Bujukan Gambar Lukisan 7
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 7 terdengar suara saling bentak. Tiong Hoa berlompat keluar, ia lantas melihat Jie siong Gan lagi berhadapan dengan seorang yang bertubuh tinggi besar dan kekar, sedang dibawah pohon cemara, roboh seorang diatas salju, ia ingat itulah orang yang tadi ia robohkan ketika ia mau pergi menemui Kwie Lam Ciauw. Orang tinggi besar itu kata keras: "Jie siong Gan, kau juga salah satu tetamu dari Kwie In chung ini, kenapa kau melukai muridku si orang tua?" Sambil menanya itu sebelah tangannya menyamber jago Thian Hong Pang pada jalan darah cengciok. Dia bergerak sangat cepat. Tubuhnya Jie Siong Gan mencelat, berkelit hingga lima kaki. Dia tidak menangkis atau membalas menyerang. Dia hanya tertawa. "Sayang kau menjadi adik seperguruan dari ketua Khong Tong Pay," katanya, nadanya mengejek, "Kecewalah kau menjadi Kim-Hong-kiam Kee Pek see yang berkenamaan dalam dunia Rimba Persilatan- Kau periksalah biar teliti untuk dapat kenyataan apa benar dia telah terlukakan aku si orang Jie." Tiong Hoa tertawa dalam hatinya, jadinya Kee Pek see itu menyangka Siong Gan-sejenak itu ia mendapat satu pikiran: jikalau dia sampai tersadar, pasti aku bakal jadi musuhnya pihak Khong Tong Pay. Maka itu, sebelum orang melihat padanya, diam-diam ia menjemput sepotong batu kecil, terus ia menimpuk pada kurbannya itu tadi. Atas serangannya itu, tubuh orang berkutik, lalu berdiam, ia menduga tentulah orang sudah mati. Kee Pek see masih saja gusar, Dia kata pula keras: "Barusan aku melihat sendiri kaulah yang meletaki tubuh muridku ini jikalau bukan kau yang melakukan, habis siapakah.." "Ketika aku keluar dari kamar itu, aku melihat muridmu itu rebah dibawah pohon-" kata Siong Gan. "Aku berhati baik, aku me lihat padanya siapa tahu perbuatan baikku itu menerbitkan ini salah paham. Muridmu itu belum mati kenapa kau tidak mau sadar kan dia untuk tanyakan keterangannya ?" Jikalau bukan kau yang melakukan, kenapa tadi kau tidak mau sadarkan dulu dia dan baru kau tanya ?" Kee Pek see kata sengit, "Maka terang kau yang melukainya" Jie Siong Gan gusar bukan main, tetapi karena ia mempunyai urusan lain, ia menahan sabar seberapa bisa. "Baiklah " katanya, tertawa dingin, "Nanti aku tolong sadarkan muridmu, jikalau dia bilang bukannya aku yang meluka kan dia, aku mau lihat kemana kau nanti taruh muka yang tebal kulitnya " Koe Pek see berlompat menghampirkan. Ketika Jie siong Gan merabah nadi orang itu, ia berdiam, matanya mendelong, mulutnya terbuka. "Celaka" kata ia dalam hati, "Tadi tubuhnya masih hangat dan napasnya nasih berjalan, kenapa sekejap saja dia sudah binasa" Ah, mesti ada orang yang diam-diam memfitnah aku" Maka ia lantas menoleh ke arah kamar Hoa-hian dari Lie Tiong Hoa. Selagi memandang kearah kamar utu, Siong Gan mendengar ketawa seram dibelakangnya terus ia merasakan samberan angin dingin kearah kepalanya, ia liehay, ia dapat mem-bade itu, maka itu ia melemparkan tubuh orang kearah angin, ia sendiri mencelat ke- atas. Dua gerakan itu, melemparkan orang dan menjejak tanah, ia lakukan dengan ber bareng. Koe Pek see melihat orang menghindarkan diri dengan itu cara telengas, ia membatalkan serangannya, ia berkelit dari tubuh muridnya, Tapi tidak berhenti sampai disitu. Begitu tubuh muridnya lewat, ia melompat pula untuk menghampirkan orang yang menyingkirkan diri itu. Jie Siong Gan mengangkat tangan kanan-nya, dibawa kepundak kirinya maka itu di lain saat dalam sekejab, tangannya itu sudah bertambah dengan seruling besinya yang hitam mengkilap. yang bersinar karena taburannya delapan bintang perak. "Kee Pek see, jangan kau terlalu menghina orang" dia menegur bengis, "Kita tidak bermusuh, bukan" Buat apa tanpa sebab aku membinasakan muridmu" Buat apa aku berlaku begini hina dan kejam" Cobalah kau pikir baik-baik" Kee Pek see tidak menghiraukan kata-kata itu. Di dalam Khong Tong Pay dialah yang tabiatnya paling keras, Melihat orang mengeluarkan senjata, dia menjadi semakin panas. Dia menggeraki tangannya, lantas terdengar satu suara nyereset nyaring, terus terlihat benda berkilau kuning emas, lalu terlihat mencekal Kim Liong Kiam ialah pedang emasnya yang membikin ia mendapatjulukannya itu Kim Liong Kiam si pedang mas. "Jie siong Gan" dia berseru "Biarnya kau berlidah bunga teratai, sulit kau membikin aku si orang tua percaya kau satu laki-laki, dia mesti berani berbuat berani bertangung jawab, maka itu kecewa kau menjadi ketua sebuah partai karena kelakuan pengecutku ini sudah lama kau tersohor untuk ilmu silatmu Hoei seng Pat Tek. namamu ter-mashur di selatan dan Utara sungai Besar, maka malam ini ingin aku belajar kenal dengan serulingmu itu" Bagus itu waktu sang rembulan telah keluar dari alingan megg hingga cahayanya menjadi terang dan permai sekali. segala apa menjadi tampak nyata, Begitulah sebelum ke dua pihak bergebrak, disana terlihat munculnya beberapa orang, yang terus saja berdiri berbaris dekat mereka berdua. Mereka itu yalah Ceng Shia Jie Ay, Kong soen Bok Liang, Seeboen Boe Wie. Boan In bersama Hoet Goat, Lo Siauw Hong, Ciaw Tiauw Hong serta lima orang yang belum dikenal, yang satu diantaranya beroman paling menyolok mata. Sebab dia bermuka panjang seperti labu, alisnya naik seperti tergantung, batang hidungnya tinggi, bibir nya tipis, sedang wajahnya mirip tertawa mirip bukan, Adalah matanya yang tajam dan bengis hingga dapatlah diduga, kecuali lihai, mestinya dia telengas.." Diantara sinar si puteri Malam nampak nyata wajahnyaJie Siong Gan, dan Koe Pek See. Yang satu gusar yang lain mendongkol karena penasaran keduanya mengasi lihat semangat melakukan pembunuhan. Sebelum bergerak kedua pihak jalan memutar untuk samasama memasang mata, buat siap sedia, untuk menyerang atau menangkis, Tinggal siapa saja yang lebih cepat turun tangan, Tindakan kaki mereka membekas dalam, Setelah tiga idaran, Jie Siong Gan berseru tubuhnya maju, serulingnya bergerak. ia mendahului menyerang, menotok kejalan darah Thian-kie dari Koe Pek See. Karena dikasi bergerak, delapan bintang perak pada seruling itu berkeredepan menyilaukan- Dengan sendirinya sinar itu dapat mengaburkan mata lawan. Koe Pek See dapat mengenali serangan itu, yalah jurus Sian-jin-boen Mouw. atau Dewa menanya jalanan, maka tahulah ia orang cuma mengancam. ia menghentikan tindakannya, ia berdiri diam dengan pedang siap sedia. Jie Siong Gan maju terus, setelah datang dekat hampir setengah kaki, pedangnya bersinar pula. "Ah, benar hebat ilmusilatnya " pikir Koe Pek see. Karena ini, ia menggeraki pedangnya, untuk menyerbu seruling lawan.Jie siong Gan tidak menyingkirkan senjata nya, dari itu kedua senjata menjadi beradu dengan menerbitkan suara yang nyaring. Koe Pek see mengeluarkan ilmu menempel menyusuli bentrokan senjata itu, ia menarik kesamping. Jie siong Gan terperanjat. Tubuhnya terhuyung kena tertarik. Lekas-lekas ia menancap kaki, tangan kanannya pun dikasiturun, ia bergerak dengan huruf Menggempur, untuk melepaskan tempelam hingga pedang lawan tertarik ke samping. Bentrokan pertama ini membikin kedua pihak menginsyafi ketangguhan masing-masing, senjata mereka terus nempel, Tak berhasil Jie siong Gan dengan usahanya meloloskan pedangnya dari tempelan lawan. Koe Pek see bertahan terus, Dengan begitu kedua pihak terus sama-sama mengerahkan tenaga mereka, Karena itu, keduanya menjadi lekas letih. Keringat membasahkan jidat mereka, sedang dari embun-embunan mereka tampak mengkedusnya semacam uap putih, Keduanya sama-sama berdiri tegak. Tempelan itu tak berjalan lama, setelah mengukur tenaga, keduanya saling berseru, Akibatnya itu yalah tempelan terlepas, ke duanya terhuyung mundur beberapa tindak. napas mereka bekerja keras. Menyaksikan kejadian itu, diantara para penonton terdengar satu suara tertawa yang tajam, disusul dengan ini kata-kata dingin: "Bertempur secara demikian, meskipun orang bertempur sampai besok siang, pasti tak akan ada kesudahannya siapa lebih tinggi dan siapa lebih rendah, Ada apakah yang bagus dipandang" sudahlah, aku si orang she Lee mau pergi tidur saja." Tanpa merasa, dua-dua Jie siong Gan dan Kee Pek see melirik kearah dari mana ejekan itu datang, Maka mereka dapat melihat orang tadi yang romannya luar biasa itu. Menampak roman orang, Kee Pek see heran, ia terperanjat. "Ah, kenapa dia pun datang kemari?" tanya dia dalam hatinya. Jie siong Gan sebaliknya tidak kenal orang itu, dia menjadi tidak senang. "Bagus atau jelek, ada apa sangkutannya dengan kau?" dia membentak. "Aku si orang she Jie juga tidak minta kau menjadi wasit, jikalau kau mau tidur, pergilah kau mabur dan menggoler, tidak ada orang yang mencegah padamu." Orang itu tidak berjalanpergi, mendengar teguran, matanya bersinar, lalu dia tertawa nyaring. Dia kata keras: "Aku ini, seumur- ku ada tabiatnya yang aneh. Kalau orang usir aku, aku justeru tidak sudi pergi sebaliknya kalau kau menahan, kau minta aku jangan pergi, akujusteru lantas ngeloyor pergi" Selagi berkata begitu, tahu - tahu tubuhnya telah mencelat maju, hingga dia jadi berdiri didekat ketua Pang coan itu sejauh lima kaki. Kee Pek see lantas mundur dari gelanggang. Sekarang Jie siong Gan dapat menduga orang liehay, ia menyaksikan tindakan kaki orang itu serta kegesitannya, Tapi ia tidak mau menunjuki j eri hatinya, bahkan dengan bersenyum ewah, ia lantas menyerang dengan seruling besinya. Karena ia berlaku bengis, bisa dimengerti hebatnya serangannya ini. Orang itu tak bergeming, dari mulutnya terdengar bentakan- "Hm" Tak terlihat tangannya bergerak. tetapi serulingnya ketua Thian Hong Pang itu terpukul mental sendirinya, hampir terlepas, sedang pemiliknya pun mundur setengah tindak mundur diluar kehendaknya sendiri. Mukanya Jie Siong Gan menjadi berubah, inilah diluar dugaannya, sekarang ia mendapat bukti kenyataan liehaynya orang. "Dengan kepandaian begini kau hendak menjagoi diperairan di Kang lam," kata orang itu tertawa tawar, "Nampaknya Kang lam sudah tidak ada lelakinya" Mukanya Siong Gan menjadi pucat, ia malu dan mendongkol berbareng. "Dengan ilmumu yang sesat, tuan, tak dapat kau membikin aku takluk" ia kata, ia tertawa terbahak-bahak. Bukan karena girang hanya saking murka. orang itu kelihatan melengak, lantas dia tertawa. "Begini saja," katanya. "Aku tidak akan menggunai ilmuku yang kau katakan sesat, kau boleh serang aku sesukamu, baik dengan tangan terbuka dengan seruling atau dengan tinjumu, Seperti biasanya sifatku, aku akan mengalah tiga jurus kepada siapa juga, begitupun terhadap kau. selama tiga jurus kau menyerang aku, aku tidak akan membalas, tetapi dijurus keempat hati-hatilah kau, aku akan mengambil dua jeriji manis dan kelingking dari tangan kananmujikalau kau dapat lolos darijurusku, maka aku akan tarik pulang kata-kataku barusan mengenai Thian Hong Pang, dihadapan orang banyak ini aku akan menghaturkan maaf secara begini bukankah kau akan takluk di mulut dan dihatimu?" Semua orang heran, sedang Jie Siong Gan berdebaran hatinya, itulah kata-kata hebat, Tanpa bukti, tidak nanti orang mementang mulut demikian besar Maka, siapakah orang ini" Kenapa dia tidak dikenal" "Tuan, kau bicara terlalu besar kau tidak tahu malu," kata Siong Gan- Dia menjadi sabar tetapi suaranya dalam, "Biarnya aku bodoh tidaklah nanti didalam empat jurus aku membiarkan dua jeriji tanganku di ambil orang-" orang itu kembali tertawa. "Jikalau kau tidak percaya, mari coba " katanya tawar. Selagi orang menyahuti Jie siong Gan sudah pikirkan tiga macam jurus yang ia harus gunakan merobohkan si jumawa itu, ia memikir untuk tidak memberi ketika pada orang itu, Lalu ia kata: "Tuan kau mau menang sendiri saja sekarang aku tanya kau, jikalau aku berhasil didalam tiga jurus itu, bagaimana dengan kau ?" Matanya orang itu bercahaya tajam, Dia tertawa. "Jikalau kau dapat melukakan aku, segera aku mengundurkan diri dari dunia kang ouw " kata dia nyaring, "Didalam Rimba persilatan hitung saja sudah tak ada lagi aku Thian Ciat sin Keen Lee Yauw HoanTiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jie siong Gan kaget mendengar disebutnya nama itu yang ia pernah dengar dan ketahui baik, orang pun menjadi hantu kepala diantara hantu hantu dari Tionggoan Punggungnya lantas mengeluarkan keringat dingin. Dengan sangat terpaksa ia bersenyum hingga senyumannya jadi sangat tawar. "Baiklah." serunya, seraya terus berlompat maju, untuk menyerang, Dengan seruling nya ia menotok kearah muka. Thian ciat Sin Koen mengenali jurus itu yaitu jurus Bintang dingin menubruk rembulan ia juga merasai anginnya seruling mendahului menyamber, ia tidak mau berdiam saja seperti tadi, ia pun tidak menangkis, hanya berkelit secara luar biasa sekali, ia bertindak kekiri, terus tubuhnya melesat kebelakang penyerangnya itu, ia gesit bagaikan kilat berkeredap. Siong Gan terperanjat ia melihat bayangan berkelebat, atau musuh lenyap dari hadapannya. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Jurus yang pertama" ia mendengar suara lawan dibelakang nya, dekat ditelinganya, hingga telinganya itu menggetar Tanpa merasa, ia mengeluarkan keringat, ia segera mendak, sambil memutar tubuh, ia menyerang kebelakang, ia dapat menduga orang berada dibetulan mana karena mendengar suara orang itu, ia menyerang dengan luar biasa cepat, ia menduga ia bakal berhasil. Kesudahannya kembali musuh tak terlihat dibela kang nya. Ketika itu ia melirik sekelebatan para seeboen Boe Wie beramai, ia melihat orang menuniuki roman kaget, maka ia turut menjadi kaget karenanya. "Jurus yang kedua "begitu ia mendengar suaranya Thian ciat sin Koen, Kembali suara itu terdengar dekat ditelinganya, Kali ini ia bukan mendak berkelit seperti tadi untuk sekalian menyerang, ia justeru berlompat tinggi seraya memutar diri, baru dari atas ia menyerang turun. Ia menyerang setelah berjumpalitan dengan tipu silat Naga membalik tubuh, serulingnya itu bersinar bagaikan bintangbintang berkeredapan. Inilah jurus yang ketiga, Kali ini Jie siong Gan sudah mengerahkan seluruh tenaganya, untuk membikin ia menjadi gesit dan kuat istimewa, Gesit supaya ia berhasil menyerang dan kuat agar ia bisa menghajar ringsak pada musuhnya itu serangannya ini sesuai dengan ketelengasannya, ia tidak menyayangi bahwa orang bakal mati. Thian ciat sin-Koen lihai luar biasa. ia seperti telah membade hati orang, ia rupanya mengerti, jurus ketiga bakal jadi jurus yang mematikan. Maka ia menggunai otaknya dan bekerja lantas menuruti pikirannya itu. Begitulah selagi orang berlompatjumpalitan itu, bukan ia menanti serangan seperti dua kali yang bermula ia justeru menjejak tanah untuk mengapungi diri, guna menyusul musuhnya itu hingga ia dapat membayangi sejarak dua dim. Lagi-lagi Jie siong Gan kaget tidak terkira, ia sudah memikir matang untuk menghajar ringsak lawannya, siapa tahu begitu ia menoleh, ia tidak melihat lawannya itu. Dalam kagetnya itu segera berkelebat niatnya menyelamatkan diri, ia baru berpikir atau ia mendengar tertawa dingin serta kata-kata ini: "Kau terlebih telengas daripada aku. Kau tak dapat diampuni" Belum lagi Siong Gan sempat berdaya, mendadak ia merasa serulingnya kena di tarik orang hingga terlepas dari cekalannya menyusul mana ia merasakan jeriji tangan nya sakit begitu sakit sampai ia roboh ke tanah, ia tidak pingsan, ia dapat berlompat bangun. Ketika ia melihat tangannya dua jerijinya--jari manis dan kelingking-- sudah terkutungkan dan seluruh telapakan tangan nya itu mandi darah Tatkala ia mengangkat kepalanya melihat kedepannya, Thian ciat sin-Koen berdiri terpisah dua tombak berdiri dengan mengawasi dengan dingin Ketua Thian Hong Pang ini menjadi malu gusar dan menyesal dan bingung juga, ia menyesaikan diri lantaran ingin ketahui hal nya Cee Cit, ia sudah masuk ke Hoa-hian mencari Lie Tiong Hoa. Tidak demikian tidak nanti ia jadi bentrok dengan pemuda she Lie itu. Seharusnya, ia pikir, ia mengikat persahabatan dengan dia itu, Coba ia tidak mencari Tiong Hoa, tidak nanti ia menghadapi Lee Yauw Hoan yang lihai ini, hingga ia kena di perhina dan memalukan itu sampai ia lupa mengurus lukanya Thian ciat sin-Koen mengawasi terus dia tertawa dingin. "Bagaimana kau masih mempunyai muka berdiam terus disini?" dia tanya. Siong Gan berdongak mukanya merah, saking mendongkol dan malu. "Menang atau kalah adalah hal umum dalam peperangan" ia kata. ia menyeringai. "Untuk sakit hati jeriji buntung ini dalam tempo lima tahun pasti aku akan menuntut balas. Tidak dapat aku berlalu dari sini sekarang, aku masih mempunyai urusan yang belum terselesaikan. Kau dan aku sama-sama menjadi tetamu dari Kwie In Chung, mana dapat kau menjadi wakil tuan rumah mengusir aku" "Terserah kepada kau Terserah kepada kau" Lee Yauw Hoan tertawa lebar, "Oleh karena kau masih menpunyai muka untuk berdiam disini mana dapat aku mengaco belo mengusir tetamu," Ia berhenti sejenak tidak lagi ia tertawa pula, tetapi ia menambahkan kata-katanya, suaranya keras, romannya bengis: "Sekarang aku beritahu padamu, jikalau kau masih bermimpi hendak mendapatkan Lay Kang Koen Pouw, maka itu berarti, untuk tubuhmu tak ada lagi tempat menguburnya jikalau bukan untuk kitab itu, tidak nanti aku turun pula dari gunung Lu Liang san " Mendengar itu maka Ceng shia Jie Ay, yang semenjak tadi nonton saja dengan mulut bungkam, lantas campur bicara, Kata Kok It: "Dengan begitu jadinya Lee Loosoe memandang kitab itu sebagai juga barang yang sudah berada didalam sakumu " Thian ciat sin-Koen menoleh dengan ayal-ayalan, ia melirikjago Ceng shia Pay itu. "Tidak salah " sahutnya sabar, " Walau pun aku si orang she tidak mengulur tanganku mengambilnya, pastilah Kwie Lam Ciauw bakal menyerahkannya dengan kedua tangannya disodorkan " Kok It tertawa. "Langit itu ada angin dan awannya yang tak dapat diterka, loosoe " katanya, "Aku harap Lee Loosoe tidaklah mengharap secara demikian sungguh-sungguh" Ang Hie tertawa tawar. "Salah yalah Kwie Lam Ciauw" kata ia, turut bicara, "Dia sudah mengundang serigala datang kedalam rumahnya" Alisnya Yauw Hoan mengkerut naik, matanya bersorot tajam, Hanya sebentar ia nampak tenang pula, ia tertawa secara Jenaka, ia menggoyang-goyang kepalanya. "Jangan kamu kira kamu Ceng shia Jie Ay telah ternama besar sekali" ia kata sabar, juga kamu, tak nanti kamu dapat melawan aku si orang she selama sepuluh jurus" Sepasang alisnya Kok It mengkerut, "Tak perduli kami berhasil atau tidak." ia kata, "akan tetapi menurut dugaanku si orang she Kok. kitab itu tidak nanti kau sanggup mendapatkannya." Thian ciat sin Koen kelihatan heran, Alasan apa yang membuat kau beranggapan begini?" dia tanya, Kok It bersenyum. "Tidak dapat aku memberikan keterangan" sahutnya, "Aku cuma mendapat alamat bahwa kau tak bakal mendapatkan itu." Habis berkata, jago Ceng shia ini berpaling melirik Seeboen Boe Wie. Keng Thian Cioe terperanjat hatinya berdenyut, "Apa maksudnya maka jago Ceng shia itu melirik kepadanya." Thian ciat sin Koen menyaksikan itu ia heran hingga ia menerka-nerka, Tapi ia tidak takut, ia percaya dirinya. "Kalau Kwie Lam Ciauw iklas menghaturkan kitab itu dengan kedua tangannya, bagaimana?" ia tanya tertawa. Matanya Kok It mencilak. "Apakah kau maksudkan untuk bertaruh?" ia tanya. Yauw Hoan mengangguk. Ang Hie lantas berkata: "jikalau kau berhasil mendapatkan kitab itu maka mulai sekarang kami Ceng shia Jie Ay tidak bakal muncul pula dalam dunia Kang-ouw. sebaik nya kau, dalam tempo sepuluh tahun, tidak dapat kau mencelakai orang." Thian ciat sin Koen tertawa lebar, "Baik. Beginilah kata-kata kita yang masuk hitungan," dia menerima baik. Matanya See-boen Boe Wie memain tak tentu perannya, syukur orang lain tak melihatnya. Ketika itu Jie siong Gan sudah membalut tangannya, Dia menghampirkan Koe Pek see, untuk berkata: "Koe Loosoe, segala apa mesti dibikin terang, orang yang membinasakan muridmu itu yalah lain orang. Ketika tadi aku keluar dari Hoan-hian, aku mendapatkan muridmu sudah rebah di bawah pohon, dan tempo aku memeriksa dia, tubuhnya masih hangat. Adalah barusan, tak tahu apa sebabnya, dia telah meninggal dunia." Kee Pek see mengawasi tajam, "jadi kau mau artikan, selagi kita berselisih mulut, ada orang yang membokongnya?" dia menegasi. Siong Gan mengangguk. "Tidak bisa lain daripada itu," sahutnya, Kim Liong Kiam si pedang Naga Emas lantas berpaling kearah kamar Hoa-hian. "Siapakah yang menempati kamar itu?" dia tanya. "Seorang muda she Lie." Siong Gan jawab tawar. "Hm" bersuara Koe Pek see, yang tubuhnya terus mencelat sampai didepan jendela kamar itu, untuk terus melongok kedalam kamar, ia melihat seorang lagi rebah dengan berselimut. ia heran, ia mengawasi dengan melongo. orang banyak lantas menghampirkan. "Koe Loosoe, kau keliru menduga orang." berkata Kok It. "jikalau orang membinasakan muridmu itu, tentulah dia sudah bersiap sedia untuk menjaga diri, mustahil dia enak enakan tidur nyenyak" Jilid 13 : Bertemu kembali dengan Koay bin-Jin Him "Tak perduli dia atau bukan" kata Pek see tertawa dingin, "Kita bertempur, kita membikin banyak berisik, kenapa dia tetap tidur nyenyak" pastilah ini mencurigai" Ia lompat masuk kedalam kamar, tangannya diulur untuk menyamber selimut. Mendadak selimut itu, bagaikan sebuah tembok baja, terbang memapaki orang she-Koe itu. Pek see kaget, inilah ia tidak sangka, Terpaksa ia lompat mundur, kedua tangannya dipakai mengibas, hingga selimut itu jatuh ketanah, ia merasakan benda lunak itu menjadi keras sekali dan berat, Tentu sekali ia menjadi bertambah heran. Segera juga Kim Liong Kiam melihat di depannya berdiri seorang muda yang tampan yang mengenakan pakaian putih yang mengawasi ia dengan roman gusar, ia melengak ketika sinar matanya bentrok s inarmata pemuda itu. ia merasakan suatu pengaruh luar biasa. "Jikalau kamu mau berkelahi kamu dapat berkelahi dengan sepuas kamu" kata pemuda itu, suaranya berat. "Kenapa kau mengganggu aku yang lagi tidur " Apakah mesti ada orang luar yang menonton untuk menyaksikan kejelekanmu ?" Bukan main gusarnya Koe Pek see, Tak dapat dia mengendalikan diri lagi. "Aku si orang tua mau tanya kau kenapa kau membunuh muridku ?" dia tanya membentak. "Kau siapa ?" tanya Tiong Hoa, si anak muda, sambil tertawa dingin. "Siapa itu muridmu" Apakah kau lihat dengan matamu sendiri orang membinasakan muridmu itu" Ataukah orang lain yang melihatnya?" Pertanyaan nyerocos itu membikin bungkam Koe Pek see tak perduli dialah seorang Kang ouw ulung, Dia sampai menganga saja dan lantas menoleh keluar jendela mengawasi Jie siong Gan. Ketua Thian Hong Pang itu lantas berkata cepat: "Koe Loosoe janganlah kau melimpahkan kesalahan kepada lain orang. Aku si orang she Jie tidak mengatakan Lie siauwhiap yang membunuh muridmu itu. Tadi kau tanya di daLam kamar ini siapa penghuninya, aku menjawab dengan sebenar benarnya saja, sebagai ketua sebuah partai mana dapat aku lancang menuduh orang?" Kata-kata itu beralasan Koe Pek see menjadi bingung. Tiong Hoa maju satu tindak. la memandang bengis pada orang she Koe itu. "Kenapa kau lancang masuk kedalam kamar orang?" dia menegur, "Kenapa kau berniat mengangkat selimutku" Apakah maksud mu yang sebenarnya?" Pek see demikian terdesak. dari melongo dia menjadi gusar, hingga rambut dan kumisnya seperti pada bangun berdiri. Dia berdiri tegak. Menampak demikian Kok It berlompat masuk kedalam kamar. "Inilah salah mengerti," ia berkata, tertawa, "siauwhiap harap kau tak memandangnya secara sungguh-sungguh. Dan kau, Koe Loosoe, cukup asal kau mengatakannya bahwa kau berbuat lancang tanpa disengaja." Mendengar itu sikapnya Tiong Hoa menjadi tenang pula. Justeru itu diluar kamar terdengar suaranya Kongsoen Bok Liang yang sambil menghela napas seorang diri: "Eh, mengapa see-boen Loosoe pergi secara diam-diam?" Belum berhenti suaranya anak muda itu. Thian ciat sinKoen sudah berteriak keras: "Bsgus bocah she seeboen Bagaimana berani kau menghina aku si orang tua?" sembari berteriak. dia berlompat lari. Kok It bersama Koe Pek see menoleh ke luar jendela dengan bantuan sinar rembulan mereka melihat tubuhnya Lee Yauw Hoan berlari keras lalu menghilang diatas genting didepan taman. Menyusul Thian ciat sin-Koen, beberapa tubuh lainnya pun turut pergi. Menyaksikan demikian, Pek see berpaling pada Tiong Hoa dan berkata: "Aku nyesal telah mengganggu siauwhiap, maaf. Biarlah lain kali kita bertemu pula" Kata-kata itu diakhiri dengan tubuhnya lompat keluar dari dalam kamar." Dengan kepergian mereka itu maka disitu tinggal Ceng shia Jie Ay bersama Kongsoen Bok Liang, begitupun Boan In dan Hoet Goat serta Cian Tiauw Hong, Lo siauw Hong dan Lie Tiong Hoa sendiri, Ceng shia Jie Ay mau mengajak muridnya pergi tapi Tiauw Hong mencegah. "Jangan pergi, loocianpwee, pergi pun percuma," kata orang she Cian itu Kok It heran. "Kau mengatakan begini apakah kau melihat sesuatu yang aneh?" dia tanya. "Silahkan loocianpwee beramai masuk ke dalam, nanti aku memberikan keterangannya," kata Tiauw Hong. Ceng shia Jie Ay menurut, maka mereka semua masuk kedalam kamar. Tiauw Hong mengawasi orang. "Dari semua tetamu tidak ada seorang yang mengetahui," ia berkata, "dari dua- ratus lebih orangnya Kwie chungcoe, satu pun tidak ada lagi kecuali kami beberapa gelintir yang menemani semua tetamu disini. Jiewie, tahu kah kamu apa sebabnya itu?" Kok It semua mengawasi. Ia menggeleng kepala. "Aku tidak dapat menduga," ia menyahut-"Mungkinkah pada ini ada rahasia apa-apa?" Cian Tiauw Heng mengangguk " Warta tentang Lay Kang Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Koen Pouw tersiar luar biasa cepatnya," ia berkata, "Itulah diluar sangkaannya