Shogun Karya James Clavell Bagian 5
orang Belanda akan membinasakan mereka.
Omong kosong apa lagi ini! Katolik, Protestan Calvinis, Lutheris, semua taik kuda.
Mestinya kau lahir sebagai orang Katolik. Hanya nasiblah yang membawamu, ayahmu ke
Holland, di tempat mana dia bertemu dengan seorang wanita, Anneke van Droste, yang kcmudian menjadi isterinya dan di sana dia melihat orang Spanyol Katolik, Imam Spanyol dan
juga Pengadilan Orang Katolik bagi yang murtad, untuk pertama kali, Aku senang karena
matanya jadi terbuka, pikir Blackthorne. Dan aku senang mataku juga ikut terbuka.
Lalu Blackthorne melangkah ke geladak. Rodrigues sedang duduk di kursi nakhoda,
matanya merah karen kurang tidur, tampak dua pelaut Jepang pada geladak seperti
sebelumnya. "Kau mau aku menggantikanmu berjaga?"
"Bagaimana keadaanmu, Inggris?"
"Segar. Bisa aku ambil-alih tugas jagamu ini Blackthorne melihat Rodrigues mengukur
kemampuanya. "Kau akan kubangunkan kalau angin berubah arah"atau kalau ada kejadian
apa saja." James Clavell BUKU PERTAMA 187 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Terimakasih, Inggris. Aku akan tidur sebentar. Pertahankan arah ini. Begitu ada
putaran, berlayarlah empat derajat ke barat dan pada putaran berikut enam derajat ke barat.
Nanti kau harus menunjukkan arah baru di kompas pada jurumudi. Wakarimasu ka?"
"Hai!" Blackthome tertawa. "Empat derajat ke barat. Pergilah ke bawah, Pilot, tempat
tidurmu cukup nyaman."
Tapi Vasco Rodrigues tidak pergi ke bawah. Dia hanya melekatkan jubah lautnya lebih
erat lagi ke badan dan menyuruk lebih dalam lagi pada kursi nakhodanya. Tepat sebelum
jam pasimya berputar, dia terbangun sejenak dan serta-merta tidur kembali. Sekali, waktu
angin berbalik, dia terjaga dan sesudahnya, waktu dilihatnya tak ada bahaya apa-apa,
kembali dia tertidur. Hiromatsu dan Yabu naik ke geladak pagi itu. Blackthorne melihat rasa terkejut pada
wajah mereka sewaktu mereka melihat bahwa dialah yang mengemudikan kapal itu sedang
Rodrigues nyenyak tertidur di kursi nakhoda. Keduanya tak berbicara dengannya, tapi
meneruskan kembali pembicaraannya, dan sesudahnya, mereka turun lagi.
Ketika hampir tengah hari Rodrigues bangun dari kursi nakhoda dan menatap arah
timur laut, mencium angin, pokoknya semua inderanya dipusatkan. Kedua nakhoda itu
mengamati air laut, langit dan gugusan awan yang mulai datang mendekat.
"Apa yang akan kau lakukan. Inggris, kalau ini kapalmu?" tanya Rodrigues lagi.
"Aku akan cepat-cepat mencari pantai sekiranya aku tahu letaknya di mana"pokoknya
titik yang terdekat. Rakit yang sedang kita tumpangi ini tak bisa menampung air banyak dan
tampaknya akan ada badai. Kirakira empat jam lagi."
"Tak mungkin tai-fun," gumam Rodrigues.
"Apa?" "Tai-fun. Angin topan"badai terjahat yang tak pernah kaulihat. Tapi kita bukan dalam
musim tai-fun." "Kapan itu?" "Kapan itu" Pokoknya bukan sekarang brengsek." Rodrigues tertawa. "Bukan, bukan
sekarang. Tapi dia memang bisa datang seenaknya jadi baiknya kuturuti saja nasehatmu
yang brengsek itu. Kemudikan ke utarabarat."
Sementara Blackthorne menunjukkan arah yang baru dan jurumudi membelokkan kapal
dengan lembut, Rodrigues melangkah ke pagar kapal dan berteriak pada kaptennya, "Isogi!
James Clavell BUKU PERTAMA 188 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Kapten-san. Wakarimasu ka?"
"Isogi! Hai!" "Apa itu" Cepat?"
Kelopak mata Rodrigues tampak berkedip, mengajak berkelakar "Tak ada bahayanya
kita mengetahui bahasa Jepang sedikit, eh" Tentu Inggris, "Isogi' artinya cepat. Yang kau
perlukan di sini hanya sepuluh kata dan kau akan membuat orang-orang tak berguna itu
berak darah, kalau kau mau. Tapi sudah barang tentu kalau yang kau ucapkan adalah kata
yang benar dan disaat yang tepat. Aku akan turun ke bawah sekarang dan mengambil
makanan sedikit." "Kau bisa masak juga?"
"Di negeri Jepang, setiap orang beradab harus memasak, atau paling tidak dia harus bisa
melatih salah seorang monyet-monyetnya buat memasak, atau kau mati kelaparan. Semua
yang mereka makan cuma ikan mentah, sayur-mayur mentah dalam acar cuka manis. Tapi
hidup di sini bisa seperti nirwana kalau kau tahu bagaimana caranya."
"Nirwana-nya bagus jelek?"
"Umumnya bagus, tapi ada juga yang jelek."
"Semuanya tergantung bagaimana perasaanmu dan kau terlalu banyak bertanya."
Rodrigues melangkah turun. Dipalangnya pintu kabin dan dengan teliti diperiksanya
anak kuncinya pada kotak penghisap pipanya. Rambut yang telah diletakkannya dengan
begitu teliti masih ada di sana. Dan rambut yang serupa, yang sama tak terlihat oleh orang
lain, kecuali dirinya sendiri, yang diletakkan pada sampul buku pedoman nakhoda miliknya,
juga tak tersentuh. Kau tak dapat terlalu berhati-hati di dunia ini, pikir Rodrigues. Adakah bahayanya
kalau dia mengetahui kau ini sebenarnya pilot Nao del Trato, Kapal Hitam terbesar tahun
ini dari Macao" Boleh jadi. Karena itulah kau harus menerangkan bahwa kapal itu adalah
salah satu kapal terkaya dan terbesar di dunia, lebih dari seribu enam ratus ton. Mungkin
kau juga akan tergoda untuk menceritakan padanya tentang muatannya, usaha dagangnya
dan tentang Macao dengan segenap penjelasan yang sangat pribadi sifatnya dan sangatsangat rahasia. Tapi kini kita sedang berperang melawan Inggris dan Belanda.
Diputarnya anak kunci yang telah diminyaki dengan baik itu dan dikeluarkannya buku
pedoman nakhoda pribadinya untuk mencocokkan segala hal yang berhubungan dengan
James Clavell BUKU PERTAMA 189 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
tempat pendaratan terdekat dan matanya menangkap bungkusan yang masih bersegel yang
telah diberikan oleh Pater Sebastio itu padanya tepat sebelum mereka meninggalkan Anjiro.
Apakah isinya termasuk buku pedoman nakhoda Inggris itu" tanya Rodrigues lagi pada
diri sendiri. Ditimbang-timbangnya berat bungkusan itu, dan matanya menatap segel Jesuit, dia
bernafsu untuk merobek dan melihatnya sendiri. Blackthorne telah menceritakan padanya
tentang armada Belanda yang datang lewat selat Magelhaens dan hal-hal kecil lainnya. Si
Inggris mengajukan segudang pertanyaan tapi tak mau menjelaskan apa-apa sedikit pun,
pikir Rodrigues. Dia licik, cerdik dan berbahaya.
Apakah semuanya itu buku-buku pedoman nakhoda atau bukan" Sekiranya ya, apa
guna buku-buku tersebut bagi imam-imam suci itu"
Rodrigues gemetar memikirkan kaum Jesuit dan Fransiskan dan Dominikan dan
segenap biarawan dan imam dan pengadilan Katolik bagi orang-orang murtad.
Ada imam yang baik dan jahat. Tapi kebanyakan dari mereka jahat, meskipun mereka
tetap imam. Gereja harus memiliki imam dan tanpa mereka yang bertindak sebagai juru
penengah bagi kita, kapal kita akan hilang di dunia iblis. Oh, Madonna, lindungi aku dari
segenap iblis dan imam-imam jahat!
Rodrigues sedang berada di kabin bersama Blackthorne di pelabuhan Anjiro waktu
pintu terbuka dan Pater Sebastio melangkah masuk tanpa dipersilakan. Kedua nakhoda itu
tengah makan-minum dan sisa-sisa makanan mereka ada di dalam mangkuk-mangkuk kayu.
"Anda membagi roti pada orang murtad?" tanya imam itu. "Berbahaya makan
bersamanya. Penyakit mereka infeksi. Apakah dia menceritakan pada anda dia itu bajak
laut?" "Hanya orang Kristen yang bisa bersikap ksatria terhadap musuhnya, Pater. Waktu saya
ditawan mereka dulu, mereka bersikap adil terhadap saya. Saya hanya membalas amal
mereka." Rodrigues berlutut dan mencium salib imam itu. Lalu dia bangun kembali dan
menawarkan arak sambil berkata, "Bagaimana caranya saya bisa membantu anda?"
"Saya ingin ke Osaka. Bersama kapal ini."
"Akan saya tanyakan pada mereka sekarang juga." Rodrigues pergi dan bertanya pada
kaptennya. Permohonan kemudian diteruskan pada Toda Hiromatsu yang menjawab bahwa
Toranaga tak mengatakan apa-apa tentang acara membawa-serta seorang imam asing dari
James Clavell BUKU PERTAMA 190 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Anjiro. Jadi, dengan menyesal dia tak dapat mengikut sertakan imam dari Anjiro.
Pater Sebastio ingin berbicara dari hati ke hati dengan Rodrigues, jadi Blackthorne
diminta ke geladak dan sesudahnya, dalam keheningan kabin, imam itu mengeluarkan
bungkusan yang disegel. "Saya ingin anda menyampaikan ini pada Pater-Tamu."
"Saya tak tahu apakah Uskup Yang Mulia masih akan berada di Osaka kalau saya tiba di
sana." Rodrigues tak senang dijadikan pembawa pesan rahasia Jesuit. "Saya mungkin harus
kembali ke Nagasaki. Kapten-Jenderal mungkin sudah meninggalkan pesan-pesan buat
saya." "Kalau begitu, berikan saja pada Pater Alvito. Pastikan anda yang menyerahkannya
langsung ke tangannya."
"Baiklah," sahut Rodrigues.
"Kapan pengakuanmu yang terakhir, nak?"
"Hari Minggu yang lalu, Pater."
"Anda mau mengaku dosa sekarang"
"Ya, terima kasih." Rodrigues merasa bersyukur karena imam itu justru menanyakannya,
sebab kita tak pernah tahu kalau hidup kita tergantung pada laut, dan sesudah pengakuan,
Rodrigues selalu merasa lebih tenang, seperti biasa.
Kini di dalam kabin, Rodrigues meletakkan kembali bungkusan itu, masih tergoda
untuk membukanya. Mengapa Pater Alvito" Pater Malvin Alvito adalah kepala penghubung
perdagangan dan juru-bahasa Taiko selama bertahun-tahun dan karenanya memiliki
hubungan erat dengan kebanyakan daimyo berpengaruh. Pater Alvito kerap mondar-mandir
antara Nagasaki dan Osaka dan merupakan salah seorang di antara sejumlah orang, dan
satu-satunya orang Eropa yang dapat berhubungan dengan Taiko setiap saat"orang yang
luar biasa pandai, yang mampu berbicara bahasa Jepang dengan baik dan tahu lebih banyak
tentang mereka dan cara hidupnya daripada siapa saja di Asia ini. Kini dia adalah
penghubung kepentingan Portugis yang paling berpengaruh terhadap Dewan Bupati,
terhadap Ishido dan Toranaga khususnya.
Percayalah pada orang-orang Jesuit yang telah berhasil menempatkan salah seorang
anggotanya pada kedudukan penting seperti itu, pikir Rodrigues dengan kagum. Sudah
James Clavell BUKU PERTAMA 191 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
barang tentu kalau bukan karena Serikat Jesus itu, gelombang kemurtadan takkan pernah
berhenti. Portugis dan Spanyol mungkin akan menjadi Protestan, dan kehilangan keabadian
jiwa kita untuk selamanya, Madonna!
"Mengapa kau selalu menanyakan imam-imam itu?" Rodrigues menanyakan dirnya
sendiri keras-keras. Kau tahu, itu membuatmu gugup!' Ya. Sekalipun begitu, mengapa harus
Pater Alvito" Jika bungkusan itu berisi buku pedoman nakhoda, apakah itu akan dikirimkan
pada salah seorang daimyo Kristen" Apakah untuk Ishido" Atau untuk Toranaga" Atau
untuk Pater-Tamu sendiri" Atau apakah mungkin untuk Kapten-Jenderal" Untuk Roma"
Untuk Spanyol" Tapi mengapa harus Pater Alvito yang mengirimnya" Pater Sebastio dapat
dengan mudah menyuruh menyampaikannya melalui salah seorang Jesuit lainnya. Dan
mengapa Toranaga menginginkan si Inggris"
Dalam hati kecilku aku tahu, aku harus membunuh Blackthorne. Dia itu musuh, dia
pembelot. Tapi, masih ada hal lain. Aku punya perasaan si Inggris ini berbahaya buat kita
semua. Mengapa aku harus berpikir begitu" Dia kan pilot, pilot hebat, kuat, cerdas. Lelaki
yang baik. Tak ada yang patut dikhawatirkan. Jadi mengapa aku takut" Apakah dia jahat"
Aku senang padanya, tapi kurasa aku harus membunuhnya secepatnya"lebih cepat, lebih
baik. Tapi bukan karena dendam. Hanya untuk melindungi diri kita sendiri. Mengapa"
Aku takut padanya. Apa yang harus dikerjakan" Serahkan saja ke tangan , Tuhan" Badai akan segera datang
dan yang satu ini pasti hebat.
"Terkutuklah diri dan otakku yang bebal! Mengapa aku tak tahu apa yang bisa
dilakukan dengan gampang?"
Badai itu datang sebelum matahari terbenam dan melemparkan kapal mereka jauh ke
tengah laut. Daratan hanya sepuluh mil lagi. Teluk yang mereka tuju memang cukup
terlindung dan cukup mematikan, saat mereka sejajar dengan cakrawala. Tak ada beting
ataupun batu karang yang harus dilayani tapi apa pun yang namanya keselamatan, sepuluh
mil adalah sepuluh mil dan gelombang laut cepat pasang, dihalau oleh angin yang membawa
hujan deras. Topan itu muncul dari timur laut, pada lambung kanan kapal, dan kapal tiba-tiba
membelok tajam waktu hembusan angin keras berputar dari sebelah timur atau ke sebelah
utara tanpa arah, laut terlihat suram. Kapal berlayar ke barat daya hingga hampir seluruh
James Clavell BUKU PERTAMA 192 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sisinya ikut terkena gelombang besar yang bergulung-gulung tanpa ampun, jadi kini sesekali
mereka terhempas ke dalam palung, sesekali berada di permukaan, dengan goncangan yang
memuakkan. Kapal itu dirancang untuk menghindari tempat-tempat dangkal dan khusus
dibuat untuk melayani perairan yang dalam tapi dengan laut yang ramah, sehingga,
sekalipun para pendayungnya punya keberanian dan amat berdisiplin, namun dalam keadaan
seperti ini mereka tetap sukar untuk menahan dayung-dayungnya dalam di air lalu mengangkatnya kembali seperti biasa.
