Ceritasilat Novel Online

Bujukan Gambar Lukisan 17

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 17 centeng yang masih berdiri diam. "Siapa tidak bersalah tidak berdosa." ia bersenyum. "silahkan kamu kembali ke tempat kamu masing-masing," Tapi lekas dia menambahkan dengan suara dalam: " Dulu-dulu ayahku biasa tidak mempekerjakan centeng, apakah mungkin setelah ayahku itu naik pangkat lantas ternyata atau ada tanda tandanya ada orang yang hendak mencelakainya" Tadi orang jangkung kurus itu muncul dengan tiba-tiba, lantas dia pergi pula dengan lagak hantunya, apakah ada diantara tuantuan yang mengenal dan mengetahui asal-usulnya?" Beberapa boesoe itu berlega hati mendengar majikan muda ini tidak akan menarik panjang mengenai sikap mereka barusan, lalu yang satunya yang berusia empatpuluh lebih, merangkap kedua tangannya dan berkata sambil tertawa: "Kami berterima kasih untuk kemurahan hati kongcoe. Aku Oey Oe Lim, dengan sebenarnya kami tidak ketahui kongcoe pulang, karena itu kami minta sukalah kongcoe memberi maaf" Sambil berkata begitu, centeng ini mengedipi mata. Tiong Hoa mengerti orang kuatir nanti ada lain orang yang mendengar keterangannya, maka ia tertawa nyaring dan kata: "Sudah, jangan kamu menggunai banyak aturan. Mari, mari kita masuk kedalam" "Baik, kongcoe." kata Oey Oe Lim. Ia memberi perintah akan kawan-kawannya tetap melakukan penjagaan, ia sendiri ikut majikannya itu masuk kepedalaman-Tiba didalam, didalam kamar rahasia, Oey Oe Lim lantas menutur jelas segala apa. Soal mengenai juga raja. Raja lagi sakit dan mesti berdiam di atas pembaringan naga. Pemerintahan telah diwakilkan kepada putera mahkota dengan dia dibantu dua menteri besar. Apa mau kedua menteri itu tak akur satu dengan lain mereka berdaya memperbesar pengaruh masing-masing. Untuk itu mereka sama-sama main komplotan- Guna saling menjatuhkan, mereka mencari setiap ketika. Merekapun memelihara pahlawan-pahlawan, guna melakukan pembunuhan-pembunuhan secara menggelap. Dengan begitu, kedua pihak tak dapat tidur tenang. Putera mahkota mengetahui itu, dia senang. Dia malah menggunai mereka itu sebagai daya untuk memegang kekal pengaruh dan kekuasaannya. Celakanya kedua pihak menteri pada mencari dan memakai pahlawan pahlawan yang lihay. Semua hal itu diketahui baik oleh Oey Oe Lim. Karena itu, kata nya Lie Siangsie pun membutuhkan centeng. Tiong Hoa lantas mengerti keadaan" Dengan begitu ayahku pasti mengikuti salah satu pihak." kata ia. " orang barusan tentu orangnya pihak sana. ini dia yang dibilang menemani raja seperti menemani harimau. setiap hari ada bahaya yang mengancam. Dari pada menemani mereka itu lebih baik ayahku mengundurkan diri saja, untuk hidup aman dan damai ditempat sepi, guna menjaga keselamatan dirinya..." "Cuma ada beberapa orang saja yang dapat berpikir jelas seperti kau, kongcoe," kata Oey Lim. "Mengenai Looya, tepat apa yang pepatah bilang, mudah naiknya sukar turunnya. Demikian juga kami bangsa Rimba Persilatan, kami siap menerima kebinasaan tetapi tak sudi kami terhina" Tiong Hoa ketarik hati. Boesoe ini beda daripada orang Kang ouw biasa, "Soehoe dari partai mana?" katanya. "Sudikah soehoe memberitahukannya?" "Aku yang rendah dari Koen Loen Pay," Oei Lim menjawab. Ketika itu Tiong Hoa mendengar tindakan kaki cepat serta suara napas memburu bercampur batuk-batuk. la menduga kepada ayahnya. Ketika ia menoleh, Lie Hok membuka pintu seraya berkata: " Looya datang" Benarlah di ambang pintu muncul Lie Siang si dengan romannya yang keren-Tiong Hoa berlompat maju, untuk terus menekuk lutut. "Ayah, anakmu ynng tak berbakti pulang" kata dia. "Sudah lama anakmu tak dapat menemani ayah, apakah ayah baikbaik saja?" Tanpa terasa ia menangis. Lie Siang-sie menyayangi anaknya, ia terharu sekali. Dengan sikap sangat menyayangi, ia memimpin bangun puteranya itu. "Bangun anak Hoa. katanya sabar. "Tentang kau telah aku dengar dari Liong Tayjin-Apakah kau sudah menikah." Tiong Hoa berbangkit. "Mana dapat anak menikah tanpa setahu dan perkenan ayah lagi." sahutnya."Sekarang ini mereka itu masih berkumpul di Kang-lam. Nanti saja anakmu memanggil mereka datang kemari.... " Lie Siang-sie tertawa. "Kau sudah dewasa, tak nanti ayahmu menegurmu" katanya. "Anak. mari kita pergi ke kamar tulis.." Tiong Hoa menurut, maka dengan berendeng bersama ayahnya itu, ia pergi ke kamar yang disebut itu dimana mereka dapat berbicara banyak. ooooo Di selatanjembatan Thian Ki ada sebuah rumah makan yang memakai merek Kim Kok Wan-artinya Taman Lembah Emas. Rumah makan itu nampak seperti gedung nya seorang saudagar hartawan- Ada pintu nya model rembulanSuasananya pun tenang dipekarangan dalamnya ditanamkan banyak pohon bunga. Pintunya semua merah. Di dalam juga ada lorong-lorong yang berliku-liku, ada jembatan kecilnya. Disitu biasa ada perjamuan hartawan-hartawan besar atau pembesar-pembesar tinggi. Demikian malam itu jam dua. bagian luar dari Kim Kok Wan terjaga oleh dua orang sie-wie atau pahlawan yang bergegaman golok, yang sikapnya angker, Dari dalam terlihat sorot api terang-terang. Dari dalam juga terdengar suara tetabuan yang merdu. Ketika itu Lie Tiong Hoa dengan menunggang kuda, lagi berjalan menuju kerumah makan yang tersohor itu. Ia tak kesusu. Jalanan pun penuh dengan banyak orang lainnya, ia mentaati siasat yang diatur Liong-Hoei Giok. Ia tahu ia lagi mendatangi tempat yang penuh ancaman bahaya akan tetapi ia tenang-tenang saja, bahkan dapat bersenyum perlahanDidalam Kim Kok Wan ada sebuah ranggon yang letaknya ditengah pengempang. Ruang luas. Disitu telah disediakan beberapa puluh buah meja perjamuan- orang telah berkumpul, ramai suara mereka. Diantaranya ada yang tertawa lebar. Diantara mereka pula terdengar sejumlah tukang nyanyi yang merawankan hati para tetamu dengan kelakuan mereka yang halus, dengan memperlihatkan senyuman mereka yang manis-manis atau suara mereka yang merdu Tuan rumah, Liong Hoei Giok nampak gembira sekali. Dia tertawa nyaring dan berkata-kata dengan ramah-tamah. Kalau mulanya para tetamu dapat mengekang diri kemudian mereka menjadi bebas merdeka. Pengaruh air kata-kata membantu kebebasan mereka itu. Mereka minum dan dahar dan bicara tanpa ragu-ragu lagi. Sinona-nona manis membuat lupa segala apa. Liong Hoei Giok telah memanggil nona-nona bunga latar yang paling terkenal untuk kota Yan-khia dan Bouw Sin Gan si setan paras elok segera memilih satu yang tercantik yang ia kangkangi. Sembari dilayani, dengan tangan kirinya sabansaban ia merabah-rabah tubuhnya sinona. Hoei Yan- si Walet Terbang, adalah si cantik itu. Ia memang melebihkan yang lain-lainnya. Sudah begitu ia telah dipesan Hoei Giok untuk melayani sungguh-sungguh pada Sin Gan ia lantas saja memperlihatkan kepandaiannya memelet laki-laki. Hoei Giok yang memasang mata, girang sekali. "Sang maut lagi menantikanmu, kau tidak tahu..." katanya dalam hati. Diam-diam ia tertawa sendirinya. Secara manja Hoei Yan duduk diatas pangkuan Sin Gan, tubuhnya nempel pada dada orang. Tepat pada saatnya, Hoei Giok menghampirkan sebawahannya yang berpengaruh itu. yang ia malui. Ia berbisik : "Lie Kongcoe pergi ke gunung See-san untuk menjenguk kuburan ibunya, buat bersembahyang, sekarang dia tentu dalam perjalanan pulang, jadi masih ada tempo setengah jam, andaikata hiantee tak sabar menantikan, silahkan beristirahat dulu. Diruang timur itu telah tersedia sebuah kamar, hiantee boleh pergi kesana bersama Hoei Yan- sebentar baru hiantee keluar pula bertemu dengan Lie Kongcoe" "Tak usah. tak usah." kata Sin Gan menahan harga. "Hiantee, lihatlah lagaknya para tetamu itu." ia berbisik. jadi kau bukan bersendirian saja." "Tuan rumah berada disampingnya. Sin Gan tak melihat muka orang, ia sebaliknya dia memandang semua tetamu. Hoei Giok sudah mengatur sempurna, maka itu Sin Gan bisa melihat beberapa tetamu, dengan merangkul masing-masing seorang nona manis. berjalan menuju keruang timur yang disebutkan itu. Mendadak tetamu agung ini tertawa, segera ia berlompat bangun- "Kalau begitu, maafkan aku" katanya, la terus memondong Hoei Yan buat dibawa keruang timur itu. Hoei Giok mengawasi orang berlalu, wajahnya tersungging senyuman- Ketika sang rembulan berada ditengah-tengah langit, pengawal pintu mengabarkan tibanya Lie Kongcoe. Hoei Giok segera mengajak sejumlah tetamunya pergi keluar untuk menyambut. Selagi berjabatan tangan, Tiong Hoa merasa Hoei Giok menyesapkan sesuatu ke-dalam telapakan tangannya, ia menyambut dengan baik sekali, hingga tidak ada orang yang melihatnya. Mereka mesti berlaku waspada sebab disitu ada terdapat banyak orang nya Sin Gan. Ketika keduanya berjalan masuk sambil berendeng. Hoei Giok berkata perlahan sekali "Siauwhiap mesti simpan obat itu disela-sela kuku, sebentar selagi memberi selamat pada Sin Gan, kau sentilkan masuk kedalam araknya. Selanjutnya serahkan segala apa pada aku si orang tua." Tiong Hoa mengangguk perlahan tanda mengerti. Ia bertindak terus keranggon air. Ia menjadi tetamu yang utama, dia mesti menemui semua tetamu lainnya. Bouw Sin Gan telah diwartakan atas tibanya Lie Kongcoe. dia keluar dari kamarnya dengan tersipu-sipu hingga tak keburu dia merapihkan pakaiannya. Dia tidak melupakan Hoei Yan, dia bertindak cepat dengan menarik sinona manis. Melihat sianak muda dia tertawa bergelak. "Maaf, kongcoe" "katanya. "Kongcoe datang, aku ayal menyambut" "Aku minta Tayjin tidak mengucap demikian," berkata Tiong Hoa sambil bersenyum "Aku yang rendah yang datang terlambat, seharusnya akulah yang meminta maaf. Pantasnya aku mesti didenda dengan tiga cawan arak" Tanpa menanti suaranya Sin Gan. Tiong Hoa mengiringi tiga cawan- Ia pun memberi selamat kepada Liong Hoei Giok. Kemudian dengan serempak ia memberi hormat pada hadirin semuanya. Ketika tiba pada Sin Gan, tiga buah jerijinya memegang cawan araknya jago itu. Dengan tangan kanan, yang mencekal poci arak, ia menuang arak. Secara begitu, dengan tak diketahui siapa juga, ujung jeriji tengahnya masuk kedalam cawan arak itu. "Inilah kehormatan besar, tak berani aku terima" kata Sin Gan, wakil pemimpin untuk menyambuti cawan arak itu. "Biarlah aku sendiri yang menuang." Karena mereka berebut memegang cawan, araknya bergoncang, arak itu kena membasahkan jerijinya Tiong Hoa. Itu artinya obat telah terendam dan lumer semuanya. Tiong Hoa mengeringi araknya, juga Sin Gan. Ia ini minum tanpa curiga. Arak itu tak memberi rasa yang berlainan. Setelah itu, Tiong Hoa masih menemui lain-lain tetamu. Perjamuan berjalan dengan sangat memuaskan semua tetamu. Mereka bubar sesudah jauh malam. Rata-rata mereka sinting. Besoknya pagi, seperti biasa, Bouw Sin Gan pergi ke istana untuk melakukan tugasnya. Tidak lama, mendadak ia merasai sekujur tubuhnya dingin. Ia seperti tak sadarkan diri. Semua orang kebiri heran- tabib istana lantas diundang dan dimintai pertolongannya. Habis memeriksa nadi, tabib menggelenggeleng kepala. "Aku kuatir tak ada obat untuk menolongi Bouw Tayjin." katanya. "Tadi malam dia pelesiran melewati batas, sudah itu dia terkena angin dingin yang jahat. Baik lekas dia diantar pulang..." Semua orang bingung. Dengan sebuah kereta. Sin Gan lantas dibawa pulang. Sampai dirumah, tetap dia tidak dapat mengucap sepatah kata, dia terus tak sadarkan diri. Semua sebawahan Sin Gan percaya pemimpin ini terkena angin jahat. Hoei Yan pun menjelaskan tadi malam ia dipaksa untuk menemani pelesiran terus menerus. Keluarga Bouw menjadi bingung. Tabib-tabib terpandai didalam kota raja diundang tetapi tak ada satu yang dapat menolong, semua berlalu dengan menggeleng kepala, tidak ada yang berani memberikan surat obat. "Sakitnya Sin Gan membikin bingung semua sebawahannya. Sin Gun menjadi wakil Hoei Giok tetapi orangorang sebawahannya sendiri berkomplot, semua tunduk kepadanya sendiri. Rombongan itu tak tunduk kepada Hoei Giok. Mereka bingung sebab tanpa pengganti, mereka bakal terjatuh dibawah perintah langsung dari Hoei Giok. Dari itu mereka memikir jalan untuk minta raja lekas-lekas mengangkat seorang pengganti. Buat ini mereka mesti minta pertolongan majikan mereka. Tapi mereka terlambat. Ketika mereka pergi pada pangeran yang menjadi majikan itu, mereka sudah dilombai Pangeran Tokeh, yang dengan sebat sudah mengajukan sie-wie kelas satu Kim-Ko Sin-Hoe Ie cin menjadi penggantinja Sin Gan itu. Dengan lesu mereka pada berjalan pulang. Ie cin menjadi salah satu sie wie yang turut Liong Hoei Giok mencari cangkir kemala coei-in-pwee, karena itu dia dianggap berjasa, dengan begitu jasanya itu memudahkan kenaikan pangkatnya itu. Benar saja, belum lewat jam bie-sie, lohor Bouw Sin Gan Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo yang terus tak sadarkan diri itu sudah menarik napasnya yang terakhir. Kemudian datang pemimpin orang kebiri dari