Ceritasilat Novel Online

Penumpang Ke Frankfurt 1

Penumpang Ke Frankfurt Passenger To Frankfurt Karya Agatha Christie Bagian 1


Agatha Christie Penumpang ke Frankfurt "SAYA MEMERLUKAN PERTOLONGAN"
Sir Stafford Nye sama sekali tidak mengenal wanita itu. Mereka bertemu di
Bandara Frankfurt. "Kalau Anda tidak menolong saya, saya akan mati," katanya.
Sir Stafford orang yang menyukai tantangan dan petualangan, jadi ia mau
mengikuti usul si wanita. Kemudian, di London, ia mengetahui dari salah Seorang
rekannya bahwa wanita itu adalah salah satu agen Inggris yang terpercaya dan
paling brilian. Dan di suatu _acara makan malam di kedutaan, mereka bertemu lagi. Kali ini
keduanya terlibat dalam suatu rencana jahat untuk menguasai dunia!
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jl. Palmerah Selatan 24-26, Lt. 6 Jakarta 10270
ISBN 979-605-033-1 Agatha Christie penumpang Ke Frankfurt Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan
atas Undang-undang NomorG Tahun 1982 Tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak sualu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama
7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta
rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama S (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Agatha Christie PENUMPANG KE FRANKFURT SEBUAH PERGELARAN AKBAR Gm Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1994
PASSENGER TO FRANKFURT by Agatha Christie
Copyright " Agatha Christie Ltd. 1970 All rights reserved.
UNTUK MARGARET GUILLAUME PENUMPANG KE FRANKFURT Alihbahasa: Budijanto T. Pramono GM 402 94. 033
BBSC Hak cipta terjemahan: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
)1. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270
Gambar sampul oleh Jermy K."
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
anggota IKAPI, Jakarta, Juni 1994
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) CHRISTIE, Agatha
Penumpang ke Frankfurt Agatha Christie; alihbahasa, Budijanto T. Pramono Jakarta : Gramedia Pustaka Ulama, 1994. 376 him. ; 18 cm.
Judul asli : Passanger to Frankfurt ISBN 979-605-033-1
1. Cerita detektif dan misteri Inggris I. Judul. D. Budijanto T. Pramono
DAFTAR ISI Prakata 9 buku i PERJALANAN YANG TERGANGGU
1. Penumpang ke Frankfurt 17
2. London 35 3. Pria dari Binatu 47 4. Makan Malam Bersama Eric 62
5. Motif Gaya Wagner 82 6. Potret Seorang "Lady" 92
7. Nasihat dari Bibi Buyut Matilda 106
8. Makan Malam di Kedutaan 116
9. Rumah Dekat Godalming 136 buku PERJALANAN MENUJU SIEGFRIED
10.Wanita di Dalam Schloss 165
11.Yang Muda, Yang Cantik 194
12.Badut Kerajaan 207 buku III DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI
13.Konferensi di Paris 14. Konferensi di London 229
15. Bibi Matilda Melakukan Penyembuhan Diri 248
16. Pikeaway Angkat Bicara 269
17. Herr Heinrich Spiess 276
18. Catatan Tambahan dari Pikeaway 300
19. Sir Stafford Nye Kedatangan Tamu 304
20. Sang Admiral Mengunjungi Kawan
Lama 316 21. Proyek Benvo 333 22. Juanita 337 23. Perjalanan ke Skotlandia 344
Penutup 372 Scanned book (sbook) ini hanya untuk pelestarian buku dari kemusnahan. DILARANG
MENGKOMeRSILKAN atau hidup anda mengalami ketidakbahagiaan dan
ketidakberuntungan BBSC PRAKATA Sang Pengarang berkata, Pertanyaan pertama yang harus dijawab seorang pengarang, secara pribadi maupun
karena profesinya, adalah:
"Dari mana Anda memperoleh gagasan-gagasan Anda?"
Godaannya sangat kuat untuk menjawab, "Saya selalu pergi ke Harrods," atau "Itu
saya peroleh kebanyakan di Army & Navy Stores," atau, dengan cepat, "Cobalah
Marks and Spencer." Pendapat umum yang sudah cukup mengakar adalah bahwa ada sumber gagasan ajaib
yang para pengarang sudah menemukan cara menggalinya.
Jarang si penanya diminta mengacu balik ke zaman Elizabeth, ke Shakespeare:
Katakan, di mana angan diolah, Di dalam hati atau di dalam pikirankah, Bagaimana
dikembangkan, bagaimana dipupuk" Jawab, jawab.
Anda cukup berkata dengan tegas," "Di kepalaku sendiri."
9 Ini, tentu saja, tak bisa dimengerti oleh siapa-siapa. Jika Anda senang dengan
ekspresi wajah si penanya, boleh Anda teruskan.
'Jika ada satu gagasan yang tampaknya menarik, dan Anda merasa bisa mengolahnya,
bisa diotak-atik, dibuat tipuan-tipuan dengannya, dikembangkan, dikendurkan, dan
pelan-pelan dirapikan bentuknya. Lalu, tentu saja, Anda harus mulai menulisnya.
Ini bukan kesenangan lagi ini menjadi suatu kerja keras. Kalau Anda mau, bisa ?juga disimpan dulu dengan hati-hati, di tempat penyimpanan, untuk kelak dipakai
setelah satu atau dua tahun."
Pertanyaan kedua atau lebih tepat pernyataan cenderung berbunyi seperti ini,
? ?"Saya kira Anda mengambil sebagian besar tokoh-tokoh Anda dari kehidupan nyata?"
Anda pasti akan menyangkal dengan marah pendapat gila ini.
"Tidak. Saya menciptakan mereka. Mereka adalah milik saya. Mereka harus menjadi
tokoh-tokoh saya melakukan apa saja yang saya maui, menjadi apa saja yang saya
?inginkan, menjadi hidup untuk saya, terkadang boleh mempunyai pendapat sendiri,
tapi itu karena saya telah membuat mereka nyata."
Begitulah, si pengarang telah menciptakan gagasan dan tokoh-tokohnya, tapi kini
tiba keperluan ketiga setting-nya. Dua yang pertama tadi berasal dari sumber
?yang di dalam, tapi yang ketiga berada di luar harus di sana tersedia
? ? ?10 sudah ada. Anda tidak menciptakan itu itu sudah ada itu nyata sifatnya.
? ?Barangkali Anda berlayar di Sungai Nil Anda ingat semua itu jadi setting untuk
? ?cerita yang ini. Anda makan di sebuah kafe di Chelsea. Ada pertengkaran sedang
terjadi seorang gadis menarik rambut gadis lain segenggam penuh. Suatu
?permulaan yang bagus untuk buku yang akan Anda tulis selanjutnya. Anda naik
kereta api Orient Express. Bagus sekali untuk dipakai sebagai setting dari
cerita yang sedang Anda kaji. Anda minum teh dengan seorang kawan. Saat Anda
tiba, saudara laki-laki (teman Anda) menutup buku yang sedang dibacanya,
membuangnya ke samping, dan berkata, "Lumayan, tapi kenapa mereka tidak
menanyakannya kepada Evans?"
Lalu Anda segera bisa memutuskan bahwa buku yang akan segera Anda tulis akan
menyandang judul Mengapa Mereka Tidak Menanyakannya Kepada Evans"
Padahal Anda belum tahu Evans ini siapa. Tapi itu tak jadi soal. Evans akan
mendapatkan peranannya nanti, sambil jalan judulnya sudah dipastikan.?Jadi, dari segi itu, Anda tidak menciptakan setting Anda. Ia ada di luar Anda,
di sekeliling Anda, ia ada Anda hanya perlu mengulurkan tangan, mengambil, dan
?memilih. Sebuah kereta api, sebuah rumah sakit, sebuah hotel di Lon 11 don, suatu pantai di Karibia, sebuah desa kok-tail, sebuah sekolah khusus putri.
Tapi satu hal berlaku ia harus ada di sana,, di alam nyata. Orang-orang yang
?nyata, tempat-tempat yang benar-benar ada. Sebuah tempat pasti yang dibatasi
oleh waktu dan ruang. Jika konteksnya di sini dan kini, bagaimana bisa
memperoleh informasi lengkap, selain yang disaksikan oleh mata sendiri dan
didengar oleh telinga sendiri" Jawabannya amat sederhana.
Ada dalam apa yang dibawa pers ke depan Anda tiap hari, dihidangkan di koran
pagi Anda, di bawah kepala-kepala berita. Kumpulkan itu dari halaman depan. Apa
yang sedang terjadi di dunia saat ini" Apa yang dikatakan, dipikirkan, dilakukan
orang" Peganglah kaca yang memantulkan kondisi Inggris di tahun 1970 ini.
Lihat halaman depan tiap hari selama sebulan, buat catatan, kajilah dan pilah.
Setiap hari ada pembunuhan.
Seorang gadis dicekik. Wanita tua diserang dan dirampok simpanannya yang tidak seberapa.
Orang-orang muda atau anak-anak laki-laki menyerang atau diserang.
Bangunan-bangunan dan boks-boks telepon* umum dirusak dan dimusnahkan.
Penyelundupan obat bius. "
Perampokan dan penganiayaan.
Anak-anak hilang dan mayat anak-anak ditemukan tidak jauh dari rumah mereka.
12 Apakah Inggris begini" Apakah Inggris benar-%enar seperti ini" Orang akan
berkata: tidak belum, tapi mungkin bisa.
?Ketakutan mulai timbul ketakutan akan kemungkinan itu. Bukan karena peristiwa?peristiwa yang sudah terjadi, tapi karena kemungkinan-kemungkinan yang mungkin
ada di baliknya. Ada yang bisa diketahui, ada yang tidak, tapi bisa dirasakan.
Dan cuma di negeri kita sendiri. Ada alinea-alinea yang lebih pendek di halamanhalaman lainnya memuat berita-berita dari Eropa, dari Asia, dari negara-negara
?Amerika berita seluruh dunia.
?Pembajakan pesawat. Penculikan. Kekerasan. Kerusuhan massa. Kebencian. Anarki yang semakin merajalela.
Semuanya seakan mengarah kepada pemujaan atas penghancuran, kenikmatan dalam
bersikap kejam. Apa artinya semua ini" Lagi, sebuah syair zaman Elizabeth bergaung dari masa
silam, berucap tentang kehidupan:
.....adalah sebuah kisah.
Dikisahkan oleh seorang' gila, gegap gempita dan ganas.
Tidak berarti apa-apa. Padahal kita tahu dari pengalaman sendiri betapa banyak kebaikan yang ada di ? ?bumi kita
13 ini kebaikan yang tampak, kebaikan hati, perbuatan kasih, keramahan tetangga
?terhadap tetangga, pemuda dan pemudi yang suka menolong.
Jadi, mengapa harus ada kondisi fantastis yang tergambar dalam berita seharihari tentang hal-hal yang terjadi yang merupakan fakta-fakta nyata"
? ?Menulis sebuah kisah di tahun Masehi 1970 ini, kita harus menyesuaikan dengan
latar belakangnya. Jika latar belakangnya bersifat fantastis, kisahnya harus
menerima latar belakang seperti itu. Ia juga harus fantastis sesuatu yang
?akbar. Setting-nya harus mencakup fakta-fakta fantastis dalam hidup sehari-hari.
Bisakah orang mengangankan sesuatu yang fantastis" Suatu gerakan rahasia untuk
merebut kekuasaan" Bisakah suatu nafsu maniak untuk menghancurkan kelak
menciptakan sebuah dunia baru" Bisakah orang maju selangkah lagi dan melakukan
pembebasan lewat cara-cara fantastis yang kedengarannya mustahil"
Tak ada yang mustahil; ilmu pengetahuan telah membuktikan itu.
Kisah ini pada pokoknya adalah sebuah fantasi. Dan ia memang tidak menutupinya.
Tapi sebagian besar yang terjadi dalam kisah ini memang benar sedang terjadi,
atau akan terjadi di bumi kita di zaman ini.
Ini bukan sebuah kisah mustahil ini hanyalah sebuah kisah fantastis.
?14 BUKU I PERJALANAN YANG TERGANGGU
1. Penumpang ke Frankfurt
"Harap sabuk pengaman Anda dipasang." Penumpang yang beragam di pesawat itu
tidak segera melakukan perintah tersebut. Kebanyakan dari mereka merasa tak
mungkin sudah tiba di Jenewa sekarang. Yang mengantuk lalu mengerang dan
menguap. Yang sudah tertidur terpaksa mesti pelan-pelan dibangunkan oleh
pramugari yang galak. "Tolong, sabuk pengamannya."
Suara kering yang bernada memerintah itu terdengar lewat interkom. Ia
menjelaskan dalam bahasa Jerman, Prancis, dan Inggris bahwa cuaca' akan berubah
buruk, tapi tidak akan lama. Sir Stafford Nye membuka mulut selebar-lebarnya,
menguap, dan duduk tegak di kursinya. Baru saja na bermimpi indah mancing di
sebuah sungai di Inggris.
Ia. seorang pria berumur empat puluh lima tahun, tinggi badan sedang, dengan
wajah halus berwarna zaitun, dicukur licin. Dalam berpakaian, tampaknya ia suka
yang agak aneh. Berasal 17 dari keluarga ningrat, ia tenang saja berpakaian aneh seperti itu. Jika itu
kadang-kadang membuat teman-temannya yang berpakaian konvensional mengerutkan
kening, ia malah merasa senang. Ada sisa kecenderungan pria abad kedelapan belas
dalam dirinya. Ia gemar diperhatikan.
Pakaian khusus yang disukainya jika sedang melakukan perjalanan adalah semacam
mantel bandit yang dibelinya dulu di Corsica. Warnanya biru gelap keunguan,
dengan pinggiran merah manyala dan semacam topi yang menggelantung di punggung,
yang bila perlu bisa ditarik menutupi kepala, melindunginya dari terpaan angin.
Sir Stafford Nye tak pernah sukses di kalangan diplomatik. Walaupun di masa
mudanya ia tampak berbakat untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, ia gagal
mencapai cita-cita awalnya. Selera humornya yang aneh dan sinis sering kali
mencelakainya pada saat-saat yang seharusnya bisa menguntungkan baginya. Jika
momentum yang baik itu datang, selalu saja ia jadi sinis, dan orang lalu jemu
terhadapnya. Ia tokoh masyarakat yang cukup dikenal, tapi tak pernah mencapai
posisi puncak. Orang berpendapat bahwa Stafford Nye, walau jelas amat pintar,
bukanlah orang yang bisa dipercaya, dan barangkali takkan pernah bisa dipercaya.
Di m it sekarang ini, ketika politik sangat rumit dan hubungan luar negeri
sangat kompleks, bisa dipercaya ternyata lebih penting daripada ke-18
pintaran, apalagi jika orang ingin meraih status duta besar. Sir Stafford Nye
sebenarnya sudah tersingkir, walau kadang-kadang ia masih dipercaya untuk
menjalankan misi-misi yang memerlukan seni intrik, tapi tidak terlalu penting
nilainya atau tidak bersifat kemasyarakatan. Para jurnalis kadang-kadang
menjulukinya sebagai kuda hitam di dunia diplomasi.
Apakah Sir Stafford Nye kecewa dengan kariernya sendiri, tak seorang pun tahu.
Mungkin ia sendiri tak tahu. Ia seorang laki-laki yang cinta pada dirinya
sendiri, tapi ia juga orang yang menikmati hal-hal yang berbau kejahatan.
Ia sedang dalam perjalanan pulang dari tugas sebuah komisi penyelidikan di
Malaya (sekarang Malaysia). Ia merasa tugas itu sangat tidak menarik. Ia
berpendapat bahwa rekan-rekannya (itu) telah menentukan sebelumnya dalam pikiran
mereka, temuan-temuan apa yang bakal didapati. Mereka melihat dan mendengarkan,
tapi pandangan apriori mereka tidak terpengaruh. Sir Stafford beberapa kali
mencoba menyabot proyek itu, cuma untuk mengacau saja, bukan karena ia yakin itu
akan punya dampak positif. Bagaimanapun juga, pikirnya, ulahnya telah berhasil
menggairahkan suasana. Sayang tak ada lebih banyak kesempatan untuk melakukan
hal seperti* itu. Rekan-rekan sekomisinya merupakan orang-orang yang cukup
pintar dan bisa diandalkan, tapi amat membosankan. Bahkan Mrs. Nathaniel Edge,
satu-19 satunya anggota wanita yang dikenal agak sinting, jadi pintar jika menghadapi


Penumpang Ke Frankfurt Passenger To Frankfurt Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

fakta-fakta nyata. Ia melihat, mendengarkan, dan bersikap cari selamat.
Ia pernah bertemu dengannya saat menangani suatu masalah di salah satu ibu kota
negeri Balkan. Di situlah Sir Stafford Nye tak bisa menahan diri untuk tidak
melakukan ulah-ulah yang menarik perhatian. Di majalah skandal Inside News
digosipkan bahwa kehadiran Sir Stafford Nye di Balkan itu ada hubungannya dengan
masalah-masalah Balkan, dan bahwa misinya bersifat rahasia dan amat peka.
