Darah Pendekar 23
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Bagian 23 penasaran dan sikapnya ma-sih marah. Keadaan menjadi tegang, akan tetapi pada saat itu terdengar suara anak panah menga-ung di udara, disusul suara ribut - ribut di kejauh-an. Peristiwa ini menyadarkan si raksasa dan dia-pun cepat menjura kepada sekutu dan pemimpin-nya, lalu kembali ke tempat duduknya. Seng Kun juga duduk kembali dan anehnya, peristiwa itu agaknya tidak mempengaruhi sikap Chu Siang Yu yang masih saja melanjutkan makan minum. Tiba-tiba muncul dua orang berpakaian pen-jaga yang datang berlari - lari dan menjatuhkan diri berlutut, memberi laporan bahwa musuh ge-lap mulai menyerang. "Bodoh ! Tidak tahukah kalian bahwa Ong - ya sedang menyambut tamu " Hayo pergi, jangan diganggu!" Dua orang itu memberi hormat dan pergi. Tentu saja hal ini amat mengherankan hati Seng Kun dan teman - temannya. Tak lama kemudian, kembali datang dua orang perwira yang nampak gugup. Dua orang ini segera membuat laporan, "Ada beberapa orang penga-cau memasuki perkemahan kita. Mereka berkepan-daian tinggi sekali dan beberapa orang perajurit terbunuh secara aneh dan mengerikan." Kini Chu Siang Yu sendiri yang menjawab de-ngan sikap tak acuh. "Sudah, kalian kembalilah ke tempat penjagaanmu. Tak perlu gelisah. Iblis-iblis itu tidak dapat berbuat seenaknya sendiri. Mereka sudah dikepung dan semua akan dapat kita binasakan !" Diam - diam Seng Kun bertiga menjadi semakin kagum. Orang ini benar - benar amat tabah, pan-dai dan berwibawa. Dan memang bukan bual ko-song saja ketika Chu Siang Yu menghibur dua orang penjaga tadi. Ketika mereka berdua kem-bali ke tempat penjagaan, para penyelundup itu telah dikepung ketat oleh jagoan - jagoan yang su-dah dipersiapkan oleh Chu Siang Yu dan para pembantunya. Seorang di antara para penyelun-dup itu, yang berusia kurang lebih empatpuluh tahun, berwajah ganteng pesolek dan bersenjata sebatang huncwe berlapis emas, dikeroyok oleh lima orang jagoan pilihan. Tak jauh dari situ ter-dapat pula seorang wanita cantik berusia sekitar tigapuluh tahun yang mengamuk dengan senjata pedang pendek di tangan kiri dan sehelai sabuk di tangan kanan. Juga wanita ini dikepung oleh lima orang jagoan. Dua orang penyelundup ini adalah pembantu - pembantu Raja Kelalawar yang lihai, yaitu Jai-hwa Toat - beng - kwi si penjahat cabul dan Pek - pi Siauw - kwi, Si Maling Cantik. Di depan gedung ransum terjadi pulas pengero-yokan atas diri San - hek - houw yang mengamuk dengan senjatanya yang istimewa itu, ialah seba-tang rantai baja dengan ujung tombak jangkar. Sedangkan di dekat kandang kuda terdapat pula perkelahian seru antara Sin - go Mo Kai Ci Si Bua-ya Sakti yang juga dikeroyok oleh banyak orang. Ternyata empat orang pembantu utama Raja Ke-lelawar itu masuk perangkap. Maka dibiarkan memasuki perkemahan, lalu dikepung ketat dan dikeroyok oleh jagoan jagoan yang memang sudah dipersiapkan terlebih dahulu oleh Chu Siang Yu dan para pembantunya. Empat orang penjahat itu marah sekali. Mere-ka tidak mengira akan terperangkap oleh pihak musuh, maka mereka mengamuk dengaa hebatnya. Sepak terjang mereka, terutama sekali Si Buaya Sakti dan Si Harimau Gunung, benar-benar amat menggiriskan. Perajurit perajurit yang berani mencoba untuk ikut mengeroyok, banyak yang roboh dan tewas. Debu dan batu kerikil berham-buran, kemah - kemah di sekitar tempat mereka mengamuk itu roboh. Dua orang iblis ini meng-amuk sambil mengeluarkan caci - maki dan ge-raman - geraman seperti binatang buas. Betapapun juga, yang mengepung dan mengeroyok mereka adalah jagoan - jagoan dan juga banyak jumlahnya sehingga mereka berempat itu tidak melihat jalan, keluar untuk meloloskan diri, maka mereka meng-amuk mati - matian. Sementara itu, di atas puncak tiang kemah tak jauh dari situ, terdapat sesosok tubuh berdiri tegak seperti seekor burung hinggap di ujung tiang. Pa-kaian dan jubahnya berwarna hitam sehingga su-kar dapat dilihat. Si jubah hitam ini memandang ke bawah, ke arah perkelahian itu dan dia menge-pal tinju, bibirnya bergerak memaki - maki marah. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Keparat! Gila! Tak kusangka bangsat Chu Siang Yu begini cerdik. Kiranya dia tidak boleh dipandang ringan, para pembantunya juga banyak yang lihai. Jahanam benar !" Tubuh yang tinggi besar itu tiba - tiba bergerak melayang ke atas puncak tenda lain, kemudian meloncat lagi dari tenda ke tenda seperti seekor kelelawar saja gesit dan ringannya. Kemudian dia hinggap di puncak perkemahan pusat di mana Chu Siang Yu sedang makan minum dengan para ta-munya. Begitu berjumpa dengan tiga orang muda itu, Chu Siang Yu sudah tertarik sekali dan dia dapat menduga bahwa tiga orang muda ini adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi dan akan dapat menjadi tenaga - tenaga yang amat penting baginya. Oleh karena itu, sambil menja-lankan siasatnya untuk menjebak pihak musuh yang berani menyelundup ke perkemahan, dia juga berusaha untuk menyenangkan hati tiga orang muda itu dan kalau mungkin dia akan menarik mere-ka menjadi pembantu - pembantunya. "Sam-wi adalah orang-orang muda yang luar biasa," akhirnya sambil menyuguhkan arak dia berkata. "Sam - wi merupakan orang - orang muda yang memiliki harapan baik sekali untuk mencapai kedudukan tinggi dan mulia, dan pertemuan anta-ra kita ini membuka kesempatan yang amat baik bagi kalian. Kota raja sudah berada di telapak ta-ngan kita, tak lama kemudian kita akan dapat menguasainya. Dan aku akan merasa gembira se-kali kalau dapat memperoleh bantuan sam - wi dalam membangun kerajaan baru." Seng Kun terkejut mendengar ini. Baru dia ta-hu sekarang mengapa pemimpin pemberontak ini bersikap demikian baiknya terhadap dia bertiga. Kiranya mempunyai maksud untuk memperguna-kan mereka sebagai pembantu. Diapun cepat me-wakili teman dan adiknya itu, memberi hormat kepada pemimpin pemberontak itu. "Kami kakak beradik menghaturkan terima ka-sih atas maksud baik taijin. Akan tetapi, pada sa-at ini kami sama sekali belum memikirkan tentang kedudukan atau pekerjaan . . . . . . " "Wah, saya sendiripun masih mempunyai ba-nyak sekali urusan keluarga dan pribadi sehingga tidak sempat memikirkan tentang urusan keduduk-an !" A - hai juga berkata. "Kami masih amat mengkhawatirkan keadaan ayah kandung kami!" Bwee Hong juga membantu kakaknya. "Saya ingin sekali mengetahui bagaimana sebenarnya dengan keadaan ayah kandung kami itu ?" Chu Siang Yu menarik napas panjang menyem-bunyikan rasa kecewa hatinya. Dia maklum bahwa menghadapi orang - orang muda yang lihai ini ti-dak boleh tergesa - gesa, apa lagi mempergunakan tekanan. "Menurut keterangan Kim I Ciangkun memang benar ayah kalian ditangkap dan dimasukkan pen-jara. Tentu saja hal itu terlihat oleh Kim I Ciang-kun dan Gin I Ciangkun sebelum mereka berdua lari dari istana setelah melihat keadaan yang kacau di istana, di mana kaisar muda itu mempergunakan para datuk kaum sesat untuk menjadi pengawal-pengawal dan pembantu- pembantu. Banyak pe-jabat yang setia seperti kedua ciangkun itu tidak tahan melihat betapa pembesar - pembesar yang jujur dijebloskan penjara atau dibunuh, sedangkan penjahat - penjahat rendah diberi kedudukan ting-gi. Kim I Ciangkun menambahkan keterangan pe-mimpinnya. "Bu Hong Seng - jin sebagai seorang penasihat istana, mencoba untuk mengingatkan sri baginda kaisar yang masih muda itu. Akan tetapi beliau malah kena marah dan ditangkap, dijeblos-kan ke dalam penjara." "Akan tetapi kalian jangan khawatir. Kota raja sudah kita kepung dan sebentar lagi, kalau kita sudah dapat menguasai kota raja, kalian akan dapat menyelamatkan ayah kandung kalian. Oleh karena itu, marilah kalian bantu kami untuk menyerbu kota raja besok." Seng Kun dan adiknya saling pandang, tidak dapat segera menjawab. Tentu saja mereka ber-dua yang bertugas menyelidiki keadaan musuh Liu Pang dan menyelidiki keadaan ayah mereka, tidak mungkin kalau kini malah bergabung dengan pemberontak Chu Siang Yu dan membantunya menyerbu kota raja. Dan A - hai sendiri kini keli-hatannya tidak tertarik lagi, bahkan seperti tidak mengacuhkan percakapan itu dan perhatiannya seperti tertarik oleh hal lain. Tiba - tiba api lilin - lilin yang berada di dalam ruangan itu bergoyang seperti tertiup angin dan mereka yang berada di situ tidak sadar bahwa di dalam ruangan itu telah bertambah seorang lagi kalau saja A - hai t;dak menyapanya. "Silahkan masuk !" KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Mendengar ucapan A - hai, Chu Siang Yu dan semua orang menoleh dan mereka semua terkejut bukan main melihat betapa di ambang pintu ke-mah itu telah berdiri seorang laki - laki tinggi yang mengenakan pakaian dan jubah hitam ! Penjaga penjaga yang berdiri di luar pintu kemah itu agak-nya tidak melihat masuknya orang ini dan hanya A - hai seorang yang melihatnya. Akan tetapi, kini terjadi keanehan. Orang yang mereka semua du-ga tentu Si Raja Kelelawar itu yang tadinya melangkah dengan gerakan kaki seperti tidak meng-injak tanah, tiba - tiba berhenti dan matanya ter-belalak menatap wajah A - hai, kemudian tiba - tiba kakinya melangkah ke samping dan memasang kuda - kuda sambil menjaga jarak antara dia dan A - hai, agaknya siap untuk berkelahi! A-hai juga memandang dengan tajam penuh selidik, akan te-tapi dia tidak mengenal orang ini dan hanya me-mandang dengan wajah heran. "Kiranya engkau belum mampus juga !" Tiba - tiba orang itu berkata dengan mata mende-lik. Dan terjadilah perobahan pada wajah A - hai. Wajahnya yang tadinya nampak keheranan meli-hat tingkah laku orang berpakaian hitam itu, kini berkerut - kerut seolah olah terjadi sesuatu di da-lam ingatannya. Matanya terbuka lebar dan men-corong, seperti hendak menembus ke dalam dada orang berjubah hitam itu, memandang penuh seli-dik, mukanya menjadi merah sekali dan dahinya berdenyut - denyut. "Siapa siapakah engkau " Aku ...... aku seperti mengenal suaramu " Dia tergagap menudingkan telunjuknya kepada orang itu. Orang berjubah hitam itu agaknya menemukan kembali ketenangannya. Mulutnya tersenyum mengejek dan dia tidak lagi mengacuhkan A - hai, melainkan memutar tubuhnya memandang ke sekeliling. Semua orang tadinya seperti terpesona oleh ketegangan yang terjadi ketika A - hai menegur orang itu, dan barulah kini mereka sadar akan si-apa orangnya yang telah begitu berani memasuki kemah pusat ini. Kim I Ciangkun segera menge-nalnya dan tanpa banyak cakap lagi, bekas penga-wal jagoan di kota raja ini sudah menerjang sambil mengerahkan Hui - ciang (Tangan Api), memukul ke arah orang berpakaian hitam itu. Angin keras menyambar berikut hawa yang amat panas. (Bersambung jilid ke XXX.) xx - ? DARAH PENDEKAR " - xx Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo Jilid XXX "BERHENTI !" Tiba-tiba orang berpakaian hitam itu membentak sambil memandang ke muka Kim I Ciangkun dan sungguh aneh, tiba - tiba saja Kim I Ciangkun berhenti di tengah tengah serangannya, seolah - olah dia te-lah berobah menjadi patung, mukanya memba-yangkan kebingungan dan matanya terbelalak. "Keluar kamu !" Kembali si jubah hitam mem-bentak dan semua orang terkejut dan heran sekali melihat betapa seperti orang yang amat patuh, Kim I Ciangkun membalikkan tubuhnya dan tertatih-tatih melangkah keluar kemah itu. Takutkah pang-lima pengawal yang lihai ini " Akan tetapi Chu Siang Yu dan mereka yang memiliki kepandaian tinggi di dalam kemah itu dapat menduga apa yang telah terjadi. Si Raja Ke-lelawar, orang yang berpakaian dan berjubah Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo hitam itu, tentu telah mempergunakan ilmu sihirnya un-tuk menguasai dan menaklukkan Kim I Ciangkun, maka Chu Siang Yu lalu mengeluarkan suara me-lengking nyaring yang mengandung getaran khi-kang kuat sekali. Lengkingan ini ternyata mampu memecahkan daya pengaruh sihir yang dikerahkan oleh Si Raja Kelelawar kepada Kim I Ciangkun karena panglima pengawal itu tiba - tiba berhenti di ambang pintu tenda lalu membalik memandang kepada orang berjubah hitam itu. Akan tetapi, orang aneh itu mengulur tangan kiri dan telapak tangan kirinya dihadapkan ke arah Kim I Ciangkun dan tiba - tiba saja panglima pe-ngawal ini merasa betapa ada kekuatan dahsyat menghimpitnya dari semua penjuru, membuat dia tidak dapat berkutik, seolah - olah tenaganya habis tersedot. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Perlahan - lahan, sambil menyeringai sadis, Raja Kelelawar mengangkat tangan kanannya ke atas, siap melakukan pukulan maut ke arah lawan. Ba-rulah semua orang sadar akan bahaya yang meng-ancam keselamatan Kim I Ciangkun. Belasan orang perajurit pengawal yang berada di luar pintu lalu menyerbu masuk dan dengan tombak di tangan mereka itu menyerang. Bagaikan hujan senjata-senjata itu menyambar dan mengenai tubuh Raja Kelelawar! Akan tetapi, terdengar suara keras dan semua senjata itu terpental seperti mengenai tubuh yang terbuat dari baja yang amat kuat saja! Ten-tu saja para perajurit itu merasa ngeri dan otomatis mereka melangkah mundur dengan mata terbela-lak dan wajah pucat. Tangan kanan Raja Kelelawar yang tadinya sudah siap menghantam Kim I Ciangkun, kini di- gerakkan, bukan memukul Kim I Ciangkun melain-kan dialihkan, menyapu ke samping, ke arah para perajurit yang menyerang tadi. Hembusan angin dingin melanda mereka ini dan seperti daun- daun kering tertiup angin, belasan orang perajurit itu berpelantingan dan terdengar mereka mengeluh dan merintih. Beberapa orang di antara mereka bahkan tidak sempat mengeluh lagi karena lang-sung tewas seketika! "Tahan !!" Chu Siang Yu melompat ke depan menghadapi orang berjubah hitam itu yang memandang kepadanya dengan senyum mengejek. "Kalau tidak keliru, engkau adalah panglima kera-jaan yang baru diangkat oleh kaisar muda. Eng-kau adalah Si Raja Kelelawar itu, bukan ?" "Pemberontak she Chu! Dosamu bertumpuk dan aku sendiri yang akan menghukummu!" Raja Kelelawar berseru dan begitu tangannya bergerak, angin dahsyat menyambar ke arah pemimpin itu. Akan tetapi, ternyata Chu Siang Yu juga bukan orang sembarangan. Dia memiliki ilmu silat yang cukup tinggi dan serangan Raja Kelelawar yang dahsyat itu dapat dielakkannya dengan baik, bah-kan diapun membalas dengan serangan pedang-nya. Demikian cepatnya Chu Siang Yu telah men-cabut pedang dari pinggangnya dan menyerang sehingga Raja Kelelawar juga terkejut dan cepat mengelak sambil bersikap hati-hati, tidak berani memandang rendah pemimpin pemberontak ini yang ternyata adalah seorang ahli pedang yang berbahaya juga. Terjadilah perkelahian hebat dan para pembantu Chu Siang Yu tentu saja tidak mau membiarkan pemimpin mereka terancam bahaya di tangan raja iblis itu. Mereka serentak maju me-ngepung dan mengeroyok. Akan tetapi, kepandai-an raja iblis itu memang hebat sekali sehingga da-lam waktu singkat saja, tiga orang pengeroyok telah dapat dirobohkannya dan Chu Siang Yu sen-diri terdesak hebat. Pemimpin pemberontak itu lalu bersuit nyaring dan muncullah tujuh orang berseragam putih-putih mengkilap yang meme-gang sebatang pedang di tangan kanan dan sebuah perisai di tangan kiri. Sambil bergulingan, tujuh orang itu maju dan membuat gerakan mengepung Raja Kelelawar. Chu Siang Yu dan para pemban-tunya mundur karena mereka bahkan akan menga- caukan gerakan Jit-seng-tin (Barisan Tujuh Bin-tang) ini kalau mereka membantu. Raja Kelelawar berdiri tegak memandang tujuh orang lawan yang kini mengepungnya dan tujuh orang itu semua bertindak mengitarinya. Sungguh merupakan pemandangan yang amat menegangkan dan juga mempsonakan. Karena pakaian para pe-ngepung ini putih putih mengkilap, maka pakaian Raja Kelelawar yang serba hitam itu menjadi me-nyolok sekali. Tiba-tiba seorang di antara tujuh anggauta Jit - seng - tin itu mengeluarkan bentakan sebagai aba - aba dan mulailah bergerak menyerang secara teratur sekali. Raja Kelelawar menghadapi mere-ka dengan tenang dan biarpun tujuh orang itu dapat bergerak saling bantu dan tentu saja gerakan mereka amat cepat karena susul - menyusul, namun Raja Kelelawar dengan gin - kang yang luar biasa dapat mengimbangi mereka, bahkan dapat mema-tahkan semua serangan mereka yang membentuk bintang-bintang. Belum lewat tiga jurus Raja Kelelawar sudah mengenal inti gerakan mereka dan kini dialah yang memimpin dan menyerang sehingga bentuk barisan itu membayar dan menjadi ka-cau. Ketika memperoleh kesempatan baik, Raja Kelelawar itu membentak keras dan tangannya yang bergerak itu dapat bertemu dengan dada dan punggung dua orang pengeroyok. "Takk! Takkk!" Raja iblis itu berseru kaget dan meloncat ke belakang ketika merasa betapa tangannya bertemu benda keras yang amat kuat. Tahulah dia bahwa di balik baju putih mengkilap itu tersembunyi pe-risai baja yang kuat. Maka, pukulannya tadi ha-nya membuat mereka terdorong mundur akan te-tapi tidak terluka parah. Kini Raja Kelelawar ter-desak oleh tujuh orang lawannya. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Marahlah dia. Sekali tangannya bergerak, kedua tangannya itu telah memegang sepasang belati yang mengeluarkan sinar kebiruan. Dan diapun bergerak cepat Mantelnya yang lebar itu membungkus tubuhnya, menjadi perisai yang amat kuat karena mantel itu tahan serangan senjata. Tubuhnya berputar - pu-tar dan terbungkus jubah. Setiap senjata yang sempat menyentuh tubuhnya, mental dan membalik ke arah penyerangnya sendiri dan tubuhnya yang ber ***[All2Txt: Unregistered Filter ONLY Convert Part Of File! Read Help To Know How To Register.]*** pda mereka, akan tetapi robeknya perisai membukti-kan betapa ampuh dan tajamnya sepasang be-lati di tangan raja iblis itu. Gentarlah mereka. "Awas! Jangan terlalu dekat dengan dia!" Chu Siang Yu berseru dan diapun bertepuk tangan be-berapa kali. Kini muncul pula lima pasang orang yang berpakaian hitam hitam. Mereka membawa senjata aneh, yaitu jaring seperti jaring untuk men-jala ikan. Setiap pasang, yaitu dua orang, memba-wa sehelai jaring. Lima pasang orang ini segera mengepung dan berada di sebelah luar tujuh orang Jit - seng - tin. Melihat ini, diam - diam Raja Kele-lawar merasa terkejut sekali. Kiranya Chu Siang Yu telah benar - benar bersiap siaga untuk me-nyambutnya, pikir raja iblis ini. Betapapun lihai-nya dan betapapun ampuh sepasang belatinya kalau sampai dia tertangkap jaring, dia akan cela-ka. Kalau dipikirkan secara mendalam, memang tidak mungkin dia dan empat orang kawannya saja menyerbu perkemahan yang dihuni oleh pu-luhan ribu orang perajurit! Tiba - tiba Raja Kelelawar mengeluarkan pekik melengking dan selagi semua orang terkejut dan seperti pecah rasa anak telinga mereka, raja iblis itu sudah melenting tinggi di udara, menerobos atap kemah yang tinggi itu dan lenyap. Suara leng-kingannya amat hebat, bergema dan seperti ber-gulung - gulung bagaikan kilat bergemuruh, men-deru - deru dari segala penjuru. Semua orang ter-pukau dan seperti kesima, tak dapat bergerak dari tempatnya. Ketika semua orang sadar kembali dan hendak melakukan pengejaran, iblis itu telah le-nyap. Semenjak Raja Kelelawar mengeluarkan pekik melengking tadi, tiba-tiba A-hai yang sejak tadi menonton perkelahian dengan wajah tetap bi ngung mengingat - ingat siapa adanya orang berpa-kaian hitam itu, kini bangkit berdiri dan terjadi pe-rubahan hebat pada wajahnya. Matanya menco-rong ganas, klu mendelik menakutkan. Urat-urat darah di pelipis dan dahinya menggembung seper-ti mau pecah. Uap tipis membungkus kepalanya dan matanya yang melotot itu seperti hendak me-loncat keluar. Peluhnya menetes - netes dan ta-buhnya gemetar hebat seperti erang kedinginan. Melihat keadaan A - hai ini, Bwee Hong tak dapat lagi menguasai rasa gelisah dan ngerinya , "Koko ! Kun - ko , dia dia kenapa ?" Seng Kun cepat menghampiri adiknya dan me-narik tangan adiknya menyingkir menjauhi A- hai, kemudian berteriak kepada semua orang yang ber-ada di situ, "Awas, kawanku ini sedang kumat sakitnya. Harap semua orang menjauhkan diri, kare-na dalam keadaan begini dia berbahaya sekali. Kepandaiannya amat luar biasa !" Kata-kata ini tentu saja disambut dengan se-nyum oleh mereka yang berada di situ. Betapapun lihainya pemuda ini, siapa yang akan takut" Di si-tu penuh dengan orang-orang lihai sehingga Ra-ja Kelelawar sendiripun sampai melarikan diri Sementara itu, Chu Siang Yu sibuk memberi perintah kepada anak buahnya untuk melakukan pengejaran dan juga penjagaan agar diperketat. "Kun-ko tolonglah dia. jangan biarkan dia mati , jangan biarkan dia mati...! Lihat uraturat di kepalanya ah, seperti mau pecah...!" Bwee Hong berteriak sambil meremas-remas tangan kakaknya. Seng Kun mengelus pundak adiknya. "Jangan khawatir, Hong-moi. Kita sekarang tidak bisa mendekatinya. Lihat matanya, siapa mendekat mung-kin dibunuhnya. Kita hanya mengharap mudah-mudahan pengobatan yang kita berikan selama ini mampu menghilangkan hambatan- hambatan yang mengganggu jalan darahnya. Lihat, tonjolan di pelipisnya sudah tidak nampak lagi." "Tidak , tidak , biar dia akan membunuhku, aku akan menolongnya, aku akan menusukkan jarumku di jalan darah tengkuknya. Aihh ... koko, lepaskanlah aku, lepaskan aku biar aku menolongnya !" Bwee Hong meronta - ronta dari pelukan kakaknya. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Jangan...!!" Seng Kun terpaksa membentak adiknya karena dia maklum betul betapa besar ba-hayanya mendekati A-hai di saat seperti itu. Sementara itu, wajah A-hai nampak semakin mengerikan dan tiba - tiba dia mengepal tinju tangannya, dan sekali menggerakkan tangan itu ke kanan, ada angin bersiutan menyambar dan beberapa orang yang berada dua meter jauhnya dari tempat itu terpelanting! "Aku... aku mengenal ... suara melengking itu...! Jahanam...! Engkaulah kiranya orang itu! Engkau...! ENGKAU !!" A-hai menjerit dan tiba - tiba tubuhnya meluncur ke-atas, menerobos lubang atap kemah dari mana Raja Kelelawar tadi melarikan diri. Cepat sekali gerakannya, seperti terbang, seperti anak panah terlepas dari busurnya dan sebentar saja lenyap, hanya terdengar suara lengkingan aneh yang tidak kalah dahsyatnya dibandingkan dengan lengking-an yang dikeluarkan oleh Raja Kelelawar tadi. Semua orang kembali kesima dan terpesona, seperti dalam mimpi saja. Baru beberapa saat kemudian, setelah gema suara melengking itu lenyap, berbondong - bondong orang yang berada di dalam kemah itu keluar. Sementara itu, empat orang kawan Raja Kele-lawar, ketika mendengar pekik lengkingan pemim-pin mereka, berusaha meloloskan diri. Mereka di-kepung ketat dan sukar untuk lolos. Akan tetapi, dasar penjahat - penjahat yang sudah berpengalam-an, mereka menemukan akal dan mereka memba-kari kemah-kemah sehingga keadaan menjadi ka-lut. Di dalam kekalutan itulah, biarpun mereka menderita luka - luka, empat orang iblis itu dapat melarikan diri. Setelah semua penjahat lari dan Chu Siang Yu bersama para pembantunya sibuk Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memadamkan kebakaran dan mengatur penjagaan menenteram-kan para perajurit yang tadi dilanda kekalutan, diam-diam Seng Kun dan Bwee Hong yang di-tinggal pergi A hai itu meninggalkan perkemahan, mengambil jalan yang tadi dilalui Chu Siang Yu. Para penjaga yang mengenal mereka sebagai saha-bat dan tamu pemimpin mereka, tidak menghalangi. Mereka berdua pergi dengan cepat, dengan maksud hendak kembali ke perkemahan pasukan Liu Pang yang tidak begitu jauh dari tempat itu. Di sepanjang perjalanan ini, wajah Bwee Hong nampak berduka sekali. Ia teringat kepada A - hai yang pergi meninggalkan mereka dalam keadaan kumat dan berbahaya, apa lagi kalau diingat bah-wa agaknya A - hai lari melakukan pengejaran ter-hadap Raja Kelelawar yang demikian sakti dan ga-nasnya. "Koko, bagaimana kalau A - hai nanti dibunuh oleh Raja Kelelawar " Biarpun dia juga lihai kalau sedang kumat, akan tetapi mana mungkin dia akan mampu menandingi Raja Kelelawar yang sakti itu ?" Seng Kun diam saja. Matanya menatap wajah adiknya. "Hong - moi, serahkan saja kepada Thian. Pada hakekatnya, A - hai adalah seorang yang amat baik budinya dan aku yakin bahwa orang yang ba-ik budinya pada akhirnya akan selamat lahir batin-nya dan akan bahagia hidupnya. Pada saat ini kita tidak mampu berbuat sesuatu, karena kita tidak a-kan mampu mencari kedua orang yang memiliki kepandaian amat tinggi itu." "Ah, koko, aku khawatir aku gelisah " Bwee Hong menahan isaknya. Seng Kun merangkulnya dengan hati terharu. "Adikku engkau mencintanya?" Bwee Hong tidak mampu menjawab, akan te-tapi pertanyaan kakaknya itu membuat ia menangis tersedu - sedu di atas dada kakaknya yang merang-kul dan mengelus rambutnya. Cinta kasih adalah sesuatu yang hanya dapat dirasakan. Bukan sesuatu yang dapat dipikirkan. Cinta kasih tidak terpengaruh oleh pikiran, karena-nya tidak pernah membuat perhitungan untung rugi. Segala perbuatan kita manusia sekarang ini penuh dengan perhitungan untung rugi, oleh kare-na itu, pamrih memperoleh keuntungan menjauhi kerugian ini membuat setiap perbuatan kita palsu dan pura - pura, menyembunyikan pamrih. Hanya cinta kasih sajalah satu - satunya yang masih mem-beri harapan. Perbuatan yang didasari cinta kasih adalah perbuatan yang bebas dari pada pamrih mencari keuntungan atau kesenangan. Hidup tanpa adanya cinta kasih sama dengan mati, karena hidup menjadi hampa, membuat manusia tiada bedanya dengan sebuah robot. Dan cinta kasih ini baru nam-pak, baru muncul, sinarnya baru terang memenuhi hati yang tidak lagi dipenuhi keinginan-keinginan. ** * KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Malam itu terang bulan, sunyi akan tetapi me-nyejukkan hati, sama dengan sejuknya suasana dan udara yang