istana, yang menyampaikan putusan apa dengan apa Bouw Sin Gan diijinkan di kubur disuatu bagian dari See San gunung barat. Hari kuburnya juga ditetapkan sekalian- Dengan begitu nampaknya Sin Gan diberi kehormatan-Sebenarnya semua ini usahanya Pangeran Tokeh. Semua sebawahan Sin Gan tetap curiga akan tetapi mereka tidak berdaya. Tak dapat mereka menuntut. Semua tabib pandai, berikut tabib istana, menetapkan Sin Gan sakit karena terlalu banyak pelesiran- dengan wanita dan terkena angin jahat, sedang Hoei Yan telah memberikan kesaksiannya. ooooo Malam jernih sekali. Awan tak nampak. Si Puteri Malam berada ditengah tengah langit. cahayanya sangat permai. Dengan begitu maka bukit See San terlihat terang jelas. Bukit itu nampak sangat tenang. Untuk See Sansuasana malam itu mirip suasana tempat kediaman dewadewa. Diluar mana terlihat suatu tumpukan tanah tinggi. itulah sebuah kuburan baru, kuburannya Bouw Sin Gan- wakil pemimpin siewie didalam istana raja. Ketika itu mendadak diatas kuburan muncul seorang jangkung dan kurus, bajunya tertiup angin tak hentinya. Dia menoleh keempat penjuru, matanya memandang tajam. Kedua matanya itu bersinar bengis. Berdiri seorang diri itu. dia mirip hantu yang menakuti. Dialah Soetee, adik seperguruan, dari Bouw Sin Gan- Dialah Leng bin Jin Siauw soe Kiat si Kokok beluk Bermuka Manusia. Dialah si jangkung kurus yang Tiong Hoa lihat didepan gedungnya, yang telah lantas menghilang pula. Dia ini mencurigai kematian soe-hengnya si kakak seperguruan-dia menjadi penasaran-Walaupun dia tidak mempunyai bukti, dia masih mencoba bekerja terus untuk memecahkan rahasia kematiannya soeheng itu. Dia juga tidak puas pemerintah dengan cepat memilihkan tanggal penguburan serta menetapkan tempat kuburannya di See SanDari itu, dia kuatir nanti ada orang yang menculik mayatnya Sang suheng hal ihwal siapa dia kenal baik. Dia mencurigai pihaknya rombongan dari Tay in San musuhnya soe-heng itu. Dia-tahu untuk mencari balas, ada orang atau musuh yang merotani mayat musuhnya. Dia sampai mau menduga ada orang yang menyogok Pangeran Tokeh... Demikian guna melakukan penjagaan- Soe Kiat memimpin sejumlah sebawahannya Bouw sin Gan- Siang dan malam mereka, bersembuny disekitar kuburan Sin Gan guna memasang mata. Dia ingin membekuk si pencuri mayat, guna mengompes dan mengorek keterangan dari mulutnya. Dia harap dengan begitu juga, dia dapat mengorek rahasianya Liong Hoei Giok yang kedudukannya hendak diruntuhkanTengah Soe Kiat lagi memasang mata itu tiba-tiba telinganya mendengar suara tertawa dari arah rimba disampingnya. Dia pun melihat sesosok tubuh lewat berkelebat, lantas lenyap. Dia mengawasi pula kesekelilingnya, lalu dengan tertawa dingin dia kata seorang diri. "Tidak salah dugaanku" Dia menggunai akal memancing harimau turun dari gunung. Mana akalnya itu mempan" Lagi dua hari semua kawanku bakal tiba, maka itu waktu kau lihatlah, kita nanti main-main Aku mau lihat bagaimana kepandaianmu, kawanan tikus" Kembali Soe Kiat mendengar suara apa-apa. Kali ini nyaring. Dia menduga kepada senjata rahasia yang diarahkan kepadanya. Mendadak dia menjadi kaget. Hebat serangan gelap itu. Tahu-tahu dia merasai dadanya sesak. Dengan terpaksa dia mengegos. Lantas dia mendengar suara robek. itulah suara diujung bajunya, yang meninggalkan tiga lubang pecah. Saking kaget, mukanya menjadi pucat. Biasanya sangat sempurna pendengaranku atas serangan pelbagai senjata rahasia, dia berpikir. Biasanya aku bisa merasai senjata rahasia datang dalam-jarak sepuluh tombak disekitarku. Kenapa sekarang aku tidak melihat apa-apa" Mungkinkah serangan ini datangnya dari tempat yang sangat dekat" Dia melihat pula kesekitarnya. Tetap dia tidak melihat apa juga. Aku menempatkan orang diseputar sini, cuma orang bisa menyembunyikan dirinya?" dia tanya dirinya sendiri. Lantas dia mengawasi kerumput diatas tanah kuburan- Dia terkejut waktu dia melihat sepotong tang-chie, yaitu uang tembaga. Dia menjumput itu, sambil memungut, tubuhnya bergidik sendiri tanpa dia merasa. "Hebat penyerang ini." katanya didalam hati. "Kiranya dia menyerang aku dengan senjata rahasianya yang dapat berputaran, setelah senjata datang dekat baru aku mendengarnya. Siapa kurang gesit, dia bisa roboh...." Dia lantas menerka penyerangnya itu bayangan tadi, yang bersuara dan berkelebat disisi rimba. Maka dia lantas menoleh ke-arah timur, untuk mengasi dengar suaranya yang keras: "Ban Hiantee, tolong kau mengajak tiga saudara menggeledah rimba Siapa pun kamu ketemukan, bunuh saja, tanpa ampun lagi" Diantara sinar rembulan guram, kelihatan empat bayangan orang lari kedalam rimba. Soe Kiat sendiri, setelah bersangsi sebentar, lari juga kearah rimba. Gelap didalam itu. Baru ia melewati belasan tombak. ia mendengar tertawa dingin didepannya serta kata-kata ini: "Soe Kiat, kau membawa duapuluh tiga orang, kenapa tak semuanya kau ajak masuk kemari" Kalau kau binasa didalam rimba ini, kau pasti bakal kesepian." Seram suara itu, Soe Kiat bergidik sendirinya. "Kelihatannya dia telah ketahui segala tindakanku." kata ia dalam hati, ia lantas tertawa dingin dan kata: "sahabat, apakah kau orang dari Tay in San" Kau kejam sekali Bouw Sin Gan sudah mati, mustahil kau masih tak dapat melepaskan jenazahnya ?" Suara tertawa dingin itu terdengar pula, disusul katakatanya yang tak kalah seramnya: "Sahabat she Soe, kau salah menerka Bouw Sin Gan itu bangsa hina-dina. dia menjual majikannya untuk keuntungannya sendiri, orang semacam dia setiap orang ingin sekali mencambuki jenazahnya. Kasihan si tanah kuning, tanah itu sebenarnya tak dapat dipakai mengubur dia" Soe Kiat gusar, ia membentak: "Sahabat, kau terlalu Kenapa kau tidak mau perlihatkan dirimu " Kenapa kau berlaku bagaikan iblis " inikah lagaknya seorang gagah ?" Habis berkata, ia menyerang denganpukulan "Udara Kosong." Hebat serangan itu, tetapi yang kaget yalah Soe Kiat sendiri. Begitu ia menyerang, angin serangannya itu berbalik menolak tubuhnya, dan daun-daun yang rontok meluruk kepadanya. Tentu sekali ia pun menjadi gusar. "Sahabat she Soe, jangan tak sabaran- terdengar lagi suara tadi, yang tertawa dingin. "Tunggulah sampai tiba lengkap semua duapuluh tiga orangmu, sebentar aku akan perlihatkan diriku. Jangan kuatir, aku tak akan terlambat" Selagi suara orang mendengung, Soe Kiat melihat dua sosok tubuh berlompat turun, Tidak ayal lagi dia menyambut dengan serangannya. Dua orang itu roboh untuk tak berkutik pula. Dia menjadi heran, lalu kaget. Karena curiga, dia lompat maju, guna melihat tegas dua orang itu. Untuk kagetnya, dia mengenali dua konconya, yang sudah putus jiwa. Dia gusar bukan mainDari dalam rimba itu kembali terdengar tertawa dingin seperti tadi. Kembali menyusul beberapa sosok tubuh lompat keluar berjatuhan dengan suaranya yang berisik. Ketika tubuh yang berjatuhan ini berhenti, terus terdengar suara seram ini. "Sahabat she Soe, coba kau hitung Benar atau tidak jumlahnya tepat dua puluh tiga orang." Leng Bin Jin Siauw menyedot hawa dingin. Baru sekarang dia menginsafi yang dia terancam bahaya besar. Tidak disangka pihak musuh tak dikenal ini bersikap demikian ganas. Dalam gusarnya, dia lompat maju. "Kau kembali" demikian bentakan. Soe Kiat mendengarnya, kaget. Diluar keinginannya, tubuhnya tertolak balik. syukur ia tabah dan dia dapat berdiri dengan tegak. Tiba-tiba satu bayangan berkelebat, lalu dihadapannya terlihat berdiri satu orang yang jangkung yang berpakaian serba hitam, dua biji matanya bersorot tajam, menatap bengis kepadanya. Soe Kiat seorang jago tetapi toh hatinya gentar. Dia insaf bahwa dia mesti mengeluarkan semua tenaganya. Maka dia lantas menyerang dengan dua-dua tangannya, kesepuluh jerijinya yang kuat mencari daratan perut orang. orang itu membikin ciut dada dan perutnya, dengan begitu selamatlah dia. Soe Kiat kaget. Penyerangan gagal itu dapat mencelakai dirinya. Dengan sebat dia lompat kesamping guna menyingkir andai-kata musuh balas menyerang, ia memikir baik, dia bergerak dengan sebat, apa mau ada lain orang yang terlebih cerdas dan gesit. orang itu menyerang mengenai tepat pinggangnya hingga dia terhuyung. Dalam gusar dan penasaran, begitu dapat menahan diri, ia mengulangi serangannya. ia menjadi seperti kalap. ia mirip binatang mogok. "Sahabat she Soe, apa kau masih tidak mau menyerah?" lawan tak dikenal itu tanya. "Buat apa kau melawan terus?" ia menangkis dengan tangan kanannya, habis menangkis telapakannya diluncurkan terus, maka tepat dia kena menghajar dadanya orang she Soe itu. Soe Kiat menjerit, ia muntah darah tubuh nya terpental tiga kaki, lalu roboh terguling untuk tak bangkit pula. Sebab didalam saat yang pendek itu napasnya terus berhenti. Habis itu si penyerang berdiri diam dia mengeluarkan napas lega, seperti dia bebas dari pikulan yang berat. Sambil dongak. dia berkata: "Song Toako, apakah sekarang sudah waktunya untuk bekerja?" Dengan satu suara menyambar, sesosok tubuh terlihat lompat turun dari atas sebuah pohon besar didekat situ. Dia bersenyum terus dia berkata pelan: "Laotee, semua sudah siap. Liong Tayjin juga sudah menyediakan satu mayat guna menggantikan mayatnya Bouw Sin Gan. Saudara-saudara persaudaraan Kouw yang mengambil dan membawanya. Mereka sudah mulai bekerja." Kedua orang itu yalah Lie Tiong Hoa bersama Song Kie. Habis bersepakat dengan Liong Hoei Giok. Tiong Hoa mengirim utusan meminta Song Kie cepat datang, guna membantunya. Bantuan Song Kie beramai dibutuhkan karena Hoei Giok tidak merdeka memakai tenaga orang-orang sebawahannya. Koay-Bin Jin- Him Song Kie datang cepat bersama persaudaraan Kouw, yaitu Tiong Tiauw Ngo Mo serta beberapa orang lainnya. "Sekarang mereka lagi bekerja, sebentar juga akan rampung sudah." Kata Tiong Hoa pula. "Sebentar pagi kita akan sudah dalam perjalanan-" "Aku puji kecerdikannya Liong Tayjin-" kata Song Kie. "Bouw Sin Gan dapat diracuni tanpa diketahui siapa duga dan sekarang mayatnya lagi digali untuk diangkut pergi, sedang Liong Tayjin sendiri sekarang bersama Ie cin lagi mengumpulkan semua orang sebawahannya untuk mencatat jasa2 mereka semua, inilah akal muslihat memancing harimau turun gunung yang bagus sekali." Tiong Hoa menghela napas. "Pelbagai peristiwa sebaliknya menunjuki bukti, orang menemani raja seperti menemani harimau." kata ia masgul. "Penghidupan- manusia" dapat berubah hanya dalam sekejap. Ini dia yang dibilang: "hidup pagi mati sore, bahwa siapa tamak pangkat, tak dapat dia melindungi kepalanya. Liong Tay-jin mau mundur tidak dapat, terpaksa ia mesti menggunai otaknya untuk dapat bertahan terus" ia berhenti sebentar lalu menambahkan: "Ada baiknya aku meninggalkan kotaraja, hanya aku memikirkan ayahku. Dengan terus memangku pangkatnya. setiap waktu ayah menghadapi ancaman malapetaka tak disangka-sangka. Pernah aku menyarankan-ayah mengundurkan diri tetapi ayah bilang belum tiba saatnya itu, hendak menunggu sampai lain waktu...." Song Kie tidak niat mencampuri urusan rumah tangga pemuda itu. ia bersenyum dan kata: "Laotee meninggalkan kota raja, itulah perbuatanmu yang cerdik. Segala apa telah diselesaikan di Tiam chong San akan tetapi bencana Rimba Persilatan belum sirna seluruhnya. Kelirunya yalah dibakarnya Lay Kang Koen Pouw oleh Pouw Liok It. orang masih belum puas." "Biarlah urusan mereka itu," kata Tiong Hoa. "Aku telah mengambil keputusan buat selanjutnya mengundurkan diri, buat tak menghiraukan pula urusan Rimba Persilatan atau dunia Sungai Telaga. Apakah laoko menyesalkan aku?" "Jikalau laotee mau mengundurkan diri, tak ada jalan lain kecuali laotee menyembunyikan diri dan jangan keluar-keluar pula." kata Song Kie. "Tidak demikian, kau tak akan hidup tenteram dan aman-.." Tiong Hoa melengak. Dia rupanya heran"Ya, laotee," kata Song Kie pula. Sekarang ini namamu telah jadi sangat terkenal, kau seperti menyoloki mata..." Ketika itu nampak belasan orang lagi mendatangi, diantaranya Tiong Tiauw Ngo Mo, Lima Hantu dari Tiong Tiauw, Toa Mo Kouw Jin, Hantu tertua, lantas berkata "Mayat Bouw Sin Gan sudah diangkat dan telah diganti dengan penggantinya. Baru saja diterima kabar bahwa bala bantuannya Soe Kiat sudah tiba di Louw Kauw Kio dimana mereka dirintangi oleh pihak kita. sekarang bagaimana tindakan kita terlebih jauh untuk mencegah Lie Siauwhiap mendapat kesukaran?" Tidak menanti Song Kie menjawab, Tiong Hoa mendahului. "Song Toako," kata ia, "baik kau jalan terus dengan rencana kita, kau bawa pergi mayatnya Sin Gan dan menantikan aku di Han-tan- Urusan disini kau serahkan pada aku seorang." Kemudian ia berpaling pada Kouw Jin, untuk menambahkan- "Saudara, aku mohon bantuan kamu untuk menyingkirkan semua mayat ini" Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kouw Jin semua suka bekerja, malah mereka bekerja sebat sekali, dari itu didalam tempo