jam." "Apa jendelamu terbuka?"
Aku berdiri dan memeriksa. Jendela dengan mudah menggeser.
"Ya. Kau akan masuk?"
"Beri waktu lima menit. Mati-hidupkan lampu beberapa kali supaya aku tahu yang
mana jendelamu." Aku menghabiskan lima menit berikutnya untuk menelepon pelayanan kamar dan
kembali memesan salad. Dan sepotong pai lagi. Untuk Cassie.
Aku sudah menunggu kedatangannya, tapi tetap agak kaget waktu seekor burung
hantu bertanduk terbang masuk melalui jendela.
"Yeah. Tapi cepat ganti wujud. Petugas pelayanan kamar sebentar lagi datang."
Proses perubahan wujud bukan sesuatu yang enak dilihat. Bahkan dapat menjadi hal
paling mengerikan di dunia. Jika tidak menyangka, dan baru melihatnya untuk
pertama kali, aku jamin kalian akan lari menjerit-jerit seperti orang gila.
Apalagi morf tertentu. Percayalah, kalian tidak akan pernah ingin melihat
manusia berubah jadi lalat atau labah-labah. Kalian kira sudah pernah lihat halhal mengerikan di TV atau di film-film horor"
Hah. Coba lihat temanmu berubah jadi serangga. Itu akan membuatmu termimpi-mimpi
selama berminggu-minggu. Tapi kalau ada yang bisa membuat proses perubahan wujud tidak seratus persen
menjijikkan dan menakutkan, Cassie-lah orangnya. Ia punya bakat alami dalam hal
itu. Kemampuan alami. Jadi begitulah, ia tampak nyaris normal ketika bulubulunya tenggelam ke dalam kulit dan hilang. Sekalipun saat kakinya sendiri
berubah membesar dan jadi tinggi, menggantikan cakar pendek mematikan sang
burung hantu. Tidak berkesan terlalu ganjil.
Kepalanyalah yang terakhir berubah. Cassie punya kemampuan itu: semacam
mengendalikan urutan perubahan wujudnya. Aku tak bisa menirunya. Bahkan Ax juga
tidak bisa. Akhirnya, mata besar burung hantu berubah jadi mata Cassie sendiri yang berwarna
gelap dan menyorot tajam.
Terdengar ketukan di pintu. Aku mengangkat tangan untuk menenangkan Cassie.
"Cuma pelayan. Kau suka pai, kan?"
Pelayan mendorong meja kecil ke dalam kamar. Meja itu berisi burger pesananku
dan salad Cassie serta kedua potong pai dan milk shake.
Kutandatangani cek dan kutambahkan untuk tip. Aku sudah sering menginap di hotel
dengan Dad, jadi aku hafal tata caranya.
Cassie tertawa ketika pelayan sudah pergi. "Kau harus kaya kalau sudah besar,
Rachel. Maksudku, semua ini kaulakukan dengan sangat alami. Kau cocok sekali."
Aku menyeringai. "Aku punya bakat alami membelanjakan uang. Aku bisa bilang apa"
Ini beban yang harus kupikul."
Cassie jadi serius. "Oke. Bicaralah padaku. Apa yang terjadi?"
"Apa" Maksudmu kau tidak percaya lantai kamar tidurku ambruk begitu saja?"
Ia menggeleng. "Tidak."
Aku menggigit burger, mengunyah, dan menelan. "Kurasa aku tertidur. Aku sedang
membuka-buka Website... Tiba-tiba aku berubah wujud jadi buaya raksasa." Aku
mengangkat bahu dan kembali menggigit burger.
"Kau otomatis berubah wujud?"
"Yeah. Aku tidak tahu... Maksudku, kupikir aku sadar. Tapi aku pasti sedang
mimpi." "Uh-uh. Aku selalu mimpi," komentar Cassie. "Tapi aku tidak pernah berubah wujud
dalam tidur." Aku tidak mau mengabaikan kemungkinan mimpi-lah penyebab perubahan wujudku.
Alasan lainnya - bahwa aku kehilangan kendali - lebih buruk. "Apa kau akan makan
salad itu" Harganya sekitar sepuluh dolar."
"Kita semua mengalami mimpi buruk dan hal-hal semacam itu. Tidak ada yang pernah
begitu saja berubah wujud." Cassie menyendok salad-nya. Tapi ia tetap
memandangku. Aku memusatkan perhatian pada burger-ku. "Aku bisa bilang apa" Pasti itu yang
terjadi. Aku pasti bermimpi buruk."
"Lalu kau berubah wujud jadi buaya dan hal itu membuat lantai ambrol?"
Aku bergerak-gerak salah tingkah. "Oke, begini, sebenarnya, morf gajah yang
meruntuhkannya. Kurasa yang terjadi adalah aku memimpikan bagian tentang berubah
wujud jadi buaya. Karena kemudian aku langsung berubah ke wujud lain, dan
lalu... ketika bangun... aku sudah jadi gajah."
Cassie menunduk menatap piringnya seolah merasa malu.
"Rachel. Ini aku, oke" Aku. Cassie. Sobat dekatmu. Aku tahu kalau kau tidak
mengatakan yang sejujurnya."
Ucapannya menghilangkan sisa selera makanku. Kuletakkan burger di meja. "Oke,
begini. Aku tidak tahu apa yang terjadi, oke" Aku sedang masuk Internet, aku
jadi agak terlalu asyik seperti biasanya kalau sedang menatap layar komputer.
Lalu tiba-tiba aku berubah wujud jadi buaya."
"Kita harus menceritakan hal ini pada Ax. Dia Andalite. Mungkin ini hal normal
yang kadang terjadi."
"Sebaiknya bukan sesuatu yang tiba-tiba terjadi begitu saja," kataku. "Aku bisa
membunuh Jordan dan Sara. Kebetulan saja mereka ada di ruang tamu, bukan di
dapur." Cassie mengangguk. "Yeah. Nah, kita perlu bicara pada Ax."
Aku menjulurkan tangan ke atas meja dan memegang tangannya. "Tapi jangan Jake,
oke" Bisa-bisa dia jadi khawatir. Dia tidak akan mengizinkan aku melakukan apa
pun. Dia akan menyuruhku tinggal di rumah terus."
"Memang itu yang seharusnya kaulakukan."
"Tidak." Aku menggeleng keras. "Yang kuperlukan adalah tetap berkonsentrasi.
Semakin aku memusatkan perhatian, semakin kecil kemungkinan hal itu terjadi
lagi. Aku tidak akan membiarkan hal itu terulang." Aku benar-benar berharap
ucapanku jadi kenyataan. Cassie sesaat menatapku, lalu ia mulai menyendok salad-nya lagi.
"Oke," katanya sesaat kemudian. "Tapi kita akan bicara pada Ax."
