Ceritasilat Novel Online

Bujukan Gambar Lukisan 4

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 4 tetamu. Dia lantas menyambut dan mengundang masuk. Tiong Hoa menurut, ia masuk kedalam. "Sia uwjie, apa ada kamar?" tiba-tiba pelayan itu mendengar selagi ia menyuguhkan teh kepada tetamunya itu. Panggilan itu merdu terdengarnya. "Ada Ada." dia menjawab Cepat seraya lari keluar. Segera juga Lie Tiong Hoa melihat berkelebatnya sebuah tubuh yang lincah, yang diikuti dengan siuran angin yang harum. Tapi ia tidak memperhatikannya, ia berbangkit dan bertindak keluar. Dijalan besar ini ada banyak orang mondar-mandir, ia lantas melihat Hiong Hoei piauw Kiok, yang terpisahnya dari Thian siang Kie cuma selepasan dua anakpanah. Ia bertindak mendekati ia mendapat kenyataan pintu piauwkiok dikunci dan di sini tidak ada orang yang menjaga atau orang yang sikapnya mencurigai. ia lantas kembali ke hotel Thian siang Kie. Ketika ia sampai. ia melihat seorang nona berdiri di depan pintu, Nona itu beralis lentik, bermata jeli dan kulitnya putih, kedua belah pipinya dadu, Kaki nona itu lagi mengetuk-ngetuk lantai perlahan. Ketika itu ada seorang laki-laki berjalan keluar dari dalam hotel.Dia rupanya ceriwis dia membentur si nona. "Plok" demikian satu suara dan muka orang itu merah dan panas, setelah dibentur itu, tangan si nona melayang ke samping dan mampir dipipi orang itu, seorang muda usia kira dua puluh tahun mukanya menandakan dia orang bangsa sesat punggungnya menggondol sebatang gedang. Dia terhuyung karena tamparan itu, lantas dia menoleh, melengak memandang si nona. si nona sendiri mengawa si dengan romannya dingin- Tiong Hoa menghentikan tindakannya. ia kagum melihat gerakan gesit dari nona itu. si orang muda sudah lantas menghunus pedangnya, romannya menjadi bengis. "Eh perempuan busuk. kenapa kau memukul orang tak keruan-ruan?" dia menegur bicara dengan lidah Pakkhia. Nona itu nampak gusar sekali sekonyong-konyong tangannya meluncur, menyamber pedang anak muda itu. Si anak muda menyeringai dengan pedangnya itu ia menyambut dengan satu tebasan, ketika si nona berkelit, dia lantas menyerang pula saling susul. Nyata dia liehay. Nona itu gusar bukan main, berulang-ulang orang menyerang ke dadanya, itulah perbuatan hina, setelah berkelit, ia berlompat mundur, dengan begitu ia sempat menghunus senjatanya, juga sebatang pedang, Tidak ayal lagi, sambil membentak, ia membalas menyerang. "Ilmu pedang yang bagus." si anak muda memuji dengan seruannya. ia pun menyebut ilmu silat, pedang si nona itu, yalah Keng-Hong Boe Lioe Kiam Hoat," ilmu pedang "Angin bertiup, daun yang lioe menari." ia ketahui, pedang si nona pedang yang tajam sekali, yang dapat memapas senjata lainnya. Karena ini, ketika ia maju pula, ia menyerang dengan hebat, rupanya ia niat mendesak. Sekonyong-konyong terasa tolakan keras kepada si nona dan si anak muda, hingga dua-duanya lantas mundur sendirinya. Mereka menoleh dengan kaget. si nona lantas melihat seorang imam yang keluar dari dalam, Dengan wajah muram imam itu menegur si anak muda, "Anak Loei kenapa di tempat umum kau berani menerbitkan onar" Masih kau tidak mau berhenti." Habis berkata begitu imam itu melirik pedang si nona, sinar matanya berkeredep. Tiong Hoa menyaksikan semua itu, ia menduga si imam ketarik dengan pedangnya nona itu, maka ia lantas memasang mata. imam itu memandang pula si nona, lantas dia kata, "Nona apakah kau tidak mengerti tentang asmara" Bukankah murid pintoo ini tidak bakal mengecewakan kau" kenapa kau tolak dia hingga seribu lie?" ia tidak menanti jawaban, dari sakunya ia keluarkan serupa barang yang ia lantas letaki ditelapakan tangannya. Si nona mendongkol hingga mukanya menjadi merah, Ketika ia sudah melihat barang di tangan si imam itu, ia terkejut, terus mundur beberapa tindak. sekarang ia nampak jeri. Benda ditangan si imam yala h serenceng tengkorak kecil. warnanya putih mirip kemala, Imam itu tertawa dingin dan berkata: "Nona, sekarang kau tentu ketahui pintoo orang macam apa, Maka itu aku ingin tukar benda ini dengan pedang Ceng song Kiam kau itu untuk dijadikan tanda mata." Tubuh nona itu bergemetar rupanya ia jeri berbareng gusar sekali. ia mengawasi tajam, lantas ia kata keras: "Locianpwee menjadi orang Rimba persilatan yang kenamaan, apakah benar Loocianpwee hendak menggunai pengaruhmu yang tua menindih yang muda?" Imam itu tertawa. "Pintoo bertindak biasa menuruti suka hatiku sendiri" dia kata, "Muridku ini In Loei, di belakang hari dia bakal jadi jago Rimba Persilatan, diapun tampan, dia tidak memalukan kau, nona, Tentang gurumu, seng Hoei soe-thay, jangan kuatir nanti pintoo yang bicara dengannya." ia tertawa pula dan menyambungi: "Pintoo tahu nona tentulah malu, maka marilah serahkan pedangmu padaku, inilah sama saja," ia bertindak cepat dan tangannya meny amber bagaikan kilat cepatnya. Si nona kaget, mukanya menjadi pucat, Dia mundur seraya menyingkirkan pedangnya. Dia sobat tapi si imam lebih gesit, Lima jarisi imam sudah lantas membentur pedang hingga nona itu merasai tangannya kesemutan, hingga pedangnya hampir tak dapat dipegang terlebih lama pula. Di saat Ceng song Kiam bakal berpindah tangan, tiba-tiba terdengar satu suara tertawa dingin dan satu berkelebat ke antara nona dan imam itu, lengan kiri si imam yang diluncurkan kebentur kesamping, hingga tubuhnya terhuyung beberapa tindak. Karena ini si nona dapat terus menyingkir dengan lompat naik keatas genting di mana terus ia menghilang. Bayangan orang yang datang sama tengah itu yalah bayangannya Lie Tiong Hoa, tidak puas ia melihat lagak dan mendengar suara nya si imam, yang ia duga mestinya seorang Rimba persilatan kenamaan. la juga heran melihat imam itu memiliki serenceng tengkorak kecil yang terdiri dari sembilan buah, melihat mana si nona agakjeri sekali, maka itu selagi kesan baiknya ada pada nona itu, ia lantas datang sama tengah lalu membentur imam itu dengan tenaga delapan bagian, dengan menggunai tipu silat "Hang Hoei Io saan" "Bianglala terbang, Mega-berputar" ajaran gurunya. Imam itu kaget, ia merasakan lengannya sakit, maka dia menjadi gusar sekali. Dengan lantas dia memutar tubuh, tangan kanannya di luncurkan, guna menghajar punggung si anak muda. Tiong Hoa sudah siap sedia, Hari lewat hari, kepandaiannya terus bertambah ia memperolehnya setiap kali ia bersemedhi atau memikirkannya. ia percaya si imam bukan sembarang orang maka ia waspada, ia tidak menangkis ketika di serang itu, ia hanya berkelit, tapi ia bukan cuma berkelit mengelakkan serangan, ia berlompat kepada sipemuda ceriwis yang lagi berdiri menonton, ia menyamber lengan orang ia menarik dan memutarnya, hingga in Loei menjadi sasaran gurunya. Si imam kaget bukan main, dengan cepat dia menahan serangannya, dengan mata bersinar dia menatap dan berkata bengis: "Siapa kau" Kenapa kau berani berbuat begini terhadap muridku" Tiong Hoa tertawa tawar. "Muridmu ini ceriwis dan busuk, dia justeru bertemu guru semacam kau, kamu menjadi satu konco," ia kata, "Lagak kamu bakal mendatangkan onar dalam Rimba Persilatan Tak dapat aku membiarkan sepak terjang kamu Karena muridmu ini busuk, biarlah aku yang muda memusnahkan ilmu silatnya. In Loei kaget dan takut sekali, sebenarnya tadi ia bergembira sekali karena gurunya memaksa si nona, hingga harapannya lantas timbul. ia tidak sangka, selagi ia kegirangan, si anak muda membekuknya secara demikian gesit. ia dipegang dengan cekalan "Siauw Thian chee ci cap-jie Kiauw Na," Ia menjadi tidak berdaya, cekalan itu membikin tenaganya habis, ia bergemetaran dua napasnya sesak, seperti ada kutu atau semut bergerimingan di antara ototnya, ia pun tak dapat bersuara, Terutama ia takut karena ia mendengar si anak muda hendak memusnahkan ilmu silatnya. Kalau itu terjadi, celakalah ia. Dalam takutnya, matanya menyinarkan sorot meminta ampun-... Jilid 7 : Pedang Pusaka Khong Tong pay Si imam kaget hingga mukanya menjadi pucat. "Anak muda ini entah murid hantu yang mana...." pikirnya, "Dia lihai dan telengas sekali, dia tak kalah telengatnya dengan aku baiklah aku tanyakan dulu asal usulnya. Asal dia bukan murid orang kenamaan, baik aku bokong padanya, membinasakan dia dengan pukulan cit Pou Toan Hoen sekarang ini aku mesti berdaya meloloskan In Loei dulu." Maka ia mengawasi si anak muda, otaknya berputar mencari akal, Lantas ia mengasi lihat muka menyeringai. Tiong Hoa balik mengawasi ia berlaku waspada ilmu silatnya telah maju pesat, ia cuma kurang pengalaman. Melihat sikap orang demikian rupa, ia perkeras cekalannya. In Loei meringis, keringatnya mengucur deras, otot-otot di jidatnya rada keluar, ia mau membuka suara tapi tak bisa, suara-parau tak keruan. Tatkala itu banyak orang berkumpul menyaksikan peristiwa itu. semua orang heran hingga mereka pada mendelong. Si imam merasakan hatinya sakit sekali menampak muridnya diperlakukan demikian macam. ia pun menjadi sangat malu, Maka ia jadi benci pada Lie Tiong Hoa. Dasar dia seorang yang telah banyak pengalamannya dalam keadaan seperti itu, dia bisa bawa dirinya, setelah mengendalikan diri, bukan^n^a dia mendamprat, dia justeru tertawa, hingga mukanya nampak menjadi manis. "Yaa, kau begini muda, ilmu silatmu mahir sekali, kau membuat orang kagum" demikian dia berkata. "Aku lihat ilmusilatmu ini mirip dengan kepandaiannya satu sahabatku. Akulah Koe louw sin-Koen Pek Yang dari gunung Tay Liang san, mungkin gurumu pernah menyahut namaku." Tiong Hoa tertawa dalam hatinya, "Rupanya dia habis daya maka sekarang dia memperkenalkan diri dan menyebut nyebut guruku," pikirnya, "Tapi dialah Pek Yang. Memang dulu pernah satu kali guruku menyebut namanya, cuma dulu hari itu soehoe menyebut Koe-Iouw Mo Koen dan dia sekarang merubah Mo Koen menjadi sin-Koen-" "Koe-louw Mo Koen" berarti " Hantu Tengkorak" sedang " Koe-louw sin-Koen?" berarti "Dewa Tengkorak," dengan begitu Pek Yang mau membikin namanya menjadi harum, Tapi Tiong Hoa tidak mau mengasi dirinya dipermainkan, ia bersenyum dan menyahuti: "Aku yang rendah pernah mendengar nama kau, cuma guruku membilangi aku bahwa kau, tootiang, kau tak ada harga untuk disebut-sebut." Mukanya Pek Yang menjadi pucat, lalu merah. Dia malu dan gusar sekali, Dia menjadi beroman sangat bengis, dua kali dia tertawa kering. "Siapa gurumu itu?" dia tanya membentak, "Mana dapat aku diperhina begini macam" Jikalau kau beritahukan nama gurumu, nanti aku lakukan perjalanan bagaimana jauh dan sukar juga untuk menemukannya guna mengadu kepandaiannya." Tiong Hoa mengawasi tajam, dia kata tawar: "jikalau totiang mau mengantarkanjiwamu kepada guruku, itulah pekerjaan yang mudah sekali. sekarang lebih dulu aku hendak tanya, tootiang berada di Kimleng ini untuk kelewatan saja atau untuk berdiam lama?" Pek Yang Mo Koen mendongkol bukan main, beberapa kali ia hendak mendamprat tapi senantiasa gagal. "Sekarang ini aku lagi lewat di kota Kim-leng ini," akhirnya dia menjawab keras, "Apa maksudmu kau menanya begini?" Di dalam hatinya, Tiong Hoa tertawa girang, Mulanya ia menyangka orang yalah orangnya Kimleng Jie Pa. "Nama guruku tidak dapat sembarang di umumkan." ia menyahut tawar, ia bersenyum, Lantas ia melihat kelilingnya. Pek Yang membade hati orang, dia tertawa dingin, Lantas dia mengibas keras dengan tangan bajunya, membikin banyak orang di sekitarnya pada mundur dengan tersipu-aipu hingga banyak yang jatuh- bangun. Mereka itu kaget dan kuatir, lantas mereka pada menyingkir. Tiong Hoa mengawasi, ia bersenyum. "Jikalau tootiang ingin mengadu jiwa dengan guruku," ia kata, ia sudah lantas dapat pikiran baik, "baiklah sebentar malam to-tiang pergi ke depan panggung Ie-hoay-tay, Di sana kebetulan guruku hendak membereskan satu urusan, maka urusan dengan tootiang boleh diselesaikan sekalian. Guruku she Khioe, namanya Cin Koen dan gelaran nya Boe-Eng Hoei Long." Pek Yang terperanjat. Dalam hatinya dia gatal pantas anak ini lihai, kiranya dia muridnya Thian Gwa It shia Boe Eng Hoei Long, Akan tetapi dia tidak mau kalah gertak. Dia kata sembari tertawa menghina: "Baik, sebentar malam jam dua aku nanti pergi ke Ie Hoa Tay untuk menemui gurumu itu." Tiong Hoa tertawa terbahak, selagi mencekal terus lengannya In Loei itu, dengan jeriji tengahnya ia menotok dijalan darah toa-Ieng, setelah itu dengan dikageti, ia melepaskan cekalannya. "silahkan, totiang." dia berkata. Totokannya itu hebat sekali, Dengan itu selama tiga tahun In Loei tidak bakal mampu menggunai tenaganya, tubuh In Loei terasa kejang, tenaganya habis, kepalanya menjadi pusing dan matanya kabur. Koe-Iouw Mo Koen tertawa dua kali, terus dia menyeret tangan muridnya, buat diajak pergi dengan cepat, Didalam Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo hati ia sangat mengkal dan masih tetap mendongkol. Tiong Hoa masih berdiri