Ceritasilat Novel Online

Hati Seorang Pemburu 2

Fear Street - Sagas Ix Hati Seorang Pemburu Heart Of The Hunter Bagian 2


Lalu mereka terdiam dan menatapnya. Menantangnya.
Menantangnya untuk berlari melewati ujian ini.
Jamie menghela napas dalam. Ia bergegas menuju ke sana.
Ia menunduk menghindari sebilah tomahawk dan merasakan
sebatang gada menghajar punggungnya. Tapi ia tidak berhenti.
Lari. Larilah yang cepat. Larilah yang lincah.
Kata-kata itu bergema dalam benaknya.
Tunduk. Berputar. Jongkok. Lari.
Tomahawk-tomahawk itu terayun lebih cepat lagi. Mengiris
udara. Wus. Di depannya. Wus. Di sampingnya.
Jamie membuang diri ke tanah dan berguling. Lalu ia bergegas
bangkit berdiri dan berlari. Ia terengah-engah menghirup napas.
Keringat mengalir ke matanya. Ia melihat ujung barisan dari
balik kabut kemerahan. Aku akan berhasil, pikirnya. Aku akan berhasil.
Running Elk melompat ke depannya. Ia mengacungkan
tomahawk-nya, matanya yang hitam berkilauan.
Seekor serigala, pikir Jamie. Bergeraklah seperti seekor
serigala. Ia menunduk dan menerjang Running Elk. Ia menghantam
kepala suku itu dan mengempaskannya ke tanah.
Jamie terhuyung-huyung bangkit berdiri. Ia melompati Running
Elk dan melesat melewati para prajurit terakhir. Ia memeluk sebatang
pohon, berusaha untuk meredakan napasnya, berusaha untuk
menghentikan gemetarnya. Kakinya terasa lemas. Tubuhnya gemetar
akibat usahanya. Tapi ia berhasil melewati ujian! Ia mendorong menjauhkan diri
dari pohon, berputar balik, dan mengacungkan lengannya ke atas
kepala dengan sikap menang. "Aku berhasil! Aku berhasil!"
Whispering Wind berlari mendekatinya, ekspresi wajahnya
prihatin. Aku berhasil membuatnya terkesan, pikir jamie. Sekarang dia
tahu betapa beraninya diriku.
Gadis itu memelototinya dan berlutut di samping Running Elk.
Jamie merasakan kemenangannya menghilang. Sambil
terengah-engah, ia kembali bersandar ke pohon. Tiba-tiba, ia merasa
kelelahan lagi. Kering. Terkuras.
Ia menunduk. Luka teriris, tergores, dan memar-memar
menutupi tubuhnya. Darah menodai celana merahnya dengan warna
yang lebih gelap dan semakin melebar.
Ia menyaksikan darahnya mengalir lebih cepat, lebih cepat.
Secepat larinya tadi. Menyebabkan tanah di sekitar kakinya berubah
gelap. Ia menengadah. Para prajurit mengelilinginya, merapat.
Merapat. Bab 11 SAKIT. Indra Jamie menjerit kesakitan. Ia berbaring telentang,
tak mampu bergerak. Seluruh tubuhnya terasa sakit. Bahkan kelopak
matanya terasa memar dan bengkak. Ia merasa kesakitan saat
mencoba membuka matanya. Ia melihat bayang-bayang menari-nari menakutkan di dindingdinding yang tertutup kulit pohon itu. Di mana aku" pikirnya
penasaran. Apa yang kulakukan di sini"
"Bagus. Akhirnya kau terjaga."
Jamie menyentakkan kepalanya ke samping mendengar suara
serak itu. Ia melihat seorang wanita tua melemparkan sesuatu yang
mirip dedaunan kering ke api unggun yang berkobar....
Ia teringat segala sesuatunya dalam sekejap. Suku Shawnee!
Tertangkap! Ujian pejuang!
Aku pasti jatuh pingsan, pikirnya. Aku kehilangan begitu
banyak darah. Ia melirik dadanya. Luka-lukanya tertutup semacam kotoran
hitam yang lengket. Ia menyentuhnya dengan salah satu ujung jarinya.
"Apa ini?" tanyanya.
Withering Woman berpaling dari api. "Obat. Untuk
menyembuhkan luka-lukamu. Dan bubuk ajaib yang baru saja
kulemparkan ke api akan meredakan panas tubuhmu."
Jamie mendesah lega. "Kalau begitu aku takkan mati."
