Gema Di Ufuk Timur 7
Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana Bagian 7 dirampok oleh para penguasa balas merampok kebebasan anak-anaknya sendiri. Berabad-abad begitu, sehingga melahirkan adat-istiadat yang harus dipatuhi setiap orang." "Hyang Bathara! Hamba tak pernah memperoleh pengetahuan semacam ini." Ramud kagum. "Di sini kalian akan mendapat kebebasan. Hanya dalam beberapa hal kita harus mengalahkan kepentingan pribadi supaya dapat mensatura-sakan diri dengan yang lain. Sanggup kau?" "Hamba, Yang Tersuci," jawab keduanya. "Kalian akan segera mendapat garapan untuk makanan kalian sendiri. Di sini, tak ada seorang pun yang mendapat makanan dengan tanpa meneteskan keringatnya sendiri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kodrat mengharuskan begitu. Siapa yang malas, sebaiknya ia tidak makan." "Hamba, Yang Tersuci. Tapi apakah kami yang bodoh ini boleh ikut belajar pada Yang Tersuci?" "Apa yang kaukehendaki dariku?" Rsi Ropo menatapkan matanya yang bening. "Pengetahuan," Ramud menjawab cepat. "Hyang Bathara! Jagat Pramudita!" Rsi menyebut sambil berjalan mondar-mandir. "Zaman berubah cepat. Sudra pun haus pengetahuan. Baik! Setiap orang berhak mendapatkan pengetahuan itu. Tapi ingat-ingat! Pengetahuan bukan untuk membodohi mereka yang tak berpengetahuan. Sebaliknya dengan pengetahuan kalian harus menjadi sinar bagi temanteman kalian! Mereka selalu hidup dalam ketidaktahuan dengan tanpa putus-putusnya. Dan jadilah mereka makhluk yang mengibakan. Lemah!" "Hamba, Yang Tersuci." Seorang cantrik kemudian diperintahkan membawa mereka ke barak para cantrik. Sejak saat itu keduanya bekerja sambil belajar. Dengan semangat dan kegembiraan yang tak terkirakira mereka cepat dapat menyesuaikan diri dengan temanteman sepadepokan. Tidak pernah sedikit pun lupa bahwa mereka akan bertugas berat di kemudian hari. Bukan sekadar menuntut balas bagi kematian kedua orang tua mereka yang kelaparan. Tapi yang lebih penting dari semua itu, membantu memberikan penerangan bagi tanah kelahiran. *** Kota Lateng dan Lo Pangpang makin cantik saja. Pembangunan loji-loji di tepi jalan raya utama makin banyak dan megah. Juga jalan-jalan makin rapi. Tidak ada lagi yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ditumbuhi rumput. Kereta dan pedati tidak pernah terganggu oleh lumpur maupun batu. Semua jalan raya diratakan dan diperlebar. Kerbau dilarang melewati jalan-jalan utama. Karena bisa merusak jalan. Bahkan khusus untuk kerbau yang akan berangkat dan pulang ke sawah, dibuatkan jalan tersendiri. Kesan kemakmuran negeri sepertinya benar-benar tercermin pada wajah kota-kota di seluruh Blambangan. Inilah perubahan yang bisa dihasilkan oleh Jaksanegara dengan bantuan Kompeni. Dan atas permintaan Pieter Luzac, Jaksanegara memerintahkan orang mendirikan mesjid. Pieter Luzac sangat memperhatikan orang-orang Madura, Sidayu, serta Pasuruan yang sedang bertugas di Blambangan. Ini suatu pemandangan baru yang tidak pernah ada sebelumnya. Dan kawula Blambangan harus diam. Demi persahabatan. Demi keamanan negeri. Demi kesetiakawanan. Kesetiakawanan yang menghapuskan suatu kepribadian. Bukan tanpa alasan Pieter Luzac memohon kepada Jaksanegara agar di Pangpang dan beberapa kota lagi dibangun mesjid. Bukan sekadar untuk kepentingan pasukan Madura dan pasukan gabungan lainnya. Lepas dari kepentingan itu, siasat Pieter Luzac mendapat pujian dari anggota pasukan gabungan. Mereka menganggapnya sebagai pimpinan yang tahu menghormati dan memperhatikan kepentingan rohani anak buahnya. Namun demikian Biesheuvel tetap juga menanyakan tujuan anak buahnya itu. "Begini, Tuan..." Pieter Luzac akhirnya menjelaskan siasatnya. "Kita pernah mendengar cerita tentang Ma San Pao, atau Cheng Ho yang menghancurkan Majapahit. Nah, maka Blambangan akan terpecah-pecah jika kita meniru apa yang pernah dilakukan laksamana besar Cina itu. Bukankah dengan begitu akan timbul saling permusuhan di antara mereka"' Kita Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ akan dapat menaklukkan mereka dengan mudah. Untung, kan?" "Itu akan menimbulkan antipati orang Blambangan pada Kompeni," Biesheuvel keberatan. "Sebagian akan membenci kita. Itu wajar. Tapi paling tidak mereka telah kehilangan sebagian tenaga untuk berhadapan dengan kita. Maka dari itu, kita harus menekankan pada Jaksanegara supaya setiap lurah dan setiap narapraja melaksanakan rencana kita ini." "Kau ingat kegagalan Kertawijaya?" Biesheuvel mengerutkan dahinya. "Karena Kertawijaya bukan pribumi. Itu kesalahan Tuan Gubernur Vos. Sekarang Tuan Gubernur Van de Burg tidak akan melakukan kesalahan yang sama." "Aku akan laporkan siasatmu itu. Tapi kita harus mencoba suatu kebijakan baru. Kita perlu mendekati penduduk serta memberi tahu mereka agar tidak terjerat muslihat Rsi Ropo. Kita harus menugaskan orang untuk merayu mereka." "Pengaruh Rsi Ropo begitu besar. Aku tidak begitu yakin pada siasat Tuan itu. Tapi jika orang Blambangan telah terbina, tentu tidak akan mendengar muslihat Ropo. Mereka Hindu, jadi mereka taat pada brahmana. Tuan harus tahu itu." "Tuan cepat tanggap." Biesheuvel senang akan kecerdasan pembantunya itu. "Tapi aku takut pada pertumpahan darah. Pertumpahan darah yang merugikan keuangan VOC. Dan kita ingin supaya pembangkangan penduduk cepat berakhir." Pieter Luzac terdiam. Ada benarnya pendapat pimpinannya. "Yah..." Pieter Luzac menarik napas. "Kita memang harus melakukan banyak hal di Blambangan ini. Aku pikir yang utama ialah membungkam mulut Rsi Ropo. Tuan, orang ini tak boleh kita biarkan terus-menerus mempengaruhi orang-orang Blambangan. Dia harus dibunuh. Bagaimanapun caranya." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tuan bisa mencarikan dalih?" "Mudah saja, Tuan. Bukankah Songgon tidak pernah terusik oleh anak buah kita" Nah, sejak sekarang harus kita masuki dan kita perintahkan mereka membayar pajak. Termasuk terhadap Rsi, akan dikenakan pajak. Jika dia menolak kita hukum gantung." "Kita harus memberi tahu Jaksanegara tentang rencana ini. Dialah yang harus mengumumkan pada orang-orang Songgon." Biesheuvel menyetujui. "Dengan masuknya VOC di Blambangan, tentunya kita wajib menyumbang banyak hal pada peradaban. Lihat wanitawanita Blambangan. Mereka telanjang dada. Pusar pun kadang tidak tertutup. Padahal mereka sudah/mengenal bedil dan meriam. Mereka tidak mengindahkan segi kesantunan. Perempuan seharusnya lebih memperhatikan kesantunan." "Ah... di samping seorang perwira yang cerdas, Tuan juga memperhatikan peradaban. Aku juga. Tapi aku pernah dibantah oleh mendiang Sersan Bozgen, bahwa kita ini sok santun, sok beradab. Merasa lebih beradab dari orang Blambangan yang telanjang dada. Menganjurkan mereka menutup perut dan susunya, padahal kita paling suka menelanjangi mereka di kamar kita." "Setan!" Pieter Luzac mengumpat. Untung sersan itu sudah mati, pikirnya. Sesaat pikirannya melintas pada sersan itu. Sersan yang pernah kawin dengan Repi di hadapan seorang penghulu. Dia menceritakan bahwa orang yang mengawinkannya itu sangat tidak suka melihat perempuan dengan busana yang kurang lengkap. Bahkan kepada istrinya, si penghulu memperingatkan, sebagai muslimat harus berpakaian lebih tertutup supaya tidak membangkitkan birahi lelaki yang bukan muhrimnya dan jangan banyak ke luar rumah sendirian. Tapi, ulas Sersan Bozgen, ternyata orang yang mengawinkannya itu menjadi terbeliak matanya kala memandang tumit istrinya. Cuma tumit. Bukan cuma terbeliak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bahkan menelan ludah. Bozgen memperkirakan orang itu tentu suka meremas-remas susu yang masih kenyal di kamarnya. Ternyata Bozgen mendengar, istri orang itu berjumlah empat. Dan dua di antaranya masih berusia tiga belas dan dua belas tahun. Muridnya sendiri yang belajar mengaji padanya.... Jadi, jika demikian, ukuran kesusilaan bukan pada pakaian tapi pada kepala manusia sendiri. Pada hati manusia, bukan pada mulut manusia. Karena dunia penuh dengan kemunafikan. Lelaki Blambangan setiap hari melihat dada telanjang dan susu tergoler, tapi mereka tidak menyeret para perempuan itu semau-mau. Sedangkan dia" Ya, Pieter Luzac yang mengaku diri beradab ini" Juga Jaksanegara penguasa yang penuh senyum dan kesantunan itu" Munafik!! Tiba-tiba saja bayangan Bozgen membuat ia menggeragap. Berapa kali ia menerima persembahan gadis dari pribumi Blambangan" Ia lupa! Biesheuvel sendiri jadi ingat pada Rsi Ropo. Pribumi satu itu dengan berani menuding mukanya. Bajak laut bertopeng! Bertopeng santun! Penjahat selalu sok susila! Ternyata nilai itu bisa dibolak-balik. Bagi orang Belanda ia dianggap pahlawan, tapi bagi Rsi Ropo ia dianggap penjahat. Juga Kapten Tack. Pahlawan bagi VOC, tapi penjahat di mata orang Jawa. Kedua orang itu terbenam dalam angan masing-masing. Suasana ruangan tempat mereka berunding menjadi sepi. Tanpa perbincangan. Namun mereka sebenarnya sedang berkatakata dengan "aku" mereka masing-masing. Mungkin suasana beginilah yang disebut terbenam dalam keakuan. Dan siapa yang sedang terbenam dalam keakuannya, ia tidak akan pernah bersambung dengan lingkungannya. Sebentar-dua bentar, kemudian menjadi dua puluh bentar, keduanya melamun. Tapi Biesheuvel lebih dulu sadar. Dan lebih dulu menyapa. "Kita sama-sama melamun." Ia menghela napas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pieter Luzac terkejut. Ia menghapus keringat dingin yang timbul sebesar biji-biji jagung di jidatnya. Kulitnya agak kemerah-merahan. "Ah, Tuan... tahu-tahu Bozgen muncul bagai malaikat," katanya malu. Menyadari bahwa melamun adalah kesia-siaan. "Biarlah orang itu! Yang penting sekarang kita memberitahukan rencana kita pada Tuan Schophoff dan Jaksanegara, agar segera dilaksanakan." "Aku akan mengatur semua persiapannya, Tuan. Bahkan jika perlu mengawasi langsung persiapannya." "Hati-hati, Tuan. Blambangan telah banyak memakan korban. Baik perwira maupun tamtama kita!" Luzac meninggalkan ruang kerja Biesheuvel. Ia tak mengerti mengapa orang Blambangan yang kelihatan lebih tidak beradab itu sukar ditaklukkan" Apa dasar mereka melawan" Apa yang menjadi dasar keberanian mereka" Dendam" Mungkin juga. Beberapa hari setelah itu diumumkan ke seluruh pelosok Blambangan bahwa Patih Juru Kunci akan melakukan anjangkarya. Patih itu akan berbicara langsung dengan seluruh kawula, maka seluruh kawula nanti diharap berkumpul di pendapa-pendapa kelurahan yang akan disinggahi sang patih Blambangan. Tentu saja berita itu merambat cepat ke mana-mana. Baru kali ini pembesar Blambangan di zaman pemerintahan Belanda mengadakan an-jangkarya. Tentu ada hal yang menarik. Maka seluruh orang dikumpulkan. Di samping berjuta tanya masih ada lagi kegiatan lain. Lurah-lurah yang sudah menerima kabar bahwa rumahnya akan disinggahi jadi sibuk menyiapkan hidangan, juga persembahan bagi sang patih untuk dibawa pulang ke Pangpang. Bahkan juga sebagian menyiapkan persembahan khusus... wanita cantik. Pendapa-pendapa dihias. Lampu-lampu jalan ditata rapi. Jalan-jalan kampung Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ harus dibersihkan dulu dari rumput-rumput. Dengan demikian harus terkesan bahwa Blambangan telah menjadi negeri makmur. Lebih makmur dari masa ketika diperintah Wong Agung Wilis, musuh VOC. Pagar-pagar harus dikapur. Tidak boleh memasang umbul-umbul supaya terkesan bahwa sebenarnya mereka tidak siap menerima anjangkarya mendadak. Namun seakan-akan mereka memang baik dan patuh. Petani harus tetap bekerja di sawah. Kecuali jika terdengar bunyi kentongan yang ditabuh bertalu-talu, maka mereka semua harus segera meninggalkan sawahnya dan berkumpul di pendapa kelurahan. Tentu saja semua pamong desa menjadi sibuk. Semua merajin-rajinkan diri. Suka atau tidak suka. Dan ada pekerjaan berat yang harus mereka lakukan, yaitu menjaga keamanan selama patih Blambangan berada di tempat mereka. Mereka takut kalau-kalau Wong Agung Wilis yang sekarang ini berada di mana-mana mendadak muncul dan membunuh sang patih, maka mereka akan menerima hukuman. Dan anjangkarya itu dimulai dari ujung timur Tanah Semenanjung Blambangan. Dari satu desa ke desa lainnya. Dalam rombongan Patih tampak juga Schophoff sebagai perwakilan VOC. Sepanjang jalan yang mereka lalui tidak kelihatan persiapan apa-apa. Memang jalan-jalan lebih rapi dari biasanya. Juru Kunci dan Schophoff memuji kawula yang dinilai telah mulai menyadari arti pembangunan negeri. Tidak seorang pun mengelu-elukan mereka di perjalanan. Bahkan cenderung lebih banyak yang tidak memperhatikan bahwa sedang ada pembesar negeri lewat. Padahal mereka dalam kawalan pasukan istimewa. Bahkan jika kawula melihat iring-iringan itu dari kejauhan, tampaknya mereka lalu sengaja menyimpang. Memang ada hal yang tidak disukai oleh kawula Blambangan. Yaitu jika mereka bertemu rombongan pasukan Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pendudukan dalam jumlah besar saja, maka kawula harus membuang senjata atau peralatan 4 apa saja yang mereka Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pegang sekurang-kurangnya satu depa dari jangkauan mereka. Di samping itu harus melepas topi atau destar yang sedang