sekian lama mengawasi orang berlalu, baru dengan tindakan perlahan ia mendekati Thian siang Kie, ia di sambut dengan hormat dan manis oleh pelayan tadi, yang telah menyaksikan kegagahan orang. Dia menyuguhkan teh dan melayani dengan telaten. Seorang diri Tiong Hoa duduk dalam kamarnya, menghadapi jendelanya, yang daunnya dipentang, ia mengawasi pohon yanglioet hatinya bekerja, sesaat itu ia merasa kesepian-Bukankah ia telah melakukan perjalanan ribuan lie ke selatan ini" Bukankah ia tak bersanak dan tak berkadang" Dia asal keluarga berpangkat tapi sekarang ia menjadi orang kang-ouw hijau, tak pernah ia memikir bahwa ia bakal menjadi begini rupa. Dalam ngelamun, anak muda ini merasa sang waktu berjalan cepat ia merasa ia seperti bermimpi ia ingat bahwa sikap mau menang sendiri tidak berguna begitu juga sikap memperebuti nama dan harta, itu semua mirip pemandangan di dalam kaca-rasa atau rembulan di permukaan air. Akhirnya ia ingat Cek in Nio yang cantik, Bayangan si nona seperti berpeta di depannya, ia seperti melihat sujen si nona yang manis, ia heran dalam tempo yang pendek sekali, nona itu menjadi sangat berkesan baginya, ia merasa untuk hidupnya, Cek In Nio adalah orang yang ia tak boleh kekurangan. "Tapi, di mana adanya si nona sekarang?" ia tanya "Kalau aku tahu... Rasanya pemuda ini mau melupakan lukisan Bayangan Rembulan di Gunung Sunyi," untuk pergi mencari nona itu, untuk berdiam di sisinya. Tanpa merasa, Tiong Hoa menghela napas, lalu ia bersenandung, ia demikian berduka hingga tanpa merasa air matanya mengalir. Tiba-tiba telinganya mendengar suara tertawa yang bagaikan bunyi kelenengan datangnya dari arah luar, ia segera berpaling ia mirip orang yang baru tersadar dari mimpinya yang sedap. Di luar pintu berdiri seorang nona dengan baju hijau, karena dia lagi tertawa, terlihat dua baris giginya yang putih, sedang wajahnya yang ramai mirip bunga hoe-yong. Dia nampak sangat menggiurkan- Sedang sepasang matanya yang jeli memperlihatkan sinar bersyukur. "oh..." Tiong Hoa berseru, terus ia berbangkit dengan cepat, ia pun tertawa. "Nona, silahkan duduk" ia mengundang, Sukar rasanya untuk ia membuka mulutnya. Nona ini tidak malu-malu meskipun benar mukanya berubah menjadi merah, ia bertindak masuk. "Jikalau bukan kongcoe yang menolong, Hampir aku bercelaka ditangannya Koe-Iouw Mo Koen" katanya, ia lantas menjura dalam memberi hormatnya. "Jangan bilang begitu," kata si anak muda cepat. "Ada bahaya tak menolong, itu bukanlah kelakuan seorang Rimba Persilatan, maka juga perbuatanku itu yang tak ada artinya janganlah nona buat pikiran, Hanya kalau bisa ingin aku mendapat tahu kenapa nona berada sendirian dikota Kimleng ini?" Nona ini mengambil tempat duduk. Di tanya begitu matanya menjadi merah. ia menarik napas duka. "Aku melakukan perjalanan jauh mencari ayahku," ia menyahut, "sudah setengah tahun dalam perantauan, masih aku belum mendapat tahu ayahku berada di mana, Aku kuatir ayahku telah dicelakai orang hingga mayatnya menjadi terlantar." Tiong Hoa terharu, ia merasa kasihan kepada nona itu. "Apakah nona suka menuturkan tentang hal ikhwalmu?" ia tanya, Roman si nona menjadi guram, airmatanya mengembeng, Meskipun begitu, dapat ia menguatkan hati, untuk memberikan penuturannya, ia orang she Phang dan namanya Lee Hoen, Ayahnya, Phang Tay Kong, gelar Coe see-ciang, si Tangan Merah, menjadi seisi di kota Hangcioe. Pada delapan tahun dulu kantor soeoboe Ciatkang kecurian sebuah Pin atau tabir Pwee-bo in-pin yang berharga mahal luar biasa, sebab itulah Pia mustika yang dapat memberi alamat tentang cerah, hujan, angin dan salju, umpama cuaca b e- rubah, tabir itu memperlihatkan warna lima macam, tebal atau tipis. Tay Kong diberi tempo setengah tahun mencari itu hingga dapat, bukti berikut penjahatnya, ia diberi surat-surat yang perlu serta empat pembantu. Mereka lantas bekerja, mereka pergijauh ke luar daerah, Empat bulan kemudian, soenbon menutup mata. Tanpa desakan soeoboo, perkara menjadi tergantung. Tapi juga Tay Kong, dia pergi untuk takada kabar ceritanya lagi. kasihan isterinya, serta gadisnya, yang jadi hidup terlantar. Kemudian Lee Hoen dapat pertolongan sahabat ayahnya, ia dapat berguru pada Hoei seng Tay-sue dari NgoBie Pay. sampai lewat beberapa tahun, tentang Tay-kong terus tidak ada beritanya, Nyonya Phang menjadi menangis saja, terus dia jatuh sakit, Lee Hoen jadi sangat berduka dan bingung. Lalu dengan persetujuan ibunya, yang tak dapat mencegah dia, dia pergi merantau mencari ayahnya, setengah tahun sudah nona Phang merantau, sampai dia berada di kota Kimleng ini, tetap dia gagal, Malang untuknya, dia telah diganggu In Loei, sampai hampir dia mendapat celaka. Tiong Hoa mendengar, matanya mengawasi mendelong ke luar jendela. "Kongcu, apakah kau ketahui tentang ayahku?" si nona tanya heran, sebab orang berdiam saja sekian lama, orang seperti lagi berpikir keras. Memang Tiong Hoa lagi mengasah otak. la tengah menguji kekuatan asahannya, ia mengingat- ingat pengalamannya dalam ruang perangkapnya Yan Loei di Yan Kee Po, Di sana banyak kurban jiwa dan nama-nama mereka terukir di tembok- ia pikir nama-nama itu, yang ia pernah apalkan. sekarang ia lagi membaca pula di luar kepala. Tiba-tiba ia terkejut, tanpa merasa ia mengkirik, la ingat nama Phang Tay Kong, Karena itu ia menjadi membayangi tumpukan tengkorak atau tulang belulang di dalam neraka dunia itu, di mana pun terdapat hancuran-hancuran pakaian kotor dan tua, sisa-sisa sepatu daripelbagai alat senjata, ia seperti juga merasai bau badan yang membuatnya mau muntah- muntah . "Tidak salah lagi," pikirnya, "tabir Pwe-ho in-pin itu terjatuh dalam tangannya Yan Loei, Tay Kong mendapat endusannya, dia pergi ke Yan Kee Po, tapi dia terjebak Yan Loei, maka dia terpenjara di dalam tanah, mati karena dahaga dan lapar" la menjadi bersangsi Dapatkah ia menjelaskan itu kepada nona ini" Kalau si nona mendengarnya, itulah pukulan sangat hebat, jangan kata seorang nona, satu laki-lakipun mungkin tak dapat bertahan. Karena itu, ia terus berdiam saja, sampai si nona menanya ia, ia menoleh kepada si nona, ia menatap. ia hendak membuka mulutnya, saban-saban ia gagal. Karenanya, ia menggoyang-goyang kepala, ia menghela nafas berulang-ulang, tak dapat ia menyembunyikan kedukaannya itu. Hati si nona memukul keras, ia mendapat firasat buruk. la pun menatap anak muda itu. "Bagaimana, kongcu?" ia menanya, berulang-ulang "Apakah kongcoe ketahui tentang ayahku itu?" Ia menanya mesti ia merasa pasti, sikap si pemuda sangat mencurigai. Tiong Hoa terdesak. la menghela napas panjang. "Nona, ako minta sukalah kaujangan berduka," katanya kemudian, "Aku tahu tentang ayahmu itu, ia telah teraniaya orang, sekarang ia sudah meninggal dunia...." Muka si nona menjadi pucat pasi, ia merasa bagaikan dunia berputar, maka tubuhnya, terhuyung hampir ia roboh. syukur Tiong Hoa segera memegang tubuhnya itu. sampai ai anak muda lupa pantangan adat sopan santun-"sabar nona." dia kata, "Kau ingat, kau kuati hatimu." Nona itu berdiam sekian lama. "Kongcu, bagaimana kau ketahuinya itu?" kemudian ia tanya. Tiong Hoa suka memberikan keterangannya, setelah ia minta lagi sekali nona itu suka menenangkan diri, ia menuturkan pengalamannya terperangkap. baru halnya ia banyak tulang-tulang dan catatan nama-nama di tembok. Lee Hoen berjanji akan menguati hati, tapi akhirnya ia pingsan, Tiong Hoa menjadi bingung dan repot, terpaksa ia menahan tubuh si nona, untuk memenceti dan menguruti perlahan-lahan si nona mendusin, untuk lantas menangis. "oh, ayah..." ia mengeluh. "Bagaimana ayah bersengsara..." Nona Phang menangis begitu sedih sampai hampir ia tak sadarkan diri pula. Tiong Hoa terus membujuki dan menasehati, tapi ia sendri begitu terharu hingga air matanya turut mengembeng. "Kongcu." kata Lee Hoen kemudian. " dapatkah kongcu membagi tempo untuk mengantarkan aku ke Yan Kee Po, supaya aku dapat mencari tulang-tulangnya ayah, untuk dirawat sebagaimana layaknya" Untuk membalas budi kongcu, aku akan membikin tiang seng-fek-wie guna memuja kongcu..." "Tungleng lok wie." yalah papan peringatan guna menghormati seseorang yang dihormati semasa orang itu hidup. "Suka aku mengantar kau nona, hanya itu tidak dapat dilakukan sekarang." kata Tiong Hoa, Menerima "baik sambil menampik, "sekarang aku lagi mempunyai urusan yang harus diselesaikan Baiklah nona pulang ke Hangcioe, apabila urusanku sudah beres, aku sendiri yang akan pergi ke Yan Kee Po, guna mengambil tulang-tulang itu, nanti aku bawa sendiri kepadamu." Lee Hoen tidak dapat dibujuk, ia kata ia ingin pergi sendiri ke Yan Kee Po. Untuk itu ia bersedia menantikan Tiong Hoa sampai Tiong Hoa sudah selesai dengan urusannya itu. "Baiklah." sahut si anak muda sesudah ia kewalahan membujuki. ooooo BAB 10 TIONG HOA berdiam dalam kesunyian dalam kamarnya di dalam hotel, ia mengawasi keluar dimana cabang yanglioo dan daun-daunnya tengah memain di antara giliran angin, ia seperti lagi berpikir keras, sekarang ini pikirannya goncang hingga timbul rasa bosan nya untuk merantau begitu pun untuk mencari lukisan Yoe san Goat Eng." ia pikirkan, rahasia apa itu terkandung dalam gambar lukisan tersebut hingga mendiang gurunya demikian menghargakannya. Kalau itu hanya rahasia kitab ilmusilat atau sebangsa nya ia merasa tak tertarik.. "Orang banyak yang palsu.,." katanya, hingga hatinya menjadi tawar dan ia berduka ia tidak mempunyai kawan kecuali Cee-cit, sedang Lo sat Gioklie telah terpisah pula darinya. Tiong Hoa mencoba membawa dirinya, ia tahu kalau lamalama ia bergaul dengan Phang Lee Hoan, ia kuatir nanti timbul soal baru. Dari Cek In Nio juga ia memikir untuk memisahkan diri tapi ia tahu bahwa asmara sudah mengikat padanya. Ingat pada fn Nio, pemuda ini lupa Nona Phang masih berada dalam kamar bersama-nya. Mata Lee Hoen terus basah, ia terlalu bersedih untuk nasibnya yang malang, ia melihat si anak muda mendelong saja, ia pun berdiam, Tak mau ia mengganggu anak muda itu. Toh ia mengawasi, maka ia dapat melihat tegas pemuda itu sesungguhnya tampan, hatinya baik, nyalinya besar, ilmusilatnya mahir. Betapa langkanya pemuda tampan seperti dia ini" pikirnya. Tanpa merasa ia menjadi jatuh hati pada si anak muda, ia mengawasi terus, hingga satu kali ia menampak orang bersenyum sendirinya, ia tentu tidak ketahui, di saat itu Tiong Hoa lagi ingat In Nio" "Lie siangkong..." Itulah panggilan tiba tiba dari luar, maka pecahlah kesunyian kamar itu Tiong Hoa terperanjat, la tersadar, segera ia berpaling. Pelayan muncul di ambang pintu, Dia heran melihat si nona mengawasi padanya. "Ada apa?" Tiong Hoa tanya. Pelayan itu bertindak masuk. dengan hormat ia menanya apa sudah waktunya untuk menyajikan santapan malam. Tiong Hoa melihat ke luar jendela, Matahari sudah kelam. "Ya," ia mengangguk Dengan hormat pelayan itu mengundurkan diri. Kembali kamar menjadi sunyi. Tiong Hoa merasa kurang enak hati ia berdiam sekian lama, ia menganggap perbuatannya itu kurang hormat, sebagai tuan rumah, tak dapat ia bungkam. Tapi, alasan apa ia mempunyai untuk dijadikan bahan omongan" syukur ia lantas melihat pedangnya si nona. "Tadi Koe-louw Mo Keen Pek Yang menurunkan tangannya, rupanya dia mengarah pedang kau. nona." ia berkata. "Mereka itu, guru dan murid, bekerja sama, kecuali pedang rupanya mereka menghendaki orangnya" Lee Hoen terperanjat ia lantas menoleh si anak muda, mukanya merah. Lekas sekali, ia tunduk pula, sekarang ia berkata, perlahan, nadanya penasaran: "Pedang ini didapatkan bukannya dengan mudah, untuk ini hampir mendiang ayahku kehilangan jiwanya, itulah kejadian duapuluh tahun yang lalu, tempo mendiang ayahku masih bekerja di kota Ceelam. Ketika itu telah terjadi kejahatan saling-susul. Seorang hartawan kecurian uang dan permatanya, gadisnya terbunuh dengan kepala dan tubuhnya terpisah, penduduk Ceelam jadi gempar dan ketakutan- pembesar negeri jadi repot dan gusar, maka polisi diperintah keras mencari penjahatnya, Beberapa malam kemudian, ayahku dan kawan-kawannya dapat mempergoki penjahat itu, tapi dia liehay sekali, tak dapat dia dibekuk. Hebat terutama pedangnya yang tajam, Beberapa orang polisi terbinasa dan terluka dan rambut ayahku pun terbabat kutung, Dengan kecerdikannya akhirnya ayah mendapat tahu tempat mondoknya penjahat itu, yalah disebuah rumah hina dikota Lek-shia. Dia lantas mengatur tipudaya untuk menangkapnya, Penjahat itu kena dikasi makan arak tercampur obat pulas, Dia kuat sekali, dia tidak mempan senjata, maka ayah Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memutuskan otot-ototnya dengan pedangnya itu, Ceng song Kiam namanya. Ketika dia mendusin dan mendapatkan dirinya sudah tidak berguna lagi, dia menangis dan menyesalkan dirinya sendiri, katanya: Menyesal aku tidak dengar guruku yang membilangi