Seorang temannya berbaik hati mengirimkan satu copy majalah tersebut dengan
menandai artikel bersangkutan. Sir Stafford Nye tidak kaget. Ia membaca artikel
itu dengan menyeringai senang. Alangkah senang hatinya membayangkan betapa
sangat menggelikan cara wartawan-wartawan itu menulis, menyimpang jauh dari
kenyataan. Kehadirannya di Sofiagrad seratus persen hanya karena ingin mencari
bunga-bunga liar yang langka dan karena ingin menyenangkan seorang teman wanita
setengah baya, Lady Lucy Cleghorn, yang tak kenal lelah dalam mencari bungabunga langka ini, dan yang kapan saja mau memanjat tebing batu atau meloncat
kegirangan ke dalam rawa jika melihat bunga ini, yang nama Latin-nya begitu
panjang, sehingga tidak sepadan dengan ukuran bunganya yang kecil itu.
Sekelompok kecil penggemar bunga telah me 20 lakukan perburuan botani ini HPfereng^erifc gunung kira-kira sepuluh hari, dan
Sir Stafford jadi menyesal mengapa tulisan di majalah itu tidak benar. Ia
agak cuma agak bosan dengan bunga-bunga liar. Walaupun ia begitu suka pada ? ?Lucy tersayang, kebolehannya walaupun sudah berumur enam puluh lebih berlari
? ?naik ke bukit-bukit dalam kecepatan penuh, sehingga dengan mudah melampauinya,
kadang-kadang menjengkelkannya. Karena Lucy selalu pas berada di depannya,
bagian belakangnya yang dibalut celana biru keunguan selalu tampak jelas. Dan
Lucy, walaupun langsing di semua bagian tubuhnya yang lain, ya ampun, benarbenar terlalu lebar di pinggul untuk bisa pantas mengenakan celana korduroi biru
keunguan. Sebuah boneka internasional yang menyenangkan, pikirnya, yang bisa
diotak-atik, bisa dipermainkan....
Di pesawat, suara dari interkom metalik itu berbicara lagi. Penumpang diberitahu
bahwa karena kabut tebal di Jenewa, pesawat akan menyimpang ke Frankfurt, dan
dari sana baru melanjutkan perjalanan ke London. Penumpang untuk tujuan Jenewa
akan diangkut dari Frankfurt sesegera mungkin. Ini tak ada bedanya bagi Sir
Stafford Nye. Jika seandainya nanti kabut juga tebal di London, pasti penumpang
akan diangkut lewat bandara di Prestwick. Ia berharap hal itu tidak terjadi.
Hidup ini, pikirnya, dan perjalanan udara benar-benar teramat
21 membosankan. Kalau saja tak tahu lagi ia kalau saja apa"
? ? ?Udara terasa panas di Ruang Transit Penumpang di Frankfurt, sehingga Sir
Stafford Nye melepaskan mantelnya, tapi membiarkan pinggiran merah tuanya
tergerai mencolok menutupi bahunya. Ia sedang menenggak segelas bir dan
mendengarkan dengan sebelah telinga beraneka pengumuman penerbangan.
"Penerbangan 4387 dengan tujuan Moskow. Penerbangan 2381 dengan tujuan Mesir dan
Calcutta." s Penerbangan ke segenap penjuru dunia. Sangat romantis seharusnya. Tapi suasana
di ruang penumpang di bandara itu menyebabkan semuanya jadi tidak romantis.
Terlalu, penuh dengan manusia, terlalu penuh dengan barang yang dijajakan,
terlalu penuh dengan kursi-kursi berwarna sama, terlalu penuh dengan plastik,
dan anak-anak. Ia mencoba mengingat siapa yang pernah berkata,
Kalau saja aku bisa mencintai umat manusia. Kalau saja aku bisa mencintai
ketololannya. Chesterton barangkali" Ternyata itu benar sekali. Kumpulkan cukup banyak orang,
dan mereka semua akan tampak serupa, sehingga tak akan tahan kita melihatnya.
Ada juga yang berwajah menarik, pikir Sir Stafford. Tapi apa pula bedanya" Ia
memandang dengan sikap meremehkan ke arah dua wanita muda, wajah di-makeup rapi,
berpakaian seragam nasional ne-22
gerinya Inggris, pasti' yaitu rok mini yang pendek dan makin pendek, dan ke ? ?arah wanita muda satunya, yang makeup-nya lebih canggih lagi dawcukup
cantik dan kalau tak salah mengenakan setelan yang namanya culotte. Ia telah
?lebih jauh menghayati dunia mode.
Sir Stafford tidak terlalu tertarik pada gadis-gadis cantik yang sama saja
tampaknya dengan gadis-gadis cantik lainnya. Ia suka pada seorang yang berbeda
dari lainnya. Seseorang duduk di sebelahnya, di tempat duduk yang sama, dari
kulit imitasi berlapis plastik. Wajah wanita itu segera menarik perhatiannya.
Tepatnya bukan karena ia berbeda dari lainnya; tapi ia hampir mengenalinya
sebagai wajah yang pernah ditemuinya. Orang ini sudah pernah dijumpainya. Ia tak
ingat di mana atau kapan; yang pasti, wajah itu tak asing. Dua puluh lima atau
dua puluh enam, pikirnya. Barangkali sebegitulah umurnya. Hidung melengkung
bertulang tinggi yang bagus bentuknya, rambut "hitamnya yang tebal tergerai
sampai ke pundak. Ada majalah di hadapannya, tapi tidak diperhatikannya. Ia
sedang memandang ke arah Sir Stafford, dengan pandangan penuh minat. Serta-merta
ia berkata dengan suara kontralto yang dalam, feampir sedalam suara pria.
Terdengar aksen asing yang amat samar. Katanya,
"Boleh saya bicara dengan Anda?"
Sir Stafford memandanginya sebentar sebelum menjawab. Bukan, bukan seperti yang
23 akan disangka orang ini bukan mengada-ada. Ini lain.
?"Saya kira tak ada alasan," katanya, "mengapa Anda tidak melakukannya.
Tampaknyavkita sedang punya banyak waktu luang di sini."
"Kabut," kata wanita itu. "Kabut di Jenewa, kabut di London, mungkin. Kabut di
mana-mana. Saya tak tahu harus bagaimana."
"Oh, Anda tak perlu khawatir," kata Sir Stafford meyakinkan. "Mereka akan
mendaratkan Anda di suatu tempat dengan selamat. Mereka cukup bisa diandalkan.
Anda mau ke mana?" "Tujuan saya ke Jenewa."
"Yah, saya kira Anda akan tiba di sana akhirnya."
"Saya harus tiba di sana sekarang. Jika saya bisa sampai di Jenewa, semua akan
beres. Ada orang yang akan menjumpai saya di sana. Saya akan selamat."
"Selamat?" Sir Stafford tersenyum sedikit.
Wanita itu bSrkata, "Selamat adalah kata berhuruf tujuh, tapi bukan jenis kata
berhuruf tujuh yang disukai orang zaman sekarang. Tapi bisa mengandung banyak
arti. Untuk saya, itu mengandung banyak arti." Lalu ia berkata, "Begini, jika
saya tak bisa mencapai Jenewa, jika saya harus meninggalkan pesawat ini di sini,
atau naik pesawat ini ke London tanpa diatur lebih dahulu, saya akan mati." Ia
menatap Sir Stafford dengan tajam. "Saya rasa Anda tak percaya." ^
"Benar, saya tak percaya."
24 'Tapi itu benar. Orang bisa saja dibunuh. Tiap "hari itu terjadi."
"Siapa yang ingin membunuh Anda?"
"ApaJMbh itu jadi soal?"
"Buat saya memang tidak."
"Anda bisa percaya pada saya, jika Anda mau percaya pada saya. Saya perlu
bantuan. Bantuan untuk bisa tiba di London dengan selamat."
Ia menatap wanita itu dengan tajam, lalu berpaling lagi.
"Apa ada alasan lain?" katanya.
"Ya. Ini." Diulurkannya tangannya yang kurus berkulit zaitun, dan disentuhnya
lipatan-lipatan mantel besar itu.
"Ini," katanya.
Untuk pertama kalinya, minat Sir Stafford tergugah.
"Apa maksud Anda sebenarnya?"
"Ini sesuatu yang tidak umum sesuatu yang khas. Tidak semua orang mengenakan ?yang seperti ini."
"Benar. Salah satu kecenderungan saya, katakan saja begitu?"
"Kecenderungan yang bisa berguna untuk saya."
"Maksud Anda?" "Saya ingin minta sesuatu. Barangkali Anda akan menolak, tapi mungkin juga
tidak, sebab saya kira Anda orang yang berani mengambil risiko. Seperti saya
juga orang yang berani mengambil risiko."
25 "Coba katakan, apa masalah Anda," kata Sir Stafford dengan senyum samar.
"Saya ingin memakai mantel Anda. Saya ingin paspor Anda. Saya perlu kartu
hoarding Anda untuk bisa naik pesawat. Saat ini, katakanlah sekitar dua puluh
menit lagi, penerbangan ke London akan diumumkan. Saya akan memakai mantel Anda.
Saya akan memegang paspor Anda^ Dengan begitu, saya akan menuju London dan tiba
dengan selamat." "Maksud Anda, Anda akan lolos menyamar sebagai saya" O, anak manis."
Wanita itu membuka tas tangannya. Dari situ diambilnya sebuah cermin kecil
persegi. "Coba lihat," katanya. "Lihatlah saya, lalu lihat wajah Anda sendiri."
Lalu Sir Stafford melihatnya, sesuatu yang menggelitik di benaknya sejak tadi.
Adik perempuannya, Pamela, yang telah meninggal sekitar dua puluh tahun yang
lalu. Mereka memang sangat mirip, ia dan Pamela. Kemiripan yang amat kuat dalam
keluarga. Pamela memiliki tipe wajah agak maskulin. Wajahnya sendiri, terutama
waktu mudanya, mungkin agak feminin. Keduanya memiliki tulang hidung tinggi,
alis miring, dan bibir yang seakan tersenyum karena garis di kiri-kanannya.
Pamela jangkung, seratus tujuh puluh senti. Ia sendiri seratus tujuh puluh lima
senti. Lalu dipandanginya wanita yang sedang memegangkan cermin baginya itu.
26 "Ada persamaan wajah di antara kita, itu maksud Anda, bukan" Tapi, anak manis,
itu tak akan. bisa mengecoh orang yang kenal pada Anda atau saya."
"Tentu tidak. Tak mengertikah Anda" Itu tak perlu dikhawatirkan. Saya selalu
bepergian mengenakan celana panjang. Anda selalu bepergian dengan topi mantel
Anda terpasang, sehingga cuma wajah Anda yang tampak Yang perlu saya lakukan
cuma memotong rambut saya, membungkusnya dengan kertas koran, membuangnya di
salah satu keranjang sampah itu. Lalu saya kenakan mantel Anda, kartu boarding
Anda saya pegang, tiket, dan paspor. Kecuali jika ada orang yang kenal baik
dengan Anda di pesawat ini, dan saya rasa tidak ada, sebab jika ada, pasti sudah
ngobrol dengan Anda sekarang ini maka saya bisa dengan aman menyamar sebagai ?Anda. Menunjukkan paspor Anda jika diminta, topi mantel itu tetap saya pasang,
sehingga cuma mata, hidung, dan mulut saya saja yang terlihat. Jika pesawat tiba
di tempat tujuan, saya akan bisa melangkah keluar dengan aman, sebab tak seorang
pun tahu bahwa saya telah menumpang pesawat itu. Melangkah keluar dengan aman
dan menghilang dalam kerumunan massa di kota -London."
"Dan saya bagaimana?" tanya Sir Stafford, dengan senyum sedikit.
"Saya punya gagasan bagus, kalau saja Anda -berani melakukannya."
27 "Katakan," katanya. "Saya selalu senang mendengar gagasan-gagasan."
"Anda pergi dari sini, untuk membeli majalah atau surat kabar, atau cendera mata
di toko cendera mata itu. Tinggalkan mantel itu tergantung di sini, di kursi
ini. Jika Anda balik lagi dengan barang yang Anda beli itu, Anda akan duduk di
tempat lain misalnya di ujung deretan kursi yang berlawanan dengan deretan ini.
?Akan ada sebuah gelas di hadapan Anda, gelas ini. Di dalamnya ada sesuatu yang
akan membuat Anda tidur. Lalu tidurlah di sebuah sudut sepi."
"Setelah itu?" "Anggap saja Anda telah menjadi korban perampokan," katanya. "Ada orang yang
telah mencampurkan obat tidur ke dalam minuman Anda, dan telah mencuri dompet
Anda. Kira-kira begitu. Lalu Anda sebutkan identitas Anda, katakan bahwa paspor
dan lain-lain telah dicuri. Dengan mudah orang akan percaya pada identitas yang
Anda berikan." "Anda tahu saya ini siapa" Nama saya, maksudnya?"
"Belum," kata wanita itu. "Saya belum melihat paspor Anda. Saya tak tahu siapa
Anda." "Tapi tadi Anda bilang saya akan dengajL mudah membuat orang percaya."
"Saya bisa menilai orang. Saya tahu siapa orang penting dan siapa orang biasa.
Anda orang penting."
"Dan kenapa harus saya lakukan semua ieit^ ^ "Barangkali untuk
iMfebli^ggjhy^seSa^ra manusia."
"Apa itu bukan cerita yang terlalu dibumbui?"
"Oh, ya. Sangat mudah untuk tidak diper-' caya. Apakah Anda percaya?"
Ia memandangi wanita itu dengan serius. "Anda tahu bicara Anda seperti apa" Agen
rahasia cantik di film-film spionase."
"Ya, barangkali. Tapi saya tidak cantik."
"Dan Anda bukan agen rahasia?"
"Boleh dikatakan begitu, mungkin. Saya punya suatu informasi. Informasi yang
perlu saya amankan. Anda harus percaya pada saya ten-i tang ini, ini informasi
yang akan sangat berguna bagi negeri Anda."
"Apakah Anda tidak sedang bertingkah konyol?"
'Ya, memang. Jika hal ini ditulis, memang akan terdengar konyol. Tapi banyak
sekali hal konyol yang ternyata benar, bukan?"
Sir Stafford memandang lagi wanita itu. Ia benar sangat mirip dengan Pamela.
Suaranya, walaupun asing intonasinya, seperti suara Pamela. Apa yang
diusulkannya tadi sangat tidak masuk akal, konyol, sangat tidak mungkin, dan
barangkali berbahaya. Berbahaya bagi dirinya juga. Tapi justru itulah yang
menarik minatnya. Beraninya dia mengusulkan hal seperti
29 itu kepadanya! Akan seperti apa semua ini jadinya nanti" Jelas menarik untuk
diketahui. "Apa keuntungannya bagi saya?" katanya. "Itu yang ingin saya ketahui."
Wanita itu memandangnya dengan menimbang-nimbang. "Variasi," kata wanita itu.
"Sesuatu yang lain dari hal sehari-hari" Katakan saja obat bagi kebosanan. Waktu
tidak banyak lagi. Terserah Anda."
"Dan bagaimana dengan paspor Anda" Apa saya harus beli wig jika ada dijual di
toko itu" Apa saya harus menyamar sebagai wanita?"
"Tidak. Kita bukan bertukar tempat. Anda telah dirampok dan dibius, tapi Anda
tetap Anda. Putuskan. Waktu tidak banyak. Waktu lewat dengan sangat cepat. Saya
harus segera melakukan penyamaran saya." .
"Anda menang," kata Sir Stafford. "Orang tak boleh menolak hal yang tidak biasa,
jika itu ditawarkan kepadanya."
'Tadi saya berharap Anda akan berpikir begitu, ternyata tepat pada waktunya."
Dari sakunya Stafford Nye mengambil paspornya, lalu diselipkannya ke dalam saku
luar mantel yang tadi dipakainya. Ia lalu bangkit berdiri, menguap, melihat
sekeliling, melihat ke arlojinya, dan berjalan menuju toko tempat aneka barang
dipajang untuk dijual. Ia bahkan tidak menoleh lagi. Ia lalu membeli sebuah buku
bersampul tipis dan memilih-milih mainan binatang kecil dari wol, hadiah yang
cocok untuk anak 30 kecil. Akhirnya ia memilih seekor panda. Ia melihat sekeliling ruang itu, lalu
kembali ke tempatnya duduk tadi. Mantelnya sudah tidak ada, begitu pula gadis
itu. Sebuah gelas yang setengahnya berisi bir ada di meja. Inilah saatnya, aku
harus mengambil risiko, pikirnya. Dipungutnya gelas itu, digoyangnya sedikit,
lalu diminumnya. Tidak cepat. Cukup pelan. Rasanya hampir tak berbeda dengan
sebelumnya. "Apa benar?" kata Sir Stafford. "Apa benar?"
Ia berjalan melintasi ruangan, menuju sudut yang jauh. Ada sebuah keluarga yang
agak berisik duduk di situ, tertawa dan berbicara bersama. Ia lalu duduk di
dekat mereka, menguap, menyandarkan kepalanya ke belakang pada tepi bantalan.
Penerbangan menuju Teheran diumumkan. Sejumlah besar penumpang bangkit dan antre
di depan gerbang bernomor. Ruang tunggu itu tinggal setengah penuh. Ia membuka
buku bersampul tipis yang dibelinya. Ia menguap lagi. Ia benar-benar mengantuk
sekarang. Ya, ia sangat mengantuk... Ia harus cepat memutuskan, di mana sebaiknya
ia akan tidur. Suatu tempat di mana ia bisa tinggal....
