"Apa kalian sudah berjanji dengannya?"
"Halo!" Tiba-tiba terdengar suara tak dikenal. Ax! Ia pasti sempat
berubah menjadi manusia. Aku mengernyit. Ax sebagai Andalite
memang cerdas. Tapi Andalite tidak punya mulut. Tidak punya
kemampuan berbicara dan mencicipi. Jadi Ax sebagai manusia lengkap dengan mulut - bisa jadi agak aneh.
"Halo," kata ayahku waspada. "Apa aku mengenalmu?"
"Aku tidak tahu apakah kau mengenalku," kata Ax. "Hanya kau
yang bisa menjawab pertanyaan itu."
Lalu Ax menambahkan, "Nyaan. Perr-ta-nyaan."
"Ku... kurasa aku tidak mengenalmu," kata ayahku perlahanlahan. "Kenapa kau
bersembunyi di belakang kurungan itu?"
"Aku tidak ingin kau bertemu denganku," kata Ax. "Tapi
sekarang kau boleh menemuiku."
Sejenak semuanya diam. "Ooooke," kata ayahku pada akhirnya.
"Aku teman Cassie," kata Ax.
"Teman sekolah?"
"Sekolah" Sek-o-lah" Ssseek-o-laaaaah. Ya. Teman sekolah.
Seko-lah." Sementara itu, aku terus lari terjatuh-jatuh dan lututku
menghantam butiran-butiran tanah. Marco berlari tepat di sampingku
dan Tobias terbang di atas kami.
Kami terus berlari sekuat tenaga. Kami mungkin berlari dengan
kecepatan setengah meter per jam. Lalu...
BUUUM! "Ahhh!" teriak Jake. "Hei, hati-hati melangkah!"
"Kenapa?" tanya ayahku.
"Karena... karena..."
"Dia pikir ada paku," kata Rachel. "Kupikir juga begitu. Ax,
apa kau tidak melihat paku?"
"Apa itu paku" Pay-khu" Apa sama dengan palu?"
"Apa dia baik-baik saja?" tanya ayahku.
"Siapa, Ax" Tentu saja, dia baik-baik saja," jawab Jake. "Dia
berasal dari negara lain."
Aku mengerang. "Oh, tidak, sekarang ayahku akan
menanyakan..." "Oh, sangat menarik. Ax" Kau dari negara mana?"
"Dari Republik Pantai Gading."
"Oh, man," aku mengerang. "Kenapa aku dulu memberinya
buku World Almanac?"
"Kau tahu, kalau tidak keberatan aku mengatakannya, kau tidak
tampak seperti berasal dari Pantai Gading," kata ayahku. Suaranya
mulai terdengar jengkel. "Bagaimana dengan Guinea Katulistiwa" Republik Kyrgyzstan"
Kanada?" "Begini saja," kata ayahku, "anggap saja Kanada."
"Aku dari Kanada. Aku orang Kanada."
"Well, kupikir si tua Ax menanganinya dengan cukup baik,"
kata Marco. "Kau takkan pernah menduga dia makhluk angkasa luar.
Idiot, mungkin. Tapi bukan alien."
"Bagaimana kalau kalian pulang saja" Akan kuberitahu Cassie
kalian mampir." "Pulang?" tanya Jake, terdengar panik.
"Ya, pulang," kata ayahku berat dengan nada berwibawa
sekaligus muak. Mereka tidak mendebatnya. Lagi pula, apa yang bisa mereka
katakan" Kami mendengar suara langkah-langkah kaki mereka
menjauh. Lalu, terdengar jauh lebih dekat, kaki raksasa ayahku, kuranglebih sepanjang
sepuluh kali lapangan bola, berdebum di mana-mana.
Tepat di depan terdapat tabung horisontal raksasa. Itu bagian bawah
sebuah kurungan. Kami berlari ke bawahnya dan meringkuk di sana,
terengah-engah setelah berlari sejauh tujuh setengah senti.
"Bocah yang satu ini aneh sekali," kudengar ayahku bergumam.
"Aku harus membicarakannya dengan Cassie."
Lalu ia pasti menggeser sepatunya. Aku melihat bagian depan
sepatu botnya yang bulat, yang berupa setumpuk kulit setinggi lima
belas tingkat, melayang ke arah kami.
Sepatu itu menghantam tanah. Dan menendang setumpuk debu.
Hanya beberapa sendok tanah, tidak lebih.
Tapi cukup untuk mengubur kami hidup-hidup!
Chapter 13 AKU terkubur batu-batu. Aku tersentak, mati-matian menghirup udara. Tapi lalu kusadari
aku tidak mengalami kesulitan bernapas. Ruang di sela-sela butir-butir
pasir cukup besar untuk mendapatkan udara.
Tapi bagaimana caraku keluar dari sini" Beberapa batu yang
menjepitku rasanya sama besar dengan diriku. Aku mengatakan
"rasanya" karena aku tidak bisa melihat apa pun.
Kudorong salah satu batu besar yang menekan perutku. Kukira
batu itu tidak akan bergerak, tapi ternyata ia bergeser.
Kugeliat-geliatkan kakiku, menariknya, hingga bisa
meletakkannya pada batu. Lalu kudorong sekuat tenaga.
Batu itu bergerak. Malah aku merasakan batu itu menggeser
batu-batu lainnya. Sekarang ada celah kecil. Aku bahkan bisa melihat
seberkas sinar berbentuk segitiga.
Kudorong batu yang lain dan perlahan-lahan celahnya melebar.
Tiba-tiba seraut wajah memenuhi celah itu.
"Oh, kau di sana rupanya," kata Marco.
Ia mulai menggali untuk membebaskan diriku. Kujulurkan
kepalaku keluar dari tanah. Dan aku melihat Marco mengangkat butir
pasir, yang pasti lebih berat daripada dirinya sendiri, dengan mudah
sekali. Aku merangkak keluar dan membungkuk untuk mengangkat
salah satu batu. Yang membuatku terkejut, aku bisa mengangkatnya.
"Luar biasa," kataku sambil memegang batu seukuran bola
pantai di atas kepalaku. "Memang," kata Marco menyetujui sambil tertawa. "Ini karena
kita kecil. Seperti semut bisa mengangkat benda-benda yang lebih
besar daripada mereka sendiri. Atau seekor kutu bisa melompat
seratus kali tinggi badannya sendiri. Kurasa yang kita alami sama
saja." Tobias melayang turun dari udara - mungkin setinggi tujuh atau
sepuluh senti.
dari kalian. > "Ini tidak masuk akal, bukan?" kataku.
Marco mengangkat bahu. "Entahlah. Nanti bisa kita tanyakan
kepada Ax."
Burung-burung kecil mampu mengepakkan sayap mereka seratus kali
per menit. Burung yang lebih besar tidak bisa.>
"Itu kecepatan, bukan kekuatan," kataku. "Tapi mungkin
memang benar. Maksudku, lihat bagaimana pesenam diharuskan
memiliki tubuh kecil. Rachel selalu bilang dia tidak bisa bersenam
dengan baik di balok sejajar karena dia begitu jangkung."