aku bahwa pedang ini akan ganti majikan, bahwa bila aku gunainya tidak tepat, aku bakal mati celaka. Sekarang terbukti benar kata-kata guruku itu. Atas pertanyaan ayahku, penjahat itu mengaku muridnya Keen Goan cauw soe dari Khong-tong-pay timur. Ketika dia dimasuki dalam penjara, dia membunuh diri, Ayah takut pihak Khong-tong-pay nanti menuntut balas, ia meletaki jabatannya, ia pulang ke Hangcioe, ia pun menukar nama dan hidup bersembunyi. Lewat enam tahun, atas anjuran sahabatnya, ayahku bekerja pula sebagai polisi, pedang ini terus disimpan di rumah, tak pernah dipakai, baru sekarang, buat mencari ayahku, aku bawa sebagai pelindung diriku...." Tiong Hoa menghela napas. "Mungkin pedang mustika ini pedang pusaka Khong tong .pay." ia berkata, "Kee-louwMo Keen rupanya mengetahui itu maka ia hendak merampasnya, pedang ini pedang mustika. siapa tak ketarik hati untuk memilikinya" sayang kita tidak ketahui baik tentang pedang ini. Menurut aku, nona selanjutnya kau baik- baiklah menyimpannya." Mendengar perkataan orang, Lee Hoen tertawa. "saudara terlalu merendah." katanya, "Melihat caranya kau membekuk muridnya si hantu, sudah ternyata kepandaian kau. hingga pantaslah kau menjadi seorang tayhiap Tidak saudara, dengan ada kau yang mengawani aku, aku tidak takut apa juga" selagi berkata begitu, sinar mata si nona nampak gembira sekali. Tiong Hoa sebaliknya mengerutkan alis, nona ini terlalu mempercayai ia atau dia lupa pada dirinya sendiri. Nona itu berkata pula: "Pedang ini memang luar biasa, Di waktu malam, kalau ada orang jahat datang, dia tentu keluar sendirinya dari sarungnya dan mengasi dengar suara yang ramai, maka dengan mengandalkannya, beberapa kali aku pernah mengusir pencuri juga jikalau cuaca berubah hebat, pedang ini suka berbunyi sendiri didalam sarungnya berbunyi tak hentinya." Ia meloloskan pedangnya itu dan mengangsurkan kepada si anak muda. Tiong Hoa menyambuti, Ketika itu kamar guram, Dengan dua buah jerijinya ia menekan gagang pedang, Mendadak pedang itu berbunyi dan mencelat keluar dari sarungnya. Maka terlihatlah sinarnya yang hijau mengkilap. Pedang itu lebih pendek daripada pedang yang biasa, panjangnya cuma dua kaki enam dim, belakangnya sedikit melengkung, kiri kanannya ada tanda darahnya, mulutnya sangat tipis dan tajam. "Benar-benar pedang mustika." ia memuji kagum. "Mesti ini pedang dari usia ribuan tahun-" Ia masuki pedang itu ke dalam sarungnya dan mengembalikan pada si nona. "Wanita cantik dan pedang mustika, sungguh surup," ia kata, tertawa, "Di belakang hari nona mestilah menjadi suatu ahli pedang kenamaan-" Lee Hoen tertawa, ia mengangkat tangannya, guna menyambuti pedang itu, atau mendadak dari luar jendela ada tangan yang sebat sekali meny amber pedang itu untuk di rampas, ia melihat tangan itu, ia kaget hingga ia menjerit. Tiong Hoa telah melihat bayangan berkelebat, ia tahu ada orang lompat masuk di jendela, tatkala tangan orang itu diulur, ia pun mengulur tangan kirinya dengan Hoe Wan Ciang ia menyerang. Perampas pedaog itu terkejut, sebelum ia sempat berdaya tubuhnya telah dihajar terpental ke pojok tembok. la tidak roboh, begitu ia menginjak lantai tubuhnya mumbul mencelat ke luar pintu, ia tidak lari hanya berdiri diam. "Eh ilmumu ini ilmu apa?" ia tanya. la heran sebab ia sudah bersedia dan ia percaya ia bakal berhasil merampas pedang tanpa rintangan siapa tahu tangan si anak muda seperti mulur hingga tiga kaki. Syukur Tiong Hoa cuma menyampok. jikalau tidak perampas itu tentulah hilang jiwanya. Bukan melainkan si perampas juga Lee Hoan heran atas serangannya Tiong Hoa itu. Tiong Hoa memandang tajam, maka sekarang ia bisa melihat tegas perampas itu sebenarnya muridnya sinbeng sioe soe Kim som yang ia ketemukan di Heng Hoa Coen. Ia lihat kedua mata orang yang jeli memain menunjuki roman heran, ia lantas menegur: "Kau muridnya seorang kenamaan kenapa kau bawa lagakmu seperti pencuri ini?" Anak muda muka hitam itu tertawa dingini "Cara bagaimana kau ketahui aku murid siapa?" ia balik menanya, "jangan kau berjumawa dengan tipu silatmu melayani Kee-louw Mo Keen Pek Yang tadi, di mataku ilmu itu tidak ada artinya" Tiong Hoa tidak senang, maka ia mengawasi tajam "Bukankah kau muridnya Sin-heng sioesoe Kim Loociaopwee" ia membentak. "jikalau kau berani berlaku kurang ajar lagi awas, jangan kau sesalkan aku keterlaluan" Anak muda itu melengak. la heran sekali. "Eh, mengapa kau ketahui aku muridnya sin heng sioe-soe" "ia tanya Tapi, ah, mata itu benar tajam, Hm. Dengan kepandaian kau ini, mana dapat kau memberi pengajaran padaku" Malam ini, jikalau kau tidak serahkan pedang Ceng song Kiam itu, jangan harap kau dapat tidur tenang" Nyatalah anak muda itu sangat kepala besar dan terkebur, lagaknya garang. Tiong Hoa membentak. pedangnya dihunus dengan memutar itu ia bertindak maju. Muridnya Kim som tidak melawan, ia hanya mempertontonkan kelincahannya. dengan gesit sekali ia berkelit, untuk terus mengangkat kaki, hingga ia hilang dalam sekejap. Tiong Hoa tidak mau menanam bibit permusuhan ia tidak mengejar, hanya ia kembali ke dalam kamar, ia mengerutkan alis ketika ia berkata pada si nona: "Anak muda itu telah mewariskan tiga bagian kepandaian gurunya, dia gesit sekali, Aku lihat, karena pedang ini pedang Khong Tong Pay. selanjutnya tentulah bakal timbul urusan karenanya. Mesti ada orang-orang yang niat merampas atau mencurinya. fa terus menghela napas. Lee Hoen pun berduka. Sebelum dua orang itu sempat bicara lebih jauh dari luar kamar mereka mendengar suara keras: "siapa yang bernyali begiiu besar berani melukai muridku si orang tua?" Tajam suara itu menusuk telinga. Tidak menanti sampai suara sirap. Tiong Hoa sudah berlompat keluar dari kamarnya, ia diikuti Nona Phang. segera ia melihat sin beng sioe-soe Kim som berdiri tegak di bawah pohon yanglioe. Malam suram tetapi kedua mata orang nampak bersorot tajam. Dengan memegang gedangnya, Tiong Hoa mengangkat kedua tangan untuk memberi hormat ia kata dengan suara nyaring. "Kim Loociaapwee orang kenamaan di inijaman dengan yang muda tak kenal bermusuh satu dengan lain, mana berani aku berlaku kurang ejar terhadap muridmu, soal yalah disebabkan perbuatan muridmu terlebih dulu. Dengan tiba-tiba dia lompat masuk kekamarku hendak merampas pedang, habis itu ia mengasi dengar kata-kata terkebur." Sin-heng sioesoe tetap mengawasi tajam, ia berkata dengan suara dalam: "Dalam halnya itu dia tidak dipersalahkan, sebenarnya pedang itu pedang miliknya mendiang sahabatku, Keen Goan siangjin, itulah pedang pusaka Khong Tong Pay. Dulu hari pedang itu dicuri murid partai itu, lantas tak ada kabar ceritanya lagi, sementara iiu sahabatku itu telah memesan aku, andaikata aku menemukan pedangnya itu, supaya aku menebusnya, Akulah seorang tua, tak leluasa untuk aku datang kepada kamu anak-anak muda untuk meminta pulang pedang itu, maka aku telah kirim muridku itu yang bernama Kam Jiak Hoei, Bukankah aku telah berlaku menurut aturan pantes?" Tiong Hoa tidak puas. "Bisanya loocianpwee mengatakan demikian, tidak dapat aku percaya loocianpwee telah dapat pesannya Keen Goan siangjin," ia kata, "Laginya muridmu itu bukan meminta pedang, tanpa menanya dulu, tanpa minta keterangan. Datang-datang dia lompat merampas pedang itu. Lagaknya mirip penjahat." "Tutup mulut" Kim som membentak sebelum orang habis bicara, "selama beberapa puluh tahun, belum pernah aku di orang mendapatkan orang yang berlaku begini kurang ajar terhadapkuJikalau aku tidak pandang usiamu yang muda dan kau belum tahu apa-apa, sedikitnya hendak aku memberi ajaran padamu." "Loocianpwe cuma tahu menegur orang, loocianpwee tidak tahu menegur diri sendiri." kata Tiong Hoa tertawa nyaring, "Kecewa loocianpwee ternama demikian besar dan termasuk dalam golongan orang-orang tua tergagah." Kim Som juga tertawa nyaring hingga tertawanya itu seperti memecah angkasa. Sembari tertawa itu dia maju mendekati si anak muda, tangannya dengan lima jari yang kuat menyambar dengan cepat dan bengis sekali. Tiong Hoa terkejut, itulah ia tidak sangka. Dengan tidak kalah gesitnya, ia mengundurkan diri dari ancaman bencana itu. Kim Som terkejut mendapatkan serangannya gagal hingga ia menatap anak muda itu yang dapat menolong diri dari serangannya yang luar biasa itu. lantas ia maju pula, semakin sebat dan tangannya diulur semakin cepat. Kali ini ia mengincar jalan darah hok kiat, dengan tangan kirinya berbareng ia menyamber pedang untuk dirampas. Di dalam rimba persilatan orang menyayangi nama baiknya seperti ia menyayangi tubuh atau jiwanya, demikian dengan Sin-heng Sioe-soe Kim Son si Pelajar Lari Cepat, Dengan Kim Som melayani Tiong Hoa, untuk namanya itulah sudah cacad, itu artinya si kuat menindih si lemah. Maka itu kalau sekarang ia tidak memperoleh kemenangan, kalau perbuatannya ini tersiar dimuka umum, alangkah malunya" Mana ia dapat menaruh muka terlebih lama pula" oleh karena itu, penyerangannya yang kedua kali ini adalah penyerangan kilat. Kembali Tiong Hoa kaget, orang seperti mendadak berada di hadapannya. ia merasa bahwa orang benar gesit luar biasa, tak kecewa julukan sia-heng sioe-soe itu, tentu sekali ia tidak berani berlaku ayal. Untuk menolong diri, guna dapat melayani, lekas-lekas ia mengguna Hong Hoei insoao, dengan itu ia membuka kedua tangan penyerangnya, membikin penyerangan itu tak ada hasilnya. Tiong Hoa telah mewarisi delapan sampai sembilan bagian kepandaian mendiang guru-nya, maka itu ia tinggal membutuhkan latihan terlebih jauh serta pengalaman. Selama masuk dalam dunia Kang-ouw, pengalamannya itu terus bertambah. sudah obat Pouw Thian Wan dari Thian Yoe sioe membikin memperoleh tambahan latiham dua puluh tahun, peryakinannya atas ilmu silat "Kioe Yauw seng Hoei sip sam" pun maju setiap hari. maka itu, ia memperoleh kemajuan di-luar dugaan, bahkan di luar kesadarannya sendiri Tahu-tahu ia menjadi tambah berani, tambah gesit, tambah liehay juga kali ini, menghadapi Kim som si jago tua, ia membikin jago tua itu heran dan kagum. Mukanya sin-heog sioe-soe menjadi padam mendapatkan dua kali serangannya gagal, sedang mulanya ia menyangka mesti ia berhasil. Lantas mukanya itu berubah menjadi merah, seumurnya inilah pengalamannya yang pertama, yang sangat tak memuaskan hatinya. Panas hati dan penasaran, ia mengulangi serangannya Bisa dimengerti jikalau ia mengerahkan seluruh tenaganya dan menggunai kepandaiannya yang terakhir ia menyerang pula dengan kedua tangannya, yang dimainkan saling susul, bahkan itulah pukulan aneh, sebab tangannya yang dimajukan lebih dulu kesudahannya kena didului tangannya yang dikirim belakangan. Tiong Hoa terkejut tetapi ia tetap dapat menabahkan hati, ia berkelit dengan berputar menghindari diri dari serangan maut itu. sembari berputar, ia menghunus pedang di tangannya, tapi ia memperoleh ini lebih banyak disebabkan Kim son lebih ingin merampas pedang daripada mencelakainya. Begitu dikeluarkan dari sarungnya, Ceng song Kiam memperlihatkan sinarnya yang hijau bercampur kuning keemasan indah, di lihatnya di dalam yang gelap itu. Dengan pedangnya itu, ia lantas bersilat dengan Kioc Yauw seng Hoei sip-sam sie, yang pun di sebut ilmu silat bertentangan Hoan Naoheng lm-yang cioe-hoat. inijusteru ilmu silat pemunah ilmu silatnya sin-heng sioe-soe Di dalam tempo yang pandek. Kim som menjadi bingung, ia kaget waktu ia dapat kenyataan ia seperti dikurung pedang lawan, ia mencoba untuk meloloskan diri, ia gagal, ia tak dapat, ia menjadi penasaran sekali. Dengan seluruh tenaganya ia lantas menolak keras. Kali ini Tiong Hoa kena dibikin mundur lima kaki. Menggunai temponya yang baik, sin-heng sioe-soe mundur kembali ke bawah pohon yanglioe di mana ia berdiri diam tadi, ia menggendong tangan- matanya mendelong. selang sedetik, la bersenyum dan kata, "Kau ini murid siapa" linu silatmu ilmu silat luar biasa Mungkin kau baru memainkannya enam atau tujuh bagian ini pun sudah hebat." Tiong Hoa mencekal terus pedangnya, ia memberi hormat. "Aku yang rendah muridnya Loocianpwee Thian Yoe sioe", ia menyahut sabar. "Ooh" Kim som berseru kaget. "Ah, kau kiranya ahliwaris si orang tua she Kie," katanya, pula kagum. "Kalau begitu taklah heran. orang tua itu tidak menerima murid seumurnya. tidak disangka dia penuju pada kau yang berbakat baik, sungguh menggirangkan, sungguh kau harus di beri selamat, oleh karena kau muridnya Kie Lojle, baiklah. aku si orang tua tidak mau memakta padamu, Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo hanya..." Ia melirik pada pedang Ceng song Kiam, lalu ia menambahkan- "Pedang itu pusaka Khong Tong Pay, sembarang waktu pedang itu dapat di curi atau dirampas, maka selanjutnya kau jagalah baik-baik Kau harus mengerti, aku si orang tua bermasud baik. Dapat aku kata ku n, aku kuatir pedang ini