"Setuju," kataku.
"Omong-omong, ternyata Jeremy Jason McCole sudah ada di kota ini."
"Apa?" Ia mengangguk. Lalu tersenyum. "Disiarkan di Entertainment Tonight. Dia tinggal
di yacht besar milik seorang produser film. Dia sekarang sedang berlayar di
teluk." "Kita tetap masih harus mencari tahu apakah dia sudah jadi Pengendali atau
belum," kataku. "Aku bertanya pada Jordan, apa yang akan dia lakukan kalau tahu
ada cara untuk bisa bertemu Jeremy Jason McCole. Dia pada dasarnya menyatakan
rela jalan telanjang kaki di atas pecahan kaca."
"Aku tidak heran," kata Cassie. "Setahun lalu aku mungkin akan mengikuti di
belakangnya." Ia menyeringai miring. "Cinta adalah kekuatan yang besar."
Aku kembali menyerang burger-ku. " Jadi" Apa kita akan pergi melihat Jeremy
Jason di yacht itu" Si produser film mungkin seorang Pengendali."
"Itulah yang sudah dibicarakan Jake dan Marco serta Tobias dan Ax dan aku. Kami
bermaksud besok, setelah pulang sekolah, pergi ke sana dan memeriksa."
"Jake, Marco... semuanya" Mereka juga ikut?"
"Sepertinya mereka tidak mau melepas kau dan aku sendirian dengan Jeremy Jason."
"Di sebuah yacht, heh?" aku mengangkat alis. "Dia mungkin sedang berbaring
menggunakan baju renang."
"Hmmm." "Hmm-mmm." Chapter 11 MALAM itu aku terjaga kira-kira lima puluh kali. Aku berulang kali harus
memeriksa apakah masih berwujud manusia. Dan aku memimpikan hal-hal yang sangat
aneh. Satu di antaranya adalah aku mimpi berubah wujud jadi Jeremy Jason dan
bermata lalat. Bukan tidur malam yang nyenyak. Dad masuk dari kamar sebelah sekitar pukul empat
pagi, berkata aku membangunkannya dengan berbicara sendiri dalam tidur.
"Kau berteriak-teriak, 'Crocodile bukan alligator!'" katanya.
Untungnya ia hanya mengira itu reaksi kejadian-kejadian gila kemarin. Ia benar.
Tapi ia tidak tahu apa yang terjadi.
Aku naik taksi dari hotel ke sekolah. Jelas lebih keren daripada naik bus.
Mungkin Cassie benar. Mungkin kalau sudah besar aku harus jadi orang kaya.
Selama dua periode pertama aku harus membiarkan komentar-komentar mengejek yang
diteriakkan anak-anak, "Hei! Ini dia Crocodile Dundee!" Dan, "Jangan dekati aku.
Kau akan membuat sekolah roboh."
Dan ada juga yang benar-benar cemburu. "Kau kira dirimu hebat ya, karena hampir
terbunuh dua kali dalam satu hari," kata seorang anak perempuan.
"Yeah, benar," kataku. "Nanti, hanya untuk membuktikan kehebatanku, aku akan
terjun bebas dari tebing."
Setelah istirahat makan siang selesai, sebagian besar anak sudah mengerti bahwa
aku tidak mau membicarakan hal itu.
Lalu aku dipanggil ke kantor wakil kepala sekolah. Kantor Mr. Chapman.
Mr. Chapman salah satu dari mereka. Ia seorang Pengendali berpangkat tinggi. Ia
salah satu pemimpin The Sharing.
Ia pernah hampir membunuhku. Walau ia tidak tahu itu aku, karena aku sedang
dalam morf. Tapi tetap saja peristiwa itu bikin aku kesal.
Aku berjalan di sepanjang koridor kosong, erat memegang surat izin keluar kelas,
dan bertanya-tanya bagaimana aku bisa meloloskan diri kalau Mr. Chapman menunggu
dengan sekelompok pejuang Hork-Bajir.
"Rachel, masuk, masuk. Silakan duduk." Mr. Chapman tampak sangat normal.
Kepalanya agak botak, tapi terlihat normal. Itulah masalahnya dengan Pengendali:
Mereka tidak berbeda dengan manusia biasa.
"Ehm, ada apa, Mr. Chapman?" tanyaku gelisah. Aku memainkan peran seorang murid
yang dipanggil ke kantor wakil kepala sekolah. Tidak sulit bersikap gelisah.
Ia melambaikan tangan ringan. "Aku hanya ingin bicara dengan sang selebriti
besar." Aku duduk, tapi tetap tegang dan siap beraksi. Apa Mr. Chapman curiga" Apa ia
sudah tahu aku tidak hanya kebetulan jatuh ke dalam kandang buaya" Apa ia sudah
tahu akulah buaya yang membawa bocah laki-laki itu ke tempat yang aman"
Riwayatku akan berakhir kalau ia tahu.
Selama ini Yeerk menganggap kami sekelompok bandit Andalite. Mereka tahu sedang
diserang kelompok yang punya kemampuan morf. Hanya saja mereka tak pernah
menduga manusia bisa berubah wujud.
Jika mereka tahu yang sebenarnya... yah, kami punya alasan kuat merahasiakan hal
itu. "Jadi." "Jadi," aku mengiyakan.
"Kemarin hari yang luar biasa bagimu," kata Mr. Chapman.
"Ya, Sir." "Kau sangat beruntung. Dua kali."
"Ya. Saya rasa juga demikian. Tapi saya melihatnya dari sudut yang berbeda. Saya
dua kali tidak beruntung."
Ia mengangguk seolah aku telah mengatakan sesuatu yang bermakna dalam. "Tidak
terluka?" Aku menggeleng. "Tidak."
"Hebat," katanya. Kemudian ia menyipitkan mata dan menatapku tajam. "Rachel,
nilaimu turun semester terakhir ini. Tidak banyak. Tapi menurut para guru, kau
tidak berusaha sekeras dulu."
"Nilai rata-rata saya masih A," kataku menegaskan.
"Nyaris tidak."
Aku bergerak-gerak resah di kursi. Ini tidak masuk akal. Aku tidak yakin apakah
sedang diinterogasi seorang Pengendali berbahaya yang mencurigai identitas
sebenarku. Atau apakah aku hanya sedang dikuliahi tentang nilai-nilaiku oleh
seorang wakil kepala sekolah.
"Apakah ada yang berubah dalam hidupmu akhir-akhir ini?"
Aku hampir menelan lidahku. Apakah ada yang berubah"
Seperti, misalnya, diberi kemampuan morf oleh makhluk asing yang sedang sekarat
dan akhirnya bertempur membela Bumi melawan siput parasit dari angkasa luar"
"Ehm... tidak ada," jawabku. "Tidak ada perubahan besar."