"Itu ada hubungannya dengan rotasi, bukan" Apa itu sama
dengan kekuatan" Dan maaf, tapi kenapa kita duduk-duduk di sini
membicarakan pelajaran ilmiah sementara kita hanya seukuran debu?"
tanya Marco. "Apa yang harus kita lakukan?" tanyaku kepadanya.
Kami duduk di ceruk sedalam enam milimeter, mirip mangkuk
yang dangkal. Kami tidak bisa melihat banyak kecuali butir-butir
tanah dan jeruji kurungan besar di atas kami.
"Yah... entahlah. Aku hanya tahu kita kecil. Kita amat, sangat
kecil." Ekspresinya berubah cerah. "Tapi kita kuat. Kita bisa main
tangkap bola dengan butir tanah."
kataku. "Jake akan membereskannya. Entah bagaimana caranya. Dan
kita belum pergi terlalu lama."
Aku mendesah. Aku memandang Marco dan mendesah lagi.
Aneh. Ia tampak seperti Marco yang biasa, yang duduk santai di batubatu dengan
jeruji baja raksasa melintang menghalangi langit di atas
kepala kami. BUUM! BUUM! BUUM! Ayahku berjalan lewat. Ia keluar lumbung.
"Aku lapar," kata Marco.
Dan saat itulah mereka muncul di tepi ceruk dangkal tersebut.
Selusin jumlahnya. Kepala-kepala mereka yang kami lihat lebih dulu. Kepalakepala dengan bagian atas
datar sempurna, cukup lebar. Dari puncak
yang datar itu wajah mereka tampak seperti piramid terbalik ke dagu
yang melengkung dan lancip. Mata mereka menempel pada bagian
kepala yang datar bagai marmer-marmer hijau yang tampaknya bisa
bergulir jatuh setiap saat. Mulut mereka mirip serangga, dengan gigi
menyamping. Saat mereka mencapai tepi ceruk, bisa kulihat mereka
mengenakan setelan keperakan yang menyatu, menutupi tubuh yang
hampir mirip tubuh manusia, ditambah sepasang kaki tambahan.
Setelan itu berkerah kehijauan.
"Nah, kau bisa menyantap mereka," kata Marco kepada Tobias.
seorang dari mereka.
Besar mereka kurang-lebih sama dengan kami. Mungkin 1/16
inci. Dan dorongan hatiku yang pertama adalah tertawa. Makhlukmakhluk ini benarbenar mengira mereka bisa menguasai dunia.
Tapi lalu mereka mengacungkan pistol-sinar kepada kami. Dan
aku menyadari sesuatu. Senjata sinar Dracon mereka, atau apa pun itu
sebenarnya, tidak begitu menyakitkan sewaktu aku setinggi Gunung
Everest. Tapi sekarang aku hanya kutu.
Helmacron mulai mendekati kami.
"Melawan atau melarikan diri?" gumam Marco. Ia memandang
kepadaku. Aku berpaling memandang Tobias. Tobias memandang
MarcO. "Wow, kau benar-benar merindukan Jake saat dia tidak ada
untuk mengambil keputusan hidup-mati," kata Marco penuh
penyesalan. Untungnya, kami tidak harus segera mengambil keputusan.
Karena sekarang sekelompok Helmacron baru, kali ini dengan kerah
merah muda pada seragamnya, berlari-lari muncul dari belakang kami.
mereka!> "Kita jarahan?" kata Marco sambil tertawa gugup. Lengkap
sudah tarik urat itu. Kedua kelompok Helmacron, masing-masing
mengarahkan senjatanya kepada kami, tapi saling membelalak dengan
mata marmer hijau mereka.
Lalu pasukan kavaleri tiba.
Chapter 14 PASUKAN kavaleri itu benar-benar raksasa. Para Godzilla
cokelat. Mereka adalah... kecoak.
Antenanya bagaikan cambuk sepanjang tiga puluh meter. Kakikakinya bagai tiang
telepon. Mereka bagaikan mesin-mesin besar,
kuat, dan menakutkan yang terbuat dari perisai setebal dua belas senti.
Mereka menjulang di atas kami, dua kecoak raksasa. Kau pikir
dirimu tahu betapa menjijikkannya kecoak. Tapi kau tidak tahu apaapa sampai kau
melihat kecoak berukuran pasar swalayan. Kalau kau
pergi ke pasar swalayan, berdirilah di depannya dan memandangnya
serta memikirkan "kecoak".
Mereka amat, sangat besar.
Dan baunya juga tidak enak.
"Ax?" kata Marco dan aku, bertukar pandang.
Lalu perlahan-lahan, sangat perlahan-lahan, kami berbalik.
Ax. Seekor labah-labah serigala.
"AAAAHHHH!" "AAAAHHHH!" Fakta bahwa kami tahu labah-labah itu adalah Ax tidaklah
penting. Otakku tidak berfungsi. Kaki-kakiku seolah menjadi agaragar. Aku jatuh
duduk dengan sangat keras, sangat cepat.
Kau tidak bisa membayangkan betapa mengerikan
pemandangannya. Dua kali lebih tinggi daripada kecoak-kecoak. Dengan delapan
kaki, masing-masing berukuran sebesar tiang gedung. Bagian mulut
yang tajam dan mirip gerbang neraka. Tubuh berbulu yang bengkak,
bau, menggembung. Tapi bukan semua itu yang menyebabkan Marco, Tobias, dan
aku gemetar ketakutan. Melainkan matanya. Delapan jumlahnya. Ada yang berkilau-kilau, bersegi banyak.
Ada yang kosong, mati, hitam biasa. Mata yang paling kecil pun
tampak lebih besar daripada kami.
Dan wajah itu, wajah jahat yang menatap itu...
Aku bisa merasakan pemandangan itu dicetak dengan mesin
cetak laser ke dalam benakku. Aku tidak akan pernah melupakannya.
Kalau aku hidup seratus tahun, aku masih akan terus melihat wajah
itu.
"Ax, kuharap kau bisa mengendalikan perubahanmu ini,"
kataku. Kucoba mengalihkan pandangan dan memperkirakan
bagaimana reaksi Helmacron, tapi tidak mungkin mengalihkan
pandangan dari kedelapan bola mata besar itu.
Tapi, Helmacron memang bereaksi.
Mereka meneriakkannya sambil bergegas melarikan diri.
Ax berbalik, gerakan yang menyebabkan aku menjerit
ketakutan. Tapi paling tidak mata-mata itu kini diarahkan ke tempat
lain. "Yuh-uh-uh-uh-uh-uk," Marco menggigil. "Man, kenapa aku
harus melihatnya. Itu sama saja dengan tiga puluh malam terjaga,
Animorphs - 24 Perang Melawan Helmacron di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjerit-jerit dan berkeringat dingin."
Ax berlari mengejar para Helmacron, tersentak-sentak tapi
lincah, dan tampangnya begitu mengerikan.
Separo bagian bawah Ax tersembunyi gumpalan tanah di sekitar
kami sewaktu... TSEEEEEW! TSEEEEW!