nanti menimbulkan keruwetan-" Habis berkata itu, ia terus bersenyum. Tiong Hoa memikir sesuatu, lantas ia menduga dan berkata: "Pedang adalah senjata tajam, pedang tak mempunyai pemilik yang tetap. melainkan dia yang bijaksana yang dapat menguasainya, sebenarnya pedang ini bukannya pedangku, inilah pedangnya ini..." ia meunjuk kepada nona Phang, untuk melanjuti. " inilah pedangnya nona Phang ini, Aku tahu locianpwee berkepandaian, mana aku mengharap sukalah locianpwee nanti menolong melindungi padanya." Kim soen mengurut kumisnya. ia tertawa, "jangan kau mengeluarkan kata-katamu ini untuk mengikut aku si orang tua" dia bilang, sebenarnya aku sudah malu sendiri karena aku menghilangi kepercayaan terhadap mendiang sahabatku Mana dapat aku melindungi kamu. Untukku cukuplah sudah asal aku tidak mengulur tangan bawa pedang itu" "Kalau begitu aku hendak menghaturkan terima kasih banyak kepada loocianpwea," kata Tiong Hoa dengan sikap sangat menghormat. Sing-heng sioesoe mengawasi sianak muda sekian lama, "Apakah namamu?" ia tanya, "Boanpwee bernama Lio Cie Tiong," sahut Tiong Hoa. ia terpaksa memakai tetap nama pais u itu karena ia mengingat di Yan- khia ia telah kesalahan membunuh dua jiwa. orang tua itu mengangguk "Kie Loojie memilih kau sebagai ahliwarisnya, dia benar tidak kabur matanya," ia berkata. "Muridku yang bernama Kam Jiak Hui, kecuali hatinya yang besar, tak nempil separuhnya terhadap kau. Aku minta j angan kau pikirkan pula perbuatannya itu, malah sebaliknya, di belakang hari sukalah kau bantu menilik dia." "Boanpwee akan menurut titah loocian-pwee." kata Tiong Hoa hormat. Kim som memutar tubuhnya, hendak ia berlalu, atau mendadak ia membalik badannya pula, ia tertawa dan berkata "Berhubung dengan janji pertemuan sebentar malam jam dua di I e Hoa Tay, mungkin kau bakal turut menyaksikannya, maka itu mengingat Boe-eng Hoei Long Khioe Cin Keen gagah luar biasa dan sangat telengas, Aku harap kau nanti dapat membantu aku si orang tua." Kata-kata itu diakhirinya dengan tubuh orang tua itu melesat, hingga sekejap saja dia sudah tujuh atau delapan tombak jauhnya, hingga di lain saat dia sudah menghilang didalam gelapnya sang malam. Menyaksikan berlaIunyajugo tua ini, Tiong Hoa menghela napas, sekian lama ia berdiri diam membiarkan tubuhnya disilirkan pulang pergi angin malam, angin yang melenyap ke barat daya. Kemudian ia menghela napas dan kata dalam hatinya, "jikalau aku tidak menggunai kecerdasanku sesaat dengan memakai gerakan Kioe Yauw seng Hoei sip-sam sia dengan pedang ini serta menyebut namanya Thian Yoe sioe, pastilah pertempuran barusan ^ak berkesudahan baik seperti ini. Lalu ia memikir, bahwa ilmu silat "Bintang terbang" itu benar-benar lihai maka perlu ia melatihnya terus. Lee Hoen mengawasi orang berdiam saja. Dia sudah lihai sekali, mengapa dia masih banyak pikir?" katanya dalam hati, heran ia tidak dapat menerka apa yang si anak muda ngeIamunkan. Lalu ia menegur, "sa udara Lie mari kita kembali ke dalam," Tiong Hoa merasa ia seperti baru sadar dari mimpinya, ia tertawa. "Mari..." sambutnya. Tiba di dalam belum lama pelayan telah datang menghidangkan barang hidangan maka itu keduanya lantas bersantap dan minum. ooo Tengah malam itu bintang-bintang memenuh ka n langit, Rembulan seperti menyembunyikan diri di antara gumpalangumpalan mega. Karena itu, sang jagat guram, Di sungai, pelitanya sang nelayan berupa seperti bintang bintang yang berkelak-kelik. Di waktu begitu, selagi di kota Kimleng terdengar pertanda waktu, maka di panggung le Hoa Tay yang terkenal sang kesunyianlah yang memerintah .J usteru itu, tiba-tiba terlihat gerak ^eriknya dua bayangan orang. Keluar daripepohonan lebat, kedua bayangan itu tiba ditegalan yang lebar, di situ keduanya itu berhenti, untuk melihat kesekitarnya. "Mungkin bocah she Kam itu tidak berani datang kemari." berkata bayangan yang satu, "Mendengar nama soehoe buat menyingkir saja dia sudah kehabisan tempo, maka itu mustahil dia berani datang mengantarkanjiwanya?" "Eh, loojie, kau bagaimana sebenarnya?" tanya bayangan yang ke dua^ "Selama satu tahun ini, dengan memakai nama soehoe, kau sudah mendatangkan tak sedikit onar. soehoe gusar sekali, kau tahu, Tahun dulu itu tanpa sebab kau sudah menanam bibit permusuhan dengan Kim taihiap Kam Pa dari Liangcioe. Dalam hal itu kitalah yang salah, Kau sengaja membinasakan seluruh anggauta keluarga orang she Kam itu tapi kaujusteru membikin lolos si bocah KamJiak Hoei, Karena itu sekarang Kam Jiak Hoei datang menagih hutang darah itu, dia menjanjikan kita bertarung Dia berani datang, terang maksudnya tidak baik, Pula di samping kepandaiannya, dia mesti mempunyai andalan, jikalau tidak. mana dia berani datang ke rumah kita dan dapat masuk- keluar seperti di rumah tanpa penghuni" Lihat saja, ketika dia mau pergi, dia meninggalkan tanda mata kepandaiannya Tiat Cioe In -- Tangan TapatBesi, Mana kita sanggup" Loo-jie, kau terlalu besar kepala..." "Toako, aku lihat, makin lama nyalimu menjadi makin kecil" kata bayangan yang pertama bicara itu Bocah she Kam itu, masih jauh pelajarannya untuk dikatakan sempurna. Mana dia dapat lawan ilmu soet Pay Kie kita" Boleh dia mempunyai tulang punggung tetapi apa tulang punggungnya itu dapat melawan guru kita" Hm" Belum berhenti kata-katanya orang yang gede kepala itu, mendadak dia berteriak keras karena kesakitan, lantas dia menutupi mukanya, terus dia mencaci dan mengutuk. Tengah dia mementang mulut itu ada angin meny amber ke mukanya. Dia kaget, dia berkelit tetapi tak keburu, lantas dia merasakan sakit seperti dihajar martil, sakit sampai ke ulu hatinya. matanya menjadi kabur, Karena giginya copot tiga biji, mulutnya lantas mandi darah, darahnya mengucur deras. " Kurang ajar." mendamprat kawannya yang menjadi sangat gusar. Dampratan itu disambut dengan tertawa nyaring, tertawanya satu tubuh yang berlompat ke arah mereka yang setibanya dijalan itu lantas berkata dengan bentakannya: "Kimleng Jie Pa, inilah tuan kecilmu KamJiak Hoei sudah delapan tahun aku mendendam sakit hati keluargaku, maka itu malam ini yala h mala man mampusmu-" Kejadian itu tak lolos dari matanya Lie Tiong Hoa berdua Phang Lee Hoen, yang bersama-sana menyembunyikan diri di atas pohon di dekat mereka itu bertiga berhadap hadapan. Pohon tebal dan lebat, maka itu, semakin sukar untuk mempergoki mereka. Sepasang matanya KamJiak Hoei seperti menyala saking gusarnya dia, di punggung nya terlihat tergondol sebuah senjata yang mirip b and ering boet-jiauw, yang memberi sinar berkilauan- Loo-toa, atau si tertua, dari KimlengJie Pa, yaitu sian couw, mengawasi dengan alis berkerut pada loojie, saudaranya itu, sian Wat. Adik ini telah menahan rasa nyerinya, dia membuat pandangan mata berduka si kakaknya, dia mengerti. Lantas dia berlompat untuk berendeng dengan kakaknya. Kimleng Jie Pa menjadi muridnya Soe-eng Hoei-Liong Khoe Cin Keen, yang terkenal juga sebagai Thian-Gwa Ii shia, si sesat satu satunya dari Luar Langit, mereka Iihay, hati mereka telengas, dari itu belum lama muncul dalam dunia Kang ouw, nama mereka menjadi terkenal di selatan dan utara sungai besar. Sudah begitu mereka setiap bertempur maju berbareng dan secara di luar dugaan juga kali ini mereka hendak bertindak seperti biasa itu. Hanya kali ini mereka menghadapi musuh yang berani dan matanya awas. KamJiak Hoei tertawa begitu lekas ia lihat orang merendengkan diri,ja bersenyurn, dan berkata Jikalau malam ini tuan kecil kamu membiarkan kamu lolos dari coei-beng ^acJiauw, maka ini sakit hati yang dalam seperti laut tak usahlah aku membalasnya pula." Kimleng Jie Pa tidak mengambil mumai apa orang bilang, meneruskan kebiasaannya. mereka lantas maju berbareng. Kam Jiak Hoei tidak menyambuti, ia berkelit ke kanan, sambil berkelit, ia terus memutar tubuh, dan sembari memutar, tangan nya menarik senjatanya, dari itu, dengan cepat sekali ia lantas membalas menyerang, senjatanya itu, coei-beng Pat-jiauw, yang berupa gaetan seperti cakar atau kuku^ me ny amber kepada dua lawannya itu. Kimleng Jie Pa beriaku awas dan gesit, mereka menjejak tanah untuk beriompat tinggi dengan lompatan ouw-liongseng thian atau Naga hitam naik kelangit. Kaki mereka terangkat tinggi. Hingga senjata lawan lewat di bawahannya. Kam Jiak Hoei menyapu tempat kosong, ia lantas beriompat ke samping, inilah penjagaan diri untuk tidak diteruskan diserang kedua lawannya itu. Kimleng Jie Pa girang melihat lawan itu tetap berada di bawahannya, sembari berkelit tadi, mereka memang sekalian telah memutar tubuh mereka. sekarang untuk menyerang pula. Mereka hendak menggunai senjata mereka, Masingmasing sebatang Pie hiat-kwa, semacam senjata untuk menotokjalan darah. Ketika meraba kepunggung merekah tapinya keduanya menjadi sangat kaget^ hingga semangat mereka seperti terbang pergi. senjata mereka itu lenyap entah ke mana. Ketika itu Kiam Jiak Hoei sudah bergerak lebih jauh. selagi tubuh musuh turun, ia justeru menjejak tanah untuk mengampungi diri guna berada di atasan musuh-musuh itu dengan begitu, leluasalah ia melakukan penyerangan. Dua saudara Sian kaget dan keder. Tidak ada jalan lain, lekas- lekas mereka turun, Untuk itu mereka mengguna i tipu silat Cian-kin-Cwe. "jatuh seribu Kati". itulah ilmu membikin tubuh menjadi berat. Begitu kakinya nempel dengan tanah, tangan mereka di ulapkan ke atas, guna menangkis genggaman musuh. Sayang mereka kalah gesit. Coei-beng PatJauw sudah meny amber dengan cepat sekali Mereka menjadi sasaran, sambil menjerit tubuh mereka roboh terguling. Hebat keduanya itu menjerit sian Wat roboh punggungnya dan pinggang ke pundak. darahnya memancur, seketika juga dia melayang jiwanya, sian Couw masih dapat berkoseran di tanah cuma sebentar, dia pun terbang jiwanya. KamJiak Hoei panas hatinya. "Dia berkelahi bukan cuma mengandaikan gaetannya itu, selagi mengayun tangan kanannya, tangan kiri nya turut meny amber juga, tangan kirinya itu menggenggam dua belas batang pa ku Boen-sim teng yang telah direndam dalam racun, maka semua paku itu, asal mengenai darah, lantas racunnya menjalar ke teng gorokan, untuk Menutup jalannya napas, sedang gaetannya nancap di punggung. Jeritan dua saudara itu menyeramkan terdengarnya, siapa yang nyalinya kecil, dia dapat bangun bulu romanya. "Hebat." kata Tiong Hoa dalam hati, Beginilah dunia Kang ouw di mana orang main saling balas. Di tempat begini tak dapat aku berdiam diri lagi..." Dengan sendirinya ia menjadi hendak mengundurkan diri siang-siang. Selagi si anak muda ngelamun itu, sebuah tangan yang halus meraba pundaknya. Tangan itu bergemetar perlahan, ia lantas menoleh. ia tahu itulah tangannya Lee Hoen, kawannya. ia lantas melihat wajah orang, yang seperti giris, ia bersenyum kepada nona itu, maksudnya membilangi tak usahlah si nona takut. Lee Hoen giris hatinya setelah ia menyaksikan tindakan terlebih jauh daripada Kam Jiak Hoei. Anak berbakti ini, yang menuntut balas untuk ayah-bunda serta semua anggauta Keluarganya, sudah membiarkan dirinya dipengaruhi dendamnya yang hebat itu, dia menghampirkan kedua mayat musuhnya, ia menyimpan senjatanya di pundaknya, sebagai gantinya ia menghunus sebuah golok pendek. dengan itu dengan kesehatan luar biasa dia membacok ke batang leher orang bergantian, guna memutuskan kepala musuhmusuhnya, terus kedua kepala itu diikat menjadi satu, diikat dengan rambut kepalanya masing-masing terus diangkat tinggi. ?"Ayah, ibu" anak ini lantas dongak dan memuji, "anak harap ayah dan ibu berdua di dunia baka suka menutup mata ayah dan ibu, anak telah membalaskan sakit hati ayah dan ibu" Sedih terdengarnya suara anak muda itu, Boleh dibilang baru selesai KamJiak Hoei bersembahyang itu lantas orang mendengar seruan yang nyaring sekali, yang nadanya seram. seruan itu kembali memecah kesunyian sang malam yang baru saja pulih. Lantas setelah itu terlihat sesosok tubuh manusia lari kearah KamJiak Hoei, lantas berhenti didepan anak muda itu. Jiak Hoei melihat orang bergerak sangat cepat, ia tidak takut, Bahkan ia lantas mengawasi tajam. Orang itu bertubuh besar dan kekar kepalanya lanang sebab tak ada rambutnya selembar ^uga Dia mempunyai leher yang panjang serta mulut yang lancip. hingga terlihatnya mirip cecongor serigala Mukanya bengis sekali. Dengan mata yang galak. dia mengawasi si anak muda, yang masih memegangi kepala musuh-musuhnya. Lantas dia tertawa, suaranya sangat tak sedap. bahkan menyakitkan kuping. "Sayang sekali aku si orang tua datang terlambat." dia kata seram, " Dengan begitu aku membikin kesampaianlah citacitanya Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo seorang bocah, seumurku, aku si orang tua tidak sudi melayani orang muda, akan tetapi murid-muridku telah dibunuh, aku mesti menuntut balas." Kam Jiak Hoei tahu siapa orang tua itu. yalah