"Kau sudah membuat para prajurit terkesan," kata Withering
Woman kepadanya. Tapi Whispering Wind tidak terkesan, pikir Jamie. Aku tidak
berhasil membuatnya terkesan.
"Mereka akan mengambil keputusan segera," kata Withering
Woman kepadanya. Sambil mengerang, Jamie beranjak duduk. "Apa maksudmu
'Mereka akan mengambil keputusan segera'?"
Ia mendengar seseorang berteriak di luar perkemahan. "Sudah
waktunya," kata Withering Woman. "Ayo. Kita akan mengetahui
nasibmu." Nasibku" pikir Jamie penasaran. Apakah aku harus melalui
ujian pejuang yang lain lagi" Aku terlalu lemah dan babak belur. Aku
pasti gagal kali ini. Ia berharap dulu mendengarkan celoteh Amanda mengenai
kebiasaan Indian agar mengetahui apa yang harus diduganya
sekarang. Kaki Jamie gemetar saat ia bangkit berdiri. Ia mengikuti
Withering Woman keluar dari gubuk. Malam telah turun. Sepotong
bulan bersinar di langit yang hitam. Api unggun besar berkobar di
tengah perkemahan. Bunga-bunga api kemerahan berhamburan ke
langit. Membara. Padam. Saat Withering Woman dan Jamie tiba di api unggun, para
prajurit membentuk lingkaran mengelilingi mereka. Salah seorang
prajurit mengacungkan gada kayu yang dicat meriah. Ia
memberikannya kepada prajurit di sampingnya.
"Dia memilih hidup," kata Withering Woman kepadanya.
Prajurit berikutnya membuang gada itu ke tanah.
Withering Woman mencengkeram lengan Jamie. "Dia memilih
mati," katanya dengan suara pelan.
Mati! Mereka sedang menentukan apakah membiarkan aku
hidup atau mati, pikir Jamie.
Prajurit berikutnya memungut gada itu dan membuangnya
kembali ke tanah. Mati! Prajurit di sampingnya mengambilnya dan memberikannya
kepada prajurit di sebelahnya.
Hidup. Hidup. Mati. Hidup. Mati. Jamie tidak lagi mampu menghitung. Berapa banyak yang
memilih hidup" Berapa banyak yang memilih mati" Tangannya
mengepal. Ia mengertakkan gigi agar tidak berteriak.
Tapi aku sudah melewati ujianmu! teriaknya dalam hati. Aku
berlari melewatinya dan bertahan hidup.
Para prajurit terus mengalihkan dan membuang, mengalihkan
dan membuang gada itu hingga tiba pada prajurit terakhir"Running
Elk. "Apa pilihannya?" tanya Jamie kepada Withering Woman.
"Sama. Dua puluh lima memilih hidup. Dua puluh lima memilih
mati. Running Elk akan mengambil suara penentuan."
"Kalau begitu tamat riwayatku," gumam Jamie pelan. Ia teringat
akan kemarahan di mata Running Elk saat ia meludahkan potongan
daging ke kaki prajurit itu. Jamie teringat kemurkaan pada wajah
prajurit itu saat ia menjatuhkannya.
Running Elk menatap Jamie. Para prajurit yang lain berdiri
diam sambil menunggu suara pemimpin mereka. Satu-satunya suara
yang didengar Jamie hanyalah gemeretak api.
Jamie membalas tatapan prajurit itu. Ia ingin mengalihkan
pandangannya, tapi ia harus mengetahui suara terakhir. Ia harus tahu
bahwa kematian telah menunggunya.
Running Elk memberikan gada itu ke prajurit di sampingnya.
Kelegaan menyapu Jamie. Ia jatuh berlutut dan menunduk.
Hidup! Mereka akan membiarkan diriku hidup, pikirnya.
Ia menengadah memandang Running Elk. Tapi untuk berapa
lama" Bab 12 RUNNING ELK memberi isyarat kepada Jamie untuk kembali
ke gubuk Withering Woman. Wanita tua itu menyodoknya, menyuruh
maju. Ia memasuki gubuk dan duduk di samping api unggun.
Para prajurit mengikuti. Mereka memenuhi gubuk Withering
Woman dan berdiri berjajar di dekat dinding, lengan mereka terlipat di
dada. Apa lagi sekarang" pikir Jamie. Ia memandang ekspresi wajahwajah kaku di sekitarnya. Ia menelan ludah dengan susah payah.