Trans-European Airways mengumumkan keberangkatan pesawatnya. Penerbangan 309
dengan tujuan London. Cukup banyak penumpang yang berdiri untuk memenuhi panggilan itu. Tapi pada saat
itu juga, ada lagi penumpang-penumpang yang masuk ke
31 ruang transit tersebut untuk menunggu pesawat-pesawat lain. Menyusul kemudian
pengumuman-pengumuman lainnya tentang kabut di Jenewa dan hambatan-hambatan
penerbangan lainnya. Seorang pria langsing dengan tinggi sedang berjalan
melintasi ruangan, untuk ikut antre naik ke pesawat. Ia mengenakan mantel biru
tua ber-pinggiran merah, topi mantelnya ditarik menutupi kepalanya yang berambut
pendek, tidak lebih berantakan daripada kepala-kepala pria muda zaman sekarang.
Setelah menunjukkan kar- tu boarding-nya, ia lolos lewat gerbang Nomor 9.?Menyusul pengumuman-pengumuman lagi. Swiss Air terbang ke Zurich. BEA ke Athena
dan Cyprus kemudian sebuah pengumuman yang agak lain sifatnya.
?"Miss Daphne Theodofanous, penumpang ke Jenewa, mohon datang ke kantor
penerbangan. Pesawat ke Jenewa ditunda keberangkatannya karena adanya kabut.
Penumpang akan diangkut lewat Athena. Pesawatnya sudah siap untuk
diberangkatkan." Menyusul lagi pengumuman-pengumuman yang berkenaan dengan penumpang-penumpang
yang menuju Jepang, menuju Mesir, menuju Afrika Selatan, pesawat-pesawat ke
seluruh penjuru dunia. Mr. Sidney Cook, penumpang dengan tujuan Afrika Selatan,
diminta datang ke kantor penerbangan karena ada pesan untuknya. Daphne
Theodofanous dipanggil lagi.
32

Penumpang Ke Frankfurt Passenger To Frankfurt Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ini panggilan terakhir sebelum Penerbangan 309 diberangkatkan."
Di sebuah sudut ruang tunggu itu, seorang gadis kecil sedang memandangi pria
berjas warna gelap yang sedang tidur lelap, kepalanya menyandar di bantalan
bangku berjok merah. Di tangannya ada mainan panda dari wol.
Tangan si gadis kecil meraih panda itu. Ibunya berkata,
"Ee, Joan, jangan sentuh itu. Bapak itu masih tidur."
"Ke mana dia akan pergi?"
"Barangkali dia akan ke Australia juga," kata ibunya. "Sama seperti kita."
"Ha, dia punya anak perempuan seperti saya?"
"Rupanya begitu," kata ibunya. ^ Gadis kecil itu menarik napas dan memandang
panda itu lagi. Sir Stafford Nye tak jugai terbangun. Ia sedang bermimpi akan
?menembak seekor macam tutul. Binatang yang amat berbahaya, katanya pada penunjuk
jalan safari yang menyertainya. "Binatang yang amat berbahaya, begitu kata
orang. Jangan pernah percaya kepada macan tutul."
Lalu mimpi itu berganti adegan, seperti yang sering terjadi, dan ia merasa
sedang minum teh dengan Bibi Buyut Matilda, mencoba membuatnya mendengar apa
yang dikatakannya. Ia makin tuli saja!.Ia tidak mendengar semua peng 33 umuman tadi, kecuali yang pertama untuk Miss Daphne Theodofanous. Ibu gadis itu
berkata, "Aku selalu berpikir, tahu, tentang seorang penumpang yang hilang. Hampir selalu
ada, jika bepergian lewat udara, pasti terdengar hal itu. Orang yang tak bisa
ditemukan. Orang yang tidak mendengar pengumuman, atau tidak ada di pesawat,
atau yang semacam itu. Aku selalu berpikir siapa itu gerangan, dan apa yang
sedang dilakukannya, dan mengapa mereka tidak muncul. Kukira Miss siapa itu tadi
telah ketinggalan pesawatnya. Jadi, apa yang akan mereka perbuat tentang dia?"
Tak ada yang bisa menjawab pertanyaannya, sebab tak ada yang tahu dengan jelas
apa soalnya. 34 2. London FLAT milik Sir Stafford Nye amat nyaman, menghadap Green Park. Ia menekan tombol
penyeduh kopi dan melihat apa ada surat-surat untuknya pagi ini. Rupanya tak ada
yang terlalu menarik. (Ia meneliti surat-surat.) Ada satu-dua tagihan, sebuah
tanda terima, dan surat-surat dengan cap pos yang kurang menarik. Ia
mencampuradukkan surat-surat itu dan meletakkannya di meja, dicampur dengan
surat-surat lainnya yang menumpuk sejak dua hari sebelumnya. Ia harus segera
membereskannya, pikirnya. Sekretarisnya, bagaimanapun juga, akan masuk sore ini.
Ia balik ke dapur, menuang kopi ke dalam sebuah cangkir, dan membawanya ke meja.
Ia memungut dua atau tiga surat yang semalam telah dibukanya saat ia pulang
larut. Salah satu dilihatnya, dan ia tersenyum sedikit ketika membacanya.
"Sebelas tiga puluh," katanya. "Waktunya cocok benar. Bagaimana baiknya"
Sebaiknya kupikirkan baik-baik, dan bersiap untuk Chetwynd,"
35 Terdengar bunyi seseorang memasukkan sesuatu ke dalam kotak pos di luar. Ia lalu
keluar, menuju ruang utama, dan mengambil koran pagi itu. Tidak banyak berita di
koran. Sebuah krisis politik, yang ditulis seakan amat meresahkan, tapi
sebenarnya tidak. Cuma si wartawan saja yang melebih-lebihkan, untuk membuatnya
tampak lebih penting daripada sebenarnya. Orang mesti diberi bahan bacaan.
Seorang gadis dicekik di taman. Gadis-gadis selalu saja dicekik. Setiap hari
sekali, pikirnya. Tak ada anak diculik atau diperkosa pagi ini. Bagus, tidak
seperti biasanya. Dibuatnya sepotong toast dan diminumnya kopinya.
Tak lama kemudian, ia keluar dari gedung itu, menuju jalan, dan berjalan
melintasi taman, ke arah Whitehall. Ia tersenyum sendirian. Ia senang berbicara
dengan Chetwynd. Ia tiba di Whitehall terlambat tujuh menit. Tak apa, pikirnya, bukankah ia ?orang yang lebih penting daripada Chetwynd" Ia berjalan masuk ke ruangan.
Chetwynd sedang duduk di depan meja tulisnya dengan banyak kertas di atasnya,
dan ada sekretaris di situ. Ia tampak serius, seperti biasanya dalam kesempatankesempatan seperti itu. "Halo, Nye," kata Chetwynd, wajahnya yjwrg sangat tampan menyandang senyum
lebar. "Senang tiba di rumah lagi" Bagaimana "Malaya?"
"Panas," kata Stafford Nye. *
"Ya, selalu begitu, kan" Maksudmu cuacanya, kurasa, bukan suhu politiknya?"
"Oh, cuma cuacanya saja," kata Stafford Nye.
Ia menerima tawaran rokok dan duduk.
"Ada hasil yang bisa dibicarakan?"
"Oh, hampir tak ada. Tidak bisa dikatakan sebagai hasil. Sudah kukirimkan
Iaporanku. Banyak omong kosongnya seperti biasa. Bagaimana kabarLazenby?" '
"Oh, merepotkan seperti biasa. Dia takkan pernah bisa berubah rupanya," kata
Chetwynd. "Memang, jangan berharap dia bisa berubah. Aku belum pernah bekerja bersama
Bascombe sebelum ini. Dia kadang-kadang bisa sangat menyenangkan."
"Apa benar" Aku tidak begitu kenal sifatnya.* Ya, kelihatannya begitu."
"Nah, tak ada berita lainnya, kukira?"
"Tidak, tidak ada. Tak ada yang menarik bagimu."
'Tidak y kausebutkan dalam suratmu kenapa kau ingin bertemu denganku."
"Oh, cuma perlu membicarakan beberapa hal, cuma itu. Begini, kalau-kalau kau ada
membawa pulang sesuatu yang khusus, yang bisa membantu kami di sini. Apa saja
yang bisa kami pakai untuk mempersiapkan diri. Seandainya ada pertanyaanpertanyaan di parlemen. Hal-hal seperti itulah." "
"Ya, tentu saja."
"Pulang lewat udara, ya" Ada sedikit kesulitan, kudengar."
37 36 Stafford Nye berakting sesuai dengan yang sudah direncanakannya. Wajahnya tampak
memelas dan sedikit jengkel.
"Oh, jadi kau sudah dengar itu, ya?" katanya. "Benar-benar konyol."
"Ya. Ya, pasti begitu."'
"Luar biasa," kata Stafford Nye, "semua pasti jadi bahan berita. Ada satu
paragraf yang melaporkan ini dalam stop press pagi ini."
"Kau lebih suka jika itu tidak dimuat, ya?"
'Yah itu cuma membuatku tampak seperti orang tolol, bukan?" kata Stafford Nye.
"Harus kuakui itu. Dalam umurku setua ini, lagi!"
"Apa yang terjadi tepatnya" Aku tak tahu apa laporan di surat kabar itu dibesarbesarkan." "Yah, kurasa mereka menggalinya dengan maksimal, begitu. Kau tahu bagaimana
perjalanan-perjalanan seperti ini. Sangat membosankan. Ada kabut di Jenewa,
sehingga mereka harus mengubah rute pesawat. Jadi dua jam kami tertunda di
Frankfurt." "Di situkah terjadinya peristiwa itu?"
"Ya. Orang benar-benar bisa jadi bosan di bandara. Pesawat datang, pesawat
pergi. Interkom terus menggaung-gaung. Penerbangan 302 tujuan Hong Kong.
Penerbangan 109 tujuan Irlandia. Ini, itu, dan segala tetek-bengek. Orang-orang
pada bangkit dari duduk, orang-orang pergi. Dan aku duduk saja di situ,
mengantuk." "Tepatnya apa yang terjadi?" kata Chetwynd.
'Yah, di depanku ada minuman yang kubeli,
38 bir Pilsener, lalu kupikir sebaiknya aku cari bahan lain untuk dibaca. Semua
yang lain sudah kubaca. Lalu aku ke toko bandara dan membeli sebuah novel
murahan. Cerita detektif, aku ingat itu, dan kubeli juga sebuah boneka binatang
wol untuk salah satu keponakan perempuanku. Lalu aku balik, menghabiskan minumanku, membaca novelku, lalu ketiduran."
"Ya, benar. Kau lalu ketiduran."
"Nah, wajar sekali, bukan" Kukira mereka mengumumkan Keberangkatan pesawatku.
Jika betul, aku tidak mendengar itu. Aku tak bisa mendengarnya, ternyata karena
sesuatu yang nyata. Aku memang orang yang bisa tidur di bandara kapan saja, tapi
aku juga bisa mendengar pengumuman yang menyangkut kepentinganku. Tapi saat itu
aku tidak dengar. Ketika aku bangun, atau setengah bangun, terserah bagaimana
kau menyebutnya, aku berada dalam perawatan medis. Ternyata ada orang yang telah
memasukkan sebutir Mickey Finn atau apa dalam minum-anku. Pasti dilakukan ketika
aku sedang pergi membeli buku."
"Agak luar biasa juga kejadian itu, ya?" kata Chetwynd.
"Yah, belum pernah terjadi padaku sebelumnya," kata Stafford Nye. "Kuharap tak
akan pernah lagi. Itu membuatmu merasa jadi orang tolol. Kepala terasa berat.
Ada dokter di situ dan perawat kalau tidak salah. Pokoknya, akhirnya keadaanku
tidak terlalu gawat. Dompetku
* ~ A "~M W" dicomot, dengan uang di dalamnya dan paspor. Tentu saja sangat merepotkan.
Untungnya uangnya tidak banyak. Traveller's Check-ku ku taruh di saku dalam.
Memang ada hal-hal kurang enak yang harus dijalani jika kau kehilangan paspor.
Tapi aku masih punya surat-surat lain, sehingga identifikasi tidak terlalu
sulit. Pada akhirnya semua beres dan aku bisa melanjutkan perjalanan."
"Tetap saja menjengkelkan bagimu," kata Chetwynd. "Orang dengan statusmu,
maksudku." Nada suaranya menunjukkan rasa kurang senang.
"Ya," kata Stafford Nye. "Itu tidak menguntungkan bagi kedudukanku, ya"
Maksudku, orang dengan status seperti aku ini seharusnya tidak membuat kesalahan
seperti itu." Gagasan ini tampaknya membuat hatinya senang.
"Apa ini sering terjadi, apakah kausadari?"
"Kukira ini bukan hal yang terlalu sering terjadi. Bisa juga, sih. Kurasa setiap
orang yang gemar mencopet bisa saja melihat seseorang ketiduran, lalu merogoh
sakunya, dan jika dia kemudian tahu orang ini punya kedudukan, dompetnya atau
pocketbook-nya ditahannya, untuk memperoleh tebusan."
"Repot juga jika paspor hilang."
'Ya, aku harus membuat yang baru sekarang. Kurasa aku harus banyak memberi
penjeW*n. Seperti kubilang tadi, semua ini benar-benar menjengkelkan. Terus
terang saja, Chetwynd, menurutmu reputasiku jadi kurang bagus, ya?"
40 "Oh, itu bukan salahmu, Bung, bukan salahmu. Hal seperti itu bisa terjadi pada
siapa saja, siapa pun."
"Kau sungguh baik hati bilang begitu," kata Stafford Nye, tersenyum kepadanya.
"Suatu pelajaran yang amat berarti buatku, ya?"
"Kau tidak berpendapat bahwa ada orang yang secara khusus ingin memiliki
paspormu?" "Kukira tidak," kata Stafford Nye. "Kenapa mereka menginginkan pasporku" Kecuali
memang ada orang yang bermaksud usil terhadapku, dan itu rasanya tak mungkin.
Atau ada orang yang suka pada fotoku di paspor itu tapi itu lebih-lebih lagi ?tak mungkin!"
"Adakah kaujumpai orang yang kaukehal di." mana tadi katamu... Frankfurt?"
"Tidak, tidak. Sama sekali tidak ada." ,
"Berbicara dengan orang?" '
'Tidak secara khusus. Cuma berbasa-basi dengan wanita gemuk yang membawa anak
kecil rewel yang sedang dihiburnya. Berasal dari Wigan, kurasa. Menuju
Australia. Tak ingat orang lain selain itu."
"Kau yakin?" "Ada lagi seorang wanita yang ingin tahu apa yang mesti dilakukan jika dia ingin
belajar arkeologi-di Mesir. Kubilang aku tak tahu apa-apa tentang itu. Kukatakan
kepadanya sebaiknya dia mencari informasi di British Museum. Dan aku berbicara
sedikit dengan seorang pria yang rupa-41
nya seorang anti-wvisectionisl. Dia amat berapi-api tentang itu."
"Orang selalu merasa bahwa mungkin ada sesuatu di balik peristiwa seperti ini,"
kata Chetwynd. "Peristiwa apa?"
"Yah, seperti yang terjadi pada dirimu itu."
'Tak kulihat ada kemungkinan sesuatu di balik ini," kata Sir Stafford. "Aku
berani memastikan para wartawan akan mencoba mengarang cerita. Mereka begitu
mahir dalam hal-hal seperti itu. Apa pun halnya, itu cuma suatu peristiwa
konyol. Aku mohon dengan sangat lupakan saja. Kurasa karena beritanya ada di
koran, semua temanku akan mulai bertanya-tanya tentang itu. Bagaimana "kabarnya
si Lyland" Apa yang dilakukannya saat ini" Aku mendengar satu-dua hal tentang
dirinya di luar sana. Lyland selalu banyak bicara."
Kedua pria itu berbicara berhandai-handai selama sekitar sepuluh menit, lalu Sir
Stafford bangkit dan menuju ke luar.
"Banyak yang harus kulakukan pagi ini," katanya. "Oleh-oleh buat kerabatku.
Repotnya jika kau pergi ke Malaya, semuanya berharap dibawakan oleh-oleh yang
eksotik. Kurasa aku sebaiknya pergi ke toko Liberty's. Di situ ada
'orang yang menentang penggunaan binatang-binatang hidup sebagai objek
penelitian ilmiah. 42 koleksi barang-barang dari Timur yang cukup lumayan."
Ia berjalan keluar dengan riang dan mengangguk kepada beberapa pria yang
dikenalnya di lorong depan. Setelah ia pergi, Chetwynd berbicara lewat telepon
kepada sekretarisnya. "Coba hubungi Kolonel Munro, apa dia bisa ke sini menjumpaiku."
Kolonel Munro masuk, bersama seorang pria jangkung setengah baya.
"Aku tak tahu apa kau kenal dengan Horsham," katanya. "Dia dinas di keamanan."
"Rasanya saya pernah bertemu Anda," kata Chetwynd.
"Nye tadi baru saja di sini, bukan?" kata Kolonel Munro. "Apa ada sesuatu dalam
ceritanya tentang Frankfurt" Sesuatu, maksudku, yang harus kita tanggapi dengan
serius?" "Rupanya. tidak, ada." kata Chetwynd. "Dia agak terpukul karena hal itu. Dia
menganggap itu akan membuatnya tampak konyol. Tentu saja memang begitu."
Pria bernama Horsham itu menganggukkan kepalanya. "Dia beranggapan begitu, ya?"
'Yah, dia berusaha untuk berlapang dada," kata Chetwynd.
"Sama saja," kata Horsham, "sebenarnya dia hukan orang yang konyol, kan?"