Aku melupakan ketakutanku dan berlari memanjat lereng untuk
melihat apa yang terjadi. Di sana, melayang-layang sekitar 1/4 inci di
atas tanah, tampak salah satu pesawat Helmacron.
Ax menggeliat-geliat kesakitan, kaki-kakinya yang sepanjang
satu setengah kilometer melambai-lambai tak terkendali secara
refleks. Ia berbalik ke arah kami dan kulihat salah satu matanya
mengepulkan asap, terbakar tembakan dari pesawat Helmacron.
TSEEEEW! TSEEEEW! Mereka kembali menembak, dari jarak sangat dekat, dan
keempat kaki di sisi kiri tubuh labah-labah Ax terpenggal dua. Ia jatuh
dari langit, bagai asteroid, dengan gerakan lamban. Kaki-kaki yang
putus perlahan-lahan jatuh, seperti pepohonan yang mustahil
tingginya.
Kami sudah melakukan kesalahan fatal. Semua ini hanyalah
soal ukuran. Helmacron sangat lucu sewaktu kami besar. Tapi di
bawah sini, pada skala ini, mereka sama berbahayanya dengan Yeerk.
Chapter 15 "NEEP! Neep! Neep!"
Jerit kemenangan terdengar dari para Helmacron. Jeritan
bersuara, bukan suara-pikiran seperti biasa.
BLUUG! Ax terempas ke tanah.
yang dialaminya saat itu. Ia tahu benar bahwa kalau kau tewas
sewaktu dalam bentuk morf, kau tewas, titik.
Pesawat Helmacron kedua telah menembak dari belakang.
Antena kecoak Jake putus. Itu seperti orang yang memotong kabel
listrik. Antena yang jatuh itu melecut-lecut bagai kabel.
Tobias tengah melayang di udara. Ia mungkin selamat bila Ax
berubah kembali, tapi tidak bagi Marco dan aku. Dan kalau Ax tidak
berubah kembali, tembakan berikutnya dari pesawat Helmacron akan
menghabisinya. "Marco! Kita harus menyerah!" teriakku sambil menyambar
lengannya. "Apa?" "Kita bisa melarikan diri nanti. Ax harus berubah kembali! Jake
dan Rachel juga. Helmacron akan berhenti menembak untuk
membawa kita ke dalam pesawat."
Marco tampak murka. Tapi ia tahu aku benar. Ia menyingkirkan
tanganku dan mulai melambai-lambai ke arah pesawat Helmacron
terdekat. "Oh Helmacron yang perkasa, jadikan kami budakmu! Kami
takut akan keperkasaanmu!"
Mereka ragu-ragu, mungkin takut ini jebakan. Tapi mereka bisa
melihat Ax tidak berdaya. Dan Jake terluka.
Empat monster kecil berhamburan keluar untuk menangkap
kami. Dari jarak dekat, mereka bahkan menimbulkan kesan yang lebih
aneh lagi dengan tubuh separo manusia, separo serangga. Kami tahu
ukuran mereka sebenarnya sangat kecil, tapi bagi kami mereka tampak
cukup besar. Mereka tetap mengarahkan senjata kepada kami saat
membawa kami ke pesawat. Pesawat itu telah mendarat di tanah. Sebelumnya pesawat itu
tampak bagai mainan bagi kami, tapi sekarang bahkan lebih besar
daripada pesawat Kolam Yeerk. Pasti cukup untuk menampung
ratusan, kalau bukan ribuan, Helmacron.
menaiki jalur yang melandai turun dari pesawat.
Aku berlari sebisa mungkin sementara para Helmacron
mendorong dan menarikku. Jalur itu mulai bergerak sementara kami masih di sana. Aku
memandang sekitarku dan menyadari Marco dan aku terangkat ke
sebuah hanggar yang luas dan terbuka. Di sebelah kiri dan kanan,
tampak benda-benda seperti pesawat-pesawat tempur kecil, tergantung
pada rak-rak. Mungkin ada selusin di setiap sisi.
"Aku melihat keperkasaanmu. Di mana gemetarmu?" kata
Marco. Helmacron itu menatapnya dengan mata yang bagai marmer.
"Wah, gawat. Kita ditawan makhluk yang tidak memiliki selera
humor," kata Marco.
harus merangkak! > Dua makhluk planet kecil yang menakutkan itu mendorongku
hingga berlutut. Anehnya aku tidak merasa sakit sama sekali.
Mungkin karena aku hanya sebesar kutu besar, dan jatuhku tidak jauh.
Dan ternyata mudah sekali merayap. Aku mulai menganggap
ini sebagai "efek serangga". Pada saat kau kecil, lebih mudah menjadi
kuat. Aku mampu merangkak dengan cukup mudah.
Dan itu bagus juga, karena kami merangkak cukup jauh.
Panjang pesawat itu seolah satu setengah kilometer. Kami merangkak
menyusuri koridor-koridor yang terang benderang dan mendaki pelatpelat
penghubung dan menyeberangi jembatan sempit yang
menghubungkan mesin-mesin raksasa.
Pesawat itu bising. Berdentang-dentang dan berdebum-debum
dan berderak-derak. Juga sangat terang benderang. Jauh lebih terang
daripada yang bisa dianggap nyaman oleh manusia.
Akhirnya, kami tampaknya telah tiba. Kami memasuki ruangan
berlangit-langit kubah dan berlantai ceruk yang dangkal. Di tengahtengah ruangan
berdiri satu Helmacron. Berkas-berkas lampu
meneranginya bagai seorang bintang film di malam penyerahan Oscar.
Ia tampak mirip dengan Helmacron lainnya, kecuali ia mengenakan
mantel keemasan yang berkibar-kibar.
Dan ada satu perbedaan lagi.
"Dia sudah mati," kataku.
"Dia sudah mati semati-matinya," kata Marco menyetujui.
Kapten Helmacron tersebut tidak bergerak. Tidak bernapas.
Matanya tidak memandang ke arah kami. Ia tertutup apa yang
tampaknya seperti gumpalan debu dan sarang labah-labah.
Yang lebih buruk lagi, cukup jelas bagaimana ia tewas. Lengan
dan keempat kakinya terantai, yang dibautkan ke geladak. Tiga bilah
pedang baja panjang memanggang tubuhnya. Semuanya tampak bagai
upacara. Dan juga... "Sinting,"' gumam Marco. "Mereka gila."
Chapter 16 Oh Yang Teragung di Antara Yang Agung, Yang Paling Hebat di
antara Yang Hebat, kami telah menangkap dua makhluk asing yang
mampu berubah! Mereka gemetar di depan kami! Mereka
merendahkan diri! Mereka gemetar bagai pengecut karena
ketakutan! Dan harus dicatat bahwa Galaxy Blaster sama sekali tidak
membantu. - Dari catatan pesawat Helmacron, Planet Crusher
Marco memandangku. "Bagaimana caranya berlutut" Aku
belum pernah berlutut sebelumnya."
