Golok Maut 11
Golok Maut Karya Batara Bagian 11 halimun muncul di situ. Entah kapan datangnya kakek ini tak ada yang mengetahui. Beng Tan dan Golok Maut tahu-tahu merasa tangan mereka direnggangkan, diusap jari-jari yang halus namun kuat bertenaga dan mereka tak sanggup melawan itu. Keduanya terkejut dan seketika terlepas, terlempar dan masingmasing daya pukul menghantam ke depan. Tapi ketika kakek itu mengebut dan Beng Tan maupun Golok Maut dikibas ke kanan kiri tiba-tiba dua pemuda itu sudah terbanting dan terguling-guling di sana. "Augh... bres-bress!" Golok Maut dan Beng Tan berseru tertahan, kaget namun girang karena dua tangan mereka sudah terlepas satu sama lain, terlepas dari ancaman maut atau cacad yang sama-sama bakal berakibat buruk. Golok Maut maupun Beng Tan sesungguhnya tak akan menikmati kemenangan itu dengan utuh, yang satu akan tewas sedang yang lain bakal menjadi manusia invalid, karena dada Beng Tan yang terbakar dari dalam bisa mengakibatkan sebuah paru-parunya hancur, yang tentu saja tak kalah buruk dengan maut sendiri. Maka begitu seseorang memisah pertandingan mereka dan adu sinkang mati hidup itu berakhir maka Golok Maut terguling-guling sementara Beng Tan juga terlempar dan terbanting bergulingan di sana, terluka, namun tidak terlalu fatal. Dan ketika keduanya meloncat bangun namun terjatuh lagi, karena mereka terluka dan lelah kehabisan tenaga maka Golok Maut maupun Beng Tan terkejut dan membelalakkan matanya lebar-lebar melihat siapa yang berdiri di tengah-tengah itu. "Sian-su...!" "Sin-jin...!" Beng Tan dan lawannya tertegun. Di situ, di tengahtengah mereka berdiri tegak seorang kakek berpakaian putih. Kakek ini menarik napas dan berkali-kali menyebut nama Tuhan, wajahnya tak kelihatan namun sepasang cahaya mencorong dari balik kabut itu menggetarkan dua pemuda ini. Itulah sepasang mata yang kuatnya bukan main, penuh tenaga sakti dan getarannya sudah cukup membuat dua pemuda ini jatuh terduduk, Dan ketika Beng Tan maupun Golok Maut terperangah dan terkejut melihat siapa yang datang tiba-tiba hampir berbareng keduanya menjatuhkan diri berlutut dan dua-duanya sama-sama batuk darah. "Sian-su, maafkan kami. Dia... Golok Maut... dia mengajak bertempur mati hidup!" "Maaf, aku... aku dihalangi lawanku ini, Sian-su. Beng Tan tak mau mundur dan memaksa aku bertarung mati hidup!" "Ah-ah, kalian anak-anak muda yang sama keras kepala!" kakek itu, yang bukan lain Bu-beng Sian-su adanya berseru perlahan, tampak sedih. "Kalian sama-sama mempertahankan kebenaran sendiri, Golok Maut. Dan kau tak menghiraukan nasihatku! Aih, kenapa begini, anak baik" Tidakkah kau ingat semua wejanganku?" Golok Maut, yang ganas dan ditakuti lawan itu tiba-tiba menangis. Entah kenapa mendengar suara atau teguran kakek dewa ini dia tak tahan lagi, batuk dan terhuyung mendekati kakek itu. Dan ketika air matanya bercucuran dan Golok Maut terguling di kaki kakek itu tibatiba lawan Beng Tan ini berkata, "Sian-su, aku tak dapat melupakan peristiwa lama. Kalau kau ingin menghukumku silahkan, bunuhlah aku dan kuserahkan senjataku ini!" "Hm!" Bu-beng Sian-su, kakek itu mengerutkan keping melihat Golok Maut melolos senjatanya, memberikannya kepadanya. "Senjata bukan untuk dipergunakan membunuh orang baik-baik, Golok Maut. Aku datang bukan untuk mencabut nyawamu!" "Tapi aku tak berhasil memenuhi keinginanmu. Aku gagal. Ah, kau hukumlah aku, Sian-su. Kaubunuhlah aku agar aku terbebas dari semua derita ini!" "Bangunlah," Beng Tan tertegun, melihat lawannya itu dibangunkan kakek ini, disentuh kedua pundaknya. "Nasihat , bukan berarti perintah, Golok Maut. Kalau kau tak dapat melaksanakan nasihatku maka aku tak menyalahkanmu. Buah baik akan menghasilkan yang baik juga, buah buruk akan menghasilkan sebaliknya. Kau bangunlah, simpan senjatamu karena aku tak memerlukan itu!" dan ketika Golok Maut menangis dan Beng Tan kian tertegun di sana, tak menyangka bahwa Golok Maut kenal baik dengan kakek itu maka Bu-beng Sian-su menggapaikan lengannya kepadanya. "Beng Tan, ke marilah," seruan itu mendebarkan pemuda ini. "Sudahkah kau berhasil meminta sesuatu dari Si Golok Maut ini" Sudahkah kau melaksanakan perintahku pula?" "Maaf," Beng Tan terkejut, pucat mukanya. "Aku... aku belum berhasil, Sian-su. Aku marah dan tidak teringat permintaanmu. Aku tak suka lawanku ini!" "Hm, suka tidak suka lahir dari perasaan emosi, Beng Tan. Kau ternyata belum mampu mengendalikan dirimu. Baiklah, ke marilah dan dekat-dekat kepadaku." Beng Tan beringsut, mendekati kakek itu. Dan ketika dia roboh dan juga terguling di kaki kakek ini, seperti Golok Maut maka Bu-beng Sian-su tiba-tiba mengebutkan bajunya dan sebuah totokan lihai menyentuh lunak di dada pemuda ini. "Kau nyaris terluka hebat, paru-parumu lemah sebagian. Terimalah, dan telanlah ini, Beng Tan. Setelah itu cepat bersamadhi namun dengarkan dulu kata-kata-ku!" dan, ketika Beng Tan terduduk dan menerima sebutir obat dari kakek dewa itu Bu-beng Sian-su sudah membalik dan menyentuh pula punggung Golok Maut, berkata, "Dan kau, hmm... jantungmu sedikit terpukul, Golok Maut. Telanlah ini dua sekaligus!" kakek itu memberikan dua butir obat, langsung ditelan Golok Maut dan pemuda itu menangis lagi, tak berani menolak dan Bu-beng Sian-su telah mengusap punggungnya tiga kali, melegakan pernapasannya dan Golok Maut tidak batuk-batuk lagi. Dan ketika Beng Tan di sana terduduk dan cepat bersila, mengatur napasnya sesuai ilmu pernapasan yang benar maka kakek itu bertanya, lirih dan lambat-lambat namun bernada penuh teguran kepada Si Golok Maut, "Golok Maut, masihkah terngiang segala nasihatku kepadamu" Masihkah teringat apa yang pernah kukatakan padamu?" "Aku ingat," Golok Maut bercucuran air mata. "Tapi dendam ini tak dapat kuhapus, Sian-su. Kebencian terlanjur berakar di hatiku." "Dan kau tak mau mundur?" "Pantang bagiku menarik sumpah, Sian-su. Aku telah maju dan kepalang basah!" "Tapi kau melanggar sumpahmu dengan Wi Hong! Hm, apa artinya ini, Golok Maut" Dapatkah sumpahmu dipercaya?" Golok Maut tertegun, pucat pasi. "Ini ... ini... aku salah, Sian-su. Tapi urusanku dengan Wi Hong tak sama dengan sumpahku terhadap Coa-ongya maupun Ciongya. Itu lain! Aku... aku terjebak siluman betina itu!" "Hm, kebencian membuat segala-galanya menjadi gelap. Baiklah, aku tak bertanya lagi, Golok Maut. Kau bebas melaksanakan apa yang mau kaukerjakan. Hukum sebab dan akibat akan selalu mengikutimu pula. Manusia berusaha tapi Tuhan punya kuasa. Eh, ada yang kaubawa di tubuhmu, Golok Maut" Kau masih membawa catatan mendiang gurumu?" "Maksud Sian-su...?" "Berikan itu pada Beng Tan, Golok Maut. Kau agaknya tak berkepentingan lagi dengan itu." "Tapi ini punya guruku..." "Hm, gurumu mendapatkannya dari aku, Golok Maut. Atau kalau kau berat memberikannya silahkan pinjamkan sebentar agar dicatat pemuda itu!" Golok Maut tertegun. Dia tampak ragu atau bimbang, tapi ketika pandang matanya bertemu dengan sorot cahaya di batik halimun itu tiba-tiba pemuda ini menunduk dan menekan debaran jantungnya, mengambil sesuatu dari balik baju dan Golok Maut memberikan itu pada si kakek dewa. Tapi ketika kakek itu tersenyum dan tak mau menerima, memanggil Beng Tan maka pemuda baju putih ini diminta agar menerima pemberian Golok Maut. "Aku pribadi tak memerlukannya, berikan pada Beng Tan." Beng Tan heran. Dia sudah menerima pemberian itu dan melihat bahwa yang diberikan ini hanyalah sebuah kertas, kecil dan tidak besar namun dalam keadaan terlipat. Dan ketika Golok Maut menunggu dan hal itu berarti bahwa Beng Tan hanya dipinjami saja maka Bu-beng Sian-su mengangguk dan berseru pada pemuda itu, "Beng Tan, benda inilah yang dulu kusuruh padamu untuk memintanya dari Golok Maut. Tapi karena Golok Maut tak ingin memberikannya cuma-cuma karena itu adalah milik mendiang gurunya biarlah kau buka dan salin isinya!" Beng Tan berdebar. Dia sudah membuka dan ingin tahu apa sebenarnya isi kertas ini, barang biasa yang tampaknya tidak terlalu berharga. Namun ketika kertas atau surat itu dibuka dan dibaca isinya ternyata berisi sebuah syair yang tidak dimengerti! "Ini... apa artinya ini, Sian-su" Haruskah kutulis dan kusimpan?" "Ya, ada sesuatu yang berharga, Beng Tan. Kau harus menyalin dan menyimpannya." "Untuk apa?" "Untuk kepentinganmu kelak!" "Tapi ini... ini hanya sebuah syair! Apakah perlu benar, Sian-su" Apakah betul berharga dan patut disimpan?" "Hm, bukan hanya sekedar disimpan, Beng Tan. Melainkan harus dimengerti dan kelak dihayati. Kau dan semua orang memerlukannya. Sebaiknya cepat salin itu dan kembalikan pada yang punya!" Beng Tan terlongong-longong. Secarik kertas yang katanya berharga ini sudah ditunggu Si Golok Maut. Lawannya itu menanti dan tampak betapa Golok Maut tidak sabar. Kalau bukan Sian-su sendiri yang berkata barangkali pemuda ini tak mau percaya. Tapi karena kakek itu adalah manusia dewa amat hebat dan kepandaiannya luar biasa tinggi maka Beng Tan mengangguk dan cepat menyalin kalimat-kalimat di atas kertas putih itu, syair yang aneh, yang agaknya sudah lama dibawa Golok Maut dan dijaga secara hati-hati, terbukti kertas itu tidak lusuh atau kumal! Bukan benang sembarang benang halus menawan di kiri kanan kalau dijaga menimbulkan senang kalau rusak menimbulkan dendam inilah benang yang minta perhatian! Beng Tan tertegun. Akhirnya dia selesai menyalin isi surat itu, syair yang ganjil itu. Dan ketika Golok Maut mengulurkan lengannya dan meminta kembali maka Beng Tan menyerahkannya dan berseru mengerutkan kening, "Golok Maut, peninggalan gurumu ini aneh. Aku tak mengetahui maksudnya tapi aku sudah hafal di luar kepala!" "Hm, akupun juga begitu. Barang peninggalan guruku adalah benda keramat bagiku, Beng Tan. Kalau bukan Sian-su yang memintanya tak mungkin kuberikan padamu!" "Maaf, aku tahu. Tapi aku juga agaknya tak ingin mengetahui barang orang lain kalau bukan Sian-su yang menghendakinya!" "Sudahlah," Bu-beng Sian-su berkata tenang. "Kalian tak perlu bertikai lagi, Beng Tan. Apa yang kuperintahkan adalah untuk kebaikan kalian sendiri. Berterima kasihlah bahwa Golok Maut telah berkenan meminjamkan peninggalan gurunya!" "Ya, aku lupa," Beng Tan sadar. "Terima kasih, Golok Maut. Dan sungguh tak dapat kusembunyikan kekagumanku melihat kepandaianmu yang demikian tinggi!" "Hm, aku tak perlu kau kagumi," Golok Maut mendengus. "Kepandaianmu juga hebat, Beng Tan. Tak perlu memuji!" lalu, membalik dan menghadapi Bu-beng Sian-su laki-laki bercaping ini bertanya, menahan suaranya yang gemetar, "Apakah Sian-su hendak menahanku di sini" Kalau tidak, bolehkah aku pergi?" Bu-beng Sian-su menghela napas. "Golok Maut, keras sekali watakmu ini. Ah, aku tak berani menahanmu. Kalau kau ingin pergi silahkan. Maaf kalau aku menyinggung perasaanmu!" "Tidak," Golok Maut tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut. "Aku bisa hidup saat ini adalah atas pertolonganmu, Sian-su. Kalaupun ada sesuatu yang menyakitkan hatiku maka itu adalah dendamku kepada Coa-ongya dan adiknya. Justeru aku yang minta maaf karena nasihatmu belum dapat kulaksanakan!" "Hm, baiklah. Pergilah, Golok Maut. Tapi sekarang kau akan menghadapi seorang pembela yang barangkali akan menghalangi sepak terjangmu!" "Aku tahu, tapi aku tak takut!" dan Golok Maut yang berdiri melirik Beng Tan tiba-tiba mundur dan sekali lagi memberi hormat di depan kakek dewa itu, melangkah pergi dan akhirnya terhuyung-huyung meninggalkan dua orang ini. Dan ketika Beng Tan mendengar desis ditahan dan tangis yang agak ditekan maka pemuda itu membelalakkan mata melihat Golok Maut lenyap di sana, meninggalkan telaga, dengan tinju terkepal! "Golok Maut, kuharap kau menyadari kekeliruanmu ini. Aku tak ingin bermusuhan denganmu, aku ingin bersahabat!" Golok Maut tak menjawab. Tokoh bercaping ini sudah lenyap di luar pulau, menyambar perahu dan sudah meluncur ke tepian sana. Dan ketika Beng Tan tertegun dan mengerutkan keningnya maka keluhan dan rintihan anak-anak murid Hek-yan-pang yang mulai sadar menyentak pemuda ini. "Beng Tan, kukira cukup pertemuan kita. Kau harus menolong dan mengobati wanitawanita itu. Ingat dan kupaslah isi syair itu!" Beng Tan terkejut. Bu-beng Sian-su tiba-tiba berkata kepadanya tapi kakek dewa itu tak ada di situ, lenyap dan sudah menghilang entah ke mana. Dan ketika Beng Tan tersentak dan tertegun maka Swi Cu, sumoi dari Wi Hong yang sadar lebih dulu tiba-tiba mengerang dan memaki-makinya, menyangka dia Golok Maut. "Golok Maut, kau jahanam keparat. Bunuhlah kami semua dan lampiaskan dendammu itu!" Beng Tan menoleh. Dia melihat Swi Cu bangkit duduk, memaki padanya dengan muka merah padam. Namun ketika gadis itu melihat bahwa yang dimaki bukanlah Colok Maut tiba-tiba gadis ini tertegun dan teringat bahwa itulah pemuda yang bertanding dengan lawannya, jadi adalah penolongnya. !"Ah, kau... kau siapa?" Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo -ooo0dw0ooo- Jilid : XVIII BENG TAN berkelebat. Dia sudah menghampiri gadis ini dan berlutut di situ, memeriksa, mendapat kenyataan bahwa gadis ini masih tergetar oleh pukulan sinkang dan kini meskipun sadar namun bukanlah berarti sudah baik. Gadis itu berketrukan dan menggigil, memandang Beng Tan namun Beng Tan sudah menempelkan lengan di pundak gadis ini. Dan ketika Beng Tan berkata bahwa dia akan menolong gadis itu dan Swi Cu diharap menerima penyaluran sinkangnya maka gadis atau wakil ketua Hek-yan-pang ini semburat mukanya merasa hawa hangat tubuh lelaki memasuki tubuhnya! "Lepaskan!" Swi Cu membentak. "Kau tak perlu melakukan itu, sobat. Biarkan aku menyembuhkan diriku sendiri dan kau tolong yang lain!" Beng Tan tertegun. Dia melepaskan lengannya di pundak karena gadis baju hitam itu menolak, tak suka dan sudah terhuyung bangkit berdiri, berkata akan menyembuhkan dirinya sendiri namun Swi Cu terguling. Dan ketika Beng Tan menyambarnya dan untuk kedua kali gadis ini merah mukanya karena dipegang lelaki maka Beng Tan berseru padanya, "Nona, hati-hati. Aku tidak bermaksud yang lain kecuali ingin menolongmu. Kau tergetar pukulan sinkang, harus segera ditolong atau kau bakal terluka dalam!" "Tidak, aku dapat mengurus diriku sendiri, sobat. Kau tolonglah yang lain dan biar aku sendiri..." "Tapi kau..." "Tak usah banyak cakap. Kau tolong yang lain atau pergi dari sini. Hek-yan-pang sebenarnya tak boleh dimasuki lelaki!" Beng Tan terkejut, dibentak kasar dan gadis baju hitam itu tiba-tiba terisak. Sebenarnya Swi Cu tak bermaksud bersikap kasar kepada penoiongnya ini tapi apa boleh buat dia harus melakukan itu. Sentuhan Beng Tan dan sikapnya tadi yang memberikan sinkang kepadanya sungguh membuat Swi Cu merinding. Seumur hidup belum pernah dia disentuh pria dan baru tadi dia merasakan hangatnya tubuh lelaki, meskipun berupa hangatnya tenaga sinkang dan Beng Tan bermaksud menolongnya, bukan mau kurang ajar. Tapi karena perbuatan itu sudah cukup membuat gadis ini panas dingin dan untung saputangannya yang melindungi muka tak memperlihatkan wajahnya yang merona merah maka Beng Tan tak tahu dan tak mengerti kenapa gadis ini marah-marah, melotot padanya tapi cepat terisak dan menunduk, menyesal, terhuyung menjauhi dirinya dan Beng Tan tertegun melihat wakil ketua Hek-yan-pang itu duduk bersila, coba mengobati dirinya sendiri dengan penyembuhan dari dalam. Dan karena saat itu yang lain-lain juga merintih dan minta tolong pemuda ini maka Beng Tan sadar dan cepat menolong anak-anak murid Hek-yan-pang itu, yang bangun dan merintih tak keruan namun Beng Tan sudah membagi-bagikan pil berwarna hijau muda untuk meringankan penderitaan wanita-wanita itu. Dan ketika sebagian besar tertolong dan kagum memandang Beng Tan, berterima kasih, maka terakhir barulah pemuda ini menolong Ci Fang, yang tidak tahu apa yang terjadi. "Kau siapa" Golok Maut?" "Bukan. Golok Maut sudah pergi, Ci-kongcu. Kau sekarang selamat tapi harus lebih berhati-hati lagi. Kita semua hampir saja dibunuh tokoh itu!" "Dan in-kong (tuan penolong) ini hebat sekali. Aih, tanpa dia kita semua tentu sudah binasa, siauw-ongya (pangeran muda). Kita tertolong berkat kehebatan inkong ini!" seorang murid Hekyan-pang berseru, tak sanggup menahan kekagumannya dan Ci Fang terbelalak. Tapi ketika dia mau bertanya namun Beng Tan tak mau ditanya tiba-tiba pemuda ini sudah berkelebat ke arah Swi Cu, yang masih belum berdiri. "Kalian semua tak usah membicarakan itu. Sebaiknya semua ke sini dan tolonglah ketua kalian ini!" Semua teringat. Tiba-tiba semua murid berlompatan mengelilingi Swi Cu, wakil ketua mereka ini tiba-tiba nampak pucat dan gemetaran aneh. Entah kenapa Swi Cu tiba-tiba diserang pergolakan hawa di dalam tubuhnya sendiri. Gadis itu kacau dan tak berhasil memusatkan konsentrasi, pengobatannya gagal dan sementara Beng Tan menolong anak-anak murid yang lain justeru gadis ini megap-megap. Swi Cu terkejut ketika sinkang di dalam tubuhnya tak mau dikendalikan, terbawa oleh pikirannya yang macam-macam dan akibatnya kalau anak-anak murid Hek-yan-pang sudah berhasil disembuhkan dan bangun berdiri adalah gadis ini malah batuk-batuk dan kebingungan. Dan ketika dia gelisah karena dadanya tiba-tiba sesak mendadak Swi Cu terguling dan tepat sekali saat itu Beng Tan datang. "Hei, dia terluka dalam!" Anak-anak murid terkejut. Apa yang dikhawatirkan Beng Tan ternyata betul terjadi, Swi Cu pucat mukanya dan gadis itu mengeluh. Dan karena tak ada yang sehebat Beng Tan dan semua mata tertuju padanya maka Beng Tan berlutut dan memeriksa denyut nadi. "Kau terluka, aliran sinkangmu kacau!" "Ooh..!" Swi Cu menggigil. "Jangan... jangan sentuh aku, sahabat. Biarkan aku ditolong anak-anak muridku...!" "Tapi mereka tak sanggup. Tak ada yang memiliki sinkang yang melebihi sinkangmu!" "Tak apa. Mereka dapat menggabung tenaganya bersama. Biarkan... biarkan aku...!" dan karena Swi Cu sudah menggapai dan memanggil Kim Nio dan Kiok Bhi, juga Jit-nio dan Liok-hoa yang ada di situ maka Beng Tan mundur dengan kening dikerutkan, melihat empat anak murid itu sudah berlutut dan menyalurkan sinkang di tubuh ketuanya. Memang mereka tahu apa yang mengganjal perasaan hu-pangcunya itu, bahwa hu-pangcu mereka kikuk dan jengah disentuh lelaki. Dan karena sudah menjadi pantangan bahwa Hek-yan-pang tak boleh bergaul apa-lagi bersentuhan dengan lelaki maka Kim Nio dan kawan-kawannya ini coba menolong wakil ketuanya dan sebentar saja keringat deras mengalir di wajah masing-masing, sudah mengerahkan semua kekuatan mereka namun hu-pangcu tak berkurang penderitaannya. Gabungan sinkang mereka masih kurang hebat dan Swi Cu bahkan mengeluh, membuat anak murid yang lain kecut dan menjadi tegang. Dan ketika Beng Tan juga mengerutkan kening karena tanda-tanda kesembuhan tak nampak juga tiba-tiba gadis itu menggeliat dan roboh pingsan. "Aduh!" Kim Nio dan tiga temannya terpental. Mereka tiba-tiba tertolak setelah gagal mengobati, keempatnya terjengkang dan kaget bukan main. Tenaga mereka bertemu semacam tenaga yang kacau di tubuh hu-pangcu itu, tak ayal kandas setengah jalan dan jadilah mereka terpukul oleh tenaganya sendiri. Dan ketika mereka bergulingan dan anak-anak murid yang lain terkejut dan membelalakkan matanya maka Kim Nio meloncat bangun dan menggigil berlutut di depan Beng Tan, merasa tak ada jalan lain. "In-kong, tolonglah kami. Hu-pangcu terancam bahaya maut. Dia bisa tewas!" "Tapi dia tak mau kutolong," Beng Tan pucat. "Bagaimana ini" Aku... aku dapat memaklumi perasaan kalian, niocu. Tapi aku juga tak enak melanggar pantangannya. Sebaiknya kalian berunding dulu dan tentukan bagaimana sikap kalian. Siapa yang harus bertanggung jawab kalau wakil ketua kalian ini marah!" "Kami yang bertanggung jawab!" tiba-tiba serentak murid-murid yang lain berseru menjatuhkan diri berlutut. "Kami dapat menerima hal ini, in-kong. Lagi pula tanpa dirimu tentu kami semua sudah binasa. Kau telah menghidupkan nyawa kami dari tangan Si Golok Maut. Kini janganlah tanggung-tanggung menyelamatkan hupangcu kami!" "Benar," Kim Nio girang menyambut cepat. "Lihat tanpa kusuruh semua temantemanku bersedia mempertanggungjawabkan kemarahan pangcu kami, in-kong. Cepat tolonglah atau kau bunuh kami sekalian agar mati bersama pangcu!" Beng Tan terharu. Dia tertegun melihat kesungguhan murid-murid Hek-yan-pang ini bicara, mereka semua bersatu dan meminta agar dia menolong gadis baju hitam itu, secepatnya. Karena gadis itu agaknya terluka semakin parah setelah tenaga bantuan Kim Nio dan lainlainnya itu tertolak. Dan karena mereka kini menangis dan beberapa di antaranya bahkan ada yang mencium kakinya agar dia menolong wakil ketua Hek-yan-pang itu tiba-tiba Beng Tan bergerak dan sudah menarik bangun wanita-wanita ini. "Jangan berlutut.... jangan membuat aku kikuk. Kalian berdirilah dan aku tentu menolong hu-pangcu kalian!" dan begitu mereka ditarik bangun dan berseru girang maka Beng Tan sudah menyambar tubuh gadis bersaputangan hitam ini, membawanya ke dalam dan Kim Nio berkelebat mengiring. Semua anak murid mengikuti pemuda itu dan Kim Nio membawa Beng Tan ke kamar yang besar, indah dan harum, tak tahu dan tak menduga bahwa kamar itu adalah milik Swi Cu sendiri, kamar pribadi yang tentu saja tak boleh dimasuki sembarangan apalagi oleh lelaki! Dan ketika Beng Tan meletakkan korbannya dan duduk bersila meletakkan tangan di pundak maka semua mata mengamati gerak-gerik pemuda itu ketika Beng Tan mulai menyalurkan sinkangnya, berkeringat dan Beng Tan memberikan empat pil hijau sekaligus ke mulut Swi Cu, didorong oleh air yang cepat membuat obat tertelan. Dan ketika pemuda itu menyalurkan hawa saktinya untuk menolong hu-pangcu dari perkumpulan Walet Hitam ini maka setengah jam kemudian wajah yang pucat itu mulai memerah, tak lama kemudian semakin merah lagi dan tepat satu jam kesehatan gadis itu pulih, terbukti karena sepasang mata itu bergerak terbuka dan Swi Cu meloncat bangun, dengan amat cepatnya. Tapi begitu gadis itu meloncat dan melihat Beng Tan bersila tiba-tiba dia membentak marah dan melengking tinggi, merasa bahwa sinkang pemuda itu memasuki tubuhnya, bergerak dan menyatu seperti mahluk halus yang membuat gadis itu meremang! "Keparat, kau kiranya kurang ajar... plak-plak-plak!" dan Beng Tan yang ditampar serta terpelanting bergulingan tiba-tiba membuat pemuda itu membuka matanya, sadar dan terpekik karena tadi Beng Tan setengah bersamadhi. Dia mencurahkan segenap perhatian dan tenaganya untuk menolong ketua Hek-yanpang ini. Maka begitu dia diserang dan tiga kali mendapat tamparan pulang balik tiba-tiba pemuda itu semakin terkejut ketika gadis baju hitam itu membentak lagi dan berkelebatan cepat menyerangnya. "Pemuda busuk, kiranya kau sama saja dengan laki-laki lain. Ah, kau telah menyentuh tubuhku. Kau kurang ajar. Kau harus kubunuh... des-des-dess!" dan Beng Tan yang terlempar serta tergulingguling ditendang dan dipukul tiba-tiba meloncat bangun berteriak menahan, tak tahunya malah dikejar dan jadilah pemuda ini berlompatan dan mengelak sana-sini. Sinkang pemuda itu telah beralih sebagian besar ke tubuh lawan, jadi dia sendiri kekurangan sementara lawan bagai harimau terluka yang mendapat tambahan darah segar, menyerang dan membuat Beng Tan kalang kabut karena terhuyung-huyung. Maklumlah, Beng Tan seharusnya memulihkan diri setelah pertandingannya yang hebat melawan Si Golok Maut, ditambah lagi dengan pengerahan sinkangnya ketika menolong hu-pangcu dari Hek-yan-pang itu. Maka begitu lawan mengejar dan menyerang bertubi-tubi, melengking panjang pendek maka Beng Tan terbanting ketika sebuah tendangan mengenai bahunya. "Dess!" Pemuda ini terlempar. Swi Cu berteriak mengejar lawan, beringas dan tiba-tiba mencabut pedang! Namun ketika gadis itu hendak membacok dan melampiaskan keniarahannya, dengan nafsu membunuh yang sangat tiba-tiba Kim Nio dan semua teman-temannya berlompatan, berseru, "Pangcu, tahan...!" dan ketika dua ratus anak murid Hek-yan-pang itu menjatuhkan diri berlutut di depan gadis ini, menghalang di antara Beng Tan dengan sang ketua maka Kim Nio pucat memberi tahu, "Pangcu, jangan bunuh pemuda ini. Dia tak bersalah. Kami... kami yang menyuruhnya agar dia menolongmu. Kalau kau ingin menghukum maka hukumlah kami, bukan dia!" "Benar!" Kiok Bhi, yang ada di samping wanita itu juga berseru menyambung. "Kami yang bertanggung jawab untuk semuanya ini, hu-pangcu. Kalau kau hendak menghukum maka kami semua menerima kenyataan. Kau hukumlah kami, bunuhlah kami!" dan ketika yang lain-lain juga berseru serupa dan Swi Cu tentu saja tertegun, kaget dan terkesima maka di Sana Beng Tan bangkit berdiri terhuyung-huyung mendekap dadanya, tertawa getir. "Hu-pangcu, peraturanmu keras sekali. Memang betul mereka itu yang menyuruhku, tapi kalau aku tak mau tentu semuanya itu juga tak akan terjadi. Mereka tak bersalah, yang bersalah adalah aku!" "Tidak!" Jit-nio berteriak, tiba-tiba memotong. "Kau kami paksa, in-kong. Kamilah yang bersalah karena kami yang memaksa. Sudahlah, kami sudah menyatakan bertanggung jawab dan kau diam saja!" dan ketika seruan wanita itu disambut yang lain-lain karena kenyataannya memang begitu maka Beng Tan terharu melihat pembelaan ini, kegagahan anak-anak murid itu di mana dengan gigih mereka saling sahut-menyahut. Rupanya