Chetwynd menggerakkan bahunya. "Hal seperti ini bisa saja terjadi," katanya.
"Aku tahu," kata Kolonel Munro, "ya, ya, aku
43 tahu. Sama saja. Aku memang selalu merasa bahwa Nye ini agak sulit diduga. Dalam
beberapa hal, dia memang punya pandangan yang kurang tepat
Pria bernama Horsham itu berbicara. "Bukannya mau mencela dia," katanya. "Sama
sekali bukan, sepanjang itu menyangkut apa yang kita ketahui tentang dia."
"Oh, aku juga tidak bermaksud begitu. Aku sama sekali tidak bermaksud begitu,"
kata Chetwynd. "Cuma bagaimana ya" dia tidak selalu serius dalam menangani ? ?masalah-masalahnya."
Mr. Horsham berkumis. Ia merasa ada gunanya berkumis. Kumis bisa
menyelamatkannya dari saat-saat ketika senyum tak lagi bisa ditahan.
"Dia bukan orang bodoh," kata Munro. "Dia punya otak. Apa kau tidak curiga
bahwa... yah, maksudku kau tidak melihat ada yang mencurigakan dalam peristiwa
itu?" "Dari pihak dia" Rupanya tidak." "Anda telah menyelidikinya, Horsham?"
"Yah, kami belum punya cukup waktu untuk itu. Tapi sampai sejauh ini, cukup
beres. Hanya ternyata paspornya itu telah dipakai orang." ^ "Dipakai" Dipakai
bagaimana?" "Keluar lewat Heathrow." "Maksud Anda. ada orang yang mengaku
dirinya Sir Stafford Nye?"
'Tidak, tidak," kata Horsham, "tidak dengan banyak kata-kata begitu. Tak mungkin
begitu. Paspor itu lolos bersama paspor-paspor lainnya.
44 Ingat, saat, itu orang belum tahu ada paspor hilang. Kukira saat itu dia belum
lagi siuman dari obat bius atau apa pun yang telah diminumnya. Dia masih berada
di Frankfurt." "Tapi seseorang mungkin telah mencuri paspornya dan naik ke pesawat, dan dengan
begitu sampai ke Inggris?"
'Ya," kata Munro, "itu kesimpulannya. Bisa saja seseorang mencuri dompet yang
isinya uang dan paspor, atau seseorang memang menghendaki sebuah paspor dan
memilih Sir Stafford Nye sebagai orang yang cocok bagi maksudnya itu. Kebetulan
ada minuman di meja, jadi dimasukkannya obat bius ke dalamnya, menunggu sampai
dia tertidur, mengambil paspor itu, dan menggunakannya."
'Tapi akhirnya petugas pasti mencocokkan paspor itu. Pasti tampak orangnya bukan
itu," kata Chetwynd.
"Yah, pastilah ada persamaan tertentu, pasti," kata Horsham. "Tapi memang saat
itu mungkin tak ada yang tahu bahwa Nye hilang, atau tak ada perhatian khusus
kepada paspor itu. Orang berdesakan menuju pesawat yang terlambat jadwalnya.
Orang yang membawa paspornya itu tampak mirip dengan foto di paspor tersebut.
Begitu saja. Dicocokkan sebentar, dikembalikan, boleh lewat Yang mereka
perhatikan biasanya adalah orang-orang asing yang masuk, bukan orang Inggris.
Orang itu tadi, seperti Nye, berambut hitam, bermata biru tua, dagu kelimis,
45 tinggi seratus tujuh puluh lima senti atau berapa itu. Cuma itu yang perlu
dicocokkan. Semua itu tidak tercantum dalam daftar orang asing yang dicurigai
atau yang semacam itu."
"Aku tahu, aku tahu. Tapi tetap saja, jika orang cuma mau mencopet dompet atau
uangnya, dia tak akan memakai paspor itu, ya" Terlalu banyak risiko."


Penumpang Ke Frankfurt Passenger To Frankfurt Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya," kata Horsham. "Ya, itulah bagian yang menarik dari peristiwa ini,"
katanya. 'Tentu saja kami sedang menyelidikinya, bertanya-tanya di sana-sini."
"Dan bagaimana pendapat Anda?" "Saya belum bisa bilang apa-apa," kata Horsham.
"Perlu sedikit waktu lagi. Tak bisa tergesa-gesa."
"Semuanya sama seperti itu," kata Kolonel Munro, setelah Horsham meninggalkan
ruangan. "Mereka tak akan pernah bilang apa-apa, orang-orang keamanan brengsek
itu. Bahkan jika mereka sudah memperoleh petunjuk-petunjuk, tak akan diakuinya."
"Yah, itu wajar," kata Chetwynd, "sebab bisa saja mereka keliru."
Pandangan ini kedengaran amat politis.
"Horsham orangnya cukup mampu," kata Munro. "Di markas besarnya mereka amat
menghargai dia. Kecil kemungkinannya dia bisa keliru."
46 3. Pria dari Binatu Sir Stafford Nye kembali ke flatnya. Seorang wanita tinggi besar muncul dari
dapur kecil itu dengan ucapan-ucapan selamat datang.
"Syukur Anda tiba dengan selamat, Sir. Pesawat-pesawat sialan itu. Tak pernah
bisa diperhitungkan, ya?"
"Benar, Mrs. Worrit," kata Sir Stafford Nye. "Dua jam terlambat, pesawat itu."
"Tak ada bedanya dengan mobil, kalau begitu?" kata Mrs. Worrit. "Maksud saya,
tak pernah bisa diperhitungkan, apanya yang tidak beres. Cuma rasanya lebih
mencemaskan di atas sana, ya" Tidak bisa begitu saja berhenti, lalu minggir
seperti mobil, ya" Maksud saya, yah pasrah saja. Saya tak akan pernah mau naik
pesawat, dan memang belum pernah." Dilanjutkannya, "Saya telah memesan beberapa
keperluan Saya harap Anda setuju. Telur, mentega, kopi, teh..." Itu diucapkannya
dengan cerewet dan fasih, bagaikan seorang pemandu wisata dari biro perjalanan
Near Eastern yang sedang 47 menjelaskan tentang istana Firaun. "Itulah," kata Mrs. Worrit, sejenak berhenti
untuk mengambil napas, "Saya kira itulah semua yang mungkin Anda perlukan. Saya
telah memesan moster Prancis."
"Bukan yang Dijon, kan" Mereka selalu mencoba menawarkan Dijon."
"Saya tahu apa Dijon itu, tapi ini Esther Dragon yang Anda sukai, kan?"
'Tepat sekali," kata Sir Stafford "Anda memang hebat."
Mrs. Worrit tampak senang. Ia lalu balik lagi ke dapur, sementara Sir Stafford
Nye meletakkan tangannya di atas pegangan pintu ruang tidur, siap-siap untuk
masuk ke dalam. "Apa benar memberikan pakaian-pakaian Anda kepada orang yang datang
mengambilnya, Sir" Anda tidak pesan apa-apa mengenai itu."
"Siraian-pakaian apa?" kata Sir Stafford Nye, terhenti bicaranya.
"Dua setelan jas. Kata laki-laki itu, dia dipanggil untuk itu. Nama
perusahaannya Twiss and Bonywork. Saya kira mereka juga yang datang sebelum ini.
Kita pernah ribut dengan White Swan Laundry, kalau tak salah."
"Dua setelan?" kata Sir Stafford Nye. "Y ng mana?"
"Itu, yang Anda pakai saat pulang dari perjalanan, Sir. Saya kira itu satu. Saya
tidak begitu yakin dengan yang satunya lagi, tapi ada se 48 telan garis-garis biru yang Anda tinggalkan tanpa pesan harus diapakan. Memang
sudah perlu dicuci, dan mansetnya yang sebelah kanan perlu direparasi, tapi saya
tak mau mengambil jas itu sendiri selagi Anda tidak ada. Tak pernah saya berbuat
seperti itu," kata Mrs. Worrit dengan bangga.
"Jadi orang itu, siapa pun dia, mengambil setelan-setelan itu?"
"Saya harap saya tidak salah melakukan itu. Sir." Mrs. Worrit jadi cemas.
"Yang garis-garis biru itu okelah. Malahan kebetulan kalau diambil. Setelan yang
kupakai waktu pulang, yah..."
"Yang itu agak tipis bahannya, Sir, untuk musim seperti ini. Sir. Memang tidak
jadi soal, sebab tempat-tempat yang Anda kunjungi beriklim panas. Setelan itu
sudah cukup kotor. Dia bilang Anda menelepon dan menyebutkannya. Itu yang
dikatakan pria itu ketika mengambilnya."
"Dia masuk ke kamar dan mengambilnya sendiri?"
"Ya, Sir. Saya pikir sebaiknya begitu."
"Sangat menarik," kata Sir Stafford. "Ya, sangat menarik."
Ia lalu masuk ke kamar tidurnya dan memandang berkeliling. Rapi dan apik. Tempat
tidur sudah ditata jelas itu hasil tangan Mrs. Worrit pencukur listrik siap ? ?pakai, peralatan-peralatan di meja hias ditata rapi.
49 Ia menghampiri lemari pakaian dan menjenguk ke dalam. Ia melihat isi laci-laci
meja berkaki yang menempel di dinding dekat jendela. Semuanya cukup rapi.
Malahan agak lebih rapi daripada seharusnya. Semalam ia membongkar barang dari
koper-koper, lalu mengaturnya dengan sepintas lalu saja. Siraian dalam dan
berbagai tetek-bengek dilemparkannya ke dalam laci yang memang untuk itu, cuma
belum ditatanya lagi. Mestinya itu akan dilakukannya kalau tidak hari ini
?besok. Ia pasti tidak akan mengharapkan Mrs. Worrit melakukannya untuknya. Ia
hanya mengharapkan nyonya itu menyimpan barang-barang seperti apa adanya. Nanti,
setelah ia pulang dari luar negeri, akan ada waktu untuk penataan dan
penyesuaian kembali, demi cuaca dan lain-lain. Jadi jelas seseorang telah
melihat-lihat kamar ini, seseorang telah membuka laci-laci, memeriksa isinya
dengan cepat, tergesa-gesa, mengembalikannya lagi, tapi agak terlalu rapi
daripada semestinya. Kerja yang cepat dan cermat, dan ia lalu lenyap membawa dua
setelan dengan penjelasan yang masuk akal. Satu setelan jelas dipakai Sir
Stafford waktu bepergian, dan satu lagi terbuat dari bahan tipis yang mestinya
juga dibawa ke luar negeri dan dibawa kembali pulang. Jadi mengapa"
"Karena," kata Sir Stafford pada dirinya sendiri, sambil termenung, "karena
seseorang sedang mencari sesuatu. Tapi apa" Dan siapa"
50 Dan mungkin juga mengapa?" Ya, memang menarik.
Ia lalu duduk di kursi dan berpikir tentang ini. Lalu pandangannya tertuju ke
meja dekat tempat tidur, di mana duduk sebuah boneka panda berbulu tebal. Itu
membuatnya berpikir dan memperoleh sebuah gagasan. Ia menghampiri telepon dan
memutar sebuah nomor. "Andakah itu, Bibi Maulda?" katanya. "Stafford di sini."
"Ah, anakku sayang, jadi kau telah kembali. Aku gembira. Kemarin kubaca di
koran, di Malaysia sedang berjangkit kolera. Ya, benar, Malaysia kalau tak
salah. Aku selalu sulit mengingat nama-nama tempat itu. Kuharap kau bisa datang
menengokku segera" Jangan berpura-pura sibuk. Tak mungkin kau sibuk terusmenerus. Hanya para taipan yang sibuk seperti itu, orang-orang yang berkecimpung
di dunia industri, yang selalu terlibat dalam merger dan pengambilalihan. Aku
tak pernah bisa mengerti, apa artinya semua itu. Dulu itu artinya melakukan
pekerjaanmu dengan baik, tapi sekarang artinya melibatkan semua hal dengan bom
atom dan pabrik-pabrik yang dibuat dari beton," kata Bibi Matilda agak berapiapi. "Dan itu komputer-komputer yang hitungannya salah, membuat semua jadi
kacau. Sungguh, itu cuma membuat hidup kini jadi makin sulit. Kau tak akan
percaya jika kuceritakan apa yang terjadi dengan rekening bankku. Juga dengan
alamat 51 posku. Yah, kukira aku hidup sudah terlalu lama."
"Jangan berpikir begitu! Boleh saya ke sana minggu depan?"
"Besok pagi pun boleh, jika kau mau. Aku ada janji makan malam dengan Sir
Pendeta, tapi mudah sekali membatalkannya." "Oh, begini, tak perlu begitu." "Ya,
memang perlu. Dia orang yang paling menjengkelkan, dan dia menginginkan organ
baru juga. Sebenarnya itu tidak jadi masalah. Maksudku yang payah adalah pemain
organnya, bukan organnya. Benar-benar seorang musisi yang menjengkelkan. Sir
Pendeta kasihan kepadanya, karena dia baru saja kehilangan ibu yang teramat
dicintainya. Tapi cinta pada ibu kan tidak bisa membuatnya bermain organ dengan
lebih baik" Maksudku, kita mesti menilai sesuatu seperti apa adanya."
"Benar sekali. Rupanya harus minggu depan. Ada beberapa hal yang harus kuurus.
Bagaimana dengan Sybil?"
"Anak manis! Nakal sekali, tapi sungguh lucu." "Aku bawakan oleh-oleh panda dari
wol," kata Sir Stafford Nye.
"Wah, kau sangat baik hati, Yang." "Kuharap dia suka itu," kata Sir Stafford,
pandangannya mengenai mata panda itu, daur ia merasa sedikit cemas.
'Yah, bagaimanapun juga, kelakuannya amat baik," kata Bibi Matilda Jawaban ini
agak me - 52 ragukan, dan maknanya tidak begitu jelas bagi Sir Stafford.
Bibi Matilda memberikan data-data jadwal kereta untuk minggu depan, dengan
peringatan bahwa sering sekali kereta tidak jalan atau jadwalnya" berubah, dan
juga dengan tegas meminta dibawakan keju Camebert dan mentega Stilton setengah
pon. "Sulit sekali mendapatkan apa pun di sini sekarang. Toko makanan langganan
kami pemiliknya begitu baik, penuh perhatian, serta punya selera bagus dalam ?memilih jenis makanan tiba-tiba mengubah tokonya menjadi pasar swalayan yang
?luasnya enam kali lipat, semuanya dibangun baru, keranjang dan nampan kawat yang
dibawa berkeliling untuk diisi barang-barang yang tidak perlu dan ibu-ibu yang
kehilangan bayi-bayinya, tangisan dan jeritan histeris. Sangat melelahkan. Nah,
kedatanganmu kutunggu, Yang." Telepon ditutupnya. Telepon langsung berdering
lagi. "Halo" Stafford" Erick Pugh di sini. Kudengar kau sudah kembali dari
Malaysia. Bagaimana jika kita dinner malam ini?" "Setuju sekali."
"Baik Limpits Club delapan seperempat?"
? ?Mrs. Worrit masuk dengan terengah-engah ketika Sir Stafford meletakkan gagang
telepon. "Seorang pria di lantai bawah menunggu ingin bertemu, Sir," katanya. "Maksud
saya, begitu 53 rupanya. O, ya, katanya dia yakin Anda tidak keberatan "
"Siapa namanya?"
"Horsham." Sir Stafford agak terperanjat.
Ia keluar dari kamar tidurnya, turun setengah jalan di tangga yang menuju ruang
duduk besar di lantai bawah. Mrs. Worrit tidak keliru. Benar, Horsham tampak
tidak berbeda dari penampilannya setengah jam yang lalu tegap, terpercaya, dagu
?belah, pipi kemerahan, kumis lebat kelabu, sikapnya tenang dan dingin.
"Saya harap Anda tidak keberatan," ia berkata dengan sopan, bangkit dari
duduknya. "Saya tidak keberatan untuk apa?" kata Sir Stafford Nye.
"Bertemu saya lagi begitu cepat. Tadi kita bertemu di lorong di depan pintu
rumah Mr. Gordon Chetwynd Anda ingat?"
?"Saya sama sekali tidak keberatan," kata Sir
Stafford Nye. Didorongnya sebuah kotak rokok di meja.
"Silakan duduk. Ada yang kelupaan, belum diucapkan tadi?"
"Orang baik, Mr. Chetwynd," kata Horsham. "Kami menenangkan dia tadi, saya kira.
Dia dan Kolonel Munro. Mereka agak kecewa dengan semua ini. Dengan Anda, maksud
saya." "O, ya?" Sir Stafford ikut duduk juga. Ia tersenyum, merokok, dan memandang Henry Horsham
dengan serius. 'Jadi selanjutnya apa?"
"Saya justru sedang bertanya-tanya jika sekiranya saya boleh tahu, tanpa rasa
ingin tahu berlebihan, apa yang akan Anda lakukan selanjutnya setelah ini?"
"Dengan senang hati saya beritahukan," kata Sir Stafford Nye. "Saya akan
mengunjungi Bibi saya, Lady Matilda Cleckheaton. Alamatnya saya beri kalau Anda
mau." "Saya sudah tahu," kata Henry Horsham. "Yah, saya kira itu gagasan bagus. Dia
akan senang melihat Anda telah pulang dengan selamat. Hampir saja Anda celaka,
ya?" "Apa begitu pendapat Kolonel Munro dan Mr. Chetwynd?"