Boe eng Hoei Long, ia jeri juga, Meski begitu, ia tidak mengetarakan bahwa ia takut, malah sengaja ia tertawa. "Kata-katamu ini terlalu dipaksakan, Khioe Loocianpwee." ia kata, "Boanpwee mendendam sakit hati untuk sembilan belas jiwanya orang-orang sekeluarga ku. Aku menjadi anak mustahilkah tak dapat aku menuntut balas" Umpama kata keadaan kita terbalik, yaitu loocianpwee menjadi aku, bagaimana loocianpwee bakal bertindak?" Tidak disangka Khioe Cin Keen bahwa ia bakal ditanya begitu rupa, ia menjadi melengak. Tapi ia panas hati maka ia tertawa seram. "Kau pandai sekali memutar lidah anak muda" katanya, " Enak sekali aku mendengar kata-katamu ini Tapi kau mesti ketahui, aku si orang tua, syarat hidupku yalah orang tidak mengganggu aku, aku tidak mengganggu orang. orang telah membinasakan ahliwaris ilmu silatku mana dapat aku menyabarkan diri" Maka itu bocah, kau serahkanlah jiwamu" Kam Jiak Hoei juga panas hatinya, Dia tertawa dingin. "Jikalau loocianpwee tak mengerti priha1 peri-kebenaran dan loocianpwee hendak memperkosa keadilan, baiklah aku si orang muda terpaksa mesti mengiringi." Sebagai penutup jawabannya itu anak muda ini melemparkan dua kepala orang di tangannya untuk sebagai gantinya mengeluarkan senjatanya, lantas dengan itu ia melakukan penyerangannya. Mengbadapi musuh kesohor, ia berlaku cepat dan bengis. Sebagai orang tua, Khioe Cin Keen mengalah selama tiga jurus, Lebih dulu ia menyampokjatuh kepalanya Kimleng Jie Pa, terus ia mundur tiga tindak. dengan begitu hoei-jiauw si anak muda tak mengenakan tubuhnya. Ketika itu rembulan muncul dari antaraalingan awan, cahayanya permai sekali, membuatnya sang jagat yang tadi guram menjadi terang. Lie Tiong Hoa melihat Khioe Cin Keen mundur hingga serangan hebat dapat dihindarkan dengan mudah ia kagum untuk Iiehaynya Boe eng Hoei Long. "Pantas dia kesohor." pikirnya. Karena ini pun ia menjadi insaf bahwa ilmu silat tak ada batasnya, orang Iiehay ada yang melebihkannya, Tidak kecewa orang she Khioe ini pun dijuluki Thian Gwa It shia. Segera lewat tiga jurus, maka Khiue Cin Keen terlihat mulai dengan perlawanannya. segera juga Tiong Hoa menjadi kaget, Gesit luar biasa, habis diserang, Boe-eng Hoei Long mencelat ke belakang si anak muda she Khoi, julukannya Boe-eng Hoei Long berarti serigala terbang tanpa Bayangan, julukan itu tepat dengan kegesitannya itu. Dari belakang ada meluncurkan tangannya untuk menotok. Inilah yang membikin orang she Lie itu kaget. Kam Jiak Hoei menyerang dengan gaetannya, tetapi gaetan itu menempel di tangan musuh. Dia kaget dan bingung, Mendadak dia merasakan telapekan tangan nyeri sekali tidak tempo lagi, senjatanya itu terlepas. Lantas terdengar suara seram dari Boe eng Hoel Long, yang mengulangi serangannya, ia menyerang seraya mengajukan tubuh mendesak dengan tindakan sin heng Bie hou Pou-hoat. Kam Jiak Hoei kaget bukan main hingga ia menjadi tidak berdaya. "Oh, sungguh aku tidak sangka sekali" tiba-tiba terdengar satu suara nyaring, yang keluar dari pepohonan lebat disamping mereka, Aku tidak sangka Boe-eng Koei Long yang namanya menggemparkan Rimba persilatan tetapi sebagai orang tua sudah menghina si muda, sungguh sangat tidak tahu malu." Hebat ejekan berikut dampratan itu. Mendengar itu, Boeeng Hoei Lang lantas mengubah pikirannya. Kalau tadi ia ingin membinasakan KamJiak Hoei, sekarang ia cuma menotok jalan darah boen-hiat, setelah mana ia mencelat ke samping tiga kaki, terus ia menoleh ke tempat dari mana suara datang. "Siapa di sana" "ia tanya, "siapa berani menghina aku si orang tua?" Teguran itu tidak memperoleh jawaban suara hanya munculnya seorang imam tua yang bermuka bengis serta seorang muda yang romannya tak kurang bengisnya, Melihas imam itu, Khioe cin tertawa lebar. "Pek Yang, berani kau berlagak di depan aku -.si orang tua" ia kata. "Sungguh kau sangat tidak tahu diri" Imam itu memang Kee-Iouw Mo Keen adanya, Dia muncul sambil bersenyum, dia membawa lagaknya sebagai ketua dari suatu partai Begitu lekas dia mendengar suaranya Khioe Cin Keen, tak dapat dia beraksi terus, Dia menjadi gusar seketika. "Khioe Cin Keen kau juga terlalu jumawa." katanya, membalas. "Baiklah, kini aku si orang she Pek ingin mencobacoba kau yang dikatakan gesit hingga tak ada bayangannya. Benarkah kepandaian kau mengatasi Rimba Persilatan?" Khioe Cin Kee berlaku jumawa. Jikalau benar kau ingin cari mampusmu, itulah mudah." katanya. selama itu mereka sudah datang dekat satu dengan lain. mereka sama-sama menatap. mata mereka berani, roman mereka bengis menyeramkan. Selagi begitu dari lain arah muncul lagi dua orang, mereka berlari-lari mendatangi maka cepat tibanya mereka itu. salah seorang itu lari sambit berlompatan karena ternyata dia mengandal pada sebatang tongkat, hingga ada kalanya dia ketinggalan kawannya, lainnya waktu mereka berendeng. Lie Tiong Hoa melihat orang-orang baru itu ia menjadi girang. ia memang lagi mengharap- harap datangnya Cee Cit, sahabatnya itu maka melihat orang bertongkat itu terbukalah hatinya. Ketika ia mengawasi orang yang lainnya ia mengenali sinbeng sioe-soe Kim som. Dua orang itu menuju langsung ke arah Kam Jiak Hoei setelah tiba. Kim som mengawasi kepada dua orang yang lagi hendak mengadu jiwa itu, Kelihatannya dia mendongkol sekali ketika dia kata pada Cee cit. Coba kau tidak memaksa aku melayani kau main-main, tidak nanti muridku ini hilang jiwanya ditangannya Khioe cin Keen si telengas itu" Cee-cit mengawasi si anak muda, dia tertawa. "Setan tua she Kim, jangan kau terburu naps u" katanya wajar, "Aku si orang she Cee tidak mempunyai guna lainnya kecuali mataku yang lihai Aku langsung tahu murid mustikamu ini tidak mati." ia lantas membungkuk. untuk menotok tiga kali di punggung Kam Jiak Hoei. Boleh dibilang hanya sejenak. pemuda she Kam itu terlihat bergerak. lalu tubuhnya berlompat bangun. Di lain pihak Kee-louw Mo-koen terdengar mengeluarkan suara tertahan, tubuhnya terhuyung tiga tindak. Dengan cepat dia telah beradu tangan sembilan kali dengan Boe-eng HoeilongKhioe-cin-koen, kesudahannya dia kalah unggul sedikit. Satu jurus, "san-lauw tee-tong, atau Gunung guncang, bumi bergerak dari Khioe-Cin-koen, membuatnya mundur itu, terus dadanya terasa sesak dan mukanya menjadi pucat sekali. Dia mencoba ber tahan diri, dengan mata tajam dia memandang lawaonya, dia kata sembari tertawa dingin. "Lagi tiga tahun maka aku Pek Yang, akan aku menagih pulang hajaran tanganmu ini." Khioe Cin Keen tertawa, "jangan kata tiga tahun, tigapuluh tahun juga aku akan menantikanmu Kau tentu tidak bakal berhasil." Mukanya Pek Yang menyeringai bengis, tanpa membilang apa-apa lagi ia berlalu sambil menarik tangannya In Loei, untuk menghilang jauh diantara sinarnya si Puteri malam. Khioe Cin koen mengawasi sebentar, terus sambil bersiul, ia lompat ke depan sin-beng sioe-soe bertiga, Dia bergerak sangat gesit dan lincah, hingga Tiong Hoa kata dalam hatinya "Apakah namanya ilmu ringan tubuhnya ini" Aku tidak melihat pundaknya terbangun atau kakinya bergerak. tahu-tahu dia sudah datang dekat." Dasar masih kurang pengalamannya, hatinya pemuda ini gampang tergerak sesuatu yang masih asing untuknya. Gurunya mengajari banyak padanya hanya teori belaka tanpa contoh kenyataan, benar ia melatihnya tapi kurang sempurna, Maka sekarang ia berpikir keras. Tapi setiap yang ia lihat lantas menarik perhatiannya. Di sini kembali ia menyaksikan hebatnya sepak terjang orangorang Kang ouw. Khioe Cin Keen mengawasi Kam Jiak Hoei, yang berdiri sehat waras di samping Kim som, ia heran, parasnya pun berubah, ia kata dalam hatinya: "Siapakah ini dua orang" cara bagaimana mereka dapat membebaskan totokanku Pian-hoan Co-hiat Cioe noai ini" Aku tahu yang mengerti ini hanya beberapa orang saja..." Kim som melihat orang heran, ia tertawa sambil menguruturut kumis yang masih pendek, la kata: "saudara Khioe, tak usahlah kau capaikan hati memikirkan kita sebenarnya sudah lama kita saling mengagumi, Cuma sebegitujauh belum sempat kita bertemu satu dengan lain" Matanya Boe eng Hoei Long mendelik, "Apakah itu saling mengagumi?" katanya bengis, "sebenarnya siapakah kamu?" Kim som tidak murka, dia tertawa pula. "Tak heran, saudara Khioe tak berani," katanya sabar "sudah lama kau tinggal di pulau belukar, penglihatanmu sedikit, pendengaranmu kurang sebaliknya orang gagah di Tionggoan banyak bagaikan pasir. Aku" Melainkan mirip seorang serdadu biasa, Cuma karena orang Rimba persilatan menyintai aku mereka menyebutnya aku sin-heng sioe soe. Namaku yang rendah adalah Kim som, dan tuan ini adalah saudara Cee Cit," Mendengar nama orang, Khioe Cin Keen terperanjat tapi dia lantas tertawa lebar. "Aku mengira siapa, tak tahunya kau." katanya nyaring. "Bagus, bagus, Malam ini aku si orang tua bakal belajar kenal dengan ke^esitanmu yang di sohorkan. Aku ingin melihat apakah kau dapat main-main beberapa jurus dengan Boe Eng sin-hoat." Boe Eng sin-hoat, atau ilmu tanpa bayangan, adalah ilmu kegesitan Khioe Cin Keen yang membuatnya memperoleh juluka nnaitu Boe-eng Hoei Long si serigala Terhang Tanpa Bayangan- Meski ia pernah dengar nama orang tersohor sekali, orang she Kioe ini tetap membawa lagak terkeburnya, sedikitpun ia tak memandang mata pada sinheng sioe-soe, selesai berkata itu, ia juga melihat Cee Cit. ia tetap tak menghiraukannya. Cee cit tak puas menyaksikan tingkah orang itu Mendadak ia berseru, tongkatnya ditekankan ke tanah, maka mencelatlah tubuhnya, berbareng dengan mana sebelah tangan terulur panjang. ia telah mengguna Hoet Wao Cioe. Tangan kera-terbangnya itu. Khioe Cin Keeo berlakujumawa sekali akan tetapi ia waspada, maka ia terkejut melihat gerakannya Cee Cit itu, ia mengenali ilmu silat itu dan merasa orang dapat menggunakannya secara mahir sekali. Lekas-lekas ia berkelit ke kanan, dengan tubuhnya berada di sisi si orang she Cee, segera ia membalas menyerang, dengan lima buahjerijinya ia menjambret ke pundak orang. Cee cit melihat gerakan orang, ia terperanjat. Memanglah cacadnya ilmu silatnya itu, kalau tangan kanannya dilancarkan, tangan kirinya mesti diciutkan, ia tidak menyangka orang mengenal kelemahannya itu. Kalau ia kena disamber, bukan saja tangan kirinya tak bakal dapat diulur lagi, darahnya pun bakal mandek jalannya, Maka lekas-lekas ia berkelit. Khioe Cin Keen juga menyerang sangat cepat. Jilid 8 : Cinta kasih bunga berjiwa Kim som melihat kawannya terancam bahaya, tanpa membilang apa-apa lagi ia maju menyerang dengan dua-dua tangannya, karena orang membelakangi ia, ia tak perduli bahwa ia menyerang punggung. Benar-benar Boe-eng Hoei Long liehay sekali, Dia dapat berkelit dari serangannya sin b eng sioe-soe. Hanya dengan begitu, ia membatalkan serangannya terhadap Cee Cit. Ia tertawa lebar, terus ia balik menyerang orang she Kim itu, bahkan ia berlaku keras sekali, hingga Kim som merasa ia seperti terkurung lawannya itu, yang bergerak-gerak gesit bagaikan bayangan yang berkelebatan.. Cee-cit maju maju pula, maka itu berdua Kim som ia melayani lawan yang tangguh itu, Meski mengepung berdua, mereka tidak dapat berbuat banyak, orang terus dapat menyingkir dari pelbagai serangan mereka. Cuma karena ia diserang lebih dulu, Khioe Cin koen tak dapat merebut kepala angin-... Kam Jiak Hoei berdiri menjublak menyaksikan gurunya berdua mengepung guru musuhnya itu, ia tidak menyangka orang demikian gagah, pantas KimlengJie Pa terkebur dan galak. sudah gurunya kosen, guru itu pun melindungi mereka. Malam itu, kecuali bintang banyak. rembulanpun baru muncul Maka nyata sekali terlihat ketiga orang bertempur seru itu Lie Tiong Hoa terus menyaksikan pertarungan itu, ia dapat melihat perbedaan di antara mereka itu, Benar Khioe Cin Koen terus bergerak dengan gesit akan tetapi Cee Cit berdua Kim som juga tidak terlihat bingung mereka ini tetap tenang, hanya setiap serangan mereka selalu menemui kegagalan. Lama-lama hal itu akan buruk juga akibatnya nanti. "Aku telah berjanji hendak membantui Kim Som, sekaranglah waktunya," ia berbisik pada Lee Hoen. " Karena itu aku harap nona tetap bersembunyi di sini jangan kau sembarang bergerak." Lalu tanpa menanti jawaban lagi ia lompat turun terus ia menghampirkan Khioe Cin Koao untuk segera menyerang. Khioe Cin Keen bermata jeli, ia melihat bayangan berkelebat, karena menduga kepada musuh. ia tidak menangkis, hanya berbareng berkelit ia melesat terus kearah KamJiak Hoei untuk membekuk anak muda yang lagi berdiri Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo diam ituJiak Hoei kaget tetapi dia sudah kena dibekuk. Sambil tertawa terbahak-bahak. Boe-eng Hoi Long terus lari bersama orang tawanannya itu, Tepat dengan julukannya, ia lari cepat sekali masuk kedalam rimba. Cee cit dan Kim som terkejut sambil berteriak. mereka mengejar Tiong Hoa melengak. inilah ia