Ceritasilat Novel Online

Pembunuh Di Balik Kabut 4

Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie Bagian 4


akhir pun diberikan, yaitu: "bunuh diri tanpa sadar".
Kesimpulan yang amat simpatik, kata Tuan Spragge waktu itu.
Kedua kejadian itu muncul dalam pikiran Frankie. Dua bunuh diri "tanpa sadar".
Mungkinkah ada hubungannya"
Bunuh diri yang sekarang ini memang benar, karena dia sendiri menyaksikannya.
Teori pembu"nuhan Bobby terpaksa ditolaknya. Alibi Dokter
Nicholson sangat kuat: dan dikuatkan oleh janda itu sendiri.?Frankie dan D kte N hols mas h tetap di tempat ketika yang lain pergi
meninggalkan tempat itu. Pemeriksa telah berjabat tangan dan mengucapkan katakata simpatik pada Sylvia.
"Ada beberapa surat untukmu, Frankie," kata Sylvia. "Kau tak keberatan kalau aku
pergi dulu, kan" Rasanya aku ingin tiduran. Semua begitu menyesakkan."
Dia meninggalkan ruangan dengan badan gemetar. Nicholson mengikutinya sambil
menggu"mamkan kata obat penenang.
Frankie menghadap ke Roger, "Roger, Bobby hilang."
"Hilang?" "Ya!" "Di mana dan bagaimana?" Frankie menjelaskan dengan cepat. "Dan sejak itu dia
tak kelihatan?" kata Roger. "Ya, Apa pendapatmu?" "Aku tidak suka," kata Roger
pelan. Jantung Frankie serasa berhenti. "Kau tak berpikir "
?"Oh! Barangkali tak apa-apa, tapi sstt. Ada Nicholson."
?Dokter itu masuk dengan langkah yang tak kedengaran. Dia menggosokkan kedua
tangannya sambil tersenyum.
"Pemeriksaan itu berlangsung dengan baik," katanya. "Baik sekali. Dokter
Donaldson sangat taktis dan penuh pertimbangan. Kita beruntung punya dia sebagai
pemeriksa daerah." "Saya rasa Anda benar," kata Frankie cepat.
"Hal-hal semacam itu bisa punya akibat besar, Lady Frances, Pelaksanaan sebuah
pemeriksaan benarbenar ada di tangan pemeriksa. Dia punya kekuasaan besar. Dia
bisa membuat persoalan jadi mudah atau sulit. Dalam hal ini semuanya berjalan
sempurna." "Sebuah pertunjukan yang bagus, memang," kata Frankie dengan suara kasar.
Nicholson memandangnya heran.
"Saya" mengerti perasaan Lady Frances," kata Roger. "Saya juga merasa demikian.
Saudara saya dibunuh orang, Dokter Nicholson."
Roger berdiri di belakang Nicholson dan dia tidak melihat mata Nicholson yang
terkejut. "Saya tidak bergurau," kata Roger ketika Dokter Nicholson akan bicara. "Secara
hukum memang tidak dianggap demikian. Tapi yang terjadi adalah pembunuhan.
Kriminal yang mem"bujuk kakak saya menjadi budak obat bius itu sama saja dengan
membunuh dia." Roger menggeser tempatnya sedikit dan matanya yang marah memandang lurus pada
dokter itu. ?"Saya akan menuntut balas pada mereka," katanya. Suaranya bernada mengancam.
Mata biru pucat Dokter Nicholson menunduk. Dia menggelengkan kepala dengan
sedih. "Saya tidak bisa mengatakan bahwa saya tak setuju dengan Anda," katanya.
"Saya tahu lebih banyak tentang obat bius daripada Anda, Tuan Bassingtonffrcnch. Membujuk seseorang untuk minum obat bius memang suatu tindak kriminal."
Berbagai pikiran memenuhi kepala Frankie dan ada sebuah pikiran yang melekat ?erat.
Tak mungkint katanya pada dirinya sendiri. Terlalu jahat. Tapi seluruh alibi
memang tergan"tung pada katakata Frankie. Dalam hal ini
?Dia berdiri dan sadar bahwa Nicholson sedang bicara kepadanya.
"Anda kemari dengan mobil, Lady Frances" Tak ada kecelakaan kali ini?"
Frankie merasa muak melihat senyumnya,
"Tidak," katanya. "Orang tidak harus selalu mengalami kecelakaan, k an?"
Frankie tak tahu apakah yang dilihatnya hanya imajinasi atau yang sebenarnya.
Kelopak mata lakilaki itu terkejap sesaat.
"Apa sopir Anda menemani Anda kali ini?"
"Sopir saya," kata Frankie. "Lenyap." Dia memandang lurus pada Nicholson.
"Yang benar!" "Dia menuju ke Grange," lanjut Frankie.
Alis mata Nicholson berkerut naik.
"Benarkah" Apa ada yang menarik didapur saya?" Suaranya terdengar heran. "Sulit
untuk dipercaya rasanya/*
"Pokoknya di tempat itulah dia terlihat terakhir kali," kata Frankie.
"Kedengarannya sangat dramatis,*' kata Nicholson. "Barangkali Anda terlalu
banyak memperhatikan gosip lokal. Gosip lokal biasanya tidak dapat dipercaya.
Dan saya pun pernah mendengar cerita-cerita yang aneh-aneh." Dia diam. Suara"nya
berubah sedikit. "Saya bahkan mendengar gosip bahwa istri saya dan sopir Anda
pernah ngobrol di dekat sungai." Dia diam lagi. "Saya rasa sopir itu seorang
yang luar biasa, Lady Frances."
Itu sajakah} pikir Frankie. Apa dia akan berpurapura bahwa istrinya lari dengan
sopirku f Apa itu permainannya^ Dengan keras dia berkata. "Hawkins memang tidak
seperti sopir biasa."
"Kelihatannya begitu," jawab Nicholson. Dia berpaling pada Roger. "Saya harus
segera pergi. Saya benarbenar ikut sedih dengan peristiwa ini. Sampaikan salamku pada Nyonya
Bassingtonffrench." Roger berjalan ke arah pintu menemaninya. Frankie mengikuti. Di atas meja ada
dua buah surat yang dialamatkan kepadanya. Yang satu adalah sebuah tagihan. Yang
lain ?Dadanya berdegup. Yang satu tulisan Bobby.
Nicholson dan Roger ada di dekat pintu.
Dia membuka surat itu. Frankie, (tulis Bobby) Aku sedang membayangi. Susul aku secepatnya ke Chipping Somerton. Sebaiknya kau
naik kereta. Bentley-mu terlalu menarik perhatian. Kereta api memang tak terlalu
enak. Tapi kau akan sampai juga. Datanglah di sebuah rumah bernama Tudor
Cottage. Aku akan cerita dengan detil jalan ke tempat itu. Jangan tanyatanya
siapa pun. (Bobby memberi keterangan). Sudah jelas" Jangan bilang siapa pun.
(Kalimat itu digaris"bawahi dengan tebal). Tak seorang pun.
Selalu, Bobby. Frankie meremas surat itu dengan gemas. Jadi dia tak apa-apa! Tak ada kesulitan
yang menimpa Bobby, Dia sedang mencari jejak dan kebetulan mem"bawanya pada arah yang sama ?dengannya. Dia telah ke Somerset House untuk melihat surat wasiat John Savage.
Rose Emily Templeton, istri Edgar Templeton dari Tudor Cottage, Chipping
Somerton, adalah si penerima warisan. Dan hal itu cocok dengan buku ABC di rumah
di St, Leonard's Gardens itu. Chipping Somerton ada"lah salah satu stasiun pada
halaman buku yang terbuka. Suami-istri Cayman itu telah pergi ke Chipping
Somerton. Semua cocok. Penyelidikan mereka sudah akan berakhir.
Roger Bassingtonffrench berpaling dan berjalan ke arahnya. "Ada yang menarik
dengan suratmu?" tanyanya santai.
Sesaat Frankie ragu-ragu. Tentunya Bobby tidak memaksudkan Roger ketika
mengatakan agar dia tidak cerita pada siapa pun" Kemudian dia teringat pada
garis bawah tebal di bawah kalimat itu dan teringat pada idenya yang amat
berani. Kalau itu benar, maka Roger akan bisa membahayakan mereka tanpa mereka
sadari. Dia tak berani menunjukkan kecurigaannya. Jadi Frankie akhirnya berkata,
"Tidak, tak ada yang penting."
Tapi dia menyesali keputusan itu sebelum dua puluh empat jam berlalu.
Beberapa jam kemudian Frankie menyesali perintah Bobby yang mengatakan agar dia
tidak mengendarai mobil. Chipping Somerton memang tidak jauh. Tapi perjalanan
dengan kereta api mengharuskannya untuk berganti kereta tiga kali dengan waktu
menunggu yang cukup lama.
Bagi Frankie yang tidak sabaran, ini benarbenar suatu siksaan.
Namun demikian, dia juga mengakui bahwa apa yang dikatakan Bobby memang benar.
Mobil Bentley itu akan menarik perhatian. Alasan yang dipakainya untuk
meninggalkan mobil itu di Merroway memang tak terlalu masuk akal. Tapi dia tak
menemukan alasan yang lebih baik dalam keadaan mendesak itu.
Hari mulai gelap ketika kereta Frankie yang lamban itu masuk ke stasiun Chipping
Somerton. Bagi Frankie hari telah seperti tengah malam rasanya. Dia merasa kereta itu
merambat berjamjam. Dan pada saat itu pula hujan mulai turun.
Dia mengancing mantel luarnya sampai ke leher, membaca surat Bobby untuk
terakhir kali dalam sinar lampu stasiun, mengingat-ingat arah yang ditunjukkan,
dan melangkahkan kaki dengan mantap.
Instruksinya mudah diikuti. Frankie melihat sinar lampu desa itu, berbelok ke
kiri, mengikuti jalan yang naik menanjak. Setelah itu dia berbelok ke kanan. Dia
bisa melihat kelompok rumahrumah di bawah dan sederet pohon cemara di depannya.
Akhirnya dia pun sampai ke sebuah pagar kayu yang rapi. Korek api yang
dinyatakan"nya menerangi tulisan Tudor Cottage di situ.
Tak ada orang di sekitar situ. Frankie membuka pintu pagar dan menyelinap masuk.
Dia bisa memperkirakan bentuk rumah itu melalui celah-celah jajaran pohon
cemara. Dia mencari posisi yang baik untuk bisa mengintip isi rumah. Hatinya
kemudian berdebar keras. Dia mencoba bersiul menirukan suara burung hantu.
Beberapa menit berlalu, dan tak ada apa-apa. Dia mengulang siulannya..
Pintu rumah itu terbuka dan dia melihat seseorang dalam seragam sopir mengintip
keluar dengan hatihati. Bobby! Dia membuat isyarat masuk, lalu meninggalkan
pintu terbuka lebar. Frankie keluar dari tempat persembunyiannya, dan berjalan ke pintu. Tak ada
cahaya di jendela. Semua gelap dan sunyi. Frankie melangkah de"ngan hati berdebar ke dalam ruangan
yang gelap. Dia berhenti memperhatikan sekitarnya.
"Bobby?" bisiknya.
Hidungnya memberikan peringatan. Di mana dia kenal bau tajam itu sebelumnya"
Tepat ketika otaknya menjawab chloroform, dua buah lengan yang kuat mendekapnya
dari belakang. Dia membuka mulut untuk berteriak" tetapi .sebuah benda basah
menutup mulurnya. Hidungnya mencium bau tajam itu.
Dia melawan sekuat tenaga, berputar dan menendang ke mana-mana. Tapi tak ada
gunanya. Dia merasa badannya lemas dan akhirnya tak tahu apa-apa lagi.
28. PADA JAM KESEBELAS KETIKA Frankie sadar, reaksinya sangat menyedihkan. Tak ada yang'romantis
tentang akibat chloroform itu. Frankie terbaring di lantai kayu yang keras,
tangan dan kakinya terikat. Dia bisa menggulingkan tubuhnya, dan kepalanya
hampir saja tertumbuk pada keranjang arang yang sudah rusak. Beberapa kejadian .
yang menyedihkan kemudian terjadi.
Beberapa menit kemudian Frankie mampu melihat dalam gelap, walaupun tidak bisa
duduk. Dia mendengar erangan di dekatnya. Dia mencoba memperhatikan sekelilingnya.
Kelihatannya dia ada di sebuah gudang di langit-langit rumah. Satu-satunya
cahaya datang dari atap. Dan pada saat itu hanya ada sedikit cahaya. Beberapa
menit kemudian ruangan itu pasti gelap. Di sebuah dinding ada beberapa gambar
yang pecah sebuah tempat tidur besi yang sudah bobrok, beberapa kursi rusak, dan
keranjang arang itu. Erangan itu kedengarannya datang dari sudut. Ikatan Frankie tidaklah terlalu
kuat. Ikatan itu memungkinkannya bergerak seperti seekor pe"nyu. Dia merambat
pada lantai berdebu ke arah sudut.
