Ceritasilat Novel Online

Musibah Ketiga 3

Fear Street - Cheerleaders Musibah Ketiga The Third Evil Bagian 3


pekarangan penggilingan. Mobilnya tampak di ujung jalan setapak, di
balik pagar yang tinggi. Di belakang itu hanya ada pohon-pohon
gelap. Kegelapan. Kegelapan abadi.
Ia meraih ke bawah dan membantu Debra naik ke puncak.
Debra berlutut di kayu yang lembap, lalu bangkit dengan waswas. "Ini
benar-benar konyol," gumamnya.
"Pemandangannya bagus," ujar Corky sambil menatap ke arah
pepohonan. "Katanya ada yang perlu kaubicarakan," Debra mengeluh
sambil menggelengkan kepala. "Sebenarnya kita juga bisa bicara di
bawah." "Kau takut ketinggian?" tanya Corky. Ia menatap Debra dengan
tajam. "Tidak juga." Kau seharusnya takut, pikir Corky sambil mengamati temannya
itu. Kau seharusnya takut sekali, Debra.
"Untuk apa sih kita naik ke sini?" tanya Debra. Ia
mencondongkan badan ke depan, menekuk lutut, dan membiarkan
tangannya menumpu pada pahanya.
"Untuk mendapat perspektif yang berbeda," balas Corky dengan
serius. "Hah?" Corky angkat bahu sambil tersenyum. "Aku juga tidak tahu
kenapa," katanya, "tapi aku merasa lebih aman di sini. Aneh, ya?"
"Lebih aman" Dari Kimmy, maksudmu?" Debra bertanya
sambil mengerutkan kening.
"Yeah, dari Kimmy. Dari semuanya," jawab Corky.
Embusan angin hangat membuat rambut Corky berkibar-kibar.
Dengan hati-hati ia beringsut-ingsut mendekati Debra.
"Hmm, aku tetap bingung soal Kimmy," ujar Debra, yang masih
membungkuk. "Semuanya begitu menakutkan."
Tidak apa-apa, pikir Corky. Habis ini kau tidak perlu takut lagi.
Selamat jalan, Debra. Selamat terbang"dan selamat mendarat.
Ia mengulurkan kedua tangannya dan meraih pundak Debra
untuk mendorongnya ke bawah.
Bab 17 Sesuatu yang Patut Ditunggu
KETIKA Corky meraih pundak Debra, Debra menoleh dan
tersenyum, tanpa menyadari maksud Corky. "Aku tidak apa-apa,"
Debra berkata. Siapa bilang" pikir Corky. Kau bakal mampus. Ia
mengencangkan otot lengannya dan mulai mendorong.
"Hei, kalian"turun dari situ!!"
Suara pria itu membuat Corky tersentak kaget.
"Oh!" ia berseru dan nyaris terjatuh dari kincir.
"Turun!" ulang pria itu gusar. Berkas sinar yang terang dari
sebuah lampu senter menerpa wajah Corky, lalu beralih kepada Debra.
"Masa kalian tidak tahu bahwa ini berbahaya?"
Corky memicingkan mata. Ia melihat seorang pria mengenakan
sweter dan overall menatap mereka sambil menggerak-gerakkan
senternya. "Kami tidak berbuat apa-apa kok!" Debra berseru ke bawah.
"Kalian masuk tanpa izin!" pria itu menyahut. "Ayo, turun!
Sebelum saya panggil polisi!"
"Oke, oke. Kami akan turun," kata Debra. Ia jongkok, lalu
duduk di kincir. Kemudian ia membalik ke posisi tengkurap, dan turun
dengan hati-hati. Corky tetap berdiri di atas. Kemarahannya memuncak. Roh
jahat di dalam dirinya bangkit sehingga seluruh tubuhnya serasa
terbakar. Aku akan meledak! pikirnya. Habis itu kupelintir kepala orang
itu sampai lehernya patah. Habis itu kucabut kepalanya dan kutarik
otaknya keluar lewat batang lehernya.
Pikiran-pikiran jahat itu menyambar-nyambar bagaikan petir.
Tapi ketika melihat Debra turun dengan hati-hati, kemarahan
Corky segera mereda. Untuk apa aku buang-buang waktu dengan
orang tolol itu" pikirnya.
Debra-lah sasaranku. Debra-lah yang harus mati.
Corky segera menyusul ke bawah. Setelah sampai di tanah, ia
melotot ke arah pria bersenter itu.
"Saya tahu kalian anak muda berpikiran bakal hidup untuk
selama-lamanya," kata orang itu sambil mengarahkan cahaya
senternya ke wajah Corky, "tapi seharusnya kalian jangan cari perkara
di atas sana." Aku memang bakal hidup selama-lamanya! ujar Corky dalam
hati, dan ia merasakan bahwa darahnya mulai mendidih lagi. Tapi ia
tetap menahan diri. "Sudahlah, saya tidak butuh ceramah dari Anda,"
katanya, lalu bergegas menyusul Debra yang telah menuju ke mobil.
Tidak lama kemudian Corky menurunkan Debra di samping
mobilnya di lapangan parkir yang sepi di belakang mall.
"Kita jadi tidak sempat bicara," ujar Debra sambil membuka
pintu. "Besok aku akan menghabisimu," kata Corky.
Debra membelalakkan mata. "Hah" Apa?"
"Aku bilang besok aku akan menghubungimu," balas Corky,
yang langsung menyadari kekeliruannya.
"Oh." Debra kembali memicingkan mata. Ia tertawa dengan
gelisah. "Rupanya aku salah dengar tadi." Ia melambaikan tangan
kepada Corky, lalu menutup pintu.
Kau tidak salah dengar. Besok aku akan menghabisimu, pikir
Corky. Ini sesuatu yang patut ditunggu. Besok aku akan
menghabisimu, Debra. Ia membelokkan mobilnya dan menuju ke
pintu keluar. Setelah itu giliran Kimmy.
Kimmy tahu terlalu banyak.
Dan pengetahuan itu adalah sesuatu yang berbahaya.
Jadi, selamat jalan, Debra. Dan selamat jalan, Kimmy. Selamat
jalan, para cheerleader. Kelihatannya mulai sekarang cuma aku yang
bakal bersorak-sorai. Corky terkekeh-kekeh. Begitu banyak yang patut ditunggu, katanya dalam hati sambil
membelok ke Fear Street. Wajah Hannah muncul dalam benaknya. Wajah Hannah yang
sedang tersenyum. "Jangan kuatir, Hannah," Corky berkata keras-keras. "Aku tidak
melupakanmu. Kau segera dapat giliran juga."
Bab 18 Tenggelam CORKY terbangun. Terjaga penuh. Sadar. Ia melihat lampu
kuningan dengan bola putihnya di langit-langit. Tirai-tirai tergantung
lurus dan diam di depan jendela yang gelap. Sikat rambutnya
tergeletak di atas meja rias.
Semuanya begitu jelas. Begitu tajam. Segala sesuatu yang
terjadi sebelumnya kini seakan-akan merupakan mimpi yang serba
kabur. Ia duduk tegak dan menatap weker di samping tempat tidurnya.
Pukul 03.07 dini hari. Tengah malam buta.
Apa yang membuatnya terjaga" Dan kenapa ia merasa begitu...
ringan" Ada yang lain, Corky menyadari. Ada yang berubah.
Bayangan-bayangan pucat menari-nari di langit-langit.
Semuanya kelihatan begitu jelas, begitu tajam.
Dan kemudian Corky menyadarinya.
Roh jahat itu telah pergi.
Corky kembali menjadi dirinya sendiri. Ia kembali melihat
segala sesuatu melalui mat-nya sendiri. Kembali berpikir dengan
pikirannya sendiri. Aku pulih! katanya dalam hati.
Ia sudah pergi! Ia betul-betul sudah pergi!
Penuh gairah ia menyingkap selimut dan mengayunkan kaki
turun dari tempat tidur. Tapi sebuah perasaan aneh membuatnya ragu. Sebuah perasaan
yang tak dapat dijelaskannya. Seperti ada sesuatu...sesuatu di dalam
dirinya. Ia kembali duduk di tempat tidur.
Corky sadar bahwa ia masih ada. Apakah ia sedang tidur"
Apakah roh jahat juga perlu tidur"
Sampai kapan aku bebas dari pengaruhnya" ia bertanya-tanya
dengan sedih. Kapan ia akan terbangun dan mengambil alih lagi" Dan
apakah aku akan jadi tawanan lagi, tawanan di dalam tubuhku sendiri"
Berbagai pikiran berkecamuk di dalam benaknya. Pikiranpikiran suram. Corky memejamkan mata dan menarik napas dalamdalam.
Bagaimana aku bisa mengusirnya" ia bertanya dalam hati.
Bagaimana aku bisa merebut tubuhku kembali... sebelum aku
membunuh teman-temanku"
Roh jahat di dalam dirinya bergerak sedikit. Bergerak, namun
tidak sampai terbangun. Selama ia bangun, aku seperti bermimpi, pikir Corky. Aku
seperti tertidur di suatu tempat, suatu tempat di dalam tubuhku sendiri.
Tertidur sambil memimpikan semua hal yang benar-benar terjadi.
Tiba-tiba ia teringat pada mimpinya. Ia berada di atas kapal
layar yang cantik, dengan gaun panjang berwarna putih. Berlayar di
atas permukaan air yang berkilau keemasan.
Dan anak-anak itu memanggilnya dengan nama Sarah.
Sarah... Sarah Fear"
Corky berusaha mengingat-ingat kisah Sarah Fear.
Beberapa bulan sebelumnya, seorang wanita muda yang aneh
bernama Sarah Beth Plummer, seorang keturunan Sarah Fear, telah
menceritakan kisah itu kepada Corky. Atau paling tidak sebagian,
sebelum ia meninggalkan Shadyside.