Kwie Chungcoe, Kwie Chungcoe tidak menghendaki rumahnya ini termusnah, maka itu dia telah mengambil tindakannya, sebenarnya tidak ada orang yang mengetahui Kwie Chungcoe telah berhasil memiliki kitab ilmu silat itu, hanya kemudian, tak tahu bagaimana jalannya, seeboenBoe Wie mengetahui juga, setelah itu berulang kaliBoe Wie minta chungcoe mengeluarkan kitabnya, untuk mereka berdua memahamkannya bersama, akan tetapi chung coe menyangkal bahwa ia memiliki itu. Karena penolakan itu, seeboen Boe Wie lantas mengambil tindakan keras, Dia menawan isteri, gundik dan anaknya chungcoe, dia kurung mereka disuatu tempat lantas dia memaksa chungcoe menebusnya dengan kitab itu. Meskipun demikian Kwie Chung-masih saja menyangkal itulah kejadian satu tahun yang lalu. Kedua saudara seperguruan itu, soeheng dan soetee, menjadi seperti api dan air yang berdiri berhadapan, masing-masing terus menggunai kecerdikannya." "Mengapa kemarin ini kau tidak menjelaskan ini?" Tiong Hoa tanya. Tiauw Hong tertawa. "Aku pun baru saja mendengarnya dari Hoet Goat." ia menjawab. Tanpa merasa, Tiong Hoa menoleh kepada kacung itu. Cian Tiauw Hong melanjuti keterangan-nya: "Kwie chungeoe telah memohon dengan pelbagai cara supaya Seeboen Boo Wie merdekakan isteri, gundik dan anaknya itu, See boen Boe Wie terus menolak. Dia tetap menghendaki kemerdekaan mereka itu di-tebus dengan kiiab silat itu. Tentang itu Boan In mendengarnya beberapa kali. Mereka berdua mempunyai kepandaian silat yang berimbang, karena itu mereka masing-masing tidak dapat saling mengalahkan Kwie chungeoe tidak berani menyuruh orang mencari tahu dimana isteri dan anak nya itu disembunyikan sebenarnya kami curiga tetapi dia bilang isteri gundik dan anaknya itu tengah melancong..." Cerita ini menarik hati, semua orang mendengari dengan perhatian- "Baru pada setengah tahun yang lalu, Kwie chungeoe mengambil keputusannya." Tiauw Hong menerangkan lebih jauh. "Dia menitahkan tiga orang kepercayaannya pergi berpencaran ke Lu Liang San mengundang Thian ciat Sin Koen. Tentu sekali ia bertindak secara diam-diam. Sulit untuk pergi ke Lu Liang San mencari orang kosen itu. Gunung itu berada d idaLam propinsi Shoa-say bagian barat daya, jauhnya seribu beberapa ratus lie. sedang orang yang dicari itu tidak ketahuan tempat tinggalnya. Selama beberapa bulan, ketiga pesuruh itu tidak ada kabar ceritanya. "Mulanya Seeboen Boe Wie tidak bercuriga, Kecurigaannya timbul setelah sekian lama ia tidak melihat ketiga orang kepercayaan Kwie chungeoe itu. Apa mau, pada lima hari yang lalu, salah seorang pesuruh kembali dari perjalanannya. Dia kena di tangkap Seeboen Boe Wie, dia dipaksa membuka mulutnya, Dengan begitu seeboen Boe Wie jadi tahu Thian Ciat sin-Koen lagi diundang untuk menghadapi dia. Tapi pesuruh itu tidak berhasil mencari Thian Ciat sin-Koen. Karena ini saking mendongkolnya seeboen Boe Wie menggunai siasat buruk. Diam-diam dia membocorkan rahasia bahwa Lay Kang Koen Pouw berada ditangannya Kwie Lam Ciauw dilain pihak. dia sendiri mengundang pembantu-pembantu kosen. "Ketika Kwie chungeoe mendapat tahu tindakannya seeboen Boe Wie itu, dia tahu bahaya sudah mengancam hebat, maka itu kebetulan ada Lie siauwhiap. dia menitahkan aku mengundang siauwhiap datang kemari. Dia mau minta bantuan siauwhiap menghadapi seeboen Boe Wie, saudara seperguruan yang dianggapjahat itu, sementara itu diluar dugaan, tadi magrib Thian ciat sin-Koen datang secara tibatiba." "Didalam suratnya Kwie chungeoe untuk Thian ciat sinKoen tidak ada diberitahukan halnya kitab ilmu silat itu. Hal ini di gunai sebagai ketika oleh seeboen Boe Wie. Dia menemui Thian ciat sin-Koen dan mengadu- biru, Dia meng gosok^osok, Dengan lantas Thian CiatJin-Koen menjadi gusar. Atas itu Kwie chungeoe memberikan keterangannya begini: "Kitab itu sangat sulit dipelajarkan, ia sudah gunai tempo lebih daripada sepuluh tahun, ia masih belum mengerti apaapa, karena itu ia mengundang Thian ciat sin-Koen yang ia bahasakan leo cianpwee, untuk mempelajari bersama. Hanya kata ia pula, sekarang telah berkumpul demikian banyak jago Rimba persilatan yang mengarah kitab itu. dari itu ia minta sukalah Thian ciat sin-Koen mengundurkan mereka itu dulu." "Thian ciat sin-Koen dapat dikasi mengerti, ia janji memberikan bantuannya. Kwie Chungeoe sendiri masih ingin mengangkangi kitab itu, maka itu ia telah menyuruh Boan In mengundang Lie siauwhiap kekamar rahasianya untuk berdamai, ia tetap hendak minta bantuan siauwhiap. Dilain pihak dengan diam-diam ia telah mengatur persediaan dibukit kecil dibela kang Kwie In chung ini, Kesana ia hendak mengundang semua orang, dengan perangkapnya ia hendak membereskan semua jago Rimba persilatan yang menjadi tetamu-tetamunya itu. Tentang pembicaraannya Kwie Chungcoe dengan Lie siauwhiap bagaimana jalannya dan bagaimana kesudahannya, aku tidak mendapat tahu." Demikian Cian Tiauw Hong mengakhiri keterangannya. Ceng shia Jie Ay mengawasi Tiong Hoa, Mereka seperti mau minta keterangan. Tiong Hoa tertawa. "Aku yang rendah telah memberitahukan bahwa hatiku tawar dan besok aku hendakpulang ke Kim-leng." ia berkata, "maka itu aku bilang aku tidak mau campur urusan ini" "Kitab Lay Kang Koen Pouw itu." berkata Boa In, yang campur bicara dengan tiba-tiba, "sebenarnya didapat Kwie Chung coe dari tangannya ayah Kongsoen siauwhiap...." Kongsoen Bok Liang terkejut hingga ia lompat kedepan kacung itu "Benarkah itu?" ia menegaskan. Kedua jago Ceng shia pun heran, Boan-in memandang anak muda itu, ia berkata: "seeboenBoe Wie itu bersahabat kekal dengan ayah siauwhiap. merekalah sahabat-sahabat dari banyak tahun, see-boenBoe Wie ketahui ayah siauwhiap mempunyai kitab silat itu, dia lantas bersekongkol dengan Kwie Chungcoe dan menyuruh chung coe menggunai akal busuk mendapatkannya. Bagaimana sepak terjang mereka lebih jauh, aku tidak mendapat tahu, hanya dapatakujelaskan, yang membinasakan keluarga siauhiap bukannya seeboen Boe Wie hanya Kwie Chungeoe." Semua orang menjadi heran hingga mereka tercengang siapa tahu urusan ada demikian ruwet. KongsoenBok Liang menjadi demikian gusar ia berkata nyaring: jahanam she Kwie, Kwie, jikalau aku tidak dapat membunuh kau, aku sumpah tidak sudi menjadi orang" Disinarnya si Puteri Malam, terlihat anak muda ini mengucurkan airmata berlinang-linang, ia nampak pucat dan muram bergantian. ooooo BAB 17 SEMUA orang berdiam, wajah mereka guram. Lie Tiong Hoa memandang jauh ke luar jendela, pikirannya bekerja. Kemudian Kok It, yang alisnya meng kerut berkata: "sekarang sudah terang seeboen Boe Wie tidak melakukan pembunuhan itu tapi kenapa dia agaknya ragu-ragu" Kenapa dia seperti jeri" Asal dia membuka mulutnya, bukankah urusan lantas menjadi terang?" Tiong Hoa menoleh, ia lantas tertawa. "Menurut aku yang muda, duduknya haltakada demikian sederhana seperti dituturkan Boan-in," ia berkata, "Turut dugaanku yalah: Ayahnya Kongsoen siauwhiap mempunyai kitab ilmu silat itu, hal itu diketahui seeboen Boe Wie dan Kwie Lam ciauw berdua. Mereka ini, meskipun mereka menjadi saudara-saudara seperguruan ada mengandung pikirannya masing-masing, Tegasnya mereka hendak memiliki sendiri, maka itu, mereka bekerja sendiri-sendiri pula. Rupanya Kwie Lam ciauw terlebih licik, disaat seeboen Boe Wie mau turun tangan, dia mendahului dan dia berhasil. Maka itu kitab itu berada didalam tangannya." ia mengawasi Kok It dan tertawa, ia menambahkan. "Benar seperti kata loocianpwee, Thian ciat sin-Koen pasti tak akan mendapatkan kitab itu, sedangJie siong Gan semua, mereka terancam bahaya maut. sekarang ini seeboen Boe Wie serta Kwie Lam Ciauw pastilah sudah terbang menghilang..." Kok lt dan yang lainnya heran, sekarang mereka mengawasi anak muda itu. "Atas dasar apa laotee mengatakan begini." Ang Hie tanya. Tiong Hoa mengawasi Kongsoen Bok Liang, ia sangat berduka, menyesal nasib nya pemuda itu, ia menghela napas. baru ia berkata: "Aku yang muda melainkan menduga-duga karena melihat jalannya urusan, Mungkin besok Kwie Lam Ciauw bakal muncul pula, maka besok kita bakal ketahui sedikitnya sebagian duduknya hal... Orang tetap mengawasi pemuda itu, Mereka menjadi terlebih heran, Kenapa pemuda ini bicara bertentangan satu dengan lain" Barusan dikatakan Lim Ciauw sudah terbang pergi, sekarang dia bilang orang bakal kembali besok pagi.... Bagaimana itu" Lebih-lebih Kongsoen Bok Liang, dia sampai menatap dengan mendelong. Lie Tiong Hoa bersenyum, Didalam hati kecilnya ia berkata: "Nyatalah ada sejumlah orang yang nasibnya lebih menyedihkan daripada aku.... Ada pula mereka yang demikian sekekar hingga mereka terbinasa karenanya. Karena ini haruslah aku berhati-hati." Pikiran Kongsoen Bok Liang agaknya kacau, selagi berduka sangat itu, mendadak dia berlompat keluar jendela. Kejadian itu mengagetkan kedua gurunya, Tapi, belum sempat guru itu bertidak, tubuh Tiong Hoa sudah mencelat, hingga dilain saat dia sudah kembali bersama pemuda itu. Herannya Ceng shiaJie Ay bukan main. Mereka seperti tak dapat melihat gerakan anak muda itu. "saudara Kongsoen, sabar." berkata Tiong Hoa bersenyum "Kau harus ketahui. siapa kurang sabar, dia dapat menggagalkan urusan besar, sia-sia belaka kalau sekarang kau paksa mencari seeboen Boe Wie dan Kwie Lam ciauw, bahkan itu berbahaya. Apakah saudara hendak membikin arwah ayahmu di dunia baka menjadi tak dapat meram?" Kongsoen Bok Liang melengak. Benarlah nasihat itu. punggungnya lantas mengeluarkan keringat, Tetapi ia masih ruwet pikirannya, maka ia berdiam saja. Tengah mereka berdiam, mendadak Lie Tiong Hoa menoleh kejendela seraya menanyai "Loosoe siapa itu diluar" Kenapa loosoe tak sudi masuk kemari untuk kita memasang omong?" Pertanyaan itu mendapat jawaban tertawa nyaring dari luar jendela, lalu terdengar pujian ini: "Laotee, sungguh kau cerdik, sungguh lihai ilmu silatmu, sungguh tajam mata mu" Boleh dibilang belum berhenti suara itu maka terlihatlah enam sosok tubuh ber-lompat masuk dengan saling-susul, cepatnya luar biasa. Begitu mereka sudah menaruh kaki dan berdiri tegak. terlihatnya Koay-bin Jin Him Song Kie bersama Tiong-tiauw Ngo Mo, sedang si Manusia Biruang terus menatap si anak muda sambil dia tersenyum. Toa Mo berada paling belakang, dia nampak jengah. Tiong Hoa memberi hormat dengan merangkap kedua tangannya kepada mereka itu. "Loocianpwee," katanya tertawa, semenjak perpisahan ditepi sungai, aku yang muda senantiasa memikirkan kau" Terus ia menjura dalam2. Ceng shia Jie Ay heran, Mereka tidak mengerti kenapa si anak muda bersahabat dengan rombongan manusia yang tak dapat dibuat permainan ini. Song Kie tertawa berkakak. "Kata-kata yang bagus Kata-kata yang bagus" ia berkata nyaring. "Tidak kusangka laote, setelah berpisahan di Kho-pietiam, hari ini kau telah menjadi si pemuda gagah yang menggemparkan sungai Tiang Kang". Habis memuji, kembali ia tertawa bergelak. Kali ini suaranya Song Kie suara yang setulusnya hati, tidak ada nadanya menghina atau mengejek. inilah hal yang langka, tapi dari sini terbukti bagaimana dia menghargai si anak muda, Rupanya mereka berdua sangat berjodoh. Tiong Hoa berdiam saja, ia melainkan bersenyum. Kemudian Song Kie menegur Ceng shia Jie Ay: Jiewie loosoe. banyak baik?" "Baik" menjawab Ang Hie singkat. "Apanya yang tidak baik?" sahut Kok It, matanya mencilak. "Dapat pakai hangat, dapat makan kenyang Hanya kasihan, letihlah sang kedua dengkul" Tiong Hoa bersenyum, sedang Song Kie tertawa pula. Hanya habis tertawa, Koaybin Jin Him berkata sungguhsungguh: "Di Kwie In chung bagian timur ini telah dagang banyak orang Kang ouw, semua datang untuk kitab Lay Kang Koen Pouw, Demikian aku si orang tua, aku pun turut datang kemari Hanyalah aku heran ketika aku melihat wajahnya Kwie Lam Ciauw, aku menjadi curiga, Dengan lantas aku membuat penyelidikan. Benar seperti katamu Lie Laotee. Kwie Lam Ciauw dengan membawa kitab nya sudah pergi terbang sedari siang-siang. Kok It heran hingga dia bertempat menyamber tangannya orang she song itu. "Hai, siluman tua dari mana kau ketahui ini?" dia tanya nyaring, matanya mendelik, Dia nampak gelisah. Song Kie tertawa dingin. "Sungguh aku tidak sangka jago dari Ceng shia pun mengharapi kitab itu melebihkan hebatnya kami bangsa Rimba Persilatan" dia kata sebelumnya menyahuti. Kok It jengah perlahan-lahan ia melepaskan cekalannya. "Siluman tua jangan bertingkah" ia kata keras, "Apakah itu Lay Kang Koen Pouw" Kami si dua tua b angka tak mau mampus tak menghiraukan itu" "Harap saja kata-katamu ini benar" Song Kie mengejek pula. Tiong Hoa kuatir nanti terbit salah mengerti, ia menyelak disama tengah. "Song Loocianpwee mari aku yang muda mengajar kenal kepada kamu ia berkata tertawa. Song Kie heran- hingga ia mengawasi si anak muda. Tiong Hoa bersikap tenang, ia mendekati Kongsoen Bok Liang untuk