Darah Pendekar 22
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Bagian 22 sudah banyak berkurang, agaknya sudah banyak yang roboh dan tewas sejak mereka diserbu kemudian dikejar sampai ke hutan itu. Pa-sukan kecil ini mati - matian mempertahankan diri, akan tetapi karena mereka itu sudah nampak kele-lahan sekali dan satu orang dikeroyok oleh lebih dari lima orang, maka apa yang terjadi di hutan itu bukan lagi pertempuran, melainkan pembantaian. Lima Orang yang berada di atas pohon, terma-suk A - hai yang kini sudah sadar kembali, menon-ton pertempuran itu dengan penuh keheranan. Mengapa dua pasukan yang sama - sama pasukan pemerintah itu saling gempur sendiri " "Ah, pasukan kecil itu adalah pasukan yang berada di dusun itu !" A - hai berbisik kepada Bwee Hong. "Dan lihat, komandan pasukan itu .... ah, bukankah dia itu kakak nona Eng " Dan di sana itu, mereka adalah pasukan asing yang pernah kita jumpai " Bwee Hong mengangguk. Iapun mengenal Kwa Sun Tek yang berpakaian perwira, dan melihat pula adanya pasukan orang - orang asing bukan Bangsa Han yang berada di antara KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ pasukan yang sedang melakukan pembantaian. Tahulah mereka bahwa yang dibantai itu adalah pasukan kecil anak buah pasukan induk dari Jenderal Beng Tian, yaitu pasukan yang setia kepada kerajaan, sedangkan pasukan besar itu adalah pasukan dae-rah yang bersekongkol dengan pasukan asing. Akhirnya, pasukan kecil yang bertahan itu ha-bis dibasmi dan mungkin hanya beberapa orang saja di antara mereka yang berhasil meloloskan diri di dalam kegelapan hutan. Setelah musuh- tidak ada yang bergerak melawan lagi, pasukan asing itupun berhenti dan melepaskan lelah di hutan. Kebetulan sekali para pimpinan pasukan yang me-nang itu, terdiri dari beberapa orang pembesar kepala daerah dan beberapa perwira, beristirahat dan berkumpul di bawah pohon di mana lima orang itu bersembunyi. Mereka membuat api unggun dan kini lima orang yang bersembunyi di atas po-hon itu dapat melihat wajah mereka. Terheran-heranlah lima orang itu. Jelas bahwa pasukan ini menang perang, akan tetapi kenapa wajah para pemimpinnya nampak tidak bergembira, seperti orang berduka dan gelisah, bahkan dua orang dj antara para pembesar sipil itu nampak mengha-pus air matanya " A - hai membuat gerakan, mendekatkan mulut-nya ke arah telinga Bwee Hong. Dia ingin menga-takan atau membisikkan sesuatu, akan tetapi begi-tu dia mendekatkan mulutnya dengan kepala dara itu, hidungnya mencium bau sedap khas wanita yang membuat dia merasa jantungnya berdebar keras dan diapun tidak mampu mengeluarkan kata-kata, dan mukanya menjadi merah sekali. Melihat betapa A-hai mendekatkan mulutnya dekat telinga akan tetapi tidak jadi mengeluarkan kata - kata itu, Bwee Hong terheran - heran dan berbisik," Engkau kenapakah " Apa yang akan kaukatakan ?" A - hai tergagap "Anu eh, aku heran sekali kalau tidak salah ingat, pasukan asing dan komplotannya itu tadinya berjumlah banyak sekali. Kenapa kini tinggal sekian ?" Bwee Hong mengangguk - angguk dan memandang penuh perhatian. Tiba-tiba seorang di antara dua kepala daerah yang nampak menghapus air mata itu bangkit berdiri dan wajahnya merah padam, tangan kanannya dikepal dan dipukulkan ke telapak tangan kirinya sendiri penuh geram dan penyesalan. "Sungguh kurang ajar! Tak kusangka Liu Pang dan pasukannya itu sedemikian cerdik dan kuatnya. Sebenarnya, pasukan gabungan kita itu lebih kuat dari pada mereka. Akan tetapi karena kelalaian kita, kita menjadi buruan seperti ini! Untung yang kita temui tadi hanya sebagian kecil saja pasukan pemerintah. Andaikata kita bertemu dengan pasukan besar Jenderal Beng Tian, kita akan hancur lebur. Aihhh kita telah gagal, hancurlah semua rencana dan cita - cita kita " Seorang perwira menarik napas panjang. "Kita memang bernasib malang. Bukan hanya kehilangan pasukan, bahkan semua anak isteri dan keluarga dan harta benda kitapun musnah " Apakah yang telah terjadi dengan pasukan ga-bungan yang tadinya amat kuat itu " Seperti telah kita ketahui, Liu - bengcu atau Liu Pang, berdua dengan muridnya, Ho Pek Lian, melakukan penye-lidikan terhadap pasukan gabungan antara pasu-kan pemerintah daerah dan pasukan asing yang menjadi sekutunya. Pasukan itu amat kuat, bukan hanya terdiri dari pasukan para kepala daerah dan pasukan asing, akan tetapi mereka dibantu dan di-perkuat pula oleh para iblis Ban - kwi - to dan anak buah mereka. Akan tetapi, setelah Liu-bengcu mengetahui tempat mereka berkumpul, tempat itu dikepung dan dengan cara perang gerilya, sergap dan lari, kekuatan mereka itu dapat diceraibe-raikan dan akhirnya mereka mengalami kekalahan besar terhadap penyerbuan pasukan pendekar. Mereka dapat dibuat cerai - berai dan akhirnya mere-ka dikejar - kejar sampai ke tempat itu. Selagi para pimpinan pejabat daerah yang ber-khianat itu bercakap-cakap, tibatiba terdengar derap kaki kuda dan muncullah seorang perajurit yang segera memberi laporan dengan napas tere-ngah-engah, "Pasukan Liu Pang makin dekat, tinggal dua dusun lagi dari sini. Mereka beristira-hat di sana dan menjelang fajar nanti akan berang-kat melanjutkan pengejaran mereka." "Keparat! Tiba-tiba Kwa Sun Tek bangkit berdiri dan mengepal tinju. "Biarkan mereka da- tang, kita akan hadapi mereka di sini !" Seorang perwira yang berada di antara para pimpinan itu melangkah maju dan suaranya lan- tang terdengar oleh semua rekannya, "Cu - wi (tuan sekalian), bagaimanapun juga, agaknya kita tidak mempunyai jalan keluar, dan terpaksa kita harus menghadapi mereka. Kekuatan mereka KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ jauh lebih besar dan melakukan pertempuran secara terbuka berarti menghancurkan diri sendiri bagi kita. Di depan terdapat sebuah benteng tua, di puncak bukit itu. Tempat itu sekarang dijadikan tempat tahanan dan tempat itu amatlah baik untuk dipergunakan sebagai benteng pertahanan. Mari kita kuasai tempat itu dan kita jadikan sebagai tem-pat pertahanan menghadapi pasukan - pasukan Liu Pang. Mereka tidak akan mampu mengalahkan kita dengan mudah kalau kita bertahan di sana." "Akan tetapi kalau tempat itu sukar diserbu, bagaimana mungkin kita dapat merampasnya ?" kata Kwa Sun Tek. "Aku mengenal baik para komandan di sana karena aku pernah bertugas di sana selama bebe-rapa tahun. Biarlah aku membawa pasukan dan mengatakan bahwa kita adalah pasukan pembantu dari ibu kota untuk memperkuat penjagaan di tem-pat tawanan ini. Mereka tentu akan percaya dan setelah berada di sana, kita kuasai benteng itu," kata si perwira. Semua orang menyetujui. "Mari kita laksanakan rencana itu sebelum ba-risan Liu Pang tiba di sini," kata seorang pembesar sipil yang sudah merasa ketakutan. Sementara itu, tiba-tiba A-hai dan Bwee Hong mendengar bisikan suara ketua Tai bong - pai yang agaknya dikirim dengan kekuatan khikang sehingga biarpun kakek itu berada di pohon lain, suaranya dapat terdengar oleh mereka dengan je-las tanpa terdengar oleh mereka yang berada di bawah pohon. "Kebetulan sekali bagi kita rencana mereka itu. Mari kita mencari pakaian perajurit dan menya-mar sebagai anggauta pasukan mereka. Kita me-nyusup di bagian pedati pedati perbekalan agar tidak mudah mereka ketahui. Jangan bertindak apa - apa, dan kita ikut menyelundup ke dalam benteng itu." Bwee Hong lalu memberi isyarat kepada A-hai dan keduanya lalu meloncat ke pohon lain. Mempergunakan kegelapan malam, mereka berloncatan dan setelah berada di tempat sepi, mereka dapat mencari pakaian dari perajurit - perajurit yang te-was dalam pertempuran tadi. Mereka melucuti pakaian mayat perajurit yang cocok besarnya untuk mereka, lalu menyamar sebagai perajurit. Karena malam itu gelap dan semua perajurit sedang sibuk dan tegang mendengar betapa para penyerbu su-dah semakin dekat, dengan mudah Bwee Hong dan A-hai menyusup di antara kereta-kereta perbe-kalan dan bersikap sebagai pengawal pengawal. Mereka juga dapat melihat kakek dan nenek Tai-bong-pai bersama puteri mereka. Bahkan kakek itu kini memegang kendali kuda yang menarik ke-reta perbekalan. Entah apa yang telah mereka la-kukan dengan kusirnya. Berkat akal si perwira, dengan mudah pasukan yang berjumlah seribu orang lebih itu dapat me-masuki pintu gerbang benteng dan begitu mereka berada di dalam, segera mereka menyergap dan melucuti para penjaga. Tentu saja para penjaga yang jumlahnya hanya seratus orang dan yang mengandalkan kekuatan benteng itu, tak berani melawan dan akhirnya menyerahkan benteng untuk dikuasai para pendatang baru ini. Segera pasukan itu diatur untuk melakukan penjagaan sekuatnya di benteng yang amat kokoh itu. Hati mereka agak lega karena kini mereka memperoleh tempat per-lindungan yang boleh diandalkan. Sementara itu, lima orang perajurit palsu yang ikut menyelundup masuk, kini berpencar untuk menyelidiki keadaan benteng penjara itu. Bwee Hong pergi bersama A - hai, Siok Eng bersama ibunyanya sedangkan ketua Tai - bong - pai yang lihai itu pergi menyendiri. Mereka tentukan tem-pat untuk pertemuan mereka setelah penyelidikan masing - masing, yaitu di bagian belakang benteng, tak jauh dari sumber air yang berada di sebelah belakang di balik tembok belakang. Bwee Hong dan A - hai menuju ke belakang bangunan benteng, ke bagian dapur. Karena yang bertugas di dapur adalah perajurit - perajurit lama dan mereka tidak dapat membedakan mana kawan dan lawan, apa lagi melihat betapa di antara pasu-kan baru yang mengambil alih benteng itu terdapat banyak pula orang - orang liar atau orang asing, maka kemunculan Bwee Hong dan A - hai yang menyamar sebagai perajurit - perajurit itu tidak menimbulkan kecurigaan. "Sobat baik, tolonglah beri makanan kepada kami yang kelaparan ini," kata A hai dan diam- diam Bwee Hong melihat betapa kawannya itu telah mendapatkan kembali kecerdikannya, bukan seperti A - hai yang biasanya ketololan itu. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Dua orang petugas dapur itu memandang ke-pada A - hai dan agak lama memandang wajah "perajurit" yang bertubuh kecil ramping itu. Seorang di antara mereka tersenyum dan tangannya diulur untuk menyentuh lengan Bwee Hong sam-bil berkata, "Anak masih begini kecil dan tampan sudah menjadi perajurit." A - hai memegang tangan orang itu dan pura-pura marah. "Jangan goda adikku ! Dia tidak bisa pisah dariku, maka terpaksa ikut menjadi perajurit. Dan jangan tertawakan dia, karena dia dia gagu." Gagu " Wah, sayang begini tampan gagu " "Sudahlah, kami lapar, tolong beri makanan." "Sebentar lagi, belum matang roti yang kami masak," kata seorang di antara mereka. "Duduk-lah dulu dan ceritakan jalannya pertempuran me-lawan pemberontak." A-hai lalu bercerita bahwa dia ikut pula ber-tempur melawan para pemberontak di daerah se-latan. Akan tetapi karena selalu kalah, pasukannya ditarik kembali ke kota raja dan pagi tadi menda-dak pasukannya menerima perintah untuk menduduki benteng itu dan mempertahankannya dari pemberontak Liu Pang yang menuju ke situ. Tiba - tiba terdengar suara derap kaki dan Bwee Hong bersama A - hai sudah siapsiap menghadapi segala kemungkinan. Yang muncul adalah dua orang perajurit lagi yang berjalan sempoyongan, tanda bahwa mereka sedang mabok. Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ha-ha-ha kepala jaga penjara itu selalu mempunyai arak dan kami diberi seguci arak yang amat baik. Tapi eh, mereka minta tukar dengan roti. A - khun, tolonglah beri roti kepada- ku untuk kepala jaga." "Tunggu sebentar, rotinya sedang dipanaskan," kata si tukang masak. Dua orang perajurit itu du-duk dan menghabiskan arak mereka. Ketika roti yang diminta akhirnya sudah siap, seorang di an-tara mereka sudah rebah tidur mengorok, yang se-orang mencoba untuk membangunkannya namun sia - sia karena orang itu sudah tidur seperti bang-kai. Melihat ini, A hai menghampiri. "Sobat, te-manmu itu sudah tidur pulas, mana mungkin bisa disuruh bangun " Kalau ada tugas, biarlah aku dan adikku ini membantumu, menggantikan temanmu yang tidur." Melihat wajah yang mabok itu me-mandang ragu, A - hai cepat menyambung, "Dan engkau sendiripun perlu mengaso, kalau kami ber-dua dapat menggantikan, engkau kan dapat tidur pula di sana." Mendengar bahwa ada orang mau mengganti-kannya berjaga sehingga dia dapat mengaso dan tidur, perajurit itu nampak girang. Dia mengang-guk - angguk. "Baik, sungguh membosankan memang berjaga di penjara itu. Apanya sih yang di-jaga ?" A - hai dan Bwee Hong lalu mengikuti penjaga itu sambil membawakan roti. Mereka berdua me-rasa betapa jantung mereka berdebar tegang keti-ka perajurit yang jalannya sempoyongan itu mem-bawa mereka memasuki sebuah bangunan besar yang terjaga oleh pasukan yang nampak tak acuh. Mereka bertiga terus masuk ke lorong dalam pen-jara itu, melewati kamar-kamar tahanan. Di da-lam sebuah ruangan tahanan yang besar dan agak gelap nampak tiga orang tahanan yang diborgol kaki tangannya. Tiba - tiba Bwee Hong mencubit lengan Ahai. Pemuda ini memandang dan diapun mengenal Seng Kun bersama seorang kakek dan seorang pemuda lain. Melihat betapa keadaan tiga orang tawanan itu diborgol dengan ketat dan penjagaan di situ amat kuat, A - hai memberi isyarat kepada Bwee Hong agar tidak melakukan tindakan sesuatu. Yang berada di dalam ruangan itu memang Seng Kun dan dua orang penolongnya, yaitu kakek Kam Song Ki dan muridnya, yaitu Kwee Tiong Li bekas pemberontak yang kini telah meninggalkan pasukannya dan menjadi murid kakek sakti itu. Mereka bertiga melihat adanya dua orang peraju-rit penjaga yang datang bersama perajurit mabok, akan tetapi karena penyamaran kedua orang itu amat baik dan mereka hanya melihat dari jauh, mereka tidak mengenal dua orang itu. Apa lagi karena memang mereka bertiga tidak menaruh perhatian terhadap para perajurit penjaga. Bwee Hong juga cerdik dan ia tidak memperli-hatkan sikap yang mencurigakan, pura - pura tidak perduli dan tidak mengenal tiga orang tawanan itu walaupun ingin ia cepat turun tangan menolong kakaknya. Ia harus menahan kesabarannya. Biar-pun saat itu amat berbahaya kalau ia dan A - hai mencoba untuk menolong tawanan, melihat pen-jagaan yang cukup kuat. namun setidaknya ia su-dah tahu benar di mana tempat kakaknya ditahan. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Setelah perajurit mabok itu menyerahkan roti yang dimintanya dari dapur kepada kepala jaga dan dia sendiri lalu tertidur di tempat penjagaan dengan membiarkan A - hai dan Bwee Hong meng-gantikannya, A - hai lalu mengajak Bwee Hong diam - diam meninggalkan tempat itu dan menye-linap pergi untuk menemui teman - temannya. Di tempat yang sudah ditentukan, tak lama kemudian merekapun sudah berkumpul kembali dengan Kwa Eng Ki ketua Tai - bong pai, Siok Eng dan ibu-nya. Mereka bertiga tidak berhasil mencari di mana adanya tiga orang yang ditahan itu dan tentu saja mereka girang mendengar akan hasil pe-nyelidikan A - hai. "Mereka ditahan di dalam ruangan tahanan yang menembus ke dapur," kata A - hai. "Kami sudah tahu tempatnya dan kami sudah melihat mereka di ruangan itu, diborgol kaki tangan mereka." "Akan tetapi penjagaan di situ amat kuat, agak-nya amat sukar kalau kita menyerbu dengan keke-rasan. Sebelum kita berhasil melepaskan mereka, terdapat bahaya kalau kalau para perajurit penja-ga menyerang mereka yang diborgol," sambung Bwee Hong. "Tadipun kita beruntung karena dapat pergi bersama seorang perajurit penjaga mabok. Kalau bukan perajurit penjaga penjara itu, agaknya sukar untuk dapat masuk, dan kita tidak tahu pula siapa pemegang kunci - kunci pintu besi dan kunci-kunci borgol besi itu. Padahal, memasuki ruangan itu sa-ja harus melalui lima pintu besi yang hanya dapat dibuka dengan kunci," A - hai menerangkan lebih lanjut. Ketua Tai - bong - pai mengangguk - angguk. "Kita harus pergi ke sana dan membebaskan mere-ka sekarang juga." 'Tapi tapi itu membahayakan kakakku " Bwee Hong membantah. "Nona, harap jangan khawatir. Percayalah ke pada suamiku. Dia tidak akan bertindak sembrono dan dia pasti akan berusaha sampai berhasil." Is-teri ketua Tai - bong - pai menghibur Bwee Hong ketika melihat suaminya mengerutkan alisnya, tan-da tidak senang hatinya karena dibantah. Memang sudah menjadi watak ketua Tai - bong - pai ini yang akan merasa terhina kalau sampai tidak di percaya orang, apa lagi kalau sampai dibantah ke-hendaknya dia akan marah sekali. Andaikata bu-kan Bwee Hong yang membantahnya, yaitu nona keluarga penolong puterinya, tentu dia akan mem-beri hajaran! Mendengar kata-kata nyonya itu, hati Bwee Hong menjadi lega. Bagaimanapun juga, ia sudah mengenal Siok Eng dan tahu betapa lihainya te-mannya itu, dan kini, ayah temannya itu yang akan turun tangan membantunya membebaskan kakak-nya, tentu saja ia percaya akan kesaktian kakek ketua Tai - bong - pai itu. Dipimpin oleh kakek Kwa Eng Ki, mereka de-ngan hati - hati lalu bergerak menuju ke bangunan depan, bersikap sebagai serombongan perajurit yang sedang meronda. Tiba - tiba mereka melihat adanya kesibukan. Beberapa orang perwira nam-pak bergegas memasaki sebuah ruangan. Kwa Eng Ki memberi isyarat dan mereka cepat menyelinap dan melakukan pengintaian ke dalam ruangan itu karena mereka dapat menduga bahwa tentu telah terjadi sesuatu yang penting. Dan ternyata di da-lam mangan itu berkumpul para pimpinan pasukan yang menguasai benteng itu. Para gubernur pelarian beserta para perwiranya sudah berkum-pul. Mereka mendengarkan pelaporan seorang perwira yang bertugas menyelidiki keadaan di luar dan wajah mereka berobah tegang ketika mende-ngar bahwa barisan pemberontak yang dipimpin oleh Liu Pang telah menuju ke benteng itu. "Ah, barisan orang she Liu itu benar - benar datang !" kata seorang gubernur. "Mereka agaknya tidak berhenti malam ini dan terus melakukan pe-ngejaran, langsung menuju ke sini. Kalau begitu, malam ini juga tentu mereka akan sampai di sini. Kita harus cepat mengatur penjagaan yang kuat. Untung bahwa benteng ini merupakan tempat ber-tahan yang amat baik." Kwa Eng Ki memberi isyarat kepada teman-temannya dan mereka menyelinap pergi menjauhi ruangan itu. Di tempat sunyi mereka berkumpul dan membuat rencana. "Wah, kita akan terlibat dalam pertempuran lagi malam ini. Dan mereka ini pasti akan mempertahankan diri mati - matian di benteng ini se-dangkan pasukan - pasukan Liu - bengcu juga tentu akan mengerahkan kekuatan untuk menghancurkan musuh." "Locianpwe, apa yang akan kita lakukan seka-rang ?" tanya Bwee Hong, hatinya tidak sabar dan penuh ketegangan. Ia mengkhawatirkan terjadinya perobahan kalau sampai pasukan Liu - KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ bengcu menyerbu. Kalau terjadi pertempuran yang kacau-balau, tentu keselamatan kakaknya terancam. Ka-kaknya harus dapat dibebaskannya sebelum terjadi pertempuran, pikirnya. "Kalian berempat tetaplah menanti di sini. Aku akan menyiapkan rencanaku. Nanti tepat tengah malam kalian harus menyerbu dan membersihkan sudut pojok tembok belakang bagian barat itu dari para penjaga. Aku telah menyelidiki bagian itu. Hanya ada belasan orang penjaga saja, tempatnya sunyi dan di belakang tembok itu tebingnya biar-pun curam akan tetapi terdapat banyak tonjolan-nya sehingga kita akan dapat menuruninya. Di bawah tebing terdapat sebuah sungai yang dang-kal sehingga mudah bagi kita untuk menyeberang-inya dan menghilangkan jejak.?"Akan tetapi apa yang akan locianpwe lakukan " Agar kami dapat mengetahuinya sehing-ga hati kami menjadi tenang," kata A - hai. Ketua Tai - bong - pai itu tersenyum dan wajah-nya yang pucat seperti mayat itu nampak semakin menyeramkan. "Tentang cara - caraku untuk me-nyelamatkan kawan - kawan kita, kalian tidak perlu turut campur. Aku yakin pasti usahaku akan ber-hasil. Mungkin bagi orang - orang golongan bersih seperti kalian, cara - caraku itu akan kelihatan agak mengerikan. Bagaimanapun juga, aku merasa yakin akan dapat membebaskan tiga orang tawanan itu." Beberapa orang perajurit muncul di tempat itu dan mereka berlima menghentikan percakapan mereka. Seorang di antara perajurit - perajurit itu, yang agaknya memiliki pangkat, melihat lima orang "perajurit" bergerombol itu, menegur, "Hei, apa yang kalian lakukan di sini " Kita semua sedang sibuk melakukan persiapan untuk menghadapi pe-nyerbuan musuh, kalian malah enak-enakan di sini. Hayo, kembali ke induk pasukan kalian dan mempersiapkan diri!" A - hai mendahului kawan - kawannya, meng-ambil sikap tegak dan menjawab, "Siapp !!" Lalu mereka berlima pergi meninggalkan tempat itu. Setelah memberi isyarat dengan tangannya, ketua Tai - bong - pai lalu menggerakkan tubuhnya dan lenyap di tempat gelap. "Di mana kita harus menanti ayah " Kalau kita ikut berkumpul dan berbaris, ada bahayanya pe-nyamaran kita akan ketahuan," kata Siok Eng. "Kita ke dapur saja ! Aku telah mereka kenal dan kita dapat membohong, mengatakan bahwa kita diberi tugas memperkuat penjagaan di dapur," kata A - hai dan mereka semua tidak mempunyai pilihan lain yang lebih baik, maka pergilah mereka ke dapur. * * * Menjelang tengah malam yang menyeramkan dan menegangkan. Para perajurit yang berjaga di benteng itu merasa betapa waktu merayap amat lambatnya, semakin lama semakin menegangkan hati. Sedikit suara saja sudah membuat mereka terperanjat dan jantung mereka berdebar-debar penuh rasa gelisah. Mereka secara bergilir mela-kukan penjagaan di atas tembok benteng, di seki-tar pintu gerbang dan bagian-bagian yang seki-ranya akan menjadi sasaran penyerbuan musuh. Tiba-tiba, seorang perajurit yang berjaga di menara membunyikan terompet. Itulah tanda ba-haya, tanda bahwa pihak musuh sudah nampak! Seperti berebutan, para komandan pasukan berla-ri-larian ke atas tembok benteng untuk menyak-sikan sendiri dan mereka semua menahan napas ketika melihat cahaya terang dari kejauhan yang semakin lama semakin terang, seolah - olah mata-hari terbit di fajar menyingsing. Padahal, saat itu masih menjelang tengah malam ! Dan tak lama ke-mudian, terdengarlah derap kaki yang membuat benteng itu seperti tergetar dan nampaklah barisan obor yang memenuhi lembah dan kaki bukit yang luas itu. Tentu saja semua perajurit yang berjaga di benteng merasa ngeri. Kekuatan pihak musuh itu tentu puluhan kali lebih besar dari pada keku-atan mereka sendiri. Kini ribuan obor yang berada di lereng itu per-lahan - lahan terpencar dan tersebar mengepung benteng Itu. Bukan main banyaknya, kemudian terdengar bunyi terompet yang memecah kehe-ningan angkasa malam. Begitu terompet terdengar, semua obor yang bergerak naik ke atas bukit itu padam ! Keadaan menjadi gelap pekat dan tidak terdengar suara sedikitpun. Derap kaki musuhpun lenyap seolah - olah mereka itu barisan setan yang pandai menghilang. Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tentu saja keadaan ini membuat semua peraju-rit yang berjaga di atas tembok benteng menjadi tegang hatinya dan ketakutan. Mereka menjadi kebingungan, tidak tahu apa yang harus dilakukan karena pimpinan merekapun tidak memberi isya-rat apa - apa, agaknya sama KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ bingungnya dengan mereka menghadapi siasat musuh yang luar biasa ini. Bagaimana kalau musuh itu tahu-tahu mun-cul di depan hidung mereka " Malam demikian gelapnya! Untuk memasang penerangan di atas tembok benteng, sama saja dengan membuat mere-ka menjadi sasaran anak panah pihak musuh. Sung-guh celaka, belum apa - apa, sebelum bertempur, nyali para perajurit di benteng itu sudah hilang se-paruh. Segerombolan perajurit yang berjaga di be-lakang pintu gerbang, berkelompok dan biarpun hawa malam itu tidak begitu dingin, mereka itu sering kali menggigil seperti orang kedinginan. "Kawan-kawan," kata seorang di antara mereka setelah mereka turun lagi dari atas benteng untuk melihat keadaan di luar tembok benteng, mereka itu seperti setan saja! Mereka menggunakan akal busuk, membikin kita tegang dan ketakutan terlebih dahulu dengan cara memadamkan obor - obor itu. Kita menjadi seperti menanti musuh yang seperti iblis bangkit dari kuburan, menanti munculnya mereka yang siap untuk mencekik leher kita, entah dari arah mana , huh, sungguh gila....!" "Ahhh jangan bicara tentang iblis dan setan , aku juga takut. Siapa tahu tiba-tiba mereka muncul di sini dan hiiiihhh...... sssettt ...... sseeetann !" Dan orang itupun jatuh terduduk dengan celana basah, mukanya pu-cat dan matanya terbelalak, telunjuknya menuding ke arah depan, yaitu di arah belakang teman-te-mannya. Semua orang membalikkan tubuh dan merekapun terbelalak, ada yang menahan jerit, bahkan ada yang langsung roboh pingsan. Apakah yang mereka lihat" Sungguh pengli-hatan yang mendirikan bulu roma dan amat me-nakutkan, apa lagi terjadi di malam sunyi yang menegangkan itu, di mana mereka semua berada dalam keadaan dicekam ketakutan. Siapa yang ti-dak akan merasa takut kalau di malam gelap itu mereka melihat seorang perajurit berdiri, hanya tiga meter jauhnya, dengan dadanya masih ditem-busi tombak " Jelaslah bahwa orang itu tidak mungkin dapat berdiri, bahkan bergerakpun tak mungkin, karena orang yang dadanya tertembus tombak seperti itu tentu sudah mati. Pakaiannya berlepotan darah kering, dan mukanya putih pucat, mulutnya ternganga dan matanya mendelik, juga bau bangkai busuk menyerang hidung mereka. Yang membuat mereka semua amat ketakutan adalah ketika mereka mengenal perajurit ini seba-gai seorang teman mereka yang tewas dalam per-tempuran di lereng bukit melawan sisa pasukan Jenderal Lai itu. Dan kini mayat hidup itu melang-kahkan kaki, menghampiri mereka dengan gerak-an meloncat - loncat kaku ! Ternyata bukan di tempat itu saja muncul ma-yat hidup. Juga di