gerak-gerik dan sikap pemuda ini telah menarik simpati semua murid-murid wanita Hek-yan-pang itu, tak ada yang tak melindungi dan Beng Tan tersenyum pahit, terharu dan mengangguk-angguk ketika suaranya sendiri lenyap ditelan suara Jit-nio dan kawan-kawannya itu. Dan ketika dia menyeringai pahit dan diam bersinar-sinar maka Jit-nio dan ratusan kawankawannya itu sudah menghadapi Swi Cu kembali, sang wakil ketua. "Hu-pangcu, kau telah mendengar keterangan kami. Nah, kau hukumlah kami kalau perbuatan kami dianggap berdosa!" Swi Cu tertegun. Gadis bersaputangan hitam ini seketika tak dapat menjawab, dia terpaku di tempatnya seperti orang tersihir, tak berkejap dan juga tak bersuara. Tapi ketika satu keluhan kecil terdengar dari mulutnya dan gadis itu menyimpan pedang, hal yang menggirangkan hati semua anak-anak murid Hek-yan-pang maka terdengar suaranya yang menggigil tapi juga marah, "Jit-nio, Kim Nio... kalian lancang! Kalian memalukan aku! Ah, apa yang harus kulakukan terhadap kalian" Mestikah kalian semua kubunuh" Keparat, kalian membuat aku malu, Jit-nio. Kalian Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lancang dan tidak tahu diri!" "Maaf, itu semua demi keselamatanmu, pangcu. K&mi memang menyadari resikonya. Kalau kami memang bersalah kau bunuhlah kami!" "Dan juga kami...!" "Kami...!" Dan ketika semua yang lain saling bersahut-sahutan di mana Swi Cu mendongkol tapi juga marah tiba-tiba gadis ini membanting pedangnya dan berkelebat pergi, terisak. "Kim Nio, kalian terkutuk. Kalian tak dapat kubunuh. Ah, biarlah aku pergi dan kalian yang menjaga perkumpulan!" "Eh!" semua murid terkejut. "Jangan, hu-pangcu. Jangan! Kami tak mau dan kalau begitu akan keluar pula!" dan ketika Jit-nio dan kawan-kawannya meloncat dan mengejar gadis ini maka Beng Tan tiba-tiba terguling dan roboh di sana. "Heii..!" beberapa anak murid yang melihat kaget. "Inkong pingsan, pangcu. Tolong!" Swi Cu tertegun. Melihat dan mendengar teriakan itu mendadak dia berhenti, Jit-nio dan lain-lainnya menoleh dan tampaklah oleh mereka tubuh Beng Tan yang terguling itu. Dan ketika semua tertegun dan gadis baju hitam ini terkejut maka Kim Nio berseru pada gadis itu agar memeriksanya. "Barangkali dia terluka, pangcu telah menyerangnya!" Swi Cu berdetak. Memang kemungkinan itu ada, dia tadi telah menyerang dan menghajar pemuda ini habis-habisan, Beng Tan tak melawan dan dia menyesal juga. Maka begitu berkelebat dan lupa akan maksudnya meninggalkan telaga, terganti oleh kekhawatirannya melihat keadaan pemuda ini Swi Cu sudah melihat dan memeriksa Beng Tan, terkejut karena napas pemuda itu lemah, denyut nadinya seakan tak terasa dan paniklah Swi Cu oleh keadaan ini. Dan ketika murid-murid yang lain juga terkejut dan cemas oleh pingsannya Beng Tan gadis baju hitam itu segera menyambar Beng Tan ke kamar kosong. "Siapkan air hangat, juga arak obat!" Semua berserabutan. Masing-masing melaksanakan perintah dengan gugup, semua anak murid Hek-yan-pang khawatir dan cemas. Dan ketika Swi Cu meletakkan tangannya di punggung pemuda itu, ganti memberikan sinkangnya maka gadis ini sudah lupa akan kemarahannya dan tidak malu-malu lagi, memberikan pertolongan dengan cepat dan sama sekali tak tahu bahwa Beng Tan sebenarnya pura-pura pingsan belaka. Dalam saat-saat yang kritis itu coba menarik perhatian gadis baju hitam ini agar tidak meninggalkan perkumpulannya, karena marah-marah dan malu oleh perbuatan Kim Nio dan kawan-kawannya tadi. Dan karena akal satu-satunya menarik perhatian gadis itu dengan cara begini, pura-pura mengeluh dan roboh pingsan, dikira terluka maka Beng Tan tak dapat menahan senyumnya ketika getaran tenaga yang hangat memasuki tubuhnya, menembus semua jalan darahnya dan Beng Tan geli. Dengan kepandaiannya yang tinggi pemuda ini mampu membuat diri seolah pingsan, memperlemah denyut nadi dan membuat muka menjadi pucat, yakni dengan cara menahan sinkangnya di kepala. Maka ketika semua akalnya itu berhasil dan kini gadis baju hitam itu menolongnya, menyalurkan sinkang yang memasuki urat-urat darahnya ganti Beng Tan merasa "merinding" dan panas dingin, mau menolak tapi tak sanggup. Ah, getaran sinkang yang disalurkan gadis itu ke tubuhnya demikian hangat dan lembut, menyusup dan memasuki seluruh tubuhnya sampai ke bagian syaraf-syaraf yang paling kecil, membuat Beng Tan berdebar dan menggigil, gerakan yang tentu saja membuat detak jantungnya hidup, berdenyut dan mulailah Swi Cu berseri-seri melihat kenyataan itu, mengira pertolongannya berhasil dan dia semakin bersemangat memberikan sinkangnya, hal yang justeru membuat Beng Tan jadi gemetaran sekaligus geli! Maklumlah, debaran jantungnya dianggap sebagai petunjuk keberhasilan gadis itu menolongnya. Dan ketika dua jam gadis ini menyalurkan sinkangnya dan wajah Beng Tan dilihatnya kemerah-merahan, tak tahu bahwa pemuda itu sedang menahan gejolak hatinya yang tak keruan maka muncullah silih berganti anak-anak murid Hek-yan-pang yang membawa air hangat atau ini-itu sesuai perintah gadis ini. "Selesai. Besok siapkan bubur ayam!" "Dia sudah sadar?" seorang anak murid bertanya. "Apakah sudah sembuh, pangcu?" "Hm, kukira sudah. Denyut jantungnya sudah berjalan cepat tapi aneh bahwa pemuda ini belum sadar!" "Apakah kami boleh menjaganya, pangcu?" "Tidak, biar aku di sini dan kalian di luar saja. Siapa tahu tengah malam nanti dia perlu pertolonganku lagi!" dan ketika murid itu mengangguk dan melangkah keluar, meninggalkan pangcunya maka Beng Tan mendengar gadis itu menarik napas panjang dan duduk di kursi sebelah, bergumam dan Beng Tan membuka sedikit matanya untuk melihat betapa saputangan hitam yang dipakai menutupi muka itu penuh keringat, basah karena gadis ini lelah menyalurkan sinkangnya. Dan ketika gadis itu berkali-kali menarik napas dan memandang Beng Tan, yang harus cepat menutup matanya lagi maka saputangan itu dibuka dan Swi Cu mengusap wajahnya, telah meyakinkan diri bahwa pemuda ini masih "tidur". Dan karena pemuda itu tampaknya memang masih pingsan dan mungkin baru besok pagi atau siang siuman dari keadaannya ini maka Swi Cu lupa mengenakan saputangannya itu lagi, bersandar dan gadis ini letih melepas lelahnya. Dia sudah dua jam membuang sinkangnya, tentu saja perlu beristirahat. Dan ketika rasa lelah dan mengantuk datang mengganggu, sementara dia yakin bahwa Beng Tan masih pingsan maka tertidur dan terbanglah gadis itu dalam mimpinya yang indah, tak tahu betapa Beng Tan terbengong-bengong dan duduk mengamati wajah jelita yang bukan main cantiknya. Wajah yang tidak ditutupi saputangan lagi. Wajah yang kemerah-merahan seperti dewi. Dan karena wajah itu jelas terpampang dan Beng Tan kagum maka pemuda ini terlongong-longong dan menjublak sambil mendecak berkali-kali. Takjub! ooooo0d0w0ooooo "Hei, apa ini" Siapa kau" Eih, kau kiranya" Keparat, kau tak tahu malu... desdes-plak!" dan suara gaduh serta bentakan-bentakan di dalam kamar yang tiba-tiba disusul oleh teriakan dan rasa kaget mendadak sudah diiringi oleh lengking dan jeritan marah, mengejutkan yang lain-lain karena pagi itu gadis baju hitam ini tersentak oleh panggilan Beng Tan, yang berbisik dan mengguncang lengannya berkali-kali. Dan ketika Swi Cu terbangun dan alangkah kagetnya gadis ini melihat Beng Tan mencium pipinya, hal yang tak disangka maka gadis itu memekik dan langsung meloncat bangun, menerjang dan berteriak-teriak memaki pemuda ini! "jahanam keparat! Kau lancang. Kau tak tahu malu. Kau... ah!" dan Swi Cu yang kalap berteriak-teriak tiba-tiba sudah membuat Beng Tan menyadari kesalahannya, mengeluh dan berloncatan ke kiri kanan tapi gadis itu terbang menyambar-nyambar. Bagai walet atau srikatan saja wakil ketua Hek-yan-pang ini menyerang Beng Tan, menggigil dan berkali-kali menerjang pemuda itu tetapi luput, hal yang membuat kemarahannya semakin memuncak. Dan ketika Beng Tan berseru ber kali-kali agar gadis itu menunda serangannya, seruan yang tentu saja tak digubris maka semua anak-anak murid Hekyan-pang berkelebatan datang untuk akhirnya tertegun melihat pertandingan itu, wajah sang wakil ketua yang sudah tidak tertutup saputangan lagi! "Ah, hu-pangcu marah. Minggir!" "Dan pemuda ini rupanya telah membuka kedok hupangcu. Arh, awas, kawan-kawan. Menjauh... blar-blarblar!" dan tiga pukulan hu-pangcu yang meledak di sisi kepala Beng Tan tiba-tiba membuat anak-anak murid yang lain terpelanting ke kiri kanan, berteriak menyuruh yang lain minggir dan ributlah suasana di pagi itu. Mereka terkejut melihat kemarahan pangcunya ini, terjangan dan seranganserangannya yang sengit terhadap Beng Tan, pemuda yang semalam "pingsan" dan pagi ini tiba-tiba kelihatan sehat, segar dan bugar! Namun ketika hu-pangcu mereka melancarkan pukulan-pukulannya dan mereka terkejut melihat sikap beringas hu-pangcu mereka yang wajahnya membara maka murid-murid Hek-yan-pang ini bingung dan tak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi, menonton saja pertandingan itu dan Beng Tan akhirnya berkelebatan mengelak sana-sini. Pemuda ini mengeluh karena ciumannya tadi merupakan kesalahan yang besar. Semalam dia terguncang hebat oleh wajah yang luar biasa itu, wajah cantik yang demikian jelita dan anggun. Dan setelah berkali-kali kekagumannya tak dapat ditahan lagi dan wajah yang cantik itu diciumnya, lembut dan sepenuh perasaan tiba-tiba gadis itu meloncat bangun dan kaget, marah kepadanya dan Beng Tan menyesal. Pemuda ini tiba-tiba merasa jatuh cinta setelah semalaman mengamati wajah itu, wajah yang tak bakal dapat dilupakannya seumur hidup. Wajah yang telah membetot sukmanya lahir batin. Maka begitu gadis itu marah kepadanya dan Beng Tan menyesal tiba-tiba pemuda ini terkejut melihat lawan mencabut pedangnya. "Manusia keparat, aku akan membunuhmu!" "Ah, tidak... jangan!" Beng Tan berseru terkejut. "Tahan, nona. Jangan naik pitam. Aku mengaku bersalah... wut-sing!" namun pedang yang terus menyambar dan tidak menghiraukan omongannya tiba-tiba membalik dan menusuk lagi, empat kali melakukan serangan-serangan ganas dan pemuda ini mengelak. Yang terakhir sedikit terlambat hingga baju pundaknya robek, memberebet. Dan ketika Beng Tan mengeluh karena gadis itu tak mau mendengar omongannya tiba-tiba sebuah bacokan pedang terpaksa ditangkis dan terpental. "Plak!" Swi Cu menjerit. Gadis ini terhuyung dan marah memaki lawan. Namun sebelum dia menggerakkan pedangnya lagi tiba-tiba Beng Tan memutar tubuhnya dan berkelebat pergi. "Maaf, aku menyesal, nona. Biarlah aku pergi dan redakan kemarahanmu itu... wut-wut!" Beng Tan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, berjungkir balik dan melayang di atas kepala anak-anak murid Hek-yan-pang dan Swi Cu tentu saja melengking. Gadis itu membentak menyuruh anak buahnya menghadang, jarumjarum hitam tiba-tiba berluncuran dari tangan ketua Hek-yan-pang ini. Namun ketika Beng Tan mengibaskan tangannya ke belakang dan melejit serta mendorong anak-anak murid Hek-yan-pang maka pemuda itu telah lolos dan kabur menuju telaga. "Cegat dia, kejar!" Kim Nio dan lain-lain terkejut. Mereka bingung dan tak tahu apa yang terjadi, ragu mengejar namun sebuah tempelengan tiba-tiba berturut-turut mengenai pipinya dan pipi yang lain-lain lagi. Dan ketika Swi Cu membentak agar mereka tak usah ragu atau meleng maka apa boleh buat wanita ini berkelebat dan mengejar, mengeluh. "In-kong, tunggu. Jangan lari...!" Namun Beng Tan melambaikan lengan. Pemuda ini berkata bahwa biarlah lain kali saja mereka bertemu lagi, keadaan dirasa memanas. Dan ketika pemuda itu berkelebat dan sudah tiba di tepi telaga, menyambar dan mendorong sebuah perahu maka pemuda ini meluncur dan sudah jauh di tengah-tengah sana. "Keparat, kalian bodoh-bodoh semua. Minggir, berikan perahu yang terbaik dan kejar pemuda itu!" Swi Cu memaki, menyambar sebuah perahu dan cepat serta tak mau kalah dia sudah sendirian mengejar pemuda itu. Yang lain-lain tertegun di belakang namun akhirnya mencari perahu yang lain juga, mengejar. Dan ketika gadis baju hitam itu sudah meluncur ke tengah dan berteriak memaki-maki Beng Tan maka pemuda itu sendiri sudah tiba di seberang dan meloncat ke tepian. "Nona, maaf. Kau sebaiknya kembali dan jangan kejar aku!" "Tak bisa! Kau telah berkurang ajar, manusia keparat. Aku harus membunuhmu atau kau membunuhku!" Beng Tan menghela napas. Sekarang dia melihat gadis itu sudah hampir di tepian pula, melepas jarum-jarum hitamnya namun Beng Tan mengelak. Dan ketika jarumjarum itu runtuh dan Beng Tan membalik maka pemuda ini meloncat dan terbang meninggalkan lawan. "In-kong, jangan tinggalkan hu-pangcu. Kalau kau telah membuka kedoknya