berkata: "inilah Kongsoen siauwhiap murid yang gagah dari kedua loocianpwe Kok dan Ang. ia sekarang lagi mendendam sakit hati untuk darahnya seluruh keluarganya semua anggota keluarga Kongsoen telah terbinasakan seebocn Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Boe Wie dan Kwie Lam Ciauw berdua. Pula kitab Lay Kang Koen Pouw itu milik asal dari mendiang ayahnya Kongsoen siauwhiap ini." Song Kie heran hingga matanya mencilak sinar matanya itu menjadi berpengaruh sekali. Tiong Hoa melihat itu ia tahu si Manusia Biruang hendak menanyakan sesuatu, ia mendahului. "Locianpwee, aku harap sukalah kau mewujudkan citacitanya Kongsoen siauwhiap ini" demikian selanya, "Tentang ilmu silat itu yang telah berpindah-pindah tangan hingga dia seperti tidak ada pemiliknya biarlah dia nanti jatuh kepada siapa yang berjodoh." Mendengar itu, Song Kie nampak ramai wajahnya. "Laotee." katanya menukar haluan bicara, " bukankah kau hendak menanya kenapa aku si tua menduga Kwie Lam Ciauw sudah kabur dari rumahnya ini" sebenarnya magrib tadi aku bertemu dengannya di gedungnya bagian timur itu. Kita telah berbicara beberapa patah kata, lantas dia meminta diri Mendengar suaranya, melihat gerak-geriknya, dia tak miripmiripnya seorang chungcoe, karena itu aku menjadi curiga dan lantas menguntit dia. Dia pergi memasuki sebuah rumah yang besar, gelap dan sunyi, Disitu aku menyembunyikan diri diatas sebuah pohon, Ketika kemudian aku memikir untuk turut masuk kedalam rumah itu, aku melihat sesosok tubuh berkelebat di belakang rumah itu, terus lenyap. Rembulan terang dan mataku pun masih awas, aku melihat potongan tubuhnya seperti potongan tubuh Kwie Lam Ciauw, Yang luar biasa yalah kegesitannya, Kalau dia benar Kwie Lam Ciauw, kepandaiannya telah menyampaikan puncaknya pemahiran, dia mungkin tanpa lawan lagi. Kalau begitu, mengapa dia seperti bernyali kecil?" Tiong Hoa tidak menjadi heran, bahkan dia tertawa. " Itulah hal yang siang-siang telah menjadi terkaanku." katanya. Kok It mengerutkan alis. "Kalau begitu, mengapa siauwhiap tidak memberitahukan aku si orang tua?" ia tanya. "Sekarang Kwie Lam Ciauw dan seeboen Boe Wie jadi dapat lolos." Tiong Hoa agaknya menyesal "Tetapi, loosoe," kata dia, "akupun telah memikir itu barusan saja selagi aku merebahkan diri, sekarang kita masih terbenam dalam kegelapan, kita baiklah jangan terlalu banyak menduga-duga." Dia lantas mengawasi Boan in dan Hoet Goat dan menanya: "Kamu biasa mengikuti chungeoe kamu, tahukah kamu keadaan rumah besar itu ?" "Tidak." sahut Boan in- "Rumah itu menjadi tempatnya chungeoe berlatih ilmu silat, biasanya kami dilarang masuk kesitu, Yang dapat masuk melainkan seeboen Boe Wie seorang." Tiong Hoa bersenyum ewah. "Biasanya seeboen Boe Wie sangat licin, dia toh kena dikelabui Kwie Lam Ciauw " katanya. Mendengar itu, semua orang heran. Justeru itu dari luar jendela terdengar tantangan : "Lie Cie Tiong," bocah, kau keluarlah " Tiong Hoa terperanjat tapi segera tubuhnya mencelat, berlompat keluar, ia lantas disusul sekalian kawannya itu. Diluar, dipekarangan taman terlihat belasan orang, orang yang mengasi dengar suara kasar itu yalah seorang imam tua dengan jidat jantuk dan hidung bengkok. yang menggondol sepasang pedang, Diantaranya terdapat juga Biauw Ceng sioe koan-coe dari Mi In Kean, serta In Tiong Kiam-kek Lauw Kong Ciok. Pemuda itu tidak gusar, sebaliknya sambil merangkap kedua tangannya ia memberi hormat dan menanya sembari tertawa: "Apalah cinjin yang memanggil aku yang rendah?" Hormat sekali sikapnya itu. "Tidak salah" sahut imam itu kaku. "Aku memang mencari kau" Dia mengawasi tajam, romannya bengis. Tiong Hoa heran- ia tidak kenal imam ini, ia belum pernah bertemu dengannya, Dari mana datangnya permusuhan" "Ada urusan apakah cinjin mencari aku yang rcndah?" tanya ia pula, hormatnya tak kurang. Imam itu mengasi dengar tertawa tawar, ia sebenarnya mau berkata, tapi ia segera disela oleh Tiong-tiauw Jie Mo, Hantu nomor dua dari Tiong-tiauw, yang sedari tadi ber diri diam dibelakangnya Song Kie, Sembari tertawa dingin, Hantu itu kata: "Thian Hong Toojin yang bermuka tebal, di Tay Pa San, boleh kau menjagoi, tetapi setelah sampai di Kang Lam ini, tak dapat kau bawa tingkah polah itu Disini tak ada orang yang tak ingin membikin kau mampus Buat apa kau masih periihatkan cecongormu tidak keruan macam?" Mukanya imam itu menjadi pucat pias dan merah-padam, Bukan main gusarnya dia. Dia mengawasi tajam, Dia lantas mendapat lihat dibelakangnya Lie Tiong Hoa yang dia kenal sebagai Lie Cie Tiong ada Song Kie bersama Tiong-tiauw Ngo Mo serta Ceng ShiaJie Ay sekalianDiam-diam ia terperanjat dalam hatinya, ia tahu mereka ini orang-orang yang tak dapat dipandang tak mata. Toh dia tidak takut. Dia mengandalkan sepasang pedangnya yang dia baru peroleh, sedang dibela kang nya, masih ada tulang punggungnya. "Siapa itu yang mementang mulut?" dia tanya, " Kenapa kau tidak berani mengasi lihat mukamu?" Tiong-tiauw Jie Mo bertindak maju, ia memperlihatkan roman bengis. " Hidung kerbau, kenapa matamu tidak panjang?" dia mengejek, "Kami Tiong-tiauw Ngo Mo Kapannya kami takut terhadap kau" Thian Hong cinjin juga bersikap dingin, acuh tak acuh. "Sama juga" katanya, "Aku Thian Hong cinjin, aku pernah jeri terhadap siapakah?" Tiong Hoa melihat suasana menjadi tegang. "Tuan-tuan sabar," ia berkata tertawa, "Aku tidak tahu buat urusan apa Thian Hong Cinjin mencari aku yang rendah?" Imam itu membentak: "Aku mau tanya apa kah benar muridku, Tiauw-sie siang Hong dari Kee-leng, kau yang membunuhnya?" Ditanya begitu, Tiong Hoa menjadi mendongkol. "Benar," sahutnya dingin, .Benar aku yang rendah yang membunuh mereka Akan tetapi cinjin, pernahkah kau menanya sebab nya dua saudara Tiauw itu sampai menerima kebinasaannya . " Imam itu gusar sekali. "orang sudah mati, mau apa ditanya lagi." katanya sengit, "Membunuh orang membayar jiwa, siapa berhutang membayar uang. Apakah kau tidak tahu keharusan itu?" "Lie siauwhiap." Tiong Tiauw Jie Mo menyelak. "hidung kerbau ini paling tidak kenal aturan, buat apa kau layani dia mengaco belo" Baiklah aku mewakilkan kau mengajar adat padanya" Sepasang matanya Thian Hong cinjin seperti menyala mengawasi Hantu nomor dua itu. "Dapatkah kau mengajar adat padaku?" dia tanya tertawa, dingin tertawanya. Jie Mo pun tertawa dingin, sembari tertawa tangannya menghunus goloknya, golok Bian-too yang bersinar biru, yang ia terus ulapkan. "Hidung kerbau, kau juga hunuslah senjata mur ia menantang, Thian Hong Toojin tertawa mengejek secara luar biasa. Dia menjawab dingini "sekali aku menghunus sepasang pedangku maka kepalamu segera akan berpisah dari tubuhmu Akan tetapi Cinjin kamu suka berbuat baik, suka dia menggunai tangan kosong melayani beberapa jurusmu" Tiong Tiauw Jie Mo tidak dapat menahan ^abar lagi, ia lancas menggeraki goloknya bersiap untuk menyerang. Justeru itu dua bayangan berkelebat lompat kepada mereka berdua, segera ternyata merekalah Thian ciat sinKoen Lee Yauw Hoan dan Kim-Liong-Kiam Koe Pek see. Dengan mukanya yang lonjong seperti labu Thian ciat sin Koen tertawa dan menanya: "Disini kamu berdua hendak mengadujiwa, buat apakah itu?" "Siapa menghendaki kau usilan" kata Toa Mo dingin, Dia berdiri dibelakangnya Song Kie. "Kau berdiri disamping. jangan bergerak jangan bersuara Tak dapatkah kau menonton dengan berdiam saja dengan tenang?" Thian Ciat sin Koen gusar sekali. mendadak dia mengulur sebelah tangannya meny amber hantu nomor satu itu. Bukan main sebat gerakannya itu. Tapi baru tangannya itu terulur setengah jalan, dia melihat ada sebuah tangan lain yang menyamber kearahnya kejalan darah thian-kie dirusuk kirinya. Dia kaget melihat serangan itu yang seperti kilat, Terpaksa dia membatalkan serangannya, dia mengegos kesamping sedang tangannya diputar untuk dipakai menangkis. Dengan tak dapat dicegah lagi, ke dua tangan bentrok keras, lalu kedua pihak sama-sama mundur beberapa tindak. Thlan ciat sin-Koen berseru tertahan saking mendongkolnya. Ketika ia mengawasi bengis ia melihat penyerangnya itu yalah seorang tua yang romannya sangat jelek. yang rambutnya kaku. "Siluman tua, siapa kau?" ia membentak bengis, ^Aku Thian Ciat sin-Koen, aku tidak membunuh sebala kurcaci" "Koay-bin Jin Him," demikian orang tua itu tertawa bergelak. "Kenapa kau tidak mau mengambil kaca untuk berkaca?" dia balik menanya, "Bukankah kita sama-sama" Lebih baik kita bicara dari hal ilmu silat yang yang aneh tetapi jangan dari rupa yang buruk Bukan-kah kita Tiong- goan Jie Koay?" oleh karena serangannya Song Kie, batalJie Mo menempur imam jumawa itu. Mendengar demikian, Tiong Hoa menjadi mendapat tahu bahwa Tiong goan Jie Koay, atau "Dua siluman dari Tiong goan" yalah Song Kie dan Thian ciat sin Koen, belum kenal satu pada lain, jadi julukan mereka itu melainkan diberikan oleh orang luar, mereka sendiri asing satu pada lainTiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jadi kaulah Keay-bin Jin Him Song Kie?" tanya Thian ciat, "Kita berdua terkenal sebagai Tiong goan Jie Koay, kita belum pernah bertemu selama beberapa puluh tahun, baru malam ini ada ketikanya sudah lama aku dengar kau tersohor buat tanganmu Thian Long Ciang dan pakumu Thian Long Teng, yang dapat ditimpukkan berbareng dengan dua tangan maka itu aku si orang she Lee hendak aku menggunai tangan Thian ciat sin-ciang menyambut kau beberapa jurus. Marilah kita bikin meski benar nama kita kesohor berbareng sebagai Tiong goan Jie Koay, tetapi kepandaian kita tak turut berendeng" Song Kie tertawa tawar. "Thian ciat sin-ciang kau itu ada namanya saja, tidak ada bukti kenyataannya" ia kata, "jikalau kau hendak mempertontonkan keburukanmu itu, kenapa tidak dapat?" Luar biasa suasana waktu itu. Mulanya Thian Hong cinjin hendak meminta jiwanya Lie Tiong Hoa, lalu Tiong-tiaun Jie Mo menyelak untuk menempur imam itu atau hendak menempur Song Kie si Manusia beruang bermuka Aneh. selagi begitu maka Ceng shia Toa Ay, si Katai tertua dari Ceng shia, yaitu Kok It, dengan dingin menegur Thian ciat sin Koen: "Lee Loosoe, kau masih belum berhasil mendapatkan Lay Kang Koen Pouw. Dapatkah kau merusak membatalkan sendiri pertaruhan kita?" Ditegur begitu Thian ciat melengak. cuma sebentar, dengan biji mata memain dia tertawa dan kata: " Kata- katanya seorang ksatrya berarti kehormatan Mana dapat aku melanggar kata-kataku sendiri bahwa dalam sepuluh tahun aku tak melukai orang " Kita disini bukan melakukan pertempuran yang biasa, yang meminta luka-luka atau jiwa, kita hanya main-main untuk berlatih saja, Kita main-main hanya untuk saling towel" Kok It tertawa dingin. "Akan tetapi kau harus ingat pepatah bahwa kalau dua hantu bertempur salah satu mesti terluka Kalau song Loosoe yang menang, soalnya tidak ada, akan tetapi bagaimana andaikata kau kena melukai song Loosoe, apa kau mau bilang ?" Thian ciat sin-Koen berdiam. Jikalau begitu," kata dia tertawa pada Song Kie, "pertandingan kita ini harus ditunda sampai aku si orang she Lee sudah berhasil mendapatkan kitab Lay Kang Koen Pouw" "Terserah." kata Song Kie, tertawa tawar. "Aku si orang she Song, sembarang waktu aku bersedia untuk menanti pengajaranmu, Aku lihat sudah pasti kau bakal menyekap diri sepuluh tahun d idaLam gunung Lu Liang San, dari itu baiklah kau tak usah menyia nyiakan pikiranmu." Thian ciat tidak menyahuti, ia cuma mengganda tertawa dingin. sampai disitu, Kok It menanya pula. "Lee Loosoe," katanya, "apakah kau berhasil menyusul Seeboen Boe Wie?" Ditanya begitu, Thian ciat menoleh, dia mengawasi bengis, Terang dia mendongkol. Lalu dia kata: "Kok Loosoe, apa periunya kau usil aku si orang she Lee" Seeboen Boe Wie itu bangsa isi buruk, dia tidak nanti lolos dari tanganku." "Omong besar, tak tahu malu," tiba-tiba Ang Hie datang menyelak, ia bertindak maju, "Seeboen Boe Wie menyingkir dari sisimu, kau toh tidak ketahui, Dengan telinga tuli dan mata lamur, bagaimana kau masih berani menyebut dirimu jago yang lihai" Baiklah kau turut buah pikirannya Song Loosoe, yang menasehatimu, yaitu kau pulang ke Lu Liang San, guna menyekap dirimu. agar kau tidak usah mempertontonkan keburukanmu" Thian ciat Sin Koen gusar hingga tubuhnya bergemetar, muka labunya seperti menjadi bertambah lonjong, kulit mukanya pun menjadi seperti hijau. Jangan sebut-sebut aku" katanya dingin, "Apakah kamu, apakah pihak ceng Shia pun tidak serupa saja?" Kok It tertawa berlenggak. "Kami berdua si setan tua yang kate" kata dia, "kami mana dapat melayani Lee Loosoe lebih daripada sepuluh jurus" Mana dapat kami dapat nama besar berendeng dengan nama Loosoe, Thian ciat sin Keen yang kesohor d idaLam dan diluar lautan?" Lee Yauw Hoan merasai dadanya mau meledak, kedua Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo matanya pun mendelik. Song Kie