atas tembok benteng, bermun-culan mayat - mayat hidup, mayat para perajurit yang tewas di dalam pertempuran, baik perajurit dari pasukan Jenderal Lai maupun perajurit te-man - teman mereka yang berjaga di benteng itu. Mayat - mayat hidup berkeliaran, gentayangan de-ngan bau busuk dan tubuh masih berlepotan da-rah kering, Gegerlah tempat penjagaan. Siapa ti-dak akan merasa ngeri melihat mayat - mayat itu berjalan, ada yang lengannya buntung, bahkan ada yang tanpa kepala. Para perajurit penjaga yang panik ketakutan itu ada yang berlaku nekat, menyerang mayat- ma-yat hidup itu dengan golok dan pedang, juga me-nusuk dengan tombak. Akan tetapi, mayat- mayat itu tidak mengenal sakit. Biarpun tubuh mereka ditembusi senjata tajam dan leher mereka putus ditebas golok, tetap saja mereka itu tertatih - tatih berjalan, ada yang meloncat - loncat dan bau busuk amat memuakkan perut. Banyak sekali mayat-mayat itu, seperti tiada habisnya bermunculan dari luar tembok benteng. Tadinya para komandan jaga mengira bahwa ini tentu siasat musuh yang melakukan penyamaran, akan tetapi betapa ngeri rasa hati mereka ketika mereka merobohkan dan menangkap sebuah mayat hidup dan memeriksa, ternyata yang diperiksanya itu benar - benar mayat yang sudah hampir busuk ! Benar - benar mayat hidup yang gentayangan dan berkeliaran menyerbu benteng itu! Bukan hanya puluhan, bahkan ratusan banyaknya. Mayat-mayat itu terus bergerak dengan kaku menuju ke penjara ! Dapat dibayangkan betapa panik dan takutnya para perajurit yang berjaga di penjara. Keadaan menjadi kacau - balau. Memang sebelumnya mereka sudah ketakutan mendengar bahwa benteng diserbu oleh ratusan mayat hidup dan kini tahu-tahu mayat - mayat itu bermunculan di tempat ja-ga mereka. Tanpa banyak cakap lagi merekapun melarikan diri ketakutan, ada yang terkencing-ken-cing. Sebentar saja, penjara itupun kosong diting-galkan para penjaga. Betapapun KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ gagahnya, para penjaga yang hanya manusia - manusia biasa itu tentu saja tidak mempunyai nyali yang cukup be-sar untuk melawan pasukan mayat hidup ! Mayat - mayat itu menyusup ke mana - mana. Bahkan dapurpun mereka masuki A hai, Bwee Hong, Siok Eng dan ibunya yang ikut berjaga di dapur, melihat kawan - kawan mereka lari ketakut-an dan merekapun bangkit dan keluar dari dalam dapur untuk menyaksikan apakah benar ada ma-yat - mayat mengamuk seperti yang diteriakkan orang-orang itu. Dan baru saja mereka keluat pintu dapur, mereka berhadapan dengan beberapa sosok mayat hidup yang berjalan dengan gerakan kaku dan ada yang berloncatan. "Heiii itu be benar mayat-mayat hidup ......!" A-hai berseru, matanya terbelalak karena selama hidupnya belum pernah dia me-nyaksikan keanehan seperti itu. "Hiiihhhh , mengerikan !" Bwee Hong memandang pucat dan ketakutan. Akan tetapi, Sok Eng dan ibunya nampak tenang- tenang saja, bahkan mereka berdua lalu meloncat ke depan menghadapi lima sosok mayat hidup itu dan mereka lalu merangkapkan kedua tangan di depan dada seperti orang - orang mem-beri hormat, mulut mereka berkemak- kemik dan mayat - mayat itupun lalu membalikkan tubuh dengan kaku, kemudian melangkah pergi mening-galkan tempat itu ! Tentu saja A - hai dan Bwee Hong memandang dengan mata terbelalak heran. "Jangan takut," kata isteri ketua Tai-bong-pai. "Semua itu adalah perbuatan suamiku. Dia menggunakan ilmunya untuk membangkitkan mayat-mayat perajurit yang tewas dalam pertempuran, mengerahkan mayat - mayat itu untuk mengacau musuh dan kesempatan ini harus kita pergunakan untuk membebaskan tawanan, sebelum pengaruh Ilmu 'Memanggil Roh' itu habis." Mendengar ini, Bwee Hong dan A - hai merasa girang sekali dan mereka berempat lalu cepat-ce-pat memasuki penjara. Akan tetapi, baru saia mereka tiba di pintu penjara, mereka bertemu dengan Seng Kun, kakek Kam Song Ki dan Kwee Tiong Li. Belenggu mereka telah lepas dan di kanan kiri mereka berjalan belasan sosok mayat hidup yang membebaskan mereka. Tiga orang itu adalah orang - orang yang berilmu tinggi, akan tetapi merekapun kagum dan juga merasa ngeri menyaksikan sepak terjang para mayat hidup itu. Akan tetapi, melihat munculnya Bwee Hong, Seng Kun terbe-lalak dan wajahnya memperlihatkan rasa girang dan haru, hampir tidak peroaya dia bahwa dia akan dapat bertemu dengan adiknya di tempat berbahaya dan mengerikan itu. "Hong - moi !" "Koko !" Keduanya berangkulan dan Bwee Hong yang masih memakai pakaian perajurit kedodoran itu menangis di dada kakaknya. A-hai memandang dengan hati terharu. Sementara itu, kakek Kam Song Ki yang sakti itu bengong memandang ke arah mayat - mayat yang berkeliaran di situ. "Ya Tuhan ! Hanya orang - orang dari Tai-bong-pai sajalah yang akan mampu bermain - ma- in dengan mayat - mayat seperti ini! Demikian banyaknya mayat yang berkeliaran. Aku berani bertaruh bahwa yang bermain - main ini tentulah tokoh Tai-bong-pai yang berkedudukan tinggi!" Mendengar ucapan itu, ibu Siok Eng menjura kepada kakek itu dan berkata, "Maafkan, locian-pwe. Suamikulah yang membuat onar di sini ka-rena kami ingin membebaskan locianpwe bertiga dari penjara ini." Kam Song Ki cepat membalas penghormatan nyonya itu dan hidungnya kembang kempis. Dia dapat mencium bau harum dupa dari tubuh nyo-nya yang berwajah pucat ini, maka diapun terta-wa gembira. "Ha-ha-ha, di tempat seperti ini dapat bertemu dengan isteri ketua Tai - bong - pai, sungguh menggembirakan sekali ! Bukankah toa-nio ini nyonya Kwa Eng Ki ketua Tai-bong- pai dan dia yang mempunyai ulah begini ?" "Benar, locianpwe," jawab nenek itu. "Dan menurut penuturan puteri kami, locianpwe adalah Kam Song Ki, murid bungsu dari mendiang locianpwe Bu-eng Sin-yok-ong." Kembali kakek itu tertawa. "Ha-ha-ha, hanya nama kosong belaka, mana mampu menandingi ilmu mujijat dari perguruanmu ini ?" "Sementara itu Siok Eng berkata, "Sebaiknya kita menyelamatkan diri dulu melalui tebing sebelah barat seperti telah dipesan oleh ayah." KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Semua orang lalu berangkat menuju ke tembok benteng sebelah barat dan dengan kepandaian tinggi yang mereka miliki, tidak sukar bagi mereka untuk menuruni tebing curam itu hanya dengan bantuan obor yang mereka pegang. Akhirnya de-ngan selamat mereka tiba di dasar tebing di mana terdapat sebuah sungai dangkal dan merekapun menyeberangi sungai dan tiba di tepi sebelah se-berang dengan selamat. "Mari kita mencari suamiku. Dia tentu berada di bekas pertempuran itu, di mana dia mengerah-kan mayat - mayat untuik menyerbu benteng," ka-ta nyonya Kwa dan dengan petunjuknya, mereka semua lalu menuju ke tempat dari mana mayat-mayat hidup itu berasal. Dan benar saja, di tem-pat itu, di sebuah lereng yang amat sunyi, seorang kakek sedang duduk bersila menghadapi sebong-kok besar dupa wangi yang mengepulkan asap te-bal ke udara. Kakek ini agaknya sedang mengerahkan tenaga batinnya, duduk bersila dalam sa-madhi. Seorang pria tinggi tegap nampak berdiri di belakangnya, seperti sedang menjaganya. Dan memang orang itu sedang menjaga keselamatan ka-kek yang raganya seperti sedang kosong ini, dan orang itu bukan lain adalah Liu Pang atau Liu-bengcu, pemimpin besar barisan yang sedang bergerak menuju ke kota raja itu dan yang kini sedang mengepung dan hendak menyerbu benteng! "Suamiku, bangunlah, usahamu telah berha-sil," kata nenek itu dengan girang. Kwa Eng Ki menarik napas panjang beberapa kali, dari mulut-nya keluar suara bisikan membaca manteram dan membuka matanya, lalu bangkit berdiri. Kiranya ketika ketua Tai - bong - pai ini pergi ke tempat mayat-mayat bergelimpangan untuk memulai usa-hanya membangkitkan mayat mayat itu untuk mengatur siasatnya mengacau benteng, dia bertemu dengan Liu Pang dan anak buahnya. Mendengar rencana kakek itu, Liu Pang lalu memerintahkan anak buahnya untuk membiarkan mayat - mayat itu memasuki benteng, sedangkan dia sendiri men-jaga tubuh kakek Kwa kalau - kalau ada yang akan mengganggunya selagi dia menjalankan ilmunya memanggil roh dan menghidupkan orang - orang mati. Bwee Hong, A - hai dan Siok Eng memberi hormat kepada pemimpin pemberontak itu, dan Seng Kun bersama dua orang kawannya yang baru saja dibebaskan dari penjara itupun memberi Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo hor-mat, lalu menghaturkan terima kasih kepada Kwa Eng Ki. "Ha - ha - ha, tepat dugaanku bahwa tentu to-koh besar Tai - bong - pai yang bermain - main dengan mayat - mayat itu. Kiranya malah ketuanya yang maju sendiri menolong kami. Ha - ha, terima kasih, pai - cu !" Beberapa lamanya Kwa Eng Ki menatap wajah kakek sederhana itu lalu menarik napas panjang. "Kalau ada orang - orang mampu menawan seorang murid mendiang Bu - eng Sin - yok - ong, dapat dibayangkan betapa lihainya orang-orang itu!" Kakek Kam menarik napas panjang. "Tidak aneh kalau yang menjadi lawan itu iblis macam Raja Kelelawar dan anak buahnya yang terdiri da-ri datuk - datuk kaum sesat yang amat lihai." "Ayah, inilah dia tuan penolongku yang berna-ma Chu Seng Kun atau Bu Seng Kun, berdua de-ngan enci Bwee Hong dan mendiang suami isteri Bu Kek Siang telah menyelamatkan selembar nya-waku yang tidak berharga, bahkan dengan pengor-banan nyawa suami isteri Bu Kek Siang." Kakek yang berwajah mayat itu memandang kepada Seng Kun dengan sepasang mata tajam penuh selidik, kemudian diapun tidak segan-segan untuk menjatuhkan diri berlutut dan memberi hormat kepada Seng Kun! Tentu saia Seng Kun menjadi kaget dan cepat -cepat diapun membalas dengan menjatuhkan diri berlutut pula. Tiba - tiba terdengar bunyi terompet yang diti-up oleh Liu Pang. Kiranya pemimpin besar ini sudah berdiri di tempat tinggi sambil meniup te-rompetnya yang menjadi tanda bagi barisannya untuk memulai dengan penyerbuan mereka! Dan terjadilah geger di benteng musuh. Sebelumnya memang pasukan yang berada di dalam benteng sudah kacau-balau ketakutan oleh sepak terjang para mayat hidup. Baru saja mereka dikejutkan dan dibikin ngeri lagi ketika mayat-mayat hidup itu secara tiba-tiba saja, seperti kemunculan mereka tadi, berjatuhan dan mati kembali, seolah-olah tenaga penggerak mereka dicabut serentak dan mereka itu terpelanting semua tanpa nyawa lagi. Bukan hanya para perajurit yang menjadi panik. Bahkan para pimpinannya termasuk Kwa Sun Tek yang amat diandalkan oleh para pembesar itu menjadi ketakutan. Tentu saja pemuda ini menge-nal ilmu yang menggerakkan mayat - mayat itu dan tahulah dia bahwa ayah dan ibunya juga da-tang ke benteng itu dan menjadi musuh! Tahulah dia bahwa dia tidak mempunyai harapan lagi un-tuk melaksanakan cita - citanya memperoleh kedu-dukan tinggi karena pihak yang KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ dibelanya itu agaknya telah mendekati jurang kehancuran dan kegagalan. Maka diapun diam - diam berusaha meloloskan diri bersama anak buahnya. Pada saat mereka diliputi kekhawatiran, tiba-tiba saja, dalam keadaan gelap gulita itu, pintu gerbang benteng didobrak dari depan. Terjadilah pertempuran hiruk-pikuk dan kacau-balau. Pa- sukan Liu Pang yang menyerbu mengenakan tanda ikat pinggang putih di pinggang mereka sehingga mereka dapat bergerak dengan leluasa, dapat membedakan mana kawan mana lawan. Sebalik-nya, pasukan yang mempertahankan benteng yang sudah dicekam ketakutan dan dalam keadaan gu-gup tidak dapat membedakan lawan dan kawan, dihantam dan didesak, sebentar saja banyak ang-gauta pasukan mereka yang roboh dan benteng itupun jatuh. Semua perajurit pasukan asing di-hancurkan dan terbunuh, karena semua perajurit Liu Pang menerima pesan khusus bahwa mereka harus membunuh semua perajurit asing dan boleh mengampuni dan menerima kalau ada perajurit para gubernur yang menakluk dan menyerahkan diri. Belum sampai pagi, pertempuran berhenti dan benteng itupun jatuh ke tangan pasukan pemberontak. (Bersambung jilid ke XXIX.) xx - ? DARAH PENDEKAR " - xx Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo Jilid XXIX * * * BEBERAPA orang gubernur yang ketakutan membunuh diri, ada pula yang ikut melawan dan tewas. Akan tetapi ada pula yang menakluk dan mereka ini bersama keluarga mereka diterima oleh para pimpinan pemberontak. Juga para pe-rajurit yang menakluk diterima untuk dibentuk menjadi pasukan khusus yang masih berada di bawah pengawasan. Semua perajurit kini bertugas membersihkan benteng itu, menyingkirkan mayat-mayat dan merawat mereka yang terluka. Para tawanan yang tadinya ditahan di penjara itu dibe-baskan. Pada keesokan harinya, semua mayat di-kuburkan dengan rapi dan sederhana, dan pada malam harinya, Liu Pang mengadakan pesta seder-hana, sekedar untuk menghibur hati para anggauta pasukan, merayakan kemenangan itu. Pada waktu itu, Liu Pang dan barisannya telah menguasai hampir seluruh bagian negara. Bengcu atau pemimpin pemberontak itu kini tidak