maka kau harus mengawininya...!" Beng Tan terkejut. Seruan Kim Nio dari jauh membuat dia tertegun, berhenti sejenak dan menoleh. Tapi begitu melihat Swi Cu telah mendarat dan berjungkir balik mendahului perahunya, yang masih beberapa tombak dari tepian tiba-tiba pemuda ini mengeluh dan melanjutkan larinya lagi, memasuki hutan. "Benar," seruan di belakang menyambut lagi, kini suara Kiok Bhi. "Hek-yan-pang memiliki peraturan begitu, inkong. Siapa yang membuka kedok kami maka dia harus bertanggung jawab mengawini yang bersangkutan. Jangan lari!" Beng Tan tergetar. Kali ini dia mendengar isak tangis di belakang, baru tahu bahwa kemarahan si jelita itu kiranya oleh sebab yang lain. Dia dianggap tak bertanggung jawab dan menghina. Dan karena sesungguhnya dia tidak membuka kedok itu melainkan dibuka oleh pemiliknya sendiri dan dia hanya melakukan ciuman maka Beng Tan akhirnya memperlambat larinya dan sengaja disusul, akhirnya berhenti sama sekali ketika gadis itu berjungkir balik melewati atas kepalanya, membentak dan sudah menghadang di depan, marah bukan main. Dan ketika Beng Tan melihat betapa air mata yang. bercucuran itu tiada henti-hentinya mengalir namun pedang sudah berkelebat dan menusuk tenggorokannya tiba-tiba Beng Tan menggigil dan menangkap ujung pedang. "Nona, tahan. Benarkah... benarkah semua kata-kata tadi" Hek-yan-pang memiliki peraturan aneh yang mengharuskan setiap laki-laki mempertanggungjawabkan perbuatannya?" "Tak usah banyak cakap. Kau kubunuh atau aku kaubunuh, pemuda iblis. Mampuslah dan lihat pedangku.... sing-crep!" Swi Cu terkejut, melihat pedangnya tertangkap dan Beng Tan menggigil menahan pedangnya itu. Dan ketika dia menarik namun gagal tiba-tiba gadis ini melakukan tendangan dari bawah dan Beng Tan terpelanting ketika perutnya kena. "Dess!" Pemuda itu bergulingan. Swi Cu sudah berkelebat dan mengejar lagi, menikam dan menusuk tapi Beng Tan mengelak tujuh kali. Dan ketika semua serangan itu luput Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dan pemuda itu melompat bangun maka Beng Tan berseru pucat menggoyang goyang lengannya. "Nona, tahan. Aku... aku Beng Tan siap mempertanggungjawabkan perbuatanku!" "Mempertanggung-jawabkan bagaimana" Pertanggungjawabanmu hanya mampus, orang she Beng. Aku tak akan mengampuni mu lagi karena terlambat!" "Ah, aku bukan she Beng, aku she Ju. Kau... kau tahanlah serangan-seranganmu ini dan dengarkan aku... plak-plak!" Beng Tan menangkis, membuat pedang terpental tapi lawan malah menjadi kalap. Swi Cu memekik dan menggerakkan pedangnya lagi. Dan ketika enam tusukan kembali menyambar namun untuk yang terakhir Beng Tan terpeleset ketika mengelak maka baju pemuda ini berlubang ketika disambar pedang. "Cres!" Beng Tan pucat. Sedikit kulitnya robek terluka namun dia sudah mengerahkan sinkang. Dan ketika dia bergulingan dan meloncat bangun di sana maka Beng Tan berkata bahwa dia siap mati kalau gadis itu benar-benar ingin membunuhnya. "Aku memang akan membunuhmu, dan kau pasti kubunuh!" "Baiklah, tapi dengar dulu kata-kata-ku, nona. Aku... aku mencintaimu. Semalam aku tak dapat menahan gejolak hatiku lagi setelah melihat wajahmu itu. Maaf, kau boleh membunuhku sekarang apa bila kau menghendakinya... bless!" pedang menancap, persis di dada kanan Beng Tan dan Swi Cu terpekik. Gadis ini melepaskan pedangnya dan mundur terbelalak, melihat Beng Tan mundurmundur dan akhirnya roboh. Dan ketika pemuda itu berseru menanyakan namanya, sebelum terguling maka Swi Cu menggigil dan tertegun di tempat. "Aku... aku ingin mengetahui namamu. Untuk bekal di akherat...!" Swi Cu terbelalak. Gadis ini melihat lawan yang roboh terguling, terkejut dan terisak. Tapi ketika dia sadar dan berkelebat menghampiri maka gadis ini tiba-tiba mengguguk berlutut mengguncang tubuh Beng Tan. "Aku... aku Swi Cu. Ah, kau orang aneh, Beng Tan. Kalau aku membunuhmu lalu bagaimana aku dapat membalas budimu itu" Kau telah menyelamatkan aku dan murid-murid Hek-yan-pang dari tangan Golok Maut. Hiduplah, maafkan aku dan jangan ke akherat!" "Hm!" sebuah suara tiba-tiba terdengar dari atas. "Bagaimana kalau aku hidup lagi" Bukankah kau akan membunuhku pula?" "Tidak... tidak!" gadis ini menangis. "Kau telah berkata bahwa kau akan mempertanggungjawabkan perbuatanmu, Beng Tan. Asal kau menepati janji dan tidak mempermainkan aku maka aku tak akan membunuhmu!" "Tapi menyerangku, sama saja!" "Tidak.. tidak! Aku juga tak akan menyerangmu, Beng Tan. Aku menerima cintamu. Eh...!" gadis ini tiba-tiba tertegun, mendongak ke atas. "Rohmukah yang bicara ini" Kau di mana?" Tubuh itu tiba-tiba bergerak. Swi Cu kaget sekali ketika Beng Tan tiba-tiba "hidup" lagi, bangkit dan tertawa memeluknya. Dan ketika pemuda itu memperlihatkan ketiaknya yang berlubang ditembus pedang, bukan dadanya tiba-tiba Swi Cu mencelat dan berjengit pucat, tersentak. "Aih, maaf, Swi Cu. Aku hanya pura-pura saja karena sesungguhnya pedangmu tadi kukempit. Lihat, aku tak apa-apa dan kau harus menepati janji!" dan ketika Beng Tan melompat dan menyambar lengan gadis ini, yang tentu saja mendelong dan membuka matanya lebar-lebar tiba-tiba Beng Tan sudah berbisik menyatakan cintanya. "Aku mencintaimu... ah, aku jatuh cinta kepadamu. Maaf, aku ingin mengetahui isi hatimu, Swi Cu. Aku sengaja mencoba dan pura-pura mati!" Swi Cu tertegun, tiba-tiba meronta. "Kau.... kau mempermainkan aku?" "Ah, tidak!" Beng Tan cepat berseru, mencekal lagi lengan gadis ini. "Aku tak mempermainkanmu, Swi Cu. Aku betul-betul mencintaimu dan tak sanggup berpisah denganmu. Aku tak mau mati kalau kau menerima cintaku. Aku ingin selalu berdua bersamamu!" "Tapi... tapi..." "Baiklah," Beng Tan tiba-tiba membuka bajunya, memberikan dadanya yang telanjang. "Kau tusuk aku kalau bohong, Swi Cu. Kali ini aku tak akan mempermainkanmu dan benar-benar menyerahkan jiwa raga!" Swi Cu terhuyung, tiba-tiba mencabut pedang, pucat dan merah berganti-ganti. "Beng Tan, kau... kau... ah!" dan gadis ini yang menangis dan terisak melempar pedangnya tiba-tiba memutar tubuh dan berkelebat pergi, tersedu di sana dan merasa malu serta jengah digoda pemuda ini. Beng Tan telah mempermainkannya habis-habisan tapi bukan untuk maksud menghina atau merendahkannya melainkan semata oleh watak yang aneh dari pemuda itu. Dan karena dia sudah berjanji tak akan menyerang apalagi membunuh pemuda itu kalau Beng Tan "hidup" maka otomatis gadis ini tak dapat berbuat apa-apa ketika Beng Tan menyerahkan dirinya, siap ditusuk atau dibunuh tapi Swi Cu menangis pergi. Gadis ini merasa malu tapi juga marah serta bermacam perasaan lain yang mengaduk-aduk hatinya. Ada marah tapi juga gemas bahwa dia sampai tak tahu akal muslihat Beng Tan, tak melihat betapa dada pemuda itu sama sekali tak berdarah ketika ditikam pedang, karena ternyata dikempit dan diterima bawah ketiak. Jadi dari jauh seolah kena tapi sesungguhnya tidak. Dan karena dia membuktikan lagi betapa lihai dan hebatnya pemuda itu, pemuda yang telah menyatakan cintanya dan tentu saja tak mungkin ditolak, karena sesungguhnya diam-diam dia juga tergetar dan tertarik oleh pemuda ini maka yang dilakukan Swi Cu adalah menangis dan membantingbanting kakinya sepanjang jalan, terus lari dan tidak menghiraukan pemuda itu namun Beng Tan tiba-tiba berkelebat dan melayang di atas kepalanya. Dan ketika pemuda itu berjungkir balik dan berdiri di depannya, otomatis menghadang maka Swi Cu berhenti dan melihat pemuda itu mengembangkan kedua lengannya, menggigil. "Cu-moi, apakah aku salah" Kau marah" Maaf, aku tak bermaksud menyakiti hatimu, moi-moi. Aku siap menerima hukuman kalau aku dianggap keterlaluan!" pemuda itu menjatuhkan diri berlutut, merangkul dan memeluk kedua kakl gadis ini dan otomatis Swi Cu tertahan, tersedu-sedu. Namun ketika Beng Tan bangkit berdiri dan memeluknya, tak ditolak maka pemuda itu tampak girang dengan hati sedikit berdegup. "Cu-moi, kau sendiri janji bahwa akan menerima cintaku. Nah, buktikan kata-katamu dan bunuhlah aku kalau lancang!" dan, sementara gadis itu tidak mengerti apa yang dimaksud dan membelalakkan matanya tiba-tiba Beng Tan menunduk dan mencium bibirnya. "Ooh..!" gadis ini tersentak, menggelinjang dan meronta. "Kau... Kau kurang ajar, Beng Tan. Kau tak tahu malu... plak-plak!" dan Beng Tan yang ditampar dua kali dan terpelanting kaget tiba-tiba melihat gadis itu meloncat pergi, terbang dan menangis lagi namun Beng Tan penasaran. Dia melihat Swi Cu tidak marah meskipun menampar dan memaki-makinya. Maka begitu meloncat bangun dan berteriak mengejar tiba-tiba pemuda ini sudah menangkap dan menyambar lengan orang, minta agar Swi Cu berhenti dan membunuhnya kalau tidak suka, disodok dan gadis itu lari lagi namun Beng Tan mengejar dan menangkap lagi. Dan ketika hal itu terjadi berulang-ulang dan gadis ini akhirnya mengguguk dan memukul-mukul dada Beng Tan akhirnya pemuda itu tersenyum dan lega ketika si gadis tak melepaskan dirinya lagi, menyerah. "Beng Tan, kau... kau pemuda paling nekat. Kau tak tahu malu. Kau kurang ajar dan tidak tahu aturan. Ah, biarlah kau bunuh aku dan kubuang rasa maluku ini!" "Hush!" si pemuda membelai kekasihnya. "Siapa mau membunuhmu, Cu-moi" Aku mencintaimu, dan aku girang bahwa kau menerima cintaku. Eh, bukankah kau tak menarik janjimu sendiri" Bukankah aku boleh membelai dan mencium bibir-mu" Sst, jangan menangis, moi-moi. Aku tak akan mempermainkanmu tapi terimalah cintaku ini!" dan ketika Beng Tan menunduk dan mencium gadis itu lagi, sepenuh perasaan dan lembut serta mesra tiba-tiba Swi Cu terguling dan malah roboh. Panas dingin oleh ciuman pemuda itu dan Swi Cu mengeluh. Gadis ini belum pernah disentuh apalagi dicium pria, Beng Tan telah melakukannya dan tentu saja tiba-tiba dia lunglai. Perasaan yang membubung membuat gadis itu naik tinggi, seakan ke sorga. Dan ketika Beng Tan terkejut namun gembira bahwa kekasihnya tak apa-apa, tak marah atau pun gusar maka pemuda ini sudah menyambar lagi dan memberikan ciuman lembut berulang-ulang, mengusap dan membelai kekasihnya dan mengeluhlah Swi Cu oleh belaian nikmat ini. Manusia mudah ternina bobok oleh kenikmatan yang menghuni jiwa. Maka begitu Beng Tan memberikannya dan lembut serta mesra pemuda itu memeluk kekasihnya maka Beng Tan berhasil menundukkan wakil ketua Hek-yan-pang ini setelah melalui perjuangan yang susah payah, seperti seorang pemburu yang menjinakkan kuda liar! Swi Cu tak menangis lagi. Gadis itu hanya terisak kecil dan mengeluh atau mengerang ketika Beng Tan menciumnya. Maklumlah, setiap ciuman pemuda itu seolah listrik yang menyengat tubuhnya. Swi Cu menggigil dan meremang panas dingin. Tapi ketika lama-lama dia mulai biasa dan balas menyambut, hal yang membuat Beng Tan girang bukan main maka hari itu mereka resmi merupakan calon suami isteri yang siap menikah! "Aku ingin segera melamarmu, menjadi suamimu. Bagaimana pendapatmu, Cu-moi?" "Aku siap, Tan-ko. Tapi aku harus menunggu suci (kakak seperguruan perempuan)!" "Hm, di mana sucimu?" "Entahlah, suci Wi Hong mencari Golok Maut. Maka aneh sekali kalau tiba-tiba Golok Maut itu datang dan mencari-cari suciku di markas Hek-yan-pang!" "Dan Golok Maut marah besar! Eh, apa yang kira-kira terjadi, Cu-moi" Dapatkah kau meraba-rabanya?" "Aku tak tahu, Golok Maut tak menjelaskannya. Tapi kalau aku bertemu suciku itu tentu semuanya dapat kuketahui!" "Dan kau tak mau menikah kalau belum menemui sucimu itu. Apakah bermaksud minta restu?" "Sebagian memang begitu," wajah gadis ini memerah. "Tapi sebagian juga tidak, Tan-ko. Aku agak tak enak kalau suci belum menikah padahal aku sudah mendahului!" "Oh, begitukah?" "Ya. Kau tak senang?" "Hm!" Beng Tan menyambar pinggang ramping ini. "Demi kau aku dapat mengalahkan segala-galanya, Cu-moi. Kalau kau mempunyai pikiran begitu tentu saja kuhargai. Aku siap menunggu!" "Dan kau tak marah?" "Eh, kenapa harus marah" Ha-ha, marah kepadamu salah-salah kau tinggal pergi, moi-moi. Dan aku tak mau itu! Ah, tidak. Aku tak marah!" dan ketika gadis itu tersenyum dan Beng Tan mencium maka Swi Cu mendorong dan berkata, "Sst, sudah. Jangan terus-menerus. Kita harus kembali dan pulang!" "Pulang?" "Ya, memangnya kita tidak kembali ke markas" Anak-anak murid tentu menunggu, Tan-ko. Dan aku harus kembali!" "Tapi aku harus membayangi Golok Maut," Beng Tan tiba-tiba khawatir. "Dapatkah kau meninggalkan perkumpulanmu, moi-moi" Kita berdua pergi dan bersama-sama!" Swi Cu mengerutkan kening. "Markas menjadi kosong," katanya tak enak. "Bagaimana ini, Tan-ko?" "Ah, Kim Nio dan lain-lain itu dapat menjaga perkumpulan, Cu-moi. Mereka cukup lihai dan hebat. Apalagi kalau semua