"Yah, Anda tahu situasinya, Sir," kata Horsham. "Anda cukup tahu ^tu. Mereka
selalu begitu, orang-orang di departemen itu. Mereka tidak yakin harus percaya
pada Anda atau tidak."
"Percaya pada saya?" kata Sir Stafford Nye dengan nada tersinggung. "Apa maksud
Anda dengan itu, Mr. Horsham?"
Mr. Horsham tenang saja. Ia cuma menyeringai.
"Anda perlu tahu," katanya. "Anda punya reputasi tidak selalu bersikap serius."
"Oh. Tadinya saya pikir Anda menganggap saya ini orang yang tidak punya
pendirian, atau orang yang salah jalan. Semacam itulah."
"Oh, tidak, - Sir. Mereka cuma berpendapat bahwa Anda orangnya kurang serius.
Mereka menganggap Anda suka bercanda."
54 55 "Orang kan tidak bisa terus-menerus serius terhadap diri sendiri dan orang
lain," kata Sir Stafford Nye, kurang senang.
"Tidak. Tapi Anda mengambil risiko cukup besar, seperti saya bilang tadi, benar
begitu?" "Sedikit pun saya tidak mengerti apa maksud Anda."
"Mari saya jelaskan. Kadang-kadang halangan terjadi, dan itu bukan kemauan
manusia. Bisa dikatakan itu kehendak Yang Kuasa, atau kehendak kekuasaan yang
lain setan, maksud saya."?Sir Stafford Nye salah tebak. "Maksud Anda kabut yang di Jenewa itu?" katanya.
"Tepat sekali, Sir. Ada kabut di Jenewa, dan itu telah mengacaukan rencana orang
banyak. Ada orang yang benar-benar jadi terpojok."
"Coba jelaskan itu," kata Sir Stafford Nye. "Saya benar-benar ingin tahu."
"Yah, ada satu penumpang yang hilang ketika pesawat Anda meninggalkan Frankfurt
kemarin. Anda telah meneguk bir dan duduk di sudut, mendengkur dengan enak
sendirian. Satu penumpang tidak melapor. Mereka memanggilnya dan memanggilnya
berulang kali. Akhirnya pesawat itu terbang tanpa dia."
"Ah. Lalu apa yang terjadi dengannya?"
"Itu akan menarik untuk diketahui. Bagaimanapun soalnya, paspor Anda ternyata
sampai ke Heathrow, walaupun tanpa Anda."
56 "Dan di mana paspor itu sekarang" Apa saya diharapkan untuk memperolehnya
kembali?" 'Tidak. Saya rasa tidak. Tidak akan secepat itu. Bahan bagus, obat bius itu.
Kekuatannya pas, jika boleh saya bilang begitu. Dia membuat Anda teler, tapi
tidak menyebabkan efek buruk."
"Membuat saya merasa tidak enak lama setelannya," kata Sir Stafford.
"Ah, itu memang tak bisa dihindari. Situasi dan kondisinya tidak memungkinkan."
"Coba, apa yang akan terjadi," Sir Stafford bertanya, "karena rupanya Anda sudah
tahu semuanya jika saya menolak permintaan yang mungkin diajukan pada saya ?itu ingat, saya katakan 'mungkin'."
?"Sangat mungkin akan ada banyak"Hambatan bagi Mary Ann."
"Mary Ann" Siapa Mary Ann itu?"
"Miss Daphne Theodofanous."
"Rasanya saya pernah mendengar nama itu dipanggil lewat corong sebagai
?penumpang yang hilang?"
"Ya, itulah nama yang dipakainya ketika bepergian. Kami menyebutnya Mary Ann."
"Siapa dia itu" Hanya ingin tahu saja."
"Dalam bidangnya, dia adalah figur yang amat menonjol."
"Dan apa bidangnya itu" Apa dia di pihak kita atau di pihak mereka, dan mereka
itu siapa" 57 Harus saya akui, agak sulit saya memutuskan tentang hal itu saat itu."
"Ya, memang tidak begitu mudah, ya" Dengan ikutnya pihak Cina dan Rusia, dan
hadirnya kelompok aneh di balik protes-protes mahasiswa dan Mafia baru, serta
kelompok-kelompok tersamar di Amerika Latin. Dan golongan kaum berduit yang
mendalangi gerakan-gerakan politik yang sulit diduga. Ya, benar-benar tidak
mudah untuk menebak."
"Mary Ann," kata Sir Stafford Nye tercenung. 'Itu nama yang ganjil untuknya,
jika namanya yang sebenarnya adalah Daphne Theodofanous."
'Yah, ibunya Yunani, ayahnya orang Inggris, dan kakeknya orang Austria."
"Apa yang terjadi jika waktu itu saya menolak untuk meminjami dia sebagian dari
pakaian saya?" "Mungkin saja dia akan terbunuh."
"Yang benar" Masa?"
"Kami khawatir tentang situasi bandara Heathrow. Banyak hal yang sudah terjadi
di situ hal-hal aneh dan sulit dijelaskan. Seandainya pesawat itu terbang lewat
?Jenewa sesuai rencana, tak akan ada masalah. Dia akan bisa mendapat perlindungan
penuh yang direncanakan sebelumnya. Tapi dengan melesetnya-jad-wal terbang itu,
tak akan ada waktu lagi untuk mengatur apa-apa, dan kita tidak tahu siapa adalah
siapa di zaman seperti ini. Tiap orang
58 bermain ganda atau rangkap tiga, dan bahkan rangkap empat."
"Anda membuat saya takut," kata Sir Stafford Nye. "Tapi dia selamat, bukan"
Itukah yang ingin Anda sampaikan pada saya?"
"Saya harap dia tidak apa-apa. Sampai saat ini, belum ada berita bahwa dia kena
halangan." "Mungkin ini ada gunanya buat Anda," kata Sir Stafford Nye. "Ada orang datang ke


Penumpang Ke Frankfurt Passenger To Frankfurt Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sini pagi ini, ketika saya sedang ke luar berbicara dengan teman-teman di
Whitehall. Dia mengaku mewakili perusahaan binatu yang katanya saya telepon,
lalu dia membawa setelan yang saya pakai kemarin, dan satu setelan lainnya juga.
Tentu saja mungkin dia cuma suka sekali pada setelan yang satunya lagi itu, atau
dia memang punya hobi mengumpulkan aneka setelan jas orang-orang yang baru
pulang dari luar negeri. Atau... yah, barangkali Anda punya 'atau' lainnya untuk
ditambahkan?" "Mungkin dia sedang mencari sesuatu." "Ya, saya rasa begitu. Seseorang sedang
mencari sesuatu. Semua barang bagus dan rapi lagi setelah diacak-acak. Tidak
seperti waktu saya tinggalkan. Baiklah, katakan dia sedang mencari sesuatu. Apa
yang dicarinya?" "Saya tidak pasti," kata Horsham pelan. "Kalau saja saya tahu itu. Sesuatu
sedang berlangsung di suatu tempat. Tapi di sana-sini ada bagian-bagian yang ?tersembul ke luar, tahu, seperti sebuah bungkusan yang tidak dikerjakan
59 dengan rapi. Bocor di sini, bocor di sana. Satu saat kita mengira bahwa
sumbernya ada di Festival Bayreuth, dan kemudian kita sangka itu terjadi di
Amerika Selatan, dan kemudian tampaknya ada petunjuk mengarah ke Amerika
Serikat. Ada banyak hal buruk sedang terjadi di tempat-tempat yang berbeda,
semuanya mengarah ke satu hal. Barangkali politik, barangkali sesuatu yang
sangat berbeda dari politik. Mungkin saja uang." Ia menambahkan, "Anda kenal Mr.
Robinson, kan" Atau Mr. Robinson yang kenal Anda, begitu katanya saya kira."
"Robinson?" Sir Stafford mencoba mengingat. "Robinson. Nama Inggris yang bagus."
Ia menatap Horsham. "Orangnya besar, wajahnya kekuningan?" katanya. "Gemuk"
Bergerak di bidang keuangan?" Ia bertanya, "Apakah dia juga berada di pihak para
malaikat -itukah yang akan Anda katakan pada saya?"
?"Soal malaikat, saya kurang tahu," kata Henry Horsham, pernah menolong kita
keluar dari kesulitan, lebih dari satu kali, di negeri ini. Orang seperti Mr.
Chetwynd tidak terlalu suka padanya. Dia dianggap terlalu mahal, saya kira.
Cukup pelit juga Mr. Chetwynd itu. Ingin menghemat, tapi malahan keliru."
"Biasanya orang bilang, 'Miskin tapi jujur'," kata Sir Stafford Nye serius.
"Tapi saya kiM'ini lain. Anda mungkin akan menggambarkan Mr. Robinson kita ini
sebagai 'mahal tapi jujur'. Atau lebih tepat 'jujur tapi mahal'." Ia menarik
napas. 60 "Kalau saja bisa Anda jelaskan, semua ini sebenarnya apa," katanya dengan sedih.
"Saya merasa ikut terlibat dalam sesuatu, tapi tak tahu itu apa." Ia memandang
Henry Horsham dengan penuh harap, tapi Horsham menggelengkan kepala.
"Tak ada yang bisa tahu. Tidak secara tepat," katanya.
"Apa sebenarnya yang saya miliki, yang rupanya sedang dicari-cari orang?"
"Terus terang saja, sedikit pun saya tak punya gagasan, Sir Stafford."
"Wah, sayang sekali, sebab saya juga tidak."
"Sepanjang yang Anda tahu. Anda tak punya apa-apa. Tak adakah orang yang
memberikan pada Anda sesuatu untuk disimpan, dibawa ke suatu tempat, dijaga?"
"Sedikit pun tak ada. Kalau maksud Anda Mary Ann, dia cuma bilang minta
diselamatkan hidupnya, cuma itu."
"Dan kecuali nanti muncul berita di koran sore, Anda telah berhasil
menyelamatkan jiwanya."
'Tampaknya seperti akhir cerita, ya" Sayang. Rasa ingin tahu saya semakin
bertambah. Saya ingin sekali tahu, apa yang akan terjadi setelah ini. Anda semua
rupanya sangat pesimis."
"Terus terang memang iya. Situasi bertambah buruk di negeri ini. Anda tidak
ragu?" "Saya tahu apa yang Anda maksudkan. Saya sendiri terkadang juga ragu...."
61 4. Makan Malam Bersama Eric
"Keberatankah kau jika kusampaikan sesuatu, Bung?" kata Eric Pugh.
Sir Stafford Nye memandangnya. Ia telah mengenal Eric selama bertahun-tahun.
Mereka memang bukan teman karib. Si Eric, begitu anggapan Sir Stafford, adalah
teman yang agak membosankan. Tapi di pihak lain ia setia. Dan ia ini, walaupun
bukan orang yang menyenangkan, punya bakat untuk bisa tahu banyak hal. Apa-apa
yang dikatakan orang diingatnya dan disimpannya baik-baik. Kadang-kadang ia bisa
memberikan informasi yang berguna.
"Kau baru kembali dari konferensi di Malaysia itu, ya?"
"Ya," kata Sir Stafford.
"Ada yang penting yang terjadi di sana?"
"Cuma biasa-biasa saja," kata Sir Stafford.
"Oh. Tadinya kupikir ada sesuatu yah^Jsau tahu maksudku. Apa ada sesuatu yang ?telah membuat situasi tenteram berubah menjadi kacau?"
62 "Selama konferensi itu" Tidak, cuma hal-hal yang sudah bisa diramalkan
sebelumnya. Semua orang mengucapkan hal-hal yang sudah bisa kauduga sebelumnya,
disampaikan dengan begitu bertele-tele dan sangat lama. Aku tak tahu kenapa kita
harus membicarakan ini."
Eric Pugh lalu membuat komentar panjang tentang apa yang sedang ingin dilakukan
oleh negeri Cina saat ini.
"Kurasa mereka sebenarnya tidak sedang menginginkan apa-apa," kata Sir Stafford.
"Itu semua cuma desas-desus biasa, tentang penyakit-penyakit yang diderita si
Mao yang malang itu, siapa yang sedang menjegalnya dan mengapa."
"Dan bagaimana tentang hubungan Arab-Israel?"
"Itu sedang berjalan sesuai rencana. Rencana mereka, jelasnya. Tapi apa
hubungannya dengan Malaysia?"
"Yah, maksudku bukan Malaysia-nya."
"Kau ini putar-putar terus seperti kura-kura," kata Sir Stafford Nye. "Sup malam
ini, sup yang lezat. Itukah penyebabnya?"
"Hmm, aku sedang berpikir kau... kau tidak marah, bukan" Maksudku kau kan tidak
melakukan hal-hal yang bisa menodai reputasimu selama ini?"
"Aku?" kata Sir Stafford, tampak amat terperanjat.
"Yah, kau tahu kau ini bagaimana biasanya.
63 Staf. Kadang-kadang kau suka membuat orang bingung, bukan?"
"Kelakuanku tak bercela akhir-akhir ini," kata Sir Stafford. "Kau mendengar apa
tentang diriku?" "Kudengar ada sedikit masalah di pesawat, saat kau pulang."
"Oh" Dari mana kaudengar itu?"
"Nah, begini, aku bertemu dengan si Car-tison."
"Dia itu gila. Selalu membayangkan hal-hal yang belum terjadi."
"Ya, aku tahu. Dia memang begitu. Tapi dia juga bilang bahwa orang
lain Winterton, sedikitnya juga berpikir bahwa kau sedang terlibat dalam ? ?sesuatu."
"Terlibat dalam sesuatu" Kalau saja itu benar," kata Sir Stafford Nye.
"Ada peristiwa spionase sedang berlangsung di suatu tempat, dan dia
mengkhawatirkan tentang beberapa orang."
"Kaupikir aku ini apa" Philby atau apa?" "Kau tahu, kadang-kadang kau sangat
kurang bijaksana dalam ucapan-ucapanmu, bercanda untuk hal-hal serius."
"Kadang-kadang sulit bagiku menahan diri," jawab temannya. "Orang-orang politik
dan diplomat dan mereka semua itu. Mereka amat serius. Rasanya aku ingin membuat
mereka kaget, kadang-kadang."
"Selera humormu sulit dipahami, Bung. Sung 64 g uh. Aku terkadang khawatir akan dirimu. Mereka ingin bertanya tentang sesuatu
yang terjadi dalam perjalanan pulangmu, tapi mereka menganggap kau... Yah...
barangkali kau tidak sepenuhnya menceritakan hal yang sebenarnya."
"Ah, mereka beranggapan begitu, ya" Menarik sekali. Kurasa mereka bisa
kupermainkan lagi sedikit."
"Wah, jangan sembrono."
"Apa tak boleh sekali-sekali aku bersenang-senang?"
"Coba dengar dulu, Kawan. Kau kan tak mau kariermu hancur gara-gara menuruti
nafsu ber-candamu itu."
"Kalau begitu, dengan cepat bisa kusimpulkan bahwa tak ada yang lebih
membosankan daripada mengejar karier."
"Aku tahu, aku tahu. Kau cenderung untuk selalu berpendapat begitu, padahal kau
belum sampai pada kedudukan yang seharusnya pantas kauperoleh. Kau sedang berada
di jalan menuju puncak. Aku tak ingin melihat semua itu jadi kacau."
"Aku selalu berusaha untuk bersikap serius dan berbuat kebajikan, kau harus tahu
itu," kata Sir Stafford Nye. Ditambahkannya, "Jangan khawatir, Eric. Kau teman
yang baik, tapi sungguh, aku tidak merasa bersalah karena aku suka bercanda dan
bermain-main." Eric menggelengkan kepalanya dengan bimbang.
65 Sore itu udara cerah. Sir Stafford berjalan kembali ke rumah, menyeberangi Green
Park. Ketika ia menyeberangi jalan di Bridcage Walk, sebuah mobil yang berjalan
kencang hampir saja menabraknya. Sir Stafford seorang pria atletis. Ia meloncat
ke trotoar dan selamat. Mobil itu menghilang di ujung jalan. Ia tertegun. Sesaat
tadi ia berani bersumpah bahwa mobil itu sengaja akan menabrak dirinya. Cukup
menarik. Pertama flatnya digeledah, dan kini ia sendiri mungkin bisa terbunuh.
Mungkin hanya sebuah kebetulan. Tapi memang dalam perjalanan hidupnya, yang
sebagian dilalui di tempat-tempat liar, Sir Stafford Nye sering terancam bahaya.
Ia sudah kenal sekali bayang-bayang, sentuhan, dan aroma bahaya. Sekarang, ini
dirasakannya. Seseorang, di suatu tempat, sedang mengincar nyawanya. Tapi
mengapa" Karena apa" Sepanjang pengetahuannya, ia tidak melakukan hal-hal yang
bisa memancing dendam. Ia benar-benar heran.
Ia masuk ke flatnya dan memungut surat-surat yang terserak di lantai di dalam
flat. Tidak banyak. Beberapa surat tagihan dan satu majalah Lifeboat. Suratsurat tagihan dilemparkannya ke meja tulis, dan jarinya dimasukkannya ke dalam
pembungkus majalah Lifeboat itu. Ia kadang-kadang menulis artikel untuk majalah
tersebut. Dibuka-bukanya halaman-halamannya tanpa perhatian penuh, sebab pikirannya sedang asyik memikirkan halhal lain. Lalu tiba-tiba jari-jarinya
66 berhenti membuka. Ada sesuatu yang dilekatkan di antara dua halaman. Dilekatkan
dengan cel-lotape. Dilihatnya dengan lebih teliti. Ternyata itu paspornya, tak
disangka dikembalikan dengan cara begini. Dilepaskannya paspor itu dan
dilihatnya. Stempel terakhir adalah stempel kedatangan di Heathrow, sehari
sebelum kemarin. Wanita itu benar telah memakai paspornya, selamat tiba di sini,
dan telah memilih cara ini untuk mengembalikannya kepadanya. Di mana ia
sekarang" Sir Stafford ingin tahu.