"Bobby!" serunya.
Ternyata tangan dan kaki Bobby pun terikat. Dan mulutnya pun tersumbat kain. Dia
hampir berhasil melepaskan sumbat dari mulutnya. Frankie membantu Bobby.
Walaupun tangannya terikat, dia masih bisa menggunakannya. Dengan gigitan yang
kuat, akhirnya sumbat itu pun lepas.
Dengan mulut kaku Bobby bisa berseru, "Frankie!"
"Aku senang kita bisa bersama-sama lagi," kata Frankie. "Tapi kelihatannya kita
seperti tawan"an."
"Aku rasa ini adalah pembalasan yang setimpal," kata Bobby.
"Bagaimana mereka menangkapmu?" tanya Frankie. "Apa itu terjadi setelah kau
menulis surat padaku?"
"Surat apa" Aku tak pernah menulis surat!"
"Oh, begitu," kata Frankie mulai mengerti. "Aku memang bodoh! Juga kalimat yang
mengatakan agar aku tak memberi tahu siapa pun."
"Begini saja,** kata Bobby. "Aku akan cerita tentang pengalamanku. Setelah itu
kau cerita tentang dirimu."
Dia kemudian menjelaskan petualangannya di Grange dan kejadian-kejadian yang
mengerikan. "Aku siuman di lubang keparat ini," katanya. "Ada makanan dan minuman di nampan.
Karena sangat lapar aku memakannya. Aku rasa mere memasukkan obat bius ke
dalamnya, karena aku langsung tertidur. Hari apa sekarang"' "Jumat.*
**Dan aku dipukul Rabu malam. Gila. Aku tak sadar selama itu. Sekarang ceritakan
pengalamanmu." Frankie bercerita tentang dirinya. Dimulai dengan pertemuannya dengan Tuan
Spragge sam"pai akhirnya dia melihat Bobby di pintu.
"Lalu mereka membekapku dengan chloro"form," katanya mengakhiri cerita"Dan hth aku muak rasanya dicemplungkan ke keranjang arang!"? ?"Kau memang hebat, Frankie. Dengan tangan terikat begitu kau masih bisa berbuat
sesuatu. Sekarang apa yang akan kita lakukan" Selama ini kita selalu bisa berencana dan
?berhasil. Tetapi sekarang mejanya telah terbalik."
"Sayang aku tak memberi tahu Roger tentang suratmu," kata Frankie. "Aku pernah
berpikir begitu lalu aku memutuskan untuk mengikuti perintahmu dan tak
?mengatakan apa-apa pada orang lain.**
"Dengan akibat tak seorang pun tahu di mana kita berada sekarang ini," kata
Bobby sedih. "Frankie sayang, aku menyesal telah menyebab-kanmu begini."
"Kita terlalu percaya diri," kata Frankie kesal.
"Satu-satunya hal yang tak kumengerti ialah, mengapa mereka tidak langsung saja
menghabisi kita/* gumaii Bobby. "Aku rasa Nicholson tak akan suka dengan hal-hal
kecil begitu." "Dia punya rencana," kau Frankie gemetar.,
"Kalau begitu sebaiknya kita punya sebuah1 rencana. Kita harus keluar dari sini,
Frankie. Bagaimana caranya"'*
"Kita bisa teriak,'* kau Frankie.
"Yaaa," kau Bobby. "Barangkali ada orang lewat dan mendengar kiu. Tapi kalau
melihat kenyataan bahwa Nicholson tidak menyumbat mulutmu, aku rasa kemungkinan
berhasil dengan berteriak sangat tipis. Ikatan tanganmu lebih longgar dari
unganku. Coba kulepas ikaunmu dengan gigiku."
Lima menit berikutnya Bobby berusaha mele"pas ikatan di tangan Frankie dengan
giginya yang bagus. "Aneh. Di buku kelihatannya mudah sekali," katanya sambil terengah-engah.
"Rasanya tak ada kemajuan."
"Ada," kau Frankie. "Ikatanku lebih kendor lagi sekarang. Awas, ada orang
datang." Frarkie menggelindingkan badan menjauhi Bobby.
Suara langkah berat terdengar menaiki tangga. Kemudian terdengar suara kunci
diputar. Kemudian pintu terbuka perlahan-lahan.
"Apa kabar, Burung-burung kecilku?" kata suara Dokter Nicholson. Sebuah
tangannya me"megang lilin. Walaupun dia memakai topi yang ditarik sampai ke mata
dan berbaju hangat dengan kerah berdiri tegak, suaranya tak bisa disembu"
nyikan. Maunya memandang lewat kacamata tebalnya.
Dia menggelengkan kepala pada mereka.
"Sayang Anda begitu mudah terperangkap, Nona muda."
Baik Frankie maupun Bobby tidak menanggapi perkataannya. Nicholson memang sedang
di atas angin, sehingga mereka tak tahu harus berkata apa.
Nicholson meletakkan lilinnya di atas kursi.
"Coba kulihat apakah kalian cukup enak," katanya.
Dia mencek ikatan tangan Bobby, mengang"gukkan kepala puas. Lalu dia melihat
ikaun Frankie. Dia menggelengkan kepalanya.
"Seperti apa yang mereka katakan pada waktu aku masih muda, " 'Jari dicipu
sebelum gar-pu- ^dan gigi dipakai sebelum jari*. Kelihatannya gigi temanmu rajin sekali."
Di sebuah sudut ada kursi yang uk ada sandarannya lagi. Nicholson mengangkat
Frankie dan mendudukkannya di kursi itu.
"Cukup enak, kan?" katanya. **Tak akan lama, kok."
Lidah Frankie serasa gatal, "Apa yang akan kaulakukan pada kami?" tanyanya,
Nicholson berjalan ke pintu dan mengambil lilinnya.
"Anda telah menantang saya dengan kecelakaan itu, Lady Frances. Barangkali saya
meniang suka. Paling tidak saya akan membuat sebuah kecelakaan lagi." Apa
maksudmu?" kata Bobby.


Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa saya perlu cerita" Ya, rasanya perlu. Lady Frances Derwent yang sedang
mengendarai mobil didampingi sopirnya telah salah jalan dan masuk ke jalan yang
tak terpakai ke arah pelabuhan. Mobil menabrak tanggul. Lady Frances dan
sopirnya mati." Dia diam sesaat. Lalu Bobby berkata, "Ba"rangkali tidak. Kadangkadang rencana
bisa me"leset. Dan salah satu rencanamu gagal di Wales."
"Kekebalanmu terhadap morfin memang luar biasa, dan dari pihak kami sangat
disayangkan," kata Nicholson. '*Tapi kau tak perlu khawatir kali ini-Kau dan Lady Frances
sudah pasti mati pada waktu orang menemukan mayat kalian."
Bobby merasa merinding. Dia mendengar sesuatu yang aneh pada suara Nicholson.
Seperti seorang aktor yang sedang melakonkan peran.
Dia menikmati hal itu, pikir Bobby. Benarbenar menikmati.
Bobby tak ingin menyenangkan hati Nicholson lagi. Jadi dia bicara dengan suara
santai, "Kau membuat suatu kekeliruan terutama karena kau telah melibatkan ?Lady Frances."
"Ya," kau Frankie. "Dalam surat palsumu itu kau mengatakan agar aku tidak bicara
dengan siapa pun. Tapi aku membuat perkecualian. Aku memberi tahu Roger
Basssington-ffrench. Dia tahu apa yang kaulakukan. Kalau sesuatu terjadi pada
kami, dia tahu siapa yang bertanggung jawab. Sebaiknya kaulepaskan kami dan
cepat-cepat pergi dari negara ini."
Nicholson diam sesaat. Lalu dia berkata, "Gertakan yang bagus "?Dia berbalik ke pintu.
"Bagaimana dengan istrimu, Babi?" teriak Bobby. "Kau sudah membunuh dia pula?"
"Moira masih hidup," kata Nicholson. "Aku tak tahu berapa lama lagi dia akan
kubiarkan tetap begitu. Tergantung situasi."
Dia mencemooh mereka dengan membungkuk hormat.
"Sampai ketemu," katanya. "Aku perlu dua jam untuk persiapan. Sementara itu
kalian bisa ngobrol tenung apa yang terjadi. Aku uk akan membungkam kalian
selama tak perlu. Mengerti"
Kalau aku sampai mendengar teriakan minta tolong, aku akan segera membereskan
segalanya." Dia keluar, menutup dan mengunci pintu di belakangnya.
"Tidak, uk mungkin," kata Bobby. "Hal-hal demikian tak akan terjadi." Tapi dia
tak bisa melepaskan diri dari perasaan bahwa hal itu akan terjadi pada dia dan
pada Frankie. "Di buku-buku, biasanya ada penyelamatan pada jam kesebelas," kau Frankie penuh
harap, upi dia tidak terlalu bersemangat, bahkan merasa pesimis.
"Kalau saja aku cerita pada Roger," gumamnya. 'Barangkali Nicholson percaya
padamu/* hi"bur Bobby. 'Tidak/' kata Frankie. **Dia tak termakan gertakan kita. Orang itu memang
cerdas." "Ya. Terlalu pintar untuk kita hadapi," kata Bobby sedih. "Kau tahu, Frankie,
apa yang membuatku gemas dengan urusan ini"'* "Tidak. Apa?"
"Sampai saat ini, ketika kita sudah akan pindah ke dunia lain, kita masih belum
tahu siapa si Evans itu."
"Kita tanya dia saja," kata Frankie. "Sebagai permintaan terakhir lata. Dia
pasti tidak menolak. Aku pun merasa tidak puas kalau rasa ingin tahuku belum terpenuhi."
Mereka diam. Kemudian Bobby bertanya, "Apa kita perlu teriak minta tolong"
Sebagai kesempatan terakhir" Sepertinya itulah satu-satu"nya kesempatan kita."
"Tidak," kata Frankie. "Pertamatama aku tak percaya ada orang yang akan
mendengar. Dia pasti tak akan mau ambil risiko menawan kita di sini kalau ada
kemungkinan itu dan kedua, aku tak tahan menunggu di sini untuk dibunuh tanpa
?bisa bicara atau diajak bicara. Kita lupakan saja teriakan itu sampai kesempatan
terakhir. Aku aku senang bisa bicara lagi denganmu."
?Suaranya gemetar ketika mengucapkan kalimatnya yang terakhir.
"Aku telah membawamu ke situasi yang buruk, Frankie."
"Jangan pikirkan hal itu. Kau tak akan bisa menahanku, karena akulah yang ingin
terlibat. Bobby, apa dia kirakira akan serius dengan rencananya" Tentang kita, maksudku."
"Rasanya ya. Dia sangat efisien."
"Bobby, mungkinkah dia yang membunuh Henry Basington-ffrench ?"
"Kalau memang mungkin *'?"Memang mungkin, dengan satu kondisi Sylvia Bassmgton-ffrench pun ikut
?terlibat.*' **Frankie!" "Aku mengerti. Aku sendiri merasa ngeri ketika pikiran itu timbul. Tapi kondisi
itu cocok. Kenapa Sylvia begitu tolol tenung morfin" Kenapa dia dengan keras kepala menolak
saran kami untuk membawa suaminya ke tempat lain di luar Grange" Lalu, dia ada
di dalam rumah ketika tembakan itu terdengar "
?"Barangkali ia sendiri yang menembaknya.**
"Ah, tentu saja tidak!"
"Itu kan suatu kemungkinan. Lalu dia memberikan kunci ruangan pada Nicholson
agar diletakkan di saku Henry."
"Gila semua," kata Frankie putus asa. "Seperti bercermin pada kaca yang retak
saja. Semua orang yang kelihatan baik rupanya tidak begitu orang yang
kelihatannya baik ternyata... Harus ada cara untuk mengenali bahwa seseorang
adalah criminal alis mata, atau telinga, atau apa."
"Ya, Tuhan!" teriak Bobby.
"Kenapa?" "Frankie, yang ke sini tadi bukan Nicholson!"
"Apa kau gila" Kalau begitu siapa?"
"Aku tak tahu tapi dia bukan Nicholson. Aku memang sudah merasa ada yang tidak
?beres ?tapi tidak tahu apa. Dan ketika kau mengatakan 'telinga' aku pun jadi tahu.
?Ketika aku melihat Nicholson dari jendela malam itu, aku sempat memperhatikan
telinganya yang menempel pada mukanya. Tapi orang tadi telinganya tidak
? ?begitu." "Tapi apa artinya hal itu?" tanya Frankie putus asi.
"Dia adalah seorang aktor yang menyaru sebagai Nicholson."
"Tapi mengapa" Dan siapa?"
"Bassingtonffrench," kata Bobby. "Roger Bassingtonffrench. Kita sudah tahu sejak
awal bahwa dialah orang yang perlu dicurigai. Tetapi dasar tolol kita berjalan
?terlalu melencong."
"Bassingtonffrench?" bisik Frankie. "Kau be"nar, Bob. Pasti dia. Dialah satusatunya orang yang mendengar ceritaku pada Nicholson tentang kecelakaan itu."
"Kalau begitu habislah kita," kata Bobby. "Tadinya aku berharap mudah-mudahan
dia ikut membayangi jejak kita dan membantu. Tapi harapan itu lenyap sekarang.
Moira adalah se"orang tahanan. Sedang kau dan aku kaki dan tangan kita sama-?sama terikat. Tak seorang pun tahu di mana kiu. Permainan ini sudah berakhir,
Frankie." Pada waktu dia selesai bicara, terdengar suara di atas. Menit berikutnya, dengan
suara keras sese"orang jatuh dari genting kaca yang pecah. Tapi tempat itu
terlalu gelap untuk bisa melihat.
"Sialan " kata Bobby.
?"Bbb Bobby," kata orang itu.
?"Heh, gila," kau Bobby. "Si Badger!"
29. CERITA BADGER MEREKA tak bisa membuang-buang waktu lagi. Suara itu telah terdengar dari bawah.
"Cepat, Badger, Tolol!" kata Bobby. "Tarik sepatu botku. Jangan tanya apa-apa!
Geletakkan di tengah sana, lalu kau sembunyi di bawah tempat tidur. Cepat"
Terdengar langkah-langkah menaiki tangga. Kunci diputar. Nicholson Nicholson
?palsu ?berdiri di tengah pintu dengan lilin di tangan. Dia melihat Bobby dan Frankie
seperti ketika ditinggalkan olehnya. Tapi di tengah lantai dia melihat pecahan
kaca dan di tengah pecahan kaca dia melihat sepatu bot!
Nicholson memandang heran pada sepatu bot dan Bobby. Kaki kiri *Bobby tak
bersepatu. "Cerdik sekali kau," katanya. "Pintar main akrobat rupanya."
Dia mendekati Bobby, melihat tali pengikat tangannya dan menambahkan beberapa
ikatan yang lebih kuat. Dia memandang Bobby dengan curiga.
"Rasanya aku ingin tahu bagaimana kau bisa melempar sepatu itu ke langit-langit.
Kau me"mang hebat. Punya bakat seperti Houdini, ya?"
Dia memandang mereka berdua, lalu ke langit-langit yang pecah, mengangkat
bahunya dan keluar. "Cepat, Badger."
Badger merangkak dart bawah tempat tidur. Dia membawa sebuah pisau lipat. Dengan
pisau itu dia memutuskan pengikat kedua temannya.
"Ah, enak rasanya," kata Bobby sambil menggeliatkan badan. "Kaku semua badanku.
Nah, Frankie, bagaimana dengan temanmu si Nicholson itu?"
"Kau benar. Dia Roger Bassingtonffrench," kata Frankie. "Sekarang, karena aku
tahu bahwa yang menyamar jadi Nicholson adalah Roger, aku mengerti. Pertunjukan
yang amat bagus." "Permainan suara dan kacamata saja," kata Bobby.
"Aku dulu pemah di Oxford dengan BBBas-sington-ffrench," kata Badger. "PPPintar
main drama. Tapi jahat. PPPemah memalsu cek ayahnya. TTTapi ditutupi ayahnya."
Bobby dan Frankie memikirkan hal yang sama. Badger yang mereka anggap tak masuk
hitungan bisa memberikan informasi yan ber harga.
Pemalsuan, pikir Frankie. "Surat darimu itu memang meyakinkan, Bob," katanya.
"Aku tak mengerti bagaimana dia bisa memalsu tulisan tanganmu."
"Kalau dia berkomplot dengan si Cayman, barangkali dia melihat suratku tentang
Evans." "Aaa apa yyy yang akan kki kki kita lakukan?" suara Badger terdengar sedih.? ? ? ?"Kita akan ambil posisi di balik pintu," kata Bobby. "Dan kalau kawan kita itu
kembali aku rasa tak akan lama lagi kau dan aku akan memberi sebuah surprise.
? ?Bagaimana, Badger" Kau siap dengan permainanmu?"
"Oh, ttt ?"Dan kau, Frankie. Begitu mendengar langkah"nya sebaiknya kau kembali ke
kursimu. Dia akan melihatmu begitu membuka pintu, dan akan masuk tanpa curiga."
"Oke. Dan kalau kau dan Badger sudah bisa membekuk dia, aku akan bantu kalian
menggigit kakinya atau apa."
"Nah, gitu dong!" kata Bobby. "Sekarang kita duduk di lantai saja dan cerita.
Aku ingin tahu tentang keajaiban yang membawa Badger turun dari surga untuk
menyelamatkan kita/' "Yya aaaku dapat kesulitan setelah kautinggal."
?Dia diam sejenak. Perlahan-lahan ceritanya pun keluar. Cerita tentang uang,
kreditor, izinizin ?hal-hal yang kurang dipahami Badger. Bobby tak meninggalkan pesan apa-apa ketika
pergi dan hanya berkata bahwa dia akan mengantarkan Bentley ke Staverley. Jadi,
Badger pun menyusul ke Staverley "AAkku pikir kau bbbi bisa meminjamiku uuu uang," katanya.
? ?Hati Bobby tersentuh. Dia datang ke London dengan tujuan untuk membantu Badger,
tap: sampai saat itu dia ternyata sibuk main detektif bersama Frankie dan
meninggalkan Badger begitu saja. Namun demikian, sepatah kata pun Badger tidak
menyesalinya. Badger tak bermaksud ikut campur urusan misterius Bobby. Tapi dia
berpendapat bahwa mobil sebagus itu pasti akan menarik perhatian di tempat kecji
seperti Staverley. Dia melihat mobil itu di depan sebuah pub dalam keadaan
kosong. "Jjadi aku iiingin memberi sssurprise padamu,' katanya polos. "Di belakang ada
gulungan karpet dan barang-barang lain dan aku tak melihat orang di sekitar
situ. Aku masuk ke mobil dan sembunyi di balik karpet. Aaaku ingin bbbi bikin
?kejutan uuu untukmu."
?Yang kemudian terjadi ialah, seorang sopir berseragam hijau keluar dari pub dan
Badger yang mengintip dari balik karpet itu terkejut ketika yang dilihatnya
bukanlah Bobby. Dia merasa bahwa wajah sopir itu pernah dikenalnya, tapi dia tak
ingat siapa. Sopir itu masuk ke dalam mobil dan Badger pun ikut melaju.
Badger pun terjebak dalam situasi yang tidak enak. Dia tak tahu apa yang harus
dilakukannya. Memberi keterangan akan sulit. Dan lagi rasanya tak mungkin memberi penjelasan
pada orang yang sedang menyetir mobil dengan kecepatan enam puluh mil per jam.
Badger akhirnya memutuskan untuk berbaring tenang-tenang dan keluar diam-diam
kalau mobil sudah berhenti.
Mobil itu akhirnya sampai di tujuan -Tudor Cottage. Sopir itu memasukkan mobil ?ke dalam garasi dan meninggalkan mobil itu. Tetapi dia mengunci pintu garasi.
Badger terkurung. Di garasi itu ada sebuah jendela kecil. Dari jendela itulah
Badger melihat Frankie datang, mendengar siulannya, dan melihat dia masuk ke
dalam r timah. Kejadian itu membuat Badger bingung. Dia mulai berpikir bahwa ada yang tidak
beres. Dia memutuskan untuk menyelidiki sendiri apa yang terjadi di situ.
Dengan bantuan beberapa alat yang ada di garasi, dia berhasil membuka kunci
garasi dan keluar. Jendela di lantai bawah semuanya terkun"ci. Dia berpikir,
seandainya naik ke atas atap ta mungkin bisa mengintip dari jendela atas. Atap
itu tidak sulit dicapai. Ada sebuah pipa air di dekat garasi yang naik ke atas
atap. Dan dia bisa meloncat ke atap rumah dari atap garasi dengan mudah. Pada
waktu dia merangkak dia melewati genting kaca lubang cahaya itu.
Karena tidak kuat menahan berat badannya, genting itu pecah dan Badger pun
terperosok jatuh. Bobby menarik napas panjang ketika cerita itu habis.
"Bagaimanapun kau adalah sebuah keajaiban suatu berkat!" Tanpa kau, Badger,
? ?Frankie dan aku akan jadi mayat satu jam lagi."
Bobby kemudian menceritakan dengan singkat apa yang sedang dilakukannya dengan
Frankie. Setelah selesai dia berhenti.
"Ada yang datang. Kembali ke tempatmu, Fiankie. Sekarang tiba saatnya memberi
kejutan pada teman kita si Bassington-ftrendi."
Frankie menempatkan dirinya di kursi dengan sikap sedih sekali. Bobby dan Badger
berdiri siap di belakang pintu.
Langkah itu sampai di atas dan cahaya lilin menerangi bagian bawah pintu. Kunci
dimasukkan dalam lubangnya dan diputar. Pintu pun terbuka lebar. Cahaya lilin
itu menerangi Frankie yang duduk tersiksa di kursinya. Si pembawa lilin itu pun
masuk. Kejadian berikutnya berjalan amat cepat. Orang itu terkejut dan jatuh terpukul,
lilinnya terlempar jatuh dan Frankie mengambilnya dengan cepat. Beberapa menit
kemudian ketiganya berdiri memandang senang pada tubuh yang tergeletak dan
terikat tadi. "Selamat malam, Tuan Bassingtonffrench," kata Bobby dengan suara sengit. "Malam
yang indah untuk sebuah pemakaman, bukan?"
LAKILAKI di Untai itu memandang mereka. Kacamata dan topinya telah terbang. Tak
ada yang bisa disembunyikan lagi. Bekas-bekas make up terlihat di alis matanya.
Tapi wajahnya adalah wajah Bassingtonffrench yang menarik itu.
Dia berkata dengan suaranya sendiri, suara tenor yang enak didengar.
"Sangat menarik." katanya. "Sebetulnya aku tahu bahwa orang yang terikat seperti
kau tadi tak mungkin melemparkan sepatu bot ke atap kaca. Tapi karena sepatu bot
itu ada di tengah pecahan kaca, aku menganggapnya sebagai sebab dan akibat,
walaupun itu tidak mungkin. Dan yang tak mung"kin itu telah tercapai. Pemikiran
yang cemerlang." Karena tak seorang pun bicara, dia melanjutkan perkataannya. "Jadi kalian menang
dalam ronde ini. Sama sekali tak diduga dan amat disayangkan. Aku pikir aku
sudah berhasil mengelabui kalian."
"Kau sudah berhasil," kata Frankie. "Kau yang memalsukan surat dari Bobby itu,
kan?" "Aku punya bakat," kata Roger dengan rendah hati.
"Dan Bobby?" Dengan berbaring dan tersenyum pada mereka, Roger bercerita.
"Aku tahu bahwa dia akan ke Grange. Aku hanya perlu menunggunya di semak-semak
dekat pintu. Dan aku memang ada di situ ketika dia bersembunyi setelah jatuh
dari pohon, Aku menunggu sampai ribut-ribut itu berhenti, lalu aku memukul leher
belakangnya dengan sekan"tong pasir. Yang perhi kulakukan hanya memba"wanya
masuk dalam mobilku yang sudah me"nunggu, dan membawanya kemari. Aku sudah
kembali lagi sebelum pagi."
"Dan Moira?" tanya Bobby. "Apa kau pun memancingnya ke luar?"
Roger geli. Pertanyaan itu membuatnya geli. "Pemalsuan adalah seni yang amat
diperlukan, Jqnes," katanya.
"Kau memang bajingan," kata Bobby.
Frankie menyela. Masih banyak hal yang ingin diketahuinya dan Roger kelihatannya
senang menjawab. "Mengapa kau berpurapura menjadi Dokter Nicholson?" kau Frankie.
"Ya, mengapa, ya?" Roger bertanya pada dirinya sendiri. "Sebagian ialah karena
aku ingin membodohi kalian. Kalian begitu yakin bahwa ialah yang pegang
peranan." Dia tertawa dan muka Frankie menjadi met ah. "Hanya karena dia
menanyaimu agak detil tentang kecelakaan itu
dengan caranya yang angkuh. Memang me-nyebalkaiv ketelitiannyii dalam soal-? ?soal kecil."
"Padahal dia tak tahu apa-apa?" tanya Frankie.


Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Seperti bayi yang belum lahir," jawab Roger. "Tapi dia memang membantuku untuk
jadi memperhatikan kecelakaan itu. Kecelakaan itu dan "sebuah insiden kin
membuatku berpikir bahwa kau mungkin bukan gadis muda tanpa dosa Aku berdiri di
dekatmu ketika kau menele"pon temanmu itu dan mendengar sopirmu berka"ta
'Frankie\ Pendengaranku amat tajam. Aku membuat alasan untuk mobilmu ke kota dan
kau tak keberatan. Tapi kau kelihatan sangat lega ketika aku berubah pendapat.
Setelah tu " D a berhenti dan hanya mengangkat bahunya yang terikat. "Aku
?senang bisa membuat kalian bingung dengan ide Nicholson itu. Dia adalah keledai
jinak yang tak perlu ditakuti. Tapi tampangnya memang seperti kriminal tingkat
tinggi yang terlihat di film-film. Jadi aku meneruskan idemu itu Tapi rencana
yang sudah masak itu ternyata meleset seperti sekarang kali"an lihat."
"Ada satu hal yang harus kaucerirakan padaku. Aku ingin sekali tahu. Siapa
Evans"** "Oh!" kau Bassingtonffrench. "Jadi kau be* lum tahu"** Dia tertawa dan tertawa
lagi. "Lucu sekali,** katanya. "Ini hanya contoh bagaimana orang bisa begitu
bodoh.'* "Maksudmu kami"** tanya Frankie.
"Bukan!" kata Roger. "Dalam kasus ini akulah yang bodoh Kalau kau tak tali u
siapa Evans, aku rasa aku tak akan memberi tahu kalian. Aku ingin menjadikannya
sebuah rahasia kecil bagi diriku sendiri."
Posisi ini memang aneh. Mereka telah menga"lahkan Bassingtonffrench, tapi dalam
hal lain mereka tak tahu banyak. Dialah yang mendomi"nasi situasi.
"Dan apa rencana kalian sekarang kalau aku boleh tahu?" tanyanya.
Tak seorang pun berpikir tentang rencana. Dengan agak bergumam Bobby
menyebutnyebut polisi. "Bagus," kata Roger gembira. "Panggillah mere"ka dan serahkan aku pada mereka.
Tuduhannya adalah penculikan, kan" Aku tak akan bisa mem"bantah itu." Dia
memandang Frankie. "Dan aku akan mengaku melakukannya karena nafsu cinta.*'
Muka Frankie menjadi merah "Bagaimana kalau pembunuhan?" tanyanya, "Sayangku,
kau tak punya bukti. Pikirlah baik-baik. Tak satu bukti pun bisa kautemukan."
"Badger," kata Bobby. "Kau sebaiknya tinggal di sini menjaga dia. Aku akan turun
untuk menelepon polisi.**
"Sebaiknya kau hatihati," kata Frankie. "Kau tidak tahu ada berapa orang
kawannya di sini." "Tak ada siapa-siapa, cuma aku sendiri. Aku melakukan semuanya sendiri."
Bobby membungkuk memeriksa ikatan tali-tali itu.
"Nggak apa-apa, aman. Kita turun saja semua. Pintu ini kita kunci."
"Kau benarbenar tak percaya, ya" Ini, di sakuku ada pistol kalau kau mau. Kau
tentu memerlukannya. Untukku sendiri, tak enak membawa-bawanya dalam posisi
begini." Bobby tak mengacuhkan nada cemooh lawannya. Dia membungkuk mengambil pistol itu
dari saku. "Terima kasih, kau memang baik. Memang ini lebih membuatku gembira,
kalau kau ingin tahu."
"Bagus. Ada isinya, kok."
Bobby mengambil lilin dan mereka semua keluar dari loteng. Bobby mengunci pintu.
Ta"ngannya siap memegang pistol.
"Aku akan jalan di depan. Jangan sampai kita terjebak lagi."
"Dia ooorang anneh, yyy ya?" kata Badger sambil mendongakkan kepala ke arah ?pintu.
"Dia memang bisa menerima kekalahannya dengan baik," kata Frankie yang memang
belum bisa melepaskan diri dari daya tarik Roger Bassingtonffrench.
Dengan suara berderit karena tangga yang telah tua, mereka sampai juga di lantai
bawah. Semua"nya sunyi. Bobby memandang sekelilingnya. Telepon itu ada di bawah.
"Sebaiknya kita periksa dulu kamar-kamar itu. Jangan sampai kita diserang dari
belakang." Badger membuka lebar-lebar setiap pintu ka"mar. Dari keempat ruang tidur, tiga
di antaranya kosong. Di dalam kamar keempat mereka melihat seorang wanita
bertubuh semampai tergeletak di atas tempat tidur. "Itu Moiral" seru Frankie.
Yang lain beramai-ramai masuk. Moira terba"ring seperti orang mari. Hanya
dadanya saja yang naik-turun sedikit.
"Apa dia tidur"** tanya Bobby.
"Dia terbius aku rasa," kata Frankie. Dia memandang berkeliling. Sebuah alat
suntik terge"letak pada sebuah nampan kecil di dekat jendela. Di situ juga ada
lampu spiritus dan sebuah jarum suntik morfin.
"Aku rasa dia tak apa-apa," kata Frankie. "Tapi kita perlu memanggil dokter."
"Kita turun saja dan menelepon," kata Bobby.
Mereka ke ruang bawah. Frankie berpikir, apakah betul telepon masih tersambung.
Kekha"watirannya hilang. Mereka bisa menghubungi polisi dengan mudah tapi
mendapat kesulitan untuk menceritakan kembali kejadian-kejadian yang dihadapi.
Mula-mula polisi daerah itu me"ngira bahwa laporan itu hanya main-main.
Tetapi akhirnya mereka pun percaya. Bobby meletakkan gagang telepon sambil
menarik napas. Dia juga mengatakan bahwa mereka perlu seorang dokter. Dan polisi itu
menjanjikan akan memba"wa dokter.
Sepuluh menit kemudian sebuah mobil tiba dengan seorang inspektur polisi,
seorang polisi pembantu, dan seorang lakilaki setengah baya yang jelas bisa
ditebak profesinya. Bobby dan Frankie menyambut mereka. Sete"lah susah-payah menjelaskan semuanya,
mereka pun naik ke loteng. Bobby membuka kunci pintu dan dia berdiri dengan muka
tercengang. Di tengah ruangan itu dia melihat potongan-potongan tali. Di bawah
genteng yang pecah dia melihat sebuah kursi diletakkan di atas tempat tidur.
Sedangkan Roger Bassingtonffrench sendiri tak kelihatan bayangannya.
"Ini benarbenar permainan Houdini. Bagai"mana dia bisa memotong tali-tali itu"**
kata Bobby. "Dia pasti menyimpan pisau di sakunya,*' kata Frankie.
"Walaupun ada, bagaimana cara dia memegangnya" Kedua tangannya terikat erat di
punggung." Inspektur itu berdehem. Kecurigaannya timbul lagi. Dia berpendapat bahwa semua
itu hanya tipuan saja. Bobby dan Frankie menceritakan dongeng panjang yang makin lama makin sulit
dipercaya. Pak dokterlah yang menjadi juru selamat. Ketika dia dibawa ke kamar untuk
melihat Moira, dia membenarkan bahwa wanita itu dibius dengan morfin atau opium.
Dia tak menganggap bahwa keadaan Moira serius. Dalam waktu empat atau lima jam
dia akan dapat bangun kembali seperti biasa. Dokter itu menyarankan agar Moira
dirawat di suatu tempat perawatan yang baik.
Bobby dan Frankie menyetujui hal ini, karena tak melihat kemungkinan lain yang
bisa dilaku"kan. Setelah memberikan nama dan alamat mereka pada polisi, mereka
akhirnya meninggalkan ru"mah itu. Dengan bantuan polisi, mereka bisa mendapat
kamar di Seven Stars. Walaupun jengkel karena dianggap kriminal, mereka masuk dalam kamar masingmasing de"ngan hati lega juga. Sebuah kamar untuk Bobby dan Badger, dan sebuah
lagi kamar sempit untuk Frankie.
Beberapa menit setelah mereka istirahat, kamar Bobby diketuk orang. Ternyata
Frankie. "Aku punya sesuatu,** kata Frankie. "Kalau polisi itu mengira bahwa kita
mengarang cerita ini, aku punya bukti bahwa aku dibius dengan chloroform."
"Kau punya bukti" Di mana?"
"Di keranjang arang," kata Frankie mantap.
31. FRANKIE BERTANYA KARENA capek akibat petualangan yang dialaminya, Frankie pun bangun kesiangan
esok paginya. Dia turun pukul sepuluh tiga puluh, dan Bobby telah menunggunya di
ruang minum kopi yang sempit*
"Halo, Frankie, kau bangun juga akhirnya," kata Bobby.
"Jangan merasa paling hebat, Bobby," katanya sambil duduk di kursi.
"Makan apa kau" Mereka punya ikan, telur, dan daging babi."
"Aku mau sarapan roti panggang dan teh encer saja," kata Frankie. "Kau kenapa
sih?" "Ini pasti akibat kantong pasir itu," jawab Bobby. "Barangkali sambungan ke
otakku rusak Rasanya badanku penuh energi dan kuat dan aku ingin lari dan
memukuli apa saja." 'Ya kalau begitu lari-lari sajalah," kata Fran"kie kalem.?"Aku sudah lari-lari, dengan Inspektur Ham"mond, selama setengah jam. Kita
terpaksa mem"biarkan dia menganggap kita main-main untuk sementara." "Tapi,
Bobby " ?"Aku bilang hanya sementara. Kita harus menyelesaikan semuanya, Frankie. Kita
sudah ada di jalan yang benar dan kita akan sampai ke akarnya. Kita tak ingin
Roger Bassingtonffrench dirangkap karena penculikan. Dia perlu ditangkap karena
pembunuhan." "Kita akan menangkapnya," kata Frankie de"ngan semangat baru.
"Bagus. Minum lagi tehmu," kata Bobby.
"Bagaimana Moira?"
"Payah. Dia sadar dalam keadaan yang me"nyedihkan. Ketakutan setengah mati. Dia
ada di rumah perawatan di London, namanya Queen's Gate. Dia bilang akan merasa
aman di sana. Di sini dia ketakutan."
"Dia memang penakut," kata Frankie.
"Aku rasa siapa pun akan ketakutan kalau tahu ada pembunuh berdarah dingin
seperti Roger Bassington-ffrench berkeliaran di sekitar daerah itu."
"Dia tidak bermaksud membunuh Moira. Kita"lah yang diincarnya."
"Barangkali d a s buk dengan dirinya sendiri sekarang dan tak punya waktu
berpikir tentang kita," kata Bobby. "Dan kini, Frankie, kita ulang lagi
semuanya. Aku rasa semuanya berawal dari kematian John Savage dan surat
wasiatnya. Ada yang tak beres di situ. Apakah surat itu dipalsu ataukah Sa\age
dibunuh atau apa." "Kemungkinan besar surat wasiat itu dipalsu, kalau memang ada sangkut-pautnya
dengan Bas"singtonffrench/' kata Frankie termenung. "Dia punya keahlian itu."
"Mungkin juga pemalsuan dan pembunuhan," kata Bobby. "Kita harus
menyelidikinya." Frankie mengangguk- "Aku punya catatan tentang surat wasiat itu setelah
melihatnya. Saksi"nya adalah Kose Chudleigh, juru masak, dan Albert Mere, tukang kebun.
Pasti tidak sulit ditemukan. Lalu pengacara yang membuat "1-ford dan Leigh ? ?perusahaan yang sangat terhor"mat seperti dikatakan oleh Tuan Spragge."
"Baik. Kita akan mulai dari situ. Aku rasa sebaiknya kau yang menangani biro
hukum itu. Kau pasti akan berhasil mendapat info lebih banyak daripada kalau aku
yang mengerjakannya. Aku akan mencari Rose Chudleigh dan Albert Mere."
"Bagaimana dengan Badger?"
"Dia uk akan bangun sebelum waktu makan siang. Jangan khawatir."
"Kiu harus membantu menyelesaikan kesulit"annya nanti. Dia sudah menyelamatkan
nyawa"ku." "Kesulitan itu akan daung lagi," kau Bobby. "O ya, apa pendapatmu tenung ini?"
Dia menunjukkan sekeping cardboard kotor pada Frankie. Ternyata sebuah foto.
"Tuan Cayman," kau Frankie cepat. "Dari mana kau dapat foto itu?"
'Tadi malam. Terselip di balik telepon."
"Kalau begitu sudah jelas siapa Tuan dan Nyonya Templeton sebenarnya. Sebentar."
Seorang pelayan mendekati mereka sambil membawa roti panggang. Frankie
menunjukkan foto itu. "Kau tahu siapa ini?" tanyanya.
Pelayan itu memandang foto tersebut dengan kepala sedikit dimiringkan.
"Saya pernah melihat tuan ini tapi saya lupa. Oh ya, dia adalah pemilik Tudor
?Cottage Tuan Templeton. Mereka sudah pergi uk uhu ke mana. Saya rasa ke luar
? ?negeri." "Seperti apa sih dia?" tanya Frankie.
"Saya tidak uhu. Mereka tidak selalu berada di sini hanya sekali-sekali pada
?akhir minggu. Tak banyak orang yang tahu tentang dia. Nyonya Templeton sangat ramali. Mereka
belum lama membeli Tudor Cottage kirakira enam bulan yang lalu ketika ada
? ?seorang tuan yang kaya sekali meninggal dan mewariskan seluruh uangnya pada
Nyonya Templeton. Mereka kemu"dian tinggal di luar negeri. Tapi mereka tidak
menjual Tudor Cottage. Saya rasa rumah itu disewakan pada akhir pekan. Tapi saya
rasa mereka tak akan kembali lagi ke sini karena mereka punya uang warisan
sebanyak Itu." "Mereka punya seorang juru masak bernama Rose Chudleigh" kan?" tanya Frankie.
Tapi gadis itu kelihatannya tidak tertarik pada juru masak. Dia hanya tertarik
pada cerita tenungwarisan yang luar biasa itu. Dia menjawab pertanyaan Frankie
dengan berkata bahwa dia tak tahu. lalu pergi dengan membawa piring kosong.
"Jelas* kata Frankie. "Suami-istri Cayman itu tidak datang ke sini lagi tapi
membiarkan rumah itu untuk keperluan komplotannya."
Mereka akhirnya setuju untuk membagi tugas seperti telah dibicarakan sebelumnya,
Frankie, pergi dengan Bentley-nya setelah membenahi dirinya dengan belanjaan di
toko setempat dan Bobby pergi mencari jejak Albert Mere, si tukang kebun.
Mereka bertemu pada waktu makan siang.
"Bagaimana?" tanya Bobby ingin tahu.
Frankie menggelengkan kepala. "Tak ada pemalsuan." Frankie berkata dengan suara
lemas. "Aku bicara lama dengan Tuan Elford. Dia orang tua yang baik. Rupanya dia
mendengar tentang kita kemarin malam dan ingin sekali mendengar detilnya. Aku
rasa tak banyak hal-hal yang bisa jadi bahan pembicaraan di sini. Tapi aku dapat
memancingnya dengan mudah. Lalu aku bicara tentang kasus Savage aku purapura ?telah bertemu dengan keluarga Savage dan me"ngatakan bahwa mereka curiga akan
adanya pemalsuan tanda tangan. Pada saat itulah orang tua itu menolak matimatian ide tersebut. Ini bukan permainan pemalsuan. Dia sendiri berte"mu dengan
Tuan Savage dan Tuan Savage me"mang minta agar surat wasiat itu dibuat.
Tuan Elford memang benarbenar ingin membuatnya dengan sebaik-baiknya; kau tahu kan
?bagaimana cara mereka membuat berlembar-lembar padahal isinya cuma begitu
? ?saja " ?"Tidak, aku tak tahu," kata Bobby. "Aku belum pernah membuat surat wasiat/'
"Aku pernah dua. Yang kedua pagi tadi. Aku harus punya alasan untuk mendatangi
?Tuan Elford, kan?" "Pada siapa kauwariskan uangmu?"
"Padamu." "Kau tidak pikir panjang, kan" Kalau Roger Bassingtonffrench berhasil
membunuhmu, ba"rangkali aku yang akan digantung!"
"Aku memang tak memikirkan itu," kata Frankie. "Nah, seperti kukatakan tadi,
Tuan Savage waktu itu sangat bingung dan gugup sehingga Tuan Elford yang
menuliskan surat wasiat itu dan juru masak serta tukang kebun itu menjadi saksi.
Tuan Elford menyimpan surat wasiat itu setelah ditandatangani."
"Memang kelihatannya tak ada unsur pemalsuan," kara Bobby.
"Ya. Memang kasus pemalsuan tak akan mung"kin bila kau sendiri melihatnya
menandatangani surat wasiat itu. Tentang kemungkinan lain- pembunuhan aku rasa
? ?sulit untuk menemu"kan buktinya. Dokter yang menangani pada waktu itu sudah
meninggal. Dokter yang tadi malam itu dokter baru. Dia di sini baru dua
bulan/*Kelihatannya terlalu banyak kematian," kata Bobby.
"Kenapa" Siapa lagi yang mati?" "Albert Mere."
"Kaupikir mereka semua memang disingkir"kan"*' 'Terlalu obral rasanya. Kita
anggap saja Albert Mere tidak umurnya tujuh puluh dua. Sudah tua."?"Baik," kata Frankie. "Kita anggap dia mati wajar. Ada berita baik dengan Rose
Chudleigh"*' "Ya. Setelah meninggalkan Templeton dia pergi ke suatu tempat di Inggris utara.
Tapi dia kembal lagi karena menikah dengan seseorang di sini yang sudah
memacamnya selama tujuh belas tahun. Untunglah dia agak bego. Kelihatannya dia
tidak ingat apa pun atau siapa pun.
Barangkali kau bisa menghadapinya."
"Beres," kata Frankie. "Aku bisa menghadapi orang bego. O ya, di mana Badger?"
"Ya ampun, aku sudah lupa pada dia," kata Bobby. Dia berdiri dan pergi. Tak lama
kemudian dia kembali. "Masih tidur," katanya. "Dia sudah bangun sekarang. Sudah dipanggil empat kali
oleh pelayan tapi nggak ada hasilnya."
?"Kalau begitu sebaiknya kita pergi melihat si bego itu," kata Frankie sambil
berdiri. "Lalu aku harus beli sikat gigi dan baju tidur dan spons, dan beberapa
keperluan lainnya. Aku tak sempat memikirkan barang-barang ilu semalam. Cuma
buka baju langsung tidur.**
"Ya. Bisa dimengerti. Aku juga begitu," kata Bobby.
"Kita bicara dengan Rose Chudleigh sekarang," kata Frankie.
Rose Chudleigh, sekarang Nyonya Pratt, ting"gal di sebuah rumah kecil yang
kelihatannya penuh dengan keramik berbentuk anjing dan perabotan. Nyonya Pratt
sendiri adalah seorang wanita berperawakan besar dengan mata seperti mata ikan
dan kelihatan seperti sulit bernapas.
"Aku kembali," kata Bobby dengan ringan.
Nyonya Pratt menarik napas dengan susah-payah dan memandang mereka tanpa curiga.
"Kami dengar kau pernah ikut Nyonya Templeton," kata Frankie.
"Ya, Nyonya," kata Nyonya Pratt.
**Dia sekarang tinggal di luar negeri, ya"** lanjut Frankie berusaha memberi


Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesan seolaholah mereka dekat dengan keluarga itu.
"Saya dengar begitu," kata Nyonya Pratt.
"Dan kau pernah tinggal dengan mereka?" tanya Frankie.
"Apa, Nyonya?" "Kau pernah bekerja pada Nyonya Templeton, kan"** kata Frankie pelan dan jelas,
"Ah, hanya dua bulan saja, kok."
"Oh! Aku kira lebih dari itu."
"Itu Gladys, Nyonya. Pelayan rumah. Dia bekerja selama enam bulan." "Kalau
begitu ada dua orang?" "Ya. Dia pelayan rumah, dan saya tukang masak."
"Kau masih di sana ketika Tuan Savage me"ninggal?" "Apa, Nyonya?"
"Kau masih di sana ketika Tuan Savage me"ninggal?" "Apa, Nyonya?"
"Kau masih di sana ketika Tuan Savage me"ninggal?"
"Tuan Templeton tidak meninggal saya be"lum mendengar kabar itu. Dia ke luar ?negeri."
"Bukan Tuan Templeton Tuan Savage," kata Bobby.
?Nyonya Pratt memandangnya tidak mengerti. **Tuan yang mewarisi dia banyak uang,"
kata Frankie. Nyonya Pratt seperti teringat sesuatu. "Oh, ya Nyonya Tuan yang diperiksa
? ?itu, ya." "Betul," kata Frankie -senang karena berhasil. "Dia sering datang dan sering
tinggal di sana, kan?"
"Saya kurang tahu benar, Nyonya. Saya orang batu, sih. Tapi Gladys pasti tahu."
"Tapi kau menandatangani surat wasiat itu, kan?"
Sekali lagi dia kelihatan bingung. "Kau ingat ketika dia menandatangani sesuatu,
lalu kau pun ikut menandaiangani?"
Sekali lagi suatu pengertian masuk dalam
(jenaknya. "Ya, Nyonya. Saya dan Albert. Saya belum pernah melakukan hal itu
sebelumnya dan saya tidak suka. Saya berkata pada Gladys, 'Aku tak suka
menandatangani surat,' dan itu fakta. Dan Gladys berkata tidak apa-apa karena
ada Tuan Elford. Dia seorang pengacara yang baik."
"Apa sebenarnya yang terjadi?" tanya Bobby.
"Apa, Tuan?" "Siapa yang memanggilmu untuk menanda"tangani surat itu?" tanya Frankie.
"Nyonya. Dia masuk ke dapur dan menyuruh saya memanggil Albert dan memanggil
kami ke kamar tidur terbaik yang disediakan untuk tuan tuan itu malam
? ?sebelumnya. Dan tuan itu duduk di tempat tidur. Dia datang dari London langsung
ke tempat tidur. Dia kelihatan sakit.
Saya belum pernah melihat dia sebelumnya. Tapi dia kelihatan mengerikan. Dan
Tuan Elford pun ada di sana. Dia sangat baik. Dia bilang tak perlu takut. Dia
minta supaya saya menandatangani surat yang sudah ditandatangani tuan itu. Saya
pun tanda tangan dan menuliskan 'juru masak' di belakangnya, dengan alamat saya.
Dan Albert juga begitu. Lalu saya pergi ke Gladys dengan gemetar dan bilang
bahwa saya belum pernah melihat orang seperti tuan itu. Dia kelihatan seperti
orang mati. Dan Gladys bilang bahwa dia kelihatan tidak apa-apa malam
sebelumnya. Pasti ada sesuatu di London yang membuatnya bi"ngung. Kemarinnya dia
pergi ke London pagi-pagi sekali, sebelum orangorang bangun. Lalu saya bilang
pada Gladys saya tidak suka menanda"tangani surat dan dia katakan tidak apa-apa
karena ada Tuan EIford."
"Dan Tuan Savage tuan itu meninggal ka"pan?"
? ? ?"Besok paginya, Nyonya. Dia mengunci diri di kamarnya malam itu dan tidak
membolehkan orangorang mendekati dia. Dan ketika Gladys mengetuk pintunya pagipagi, ia sudah kaku. Dan ada surat di dekat tempat tidurnya 'Kepada Pemeriksa* tulisnya. Sekarang
?giliran Gladys yang gemetar! Lalu ada pemeriksaan. Dan dua bulan kemudian Nyonya
Templeton berkata kepada saya bahwa dia akan ke luar negeri. Tapi dia memberi
pekerjaan yang bagus untuk saya di utara dengan gaji besar. Dan dia memberi ?saya hadiah-hadiah bagus. Nyonya Templeton me"mang baik."
Nyonya Pratt sekarang menikmati kenangan itu.
Frankie berdiri. **Terima kasih untuk cerita yang menarik ini,** katanya. Dia menarik selembar
uang dari dompet"nya. **Saya ingin meninggalkan sedikit er ha"diah. Saya sudah
? ?mengambil waktumu cukup banyak."
**Terima kasih banyak, Nyonya. Anda baik sekali. Selamat siang, Nyonya dan
Tuan." Wajah Frankie menjadi merah. Dia berjalan dengan cepat. Bobby mengikutinya
setelah bebe"rapa menit. Dia kelihatan melamun. "Kelihatan"nya apa yang dia tahu
sudah diceritakan, katanya.
"Ya," kata Frankie. "Dan memang cocok. Savage memang membuat surat wasiat. Dan
aku rasa ketakutannya terhadap penyakit kanker itu benarbenar serius. Mereka tak
akan bisa me"nyuap seorang dokter di Harley Street. Aku rasa mereka hanya
mengambil keuntungan untuk menyingkirkannya dengan segera begitu dia su"dah
menandatangani surat wasiatnya, karena takut kalau dia berubah pikiran. Tapi
rasanya kita tak bisa membuktikan bahwa mereka memang menyingkirkan dia."
**Ya. Kita bisa saja curiga bahwa Nyonya Templeton memberinya sesuatu agar dia
tidur. Tapi kita tak bisa membuktikannya. Bassingtonffrench mungkin memalsu
surat untuk pemeriksa itu.
Tapi kita pun tak bisa membuktikannya. Aku rasa surat itu sudah dimusnahkan
setelah dipakai sebagai barang bukti pemeriksaan."
"Jadi kiu kembali ke persoalan lama apa yang ditakutkan Bassingtonffrench dan
?komplotannya akan kiu?"
'Tak ada hal yang aneh"'
"Rasanya tidak upi ada satu hal. Mengapa Nyonya Templeton menyuruh memanggil
?tukang kebun itu untuk menjadi saksi surat wasiat padahal pelayan rumah ada di
?dalam" Mengapa mereka tidak memanggil pelayan rumah?"
"Pertanvaanmu aneh, Frankie," kata Bobby.
Suara Bobby kedengaran aneh, sehingga Fran"kie memandangnya dengan terkejut.
"Mengapa?" "Karena aku tidak segera pergi dan menanya"kan pada Nyonya Pratt nama keluarga
Gladys." "Jadi?" "Nama keluarga pelayan itu Evans"
32. EVANS FRANKIE tergagap. Suara Bobby menjadi gempar.
"Jadi kau tadi menanyakan hal yang sama dengan yang dipertanyakan Carstairs.
Mengapa mereka tidak memanggil pelayan rumah f Menga"pa mereka tidak memanggil
Evans"*' "Oh, Bobby, ketemu juga akhirnya!"
"Hal yang sama pasti dipertanyakan Carstairs. Dia mencari-cari, seperti kita
mencari, sesuatu yang tidak beres. Dan hal itu terasa aneh olehnya seperti yang
kita rasakan. Dan aku yakin bahwa dia datang ke Wales untuk tujuan itu. Gladys
Evans adalah nama orang Welsh. Mungkin dia gadis Welsh. Dia bermaksud
mengunjungi gadis itu di Marchbolt. Dan ada orang yang mengikutinya Jadi dia
tidak pernah ketemu gadis itu."
"Mengapa mereka tidak memanggil Evans?" kata Frankie. "Pasti ada sebabnya. Ini
satu hal kecil yang aneh tapi sangat penting. Dengan dua pelayan di dalam ?rumah, mengapa harus memang"gil tukang kebun di luar?"
"Barangkali karena Chudleigh dan Albert Mere
adalah orangorang tolol sedangkan Evans lebih pandai."
"Pasti bukan hanya itu sebabnya. Tuan Elford ada di sana dan dia orang yang amat
pandai. Oh, Bobby, semua fakta ada di situ aku tahu. Kalau saja kita tahu
?sebabnya. Evans. Mengapa Chudleigh dan Mere dan bukan Evans?"
Tiba-tiba Frankie berhenti dan menutup mata"nya dengan kedua tangannya.
"Sebentar," katanya. "Ada yang datang. Tung"gu, dia akan datang."
Dia diam tak bergerak satu atau dua menit. Kemudian menurunkan tangannya dan
memandang dengan mata bersinar aneh.
"Bobby, kalau kau menginap di sebuah rumah dengan dua pelayan, yang mana yang
kauberi tip?" "Tentu saja pelayan rumah," kata Bobby heran. "Orang kan tidak memberi tip pada
juru masak. Karena orang tak pernah melihat dia."
"Ya. Dan dia pun tidak melihatmu. Paling-paling dia akan melihatmu sekejap kalau
kau tinggal cukup lama di situ. Tapi seorang pelayan rumah akan melayanimu pada
waktu makan, dia melayanimu dan menyediakan kopi untukmu."
"Ya, ampun, Frankie, apa maksudmu?" "Mereka memang tidak memanggil Evans karena
?Evans akan tahu bahwa sebetulnya bukan Tuan Savage yang menandatangani surat
wasiat itu." "Ya, Tuhan. Frankie, kalau begitu siapa?"
"Tentu saja Bassingtonffrench! Dia menjadi Savage. Dan aku rasa dia pula yang
pergi ke dokter dan ribut bicara tentang kanker. Lalu si pengacara
dipanggil seorang asing yang tidak jkenal Tuan Savage, tapi yang bisa bersumpah
?bahwa dia melihat 'Tuan Savage"
menanda"tangani surat wasiat itu, dan disaksikan oleh dua orang, yang seorang
belum pernah melihat dia sebelumnya, dan seorang lagi adalah orang yang sudah
amat tua, barangkali agak buta dan bahkan belum pernah melihat Savage juga. Kau
mengerti?" "Tapi di mana Savage yang asli?"
"Oh, dia memang datang. Tapi aku rasa mereka membiusnya dan membawanya ke gudang
di atap itu, barangkali. Dia di situ selama dua belas jam pada waktu
Bassingtonffrench memainkan peranan. Kemudian dia dikembalikan lagi di tempat
tidurnya dan diberi chloral.
Dan Evans menemu"kannya sudah kaku pagi harinya."
"Ya, Tuhan. Aku rasa kau benar, Frankie! Tapi apa kita bisa membuktikannya?"
"Ya tidak aku tak tahu. Bagaimana kalau Rose Chudleigh Pratt disuruh melihat ? ? ?foto Savage yang sebenarnya" Apa dia bisa berkata, 'Itu bukan orang yang
menandatangani surat wasiat*?"
"Aku tak terlalu yakin," kata Bobby. "Dia begitu bodoh."
"Memang sengaja dipilih untuk keperluan itu aku rasa. Tapi ada hal lain lagi.
Seorang ahliseharusnya bisa tahu bahwa tanda tangan itu palsu."
"Tapi, nyatanya mereka tidak bisa," "Karena tak seorang pun menanyakan hal itu.
Dan kelihatannya memang tak ada kesempatan yang memungkinkan orang untuk memalsu
tanda tangan itu. Tetapi sekarang lain."
"Kita harus melakukan satu hal," kata Bobby. "Mencari Evans. Mungkin dia bisa
cerita banyak pada kita. Dia bekerja enam bulan pada Templeton."
Frankie mengeluh. "Wah, ini tambah bikin
pusing. "Kiu tanya kantor pos, bagaimana?" kau Bobby.
Pada saat itu memang mereka sedang melewati kantor pos. Kantor itu lebih
kelihatan seperti toko biasa.
Frankie masuk dan mulai menyerang. Tak ada seorang pun di situ kecuali seorang
pegawai wanita yang masih muda.
Frankie membeli dua lembar perangko dua shilling, nyerempet sedikit tentang
cuaca hari itu, lalu berkata,
"Saya rasa cuaca di sini lebih baik daripada di tempat saya, di Marchbolt,
Wales. Hujannya wah."
Pegawai itu menjawab bahwa mereka pun sering dapat hujan dan pada Hari Bank yang
lalu hujan amat deras. Frankie berkata, **Di Marchbolt ada kenalan yang baru datang dari tempat ini.
Apa Anda kenal dia" Namanya Evans Gladys Evans."
?Wanita muda itu tidak curiga.
"Ya, tentu saja," katanya. "Dia dulu bekerja di sini. Di Tudor Cottage. Tapi dia
sendiri sebenar"nya berasal dari Wales. Sekarang sudah kembali lagi dan
menikah namanya sekarang Roberts."
?"Betul," kau Frankie. "Di mana ya alamatnya" Saya meminjam jas hujannya dan lupa
mengemba"likan. Kalau saya punya alamatnya, akan saya kirim jas hujan itu lewat
pos." "Hm rasanya saya punya alamatnya," kata pegawai itu. "Saya kadang-kadang terima
?kartu pos dari dia. Dia dan suaminya bekerja bersama di satu tempat. Sebentar."
Dia pergi dan mengorek-ngorek seonggok kertas di sudut. Setelah itu dia kembali
dengan selembar kertas di tangan. "Ini dia," katanya sambil menyodorkan kertas
itu pada Frankie. Bobby dan Frankie membacanya bersama-sama. Tempat itu uk pernah mereka
bayangkan. Nyonya Roberts, Wisma Pendeta, Marchbolt.
33. KERIBUTAN DI ORIENTAL CAFE
TANPA sadar, Bobby dan Frankie keluar begitu saja dari kantor pos. Di luar
mereka berpandang"an dan tertawa geli.
**Di Wisma Pendeta !" kata Bobby.?"Dan aku mencari empat ratus delapan puluh Evans di buku!"
"Sekarang aku mengerti mengapa Bassingtonffrench sangat geli ketika tahu bahwa
sebenarnya kita ini tak tahu siapa Evans." 1
"Dan tentu saja berbahaya untuk mereka. Padahal kau dan Evans satu atap/'
"Ayolah/' kata Bobby. "Kiu ke Marchbolt/'
"Seperti ujung pelangi saja. Kembali ke rumah yang damai/* kata Frankie.
"Ah. Frankie/* kau Bobby, "kiu harus mela"kukan sesuatu untuk Badger. Kau punya
uang, Frankie"*' Frankie membuka tasnya dan mengeluarkan segenggam uang. "Berikan ini padanya dan
suruh dia menyelesaikan urusannya dengan kreditornya. Dan bilang padanya bahwa
Ayah akan membeli bengkelnya dan menjadikan dia manajer."
"Baik," kata Bobby. "Yang penting kiu harus segera pergi."
"Kenapa buruburu?"
"Aku tak uhu. Perasaanku mengatakan akan terjadi sesuatu."
"Mengerikan. Cepat kalau begitu."
"Aku akan menemui Badger. Kau siap dengan mobilmu."
"Wah, nggak jadi beli sikat gigi lagi," kau Frankie.
Lima menit kemudian mereka ngebut keluar dari Chipping Somerton. Bobby tak bisa
menge"luh mereka jalan terlalu pelan.
Namun demikian, Frankie tiba-tiba berkata, "Bobby, aku rasa kiu tidak cukup
cepat." Bobby melirik speedometer yang menunjuk angka delapan puluh (mil) dan berkata,
"Tak ada pilihan lain."
"Kiu bisa carter pesawat kecil," kata Frankie. "Kita hanya tujuh mil dari
Medeshot Aerodrome."
"Frankie!" kau Bobby. "Dengan begitu kita akan sampai dalam dua jam."
"Baik. Kiu carter pesawat," kata Bobby.
Semua berjalan seperti mimpi. Kenapa mereka begitu ngotot ingin cepat sampai di
Marchbolt" Bobby uk tahu. Dia merasa Frankie pun tidak mengerti. Hanya perasaan mereka saja
yang mengatakan supaya cepat-cepat.
Di Medeshot Frankie mencari Tuan Donald
King. Seorang lakilaki muda yang kelihatan lusuh keluar dan heran ketika melihat
Frankie. "Halo, Frankie," katanya. "Sudah seabad aku tak melihatmu. Ada perlu apa?"
"Aku perlu carter pesawat," kata Frankie. "Bisa, kan?"
"O, ya. Mau ke mana?"
"Aku perlu pulang cepat," kata Frankie.
Tuan Donald King mengernyitkan alis mata"nya. "Itu saja?" tanyanya.
"Sebetulnya tidak. Tapi pokoknya begitulah," jawab Frankie.
"Baik. Kita siapkan untukmu."
"Aku beri cek, ya?" kata Frankie.
Lima menit kemudian mereka terbang.
"Frankie," kata Bobby. "Kenapa kita melaku"kan hal ini?"
"Aku tak tahu," jawab Frankie. "Aku merasa kita harus melakukannya. Bagaimana?"
"Aneh. Aku juga merasa begitu. Tapi aku tak tahu mengapa. Padahal Nyonya Roberts
kan tidak akan terbang dengan sapu."
"Bisa jadi. Kita kan tak tahu apa yang akan dilakukan Bassingtonffrench.**
"Betul," kata Bobby.
Hari mulai gelap ketika mereka sampai di tempat tujuan. Pesawat itu mendarat di
kebun Kastil Derwent. Lima menit kemudian Frankie dan Bobby melaju ke Marchbolt
dengan Chrysler Lord Marchington.
Mereka berhenti di luar kompleks Wisma
Pendeta, karena jalan masuk ke Wisma Pendeta me"mang tidak diperuntukkan bagi
mobilmobil ma"hal. Mereka keluar dengan cepat dan berlari masuk.
Aku akan segera bangun dari mimpi, pikir Bobby. Apa yang kami lakukan, dan
mengapa" Sesosok tubuh ramping berdiri di depan pintu. Frankie dan Bobby segera
mengenalinya. "Moira!" seru Frankie.
Moira menoleh. Dia berpaling dengan cepat. "Oh, untunglah kita segera bertemu.
Aku tak tahu harus berbuat apa."
"Tapi mengapa kau ada di sini?"
"Sama alasannya denganmu, kurasa.
"Kau sudah tahu siapa Evans?" tanya Bobby.
Moira mengangguk. "Ya, ceritanya panjang "?"Ayo masuk," kata Bobby.
Tapi Moira tidak mau. "Tidak, tidak," katanya cepat. "Kita pergi ke tempat lain


Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan bicara di sana saja. Ada yang harus kuceritakan padamu- sebelum kita masuk
?rumah. Ada cafe atau tempat seperti itu, kan?"
"Baik,** kata Bobby sambil berjalan dengan segan dari pintu. "Tapi mengapa "
?Moira mengentakkan kakinya. "Kau akan tahu kalau aku cerita nanti. Ayolah! Kita
harus cepat." Akhirnya mereka mengalah. Di dekat jalan besar ada Oriental Cafe yang suasana di
dalamnya tidak sebagus nama luarnya. Ketiganya masuk. Saat itu tak banyak orang.
Pukul enam tiga puluh. Mereka duduk di sekitar meja kecil di sebuah sudut. Bobby memesan kopi.
"Bagaimana?" katanya.
"Tunggu sampai kopinya datang/' kata Moira.
Pelayan kembali dan menyuguhkan tiga cangkir kopi hangat-hangat kuku.
"Nah, bagaimana ceritanya?" ulang Bobby.
"Aku tak tahu harus mulai dari mana," kata Moira. "Terjadi di kereta ke London.
Benarbenar suatu kebetulan yang luar biasa. Aku sedang berjalan di gerbong dan"
Moira terdiam. Kursinya menghadap pintu. Dia menjulurkan kepala ke depan
memandang ke luar. "Dia pasti mengikutiku," katanya.
"Siapa?" seru Frankie dan Bobby bersama-sama.
"Bassingtonffrench," bisik Moira. "Kau melihatnya?"
"Dia di luar. Aku melihatnya. Dengan seorang wanita berambut merah/'
"Nyonya Cayman," seru Frankie.
Dia dan Bobby meloncat dan lari ke pintu. Moira berteriak memprotes, tapi tak
seorang pun menghiraukan. Mereka menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan jalan,
tapi Bassingtonffrench tak kelihatan.
Moira ikut keluar. "Dia sudah pergi?" tanyanya dengan suara gemetar. "Oh! Hatihatilah. Dia berbahaya sangat berbahaya/'
?"Dia uk bisa berbuat apa-apa asal kita bersama-sama," kata Bobby.
"Jangan takut, Moira," kata Frankie. "Jangan seperti kelinci.
"Ya, tak ada yang bisa kita lakukan sekarang," kau Bobby sambil berjalan kembali
ke mejanya. "Teruskan ceritamu, Moira."
Bobby mengangkat cangkirnya. Tiba-tiba saja Frankie kehilangan keseimbangannya
dan jatuh menimpa Bobby. Kopi yang dipegang Bobby tumpah ke aus meja.
"Maaf," kau Frankie.
Tangannya terulur ke meja di dekatnya yang disiapkan untuk tamu-tamu yang akan
makan malam. Di situ ada dua botol kecil bertutup berisi minyak zaitun dan cuka.
Keanehan tingkah Frankie menarik perhatian Bobby. Frankie menuang cuka itu ke
tempat sampah, dan memasukkan kopinya ke dalam botol cuka yang sudah kosong itu.
"Apa kau sudah gila, Frankie?" tanya Bobby. "Apa yang kaulakukan itu?"
"Mengambil contoh kopi ini untuk George Arbuthnot, supaya dianalisa," jawab
Frankie. Dia kemudian berpaling pada Moira.
"Permainan ini telah selesai, Moira! Semua kulihat dalam sekejap ketika kami
berdiri di pintu udi! Ketika aku menyikut Bobby dan menumpahkan kopinya aku bisa
melihat wajahmu. Kau memasukkan sesuatu dalam cangkir kami ketika kau membuat
kami keluar untuk melihat Bassingtonffrench. Permainanmu sudah selesai, Nyonya
Nicholson atau Nyonya Templeton atau siapa pun namamu!**
"Templeton?" seru Bobby. "Lihat mukanya,** seru Frankie. "Kalau dia menyangkal,
bawa ke tempatmu dan tanyakan pada Nyonya Roberts. Dia pasti mengenalinya."
Bobby memandang Moira. Wajah itu wajah yang sendu dan menghantuinya itu berubah?marah. Mulut yang indah itu membuka dan keluarlah serentetan katakata kotor.
Tangannya merogoh tas mencari sesuatu.
Bobby masih terpana. Tapi dia bertindak tepat pada waktunya. Tangan Bobby-lah
yang meng"hantam pistol itu.
Pelurunya meluncur lewat di atas kepala Fran"kie, dan bersarang di dinding
Oriental Cafe. Untuk pertama kali dalam sejarah cafe itu pelayannya berlari ke jalan sambil
menjerit. "Tolong! Pembunuhan! Polisi!** 34. SURAT DARI AMERIKA SELATAN
BEBERAPA minggu kemudian. Frankie baru mene"rima sepucuk surat. Perangkonya dari
sebuah negara republik di Amerika Selatan yang tak begitu dikenal. Setelah
selesai membaca dia beri"kan suratyitu kepada Bobby. Bunyi surat itu begini:
Frankie, Aku ucapkan selamat padamu! Kau dan teman laki-lakimu itu telah merusak rencana
hidupku. Aku telah merencanakan semua dengan begitu baik.
Apa kau ingin dengar ceritanya" Teman want* taku telah mengkhianatiku (aku rasa
karena iri hati wanita kan suka iri hati!), sehingga peng"akuanku tak akan ?memberikan kesulitan padaku. Di samping itu aku juga memulai hidup haru. Roger
Bassingtonffrench sudah mati.
Aku memang orang yang cocok dijuluki si Tak Berguna. Ketika di Oxford pun aku
punya "dosa". Memang bodoh, karena jelas pasti ketahuan. Tapi Ptter tidak
membiarkan aku kesulitan. Dia mengirimku ke negara koloni.
Lalu aku bertemu dan bergabung dengan Moira dan komplotannya. Dialah sebenarnya
otak komplotan itu. Pada waktu umur lima belas dia sudah menjadi seorang
kriminal yang sukses. Ketika kami bertemu, dia dalam keadaan yang cukup sulit. Polisi Amerika
membayangi jejaknya. Kami saling menyukai. Kami memutuskan untuk bersatu, tapi kami punya rencana
yang perlu dilakukan terlebih dulu.
Mula-mula dia menikah dengan Nicholson. Dengan demikian dia menyelipkan diri ke
sebuah dunia yang lain dan polisi pun kehilangan jejaknya. Nicholson baru saja
datang ke Inggris untuk memulai usaha perawatan penderita penyakit saraf Dia
mencari sebuah rumah murah.
Moira menunjukkan Grange untuk usaha itu.
Dia masih tetap bekerja dengan komplotannya dalam bisnis pengedaran narkotika.
Tanpa disadari, Nicholson merupakan alat yang berguna.
Dari dulu aku punya dua ambisi. Aku ingin menjadi pemilik Merroway, dan aku
ingin punya uang banyak. Seorang Bassingtonffrench pernah memegang peranan
penting dalam pemerintahan Charles II. Sejak saat itu keluarga Bassingtonffrench
turun derajat dan menjadi orang biasa-biasa saja. Aku merasa mampu untuk
memegang peranan besar lagi-Tapi aku harus punya uang.
Moira memang pergi ke Kanada beberapa kali, untuk "mengunjungi keluarganya".
Nicholson sangat mencintai dia dan selalu percaya pada apa yang dikatakannya.
Biasanya lakilaki begitu.
Karena dia harus hatihati dengan bisnisnya, maka dia pun memakai macammacam
nama. Dia memakai nama Nyonya Templeton ketika bertemu dengan Savage. Dia tahu dengan
baik siapa Savage dan berusaha mati-matian untuk mendekatinya. Savage memang
tertarik padanya, tapi tidak cukup tertarik sehingga sama sekali buta.
Namun demikian, kami membuat rencana untuknya. Kau tahu dengan baik ceritanya.
Orang yang kaukenal dengan nama Cayman berperan sebagai suami yang kejam. Savage
dipancing ke Tudor Cottage dan dibuat agar dia bermalam.di sana lebih dari
sekali. Pada kedatangannya yang ketiga kami pun siap dengan rencana kami. Aku
tak perlu cerita tentang hal itu kau sudah tahu. Semua berjalan mulus. Moira
?menggaruk uang dan pergi ke luar negeri, purapura, tapi sebenarnya kembali ke
?Staverley, Grange. Dalam pada itu aku mematangkan rencanaku. Henry clan Tommy harus disingkirkan.
Tapi aku tak bisa menyingkirkan Tommy dengan mudah. Dua buah kecelakaan yang
seharusnya berjalan baik ternyata gagal. Dan dengan Henry aku tak ingin mainmain dengan kecelakaan. Dia mende"rita rematik setelah mengalami kecelakaan waktu berburu. Aku mulai
memberi dia morfin. Dan dia menerimanya tanpa curiga. Henry memang tak banyak
tingkah. Dengan cepat dia menjadi pecandu morfin. Rencana kami ialah dia harus
pergi ke Grange untuk perawatan. Dan di sana dia akan mengalami "bunuh diri"
atau minum morfin terlalu banyak. Moira-lah yang akan menyelesaikannya. Aku tak
perlu ikut campur lagu Tapi kemudian si tolol Carstairs muncul. Kelihatannya dia
menerima berita dari Savage lewat kapal, tentang hubungannya dengan Nyonya
Templeton. Dia bahkan mengirim fotonya.
Carstairs waktu itu sedang bertualang dan berburu di daerah tropis. Ketika dia
mendengar tentang kematian Savage dan surat wasiatnya, dia menjadi curiga.
Cerita itu terdengar aneh di telinganya. Dia yakin bahwa Savage tidak khawatir
tentang kesehatannya dan tidak takut pada penyakit kanker. Dan pembagian warisan
itu terdengar aneh pula baginya. Savage adalah seorang pengusaha yang ulet dan
pelit. Walaupun ada kemungkinan bahwa Savage punya affair dengan seorang wanita
cantik, Carstairs tak percaya bahwa dia akan mewariskan uang begitu banyak
kepada wanita itu, atau kepada badan-badan sosial. Yang terakhir ku memang
ideku. Supaya kelihatan terhormat.
Carstairs datang ke Inggris untuk memastikan hal itu. Dia mulai mengadakan
penyelidikan. Dan tiba-tiba saja kami menghadapi berbagai kesulitan. Beberapa teman datang
membawanya makan siang dan dia melihat foto Moira di atas piano. Dia
mengenalinya sebagai wanita yang fotonya dikirim Savage padanya. Dta datang ke
Chipping Somerton dan mulai mencari-cari.
Moira dan aku mulai khawatir aku kadang-kadang punya rencana yang sebenarnya ?tidak perlu. Tapi Carstairs adalah orang yang cerdas.
Aku akhirnya datang ke Chipping Somerton membayangi dia. Dia tidak bisa mencari
jejak Rose Chudleigh. Wanita itu pergi ke utara. Tapi Carstairs berhasil mencari
jejak Evans. Dia tahu nama barunya, dan kemudian pergi ke Marchbolt.
Situasi lebih memburuk. Kalau Evans bisa menunjukkan bahwa Nyonya Templeton dan
Nyonya Nicholson adalah sama, kami semakin dihadapkan pada kesulitan. Evans juga
cukup lama ikut Nyonya Templeton sehingga kami tidak tahu apa saja yang dia
ketahui. Aku memutuskan bahwa Carstairs harus segera disingkirkan. Dan dia memang
menggali lubang kuburnya sendiri. Aku punya kesempatan bagus. Aku berada di
dekatnya ketika kabut mulai naik. Aku hanya perlu merangkak mendekatinya dan
?dengan dorongan sedikit semuanya pun selesai
Tapi aku masih punya dilema. Aku tak tahu dengan pasti hal-hal yang mungkin
timbul karena kematiannya. Tapi teman Angkatan Laut-mu itu ternyata amat baik.
Dia membiarkan aku begitu saja berduaan dengan Carstairs dalam waktu yang
singkat tapi cukup lama untuk mengorek isi kantongnya. Dia menyimpan foto
?Moira aku rasa dia dapat dari tukang foto untuk mencari jejaknya. Aku mengambil
?foto itu dan segala surat yang menunjukkan identitas dirinya. Lalu aku
memasukkan foto salah seorang anggota komplotan kami Semua berjalan lancar.
Saudara perempuan dan suami palsunya datang untuk mengidentifikasi korban. Semua
kelihatan memuaskan. Tapi kemudian temanmu si Bobby itu membuat kami khawatir.
Kelihatannya Carstairs sempat sadar dan bicara sebelum dia mati. Dia
menyebutnyebut nama Evans. Padahal Evans kan bekerja di Wisma Pendeta.
Aku akui bahwa kami menjadi gelisah lagi. Kami memang tidak bisa berpikir jernih
lagi. Dan Moira mendesak agar Bobby disingkirkan. Kami coba satu rencana, tapi
gagal. Kemudian Moira berkata bahwa dia akan membereskan semuanya. Dia pergi ke
Marchbolt dengan mobilnya. Dan dia mendapat kesempatan yang amat
bagus memasukkan morfin ke dalam botol bir Bobby ketika dia tidur. Tapi rupanya
?tidak mempan. Ini benarbenar nasib jelek.
Seperti pernah kukatakan, sebenarnya pertanyaan Nicbolson-lah yang membuatku
bertanyatanya siapa sebenarnya kau. Kau bisa membayangkan bukan, bagaimana
kagetnya Moira ketika dia berhadapan dengan Bobby malam-malam sebelum menemuiku
diam-diam. Tentu saja Moira kenal wajah Bobby dengan baik, karena dia punya
kesempatan memperhatikannya ketika Bobby sedang tidur. Tak heran dia begitu
takut sehingga hampir pingsan. Kemudian dia sadar bahwa bukan dialah yang
dicurigai Dan dia pun terus bersandiwara.
Dia datang ke penginapan dan membual. Bobby pun menelan cerita itu seperti
domba. Moira mengatakan bahwa Alan Carstairs adalah pacar lamanya dan dia takut
pada suaminya. Dan dia juga berhasd membelokkan kecurigaanmu terhadapku. Aku pun
memberikan gambaran atas Moira sebagai wanita lemah yang tak berdaya- Moira, ?yang punya keberanian membunuh berapa banyak pun orang tanpa rasa takut! Keadaannya menjadi lebih serius.
Kami sudah mendapat uang. Rencana kami untuk Henry semakin baik. Aku tak perlu
terburuburu dengan Tommy. Aku bisa menunggu. Nicholson bisa disingkirkan dengan
mudah pada waktunya. Tapi kau dan Bobby memang mengacaukan rencana kami. Kau
menaruh kecurigaan pada Grange.
Barangkali kau akan tertarik kalau mendengar bahwa Henry tidak bunuh diri. Aku
yang membunuhnya! Ketika aku bicara padamu di kebun aku merasa bahwa aku tak
bisa mem"buang-buang waktu lagi dan aku langsung masuk untuk membereskannya.
?Pesawat yang terbang di atas rumah itu memberi kesempatan baik padaku. Aku masuk
ruang kerja Henry, duduk di samping Henry yang sedang menulis, dan berkata,
"Henry, lihat " dan aku menembaknya! Suara pesawat itu mene"lan suara pistolku.
?Kemudian aku menulis sebuah surat yang mesra dan manis, menghapus sidik jariku
dari pistol, menekankan jari Henry di pistol, dan menjatuhkan pistol itu di
lantai. Aku memasukkan kunci kamar di kantong Henry, lalu keluar. Aku mengunci
ruang kerja itu dengan kunci ruang makan.
Aku tak perlu menjelaskan tentang permainan kecil di cerobong asap yang aku
setel agar meletus empat menit kemudian.
Segalanya berjalan dengan mulus. Kau dan aku berada di taman ketika "tembakan"
itu terdengar. Bunuh diri yang sempurna! Satu-satunya yang dicurigai adalah
Nicholson. Keledai dungu itu kembali untuk mengambil tongkat atau apa.
Tentu saja penyelidikan Bobby membuat Moira sulit untuk bergerak. Jadi dia. pun
pergi ke Tudor Cottage. Dan kami merasa bahwa keterangan Nicholson tentang
kepergian istrinya akan membuat kalian curiga.
Moira benarbenar menunjukkan keberanian"nya pada waktu dia ada di Tudor Cottage.
Dia menarik kesimpulan bahwa aku kalah ketika mendengar ribut-ribut di loteng.
Dengan cepat dia menyuntik dirinya dengan morfin yang cukup banyak, lalu
berbaring di tempat tidur. Ketika kalian turun menelepon, dia diam-diam naik ke
loteng dan membebaskan aku. Setelah itu morfin bekerja di tubuhnya dan pada
waktu dokter datang dia memang dalam keadaan terbius sempurna.
Bagaimanapun, Moira tetap khawatir. Dia takut kalian akhirnya tahu siapa Evans
dan membongkar rahasia surat wasiat Savage serta bunuh dirinya. Dan dia juga
takut janganjangan Carstairs menulis surat pada Evans sebelum dia pergi ke
Marchbolt. Karena itu dia berpurapura pergi ke klinik perawatan di London.
Padahal dia cepat-cepat pergi ke Marchbolt. Sayang dia bertemu kalian di pintu
masuk! Dia kemudian berusaha menyingkirkan kalian. Caranya memang kasar, tapi
aku rasa dia melakukannya karena terpaksa. Aku rasa pelayan pun tak akan ingat
lagi wajahnya apabila dia ditanyai tentang wanita yang datang bersama kalian.
Seandainya berhasil, Moira akan sembunyi di klinik perawatan pasien saraf di
London itu. Kalau kau dan Bobby berhasil disingkirkan, semua akan beres.
Tapi kau melihat apa yang dia lakukan dan dia pun kehilangan kontrol dtri. Dan
?dalam pengadilan dia menyeret-nyeret namaku!
Barangkali aku mulai bosan dengannya. Aku tak tahu apa dia merasakannya.
Dia telah mendapat uang itu uangku! Kalau aku mengawininya mungkin aku bosan
?juga akhirnya. Aku memang pembosan.
Jadi aku mulai hidup baru di sini. Ini semua karena kau dan Bobby Jones sialan
itu. Tapi aku yakin bahwa aku akan jadi baik!
Atau apakah harus "jelek" dan bukan "baik"
Aku masih belum bertobat.
Tapi kalaupun belum berhasil, aku akan mencoba dan mencoba lagi.
Selamat tinggal, Kawan atau barangkali sampai bertemu. Siapa tahu"?Musuhmu yang tercinta si Tak Berguna,
Roger Bassingtonffrench. 35. KABAR DARI WISMA PENDETA
BOBBY mengembalikan surat itu dan Frankie menerimanya sambil menarik napas
panjang, "Dia memang luar biasa," kata Frankie.
"Kau rupanya memang mengagumi dia," kata Bobby dingin.
"Dia punya daya tarik," kata Frankie. "Juga Moira," katanya menambahkan.
Muka Bobby menjadi merah. "Aneh ya" kunci semua kejadian itu ternyata di sini
juga," katanya. "Kau tahu kan, Frankie, bahwa Carstairs memang mengirim surat pada
Evans ?Nyonya Roberts?" Frankie mengangguk. "Dia bilang akan datang untuk menemuinya, dan menanyakan
tentang Nyonya Templeton yang dicurigainya sebagai seorang penjahat
internasional yang sedang dicari-cari polisi."
"Tapi waktu dia didorong orang masuk jurang Nyonya Roberts tidak segera
mengambil kesim"pulan!*' kata Bobby menyesali.
"Ya, karena orang yang masuk jurang namanya Pritchard," jawab Frankie.
"Identifikasi yang mereka siapkan itu memang bagus. Kalau orang bernama
Pritchard mati, kan tak mungkin dia bernama Carstairs" Itu kan sebenarnya
logikanya." "Lucunya dia mengenali Cayman," lanjut Bobby. "Setidaknya dia melihatnya sekilas
ketika suaminya menyilakan si Cayman masuk. Dia tanya pada suaminya siapa tamu
itu. Suaminya menjawab bahwa dia adalah Tuan Cayman dan dia bilang, 'Aneh dia
?persis seperti bekas majikanku dulu," '
"Ya, aneh memang," kata Frankie. "Seorang Bassingtonffrench pun kadang-kadang
bisa lupa dan selip," lanjutnya. "Tapi aku pun seperti orang tolol yang tak


Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segera jalan otaknya,"
"Apa begitu?" "Ya. Waktu Sylvia mengatakan bahwa gambar guntingan koran itu seperti Carstairs,
Roger berkata bahwa sebenarnya tidak. Itu kan sama artinya bahwa dia pernah
melihat wajah korban. Dan kemudian dia mengatakan bahwa dia tidak pernah melihat wajah mayat yang
ditungguinya." "Bagaimana kau bisa membongkar rahasia Moira, Frankie?"
"Aku rasa karena keterangan tentang Nyonya Templeton," kata Frankie sambil
merenung. "Setiap oang mengatakan bahwa dia adalah: 'seorang wanita yang baik'. Dan
keterangan seperti itu tidak cocok untuk Nyonya Cayman. Tak seorang pelayan pun
akan memberinya predikat 'wanita yang baik'. Lalu kita sampai di sini dan Moira
sudah ada di depan kita. Dan tiba-tiba saja muncul pikiranku seandainya Moira ?adalah Nyonya TempletonV
"Kau memang cerdas."
"Aku kasihan pada Sylvia," kata Frankie. "Dia pasti menderita karena publisitas,
gara-gara Moira menyeret nama Roger Bassingtonffrench di pengadilan. Tapi Dokter
Nicholson mendampinginya dengan setia. Aku tak akan heran kalau kelak mereka
jadi suami-istri." "Semua kelihatan berakhir dengan baik," kata Bobby. "Usaha Badger maju. Karena
bantuan ayahmu. Dan aku juga berterima kasih pada ayahmu dengan pekerjaan yang
bagus ini." "Apa itu pekerjaan bagus?"
"Memegang perkebunan kopi di Kenya dengan gaji besar" Aku rasa begitu. Ini
adalah pekerjaan yang selalu kuimpikan." Dia diam. "Orang kadang-kadang pergi ke
Kenya untuk melihat-lihat saja," katanya.
"Banyak orang yang tinggal di sana," kata Frankie sambil merenung.
"Oh, Frankie, kau tak ingin, kan?" kata Bobby dengan gemetar. Mukanya merah
karena malu. "Ingin," kata Frankie. "Maksudku, aku mau."
"Aku sebetulnya selalu memperhatikan kau," kata Bobby dengan suara tersendat.
"Aku sering merasa sedih karena tahu maksudku tak ada gunanya, tak mungkin."
? ?"Aku rasa itu yang membuatmu kasar di padang golf waktu itu."
"Ya, aku memang merasa jengkel."
"Hm," kau Frankie. "Bagaimana dengan Moira?"
Bobby kelihatan tidak enak. "Wajahnya memang menarik," katanya.
"Memang dia lebih menarik dariku," kata Frankie.
"Tidak tapi seperti menghantuiku rasanya. Dan kemudian, ketika kita terkurung
?di loteng itu, kau begitu berani dan wajah Moira pun lenyap. Aku tak tertarik
?pada apa yang terjadi padanya, rianya kau saja yang kuingat. Kau luar biasa.
Amat berani!" "Sebenarnya tidak," kata Frankie. "Aku ber debar-debar. Tapi aku ingin kau
mengagumiku." "Aku mengagumi kau, Sayang. Dari dulu. Sampai nanti. Kau benarbenar tak akan
kecewa di Kenya nanti?"
"Aku akan senang. Aku bosan dengan Inggris ,frankie."
"Bobby," "Silakan masuk ke sini," kata Pak Pendeta membuka pintu dan menyilakan anggotaanggota Dorcas Society masuk. Tapi dia cepat-cepat menutup pintu lagi dan minta
maaf. "Er salah seorang anak saya. Dia er sedang bertunangan."? ? ?Salah seorang anggota Dorcas Society berkata bahwa keUhatannya memang demikian.
"Anak yang baik," kata Pak Pendeta. "Dulu kelihatannya hanya main-main saja.
Tapi bela"kangan ini menjadi lebih serius. Dia akan ke Kenya menangani kebun
kopi di sana." Salah seorang anggota Dorcas Society itu berbisik pada kawannya, "Kau lihat
tadi" Yang diciumnya adalah Lady Frances Derwent!"
Dalam waktu satu jam kabar itu pun tersebar di Marchbolt.
Scanned book (sbook) ini hanya untuk koleksi pribadi.
DILARANG MENGKOMERSILKAN atau hidup undu mengalami ketidakbahagiaan dan ketidakberuntungan
Pendekar Tongkat Dari Liongsan 3 Pendekar Pedang Matahari 2 Misteri Batu Mustika Memburu Nyawa Pendekar 2

Cari Blog Ini