"Perintahkan mereka menyimpan dayung-dayung dan berlayarlah melawan angin!"
teriak Blackthorne. "Nanti saja! Jangan sekarang! Di mana pelirmu, Inggris?"
"Di tempatnya, demi Tuhan, atau di mana saja aku mau dia tetap ada!"
Kedua lelaki itu tahu bahwa sekiranya mereka berbalik menentang angin, mereka
takkan pernah bisa maju karena diterpa badai dan angin akan menyeret mereka ke luar dari
tempat terlindung dan menghanyutkan mereka ke laut luas. Sebaliknya, jika mereka berlayar
mengikuti angin, air pasang dan angin juga akan menyeret mereka dari tempat terlindung
dan terus menghanyutkan mereka ke laut terbuka seperti sebelumnya, hanya lebih cepat. Di
sebelah selatan ada gelombang besar. Dan sama sekali tak ada daratan di sebelah sana, untuk
seribu mil, atau kalau kita bernasib jelek, mungkin untuk empat ribu mil bahkan lebih.
Sekarang mereka sudah mengikat tali penyelamat ke badan masing-masing yang kadangkadang ikut meliliti rumah kompas dan mereka senang masih ada bendabenda itu sementara
geladak dilanda kegelapan dan berguncang-guncang. Berkat tali itu mereka semua dapat
menggelantung pada lambung perahu, mengikutinya berlayar.
Sementara itu belum ada air yang masuk. Kapal itu sendiri sarat muatan dan karenanya
berlayar di atas air lebih rendah daripada kapal lainnya yang bernasib serupa. Sementara itu
Rodrigues telah mempersiapkan diri dengan layak selama jam-jam penantian. Segala sesuatu
telah dipersiapkan untuk menghadapi cuaca buruk, para awak kapal pun telah
diperingatkannya. Hiromatsu dan Yabu mengatakan bahwa mereka akan tinggal di bawah.untuk sesaat
dan akan kembali lagi ke geladak kalau mereka anggap saatnya tiba. Rodrigues saat itu
hanya mengangkat bahu sambil memberitahukan mereka dengan jelas bahwa hal itu
berbahaya. Dia yakin mereka tak mengerti.
James Clavell BUKU PERTAMA 193 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Apa yang akan mereka lakukan?" tanya Blackthorne.
"Siapa yang tahu, Inggris" Tapi aku jamin mereka tak akan menangis ketakutan."
Jauh di geladak utama sana, para pendayung tengah bekerja keras. Biasanya ada dua
orang pada setiap dayung tapi Rodrigues telah memerintahkan tiga orang untuk menambah
kekuatan, keamanan dan kecepatan. Yang lainnya tengah menunggu di bawah geladak untuk menggantikan para pendayung tersebut begitu Rodrigues memberi perintah. Di geladak
depan, kapten pendayung menyelaraskan irama dayungnya dengan alun gelombang. Kapal
itu masih tetap berlayar maju, sekalipun setiap saat guncangan tetap terasa dari sisi ke sisi
dan untuk kembali menjadi tenang terasa lebih lambat. Kemudian angin kencang semakin
tak menentu dan sempat mengacaukan kapten para pendayung dari irama dayungnya.
"Awas di depan!" Blackthorne dan Rodrigues berteriak hampir berbareng. Kapal itu
berguncang ke kanan ke kiri, membuat orang mual, serentak duapuluh pendayung
merasakan dayungnya mengudara dan bukannya di laut dan segera terjadi suasana kacaubalau di kapal. Ombak panjang pertama mulai menghantam dan bibir perahu bagian kanan
mulai disapu air. Mereka yang di atas menggelepar. "Ke depan," perintah Rodrigues.
"Simpan separuh dayung pada setiap sisi kapal! Madonna, cepat-cepat!"
Blackthorne sadar bahwa tanpa tali penyelamat dia dengan mudah dapat terlempar ke
luar kapal. Tapi dayung-dayung itu memang harus disimpan dahulu ke dalam kelitinya,
kalau tidak pasti hilang. Segera Blackthorne melepaskan talinya dan meraba-raba sepanjang
Shogun Karya James Clavell di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
geladak yang licin dan terombang-ambing miring, lalu menuruni tangga geladak belakang
menuju ke geladak utama. Sekonyong-konyong kapal itu menukik dan Blackthorne
terpuruk ke bawah, terseret sejumlah pendayung yang juga sudah melepaskan tali
penyelamatnya, mengikuti perintah untuk menyimpan dayung-dayung ke dalam keliti.
Pinggir geladak atas sudah dibanjiri air dan satu orang sudah terlempar ke laut. Blackthorne
sendiri hampir terlempar. Untung sebelah tangannya menapak pinggir geladak atas, urat
daging tumitnya dirasakannya melebar, tapi genggaman tangannya tetap kuat, dan sebelah
tangannya yang lain berhasil mencapai pagar besi kapal, dan sambil terbatuk-batuk,
Blackthorne berusaha tegak kembali. Kedua kakinya berhasil menyentuh geladak, dia
menggoyanggoyangkan badannya sambil bersyukur pada Tuhan, dan mulai berpikir, baru
saja terbang nyawamu yang ketujuh. Alban Caradoc, gurunya yang hebat itu, selalu berkata,
"Pilot yang baik harus selalu sama seperti kucing. Bedanya, pilot itu harus punya paling
James Clavell BUKU PERTAMA 194 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sedikit sepuluh nyawa, sedangkan kucing cuma sembilan."
Seseorang tiba-tiba jatuh dekat kakinya dan Blackthorne merenggutnya dari
cengkeraman air laut. Memeganginya hingga dia selamat, kemudian membantunya kembali
ke tempatnya. Blackthorne menoleh ke geladak belakang untuk menyumpahi Rodrigues
yang telah membiarkan kemudi terlepas dari genggamannya. Rodrigues melambaikan
tangan, menunjuk dan berteriak, tapi teriakannya tertelan hujan badai. Blackthorne melihat
arah kapal itu sudah berubah. Kini mereka hampir menentang angin sepenuhnya, dan
Blackthorne tahu belokan kapal memang sudah direncanakan sebelumnya. Bijaksana,
pikirnya, bisa memberikan kita waktu untuk menyusun diri lagi, tapi bangsat Rodrigues itu
mestinya bisa memperingatkanku sebelumnya. Aku tak mau kehilangan nyawaku secara percuma.
Blackthorne balas melambai dan menyibukkan diri ke dalam tugas untuk mengatur para
pendayung. Semua dayung sudah diangkat ke atas, kecuali dua dayung terdepan, untuk
menjaga kapal itu tetap mantap dalam menentang angin. Dengan isyarat dan teriakan,
Blackthorne berhasil menyuruh mereka menyimpan dayung-dayungnya, melipatgandakan
jumlah mereka yang tengah bekerja dan kembali lagi ke buritan. Orang-orang itu umumnya
pandai mengekang diri dan sekalipun ada beberapa yang sakit, mereka tetap berada di
tempatnya masing-masing menunggu perintah selanjutnya.
Teluk yang dituju sebenarnya sudah semakin dekat, namun tampak seperti masih
empat-ribu mil jauhnya. Di sebelah timur laut, langit terlihat gelap. Hujan mencambuk
mereka dan hembusan angin makin kuat. Di Erasmus, Blackthorne tak perlu khawatir
seperti sekarang, sebab dia dengan mudah dapat membuang sauh atau berputar kembali
secara serampangan ke arah semula menuju ke tempat pendaratan yang telah diketahuinya.
Erasmus memang dibuat dan dilengkapi dengan layar khusus untuk berlayar dalam cuaca
buruk. Kapal ini tidak. "Bagaimana pendapatmu, Inggris?"
"Kerjakan saja apa yang kau suka, apa pun pendapatku," Blackthorne berteriak di
tengah angin. "Tapi dia takkan bisa menampung air terlalu banyak, dan kita bisa terbenam
ke bawah seperti batu, dan kalau aku maju ke depan lagi, cukup kau katakan kau tengah
membiarkan lonte ini menentang angin. Lebih baik lagi kau tetap mengikuti arah angin,
sementara aku mengenakan tali penyelamatku dan tentu kita berdua akan mencapai
James Clavell BUKU PERTAMA 195 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
pelabuhan." "Itu benar-benar campur tangan Tuhan, Inggris. Aku tak tahu ada ombak besar
memukul pantatnya." "Dia hampir melemparkanku ke laut."
"Aku tahu." Blackthorne tengah mengira-ngira seberapa jauh kapal mereka dihanyutkan badai.
"Kalau kita tetap mengambil arah ini, kita takkan pernah mencapai teluk. Kita akan tersapu
melewati tanjung, satu mil atau lebih."
"Aku akan tetap berlayar begini. Begitu waktunya aku anggap tepat, aku belokkan dia
ke pesisir. Kau bisa berenang?"
"Ya." "Bagus. Aku tak pernah belajar. Terlalu berbahaya. Lebih baik cepat tenggelam
daripada tenggelam lambat-lambat, eh?" Tanpa sengaja Rodrigues terlihat gemetaran.
"Madonna, berkatilah aku, lindungi aku dari kuburan air! Kapal babi lonte ini akan menuju
pelabuhan malam ini. Harus. Hidungku bilang kalau kita memutar haluan dan berlayar
cepat, kita akan menggelepar. Kita terlalu berat."
"Buatlah lebih ringan. Lemparkan muatannya ke laut."
"Raja Toady itu tak pernah mau setuju. Dia harus tiba dengan muatan itu atau dia lebih
baik takkan pernah tiba samasekali."
"Tanya padanya."
"Madonna, apa kau tuli" Sudah kukatakan sebelumnya! Aku tahu dia takkan setuju!"
Rodrigues menghampiri jurumudi lebih dekat lagi dan menyakinkannya bahwa mereka
harus terus berlayar menentang angin tanpa gagal sedikit pun.
"Awasi mereka, Inggris! Kau yang pegang kemudi!" Rodrigues melepaskan tali
penyelamatnya dan menuruni tangga geladak dengan langkah pasti. Para pendayung hanya
mengawasinya lekat-lekat sementara dia melangkah ke Kapten-san kapal itu di geladak
belakang atas untuk menjelaskan dengan bahasa isyarat dan kata mengenai rencana yang ada
dalam pikirannya. Hiro-Matsu dan Yabu datang ke geladak. Kapten-san menjelaskan
rencana itu pada keduanya. Kedua lelaki itu tampak pucat tapi tetap tenang dan tak ada yang
muntah. Mereka menatap ke arah pesisir lewat : curah hujan, mengangkat bahunya dan
kembali ke bawah lagi. James Clavell BUKU PERTAMA 196 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Blackthorne memperhatikan tanjung yang melindungi pelabuhan. Dia sadar rencana itu
berbahaya. Mereka harus menunggu dulu sampai mereka melewati ujungnya yang terdekat,
dan sesudahnya berusaha melepaskan diri dari cengkeraman angin, memutar ke arah baratdaya dan memacu kapal demi hidup mereka. Layar takkan menolong. Satu-satunya yang
dapat menolong hanyalah kekuatan mereka semata. Sisi selatan tanjung dipenuhi gugusan
batu besar dan batu karang. Seandainya mereka salah menghitung waktu yang tempat, kapal
akan terseret ke sana dan pecah.
"Inggris, ke depan!" Portugis itu memberi isyarat padanya.
Blackthorne maju ke muka.
"Bagaimana-dengan layar?" teriak Rodrigues.
"Jangan! Layar-layar itu akan lebih cepat membuat kita mampus."
"Kau tetap di sana kalau begitu. Kalau kapten pendayung itu sampai gagal atau dia
terlempar ke laut, kau yang menggantikan. Bagaimana?"
"Aku tak pernah naik kapal seperti ini sebelumnya. Aku belum pernah memukul
genderang. Tapi akan kucoba."
Rodrigues menatap ke arah daratan. Tanjung itu timbul tenggelam dalam hujan badai
yang semakin menggila. Dalam sekejap Rodrigues sudah dipaksa menolong dirinya sendiri.
Air laut semakin mengganas dan buih di puncak-puncak ombak sudah beterbangan. Perlombaan mencapai tepian tanjung terlihat kejam. Yang satu ini bisa jorok, pikimya, lalu dia
meludah dan mengambil keputusan.
"Ke atas sana, Inggris. Pegang kemudi. Begitu aku beri tanda, putar ke barat - barat
daya ke sebelas seperempat derajat. Mengerti?"
"Ya." "Jangan ragu-ragu, pertahankan arahnya. Awasi aku baik-baik. Tanda begini artinya
terus ke kanan sampai habis, kalau begini ke kiri, kalau begini teruskan begitu."
"Baiklah." "Demi Perawan Maria, apa kau mau memperhatikan dan mematuhi semua perintahku
atau tidak?" "Kau menginginkan aku mengambilalih kemudi atau tidak?"
Rodrigues tahu bahwa dia terjebak. "Seharusnya aku mempercayaimu, Inggris, tapi aku
benci itu. Ke belakang sana," ujarnya lagi. Dilihatnya Blackthorne membaca apa yang
James Clavell BUKU PERTAMA 197 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
tersirat dalam matanya dan melangkah pergi. Lalu Rodrigues berubah pikirannya dan berteriak di belakangnya, "Hai, kau, bajak-laut sial! Tuhan menyertaimu!"
Blackthorne memutar badannya dengan hati bersyukur. "Dan kau juga, Spanyol!"
"Kencingi semua orang Spanyol dan hidup Portugis!"
"Bagus. Terus begitu!"
Mereka berhasil mencapai pelabuhan tapi tanpa Rodrigues. Dia terlempar ke laut waktu
sedang melepas tali penyelamatnya.
Saat itu kapal mereka hampir selamat, waktu gelombang besar muncul dari sebelah
utara dan, sekalipun kapal itu telah tergenang begitu banyak air dan telahkehilangan kapten
bangsa Jepang dan kini sekali lagi mereka dicuci air laut, dihempaskan ke belakang, ke arah
pesisir yang dijejali batu.
Blackthorne melihat Rodrigues terlempar dan hanya bisa melihatnya terengah-engah
dan meronta-ronta dalam gelombang air laut. Badai dan air pasang ternyata telah menyeret
kapal mereka terlalu jauh ke selatan teluk dan mereka hampir menabrak batu karang, semua
yang di kapal tahu bahwasanya mereka tersesat.
Sementara Rodrigues terhanyut ke sisi, Blackthorne melemparkan ban kayu
penyelamat. Portugis ini berusaha meraihnya, namun air laut merenggutnya dari
jangkauannya. Sepotong dayung menabrak badannya dan langsung digenggamnya. Curah
hujan menghujaninya tanpa ampun dan yang terakhir kali dilihat Blackthorne adalah
sebelah lengan Rodrigues, pecahan dayung dan tepat di depan, amukan badai yang menggila
pada pesisir yang kesakitan. Sebenarnya Blackthorne masih sanggup menyelam di air laut,
berenang ke arah Rodrigues dan menyelamatkannya, mungkin, masih ada waktu, mungkin,
tapi kewajiban terakhirnya adalah menyelamatkan kapal dan kewajiban terakhirnya adalah
kapalnya dan kapalnya kini tengah terancam bahaya.
Jadi kapalnya berbalik membelakangi Rodrigues.