Ia ingin tahu apakah akan pernah bertemu lagi dengan wanita itu. Siapa dia
sebenarnya" Ke mana ia telah pergi dan mengapa" Rasanya seperti menunggu babak
kedua sebuah sandiwara. Padahal ia juga merasa bahwa babak pertamanya saja belum
dimainkan. Apa yang telah dilihatnya" Cuma hiburan pembukaan sebuah sandiwara
kuno barangkali. Seorang gadis yang secara konyol ingin berdandan sebagai pria
untuk meloloskan diri, yang telah berhasil melewati pemeriksaan paspor di
Heathrow tanpa menimbulkan kecurigaan apa pun terhadap dirinya, dan yang kini
telah lenyap lewat gerbang bandara itu ke dalam kota London. Tidak, ia rupanya
takkan pernah bertemu lagi dengannya. Ini membuat hatinya gundah. Tapi mengapa,
ia berpikir, mengapa aku ingin bertemu" Ia bukan wanita yang amat cantik; ia
bukan apa-apa. Tidak, itu tidak benar. Ia orang penting, punya peranan, kalau
tidak pasti tak akan 67 mampu merayunya, tanpa menawarkan apa pun, bahkan tanpa rangsangan seks, cuma
permintaan sederhana untuk ditolong, untuk melakukan apa yang dimauinya. Sebuah
permohonan dari satu manusia ke manusia lain, sebab begitulah yang ?ditunjukkannya, bukan dengan kata-kata, melainkan secara tersirat bahwa ia
?mengenal sifat manusia dan ia tahu bahwa Sir Stafford adalah orang yang mau
menempuh risiko untuk menolong manusia lain. Dan memang ia juga telah menempuh
risiko, pikir Sir Stafford Nye. Wanita itu bisa saja menaruh-kan racun ke dalam
gelas birnya. Bisa saja ia ditemukan, jika wanita itu memang menghendaki
begitu sebagai mayat di sebuah kursi yang dijejalkan di sudut ruang tunggu
?keberangkatan di bandara. Dan jika ia menguasai penggunaan obat-obatan, ini tak
diragukan lagi, kematiannya akan bisa dibuat seolah-olah terjadi akibat suatu
serangan jantung karena tak mampu bertahan di ketinggian, atau kesulitan
menyesuaikan diri dengan tekanan udara hal-hal seperti itu. Oh, mengapa
?memikirkan itu" Kemungkinannya kecil untuk bisa jumpa lagi dengannya, dan ini
membuat hatinya gundah. Ya, ia gundah, dan ia tak suka begitu. Ia memmbang-nimbang hal itu untuk
beberapa menit, lalu .menulis sebuah iklan, untuk diulang tiga kali. Penumpang
dengan tujuan Frankfurt. 3 November. Harap hubungi rekan penumpang dengan tujuan
London. Tak lebih dari itu. Kini terserah
68 wanita itu. Mau menghubunginya atau tidak. Barangkali tidak. Jika tidak, hiburan
pembukaan " itu tadi akan tinggal sebagai hiburan pembukaan saja, sebuah lakon
kecil konyol yang digelar untuk menyenangkan hati para penonton yang datang awal
ke teater yang dicoba dialihkan perhatiannya, sampai dimulainya pertunjukkan
utama. Sangat berguna di saat-saat sebelum perang. Paling sial ia takkan pernah
bertemu lagi dengan wanita itu, dan salah satu sebabnya adalah bahwa ia telah
berhasil melaksanakan tujuannya datang ke London, dan kini sekali lagi
meninggalkan negeri itu, terbang ke Jenewa, atau Timur Tengah, atau ke Rusia,
atau ke Cina, atau ke Amerika Selatan, atau ke Amerika Serikat. Dan mengapa,
pikir Sir Stafford, kumasukkan Amerika Selatan" Pasti ada alasannya. Ia belum
pernah menyebut Amerika Selatan. Kecuali Horsham. Ya, benar. Dan bahkan Horsham
hanya menyebut Amerika Selatan bersama negeri-negeri lainnya.
Keesokan harinya, ketika ia berjalan pulang pelan-pelan, setelah menyerahkan
iklannya, sepanjang jalan setapak menyeberangi St. James's Pdrk, setengah samar
matanya tertuju ke bunga-bunga musim gugur. Bunga-bunga krisan tampak kaku dan
ramping, dengan daun-daun bunga menyerupai kenop-kenop berwarna emas dan
perunggu. Baunya sampai kepadanya, samar-samar, mirip bau kambing, begitulah
selalu yang dirasakannya, bau yang mengingat-69
karinya akan perbukitan di Yunani. Ia harus ingat untuk memeriksa kolom iklan
baris. Tapi tidak sekarang. Dua atau tiga hari lagi, baru iklannya akan dimuat,
dan sebelum itu pasti belum akan ada jawaban. Jangan sampai ia tak melihatnya
jika ada jawaban, sebab sangatlah menjengkelkan jika ia tidak tahu jika ia tak ?punya gagasan sama sekali tentang apa yang sedang terjadi.
Ia mencoba mengingat-ingat bukan gadis yang di bandara itu, tapi wajah adik
?perempuannya, Pamela. Sudah lama Pamela meninggal. Ia ingat akan adiknya. Tentu
saja ia ingat, tapi sulit membayangkan wajahnya. Ia lalu berhenti sejenak ketika
akan menyeberangi salah satu jalan. Tak ada kendaraan, kecuali sebuah mobil yang
berjalan pelan tertatih-tatih, seakan seorang janda kaya yang lesu. Mobil tua,
pikirnya. Sebuah limousine Daimler kuno. Ia mengangkat bahu. Mengapa ia berdiri
di situ seperti orang sinting, dengan pikiran tak menentu"
Lalu dengan sigap ia melangkah untuk menyeberangi jalan itu, dan tiba-tiba
dengan kegesitan yang di luar dugaan, limousine yang tadi dikiranya sudah loyo
itu, melesat melesat dengan kecepatan luar biasa, menuju ke arahnya dengan
?begitu cepat, sehingga ia hanya punya waktu pas untuk melompat ke seberang, ke
trotoar. Mobil lenyap secepat kilat, berbelok di
lengkung jalan- "Aku khawatir," kata Sir Stafford pada diri 70 nya sendiri. "Aku khawatir sekarang. Apa benar memang ada orang yang tidak suka
padaku" ."Seseorang membuntuti aku, barangkali, melihatku berjalan pulang,
menunggu kesempatan?"
Kolonel Pikeaway, tubuhnya yang gendut teronggok memenuhi kursinya di ruang
sempit di Bloomsbury, tempat ia duduk mulai jam sepuluh sampai jam lima, dengan
istirahat pendek untuk makan siang, seperti biasa dikelilingi oleh asap tebal
cerutu; matanya terpejam, cuma satu-dua kejapan yang menunjukkan bahwa ia
terjaga dan tidak tidur. Jarang ia mengangkat kepalanya. Ada orang yang
berpendapat bahwa ia tampak seperti perpaduan antara patung Buddha kuno dan
seekor kodok biru besar, dengan barangkali (ini ditambahkan oleh seorang pemuda
yang kurang ajar) sedikit campuran kuda nil dalam asal keturunannya.
Dengung lembut interkom di meja tulisnya membangunkannya. Matanya berkejap tiga
kali dan membuka. Diulurkannya tangannya yang tampak kuyu itu dan dipungutnya
gagang interkom tersebut.
"Nah," katanya.
Terdengar suara sekretarisnya.
"Minister ada di sini, ingin bertemu dengan Anda "
Bisa berarti pendeta atau menteri.
71 "O, ya?" kata Kolonel Pikeaway. "Pendeta siapa" Pendeta Baptis dari gereja di
sudut jalan itu?" "Oh, tidak, Kolonel Pikeaway, ini Sir George Packham."
"Sayang," Jcata Kolonel Pikeaway, napasnya seperti kena asma.
"Sayang sekali. Pendeta McGill jauh lebih menyenangkan. Dia mewakili api neraka
dengan sangat bagus."
"Boleh saya bawa dia masuk, Kolonel Pikeaway?"
"Saya kira dia pasti mau dibawa masuk segera. Pembantu-pembantu Sekretaris
Negara seperti dia biasanya lebih mudah tersinggung daripada Sekretaris Negara,"


Penumpang Ke Frankfurt Passenger To Frankfurt Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata Kolonel Pikeaway tanpa gairah. "Menteri-menteri negara ini selalu memaksa
masuk, cuma untuk ribut tentang apa saja."
Sir George Packham dipersilakan masuk ruang itu. Jendela-jendela ruang sempit
itu tertutup rapat. Kolonel Pikeaway duduk lagi di kursinya, seakan terbenam
dalam abu cerutu. Suasananya hampir tak tertahankan, dan ruang sempit itu
terkenal di kalangan orang-orang pemerintahan sebagai "kandang kucing kecil".
"Ah, kawanku yang baik," kata Sir George, berbicara dengan lincah dan riang,
yang tidak cocok dengan penampilannya yang sedih dan serius seperti seorang
pertapa. "Lama sekali rasanya kita tak bertemu, ya?"
72 "Duduk, silakan duduk," kata Pikeaway. "Cerutu?"
Sir George bergidik sedikit.
"Tidak, terima kasih," katanya. "Tidak, terima kasih banyak,"
Ia memandang tajam ke arah jendela. Kolonel Pikeaway tidak menanggapi isyarat
ini. Sir George melicinkan tenggorokannya dan terbatuk lagi sebelum berkata,
"Ehm... saya kira Horsham sudah datang menjumpai Anda?"
"Ya, Horsham ke sini dan memberi penjelasan," kata Kolonel Pikeaway, pelan-pelan
memejamkan matanya lagi. "Saya pikir itu yang terbaik. Maksud saya, dia memang harus menjumpai Anda di
sini. Penting sekali bahwa berita ini tidak sampai tersebar."
"Ah," kata Kolonel Pikeaway, "tapi pasti akan tersebar nanti, bukan?" "Maaf?"
"Akan tersebar juga nanti," kata Kolonel Pikeaway.
"Saya tidak tahu sampai di mana Anda tahu... ehm... tahu tentang peristiwa baru-baru
ini." "Di sini kami tahu semuanya," kata Kolonel Pikeaway. "Itu kan tugas kami."
'Oh oh, ya, ya, tentu. Tentang Sir S. N. -Anda tahu siapa yang saya ? ?maksudkan?"
"Yang waktu itu jadi penumpang tujuan Frankfurt," kata Kolonel Pikeaway.
73 "Peristiwa yang luar biasa. Sangat luar biasa. Membuat orang bertanyatanya kita tidak tahu, kita tak bisa membayangkan..."
?Kolonel Pikeaway mendengarkan dengan sopan.
"Jadi bagaimana ini?" Sir George mendesak. "Kenalkah Anda padanya secara
pribadi?" "Saya pernah jumpa dengannya satu atau dua kali," kata Kolonel Pikeaway.
"Benar-benar sulit diperkirakan..." Dengan susah payah Kolonel Pikeaway berusaha
menutupi bahwa ia menguap. Ia agak jemu mendengar Sir George terus bicara
tentang berpikir, memperkirakan, dan membayangkan. Ia memang kurang cocok dengan
cara berpikir Sir George. Ia orang yang berhati-hati, orang yang bertanggung
jawab dalam mengelola departemennya dengan eara hati-hati. Bukan seseorang
dengan kecerdasan cemerlang. Barangkali, pikir Kolonel Pikeaway, sebaiknya
begitu. Bagaimanapun juga, orang yang suka berpikir, bertanya-tanya, dan tidak
pernah merasa yakin, akan duduk aman di tempat yang telah ditentukan Tuhan
baginya. "Orang belum lupa," Sir George melanjutkan, "kekecewaan yang pernah kita alami
di waktu lampau." Kolonel Pikeaway tersenyum ramah. "Charleston, Conway, dan Courtauld," katanya.
"Dipercaya penuh, dibantu, dan didukung.
Semuanya berawal dengan C, semuanya berkhianat."
"Terkadang saya ragu, apa ada orang yang bisa dipercaya," kata Sir George dengan
muram. "Jawabnya mudah," kata Kolonel Pikeaway. 'Tidak ada."
"Coba misalnya Stafford Nye," kata Sir George. "Dari keluarga baik, keluarga
terhormat, saya kenal ayahnya, kakeknya."
"Memang sering berubah jika sampai pada generasi ketiga," kata Kolonel Pikeaway.
Komentar ini tidak sanggup menghibur Sir George.
"Tetap saja saya ragu maksud saya, terkadang dia itu tampaknya kurang serius."?"Pernah saya bawa kedua keponakan perempuan saya melihat Istana Loire ketika
saya muda," kata Kolonel Pikeaway dengan serta-merta. "Ada orang sedang
memancing di tepi sungai. Saya juga membawa joran pancing. Katanya kepada saya,
'Vous n'etes pas un pecheur serieux" Vous aves des femmes avec vous"'"
"Maksud Anda, Anda berpendapat bahwa Sir Stafford...?"
"Tidak, tidak, dia bukan tipe yang suka main-main dengan wanita. Yang jadi
masalah adalah sifatnya yang ganjil. Dia suka membuat kejutan.
Anda bukan pemancing sungguhan" Mengapa Anda bawa kedua gadis itu bersama Anda"
75 Dia tak dapat menahan diri untuk tidak menggoda orang lain."
"Yah, itu tidak terlalu menyenangkan, kan?"
"Mengapa tidak?" kata Kolonel Pikeaway. "Menikmati sebuah gurauan pribadi lebih
baik daripada berurusan dengan seorang pengkhianat."
"Asal saja orang bisa menerima bahwa itu sehat. Bagaimana pendapat
Anda pendapat pribadi?"
?"Sehat seperti sebuah lonceng," kata Kolonel Pikeaway. "Jika memang lonceng itu
dianggap sehat. Lonceng memang suka berdentang, tapi itu lain, kan?" Ia
tersenyum ramah. "Jika saya jadi Anda, saya takkan khawatir apa-apa," katanya.
Sir Stafford Nye menyingkirkan cangkir kopinya. Ia memungut surat kabar, melihat
sekilas kepala-kepala berita, lalu dengan hati-hati membuka halaman yang memuat
iklan-iklan baris. Ia telah meneliti kolom itu selama tujuh hari, sampai hari
ini. Memang mengecewakan, tapi ia tidak heran. Gila benar jika ia mengharapkan
ada jawaban. Matanya pelan menelusuri aneka tetek-bengek yang selalu membuat
halaman khusus itu menarik untuk dibaca. Iklan-iklan itu tidak selalu pribadi
sifatnya. Setengahnya atau malahan lebih, merupakan iklan bisnis tersamar atau
penawaran barang untuk dijual atau dicari. Barangkali sebaiknya iklan-iklan
begini diletakkan di bawah judul yang berbeda, tapi sudah mapan di situ,
76 dan lebih suka di situ sebab akan lebih banyak dibaca orang. Ada beberapa yang
menarik. "Seorang pemuda yang tidak suka bekerja keras dan yang menginginkan hidup senang
akan senang sekali jika ditawari pekerjaan yang sesuai dengannya."
"Seorang gadis ingin bepergian ke Kamboja. Menolak untuk mengurus anak."
"Dicari senapan yang pernah dipakai di Waterloo. Minta harga berapa."
"Mantel bulu mewah. Dijual cepat. Pemilik akan ke luar negeri."
"Anda kenal Jenny Capstan" Roti Cflfce-nya hebat. Datanglah ke Lizzard Street
14, S.W.3." Untuk sejenak jari Stafford Nye berhenti. Jenny Capstan. Ia suka nama itu. Apa
Lizzard Street memang ada" Sepertinya ada. Ia belum pernah mendengarnya. Sambil
menarik napas, jarinya bergerak lagi menelusuri ^kolom itu dan langsung terhenti
lagi. "Penumpang ke Frankfurt, Kamis 11 Nov., Hungerford Bridge 07.20."
Kamis, 11 November. Itu... ya, itu hari ini. Sir Stafford menyandarkan diri di
kursinya dan minum kopi lagi. Ia jadi bersemangat, terangsang. Hungerford.
Hungerford Bridge. Ia bangkit dan
77 berjalan ke dapur kecil. Mrs. Worrit sedang mengiris-iris kentang dan melemparlemparkan-nya ke dalam sebuah belanga air besar. Ia mendongak dengan sedikit
terperanjat. "Ada perlu, Sir?"
"Ya," kata Sir Stafford Nye. "Jika ada yang menyebutkan Hungerford Bridge pada
Anda, ke mana Anda pergi?"
"Ke mana saya akan pergi?" Mrs. Worrit menimbang-nimbang. "Maksud Anda, jika
saya memang bermaksud untuk pergi, kan?"
"Boleh dikatakan begitu."
"Nah, kalau begitu, saya kira saya akan pergi ke Hungerford Bridge, tentunya?"
"Maksud Anda, Anda akan pergi ke Hungerford di Berkshire?"
"Di mana itu?" kata Mrs. Worrit.