yang pendek semua mayat telah dapat disingkirkan, sesudah mana Song Kie mengajak rombongannya mengangkat kaki. Tiong Hoa pun lantas pergi keluar rimba. Ia pergi ketempat tinggi terpisah beberapa puluh tombak dari kuburannya Bouw sin-Gan- disitu ia berdiri diam sambil menggendong tangan, sikapnya sangat tenang. Rembulan yang baru muncul, bercahaya permai. Awan melayang-layang, hingga seluruh gunung See San nampak menarik hati. Dalam suasana sunyi itu, hati Tiong Hoa sebaliknya tak aman- ia berpikir keras, urusannya masih sulit. la mesti memikirkan jalan guna membebaskan diri dari kesulitan itu. Bukan cuma ia sendiri yang terancam bahaya, juga ayahnya serta Liong Hoei Giok. Pengaruh Bouw Sin Gan tak dapat dipandang enteng, karena buat bangsa Boan, dialah orang yang berjasa dan dianggap penting, Dialah anjing Boan dimatanya bangsa Han dan pemerintah Boan pasti akan bertindak untuk kematiannya itu kalau terbukti dia diracuni dan diangkut pergi mayatnya. Mengingat Song Kie. Tiong Hoa bersyukur. Tidak dinyana Koay Bin Jin Him dapat mengubah kelakuannya hingga selanjutnya dia dan kawan-kawannya dapat menjadi orangorang lurus. Mereka itu harus dipuji dan dikagumi. Lebih-lebih mereka dapat bersahabat dengannya dan suka memberikan bantuannya secara sungguh-sungguh itu. Tengah menentramkan diri itu. Tiong Hoa melihat bergerak-gerak tujuh atau delapan sosok tubuh dikejauhan, semua menuju cepat kearah kuburan Bouw Sin Gan- Tak ayal lagi ia berlompat keatas pohon disampingnya, guna menyembunyikan diri. Ia mengawasi mereka itu sambil bersenyum ewah. sebentar saja rombongan itu sudah tiba didepan kuburan Sin Gan. "Eh, mengapa Soe Loosoe, dan rombongannya belum ada di sini." terdengar seorang diantaranya berkata, agaknya dia heran, "Aneh" "Bukan melainkan aneh" berkata seorang lain, yang mukanya panjang dan romannya bengis, rupanya mereka semua sudah menemui kecelakaan mereka" Tiong Hoa heran mendengar suara orang itu. Dia rupanya lihay sekali. Hanya tak dapat dimengerti, kenapa dia berpendapat sedemikian itu. Ketika ia mengawasi ia mengenali orang yalah Thian-ciat Sin-Koen Lee Yauw Hoan"Lee Loocianpwee bagaimana loocianpwe mengetahui itu?" tanya seorang yang tak kurang herannya. Thian ciat Sin-Koen tertawa dingin, "Selama di Louw Kauw Kio kita masih dipermainkan kawanan tikus," katanya menerangkan- "itulah usaha untuk memperlambat kita. Buktinya kita sekarang tidak melihat soe soe Kiat semua Kamu lihat tanah kuburan itu. Bukankah itu urukan yang masih baru sekali" Terang sudah, kuburan ini telah dibongkar orang untuk mengambil mayatnya guna disingkirkan buat melenyapkan bukti. Mana bisa diharap Soe Kiat semua masih bernyawa?" Tiong Hoa kagum sekali. orang benar lihai. Semua kawan Yauw Hoan itu menjadi pucat mukanya. Hoa Yauw tertawa dingin pula. Terdengar dia berkata lagi: "Baru saja yang paling belakang ini aku si orang tua mendapat tahu bahwa Lie Cie Tiong yang kesohor itu sebenarnya Lie Tiong Hoa putera nomor dua dari Lie Siangsie. Didalam suratnya, Soe Kiat juga memastikan itu. Dialah bocah sangat jahat Dia ganas sekali menghadapkan lawannya. Tak puas aku tak dapat membikin dia musna berikut keluarganya" "Sabar loocianpwce," kata seorang. "Tak dapat kita bertindak sembarangan selagi kita belum mendapatkan bukti atau saksi. itulah berbahaya. Locianpwee tentu mengerti pembilangan, rakyat jelata tak dapat melawan pembesar negeri. Bagaimana jikalau kita dituduh memberontak atau kita datang kekota raja ini dengan maksud jahat" Kalau sampai terjadi begitu, meski empat penjuru lautan sangat luas, tak dapat kita mencari tempat dimana kita dapat menaruh kaki." Thian ciat Sin Koen melengak. "Kaum Rimba Persilatan memuji Thay-Heng Hian ciang ong It Hoei sangat cerdik, sekarang aku membuktikannya sendiri." kata dia. "Perkataanmu ini benar. Baiklah. aku si orang tua hendak membongkar kuburan ini guna melihat mayatnya Bouw Sin Gan, guna mencari bukti. Bukti mayat tak dapat disangkal lagi" orang yang dipuji itu, Ong It Hoei, tertawa dingin. "Lee Loocianpwee. jangan heran apabila satu kali orang menampak kegagalan- katanya, "Aku yang rendah sebaliknya memuji tinggi kepada loocianpwee yang dapat melihat segala apa jelas sekali. Memang terang mayatnya Bouw Sin Gan sudah dibongkar. Apakah hasilnya kalau kita membongkar pula kuburan ini" Menurut aku, baiklah tak usah. Dengan jalan bagaimana loocianpwee dapat menuduh Lie Tiong Hoa si orang jahat" Bagaimana andaikata dia berbalik menuduh kita?" Kembali Thian ciat Sin Koen berdiam diri. "Menurut kau, bagaimana, ong Loosoe?" dia balik menanya. Ong It Hoei berpikir. "Sekarang ini sudah pasti Bouw Sin Gan telah menutup mata," kata ia. "Hanya apa perlunya orang menculik mayatnya?" "Inilah untuk rombongan dari Tay In San itu" kata Yauw Hoan- Bouw Sin Gan menjadi musuh besar, dia telah membunuh ayah orang, maka anak orang itu hendak membuat pembalasan- Selama Bouw Sin Gan masih hidup, pembalasan itu tak dapat dilakukan, maka sekarang mayatnya dibongkar dan dibawa pergi. Tentu mayat itu bakal dirangket pergi pulang, itu pun suatu cara mencari balas. Maka aku pikir sekarang, ini tentulah jenazah Bouw Sin Gan tengah dalam perjalanan ke gunung Tay In San" "Untuk kita sekarang, aku melihat tinggal dua jalan," kata It Hoei mengangguk. "Apakah dua jalan itu?" "Yang pertama Bouw Sin Gan sudah menutup mata jalan yang paling sempurna yalah kita membiarkannya, kita memernahkan diri diluar kalangan- Dengan begitu segala keruwetan dapat disingkirkan, kita bisa menyingkir dari tuduhan membantu sijahat berbuatjahat, kita juga bakal meluputkan diri dari ancaman marah-bahaya. Hanya ini sulit dilakukannya. Inilah pikiranku yang rendah, entah bagai mana- pikiran loosoe-hoe." Yang kedua yalah: Untuk mendapatkan pulang jenazah Bouw Sin Gan, baik kita jangan menggunakan pengaruh pembesar negeri. Artinya kita jangan mengganggu pembesar, kita hanya bekerja sendiri, jikalau kita minta bantuannya pembesar negeri, Kita bakal membangkitkan kemarahan umum Rimba Persilatan-" Lee Yauw Hoan berpikir keras memikirkan kedua-akal itu. "Benar-benar ong Loosoe pintar" dia memuji. "Aku si tua kagum sekali Menurut aku banyak kita ambil jalan yang kedua itu. Kita diminta bantuannya Yauw Hoan, kita terlambat, seharusnya kita merasa malu. Apa celaka, kita juga tidak dapat menolong dia Pasti kita tidak dapat mendiamkan saja. Tak enak hati kita Kita mesti malu menghadapi kaum Rimba Persilatan" Dia mengawasi seorang yang lehernya panjang terus dia menambahkan: "Tho Loosoe kaulah pengawal pribadinya Pangeran Hosek. .coba kaupikir, baik atau tidak jikalau kau laporkan ini kepada pangeran itu setelah mana baru kita bertindak." Orang dengan leher panjang itu, yang dipanggil Thio Loosoe. tidak lantas menjawab. Dia berpikir dulu. "Aku tak sependapat dengan ong Loosoe," katanya kemudian" Bouw Sin Gan dan Soe Kiat menjadi orang kepercayaan Pangeran, kalau benar mereka berdua terbinasa teraniaya, tidak nanti Pangeran mau berhenti dengan begini saja. Aku pikir baiklah kejadian ini diberi tahukan kepada Pangeran-" "Thio Hok-wie," It Hoei tanya, tertawa dingin, "aku ingin menanya tetapi harap kau tidak buat gusar..." "Silahkan bicara. ong Loosoe." sahut hok-wie she Thio itu. "Aku bukan tukang bertengkar maka itu aku bersedia mendengarkan katamu." "Baiklah. Seluruh kota raja ketahui Bouw Sin Gan mati karena sakit. Habis bagaimana dapat dibilang dia mati teraniaya, dibikin celaka?" It Hoei tertawa pula. "Ingatlah undang-undang negara tak kelurusan pribadi" katanya. "Pembilangan itu pembilangan Pangeran Ho-sek sendiri. Mana buktinya" Umpama kata Pangeran Tokeh menuduh Pangeran Hosek memfitnah, hingga Baginda Raja menjadi gusar, Thio Hok-wie, kau pasti bakal turut terembet" Hok-wie she Thio itu melengak. Lalu ia membesarkan matanya. "Kalau kita membongkar kuburan dan membuka peti mati lalu ternyata peti itu kosong, tanpa mayatnya, apakah itu bukannya bukti?" dia tanya. Orang It Hoei kembali tertawa. "Siapakah si pencuri mayat?" dia tanya. "Rombongan dari Tay In San"Baik. Bagaimana kalau mayatnya masih ada" itulah perlanggaran yang berarti hukummu picis Thio Hok-wie, dapatkah kau bertanggung jawab?" Mukanya hok-wie itu pucat. Dia kaget sekali. Kembali It Hoei tertawa dingin. Kata dia: "Pihak sana memandang Bouw Sin Gan sebagai paku dimatanya, tak puas mereka sebelum mereka berhasil menyingkirkan paku itu. Untuk itu pastilah mereka sudah lebih dulu msngatur rencana yang sempurna." "Karena itu juga, kedudukan kita sekarang pun terancam bahaya. Diempat penjuru kita ada musuh bersembunyi, maka itu, tak dapat kita tak berlaku waspada." Tiba-tiba Thian ciat Sin Koen berseru: "Sekarang aku dapat mengambil keputusan. Kita bertindak menurut pikirannya ong Loosoe. Thlo Hok-wie, silahkan kau menghadap Pangeran, untuk minta ia bertindak dengan melihat gelagat, kalau dia dijelaskan bahaya nya tindakan sembrono, tidak nanti dia berlaku lancang. Buat sementara, untuk menyingkir dari perhatian orang banyak, kita akan mengambil tempat mondok di Penginapan Kit Siang di Wan-peng. Thio Hok-wie, silahkan pulang ke istanamu sekarang juga kita mau pergi." Orang she Thio itu memberi hormat. "Aku lagi bertugas, maafkan aku" katanya dengan suaranya yang parau. "Besok akan pergi ke Wan-peng untuk menjenguk kamu." Habis berkata lantas ia pergi dengan cepat. Rombongan ong It Hoei juga lantas pergi menuju ke Wanpeng. Thio Hok wie berlari-lari sambil otaknya bekerja. memikirkan kata-kata yang bakal disampaikan kepada Ho sek chin-ong, pangerannya sang majikan, tengah ia berpikir itu mendadak ia menjadi kaget. Tiba-tiba ia merasa tengkuknya teraba tangan yang dingin. Ia menjadi kaget sekali, untuk meloloskan diri, ia lompat kedepan dua tindak, kemudian ia memutar tubuh sambil terus melakukan penyerangan yang berupa sabetanTernyata ia menghajar tempat kosong. Tak ada orang di belakangnya itu. Kembali ia menjadi kaget. Terang sekali ada tangan dingin nempel ditengkuknya itu, Sendirinya ia bergidik, bulu romanya pada bangun. "celaka " ia berseru didalam hati, terus ia memutar tubuh lagi, buat menjejak tanah, guna kabur Atau tiba-tiba iganya terasa tersentuh angin dingin, mulutnya berseru tertahan, lantas tubuhnya roboh, ingatannya pun lenyap. Menyusul itu dibelakang hok-wie ini satu tubuh melesat, menyambar badannya, buat dikempit, untuk segera dibawa kabur ooo Didalam kamar rahasianya Liong Hoei Giok. Lie Tiong Hoa berkumpul bersama tuan rumahnya itu Roman mereka sungguh-sungguh. Keduanya lagi bicara sambil berduduk. Didepan mereka terletak tubuh Thio Hok-wie yang tak sadarkan diri. "Aku tidak sangka orang-orang undangan-nya Soe Kiat datang demikian cepat," berkata Hoei Giok. "Rupanya Pangeran Hosek sudah bercuriga lama. Kalau begini bukan melainkan kedudukanku yang terancam juga ayahmu, kongcoe, serta diri kau sendiri." "Kita bagaikan jemparing diatas busur, tak dapat anakpanah itu tak dilepaskan-" kata Tiong Hoa, "karenanya aku tak mau bekerja setengah jalan- Hendak aku pergi melihat ke istananya pangeran itu." Berbicara lebih jauh, Tiong Hoa membisiki tuan rumah. Lantas ia berbangkit, sambil menunjuk Thio Hok-wie, ia kata: "Kalau dia dapat dibiarkan saja jikalau tidak. dia harus disingkirkan berikut tubuhnya guna mencegah bencana dibelakang hari." Hoei Giok memanggut. "Didalam istana Kosek banyak pahlawannya yang gagah serta ada juga pelbagai pesawat rahasianya, dengan pergi menyateroni kesana, kongcoe harus waspada." ia pesan"Aku tahu." sahut si anak muda, yang lantas mengangkat kaki. Setibanya diluar. ia lompat naik keatas genteng, menghilang sesudah melintasi beberapa petak rumah. Ketika itu rembulan guram. Istananya Pangeran Hosek terletak dibaratnya taman Pak Hay. itulah sebuah gedung besar dan indah dengan banyak ruang dan lauwtengnya, pekarangan luar dan dalam banyak pepohonannya, seperti pohon cemara dan pek yang tinggi tinggi dan tua. Dimuka pengempang, sang paseban berbayang dan ditepiannya pohoh-pohon yanglloe bergoyang-goyang. Istana itu indah dan menarik hati, apa pula dimalam yang sunyi dan rada gelap itu. si Puteri Malam ketutupan sang mega. Tepat dalam keadaan seperti itu, sesosok tubuh tampak lompat masuk kedalam tembok pekarangan, gerakannya Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sangat gesit, hingga tak ada yang melihatnya. Sesampainya didalam, tubuh itu selalu mencari tempat yang gelap guna menyembunyikan diri. Dia muncul dilorong, lalu lenyap pula. Itulah Lie Tiong Hoa si anak muda. Dengan berlaku hatihati, ia mencari kamarnya Pangeran Hosek. Ia mesti menjaga diri supaya tak terlihat centeng atau pahlawannya pangeran itu, saingan dari Pangeran-Tokeh yang bijaksana. Lauwteng dan ruang, banyak sekali, itulah yang menyulitkan puteranya Lie Siangsie itu. maka ia mesti menduga-duga dan menghampir