Withering Woman berjongkok di depannya. Ia menyodokkan
jemarinya ke rambut Jamie seakan-akan mencari kutu. Tiba-tiba ia
mencabut seutas rambut hingga ke akarnya.
"Aduh!" jerit Jamie. Ia menggosok-gosok kepalanya. "Apa yang
kaulakukan?" "Aku harus mempersiapkan dirimu untuk upacaranya." Ia
mencondongkan tubuh ke depan dan berbisik ke telinganya. "Jangan
bergerak. Pikirkan kehidupan saja. Kalau kau menyinggung perasaan
mereka, mereka mungkin akan mengambil suara lagi."
Jamie menatap para prajurit itu. Running Elk tengah
memelototinya. Agar bisa bertahan hidup, aku harus menjadi salah
satu dari mereka, pikir Jamie.
Ia mengangguk kepada mereka. Ia memaksa diri agar tidak
menunjukkan ekspresi apa pun di wajahnya dan tidak bergerak.
Withering Woman mencabuti rambutnya perlahan-lahan, sehelai demi
sehelai. Jamie menggigit bibirnya agar tidak menjerit.
Ia memaksa diri untuk memikirkan hal lain. Apa pun.
Menunjukkan kesakitan sama saja dengan meminta kematiannya.
Ia menatap api unggun. Ia melihat Whispering Wind. Gadis itu
berpaling kepadanya. Dia tersenyum dan mengulurkan tangan.
Withering Woman menarik segumpal rambut agak keras. Sakit
yang menyengat menghapus bayangan Whispering Wind.
Sebagai gantinya, muncul bayangan Lucien Goode. Jamie
membayangkan wajah Lucien Goode dilahap api. Terbakar perlahanlahan. Dihancurkan habis-habisan. Ia hampir-hampir tertawa keras.
Ya, aku harus berusaha dengan segala cara untuk bisa bertahan
hidup, pikirnya. Aku harus tetap hidup untuk bisa membalas dendam
kepada Lucien Goode. "Nah, kau sudah hampir siap," kata Withering Woman.
Jamie menyentuh samping dan belakang kepalanya dengan
ujung jemarinya. Ia hanya merasakan kulit yang telanjang.
Aku seperti seekor ayam yang dicabuti bulunya untuk dijadikan
makan malam, pikir Jamie.
Withering Woman meraih rambut yang tersisa di sepanjang
puncak kepalanya dan mengikatkan manik-manik ke sana. Lalu ia
bangkit berdiri. "Kita pergi sekarang," katanya.
Jamie bangkit berdiri. Aku merasa begitu telanjang tanpa
rambut begini, pikirnya. "Kita mau ke mana?"
"Ke rumah dewan agung," katanya.
Running Elk memimpin jalan ke sebuah bangunan kayu yang
panjang. Jamie melihat gambar seekor serigala yang dilukiskan di
pintunya. Running Elk membuka pintunya dan memberi isyarat agar
Jamie masuk ke dalam. Setelah menelan ludah dengan susah payah, Jamie melangkah
masuk. Bangku-bangku berjajar di dinding. Para wanita dan anakanak berdiri di ujung seberang gubuk. Jamie melirik ke balik bahunya.
Para prajurit tidak masuk.
Para wanita itu mendekatinya satu per satu dan memberinya
hadiah. Pakaian. Sarung bermanik-manik untuk pisaunya. Batu api
dan besi untuk menyalakan api. Sebuah kantong tembakau.
Whispering Wind yang terakhir mendekatinya. Ia melangkah
perlahan-lahan sambil menunduk. Ia berhenti di depan Jamie dan
mengulurkan sepasang mokasin.
Jamie tersenyum, berharap dirinya menguasai bahasa Shawnee.
"Terima kasih," katanya.
Whispering Wind mengundurkan diri.
"Duduk!" kata Withering Woman.
Jamie berlutut di kulit beruang di dekat perapian. Ia mengawasi
para prajurit memasuki rumah dewan dan duduk membentuk
lingkaran di sepanjang dinding. Sambil membawa sebatang pipa,
Running Elk duduk di depan Jamie.
Ia mengulurkan tangan melewati tubuh Jamie, meraih sebatang
ranting dari api unggun dan menyulut pipanya. Ia menancapkan pipa
itu di mulutnya. Kesunyian mengisi gubuk. Asap mengepul melingkar-lingkar
ke langit-langit. Running Elk menawarkan pipa itu kepada Jamie.
Jamie pernah sekali mengisap tembakau di perkebunan. Ia tahu
ia harus menghirup sedikit, kalau tidak ia akan terbatuk-batuk hebat.