Ia menyunggingkan senyum pengertian. "Orangtuamu bercerai, bukan" Dan bukankah
ayahmu pindah?" Aku mencoba tidak terlihat lega. Tapi aku sengaja menghela napas. "Oh, yeah. Oh,
itu. Ehm, ya. Mungkin itu sebabnya nilai-nilai saya agak turun. Pasti itu
penyebabnya. Anda tahu, trauma dan akibat lainnya."
Aku merasa kakiku gatal. Rasanya aneh merasa gatal pada saat-saat seperti itu,
saat Mr. Chapman mengamatiku seolah aku misteri yang sedang coba ia pahami. Tapi
kedua kakiku benar-benar gatal. Dan sekujur tubuhku terasa... hangat.
"Yah, seperti yang mungkin sudah atau belum kau ketahui, Rachel, aku pemimpin
lokal sebuah kelompok bernama The Sharing."
Dan saat itulah jantungku berhenti berdetak.
Chapter 12 JANTUNGKU sesaat berhenti memompa, lalu berdetak lagi dengan kecepatan seratus
lima puluh kilometer per jam.
"Uh-huh," kataku, mencoba tidak membiarkan aliran deras adrenalin
mempengaruhiku. Siap-siap, kataku pada diri sendiri. Siap-siap.
"Kami ingin menawarkan bantuan pada murid yang mungkin sedang mengalami saatsaat sulit," kata Mr. Chapman. "Kami mengalami banyak saat menyenangkan.
Berkemah. Barbecue api unggun. Baru sekitar sebulan lalu kami mengadakan
perjalanan ski air ke sebuah danau di gunung."
Aku sebenarnya bisa mengatakan, "Ya, aku tahu. Kami juga ada di sana, tapi tidak
dalam bentuk manusia."
Aku malah berkata, "Kayaknya asyik."
"Memang asyik," kata Mr. Chapman sangat tulus. "Dan anggota kami banyak yang
berasal dari keluarga bermasalah. Remaja bermasalah. Tapi mereka juga remaja
yang ingin menjalani kehidupan yang lebih baik. Mereka remaja optimis penuh
harapan. Kau tahu, waktu melihatmu begitu baik mengendalikan diri dalam siaran
berita tadi malam, aku berpikir bahwa aku sebaiknya menawarkan Rachel kesempatan
ini. Dialah tipe anak yang dapat benar-benar memperoleh manfaat dari kelompok
ini." "Seperti apa saya di TV?" tanyaku.
"Sangat menguasai diri. Sangat menarik, dan sangat dewasa."
"Bagus." "Tapi..." Ia mendesah. "Aku sekaligus jadi bertanya-tanya, apakah mungkin kau
punya masalah dalam hidupmu. Maksudku, semua memberitakan kau jatuh ke dalam
kandang buaya..." Aku menahan napas. Ini dia! Ia curiga!
"... tapi aku tidak percaya pada kebetulan. Aku harus mempertimbangkan apa
mungkin kau punya masalah yang membuatmu, bisa dikatakan, berbuat ceroboh."
Tawaku meledak. Lalu aku berhenti terbahak. Ia mengira aku mencoba bunuh diri!
Apa ia mengira aku juga sengaja menggergaji lantai rumahku" Ya ampun. Itu
sebabnya ia mencoba merekrutku ke dalam The Sharing. Ia mengira aku tertekan
atau semacamnya. Calon yang sempurna untuk organisasi kecil Pengendalinya.
Yeah, benar. Di mana saya harus membubuhkan tanda tangan, Mr. Chapman" Apakah
ada potongan khusus untuk anggota Animorph"
Aku menggeleng. "Tidak. Sebenarnya, saya sangat bahagia."
Aku kembali merasa seperti ditusuki jarum hangat di sekujur tubuh. Kugeser
kakiku. Perasaan itu sudah kukenal...
Oh, tidak! Oh, tidak! Kakiku! Aku menunduk, dan harus mengerahkan semua kendali diriku untuk tak
memperlihatkan mimik ngeri di wajahku.
Kakiku membengkak. Ditumbuhi bulu cokelat kasar dan tebal. Membengkak dan
meregangkan sepatuku. Talinya meregang kencang.
"Aku tahu kau bilang semua baik-baik saja, Rachel, tapi..."
TESSS! Ia mengernyit. "Apa itu?"
TESSS! "Tidak ada apa-apa," kataku dengan suara kecil.
"Aku mendengar ada yang putus."
Tali sepatuku putus karena tak kuat menahan kakiku yang bengkak. Aku menggeleng.
"Tidak ada apa-apa."
"Nah, aku sedang mengatakan... Rachel" Kau mendengarkan?"
Tidak, aku tidak mendengarkan. Aku sedang sibuk mencoba melihat apakah ada
bagian lain tubuhku yang sedang berubah wujud jadi beruang grizzly. Karena
itulah yang sedang terjadi. Aku sudah pernah melihat kaki semacam itu. Kaki
beruang. "Ehm, ya! Ya. Saya sangat memperhatikan perkataan Anda!"
Oh, tolong! Jangan! Aku tidak boleh berubah wujud di sini!
Animorphs - 12 Kuman Pengacau Rachel di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak di kantor Mr. Chapman. Aku memusatkan perhatian. Aku berkonsentrasi.
Berubah ke wujud semula! Mr. Chapman terus berbicara tak hentinya tentang The Sharing.
Dan sementara itu, sepatuku terkoyak hancur. Dan kakiku, dari lutut ke bawah,
ditumbuhi bulu cokelat kasar. Dan kuku keras tumbuh menggantikan jari kakiku.
"Nah," kata Mr. Chapman, tiba-tiba melirik ke jam tangannya. "Aku keasyikan
bicara. Dan kau harus kembali ke kelas."
"Apa?" tanyaku panik.
"Pertimbangkan saja, Rachel," kata Mr. Chapman. "Sekarang, langsung kembali ke
kelas. Tidak boleh keliaran."
Aku menelan ludah. Apa yang bisa kulakukan"
Aku membungkuk dan dengan cepat menjejalkan sisa sepatuku yang sudah compangcamping ke dalam ransel. Kakiku seperti sepatu bot bulu raksasa.
Sebenarnya... Aku berdiri dan berjalan ke arah pintu. Aku berhenti dengan tangan memegang
tombol pintu. Aku menoleh dan melihat Mr. Chapman terpaku menatap kakiku.
"Oh, Anda suka bot baru saya?" tanyaku.
Mr. Chapman tersenyum. "Ada-ada saja yang kalian pakai."
"Heh-heh. Yeah, mungkin saya hanya korban mode."
