Gema Di Ufuk Timur 5
Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana Bagian 5 'Tidak ada...." "Kau berbohong" Kau telah bunuh Asuna, begitu kau lihat istrinya yang cantik dan molek. Dan untuk apa" Cuma penghias dan penunggu taman" Tidak! Untuk pemuas hawa nafsumu serta untuk menyuap bule-bule itu!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ampun, Yang Mulia." Wajahnya makin pucat. Bibirnya komat-kamit gemetar mendengar itu. "Seharusnya matamu dicongkel sebelah!" "Ampun, Yang Mulia...," Jaksanegara menyembah lagi sambil mencium kaki Wilis. Keringat dingin keluar membasahi tubuhnya. Wilis tersenyum dan tidak turun dari kudanya. "Karena matamu pembuat kejahatan bagi dirimu sendiri!" "Ampun... ampun... ampun...." "Mas Rempek, pulanglah beserta seluruh pengawalmu! Tinggalkan dia sendirian!" "Hamba, Yang Mulia." Rempek seperti terbebas dari himpitan gunung. Segera ia dan seluruh pengawalnya pergi. "Jangan menoleh lagi! Dan jangan berhenti sebelum sampai di Pakis. Ingat, pengawalku ada di mana-mana!" "Hamba, Yang Mulia." Rempek tidak berani menoleh lagi. "Nah..." Wilis memandang lagi pada Jaksanegara. "Kau kini harus pulang sendiri. Pengawal! Ambil kerisnya, ikat tangannya, dan telanjangi dia!" "Ampun, Yang Mulia..." Tapi tak dapat berontak. Mengibaiba saja. "Barangsiapa mempermalukan, ia sendiri akan mendapat malu, barangsiapa menyakiti, ia sendiri akan disakiti!" "Ampun, Yang Mulia..." "Mulai sekarang kau harus belajar menghormati orang lain. Brahmana dihormati karena pikiran dan pendapatnya, satria dihormati karena dia yang membela dan mengamankan negeri, sudra dihormati karena ia yang mengadakan pangan bagi semua orang. Nah, semua harus dihormati, karena semua orang memiliki kelebihannya masing-masing! Mengerti?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hamba, Yang Mulia." "Selamat malam, Jaksanegara, maafkan aku tak bisa mengantarmu ke rumah. Cukup nyamuk-nyamuk saja. Mereka akan menjadi teman setia. Mereka akan mengantarmu ke rumah. Tapi ingat pesanku, jangan minta tolong pada siapa pun jika kau mau tetap hidup sampai tua. Prajuritku ada di mana-mana. Di seluruh bumi Blambangan!" "Hamba, Yang Mulia." Wilis pergi setelah memerintahkan pengawalnya menaikkan Jaksanegara yang telah ditelanjangi itu ke punggung kudanya. Dan benar, ketika Jaksanegara mulai menyentuhkan tumit ke perut kudanya, nyamuk mulai menyerbu. Seperti kegelapan yang turun, mereka menerpa dan mulai mengisap darah. Dan membuat Jaksanegara ketakutan dan melarikan kudanya tanpa bisa dikendalikan. Padahal tangan Jaksanegara dalam ikatan. Ia mengumpat sejadijadinya. Namun beberapa pai sebelum masuk Lo Pangpang Jaksanegara tidak lagi mampu menahan kelelahannya. Jatuhlah ia dari punggung kudanya. Berguling-guling di tanah. Dalam keadaan telanjang bulat. Kegelapan telah merajai suasana. Sungguh aniaya yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Ah... jika kelak ada kesempatan, ingin ia menghukum picis (hukuman dengan jalan mengikat terhukum pada tiang dan men-reh-noreh tubuh terhukum dengan pisau dan menciprati lukanya dengan air campuran garam dan asam) pemuda sialan tadi. Walau dengan sakit dan letih ia berusahabangun kembali. Ah, kudanya tak mau kembali menjemputnya. Tapi nyamuk gila itu justru yang kembali. Apa daya. Ia tak mampu mengusir mereka. Kini pikirannya tertuju pada jalan yang akan ia tempuh untuk masuk rumahnya di tengah kota Lo Pangpang. Walau hari sudah malam tapi setidaknya ia harus melewati dua gardu penjagaan. Jika para penjaga ada, pasti akan mengenalnya. Malu. Lewat perkampungan kecil saja melintas ke kiri. Tapi ia juga khawatir dipergoki anjing yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ membuat penduduk akan menengok dan melihatnya berjalan kaki sambil telanjang. Apa boleh buat. Ia lebih baik lewat perkampungan kecil daripada diketahui oleh serdadu-serdadu yang mungkin saja dengan berani akan menertawakannya. Ah, bukan cuma nyamuk yang menganiayanya. Tapi juga anjing tak mau diajak berdamai. Aniaya masih saja berlanjut sampai di gerbang rumahnya. Pengawal gerbang rumahnya hampir-hampir tidak percaya bahwa ia adalah Jaksanegara. Bahkan sempat dihardik. Untung saja anjing-anjing sialan itu datang lagi dan membuat para pengawal gerbang rumahnya bubar. Kini istrinya sendiri hampir-hampir juga tidak percaya. Namun begitu mengenal suaranya maka sang istri dengan gemetaran membuka ikatan di tangannya. Suatu kejadian yang tak akan terlupakan sepanjang hidupnya. Karena setelahnya untuk beberapa minggu Jaksanegara tak berani tampil di muka umum. Juga tak berani menceritakan hal yang dialaminya itu pada siapa saja. Dan ia berpesan pada Mas Rempek yang datang keesokan harinya supaya tidak menceritakan pada siapa saja. Dan Rempek juga dimintanya untuk menjadi wakilnya dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Untuk itu Mas Rempek harus tinggal di Pangpang supaya tidak terlalu sukar jika ada panggilan sewaktu-waktu dari Biesheuvel. Rempek menyanggupi tapi ia minta sepuluh pengawalnya diizinkan berjaga di gerbang dan dekat tempat tidurnya. "Yang Mulia tidak percaya?" tanya Jaksanegara. "Setidaknya untuk memberi ketenteraman pada istri hamba." "Baiklah." Jaksanegara yang telah mencukur kumisnya yang sebelah lagi menyerah. Sebab jika ia kecewa terhadap pengawal Rempek, maka ia juga kecewa pada pengawalnya sendiri yang takut pada anjing. Tapi perlakuan Wilis sungguhTiraikasih Website http://kangzusi.com/ sungguh menyakitkan. Suara tawanya, pandangan matanya, ah, semuanya... Namun sudah tidak bisa dibantah lagi, sepan-jang-panjang jalan raya masih lebih panjang lidah manusia. Pengawal rumahnya tidak bisa tidak menceritakan apa yang mereka lihat pada teman-temannya. Dan suara bahak berkepanjangan di asrama mereka. Itu menarik perhatian teman lainnya, untuk kemudian sampai juga ke telinga perwiranya. Dan para perwira jadi teringat kejadian semacam itu juga menimpa Beglendeen. Maka tidak aneh jika akhirnya berita itu sampai juga ke telinga Biesheuvel. Itu sebabnya ia bersama Pieter Luzac segera bertandang ke istana Jaksanegara suatu sore. Mas Rempek menyambutnya di pendapa. Biesheuvel heran masih ada pembesar Blambangan yang telanjang dada. Berarti belum Islam. Maka tidak heran jika tidak berani menindak Rsi Ropo. Termasuk Jaksanegara. Karena pembantu dekatnya masih berigama Ciwa yang dinilainya memiliki sifat keras dan suka menentang. Tapi Rempek mempersilakan terus naik ke taman. Jaksanegara menanti mereka di sana. Dan Jaksanegara minta maaf karena tidak bisa menjemput sendiri di pendapa karena sedang tidak enak badan. Namun demikian Biesheuvel sudah mengerti apa yang dimaksud dengan kata tidak enak badan. Memang mempunyai beberapa makna. Bisa berarti sakit. Bisa berarti malas. Dan bisa juga bermakna sedang tidak enak hati. Melewati samping rumah kayu ulin yang besar. Biesheuvel melirik atapnya. Sirap. Bunga mawar melati menyuguhkan bau tersendiri, membuat rombongan senang melewati tempat itu. Angin senja mendayu mengirim berita, purnama akan tiba dan merajai alam. Burung-burung pada kembali ke dahan di mana ia biasa tidur. Sebagai gantinya kelelawar bersiap berangkat mencari makan. Ternyata kehidupan tidak pernah istirahat siang dan malam. "Selamat sore, Yang Mulia...," Biesheuvel mendahului. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Selamat sore. Silakan duduk." Jaksanegara mempersilakan kemudian mempersilakan seorang selirnya menyiapkan minuman dan suguhan lainnya. Dengan bisikan ia memesan supaya diberikan yang istimewa. Artinya supaya dicampur dengan sedikit candu. Sejauh itu ia masih sedikit kecewa pada Mas Rempek yang belum mau minum apa pun yang dihidangkan padanya. Sebenarnya bukan tak mau. Tapi memang ada pesan dari Rsi Ropo lewat seorang pengawalnya supaya tidak makan sehidangan dengan Jaksanegara. Dan kini satria dari Pakis itu menjadi pendengar. "Kami telah mendengar kejadian menyedihkan atas diri Yang Mulia itu. Sama dengan yang menimpa Beglendeen, perwira kami." Jaksanegara terkejut mendengar itu. Ia menjadi malu tak berdaya menghadapi cuma tiga orang, yang tahu bahwa ia harus pulang dengan telanjang bulat. Ia terdiam menahan malu. Apalagi kumisnya yang masih belum tumbuh sesubur biasanya membuatnya tidak bisa menipu. "Apakah juga dilakukan oleh Wong Agung Wilis?" ' "Yah... barangkali hantunya.... Ya... barangkali hantu." "Hantu?" Biesheuvel dan Pieter Luzac mengulang berbareng. Mereka teringat cerita semacam -itu di negeri mereka juga ada. Dalam cerita Snow White ada seorang putri yang sudah mati hidup kembali. Di sini juga Wilis yang dikabarkan sudah mati hidup lagi, bahkan bisa mengganggu ketenteraman umum. "Ya, Tuan. Mana ada manusia bisa hidup lagi. Agaknya mustahil jika Wong Agung Wilis mampu hadir di Blambangan kembali. Apalagi melihat caranya memperlakukan orang. Mencurigakan." "Coba, kami ingin dengar ceritanya!" Biesheuvel tertarik. Dan mulailah Jaksanegara menceritakan semua yang ia alami. Tanpa ada yang ia kurangi sedikit pun. Setelah mendengar itu Pieter Luzac berkesimpulan bahwa orang yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mencegat Jaksanegara itu memang orang yang menguasai medan dan memiliki kemampuan bergerak sangat tinggi. Tak mustahil jika punya hubungan dengan Rsi Ropo. Apalagi Jaksanegara dianggap tidak lagi menghargai brahmana. Maka mereka membuktikan bahwa , hukum karma itu memang benar-benar ada dan wajib dipercayai. Tentu bukan hantu. "Jika demikian, pada hari yang telah dijanjikan untuk menemui Rsi Ropo itu, Yang Mulia baiknya datang. Bawa serdadu kami untuk mengepung desa itu dan kita tangkap dia," Biesheuvel mengeluarkan pendapat. Jaksanegara terkejut mendengar itu. Kembali ia berdebar. Maka ia tak menjawab. Bahkan tertunduk. "Kenapa, Yang Mulia takut?" Biesheuvel memperhatikan wajah Jaksanegara yang kembali menjadi pucat. "Tidak... tidak, Tuan, hamba malu...." "Penangkapan terhadap dirinya adalah bukti kesungguhsungguhan kita pada VOC. Belum tertutup kemungkinan Yang Mulia memangku jabatan adipati Blambangan. Kami dengar Gubernur Vos akan diganti. Kami akan laporkan bhwa Kertawijaya tidak becus kerja dan tidak disukai oleh orang Blambangan. Betul, kan?" "Oh... terima kasih, Tuan. Tapi bagaimana pendapat Yang Mulia?" Jaksanegara menoleh pada Rempek. Sambil menarik napas panjang Rempek mengutarakan pendapatnya. "Memang benar kawula Blambangan tak suka diperintah oleh orang asing," tegas Rempek jujur. Namun itu mengejutkan Biesheuvel. Bukankah dengan kata lain itu penegasan bahwa mereka tidak senang Belanda juga" "Tentang penangkapan Yang Tersuci Rsi Ropo, sebaiknya dipikir masak-masak. Seperti hamba katakan beberapa waktu silam, Rsi tidak pernah mengajarkan apa-apa kecuali bagaimana menciptakan kedamaian di atas keadilan yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sesungguh-sungguhnya. Supaya setiap orang menerima apa yang memang menjadi haknya." "Tetapi...," Biesheuvel menyahut. Ia tahu ke mana tujuan kata-kata Rempek. "Keadilan bukan hanya berarti menuntut dan menuntut hak saja. Mereka harus menyadari bahwa manusia juga dituntut oleh kewajiban. Itu baru adil yang sesungguhnya." "Benar sekali, Tuan. Tapi apa yang aku lihat, yang diterima kawula Blambangan saat ini, lebih banyak "harus" dan "jangan", daripada menerima hak yang semestinya. Itu sebabnya timbul kekacauan, perampokan, dan kemiskinan____" "Kami tak mau dengar semacam itu lagi!" Biesheuvel tersinggung. Apalagi dinilainya Rempek kurang santun dalam menyampaikan pendapatnya. Tapi Rempek juga tersinggung dan pelan-pelan ia menggeser kerisnya supaya lebih mudah jika ia memerlukannya. Jaksanegara yang melihat gelagat itu segera menengahi. "Eh... begini, Tuan. Maafkan kami. Jika memang demikian kami akan undang beliau ke sini. Nah, kita akan menangkapnya di sini. Nah, Yang Mulia, ini tentu di luar tanggung jawab Yang Mulia, tapi tanggung jawab kami sendiri. Bila perlu Yang Mulia tidak perlu ikut." Rempek mengerutkan gigi sambil memandang tajam pada Biesheuvel. Ingin rasanya ia mencekik leher manusia satu ini. Namun ingat lagi pesan Rsi Ropo, "Sekalipun kamu sudah bersenjata dan merasa laskarmu kuat, jika belum diperintah orang yang mengirim senjata itu, jangan kau bertindak sendiri. Bisa merugikan seluruh Blambangan. Karena yang mengendalikan kawula Blambangan bukan kamu, tapi Wilis. Ingat-ingat ini. Tunggu perintah Wilis." Biesheuvel juga mulai tidak suka melihat mata Rempek seperti itu. Juga Pieter Luzac. Ia tidak pernah lupa betapa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ seorang gagah berani dan namanya masyhur dibantai di alunalun Kartasura. Di Blambangan yang kelihatannya tanpa daya ini sudah memakan berapa perwira" Ia ingat sahabatnya Blanke, Kapten Reyks, semua tewas di tangan Wilis. Belum lagi lebih dari lima ribu pasukan tewas waktu perang dengan Wong Agung itu. Orang seperti Rempek tidak boleh dipercaya. Dan ia dengar bahwa Rempek masih berani mengibarkan Umbul-umbul Jingga di Pakis. Sementara itu minuman terus disuguhkan. Dan malam mulai tiba. Kala Jaksanegara menawarkan pada Biesheuvel serta Luzac untuk bermalam di tamansarinya, Rempek meninggalkan tempat setelah lebih dulu berbisik pada Jaksanegara. "Kenapa pulang?" "Ah... kangen." Rempek tersenyum. Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Di sini juga ada." "Istri sendiri lebih bebas, Yang Mulia. Dan sudah berapa malam hamba tidak pulang. Dia kan juga rindu." "Baiklah. Tapi esok pagi supaya sudah datang di sini. Biar Tuan Biesheuvel tidak curiga." Rempek segera menyelinap dalam kegelapan. Tanpa pengawal ia pacu kudanya cepat-cepat. Ia harus beri tahu Rsi Ropo. Harus! Jangan sampai ada korban seperti Sutanegara lagi. Tidak ia tak rela jika hal itu terjadi pada Rsi Ropo. Ia langsung menuju ke barat, ke Songgon untuk menemui Rsi Ropo. Tidak ke Pakis untuk menjumpai istrinya. Ia sudah hafal benar jalan setapak yang merupakan jalan pintas menuju ke Songgon. Kudanya seperti terbang. Namun rasanya masih tetap kurang cepat. Jarak tinggal seribu depa barangkali, tapi rasanya masih amat jauh. Kegelapan dan kesenyapan membuat keseakanan yang tidak sama dengan kenyataan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Apalagi kelelawar yang sering kali menyambar di depan hidungnya bukan cuma menimbulkan keseakanan. Namun juga membuat bulu romanya berdiri. Dan sedikit pergumulan terjadi dalam hatinya. Mungkinkah aku tersesat" Tidak! Keraguan membuatnya menghentikan langkah kuda. Justru saat itu terdengar derap kuda menyusulnya. "Selamat malam, Yang Mulia. Apa kabar?" "Oh, sembah untuk Yang Mulia," jawab Rempek sambil masih duduk di atas kudanya. Walau belum melihat jelas siapa yang menyapanya, namun suaranya hampir-hampir ia tak akan pernah lupa. . . "Malam adalah larangan bagi siapa pun memasuki Songgon. Lupakah itu, Yang Mulia" Hamba sendiri tidak bisa memasukinya." Wajah orang itu tetap tidak jelas, karena malam begitu pekat. Bulan yang sore tadi memancar tiba-tiba tertutup mendung. Ucapan orang itu mengejutkannya. Betul tidak seorang pun bisa masuk Songgon malam begini. "Ada persoalan penting" Barangkali Jaksanegara sakit hati" Dan akan membalas dendam pada Rsi Ropo" Ada rencana menangkap Rsi?" "Hyang Bathara!" Rempek menyebut. Orang itu pun sudah tahu" Apakah ia menguping pembicaraan Jaksanegara dengan para tamunya" "Kenapa Yang Mulia terkejut?" "Dari mana Yang Mulia tahu semuanya itu?" "Jaksanegara merasa bahwa di belakangnya ada Kompeni. Tapi ia diperlakukan secara tidak santun oleh orang yang justru saat ini nama dan suaranya bergema di setiap hati kawula Blambangan. Lebih sakit lagi karena saat itu ia sedang kecewa serta baru saja melakukan hal tak senonoh atas orang-orang Songgon." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Jagat Bathara!" Lagi sebuah kekaguman terukir di hati Rempek. Ia melirik, tidak ada pengawal. Tapi remang-remang Rempek melihat senjata-senjata terselip di bawah sanggurdi. Selalu siap setiap saat. "Benarkah itu?" Wilis bertanya. "Tidak akan ditangkap di Songgon. Tapi akan diundang ke rumah Jaksanegara. Namun direncanakan terus ditahan." "Hamba kira Yang Tersuci sudah mengetahui hal ini.Beliau akan penuhi undangan itu." "Hyang Bathara! Tidak mungkin! Itu akan membahayakan Rsi." "Mengapa Yang Mulia merisaukannya?" "Hamba tak menghendaki korban seperti yang dialami oleh Yang Mulia Sutanegara lagi." "Baik. Hamba akan sampaikan hal ini pada Rsi besok pagipagi benar, begitu kami memperoleh kelonggaran untuk masuk desa itu. Sekarang sebaiknya Yang Mulia pulang." "Tapi..." "Siapa pun akan mendapat kesukaran masuk desa itu pada malam hari. Karena itu tidak ada tetapi!" Wilis menegaskan. "Nah, selamat malam, Yang Mulia. Percayalah pada hamba." Kuda di depan Rempek berputar untuk kemudian menghilang dalam gelap. Beberapa bentar Rempek terma-ngu-mangu. Ah... mereka orang-orang terlatih. Jika tidak ada pengkhianatan, mustahil bisa dikalahkan oleh Kompeni. Kembali seekor kelelawar menyadarkan lamunannya. Berbeda dengan Rempek yang terus pulang ke rumahnya dan esoknya pagi-pagi benar berangkat ke rumah Jaksanegara, maka Mas Sratdadi yang baru saja bersua dengan Rempek itu melarikan kudanya ke desa Sempu. Ia harus memberikan perintah baru pada Mas Ayu. Desa itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terletak di r selatan kota Pangpang, tapi juga di utara kota Lateng. Memang tidak melalui jalan raya. Namun ia sudah sangat terbiasa. Dan malam baginya adalah sahabat. Apalagi mendung tertapis angin. Bintang mulai menampakkan diri. Sebenarnya musim sudah menginjak awal kemarau. Tapi mendung masih sering memayungi Blambangan walau hampir-hampir tidak pernah menurunkan hujan. Cuma lewat rupanya. Itu membawa kegerahan amat sangat bagi tiap orang. Apalagi bagi Belanda. Jurang demi jurang, belukar demi belukar telah ia lampaui. Kini dengan tanpa ragu ia menerobos hutan lebat untuk sampai di belakang rumah adiknya. Tentu Mas Ayu sedang sendirian. Sayu Wiwit sudah di Jember. Ia mempersiapkan laskar di sana. Bersama Ramad Surawijaya. Sekali lagi kebiasaan memudahkan segala-galanya. Oleh karena kebiasaan pula ia tidak terlalu sukar mencapai belakang rumah adiknya. Mas Ayu sendiri sudah siaga. Semua lontar yang ia pelajari segera disembunyikan di dalam bumbung kecil. Sebab jika ia sedang tidak melakukan kegiatan apa-apa maka ia mengisi waktunya dengan membaca lontar. "Ayu...,"' suara berbisik di balik jendela kamarnya. "Oh... Kandakah itu?" "Ya... inilah aku." Jendela kamar segera terbuka dan Sratdadi segera melompat masuk. Berpelukan sebentar. Lalu keduanya duduk. "Dirgahayu. Ada yang penting, Kanda?" "Ayu... aku akan menyerah." "Kanda"!" Mas Ayu Prabu terkejut. Bangkit berdiri sambil menatap tajam pada kakaknya.. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Jangan terkejut. Duduklah dengan tenang!" Sratdadi menjelaskan. "Mereka akan menangkap Rsi Ropo. Jika Rsi Ropo melakukan perlawanan sekarang, maka kukira belum waktunya. Kita belum sepenuhnya siap. Jika kita bertempur, kita akan melakukan pertempuran semesta. Jadi perang lebih besar dari Yang Mulia Ramanda pernah lakukan. Sementara kita membangun laskar yang besar dan kuat dengan membuat nama Ramanda bergema di seluruh bumi kelahiran kita ini. Jika Untung Surapati membunuh Kapten Tack dan Ramanda memusnahkan Blanke serta Kapten Reyks, maka kita harus mampu membunuh Biesheuvel si Mayor itu. Kita bunuh semua opsir Kompeni dengan semua begundalnya!" "Tapi bagaimana itu bisa terjadi" Kanda seorang menteri mukha akan menyerah" Yang mengatur seluruh jalannya peperangan akan menyerah?" Sratdadi tertawa. Berdiri dan berjalan ke jendela. "Ternyata kau juga masih dungu. Sebagai Rsi Ropo aku menyerah. Sementara itu kau harus mempergunakan Repi agar menekan suaminya. Ia harus membebaskan Rsi Ropo. Di samping itu kau segera panggil Ramad untuk menggantikanku sebagai Wong Agung Wilis. Jika Bozgen gagal, maka Wilis harus bertindak. Sementara Bozgen harus memberi laporan di mana Rsi berada," Sratdadi menerangkan pelan-pelan di telinga adiknya. Kini Mas Ayu tersenyum. Menyenyumi diri sendiri. Kalah cerdik dari kakaknya. Malam itu juga ia panggil Tunggul, seorang anak buahnya. Tunggul tinggal di dusun Sempu itu. Ia menurunkan perintah agar Tunggul pergi ke Jember menjumpai kakaknya. Tunggul tidak boleh istirahat. Ia hanya boleh ganti kuda esok pagi jika telah sampai di Pakis. Di sebelah timur pasar Pakis ada seorang penjual kuda. Orang itu bernama Ingas dan adiknya bernama Indreng. Dia akan menyediakan kuda yang masih segar bagi keperluan Tunggul mencapai Jember. Dan setelah itu di desa Sambi, ia akan dicegat oleh tukang pandai besi, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang juga akan menyediakan seekor kuda baginya. Sekali lagi di Sambi pun ia tidak boleh istirahat. Dengan begitu ia akan sampai di perguruan atau padepokan Sayu Wiwit sebelum mentari terbenam. Tentu ini membutuhkan kekuatan luar biasa dari Tunggul. Sehari semalam ia harus terus-menerus di atas punggung kuda. Dengan tiga kali berganti kuda, maka diharapkan ia akan dapat tetap berkuda dengan kecepatan tinggi. Tentu saja kuda yang terpilih. Setelah menurunkan perintah pada Tunggul, Mas Ayu juga menurunkan perintah pada Mbok Suruh untuk memanggil Repi besok pagi-pagi benar. Perempuan setengah tua itu diperintahkan menjual sayur ke loji di Pangpang, di mana Repi tinggal bersama Bozgen. Ia sudah terbiasa melakukan tugas semacam itu. Dan Mas Ayu menunggu Ni Repi di sebuah kedai dekat pasar. Tentu saja Repi memenuhi panggilan itu setelah suaminya pergi ke tangsi. Begitu sampai di kedai yang dimaksud, Repi terus saja masuk ke kamar tidur. Di mana sudah menunggu Ayu Prabu. "Dirgahayu, Repi," Ayu Prabu menyapa dalam bisikan. Repi membalas sambil menyembah. "Kau nampak makin cantik saja. Ah, Bozgen tentu makin sayang," Ayu Prabu menggoda, "Yang Mulia ini bisa-bisa saja." Repi juga senyum. Tapi tetap berbisik-bisik. "Yang Mulia juga makin cantik. Rupanya juga sudah ada yang melamar____" Keduanya terkikik-kikik setelah Mas Ayu mencubit pantatnya. Namun setelahnya Mas Ayu segera memberitahukan apa yang ia kehendaki dari Repi, setelah menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas pengiriman senjata dari Bozgen beberapa minggu lalu. Mas Ayu Prabu menceritakan apa yang bakal terjadi atas Rsi Ropo dan karena itu Repi harus bertindak menolongnya. Jika usaha Bozgen dengan jalan damai nanti gagal, maka Wilis sendiri yang akan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyerbu benteng. Tentunya bukan hanya mengambil Rsi Ropo, tapi juga akan membinasakan semua yang ada di dalam benteng itu. "Hamba kira Bozgen akan mau melakukannya, Yang Mulia. Karena ia sendiri bilang pada hamba bahwa sangat dikecewakan oleh Biesheuvel. Bahkan ia menyatakan ingin bergabung dengan Mengwi. Blambangan ibarat neraka, katanya. Belum pernah terjadi ada kematian secara damai di Blambangan ini. Sebanyak tujuh puluh empat bintara mengajukan permohonan berhenti jika mereka tidak cepatcepat dikembalikan ke Surabaya" "Suamimu yang bilang seperti itu?" "Ya. Ia ingin membawa hamba ke Bali." "Jika demikian aku segera akan mengirim berita ke Bali. Tapi jika kalian akan menyelundup sebaiknya jangan berangkat bersama-sama. Kau tinggal dulu bersamaku, dan setelah itu aku mengirim kamu ke Mengwi." "Hamba akan taat pada perintah Yang Mulia." "Terangkan semua ini pada suamimu. Dan segeralah kirim berita jika ada perkembangan baru." "Hamba, Yang Mulia. Suami hamba sangat kecewa atas hukuman yang dijatuhkan pada ayah hamba." "Nah, jika demikian, sampaikan salam Wong Agung Wilis pada suamimu. Hati-hatilah. Segera pulang!" "Hamba, Yang Mulia " Pekerjaan bertambah lagi. Menghubungkan Bozgen dengan ayahnya. Mungkin bukan hanya Bozgen yang akan melakukan pembelotan. Mungkin saja, tujuh puluh empat perwira itu juga akan merencanakan pembelotan jika permohonan mereka tidak segera dikabulkan. Itu bukan hal yang mustahil jika berkembang menjadi pemberontakan. Karena memang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mereka terlatih untuk itu. Kompeni memang dilatih untuk menjadi perompak yang menjarah dan menjarah terus. Bukan percuma mereka datang dari jauh. Berkedok pedagang dari seberang benua dengan mengarungi samudra. Dan bajak laut membiasakan diri untuk lebih banyak menggunakan bedil daripada kata-kata dalam menyatakan pendapatnya. Itu sebabnya ia segera juga memberikan laporan ke Benteng Bayu di Raung. Bahkan ia merasa perlu memerintahkan penghubung lainnya untuk memberi tahu Panji Rana yang sekarang telah digelari nama Jagalara. Supaya dengan demikian semua pasukan yang di Derwana dan Indrawana diperintahkan siaga menghadapi segala kemungkinan. Keadaan bisa berkembang ke arah yang tak terduga. Semua yang dilaporkan Ayu Prabu memancing Raung mempersiapkan cadangan makanan dan prajurit lebih dari yang sudah-sudah. Dan dengan tambahan peluru serta senjata-senjata baru yang dikirim oleh Ayu Prabu, maka latihan pun dapat dilaksanakan lebih sering dan lebih baik. Yistyani menasihatkan agar semua orang mempersiapkan diri dengan lebih matang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ X. BUKAN HANYA MIMPI Bulan Jita atau Jistya merupakan bulan ketiga musim kemarau yang berlaku di Blambangan dan Bali atau Jawa pada umumnya. Udara gerah melanda mana-mana walau kadang masih disertai angin. Di Samudra Kidul ombak setinggi-tinggi bukit. Ya, bulan itu bagi penanggalan Belanda adalah bulan Juni. Nelayan di pantai selatan harus menghitung dengan sungguh-sungguh jika hendak melaut. Namun justru keadaan yang demikian buruknya merupakan kesempatan bagus bagi anak buah Wong Agung Wilis yang atas persetujuan Cokorda Dewa Agung Mengwi mendaratkan bantuan pangan untuk pasukan Sratdadi yang bermukim di sekitar Bukit Srawet, Blambangan Selatan. Pantai Muncar dan Grajagan merupakan daerah aman, karena di seputar pantai itu, hutan amat lebat, Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo penuh dengan binatang buas. Patroli Kompeni saat-saat terakhir ini jarang sekali karena mereka makin takut. Sekali ketika serombongan serigala lapar berpapasan dengan tiga orang patroli Kompeni dan pasukan gabungan. Dan ternyata tidak seperti biasanya. Rombongan anjing-anjing hutan menyerang dengan garang. Dua orang di antara ketiganya tidak mampu melepaskan diri dari