Ceritasilat Novel Online

Akhir Sebuah Pengkhianatan 2

Animorphs - 22 Akhir Sebuah Pengkhianatan Bagian 2


"Rachel! Telepon! Kau tuli, ya?"
Aku tersentak. Cuaca di luar jendelaku sudah gelap.
"Apa?" bentakku tanpa alasan.
Jordan, adikku, menyembulkan kepalanya di pintu. "Jake. Dia
telepon." Aku duduk di tepi tempat tidur. Kepalaku berdenyut- denyut.
Aku berguling ke sisi lain untuk mengangkat gagang telepon. "Ya?"
kataku sambil merapikan rambut.
"Sudah saatnya," kata Jake. "Proyek nilai tambah yang sedang
kita kerjakan itu. Sudah waktunya kita coba lagi."
"Oh. Yeah. Aku akan segera ke sana. Begitu aku sudah... kau
tahu, kan?" Ya, ampun, aku jadi tolol gara-gara kurang tidur. Kami masih
punya misi. Kami gagal kemarin malam dan nyaris ditangkap Visser
Three. Kemarin" Apa betul baru kemarin" Rasanya tidak masuk akal
dengan semua kejadian itu.
Aku memercikkan air dingin ke mukaku dan menyisir
rambutku. Lalu aku turun untuk menghadap ibuku dan mencoba
mencari alasan bagus kenapa aku harus pergi ke rumah Cassie.
"Rachel!" panggil ibuku ketika ia melihatku turun. "Bagus.
Mom butuh bantuanmu untuk menjaga Sarah. Mom akan pergi ke
rumah sakit untuk menemani orangtua Saddler."
Aku hampir saja berkata, "Oke, Mom. Pasti lebih asyik
dibandingkan dengan mencoba menyusup lagi ke dalam kompleks
yang dijaga ketat dan berpusing- pusing ria memikirkan strategi."
Tapi itu bukan jawaban yang tepat. "Mom ingin aku menjadi
baby-sitter buat Sarah dan Jordan?"
"Enak saja! Memangnya aku masih bayi?" kata Jordan tajam.
"Oh, ya?" ejekku. "Ayo pilih, jadi baby-sitter atau jadi babynya. Dan kau jelas
bukan baby-sitter." "Mom! Jangan dong! Aku kan bisa menjaga Sarah!" protes
Jordan. "Oh, sudahlah, dasar bayi cengeng," tambahku, biar lebih
meyakinkan. Yah, kau bisa tebak hasilnya. Sepuluh menit kemudian aku
sudah bertengger di ambang jendelaku. Dan sepuluh menit setelah itu
aku demorph di dalam gudang jerami Cassie.
Semuanya sudah lengkap. Ax, Tobias, Jake, Cassie, dan Marco.
Setidaknya, menurutku itu Marco dan bukan David dalam wujud
Marco. "Marco," kataku begitu aku selesai demorph. "Tahu tidak kalau
kau itu kodok?" "Maka ciumlah aku dan aku akan berubah jadi pangeran,"
katanya tanpa ragu-ragu. "Aku akan jadi Pangeran Mantan Kodok.
Kau tahu kau mendambakan diriku. Kau takkan sanggup menahan
rasa rindumu. Lagi pula, kau kan perempuan dan aku kan... yah, aku
kan Marco." "Yeah, dia memang Marco yang asli," komentarku garing.
Cassie terbahak. "Percaya deh, dari tadi kami semua juga
memancing-mancing seperti itu. Aku menanyainya tentang
perasaannya sewaktu kita berubah jadi ikan trout. Cuma buat
mengetes memorinya saja."
"Dan kujawab bahwa sebenarnya tidak parah-parah amat, cuma
sisik yang kayak biskuit remuk itu sedikit membuat kulitku gatal dan
aku alergi terhadap saus kuning asam-manis. Sekarang bisakah kita
hentikan permainan ini" Aku takut aku bakal salah omong dan Rachel
akan berubah jadi beruang dan memakanku sebelum aku sempat
mengoreksi." "Oke, kembali ke urusan semula," kata Jake. Dia memberi
isyarat pada Ax dan mengedikkan kepalanya ke arahku.
beroperasi dengan anggapan David ada di sini,> kata Ax dalam
bahasa-pikiran pribadi. serangga, mendengarkan rencana-rencana kita. Jadi rencana
sesungguhnya akan berbeda dengan apa yang kita diskusikan di sini. >
Aku mengangguk tanpa kentara. Tentu saja. Aku lupa. David
adalah salah satu dari kami, walau istilah "salah satu" itu cuma sebatas
pada kemampuan metamorfosis. Untung Jake ingat.
Jake membeberkan rencana palsu yang pada dasarnya sama
dengan usaha kami sebelumnya untuk menyusup ke pesta jamuan
makan malam di resort tersebut. Ada sedikit perbedaan sih, supaya
terdengar meyakinkan. Dan kami semua memberikan argumenargumen yang berbeda,
hanya agar terdengar lebih meyakinkan lagi.
Tapi setelah kami berubah wujud dan terbang, barulah Jake
mengatakan apa yang ada dalam pikirannya.
kata Marco sambil tertawa.
Marco benar. Rencana kami memang gila-gilaan, sinting, tak
terkendali, dan kasar. Dan, ya ampun, aku benar-benar menyukainya.
Chapter 11 MARRIOTT RESORT adalah tempat peristirahatan di tepi
pantai. Tempat itu sudah dipesan khusus untuk pertemuan tingkat
tinggi antara kepala negara Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis,
Jepang, dan Jerman. Apa ada petugas keamanan di sana" Oh, tentu saja. Ada lebih
banyak pria berpakaian dan berkacamata hitam dengan mikrofon di
telinganya daripada yang pernah bergabung di satu tempat
sebelumnya. Tempat ini terlihat seperti pertemuan para Pasukan
Pengawal Presiden dari seluruh dunia.
Itu saja sudah cukup parah. Tapi yang lebih parah lagi ialah,
beberapa dari petugas keamanan itu adalah Pengendali. Beberapa dari
U.S. Secret Service - Pasukan Pengawal Presiden Amerika Serikat sudah jelas Pengendali. Barangkali juga beberapa dari negara-negara
lainnya. Dan kami tahu Visser Three ada di sana, melaksanakan segala
hal yang dapat dipikirkan oleh otaknya yang jahat untuk menjadikan
para pemimpin negara tersebut Pengendali.
Kami juga tahu setidaknya satu dari para kepala negara itu entah yang mana - sudah jadi Pengendali.
Jadi, pada intinya, ini misi yang sulit. Bagi mereka dan bagi
kami. Banyak sekali pria bersenjata yang memantau seluruh area, siap
untuk menembak apa pun yang tampak mencurigakan.
Ini juga misi yang harus kami lakukan. Titik. Pokoknya harus.
Kalau para Yeerk menjadikan orang-orang hebat ini Pengendali, itulah
akhir riwayat planet Bumi. Game Over.
Kami sebelumnya melakukan misi ini dengan sembunyisembunyi. Hasilnya, kami malah
masuk perangkap. Kini Jake telah siap melaksanakannya dengan gaya perang
terbuka. Ini seperti kau sedang main catur dan kau tahu dua langkah
lagi kau akan kalah, jadi kauangkat papannya dan kaulempar ke
seberang ruangan. Itu rencananya. Perhentian pertama, The Gardens. Aku sudah memiliki morf
yang diperlukan. Tapi Tobias, Cassie, Ax, dan Marco perlu DNA baru
untuk misi malam hari ini.
Kami butuh sesuatu yang dapat membuat segalanya hancur
lebur. Dan yang dapat menangkal peluru yang ditembakkan oleh pistol
biasa. Kami semua butuh apa yang sudah dimiliki Jake dan aku.
Setelah selesai, kami langsung terbang menuju pantai sebagai
burung camar. Ini penerbangan yang sulit. Angin semakin kencang
setiap menitnya, berkejaran di atas ombak yang besarnya
menakjubkan. Lalu kilat mulai sambar-menyambar.
jerit Marco ketika kilat yang pertama menerangi
awan dan ombak. Satu kali, lalu diikuti keheningan yang lama, lalu satu kilat lagi.
Ada jeda lagi, dan tiba-tiba saja langit seperti diisi kembang api dan
pertunjukan sinar laser. Kilat yang terlihat sebesar batang pohon
menyeruak dalam gerakan zig-zag melintasi langit. Arus listrik
raksasa menghantam ombak di sekitar kami terus-menerus, padahal
kami cuma beberapa ratus meter dari pantai.
Dan gemuruh gunturnya! Bayangkan guntur yang paling
memekakkan telinga yang pernah kaudengar, lalu kalikan dengan
lima. Seperti sedang berada dalam drum baja dan seseorang
memukulinya dari luar dengan palu godam.
Kilat, guntur, dan lalu... hujan mulai turun.
gerutu Marco.
angin sekuat ini,> kata Tobias. kuyup.> kata Jake setuju. menyusur pantai selama sisa perjalanan kita. >
ujarku.
kata Cassie. kurasa mereka tak pernah melakukannya di tengah hujan badai. >
Tentu saja dia benar. Tapi, berwujud camar atau bukan, asal
tahu saja, pengalaman ini cukup mengerikan.
Ini masalahnya. Kami ini berwujud burung kecil. Lebih kecil
daripada ayam biasa. Sedang samudra itu sehitam arang, kecuali di
bagian pesisir di mana riaknya terlihat putih karena fosfor. Kami tak
bisa melihat ombak sama sekali sebab awan menyembunyikan bulan
dan bintang-bintang dari penglihatan. Tapi setiap beberapa detik
sekali seluruh pemandangan laut diterangi cahaya kilat. Kadangkadang cahayanya
redup akibat kilat yang muncul nun jauh di sana,
yang gemuruhnya mencapai kami sepuluh detik kemudian. Tapi
kadang-kadang kilatnya dekat sekali, dan ombak berubah menjadi
gunung yang berlereng keperakan, cukup lama untuk membuat kami
sadar seberapa tingginya ombak itu.
Aku melayang turun, mengikuti Jake, sekali ini tidak memimpin
di depan. Aku masih memiliki rasa hormat terhadap laut.
Aku nyaris harus berjuang agar bisa mendarat, karena angin
dari bawah kuat sekali. Sepuluh meter, lima meter...
Ada kilatan cahaya! Tiba-tiba permukaan air tidak lagi lima meter di bawahku. Tapi
mencuat ke atas menyambutku. Seperti berada dalam pesawat terbang
yang melintasi gunung, hanya saja tiba-tiba gunung itu membengkak
seperti jerawat yang siap pecah, dan yang bisa kaulakukan hanyalah
menunggunya menghantammu.
WUSSSHH! Air melingkupi diriku. Tapi aku naik ke permukaan dengan
mudah seperti gabus. Aku nyaris tertawa. Gampang sekali! Aku
terlalu ringan untuk bisa tenggelam. Dan ketika kutarik sayapku ke
belakang, rasanya seperti sedang berselancar saja.
Kami mendarat, terpisah beberapa meter. Tak bisa lebih dekat
lagi. Aku melihat sekilas sosok teman-temanku setiap kali kilat
menyambar, burung-burung kecil berbulu putih yang mengarungi
ombak besar berwarna hitam.
tanya Jake.
Satu demi satu kami menjawabnya.