Aku secepat mungkin keluar dari tempat itu. Saat sampai di toilet cewek, kakiku
sudah kembali normal. Aku berjalan telanjang kaki ke gim dan di sana kukenakan
sepatu olahragaku. Aku lebih terguncang daripada waktu jatuh ke dalam kandang buaya kemarin.
Karena buaya hanya dapat membunuhku. Sedang Mr. Chapman adalah Yeerk. Dan mereka
dapat melakukan hal-hal yang membuat kematian biasa tampak mudah.
Chapter 13 AKU bermaksud menanyakan masalahku pada Ax. Aku sudah janji pada Cassie. Tapi
pulang sekolah kami punya misi. Dan kalau saat itu aku membicarakannya, semua
orang akan memaksaku tinggal di rumah.
Mungkin seharusnya itulah yang kulakukan.
Tapi aku menganggap perubahan wujud mendadak yang mengejutkan itu hanya terjadi
dua kali. Yang pertama menimbulkan malapetaka. Tapi yang kedua hanya kakiku yang
berubah bentuk. Rupanya, entah apa yang terjadi padaku, aku sudah membaik.
Mungkin hal itu tidak akan pernah terjadi lagi.
Mungkin. Aku menelepon Dad di ponselnya sepulang sekolah. "Daddy" Apa Daddy sedang
rapat?" "Tidak, Sayang, aku ada di luar gedung pengadilan menunggu orang yang seharusnya
kuwawancarai. Ada apa" Kau baik-baik saja?"
"Yeah, aku tidak jatuh ke dalam kandang dan tidak tertimpa bangunan. Setidaknya
sampai detik ini. Aku hanya ingin Dad tahu aku sedang bersama Cassie. Kami
mungkin akan pergi ke mall atau ke perpustakaan atau tempat lain."
"Oke. Nah, pastikan kau sudah kembali ke hotel pukul enam, oke" Aku ingin makan
malam denganmu. Naik taksi. Uangmu cukup?"
"Ya. Sampai ketemu makan malam."
Lalu aku menelepon Mom di kantornya, yang dijawab voice mail, dan aku
meninggalkan pesan serupa.
Sedih rasanya menyadari aku begitu mudah berbohong. Kurasa banyak remaja yang
kadang berdusta pada orangtua mereka. Tapi aku terlalu sering harus
melakukannya. Suatu saat aku akan bisa menceritakan yang sebenarnya pada semua
orang. Pasti akan melegakan.
Yang jelas, kami semua seharusnya bertemu di udara di atas pantai. Itu
rencananya. Semua, kecuali Ax dan Tobias, punya morf yang cocok. Tapi morf itu sudah lama tidak kugunakan.
Bagian yang sulit adalah menemukan tempat aman untuk berubah wujud. Aku berjalan
menuju kerimbunan pepohonan di belakang lapangan olahraga. Sayangnya, muridmurid sekolahku kadang pergi ke sana, dan aku tidak berani ambil risiko
terlihat. Untungnya Tobias muncul menolong.
Aku menggaruk kepala dan sambil lalu memandang ke langit.
Aku melihat sosok elang ekor merah berlatar belakang gumpalan awan putih.
Aku tidak bisa menjawab karena dalam bentuk morf kami hanya bisa menggunakan
bahasa-pikiran. Tapi aku percaya sepenuhnya pada Tobias. Mata elang sekitar
sepuluh kali lebih tajam daripada mata manusia. Tobias bahkan bisa mengatakan
padaku ada berapa celurut dan tikus serta sigung dan katak dan tupai dalam hutan
itu. Apalagi sekadar jumlah manusia - yang bertubuh besar dan mengeluarkan banyak
suara - yang ada di sana. Aku dengan cepat berjalan ke dalam pepohonan. Ada satu
ton sampah di sana: kaleng soda dan pembungkus keripik serta kantong Mc
Donald's. Aku tertawa, karena morf yang akan kupakai cocok dengan lingkungan
seperti ini.
Aku mengangguk. Kemudian aku memusatkan perhatian pada bentuk morf yang akan
kupakai. Dan aku mencoba tidak berkonsentrasi pada kenyataan bahwa kemampuan
morf-ku jadi sangat aneh sejak kemarin dulu. Uh, memangnya selama ini normal"
Tubuhku dengan cepat mulai menyusut. Jarum cemara dan dedaunan mati serta kaleng
bir dan berbagai sampah melesat mendekat.
Menyusut terasa aneh karena sangat mirip jatuh. Aku tidak berpikir, Oh, aku jadi
kecil. Aku berpikir, Oh, aku jatuh!
Aku jatuh dan jatuh dan jatuh, tapi entah bagaimana aku tidak pernah benar-benar
menyentuh tanah. Hanya saja kaleng yang tadinya sebesar kakiku jadi sebesar
separo tubuhku. Dan kantong McDonald's yang tadi bisa kuinjak kini begitu besar
hingga aku dapat merayap masuk ke dalamnya. Daun yang lebih kecil daripada
tanganku kini sebesar karpet kecil kamar mandi.
Saat menyusut, aku dapat melihat kulitku berubah putih.
Seputih salju. Seputih kertas. Dan kemudian, saat tubuhku masih menyusut seperti
hantu, pola bulu mulai muncul. Kecil, rapat, dan halus. Jauh lebih kecil
daripada morf burung hantu atau elang yang pernah kupakai.
Gigiku melebur dan mulai menjulur ke depan, membentuk tonjolan seperti tanduk.
Tonjolan itu terus menjulur ke depan dan membelah terbuka secara horisontal,
membentuk paruh bengkok. Aku membentangkan lengan lebar-lebar, yang kulihat sudah berganti wujud jadi
sayap. Bukan sayap lebar kuat seekor elang. Lebih pendek, lebih tajam, lebih
sempit, lebih elastis. Aku menjadi burung yang tidak pernah terancam kepunahan.
Burung yang hidup di tujuh benua. Burung yang tampaknya berkembang pesat di tiap
lingkungan hidup. Aku menjadi camar perkasa.
Pemakan ikan, kentang goreng, permen meleleh, telur, Burger King Whoppers,
berondong jagung, dendeng sapi, potongan acar, ceri maraschino, bolu keju,
burrito, dan pada dasarnya semua makanan yang pernah diciptakan manusia.
Juara pemakan bangkai! Raja pemulung!
Aku mengepakkan sayap dan mengudara. Aku mengepak keras dan melayang setinggi
pucuk pohon. Dan di bawahku, keindahan dunia terlihat oleh mata camarku yang
selalu waspada. Di mana-mana ada makanan! Di mana pun manusia membuang sampah merupakan restoran
bagiku. Tempat Pembuangan. Sampah di belakang sekolah! Tempat parkir toko
serbaada! Aku melihat semuanya. Aku melihat semua pembungkus permen yang tertiup angin.