tidak sangka. ia mau menolongi kawan, siapa tahu demikian rupa akibatnya. Phang Lee Hoan melihat kejadian itu ia lompat turun dari tempatnya sembunyi. Ketika ia datang dekat si anak muda, anak muda itu masib melengak, ia tertawa geli. "Buat apa berdiri menjublak saja," sinona menegur, "Tak ada gunanya itu, Lebib baik kita menyusul mereka. Tiong Hoa sadar karena ditertawakan, ia lantas lari menyusul bersama nona itu. Ketika mereka melintasi rimba di depan panggung Ie Hoa Tay itu dan sampai di sebuah tempat tinggi d iba wah mana ada jurang, mereka tidak lihat sekalipun bayangan orang. cuma sana angin yang menyamber-nyamber muka mereka. Melainkan dikejauhan nampak kota Kimleng diwaktu malam di mana api terang di sana sini dan darimana pun terdengar samar-samar suara tetabuan dan nyanyian. Lama berdua mereka berdiri menjublak di tanjakan itu, akhirnya dengan lesu mereka berjalanpulang kedalam kota. Mereka melihat kota ramai sekali, banyak pedagang, banyak pula penduduknya yang berpesiar, Mereka kembali terus ke Thian siang Kie. Tiong Hoa tidak gembira. "Aku ingin pergi ke luar guna mencari tahu tentang mereka itu," kata ia pada si nona, "Aku minta nona menaati di sini, jangan kau pergi kemana-mana." Lee Hoen tak tenang hatinya, Dalam tempo yang cepat ia jadi jatuh hati terhadap pemuda ini. ia tidak dapat mencegah tapi ia pun tak dapat melegakan hatinya, Maka ia kata: "Kau tidak mempunyai senjata untuk membela diri, saudara Lie, kau baik bawa gedangku ini." Si anak muda menggoyangi tangan. "Aku rasa tak perlu aku membekal senjata." katanya tertawa, "Dengan membawa pedang aku justeru mudah menarik perhatian semula kurcaci. Untuk kau, nona, terlebih baik lagi kau mempunyai senjata untuk melindungi dirimu." Lee Hoen tidak dapat memaksa. "Baiklah, asal saudara lekas pulang," katanya. Nona ini menghela napas melihat kepergian orang, ia pun merasa, ia menepas airmata, pikirannya kusut dan letih, ia masgul sekali, ia ingat ibunya pernah membilangi ia bahwa kalau dapat ia hendak dijodohkan pada seorang pelajar, supaya ia jangan mendapat peruntungan seperti ibunya, yang saban-saban di tinggal suaminya yang senantiasa repot dan sering menghadapi bahaya, sampai paling belakang suami itu- yaIah ayahnya--tak pulang-pulang. Hingga sekarang ia memperoleh kenyataan ayahnya itu sudah terbinasa di tangan manusia licik. ia pikir, kalau ibunya tahu ia memilih Tiong Hoa, seorang Kang ouw, mungkin ibunya berduka. Tapi, apa daya" ia telah menyintai pemuda she Lie ini. Dengan mata mendelong, Lee Hoen mengawasi rembulan dari jendela kamarnya. Masih pikirannya bekerja, ia membiarkan airmatanya meleleh di kedua belah pipinya, sang angin membuat main rambutnya, dan sang rembulan mencari tampangnya yang cantik. Tiong Hoa sendiri keluar dari hotel dengan tindakan cepat, dengan cepat juga ia jalan telasap telusup di antara orang banyak. Begitu ingin ia lekas tiba di luar kota, ia tidak tahu bahwa disaat ia keluar dari pintu hotel, ia sudah dilihat seorang yang terperanjat melihat padanya sampai orang itu mengeluarkan seruan tertahan, selanjutnya ia dibayangi orang itu. Tiong Hoa ketarik dengan kota Kimleng yang beda dari kota Yan-khia. Di samping itu ia menjadi bingung, Kemana ia mesti cari Cee Cit" Tadi saja saudara itu bersama Kim som sudah tidak keruan parannya. "Ah, biarlah sudah..." pikirnya kemudian, "Dia gagah, tidak nanti dia dapat celaka, Bukankah dia berada bersama Kim som" Mungkin dia bakal segera kembali dan mencari aku Thian siang Kie." Kesangsian ini membikio ia batal menuju terus ke luar kota, ia juga lantas mendengar nyanyian yang mengiringi tetabuan, ia bertindak ke arah suara itu, maka sebentar kemudian tibalah ia di tepi sungai Cin Hoay Hoo. Di sungai itu terlihat banyak perahu pelesiran yang terpanjang sedang apinya di pasang terang-terang, Tetabuan dan nyanyian keluarganya dari tiap-tiap kendaraan air itu. oleh karena hatinya tertarik sangat, Tiong Hoa berdiri ditepian. Di bagian hulu sungai Gin Hoay Hoo terpecah dua yalah bagian baratnya asal sungai Lie sooi, dan bag ia n timurnya sungai Kee fong sampai di gunung Hong san barulah bertemu menjadi satu terus dari pintu kota Tong- cee masuk kedalam kota di mana dia mendapat namanya yang kesohor itu, itu terletak dekat gereja Hoe CoeBio, kuilnya Khong Hoe Coe, di atasannya yaitu penyeberangan Tho-hoa-touw, dan di bawahannya jembatan Boen Tek Kio. Ketika Tiong Hoa berdiri di tepian itu- waktu sudah lewat jam tiga dan bulan sisir sedang permainya, Di waktu begitu, orang masih terus bersenang-senang, Mungkin itu lah yang disebut suasana sorga.... Tiong Hoa tengah tersengsam kapan ia di sadarkan suara tercebur keras, lantas dari beberapa buah perahu di dekat situ nampak kepala orang pada muncul dujendela. ia pun lantas mendengar teriakan kaget: "Orang kecemplung" ia segera menoleh. Maka ia melihat satu orang lagi bergulat dengan kematian, Beberapa kali nampak kepala orang itu muncul, lalu selam lagi, hingga terlihat rambutnya saja. Menampak demikian, tanpa berpikir lagi, pemuda ini lompat untuk menolongi. ooooo BAB 11 BEGITU ia menceburkan diri, Tiong Hoa lantas bergulat, dengan sang air, saking ingin menolong orang, sampai ia lupa babwa ia tak pandai berenang. Lantas ia kena tonggak air, syukur di bagian situ kali tak dalam, ketika kakinya nempel dengan dasar kali. ia dapat menjejak dan timbul pula tangan bebas ia sampai pada orang yang bercelaka itu, terus ia menjambret niatnya untuk diseret ke tepian, Dengan kedua tangannya ia pegang iga orang itu, untuk mengangkat tubuhnya. Begitu dia terangkat dari dalam air, orang itu membuba kedua matanya, Tiong Hoa kaget sekali, ia merasakan mata orang sangat tajam dan bengis, Dengan mendadak ia menjadi bercuriga. Habis melek. orang itu meram pula seperti ia mau pingsan. Justeru itu mulutnya terpentang dari dalam mulut itu menyemprot air kali mengenangi muka si anak muda, Tiong Hoa terkejut tak dapat ia membuka matanya. semprotan keras dan mendatangkan rasa nyeri, ia menjadi heran. Lantas ia menduga bahwa ia lagi ditipu, hanya ia tidak kenal orang itu, Tengah ia gelagapan dan sukar bernapas itu, mendadak orang itu menekan kedua pundaknya, buat membikin ia terbenam kedalam air. Sementara itu, meski air tidak deras mereka sudah hanyut beberapa tombak hingga mereka terpisah dari perahu petesira n yang terdekat tadi. Masih terdengar orang menjerit-jerit akan tetapi tidak ada yang terjun untuk menolong i. Tiong Hoa sadar tapi ia tetap berkuatir, sekarang orang memegang lehernya untuk di cekek. Tentu sekali ia lantas sukar bernapas, Mukanya pun penuh air, Dalam keadaan begitu, hatinya menjadi panas ia mau menolong dirinya, Maka ia lantas meraba Kedua sikut orang itu, guna menotokjalan darah keng-kie. Karena tidak bisa bernapas, tenaganya berkuraog, tetapi la mengerahkan sebisa-bisanya. Orang itu pun kaget, ia lagi mencekek. tidak bisa ia membela diri, ia merasakan kedua lengannya sakit, lalu kaku, lalu lemas jerijinya si anak muda nempel seperti gaetan yang keras dan tajam. ia menahan sakit, ia mencekek terus, sekuatnya bisa. Tiong Hoa pun bertahan terus, ia juga mesti menjaga agar air tak masuk ke hidung atau mulutnya. ia mengeraskan lehernya, ia mengerahkan tenaganya. Tak lama. ia merasa cekekan menjadi lebih kendor, lalu kendor dan terlepaslah tangan orang itu. Lekas-lekas ia timbul, ia masih mendengar suara nyanyian lantas ia tak ingat akan dirinya, ia tidak tahu berapa lama sang waktu sudah berjalan lalu ia merasa nyaman. "Apakah aku berada diatas perahu pelesir itu?" ia tanya dalam hati, ia belum mau membuka matanya, Telinganya lantas mendengar suara nyanyian yang merdu. suara tetabuan menyertai nyanyian itu ia membuka matanya ketika hidungnya menyedot bau harum. "Ooh..." ia berseru tertahan, saking heran, ia mendapatkan tubuhnya rebah diatas pembaringan ampar tersulam dan kelambu yang berkembang indah. Ruang pun lengkap perabotannya serta indah-indah juga. Dua batang lilin menjadi penerangnya, di depannya ada berduduk seorang pelayan perempuan umur kira dua belas tahun tapi dia lantas berdiri dengan terperanjat rupanya dia lagi ngelenggut dan mendusin dengan tiba-tiba, terus dia lari keluar sambil memanggil-manggil, "Nona, nona, dia mendusin" "Ah, rupanya aku ditolongi oleh salah seorang nona tukang nyanyi, " pikir Tiong Hoa. ia lantas ingat pengalamannya. Lehernya juga masih terasa sedikit nyeri, ia hanya tidak mengerti, kenapa orang hendak mencelakai ia. Rupanya sengaja orang itu ceburkan diri, guna memancing dirinya, Ceroboh, ia memperoleh pengalaman ia menjadi insaf akan liciknya orang. "Benar gila " katanya seorang diri, tertawa. Mendadak ia terperanjat Baru sekarang ia mendapat tahu bahwa ia rebah tanpa pakaianMukanya menjadi merah, hatinya berdenyutan. ia merasa malu sendirinya, inilah, rupanya, yang menyebabkan si pelayan kabur Ia melihat ke sekitarnya, ia menjadi putus asa, ia tidak mendapatkan baju atau celananya. Kecuali seprei atau selimut, tidak ada barang lainnya untuk menutupi tubuhnya itu. "Celaka..." ia mengeluh. Tidak lama, maka ia mendengar suaranya pelayan tadi, la juga mendengar tindakan kaki, bukan dari satu orang, ia mengawasi ke arah pintu. Budak tadi muncul bersama seorang nona, yang berjalan belakangan itulah seorang nona cantik pakaiannya putih bersih, wajahnya tersungging senyuman. Nona itu bertindak terus ke muka pembaringan. Kembali ia merah mukanya, sedang d idalam hatinya ia kata: "Dirumah pelesiran ada nona cantik begini...." Nona itu lantas duduk di bangku depan pembaringan. "Pastilah tadi kongcoe kaget." ia berkata, suaranya halus dan merdu. Mukanya Tiong Hoa menjadi merah pula. "Terima kasih, nona, yang kau telah menolong aku." ia berkata. "Pasti aku akan membalas budimu ini." Nona itu merah wajahnya. "Kongcu tercebur di kali, pakaianmu basah, maka aku telah menyuruh orang mencucinya." kata ia. "Dis ini tidak ada pakaian pria, terpaksa kongcu harus menanti sampai besok pagi, Aku telah menitahkan orangku membeli seperangkat pakaian- Menyesal, sekarang kongcu harus menanti saja..." "Ooh, nona, aku membikin kau pusing dan berabeh." kala Tiong Hoa, "terima kasih." Dengan sendirinya anak muda ini malu sekali. Pastilah si nona yang telah meloloskan pakaiannya yang basah itu. Baiknya ketika itu ia masih pingsan, Kalau tidak, taktahu kemana mesti ia menaruh mukanya.... Tanpa merasa mata Tiong Hoa bentrok dengan sinar mata si nona, ia melihat pula bagaimana kecantikan nona itu, Hanya ia mendapatkan pada itu ada sinar kedukaan, ia tidak melihat gerak gerik dari seorang bunga berjiwa, ia mendapatkan sebuah muka yang halus dan bersih, tak ada sedikit juga sinar kegenitan. Karena lihat sendirinya ia menggeser tatapannya, hingga sekarang ia melihat si budak perempuan. Nona cilik itu tertawa geli. "Hus." si nona menegur, " Lekas siapkan bubur serta beberapa rupa sayurnya buat kongcu bersantap." Budak itu menyahut perlahan, lantas dia mengundurkan diri. Tiong Hoa sendiri tiba-tiba mengasi dengar suara kaget perlahan, tangannya lantas meraba-raba kasurnya, ia seperti kehilangan sesuatu. Si nona mengawasi, ia bersenyum. ia bertindak ke meja rias di samping pembaringan ia menarik laci yang kecil, untuk mengeluarkan sejilid buku kecil dengan kulitnya kulit kambing, Lalu ia kembali. "Apakah kongcoe mencari buku ini?" ia seraya mengangsurkan buku itu. Tiong Hoa lantas menyambut dan lihat itulah buku hadiahnya Thian Yoe sioe, ia merasa lega bukan main. Buku itu pun kering suatu tanda si nona telah menggangganginya. Maka ia puji kecerdasan nona itu. Menghadapi nona ini, tiba-tiba Tiong Hoa ingat Cek In Nio. Keduanya sama-sama cantiknya, Bedanya adalah si nona Cek pandai ilmu silat, Baginya In Nio adalah nona yang tak boleh tak ada, sekarang di depannya ini, ada nona yang budinya besar, yang tak dapat ia segera membalasnya. Kenapa nona ini menolong aku" pikirnya, ia lantas mendapat jawabannya, ia melihatnya dari sinar mata si nona sinar yang luar biasa, Maka diam-diam ia menghela napas. "Bagaimana sekarang?" pikirnya. "Terserahlah.