Dia tak perlu menjelaskan lagi. Kami semua tahu. Kami akan
berubah menjadi lumba-lumba. Begitu kami sudah jadi lumba-lumba,
semuanya akan baik-baik saja. Lumba-lumba kan penguasa lautan.
Tapi sebelum berubah ke wujud lumba-lumba, kami harus
menjadi manusia lagi. Dan mungkin burung camar atau lumba-lumba
cocok berada di lautan berombak tinggi ini, tapi manusia jelas tidak.
Chapter 12 kata Jake.

usul Cassie.
kata Jake. cepat.> Masuk akal. Cassie memang yang paling jago bermetamorfosis.
Jake kini memanfaatkan dirinya karena bakat khususnya itu.
Sebagaimana Jake mengambil keuntungan dari sifat Marco yang
selalu curiga. Sama seperti dia mempergunakan pengetahuan Ax di
bidang alien. Sebagaimana dia memanfaatkan mata dan telinga Tobias
yang tajam. Seperti caranya memanfaatkan diriku. Karena apa" Karena
keberanianku menghadapi apa pun tanpa pikir panjang" Karena ada
kegelapan yang bercokol dalam diriku"
Bahasa-pikiran Cassie lenyap ketika dia mulai demorph. Aku
sempat melihatnya sekilas dalam sekelebat cahaya kilat. Dia berupa
gumpalan tubuh tak berbentuk yang terdiri atas bulu-bulu yang basah
dan kulit manusia dengan wajah seperti topeng Halloween.
Aku mendengarnya memekik kaget dan ketika kilat berikutnya
berkeredap, yang terlihat cuma sebelah tangan manusia yang terangkat
tinggi-tinggi di atas permukaan air.
jeritku.
Tak ada jawaban. Dia tenggelam. Bodoh sekali kami
membiarkannya berubah duluan. Cassie memang yang paling jago
berubah wujud, tapi aku lebih jago berenang dibanding dirinya. Aku
mulai demorph secepat mungkin.
teriakku,

Kujawab dengan masa bodoh, tapi cuma dalam hati, dan aku
terus bertambah besar dan bertambah berat, dan daya apungku
semakin kecil. Segera saja aku telah menjadi gumpalan seberat 25
kilogram dengan bulu-bulu yang jarang. Aku mulai tenggelam. Aku
menghirup udara dan berusaha mengisi paru-paruku, ketika ombak
menyiram dan menguburku. Kuharap aku bisa langsung mengapung. Tapi ombak itu telah
mendorongku jauh ke dasar laut. Dan aku tak punya tangan untuk
berenang! Kakiku berupa cakar burung yang besar, dan baru sekarang
mulai tumbuh daging di antaranya.
Aku panik! Jangan, jangan!, perintahku pada diri sendiri, marah karena aku
kalah oleh rasa takutku sendiri. Terus berubah! Itu satu-satunya jalan
keluar. Tapi paru-paruku serasa terbakar. Aku telah melewati
perubahan yang terjadi pada paru-paru burungku yang kecil sampai
menjadi paru-paru manusia yang besar, sedang jumlah udara di
dalamnya tetap sama. Aku menarik kepalaku ke belakang untuk melihat ke atas. Tapi
benarkah itu atas" Entahlah. Di sekitarku cuma ada kegelapan.
Kegelapan total seolah-olah aku tercebur ke dalam sebotol tinta. Di
manakah arah atas itu"
Aku berenang, menendang-nendang dengan kaki manusia dan
mengayuh dengan tangan manusia. Tapi aku tak bisa merasakan gaya
gravitasi. Aku tak bisa membedakan apakah aku ini naik atau turun.
Lalu sesuatu menubrukku. Aku tak dapat melihatnya, tapi aku
dapat merasakan kulit yang kenyal seperti karet.
kata Cassie. salah.> Didorongnya hidung lumba-lumbanya ke bawahku dan
mendorongku naik dan naik - benarkah aku telah terbenam sejauh
itu" - sampai wajahku muncul di permukaan, keluar dari air yang
gelap dan masuk ke air yang berjatuhan dari langit.
Aku menghirup udara, menelan air, jatuh terbenam ketika