melihat kemarahan orang, ia menambahkan minyak kepada bara marong. Katanya: "Diluar langit ada langit, disamping orang ada orang, maka itu orang janganlah suka berebutan, jangan suka ber-jumawa Maka juga orang budiman mempunyai kebiasaannya, setiap hari dia memeriksa dirinya tiga kali, agar dia tak sampai mendapat malu sendirinya" Tak dapat Thian ciat sin Keen mengendalikan diri lagi. "Ceng shia Jie Ay" dia berseru sambil menuding, "jikalau aku si orang she Lee berhasil mendapatkan Lay Kang Keen Pouw, didaLam tempo tiga hari akan aku bikin tulangtulangmu hancur- lebur menjadi abu Atau kalau tidak, maka nanti sepuluh tahun yang akan datang, aku akan bikin gunung Ceng shia san kamu menjadi tanah yang hangus" Ceng shia Jie Ay berlaku tenang, "Selama hidup kita ini, jangan kau harap" kata mereka, tertawa tawar. Thian ciat menuding Song Kie. "Kaupun masuk hitungan" katanya sengit. orang yang dituding itu tertawa lebar, "Sembarang waktu senang aku menantikan" sahutnya lebar. Thian ciat sin Keen mengawasi tajam kepada semua orang didepannya itu, lantas tanpa membilang apa-apa- lagi, dia ber-lompat untuk berlau dari situ, orang melihat bagaimana pesat tubuhnya bergerak, sebentar saja dia lenyap daripandangan mata, Hal yang mengagumkan yalah ketika didapat kenyataan tanah dimana imam itu menaruh kaki, sudah melesak dalam, bertapak kaki-nya. Tiong Hoa menghela napas menyaksikan romannya Thian ciat ketika dia itu mau berlalu, didaLam hatinya ia kata: "Seumur- ku belum pernah aku melihat sinarmata demikian tajam dan bengis, Aku kuatir di-belakang hari Rimba persilatan bakal mengalami pengorbanan yang mengerikan, hingga tidak ada lagi hari-hari yang aman." Tengah anak muda ini berpikir itu, hingga ia bagaikan ngelamun, sekonyong-konyong ia mendengar seruan: "Laotee, awas" Mendadak itu dua sinar seperti sinarnya rantai menyamber dari belakang si anak muda, meny amber kepunggungnya. Tiong Hoa mendengar seruan itu, ia lantas menduga kepada Thian Hong cinjin yang hendak mencari balas untuk kebinasaan murid nya. Dila in pihak ia telah menduga sepasang pedangnya si imam mesti pedang mustika, yang tajam luar biasa. Maka itu, tidak menangkis, bahkan tanpa menoleh, ia berkelit dengan mencelat kedepan, Hobat untuknya, hingga ia terkejut, pedang seperti mengikuti padanya, maka segera terdengar suara cita pecah- robek karena bajunya dibetulan pinggang belakang telah kesamber ujung pedang itu. Tiong Hoa merasakan punggungnya nyeri dan perih sebab ujung pedang telah menggores kulitnya hingga darahnya mengucur. Baru saja pemuda ini lolos dari bahaya maut itu atau ia merasa pedang menikam pula ia melihat sinar berkelebat berkilau kuning emas, ia menjadi kaget sekali sebab ia baru saja menaruh kaki. Tepat disaat berbahaya itu, Song Kie berlompat dengan serangannya kepada Thian Hong Cinjin si imam yang membokong anak muda itu. oleh karena imam itu ada di depannya ia dia terpaksa menghajar punggung, Dia juga tidak menyerang dengan tangan kosong, dia menerbangkan sembilan biji paku rahasianya paku Thian- long-terg yang lihai. Thian Hong mendapat tahu datangnya serangan itu, ia mesti membela dirinya. Mung kin serangannya berhasil terhadap Tiong Hoa, tetapi ia sendiri mesti roboh jadi korban. Maka tanpa bersangsipula ia berlompat berkelit kesamping, sambil membalik tubuh, ia menangkis dengan sepasang pedangnya. Dengan begitu terdengarlah suara tingtong berulang kali, lantas semua paku runtuh ke tanah. Habis paku maka tubuh Song Kie turun ketanah. Thian Hong mengawasi mukanya merah padam saking gusar. "Song Kie" dia membentak. "Kapannya kau menjadi pelindung manusia hina ini?" Koay-bin Jin Him tidak menjadi gusar, sebaliknya ia tertawa geli, ia mengawasi si imam dengan roman Jenaka. Tiong Hoa melihat sikapnya Song Kie dan Thian Hong, tahulah ia bahwa Keay-binJin Him telah menolong padanya, ia menjadi bersyukur sekali, Tengah ia mengawasi sahabat itu. si imam balik memandang ia secara bengis tetapi puas. "Sungguh tidak tahu malu...." pikirnya terhadap si imam. Meski demikian, ia tidak mau menegur imam itu. ia bisa mengerti kesayangannya seorang guru terhadap muridnya. ia sendiri umpamanya, mungkin berbuat demikian karena terpaksa. Song Kie dan lainnya heran melihat sikap nya si anak muda yang demikian sabar, Keay bin Jin Him sampai menatap dengan mata dibuka lebar. Lo siauw Hong lantas menghampirkan si anak muda, ia mengeluarkan sebungkus obat bubuk, guna mengobati lukanya anak muda itu. Sementara itu, sebelum ia diobati, Tiong Hoa, merasai lukanya panas seperti kesulut api, sakitnya pun luar biasa seperti ada ribuan semut atau belatung yang mengusik tak hentinya, hampir tak dapat ia menahan nya. syukurnya itu terjadi hanya di batas yang luka saja, ia mengerutkan alis saking heran- Thian Hong cinjin mengawasi pemuda itu, ia tertawa dingin dan kata: "Anak muda ketahui olehmu, ujung pedang cinjin kamu ada racunnya yang hebat sifatnya, maka itu kau sabarlah, kau bakal menderita selama tujuh hari" Tiong Hoa melengak, inilah ia tak sangka. sudah pedang mustika, dipakainya racun pula Pedang itu pasti bukan dipakai untuk dirinya sendiri, hanya untuk semua orang asal yang menentang asal yang imam benci "Thian Hong, hidung kerbau" Song Kie membentak, "Kau begini kejam hak apa kau mempunyai untuk menjadi pemilik sepasang pedang mustika itu?" si imam tertawa. "Pedang mustika dapat memilih pemiliknya sendiri," dia bilang. pikirlah tentang cinjin kamu ini. jikalau cinjin kamu tidak lihai ilmu pedangnya, mana dapat ini sepasang pedang mustika Wan Yo Kiam memilih dia sebagai tuannya" Thian Hong belum sempat menutup mulut nya, atau Tong Tiauw Ngo Mo sudah berlompat maju mengurung dia, dan ketika ke lima Hantu berseru, dengan serentak mereka menyerang padanya. Hebat kelima saudara angkat ini, tapi pun hebat si imam. Biasanya, jikalau dikepung Ngo Mo, sukar orang lolos dalam tempo lima jurus, si imam lihai, dia dapat bertahanKetika Tiong Hoa menoleh kepada Ceng shia Jie Ay, ia heran- Beda daripada Ngo Mo, yang membuatnya bersyukur, dua jago tua ini agaknya mengambil sikap menonton Maka ia berpikir Bagaimana harus membedakan lurus dan sesat" orang lurus banyak yang terlalu menyayangi diri, hingga mereka seperti cuma menyapui salju didepan rumah nya tetapi tak menghiraukan es diatas genteng lain orang. Mereka ini pun, kalau bukan urusan Kengsoen Bok Liang dan kitab ilmu silat itu. tidak nanti mereka bentrok dengan Thian ciat sin Keen ..." Ketika itu Thian Hong cinjin telah mengurung dirinya dengan sepasang pedangnya, ia bersilat dengan tipu silat Giok-tay-wie-yauw, atau ikat pinggang melibat pinggang, pedang yang kiri berada didepan dadanya, pedang yang kanan berputaran. Dengan perlahan tetapi lama ia mengasi dengar: "Hm Dimatanya ahli, tegas terlihat lihainya imam ini." Ngo Mo lihai tetapi mereka terhalang pedang lawan vang tajam Mereka takut membuat senjata mereka beradu dengan pedang mustika itu. Segera datang saatnya Thian Hong cinjin memperlihatkan kelihaiannya. Tiba-tiba Ngo Mo merasakan senjata mereka tertempel, dapat ditarik kearah mana pedang lawan bergerak. Mereka kaget, lantas mereka menarik, untuk meloloskannya. Thian Hong tertawa, tangannya bergerak luar biasa, Ketika pedangnya berkelebat semua senjatanya N go Mo terpental terlepas dari cekalan mereka masing-masing. ooooo BAB2 SONG KIE melihat jalannya pertempuran, Dengan mempunyai pedang mustika, Thian Hong mirip harimau yang tumbuh sayap. Keay-binJin Him merasa sulit untuk Tiong-tauw Ngo Mo merebut kemenangan, tapi ia mau menyangka, sedikitnya mereka bakal dapat menahan selama tig apuluh jurus. Maka adalah mengejutkan, mereka itu telah terkalahkan dalam waktu demikian pendek. Mau ia menolongi tetapi tak dapat, tak akan keburu lagi. Disaat Tiong-tiauw Ngo Mo terancam maut itu, mendadak beberapa puluh benda kecil warni hitam dan putih meluruk kearah pedang si imam, bunyinya nyaring, Ada antara biji-biji itu yang menyamber ke batang pedang. Ngo Mo melihat itu, dengan cepat mereka berlompat keluar kalanganTiraikasih Website http://kangzusi.com/ Thian Hong cinjin telah tak keluar setindak juga dari gunung Tay Pa san- sebab nya yala h ia telah beruntung mendapatkan sepasang pedang Wan Yoh Kiam serta sejilid kitab ilmu silat. Maka ia mengeram diri untuk memahamkan isinya kitab itu, guna melatih pedangnya. Kapan tiba waktunya ia merasa ia telah mendapat kemajuan, lantas ia mendengar warna perihal ketiga mustika itu, ia menjadi ketarik, ia ingin turun gunung untuk menguji pedang dan ilmu pedang Wanyoh Im yang Kiam-hoat, untuk menjagoi, ia anggap malam ini yala h malam untuk ia mengangkat namanya. Bukankah telah berkumpul demikian banyak jago" ia girang dapat mengalahkan Tiong-tiauw Ngo Mo, kepala siapa ia ingin kutungkan dari batang lehernya, tapi justeru ia bergirang, datanglah senjata rahasia yang membikin pedangnya terhalang dan Ngo Mo lolos. "Manusia hina-dina siapa menggunai senjata rahasia ?" dia berteriak mendongkol. Baru berhenti suaranya yang bengis itu lalu Boan in dan Hoet Goat muncul di depannya. Kedua kacung itu berlompat seraya memperlihatkan tangannya yang memegangi dua raup biji catur putih dan hitam. Boan-in tertawa mengawasi lihat dua baris giginya yang putih, dia kata: "Kami tidak puas menyaksikan lagakmu maka itu kami menimpuk dengan ini biji-biji catur yang sudah tidak terpakai " Dia ulapkan biji-biji caturnya itu, dia menambahkan"Kau cuma mengandalkan sepasang pedangmu yang dapat memutuskan rambut, apakah artinya itu " Apakah dengan itu pantas kau mengagulkan dirimu " Malam ini yang hadir disini semuanya akhli akhli silat pedang Rimba Persilatan, umpamanya kedua loo-cianpwee dari Ceng shia Pay, merekalah ahli-ahli pedang yang llehay, begitupun Loo cianpwe Kee Pek see dari Khong Tong Pay yang tersohor sebagai Kim Liong Kiam Di sini ada orang yang kau nanti tak sanggup lawan coba kau tukar pedangmu dengan pedang biasa, pasti kau tidak dapat bertingkah begini rupa" Thian Hong mendongkol tetapi dia tertawa lebar. "Bocah, liehay mulutmu" dia membentak "Dijaman ini apakah pedang mustika cuma ini sepasang pedang Wanyoh Imyang Kiam kepunyaanku" Masih ada banyak pedang lainnya yang tak kalah dengan Kan ciang dan Bokshia siapa tidak puas, asal dia sanggup melayani cinjin kamu dua puluh jurus, maka aku akan buang cita-citaku untuk menjadi ahli pedang nomor satu dikolong langit ini" Mendengar itu, semua orang merasa tidak puas, tak terkecuali ceng Shia Jia Ay, darah mereka sampai seperti bergolak, Sebab di-jaman itu, yang termasuk tiga partai terbesar ahli pedang yalah ceng Shia Pay. Tiam chung Pay dan Khong Tong Pay, sedang ceng Shia Pay menganggap dirinya kaum lurus, Kedua si Kate tua ini hendak maju tetapi mereka didahului Song Kie. "Hidung kerbau" Koay-bin Jin Him menegur, "seumurku aku si orang she Song, belum pernah aku menemui manusia yang terlebih hina dia daripada kau, sangat tidak tahu malu, yang jumawa tak kemanBukankah duluhari kan sudan bertekuk lutut di iepan Hok In Siangjin digunung Koen Loen San Barat, dimana sambil menangis meng-gerung gerung kau mengakui kedosaanmu serta berjanji untuk berbuat baik, untuk mencucikan diri. Ketika itu kau telah mengangkat sumpah yang berat Dengan begitu barulah kau diberi ampun, Lelakonmu itu menjadi buah cerita dan buah tertawaan kaum Kang ouw Rasanya belum lama maka sekarang, setahu dari mana kau dapat mencuri sepasang pedangmu, sekarang kau berani banyak lagak Hm Apakah kau kira kau orang besar" Tidak Dimataku kau tetap si bocah yang berlutut didepan Hok In siang itu yang menangis minta-minta ampun" Perkataannya Koay-bin Jin Him membuat orang banyak tertawa ramai. Mukanya Thian Hong cinjin menjadi merah padam, Dia mendongkol dan gusar tak terkira. Dia telah dibeber rahasianya di muka banyak orang, hingga dia menjadi sangat malu. Tapi dia tidak kekurangan kata-kata. "Siapa mau berbuat besar, dia tidak pikirkan urusan kecil." katanya nyaring nadanya dingin. "Bukankah raja muda Kauw Cian dan Njouw Coe sih pernah terhina meminta berkali orang" Bukankah kau sendiri sasterawan tidak keruan?" "Hm Hm "Song Kie mengasi dengar ejekannya. Kok It pun berkata: "Thian Hong cinjin, malam ini bukan malaman kau dapat ngeberanyol" sekarang aku si orang tua mau tanya kau Kau datang ke Kwie In Chung ini. apakah maksudmu?" Thian Hong mencoba menyabarkan diri. "Cinjin kamu mau bicara terus-terang" dia menyahut "Kali ini cinjin kamu turun gunung dengan maksud mencoba sepasang pedangnya ini, untuk menemui ahli-ahli pedang dikolong langit ini Maksud lainnya yalah guna merampas kitab Lay Kang Keen Pouw, sebagaimana maksud kamu semua Aku tidak menjadi kecuali" Terus dia mengawasi tajam kepada Tiong Hoa dan Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menambahkan- "Maksudku yang ketiga yalah membalaskan