Corky ingat bahwa Sarah Fear adalah wanita muda yang hidup
di akhir abad 19. Ia juga dikuasai oleh roh jahat itu. Dalam musim
panas 1898, ia pergi berlayar di Danau Fear. Pada suatu hari yang
indah dan tenang. Tapi kapal pesiarnya terbalik, dan semua
penumpangnya"termasuk Sarah"tenggelam.
Ya. Corky tahu kisah itu. Kisah itulah yang kemudian terwujud
kembali dalam mimpinya. Hanya saja mimpi tersebut bukan mimpi, melainkan sepenggal
kenangan. Sepenggal kenangan dari kehidupan Sarah Fear.
Apakah ini masuk akal" Corky bertanya dalam hati.
Mungkinkah kenangan Sarah Fear masuk ke dalam pikiranku waktu
aku sedang tidur" Itu pasti kenangan, pikir Corky. Semuanya terlalu jelas, terlalu
nyata untuk dianggap sebagai mimpi.
Corky turun dari tempat tidur, dan mulai berjalan hilir-mudik di
karpet sambil merenungkan hal tersebut.
Apa arti mimpi itu" Kenapa aku memimpikannya" Bagaimana
aku sampai bisa masuk ke kehidupan Sarah Fear"
Sekali lagi ia merasakan roh jahat di dalam dirinya bergerakgerak.
Ia segera berhenti. Menunggu. Menahan napas.
Tapi tidak terjadi apa-apa. Roh jahat itu tetap tidur.
Sambil terengah-engah Corky duduk di tepi tempat tidur. Ia
membayangkan Sarah Fear dengan topi jeraminya yang lebar dan
gaun putihnya yang panjang, bersandar di pagar kapal layar yang
terayun-ayun pelan. Bagaimana aku sampai bisa melihat itu semua" Corky terheranheran, lalu memejamkan mata dan berusaha untuk membayangkannya
sekali lagi. Bagaimana aku sampai bisa melihat semuanya begitu
jelas" Sarah Fear yang malang. Ia pun dikuasai roh jahat itu sampai
akhir hayatnya. Corky membuka mata. Sebuah pikiran baru membuat
jantungnya berdetak lebih cepat.
Roh jahat itu menguasai Sarah"dan juga menyimpan
ingatannya. Ingatan Sarah Fear ada di dalam roh jahat itu, Corky menyadari.
Roh jahat itu menyimpan ingatan dari semua orang yang pernah
dikuasainya selama ini. Roh jahat itu mengambil alih pikiran mereka. Ia menguasai
pikiran mereka. Dan itu berarti ia juga menguasai ingatan mereka.
Jadi, jauh di dalam pikiran roh jahat itu, ingatan Sarah Fear
masih tersimpan utuh. Dan sebagian berhasil lolos dan menyusup ke dalam mimpi
Corky ketika ia sedang tidur.
Bagaimana aku bisa meraih sisanya" Corky bertanya dalam
hati. Bagaimana aku bisa kembali masuk ke dalam alam pikiran Sarah
Fear" Tiba-tiba ia terenyak dan menggigil.
Untuk apa aku menggali ingatan Sarah Fear yang malang" Apa
gunanya" Sarah Fear meninggal hampir seratus tahun lalu.
Hampir seketika ia mengetahui jawabannya.
Sarah Fear merupakan satu-satunya orang yang berhasil
mengalahkan roh jahat itu.
Ketika Sarah meninggal, roh jahat itu ikut dikubur bersamanya.
Dan tinggal di dalam liang lahat selama hampir seratus tahun.
Aku pun ingin mengirim roh jahat itu ke kuburan, pikir Corky
sambil terengah-engah. Benaknya dipenuhi berbagai macam gagasan.
Aku mau mengusir roh jahat itu, sama seperti yang kaulakukan,
Sarah. Tapi bagaimana caranya" Bagaimana kau melakukannya"
Rahasia Sarah Fear memang ikut terkubur bersamanya. Tapi
Corky tahu bahwa rahasia tersebut pasti masih tersimpan dalam
ingatan Sarah. Dan ingatan Sarah tersimpan di suatu tempat di dalam pikiran
Corky. Aku tinggal mencarinya, pikir Corky. Aku harus mencari
sampai aku menemukan ingatan Sarah Fear.
Aku harus membiarkan diriku hanyut ke dalam ingatan Sarah
Fear. Setelah itu aku mungkin bisa belajar dari Sarah Fear bagaimana
caranya mengalahkan roh jahat itu.
Corky mendadak sadar bahwa seluruh tubuhnya gemetaran.
Tangan dan kakinya dingin seperti es. Jantungnya berdegup-degup
kencang di dalam dada. Sementara gagasan-gagasan liar ini terus berkecamuk dalam
benaknya, Corky kembali ke tempat tidur, berbaring di atas seprai
yang sejuk, lalu menarik selimut sampai ke dagu.
Ia memejamkan mata dan menunggu sampai tubuhnya berhenti
gemetaran, sampai ia berhenti menggigil, sampai napasnya kembali
normal. Kemudian, masih sambil memejamkan mata, ia berusaha
berkonsentrasi. Ia membayangkan Sarah Fear. Kapal layar yang terayun-ayun.
Permukaan danau yang berkilau keemasan.
Corky memaksakan diri untuk bernapas pelan-pelan, pelanpelan... dan ia hanyut ke dalam ingatan si roh jahat.
Ia menyelinap ke dalam bayang-bayang yang lebih gelap dari
yang pernah dialaminya, dan tenggelam semakin dalam. Gelap"
semakin gelap. Kegelapan yang begitu pekat di dalam pikirannya
sendiri. Begitu dalam. Semakin dalam. Sampai ia mendengar suara mengerang dan
merintih. Teriakan-teriakan bernada ngeri. Semakin dalam ia
meluncur, memasuki ingatan si roh jahat. Teriakan-teriakan itu


Fear Street - Cheerleaders Musibah Ketiga The Third Evil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berubah menjadi suara melolong. Pekikan kesakitan yang penuh
derita. Kegelapan yang mengelilinginya terasa berat dan dingin.
Gumpalan-gumpalan kabut kelabu melintas di hadapannya, bagaikan
hewan-hewan yang terluka. Ia dikepung oleh jeritan-jeritan
memilukan yang menariknya ke bawah, ke bawah....
Ketika jeritan-jeritan itu bertambah keras dan kegelapan di
sekelilingnya berubah menjadi sesuatu yang hidup, sebuah bayangan
lapar yang seakan siap menelannya bulat- bulat. Corky dicekam
ketakutan yang tak tertahankan.
Seakan-akan segenap ketakutan dari semua orang yang pernah
dikuasai roh jahat itu dituang ke dalam dirinya.
Ketakutan tanpa akhir. Penderitaan tanpa akhir. Semuanya di
dalam dirinya sendiri. Ia berusaha meraihnya. Menjangkaunya. Menariknya ke dalam
kancah kengerian tak terperikan yang telah menggumpal selama
berabad-abad. Tidak, aku mau keluar, pikir Corky. Ia memberontak melawan
kegelapan, melawan penderitaan di dalam dirinya. Aku tidak mau
tinggal di sini. Aku tidak mau mendengarnya. Aku tidak mau
melihatnya. Tapi ia tak punya pilihan. Kini sudah terlambat.
Ia meluncur ke masa lampau, menyusup ke ingatan makhluk
laknat yang menguasai dirinya.
Bab 19 Rahasia Sarah Fear SARAH berdiri di pagar kapal sambil menatap permukaan
Danau Fear yang berkilau-kilau. Layar-layar di sampingnya berkepakkepak karena angin yang bertiup pelan.
Saat membelah air, kapal itu meninggalkan riak biru-kehijauan
di belakangnya. Sarah mengamati permukaan air yang berkilau
keemasan akibat pantulan cahaya matahari.
Anginnya begitu pelan, pikir Sarah. Pasti lama sekali sebelum
kita tiba di tepi seberang.
Namun Sarah tidak keberatan. Ia tidak terburu-buru.
Sambil mendesah, ia menghadapkan wajahnya yang pucat ke
arah matahari, dan memejamkan mata. Selama beberapa saat ia berdiri
tanpa bergerak, diam seperti patung, sambil menikmati kehangatan
sinar mentari. "Bibi Sarah?" Ketenteramannya terganggu oleh suara anak lakilaki. "Temani Margaret dan aku."
Sarah membuka mata dan tersenyum kepada Michael,
keponakannya yang masih kecil. Dalam cahaya matahari yang
cemerlang, bocah itu tampak berkilau bagaikan air di sekeliling
mereka. Baju kelasinya yang putih dan rambut ikalnya yang pirang
kelihatan seakan-akan menyala. "Temani kami."
"Sebentar lagi," jawab Sarah. Dengan hati-hati ia menepuknepuk kepala bocah itu, seolah-olah takut bahwa rambut pirangnya
benar-benar terbakar. "Aku mau berdiri dulu di sini. Aku masih
menikmati embusan angin yang lembut."
"Ayah mana?" Michael bertanya sambil mengamati seluruh
geladak. "Ayahmu lagi ke bawah," balas Sarah sambil menunjuk tangga
yang menuju ke kabin di bawah geladak. "Ayahmu sedang sakit
kepala. Kasihan dia."
"Kapal kita terlalu lamban," Michael mengeluh.
"Ya"kami ingin melaju dengan kencang," adiknya, Margaret,
berseru dari kursinya. Sarah tertawa. "Kita tidak bisa melaju kalau tidak ada angin," ia
menjelaskan kepada mereka.
"Michael"kau mau pegang kemudi?" Jason Hardy memanggil
dari buritan. Sarah langsung membalik. Suara pria itu sempat
membuatnya terkejut. Sarah hampir lupa bahwa Jason ikut naik kapal.