Animorphs - 22 Akhir Sebuah Pengkhianatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ombak menerjangku kuat-kuat, lalu aku didorong lagi sampai ke
permukaan. Aku sadar aku sedang berada di punggung lumba-lumba. Aku
membungkukkan badan dan memeluk punggung Cassie. "Trims,"
ujarku dengan tersengal- sengal.
di permukaan sampai kau sepenuhnya menjadi lumba-lumba.>
Sepuluh menit kemudian kami semua telah berubah menjadi
lumba-lumba. Cassie mendukung tubuhku, lalu kami mendukung
Jake. Teman-temanku yang lain berubah dengan cepat setelah itu.
Tobias yang terakhir. Dia harus melalui tahap elang ekor merah, jadi
kami semua bekerja sama menjaga tubuhnya di atas air.
gerutu Marco. Badai" Masih belum cukupkah kita berbentuk separo burung separo
manusia dan mencoba berenang" Haruskah kita melakukannya di
tengah-tengah angin topan">
omel Tobias. Di udara setidaknya kita bisa melihat apa yang terjadi.>
menguap,> ujar Ax.
kata Marco.
Betul. Sulit sekali merasa kesal kalau kau sedang dalam wujud
lumba-lumba. Lumba-lumba di tengah samudra bagaikan anak kecil di
toko permen. Seperti Cassie di cagar alam. Atau seperti aku di bak
obral department store. terlambat,> kata Jake.
rencanakan,> "kata Ax.
kataku.
Kami ngebut, segerombolan lumba-lumba yang ceria, naikturun menembus permukaan air. Kami menabrak tembok air yang
tegak, tiba-tiba muncul di baliknya, jauh di atas permukaan air.
Badai" Badai apa" Ombak" Ombak itu kan asyik!
Gelap" Siapa takut" Kami bisa berekolokasi atau melakukan
pelokasian gema. Angin" Wow, keren! Angin malah membantu kami
membubung lebih tinggi lagi kalau kami melompat ke angkasa.
Gemuruh guntur" Ah, itu kan cuma suara bising.
Sedang kilat... nah, kalau kau berenang di bawah permukaan air
dan berguling miring sehingga sebelah matamu melihat ke atas, kilat
berubah menjadi lampu sorot raksasa. Seluruh permukaan air berkilau
keperakan, tapi warna peraknya itu patah-patah, retak-retak, seperti
gerabah yang dihantam palu.
Sebelah mata menatap kilatan cahaya, dan sebelah lagi menatap
kegelapan. Tapi hal itu tidak mempengaruhi otak lumba-lumba. Otak
ini tidak punya rasa takut. Mungkin makhluk lain punya, tapi otak
lumba-lumba tidak diprogram untuk itu.
Kecuali tentu saja kalau melihat pola hitam-putih. Yang berarti
paus pembunuh. Lalu naluri dasar si lumba-lumba untuk bertahan
hidup akan mendobrak keluar.
Tapi ombak setinggi gedung" Kilat yang menyambarnyambar" Angin yang menderuderu" Air yang gelap pekat" Tak ada
artinya bagiku. Kami menyusuri garis pantai sampai sebuah loncatan ke udara
menampilkan lampu-lampu Marriott Resort yang sudah kami kenal.
Dan kini benak manusiaku muncul lagi dengan kekuatan penuh,
lengkap dengan rasa takut dan amarah.
Soalnya kami masih harus berubah wujud lagi. Dan kali ini
kami harus melakukannya di daerah pesisir.
Chapter 13 KAMI mendapat gambaran sebuah kapal selam pada jarak satu
setengah kilometer dari pantai, melalui pelokasian gema. Berbahaya
sekali berada pada jarak sedekat itu, pikirku. Dan kami juga sadar
akan adanya beberapa kapal patroli milik Coast Cuard atau Penjaga
Pantai yang mondar-mandir di lautan yang bergelora ini.
Kapal-kapal itu menyorotkan lampu-lampu mereka ke air. Tapi
mudah sekali bagi seekor lumba-lumba untuk menghindari sinarnya.
Kapal-kapal patroli itu lalu menghilang di balik pulau kecil,
sekitar satu setengah kilometer dari pantai. Pulau itu cuma terdiri atas
batu-batuan. Ditambah pepohonan yang tak terawat. Aku keluar dari
air untuk melihat lebih jelas. Entah kenapa, tapi ada sesuatu tentang
tempat terpencil itu yang membuatku gelisah.
Kami berenam berenang menuju pantai, dengan gaya dada. Aku
dapat meng-ekolokasi dasar laut yang semakin dekat. Dalamnya kini
cuma beberapa meter, dan otak lumba-lumba kami sudah gelisah
ketika kami merasakan ombak yang mengempas kami ke bawah dan
nyaris membenturkan kami ke pasir dan batu karang dan kulit kerang
yang tajam. tanya Marco.
kata Cassie. sedikit lagi.> Segera saja perutku menggesek pasir dan ekorku tak bisa
digunakan lagi. kata Cassie. takkan terbenam pada kedalaman seperti ini. >
Aku mulai demorph. Tanpa semangat. Ombaknya betul-betul
seperti di Hawaii. Dorongannya bertambah kuat ketika menghantam
dasar laut yang menanjak. Semua air itu terus bertumpuk-tumpuk
sampai menjadi tembok setinggi rumah.
Aku mencoba menghitung waktu antara dua ombak agar proses
demorph-ku tidak terganggu ombak yang datang, tapi mustahil.
Gelombang yang besar menghantamku di tengah proses dan
membenamkan aku ke pasir di dasar laut. Yang paling parah, kami tak
boleh hanyut ke pantai. Pantai itu pasti dipenuhi petugas keamanan.
Pria-pria yang memakai kacamata night-vision atau penglihatanmalam yang mampu
melihat segalanya, seolah semua benda disinari
matahari berwarna hijau. Kami tak boleh terlihat sebelum kami siap. Untuk alasan itu,
ombak besar-besar ini memang sempurna. Tapi kalau untuk alasanalasan lain,
benar-benar menjengkelkan.
Aku berhasil menjadi manusia dan diserbu oleh gelombang rasa
capek yang kemampuan merusaknya hampir sama kuatnya dengan
gelombang laut. Berubah wujud benar-benar menguras tenaga.
Berubah terus-menerus tanpa istirahat lebih dari sekadar melelahkan.
Berani sumpah aku ingin sekali berbaring saja di air itu dan
langsung tidur. Tapi lalu aku didorong ombak sampai nyaris
tersungkur ke dasar laut.
Aku berjuang naik dan benar-benar meneguhkan hati untuk
berubah lagi. Sekarang situasi mulai membaik. Aku sedang berubah menjadi
gajah Afrika. Dengan berat ribuan kilo. Setelah beratku sudah lebih
dari satu ton, kudapati bahwa ombak sudah tidak menggangguku lagi.
Aku mundur lebih jauh lagi ke arah laut untuk
menyembunyikan tubuh raksasaku di bawah permukaan air. Juga
untuk mencegah siluet kepala gajah yang gampang dikenali itu agar
tidak terlihat dari pantai.
Aku melihat ke kanan dengan mata kanan dan melihat ke kiri
dengan mata kiri. Kulihat teman-temanku tumbuh semakin besar di
tengah ombak. Jake dalam wujud badaknya. Marco telah memutuskan untuk
menyadap hewan itu juga. Cassie, Tobias, Ax, dan aku adalah
segerombolan gajah yang identik.
Gajah dan badak punya beberapa kesamaan. Mereka lebih cepat
dari kesan yang mereka tunjukkan. Butuh lebih dari sekadar pistol
untuk merobohkan mereka. Dan orang yang melihat mereka datang, punya kecenderungan
untuk lari menghindar. Kami ini... hmmmm, apa ya, mungkin merupakan lima belas
ton gumpalan tulang dan cula dan gading dan otot.
tanya Jake.
jawab Marco.
kata Ax.
Aku dapat melihat cukup tajam dengan mata gajah, tidak seperti
Jake dan Marco yang setengah buta. Aku dapat melihat bungalo yang
berlampu redup di dekat area pasang-surut. Aku dapat melihat hotel
yang lebih tinggi dan menyala terang di baliknya.
Sasaran kami adalah bungalo-bungalo itu. Di sanalah para
pemimpin dunia itu menginap. Rencana kami sungguh sederhana.
Kalau kami tak bisa menghentikan rencana kaum Yeerk dengan cara
gerilya dan mata-mata, maka kami hancurkan saja seluruh tempat itu.
Dengan begitu, kemungkinan besar jamuan makan malam - saat
Visser Three akan beraksi - akan dibatalkan.
Seperti sudah kubilang tadi, ini bukan rencana yang brilian.
Tapi tahukah kau" Walaupun aku capek, marah, takut, jengkel,
khawatir, dan tidak percaya diri pada saat itu, kesederhanaan rencana
itu terasa bagai kejeniusan di mataku.
"It's butt-kicking time!?"> (Saatnya kita tendang pantat musuh)
tanyaku. clobbering time!"> (Saatnya kita hantam musuh)
tempat ini! > Chapter 14 nyaris merasa kasihan melihat para anggota Secret Service dan
para penjaga keamanan lainnya di pantai itu. Mereka berdesakdesakan dalam derai
hujan, di balik kerudung jas hujan mereka,
sambil memantau berkeliling dengan kacamata night-vision. Pada
menit pertama tak ada apa-apa kecuali ombak dan badai. Tapi pada
menit berikutnya, seakan-akan segerombolan ikan paus telah
memutuskan untuk keluar dari laut dan berjemur di pantai.
Mereka pasti telah dilatih untuk menghadapi hampir segala
situasi. Tapi, pasti mereka tidak dipersiapkan untuk menghadapi
kemungkinan adanya dua badak dan empat gajah Afrika keluar dari
ombak laut sambil menerompet dan mendengus-dengus.
"Hhhrrrreeeyyaaahhhh!" Aku mengumumkan kedatanganku.
Aku mendengar suara manusia berkata, "Apa-apaan..."
Aku berlari menyerang. Aku harus sedikit mendaki, tapi aku
punya banyak energi dan kakiku sebesar batang pohon.
Aku mengangkat belalaiku tinggi-tinggi dan berteriak lagi.
"Hhhrrrreeee-uh!"
Aku berlari sekuat tenaga. Begitu pula yang lain. Tiba-tiba kilat
menyambar dan aku dapat melihat setengah lusin pria dan wanita
dalam jas hujan yang basah kuyup, menatap kami dengan enam mulut
yang menganga sama lebarnya.
Hanya satu orang yang bereaksi, seakan-akan ia sadar apa yang
terjadi. Ia menarik keluar pistolnya dan mulai menembak. Tepat ke
arahku. DOR! DOR! Kaupikir tembakan hitman yang sudah terlatih pasti mengenai
seekor gajah besar" Tapi rupanya tidaklah semudah itu dalam malam
yang gelap gulita dan hujan yang menampar-nampar wajah.
Kemungkinan pria yang menembakiku itu Pengendali. Reaksi
pertama seorang manusia normal bukanlah menembak gajah.
Aku menghampirinya dengan kecepatan penuh.
DOR! DOR! Percikan api dari moncong pistol itu terlihat seperti kilat kecil.
Kali ini aku merasakan pelurunya mengenai bahuku. Tidak sakit sih.
Aku cuma sekadar menyadari kehadirannya.
Ia tidak sempat menembak lagi. Kurendahkan kepalaku
sehingga gadingku sejajar dengan pria itu, tapi lalu ia berbalik dan
lari. apa-apa,> kata Jake. Suara bahasa-pikirannya sampai ke otakku tepat ketika aku
sedang berpikir-pikir apakah aku sebaiknya menusuknya dengan
gadingku atau menginjaknya.
Tentu saja, Jake benar. Mereka cuma pihak ketiga yang tak
bersalah. Sebagian besar dari mereka.
Kami di sini untuk membuat huru-hara dan menakut-nakuti
semua orang, tapi tidak untuk melukai siapa pun.
Sekarang para pengawal yang lain memutuskan untuk
menembaki kami juga. Sepanjang pantai terdengar suara tembakan,
bersamaan dengan teriakan dan jeritan yang langsung lenyap terbawa
angin. tanya Jake.
Marco tertawa. sudah lama ingin mengucapkannya.>
Kami menyerbu. Seperti adegan pertempuran di Gettysburg (13 Juli 1863;
Pertempuran terakhir Perang Saudara di Amerika Serikat,
tempat Presiden Abraham Lincoln menyampaikan pidatonya untuk
membebaskan semua budak kulit hitam), kami berdentam-dentam
melintasi pantai menuju ke arah dua bungalo terdekat.
Lima puluh meter! Dua puluh meter! Aku meninggalkan laut di belakangku. Kakiku yang besar
terbenam dalam-dalam di pasir yang lembut setiap kali aku
melangkah. Sebaris semak menghadangku. Aku nyaris tak merasakan
goresan duri-durinya pada kulitku yang tebal.
Aku raksasa! Aku bagaikan tank di medan pertempuran. Aku
berlari dengan kecepatan penuh, telingaku yang selebar layar kapal
berkepak-kepak tertiup angin, belalaiku yang kuat berteriak penuh
kemarahan, gadingku mencuat, mencari-cari sesuatu untuk ditusuk.
Aku menerobos pagar anyaman dan meremukkannya menjadi
tusuk gigi. Berikutnya, tembok! Aku berlari, memiringkan kepalaku
ke kiri, dan menghantam tembok itu dengan bahu kananku.
BHUMP! Kraaakkk! Aku mundur selangkah dan mengayunkan seluruh bobotku lagi.
BHUMP! Brrrrraaaakkk! pekikku kegirangan sambil tertawa. Aku
mundur, dan kali ini tidak ada bunyi "BHUMP!", kecuali bunyi benda
yang hancur dan roboh. Tiba- tiba cahaya terang menyinariku dari
lubang besar yang kubuat di tembok.
Lalu kulihat Marco dalam morf badaknya, menuju dan
menembus pintu. "Menuju dan menembus" dikerjakannya dalam satu
gerakan. Para penjaga keamanan kalang-kabut. Gerombolan gajah dan
badak yang berlari-lari ke sana kemari - yah, pemandangan itu nyaris
tampak lucu. Tapi gajah dan badak yang mendobrak pintu dan
merobohkan tembok - itu lain cerita.
Aku mendesakkan tubuhku menembus lubang yang kubuat, dan
mendapati diriku berkedip-kedip dalam cahaya yang menyilaukan itu.
Berkedip-kedip dan menatap Marco dan seorang pria yang duduk di
sofa dengan memakai kemeja setelan tuksedo, dasi, kaus kaki hitam,
dan sepatu hitam mengilap. Jas tuksedo dan celana panjangnya
disampirkan di kursi. Wajahnya kurang-lebih aku kenal. Wajah
seorang pemimpin negara besar.
Beliau duduk santai sambil mengenakan celana pendek untuk