Burung lain harus membunuh untuk makan. Burung lain bersarang di ceruk bersih
yang sempit dan hanya bisa menyantap satu atau dua jenis makanan. Aku tidak. Aku
bisa hidup dengan makanan tak sehat dan sampah.
Dan itu sebabnya langit dipenuhi saudara-saudaraku. Aku melihat mereka di manamana, selalu dekat permukaan tanah, selalu mencari remah roti.
Di atasku terlihat sebuah bayangan berbahaya... siluet gelap burung pemangsa.
Tapi aku tidak terlalu khawatir. Burung itu tinggi di atas, dan gerakku cepat
serta sangat lincah. Aku mengepak keras dan terbang cepat, melesat seperti roket meliuk-liuk di atas
pucuk pohon, di atas atap, berzigzag di antara tiang telepon, dengan mudah
terbang bebas di atas lapangan dan halaman dan kebun.
Apa-apaan..."
Aku butuh beberapa detik untuk mencari sumber suara itu. Suara di kepalaku milik
Tobias. Tobias manusia. Aku juga.
Oh. Halo. Bangun, Rachel.
Sebenarnya hal itu memalukan. Saat pertama kali memakai sebuah wujud morf,
sangat sulit mengendalikan benak binatang yang bersangkutan. Maksudku, ketika
berubah wujud menjadi buaya, meskipun sudah sepenuhnya siap, aku hampir melumat
bocah laki-laki itu. Tapi aku sudah pernah memakai morf camar. Seharusnya aku
tidak dapat kesulitan.
Ini tidak ada hubungannya dengan masalah perubahan wujud yang tak terkendali.
Ini hanya soal kecil. Konsentrasi yang agak terpecah.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Itulah yang kukatakan pada diri sendiri.
jelas.
Tobias memisahkan diri dan aku terus terbang. Satu hal yang pasti diketahui
camar adalah jalan ke pantai.
Tapi aku bukan seekor camar kecil yang bahagia. Ada yang tidak beres denganku,
dan masalah itu tidak mau pergi.
Chapter 14 KAMI bertemu tinggi di atas pantai. Empat camar, tampak sangat normal di antara
ratusan camar lain. Dan lebih tinggi lagi, mengapung di atas termal - aliran udara
hangat yang bergerak naik - tampak seekor elang ekor merah dan burung pemangsa
lain, harrier. Harrier itu adalah Ax. Ia tidak pernah menyadap DNA camar. Morf harrier adalah
sejenis elang, hampir seukuran dengan Tobias.
Ia adalah salah satu camar yang berteriak-teriak dan berputar-putar di
sekelilingku, tapi aku tidak yakin yang mana.
setiap misi. Semua orang mengharapkanku mengatakannya.
Sebenarnya aku merasa gelisah dan khawatir dan sama sekali tidak yakin pada
diriku sendiri. Tapi yang lain mengharapkan aku selalu antusias. Jika tidak,
mereka akan tahu ada yang tak beres dengan diriku.
mereka.> Tobias tertawa.
itu kapal aktor cengeng kita.>
Semua bercanda seperti biasanya sebelum memulai sebuah misi. Lebih baik berbuat
sesuatu daripada duduk menunggu apakah aku akan berubah wujud di luar kendali.
Dan aku masih berharap melihat Jeremy Jason McCole dari dekat. Masih ada
kemungkinan kami bisa menyelamatkannya.
Tobias berkata,
setiap saat berubah ke wujud lain dan berenang kembali. Aku tidak bisa. >
Kami mengucapkan selamat tinggal pada Tobias. Aku tahu ia benci tidak bisa pergi
bersama kami pada setiap misi. Kurasa ia merasa seolah tidak berbuat cukup
banyak. Pendapat yang sebenarnya konyol, karena justru dialah yang menyumbangkan
lebih banyak tenaga dan mengorbankan diri lebih besar pada perjuangan kami.
Kami mengepak pergi, pelan muncul dari kerumunan camar di langit. Kami
menyeberangi perbatasan pasir dengan ombak. Dan kemudian kami terus melesat
maju, ke atas bentangan air hijau dan terus ke air biru yang lebih dalam.
Angin sepoi bertiup, menghalangi gerak maju kami. Tapi camar terlatih menghadapi
keadaan alam seperti itu. Otak camar tahu cara memanfaatkan setiap celah pada
embusan angin. Dan tubuhnya hampir tidak pernah lelah.
Sedangkan bagi harrier Ax lebih sulit. Elang diciptakan untuk melesat tinggi di
langit, atau menukik menangkap mangsa. Mereka ahli menunggangi angin termal.
Tapi mereka bukan penerbang jarak jauh. Mereka tidak bisa begitu saja mengepak
tanpa henti. Tapi penglihatan jarak jauhnya tetap lebih baik daripada penglihatan kami.
tapi terdengar letih.
Seorang remaja pria.>
kencing di celana. Aku sudah terbiasa. Tapi ini pertama kalinya aku benar-benar
ingin muntah. Rachel, kusangka kau tidak mengenal yang namanya cinta manusiawi,
apalagi pemujaan sosok pahlawan yang menyedihkan.>
pasti.
Jake jadi malu setiap kali ada yang menyebut-nyebut perasaannya pada Cassie. Dan
kami sudah berada dekat yacht.
Aku mengepak kuat untuk meninggalkan Jake dan Marco. Ax bersyukur bisa
memisahkan diri, memutar balik, dan menjauhi tiupan angin.
Yacht itu sangat besar. Aku tidak tahu seberapa besar, tapi cukup besar untuk
dipakai bermain voli oleh keempat orang yang sedang bersantai di dek belakang.
Animorphs - 12 Kuman Pengacau Rachel di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maksudku, itu bukan perahu motor kecil.
Cassie dan aku bergerak ke belakang kapal. Di bawah kami, baling-baling mengocok
air laut hingga berbuih biru kehijauan dan putih. Tepat di depan terlihat jelas
empat manusia. Satu orang adalah produser film yang mengenakan celana pendek dan kemeja
berkerah terbuka. Aku pernah melihatnya di stasiun CNN.
Satu lagi seorang pria yang berdiri membelakangi kami.
Orang ketiga adalah wanita berbikini. Ia masih muda dan cantik.
Dan orang keempat... ya! Tak salah lagi. Rambut itu. Wajah itu. Bibir itu.
Jeremy Jason McCole. Bintang Power House. Setidaknya dialah bintangnya kalau
kami mengabaikan si pelawak yang bermain sebagai ayahnya.
Jeremy Jason McCole, yang telah muncul di hampir semua majalah yang diterbitkan
selama lima tahun terakhir. Sebagian besar sudah dibaca aku atau Cassie.