Jason Hardy, pelayan pribadi Sarah, adalah pria jangkung
berwajah serius. Kumis hitamnya, yang kaku karena diolesi lilin,
membentang ke kiri-kanan wajahnya, bagaikan sayap burung. Ia
mengenakan topi laksamana biru, blazer berwarna sama, serta celana
pelaut berwarna putih. Sambil melambaikan tangan ia memanggil
Michael untuk mengambil alih kemudi.
"Aku juga!" seru Margaret. Ia segera bangun dari kursinya dan
berlari ke arah kemudi. "Tidak, Margaret," Sarah menegurnya sambil tertawa.
"Mengemudikan kapal layar adalah tugas laki-laki. Itu tidak pantas
untuk seorang wanita."
"Masa bodoh." Margaret merengut sambil bertolak pinggang.
Meski demikian ia segera berhenti dengan patuh.
Wajah Michael tampak berseri-seri ketika ia menggenggam
kemudi yang besar dengan kedua tangan, sementara Hardy memberi
petunjuk bagaimana caranya mengemudikan kapal.
Sarah kembali berpaling ke arah pagar, lalu menarik napas
panjang. Di kejauhan ia melihat pohon-pohon cemara di Pulau Fear,
pulau kecil yang terletak di tengah-tengah danau.
Anak-anak kelihatan begitu ceria, begitu sehat, ia berkata dalam
hati. Belum pernah aku melihat mereka seriang ini sejak ibu mereka
meninggal. Sesuatu berkepak-kepak di dekat wajah Sarah. Ia kaget, dan
mundur selangkah. Ternyata seekor kupu-kupu. Sayapnya berwarna
hitam dan emas"seekor kupu-kupu Monarch.
Kau jauh sekali dari daratan, pikir Sarah sambil mengagumi
makhluk kecil yang melayang-layang di atas pagar. Kau mengikuti
kami ke atas kapal tadi"
Kupu-kupu itu menggerakkan sayapnya tanpa bersuara,
melayang-layang di depan wajah Sarah.
Begitu indah, Sarah berkata dalam hati. Begitu rapuh. Ia
mengangkat tangan, menangkap kupu-kupu itu, lalu mengepalkan
tangan untuk meremukkannya.
Suara di dalam kepalanya tertawa dengan kejam.
ebukulawas.blogspot.com Suara yang sudah sering didengarnya.
"Bibi Sarah!" Seruan Margaret mengusir suara itu. "Bibi apakan
kupu-kupu itu?" "Kupu-kupu?" Sarah berpaling dan menghadap gadis cilik itu
sambil pasang tampang tak berdosa. "Kupu-kupu yang mana,
Margaret" Aku tidak melihat apa-apa."
Ia membuka kepalan tangannya dan membiarkan sisa-sisa
serangga itu jatuh ke air.
Kemudian ia mengusapkan tangan pada pagar kapal.
Satu pembunuhan lagi, pikir Sarah dengan getir. Satu
pembunuhan lagi... Sebuah awan kecil melintas di depan matahari. Air di sekeliling
perahu mendadak gelap. Berapa pembunuhan lagi" Sarah bertanya-tanya, sambil
meremas-remas pagar kapal dengan kedua tangannya.
"Masih banyak lagi," sahut suara tadi. "Sebanyak yang kita
inginkan." Sarah merinding. "Aku ingin kau pergi," Sarah berkata
menentang angin. Terdengar suara tawa. "Aku takkan pernah meninggalkanmu,"
ujar suara itu, suara roh jahat yang menumpang di dalam tubuhnya.
"Aku ingin kau pergi."
"Tapi aku merupakan bagian darimu," dalih roh jahat itu.
"Tidak!" protes Sarah.
"Bibi Sarah?" Sebuah tangan mungil menarik-narik gaunnya
yang panjang. "Bibi Sarah" Bibi tidak apa-apa?"
"Aku... tidak apa-apa," jawab Sarah cepat-cepat. Kemudian ia
menoleh dan melihat Margaret menatapnya. Wajahnya yang cantik
dan pucat tampak cemas. "Aku baik-baik saja, Margaret."
Sarah berpaling kepada Jason Hardy. "Biarkan Margaret pegang
kemudi sebentar. Ini akan jadi rahasia kita bersama."
Margaret memekik gembira dan bergegas untuk menemani
kakaknya. Sarah semakin erat menggenggam pagar kapal, dan ia
mencondongkan badan ke depan sampai ia merasakan percikanpercikan air dingin menerpa wajahnya. Begitu menyegarkan, begitu...
bersih. Ia memejamkan mata dan tidak bergerak. Kemudian ia
melonggarkan genggamannya dan bersandaran dengan pinggangnya
yang terikat korset. Aku tahu cara membunuhmu, katanya dalam hati. Aku tahu
cara mengenyahkanmu. Aku tahu cara membebaskan diri dari
kebusukanmu. Ia menunggu sampai suara di dalam kepalanya menyahut. Ia
tidak perlu menunggu lama-lama.
"Kau tidak bisa membunuhku, Sarah."
Bibirnya yang pucat mengembangkan senyum getir. Aku tahu
caranya. Ia merinding ketika keraguan menyerang dirinya, dan ia
kembali berpegangan dengan erat pada pagar kapal.
Aku tahu caranya. Aku hanya belum tahu apakah aku sanggup
melakukannya. Lagi-lagi suara tawa bernada jahat bergema di dalam kepalanya.
"Aku akan pindah ke tubuh anak-anak," roh jahat itu berkata.
Ancaman yang paling keji dari semuanya.
"Jangan!" Sarah menjerit.
"Ya. Aku akan hidup di dalam tubuh anak-anak. Mula-mula
yang satu, lalu yang lain. Kejahatanku akan hidup untuk selamalamanya, Sarah."
"Tidak!" Ia menatap permukaan danau yang sedatar kaca. Begitu jernih,
begitu murni. Dan kemudian bayangan tentang perbuatan-perbuatan yang
telah dilakukannya seakan-akan muncul di permukaan. Pada awalnya
kabur dan buram, tapi semakin dekat ke permukaan, bayanganbayangan itu menjadi cerah dan tajam.
Sarah menghadapi kejahatannya sendiri.
Ia melihat dirinya membunuh pria di penggilingan, pria yang
menyebabkan kecelakaan suaminya. Ia melihat kesan tak percaya
pada wajah orang itu ketika ia meraihnya dan mendorongnya dari
belakang. Dan ia mendengar bunyi krak ketika ia memaksa kepala
orang itu ke bawah roda giling. Dan kepala pria malang itu digiling
sampai sehalus tepung. Membunuh perempuan yang tinggal di rumah besar di atas
bukit bahkan lebih mudah lagi. Dan betapa senangnya Sarah ketika ia
menghabisinya. Perempuan itu telah menghina keluarga Fear,
menghina Simon Fear, menghina suami Sarah yang telah meninggal,
menghina seluruh keluarga.
Ia takkan bisa menghina lagi dengan lilitan tali jemuran di
lehernya. Sarah menarik tali itu semakin kencang, sampai wajah
perempuan itu berwarna ungu, seungu bunga violet di pekarangannya.
Begitu kencang, sehingga talinya masuk ke dalam kulit perempuan
itu. Darah yang mengalir membentuk lingkaran yang sempurna.
Kota kecil Shadyside benar-benar heboh. Siapa pelaku
pembunuhan-pembunuhan mengerikan itu"
Semua takut pada keluarga Fear. Tapi mereka tetap mengutus
petugas polisi yang masih muda itu. Ia begitu muda dan tampan, pikir
Sarah. Dan ia bertanya begitu banyak.
Terlalu banyak. Untung saja Sarah sedang merebus kentang di dalam panci
besar ketika petugas polisi itu datang. Ia tinggal mendorong kepalanya
ke dalam air yang mendidih, dan menunggu.
Petugas itu sempat meronta-ronta. Mengayun-ayunkan tangan
dengan liar. Tapi Sarah menahan kepalanya sampai perlawanannya mereda.
Sampai napasnya berhenti, sampai ia mati, dan tubuhnya terkulai
lemas di atas kompor. Seluruh rambut di kepalanya terlepas dan mengambang di
permukaan air yang mendidih. Dan ketika Sarah akhirnya menariknya
keluar, kepalanya sudah seputih kentang rebus, dan hampir sama
empuknya. Itulah akhir dari penyidikan polisi.
Para warga kota mulai resah dan dihantui ketakutan. Sesama
tetangga saling mencurigai. Berbagai kabar burung beredar secara
bisik-bisik, tapi hampir tak ada tuduhan yang dikemukakan dengan
lantang. Bayangan-bayangan inilah yang muncul di permukaan danau
yang bagaikan cermin, ketika Sarah membungkuk melewati pagar
kapal dan memandang ke bawah.
"Cukup sekian," ia berbisik. "Takkan ada lagi."
"Masih akan ada banyak lagi," roh jahat di dalam dirinya
berjanji. "Masih akan ada banyak lagi."
"Tidak," bantah Sarah sambil menggelengkan kepala.
Aku tahu cara membunuhmu, ia berkata dalam hati, lalu
menarik napas panjang. "Aku akan pindah ke tubuh anak-anak," roh jahat itu kembali
mengancam. "Aku akan hidup di dalam Michael. Aku akan hidup di
dalam Margaret." Tidak, tak akan, Sarah menyangkal.
Tidak. Kau akan mati, roh jahat.
Aku tahu cara menenggelamkanmu.
Tawa berderai mengisi kepalanya. "Bodoh. Aku tidak bisa
tenggelam." Kau bisa tenggelam, balas Sarah, dan ia tersenyum getir. Kau
bisa tenggelam. Bisa. Bisa.
"Aku tidak bisa tenggelam."