Gelombang itu juga telah membawa pergi sejumlah pendayung, tetapi yang lainnya
segera mengisi tempattempat yang kosong. Seorang mualim secara perkasa melepaskan tali
penyelamatnya. Dia melompat ke geladak depan, berjuang keras untuk menenangkan diri
sendiri, lalu kembali memukul irama genderang. Pemimpin pemberi aba-aba mulai
melaksanakan tugasnya, para pendayung kelihatan berusaha mengatur diri mengatasi
kekacau-balauan. James Clavell BUKU PERTAMA 198 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Isogiiiii!" Blackthorne berteriak, mengingat-ingat arti kata itu. Ditindihkannya
badannya pada celaga* agar kapal memperoleh angin lebih banyak, lalu melangkah ke pagar
kapal dan memberi aba-aba mendayung, meneriakkan satu-dua-satu-dua, mencoba
menggugah semangat awak kapal.
"Ayo, bangsat, tariiiiiiik!" Blackthorne kembali berteriak, kapal itu mungkin berhadapan
dengan batu karang, tapi yang pasti sekarang mereka sudah berada di belakang, di kiri dan
kanan batu karang. Dayungdayung sudah masuk dalam-dalam dan dikayuh sekuat tenaga,
namun kapal itu tak bergerak ke arah yang dituju, padahal angin dan air pasang tengah
berlaga menyeret kapal itu ke belakang.
"Ayo, dayung lagi, bangsat!" Blackthorne kembali berteriak, tangannya menghitung
irama. Para pendayung tampaknya memperoleh kekuatan daripadanya.
Mula-mula mereka hanya menahan dayung-dayung melawan arus, kemudian mareka
berhasil menaklukkannya. Kapal itu mulai menjauh dari batu karang. Blackthorne mempertahankan arah ke pesisir
yang terlindung. Dalam sekejap mereka sudah berada di perairan yang lebih tenang. Masih
ada angin badai, memang, tapi sudah terlampaui. Masih ada hujan badai, memang, tapi
sudah di luar perairan. "Lemparkan jangkar ke kanan!"
Tak seorang pun memahami kata-katanya tapi semua awak kapal itu tahu apa yang
diinginkan Blackthorne. Mereka semua bergegas melaksanakan perintahnya. Jangkar
dibuang ke salah satu sisi. Blackthorne membiarkan kapal itu menyimpang sedikit dari
haluannya, untuk menguji kemantapan dasar laut, si mualim dan para pendayung semua
dapat memahami siasatnya.
"Lemparkan jangkar ke kiri!"
Waktu kapal itu sudah aman, Blackthorne memandangi geladak belakang.
Garis pesisir yang kasar itu hampir tak terlihat dalam curah hujan. Blackthorne
mengira-ngira kedalaman laut dan mempertimbangkan beberapa kemungkinan.
Buku pedoman nakhoda milik Portugis itu ada di bawah, pikirnya, lega. Aku dapat
mengemudikannya kembali ke Anjiro. Tapi apakah kau benar, kalau tidak mematuhi
perintahnya" Aku tidak melanggar perintah Rodrigues. Aku saat itu ada di geladak
James Clavell BUKU PERTAMA 199 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
belakang. Sendirian. "Putar ke selatan," teriak Rodrigues waktu angin dan air pasang tengah mengancam
untuk menyeret mereka ke dekat batu karang. "Balik dan berlayar di depan angin !"
"Tidak!" Blackthorne balas berteriak, merasa yakin bahwa peluang satu-satunya adalah
mencoba mencapai pelabuhan dan bahwa di lautan lepas mereka akan menggelepar payah.
"Kita bisa mencapainya!"
"Terkutuklah kau, kau membunuh kita semua!"
Tapi aku tak membunuh siapa pun, pikir Blackthorne. Rodrigues, kau sendiri tahu dan
aku juga tahu ' bahwa sudah jadi tanggungjawabku mengambil keputusan"sekiranya masih
ada waktu buat memutuskan. Aku benar. Kapal ini sudah aman. Tak ada persoalan apa-apa
lagi. Blackthorne memberi isyarat pada si mualim, yang bergegas datang dari geladak depan.
Kedua jurumudi telah jatuh pingsan, tangan dan kaki mereka hampir terlepas dari sendinya.
Para pendayung juga sudah seperti mayat, terkapar tak berdaya di atas dayung-dayungnya.
Yang lainnya melangkah lemah dari bawah untuk membantu. Hiromatsu dan Yabu,
keduanya nyata amat tergoncang, dibantu naik ke geladak, tapi begitu tiba di geladak, kedua
daimyo tersebut hanya sanggup berdiri tegak.
"Hai, Anjin-san?" tanya si mualim. Dia lelaki setengah baya bergigi putih yang masih
kuat dan wajah lebar yang kenyang diterpa hujan dan angin. Seberkas luka memar birukehitaman tampak menodai pipinya, sementara air laut kembali menerpanya lewat pinggir
geladak atas. "Kau hebat sekali," ujar Blackthorne, tak memperdulikan apakah kata-katanya itu
dimengerti atau tidak. Dia tahu nada suaranya jelas dan dia sendiri tersenyum. "Ya, hebat
sekali. Kau Kapten-san sekarang, W
akarimasu" Kau! Kapten-san."
Orang itu hanya menatapnya dengan mulut menganga, kemudian membungkukkan
badan untuk menyembunyikan kekaguman dan kesenangan hatinya sekaligus. "Wakaririmasu, Anjin-san. Hai. Arigato goziemashita." (Mengerti, Anjin-san. Hai.
Terimakasih/banyak) "Dengar, Kapten-san," ujar Blackthorne. "Ambilkan orang-orang itu makanan dan
minuman. Makanan yang masih panas. Kita akan berlabuh di sini malam ini." Dengan
isyarat, Blackthorne berhasil membuat orang itu memahami maksudnya.
James Clavell BUKU PERTAMA 200 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Serentak Kapten baru itu berpaling dan berteriak dengan wewenang barunya. Sertamerta para pelaut berlarian mematuhi perintahnya. Dipenuhi rasa bangga yang tak terkira,
kapten baru itu menoleh kembali ke geladak belakang. Aku harap aku bisa berbicara dalam
bahasa barbarmu itu, pikirnya dengan hati bahagia. Kalau begitu, aku perlu berterimakasih
padamu, Anjinsan, karena telah menyelamatkan kapal ini dan nyawa daimyo kami, Hiromatsu. Pesonamu telah memberi kami kekuatan baru. Tanpa pesonamu itu, kami semua
sudah menggelepar tak berdaya. Kau boleh jadi bajak laut, tapi kau jelas pelaut hebat, dan
selama kau jadi pilot, aku akan mematuhinya dengan nyawaku. Aku tak pantas menjadi
kapten, tapi aku akan mencoba untuk menerima kepercayaanmu atas diriku. "Apa lagi
perintah berikutnya untuk saya?" tanyanya.
Blackthorne tengah memandang ke sisi yang satunya. Dasar laut tampak mengabur. Dia
mulai menduga-duga dan waktu dia merasa yakin bahwa jangkar kapal tidak terlepas dan
perairan pun aman, dia berkata, "Turunkan sekoci, dan panggil seorang pendayung yang
baik." Sekali lagi dengan isyarat dan kata-kata Blackthorno berhasil membuat dirinya
dimengerti.
Shogun Karya James Clavell di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekoci diturunkan dan langsung diisi oleh awaknya.
Blackthorne melangkah ke pinggir geladak atas dan sudah hampir melompat turun
waktu ada suara kasar menghentikannya. Blackthorne menoleh ke sekeliling. Hiromatsu
sudah di sana, Yabu di sisinya.
Orang tua itu menderita luka memar di seputar leher dan bahunya, namun dia masih
membawa pedang panjangnya. Yabu mengeluarkan darah dari hidungnya, wajahnya biru
memar, kimononya robek-robek. Din berusaha menyumbat hidungnya dengan sepotong
kain kecil. Air muka mereka tetap tak berubah sedikit pun, seakan-akan tak sadar akan lukaluka mereka atau dinginnya hembusan angin.
Blackthorne membungkuk dengan sopan, "Hai, Toda-sama?"
Sekali lagi terdengar kata-kata kasar dan orang tua itu menunjuk sekoci dengan pedang
sambil menggelengkan kepalanya.
"Rodrigu-san di sana!" Blackthorne menunjuk ke arah selatan pesisir. "Saya akan ke
sana." "Iye!" Hiro-matsu menggeleng lagi, dan akhirnya mulai berbicara, jelas menolak
James Clavell BUKU PERTAMA 201 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
memberikan izin karena bahaya yang bakal dihadapi.
"Saya Anjin-san dari kapal lonte ini dan kalau saya mau mendarat saya akan pergi ke
darat." Blackthorne berusaha membuat suaranya sesopan mungkin, namun tegas dan jelas
apa yang dimaksudkannya. "Saya tahu sekoci itu takkan bisa bertahan di laut seperti itu.
Hai! Tapi saya akan mendarat di sana"pada titik itu. Anda lihat titik itu, Toda Hiromatsu-sama" Dekat batu karang kecil itu. Saya akan mencoba mengelilingi tanjung di sana.
Saya belum terburu-buru ingin mati dan saya tak punya tempat buat sembunyi lagi. Saya
cuma mau mengangkut mayat Rodrigues. "Dipindahkannya sebelah kakinya ke salah satu
sisi. Pedang bersarung itu bergerak sedikit. Dan Blackthorne terpaku kaget. Tapi
pandangannya tetap tenang, wajahnya mencerminkan keyakinan.
Hiromatsu terperangkap dalam dilema. Dia dapat memahami bahwa bajak laut itu
hanya ingin mengambil mayat Rodrigues, tapi berbahaya untuk pergi ke sana, sekalipun
dengan berjalan kaki, dan Daimyo Toranaga sudah berpesan agar membawa kembali kapal
dengan selamat. Tapi orang barbar ini bersikeras untuk pergi ke situ.
Hiromatsu telah melihatnya selama hujan badai. Orang barbar itu berdiri di geladak
kapal yang gelap bagai kami laut yang jahat, tanpa rasa takut sedikit pun, asyik dan senang
pada diri sendiri dan tampak seperti bagian dari badai, dan Hiromatsu sempat berpikir saat
itu, bahwa lebih baik menempatkan orang ini dan semua barbar yang serupa dengannya di
daratan mana saja, asal jangan di laut. Di laut kita berada dalam genggamannya.
Dia dapat melihat bajak laut itu sudah tak sabar lagi. Betapa angkuhnya mereka, ujar
Hiromatsu pada diri sendiri. Sekalipun begitu, aku patut berterimakasih. Setiap orang
mengatakan, kaulah satu-satunya yang bertanggung jawab membawa kembali kapal ini ke
pelabuhan, bahwa Anjin Rodrigu itu ternyata sudah kehilangan kesabaran dan malah telah
menggiring kita menjauhi daratan, tapi kaulah yang menentukan arah kapal kami. Ya,
seandainya kapal kami berlayar di lautan lepas, kami pasti sudah tenggelam dan aku bisa
kehilangan Junjunganku. Oh, Budha, lindungilah aku dari hal itu!
Segenap sendi tulangnya mulai terasa nyeri dan duburnya serasa panas membara. Hiromatsu merasa letih karena berusaha keras untuk tetap tampak tenang di hadapan anak
buahnya, di hadapan Yabu, di hadapan awak kapal dan bahkan di hadapan orang barbar tersebut. Oh, Budha, aku begini letih. Aku berharap bisa berendam dalam air hangat dan
minta istirahat sehari saja dari sakit semacam ini. Cuma satu hari. Hentikan pikiran yang
James Clavell BUKU PERTAMA 202 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
cengeng seperti perempuan itu! Kau selalu dalam keadaan pedih selama enampuluh tahun.
Apa arti rasa pedih bagi seorang lelaki" Suatu hak istimewa!
Menutupi kepedihan itulah justru ukuran bagi seorang lelaki. Berterimakasihlah pada
Budha karena kau masih hidup untuk~melindungi Tunjungamnu, padahal seharusnya kau
sudah mampus seribu kali. Aku berterima kasih kasih sekali pada'Budha.
Tapi aku membenci laut. Aku membenci rasa dingin. Dan aku membenci kepedihan.
"Diam di tempatmu, Anjin-san!" ujar Hiromatsu sambil menunjuk dengan pedang
untuk memperjelas maksudnya, dan dia merasa agak terhibur oleh bara berwarna biru dalam
mata orang barbar itu. Waktu Hiromatsu merasa yakin orang barbar itu memahami
maksudnya, dia berpaling ke mualim itu. "Di mana kita sekarang" Wilayah kekuasaan siapa
ini?" "Saya tak tahu, Tuan. Saya kira kita saat ini berada di propinsi Ise. Kita bisa
mengirimkan orang ke darat, ke desa terdekat."
"Kau bisa membawa kita ke Osaka?"
"Asal saja kita berlayar dekat dengan pesisir Tuan, berlayarnya pun harus perlahan,
dengan hati-hati sekali. Saya tak tahu sifat perairan ini dan saya tak berani menjamin
keselamatan Tuan. Saya tak punya cukup pengalaman dan tak seorang pun yang
berpengalaman di kapal ini, Tuan, kecuali si pilot. Sekiranya tugas ini dijadikan
tanggungjawab saya, saya akan mengusulkan pada Tuan supaya mengambil jalan darat saja.
Kami bisa mengusahakan kuda atau tandu bagi Tuan."
Hiromatsu menggelengkan kepalanya dengan marah. Menggunakan jalan darat, itu di
luar masalah. Akan membutuhkan waktu lama sekali"jalannya bergunung-gunung dan
jumlahnya sedikit"dan mungkin harus melewati sejumlah wilayah di bawah pengawasan
sekutu-sekutu Ishido. Wilayah tak bersahabat. Selain bahaya tersebut, ada juga bahaya dari
kawanan perampok yang merajarela di beberapa tempat di jalanan yang harus dilalui itu. Ini
berarti dia terpaksa menyerahkan segenap bala tentaranya. Sudah tentu dia dapat berjuang
dengan caranya sendiri melawan perampok-perampok itu, tapi dia pasti harus berjuang
mati-matian dan lama kalau Ishido atau sekutu-sekutunyalah yang memerintahkan untuk
menghadangnya. Kesemua ini akan memperlambat kedatangannya ke Osaka, jauh lebih
lama, sedang perintah yang diberikan adalah membawa muatan kapal, orang barbar itu dan
Yabu, dengan cepat, aman, dan selamat.
James Clavell BUKU PERTAMA 203 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Kalau kita menyusuri pantai, akan makan waktu berapa lama"
"Saya tak tahu, Tuan. Empat-lima hari, mungkin lebih. Saya sendiri tak begitu yakin"
saya bukan kapten, maaf."
Jadi ini berarti, pikir Hiromatsu, aku harus bekerjasama dengan orang barbar itu. Untuk
mencegahnya pergi ke darat, aku terpaksa harus mengikatnya. Dan siapa tahu dia mau
diajak bekerjasama kalau diikat"
"Berapa lama lagi kita berlabuh di sini?"
"Pilot mengatakan kita harus menginap."
"Apakah badai itu akan reda?"
"Semestinya ya, Tuan, tapi tak ada yang tahu."
Hiromatsu mengamati pantai bergunung itu lalu pindah mengawasi pilotnya dengan
hati bimbang. "Boleh saya mengusulkan, sesuatu, Hiro-matsusan?" tanya Yabu.
"Ya, ya, tentu saja," sahutnya ingin menguji.