Kami mengepak sebentar dan menemukan diri kami berada di sebuah kantong udara
yang strategis. Kapal itu menciptakan embusan anginnya sendiri, yang otomatis
mengapungkan kami. Kami hampir tidak usah mengepak. Kami tinggal bergantung di
udara di atas bagian belakang kapal. Kami menggantung di sana, menikmati
pemandangan tiga meter di atas Jeremy Jason McCole.
Kami mendengarkan percakapan antara sang aktor, produser, dan kedua orang lain
itu. Dan pada saat itulah aku tidak lagi mencintai Jeremy Jason McCole yang
sangat keren. Chapter 15 ANGIN menerbangkan beberapa isi percakapan mereka. Bising air yang menggelegak
dan mesin berkekuatan besar menghapus beberapa perkataan. Tapi Cassie dan aku
mendengar cukup banyak. Terlalu banyak. "... tidak ingin berada di pihak yang rugi, Jeremy," kata produser itu.
"Hadapilah kenyataan, karier TV-mu sudah berakhir."
"Belum berakhir selama... jutaan remaja... mencintaiku," jawab Jeremy.
"Aku hanya mengatakan akan terjadi banyak perubahan besar, oke" Nah,
perusahaanku bagian dari orde baru ini. Kau terlibat dalam bisnis... peran-peran
di film. Peran serius. Kau harus meninggalkan peran remaja."
Jeremy Jason tertawa. "Bagus, lah. Aku sudah muak pada penggemar tolol yang
tergila-gila... mengirimiku surat cinta dan mengerubungiku minta tanda tangan.
Begini, itulah sebagian keberatanku dengan tawaran Anda. Anda ingin aku masih...
aku bosan... selalu menjadi Anak Baik."
Lalu pria yang satu lagi, yang sejak tadi berdiri memunggungi kami, melangkah
maju. Ia hanya menjentikkan jari dan sang produser langsung mundur. Wanita
berbikini itu mengecilkan matanya dan tampak seolah mengerut di kursinya.
"Sebaiknya kita berhenti membuang waktu," kata pria itu. "Kita sudah bicara...
kemarin... ada hal-hal yang lebih penting. Aku bisa memberimu... semua yang
kauinginkan. Semua. Uang... kekuasaan. Tapi pertama, kau harus setuju padaku.
Yang... sederhana. Kau menjadi anggota kami. Dan kemudian, kau menjalani...
mewakili The Sharing. Sebagai gantinya... apa pun dan semua yang kauinginkan."
Jeremy Jason duduk diam saat pria itu bicara. Pria itu membuatnya takut. Tampak
jelas. Ketika membuka mulut, Jeremy Jason bicara dengan suara tegang dan pelan.
"Dan kalau aku menolak?"
"Kau tidak akan menolak," kata pria itu. Lalu ia berbalik, dan aku melihat
wajahnya. Aku melihat seulas senyum dingin, dan sepasang mata bengis.
Aku sudah pernah melihatnya, hanya sebentar. Tapi sekali sudah cukup.
Visser dalam morf manusia. Tapi itu memang dia. Dan setelah aku mengenalinya,
terasa seolah matahari hilang dari langit." Aku merasakan kegelapan menjulurkan
tangan darinya. Kegelapan yang mencengkeram hatiku. Visser Three, pemimpin
penyerbuan Yeerk ke Bumi. Satu-satunya Yeerk yang bisa mengendalikan tubuh
Andalite. Satu-satunya Yeerk yang memiliki kemampuan morf Andalite. Visser
Three, makhluk iblis yang telah membunuh saudara laki-laki Ax, Elfangor, saat
kami hanya bisa duduk ketakutan, tak berdaya. Ia menyunggingkan senyum manusia
yang palsu dan dingin pada Jeremy Jason. "Kau seorang... ambisius... Kau
ingin... Jauh lebih banyak daripada yang akan kaudapat tanpa bantuanku."
Tiba-tiba Jeremy Jason tertawa. "Kurasa kau melihat isi hatiku."
Ia berdiri untuk menghadapi pria menakutkan itu. "Kuizinkan kau melakukan cara
ini.....jadikan aku bintang film besar. Setuju?"
Senyum dingin itu kembali muncul. "Setuju."
jatuh cinta pada aktor yang hanya kukenal dari TV adalah tindakan konyol. Tapi
ini kekonyolan yang normal, menyenangkan. Dan dalam hidupku tidak lagi ada
banyak hal normal.
Menjijikkan.> Aku membelok tajam, kembali menentang angin, dan tiba-tiba sadar tubuhku semakin
rendah. Turun dengan sangat cepat. Aku mengepak semakin keras.
Sayapku memukul-mukul udara, tapi aku terus jatuh. Dan kemudian aku melihat
penyebabnya. Tepat di depan wajahku.
Benar-benar di depan wajahku!
Tempat yang seharusnya berisi paruh kini ditumbuhi sesuatu yang panjang dan
berwarna abu-abu.
Dari posisi mereka sekitar seratus meter di belakang kapal, Marco dan Jake
melihat bencana yang sedang terjadi.
Belalai itu sekarang sudah sepanjang lima belas sentimeter dan sayapku tidak
kuat mengangkatnya. Aku jatuh. Aku tercebur ke air.
Tapi tidak sebelum aku melihat Visser Three. Ia berdiri di pagar kapal. Ia
sedang memandangku dengan tatapan iblis mematikan.
Tubuhku menghantam air dan terus tenggelam. Morf gajah itu tampaknya semakin
cepat. Aku berubah wujud dengan kecepatan yang tidak pernah kualami.
Aku terus tenggelam. Semakin tenggelam sementara gelembung udara berputar-putar
naik di sekelilingku. Telinga raksasa tumbuh di kepalaku. Aku merasakan tulangku
bergemeretak ketika membesar dan menebal serta memanjang.
Aku mencoba mengapung dalam air, tapi kakiku seperti batang pohon!
Permukaan air yang berkilauan di atasku sudah terlihat sejauh permukaan bulan.
Aku sedang tenggelam.
Aku terus jatuh, semakin ke bawah di dalam air.
Belalaiku tidak dapat mencapai udara, meskipun sudah aku bentangkan tinggi di
atas kepala. Aku tenggelam dalam tubuh gajah. Dan aku hanya bisa bertanya-tanya mengapa.
Chapter 16 AKU jatuh ke dalam air, ke dasar laut yang tak terlihat, satu setengah kilometer
di bawahku. Aku mencoba memusatkan perhatian. Mencari cara untuk berubah wujud. Tapi aku
tidak bisa. Kesadaranku mulai hilang.