Kau bisa tenggelam, ujar Sarah dalam hati, kalau aku tenggelam
lebih dulu. "Tidak," suara di dalam dirinya segera menyahut, tapi untuk
pertama kali ucapannya diwarnai keraguan dan rasa kaget.
Kalau aku bunuh diri sementara kau masih di dalam diriku,
Sarah melanjutkan, maka kau akan mati bersamaku.
Sarah kembali berpaling kepada anak-anak. Jason Hardy berdiri
di antara Michael dan Margaret, yang sedang asyik memutar-mutar
kemudi. Mereka begitu polos, Sarah berkata dalam hati.
Mereka tidak tahu apa-apa tentang Bibi Sarah, bibi mereka yang
jahat. Dan moga-moga mereka takkan pernah tahu.
Sarah sudah lama mengetahui cara membebaskan dirinya,
membebaskan dunia, dari roh jahat itu. Ia tahu bahwa ia harus mati
untuk membunuhnya. Namun mengakhiri hidupnya sendiri terlalu menakutkan untuk
dipikirkan. Terlalu menakutkan untuk dibayangkan"sampai roh jahat
itu menyinggung soal anak-anak.
Aku harus menyelamatkan mereka, pikir Sarah. Aku harus
menyelamatkan mereka sekarang.
Tenggorokannya serasa tersekat ketika ia menatap ke air. Ia
berseru tertahan dan mencondongkan badan sedikit lebih jauh ke
depan. Saat itulah kapalnya ikut miring, seakan-akan dihantam angin
kencang. Sarah terlempar ke belakang. Ia membentur tiang layar dengan
keras, lalu terduduk di geladak. Ia baru saja hendak bangkit lagi,
ketika kapalnya mulai berputar-putar.
"Ada apa ini?" Ia mendengar suara Margaret yang ketakutan di
belakangnya. "Kenapa kita berputar-putar?"
"Kan tidak ada angin!"
"Kenapa kapalnya?"


Fear Street - Cheerleaders Musibah Ketiga The Third Evil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sarah tahu apa masalahnya. Roh jahat itu sedang bekerja keras
agar Sarah tidak menceburkan dirinya ke air.
Kapal mereka terus berpusing-pusing, bagaikan komedi putar.
Semakin lama semakin cepat, menimbulkan gelombang besar.
Jantung Sarah berdebar-debar. Ia meraih tiang layar, lalu
menarik dirinya sampai berdiri.
Kapal mereka terombang-ambing. Tangan Sarah terlepas dari
tiang layar, dan ia kembali terhempas ke geladak.
Langit tampak hitam pekat, sehitam malam yang gelap-gulita.
Lingkaran air yang ditimbulkan oleh kapal yang berputar-putar
seakan-akan hendak menelan mereka.
"Aku tidak bisa ditenggelamkan!" suara jahat di dalam kepala
Sarah berteriak dengan lantang. "Kejahatanku akan berlanjut untuk
selama-lamanya!" Kapal mereka berputar semakin kencang, dan Sarah mendengar
keponakannya menjerit-jerit ketakutan.
Air menerpa mereka bagaikan gelombang pasang. Kapal
mereka menukik-nukik sambil berputar, dan air di sekeliling mereka
teraduk-aduk sampai berbuih.
"Takkan kubiarkan kamu menguasai mereka!" Sarah Fear
membentak roh jahat di dalam dirinya.
Ia memejamkan mata dan menerjang pagar kapal dengan
membabi-buta. "Bibi Sarah!" ia mendengar pekikan Michael dan Margaret.
Suara mereka begitu jauh, seolah-olah berjarak beberapa mil. "Bibi
Sarah! Kembali!" "Kau tidak bisa menenggelamkanku!"
Tapi aku harus! "Kau takkan berani bunuh diri!"
Benarkah roh jahat itu"
Apakah ia memiliki keberanian untuk bertindak begitu"
Haruskah ia mengorbankan dirinya yang masih muda, demi
Michael dan Margaret"
"Masih banyak kejahatan yang akan menyusul, Sarah. Masih
banyak." "Tidaaak!" Sarah Fear menerobos di bawah pagar kapal. Terjun ke air yang
gelap di bawah langit yang hitam.
Ia menceburkan diri ke air yang dingin, air yang bergolak dan
mengamuk. Ia menghirupnya dalam-dalam.
Sambil meluncur ke bawah, ia menghirup semakin banyak.
Rambutnya melayang-layang ketika ia menuju ke kedalaman yang
gelap. Ia terbatuk-batuk. Tersedak-sedak.
Ia berhenti bernapas. Matanya tak lagi melihat.
Aku tenggelam, ia menyadari. Aku tak lagi bernapas. Sebentar
lagi semuanya sudah berakhir. Sebentar lagi.
Dan sementara Sarah tenggelam, roh jahat di dalam dirinya
meronta-ronta. Ketika paru-parunya mulai terisi air, roh jahat itu
berjuang untuk membebaskan diri.
Sarah merasakan bahwa roh jahat itu berusaha lolos. Air di
sekelilingnya mendadak bergelembung ketika gas hijau menyembur
dari mulutnya. Semburan itu begitu kuat, sehingga memaksa Sarah kembali ke
permukaan. Seketika ia melihat kapal layar mereka dalam posisi
terbalik. Anak-anak, ia langsung teringat.
Dan kemudian ia kembali terbenam.
Airnya panas sekali. Panas sekali.
Membakar kulitnya. Tak tertahankan.
Dan gas hijau bercampur-aduk dengan air yang bergolak dan
mendidih. "Naik. Naik," suara itu mendesaknya. "Naiklah dan selamatkan
kita berdual" Tapi Sarah justru memaksakan diri untuk meluncur ke bawah,
semakin dalam. Kini ia merasakan dua ketakutan sekaligus. Ketakutannya
sendiri dan ketakutan roh jahat itu.
Keduanya sama-sama takut. Keduanya sama-sama menuju
maut. Sama-sama di ambang kematian.
Sama-sama. Air yang mendidih terasa bergolak di sekelilingnya. Ia
diselubungi gas yang menyembur dari mulutnya, gas yang menyerap
seluruh cahaya yang berhasil menerobos ke kedalaman ini. Roh jahat
itu terperangkap dalam tubuh Sarah yang sedang tenggelam.
Suara jahat itu berteriak. "TIDAAAK!"
Penuh amarah, penuh rasa tidak percaya.
Mula-mula teriakannya begitu keras. Lalu melemah. Lalu
tinggal rintihan perlahan. Gas hijau itu pun berangsur-angsur lenyap.
Kedua mata Sarah Fear terbelalak lebar. Namun ia tidak melihat
apa-apa. Bahkan kegelapan kelam yang mengelilinginya pun tak
kelihatan lagi. Sebab ia"dan roh jahat itu"telah tiada.
************************ Lalu"lebih banyak kegelapan. Kegelapan yang berputar-putar.
Hitam berkisar di atas dasar hitam.
Corky tidur tanpa bergerak, seakan-akan berada dalam koma.
Tarikan napasnya perlahan dan tanpa suara.
Ia tenggelam semakin dalam. Terbenam dalam kenangankenangan lama.
Bayangan-bayangan terbentuk, meliuk-liuk dan membungkukbungkuk dalam kegelapan.
Semakin dalam. Semakin dalam. Meninggalkan ingatan Sarah Fear.
Tenggelam semakin dalam ke pikiran roh jahat itu.
Semakin dalam. Sampai memasuki ingatan roh jahat itu sendiri.
Kini Corky memandang melalui mata roh jahat itu.
Dengan ngeri ia menatap dinding-dinding peti mayat yang
berlapis beledu. Ia berada di dalam peti mayat. Enam kaki di bawah tanah.
Terperangkap di dalamnya. Meringkuk di bawah tutupnya yang
rendah. Terperangkap di dalam jenazah Sarah Fear yang sudah mulai
membusuk. Ya. Sarah Fear telah tewas. Tenggelam di Danau Fear. Dan di
permukaan, batu nisan Sarah menyembul dari tanah kuburan yang
keras. Dikelilingi empat batu nisan lain. Batu nisan untuk Michael,
untuk Margaret, untuk ayah mereka, untuk Jason Hardy. Semuanya
mati. Semuanya tenggelam dalam danau yang mendidih.
Dan kini roh jahat itu ikut menghuni kuburan Sarah.
Terkungkung di dalam tubuh yang dulu pernah dikuasainya.
Terkalahkan oleh keberanian Sarah. Terjebak oleh pengorbanan
Sarah yang terakhir. Ia menunggu. Menunggu tubuh bernyawa yang bisa membebaskannya.
Menunggu. Menunggu. Menatap cacing-cacing yang menyerbu tengkorak Sarah.
****************************
Corky terbangun. Ia langsung duduk, sadar sepenuhnya. Tubuhnya gemetaran.
Seprai dan selimutnya acak-acakan, panas, dan basah karena keringat.
Jenazah Sarah Fear masih terbayang-bayang di depan matanya.
Begitu pula dinding-dinding peti mayat yang sempit. Ia masih
mendengar gemuruh danau yang bergolak, masih mendengar suara
mendesis dari gas hijau yang menyembur dari mulutnya, masih
mendengar raungan roh jahat saat menghadapi ajal.
Corky menelan ludah. Ia menyadari bahwa ia sedang menangis.
Air matanya yang panas membasahi pipinya yang seakan-akan
membara. Sarah Fear telah menceritakan segala sesuatu yang perlu
kuketahui, katanya dalam hati, sambil membiarkan air matanya
mengalir. Untuk membunuh roh jahat itu, aku harus... bunuh diri.