sakit hatinya muridku" Ketika itu rembulan sedang menyinari terang pada jagat, tetapi Tiong Hoa tidak mengicipi itu, ia hanya berdiam sambilmatanya dirapatkan seperti orang lagi bersamedhi. Seperti juga tak dapat menghiraukan segala kegaduhan itu. Hal yang sebenarnya yalah ia lagi menderita akibat pedangnya si imam yang mendatangkan rasa panas dan sakit yang menyiksa itu. Karena ia merasa pasti ia terganggu racunnya pedang itu, maka ia memusatkan perhatiannya, ia mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengusir keluar racun itu. Didalam tubuh manusia ada dua hawa thay-im dan siauwyang, Dengan siauw Yang, Tiong Hoa menutupjalan darahnya, dan dengan thay-im, ia mengusir sang racun, maka itu, darah hitam lantas keluar dari punggungnya, Dalam tempo sebentar ia dapat mengurangkan penderitaannya itu dengan begitu hatinya menjadi tenteram dan tetap. Justeru itu mendengar Thian Hong lagi mengoceh itu, ia membuka matanya, ia mengawasi maka sinar matanya beradu dengan sinar mata si imam. Thian Hong terkejut menyaksikan sinar mata orang demikian berpengaruh. Dia pun heran menyaksikan orang tak roboh karena racun pedangnya, Dia berpikir: "Kenapa tenaga dalamnya begini kuat" Racunku cuma dapat memperpanjang umur orang tujuh hari, orang pun lantas lenyap tenaga dalamnya hingga dia menjadi seperti orang biasa kenapa dia ini...." Dan ia mengawasi terus saking herannya. Tiong Hoa mengawasi sekian lama, lalu ia kata dengan sabar: " cinjin hendak membalaskan sakit hati muridmu, barusan aku telah terkena pedangmu satu kali, aku rasa itulah sudah cukup untuk melampiaskan hatimu. Tetapi cinjin membokong aku dan pedangmu dipakaikan racun, itulah perbuatan hina yang mendatangkan rasa jemu semua orang gagah sudah begitu sekarang cinjin masih omong besar sekali sungguh aku yang rendah merasa malu untukmu." Mukanya Thian Hong menjadi merah saking jengah, Diamdiam ia mengagumi kebesaran hati anak muda ini. Disamping itu ia pun membenci orang ini karena ia merasa dihinakan dihadapan banyak orang ini. Berbareng ia juga benci sangat Koay-bin Jin Him yang katakatanya sangat menusuk hatinya, semua perasaannya itu ia campur menjadi satu, diakhirnya kemarahannya la h yang memperoleh kemenangan. "Setiap orang, dia gagah atau lemah, mesti ada pelbagai pengalaman yang menyenangi dan yang tidak. yang hebat atau yang ringan. Demikian juga Thian Hong cinjin, Memang dulu hari itu dia pernah berlutut didepan Hok In siangjin, buat mengakui kesalahannya dan menyatakan kemeny esala nny a, lalu dia bersumpah untuk bertobat peristiwa itu diketahui oleh orang orang golongan tua, diantaranya Song Kie. Meski begitu, sebabnya yang utama, dan duduknya hal, tidak ada yang ketahuijelas, Hanya mulut yang berlebihan yang membikin peristiwa jadi berlebihan juga. ini pula yang membikin dia menjadi berkeingin an keras memberi ajaran, atau menyingkirkan orang-orang yang dia tak sukai itu. Maka dia merasa beruntung sekali waktu dengan cara kebetulan dia mendapatkan sepasang pedang Wanyoh Imyang Kiam itu buatan ahli pedang Bong siang coe darijaman Nao Tay serta sejilid kitab ilmu pedang. Segera dia menutup diri selama sepuluh tahun, guna memaklumkan kitab itu, buat mempelajari ilmu pedangnya, Demikian sesudah merasa cukup pandai, dia meninggal kan gunung Tay Pa san, buat mencoba menjagoi. Ketika dia mencari murid-muridnya, Kee-leng ie Kauw, dia mendengar halnya ketiga benda mustika, dari itu sekalian saja dia mencari mustika itu. sebenarnya Thian Hong cinjin baik sifatnya, dia bukannya orang terlalu jahat cuma karena kecelakaan muridnya. hatinya menjadi panas, Kesabaran Tiong Hoa membuat dia sadar, tapi disamping itu, dia terbenam dalam sakit hati danpenasaran dan perasaannya yang belakangan ini membikin dia tak dapat menguasai diri lagi. "Kau adalah calon arwah didalam kuburan. tak usah kau banyak ngoceh lagi" kata dia dingin, "sebelumjiwamu melayang mari aku membuka matamu, supaya kau bisa saksikan ilmu pedang cinjin kamu ilmu pedang yang nomor satu atau bukan dikolong langit ini" Habis berkata ia memandang tajam kepada Kim LiongKiam Kee Pek see dari Khong Tong Pay. Mendengar itu, Lie Tiong Hoa menarik napas perlahan, lalu matanya mengawasi sekalian hadirin. selama itu ia juga masih belum melih atJie siong Gan. Maka ia menggapai kepada Lo sia uw Hong dan Cian Tiauw Hong untuk membisiki mereka. Kedua orang itu mengangguk. terus keduanya berlari pergi. Song Kie mendekati si anak muda yang ia kuatir lukanya berbahaya. ia menanya banyak. "Tidak apa." sahut Tiong Hoa singkat, Kee Pek see memperhatikan Thian Hong Cinjin, ia melihat sinar mata imam itu sinar pembunuhan ia mengerutkan alis, ia ber-sangsi sejenak. Tapi lekas juga ia tertawa dan kata nyaring: "Bagaimana beruntung aku si orang she Kee dapat mengenal ahli pedang nomor satu dikolong langit ini. ia terus meng geraki tangannya, hingga segera juga terdengar satu suara nyereset dibarengi sinar berkilauan itulah pedang Kim Liong Kiam yang ia telah hunus, setelah itu dengan sikap dingin ia mengawasi si imam. Thian Hong cinjin juga sudah memegang sepasang pedangnya. Tiba-tiba In-tiong Kiam-kek Lauw Keng ciok mendekati gelanggang, dia kata pada Kee Pek see: "soe-siok. biarlah teecoe yang maju lebih dulu, untuk mencoba dia" Pek see hendak mencegah keponakan murid itu, siapa tahu, habis mengucapkan kata katanya itu, Kong ciok sudah lantas memasuki gelanggang untuk terus menyerang pada Thian Hong cinjin, Maka berkilaulah pedangnya. si imam seperti acuh tak acuh terhadap serangan itu, Dia bersikap tenang, bahkan jumawa, seperti biasa, Dia cuma mengasi dengar ejekan: "HHm" Tatkala serangan tiba, dia menggeser sedikit kakinya ke kiri, lalu sebelah pedangnya dipakai menyambut dengan tebasan dari bawah keatas. Menyusul itu terdengarlah jeritan menyayatkan dari penyerangnya, yang tubuhnya roboh seperti mandi darah, karena lengan kanannya terbabat kutungi sedang kelima jeriji tangan nya masih mencekali keras pedangnya itu. Para hadirin terkejut, mereka saling mengawasi dengan melongo. Thian Hong cinjin tertawa. "Ilmu pedang Khong Tong Pay tidak memberi bukti kenyataan-" kata dia, "Maka itu sukarlah untuk dia manjat ketinggi, pedang kiriku ini tidak dipakaikan racun, lekas kamu menolong i menutupjalan darahnya, supaya dengan begitu dapatlah jiwa dia di-tolong." Dengan tangan kiri memegangi luka di lengan kanannya itu, Lauw Kong ciok berlompat bangun- Dengan muka pucat seperti kertas, tapi dengan mata sangat membenci dia mengawasi musuhnya itu, kemudian dia berlompat pula, naik keatas genting, untuk pergi menghilang. Ceng shia Jie Ay diam-diam mengakui ilmu pedangnya Thian Hong cinjin benar liehay, itulah tabasan "Liauw in tok goat" atau "Membiak mega menampa rembulan," yang cepat dan lincah sekali. Begitu sederhana tapi sebat si imam berkelit, begitu cepat dia menabas Pasti sekali, dengan begitu, si penyerang tidak diberikan ketika untuk menolong diri segera juga kee Pek see maju, tak perduli ia rada jeri, Tadinya ia menyangka, meskipun Thian Hong cinjin liehay, ia sanggup melayani dua- ratus jurus, tidak tahunya orang liehay sekali, sudah kepalang tanggung, ia tak dapat mundur lagi. Demikian ia berseru seraya terus menyerang dengan jurus Kim Liong Kiam-hoat, ilmusilat Kim Liong Kiam, yang dinamakan "Tok liong coet hiat." atau "Naga berbisa keluar dari kedung." Dengan bercahaya berkilauan ujung pedangnya meluncur kejalan darah kie boen didada kiri musuh. Kalau si orang she Kee telah memahamkan ilmu pedang Khong Tong Pay itu selama lima puluh tahun, Thian Hong cinjin melatih ilmu pedangnya cuma selama sepuluh tahun tetapi ia telah berlatih luar biasa sungguh-sungguh, sedang matanya sangat tajam, hingga ia pandai melihat gerakan lawan- Demikianlah ia menginsafi bahayanya serangan Pek see. Tapi ia tidak takut, malah ia menyambutnya sambil tertawa, ia menggeraki pedangnya yang kanan, ia bukan menangkis atau menabas seperti ia melayani Lauw Keng Ciok tadi, hanya ia memapaki untuk menampa Kee Pek see lihai, serangannya itu diberikuti gertakan, pedangnya dari mengincar ke kiri diteruskan kekanan, Tapi Thian Hong melihatnya, imam ini telah menduga, maka dia juga menggeraki pedang kirinya, hingga kali ini kedua pedang bentrok hingga nyaring. Pek see terkejut Kesudahannya bentrokan itu hebat, untuk menyerang pula, ia menarik pedangnya. Apa mau, tak dapat ia mencapai maksudnya itu. pedangnya seperti nempel keras dengan pedang lawan- Menyusuli itu, pedang kanan dari Thian Hong cinjin sudah bergerakpula, sudah lantas menabas. Tidak dapat dibayangkan kagetnya Koe Pek see semangatnya seperti terbang pergi, ia terancam bahaya lengan kutung seperti keponakannya tadi. Karena ia tidak dapa^ menarik pulang pedangnya terpaksa, ia melepaskan cekalannya, tubuhnya dilenggakkan untuk berlompat meluncur mundur Itulah satu-satunya jalan untuk ia menolong jiwanya. Thian Hong cinjin bersenyum, ia meng g era ki tangan kirinya dengan begitu pedang nya Pek see lantas terlempar kearah orang she Koe itu. "sambut" ia berkata. Pek see menyambut pedangnya, mukanya suram. "Tiga tahun kemudian aku si orang she Kee akan berkunjung ke Tay Pa san untuk menerima pengajaran" ia berkata, Terus ia berlompat kearah taman, untuk pergi menghilang diatas genteng, sebelum ia pergi jauh ia masih mendengar suara nyaring dari si imam yang berseru: "Tak usah Koe Loosoe datang berkunjung nanti setengah tahun lagi pintoo akan datang sendiri ke Khong Tong SanAtas itu ia menjawab: "Baiklah." Tiong Hoa menghela napas sendirinya. "Dalam hanya sekejap,jugojago Khong Tong Pay itu mengalami keruntuhan, yang satu terlukakan, yang lain terkalahkan, ia tanya dirinya sendiri, bagaimana ia harus berbuat. Dengan mangan kosong melayani pedang mustika itu, sungguh pegangannya tak ada. Tapi tak maju, itulah tak dapat... "Seharusnya Ceng Shia Jie Ay yang maju," pikirnya pula, Kecuali mereka yang lainnya sudah jeri, Koay-bin Jin Him, seperti aku tak dapat maju dengan tangan kosong." Tanpa merasa ia menoleh kepada kedua jago tua yang kate dari Ceng Shia San itu. Si Putri Malam, yang belum mau berkisar kebarat, menerangi mukanya ke dua si Kate. Terlihat nyata daging dimuka mereka bergerak-gerak dan mata mereka bersorot tajam. "Apa juga yang kamu pikir, sekarang tak dapat kamu mundur lagi," pikir Tiong Hoa. "Jikalau tidak, kosong belaka nama besar kamu..." Ceng Shia Jie Ay tak berdiam lama, Sebat luar biasa mereka telah meraba h kepinggang mereka hingga sejenak saja masing-masing telah mencekal sebatang pedang warna hitam. Lalu Kok It terdengar tertawa lama dan berkata: "Kami kedua tua-bangka kate sudah tidak meng g una i pedang kami selama tiga-puluh tahun, malam ini kami mengecualikannya, untuk memberi ketika kepada keduanya untuk belajar kenal dengan ahli pedang nomor satu dikolong langit Secara begini taklah kami membuat pedang kami kecewa" Pedang mereka itu pedang lunak, waktu dikeluarkan keduanya memain seperti tubuh ular, akan tetapi kapan kedua jago itu mengerahkan tenaganya, keduanya lantas lempengkaku seperti pedang yang kebanyakan- Thian Hong cinjin melihat itu, dia terperanjat sebagaimana air- muka nya banyak berubah. Ceng Shia Jie Ay tidak menanti lagi, Begitu Kok It berhenti bicara, begitu ia dan saudaranya beriompat maju untuk menyerang, masing-masing kerusuk kiri dan kanan dari Thian Hong. Imam itu tidak berani berlaku jumawa seperti tadi dia menghadapi Kong ciok dan Pek see. Dia juga melihat, kedua jago ini tidak lantas menggunai ilmu silat Ceng shia Pay. Dari itu dia duga orang rupanya sudah memikir daya untuk menghadapinya. Dengan lantas dia mencelat mundur tiga kaki, sepasang pedangnya dibuka kekiri dan kanan dengan jurus "Coebohoenhoei." atau Anak dan biang terbang berpencaran-^ Dengan begitu juga ia menghalau serangan ke kiri dan kanannya itu. Ceng shia Jie Ay tertawa. Tubuh mereka bergerak pula, merangsak. Berbareng dengan itu, pedang mereka turut bergerak. mengulangi serangan mereka. Keduanya bergerak dengan sangat cepat. Thian Hong membela dirinya dengan bergerak tak kalah hebatnya, Karena dia di kepung berdua, dia seperti dikurung pedang, Untung baginya, kedua jago Ceng shia itu tidak berani mengadu senjata, dengan begitu dia cuma seperti dikacau pelbagai ancaman ujung pedang kedua lawan itu. Tentu sekali karena itu, dia tidak dapat lantas menang diatas angin seperti tadi. Pertempuran berjalan sangat cepat, sebentar saja tig apuluh jurus sudah lewat. Selama itu tetap Jie Ay mengambil sikap mengurung, merangsak renggang, renggang merangsak. Mereka Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menyegani pedang mustika lawan meskipun pedang sendiri bukan sembarang pedang. Lama-lama Thian Hong cinjin tertawa nyaring Mendadak terlihat tubuhnya lompat berapung. Dengan begitu dia jadi dapat melakukan penyerangan membalas menyerang dari atas turun kebawah. Dia bergerak dengan gerakan Nao Mo sin Hoat yaitu gerakannya lima macam binatang bersayap. Ceng shia Jie Ay terperanjat. Keduanya lantas berlompat mundur, Tak dapat mereka melanjuti siasatnya main mengurung lawan itu, guna menantikan ketika atau lowongan, untuk turun tangan benar-benar merobohkan orang jumawa itu. Thian Hong hendak merangsak tatkala ia merasai tolakan angin, hingga ia terkejut, Lekas-lekas ia mundur, Meski begitu, ia terdesak sampai setombak lebih, ia melihat satu bayangan mencelat ke arahnya, ringan sekali bayangan itu turun dihadapannya. Lantas ia menjadi sangat heran hingga ia mengawasi dengan mendelong. Lie Tiong Hoa berdiri didepannya Lie Tiong Hoa, yang ia sangka bakal terbinasa akibat racun pedangnya, yang ia tahu sangat lihai. Hatinya menjadi bergetar. "Kenapa tenaga- dalam dia tak termusnah?" dia tanya dirinya sendiri Tegas sekali nampak keheranannya pada wajahnya, Tiong Hoa dapat menerka hati orang, "Apakah tootiang heran karena melihat aku belum juga mati?" ia tanya, tersenyum manis, "jangan kata baru tujuh hari, mesti sampai tujuh tahun lagi, aku yang rendah, percaya aku masih akan tetap hidup dikolong langit ini" ia bersenyum pula. Tapi ketika senyumannya yang manis itu lenyap. itu di ganti dengan wajah sungguh-sungguh dan kata-katanya cun berat: "Sekarang baiklah kita tak bicara dari hal tak ada perlunya Malam ini tootiang telah memperlihatkan dirimu, dalam sedetik saja tootiang telah mengangkat tinggi namamu, akan tetapi baiklah tootiang mendapat tahu maksud kami datang kemari, ke Kwie In chung ini. Kami bukan hendak memperebuti kedudukan sebagai ahli pedang nomor satu dikolong langit ini, kami hanya datang buat kitab ilmu silat Lay Kang Keen Pouw. Maka itu baiklah tootiang menanti sampai urusan kitab ini selesai, selanjutnya, terserah kepada tootiang Pula hendak aku memberi-tahukan, sebenarnya untuk tootiang menjadi ahli pedang nomor satu dikolong langit ini. sulit terwujudnya " Thian Hong cinjin melengak. Tapi cuma sebentar, ia lantas tertawa tawar. "Kau tidak mati, itulah untung bagus nasibmu," ia kata, "oleh karena dua jiwa cuma diganti satu jiwa, permusuhan masih belum selesai Lagi pula, jangan kau girang tidak keruan Baiklah akupun membeli keterangan kepadamu, Maksudnya cinjin- kamu datang kemari bukan melainkan untuk urusan merebut kedudukan serta pembalasan-sakit hati tetapi sekalian juga guna mendapatkan kitab ilmu silat yang kau sebutkan itu. Untuk itu, aku hendak mengandal pada ilmu pedangku Loosoe sekalian, andaikata kamu merasa tenaga kamu tidak cukup, aku persilahkan kamu lekas mundur sendiri dari Kwie In Cung, jangan kamu campur dalam urusan ini ." Imam ini belum menutup rapat mulutnya atau Tiong Hoa sudah membentak bagaikan guntur: "Tutup mulutmu " Lalu si anak muda meneruskan : "Tootiang, kau terlalu tercebur Aku yang rendah, yang tidak tahu tenaga sendiri, ingin aku belajar kenal dengan ilmu pedangmu yang menjagoi di kolong langit ini " Thian Hong cinjin tertawa, Dia menganggcp anak muda ini terlalu jumawa. "Dengan kepandaianmu ini kau berani banyak lagak. sungguh nyalimu besar" dia kata menghina, "Melihat nyalimu yang besar melebihkan nyali lain orang itu, baik, kau majulah Aku janji, cinjin kamu tidak bakal merampas jiwamu. hanya lain kali, apabila kau bertemu pula denganku, itulah urusan lain." Tiong Hoa tidak menjawab lagi kata-kata orang, ia tidak mau melayani bicara, melain kan romannya keren, ia lantas menghampirkan sebuah pohon yanglioe, ia mematahkan cabangnya sepanjang tujuh kaki, lalu dengan membawa itu ia bertindak sabar kedepan si imam, untuk berdiri tegak terpisah kira satu tombak. Ketika itu Ceng shia Jie Ay sudah berdiri dipinggiran, diluar kalangan, Hati mereka tidak keruan rasa. Mereka menyesal dan malu dan mendongkol juga. Mereka ingat tadi, waktu Tiong Hoa terancam bahaya mereka berdiri menonton saja. Sebaliknya barusan, selagi mereka menghadapi bahaya, Tiong Hoa sudah turun tangan, hingga nama baik mereka dapat dilindungi. Karena menolongi mereka, si anak muda mesti menghadapi imam yang liehay itu. selama itu, terus mereka memperhatikan orang, maka mereka menjadi heran bahkan terkejut melihat orang mengambil cabang yanglioe. Didalam hati mereka kata : "Ah, anak muda ini. Dia terlalu percaya dirinya sendiri. Tak perduli bagaimana tangguh tenaga dalam seorang tak dapat cabang pohon dipakai melawan senjata tajam, apapula pedang mustika...." Karena ini, mereka mengawasi dengan per hatian yang lebih-lebih Mereka memikir kalau anak muda itu terancam bahaya pula, mesti mereka turun tangan menolongi. Thian Hong cinjin sebaliknya menyedot hawa dingin, Melihat si anak muda memilih cabang yanglioe, tahulah ia bahwa orang sebenarnya liehay sekali, Maka dengan mata tajam ia mengawasi anak muda itu, untuk melihat bagaimana orang mulai bersilat. Jilid 14 : Song Kie terluka Selagi mematahkan cabang yanglioe itu, hati Tiong Hoa bukannya tidak bekerja, Kembali ia ingat perjalanannya, Pikirnya: "Akulah-seorang pelajar, lantaran terpaksa aku buron, aku sampai masuk dunia Kang-ouw. selama beberapa bulan ini, aku mesti mengenal pelbagai macam sifat manusia, maka itu, haruslah aku lekas mengundurkan diri. Tak ada perlunya aku berebut nama, pepatah pun membilang, pohon besar mengundang angin, dan kedudukan tinggi itu lah ancaman bencana, Tapi sekarang aku dipaksa keadaan, tak dapat aku tidak turun tangan. Thian Hong cinjin terlalu galak. jikalau dia dibiarkan saja, dia bakal mendatangkan ancaman bahaya bagi Rimba Persilatan..." Dengan matanya yang tajam, Tiong Hoa melihat air muka si imam, yang heran atau kaget, Dapat ia menduga hati orang, Maka dari itu, ia bersenyum, ia angkat cabang yanglioenya, ia pandang itu lantas ia kata: "Aku yang muda berkepandaian sangat rendah, sulit untuk aku dipadu dengan tootiang yang bagaikan cahaya bulanpurnama yang indah permai, maka juga sekarang ini aku maju hanya untuk mohon diberikan pelajaran, walaupun demikian, aku minta sukalah tootiang jangan memandang terlalu enteng cabang yanglioe ini.. sebab cabang ini sebenarnya lebih kuat daripada sepasang pedang tootiang. Tootiang lihat pada cabang ini terdapat seratus tujuh puluh tiga helai daunnya yang masih muda muda jikalau dalam sepuluh jurus tootiang dapat membabat atau meruntuhkannya semua, maka aku yang rendah, suka aku menyerah kalah, sebaliknya adakah tootiang sudi jikalau urusan malam ini disudahi sampai disini saja?" Hebat kata-kata itu lunak tapi keras, hingga hati si imam bercekat, ia juga tak mengerti, kenapa hanya dengan satu kali melihat si anak muda sudah lantas dapat menyebutkanjumlahnya daun muda itu. Hal itu pun membuat heran pada Ceng shia Jie Ay semua. Hebat pula sikap tenang dan ramah tamah Tiong Hoa itu terhadap Thian Hong cinjin-Imam ini kena terpengaruhi karenanya, Tapi sudah terlanjur, tidak dapat ia bersikap lunak. Maka itu sambil mengawasi si anak muda dengan mata mendelik, ia kata dingin: "Siapa tidak mendaki gunung Tay san, tak tahu dia tingginya gunung itu siapa tidak melihat lautan, tak tahu dia dalam nya Cinjin kamu memiliki ilmu silat pedang yang tak ada dasarnya, cara bagaimana kau berani banyak lagak didepanku" Mari, mari, mari Aku beri ketika padamu untuk menyerang terlebih dulu!" Biar bagaimana, nada imam ini tak seangkuh tadi. Tiong Hoa berlaku sabar. Dia tertawa. "Baiklah, terima kasih" katanya, Lantas dia menggeraki cabang yanglioenya dari kiri kekanan, daLam j urus, "B urung ke-podang menanya pohon yanglioe." Ringan gerakannya itu tetapi sebatnya luar biasa, sasarannya adalah jalan darah kie-toen di-buah susu kanan. Itulah suatu jurus dari ilmusilat Koen Loen san Barat, jurus yang umum, akan tetapi digunai si anak muda, lantas saja menjadi berubah sifatnya, Cabang yang lunak itu mendadak menjadi kaku, sampai terdengar suara anginnya yang keras. Matanya Thian Hong tidak dapat dicela, ia melihat gerakan yang lunak. yang terus berubah menjadi keras itu, yang tadinya perlahan lantas mendadak menjadi cepat. Teranglah sudah, tenaga sianthian, tenaga asal, telah disalurkan kepada cabang itu, ia kaget hingga ia lantas mundur tiga kaki, sembari mundur ia menyabet pergi-pulang dua kali dengan jurusnya "Kawanan ular- naga menjungkirbalikkan gelombang". Hebat babatan itu, karena ia ingin membabat habis daun atau cabang yanglioe itu. Kelihatannya sederhana, tetapi sebenarnya cepat luar biasa Tiong Hoa menyingkirkan cabangnya dari serangan berulangulang itu, setelah mana ia mengulangi menyerang pula, kali ini kepada jalan darah khie-hay di bawahan perut. Thian Hong mundur sambil menyedot hawa dingin, dengan begitu perutnya pun dibikin kosong, sebenarnya dia menabas untuk terus merangsak. siapa tahu, gagal percobaannya itu, hingga ia menjadi kalah anginSampai itu waktu, si Puteri Malam sudah turun kebarat, maka itu, lenyaplah kepermaiannya. sang malam menjadi suram, Bintang-bintang pun mulai berkurang, sebaliknya, malam yang sunyi menjadi berisik, Angin bertiup keras dan guntur berbunyi saling susul. Selama itu, delapan jurus sudah berjalan, Thian Hong belum dapat ketika untuk membalas, Kecuali tiga jurus dalam mana dia mengalah, selanjutnya dia senantiasa didului si anak muda, hingga dia cuma dapat menangkis atau bertahan. Kalau toh dia dapat menabas atau menikam, itu hanya susulan belaka, itulah serangan yang diteruskan membela diri. Cabang yanglioe bergerak tak hentinya, membikin orang repot membela diri terus menerus, hingga sulit si imam mencoba memperbaiki diri. Segera datang saatnya Thian Hong melakukan penyerangan membalas, Dengan kesebatan luar biasa ia memaksa merebut tempo, terus ia menyerang dengan jurusnya yang di namakan Cie thian watee, atau Menunjuk langit, menggaris bumi." Tiong Hoa tertawa, Tiba tiba ia mendahului lagi. Cabang yanglioe diluncurkan kepundak kiri si imam, itulah gerakan sangat luar biasa, tidak saja Thian Hong heran, juga sekalian penonton, Mereka menganggap itulah gerakan tidak ada perlunya, lantaran tidak ada gunanya. Thian Hong tapinya berpikir: Tak perduli bagaimana anehnya jurusmu, tidak nanti kau lolos dari jurusku Guntur bertubi tubi dan Burung Wanyo Terbang Berpasangan " Dan dengan tenaga dikerahkan, ia menabas kearah cabang yanglioe itu. "Inilah jurus yang ke-sembilan " Tiong Hoa berseru, Dengan sebat ia menarik pulang cabang yanglioenya, atas mana tubuh si imam terjerunuk kedepan disebabkan dia menyerang hebat sekali. Thian Hong terkejut, ia mencoba menahan tubuhnya, Dengan begitu, ia pun mencoba menarik pulangi pedangnya, yang telah meluncur terus, inilah saat yang berbahaya, pedangnya itu seperti nempel dan tertarik lawan, Kalau ia lepaskan cekalannya, artinya ia mengurbankan pedangnya itu, dengan mudah ia dapat membela diri. Tapi tak suka ia kehilangan pedang mustika yang ia sayang itu, yang menjadi seperti jiwanya, Tanpa pedang itu tak dapat ia mengangkat nama, ia lantas mengerahkan tenaganya di lengannya itu. Tiong Hoa menggunai saatnya yang baik, Gerakannya barusan memang cuma buat membikin si imam terpancing hingga terjerunuk. Begitu selagi orang terhuyung ke-depan- ia membarengi. Kapan tangan kanan nya ditarik, maka tangan kiri mendadak meluncur, terulur lebih panjang daripada biasanya, ia mengguna Hoei Wan cioe. Tangan si Kera Terbang, Tangan itu mendadak tambah panjang, dengan lima jerijinya, pundak kanan si imam lantas disamber. Thian Hong kaget, ia melihat tangan lawan menjadi panjang luar biasa itu, Guncang hatinya itu merugikannya, ia gugup dan menjadi kehilang kesebatannya. Lebih-lebih ia kaget waktu ia mendengar suara pedangnya jatuh dengan berisik. Tanpa bersangsi lagi, ia menjejak tanah untuk berlompat pergi. Akan tetapi ia telah terlambat jalan darahnya, ceng-kin-hiat, telah terbentur tangan lawannya. Tidak ampun lagi ia merasa tubuhnya kaku dan kepalanya pusing, Ketika ia menaruh kakinya ditanah, sepasang pedangnya sudah berada ditangannya si anak muda. Dengan wajah bersenyum, Tiong Hoa bertindak perlahan-menghampiri imam itu. "Tootiang," ia berkata, "kau telah terpengaruhkan cabang yanglioe ini maka kau menjadi kena didahului aku, ilmu pedang kau sudah mahir hanya sayang kau belum menyempurnakannya, hingga pedang dan tubuhmu aku maksudkan hatimu belum menjadi satu, bersatu padu. Coba kau tak mudah terpengaruh hingga hatimu menjadi tak bimbang lagi, kau tentu telah menjadi ahli pedang nomor satu dikolong langit ini. Maka itu sekarang masih terlalu pagi untuk mengatakannya" Mukanya Thian Hong menjadi merah, lalu berubah menjadi pucat, ia malu bukan main. ia juga menyesal dan berduka sangat, syukur suramnya sang malam membikin perubaan airmukanya itu tak nampak nyata. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tootiang." berkata pula Tiong Hoa setelah berdiam sejenak "kita telah berjanji jikalau daun yanglioe ini rontok. itu artinya aku yang rendah yang kalah, maka itu sekarang, silahkan tootiang menghitung daun ini, benar atau tidak jumlahnya tetap seratus tujuh puluh tiga lembar" Sembari berkata begitu, ia mengangsurkan senjatanya yang istimewa itu. Thian Hong menjadi serba salah menyambuti salah, tidak menyambuti salah juga. Ketika ia memandang si anak muda, ia melihat sinar mata orang yang sangat berpengaruh ia malu bukan main, sekonyong-konyong ia melengak dan tertawa. "Tuan. benarlah apa yang kau kata." ia bilang, "Memang untuk sejenak hatiku telah kena dibikin menjadi lemah, hingga tak ingin aku melukai kau. hingga kesudahan nya kaulah yang merebut kemenangan, sebenarnya pintoo tidak mau mengakui yang ilmu silatku kalah daripada kau Baiklah, kejadian hari ini boleh dibikin habis, akan tetapi nanti mudah-mudahan kita berjodoh bertemu pula" Habis berkata mendadak si imam bergerak, tangan kirinya menyerang disusul segera dengan samberan tangan kanannya. Tiong Hoa tidak menyangka orang membokong padanya, ia melepaskan cabang yanglioenya, ia berkelit kesamping, tangan kanannya diajukan, untuk menangkis. Kedua tangan lantas beradu Tiong Hoa merasa tangan kirinya itu kaku. Justeru itu, sepasang pedang ditangannya terampas pulang si imam, siapa sebaliknya mengeluarkan suara tertahan, sebab tubuhnya terhuyung beberapa tindak. Cuma sedetik imam itu mengawasi dengan roman gusar, lantas dia berlompat pergi, untuk menghilang ditempat gelap. Tiong Hoa berdiam, lalu ia menghela napas, dengan menyesal ia berjalan perlahan masuk kedalam kamar. Angin malam itu dingin, pepohonan bergerak-gerak. Ceng shia Jie Ay melihat Tiong Hoa lewat disisinya tanpa menanya atau berpaling, mereka mengerti tentulah anak muda itu tidak puas karena mereka tidak membantu padanya. Mereka menjadi tidak enak hati untuk turut bertindak masuk. Koay-bin Jin Him bersama Tiong-tiauw Kgo Mo, juga Boanin dan Hoet Goat, mengikuti anak muda itu. ooooo BAB 18 CUACA fajar mendatangi, hawa udara tetapi dingin. itulah karena angin pagi tak mau berhenti bertiup. Diufuk timur, cahaya putih mulai tampak. tanda bahwa sang Batara surya bakal lekas muncul. diwaktu itu, Tiong Hoa masih memasang omong dengan Tiong-tiauw Ngo Mo dan lainnya. Kedua kacung, Boan-in dan Hoet Goat, berdiri menantikan ditepi pembaringan. Tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang jatuh atau turun diluar jendela, sepasang alisnya Tiong Hoa segera bangun berdiri "siapa diluar?" ia menegur. "Aku. Cin Tiauw Hong" menjawab satu suara. Lalu membarengi itu orangnya berlompat masuk dijendela diturut Lo siauw Hong. Tiong Hoa heran, Tak disangka orang kembali demikian cepat, Untuk mengundang Cee Cit beramai, mestinya mereka ini menggunai tempo sedikitnya enam jam pergi dan pulang.Maka ia mengawasi dengan melongo. Cin Tiauw Hong berdiri tegak dengan ke dua tangan diturunkan lurus. "Kami berdua baru pergi sampai diluar dusun sepuluh lie, lantas kami mendapatkan Cee Loocianpwee beserta Kam siauwhiap lagi bertempur mati-matian melawan Jie slong Gan dan seeboe Boe Wie, ia berkata, memberi keterangan Kam siauwhiap kalah dibanding seeboen Boe Wie, syukur ia di bantu secara diam-diam oleh Cee Loocian-pwee. Meski demikian, orang she seeboen itu dapat juga meloloskan diri.." "Bagaimana dengan Jie slong Gan?" si anak muda tanya. "Jie kena dibekuk Cee Loocianpwee. Loocianpwee membilangi bahwa ia hendak pergi ke siauw Koh san untuk mengurus partainya dan Kam siauwhiap turut pada nya, Maka itu, mereka menuju ke Po-yang-selagi mau berpisahan, Cee Loocianpwee memesan kata-kata untuk disampaikan kepada siauwhiap, katanya menurut seeboen Boe Wie, kitab yang berada ditangannya Kwie lam Ciauw adalah kitab yang palsu, sedang mengenai yang tulen, Lim ciauw sudah mulai mengerti sedikit-dikit. Umum nya soal masih samar-samar. Seeboen Boe Wie itu katanya meninggalkan Kwie in chung guna mencari kitab yang asli. Akhir nya Cee Loocianpwee memesan untuk siauw hiap menyusul kegunung siauw Koh san." Tiong Hoa berdiam, ia berpikir, Kemudian ia mengawasi Song Kie. "Datangku kemari bukan untuk kitab." ia berkata, " karena ada urusan Cee Loo-cianpwse itu, sekarang juga aku meminta diri, untuk segera pergi ke siauw Koh san, guna membantu saudara Cee itu" ia lantas berbangkit. Jangan kesusu, laotee." kata Song Kie tertawa, "Song Kie masih mengharap bantuan mu untuk mencari kitab ilmu silat itu, untuk mendapat kepastian kitab masih berada disini atau tidak. Kita pun perlu menyelidiki Kwie lam Ciauw telah pergi ke mana, Bukankah sang pagi pun bakal segera tiba?" Tiong Hoa bersangsi, ia ingat budinya orang she Song ini, sudah selayaknya ia membantunya. ia bimbang, tapi akhirnya ia menanya juga: "Song Loocianpwee, ada satu hal yang aku si orang muda masih belum jelas, pantaskah atau tidak bila aku menanyakannya?" Koay-binJin Him mengurut jeng gotnya. "Laotee," dia berkata, tertawa, "kaulah muridnya Loocianpwee Thian Yoe sioe, dengan kita ada bersamaan derajat untukku, sudah suatu kehormatan maka itu, jangan kau membahasakan loocianpwee padaku. Baiklah kau memanggil kakak atau saudara saja, Kita cocok satu dengan lain, diantara kita ada soal apakah yang tak dapat dibicarakannya" Lekas bicara, tidak nanti aku menegur atau menyalahkan kau" "Kakak Song, adikmu ingin bicara tentang minat kau," kata Tiong Hoa, mengawasi "Kakak mencari cangkir kemala Coei In Pwee, sekarang kakakpun ingin sangat mendapatkan kitab silat Lay Kang Keen pouw, Kakak apakah tidak ketahui, loba atau tamak. itu tak baik akibatnya?" Ditanya begitu, Song Kie mengasi lihat roman guram, tandanya dia berduka, Lantas dia menghela napas. "Sebenarnya urusanku bukanlah urusan yang tak dapat diberitahukan lain orang." dia berkata, "sebetulnya akulah seorang jujur tetapi pelbagai peristiwa membuatnya namaku menjadi buruk. hingga aku disebut seorang kepala penjahat. Hal itu sangat melukai hatiku, Kepada siapa aku dapat membeber kesulitanku itu" Pula, siapakah yang nanti suka menahui atau memaafkannya" Laotee, tahukah kau, kakakmu ini murid siapa?" Tiong Hoa menggeleng kepala. Memang- nya ia tidak tahu. Song Kie tertawa duka. "Bukan saja orang Rimba persilatan tidak mengetahui, sekalipun semua saudara angkatku yang selalu mengikuti aku tidak tahu juga." berkata ia. ia menunjuk kepada ke lima Hantu dari Tiong-tiauw, ia berhenti sebentar, baru ia menambahkan: "sebenarnya kakakmu ini adalah murid Tong Beng sianseng pemilik terakhir dan Lay Kang Keen Pouw itu.." Tiong Hoa benar-benar heran, Mengenai ketiga benda mustika itu. ia telah mendapat tahu dari Cee Cit terutama halnya Ngo-sek Kim-bo. tetapi karena ia tidak suka terlibat karenanya, ia bersikap tawar, ia hanya tidak menyangka gurunya Koay-binJin Him itu. "Jikalau begitu, katanya ilmu silat kakak jadi didapatkan dari kitab itu?" Song Kie menggeleng kemala, ia masgul. "Isinya Lay Kang Keen Pouw adalah intisari atau pokoknya ilmu silat pelbagai partai, ia menerangkan bukan saja isi itu sulit dimengerti juga dipelajarinya tak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Maka itu meskipun kakakmu ini muridnya guruku itu, ilmu silatku berasal dari siauw Lim sie. Ketika itu aku baru berumur tiga belas tahun.." Terlihat nyata Song Kie sangat berduka dan penasaran. "Sebenarnya mendiang guruku mau mengajari aku isi Lay Kang Keen Pouw lagi tiga tahun, ia menambahkan selama tiga tahun itu mendiang guruku itu telah pergi mencari cangkir kemala Coei in Pwee.." Tiong Hoa diam mendengari. ia tahu tentang cangkir kemala itu dan bahwa Tong Beng sianseng mencarinya. "Untuk mempelajari ilmu silat," Song Kie berkata pula, "orang perlu dapat menyalurkan kedua nadinya, jim dan tok. Tanpa penyaluran itu kesempurnaan atau kemahiran nya dapat terbatas. Aku mempunyai bakat yang baik, apa yang kurang adalah yang di namakan tenaga sian-thian karena mana, perlu itu diperkuat dulu dengan tenaga liouw-thian. Tenaga itu diantaranya bisa di dapat dengan bantuannya cangkir mustika Coei in Pwee itu. Mungkin laotee pernah dengar tentang cangkir kemala tersebut. Kalau sembilan macam obat beserta arak Pek lian Tin-cioe direndam dalam cangkir itu selama seratus hari, lalu orang minum arak obat itu mudah dia meyakinkan ilmu silatnya. itulah sebabnya mendiang guruku ingin hebat dulu mendapatkan itu cangkir mustika... Tapi, setiap guruku pulang selalu ia bertangan kosong, hingga dia menjadi sangat masgul, Meski demikian itu tak pernah aku ini diberitahukan. Kemudian datanglah suatu hari yang naas, Aku tidur diguha bagian belakang. Hari itu kira jam tujuh pagi, ketika aku pergi kebagian depan, aku mendapatkan guruku sudah menutup mata, aku kaget dan heran, Aku menjadi bercuriga. Maka aku periksa tubuh guruku. Ternyata dipunggungnya ada tapak tangan yang merah. Kemudian lagi aku mendapat kenyataan, kitab silatnya itu lenyap. Teranglah bahwa guruku telah mati dibokong dan kitab nya dirampas. Biarpun sangat berduka, menyesal dan penasaran, aku lantas mengurus dulu jenazah guruku itu, selesai itu, aku bersumpah bahwa aku akan cari musuh mendiang guruku itu, guna menuntut balas, guna merebut pulang kitab ilmu silat itu. Demikianlah, selama belasan tahun, aku masuk dalam dunia Kang-ouw, aku bercampuran dengan segala macam orang, orang jahat tak terkecuali hingga aku kecipratan karenanya. sampai sebegitu jauh aku belum berhasil mencari musuh guruku serta kitabnya itu, belum juga sampai sekarang ini, hingga usiaku sudah lanjut, hingga aku bakal lekas berangkat menyusul mendiang guruku d ia lam baka. Kelihatannya ihtiarku ini bakal gagal..." Jago ini jadi sangat berduka hingga ia menangis menggerung airmatanya mengucur deras. Maka sekarang dapatlah dimengerti Keay-bin Jin Him bahwa sebenarnya bukan seorang manusia busuk. bahwa suasana di-sekitarnya yang membikin ia bertabiat luar biasa itu, hingga sepak terjangnya pun mirip dengan sepak terjang bangsa sesat. Tiong Hoa menghela napas, Begitulah nasib manusia. ia sendiri juga lagi berada dalam ujian penghidupan. Kejahatan dan kebaikan itu dekat satu dengan lain, seperti lurus dan sesat hingga tinggal orang bertindak saja keliru atau tidak "Kakak, jangan kau berduka," ia menghibur kemudian "Biar bagaimana, pasti bakal datang harinya yang rahasia yang terpendam itu akan terbuka, Adikmu ini bodoh tapi sukaku berjanji, selama aku masih hidup. nanti aku bantu kakak hingga usahamu ke-sampaian" Song Kie mengangkat kalanya, memandang kawan ini. ia terlihat heran dan girang menjadi satu. "Jikalau adikku suka membantu aku, aku tidak kuatir lagi" katanya. Ruang Hoan-hian itu terang, tetapi diluar kabut tetap tinggal, pepohonan didalam hutan seperti ketutupan. Matahari sudah keluar tetapi sinarnya belum merata. Tengah orang berdiam, seorang chungteng batang masuk sembari memberi hormat dan tertawa, dia berkata: "Di ruang Cip-eng-thia telah disajikan barang santapan untuk para tetamu, silahkan loosoe semua bersantap d is ana, Lagi satujam, Kwie Cung coe akan menantikan dibukit digunung belakang untuk melakukan pertemuan, sekalian d is ana Cung coe hendak menghadiahkan Lay Kang Keen Pouw kepada salah seorang tetamu. segala hal lainnya mengenai urusan itu aku tidak tahu." ia memberi hormat pula terus ia mengundurkan diri. Tiong Hoa menoleh kepada Cin Tiauw Hong dan bersenyum. Toa Mo mendongkol, dia kata sambil tertawa dingin: "Biar bagaimana, kita mesti lihat duduknya hal sampai nanti kita pergi kesana" Tiong Hoa menurut, maka dalam satu rombongan, mereka keluar dari kamar Hoa hian. ooo Diatas bukit kecil telah berkumpul banyak orang jumlahnya seratus lebih, Merekalah para tetamu yang dianggap sebagai akhli-akhli silat dari pelbagai golongan sesat dan lurus, Diantara mereka itu ada yang berbisik satu dengan lain. Tatkala itu kabut telah mulai bayar dan matahari mulai muncul. Ketika itu terdengar seorang berkata: " Kata nya Kwie lam Ciang sudah menantikan kita disini, kenapa dia masih belum tampak" HmJangan-jangan disini ada satu rahasianya" Thian ciat sin Keen serta Thian Hong cinjin ada beserta diantara orang banyak itu, mereka nampak tak tenang. Song Kie menyapu kepada orang banyak. ia melihat Ceng shia Jie Ay bersama Kong soen Bok Liong berdiri jauh, berkumpul sambil memasang omong, Roman mereka begitupun yang lainnya cemas, Melainkan Lie Tiong Hoa seorang yang tenang-tenang saja. seperti yang tak memikir apa juga. "Kwie lam Ciauw datang" mendadak seorang berkata keras. Semua orang lantas berpaling, Memang teriihat disana Kwie Lam Ciauw lagi berlari-lari mendaki bukit kecil itu. oleh karena dia beriari cepat, dengan cepat juga dia telah tiba diantara Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sekalian tetamunya, Dia memandang semua tetamu, lantas Pedang Asmara 9 Wiro Sableng 005 Neraka Lembah Tengkorak Pemberontakan Taipeng 3