Animorphs - 22 Akhir Sebuah Pengkhianatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bermain tenis dan dengan tenang mengisi gelasnya dengan minuman
keras berwarna jernih. Lalu ia mendelik dengan mata menantang
padaku dan Marco. Nah, aku takkan memberitahu siapa namanya atau apa nama
negara yang dipimpinnya, tapi beliau sedang mabuk. Mabuk, tapi
tidak pengecut. Pria itu cuma duduk saja memakai celana pendeknya,
menatap kami, menantang kami.
tanya Marco kepadaku.
usulku. Tiba-tiba
sekitar selusin petugas keamanan menyerbu masuk ke ruangan ini
dengan senjata dikokang. Dan bukan cuma pistol. Sebagian dari
mereka membidikkan senapan otomatisnya ke arah kami.
Tapi pria yang sedang duduk itu memberi komando yang
lantang dan pendek dalam bahasa asing. Tak ada yang menembak.
Pria itu memberi isyarat "silakan" dengan sebelah lengannya ke arah
pintu, meminta kami pergi meninggalkannya.
Jadi kami turuti saja perintahnya itu. Kami keluar lewat tembok
lain dan menyeret sebagian atapnya sampai roboh.
Di belakang kami terdengar suara tawa berderai-derai, seakanakan kami baru saja
memberikan pengalaman menarik baginya.
Kurasa kalau dipikir-pikir lagi, ngobrol bersama sekelompok
politikus tentang perdamaian pastilah agak membosankan. Setelah dua
hari melakukan hal seperti itu, mungkin kau akan menyambut hangat
hewan-hewan liar bertubuh raksasa yang menyeruak masuk ke ruang
tamumu. Chapter 15 KAMI kembali memasuki deraian air hujan, yang kini tercurah
begitu derasnya sehingga seolah-olah kami tersiram ombak laut saja.
Semuanya kacau-balau! Lampu-lampu sorot dinyalakan dari atap hotel, menyapu ke
sana kemari. Terdengar suara dor! dor! dor! Letusan pistol. Pria-pria
bersetelan hitam berlarian ke sana kemari sambil mengokang
senapannya. Pria-pria terhormat yang memakai tuksedo dan wanitawanita terhormat
yang mengenakan gaun malam berlari-lari,
tersandung-sandung sambil berteriak-teriak. Kudengar helikopter
membelah udara di atas kami.
Dan di tengah-tengah semua kekacauan itu, segerombolan gajah
dan badak yang lepas kendali menghantam apa saja yang bisa
dihantam. Guntur menggetarkan kaca jendela. Hujan mengubah segala
sesuatu menjadi lumpur. Dan tiap beberapa detik, kilat menyambar
dan aku bisa melihat seluruh pemandangan gila ini sekilas.
Pasti lucu sekali bila semua orang itu tidak sedang menembaki
kami. Aku menuju bungalo yang masih utuh dan memanggil Marco.