-." "Meskipun aku bodoh tetapi aku mengerti inilah kitab ilmu silat," si nona berkata, "sedari masih kecil aku gemar ilmu silat itu, sayang aku tidak pernah mendapatkan gurunya, maka itu Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pertemuan kita ini adalah jodoh kebetulan sekali, Aku harap kongcu nanti suka memberi petunjuk satu dua padaku." Karena ia menyebutkan jodoh. muka si nona bersemu dadu. "Ah, aku gila nona," kata Tiong Hoa tiba-tiba, "Aku sampai lupa menghaturkan terima kasih padamu sebenarnya aku mengerti sedikit sekali tentang ilmu silat, maka itu mana berani aku menunjuk sesuatu pada nona." Nona itu bersenyum, ia tidak mengatakan apa-apa. Kemudian si pemuda tanya, "Apakah aku boleh mendapat tahu she dan nama yang mulia dari nona?" Nona itu bersenyum. "Aku she Ho, namaku Ban in." sahutnya. "Apakah kongcu pun suka memperkenalkan diri kongcu?" "Ooh Aku Lie Cie-tiong .." Nona itu agaknya heran, tapi ia tertawa. "Benarkah kongcu bernama Lie Cie-tiong?" ia tanya, "Dalam ngelindur tadi, aku mendengar disebut-sebutnya kata-kata Hoa." Muka si pemuda merah. "Aliasku yalah Tiong Hoa." ia kata, "Aku tidak nyana nona mendengar itu." Ketika itu budak tadi kembali dengan barang makanan. Si nona berbangkit untuk menyambuti, terus ia berkata, "Kongcu, Kau rebab saja nanti aku yang menyuapi." "Mana dapat aku memberabehkan nona." Kata si pemuda. Si pemudi tertawa, ia tidak membuang apa apa. Hanya ia memegang sumpitnya, untuk mulai menyuapi. Mau atau tidak. Tiong Hoa membuka mulutnya. ia lantas merasai santapan yang lezat. Beberapa kali sumbu lilin meletuk seperti kembang api. Tiong Hoa makan sambil berbicara dengan si nona, ketika ia sudah cukup makan, pembicaraan masih dilanjuti, sampai terdengar ayam-ayam jago mewartakan datangnya sang fajar, ketika itu lilin tinggal sisanya, hampir padam.. Dari mulut Nona Ban in, Tiong Hoa mendapat tahu kejadian terlebih jauh, peristiwa itu disaksikan si nona yang kebetulan bersama adiknya tengah melayani seorang tetamu she Lin, ia ditolong i ketika ia mulai pingsanMusuhnya itu juga ditolong i tetapi jiwa dia keburu melayang, orang she Lin itu sebal melihat romannya si orang jahat, mayatnya dilemparkan pula ke sungai, orang she Lin itu menolong i menekan perutnya, untuk mengeluarkan airnya, lalu mengurutinya. Kemudian si nona menyatakan herannya pemuda ini sadar terus pulih kesehatannya. Sementara itu hati Tiong Hoa bercekat, ia kuatir kitabnya telah dapat dilihat si orang she Lin, ia mengawasi kitab itu. si pemudi melihatnya, dia tertawa. Jangan kuatir, kongcu." dia kata, " kitab ini cuma aku seorang yang mengetahuinya. Aku tahu, meski aku bukan orang Rimba Persilatan, kitab ini mestinya penting sekali, inilah kitab yang orang sukar mendapatkannya, dan kalau apa lacur kitab ini dapat di lihat lain orang, bahaya bisa datang karenanya." Tiong Hoa heran, ia terperanjat. Luar biasa Ban in mengetahui itu. ia mengagumi si nona, yang rupanya pandai melihat selaian, "Mana dia tetamu she Lin itu?" kemudian ia tanya. Mukanya si nona merah. "Ia sekarang berada di kamar adikku," sahutnya. "sebentar dia datang." Tiong Hoa berdiam hatinya bingung, Bagaimana kalau orang datang ia masih tidak mempunyai pakaian" ia toh dapat rebah terus di pembaringanBan in mengawasi sambil bersenyum, ia dapat menerka hati orang. Tiong Hoa melihat muka si nona, mukanya merah sendirinya. Tak lama pelayan tadi muncul dengan satu bungkusan di tangannya, dia meletakinya di atas pembaringan. "Inilah pakaian yang baru dibeli," kata si nona, lantas bersama pelayannya ia memberi hormat untuk terus mengundurkan diri, " Tiong Hoa bergerak cepat, untuk berpakaian, kemudian ia membersihkan muka dan memberesi rambutnya. Ketika ia berdiri di muka kaca- rasa, memandang wajahnya sendiri ia berdiam untuk berpikir. "Entah bagaimana dengan Kwie Kian cioe dan sin-beng sioe-see," pikirnya, ia lantas ingat saudara angkat itu berdua "Bocah dengan Kam Jiak Hoei, dia dapat ditolong atau tidak Boe-eng Hoei Liong begitu liehay, apakah dia dapat disusul" Tentulah Khioe cin-koen dikejar terus sampai disarang nya. Di manakah sarangnya itu" jikalau aku tahu, harus aku susul mereka. Kemudian ia menjadi masgul, ia telah tinggal Lee Hoen dirumah penginapan pasti nona itu bergelisah menantikan ia tak kunjung balik, ia tidak meny intai nona itu, si nona yang seperti menyintai sendiri padanya. Ia cuma telah berjanji akan mengantari nona itu ke TOklok. ke guanya Yan Loei di Yan Kee Po, sekarang ia tidak kembali, bisa-bisa si nona mencurigai ia seperti pendusta. Kalau benar, sulit ia memberikan keterangannya. Di matanya sudah ada Cek In Nio dan sekarang Ho Ban In, ia menyukai nona Ho, bukan terutama karena cantiknya, hanya di sebabkan pertolongannya dan kebaikan hatinya. Ia merasa berhutang budi dan mesti membalasnya, Kalau Ban In jahat, ia bisa di celakai atau kitab silatnya dikangkangi, maka bingunglah ia. Bagaimana ia harus memilihnya. Ah. kenapa aku jadi begini" Akhirnya ia tanya dirinya, tapi ia dapat menguasai diri, ia mengambil keputusan, Biarlah, segala apa terserah pada sang waktu dan keadaan Asal aku benar buat apa aku pusingi diri" Ia tidak usah berpikir lebih lama pula, Kupingnya lantas mendengar tindakan kaki sedikit berat, lalu di ambang pintu muncul seorang pria usia pertengahan dengan baju panjang biru, pundak dia dadanya lebar mukanya persegi, romannya gagah. Dia memelihara kumis dan jenggot dan matanya bersinar tajam, Di belakangnya mengikut Ban in serta seorang nona lain yang cantik yang sujennya manis, ia lantas menduga kepada si tetamu she Lin maka ia segera menyambut. Orang itu sudah lantas tertawa dan kata nyaring "Matanya Ban In jeli sekali, Memang saudara Lie tampan dan gagah, dia membikinnya Lie Tiang Keng malu sendirinya." Tiong Hoa menjura, sambil tertawa ia kata. "Tadi malam saudara Lim telah menolongi jiwaku, budi besar itu nanti aku ingat untuk selamanya." Tetamu itu tertawa pula. Tiong Hoa mendapat kenyataan Ban ln terus mengawasinya, ia jengah sendirinya. Memang di matanya Ban in, Tiong Hoa tampan seperti Phoa An- Karenanya si nona jadi tercengang, Didalam hatinya dia memuji "Sungguh ia tampan-" Diam-diam dia girang sekali. Lin Tiang Keng menarik tangan si nona di sisi Ban in, ia memperkenalkannya, "Inilah nona yang aku si orang she Lin mengenalnya, ialah nona Liw Wan Nio." Keduanya saling memberi hormat, Tiong Hoa kata ia senang dengan pertemuan ini. Kemudian Tiang Keng tertawa dan kata. "Kau gagah dan mulia, saudara Lie Bangsat itu cari niampusnya sendiri syukur saudara dapat bertahan dari cekekannya." Tiong Hoa heran. "Kenapa saudara tahu bangsat itu berpura menceburkan diri?" ia tanya. "Hal itu gampang diketahui kalau dia benar kelelap. mana dapat dia mencekek orang" Dia pun meocekek dijalan-dsrah ouw kiat, jadinya dia memang mengarah jiwa saudara Ya, saudara Lie." Tiang Keng menambahkan, "Kenapa saudara bermusuh dengan bandit air dari Kee-leng itu?" Tiong Hoa melongo. "Barusaja aku keluar dari kota raja." ia menyahut. "Tadinya belum pernah aku masuk dalam dunia Kang ouw, belum juga pergi ke wilayah Pa-siok. Mana bisa aku bermusuh dengan penjahat air dari Kee-leng" Apakah saudara kenal penjahat itu?" Orang she Lie itu mengangguk "Dia sebenarnya satu di antara Kee-leng Jie Kauw. Dialah Long-Kauw Tiauw Kiat-Dengan saudaranya, dia sebenarnya tak pernah berpisahan- Maka heran kakaknya, Hoan-kangkauw Tiauw Eng, tidak ada di-sana, Aku bukan cuma kenal kedua perompak itu, bahkan lima tahun dulu, ketika aku lewat di Kee-leng, aku bentrok dengan mereka. Ada orang yang datang sama tengah di antara kita. tak sampai kita bertempur." Sembari menatap ia meneruskan "Mereka kenal saudara, kenapa dia mau membinasakannya" "Inilah aneh. Ah mungkin Tiauw Kiat kena disogok lain orang, coba saudara ingat-ingat salama di tengah jalan, saudara pernah bentrok dengan siapa?" Tiong Hoa menggeleng kepala, Benar-benar ia tidak ingat, Sampai disitu orang terus juga tidak menanyakan lebih jauh. Ketika itu di dalam kamar itu pelayan mengatur meja perjamuan, "Nona Ban in mengadakan perjamuan untuk menghilangkan kagetnya saudara Lie" kata orang she Lin itu kemudian- "inilah suatu hal yang membahagiakan seingatku belum pernah aku melihat Nona Ban-in melayani tetamu secara begini." Mukanya Tiong Hoa merah. Nona Ho melirik ia bersenyum, lantas ia tunduk. Begitu perjamuan di mulai Tiang Keng yang bicara paling banyak. Saban-saban dia tertawa, Tiong Hoa jengah, ia cuma bisa tersenyum. Wan Nio dan Ban In pun tertawa dan bicara banyak, Ban In melayani Tiong Hoa dengan telaten sekali. "Saudara Lie, aku minta janganlah kau mensia-siakau kebaikan nona Ban In," kemudian Tiang Keng kata, suaranya nyaring, "walaupun nona Ban ln berada ditempat semacam ini, ia sebenarnya putih bersih bagaikan kemala yang disimpan hati-hati. Biasanya ia manis seperti bunga-bunga tho dan lie dan dingin bagaikan es, baru hari ini sikapnya luar biasa, manis dan ramah sekali, jikalau aku si orang she Lin telah diberikan ketika, pasti sudah siang-siang aku melamarnya, sayang nona Ban-in memandang aku hanya sebagai tukang pelesir, lain tidak juga nona Ban In tak sembarang menerima budi orang. Saudara Lie, mudah-mudahan kau melindunginya baik-baik," Telinga Tiong Hoa menjadi merah, hatinya memukul. "Akulah orang biasa saja, mana aku berharga menerima perhatian nona Ban In begini rupa" katanya, Diam-diam ia melirik nona itu. Ban-in likat, lalu matanya merah, airmata nya mengembeng... "Hebat," pikir Tiong Hoa, "Tidak ada sebab untuk ia tidak menyintai nona itu yang cantik dan manis, yang telah melepas budi terhadapnya, ia pun mau percaya Tiang Keng bahwa si nona bukan sembarang bunga berjiwa, Hanyalah, bagaimana ia dapat menerima nona itu, Toh ia merasa sangat berkasihan, Maka akhirnya ia kata: "Asal Nona Ban In tidak mencela kejelekan dan kemiskinanku." "Cukup, cukup sudah" Tiang Keng berseru memotong. "saudara Lie sudah menerima baik" Lantas dia memberi selamat kepada Ban in, siapa tunduk saja, kedua tangannya membuat main ujung batunya. Biarlah ia setangkai bunga, ia toh likat. Tengah orang bersuka ria itu, mendadak terdengar suara tertawa dingin di atas genting hingga semua orang kaget, tatkala mereka menoleh ke pintu, di ambang itu terlihat seorang usia kira empatpuluh tahun, yang romannya bengis dan matanya galak, menatap tajam kepada Lie Tiang Keng. "Aku kira siapa, tak tahunya Tiauw Loo-toe memberi kehormatan padaku dengan berkunjung ke mari." orang she Lin itu kata. "Sejak perpisahan kita di Keeleng, lima tahun sudah berselang sebenarnya aku sangat kangen pada kau, loosoe, silahkan masuk. mari duduk minum bersama." Memang orang itu Hoan kang-kauw Tiauw Eng si Ular naga Membaliki Sungai, salah satu dari Kimleng Jie kouw . dua jago Kimleng, kakak dari Long-kauw Tiauw si Ular naga Gelombang. Tiauw Eng menyapu semua orang dengan sinar matanya yang bengis itu. "Lin Loosoe aku numpang tanya." kata ia dengan keras " kenapakah adikku mati?" suaranya keras... "Apakah benar dia telah dianiaya sahabatmu ini?" sekarang dia memandang bengis kepada Tiong Hoa seorang. Lin Tiang keng tertawa. "Justeru itulah hal gelap yang membingungkan aku si orang she Lin dan sahabatku ini!." dia menjawab. "Tadi malam sahabatku jalan-jalan di tepian sungai Cio Hoay Hoo, Tiba-tiba adikmu itu sengaja membuang diri nya kedalam sungai, lalu dia berteriak-teriak berpura-pura minta tolong seperti juga dia kelelap, sahabatku ini berhati mulia tanpa memperdulikan diri bisa terancam bahaya ia lompat untuk menolongi. Kesudahannya sahabat ini benar-benar terancam bahaya maut, Adikmu itu sudah mencekek leher pada jalan darah auwkiat, Untuk menolong dirinya, sahabatku ini melakukan perlawanan. Apa lacur saudaramu itu terluka dan terbinasa karenanya, sahabatku ini juga ketolongan aku, jikalau tidak dia pasti lenyap jiwanya sebab dia telah pingsan, jikalau kau tidak percaya Tiauw Loosoe, kau periksalah lehernya sahabatku, sampai sekarang masih ada tapak jarinya adikmu itu. Sahabatku ini baru saja datang dari Yan-khia, dia tidak kenal adikmu kenapa adikmu itu menggunai akalnya itu hendak mencelakakan dia, apakah alasannya?" Ditanya begitu Tiau Eng melengak. Tapi cuma sebentar, dan menyeringai. "Tidak, aku tidak percaya" katanya keras. "Biar adikku buruk. tidak nanti dia berlaku demikian licik terhadap orang yang dia tidak kenali " "Inilah justeru herannya" kata Tiang Keng sungguhsucgguh, "Kalau Tiauw Lo-soe tidak percaya sungguh sukar, meski aku mempunyai lidah, tidak dapat aku bilang apa-apa lagi. Tadi malam langit cerah dan rembulan permai sekali, di Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sungai Cin Hoay perahu-perahu mundar mandir, ada banyak orang yang pesiar di sana ada banyak orang yang menyaksikan caranya adikmu terjun ke air. maka tak dapat aku mendusta. Baiklah Tiauw Loosoe pergi ke sana dan minta keterangan dari orang banyak itu, juga aneh yala h kamu sendiri, Tiauw Loosoe. Aku tahu kamu biasanya tak pernah memisahkan diri kenapa tadi maLam justeru , terbit onar itu justeru kau tak ada di sampingnya" Menurut aku, adikmu itu tentu telah dibujuk dan dianjuri orang lain, yang mencoba menggunai akal muslihat meminjam tangan orang melakukan pembunuhan" Tiauw Eng berdiam, parasnya berubah, Alasan itu kuat sekali, Memang ia telah mencari keterangan dan apa yang ia dengar cocok dengan keterangannya Tiang Keng ini, ia hanya tak tahu adiknya itu terbujuk siapa. "Apakah dia bukannya Yan Hong?" katanya seorang diri sesaat kemudian. Mendengar disebutnya nama Yan Hong itu, Tiong