BAGIAN TIGA AIR PANAS Bab 20 Kimmy Harus Mati ebukulawas. blogspot.com PIKIRAN Corky kembali ke benaknya sendiri. Ia masih tidur,
tidur dengan gelisah. Ketika terbangun lagi, kamarnya telah diterangi
sinar matahari, dan tirai-tirai di jendela tampak berayun pelan-pelan
karena embusan angin lembut.
Ia duduk dan menguap lebar sambil merentangkan tangannya.
Lalu pandangannya beralih ke kaki tempat tidurnya, dan ia melihat
sebuah wajah mengerikan penuh bekas luka yang menatapnya sambil
mendelik dan menyeringai.
Corky hendak menjerit, namun kemudian ia mengenali wajah
seram itu sebagai topeng karet Sean dari pesta Halloween terakhir.
Rupanya Sean menaruhnya di ujung tempat tidur sewaktu
Corky masih tidur. "Bagus, Sean," kata Corky sambil menggelengkan kepala. Ia
meraih topeng itu dan mencampakkannya ke pojok ruangan.
Adikku memang brengsek, pikirnya.
Ketika ia menurunkan kakinya ke lantai dan kembali
meregangkan otot-ototnya, ia teringat lagi pada mimpinya, pada
bayangan-bayangan dari ingatan Sarah Fear. Semuanya begitu jelas,
begitu nyata, seakan-akan ia sendiri yang mengalaminya.
Tapi bagaimana mungkin aku bunuh diri" ia bertanya dalam
hati, sambil mengamati topeng karet yang dicampakkannya ke lantai.
Aku takkan pernah melihat Sean lagi. Takkan pernah melihat
orangtuaku lagi. Takkan pernah berkencan. Takkan pernah jatuh cinta.
Takkan pernah menikah. Membentuk keluarga. Menggendong bayi.
Aku baru enam belas, pikir Corky dengan galau. Enam belas.
Terlalu muda untuk mati. "Tidak!" ia berkata dengan tegas. "Tidak."
Ia teringat pada Bobbi. Bobbi yang malang "ia tak sempat
melakukan apa pun. Aku berhutang pada Bobbi, pikir Corky. Ia bangkit dari tempat
tidur dan hilir-mudik dengan gelisah sambil mendengarkan pikiranpikiran yang melintas dalam benaknya. Demi kakakku yang malang
aku harus melanjutkan hidupku. Aku harus hidup dengan riang dan
bahagia. Tapi bagaimana mungkin"
Ia merasakan roh jahat di dalam dirinya, bergerak-gerak. Roh
jahat itu mulai terbangun, dan kehadirannya membuat pikiran Corky
menjadi tumpul. Corky terdesak ke latar belakang.
Ia mulai melayang-layang"di dalam tubuhnya sendiri.
Aku akan mengabaikan dia, Corky memutuskan.
Ya, itu yang harus kulakukan. Aku akan mengabaikannya, dan
ia akan pergi. Kalau ia mencoba berulah macam-macam, aku bisa
mengatasinya. Aku tahu aku bisa. Aku takkan mau melakukannya.
Kalau aku mengabaikannya. Atau melawannya. Maksudku, aku
akan mengabaikannya. Dan habis itu...
Corky sadar bahwa pikirannya mulai kacau. Tapi bagaimana ia
bisa berpikir dengan jernih" Kamarnya begitu jauh... jendelanya
begitu kecil... cahayanya begitu suram...
"Jangan!" ia berseru sambil berusaha menghalau kekuatan yang
hendak mengambil alih pikirannya. "Jangan! Kau tidak bisa
mempengaruhi aku!" Ia mendengar tawa yang kejam. Kemudian dinding-dinding
kamarnya mulai bergoyang.
"Jangan!" Bunga-bunga pada kertas pelapis dinding mulai berputar-putar.
"Jangan!" Bunga-bunga itu berputar semakin kencang, lalu terlepas dari
dinding dan naik ke langit-langit.
"Jangan! Jangan!"
Corky kembali mendengar suara tawa ketika bunga-bunga itu
menghujaninya. Ia langsung membalik. Cepat-cepat ia mengenakan celana
training kelabu serta T-shirt biru. Kemudian ia bergegas keluar dari
kamarnya dan berlari menuruni tangga. Tapi sewaktu hendak
menginjak anak tangga pertama, sederetan pisau cukur muncul dari
karpet. "Aduh!" Corky berseru ketika kakinya yang telanjang nyaris
teriris-iris. Sambil bersandar pada pagar tangga, ia melihat deretan pisau
cukur bermunculan pada semua anak tangga.
Tanpa pikir panjang ia tengkurap di atas pagar tangga, dan
meluncur turun. Pagar tangga itu terasa panas membara ketika ia
sampai di bawah. "Corky"apa-apaan sih"!" seru ibunya dengan heran. Ia berdiri
di lorong bawah sambil membawa keranjang berisi pakaian kotor.
"Oh. Maaf, Mom," ujar Corky sambil menelan ludah. Ia
menoleh ke tangga. Deretan pisau cukur tadi telah lenyap.
"Tidak biasanya kau bangun siang begini," Mrs. Corcoran
berkomentar sambil menaruh keranjang cuciannya di tangga yang
menuju ke ruang bawah tanah. "Sekarang sudah hampir jam dua
belas." Corky membuka mulut untuk mengatakan sesuatu. Tapi apa
yang bisa dikatakannya" Akhirnya ia mengikuti ibunya ke dapur
sambil membisu. "Aku akan membuatkan telur mata sapi untukmu," ujar Mrs.
Corcoran. Ia menatap putrinya sambil geleng-geleng kepala. "Kau
pasti lapar." "Ya," Corky menjawab singkat. Dalam hati ia berharap bahwa
ibunya tidak memperhatikan napasnya yang terengah-engah dan
tubuhnya yang gemetaran. Corky duduk di kursi di meja dapur sambil
berusaha menenangkan diri, sementara ibunya menggoreng dua butir
telur. "Roti panggang" Jus?" ibunya menawarkan.
"Boleh," balas Corky. Dengan susah payah ia berusaha
meredam pikiran-pikiran liar yang berkecamuk dalam benaknya.
Mrs. Corcoran menatapnya sambil mengerutkan kening. "Kau
baik-baik saja, Corky?"
"Tidak, Mom, aku kemasukan roh jahat. Dia ada dalam diriku,
dia mengendalikanku, dan aku tidak bisa berbuat apa-apa."
"Lucu sekali," Mrs. Corcoran menanggapinya sambil memutarmutar bola mata. "Apakah semua remaja punya rasa humor yang aneh,
atau ini cuma keistimewaanmu?"
Aku tidak mengada-ada, Mom! Tapi Mom tidak mau percaya.
Mom tidak mau percaya bahwa apa yang kukatakan memang benar.
"Sean mana?" tanya Corky. Ucapan itu bukan berasal dari
dirinya. Roh jahat itu memaksanya untuk mengalihkan topik
pembicaraan. "Sean dan ayahmu pergi ke pertandingan bisbol," jawab Mrs.
Corcoran. Ia memindahkan kedua telur mata sapi dari penggorengan


Fear Street - Cheerleaders Musibah Ketiga The Third Evil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke piring. "Belakangan ini kau jarang bermain-main dengan adikmu."
"Dia sempat meninggalkan oleh-oleh untukku tadi pagi," ujar
Corky, sambil teringat topeng karet yang menakutkan tadi.
Mrs. Corcoran meletakkan piring berisi telur mata sapi di
hadapan Corky. "Aku sudah memasukkan roti ke alat panggang.
Ambil sendiri saja, ya?" ia berkata, lalu menghilang untuk menangani
cuciannya. Corky menatap piringnya dan meraih garpu.
Tiba-tiba, di depan matanya, kedua telur itu berubah bentuk
menjadi dua bola mata besar.
"Oh!" Kedua bola mata itu memperhatikannya. Kedua-duanya
menjadi kelabu, lalu berubah lagi menjadi hijau menjijikkan. Bau
busuk memenuhi ruangan ketika kedua bola mata itu mengerut. Corky
tersedak, dan langsung turun dari kursi.
Diiringi suara tawa yang kejam, ia berlari naik ke kamarnya
tanpa memedulikan keadaan di sekelilingnya.
Aku menyerah, Corky berkata dalam hati sambil menjatuhkan
diri ke tempat tidur. Ia mulai terisak-isak, tapi napasnya seperti
tersangkut di tenggorokan. Ia merasa mual sekali ketika roh jahat itu
bergerak-gerak di dalam dirinya.
Pesawat teleponnya berdering-dering. Corky tidak segera
mengenali suara itu. "Halo?" "Halo, Corky" Ini aku. Kimmy."
"Hai, Kimmy. Apa kabar?" Corky mencoba bersikap biasa,
namun suaranya parau dan bergetar.
"Baik-baik saja. Aku cuma mencemaskan-mu," sahut Kimmy.
"Kita belum ketemu sejak pulang dari perkemahan. Padahal kau kan
lagi sakit waktu itu. Bagaimana, sudah mendingan sekarang?"
Untuk apa Kimmy menelepon" Corky bertanya-tanya dengan
getir. Ia bukan temanku. Wajahnya tampak berkerut-kerut penuh
kebencian. Dari dulu Kimmy bukan temanku. Ia pernah berusaha
membunuhku. Ia pernah mencoba menenggelamkanku.
"Kemarin aku ketemu Hannah, dan dia bilang dia juga belum
ketemu kamu," Kimmy melanjutkan dengan riang. "Jadi Hannah dan
aku cuma ingin..." Jangan khawatir, pikir Corky. Sebentar lagi Hannah dan aku
bakal ketemu. Sebentar lagi. Dan takkan gembira kalau kami sudah
bertemu. "Ya, aku sudah mendingan," kata Corky pada Kimmy.
"Oh, syukurlah!" seru Kimmy. "Tadinya aku benar-benar cemas
lho. Habis, begitu banyak yang terjadi selama beberapa hari terakhir."