keroyokan. Walaupun beberapa mati karena babatan pedang namun akhirnya rombongan serigala itu mampu mencabik-cabik dan membunuh dua orang itu. Yang seorang sempat menyelamatkan diri dengan naik ke atas sebuah pohon. Dengan gemetar ia menyaksikan temannya dirobek-robek oleh serigala yang tidak mengenal ampun itu. Bajunya basah oleh keringat dingin. Bahkan juga terkencing-kencing. Celananya basah ketika serombongan serigala mendekati pohon tempatnya menempel di cabang. Ia merangkul eraterat, sambil menempelkan seluruh tubuhnya pada cabang itu. "Iblis! Pergi kalian!" ia berteriak di hutan sunyi itu. Suaranya dipantulkan oleh pohon-pohon, menimbulkan gema. Ia juga menahan rasa dahaga semalam-malaman. SerigalaTiraikasih Website http://kangzusi.com/ serigala itu sudah pergi sejak sore. Entah ke mana. Tapi ia tak berani turun. Aniaya ditanggungnya semalam-malaman. Dengan rela ia harus mempersembahkan darahnya diisap nyamuk-nyamuk hutan. Semalaman ia cuma mengumpat. Tak berani mengusir nyamuk-nyamuk itu. Takut jatuh dan menjadi mangsa serigala lapar. Setelah fajar menyingsing ia memberanikan diri turun. Pantatnya basah dan bau. Ah, sialnya ternyata ia mencret. Ketakutan membuatnya terkencing-kencing dan terberak-berak. Untung tak seorang pun melihatnya. Jika ia selamat, ia pasti bercerita pada temantemannya bahwa ia mampu membunuh semua serigala itu, sedang kedua temannya tersesat entah ke mana. Ia berjalan pulang setelah memungut senjatanya sendiri dengan harapan di jalan menemukan sebuah sungai agar bisa mandi dan mencuci celana bau itu. Tapi itu menjadikannya ikut-ikutan mengajukan permohonan pulang ke Surabaya. Cokorda Dewa Agung telah menerima laporan dari Agung Wilis bahwa ada kawanan Belanda yang akan membelot ke Bali. Mereka diharapkan oleh Wong Agung yang mengirimkan pesannya lewat Mas Ayu Prabu supaya Bozgen juga merampas kapal-kapal Belanda yang kini bersandar di Pelabuhan Sumberwangi. Dewa Agung kagum setengah mati terhadap rencana Wilis. Kendati ia melihat Wilis mulai nampak tua. Rambutnya sudah banyak beruban. Tapi bekas luka yang menggores kening dan bahunya seolah bukti tertulis akan keperkasaannya di masa silam. Sorot matanya masih bersinar penuh wibawa. Memang pantas ia menjadi kepala pemerintah. Sepercik penyesalan memuncrat di lubuk hatinya karena ia sendiri telah ikut punya andil menenggelamkan Blambangan. Maka kini ingin rasanya ia memanjakan kehendak Wong Agung Wilis yang dianggapnya sebagai manusia yang mampu mengalahkan mati. Kegagalan pendaratan oleh Gusti Tangkas ia nilai bukan kesalahan Wong Agung. Tapi karena memang para pelaksana yang kurang memiliki kemampuan dan keberanian. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kini Cokorda Dewa Agung menyetujui mengirimkan beberapa telik sandi (pasukan rahasia) untuk membantu gerakan Bozgen dan kawan-kawannya. Lebih dari itu akan membantu gerakan Ramad Surawijaya. Anak muda yang pernah mendahuluinya menggempur Puger dan beberapa benteng kecil VOC sesaat sebelum Wong Agung Wilis memulai peperangannya melawan Belanda. Ah... anak itu ternyata memiliki keberanian dan kecerdikan melebihi semua saudarasaudaranya. Apa yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah memberikan dorongan agar mereka tidak kenal lelah mempersembahkan karya dan darmanya bagi tanah kelahiran tercinta. Jika perlu sampai titik darah penghabisan. Ia sendiri ingin menyeberang untuk langsung memimpin peperangan. Tapi berulang kali ia mengurungkan niatnya, karena paru kanannya sering terasa sakit jika ia melakukan gerakan yang membutuhkan tenaga berat. Bahkan jika ia menarik napas panjang pun terasa nyeri. Ia tidak pernah mengeluh memang. Jika istrinya bertanya tentang nyeri di pinggang dan dadanya sebelah kanan, maka ia cuma katakan sedang lelah. "Tidak apa-apa... Ratih. Mungkin keseleo dan lelah." "Jika demikian, mari kupijit, Yang Mulia." Wanita cantik itu rajin memijit dengan jari-jarinya yang runcing seperti duri. Kendati pun ia setiap malam disibuki oleh tangis anaknya minta susu. Dan hampir setiap malam juga Ratih secara tersembunyi melarangnya pergi bertempur. "Lihat eloknya anak kita." "Kelak gagah perkasa...," Wilis menambahi. "Seorang perlu berlatih untuk menjadi perkasa. Perlu belajar dan mengisap banyak pengetahuan untuk menjadi bijak. Tapi jika Yang Mulia meninggalkannya, siapa yang hendak melatih" Di seluruh Mengwi tidak akan ada seorang guru dan pelatih yang menyamai Yang Mulia." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ah... jangan seperti itu." Dan malam itu ia pergunakan untuk membaca surat anaknya, Mas Ayu Prabu. Ramanda Yang Mulia, Sembab dari semua kawula bersama dengan lontar ini. Sebesar-besar rasa terima kasih atas usaha Ramanda membantu senjata, beras, dan beberapa laskar sandi yang telah mendarat baik di Muncar maupun di Grajagan. Hamba percaya bahwa itu akan menambah bukan cuma semangat, tapi juga kekuatan kami." Sampai di sini Wong Agung menghela napas panjang lagi. Dada sebelah kanannya kembali terasa nyeri. Ah, aku sudah sampai di batas akhir, gumamnya begitu terasa dadanya sakit. Beberapa saat lagi mentari akan benar-benar tenggelam. "Ada apa, Yang Mulia?" Ratih memperhatikan suaminya. "Jangan terlalu banyak pikir. Lihat, badan Yang Mulia makin kurus akhir-akhir ini." Sebagai jawabannya adalah sebuah senyuman. "Kami akan berperang" kata lontar itu lagi. "Maka biarlah sekalipun Ramanda tidak bersama kami, tapi Ramanda tetaplah mentari kami. Dan saatnya kami akan mempersembahkan kemenangan ini pada Ramanda." Tiada sadar air mata meleleh di pipi yang sudah dihiasi kemerut. Namun cepat dihapusnya. Satria tidak boleh menangis. Ayu Prabu menceritakan perkembangan terakhir, bahwa kakaknya telah ditahan oleh Belanda. Sampai di situ matanya tampak berapi-api. Menarik perhatian Ratih untuk mendekat dan ikut membaca. Ayu kemudian menceritakan rencana Mas Ramad untuk menyerbu Benteng g Pangpang guna membebaskan Mas Sratdadi. Sebagai akhir kata, Mas Ayu memohon doa dan mantra Lokananta yang dikirim dari seberang laut. Katanya, "Doa orang yang benar-benar Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ membela keadilan jika diucapkan dengan sepenuh hati maka hamba percaya semuanya akan terkabul. Sekalipun segala ketentuan ada di tangan Hyang Maha Dewa. Hyang Maha Ciwa!" "Yah, kita harus berdoa," Ratih yang mengeluarkan katakata menanggapi lontar anak tirinya itu. Dan Wilis segera masuk ke alam darana (alam konsentrasi) Ia bersemadi, sekalipun pada awalnya terusik oleh bayang-bayang saat ia masih muda dulu. Merangkak di rerumputan bersama laskarnya untuk menggempur musuh. Terngiang bunyi letusan dan dentuman. Lebih-lebih gemerincingnya pedang beradu. Begitu kira-kira yang sedang dialami anaknya saat ini. Dan tentu Tantrini, istrinya, sudah sejak awal masuk pura di Gunung Raung sana, dengan tanpa menghiraukan hawa dingin, membacakan Lokananta untuk anak-anaknya. Namun Wilis segera mengebaskan bayang-bayang itu. Ia masuk alam darana dalam yoganya. Karena ia memang seorang yogi yang sempurna, sekalipun, ia juga seorang satria. Dalam pada itu Rsi Ropo sudah berada di rumah Jaksanegara. Ia, sengaja memenuhi undangan patih Blambangan itu. Dan ia tidak terkejut sama sekali ketika masuk di ruang tengah sudah menunggu Biesheuvel, Pieter Luzac, Schophoff dan juga Adipati Kertawijaya di samping Jaksanegara dan Rempek. Ia tersenyum memandang semuamua. "Dirgahayu...,?" ia membuka pada mereka. "Maafkan hamba, Yang Tersuci, kami berkumpul untuk memohon beberapa keterangan dari Yang Tersuci." "Ha... ha... ha... ha..." Rsi Ropo tertawa. Dan secara latah Schophoff ikut terbahak-bahak sehingga semua orang menoleh padanya. Tapi ia tidak menjadi risi. Bahkan menumpangkan telapak tangannya pada paha dan menggoyang-goyangkan sambil senyum. Rsi melirik padanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Senyum melihat hidung dan mulutnya yang besar. Namun segera memandang kembali pada Jaksanegara. "Aku hendak diperiksa. Bukan dimohon keterangan. Yang Mulia mulai belajar menghaluskan kata-kata, ha... ha... ha..." Rsi kelihatannya mengejek Jaksanegara di depan umum. Jaksanegara tergagap dan menunduk. Sementara itu Rempek diam sambil memperhatikan semua yang hadir. Ah, Rsi sudah tahu ia akan ditangkap dan diperiksa, pikirnya. Kini ia ingin lihat bagaimana Rsi menjawab pertanyaan di depan bule-bule itu. Melihat kenyataan itu Kertawijaya sebagai adipati langsung mengambil alih. Ia berusaha menyesuaikan diri dengan istiadat Blambangan, dengan memanggil Rsi Ropo sebagai "Yang Tersuci". "Jadi Yang Tersuci adalah Rsi Ropo?" "Benar, Yang Mulia Patih Surabaya." Rsi sengaja mengucapkan itu supaya mereka tahu bahwa sebenarnya ia tidak suka diperiksa oleh Kertawijaya. "Dulu betul, Yang Tersuci. Tapi sekarang hamba ditunjuk oleh Gubernur sebagai penguasa Blambangan." Diam sebentar. Tapi Rsi juga diam sambil menatapnya tajam-tajam. Mata itu membuat Rempek makin curiga. "Kami bukan ingin memeriksa Yang Tersuci. Tapi ingin memohon petunjuk bagaimana caranya mengatasi persoalan yang ruwet di seluruh bumi Blambangan." "Blambangan memiliki ketatanegaraan tersendiri. Tidak sama dengan Batavia, tidak sama dengan Surabaya." "Tapi Blambangan sekarang berada di bawah kekuasaan VOC. Tidak berbeda dengan Surabaya dan daerah Nusantara lainnya. Maka harus menggunakan hukum-hukum dan ketatanegaraan yang dipakai di daerah-daerah kekuasaan Kompeni." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Jika demikian tidak seharusnya ditanyakan Npada hamba. Hamba orang Blambangan yang tidak mungkin cocok dengan peradaban Surabaya dan Belanda. Jika kalian katakan harus, maka hamba akan berhenti sampai di sini saja menjawab semua pertanyaan. Karena hamba seorang C^iwa, bagaimana harus mengajarkan sesuatu yang bukan milik hamba" Kita hanya bisa cocok jika Yang Mulia menyesuaikan diri dengan adat-istiadat Blambangan. Dengan ketatanegaraan yang telah berlaku turun-temurun...." "Yang Tersuci! Itu kata lain Yang Tersuci tidak mengakui kekuasaan VOC. Juga tidak mengakui kekuasaan kami di Blambangan." "Yang Mulia sendiri telah mengatakannya. Dan itu benar. Karena memang kawula Blambangan tidak suka menganut tata negara orang lain. Yang Mulia perlu tahu bahwa di bumi Blambangan ini tak pernah ada seorang brahmana menyembah pada seorang adipati. Setiap paksaan mengundang ketidaksukaan. Dan jika hamba tidak suka maka kawula Blambangan juga tidak akan suka pada Yang Mulia." "Setan!" Kertawijaya tidak dapat lagi menahan marah. "Rsi telah mempengaruhi kawula Blambangan dengan ilmu iblis! Mereka mau bertindak semau-mau. Tanpa mengenal hukum dan peraturan." Rsi tertawa ramah. Tapi terdengar menyakitkan. "Apakah bukan sebaliknya" Maling hidup di atas kekayaan dan keringat orang lain." "Kau sendiri mengakali kawula untuk menghidupimu! Kau tidak pernah bekerja!" Kertawijaya semakin garang. Tangannya mengepal dan mengeluarkan keringat. Ingin rasanya memuntir leher Rsi Ropo yang menjengkelkannya. Matanya memancarkan api kemarahan. Tapi tidak seperti bawahannya, Rsi Ropo tidak menunduk. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hidup adalah timbal-balik. Aku telah mempersembahkan pada mereka apa yang mereka butuhkan. Yaitu pendapat dan pikiran. Juga pengetahuan. Mereka membantu apa yang aku butuhkan!" Ropo tidak berhamba lagi. Ini lebih mengagumkan Rempek yang tetap diam. "Apa yang salah" Kau..." Telunjuknya menuding muka Kertawijaya. "Apa yang kau kerjakan buat mereka" Kau membutuhkan upeti. Tapi tidak dapat memberikan apa pun kepada Blambangan kecuali katakata 'harus' dan 'jangan'!" "Tutup mulutmu!" Kertawijaya benar-benar bangkit. Hampir saja ia mencabut kerisnya. Tapi Biesheuvel segera mencegah. Rempek sendiri sudah berdiri. Ia makin kagum pada Rsi Ropo. Matanya kini nyalang menatap Kertawijaya. Ia pun siap mencabut kerisnya. Ropo senyum. 4 Matanya melirik semua orang. Tenang. "Tuan Rsi, kami bukan ingin cari perkara...," kini Biesheuvel bicara dalam Blambangan. "Kami ingin semua soal dibicarakan dengan baik. Kami ingin tahu kenapa orang Blambangan tak mau bayar pajak. Bukankah kami melindungi mereka" Mereka tak mau memberikan imbalan. Tidak seperti ajaran Tuan. Atau memang Tuan ajarkan mereka memberontak?" Suatu pertanyaan yang menyudutkan Rsi Ropo. Tapi Ropo tetap saja menjawab dengan tersenyum. "Orang Blambangan menyambut kedatangan kalian dengan ramah. Dan memberikan apa saja yang kalian minta. Tapi beberapa waktu kemudian tampak juga belang kalian. Kalian mulai menjarah apa saja milik kawula. Bukan cuma harta, tapi juga wanita kami. Hati yang bersih telah kalian lukai dengan ulah kalian sendiri. Lebih dari semua itu, kalian telah menandai awal pemerintahan kalian dengan pembunuhan beribu-ribu kawula Blambangan dengan jalan mempekerjakan Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mereka di benteng-benteng, loji-loji, tanpa memberi mereka sesuap nasi pun! Ternyata kami menilai kalian telah merencanakan pembunuhan berkala atas kawula Blambangan! Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Karena itu jika ini tidak Tuan perbaiki, maka jangan salahkan seandainya suatu ketika mereka menyatakan sikap mereka dalam menuntut kembali haknya. Mereka tidak akan pernah berontak. Tidak! Tapi menyatakan sikap untuk menuntut kembali hak yang memang adalah milik mereka. Kalian telah merampasnya!" "Tuan Rsi berkhotbah terlalu panjang!" Biesheuvel juga tersinggung. "Mereka telah malas bekerja membangun benteng yang sebenarnya adalah kepentingan keamanan kalian sendiri maka..." "Sempurna sudah kejahatan kalian!" potong Rsi Ropo. "Bajak laut yang santun. Memaksakan orang bersopan-sopan. Tapi di balik topeng ini kerongkongan kalian haus darah. Atau barangkali kalian tidak pernah sadar bahwa uang di kantung kalian itu berlumuran darah" Setiap uang kalian di mana pun kalian berada, berlumuran darah kawula Blambangan, Jawa, dan daerah-daerah lain di seluruh bumi Nusantara ini. Darah kawula!" "Bangsat! Ternyata kau memang harus digantung!" Biesheuvel tidak tahan lagi. Belum pernah ia mendapat perlakuan semacam itu dari seorang pribumi. Di mana pun ia pernah bertugas. "Beglendeen! Bozgen! Seret orang ini! Masukkan penahanan!" Bersamaan dengan itu dari setiap kamar Jaksanegara muncul beberapa serdadu yang bersenjata lengkap. "Inilah kalian!" Rsi masih memperdengarkan suaranya. "Kalian hanya mampu membunuh orang-orang tak berdaya! Ha... ha... ha... ha..." Sejak saat itu Rsi Ropo menjadi penghuni Benteng Pangpang. Ia tidak boleh keluar ke mana pun kecuali mandi di kamar yang-sudah disediakan. Tidak seorang pun boleh menjenguknya. Tapi bukan berarti Ropo buta sama sekali Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ akan keadaan di luar. Karena Bozgen hampir tiap dua jam sekali menjenguknya. Bozgen mendengar semua jawaban yang ia berikan kepada Biesheuvel maupun Kertawijaya. Tidak seperti Jaksanegara yang ketakutan dan minta-minta ampun. Maka itu menarik hatinya. Orang itu yakin dirinya benar, maka tak perlu ada yang ditakuti. "Kami mengusahakan pembebasan Tuan," kata Beglendeen dan Bozgen yang menjumpainya di sel. "Terima kasih!" desis Rsi Ropo. Ah, masih ada di antara bule-bule itu yang berhati mulia, pikirnya. Dan waktu senggang dipergunakannya untuk melakukan yoga semadi. Maka ia tidak terpengaruh oleh keadaan seputarnya. Sementara itu Beglendeen dan Bozgen menghadap Biesheuvel. Di meja tulisnya Biesheuvel sedang membaca buku-buku. Ada di antara buku-buku itu yang menceritakan tentang perjuangan Wilhelm van Oranye yang membebaskan Nederland dari Spanyol. Ada juga buku yang menceritakan perjalanan Vasco de Gama. Dan masih ada beberapa lagi. Tiba-tiba saja kedua orang itu sudah berdiri di hadapannya dan memberi hormat. "Silakan duduk, Letnan, Sersan." Ia mengerutkan kening. Ia perintahkan kedua gadis pengipas-nya pergi. Ia tahu persis keduanya sedang ada urusan penting. Karena akhir-akhir ini tujuh puluh empat bintara memohon dipulangkan. Tentu mereka akan menanyakan permohonan itu. "Kami sedang mempelajari permohonan itu. Dan mempertimbangkannya. Selain minta pengganti dari Surabaya," Biesheuvel mendahului. "Terima kasih, Tuan. Tapi kali ini kami ingin membicarakan hal lain," Beglendeen menyampaikan pendapatnya. "Apa lagi?" "Soal penahanan Rsi Ropo." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kenapa dengan bangsat itu" Penghasut memang harus mendapat ganjarannya." "Tuan bicara dan memandang suatu masalah cuma dari sudut kita sendiri. Kepentingan kita sendiri. Tapi tidak pernah berpikir dari sudut manusia. Kita adalah sebagian dari manusia. Mengapa kita harus terlalu menyimpang dari kemanusiaan?" "Letnan mau jadi malaikat" Aku peringatkan, Tuan dibayar oleh Kompeni. Oleh VOC. Bukan oleh perasaan kemanusiaan!" ujar Biesheuvel sambil bangkit berdiri. "Jika kita tidak paksakan kehendak kita pada mereka, pribumi-pribumi itu, mana mungkin mereka menyerahkannya dengan rela?" "Pada mulanya kami suka menjadi hamba VOC. Tapi setelah kami melihat kenyataan bahwa di laci kami suatu ketika uang meneteskan darah seperti kata Rsi Ropo itu, maka kami menyadari keadaan kami. Kami telah menerima dusta dari perwakilan VOC di Nederland yang menawari kami pekerjaan ini. Mereka mendustai putra-putra Nederland yang dikirim kemari untuk dibantai sebagai perompak. Kapten Tack adalah pahlawan di mata VOC, tapi penjahat di mata orangorang pribumi. Sekali lagi kami termakan dusta!" "Dusta" Jadi Letnan dan Sersan dan tujuh puluh empat bintara ini merasa ditipu oleh VOC?" Biesheuvel geleng kepala. Memandang tempat kosong. Dan kembali duduk. "Ya," tegas mereka berdua. Dan disambung oleh Bozgen, "Alkitab yang kita anut melarang dusta! Juga melarang membunuh! Tapi bangsa Belanda yang Kristen telah menginjak-injak firman Tuhan sendiri!" "Sersan selalu menghubungkan segala sesuatu dengan Injil. Apakah dengan hidup bersama wanita kafir itu Sersan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tidak melanggar larangan Al ah" Sersan sendiri hidup dalam perzinahan!" "Mereka hanya belum kenal dengan Al ah. Tapi jika saatnya tiba mereka juga akan kenal Al ah, dan jika kita menilai tabiatnya, ia tidak lebih buruk dari kita yang katanya mengenal Al ah! Bahkan Alkitab katakan akan tiba saatnya mereka menginjili kita. Karena hakikatnya memang mereka lebih tulus dari kita. Dan jika soalnya perzinahan, maka sebenarnya semua pejabat Kompeni suka berzinah. Jika tidak di sini, di Mataram. Jika tidak maka akan melakukannya di daerah lain. Nah, apakah kalau kami menyatu dalam kasih bukan lagi dua, tapi menyatu! - apakah itu masih digolongkan berzinah" Menyatu dalam ahta kasih dan cita karsa." "Semua orang sudah pandai berkhotbah!" Biesheuvel mendengus. "Sekarang apa kehendak Tuan?" "Bebaskan Ropo!" "Bebaskan" Dari mana datangnya pikiran segoblok itu?" "Tuan tidak merasakan apa yang kami rasakan. Sudah tiga malam Benteng Pangpang dikepung barisan anjing yang mengerikan. Menyalak dan melolong, menakutkan sekali. Semua orang tak berani keluar benteng malam hari." "Gobloook!" Biesheuvel berdiri. "Dengan anjing bisa takut! Orang-orang Belanda gagah perkasa. Mengarungi lautan begitu luas. Tidak takut gelombang besar, sekarang takut anjing!" Berkali-kali ia pukulkan tinjunya pada telapak tangannya sendiri, sambil mondar-mandir di depan kedua anak buahnya itu. "Tidak boleh jadi!" katanya kemudian. "Ropo akan diasingkan juga! Atau jika perlu kita hukum gantung di depan seluruh orang Blambangan. Supaya tiap orang Blambangan tahu bahwa penguasa atau pemerintah lebih tinggi dari seorang paderi!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Terkutuklah tiap orang yang berani membunuh paderi!" Bozgen berdiri. "Perlu Tuan ketahui, kami sudah menyampaikan pendapat kami. Tuan telah menolak maka sikap kami akan Tuan ketahui sejak sekarang kami cuma akan melaksanakan tugas. Tapi bukan bertanggung jawab." Kedua orang itu membalikkan badan. Biesheuvel memandangi punggung kedua anak buahnya. Ada sedikit kecurigaan. Maka ia segera merundingkan hal itu dengan Pieter Luzac serta Schophoff. Sebagai hasil perundingan itu, Schophoff menyiagakan seluruh pasukan Madura dan Surabaya secara diam-diam. Pieter Luzac mendapat tugas mengamati tingkah laku mereka dan mencari sebab kejenuhan mereka bertugas di Blambangan ini. Biesheuvel tidak merasakan apa yang dirasakan Beglendeen. Pengalaman pahit di kedai minum beberapa waktu silam merupakan pelajaran berharga baginya. Dan menjadi suatu titik tolak bagi jalan hidupnya. Karena sejak itu ia merenungi diri sendiri. Bayang-bayang orang yang mengaku dirinya sebagai Wilis selalu hadir dalam mimpinya. Menyebabkannya sering mengigau. Apa salahku" Beglendeen bertanya pada diri sendiri. Setelah ia meniti masa lalunya maka semua seperti tergambar jelas. Apa yang dikerjakannya di negeri yang jauh ini" Memburu gaji tinggi sebagai pegawai VOC. Di samping itu akan mendapat julukan pelaut ulung, pahlawan niaga di negerinya jika pulang nanti. Betapa bahagia masa tua dengan uang tabungan dari VOC. Tidak pernah ia bayangkan bahwa ia harus membunuh sekian banyak pribumi tanpa dosa. Bahkan hampir saja ia membunuh anak kecil hanya karena ingus. Pakaian dan senjata yang ada padanya telah membuat ia berubah sama sekali. Mengubah cara berpikir serta tingkah lakunya. Demikianpun tanda-tanda pangkat. Dengan bendabenda atau perlengkapannya Beglendeen merasa bahwa ingin menguasai, ingin dihormati, ingin diiakan apa saja yang ia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ maui. Dan sejak pertemuannya dengan Wilis, ia sadar akan keberadaannya sebagai manusia. Ia juga bisa menjadi lemah tanpa daya. Bisa juga diperhinakan. Bahkan teman-temannya sangat memperhatikan perubahan sikap Beglendeen itu. Teman-temannya, baik para bintara ataupun tamtama, sering tidak memberinya kesempatan menyendiri. Sebab setiap kali ia ingat wajah Wilis tentu ia akan menggeragap dan napasnya tersengal-sengal, jidatnya mengeluarkan keringat dingin. Mata pemuda itu, ah, senyumnya... Ya, bagaimana jika anakmu sendiri yang beringus seperti itu, apakah kau juga akan membunuhnya" Dan jika pertanyaan itu sudah timbul maka tidak jarang ia meremas-remas kepalanya sendiri. Bagaimana jika istrimu sendiri diseret dan diperkosa macam perempuan pribumi itu" Ahai, Beglendeen kau telah menyetujui perbuatan itu. Setidaknya kau tidak pernah mencegahnya. Ya! Tapi mereka jahat! Mereka membunuh Kapten Blanke, Kapten Reyks di Benteng Banyu Alit! Benar, Beglendeen. Mereka melakukan itu sematamata karena membela hak mereka sendiri. Tapi kau" Dengan kakimu sendiri telah kau injak hak orang lain. Itukah bangsa beradab" Kembali Beglendeen menggeragap. Bozgen yang kebetulan di dekatnya mengguncang bahunya. "Ada apa, Letnan" Sakit?" "Tidak!" Beglendeen tersipu. "Atau Letnan sudah rindu Nederland?" "Iya... betul katamu. Hem... aku akan minta berhenti dari tugas VOC ini begitu kontrakku habis tahun depan." "Tahun depan?" "Ya. Bulan Desember tahun depan." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Masih lama. Satu tahun tujuh bulan lagi. Dalam waktu sekian lama banyak hal yang masih mungkin bisa terjadi di Blambangan ini. Hamba sendiri ingin segera berhenti. Tapi mungkin tidak pulang ke Nederland. Tapi ingin tinggal di negeri yang bukan jajahan VOC. Tapi merdeka. Ingin kebebasan. Beberapa teman yang juga sudah jenuh di Blambangan ini mengajukan permohonan pindah." Beglendeen pun merasa perlu segera mengajukan permohonan yang sama seperti mereka. Ia harus segera menyingkir dari bumi Blambangan. Penyakit menggeragapnya agak berkurang ketika suatu hari ia diberi tahu rencana Bozgen untuk menyeberang ke Bali. Demikian pula beberapa bintara. Diam-diam mereka kecewa karena Biesheuvel mencabut hak atau tunjangan plesir mereka. Dengan alasan tidak ada pemasukan dari Blambangan. Karenanya para penjabat VOC perlu berhemat. Beglendeen memutuskan menyetujui rencana itu setelah ia menyaksikan pemeriksaan terhadap Rsi Ropo. Dengan berani pemuda itu menuding Biesheuvel dan mengatakan bahwa tiap uang VOC berlumuran darah. Yang ada di laci, di saku, di tempat-tempat penabungan uang, semua berdarah! Darah kawula Blambangan dan orang-orang Nusantara lainnya! Jadi uang yang kukirim pada keluargaku, untuk membahagiakan anak-istriku, adalah uang hasil pembunuhan" Hasil pemerasan" Lebih dari itu hasil pencurian dan perampokan! Semua uang yang didapat dari pemungutan upeti dengan paksa, pada hakikatnya adalah perampokan. Mereka tidak berdaya mempertahankan hak mereka sendiri. Maka dengan menangis mereka menyerahkannya. Tidak! Tidak! Aku tidak boleh terus-menerus hidup di atas darah orang-orang yang kelaparan. Kelaparan di bumi yang subur ini. Bumi yang melahirkan mereka sendiri. Rsi itu masih muda, tapi mampu mencelikkan matanya. Hilang rasa sakit hati pada Wilis. Sebagai gantinya ia mengasihi Rsi Ropo. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Berani tapi tidak punya senjata. Yang dimiliki pemuda itu tentunya kebenaran dan kata-kata. Huh... uangku, uangku... Yah, anak-istriku, ampuni aku, yang telah mengirimi kalian uang berlumur darah.... Apalagi ketika Rsi muda itu berkata, "Sempurna sudah kejahatan kalian!" Ah, VOC adalah penjahat yang sempurna! Termasuk diriku. Hari itu adalah hari yang sudah mereka tentukan. Mereka telah mengadakan pembicaraan berulang-ulang. Semua sudah diatur serapi mungkin. Pembagian tugas pun sudah diatur. Bahkan dua hari lalu Inhorff dan Verberg, keduanya berpangkat sersan, sudah berangkat untuk mengatur pendaratan dan menghadap Wilis. Dengan perahu nelayan Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo yang ditunjuk oleh Mas Ayu Prabu mereka telah berhasil sampai di tempat tujuan. Dan kini... "Yacob, kau berangkat ke Sumberwangi. Kamu bertugas merampas lima kapal yang bersandar di sana. Tujuh puluh dua orang ini bergerak lima-lima. Aku berikan surat cuti pada kalian," Beglendeen memberi petunjuk. "Sesudah melewati Lateng, kalian akan dijemput oleh pasukan Bali yang menyamar sebagai nelayan. Setelah merampas lima kapal itu, kalian bergerak ke Bali. Tinggalkan satu kapal menunggu kami." "Baik, Tuan." "Sementara itu aku dan Bozgen akan melepaskan Rsi Ropo. Karena dengan demikian perjalanan kalian akan terjamin." Sesudah itu Beglendeen segera membuatkan surat untuk teman-temannya. Karena ia komandan regu, ia punya kuasa untuk menandatangani surat-surat jalan. Dan mulailah gelombang demi gelombang mereka berangkat ke tempat yang telah diperintahkan oleh Beglendeen. Sementara itu Bozgen pulang ke loji untuk mempersiapkan istrinya. Tapi apa yang ia dapati di rumah" Lojinya telah kosong. Istrinya tiada. Ia cari di kamar, di dapur, di halaman, di manaTiraikasih Website http://kangzusi.com/ mana tidak ada. Dengan lunglai ia kembali ke kamar. Hatinya penuh tanda tanya. Apakah ia lari dariku" Tidak mungkin, bapa-ibunya ada di pembuangan. Menari lagi" Itu pun tak mungkin, karena ia sudah lama tidak latihan. Kemudian ia ingat tadi malam ketika mereka bersanding di pembaringan. Perempuan itu berkata, bahwa ia akan berangkat dulu ke Mengwi. Menunggu di sana. Jika nanti kapal merapat di pelabuhan Buleleng, maka ia akan mengalungkan bunga untuk Bozgen, suaminya tercinta. Ah, dia sudah berangkat" Kenapa ia tidak bilang terusterang bahwa hari ini akan berangkat" Apa ia sudah tahu bahwa hari ini teman-temannya bergerak. Padahal rencananya ia sendiri baru akan bergerak membebaskan Rsi Ropo setelah beberapa saat mentari terbenam. Ia diperkenalkan oleh istrinya dengan seorang jelita bernama Mas Ayu Prabu. Dan gadis jelita itu memperkenalkannya dengan seorang bernama Wilis. Dan Beglendeen menjadi sangat takut kala berhadapan dengan orang itu. Ia ingat kejadian di kedai beberapa waktu silam. Takut akan keselamatan jiwanya, juga disebabkan oleh banyak kekecewaan terhadap Biesheuvel, maka Beglendeen menyatakan diri ikut dalam gerakan pembelotan itu. Kegelisahan memenuhi pikiran Bozgen. Bukan takut gagal dalam pembelotannya. Tapi ia resah akan nasib istrinya. Ia khawatir barangkali perempuan muda itu mengandung, maka sangat bahaya menempuh perjalanan sulit seperti sekarang ini. Dan setelah menyadari bahwa istrinya benar-benar sudah berangkat maka tidak ada jalan lain kecuali berlutut dan berdoa, di hadapan Bapanya... Tuhan pencipta langit dan bumi. Ia serahkan semua yang bakal terjadi. Ia ingat istrinya suka sekali ia berdoa. Dan sudah ia coba mengajarkan pada istrinya itu bagaimana caranya mengenal Al ah yang hidup. Meskipun demikian karena istrinya melihat dengan mata kepala sendiri, bahkan merasakan bagaimana J. Vos, juga Colmond memperlakukan orang-orang Blambangan, maka tidak mudah bagi wanita itu untuk menerima kekristenan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dalam hidupnya. Bozgen sedih melihat kenyataan ini. Tidak kurang-kurang orang Kristen yang menjadi penyebab persoalan, bukan pemecah persoalan. Karena kasih sudah tiada lagi di hati mereka. Malam itu adalah yang keempat. Sebagaimana malammalam sebelumnya, setiap mentari sudah ditelan mulut bumi, maka gerombolan anjing mulai muncul. Mengepung benteng di mana Rsi Ropo mendekam. Bagi orang Blambangan hari itu adalah bulan Jita tanggal tua, maka bulan tak kunjung muncul. Bintang memang membantu menerangi alam. Namun tetap saja tak mampu menembus dedaunan, atau semak belukar. Lampu-lampu minyak hanya menyorotkan warna merah bercampur kuning. Tidak mampu menerangi jangkauan yang lebih dari lima depa. Tapi kali ini suara salak anjing lebih riuh dari biasanya. Sambung-menyambung seperti tak putusputus. Semua penghuni Pangpang ketakutan. Orang-orang Blam-bangan asli segera menyiapkan perapian untuk membakar kemenyan. Pintu-pintu semua tertutup rapat. Pangpang benar-benar bagai kota mati. Bapa Anti tidak berani keluar rumah. Sekalipun malam ini ada panggilan dari Jaksanegara. Ia menyuruh anak lelakinya untuk menghadap. Ia tinggal bersama istrinya yang termuda. Baru tujuh tahun ini tinggal di rumah Bapa Anti. Mendengar lolong anjing yang tiada henti hati Bapa Anti yang sudah tua menjadi amat berdebar. Ia mendekati pembaringan istrinya. "Kakang tampaknya takut?" bisik Rani ketika suaminya naik ke pembaringan. "Anjing-anjing sialan itu.... Bahkan kini dekat sekali dengan rumah kita." Rani bangkit. Ia coba mengintip ke pendapa. Berjingkat menuju pintu. Bapa Anti memegang tangannya sambil mengikuti berjingkat. "Ke mana?" bisik lelaki itu sambil mendekatkan mulutnya ke telinga Rani. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Rani tidak menjawab. Ia coba membuka pintu sedikit. Untuk mengintip. Dan... tiga ekor anjing hitam duduk di pendapa sambil menyalak dan melolong. Cepat ia tutup kembali. Kemudian menarik napas dalam-dalam. "Ya, Al ah... kenapa Tuan Jaksanegara berani menangkap Rsi Ropo?" perempuan yang sebenarnya Cina itu ikut takut. Dewa-dewa orang Blambangan marah kini, pikirnya. Bapa Anti makin takut. Seketika itu juga encok di boyok(pinggang bagian belakang) juga kakinya, kambuh. Jenggot dan rambutnya nampak kian putih. Ia dipapah oleh istrinya ke pembaringan. "Sudah kau simpan gaji dari Tuan Biesheuvel kemarin?" tanya Bapa Anti dalam bisik. Istrinya mengangguk. Memang ia menyimpan dalam bambu tiang rumahnya. Wanita muda itu senang sekali ketika menerima uang begitu banyak. Tak mungkin kawula akan memiliki sebanyak itu. Untung juga jadi istri Bapa Anti sekalipun sudah tua. Kini Bapa Anti melambaikan tangan agar dia berbaring di sampingnya. Rani merasakan pipi Bapa Anti lebih dingin dari biasanya jika sedang mencium. Tapi napas Bapa Anti tetap saja mendengus-dengus seperti kerbau jantan. Bersamaan dengan itu jendelanya diketuk orang dari luar. Rani yang bangkit dan menempelkan telinga ke jendela. "Siapa?" bisiknya. "Aku tidak perlu kamu. Tapi Bapa Anti." Orang di balik jendela menjawab. Juga perlahan. Rupanya tidak ingin ributribut. Tapi bersamaan dengan itu sebuah pisau menembus tepat di atas susu Rani yang juga menempel di jendela. Sebagai peringatan agar Rani tidak menjawab lagi. Wanita muda itu menjadi gemetar. Seluruh persendiannya seperti copot. Tanpa sadar ia terduduk. Sementara itu bibir Bapa Anti kian menjadi ungu. Lidahnya kelu. Suara yang memanggilnya berulang mantap. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Jangan tunggu kami masuk. Keluarlah lewat jendela ini. Jika tidak..." Suara itu berhenti. "Atau kubakar rumah ini?" "Ba... bab... bab... baik... aku akan keluar." Bapa Anti mengalah. "Asal jangan ganggu Rani!" Ia masih sempat menambahi. "Drubiksa! Wariskan anak itu pada anakmu! Tua bangka tidak tahu diri! Ayo cepat!" Bapa Anti kian tidak kuat jalan mendengar itu. Ia akan dibunuh. Ia berusaha menyeret kakinya ke jendela. Tapi rasanya lama sekali. "Cepat, Bapa Anti. Atau aku suruh anjing-anjing itu masuk dan menggerogoti dagingmu pelan-pelan sebelum rumah ini kubakar. Atau biar kulit istrimu dicabik-cabik ..." "Jangan... jangan... aku mau keluar... ah...." Bapa Anti kehilangan pertimbangan. Memang siapa yang kehilangan keberanian maka ia juga kehilangan semangat. Dan siapa kehilangan semangat maka habislah pertimbangannya. Sementara Rani mulai terisak. "Jangan mengeluarkan suara apa pun!" Akhirnya Bapa Anti sampai juga di jendela. Ia buka perlahan-lahan. Namun begitu terbuka badannya seperti tersedot keluar. Tangannya ditarik dengan keras sehingga ia terlompat. "Sekali lagi, Rani, jika kau ingin selamat, jangan beranjak dari kamarmu. Sebab anjing juga akan menjagamu di jendela ini sampai esok pagi. Jangan berteriak. Sia-sia. Anak tirimu, Juru Kunci, sedang berpesta di rumah Jaksanegara!" Kemudian suara itu hilang bersama langkah menjauh. Rani benar-benar tak berani bangkit. Apalagi ketika beberapa bentar kemudian terdengar salak anjing tepat di bawah jendela kamarnya. Ia merangkak ke pembaringan. Berusaha Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ naik. Dan menutup telinga dengan telapak tangannya. Tapi suara itu tetap saja menerobos tiap celah jarinya. Ia pingsan. Ketakutan membuat orang Pangpang tidak keluar ketika mendengar kentongan dipukul bertalu-talu sebagai tanda ada rumah terbakar. Rumah mewah milik Lie Pang Khong terbakar. Kentongan tiada henti berbunyi. Terdengar juga oleh penghuni benteng. Beglendeen memerintahkan orangorangnya untuk bergerak memadamkan kebakaran. "Semua ke sana!" teriak Beglendeen. Dan para prajurit berlarian membawa alat-alat yang dapat dipakai untuk menolong kebakaran. Bukan cuma benteng itu, tapi juga yang di tangsi-tangsi banyak yang berlarian ke rumah Lie. Justru saat itu anjing-anjing mengejar mereka. Membuat mereka makin panik. Ada juga yang berani membunuh anjinganjing itu. Namun seperti hantu saja, anjing-anjing itu jumlahnya makin banyak. Kekalutan memudahkan Mas Ramad Surawijaya bersama empat anak buahnya masuk ke Benteng Pangpang. Seorang di antara mereka tampak memikul manusia di pundaknya. Semua berjalan lancar karena Bozgen sudah menunggu mereka di gerbang belakang seperti yang telah mereka rundingkan. Rsi Ropo juga sudah di situ. Sudah tidak berpakaian brahmana lagi. Kemudian dengan cepat orang yang dipanggul dan dalam keadaan pingsan itu diturunkan dan diganti pakaiannya dengan pakaian brahmana. Setelahnya cepat-cepat dipanggul lagi dan dibawa ke sel dimana Rsi Ropo seharusnya ditahan. Orang itu ditidurkan menghadap tembok. Gerakan mereka memang sangat cepat. Dan Rsi Ropo sudah kabur sewaktu Bozgen mengunci kembali gerbang belakang yang seharusnya cuma dibuka bila benteng itu terbakar. Dengan berdebar Bozgen melaporkan pekerjaannya pada Beglendeen, yang menyambutnya. Mau-tak mau ia memang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kagum terhadap Wilis. Apalagi sampai saat itu ia belum mendengar sebuah letusan pun. Padahal ia sadar betul di tiap semak ada anak buah Wilis. Yang setiap saat siap memuntahkan pelurunya. Semua tangsi dan benteng sudah dikepung. Dan yang aneh lagi anjing-anjing itu. Bagaimana mungkin anjing yang jumlahnya begitu banyak bisa dikendalikan seperti halnya manusia" Seperti tidak sabar rasanya Bozgen dan Beglendeen menunggu penggantian penjagaan. Sersan Bozgen sebagai komandan jaga malam itu akan diganti oleh Sersan Fische. Sementara orang sibuk menolong memadamkan api di rumah Lie Pang Khong. Tepat pada jamnya Sersan Fische datang juga. Timbang terima di bawah pengawasan Beglendeen pun terjadi. Dan pemeriksaan kamar tahanan dilakukan cuma dari luar sel. Rsi Ropo masih tertidur menghadap tembok. "Lihat dia masih bernapas! Berarti ia masih hidup," Bozgen bergurau. Dadanya memang tampak bergerak naik-turun, tanda masih bernapas. Dan, "Dengar dengkurnya! Seperti orang menggergaji, kan?" "Yah..." Sambil pergi Fische tertawa. Bozgen dan Beglendeen berpamitan pada Fische akan menengok anak buahnya yang sedang memadamkan kebakaran serta sepuluh anggota regunya. Baik-baik jaga tahanan! begitu pesan Beglendeen. Namun begitu di luar benteng dua ekor kuda sudah menunggu. Dan tanpa ayal lagi mereka kabur ke Sumberwangi. Tapi begitu mereka keluar dari perbatasan kota Lo Pangpang, terdengar sebuah letusan. Dan kemudian disusul oleh letusan lainnya. Keduanya tidak berhenti. Mereka memacu kudanya makin cepat menjauhi Lo Pangpang. Cuma mereka menduga-duga apakah yang telah terjadi" Dan tembakan itu memang datang dari rumah Jaksanegara. Malam itu di rumah Jaksanegara sedang ramai Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ orang berpesta. Mereka merayakan kemenangan dari pendapat yang membuktikan bahwa sekalipun menangkap seorang brahmana Juga tidak apa-apa. Tawa riuh dan tuak serta minuman dari Eropa dicampur menjadi satu. Wanita cantik menjadi penghangat malam gembira itu. Namun kegembiraan mereka tidak berlangsung sampai tengah malam. Karena beberapa bentar setelah pesta dimulai di gerbang muncul dua orang membawa sebuah kotak besar. "Kami mengirimkan pesanan Yang Mulia Jaksanegara." "Apa ini?" tanya penjaga gerbang yang kebetulan orang Surabaya. "Tidak tahu, Tuan. Dan perintah Yang Mulia kami hanya diperkenankan mengantar sampai di gerbang ini. Barangkali ini kenang-kenangan yang akan dipersembahkan pada Tuan Besar Bies..." "Gila perintah macam itu! Kami juga memikul barang ini?" "Tidak tahu. Permisi, kami pergi, Tuan." Keduanya berbalik. Sambil menggerutu dua di antara lima pengawal itu menggerutu. "Setan! Beratnya!" Sampai di dalam ia repot menghadap Jaksanegara. Orang itu seperti tidak membutuhkan kotak yang dipikulnya. Tapi ia beranikan diri menghadap Jaksanegara yang sedang mendampingi Schophoff dan Kertawijaya. "Siapa kamu menghadap tanpa dipanggil?" Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kertawijaya menanya. Karena ia tahu prajurit itu orang Surabaya. "Hamba prajurit tamtama," prajurit yang bermata lebar menjawab. "Ada apa?" "Ini, Yang Mulia, pesanan Yang Mulia Jaksanegara...." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apa itu?" Jaksanegara terkejut. "Aku tidak pesan apa-apa dari siapa pun." "Kata pengirimnya... Yang Mulia pesan dan akan dihadiahkan pada Tuan Besar...." Mata orang itu melirik Schophoff. Tapi tidak meneruskan ucapannya. Takut menyinggung karena hadiah bukan untuk dia. Jaksanegara segera berdiri. Dan memerintahkan agar kotakbesar itu diangkat mendekat. Kedua pengawal itu mengeluh lagi. Dalam bisik mereka berkata-kata satu dengan lainnya. "Ngangkat lagi!" "Salahnya kamu jadi prajurit!" "Terpaksa, Cak. Kalau tidak mana sudi...." Dan mau tak mau mereka mengangkat lagi sampai di depan Jaksanegara. Belum lagi ia melangkah pergi perintah membuka kotak itu datang dari mulut Jaksanegara. Kotak sebesar peti mati itu tidak sukar untuk dibuka. Karena memang ada pintunya, seperti almari pakaian. Ternyata isi almari itu adalah manusia. Semua terpekik dalam kejutnya. Apalagi Schophoff dan Pieter Luzac. Mayat Lie Pang Khong yang rumahnya sedang terbakar. Tidak setetes pun darah mengalir dari tubuh mayat itu. Schophoff mengumpat sejadi-jadinya. Marah luar biasa. Lalu. "Tangkap orang yang membawa peti ini ke sini! Cepat! Gila! Kurang ajar!" Seribu umpatan keluar dari mulutnya. Pieter Luzac cepat membubarkan pesta dan memerintahkan pengawalnya untuk siap mengejar musuhnya. Tapi bersamaan dengan itu serombongan anjing menyerbu masuk. Semua orang menjadi panik. "Gila!" Sekali lagi Schophoff menyatakan kejengkelannya. "Bunuh semua anjing-anjing ini!" Ia menembak ke atas. Dengan pedangnya ia bunuh tiap anjing yang mendekat padanya. Sementara itu Kertawijaya juga menghunus Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kerisnya, tapi ia naik ke atas meja. Tahu begitu beberapa anjing malah mengerubung dibawah mejanya. Ia berteriakteriak pada penjaga supaya memberinya sebuah tombak. "Najis! Najis! Pergi!" ia mengumpat pada anjing-anjing itu. Namun tidak digubris. Dengan kerisnya ia menusuk seekor, tapi beberapa ekor lainnya mulai menggigit ujung kainnya. Pieter Luzac marah bukan kepalang. Orang Blambangan menghinanya. Mereka dihadapkan cuma dengan anjing. Ia membunuh anjing-anjing. Sebagian orang lain ada yang menemukan akal. Menyiram anjing-anjing itu dengan air. Dan berhasil. Anjing-anjing itu terbirit-birit. Walau sambil menyalak dan meninggalkan bangkai teman-teman mereka. Begitu anjing-anjing itu keluar Pieter Luzac dengan para pengawalnya menyerbu keluar. Schophoff pun tak kalah garang. Dengan pengawal berkudanya ia mencoba menghubungi tangsi-tangsi. Dan ia lebih dahulu mampir di kediaman Biesheuvel. Orang itu sendiri baru saja pulang dari melihat kebakaran. Di gerbang ia berpapasan dengan Schophoff. Mereka samasama akan masuk. "Selamat malam, Tuan." "Selamat malam. Barangkali Lie Pang Khong ikut terbakar." Biesheuvel menarik napas panjang sambil turun dari kudanya. "Tidak, Tuan," Schophoff menerangkan. "Ia diculik dan sengaja dibunuh. Mayatnya dikirim ke pesta kami di rumah Jaksanegara." "Setan! Ini bukan sekadar kekacauan biasa. Tapi unjuk kekuatan." Biesheuvel menggertakkan gigi karena jengkel. Keduanya berjalan sedang pengawal siap menunggu perintah di depan pintu. Mereka berbaris dengan senjata siap di tangan. "Pengantar mayat itu belum tertangkap. Mereka pesan bahwa itu hadiah buat kami." Schophoff menyampaikan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dengan perasaan geram. Tidak lagi dapat tertawa sebagaimana biasanya. "Gila! Benar-benar mereka menantang perang!" katanya sambil membuka pintu kamarnya. Tapi betapa terkejutnya ketika ia masuk semua perkakas acak-acakan. Bergesa ia memeriksa kamar. Gadis-gadis pengipas semua tidak ada di ruang tamu. Ia buka kamar tidurnya... Biesheuvel berteriak kaget! Seorang perempuan muda Cina diikat di tempat tidurnya. Anak Lie Pang Khong di sini" Gadis ini biasa dipanggil Lie Mei Hwa. Teriakannya menarik perhatian pengawalnya. Tapi tidak berani mendekat karena tidak ada panggilan. Schophoff yang berani mendekat. Ia , juga tidak kurang-kurang kagetnya. Seorang gadis muda dengan rambut panjang dan hitam yang dikepang dua, terikat kaki dan tangannya. Mulutnya disumbat kain. Muka Schophoff benar-benar merah seperti bara. Tiba-tiba ia maju dan membuka sumbat mulut gadis itu. Dan betapa terkejut kala melihat di kain sutra yang dipakai menyumbat mulut gadis itu terdapat sebuah tulisan dalam bahasa Belanda. "Persembahan buat Tuan Biesheuvel." Segera Schophoff menunjukkan surat itu pada Biesheuvel. "Gila! Mereka menulis dalam Belanda." "Tentu ada orang kita yang terlibat. Atau kita wajib mencurigai orang Blambangan yang bisa berbahasa Belanda." "Jika demikian, ambil Bapa Anti!" perintah Biesheuvel. Sementara di luar anjing-anjing juga mengepung rumah Biesheuvel dan terus menggonggong. Schophoff paling jengkel mendengar itu. Namun para pengawalnya tetap ia perintahkan untuk mengambil Bapa Anti. Siapa tahu ia yang menulis surat itu. Sedang Biesheuvel marah pada pengawal rumahnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Gila kalian. Bagaimana kalian tidak tahu ada orang masuk ke sini?" tegurnya. "Sungguh, tidak tahu, Tuan. Dan kami tidak bisa dengar apa-apa. Suara anjinganjing itu...," jawab kepala regu penjaga rumah itu. "Goblok! Tidur saja!" Biesheuvel balik lagi ke kamarnya. Ia lepaskan Lie Mei Hwa dari ikatan. "Siapa yang membawa kamu" Kapan kamu dibawa" Kenapa kamu tidak teriak?" serentetan pertanyaan ia lontarkan. Namun gadis Cina itu tidak menjawab. Ia menangis dan mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti maknanya oleh Biesheuvel maupun Schophoff. Tak bisa berbahasa Belanda maupun Blambangan rupanya. "Hai, kau bisa bercakap bahasa Blambangan" Juga bahasa Belanda?" Schophoff yang bertanya kini. Tapi gadis itu hanya memandangnya sambil menangis. Beberapa saat kemudian menggelengkan kepala sambil melihat sekelilingnya. Rupanya baru menyadari keadaan. "Jika demikian, periksa seluruh Lo Pangpang. Panggil semua perwira dan bintara!" Seorang pengawal meniup sangkakala. Segera disambung oleh sangkakala di benteng dan tangsi-tangsi. Maka semua perwira segera mengapelkan anak buahnya. Sebab sangkakala itu berarti akan diadakan pemeriksaan mendadak. Kala itu mereka segera melapor pada Pieter Luzac bahwa ada beberapa orang bintara yang tidak ada karena mereka cuti. Surat cuti ditandatangani oleh Beglendeen. "Ke mana Beglendeen?" "Tidak tahu, Tuan," jawab Schophoff pada Biesheuvel. Biesheuvel mengerutkan dahi. Ia ingat beberapa bintara minta dipulangkan. Sekarang mereka semua tiada. Justru dalam keadaan panik. Mereka bersekongkol dengan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pemberontak! Bersekutu dengan orang-orang Blambangan yang menentang VOC. Biesheuvel pusing memikirkan kenapa menjadi begitu. Semua orang menjadi takut mati. Seolah Blambangan ini negeri hantu yang membunuh semua orang. Ia terduduk. Sementara di kamarnya seorang gadis Cina sedang menangis. Ia sendiri mengipas-ngipas. Tidak ada lagi gadis pengipas, karena diculik orang. Sedang anjing-anjing itu tidak berhenti menyalak. Dan bunyi tembakan kini makin seru. Berarti ada kemungkinan hari ini ada usaha pembebasan Rsi Ropo. Maka ia perintahkan Pieter Luzac melihat apakah Rsi itu masih ada dalam selnya. Pieter menjawab bahwa ia baru saja menengok orang itu. Dan masih lelap tertidur. "Gila dalam keadaan hiruk-pikuk begini ia tertidur" Coba lihat sekali lagi, apakah ia tidak mati!" Begitu habis katakatanya, pasukan yang diperintahkannya mengambil Bapa Anti tiba dengan membawa perempuan muda. "Aku perintahkan kalian mengambil Bapa Anti! Bukan wanita!" "Ampun, Tuan. Bapa Anti tidak ada dan perempuan ini bungkam saja. Barangkali memang dia menyembunyikannya. Maka kami bawa orang ini." Perempuan muda itu didorong-dorong ke hadapan Biesheuvel. Bengong dan gemetar. Tidak berani bicara apaapa kecuali bilang, "Tidak tahu." Cuma dua kata itu saja. Sebab dalam angan wanita itu masih tergambar moncong anjing-anjing di sekitar rumahnya. Dan suara ancaman yang tidak pernah ia lihat siapa yang mengatakan. Akhirnya Biesheuvel memerintahkan wanita itu ditahan lebih dulu. Dimasukkan kamar yang dulu pernah ditempati salah seorang gadis pengipas. Biesheuvel tidak sempat memperhatikan kesegaran tubuh atau kemontokan susunya. Apalagi setelah beberapa bentar kemudian Pieter Luzac datang dengan membawa laporan bahwa Ropo tidak ada. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Yang tertidur di sana ternyata Bapa Anti dengan berpakaian seperti Rsi Ropo. "Setan! Bagaimana orang itu bisa lolos" Bagaimana pula Anti bisa menggantikannya" Periksa komandan jaganya Luzac! Dan... Tuan Schophoff, beri tahukan pelarian ini ke seluruh Blambangan. Dan kirimkan juga berita ke Surabaya secepatnya!" Perintah terus mengalir dari mulut Biesheuvel. Semua pasukan gabungan jadi sibuk. Untuk sementara pasukan garnisun digantikan dengan orang-orang Madura dan Sidayu. Orang-orang kulit putih diistirahatkan. Dan sebagian disebar untuk mengadakan pengejaran. Ada yang ke jurusan Surabaya melalui darat dan sebahagian mengejar ke Sumberwangi lewat Lateng. Namun semua tidak berjalan semudah yang diimpikan. Sebagian besar tertahan di tangsi dan benteng sebab begitu keluar dari tempat mereka disambut oleh tembakan. Kegelapan membuat mereka tidak tahu di mana musuh bersembunyi sambil menembak. Bahkan di Benteng Pangpang mulai jatuh korban. Seorang yang bertugas memegang pembukuan benteng tewas ketika sedang berusaha merangkak untuk membawa buku laporan ke kediaman Biesheuvel. Meskipun begitu, Pieter Luzac masih mampu menembus kepungan dan dengan sepuluh orang pengawal ia mengejar mereka yang kejurusan Lateng. Kemudian sepuluh orang berkuda lagi menyusulnya ke jurusan Lateng. Tidak gampang memang. Mereka harus membayar dengan tiga nyawa ketika mulai keluar dari tapal batas kota Lo Pangpang. Beglendeen dan Bozgen tidak tahu bahwa rumah Lie Pang Khong sudah musnah sama sekali dilanda api. Dalam pikiran mereka hanya melihat sebuah kapal yang sedang menunggu mereka setelah dirampas oleh teman-temannya. Mereka tidak tahu bahwa teman-teman mereka cuma mampu merampas tiga kapal. Di kapal keempat dan kelima mereka mendapat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perlawanan. Sehingga membuat laskar Bali yang menyamar sebagai nelayan dan mengelilingi kapal itu menjadi tidak sabar. Mereka ikut naik ke geladak kapal perang Belanda itu. Pertempuran sengit terjadi di^atas kedua kapal yang terakhir itu. Tiga lainnya sudah bertolak ke Buleleng setelah sebelumnya terjadi pembantaian atas beberapa awak kapal oleh para pembelot dan laskar Bali yang naik ke geladak. Komandan Benteng Lateng, Letnan Schaar segera mendapat laporan dari awak kapal yang berhasil meloloskan diri. Karena itu segera mengirimkan bala bantuan untuk mencegah terampasnya dua kapal itu. Setelah itu pertempuran menjadi tidak imbang. Laskar Bali di kapal keempat melihat ini merupakan gelagat yang tidak menguntungkan. Sebagian dari mereka nekat merampas meriam dan menembak ke arah kapal kelima. Dua tiga kali tembakan kearah kapal yang:'tidak bergerak itu, tentu tidak mungkin terhindarkan. Semua yang bertempur menjadi amat terkejut. Apalagi setelah beberapa bentar kemudian di atas geladak kapal keempat berkobar api. Semua layar terbakar. Ternyata laskar Bali yang melihat beberapa bintara pembelot mulai kehilangan semangat tempur, bahkan sudah ada yang angkat tangan, menjadi marah. Mereka mengambil ke-putusan untuk membakar kapal setelah itu melompat ke laut. Berenang ke perahu-perahu kecil yang memang sejak tadi menunggu. Sebagian pasukan pembelot juga berbuat hal seperti itu. Nasib kedua kapal itu sudah bisa ditentukan karena air juga sudah mulai masuk ke kapal kelima. Kedatangan Bozgen dan Beglendeen disambut dengan tembakan. Mereka bergulingan di pantai. Melihat api berkobar di laut keduanya sadar bahwa bahaya sedang mengancam. Maka mereka berlari menuju perkampungan nelayan. Baru mereka sadar kenapa selewat mereka dari Lateng tidak ada yang menjemput. Rupanya sudah tercium oleh Letnan Schaar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tapi sebelum mereka sampai di perkampungan sebuah peluru menyambar tepat di dada Bozgen. Pemuda itu terbanting. Beglendeen bertindak cepat. Segera ia gendong pemuda itu dan dibawa terus berlari. Ternyata para nelayan membantunya. Cepat-cepat membawa ke sebuah perahu layar. Dan nelayan itu mendorong kapalnya ke laut serta mengembangkan layarnya. Bozgen membuka matanya. Beglendeen mengusap luka di dada Bozgen. Berkali ia mengerang. Seluruh tubuhnya lemah. Darahnya terkuras. "Berdoalah, agar Tuhan memberimu kekuatan," Beglendeen menasihati. "Terima kasih, Tuan. Tapi... rasanya aku tak akan sampai." "Kuatkan hatimu. Ni Ayu Repi menunggu di Buleleng." Di bawah sinar bintang tampak mata Bozgen mengerjap. Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tapi sebejtitar kemudian mengatup lagi. Dahinya berkerut. Rahangnya menegang. Menahan sakit. Menghela napas panjang sebentar. Berkata lirih, "Tuan... jika aku tak melihatnya lagi, salamku buat dia. Aku mencintainya sampai akhir. Dan aku cinta negeri ini, yang memberiku makan, kesukaan dan..." "Bozgen..." Beglendeen mengguncang-guncangkan tubuh Bozgen. "Repi menunggumu dan menyiapkan karangan bunga____" Tidak menjawab lagi. Beglendeen menengadah ke langit. Bintang-bintang mengerjap. Puluhan juta bintang di atas laut itu, tidak dapat mengganti temannya yang selalu bergurau bersama. Ah, karangan bunga, rupanya perlambang kematian. Seluruh yang masih di atas kapal tidak ada yang selamat. Panah laskar Bali siap mengirim mereka ke keberakhiran. Batas dari hidup yang diulur oleh siapa pun. Bukan cuma itu, ternyata di antara perahu nelayan yang tidak mencurigakan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ itu ada yang menembakkan kanon dan panah api. Itu sebabnya Letnan Schaar memerintahkan menembaki perahuperahu nelayan itu dengan kanon. Dan tanpa sengaja perahu Beglendeen tersasar peluru kanon. Lumatlah Beglendeen bersama nelayan yang menolongnya. Benar juga, Repi tidak akan pernah bertemu dengan kekasihnya. Tiap orang yang turun dari kapal Belanda itu, diperhatikannya. Berlari ke sana kemari, tapi pemuda itu tidak ada. Ketika ia tanyakan jawabnya tidak tahu, atau masih di belakang, atau... barangkali masih... masih sedang bertempur. Dada Ni Ayu Prabu yang berdiri di samping Ni Repi berdesir mendengar itu. Apalagi kapal yang sekarang masuk ke pelabuhan Buleleng ini cuma tiga. Berarti yang lain terhadang oleh pertempuram Atau bahkan bisa juga tenggelam bersama seluruh orang yang berada di atasnya. Berarti ada pertempuran. Lalu bagaimana nasib Sratdadi" Nasib Mas Ramad" Ah, jika demikian ia tak boleh berlama-lama tinggal di Bali ini. Jika perlu malam ini juga harus balik ke Blambangan. Tapi Wong Agung Wilis mencegah. Pastilah belum aman dan pantai dijaga dengan ketat. Wong Agung khawatir tiap kapal nelayan akan digeledah. Tidak lazim wanita nelayan ikut melaut. Karena itu akan mencurigakan pihak Kompeni dan bisa membahayakan diri Ni Ayu. Sambutan begitu meriah. Orang-orang Mengwi menari-nari merayakan pembelotan beberapa bintara Kompeni itu. Kendati cuma sekitar lima belas yang selamat. Tapi tiga kapal perang yang mereka bawa itu" Berapa harganya" Di atas semua itu Wong Agung Wilis-lah yang menerima sanjungan. Dan hati Ni Ayu Ratih semakin berbunga. Kendati Wilis sendiri sebenarnya merasa malu. Ayu Prabu-lah yang seharusnya menerima sanjungan ini, katanya pada Ratih. Namun Mas Ayu Prabu tidak mempersoalkannya. Ia lebih sibuk menghibur Repi yang gagal mengalungkan bunga untuk kekasihnya, Bozgen. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Air mata Repi tidak henti mengalir. Isaknya ditelan ombak yang menghantam pantai. Ia pandangi merpati-merpati laut yang berkeliling mencari makanan. Demikian pula camar yang berkeliling di angkasa biru. Namun mulutnya tetap membisu. Ia pandang kebiruan yang berbuih-buih putih di hadapannya. Duduk di atas karang. Mas Ayu memeluknya erat. Kau masih cantik, Repi. Masih panjang jalan setapak yang harus kita hadapi. Masih banyak onak membentang. Sabar dan sadarlah kau, Repi. Diam. Menangis. Diam. Kala fajar menyingsing, tembakan sudah berhenti di Pangpang. Tidak ada pihak yang menembak. Menurut Jaksanegara kejadian seperti tadi malam itu bukan kebiasaan orang Hindu. Mereka tidak pernah bertempur malam hari, katanya pada Biesheuvel. Tapi orang itu tak menggubris. Ia sangat kecewa atas kejadian itu. Bukan karena harus memuntahkan peluru dan bertempur. Namun ia juga menghadapi pembelotan. Barangkali ini yang pertama dilakukan oleh orang-orang Kompeni. Belum pernah terjadi pada perang-perang sebelumnya. Zaman Untung yang pernah membunuh Kapten Tack itu pun tidak terjadi. Walau memang ada perlawanan dari Suzane yang mencintai Untung. Ini aib yang bisa berakibat buruk pada dirinya. Tentu ia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Dewan Hindia di Batavia. Dengan lima kapal hilang! Ini membuat kepalanya pening. Ia perintahkan anak buahnya membersihkan bangkaibangkai dari kota Pangpang. Baik bangkai anjing maupun mayat-mayat manusia. Bahkan juga bangkai kuda. Semua mati karena kebrutalan perang. Setelah itu ia sendiri pergi ke benteng untuk melihat Bapa Anti. Ia pasti berkomplot dengan penjahat dan sengaja menyediakan diri sebagai ganti Rsi Ropo. Beberapa pengawal menghadapkan Bapa Anti di kantor benteng. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tidak sangka jika kau berani mengkhianati Kompeni!" Biesheuvel memulai. "Kau lepaskan Rsi Ropo dan menggantikannya?" "Tidak, Tuan... hamba tidak tahu apa... apa____" "Tidak tahu apa-apa" Bagaimana bisa kau sampai kemari?" "Hamba tidak tahu!" "Lagi tidak tahu?" Biesheuvel bangkit dengan muka merah. Kepada pengawal ia perintahkan memukul Bapa Anti. Dan popor bedil membuatnya tersungkur. "Ikat dia dan bawa ke rumahku. Biar dia tahu bagaimana cara aku membuka mulutnya," perintah Biesheuvel pada seorang pengawal. Bapa Anti ditempatkan di ruang terpisah dari istrinya. Biesheuvel bertekad membongkar persekongkolan ini. Tidak mungkin ada orang bisa meloloskan diri dari penjara dengan begitu saja. Kini Biesheuvel sendiri memeriksa istri Bapa Anti. Kepada juru masak ia perintahkan untuk memberi makan pada kedua wanita muda di kamar masing-masing. Mereka diperintahkan mandi. Kepada Lie Mei Hwa dipergunakan bahasa isyarat. Selesai mandi dan makan baru Biesheuvel memasuki kamar Rani. Rani terkejut. Tapi Biesheuvel menenangkannya dalam bahasa Blambangan. "Jangan takut. Aku bermaksud baik!" Biesheuvel mulai senyum. Mungkin saja dibikin-bikin, la duduk di kursi dekat ranjang yang tersedia. Bersih ruangan itu. Matanya menelusuri tiap lekuk tubuh wanita itu. Kulitnya kuning bersih membungkus tubuh padat. Kemban hitam membungkus susu montok. Matanya agak sipit.- "Kau anak Bapa Anti?" Perempuan itu menggeleng. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Jangan takut. Bicaralah! Jika bukan anaknya, lalu apanya?" "Istrinya...." Wanita itu tertunduk. "Istrinya" Oh... maaf. Bapa Anti adalah sahabat yang aku hormati. Maafkan kami membiarkan kamu dalam ketakutan. Seharusnya kami menolongmu segera." Biesheuvel maju sambil menjabat tangan Rani dan menciumnya. Rani terkejut. "Kami sekarang ingin menolong Bapa Anti. Tapi tentu kami membutuhkan beberapa keterangan. Bisa kamu menolong kami" Jangan takut, aku melindungi kamu." Wanita itu memandangnya tajam-tajam. Matanya mengundang pesona tersendiri. Bola matanya hitam seperti alisnya. Setelah bertimbang sebentar wanita itu mengangguk. "Terima kasih. Jika demikian kita akan bicara baik-baik. Duduklah di kursi itu! Aku akan ambil minuman istimewa untuk persahabatan kita." Rani melakukan apa yang diperintahkan Biesheuvel. Duduk di kursi kayu. Matanya mulai berani memperhatikan isi ruangan. Semua bagus. Tidak pernah ia mimpi akan masuk ruangan semewah itu. Biesheuvel masuk lagi dengan dua buah gelas. Ia perhatikan tangan Biesheuvel banyak ditumbuhi bulu-bulu kuning kasar waktu menyerahkan gelas. "Minumlah. Ini untuk menyegarkan badan!" Biesheuvel sendiri minum di gelas yang satu, Rani ragu. Ia menjawab baru saja makan dan minum. Biesheuvel tidak memaksa. ; "Apa yang sebenarnya terjadi tadi malam?" Diawali oleh keraguan ia menceritakan semua yang diingatnya. Dan ia masih sangat takut karena anjing-anjing itu begitu galak. Dan gerakan orang-orang itu begitu cepat, sampai-sampai ia tidak dapat melihat orangnya. Ia dengar semua ancaman namun tidak tahu siapa yang bicara. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Biesheuvel tercenung di tempat duduknya buat sesaat. Kemudian ia mencatat. Sebagai pelengkap dari laporan yang akan dikirimnya ke Surabaya dan Batavia. Setelah mencatat sebentar Biesheuvel berdiri dan berjalan ke belakang Rani. Tiba-tiba saja ia berhenti, tepat di belakang Rani. Ia mengulurkan kedua tangannya ke bahu Rani yang telanjang itu. Sambil katanya, "Apakah bisa dipercaya ucapan ini" Tidak bohong?" Perempuan itu terkejut. Tapi tak berani mengebaskan tangan yang kasar itu. Ia mengangguk sebagai jawaban. Ia menggeliat perlahan menahan geli kala Biesheuvel mengelus bahu dan punggungnya. "Jangan, Tuan...." "Baiklah!" Biesheuvel meninggalkan bahu itu dan kembali duduk di kursi yang berhadapan dengan perempuan itu. "Semoga kamu senang tinggal di sini. Tapi jangan kamu keluar ruangan ini untuk sementara waktu. Kamar mandi sudah tersedia di sudut kamar, bukan" Nah, sampai ketemu lagi." Kini Biesheuvel mendatangi kamar Bapa Anti. Ia lepaskan ikatan orang tua itu. "Maafkan saya telah berlaku kasar, Bapa Anti," katanya. "Aku perlu menolong kamu dan keluargamu. Istrimu tentu juga dibawa kabur. Karena kami telah mendatangi rumahmu ternyata tidak ada di rumah." "Yah... Tuhan... Al ah!" Bapa Anti menyebut. "Istriku!" "Jangan gelisah. Kami akan menolongmu mencari istrimu itu. Tapi tolonglah ceritakan dulu bagaimana kau bisa masuk ke sel Rsi Ropo." Bapa Anti pun menceritakan bagaimana sebuah tangan menariknya dengan keras dari jendela. Membuat ia terjatuh. Sebuah benda mengenai tengkuknya. Sehingga ia tidak sadar. Tahu-tahu sudah berada dalam penjara. Dan itu sesuai Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dengan keterangan Pieter Luzac yang melaporkan bahwa Bapa Anti tidak sadarkan diri waktu pertama kali ia periksa di sel. Kini hati Biesheuvel menjadi iba pada Bapa Anti. Orang yang pernah berjasa pada Kompeni itu. Ia tahu Bapa Anti tidak salah. Tapi bagaimana mungkin mereka masuk ke benteng dan mengambil Rsi Ropo" Kini pada Bapa Anti la perintahkan melepas pakaian Rsi Ropo. Sutera kuning itu perlu dijadikan bukti dalam menyusun laporan. Sekaligus membantah pendapat J. Vos bahwa mereka tak berusaha menangkap Rsi Ropo yang dianggap penghasut kawula Blambangan itu. Tapi begitu memeriksa jubah sutera kuning itu ia menjadi sangat terkejut. Ada tulisan di balik jubah itu. Ia tunjukkan pada Bapa Anti. Bapa Anti menjadi pucat demi membaca tulisan dalam bahasa Blambangan itu. "Aku, Wong Agung Wilis, datang mengambil orang suci dan tidak bersalah. Dan ingat-ingatlah, aku sudah datang. Aku akan mengambil kembali hakku dari tangan orang-orang bule. Dan akan menghukum semua pengkhianat bangsaku. Mereka akan dipicis di muka umum. Bersiaplah!" Bapa Anti jadi gemetar. Tiba-tiba saja keringat dingin keluar dari jidatnya. Sebesar biji-biji jagung. Pandangan matanya menjadi kabur. Napasnya tersengal-sengal. Biesheuvel kaget. Ia panggil seorang pengawal untuk membantu menidurkannya di ranjang. Segera Biesheuvel menjemput Rani di kamarnya. "Kami telah menemukan Bapa Anti, tapi..." "Tapi kenapa, Tuan?" "Keadaannya mengkhawatirkan." Biesheuvel menggandeng tangan wanita itu. Bahkan sebelah tangannya disampirkan di bahu. Mereka bergesa ke kamar Bapa Anti. "Dia sakit!" katanya kemudian. "Mereka berusaha membunuhnya. Tapi kami telah merampas Bapa Anti dari tangan mereka." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ya, Tuhan Al ah...," wanita itu menyebut. Bapa Anti melihat istrinya datang dalam gandengan Biesheuvel makin kaget. Tampaknya mereka sudah akrab. Cemburu membuat denyut jantungnya melonjak. Membuatnya terkulai sama sekali. Napas kian sesak. Akhirnya putus sama sekali. Rani menjerit. Dalam laporannya ke Batavia dan Surabaya, Biesheuvel menuliskan bahwa kejadian itu pada awal Juni tahun seribu tujuh ratus tujuh puluh satu tahun Masehi. Tiraikasih Website http://kangzusi. com/ XI. NYANYIAN SURGA Dalam laporan yang dibacakan di depan sidang darurat Dewan Hindia, Biesheuvel menulis bahwa pembelotan yang dilakukan oleh serombongan bintara itu adalah karena mereka sudah jenuh bertugas di daerah Blambangan. Daerah yang sebenarnya sangat subur dan kaya. Banyaknya kematian orang-orang Belanda pada masa pemerintahan Colmond yang singkat telah membuat orang takut bertugas di Blambangan. "Memang, tulis Biesheuvel selanjutnya, kem atian-kematian mereka itu kami anggap aneh. Para pahlawan tidak mati dalam peperangan. Sepertinya digerogoti hantu satu per satu, dan tanpa ampun mereka mati konyol. Itu sebabnya banyak orang menjuluki daerah ini adalah negeri hantu. Sebenarnyalah kami sudah mengirim permohonan mereka ke Surabaya. Tapi Tuan Gubernur J. Vos tidak pernah menjawabnya. Kami tahu Surabaya sedang dalam kesibukan amat sangat. Jadi kami tidak mendesaknya. Tapi kami mohon maaf jika ternyata kebijakan kami yang diilhami oleh kebijakan Tuan Gubernur telah membuahkan pembelotan yang memakan korban jiwa. Karena justru saat itu waktunya bersamaan dengan usaha pemberontakan pribumi yang dipimpin Rsi Ropo. Tapi dengan tanpa kebijakan dari Surabaya, artinya kami terpaksa tidak melapor lebih dulu bahwa kami berhasil memadamkan pemberontakan yang cukup membahayakan kedudukan VOC di daerah Semenanjung." Banyak orang yang mendengar laporan itu menganggukangguk. Mereka memuji kecerdasan Biesheuvel yang telah mampu memadamkan pemberontakan dalam waktu singkat. Sebaliknya mereka saling bertanya, kenapa J. Vos lamban menurunkan keputusan. Apalagi setelah membaca laporan Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo yang bahagian akhir. Meskipun demikian kami tetap harus waspada dan akan mengeluarkan banyak biaya. Karena ternyatalah sebenarnya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ orang Blambangan tidak membenci VOC seperti yang diakui sendiri oleh pemimpin mereka, Rsi Ropo. Tapi orang-orang Blambangan sangat tidak suka diperintah oleh Kertawijaya. Mungkin sekali disebabkan oleh hal-hal yang kecil. Namun layak untuk diperhatikan. Misalnya larangan memelihara dan menyembelih babi, ternyata menyakiti hati orang-orang Blambangan. "Sebenarnya pihak kami telah mengajukan usul yang ditandatangani Tuan Schophoff dan Tuan Pieter Luzac supaya bekas patih Lo Pangpang, Tuan Jaksanegara, diangkat menjadi penguasa Blambangan. Karena menurut penilaian kami orang tersebut bisa bekerja sama dengan Kompeni. Tapi rupanya hal tersebut tidak berkenan di hati Tuan Gubernur J. Vos. Tentu kami tidak pernah menyalahkan' kebijakan