kamar demi kamar. Tengah ia pusing kepala, ia melihat berpetanya sebuah tubuh ramping dari dalam sebuah lauwteng yang apinya dinyalakan terang-terang. Lekas lekas ia lompat menghampirkan lauwteng itu, guna mengintai kedalam. Seorang nona muda belia lagi memandangi bunga-bunga didalam tok-pan atau pas bunga, ia bermata jeli dan bergigi putih, pipinya yang dadu ada sujennya, yalah nana yang cantik sekali. Tepat si nona lagi mengagumi bunganya, mendadak ia mendengar tindakan kaki mendatangi, ia terkejut, dengan lekas ia mengangkat kepalanya, untuk menoleh dan melihat. Ia menjadi heran dan kaget. Di ambang pintu berdiri seorang yang ia tak kenal, hingga mukanya menjadi pucat. Saking kaget, ingin ia berteriak... "Jangan kaget nona, jangan takut" orang itu berkata lekas, perlahan tetapi tegas. "Aku yang rendah bukannya orang jahat," ia pun terus menjura. Hati si nona memukul, ia mencoba menenangkannya. ia mengawasi orang didepannya itu. seorang muda yang tampan sekali. Tanpa merasa, mukanya menjadi merah. ia likat. "Kau siapa?" ia menegur, suaranya tapinya perlahan"Kenapa kau lancang masuk kedalam kamar nonamu" Kau mau apa?" Tiong Hoa si anak muda menjura pula. "Aku mohon tanya, nona malam ini ong-ya ada dimana?" dia tanya. "Aku yang rendah hendak menghadap ongya buat urusan ayahku yang telah dipenjarakan, Kecuali ongya ayahku itu tak dapat dibebaskan. Tolong nona menunjuki. Budi nona ini tak nanti aku lupakan-" Nona itu mengawasi tajam. "Bagaimana kau dapat masuk kedalam istana ini?" kata ia. "Apakah kau hendak mendustai nonamu" Tak dapat Kau tentunya hendak membikin celaka pada ongya. Kau gagah, kau nelusup masuk kemari, setelah tidak dapat mencari ongya, kau lancang masuk kekamarku ini Apakah kau hendak memaksa aku memberi keterangan padamu?" "Nona yang cerdik," pikir Tiong Hoa. ia lantas bersenyum dan kata: "Kenapa nona menyangsikan aku" Dengan sebenarnya aku hendak minta pertolongan ongya." "Hm " nona itu bersuara. "Pada mukamu tak sedikit juga ada roman berkuatir atau berduka. Mana dapat kau mengakali nonamu?" ia menggeraki tubuhnya lantas ia mundur dua tindak tangannya menekan ke belakang mejanya. Tiong Hoa terperanjat tangannya lantas nenyambar diturut majunya tubuhnya. la berhasil mencekal lengan nona itu, yang ia terus totok jalan darahnya-jalan darah thian-lie, sambil ia berkata perlahan: "Maaf, nona aku terpaksa berbuat begini" Nona itu lemas sekujur tubuhnya, tangan-nya tak dapat dilepaskan. Mendadak ia mengucurkan airmata. Dengan sinar mata penasaran, ia mengawasi tajam. "Apakah kau tahu pasti aku bakal mencelakai kau?" "ia tanya. "Hati orang sukar diterka, karena itu aku mesti bersiaga," sahut Tiong Hoa. "Didalam istana ini terdapat banyak perangkap atau pesawat rahasia, asal nona menggeraki tangan mu, aku bisa jatuh terjeblos kedalam liang. Karena itu aku terpaksa hendak mencegah kau." "Aku sumpah, biarnya mati, aku tidak nanti menyebutkan tempat beradanya ongya sekarang" kata si nona, "Apa kau bisa bikin atas diriku" Akan sia-sia belaka segala daya mu" Meski begitu airmatanya mengucur turun. Tiong Hoa heran, tetapi ia bersenyum. "Aku dapat jalan untuk membikin kau suka bicara, nona." katanya ramah. Nona itu kaget, mukanya menjadi pucat. "Kau... kau..." katanya kaget "beranikah kau mengganggu kesucian diriku?" ia menangis, Ia menjadi sangat berduka. Alisnya Tiong Hoa terbangun, wajahnya tersungging senyuman- "Syukur nona menyebutnya, jikalau tidak. aku lupa," kata ia perlahan- "Nona begini cantik, umpama kata aku dapat mencium kau satu kali saja, mati pun aku puas ..." Sembari berkata, Tiong Hoa mengulur tangannya kepinggang orang. ia seperti hendak meloloskan ikat pinggang si nona. Bukan main kagetnya nona itu. Tubuhnya lantas bergemetaran. "Nanti aku kasi tahu. nanti aku kasi tahu..." katanya cepat. Jangan-.." Tiong Hoa pemuda laki-laki. karena terpaksa ia menggertak begitu. Ia bersenyum, tangannya ditarik pulang. "Memang paling baik nona memberitahukan aku." kata ia. "cuma untuk mencegah nona mendustai aku. hendak aku menotok Sembilan jalan-darahmu, supaya tak ada lain orang yang dapat menotok bebas. Karena itu nona membutuhkan pertolonganku pula. kalau tidak. nona bakal mati menderita. Aku memberitahukan ini supaya nona dapar memikir baikbaik." Mendengar itu si nona tertawa. "Aku tidak sangka kaulah seorang sopan santun " katanya. Tiong Hoa melengak. "Bagaimana nona ketahui itu?" ia tanya. "Aku berbuat begini terpaksa karena aku perlu bertemu dengan ong-ya. Nona. jikalau kau tidak omong terus terang. sulit untukmu membelai kesucian dirimu...." Nona itu tertawa pula. Mendadak ia meronta, hingga ia lolos dari cekalannya si anak muda, tubuhnya berbareng mencelat mundur setombak lebih. Segera ia mengawasi dengan tajam, matanya bersinar. Lagi sekali ia tertawa. "Kau juga jangan takut" katanya. untuk sekian kalinya, ia tertawa pula. "Nona mu tidak bakal menggunai pesawat rahasia, kau tidak kenal nonamu ini tetapi nonamu mengenali kau. Kaulah si orang muda yang tersohor dan menggemparkan wilayah Selatan. Kaulah Lie Tiong Hoa putera kedua dari Lie Siangsie" Tiong Hoa heran bukan kepalang. "Aku sangka dia nona biasa, tak tahunya dia pandai silat." pikirnya. "Aku merasai tangannya lunak. tak tahunya dia berpura-pura." la menjadi menyesal. Tapi ia kata: "Nona kau lihay Aku yang rendah memang Lie Tiong Hoa. Jikalau nona tidak mengandung niat mencelakai aku. tolong kau beritahukan dimana adanya ongya sekarang?" Nona itu menggeleng kepala. "Sabar" sahutnya. " Lebih dulu nona mu mau menanyakan keterangan kau perihal kematiannya Bouw Sin Gan." Kembali Tiong Hoa terkejut, tetapi la dapat menenangkan diri. Kata ia dengan roman wajar: "Seluruh kota telah gempar karenanya, maka tak ada orang yang tak tahu Bouw Sin Gan mati karena..." "Pui. jangan putar lidah." nona itu membentak. "Sebenarnya dia mati kenapa" Lekas bilang Kalau tidak. jangan kau harap akan memperoleh petunjuk dari mulut nona mu ini " Tiong Hoa mengerti si nona cerdik, maka kalau ia tidak menguasai nona itu, sulit ia mendapatkan keterangannya, ia bersenyum. "Kau liehay sekali nona..." katanya perlahan- Sekonyongkonyong tubuhnya melesat dan tangannya terluncurkan, maka tangan Kera Terbangnya lantas mencekal lengan kiri nona itu. Si nona kaget, dia berseru perlahan, karena dia meronta tubuhnya tertarik hingga menubruk dada si anak muda. hingga dia kena terpeluk. Tiong Hoa terkejut mukanya menjadi merah. ia tidak berniat buruk. kejadian itu di luar sangkaannya... ooooo BAB 2 TUBUH nona itu menyiarkan bau yang harum yang mendesak hidungnya si anak muda. Didalam rangkulan, tubuhnya terasa lemah sekali. Hati Tiong Hoa memukul, darahnya seperti bergolak. ia kaget. Ia seperti tak dapat menguasai dirinya. Si nona mengangkat kepalanya, ia mengawasi muka si anak muda. Matanya yang jernih memain, sinarnya hidup. Mata itu tak ada tanda-tandanya galak. itulah sepasang mata yang suci- murni. Tiong Hoa menjadi serba salah. Memegang terus si nona salah melepaskannya salah juga. ia pun malu sendirinya. Lengan ia menempel tubuh pada nona yang putih- bersih itu. Ia sendiri seorang ksatrya. Pula tak dapat ia membunuh nona itu. Percuma, ia tetap tak akan ketahui kamarnya Pangeran Hosek. Kalau si nona dibiarkan hidup dan kemudian dia membuka rahasia, celakalah ia, Liong Hoei Giok dan ayahnya. Jilid 31 : Membawa mayat Bouw Sin Gan (MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 12) Dalam saat pemuda ini bingung itu, ia mendengar tindakan kaki perlahan lagi mendatangi, disusul dengan ini suara panggilan: "Adik Gin Peng"la terkejut. Buru-buru ia melihat kesekitarnya, lantas dengan memondong si nona,ia lari kekamar dalam untuk sembunyi dibelakang kelambu. Kamar itu tak ada lilinnya, gelap. dari dalam orang bisa melihat jelas keluar. Yang datang itu seorang nona baju kuning telur, ringan tindakannya. Melihat nona itu. Tiong Hoa heran"Bukankah dia Giok ceng sian-coe Mau Boen Eng yang aku pernah ketemukan di Koen-beng ?" kata ia dalam hatinya. "Kenapa dia berada didalam istana Pangeran Hosek?" Nona itu heran melihat kamar sunyi, dia berkerut. Lalu ia bertindak kekamar dalam. Hati Tiong Hoa berdebar. Ia angkat tangan kirinya. "Asal dia bergerak, mesti aku hajar mampus padanya" pikirnya. "Eh" si nona, yalah Mauw Boen Eng kata seorang diri. Kemana dia pergi" Dia benar budak bodoh Pangeran ketarik padanya, itulah untungnya yang bagus tapi dia masih bicara dari hal kehormatan, terus kesucian dirinya." Sembari berkata itu Boen Eng sudah bertindak kedekat pembaringan- Mendadak ia mengasi dengar suara tertahan perlahan terus tubuhnya roboh kebelakang. Tiong Hoa telah menotok. habis itu ia menyambar tubuh orang untuk ditarik kebelakang pembaringan- Kemudian ia mengawasi nona yang bernama Gin Peng itu untuk menanya perlahan: "Nona mempunyai hubungan apa dengan Mauw Boen Eng?" Nona itu menyenderkan tubuhnya kepada tubuh si anak muda, ia menghela napas, ia menyahut perlahan berduka: "Apakah dia sudah mati" Aku dengannya terhitung saudaraTiraikasih Website http://kangzusi.com/ saudara seperguruan. Pangeran memaksa aku menjadi gundiknya, Boen Eng membantu mendatangkan gelombang, maka pantaslah kalau dia mampus. Aku penasaran tidak dapat aku sendiri yang membunuhnya" Tiong Hoa heran- "Nona mengerti silat, kenapa tidak mau kau menyingkir saja?"ia tanya. Nona itu berduka, terus ia menangis.. "Tak dapat," sahutnya. "Ayah dan ibuku terkurung disini. Sekarang aku bertemu, kongcoe, kau suka menolong aku, aku sangat bersyukur kepadamu " Nona ini berdiri tegak. untuk memberesi rambutnya,ia mengawasi tajam si anak muka, sinar matanya menunjuki dia memohon bantuan terlebih jauh. Tiong Hoa bingung. Sukar membuka mulut menolaknya. "Apakah nona ketahui dimana dikurung-nya ayah dan ibumu itu?" kemudian ia tanya. "Entah dimana tapi pastinya dalam istana Pangeran," sahut si nona. "Sulit " Tiong Hoa berdiam, otaknya bekerja. "Apakah nona tahu dimana Pangeran Ho-sek menyembunyikan dirinya?" Tanya ia kemudian sembari bersenyum.ia rupanya telah mendapat pikiran baru. "Apakah kongcoe berniat membunuh Pangeran?" tanya dia. "itulah tak sempurna. Satu kali Pangeran mati, orang pasti akan menuduhku lalu ayah dan ibuku bakal kerembet- rembet Itu berarti ancaman bahaya mati untuk mereka. Dengan begitu juga aku bakal menyesal seumur hidupku. Kong coe baik kau cari lain daya upaya saja." Tiong Hoa bersenyum. "Jangan kuatir, nona," katanya. "Aku tahu apa yang aku bakal lakukan, pasti tak akan ada bahayanya." Nona itu menghela napas,ia berpikir sebentar, lantas ia keluar. Habis memadamkan lilin,ia menggape kepada si anak muda. Tiong Hoa menghampirkan, ia mendampingi nona itu. Si nona menunjuk keluar jendela, kesebuah lauwteng tinggi terpisah jauh dari kamar itu. "Pangeran Hosek berada di lauwteng itu," katanya perlahan- "Penjagaan disana keras dan kuat, mungkin sukar untuk kongcoe memasukinya." Tiong Hoa mengawasi. Lauwteng itu tinggi dikitarkan pohon-pohon jie, karena rembulan terang sekali, walaupun jauh nampak tegas. "Tak apa," sahutnya. "Nona kau she apa" Sudikah kau memberitahukan aku?" "Lim." sahut nona itu. "Terima kasih Sekarang nona boleh tunggu disini." Tanpa menanti jawaban, Tiong Hoa berlompat keluar. Diterangnya rembulan,la nampak bagaikan kampret terbang. Habis itu, lenyap dia diantara pepohonanTiba diluar lauwteng tinggi itu, Tiong Hoa sembunyi diatas pohon-ia memasang mata tajam. Makala melihat disetiap ujung lauwteng ada yang jaga. Tak mudah melihat beberapa pengawal itu, yang menempatkan diri dengan baik. syukur dia bermata jeli dalam jarak sepuluh tombak lebih,ia dapat melihatnya, Sekarang ia jadi berpikir. "Tanpa menggunai kepandaian Ie Hoa-ciat Bok tak dapat aku masuk kedalam lauw teng itu," katanya dalam hati. Memang selama yang belakangan ini ia telah melatih sempurna ilmu itu, ilmu Memindahkan bunga menyambut pohon- Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Begitu berpikir Tiong Hoa tak bersangsi pula. Makala perlahan-lahan meluncurkan sebelah tangannya untuk dengan dua jeriji nya menotok seorang pengawal yang berada paling dekat dengannya. Itulah totokan udara kosong, dan sasarannyalalah jalan darah thian hoe. Diluar tahunya pengawal itu mendadak merasai iganya dihembus hawa dingin, sendirinyala menggigil dua kali habis itu matanya menjadi berat rasanya ia ingin tidur. Dengan perlahan-lahan tubuhnya menjadi lemas sendirinya ia roboh tak sadarkan diri, ia tidur nyenyak dipojokan itu. Tiong Hoa puas sekali, cuma karena sangat terpaksala bertindak begini. Habis itula merobohkan dua pengawal dengan cara serupa. Semuanya ada delapan pengawal. Dengan yang lima itu, Tiong Hoa terpisah terlalu jauh, Maka untuk merobohkan mereka,la mesti menggeser diri. Demikianla bergerak dari tempat sembunyi yang satu ketempat sembunyi yang