Ya, aku memang tahu, pikir Corky dengan geram. Aku memang
tahu apa maksudmu, Kimmy.
Dan aku juga tahu bahwa kau tahu terlalu banyak.
Kau harus mati, Corky memutuskan. Waktumu sudah habis,
Kimmy. "Eh, Kimmy, sudah ada acara sore ini?" tanya Corky sambil
melilitkan kabel telepon pada pergelangan tangannya.
"Belum," jawab Kimmy. "Kenapa" Ada rencana apa?"
"Aku ingin ketemu," jawab Corky cepat-cepat. "Aku perlu
bicara denganmu." "Wah, kebetulan!" seru Kimmy. "Aku juga ingin bicara
denganmu." "Bagaimana kalau kita ketemu di River Ridge, kira-kira
setengah jam lagi?" tanya Corky. River Ridge adalah tebing tinggi
yang menghadap ke Sungai Conononka.
"Di River Ridge?" Sepertinya Kimmy agak terkejut. "Oke,
boleh saja. Sampai nanti deh."
Corky membuka lilitan kabel telepon dan meletakkan
gagangnya. Kimmy harus mati di air, putusnya sambil membayangkan
tebing yang tinggi serta sungai yang mengalir di bawahnya.
Kimmy harus mati seperti Sarah Fear.
Seperti kakakku Bobbi. Sekarang. Bab 21 Kematian Kimmy AWAN badai yang gelap menutupi matahari, menimbulkan
suasana seram di bawah langit yang dibanjiri cahaya kekuningkuningan. Udara yang pengap dan lembap tak bergerak sedikit pun.
Tak ada angin sama sekali.
Corky meninggalkan mobilnya di ujung jalan. Kemudian ia
berjalan kaki melintasi tanah keras ke bibir tebing. Hutan di
belakangnya tampak gelap karena awan-awan hitam yang
menggantung rendah. Tak ada siapa pun di sekelilingnya.
Corky berdiri di atas batu yang menjorok melewati tepi tebing,
dan menatap sungai lebar berair cokelat yang mengalir di bawah.
Permukaan Sungai Conononka sedang tinggi, Corky menyadari.
Arusnya deras. Sejak pertama pindah ke Shadyside, Corky sudah suka datang
ke River Ridge, titik tertinggi di daerah itu. Di seberang sungai ia
melihat kota Shadyside membentang bagaikan maket. Di sebelah
utara, hutan lebat tampak seperti pita berwarna gelap di cakrawala.
Suasananya begitu tenteram di sini, pikir Corky. Meski ia bisa
melihat Shadyside, ia tetap merasa jauh sekali dari sana. Seakan-akan
ia melayang-layang dalam dunianya sendiri yang damai di atas kota.
Corky mundur selangkah dan menatap jam tangannya. Mana
Kimmy" Kenapa ia belum muncul"
Sudah waktunya untuk memulai pertunjukan, katanya dalam
hati. Kemudian ia mendongak dan menatap langit yang gelap. Ia
seolah-olah tinggal mengangkat tangan untuk meraih awan-awan
hitam yang melayang di atas kepalanya.
Ia sadar bahwa T-shirtnya yang basah karena keringat melekat
di punggungnya. Tengkuknya mulai terasa perih.
Ayo, Kimmy. Kau tidak mau melihat kejutan yang kusiapkan
untukmu" Aku akan memberi pelajaran terbang kepada Kimmy, ia berkata
dalam hati, dan bibirnya mengembangkan senyum kejam.
Latihan terbang. Lalu latihan tenggelam.
Tiba-tiba terdengar suara pintu mobil di belakangnya. Corky
segera membalik. Kimmy, yang mengenakan celana pendek ketat dan
kaus merah, langsung menghampirinya. Mobilnya ditinggal di
samping mobil Corky di ujung jalan.
"Apakah kita boleh parkir di situ?" seru Kimmy.
"Boleh saja," balas Corky. "Toh tidak ada siapa-siapa di sini."
Dan kau juga tidak membutuhkannya untuk pulang nanti, ia
menambahkan dalam hati. Pipi Kimmy tampak kemerahan; rambutnya yang hitam masih
lembap dan acak-acakan. "Aku pikir udara di atas sini lebih sejuk," ia
mengeluh, sambil menepis beberapa helai rambut yang menutupi
matanya. Sebentar lagi kau takkan mengeluh soal udara panas, pikir
Corky. "Habis, tidak ada angin sama sekali," ia berkata. "Coba lihat
pohon-pohon itu." Mereka sama-sama menoleh ke arah hutan. "Yeah, tak satu
daun pun bergerak," ujar Kimmy. Kemudian ia mengalihkan
pandangannya kepada Corky dan mengerutkan kening. "Untuk apa sih
kita datang ke sini?"
Corky terkekeh-kekeh. "Aku juga tidak tahu. Aku cuma pikir
ini tempat yang enak untuk bicara."
Kimmy mengamati awan-awan hitam di langit. "Kita bakal
basah-kuyup." "Wah, enak juga kalau lagi panas begini," ujar Corky. Ia maju
selangkah, mendekati tepi tebing. Kimmy mengikutinya.
"Bagaimana keadaanmu sekarang?" Kimmy bertanya dengan
serius. "Sudah mendingan?"
Corky mengangguk. "Ya. Rasanya sudah jauh lebih baik." Dan
sebentar lagi aku bakal merasa lebih baik lagi, kata Corky pada
dirinya sendiri. "Acara perkemahan jadi kacau-balau," ujar Kimmy. "Aku
benar-benar kaget waktu kau tiba-tiba jatuh sakit."
"Yeah, memang kacau," komentar Corky sambil tersenyum
geram. "Dan urusan konyol dengan Hannah itu," Kimmy
menambahkan. Ia sengaja memalingkan wajahnya agar tidak perlu
bertatapan dengan Corky. "Kau tahu kan, bahwa bukan aku yang
melakukan semuanya itu. Kau percaya, kan?"
"Ya, tentu saja," sahut Corky. "Aku juga bukan."
"Jadi... bagaimana menurutmu?" tanya Kimmy. Ia berpaling ke
arah Corky dan mengamati wajahnya. "Maksudnya, menurutmu, apa
yang terjadi?" "Aku rasa Hannah sendiri yang melakukannya," jawab Corky
sambil memaksakan diri untuk pasang tampang serius.
"Air panas itu" Dan kepangannya?"
"Soal air panas itu, aku rasa dia cuma berpura-pura," Corky
berkata dengan suara direndahkan. "Aku tidak percaya bahwa kulit
kakinya benar-benar terbakar"kakinya cuma agak merah sedikit."
"Dan kau pikir dia sendiri yang memotong rambutnya?" Kimmy
bertanya. Corky mengangguk-angguk. "Tapi untuk apa?" tanya Kimmy dengan nada melengking.
"Supaya kita berdua ditegur," balas Corky. "Untuk menjelekjelekkan kita. Biar kita dikeluarkan dari regu dan dia bisa jadi
bintang." "Wow!" Kimmy sampai terbengong-bengong. "Aku tak pernah
berpikir sejauh itu. Tak pernah terbayang olehku bahwa Hannah..." Ia
tidak menyelesaikan kalimatnya.
"Terus, kaupikir siapa yang melakukannya?" tanya Corky
dengan sengit. "Aku" Kau mencurigai aku, Kimmy?"
"Bukan begitu!" protes Kimmy. Ia langsung tersipu-sipu. "Aku
tidak mencurigaimu, Corky. Aku"aku bingung. Dari pertama aku
sudah tahu itu pasti ulah si roh jahat. Aku tahu dia yang bertanggung
jawab. Tapi aku tidak tahu di mana dia. Maksudnya, aku tidak tahu
siapa yang dikuasainya sekarang. Aku cuma..."
Setetes air hujan jatuh ke kening Corky. Jangan buang-buang
waktu lagi, katanya dalam hati. Lebih baik urusan ini diselesaikan
secepatnya. "Roh jahat itu ada di sekitar kita," ujar Corky sambil
merendahkan suaranya. Ia kembali terkena tetesan hujan. Kali ini di
kepala. Lalu di bahu. "Hah?" Kimmy sampai melongo. "Maksudmu"Hannah" Kamu
pikir dia menguasai Hannah?"
"Mungkin," sahut Corky dengan misterius.
"Sudah mulai hujan," kata Kimmy. "Bagaimana kalau kita ke
mobil kamu dan bicara di sana saja?"
"Oke," balas Corky. "Tapi sebelumnya coba lihat ke bawah
dulu." Ia menunjuk melewati tepi tebing. "Dari tadi aku bingung apa
itu sebenarnya." "Yang mana?" Kimmy membungkuk dan memandang sungai
yang mengalir deras di bawah.
Corky mengulurkan tangan dan mendorong Kimmy.
Mendorongnya dengan keras.
Kimmy memekik kaget ketika ia jatuh dari tebing. Kedua
tangannya menggapai-gapai dengan liar sewaktu ia mulai melayang
dengan kepala lebih dulu.
Bibir Corky mengembangkan senyum. Sambil bertolak
pinggang ia menyaksikan Kimmy terjun menuju kematiannya.
Bab 22 Kemenangan Roh Jahat "KIMMY sudah mati."
Corky mengucapkannya keras-keras, sambil mengembangkan
senyum kemenangan. Hujan rintik-rintik mulai turun. Sambil berdiri di tepi tebing,
Corky menatap air sungai berwarna cokelat yang mengalir di bawah.
"Kimmy sudah mati."
Ia membalik, masih sambil tersenyum. Tapi dari suatu tempat
jauh di dalam dirinya sebuah suara terdengar berseru tertahan,
"Tidak!" Corky berhenti. Aku harus pergi sekarang. Kimmy sudah mati. Sekarang giliran
Debra. Dan sekali lagi suara tadi berseru, "Tidak!"