instruksiku.
BAMMM!
kataku.
Aku menabrak lubang di tembok yang baru dibuat Marco. Kali
ini gampang dirobohkan. Cuma dua kali tabrak saja tembok itu sudah
roboh ke dalam. DOR! DOR! DOR! DOR! Empat peluru mengenai kepalaku. Benturannya terasa seperti
dipukuli palu. Aku mundur, menjauh dari sekelompok pria berbadan tegap
yang siap tempur. Mereka bertiga. Di belakang mereka, dengan mulut
ternganga, berdiri manusia paling berkuasa di seluruh muka bumi.
Berani sumpah aku harus melawan desakan untuk berkata,
"Sungguh merupakan kehormatan bagi saya untuk bertemu dengan
Anda, Mister President!"
Tapi darah sedang mengalir di wajahku dan aku merasa pusing.
Peluru-peluru itu melukaiku cukup dalam.
Aku mundur, menyeret patahan-patahan kayu dan pecahanpecahan semen bersamaku.
Aku mundur dan menabrak seorang
tentara yang meluncur turun melalui tali yang seolah-olah tergantung
di langit. Aku dapat mendengar suara helikopter tepat di atasku.
Makin banyak tali yang terulur dari atas dan makin banyak pria-pria
berseragam hitam yang meluncur turun.
Pria-pria ini bersenjata lengkap. Rupanya sudah waktunya
meninggalkan tempat ini. seruku ke arah kegelapan, sudah datang! > Jake berseru kepada kami semua.

Bred-det-det-det-det-det-det-det-det-det! Senapan-senapan
otomatis ditembakkan. Kurasa kaki belakang kiriku terkena peluru.
Setidaknya rasanya seperti terkena peluru.
Aku terhuyung-huyung dan kakiku yang luka itu nyaris tak
mampu menopang berat badanku. Aku terluka parah.

rengeknya.

Kami berbalik, kembali menerobos pagar anyaman dan semaksemak, dan keluar menuju
pantai yang lembap dan berangin kencang.
Seorang manusia berjalan sempoyongan di depanku. Ia
berlumuran lumpur dan kakinya terbenam di pasir sampai ke mata
kaki. Dan ia tampak geram sekali. Itu Tony, si ketua seksi acara
Gedung Putih. Hanya saja kami sudah tahu bahwa DNA Tony telah
disadap oleh Visser Three.
Dan ditinjau dari ekspresi marah yang berlebihan di wajah
"Tony", mata "Tony" yang ini adalah Visser Three.
Untuk sesaat pandangan kami beradu. Dia tahu siapa diriku.
Aku tahu siapa dirinya. dibatalkan, Visser,> sapaku. kemampuan larimu!> Aku menerjangnya, tapi aku terjatuh. Ternyata kondisiku lebih
parah dari yang kubayangkan. Dia bergegas menjauh, sadar aku tak
bisa mengejarnya. Dia mengacung-ngacungkan tinjunya ke udara
sambil berteriak-teriak penuh amarah, "Aku takkan membunuhmu
kalau kau berhasil kutangkap, Andalite! Aku akan membuatmu
memohon-mohon agar dibunuh saja!"
Tak ada waktu untuk duduk-duduk dan saling bertukar sapa.
Lagi pula, kami tak diperbolehkan berbicara dengan Yeerk. Kami
tidak mau mereka sampai tahu bahwa kami bukan Andalite.
Di dekat laut kulihat teman-temanku, ada yang sempoyongan,
ada yang masih tegak. Kubiarkan saja Visser Three berteriak-teriak
sambil mengomel dan aku meninggalkannya dengan tiga kaki. Kami
berlarian ke laut, peluru-peluru berdesing di sekitar kami, lalu kami
terjun ke tengah ombak. Aku langsung demorph selagi aku terus berjalan menentang
ombak. Proses demorph akan menyelamatkan hidupku. Peluru-peluru
itu pasti terlepas keluar dari tubuhku, tapi kalaupun tidak, semua lukalukanya
pasti sembuh. Aku senang bukan main. Aku pasti tetap hidup! Aku tertawa,
menertawakan hiruk-pikuk yang terjadi. Tak ada lagi rasa khawatir,
cuma kesenangan yang sinting dan gila karena berhasil lolos hiduphidup.
Tobias
bertanya-tanya. kataku, yang takkan terlupakan oleh semua orang. >
Chapter 16 AKU kembali ke wujud manusia secepat mungkin. Walau
berbahaya, cuaca buruk ini mungkin telah menyelamatkan kami.
Kapal Penjaga Pantai itu telah mendekat ke arah pantai, tapi tak
mungkin bisa merapat ke garis pantai dengan ombak sebesar itu.
Aku telah selesai demorph dan bisa merasakan luka-lukaku
lenyap, timah peluru itu jatuh tenggelam ke dasar laut.
Sekali lagi aku separo tenggelam sewaktu aku selesai berubah
menjadi lumba-lumba. Tapi aku nyaris tak peduli. Depresi pasca-aksi
mulai menguasaiku. Kelelahan yang terkenal itu, yang muncul setelah
semua adrenalin di tubuhku menguap.
Benak lumba-lumba menyelamatkanku. Perasaan gembiranya
tak dapat ditolak, seperti biasa. Sifat-sifat dasarnya kembali terbentuk,
masih segar karena wujud jasmaninya baru dipakai lagi.
Kusentakkan ekor abu-abuku dan kurasakan kulitku yang
seperti karet meluncur dengan mudahnya, mengarungi samudra
dengan penuh percaya diri. Aku menyelam ke bawah kapal pemecah
ombak milik Penjaga Pantai yang mesinnya berisik, lalu menuju ke
tengah laut. Dan tepat pada saat itulah hal itu terjadi. Aku menembakkan
gelombang-gelombang ekolokasi, serentetan gelombang suara
berfrekuensi tinggi. Gelombang suara itu menerobos air dan memantul
kembali pada benda apa pun yang terkena. Cara kerjanya seperti
sonar, atau radar bawah air.
Lalu kulihat dalam benakku garis-garis tepinya, kemudian
bentuknya. Bentuk yang direkam pada memori paling dalam otak
lumba-lumba. Sosoknya panjang. Mungkin sekitar enam meter. Dan besar,
mungkin lima ton beratnya. Dari punggungnya tumbuh sirip yang
panjang dan nyaris tegak lurus. Gema ekolokasi tidak menunjukkan
warnanya. Tapi aku yakin kalau hewan itu sudah dekat, aku akan
melihat pola hitam-putih pada badannya.
teriakku.
Hewan itu menuju ke arah kami. Kecepatannya benar-benar
mencengangkan! Makhluk sebesar itu mestinya tidak bisa bergerak
secepat itu. Dia menuju ke arah kami, dan kami tak berdaya
menghadapinya. Dia lebih cepat, lebih kuat, jauh, jauh lebih
mematikan. Kami lebih gesit, tapi satu hal sudah kuketahui dengan
pasti: Paus pembunuh-lah yang memangsa lumba-lumba, bukan
sebaliknya. kata Cassie tegang.
tanya Ax.

Cassie menjelaskan. wujudnya.> gumamku. yang kecil sekali, tingginya cuma 20 cm, berasal dari Meksiko) dan
Doberman (Anjing penjaga berbadan besar, tingginya bisa mencapai
80 cm hingga bahu atau 110 cm hingga kepala) yang juga saudara
dekat.> kata Cassie.
tanya Tobias.
berkelompok. Seperti serigala.>
sendirian,> kata Tobias. < Dengan badan sebesar itu, dia kan tidak
butuh bantuan siapa-siapa! >
tanya Marco.
kata Jake. kepandaian manusia. Kita tak bisa mengalahkannya dalam
pertempuran atau kejar-kejaran. Kita harus mengalahkannya dengan
kepintaran.> usul Tobias. menyusup ke bawahnya dan diam di situ. Suara mesinnya akan
membuatnya takut.> kata Jake.
Kami berbelok dengan tajam dan berlomba-lomba menuju
kapal itu. Pasti tidak gampang. Kami harus berada di bawah perahu
yang tidak terlalu besar sementara perahu itu naik-turun mengikuti
ombak. Lagi pula, kami bernapas dengan udara. Kami harus naik ke
permukaan untuk bernapas, dan tak bisa bersembunyi di bawah kapal
selamanya. Tapi ide itu kelihatannya masuk akal. Dan mungkin saja akan
berhasil, sampai terdengar suara yang mengerikan ini:
membuatku takut"> kata si paus pembunuh itu. kalian.> Chapter 17 ENAM bahasa-pikiran serempak menyerukan kata yang sama.
katanya dengan rasa puas diri yang besar. lumba-lumba kecil lawan satu orca besar. Mari kita lihat hasilnya.>
kataku dalam bahasapikiran pribadi. belum menghitung jumlah kita. Tobias,
bersembunyilah dan...>
Ax menyela, kita. Dia menduga kita hanya berlima, padahal kita berenam. Anak
keenam, yang mesti bersembunyi, bisa siapa saja dari kita. >
tanya Jake.
memiliki morf yang dapat mengalahkan David.>
kata Cassie.
olehnya. Ide bagus, Ax. Tapi jangan panggil aku 'Pangeran'. >