maju berbareng!" "Tapi nyatanya tak dapat menahan Golok Maut, juga dirimu!" "Ah, itu lain, moi-moi. Orang seperti Golok Maut atau aku memang masih bukan tandingan mereka. Tapi betapapun mereka cukup tangguh kalau menghadapi orang-orang lainnya, jago-jago kelas satu!" "Hm, sebaiknya kupikirkan dulu. Baiklah, nanti saja kita ulang dan mari pulang sebelum mereka menunggu terlalu lama!" "Dan kau dapat beralasan mencari sucimu!" Beng Tan tiba-tiba berkata, seolah mendapat jalan keluar. "Dengan mencari sucimu maka kepergianmu semakin kuat, moi-moi. Golok Maut hendak membunuh sucimu dan kita berdua hendak mencari sucimu itu!" "Baiklah, mari, Tan-ko. Aku pikir boleh juga begitu dan kita kembali!" dan ketika gadis itu mengangguk dan rupanya mendapat alasan yang tepat maka anakanak murid Hek-yan-pang girang bukan main melihat wakil ketuanya ini kembali dengan selamat, bahkan bersama Beng Tan dan keduanya yang sudah saling bergandengan tangan itu segera memberi tahu anak-anak murid yang hadir bahwa dua orang itu sudah "damai". Beng Tan tersenyum-senyum sementara Swi Cu agak merah mukanya ketika melepaskan diri, malu tapi semua murid sudah menjatuhkan diri berlutut menyambut hu-pangcunya ini, yang juga boleh disebut Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ketua karena saat itu memang yang menjadi pemimpin adalah gadis baju hitam ini. Dan ketika Swi Cu berkata bahwa dia harus meninggalkan perkumpulan karena ancaman Golok Maut dirasa membahayakan jiwa ketua, Wi Hong, maka gadis ini menutup dengan gerakan lengan. "Aku hendak mewakilkan pekerjaan kepada dua di antara kalian, yakni Kiok Bhi dan Kim Nio. Selama aku tak ada di sini maka mereka itulah yang memimpin Hek-yan-pang. Kalian jaga baik-baik dan hati-hati!" "Dan in-kong ini..." seseorang tampil bicara. "Apakah akan bersamamu, pangcu" Ia mempertanggungjawabkan perbuatannya?" "Ya," Beng Tan menjawab, mendahului sambil tertawa. "Aku datang karena aku jatuh cinta pada hu-pangcumu, Liok-hoa. Aku mempertanggungjawabkan perbuatanku dan sesungguhnya aku tak dapat sendiri tanpa Swi Cu di sampingku!" "Hm!" Swi Cu semburat. "Beng Tan-ko telah menyelamatkan kita semua, Liok-hoa. Dan dia akan menolongku pula mencari suci Wi Hong. Apa yang menjadi peraturan partai dipenuhi pemuda ini. Beng Tan-ko akan menjadi calon suamiku!" "Dan hu-pangcu akan menikah!" "Itu nanti dulu, aku harus minta restu suci Wi Hong dan menyelamatkannya dari ancaman Golok Maut. Kalau tidak maka calon suamiku ini berjanji untuk setia menunggu!" "Benar," Beng Tan kembali bicara. "Kami tak dapat bersenang-senang kalau ketua kalian belum ditemukan, Liok-hoa. Aku memenuhi permintaan hu-pangcumu bahwa kami baru menikah setelah sucinya didapat, dalam keadaan selamat!" "Ah, terima kasih. Kalau begitu kami menghaturkan selamat ata? perjodohan ji-wi (anda berdua)!" dan ketika yang lain mengangguk dan Liok-hoa sudah membenturkan dahinya berseri-seri maka yang lain mengikuti dan semua mengharap kebahagiaan direngkuh pasangan muda ini, disambut Beng Tan yang tersenyum-senyum melirik kekasihnya tapi Swi Gu melengos. Kalau saja tak ada banyak orang di situ mungkin gadis ini akan mencubit Beng Tan. Pemuda itu tertawa menggodanya. Tapi ketika mereka akan pergi dan siap berangkat tiba-tiba seorang murid memberi tahu bahwa Ci Fang, pemuda yang dititipkan di situ hilang. "Pemuda itu tak ada?" "Benar, lenyap, pangcu. Dan kami kehilangan sebuah perahu! Apakah kami harus mencarinya?" Swi Cu mengerutkan kening, ganti memandang Beng Tan. "Bagaimana pendapatmu?" "Lho, kenapa bertanya ke sini" Dia tawananmu, Cu-moi, titipan sucimu. Kalau mau dicari tentu saja dapat, terserah kau!" "Tapi aku tak senang padanya, pemuda itu ceriwis!" "Kalau begitu tak usah dicari, biarkan saja." "Tapi aku khawatir ditegur dan dimarahi suciku! Keparat, kenapa pemuda itu macam-macam" Memangnya dia mengira bisa hidup enak di luar?" "Sudahlah, mungkin Ci-kongcu itu merasa tak aman lagi di sini, Cu-moi. Dia ketakutan setelah Golok Maut datang. Kupikir biarkan saja dan kita cari sambil lalu. Kalau di tengah jalan ketemu berarti untung, tapi kalau tidak maka mencari sucimu adalah lebih penting. Kita harus menyelamatkannya dari buruan Golok Maut!" "Baiklah, aku menurut, Tan-ko. Aku menyerahkannya padamu dan memang agaknya hanya kau yang dapat menghadapi laki-laki yang ganas itu. Golok Maut sungguh keji. Kalau ada apa-apa dengan suciku tentu aku tak mau diam!" "Hm, tak perlu meradang dulu. Marilah kita pergi dan segera berangkat!" dan begitu menyendal dan mengangkat lengan kekasihnya tiba-tiba Beng Tan berkelebat dan meninggalkan pulau. Dan begitu Swi Cu mengerahkan ginkangnya dan mengikuti kekasihnya maka anak-anak murid Hek-yan-pang bersinar-sinar gembira karena mereka bakal mendapatkan seorang pelindung yang gagah dan lihai, setanding Golok Maut! ooooo0d0w0ooooo Di sebuah tempat yang sunyi. Seorang pemuda berjalan terhuyung-huyung sambil memeras bajunya yang kuyup. Berkali-kali pemuda ini mengeluh dan mengumpat-umpat nama seseorang, mengepal-ngepalkan tinju dan tiga kali dia tersandung jatuh, bangun dan melanjutkan lagi perjalanannya meninggalkan pulau kecil di sebuah telaga. Dan ketika dia cukup jauh dan terseok serta melangkah dengan berat akhirnya pada hari ketiga pemuda ini tiba di sebuah hutan kecil, roboh dan tertelungkup di situ. Mulutnya yang menyebut-nyebut nama seseorang dan memaki-maki tapi merintih akhirnya didengar tiga sosok bayangan yang berkelebat melihat pemuda itu, yang terguling dan rupanya kelelahan. Dan ketika tiga bayangan itu berkelebat mendekati dan mereka mendengar keluhan atau rintihan pemuda ini maka ketiganya tertegun mendengar nada-nada geram. "Golok Maut, kau jahanam keparat. Awas kau, aku akan membunuhmu kalau aku bisa!" lalu, mendesis mengurut-urut tangannya yang sakit, mungkin keselio, pemuda ini bicara lagi, "Dan aku tak akan memberimu ampun kalau tertangkap. Sekali kau jatuh di tanganku maka kau akan kuhukum picis!" Sampai di sini pemuda itu mengaduh. Dia tak tahan ketika kepalanya terasa pusing hebat, bumi rasanya berputar dan ia pun terguling lagi. Namun ketika tiga bayangan berkelebat dan tiga wanita gagah yang cantikcantik berdiri di depannya mendadak pemuda ini tertegun dan berkejap-kejap. "Hei!" serunya. "Kalian siapa" Dewi-dewi kahyangan?" Tiga wanita itu mendengus. Seorang di antaranya tibatiba bergerak menangkap dan menyambar leher baju pemuda ini. Dan ketika pemuda itu menjerit karena lehernya serasa dijepit tanggem baja maka wanita itu, cantik dan berbaju kuning bertanya, "Kau siapa dan kenapa menyebutnyebut nama Si Golok Maut. Di mana orang itu dan apa yang terjadi padamu!" "Aku... aku, aduh! Lepaskan dulu tanganmu dan jangan kurang ajar begini. He, aku Ci-kongcu, putera Ci-ongya. Awas kau kalau berani kurang ajar!" Wanita itu terkejut. "Ci-kongcu?" "Ya, kau tidak segera melepaskan tangan mu?" Wanita ini mundur. Dia melepaskan jepitannya tapi Ci Fang, pemuda itu, tiba-tiba roboh kembali. Dia sudah tak kuat berdiri sendiri karena lelah dan capainya. Kiranya dia adalah pemuda yang melarikan diri dari perkumpulan Hek-yan-pang. Dan ketika pemuda itu mengeluh namun wanita kedua yang berbaju ungu cepat menolong dan memberinya air minum maka Ci Fang dapat berdiri setelah ditotok sana-sini pula, mendapatkan tenaganya sebagian. "Kami juga musuh Si Golok Maut. Kongcu tak perlu takut. Kami orang-orang Kimliong-pang," wanita itu berkata, bantu menahan punggung pemuda ini dan Ci Fang terbelalak. Dia marah tapi tiba-tiba tersenyum mendengar kata-kata wanita itu, yang kiranya murid atau orang-orang Kim-liong-pang. Dan karena Kim-liong-pang sudah didengarnya sebagai perkumpulan yang juga memusuhi Golok Maut, karena Coa Hing Kok ketua Hek-liong-pang dibunuh tokoh bercaping itu maka Ci Fang berseri-seri dan melupakan rasa sakitnya. "Aih, kalau begitu kalian dari Kim-liong-pang" Bagus, ayahku kenal baik dengan Kim-liong Sian-li, ketua Kim-liong-pang. Kalau begitu kalian bantu aku agar Golok Maut ini dapat dibunuh!" "Kongcu dari mana" Kenapa bisa di tempat ini?" "Hm, Golok Maut baru saja mengamuk, niocu (nona). Aku berada di markas Hek-yan-pang ketika laki-laki itu tiba. Aku melarikan diri, tiba di sini dan kehabisan tenaga, Tolong kalian antar aku pulang dan ayahku nanti akan memberi kalian emas dan uang!" "Kami tak butuh emas dan uang. Kami butuh Si Golok Maut itu!" "Tapi ketua kalian tak dapat menandingi Si Golok Maut! Masa kalian dapat mengalahkannya?" "Hm!" wanita baju ungu itu merah mukanya. "Kami barangkali memang tak dapat menandingi Golok Maut, kongcu. Tapi dendam kami tak dapat dihapus. Kami akan mencari Golok Maut itu meskipun kami harus mampus!" "Bagus, kalau begitu kalian pembera-ni, ha-ha! Eh, siapa namamu, niocu" Bolehkah aku mengenai kalian bertiga?" "Aku Biao Lin, itu Bwee-hi dan Pwee Giok!" "Ah, terima kasih. Dan kalian cantik-cantik! Hm, kalian mau ke mana, Biao Lin" Bagaimana menemukan aku di sini?" mata pemuda itu bersinar-sinar, kagum memandangi tiga wanita cantik ini dan Biao Lin merah mukanya. Putera Ci-ongya yang tidak segan-segan memandanginya tanpa sungkan itu membuat dia jengah, kikuk dan sedikit gugup. Tapi ketika dia menenangkan degup jantungnya dan mata nakal pemuda itu disambutnya dingin maka wanita ini berkata, "Kami mencari Golok Maut, kebetulan mendengar kongcu menyebut-nyebut nama laki-laki itu. Kalau kongcu ingin pulang maaf kami tak dapat mengantar, karena kami ingin menemukan dan segera mencari laki-laki itu. Kongcu tentu tidak takut kalau pulang sendiri, bukan" Nah, permisi, kongcu. Kami akan segera ke markas Hek-yan-pang!" "He!" Ci Fang terkejut. "Tunggu, Biao Lin. Golok Maut sudah tak ada di sana!" "Kami akan membuktikannya!" dan Ci Fang yang ditinggal dan melihat Biao Lin berkelebat mengajak kedua temannya akhirnya tinggal melongo dan marah, bermaksud mau menggoda tapi tiga murid-murid Kim-liong-pang itu tahu gelagat, tak mau melayaninya dan pemuda ini menggigit jari. Dan ketika dia mengumpat dan mencacimaki, kembali sendiri, mendadak sebuah bayangan baru berkelebat di depannya dan terkekeh. "Hi-hik, kenapa marah, Ci-kongcu" Tak dilayani mereka tak apa, ada aku di sini!" bau harum menyambar, langsung muncul wanita cantik lain dan Ci Fang tertegun. Wanita itu cantik melebihi tiga anak-anak murid Kimliong-pang tadi dan gagah berdiri dengan sanggulnya yang tinggi. Di bawah ketiaknya terkempit sebuah payung hitam, memandangnya berseriseri dan Ci Fang tergetar melihat bentuk tubuh wanita ini. Dia montok dan menggairahkan, baju di bagian dadanya tersembul seakan tak sanggup menahan sepasang bukit di balik baju tipis itu, baju menerawang yang membuat mata Ci Fang silau. Maklumlah, wanita ini genit dan sikapnya menantang! Dan ketika Ci Fang tertegun dan wanita itu menarik payungnya, membuka dan memasangnya di atas kepala, dengan gaya dan kaki diangkat sebelah maka wanita itu terkekeh, memperdengarkan kembali suaranya yang merdu. "Hi-hik, apa yang kau lihat, kongcu" Bukankah kau kecewa tak ditemani wanitawanita itu tadi" Huh, mereka sombong, tak perlu dicari. Sebaiknya kau dengan aku dan kuantar pulang!" "Kau... kau siapa?" "Aku Eng Hwa, Li Eng Hwa!" "Dan kau juga memusuhi Golok Maut?" "Hi-hik, aku berkali-kali bertemu dengannya, kongcu. Dan aku tak pernah menjadi korban. Golok Maut itu selalu pergi kalau melihat aku, lari ketakutan!" "Ah, kau mengada-ada," Ci Fang tak percaya, tentu saja geli. "Di markas Hek-yanpang sana Golok Maut dikeroyok ratusan orang, Eng Hwa. Dan tak satu pun menang. Kalau tak ada pemuda gagah bernama Beng Tan itu tentu semuanya tewas dibabat Si Golok Maut!" "Beng Tan?" wanita ini terkejut. "Pemuda baju putih itu?" "Ya, kau tahu?" Ci Fang ganti terkejut. "Ah, hi-hik!" Eng Hwa kini tertawa, kekehnya lepas. "Aku juga baik pemuda itu, Ci-kongcu. Dan untuk ini baru kuakui kelihaiannya. Kami berdua setanding, dan Golok Maut memang bakal terbirit-birit bertemu pemuda itu!" "Hm, kau siapa sebenarnya?" Ci Fang bersinar-sinar. "Benarkah kau dapat mengalahkan Si Golok Maut?" "Kau tak percaya?" wanita ini terbelalak, payung pun tiba-tiba dilipat. "Lihat, aku akan menunjukkan kepandaianku, kongcu. Jangan berkedip dan lihat seperberapa detik daun-daun di atas pohon itu kubabat... wut!" wanita ini meloncat, cepat dan luar biasa dan tahu-tahu dia telah beterbangan mengelilingi pohon. Ci Fang tak sanggup lagi mengamati gerakan wanita itu setelah berseliweran di udara, matanya kabur. Tapi ketika wanita itu berdiri lagi di sebelahnya dan membuka payung, maka Ci Fang tertegun melihat daun-daun hijau dan kuning yang rontok berhamburan di sekeliling mereka berdua, tak