Senyum di bibir Corky mendadak lenyap, dan ia memicingkan
mata. "Tidak!" Hujan bertambah deras, menimbulkan bunyi gemuruh ketika
membasahi bumi. Aku harus membereskan Debra, sekarang.
"Tidak!" Suara protes itu milik Corky"Corky yang sesungguhnya.
Corky yang tengah berjuang untuk merebut kembali kendali atas
tubuhnya sendiri. "Tidak! Aku takkan membiarkanmu!" suara Corky yang asli
semakin kuat. "Akulah yang berkuasa sekarang!" roh jahat itu berseru. "Kau
jangan ikut campur! Awas saja kalau kau berani macam-macaml"
"Tidak!" balas Corky dengan suara yang semakin lantang.
"Tidak!" Dari suatu tempat di dalam pikirannya sendiri, Corky
mulai mendesak-desak roh jahat itu.
Nasib mengerikan yang menimpa Kimmy telah membangkitkan
perlawanan Corky. Ia sadar bahwa ia tidak punya pilihan lain. Ia harus
melawan roh jahat itu. Sekarang juga.
"Jangan ikut campur!" ia diperingatkan oleh lawannya.
"Kembalilah ke tempatmu!"
"Tidak!" Corky memberontak dalam dirinya sendiri. Ia berjuang
membabi-buta ketika tanah di bawah kakinya mendadak lenyap,
begitu pula langit, pohon-pohon, semuanya.
Ia tak tahu berada di mana. Segala sesuatu tampak kelabu. Ia
melawan musuh yang tak dapat dilihatnya... melawan dirinya sendiri.
"Aku harus mati!" serunya. "Aku harus mati! Sekarang juga!"
Dan bagian lain dari dari dirinya berkata, "Tidak. Aku tidak
boleh mati! Aku masih terlalu muda. Aku ingin hidupi"
"Kau harus mati"dan paksalah roh jahat itu untuk mati
bersamamu!" "Tidak"aku tidak mau mati! Aku terlalu takut! Aku ingin
hidup!" "Kau tak bisa hidup dengan makhluk laknat yang bercokol di
dalam dirimu! Kau harus mati untuk menyelamatkan teman-temanmu,
keluargamu!" "Kembalilahl" roh jahat di dalam kepalanya menggeram.
"Kembalilah ke tempatmu'."
"Tidak!" teriak Corky.
"Kimmy!" ia menjerit. "Kimmy"maafkan aku!"
Aku jahat, Corky berkata dalam hati. "Aku jahat dan aku harus
mati!" "Aku harus hidup!" roh jahat itu menegaskan. "Kembalilah,
atau kamu akan menghadapi seribu kematian di dalam tubuhmu
sendiri!" "Tidaaak!" Sambil berteriak, Corky berbalik badan"dan menghampiri tepi


Fear Street - Cheerleaders Musibah Ketiga The Third Evil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tebing. Ia berhenti dan memandang ke bawah. Napasnya terengahengah. Pelipisnya berdenyut-denyut.
Tidak! Aku tidak sanggup!
"Aku tidak sanggup!" ia memekik. "Aku terlalu muda! Aku
tidak sanggup!" Ia merasakan roh jahat di dalam dirinya bergerak-gerak,
menikmati kemenangannya. "Aku tidak sanggup! Aku tidak
sanggup!" Ia mundur selangkah. "Aku tidak boleh mati! Aku tidak mau mati!"
"Orang lain yang bakal mati!" kata roh jahat itu. "Kita bakal
hidup untuk selama-lamanya!"
Bab 23 Tercebur ke Air "AYO, kita pergi," roh jahat itu mendesak. "Masih banyak
pekerjaan yang harus kita selesaikan."
Dengan patuh Corky mundur satu langkah lagi.
Kemudian ia berhenti secara mendadak, tiba-tiba saja. Sambil
mengacungkan kepalan tangannya ke langit yang gelap, ia
memejamkan mata dan melolong penuh derita.
Dan melompat dari tebing.
Ia melayang bagaikan dalam mimpi.
Sambil melayang, ia menjerit dengan keras. Namun ia tidak
mengenali suaranya sendiri.
Ia menghantam permukaan sungai dengan keras dan seketika
terbenam dalam air yang berlumpur.
"Aku harus hidup!" roh jahat di dalam dirinya memprotes
dengan geram. Tapi Corky terus meluncur ke dasar sungai.
Ia hanyut terbawa arus yang deras. Turun, turun, turun.
Ia mulai tersedak-sedak. Air yang berlumpur mengalir ke
mulutnya yang menganga lebar. Butir-butir pasir terasa kasar di
lidahnya. Aku kehabisan napas. Aku akan mati.
Tapi aku tidak mau mati. Aku mau hidup! Aku tidak boleh tenggelam! Aku tidak boleh mati!
Aku harus hidup! Harus! Tapi aku tidak bisa. Aku tidak punya pilihan.
Aku sudah mengambil keputusan.
Aku harus mati! Ia kembali menghirup air sungai, lalu terbatuk-batuk sambil
mengayun-ayunkan tangan dalam air yang gelap.
Ketika ia terbatuk, roh jahat itu mulai menyembur dari
mulutnya. Corky meronta-ronta sewaktu musuhnya hendak membebaskan
diri. Air di sekelilingnya mulai bergolak, teraduk-aduk, bertambah
panas. Semakin panas. Airnya terus bertambah panas sementara Corky mengayunayunkan tangan.
Semakin panas. Sampai mendidih. Dan roh jahat itu masih terus menyembur.
Kebusukannya mengalir ke air yang cokelat, memprotes nasib
yang menimpanya. Raungan yang penuh kemarahan menderu-deru di
telinga Corky. Semakin panas. Air cokelat itu mendidih dan menggelembung. Semburansemburan air panas menjulang tinggi ke langit.
Corky menggeliat kesakitan.
Aku akan mati"mati....
Tiba-tiba tubuhnya terasa ringan sekali. Roh jahat itu telah
pergi. Kemudian ia bertambah berat lagi. Ia bertambah berat karena
air sungai yang mencekiknya, mengisi paru-parunya. "Aku
tenggelam!" Ia mendengar roh jahat itu berseru kaget. "Aku tenggelam!"
Dan kemudian Corky tenggelam. Ia merasa seakan-akan
mengerut. Mengerut sampai tak ada yang tersisa selain biji kecil yang
mengambang di air, sampai tak ada yang tersisa selain sebuah titik.
Sebuah titik yang tak bernyawa. Dan ia tahu bahwa roh jahat itu
mengalami nasib yang sama.
Dan kemudian maut datang menjemputnya.
Bab 24 Satu Kematian Lagi HUJAN deras menerpa permukaan sungai yang tengah
mengamuk. Uap panas naik dari permukaannya yang mendidih,
membentuk lapisan kabut putih, yang menyeramkan di atas sungai.
Tubuh Corky timbul di permukaan, terombang-ambing
bagaikan perahu karet kecil.
Sementara jauh di bawah, roh jahat itu melepaskan teriakan
kematiannya. Kekuatannya membuat air sungai mendidih, memaksa sungai
melewati tepi, menimbulkan gelombang tinggi yang menghantam
tebing. Gemuruh ombak mengalahkan gemuruh petir di langit.
Lolongan si roh jahat bertambah lemah dan berangsur-angsur lenyap.
Air sungai masih menggelembung dan beruap.
"Kau tidak boleh mati!" roh jahat itu meraung-raung, sambil
mengguncang-guncang tubuh Corky di permukaan.
"Kau tidak boleh mati. Kau tidak boleh mengkhianatiku! Aku
adalah kau, dan kau ada aku! Kau tidak boleh matil"
Semakin lemah. Air sungai mulai mendingin. Lapisan kabut putih dibuyarkan
oleh siraman hujan. Semakin lemah. "Aku takkan membiarkan kau matil" seru roh jahat itu. Ia
mengumpulkan segenap kekuatannya, dan mendorong air di bawah
Corky, mendorongnya naik, naik"sampai Corky mengambang di atas
air, melayang-layang diselubungi kabut.
"Aku takkan membiarkan kau mati! Kau sudah aman sekarang!
Kau sudah di luar air! Kau aman!"
Tubuh Corky mengambang lemas di atas permukaan air,
bagaikan balon gas yang sudah mulai kempis. Kepalanya terkulai ke
belakang, dan matanya menatap awan-awan badai tanpa melihat apaapa.
"TIDAAAAAAAAAAKl" Raungan kekalahan si roh jahat
terdengar seperti sirene, lalu melemah sampai tak terdengar lagi.
Tubuh Corky jatuh kembali ke sungai, tanpa membuat air
bercipratan. "Kau mati," roh jahat itu mengakui. "Dan dengan kematianmu,
kau juga membunuhku."
Kini petir di langit bergemuruh lebih keras daripada ombakombak yang mulai mereda.
Dan seiring dengan gemuruh itu, si roh jahat terlempar dari
tubuh Corky. Sungai kembali mengalir dengan tenang.
Airnya segera dingin lagi.
Roh jahat itu semakin samar, lalu lenyap sama sekali. Lenyap
terbawa arus sungai yang diterpa hujan.
Bab 25 Seulas Senyum KIMMY berada dalam posisi tengkurap ketika ia menghantam
permukaan air dengan keras dan meluncur sampai ke dasar sungai.
Benturan itu melumpuhkan tangan dan kakinya sehingga ia tak
sanggup bergerak, dan ia tidak kuasa berbuat apa-apa selain
membiarkan dirinya hanyut terbawa arus.
Tapi air yang dingin segera membuatnya segar bugar lagi.
Setelah mengangkat kedua tangan dan menolakkan kakinya dari dasar
sungai yang berlumpur, ia naik ke permukaan"dan masih sempat
melihat Corky terjun dari tebing.