lain. Didalam tempo yarg singkat lima pengawal lainnya itu juga roboh tak berdaya. Kemudian Tiong Hoa mencekuk pengawal yang satu. "Pangeran berada dimana?"la tanya perlahan ditelinga orang. Suaranya pun dibikin parau. Didalam keadaannya itu, sipengawal tak sadar seluruhnya. Dia menjawab seperti orang lagi ngelindur: "ongya berdiam dikamar kiri ditingkat empat." Tiong Hoa menyangkol kakinya pada payonla melihat kesekitarnya.la mendapatkan keadaan sepi sekali tak ada lain orang di situ. Lorongpun kosong. Didalam kamar, api menyala terang-terang. Rupanya Pangeran Hosek lagi tidur. Segera pemuda ini melepaskan cangkolan kakinya.la pergi kelorong untuk menolak pintu, sedang..kakinya turut bertindak maju. Ketika ditolak daun pintu berbunyi perlahan"Apakah Nona Mauw?" tanya suara dari dalam kamar kiri. "Rupanya ada kabar baik. Apakah Nona Lim sudah setuju?" Tiong Hoa segera berpaling kekiri itu, untuk menghampirkan pintu guna mengintai. Lantas saja ia melihat seorang tua umur limapuluh tahun lebih, yang dandanannya mewah, lagi rebah sambil menghisap hoen-cwee. Dia bersendirian. Hanya setelah bersangsi sedetik, Tiong Hoa menolak pintu, untuk bertindak masuk. Orang itu Pangeran Hosek adanya. Dia menduga kepada Mauw Boen Eng. Tak dia menyangka jelek sebab dia tahu lauwteng nya itu terjaga kuat. Tak dia menerka kepada orang jahat. Baru dia terkejut ketika dia mengangkat kepala dan melihat satu wajah yang asing, tak perduli orang muda itu ganteng dan gagah sikapnya. Dengan muka pucat hendak dia berteriak memanggil orang. Tiong Hoa tidak memberi ketika si pangeran membuka mulut. ia lompat menotok dengan tiga buah jerijinya serayala mengancam perlahan: "jikalau kau buka suara kau mati." Pangeran itu bungkam mukanya pucat, kemudian dengan tubuh bergemetaran dan mata bersinar minta dikasihani, dia mengawasi si anak muda. "Aku telah memberikan kau totokan kematian- kata Tiong Hoa. tertawa dingin. "Tak usah lewat satu jam, kau bakal rebah binasa Pula ilmu totokku ini tak ada yang dapat membebaskannya. Laginya kau mesti ingat, disini tidak ada orang yang dapat menolongmu" Pangeran Hosek mengerti juga ilmu silatla terlindung kuat, tetapi orang dapat masuk dengan diam-diam dalam kamarnya makala mau percaya ancaman itu bukan melainkan gertakania jadi semakin takut hingga mukanya menjadi pucat sekali. "Kau menghendaki apa. tuan?" dia tanya suaranya bergemetar. "Bukankah aku tidak bermusuh dengan kau" Asal kau membebas kan jiwaku suka aku memberi presen selaksa tahil emas kepadamu." Tiong Hoa mengasi lihat roman keren"Kau keluarkan perintah untuk memerdekakan ayah dan ibunya Nona Lim" kata ia bengis. "Lantas kau biarkan mereka bersama-sama Nona Lim meninggalkan istana ini, sama sekali tak boleh kau mengirim orang mengejar dan membinasakannya" Habis berkata, pemuda kita menyembunyikan diri. Pangeran Hosek merasakan tubuhnya tak nyaman sekali, bagaikan ada semut-semut yang merayap dan menggeriminggeriming yang mendatangkan hawa dingin dan panas. Dia mengerti ancaman maut. Maka tanpa banyak pikir lagi, dia memanggil: "Mana orang" Dengan lekas terdengar tindakan kaki berisik diundukan tangga lauwteng, lantas lima orang hok-wie atau pengawal yang berseragam yang tubuhnya semua tinggi dan besar, menghadap pangerannya, semuanya memberi hormat dengan berdiri tegak. "ong-ya hendak menitahkan apa?" tanya seorang hok-wie yang berewokan kaku. Kelima pengawal itu heran. Mereka mendapat kenyataan wajah majikan itu tak wajar. Mereka saling mengawasi Hokwie yang menanya itu jadi bercuriga. Melihat datangnya kelima pahlawan itu walaupunla tetap merasa tak nyaman hati si pangeran menjadi terbangun, hingga pulihlah keberaniannya. Lupa pada ancaman si anak muda, hendakla memberikan perintah penangkapan- Hanya belum lagila membuka mulutnya, punggungnya terasa dingin karena tambaran angin, terus punggung itu nyeri seperti ditusuk senjata tajam. Saking nyeri-nya dan kaget, mukanya menjadi pucat lagi. Biar bagaimana,la menyayangi jiwanya, ia takut mati. "Lekas kamu merdekakan Lim Ban coen suami dan isteri"ia memberi perintah, keras. "Serahkan mereka pada Nona Lim, lalu antarkan mereka keluar. Jangan susul dan pula jangan binasakan mereka. Siapa melanggar perintah ini, dia bakal dapat hukuman mati." Kelima hok wie itu heran apapula si berewokan, mereka sampai melengak. "Ya" sahut si berewokan kemudian berdirinya tegak kedua tangannya lurus. Tapila lantas menanya: "Apakah ongya berbuat paksaan orang" Mana dia orang itu?" Parasnya Hosek berubah pula. "Entah dari mana Keng-cat Gioe memperoleh, perkara telah sampai kepada Seri Baginda," katanya "Tak dapat karena urusan kecil itu Poen hoan merusak usaha besar, Lekas pergi" Kelima pengawal itu tidak berani banyak omong lagi, dengan cepat mereka mengundurkan diri. Sejenak itu kamar menjadi sunyi. Hosek berdiam terus, tetapi sekarang penderitaannya berkurang banyak. "Bagus, kau kenal selatan"la mendengar suara yang bengis tadi. "coba tadi kau keluarkan perintahmu membekuk aku, pasti sekarang kau sudah rebah tanpa jiwamu" Pangeran ini kaget, bulu romanya pada bangun berdiri. "syukur..." katanya didalam hati. "Kalau sebentar kelima hok-wie kembali.la mendengar pula, titahkan mereka kembali ketempatnya masing masing, nanti aku bebas kan kau dari totokanku ini" Hosek mengangguk. ia tahu ia cuma harus menurut perintah. Didalam hati,ia sangat panas dan penasaran-ia cuma bangsa memerintah, tak pernah diancam lain orang. Diamdiam ia lalu berkata dalam hati kecilnya. "Selama satu hari aku masih hidup didalam dunia, akan aku hukum mati pada kamu-sampai sembilan tingkat anakmu" Benar tak lama, kelima pengawal tadi sudah kembali, untuk melaporkan yang suami istri Lim Ban coen sudah dimerdekakan dan diserahkan pada gadisnya, bahwa mereka semua sudah bebas." "Bagus" Hosek mengangguk. "Kamu kembalilah ketempat kamu" Kelima pengawal itu melengak. Mereka melihat wajah tuannya tetap tak wajar. Tapi mereka tidak berani banyak omong, terpaksa mereka meloyor pergi. Sekeluarnya dia dari kamar Tiong Hoa pun keluar dari tempat sembunyi. Dengan sebatla menotok si pangeran, hingga tubuh orang jatuh rebah diatas pembaringannya dengan semaput. Dengan sebat ia membuka baju dan sepatunya, tubuh itu terus dikerebongi. Selesai itu dia memadamkan api lalu ia meninggalkan kamar dan lauw teng... ooo Selagi fajar mendatangi rembulan tinggal sisanya saja. Angin pagi sudah mulai bertiup membuat cabang-cabang yang lice Pada bergerak-gerak. Ketika itujamban Louw Kauw Kia, atau Marco Polo bridge, melintang tegak ditengah-tengah sungai Beng Teng, nampak mirip seekor ular besar, tak bergerak tak berkutik. Masih sunyi waktu itu tempo mendadak terlibat dari tepian satu tubuh kecil lompat keatas jambatan itu untuk berlari-lari pesat menuju kekota kecamatan Wan-peng. Dialah Lie Tiong Hoa. Pintu kota masih belum dibuka, maka itu dia melompati tembok. Dia menuju ke Wan-peng untuk menyatroni rombongan Thian Ciat Sin-koen di Hotel Kit Siang. Hanya sekarang dia menyamar sebagai seorang tua. Tiba dihotel dia masuk dari belakang dengan melompati tembok pekarangan- Terus dia mencari kamarnya Thian ciat Sin-Koen. Setelah berhasil dia lompat keluar pula. Sekarang dia pergi kedepan guna berjalan dengan wajar menghampirkan pintu. Dia berjalan terus masuk kedalam pekaranganseorang jongos melihat datangnya seorang tetamu tua,la lekas menyambut. "Apakah ada kamar yang bersih?" tanya Tiong Hoa seraya membuka matanya. "Pernah aku bermalam disini, aku menyukai sebuah kamar yang sunyi, Apakah kamar itu kosong?" "Tadi malam semua kamar sudah penuh." sahut si jongos, yang tertawa manis, "hanya baru baru ini, kamar mana itu yang dipakai oleh tuan" Maaf, tuan, kau sungguh asing bagiku. Kapan tuan pernah singgah disini?" Tiong Hoa bersenyum tawar. "Banyak omong" bentaknya.la berjalan terus masuk kedalam hotel,la bertindak cepat seperti juga hotel itu dikenal baik olehnya. Si jongos mengikut dengan terheran-heranTiong Hoa pergi keruang dalam dimana di empat penjuru terlihat kamar-kamar.la memandang ke seputarnya hanya sejenak. terusla menghampirkan sebuah kamar sebelah timur.ia berhenti didepan pintu. "Baru-baru ini aku menyewa kamar ini" katanya sambil terusla menolak daun pintu kamar itu, kelihatannya ia hendak terus saja memasukinya. Si jongos heran, dia menghadang dimuka pintu. "Kamar ini ada isinya" katanya tertawa suaranya perlahan"Penyewanya masih belum bangun, Baiklah, sebentar setelah dia pergi kamar ini akan aku sediakan untuk tuan- Maaf" Mata Tiong Hon mendelik. "Kau banguni dia dan suruh dia pergi, beres bukan?" katanya keras. la merogo keluar sepotong emas seharga duapuluh tahil perak. sambil menyerahkan uang itu,la kata: "Jumlah ini cukup toh" Aku paling suka tidur pagi-pagi Kau usir dia pergi ini presen untukmu" Matanya si jongos silau. Langit sudah mulai terang, uang emas itu berkilauan. Dia mengawasi tajam, lantas dia mengangkat kedua tangannya. "Ini..." katanya ragu-ragu. "Walaupun tuan memberikan lebih banyak pula, aku tidak dapat menerima. Semua tuantuan yang datang pada kami adalah malaikat- malaikat harta. Maaf" "Ini... ini apa?", bentak Tiong Hoa. "Beginilah tabiatku. Aku mau apa yang aku mau. Aku maui ini kamar, tidak bisa lain" Suara berbisik itu membikin sadar pada Ciat Sin Koen serta kawan-kawannya yang mengambil kamar lainnya. Tadinya mereka menyangka keributan biasa saja, tak niat mereka keluar untuk melihatnya, tapi setelah mendengar suara orang yang terakhir, Thian ciat menyangka orang sengaja mencari gara-gara terhadapnya. Dia menjadi mendongkol maka dia lompat bangun dan membuka pintu dengan kaget. Dia masih sempat melihat si orang tua bersikap bengis pada si jongos yang sebaliknya menjadi serba salah. Lee Yauw Koan mengawasi tajam pada Tiong Hoa. "Kenapa kamu bikin ribut disini. mengganggu tidur orang?" dia menegur. si jongos tak dapat membuka mulutnya. Tapi Tiong Hoa kata tawar: "Aku si orang tua menghendaki kau suka menyerahkan, kamarmu, lain tidak" Sepasang alis Thian cit terbangun, kedua matanya bersinar bengis. Hanya selintasanla lantas bersikap dingin.la tertawa dan tanya: "Apakah kau itu cuma sebab menyukai kamar ini atau karena ada lain maksudmu?" Tiong Hoa mencari alasan rewel, supayala dapat membunuh orang didepannya ini, siapa tahu orang cerdik sekali dan licik. Tapi ia menjawab: "Bagus kau pandai melihat gelagat Aku si orang tua menghendaki kamarmu ini, tak ada maksud lain. jikalau kau mau mengalah, nah lekaslah keluar" Thian cit Sin Koen menduga pasti orang lagi mencari garagara. la mendongkol. Di samping itu dia percaya orang mempunyai andalan.la heran untuk orang tua itu yang nampak wajar seperti orang tua yang kebanyakan- Biar bagaimana dia mau bersikap hati-hati. Ketika itu muncul seorang tetamu usia tigapuluh lebih, mukanya kuning dan jidat kirinya bertapak bekas bacokan. Dia gusar sebab dia lantas menegus ketus: "Siapa kau" cara bagaimana kau berani kurang ajar di hadapan Lee Loocianpwee" Apakah kau mau cari mampus mu" " Tiong Hoa tertawa. "Apa main loocianpwee-loocianpwee." Dia membentak. "Aku tak mengerti Laginya -orang tidak minta kaulah yang menyerahkan kamarmu" Perlu apa kau campur mulut?" Belum habis suara Tiong Hoa, tangannya orang itu sudah melayang. Dia menyerang hebat. Tiong Hoa berkelit kekiri, kedua tangannya segera diangkat: Tangan kanannya, dengan dua jeriji, monotok kejalan darah kiok tie orang itu, dan tangan kirinya, menekan ke jalan darah cie yang dipunggung Hanya satu kali saja orang itu mengasi dengar seruan Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tertahan, Dia membuka mulut nya untuk memuntahkan darah, dan tubuhnya turut roboh terkulai. Dia telah putus nadinya dan jiwanya melayang pergi. Jongos kaget, dia lari keluar dengan muka pucat pasi. Thian ciat Sin Koen kaget sekali. ia percaya orang tua itu datang untuk mencari gara-gara belaka. Tapila masih hendak menanya tegas. Sebaliknya Tiong Hoa tak bekerja kepalang tanggung. Itu waktu muncullah kawan-kawannya Thian ciat Sin Koen, mereka lantas diserang hingga enam diantaranya roboh sebelum mereka sempat berdaya: " orang she Lee. kau mesti mengerti" kata Tiong Hoa yang tertawa dingin. "Sekarang ini pembesar tentara disini Kioe-seng long nia, telah mendapat tahu kamu hendak melakukan perbuatan jahat, maka itu aku diberi tugas untuk menangkap dan menghukum setempat kepada kamu, Kau..." Lee Youw Hoantidak menanti orang bicara habis, dia pun tidak pikir pula buat minta keterangan, mendadakla lompat mundur, buat lari keluar, untuk kabur dengan melompati tembok pekarangan. Tiong Hoa melihat orang hendak kabur tanpa membuang apa-apala lompat menyusul,ia dapat bergerak lebih sebat, tangannya juga dapat melar. Maka Thian ciat sin Koen kena disambar, tubuhnya ditarik pulang dan jalan darahnya, jalan darah