Hoa bercekat. matanya bersinar, ia bertindak maju mendekati jago Kimleng itu "Apakah Yan Hong berada di sini?" ia tanya "Kalau begitu, jangan kau sesaikan siapa juga, saudaramu itu terbujuk. dia membantu harimau mengganas, dia mencari matinya sendiri," Mendengar kata-kata oraog, bangkit pula kemarahannya Tiauw Eng. dengan paras suram dia menatap si anak muda. "Tak perduli siapa salah dan siapa benar nyatanya adikku terbinasa di tangan kau" dia menembak. "siapa membunuh, dia mesti mengganti jiwa siapa meminjam uang, dia mesti membayar uang juga. Maka sekarang aku si orang she Tiauw mau menagih padamu. Tentang Yan Hong, belakangan aku akan cari dia." Dia lantas maju mendekatt, untuk menyerang. Lin Tiang Keng maju sama tengah. "Tiauw Loosoe," katanya tertawa, "Aku tahu Tiauw Loosoe jujur, kenapa hari ini kau menentang dirimu sendiri" jikalau ini sampai tersiar, pastilah ini akan merugikan nama baikmu..." Tiang Keng tahu Tiauw Eng lebih liehay daripada Tiauw Kiat, karena mana ia kuatir Tiong Hoa bukanlah lawannya maka ia hendak mencegah orang turun tangan. Tiong Hoa sebaliknya panas hatinya, belum lagi Tiauw Eng berbicara pula, guna menjawab Tiang Keng, ia kata sambil tertawa dingini "Dia bukan cuma menentang dirinya, dia sengaja mencari gara-gara Dia tahu adiknya salah, dia masih datang ke mari Eh, orang she Tiauw, apakah kau anggap aku si orang she Lie dapat dipermain kan" -- saudara Lin, harap kau jangan mencegah aku. Aku ingin tanya dia tentang Yan Hong, dimana adanya dia itu" Tiang Keng menduga pertanyaannya Tiong Hoa mesti ada latar belakangnya, ia lantas minggir. "Kamar ini sempit, kenapa kita tidak mau pergi keluar?" kata Tiauw Eng dingin. "Aku si orang she Tiauw ingin ketahui berapa tinggi ilmu silat kau maka kau menjadi begini jumawa." "Kau justeru yang jumawa." sahut Tiong Hoa. ia mengawasi tajam, lantas ia bertindak keluar. "Hm "bersuara Tiauw Eng, yang terus mengikuti. Beberapa tindak dari kamar itu ada sebuah kebun bunga kecil di mana ada banyak pohon bunga yang bunganya menyiarkan bau harum. Di situ Tiang Hoa lantas berdiri berhadapan dengan Tiauw Eng yang galak itu. Lin Tiang Keng menyusul bergema Lie oao Nlo danHoBanIn terpaksa mereka berdiri di pinggiran untuk menyaksikan. Mereka ini berkuatir, terutama Ban io, jantungnya memukul. Kali ini Tiong Hoa bukan membawa adatnya, ia hanya panas hati mengingat Yan Kee Po yang licik itu. Mesti ada sebabnya kenapa, Yan Hong mencelakai ia, Tiauw Eng pasti tahu di mana adanya orang she Yan itu, maka ia ingin mengetahui alamatnya. sekalian dengan ini, ia perlu cari tahu juga halnya Ngo-sek kimbo. Pertempuran sudah lantas dimulai tanpa mereka banyak bicara lagi. Tiauw Eng berseru. "Silahkan." lantas ia mendahului menyerang. Tiong Hoa berkelit ke kiri, tangan kanannya diulur, guna menangkap tangan kanan penyerangnya itu, yang serangannya tak mengenai sasarannya Jago Kim-leng menyerang berbareng dengan kedua tangannya dan tangan kanannya itu berada di sebelah luar, Dia putar tangan kanannya itu, terus dia menyerang pula, tangan kiri ke muka, tangan kanan ke dada. Lin Tiang Keng terperanjat. Tahulah ia yang Hoan-kang kauw Ular naga yang nomor satu itu, hendak mendesak. guna lekas mengakhirkan pertempuran itu. Lie Tiong Hoa ketahui hati orang, ia pun kata dalam hatinya: "Kau terlalu jikalau aku dapat bikin kau lolos, aku bukannya muridnya Thian Yoe sioe" Ia lantas mengajukan dua-dua tangannya, guna menangkap masing masing sebuah lengan lawan, ia bukan nya menangkis atau berkelit, ia justeru menyambuti. Tiauw Eng menyedot hawa dingin, Dialah orang Kang ouw yang berpengalaman yang matanya sangat awas, ia terkejut untuk cara perlawanan musuh ini, tentu sekali dia tak sudi mendapat malu, maka berbareng dia lantas memikir buat mengangkat kaki. Begitulah dia cepat menarik pulang kedua tangannya sambil dia melengakka n tubuhnya, selagi tubuhnya itu rebah, kedua kakinya menjejak tanah, untuk lompatjumpalitan. Bagus lekas kedua kakinya mengenai tanah, begitu lekas jug a dia berlompat pula. Kali ini untuk lompat naik ke atas genting. "Kemana kau mau lari." Tiong Hoa membentak. seraya ia meluncurkan tangannya, menyamber. Tubuh Tiauw Eng baru terapung lima kaki, tatkala dia merasakan s iuran angin- Dia kaget sekali, tengah dia keget, telinganya mendengar suara memberebet dari robeknya bajunya, sebab pundak kirinya kena d is amber si anak muda, yang telah mengguna Hoei Wan Cioe-hoat, hingga tangannya dapat terulur panjang. Dia dapat sampai juga di atas genting, ketika dia menoleh dia melihat Tiong Hoa lagi memegangi bajunya itu yang tertiup angin. Dia melengak. Tiong Hoa juga tidak menyangka orang lari demikian cepat, karenanya meskipun ia menyamber ia masih kurang sebat. Tidak demikian jago Kimleng itu mesti menderita hebat. Lim Tiang Keng heran hingga ia tercengang sama sekali ia tidak melihat si anak lompat mengejar, toh pundak Tiauw eng kena dijambret hingga bajunya pecah. Tiauw Eng masih panas hatinya sembari tertawa menyeringai dia kata: "Ketahui olehmu" sakit hatinya adikku tak dapat tak di balas. Baik kau ketahul juga Yan Hong membenci kau sampai ditulang-tulangnya maka jangan kau harap kau dapat tidur nyenyak." Selagi berkata begitu, jago Kimleng itu berlompat untuk menyingkir Ketika suaranya berhenti, dia sudah pergi jauh lima tembak kira-kira Lie Tiong Hoa berseru ber lompat naik untuk menyusul. "Jangan kejar, saudara Lie" Tiang Keng mencegah. Tiong Hoa tidak memperdulikan cegahan itu, ia mengejar terus. Tiauw Eng berlari-lari dengan cepat, dia menuju ke luar kota, Dia telah melompati tembok tepi dia masih disusul terus. Malam itu bulan terus indah, maka terlihat tegas dua orang itu berlari-lari berkejar-kejaran. Tiong Hoa mengejar tanpa memperdulikan bahwa ia mesti memasuki rimba pohon tho. Didalam tempe satujatn, tibalah mereka dibukit Ciong san, Disini Tiauw Eng lari naik, tiba ditengah gunung, terlihat dia lompat turun, tatkala si anak muda tiba, ia melongo. ia melihat jurang, yang tak nampak dasarnya. "Aku cuma mau membekuk dia hidup-hidup untuk ditanya halnya Yan Hong." kata Tiong Hoa di dalam hati, "Aku tidak sangka dia terjun kedalam jurang. Aku telah membinasakan adiknya, buat apa aku membinasakan dia juga?" ia mengawasi kedalam sekali, Kemudian ia menghela napas, matanya memandang ke sekitarnya. pepohonan segar dan lebat daunnya nampak hijau gelap. Bunga-bunga lagi mekar dan memperlihatkan warna merah indah. Tiong Hoa tersengsam oleh pemandangan malam yang indah itu. Tiba-tiba ia ingat Tiauw Eng dan berpikir, "Tidak. tidak mungkin siapa juga ingin hidup. siapa pun tak ingin mati. Tiauw Eng tidak menjadi kecuali. Dia belum mogok. kenapa dia tidak menyayangi jiwanya" Mustahil dia benar-benar bunuh diri".." Meski ia memikir demikian, Tiong Hoa mengawasi ke dalam jurang dengan pikirannya terus bekerja hingga ia seperti ngelamun. Tengah ia berdiam itu mendadak ia mendengar bentakan di belakangnya dibarengi dengan satu tenaga menolak yang kuat keras sekali kepada tubuhnya, hingga ia tergentar dan napas seperti mandek. sebelum ia sempat berdaya, tubuhnya sudah terlempar. Selagi jatuh itu, ia masih sempat mendengar tertawa nyaring di atas jurang. suara tertawa yang berkumandang di bukit itu. "Mati aku...." pikirnya selagi jatuh itu, "Mana ada pertolongan lagi?" tubuhnya jatuh terus, Maka itu menanti saja kematiannya. Mungkin tubuhnya bakal remuk dan hancur di dasar jurang itu ia takut bukan main. Dari dasar jurang itu terdengar suara binatang entah binatang apa. "Sungguh malang nasibku" anak muda ini masih sempat berpikir, "Sudah tubuhku bakal remuk dan hancur, juga bakal digegaresi segala binatang alas." Tiba-tiba ia merasa benturan keras, darahnya seperti bergolak, tapi ia bukannya jatuh di atas batu, ia pun mendengar lagi suara binatang tadi. Hidungnya lantas terserang bau amis. Cuma sebegitu perasaannya, terus ia tidak ingat apa apa lagi, tempo kemudian ia mendusin -- entah berapa lama ia sudah pingsan, ia merasakan seluruh tubuhnya sakit dan ngilu, tulang-tulangnya seperti patah semuanya. Ketika ia membuka rnatanya, ia melihat hanya kabut, Tapi la mengawasi terus, hingga ia melihat tembok jurang di kirikanannya, tinggi dan lamping, tanpa ada pepohonannya, Dasar jurang itu penuh dengan batu kecil dan rumput liar. "Eh, kenapa aku tidak mati?" pikirnya heran, sambil ia melawan rasa nyerinya. ia lantas mengingat-ingat cara jatuhnya, terutama suara binatang itu serta baunya yang tak sedap. "Ah, apakah aku lagi ngelamun?" Ia heran kenapa ia tidak mati, jurang itu sangat dalam. Dengan keheranan, ia merayap bangun untuk berduduk. la melihat ke kiri dan kanan, Lama-lama, ia mendapatkan darah yang nempel pada bulu binatang warna putih. ia mengawasi tajam, untuk memeriksa. "Apakah aku ditolongi binatang itu?" akhirnya ia kena dirinya sendiri, "Kemana binatang itu sekarang?" ia melainkan melihat bulu yang bertumpuk. "Ah " ia mengeluh. Karena merasa tubuhnya sangat nyeri, ia lantas bersila, untuk bersamedhi, guna menyalurkanjalan darahnya. Dalam hal ini, ia sudah mahir, selama di guanya Yan Loei ia telah melatih dirinya. ia lekas mendapatkan hasilnya, Belum berselang lama rasa nyerinya lantas kurang, ia meneruskan untuk kegirangannya, ia merasai napasnya berjalan lurus seperti biasa, ia lantas membuka matanya. Sekarang ia dapat melihat mirip di siang hari, dan akhirnya ia lompat bangun, dari mulutnya terdengar siulan yang nyaring dan lama. sebagai akibatnya itu, ia mendengar dengungan kumandangnya. Tiba-tiba.... Dari arah depan, kejauhan terlihat berlari-lari datangnya dua ekor kera yang berbulu putih, yang dapat nya membawa barang apa berdiri seperti manusia tak apa. Kedua binatang itu rupanya datang karena mendengar siulan, Tapi waktu mereka melihat orang berdiri, keduanya merandak. terus mereka memutar tubuh, buat lari pergi. Tiong Hoa lari mengejar. Kalau benar ia ditolongi kedua binatang itu, ia mesti mengingat budi, tatkala ia ditempat dimana dua kera itu barusan merandak. la melihat di tanah belakangnya sejumlah buah piepa, semacam jeruk warna kuning rata-rata sebesar kepalan, yang baunya halus dan harum, tanpa merasa datanglah napsunya ingin memakan itu, maka ia memungutnya dan terus memakannya. ia mendapatkan rasa yang lezad, Kulitnya pun dimakan habis. Buah itu tidak ada bijinya. "Inilah buah yang paling kesohor keluaran tong-teng-san, yang dipanggil Pek-see." pikirnya, "sekarang aku mendapati ini. Yang tanpa biji, mungkin inilah buah yang ada khasiatnya, Kera adalah binatang yang sipatnya mirip manusia, melihat aku pingsan, mereka tentu mau menolongi aku, hanya kenapa mereka pada kabur?" Buah piepa itu manis sekali, ia maka pula hingga ketinggalan lima biji, Untuk heran nya, hilang sudah rasa ngilu dan nyeri nya, bahkan ia merasa segar seperti biasa, tidak tempo lagi ia lari ke arah kaburnya kedua kera tadi, ia girang sesudah ia lari sekian lama. Di sebelah depan berpeta dua tubuh putih dari kedua kera, Untuk menyusul mereka, ia lari dengan ilmu ringan tubuh Hong Hoei In soan. "Jurang ini mesti ada jalan keluarnya, asal aku dapat susul kedua kera ita, pastilah aku akan dapat keluar dari sini." pikirnya sambil berlari-lari itu. Kira lagi tigapuluh tombak akan ia dapat kepada kedua kera, kedua binatang itu mengasi dengar suaranya catcat Citctt, terus ke duanya lari naik ke lamping jurang. Tiong Hoa heran kenapa kedua kera itu dapat manjat di situ, setelah ia tiba, herannya hilang, ia mendapatkan dua batang rotan yang tumbuh di atas itu, yang meroyot turun Ketika ia dongak, kedua kera lenyap. sejenak ia diam, ia heran dan berpikir. "Pasti ada gua di tengah itu," ia menerka Apakah aku mesti naik" Kalau kedua kera menyangka aku bermaksud jahat, selagi aku naik, mereka dapat memutuskan rotan ini itu berarti aku bisa jatuh mampus..." Ia bersangsi mengawasi terus, keras ia berpikir. "Ah, mustahil," pikirnya pula. "Kera itu dapat berpikir seperti manusia. Tadi mereka justeru menolongi aku. mustahil Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mereka menyangka jelek" Mungkin mereka kaget karena aku bersiul keras." Masih ia bersangsi. Masih lewat tempo sekian lama. Akhirnya ia mengertak gigi. "Mesti aku manjat," ia mengambil keputusan- "Tak dapat aku berdiam terus disini." Maka ia menjambret rotan itu, ia mengenjot tubuh untuk naik kakinya membantu menginjak lamping jurang. Kedua tangannya memegang dan menarik bergantian pada kedua batang rotan itu, ia bertubuh enteng, toh manjat secara begitu, ia mesti menggunai tenaga berlebihan. Tidak lama, ia merasai telapakan tangannya basah dengan peluh dan napasnya sedikit memburu. Tapi lekas juga ia sampai di tempat di mana tadi kedua kera menghilang. ia Tusuk Kondai Pusaka 16 Pendekar Slebor 60 Pembunuh Dari Jepang Pedang Darah Bunga Iblis 17

Cari Blog Ini