mereka pakai dan harus berlutut menyembah. Jika tidak maka popor bedil akan menghantam mereka. Itu sebabnya kawula lebih suka menyimpang daripada berpapasan. Tentu saja hal itu membuat Schophoff curiga. Maka ia memerintahkan para pengawal agar lebih berhati-hati. Ia menganggap kawula Blambangan tidak ramah. Apalagi ketika mereka sampai di Grajagan. Bau ikan dan udang dijemur sangat mengganggu hidung Schophoff. Kulit kerang terserak bercampur tanah memantulkan sinar mentari. Menyilaukan mata. Pepohonan bakau hampir punah dibabat. Tidak pernah seorang pun berpikir bahwa bakau-bakau itu berguna untuk melindungi kelestarian pantai. Pendapa kelurahan berada tak jauh dari pantai. Deburan ombak terdengar jelas. Di kiri-kanan rumah Lurah atau biasa dipanggil Buyut oleh orang kampung itu tumbuh beberapa pohon nyiur dan pisang. Rumput di ladangnya tidak dipangkas, karena memang disediakan untuk makanan kerbau dan kambing. Asap nampak mengepul menusuk langit dari dapur Bu Lurah. Tentu menyediakan masakan istimewa. Ada sayur rebung, nangka muda, ada ayam bakar, dan beberapa masakan yang terbuat dari daging kambing. Mereka tahu bahwa mereka tak boleh menyediakan daging babi. Sebab peraturan baru yang dikeluarkan oleh Jaksanegara mengatakan semua pamongpraja tidak boleh makan daging babi. Begitu rombongan yang tidak kurang dari dua puluh lima orang itu tiba, Lurah menyambut dengan tergopoh-gopoh. Juga semua pembantunya. Kentongan dibunyikan tiga kali-tiga kali untuk memanggil petugas keamanan. Dan segera para petugas yang sudah ditunjuk datang mengepung rumah itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Assalamual aikum... dan... eh... eh... selamat datang, Yang Mulia. Selamat datang, Tuan Besar...." Lurah Enda menyembah sambil ngelesot di lantai pendapa. Sulit bagi lurah itu untuk mengucapkan kata-kata pembukaan. Juru Kunci memaklumi, karena memang maklumat Jaksanegara masih baru. Kendati begitu ia ingin menggunakan ketakutan lurah itu untuk menanamkan wibawanya. "Mualaikumsalam..." balas Juru Kunci. "Sudah dengar maklumat Yang Mulia Jaksanegara?" "Su... su... sudah, Yang Mulia." "Nah, Tuan, semua perintah sudah dilaksanakan di sini," ujar Juru Kunci pada Schophoff. Dan orang itu tertawa. Rupanya tiada hari tanpa tawa bagi Schophoff. Kemudian mereka dipersilakan duduk. Dua puluh lima orang itu semua duduk. Ada sebagian yang diperintahkan berjaga-jaga. Ada yang duduk di kursi yang tersedia, ada pula yang di bangku panjang. Beberapa saat kemudian beberapa gadis dengan berkain model pinjungan keluar ke pendapa itu, menyuguhkan masakan, minuman, dan senyuman. Mata para prajurit Kompeni hitam jadi nyalang mengekor gerakan tiap gadis. Mata Schophoff sendiri tampak berbinar. Tapi bau ikan masih saja merajai suasana dan merupakan tikaman yang menurunkan selera dan nafsu Schophoff. Mau tak mau rasa mual mengaduk perutnya. Schophoff mencoba mengatasinya dengan sering meludah. Walau itu bukan kebiasaannya, meludah di lantai. Maka ia tetap tak makan kala semua makan. Lurah agak kebingunan tamu agungnya tidak makan. Seorang gadis ia perintahkan mengantarkan minuman pada Schophoff yang duduk menyendiri. Schophoff terbahak-bahak. Dan tak ayal lagi ia menarik tangan perawan yang menyuguhkan minuman itu. Sebentar kemudian gadis itu telah terduduk di pangkuan Schophoff. Tiba-tiba saja gadis itu menjadi pucat dalam dekapan tangan besar dan berbulu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kasar. Ia tak ubahnya boneka tanpa daya di pangkuan Schophoff. Semua orang tak berani mencegah. Juru Kunci pun tidak. Ia cuma mengalihkan pandangnya ke tempat lain. Namun terhenti menelan. Tiba-tiba saja bayangan Jagapati berkelebat di depannya sambil tersenyum melecehkan. "Lihat, Juru Kunci! Itukah persahabatan" Lihat hartamu! Lihat wanitamu! Semua dijarah-rayah oleh sahabat kalian. Dan kalian cuma mendapat uang yang sebenarnya cuma pinjaman! Pinjaman! Dengar, pinjaman! Dan loji-loji megah itu" Bukan milik kawulamu! Bukan milik orang Blambangan, tapi milik orang yang mengaku sahabat! Dan siapa yang menelanjangi perawan-perawanmu dan memperkosa mereka" Lihat! Sahabat-sahabatmu. Dan jalan-jalan serta jembatan-jembatan itu" Tidak lain hanya untuk memperlancar gerakan mereka sendiri! Dan kau tidak pernah merasa sakit. Ha... ha... ha... dan tampaknya kau senang. Ha... ha..." Juru Kunci terkejut. Terngiang tawa lepas Jagapati. Itulah sebabnya Jagapati alias Mas Rempek meninggalkan Pangpang. Sebentar Juru Kunci melirik Schophoff. Keringat dingin keluar di dahinya. Ia pejamkan mata agar tak melihat tingkah Schophoff itu. Ingin ia membela, tapi, semua pamong desa pun tak ada yang berani mencegah perbuatan Schophoff. Beberapa bentar kemudian ia memerintahkan Lurah Enda untuk segera mengumpulkan kawulanya. Schophoff agak kecewa kentongan ditabuh bertalu-talu. Arak-arakan manusia segera memasuki pelataran. Tiap rombongan atau perorangan yang datang segera berjongkok. Di bawah terik mentari mereka berjongkok. Lelaki dan perempuan. Dengan destar kumuh dan dada telanjang. Sinar mata redup, kaki masih berlumpur. Sedang yang perempuan dengan sanggul di kepala bagian atas dan susu tergoler tanpa penutup dada. Sebagian lagi masih membawa cangkul. Sedang yang dari laut masih membawa jala. Segala bau Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ keringat menguap di bawah terik mentari. Menyatu segala aroma yang membuat Schophoff merasa makin teraniaya. Dengan malas ia menyingkirkan gadis yang ketakutan dari pangkuannya. Lurah mulai memberikan pengarahan pada kawulanya. Memperkenalkan tamunya satu-satu. Tapi para kawula itu tetap bisu dalam jongkoknya. Tidak ingin memperhatikan siapa-siapa. "Nah, Saudara-saudara, Yang Mulia Juru Kunci akan berbicara langsung pada Saudara-saudara!" Kemudian Lurah menyembah pada Juru Kunci, patih Blambangan. Seorang yang tidak terhitung tinggi tapi berukuran sedang. Tidak terlalu gemuk juga tidak terlalu kurus. Rambutnya tertutup destar. Tidak terlihat apa ikal atau tidak. Kulitnya sawo matang dan mukanya agak bopeng. Barangkali pernah sakit cacar pada masa kecilnya. Kumis jarang-jarang, sekalipun dipelihara. "Orang ini sangat sakti," bisik seseorang pada teman yang berjongkok di sampingnya. "Sakti" Menyamai Wong Agung Wilis?" "Barangkali. Lihat... ceritanya ia pernah mati tujuh hari dan dalam kubur mukanya dimakan rayap. Terasa nyeri-nyeri, lalu ia bangkit kembali." "Gila kau!" temannya mengumpat dalam bisik. Menahan senyum. Ternyata suara Juru Kunci agak serak dan kurang enak didengar. Sekalipun begitu, ia tetap bicara sambil memutarmutar wajah ke segala penjuru. Entah apa yang ia cari. "Memamerkan mukanya yang bopeng!" bisik seorang perempuan pada teman di sampingnya. Namun ia tak berani memandang ke depan. Semua orang menundukkan kepala. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kendati begitu banyak perawan cantik yang mau," balas satunya. "Ah, mata duitan saja!" Tidak berlanjut pembicaraan mereka. Seorang Kompeni mondar-mandir mengawasi mereka. Maka kini mereka harus mendengar rentetan kata-kata Juru Kunci. "Saudara-saudara, kita sekarang sudah tidak perlu lagi berpikir tentang perang. Kita bangsa yang cinta damai. Di bawah kebijakan Yang Mulia Jaksanegara kita bisa membangun jalan-jalan raya dengan baik. Dan lihat pemandangan kota, loji-loji indah berderet. Nah, untuk membawa Blambangan menjadi negeri maju membutuhkan pengorbanan. Membutuhkan pengertian dan bantuan Saudara-saudara. Bangsa Belanda telah membantu kita mengusir laskar Bali yang menjajah kita. Maka mereka juga akan menolong kita dalam memerangi kemiskinan. Dengan bantuan mereka negara akan mencapai tingkat kemakmuran yang kita cita-citakan. Pendek kata akan menjadi suatu negeri adil makmur, tata tentrem kerta raharja." Juru Kunci menarik napas sebentar sambil melihat mereka yang berjongkok di hadapannya. Tapi tiada perhatian mereka terhadap katakatanya. Menunduk. Dan tetap menunduk tanpa kata. Ia melanjutkan lagi, "Tapi tiada kebahagiaan yang kita peroleh dengan tanpa membayar. Kita hsrus juga membayar kebahagiaan itu dengan kerja sama. Karena itu kami meminta kerelaan Saudara-saudara untuk membantu kami membangun benteng-benteng dan loji-loji. Kita juga akan membangun kembali pengairan yang selama ini menjadi tak teratur. Bagaimana Saudara-saudara" Setuju?" Tiada sahutan. Tiada yang menjawab. Semua orang menunduk. Yang petani maupun yang nelayan hanya berunding dengan mata. Juru " Kunci mengernyitkan kening. Menunggu beberapa bentar. Tapi tetap bisu. Tampak olehnya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mereka dibasahi oleh peluh mereka sendiri. Laki-perempuan, dipanggang mentari. "Kenapa kalian diam" Kami bukan Wong Agung Wilis yang suka membunuh dan melindas. Jangan takut!" ujar Juru Kunci. Ia ingin membandingkan pemerintahannya yang menjanjikan kemakmuran seluruh kawula secara menyeluruh itu dengan Wong Agung Wilis yang menghukum banyak orang. Tapi ia sama sekali tidak menyadari bahwa kata-katanya justru menyakiti hati kawula. Maka mulut mereka kian rapat terkunci. Sejak ia memberikan salam, tiada seorang pun yang menjawab. "Baiklah. Jika demikian aku ingin bertanya, siapa di antara kalian yang sanggup membantu kami membangun negeri ini" Bekerja di loji-loji buat sahabat-sahabat kita?" Juga diam. Tidak seorang pun mendongakkan kepala. Juru Kunci mulai tersinggung atas perlakuan mereka. Matanya menyala memandang Lurah. Dan orang yang dipandangi menunduk. Takut. Bahkan jika dilihat dari ujung destarnya, tubuh Lurah Enda gemetar. Ya! Ia telah menjadi ketakutan karena sikap kawulanya yang membisu itu. Takut kena marah, takut kehilangan jabatan, takut kehilangan keenakankeenakan! Tapi sejauh itu kawulanya tetap diam. Seperti sudah berjanji satu dengan lainnya. "Kalian tidak layak kecewa terhadap pemerintahan sekarang." Patih Blambangan itu menyabarkan diri. "Mungkin saja karena kalian harus membayar pajak lebih banyak dari dulu, atau melakukan pekerjaan yang lebih berat dari dulu. Tapi lihat kemajuan yang sudah kita capai! Kalian sekarang lebih dihargai dari dulu. Sekarang kalian boleh mengutarakan pendapat kalian langsung di hadapan Patih. Apakah ini pernah dilakukan oleh Wong Agung Wilis" Nah, kalian boleh menyatakan pendapat sejauh itu tidak mengganggu ketenteraman umum. Tidak menimbulkan keresahan dalam tata kehidupan Blambangan." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Juga tiada berjawab. Kejengkelan Juru Kunci memuncak. "Baik jika demikian, aku menganggap kalian sudah mengerti apa yang kami maukan. Aku menganggap kalian bersedia dan aku akhiri pertemuan kita. Mulai besok kalian harus mengirimkan sedikitnya sepuluh orang ke Lateng...." "Tunggu!" tiba-tiba seorang pemuda angkat bicara. Semua mata tertuju padanya. Tapi pemuda itu juga berjongkok seperti lainnya. Sehingga tidak mudah dilihat, apalagi ia bertopi lebar. "Masih kurangkah pengorbanan kami untuk pembangunan?" tiba-tiba pemuda tadi bersuara keras. "Hampir semua yang dikirim ke Lateng atau ke Lo Pangpang untuk membangun benteng serta loji tidak kembali. Apakah yang demikian harus diteruskan?" Orang bopeng itu tampak kebingungan. Maka ia menoleh pada Schophoff. Yang bersangkutan pun menjadi merah mukanya. Tidak terbayang-kan bahwa akan ada pertanyaan semacam itu. Tapi ia berjalan juga ke tempat Juru Kunci berdiri. Dengan kaki tegap yang direnggangkan ia berka-cak pinggang dan memandang semua orang. Mereka tertunduk kecuali pemuda yang tadi angkat bicara. "Mereka semua masih bekerja di sana," Schophoff menerangkan kini. "Ada di tangsi-tangsi kami. Memang ada sebagian yang sakit. Kami akan rawat mereka baik-baik sebelum pulang ke keluarga masing-masing." "Mereka akan pulang" Jadi tentang mayat-mayat di hutanhutan Merawan-Kumitir itu cuma kabar burung?" Kembali pemuda bertopi lebar itu bertanya. "Aku percaya itu kabar yang ditiupkan Mas Rempek. Jadi apa perlunya kalian tanggapi" Mas Rempek sengaja memecahbelah persatuan Blambangan demi kepentingan pribadinya," Juru Kunci yang menjawab kini. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Baik. Tapi ke mana semua perawan-perawan desa kami" Adakah juga Mas Rempek" Atau Yang Mulia mencari kambing hitam dan itu adalah Yang Mulia Rempek?" Dada Juru Kunci berdesir. Sekejap aliran darahnya serasa berhenti. Berani benar sudra bicara semacam itu" Tentu ini anak buah Wong Agung Wilis. Maka tanpa sesadarnya ia menyebut, "Ya Al ah.... Ya Rabi...." Kemudian ia menghela napas. "Bagus. Kini jelaslah sudah bagi kami bahwa Yang Mulia dilahirkan di tanah Blambangan, tapi dengan ketidaktahuan Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dan ketidakacuhan itu telah menjadi orang asing di tanah yang melahirkan, membesarkan, menghidupi dan..." "Cukup!" Juru Kunci tak dapat menahan lagi. "Selayaknya kau ditangkap karena menghina penguasa negeri. Kau menampik uluran tangan pemerintah yang ingin membangun masa depan kalian bersama." "Bersama?" Pemuda itu-itu juga yang angkat bicara. Sedang yang lainnya makin membenamkan mukanya ke sela kedua dengkul mereka. "Sejak Yang Mulia Jaksanegara tampil sebagai penguasa, sebenarnya kebersamaan di Blambangan telah ambruk! Dengan dalih kerja sama 4 penguasa negeri ini telah menyerahkan kami ke tangan penguasa asing yang lebih bermodd dari para Yang Mulia! Sedang para Yang Mulia memperkaya diri dengan uang dari negeri-negeri asing itu! Lebih dari itu Yang Mulia telah menjual semua yang terbaik di Blambangan. Termasuk gadis-gadis!" "Iblis!" Schophoff pun mengumpat. Mendengar itu para pengawal mulai bergerak mendekati sang pemuda yang berjongkok di tengah kerumunan orang lain. Namun orang yang berjongkok paling belakang kini berdiri dan berseru, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Jangan lakukan itu! Pendapat pemuda itu adalah pendapat kami bersama." Dan sehabis kata-kata itu semua orang di baris terbelakang berdiri juga. Di kuti baris kedua, ketiga, dan seterusnya, sampai semua orang berdiri. Dan tanpa penghormatan lagi mereka bergandengan tangan satu dengan lainnya- lalu meninggalkan halaman pendapa kelurahan. Sedang pemuda itu mereka lindungi di tengah barisan orang yang keluar. "Berhenti!!!" teriak Schophoff keras. Sejenak mereka menghentikan langkah. Tapi tak kembali jongkok. "Apa yang kalian kehendaki supaya kami bisa bekerja sama lagi?" Schophoff mencoba membujuk mereka. "Bunuh Jaksanegara dan kembalikan Yang Mulia Sutanegara pada kami!" teriak mereka bersama. Lakiperempuan, tua-muda, petani, dan nelayan, menyatu dalam suara yang membahana. Itu saja yang mereka teriakkan berulang kali. Kemudian mereka mulai beranjak meninggalkan halaman kelurahan tanpa dapat dicegah lagi. Lurah itu pun tidak mampu berbuat apa-apa. Di hadapan Juru Kunci ia tak ubahnya tikus tercebur ke minyak. Menoleh ke kiri kena marah. Ke kanan kena marah. Akibatnya ia tidak mampu menjawab. Kenyataan menunjukkan bahwa kawula tidak gampang menerima paksaan. Namun Juru Kunci dan Schophoff yang segera melanjutkan perjalanan menilai, tentunya pemuda tadi bukan sembarang sudra. Tidak ada sudra seberani itu. Itu pengalaman pertama. Dan setiap ada yang pertama ada juga yang kedua dan ketiga. Demikian pula pengalaman Juru Kunci. Muncar, Grajagan, terus ke Lateng, hampir tidak berbeda. Jawaban yang diterima adalah ketidaksukaan pada Jaksanegara dan Belanda. Bahkan kala di pinggiran kota Lateng pembicaranya seorang wanita muda yang sangat cantik, Siapa saja akan menelan ludah memandang wanita itu. Bicaranya lancar, suaranya merdu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Sebelum kekuatan asing masuk, negeri kita cukup maju dibanding Mataram. Perniagaan kita lebih baik. Justru sekarang kita menjadi susah. Kawula harus bekerja makin keras." Gadis itu memberikan suara yang mempengaruhi semua kawula Lateng yang kebetulan ikut hadir pada pertemuan itu. "Lihat saja eloknya negeri kita sekarang! Kami sudah bersusah-payah mengatur ketenteraman negeri, tapi kalian kurang membantu dengan sepenuh hati. Kami tidak menuntut banyak. Yang kami butuhkan adalah keikutsertaan kalian dalam membangun negeri ini. Jangan pikirkan lagi yang lama itu. Sebab jika kita tak beranjak dari pikiran lama itu kita tidak akan pernah melangkah maju. Wong Agung Wilis telah membawa kita pada pertentangan yang tiada pernah henti. Apalagi dengan kebijakan perniagaan yang tertutup di bawah kuasa mutlak kerajaan, maka kalian tidak akan pernah melihat di negara kita berdiri gedung megah milik perorangan seperti sekarang ini. Jadi jika kalian giat membangun maka keuntungan akan kita capai beberapa tahun lagi!" "Mungkin di antara segala pemerintahan yang pernah ada di Bumi Blambangan ini, pemerintahan yang sekarang adalah yang terburuk!" sahut gadis yang bukan lain adalah Mas Ayu Prabu sendiri dengan keras. "Rupa-rupanya sudah jadi keahlian Yang Mulia Jaksanegara dan semua bawahannya memutarbalikkan keadaan. Bukankah masih segar dalam ingatan kita Wong Agung Wilis melindungi kawula dari pengisapan para narapraja atau orang-orang yang mencari keenakan pribadi" Jika Yang Mulia mengagungkan pembangunan sekarang ini, siapa yang merasakan hasil pembangunan ini" Siapa" Tidak ada satu pun kawula Blambangan menikmati loji-loji mewah itu! Sekalipun tangan mereka, keringat mereka, bahkan uang mereka, yang membangun gedung-gedung itu. Jadi apa artinya semua ini" Hijau bumi kita ini memang, biru laut kita, menjanjikan kemakmuran yang tiada berbanding. Namun selama Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pemerintahan di bawah nasihat atau pendapat pembohong dan perompak, maka pemerintahan itu akan menjadi pemerintahan yang jahat." "Tutup mulutmu! Bibirmu terlalu mungil dan tipis untuk berbicara sekeras itu!" Juru Kunci tersinggung. "Tentu Yang Mulia akan tersinggung," gadis ayu itu meneruskan. "Apalagi yang bicara cuma seorang wanita. Yang Mulia terbiasa menghina wanita. Karenanya merasa rendah menerima pendapat seorang wanita. Bagi Yang Mulia wanita tak lebih seonggok daging pemuas nafsu hewani Yang Mulia. Yang Mulia tak pernah ingat atau barangkali memang tidak pernah tahu bahwa kebesaran Majapahit dimulai sejak pemerintahan seorang wanita! Yang Mulia Tribuana Tunggadewi Bathara Istri?" Wanita muda itu tertawa. Menyakitkan bagi Juru Kunci. Ia sama sekali tidak tahu siapa yang sedang bicara di tengah kerumunan kawula Lateng itu. "Astaghfirul ah al adzim... sundal dari mana kau menyusup ke tengah kawula Lateng?" Bibir Juru Kunci bergetar. "Tak pernah ada perempuan Blambangan yang dididik seperti kau!" "Hanya penjahat dungu yang bisa bicara seperti itu, Juru Kunci!" Mas Ayu menghilangkan sebutan Yang Mulia. Muka Juru Kunci kian membara. "Pikiranmu dipenuhi persundalan sehingga mata dan telingamu tertutup oleh ketidaktahuan. Jika patihnya semacam kau ini, lalu bagaimana pula macamnya Jaksanegara yang sekarang ini menjadi penguasa tertinggi di bumi Blambangan?" Tertawa mengejek. "Diam!!!" Juru Kunci membentak. "Penguasa tanpa pengetahuan adalah penjahat! Dan dalam pikiran penjahat tak ada lain kecuali menipu, memaksa, merampas, dan bersundal! Nah, aku cukup panjang bicara tentang kebo-brokanmu. Sekarang biarkanlah aku pergi dengan damai. Tapi aku berpesan untuk kaudengar dan juga kausampaikan pada penguasa tertinggi bumi Blambangan ini, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kawula tidak pernah suka pada kalian! Kalian telah membunuh begitu banyak saudara-saudara kami yang tanpa dosa." "Kau harus ditangkap, Sundal!" "Bila ingin selamat dan berkumpul kembali dengan kekasihmu yang bekas istri ayahmu dan juga jadi kekasih Biesheuvel itu, jangan mencoba menangkap seorang pun dari kami. Perintahkan para pengawal memunggungi kami! Atau kami membunuhmu serta Schophoff beramai-ramai, sekarang juga!" "Apa kalian bilang?" Schophoff melompat dari duduknya. "Jangan kaget! Kami pun dapat melakukan apa saja yang kalian lakukan." Bersamaan habisnya kalimat itu seluruh yang hadir bangkit berdiri. Tanpa bisa dicegah lagi. Mereka lebih berani dari yang di Muncar, atau Grajagan, atau Sumberwangi, atau tempat lain yang sudah mereka datangi. Bahkan semakin menjauh, suara mereka semakin menggema, "Dirgahayu Wong Agung Wilis! Gantung Jaksanegara! Bunuh! Bunuh!" Keringat dingin Juru Kunci keluar makin deras. Juga Schophoff. Ketawanya lenyap. Seorang wanita dengan bibir mungil mampu menggerakkan begitu banyak kawula. Atau mereka semua tertarik karena kecantikannya" Ah, siapa dia" Lurah yang ditanya hanya menerangkan bahwa wanita muda itu sering berada di warung di sudut jalan raya Lateng. Tapi Lurah sendiri mengaku tidak pernah kenal namanya. Schophoff melihat dengan mata kepala sendiri, bukan cuma di ujung timur Blambangan orang tidak menyukai Jaksanegara, tapi juga di Jember, Lumajang, Puger, Panarukan, Wijenan, dan daerah-daerah lain di wilayah Blambangan. Schophoff melihat semua yang tak pernah ia bayangkan semula. Tanpa sadar lamunan mengajak ia kembali ke tanah airnya. Negeri di bawah air, Belanda. Beberapa puluh tahun silam mungkin hal serupa ini juga pernah terjadi. Kala Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bangsa Belanda ingin membebaskan diri dari cengkeraman bangsa Spanyol. Ia tidak ingat berapa tahun lalu. Tapi jelas bahwa bangsa Belanda di bawah seorang pemimpin yang penuh wibawa, Wilhelm van Oranye memekikkan kebebasannya. Apakah Wong Agung Wilis sama dengan Wilhelm van Oranye" Ia tidak tahu persis. Tapi kini ia sadar bahwa Belanda dan ia sendiri telah menjadi Spanyol atas Blambangan. Apakah memang kodratnya demikian" Manusia harus menindas dan ditindas" Tentu Schophoff tidak bisa menjawab pertanyaannya sendiri. Sebab barangsiapa ingkar dari cita-cita kebebasannya maka ia tidak akan menghargai kebebasan orang lain. *** Biesheuvel menggertakkan gigi kala mendengar laporan Schophoff tentang perjalanannya ke daerah-daerah. Hampir semua lelaki-perempuan membenci Jaksanegara. Bahkan yang menyakitkan hati, meminta kembalinya Sutanegara sebagai syarat dari mereka untuk berbaik kembali dengan VOC. Atau jika VOC menolak semua permintaan mereka, maka mereka akan memihak pada pemerintahan Wong Agung Wilis yang diwakili oleh Pangeran Jagapati di Derwana. Gila! Biesheuvel merasa ditantang. Apa hebatnya Rempek" Seorang pribumi yang telanjang dada. Ia menghitung-hitung bulan dan tanggal. Pertengahan bulan Agustus tahun seribu tujuh ratus tujuh puluh satu. Ia segera panggil Pieter Luzac dan Schophoff. "Tidak bisa tidak! Kita serbu mereka! Bulan ini juga!" kata Biesheuvel penuh keyakinan. Ia lulusan Akademi Militer di Prancis. Mengapa kalah dengan pribumi telanjang dada" "Siapkan pasukan kita. Kita berangkat ke Derwana!" "Tetapi apakah tidak perlu menunggu bantuan dari Surabaya?" Pieter Luzac menanyakan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 'Tidak! Jika mereka datang, maka mereka tinggal memungut mayat Jagapati," jawab Biesheuvel tertawa. Disambut tawa oleh Schophoff dan Pieter Luzac. Namun usai tertawa, mereka harus bekerja keras menghimpun dan mengatur siasat penyerbuan ke Derwana. Mereka sibuk mempelajari peta. Bahkan Juru Kunci dan Jaksanegara mereka perintahkan mencari penunjuk jalan. Sebab tanpa penunjuk jalan, mereka akan mudah tersesat. Untuk itu tidak semua orang menyediakan diri. Karenanya mereka menangkap beberapa pedagang Bali yang mereka perkirakan sering menjajakan dagangannya ke daerah itu. Demikian pula pedagang-pedagang Madura. Benar memang dugaan mereka. Maka Biesheuvel memutuskan menyerbu dengan penunjuk jalan orang-orang Bali dan Madura itu. Tapi tentu saja mereka tidak akan menggunakan jalan semestinya. Gelombang demi gelombang pasukan Kompeni menyusup ke hutan-hutan. Biesheuvel ingin mengadakan penyerbuan mendadak. Dia ingin melihat Jagapati terbirit-birit ketakutan, atau menyembah memohon ampun dan menyembah kakinya. Sementara itu Kopral Jarkawi bersama rombongan menyusup dari timur-utara. Kopral yang berasal dari Madura itu berkali-kali mengumpat karena harus menembus semak berduri. Di Madura tidak ada hutan selebat ini. Sial betul aku kebagian medan seperti ini. Mungkin lewat selatan tidak segelap ini. Ah, rotan lagi. Semak lagi. Malas juga rombongan itu menebang semak. Sudah setengah hari mereka melintasi jalanan sial itu. Tapi sampai senja mereka belum juga sampai di Derwana. Ah... tersesat barangkali. Mereka beristirahat makan. Bersama seratus orang lainnya ia beristirahat. Pimpinan rombongan orang Si-dayu berpangkat letnan. Letnan Samirin. Kopral Gimun dari Surabaya datang padanya saat menikmati pembagian minuman manis senja itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bagaimana, Pral" Capek?" "Bagaimana tidak capek" Di Madura tidak pernah jalan di tempat seperti ini." "Tapi, lihat! Letnan kita tidak tampak lelah." "Yah. Apa ya rahasianya?" "Oh, tidak tahu?" "Tidak!" Jarkawi menjawab. "Ceritanya begini. Waktu dia lahir, ia dibuang ke laut. Tapi malah jadi besar dan perkasa." "Masya Al ah.... Bagaimana bisa begitu?" "Selama tiga hari dalam laut, ia merasa gatal-gatal. Ternyata digerogoti teri (ikan kecil-kecil). Ia terkejut amat sangat dan melompat dari laut. Nah, lihat mukanya bopeng, kan" Itu dimakan kawanan teri di laut." "Gila kau, Mun!" keduanya terbahak-bahak. Anak buah mereka heran melihat kepala regu mereka terbahak-bahak. "Mana ada anak kecil bisa hidup di laut...." Memang ada beberapa cara orang melepas lelah. Menghibur diri dengan lawakan, atau dengan cara lain. Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Pokoknya yang enak saja. Setelah beberapa bentar beristirahat, mereka mendapat perintah untuk bergerak lagi, dengan tujuan agar tidak terlambat, dan bisa mengepung Derwana. Malam itu belum ada bedil yang meletup. Ternyata perjalanan masih jauh. Tengah malam semua pasukan diperintahkan istirahat. Justru saat itu anak buah Mas Ayu Prabu bergerak untuk mengamati gerakan pasukan Belanda. Sedang Mas Ayu Prabu sendiri bergerak ke Bayu untuk melapor. Dengan kecepatan luar biasa kuda Mas Ayu yang terlatih dan terbiasa melewati jalan ke Bayu melesat bagai anak panah. Tentu mendahului gerakan pasukan Kompeni. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Bagi orang Bayu, inilah yang ditunggu-tunggu. Mereka sudah terlalu lama menyiapkan diri untuk menghancurkan VOC. "Selamat datang, Kekasih. Dirgahayu...," Wilis menyambut Ayu Prabu. Sementara itu Mas Ayu Tunjung menyimpan hatinya yang bergelora melihat kehadiran Ayu Prabu kembali di Bayu. "Dirgahayu, Yang Mulia. Dirgahayu...." "Tentu ada yang penting, maka Yang Mulia naik?" "Ya. Kompeni bergerak." "Inilah yang kita tunggu." Wilis tersenyum. Ia tahu tidak cukup waktu dua hari untuk menjangkau Derwana jika mereka berjalan melewati rimba dan paya-paya. Bukan cuma alam yang harus mereka hadapi. Tapi juga nyamuk dan lintah yang akan membuat mereka ketakutan dan berlumuran darah karena diisap oleh binatang-binatang yang menjijikkan itu. "Undu, kau saat ini juga pergi ke Jember. Temui Yang Mulia Ramad, sampaikan supaya menyerbu Benteng Jember. Dan terus memulai peperangan. Kita beri pelajaran pada Steenberger di Jember!" Wilis memerintah pada anak Sardola. "Hamba, Yang Mulia." Dan setelah menyembah orang itu berangkat. Gagah. Seperti ayahnya, tapi tidak bercodet di atas alisnya. Ah, ahli meriam itu kini telah meninggal karena sakit, atau barangkali karena tua" Setelah itu Wilis sendiri memerintahkan semua orang Bayu bersiap. "Saatnya telah tiba!" katanya setelah tiap kepala keluarga dikumpulkan. "Perang membela kehormatan negeri kita telah datang! Demi Blambangan, demi Hyang Maha Qiwa, kita berangkat bertempur!" "Hamba, Yang Mulia!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ambil senjata kalian masing-masing! Semua! Lakiperempuan!" Beberapa saat ia menoleh pada Ayu Tunjung. "Mas Ayu Tunjung akan memimpin laskar wanita!" "Dirgahayu! Dirgahayu!" teriak mereka bersama. Dan mereka bubar untuk mengambil senjata dan memberi tahu anak-istri mereka. Wilis sendiri segera melangkahkan kakinya ke rumah ibunya. Namun di ujung gang seseorang menyapanya, "Yang Mulia...," Suara merdu setengah berbisik. "Siapa...?" "Hamba," Mas Ayu Tunjung memberi hormat. "Ada apa?" Wil is menghentikan langkahnya. Mas Ayu Tunjung gugup sesaat. Menunduk. Menarik napas panjang. "Ada apa?" ulang Wilis. "Eh... Yang Mulia memilih hamba menjadi kepala laskar?" "Ya, laskar wanita! Kenapa?" "Apakah sudah tepat?" "Bukankah selama ini kau yang memimpin mereka?" "Iya... tapi..." "Tapi apa?" "Tidakkah lebih tepat kalau Mas Ayu Prabu?" Wilis terkejut. Apa sebab gadis ini bertanya seperti itu" Tentu ada apa-apa. Tidak biasanya gadis ini menghadap. "Yang Mulia?" Wilis menatap tajam. Beberapa bentar. Gadis itu menunduk. Wilis tetap menatapnya tajam. Hening beberapa saat. Ayu Tunjung melirik Wilis. Pemuda itu kini menarik napas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ayu Prabu bertugas di mana-mana. Ia memimpin pasukan di Lateng dan..." "Tapi bukankah..." Suaranya berhenti di teng-gorokan. Air mata meluncur tak tertahan. Cepat gadis itu membalikkan tubuhnya lalu berlari. "Yang Mulia..." Tapi suaranya tak menghentikan langkah gadis itu. Sejuta tanya menoreh hatinya. Tapi ia merasa tak pantas mengejar gadis itu. Ia tak mau dalam keadaan perang begini disibuki oleh hal-hal yang tidak berarti. Ia menebak-nebak. Tentu ada pertengkaran antara dua gadis itu. Saling iri atau saling apa yang ia tidak tahu. Urusan wanita! Maka ia meneruskan langkah untuk menghadap Yistyani. Mohon restu. "Aku lihat seperti Ayu Prabu naik?" Yistyani langsung bertanya sesudah Wilis menyembah. "Ya. Membawa berita penting. Belanda sudah mulai bergerak." "Ah, betapa hebatnya anak itu. Rasanya seperti tak mengenal lelah." Hati Wilis melambung mendengar pujian untuk Ayu Prabu. Sewajarnya Ibu memujinya, Wilis bercakap sendiri dalam hati. Tapi tiba-tiba saja ia tidak bisa menahan hatinya. Dan ia ceritakan apa yang pernah ia alami sehubungan dengan kejadian yang baru saja lalu. Yistyani mesem mendengar itu. Tapi sekaligus kasihan. Wilis seusia begini belum lagi pernah tidur dengan wanita. Sampai-sampai ia tidak mengerti hati wanita. Sungguh berbeda dengan Wong Agung Wilis kala masih bernama Mas Sirna dulu. Sekilas ia mengingat masa lalunya. Ia kemudian maju dan membelai kepala anaknya. Seperti pada anak kecil. "Lalu... kau cinta Mas Ayu Tunjung?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 'Tidak, Bunda. Hati hamba sudah tertambat pada Mas Ayu Prabu," jawab Wilis sederhana. "Hyang Bathara! Jagat Pramudita!" Yistyani pura-pura kaget. Ia sudah tahu bahwa anaknya mencintai Ayu Prabu. Tentunya satu pilihan yang tepat. Kecantikan tanpa cela. Tiada kukul di mukanya. Tiada bercak sedikit pun di kulitnya. Tapi, mungkinkah terjadi" Hati Yistyani berdebar-debar. Sri Maha Prabu Jayanegara Anumerta dari Majapahit terpaksa dibunuh oleh Tabib Tanca karena akan mengawini saudaranya sendiri, Sri Gayatri. "Kenapa Ibu terkejut?" Pemuda itu heran. "Ya. Ibu memang terkejut. Karena menurut penglihatan Ibu, Mas Ayu Tunjung juga mencintaimu, Nak. Kenapa tak kaupilih dia?" "Ibu tidak setuju pada Mas Ayu Prabu?" Wilis berdebar, takut ibunya tidak setuju. Dan memang Yistyani kurang setuju jika Wilis menikahi Ayu Prabu. Kendati anak itu cantik tanpa cela. Tapi... sekali lagi Yistyani khawatir apakah mereka bukan satu ayah" Tentu ia tidak boleh menegangkan demikian pada anaknya. Sebab anak itu akan menanyakan, bukankah Erlangga juga kawin dengan saudara seayahnya" Yang kemudian melahirkan dua anak laki-laki yang membagi dua kerajaannya" Kini Yistyani dihadapkan pada kesulitan yang cukup pelik. "Kenapa Ibu diam?" "Tidak apa-apa, Anakku. Cinta adalah hak. Tiap hak harus dibela. Seperti halnya negeri ini. Hak kita. Karena itu kita membelanya. Cinta adalah hak yang paling pribadi dan dalam. Ibu tidak layak melarangmu, Nak. Tapi aku cuma kasihan pada Mas Ayu Tunjung. Dan lihatlah Mas Ayu Prabu, seorang telik yang mungkin saja tiada duanya di Bumi Semenanjung ini. Dan seorang telik mempunyai kebiasaan yang sukar dipegang arahnya. Sukar Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ diajak memecahkan soal-soal secara bersama karena ia biasa memecahkan soal-soalnya sendiri." "Jagat Dewa! Benarkah itu, Ibunda?" "Kau sendiri yang akan menilainya. Pikirkanlah dalamdalam. Kau bisa memilih. Ayu Prabu atau Ayu Tunjung. Yang satu cantik, yang satu manis." Yistyani tersenyum untuk menghilangkan kecurigaan dalam hati anaknya. Dan pemuda itu juga tersenyum lega. Tapi setelah meninggalkan ibunya dan pergi ke kandang kuda, pergolakan datang lagi mengacaukan hatinya. Mengapa Ibu tampaknya tidak setuju" Benarkah Mas Ayu Tunjung mencintainya" Jika demikian, kenapa ia tidak berterus-terang sejak dulu" Sekarang ia sudah menjatuhkan janji pada Ayu Prabu. Dan bagi seorang satria janji itu dibawa mati. Sampai di kandang kuda terpikir olehnya untuk pergi ke rumah Ayu Prabu. Ia ingin menjajagi sekali lagi, apakah benar ia bersedia menjadi seorang istri yang baik jika menang nanti" Ah, bukankah Ayu Prabu bersumpah, tidak akan kawin sebelum Blambangan kembali menjadi milik mereka. Ah, gadis itu lebih mementingkan negerinya dari dirinya sendiri. Mengapa Bunda menganggapnya kebiasaannya sukar dipegang" Barangkali Bunda sudah tua sehingga tidak lagi mampu melihat segala sesuatu dengan akalnya" Kini bersama Utun, anak Tumpak, ia pergi ke rumah Ayu Prabu. Tapi yang ada cuma ibunya, Tantrini. "Dirgahayu, Bibi. Mas Ayu ada?" tanyanya setelah menyembah. "Oh, ampun, Yang Mulia. Dia baru saja turun kembali." "Jagat Dewa. Cepat amat." "Dia merasa perlu melaporkan gerakan Belanda ini pada ayahnya, Yang Mulia Wong Agung Wilis." "Dia akan menyeberang?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hamba tidak mengerti." Kembali sepercik kekaguman memuncrat di hatinya. Kesungguhan hati Ayu Prabu membuatnya tidak kenal istirahat. Maka ia pun segera mengajak Utun Ke Derwana. Ia merasa perlu memheri semangat pada laskar yang hendak berhadapan dengan pasukan Kompeni. " Kedua orang itu berangkat setelah memberi tahu Baswi. Memang benar, kehadiran Wilis sangat penting. Semula Jagalara kurang percaya. Tapi demi melihat kawula Derwana menyambut anak muda itu dengan hangat dan hormat, maka ia merasa ketiga ratus anak buahnya tidak akan berarti apa-apa melawan dia. Dengan senyum yang menawan semua orang, Wilis menaiki titian istana Jagapati, disambut oleh Jagapati dan Runtep serta Jagalara. Pekik-sorak membahana di sepanjang jalan antara Indrawana sampai ke Derwana, bukti kecintaan kawula Blambangan pada Wong Agung Wilis. Turunnya Wilis ke Derwana dianggap pengejawantahan Wong Agung Wilis secara pribadi. Dan mereka semua sudah tanggap. Wilis pasti membawa perintah mahapenting maka ia turun sendiri. "Dirgahayu Wong Agung! Dirgahayu Blambangan!" teriakan-teriakan terus membahana sampai di gerbang istana. Wilis membalasnya dengan lambaian tangan dan senyum yang selalu menghias bibir tipis, di bawah kumis kecil yang mulai kelihatan nyata. Mungkin saja anak muda itu akan berkumis tebal seperti Wong Agung jika sudah sampai pada usia yang mencukupi untuk itu. Kendati tampak ramah namun tidak mengurangi kewibawaan yang membuat Runtep menjatuhkan diri menyembah. Di kuti oleh Jagapati dan Jagalara. "Dirgahayu!" sapa pemuda itu. Pending emasnya berkilau ditimpa mentari yang mencuri kesempatan menerobos masuk titian pendapa itu. "Dirgahayu!" sambut semua orang. "Penantian kita sampai pada saat terakhir, Yang Mulia," kata Wilis sambil berjalan ke tempat yang ditunjukkan Jagapati. Ah, istana bekas milik Macan Putih. Megah juga. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Nanti jika Belanda sudah punah pasti akan dibangun lebih kokoh lagi. Dua pasang meriam bertengger di halaman tadi kala ia melewatinya. Jagalara dan Jagapati tentu yang memerintahkan pemasangan itu. Terkesan menyamai pusat pemerintahan Mataram di Jawa Tengah. Boleh saja meniru, pikir Wilis. Asal jangan meniru kebobrokan raja-rajanya. Atau barangkali mereka ingin menunjukkan padaku bahwa sebenarnya mereka lebih pintar mengatur dari aku" Ya pandangan mata mereka... Tapi biar. Yang penting bukti, kawula Blambangan lebih mendengar aku dari mereka. "Penantian?" Jagapati dan Jagalara mengulang berbareng. "Ya! Apa yang kita nantikan jika bukan saat melumat VOC dengan seluruh kecoaknya?" Wilis tertawa. "Mereka sudah berangkat dua hari yang lalu menyetor nyawa." Jagalara menilai betapa sombongnya anak ini. Sudah berapa pahlawan besar gugur di tangan Kompeni" Ia mulai tidak suka pada mimpi Wilis. "Yang Mulia Jagapati dan Jagalara tentu kurang percaya. Kita akan buktikan. Para Yang Mulia, jika mereka bisa naik ke sini dengan jumlah lebih separuh dari waktu berangkat dari Pangpang, tentu Biesheuvel adalah seorang pilihan. Kendati begitu kita tidak boleh tetap duduk di sini. Karena siapa yang cuma duduk diam maka ia tidak akan pernah mendapat apaapa. Nah, mari kita songsong mereka di luar Indrawana!" Dengan hati berdebar Rempek memerintahkan semua istrinya mengangkat senjata. Dan ia memerintahkan sepuluh ribu pengawalnya menyebar ke semua penjuru. Wilis mengatakan mereka akan mendapat serangan dari segala penjuru. Kendati begitu, Wilis tampak tenang. Jagalara sama sekali tidak tahu apa sebabnya. Tapi ia bertekad berperang habis-habisan. Untuk menunjukkan kepada orang-orang Blambangan bahwa sebenarnya ia lebih patut dihormati dari Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pemimpin muda itu. Bagaimana bisa ia mengatakan Biesheuvel tidak bisa menembus ke Indrawana" Tapi Wilis memang tidak omong kosong. Masih kira-kira berjarak seribu pai dari Indrawana dan Derwana, Biesheuvel sudah harus kehilangan seperempat bala tentaranya dengan damai. Aneh" Dengan tanpa letusan mesiu. Pasukan Bayu telah memasang beribu-ribu songga (bambu runcing yang dipasang miring untuk menjebak binatang buruan, misalnya: babi hutan, rusa) di seputar Derwana, Indrawana, dan Bayu. Songga yang ditempatkan sebegitu rupa dalam semak Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sehingga sama sekali tidak nampak bagi orang-orang asing. Akibatnya perut mereka tertembus ujung songga yang setajam sembilu. Begitu rapat mereka memasang songgasongga itu, sehingga barisan pertama, seperempat bagian dari seluruh bala tentara Kompeni harus berjuang melawan warangan (racun yang biasa dipakai untuk mencuci keris) yang membedaki ujung-ujung songga. Dan hampir boleh dikatakan tidak ada satu makhluk pun mampu bertahan hidup melawan warangan orang Blambangan. Biesheuvel terkejut mendengar laporan itu. Ia memang berkuda di barisan paling belakang. Dengan penasaran ia perintahkan menarik mundur mereka yang kejang-kejang menghadap sang Pencabut Nyawa. Semula Schophoff terbahak-bahak mendengar sesuatu yang tampaknya mustahil. Kita bukan binatang yang tak mampu memilih jalan. Kenapa itu bisa terjadi" Pieter Luzac juga heran. Perintah kedua yang diterima oleh para pemimpin barisan terdepan usahakan menghindari semak-semak. Ingin Biesheuvel membakar saja tiap gerumbul belantara. Tapi itu hampir tidak mungkin. Hutan daerah ini begitu lebatnya. Perjalanan diteruskan dengan lebih perlahan dan meninggalkan seperempat jumlah pasukan di garis belakang. Hampir setengah hari waktu yang mereka butuhkan untuk beringsut sejauh tiga ratus tombak saja. Biesheuvel dan para Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perwira VOC lainnya mengumpat. Ternyata Jagapati telah siap. Mereka tidak berani menggunakan pasukan pengawal Jaksanegara atau Juru Kunci. Takut