Aku sudah sekitar lima belas meter di bawah permukaan air ketika terpikir olehku
untuk mencoba berenang. Siapa tahu gajah bisa berenang" Maksudku, memang ini
gagasan konyol. Tentu saja gajah tidak bisa berenang. Tapi apa ruginya mencoba"
Aku mulai berlari dalam air dengan kaki gajahku yang sebesar tiang telepon, dan
aku terperangah ketika terbukti gajah bisa berenang.
Tapi terlambat untuk bisa membantuku. Aku terlalu jauh di bawah. Aku tidak akan
bisa meraih permukaan tepat pada waktunya.
Aku melihat kelebatan sosok mematikan berwarna abu-abu dalam air di sebelahku.
Aku mendengar, sepertinya dari kejauhan, sebuah bahasa-pikiran berkata,
Entah mengapa, hal itu membuatku hampir tertawa. Itu hiu yang bisa bicara.
Mengapa seekor hiu berbicara"
Lalu... aku jadi panik. Aku mulai meronta-ronta liar. Aku mengaduk air, memutar kakiku yang besar, siasia mencoba naik lebih cepat. Aku mengayunkan belalaiku ke sana kemari. Tapi
panik tidak lebih baik daripada menyerah diam. Tubuhku mengambang naik, tapi
terlalu pelan, terlambat.
Namun...
langsung berubah ke wujud lain!>
lumba-lumba sebelum kehabisan udara. Mungkin aku bisa menolongnya.>
Hiu itu benar. Tubuhku menyusut. Menyusut dengan kecepatan mengagumkan. Menyusut
begitu cepat hingga aku menciptakan pusaran air kecil di tempat gumpalan besar
tubuh gajahku menghilang.
mulai kehilangan kesadaran.
Kuputuskan kata-kata itu bagus dijadikan lirik lagu.
Perlahan aku tersadar. Perlahan roda di otakku mulai berputar maju. Aku ada di
bawah air. Aku yakin. Tapi aku tidak lagi berwujud gajah.
Aku dapat bernapas! Dan tubuhku tidak lagi tenggelam.
Setidaknya aku tak merasa sedang tenggelam. Tapi aku tidak bisa melihat untuk
memastikan. Aku buta. Jangan panik, Rachel, kataku pada diri sendiri. Tapi lebih mudah mengatakannya
daripada melakukannya. Aku buta!
Serangga" Perlahan, dengan enggan, aku meneliti tubuhku. Aku puya kaki. Aku bisa
menggerakkannya, merasakannya. Empat kaki. Bukan, enam!
Ya, aku telah jadi serangga. Aku punya sungut. Aku melambaikannya dan merasakan
udara. Tidak tercium apa pun. Hanya bauku sendiri. Dan otak binatang apa yang
ada bersamaku" Tidak ada. Tidak ada kesadaran. Tidak ada pikiran. Ini tubuh
sebuah mesin tak berpikiran. Ada dua kemungkinan: rayap... atau semut!
Aku mencoba memusatkan perhatian pada perubahan wujudku. Kembali menjadi
manusia. Ayo, Rachel, kau bisa melakukannya, kataku pada diri sendiri.
Tapi aku merasa sedang berbohong.
Padahal aku merasa tubuhku kembali membesar. Kurasakan tubuhku mengimpit dinding
gelembung udara yang kenyal.
satu setengah sentimeter tapi semakin cepat membesar.>
Tiba-tiba aku bisa melihat lagi. Mataku muncul saat kaki kurus semut berubah
jadi kaki buaya yang gemuk pendek bersisik hijau. Tubuhku membesar dengan
kecepatan menakjubkan. Aku dapat merasakan air menggeleser di atas dan, di
sekitarku ketika tubuhku memakan semakin banyak tempat. Tapi setidaknya aku
dapat melihat lagi. Dan aku tidak tenggelam. Buaya punya kemampuan menahan napas
sangat lama. Di atasku terlihat bentangan sinar terang yang merupakan pembatas antara air dan
udara. Dan dalam air di sekelilingku ada dua ekor lumba-lumba hidung botol besar
berwarna abu-abu, dengan seringai lebar yang tak pernah pudar. Cassie dan Jake.
Sekitar tiga puluh meter dariku melesat cepat seekor hiu macan bertampang seram.
Ax. Semoga. Aku memandang Jake. Atau mungkin itu Cassie.
Jake biasanya tidak pernah sinis.
sebaiknya tidak ada di sana.>
mudah, menggunakan ekor buayaku yang besar.
Cassie dan Jake dan Ax mengerahkan semua kecepatan mereka dan dalam sepuluh
detik telah jauh melesat di depanku. Aku melihat Jake berhenti dan menoleh ke
belakang.
BLUUNGNGNG! Bunyi tercebur. Seolah sesuatu yang sangat besar baru saja diluncurkan ke dalam
air.
Animorphs - 12 Kuman Pengacau Rachel di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu. Kelihatannya mematikan.>
suatu tempat.>
komentar Jake.
terdengar jauh lebih berani daripada yang kurasakan.
Lalu ia mulai meneriakkan serangkaian perintah dengan cepat.
tidak peduli apakah itu crocodile atau alligator, yang penting bisa berkelahi.>
Chapter 17 AKU mengapung ke permukaan, hanya memperlihatkan lubang hidung dan mataku di
atas air. Kedua lumba-lumba itu melakukan hal yang sama, menyemburkan udara dari lubang di
bagian belakang kepala mereka dan menyedot udara segar.
Selama beberapa detik sebelum menyelam lagi, aku melihat Jeremy Jason berdiri di
dek belakang kapal. Wajahnya menyeringai lebar. Ia menunjuk-nunjuk dan tertawa
seperti penonton pertandingan tinju.
Teriakannya terbawa angin ke arahku. "Dia hebat, ya"!"
Yang ia maksud Visser Three. Ia baru melihat Visser menanggalkan bentuk manusia,
kembali ke tubuh Andalite curiannya, lalu berubah wujud jadi monster menakutkan
dari sebuah planet yang jauh. Dan reaksi pemuda itu adalah terkagum-kagum.
Aku merasa darahku mendidih. Manusia macam apa yang tega menjual spesiesnya
sendiri" Nikmati pertunjukan ini selagi masih bisa, aku mengejek dalam hati. Mungkin
akhirnya tidak seperti dugaanmu.
Aku kembali menyelam ke bawah ombak, terus ke bawah. Dan lalu aku melihatnya.
Dia. Visser Three. Itu morf yang sangat janggal. Tidak ada kesamaannya di Bumi, sudah pasti.
Seperti ikan pari berwarna kuning cerah yang gerakannya sangat cepat. Seperti
panekuk hidup, datar dan persegi panjang.