"Karena kelihatannya kita butuh kerjasama dengan pilot itu untuk membawa kita ke
Osaka, apa salahnya kalau kita biarkan saja dia turun ke darat, tapi beberapa orang akan
mengiringinya untuk melindunginya dan perintahkan mereka agar kembali sebelum gelap.
Kalau lewat jalan darat, akan terlalu berbahaya bagi anda saya takkan memaafkan diri saya
kalau sampai terjadi sesuatu terhadap diri anda. Begitu badai lenyap, anda akan lebih aman
menggunakan kapal, lagi pula anda bisa cepat sampai, neh" Pasti sudah sampai menjelang
senja besok." Dengan bimbang Hiro-matsu mengangguk. "Baiklah." Dia memberi isyarat pada
seorang samurai. "Takatashi-san! Pilihlah enam orang dan pergilah bersama orang barbar
itu. Bawa kembali mayat si Portugis itu ke sini kalau kau berhasil menemukannya. Tapi
ingat, meski hanya satu lembar bulu matanya rontok, kau dan semua anak buahmu harus
lakukan seppuku tanpa ayal lagi."
"Ya, Tuan." "Dan perintahkan dua orang ke desa terdekat untuk memastikan di mana tepatnya kita
berada sekarang dan di wilayah siapa."
"Ya, Tuan." "Dengan izin anda, Hiromatsu-san, saya akan memimpin rombongan turun ke darat,"
James Clavell BUKU PERTAMA 204 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
ujar Yabu. "Kalau kita tiba di Osaka tanpa si bajak laut, saya akan merasa begitu malu
hingga saya merasa harus melakukan seppuku. Saya senang mendapat kehormatan
menyandang perintah anda."
Hiromatsu mengangguk, dalam hati dia terkejut mengapa Yabu merelakan dirinya
menghadapi bahaya sebesar itu. Yabu turun ke bawah.
Ketika Blackthorne menyadari bahwa Yabu akan ikut ke darat bersamanya, jantungnya
berdenyut lebih cepat. Aku belum lupa pada Pieterzoon, pada yang lainnya atau gudang
bawah tanah itu, atau jeritan siksaan yang dialami kawan-kawanku atau Omi, atau bagian
dari peristiwa itu. Hati-hatilah dengan nyawamu, bangsat!
Bersambung ke: SHOGUN (Buku II) James Clavell BUKU PERTAMA 205 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Catatan Kaki * panjarwala: petugas yang mengamati keadaan laut
* Scheit-Huis! Coot!: Rumah bordil! Sundal!
* Gottimhimmel: Tuhan di Surga!.
* Beting (timbunan pasir atau lumpur laut) yang panjang (di muara atau di laut).
* Serang : (Lihat The Dictionary of Nautical Terms (kamus istilah pelayaran) oleh John La Dage Terbitan
AIR, Tanpa tahun penerbitan)
* Goshujinsama gokibun wa ikaga desu ka" = Bagaimana keadaan Tuan"
* Onna = Perempuan * Incredible = Sukar dipercaya
* Pater = Pastor * Que va!= Jahanam!, Brengsek!, Astaga!
* Cojones = Pelir * Nanigoto da = ada apa"
* Wakarimasu ka" = Mengerti"
* Ikinasai = pergi! * In nomine Patris et Filii et Spiritus Sancti = Atas nama Bapak, dan Putra, dan Roh Kudus
* Hotte oke = Biarkan saja!
* Nan no yo da" = Ada urusan apa"
* Wakarimasen = saya tak paham
* Ah so desu! Kinjiru = Oh begitu ! Dilarang !
* Papis = panggilan sinis bagi pemeluk agama Katolik.
* Conquitadores = penakluk
* Konbanwa = Selamat Malam
* Hai = Ya * Ishimasho = Mari * Nanda" = Ada apa"
* shoji: Pintu dorong Jepang
* sake: arak Jepang * Isogi: cepat * Kinjiru: dilarang * Dunia Pohon Willow = Dunia Pelacuran
* Que va!= Jahanam!, Brengsek!, Astaga!
* Cojones = Pelir * Nanigoto da = ada apa"
James Clavell BUKU PERTAMA 206 SHOGUN Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
* Wakarimasu ka" = Mengerti"
* Ikinasai = pergi! * In nomine Patris et Filii et Spiritus Sancti = Atas nama Bapak, dan Putra, dan Roh Kudus
* Hotte oke = Biarkan saja!
* Nan no yo da" = Ada urusan apa"
* Wakarimasen = saya tak paham
* Ah so desu! Kinjiru = Oh begitu ! Dilarang !
* Papis = panggilan sinis bagi pemeluk agama Katolik.
* Conquitadores = penakluk
* Konbanwa = Selamat Malam
* Hai = Ya * Ishimasho = Mari * Nanda" = Ada apa"
* shoji: Pintu dorong Jepang
* sake: arak Jepang * Madonna: Bunda Maria. * Privateer = bajak laut yang diangkat dan dilindungi oleh Raja. Tugasnya merampok kota atau kapal-kapal
dagang musuh. Hasil rampasannya dibagi dua. Untuk kas Raja dan dirinya sendiri.
* Samisen: Kecapi * Celaga = tangkai kemudi.
James Clavell BUKU PERTAMA 207 JAMES CLAVELL SHOGUN BUKU II Sumber : SHOGUN (JAMES CLAVELL)
E-BOOK : syauqy_arr@yahoo.co.id
Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
JAMES CLAVELL SHOGUN 2 M 9 EREKA segera mencapai daratan. Blackthorne
berniat untuk berjalan di depan, tapi Yabu mengambil
alih dan mulai memperagakan langkah-langkah besar,
hingga sukar dikejar oleh yang lain. Keenam samurai
lainnya tengah mengawasi dengan cermat. Aku tak punya peluang untuk lari, tolol, pikir Yabu, salah memahami
kekhawatiran mereka di situ. Kedua matanya langsung tertuju
pada teluk, mencari-cari beting atau batu-batu karang
tersembunyi, menduga dan mengira-ngira. Pikirannya tengah
merangkum hal-hal penting untuk dicatat di kemudian hari.
Jalan yang mereka tempuh pertama-tama menyusuri pesisir
yang dipenuhi batu koral, lalu mendaki sedikit melewati batubatu karang yang licin menuju ke jalan kecil yang melewati
celah karang dan yang merambat penuh bahaya mengelilingi
tanjung ke arah selatan. Curah hujan sudah berhenti tapi badai
masih ganas. Semakin dekat mereka kepada bagian daratan yang
tak terlindungi itu, semakin tinggi ombaknya, terhempas pada
batu-batu karang di bawahnya"memercik ke udara. Serta-merta
mereka semua basah kuyup.
Sekalipun Blackthorne merasa sekujur badannya dingin,
namun Yabu dan yang lainnya, yang dengan seenaknya
menyelipkan kimono tipisnya ke dalam ikat pinggang mereka,
tampaknya tak terpengaruh oleh hawa basah atau dingin itu.
Persis, seperti apa yang dikatakan Rodrigues, pikir Blackthorne,
rasa takutnya timbul lagi. Orang Jepang tidak diciptakan seperti
kita. Mereka tidak merasakan dingin atau lapar atau sakit seperti
kita. Mereka lebih mirip dengan binatang, syaraf mereka tak
berfungsi, dibandingkan dengan kita.
Di atas kepala mereka, tampak batu karang terjal setinggi
duaratus kaki. Pesisirnya hanya limapuluh kaki di bawah. Di
seberang dan di sekeliling hanya tampak gunung-gunung dan tak
satu pun terlihat rumah ataupun gubuk di seluruh daerah Teluk
itu. Hal ini tidak mengherankan karena memang tak ada tempat
bagi sawah. Batu-batu koral pantai dengan cepat menjelma
menjadi batu-batu karang dan kemudian gunung-granit dengan
pepohonan pada lereng bagian atasnya.
Jalan kecil itu menurun, kemudian mendaki sepanjang
permukaan karang, amat berbahaya, permukaannya terkadang
lembek. Blackthorne berjalan tertatih-tatih, bersandar pada
Shogun Karya James Clavell di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kekuatan angin. Dan ia menyadari, kedua kaki Yabu sangat kuat
dan berotot kekar. Tergelincirlah kau bangsat, pikirnya.
Tergelincirlah"hancurkanlah dirimu sendiri pada batu karang
di bawah. Apakah itu akan membuatmu menjerit-jerit" Atau apa
yang dapat membuatmu menjerit"
Dengan susah payah Blackthorne berpaling dari Yabu dan
kembali memperhatikan batu-batu karang di pesisir depan.
Angin sakal berhembus dan membuat matanya basah. Setiap
celah, ceruk dan paritnya. Air laut terhempas ke belakang dan ke
depan, bergulung dan berpusar ke bawah. Blackthorne tahu
sangat kecil kemungkinannya menemukan Rodrigues, terlalu banyak gua dan tempat-tempat tersembunyi yang takkan pernah
dapat diselidiki orang. Tapi dia harus turun ke bawah untuk
mencobanya. Dia berhutang budi pada Rodrigues. Dan dia ingin
membayarnya. Semua pilot berdoa habis-habisan agar mati di
darat dan dikubur di darat. Semua telah menyaksikan, terlalu
banyak mayat yang terendam air laut atau yang sudah setengah
dilahap atau cabik-cabik digigit kepiting.
Mereka mengelilingi tanjung dan berhenti dengan penuh
syukur di tempat terlindung. Mereka tak perlu lagi berjalan lebih
jauh. Kalau mayat itu tak dibawa angin, pasti dia tersembunyi
atau sudah ditelan ikan atau sudah hanyut ke tengah laut lepas,
terbenam ke dasar. Setengah mil dari situ, sebuah perkampungan
nelayan tampak bertengger damai pada pesisir yang tak hentihentinya berbusa putih. Yabu memberi isyarat pada dua orang
samurai. Mereka serentak membungkuk dan melompat ke arah
sana. Yabu mengibaskan air hujan dari mukanya, memandang
Blackthorne sekilas dan memberi isyarat pada semua agar
kembali. Blackthorne mengangguk dan mulai berjalan lagi. Yabu
memimpin, samurai satunya masih mengawasi Blackthorne
dengan cermat dan lagi-lagi Blackthorne berpikir betapa tololnya
mereka itu. Kemudian, ketika mereka baru saja menyelesaikan setengah
perjalanan pulang, mereka melihat tubuh Rodrigues terjepit di
jurang terjal, di antara dua batu karang besar, di atas gelombang
tetapi setengahnya tersapu olehnya. Sebelah tangannya terkulai
ke depan. Sebelah lagi masih merangkul bagian dayung yang pecah yang sesekali bergerak oleh air pasang dan alun gelombang.
Gerakan inilah yang sempat menarik perhatian Blackthorne
waktu dia membungkuk menembus terjangan angin, membuntuti
Yabu. Satu-satunya jalan turun adalah di seberang celah batu karang
yang pendek itu. Pendakiannya kira-kira bisa limapuluh atau
enampuluh kaki, tapi itu tak berarti sama sekali, sebab hampir
tak ada tempat berpijak. Bagaimana dengan air pasang" Blackthorne bertanya pada
diri sendiri. Airnya mengalir, bukan berpusar ke bawah. Itulah
yang memungkinkan tubuhnya lepas ke tengah laut lagi
seandainya terlambat diangkat. Jesus, ngeri betul tampaknya di
bawah sana. Apa itu sebetulnya"
Blackthorne bergerak lebih dekat lagi ke pinggir dan sertamerta Yabu menghadangnya sambil menggelengkan kepala dan
samurai-samurai lainnya mengelilinginya.
"Saya hanya ingin melihat lebih jelas lagi, demi Kristus," ujar
Blackthorne. "Saya bukan mau lari! Apa kau pikir ada tempat
lari?" Blackthorne mundur sedikit dan memicingkan mata. Mereka
mengikuti pandangannya dan mulai berceloteh di antara
sesamanya. Yabu menguasai pembicaraan.
Tak ada peluang, Blackthorne memutuskan. Terlalu
berbahaya. Kita akan kembali lagi subuh nanti dengan tambang.
Kalau dia masih di sini, ya, dia akan di sini dan akan kukuburkan
di darat. Dengan enggan Blackthorne membalikkan badannya
dan bersamaan dengan itu, tepian jurang merekah remuk dan dia
tergelincir. Yabu dan yang lainnya serentak meraih tubuh Blackthorne dan menariknya ke belakang dan Blackthorne lalu
menyadari bahwa mereka ternyata hanya memperhatikan
keselamatannya semata! Mereka ditugaskan mengawal hanya
untuk melindungiku! Mengapa mereka menginginkan aku selamat" Karena Torasiapa namanya" Toranaga" Karena dia" Ya mungkin, tapi
mungkin juga karena tak seorang pun yang mampu membawa
kapal kembali dengan selamat ke Osaka. Itukah sebabnya
mereka membairkan aku turun ke darat, membiarkan aku
bertindak semauku" Ya, mestinya begitu. Jadi sekarang aku
berkuasa atas kapal itu, berkuasa atas daimyo tua itu dan atas
bangsat ini. Kalau begitu, sekarang bagaimana aku memanfaatkannya"
Blackthorne menjadi santai, mensyukuri keberadaan dan
membiarkan matanya berkeliaran menatap ke bawah. "Kita harus
bisa mengambilnya, Yabu-san. Hai! Satu-satunya jalan adalah
jalan itu, di seberang jurang. Akan kuseret dia kemari, aku
Anjin-san!" Sekali lagi Blackthorne melangkah ke depan seolaholah dia akan turun ke bawah dan sekali lagi mereka
mengekangnya dan Balckthorne berkata, pura-pura cemas, "Kita
harus mengambil Rodrigu-san. Lihat! Sudah tak banyak waktu
lagi, sudah mulai gelap."
"Iye. Anjin-san," sahut Yabu.
Blackthorne berdiri di hadapan Yabu yang kalah tinggi
dengannya. "Kalau anda tak mengizinkan saya pergi, Yabu-san, suruhlah
salah seorang anak buah anda. Atau pergilah sendiri. Anda."
Angin merobek-robek tubuh mereka, menderu-deru menerpa
permukaan jurang. Blackthorne melihat Yabu mengintip ke
bawah, menaksir ketinggian dari tempatnya berdiri ke bawah dan
juga hari yang sudah mulai gelap, dan dia tahu bahwasanya
Yabu sudah tersudut. Kau terjebak, bangsat, keangkuhanmu
yang menjebakmu. Kalau kau jatuh ke sana, kau akan terluka.
Tapi moga-moga jangan sampai membunuhmu. Aku berharap
jatuhmu itu hanya meremukkan kakimu atau pergelangan
kakimu saja, lalu tenggelam.
Seorang samurai mulai menuruni jurang tapi Yabu
memerintahkannya agar kembali.
"Kembali ke kapal. Ambil tambang sekarang juga," ujar
Yabu. Orang itu segera berlari.
Yabu membuka sandal Jepangnya. Dikeluarkannya
pedangnya dari ikat pinggangnya lalu ditaruhnya di tempat
aman. "Awasi mereka dan awasi orang barbar ini. Kalau sampai
terjadi sesuatu pada dia, akan kupenggal kepalamu dengan
pedangmu sendiri." "Saya mohon, biar saya saja yang ke bawah sana, Yabusama," ujar Takatashi. "Kalau anda sampai terluka atau tersesat,
sayalah?" "Kau pikir kau bisa berhasil kalau aku sendiri gagal?"