kata Jake.
seruku. Aku tak peduli ukuran tubuhnya sepuluh kali
lipat ukuran tubuhku. Aku benci si pengkhianat itu. Tapi bagian
otakku yang lebih rasional tak dapat membayangkan bagaimana
caraku melawannya dan bertahan hidup lebih dari beberapa detik saja.
Setidaknya tidak sebagai lumba-lumba. Bahkan morf ikan hiu pun tak
berguna. Si orca terlalu besar.
kata David sambil tertawa. Willy lagi lapar. > Three"> ejekku. ketawa.>
gila yang lulus ujian masuk Rumah Sakit Jiwa seperti dirimu, David.>
membunuh orangtua seseorang, dasar nenek sihir gila.>
Nah. Habislah sudah. Ancaman itu diucapkan keras-keras
sehingga didengar semua orang. orangtuamu,> aku berdusta.
katanya, dan bahkan aku pun bisa
mendengar nada kebenaran dalam suaranya. ancaman itu, Jake" Atau kau, Cassie, dengan semua standar moral
yang kaumiliki" Tahukah kau bahwa Rachel akan membunuh
orangtuaku" Bagaimana denganmu, Andalite" Tentu kita tahu kalau
Marco si raja ngocol pasti akan menyetujui tindakan Rachel.>
Tak ada yang bicara. Tak ada yang membelaku.
Tiba-tiba aku merasa hampa. Seolah-olah aku dapat merasakan
kebungkaman mereka sebagai lubang besar di perutku. Mereka pikir
siapa mereka itu, boleh menghakimiku seperti ini" Siapa dari antara


Animorphs - 22 Akhir Sebuah Pengkhianatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka yang belum pernah melakukan hal yang mereka malu
mengakuinya" Apakah aku harus malu" Apakah itu yang ingin kuungkapkan"
Tak ada waktu untuk memikirkan semua itu. David telah
mengepak-ngepakkan sirip ekornya secepat mungkin dan menyerbu
kami seperti lokomotif. dikejarnya, yang lain harus masuk dan menghantamnya. Bidik
matanya. Mungkin itu bagian yang lemah,> komando Jake.
Aku masih menunggunya mengatakan sesuatu. Seperti
"Sudahlah, Rachel. Nggak apa-apa kok." Tapi tak ada kata-katanya
yang keluar. Dia diam saja! Aku ingin menjerit di depannya: "Kenapa
kaubiarkan aku pergi menyusulnya kalau kaupikir aku nggak bakal
mengancamnya" Dasar munafik!"
Tapi tak ada waktu untuk itu. Sebab aku kini dapat melihat pola
hitam-putih itu menyerangku dari kegelapan. Dia disinari oleh
secercah kilat. Dia terlihat seperti persilangan aneh antara sapi dan bus
kota. Tapi makhluk ini mempunyai mulut yang sangat besar dan gigi
yang banyak sekali. Dan gerakannya benar-benar cepat. Dia menuju
tepat ke arah Ax. kataku, lalu memberi tanda kepadanya
dengan menggoyangkan ekorku. Dia berbelok, mengubah arahnya,
dan bergegas menyerangku.
Aku mengibaskan ekorku kuat-kuat dan meluncur ke arahnya,
seolah-olah aku akan menabrak moncongnya.
Makin dekat... Makin dekat... Dekat Dekat Dekat, dan, ya!
Kutekuk siripku ke belakang dan aku mencelat ke atas. Ke atas,
naik, naik, naik melewati moncong David yang pendek!
WHUUUSH! Keluar dari air, menuju badai dan hujan dan kilat.
Aku melompat setinggi mungkin. Aku tergantung di udara, menatap
ke bawah ketika gravitasi menarikku lagi, dan tepat di bawahku
kulihat mulut paus itu menganga lebar.
Jatuh! Jatuh ke arah mulut yang terbuka itu!
Tapi David juga mulai jatuh. Dia tak sempat mempersiapkan
dirinya menghadapi gaya tarik bumi. Dia jatuh kembali ke bawah
permukaan air, dan aku jatuh menimpanya...
BYUUURRR! Aku menghantam air, bukan gigi, dan aku
bergegas kabur. Di mana David" Aku tak dapat melihatnya!
Ekolokasi, Rachel. Ayo, konsentrasi.
Kutembakkan satu bunyi klik. Gemanya langsung kudapat. Dia
ada di belakangku. Aku menghindar ke kiri dan moncong hitam-putih
itu melesat lewat. Dari suatu tempat muncul seekor lumba-lumba lain. Dia
menabrak mata kanan David dengan moncongnya, lalu menyusup ke
bawah monster besar itu. David menjerit. Tapi dia tetap mengincarku. Aku tak
percaya betapa gesitnya dia mampu berputar. Betapa cepatnya dia
meningkatkan kecepatan dan mengejarku lagi.
Mustahil! Kami sedang main kejar-kejaran dan aku yang
dikejar. Aku berguling, perutku menghadap ke atas, lalu berbalik arah
dan menyusup ke bawahnya, bergerak menyamping, dan benar-benar
saling menggesek perut. Lalu aku naik dari sisi kanannya, di bagian
belakang tubuhnya, tepat menuju ke belakang sirip punggungnya yang
tinggi. Kini aku sudah di luar jangkauan pandangannya. Asal aku tetap
berada bersamanya di tempat yang sama, mengikuti semua
gerakannya, dia takkan mampu melihatku, apalagi menyerangku.
Tapi David malas main kejar-kejaran denganku. Dia mencari
lumba-lumba yang lain dan aku tidak mampu mengimbangi
kecepatannya. Ketika ekornya melesat di bawahku, kukatupkan rahangku
untuk menggigitnya. Kesalahan fatal. Dia mengayun-ayunkan tubuhku naik-turun, naik-turun dalam
setiap gerakannya. Banyak gigiku yang copot. Karena pusing, aku
harus melepasnya. Lalu dia berbalik dan mengejarku lagi. Aku
mencoba berenang, tapi gerakan seperti mencambuk tadi telah
mengaburkan daya nalarku akan arah.
Yang kulihat hanyalah rahang yang menganga lebar yang
menyerangku. Dan aku sadar aku tak bisa melarikan diri.
Sosok si orca mengisi seluruh area pandanganku. Besar sekali!
Gesit sekali. Lalu... Yah, lalu kulihat sosok yang didamba orca sebagai dirinya
kalau sudah besar nanti. Bukan sosok paus pembunuh sepanjang enam meter, tapi sosok
ini panjangnya dua belas atau lima belas meter. Bukan berbobot empat
atau lima ton seperti orca, tapi seberat lima puluh atau enam puluh
ton. Hampir punah, dulu pernah nyaris musnah sama sekali. Tapi
masih ada ikan paus bungkuk di dunia ini. Dan salah satu dari mereka
adalah Cassie. kata Cassie. kauganggu sahabatku Rachel kalau ada aku di dekatnya. >
Seandainya David telah mempelajari sedikit tentang ikan paus,
dia pasti tahu kalau ikan paus bungkuk hampir tak berdaya
menghadapinya. Ikan paus bungkuk tidak memiliki gigi. Cuma jumbai
yang menyerupai rambut. Tapi sepertinya ada sesuatu pada makhluk sebesar rumah
tingkat dua yang sedang mengejarmu yang membuatmu ingin
meninggalkan tempat itu. David kabur. Tapi sebelumnya dia sempat mengucapkan salam
padaku,
Bagaimana Cassie bisa punya morf ikan paus bungkuk dan Ax
punya morf lumba-lumba"
Semua itu bisa dibaca dalam Megamorphs, salah satu buku
pelengkap seri Animorphs.
Chapter 18 RENCANAKU aku mau bolos sekolah keesokan harinya. Aku
tak peduli. Aku pulang dan mengempaskan tubuhku ke tempat tidur
tanpa ganti pakaian dan langsung tak sadarkan diri.
Pagi-pagi benar aku mendengar suara-suara di bawah. Suarasuara pelan, berbisikbisik. Tapi tak ada suara tawa cekikikan. Aku tak
peduli. Aku kembali tidur.
Lalu Jordan naik dan masuk ke kamarku dan menendang tempat
tidurku hingga aku berguling ke arahnya, dengan wajah tertutup
rambut, dan mata masih tertutup. "Kau harus punya alasan bagus atau
kau akan menyesal pernah dilahirkan!" kataku.
"Ini tentang Saddler," kata Jordan.
Butuh beberapa detik bagiku untuk mencerna ucapannya.
"Hah?" "Dia tidak mampu bertahan, kurasa. Mereka bilang dia akan
mati." Saddler. Sepupuku. Sepupu Jake. Ya, betul. Yeah, sekarang aku
ingat lagi. Dia kecelakaan. Dia dipindahkan ke Rumah Sakit Anakanak di dekat
sini. "Oh. Mengerikan sekali," aku berhasil bersuara.
"Cuma itu yang bisa kaukatakan" 'Mengerikan sekali'?"
Jelas aku takkan bisa tidur lagi. Aku duduk. Aku mencoba
membangunkan otakku untuk memikirkan kata-kata yang patut
diucapkan, tapi kepalaku serasa dipenuhi kapas.
"Mungkin dia akan mati," kata Jordan lagi.
Aku mulai menyadari maksudnya. Jordan merasa tidak enak.
Dia ketakutan. Dia ingin aku menenangkannya.
Aku memberi isyarat agar dia mendekat dan menggigit bibirku
supaya tidak menguap. "Ayo duduk di sini," kataku sambil menepuknepuk seprai
tempat tidur. "Itu memang kejadian buruk. Mungkin
yang paling buruk sedunia. Maksudku, dia kan masih anak-anak.
Orangtuanya pasti hancur kalau dia meninggal. Aku tahu apa yang
kaurasakan." "Benar-benar tragis," kata Jordan. "Maksudku, dia lagi asyik
naik sepeda, dan tiba-tiba saja hidupnya berakhir."
Aku mengangguk. "Yeah. Hidup ini memang tidak adil."
Jordan menaikkan pupil matanya. Dia tahu yang kukatakan itu
kalimat klise. "Sori," katakur "Dengar, hal-hal buruk terjadi setiap saat, tapi
bukan berarti hal-hal itu akan terjadi padamu, padaku, atau Sarah atau
Mom atau Dad." "Yeah, tapi justru di situ keanehannya. Maksudku, aku merasa
jijik pada diriku sendiri karena aku senang bukan aku yang jadi
korban. Itu seperti kita bilang, 'Wih! Nyaris saja!' Tapi itu tidak benar,
kan" Seharusnya aku sedih. Dan memang aku sedih. Hanya saja bukan
cuma kesedihan yang kurasakan, tapi juga perasaan seperti, 'Syukur
bukan aku!' Lalu aku berkata pada diri sendiri bahwa 'Aku tidak akan
naik sepeda seceroboh itu!' Kau tahu, orang yang menabraknya bilang
Saddler langsung meluncur ke jalanan dari depan rumahnya tanpa
menengok ke kanan dan ke kiri. Jadi kupikir Saddler tertabrak karena
dia tolol dan ceroboh. Tapi itu juga bukan reaksi yang benar."
"Memang tidak benar, tapi mungkin itu reaksi yang normal,"
kataku. "Maksudku, kau tak mau hal itu terjadi padamu, jadi kau
menciptakan alasan-alasan kenapa hal itu takkan pernah menimpa
dirimu. Akhirnya kau menyalahkan orang yang tertimpa kecelakaan.
Sebab setelah itu kau tak usah berpikir bagaimana kalau hal itu terjadi
padamu. Kau bahkan mulai marah pada Saddler, dengan berpikir,
'Kok berani-beraninya dia menyeretku ke dalam kesedihan ini" Dia
yang tertabrak, tapi dia membuatku merasa tidak enak"'"
Jordan mengangguk. "Tetap saja itu tidak benar."
Aku mengangkat bahu. "Yeah, mungkin saja. Tapi itu
manusiawi. Kau takkan mau hidup sambil terus-menerus berpikir,
'Pasti aku giliran berikutnya. Atau adikku atau kakakku atau ayahku
atau ibuku.' Kau pasti akan melakukan apa pun yang dapat kaulakukan
agar tidak merasa seperti itu. Kau harus membangun tembok antara
dirimu dan rasa takut itu, memisahkan diri dari rasa takut itu, dan
meyakinkan dirimu bahwa kau aman-aman saja. Hal-hal buruk hanya
terjadi pada orang yang tidak hati-hati atau bodoh atau jahat."
Jordan tampak lebih baik. Bahkan dia bisa tersenyum. "Kata
Mom kita tidak usah sekolah. Siapa tahu Saddler..."
Aku mengernyitkan wajah. "Sungguh alasan yang jelek sekali
buat bolos sekolah."
"Yeah. Nah, siapa tahu dia malah baik-baik saja."
"Yeah. Kayak di film ER. Dokter-dokternya kan selalu cemas
akan nasib pasiennya, tapi ternyata pasiennya selalu selamat."
"Dan kalau pasiennya itu cewek cakep, pasti diajak kencan oleh
Noah Wylie," kata Jordan tertawa.
"Betul sekali. Jadi, jangan putus harapan pada Saddler, oke?"
Dia pergi dan aku terhuyung-huyung ke kamar mandi, masih
separo buta oleh kotoran mataku. Kusiram wajahku dengan air dingin.