diang-gap sebagai bengcu lagi, melainkan sebagai seorang raja baru ! Hal ini tidak mengherankan. Perjuangannya berhasil dengan baiknya. Banyak kota jatuh ke tangannya dan pasukannya menjadi semakin besar dan kedudukannya menjadi semakin kuat. Kini, kota raja sudah berada di depan mata. Liu Pang ingin membiarkan pasukannya memperoleh istirahat secukupnya untuk menyusun kekuatan se-baik baiknya agar pasukan dalam keadaan segar ketika ia menggerakkannya untuk tujuan terakhir, yaitu menghantam kota raja, mendudukinya dan merampas singgasana kaisar. Sambil makan minum berpesta sekedarnya untuk merayakan kemenangan, Liu Pang duduk di atas kursi kepemimpinan, dikelilingi para perwira dan pembantunya yang kini telah mulai mengena-kan pakaian seragam sesuai dengan pangkat yang diberikan oleh pemimpin itu kepada mereka. Di antara para perwira ini terdapat pula Yap Kim yang tampan dan gagah. Sambil bercakap-cakap membicarakan semua pengalaman pertempuran mereka, semua orang nampak bergembira. A - hai dan teman-temannya juga ikut berpesta, berkumpul dengan perwira perwira muda. Kare-na A-hai, Seng Kun, Bwee Hong, Tiong Li, kakek Kam Song Ki dan suami isteri Kwa merupakan ta-mu-tamu kehormatan, mereka mendapatkan sebu-ah meja kehormatan yang ditempatkan tak jauh dari tempat duduk Liu Pang dan para perwiranya. Sejak tadi, A-hai celingukan memandang ke kanan kiri dan akhirnya dia berbisik kepada Bwee Hong yang duduk di sebelah kirinya. "Sejak pagi tadi aku mencari - cari nona Ho Pek Lian, akan tetapi ia tidak kelihatan. Mengapa ia tidak menemui kita dan ke manakah perginya " Bukankah ia merupakan seorang tokoh penting dalam barisan ini, bahkan menjadi murid paling dipercaya dari Liu - bengcu ?" "Ah, engkau benar! Aku sampai lupa saking gembiraku melihat Kun - koko dalam keadaan se-lamat." "Biar kutanyakan kepada Liu - bengcu " KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ kata A-hai, akan tetapi seorang perwira muda yang duduk tidak berjauhan dengan mereka dan mende-ngar percakapan itu segera menoleh. Perwira muda ini dahulunya adalah seorang pendekar ternama di daerah pantai timur. Ketika dia menoleh dan melihat wajah Bwee Hong, dia seperti silau oleh kecantikan nona itu. Dengan sikap hormat diapun lalu berkata, ditujukan kepada A - hai karena dia kurang patut kalau bicara kepada seorang gadis yang belum dikenalnya. "Agaknya ji - wa (anda berdua) adalah sahabat baik dari Ho - siocia. Memang saat ini ia tidak berada di dalam-barisan ini. Ia mendapat tugas dari Liu - bengcu untuk melakukan penyelidikan ke kota raja, ditemani oleh Yap-taihiap. Kita ha-rus mengetahui dengan baik keadaan di kota raja sebelum melakukan penyerbuan, dan karena itulah benteng ini kita kuasai secepatnya agar kita dapat beristirahat dan mengumpulkan kekuatan. Kalau tidak ada halangan, menurut perhitungan, hari ini juga Ho - siocia akan kembali dari kota raja." "Terima kasih, ciangkun," kata A - hai girang. "Memang kami bersahabat baik dengan nona Ho. Kota raja sudah dekat, hanya tiga empat jam per-jalanan dari sini. Tentu ia akan kembali nanti. Kami akan menanti sampai ia pulang." Bwee Hong menarik napas panjang, hatinya terasa sedih. Bagaimanapun juga, sedikit banyak ada hubungan darah antara ia dan keluarga kaisar. "Aahh, agaknya kota raja sudah benar - benar akan runtuh !" Perwira muda itu menggeleng kepala. Dia tidak perlu merahasiakan kepada tamu tamu pemimpin-nya ini, karena diapun sudah mendengar bahwa mereka adalah orang orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, bahkan kakek dan nenek yang bermuka seperti mayat itu sudah berjasa besar da-lam penyerbuan ke benteng malam tadi. "Saya kira tidaklah begitu mudah, nona. Selain di kota raja masih ada Beng - tai - ciangkun yang pandai, juga kami masih mempunyai musuh besar, yaitu barisan yang dipimpin oleh pemberontak Chu Siang Yu yang kabarnya juga sudah menguasai hampir selu-ruh daerah utara dan barat." A - hai dan teman - temannya tidak melanjutkan percakapan mengenai perang karena sesungguhnya mereka tidak ingin terlibat. Kalau sampai selama ini mereka kadang - kadang terlibat adalah karena kebetulan saja dan bukan karena mereka memang ingin membantu suatu pihak tertentu. Seng Kun dan Bwee Hong memang pernah dekat dengan kaisar yang telah meninggal dunia, akan tetapi pen-dekatan itupun hanya karena mereka bertemu dengan ayah kandung mereka yang menjadi orang penting di istana saja, dan Seng Kun juga tidak ter-jun ke dalam pertempuran, melainkan hanya bertu-gas menyelidiki hilangnya mendiang Menteri Ho Ki Liong, ayah Pek Lian. Di dalam hatinya, pendekar inipun tidak suka akan peperangan, apa lagi perang antara bangsa sendiri yang merupakan perang sau-dara yang amat kejam. Tak lama kemudian terdengar orang - orang bersorak di luar benteng. Seorang pengawal me-laporkan kepada Liu Pang dengan suara nyaring dan gembira bahwa rombongan Ho - siocia telah tiba kembali. Nampaklah Ho Pek Lian menung-gang kuda, diiringkan oleh seorang pemuda yang berpakaian putih - putih dan nampak gagah perka-sa penuh wibawa. Pemuda ini bukan lain adalah Yap Kiong Lee yang amat dihormati oleh para pe-rajurit karena pemuda ini memiliki ilmu kepandai-an yang amat hebat dan walaupun Kiong Lee juga tidak mau terlibat secara resmi dalam barisan itu, namun dia terpaksa membantu karena sutenya menjadi orang penting di situ. Di belakang kedua orang ini nampak perajurit - perajurit yang me-nyambut dan mengelu - elukan mereka dengan gembira. Kedua orang muda itu memang amat po-puler di kalangan mereka dan mereka amat me-nyayangi mereka berdua yang sudah banyak ber-jasa namun selalu bersikap ramah dan rendah hati. Dapat dibayangkan betapa gembiranya hati Pek Lian bertemu dengan kawan kawannya di tempat itu. Pertemuan yang tak disangka - sangka-nya. Apa lagi mendengar bahwa Seng Kun telah dapat ditemukan dalam keadaan selamat. Ia me-rangkul dan mencium pipi Bwee Hong dan Siok Eng, memberi hormat kepada suami isteri Tai-bong - pai, bergembira menyambut penghormatan Seng Kun dan Tiong Li yang sudah dikenalnya sejak dahulu, dan disambutnya uluran tangan A-hai dengan hangat. Bagaimanapun juga, pemuda ini masih meninggalkan guratan istimewa di dalam hati pendekar wanita muda ini. Kemudian, sete-lah meluapkan kegembiraannya di depan teman-teman lamanya, Pek Lian lalu melapor kepada pe-mimpin dan gurunya, dengan suara nyaring men-ceritakan hasil penyelidikannya sehingga dapat didengar oleh semua anggauta pimpinan pasukan yang berkumpul di situ. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Saya dan Yap - taihiap sudah berhasil menye-lundup ke kota raja. Wah, kami menemui keadaan yang kacau - balau di dalam kota raja. Penduduk kota sudah banyak yang lari mengungsi ke luar kota, akan tetapi mereka itu tidak dapat memba-wa secuilpim harta Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kekayaan mereka karena diha-langi oleh para penjaga. Bagaimana kota raja tidak akan menjadi kacau-balau" Penjahat-penjahat besar, pencoleng, perampok dan maling - maling berkumpul di sana. Datuk - datuk seperti San-hek-houw, Sin - go Mo Kai Ci, Pek - pi Siauw - kwi Si Maling Cantik, Jai - hwa Toat - beng - kwi Si Pen-jahat Cabul, dan orang - orang sebangsa itu yang jahat dan kejam, yang menjadi anak buah Raja Kelelawar, semua berkumpul di sana dan mereka malah diberi kedudukan ! Orang - orang macam itu diberi kedudukan dan kekuasaan ! Bagaimana ti-dak akan kacau " Seolah - olah harimau ganas di-beri tambahan sayap saja. Dan yang paling gila lagi, kini kaisar baru mengangkat Raja Kelelawar menjadi Panglima Besar Kerajaan, menggantikan kedudukan Beng - goanswe !" Semua orang terkejut, dan Liu Pang mengerutkan alisnya. "Ah , dia malah diangkat menjadi panglima besar " Lalu di mana adanya Jenderal Beng Tian ?" "Sisa pasukan kerajaan di bawah pimpinan Jen-deral Beng Tian telah dipukul mundur dan porak peranda oleh pasukan Chu Siang Yu kemarin dulu. Jenderal Beng pulang ke kota untuk melapor ke istana. Akan tetapi dia malah ditangkap dan di-anggap bersalah karena kekalahan itu, dan ka-barnya besok dia akan dihukum mati!" "Kaisar gila !!" Liu Pang bangkit berdiri dan mengepal tinju. Pemimpin ini mengenal betul orang macam apa adanya Jenderal Beng Tian. Se-orang panglima besar, seorang perajurit sejati yang amat setia dan pandai. Kekalahan yang diderita-nya itu bukan kesalahannya, melainkan karena ke-lemahannya kerajaan. Jenderal itu sudah berusaha mati - matian untuk menghalau semua musuh ne-gara. Akan tetapi dia bekerja sendiri, sama sekali tidak memperoleh dukungan dari pusat, bahkan tidak didukung rakyat yang sudah marah terhadap kelaliman kaisar dan para pengikutnya. Akhirnya Liu Pang teringat akan keadaannya dan dia duduk kembali, memandang muridnya dan berkata, "La-lu bagaimana ?" Pek Lian menarik napas panjang. "Pagi tadi pasukan Chu Siang Yu sudah mengepung kota ra-ja. Kami melihat pasukannya yang amat besar dan kuat, bercampur dengan pasukan asing di luar tem-bok besar. Kami bergegas kembali ke sini sesuai dengan rencana sehingga kami tidak tahu apa yang terjadi sekarang di kota raia." Liu Pang mengerutkan alisnya. "Benarkah semua keterangan itu, Yap - taihiap ?" tanyanya ke-pada Kiong Lee. Kiong Lee mengangguk. "Benar semua, dan sa-ya kira saat ini tentu sedang terjadi pertempuran di benteng kota raja." Liu Pang menundukkan kepalanya. "Ahh, kita telah didahului oleh Chu Siang Yu. Tak kusangka dia akan lebih dulu sampai di kota raja dari pada kita. Hemm, kita harus bergerak, tidak boleh membiarkan dia mendahului kita." Selagi Liu Pang dan para pembantunya ber-bincang - bincang dengan sikap dan suara serius, diam - diam A - hai meninggalkan ruangan itu. Munculnya Pek Lian mendatangkan perasaan ti-dak karuan di dalam hatinya. Teringat dia akan masa lalunya ketika dia masih berada dalam kea-daan hilang ingatan. Mula - mula nona Ho Pek Lian itulah yang menggugah perasaannya. Harus diakuinya bahwa dalam keadaan hilang ingatan, dia pernah bergantung secara batiniah kepada Ho Pek Lian dan dalam pertemuan tadi, dia masih dapat menangkap sinar mata nona Ho itu kepadanya. Sinar mata yang mengandung rasa kasih sayang! Tak salah lagi, Pek Lian pernah jatuh cinta kepada-nya. Setelah Pek Lian, lalu muncul Bwee Hong dalam hidupnya. Diapun dalam keadaan hilang ingatan pernah bergantung secara batiniah kepada Bwee Hong, apa lagi karena wajah Bwee Hong se-rupa benar dengan wajah isterinya! Kini, setelah dia mulai memperoleh kembali ingatannya, tentu saja dia harus menjauhkan perasaannya terhadap dua orang dara itu. Dia sudah mempunyai isteri, bahkan sudah mempunyai seorang anak. Kenyata-an ini membuat A - hai merasa berdosa, walaupun tidak sengaja dia menggoda hati dua orang dara perkasa yang cantik jelita dan berbudi mulia itu. Betapa baiknya kedua orang dara itu terhadap dirinya ! Dan dia hanya dapat membalas mereka de-ngan melukai hati mereka, pikirnya. Hal inilah yang membuat A - hai tidak betah tinggal lebih lama di dalam ruangan itu dan diapun keluar ber- jalan - jalan. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Malam itu amat cerah. Bulan sepotong naik tinggi dan A - hai sengaja mencari tempat yang se-pi di sudut benteng itu. Yang menjaga benteng hanyalah para petugas jaga di atas benteng dan semua perajurit lainnya menikmati istirahat setelah merayakan kemenangan mereka. Selagi A - hai berdiri termenung di bawah po-hon yang membentuk bayangan gelap, tiba - tiba dia melihat berkelebatnya dua bayangan orang. Dua orang itu berhenti tidak jauh dari pohon itu dan heranlah dia ketika melihat bahwa mereka itu berpakaian tosu. Teringat dia bahwa memang ada dua orang tosu yang membantu perjuangan barisan Liu Pang dan kabarnya dua orang tosu itu lihai ilmu kepandaiannya. Agaknya dua orang tosu ini-lah orangnya, pikir A - hai. Akan tetapi, dari da-lam gelap bermunculan beberapa orang berpakaian perajurit dan mereka bercakap - cakap dengan dua orang tosu itu dengan bahasa daerah utara! A-hai mendengarkan dan ternyata dia mampu menang-kap dan mengerti bahasa itu ! Dia sendiri merasa heran dan tidak ingat bahwa dia mengerti bahasa daerah utara, maka dengan gembira dia lalu meng-intai dan mendengarkan. "'Sudah tiba saatnya bagi kita untuk bergerak," terdengar seorang di antara dua tosu itu berkata. Tosu ini membawa sebatang tongkat, rambutnya digelung ke atas dan memakai jubah kotak - kotak, sikapnya berwibawa, "Nanti tengah malam, kalian kumpulkan semua teman di tempat ini dan kami berdua akan keluar dari benteng dan langsung melapor akan keadaan barisan Liu Pang kepada Chu - taijin." Ucapan ini saja cukup bagi A - hai. Kiranya mereka adalah mata - mata musuh, anak buah pem-berontak Chu Siang Yu, karena yang disebut Chu-taijin tadi tentulah Chu Siang Yu. Dan pemberon-tak Chu Siang Yu merupakan musuh dan saingan Liu Pang. Kiranya mereka itu memang sengaja menyelundup ke dalam barisan ini untuk menga-mati gerak - geriknya dan kemudian memberi pe-laporan kepada Chu Siang Yu sehingga tentu akan memudahkan fibak musuh untuk mengatur perang-kap ! Dengan hati - hati, menggunakan ilmu ke-pandaiannya yang tinggi, A - hai menyelinap pergi dan langsung dia memasuki ruangan di mana Liu Pang masih berbincang- bincang dengan para pem-bantunya. Seperti tidak disengaja, A - hai yang merupakan seorang di antara para tamu terhormat, mengambil tempat duduk agak dekat di belakang Liu Pang. Kemudian, setelah dia mengingat kem-bali ilmunya, bibirnya bergerak gerak perlahan dan terkejutlah Liu Pang ketika dengan jelas sekali dia mendengar suara A - hai di samping telinganya! "Dua orang tosu pembantu ternyata adalah dua orang mata-mata anak buah Chu Siang Yu yang menyelundup. Tengah malam ini mereka akan mengadakan gerakan, harap Liu bengcu waspada dan siap siaga." Tentu saja Liu Pang terkejut bukan main men-dengar suara A - hai ini. Dia maklum bahwa A- hai yang aneh itu memiliki ilmu kepandaian yang amat hebat, dan tidak mengherankan kalau A - hai pandai mengirim suara dari jauh seperti itu. Yang mengejutkan hatinya adalah berita itu sendiri. Ma-ka dia lalu mengusap mukanya yang sama sekali tidak memperlihatkan kekejutan hatinya dan me-ngatakan kepada semua pembantunya bahwa dia merasa lelah dan ingin beristirahat dulu. "Kita harus beristirahat dan besok pagi - pagi aku akan mengadakan rapat lagi," katanya. Rapat itu bubaran dan Liu Pang berkata kepa-da A - hai, "Saudara A - hai, aku ingin sekali men-dengar ceritamu tentang s ***[All2Txt: Unregistered Filter ONLY Convert Part Of File! Read Help To Know How To Register.]