disesatkan karena mereka pun orang-orang pribumi Blambangan. Siapa tahu mereka bersekongkol" Dan orang-orang Bali yang sekarang mereka jadikan penunjuk jalan ini" Apakah mereka tidak bersekongkol" Sengaja menyesatkan" Gila, pikir, Biesheuvel. Jika ini benar, maka Kompeni sedang terjepit. Tidak ada lagi laporan tertusuk songga. Tapi begitu masuk jarak empat ratus tombak, mulai terdengar kembali jerit-jerit menyayat, membelah kesunyian rimba. Kini hampir seluruh barisan depan yang telah sangat lelah itu terperosok ke dalam lubang-lubang jebakan harimau. Tapi lubang itu dibuat begitu besar-besar dan dalam. Sedang di dasar jebakan yang ditimbuni tanah dan rumput sehingga begitu samar itu, telah menunggu barisan songga yang siap mengirim mereka ke akhirat. Begitu rapi dan berlapis jebakan itu, sehingga sukar dibedakan mana jebakan mana yang bukan. Dan begitu anggota pasukan lapis ketiga bergerak mengerumuni temanteman mereka yang terpeso-rok itu, gelegar meriam laskar Derwana yang pertama terdengar. Biesheuvel tersentak mendengar dentuman yang membahana itu. Seperti dalam mimpi. Dan sebelum ia tersadar, dentuman kedua, disusul ketiga, dan selanjutnya, membuat pasukannya tercerai-berai mencari perlindungan di balik pohon-pohon raksasa. Tidak kurang yang terkencing-kencing ketakutan. Teriakan menyebut nama Tuhan mereka masing-masing terdengar memilukan. Yang tidak sempat mengelak atau berlari, hancur berkeping-keping. Sewalang-walangl Perang selamanya ganas. Biesheuvel, Pieter Luzac, dan Schophoff sendiri terpaksa berlindung. Sungguh di luar dugaan. Mereka telah siap. Bahkan tahu persis saat penyerangan yang mereka lakukan. Pasti mereka Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ punya persekongkolan dengan orang dalam sendiri. Mungkin masih ada di antara Kompeni sendiri yang berkhianat, seperti Bozgen dan teman-temannya dulu" Konyol mereka itu! Lega hati Biesheuvel. Ternyata tembakan meriam itu tak berlanjut. Tapi hatinya panas seperti panasnya mentari di bulan Agustus itu. Tentu saja Schophoff menyempatkan diri mencatat kejadian sial hari itu. Tahun seribu tujuh ratus tujuh puluh satu Masehi. Mereka telah kehilangan hampir lima ribu anggota pasukan sebelum menembakkan sebutir pelor sekali pun. Dengan penasaran Biesheuvel memerintahkan agar tujuh orang Bali yang menjadi penunjuk jalan itu dihukum mati. Mereka dianggap menyesatkan pasukan Belanda dan sengaja memilih jalan salah agar mereka masuk jebakan orang-orang Bayu. Jagalara dan Jagapati diberi tahu oleh Runtep supaya memerintahkan pasukan berjalan dengan menyelinap dari satu pohon ke pohon lain, kira-kira seribu langkah. Setelah itu berhenti dan setelah melihat kedudukan musuh mereka diperintahkan menembak. Sesudah penembakan meriam itu, Wilis dan Undu segera meninggalkan Derwana. Ia merasa yakin kali ini Biesheuvel tidak akan mampu mengalahkan mereka. Petunjuk selanjutnya akan diberikan oleh Runtep. Kala Jagalara bersama rombongan membuka tembakan pertama Biesheuvel melihat kembali anak buahnya berceraiberai. Bersama itu ratusan orang yang tertembak langsung rebah ke bumi. Biesheuvel memerintahkan agar membalas tembakan musuh. Sedapat mungkin. Tapi kejutan yang mereka alami telah menurunkan semangat tempur mereka. Mereka tidak mungkin lagi bergerak maju. Jagalara terbahakbahak mengejek sambil memuaskan nafsu membunuhnya. Sungguh ini kesempatan yang ia nantikan untuk membalas kekalahan demi kekalahan yang ia terima sepanjang pertempuran di Ngantang dan Malang Selatan bersama laskar Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mlayakusuma. Juga pasukannya. Mereka tidak pernah berhenti memusuhi Belanda di mana pun. Melihat kenyataan ini Schophoff meminta Biesheuvel mengundurkan pasukan. Meneruskan peperangan berarti bunuh diri. Apalagi keremangan mulai turun. Warna merah lembayung sudah menghias ufuk barat. Sedang lawan tampaknya benar-benar menguasai medan. Sekilas Schophoff melihat, bukan cuma lelaki yang bertempur. Wanita juga angkat senjata. Menembakkan bedil berlaras panjang. Dan memang apa yang dilihat sekilas oleh Schophoff itu bukan sekadar bayang-bayang. Kaum wanita di Derwana maupun Indrawana bukanlah sekadar penunggu dapur dan pemo-mong anak. Mereka juga mengangkat senjata seperti halnya Tribhuana Tungga Dewi, Sri Maha Ratu Majapahit, kala menggilas pemberontakan Sadeng dari Blambangan. Bahkan tidak jarang dari mereka adalah jago-jago tembak. Biesheuvel pun merasa aneh. Orang-orang Blambangan mampu menahan serangannya" Mampu menahan pengetahuan perang orang Eropa" Hampir-hampir tidak masuk akalnya. Orang-orang yang dianggapnya tidak beradab telah memusnahkan lebih lima ribu anak buahnya dalam waktu satu hari. Dan itu sebabnya ia memerintahkan anak buahnya sambil menembak kembali ke Pangpang. Perintah itulah yang ditunggu oleh anak buahnya, karena ketakutan merajai hati mereka. Jalan balik ke Pangpang bukanlah hal yang mudah. Karena songga dipasang bukan hanya menghadap ke luar Derwana atau Indrawana. Tapi juga menghadap ke dua tempat yang menjadi tujuan penggempuran itu. Tak ayal, diburu berondongan peluru laskar Rempek, mereka banyak yang tersesat dan terjebak oleh songga-songga. Teriakan nyeri yang tertusuk songga membuat sebagian takut bergerak pulang dan menyerah pada laskar Jagapati yang mengejar mereka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Laskar Jagapati bersorak melihat Kompeni terbirit-birit. Jagalara mengajak mereka mengejar terus. Tapi Runtep segera mencegah. Pemuda itu menasihatkan supaya seluruh pasukan mengurus mereka yang menyerah itu saja. "Kenapa tidak boleh mengejar terus" Ini kesempatan menghancurkan mereka sampai lumat." Jagalara tidak terima. "Malam sudah mulai tiba. Kita tidak bisa membedakan mana jalan, mana jebakan. Hamba tidak ingin semua laskar kita menjadi korban senjata kita sendiri. Hamba percaya tidak akan lebih separuh dari mereka yang dapat kembali ke Pangpang," jawab Runtep. Jagalara menjadi terkesiap. Dan betul, setelah ia memeriksa tempat bekas pertempuran dan korban dari pihak musuh, maka mau tidak mau ia memuji kecerdikan Wilis. Hutan seputar ini penuh songga dan jebakan. Dan yang membuatnya bertanya, kenapa sebagian songga justru menghadap ke Derwana" Ah, andaikata ia dan pasukannya berani melakukan makar dan melarikan diri lewat hutan-hutan seputar wilayah ini, tentu tidak akan keluar dengan selamat. Dengan kata lain, ia tidak bisa bertempur seperti di Malang, atau Ngantang, atau Kediri. Di mana jika pasukan sekutunya terdesak, ia bisa melarikan diri dan mencari pengayoman baru, atau bergabung dengan laskar mana pun yang menentang VOC. Pokoknya mereka hidup dari perang itu. Jadi sekarang pilihannya hanya satu. Bertempur habis-habisan jika terdesak nanti. Kalau lari toh akan terperosok ke dalam lubang jebakan atau dimakan songga orang Blambangan sendiri. Ada sebagian korban songga yang tidak sempat diangkut oleh Biesheuvel. Mengerikan. Perut terbelah oleh bambu runcing beracun. Sekitar lima ratus orang Kompeni yang digiring dengan tangan di kat tali di belakang pantat mereka. Juga leher mereka, dihubungkan satu dengan lainnya oleh tali seperti kerbau yang digiring pulang ke kandang. Perjalanan hidup anak manusia ternyata berliku-liku. Seperti halnya jalan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang mereka tapaki itu sendiri. Kemarin mereka masih bersuka ria di kedai-kedai minum Lo Pangpang atau Lateng. Bahkan tidak kurang-kurang yang masih mencolek-colek wanita Blambangan. Tapi harini mereka digiring di bawah laras bedil wanita-wanita telanjang dada. Tidak seorang pun berani melirik. Sebab itu akan membuat nyawa mereka langsung melayang. Biesheuvel tidak tahu itu, karena ia langsung kembali ke Pangpang. Hatinya benar-benar gusar. Ia perintahkan penjagaan kota Pangpang diperketat. Semua anak buahnya cuma menunduk lesu. Dia berjalan mondar-mandir di kantornya. Kepalanya mulai berdenyut-denyut. Jauh malam ia belum kembali ke pembaringan. Demikian pula Schophoff dan Pieter Luzac. Masih menemani pemimpin mereka. Bisu tanpa kata. Sampai derap kuda pengawal batas kota mendebarkan hati mereka. Dan begitu pengawal itu mengetuk pintu ia segera keluar sambil bertanya, "Apakah mereka sudah melihat pasukan Rempek mengejar ke Pangpang?" Begitu gugup Biesheuvel. Pieter Luzac dan Schophoff ikut menengok pengawal itu. "Tidak, Tuan. Seorang sersan dari Jember menghadap." Pengawal itu sedikit menenteramkan hati Biesheuvel. "Ada apa mereka kemari" Tidak tahu ada perang" Suruh ia kemari!" Setelah menghormat pengawal itu pergi. Sebagai gantinya seorang sersan berkulit putih memasuki ruangan itu. Francois. Seorang keturunan Prancis. "Selamat malam. Tuan." Hormat orang itu dengan bahasa Belanda yang masih sangat kaku. "Apa kabar?" Biesheuvel tidak sabar. "Ampun, Tuan. Dengan terpaksa kali ini saya laporkan bahwa benteng kita di Jember telah jatuh ke tangan orangTiraikasih Website http://kangzusi.com/ orang Blambangan. Mereka menyerbu dengan sangat mendadak." "Gila!" Biesheuvel terperanjat. "Bagaimana keadaan Letnan Steenberger" Selamatkah dia?" "Kami tidak tahu, Tuan. Mungkin saja sempat lolos...." "Kalian tidak melindungi komandan kalian?" Mata biru Pieter Luzac membelalak. "Kami sibuk melindungi benteng. Tembakan begitu gencar. Mereka bersorak gegap-gempita. Menakutkan. Rupanya pemimpin mereka seorang wanita. Kami dengar ia dipanggil 'Sayu Wiwit*. Seorang lagi pemuda dengan rambut ikal. Begitu gembira mereka setelah kami meninggalkan benteng. Kami sempat mengintip. Ah, teman-teman Kompeni dibantai semau-mau. Bahkan yang menyerah sekalipun. Jalan-jalan ke Panarukan sudah diputuskan. Juga yang ke jurusan Puger serta Ambulu dan Lumajang. Kami sudah tak mampu lagi melindungi pos-pos yang lebih kecil. Jumlah mereka tak terhitung. Kendati kita menggunakan meriam, tapi semangat mereka tidak luntur oleh jumlah korban di antara mereka. Bahkan sempat kami dengar teriakan mereka sebelum mati, 'Dirgahayu Wong Agung Wilis! Dirgahayu Blambangan!' " Biesheuvel lemas terduduk. Kepalanya pening. Ia mengumpat sejadi-jadinya. Ternyata orang Blambangan lebih siap dari Kompeni. Tanpa menjawab pada Francois, ia meninggalkan ruangan menuju ke istananya sambil memukulmukul kepala. Tidak! Ia tidak percaya kalau perang ini digerakkan oleh Rempek! Pasti ada orang lain di belakang Rempek. Baru dua bulan pembelotan Rempek itu. Mana mungkin menyiapkan peperangan sebegini hebat. Pusing. Minum. Lalu tempat tidur dan... wanita... Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ XIV. MAWAR BERBISA Angin bertiup-tiup tiada. Tertahan dahan dan dedaunan. Namun tetap saja merambat ke mana-mana. Bukan cuma ke seluruh Blambangan, tapi juga ke Bali, Batavia, Surabaya, bahkan juga ke Makasar, dan Bengkulu. Dan angin itu merambat terus membawa bau mesiu. Berita kekalahan Kompeni yang dipimpin oleh Biesheuvel itu bukan cuma dibawa oleh burung-burung. Tapi juga oleh kaum pedagang dan kelasi-kelasi kapal dagang. Van de Burg di Surabaya kurang percaya mendengar berita itu. Menurutnya peristiwa memalukan seperti itu hanya bisa terjadi sekali sepanjang sejarah Kompeni, yaitu di zaman Kapten Tack dijebak oleh Sunan Mas dan Untung Surapati di Kartasura dulu. Itu pun karena terjebak. Dikhianati! Nah, sekarang mana mungkin Kompeni bisa diundurkan cuma dalam waktu sehari" Apalagi harus kehilangan lebih dari lima ribu serdadu" Tapi ketidakpercayaan Burg tidak berlangsung lama. Karena utusan Letnan Steenberger dari Jember datang dan melapor keadaan di tempatnya bertugas. Mereka tidak bisa minta bantuan ke Pangpang, karena jalan ke Lo Pangpang, terutama di daerah Panarukan, Wijenan, Candi Bang, telah jatuh ke tangan Sayu Wiwit dan Mas Ramad Surawidjaya. Tidak berbeda halnya dengan Van de Burg, semua anggota Dewan Hindia dan Dewan Direktur di Batavia geleng-geleng kepala. Bahkan Gubernur Jenderal Van der Para mengumpat sejadi-jadinya. Ia mengancam akan memecat semua pejabat di Jawa bagian timur itu jika tidak mampu menggulung Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo komplotan Rempek. . Suasana kelabu makin nampak di Jawa bagian timur karena orang-orang tertentu yang mengambil peruntungan dari suasana perang. Rencang Warenghay, seorang yang dilahirkan di Makasar, an telah lama diburu oleh pihak Kompeni karena dituduh sering membajak kapal-kapal dagang yang berhubungan dengan VOC, termasuk salah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ seorang yang mengambil peruntungan itu. Apaagi dia memang punya hubungan dekat dengan Agung Wilis di Mengwi. Bahkan boleh dikatakan punya kerja sama yang erat. Rencang bersama anak buahnya menggunakan kesempatan itu untuk merompak Pantai Panarukan. Bahkan kadang berani menenggelamkan kapal perang VOC yang satudua berlayar di Selat Madura. Rencang Warenghay dibantu perompak-perompak Bugis dan pelaut-pelaut Bali yang menyamar menjadi bajak laut, mengganggu pelayaran di sepanjang Selat Madura. Ia menjadi lebih aman karena di sebelah selatan mendapat pangkalan di sepanjang Pantai Bali. Sedang di utara ia menyusup di Pantai Madura. Apalagi jika ia menyusup di pulau-pulau kecil seperti Pulau Kenari, ia bukan saja menjadi aman, tapi juga