"Tidak Tuan, tentu tidak."
"Bagus." "Kalau begitu, tunggulah tambang itu dahulu. Saya takkan
dapat memaafkan diri saya kalau ada apa-apa terhadap anda."
Takatashi bertubuh pendek gempal dan berjenggot lebat. Ya,
mengapa tidak menunggu tambang saja" Yabu bertanya pada diri
sendiri. Rasanya lebih masuk akal. Ya. Tapi bukan cerdik.
Sekilas dipandangnya Blackthorne lalu mengangguk pendek.
Yabu tahu dirinya tengah ditantang. Dia memang mengharapkan
itu. Dan malah berdoa supaya diperlakukan begitu. Itulah
sebabnya aku merelakan diri untuk tugas ini, Anjin-san,' ujarnya
pada diri sendiri, diam-diam dirinya merasa terhibur.' Kau ini
benar-benar sederhana. Omi benar.'
Yabu menanggalkan kimononya yang basah, dan dengan
hanya mengenakan kancut, dia melangkah ke tepian jurang
untuk mengira-ngira keadaan tanahnya lewat sol tabi katunnya"
sepatu kausnya. Lebih baik tetap memakainya, pikirnya,
kemauan dan tubuhnya yang kenyang ditempa oleh latihan
seumur hidup yang harus dijalani setiap samurai, segera
mengatasi hawa dingin yang mulai menghinggapinya. Tapi ini
akan memberimu pegangan yang lebih mantap - meski untuk
sesaat. Kau butuh segenap tenaga dan ketrampilan untuk dapat
sampai di bawah dalam keadaan hidup. Apa begitu besar
nilainya" Sewaktu badai mengamuk, di saat mereka sedang matimatian. berjuang mencapai teluk, Yabu naik ke geladak tanpa
diketahui Blackthorne dan duduk menghadapi dayung. Dengan
sukarela dia memeras tenaganya bersama-sama para pendayung
untuk menghindari bau apak di bawah dan rasa mual yang
menghinggapinya. Dia telah mengambil keputusan, lebih baik
mati di udara terbuka daripada tercekik di bawah.
Sementara dia memeras tenaga bersama-sama awak kapal
dalam hawa dingin yang menggigit, dia juga mengamati kedua
pilot barbar itu. Dengan jelas dilihatnya, di laut lepas, kapal dan
semua isinya berada dalam kekuasaan kedua orang ini. Kedua
pilot itu adalah figur penentu, mereka mengendalikan geladak
atas sama lihainya dengan dirinya pada saat mengendalikan kuda
yang tengah melompat. Tak satu pun orang Jepang di kapal yang
dapat menandingi ketrampilan atau keberanian atau pengetahuan
keduanya. Dan lambat-laun kesadaran ini telah melahirkan
konsep raksasanya: kapal barbar modern, penuh oleh samurai,
dengan nakhoda samurai, kapten samurai, dan dipiloti oleh
samurai. Samurainya. Seandainya saja untuk permulaan, aku sudah punya liga kapal
barbar, dengan mudah aku bisa mengawasi jalur pelayaran antara
Yedo dan Osaka. Dengan berpangkalan di Izu, aku mampu
mencekik semua kapal ulau membiarkannya lewat. Jadi hampir
semua beras dan sutera itu akan menjadi milikku. Bukankah aku
ini juru penengah antara Toranaga dan Ishido. Atau paling tidak,
perimbangan diantara keduanya.
Tak satu pun daimyo pernah diajak mengarungi laut.
Tak satu pun daimyo yang punya kapal dan pilot. Kecuali
aku. Aku punya kapal"sebuah kapal"dan kini aku mungkin saja
merebut kembali kapalku"kalau aku pinlur. Aku punya pilot
dan karenanya bisa menjadi pelatih samurai-samuraiku menjadi
pilot, kalau saja aku bisa merenggutnya dari Toranaga. Kalau
aku bisa menguasai dia. Sekali dia menjadi vassalku atas kemauan sendiri, dia bisa
melatih anak buahku. Dan membuat kapal.
Tapi bagaimana caranya menjadikan dia vassal yang setia"
Gudang bawah tanah itu tak bisa meruntuhkan imannya.
Mula-mula biarkan dia sendiri dan pertahankan terus,
bukankah begitu yang dikatakan Omi" Kemudian pilot ini bisa
dibujuk untuk bersikap sopan dan diajari berbicara bahasa
Jepang. Ya. Omi cerdik sekali. Terlalu cerdik"mungkin"Omi
akan kupikirkan belakangan. Pusatkan dulu pikiranmu pada pilot
itu. Bagaimana caranya menguasai seorang barbar"orang
Kristen jorok pemakan taik"
Apa yang dikatakan Omi waktu itu" Mereka amat menghargai
nyawa. Dewa Agungnya, Jesus, si Kristus, mengajari mereka
agar mencintai sesamanya dan menghargai nyawa. Bisakah aku
mengembalikan nyawanya" Selamatkan, ya, itu akan baik sekali.
Dan bisa. Tapi bagaimana menjinakkannya"
Yabu telah sedemikian jauh hanyut terbawa lamunannya,
sehingga dia hampir tak memperhatikan gerakan kapal atau
gerakan air laut. Sebuah gelombang besar datang dan pecah bagi
air terjun. Dilihatnya ombak itu 'memeluk' si pilot, tapi sama
sekali tak ada rasa takut dalam diri orang itu. Yabu terpukau.
Bagaimana mungkin orang yang telah sedemikian merendahkan
dirinya, merelakan musuhnya mengencingi punggungnya hanya
untuk menyelamatkan nyawa anak buahnya yang tak berharga,
memiliki ketabahan untuk melupakan penghinaan semacam itu
dan berdiri tegak di geladak belakang sambil memanggil dewadewa laut, bertempur bagai seorang pahlawan legendaris-guna
menyelamatkan musuh-musuhnya" Dan sesudahnya, ketika
ombak raksasa itu menyeret orang Portugis itu jauh-jauh,
sementara mereka semua menggelepar, si Anjin-san malah
menertawakan mereka, sehingga mereka bersemangat kembali
untuk melepaskan diri dari batu karang.
Aku tak pernah bisa memahami mereka, pikir Yabu.
Pada tepian jurang, Yabu mengintip ke bawah untuk terakhir
kalinya. Ah, Anjin-san, aku tahu kau berpikir aku akan mati, kau
pikir aku terjebak olehmu, aku tahu kau sendiri tak mau ke
bawah. Aku justru mengawasi dengan cermat. Tapi aku
dibesarkan di daerah pegunungan dan di sini, di Jepang, kami
memanjat untuk kebanggaan dan kesenangan semata. Jadi
kutantang diriku sendiri sekarang berdasarkan perhitunganku.
Akan kucoba dan seandainya aku mati, tak apa-apa. Tapi
seandainya aku berhasil mengunggulimu, sebagai laki-laki, kau
akan tahu aku lebih unggul darimu dan berdasarkan
keyakinanmu, kau juga berhutang budi padaku, sekiranya aku
berhasil membawa kembali mayat itu.
Kau akan menjadi vassalku, Anjin-san!
Yabu menuruni sisi jurang dengan keterampilan luar biasa.
Waktu dia baru menuruninya setengah bagian, kakinya
tergelincir. Tangan kirinya berpegang kuat-kuat pada tonjolan
batu karang. Ini membuatnya tidak jadi jatuh dan terombangambing antara hidup dan mati. Jari-jemarinya semakin dalam
melekat ketika dirasakannya pegangannya mulai mengendor dan
dia mulai meraba-raba dengan jari kakinya mencari celah,
herjuang untuk mencari genggaman lain. Begitu pegangan
tangan kirinya terlepas, jari kakinya menemukan sebuah celah
dan tangan maupun kakinya menempel kuat-kuat di situ. Yabu
merangkul celah itu dengan putus asa, masih belum
mendapatkan keseimbangan, masih menekan-nekannya,
mencari-cari pegangan, mencari-cari tempat berpijak. Kemudian
jari-jemari kakinya menyerah. Sekalipun dia berhasil menangkap
tonjolan batu karang lainnya dengan kedua belah tangannya,
sepuluh kaki di bawah, dan bergelayutan untuk sesaat, namun
batu karang itu ambruk. Yabu terjatuh pada ketinggian duapuluh
kaki. Dia telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya dan berhasil
menempatkan kedua kakinya bagai kucing, tersandung sebentar
pada batu karang yang melandai untuk mengakhiri guncangan,
kemudian beristirahat bagai bola yang terbang menciut-ciut.
Digenggamnya kedua tangannya di sekeliling kepalanya,
melindungi dirinya sendiri dari longsoran batu yang mungkin
menimpanya. Tapi tak ada. Diguncang-guncangnya kepalanya
untuk membuat pikirannya jernih kembali dan bangkit. Sebelah
pergelangan kakinya terkilir. Rasa nyeri yang menyengat
menjalar dari batas kaki hingga ke usus besarnya dan keringat
mulai bercucuran dengan derasnya. Jari-jemari kaki dan kukukuku tangannya berdarah, tapi itu memang sudah diperhitungkan
sebelumnya. Tak ada rasa nyeri. Kau takkan merasa nyeri. Berdirilah
tegak-tegak! Orang barbar itu tengah mengawasimu.
Percikan air menyiramnya bagai hujan dan rasa dingin itu
membantunya memulihkan luka-lukanya. Dengan hati-hati,
Yabu meluncur ke arah batu besar berganggang lalu turun di
seberang celah dan sesaat kemudian dia sudah berada dekat
mayat Rodrigues. Serentak Yabu menyadari orang itu masih hidup. Dia
meyakinkan dirinya sendiri dahulu, baru kemudian terduduk
kembali untuk sesaat. Aku mau dia hidup atau mati"
Yang mana yang lebih baik"
Seekor ketam merayap tergesa-gesa dari balik sebuah batu
karang dan segera melompat ke laut. Ombak datang berdebur.
Yabu merasa garam laut memedihkan luka-lukanya. Yang mana
Shogun Karya James Clavell di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang lebih baik, mati atau hidup"
Dia bangun dengan susah payah lalu berteriak, "Takatashisan, Pilot ini masih hidup! Pergi ke kapal, bawakan usungan dan
tabib, kalau ada, di kapal itu!"
Kata-kata Takatashi bergema lemah di sela angin, "Baik,
Tuan!" dan pada anak buahnya sambil berlari, "Awasi si barbar,
jangan sampai terjadi sesuatu pada dirinya!"
Yabu memicingkan mata ke arah kapal yang tengah brrlabuh
dengan lembut. Samurai lain yang diperintahkan kembali ke
kapal untuk mengambil tambang sudah berada di sisi sekoci.
Yabu mengawasi orang itu melompat dan segera berlayar
meninggalkan pesisir. Yabu tersenyum, dan sekilas menoleh ke
arah Blackthorne. Blackthorne telah tiba di tepi jurang dan bertcriak mendesak ke arahnya.
Apa yang ingin dikatakannya" Yabu bertanya pada diri
sendiri. Dilihatnya pilot itu menunjuk ke laut, tapi tak berarti
apa-apa baginya. Laut terlihat menyeramkan dan begitu suram,
tapi tak ada bedanya dengan semula.
Akhirnya Yabu tak lagi berusaha untuk mengerti dan mulai
mengalihkan perhatian pada Rodrigues. Dengan susah payah
diangkatnya orang itu perlahan-lahan ke atas batu karang, ke luar
dari hempasan ombak. Napas orang Portugis itu terputus-putus,
tapi jantungnya tetap berdetak kuat. Banyak sekali luka memar
di sana sini. Sebentuk tulang retak tampak mencuat keluar dari
kulit betisnya yang kiri. Sendi bahu kanannya kelihatan terlepas.
Yabu mencari rembesan tirisan darah dari tempat-tempat daging
terkoyak tapi tak ada. Seandainya dia tidak punya luka di dalam,
boleh jadi dia akan hidup, pikir Yabu.
Daimyo itu sudah sering terluka dan sudah terlalu sering
menyaksikan orang-orang yang sekarat dan terluka, tapi hal itu
tidak membuatnya bertambah trampil dalam mendiagnosa orang.
Kalau Rodrigues bisa terusmenerus diberi penghangatan, pikir
Yabu memutuskan, diberi sake dan ramuan yang keras, mandi
air hangat sesering mungkin, dia akan hidup. Dia boleh jadi tidak
mampu berjalan lagi, tapi dia bisa hidup. Ya. Aku mau orang itu
hidup. Bahwa dia tak sanggup berjalan, tak jadi soal. Mungkin
itu lebih baik. Aku akan menjadikannya pilot kedua - orang ini
telah mempertaruhkan nyawanya bagiku. Kalau pilot itu tak rr.au
bekerjasama, mungkin aku bisa memanfaatkannya.
Perlukah aku berpura-pura menjadi orang Kristen" Apakah
itu akan membuat keduanya lebih dekat kepadaku"
Apa yang akan dilakukan Omi"
Yang satu ini memang pandai"Omi benar. Ya. Teramat
pandai" Omi mengetahui terlalu banyak dan terlalu cepat. Kalau
dia bisa melihat bagitu jauh, tentu dia sudah membayangkan
ayahnya akan menjadi pimpinan marga seandainya aku
tersingkir"anakku sendiri kurang pengalaman untuk dapat
berjuang sendiri"dan setelah ayahnya, tentu Omilah
pemimpinnya. Neh" Kalau begitu, apa yang akan kaulakukan terhadap Orni"
Bagaimana kalau Omi aku hadiahkan pada orang barbar itu"
Katakanlah sebagai hadiah main-mainan" Bagaimana, ayo"
Terdengar teriakan-teriakan bernada cemas dari atas. Lalu
Yabu baru menyadari apa yang tengah ditunjuk oleh
Blackthorne. Air pasang! Air pasang tengah mendatanginya
secepat kilat. Dalam sekejap air semakin mendekat ke batu
karang. Dengan tergopoh-gopoh Yabu naik sedikit demi sedikit
dan sempat memejamkan mata karena rasa nyeri mulai
menyengat pergelangan kakinya. Semua jalan keluar di
sepanjang pesisir telah tertutup air laut. Di lihatnya bekas batas
air pasang pada jurang itu mencapai ukuran lebih tinggi dari
badan orang dewasa. Sudah hampir mendekati kapal sekarang. Pada posisi muka,
Takatashi masih berlari dengan kuatnya. Tambang-tambang itu
takkan tiba tepat pada waktunya, ujar Yabu pada diri sendiri.
Kedua matanya memeriksa daerah sekitar tanpa mengenal
lelah. Tak ada jalan untuk mendaki ngarai itu. Tak satu pun batu
karang yang dapat dijadikan tempat berlindung, tidak juga gua.
Di laut lepas banyak gugusan batu karang yang menonjol tapi dia
takkan mampu mencapainya. Dia tak bisa berenang dan tak ada
rakit yang dapat digunakan untuk ke sana.
Orang-orang di atas tengah mengawasinya. Orang barbar itu
menunjuk ke gugusan batu karang ke arah laut dan membuat
gerakan seperti orang berenang, tapi Yabu menggelengkan
kepala. Dia kembali memeriksa daerah itu dengan seksama. Tak
ada apa-apa. Tak ada jalan keluar, pikirnya. Kini kau harus mati. Siapkan
dirimu. Karma, ujamya pada diri sendiri, lalu memalingkan
muka dari mereka. Yabu menguatkan dirinya lebih kuat lagi
sekarang, sambil menikmati kejernihan raksasa yang terhampar
di bawah matanya. Hari terakhir, laut terakhir, keriangan
terakhir, segala yang terakhir. Begitu indahnya laut, langit, udara
dingin dan rasa air asin garam itu. Dia mulai memikirkan
nyanyian bersanjak terakhir yang sekarang"berdasarkan
tradisi"harus diciptakannya. Dia merasa beruntung. Dia masih
punya waktu untuk berpikir dengan jernih.