lebih dari sebuah tiupan napas! "Hebat!" pemuda ini terkejut. "Kau lihai, Eng Hwa. Dan sekarang rupanya baru kupercaya. Aih, kau dapat menjadi pelindungku. Ayah dapat membayarmu mahal kalau kau bekerja di gedungku!" "Hi-hik, aku tak butuh uang," wanita itu tertawa. "Aku orang baik-baik, kongcu. Kalau ingin menolong selamanya tanpa pamrih. Marilah, kau akan pulang, bukan" Kau ingin kembali ke istana ayahmu?" "Benar, dan kau mau mengantar?" "Kalau kau suka." "Ah, aku tentu saja suka! Seribu kali suka! Ha-ha, aku senang mendapat pelindung macammu ini, Eng Hwa. Dan aku berharap kau dapat menangkap Si Golok Maut itu. Dia mengancam keluargaku, ayahku. Aku ingin kau membekuknya dan ayah dapat memberikan kedudukan tinggi padamu di istana!" "Hm, aku tak suka kedudukan, aku tak suka uang. Kalau aku menolong orang-lain maka semuanya kulakukan tanpa pamrih, kongcu. Marilah kita berangkat dan kuantar kau pulang!" Ci Fang gembira. Wanita ini melipat payungnya dan Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo melenggang, lenggangnya begitu aduhai hingga pinggul bulat yang seperti pot bunga itu menari-nari. Ci Fang terbelalak tapi dia girang bukan main, Dan ketika wanita itu mengajak dan pemuda ini mengikuti maka Ci Fang memuji dan berkata bahwa wanita itu bukan main lihainya, juga cantik, melebihi dewi. "Hi-hik, kau bisa saja memujiku, kongcu. Jangan main-main dengan pujian." "Ha-ha, aku bicara sebenarnya. Kau memang cantik dan lihai, Eng Hwa. Sungguh bahagia kalau aku dapat selalu berdekatan denganmu!" "Kongcu suka?" "Tentu saja! Laki-laki mana tak suka berdekatan dan berkumpul dengan wanita cantik, Eng Hwa" Dan kau gagah, rendah hati. Ah, dan kau tak tamak pula akan uang dan kedudukan!" "Hi-hik, aku selamanya memang menjauhi dua hal itu, Aih, uang dan kedudukan dapat membuat manusia mabok, kongcu. Aku pantang berdekatan dengan itu kecuali terpaksa!" Ci Fang tertawa. Si cantik sudah melenggang dan memuji bahwa dia tampan pula, tampan dan pemberani. Dan ketika wanita itu kagum bahwa dia berani memakimaki Golok Maut, dan rupanya juga sudah bertemu dan berhadapan dengan tokoh yang mengerikan itu maka Eng Hwa melepas lirikannya, tajam menyambar. "Aku sudah mendengar bahwa kau baru saja di tempat perkumpulan Walet Hitam itu, dan kau lolos dari tangan Si Golok Maut. Aih, kau beruntung, kongcu, dan sungguh pemberani. Bukti bahwa kau dapat melarikan diri dari perkumpulan Walet Hitam itu saja sudah menunjukkan keberanianmu yang besar. Kau pantas dikagumi siapapun!" "Tapi aku bodoh, tak pandai silat!" "Hm, aneh bahwa kau tak bisa silat, kongcu. Bukankah sebagai putera seorang pangeran kau dapat mencari dan menemukan guru yang baik?" "Dulu aku tak mau, tapi sekarang aku menyadari betapa perlunya belajar ilmu silat itu!" "Kongcu mau kuajari?" "Ah, kau mau menjadi guruku?" "Hi-hik, bukan guru, kongcu, melainkan sahabat. Aku tak berani menganggapmu sebagai murid!" "Kalau begitu aku semakin senang. Kau ajarilah aku ilmu silat!" dan ketika Eng Hwa terkekeh dan mengangguk sambil berjalan maka di tengah perjalanan mulailah wanita ini memberikan dasar-dasar ilmu silat, sebentar-sebentar berhenti dan Ci Fang girang karena setiap kali memberi pelajaran ilmu silat tentu kedua lengan mereka bersentuhan. Eng Hwa melepas lirikan-lirikannya yang manis dan sentuhan-sentuhan atau pegang di antara mereka semakin sering, kalau wanita itu harus memberi contoh sebuah kuda-kuda atau gerakan tangan. Dan ketika semuanya itu ditambah sikap Ci Fang sendiri yang tidak segan-segan meremas atau menggenggam lengan orang, remasan atau genggaman yang penuh nafsu, karena Eng Hwa sering menunduk membiarkan bagian dadanya terlihat jelas maka satu jam saja Ci Fang tiba-tiba sudah memeluk dan berani mencium si cantik itu. "Eng Hwa, aku merasa jatuh cinta kepadamu. Ah, kau cantik dan memikat. Aku ingin kau menjadi kekasihku!" "Ih!" Eng Hwa pura-pura mengelak, terkejut. "Jangan begitu, kongcu. Kau putera seorang pangeran!" "Tak apa." pemuda ini sudah mulai terbakar. "Aku dapat minta kepada ayah untuk mengambilmu sebagai isteriku, Eng Hwa. Aku akan memanjakanmu dan hidup senang di istana!" "Tapi...." "Tak ada tapi. Aku mencintaimu, Eng Hwa. Kau terimalah aku dan ah... betapa cantiknya kau!" dan Ci Fang yang menyambar dan sudah memeluk wanita ini, menciumnya, tiba-tiba disambut tak kalah panas dan kekeh aneh yang keluar dari mulut si cantik. "Aih, perlahan, kongcu. Jangan terburu-buru....!" "Aku tak tahan. Kau begitu menggemaskan!" dan ketika Eng Hwa terguling dan pemuda ini sudah menindihnya dengan dengus tertahan tiba-tiba Eng Hwa menyambut dan sudah membuka bajunya sendiri. Sebentar kemudian dua orang ini sudah bergulingan di atas rumput, saling pagut dan cium seolah lintah, lekat tak mau dipisah lagi. Dan karena Ci Fang tak tahu bahwa yang dihadapi kali ini adalah Mao-siao Mo-li Li Eng Hwa yang amat cabul maka tentu saja sikapnya itu disambut hangat dan dua orang ini seolah tumbu ketemu tutup, cocok dan klop karena Ci Fang sendiri sesungguhnya bukan pemuda baik-baik. Pemuda itu terpaksa "dibuang" ayahnya karena suatu hal, yakni mengganggu selir ayahnya termuda dan kepergok berduaan di kamar, padahal selir ayahnya itu adalah selir yang paling disayang, ibu tiri pemuda ini namun usia Ci Fang justeru lebih tua tiga tahun. Selir ayahnya itu baru berusia tujuh belas dan Ci Fang berani mengganggunya, merayu dan terjadilah hubungan gelap di antara keduanya. Dan karena selir itu lebih suka kepada Ci Fang daripada ayahnya yang sudah tua maka keduanya terlibat hubungan intim namun akhirnya ketahuan. Sang ayah marah-marah dan selir itu nyaris dibunuh. Ci Fang membela dan terjadilah cekcok antara ayah dan anak, yang hampir saja berakibat Ci Fang dibunuh. Tapi ketika sang paman muncul dan Coa-ongya melerai akhirnya Ci Fang diminta meninggalkan istana dengan dalih dilindungi keselamatannya dari ancaman Golok Maut, yang sudah mengincar istana dan beberapa hari yang lalu sudah mencari dua keluarga ini. "Kau tak perlu emosi. Kalau kau masih menyayang selirmu itu dan Ci Fang mengganggu sebaiknya anakmu ini yang diminta pergi. Biar dia ke suatu tempat dan sementara ini menjauh. Betapapun anak itu adalah darah dagingmu sendiri." "Tapi dia pemuda keparat. Dia bercumbu dengan Lan Hong!" "Sudahlah, di saat seperti ini jangan kita bertengkar sendiri, Ci-te (adik Ci). Ingat Golok Maut mengancam kehidupan kita dan tak boleh kita cakar-cakaran, apalagi antara dirimu dengan anakmu itu, ayah dan anak. Kalau kau rela melepas Lan Hong biarkan dia bersama Ci Fang. Tapi kalau kau masih mengingini Lan Hong biarlah puteramu yang pergi dan aku akan mencarikan penggantinya di Hek-yan-pang!" "Hek-yan-pang?" "Ya, perkumpulan wanita-wanita cantik itu, Ci-te. Kukira dengan nama kita di sini Hek-yan-pang tak berani menolak permintaan kita. Dengan alasan Golok Maut mengancam kehidupan istana barangkali ketua perkumpulan Walet Hitam itu akan menerima Ci Fang." "Jadi..?" "Benar. Kau tahu maksudku, bukan" Nah, biarkan puteramu di sana, Ci-te. Dan Ci Fang akan memilih sesuka hatinya kembang-kembang cantik di sana, syukur kalau ketua atau wakil ketua Hek-yan-pang menyukai anakmu!" -ooo0dw0ooo- Jilid : XIX "HA-HA!" Ci-ongya tertawa bergelak. "Kau cerdik, Coa-ko. Kau pintar! Alh, betul sekali. Kenapa tidak kuusir anakku itu ke lain tempat" Baiklah, dengan pergi ke Hek-yan-pang maka Ci Fang akan mendapatkan penggantinya, Coa-ko. Dia tak akan menggangguku lagi dan Lan Hong tetap di sini!" "Atau kalau kau tak sayang selirmu itu lebih baik bunuh dia, babat sumber penyakitnya!" "Tidak, aku menyayangnya, Coa-ko Aku masih menghendaki Lan Hong. Dia sumber cinta dan kehangatan bagiku!" "Hm, kalau begitu terserah. Anakmu itu segera diberangkatkan dan tulis surat kepada ketua Hek-yan-pang itu." "Baik!" dan begitu Ci-ongya menurut nasihat kakaknya dan menulis sebuah surat maka tak lama kemudian dia sudah memanggil orang kepercayaannya untuk membawa Ci Fang keluar dari Istana, menuju Hek-yan-pang berdalih mencari perlindungan anaknya itu dari ancaman Golok Maut, yang telah datang dan menyatroni istana. Dan karena hal ini sudah diceritakan di depan dan Ci Fang sendiri tak berani membantah karena pamannya menegur dan mengecam perbuatannya maka pemuda itu menurut meskipun diam-diam tak dapat melupakan ibu tirinya itu, Lan Hong yang molek dan yang semalam baru saja tidur bersamanya, memadu cinta dan kalau bukan pamannya yang memisah barangkali pemuda ini akan berontak. Terhadap pamannya she Coa itu Ci Fang agak takut, dia menaruh segan dan hormat. Dan ketika dia dibawa ke Hek-yan-pang dan sudah mendengar bahwa di dalam perkumpulan itu banyak wanita-wanita yang akan menghiburnya, kalau dia dapat masuk dan berkenalan maka pemuda ini berharap seperti apa yang diam-diam diinginkan. Tapi celaka, di awal perjumpaannya ternyata anak-anak murid Hek yanpang bersikap ketus. Mereka rata-rata galak dan sang ketua ataupun wakil ketuanya tak ramah. Dan ketika dia dikurung dan berhari-hari di situ mendapat kenyataan bahwa Impiannya buyar maka Ci Fang kecewa dan sepanjang hari menggerutu dan mengumpat. Sampai akhirnya datang Golok Maut untuk kedua kalinya itu, marah-marah mencari Wi Hong namun tak jumpa, dikeroyok murid-murid Hek-yan-pang namun tak ada yang dapat menandingi. Dan ketika Golok Maut malah teringat padanya dan hampir dia terbunuh kalau tidak muncul pemuda baju putih yang gagah perkasa itu maka Ci Fang akhirnya melarikan diri setelah Golok Maut pergi, mempergunakan kesempatan selagi anakanak murid Hek-yan-pang slbuk, menyaksikan pertandingan antara Beng Tan dengan Swi Cu. Dan ketika semua sedang terpusat di sini dan Ci Fang menyelinap diam-diam maka pemuda itu sudah mengambil sebuah perahu dan kabur, meninggalkan Hek-yan-pang! Tapi pemuda ini mengeluh. Sebagai putera seorang pangeran yang tak pernah melakukan pekerjaan berat ataupun latihan fisik maka dia merasa tersiksa ketika melarikan diri meninggalkan perkumpulan para wanita itu. Dia jatuh bangun ketika harus menerabas hutan, melampaui semak dan duri dan sebentar saja bajunya koyak-koyak, Dulu dia datang di atas tandu, dipikul. Kini tiba-tiba saja harus mempergunakan kedua kakinya untuk kabur, tak ayal menjadi demikian tersiksa dan pemuda ini mengeluh serta mengumpat caci, akhirnya roboh dan memaki-maki Golok Maut pula hingga didengar tiga anak murid Kim-liong-pang, yang heran melihat seorang pemuda lemah bisa bermusuhan dengan Golok Maut, tokoh yang lihai! Tapi begitu melihat Ci Fang mulai menunjukkan tanda-tanda kepemogorannya dan pemuda ini berkesan pemuda hldung belang yang ingin mengganggu mereka maka Ci Fang ditinggal dan tiga murid cantik Kim-liong-pang itu pergi, tiba-tiba muncul Siluman Kucing Li Eng Hwa ini, yang tidak memperkenalkan julukannya kecuali namanya saja. Dan karena Siluman Kucing itu adalah wanita cabul dan sekali lihat dia tahu macam apa adanya pemuda itu maka Ci Fang terjebak dan terhanyut dalam sikap dan gerak-geriknya yang memikat, segera saja menjadi "makanan" Siluman Kucing ini dan Ci Fang mabok. Pemuda itu tak tahu bahwa diam-diam dirinya akan diperalat wanita cabul itu, yang kini sudah menjadi kekasihnya. Dan ketika mereka berdua bersenang-senang dan sepanjang jalan Ci Fang mendapat servis dan pelajaran cinta yang bukan main hebatnya maka pemuda ini tenggelam dan segera bertekuk lutut di depan si cantik itu. "Aih, aku tak dapat lagi berpisah denganmu, Eng Hwa. Aku ingin sehidup semati denganmu. Aku ingin minta ayah memberikan apa saja yang dia punyai, harta benda dan kedudukannya!" "Hi-hik, sudah kubilang aku tak butuh kedudukan!" Eng Hwa tertawa. "Aku hanya butuh dirimu, Ci Fang. Aku butuh cinta dan kehangatan dirimu. Kaupun pemuda satu-satunya yang tak dapat membuat aku berpisah. Aku ingin sehidup semati pula denganmu!" "Dan kau cantik sekali, menggairahkan!" Ci Fang memeluk, mencium kekasihnya ini. "Kau memiliki permainan cinta yang tinggi di samping kepandaian silatmu yang hebat itu, Eng Hwa. Ah, aku ingin memperkenalkan dirimu kepada ayah dan berkata bahwa kau lebih hebat daripada Lan Hong!" "Lan Hong?" wanita ini mengerutkan alisnya, tiba-tiba tak senang. "Siapa dia, Ci Fang" Kekasihmu?" "Ah, tidak!" Ci Fang terkejut, merasa kelepasan omong. "Dia selir ayahku, Eng Hwa. Dan ayah berkali-kali memuji selirnya itu setinggi langit. Aku jadl cemburu!" "Hm, dan dia pasti cantik!" "Memang cantik, tapi tidak secantik dan sehebat dirimu!" "Hi-hik, kau bohong. Kau pasti pernah ada apa-apa dengan selir ayahmu ini, Ci Fang. Kalau tidak tak perlu kau cemburu!" "Ah, tidak. Sungguh! Aku tak ada apa-apa dengan selir ayahku itu. Bukankah ia ibu tiriku sendiri" He, jangan pergi...!" Ci Fang tiba-tiba terkejut, melihat Eng Hwa berkelebat lenyap. "Jangan tinggalkan aku, Eng Hwa Sungguh mati aku tak ada apa-apa dengan selir ayahku itu. Kembalilah!" pemuda ini mengejar, melihat Eng Hwa sudah terbang di kejauhan sana dan pemuda itu berteriak-teriak. Ci Fang sekarang sudah memiliki dasar-dasar ilmu silat meskipun sedikit, dapat mengejar tapi Eng Hwa mendengus di sana. Siluman Kucing ini pura-pura marah dan cemburu, dikejar dan akhirnya dia memperlambat larinya. Dan ketika Ci Fang mampu mengejar namun terhuyung dan roboh di depannya maka pemuda itu menggigil memeluk kedua kakinya, gemetar. "Eng Hwa, jangan marah. Jangan pergi! Kenapa kau meninggalkan aku" Apa salahku" Kau cemburu" Ah, sungguh mati tak ada apa-apa antara diriku dengan selir ayahku itu, Eng Hwa. Aku hanya mencintaimu dan bukan mencintai yang lainnya!" "Kau bohong!" wanita ini membentak, pura-pura marah. "Aku menangkap pandang mata dan sikapmu yang mencurigakan, Ci Fang. Aku tak percaya bahwa kau tak ada apa-apa dengan si cantik itu! "Ah, dia ibu tiriku, selir ayahku. Masa aku gila bermain-main dengannya, Eng Hwa" Aku tak ada apa-apa dengannya, kalau tidak percaya boleh buktikan nanti dan kau bunuh aku kalau bohong!" Ci Fang nekat, merayu dan berdusta di depan kekasihnya dan Siluman Kucing terkecoh. Wanita yang berpengalaman ini percaya juga oleh sikap dan omongan itu, melihat Ci Fang bangkit berdiri dan memeluknya, gemetar. Dan ketika ciuman Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pemuda itu membuatnya terbakar dan Ci Fang sekarang sudah pandai pula meraba bagian-bagian tertentu tubuh wanita yang dapat menimbulkan rangsangan tinggi maka Siluman Kucing ini terkekeh dan berkata, menggeliat, "Baiklah, aku percaya, Ci Fang. Tapi sekali kau bohong maka bukan kau yang kubunuh melainkan si Lan Hong itu!" "Boleh, kau boleh buktikan kata-kataku, Eng Hwa. Dan sekarang kita berdamai lagi!" pemuda ini merasa mendapat rejeki besar, kekasihnya sudah tidak marah dan Eng Hwa balas menyambut ketika ciumannya mendarat bertubi-tubi. Dan ketika wanita itu mengerang dan Ci Fang hafal apa arti erangan ini maka pemuda itu sudah menggulingkan kekasihnya dan bercumbu serta mendengus-dengus bermain cinta. "Eng Hwa, kau tak boleh meninggalkan aku. Kalau kau pergi biarlah aku mati bunuh diri!" "Ih, tidak. Aku tak akan meninggalkanmu, Ci Fang. Asal kau tidak bohong dan dusta kepadaku!" "Aku tidak bohong, aku tidak dusta ....!" dan ketika pemuda menggumuli kekasihnya dan Eng Hwa alias Siluman Kucing ini kewalahan maka nafsu dan berahi kembali mengotori jiwa mereka, bergelimang dalam nafsu-nafsu rendah tapi Ci Fang tak perduli. Pemuda ini sudah mabok dan jatuh betul ke dalam pelukan kekasihnya. Dan ketika dua jam kemudian mereka melepaskan diri dan Ci Fang lega berseri-seri maka Siluman Kucing itu tertawa melompat bangun. "Ci Fang, kau semakin pandai. Aih, kau pintar membangkitkan nafsuku!" "Hm, kau yang mengajariku, Eng Hwa. Kau yang pandai mendidikku!" "Hi-hik, dan aku semakin sayang padamu. Ih, kita dapat menjadi pasangan yang cocok, Ci Fang. Aku bahagia mendapatkan dirimu!" "Bukan hanya diriku, kedudukan dan harta benda ayahku dapat pula kuberikan padamu, Eng Hwa. Aku akan membuatmu senang selama tujuh turunan!" "Benar?" "Tentu saja benar. Mari..!" dan Ci Fang yang tertawa menyambar kekasihnya lalu mengajak Eng Hwa ke kota yang terdekat, di sana menemui penguasa dan minta ini-itu membuktikan kepada Eng Hwa. Siluman Kucing ini disuguhi apa saja yang disuka, pakaian-pakaian indah dan emas atau perhiasanperhiasan mahal yang biasa dikenakan wanita, anting-anting atau gelang yang rata-rata bertaburkan permata. Dan karena Ci Fang adalah putera pangeran berpengaruh di istana dan penguasa setempat tentu saja tergopoh-gopoh menyambut maka hujan hadiah membanjiri Siluman Kucing itu, yang katanya tak suka harta benda tapi nyatanya lahap menerima! "Aku tak ingin apa-apa untuk diriku sendiri. Aku hanya ingin menyenangkan kekasihku. Nah, beri apa saja yang dia suka, Bun-taijin (pembesar Bun). Boleh diperhitungkan kalau mesti kubayar!" "Ah, mana aku berani" Ayahmu memberiku kedudukan ini, kongcu. Tanpa dia tentu aku tak dapat seperti sekarang. Sudahlah, apa saja akan kuberikan dan jiwi (kalian berdua) boleh ambil apa yang disuka!" "Di sini ada seperangkat mangkok piring dari dinasti Ming?" "Ah, tak ada, siocia. Tapi dapat kucari kalau kau menghendaki!" "Ya, aku kepingin. Mangkok piring itu indah dan aku ingin memiliki!" Ci Fang tertawa. Bun-taijin tergopoh-gopoh mencarikan itu, tentu saja tak dapat sehari dan pasangan ini terpaksa menginap. Dan ketika Bun-siocia (nona Bun) diminta ayahnya untuk melayani kedua tamunya ini maka Eng Hwa menggoda Ci Fang, tertawa, melempar lirikan penuh nafsu. "Ci Fang, Bun-siocia ini cantik sekali. Aih, tak salah kalau kau tiba-tiba jatuh cinta!" "Ah," Ci Fang terkejut, tertawa. "Kau ada-ada, Eng Hwa. Sudah kubilang bahwa aku hanya mencintaimu. Lihat, semua pengaruh ayahku dapat kau nikmati di sini!" "Tapi aku masih kurang puas. Dapatkah kau suruh gadis itu mendekat?" "Untuk apa?" Ci Fang tertegun. "Jangan main-main, Eng Hwa. Kau jangan coba-coba menguji cintaku dengan menyodorkan gadis lain!" "Hi-hik, aku tak menguji. Tapi entah kenapa aku tiba-tiba ingin melihat kau bermain cinta dengan Bun-siocia itu!" "Eng Hwa...!" "Sudahlah, jangan kau marah," dan ketika Ci Fang terbelalak dan berseru menegur temannya maka Bun-siocia di sana merah padam dan tiba-tiba terisak, lari memutar tubuhnya dan melaporlah dia akan segala pembicaraan tamunya itu. Tapi ketika ayahnya tertawa dan berkata bahwa dua tamunya main-main maka gadis ini melotot. "Ayah tidak mengusir tamu-tamu macam begitu" Ayah membiarkan saja aku terhina?" "Hush, tak ada yang menghinamu. Bun She. Ci-kongcu dan kekasihnya itu hanya menggodamu saja. Bukankah kau tahu bahwa wanita itu adalah calon isteri Cikongcu" Kalau dia malah berkata seperti itu maka adalah keberuntungan besar bagimu karena mungkin kelak kau dapat menjadi isterinya pula, mengangkat naik derajat ayahmu!" "Menjadi isterinya" Selir maksud ayah?" "Ah, kaum bangsawan sudah biasa beristeri lebih dari satu. Bun She. Hal itu biasa-biasa saja dan wajar. Apalagi untuk pemuda macam Ci-kongcu itu. Ayahnya seorang pangeran, dan lagi amat berpengaruh dan berkuasa di Istana!" "Tapi aku tak suka pemuda macam begitu, Matanya berminyak kalau melihat gadis cantik!" "Ha-ha, kau tak tahu diuntung, She-ji (anak She). Seharusnya kau berterima kasih dan malah membuat ayahmu repot. Sudahlah, aku harus minta maaf karena kau meninggalkan tamu!" dan ketika Bun-taijin bergegas menemui tamunya dan minta maaf atas kelakuan sang puteri maka Ci Fang tersenyum dan agak berdebar memandang kekasihnya itu. "Tak apa, kekasihku ini main-main. Dia mengujiku untuk melihat apakah aku tak tergerak melihat gadis lain." "Hi-hik, tergerak pun tak apa, Ci Fang. Kau putera bangsawan yang dapat beristeri lebih dari satu!" "Tidak! Kau... ah, kau membingungkan!" dan ketika pemuda itu bingung memandang temannya sementara Bun-kong-cu atau putera Bun-taijin muncul menggantikan adiknya maka Siluman Kucing ini bersinar-sinar memandang seorang pemuda tampan yang lemah lembut sikapnya. "Maaf, ini puteraku Bun Cek, kongcu. Karena adiknya malu menampakkan diri biarlah puteraku ini menggantikan adiknya. Barangkali kongcu atau siocia perlu tambah arak lagi!" "Boleh," Eng Hwa tersenyum. "Dan kuharap puteramu ikut minum, taijin. Lalu biarlah kami bertiga bercakap-cakap." "Ha-ha, siocia ingin ditemani puteraku" Eh!" pembesar itu menoleh pada puteranya, bangkit berdiri. "Kau dengar sendiri kata-kata Li-siocla (nona Li), Bun Cek. Mereka berdua ingin ditemani dirimu dan ayahmu yang tua di sini tak diperlukan. Baik-baiklah menemani tamu dan jangan bikin mereka kecewa!" pembesar itu sudah berdiri, berseri-seri memandang puteranya dan pergi ke belakang. dia sudah tanggap akan kata-kata wanita itu, tak menduga akan yang jelek dan menganggap bahwa anak-anak muda minta ditemani yang muda pula. Maka ketika puternya mengangguk dan agak merah menerima permintaan itu, karena yang dihadapi adalah putera seorang pangeran dan kekasihnya maka pemuda ini mendekat dan tersipu malu. "Aku tak bisa apa-apa. Harap Ci-kongcu dan siocia tidak mentertawakan aku." "Hi-hik, kau pemalu tapi lembut, Bun-kongcu. Ke marilah dan mendekat bersama Kami." lalu melirik dan mengedip pada Ci Fang wanita ini berbisik, "Eh, bagaimana pendapatmu tentang pemuda ini, Ci Fang" Tidak tampan dan haluskah dia" "Apa maksudmu?" Ci Fang mengerutkan keningnya. "Kau naksir?" "Hi-hik, aku ingin mencobanya, Ci Fang, mencari selingan sebagai hiburan segar!" "Maksudmu?" "Sst, jangan melotot! Yang kucinta hanya dirimu! Aku bermaksud mengajak pemuda ini main-main denganku sementara kau dengan adiknya tadi, Bun-siocia!" Ci Fang belum paham, agak tertegun. "Kau tak menangkap" Bodoh, bercinta sambil menyelang-nyeling begini amatlah asyik, Ci Fang. Aku ingin melatihmu bertukar pasangan!" "Apa?" "Jangan marah, dengar dulu! Kau boleh main-main dengan gadis Bun-taijin tadi sementara aku dengan kakaknya ini. Bukankah kau suka" Kita dapat sekamar, Ci Fang. Saling menonton dan memperhatikan yang lain. Kau tentu bakal tertarik!" Ci Fang terkejut. "Kau gila?" katanya. "Kau tidak waras?" "Sst, tak usah marah-marah kalau kau tak setuju, Ci Fang. Toh aku mengajakmu bersikap adil. Kalau kau main-main dengan gadis itu maka aku dengan kakaknya. Tapi kalau kau tak suka maka aku tentu saja tak akan memaksa!" Ci Fang terbelalak. Dia melihat kekasihnya ini tertawa, ditanya Bun-kongcu apa yang mereka bicarakan tadi. Maklumlah, Siluman Kucing ini mengerahkan ilmunya mengirim suara hingga hanya bibirnya saja yang tampak bergerak-gerak. Bun Cek tak mendengar dan pemuda itu heran. Tapi melihat wanita ini tertawa dan mengangkat cawan araknya tiba-tiba wanita itu berkata, "Kami tak bicara apa-apa, Bun-kongcu, selain membicarakan dirimu yang lemah lembut ini. Mari... mari minum dan agaknya semakin riang kalau adikmu perempuan juga ada di sini!" Mao-siao Moli sudah memberikan araknya, diam-dlam menjentikkan bubukan obat dan Ci Fang apalagi Bun Cek tak melihat gerakan itu. Pemuda ini sudah menerima dan minum. Dan ketika di sana Ci Fang masih tertegun dan berdebar oleh penawaran kekasihnya yang aneh namun berani maka pemuda ini merah mukanya teringat bayangan puteri Bun-taijin tadl, seorang gadis cantik yang memang tak dapat disangkal sebenarnya cukup menggetarkan hatinya. Kalau saja di situ tak ada kekasihnya ini barangkali sebagai pemuda pemogoran dia akan mendekati gadis itu, merayu dan membujuknya sebagai biasa dia main-main dengan selir ayahnya yang cantik, karena pemuda ini memang pada dasarnya bukanlah pemuda baik-baik. Maka begitu Eng Hwa mengerling sekali lagi dan wanita itu bertanya kenapa dia terbelalak maka pemuda ini berkata, agak tergetar, "Aku teringat penawaranmu tadi. Kau aneh dan luar biasa. Eh! Benarkah kau ingin mengajakku seperti itu, Eng Hwa" Kau tidak cemburu dan marah kalau aku main-main dengan puteri Bun-taijin tadi?" "Hi-hik, sekedar selingan dan hiburan segar tentu saja tak perlu aku marah padamu, Ci Fang. Lagi pula yang mengusulkan ini adalah aku! Kenapa marah dan cemburu" Asal cinta kita berdua hanya untukmu dan untukku tak ada marah atau cemburu, Ci Fang. Kita hanya main-main dan sekedar mencari kesenangan, sebagai selingan!" "Tapi puteri Bun-taijin tadi marah-marah! Dapatkah kita membujuknya?" "Hi-hik, Itu soal mudah. Yang penting katakan dulu kau setuju atau tidak dengan rencanaku ini. Kalau kau juga tidak cemburu dan marah melihat aku bermain cinta dengan Bun-kongcu itu maka aku akan menundukkan puteri Bun-taijin itu semudah orang membalikkan tangan!" "Baiklah, aku setuju!" Ci Fang tiba-tiba bersemangat, berseri-seri. "Kalau ini hanya bersifat main-main dan sekedar hiburan bagi kita berdua maka aku tak perlu cemburu atau marah melihat kau bermain cinta dengan pemuda itu, Eng Hwa. Toh kaupun juga akan melihat aku bermain cinta dengan adiknya!" "Hi-hik, kalau begitu beres!" dan ketika Siluman Kucing ini menepuk pundak Bun Cek dan menyuruh pemuda itu memanggil adiknya maka Ci Fang terheran melihat pemuda itu terhuyung dan tibatiba roboh ketika berdiri! "Hei, jangan gemetar. Aku hanya meminta kau memanggil adikmu, Bun-kongcu. Temani kami berdua agar lebih gembira!" "Benar," Ci Fang mendapat isyarat kekasihnya. "Suruh adikmu ke mari. Bun Cek. Katakan bahwa kami berdua ingin minta maaf!" Bun Cek, yang merah dan berkeringat mukanya tiba-tiba menggigil. Pemuda ini melotot memandang Eng Hwa, sikapnya tiba-tiba menjadi aneh. Seolah mau menyergap dan menubruk wanita itu. Ci Fang sebagai laki-laki tentu saja menjadi terkejut dan heran karena dia tahu itulah tanda-tanda menyerangnya sebuah nafsu berahi, membakar putera Bun-taijin ini namun Bun Cek agaknya masih takut-takut, karena di situ ada Ci Fang dan pemuda itu adalah tamu ayahnya. Tapi ketika tamu wanitanya minta agar adiknya dibawa ke situ, menemani mereka maka aneh dan penurut sekali pemuda ini mengangguk, berdiri dan terhuyung-huyung memasuki ruangan dalam dan tak lama kemudian gadis puteri Bun-taijin itupun keluar, bersama kakaknya. Dan begitu dua orang ini muncul dan Bun She terbelalak memandang mereka maka Ci Fang bangkit berdiri karena sudah mendapat perintah kekasihnya, yang tahu bahwa gadis itu lebih tak senang kepada dirinya. "Bun-siocia, marilah. Kami memanggilmu untuk meminta maaf. Tadi temanku itu main-main. Mari temani kami bersama kakakmu!" lalu sementara gadis itu tertegun dan agak ragu namun malu maka Bun Cek sudah mendorong adiknya itu, berkata serak, "She-moi (adik She), Ci-kongcu dan temannya ingin minta maaf. Majulah dan sambut mereka!" Gadis itu tak dapat menolak. Tadi kakaknya berkata agar dia keluar, menerima permintaan maaf kedua tamunya dan hal ini tak diduga. Bun She adalah gadis yang polos dan belum banyak pengalaman. Dia jadi terkejut dan tak dapat menolak Golok Maut Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ketika kakaknya menyatakan maksud tamunya. Dan karena hal itu adalah baik dan mau tak mau dia harus keluar maka dia jadi tersipu ketika Ci Fang sudah tertawa membungkuk di depannya, minta maaf dan sudilah gadis itu menemani mereka minum arak. Bun She terkejut karena dengan halus Ci-kongcu itu sudah memegang lengannya, begitu berani namun sopan. Dan karena kakaknya juga sudah mendorong dan membantu tamunya maka duduklah gadis ini menemani Ci Fang, agak ragu melayani Eng Hwa dan hal ini malah justeru kebetulan. Siluman Kucing itu dapat lebih berdekatan dengan sang kakak. Bun Cek. Dan karena semuanya sudah diatur dan wanita cabul ini menjentikkan bubuk-bubuk perangsang di cawan gadis itu maka seperti Bun Cek tiba-tiba gadis ini merasa pusing dan naik gejolak birahinya. "Aku tak ingin apa-apa, kecuali kelembutan dan kehangatan sikapmu. Aih, kenapa kau memegangi kepalamu. Bun She" Kau pening?" begitu Ci Fang pura-pura bertanya, tentu saja tahu apa yang terjadi dan diam-diam girang bukan main. "Kalau pening marilah, biar kuantar ke kamarmu!" dan, sementara gadis itu terhuyung dan Bun Cek juga mengalami hal yang sama, bahkan lebih hebat lagi karena dia lebih dulu dipengaruhi obat perangsang maka Mao-siao Mo-li Li Eng Hwa tertawa mencekal lengannya, berkata, "Dan kau tampaknya gelisah, Bun-kongcu. Marilah kuantar ke kamarmu kalau kaupun merasa pusing." Selanjutnya dua kakak beradik ini tak tahu apa yang terjadi. Mereka antara sadar dan tidak ketika dibawa ke kamar. Bun Cek menunjukkan kamarnya dan kebetulan sang adik juga menunjuk kamar itu. Ci Fang sudah girang memapah gadis ini, mulai berani memegang-megang dan akhirnya mencium! Dan ketika sang gadis terkejut namun merasa tak berdaya, mengeluh dan memejamkan mata maka Eng Hwa Siluman Kucing sudah lebih dulu menutup mulut Bun Cek dengan ciuman panas. "Bun-kongcu, kita perlu beristirahat sejenak di kamar. Marilah, kulepas bajumu biar tidak gerah!" Pemuda itu tak tahu dan tak menyadari apa yang terjadi. Eng Hwa telah menutup mulutnya dengan ciuman bertubitubi, dia tersentak tapi segera menyambut. Dan karena tubuhnya sudah dibakar nafsu berahi dan pengaruh arak membuat kesadaran pemuda ini lenyap maka Eng Hwa minta ditubruk ketika berada di dalam kamar. "Hi-hik, kejar aku, Bun-kongcu. Ayo tangkap dan ke marilah!" lalu berseru pada Ci Fang agar pemuda itu melakukan hal yang sama dan melihat hebatnya pengaruh arak wanita ibiis itu berkata, "Dan kau jangan tergesa-gesa, Ci Fang. Permainkan dulu gadis itu dan suruh melakukan apa saja!" Ci Fang terbelalak. Dia melihat mata Bun-kongcu yang terpejam, dibuka namun ditutup lagi ketika mengejar Eng Hwa. Pemuda itu tak malu-malu lagi ketika dilepas pakaiannya di dalam kamar, ditonton dan terkekehkekehlah Eng Hwa oleh permainan baru itu. Dan karena itu memang mengasyikkan dan Ci Fang terbakar maka pemuda ini mengangguk dan ingin melihat reaksinya pada puteri Bun, yang terengah-engah dan memejamkan mata. "Dan kau," katanya mencoba, tertawa dan gemetar. "Lepas bajumu dan perlihatkan tubuhmu yang indah. Bun She. Lalu ke sini dan peluklah aku!" Gadis itu menurut. Bun She telah melakukan apa yang diperintahkan pemuda ini, melepas bajunya dan akhirnya satu persatu dilempar ke lantai. Ci Fang menyaksikan sesuatu yang membuat darahnya benar-benar berdesir. Dan ketika gadis itu menubruk dan memeluk dirinya, mengeluh dan mengerang tak keruan maka pemuda ini tak kuat dan tertawa bergelak, menerkam dan menyambut korbannya ini. "Eng Hwa, benar katamu. Gadis ini sudah berada di bawah kekuasaanku!" "Hi-hik, dan bersenang-senanglah, Ci Fang. Sekarang kau merasakan betapa nikmatnya bertukar pasangan!" Siluman Kucing geli, melihat Ci Fang meremas puteri Bun-taijin itu sementara dia sendiri sudah ditubruk Bun-kongcu, menyambut dan menerima. Dan ketika dua orang itu mempermainkan putera-puteri Bun-taijin ini dan Bunkongcu serta adiknya dikuasai pengaruh arak maka kakak beradik itu terjebak perbuatan iblis yang amat memalukan, disuruh ini itu dan keduanya menurut saja. Bun She yang tadinya pemalu tiba-tiba menjadi liar, gadis ini dikendalikan hawa arak dan obat perangsang yang dilolohkan Siluman Kucing sungguh kelewat takaran. Iblis wanita itu terkekeh-kekeh ketika melihat Ci Fang kewalahan menyambut gadis itu. Dan ketika permainan itu dilanjutkan dan semalam suntuk mereka tenggelam dalam perbuatan keji maka keesokannya terdengar jerit dan tangis yang mengejutkan seisi rumah. Bun She akhirnya sadar, pengaruh arak lenyap dan bukan main kaget serta malunya gadis itu melihat keadaan dirinya yang telanjang bulat. Di sisinya tidur lelap Ci-kongcu itu, juga telanjang, memeluk dirinya. Dan ketika tak jauh dari situ juga tampak Siluman Kucing dipeluk kakaknya yang juga tak mengenakan sehelai kain pun maka gadis ini berteriak bagai disambar petir, teringat apa yang terjadi. "Oh, tidak... tidak! Kalian keji!" dan ketika gadis itu melompat bangun dan menyambar pakaiannya, menangis dan tersedu-sedu maka Ci Fang terkejut dan Eng Hwa Siluman Kucing juga meloncat bangun, kaget dan sadar oleh teriakan puteri Bun-taijin itu dan segeralah gadis itu memanggil-manggil ibunya. Bun-taijin keluar dan isterinya juga terkejut, melihat keadaan di dalam kamar. Tapi ketika Ci Fang menyambar pakaiannya dan Siluman Kucing juga menubruk ke depan tiba-tiba gadis itu telah ditotoknya. "Kau jangan menjerit-jerit, jangan membuat gaduh. Berhenti dan diamlah!" lalu, ketika Bun Cek terkejut dan kaget melihat keadaannya sendiri maka Eng Hwa sudah mengancam pembesar itu. "Apa yang kalian lihat anggap tak ada. Aku dan Ci Fang hanya ingin bersenangsenang saja. Siapa melawan akan kubunuh!" dan menusukkan dua jarinya ke tembok yang seketika berlubang maka Bun taijin tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut menghadap Ci Fang, yang dianggap paling dihormati karena di belakang pemuda itu berdiri ayahnya, pangeran Ci. "Kongcu, bagaimana.... bagaimana ini" Apakah.... apakah semalam kalian... kalian melakukan itu?" Ci Fang belum biasa, agak gugup. "Tak perlu cemas." Siluman Kucing tiba-tiba membantu, melepas ketegangan Ci Fang. "Ci-kongcu tertarik pada puterimu, taijin. Dan terus terang mencintainya. Semalam dia meminta pendapatku apakah boleh berkasih-kasihan dengannya. Dan karena dia seorang pangeran muda dan sudah jamak bagi lelaki untuk bersenang-senang dengan wanita pllihannya maka aku tak cemburu tapi memilih puteramu pula, agar adil. Puterimu tak perlu takut karena Ci Fang akan mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Dia akan diambil sebagai isteri kedua!" "Ah, benarkah... benarkah, kongcu?" "Hm, benar!" Ci Fang akhirnya mendapatkan kembali ketenangannya, mengangguk. "Semalam aku tertarik pada puterimu, taijin. Dan aku mencintainya. Biarlah dia kuambil sebagai calon isteriku dan tak usah ribut-ribut!" lalu menyuruh Eng Hwa membebaskan totokannya Ci Fang berkata pada gadis ini, "Kau, tak usah takut. Bun She. Apa yang kulakukan semalam adalah sebagai tanda cintaku kepadamu. Eng Hwa tak cemburu kalau aku mendapatkan dirimu pula. Marilah, kita ke dalam dan jangan buat kedua orang tuamu kaget!" dan bersikap tenang sementara Eng Hwa diam-diam berbisik agar tuan rumah dan isterinya masuk kembali maka Bun She tertegun tapi menurut, diberi air minum tapi dengan lihai Siluman Kucing itu menjentikkan bubuk perangsangnya. Dan karena bubuk ini cepat bekerjanya dan gadis itu terhuyung maka keributan pagi itu selesai dan Bun-taijin membiarkan puterinya dibimbing Ci-kongcu, sudah mendapat janji pemuda itu bahwa puterinya akan diambil isteri. Hal ini melegakan pembesar itu dan semakin bebaslah Ci Fang mempermainkan korbannya. Dan ketika Bun Cek di sana terbelalak dan tertegun memandang semuanya maka untuk tidak membuat kaget beriebihan pemuda ini dibawa ke kamar yang lain. "Kau," Siluman Kucing ini tersenyum. "Semalam hebat sekali tenagamu, Bun-kongcu. Kau benar-benar seekor harimau muda yang penuh semangat. Marilah, kita bersenang-senang di tempat lain dan biar adikmu bersenang-senang dengan Ci Fang!" "Dia... dia tak marah" Ci-kongcu tak membunuhku?" "Hi-hik, dia tunduk kepadaku, Bun-kong cu. Akulah yang minta semua ini dan tak perlu kau khawatir. Ke marilah, kita masuk ke kamar di sebelah itu dan tutup pintunya!" Pemuda ini bengong. Dia melihat Ci Fang mengangguk sambil tersenyum, menyuruh dia mengikuti Siluman Kucing itu dan masuklah putera Ci-ongya itu bersama adiknya. Dan karena kejadian itu seperti mimpi dan hampir pemuda ini tak percaya maka Siluman Kucing terpaksa menarik dirinya ke kamar di sebelah. "Tak perlu bengong, aku dan Ci Fang sudah saling berjanji untuk menikmati kesenangan ini, Bun-kongcu. Bersenang-senang dan bermain cinta lagi!" Pemuda itu sadar. Dirinya sudah ditarik ke dalam dan Siluman Kucing menciumnya. Dan ketika wanita itu terkekeh dan menyuruh bajunya dilepas pemuda ini menggigil. "Ci-kongcu... Ci-kongcu benar-benar tak marah?" "Hi-hik, bodoh! Kalau dia marah maka kau sudah dibunuhnya, Bun-kongcu. Marilah dan jangan takut lagi!" Mao-siao Mo-li memeluk pemuda itu, mencium dan segera membuka bajunya sendiri. Dan ketika gerakan itu merangsang pemuda ini dan membangkitkan nafsunya maka Bun Cek sudah terhanyut dan roboh di pelukan Si iblis cantik, kembali bermain cinta dan pagi yang ribut itu sudah diselesaikan baik-baik. Di kamar yang lain adiknya dicumbu dan dirayu Ci Fang. Putera Ciongya itu telah lihai dan menemukan ketenangannya kembali. Dan ketika dua pasangan ini sudah saling mengerjai korbannya masingmasing dan hampir seminggu mereka menina-bobok dua kakak beradik itu maka kebosanan akhirnya tiba di diri wanita cabul ini, yang pada dasarnya memang tak pernah mengenal puas. "Aku mulai jemu, aku ingin meninggalkan tempat ini." "Heh?" Ci Fang terkejut. "Kau mau pergi?" "Ya, apakah kau tak bosan, Ci Fang" Kau tak ingin mencari yang lainnya dan bersenang-senang berganti pasangan?" "Tapi aku terlanjur jatuh cinta pada puteri Bun-taijin itu! Eh, masa harus buru-buru, Eng Hwa?" "Hi-hik, kau mau mengeloni gadis cengeng itu" Terserah, aku pribadi sudah bosan pada Bun-kongcu itu, Ci Fang. Aku ingin mencari yang lain dan bersenang-senang di tempat lain!" "Kalau begitu aku turut. Aku ikut kau!" "Tapi kau bilang jatuh cinta pada puteri Bun-taijin itu!" "Ah, dibanding kau cintaku masih terlalu kecil, Eng Hwa. Aku selalu ingin ikut kau karena kau mempunyai selera yang membakar. Kau memiliki arak perangsang itu!" "Hi-hik, kau ingin?" "Kalau kau mau memberikannya, Eng Hwa. Tapi barangkali kau tak percaya!" "Benar, kalau kau mendapat arak ini salah-salah kau benar melupakan aku. Tidak, aku tak ingin memberikannya kepadamu, Ci Fang. Kalau kau perlu bilang saja dan kuberi sedikit. Ini untuk keperluan kita berdua kalau mencari korban baru!" "Dan kau mau pergi...!" "Benar, kau mau ikut?" "Tentu, aku ikut dirimu, Eng Hwa. Kita sudah berjanji bahwa cinta kita hanya untuk kita masing-masing!" "Bagus, kalau begitu aku masih sayang padamu, Ci Fang. Hi-hik, ayo kita pergi!" dan begitu Siluman Kucing ini tertawa menyambar temannya maka Ci Fang tersenyum Kemelut Di Karang Galuh 3 Pendekar Rajawali Sakti 129 Pulau Kematian Pendekar Pemetik Harpa 4