Aku mengangkat bahu. < Berlutut! > "Kami tidak tahu caranya," kataku kepada Helmacron terdekat.
"Maksudku, beda orang, beda kebudayaan. Mungkin kau bisa
menunjukkannya kepada kami."
Mereka saling pandang. Lalu Helmacron yang kuajak bicara
berkata,
Aku melihat kilau kenakalan di mata Marco. "Kau dengar apa
katanya, Cassie. Ayo berlutut."
Ia menjulurkan kakinya, berbaring telentang, menyelipkan
tangan di belakang kepalanya, dan bersantai seakan-akan tengah
berada di pantai bermandikan matahari.
"Aku berlutut di depan kapten Helmacron yang perkasa, yang
terkuat di antara yang kuat, tidak diragukan lagi juara dunia kelasdebu! Kami
berlutut layaknya pecundang menyedihkan! Kami
berlutut bagaikan cowok yang tidak mendapat teman kencan sehari
sebelum pesta dansa dan satu-satunya cewek yang ada hanyalah
pemimpin pemandu sorak, begitulah kami berlutut. Cassie, kau boleh
bergabung kapan saja kau mau."
"Kami berlutut... eh, seperti orang yang berlutut."
Marco berpaling dan memandangku jijik. "Oh, penyembahan
yang bagus. Pakai perasaan sedikit dong."
"Aku berlutut seperti, eh... seperti orang yang benar-benar
berlutut," kataku. Sementara itu, Marco, tentu saja, benar-benar menjiwainya.
Bagaimanapun juga, kali ini ia mendapat penonton.
"Oh bangkai Helmacron yang perkasa, kami berlutut bagai
pecandu video game yang terjebak di arena permainan tanpa uang
sesen pun, begitulah kami berlutut. Kau tidak akan mempercayai
betapa dalamnya perasaan kami saat ini! Kami berlutut bagai orang
yang memesan setumpuk besar kentang goreng dan satu-satunya
garam yang ada hanya di meja berandalan sekolah. Kami berlutut..."
"Aku tidak tahu di mana kotak itu berada. Salah satu temanku
pasti sudah membawanya dan menyembunyikannya."
Tiba-tiba, seluruh atap kubah terang benderang oleh
pemandangan tiga dimensi bagian dalam lumbung. Aku melihat Jake,
Rachel, dan Ax. Semuanya masih hidup, semuanya telah kembali ke
bentuk aslinya. Mereka melotot marah ke pesawat tempat kami
berada. Kamera mendekati Tobias yang sangat mungil, duduk
bertengger di bahu Rachel.
saja. Kuharap Tobias juga begitu, meskipun ukurannya masih sangat
kecil. Tidak mungkin kami akan menunjuk salah satu dari mereka.
"Bukan salah satu dari mereka," kata Marco. "Ada satu lagi,
tapi dia tidak ada di sini."
Aku mengangguk khidmat. "Ya, yang satu lagi."
Kami sendiri tidak tahu apa yang kami maksud, tentu saja. Tapi
lalu Helmacron bisa dibilang kehabisan jawaban.
menemukan siapa saja yang memancarkan tanda energi itu! >
Marco dan aku mencuri pandang diam-diam.
"Energi morf... maksudmu, kau bisa tahu siapa yang memiliki
kekuatan untuk melakukan morf?" tanya Marco.
penyamaran sederhana kalian dan melihat bagaimana cara kerja energi
morf.> "Mereka bisa membedakan orang-orang yang mampu
melakukan morf," kataku kepada Marco. Aku harus menahan
keinginan untuk tertawa. Tapi untuk sekali ini, Marco belum mengerti
juga. "Oh, majikan yang perkasa," kataku, "kami bodoh sekali
mengira bisa menipu kalian. Hanya ada satu orang lagi seperti kami di
planet ini. Hanya satu orang lagi yang memiliki kekuatan morf!
Dialah yang membawa kotak biru berkekuatan morf itu. Dia yang
harus kalian temukan. Dia yang harus kalian kalahkan!"
Marco masih tampak kebingungan.
"Tidak ada gunanya menyembunyikan dirinya dari Helmacron,
Marco," kataku. "Hanya ada satu makhluk lain yang mampu
melakukan morf di Bumi. Dan Helmacron akan menghancurkannya."
Tiba-tiba, kesadaran merekah dalam benak Marco. "Visser
Three?" Aku mengangguk, merasa puas dengan diriku sendiri. "Visser
Three." Chapter 17 "KITA akan membawa mereka kepada Visser Three?" tanya
Marco dengan bisikan nyaris tanpa suara.
"Kau punya gagasan yang lebih baik?"
"Tidak." Ia menggeleng kagum. "Hanya saja gagasanmu
begitu... licik. Aku tidak tahu kau bisa selicik itu."
Visser Three, pemimpin invasi Yeerk di Bumi, adalah satusatunya AndalitePengendali di galaksi. Satu-satunya Yeerk yang
menguasai kekuatan untuk melakukan morf.
"Hanya saja ada satu masalah: Di mana kita bisa menemukan
Visser Three?" Marco berpikir. "Kemungkinannya dia ada di pesawat Bladenya. Atau di pesawat
Pool. Atau di kolam Yeerk. Atau..."
"Menurutmu mereka bisa menemukan pesawat Blade?"
Marco mengangkat bahu. "Pertanyaan yang lebih penting: Apa
yang akan dilakukan makhluk-makhluk mungil ini setelah
menemukan Visser Three" Menyengatnya dengan sinar Dracon mini
mereka?"
"Dia ada di pesawat angkasa luar. Di orbit," kataku.
perjalanan angkasa luar yang sebenarnya.>
"Memang," kata Marco lugas. "Orang yang kalian cari bukanlah
manusia. Asal tahu saja, kalian bukan satu-satunya makhluk asing
yang berusaha menguasai Bumi. Ada lagi yang disebut Yeerk."
Berita ini menimbulkan sensasi total. Semula ada setengah lusin
Helmacron di dalam ruangan, mengelilingi kapten yang telah mati itu.
Sekarang lebih banyak lagi yang bergegas masuk, semuanya
mengoceh tidak keruan melalui suara-pikiran. Beberapa membawa
Animorphs - 24 Perang Melawan Helmacron di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
apa yang tampaknya semacam panel komputer. Yang lainnya
menyeret senjata yang terlalu besar.
Terdengar teriakan-teriakan, tapi satu kata suara-pikiran yang
terus kudengar berulang-ulang adalah
"Mereka tahu tentang Yeerk," kataku.
"Oh, yeah. Mereka memang mengetahuinya."
Teriakan-teriakan, celoteh, dan isyarat-isyarat tidak keruan
berlangsung heboh selama beberapa waktu. Tiba-tiba, tanpa
peringatan, beberapa bilah pedang baja menyambar! Dari mana
pedang-pedang itu berasal tidak bisa kuketahui.
Sebuah pembantaian yang tiba-tiba dan kejam. Tapi bukan
terhadap kami. Ada empat atau lima Helmacron yang dikepung rekanrekannya.
berkelebat dan Helmacron-Helmacron kecil itu menghilang dari
pandangan, tersembunyi dinding Helmacron yang menjerit-jerit
murka. ?"?""L"W"S."?OG?"OT."?M
Ketenangan menyelimuti sama mendadaknya seperti kekejaman
yang terjadi. Dari celah-celah kerumunan aku bisa melihat
Helmacron-Helmacron itu tergeletak tewas, tercincang pedang.
Pengalaman ini menimbulkan syok. Tapi para Helmacron
tersebut tidak tampak terpengaruh.
"Mungkin sebaiknya kita pergi," gumam Marco. "Mereka
benar-benar sinting."
"Kurasa mereka tidak berniat menyakiti kita. Belum."
Salah satu Helmacron berpaling memandang kami.
rendah, atau kuhancurkan di bawah kakiku!>
"Yeerk memiliki pesawat Pool dan Blade di orbit," kata Marco.
"Coba saja mulai mencarinya di pesawat Blade. Tapi pesawat itu
diberi perisai. Tidak terlihat di radar atau sensor atau apa pun."
"Tentu saja," kataku menenangkan. "Nah, karena sekarang
kalian sudah tahu Yeerk ada di sini, kalian mungkin ingin
memusatkan perhatian kepada mereka, bukan kepada kami. Jadi
kalian bisa membebaskan kami."
ketakutan! Manusia adalah milik kami yang akan kami jadikan budak!
Kami adalah Helmacron yang perkasa! Pemimpin galaksi!>
"Boleh-boleh saja," kata Marco.
Si Helmacron meneriakkan perintah dengan suara-pikiran yang
luar biasa kerasnya.
terbuka. Dan sebuah kepala yang gemetar menjulur keluar. Kepala itu
mirip kepala Helmacron lainnya, hanya saja lebih kecil. Kepalanya
yang rata agak menjulur ke depan. Bagian mulutnya tidak terlalu
mengerikan. Masih tetap mirip serangga, tapi lebih kecil, lebih
lembut. Sikap makhluk yang ini pun lebih rendah hati.
Marco penasaran. "Apakah dia... maksudku, apa itu... apa ini..."
"Kurasa begitu," kataku. "Helmacron yang keras dan sombong
itu wanita. Yang ini pria."
"Oh, man. Sekarang aku benar-benar ketakutan. Seluruh spesies
ini terdiri atas Rachel."
Chapter 18
Kami dibawa ke sebuah ruangan kecil. Well, tentu saja, segala
sesuatunya kecil - ruangan itu mungkin sebesar aspirin. Tapi
maksudku ruangan itu terasa kecil bagi kami.
Tidak ada kursi maupun perabotan lainnya. Kurasa Helmacron
tidak keberatan berdiri. Dan kami sebenarnya juga tidak. Aku masih
merasa sangat kuat karena ukuranku.
"Siapa namamu?" tanyaku kepada Helmacron pria itu.
Dengarkan, Wuss..." "Itu tidak sopan, Marco," selaku.
"Dia tidak punya nama, dan akuilah: Dia seorang wuss - bodoh.
Jadi, Wuss, katakan: Ada apa dengan kapten" Dia sudah mati."
"Kenapa kalian ingin kapten kalian mati?"
Marco jadi tertegun mendengarnya. Tapi pria Helmacron yang
sabar, yang sekarang bahkan aku anggap sebagai "Wuss", melanjutkan
penjelasannya.
masih hidup dan oleh karena itu akan melakukan banyak kesalahan.
Apa gunanya kapten yang harus dibunuh karena membuat kesalahan"
Dengan cara ini kami memiliki kapten yang dihormati dan dipuja oleh
semua.> Marco memandangku meminta bantuan. "Yang menyedihkan
adalah pendapat itu masuk akal juga." Ia berbalik memandang Wuss.
"Bagaimana dengan pemimpinmu yang lain" Semuanya tewas?"
menimbulkan masalah. Dia harus menjadi simbol yang bisa dikagumi
semuanya> "Mirip dengan masyarakat kita," gumamku.
"Well, Wuss, bukankah kau seharusnya memberitahu kami
bagaimana harus bersikap?"
harus tenang dan diam sepanjang waktu. >
"Aku bukan pria," kataku. "Aku wanita."
"Mirip masyarakat kita," kata Marco, meniruku.
"Hanya itu" Hanya itu peraturannya?"
berada di ruangan ini hingga dipanggil,> kata Wuss tenang.
Sebuah pintu terbuka, Helmacron pria itu berlalu, dan pintu
menutup di belakangnya. Marco dan aku saling pandang. "Mereka sinting, dan ini rumah
sakit jiwa, dan kita harus pergi dari sini. Aku tidak ingin menjadi
kapten." "Tenang saja, tidak akan ada promosi. Tapi kita harus berpikir.
Mereka akan mengejar Visser Three, yang berarti mereka
meninggalkan Jake dan Rachel dan Ax dan Tobias. Itu bagus. Di sisi
lain, mereka tampaknya memerlukan kotak biru untuk menciptakan
sinar penyusut. Jadi mungkin mereka memerlukannya untuk
memulihkan kita," kataku.
"Itu pun kalau mereka bisa memulihkan kita. Mungkin saja
sinar penyusut itu hanya bekerja satu arah. Apa pernah terpikir
olehmu?" "Aku tidak ingin memikirkannya," kataku. "Aku punya
keluarga, tempat aku harus kembali. Aku memiliki kehidupan."
Marco mengangguk, jelas tengah berpikir keras. "Kalau kita
tetap sekecil ini selamanya, kita bisa bertambah tua, punya anak-anak,
dan memenuhi dunia dengan ras baru manusia mini."
"Marco, kau bisa membantu tidak sih" Pikirkan tindakan yang
harus kita ambil." "Oke." Ia meluruskan bahu. "Oke." Ia mendesah keras. "Apa
yang harus kita lakukan" Entahlah. Satu hal yang aku tahu: Mereka
sinting. Mereka mencincang rekan-rekan mereka sendiri. Mereka
mengangkat mayat sebagai pemimpin. Mereka sinting total, gila,
miring, tidak waras, tidak berotak. Mereka bisa meledak marah tanpa
alasan sama sekali. Jadi, prioritas nomor satu bukanlah membantu
mereka menemukan Visser Three. Prioritas pertama adalah ayo pergi
dari sini." "Aku harus setuju, begitu ada kesempatan. Tapi saat ini kita
mungkin sudah di angkasa luar dalam perjalanan menemukan pesawat
Blade. Jadi kita tidak bisa ke mana-mana."
Pintu ruangan terbuka dengan cukup tiba-tiba. Salah satu
Helmacron wanita muncul.
Kami dibawa ke anjungan pesawat yang sebenarnya. Di sana
tidak ada kapten, mati atau hidup. Para Helmacron tampaknya
melakukan tugas tanpa diperintah. Meski jelas kadang-kadang terjadi
perselisihan pendapat.
Sebuah layar video menunjukkan gambar datar dua dimensi
pesawat Blade milik Visser Three.
"Wow," kata Marco, sangat terkesan. "Kalian benar-benar
cepat. Maksudku, kalian nyonya-nyonya, sudah menemukan pesawat
Blade!"
mereka yang berlutut dan gemetaran! >
Aku membayangkan Yeerk yang pernah kulihat dalam bentuk
alaminya. Lalu sepasukan Helmacron mungil menginjak-injaknya.
Kurang-lebih seperti segerombolan semut di atas kotoran anjing. Aku
hampir-hampir tidak mampu menahan tawa.
menuju ke permukaan planet. Sensor kami menunjukkan ada satu
orang di dalam pesawat yang lebih kecil itu, orang yang membawa
tanda sensor spesifik energi morf!>
"Visser Three," kataku. "Dia menuju ke Bumi. Mungkin turun
untuk mengambil kotak biru. Maksudku, sumber kekuatan."
Pesawat Helmacron itu jelas tengah memburu mati-matian.
Kami melihat sebuah pesawat tempur Bug menurun ke atmosfer biru.
Garis pantai Bumi tampak di bawah kami.
Matahari akan terbenam. Garis kegelapan tengah berderap
melintasi bumi, semakin mendekati rumahku sendiri.
Tiba-tiba terlintas dalam benakku seberapa jauhnya aku dari
kehidupan yang kukenal. Bukan hanya bermil- mil, tapi juga dalam
meter dan inci. Orangtuaku bagai raksasa, monster setinggi gedung
pencakar langit. Marco dan aku, dan mungkin Tobias, sendirian di
alam semesta ini.
kita bisa melihatnya lebih dekat lagi?"
Layar tersentak saat gambar terfokus lebih dekat.
"Hei, lihat!" seruku. "Menarik sekali."
Aku bisa melihat segaris jalan kembar yang membentang di
dekat sekolah kami. Salah satu jalan yang dipenuhi restoran cepat-saji,
toko knalpot, bank, dan toko penyewaan video.
Sebuah restoran kosong yang telah ditinggalkan - seingatku
dulu namanya Denny's atau apa - berdiri agak terpisah, dikelilingi
areal parkir yang ditumbuhi rumput liar.
Pesawat Bug itu, tidak terlihat oleh mata manusia berkat
perisainya, tengah turun ke restoran kosong itu.
Saat kami mengawasi, atap restoran tiba-tiba membuka, tertarik
mundur bagai sepasang pintu geser.
Pesawat tempur Bug berisi Visser Three perlahan-lahan, dan
hati-hati, mendarat di bagian dalam gedung restoran itu. Atapnya
menutup di belakangnya. Dan pada saat itu sebuah limusin hitam
panjang menderit masuk ke areal parkir.
"Pintar sekali," kata Marco kagum.
"Gedung itu kosong," kataku kepada Helmacron. "Visser akan
berubah menjadi manusia dan meninggalkan tempat itu dengan
kendaraan hitam itu."
hingga dia terisak-isak dan mengemis untuk diizinkan tewas secara
terhormat.> "Uh-huh," kata Marco kering. "Kami sudah pernah
mencobanya." Chapter 19 Oh Yang Maha Agung, Pemimpin Paling Berani, kami berlutut di
depanmu, sekalipun kami bertahun-tahun cahaya Jauhnya. Tugas
kamilah untuk melaporkan bahwa pengkhianat Galaxy Blaster sudah
melarikan diri! Mereka sudah menangkap dua makhluk asing yang
merupakan tawanan kami dan melarikan diri! Meninggalkan kami,
para pejuangmu yang setia, bertempur melawan makhluk-makhluk
asing besar sambil mencari kotak biru yang mengandung energi morf.
- Dari catatan pesawat Helmacron, Planet Crusher
"INI seperti Lethal Weapon 5," kata Marco. "Hebat! Ini adegan
kejar-kejaran yang paling aneh."
Visser Three telah berubah menjadi manusia dan memasuki
limusinnya. Kami pernah melihatnya berbuat begitu sebelumnya.
Kurasa ia menyukai limusin karena di balik kaca gelap itu ia bisa
berubah dan berubah kembali tanpa terlihat.
Dan mungkin ia melakukan hal lain, yang lebih kejam, di sana.
Visser Three tidak bisa dikatakan ramah terhadap anak buahnya.
Limusin itu meluncur di sepanjang jalan kembar. Malam mulai
turun, dan lampu-lampu neon telah dinyalakan. Pantulan lengkunganlengkungan
keemasan dan peredam knalpot kuning besar menyelinap
pada lengkungan-lengkungan hitam limusin yang bagai berminyak.
Sebuah ambulans melolong lewat. Van-van mini penuh
orangtua dan anak-anak terus melaju menjajari mobil hitam yang
mengangkut makhluk paling berbahaya di Bumi. Atau di planet mana
pun. Kami melihat semuanya dengan jelas karena layar-layarnya ada
di sekeliling anjungan. Dan kami terbang mengikutinya, agak
menyamping dan sedikit di belakang limusin itu. Kami mungkin
berjarak sekitar satu meter dua puluh senti dari jendela sisi kanan
belakang. Tiba-tiba Galaxy Blaster tersentak keras ke kiri dan menembak.
TSEEEEW! TSEEEEW! Apa yang bagi kami tampak seperti berkas cahaya besar dan
padat menjulur ke jendela limusin. Tapi tentu saja jendela itu bagaikan
karang hitam yang halus bagi kami. Layar monitor Helmacron tidak
memperbesarnya - dinding-dinding tersebut menyurut. Menghilang.
Jadi saat berkas cahayanya melesat, berkas tersebut tampak seperti
rambut yang terang benderang tapi tipis.
para Helmacron bagaikan penggemar di pertandingan football saat
regunya telah mendapatkan nilai home run.
TSEEEW! TSEEEW!
Animorphs - 24 Perang Melawan Helmacron di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekali lagi terdengar sorak-sorai dan kegembiraan. Lalu jendela
limusin menurun. Seraut wajah manusia yang kebingungan memandang ke arah
kami. Visser Three! Kami mengetahui bentuk manusianya. Jelas
orang itu Visser Three. Bahkan dalam samaran manusianya, ia tidak
mampu menutupi kejahatan dalam dirinya.
Tapi ia tidak tampak begitu ketakutan, melainkan lebih tampak
kebingungan. Aku melihat mulut manusianya yang lebar membentuk
kata "Apa?" Dan lalu perlahan-lahan ekspresinya berubah tertegun.
"Helmacron?" kata mulut itu tanpa suara.
kepada kami. "Dia berkata, 'Helmacron"'"
dengan suara-pikiran. Dan dari mulut serangga kecil mereka yang
menjijikkan terdengar, "Neep! Neep! Neep!"
TSEEEW! TSEEEW! Galaxy Blaster menembak, dari jarak dekat, ke wajah yang
tengah terheran-heran itu.
Tangan manusia Visser Three menutupi wajahnya dan seketika
muncul dua bintik berdarah di sana. Ia menatap darah itu selama
beberapa detik, lalu matanya, yang menyala-nyala murka, memelototi
kami.
"Kau melihat tanpa daya dan gemetaran di sana?" bisikku
kepada Marco. "Tidak. Itu Yeerk yang murka."
Dan pada saat itulah kejar-mengejar ini berubah mematikan.
Limusin itu tiba-tiba menikung. Dinding baja dan kaca serta
wajah raksasa yang buas itu tiba-tiba melayang ke arah kami, tidak
terelakkan bagai gelombang tsunami.
Galaxy Blaster memutar balik mesinnya dan menjauh, tapi
nyaris saja. Aku melihat pemandangan aneh manusia bertubuh raksasa
muncul dari atap limusin.
"Atap matahari!" kata Marco. "Manusia-Pengendali keluar
melalui atap matahari."
Di tangan Pengendali itu terdapat sepucuk pistol. Dan aku benci
karena terus terobsesi dengan ukuran, tapi pistol yang diarahkan
kepada kami itu tampak seperti meriam. Meriam yang berhadapan
dengan senapan mainan bila dibandingkan dengan pesawat ini.
Kalian harus mengerti, tinggi kami hanya 1/16 inci. Peluru yang
melesat dari pistol itu mungkin sekitar sepuluh atau dua belas kali
lebih panjang dari tinggi badan kami saat ini.
BOOOOOM! Api menyambar dari laras pistol itu, bagai letusan kawah
gunung berapi. Dan peluru seukuran bus kota melayang lurus ke arah
Galaxy Blaster. Chapter 20 GALAXY BLASTER tersentak secepat kilat. Peluru terbesar di
alam semesta melesat lewat, menimbulkan tornado singkat dalam
perjalanannya.
Marco memandangku. Ia terguncang. Begitu pula aku.
TSEEEW! TSEEEW! BOOOOM! BOOOOOM! Limusin meliuk gila-gilaan. Pesawat kecil ini meliuk-liuk lebih
gila-gilaan lagi. Kami melayang ke atas limusin. Manusia-Pengendali berada
tepat di bawah kami, mengangkat pistolnya.
TSEEEW! Kami menembak dan pria itu menampar kepalanya dengan
jengkel. BOOOOM! Peluru berukuran ikan paus lainnya melesat lewat.
Tentu saja, sepanjang kejadian ini, Helmacron terus-menerus
melontarkan sorakan dan teriakan sinting mereka. Ancaman
berlebihan dan penghinaan membanjir tanpa henti.
Kemudian situasinya memburuk. Pesawat melayang di sisi
terjauh limusin. "Tidak, kalian idiot! Jangan melawan arus!" jerit Marco.
Melalui layar aku bisa melihat pemandangan mengerikan mobil
yang melaju lurus ke arah kami. Jenisnya semacam mobil sport. Setiap
jeruji kisi-kisinya yang mengilap kokoh bagaikan gedung pencakar
langit. "Naik!" jeritku.
Galaxy Blaster melesat turun. Tapi mobil itu meluncur ke arah
kami dengan kecepatan luar biasa. Bumpernya yang sepanjang garis
pantai memenuhi layar. Dan lalu, hanya selisih satu milimeter, kami menyelinap ke
bawahnya. Roda-roda melesat lewat. Angin melecut pesawat. Kami
terlontar keluar dari bawah bumper belakang.
Mobil lain berada tepat di depan kami. Tapi Helmacron telah
memutuskan bahwa perselisihan antara "naik" dan "turun" harus
segera diperbaiki. Pedang-pedang panjang berkelebat.
Aku mundur dan menyeret Marco, yang ketakutan sekaligus
terpesona. "Kita harus keluar dari sini," kataku. "Sekarang."
"Aku ikut. Tapi bagaimana caranya?"
"Kita harus berubah."
"Berubah" Mereka bisa melihat menembus kemampuan morf
kita. Kita berubah menjadi serigala atau apa pun, mereka akan
menembak kita!" "Ini masalah ukuran," kataku muram. "Kita tidak bisa memiliki
tubuh yang cukup besar untuk melawan mereka. Tapi kita bisa
mengecil." "Tidak, tidak, tidak, tidak," kata Marco sambil menggeleng.
"Tidak ada jalan lain."
"Kita bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi!"
"Kita harus mencari tahu."
Marco menggigil. "Jadi apa" Kutu?"
Aku menggeleng. "Kutu terlampau tidak terkendali. Lagi pula,
indranya lemah. Menurutku lalat. Lalat yang amat sangat kecil."
Ia mengangguk enggan, jelas merasa takut. Aku tidak bisa
menyalahkan dirinya. Kami pernah berubah menjadi lalat sebelumnya.
Tapi kali ini kami akan menuju dimensi yang tidak bisa dibayangkan
oleh satu pun dari kami. Ukuran dasar kami adalah 1/16 inci. Kalau kami berubah
menjadi lalat, kami akan menjadi lebih kecil secara proporsional.
Dan itu berarti sangat kecil.
Kupusatkan pikiranku, bahkan saat sorak-sorai meledak dari
para Helmacron. Aku memandang Marco. Ia tengah menyusut. Aku juga.
Aku melihat bulu-bulu kaku mencuat dari punggungnya. Aku
melihat kaki-kaki tengah terjulur dari dadanya diiringi suara basah.
Mulutnya terpuntir dan mulai terjulur. Lalu menjadi belalai pengisap
yang merupakan bagian dari mulut lalat.
Aku masih tetap memandangnya sewaktu mata lalat yang
menggembung dan bersisi banyak muncul di wajahnya.
Tepat pada saat itu, Helmacron terdekat menyadari apa yang
tengah terjadi.
Mereka mengepung kami. Tapi sekarang Helmacron menjadi
raksasa besar yang kikuk dan lamban. Mereka mengulurkan tangan
hendak menangkap kami, namun luput.
Dan kami terus menyusut. Chapter 21 KAMI menyusut ke lantai yang tampak seperti geladak yang
halus. Tapi seperti butiran tanah yang menjadi bebatuan saat pertama
kali kami menyusut, lantai logam yang halus berubah menjadi dataran
kasar berisi bentuk-bentuk yang aneh, ujung-ujung yang lancip, dan
tonjolan-tonjolan besar. Aku melihat semuanya melalui mata lalat. Seratus buah TV,
masing-masing memandang adegan yang sama dari sudut yang sedikit
berbeda. Warnanya aneh. Warna selalu tampak aneh bila kau berubah
menjadi lalat. Tapi sekarang aku melihat benda-benda yang tidak bisa
dilihat, bahkan oleh lalat biasa.
Satu tangan Helmacron raksasa menjulur dari langit untuk
menangkapku. Tapi saat tangan itu mendekat, aku menyusut semakin
lama semakin cepat. Dan pada saat tangan itu sudah sangat dekat, aku
tidak lagi memandang daging.
Aku tengah memandang isi masing-masing sel.
Dinding sel-sel itu tampak bergerak lambat. Semakin lama
semakin lambat. Saat kami semakin kecil, kami semakin cepat. Relatif
semakin cepat dan semakin kuat. Sama seperti sewaktu kami menjadi
manusia setinggi 1/16 inci.
Sel-sel jemari tangan Helmacron itu bagai bata-bata yang tidak
beraturan di sebuah dinding. Tapi bata-bata ini lebih besar daripada
kami. Jauh lebih besar. Beberapa lebih jernih, lebih tembus pandang daripada yang lain
dalam cahaya yang aneh. Beberapa aku bisa melihat isinya. Sel-sel
tersebut mirip kantong plastik sampah yang tembus pandang, berisi
agar-agar merah muda samar. Di agar-agar itu menjuntai seluruh
struktur sel-selnya - bagai koktil buah: sebuah inti yang besar, hanya
sedikit lebih gelap dibanding protoplasmanya, mitokondria, vacuole...
sebagai lalat terkecil yang pernah dibayangkan siapa pun. Kami
adalah lalat-lalat yang lebih kecil daripada sel kulit.
Ia benar. Mungkin.
jauh jarak jari itu sebenarnya, tapi bagi kami terasa cukup dekat. Kami
terbang dengan kecepatan yang mengejutkan dan mencengkeram
dinding sel-sel itu. Kaki-kaki lalatku mencengkeram dengan cukup
mudah, lalu perlahan-lahan dinding sel itu terangkat dari lantai.
Tapi sekarang, dengan membran sel berada tepat di bawah
kakiku, aku menyadari sesuatu yang sangat tidak mengenakkan.
molekul.> Aku merasa muak. Terpesona, tertegun, tapi muak.
ke balik permukaan sel yang bergetar, aku bisa melihat intinya mulai,
oh dengan begitu lambatnya, membelah diri.
sangat lambat. Dinding itu mendekati kami secara menyudut. Tapi
segaris kegelapan melintas di sana.
memperkirakan arah cahaya.
Aku memerlukan waktu sekitar tiga detik untuk
memikirkannya. Aku menggigil.
Kukepakkan sayap, dan bahkan dengan ukuran sekecil ini, lalat
benar-benar sesuai dengan reputasinya. Aku terbang. Bagai roket.
Terbang selalu merupakan kegiatan akrobatik, sekaligus cepat.
Mungkin semua ini hanya ilusi. Siapa yang tahu" Tidak ada
yang masuk akal pada skala ini. Tapi aku merasa seolah ada yang
mengikatkan roket ke punggung kami yang berbulu, dan menyulutnya.
Kami melesat di udara, menuju ke atas, turun, ke samping, ke
arah mana pun itu sebenarnya.
Kami berbalik di udara dan mendarat di permukaan baru.
Permukaan ini sangat mirip dengan jari. Tapi kami hanya bisa
berharap tempat ini lebih aman untuk jangka panjang.
Saat jari itu perlahan-lahan tertarik, kami memandang sekeliling
lokasi baru kami. Rasanya seperti dataran tanpa ujung yang benarbenar datar.
Tapi menjulang luar biasa tinggi di atas kami adalah
sebuah globe seukuran bulan hijau. Kami hanya bisa menduga
besarnya karena benda itu membentang ke segala arah. Kami hanya
bisa mengatakan permukaannya kasar, terbuat dari sel-sel yang
berwarna-warni, dan berbentuk elips.
Kami menengadah memandangnya sewaktu mata itu
memancarkan cahaya merah yang terang benderang. Aku bisa melihat
masing-masing kelopak menutup dengan cepat.
Tapi cahaya itu lebih dari sekadar cahaya.
Gelombang panas yang berputar bagai badai datang
menggelombang melintasi Dataran Agung kepala si Helmacron.
Dan dari seberang kepala rata Helmacron itu datang sesuatu
yang tidak akan pernah bisa dilihat mata manusia, setidaknya dengan
sedetail ini. Kurasa kami berdua seketika mengetahui benda apa itu. Tapi
benakmu tidak ingin mempercayai apa yang dilihatnya.
Kilasan itu adalah sinar dari senjata Dracon. Cahaya tetap saja
cahaya, tentu saja, dan sama cepatnya tidak peduli seberapa
Animorphs - 24 Perang Melawan Helmacron di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ukuranmu. Tapi saat gelombang energi yang menebar ke seluruh tubuh
terkena sinar Dracon, reaksi fisiologis sel-sel yang meledak
berhamburan berlangsung lebih lamban.
Ax pernah menjelaskan kepada kami bahwa ini merupakan
teknologi khas Yeerk. Pemusnah Andalite itu, yang teknologinya
digunakan Yeerk untuk mengembangkan sinar Dracon, seketika
menewaskan, tanpa rasa sakit.
Sinar Dracon telah dimodifikasi khusus untuk menghancurkan
dengan cara lebih lambat. Yeerk ingin musuh-musuh mereka
merasakan sakitnya saat sel-selnya meledak.
Dan sekarang, saat berdiri di sel-sel yang molekul-molekulnya
bergetar di bawah kaki-kaki lalat kami, kami melihat batas kehancuran
bergerak maju. Sel-sel meletup, meledak bagai geiser mini,
membengkak karena uap, merebus inti dan mitokondria, dan
membakar sitoplasma bagai serpihan granat.
Kukepakkan sayap-sayap lalatku dan melompat dari kulit
kepala itu tepat pada saat garis kehancuran bergulir di bawah kami.
Chapter 22 LAKSANA tornado, angin itu begitu panas hingga
menghanguskan sayap-sayap kami, menangkap kami, dan
melontarkan kami ke udara. Kami saling bentur satu sama lain dan
secara naluriah berpegangan, kaki-kaki lalat mencengkeram bulu-bulu
lalat. Kami terlontar bagai meteor, berguling-guling dan terlempar
tanpa kendali di udara. Di mana-mana terjadi kebakaran. Di mana-mana terdengar
keriuhan bagai dentuman drum bas. Kami berada dalam pusaran angin
yang bergerak sangat lambat tapi kekuatannya tidak terelakkan.
Kami pasti jatuh pingsan. Karena rasanya lama sesudah itu baru
kudengar suara-pikiran Marco.
sambil tetap berpegangan erat-erat pada tubuh lalat Marco dan
menganggap tubuhnya yang berbau busuk sebagai satu-satunya
keselamatan di dunia.
kata Marco. Namun begitu kami terus berpegangan erat-erat, hingga pelanpelan angin berhenti
bertiup dan panasnya, yang bagai tungku
peleburan, berkurang. Kekacauan gila itu mereda.
Kami akhirnya melepaskan diri dan terbang berdampingan di
udara. Apa kami masih berada di pesawat" Apa pesawatnya masih
ada" Sulit memastikan. Sejauh ini tidak terlihat apa pun.
Kami bisa berada di mana saja. Mungkin kami berada satu inci
di atas permukaan tanah atau seratus mil jauhnya. Atau berada dalam
jarak enam inci dari seseorang atau dari makhluk terakhir yang masih
Malaikat Pencabut Nyawa 2 Dewa Linglung 10 Rahasia Istana Kuno Misteri Pulau Neraka 11