*** eh ketika mendengar penuturan A-hai tentang dua orang tosu yang ternyata mata mata musuh yang menyelundup itu. "Biarlah saya menangkap dan menghajar mere-ka !" katanya. Liu Pang tersenyum. "Aku sendiri ingin meng-hadapi mereka. Engkau siapkan saja pasukanmu untuk menangkap anak buah mereka." Pemimpin besar ini lalu mengatur siasat bersama Yap Kim dan A - hai untuk menghadapi dua orang mata-ma-ta dan anak buah mereka yang akan beraksi men-jelang tengah malam nanti. Menjelang tengah malam itu keadaan semakin sunyi di dalam benteng. Para perajurit yang tidak sedang tugas jaga sudah tidur mendengkur mele-paskan lelah setelah pertempuran. Juga para per-wira yang memperoleh kesempatan tidur itu me-muaskan badan yang sudah kelelahan. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Suasana amat sunyi. Tidak ada seorangpun yang tahu be-tapa dalam keadaan yang amat sunyi itu, pemimpin besar mereka sendiri sedang sibuk mengatur para pembantunya mengepung tempat yang akan dija-dikan pertempuran para mata - mata itu ! Untuk memudahkan gerakannya, Liu Pang menanggalkan pakaian kebesarannya dan hanya memakai pakaian biasa, pakaian petani seperti ke-tika dia masih memimpin barisannya melintasi gu-nung - gunung selama ini. Hanya sebatang pedang tergantung di pinggang sehingga dia lebih mirip seorang pendekar dari pada seorang pemimpin dan calon kaisar! Tiba-tiba terdengar suara suitan - suitan lirih dan mulailah bermunculan beberapa orang. Ada dua orang berpakaian perwira, belasan orang ber-pakaian perajurit dan dua orang tosu itu. Hanya kini para perajurit itu mengenakan topi khas, topi ciri bahwa mereka itu adalah perajurit - perajurit asing dari utara ! Kiranya mereka adalah pasukan istimewa dari barisan asing yang bersekutu dengan Chu Siang Yu dan yang dikirim untuk menyelun-dup ke dalam barisan Liu Pang dan selain mema-ta - matai juga mengatur siasat. Liu Pang sendiri, diikuti Yap Kim, menggu-nakan kepandaiannya untuk menyusup dekat se- hingga mereka berdua selain mampu melihat gerak - gerik mereka, juga dapat mendengarkan per- cakapan mereka dengan jelas. Sedangkan anak buah Yap Kim tetap berjaga di tempat pengepung-an, siap menanti komando. "Petugas pembakaran !" tiba - tiba seorang di antara dua tosu itu berkata lirih namun tegas. "Siap!" Tujuh orang perajurit maju. "Kalian sudah tahu benar akan tugas kalian ?" tanya si tosu yang menjadi pimpinan. "Kami akan berpencar, mempergunakan minyak yang sudah tersedia membakar gudanggudang makanan dan perlengkapan," jawab seorang di an-tara mereka. "Bagus! Petugas racun !" "Siap !" Dua orang perajurit maju. "Bagaimana tugas kalian ?" "Kami sudah mempersiapkan empat guci air beracun untuk dituang ke dalam sumber dan sim-panan air minum, juga ke dalam guci - guci arak, akan dilakukan pada saat pembakaran terjadi." "Baik sekali. Kini regu panah!" "Siap!" Lima orang perajurit yang membawa busur maju. "Selagi terjadi kebakaran dan keribut-an, kami akan berbaris pendam menanti orang she Liu keluar untuk kami serang dengan anak panah dari tempat gelap. Mudah-mudahan usaha kami berhasil!" "Ya, mudah - mudahan semua kita berhasil. Ingat, kalau semua rencana ini berhasil baik, ka- lian akan menerima hadiah yang amat besar dan pangkat yang tinggi. Sesudah melaksanakan tugas masing-masing, kalian sudah tahu harus berkum-pul di mana di luar benteng, kami akan mendahu-lui kalian untuk memberi pelaporan tentang kedu-dukan musuh kepada induk barisan Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo yang berada dekat kota raja." "Baik!" Akan tetapi, sebelum mereka sempat bergerak, Liu Pang sudah melompat ke depan dengan pe-dang terhunus, lalu menudingkan telunjuknya ke-pada tosu pemimpin mata-mata itu. "'Bagus, kalian berdua telah membuat dua ma-cam dosa tak berampun. Pertama, kalian memal-sukan pendeta-pendeta dan ke dua, kalian men-jadi pengkhianat-pengkhianat dan mata- mata busuk !" "Serbu !" Tosu itu yang menjadi terkejut sekali berteriak. Anak buahnya bergerak, akan tetapi pada saat itu, Yap Kim dan kawan - kawan-nya bermunculan! Liu Pang sendiri segera mener-jang tosu pemimpin dengan pedangnya setelah merobohkan seorang perajurit mata-mata yang membawa sebuah bendera asing, agaknya untuk memberi semangat kawan kawannya. "Tranggg !" Tosu itu menangkis dengan tongkat di tangan kirinya, dan dengan dahsyat ta-ngan kanannya menghantam dengan jari - jari ter-buka dan dimiringkan. "Dukkk!" Liu Pang menangkis dengan tangan kiri, dan pedangnya membabat lagi dengan gerak-an yang amat cepat. Segera terjadi perkelahian yang amat seru di antara mereka berdua. Sementara itu, anak buah mata-mata yang hendak mengamuk, ternyata menghadapi kepungan pasukan yang jauh lebih besar jumlahnya. Apa lagi di situ terdapat Yap Kim yang dibantu oleh perwira-perwira yang lihai ilmu silatnya sehingga sebentar saja, semua mata-mata KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ roboh dan tewas kecuali dua orang tosu yang dihadapi oleh Liu Pang dan Yap Kim sendiri! Dua orang tosu itu terdesak hebat dan sudah luka-luka. Akan tetapi agaknya mereka tidak mau menyerah karena mak-lum bahwa bagaimanapun juga, mereka tidak mungkin dapat diampuni. Dari pada tertawan da-lam keadaan hidup dan disiksa untuk mengaku, lebih baik melawan sampai mati, demikian pikir mereka. Dan memang Liu Pang dan Yap Kim tidak ingin membunuh mereka, hendak menangkap hi-dup-hidup agar dapat mengorek keterangan dari mulut mereka. Maka, Liu Pang dan Yap Kim ber-usaha sedapat mungkin untuk merobohkan lawan tanpa membunuh mereka. Akhirnya, pedang Liu Pang berhasil membacok kaki kanan lawannya sehingga orang itu terpelanting roboh dan pada saat yang hampir berbareng, Yap Kim juga sudah merobohkan lawannya dengan tendangan. Akan teta-pi, begitu roboh, dua orang tosu itu menggerak-kan tongkat mereka sendiri. Liu Pang dan pem-bantunya hendak mencegah namun terlambat ka-rena dua orang tosu itu telah tewas dengan kepala pecah oleh hantaman tongkat sendiri. Mereka membunuh diri agar jangan tertawan musuh ! Liu Pang memandang mayat-mayat yang ber-gelimpangan itu dan menarik napas panjang. "Pan-tas Chu Siang Yu mampu mendahului kita ke kota raja. Kiranya dia dibantu oleh orang-orang pandai dan gagah seperti mereka ini!!" Karena penundaan rapat tadipun hanya dilaku-kan untuk menghadapi mata - mata ini, maka Liu Pang lalu memerintahkan agar semua pembantu-nya dipanggil, yang tidur digugah, untuk melan-jutkan rapat mereka ! Rapat dilanjutkan lewat te-ngah malam dengan penuh kesungguhan hati, ka-rena semangat mereka bangkit oleh adanya peris-tiwa tadi. "Bagaimana kalau kita terus saja menyerbu ko-ta raja pada besok pagi - pagi ?" Yap Kim meng-ajukan usulnya. Setelah membantu perjuangan Liu Pang, kini Yap Kim mencurahkan seluruh per-hatiannya terhadap perjuangan itu dan dia meru-pakan orang terpenting di dalam barisan Liu Pang."Saya kira tidak tepat waktunya," kata seorang perwira yang berpengalaman karena dia merupa-kan bekas perwira kerajaan yang sudah menakluk. "Pada saat ini, terdapat dua kekuatan besar, yaitu barisan kerajaan yang sedang bertempur melawan barisan Chu Siang Yu. Kalau saat ini kita menyer-bu, bukan tidak mungkin mereka berdua itu ber-henti perang dan keduanya malah menggencet kita. Kalau sudah demikian, alangkah berbahaya-nya." "Akan tetapi, kalau kita diamkan saja, barisan Chu itu akan mendahului kita merebut kota raja .... dan kita ketinggalan " Yap Kim membantah. Ucapan Yap Kim itu membuat semua orang mengerutkan alis dan hati mereka menjadi gelisah. Kalau kedahuluan musuh, berarti akan sia - sia gerakan mereka selama ini yang sudah mengorban-kan banyak tenaga dan nyawa. "Pasukan kita selama tiga hari tidak pernah beristirahat. Kalau sekarang diharuskan bertempur lagi, hal itu sungguh berbahaya dan terlalu memeras tenaga, apa lagi kalau diingat betapa kuatnya fihak musuh " kata seorang pembantu lain. Banyaklah di antara mereka yang mengemuka-kan pendapatnya dan selama itu Liu Pang hanya mendengarkan tanpa membantah. Dia mendengar-kan dan mempertimbangkan semua usul dan pen-dapat. Setelah semua orang mengajukan usulnya dan agaknya menemui jalan buntu, akhirnya Liu Pang bangkit berdiri. "Saudara sekalian. Sesungguhnya, memang saat inilah yang paling tepat untuk menyerbu kota raja, selagi dua kekuatan itu saling bertempur. Akan tetapi mengingat keadaan kita yang sudah lelah, besar bahayanya kalau kita menyerbu sekarang. Oleh karena itu, sebaiknya kita. membiarkan mere-ka saling gempur sehingga kedudukan mereka ke-dua pihak itu menjadi semakin lemah. Sementara itu, kita menyusun kekuatan dan beristirahat. Nah, setelah satu di antara mereka kalah, kita menyerbu dengan keadaan segar bugar !" "Akan tetapi, bagaimana kalau barisan Chu Siang Yu sudah lebih dahulu merebut kota raja sehingga keadaan mereka lebih baik, memiliki per-lengkapan yang lebih kuat, dan posisi mereka men-jadi semakin baik " Kita akan ketinggalan dan le-bih sukar menyerang mereka yang sudah bertahan di benteng kota raja." "Saya kira hal itu tidak perlu dikhawatirkan," tiba - tiba Yap Kiong Lee ikut bicara. "Bagaima- napun juga, kalau mereka sudah berhasil mema-suki kota raja, tentu korban di antara mereka amat besar dan jumlah mereka menjadi kecil dan lemah. Selain itu, rnerekapun tentu dalam KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ keadaan lemah, semangat tempur mereka menurun, apa lagi mere-ka tentu masih mabok kemenangan." "Bagus sekali! Pendapat Yap - taihiap tepat!" kata Liu Pang. Lalu diambil keputusan untuk membiarkan pa-sukan mereka beristirahat, akan tetapi mereka ha-rus dapat mengikuti perkembangan dan terutama sekali dapat mengetahui besarnya kekuatan musuh. Untuk itu, mereka lalu mencari orang - orang yang dapat ditunjuk sebagai penyelidik. Memang ba-nyak terdapat orang - orang lihai di antara mereka, akan tetapi tidak mudah untuk menunjuk siapa orangnya yang patut melakukan tugas berbahaya itu. Liu Pang sendiri dalam waktu itu tidak mung-kin meninggalkan pasukannya. Kehadirannya amat diperlukan karena segala macam keputusan yang diambil pada saat itu dapat menjadi kunci sukses atau gagalnya gerakan mereka. Yap Kim harus membantunya, dan Ho Pek Lian bersama Yap Kiong Lee baru saja pulang. Ketua Tai-bong-pai dan anak isterinya tak mungkin mau menjadi pe-nyelidik karena mereka adalah orang - orang "be-bas" yang tidak mau melibatkan diri dengan pe-rang. Demikian pula kakek Kam Song Ki dan mu-ridnya, Kwee Tiong Li, walaupun pemuda ini sebelum menjadi murid kakek Kam juga seorang ke-tua lembah pemimpin para pemberontak yang menjadi anak buah Chu Siang Yu akan tetapi se-menjak menjadi murid kakek sakti itu juga men-jadi orang "bebas". Masih ada orang - orang lihai lainnya seperti Seng Kun, Bwee Hong dan juga A-hai yang kadang - kadang masih meragukan kese-hatan ingatannya. Akhirnya, tidak ada orang lain lagi yang lebih tepat, kakak beradik Seng Kun dan Bwee Hong dipilih ! Usulnya datang dari Pek Lian yang lang-sung disetujui oleh Liu Pang dan semua orang yang sudah mengenal baik kakak beradik ini, mengenai kelihaian mereka