Kiok-tie tercengkeram dalam dengan lima jeriji tanganWalaupun dia seorang, Lee Youw Hoan toh merasakan sangat sakit hingga dia tak dapat bertahan, dan dia mengasi dengar suara kesakitan, ingin dia meronta, maka dia mengerahkan seluruh tenaganya. Dia menggertak gigi. dia gerakkan tangannya. Tapi Tiong Hoa menariknya demikian keras, tidak ampun lagi sebelah lengannya copot. Tetapi ini menolong kepadanya, dia dapat lolos dan bisa lari terus melewati tembok pekarangan dimana dia menghilang. Tiong Hoa menaruh kaki ditanah,la melengak. "Hantu tua itu benar-benar licik." pikirnya, "Dia dapat kabur dengan meloloskan lengannya." Ia lemparkan lengan itu, iapun lompat keluar untuk menyusul. Tiba diluar kota Wan-peng.ia kehilangan bekasbekas tanda darah. Karena itu,ia kembali dengan tak gembira. Sementara itu didalam kotaraja orang menjadi gempar. Katanya Pangeran Hosek mendapat penyakit tidur dan tabibtabib tak berdaya menolongnya. Berbareng dengan itu, katanya pangeran kehilangan belasan pengawalnya, entah sekalian hok-wie itu kabur karena ketakutan dituduh sudah mencelakai tuannya atau sebab ketakutan sendiri, inilah cerita pebagai penduduk kota. Tidak ada orang yang ketahui jelas duduknya peristiwa itu kecuali Lie Tiong Hoa dan Liong Hoei Giok serta Lim Ban coen isteri dan anaknya. Totokannya Tiong Hoa itu tak ada orang yang dapat bade atau bebaskanTempo Tiong Hoa sudah kembali kerumahnya,ia lantas duduk menyendiri didalam pasebannya yang kecil- mungil. Disinila dapat menenangkan segala apa. Maka ingatlahla akan satu hal. "Kenapa didalam hotel Kit Siang di Wanpeng itu aku tidak melihat Ong It Hoei?" katanya seorang diri. "Dia sangat cerdik, dia dapat menerka akal muslihat kita mengenai kematiannya Bouw Sin Gan, sekarang dia menghilang, tentunya dia kabur, inilah berbahaya, dibelakang hari dia dapat menjadi biang bencana. Ah, aku mesti pergi sendiri ke Kan-tanTak lama Tiong Hoa berpikir, lantas ia lompat nyeplos dijendela, untuk terus lari pergi. ooo Dijalan besar antara Hao see dan Han-tan terlihat sebuah kereta yang dikasi jalan perlahan-lahan, yang ditarik tiga ekor keledai pilihan- Suara tindakan kakinya keledai-keledai itu tegas terdengar. Diatas kereta duduk berbaris lima orang yang mengenakan baju panjang warna hitam, orang-orangnya sendiri beroman bengis, semua matanya tajam. Mereka itu beromong-omong satu dengan lainDidalam kereta berduduk seorang tua yang romannya jelek dan menakuti, matanya yang merah bersinar keren. Muka dia hampir ditutup dengan berewok ubanan, mulutnya lebar giginya tonggos. Tubuhnya pun besar dan gemuk, bajunya yang hitam, panjang sampai didengkul. Di-samping dia ada sebuah peti kayu, yang di tutup rapat, cuma ada lubang anginnya sebesar kacang kedele. Tengah berjalan itu, tiba-tiba si orang tua dengan roman aneh itu menanya: "Kauw Jin- jalanan ini nampaknya tenang sekali. Apakah tadi kau tidak melihat orang atau orang-orang yang romannya mencurigai" Aku si tua kuatir usaha kita ini bocor. Kalau dugaanku benar, mungkin siauwhiap akan menampak kepusingan-" Orang yang dipanggil Kouw Jin, satu diantara lima orang yang duduk diluar, sudah lantas menjawab: "Tak usah tongkee buat kuatir Memang benar ditengah jalan kita berpapasan dengan orang-orang Kang ouw tetapi mereka pasti tak tahu apa yang kita kerjakan- Siauw-hiap cerdik, aku percaya dia tidak bakal menemui kesulitanPenumpang-penumpang kereta itu yaiah Koay-Bin Jin-Him Song Kie serta Tiong Tiauw Ngo Mo, lima Hantu dari Tiong Tiauw, yang lagi membuat perjalanan dengan dandanan penyamaran- Mereka tidak mau menarik perhatian umum. Didalam peti kayu itu rebah mangsa mereka: Bouw Sin Gan yang tengah diangkut pergi. "Kamu berlima duduk diluar. sebenarnya kamu terlalu menyolok mata," berkata pula Song Kie. yang batuk-batuk. "Nama Tong Tiauw Ngo Mo sudah terlalu tersohor, wajah kamu sendiri telah banyak yang kenal, sekarang kamu menjadi kusir- kusir. mana kamu tak mendatangkan kecurigaan orang?" Kouw Jin, si Hantu pertama, tertawa. "Tongkee terlalu hati hati" katanya. "Dulu hari siapakah yang tongkee buat takut?" "Inilah bukannya aku slorang tua takut." Song Kie menerangkan- "Aku hanya berkuatir yang pesan siauwhiap nanti kena tersia-siakan- Musuh musuh kita dahulu hari banyak sekali, ya terlalu banyak. maka aku kuatir ditengah jalan ini kita nanti menemui satu atau lebih diantaranya. Kita bakal lekas tiba di Hantan, meski begitu, aku harap siauwhiap lekas menyusul kita, dengan begitu barulah aku situa dapat melapangkan dadaku yang sesak ini." Kelima Hantu berdiam, mereka cuma mengayun cambuk mereka, membuat ketiga keledai berlari-lari. Maka itu, lebih tengahlah tindakan kaki binatang-binatang itu. Belum terlalu jauh, mendadak terdengar berisiknya tindakan beberapa ekor kuda yang datang dari belakang. Tiong Tiauw Ngo Mo dapat dengar itu. hati mereka berdenyut sendirinya. Dengan lekas suara dibela kang itu datang dekat, lalu melewati kereta keledai itu. Itulah enam penunggang kuda yang main mengaburkan kudanya. Selagi melewati mereka itu berpaling, mengawasi kelima Hantu. Satu diantaranya membuka mulutnya berkata nyaring: "Tiong Tiauw Ngo Mo...." Belum suara berhenti, mereka itu sudah lewat jauh beberapa puluh tindak. Parasnya kelima Hantu berubah. " orang-orang macam apa?" tanya Song Kie. "Kita tidak dapat melihat tegas," sahut Kouw Jin- "Kalau tidak salah merekalah kawanan kurcaci yang dulu hari berpura-pura menjadi orang-orang dengan baik hati..." Mendengar demikian, Song Kie kata keras: "Kita mesti lekas tiba di Hantan Aku kuatir nanti terjadi sesuatu ditengah jalan ini." Kelima Hantu menurut, mereka membentak-bentak ketiga keledai, yang lantas lari keras, hingga roda-roda kereta menggelinding gencar, hingga debu menjadi mengepul naik tinggi. Song Kie nongol keluar tenda.la nampak masgul. "Kalau sebentar kita tiba dimulut penyeberangan Lok Hoo," pesannya, "kita ambil jalan cabang yang sebelah kanan, kapan kita sampai dikuil Hok Kok Sian Sie. di-sana kita singgah untuk berlindung sebentar." Tiong Tiauw Ngo Mo heran mendengar suara orang demikian sungguh-sungguh, Mereka saling memandang. "Tongkee." tanya Kouwjin, "apakah kau menduga kepada suatu pihak atau orang yang liehay?" Koay Bin Jin Him, si Manusia Beruang Bermuka Aneh, mengerutkan alisnya yang tebal. "Aku si tua ingat pada kejadian duapuluh tahun yang lampau," sahutnya. "Tapi sekarang tak sempat aku menutur peristiwa itu. Kouw Sin, pergi kau lekas kembali, untuk memapaki siauwhiap. Aku percaya siauwhiap akan sudah menyusul kita. Kau ajak dia langsung ke Hok Kok sian Sie" Kouw Sin, Hantu yang termuda, menurut. Kebetulan mereka lewat dibawah pohon Jie yang banyak cabangnya, makala turun dari kereta tanpa lompat kebawah hanya dengan menjambret secabang pohon-la menunggu sampai kereta sudah lewat beberapa puluh tombak, barula merambat akan turun dari pohon itu yang tumbuh di tepi jalaan diladang gandum. Tidak ayal lagi ia mengambil jalan besar untuk lari balik ke arah kotaraja. Kereta sendiri berlari-lari terus sampai maghrib. Keempat hantu meraba senjatanya masing-masing. Mereka terpengaruhkan oleh sikap luar biasa dari Song Kie. Tak biasanya pemimpin itu bersikap seperti orang dengan nyali kecil itu. Mereka pun tahu percuma mereka membujuki. Mau atau tidak. mereka mesti siap sedia. Mereka jadi mau percaya disebelah depan bakal ada musuh-yang tangguh. Sang kereta berjalan terus, demikian pula sang waktu.. Sekarang ini si Puteri Malam mulai mengintai dibalik awanLangit gelap. angin bertiup keras. Masih kereta berjalan terus. Lagi beberapa saat, kereta sudah sampai dijalanan yang sukar, selat dengan di kiri dan kanan samping yang tinggi dua sampai tigapuluh kaki. Lebarnya selat cuma empat atau lima tombak. Keempat Hantu mengetahui baik, itulah tempat yang bagus letaknya, andaikata orang jahat hendak turun tangan- Maka disitu mereka hendak melarikan keras kereta mereka. Justeru itu dari atas tanjakan jurang mereka mendengar suara nyaring: "Tahan kereta kamu" Suara itu disusul dengan beberapa puluh kali suara nyaring serta cahaya berkeredepan turun menyambar. Keempat hantu sudah lantas menahan tali kendali. Ketiga keledai mesti menghentikan kaki mereka dengan mendadak. mereka sampai seperti berdiri dengan kedua kaki belakangnya masing-masing serta kepala terangkat tinggi. lewat dua tombak. baru roda-roda kereta berdiam berputar. Keempat Hantu berputar senjata mereka, meruntunkan puluhan sinar berkeredepan itu, yalah pelbagai senjata rahasia. Beberapa buah senjata mengenai tenda, tetapi Song Kie tak muncul karenanya. Dengan lekas terlihat beberapa orang berlari-lari turun, setibanya dibawah mereka mengambil sikap mengurung kereta. Toa-Mo Kouw Jin tertawa lebar,la terus berkata: "Sahabatsahabat, kamu benar-benar tidak membuka lebar-lebar mata kamu cara bagaimana kamu dapat datang menyambut kepada kami Persaudaraan Kouw. Apakah kamu tidak mencari keterangan dahulu bahwa kami biasa dahar apa?" Didepan Toa Mo, Hantu kepala dari Tiong Tiauw, sudah lantas muncul seorang jangkung- kurus yang matanya tajam. Dia juga tertawa lebar, sembari tertawa dia menjawab: "Kami bukannya begal Kami hanya datang mencari tongkee kamu Kouw Loosoe, silahkan kau minta Song Tongkee keluar menemui kami" Kouw Jin tertawa terus. "Sahabat, mohon tanya she dan namamu yang mulia?" katala. "Pula aku ingin ketahui kau dengan tongkee kami ada bermusuh atau tidak..." Si jangkung-kurus itu bersenyum. "Maaf aku she Yok." sahutnya. Akulah ketua muda dari Hoay Yang Pang yang dunia Kang ouw menyebutnya Poankoanpit Yo cong Kay. Aku tidak bermusuh dengan tongkee kamu Kouw Loosoe tetapi kami di undang untuk membantu pihak pengundang itu. Sekarang kami datang untuk mengundang tongkee kamu membuat pertemuan disatu tempat lain dengan dia itu." "Yo Loosoe, siasatmu ini kurang sempurna" kata Kouw Jin tertawa tawar. "Siapa pengundang itu" Kenapa dia mengutusmu"Bukankah lebih benar kamu tengah mengarah mustika diatas kereta kami"." Mukanya Yo cong Kay menjadi merah. Lantas saja menarik sepasang senjatanya yang ia geblokkan di punggungnya. "Kouw Loosoe." dia berkata. "Kabarnya kamu telengas sekali, jikalau kamu bekerja biasa kamu tidak meninggalkan saksi hidup. hingga kejahatanmu bertumpuk tinggi bagai bukit, maka itu, biarnya aku bukan lagi bekerja untuk pengundang itu, aku juga hendak bekerja untuk pri-keadilan Rimba Persilatan-" Kouw Jin habis sabarnya, dalam murkanya ia menggeraki pedangnya dari kiri ke kanan, hingga sinarnya mencorong, menyusul mana, tangan kirinya menyambar pundak orang. Tak kecewa Yo Tong Kay menjadi ketua muda Hoay Yang Pang. Dia dapat bergerak dengan gesit sekali. Dia bergerak kekiri berkelit dari sambaran tangan kiri lawan. Dengan poan koan pit, senjatanya mirip alat tulis,la menekan pedang lawan itu. Kemudian dengan sangat cepat tangan kirinya menotok kejalan darah didada Kouw Jin. Itulah gerakan jeriji tangan yang merupakan "Naga hitam mengambil mutiara" Ouw Liong Tam coe." Kouw Jin menangkis dengan tebasan pedang yang ditarik pulang, setelah itula menyerang pula beruntun sampai tiga kali. Dengan begitu bertarunglah mereka. Selagi Kouw Jin bertempur itu, tiga saudara lainnya juga sudah ada yang serbu, Tiga diantaranya musuh berlompat maju. Hanya ketika mendekati kereta mendadak dari dalam kereta ada tiga senjata rahasia yang berkeredep menyambar keluar. Seorang musuh tak keburu kelit, pahanya kena terhajar. Dia berteriak dan roboh terjengkang, pahanya itu Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mengeluarkan darah. Karena itu dua yang lainnya lompat kesamping lantas mereka menolongi kawan mereka yang terluka itu. Senjata rahasia itulalah sebatang piauw besi. Melihat itu mereka terkejut, agak mereka heran- Mereka menduga didalam kereta itu ada bersembunyi Koay Bin Jin Him Song Kie. tetapi senjata rahasia siBiruang Aneh yalah paku Thianlongteng. bukannya piauw semacam itu, piauw biasa saja. Mereka tak tahu, setelah ditolong Tiong Hoa. Song Kie mau mengubah cara hidupnya, dia menyimpan goloknya, dia tak lagi memakai pakunya yang kesohor itu. Sekarang dia datang membantu Tiong Hoa, dia membekal pakunya, tetapi yang dia pakai yalah piauw biasa. Tanpa sangat perlu, tak sudi dia pakai pula pakunya itu. Pula song Kie berlaku sabar luar biasa. Tak sudi dia keluar dari keretanya, dia kuatir, asal dia keluar, nanti ada musuh mendatangi keretanya, guna mengganggu tubuh nya Bouw Sin Gan- Dan musuh itu, yang repot menolongi kawannya, tak segera maju pula. sekarang ini rembulan sangat terang. Selagi pertempuran berlangsung, dari atas jurang terdengar teriakan- "Tahan- Semua orang lantas pada mundur sendiri nya. Setelah itu dari atas itu terdengar pula suara tadi yang nyaring: "Siluman tua the Song, kalau kau benar sahabat baik, kau mesti muncul menemui kawan