beliau. Yang pasti itu bukan kebijakan yang salah, tapi Jzarena beliau tidak berada di lapangan sehari-hari." "Sungguh sayang jika kita tidak mengelola dengan baik daerah yang berlembah hijau, bergunung biru, dan masih banyak daya yang akan dapat menambah perbendaharaan VOC." Dewan Hindia merasa perlu mempertimbangkan laporan Biesheuvel. Oleh karena itu mereka segera mengadakan rapat dan menyampaikan situasi Blambangan pada Gubernur Jenderal. Walaupun mungkin saja bukan dikarenakan laporan Biesheuvel, tapi sejarah mencatat, awal Juli Gubernur Jenderal menurunkan perintah penggantian Gubernur Jawa Bagian Timur. J.Vos diganti Robert Van de Burg. Orang ini lebih muda. Lebih tinggi dan tegap. Dalam mengambil keputusan lebih tegas. Gerakannya lebih lincah. Kendatipun mereka sama-sama memelihara kumis di bawah hidungnya yang mancung. Mata mereka sama-sama biru. Namun Burg nampak lebih cekung. Giginya nampak lebih putih dan rapi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Yang tidak mengenakkan bagi Vos, kedatangan Van de Burg sepertinya tergesa-gesa. Akibatnya ia tidak sempat beranjangkarya ke daerah-daerah. Berpamitan merupakan alasan yang paling baik dalam beranjangkarya itu. Tentu sambil menyelam minum air. Berpamitan sambil minta tanda mata atau kenang-kenangan. Seperti para pejabat VOC lainnya, jika mereka cuti tentu akan membawa banyak kenang-kenangan ke negerinya. Dan jadilah mereka kaya. Kekayaan dari kenang-kenangan yang bukan diserahkan dengan suka rela. Tapi diminta, untuk memberikan kenangkenangan dan sangu. Jika ia tidak sempat cuti, maka istrinya akan membawa barang kenang-kenangan itu dengan ongkos dari para bupati. Itu sudah jadi semacam keharusan yang tidak tertulis, bahwa jika para pejabat VOC cuti dan pulang ke negerinya maka mereka akan diberi ongkos perjalanan oleh pejabat-pejabat pribumi. Mereka tidak perlu berpikir dari mana para pejabat pribumi itu mendapatkannya. Itu urusan mereka. Bukannya mereka tidak tahu bahwa penguasa pribumi memaksa kawulanya untuk memberikan persembahan tambahan bagi pejabat VOC yang cuti tadi. Dan itu seringsering tidak dipercaya oleh kawula. Akibatnya ketidaksenangan terjadi. "Ternyata ada Belanda hitam yang lebih jahat dari si bule sendiri!" begitu antara lain umpatan yang keluar dari sebagian besar kawula. Dan biasanya para pejabat bermanis-manis pada kawula seolah mereka dewa dari langit. Namun kali ini J. Vos ketiban sial. Surat perintah Gubernur Jenderal harus dikerjakan secepatnya. Serah-terima jabatan dilakukan di Batavia. Itu sebabnya cuma sebagian kecil saja adipati yang sempat mempersembahkan kenang-kenangan. Sangat kecewa sebenarnya. Namun apa daya. Tidak ada kuasa yang lebih besar di bumi jajahan ini kecuali kuasa Gubenur Jenderal. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Segera setelah timbang-terima Burg berangkat ke Surabaya. Pesta perkenalan dan ramah-tamah segera juga diadakan di kediaman Gubernur. Penyambutan memang meriah. Satu-satu para pejabat bersalaman dengan sang Gubernur. Setelah acara ramah-tamah maka Biesheuvel sebagai pejabat VOC di Blambangan memperoleh kesempatan untuk bertatap muka. "Apa usul Tuan untuk kemajuan Blambangan?" Burg bertanya. "Blambangan selalu panas. Kawula sewaktu-waktu siap bergolak jika Kertawijaya tidak segera diganti. Mereka tidak suka diperintah oleh orang yang bukan orang Blambangan." "Jadi Kertawijaya harus diganti?" "Jika Tuan berkenan...." "Kami akan perhatikan dengan baik daerah Blambangan. Tapi bersabarlah barang sebulan dua. Kami akan atur supaya tidak ada kesan bahwa kita menilainya tidak becus. Ingat, Kertawijaya adalah orang Surabaya. Mereka juga berdarah panas. Nah, perlu ada kebijakan supaya tidak memancing pemberontakan orang Surabaya yang pernah menguras pembiayaan VOC. Bahkan kami dengar karena perang melawan Surabaya, VOC sekarang punya utang pada pemerintah Nederland. Baru dengar" Dan kita mendapat tugas memulihkan keuangan VOC itu." "Baik. Hamba mengerti apa yang Tuan garis-kan." "Jika terjadi sesuatu di Blambangan, cepat saja Tuan kirim berita. Kami akan segera menangani dengan sebaik-baiknya. Kami sangat tertarik atas laporan Tuan, bahwasanya Blambangan sebenarnya daerah kaya." Orang itu kemudian tertawa sambil memegang gelas minumannya. Biesheuvel juga tertawa. Puas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sementara itu keceriaan juga melanda orang-orang Bayu. Banyak orang tidak tahu bahwa di lereng gunung itu terdapat suatu lembah hijau yang subur dan ada juga Benteng Bayu yang kokoh. Lebih dari itu ada pemerintahan yang mengendalikan jalannya roda pemerintahan di hampir seluruh wilayah Blambangan. Wilis sebagai junjungan yang mereka sembah. Kali itu juga sedang mengadakan pertemuan dengan para menterinya. Yang paling nampak ceria Mas Ayu Prabu. Ia telah melaporkan jalannya pertempuran kecil dan pembelotan pasukan Kompeni sendiri. Semua orang tua mengaguminya. "Belum pernah kami dengar sebelumnya," ujar Baswi yang sudah gemetaran karena tua. Temannya Sardola dan Tumpak sudah mati musim hujan lalu. Yistyani sendiri sudah sakitsakitan. Terutama jika musim dingin dan angin. Tulang-tulang dan bekas lukanya terasa sangat nyeri. Tapi demi mendengar hasil kerja Mas Ayu Prabu ia rasanya mendapat kekuatan baru. . "Hamba mengucapkan selamat," ujar Wilis. "Terutama untuk Yang Mulia Mas Sratdadi. Tidak semua orang berani melakukan hal seperti itu." Mas Sratdadi tertawa. Bukan bangga. Tapi ramah. "Siapa pun yang mendapat kesempatan seperti itu akan berani melakukannya. Apalagi jika kita selalu mengingat ajaran Yang Mulia Ramanda Wong Agung Wilis, keberanian salah satu syarat untuk menang. Hamba tak mungkin dapat mem-porakporandakan Pangpang jika tidak ada Mas Puger." Semua orang mencarinya. Tapi tak ada. Pemuda itu sudah kembali ke Jember. Semua orang tak tahu apa sebab dia tidak hadir. Tapi Mas Ayu tersenyum memandang semua orang mencari-cari kakaknya. Karena ia yang paling tahu hati kakaknya itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Baik. Yang Mulia Ramad tidak ada. Tapi selamatkah beliau?" "Anak itu seperti dewa saja. Setelah membakar rumah Lie, ia membebaskan hamba. Sementara hamba mengawal Lie Pang Khong, ia sudah masuk rumah Biesheuvel. Setelah ayam mulai berkokok ia menghilang. Sementara hamba kembali ke Songgon untuk kemudian naik kemari." "Luar biasa," desis semuanya. Yistyani juga tidak kurang-kurang kagumnya. Demikian pun Baswi. Ternyata pengalaman anak itu telah membuatnya mempunyai nilai tersendiri. "Bagaimana cara kita menghubunginya?" tanya Yistyani. "Mas Ayu Prabu akan melakukannya." "Baik. Sekarang apa yang harus kita lakukan" Kita tidak boleh berhenti sebelum semua wilayah Blambangan kembali ke tangan kita." "Yah. Itu suatu keharusan. Dan sebagai menteri mukha, hamba ingin melibatkan semua orang Blambangan untuk bergerak melawan VOC." "Kita telah pernah gagal. Sutanegara dan Wangsengsari jadi korban," Wilis agak keberatan. Ia menghendaki penyerangan saja dari pada mengulur waktu. "Penyerangan belum tentu menghasilkan suatu kemenangan. Jika kita kalah maka kita akan kehilangan daerah-daerah yang sekarang menjadi wilayah kita. Banyak bekel yang tidak mempersembahkan upeti pada Belanda tapi pada kita." "Jadi, bagaimana?" Sratdadi menoleh pada adiknya. Sambil menjelaskan bahwa yang diutarakan Mas Ayu nanti al alah hasil perundingan antara Mas Ayu Prabu dengan Wong Agung Wilis di Mengwi serta telah disetujui oleh Mas Ramad dan Sratdadi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Yang Mulia bertemu dengan Wong Agung?" Wilis terlonjak dari duduknya. Yistyani dan yang lain pun tidak kalah kagetnya, "Benar," Mas Ayu menegaskan. Kemudian ia menjelaskan perjalanannya mempersiapkan pembelotan beberapa puluh bintara Kompeni itu. Kemudian Wong Agung Wilis menyatakan keinginannya untuk menyeberang. Tapi baik Mas Ayu Prabu maupun istri mudanya, Ni Ayu Ratih, keberatan. Sebab Wong Agung nampak kurus dan tua. Lagi pula menurut keterangan istrinya, Wong Agung sering sakit. Tidak seperti masa mudanya. "Luar biasa kau...," Yistyani memuji gadis itu. Tapi keinginannya untuk bersua dengan Wong Agung kian membara. Bagaimanapun juga tiap berita mengenai diri Wong Agung Wilis merupakan nyanyian surga bagi Yistyani dan Tantrini. Demikian pula bagi tiap pemujanya. "Jadi Wong Agung Wilis sudah setuju Mas Rempek kita angkat menjadi Pratanda Mukha (kepala pemerintahan) yang berkedudukan di Derwana?" Wilis memandang Mas Ayu tajamtajam. "Benar, Yang Mulia. Karena beliau tidak ingin serangan Belanda mengarah langsung ke Bayu." "Dewa Bathara!" tiap orang menyebut. Kagum terhadap kecerdikan Wong Agung Wilis. "Selain itu, tentu kita perlu menyelamatkan Songgon sebagai sumber padi kita yang paling subur," Wilis menimpali. "Jadi bukan tanpa pertimbangan kita mengangkat Mas Rempek menjadi seorang pratanda mukha seperti yang diusulkan Yang Mulia Sratdadi serta Mas Ayu Prabu. Hamba setuju. Tapi masalahnya sekarang bisakah Mas Rempek kita ajak berperang melawan Belanda?" "Bisa!" Sratdadi menjawab cepat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hamba senang mendengar kerja para Yang Mulia. Kendati masih muda, tapi cukup merepotkan VOC. Hamba percaya, jika ini bisa kita pertahankan, tidak mustahil VOC akan berhasil kita enyahkan," Baswi memperdengarkan pendapatnya. "Tapi jangan lupa, Mas Rempek sekarang ini adalah punggawa VOC juga. Maka, andai betul dia sudah memihak kita, tentu Biesheuvel tidak akan membiarkan dia menjadi kepala pemerintah tandingan. Hamba percaya, kita tidak akan membiarkannya bertempur sendiri. Apalagi di Indrawarna sekarang berbaris laskar Jagalara yang pasti akan melawan jika Kompeni datang. Tapi kita" Apakah kita sudah siap betul?" "Persiapan sudah lama kita lakukan," jawab Wilis. "Betul. Tapi ingat, yang kita harapkan dalam peperangan adalah pemenangan. Bukan kekalahan. Untuk menang harus ada persiapan sematang-matangnya. Bukan cuma persiapan senjata saja. Tapi juga pikiran, cadangan makanan, siasat...." "Kekuatan kita sekarang pasti lebih besar daripada waktu Ramanda Wong Agung Wilis berperang dulu," Mas Ayu Prabu menerangkan. "Kita punya pasukan di Jember, yang siap memukul Letnan Steenberger yang dipimpin oleh Sayu Wiwit dan Lebok Samirana. Dia seorang Madura yang membenci Belanda. Dia juga mempunyai senjata yang cukup. Lebih dari itu seorang pelaut Bugis yang bersahabat dengan Ramanda Agung Wilis menjanjikan membantu kita di laut. Pelaut itu bernama Rencang Waranghay. Jadi, tidak ada alasan kita untuk takut." "Baiklah... hamba setuju. Bagaimana dengan cadangan makanan" Apakah cukup?" Mas Ayu Tunjung menjawab pertanyaan itu. Puaslah semua orang mendengar laporannya bahwa dia sudah mempersiapkan cadangan di banyak tempat. Jika Bayu terpukul dan kita mundur ke Srawet, tentu kita punya cadangan makanan di sana. Di dekat Songgon pun ada. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gadis ini pun ternyata bukan cuma memiliki wajah yang memikat. Tapi juga kecerdasan yang cukup. Sratdadi adalah orang yang paling mengaguminya. Pertemuan memutuskan supaya Mas xAyu ataupun Sratdadi melaksanakan rencananya. Dan pertemuan bubar. Semua orang segera menuju ke pesanggrahan masing-masing. Kecuali Mas Sratdadi. Ia ingin segera meninggalkan Bayu. Kenapa" Tentu ia sendiri yang tahu. Tapi Mas Ayu Tunjung berdebar demi melihat kuda Sratdadi melintas cepat meninggalkan perkubuan. Tentu pemuda itu menyimpan kekecewaan. Karena sampai kemarin waktu bersua dengan Ayu Tunjung, ia belum memperoleh jawaban. Ah, Mas Ayu Tunjung merenung sambil berjalan pulang. Tantrini sendiri pernah mengutarakan maksud anaknya itu. Dan ia belum memberikan kata putus. Apa sebab" Mas Ayu merasa berada di simpang jalan. Ia melihat betapa tulus cinta Sratdadi. Tapi di lain pihak ia telah menambatkan hatinya pada Wilis. Pada malamnya ia berdoa lebih lama dari biasanya. Berdoa untuk Mas Sratdadi. Ya, Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hyang Maha Durga, janganlah hatinya sampai putus. Sebab jika seorang menteri mukha sampai putus asa, maka hancurlah peperangan yang dipimpinnya. Tapi begitu turun dari pura ia terkejut mendengar suara berbisik-bisik. Suara lelaki dan perempuan. Ia jadi curiga. Cepat ia menyelinap. Ia pura-pura duduk merenung menatap rembulan. Ia tahu jelas bahwa yang duduk berduaan di atas batu dekat pura itu adalah Wilis dan Mas Ayu Prabu. Udara gunung tidak mempengaruhi kulit mereka. Kehangatan hati mengalahkan dinginnya malam. "Kau mengagumkan sekali, Ayu. Ah, andai sekuntum bunga rasanya aku ingin memetikmu dan kupersembahkan pada ibunda," Wilis menyatakan perasaan hatinya. Sudah lama ia menunggu saat seperti itu. Ia dan Mas Ayu Prabu sama-sama terlalu sibuk. Diam sesaat. Suara jangkrik merupakan musik Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tersendiri yang menjadi penghias malam. Angin membelai rambut kedua muda itu. "Yang Mulia..." "Tentu kau terkejut. Tapi sudah sejak lama aku bertimbang, Ni Ayu. Dan aku tidak dapat lagi memungkiri kodratku sebagai lelaki yang membutuhkan wanita. Bukan Pendekar Pendekar Negeri Tayli 13 Candika Dewi Penyebar Maut I V Darah Ksatria 1