kemungkinan besar mendapat bantuan dari bekas pengikut Jangrana yang bersembunyi di sana. Mereka menguasai meriam-meriam yang ditempatkan oleh Sawunggaling. Semuanya itu membuat Rencang Warenghay bagaikan raja yang menguasai Selat Madura. Di perairan Semarang pun bajak laut makin mengganas. Kebanyakan mereka berpangkalan di pulau-pulau karang Karimunjawa. Tidak jarang mereka mengganggu kepentingan para pedagang Cina yang memang banyak menguasai perniagaan di kota itu, tapi juga mengganggu kepentingan bangsa kulit putih. Dua kali mereka menyerbu Pantai Semarang akhir-akhir ini. Tidak seperti biasanya cuma merompak harta benda. Yang dua kali ini bahkan berani menculik noni-noni dan nyonya-nyonya yang sedang pesiar di pantai. Ternyata berita memang memegang peranan penting dalam jalannya roda kehidupan di muka bumi. Karena itu Dewan Hindia berpendapat: jika VOC ingin sepenuh-penuhnya menguasai Nusantara, maka VOC haruslah menguasai berita dengan sepenuh-penuhnya. Sebab dengan penguasaan atas berita, itu mengandung arti membenamkan bangsa Nusantara Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ke dalam lumpur ketidaktahuan. Dalam kedunguannya maka bangsa-bangsa Nusantara akan merangkak-rangkak di bawah kaki VOC, sebab pengetahuan adalah kekuatan, dan kekuatan adalah modal. Dan VOC yang lebih bermodal, maka VOC lebih berkuasa. Lebih berkuasa! Bahkan dari tiap raja di Jawa atau di seluruh Nusantara sekalipun. Bukan raja memang, tapi lebih kuasa dari raja. Wong Agung Wilis di Bali bangga mendengar kabar mengenai peperangan itu. Ia tahu persis itu kerja anakanaknya. Itu sebabnya ia mengulangi pendaratan laskar Bali di pantai selatan Blambangan yang saat ini dikuasai oleh Mas Ayu Prabu. Ingin rasanya menjadi muda kembali dan langsung memimpin pendaratan atau peperangan seperti dulu. Ingin juga rasanya menghukum para pengkhianat yang menjual bangsa dan negaranya pada kekuatan kulit putih itu. Maka setelah mendengar pemberitaan Tha Khong Ming, ia meminta Gusti Tangkas untuk kembali mendarat di Blambangan dengan membawa tiga ratus laskar Bali yang setia pada Wong Agung Wilis. Sudah berkali-kali laskar itu bertempur bersama Agung Wilis untuk mengamankan pantai utara Bali yang sering menjadi sasaran perompakan bajak laut Bugis. Sebenarnyalah kabar angin lebih banyak dibawa oleh kaum pedagang. Apalagi pedagang senjata dan mesiu yang memang mengambil peruntungan dari perang itu. Karena itu VOC segera mencegah setiap pedagang yang masuk Batavia membicarakan yang mereka dengar dari pedagang-pedagang lain tentang peristiwa di semenanjung timur pulau Jawa itu. Juga di seluruh wilayah kekuasaan Kompeni. Mereka khawatir, gerakan orang Blambangan itu diikuti atau ditunjang oleh rajaraja yang saat ini tidak menyukai kehadiran VOC di Hindia. Angin memang boleh terus bertiup, tapi VOC harus menguasai berita. Malam itu cukup membuat Biesheuvel tidak bisa tidur. Takut menerima amarah sang gubernur jenderal. Tapi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bagaimanapun juga ia akan berkilah, bahwa Blambangan memang tak bisa dipandang enteng. Keberanian mereka tidak kalah dengan laskar Untung Surapati yang terkenal itu. Dalam waktu singkat mereka membunuh begitu banyak pasukan Kompeni. Membuat pasukan takut dan putus asa. Bahkan di Blambangan ini pula pernah terjadi pembelotan para bintara Kompeni kulit putih. Tujuh puluh empat orang. Ah, bukankah itu belum pernah terjadi dalam sejarah perang Jawa" Jika bantuan dari Surabaya tidak cepat datang hampir boleh dipastikan ia bersama pasukannya akan hancur. Betapa tidak" Sesudah perang ini, bukan saja petani yang tidak mempersembahkan hasil bumi dan ternaknya. Tapi juga para pedagang enggan melayani mereka. Warung tidak dibuka untuk pasukan Kompeni. Jika memesan makanan selalu dijawab habis. Juga kedai bahan mentah. Semua tidak menjual barang dagangannya pada Kompeni. Gila mereka itu! Tha Khong Ming gelisah juga malam itu. Ia menunggu berita dari Ayu Prabu, apakah penda^ ratan Gusti Tangkas yang kedua ini gagal atau berhasil. Kegagalan mereka akan membahayakan kedudukannya di Blambangan. Mungkin saja ia bisa diseret dan tangan serta kakinya dibelenggu, bahkan lehernya dikalungi rantai, kemudian digiring ke Surabaya. Betapa gilanya aku, mau melakukan pekerjaan semacam ini. Apa sebab" Demi apa" Apakah demi uang" Atau demi dendamnya pada VOC yang membunuh moyangnya di Batavia" Tentu bukan cuma karena uang. Tapi karena hati sudah mulai tertambat pada dara ayu yang tiada duanya itu. Memang cinta membuat orang sanggup melakukan kegilaan. Cinta pada apa saja. Itu sebabnya ia menanti sejak siang tadi kehadiran sang pujaan hati. Ah, apakah Mas Ayu Prabu mengerti" Tapi siang itu Mas Ayu Prabu tidak datang. Cuma beberapa burung gelatik yang singgah di jendela rumahnya lalu lenyap lagi. Ingin ia menangkap burung yang berwarna kelabu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dengan kalung hitam di lehernya, dan hiasan bayang-bayang mata putih, berbentuk segitiga dan memanjang sampai ke hampir belakang kepala. Ditambah lagi dengan mata hitam bundar seperti mata Mas Ayu Prabu. Juga paruhnya yang berwarna merah muda, seperti bibir Mas Ayu Prabu. Namun kala ia bergerak hendak menangkap, burung itu serta-merta terbang dengan lincahnya. Kaki burung itu juga nampak merah muda seperti paruhnya. Sungguh melengkapi keindahan yang tanpa cela. Sayang banyak orang-orang jail yang dengan sumpitnya membunuh dan memusnahkan makhluk-makhluk indah itu. Tapi Tha Khong Ming tetap menyabarkan hatinya. Ia tetap menyediakan hadiah dan makanan khusus buat Mas Ayu Prabu. Untuk wanita semacam Mas Ayu Prabu tentu ia sanggup melakukan segala perkara. Itu sebabnya sejak siang matanya hampir tak pernah lepas dari gerbang. Tiap kali para pengawalnya membuka gerbang, hatinya berdebar-debar. Tapi tiap kali pula ia menjadi kecewa karena yang masuk bukanlah Ayu Prabu. Kadang tukang rumput. Penarik pajak, atau pembawa belanjaan. Beberapa waktu setelah senja barulah harapannya terpenuhi. Bintang-gemintang mulai menghias malam. Mas Ayu Prabu naik ke titian rumahnya. Dengan hati riang ia menyambut. Gadis itu datang dengan tanpa pengawal dan tanpa kuda. Tapi kakinya tidak berdebu. Tentu dia tidak menempuh perjalanan jauh. Barangkali kudanya ia titipkan di luar pagar rumahnya. Demikian pula para pengawalnya, pastilah siap di luar tembok rumahnya. "Selamat malam, Tuan." Gadis itu lebih dulu berkata-kata. Tergopoh Tha Khong Ming menjemputnya. Ah, tentu gadis ini sangat lelah. Mengatur pendaratan dan menempatkan mereka pada persembunyian yang telah beberapa lama dipersiapkan. Bagaimanapun juga. ia mengagumi gadis ini. Bukan cuma kecantikannya, tapi juga kecerdasannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Selamatkah mereka semua?" cepat Tha Khong Ming menanya, "Kita tidak sedang kerja bersama kerbau dungu Suratruna." Ayu Prabu tersenyum sambil menuju tempat yang ditunjukkan oleh Khong Ming. Di beranda belakang, menghadap petamanan. Beberapa buah lampu minyak buatan Cina menerangi tempat itu. Angin bebas menjamah mereka. Hanya ada satu bangku panjang model Eropa di beranda itu. Meja penuh hidangan. Makanan dan minuman. Tersungging senyuman di bibir Ayu Prabu. Tha Khong Ming menempatkan diri di sebelah kanan Mas Ayu. "Terima kasih, Tuan. Bantuanmu begitu besar buat Blambangan. Dan lebih besar lagi buat diriku." "Ah, belum seberapa...." Mata Tha Khong Ming berbinar. Ia melirik ke susu telanjang Ayu Prabu. Kulitnya mulus. Ia menelan ludah. Melirik lebih ke bawah. Pusar gadis itu juga telanjang. Hatinya berdesir. Kalung mutiara menghias leher jenjangnya. Gelang, pending, dan binggal emas sepertinya tak memberati langkahnya, walau melekat erat. Lebih mendebarkan, gadis ini sepertinya tak pernah berpisah dari keris kecil yang lebih tepat disebut cundrik, yang menempel di bawah pusarnya. Serta senjata laras panjang yang terbungkus kain batik yang diletakkan di sebelah kirinya. "Malah hamba lebih banyak harus berterima kasih karena hasil bumi orang-orang Blambangan yang mengalir ke tempat hamba. Hamba akan terus berusaha mencarikan senjata dan mesiu baru," lanjut Tha Kong Ming sambil menyodorkan minuman. Anggur. Tapi dengan senyum Mas Ayu menolaknya. "Kelapa muda...." "Bagaimana malam begini Yang Mulia mencari kelapa muda?" Tha Khong Ming mengerutkan kening. "Jika tak ada persiapan tak apa. Tak perlu mengada-ada." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Di negeri hamba seorang putri seperti Yang Mulia minumnya pasti susu kambing. Tapi Yang Mulia lebih senang kelapa muda. Apa tidak ingin mencoba susu kambing" Di daerah Mataram sebelah barat, terutama daerah sekitar Gunung Slamet, orang juga minum susu kambing." Mas Ayu tersenyum. Ingin juga ia minum susu kambing seperti kata Tha Khong Ming. Tapi sebagai kepala dinas rahasia, ia harus bersikap hati-hati. Itu sebab ia banyak menolak makan atau minum di tempat ini. Ia tidak ingin pengalaman Repi terulang terhadap dirinya. Ia mengambil kesimpulan, seorang lelaki yang memberikan perhatian terlalu banyak pada seorang wanita pastilah ada niat yang tersembunyi. Dan memang benar dugaan Ayu Prabu. Tha Khong Ming menyatakan cintanya satu bulan lalu. Tapi ia tidak mampu menjawab. Ia telah dipinang oleh junjungan Bayu, yang juga jatuh cinta padanya. "Blambangan bukan seputar Gunung Slamet." Ayu Prabu memamerkan senyumannya. Senyuman yang meruntuhkan iman semua lelaki. "Oh, betul, Yang Mulia... tapi apa jeleknya mencoba. Mungkin berkhasiat." "Ya.... Mungkin saja. Kelapa muda pun berkhasiat." Lagi ia tersenyum. Kini Khong Ming menawarkan makanan sambil menyatakan kegembiraannya atas keberhasilan pendaratan Gusti Tangkas yang tentunya atas kecerdikan Ayu Prabu. Gadis itu cuma mengambil pisang susu. Ia tetap mencurigai setiap makanan. Dua ribu sembilan ratus tujuh puluhan pasukan Kompeni di bawah pimpinan Blanke mati kena racun orang Blambangan. Dan setiap kali melihat hidangan di atas meja, Ayu Prabu ingat Ni Repi. Keperawanan Repi musnah setelah ia diberi minuman dan makanan. "Yang Mulia, apakah makanan kami tidak berkenan sehingga tak satu pun yang dijamah?" Tha Khong Ming agak kecewa. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aku datang untuk menyatakan terima kasih, bukan untuk makan dan minum. Maafkan aku, Tuan. Aku sedang sibuk dengan perang." "Perang memang menyibuki semua orang Blambangan. Tapi apakah Yang Mulia tidak berpikir untuk menghias hati dengan sebuah kisah yang indah?" "Tiap orang menerjemahkan keindahan secara tidak sama dalam hidupnya. Ada yang mengatakan cinta sesama suami-istri atau muda-mudi adalah sesuatu yang indah. Tapi bukankah mengisi hidup adalah suatu keindahan yang tiada terkira-kira" Samsara Maha Cina juga yang mengatakan bahwa panggilan hidup adalah keindahan. Dan berbakti pada tanah kelahiran adalah salah satu panggilan hidup itu sendiri." Tha Khong Ming menyebut dalam kejutnya. "Yang Mulia banyak membaca?" "Dengan tanpa membaca orang akan tetap tinggal dalam kedunguan." Ayu Prabu bangkit berdiri. Ia hendak berpamit. Tapi pemuda di sampingnya itu segera menangkap tangannya. Dengan terkejut Ayu menatap mata sipit di hadapannya. "Yang Mulia belum menjawab pinangan hamba. Yang Mulia meremehkan hamba?" Suara Tha Khong Ming sedikit bergetar. Tak dapat lagi menahan gejolak jiwanya. Sementara itu tangannya yang lain menggapai pundak Ayu Prabu. Bau arak tersembur dari napasnya yang memburu. "Apakah aku perlu mengulang" Aku sedang sibuk dengan perang. Dan jawaban baru akan aku berikan seusai perang." "Semua kekayaan hamba untuk Yang Mulia.... Jawab sekarang." "Lepaskan! Jangan main-main!" Ayu Prabu meronta. Namun tangan pemuda itu makin perkasa. Kulit pergelangan tangan kirinya terasa pedih. Semakin berontak semakin pedih. Pemuda ini tentu terlatih silat, pikir Ayu Prabu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kurang sabarkah hamba menunggu" Lebih dua bulan...." "Tutup mulutmu!" Ayu Prabu mulai membentak. Sementara bintang-gemintang semakin banyak. Para penjaga rumah mulai mengantuk. Memang Tha Khong Ming memberikan air pala buat mereka. Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Itu yang menyebabkan Tha Khong Ming berani dengan tenang melakukan tingkahnya. Tapi Ayu Prabu sudah sampai pada puncak kemarahannya. Kendati masih mencoba menyabarkan diri, mengingat jasa pemuda itu. Dan berulang kali peringatan keluar dari bibirnya yang mungil. "Aku ingin membawa Yang Mulia ke surga dewa-dewa. Tidak hidup dalam kancah perang yang tiada habisnya. Hak Yang Mulia, sebagai wanita cantik untuk menikmati anugerah itu," kata Tha Khong Ming sambil mendesakkan tubuhnya, sehingga memaksa Ayu melangkah mundur. Pelan tapi pasti ia digiring ke dalam sebuah kamar. Kamar yang penuh perabot dan bau-bau harum. Dan Khong Ming mulai tersenyum. Hatinya berbunga. Kamar ini penuh ramuan obat yang membangkitkan nafsu. Ramuan asli Tiongkok milik pendekarpendekar cabul. Begitu menghirup bau dupa maka Ayu akan lupa daratan. Ayu Prabu berdesir melihat keadaan dirinya yang kian terdesak. Kesabarannya habis. Secepat kilat ia mencabut keris kecil yang terselip di bawah pusarnya. Dengan tiada terduga keris itu berada di tangan kanannya dan seperti kilat menggores punggung Tha Khong Ming dari atas ke bawah. Baju sutera kuningnya robek. Khong Ming melompat mundur sambil menjerit. Ayu Prabu terkejut. Ia melompat maju. Kerisnya berlumuran darah. "Bukan begitu caranya mengais hati wanita Blambangan!" ujar Ayu penuh kekecewaan. Keris kecil masih digenggam sambil terus memandang Tha Khong Ming yang kesakitan. Tiba-tiba hati Ayu bergetar. Ia ingat kerisnya bermandi warangan. Dan tak ada satu makhluk pun Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ akan hidup setelah tubuhnya mengidap warangan itu. Mati pelan-pelan jika lukanya tidak lebar. "Tuan..." Pelan-pelan Ayu Prabu maju. "Ah, Yang Mulia, ampuni hamba... hamba benar-benar mencintai..." "Berhentilah bicara soal cinta itu!" Ayu Prabu menjadi iba. Air matanya meleleh dengan tanpa sadar. "Nyawamu dalam bahaya." Muka Tha Khong Ming berubah. Kaget. Hatinya gundah seperti bergoyangnya api pelita yang tertiup angin. Ia cepat menuju ke tempat penyimpanan minuman. Dan minum arak yang berwarna merah beberapa gelas. Kepalanya pusing. Tapi sempat tersenyum memandang Ayu Prabu. "Hamba akan tetap hidup. Seperti cinta hamba yang abadi." Ayu Prabu tertunduk. Ia pandangi kerisnya. Sebentar ia hapus air matanya. Tampak Tha Khong Ming makin lemah. Menuju tempat penyimpanan senjata. Ayu terkesiap. Tha Khong Ming akan membunuhnya. Popor senjata berlaras panjang itu tampak terbuat dari emas. Kembali pelan-pelan Khong Ming mendekati Ayu Prabu. Tidak. Larasnya tidak tertuju ke dada Ayu Prabu * yang telanjang itu. "Senjata kesayangan hamba. Bikinan Portugal. Hamba persembahkan untuk Yang Mulia. Terimalah, sebelum hamba mati penasaran." Tha Khong Ming berkaca-kaca kini. Hati Mas Ayu Prabu seperti diremas-remas. Ia sarungkan kerisnya yang masih berlumur darah. Pelan. Tanpa kata ia terima bedil bertangkai emas itu. Tapi kini tangannya bergetar. Sinar mata sipit di bawah alis berbentuk golok itu kian memudar. "Jangan takut, Yang Mulia. Jangan curiga...." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ayu Prabu tahu persis. Tha Khong Ming sudah tidak berdaya apa-apa. Tubuhnya tentu kian melemas. Racun kian merambat ke seluruh tubuh. Kendati sudah berusaha dicegah oleh arak. Ah, ia tidak membunuhku. Ia benar mencintaiku. Tapi ia tak tahu bagaimana mengutarakannya. Tulus hati pemuda ini... Ayu bergulat. Ingin ia menjatuhkan diri dalam pelukan perkasa pemuda Cina ini, namun bayang-bayang Wilis tiba-tiba saja muncul di angan-angan. "Aku akan persembahkan kemenangan dan segala kehormatan ini bagimu...," ujar pemuda itu sambil menciumnya beberapa waktu yang lalu ketika akan berpisah. Yah, hati Ayu Prabu terombang-ambing. Andaikata sekarang ia menunjukkan sedikit kasih pada pemuda yang sekarat ini kan tidak apa-apa" tanyanya dalam hati. Memang tidak apa-apa, sudut hatinya menjawab. Ingat, dewa-dewa akan tetap menyaksikanmu. Bagaimana kau akan menjadi permaisuri Blambangan jika kau tidak kudus" tergagap sendiri. Apa pun aku harus tetap keras, putusnya. Maka dengan pelan ia menerima persembahan itu. Ya, kemudian ia bimbing lelaki muda itu ke kamarnya. Sampai di pintu ia berkata, "Obatilah luka Tuan. Jika tidak, tujuh hari lagi Tuan tak akan mampu melihat sinar mentari pagi. Selamat malam, Tuan." "Yang Mulia..." Khong Ming ternganga. "Tugas menanti. Terima kasih atas semua kabaikanmu." Ayu Prabu membalikkan tubuh. Tanpa bisa dicegah oleh rintih mengiba Tha Khong Ming. Sementara penjaga gerbang semua tertidur... *** Perjalanan pulang ke desa Sempu bukanlah hal yang mudah. Para pengawal sudah ia perintahkan untuk meninggalkannya. Ayu Prabu ternyata masih ingin Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ memanjakan hati menelaah pengalaman barunya. Betapa kejamnya aku meninggalkan seorang yang berkajang dalam maut. Padahal ia sangat mencintaiku. Apa saja yang kuminta pasti dipenuhinya. Ah... Ayu Prabu berhenti lagi di sebuah tempat tersembunyi. Ia timang bedil bertangkai emas, pemberian Khong Ming. Tapi... busuk, kau! sendiri ia menyumpah. Berani me-nyiasatiku! Hampir aku mengalami seperti Repi. Dan alangkah ngerinya jika aku terpaksa kawin sebelum perang usai. Tentu Wilis akan marah. Pertama akan mengirim orang-orangnya untuk menghancurkan mahligai Tha Khong Ming. Ah, mengapa takut" Khong Ming akan mengajakku kabur dari Blambangan. Akibat kedua ini yang sangat tidak ia inginkan. Wilis akan kehilangan keseimbangannya sebagai pimpinan tertinggi di Blambangan. Itu mengandung arti kehancuran seluruh Blambangan. Berarti ia mengorbankan kepentingan yang lebih luas demi diri sendiri. Sadar akan hal itu ia merasa tidak berdosa membunuh Khong Ming. Biar sebesar apa pun jasanya. Karena jasa itu berpamrih busuk. Menariknya ke pelaminan sebelum pernikahan resmi. Ayu Prabu bangkit dan berkuda kembali. Tapi seluruh permata yang menempel di tubuhnya menuntut agar dia kembali dan menyerah ke pelukan Khong Ming di pembaringan beralas sutera Cina. Drubiksa! ia mengumpat di sela derap kaki kudanya. Sebuah hati tidak cukup dibeli dengan permata dan uang! Tidak! Aku tidak pernah menjual diriku! Jika ukurannya permata, Sayu Wiwit pun menerima hadiah serupa. Menyakitkan juga rasanya menerima budi yang ditanam oleh orang lain. Tumbuhnya cinta adalah sebuah tuntutan nurani untuk membalasnya. Karena kodrat hidup adalah timbal-balik. Itu sebabnya ada hukum karma. Tapi apa salahnya ia kembali" Toh saat ini Tha Khong Ming tidak akan mampu lagi menjamahnya. Ia sedang berjuang di antara hidup dan mati. Ah, belum tentu. Dia tadi minum arak. Siapa tahu arak itu memiliki khasiat penolak bisa" Nah, jika Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ demikian halnya ia akan jatuh dalam lumpur perzinahan. Perzinahan" Atau persundalan" Ahai, Mas Ayu Prabu, sebenarnyalah hatimu sudah jatuh dalam perzinahan. Perzinahan bukan sebatas dalam persetubuhan semata, tapi bisa juga dilakukan oleh hati, maupun cuma mata saja.... Drubiksa! Tidak... Ayu menutup telinganya. Ia tidak ingin mendengar tuduhan yang timbul dari hatinya sendiri itu. Ia lecut kudanya. Berlari, dan... berlari! Tidak! Hatiku telah kuserahkan pada Wilis! Beberapa bentar kudanya berhenti. Meringkik dan kedua kaki depannya terangkat naik. Membuat Mas Ayu hampir jatuh. Naluri keprajuritannya membuat ia menarik senapan yang terselip di bawah sanggurdi. Setelah mengisi dengan peluru Ayu melompat turun. Dengan hati-hati ia menarik kudanya ke pinggir jalan untuk bersembunyi. Beberapa bentar tanpa suara dan kata. Nyamuk hutan mulai merubung. Ingin menikmati darahnya. Tidak ada yang lewat. Tapi ia tahu kudanya tidak pernah menipu. Cuma manusia yang pandai menipu. Lima belas bentar, dua puluh bentar... Ayu Prabu tetap mengamati. Tiba-tiba telinganya menangkap isak tangis wanita. Sayup. Merintih. Wanita" Atau suara..." Tidak! Aku tidak pernah bersua makhluk halus atau drubiksa! Ayu Prabu mulai mengendap-endap. Mendekati asal suara. Pelan dan waspada. Pelatuk siap ditarik. Kegelapan menyulitkan penelitiannya. Tapi latihan telah menolong matanya. Bahkan kunang-kunang juga merupakan lampu bergerak pemberian Hyang Maha Dewa, bukan sekadar penghias malam. Suara itu makin jelas. Makin dekat. Mas Ayu tidak ragu, pasti suara wanita. Dan... Jagat Dewa! Ayu Prabu menyebut dalam hati. Bau darah merangsang hidungnya. Tentu wanita ini luka parah. Suaranya... tentu masih muda. Wanita muda itu terduduk bersandar pohon besar. "Siapa?" bisik Ayu Prabu. Wanita itu tampak kaget mendengar sebuah suara. ' Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Jangan takut! Aku melindungimu. Tunggu!" Ayu Prabu segera berlari seperti kijang mengambil kudanya. Setia dan cekatan kuda itu. Tangkas. Seekor kuda jantan berwarna hitam berbelang putih di tengah kepalanya. Cuma beberapa bentar sudah siap di tempat perempuan muda itu. "Mari! Cepat sebelum Belanda datang!" Sebagai jawabnya cuma rintihan tertahan. Ayu mengerti. Wanita itu tidak mempunyai kekuatan untuk berjalan sendiri. Cepat ia melompat turun lagi dan dengan susah-payah ia membimbing wanita itu. Mengandung" desisnya. Kemudian ia menepuk punggung kudanya. Memberi isyarat agar kuda itu berlutut. Ah, kuda itu begitu terlatih dan sabar. Rupanya tuannya sedang menolong seorang perempuan. Sungguh seperti sejiwa saja. Lupa sudah pada Tha Khong Ming. Dan cepat melesat pulang ke Sempu. Cukup jauh tempatnya. Melewati belantara gelap. Tangannya yang halus mengandung kekuatan perkasa. Sambil menahan tubuh wanita di depannya agar tidak jatuh, ia mengendalikan kudanya. Kala sinar mentari mulai menguak kegelapan, menghalau kabut dan keremangan, ia mulai memasuki desa kecil Sempu. Di belakang rumahnya ia mengalami kembali kesulitan yang hampir sama dengan pada saat ia menaikkan perempuan mengandung itu. Untung kudanya sangat mengerti akan kesusahan penunggangnya. Kembali ia dengan sabar berlutut. Memudahkan pekerjaan Mas Ayu yang sudah sangat letih. Perempuan itu belum diam dari merintih. Sampai di dalam segera ia dibaringkan. Jendela segera dibuka. Keremangan telah terusir. Mas Ayu menyembunyikan kudanya terlebih dahulu. Sudah sangat letih ia. Pegal-pegal. Untung ada Repi yang sering memi-ptnya. Tapi wanita itu tentu sedang ke sungai. Maka Mas Ayu mampir di pancuran di mana Ni Repi biasa mandi. Terkejut wanita itu melihat kehadiran Ayu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Prabu dari semak. Tahu-tahu sudah menceburkan diri dan merangkulnya. Ia ingat kala bersua Bozgen. "Ah, Yang Mulia..." Tak urung dengan penuh kasih ia membantu Mas Ayu Prabu, membersihkan daki di punggung gadis itu dengan batu. "Ada tamu. Kita harus segera membantunya. Tamu itu dalam kesulitan." "Siapa, Yang Mulia" Tuan Ming?" Memerah muka Ayu Prabu. Atau pikiran Repi memang selalu tertuju pada lelaki. Jika demikian halnya memang ia pantas disebut perempuan gatal. Tapi bukankah semua perempuan membutuhkan lelaki" Kenapa ia mengingkari" Ah, benarkah aku membutuhkan Ming" Segera ia bunuh kenangannya. Sebentar lagi pemuda kurang ajar itu akan mati! Mati pelan-pelan oleh bisa warangan. Obat hanya bisa menghambat saja. Tak mungkin mampu menangkalnya. "Hush! Kau ini..." "Semalam sudah berpuas-puas maka sekarang amat letih?" "Ah..." "Mandi keramas untuk mengusir keletihan itu. Tentu, mana ada lelaki membiarkan tubuh yang seperti ini berlalu damai?" "Macam-macam." Tapi tak urung Mas Ayu mesem. "Setelah mandi dan segar akan disambung lagi di sini?" "Kau sudah gila barangkali!" Mas Ayu Prabu tak tahan. Ia segera menceritakan apa yang ia alami semalam. "Dewa Bathara! Yang Mulia membunuhnya?" "Karena aku bukan kuda betina yang binal. Kau tahu binatang itu selalu mogok jika mencium bau pejantan. Maka aku tak suka kuda betina." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Lalu siapa yang di rumah dan jadi tamu kita sekarang?" "Menurut pengakuannya, ia adalah korban keganasan lelaki." Mas Ayu Prabu menyudahi mandinya. Sambil berjalan ia menuturkan pertemuannya dengan wanita yang mengaku bernama Ni Kebhi. Anak kepala desa Meniran dekat Gunung Sungkep. Dibawa dengan paksa ke Lateng untuk bekerja di benteng. Letnan yang sudah lama tidak bersua keluarga itu memperko-sanya. Letnan Schaar, komandan benteng itu. Tidak cuma sekali dua. Akhirnya ia mengandung. Kandungan yang pertama berhasil digugurkan atas perintah Schaar. Tapi yang kedua, mungkin sudah terlambat, sehingga dukun tak sampai hati menggugurkan. Pengguguran gagal. Sang dukun dibunuh oleh Schaar. Juga perempuan muda itu berusaha dibunuh di tengah hutan. Tapi Hyang Maha Dewa masih melindungi nyawanya. Kala ia ditusuk, ia menghindar dan terkena lengan serta bahunya. Bersamaan dengan itu ada harimau lewat. Algojo yang diperintah Schaar takut dan lari. Mereka cuma berani membunuh orang yang tak berdaya. Maka selamatlah nyawa Khebi. Sesampai di rumah keduanya terkejut. Tangis bayi menguak pagi. Tergopoh Repi membantu persalinan itu. Mas Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ayu tidak sempat lagi istirahat. Membantu membersihkan bayi dari lendir dan air kawah. Kendati ia tidak pernah melakukannya. Ia lihat bayi itu lahir sehat. Tapi kulitnya merah. Aduh! Kulit anak ini bule, pikir Ayu Prabu. Sedang Repi memandikan Kebhi. Jijik sebenarnya ia melihat darah yang begitu banyak. Tapi rasa iba menghapus segala kejijikan. Tak urung mereka berdua menjadi dukun bayi. Dukun yang tidak berpengalaman. Keduanya menjadi geli. Wanita yang merasakan kesakitan kala melahirkan. Bersusah kala mengandung. Ah, celakanya jika sudah merasakan elusan lelaki, wanita akan selalu birahi pada lakinya. Tapi Kebhi kali ini benar-benar merasa sakit. Sakit saat selaput keperawanannya robek oleh ulah Schaar, sakit karena terluka Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ oleh pedang anak buah Schaar, terakhir sakit oleh karena terobeknya yoni (kemaluan (rahim) atau juga berarti lambang kesuburan bagi perempuan Ciwa) oleh anak Schaar yang ingin keluar dan menghirup keindahan dunia. Anak laki-laki lagi! Kebhi merasa kini, lelaki hanya pandai menyakiti. Jika ia kuat dan tidak ada kedua wanita muda yang menolongnya itu, tentu anak lelaki berkulit bule itu akan dicekiknya. Kendati lahir dari rahimnya sendiri. Toh kelak akan menyakiti wanita juga. "Biarkan dia hidup!" Ayu Prabu berkata setelah semua usai. "Biar semua manusia dan dunia tahu bahwa Belanda lebih kejam dari semua binatang. Harimau tidak pernah membunuh anaknya. Tapi Schaar bukan saja hendak melenyapkan Kebhi, wanita yang dihamilinya. Tapi juga janin yang adalah benihnya." Semua terdiam mendengar suara ketus Ayu Prabu. Penuh nyala api. "Harini adalah hari Respati Cemengan (kamis Wage). Hari baik untuk kelahiran seorang lelaki. Bersama merekahnya mentari. Biar anak ini kelak merekah seperti kembang mawar bagi tanah yang melahirkannya. Kita beri nama Sekar!" Ayu terkikik-kikik. *** Baik Biesheuvel maupun Van de Burg di Surabaya, menilai, Blambangan negeri elok, penuh daya pikat tapi berbisa. Lebih tepat mereka menamai negeri ini sebagai mawar berbisa. Betapa tidak" Bagi perdagangan candu negeri ini bisa mendatangkan banyak keuntungan bagi VOC. Belum lagi kesuburan tanahnya yang jauh lebih dibanding dengan Mataram. Mata-mata VOC pada zaman pemerintahan Wong Agung Wilis menggambarkannya sebagai putri cantik yang ramah. Mudah tersenyum pada siapa pun. Terbukti dengan banyaknya kapal yang berlabuh di dermaganya. Apakah itu kapal pedagang Portugis, Arab, Cina, Inggris, maupun Bugis. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kendati mereka selalu menindak tegas setiap kerusuhan yang terjadi. Walau barang sepele. Namun jika dirasa memunggungi pemerintahan Agung Wilis, maka cuma nama saja yang dapat pulang ke negeri mereka. Sebagai contoh pernah terjadi serombongan besar kapal-kapal Bugis membangkang membayar bea-cukai dan menolak meninggalkan pelabuhan karena ingin membeli barang-barang yang mereka butuhkan untuk dijual ke luar negeri, Wong Agung Wilis dengan tegas memerintahkan laskar laut Blambangan untuk membantai semua yang ada di kapal-kapal Bugis itu. Sekarang mereka tak punya lagi laskar laut. Tapi sisa-sisa laskar laut yang tidak tertangkap Belanda pergi membawa kapal perang mereka dan menjadi bajak laut liar. Tidak jarang mereka bahu-membahu dengan Rencang Warenghay si Raja Selat Madura. Dan ini memang sangat menakutkan VOC. Ada terdengar berita, bahwa mereka telah melindungi pendaratan laskar Bali yang mendarat atas prakarsa Mas Ayu Prabu. Kekuatan mereka tidak kurang dari sepuluh jung perang bekas milik kerajaan Blambangan. Di bawah pimpinan seorang pelaut muda anak Haryo Dento, yang bernama Harya Lindu Segara. Tidak mudah mengumpulkan kembali sisa-sisa laskar laut yang telah menjadi liar. Karena ia tidak berpangkat laksamana seperti ayahnya. Maka ia harus memaksa mereka dengan beradu kekuatan dan keberanian supaya tunduk pada kepemimpinannya. Ternyata kepemimpinan di atas lautan bukan berdasar suka atau tidak suka, bukan pula atas kebebasan memilih, tapi ditentukan oleh siapa yang kuat dan menang. Atau siapa yang lebih pintar mensiasati. Tak ubahnya pada kepemimpinan ikan-ikan buas dan besar, yang selalu ditentukan lewat pertarungan. Inilah kehidupan bajak laut. Lindu Segara telah membuktikan dirinya sebagai pemenang dalam tiap pertarungan yang panjang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Itu sebabnya ia tidak sempat membantu Wong Agung Wilis melawan Belanda. Sekaranglah waktunya. Dan itu sebabnya di selatan Jember kemarin ia menenggelamkan dua kapal dagang Belanda, dengan terlebih dahulu mengikat semua palautnya di atas geladak. Dan dia pula yang membantu Mas Ramad Surawidjaya menghancurkan pangkalan VOC di Nusa Barong. Nusa Barong yang kaya pohon mlinjo dan telor penyu itu kini telah menjadi daerah kekuasaan Mas Ramad. Dan tentu saja merupakan tempat berlabuh dan mangkal bagi Harya Lindu Segara. Di mata Mas Ramad, bagaimanapun juga, Lindu Segara adalah seorang pembajak. Kebiasaan meraihkan diri di atas laut akan membuatnya sukar patuh pada pimpinan. Apalagi sekarang dia atau Blambangan tidak punya apa-apa untuk menggaji laskar laut. Jika dalam keadaan tidak punya tapi memaksakan memberi pada orang lain, maka jelas itu merupakan kejahatan bagi diri sendiri. Ia akan mengadaadakan. Mungkin saja dengan jalan merampok, atau menipu, atau yang lebih halus dari semua itu, mencoba mengetuk pintu hati orang lain untuk ikut menyumbang ketidakadaannya. Jadi sekarang ia harus membiarkan Lindu Segara menjadi perompak. Ketidakberdayaan membuatnya membiarkan orang lain semau-mau berkiprah di kubangan dosa. Dan lebih dari itu, menerima persembahan dari hasil perompakan. Lalu apa bedanya aku dengan Raja Belanda" Tidak! Nanti jika kerajaan Blambangan berdiri kembali, mereka harus pilih. Meneruskan cara hidup sebagai raja laut atau tunduk pada pemerintahan Blambangan. Sedang di Selat Madura yang lebih ramai lalu-lintasnya, Harya Lindu Segara menempatkan adiknya. Detya Jala Rante. Lebih muda dan berani. Kendati begitu harus berbagi kekuasaan dengan Rencang Warenghay, bajak yang berasal dari Bugis itu. Bahkan tidak jarang mereka bergerak bersama. Seperti yang mereka lakukan pada saat pencegatan gugusan kapal perang Kompeni yang membawa pasukan di bawah pimpinan Letnan Imhoff dan Montro. Keduanya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ membawa tidak kurang dari tiga ribu lima ratus pasukan gabungan Madura, Pasuruan, Probolinggo dan Surabaya serta pasukan kulit putih sendiri. Pasukan Madura dipimpin oleh seorang kapten yang berkulit agak hitam, berhidung mancung. Di pinggangnya tergantung keris panjang bertangkai emas, sekalipun di tangannya selalu tergenggam senapan berlaras panjang dari Belanda. Di bawah hidungnya melintang sebuah kumis kecil. Bulu matanya lentik, alisnya tebal. Rupanya senang bersolek, karena di bawah bulu matanya diberi bayang-bayang hitam. Mungkin ia memaksudkan supaya berkesan bahwa ia masih keturunan Arab. Bertopi laken hitam, yang dihiasi permata dan bulu burung merak. Memang tidak seperti layaknya orang Madura. Itu yang membuat dia sangat dikenal. Kapten Alap-alap. Semua orang Madura takut padanya. Ia terkenal pernah menggantung orang yang dituduh mata-mata Bali di muka umum. Dia tangan kanan Panembahan Rasamala di samping juga orang kepercayaan VOC. Dan kali ini Alap-alap tidak habis mengerti, kenapa mereka harus melewati jalan laut" Kenapa takut dengan wanita" Ia dengar memang peristiwa hilangnya Steenberger. Ia juga tahu jatuhnya kota Panarukan, Wijenan, Candi Bang, Sentong, dan sekitar Bandawasa, ke tangan Sayu Wiwit, seorang brahmani dari sekitar Lateng yang telah membentuk diri menjadi satria. Laporan menceritakan bahwa ia berwajah manis, berambut ikal, dengan bulu mata lentik. Semampai dan ada tahi lalat dekat bibir sebelah atas. Sepertinya tidak masuk akal wanita seperti itu mampu merontokkan pertahanan Belanda. Tapi pertanyaan Alap-alap segera terjawab kala mereka menyusuri Pantai Panarukan. Tidak urung lima kapal perang di gugus depan harus tenggelam karena dihujani meriam pantai. Belum-belum Kompeni sudah kehilangan sekitar tiga ratus lima puluh enam serdadunya. Letnan Imhoff tercenung. Karena itu ia meminta komandan kapal yang ditumpanginya memberi tahu di mana mereka akan didaratkan. Sekiranya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ masih jauh, ia menyarankan agar gugusan kapal-kapal Kompeni berlayar agak ke tengah. Di samping menghindari meriam tentu saja ada musuh lain yang tidak pernah dapat di lawan. Karang. Baik terhadap ombak atau terhadap apa pun, karang tak pernah gentar. Dan tak pernah bergeming. Jika ada kapal yang berani menabraknya, maka tanpa ampun kapal itu akan berakhir riwayat pelayanannya terhadap umat manusia. Tapi nakhoda kapal bendera Belanda kurang setuju. Sebab pandangannya yang tajam melihat titik hitam di sebelah kiri depan. Ia memerintahkan kapal-kapal memasang meriam. Semua kapal menunjukkan kesibukan. Meskipun nakhoda kapal bendera itu sudah mendapat keterangan bahwa Blambangan tidak memiliki kapal perang lagi, namun ia harus waspada terhadap bajak laut Rencang Warenghay yang memiliki tidak kurang dari lima jung perusak dilengkapi dengan persenjataan baru dari Portugal dan Inggris. Selain itu juga sudah terbetik berita tentang bajak laut baru yang juga memiliki banyak kapal perang. Kendati kapal-kapal mereka banyak yang tua dan senjata mereka umumnya bikinan Bali dan Aceh, namun akan merepotkan juga jika menyerang iringiringan kapal Kompeni itu. "Apa kita akan mendarat?" tanya Alap-alap pada komandan kapal yang ditumpanginya. "Tidak tahu, Tuan. Tapi perintah dari kapal bendera menunjukkan isyarat supaya kami menyiapkan meriammeriam kami." Diam sebentar. Alap-alap memperhatikan laut biru di sebelah kanan kapalnya. Beberapa bentar berjalan ke buritan. Ia lihat air keriting berbuih diiris kapal. Kadang ikan lumbalumba muncul di sebelah kanan lambung kapal. Berenang seiring kapal itu. Timbul-tenggelam seperti bercanda dengan kawan-kawannya. Ah, hitam bercampur kelabu warnanya. Sebesar-besar kuda. Angin bertiup agak keras. Untung ia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ memberi pengikat bagi topinya. Asyik menikmati panorama itu, Alap-alap tak menyadari bahwa kapal-kapal itu tidak lagi berendeng. Tapi mulai membentuk suatu barisan bersusun, sehingga jika dilihat dari udara tak ubahnya cucut raksasa yang sedang mengambang. Kini kapal benderanya tidak menjadi pemimpin di tempat terdepan, tapi dilindungi oleh dua kapal yang menjadi cucutnya. Semua kelasi kembali tegang. Harus meninggalkan minuman atau kartu judi mereka. Semua harus siap. Baru beberapa bentar kemudian Alap-alap sadar. Perjalanan menuju Blambangan tidak semudah yang ia perkirakan semula. Dan ia memerintahkan semua pasukan yang ada bersamanya bersiap menghadapi semua kemungkinan. Sebab titiktitik hitam yang dilihat oleh komandan kapal bendera itu, telah menjelma menjadi gugusan kapal. Makin lama makin jelas. Kapal bendera menurunkan perintah agar gugusan kapal Kompeni siap mengubah bentuk jajar mereka sesuai dengan perintah yang akan diturunkan. Perang pastilah tak terelakkan, karena para pengamat di tiang agung memberi laporan dari arah lambung kanan juga terlihat titik-titik hitam mendekat. "Gila!" teriak komandan kapal bendera. Tapi segera ia menurunkan perintah agar semua orang berdoa. Sementara itu kapal bendera pihak penghadang sudah memuntahkan meriam yang pertama. Luput. Tidak ada sasaran yang kena. Cuma jatuh di samping kiri kapal terdepan. Dan tanpa ampun kapal bendera Kompeni menurunkan perintah agar tembakan itu dibalas. "Berani mereka melawan Kompeni" Ha... ha... ha...," teriak para kelasi melecehkan. Cuma sembilan jung tua. Apa artinya" Kompeni pernah menenggelamkan tidak kurang dari seribu tujuh ratus kapal Mataram waktu Sultan Agung menyerbu Batavia. Kini cuma sembilan" Sedang barisan kapal Kompeni sekarang tidak kurang dari tujuh puluh lima kapal. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Namun suara tawa mereka segera berhenti kala peluru meriam yang kedua jatuh tepat di anjungan kapal terdepan. Peluru ketiga membuat air laut di kanan lambung kapal perang terdepan itu mem-buncah. Sekalipun terseok, kapal Belanda itu tetap maju. Namun kapal kedua dan ketiga melaju mendahului. Mengambil alih tugas jadi ujung tanduk. Kini mulai berhamburan peluru masing-masing pihak. Tapi pihak penghadang juga mulai menghamburkan cetbang. Senjata ini sudah kuno. Tidak digunakan lagi oleh orang Eropa. Tapi masih merepotkan gerak maju Kompeni. Dan secara tiba-tiba, muncul begitu banyak perahu-perahu nelayan. Kepada mereka diberi tembakan peringatan oleh kapal-kapal VOC. Tapi di bawah lindungan tembakan kapal-kapal Detya Jala Ran-te, ratusan kapal nelayan bergerak maju. Dan siapa yang akan pernah menduga, bahwa perahu kecil yang bertomang bambu di kiri-kanannya itu setelah dekat menembakkan cetbang atau meriam berpeluru api. Gila! Beberapa puluh kapal Kompeni menjadi panik karena layar mereka terbakar. Bahkan api tidak mudah dipadamkan dengan cepat, karena tembakan satu disusul oleh tembakan lainnya. Dengan marah komandan kapal bendera memerintahkan penembakan semua kapal nelayan yang ada. Jarak semakin dekat. Warna bendera lawan juga nampak jelas. Berwarna merah dengan gambar kepala serigala hitam di tengahnya. Bendera laskar Blambangan. Juga perahu-perahu itu Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo berbendera sama seperti kapal-kapal tua yang menyerang gugusan kapal-kapal Kompeni. Dan setiap kali mereka menembak, mereka meneriakkan, "Dirgahayu Blambangan! Demi Maha Dewa hancurlah kalian perompak!" Bahkan ketika beberapa perahu menjadi berkeping-keping oleh meriam Kompeni, anak buah Jala Rante justru bertambah nekat. Makin banyak jumlahnya. Makin membabi-buta. Bagaimanapun juga mereka menghambat gerakan kapal-kapal VOC. Sepuluh, dua puluh, dan terus masih bertambah lagi jumlah mereka yang tenggelam. Sedang pihak Kompeni sudah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ empat kapal yang mulai miring terbenam air. Perahu penolong sudah diturunkan. Namun segera didekati oleh perahu-perahu kecil Blambangan untuk kemudian dikirim ke dasar laut. Penjara Langit 2 Kekaisaran Rajawali Emas Pendekar 4 Alis I Karya Khu Lung Pendekar Mata Keranjang 6