Aku terperanjat. Aku memandang berkeliling. Mencari...
mencari... mencari... tapi tak ada siapa-siapa! Tak ada makhluk apa
pun di dalam bilik pancuran. Tak ada apa pun di lantai. Tak ada apa
pun di langit- langit. Aku berdiri di sana, benar-benar bangun. "Kau mau apa,
David?" katanya.
dekatmu"> Aku terus mencari-cari ke sekeliling ruangan. Di dalam lemari
obat. Tak ada apa-apa! Lalu, perlahan-lahan, disertai rasa mual yang
merayap naik, aku menyadarinya. Dia bisa berada di mana-mana. Dia
bisa... menempel di kulitku.
"Haruskah aku memakai bedak antikutu?" tanyaku pada kamar
mandi yang kosong. Aku mencoba terdengar tangguh dan tak
terpengaruh. Tidak takut.
itu, Rachel,> ejeknya. dan meyakinkan dirimu bahwa kau aman-aman saja, Rachel. Kau
harus meyakinkan dirimu sendiri bahwa hal-hal buruk hanya terjadi
pada orang yang tidak hati-hati atau bodoh atau jahat, Rachel.>
"Apa yang sebenarnya kauinginkan, David?" tanyaku.
katanya
dengan nada mengancam. pesanku. Kau ingin mengancamku" Nah, aku tahu tempat kau
tinggal.> Aku harus melawan perasaan panik dan marah di kepalaku,
jangan sampai ketahuan bahwa dia telah mengalahkan kemampuanku
untuk mengendalikan diri. "Jangan bawa-bawa keluargaku."

"Orangtuamu sudah jadi Pengendali. Itu membuat mereka
berbeda." Pengendali"> Aku menelan ludah. Aku harus tetap tenang. Kalau aku sampai
lepas kendali, dia akan tahu bahwa dia bisa mengalahkan aku. "Kau
pasti tega membunuh anak kecil, dasar manusia brengsek tak bernyali.
Kau bilang kau takkan mau melukai manusia dalam wujud manusia.
Dari dulu aku sudah tahu itu bohong. Pengecut seperti kau mana
punya harga diri?" Itu cuma gertakan. Apa dia akan mengamuk" Tergantung.
Bagaimana David memandang dirinya sendiri"
kotak biru itu dan aku akan pergi. Aku akan pergi ke kota lain. Aku
akan mengambil apa yang kubutuhkan. Memang aku punya
kemampuan morf, tapi aku masih menginginkan kotak itu!>
"Untuk apa, tolol" Untuk menciptakan Animorphs-Animorphs
baru" Kenapa" Supaya mereka bisa meniru apa yang kauperbuat
terhadap kami?" Tampaknya dia jadi berpikir-pikir lagi. Sudah kuduga.
mengganggu keluargamu. Ini cuma urusan kita berdua. Itu
perjanjiannya. Kau dan aku.>
"Kuterima tantanganmu itu," kataku.