lamamu. Mengapa sebaliknya kau terus sembunyi saja didalam kereta?" "King Loosoe, selamat bertemu" menjawab Song Kie sambil tertawa nyaring. "Dua puluh tahun sudah lewat, aku si orang she Song menyangka kau telah lama mati Siapa nyana kau sebenarnya masih ada dalam dunia yang fana ini Sungguh inilah diluar dugaan Memang perhitungan kita harus dibereskan, hanyalah kalau kita masih- bertempur ditengah jalan seperti ini, kelihatannya- perbuatan itu perbuatan dari pandangan cupat" Orang diatas jurang itu tertawa. Dia kata: "Memang sebenarnya aku memikir sekarang ini- membuat perhitungan denganmu aku merencanakannya diakhir tahun ini diwaktu mana aku hendak mendatangi gedungmu, tetapi secara sangat kebetulan, aku bertemu kau disini, maka aku jadi ingat, dari-pada memilih lain hari lebih baik kita, menetapkan saja hari ini" Song Kie menelad orang. Diapun tertawa. "Aku sudah menduga kau tentu telah mengundang orangorang lihay buat membantumu membinasakan aku" katanya. "Maka baiklah, bersedia aku melayani kau, asal saja kau setuju denganku.. Kita pergi ke kuil Hok Kok Sian Sle di Lak Boo sana, disana tak seperti disini, disini kita mudah menarik perhatiannya pembesar negeri" Suara diatas itu menjawab cepat. "Baik." beginilah kepastian kita. Aku si orang she Kiang tidak kuatir kau nanti lari terbang ke langit. Nah sebentar jam empat, Kita bertemu pula didepan Hok Kok sie." Yo cong Kay lantas menyerukan kawan-kawannya, maka itu terlihatlah enam orang lari berangkat menuju ke Han-tanYang satu lagi dengan mempepayang si luka mengikuti enam orang itu. Berhentilah pertempuran itu. Dalam kesunyian terdengar suaranya Song Kie dari dalam kereta berkata. "Kamu naiklah ke kereta Mari kita melanjuti perjalanan kita." Kouw Jin berempat yang mengawasi musuh berlalu, lantas lompat naik ke atas kereta. "Tongkee kenapa kita tidak bereskan saja yang tiga lagi ?"la tanya. Diatas jurang masih ada bersembunyi orang-orang yang liehay." Song Kle menjawab. "Kita berjumlah lebih sedikit, kita harus dapat menggunai saat juga. coba tidak malang dengan peti ini, akupun bukannya si manusia takut mati Sudah, tak usah kau banyak Tanya lagi, cuma menambah pusing. ooo Cuaca baru saja menjadi gelap dan sang rembulan sudah mulai muncul, disaat itu ditengah jalan besar nampak seorang kabur dengan kudanya, cepatnya luar biasa. Dia-lah Lie Tiong Hoa. Sekeluarnya dari gedung-nya, dia pergi ke tempat penyewa keledai dan kuda,la memilih seekor kuda dengan apa dia lekas-lekas meninggalkan Yan-khia kotaraja. Kebetulan kuda itu jempol, bisa kabur sekuat-kuatnya. Terpisah kira satu lie dari Tiong Hoa ini, dibelakangnya itu kabur seorang penunggang kuda lainnya. Dia ini seorang nona yang cantik, yang rambutnyapun bagus, di tutup dengan saputangan sulam. Dia menunggang kuda istimewa, yang larinya pesat dan tetap. maka itu nampaknya lekas sekali. Tiong Hoa bakal dia dicandak.... Si anak muda mendengar suara kaki kuda mendatangi itu.ia heran- Saking curiga, ia lantas kata dalam hatinya: "Mungkinkah rahasia telah bocor, la lantas menoleh ke belakang. Tak dapatla melihat tegas, penunggang kuda dibelakang itu mendekam atas punggung kuda. Karena itu,la lantas menahan les kudanya, ketika penunggang kuda itu tiba dengan cepat,ia terus menyambut dengan satu pukulan udara kosong. Penunggang kuda itu rupanya memasang mata, melihat dirinya diserang, dia kaget hingga dia berteriak nyaring, tubuhnya berlompat dari atas kudanya. Kuda itu sendiri berjingkrak sambil meringkik keras. Tiong Hoa terkejut akan mendengar teriakan seorang wanita. Dengan lantas ia mengawasi. Kembalila menjadi heran- Wanita itu, yang telah berkelit ke samping berdiri jauhnya satu tombak dari ia ialah Nona Lim Gin Peng yang diketemukan di dalam istana Pangeran Hosek.la menjadi mengerutkan alis. "Nona Lim" tegurnya, "kenapa kau datang kemari" Bagaimana dengan ayah dan ibumu?" Nona itu tersenyum. "Aku telah mendapatkan tempat dimana aku dapat menyembunyikan ayah dan ibuku itu. Dia menyahut. "oleh karena aku menguatirkan keselamatan kau, kongcoe aku sudah lantas kembali ke istana untuk menantikan kau. Aku melihat kau pula ke gedung Siangsie, baru hatiku lega... Sekarang ini didalam kota ramai tersiar cerita burung diantaranya ada fttnah bahwa kongcoe telah meracuni pangeran Hosek..." Tiong Hoa terkejut juga. "Siapakah penyiar fitnah itu ?"ia tanya. "Dialah Liok cie Kiam Yong Thian Hoei gula-gula nya Mauw Boen Eng." Sahut Nona Lim. "Dia juga menempatkan diri di dalam istana Hosek. Entah kenapa mereka kedua kekasih bentrok. Biar bagaimana, Yong Thian Hoei masih mencintai Boen Eng, maka dia bingung ketika dia mendapat tahu Boen Eng lenyap. Lantas dia menduga Boen Eng terbinasa ditangan kongcoe. Begitulah dia menyiarkan kabar anginnya itu " Tiong Hoa mengawasi tajam nona itu.ia heran kenapa si nona mengetahui hal itu demikian jelas. Gin Peng dapat menduga kesangsian si anak muda, makala berkata pula, dengan sungguh-sungguh: "Aku dengan Boen Eng pernah saudara-saudara seperguruan, maka aku ketahui jelas tentang dia. Selama di Koen-beng, Boen Eng dan Yong Thian Hoei telah melihat kau, kongcoe..." Si anak muda mengangguk. "Aku mengerti sudah," katanya. "Aku menghaturkan banyak-banyak terima kasih kepada kau, nona, untuk penjelasan kau ini. Sekarang silahkan nona pulang, supaya kau tidak membocorkan rahasia diri kamu." Nona itu mengawasi tajam, sinarmatanya sayup,sayup, Dia nampak masgul dan penasaran"Aku melihat Yong Thian Hoei mundar-mandir disekitar gedungmu. kongcoe,"la berkata pula, perlahan, nadanya berduka. "Atas itu aku lantas pergi pada Liong Tay-jin untuk memberikan kisikan. Dengan Liong Tayjin bersiap-siap membekuk Yong Thian Hoei guna menutup mulutnya. Dari tempatnya Liong tayjin, aku segera kembali kegedung kongcoe, kebetulan aku melihat kongcoe berlalu, aku lantas menyusui, terus sampai disini. Baiklah kongcoe ketahui, datangku ini atas titahnya ayah dan ibuku, tak dapat aku membantah titah orang tuaku itu..." Tiong Hoa menjadi masgul.ia serba salah. Sukar untuknya menampik. Tapi ia cerdik, cepatla mendapat pikiran"Ada satu urusan sangat penting yang memaksa aku mesti pergi ke Han-tan-" katanya. "Walaupun demikian, didalam tempo dua atau tiga hari, pasti aku akan pulang ke kotaraja. Maka itu sekarang baik nona lekas pulang. Lebih baik nona pergi kepada Long Tayjin untuk membantui membekuk Yong Thian Hoei. Aku minta ini padamu, nona, dapatkah kau meluluskannya ?" Hati Gin Peng bercekat.ia tahu sebenarnyala ditampik. Saking berduka, airmata nya lantas melele turun- Karena itula tidak lantas cepat-cepat menjawab. Ketika itu satu bayangan terlihat berlari-lari mendatangi dari arah IHan-tan, gerakan nya sangat gestt, dengan lantas dia sudah sampai. Tiong Hoa melihat bayangan itu,la memutar tubuhnya untuk men ambut.ia mengulur Tangan Keranya. "Aku. Lie Siauwhiap" orang itu berseru sambil dia berkelit. "Aku Kouw Sin" Tiong Hoa segera menarik pulang tangannya, ia terkejut. Ia mengawasi tajam kepada Hantu kelima dari Tong Tiauw. Kauw Sin sudah lantas berkata pula: "Siauwhiap. ada terjadi ancaman bahaya ditengah jalan Tongkee kami telah bertemu dengan musuhnya. oleh karena tongkee kuatir nanti terbit kegagalan dia menitahkan aku lekas balik buat mencari siauwhiap. Siauwhiap diminta lekas pergi ke Lok Hoo hulu, kekuil Hok Kok slen Sie" Tiong Hoa terkejut, tetapila menjadi bingung, bahkanla tahu bagaimana harus bertindak. "Kita berangkat" katanya nyaring. Kouw Sin pun mengerti, tanpa mengatakan apa-apa lagila memutar tubuhnya buat lari balik. Tiong Hoa lompat turun dari kudanya untuk ditinggalkan-ia menyusul Kouw Sin dengan berlari-lari. Gin Peng bingung menyaksikan itu,ia mengertak gigi.la lekas mengambil keputusan, maka ia lari pada kudanya,ia lompat naik, lantas ia keprak binatang itu, buat dikasi lari terbang menyusul. Pada kira jam tiga, tengah rembulan permai sekali, Tiong IHoa bertiga telah tiba di penyeberangan sungai Lok Hoo. Dari situ mereka berlari-lari terus kearah kanan- Di situ ada banyak pohon, Gin Peng turun dari kudanya dan menambatnya, dengan jalan kaki,la mengikuti terus si arak muda dan si Hantu dari Tiong Tiauw. Belum jauh mereka berlari-lari, didalam rimba itu mereka dipegat oleh tiga orang, yang muncul secara tiba-tiba. Dengan berdiri berbaris tiga orang itu menghadang. Yang satu lantas saja berkata: "Sam-wie, tahan Didepan sana ada ancaman bencana. Jikalau tidak ada perlunya, silahkan sam wie balik kembali." Tiong Hoa sudah lantas memandang tajam,ia melihat orang berpakaian serupa.la juga melihat air muka orang bukan seperti orang-orang sesat.la menduga kapada kawan-kawan atau pembantu dari musuhnya Song Kie la memberi hormat pada mereka itu. "Terima kasih atas nasihat kamu bertiga,"ia kata ramah. "Tapi kami mempunyai urusan penting, kami mesti melakukan perjalanan cepat, maka itu maaflah, tidak dapat kami menurut nasihat tuan tuan-..." orang itu mengawasi tajam. "Tuan hendak pergi kemana?" dia tanya. Sulit buat Tiong Hoa menjawab. Tak dapat ia mendusta. Lim Gin Peng lantas maju kemuka. dia kata pada si anak muda: "siauwhiap silahkan berjalan terlebih dulu, nanti nonamu melayani tiga orang ini" Tiong Hoa mesti mengambil keputusan cepat. Ia menerima baik kata-kata si nona, maka dengan menarik tangannya Kouw Sin, ia berlompat melewati penghadang itu. Gin Peng sendiri sudah lantas mengeluarkan senjatanya yang berupa Giok keng alat musik kemala, dengan tangan kirinya dia memegang, menampar, dengan tangan kanannya ia lantas mementil dengan dua buah jerijinya. Maka disitu terdengar suara menggentrung berulang-ulang. Ketiga penghadang itu terkejut. Mendadak saja mereka merasa pikiran mereka kacau, kepala mereka pusing, mata mereka berkunang. Ketika itu darah mereka pun bergolak. tidak ampun lagi ketiganya roboh terkulai tak berkutik pula Nona Lim tertawa, ia terus lari meninggalkannya, bagaikan terbang, ia menyusul Tiong Hoa dan Kouw Sin- "Sementara itu rombongannya Song Kie sudah tiba didepan kuil Hok Kak Sian Sie. Keempat hantu segera lompat turun dari kereta. Song Kie pun mengikut untuk membuka tenda. Kuil didepan itu tinggi dan besar, temboknya berwarna merah, mukanya hadap ke sungai Lok Hoo dimana sang Puteri Malam lagi berkaca dipermukaan air kali yang jernih sekali. Dimuka kuil juga ada banyak pohonnya pohon siong dan pek. Tempat sunyi, cocok untuk peristirahatan- Tapi mengawasi pemandangan disekitarnya itu. Song Kie menghela napas dan kata: "Kelihatan-nya aku Song Kie, aku bakal kehilangan jiwaku disini..." Keempat Hantu terperanjat. Mereka mengawasi, terus mereka saling memandang. Segera itu dari dalam kuil terlihat munculnya serombongan dari belasan orang. Perlahan tindakan mereka ini. orang yang jalan didepan yalah seorang dengan tubuh jangkung dan besar, yang sedikit bungkuk. Dia mempunyai sepasang mata yang sangat tajam dan bengis. Tanpa merasa paras Song Kie berubah dan darahnya pun bergolak. ooooo BAB 1 ORANG jangkung dan rada bungkuk itu mengawasi seorang usia pertengahan disisinya, habis itu ia menoleh pula untuk memandang ke arah kereta. Selama itu sinar mata dia Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memain- Song Kie melihat sinar mata orang itu. hatinya berdebar, ia heran sekali. inilah orang yang pernah menempuh badai dan gelombang, toh malam ini didetik ini ia merasakan nyalinya menjadi ciut. ia heran kenapa sulit untuknya menenangkan diri. ia tahu baik apa sebabnya kegentaran itu. Ialah tanggung jawabnya yang berat sekali, ia mesti melindungi tubuh Bouw Sin Gan-inilah untuk menjaga keselamatannya Lie Tiong Hoa. ia tidak menyangka sama sekali, sesudah lewat dua puluh tahun, malam ini ia justeru bertemu dengan musuh besarnya. "Rupanya karena dulu aku telah melakukan terlalu banyak perbuatan tak pantas maka malam ini datang saat pembalasan atas diriku." pikirnya. "Tapi Lie Siauwhiap tulus lurus, dia bertindak untuk keadilan, mustahil dia tak dilindungi Thian" Mungkinkah dia bakal gagal karena aku" Kalau begitu benarbenar Thian tak adil." Dalam keadaan seperti itu, suram wajahnya Koay-bin Jim Him ia mengharap- harap tubuh Bouw Sin Gan tak terganggu, untuk itu ia rela umpama kata ia mesti hilang jiwa disitu. Si jangkung dan bungkuk itu mengawasi sekian lama kearah kereta, ahirnya dia memecah kesunyian dengan tertawanya yang nyaring. Dia kata: "Selama Kiang Hiantee belum tiba disini aku si orang tua tak dapat lancang bertindak atas namanya, karena itu justeru kita lagi menganggur, tak ada kerjaan apa-apa, Lo Hiantee, mari kita main menerka teka-teki. cobalah bilang, apakah isinya kereta keledai itu hingga itu sampai demikian berharga mesti diantar sendiri oleh Song lao Koay, si siluman tua?" Song Kie mendongkol mendengar suara orang itu. Tak dapatla menahan sabar. "Eh, Liauw To-coe. bungkuk, kau bicara