"Delapan mil sesudah Newsbury."
"Saya tahu Newsbury. Ayah saya menitipkan kuda di sana tahun lalu. Jalan bagus
rupanya." "Jadi Anda akan pergi ke Hungerford dekat
Newsbury?" "Tidak,-tentu saja tidak," kata Mrs. Worrit. "Pergi sejauh itu buat apa" Saya ?akan pergi ke Hungerford Bridge, tentu saja."
"Maksudnya?" "Itu... di dekat Charing Cross. Anda cmsu tahu. Di atas Sungai Thames." - M
"Ya," kata Sir Stafford Nye. "Ya, saya tahu benar di mana itu. Terima kasih,
Mrs. Worrit." Benar-benar seperti menebak nomor undian. Ia
78 pernah membaca sebuah iklan di sebuah koran pagi London yang maksudnya Jembatan
Kereta Api Hungerford. Itu yang dimaksud oleh pemasang iklan tersebut. Tapi
untuk iklan yang satu ini, Sir Stafford Nye sama sekali tidak yakin. Dari
perjumpaan pendek dengan wanita itu, bisa dilihat bahwa ia memiliki gagasangagasan unik. Jadi jawaban ini juga bukan jawaban yang sifatnya umum. Tapi, yah,
ia harus bagaimana" Lagi pula, mungkin saja ada Hungerford-Hungerford lain, dan
mungkin saja ada jembatan-jembatan di sana, di berbagai tempat di Inggris. Tapi
hari ini, hari ini ia akan tahu.
Petang itu cuaca dingin dan berangin, dengan hujan gerimis yang sebentar turun
sebentar berhenti. Sir Stafford Nye menaikkan kerah jas hujan plastiknya dan
terus berjalan. Ini bukan yang pertama kali ia menyeberangi Hungerford Bridge,
tapi seingatnya belum pernah ia melakukan itu untuk bersenang-senang. Di
bawahnya ada sungai besar, dan bersamanya ada banyak pejalan kaki lainnya yang
sedang bergegas menyeberang. Jas hujan plastik membungkus tubuh mereka, topitopi ditarik rapat ke bawah, dan semuanya berniat untuk tiba.di rumah
secepatnya, agar bebas dari angin dan hujan. Akan sulit sekali pikir Sir
?Stafford Nye mengenali siapa pun di antara orang banyak yang sedang bergegas
?ini. Tujuh dua puluh. Bukan waktu yang enak untuk rendezvous jenis apa pun.
Barangkali yang dimak-79 sud adalah Hungerford Bridge di Berkshire. Bagaimanapun juga, ini benar-benar
aneh. Ia terus maju. Ia menjaga kecepatan langkahnya, tidak sampai melewati mereka
yang berada di depannya, menyibakkan mereka yang datang dari depan. Tapi ia
berjalan cukup cepat untuk bisa dilewati oleh yang di belakang, walaupun itu
masih bisa dilakukan jika mereka mau. Ini cuma sebuah senda gurau saja
barangkali, pikir Stafford Nye. Bukan senda gurau yang disukainya, tapi mungkin
disukai orang lain. Malahan tampaknya ini bukan jenis humor yang disukai wanita itu, begitu pikirnya
lagi. Orang-orang yang bergegas kembali melewatinya, mendorongnya ke samping
sedikit. Seorang wanita berjas hujan plastik berjalan seiring, langkahnya berat.
Ia menabraknya, terpeleset, jatuh berlutut. Ia membantunya bangkit.
"Anda tidak apa-apa?"
"Ya, terima kasih."
Ia bergegas pergi, tapi ketika melewati Sir Stafford, tangannya yang basah, yang
tadi dipegangnya waktu menolongnya bangkit, menyelipkan sesuatu ke dalam telapak
tangannya, dengan menutupkan jari-jarinya ke benda itu. Lalu ia pergi, lenyap di
belakangnya, berbaur dengan orang banyak. Stafford Nye terus berjalan. Ia tak
dapat menyusulnya. Wanita itu memang tak ingin disusul. Ia terus berjalan dengan
cepat, tangannya memegang sesuatu dengan erat.
80 Akhirnya, setelah lama sekali rasanya, ia tiba di ujung jembatan, di daerah
bernama Surrey. Beberapa menit kemudian, ia berbelok masuk ke sebuah kafe kecil dan duduk di
situ, di hadapan sebuah meja, memesan kopi. Lalu dilihatnya apa yang ada di
tangannya. Sebuah amplop sangat tipis dari kertas minyak. Di dalamnya ada amplop
putih kualitas murah. Itu dibukanya juga. Apa yang ada di dalamnya membuatnya
heran. Sebuah tiket. Sebuah tiket untuk Festival Hall, untuk besok malam.
81 5. Motif Gaya Wagner Sir Stafford menata letak duduknya supaya lebih enak, dan menyimak musik yang
terus bertalu-talu membawakan Nibelungen, cerita Jerman kuno yang mengawali
acara malam itu. Walaupun ia suka opera Wagner, cerita Siegfried sama sekali
bukan salah satu favoritnya, di antara semua cerita yang tercakup dalam Ring.
Rheingold dan Gdtterdamnterung merupakan dua opera favoritnya. Musik yang
mengiringi Siegfried yang sedang mendengarkan nyanyian burung selalu membuatnya
jengkel, entah mengapa, bukan membuatnya terbuai dalam kenikmatan musik. Mungkin
ini karena waktu muda ia pernah menonton opera di Munich, yang menggelarkan
nyanyian seorang penyanyi tenor hebat dengan suara terlalu hebat, dan saat itu
ia masih terlalu muda untuk mampu membedakan kenikmatan musik dan kenikmatan
mata menyaksikan Siegfried muda yang kelihatan sangat muda. Ketidaksesuaian
antara tenor yang menggelegar dan kemudaan yang halus tadi benar-benar men-82
j jengkelkan hatinya. Ia juga tidak terlalu suka akan burung-burung dan hutanhutan yang bernyanyi. Jangan, lebih baik suguhkan padanya Rhine Maidens terusmenerus, walaupun di Munich "gadis-gadis dari Sungai Rhine" saat itu sama sekali
tidak ramping. Tapi itu tak apa. Hanyut dalam gemercik air yang membuai dan
musik gembira yang mengasyikkan, apa yang dilihatnya dengan mata tak lagi jadi
soal benar. Sebentar-sebentar ia melihat sekelilingnya. Ia telah duduk di situ agak awal.
Malam itu full house, seperti biasanya. Lalu saat jeda tiba. Sir Stafford
bangkit dan melihat sekeliling. Tempat duduk di sebelahnya kosong sejak tadi.
Seseorang yang mestinya sudah hadir belum juga datang. Apakah itu merupakan
jawabannya, ataukah ini cuma suatu kasus di mana orang harus menunggu karena
yang lain belum datang, yang memang biasa terjadi dalam pementasan-pementasan
musik Wagner seperti ini"
Ia menuju ke luar, jalan-jalan sedikit, minum secangkir kopi, mengisap sebatang
rokok, dan balik lagi-ketika mendengar panggilan. Kali ini ketika ia mendekat,
dilihatnya bahwa kursi di sebelahnya sudah terisi. Langsung ia jadi bersemangat
lagi. Ia mendekati kursinya dan duduk Ya, benar, itu wanita yang dijumpainya di
ruang tunggu bandara Frankfurt. Ia tidak memandang dirinya; ia. memandang lurus
ke depan. Profil wajahnya sebersih dan semurni yang diingatnya. Kepalanya
menengok sedikit, dan 83 matanya memandang melewatinya, tapi sedikit pun tidak menunjukkan bahwa ia
kenal. Ketak-acuhan itu begitu mantap, sehingga mampu menyampaikan suatu pesan.
Pesannya yaitu bahwa pertemuan ini tak boleh diketahui orang. Pokoknya tidak
sekarang. Lampu mulai meredup. Wanita di sampingnya menoleh.
"Maafkan saya, bolehkah saya pinjam program Anda" Punya saya jatuh tadi, waktu
akan duduk." "Tentu," kata Sir Stafford. Ia memberikan program itu, dan wanita itu
menerimanya. Lalu dibuka dan ditelitinya acara-acara yang tercantum. Lampu makin
meredup. Pertengahan kedua program itu mulai. Musik pengantar cerita Lohengrin
menjadi awal acara. Di akhir musik itu, si wanita mengembalikan program tersebut
dengan ucapan terima kasih. "Terima kasih banyak. Anda baik sekali." Acara
selanjutnya adalah musik hutan yang bergumam, yang melatarbelakangi Siegfried.
Ia melihat program yang dikembalikan wanita itu kepadanya tadi. Saat itulah ia
melihat tulisan pensil samar-samar di kaki sebuah halaman. Ia tidak berusaha
untuk membacanya sekarang. Apalagi lampu tidak cukup terang. Ditutupnya program
itu dan dipegangnya saja. Ia yakin tadi ia tidak menuliskan apa-apa di situ.
Tapi bukan, itu kan di program miliknya sendiri. Ia menduga wanita itu punya
program sendiri yang sudah disiapkan, barangkali dilipat dalam tas
84 tangannya, dan pesan itu sudah ditulis sebelumnya untuk disampaikan kepadanya.
Ia merasa, secara keseluruhan, masih saja tetap ada suasana kerahasiaan, suasana
bahaya. Pertemuan di Hungerford Bridge dan amplop berisi tiket yang diselipkan
ke dalam tangannya. Dan kini wanita yang duduk diam di sampingnya. Ia memandang
sekilas kepadanya satu-dua kali dengan cepat dan tak acuh, seakan yang ada di
sebelahnya itu benar-benar orang asing. Wanita itu lalu bersandar dengan malas
di kursinya, gaunnya yang berkerah tinggi terbuat dari kain krep hitam yang
tidak cerah, sebuah kalung pilinan antik dari emas melingkari lehernya.
Rambutnya yang dipotong pendek mengikuti bentuk kepalanya. Ia tidak melihat pada
Sir Stafford, walau cuma sekilas, dan tidak membalas pandangannya. Sir Stafford
jadi gamang. Apa ada seseorang yang sedang duduk di Festival Hall memperhatikan
wanita itu atau memperhatikan dia" Mencari tahu apakah mereka saling memandang ?atau saling berbicara" Mestinya ya, atau paling sedikit ada kemungkinan begitu.
Wanita itu telah menjawab himbauannya di iklan surat kabar itu. Biarlah itu
cukup baginya. Rasa ingin tahunya memang belum terpuaskan, tapi paling sedikit
ia kini tahu bahwa Daphne Theodofanous alias Mary Ann ada di sini, di London.
? ?Ada kemungkinan kelak ia akan tahu lebih banyak lagi tentang apa yang sedang
terjadi. Tapi semua itu harus diserahkan pada ke-85
hendak wanita ini. Ia harus mengikuti petunjuknya. Seperti dulu ia mematuhinya
waktu di bandara, kini pun ia harus mau mematuhinya, dan harus diakuinya tiba? ?tiba hidup jadi lebih menarik. Ini lebih baik daripada konferensi-konferensi
dalam kehidupan politiknya. Apa benar mobil itu bermaksud menabraknya malam itu"
Ia yakin begitu. Dua kali percobaan bukan hanya sekali. Mudah sekali menerima
?kenyataan adanya orang yang tertabrak mobil. Zaman sekarang, orang ngebut gila

Penumpang Ke Frankfurt Passenger To Frankfurt Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gilaan, sehingga itu akan tampak seperti kecelakaan biasa, walaupun sebenarnya
bukan. Program itu dilipatnya, tidak dilihatnya lagi. Musik telah berakhir.
Wanita di sebelahnya berbicara. Ia tidak memalingkan kepalanya atau tampak
seperti berbicara kepada Sir Stafford, tapi ia bicara keras, dengan sedikit
helaan napas di antara kata-katanya, seakan sedang berbicara dengan dirinya
sendiri, atau mungkin dengan tetangga duduknya yang di sebelah sana.
"Siegfried muda," katanya, lalu menghela napas lagi.
Program itu berakhir dengan sebuah lagu mars dari Die Meistersinger. Setelah
memberi tepukan bersemangat, orang mulai meninggalkan tempat duduknya. Sir
Stafford menunggu, kalau-kalau wanita ini akan memberinya petunjuk, tapi
ternyata tidak. Ia mengumpulkan bawaannya, berjalan menelusuri barisan kursi,
dan dengan se-86 dikit mempercepat langkahnya, menyatu dengan orang banyak dan lenyap dalam
kerumunan. Stafford Nye masuk ke mobilnya dan melaju pulang. Tiba di rumah, ia membuka
program Festival Hall itu di meja tulisnya dan memeriksanya dengan teliti,
setelah meletakkan kopi di atas mesin penyeduh.
Ternyata mengecewakan, begitulah keadaannya. Rupanya tak ada pesan apa-apa di
dalamnya. Cuma di satu halamannya, yaitu yang memuat daftar acara, ada coretancoretan pensil yang tadi dilihatnya. Tapi itu bukan kata-kata atau huruf-huruf
atau angka-angka. Rupanya cuma notasi musik saja. Sepertinya seseorang
mencoretkan sebait musik dengan pensil yang sudah hampir aus. Untuk sejenak
terbetik di benak Stafford Nye, barangkali ada pesan rahasia yang bisa timbul
jika dipanasi. Dengan sedikit ragu, dan dengan merasa sedikit malu karena
harapan melodramatis yang bukan-bukan tadi, didekatkannya program itu ke
panggang api listrik pemanas, tapi tak ada yang timbul. Sambil menarik napas
dilemparkannya program itu ke meja tulis lagi. Ia merasa sangat jengkel. Semua
omong kosong ini, rendezvous di jembatan di malam hujan dan angin di atas
sungai! Duduk berjam-jam di konser, di sebelah wanita yang ingin ditanyainya
selusin pertanyaan dan akhirnya" Kosong! Tak ada lanjutannya. Tapi toh wanita ?itu menjumpainya. Tapi mengapa" Jika ia tak mau bicara dan membuat
87 rencana-rencana selanjutnya, mengapa ia mau datang"
Pandangannya iseng menyeberangi ruangan, ke arah lemari buku-bukunya yang khusus
menyimpan beraneka cerita tegang, novel detektif, dan terselip juga fiksi
ilmiah. Ia menggelengkan kepala. Fiksi, pikirnya, jauh lebih memikat daripada
kehidupan nyata. Mayat-mayat, telepon-telepon misterius, mata-mata asing cantik
jelita di mana-mana! Bagaimanapun juga, wanita penuh misteri ini mungkin belum
selesai kehadirannya. Lain kali, pikirnya, ialah yang akan mengaturnya sendiri.
Boleh saja dua orang bermain dalam permainannya.
Disingkirkannya program itu dan diminumnya secangkir kopi lagi, lalu ia
melangkah ke jendela. Program itu masih saja di tangannya. Saat ia melihat ke
luar, ke jalanan di bawah, pandangannya jatuh lagi ke program yang terbuka di
tangannya, dan ia mulai berdendang sendiri, hampir-hampir tak sadar. Ia punya
bakat musik dan bisa mendendangkan notasi-notasi yang dicoret-kan di situ dengan
mudah. Samar-samar rasanya ia kenal nada-nada itu, saat mendendangkannya.
Diperkerasnya suaranya sedikit. Coba, bagaimana sekarang" Turn, turn, turn, turn
ti-tum. Turn. Turn. Ya, pasti ia sudah kenal.
Ia mulai membuka surat-suratnya.
Kebanyakan isinya tidak menarik. Dua buah undangan, satu dari Kedutaan Besar
Amerika, satu dari Lady Athelhampton, sebuah pertunjuk 88 an amal akan dihadiri lady itu, sehingga diusulkan bahwa lima guinea tiap kursi
tidak akan memberatkan penonton. Dilemparkannya semua itu ke samping dengan
perlahan. Ia sangat ragu apakah akan memenuhi salah satu undangan-undangan itu.
Diputuskannya bahwa daripada tinggal di London, ia akan lebih senang jika bisa
pergi mengunjungi Bibi Matilda-nya, seperti yang telah ia janjikan. Ia suka pada
Bibi Matilda-nya itu, walaupun tidak terlalu sering mengunjunginya. Bibi Matilda
tinggal di sebuah apartemen yang telah dipermodern, yang terdiri atas sederet
kamar di sayap sebuah rumah besar kuno model Georgia di pedesaan, yang
diwarisinya dari kakeknya. Ia punya sebuah ruang duduk besar dan bagus, sebuah
ruang makan kecil berbentuk lonjong, sebuah dapur gaya baru yang asalnya adalah
ruang penjaga rumah, dua ruang tidur untuk tamu, satu ruang tidur yang nyaman
untuk dirinya sendiri, dengan kamar mandi menembus langsung, dan tempat cukup
bagi seorang teman yang sabar, yang menemaninya dalam kehidupannya sehari-hari.
Sisa pembantu-pembantu rumah yang setia diurus dengan baik dan diberi tempat
layak. Bagian-bagian lain dari rumah besar itu penuh dengan selimut-selimut
penutup debu, yang secara berkala dicuci dan dibersihkan. Stafford Nye suka
sekali pada tempat itu, liburan-liburartnya dihabiskan di situ ketika muda dulu.
