bersangsi tapi mereka terpengaruhkan sikap orang yang sungguh sungguh. Kedua--sama berpikir: "Memang ilmu silat Angsa-hutan Terbang Melayang-layang menjadi satu diantara tiga tipu silat paling liehay dari ceng Shia Pay, akan tetapi peryakinan kita berdua beberapa puluh tahun ditampilkan untuk melakukan tipu sifat istimewa pelbagai partai, mustahil kita tak dapat melawan dia" Hanya dia itu benar2 cerdik sekali, baru saja kita kena diakali. Mungkinkah tipu silatnya ini mempunyai keistimewaan lain ?" "Baiklah Tuan, silahkan kau memberikan pengajaran" kata keduanya habis berpikir itu. Mereka penasaran, ingin mereka mencoba-coba. "Jikalau demikian, harap maafkan aku yang muda?" kata Tiong Hoa. la lantas mengangkat pedangnya kedepan dada, begitu cepat gerakannya hingga pedangnya itu bersinar berkeredepan. Kedua jago tua terperanjat. "Ah, inilah beda dengan apa yang kita ketahui tentang tipu silat Angsa hutan Terbang Melayang-layang..." pikirnya. Meskipun begitu, mereka lantas mengangkat juga pedang mereka, untuk dipasang menangkis. Sementara itu si anak muda telah meneruskan menikam. Tiong Hoa membiarkan senjata mereka bentrok. habis itu baru ia menarik pulang pedangnya dengan cepat. Akibatnya untuk membikin kedua orang tua muka merah itu menjadi kaget dan malu. Hebat beradunya senjata mereka, telapakan tangan mereka terasa sakit sekali, tanpa dapat dicegah, pedang mereka masing-masing terlepas dan terpental, lengan mereka terasa kaku... Ketika kedua pedang jatuh, tepat dibatang pohon yang besar, nancap bergoyanggoyang. Tiong Hoa menggeraki pedangnya dicampur tenaga ie Hoa Ciap Hok. dengan gesit ia dapat menggempur tangannya kedua orang tua itu. la menggempur berbareng menarik dengan tipu dua huruf Lolos dan Tarik". Dan ia berhasil. Kedua orang tua itu berdiam, romannya lesuh. Kemudian si baju kuning, sambil menghela napas, berkata : "Kami si orang tua tak akan bicara pula dari hal ilmu pedang, kami suka menuruti nasihat kau tuan, nanti kami mencari tempat yang sunyi dimana kami akan melewati hari-hari selebihnya." Orang tua ini bersama kawannya merangkap tangan mereka untuk memberi hormat, terus mereka memutar rubuh untuk berlalu tanpa menghiraukan lagi pedangnya. Justeru itu satu siulan nyaring terdengar dibarengi lompat turunnya sesosok tubuh, yang segera ternyata Touw Tiang Kie adanya. Dia muncul disitu karena dia melihat tegalan yang penuh pepohonan itu. Dia juga menjadi heran melihat kedua orang tua berjalan terus walaupun ia sudah bersiul keras. Mereka itu menoleh pun tidak. "Kedua sahabat, benarkah kamu mau pergi tanpa pamitan lagi ?" orang she Touw ini menanya saking heranTiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kedua orang tua itu terperanjat, mereka melengak. lantas keduanya berpaling untuk satu diantaranya berkata: "Kami roboh malu kami untuk berdiam di sini lebih lama pula Sancoe harap kaujaga dirimu baik-baik, kami berdua memohon diri disini saja...." Matanya Tiang Kie bersinar bengis. Dia tertawa dingin. "Kitalah sahabat-sahabat kekal sekali" kata dia nyaring. "Anakku dan murid-murid ku telah pada mati semua, sekarang aku tinggal sebatang kara, apakah kedua sahabat ku benar tega hendak meninggalkan aku pergi?" Selagi berkata itu, air matanya Tiang Kie mengembeng. Si orang tua jubah merah tertawa meringis. "Sancoe didalam dunia Kang ouw terdapat banyak sekali orang orang dengan kepandaian yang luar biasa," kata ia berduka, "maka itu percuma saja kita bekerja terus. Menurut kami baiklah kita mengenal selatan kita mundur pada saatnya yang tepat dengan begitu mungkin dapat kita melewati harihari kita dengan aman- Sekarang ini hati kami berdua sudan mati, tak dapat kami membantu lebih jauh kepada san coe mencapai cita-citamu. Tentang kebaikan san-coe, nanti saja dilain penitisan kami membalasnya." Mendengar itu. Tiang Kie putus asa.Justru karena ini timbulan niatnya melakukan pembunuhan- Tapi dia berpurapura menghela napas dia berkata: -jikalau sudah tetap keputusan kedua sahabatku tidak bisa aku memaksa. "Baiklah mari aku mengantar saudara-saudara barang selintasan-.." Jago ini lantas bertindak perlahan guna menghampirkan kedua kawannya itu yang ia hendak dibinasakan secara diamdiam itu. Tiba-tiba terdengar gertakan dari dalam rimba: "Touw Tiang Kie, kau telah menjadi burung didalam sangkar Kenapa kau masih menyimpan hati buruk hendak membinasakan dua sahabatmu." Ketika itu Tiang Kie sudah mengerahkan tenaganya untuk menghajar kepada dua orang tua muka merah itu, atau berbareng dengan bentakan itu, seorang terlihat melompat keluar dari dalam rimba, anginnya menyampok keras, senjatanya bercahaya berkeredepan, maka gagallah serangannya itu. Dua orang tua itu melihat orang itu yang bertubuh besar, mereka melengak. tapi mereka sadar dengan cepat, maka dengan cepat juga mereka melenyapkan diri didalam rimba yang lebat itu. Touw Tiang Kie mengawasi tajam, akan akhir-nya dia menjadi sangat gusar. "Orang she Kie. adakah anakku terbinasa ditanganmu ?" dia tanya. orang itu tertawa. Dialah Thian Yoe Sioe Kie Noen, yang kepalanya gundul dan licin juga alis dan kumisnya, hingga nampak saja mukanya yang merah bercahaya saking segarnya, sedang kedua matanya berkilau tajam. "Kau sudah menerima pembalasan, masih saja kau tak insaf" kata Thian Yoe Sioe terus tertawa "benar apa yang kau bilang -barusan, disini kau tinggal sebatang kara bahkan kau tak mempunyai rumah lagi kemana kau dapat pulang" Tiang Kie kaget, ia menjadi gusar sekali. "Ada permusuhan apa diantara kau dan keluargaku." dia tanya. "Mengapa kau berbuat kejam begini" Baiklah, hari ini kau yang mampus atau aku" Thian Yoe Sioe, yang muncul tiba-tiba itu, bersenyum. "Kau telah terlalu banyak membunuh orang, sudah selayaknya saja kau menerima pembalasan" sahutnya . "Tapi dapat aku si tua menjelaskan kepada kau, didalam kejadian itu aku tidak turut ambil bagian- Aku hendak tanya kau, Sekarang ini dimana adanya adikku?" Tiang Kie tertawa nyaring. "Tulang- belulangnya sudah menjadi abu, buat apa kau menanyakannya?" dia jawab. Thian Yoe Sioe pun tertawa nyaring, kata dia sama naringnya: "Bagus matinya Bagus matinya" Tepat dengan suaranya Kie Soen, dari dalam rimba lompat keluar dua orang. Yang satu yalah seorang imam yang bermata tajam dan beroman tampan, kumis-jenggot-nya panjang sampai didadanya. Dia pun bertubuh jangkung. Yang lainnya yalah seorang muda yang tampan juga, yang dadanya lebar. sementara itu Tiong Hoa sudah lantas didampingi Cek In Nio bersama Pouw Keng dan Sin Kong Tay bertiga. Tiong Hoa mengenali dua orang itu yalah Im San Sioe-soe serta Souw Siang Hoei. Ia menduga -duga, tentulah mereka itu datang buat Ngo sek Kim-bo. Im San Sioe-soe lantas memberi hormat sambil menjura kepada Touw Tiang Kie, untuk berkata dengan sabar: "Touw Sancoe, sudah lama kita tidak bertemu, adakah kau baik" sekarang pintoo ingin minta serupa barang pada Sancoe, harap sancoe sudi menghaturkannya." "Memangnya aku berhutang apa padamu" tanya Tiang Kie tertawa. Matanya si imam bercahaya dengan tiba-tiba. "Ngo sek Kim bo." katanya nyaring. Dia tak lagi sehormat tadi. Touw Tiang Kie tidak menjawab hanya dia tertawa nyaring, lalu tubuhnya mencelat mundur. Kedua tangannya bergerak gerak seperti lagi terbang. Hampir berbareng dengan itu. Thian Yoe Sioe membentak: "Apakah kau dapatpergi?" Terus tubuhnya berlompat maju seraya menyerang. Tubuh Tiang Kie yang telah turun ke-tengah. terhuyung tiga tombak. belum lagi ia berdiri tetap. ia lantas diserang Im San Sioe-soe yang menggunai kebutannya, sedang dilain pihak. Souw Siang Hoei menyerang dengan pedang. Diserang dari depan dan belakang, jago she Touw itu masih sempat bertindak untuk menggeser tubuhnya, setelah memutar tubuh, ia membalas menyerang dengan tangan kosongnya kepada Siang Hoei. Dia sangat gesit dan tenaganya besar sekali. Siang Hoei menjerit: " celaka" la merasakan angin menyambar keras, hingga ia sukar bernapas, sedang pedangnya tersampok mental. Sebelah tangannya Tiang Kie meluncur terus kedada orang she Souw itu, dia hampir mengenai atau dia merasa angin bertiup dipunggungnya sedang telinganya pun mendengar ini suara tawar: " Kematianmu sudah mendatangi, tetapi kau masih berani mengganas" Dia kaget tapi dia menangkis. Dia memutar tubuh seraya meluncurkan tangan kanannya, itulah jurus Sepasang tangan menggetarkan langit.. Tiang Kie mempertahankan diri sampai kakinya melesak kedalam tanah tiga dim. sedang tubuh Thian Yoe Sioe mental tinggi. Hanya celaka untuk orang she Touw itu, belum sempat dia mencabut kakinya, lantas ujung kebutannya im San Sioesoe sudah menegur pundaknya yang kiri, sampai dia rasa nyeri hingga di ulu hatinya. Dia menahan sakit, dia miringkan tubuhnya, guna mencoba berlompat. Nyata saking liehaynya, dia bisa membikin tubuhnya melesat beberapa tombak jauhnya. Sekarang ini dari dalam rimba lantas terlihat keluarnya belasan imam dengan pedang sebagai senjata mereka, dengan lantas mereka melurukpada si orang she Touw, sambil berseru-seru mereka menyerang. Tiang Kie gusar sekali, mukanya menjadi merah seperti darah. Dia berkelit, ia menyampok. Maka malanglah seorang imam di kanannya, tangannya terhajar sampai patah, sampai kelihatan tulangnya yang putih ia menjerit, pedangnya pun terbang. Hal itu membesarkan hati Tiang Kie. Maka ia melakukan perlawanan terus dengan saban-saban menyampok keras kekiri dan kanan guna menghalau setiap imam yang menyerang padanya, guna membuka jalan- Dengan begitu akhirnya ia dapat maju terus buat menyingkir. Tengah berhasil itu dan berjalan maju, mendadak Tiang Kie merasakan sambaran di belakangnya, sebelum ia sempat berkelit, ia merasakan juga lima jari tangan yang keras menjambaknya. Belum lagi ia bereaksi tubuhnya sudah terangkat dan terlempar tinggi. Ketika tubuhnya itu turun- dia ditanggapi Kie Soen- Begitu dia sampai dibawah, ujung tombaknya Souw Siang Hoei mengancam di dadanya. Selagi hatinya tawar, Tiang Kie pun mendapat kenyataan, orang yang barusan menjambak dan melemparkannya ialah si anak muda yang mengaku menjadi pemilik gua Giok Lok Tong. Anak muda itu mengawasi ia dengan tenang, ia kata didalam hati: "Aku sudah keliru satu kali, keliru seterusnya. Nasibku begini, apa aku mau kata lagi." Thian Yoe Sioe telah mengambil keputusannya, maka ia menotok orang she Touw itu ditubuh jalan darahnya hingga dia roboh pingsan-Tiong Hoa lari kepada gurunya itu. "soehoe" ia memanggil seraya terus ia berlutut. Thian Yoe Sioe tertawa, ia memimpin bangun pada muridnya itu. kemudian si anak muda, memberi hormat pada Im San Sioesoe dan Souw Siang Hoei. Cek In Nio bertiga pun menghampirkan bersama rombongan imam, yang ada imam-imam Ceng Shia Pay di bawah pimpinan Hian Yang, yang telah datang menyusul kepada Sin Kong Tay. Dengan begitu semua pihak lantas Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bertemu satu dengan lain. "Aku minta apa yang terjadi disini jangan diumumkan dulu," kemudian kata Thian Yoe sioe. "Touw Tiang Kie masih mempunyai kawan-kawannya yang setia yang sekarang lagi mengatur tipu-daya keji di Tali, mereka itu lagi menantikan kembali-nya Tiang Kie buat lantas turun tangan, untuk membikin musna semua orang pihak lurus yang berapat di Tiam chong San. Jikalau rahasia bocor maka mereka itu pasti memajukan waktu bekerjanya hingga nasib Kaum Persilatan tak dapat ditolong lagi." Jago tua itu menoleh kepada In Nio untuk menambahkan: "Sebenarnya aku berniat menemui ibumu, akan tetapi ini hidung kerbau dari im San serta muridnya perlu sangat mencari Ngo-sek Kim-bo, untuk itu keterangan Tiang Kie mesti dikorek, karena itu terpaksa aku mesti mengajak mereka berangkat terlebih dulu. Nanti saja di Tiam Chong San aku menemui ibumu itu " Habis berkata, dengan memondong tubuh Touw Tiang Kie, jago tua ini lantas berlalu bersama-sama im San Sioe-soe serta Souw Siang Hoei. Cek In Nio cuma bisa bersenyum, sedang Tiong Hoa mengawasi saja gurunya itu pergi. Sin Kong Tay sendiri menghampirkan Hian Yang untuk berbisik, atas mana ketua Ceng Shia Pay itu bersenyum dan kata: "Kalau begitu pintoo beramai tak dapat mengganggu lebih lama, hanya kalau sebentar siecoe semua hendak berlalu, sukalah mampir dulu di Siang Ceng Kiong." Tiong Hoa bersenyum. "Nanti kita mampir," katanya. Hian Yang memberi hormat, lantas mengajak muridmuridnya berlalu. Setelah kepergiannya kawanan imam itu, Tiong Hoa beramai bertindak ke arah gua, ketika mereka tiba didalam, si anak muda menjadi girang sekali. Disana Lo-sat Kwie Bo lagi berdiri menantikan dengan kedua matanya sudah sembuh sedang wajahnya pun tersungging senyuman. In Nio yang girang tak kepalang, lompat menubruk ibunya, untuk menaruh kepalanya didada si ibu. "Ibu" ia memanggil, terus ia menangis terisak saking meluap kegirangannya. Lo-sat Kwie Bo mengusap-usap rambut putrinya itu. "Berterima kasih kepada Thian, mata ibumu dapat melihat pula." kata ia perlahan-"Kau seharusnya bergirang, kenapa kau sebaliknya menangis?" In Nio mengangkat kepalanya, benar-benar ia tertawa. "Inilah airmata kegirangan, anakmu tak menangis," katanya jenaka. Kemudian Lo-sat KwieBo mengawasi Tiong Hoa dan Pouw Lim, dua-duanya anak muda tampan, tak tahu ia yang mana sicalon menantunya. Karena itu ia mengawasi terus. In Nio mengawasi Tiong Hoa, matanya melotot. Anak muda itu lagi berdiri diam, lantas dia sadar maka bertindak maju kepada si nyonya, untuk memberi hormat sambil memanggil: "ibu..." Baru sekarang Lo-sat Kwie Bo ketahui yang mana satu babah mantunya, ia girang sekali. "Sudah, siauwhiapj angan pakai banyak aturan" katanya. Kemudian ia menambahkan seraya mengawasi Pouw Lim: "Inilah, tentu Pouw siauw-sancoe" Sambil disitu datang gilirannya Sin Kong Tay menemui nyonya itu. In Nio senang sekali mendengar panggilan Tiong Hoa pada Pedang Kiri Pedang Kanan 17 Rajawali Emas 23 Misteri Pedang Pusaka Iblis Gila Pembangkit Arwah 1