Makhluk itu terbang dalam air dengan cara mengepakkan kedua sisinya perlahan. Di
ujung kedua tanduk pendeknya ada mata, dan di bawah tubuhnya ada dua antena
panjang. Di punggungnya berderet tombak. Kalian tahu, seperti misil pesawat tempur jet
yang disimpan di bawah sayap" Nah, seperti itu.
Hanya saja tombak-tombak ini terletak di bagian atas. Tapi semua berjajar rapi
menghadap ke depan. Tombak itu - semuanya pasti ada dua puluh - masing-masing sepanjang dan setebal
gagang sapu. Bergaris kuning, hijau, dan berbercak biru. Mungkin di planet
asalnya, ikan lembing Lebtin itu terkamuflase. Tapi di sini, di laut Bumi, hewan
itu tampak terlalu mencolok dan terang.
Ikan itu melesat dalam air. Lebih cepat daripada gerakan buaya. Tapi juga lebih
cepat daripada lumba-lumba atau hiu.
kananku. Ikan lembing itu kini hanya berjarak tiga puluh meter dari kami. Aku
hanya bisa berdoa semoga aku tidak tiba-tiba mulai berubah wujud lagi.
Lalu... Ikan lembing itu - Visser Three - mulai membengkak.
Menggembung seperti balon. Semakin lama semakin besar...
SIUUUUUUT! Sebuah tombak ditembakkan dari dalam mulut ikan lembing itu! Seperti roket,
tombak itu membelah air. Aku bahkan tidak sempat berpikir untuk menghindar.
punggungku. Darah menyembur dalam air di sekitarku. Darahku.
Aku melihat ke bawah. Tombak masih menancap di sana, menembus sisikku. Aku hanya
bisa menatapnya. Terlihat aneh. Begitu saja menancap menembus tubuhku!
Aku memandang Visser Three. Salah satu tombak di punggungnya bergulung masuk ke
dalam sebuah sirip. Lalu tubuhnya kembali mulai membengkak, siap menembakkan
tombak lagi.
Tapi aku tidak bisa bergerak. Ekorku lumpuh. Aku ingin menyerbu makhluk asing
itu, tapi aku bahkan tidak bisa bergerak.
SIUUUUUUT! Tombak kedua melesat langsung ke arah Cassie. Tapi gerakan lumba-lumbanya
terlalu cepat. Ia menjejak keras dan tombak itu meleset beberapa milimeter.
Tidak, ia kena! Aku bisa melihat sayatan di punggungnya akibat tombak itu.
Cassie lebih pelan beberapa detik saja, tubuhnya akan tertembus.
Ikan lembing itu masih melesat ke arah kami. Aku berguling menelentang, perutku
yang pucat menghadap ke atas.
Jake ragu, tapi hanya sedetik.
tombak bergulung lagi ke dalam siripnya. Tubuhnya mulai membengkak, menyedot air
yang ia pakai untuk menembakkan tombak.
Cassie dan Jake dan Ax berputar tajam menjauh, masing-masing ke arah yang
berlainan. SIUUUUUUT! Tombak itu mengejar Ax! Ia sudah sejauh tiga puluh meter dan bergerak dengan
kecepatan penuh hiu. Tapi tombak itu melesat cepat menyusulnya.
Ia belok ke kiri, dan tombak itu melesat lewat.
Visser ragu-ragu.
pim, pah, alaihum gambrong.>
Aku hampir berkata, "Gambreng, brengsek. Gambreng, bukan gambrong."
Tapi akal sehatku masih berfungsi. Aku diam tertelentang di sana, menggantung
dalam air, perut menghadap ke atas, kelihatan mati dan mencoba tidak merasakan
nyeri akibat tombak yang menusuk ekorku. Kejar Cassie, aku berdoa dalam hati.
Kejar Cassie, kau makhluk menjijikkan.
Kalau Visser mengejar Ax, jalur yang dilewatinya akan terlalu jauh dari
jangkauanku. Sama juga halnya kalau ia mengejar Jake.
Hanya Cassie yang bisa membuatnya lewat dekatku.
Visser Three mengepak sayap airnya.
Aku menyunggingkan seringai buaya.
Ia mendekat, semakin dekat, lalu memperlambat gerakannya dan mulai membengkak.
Semakin lama semakin besar, seperti balon yang kebanyakan udara. Dan semakin
lama semakin dekat. Tiga meter... satu setengah meter... enam puluh sentimeter... tiga puluh
sentimeter... Cukup dekat. Kugeliatkan semua otot dalam tubuh buayaku yang perkasa. Kepalaku menjulur ke
depan. Rahangku membuka lebar.
Dan aku menggigit. Aku menggigit dengan sangat keras.
Tahukah kalian buaya mempunyai rahang terkuat dalam dunia binatang" Tahukah
kalian mereka bahkan dapat meremukkan batu karang dengan rahang mereka"
Kukatupkan rahang panjang buaya yang bergigi tajam pada sayap kiri ikan lembing
Visser. Dan kemudian... DOOOORRR! WOOOOOSH! Rasanya seperti menggigit balon air. Ikan lembing yang menggelembung itu
meletus. Semua air, yang telah ia isap untuk menembakkan tombak berikutnya,
meledak memancar ke luar lubang yang kubuat.
Dan ikan lembing Lebtin itu belajar cara terbang yang sama sekali baru. Ikan itu
melesat zigzag dalam air, menggelegar menembus permukaan air, terbang melengkung
di udara seperti lumba-lumba sakit, dan mendarat jauh sekali sambil mengeluarkan
bunyi debur keras yang memuaskan.
Dan selama itu kami mendengar suara bahasa-pikiran Visser Three menjerit,
merasakan sakit di ekorku. Seekor lumba-lumba mendekatiku.
Aku jadi tertawa.
Chapter 18
"Morf di luar kendali ini akibat alergi" Aku alergi" Pada apa?"
"Binatang apa yang terakhir kausadap?" tanya Cassie. Lalu ia menjawab
pertanyaannya sendiri. "Buaya. Kau pasti alergi pada buaya."
Kami aman berada dalam hutan di balik tanah pertanian Cassie. Area kecil yang
cukup sering kami pakai kalau sedang tak ingin bertemu orang lain. Ax harus
berubah wujud ke bentuk aslinya. Dan Tobias... yah, Tobias harus berburu makan
malam sebelum langit gelap.
Saat kami bicara, Tobias menunggu di dahan di atas kami.Kami berada di tepi
padang rumput kecil. Padang rumput penuh celurut.
Tobias memusatkan penglihatan lasernya ke rerumputan tinggi. Yang lain melotot
ke arahku. Kecuali Cassie, tentu saja, yang hanya menggeleng-gelengkan kepala.
Ia merasa telah berbuat kesalahan membiarkanku menyimpan rahasia itu.
"Maksudmu, karena menyadap buaya itu, aku kehilangan kendali atas kemampuan
morf-ku?"