Setelah itu dia terdiam. Tidak berkata-kata lagi. Mungkin dia
benar-benar telah pergi. Tapi untuk pertama kali dalam hidupku, aku memutuskan tidak
usah mandi. Chapter 19 AKU tidak bisa benar-benar merasa aman sampai dua jam
berlalu. Itulah batas waktu maksimum bagi David untuk tetap berada
dalam wujud morf. Setelah itu, kalau dia masih dalam wujud kutu atau
kecoak atau serangga apa pun yang ditirunya, dia akan terperangkap
dalam tubuh itu. Tepat dua jam kemudian aku tiba di rumah Jake. Ada mobil lain
di jalan masuk ke garasi. Tampaknya keluarga Saddler telah datang
untuk tinggal sementara di rumah Jake.
Jake membuka pintu. Kulihat setengah lusin orang berada di


Animorphs - 22 Akhir Sebuah Pengkhianatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belakangnya, di ruang tamu. Mereka semua tampak seperti sudah siap
bepergian. "Hai, Rachel," sapanya. "Apa kau datang ke sini untuk..."
Aku merenggut kemejanya dan menariknya ke luar ke tangga
beranda. Aku tak pernah berbuat seperti itu terhadapnya. Bahkan aku
sendiri kaget. Aku tahu aku membuatnya terkejut.
"David ada di rumahku!" desisku tepat di telinganya. "Dia ada
di kamar mandiku!" Jake bengong. Lalu matanya melebar. "Dalam wujud morf?"
"Tentu saja! Kaupikir dia datang lewat pintu dan minta izin
pada ibuku"!" jeritku.
"Tenang, Rachel, seluruh kerabat kita ada di sini. Kami semua
mau ke rumah sakit untuk menjenguk Saddler. Tom ada di sini,"
tambahnya dengan pandangan penuh arti. Tom adalah Pengendali.
Kukecilkan volume suaraku sampai menjadi bisikan keras. "Dia
dalam wujud morf. Mungkin berupa kutu. Dia mungkin menempel di
badanku. Di badanku!"
Jake mengangguk lemah. "Yeah. Kurasa mestinya kita tidak
perlu heran. Hal semacam itu bisa terjadi."
"Dia menjadikan aku sasaran utamanya," sergahku. "Apa kau
juga mengharapkan terjadinya hal ini?"
"Apa maksudmu?"
"Maksudku, ini sudah menjadi masalah pribadi di antara kami
berdua. Dan kurasa kau tahu alasannya."
Jake menggelengkan kepala. "Kita kan satu kelompok, Rachel.
Kita saling mendukung. Kau tahu, kan?"
"Oh, ya" Terima kasih atas dukunganmu waktu itu, Jake."
"Kapan?" "Kau tahu kapan," kataku. "Waktu David memberitahu semua
orang apa yang telah terjadi di antara kami dan yang kudengar cuma
keheningan dari Cassie dan Tobias dan yang lainnya."
"Waktu itu kita sedang bertempur, Rachel. Apa yang harus
kulakukan" Berhenti dan menjelaskan pada semua orang bahwa David
berbohong?" Aku memelototinya dan tepat pada saat itu ayahnya keluar.
"Kita harus segera berangkat, Jake. Hai, Rachel. Bagaimana kalau kau
ikut saja dengan kami?"
Aku tak tahu kenapa, tapi aku berkata, "Ya, baiklah."
Ayahnya masuk lagi. "Apa kaupikir David berbohong?" aku mencecarnya.
Jake menoleh ke arah lain. "Tak jadi soal apa yang kupikirkan,
Rachel." Aku terbahak. "Kau tahu, Jake, kau sedang berubah menjadi
pemimpin sejati. Kau bahkan sudah punya sifat munafik seorang
pemimpin." Aku melangkah pergi. "Beritahu ayahmu aku tidak jadi
ikut." "Rachel, tunggu." Jake berlari-lari kecil menyusulku. "Apa sih
yang mengganggu pikiranmu?"
"Apa yang menggangguku" Selain fakta bahwa aku belum
pernah merasa secapek ini seumur hidupku" Selain rencana David
untuk membunuhku" Apa yang menggangguku?"
"Yeah. Selain hal-hal itu. Maksudku, aku kan kenal kau,
Rachel..." "Yeah, itu pasti," hardikku.
"Dengar, aku tak punya waktu buat main tebak-tebakan. Apa
yang mengusik pikiranmu?"
"Ketika kau sedang mengejar David dan menyuruh Ax mencari
bantuan, kenapa kau menyuruh Ax memanggilku dan bukan Cassie
atau Marco?" Jake tampak kaget. Dia mengangkat bahu. "Entahlah. Mungkin
waktu itu kupikir kau yang rumahnya paling dekat."
"Ding dong. Salah. Coba lagi," kataku menirukan acara kuis.
Pipi Jake memerah karena marah. Tapi lalu kulihat senyum
getirnya mulai muncul. "Kupikir David telah membunuh Tobias.
Kupikir dia akan membunuhku. Dan aku ingin... mendapat kekuatan
maksimal." "Oh, begitu. Jadi kau menginginkan diriku karena kekuatan
morfku." Jawaban yang bagus. Hampir benar. "Oke. Kita sampai pada
pertanyaan kedua: Menurutmu apa yang akan kukatakan pada David
kemarin" Di kantin sekolah. Kenapa kaubiarkan aku mengejarnya?"
Senyum getir Jake jadi makin pahit. Lama dia tidak berkata
apa-apa. "Kurasa..."
"Jake! Ayo cepat. Rachel, kalau kau mau ikut, ayo!" teriak ibu
Jake. Pada saat bersamaan pintu garasi terbuka dan mobil van
keluarga Jake mundur keluar. Aku masuk ke dalamnya bersama Jake
dan tak ada lagi yang dapat kami ucapkan satu sama lain.
Mungkin memang benar ucapannya tentang kekuatan wujud
morfku. Mungkin aku terlalu cepat mengambil kesimpulan. Lagi pula,
memang betul aku punya morf beruang grizzly dan morf gajah.
Keduanya sama kuat atau bahkan lebih kuat daripada morf singa
David. Dan memang benar baik Marco maupun Cassie tidak akan
mampu menandingi kekuatan singa.
Mungkin memang itu alasannya. Mungkin sepupuku tidak
menganggapku sebagai wanita pembunuh berdarah dingin.
Tapi aku harus menunggu dan mendengar jawabannya atas
pertanyaanku yang kedua. Jake tadi bilang, "Waktu itu kita sedang bertempur, Rachel. Apa
yang harus kulakukan" Berhenti dan menjelaskan pada semua orang
bahwa David berbohong?"
Tapi satu hal sudah pasti: Jake bohong. Dia tahu tuduhan David
itu benar. Bukan untuk pertama kalinya aku menatap Jake dan bertanyatanya sudah jadi apa
dia itu. Dia duduk di sana, terlihat seperti anak
normal yang duduk di dalam mobil van normal. Jika kau melihatnya
di jalan, kau mungkin akan berpikir, Oh, ada cowok ganteng. Tapi kau
belum melihat separo saja diri Jake.
Tapi dipikir-pikir lagi, agaknya memang itu yang terdapat pada
diri semua orang. Kau takkan pernah tahu dengan pasti apakah si
cewek pirang cantik yang menenteng kantong belanja Express di mall
itu adalah cewek biasa yang sering nongkrong di mall...
Atau aku. Chapter 20 MENURUTMU rumah sakit membuat kita tertekan atau
depresi" Kau pergi ke rumah sakit biasa, melihat orang sakit, dan kau
berpikir, Oh, itulah yang terjadi pada orang-orang yang sudah tua.
Kau tahu, mereka menderita kanker paru-paru atau Alzheimer atau
yang semacam itu. Tapi di rumah sakit anak-anak kau melihat para pasien sebaya
yang bisa saja duduk di sebelahmu di bus sekolah. Kau pasti jadi degdegan.
Saddler dirawat di ruang PICU - Pediatrics Intensive Care Unit
atau Ruang Gawat Darurat Khusus Anak-Anak. Kelihatannya seperti
Pedang Sinar Emas 23 Pendekar Bodoh Pengejaran Ke Masa Silam Asmara Darah Tua Gila 1

Cari Blog Ini