Blackthorne berteriak, "Dengar kau, bangsat lonte! Cari
karang di bawah air"mesti ada potongannya di mana-mana!"
Samurai lainnya hanya berdiri memandangi Blackdhorne,
memandangnya seakan-akan dia itu orang gila. sudah jelas bagi
mereka tak ada lagi jalan keluar bagi Yabu dan Yabu tengah
mempersiapkan kematiannya dengan sempuma, seperti juga
yang akan mereka lakukan kalau mereka di tempat Yabu
sekarang. Dan mereka membenci pekik Blackthorne yang tak
ada gunanya itu, seperti mereka tahu bahwa Yabu pun
beranggapan demikian. "Coba lihat ke bawah, semuanya! Mungkin masih ada
potongan batu karang yang rata!"
Salah seorang dari mereka melangkah ke tepi ngarai,
memicingkan mata, mengangkat bahu berbicara dengan rekantekannya dan mereka juga mengangkat bahu. Setiap kali
Blackthorne mencoba melangkah lebih dekat lagi ke tepi untuk
mencari jalan keluar, mereka menghadangnya. Sebenarnya
Blackthorne dengan mudah dapat mendorong salah satu dari
mereka agar menemui ajalnya dan tergiur untuk berbuat
demikian, tapi Blackthorne memahami mereka dan masalah-masalahnya. Cari jalan untuk menolong bangsat yang satu itu. Kau
harus menyelamatkannya untuk menyelamatkan Rodrigues.
"Hei kau, orang Jepang busuk, tak ada gunanya, tukang
kencing, taik! Hei, Kasigi Yabu! di mana pelirmu" Jangan
menyerah! Hanya pengecut yang menyerah! Kau laki-laki atau
domba?" Tapi Yabu tak perduli. Dia masih tak bergerak bagai
batu karang yang didudukinya.
Blackthorne mengambil sepotong batu dan melempar ke
arahnya. Batu itu jatuh tanpa dipedulikan ke dalam air dan
samurai itu berteriak kepada Blackthorne dengan marah. Dia
tahu setiap saat mereka akan memegangi dan mengikatnya eraterat. Tapi bagaimana mereka bisa" Mereka tak punya tambang.
Tambang! Buat tambang sedikit! Apa tak bisa membuatnya"
Kedua mata Blackthorne tertuju pada kimono milik Yabu.
Dia mulai merobeknya sebaris demi sebaris, menguji
kekuatannya. Sutera itu temyata amat kuat. "Ayo!" perintahnya
pada samurai, sambil membuka kemejanya sendiri. "Bikin
tambang. Hai?" Mereka paham. Dengan cepat mereka melepaskan
selempangnya, menanggalkan kimononya, dan meniru apa yang
dilakukan Blackthorne. Mereka mulai mengikat ujung-ujungnya,
begitu juga ujung selempang-selempang itu.
Sementara mereka menyelesaikan pembuatan tambang,
Blackthorne dengan hati-hati tiarap lalu melangkah setapak demi
setapak ke tepi jurang, menyuruh dua di antara mereka
memegangi pergelangan kakinya supaya aman. Blackthorne
sebenarnya tak membutuhkan bantuan mereka, tapi dia ingin
meyakinkan mereka. Balckthorne menjulurkan kepalanya sejauh dia berani, sadar
akan rasa cemas mereka, kemudian mulai meneliti seperti ketika
meneliti lautan luas. Seperempat demi seperempat menggunakan
segenap penglihatannya. Penelitian secara penuh. Nihil.
Sekali lagi. Juga nihil! Sekali lagi. Apa itu" Tepat di atas air pasang" Apakah itu celah ngarai"
Atau cuma bayangan" Blackthorne berpindah tempat, sadar sesadar-sadarnya bahwa
air laut sudah hampir menutupi batu karang yang diduduki Yabu,
dan juga hampir semua batu karang di belakangnya di dasar
ngarai itu. Kini Blackthorne dapat melihat lebih jelas lagi dan
langsung menunjuk. "Di sana! Apa itu?"
Salah seorang samurai sudah berada di dekat tangan dan
lututnya, dan diikutinya telunjuk Blackthorne yang membentang,
tapi dia tak melihat apa-apa.
"Itu! Bukankah itu kepingan batu karang?"
Dengan tangannya Blackthorne membentuk kepingan yang
dimaksud dan dengan kedua jarinya dilukiskannya lagi sosok
tubuh orang yang tengah berdiri di atas kepingan karang, dan
dengan jari yang lain lagi, dlilukiskannya sebuah buntalan
panjang di atas bahu orang bersangkutan, jadi sekarang ada
orang yang berdiri pada kepingan batu karang itu"kepingan
yang dimaksud--dengan orang satunya di atas bahunya.
"Isogi! Cepat! Buat dia mengerti--Kasigi Yabusama!
Wakarimasu-ka?" Orang yang diajak bicara oleh Blackthorne mulai mendaki
dan berbicara dengan tergesa-gesa pada sesama rekannya dan
mereka juga melihat ke arah yang dimaksud. Kini mereka semua
melihat kepingan batu karang tersebut. Dan mereka mulai
berteriak. Masih juga tak ada gerakan dari Yabu. Dia tampak
bagai batu. Mereka terus berteriak dan Blackthorne menambahkannya dengan teriakannya sendiri tapi usaha mereka malah tak
menciptakan suara sama sekali.
Salah seorang dari para samurai itu berbicara pada yang lain
dengan singkat dan semuanya mengangguk lalu membungkuk.
Samurai itu balas membungkuk. Kemudian, disertai teriakan
mendadak "Banzaiiiiiii!", samurai tersebut terjun ke ngarai dan
jatuh menyambut kematiannya sendiri. Yabu terkejut, tersadar
dari nanarnya, memutar badannya ke sekeliling dan mulai bergerak.
Samurai lainnya berteriak dan menunjuk, tapi Blackthorne tak
mendengar apa pun dan tak melihat apa pun selain mayat yang
isi kepalanya cerai-berai menggeletak di bawah, hanyut ke laut
lepas. Orang-orang macam apa ini" pikir Blackthorne putus asa.
Apakah itu keberanian atau kegilaan" Orang itu sengaja bunuh
diri hanya untuk menarik perhatian orang lain yang sudah pasrah
pada keadaan. Tak masuk akal! Mereka semua tak masuk akal!
Dilihatnya Yabu terhuyung-huyung bangkit. Blackthorne
mengharapkan Yabu mulai mendaki demi keselamatannya,
meninggalkan Rodrigues. Itulah yang akan dilakukan, kalau aku
jadi dia. Begitukah" Entahlah. Namun Yabu, dengan setengah
merangkak, setengah meluncur, menyeret orang pingsan itu
bersamanya melewati tempat dangkal yang kerap diganggu air
laut, mcnuju ke dasar ngarai. Dia berhasil menemukan kepingan
batu karang itu. Ukuran lebarnya hampir sekaki. Dengan rasa
nyeri, didorongnya tubuh Rodrigues ke pundaknya, kemudian
baru diseretnya dirinya sendiri ke atas.
Tambang ternyata kurang panjang duapuluh kaki. Dengan
cepat para samurai menambahinya dengan kancut mereka.
Sekarang, kalau Yabu berdiri, dia nyaris menyentuh ujungnya.
Mereka semua mulai berteriak memberi semangat dan mulai
menunggu. Sekalipun rasa benci tetap tertanam di hatinya, Blackthorne
mau tak mau memuji keberanian Yabu. Enam kali sudah ombak
hampir menelannya. Dua kali Rodrigues terlepas dari tangannya,
tapi setiap kali Yabu menangkapnya kembali, dan
menengadahkan kepala Rodrigues dari air laut yang rakus.
Blackthorne baru sadar bahwa dirinya sendiri mungkin sudah
menyerah bila dihadapkan pada keadaan macam itu. Di mana
kau peroleh keberanianmu itu, Yabu" Apakah kau anak iblis"
Kalian semuanya" Untuk menuruni jurang itu saja perlu keberanian. Pada
mulanya Blackthorne mengira Yabu hanya membual, tapi
dilihatnya orang itu benar-benar memperlihatkan ketrampilannya
melawan ngarai dan hampir menang, kemudian dia mengatasi
kejatuhannya ke ngarai dengan gesit bagai orang yang cuma
tersandung; dan dia juga menyerah dengan anggun.
Jesus Kristus, aku mengagumi bangsat itu, sekaligus
membencinya. Hampir sejam lamanya Yabu mengadu kekuatan dengan laut
dengan tubuhnya yang lemah, kemudian, begitu senja tiba,
Takatashi datang membawa tambang. Mereka membuat ayunan
lalu menuruni jurang dengan ketrampilan yang tak pernah
disaksikan Blackthorne di darat.
Dengan cepat Rodrigues di bawa ke atas. Dan Blackthorne
sudah siap menolongnya, namun seorang Jepang berambut
pendek hampir botak sudah berada di sisi lutut Rodrigus.
Blackthorne henya mengawasi waktu orang itu, yang ternyata
adalah seorang tabib, mulai memeriksa kaki yang patah itu. Lalu
seorang samurai memegangi kedua bahu Rodrigues sewaktu
tabib itu menyandarkan tubuhnya ke sebelah kaki Rodrigues dan
mendorong tulang kaki sebelahnya kembali ke bawah daging.
Jari-jemari si tabib meraba-raba dan mendorong untuk
meluruskan lagi letaknya lalu membalutnya. Dia juga mulai
membebat ramuan yang tampaknya beracun ke sekeliling luka
yang merekah itu dan sesudahnya baru Yabu di bawa ke atas.
Sang daimyo menggeleng ketika hendak dibantu, diusirnya
tabib itu supaya kembali menolong Rodrigues, lalu dia duduk
dan menunggu. Blackthorne menatapnya. Yabu merasakan tatapan
Blackthome yang menusuk. Kedua lelaki itu saling bertatapan.
"Terimakasih," akhirnya Blackthorne berkata sambil
menunjuk ke Rodrigues, "Terimakasih, Yabu-san." Dengan hatihati Blackthorne membungkukkan badannya. Itu demi
keberanianmu, kau, anak lonte bemanah talk yang bermata
hitam. Yabu balas membungkuk dengan kaku. Tapi dalam hati, dia
tersenyum. ** JAMES CLAVELL SHOGUN 2 P 10 ERJALANAN mereka dari teluk ke Osaka menjemukan.
Buku pedoman nakhoda Rodrigues amat jelas dan teliti.
Pada malam pertama Rodrigues mulai siuman. Pada
mulanya dia mengira sudah tak bernyawa, tapi rasa nyeri
di tubuhnya segera memperingatkannya dari kekeliruannya.
"Mereka melunjurkan kakimu dan membalutnya," ujar
Blackthome. "Dan kedua bahunya juga dibebat erat-erat.
Shogun Karya James Clavell di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tampaknya seperti mau lepas. Sayangnya mereka tak mau
membekammu, meskipun aku juga sudah berusaha sebisaku."
"Kalau aku sudah sampai di Osaka, pastor-pastor Yesuit bisa
melakukannya." Sinar mata Rodrigues yang tersiksa amat
menjengkelkan Blackthorne.
"Bagaimana aku bisa sampai di sini, Inggris" Aku , cuma
ingat aku terlempar ke luar kapal."
Blackthorne lalu menceritakan semuanya.
"Jadi aku kini berhutang budi padamu. Terkutuk kau!"
"Dari geladak belakang sepertinya kita berhasil mencapai
teluk. Dari haluan, sudut pandangmu akan berbeda beberapa
derajat. Ombak besar itu memang sial."
"Justru itu tak membuatku khawatir, Inggris. Kau ada di
geladak belakang, kemudi kau yang pegang. Kita berdua tahu
itu. Bukan itu masalahnya. Aku menyurnpahimu karena aku kini
berhutang budi padamu"Madonna, kakiku!" Dia menangis
kesakitan. Blackthorne menyodorkan secangkir arak dan
menjaganya semalam suntuk. Badai terasa mereda. Tabib Jepang
itu datang beberapa kali dan memaksa Rodrigues mereguk
obatnya yang hangat lalu mengompres kepalanya dengan handuk
hangat serta membuka lebar-lebar lubang angin. Dan setiap kali
tabib itu melangkah pergi, Blackthorne menutup kembali lubang
angin kapal, sebab setiap orang tahu bahwa bibit penyakit itu
berterbangan di udara, bahwa semakin rapat kabin tertutup,
semakin aman dan semakin sehat pula tempatnya, khususnya
kalau ada orang yang kesehatannya segawat Rodrigues.
Akhirnya dokter itu berteriak menegur Blackthorne dan
menempatkan seorang samurai pada lubang angin supaya
membiarkannya terus terbuka.
Menjelang subuh, Blackthorne melangkah ke geladak.
Hiromatsu dan Yabu ternyata sudah lebih dulu berada di sana.
Blackthorne membungkuk resmi seperti seorang utusan.
"Konnichi wa. Osaka?"
Keduanya balas membungkuk. "Osaka. Hai, Anjin-san," ujar
Hiromatsu. "Hai! Hiromatsu-sama. Isogi, Kapten-san! Buang sauh!"
"Hai, Anjin-san!"
Blackthorne tersenyum tanpa sengaja ke arah Yabu. Yabu
membalas senyumnya, lalu melangkah pergi dengan terseokseok dan pikirnya, itu baru laki-laki sejati meski dia iblis dan
pembunuh. Bukankah kau sendiri juga pembunuh" Ya, tapi
bukan seperti itu, ujarnya, pada diri sendiri.
Blackthorne mengemudikan kapal ke Osaka tanp. kesulitan.
Pelayaran itu memakan waktu sehari-semalam dan tepat setelah
fajar keesokan harinya mereka sudah hampir mendekati jalan
jalan Osaka. Seorang pilot Jepang naik ke kapal untuk
membawanya ke dermaganya. Dengan hati lapang, karena sudah
terbebas dari tanggung jawab, Blackthorne melangkah ke bawah
untuk tidur sejenak. Sesaat sesudahnya, Kapten kapal membangunkan Blackthorne lalu membungkuk dan mengisyaratkan Blackthorne
sebaiknya bersiap untuk mendampingi Hiromatsu begitu mereka
merapat ke dermaga. "Wakarimasu ka, Mengerti Anjin-san?"
"Hai." Kelasi itu pergi. Blackthorne meluruskan punggungnya yang
terasa pegal dan nyeri, lalu dilihatnya Rodrigues yang tengah
mengawasinya. "Bagaimana rasanya?"
"Agak baikan, Inggris. Bayangkan, kakiku rasanya terbakar,
kepala mau pecah. Aku ingin sekali kencing dan lidahku rasanya
seperti tong penuh taik."
Blackthorne menyodorkan tempolong, lalu cepat-cepat
membuang muntah Rodrigues lewat lubang angin kapal.
Diisinya kembali benda itu dengan arak.
"Kau seperti perawat, Inggris. Sayang hatimu busuk."