penuh dengan sinar bulan kuning kehijauan. Di tepi sebuah hutan, tak jauh dari perke-mahan barisan pendekar yang dipimpin oleh Liu Pang, nampak dua orang duduk di atas rumput. Seorang pemuda dan seorang gadis. Tidak ada pe-mandangan yang lebih mesra, lebih menyenangkan dilihat dari pada sepasang muda-mudi ber-cengkerama di bawah sinar bulan, di tempat yang sunyi dan sejuk aman, pada saat yang amat roman-tis penuh damai. Akan tetapi, asmara tidak selamanya menda-tangkan kebahagiaan! Asmara antara pria dan wa-nita membutuhkan sambutan dari kedua pihak ! Kalau hanya sepihak yang mencinta sedangkan pihak lain tidak, maka asmara mendatangkan seng-sara, kekecewaan, patah hati! Bahkan sambutan kedua pihak sajapun belum cukup. Banyak terjadi dua orang muda yang saling mencinta, yang ber-sumpah disaksikan Langit dan Bumi bahwa mereka akan saling mencinta sampai selamanya, kemudian bercerai kasih, bahkan cinta mereka berobah men-jadi benci! Cinta asmara seperti itu mengenal pula cemburu, mengenal kebosanan, karena cinta asmara seperti itu mengandung nafsu dan nafsu sela-lu didampingi oleh kebosanan. Demikian pula, kalau kita mengikuti percakap-an antara pemuda dan gadis di tepi hutan itu di bawah sinar bulan, akan ternyata bahwa mereka tidaklah semesra seperti nampaknya. "Nona Ho, betapa sempit dunia ini kalau kita bayangkan betapa sudah bertahun tahun kita pernah bertemu secara kebetulan saja. Kemudian kita saling berpisah, bertahuntahun lamanya, menempuh jalan hidup masing-masing, akan tetapi akhirnya kita saling berjumpa pula di sini, Aneh, bukan ?" Ho Pek Lian, dara itu, tersenyum mengangguk, "Kwee - taihiap...." "Aih, jangan menyebutku taihiap (pendekar besar), nona." "Hemm, aku tidak pernah dapat melupakan bahwa engkau dahulu adalah ketua lembah yang memimpin banyak orang gagah " "Lupakan saja hal itu, nona. Engkau sendiripun seorang pemimpin para pendekar yang berjuang, dan aku, selama menjadi murid suhu, tidak lagi mau mencampuri urusan perang. Aku adalah Kwee Tiong Li biasa, bukan pendekar besar bukan pula pejuang " "Baiklah, Kwee - toako. Akan tetapi apa sih a-nehnya pertemuan antara kita " Bagaimanapun juga, masih terdapat kesamaan antara kita, yang je-las, kita sama sama menentang segala macam bentuk kejahatan. Tentu saja besar kemungkinan kita saling jumpa." "Nona eb, sebaiknya kusebut adik padamu karena engkau menyebutku toako. Lian - moi, ma-sih ingatkan engkau akan pertemuan kita yang pertama kali ?" Pek Lian tertawa. 'Tentu saja. Di sebuah rumah yang gelap, engkau membunuh beberapa orang perwira dan wah, engkau pernah membuat aku ketakutan." "Akan tetapi, ada suatu hal yang takkan pernah kauketahui atau kauduga." "Apa itu, toako ?" "Bahwa pertemuan itu takkan pernah kulupakan selama hidupku, karena pada saat pertemuan itulah aku aku jatuh cinta padamu, Lian-moi." Ucapan yang membelok ke arah pernyataan cinta ini sungguh tak pernah disangka oleh Pek Lian. Ia terkejut sekali dan mengangkat muka memandang wajah pemuda yang duduk di sampingnya itu dengan mata terbelalak. Seorang pemuda yang tampan, bertubuh tegap, bermuka merah, berwibawa, pendiam dan pakaiannya sederhana. Seorang pendekar tulen ! Jatuh cinta padanya sejak pertemuan pertama itu " Seperti dalam dongeng saja, atau dalam mimpi. Akan tetapi, di dalam hatinya, Pek Lian menggeleng kepala dengan sedih. Sesungguhnya, seorang gadis seperti ia seharusnya berbahagia dicinta oleh seorang pendekar muda seperti Kwee Tiong Li dan betapa mudahnya membalas cinta seorang pemuda seperti ini. Akan tetapi baginya tidak mungkin. Tidak mungkin ia membalas cinta pemuda ini karena karena memang tidak merasakan adanya cinta di dalam hatinya terhadap pemuda ini, melainkan hanya perasaan suka dan kagum sebagai sahabat belaka. Cinta hatinya sudah direnggut oleh oleh siapa " Ia sendiri masih bingung dan hal ini sering kali membuat ia gelisah dan tak dapat tidur. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Melihat gadis itu memandang kepadanya de-ngan pandang mata kaget lalu nampak termenung diam, Tiong Li menatap wajah itu penuh harapan. Betapa rindunya kepada Pek Lian. Rasa cinta dan rindunya dipendam selama bertahun - tahun dan dia merasa bahwa kini tiba saatnya untuk berterus terang. Hatinya diliputi kekhawatiran dan harapan. "Lian - moi, maafkan aku. Sudah terlalu lama aku menyimpan rahasia hatiku ini, dan biarlah ki-ni kubukakan kepadamu. Aku cinta padamu, Lian-moi, dan suhu juga menyetujui perasaanku terhadap dirimu. Kalau saja engkau sudi menerima cintaku " "Cukup, toako, harap jangan dilanjutkan. Maafkan aku toako, akan tetapi aku tidak mungkin dapat menerima cintamu bukan aku tidak menghargainya aku amat berterima kasih bahwa engkau suka memperhatikan diriku, akan tetapi ...... " Ia tidak dapat melanjutkan dan menundukkan mukanya, jantungnya berdebar gelisah menanti reaksi penolakannya itu dari Tiong Li. Hening sejenak. Bukan keheningan yang me-nyejukkan hati lagi bagi keduanya. Bagi Pek Lian, keheningan itu menggelisahkan hati dan bagi Tiong Li keheningan itu merupakan suatu kesepian yang membuatnya terpencil menyedihkan hati. Ketika Pek Lian merasa hampir tidak dapat lebih lama lagi menahan himpitan kegelisahan dalam keheningan itu, terdengar suara Tiong Li, lirih dan agak gemetar, "Lian moi, apakah ...... apakah sudah ada orang lain ?" Pertanyaan yang sama inipun sering kali menghantui hati Pek Lian dan ia sendiripun belum dapat menjawab dengan tepat. Akan tetapi ia pikir lebih baik mengiyakan saja agar Tiong Li tidak perlu memperpanjang harapan hatinya. Maka iapun mengangguk, kemudian menyusulkan ucapan lirih, " ...... maafkan aku, toako." Tiong Li tersenyum dan Pek Lian hanya bera-ni memandang sekilas saja karena melihat betapa getirnya senyum itu. "Tidak apa, Lian - moi. Sudah dapat kuduga dan tidak mengherankan. Seorang dara seperti engkau ini tentu banyak pemuda yang jatuh cinta. Akan tetapi, seorang laki - laki harus memiliki keberanian untuk mencoba dan membuka isi hatinya, seperti halnya menghadapi seorang la-wan tangguh, soalnya hanya kalah atau menang, dan aku ...... aku telah kalah ...... engkaulah yang harus memaafkan kelancanganku dan selamat tinggal, Lian - moi, mudah - mudahan kelak kita akan dapat bertemu lagi dalam keadaan yang lebih menggembirakan " Pemuda itu bangkit berdiri dan ketika Pek Lian juga berdiri, dia men-jura dengan hormat, lalu pergi. "Toako, engkau hendak ke mana ?" Tiong Li menoleh dan tersenyum lagi. "Pergi bersama suhu. Sampai jumpa..." Dan diapun pe-gi meninggalkan Pek Lian yang termangu - mangu. Pek Lian tentu akan lebih lama tenggelam da-lam lamunannya dengan hati sedih kalau tidak muncul seorang perajurit yang melaporkan kepa-danya bahwa Seng Kun dan Bwee Hong telah pu- lang dan kini gurunya, Liu Pang, memanggilnya Mendengar ini, hati Pek Lian girang sekali dan ia cepat - cepat pergi ke perkemahan besar di mana ia melihat Seng Kun, Bwee Hong, dan Liu Pang bersama semua pembantunya telah berkumpul mendengarkan pelaporan kakak beradik itu. Pek Lian segera merangkul Bwee Hong dan duduk di sebelah gadis itu, mendengarkan pula penuturan kakak beradik yang berhasil baik dengan tugas mereka itu. Akan tetapi, ia mengerutkan alisnya ka-rena tidak melihat adanya A - hai bersama mereka ! "Di mana di mana A-hai ?" tanyanya kepada Bwee Hong sambil berbisik. "Kaudengarkan saja, nanti koko tentu akan menceritakan tentang dia," bisik Bwee Hong kembali. Seng Kun menceritakan semua pengalamannya, tentang keadaan kota raja yang dikepung oleh pa-sukan Chu Siang Yu, tentang pertemuan mereka dengan Chu Siang Yu yang kemudian mengajak mereka bertiga berkunjung, kemudian tentang ke-munculan Raja Kelelawar dan anak buahnya un-tuk mengacau perkemahan Chu Siang Yu akan te-tapi akibatnya hampir saja raja iblis dan anak bu-ahnya itu celaka. Akhirnya dia menceritakan tentang A-hai yang begitu bertemu dengan Raja Ke-lelawar lalu kumat dan melakukan pengejaran se-orang diri. Mendengar penuturan yang hebat menegangkan itu, semua orang termangu - mangu. Terutama se-kali Liu Pang dan juga Pek Lian, walaupun antara guru dan murid ini terdapat perbedaan sebab yang membuat mereka termangu. Liu Pang termangu membayangkan kekuatan KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ musuh, sedangkan Pek Lian termenung karena mengkhawatirkan kepergi-an A-hai yang melakukan pengejaran terhadap Raja Kelelawar seorang diri saja! Sementara itu, Yap Kiong Lee yang tentu saja paling tertarik mendengar kemunculan Raja Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kelelawar, ketika mendengar tentang A - hai, menggeleng kepala. "Hebat , hebat! Saudara A-hai itu memang memiliki ilmu kepandaian simpanan yang amat dahsyat. Akan tetapi Raja Kelelawar- pun merupakan seorang iblis yang sakti. Aku per-nah menghadapi keduanya dan tingkat kepandaian mereka memang jauh di atas tingkatku. Sungguh, aku ingin sekali dapat menyaksikan pertarungan di antara keduanya, tentu akan hebat bukan main !" Semua orang yang mendengar ucapan Yap Kiong Lee ini menarik napas panjang penuh kagum. Pemuda she Yap yang mereka banggakan dan mereka anggap paling lihai itupun masih mengaku kalah terhadap Raja Kelelawar! "Hemm, baiknya raja iblis itu mengacau perkemahan Chu Siang Yu, bukan perkemahan kita ! " kata seorang di antara mereka dengan ngeri. Liu Pang yang sejak tadi menundukkan muka dengan alis dikerutkan, lalu berkata, "Kita harus berhati - hati. Kalau dibandingkan, di antara ke-kuatan pemerintah, kekuatan pemberontak Chu Siang Yu dan kekuatan kita, maka kekuatan kita a-dalah yang paling lemah. Kita harus mengatur sia-sat sebaik - baiknya agar sekali pukul merupakan pukulan terakhir yang berhasil baik." Mereka bermusyawarah dan akhirnya diambil keputusan bahwa mereka akan membiarkan dua kekuatan itu saling hantam sampai seorang di an-taranya kalah dan yang lain, biarpun menang, te-tap saja berkurang kekuatannya. Saat itulah mere-ka akan menggempur pihak yang menang. Siasat ini mereka namakan MEMBIARKAN DUA EKOR ANJING MEMPEREBUTKAN TULANG, yang dimaksudkan bahwa dua ekor anjing itu adalah pihak kerajaan dan pihak Chu Siang Yu. Kalau dua ekor anjing itu sudah kelelahan dan yang seekor mati, mudah untuk membunuh yang ke dua. Setelah pertemuan dibubarkan untuk memberi waktu istirahat kepada semua orang, Seng Kun dan Bwee Hong bercakap - cakap dengan Yap Kiong Lee yang masih merasa tertarik sekali me-ngenai diri A-hai dan Raja Kelelawar. Dalam ke-sempatan ini, Seng Kun menceritakan bahwa dia pernah bertemu dengan ayah angkat atau guru pendekar itu, ialah Yap Cu Kiat atau Yap- lojin ketika orang tua itu melindungi putera mahkota yang hendak dibunuh oleh kaisar muda. "Yap-locianpwe itu pergi mencari sisa pasukan Jenderal Beng," demikian Seng Kun menutup ceritanya. "Akan tetapi eh, kenapa dalam pertemuan tadi aku tidak melihat Kwa locianpwe ketua Tai - bong - pai ?" "Benar! Akupun tadi sudah heran kenapa tidak melihat adik Siok Eng!" Bwee Hong bertanya, Adik ini tahu bahwa sang kakak sesungguhnya mencari dan kehilangan gadis manis puteri ketua Tai - bong - pai itu ! Yap Kiong Lee tersenyum. "Aih, hampir aku lu-pa. Beliau sekeluarga lelah pergi dan menitipkan surat untukmu." Dia lalu mengeluarkan sesampul surat dari saku bajunya dan diserahkan kepada Seng Kun. Pemuda ini tidak segera membacanya. Entah bagaimana, biarpun surat itu datangnya dari ketua Tai - bong - pai, karena ketua itu ayah Siok Eng, dia merasa malu membukanya di depan orang lain ! Dan untuk menutup rasa malunya, dia membelokkan percakapan dan bertanya. "Dan akupun tidak melihat Karn lo - cianpwe dan Kwee Tiong Li!" "Merekapun sudah berangkat pergi, baru saja sebelum kalian berdua datang," jawab yang ditanya. Mereka berpisah dan pergi ke kemah masing-masing yang sudah disediakan untuk mereka. Sete-lah berduaan dengan adiknya, baru surat itu dibuka oleh Seng Kun dan isinya ternyata merupakan surat undangan ! Dengan resmi, ketua Tai - bong - pai sekeluarga mengundang tuan penolong mereka, Seng Karo dan Bwee Hong, untuk berkunjung ke tempat mereka sesudah kakak beradik itu menyelesaikan semua urusan mereka. Membaca surat undangan itu, Bwee Hong ber-kata, "Kun - ko, kita harus menemui ayah dahulu sebelum pergi mengunjungi mereka." Mendengar nada suara adiknya, Seng Kun memandang. "Maksudmu ?" KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Kita harus pergi bersama ayah ke sana untuk meminang adik Siok Eng !" Seng Kun menarik napas panjang. "Matamu tajam sekali, adikku. Memang, aku tertarik kepadanya. Hanya sayang ayahnya ketua Tai-bong-pai" "Hemm, apa hubungannya hal itu dengan kalian berdua kalau kalian saling mencinta ?" "Engkau melupakan ayah kita " Ayah adalah seorang bangsawan, seorang pendeta pula. Aku sangsi apakah beliau suka berbesan dengan ke-tua Tai - bong - pai." Bwee Hong terdiam dan melihat wajah kakak-nya yang muram, ia merangkul, "Koko, jangan khawatir, aku akan membantumu membujuk ayah kalau tiba saatnya." "Engkau adikku yang baik. Mudah - mudahan engkaupun akan berbahagia kelak dengan... dia!" Malam itu, Bwee Hong tidur bersama Pek Lian. Keduanya mempunyai rahasia hati, akan tetapi ti-dak mau saling menceritakan. Bahkan Pek Lian ti-dak berani bercerita tentang peristiwa yang di-alaminya bersama Tiong Li malam tadi. ***Semua perhitungan yang dilakukan oleh Chu Siang Yu yang ahli dalam ilrnu perang itu ternyata berjalan seperti yang digambarkannya. Benteng kota raja diserbu. Pasukannya dibantu pasukan a-sing dari utara dan barat yang besar jumlahnya. Biarpun kota raja dilindungi oleh datuk - datuk kaum sesat, akan tetapi tidak mampu menahan gelombang pasukan yang amat besar itu dan akhir-nya benteng itupun jatuh. Dan sesuai dengan wa-tak para penjahat, begitu mereka tidak ada ha-rapan lagi, para datuk itupun melarikan diri entah ke mana! Ketika Chu Siang Yu dan para pembantu pi-lihannya menyerbu istana, mereka menemui per-lawanan gigih. Kaisar yang jangkung itu dilindungi oleh datuk - datuk sesat seperti Pek - pi Siauw-kwi, Jai-hwa Toat-beng-kwi, Sin-go Mo Kai Ci, San-hek - houw dan masih banyak lagi tokoh - tokohdunia sesat yang jumlahnya duapuluh orang lebih. Mereka ini mengadakan perlawanan gigih dan ke-tika keadaan mendesak, kaisar sendiri yang maju membela diri dan Chu Siang Yu bersama para pem-bantunya menghadapi suatu kejutan yang hebat. Kiranya kaisar itu amat lihai, bahkan jauh lebih lihai dari pada para pengawalnya, lebih lihai dari pada penjahat besar seperti San-hek- houw sendiri! Banyak sekali perajurit yang roboh dan tewas di tangan kaisar dan para pengawalnya ini. Aneh-nya, Raja Kelelawar sendiri tidak pernah keluar dan agaknya raja iblis yang licik itu siang-siang sudah melarikan diri dari istana ! Akan tetapi ketika Chu Siang Yu dan beberapa orang bekas komandan pengawal termasuk Kim I Ciangkun dan Gin I Ciangkun ikut mengeroyok dan berhasil mendekati kaisar, barulah mereka tahu bahwa kaisar yang amat lihai ini ternyata bulanlah kaisar muda yang diangkat oleh para menteri dunia sebagai pengganti kaisar tua yang telah meninggal! Karena memakai pakaian kaisar, maka hampir sama. Akan tetapi orangnya sama se-kali bukan ! Ini adalah kaisar palsu ! Keadaan men-jadi geger ketika Kim I Ciangkun berteriak - teriak mengatakan bahwa kaisar adalah kaisar palsu ! "Bedebah engkau!" bentak kaisar itu dan ta-ngannya menyambar ke depan. Kim I Ciangkun dibantu oleh Gin I Ciangkun menyambut, mengerahkan sinkang mereka dan keduanya memper- gunakan Hui - ciang dan Swat - ciang yang men-jadi andalan mereka. "Dessss !" Hantaman kedua tangan kaisar itu disambut oleh dua orang komandan ini dan akibatnya, dua orang komandan itu terlempar dan terbanting roboh dengan mata mendelik dan napas putus ! Hal ini tentu saja menggegerkan pihak pe-nyerbu. Dua orang komandan itu amat lihai dan kuat, akan tetapi sekali pukul tewas oleh kaisar asing ini! Chu Siang Yu memberi aba-aba dan masuklah ratusan orang perajurit pilihan menyerbu istana. Melihat ini, kaisar memberi isyarat dan bersama para pengawalnya, dia berhasil membuka jalan berdarah dan meloloskan diri melalui pintu bela-kang. Di antara puluhan orang pengawal dan a-nak buahnya hampir setengahnya roboh dan tewas, akan tetapi kaisar itu sendiri berhasil lolos menye-lamatkan diri. Perlawanan para pengikut kaisar akhirnya dapat dilumpuhkan dan Chu Siang Yu berhasil me- nguasai istana. Dua orang pembesar durna yang menjadi biang keladi semua kekeruhan pemerintah, yaitu kepala thaikam yang bernama Chao Kao bersama sekutunya, Perdana Menteri Li KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Su yang korup, ditangkap dan tidak sempat diadili karena mereka berdua dikeroyok, dipukuli, ditendangi dan diinjak - injak sehingga mereka tewas dalam keadaan yang mengerikan sekali. Mayat mereka menjadi dua onggok daging dan tulang-tulang re-muk. Karena merasa heran melihat betapa kaisar muda yang amat lihai dan berhasil melarikan diri itu ternyata bukan kaisar aseli, Chu Siang Yu mengadakan penyelidikan. Dari pengakuan para tawanan dia mendengar bahwa kaisar muda yang menggantikan kaisar lama diam-diam telah dibu-nuh dengan racun oleh Chao Kao dan kaki tangan-nya, kemudian bersama Li Su dan para pembesar pengkhianat lainnya, diam-diam mereka mengang-kat seorang kaisar baru, yaitu kaisar yang amat lihai ilmu silatnya tadi. Chu Siang Yu menggeleng - geleng kepala. Tak disangkanya sampai sejauh itu pengkhianatan yang dilakukan oleh para menteri korup. Yang amat mengherankan hatinya adalah tidak munculnya Ra]a Kelelawar dalam penyerbuan di istana itu. keadaan yang mengerikan sekali. Apa gerangan yang telah terjadi dengan raja iblis itu " Dia teringat betapa pemuda aneh yang ku- mat itu melakukan pengejaran terhadap Raja Kele-lawar, apakah pemuda itu berhasil membunuhnya " Banjir darah terjadi di kota raja, sejak dari pintu benteng sampai ke dalam istana. Tak terhitung banyaknya manusia yang tewas, menjadi korban perang yang amat ganas itu. Dan mereka yang menang perang berpesta - pora di atas tanah yang masih berlumur darah, baik darah musuh maupun darah rekan - rekan mereka sendiri. Selagi hawa kematian masih mengotori kota raja, Chu Siang Yu dan pasukan - pasukannya, bersama para sekutu-nya, yaitu pasukan - pasukan asing, merayakan pesta kemenangan dengan meriah sekali. Akan tetapi, seperti biasa terjadi dalam perang, pesta kemenangan ini bukan tidak terjadi bersama peristiwa - peristiwa mengerikan dan menyedihkan bagi para penduduk. Para perajurit yang merasa menang perang mulai bertindak sewenang-wenang Manusia, di bagian dunia yang manapun, selalu condong untuk menciptakan kekuasaan dalam ke-menangan, dan mempergunakan kekuasaan itu un-tuk bertindak sewenang - wenang. Para perajurit yang mabok - mabokan itu berkeliaran di antara rumah para penduduk, dan tidak ada harta benda dan wanita-wanita yang lolos dari gangguan mereka. Terjadilah perampokan, perkosaan dan pem-bunuhan terhadap mereka yang melawan. Teru-tama sekali para perajurit pasukan asing dari uta-ra yang memang ganas dan liar itu segera memperebutkan para wanita penduduk kota raja, tidak perduli wanita itu cantik atau buruk, muda atau-pun tua. Bukan hanya wanita - wanita penduduk kota raja yang menjadi sasaran. Juga keluarga para pembesar, para dayang istana, para puteri yang cantik - cantik dijadikan rebutan. Banyak peristiwa perkosaan dan pembunuhan keji terjadi di de-pan mata perajurit pribumi sendiri, dan bagaima-napun juga, perasaan setia kawan sebangsa mem-buat para perajurit pribumi menjadi marah. Mu-lailah terjadi bentrokan - bentrokan antara para pe-rajurit pribumi melawan perajurit asing itu. Mu-la - mula memang bentrokan kecil saja antara pe-rajurit, memperebutkan wanita atau harta benda, akan tetapi bentrokan pribadi disusul bentrokan kelompok dan golongan, kemudian bentrokan an-tara pasukan! Para pimpinan pasukan tidak berhasil melerai, bahkan mereka terseret dan terjadilah pertempuran secara terbuka ! Pesta kemenangan yang dirayakan selama dua tiga hari itupun kini Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo berobah menjadi pesta pertempuran yang makin lama semakin he-bat, seolah - olah berobah menjadi, perang terbuka ! Kembali kota raja dilanda pertempuran hebat yang mengorbankan lebih banyak lagi jiwa manusia Melihat ini, Chu Siang Yu mengerahkan pasukar-pasukannya dan dia tidak bertindak kepalang tang-gung. Dia melihat betapa pasukan asing yang tadi nya menjadi sekutunya itu amat tamak dan kalau dibiarkan kelak hanya akan menjadi pengganggu jalan pemerintahannya saja. Ternyata orang-orang asing itu amat tamak dan menuntut terlalu banyak dari jasa bantuan mereka. Siapa tahu kelak malah akan merampas kedudukannya, maka sebelum hal-hal yang lebih buruk terjadi, lebih baik basmi saja mereka. Kesempatan baik terbuka dan alasannyapun cukup kuat, yaitu dengan adanya permusuhan- permusuhan antara pasukan mereka. Terjadilah pertempuran hebat dan dalam wak-tu dua hari dua malam, pasukan asing itu dapat dibasmi habis karena memang tentu saja jumlah mereka jauh kalah banyak dibandingkan dengan pasukan Chu Siang Yu. Walaupun demikian, da-lam gerakan pembasmian ini, Chu Siang KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Yu kehi-langan banyak sekali perajurit sehingga tentu saja kekuatan barisannya menjadi jauh berkurang. Apa lagi sisa pasukannya juga menjadi lelah kehabisan tenaga karena baru saja mengerahkan tenaga me-nyerbu kota raja, harus disusul pula dengan per-tempuran hebat dan melelahkan melawan pasukan asing bekas sekutu mereka itu. Semua peristiwa yang terjadi di kota raja itu tentu saja tidak pernah lepas dari pengintaian Liu Pang. Tentu saja hati Liu Pang gembira bukan main melihat perkembangan yang sama sekali ti-dak diduganya dan amat menguntungkan pihak-nya itu. Maka diapun menahan diri dan membiar-kan Chu Siang Yu berhantam sendiri dengan se-kutunya sampai pasukanpasukan asing itu ter-basmi habis. Selagi pasukan - pasukan Chu Siang Yu kelelah-an, tiba - tiba saja Liu Pang menggerakkan baris-annya yang sudah beristirahat selama lima hari dan berada dalam keadaan segar bugar, menyerbu pintu gerbang kota raja yang terjaga oleh pasukan-pasukan yang kelelahan. Kembali terjadi perang yang paling hebat di antara perang yang lalu. Ko-ta raja yang porak - poranda itu menjadi semakin hancur. Chu Siang Yu yang sedang mabok keme-nangan itu tentu saja kaget setengah mati. Cepat dia mengumpulkan para pembantunya untuk mengatur pertahanan. Akan tetapi, mana mungkin pasukannya yang sudah banyak berkurang jumlah-nya itu, yang sedang berada dalam kelelahan dan kehabisan tenaga, mampu menandingi kekuatan pasukan para pendekar yang jumlahnya besar dan keadaan jasmaninya segar bugar itu " Apa lagi karena penduduk segera menyambut pasukan Liu Pang ini sebagai pasukan pembebas, dan para penduduk mendukung dan membantunya. Liu Pang melakukan penyerbuan di pagi buta. Tidak sukar bagi pasukannya untuk meiuntuhkan pintu gerbang dan terjadilah pertempuran terbuka di seluruh kota raja. Pertempuran besar yang amat mengerikan dan terjadi selama sehari penuh. Ke-tika matahari sudah condong ke barat, pasukan Chu Siang Yu hampir seluruhnya tersapu bersih. Mayat - mayat berserakan dan bergelimpangan di lorong-lorong, di jalan-jalan, di halaman-hala-man rumah penduduk, bercampur baur dengan ma-yat - mayat pasukan asing yang kemarin mereka bantai dan belum sempat disingkirkan. Keadaan ini sungguh mendirikan bulu roma. Laporan demi laporan tentang kekalahan yang diderita pasukannya membuat Chu Siang Yu me-rasa benar-benar terpukul hancur batinnya. Sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa perjuang-annya yang bertahun-tahun lamanya, yang me-ngorbankan puluhan ribu nyawa pasukannya, yang diperjuangkannya dengan susah payah melalui air mata, peluh dan darah, kini setelah tiba di ambang keberhasilan yang gemilang, ternyata menghadapi kehancuran! Penguasaan kota raja dan istana ha-nya dapat dinikmatinya dalam waktu beberapa ha-ri saja! Seluruh pengawal dan pasukan di istana telah dikerahkan membantu keluar. Kini tinggallah Chu Siang Yu berdua dengan isterinya di istana, dite-mani tujuh orang pengawalnya yang berpakaian putih mengkilap. Sore hari itu, setelah mendengar laporan terakhir bahwa pasukannya sudah hampir terbasmi habis, Chu Siang Yu mengenakan pakaian perang dan duduk menghadapi meja makan dite-mani isterinya yang cantik. Mereka makan minum dan kelihatannya gembira, walaupun wajah isteri-nya yang cantik itu pucat sekali dan matanya basah. "Isteriku, kenapa engkau menangis " Segala sesuatu di dunia ini hanya ada dua macam, baik atau buruk, terang atau gelap, menang atau kalah. Yang dua itu selalu datang bergantian, bergilir. Ada waktunya terang ada waktunya gelap, ada waktunya menang ada waktunya kalah, seperti ju-ga ada waktunya hidup ada waktunya mati. Kita harus berani menghadapi kenyataan, baik maupun buruk. Mari kita makan minum sepuasnya, isteriku, siapa tahu untuk yang terakhir kali." Mendengar ucapan terakhir itu, isterinya bang-kit dan menubruknya sambil menangis. Chu Siang Yu merangkul dan menciumi isterinya yang tercin-ta, diam - diam merasa bersyukur bahwa mereka tidak mempunyai anak. Sungguh akan membi-ngungkan sekali kalau mereka harus menghadapi kegagalan seperti ini bersama anak - anak mereka. "Sudahlah, tenangkan hatimu. Ingat bahwa aku adalah keturunan keluarga panglima, bahwa aku seorang pemimpin yang harus berani mengha-dapi segala kegagalan. Aku akan keluar memim-pin sendiri sisa pasukanku menghadapi musuh." Wanita itu bangkit dan menyusut air matanya, lalu berkata dengan sikap gagah, "Aku ikut dan akan membantumu !" KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Ah, jangan, isteriku. Engkau tinggallah di sini. Liu Pang adalah seorang gagah, dia pasti akan melindungimu dan tidak akan membolehkan orang mengganggumu." "Tidak ! Mati hidup aku harus berada di sampingmu !" "Jangan, isteriku. Apakah engkau akan mem-buat suamimu ini menjadi buah tertawaan orang " Apa akan kata mereka " Lihat, Chu Siang Yu tidak berani maju perang tanpa diantar isterinya! Maukah engkau melihat aku menjadi bahan ejek-an ?" Isterinya menangis dan merangkul suaminya, tidak mau melepaskah lagi. Beberapa orang da-yang juga menangis sambil berlutut, sedangkan tujuh orang pengawalnya, yaitu barisan Jit - seng-tin yang lihai itu, memandang dengan termangu-mangu. Mereka merasa terharu, akan tetapi mere-ka adalah perajurit - perajurit yang keras hati dan tidak mau membiarkan diri diseret kelemahan pe-rasaan. Akhirnya, setelah beberapa kali mencium iste-rinya dengan penuh kemesraan dan kecintaan ha-tinya, Chu Siang Yu dengan halus merenggutkan dirinya terlepas dari rangkulan isterinya, memberi isyarat kepada Jit - seng - tin lalu meninggalkan ruangan istana itu tanpa menoleh lagi karena dia mendengar isterinya menangis sesenggukan bersa-ma para dayang. Pemimpin pemberontak ini me-langkah lebar diikuti tujuh orang pengawalnya, kemudian menunggang kuda dan menyerbu keluar, mengamuk ! Hebat bukan main sepak terjang Chu Siang Yu dan Jit-seng-tin dan akhirnya mereka bertemu dengan rombongan Liu Pang sendiri! Terjadilah pertempuran yang amat seru, akan tetapi karena Liu Pang dibantu orang - orang pan-dai seperti dua saudara Yap, Pek Lian dan lain-lain, akhirnya seorang demi seorang dari Jit- seng-tin roboh dan tewas. Melihat, betapa para penga-walnya tewas dan pertempuran di sekitar tempat itu berhenti karena sisa anak buah pasukannya ba-nyak yang menyerah, Chu Siang Yu menjadi sema-kin sedih. "Jangan bunuh dia! Tangkap hidup - hidup karena aku mengagumi kegagahannya'!" Liu Pang berseru kepada para pembantunya dan kini Chu Siang Yu dikepung. Pemimpin ini maklum bahwa melawan terus tidak mungkin. Dia tentu akan ke-walahan dan akhirnya dapat ditangkap sebagai tawanan. "Seorang perajurit sejati lebih baik mati dari pada hidup menjadi tawanan !" teriaknya dan pe-dangnya berkelebat. Liu Pang dan para pemban-tunya terkejut akan tetapi mereka tidak sempat mencegah lagi. Tubuh Chu Siang Yu terguling dari atas kudanya dalam keadaan tak bernyawa karena pedangnya telah menggorok lehernya sen-diri ! Liu Pang berdiri memandang jenazah yang berlumuran darah itu dengan hati trenyuh lalu dia memesan pengawalnya untuk mengurus baik-baik jenazah pemimpin itu. "Serahkan jenazah dalam peti yang baik kepa-da keluarganya yang mungkin masih berada di is-tana, agar dapat disembahyangi," katanya. Akan tetapi, ketika dia dan para pembantunya menyerbu istana, tidak terdapat perlawanan sama sekali. Di sebuah ruangan depan, mereka menemukan isteri Chu Siang Yu dan duabelas orang dayang menggeletak tak hernyawa. Melihat pisau belati menancap di dada masing-masing tahulah Liu Pang bahwa mereka itu semua membunuh diri, mungkin setelah mendengar akan tewasnya Chu Siang Yu. Liu Pang makin terharu melihat peris-tiwa ini dan diapun memesan agar jenazah isteri pemimpin pemberontak itu dirawat sebagaimana mestinya. Mereka semua terus memasuki istana. Kosong ! Istana yang masih porak poranda bekas tangan - tangan panjang yang merampoki benda-benda berharga itu nampak sunyi dan kosong, wa-laupun semua lampu dipasang. Agaknya para pe-ngawal dan petugas yang tadinya berjaga di ista-na, semua telah dikerahkan keluar untuk membantu pasukan menahan serangan musuh. Liu Pang memimpin para pembantunya terus masuk sampai ke balairung, ruangan luas di mana terdapat singga-sana kaisar dan di mana kaisar biasa bersidang bersama semua pembesar atasan. Ruangan yang luas itupun sunyi, akan tetapi tiba-tiba Bwee Hong menuding ke depan sambil menahan jeritnya. Semua orang memandang dan terbelalak keheranan. Di atas singgasana, kursi kebesaran kaisar itu, du-duk seorang pria yang agaknya sedang termenung seorang diri. Dan pria itu bukan lain adalah A-hai! Tentu saja semua orang merasa heran bukan main. Pek Lian sudah meloncat ke depan, memandang terbelalak kepada pemuda itu. "Engkau...... engkau di sini " Bagaimana bisa berada di sini ?" KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Juga Seng Kun dan Bwee Hong meloncat maju, girang melihat pemuda itu yang amat mereka kha-watirkan ternyata, dalam keadaan selamat di dalam istana, malah enak - enak duduk di atas singgasana kaisar! "Saudara A - hai, bagaimana engkau tahu - tahu berada di sini ?" A - hai tersenyum dan bangkit berdiri dan ka-kak beradik yang bermata tajam itu dapat melihat dengan jelas betapa terjadi perobahan besar pada diri pemuda itu. Sikapnya yang seperti orang tolol atau bingung itu lenyap sama sekali dan kini si-kapnya tenang, bahkan agung dan berwibawa. Ma-tanya bersinar tajam dan wajahnya berseri gembira melihat rombongan Liu Pang, apa lagi melihat Pek Lian, Bwee Hong dan Seng Kun. "Nona Lian, panjang ceritanya bagaimana aku dapat berada di sini," jawabnya kepada Pek Lian, kemudian dia menjura kepada Seng Kun dan Bwee Hong sambil berkata, "Sahabat Kun dan nona Hong, berkat pengobatan kalian berdua yang amat berharga, kini aku dapat mengingat semua hal dan ingatanku pulih kembali. Banyak terima kasih atas segala budi kebaikan kalian berdua." Sebelum tiga orang muda itu sempat menjawab, dia sudah men-jura kepada Liu Pang, "Liu - bengcu, saya menghaturkan selamat atas kemenangan bengcu dan pa-ra pendekar." Liu Pang balas menjura dan biarpun wajahnya berseri, namun dia menarik napas panjang dan mengerutkan alisnya. "Ah, kemenangan yang ber-lumuran darah. Entah berapa laksa orang Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo gagah yang harus mengorbankan nyawanya, negara ini baru dapat dibebaskan dari cengkeraman orang-orang jahat setelah dicuci oleh darah para pende-kar." Diam - diam Seng Kun, Bwee Hong, dan Pek Lian ingin sekali mendengar apa yang telah terjadi antara A - hai dan Raja Kelelawar, akan tetapi ka-rena suasana yang demikian sibuknya, mereka be-lum sempat bertanya. Kemenangan gemilang itu tentu saja disambut dengan pesta lagi oleh Liu Pang dan pasukannya. Akan tetapi, Liu Pang ada-lah seorang pemimpin yang baik. Dia tidak mau mengulang kesalahan yang diperbuat Chu Siang Yu. Dia mengeluarkan peraturan keras dan mela-rang perajurit - perajuritnya untuk berbuat sewenang - wenang. Para pendekar yang membantunya bertugas melakukan pengawasan. Juga dia tidak mabok kemenangan. Dibentuknya pasukan - pa-sukan baru yang bertugas mengadakan pembersih-an terhadap musuh musuh yang masih berkeliar-an, juga ada pasukan yang bertugas memperbaiki semua kerusakan dan penjagaan terhadap keaman-an di kota raja juga diperkuat. Rakyat merasa aman terlindung sehingga mereka menyambut keme-nangan Liu Pang dengan gembira, dianggap seba-gai kemenangan mereka sendiri pula, kemenangan yang baik terhadap yang jahat. Karena itu, yang bergembira dan berada dalam keadaan berpesta ria bukan hanya Liu Pang dan pasukannya, melainkan seluruh penghuni kota ra-ja. Orang - orang bersuka ria, di jalan - jalan, di warung - warung, di rumah - rumah, dengan pema-sangan kembang api dan petasan. Pada keesokan harinya, dengan meriah Liu Pang dinobatkan se-bagai kaisar baru secara resmi. Yang mengepalai upacara resmi penobatan Liu Pang sebagai kaisar ini bukan lain adalah Bu Hong Seng-jin, kepala kuil istana Thian - to - tang yang sudah dibebaskan dari dalam penjara bersama banyak sekali pejabat tinggi lainnya. Para pejabat tinggi yang rata-rata pandai dan jujur ini oleh Liu Pang dibebaskan dan diberi kedudukan tinggi sesuai dengan kepandaian masing - masing. Tentu saja Seng Kun dan Bwee Hong hadir pula dalam penobatan kaisar yang dipimpin upacaranya oleh ayah kandung mereka itu. Juga A - hai, Pek Lian, Yap Kiong Lee, Yap Kim dan para pembantu lain hadir semua dengan wajah berseri gembira. Dengan dinobatkannya Liu Pang menjadi Ka-isar Han Kao Cu, maka berdirilah wangsa baru yang disebut Wangsa Han (tahun 202 Sebelum Masehi). Kaisar Han Kao Cu segera membagibagi hadiah kepada para pembantunya. Mereka diberi kedudukan dan tanah dengan pangkat yang tinggi sesuai dengan kepandaian dan jasa mereka. Penobatan kaisar dan pangkat para pembantunya itu tentu saja disusul dengan pesta yang meriah. Yap Kim yang menjadi tangan kanan Liu Pang di waktu akhir - akhir ini, oleh kaisar Han Kao Cu diangkat menjadi panglima kerajaan, sedangkan Yap Kiong Lee yang tidak mau menerima pang-kat itu diangkat sebagai penasihat tanpa keduduk-an tetap, akan tetapi mempunyai tanda kekuasaan berupa pedang pusaka hadiah kaisar dan cap kebesaran sebagai penasihat! Bu Hong Seng - jin masih tetap menjadi kepala kuil istana dan pena-sihat kaisar. Akan tetapi Seng Kun dan Bwee Hong dengan halus menolak pemberian pangkat, hanya menerima hadiah - hadiah dari kaisar berupa ba-rang-barang berharga dan indah sebagai hasil sitaan dalam istana. Banyak sekali KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ harta kekayaan yang disita dari istana, terutama sekali harta pusa-ka yang telah ditimbun oleh mendiang Perdana Menteri Li Su, sungguh luar biasa banyaknya sampai tak terhitung. Demikian pula harta keka-yaan dari mendiang Thaikam Chao Kao amatlah besar. Semua orang bergembira ria, agaknya sudah lupa bahwa kota raja yang sudah nampak bersih itu masih berbau darah, dan ribuan orang masih menderita karena luka luka mereka di dalam pertempuran. *** Sewaktu semua orang bersuka ria di pagi hari esoknya, A - hai meninggalkan istana yang sedang dalam keadaan pesta itu secara diam - diam dan dia berjalan seorang diri menyusuri jalan - jalan yang juga amat ramai dengan penduduk yang ikut pula merayakan penobatan kaisar baru. Dia me-langkah perlahan - lahan seperti orang termenung, tidak menengok ke kanan kiri, bahkan tidak me-lihat semua keramaian itu. Karena itu, diapun ti-dak memperhatikan dan tidak tahu bahwa ada se-orang wanita diam - diam membayanginya dari jauh. Wanita ini bukan lain adalah Chu Bwee Hong ! Dara ini belum juga memperoleh kesem-patan untuk bercakap cakap dengan A - hai se-menjak mereka bertemu di dalam istana. Keadaan terlalu sibuk dan Bwee Hong sendiripun bersama kakaknya sibuk menangani pembebasan ayah kan-dungnya dan kemudian menghabiskan waktu mereka untuk bercakap - cakap dengan ayahnya. Ke-mudian disusul kesibukan ayahnya yang memim-pin upacara pengangkatan kaisar baru, maka biar-pun hatinya ingin sekali dapat bicara dan berduaan dengan A-hai, namun kesempatan belum terbuka. Oleh karena itu, ketika Bwee Hong melihat A - hai keluar dari ruangan pesta dan berjalan sendirian, iapun diam - diam membayangi dari jauh, ingin sekali tahu ke mana pemuda itu hendak pergi dan mengapa pula agaknya hendak menyingkir dari orang banyak. Sejak pertemuan mereka di istana itu, Bwee Hong selalu memperhatikan A - hai ke-tika bertemu dan ia melihat bahwa biarpun A-hai kini sudah berobah, bukan seorang yang nampak tolol lagi, akan tetapi pria perkasa itu seperti kehilangan kegembiraannya dan selalu wajahnya di-liputi mendung, seolah - olah perasaannya sedang menderita suatu kesedihan yang tidak diketahui-nya. A - hai berjalan terus menuju ke pinggir kota yang sepi, di antara sawah ladang yang pada hari itu ditinggalkan semua orang yang sibuk bersuka ria. Akhirnya dia berhenti di sebuah ladang dan duduk di atas batu dekat selokan air sawah yang kecil, duduk termenung seperti patung. Angin bersilir menggerakkan rambut dan ujung pakaian-nya. Hanya itu yang bergerak, sedangkan tubuh pria itu sendirian sama sekali tidak bergerak. Sampai beberapa lamanya Bwee Hong meng-intai dan berdiri agak jauh di belakang batang po-hon, memandang kepada A - hai. Akhirnya ia tidak tahan melihat pemuda itu diam seperti patung dan dengan hati - hati agar jangan mengejutkan pemuda itu, ia menghampiri. Tiba - tiba A - hai menggerakkan tangannya dan Bwee Hong menahan langkah, lalu menyelinap lagi. bersembunyi di antara batang - batang pohon yang malang melintang karena ada batang pohon yang tumbang. Ia mengintai, ingin tahu apa yang akan dilakukan pemuda itu. Ternyata A-hai hanya menggerakkan tangan ka-nan mengambil sebuah boneka batu kemala dari saku jubahnya. Bwee Hong mengenal betul bone-ka itu dan iapun memandang penuh perhatian. Ki-ni A - hai menarik napas panjang, memandangi bo-neka itu, lalu menciumnya satu kali dan menekan-kan boneka itu ke dadanya, kemudian dia meme-gang boneka itu dan menundukkan mukanya yang nampak sedih sekali. Bwee Hong melihat semua ini dan iapun dapat menduga apa artinya semua itu. Ia dapat menduga bahwa boneka itu tentulah patung kecil dari seorang wanita yang amat dicinta oleh A - hai dan ki-ni agaknya A - hai telah mengenal kembali siapa adanya wanita itu. Bwee Hong merasa betapa jantungnya seperti tertusuk, hatinya sedih tak te-rasa lagi beberapa tetes air mata membasahi pipi-nya dan tanpa disengaja kakinya membuat gerakan sehingga terdengar suara daun kering terinjak. Ia terkejut sendiri dan cepat menggunakan tangan menyusut air matanya. Memang sedikit suara itu cukup bagi A - hai. Dia tahu bahwa ada orang di sebelah kirinya. Ketika dia mengerling dan melihat bahwa orang itu adalah Bwee Hong, dia terkejut sekali. "Nona Hong !" katanya dan diapun bangkit berdiri, cepat menghampiri dara itu dengan boneka masih dipegangnya. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Sejenak mereka berdiri saling berhadapan dan saling berpandangan. Pandang mata A - hai yang awas itu agaknya dapat melihat bekas air mata di bawah mata Bwee Hong, maka diapun bertanya dengan khawatir. "Engkau engkau menangis, nona ?" Mendengar pertanyaan ini, otomatis tangan Bwee Hong mengusap kedua matanya dan ia menggeleng tanpa menjawab. "Akan tetapi aku melihat engkau seperti orang berduka, ada apakah, nona ?" "Aku tadi melihat engkau berjalan sendirian ke tempat ini dan aku diam - diam membayangimu. Kemudian aku melihat engkau duduk termenung, demikian sedih sehingga akupun ikut merasa sedih. Aku khawatir kalau-kalau penyakitmu kambuh kembali, saudara A eh, aku tidak berani lagi menyebutmu dengan nama sederhana itu." Pria itu tersenyum pahit. "A - hai adalah nama kecilku, nona. Namaku adalah Souw Thian Hai " "Ah, jadi engkau benar Souw-kongcu itu " Dan boneka itu " "Ini patung isteriku. Ia sudah meninggalkan aku, sudah tewas dan anakku anakku buntung pula lengannya." Pria itu mengerutkan alisnya dan wajahnya menjadi muram sekali. Tentu saja Bwee Hong menjadi terkejut bukan main. Kiranya A-hai ini benar adalah Souw- kong= cu yang sudah mempunyai anak isteri! Hampir saja air matanya runtuh kembali, akan tetapi kini ia menekan perasaannya dan memandang wajah pria itu dengan penuh rasa kasihan. Betapa banyak ia mengalami hal-hal yang hebat dengan pria ini dan biarpun di lubuk hatinya ia merasa girang me-lihat A - hai telah sembuh dan kembali menjadi Souw Thian Hai, seorang pendekar yang gagah perkasa, namun pulihnya ingatan itu malah mem-benamkan pria ini ke dalam kedukaan. Dan pula, ia kehilangan sesuatu pada pandang mata pria ini. Dahulu, sebagai A - hai, pria ini memandangnya dengan sinar mata yang kadang - kadang amat me-sra, penuh cinta ! "Engkau sungguh kasihan sekali, Souw-taihiap " katanya dan tak terasa pula ia menjamah tangan kiri pria itu dengan hati terharu. Jari - jari tangan kiri A - hai atau Souw Thian Hai menyambut dan sejenak digenggamnya tangan yang kecil itu dengan jari tangan mengandung getaran penuh perasaan, akan tetapi lalu dilepas-nya kembali. "Nona Hong, engkau sungguh seorang yang berhati mulia, bahkan engkau dan kakakmu telah menyembuhkan aku. Budimu terlampau besar, dan jangan sebut aku taihiap. Engkau penolongku, sahabatku yang kuhormati, dan " "Dan bagaimana " Mengapa tidak kaulanjut-kan " Engkau tentu sudah tahu akan isi hatiku, perlukah kita menyembunyikan semuanya itu ?" Ucapan Bwee Hong keluar dengan bibir gemetar dan kembali kedua matanya menjadi basah ketika ia memandang wajah pria yang dicintanya itu. Ya. ia telah jatuh cinta kepada A hai, dan biarpun kini ia tahu bahwa A-hai adalah pendekar Soiiw Thian Hai yang sudah duda dan mempunyai seorang anak perempuan, ia tidak mampu menyangkal perasaan hatinya sendiri. Thian Hai menatap wajah dara itu, penuh kerinduan dan penuh kasih sayang kini, akan tetapi dia memalingkan muka, memandang patung di tangannya, lalu menggeleng kepalanya keras - keras. "Tidak! Tidak boleh ! Engkau seorang dara mulia dan bangsawan tinggi, sedangkan aku aku ...... seorang yang kesepian, kehilangan kebahagiaan, seorang duda yang sudah mempunyai seorang anak perempuan besar maafkan aku, nona Hong ! " Sebelum Bwee Hong mampu membantah, Thian Hai berkelebat lenyap dari tempat itu. Bwee Hong merasa seluruh tubuhnya menjadi lemas dan iapun menjatuhkan diri berlutut di atas tanah sambil menutupi muka dengan kedua ta-ngannya. Isaknya terdengar lirih tertahan. Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hati-nya terasa pilu dan perih seperti disayat - sayat. Ia merasa yakin akan perasaan cintanya kepada Thian Hai, dan iapun tahu bahwa pria itu mencintanya! Tadi, dalam pandangan yang sekejap saja, iapun sudah tahu akan isi hati Thian Hai. Akan tetapi, pria yang halus budi itu merasa dirinya terlalu rendah dan rela menjauhkan diri karena merasa tidak sederajat, kalah kedudukan dan sudah duda mempunyai anak lagi! "A - hai ohh, A - hai !" Ia mengeluh lirih. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Tiba-tiba tangan yang gemetar menyentuh pundaknya. Ia cepat mengangkat muka dan ter- nyata Thian Hai sudah berdiri di belakangnya. Pria itu kembali! Bwee Hong cepat bangkit ber-diri dan mereka saling berpegang tangan tanpa kata-kata. Tidak perlu kata-kata kalau sudah begini. Getaran yang keluar dari jari-jari tangan sudah mewakili seribu satu kata. Akan tetapi, de-ngan halus Thian Hai melepaskan pegangannya. "Nona Hong, maafkanlah kekasaranku tadi. Tentu saja aku tahu akan isi hatimu, dan engkaupun tentu sudah tahu akan isi hatiku. Tidak dapat disangkal, terutama oleh kita sendiri bahwa kita saling mencinta. Akan tetapi, aku sungguh merasa tidak patut menjadi sisihanmu " "Hai-ko, ucapan itu tidak pantas keluar dari mulut seorang gagah sepertimu!" Bwee Hong menegur. "Apakah engkau mulai menilai seseorang dari keturunan dan kedudukannya ?" Thian Hai memandang kagum dan menggeleng kepala. "Bukan itu saja. Akan tetapi aku baru saja memperoleh kembali ingatanku dan kenyataan ke-adaan diriku amat mengejutkan, dan engkau .... .. engkau dalam pandanganku begitu mulia. Maukah engkau maafkan aku dan berjanji tidak akan mem-bicarakan urusan cinta kita sebelum tiba saatnya ?" Bwee Hong mengerutkan alisnya. "Hemm, ti-ba saatnya " Dan kapankah saatnya itu, Hai-ko ?" "Aku masih mempunyai banyak urusan yang merupakan ganjalan hati. Pertama, aku harus dapat menemukan musuh besarku " "Si Raja Kelelawar " Jadi engkau belum mem-bunuhnya ?" "Benar, dia! Bukan raja iblis atau raja kelela-war, melainkan dia pembunuh isteriku! Dan aku-pun harus mencari San - hek - houw untuk memba-laskan buntungnya lengan anakku." Bwee Hong mengangguk lemah. Pria ini minta waktu karena masih merasa terikat untuk membe-reskan urusan dendam keluarganya dan ia sama sekali tidak boleh dan tidak berhak untuk men-campuri, apa lagi melarang. Ia harus menanti de-ngan sabar, dan walaupun kenyataan ini amat pahit baginya, amat berat, namun demi cintanya, ia harus berani mengorbankan perasaannya. "Baiklah, Hai - ko, aku akan menanti uluran tanganmu " katanya lemah. Tiba - tiba Thian Hai membalikkan tubuhnya dan ternyata sesosok bayangan berkelebat dari jauh. Setelah dekat, bayangan tadi adalah Seng Kun. "Ah, kucari kalian dengan hati khawatir, tidak tahunya berada di sini!" kata pemuda itu dengan gembira melihat keberduaan adiknya dan Thian Hai, akan tetapi juga agak cemas melihat betapa wajah keduanya tidak membayangkan kegembiraan. "Aku mencarimu ke manamana, saudara A - hai." "Koko, namanya Souw Thian Hai, sebaiknya kita tidak memanggil A-hai lagi karena itu hanya panggilan nama kecilnya," kata Bwee Hong. "Ah, ah jadi benar - benar engkau ini pendekar Souw Thian Hai yang oleh orangoran g yang mengenalmu disebut Souw - kongcu itu " Saudara Souw, apakah sekarang engkau sudah dapat mengingat seluruh riwayatmu ?" Thian Hai mengangguk. "Sudah, berkat bantu-an dan pertolongan kalian berdua. Dan untuk itu, biarlah kalian berdua menjadi orang - orang pertama yang mendengarkan riwayatku. Mari kita duduk di bawah pohon yang teduh." Ketiganya duduk di bawah pohon dan kakak beradik itu mendengarkan penuturan Thian Hai dengan penuh perhatian dan hati tertarik sekali. Agar jelas, mari kita ikuti keadaan pria yang luar biasa ini sebelum menjadi seorang A-hai yang ketolol - tololan. *** Seperti pernah kita ketahui dari penuturan Yap-lojin dan Ouwyang Kwan Ek, di jamannya para datuk mereka, puluhan bahkan seabad yang lalu, di dunia persilatan ada empat datuk yang paling terkenal dan dianggap mewakili dunia persilatan. Yang pertama adalah Bu eng Sin - yok - ong yang dianggap datuk dunia selatan, ke dua Sin - kun Bu - tek datuk dunia utara, ke tiga Cui - beng Kui-ong pendiri Tai - bong - pai, kemudian ke empat Kim-mo Sai-ong pendiri Soa-hu-ipai. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Empat orang datuk ini dianggap sebagai datuk - datuk besar yang tidak dapat dicari tandingannya. Ada pula Bit-bo-ong atau Si Raja Kelelawar akan te-tapi dia dianggap sebagai orang luar dan juga masih belum dapat dibandingkan dengan keempat orang datuk itu. Akan tetapi, pada suatu hari, em-pat orang datuk itu berturut - turut dikalahkan se-cara mudah oleh seorang kakek sasterawan pelukis yang sama sekali tidak dikenal namanya! Dan biarpun kemudian empat orang datuk itu mencari- carinya sampai bertahun - tahun, sampai mereka itu satu demi satu meninggal dunia, mereka tidak berhasil menemukan kakek sasterawan itu! Siapakah kakek sasterawan pelukis itu " Dia adalah seorang sakti yang menyembunyikan diri, seorang yang pada waktu itu oleh orang-orang dusun dikenal sebagai kakek Souw saja. Kakek ini menurunkan ilmu - ilmunya yang mujijat kepada puteranya, yang kemudian mewariskannya pula kepada puteranya yang bernama Souw Koan Bu. Akan tetapi, keluarga Souw ini oleh nenek mo-yangnya dilarang keras untuk memperkenalkan ilmu keluarga mereka, dan bahkan diharuskan un-tuk menyembunyikan diri saja karena mereka mempunyai keyakinan bahwa seorang ahli silat yang dikenal tentu akan mempunyai banyak mu-suh. Demikianlah, Souw Koan Bu inipun membawa isteri dan seorang puteranya tinggal di sebuah tempat yang amat indah dan terpencil, di tepi su-ngai dengan lembah yang amat subur di mana ter-dapat air terjun yang besar. Souw Koan Bu hanya mempunyai seorang putera yang diberi mama Souw Thian Hai. Tentu saja sejak kecil, Souw Thian Hai diajar ilmu - ilmu keluarga yang amat lihai itu. Pada suatu hari, Souw Koan Bu mendengar betapa kaum sasterawan dimusuhi oleh kaki tangan kaisar, kitab - kitab dibakar dan orang - orangnya dibunuh. Biasanya, Souw Koan Bu tidak mau ambil perduli terhadap urusan luar. Akan tetapi se-kali ini, mendengar betapa kaum sasterawan dike-jar - kejar, disiksa dan dibunuh, hati Souw Koan Bu menjadi prihatin dan berduka sekali, juga marah. Sejak turun-temurun keluarga Souw adalah orang-orang yang menghargai sastera, bahkan mereka selalu berpakaian sasterawan dan mempelajari sastera sejak kecil. Thian Hai juga sejak kecil, di samping ilmu silat, diajar sastera oleh ayahnya. Maka, dengan hati panas Souw Koan Bu turun gunung, keluar dari lembah dan dengan me-nyamar sebagai seorang sasterawan miskin, dia membantu dan membela kaum sasterawan. Ketika pasukan pemerintah yang jumlahnya seratus orang lebih menggerebeg sebuah kota untuk menangkapi para sasterawannya, Souw Koan Bu mengamuk. Tentu saja fdak ada anggauta pasukan yang mampu mendekatinya dan sebelum dekat mereka sudah roboh oleh dorongan tangan dari jauh. Ten-tu saja hal ini amat menggemparkan. Jagoan-jagoan dari kota raja didatangkan, akan tetapi tidak ada yang mampu menandingi Souw Koan Bu yang ber-hasil mengungsikan para sasterawan dan menyuruh mereka itu bersembunyi. Pada suatu hari, Souw Koan Bu pulang ke lem-bah membawa seorang pemuda kurus tinggi. Tu-buh pemuda yang berpakaian sasterawan ini pe-nuh luka dan menurut penuturan Souw Koan Bu ketika ditanya oleh anak isterinya, dia menceritakan bahwa pemuda yang bernama Ma Kim Liang ini adalah seorang sasterawan yang akan dibunuh oleh pasukan pemerintah dan berhasil diselamat-kan. Karena kasihan, pemuda itu lalu dibawa pu-lang ke lembah dan diambil murid, tentu saja se-telah menjalani upacara pengambilan sumpah dan juga upacara keluarga Souw seperti yang pernah kita ketahui, yaitu pembedahan dan jahitan pada ubun - ubun dan punggung. Pemuda bernama Ma Kim Liang itu ternyata memiliki bakat yang baik sekali sehingga dia memperoleh kemajuan pesat, bahkan hampir mengejar tingkat Souw Thian Hai yang menjadi suhengnya dan yang juga memiliki bakat luar biasa. Akan te-tapi, Souw Koan Bu mempunyai pandang mata yang cukup tajam. Ada gerak gerik Ma Kim Liang yang membuatnya belum percaya sepenuhnya dan dia belum mau menurunkan ilmu - lmu simpan-an yang paling ampuh dari keluarganya, seperti yang diajarkannya semua kepada puteranya sen-diri. Hal ini ternyata diketahui oleh Ma Kim Liang. Diam - diam dia menjadi marah dan menaruh dendam, akan tetapi secara cerdik dia menyembunyikan perasaannya itu dan kelihatannya baik dan tekun, juga rajin sekali. Akan tetapi, diam - diam secara sembunyi sembunyi dia suka mengintai apa bila Thian Hai berlatih ilmu - ilmu silat yang tidak diwariskan kepadanya. Dan diapun melakukan penyelidikan dengan diam-diam tentang ra-hasia - rahasia dan benda - benda pusaka milik keluarga sakti itu. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Setahun kemudian, ketika pada suatu pagi Kim Liang bekerja di ladang mengurus tanaman sayur keluarga Souw, dia melihat seorang kakek asing lewat di tempat itu. Dia menjadi curiga dan cepat dia meninggalkan ladang dan menghadang. 'Siapakah engkau, lopek, dan ada keperluan apa datang ke lembah ini ?" dia bertanya. Kakek itu ternyata memiliki muka yang amat buruk, kulit mukanya habis dimakan cacar, hitam dan matanya besar sebelah. Muka yang buruk menakutkan dan usianya kurang lebih enampuluh lima tahun, tubuhnya tinggi besar agak bongkok dengan kedua lengan panjang seperti lengan orang hutan. Dengan matanya yang mengerikan itu dia menatap wajah Kim Liang, lalu dia berkata, "Aku mau mengunjungi Souw - supek." Kim Liang mengerutkan alisnya. Orang macam ini menjadi murid keponakan gurunya " Usianya-pun tua orang ini, pikirnya. Dan dia belum pernah mendengar bahwa gurunya mempunyai seorang sute (adik seperguruan), maka dari mana muncul-nya murid keponakan ini " "Maksudmu yang kaucari adalah suhu Souw Koan Bu ?" tanyanya. "Benar, supek Souw Koan Bu gurumukah " Ka-lau begitu, kita masih saudara seperguruan." "Nanti dulu, aku belum pernah mendengar su-hu menyebutkan seorang sute, apa lagi murid ke-ponakannya. Hayo ceritakan siapa engkau dan siapa pula gurumu itu untuk meyakinkan hatiku." "Heh, aku hanya mau bicara dengan supek, bu-kan dengan bocah ingusan seperti kamu !' Tiba-tiba kakek itu memperlihatkan belangnya dan ter-nyata dia seorang yang kasar sekali, pantasnya seorang penjahat yang biasa bersikap kasar dan keras. "Kalau begitu, engkau kuanggap palsu dan aku melarang engkau melanjutkan perjalanan memasuki lembah ini !" Kakek itu menjadi marah. "Engkau ini saudara muda akan tetapi bersikap kurang ajar!" katanya sambil menampar. "Wuuuuttt plakkk!" Kim Liang menangkis dan akibatnya dia terpelanting ! Dia terkejut se-kali melihat kekuatan dahsyat lawannya, akan te-tapi diapun melihat lawannya itu menyeringai kesakitan. Maka diapun membalas dengan han-taman sekuat tenaga yang juga ditangkis oleh ka- kek itu. Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Dukkk!" Dan kini Kim Liang terlempar, akan tetapi kakek itu mundur dua langkah, terbatuk dan ada darah keluar dari ujung bibirnya. Tahulah Kim Liang bahwa kakek ini sedang menderita suatu penyakit atau sudah terluka dalam ketika memasuki lembah itu. Maka diapun terus menyerang. Mereka berkelahi dengan sengit dan diam - diam Kim Liang harus mengakui bahwa kakek ini me-miliki tingkat yang lebih tinggi darinya, terutama sekali gerakan ginkangnya yang membuat tubuh kakek itu berkelebatan ke sana - sini. Akan tetapi ada suatu keuntungan baginya, yaitu kakek itu sedang sakit dan setiap kali mengadu tenaga, kea-daannya semakin payah. Akhirnya, dengan sebuah tendangan, Kim Liang berhasil membuat kakek itu roboh tertelungkup dan diapun cepat menubruk dan menungganginya, menelikung kedua lengan-nya ke belakang. "Engkau minta hidup atau mampus ?" katanya mengancam. "Auhhh, lepaskan aku ah, aku sedang terluka hebat, lepaskan aku " "Mengaku dulu siapa sebenarnya engkau dan siapa gurumu." "Aku tidak bohong. Guruku, atau mendiang guruku adalah cucu Bit-bo-ong Si Raja Kelelawar " "Apa " Raja Kelelawar datuk sesat yang meng-gemparkan dunia persilatan itu " Dan engkau be-rani mengaku bahwa guruku adalah supekmu ?" "Memang benar. Ada rahasianya tentang ini. Lepaskan aku dan aku akan bicara." "Baik, akan tetapi kalau engkau membohong, kubunuh kau !" Setelah dilepaskan, kakek itu tertawa. "Heh-heh, kiranya m,urid supek juga sama saja dengan kami. Akan tetapi kenapa supek tidak mau men-dekati mendiang suhu ?" "Hayo ceritakan!" Kim Liang mendesak. "Sebenarnya, hubungan seperguruan ini telah terjadi puluhan, bahkan seratus tahun yang lalu. Sucouw Bit - bo - ong adalah sute dari kakek supek Souw Koan Bu. Dengan demikian, berarti bahwa guruku masih terhitung sute dari gurumu walau-pun tidak pernah berhubungan. Asal mulanya dari sucouw Bit - bo - ong. Karena beliau diang-gap jahat, maka kakek supek Souw Koan KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Bu tidak mengakuinya lagi sebagai sute, bahkan keturunan-nya dipesan agar jangan berhubungan atau meng-akui keturunan Bit - bo - ong." "Hemm, sudah begitu, kenapa engkau berani muncul di sini ?" "Aku aku hanya mentaati pesan mendiang suhu. Sebelum meninggal, suhu menyerahkan pu-saka - pusaka peninggalan sucouw Bit - bo - ong, juga jubahnya dan semua kitab pelajarannya, ke-padaku dengan pesan agar diserahkan kepada su-pek Souw Koan Bu. Suhu tidak mau kalau kese-satan keturunan sucouw Bit - bo - ong diteruskan orang lain." Kim Liang merasa tertarik sekali. Dia sudah pernah mendengar tentang datuk sesat Raja Kele-lawar yang mengguncang dunia persilatan. Kini pusaka - pusakanya berada di tangan kakek ini! "Bagaimana aku bisa tahu bahwa engkau tidak membohong " Mana pusaka - pusaka itu ?" Kakek itu membuka buntalannya dan nampak-lah beberapa buah kitab kuno dan jubah hitam, juga sepasang pisau belati yang bergagang indah berhiaskan mutiara. Berdebar jantung Kim Liang melihat semua ini. Gurunya telah menyia - nyiakan dirinya, tidak diberi pelajaran ilmu terampuh dari keluarga Souw. Dan ini ada kitab - kitab pusaka dan senjata senjata pusaka ampuh dari Bit - bo-ong. Bodoh kalau dilewatkannya begitu saja. "Kalau benar engkau keturunan Bit - bo - ong, coba ceritakan tentang semua pusaka ini," katanya. Dengan panjang lebar kakek itu lalu menceri-takan keistimewaan Bit - bo - ong, dan juga jubah kebal dan sepasang pisau belati yang amat tajam itu. "Kauhilang pisau pisau ini tajam dan am-puh ?" Kim Liang mengambil kedua batang pisau itu dan menimang - nimangnya. Kemudian, se-cepat kilat dia menggerakkan sepasang pisau itu dan menusuk ke arah lambung dan dada kakek itu. Kakek buruk rupa itu kaget setengah mati ka-rena tidak pernah menyangka pemuda itu akan berbuat demikian. Dia menggerakkan kedua ta-ngan menangkis, akan tetapi, sepasang pisau itu ternyata ampuh dan tajam bukan main sehingga tangkisannya membuat kedua tangannya malah buntung sebatas pergelangan tangan dan dua ba-tang pisau itu tetap saja meluncur dan masuk ke dalam dada dan perutnya ! Kakek itu melotot dan roboh, berkelojotan sebentar saja dan tewas.Kim Liang cepat membersihkan kedua pisau itu, menyimpannya di pinggang, menyambar bun-talan terisi pusaka-pusaka peninggalan Bit-bo-ong, kemudian setelah memasukkan kedua tangan buntung ke dalam saku jubah kakek itu, dia me-nyeret mayat kakek itu dan membuangnya ke da-lam jurang yang amat dalam. Jurang itu terlalu curam dan berbahaya untuk dapat didatangi ma-nusia dan mayat itu lenyap, sama sekali tak dapat nampak dari atas. Akan tetapi, pemuda ini lupa bahwa mayat yang membusuk itu akan mengeluarkan bau yang keras dan dapat terciu ***[All2Txt: Unregistered Filter ONLY Convert Part Of File! Read Help To Know How To Register.]*** m berseru ka-get. "Mana mungkin ada bau mayat di tempat ini ?" "Hemm, bagaimanapun juga, harus kita selidiki dan cari sampai dapat, dari mana datangnya bau bangkai ini," kata Souw Koan Bu. "Malam tadipun teecu sudah mencium sesuatu yang mencurigakan, suhu, akan tetapi teecu men-duga bahwa itu tentu bau tikus mati. Dan seka-rang baunya begitu keras," kata Ma Kim Liang."Mari kita cari !" kata pula Souw Koan Bu dan tiga orang pria ini cepat keluar dari rumah untuk mencari sumber bau busuk itu. Tidaklah mudah mencari sumber bau busuk di tempat terbuka. A-ngin telah meniup dan menyebarkannya sehingga di mana-mana tercium bau itu, dan mereka bertiga lalu berpencar. Setelah berputar - putar di sekitar tempat itu, akhirnya Thian Hai menemui ayahnya. "Ayah, ka-lau tidak salah, bau itu keluar dari dalam jurang di barat itu." "Apa " Dari jurang yang curam itu " Ah, ja-ngan-jangan ada binatang atau orang yang terjeru-mus ke sana. Mari kita lihat!" Mereka berlari ke tepi jurang itu dan setelah mempergunakan keta-jamannya, Souw Koan Bu membenarkan pendapat puteranya bahwa sumber bau itu memang keluar dari dasar jurang. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Biar aku yang turun dan memeriksanya, ayah," kata Thian Hai. Jurang itu amat dalam dan curam, agaknya tak mungkin dapat dituruni manusia. Akan tetapi Souw Koan Bu percaya akan kepandai-an puteranya, maka dia mengangguk. "Hati - hati dan pergunakan pedangmu untuk membantumu merayap turun." Thian Hai mengangguk dan dengan cekatan pemuda yang amat lihai ini menuruni jurang yang curam itu. Memang bukan pekerjaan mudah. Te-bing itu curam, lurus ke bawah dan permukaan din-ding tebing itu licin dan kadang - kadang tidak ada tempat untuk berpijak atau berpegang. Namun, Thian Hai tidak perlu mempergunakan pedang un-tuk membantunya. Dengan kedua tangannya men-cengkeram, dia dapat merayap turun seperti seekor kucing. Jari - jari tangannya dapat mencengkeram perrnjukaan batu tebing dan berpegang, dan dengan cara demikian akhirnya dia dapat mencapai dasar jurang. Dan dia terpaksa menahan napas ketika tiba di dasar jurang dan melihat sisa tubuh manusia yang sudah rusak dan mukanya sukar untuk dikenal lagi! Dia memperhatikan mayat busuk itu, men-coba untuk mencari ciri cirinya, kemudian diapun menggunakan kekuatan kedua tangannya untuk menggempur batu padas dan tanah untuk menim-buni mayat itu agar baunya jangan tersiar ke ma-na-mana. Selagi dia mengerjakan ini, terdengar suara ayahnya dari atas, bergema, "A-hai ! Apa yang terjadi " Kenapa lama benar engkau di bawah ?" "Aku sedang menimbuni mayat busuk ini, ayah !" jawabnya sambil mengerahkan khikang sehingga suaranya terdengar sampai ke atas jurang. Setelah mayat itu tertimbun rapat, Thian Hai lalu merayap naik. Ayahnya sudah menantinya dengan hati tidak sabar. "Mayat siapakah itu" Bagaimana mungkin ada mayat di dalam jurang itu?" [Bersambung jilid ke XXXI.) DARAH PENDEKAR Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo Jilid XXXI * * * "WAJAHNYA sukar dikenal lagi, ayah. Sudah rusak membusuk dan juga hancur, agaknya ketika terjatuh kepalanya yang mendahului badan menimpa batu. Aku tidak dapat memeriksa de- ngan seksama karena baunya, akan tetapi ada ku-lihat bekas luka di dada dan perut karena bajunya di bagian itu berlubang dan ada tanda- tanda bekas darah." "Hemm, pembunuhan " Dan mayatnya dilempar ke situ " Mana mungkin " Di sekitar sini tidak ada orang..." "Orang itu berkulit kehitaman, tinggi besar dengan punggung agak bongkok. Kuketuk-ketuk kaki tangannya dan ternyata dia bukan orang sem-barangan, ayah, melainkan seorang yang sudah terlatih kaki tangannya,*' "Engkau tidak menemukan tanda-tanda lain?" Thian Hai menggeleng kepala, lalu mengerut-kan alisnya. "Ayah, yang tinggal di sini hanyalah ayah, ibu, aku, sute dan Pouw Hong pelayan kita. Jelas bahwa ibu tidak tahu apa-apa, juga kita bertiga Ma-sute sibuk mencari mayat dan tidak tahu tentang peristiwa ini. Tinggal Pouw Hong yang belum kita tanyai." Ayahnya mengangguk-angguk. "Mari kita pulang dan tanyai Pouw Hong, barangkali dia mengetahui sesuatu." Mereka pulang dan segera memanggil pelayan mereka yang setia, yaitu Pouw Hong. Orang ini sejak muda sudah ikut Souw Koan Bu dan bentuk tubuhnya lucu. Tubuhnya pendek gendut dengan kepala kecil gundul sehingga biarpun usianya su-dah tigapuluh tahun lebih, dia masih KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ kelihatan seperti kanak-kanak. Wajahnya kekanak-kanak-an. Ketika dia ditanya tentang mayat itu, dia menggeleng kepala dan kelihatan bingung. "Mayat " Di dasar jurang " Saya tidak tahu." "Apakah engkau tidak melihat orang asing berkeliaran di sini dalam beberapa hari yang lalu ?" tanya Souw Koan Bu. "Tidak, tidak ada orang asing...... " "Dan tidak ada peristiwa yang kaurasakan aneh selama beberapa hari ini?" tanya pula Thian Hai. Si pendek gendut itu menggeleng kepala, akan tetapi tiba-tiba dia seperti ingat akan sesuatu. "Sebaiknya kongcu bertanya saja kepada Ma-kongcu!" Ayah dan anak itu saling pandang. Memang keduanya sudah sering kali merasa curiga terhadap Ma Kim Liang yang biarpun pada lahirnya nam-pak ramah, sopan dan rajin, namun di balik itu semua seperti menyembunyikan suatu rahasia, juga kadang-kadang ada sinar aneh mencorong dari pandang matanya. "Mengapa aku harus bertanya kepadanya " Ada apakah dengan dia ?" tanya Thian Hai. "Saya... saya melihat hal aneh-aneh dilakukan oleh Ma-kongcu." "Hemm, Pouw Hong, sejak kecil engkau menjadi pembantuku dan engkau seperti keluarga kami sendiri. Kalau engkau melihat hal-hal aneh, kenapa engkau tidak melaporkan hal itu kepadaku " Kenapa ?" "Maaf, saya...... saya tidak berani... " "Mengapa tidak berani " Hayo cepat ceritakan segala keanehan yang kaulihat itu !" Souw Koan Bu berkata dengan nada suara agak marah sehingga pelayan itu menjadi ketakutan lalu menceritakan semua isi hatinya. "Sudah lama Sekali saya melihat sikap aneh dari Ma-kongcu. Sering kali dia mengintai kalau Souw-kongcu sedang berlatih silat seorang diri di dalam kamar kongcu dan sering pula dia ber- tanya-tanya tentang keadaan keluarga Souw, ten-tang pusaka-pusaka dan semua yang saya keta- Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo hui. Bahkan pernah saya melihat dia mencari-cari di kamar perpustakaan. Ketika tanpa sengaja saya masuk, dia mengancam agar saya tidak mencerita-kan kehadirannya itu kepada lo-ya, dan sinar matanya demikian penuh ancaman, mengerikan dan saya menjadi takut," Pouw Hong menoleh ke kanan kiri dengan sikap takut. "Ceritakan terus, apa lagi yang kaulihat, terutama dalam beberapa hari ini?" desak Souw Koan Bu. Dengan suara lirih pelayan itu berkata, "Kira-kira empat lima hari yang lalu saya bertemu de- ngan Ma-kongcu. Dia agaknya baru pulang dari ladang dan dia membawa sebuah buntalan hitam. Karena hari masih siang dan dia membawa bun-talan, saya bertanya kepadanya. Akan tetapi dia menghardik, mengatakan bahwa saya tidak boleh mencampuri urusannya." Ayah dan anak itu saling pandang. Memang tepat kalau empat lima hari yang lalu. Akan tetapi apa hubungannya Ma Kim Liang dengan kematian kakek di dasar jurang itu " Dan apa pula adanya buntalan hitam itu " "Ayah, hatiku tidak enak. Mari kita cari di ka-marnya dan bertanya kepadanya !" Ayah dan anak itu lalu cepat memasuki kamar Ma Kim Liang, hanya untuk mendapatkan bahwa kamar itu telah kosong! Jangankan buntalan hitam seperti yang diceritakan Pouw Hong tadi, bahkan semua pakaiannya dan juga pedang yang dipinjam dari guru-nya untuk berlatih silat, ikut pula lenyap! "Ah, anak itu telah melarikan diri!" kata Souw Koan Bu terkejut dan penasaran, juga marah. "Ayah...... tempat penyimpanan pusaka kita !" Begitu Thian Hai berkata demikian, Souw Koan Bu mengeluarkan seruan aneh dan tubuhnya ber-kelebat lenyap. Thian Hai juga meloncat dan me-ngejar ayahnya. Mereka berlari cepat sekali ke air terjun yang berada agak jauh di sebelah bela-kang pondok mereka. Pusaka keluarga Souw memang oleh Souw Koan Bu disimpan di dalam guha rahasia di belakang air terjun itu. Hal ini dilaku-kan untuk mencegah pusaka keluarga yang amat penting itu terjatuh ke tangan orang jahat atau orang yang tidak berhak. Keduanya cepat memeriksa dan tak lama ke-mudian mereka keluar lagi dari guha itu dengan muka pucat. Mereka saling pandang dan tanpa kata - katapun mereka tahu akan isi hati masing- masing. Semua pusaka di dalam peti, berisi kitab-kitab ilmu simpanan keluarga Souw, telah KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ lenyap! Dan melihat kenyataan betapa Kim Liang juga le-nyap, mudah saja diketahui bahwa tentu murid murtad itulah yang melarikan pusaka keluarga Souw. "Ayah, biar kucari jahanam itu dan kurampas kembali pusaka kita, juga kuwakili ayah untuk menghukum murid murtad itu !" kata Thian Hai dengan marah sekali melihat betapa wajah ayah- nya membayangkan penyesalan besar. Ayahnya menarik napas panjang. "Jangan tergesa- gesa, A - hai. Semua ini terjadi karena kesa-lahanku sendiri yang kurang teliti menilai orang. Setelah dia membawa lari semua pusaka, maka dia dapat merupakan musuh yang amat berbahaya. Untuk menghadapinya sekarang, memang tingkat kepandaianmu masih lebih tinggi, akan tetapi dia amat cerdik dan kalau dia mempelajari semua il-mu itu, mungkin engkau akan menghadapi kesu-karan. Baiknya, ada beberapa macam ilmu di da-lam kumpulan pusaka itu yang tidak mungkin dilatih tanpa guru, tanpa bimbingan dan pengo-peran tenaga sinkang. Engkau sempurnakan dulu dua ilmu itu, baru hatiku akan tenang kalau engkau menghadapinya. Pula, dia hanya bersalah melarikan pusaka kita, dan itu belum hebat asal dia tidak mempergunakan ilmu keluarga kita untuk kejahatan. Bagaimanapun juga, dia adalah murid yang sudah kuangkat, dan semua ini kesalahanku sendiri." "Akan tetapi, mayat dalam jurang itu... ?" "Belum tentu dia yang melakukannya. Sudahlah, mari engkau tekun mempelajari dua ilmu sim-panan itu, kemudian baru engkau berangkat men-carinya. Pula, kalau belum jelas dia melakukan kejahatan, mengapa tergesa-gesa ?" Diam-diam Thian Hai menarik napas panjang karena dia tahu bahwa ayahnya ini sebenarnya mencinta murid murtad itu. Hal inipun tidak mengherankan karena memang Kim Liang amat pandai mengambil hati orang. Demikianlah, dengan tekun mulai hari itu Thian Hai digembleng oleh ayahnya memperdalam dua macam ilmu simpanan keluarga Souw. Yang pertama adalah Thai - kek Sin ciang dan yang ke dua adalah Thai - lek Pek - kong - ciang, dua macam ilmu tangan kosong yang luar biasa ampuhnya. Biarpun Thian Hai memperoleh bimbingan dari ayahnya sendiri, namun demikian sukarnya dua macam ilmu itu sehingga setelah lewat tiga tahun, barulah dia dapat menguasainya dengan sempurna dalam arti bahwa kedua ilmu itu seolah - olah su-dah mendarah daging pada dirinya. Sementara itu, di dunia persilatan muncullah seorang "duplikat" Raja Kelelawar! Dan Souw Koan Bu yang mendengar berita angin tentang munculnya orang yang mengaku sebagai Raja Ke- lelawar, cepat memanggil puteranya. "Sungguh gila! Raja Kelelawar sudah mati puluhan tahun yang lalu, bagaimana mungkin kini muncul lagi ?" kata ayah itu. "Akan tetapi, ayah, siapa tahu kalau yang mun-cul ini adalah keturunannya, baik keturunan kelu-arga maupun murid." Ayahnya mengelus jenggot. "Hemm, engkau tahu bahwa Bit - bo - ong adalah seorang adik se-perguruan kakek guruku yang sudah tidak diakui lagi. Semenjak dia tewas di tangan locianpwe Sin-kun Bu - tek, keturunan atau murid - muridnya tidak berani muncul secara berterang. Hal ini adalah karena sukong memesan kepada keturunan-nya untuk mengawasi gerak - gerik keturunan be-kas sute itu. Bagaimanapun juga, sumber ilmu-ilmunya adalah ilmu keluarga kita, maka kita ha- rus menjaga agar ilmu - ilmu itu jangan diperguna-kan untuk kejahatan. Selama ini, tidak ada ketu-runan Raja Kelelawar yang berani main gila." "Akan tetapi, kalau sekarang ada orang berani mengaku sebagai Raja Kelelawar, setidaknya dia tentu mempunyai hubungan dengan datuk sesat itu." "Mungkin engkau benar. Nah, sekarang engkau berangkatlah A-hai. Pertama untuk mencari murid murtad Ma Kim Liang itu dan merampas semua kitab pusaka kita, dan ke dua untuk me- nyelidiki apakah benar ada penjahat yang mengaku bernama Raja Kelelawar merajalela di dunia per-silatan." Maka berangkatlah Souw Thian Hai seorang diri untuk mencari bekas sutenya dan penjahat yang mengaku sebagai Raja Kelelawar itu. Sete-lah berputar - putar selama setahun lebih, akhir- nya dia menemukan jejak Raja Kelelawar, bukan jejak adik seperguruannya! Dan pada malam hari yang hebat itu, dia melihat penjahat berjubah hi-tam itu sedang menyerbu rumah kepala kampung Go Tek untuk menculik puterinya yang amat can-tik ! Puteri kepala kampung ini yang bernama Go Yan Kim memang cantik jelita dan agung se-perti seorang puteri saja biarpun ayahnya hanya-lah KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ seorang kepala dusun. Memang sesungguhnya, yang mengalir di bawah kulitnya yang putih mulus itu adalah darah bangsawian tertinggi, darah kai-sar ! Di waktu mudanya, ketika kaisar melakukan perjalanan berburu dan singgah di dusun itu, dia disambut dan dilayani oleh Go Tek yang ketika itu hanya merupakan seorang petani dan pemburu biasa saja. Kaisar tergila-gila kepada isteri Go Tek, seorang wanita dusun sederhana dan agaknya justeru kesederhanaannya inilah yang membuat kaisar tergila - gila. Sebagai seorang kaisar, setiap hari dia dihadap oleh wanita-wanita cantik akan tetapi kecantikan mereka itu dibantu oleh riasan-riasan muka dan pakaian-pakaian indah. Tidak demikian dengan isteri Go Tek yang sederhana itu. Kecantikannya adalah kecantikan alam dan kaisar yang tergila-gila lalu mengajak wanita itu bersa-manya ketika dia pulang ke istana. Go Tek yang masih pengantin baru itu tidak berani berbuat sesuatu, apa lagi dia lalu diangkat menjadi kepala dusun itu karena dianggap "berjasa" kepada kaisar ! Akan tetapi setelah wanita itu mengandung, agaknya kaisar menjadi bosan dan mengirim kem-bali wanita itu kepada suaminya! Memang tak dapat disangkal pula bahwa hubungan antara pria dan wanita, kalau hal itu terjadi hanya karena da-ya tarik kecantikan, kedudukan, harta dan seba-gainya, maka hubungan yang mereka anggap cinta itu akan gagal dan akhirnya akan mendatangkan kebosanan dan kekecewaan ! Daya tarik seperti itu hanyalah nafsu, dan segala macam bentuk nafsu hanyalah sementara saja, tidak mungkin abadi. Inilah sebabnya mengapa pria dan wanita yang tadinya bersumpah setinggi langit saling mencinta, kalau sudah saling memiliki lalu cintanya meng-uap dan bahkan ada kalanya berobah menjadi kebosanan dan kebencian. Akhirnya, sepasang manu-sia yang tadinya bersumpah sehidup semati itu, dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun saja bercerai! Akan tetapi tidak demikian dengan cinta kasih! Cinta kasih adalah kekal abadi. Cin-ta kasih bukan lahiriah, bukan karena nafsu, me-lainkan terpendam jauh di dalam perasaan hati. Cinta kasih menjelma setelah unsur pemisah dan pemecah-belah antar manusia lenyap, dan unsur pemecah - belah itu adalah si aku. Go Tek menerima kembali isterinya dan tentu saja dia tidak berani menolak. Memang dia masih mencinta isterinya dan setelah seorang anak pe-rempuan terlahir, dia menganggapnya sebagai anak keturunannya sendiri, tentu saja dia merasa bang-ga mempunyai anak seperti Go Yan Kim itu. Seorang anak yang mungil dan setelah dewasa menjadi seorang dara yang amat cantik.Pada malam hari itu, terang bulan membuat malam teramat indah. Langit cerah dan sinar bu lan purnama sepenuhnya menerangi bumi. Sesosok bayangan hitam yang amat cepat gerakannya nampak seperti beterbangan dari atas genteng se-buah rumah ke rumah lain di dusun tempat ting-gal keluarga Go Tek. Bayangan itu adalah seorang laki-laki jangkung kurus yang memakai pakaian serba hitam dengan jubah hitam pula. Ketika dia berlompatan seperti terbang cepatnya itu, jubah hitamnya berkembang dan berkibar membuat dia nampak seolah - olah memang sedang beterbangan seperti seekor kelelawar raksasa! Ketika tiba di atas rumah keluarga Go Tek, bayangan itu berhenti, kemudian melayang turun dan lenyap. Tak lama kemudian, bayangan itu sudah melayang naik lagi ke atas genteng dan kini dia memanggul seorang gadis yang lemas tak mampu bergerak. Kiranya bayangan hitam itu telah menculik Go Yan Kim tanpa mengeluarkan suara gaduh sedikitpun sehingga dara itu tidak sempat berteriak dan tidak ada seorangpun ang-gauta keluarga itu yang terbangun dari tidurnya. Dengan cepat sekali bayangan hitam itu membawa pergi korbannya, meninggalkan dusun. Dia berhenti di sebuah lereng bukit yang datar di mana terdapat batu - batu besar dan diturun-kannya dara culikannya itu dari atas pundaknya. Kemudian, sambil menyeringai girang, bayangan itu melepaskan jubah hitamnya. Pada saat itu, wajahnya tertimpa sinar bulan purnama, wajah yang memiliki sepasang mata mencorong seperti mata iblis. "Keparat Ma Kim Liang, kiranya engkaukah Raja Kelelawar palsu itu ?" Tiba - tiba terdengar bentakan nyaring dan muncullah Thian Hai yang sejak tadi membayanginya tanpa diketahui oleh iblis itu. Bukan main kagetnya hati Ma Kim Liang yang sudah menyamar sebagai Raja Kelelawar. Hampir dia tidak dapat percaya bahwa di tempat ini dia akan berhadapan muka dengan bekas suhengnya. Rahasianya telah terbuka. Selama bertahun - tahun, setelah mencuri pusaka gurunya, dia bersembunyi di tempat rahasia, dengan tekun mempelajari semua ilmu yang terdapat di dalam kitab-kitab pu-saka gurunya, juga mempelajari ilmu - ilmu sesat dari kitab kitab peninggalan Raja KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kelelawar ! Setelah merasa dirinya lihai, walaupun ada bebe-rapa macam ilmu silat keluarga Souw yang tidak dapat dikuasainya, dan ilmu - ilmu peninggalan Raja Kelelawar juga belum dikuasainya secara sempurna, diapun mulai memperlihatkan diri de-ngan menyamar sebagai Raja Kelelawar. Dan kini timbullah watak aselinya dan dia tidak segan-segan untuk memuaskan nafsunya dengan jalan menculik dan memperkosa lalu membunuh wanita - wanita cantik yang menimbulkan seleranya ! Biarpun dia merasa terkejut, akan tetapi meng-ingat bahwa selama beberapa tahun Kehidupan Para Pendekar 6 Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Pendekar Penyebar Maut 1