kira-kira"la menegur. "Kau telah mengenal cara kerjaku, kenapa kau ngoceh tidak keruan?" Hati keempat Hantu pun bercekat. Sekarang mereka ingat si jangkung dan bungkuk itu. yalah To Hiap Liauw Boen Thian, si jago Bungkuk, yang namanya sangat ke sohor pada tigapuluh tahun yang lampau, yang baik goloknya maupun tangan kosongnya, di jamannya itu sangat dimalui oleh duadua pihak Jalan Putih dan Jalan Hitam. Hanya aneh dia itu. disaat namanya meningkat naik itu, mendadak dia melenyapkan diri, hingga ada kabar bahwa dia telah meninggal dunia. Sejak itu tak lagi orang menyebutnyebutnya. Sampai belakangan orang ribut memuji Pouw Liok It, dia masih tak terdengar sekali. Sungguh di luar dugaan, malam ini dia muncul dikuil Hok Kok Sian Sie ini Liouw Boen Tian tertawa, lagaknya angkuh. Kemudian ia mengangguk. "Kau benar" katanya. "Tapi namaku tak salah, kereta itu aneh" Song lau Koay, kau toh tak salah omong, bukan?" "Tidak salah" jawab Song Kie. "Didalam keretaku ini ada sebuah peti kayu, hanya isinya peti itu bukannya barang berharga yang langka" Liauw Boen Thian tertawa pula. "jikalau bukan barang berharga yang langka, kenapa kau sampai begini mementingkannya?" dia tanya. Song Kie gusar tapi dia menyahut. "Kau tahu orang Rimba Persilatan kenal baik budi dan permusuhan, dua-duanya itu harus dibalas dengan tepat. Dulu hari aku menerima budi orang, hendak aku membalasnya. Sekarang aku diminta melindungi peti kayu itu, Sekalipun isi peti hanya air dingin aku mesti jaga supaya setetes juga air itu tak melas bocor" Hoen Thian heran juga, hingga ia nampak melengak. "Tidak kusangka kau dapat ingat baik sekali budi danpermusuhan, katanya hingga kau menjadi seorang lakilaki sejati Sungguh, aku si orang she Liauw, mesti aku memberi hormat padamu Hanya malam ini aku ada orang undangan Kiang Hiante yang memohon bantuanku, dari itu, apa juga soalmu, tak dapat kau minta apa-apa dari aku, tak dapat aku meluluskannya" Selagi Liauw Boen Thian bicara itu, dalam rimba terlihat dua bayangan orang muncul, gerakannya gesit. Begitu mereka sampai di-depan si bungkuk, yang satu berkata: "Liauw Tayhiap. jangan dengar ocehannya Song lao Koay isinya peti kayu itu mesti mayat orang" Boen Thian heran, dia melengak. Song Kie dan empat kawannya terkejut sampai air muka mereka merubah menjadi pias. Orang yang kedua berkata sambil bersenyum: "Saudara Liauw, orang dengan siapa adikku ini dating ialah loosoe Bian ciang Ong It Hoei dari Thay Heng San yang sangat pintar dan cerdik, yang pandai sekali menerka sesuatu, terkaannya tepat seperti terkaan malaikat Dialah orang yang adikmu paling hargakan" Liauw Boen Thian lantas tertawa ia memberi hormat pada orang didepannya itu, yang ia terus pandang tajam. "Satu nama yang sudah lama sekali aku dengar," katanya memuji. "Kemudian ia menoleh kepada Song Kie. untuk menanya: "Song lao Koay, benarkah perkataannya Ong Loosoe ini?" song Kie dongak. dia tertawa dingin"Jangan kata memangnya bukan, taruh kata benar, apakah bedanya dengan kata-kata kamu?" dia balik bertanya. "Tetapi Ong Loo soe, bagaimana kau dapat membilang demikian?" Ong it Hoei mengawasi tajam. Dari hidungnya terdengar suara mengejek. "Apakah kau berani membuka petimu itu untuk kita semua lihat?" dia tanya. "Kenapa aku tidak berani?" jawab Song Kie berani. lantas alis dan kumisnya pada bangun. Dalam gusarnyala kata pula keras. "Ong It Hoei kau menuduh isi peti yalah mayat orang. Kalau begitu, kau tentu ketahui mayat itu mayat siapa. Sekarang dihadapan banyak orang gagah ini kau sebutlah." Mukanya Ong it Hoei menjadi pucat. Ketika itu ia mendengar suara yang halus yang masuk kedalam telinganya: "Kau membantu harimau mengganas. Kau si sakit jiwa. Diamdiam ia menoleh, untuk melihat siapa yaag berbicara itu. Tiba-tiba, maka terdengarlah satu rentetan tertawa nyaring, disusul dengan kata-kata ini: "Buat apa kami bicarakan-segala hal yang tak ada perlunya" Baiklah kita bicarakan urusan kita saja. Aku Kiang Houw Peng dengan Song Tongkee sudah dua puluh tahun tak pernah bertemu, diluar dugaan dijalan Han-tan ini kita bertemu satu pada lain-" Song Kie sudah lantas mengasi dengar suaranya: "Kiang Loosoe, baiklah kau lantas jelaskan bagaimana caranya kita harus membereskan hutang lama kita" Disisinya ong It-Hoei ada seorang tua yang kurus, dia itu tertawa dan kata: "Di dalam Rimba Persilatan ada satu cara biasa yang paling sempurna. maka itu Song Tongkee, kau sudah ketahui itu, kenapa- kau menanyakannya lagi" Song Kie tertawa pula. "Kiang lawsoe benar." sahutnya. Tetapi hendak aku menduga- duga dahulu Apakah malam ini Kiang Loo-soe cuma menunjuk aku satu orang"Jikalau begitu, aku minta supaya orang-orangku ini dapat naik kereta untuk berlalu dari sini" Sebelum Kiang Houw Teng menjawab, di belakangnya ada seorang tertawa dingin yang terus berkata dengan jumawa: Membasmi kejahatan mesti membasmi semuanya. Buat apa kau mainkan lidah di depan kita." Song Kie tertawa, matanya mendelik. "Jangan kau bertingkah"la membentak. "Aku Song Kie di sini cuma ada berlima, jikalau kami mesti mati disini. kau juga tak akan luput, tubuhmu bakal rebah melintang dengan berlepotan darah ini dia yang di bilang membunuh selaksa orang tetapi kerugiannya cuma tiga ribu jiwa" Habis berkata, Koay-bin Jim Him segera memernahkan diri dengan dia terus diapit keempat Hantu, bersedia untuk menyambut serbuan- Justeru itu dari dalam rimba terdengar tertawa yang nyaring halus, disusul dengan pertanyaan ini: "Musuh bermusuh, balas membalas, sampai kapankah itu akhirnya. Dan disini tempat suci bersih dari Sang Buddha, disini kamu menerbitkan onar hebat, bukankah itu suatu dosa?" Berbareng dengan kata-kata itu cepat munculnya tiga orang yalah Tiong Hoa bersama Lim Gin Peng dan Kouw Sin. Kiang Houw Teng mengawasi Lie Tiong Hoa, dia terkejut, didalam hatinya dia kata: "Aku telah memasang pelbagai perintang dan semuanya orang-orang pilihan, kenapa mereka ini dapat tiba disini secara begini merdeka" Mungkinkah semua orangku itu sudah menemui kecelakaan ?" juga Bian ciang Ong it Hoei dari Thay Heng San kaget bukan main hingga mukanya menjadi pucat pasi. Dia menduga kepada Lie Cie Tiong yang gagah perkasa, dan dia percaya juga barusan mestilah Lie Cie Tiong yang mengasi dengar suara halus ditelinganya itu. Sebenarnya jago Bian ciang ini lurus hanyalah telah terkena ojokannya Soe Kiat kepada siapa dia berhutang budi, maka juga ia suka memberikan bantuannya selaku suatu jalan membalas budi itu. ia mau membalas budi, mana bisa ia menampik permintaan orang she Soe itu" Dalam perjalanan ke kota raja ia sudah mendengar halnya juga main berkomplotan-ia sudah menyesal hanyalah terlanjur. Itu waktu juga ia ketahui maksud sebenarnya dari Soe Kiat. Didalam kota raja, Soe Kiat banyak kaki tangannya. Hotel Kit Siang itu dia borong untuk dijadikan tempatnya menyambut sekalian tetamunya. Ketika ong It Hoei tiba dan masuk ke hotel itu, ia lantas menemui banyak orang dari Jalan Hitam. Ia ingin mengundurkan diri tetapi sulit. Ia merasa ia bakal terlibat juga. Demikianlah ketika dikuburan Bouw Sin Gan,ia mencegah aksi Thian ciat Sin Koen. Kemudian sekembali nya kehotel dengan alasan mau kembali ke kota raja, untuk mencari kepastian Soe Kiat masih hidup atau sudah mati, ia meminta diri. Ini sebabnya dihotel itu Tiong Hoa tak menemuinya. Ong It Hoei membikin perjalanan dengan hati tidak tenang. Didekat Lok-kwan ia bertemu Kiang Houw Teng dan Houw Teng meminta bantuannya. ia menolak tetapi sahabatnya itu mendesak. Hingga ia terpaksa turut. Selagi mendekati kuil ia telah mendengar suaranya Liuw Boen Thian si Jago Bungkuk. Mendadak ia ingat pada orang ysng membongkar kuburannya Bouw Sin Gan. Untuk mendapat kepastian, ia sudah lantas turut bicara. Sebenarnya ia cuma ingin mendapat pemecahan bagi terkaannya. Ia tidak menyangka bahwa urusan bakal menjadi hebat. Diwaktu mendengar suara ditelinga itu, hatinya sudah ciut, ia menyesal bukan main telah campur bicara Maka itu, sekarang meiihat Lie Tiong Hoa mukanya menjadi pucat sekali. Hanya kemudian ia bisa juga sedikit melegakan hati inilah karena ia mendapatkan anak muda itu tidak menunjuki kegusaran. "Kau siapa, tuan?" Kiang Houw Teng tanya si anak muda. Aku lihat tuan orang lurus, kenapa tuan campur segala siluman- Kalau dapat ingin aku memberi nasehat padamu?" Houw Teng menduga Tiong Hoa menjadi pembantunya Song Kie lantaran ia lihat Kouw Sin ada bersama pemuda itu. Tiong Hoa tidak gusar, dia cuma tertawa-tawar. "Akulah orang tak berarti dalam dunia Rimba Persilatan,"ia menjawab sabar.ia terus berpaling kepada Song Kie, menambahkan: "Batas diantara lurus dan sesat sebenarnya cuma segaris benang, aku minta sukalah ini dimengerti olehmu. Di antara kamu terdapat permusuhan dahulu hari, mengenai itu aku tidak berani memuji dia atau membelainya. tetapi ingin aku menjelaskan, sekarang ini Song Po-coe sudah meletaki goloknya. dia telah mengubah cara hidupnya. Bukankah ada dibilang, permusuhan itu lebih baik dibereskan tetapi tak selayaknya diperkeras" Tuan, kau sudah dapat bersabar sampai dua puluh tahun, kenapa sekarang kau tidak mau bersabar terlebih jauh, untuk kau sekalian melepas budimu, supaya kau menanam kebaikan?" Mendengar begitu, alisnya Kiang Houw Teng berkerut ia hendak bicara tetapi Tiong Hoa mendahului. "Ini melainkan pandanganku si orang muda," kata anak muda itu, "tuan suka menurut atau tidak terserah kepada tuan umpama kata tuan tetap hendak melampiaskan sakit hatimu itu, aku tak dapat mencegah aku melainkan hendak minta supaya diberi sedikit kelonggaran yaitu agar waktu dan tempatnya dipilih pula jangan sekarang dan juga jangan disini. Apakah tuan-tuan ini akur?" Kiang Houw Teng menjadi serba salah. Ia ingin menolak tetapi Tiong Hoa bicara dengan lemah lembut. Ketika ia menoleh kepada Ong It Hoei, kawannya itu mengedipi mata memberi isyarat untukla menerima baik. Ia menjadi heran, ia menjadi bingung. Tak mengerti ia akan sikapnya orang she Ong ini. lantas timbul keinginannya akan tanya It Hoei, siapa anak muda ini. Untuk itu, ia bertindak mundur perlahanTiba-tiba terdengar suara nyaring dari Liauw Boen Thian: " Kiang Loosoe, jangan dengari ocehannya bocah ini Lidah dia tajam. Dia lagi menggunai akal memperlambat tempo. Dia mana dapat mengabui aku Liauw To coe" Mendengar itu. Song Kie tertawa nyaring dengan nadanya yang aneh. "Liauw To coe, jangan matamu tak melihat orang" katanya. "Enak sekali kau menyebut-nyebut bocah. Jangan kau berjumawa untuk nama besarmu dahulu hari itu. orang semacam kau, kau tahu, bukanlah satu tandingan yang setimpal" Matanya orang she Liauw itu lantas saja bersinar tajam dan sangat galak. terus dia tertawa terbahak-bahak. "Kalau benar seperti katamu, maka aku si Tocoe, tak dapat tidak. harus aku menempurnya barang satu kali" kata dia dengan jumawa. Ong It Hoei menjadi berduka. ia tidak kenal orang she Lauw ini, tidak dapat ia mencegah, tak dapat ia membuka rahasia siapa si anak muda, ia kuatir anak muda itu nanti gusar padanya. Ketika itu Kiang Houw Teng sudah mulai menanya, It Hoei menggeleng kepala, sahutnya perlahan sambil tertawa meringis: "Saudara Kiang, kau dengar perkataanku, malam ini jangan turun tangan- Baiklah kau lekas bujuki Liauw Tayhiap supaya dia jangan berjumawa terlebih jauh..." Houw Teng mau percaya sahabatnya itu. "Liauw Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tayhiap..."ia lantas berkata: "Kiang Loosoe" Boen Thian menyela. "Urusan malam ini aku bersedia menerima tanggung jawabnya, maka itu harap loosoe tidak mencampur tahu." Houw Teng menjadijengah, dia menjadi serbah salah. Katanya didalam hati: "Aku yang minta bantuannya, bagaimana sekarang aku dapat mencegah dia " Tidakkah sikapku bertentangan ?" Tapi dia telah maju begini jauh, apa aku dapat buat ?" Terpaksa ia bungkam. Malam terang sekali, Tiong Hoa terlihat berdiri sangat tenang, kedua tangannya di gendong di belakangnya. Liauw Boen Thian panas hati menyaksikan sikap orang yang sangat memandang tak mata padanya, tak ayal lagi. dia lantas bergerak maju, sebelah tangannya dikasih melayang. Baru tangan orang bergerak. tubuh Tiong Hoa sudah menggeser ke sebelah kiri, tangannya dengan jeriji terbuka berbareng- menyambar ke dada orang itu. Boen Thian terperanjat, lekas-lekas ia berlompat mundur untuk herannya, ia mendapatkan si anak muda tidak menyerang terus padanya, anak muda itu berdiri tenang seperti tadi kedua tangannya tetap digendong. Melihat orang mengawasi padanya sambil bersenyum. ia menjadi panas, ia penasaran bukan main- Sekarang ia menatap bengis. "Aku si orang tua berhati baik." katanya sengit. "Apakah kau sangka aku takut padamu" Nah kau sambut tanganku lagi Pedang Naga Kemala 7 Pendekar Naga Geni 17 Seribu Keping Emas Untuk Mahesa Wulung Pendekar Pedang Dari Bu Tong 24

Cari Blog Ini