Rodrigues tertawa dan senang rasanya mendengar tawanya
kembali. Blackthorne menghampiri buku pedoman nakhoda
Rodrigues yang terbuka lebar pada hangku, kemudian
menghampiri kotak berisi kunci rahasia. Dilihatnya kotak itu
terbuka. "Sudah kuberikan kuncinya padamu?"
"Belum. Waktu itu aku memang mencarimu. Aku harus
mendapatkan buku pedoman yang asli. Sudah kukatakan waktu
kau siuman pada malam pertama."
"Itu adil. Aku tak ingat lagi, tapi pokoknya itu adil. Dengar,
Inggris, tanyakan pada Yesuit mana saja di mana Vasco
Rodrigues tinggal di Osaka dan mereka akan mengantarkanmu
kepadaku. Kunjungilah aku dan kau bisa menyalin buku
pedoman nakhoda, kalau kau mau."
"Terimakasih. Aku sudah dapat satu. Paling tidak, sudah
kusalin apa yang bisa kusalin, dan aku juga sudah membaca
yang selebihnya dengan cermat."
"Susu ibumu!" seru Rodrigues dalam bahasa Spanyol.
"Dan ibumu!" Rodrigues kembali berbahasa Portugis. "Berbicara Spayol
membuatku ingin muntah, sekalipun kau mampu menyumpah
lebih baik dalam bahasa itu daripada bahasa mana pun. Ada
bingkisan di kotak kunci rahasia. Tolong berikan padaku."
"Yang ada cap Yesuitnya?"
"Ya." Blackthorne memberikan kotak itu padanya. Rodrigues
mengamatinya, meraba-raba cap itu dengan jarijemarinya, lalu"
tampaknya"tiba-tiba dia merubah pikirannya semula dan
menyelipkan bingkisan itu ke bawah selimut kasar yang
menyelimuti tubuhnya, kemudian menyandarkan kepalanya
kembali. "Ah, Inggris, hidup ini begitu aneh."
"Mengapa?" "Kalau aku hidup, itu karena kerahiman Tuhan, dibantu oleh
orang kafir dan orang Jepang. Kirimkan tukang makan rumput
itu ke bawah supaya aku bisa berterimakasih padanya, eh?"
"Sekarang?" "Nanti." "Baiklah." "Armadamu ini, yang kau maksudkan untuk menyerang
Manila, yang kauceritakan pada Peter itu"apakah yang benar
tentang itu, Inggris?"
"Armada kapal perang kami akan memporak-porandakan
kerajaanmu di Asia, kan?"
"Memangnya ada armada?"
"Tentu saja." "Berapa jumlah kapal di armadamu itu?"
"Lima. Selebihnya sudah berlayar buat seminggu, atau kirakira begitulah. Aku berlayar duluan untuk menyelidiki perairan
Jepang tapi sial terperangkap badai."
"Bohongmu tambah banyak lagi, Inggris. Tapi aku tak
peduli"pada mereka yang menawanmu, jumlahnya juga
kukatakan sebanyak itu. Tak ada lagi kapal plau armada
lainnya." "Lihat dan tunggu sajalah."
"Akan kulihat." Rodrigues mereguk araknya dalam-dalam.
Blackthrone melemaskan otot-ototnya lalu melangkah ke
lubang angin kapal, bertekad ingin menghentikan pembicaraan.
Dia lalu melemparkan pandang ke arah pesisir dan kota. "Kukira
London itu kota terbesar di dunia, tapi dibandingkan Osaka,
London termasuk kecil."
"Jepang-Jepang itu punya belasan kota seperti ini," buhut
Rodrigues yang juga senang dapat menyudahi permainan
kucing-tikus ini, yang nampaknya takkan menghasilkan buah
tanpa memeras otak. "Miyako, ibukotanya, yang terkadang
disebut juga Kyoto, adalah kota terbesar di kerajaan ini, dua kali
lebih besar dari Osaka, kata orang. Menyusul Yedo, ibukotanya
Toranaga. Aku sendiri belum pernah ke sana"Toranaga sengaja
mengunci rapat-rapat ibukota wilayahnya"kota terlarang. Tapi
masih?" tambah Rodrigues ?"masih tak ada bedanya di manamana. Segenap milik orang Jepang secara resmi memang
terlarang bagi kita, kecuali pelabuhan Nagasaki dan Hirado.
Sudah pada tempatnya kalau imam-imam kita tak begitu
mempedulikan larangan tersebut dan menyinggahi tempattempat yang mereka senangi. Tapi pelaut-pelaut atau pedagang
seperti kita, dilarang, kecuali kalau ada surat izin dari: bupati,
atau daimyo yang agung, seperti Toranaga. Daimyo mana pun
dapat menyita kapal kita"seperti orang-orang Toranaga menyita
kapalmu"di luar Nagasaki atau Hirado. Itu peraturan hukum
mereka." "Kau mau istirahat sekarang?"
"Tidak, Inggris. Bicara lebih enak. Bicara menolong mengusir
rasa sakit. Madonna, sakitnya kepalaku! Aku tak bisa berpikir
dengan jelas. Mari kita bicara sampai kau turun ke darat.
Kembalilah nanti dan jenguklah aku, masih banyak sekali yang
ingin kutanyakan padamu. Beri aku arak lagi. Terimakasih,
terimakasih, Inggris."
"Mengapa kau dilarang pergi ke tempat-tempat yang
kausenangi?" "Apa" Oh, di sini, di Jepang" Itu karena Taiko"dialah yang
memulai semua kekacauan ini. Semenjak kami pertamakali
datang ke sini tahun 1542 buat merintis karya Tuhan dan
membawakan mereka peradaban, kami dan imam-imam kami
dapat bergerak dengan bebas, tapi begitu Taiko memegang
kekuasaan, dia mulai menciptakan larangan-larangan. Banyak
orang mengira bisa kau pindahkan kakiku, juga angkat
selimutnya dari kakiku sekalian, aduh rasanya seperti terbakar ....
ya, oh"Madonna, hati-hatilah"nah sudah, terimakasih, Inggris.
Ya, sampai di mana aku tadi" Oh, ya ... banyak orang mengira
Taika itu penisnya setan. Sepuluh tahun yang lalu dia
mengeluarkan dekrit-dekrit yang melawan para pastor dan
sernua orang yang ingin menyebarluaskan firman Tuhan,
Inggris. Dan dia membasmi setiap orang, kecuali para pedagang,
kira-kira sepuluh atau duabelas tahun yang lalu. Itu sebelum aku
datang ke perairan ini"aku di sini sudah tujuh tahun, keluarmasuk. Imam-imam mengatakan itu dikarenakan para pendeta
kafir"para pemeluk agama Budha, menyembah berhala, iri hati
dan bau. Kaum kafir ini semuanya, merekalah yang 'membisiki'
Taiko untuk memusuhi kami, saat imam-imam hampir berhasil
menjadikan Taiko memeluk agama Kristen. Ya, Pembunuh
Besar itu sendiri (Taiko) hampir berhasil menyelamatkan
nyawanya. Tapi sayang dia kehilangan keselamatannya. Ya.
Pokoknya, dia memerintahkan semua imam kita agar
meninggalkan Jepang .... Bukankah kukatakan padamu ini sudah
lebih dari sepuluh tahun yang lalu?"
Blackthorne mengangguk, senang membiarkannya meracau
begitu sekaligus senang mendengarkannya, bertekad untuk
belajar dari Rodrigues. "Taiko menyuruh semua imam berkumpul di Nagasaki,
bersiap-siap mengangkut mereka dengan kapal ke Macao,
dengan perintah-perintah tertulis supaya jangan pernah kembali
lagi sampai mati. Lalu, tiba-tiba dia membiarkan mereka semua
begitu saja dan tak pernah berbuat begitu lagi. Sudah kukatakan,
Jepang-jepang itu selalu berubah pendirian. Ya, dia benar-benar
membiarkan mereka begitu saja dan tak lama sesudahnya,
segalanya berjalan seperti semula, kecuali sebagian terbesar
imam-imam itu harus tinggal di Kyushu, di mana kita disambut
baik. Sudahkah kuceritakan bahwa Jepang itu terdiri dari tiga
buah pulau besar, Kyushu, Shikoku, dan Honshu" Dan juga
ribuan pulau kecil lainnya. Masih ada lagi pulau lain yang
letaknya jauh d utara"sejumlah orang mengatakan, itulah
daratan utamanya"namanya Hokkaido, tapi cuma monyet
monyet pribumi yang tinggal di sana."
"Jepang itu dunia yang bertolak-belakang, Inggris."
Pater Alvito mengatakan padaku, segalanya berjala seperti
biasa lagi, seperti tidak ada apa-apa. Taiko tetap ramah seperti
semula, sekalipun dia tak pernah beralih agama. Dia hampir tak
menyegel sebuah gereja pun dan hanya pemah membasmi dua
atau tiga buah di wilaya daimyo yang memeluk agama Kristen"
tapi itu hanya"taktik untuk merebut wilayah kekuasaannya"
dan juga tak pernah mengeluarkan Dekrit Pengusiran. Kemudian, tiga tahun yang lalu, dia menggila lagi dan membunuh
dua puluh enam imam. Dia menyalib mereka di Nagasaki. Tanpa
sebab. Dia itu maniak, Inggris. Tapi setelah menghabisi nyawa
kedua puluh enam orang itu, dia tak berbuat apa-apa lagi. Dia
mati tak lama sesudahnya. Itu campur tangan Tuhan, Inggris. Dia
dikutuk Tuhan, juga benih keturunannya. Aku yakin akan hal
itu." "Banyak orang yang berhasil kau jadikan Kristen di sini?"
Tapi Rodrigues nampaknya tak mendengar, asyik dengan
pikirannya sendiri. "Mereka semua binatang"Jepang-Jepang itu.
Sudah kuceritakan padamu tentang Pater Alvito" Dia yang jurubahasa itu"mereka memanggilnya Tsukku-san, Tuan Juru
Bahasa. Dia jurubuhasa Taiko, Inggris, kini dia menjabat jurubahasa resmi bagi Dewan Bupati. Dia mampu berbahasa Jepang
lebih baik dari sebagian besar orang Jepang sendiri dan malah
lebih banyak tahu tentang mereka daripada siapa saja. Dia
bercerita padaku, ada gundukan tanah setinggi lima belas kaki di
Miyako"itu nama ibukota, Inggris. Taiko punya koleksi hidung
dan telinga tentara Korea yang tewas dalam perang dengan
Jepang dan yang dikubur di sana. Korea itu termasuk bagian
wilayahnya, letaknya sebelah barat Kyushu. Betul! Demi
perawan Maria, tak pernah ada pembunuh seperti dia walau
mereka semua sama jahatnya." Kedua mata Rodrigues terkatup
kembali dan dahinya terlihat memerah.
"Banyak orang yang berhasil kau Kristenkan?" Blackthorne
bertanya lagi dengan hati-hati, bertekad untuk mengetahui
berapa banyak jumlah musuhnya di tempat ini.
Di luar dugaannya, Rodrigues menjawab, "Ratusan ribu jiwa,
dan terus bertambah lagi setiap tahun. Sejak kematian Taiko,
kami malah punya jumlah yang lebih banyak lagi dari semula.
Mereka yang biasanya memeluk agama Kristen secara diamdiam, kini pergi ke gereja secara terang-terangan. Sebagian besar
penduduk pulau Kyushu sekarang sudah Katolik. Sebagian besar
daimyo Kyushu sudah menanggalkan kepercayaannya yang
lama. Nagasaki sudah jadi kota Katolik, kaum Yesuit sudah
memilikinya, mengaturnya dan mengontrol seluruh perdagangannya. Semua perdagangan lewat Nagasaki. Kami
punya katedral, belasan gereja, dan belasan lainnya lagi tersebar
di seluruh Kyushu, tapi cuma sedikit di sini, di wilayah utama,
Honshu dan"." Rasa sakit kembali menghentikannya berbicara.
Sesaat kemudian dia melanjutkan, "Di Kyushu saja ada tiga atau
empat juta jiwa. Mereka semua akan segera menjadi Katolik.
Sudah ada dua puluh juta lebih orang Jepang di kepulauan itu
dan tak lama lagi?" "Itu mustahil!" Blackthorne serta-merta mengutuki dirinya
sendiri karena menyela arus informasi yang tengah mengalir.
Shogun Karya James Clavell di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Untuk apa aku harus berbohong" Sepuluh tahun yang lalu
ada sensus. Pater Alvito mengatakan, Taiko sendiri yang
memerintahkan dan Taiko mestinya tahu bahwa Pater juga ada di
sana. Untuk apa dia harus berbohong?" Mata Rodrigues mulai
memancarkan semangat dan kini mulutnya ikut terbawa dengan
semangatnya. "Itu lebih banyak dari jumlah penduduk Portugis,
Spanyol, Perancis, Spanyol koloni negeri Belanda dan Inggris
yang dijadikan satu dan kau masih bisa menambahkan hampir
seluruh kekaisaran Roma ke dalamnya untuk menyamakannya!"
Astaga"Tuhan, pikir Blackthorne, seluruh penduduk Inggris
saja tak lebih dari tiga juta jiwa. Dan itu sudah termasuk Wales.
Kalau jumlah orang Jepang sebanyak itu, bagaimana kita bisa
berhubungan dengan mereka" Kalau benar jumlahnya dua puluh
juta, itu berarti mereka dengan mudah bisa 'mencetak' tentara
yang jumlahnya melebihi jumlah seluruh penduduk kita, kalau
mereka mau. Dan kalau semua tentaranya sama ganasnya dengan
beberapa tentara Jepang yang pernah kulihat"dan memang,
mengapa tidak"dan demi luka Tuhan, mereka memang tak
terkalahkan. Dan seandainya setengah dari mereka sudah
Katolik, dan seandainya kaum Yesuit di sini sudah cukup kuat,
dan jumlah mereka akan terus bertambah, dan tak ada fanatisme
yang melebihi orang fanatik yang murtad, jadi peluang apa yang
akan kami dan orang Belanda dapatkan di Asia ini"
Nol! "Kalau pikirmu itu sudah banyak," ujar Rodrigues lagi,
"tunggulah sampai kau pergi ke Cina. Di sana semua
penduduknya berkulit kuning, semuanya berambut dan bermata
hitam. Oh, Inggris, kuberitahu, kau masih harus banyak belajar.
Aku berada di Canton tahun lalu, berdagang sutera. Canton itu
kota bertembok di selatan Cina, pada Sungai Mutiara, di sebelah
utara Kota Suci kita di Macao. Ada sejuta orang kafir pemakan
anjing di balik tembok itu saja. Cina memiliki jumlah penduduk
yang melebihi segenap penduduk dunia yang disatukan.
Mestinya demikian. Coba pikir!" Rasa nyeri mulai lagi
menggerayangi Rodrigues dan sebelah tangannya memegangi
perutnya. "Apa darahku ada yang dihisap" Di sebelah mana?"
"Tidak. Aku yakin betul. Paling cuma kaki dan bahumu. Kau
tak menderita luka di dalam, Rodrigues"paling tidak, rasanya
tidak." "Seberapa parahnya kakiku?"
"Kakimu dicuci dan dibersihkan air laut. Bekas patahannya
juga sudah bersih dan kulitnya juga sudah bersih, saat ini."
"Kau sempat menuangkan brandy di atasnya dan
membakarnya?" "Tidak. Mereka tak mengizinkan"mereka malah mengusirku
pergi. Tapi tabib itu nampaknya tahu betul apa yang harus
dilakukannya. Apakah anak buahmu akan segera naik ke kapal?"