dan juga mengenal watak mereka sebagai orang-orang gagah perkasa. Hanya satu hal yang meragukan, yaitu bahwa Seng Kun dan Bwee Hong juga tidak mau telibat dalam perang. Apa lagi mereka itu masih merupakan keluarga kaisar, walaupun agak jauh, dan Seng Kun bahkan pernah menjadi utusan kaisar tua yang sudah me-ninggal. Melihat semua orang memilih dia dan adiknya, Seng Kun menarik napas panjang. "Seperti sau-dara sekalian telah mengetahui, aku dan adikku tidak suka terlibat dalam perang, oleh karena itu sesungguhnya tidak tepatlah kalau anda sekalian memilih kami. Akan tetapi, kami telah lama me-ngenal barisan para pendekar ini dan tahu bahwa cita - cita kalian mulia. Selain itu, kami berduapun mempunyai kepentingan di kota raja. Kami ingin mencari ayah kandung kami, maka biarlah dengan senang hati kami menerima tugas untuk melakukan penyelidikan itu." Semua orang bersorak mendengar ucapan Seng Kun itu dan setelah sorakan itu mereda, terdengar A - hai berkata, "Akupun akan menemani kalian berdua !" Seng Kun dan Bwee Hong saling pandang, dan khawatir kalau - kalau kakak beradik itu menolak, A - hai berkata cepat, "Tanpa kalian berdua, ba-gaimana aku akan dapat sembuh ?" Sesungguhnyalah, pemuda sinting ini memang masih amat memerlukan pengobatan mereka dan kesembuhannya belum sempurna. Maka, kedua-nyapun tidak dapat menolak. Selain itu, dengan ilmu kepandaiannya yang amat luar biasa, A - hai dapat menjadi seorang pelindung yang amat baik dan boleh diandalkan. Persiapan diadakan dan malam itu A - hai men-dapat perawatan tusukan jarum dari Seng Kun dan Bwee Hong. Pada keesokan harinya, sebelum fajar menyingsing, tiga orang muda itupun berangkatlah meninggalkan perkemahan mereka. Mereka me-motong jalan, melalui sawah ladang dan ke-bun - kebun para penduduk dusun. Di mana-mana mereka bertemu dengan orang-orang yang pergi mengungsi menjauhi tempat pertempuran. Semua orang yang sedang bergegas mengungsikan keluarga dan harta milik mereka itu memandang dengan terheran heran kepada tiga orang muda ini. Semua orang berbondong - bondong dan ter-gesa - gesa pergi menjauhi kota raja, akan tetapi ti-ga orang muda ini malah menuju ke sana! Karena para pengungsi itu rata - rata tergesa-gesa ketakutan, tidak mudah bagi Seng Kun berti-ga untuk mencari keterangan tentang keadaan di kota raja. Baru setelah mereka bertemu dengan serombongan pedagang yang juga melarikan diri dan mereka mengaso di luar hutan saking lelahnya, Seng Kun memperoleh kesempatan ber-cakap-cakap dengan seorang di antara mereka, seorang laki - laki setengah tua yang nampak ge-lisah. "Kalian bertiga hendak mencari keluarga di kota raja" Aih, orang-orang muda, kalau boleh kunasihati kalian, jangan mendekati kota raja. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Tempat itu telah menjadi seperti neraka!" kata se-orang di antara mereka. "Seperti neraka " Apa maksudmu ?" Seng Kun bertanya. "Memang ada perang, akan tetapi yang perang adalah pasukan dan kita tidak ikut - ikut dengan mereka ! "Ahhh, enak saja engkau bicara karena belum melihat sendiri. Di sekitar kota raja terjadi pertempuran yang amat hebat dan mengerikan. Ribuan, bahkan laksaan tentara bertempur di sana dan pasukan pemberontak amat banyak dan pasukan kerajaan hiiihh, amat mengerikan." "Kenapa ?" "Mereka itu kejam sekali, seperti bukan manusia lagi, seperti iblis! Mereka itu lebih patut menjadi penjahat - penjahat keji, mereka suka makan daging dan minum darah! Apa lagi para komandan mereka, seperti bukan manusia lagi, seperti binatang tidak, bahkan lebih pantas seperti iblis mereka itu. Mereka membunuh tidak memandang bulu, bukan hanya pihak perajurit musuh saja yang mereka bunuh, akan tetapi juga rakyat jelata yang mengungsi, kalau bertemu mereka tentu dibunuh dan dirampas barang-barangnya. Huh, sungguh menakutkan Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sekali sepak terjang mereka itu." Tiga orang muda itu sesungguhnya tidak ter-lalu heran mendengar berita ini. Mereka sudah mendengar bahwa istana kini dibantu oleh para tokoh kaum sesat, bahkan dipimpin oleh datuk se- sat Raja Kelelawar yang sakti itu. Akan tetapi Bwee Hong pura - pura bertanya kepada pedagang itu. "Sungguh aneh dan sukar dipercaya! Kenapa orang-orang jahat seperti iblis diangkat menjadi perajurit pemerintah, bahkan menjadi komandan ?" Mendengar pertanyaan ini, rombongan peda-gang itu makin percaya bahwa tiga orang muda ini tidak tahu apa - apa maka berani hendak pergi menuju ke kota raja. "Ah, mana kami mengerti " Sejak kaisar baru naik tahta, bermunculan banyak perwira dan perajurit kejam, seperti itu, berkeliaran di kota raja. Maka, sebaiknya kalau kalian bertiga cepat cepat pergi dari sini dan jangan mendekati kota raja." "Apakah pertempuran masih berlangsung di sa-na ?" A - hai bertanya sambil menunjuk ke depan."Tentu saja masih! Makin hebat tentunya. Pertempuran dimulai malam tadi dan tentu kini masih berlangsung dengan hebatnya. Untung ka-mi dapat segera melarikan diri, akan tetapi banyak teman kami yang terkurung di kota raja dan tidak sempat lagi melarikan diri. Entah bagaimana nasib mereka itu. Kalau mereka tidak kehilangan nyawa saja masih untung akan tetapi tidak mung-kin dapat diharapkan mereka akan dapat mempertahankan barang dagangannya dan semua harta milik mereka." Setelah secara omong - omong sambil lalu, tiga orang muda itu berhasil memperoleh gambaran sekedarnya tentang keadaan di kota raja, mereka lalu meninggalkan tempat itu dan melanjutkan perjalanan menuju ke kota raja dengan cepat. Ma-kin dekat dengan kota raja, mulailah terdengar sa-yup sampai terbawa angin suara gemuruh dan ri-uh - rendah, tanda bahwa jauh di depan terjadi pertempuran hebat. Dan makin tinggi lagi, mulai nampaklah debu mengepul tinggi. Mereka bertiga cepat mendaki bukit yang ber-ada di luar benteng kota raja. Kini nampak debu tebal dan asap api bertebaran, menghalangi pandangan mereka sehingga pertempuran itu tidak kelihatan jelas. Dari tempat sejauh itu, orang-orang yang bertempur hanya kelihatan kecil seperti se-mut yang bergerak dan berlarian ke sana - sini. Nampak panji - panji, bendera - bendera bercampur baur dengan kereta perang, kuda dan manusia. Suara bising memenuhi udara. Teriakan manusia diseling bunyi terompet komando dan tambur. Da-ri atas bukit itu, sukar dikenal mana pasukan pemerintah dan mana pemberontak. Juga belum nampak tanda-tanda siapa yang berada di pihak unggul. Tiba - tiba A - hai berseru, "Lihat di luar pintu gerbang sebelah barat itu ! Pertempuran di sana sungguh luar biasa !" Pemuda ini menunjuk ke de-pan. Dua orang temannya cepat menengok dan memandang ke arah yang ditunjuk. Dan nampak-lah apa yang dimaksudkan oleh A - hai. Ada seorang penunggang kuda yang dari situ, hanya keli-hatan sebesar lengan, membawa panji besar dan penunggang kuda ini dikepung oleh banyak sekali pasukan lawan, mungkin ada ratusan orang ba-nyaknya. Para pengeroyok itu mengepungnya dan bahkan ada pasukan anak KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ panah menghujaninya dengan serangan anak panah. Akan tetapi, jelas nampak oleh tiga orang muda di atas bukit itu betapa dengan benderanya yang besar, penunggang kuda itu mengebut runtuh semua anak panah yang menyambar ke arah d'rinya. Dan anehnya, penge-pung yang jumlahnya demikian banyak itu tidak ada yang berani mendekatinya karena siapa berani agak terlalu dekat pasti roboh. Orang lihai ini ten-tu merupakan seorang tokoh besar yang amat lihai dari kota raja, mungkin seorang panglima. "Heii! Itu di sana juga ada dua orang dikepung ratusan orang perajurit!" tiba tiba Bwee Hong berseru sambil menuding ke arah kiri. Yang di-maksudkan itu adalah dua orang yang berdiri membelakangi, dikepung dan dikeroyok oleh ra-tusan orang perajurit seperti keadaan penung- gang kuda itu. "Dan itu di sana ! Dia sendirian ah, ada dua ekor harimau, wah siapa lagi kalau bukan San - hek - houw " Hemm, kiranya datuk-datuk sesat mereka itu dan kini mereka sedang menghadapi pengeroyokan pasukan anak buah Chu Siang Yu !" kata Seng Kun. "Ah, benar !" kata Bwee Hong. "Para datuk sesat telah turun tangan menghadapi pasukan yang mengepung kota raja. Akan tetapi di mana pemim-pin mereka yang kabarnya diangkat menjadi pang-lima kerajaan itu " Di mana dia Raja Kelelawar ?" Kini tiga orang muda itu mencari - cari dengan pandang mata mereka, mencari iblis itu di antara orang - orang yang sedang bertempur. Akan tetapi mereka tidak dapat menemukan raja iblis itu. "'Ha - ha, mana ada kelelawar muncul di siang hari " Kalau kalian ingin melihatnya, datang saja kembali ke sini malam nanti. Ha - ha, lihat betapa pasukan kerajaan mulai terdesak. Paling lama so-re nanti mereka tentu akan dapat didesak mundur sampai ke dalam benteng kota raja. Kalau sudah begitu, tentu Iblis Kelelawar itu akan muncul, tunggu saja malam nanti!" Tiga orang muda itu terkejut dan memandang ke sana - sini mencari siapa orangnya yang tiba-tiba bicara kepada mereka itu. Suara itu seperti terdengar dari atas, akan tetapi mereka tidak dapat menemukan pembicara itu. Akhirnya mereka tidak perduli lagi karena keadaan jauh di bawah sana itu amat menarik hati mereka. Mereka ber-tugas melakukan penyelidikan dan kini mereka memperoleh tempat yang amat baik untuk dapat melihat jalannya pertempuran antara para pemberontak anak buah Chu Siang Yu melawan pasukan pemerintah. Kini, setelah melihat jalannya pertem-puran, mulailah mereka dapat membedakan mana pasukan pemerintah dan mana pasukan pembe-rontak. Dan memang tepat seperti yang dikatakan orang yang tak dapat mereka temukan tadi, kini pihak pemerintah terdesak hebat. Pada saat ma-tahari terbenam, pihak pasukan pemerintah sudah terdesak semakin hebat dan akhirnya mereka itu meninggalkan teman - teman yang tewas, lari me-masuki pintu gerbang yang segera mereka tutup dan pasukan anak panah menghujankan anak pa-nah dari atas tembok benteng. Tentu saja pertem-puran otomatis berhenti dan pihak pemberontak juga menarik pasukannya agar mengepung tembok benteng akan tetapi tidak terlalu dekat agar jangan menjadi korban anak panah yang turun bagaikan hujan. Pasukan pemberontak yang berhasil men-desak pasukan pemerintah itu kini memperkuat kedudukan dan membuat perkemahan di kaki bu-kit, mengepung tembok benteng kota raja. Karena pertempuran berhenti, Seng Kun bertiga lalu turun dari puncak untuk beristirahat pula dan mengisi perut. Mereka mengambil keputusan un-tuk kembali lagi malam nanti, sesuai dengan an-juran suara tanpa rupa tadi. Malam itu sunyi, akan tetapi bulan muncul di langit yang bersih. A - hai mencari sepotong kayu cabang pohon untuk membantunya mendaki bukit sampai ke puncak. Walaupun pendakian ke pun-cak itu merupakan jalan liar yang harus dicari sendiri, namun mereka bertiga dapat mendakinya dengan mudah, apa lagi ada sinar bulan menerangi permukaan puncak. Seng Kun dan Bwee Hong berjalan di depan, sedangkan A - hai yang meme-gang tongkat kasar dengan tangan kirinya, mengi-kuti dari belakang. Agaknya pasukan kedua pihak malam itu tidak melanjutkan pertempuran. Agak-nya masing-masing pihak hendak menyimpan te-naga sambil mengatur siasat malam itu. Ketika tiga orang muda itu tiba di puncak, mereka berhenti dan memandang ke bawah pohon di mana berdiri seorang laiki - laki yang amat gagah ! Pria itu berdiri dengan tegak, kedua tangan berse-dekap dan tidak bergerak seperti sebuah arca. Ju-bahnya panjang berwarna putih terbuat dari sutera halus. Di pinggangnya tergantung sebatang pe-dang. Sepatunya mengkilap KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ dan kuat, rambutnya digelung ke atas, dihias dengan semacam hiasan berbentuk mahkota kecil. Wajahnya tampan dan sikapnya agung, menunjukkan bahwa pria ini ada-lah seorang bangsawan yang memiliki wibawa kuat. Dari tempat itu, Seng Kun bertiga dapat melihat perkemahan para pemberontak, dan lebih jauh lagi nampak benteng kota raja. "Selamat malam!" Orang berjubah putih itu menyambut mereka dengan sikap angkuh, tanpa menoleh dan melanjutkan pandang matanya yang sejak tadi memeriksa keadaan di bawah sana pe-nuh perhatian. Seng Kun bertiga terkejut mendengar suara ini, suara yang segera mereka kenal baik sebagai suara orang yang tidak mau memperlihatkan dirinya si-ang tadi. Karena keadaan orang itu menimbulkan rasa hormat, merekapun membalas salam orang itu dan menghampirinya, lalu berdiri di dekatnya sambil ikut pula memandang penuh perhatian ke bawah puncak. Setelah dekat, nampaklah bahwa laki - laki ini berusia hampir empatpuluh tahun dan wajahnya gagah dan tampan. "Kalian lihatlah!" Orang itu berkata seolah-olah mereka adalah kenalan lama. "Perkemahan itu demikian luas, tidak kurang dari seribu buah banyaknya, dan setiap kemah kecil itu menam- pung duapuluh lima orang perajurit, belum ke-mah yang besar. Kekuatan pemberontak Chu ini sungguh tidak kecil, bukan ?" Seng Kun mengangguk - angguk membenarkan. "Kami juga menduga bahwa kekuatan pasukan pemerintah tidak akan dapat bertahan terlalu lama." "Bertahan terlalu lama" Ha-ha, kau lihat sa-ja, besok, sebelum matahari terbenam, benteng itu akan jatuh dan dapat dikuasai, kota raja akan dapat diduduki oleh pasukan pasukan Chu yang hebat!" Tiga orang muda itu tertegun dan saling pandang. Diam - diam mereka menduga duga. Siapakah gerangan orang ini" Dari golongan mana dan bagaimana orang ini dapat meramal dengan suara demikian penuh keyakinan " '"Eh locianpwe siapakah ?" A - hai yang sejak tadi sudah ingin tahu sekali tidak dapat menahan pertanyaannya. Pertanyaan itu membuat si jubah putih mem-balik dan menatap mereka dengan langsung. Ti-ga orang muda itu kembali terkejut. Kini nampak jelas wajah yang gagah penuh wibawa itu, dan se-pasang matanya tajam bersinar tanda bahwa dia memiliki kepandaian yang tinggi. "Kelak kalian akan tahu sendiri siapa aku. Ti-dak layak aku memperkenalkan diri kepada orang-orang yang aku sendiri tidak mengenalnya dengari betul. Siapa tahu aku berhadapan dengan pihak musuh " Suasana begini kacau dan kita harus ber-sikap curiga dan hati - hati." A-hai mengerutkan alisnya. Orang ini bicara begini terus terang tanpa menjaga perasaan orang lain sehingga kata - katanya terdengar kasar dan tidak enak, walaupun suaranya tetap halus dan sopan. Diapun sudah siap untuk membalas ucapan tidak enak itu, akan tetapi sebelum dia sempat membuka mulut, orang itu sudah mengangkat ta-ngan mencegah mereka membuat berisik."Sstt, harap perhatikan. Inilah saatnya Raja Kelelawar keluar dari sarangnya !" Tentu saja ucapan itu membuat mereka bertiga terkejut dan juga merasa serem sehingga tanpa dapat mereka cegah, mereka merasa betapa tengkuk mereka menjadi dingin. Mereka semua kini me-mandang penuh perhatian ke bawah, ke segenap penjuru, terutama ke arah benteng kota raja yang nampak sunyi itu. Tiba-tiba A-hai menyentuh lengan Seng Kun, "Lihat di atas tembok sebelah barat itu, di dekat menara penjaga. Ada orang berlompatan di sana hemm , ada lima orang banyaknya " Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Seng Kun dan Bwee Hong mengerahkan keku-atan pandang mata mereka ke arah yang ditunjuk A - hai itu. Tentu saja keduanya menjadi terkejut dan heran. Dari puncak bukit itu, benteng kota raja hanya kelihatan kecil, seperti tembok rumah biasa saja, dan bangunan - bangunan di bagian da-lamnya hanya sebesar kotak - kotak kertas. Bagai-manakah A - hai dapat melihat orang - orang yang tentu saja amat kecil, di waktu malam lagi, hanya dengan penerangan bulan saja " Kalau waktu si-ang dan mereka mengerahkan sinkang, mungkin mereka masih akan mampu melihat orang - orang yang dimaksudkan oleh A - hai. Seng Kun dan Bwee Hong menoleh dan memandang kepada A-hai dan mereka berdua terkejut bukan main. Se-pasang mata A - hai KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ mencorong seperti mata ha-rimau di dalam kegelapan. Bukan hanya kakak beradik itu yang menjadi kagum, juga orang ber-jubah putih itu diam - diam terkejut bukan main. Pemuda mi memiliki ketajaman mata yang luar bi-asa, pikirnya sehingga dia sendiripun kalah kuat! "Pemuda ini bukan orang sembarangan dan memiliki tenaga sinkang yang sukar diukur kehe-batannya," demikian dia berkata di dalam hatinya dan sikapnya menjadi semakin waspada. Di dalam keheranan dan kekaguman mereka, kakak beradik itu diam-diam merasa girang bu-kan main. Mereka tahu bahwa keadaan A - hai semakin membaik dan ternyatalah bahwa A - hai benar-benar seorang pemuda yang amat lihai. Si-kap A-hai saja menunjukkan bahwa pemuda itu sudah mulai pulih kembali ingatannya, tidak lagi kelihatan ketololan. Hanya ada hal-hal yang be-lum diingatnya dan mungkin hal - hal yang ter-amat pentinglah yang dilupakannya itu, dan siapa tahu, hal-hal penting ini yang menjadi penyebab dia kehilangan ingatan. Kalau peristiwa penting ini teringat, bukan tidak boleh jadi kalau dia akan menjadi waras kembali. Seng Kun meraba tangan adiknya dan diajak-nya minggir agak menjauhkan diri. "Hong-moi, aku tiba-tiba mendapat pikiran bahwa jalan satu-satunya untuk membuat dia sembuh sama sekali adalah memberinya guncangan batin hebat dengan jalan mempertemukannya dengan tempat dan orang yang membuat dia kehilangan ingatannya. Ingat, totokan tiga jari di pelipisnya itu. Kalau saja dia dapat berhadapan dengan orang yang menotoknya, aku berani bertaruh bahwa guncangan batin akan mampu menembus semua penghalang dan dia akan pulih kembali sama sekali." "Akan tetapi," Bwee Hong juga berbisik, "ba-gaimana hal itu dapat dilaksanakan " Kita tidak tahu siapa yang melakukan perbuatan keji terha-dapnya, bahkan diapun tidak ingat di mana tem- pat tinggalnya dahulu.*" Seng Kun menarik napas panjang. "Engkau be-nar. Kita hanya boleh mengharapkan terjadinya suatu keajaiban, yaitu musuhnya itulah yang da-tang mencarinya !" "Harapan itu bukan kosong belaka, koko. Ka-lau musuhnya melihat bahwa dia masih hidup, tentu musuhnya itu akan datang untuk mencoba membunuhnya." "Betapa mengerikan! A - hai yang demikian saktinya saja sampai kalah dan dibuat tidak ber- daya. Kalau musuh yang sedemikian saktinya muncul dan menyerangnya, bagaimana kita akan mampu menolongnya ?" Pada saat itu, terdengar suara orang berjubah putih, "Nah, tepat dugaanku ! Si Raja iblis Kelelawar itu keluar dari sarangnya. Dia menyeberangi parit yang mengelilingi tembok benteng!" Setelah berkata demikian, dia bertepuk tangan dan terkejutlah tiga orang muda itu ketika melihat munculnya beberapa orang dari tempat gelap dan melihat kecepatan gerakan mereka, mudah diketahui bahwa mereka terdiri dari orang-orang yang berilmu tinggi! Yang membuat Seng Kun dan Bwee Hong memandang dengan kaget adalah ketika mereka mengenal dua orang di antara mereka itu. Dua orang itu bukan lain adalah Kim I Ciangkun dan Gin I Ciangkun, dua orang pangli-ma yang menjadi komandan pasukan pengawal istana dan mereka adalah tangan kanan dari Pek-lui - kong Tong Ciak, jagoan di istana kepercayaan kaisar lama! Beberapa orang itu menghadap si jubah putih dan memberi hormat. "Si iblis sudah muncul, te-pat seperti yang kita perhitungkan. Dia membawa empat orang teman yang berkepandaian tinggi. Beri tahu teman-teman dan jalankan siasat yang telah kita rencanakan !" "Akan hamba laksanakan perintah Ong - ya !" jawab seorang di antara mereka. "Ji - wi Tai - ciangkun, bagaimanakah ji - wi dapat berada di sini selagi kota raja terancam oleh pasukan musuh " Mengapa dua orang ini malah berada di sini dan agaknya menjadi pembantu orang asing ini ?" Mendengar teguran si gadis, orang yang berju-bah putih itu nampak terkejut. Tadinya dia memang sudah curiga dan menduga-duga siapa ada-nya tiga orang muda yang amat lihai itu dan ter-nyata gadis itu malah sudah mengenal dua orang pembantunya yang dipercaya ! "Kalian mengenal mereka ini?" tanyanya kepada Kim I Ciangkun dan Gin I Ciangkun. "Maaf, Ong - ya. Mereka berdua itu adalah ke-luarga kaisar lama, masih keponakan kaisar lama. Mereka adalah putera Bu Hong Seng-jin, ketua kuil istana Thian - to - tang yang kini telah dipen-jara oleh kaisar baru itu." KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Ayah dipenjara ?" Kakak beradik itu bertanya, hampir berbareng. Memang, hubungan antara mereka dan ayah kandung mereka tidaklah demikian erat karena sejak kecil mereka telah berpisah dari ayah kandung mereka, namun tentu saja mereka menjadi terkejut dan penasaran sekali mendengar betapa ayah kandung mereka yang tidak berdosa itu, yang hanya menjadi ketua kuil di istana, kini ditangkap dan dijebloskan pula ke dalam penjara. "Tai ciangkun, di mana ayah ditahan dan meng-apa ?" Seng Kun mendesak. Akan tetapi orang yang berjubah putih dan disebut Ong-ya itu menggerakkan tangan mena- han. "Hendaknya kalian berdua bersabar dan menunda pertanyaan kalian itu. Keadaan amat men- desak, Raja Kelelawar telah keluar dari sarangnya. Mari ikut kami, menyongsong Raja Kelelawar yang menjadi panglima dan mungkin pula penyebab ditangkapnya ayah kalian." Seng Kun dan Bwee Hong tidak dapat mem-bantah lagi dan mereka, tentu saja diikuti pula oleh A-hai, mengikuti orang itu pergi dari puncak bukit. Mereka semua pergi dengan jalan me- nyebar, dan tiga orang muda itu mengikuti si ju-bah putih. Kiranya si jubah putih itu membawa mereka turun puncak menuju ke perkemahan barisan pem-berontak yang mengepung benteng kota raja! Mereka tiba di tempat penyimpanan kuda dan ti-ba - tiba dari tempat gelap muncul seorang berku-lit hitam berkepala gundul. Kemunculannya amat mengejutkan. Kulitnya yang hitam membuat dia sukar darat dilihat di dalam kegelapan malam. Akan tetapi orang ini menghadap si jubah putih sambil memberi hormat. "Ong - ya, semua kuda dalam keadaan baik dan terjaga kuat. Tidak akan ada musuh dapat lewat di sini tanpa sepengetahu-an kami," orang itu melapor.. Si jubah putih mengangguk - angguk. "Bagus, akan tetapi hati - hatilah. Musuh yang akan me-nyusup ke sini adalah Raja Iblis Kelelawar dan te-man - temannya. Mereka itu memiliki kepandaian tinggi seperti iblis - iblis saja. Pergilah dan bersi-aplah baik baik !" Orang itu menjura dan sekali berkelebat diapun lenyap. A - hai yang kini sudah agak pulih ingat-annya dan sudah menguasai sebagian besar kepan-daiannya, memuji, "Wah, ginkang si hitam itu hebat juga." Mereka tiba di gudang persediaan makanan dan tiga orang muda itu merasa kagum akan ke- rapian penjagaan di bagian ini. Juga seorang ko-mandan maju memberi hormat dan melaporkan bahwa keadaan di situ aman dan bahwa mereka melakukan penjagaan dengan ketat. Setelah mele-wati bagian - bagian yang dijaga ketat, si jubah putih membawa tiga orang muda itu masuk ke kompleks perkemahan. yang besar, terjaga kuat dan dihias dengan panji - panji dan bendera - bendera. Di situ nampak para komandan, di antaranya Kim I Ciangkun dan Gin I Ciangkun, dan mereka semua menghormati si jubah putih seperti orang-orang menghormati raja. mereka. Dan setelah tiga orang muda itu disuruh ikut masuk, barulah mereka sadar bahwa si jubah putih itu bukan lain adalah pemimpin besar barisan ini, dan dialah pemimpin barisan pemberontak, yaitu Chu Siung Yu yang terkenal sekali itu ! Setelah tiba di bagian dalam, beberapa orang dayang mengiringkan seorang wanita cantik ber-usia tigapuluh tahun lebih yang menyambut ke-datangan Chu Siang Yu dengan meriah. Kiranya wanita cantik itu adalah isteri pemimpin pembe-rontak Chu Siang Yu itu, seorang isteri yang amat setia dan mencinta suaminya, mengalami segala macam suka duka selama suaminya memimpin pemberontakan dan sering kali hidup dalam kea-daan amat sukar dan penuh dengan kekerasan dan bahaya. Setelah sadar bahwa si jubah putih itu adalah Chu Siang Yu si pemimpin pemberontak yang amat terkenal dan lihai, yang menjadi saingan be-sar dari Liu Pang, tentu saja tiga orang muda itu menjadi terkejut sekali dan mereka saling pandang dengan hati berdebar. Celaka, pikir Seng Kun. Mereka telah masuk di tengah - tengah kekuatan musuh! Mereka menduga-duga apakah pemim- pin pemberontak ini sudah tahu bahwa mereka, biarpun tanpa ikatan, kini menjadi mata - mata pihak Liu Pang, berarti musuh pemberontak ini! Akan tetapi, agaknya Chu Siang Yu tidak me-musuhi mereka dan agaknya belum tahu akan hu-bungan mereka dengan Liu Pang. "Isteriku, mari kuperkenalkan dengan tiga orang muda yang ten-tu akan sangat menarik hatimu. Mereka berdua ini adalah masih sanakku sendiri, karena mereka adalah putera - puteri dari paman Chu Sin, engkau tentu ingat, paman Pangeran Chu Sin yang kini menjadi Bu Hong Seng - jin, ketua kuil istana Thian - to - tang. Dan pemuda yang KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ seorang ini, jangan main-main, dia ini memiliki ilmu kepan-daian yang mungkin tidak ada tandingannya di antara kita semua!" Mendengar ucapan ini, tiga orang muda itu terkejut bukan main. Tahulah kini mengapa Chu Siang Yu bersikap begitu baik. Kiranya masih ada pertalian keluarga antara pemimpin pemberontak ini dengan ayah mereka. Pantas nama keturunan mereka sama, yaitu she Chu ! Juga A - hai ter-kejut sekali karena pemimpin pemberontak ini ter-nyata sudah dapat mengetahui akan ilmu kepan-daiannya. Benar - benar seorang gagah perkasa yang cerdik dan tidak boleh dipandang ringan ! Karena diperkenalkan, terpaksa mereka memperkenalkan nama mereka. Ketika mendengar bahwa pemuda yang memiliki mata amat tajam itu hanya bernama A - hai tanpa she, Chu Siang Yu mengerutkan alisnya akan tetapi tidak memberi komentar. Sebagai seorang gagah diapun tahu bahwa orang - orang kang - ouw memang banyak yang memiiliki watak aneh dan dia mengira bah-wa pemuda inipun tidak ingin memperkenalkan nama yang sebenarnya dan hanya memakai nama samaran saja. Isteri Chu Siang Yu segera tertarik dan suka sekali kepada Bwee Hong yang memang amat can-tik jelita. Ia menggandeng tangan gadis ayu itu dan diajak duduk di dekatnya. Sementara itu, pa-ra dayang lalu mengeluarkan hidangan dan pe-mimpin pemberontak itu, bersama isteri dan para komandan yang menjadi pembantu dekatnya, lalu mengadakan perjamuan makan minum dengan gembira. Kiranya mereka itu secara sederhana merayakan kemenangan pertempuran di hari tadi. Tentu saja tiga orang muda itu menjadi semakin kagum. Bukankah Chu Siang Yu sudah mengeta-hui bahwa Raja Kelelawar- bersama empat orang pembantunya yang lihai keluar dari dalam benteng dan agaknya hendak menyusup ke dalam perke-mahan barisannya " Bahkan para komandan pem-bantunya juga sudah tahu " Akan tetapi mengapa mereka itu malah makan minum dan berpesta se-perti tidak mengambil pusing sama sekali " Ini ha-nya Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menunjukkan bahwa Chu Siang Yu amat per-caya kepada kekuatannya sendiri. Diam-diam tiga orang muda itu memperhati-kan para komandan pembantu Chu Siang Yu dan bagaimanapun juga, di dalam hati Seng Kun merasa tidak senang melihat kenyataan bahwa pemimpin pemberontak yang masih sanaknya ini ternyata te-lah mempergunakan tenaga-tenaga asing dalam pasukannya. Di situ duduk beberapa orang yang dari bentuk tubuh, muka dan pakaiannya, juga lo-gat bicaranya, jelas menunjukkan bahwa mereka itu adalah orang - orang asing. Di antaranya terdapat seorang laki - laki raksasa Mongol yang keli-hatan amat kuat. Tubuhnya tinggi besar, kokoh seperti bukit karang, dan dengan pakaian seorang panglima yang bersisik emas, sungguh dia nam-pak menakutkan. Kedua pergelangan tangannya dilindungi kulit berlapiskan perak, dan rambutnya yang pendek dibiarkan teriap ke belakang, diikat dengan pita, sedangkan mukanya penuh brewok yang sudah bercampur uban.. Sepasang matanya besar dan tajam, dan sikapnya agak kasar seperti sikap orang- orang yang tidak memperdulikan sopan - santun, juga dari gerak - geriknya masih terbayang keliarannya dan agaknya dia mengang-gap rendah orang - orang lain. Seorang lawan yang amat tangguh, pikir Seng Kun. Setelah makan minum selesai, Chu Siang Yu lalu berkata sambil tersenyum lebar, "Kita malam ini menyambut tiga orang muda yang memiliki il-mu kepandaian tinggi, oleh karena itu, sudah se-patutnya kalau kita memberi pertunjukan ilmu silat. Nah, siapa mau memulai untuk menyambut para tamu kita yang gagah ?" Mereka semua sudah minum arak cukup banyak yang membuat kepala dan hati terasa ringan. Gin I Ciaugkun sudah bangkit berdiri dan menjura ke arah pemimipinnya. "Biarlah saya yang bodoh menghormati putera dan puteri Bu Hong Seng-jin !" katanya dan setelah Chu Siang Yu mengang-guk setuju, kakek berusia empatpuluh tahun lebih ini menuju ke tengah ruangan itu dan mulailah dia bersilat. Kakek ini bertubuh tinggi tegap dan bermuka brewok. Gerakan kaki tangannya mantap dan ke-tika dia bermain silat beberapa lamanya, orang-orang di situ mulai merasakan sambaran hawa dingin. Kiranya panglima baju perak ini memiliki ilmu sinkang yang disebut Swatciang (Tangan Salju) dan pukulan yang mengandung hawa dingin itu amat berbahaya bagi lawan. Setelah dia sele-sai bersilat dan memberi hormat kepada pemimpinnya, Chu Siang Yu bertepuk tangan memuji, diikuti oleh orang - orang yang hadir di situ. Me-lihat rekannya sudah maju, Kim I Ciangkun tidak mau ketinggalan. Diapun memperlihatkan ketang-kasannya. Tubuhnya yang tinggi KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ kurus bergerak cepat dan tak lama kemudian, gerakan kedua ta-ngannya itu mengeluarkan hawa panas menyam-bar-nyambar. Itulah ilmu Hui-ciang (Tangan Api) yang tidak kalah ampuhnya dibandingkan dengan Swat - ciang milik rekannya tadi. Juga Kim I Ciangkun menerima sambutan pujian dan tepuk tangan. Sejak tadi, raksasa Mongol yang duduknya ber-hadapan dengan isteri Chu Siang Yu sehingga dia dapat menatap wajah Bwee Hong dengan jelas, memperlihatkan sikap amat tertarik kepada dara ini. Dia bersikap kasar dan biarpun dia tidak berani secara terus terang mengeluarkan kata - kata yang menyinggung, namun kerling matanya yang lebar itu selalu menyambar ke arah Bwee Hong, mem-buat dara ini kadang - kadang mengerutkan alisnya dan membuang muka. Kini, melihat betapa dua orang rekannya itu memperlihatkan ilmu kepan-daian, si raksasa Mongol inipun bangkit berdiri dan mengajukan diri untuk menghibur para tamu. Tentu saja permintaannya dikabulkan dengan gem-bira oleh Chu Siang Yu. Dengan langkah gagah raksasa ini menuju ke tengah mangan. Raksasa ini adalah adik dari Malisang, kepala suku Mongol yang menjadi sekutu Chu Siang Yu dan bekerja sama dengan pasukan yang dipimpin oleh Kwa Sun Tek putera ketua Tai - bong - pai. Usianya sudah hampir limapuluh tahun dan dalam hal il-mu silat, ilmu gulat dan tenaga, dia tidak kalah oleh kakaknya. Sejak tadi dia terpesona oleh ke-cantikan Bwee Hong, maka kini dia maju untuk menjual tampang, untuk menarik perhatian dara yang membuatnya tergila - gila itu. Mulailah raksasa Mongol ini bersilat dan begitu dia menggerakkan kedua kakinya, lantai bergo-yang - goyang dan seluruh kemah itu tergetar. Ju-ga kedua tangannya yang menyambar - nyambar mendatangkan hawa pukulan yang amat kuat. Akan tetapi, baru belasan jurus raksasa ini bersilat, dia menghentikan gerakannya. Sejak tadi dia ber-silat sambil tersenyum dan mengerling ke arah Bwee Hong, akan tetapi nona ini malah memaling-kan muka dan tidak mau nonton kelihaiannya. Hal ini membuatnya merasa penasaran. Dia bersilat hanya untuk pamer kepada nona itu, akan tetapi yang dipameri malah membuang muka! Semua orang merasa heran melihat raksasa itu berhenti bersilat, bahkan Chu Siang Yu sendiri bertanya mengapa ilmu silat yang belum selesai dimainkan itu dihentikan tiba - tiba " ''Bermain silat sendirian kurang menggembira-kan," kata si raksasa Mongol dengan logat asing. "Para tamu kita adalah orang - orang yang memiliki kepandaian tinggi. Kata orang persilatan, per-kenalan tidaklah akrab tanpa melalui adu silat. Oleh karena itu, aku meropersilahkan seorang di antara tiga tamu kita yang gagah untuk maju dan bermain - main denganku beberapa jurus. Akan tetapi, orang bilang bahwa kepalan tidak mempunyai mata, maka aku takut kalau - kalau aku akan salah tangan dan lupa, melukai tamu terhormat. Oleh karena jitu, agar aman, kuharap nona tamu sudi memperlihatkan kepandaian. Kalau mengha-dapi lawan wanita, tentu aku tidak akan lupa dan tidak akan salah tangan, ha - ha - ha !" Mendengar ucapan ini, para perwira yang wa-taknya kasar tertawa. Akan tetapi tiga orang muda itu tentu saja merasa mendongkol sekali. Dan Seng Kim merasa makin tidak suka kepada pemim-pin pemberontak yang menjadi sanaknya. Di situ-ah letak kelemahan Chu Siang Yu, pikirnya. Ber-beda dengan Liu Pang yang pandai memilih se-kutu dan anak buah, yang sebagian besar terdiri dari para pendekar dan rakyat jelata, sebaliknya Chu Siang Yu memilih orang - orang asal pandai ilmu silatnya saja, biarpun orang itu datang dari go-longan yang sesat, bahkan tidak segan bersekutu dengan pihak asing! Seng Kun berpikir bahwa tidaklah pantas membiarkan Bwee Hong menjadi buah tertawaan melawan raksasa yang tangguh ini. Dan kalau A - hai yang maju, dia khawatir kalau-kalau A - hai yang kadang - kadang masih kumat itu akan menurunkan ilmunya yang amat hebat dan raksasa ini akan terpukul tewas. Jalan terbaik adalah dia sendiri yang maju, mencoba mengalah-kan raksasa ini tanpa membuat Chu Siang Yu ma-rah. Maka diapun cepat mendahului adiknya dan A - hai yang sudah memandang marah kepada rak-sasa itu. Dengan tenang dan sabar dia memberi hormat kepada raksasa itu. "Ciangkun, harap maafkan adikku kalau tidak dapat memenuhi undangaranu karena tentu saja adikku bukanlah tandinganmu. Biarlah aku me-wakilinya menerima petunjuk petunjuk dari ciangkun." Raksasa itu memandang kepada Seng Kun dan tertawa, sikapnya memandang rendah sekali. "Ah, jadi engkau adalah kakak nona itu " Ba-gus, dengan mengingat bahwa engkau kakaknya, tentu akupun berlaku hati - hati agar tidak sampai melukaimu, orang muda. Dan jangan KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ khawatir, andaikata engkau terluka olehku, akupun mempu-nyai obatnya untuk menyembuhkanmu." Sungguh tekebur sekali sikap dan ucapan raksa-sa Mongol ini. Akan tetapi Seng Kim tetap tenang saja. "Ciangkun, lebih baik kita segera mulai dari pada membuang-buang waktu dengan obrolan kosong." Melihat ada nada marah dalam ucapan Seng Kun, raksasa itu mendengus, akan tetapi mulutnya masih tersenyum - senyum. "Baik, kau jagalah pu-kulanku!" "Wuuuuttt !" Pukulan itu memang kencang sekali datangnya, dan amat kuatnya karena sebelum kepalan tiba, angin pukulannya sudah terasa oleh Seng Kun dan membuat bajunya berkibar. Akan tetapi pemuda ini tentu saja dapat mengelak dengan sigapnya. Dia membiarkan si raksasa memukul sampai empat kali berturut-turut, selalu menghindarkan diri dengan jalan mengelak. Pada pukulan ke lima, yang dilakukan dengan keras sekali karena raksasa itu mulai merasa penasaran melihat semua pukulannya luput, Seng Kun menangkis sambil mengerahkan tenaganya. "Dukkk !!" Akibat dari adu tenaega ini membuat Seng Kun terlempar dan hampir terjeng- kang kalau saja dia tidak memiliki ginkang yang baik sekali sehingga dia mampu meloncat ber- jungkir balik dan tidak sampai terbanting. Dia ter-kejut, karena tidak disangkanya raksasa itu memi-liki tenaga sehebat itu. "Ha - ha - ha, aku membuatmu kaget " Maaf, dan hati - hatilah !" Raksasa itu tertawa girang dan nada suaranya mengejek sekali. Bagaimanapun juga, Seng Kun hanya seorang manusia biasa dan kesabaran ada batasnya. Dia mulai merasa pena-saran dan mukanya menjadi merah. Ketika rak-sasa itu menyerang lagi, dia mengelak dan balas menyerang dengan tamparan ke arah dada lawanAkan tetapi, betapa kagetnya ketika melihat lawan tidak mengelak atau menangkis sama sekali, seba-liknya membiarkan dadanya dipukul akan tetapi membarengi dengan pukulan ke arah perut Seng Kun. Pukulan yang keras sekali! "Bukkk!" Tamparan tangan Seng Kuaa tepat mengenai dada, akan tetapi pemuda itu menahan seruannya karena telapak tangannya terasa nyeri dan pedas. Kiranya baju perang itu terbuat dari pada logam tipis yang amat kuat dan di antara si-siknya itu terdapat bagian runcing sehingga akan dapat melukai pukulan tangan lawan! Hampir saja perut Seng Kun kena terpukul kalau saja dia tidak meloncat ke belakang dan pada saat itu Bwee Hong meloncat ke depan hendak membantu ka-kaknya. "Hong - moi, mundur !" Seng Kun berseru kepada adiknya setelah dia terbebas dari pada pukulan ke arah perutnya tadi. Untung kepalan tangan lawan itu hanya menyerempet kulit perut dan bajunya, kalau mengenai perut dengan tepat, mungkin dia akan celaka mengingat besarnya te-naga lawan. "Ha - ha - ha, kalau engkau hendak maju seka-lian, silahkan, nona. Dikeroyok dua akan menjadi semakin meriah !" "Lihat serangan !" Seng Kun membentak ma-rah melihat kecongkakan raksasa itu dan kini dia-pun mulai menyerang. Dan si raksasa terkejut karena gerakan Seng Kun itu cepat bukan main, tu-buhnya seperti terbang saja dan kedua tangannya seperti berobah menjadi banyak! Raksasa itu menggunakan kedua tangan untuk menangkis, bahkan berusaha menangkap dengan ilmu gulat, namun Seng Kun terlalu cepat baginya dan tahu-tahu pemuda itu sudah berada di belakangnya dan sekali renggut, terlepaslah ikatan rambutnya ! Pa-da saat tali rambutnya putus direnggut tangan Seng Kun, pemuda ini memberi sentilan dengan jari tangannya pada tengkuk lawan. Hal ini dila-kukannya untuk memberi isyarat kepada lawan bahwa kalau dia berniat buruk, betapa mudah baginya untuk mengganti sentilan itu dengan totok-kan atau pukulan maut ! Akan tetapi, raksasa Mongol itu adalah seorang kasar yang tidak mengenal segala macam isarat dan sindiran halus seperti itu. Baginya, dalam perke-lahian atau adu kepandaian hanya ada dua hal, kalah atau menang. Dan dia belum merasa kalah kalau hanya direnggutkan tali rambutnya sampai terlepas saja ! Maka dengan gerengan keras, dia menyerang lagi. Seng Kun cepat menghindarkan diri dengan loncatan ke samping dan pada saat itu terdengar seruan Chu Siang Yu. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Tahan pukulan ! Cukup sudah, kita di antara kawan sendiri !" Dan tahu - tahu tubuh Chu Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Siang Yu yang tadinya masih duduk di atas kursi sudah melayang dan berdiri di antara dua orang itu. Melihat gerakan ini, A-hai mengangguk - angguk dan kagum akan kelihaian pemimpin pemberontak itu. Sementara, itu, raksasa Mongol yang merasa belum kalah, menjadi Pendekar Muka Buruk 10 Dewi Ular 90 Misteri Surat Setan Tangan Geledek 5