Siraman hujan menghalangi pandangan Kimmy ketika ia
berusaha melawan arus untuk mencapai temannya itu.
Namun ombak-ombak yang bergulung-gulung terus
mendorongnya ke belakang.
Air sungai bertambah panas, mendidih, bergolak.
Ada apa ini" Kimmy terheran-heran. Ia segera menyelam setiap
kali ombak datang menerjang, dan terus mengayuhkan tangan dan
mengayunkan kaki dalam air yang panas dan berbuih.
Apa yang terjadi" Aku tidak sanggup mendekat, Corky.
Aku tidak bisa ke sana. Moga-moga kau tidak apa-apa.
Moga-moga. Kata itu terus berulang di kepalanya. Langit semakin gelap, dan
hujan bertambah deras. Sia-sia Kimmy mencari-cari Corky.
Dan kemudian ia terbengong-bengong ketika melihat Corky
muncul dari air. Sambil memicingkan mata dan berenang melawan arus, Kimmy
menatap sosok yang mengambang di tengah kabut putih, melayanglayang di atas permukaan sungai.
"Corky!" Tanpa sengaja Kimmy menelan air sungai yang cokelat dan
panas. Ia langsung terbatuk-batuk, dan harus berjuang untuk menarik
napas. Ketika ia menoleh lagi, Corky sudah menghilang dari
pandangan. Apakah Corky kembali jatuh ke air"
Ataukah Kimmy menjadi korban daya khayalnya sendiri"
"Corky! Aku tidak bisa mendekatimu. Di mana kau" Di mana kau?"
Moga-moga kau tidak apa-apa. Moga-moga.
Sebuah benda timbul di permukaan, dipermainkan ombak,
terbawa arus. Kimmy memekik ketika ia mengenali sosok Corky yang tak
bergerak. Ia langsung berenang menghampiri temannya itu. Napasnya
terengah-engah, kedua lengannya teramat berat, dadanya serasa mau
pecah. Berbekal pengetahuan dari kursus SAR yang pernah diikutinya,
Kimmy berusaha menyeret Corky ke pinggir sambil menentang arus.
Mati. Mati. Corky mati. Kimmy menarik Corky ke tepi sungai yang berumput, lalu
bangkit dengan susah payah dan gemetaran. Kakinya gemetaran
ketika ia terengah-engah menarik napas, tanpa menghiraukan hujan
yang menerpanya. Setelah yakin bahwa jantungnya takkan meledak, Kimmy
berlutut, membalikkan Corky ke posisi tengkurap, lalu membungkuk
di atasnya. Dengan sekuat tenaga ia menekan punggung Corky, kemudian
melepaskannya lagi. Lalu menekan lagi, sambil terisak-isak.
Tekan dan lepas. Tak ada hasil. Tak ada tanda-tanda kehidupan.
Tekan dan lepas. Tekan dan lepas. Sampai air berwarna cokelat menyembur dari mulut Corky.
Tekan dan lepas. Kimmy terus terisak-isak. Air matanya yang asin bercampurbaur dengan tetesan-tetesan hujan di pipinya yang serasa membara.
Tekan dan lepas. Tubuh Corky kembali menyentak. Sekali lagi ia memuntahkan
air sungai. Dia mati, Kimmy menyadari. Corky mati.
Namun ia tidak berhenti menekan"biarpun tubuhnya
menggigil kedinginan, biarpun air matanya terus mengalir.
Corky mati. Percuma saja aku berusaha menyelamatkannya. Aku harus
berhenti. Aku harus berhenti. Aku harus pulang. Aku harus memberitahu
seseorang. Tekan dan lepas. Tekan dan lepas. Meskipun sudah terlambat.
Corky mengerang ketika semburan air berlumpur keluar dari
mulutnya. Ia bergerak sedikit. Batuk. Membuka mata.
Hanya tanah yang dilihatnya. Dan rumput tinggi. Wajahnya
setengah terbenam di tanah becek. Matanya kemasukan air.
Ia mengedip-ngedipkan mata. Terbatuk lagi. Air berwarna
cokelat membasahi dagunya.
"Corky! Corky!"
Dari mana suara itu berasal"
Corky mengangkat kepala. Ia menoleh dan melihat seorang
gadis berlutut di sampingnya.
"Kimmy!" Kimmy menatapnya Sambil tersenyum. "Kau hidup!"
"Kimmy"kau tidak apa-apa!"
Kimmy hendak menjawab, tapi tenggorokannya tercekat.
Corky kembali terbatuk-batuk. Mulutnya terasa asam. Ia
mengangkat tangan dan menyingkirkan rambut yang melekat di
keningnya. Hujan deras membasahi mereka, namun kedua-duanya
tidak peduli. "Aku kedinginan sekali," Corky akhirnya berkata sambil
menggigil. Kimmy membantunya duduk. "Aku pikir kau sudah mati." Ia
pun gemetaran. Corky seakan-akan tidak mendengarnya. Ia duduk tegak dan
memandang berkeliling dengan mata terbelalak, tanpa menghiraukan
hujan. Setelah beberapa saat ia bangun dengan susah payah. "Ayo,
kita pulang." "Tunggu, biar kubantu kau." Kimmy cepat-cepat merangkul
pundak Corky. "Aku hidup," ujar Corky, yang masih agak linglung. "Aku
hidup dan kau hidup."
"Ya," kata Kimmy. Ia tersenyum. Perlahan-lahan ia menggiring
Corky menyusuri jalan setapak yang menuju ke puncak tebing.
"Oh!" seru Corky ngeri, lalu menunjuk ke sungai. "Lihat itu!"
Corky berpaling dari temannya, berpaling ke air yang gelap.
Sesuatu tampak bergerak di dekat tepi. Dengan hati-hati ia maju
selangkah sambil memicingkan mata untuk menghalau terpaan hujan.
Sebuah titik terang di air. Sebuah lingkaran cahaya.
Dan di dalamnya, sebuah bayangan.
Sebuah wajah. Corky menatapnya sambil terengah-engah.
Itu wajah Bobbi, ia menyadari.
Itu wajah Bobbi di air. Itu Bobbi. Dan dia tersenyum. Corky memandang sambil membalas senyum kakaknya, sampai
bayangan itu buyar menjadi titik-titik cahaya. Wajah Bobbi meredup
dan berangsur-angsur lenyap.
Penuh rasa damai Corky kembali berpaling kepada Kimmy.
"Ayo, kita pulang."
Dan sambil bergandengan tangan mereka mulai menaiki tebing
di tengah hujan yang sejuk dan menyegarkan.
PENUTUP "Tigers, let's score!
Six points and more!

Fear Street - Cheerleaders Musibah Ketiga The Third Evil di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tigers, let's score! Six points and more!"
Sorak-sorai itu bergema di gedung olahraga. Sudah jutaan kali
Corky menyerukannya. Tapi kali ini semuanya terasa baru dan
mengasyikkan. "Bagus! Bagus!" Miss Green memuji dari tepi lapangan.
Dia pun menyadari perbedaannya, pikir Corky.
Ia tersenyum ke arah Kimmy ketika mereka bersiap-siap
menyusun piramida. "Awas kalau kau biarkan aku jatuh," Corky
bergurau. "Siapa"aku?" balas Kimmy sambil berlagak heran.
Corky naik sampai ke puncak.
"Oke, sekarang angkat kaki! Perhatikan iramanya!" Miss Green
berseru sambil meraih peluit yang tergantung di lehernya.
Keenam cheerleader segera melakukan gerakan yang sudah
mereka latih. "Bagus sekali!" ujar Miss Green. "Luruskan punggungmu,
Ronnie!" Sekarang tinggal melompat ke bawah, pikir Corky. Ia melirik
ke arah Kimmy. Ia serasa dicekik. Sekelebat ia dicekam panik.
Kemudian ia melompat. Kimmy menangkapnya dengan mudah.
"Sempurna!" komentar Miss Green.
Para cheerleader bersorak-sorai dengan gembira.
"Hebat!" Hannah menepuk punggung Corky.
"Kau tambah gemuk, ya?" goda Kimmy.
*********************** Seusai latihan, Corky, Kimmy, Ronnie, dan Debra pergi ke The
Corner dan menempati salah satu meja. Keempat-empatnya bicara
berbarengan. Ronnie mendengar lelucon jorok dari salah satu pemain
basket, dan ia sudah tak sabar untuk menceritakannya kepada yang
lain. Corky tertawa berderai-derai, meskipun sudah pernah mendengar
lelucon itu. Debra punya berita hangat mengenai pacar baru Gary
Brandt. Dan Kimmy minta pendapat teman-temannya tentang
bagaimana ia harus memotong rambutnya Sabtu besok.
Pelayan yang menunggu di samping meja mereka mulai tidak
sabar. "Aku minta Coke saja," ujar Debra.
"Aku juga," kata Kimmy. "Coke dan kentang goreng."
Pandangan si pelayan beralih kepada Corky.
"Kau tahu aku lagi kepingin makan apa?" ia bertanya kepada
Kimmy, sambil mengintip dari balik daftar makanan"
Kimmy angkat bahu. "Tidak. Apa?"
"Sup ercis," jawab Corky pelan-pelan.
"No way!" ketiga temannya bersorak serempak.
"Aku minta hamburger dan kentang goreng," kata Corky
kepada si pelayan. Keempat gadis itu tertawa terbahak-bahak.
Si pelayan menuju ke dapur sambil menggelengkan kepala. Ia
sama sekali tidak mengerti kenapa anak-anak itu tertawa begitu keras,
hanya karena sup ercis....END
Kisah Sepasang Bayangan Dewa 5 Pendekar Gila 26 Undangan Maut Senopati Pamungkas I 14

Cari Blog Ini