"Ya. Begitu kita masuk ke galangan. Nampaknya itu lebih
mungkin." "Bagus. Apa yang kau katakan tadi" Tentang Jepang dan
Cina?" "Aku terlalu banyak bicara, mungkin. Masih cukup waktu
buat membicarakan itu."
Blackthorne mengawasi tangan Rodrigues yang masih sehat,
berikut bingkisan yang bersegel itu, dan lagi-lagi dia bertanyatanya apa pentingnya barang itu. "Kakimu akan sembuh kembali.
Kau akan segera tahu dalam satu minggu ini."
"Ya, Inggris." "Kurasa takkan membusuk"tak bernanah"kau masih bisa
berpikir dengan jelas, jadi otakmu tak apa-apa. Kau akan sehat
kembali, Rodrigues."
"Aku masih berhutang budi padamu." Tubuh orang Portugis
itu bergetar. "Waktu aku tenggelam, aku hanya berpikir tentang
ketam-ketam yang datang memanjat ke mataku. Aku sudah bisa
merasakan gelitiknya di sekujur badanku, Inggris itulah ketiga
kalinya aku terlempar ke laut dan setiap kali rupanya malah lebih
sial." "Aku sudah empat kali diceburkan ke laut. Tiga kali oleh
orang Spanyol." Pintu kabin terbuka dan kapten Jepang itu membungkuk dan
mengisyaratkan Blackthorne agar naik ke atas.
"Hai!" Blackthorne bangkit. "Kau tak berhutang apa-apa
padaku, Rodrigues," ujarnya ramah. "Kau yang membangkitkan
semangat hidupku dan menolongku waktu aku tengah berputusasa, dan aku berterima kasih untuk itu. Jadi kedudukan kita seri."
"Mungkin, tapi dengarkan, Inggris, ini ada kebenaran bagimu,
hitung-hitung setengah pembayaran di muka: Jangan lupa, orang
Jepang itu bermuka enam dan berhati tiga. Kata pepatah, seorang
lelaki itu punya hati palsu di mulutnya, yang telihat oleh seluruh
dunia, satu lagi ada di balik dadanya"untuk dipamerkan bagi
teman-teman khususnya dan keluarganya, dan yang sejati, yang
benar, dan, yang amat rahasia, yang tak pernah diketahui seorang
pun kecuali dirinya sendiri, tersembunyi di suatu tempat yang
hanya diketahui Tuhan. Pokoknya mereka itu pengkhianat yang
tak dapat dipercaya dan berhati busuk, sarnpai tak dapat
ditebus." "Mengapa Toranaga ingin melihatku?"
"Entahlah. Demi Perawan Maria. Aku tak tahu, Kembalilah
dan jenguk aku, kalau kau bisa."
"Ya, semoga sukses, Spanyol!"
"Air manimu! Biarpun begitu, Tuhan besertamu."
Blackthorne balas tersenyum, dan melangkah tanpa dikawal,
dan kemudian dia sudah berada di geladak dan pikirannya sudah
terasa pusing oleh pengaruh kota Osaka, ukuran raksasanya,
kerumunan penduduknya yang menyemut, dan puri maha besar
yang mendominasi kota itu. Dari dalam lingkungan puri yang
luas itu terpancarlah keindahan "donjon" (menara) yang menyilaukan"puri utamanya"berlantai tujuh atau delapan, dengan
ujung atap rumah yang menonjol dan berlekuk pada setiap
tingkatnya, dengan segenap atapnya yang berkilauan dan
tembok-temboknya yang berwarna biru.
DI sanalah tempat Toranaga, pikir Blackthorne, dirasakannya
ada kawat berduri sedingin es pada ususnya.
Sebuah tandu bertutup membawanya ke sebuah rumah yang
luas. Di sana dia dimandikan lalu makan makanan yang tak
terelakkan lagi seperti sup ikan, ikan mentah dan ikan asap, acar
dan air ramuan yang hangat sekedarnya. Sebagai ganti bubur
gandum, rumah ini menyuguhkan semangkuk nasi. Sekali dia
pernah melihat nasi di Napoli. Warnanya putih dan bentuknya
padat, tapi baginya tak terasa apa-apa. Perutnya menjerit
meminta daging dan roti-roti bakar hangat berpoleskan mentega
dan segumpal daging panggang, dan kue; ayam, bir, serta telur.
Hari berikutnya, seorang pelayan wanita dikirimkan baginya.
Pakaian yang diberikan Rodrigues kepadanya ternyata sudah
disetrika. Pelayan itu hanya mengamatinya waktu dia
berpakaian, dan membantunya mengenakan sepatu katun tabinya
yang baru. Di luar sudah menanti sepasang sandal baru. Sepatu
larsnya sudah tak kelihatan. Pelayan itu menggeleng dan
menunjukkan ke arah sepasang sandal baru kemudian ke tandu
bertirai. Sekawanan samurai tampak mengerumuninya. Pernimpinnya mengisyaratkan agar dia cepat berangkat dan masuk ke
dalam tandu. Mereka segera berangkat. Tirai tandu nampak tertutup rapat.
Setelah terasa berabad-abad di dalam, tandu berhenti.
"Kau tak usah takut," ujar Blackthorne keras-keras, lalu
keluar. Pintu gerbang puri raksasa yang terbuat dari batu itu tepat
berada di depannya. Letaknya di dalam tembok setinggi
tigapuluh kaki dengan lubang-lubang puri tempat pengintaian
yang saling berpautan, juga dengan baluarti dan benteng
terdepan. Pintunya luar biasa besarnya, berlapis baja dan dibiarkan
terbuka, memakai terali besi angkat. Di seberang sana terlihat
jembatan kayu yang lebarnya duapuluh langkah dan panjangnya
duaratus langkah"mengitari parit dan berakhir pada sebuah
jembatan jungkat yang juga maha besar, serta pintu lainnya yang
ditempatkan dalam tembok kedua yang sama besar dan
tingginya. Ratusan samurai tampak di mana-mana. Semuanya
mengenakan seragam kelabu yang sama buramnya, kimono
berikat pinggang, masing-masing mengenakan lencana
melukiskan lima bulatan kecil, satu pada sebelah lengan, pada
setiap dada, dan satu lagi di tengah punggung. Lencananya
berwarna biru, nampaknya seperti bunga atau bunga-bungaan.
"Anjin-san!" Hiromatsu tampak duduk tegak-tegak di sebuah tandu terbuka
dipikul oleh empat penggotong berseragam khusus. Kimono
jendral itu coklat dan angker. Ikat pinggangnya hitam, sama
dengan warna ikat pinggang kelimapuluh samurai yang
mengelilinginya. Kimono mereka juga memiliki kelima lambang
itu, tapi warnanya merah-padam, sama dengan kain yang
berkibar pada puncak tiang kapal, yakni lambang resmi Toranaga. Samurai ini membawa tombak panjang berkilauan dengan
bendera-bendera kecil pada kepalanya.
Blackthorne membungkuk, tanpa berpikir panjang lagi,
terpana oleh kemegahan Hiromatsu. Orang tua itu balas
membungkuk dengan resmi, pedang panjangnya terjuntai lepas
di pangkuannya. Dia mengisyaratkan agar mengikuti
langkahnya. Penjaga pintu gerbang datang menghampiri. Ada sekedar
upacara pembacaan maklumat yang dipersembahkan oleh
Hiromatsu dan sejumlah upacara bungkukmembungkuk dan
tatap-menatap ke arah Blackthorne. Rombongan mereka
kemudian melangkah ke arah jembatan. Seorang pengawal
berseragam kelabu segera mendampingi mereka.
Permukaan parit yang dalam itu kira-kira lima puluh kali ke
bawah dan membentang kira-kira tiga ratus fangkah pada sisi
masing-masing, kemudian menyusul tembok-temboknya. Begitu
mereka membelok ke utara, Blackthorne berpikir: "Ya, Tuhan,
aku benci kalau harus menyusun serangan di tempat ini. Para
penjaga benteng dapat membiarkan garnisun di luar tembok
binasa hegitu saja lalu membakar jembatan, dan mereka aman di
dalam. Tuhan Yesus, tembok luarnya mestilah hampir seluas
satu mil dan lihat, mestinya tebalnya dua puluh sampai tiga
puluh kaki"yang di dalamnya juga. Dan lagipula terbuat dari
tumpukan batu. Masing-masing mestilah setinggi sepuluh kali
sepuluh kaki! Paling tidak! Lagipula bisa dipotong begitu
sempurna dan dipasang di tempatnya tanpa adukan semen
samasekali. Mestinya berat semuanya itu lima puluh ton, paling
tidak. Lebih bagus dari yang dapat kita buat. Penyergapan
dengan meriam" Sudah pasti mereka mampu mendobrak tembok
luar, tapi para pemegang meriam itu amat terbatas
kemampuannya. Susah bagi mereka untuk dapat memanjat
setinggi ini, apalagi tak ada tempat yang lebih tinggi dari mana
peluru dapat ditembakkan ke dalam puri. Sekiranya tembok luar
berhasil dihancurkan, para penjaganya masih sanggup mengusir
para penyerang dari daerah perbentengan mereka. Tapi,
sekalipun penyergapan dengan meriam dapat diusahakan dengan
memanjat hingga sampai ke tembok atas sana lalu berbelok pada
tembok yang satu lagi dan menggempurnya, mereka takkan
mampu menyakitinya. Mereka memang dapat menjebolkan pintu
gerbang yang letaknya jauh itu, tapi apa yang dapat dicapai
dengan itu" Bagaimana caranya menyeberangi parit" Rasanya
terlalu berat bagi metode normal. Puri ini jelas tak tertembus"
sekalipun dengan serdadu yang cukup banyak. Berapa jumlah
serdadu di sini" Berapa banyak penduduk kota yang bisa
memperoleh tempat perlindungan di dalamnya"
Tempat ini menjadikan Tower of London nampak seperti
kandang babi. Dan seluruh pelosok Hampton Court hanya
mampu menempati salah satu sudutnya saja!"
Pada pintu-gerbang berikutnya dilakukan lagi upacara
pemeriksaan surat-surat dan jalannya pun segera berbelok ke
kiri, ke sebuah jalan besar yang dijajari rumah-rumah berbenteng
di balik tembok-tembok besar dan kecil yang mudah dijaga,
kemudian semuanya itu menjadi berlipat ganda dengan adanya
liku-liku tangga dan jalan yang semakin rumit. Sesudahnya, masih terdapat pintu gerbang dan pemeriksaan kembali surat-surat,
berikut pintu tirai besi, lalu parit besar di sertai liku-liku dan
belok-belokan jalan hingga Blackthorne"yang tergolong
seorang pengamat teliti dengan daya ingat yang luar biasa dan
mudah mengenal arah"merasa dirinya tersesat dalam
kesimpangsiuran itu. Dan sepanjang waktu pengawal
berseragamkelabu dalam jumlah banyak selalu mengawasi
mereka dari bagian tebing yang terjal dan dari kubu-kubu tempat
pengintaian, dinding perlindungan dan baluarti mereka. Dan
masih banyak lagi yang tengah berjalan, tengah menjaga, tengah
berbaris, tengah berlatih atau tengah memelihara kuda di
kandang-kandang terbuka. Serdadu di mana-mana, dalam jumlah
ribuan. Semuanya bersenjata lengkap dan berseragam rapi.
Blackthorne mengutuki dirinya karena tak cukup pandai
mengorek keterangan lebih banyak lagi dari mulut Rodrigues.
Selain keterangan tentang Taiko dan Jepang-Jepang yang
memeluk agama Kristen yang cukup mengejutkan itu, Rodrigues
ternyata cukup pandai mengunci mulutnya sebagaimana
layaknya sikap seorang lelaki"seperti kau sendiri yang selalu
menghindari pertanyaan- pertanyaan.
Pusatkan perhatian! Cari ciri khasnya. Apa kekhasan puri ini"
Yang terbesar" Bukan, pasti ada kelemahannya. Ya. Tapi apa"
Apakah samurai berseragam kelabu bersikap bermusuhan
dengan samurai yang berseragam coklat" Tak bisa kubilang.
Mereka semua begitu serius.
Blackthorne mengamati mereka dengan cermat dan
memusatkan perhatian sampai ke perinciannya. Di sebelah kiri
terlihat kebun yang terawat apik dan beraneka warna, dengan
sejumlah jembatan kecil dan sebuah kali kecil. Tembok-tembok
kini terlihat semakin mendekat satu sama lain dan jalan-jalannya
semakin menyempit. Mereka sudah hampir mendekati menara.
Ternyata sama sekali tidak ada penduduk kota di dalamnya"
cuma ratusan pelayan dan"samasekali tak ada meriam! Itulah
kelemahannya! Kau belum melihat meriam. Satu pun belum.
Tuhan Allah di surga, tak ada meriam"karena itulah tak
pernah ada penyergapan dengan senapan!
Kalau kita memiliki senapan modern, sedangkan para penjaga
benteng itu tidak memilikinya, dapatkah kita meledakkan
tembok-temboknya, pintu-pintunya, sampai hancur binasa,
memberondongkan peluru ke dalam puri, membakar dan
merebutnya" Kita bahkan tak akan mampu menyeberangi parit pertamanya.
Dengan penyergapan senapan, kita memang mampu membuat
para penjaga benteng itu agak kawalahan, tapi mereka masih
dapat mempertahankannya"selamanya"seandainya pasukan
garnisun punya tekad kuat, sekiranya jumlah mereka cukup
banyak, cukup makanan, uir dan amunisi.
Bagaimana caranya menyeberangi parit-parit itu" Dengan
sampan" Dengan rakit-rakit"
Shogun Karya James Clavell di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pikirannya tengah mencoba menyusun rencana ketika tibatiba tandu berhenti. Hiromatsu turun. Kini keduanya berada di
jalan yang kedua ujungnya menyempit. Sebuah pintu gerbang
kayu berlapiskan besi pula, yang dibangun setinggi dua puluh
kaki dan yang dilebur dengan baluarti pada ujung-ujung atasnya
yang tiiperkuat seperti benteng, letaknya masih jauh dari menara,
yang dari tempat ini masih terlihat samar-samar. Seperti segenap
pintu masuk lainnya, gerbang yang satu ini juga dijaga oleh
pengawal berseragam coklat, satuan pengawal berseragam coklat
satu-satunya yang dilihat Bljackthorne dalam puri itu. Jelas
terlihat bahwa mereka lebih dari senang ketika melihat
Hiromatsu. Pengawal berseragam kelabu membalikkan badan lalu pergi.
Blackthorne sempat melihat pandangan penuh kebencian yang
mereka terima dari para pengawal berseragam coklat.
Jadi mereka saling bermusuhan!
Pintu gerbang terbuka, Blackthorne mengikuti orang tua itu
ke dalam. Sendirian. Para samurai lainnya tetap tinggal di luar.
Halaman puri bagian dalam dijaga oleh para pengawal
berseragam coklat yang jumlahnya semakin bertambah,
demikian pula kebun di seberangnya. Mereka menyeberangi
kebun dan memasuki benteng. Hiromatsu membuka sandalnya
dan Blackthorne berbuat yang sama.
Koridor di dalam dilapisi karpet tatami, tikar dari jenis yang
sama di mana-mana, yang bersih dan lembut yang dipasang di
atas lantai setiap rumah, kecuali rumah-rumah orang tak mampu.
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 21 Salad Days Karya Shelly Salfatira Mawar Merah 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama