Ceritasilat Novel Online

Bujukan Gambar Lukisan 16

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 16 ibunya, sendirinya mukanya menjadi merah. "Peebo," kata Pouw Lim habis memberi hormat, "aku girang sekali peebo telah sembuh. Terimulah selamatku Peebo, mana kakakku?" Kwie Bo bersenyum. "Kakakmu itu serta Nona Phang berada dibelakang lagi bersemedhi." sahutnya. "Tanpa bantuan kakakmu itu, yang menyalurkan tenaga dalamnya, tak nanti aku sembuh begini lekas. Silahkan duduk. san-coe, lekas juga kakakmu akan keluar." In Nio menarik tangan Tiong Hoa, buat diajak keluar. Kemudian Pouw Lim berkata pula pada si nyonya: "Peebo, ingin aku menyampaikan pesan ayahku kepada peebo. Pertama-tama yaitu untuk menyampaikan hormatnya dan kedua meminta peebo mewakilkan ayah merecoki jodoh kakakku dengan Lie Siauw-hiap." "Itulah bagus" berkata Lo-sat Kwie Bo tertawa. "Baik san coe ketahui, kakakmu itu telah mengangkat aku sebagai ibu angkat, maka itu tentang jodohnya jangan dipikirkan lagi, nanti aku yang mengaturnya. Aku tahu anakku bukan hanya jelus dan cemburu, aku percaya ia dan anak Keng bakal hidup akur bersama-sama." Sin Kong Tay girang mendengar pembicaraan itu. "Sungguh menarik " serunya. "Aku si tua juga mau membesarkan hatiku untuk menjadi si telangkai" Lo-sat Kwie Bo mengawasi ia bersenyum. "Hal itu juga aku sudah mendapat tahu." katanya. "Sin Loosoe pasti bicara dari hal Nona Phang. Sungguh beruntung Lie Siauw hiap. berbareng tiga nona-nona menghambakah diri terhadapnya" "Ibu, bukannya tiga" Tiba-tiba terdengar suaranya In Nio "Masih ada lagi satu jumlahnya menjadi empat" Lo-sat Kwie Bo melengak, Ketika itu Pouw Keng pun muncul bersama Phang Lee Hoen, wajah mereka ramai dengan senyuman- Tetapi Nona Pouw rada likat. Kemudian lagi muncul pula Tiong Hoa. Pouw Keng melihat adiknya, ia lari pada adik itu, untuk menggenggam tangannya. "Adik. kau sedikit kurus" katanya perlahan, matanya pun merah. la terharu mengingat saudara itu terjatuh ditangan musuh, yang menyiksanya lahir dan batin. "Aku tersiksa, mana bisa aku tidakjadi kurus?" sahut si adik, tertawa. "Sudah beruntung sekali yang jiwaku masih selamat, jikalau tidak ada ciehoe..." "Hus, kau ngaco" Pouw Keng memotong. Kalau ia yang adik itu menyebut " ciehoe" terhadap Tiong Hoa. Pouw Lim heran hingga ia melengak. "Memangnya kau tak setuju, anak Keng?" tanya Losat Kwie Bo tertawa. Mukanya Pouw Keng menjadi merah, cepat ia tunduk, tetapi sambil tunduk itu ia melirik kepada Tiong Hoa, hingga ia melihat wajah orang yang tampan dan sinar matanya hidup sekali. Kebetulan sekali si anak muda lagi mengawasi padanya, ia jadi bertambah malu, hingga ia tunduk tandas. Ibunya In Nio tertawa pula. "Tiong Hoa," kata ia pada si anak muda. "Sin Loosoe mengangkat dirinya menjadi orang perantara untuk Nona Phang Lee Hoen, dia hendak merangkap jodoh nona itu dengan jodoh kau, dapatkah kau menerimanya?" Muka si anak muda menjadi merah. "Asal Nona Phang tak akan mensia-siakannya, asal encie-In dan encie Keng setuju, aku menurut saja," ia berkata. Lo Sat Kwie Bo dan sin Kong Tay tertawa terbahak. Lee Hoen sebaliknya mengucurkan airmatanya, karena semasa hidupnya, inilah saatnya yang paling berbahagia. Akhirnya bergiranglah semua orang. In Nio mengusulkan buat mereka lantas berangkat meninggalkan gua. Usul itu diterima baik, maka juga didalam tempo yang cepat, bertujuh mereka telah meninggalkan Giok Lok Tong. Matahari sudah turun kebarat dan burung-burung lagi repot terbang pulang kesarangnya ketika rombongan Nyonya Cek menuju ke Siang Ceng Kong. Sekeluarnya dari rimba, mereka melihat jagat yang luas. Sekarang mereka merasakan sampokannya sang angin- sambil berlari- lari mereka mendaki puncak nomor satu dimana ada kedapatan Koan Jit Teng, paseban peranti menyaksikan munculnya matahari pagi. Dikiri jurang itu Tiong Hoa melihat tulisan lima huruf besar bunyinya: Thian Hee Te It Hong, yang berarti Puncak nomor satu dikolong langit. Huruf-huruf nya pun indah dan gagah, suatu tanda itulah buah tangan nya seorang ahli surat. "Kutu buku" Pouw Keng menggoda sambil tertawa perlahan. Tiong Hoa berpaling. Maka melihatlah ia tiga puteri cantik berkumpul menjadi satu, semuanya lagi bersenyum manis disebabkan kata-katanya Nona Pouw itu. "Lagi seratus tindak lagi kita akan sampai diujung puncak." kata Sin Kong Tay. "Itulah Siang Ceng Kiong. Mereka pasti sudah melihat kepada kita, maka mulai sekarang tentulah mereka sudah berbaris diluar kuil bersiap sedia menyambut kita. Mari kita berangkat pula " Lo-sat Kwie Bo setuju maka mereka mendaki lagi. Sekarang mereka tak berlari-lari seperti tadi. Dengan lekas mereka sudah mendapatkan tanah datar dimana ada berdiri kuil Siang Ceng Kiong. Dimuka pintu pekarangan terlihat puluhan pohon lam serta ginheng yang sudah tua, tinggi ada yang besarnya sepelukanSegera juga terdengar bunyinya genta, daun pintu pekarangan terpentang lalu di ambang pintu nampak Hian Yang Tootiang muncul memimpin puluhan muridnya menyambut tetamu-tetamu mereka. Oooo LAUT Jl HAY terlihat bergelombang, airnya Nampak jernih sekali. Ditepinya pohon-pohon yanglioe bergoyang-goyang berbayang air yang hijau warnanya. Dan ditengah permukaan air, perahu-perahu layar lagi dipermainkan sang angin, itulah pemandangan yang menarik hati. Ketika itu diwaktu jauh lohor, diantaranya tampak sebuah perahu jang dipacu dengan cepat, arahnya gunung Tiam cong San. Penumpangnya perahu itu ialah Losat Kwie Bo bersama In Nio, Lee Hoen- Tiong Hoa dan Pouw Lim Sin Kong Tay bersama Pouw Keng menggayu dan mengemudikan perahu itu. "Hari ini ialah hari keenam." kata Tiong-Hoa. "Disana semua orang lagi terancam bahaya maut. Aku berhasil mencari obat tetapi entahlah masih keburu atau tidak kita menolong mereka itu..." Sembari menggayu Sin Kong Tay kata sambil tertawa: "Kita cuma mengharapi keselamatan Pouw ceng-coe cerdik ia pasti dapat bertindak seperlunya. Asal kita jangan melewati batas tempo, mereka itu pasti akan ketolongan. Tinggal soalnya rombongan Tay in San-Mereka sudah sampai atau belum." Mereka ini melakukan perjalanan cepat. Diatas gunung mereka cuma bersantap sebentaran, lantas mereka pamitan dari Hian-Yang semua, karena mereka mesti memburu tempo. Mereka melakukan perjalanan siang dan malam. Ketika mereka tiba dipenyeberangan Thay-peng-touw di kota See Kang, Tiong Hoa menemui Lo Leng Tek untuk mengajak jago tua itu berangkat bersama ke Tiam chong SanUntuk tidak menarik perhatian umum, mereka berangkat misah. Selama dalam perahu orang benar-benar mereka dapat tidur nyenyak karena perjalanan yang meletihkan, cuma Losat Kwie Bo yang beristirahat sambil bersemedhi saja. Ketika akhirnya perahu di kepinggirkan Touw Lim mengasi bangun semua orang, untuk mereka lompat naik kedarat. Begitu mereka berada digili-giii. lantas mereka di hampirkan oleh dua orang, yang muncul secara tiba-tiba dari arah belakang mereka. Tapi mereka tidak kaget sebab dua orang ini yalah Sin-heng Sioe-soe Kim Som serta Ie Boe Eng. Tie Sin Hong. Tiong Hoa maju memapak kedua sahabat. "Nyata Ti cianpwee tiba terlebih dulu, daripada kita" katanya. "Cuma lebih dulu satu jam," sahut Kim Som tertawa. "Mereka sekarang lagi menantikan di warung teh di depanBaru saja aku bertemu dengan Tie Loosoe ini, kau siauwhiap..." Baru berhenti kata-katanya Kim Som, Sin Hong sudah menyambungi. "Laote, kami pergi ke Kiok tong untuk menubruk tempat kosong. Di tengah jalan kami bertemu dengan ketua Tiam chong-pay yang mengundang kami naik ke gunungnya. Kami bertemu dengan Pouw Leng-coe disana dengan begitu kami menjadi dapat tahu laotee sudah berangkat ke ceng shia." Ia berhenti sebentar, baru ia menambahkan. "sekarang ini keadaan semua orang terancam sekali, napas mereka berjalan sangat perlahan. Hebat racunnya siluman she Coh. Mereka memerlukan pertolongan sangat cepat..." "Kalau begitu, nanti aku lantas berangkat sekarang." Kata Tiong Hoa. Ia berkuatir. "Sabar, laotee," Sin Hong mencegah "Aku masih hendak bicara. Entah darimana datangnya berita pertama, sekarang ini orang ketahui kau membawa cangkir kamala, bahwa kau bakal tiba di Tiam chong-san sebelum pertemuan di mulai. Sekarang jumlah pihak sana itu besar sekali, mereka sudah terpencar luas di sekitar gunung. Mereka mau memegat laotee, untuk merampas cangkir itu. Maka itu, asal mereka merintangi, benar- benar jiwa semua orang terancam maut. Karena itu Pouw Lengcoe ingin menggunai siasat. Lengcoe minta cangkir diserahkan kepada nona Pouw, untuk si nona bersama aku yang membawanya dengan ambil jalan pegunungan, laotee sebaliknya harus jalan dari depan dengan sengaja memamerkan diri supaya musuh dapat melihatnya. Secara begitu mereka itu dapat diabui dan kami berdua dapat selamat naik ke gunung." Mendengar begitu, Lo-sat KwieBo bekerja sebat sekali. Ia mengeluarkan kotak cawan kemala itu. untuk dibuka tutupnya, buat diambil isinya. lalu lima jari tangannya yang kurus dimasuki pula kedalam kotak itu. Ada cahaya berkilau ketika kotak di tutup pula, ditutup dengan sama cepatnya, Habis itu, nyonya ini membisiki calon menantunya. Tiong Hoa melengak. la menyambuti kotak kemala dari mertuanya. Kemudian ia berpaling kepada Sin Kong Tay dan menanya: "Sin Loo-soe. dapatkah kau berangkat bersama aku?" Tiat-sie Hoei chee berlompat maju. "Mari kita berangkat, jangan berayal lagi," kata ia. "Aku kenal baik jalanan di Tiam chong San ini. Mari kita menuju kepaseban Bong Lioe Tong untuk sampai didepan gunung." Keduanya meminta diri, lantas mereka pergi, Dengan begitu berpisahanlah mereka semua. Malam terang ketika Tiong Hoa terlihat dalam perjalanannya kegunung Tiam chong San-Angin tenang tetapi suara gelombang terdengar nyata. Sengaja ia memasang omong dengan sin Kong Tay, suaranya keras, tertawanya nyaring. Mereka berdua bersandiwara, untuk membikin pihak sesat mendengar dan mengetahui adanya mereka di perjalanan itu. Begitu lekas mulai menginjak wilayah depan gunung, mereka lantas dihalangi tujuh orang yang muncul dari antara pepohonan dikedua tepijalanan"Tuan-tuan, apakah diantara kamu ada Siauwhiap Lie Tiong Hoa?" tanya seorang tua dengan pakaian serba hitam dan suaranya tegas. Tiong Hoa mengajukan diri, keduanya tangannya dirangkep. "Tuan mencari aku, ada apakah?" ia tanya. orang tua itu likat. Heran dia melihat orang muda tetapi demikian tampan, ramah sikapnya, halus gerak-geriknya. Didalam hatinya ia kata pantas pemuda ini tersohor gagah-perkasa. la lekas berkata: "oh. kiranya tuanlah Lie siauwhiap. Sudah lama aku mendengar kegagahan siauwhiap. ingin sekali aku dapat memandang wajahmu." "Maaf, maaf, tak dapat aku yang rendah menerima pujian ini" kata Tiong Hoa. ia berhenti sebentar untuk terus tertawa nyaring dan berkata. "Kitalah orang-orang terhormat, tak dapat kita omong dusta. Apakah cuma tuan beramai ini yang nantikan aku si orang she Lie?" Sinar terang dari si Puteri Malam bercahaya dimuka orang itu, tampak nyata parasnya berubah. Dengan lantas ia menoleh kepada kawan-kawannya, matanya memain. Kawan-kawannya pun melengak. itulah sebab suara keras darisianak muda menusuk telinga mereka, suara itu mengalun ke-rimba-rimba, kelembah-lembah. Disekitar gunung itu ada menantikan pelbagai rombongan orang yang mengarah cangkir kemala coei in pwee, kalau mereka mendengar suara itu, mereka bisa mendusin dan dating merubung. itulah berbahaya untuk rombongan ini. Memang disengaja Tiong Hoa memperdengarkan suara berisik itu. Disaat orang tua itu hendak memberikanjawabannya, dari samping lain rimba itu sudah lantas terlihat munculnya beberapa orang. Tiong Hoa dapat melihat mereka itu ia lantas tertawa pula dan kata lagi nyaring: "Sungguh aku Lie Tiong Hoa merasa sangat beruntung. Malam ini aku telah mendapat kehormatan bertemu dengan banyak orang gagah yang menyintai aku." Dari rombongan yang belakangan ini, seorang mendadak bersiul nyaring. Si orang tua berpakaian hitam gusar. "Mau apa kau kasi dengar pekik setanmu?" dia menegur, sebelah tangannya terus menghajar. Orang yang diserang itu tahu datangnya serangan ia menangkis. "Hm" kata dia, tertawa menghina. "Kamu rombongan hantu ouw Nia cit Kwie yang kepandaiannya masih rendah sekali berani mimpi mendapatkan tiga benda aneh Rimba-persilatan ?" Bentrokan itu membikin keduanya sama-sama mundur satu tindak. "Tuan-tuan- terima kasih untuk kecintaan hati kamu " kata Tiong Hoa yang tertawa menyaksikan lagak orang-orang itu. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sekarang aku minta tuan-tuan suka menjelaskan maksud kamu sudah menyambut kami ditengah jalan ini Kalau kamu lantas bertempur begini, sungguh aku tak mengerti " Si orang tua mendelik terhadap orang yang bersiul itu, kata dia dingin: " orang she Tong, jangan kau anggap ilmu silatmu dapat menjagoi dikolong langit ini. Toh cuma sebegini saja Sebentar kau nanti melihat apa yang bagus " Orang yang dipanggil she Tong itu juga tertawa dingin, ia membalas mengejek. Terus ia melirik, sikapnya sangat memandang tak mata, Perbuatannya ini membikin si orang tua menjadi sangat gusar hingga ia ingin lantas menyerang untuk membunuhnya. Kemudian dia menoleh kepada Tiong Hoa, untuk berkata sambil tertawa: " Katanya Siauwhiap berhasil mendapatkan cangkir kemala coei-in-pwee benarkah itu" Bagaimana kalau aku mohon melihat barang itu satu kali saja?" Tiong Hoa menjawab, tawar: "Tidak salah" Baru berselang dua jam aku mendapatkannya. Sungguh cepat kau memperoleh kabar tuan. Dapatkah tuan memberitahukan aku dari siapa tuan memperoleh kabar ini" "Memang biasanya segala apa dalam dunia Kang ouw sangat cepat menjalarnya." sahut orang tua itu ." Apa yang orang dengan pasti adalah berapa lamanya dan telah dapatkan itu. Menyesal sekali, tidak dapat aku menyebutkan orang yang membawa berita itu." "Apakah benar kau cuma ingin melihat satu kali saja?" Tiong Hoa menegaskan lalu tertawa pula. Segera ia menambahkan- "Sungguh itulah sukar dipercaya" Mukanya si orang tua menjadi merah. Si orang she Tang sebaliknya tertawa. Maka dia jadi semakin mendongkol saking malunya. Diam-diam dia mengerahkan tenaganya ditangan kanan, untuk menyerang. Sementara itu terlihat datangnya pula orang-orang, yang keluar dari empat penjuru rimba. Ketika mereka itu sudah berkumpul, jumlah mereka lebih kurang enam puluh orang. Pasti sekali mereka semua jago-jago Kang ouw. Tiong Hoa melihat diantaranya ok ceng-Pong Liap Hong serta Tok Bak Lao Koan-ciam Yang, yang maju kemuka. Mendadak. ia berlompat maju, untuk memapaki mereka sedang tangan kanannya diulur sekalianSi Mata Tunggal menjadi kaget. la menggeraki tangan kanannya. "Siapa kau?" ia membentak. Cuma sebegitu ia dapat bertindak. Tiba-tiba ia merasa tangannya kena dicekal, tangan itu terasa nyeri, sebelum ia tahu apa-apa. tubuhnya sudah ditarik. Dilain saat jalandarahnya, thian-toat, telah kena ditotok hingga dia menjadi mati daya. "siluman tua" Tiong Hoa kata tertawa. Jarum beracunmu sangat jahat, karena itu roboh banyak kurban yang tidak bersalah-dosa. Dengan itu kejahatanmu menjadi bertumpuk. Dulu hari itu kau dapat lolos, maka sekarang ini tak dapat kau menyesalkan aku" Tiong Hoa menotok pula,jago mata satu itu menjerit, lantas dia roboh terkulai, sebab jiwanya terbang pergi. Semua orang kaget, muka mereka pucat. Mereka saling mengawasi. Liap Hong kaget hingga ia mundur satu tindak. "Tuan, kau terlalu mengandalkan kegagahanmu yang kau anggap tanpa tanding" kata ia, sinar matanya menyala. "sayang kau tidak tahu gelagat. Apakah kau kira malam ini kau bakal dapat lolos?" "Kau bicaralah lebih jauh, ingin aku mendengarnya." kata Tiong Hoa tenang. "Walau pun kau dibuluki Thio Liang yang jahat, aku kuatir tak sanggup kau meminta jiwaku." Sembari berkata, anak muda ini bertindak perlahan menghampirkan ok cioe Long. Liap Hong sudah siap sedia. Baru orang maju satu tindak. ia sudah mundur satu tombak. Disamping itu. dari kiri dan kanan nya lantas maju enam orang untuk menghadang didepannya. Yang dikanan memegang golok, yang di-kiri mencekal senjata aneh mirip roda matahari, yang ujungnya penuh liang kecil yang menyolok mata. Tiong Hoa merandek mengawasi, ia menduga-duga apa liehaynya senjata itu. yang mau dipakai menghadapinya. ia percaya iniah tentu senjata beracun yang jahat. "Orang she Lie, lekas kau keluarkan cangkir kemala itu." terdengar suara nyaring dari Liap- Hong. "Dengan begitu kau dapat luput dari kematian. Kau ketahui, asal aku si orang tua memberikan perintahku maka di sekitar sini, luasnya beberapa puluh tombak. semua makhluk dan benda bakal terbakar habis Sampai itu waktu kau menyesal pun sudah kasip" "Belum tentu," kata si anak muda tertawa tawar. Empat orang lantas bergerak pula kekiri dan kanan, tinggal yang ditengah, dua orang yang tak bergerak. Dengan begitu Tiong Hoa menjadi terjaga ditiga penjuru. Dia mengerti, sulit ia meloloskan diri apabila ia tidak menggunai ilmu ie Hoa ciapBok. Kalau ia menyerang bergantian, ia bisa kalah hebat. Sebaliknya kalau ia bertindak ia kuatir yang lainnya, yang tak sejahat Liap Hong, akan roboh sebagai kurban kecewa, ia bersangsi, sebab tak sudi ia membunuh bila tidak terpaksa. Dilain pihak ia memikirkan rombongan lainnya sudah tiba atau belum diatas gunung.Jadi ia perlu bertindak dengan seksama. Liap Hong melihat orang berdiam, dia kata seram: "Di Thay-peng-touw orang telah melihat ilmu silat kau yang luar biasa, tuan, itulah sangat kejam, kau membuatnya aku si orang tua kagum Segala apa mesti ada yang dapat mengatasinya, jangan kau kira dikolong langit ini tak ada orang yang dapat mengalahkan kau" "Apakah kau sendiri yang bakal mengalahkan aku?" Tiong Hoa tanya tawar. "Sekarang kau boleh mulai, ingin aku melihat bagaimana kau akan mengalahkannya" Semua rombongan itu berdiam, tetapi terang mereka bersiap sedia untuk turun tangan asal ada yang mulai. Liap Hong pun berdiam baru sesaat kemudian dia membentak, "Kalau bilang, cangkir kemala itu ada ditangamnu atau tidak" Kau harus ketahui tabiatku si orang she Liap, jikalau aku bekerja tak dapat aku pulang dengan tangan kosong" Tiong Hoa tertawa nyaring. "Pasti cangkir itu ada padaku sekarang" sahutnya berani. "Didepan orang-orang gagah ini kau bicara begini besar tanpa tahu malu Sekarang aku hendak tanya, kau melakoni perjalanan selaksa lie mengintili rombongan dari Tay In Sankau berhasil mendapatkan gelang kemala atau belum" Dapatkah kau mengatakan kau tak biasa kembali dengan tangan kosong?" Mukanya Liap Hong menjadi merah. Dia malu dan mendongkol menjadi satu. Maka makin keras keinginannya buat melakukan pembunuhan. Ketika itu tak jauh ditempat gelap terdengar kata-kata yang dingin ini. "Tua bangka she Liap cara bagaimana kau berani meminta barang santapan didepan aku si orang she Coh" Sungguh kau bukanlah seorang sahabat" Liap Hong terkejut. Segera ia berpaling kearah dari mana suara itu datang. "Bukankah kita telah berjanji?" kata dia. "Bukankah kalau kau mendapatkan kitab, aku harus mengambil cangkir kemala" Bukankah dengan begitu kita menjadi tidak saling ganggu" Mungkinkah kau hendak telan janjimu?" "Bagus bicaramu" berkata Coh Lao-coay, si hantu she Coh. "Tapi telah aku bilang, sesudah Lay Kang Koen Pouw berhasil didapatkan, baru kau merdeka mendapatkan cawan kemala itu. Sekarang ini kitab silat itu masih berada ditangannya Pouw Liok It. Hm Hm Kiranya kau hendak turun tangan dengan mendahului aku. Apa aku bisa bilang sekarang" Tidak lain, apabila kau sembarang turun tangan maka janganlah sesalkan aku berhati jahat" Parasnya Liap Hong merah-padam, la gusar dan mendongkol sekali. "Aku si orang she Liap bukanlah orang yang dapat kau gertak" katanya. "Pouw Liok It berada digunung Tiam chong San, kau berani pergi kesana untuk mengambilnya atau tidak, itulah bukan urusanku, tak dapat kau persalahkan siapa juga kalau seumurmu kau tidak berhasil mendapatkan kitab silat itu, apa aku mesti menanti seumur hidupmu juga ?" Coh Loa Koay tertawa mengejek. "Percuma kau berjuluk ok coe Pong" katanya. "Disaat ini juga kau sudah kecele Apakah kau sangka Pouw Liok It dapat mudah dipermainkan" Apakah kau kira kau dapat diijinkan berbuat sesukamu selama sebelum rapat mereka " Aku bilang terus terang padamu, sekarang cangkir kemala itu sudah berada ditangannya Pouw Liok It. Mana ada cangkir itu pada tubuhnya orang she Lie ini" Dia sekarang justeru hendak membinasakan kamu semua. Kau tahu, disekitar kamu sekarang sudah berkumpul orangorangnya Pouw Liok It yang lagi bersembunyi " Begitu berhenti suaranya orang she Coh ini. dari kejauhan terdengar ini suara yang berat dan tegas: "Siluman tua she Coh, kau bicara dari hal yang benar. Memang cangkir kemala itu telah berada di tangan aku si orang she Pouw cuma kaulah yang mendusin sesudah terlambat " Semua orang kaum sesat menjadi kaget, mereka lantas menoleh ke sekitar mereka, mereka juga saling mengawasi. Lie Tiong Hoa mendengar suara Pouw Liok It itu, tahulah ia apa maksudnya. Maka ia menarik tangannya Sin Kong Tay seraya berkata perlahan: "Mari" Membarengi itu ia berlompat, untuk lari ke arah Tali. sin Kong Tay tertarik, ia terus lari bersama. Enam orangnya Liap Hong, yang mengancam semenjak tadi, berdiam saja. Tanpa titahnya pemimpin itu, mereka tidak berani lancang turun tangan- Mereka cuma mengawasi sambil berseru: "Si orang she Lie kabur" Liap Hong terkejut, dia lantas menoleh. Diantara sinar rembulan, dia melihat Tiong Hoa berdua sudah memisahkan diri enampuluh tombak lebih, larinya cepat sekali. "Kenapa kamu bengong saja?" dia membentak. " Lekas kejar." Dan dia mendahului berlompat, guna menyusul. Dia diturut dua puluh lebih kawannya. Yang lain-lainnya menyusul belakangan. Mereka cuma mau menantikan ketika untuk memperoleh hasil tanpa menghadapi bahaya besar... Setelah lari cukup jauh, Tiong Hoa berlari-lari sebentar cepat sebentar kendor. "Aku heran," kata Sin Kong Tay ditengah jalan- " kenapa tadi aku merasakan lagu suaranya Coh Lan Kay rada beda." "Inilah benar. Sin Loosoe" kata Tiong Hoa tertawa. "Duadua suara itu yang suaranya Pouw Ling sendiri." Baru sekarang Tiat-Sie Hoei-chee mengerti. la mengangguk-angguk. Ketika itu terdengar suara pihak pengejar mereka nyata, Tiong Hoa lantas mengajak kawannya lari keras pula menuju kepadang rumput di tepian laut Jie Hay. Tiba-tiba terdengar bentakannya Liap Hong: "Anak muda, dapatkah kau lolos ?" Hebat ok coe Pong, dia dapat lari keras sekali. Tiong Hoa menghentikan tindakannya, ia berdiri menantikanSegera juga Liap Hong tiba. Dia ada bersama enam orangnya dan mereka itu lantas- mengambil sikap mengurung pula. Tak lama tibalah rombongan orang banyak. Mereka tidak mau datang dekat, hanya mengawasi dari tempat yang jauh. "Liap Hong" Tiong Hoa menegur sambil tertawa. "Kau mengejar aku begini rupa, apakah maksudmu?" "Cangkir kemala coei-in-pwee" sahut ok coe Pong. "Dapatkah kau pastikan cangkir itu ada padaku sekarang?" si anak muda tanya tegas. Liap Hong melengak. Lalu ia membentak: "Apakah Pouw Liok It bicara benar?" "Belum tentu benar," sahut Tiong Hoa dingin- "Bagaimana itu?" kata Liap Hong matanya bersinar. Dia bingung. Dia menambahkan: " orang she Lie. jikalau kau tidak omong terus terang meskipun cangkir berada dihadapanmu jiwamu tak bakal ketolong lagi" Tiong Hoa tertawa lebar menyambut ancaman itu. "Kau telah dipermainkan Coh Lao Koay dan Pouw Liok It sebenarnya satu orang. Dia mana mau mengijinkan kau berhasil memperoleh cangkir kemala itu?" Sembari berkata begitu, Tiong Hoa merogo sakunya, untuk mengasi keluar kotak kemala. Ia terus mengulapkan itu, sembari tertawa ia kata pula: "Barang yang kau mimpikan siang dan malam berada didalam kotak ini. Kau tentu ketahui, walaupun ada kitab silat tanpa cangkir ini, kitab itu tidak ada faedahnya" Ia membuka sedikit tutup kotak hingga terlihat cahaya berkilauan, menyinari wajahnya yang tampanMata Liap Hong bersinar. Dia mengilar bukan mainMemang itulah benda yang dia arah, ingin dia lompat merampas, tapi lalu dia membataikan niatnya seketika. Dia kuatir gagal. Umpama cangkir itujatuh, pastilah hancur lebur akibatnya. Maka dia lantas mengasah otak, memikirkan akal. Akhirnya dia pikir, lebih baik menggunai akal daripada kekerasan- Ok Coe Pong gagah dan cerdik, akan tetapi setelah berulang-ulang gagal menguntit gelang kemala ditangan rombongan dari Tay in San, selama mana dia selalu kena dipermainkan Lo Leng Tek, kebimbangan mengganggu sahabatnya, hingga berbareng keberaniannya menjadi berkurang. Tiong Hoa mengawasi orang yang lagi bersangsi itu, ia tutup pula kotak itu hingga lenyaplah sinarnya yang bergemerlapan, habis mana ia berkata: "Pepatah ada membilang, manusia mati karena harta, burung mati karena makanan Kau tentu ketahui itu Aku sendiri tidak mengharapi satu juga diantara ketiga benda pusaka Rimba Persilatan, aku hanya membawanya untuk pertemuan di Tiam chong San. Maka itu Liap Hong, orang sebangsa kau, dapatkah kau memiliki ini dengan cara paksamu" Atau umpama kata kau berhasil, dapatkah kau bisa berlalu dengan hasil mendapatkannya, apa aman Dihadapan sana penuh orang gagah lagi menantikanmu?" Jikalau kau tidak mengharapi itu, nah, kau serahkanlah padaku" kata Liap Hong. "Perihal orang atau orang-orang yang menghendaki ini, jikalau dia berani merampasnya dari Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo aku, dia nanti lihat saja sesuatu yang bagus" Kata-kata itu membangkitkan rasa tak senang kepada orang banyak kaum sesat itu, lantas ramai lah terdengar suara mereka kemudian dari antaranya muncul seorang yang berumur lima puluh lebih, yang makanya bengis. Dia menatap Liap Hong. "Aku si orang tua tak hendak merampas cangkir dengan menggunai akal muslihat?" kata dia. "Aku sudah memikir menanti tibanya saat pertemuan umum di Tiam chong San guna mencoba mendapatkannya dengan mengandalkan kepandaian ilmu silat. Kau tahu, aku percaya didalam rapat itu nanti, tak sedikit orang yang jauh terlebih lihay daripada kau hingga kau tak akan ada bagianmu. Siapa tahu sekarang ini kau jumawa sekali, kau tidak sangat memandang kepada orang lain, daripada itu aku si orang tua ingin mengetahui sampai dimana kepandaian kau" Orang itu tak keras sinar matanya tetapi dari badannya pasti memiliki tenaga dalam yang baik sekali. Liap Hong terkejut. Ia tidak kenal orang tua itu. "Kau cari mampus" katanya singkat. orang itu bersikap tenang. Dia tertawa. "Aku si orang tua biasa tak percaya manusia terkebur" sahutnya singkat juga. Liap Hong menyerang setelah mendengar orang tua itu berseru. Tapi si orang tua mengangkat tangan kanannya sambil tubuhnya melejit kesamping, atau dilain saat ia sudah berada dibela kang penyerangnya itu. Melihat demikian, Tiong Hoa pun terkejut. orang gesit luar biasa. "Dia liehay sekali," kata ia pada Sin Kong Tay. "Loosoe kenal dia siapa?" Sin Kong Tay berpengalaman tapi ia tidak kenal orang tua itu. ia menggeleng kepala. Liap Hong memutar tubuhnya cepat sekali sambil berputar itu ia menyerang dengan jerijinya yang kuat, mencari lima jalan darah. Sementara itu orang banyak berseru kaget. "Hei. dari mana dia dapatkan ilmu silatnya itu yang telah seratus tahun lebih lenyap dari peredaran" itulah Ngo im Thian Lui Ciu." Orang tua itu yang matanya bersinar tajam menggeraki tangannya menyambut serangan Coe Pong. Maka bentrokan sudah lantas terjadi. Tubuh Liap Hong mundur satu tindak. dia kaget dan heranTiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kiranya kau" serunya seraya menatap, ia berhenti dengan tiba-tiba, terang ia mencoba menguasai dirinya. Setelah itu ia bersenyum dan melanjuti: "Cangkir kemala belum ada di tanganku si orang she Liap. aku sangka tuan salah mencari lawanmu" Orang tna itu mengasi dengar ejekan- "Hm" ia kata, dingin: "Aku si orang tua tahu sikapku sendiri.Jikalau kau tetap masih membuka mulut besar, kau nanti lihat apa yang bagus untukmu" Liap Hong tak sudi kalah mengadu lidah. "Sekarang ini si orang she Lie cuma aku si orang she Liap yang dapat menaklukkannya," katanya, sabar tetapi dingin, "maka itu aku ingin lihat bagaimana kau nanti bertindak terhadapnya Sebentar akan ternyata siapa yang bicara besar secara tak tahu malu" Ia mengakhiri kata-katanya dengan suara dihidung dua kali: "Hm Hm" Orang tua itu tidak mengubris, ia menoleh kepada Tiong Hoa. "Apakah ditangan mu itu benar cangkir kemala coei-inpwee?" ia tanya. Hati Tiong Hoa tak enak. Tak biasa ia mendusta. Tapi ia menenangkan diri, ia menjawab terpaksa: "Aku yang muda paling sebal mendengar orang mendustai mengabui orang lain- Maka itu tuan, apa perlunya kau menanya begini padaku?" Orang tua itu menatap. "Sebenarnya aku si orang tua rada kurang percaya." Sahutnya perlahan- "coba kau keluarkan untuk untuk aku melihatnya teliti." Tiong Hoa tertawa. "Tuan, kita tidak kenal satu dengan lain, mana aku ketahui maksud hatimu?" kata ia. "Lagi pula kau harus mengarti tak ada maksudku untuk memiliki ini, untuk mendapatkan kepercayaan dari semua orang di kolong langit. Mana dapat aku serahkan ini pada tuan ?" Tiba-tiba muka orang tua itu menjadi guram dan bengis. "Aku sudah mengambil kepastian- katanya keras. "Aku kuatir malam ini kau bakal terbinasa disini." Tiong Hoa mengasi lihat roman angkuh. "Belum tentu." katanya, tertawa. "Jikalau sekarang aku serahkan cangkir kepada kau tuan, maka segera juga aku bakal menyaksikan kau akan terbinasa dibawahnya enam buah roda matahari dari Liap Hong" Orang tua itu terperanjat, dia berdiri menjublak. Hanya sejenak dia tertawa tawar. "Aku tahu apa artinya enam buah roda matahari itu" katanya. "Didalam situ ada tersembunyikan senjata rahasia yang sangat beracun. Tapi senjata rahasia itu tak dapat merusak sekalipun selembar rambutku si orang tua. Aku tidak mau menggunai akal muslihat, buatku cukup asal aku melihatnya satu kali saja segera aku akan membayar pulang" Tiong Hoa melirik Liap Hong, yang bersenyum iblis. la dapat menduga hati orang bakal mati. Maka ia bersenyum dan kata. "Tuan, aku percaya kaulah seorang laki-laki terhormat, cuma aku tidak mengerti maksudmu. Apa perlunya kau ingin melihat sampai terang kepada cangkir kemala itu?" "Apakah yang kurang jelas?" orang itu bilang. "Kau mau pergi ke Tiam Cong San kau tentu mengarah kitab silat Lay Kang Koen Pow Kitab dan cangkir itu, satu saja yang kurang, maka kedua-duanya menjadi benda yang tidak ada harga nya sama sekali. Pastilah kau ketahui itu." "Aku slorang tua, aku menghendaki dua-dua nya barang itu, maka itu. mari kita omong terus-terang. Didalam pertemuan di Thiam cong itu aku akan merampas kitab itu dengan kepandaianku, apabila aku berhasil berdua kita boleh sama-sama memahamkannya Tidakah dengan begitu kita akan menjadi jago Rimba Persilatan-" "Dengan begitu jadinya tuan ingin bekerja sama dengan aku, bukan?" Tiong Hoa tegaskan- "cara bagaimana tuan berani memastikan bahwa aku yang rendah bakal tak berhasil merampas kitab silat itu?" Orang tua itu kata dengan angkuh: "Malam ini, apa bila kau tidak mendapatkan bantuan slorang tua, kau tidak baka lolos dari bencana kematian. Maka itu janganlah kau bicara dari hal besok-lusa" Tiong Hoa tertawa tawar. "Tentang itu baiklah kita bicarakan lusa saja" katanya. " Kelihatannya, tuan sebelum kau mendapatkan cangkir kemala, hatimu tak bakal mati." Sembari berkata la angkat tangan kanannya di bawa kedalam-sakunya. Orang tua itu mundur satu tindak, mendadak dengan tangannya ia meraba kepalanya, lalu ia mengusut-usut seraya berkata seorang diri: "Ah kiranya seekor kutu main gila" la lantas mengibaskan tangannya, melemparkan kutu yang disebutkan itu. Kebetulan sekali, kutu itu terlempar ke arah Liap Hong Ok coe Pong berkelit, dia gusar. Dengan tangannya dia menyambar kutu itu. lalu dia pentang telapakan tangannya itu, untuk melihat tegas. Kiranya itu seekor kutu yang telah mati. Maka dalam mendongkolnya dia lantas lemparkan itu. Jilid 29 : Mendapatkan lukisan Yu san goat eng (MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 10) Ketika itu Tiong Hoa sudah mengeluarkan kotaknya. Hanya setelah bersangsi sejenak, ia meletaki itu diatas rumput didekat kakinya. la kata sambil tertawa: "Aku yang rendah takut nanti terembet- rembet" lalu dengan memutar tubuhnya ia mengangkat tubuh Sin Kong Tay, buat diajak berloncat bersama, menyingkir sampai sepuluh tombak lebih. Begitu ia menoleh kebelakang. orang tua itu tidak- menghiraukan sepak terjang si anak muda rupanya ia percaya keterangan orang dan membiarkan orang menyingkirjauh-jauh. Ia bertindak menghampirkan, terus ia membungkuk seraya mengulur sebelah tangannya. Tapi justeru ia membungkuk itu, enam orangnya Liap Hong segera maju mengurungnya. Liap Hong sendiri lantas tertawa nyaring dan kata: "jikalau kau tahu diri, tuan lekas kau lemparkan kotak itu pada aku si orang she Liap." orang tua itu juga tertawa. Nyatalah mereka sama lihaynya dalam hal main pintarpintaran"Liap Hong, aku tahu kau tentunya telah mengenali siapa aku" kata dia. "Baik kau ketahui aku si orang tua, dalam hal akal muslihat, aku tak ada dibawahan kau. Kau lihat sebentar siapapun yang berada disini dia tak bakal lolos dari racun asap Ciang-lok Bie-hio Lebih-lebih kau, kau bakal menerimanya terlebih parah, dalam tempo sekejap tubuhmu bakal berubah menjadi darah, tubuhmu bakal ludas hingga tinggal tulang tulangnya saja. Tanpa obat buatanku sendiri, tidak ada satu juga dari kamu yang bakal lolos." Sendirinya Liap Hong menggigil. Tapi ia menenangkan diri. Kata dia dingin- "Coh Lao Koay kau kira apa" Mana dapat aku diabui kau." Mendengar orang itu disebut Coh Lao Koay, Tiong Hoa terkejut. "Celaka. Sin Loosoe" kata ia. "Mungkin loosoe juga sudah terkena racunnya yang sangat berbisa itu..." Coh Lao Koay tertawa mengejek. "Barusan bangkai kutuku ini, itulah surat keputusan kematian kamu" kata dia. "Maka kamu tahulah diri Sekarang ini siapa hadir disini, dia tak dapat bergerak secara sembarangan, jikalau nanti kamu mati, jangan kamu bersalahkan tidak sudi menolongmu" Hebat ancaman itu, selainnya Liap Hong sendiri, semua orang gentar hatinya. Habis berkata itu. Coh Lao Koay mengangkat kotak, untuk dibuka dengan perlahan-lahan. Segera ia mendapatkan sinar hijau yang berkeredepan tajam menyerang matanya, hingga matanya menjadi silau, hingga tak dapat ia melihat tegas apa isinya kotak itu. Ia merasakan matanya nyeri sekali. Tanpa tertahan lagi, ia mundur seraya berkaok. "Aduh," terus tubuhnya roboh terjengkang, lalu berkoseran, terus berdiam. Karena nyawanya sudah lantas terbang. Apa yang hebat yalah keluarnya darah dari semua liang ditubuhnya, seperti mata hidung, mulut dan telinga Liap Hong kaget, hingga mukanya menjadi pucat, tubuhnya terus terhuyung-huyung. seketika itu juga ia merasa tenaganya habis, matanya kabur, kepalanya pusing. sebisanya ia kata kepada enam orangnya yang bersenjatakan roda matahari itu: "Lekas geledah tubuh Coh Lao Koay. dia membekal obatnya atau tidak Lekas serahkan padaku" Keenam orang itu juga merasakan kepala mereka pusing dan mata mereka berkunang kunang, walaupun begitu mereka mentaati perintah, mereka lompat kepada mayat Coh Lao Koay. Baru saja mereka lompat itu. mereka masingmasing mengasi dengar suara napas tertahan, tempo kaki mereka menginjak tanah, tubuh mereka terhuyung, untuk akhirnya roboh terkulai ditanah. Semua orang sesat menjadi heran, tetapi mereka pada lari menghampirkan mayatnya Coh Lao Kony, lantas mereka yang sampai paling dulu roboh seperti enam orang itu. Kaki mereka mendadak lemas hingga mereka tak dapat berdiri terus. Tiong Hoa dan Sin Kong Tay tidak lari menghampirkan, mereka juga merasakan tubuh mereka kaku dan tak bertenaga. Tentu sekali mereka kaget, sekali hingga mereka mengawasi satu pada lain dengan mendelong. Tepat itu waktu dari kejauhan terlihat berlari-lari datangnya beberapa bayangan-Ketika mereka itu sudah datang dekat, dengan bantuan sinar rembulan dikenali merekalah Hoat Hoei Siang-jin bersama Pauw Liok It, seorang imam. Ho Cin Coe dan Cek In Nio dan lainnya. In Nio melihat tubuh Tiong Hoa dan Sin- Kong Tay limbung, dia lantas berseru: " Lekas Pouw Cianpwee Lekas kasi mereka makan obat Cie Leng Tan" Cit Chee Cioe Pouw Liok It lantas mengeluarkan obatnya yang berwarna merah tua. separuh merampas, In Nio mengambil dua butir, segera ia meicmpat kepada Tiong Hoa, untuk menyuapi, setelah mana yang satunya ia kasi makan kepada Sin Kong tay kemudian dari pinggangnya ia meloloskan buli-bulinya buat menggelogoki isinya ke-mulut tunangannya. Tiong Hoa merasai bau harum dan dadanya pun menjadi lega, tubuhnya lantas menjadi nyamanIn Nio lantas tertawa dan kata: "Kau tak bakal mati " kemudian ia menyerahkan buli-bulinya kepada Sin Kong Tay. Pouw Liok It pun tertawa dan kata: "Jikalau benar Lie Hiantit mati, bukankah kau bakal mengadu jiwa dengan aku si orang tua ?" Mukanya nona Cek menjadi merah, dia likat. Ketika itu Hoat Hoei Siangjin menghela napas dan berkata. "Aku tidak sangka Coh Lao Koay dapat melakukan kejahatan besar semacam ini, jikalau tidak dengan mencarikan daun obat-obatan, dapat loolap menolongi banyak jiwa ini." "Siangjin murah hati," kata Ho cin coe, "akan tetapi mati dan hidupnya manusia, kebanyakan itu dicarinya sendiri. Sekarang coba kita periksa sakunya Coh Lao K.oay, dia menyimpan obat pemunahnya atau tidak..." Sembari berkata begitu, ketua Ngo Bie Pay itu bertindak kedepan. Hoat Hoei menyusul Ketika mereka berdiri didepan mayat si orang she Coh, keduanya tercengang. Tubuh Coh Lao Koay sudah mulai berubah menjadi cair, bajunya sudah basah maka itu, taruh kata dia mempunyai obat pemunah, sudahtakada faedahnya lagi. Kemudian keduanya mendelong mengawasi mayat Liap Hong. Tubuh jago itu mulai menjadi ringkas, darah yang mengucur ke luar dari hidungnya berbau bacin. Semua orang menjadi terharu sekali. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Pouw Liok It lantas mengajar kenal Tiong Hoa dan Sin Kong Tay pada si imam yang belum dikenal. "inilah coei Hee Ie-soe ketua Tiam chong Pay." Tiong Hoa dan Kong Tay memberi hormat, mereka pun menghaturkan terima kasih. Ketika Hoat Hoei siangjin dan Ho cin coe menghampirkan ketua Ngo Bie Pay kata dengan menyesal. "Selama di cong Seng Sie, Coh Lao Koay sudah pakai habis asap beracunnya, siapa tahu dia telah pulang kembali ke Biauw Kiang dimana dia membuat racikan yang baru, buktinya yalah racunnya kali ini lebih jahat pula, kurbannya terkena terus tubuhnya lumer." Coei Hoe Ie-soe bersenyum, lalu berkata: "Menurut laporan ada belasan orang yang pandai melihat gelagat yang dapat lolos, yang lainnya menerima bagiannya saking jahat dan tamaknya mereka. Maka itu tak usahlah tooheng bersusah hati untuk nasib mereka itu. Coh Lao Koay telah melakukan sesuatu yang menentang Thian Dengan kebinasaan mereka ini dapatlah diharap ketenangan suatu waktu dalam dunia Rimba Persilatan-" "Biarlah semua mayat ini, nanti pintoo menitahkan muridmuridku yang mengurusnya. sekarang silahkan tooheng semua mendaki gunung kami" Semua orang menerima baik undangan itu, maka semua lantas turut si imam berlalu dari tempat celaka yang menggiriskan hati itu. oo Ooo Dihari ketiga, pagi ketika awan putih memenuhi langit, maka dilapangan cian ciang Peng, yang menjadi tempat latihan murid-murid partai Tiam chong Pay, telah berkumpul banyak orang dari pihak sesat dan lurus. Pekarangan itu sangat luas beberapa ratusan tombak sekitarnya, dikitarkan dengan pepohonan yang tempat baik. Sekarang ini orang berkumpul dengan pikiran kurang tenteram. Banyak yang putus asa akan berhasil merebut kitab silat dengan menggunai kekuatan- Kebinasaan Coh Lao Koay membuat orang gentar hati. Sekarang yang diharapi tinggal satu orang yaitu Touw Tiang Kie. Tetapi jago harapan itu belum juga muncul sedang saatnya rapat sudah tiba. Hal itu menambah tak tenangnya hati mereka... Selagi suasana sunyi itu, karena semua orang menantinanti dan mengharap- harap. siulan nyaring terdengar dari arah lembah. Dengan serentak orang terperanjat dengan berbareng mereka berpaling kearah dari mana suara datang. Maka terlihatlah tiga orang berlari lari mendatangi. Cepat sekali larinya mereka itu dengan lekas mereka sudah sampai ditanah lapang. Segera ternyata mereka itu yalah Thian Yoe Soe Kie Soen bersama Im San Ie-soe serta muridnya imam itu dan ditangan Thian Yoe Sio tertampak tubuh Touw Tiang Kie dikempit. Nampak tegas tubuh orang lemah tak berdaya. Mulanya orang menyangka itulah tubuh mayat, kemudian orang melihat mata yang terbuka sayu. Maka orang percaya Tiang Kie telah ditotok tak berdaya. Banyak orang yang tidak atau belum kenal Tiang Kie tetapi siapa yang mengenalnya, semua kaget. Thian Yoe Sloe memandang tajam kepada semua hadirin, tiba-tiba ia tertawa. Nyaring sekali tertawa itu. membikin orang heran dan terkejut. Habis itu ia bertindak kearah serombongan orang-orang yang mengenakan pakaian serba hitam. Semua orang itu kaget dan berkuatir, lantas mereka menghunus senjata mereka siap-sedia menangkis penyerangnya. Kie Soen mengawasi mereka itu, ia tertawa. "Pemimpin kamu telah terjatuh ditangan aku si orang tua" kata dia tawar. "Segala tipu dayanya pun sudah pecah Sungguh dia sangatjahat, dia mau menyapu habis semua hadirin disini" "Tuan, harap kau tidak menyembur orang dengan darah" kata seorang dari dalam rombongan itu. "Kami datang untuk menonton orang tawanan itu tak kita kenal, jangan tuan paksa memfitnah kami" Thian Yoe Sloe tertawa berkakak. Kembali suaranya itu keras. Menyusul itu, dari pinggiran tanah iapang terlihat munculnya beberapa orang yang gerakannya gesit. Masingmasing mereka itu mengempit seorang koncohnya Touw Tiang Kie. Orang berpakaian hitam itu kaget, mukanya pucat, tetapi bukannya dia mundur atau menyingkir, dia justeru maju kearahnya Kie Soen, segera dia mengangkat goloknya menyerang hebat pada orang she Kie itu. Thian Yoe Soe melihat ancaman bahaya itu. Ia mengawasi tajam. Tepat ketika orang sudah datang dekat dan goloknya sudah menyambar kepadanya, baru ia menggeser tubuh kekiri seraya tangan kanannya diluncurkan dengan cepat menangkap tangan orang dibetulan jalan darah Kiok-tie. Gagal penyerang itu. sebaliknya dia lantas menjerit kesakitan karena cekalan keras dari pihak lawan- Ketika Kie soen mengibaskan tangannya, tubuh dia terlempar kedalam rombongan kawan-kawannya. Hanya dalam sejenak itu kacau, tapi rombongan itu. Siapa tidak sempat berkelit dia kena ketimpa dia roboh sambil menjerit menyayatkan sebab tulangnya patah atau ototnya putus saking hebatnya benturanBanyak kurban ini semuanya roboh dengan muntah darah, tak dapat mereka merayap bangun pula. Dilain pihak tibalah orang-orang tawanannya didepan Kie Soen mereka berhenti untuk minta petunjuk terlebih jauh. Kie Soen kata sambil tertawa dingin. "Periksalah mereka Siapa terang jahat boleh hukum mati dan yang enteng dosanya hapuskan ilmu silatnya." Habis itu maka terdengarlah suara genta dari pendopo besar Sam Ceng Tian dalam kuil, suaranya itu mengalun keseluruh lembah lembah gunung Tiam Chong San, kemudian terlihat rombongan hadirin sebelah timur memecah diri membuka jalan kekiri dan kanan hingga nampak munculnya lima orang yang tindakannya perlahan dan tenang. Merekalah seorang imam dengan jubah dan kopiah seragamnya dikiri kanannya seorang pendeta tua, yang kumis jenggotnya panjang memain diantara tiupan sang anginDi belakang si imam berjalan seorang tua dengan baju hijau serta seorang imam tua lainnya yang rambutnya diikat dan punggungnya meng gembol pedang. Semua orang mengawasi kelima orang itu, cuma beberapa diantaranya bicara perlahan-seorang berkata: "Itulah ketua Tiam Chong Pay yang diikuti Ho Cin Coe. ketua dari Ngo Bie Pay. Yang tua dengan baju hijau itu yalah Cit Chee Lengcoe Pouw Liok It yang namanya kesohor di Selatan- Herannya juga ada Hoat Hoei siangjin, tertua dari siauw Lim Pay." Setelah datang dekat, coei Hee Ie-soe bertindak cepat kepada Kie Soen hingga im San sioe-soe serta Souw Siang Hoei untuk memberi hormatnya, sambil tertawa dia kata. "Kie Loo enghlong, "Im San looheng serta Souw Siauwhiap. harap maafkan pintoo yang menjadi tuan rumah, yang seharusnya menyambut dari siang-siang, sudah terlambat" Thian Yoe Sioe tertawa. "Sebaliknya ciangboenjin. Kie Soen justru yang ingin minta maaf." kata ia-"Kami orang-orang merdeka, kami bilang datang, kami datang, kami bilang pergi, kami pergi silahkan ciangboenjin menyelesaikan urusan kamu, sebentar barulah kita bertemu pula" "Kalau begitu, maafkan pintoo" berkata ketua Tiam chong Pay. ia memberi hormat pula, baru ia mundur, untuk pergi ketengah lapangan- Di sini ia memandang sekitarnya, untuk terus berkata dengan nyaring: "Para sie-coe, terima kasih untuk kunjungan sie-coe semua untuk menghadiri pertemuan ini Apabila ada sesuatu yang tidak sempurna, pintoo mohon dimaklumi dan diberi maaf saja. Sekarang pintoo hendak mengumumkan sesuatu, yalah cit chee Leng-coe Poow sie coe, dengan petunjuknya Hoat Hoei Siang-jin dari siauw Lim Sie, bakal masuk dalam kalangan Sang Buddha yang maha suci, hingga untuk selamanya ia tidak akan muncul pula dalam dun Kang ouw. Sie-coe seorang cerdas dan insaf. ia sudi meletaki senjatanya untuk menjadi seorang suci, tindakannya itu membuat pintoo sangat kagum." Semua orang heran, walaupun perlahan, ramailah suara mereka. Coei Hee Ie-soe mengangkat tangannya, untuk menenangkan orang banyak itu, baru dengan sabar seperti tadi, ia menyambungi kata-katanya. "Sekarang pintoo mau bicara perihal kitab silat Lay Kang Koen Pouw." kata ia. Hanya sekejap itu, sunyilah semua suara orang. Mereka semua lantas memasang mata dan telinga, mengawasi imam berkenamaan dari Tiam Chong San itu. Coei Hee Ie-soe menyambungi: " Kitab itu asalnya kitab karyanya Thio Sam Hong Couwsoe dari Boe Tong Pay, isinya yalah pelbagai ilmu silat dan aturan-aturan bersemedi yang sempurna, hingga siapa dapat memahamkan itu semua, dia pasti bakal jadi jago di kolong langit ini. Tapi isi kitab itu dalam dan sukar dimengerti, hingga orang bisa keliru memahamkannya. Lalu ada satu soalnya. Kenapa Sam Hong Couwsoe tidak mewariskan itu pada murid-muridnya yang menjadi imam hanya kepada murid-murid biasa yang bukan imam" Bukankah Sie-coe semua pernah mendengarnya " Sudah dijelaskan barusan, kitab itu dalam dan sulit, siapa keliru mempelajarinya, dia bisa menjadi sesat. Begitulah sudah terjadi, selama seratus tahun, belum pernah ada yang berhasil memahamkan dan siapa yang gagal itu kecuali sesat pula akhir hidupnya tak sempurna. Maka itu Pouw Sie-coe menganggap kitab itu bukanlah kitab yang membawa keberuntungan sebaliknya kitab pembawa alamat jelek. Pouw Sie-coe mendapatkan kitab dari Kwie Lam Ciauw, sejak didapatkannya, belum sempat dia memeriksa selembar juga, lantas dia dibikin repot oleh desakan banyak orang yang hendak merampas dan memilikinya, hingga hidupnya menjadi tidak tenteram. Begitu pula hidupnya Kwie Lam ciauw selama dia menyimpan kitab itu. oleh karena itu sekarang Pouw Sie-coe mengambil keputusan ingin membakar musnah kitab itu, supaya selanjutnya tak lagi timbul kekacauan dan malapetaka Rimba Persilatan- Sementara itu para sie-coetelah hadir disini, maksudnya untuk memperebutkan kitab itu, maka supaya ia udak menyalahi janji, ia bersedia melanjuti pertemuan ini. Sebelum tiba saatnya Pouw Sie-coe masjk menjadi pendeta, suka dia melayani siecoe yang mana saja yang ingin bertanding dengannya. Mengenai pertandingan itu, suka pintoo menjelaskan sesuatu. Tapi inilah bukan sebab pintoo hendak mengangkat tinggi pada Pouw Siesoe. atau tangan Tujuh Bintang, dari Pouw siecoe itu sangat liehay dan berbahaya, begitu itu di keluarkan, mesti ada kurban terluka parah yang sukar ditolong lagi..." Berkata sampai disitu, cie Hee Ie-soe berhenti sejenak. Ia memandang kesekitarnya. mengawasi semua hadirin, ia tetap bersikap sangat tenang. Para hadirin pun berdiam semua, suasana menjadi sangat sunyi. Tidak ada orang yang mengajukan diri atau menyatakan sesuatu. Selang sekian lama, imam itu bersenyum, baru ia berkata pula. "oleh karena tidak ada siecoe yang menentang, baiklah maksudnya Pouw Siecoe itu boleh dilaksanakan" Ia terus memutar tubuh, tangannya menggape. Dua imam muda lantas muncul dengan menggotong perapian yang apinya marong. Pouw Liok It juga sudah lantas maju. Dari sakunya ia mengeluarkan satu bungkusan kertas kuning yang tebal, ia angkat itu untuk diulapkan beberapa kali, kemudian dengan suaranya yang nyaring ia berkata. "inilah kitab Lay Kang Koen Pouw, jikalau ada tuan atau tuan-tuan yang menyangsikan aku persilahkan datang kemari untuk memeriksa" Kembali orang berdiam. Pouw Liok It mengawasi semua hadirin, ia menanti suara atau munculnya orang. la menanti dengan sia-sia sampai sekian lama. Setelah ia merasa sudah menanti cukup lama dengan tenang ia lemparkan kitab itu ke dalam perapian hingga lantas juga benda yang menjadi biang heboh dan bencana itu dimakan api, hingga ludas menjadi abu Setelah itu jago ini memberi hormat pada orang banyak. la berkata nyaring. "Sejak detik ini aku si orang she Pouw meminta diri, dengan ini habis sudah jodohku dengan dunia, yang mana berarti juga habis-lah segala budi dan permusuhan Tuan-tuan, semoga kamu menjaga diri kamu baik-baik" Habis itu Liok It menghampirkan Hoat Hoei Siangjin serta Hoat Poen Siansoe untuk bersama kedua pendeta itu berlalu dari tanah lapang itu. Ketua Tiam chong Pay lantas berkata: "Para siecoe. Kami telah menyediakan barang hidangan sekedarnya, maka itu siapa yang tak menyalahnya, silahkan masuk kependopo Loo Koan Tian untuk kita bersantap bersama." Undangan itu cuma dapat sambutan dari sedikit orang, yang lainnya sudah lantas ngeloyor pergi. Malam itu dalam kamar istirahat coei Hee Ie soe duduk berkumpul dengan sahabat-sahabatnya. Yalah Kie Hoen, Im San ie soe dan muridnya. Lie Tiong Hoa, sin Kong Tay, Lo-sat Kwie Bo, Cek In Nio, Hoat Hoei Siangjin, Hoat Poen Siansoe, ketua Ngo Bie Pay. Tie Sin Hong, Houw-yan Tiang Kit, Lauw chin- Sim Yok, Pouw Liok It, Pouw Keng dan Pouw Lim serta Phang Lee Hoen- Berkatalah Hoat Hoei siangjin- "pinceng serta soetee pinceng dan Pouw Tan-wat mau berangkat pulang ke Siauw Lim Sie, maka itu apabila Pouw Tan-wat hendak menyelesaikan sesuatu, silahkan Tan-wat memberitahukan kepada anak-anak Tanwat." Pouw Liok It bangun berdiri. Ia lantas mengawasi Lie Tiong Hoa, Pouw Keng dan Pouw Lim. Terang ia menguasai diri, Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo untuk tidak mengutarakan kedukaan hatinya. Begitulah ia tertawa dan kata tawar. "Satu kali aku masuk agama maka putuslah perhubunganku dengan dunia seumumnya Tentang penghidupan rumah tangga, tentang nama sampiran yang mengambang, apakah yang diberati" Tentang kedua anakku, aku menyerahkan dia kepada Lie Hiansay, maka itu pun telah membikin hatiku lega siangjin dapat sekarang juga aku berangkat ke Siong san-" Pouw Keng jadi sangat sedih, hingga air matanya lantas mengucur turun, ia menangis, ia bangun berdiri dan berkata. "Ayah, kau begini tega, baiklah, anakmu tidak akan mencegah ayah Walaupun demikian, apakah ayah masih melarang anakanakmu mengantari barang-barang satu lintasan, supaya sedikitnya dapat anak-anakmu mengutarakan rasa hatinya..." Mata Pouw Lim pun merah tetapi dapat ia menguati hati. ia terus berdiam, melainkan hatinya yang memukul keras. Pouw Liok It menghela napas, lalu dia bersenyum. "Anak tolol " katanya. "Tak tahukah kau pembilangan " meski orang mengantar jauh seribu lie, akhirnya orang akan berpisahan juga " Maka itu baiklah kau anggap ayahmu sudah mati." Tidak menanti sampai orang menghentikan kata-katanya itu, Hoat Hoei Siangjin menyela, katanya: "Pouw Tan-wat, jangan kau menolak kecintaan anak-anak tan-wat" Liok It berdiam, ia melainkan bersenyum. Thian Yoe Sioe berbangkit, ia menjura kepada semua orang, lalu ia kata: "Anak Hoa, urusan kitab sudah selesai, maka sekarang tinggal tugasmu membawa cangkir kemala kepada Liong Hoei Giok. Itulah bukannya suatu perjalanan mudah, ditengah jalan ada ketikanya yang kau bakal dipegat orang-orang jahat untuk merampas cangkir itu. karena kalau orang berjumlah banyak berarti menyolok mata, aku pikir baiklah kau berangkat seorang diri." "Semua orang, lainnya baik berdiam dan menanti di ciatHee Nia saja. Aku juga hendak membikin perjalanan ke Lam Hay. Biarlah nanti setibanya yang dinamakan Hong Too Kiat Jit, yaitu hari beruntung kamu, gurumu nanti datang kerumahmu untuk menenggak arak kegirangan-" Mukanya Tiong Hoa menjadi merah. "Insoe, apakah insoe mau berangkat sekarang juga?" ia tanya. Thian Yoe Sioe tertawa terbahak. "Sampai ketemu pula semua" Dan ia lompat ke pintu dimana ia menghilang. Orang banyak pun berbangkit, untuk pergi keluar, guna masing-masing terus saling berpamitan. Tie sin Hong bersama Houw-yan Tiang Kit menuju kegunung La Houw San, Im San ie-soe bersama muridnya pulang ke Im San, gunungnya. Ho cin coe, pulang ke-puncak Kim Teng di gunung Ngo Bie SanKemudian lagi Pouw Liok It berlalu bersama-sama Hoat Hoei Siangjin dan Hoat Poen siansoe. Pouw Keng mengawasi ayahnya itu, kemudian ia berbalik mengawasi Tiong Hoa, sinar matanya sinar menyesalkan. Kata ia: "Baiklah, bersama-sama ibu, encie In dan adik Hoan akan aku menantikan kau di Ciat Hee Nia, setibanya dikota raja, begitu urusan kau selesai, kau mesti lekas berangkat pulang, supaya tidak membikin hati kami bingung." "Siauwtee tahu," sahut Tiong Hoa sabar. Sin Kong Tay bersama Lauw chin dan Sim Yok berat berpisah dari Tiong Hoa tetapi mereka hendak menemani rombongan Lo-sat Kwie Bo, mereka berpisah dengan terpaksa. Demikianlah orang berpencaran dengan hati pepat. Ketika Tiong Hoa kembali kedalam kamarnya, coei Hee iesoe, disana ia melihat sin Heng Sioe-soe dan Lo Leng Tek lagi menemani seorang muda. Kim Som lantas saja berkata: "Lie Siauwhiap. siauw-sancoe menitahkan kami mengajaknya menjumpai kau." Tiong Hoa hendak menolak, atau mendadak anak muda itu menghampirkan dia buat terus berlutut dan menangis menggerung- gerung hingga ia menjadi kaget. oooo BAB 1 "JANGAN berduka, Saudara Kang" berkata dia seraya lekaslekas memimpin bangun. "Aku tahu kau melakoni perjalanan jauh dan sukar sampai disini, maksudmu untuk meminta kitab Lay Kang Koen Pouw dari Pouw Lengcoe tetapi kau ketinggalan dan maksudmu tak kesampaian hingga kau menjadi putus asa. Meskipun begitu jangan saudara bersusah hati. Pouw Leng-coe mengambil tindakannya ini dengan maksud yang baik, pertama-tama ia hendak mencegah kau nanti menghadapi ancaman bahaya terus-menerus, kedua untuk membikin padam hati orang banyak. Demikian Leng-coe sudah menolak permohonan kau itu. Saudara Kang, Apabila kau membutuhkan bantuanku, kau bilanglah" Si anak muda berdiam, maka Lo Leng Tck mewakilkan ia bicara. "Siauw-sancoe memberati musuhnya," kata jago tua yang cerdik itu. "Benar ok coe Pong dan Coh Lao Koay telah binasa demikian juga banyak kaki-tangannya akan tetapi disana masih ada orang dibelakang layar, yang utama yalah Bouw Sin Gan yang sekarang ini mengandali kedudukannya didalam istana. Dialah si musuh besar. Mengenai musuh itu, Pouw San-coe pernah memesan siauw-sancoe untuk memohon bantuan kau, siauwhiap. Maka itu sekarang siauw sancoe mau minta sukalah siauwhiap membantunya hingga dengan tangannya sendiri dapat ia membinasakan musuh besar itu." Tiong Hoa dihadapi kesulitan- la memandang sancoe muda itu, ia melihat mata orang merah dan air matanya masih mengembeng. Terang orang meminta sangat bantuannya, hanya pemuda itu tak dapat membuka mulutnya. "Siauw-sancoe." kata ia akhirnya, "sekarang silahkan kau pulang ke Tay In San bersama-sama Lo Loosoe, nanti aku dayakan supaya aku bisa membawa Bouw Sin Gan kegunung sancoe itu." "Sekarang ini tak dapat kami kembali ke Tay In San-" berkata Lo Leng Tek sungguh sungguh. "Sebagai gantinya, aku si orang she Lo telah menyediakan tiga buah tempat untuk menjalankan siasat kelinci menjaga tiga buah sarangnya. Tempat itu pernahnya digunung Tay Souw San tak jauh dari gunung Tay In San- Tegasnya dibukit Hoe Liong sie. Maka itu kami akan menantiksn siauwhiap dibukit tersebut." Kang Siau-sancoe berlutut pula. "Jikalau Lie Siauwhiap dapat mewujudkan cita-cita aku si anak piatu, seumumya Kang Ban ceng tak akan melupakan budi siauwhiap" kata ia. Tiong Hoa memimpin tangan pula pemuda itu. "San-coe. kebaktian dapat menggeraki hati Thian," kata ia. "maka itu aku nanti lakukan apa yang aku bisa, hanya kehormatan kau ini tak dapat aku terima. Sekarang ini tak ada faedahnya san-coe berdiam lebih lama pula disini, baiklah sancoe segera balik ke Hokkian- Aku sendiri hendak lantas berangkat ke Utara. ke Yan-khia." "Jikalau, begitu baiklah, bersama Lo Loosoe segera aku pulang ke Hokkian" kata Kang Ban ceng, san-coe yang muda itu. "Siauwhiap." Kim Som memesan, " andaikata siauwhiap bertemu dengan muridku, tolong bilangi dia bahwa aku si orang tua menantikan dia di Tay Souw San-" Tiong Hoa mengangguk dan bersenyum, habis mana ia terus pamitan terutama dari ketua Tiam chong san. cepat sekali ia sudah lari turun gunung. Malam itu rembulan dan bintang-bintang terang, angin bertiup halus. Ketika Tiong Hoa tiba dikaki gunung, mendadak ada orang melintas didepannya, orang mana muncul secara tiba-tiba dari pepohonan di-tepi jalan. Ia terkejut, sambil menyampingkan diri, ia mengurun tangan kanannya menyambar lengan orang itu. "Bukankah Lie Siauwhiap?" tiba-tiba ia mendengar pertanyaan perlahan- Tiong Hoa mengenali suara orang itu, berbareng merasa heran, ia mengendorkan cekalannya seraya tangannya digeser, hingga orang itu terpelanting. Ia pun mengawasi. Ia melihat Toan-hoen-too cie Goat Heng. piauwsoe dari Kim Shia Piauw-kiok. "Saudara Cie kenapa kau berada disini?" tanyanya. Roman Goan Heng bergelisah. "Siauwhiap. sudah setengah bulan aku cari kau." sahut piauwsoe itu. "Barusan aku bertemu seorang loocianpwee yang kepalanya lanang, aku memegatnya dan minta keterangannya. la membilangi aku siauwhiap bakal turun gunung, maka itu aku menantikan disini." Tiong Hoa tahu orang tua itu pasti dimaksudkan Thian Yoe Sioe gurunya. "Ada urusan penting apa maka saudara Cie mencari aku?" ia tanya pula. "Siauwhiap. piauwkiok kami mengalami kesukaran pula." menjawab Goan Heng. "Itulah malam habis berpisah dari siauwhiap di Goan Tiang-piauw-klok aku lantas pergi kekota Selatan dan menyerahkan piauw kami, baru keluar dari pintu kota, ditegalan aku bertemu dengan Hoan ceng Soe Kie serta orang-orangnya yang menyerbu kami. Aku tak berdaya aku melarikan diri dengan menggulingkan tubuh kekaki gunung. Semua kawanku kena ditangkap." Tiong Hoa heran hingga ia melengak. "Apakah Kong Peng Swie ketahui kejadian itu?" ia tanya. "Kong Siauw-chungcoe juga selagi masih berada di Goan Tiang Piauw Kiok, telah di hajar hingga terluka berat oleh Hoan ceng-soe Kie," sahut Goan Heng. "Bagaimana kau ketahui itu?" "Habis menggelinding turun aku lari ke-rumah ayahnya Kong Siauw-chungcoe untuk minta pertolongan, Goan Heng menutur lebih jauh justeru itu disana ada Hoa-sie Sam Pu lagi berbicara. Aku tuturkan pengalamanku untuk minta bantuanKong Loo-ya-coe mengerutkan alis, dia rupanya bersangsi. Ketika itu mendadak siauw-chungcoe lari pulang. tubuhnya berlumuran darah, begitu tiba dia roboh pingsan- Kong Loo-ya coejadi gusar." "Segera dia pergi bersama Hoa sie Sem Pa. Aku ditinggalkan untuk merawati siauw-chung-coe. Besoknya fajar, sebelum cuaca terang. Kong Peng Swie menerima laporan ada orang Kang ouw yang sikapnya mencurigai diluar-pekarangan. Atas warta itu dia memerintahkan pengungsian ke lain tempat." Tiong Hoa lantas ingat halnya ia bersama Cek In Nlo itu hari Hong Ho cioe menemui orang-orang Kang Ouw. Goan Heng melanjuti keterangannya "Di-hari ketiga. Kong Loo-ya coe masih belum kembali. Peng Swie menduga mereka tertawan Hoan ceng Soe Kie. Dia menjadi putus asa hingga dia lantas menitahkan aku mencari siauwhiap. Peng Swie bilang, meski ialah sahabat baru, ia terpaksa meminta bantuan siauwhiap. Sebenarnya.." Tiong Hoa mengangkat tangannya, mencegah orang bicara lebih jauh. "Sekarang akan aku pergi ke Hoan ceng-San" kata ia. "Kau tunggu saja aku di Hong Ho cioe" Lantas ia pergi dengan cepat menghilang ditempat gelap. Goan Heng melengak. hanya sebentar, ia pun lantas mengangkat kaki. Dihari ketiga, tengah hari Tiong Hoa telah tiba dikecamatan In kang di Koei-cioe Timur. Dengan lantas ia mampir dirumahmakan, guna menangsa1 perut, habis itu tanpa berlambat lagi, ia keluar dari pintu kota timur menuju kegunung Hoan ceng San- Diluar kota, jalanan tak rata. Dari situ gunung telah nampak. Kebetulan udara mendung, cuaca menjadi guram. Gunung juga terbenam dalam kabut. Tapi untuk dapat menolongi Kong Kioe Houw serta orang-orang Kim Shia Piauw Kiok, Tiong Hoa tak menghiraukan jalanan jelek dan cuaca buruk itu, ia berjalan terus dengan cepat. Demikian diwaktu lohor tibalah ia sudah disebuah lembah yang lebat dengan pepohonan dimana pun tidak kedapatan barang seorang tukang potong kayu. "Gunung begini luas, dimana aku mesti cari sarangnya Hoan ceng soe Kie?" si anak muda tanya dirinya sendiri. Akan tetapi ia tak kurang akal. Habis berpikir ia lantas lari mendaki puncak. Diatas itu ia memandang kesekitarnya, terus ia bersiul nyaring dan lama. Selagi siulan itu berkumandang, lantas datang ulangannya, yang terlebih keras, Kembali dia mengawasi kesekitarnya guna melihat sambutannya. Tak lama dari arah depan pada pepohonan lebat, terlihat bayangan bergerak-gerak mendatangi. "Ada juga hasil" katanya girang. Lagi sekali ia bersiul. Tidak terlalu lama, dari belakang terdengar tertawa orang yang menegur: "Si pengemis dari mana berani berteriak-teriak seperti iblis diatas gunung Hoan ceng San ini." Tiong Hoa berpaling dengan perlahan- la melihat lima orang kurus mirip kera yang masing-masing memegang golok Bian too dan yang didepan rupanya kepalanya, bermata tajam serta mukanya mirip muka mayat. Kelihatan dia mengawasi dengan gusar. Ia tertawa dingin dan menyahut: "Aku lagi pesiar digunung ini, aku mengamati gunung indah, hatiku terbuka barusan aku bersiul nyaring Gunung Hoan ceng San ini bukan gunung kamu apa perlunya kamu berlagak begini bengis?" Orang itu. yang ada orang suku Yauw seperti empat yang lainnya, lantas menjadi gusar. ia mengangkat goloknya dan lantas menyerang si anak muda. Hebat bacokan itu. kalau bukan Tiong Hoa yang menghadapinya orang biasa tak terluput dari bahaya. Tiong Hoa berkelit, sembari berkelit ia menolak dengan tenaga perlahan- "ie Hoa ciat Bok." Serangan hebat itu lantas tertolak kesamping. Heran penyerang itu hingga ia bertanya: "Ilmu apakah ini?" Anak muda kita tidak menjawab, malah selagi orang heran, ia mengulur tangan kanannya dengan pukulan tangan kosong Siauw Thian chee. Orang itu terkejut, dia menjerit keras, lantas tubuhnya terlempar jatuh kejurang. Tulang-tulang dadanya pada patah akibat serangan itu. Empat orang lainnya kaget, lantas mereka memutar tubuh Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo untuk kabur. Inilah yang Tiong Hoa cari, dengan lantas ia lari menyusul untuk menguntit. Saban-saban ia mengasi dengar tertawa yang seram. Mereka itu ketakutan, semua lari terus tanpa berani menoleh kebelakang. Tiga lembah dilewati keempat orang itu, lantas terdengar jeritan aneh dari mereka. Tiong Hoa tahu itulah tanda mereka itu, yang sudah sampai atau lagi mendekati sarangnya, maka ia memasang mata. Ia melihat bangunan tembok diantara pepohonan- Sampai itu waktu, ia biarkan keempat orang itu kabur terus. Belum terlalu lama, dari arah bangunan didepan itu terlihat datangnya serombongan orang, pemimpinnya ada empat. Yang lainnya, belasan orang, terhitung dengan empat orang tadi. Mereka semua suku Yauw. Tiong Hoa lantas mengenali empat orang itu yalah orangorang yang diketemukan di Yang Liong cee dijalanan ke Kwieyang baru-baru ini. Wajah mereka itu bengis semuanya. Delapan mata tajam dan galak segera diarahkan kepada Tiong Hoa, lalu orang yang satu, yang mukanya lonjong dan kumis berewoknya pendek. mengasi dengar suaranya: "Hm Aku menyangka siapa, kiranya kau" "Tahukah kau siapa aku?" Tiong Hoa tanya tersenyum. Empat orang itu berdiam, tapi hati mereka bekerja. Malam itu aku bersembunyi di Hotel Gian Tiang. Mereka ketarik sepasang pedang dipunggung Cek In Nio tetapi mereka tidak turun tangan- Sebabnya yalah mereka dapatkan disitu, diatas genteng, ada bersembunyi orang-orang Pouw Liok it, mereka tidak ingin menanam bibit permusuhan dengan musuh tangguh. Maka mereka tadi pergi mengganggu Kong Peng Swie serta orang-orang Kim Shia Piauw Kiok. Tiong Hoa tertawa, lalu dia mengawasi tajam. "Ada permusuhan apa diantara kamu dan Kim Shia Piauw Kiok?" ia tanya bengis. "Kenapa kamu membegal dan menangkap orang?" Orang berkumis pendek itu tidak menjawab, hanya dia pun kata bengis: "Tidak keruan-ruan mereka mengganggu aku, hukuman mereka, hukuman mati tak berampun" Tiong Hoa tanya lagi bengis. "Apa salah Keng Kioe Houw dan Hoa-sie Sam Pa." "Mereka timbulkan gara-gara, mereka menghina aku si orang tua, dosa mereka sama, sama juga hukumannya" sahut orang Yauw itu, suaranya sangat dingin dan menyeramkanTiong Hoa berlaku tenang dan sungguh-sungguh. Kata ia. "Ketika itu hari ditengah jalan kamu melompati aku, kamu juga sudah melanggar pantanganku?" Habis berkata itu, ia meluncurkan tangan kanannya. Orang Yauw itu bergerak untuk meloloskan diri, siap untuk melawan- Dia berteriak: "Kau cari mampus?" Baru dia berseru, lantas mukanya berubah menjadi pucat. Tangan kanannya yang digeraki itu kena tertangkap lantas dia merasa ngilu, sedang darah di-dadanya terus mandek. tanpa kehendaknya, tububnya menjadi limbung. Tiong Hoa bergerak dengan sangat hebat. Dengan tangan kiri ia menyambar kejalan-darah kin- ceng orang itu, sedang dua jerijinya menekan keras jalan darah sin chang jalan darah kematian-Tiga siluman lainnya kaget sekali. "Bilang, kamu memikir untuk mampus di sini atau tidak?" Tiong Hoa membentak mereka itu. Ketiga orang itu jeri. "Tuan mau apa?" tanya satu diantaranya. "Aku menghendaki kamu merdekakan Kong Kioe Hauw semua dan, kamu berjanji tidak akan melakukan kejahatan lagi" sahut Tiong Hoa. "Asal kamu melakukan kehendak ku ini dan memberi janjimu, suka aku memberi ampun kepada kamu" Tanpa bersangsi orang itu mengulapkan tangannya kebelakang. atas itu tiga orangnya lantas memutar tubuh untuk lari kedalam rimba. Tak lama perginya mereka, lantas terlihat munculnya Kong Kioe Houw bersama Hoa-sie Sam Pa. Kata orang Yauw itu dengan dingin: "Kau lihat, semua mereka sudah dimerdekakan maka sekarang sudah selayaknya kau segera merdekakan kakakku Melihat kepandaian kau, tuan, asal aku masih hidup, maka nanti aku akan menantikan kau untuk memperoleh tambahan pelajaran dari kau" Tiong Hoa menggeleng kepala. Ia tertawa "Aku bukan orang Rimba Persilatan- aku tak kenal segala urusan kaum Kang ouw," kata ia. "Kalian Hoan ceng Soe Koay. pikiran kamu cepat Lihat saja sampai disaat ini kamu masih belum sadar, kamu mengancam buat lain kali akan selalu menerbitkan onar pula. Maka dari itu, semestinya kalau tak usah mendapat hukuman mati, namun selama hidup mesti Ilmu silat kakakmu ini mesti dihapus, supaya ini menjadi teladan untuk kamu" Tiong Hoa menutup perkataannya dengan satu totokan, maka orang Yauw didepannya itu berseru tertahan dan tubuhnya rebah terguling. Ketiga siluman terkejut, mereka lompat menerjang, masing-masing menggunai sepasang tangannya. Tubuh mereka mencelat karena mereka menyerang sambit berlompat. Hebat serangan mereka ini. Melihat demikan Tiong Hoa yang kedua tangannya sudah merdeka karena ia tidak memegangi lagi Siluman yang pertama dari Hoan ceng Soe Koay itu, mengangkat kedua tangannya itu untuk menangkis seranganMendadak ketiga Siluman kaget. Tak dapat mereka turun tangan- Tiba-tiba dada mereka sesaka napas mereka mandek berbareng dengan mata mereka kegelapan, tubuh mereka lantas roboh ketanah. Mereka merasa bahwa ajal mereka bakal tiba. Ketika mereka roboh itu, dada mereka lega, mata mereka dapat dibuka. Maka mereka melihat si anak muda berdiri tenang dihadapan mereka, kedua tangannya digendong, wajahnya tersungging senyuman- Mereka heran hingga mereka melengak. mereka menjadi likat saking malu. Ketiganya lantas berbangkit sembari tertawa meringis yang satu berkata: "Tuan kiranya kau mempunyai kepandaian kalangan suci untuk menaklukkan siluman- itulah jurus Memindahkan Gunung Menguruk Lautan dari ilmu Tay Kim Kong cloe yang sangat sulit untuk dipelajarinya. Luar biasa sekali tuan memiliki ilmu itu, kami bodoh, mana dapat kami melawan tuan"..." Dia batuk-batuk dan menambahkan: "Barusan tuan membilang hendak memunakan ilmu silat kami. ilmu silat menjadi jiwanya orang yang memiliki itu, tetapi kalau benar tuan hendak melakukannya, nah silahkanlah" Tiong Hoa mengawasi, ia bersenyum. "Tetapi kamu sebaliknya harus insaf bahwa untuk menyehatkan diri sendiri guna mencegah serangan penyakit buat menjaga diri," kata ia. "Kalau ilmu silat dipakai untuk berkelahi, buat menindas yang lemah, itulah perbuatan sewenang-wenang yang sesat itulah tindakan mengundang mara- bencana Dapat aku terangkan, kakakmu ini cuma di totok pingsan, lewat tiga hari dia bakal sadar dan sembuh seperti biasa, tak kurang suatu apa, maka itu suka aku memberi nasihat untuk kamu bertiga jangan bingung dan kuatir. Aku harap kamu menjaga diri baik-baik Nah, inilah pesanku " Mendengar itu, ketiga Siluman lega hatinya, hingga mereka menghela napas panjang, Dengan lantas mereka menjura. "Pikiranku gelap hingga aku tak dapat memikir seperti pikiran kau ini, tuan" kata yang satu. "Melihat kepandaian dan sikapmu tuan, kelak di belakang hari kau pastilah bakal menjadi jago utama Rimba persilatan- Baiklah, aku minta kau suka memberi ketika untuk kami menutup diri untuk memikirkan segala sepak terjang kami dulu-dulu." Habis berkata dia mengangkat tubuh kakaknya yang masih pingsan, terus dia mengajak dua saudaranya berlalu. Semua pengikut orang Yauw itu turut menyingkir juga. Tiong Hoa membiarkan mereka itu pergi, sebaliknya ia menyambut Kong Kioe Houw beramai yang menghampirkan padanya. "Tuan, kau telah menolongi kami, kami sangat bersyukur," berkata jago tua itu. " Kalau tidak salah, tuanlah Lie Siauwhiap yang telah dipuji tinggi anakku Peng Swie." "Maaf, loosoe tak dapat aku yang rendah menerima pujianmu itu." kata Tiong Hoa merendah sambil bersenyum. "Memang benar aku dan putera loosoe telah bersahabat. Sebenarnya aku menyesal yang kedatanganku kemari sudah terlambat." Kemudian ia mengawasi Kim-chie-piauw Li Siang Tay untuk menanya : "Bukankah tak ada piauw yang kurang?" "Terima kasih siauwhiap. sedikitpun tak ada yang kurang," sahut piauwsoe itu yang sangat bersyukur, ia bermuka merah karena jengah. Peristiwa ini terjadi karena gara-garanya. "Bagus kalau begitu Sekarang ini aku segera pergi ke Yankhia. tak dapat aku mengantar loosoe semua, harap aku diberi maaf" Mendengar itu Kim Pak Sam Pa, atau Hoe sie Sam Pa, lantas bertindak maju, untuk memberi hormat. Tin Wie Pat-Hong Moa Koei berkata: "Siauwhiap. kami mohon diberi maaf karena ketika dulu hari siauwhiap berada dirumah kami, kami sudah berlaku kurang hormat, maka itu sekarang kami mohon dengan sangat sukalah siauwhiap mampir sebentar dirumah kami, supaya dapat menyambut kau sebagaimana layaknya. Dengan begitu barulah hati kami lega." Tiong Hoa memandang dingin kepada orang she Pa itu, ia tak memperdulikan- "Kami tiga saudara menginsafi kesalahan kami." kata pula Hoa Koei, romannya ketakutan, "kami tahu kedosaan kami telah bertumpuk seumpama gunung, tapi sekarang kami sudah insaf, kami akan perbaiki diri kami. siauwhiap. kami minta sudi kiranya Siauwhiap meluluskan permintaan kami ini." Melihat demikian Tiong Hoa mengangguk. Kemudian ia berpaling kepada Kong Kioe Houw, untuk berkata sambil tertawa: "Lo-enghlong tak dapat kau berdiam lama-lama ditempat ini. dari itu aku minta sukalah loo enghlong lekas pulang ke Hong Ho cioe, sekalian dengan begitu loo-enghlong tak akan membikin kuatir pada anak loo-eng-hlong." Habis berkata, Tiong Hoa lompat mundur tiga tombak. untuk terus berlalu. Hoa-sie Sam Pa mengangguk pada Kong Kioe Houw, ketiganya lantas menyusul anak muda itu. Di tengah jalan- Tiong Hoa berkata: "Tuan-tuan, bukankah kamu sudah berjanji, dengan Partai Pengemis bagian Selatan untuk suatu pertempuran" Bukankah kamu tengah berkuatir karena kamu tidak mempunyai kawan, hingga tak tahu bagaimana nanti kesudahan nya pertempuran itu" Bukankah kamu mengharap aku menjadi orang pertengahan?" "Demikianlah maksud kami." sahut Hoa Koei. "Didalam kalangan Rimba Persilatan, permusuhan dan budi banyak sekali, ruwet untuk membereskannya, maka itu mulai sekarang kami bertiga telah mengambil keputusan untuk merubah cara hidup kami, kami akan melemparkan kesesatan untuk kembali kepada kelurusan- Kami bersedia menerima apa juga asal pertempuran dapat dibikin sudah, supaya tak ada pertumpahan darah lagi. Maka itu kalau nanti Siauwhiap telah tiba dikotaraja, kami mohon sukalah siauwhiap memberi penjelasan kepada Partai Pengemis guna menghabiskan persengketaan kita ini." "Kalau kamu berpikir demikian, baiklah di kotaraja nanti aku berkunjung kepada pihak Partai Pengemis." Tiong Hoa memberi janjinya. "Tapi hendak aku tegaskan, aku cuma hendak mencoba, keputusan ada pada Partai Pengemis sendiri, entah mereka suka berdamai atau tidak..." "Terima kasih, siauwhiap" kata Hon Koei, yang bersama dua saudaranya menjadi girang sekali Diwaktu fajar, Tiong Hoa bertiga Hoa-sie Sam Pa telah tiba di Kee Po. Ia kagum ketika sudah masuk kedalam dimana ia melihat bangunan yang indah beserta segala perlengkapannya. Disamping kiri pun ada sebuah ranggon tinggi belasan kaki didalam mana kedapatan banyak gambar lukisan beraneka macam, bahkan satu diantaranya yalah "Yoe Sin Goat Eng." atau Bayang Rembulan digunung sunyi" karyanya Ong Mo Kit yang ia idam-idamkan hingga di waktu tidur ia bermimpi. Maka tanpa merasa ia menghampirkan gambar itu, untuk ditatap. sedang pikirannya menjadi seperti kusut. Gambar lukisan itu membangkitkan peringatannya akan pelbagai peristiwa yang telah lalu. Itulah gambar yang sekarang membawakan lelakon hidupnya ini. Melihat kelakuan orang itu, tiga saudara Hoa mengawasi satu pada lain, lalu Hoei Eng cit ciang Hoa Wie berkata: "Siauwhiap. apakah siauwhiap menyukai gambar lukisan itu" Kalau begitu, suka kami menghadiahkannya." Kali ini Tiong Hoa seperti melupakan dirinya disebabkan kegirangannya yang luar biasa. "Sebenarnya aku sangat kegilaan gambar-gambar lukisan" kata ia yang mengaku terus terang. "Hanya tuan-tuan tak dapat aku menerima kebaikan hati kamu ini. Mana dapat gambar kesayangan kamu diberikan kepadaku ?" Hoa Koei tertawa. "Kami memang menyukai pelbagai lukisan tetapi kami memajangnya untuk iseng-iseng saja," kata ia. "Gambar ini aku beli dikota raja ketika baru-baru ini aku berkesempatan pergi kesana, aku membelinya pada tukang loak di Lloe lieciang, harganya juga tak lebih daripada tiga puluh tail perak. Benar-benar, apabila siauwhiap menyukainya, dengan segala senang hati kami menghaturkan nya." Tiong Hoa melengak mendengar harga beli itu cuma tiga puluh tahil perak. Ia ingat, kelakuannya si tukang loak terhadapnya menjadi sebal. Ia sendiri telah dimintai harga seribu tahil perak hingga karenanya, sekarang ia mesti hidup merantau. Dulu hari itu kematiannya si tukang loak membuatnya susah tidur. Baru sekarang ia insaf akan keserakahan orang sebangsa tukang loak itu, maka ia anggap kematiannya itu pantas. Sekarang ia merasa lega. Sementara itu kepada tuan rumahnya ia kata: "Kamu baik sekail tuan-tuan, baiklah aku menerimanya, sebab kalau tidak, aku dapat dikatakan tidak mengenal aturan-" Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hoa Koei lantas menitahkan menurunkan dan menggulung rapih lukisan itu, setelah mana ia menghaturkannya pada Tiong Hoa. Ia ini menerima itu sambil mengucap terima kasih, terus ia simpan dalam kantungnya. Segera juga Hoa-sie Sam Pa menjamu tetamu yang menjadi penolongnya itu, sampai tengah malam barulah mereka bubaranooo Dijalan besar Poo-teng yang menuju ke- kota raja terlihat seorang penunggang kuda tengah kabur keras. la mengenakan pakaian sutera, sedang orangnya sendiri muda dan tampan dan wajahnya berseri-seri. ialah Lie Tiong Hoa. la nampak gembira akan tetapi perjalanannya itu dilakukan secara sangat waspada. Ia menginsafi bahaya ditengah jalan karena ia membawabawa cangkir kemala. la bukannya takut, ia hanya ingin menghindarkan segala keruwetanLega hati si anak muda, begitu lekas ia mulai melintasi jembatan Louw Kauw Ko atau Marco Polo-Bridge yang terkenal dengan airnya yang jernih serta pohon-pohon yanglioe-nya yang meroyot cabang-cabang-nya. Dengan begitu berarti kota raja sudah ada dihadapannya. Sekarang ini pikiran Tiong Hoa beda dengan saat pertama kali dia meninggalkan Yan-khia. Dulu dia diliputi kedukaan dan ketakutan, perasaannya berat, sebab ia mesti meninggalkan rumah tangganya. Sekarang sebaliknya. Sekarang ia merasa lega sekali. Ia seperti mencium harumnya tanah kota raja. Senang dia melihat jembatan dimana ada banyak orang berlalu- lintas. Begitulah wajahnya berseri-seri dan bercahaya saking gembiranya. Dengan perlahan anak muda ini mengasi kudanya jalan memasuki pintu kota, ia tiba sesudah sore maka ia terus dapat menyaksikan keramaian di waktu malam dari kota kampung halamannya itu. Ia mendapatkan kuda kereta lewat pergi datang dan orang banyak mundar-mandir. Ia melihat sekelilingnya selagi kaki kudanya menindak nyaring dijalan yang berbatu hijau. Sesudah menikung tujuh atau delapan kali maka beradalah dia dalam sebuah gang yang lebar, Ia menghampirkan sebuah rumah besar didepan mana ia menahan kudanya untuk melompat turun. Didepan rumah besar itu ada sepasang pegawai berdandan sebagai boe-soe atau guru silat. itulah pengawal rumah. Satu diantara nya menghampirkan, sembari memberi hormat. sembari tertawa, ia tanya: "Kongcoe mencari siapa?" Tiong Hoa membalas hormat. "Numpang tanya, Liong Tay-jin ada di-rumah atau tidak?" ia menanya sembari bersenyum. "Tolong saudara memberitahukan-nya bahwa aku yang rendah mohon bertemu. Aku she Lie putera Lie-pouw Siangsie." Orang itu terperanjat. "Ooh Lie Kongcoe putera kedua dari Lie Siangsie," katanya. "Kebetulan sekali Liong Tayjin baru saja pulang habis bertugas. Mari kongcoe, hambamu memimpin kongcoe, masuk." "Terima kasih," kata Tiong Hoa. Boesoe itu lantas masuk dengan cepat, untuk menyampaikan berita. Maka itu selagi Tiong Hoa bertindak kedalam ia lantas mendengar tertawa nyaring dari Liong Giok yang berkata dengan gembira: "Sungguh kongcoe seorang yang dapat dipercaya" Lalu orangnya pun muncul dan dengan erat lantas menggenggam tangan sianakmuda. Hanya ketika ia mengawasi pemuda itu, ia menjadi heran. "Eh, kongcoe, apakah kongcoe belum pulang kerumah kongcoe?" tanya ia. ia melihat dandanan orang tanda dari bekas perjalanan jauh. Kongcoe tahu ayah kongcoe sangat mengharap-harap pada kongcoe" Tiong Hoa bersenyum. "Setelah perpisahan kita di Sam Tan Sie, apakah tayjin banyak baik?" "ia tanya. "Aku telah memberikan janjiku, pasti aku mesti penuhkan janji itu supaya aku dapat memegang kepercayaanku" Liong Hoei Giok tertawa. "Kulitku tebal, tulang-tulangku kasar, aku dapat tidur dengan baik dan dapat makan dengan cukup, pasti sekali aku baik" kata dia bergurau. Lantas dia memimpin tetamunya masuk sambil jalan berendeng. Begitu lekas tuan rumah dan tetamunya rudah berduduk. Liong Hoei Giok lantas menanyakan hal cangkir kemala. Mendadak Tiong Hoa mengasi lihat roman sungguhsungguh. "Syukur aku tidak mensia-siakan Liong tayjin- cangkir itu telah aku bawa bersama." katanya. "Hanya aku memberanikan diri untuk minta apa-apa dari tayjin. Asal tayjin tidak buat gusar, baru berani aku mengucapkannya." Hoei Giok heran, ia melengak. "Apa itu kongcoe?" ia tanya. "Silahkan sebutkan-" Tiong Hoa berdiam sekian lama. lalu dengan suara sungguh-sungguh ia menutur hal sancoe muda dari gunung Tay in San mendendam sakit hati terhadap Bouw Sin Gan. Ia kata negara lagi aman maka tidak selayaknya orang busuk itu mendampingi raja, karena dia dibenci kaum Rimba Persilatanadanya dia di istana dapat menimbulkan perkara besar." Mendengar itu Hoei-Glok menghela napas. "Hal itu bukannya aku tidak mendapat tahu," kata ia masgul. Namanya saja Bouw sin Gan menjadi wakilku. sebenarnya kekuasaan dipegang olehnya. Dia sekarang lagi mendapat angin, hingga aku tak dipandang sama sekali. Dengan berani dia membangun kelompok untuk membesarkan pengaruhnya. " Ia berhenti sebentar, baru ia meneruskan: "Mengenai cangkir kemala saja, dia sudah bertindak rupa-rupa untuk mencelakai aku, syukur Pangeran Tokeh mengenal aku baik sekali, dialah yang selalu membelai hingga sekarang ini kepalaku masih menempel ditubuhku." Matanya orang she Liong ini merah saking mendongkol. Tahulah Tiong Hoa bahwa atasan dan sebawahannya itu telah menjadi musuh satu sama lain- Karena ini dengan roman sungguh-sungguh ia kata: "Asal tayjin tidak mempersalahkan aku, aku sendiri nanti menangkap dan membawanya ke gunung Tay in San- "Jangan, kongcoe," Hoei Giok mencegah cepat, "Biar bagaimana, dialah pembesar negeri, dia tak dapat ditangkap dengan cara sembarangan- Baiklah, nanti aku si orang tua membantu kongcoe, hanya untuk itu aku perlu menggunai tipu-daya. Kong coe jangan kuatir, serahkan saja urusan itu padaku." Tiong Hoa percaya tuan rumah ini maka ia menjadi girang. Karena itu tanpa bilang apa-apa lagi, ia menyerahkan coei-inpwee, ia menghaturkan dengan kedua tanganBukan main girangnya si orang she Liong. la menyambuti dengan air muka bercahaya gembira, ia membuka bungkusan cangkir, untuk memeriksanya dengan teliti, habis itu ia kata perlahan: "Kongcoe tidak tahu, sehabisnya berpisah dari kongcoe di Sam Tah Sie dimana kongcoe menjanjikan aku batas tempo dua bulan untuk menyerahkan cangkir kemala ini, aku lantas berangkat pulang. Selama itu, aku telah mengambil tindakan. Di antara orang-orangku ketika itu, separuh orang-orang kepercayaannya Bouw Sin Gan- Tak dapat mereka pulang, dengan laporan yang sebenarnya, pada Sin Gan, maka itu ditengah jalan aku telah binasakan mereka diluar tahu siapa juga. Diantara tiga orangku, ada satu yang aku singkirkan, hingga aku pulang dengan yang dua lagi. Kepada Pangeran Tokeh aku mesti memberi laporan palsu prihal tugasku itu, aku cuma mengatakan si pencuri sudah masuk perangkap, bahwa di dalam tempo tiga bulan, cangkir itu pasti bakal didapat kembali. Aku berjanji kepada-pangeran menyerahkan jiwaku asal rahasia itu tak dibocorkan, dan pangeran telah memberikan janjinya. Sementara itu Bouw sin Gan bercuriga mengenai kematian orang orangnya ini, karenanya sering dia tanya mendesak padaku kenapa aku tidak pergi membekuk pencuri cangkir. Atas itu aku menjawab bahwa aku telah mengatur segala apa^ bahwa dalam tindakanku, aku tak membutuhkan petunjuknya. Dia berdiam tetapi aku tahu dia tidak puas sekali, bahwa dia sangat membenci aku. Begitulah sampai sekarang ini dia terus memperhatikan gerak-gerik ku." Kembali tuan rumah berhenti sebentar, ketika ia melanjuti ia kata sungguh-sungguh: "Kongcoe, tindakan kongcoe ini sangat sempurna. Rahasia kongcoe tidak bocor. Dunia Kang ouw cuma ketahui cangkir kemala berada pada seorang muda she Lie, mereka tak tahu kongcoe sebenarnya putera nomor dua dari Lie Siang-sie. Bagus yang kawan-kawan kongcoe juga dapat menyimpan rahasia. Sebenarnya-aku berkuatir karena selama di Sam Tan Sie itu aku telah menyebutkan hal dirimu hingga itu berarti aku membuka rahasia asal-usul kongcoe. Bukankah itu waktu disana ada banyak orang ?" Tiba-tiba terdengar suara. "Bouw Tayjin datang " Itulah laporan pengawal pintu, yang datangnya secara mendadak sekali. Liong Hoei Giok tak dapat melanjuti kata-katanya. Air mukanya pun berubah Tapi segera ia membisiki Tiong Hoa: "Lekas masuk kedalam, kongcoe. Letaki bungkusan kongcoe dan lekas cuci muka dan dandan-.." Tiong Hoa mengerti, dengan cepat ia bertindak kedalam. Hoei Giok sebaliknya segera bertindak keluar, buat menyambut wakilnya, yang pengaruhnya melebihkan dari kepala. Ia berjalan sambil tertawa. Bouw Sin Gan bertindak dengan sabar, wajahnya tersungging senyuman- Hoei Giok tahu itulah senyuman palsu tetapi ia tidak menghiraukannya, ia menyambut wakilnya itu dengan girang. "Ooh, Bouw Hiantee " katanya. "Angin apa hari ini meniupmu datang kemari ?" Wakil itu bersenyum. "Kesatu memang aku hendak berkunjung kepada tayjin, dan kedua sekalian untuk menyampaikan berita " sahutnya. Tak senang Hoei Giok akan melihat sinar mata sebawahan itu. sinarmata yang tajam dan mengandung arti. "Kabar apakah itu, hiantee ?" ia tanya. Terpaksa ia mesti berlaku sabar dan ramah tamah. "Hiantee sampai datang sendiri, mestinya itu kabar penting." Ia pun mempersilahkan tetamunya duduk. "Sebenarnya bukan kabar penting sekali." kata Bouw sin Gan bersenyum. "Pasti tayjin sendiri telah mengetahuinya. Aku mendengar kabar orang yang mencuri cangkir kemalu sudah berada didalam wilayah Tiong- cioe." Hoei Giok mengasi lihat roman heran, tetapi ia berkata tenang: "Bangsat itu sudah berada diwilayah Shoa-say, dia merupakan seperti kura-kura didalam keranjang, maka juga tinggal tunggu waktunya saja untuk dicekuk. Terima kasih untuk perhatian hiantee ini." Bouw Sin Gan mengasi lihat roman heran"Katanya orang she Lie itu liehay luar biasa," katanya, " karena itu jikalau tayjin tidak pergi sendiri kesana, dikuatir dia nanti dapat meloloskan diri. Umpama kata tayjin rak suka berlalu seorang diri dari kota raja, biarlah sebawahanmu ini menggantikannya." "Tak usah, tayjin," sahut Hoei Giok. "Lagi sepuluh hari aku akan berangkat sendiri kesana. Kali ini aku telah mengatur sangat sempurna maka itu aku percaya aku tidak bakal gagal." "Jikalau begitu, baiklah aku nanti menanti kabar baik saja" kata sebawahan itu, yang tertawa. Hanya kemudian matanya segera bercahaya. Dia kata: "Barusan sebawahanmu melihat seekor kuda tunggang dipekarangan luar kuda itu bermandikan keringat rupanya dia habis melakukan perjalanan yang jauh ribuan lie. Kalau ada kudanya, mesti ada majikannya, dari itu dapatkah sebawahanmu bertemu dengan penunggang kuda ini." Liang Ho si Giok tertawa lebar. "Bouw Hiantee, kali ini kau keliru melihat" katanya, " itulah putera kedua dari Lie slangsie yang menunggang kuda datang kemari. Lie Kongcoe belajar silat baru beberapa jurus dibawah pimpinanku. Rupanya Hiantee menyangka dialah salah seorang Rimba Persilatan yang kenamaan-" Sin Gan melengak. Terang dia heran"Apakah dia Lie Jie-kong-coe yang telah memukul sampai mati kepada puteranya Toan Kwee?" tanyanya. "Sebelum dia buron, dua kali pernah aku bertemu dengannya. Kenapa taditadinya aku tidak pernah dengar tayjin menyebutkan bahwa ia telah belajar silat dibawah pimpinan tayjin?" Hoei Giok tertawa. "Setelah peristiwa terjadi, pemerintah gusar sekali." kata dia, "karena Lie Tayjin bertanggung jawab terhadap tingkah laku putera nya, dia hilang pangkatnya dan menanti hukuman maka itu tak lah heran jikalau aku si orang she Liong tidak berani banyak omong pasti aku bakal terembet- rembet apabila pemerintah agung mengetahui Lie kongcoe menjadi muridku. Baru sekarang muridku itu pulang menjengukku, gurunya yang tidak punya guna." Sin Gan lantas dapat menenangkan diri. "Kenapa tayjin tidak mengundangnya keluar untuk bertemu denganku?" tanya dia. Habis Sin Gan berkata begitu atau dari dalam ia melihat munculnya seorang pemuda yang tampan dan halus gerakgeriknya sembari bersenyum pemuda itu kata: "Bouw Tayjin tetap gagah seperti sediakala Pasti tayjin berbahagia sekali Tidaklah demikian dengan aku yang rendah yang merasa beruntung sekarang dapat pulang ke rumah dan sekarang ini pun bertemu dengan tayjin." Mata Sin Gan bersinar tajam memandang pemuda itu. "Terima kasih, kongcoe baik sekali kata-katamu itu katanya" bersenyum. "Aku bagaimana tahun dulu itu aku bertemu dengan kongcoe didalam pertemuan bersama-sama empat kongcoe lainnya, bagaimana kamu telah merundingkan soal soal ilmu surat dan ilmu silat tentang seni lukis dan lainnya cuma kongcoe sendiri yang berdiam saja, baru sekarang aku mendapat tahu bahwa kongcoe seorang pandai yang pandai juga membawa diri." Tiong Hoa tertawa. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Aku yang muda cuma belajar beberapa jurus saja kulitnya ilmu silat," kata ia merendah. "Maka tentang aku tak dapat dibilang bahwa aku pandai menyimpan kepandaian..." Bouw Sin Gan menggeleng kepala. "Liong Tayjin lihay sekali, maka itu mestilah kongcoe tepat seperti pembilangan bahwa dibawah pimpinan guru yang pandai mesti ada murid yang pandai juga" kata ia. "Kongcoe ingin aku membesarkan nyali meminta kau memberi petunjuk barang dua jurus padaku." Lie Tiong Hoa menduga orang tentu mencurigai ia sebagai Lie Cie Tiong. maka itu sengaja dia mengasi lihat roman bingung, Kata ia: "Maaf, tayjin- Mana berani aku main-main dengan tayjin seorang jago Rimba persilatan yang berkenamaan" Aku ini orang macam apakah?" Sin Gan mengasi lihat roman sungguh-sungguh. "Apakah kongcoe tidak memandang mata kepadaku si orang she Bouw maka kongcoe tak sudi memberi petunjuk?" kata dia. Tiong Hoa menggeleng dengan sikap serba salah. Liong Hoei Giok tersenyum, ia telah membaca kecurigaan orang. ia lantas mengusap jenggotnya dan kata pada Tiong Hoa: "Bouw Tayjin jujur-dan polos, apa yang dia kata mesti terjadi. Karena dalam ilmu silat Bouw Tayjin ada diatasku, tentu sekali tayjin akan dapat memberi petunjuk-petunjuk yarg berfaedah kepadamu. Lie Kongcoe, baiklah kau temani Bouw Tayjin main-main buat beberapa jurus. Jikalau kau roboh ditangan Bouw Tayjin, kau tak usah malu" Tiong Hoa kelihatan terpikir, terus ia tertawa. "Kalau begitu baiklah, aku menurut perintah," katanya . "cuma aku minta sukalah tayjin berlaku baik hati terhadapku." "Itulah tentu, kongeoe" kata sin Gan cepat. "biar bagaimana aku Bouw sin Gan tidak nanti berani mengganggu sekalipun selembar rambut kongcoe." Tiong Hoa tertawa. Sambil menggulung tangan bajunya, ia terus bertindak keluar. Bouw Sin Gan bersama Liong- Hoei Glak. lantas mengikuti. Segera juga keduanya sudah berdiri berhadapan- Tiong Hoa bersikap dengan tangan kanan didepan dada dan tangan kirinya menunjuki dua jerijinya. itulah sikap "Tiauw-Gak Kwie Goan" dari partai Thay Kek Pay, partainya Liong Hoei Giok. Melihat itu. Bouw Sin Gan terkejut di-dalam hatinya. Pikirnya: "Liong Hoei Giok ahli Thay Kek ciang, kalau begitu mungkin benar pemuda ini mendapat pelajaran dari ianya." Meski demikian, ia mengulapkan tangan kanannya sembarangan saja seraya berkata: "Kongeoe, silahkan mulai" "Maaf" kata Tiong Hoa, sedang didalam hatinya ia mengejek. Segera tangan kanannya diputar balik sedang tangan kirinya menyerang dengan totokan kejalan darah hokkiat. cepat serangan itu, yang anginnya pun tajam. Jilid 30 : Menyerbu istana Pangeran Ho-sek (MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 11) Sin Gan kaget, inilah ia tidak sangka, la lantas bertindak cepat sekali. Ia berkelit seraya mementang kedua tangannya. Tiong Hoa menyerang pula, ketika inipun gagal, ia menyerang untuk ketiga kalinya, ia mendesak hingga pahlawan istana itu mesti terus main menyingkirkan diri. Luar biasa serangan si anak muda. Tangan kanannya tetap tak bergerak. tangan kanan itu tetap menutup diri, adalah tangan kiri- nya, dengan jerijinya, yang menotok saling-susul itu. Dan memang benar, ia selalu bersilat dengan ilmu silat Thay Kek Pay. Yang aneh ialah kegesitannyaitu. Liong Hoei Giok menyaksikan dengan perasaan sangat puas. Ia memuji didalam hatinya: "Tak kecewa dia menjadi seorang jago muda, sekalipun ilmu silat partaiku dia dapat menelad dengan baik sekali." Sin Gan membuka lebar matanya, ia mulai mengerahkan tenaganya. Tidak dapat ia main acuh tak acuh lagi. Sekarang ia, mulai membalas menyerang, dari perlahan rampai jadi cepat, dari kendor hingga menjadi keras. Tiong Hoa berlaku gesit dan lincah. Ujung bajunya memain berkibaran. Jangan kata tubuhnya, bajunya pun tak dapat disentuh Bouw Sin Gan, hingga akhirnya dia ini menjadi mendongkol dan kata dalam hatinya saking dengki: Mana dapat aku membiarkan bocah ini mengangkat nama" Karenanya dia tertawa lebar dan kata dengan mendadak: "Kongcoe, sambutlah tanganku" Dan tangan kanannya terus meluncur dengan tenaga tujuh bagianTiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tiong Hoa menyambut serangan itu dengan nadanya dibikin kosong dan tangan kanannya memapaki, dengan begitu kedua tangan mereka beradu keras. Kesudahannya itu yalah tubuh Bouw Sin Gan limbung sedang si anak muda terhuyung mundur tiga tindak. mukanya merah dan napasnya memburu. Mulanya Hoei Giok kaget, habisnya ia tertawa dalam hatinya: "Sungguh cerdik Lie Kongcoe, Dia dapat bersandiwara sempurna sekali. Jikalau aku bukannya telah mengenal dia, pasti aku pun kena diabui..." Sin Gan berkata cepat: "Aku kesalahan menggunai tenagaku terlalu keras Apakah kongcoe terluka?" Hoei Giok tertawa. "Oh. tidak. tidak." sahut si anak muda dengan air muka jengah. Sin Gan berpaling pada tuan rumah. "Lie Kongcoe berlebihan kegesitanny a," kata dia tertawa. "cuma latihan tenaganya yang masih kurang. Tapi dia masih muda sekali dia sudah memiliki kepandaiannya ini, dia tak dapat dicela." "Kau telah membikin kaget Lie Kongcoe Bouw Hian-tee" katanya. "Maka itu besok malam kau harus didenda dengan sebuah pesta." "Itulah pasti" sahut Sin Gan, juga tertawa. Dia berhenti sejenak, untuk terus menambahkan- "Besok aku akan menantikan kongcoe serta tayjin dirumah makan Lioe Hiang Kie" Tiong Hoa berniat mencegah tetapi Liong Hoei Giok telah mendahului ia dengan memberikan jawabannya: "Apakah cuma kami berdua" Selayaknya diundang terlebih banyak tetamu lainnya" Sin Gan pun menyahut cepat: "Aku gemar keramaian, maka tak usahlah tayjin memesan lagi, pasti aku akan membuat tayjin puas" Demikian ujian disudahi, lalu mereka kembali kedalam untuk duduk memasang omong sambil minum teh. Tapi Bouw Sin Gan tidak berdiam lama, ia lantas berbangkit untuk pamitan- Begitu mengantarkan tetamunya pergi, Hoei Giok berbisik pada sipemuda: "Aku tanggung besok malam dia bakal roboh dalam perangkapku" Dengan berbisik juga. Ia menjelaskan tipu dayanya. Tiong Hoa mengerti, ia bersenyum. Hoei Giok mengurut kumisnya, ia bersenyum seraya berkata pula: "Dengan siasat demikian rupa, kongcoe akan berhasil membawanya ke Tay In San supaya Kang Ban ceng dapat mencari balas dengan membunuh musuh dengan tangannya sendiri. Dengan begitu juga setan sekalipun tak akan mengetahui perbuatan kita." "Dasar Tayjin pintar, aku kalah" kata si anak muda dengan pujiannya. "Sekarang silahkan kongcoe pulang," kata Hoei Giok kemudian- "Ayah kongcoe sangat rindu kepada kongcoe. Aku pun harus menghadap Pangeran Tokeh. Tentang kembalinja cangkir kemala sedikitnya selama dua tiga hari ini belum boleh ada yang mengetahui." Tiong Hoa menurut, maka ia pamitan, dengan duduk kudanya perlahan-lahan ia menuju kegang Kim Hie Ho tong. Malam itu rembulan jernih sekali, jalan besar terang. Disana kaki kudanya si anak muda terdengar bertindak nyata. Tapi anak muda itu berjalan pulang dengan hati tidak tenteram. Ia percaya dirumahnva ia bakal disambut dengan wajah yang dingin yang ia paling jemu melihatnya yang toh ia mesti menemuinya ... Hanya sejenak itu, buat kesekian kalinya Tiong Hoa membayangi saat dia buron karena ia kesalahan membinasakan Goei Loo-hoeeoe, si pemegang kas. hingga dia membayangi juga seperti setannya pemegang kas itu datang menagih jiwa padanya. Tepat ia menghela napas karena berdukanya. Tiong Hoa sampai dirumahnya didepan pintu sekali. Pintu rumah bercat merah dengan gelangnya dari kuningan- Dikiri dan kanan- ada singanya yang terbuat dari batu. la mengawasi pintu dan singa-singaan itu, otaknya memikir mengingat-ingat. Ia duduk bercokol diatas kudanya. Selang sesaat barulah ia turun dengan perlahan dari pelananya. Ia menghampirkan pintu untuk mengetuknya dua kali. Justeru itu di pojok samping berkelebat dua bayangan orang yang lantas lenyap. Ia terkejut. Ketika itu ia mendengar suara kentongan si orang ronda. Itu waktu sudah jam tiga. Karena, heran- ia kata: "Sudah malam begini didalam kota ini masih ada orang Kang ouw berkeliaran entah mereka itu bermusuhan dengan keluarga mana.." Meski begitu ia tak memikir usilan- la hanya heran ia tidak mendapat jawaban- la mengetuk pula beberapa kali dengan terlebih keras. Dengan mendadak dari dalam terdengai suara jawaban yang berat: "Siapa itu diluar." Kenapa tengah malam buta rata mengganggu ketenteraman orang?" Si anak muda melengak herannya bukan main"Apakah Lie Hok sudah menutup mata?" pikirnya. Lie Hok itu bujang tua yang bertugas menjaga pintu. Kenapa sudah tukar pengawal pintu" la merasa tidak puas. Ia paling benci orang tukang bermuka muka. "Aku" ia menjawab, suaranya kaku. Tak-biasa ia tak mengutarakan kemendongkolan-nya. Ia menjawab sambil mengangkat kepalanya. Ketika itu sinar matanya bentrok dengan sinar sepasang mata tajam diatas tembok. Ia jadi semakin heran. Dari dalam lantas terdengar suara kasar: Aku memang tahu itulah kau Memangnya kau bukannya si anak haram?" Berbareng dengan itu daun pintu lantas terbuka dengan cara mendadak. dari sebelah dalam terlihat keluarnya dengan cepat seorang yang bertubuh besar dan kekar. Tiong Hoa gusar sekali, maka ia menyambut dengan tangan kanannya. Satu suara nyaring lantas terdengar, pipi kiri orang itu berkenalan keras dengan telapak tangan si pemuda hingga dia terpelanting dan matanya kabur. Dia kaget dan merasa sangat nyeri dan panas. Karena itu. ketika dia sudah dapat berdiri tegaki dia lompat maju sambil menyerang dengan jurusnya Jit Goat Jip Hoay atau Merangkul mata hari dan rembulan- Hebat serangan dua buah tangannya itu. Tiong Hoa menyambut dengan tangan kanan. ia menangkap tangan kiri orang, terus ia memencet jalan darah wan- hok, sedang tangan kirinya menangkis menyentil tangan kanan orang itu. Dia itu kesakitan, dia menjerit. "Manusia kurang ajar" membentak Tiong Hoa, yang terus menolak seraya melepaskan cekalannya, hingga orang terpelanting roboh dengan pingsanMenyusul itu, dari atas tembok terlihat empat bayangan orang berlompat turun, satu diantaranya berkata dingin: "Tuan kau, liehay sekali, akan tetapi didepan gedung Siang sie-hoe kau bertingkah, kau cari mampusmu sendiri" Tiong Hoa berlaku sabar, ia mengawasi keempat orang itu. la mendapatkan orang semua berseragam seperti centeng, sedang yang berbicara itu berumur empatpuluh lebih, romannya garang. "Apakah kamu tidak dengar, mulut dia ini tidak bersih?" ia balik menegur. "Apakah dia tak pantas dihajar adat?" "Meski benar dia bermulut kotor," kata orang itu, yang tertawa dingin, tetapi kau tuan, tengah malam begini kau menggedor pintu, mau apakah kau" Sekarang aku minta kau suka memberitahukan she dan namamu serta asal-usulmu juga." suara itu berubah sedikit tetapi nadanya tetap dingin. Tiong Hoa bersenyum. "Tentang asal-usulku, sebentar kau akan ketahui sendiri" ia jawab. Ia lantas bertindak. untuk terus masuk kedalam. "He, kau berani lancang masuk?" orang itu membentak. Tiong Hoa tidak menghiraukan teguran, tetapi ia melihat pundak orang terangkat. Ia tahu orang hendak menyerang padanya. maka ia menggeser tubuhnya. Dengan tangan kanannya ia memapas, guna menyambuti tangan orang itu. Orang itu terkejut. Dengan cepat dia mengasi turun tangan, untuk menyingkir dari tabasan- Sebaliknya dengan tangan kirinya dia menyerang pula. Tiong Hoa heran- orang itu bukan sembarang orang. Keempat kawannya orang itu nampak sudah siap sedia untuk turut turun tangan- Karena ia mau menyangka mereka menjadi centeng ayahnya, ia tidak mau berlaku keras, habis menangkis ia mendesak. Kata ia bengis: " Kalau kau berani main bokong pula, jangan kau menyesal siauwya kamu, bakal menghukum kamu" Mendengar demikian, orang itu berlompat Mundur. Tiong Hoa melihat dia mengawasi seorang yang bertubuh kurus dan jangkung yang tak ketahuan lagi kapan dan dari mana datangnya. Dia itu tahu-tahu berada didepan tiga orang lainnya. Dia memiliki sepasang mata tajam. dia bersenyum tapi bersenyum bengis, kulit mukanya putih pucat dan dingin. "Ah, jangan-jangan dialah orangnya Sin Gan yang diperintah mengawasi pulang ku ..." akhirnya Tiong Hoa pikir, ia mulai bercuriga. ia bersyukur barusan ia bersilat dengan ilmu silat Thay Kek Pay. hingga ia tak usah kuatir rahasianya pecah. Orang jangkung kurus itu mengawasi tajam, mendadak dia berlompat mundur. untuk naik keatas genteng, hingga dilain saat dia sudah lantas lenyap. Ketika itu orang yang semaput sudah mendusin sendirinya, ia bangun berdiri, ia menjublak mengawasi kawan-kawannya. Hingga mereka jadi saling memandang tak hentinya. Selagi kedua pihak berdiri diam itu. hingga suasana Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menjadi sunyi tetapi tegang, dari dalam terlihat seorang yang melongok diantara sela pintu. Dengan mata kesap-kesip. dia mengawasi si anak muda, akan akhirnya dengan mendadak dia memanggil dengan berseru: "oh, Jie siauwya pulang" Lantas dia lari keluar, untuk merumuni si anak muda, guna menyambar tangannya. Dia tak sempat bicara lebih jauh, karena dengan tubuh menggigil, dia lantas menangis terisakisak. Kejadian itu membikin tercengang, para centeng itu, mereka kaget dan bingung hingga kembali mereka saling mengawasi dengan menjublak -saja. ooooo BAB 1 TIONG HOA terharu menyaksikan lagaknya hamba tua yang setia itu, Memangnya, dengan budak itu, ia erat sekali pergaulannya, hingga mereka mirip ayah dan anak. Didalam gedung itu cuma Lie Hok yang paling menghormati dan memperlakukannya dengan telaten-sekarang terbukti tegas kesetiaannya budak itu. Lama majikan muda ini berdiam saja, lalu ia tertawa. "Lie Hok" "katanya. "Aku pulang. sudah selayaknya kau bergirang Kenapa kau justeru menangis?" Lie Hok mengangkat kepalanya, ia menyusut air matanya. Ia tertawa. "Ooh Jie-siauwya," katanya, masih ia terharu. "Hambamu melihat Jie-siauwya pulang, bagaimana aku tidak menjadi terharu saking girang" Siauwya kabur, Looya telah masuk penjara dan hujin mendapat sakit mengeluarkan darah karena mana ia menutup mata. sekarang siauwya pulang, kami girang sekali." Tiong Hoa mengerutkan alis. "Apakah sekarang Looya sudah tidur?" ia tanya. "Kalau sudah, jangan kau ganggu, biar besok saja aku menemuinya." "Nanti hamba melihat" kata budak tua itu, yang segera lari kedalam. Tiong Hoa mengawasi tubuh orang yang sudah loyo itu, kemudian dengan sikapnya tenang, ia memandang semua Kedele Maut 5 Wiro Sableng 130 Meraga Sukma Mentari Senja 1

Cari Blog Ini