Waktu itu keadaan rumah sangat riang. Pamannya yang tertua tinggal di situ. Ada
banyak 89 lukisan besar gaya Victoria yang tergantung di bagian-bagian penting, memenuhi
dinding-dinding. Tapi ada juga lukisan-lukisan para pelukis dunia dari abad yang
lebih tua. Ya, ada sejumlah potret bermutu di situ. Sebuah lukisan Raeburn, dua
Lawrence, satu Gainsborough, satu Lely, dan dua lukisan Vandykes yang agak
diragukan keasliannya. Ada dua buah lukisan Turner juga. Beberapa harus dijual
karena keluarga perlu uang. Ia masih bisa menikmati, jika sedang berkunjung ke
sana, jalan-jalan berkeliling dan mengamati gambar-gambar keluarga ini.
Bibi Matilda-nya memang wanita yang cerewet, tapi ia senang jika Stafford
datang. Stafford memang suka pada bibinya ini, walaupun tidak setiap saat. Tapi
untuk kali ini ia tidak tahu kenapa tiba-tiba ia ingin mengunjungi bibinya. Dan
apa yang menyebabkannya ingat akan gambar-gambar keluarga ini" Apakah karena di
situ ada gambar saudarinya, Pamela, yang dilukis oleh salah satu artis terkenal
dua puluh tahun yang lalu" Ia ingin melihat Pamela dan menelitinya. Melihat
betapa besar persamaan di antara wanita asing yang telah mengguncangkan hidupnya
dengan cara luar biasa ini dan saudarinya itu.
Dipungutnya lagi program Festival Hall itu dengan rasa jengkel, dan ia mulai
mendendangkan notasi pensil tersebut. Turn, turn, ti-tum. Lalu jelaslah baginya
dan ia tahu itu apa. Itu adalah motif Siegfried tema pokok Siegfried. Bunyi te - ?90
rompet Siegfried. Motif Siegfried muda. Itu yang dikatakan wanita itu semalam.
Bukan ditujukan kepadanya, bukan kepada siapa-siapa juga. Tapi itulah pesannya,
sebuah pesan yang tak berarti apa-apa untuk orang di sekitarnya, sebab seakan
itu hanya menanggapi musik yang baru saja dimainkan. Dan motif itu dituliskan di
programnya juga, dalam notasi musik. Siegfried Muda. Apa gerangan artinya ini"
Mengapa dan bagaimana dan kapan dan apa" Semuanya tidak jelas.
Ia mengangkat telepon dan memutar nomor Bibi Matilda.
"O, tentu, Staffy sayang, sungguh senang kau datang. Ambil kereta yang empat
tiga puluh saja. Masih jalan, cuma sampai di sini terlambat satu setengah jam.
Dan meninggalkan Padding-ton lebih lambat lima lima belas. Itu yang mereka
?maksud dengan peningkatan pelayanan kereta api, kukira. Berhenti di stasiunstasiun kecil yang tidak penting. Baiklah. Horace akan menjemputmu di King's
Marston." "Jadi dia masih ada?"
"Tentu saja dia masih ada."
"Memang saya pikir begitu," kata Sir Stafford Nye.
Horace, dulu pengurus kuda, lalu jadi sais kereta, terakhir jadi sopir, dan
rupanya masih bertahan sampai kini. "Paling tidak, umurnya sudah delapan puluh,"
kata Sir Stafford. Ia tersenyum sendiri.
91 6. Potret Seorang Lady "Kau tampak sehat dan cokelat, Sayang," kata Bibi Matilda, meneliti
penampilannya dengan penuh rasa suka. "Itu karena Malaysia, kurasa. Kalau benar
Malaysia yang kaukunjungi" Atau Siam atau Thailand-kah" Mereka terus menggantiganti nama-nama tempat ini dan sungguh membuatnya jadi rumit. Pokoknya, bukan
Vietnam, kan" Tahu kau, aku sama sekali tidak suka mendengar kata Vietnam itu.
Semuanya amat membingungkan, Vietnam Utara dan Vietnam Selatan dan Viet-Kong dan
Viet atau apa itu, semuanya saling bertikai dan tak ada yang mau berhenti. ?Mereka tak mau datang ke Paris atau ke mana, duduk berunding dan berbicara baikbaik. Apa bukan begitu, Yang" Aku sering berpikir tentang ini, dan kurasa ada
pemecahan yang baik. Apa tidak bisa misalnya dibuat banyak lapangan bola, lalu
biarkan mereka sama-sama datang dan berkelahi di situ, tapi tanpa membawa
senjata penghancur. Bukan senjata-senjata begitu. Jadi itu. Cuma saling memukul
92 dan saling meninju, tak lain dari itu. Mereka akan senang sekali, semua orang
akan senang, dan kita bisa menjual karcis tanda masuk bagi siapa yang ingin
nonton. Sungguh, kupikir kita tidak memahami bagaimana caranya memberikan orangorang ini hal yang mereka inginkan."
"Kurasa itu gagasan bagus, Bibi Matilda," kata Sir Stafford Nye, ketika ia
mencium pipi keriput merah Jingga berparfum harum itu. "Dan bagaimana kabar
Bibi, Sayang?" "Wah, aku sudah tua," kata Lady Matilda Cleckheaton. "Benar, aku sudah tua.
Tentu saja kau tak paham apa artinya jadi tua. Ada saja gangguan. Rematik,
artritis, sedikit asma, sakit tenggorokan, atau pergelangan keseleo. Selalu ada
saja, lho. Memang tidak serius, tapi ada saja. Mengapa kau datang mengunjungiku,
Sayang?" Sir Stafford agak terperanjat juga menerima pertanyaan telak ini
"Kan memang aku biasanya menjumpai Bibi kalau aku kembali dari luar negeri."
"Kau harus bicara dekat-dekat," kata Bibi Matilda. "Aku sekarang lebih tuli
daripada waktu kita terakhir bertemu. Kau tampak lain.... Kenapa kau tampak lain?"
"Karena aku lebih cokelat kena matahari. Tadi Bibi bilang begitu."
"Omong kosong, bukan itu maksudku. Sama sekali bukan. Jangan bilang ini urusan
perempuan kali ini, akhirnya."
93 "Seorang perempuan?"
"Yah, aku selalu merasa suatu hari pasti ada. Masalahnya kau ini punya rasa
humor berlebihan." "Wah, mengapa Bibi beranggapan begitu?" "Memang itulah pendapat orang tentang
kau. Sungguh. Selera humormu itu menghambat kariermu juga. Kau kan bergaul
dengan semua orang ini. Kalangan diplomatik dan politik. Apa yang mereka sebut
diplomat muda, diplomat senior, dan diplomat menengah juga. Dan berbagai partai
itu. Benar, kupikir terlalu konyol harus ada begitu banyak partai. Terutama
orang-orang dari Partai Buruh itu." Hidungnya yang "konservatif" itu
didongakkannya ke atas. "Aku tak mengerti. Ketika aku muda dulu, tak ada yang
namanya Partai Buruh. Tak ada orang yang akan mengerti apa maksudnya itu. Mereka
akan mengatakan 'nonsens'. Sayang itu ternyata bukan nonsens. Lalu ada kaum
Liberal, tentu saja, tapi mereka kurang berpengaruh. Lalu ada kaum Tory, atau
kaum Konservatif, seperti yang dikenal sekarang."
"Jadi, apa masalahnya dengan mereka?" tanya Stafford Nye, tersenyum sedikit.
"Terlalu banyak wanita serius. Membuat suasana jadi kurang ceria, tahu."
"Oh, zaman sekarang tak ada lagi partai politik yang berceria-ceria." "Itulah," kata Bibi Matilda. "Lalu tentu saja di situlah kau berbuat kesalahan.
Kau ingin mem - 94 buat suasana menjadi sedikit riang. Kau ingin sedikit bergembira, lalu
kaujadikan orang-orang itu bahan senda gurau, dan tentu saja mereka tidak
senang. Mereka bilang, 'Ce n'est pas un gar con serieux,' seperti laki-laki
dalam cerita tentang mancing itu."
Sir Stafford Nye tertawa. Pandangan matanya menjelajahi sekeliling ruangan.
"Apa yang kaucari?" kata Lady Matilda. "Mana gambar-gambar Bibi?" "Bukankah
kaularang aku menjualnya" Semua orang rupanya berlomba menjual gambar-gam-barnya
sekarang. Itu Lord Grampion. Dia menjual lukisan-lukisan Turner-nya, juga
beberapa lukisan moyangnya. Dan Geoffrey Gouldman. Semua lukisan kudanya yang
bagus. Pelukisnya Stubbs kalau tak salah" Kira-kira begitu. Gila, harganya bukan
main! "Tapi aku tak mau menjual lukisan-lukisanku. Aku menyukainya. Kebanyakan yang
ada di ruangan ini sangat menarik, sebab yang dilukis adalah nenek moyang kita.
Aku tak tahu tak ada yang suka lukisan leluhur sekarang, tapi aku kuno dalam hal
itu. Aku suka leluhur. Leluhurku sendiri, maksudku. Apa yang sedang kaulihat"
Pamela?" 'Ya, betul. Aku memikirkan tentang dia beberapa waktu yang lalu."
"Sangat mengherankan betapa kalian sangat mirip. Maksudku, malahan lebih
daripada kembar. Kata orang, jika anak kembar berbeda jenis
95 kelamin, keduanya takkan bisa mirip sekali, tahu maksudku?"
"Kalau begitu, Shakespeare keliru waktu bercerita tentang Viola dan Sebastian."
"Yah, kakak-beradik berbeda jenis biasa bisa juga mirip, kan" Kau dan Pamela
selalu tampak mirip dalam penampilan, maksudku."?"Apa tidak dalam hal-hal lain juga" Menurut Bibi kami tidak mirip dalam
perilaku?" "Tidak, sedikit pun tidak. Itulah anehnya. Tapi tentu saja kau dan Pamela samasama memiliki apa yang disebut wajah keluarga. Bukan wajah Nye. Maksudku wajah
Baldwen White." ?Sir Stafford selalu tak sanggup menanggapi jika sampai kepada masalah silsilah
keturunan. "Aku selalu merasa bahwa kau dan Pamela, mirip dengan Alexa," Bibi Matilda
melanjutkan. "Alexa itu yang mana, sih?" "Dia adalah buyut bukan, ibu dari
?buyutmu. Orang Hongaria. Seorang putri bangsawan Hongaria, kira-kira begitu.
Bu)oit laki-lakimu jatuh cinta kepadanya ketika dia berada di Wina, di *
kedutaan. Ya, Hongaria. Benar itu. Orangnya suka sport. Memang begitu orang
Hongaria biasanya. Dia suka naik kuda sambil berburu, sangat terampil berkuda."
"Dia ada di galeri lukisan kita?" "Lukisannya ada di pintu masuk. Langsung di
atas kepala tangga, sedikit ke sebelah kanan."
"Aku akan melihatnya nanti, kalau akan masuk tidur."
96 "Kenapa, tidak sekarang saja kaulihat dia lalu balik ke sini untuk
memperbincangkannya?"
"Baik, kalau Bibi mau begitu." Sir Stafforrd tersenyum pada bibinya.
Ia berlari ke luar ruangan itu dan menaiki tangga. Benar, matanya memang tajam,
Matilda tua itu. Itulah wajahnya. Itulah wajah yang telah dilihat dan
diingatnya. Bukan karena mirip dengan wajahnya sendiri, malahan juga bukan
karena mirip dengan Pamela, tapi karena lebih mirip lagi dengan gambar ini.
Seorang gadis cantik yang dibawa pulang oleh buyutnya yang duta itu bapak ?buyutnya. Jika benar memang empat generasi seperti kata Bibi Matilda. Saat itu
kira-kira umurnya dua puluh tahun, ibu buyutnya yang di gambar itu. Ia datang
?ke sini, penuh semangat, cakap menunggang kuda, dan luwes berdansa. Para pria
jatuh cinta kepadanya. Tapi ia selalu setia begitu kata orang kepada buyut
? ?laki-lakinya itu, seorang diplomat yang mantap dan andal. Ia mengikuti suaminya
bermukim di kedutaan-kedutaan asing, lalu balik ke sini dan melahirkan beberapa
putra tiga atau empat putra, kalau tak salah. Kepada salah satu anaknya itulah
?ia telah mewariskan wajahnya, hidungnya, lekuk lehernya lalu diturunkan lagi
?kepada saudarinya Pamela. Sekarang ia jadi berpikir, wanita muda yang telah
membius birnya dan memaksanya meminjamkan mantelnya, dan yang telah mengaku
sedang dalam bahaya maut kecuali ia mau melakukan apa
97 yang dimintanya, jangan-jangan masih saudara jauh dari generasi kelima atau
keenam, keturunan dari wanita di gambar yang sedang dipandanginya itu. Ya, bisa
saja. Barangkali keduanya berasal dari negeri yang sama. Yang jelas, wajah
keduanya mirip sekali. Betapa tegak ia duduk di konser musik tempo hari, profil
wajahnya yang tegas, hidung yang tipis dan sedikit melengkung. Dan misteri yang
menggantung menyembunyikan kepribadiannya.
"Ketemu?" tanya Lady Matilda ketika keponakannya kembali ke ruang tamu putih
itu begitulah biasanya ruang duduk itu disebut. "Wajah yang menarik, ya?"
?"Ya, cantik juga."
"Lebih baik menarik daripada cantik. Tapi kau belum pernah ke Hongaria atau
Austria, kan" Kau takkan pernah bertemu dengan wanita seperti dia di Malaysia.
Dia bukan tipe orang yang senang duduk di belakang meja, meneliti surat-surat
atau mengoreksi naskah pidato, atau yang semacam itu. Dia adalah makhluk liar
dalam segala hal. Perangainya memang manis, punya tata krama, dan lain-lain.
Tapi liar. Liar seperti burung liar. Dia tidak paham arti bahaya."
"Bagaimana kau bisa tahu begitu banyak tentang dia?"
"Memang benar, aku bukan sepantaran dengannya. Aku lahir beberapa tahun setelah
dia 98 meninggal dunia. Toh aku selalu tertarik pada pribadinya. Dia suka berpetualang,
tahu" Sangat suka. Banyak cerita aneh tentang dirinya, tentang keterlibatannya
dalam berbagai peristiwa."
"Dan bagaimana sikap buyutku terhadap semua ini?"
"Kukira dia pasti cemas setengah mati," kata Lady Matilda. "Kata orang, walaupun
begitu, dia sangat mencintai wanita itu. Omong-omong, Staffy, kau pernah baca
The Prisoner of Zendal"
"The Prisoner of Zenda" Kayaknya sering dengar."
'Tentu kau sering dengar. Itu sebuah buku." 'Ya, ya, benar, itu sebuah buku."
"Kurasa kau takkan banyak tahu. Itu sebelum kau lahir. Tapi waktu aku gadis,


Penumpang Ke Frankfurt Passenger To Frankfurt Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itulah hal romantis pertama yang kukenal. Bukan penyanyi rock atau Beatles. Cuma
sebuah novel romantis. Kami tak boleh membaca novel waktu aku masih gadis dulu.
Yang jelas, tidak di waktu pagi. Boleh kalau sore."
"Peraturan yang aneh," kata Sir Stafford. "Mengapa tak boleh membaca novel di
pagi hari, tapi boleh di sore hari?"
"Nah, begini, di pagi hari, para gadis diharapkan untuk melakukan hal-hal yang
berguna. Itu, menata bunga di jambangan atau membersihkan pigura-pigura foto.
Semua yang macam begitu. Belajar sedikit dengan bimbingan guru yang datang ke
rumah hal-hal seperti itu. Di sore hari, kami boleh duduk dan membaca buku ?cerita,
99 dan The Prisoner of Zenda inilah yang biasanya jadi pilihan pertama."
"Sebuah cerita bagus, karya indah, ya" Rasanya aku mulai ingat sekarang. Mungkin
pernah kubaca itu. Cerita yang sopan, kalau tak salah. Tak ada seks?"
"Ya, pasti tak ada. Saat itu tak ada buku-buku berbau seks. Yang ada hanya
cerita romantis. The Prisoner of Zenda amat romantis. Pembaca biasanya langsung
jatuh cinta pada pelaku prianya, Rudolf Rassendyll."
"Rasanya aku ingat nama itu juga. Nama yang penuh pesona, ya?"
'Ya, menurutku nama itu terdengar romantis. Dua belas tahun umurku waktu itu.
Aku jadi ingat semua itu, tahu, waktu kau naik ke atas tadi dan melihat potret
itu. Princess Flavia," tambah Bibi Matilda.
Stafford Nye melemparkan senyum kepadanya.
"Bibi tampak muda dan cerah, dan sangat sentimental," katanya.
'Ya, itu yang sedang kurasakan saat ini. Di zaman sekarang ini, gadis-gadis tak
lagi bisa merasakan seperti ini. Mereka memang bisa mabuk karena cinta, atau
pingsan jika melihat seseorang main gitar atau bernyanyi dengan suara
menggelegar, tapi mereka tidak sentimental. Tapi aku bukan jatuh cinta pada
Rudolf Rassendyll. Aku jatuh cinta pada yang satunya duplikatnya."
?100 "Memangnya ada duplikatnya?" "Oh, ya, seorang raja. Raja Ruritania." "Ah, tentu,
kini aku tahu. Dari situlah rupanya kata Ruritania itu jadi populer; orang suka
menyebutnya. Ya, kurasa aku benar pernah membacanya. Raja Ruritania, dan Rudolf
Maling Romantis 6 Hartanya Penghianat Serial Oey Eng Si Burung Kenari Karya Xiao Ping Pendekar Patung Emas 2

Cari Blog Ini