Ia menyelipkan pipa berwarna-warni itu ke mulut dan menghirup
sedikit. Lalu ia mengembalikannya kepada Running Elk.
Running Elk mengangguk. "Selesai!" kata Withering Wind. "Sekarang kau anggota suku
Shawnee." ********* Hari-hari berlalu dengan cepat bagi Jamie dan
penghormatannya terhadap suku Shawnee bertambah besar. Ia mulai
memahami bahasa mereka. Ia mengenakan celana dari kulit rusa
seperti anggota suku yang lainnya. Di kedua sisinya terdapat bordiran
hingga ke ujung. Dengan mokasin, ia belajar untuk bergerak tanpa
suara, seperti bayang-bayang, menembus hutan tanpa meninggalkan
jejak. Setiap pagi, Running Elk mengecat wajah dan dada Jamie agar
ia mendapatkan kebijaksanaan dan keberuntungan. Setiap hari mereka
mencari bison. Setiap malam mereka kembali ke perkemahan tanpa
hasil. Suatu malam Running Elk menghentikan Jamie sebelum ia
memasuki gubuknya. "Di mana bison-bison itu?" tanya Running Elk.
Jamie telah menguasai bahasa Shawnee secukupnya untuk
memahami pertanyaan itu. "Dekat dengan tempat ini," jawabnya.
Running Elk memicingkan mata curiga. "Kalau kau berbohong,
kau akan mati." Jamie mengawasi Running Elk berlalu. Ia tidak tahu apa yang
akan terjadi padanya kalau tidak segera menemukan bison. Itu
sebabnya mereka membiarkan diriku tetap hidup, pikirnya. Mereka
mengira diriku bocah dari penglihatan Withering Wind"bocah yang
bisa mengantar mereka menemukan bison.
Tapi aku bukan bocah itu. Aku tidak bisa. Dan mereka akan
segera tahu. Jamie mendengar tawa. Ia berbalik dan melihat beberapa orang
wanita tengah menggulirkan sebuah bola kayu di tengah perkemahan,
dengan hanya menggunakan kaki mereka. Pria-pria tengah berusaha
menghentikan mereka. Semua orang tertawa-tawa dan berteriak. Itu permainan, pikir


Fear Street - Sagas Ix Hati Seorang Pemburu Heart Of The Hunter di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jamie tersadar. Tiba-tiba ia merasa sangat kesepian. Ia ingin bergabung dengan
mereka. Tapi ia tidak merasa diterima. Aku hidup di tengah-tengah
suku Shawnee, tapi aku bukan Shawnee sejati, pikirnya sedih.
Setiap hari ia tidak berbicara dengan siapa pun kecuali dengan
Running Elk dan Withering Woman. Setiap pagi dan malam Jamie
menyantap makanannya bersama Withering Woman dan setiap malam
ia tidur seorang diri dalam gubuknya.
Kelompok itu berlari lebih dekat dengan dirinya. Ia mengawasi
seorang prajurit menggiring bola itu menjauhi seorang wanita dan
mulai membawanya ke ujung seberang perkemahan. Whispering
Wind melesat mengejar prajurit itu. Ia bergerak mendului prajurit itu
dan dengan cekatan menendang bolanya menjauhi prajurit tersebut.
Whispering Wind tersenyum dan mulai menggiring bola ke sisi
perkemahan tempat gubuk Jamie berada. Dengan tertegun, Jamie
mengawasi Whispering Wind. Ia merasa kesepiannya semakin hebat.
Whispering Wind menengadah dari kakinya yang bergerak
cepat dan memandang Jamie. Seandainya aku bukan orang luar, pikir
Jamie. Seandainya mereka mengizinkanku turut bermain. Tapi mereka
tidak pernah mengizinkannya. Mereka tidak benar-benar
mempercayainya. Whispering Wind menendang bola itu sekuat tenaga. Bola itu
bergulir ke arah Jamie dan berhenti di dekat kakinya. Jamie menatap
bola itu. Lalu menengadah memandang Whispering Wind. Gadis itu
tersenyum malu-malu dan melambai memanggilnya.
Jamie memandang para pemain lainnya. Satu demi satu, mereka
memberi isyarat agar ia turut bermain. Kegembiraan memenuhi
dirinya. Jamie menendang bola itu perlahan dan mengawasinya
bergulir. Lalu ia menendang sedikit lebih keras dan bergegas
mengejarnya saat bola itu tiba-tiba berbelok ke hutan.
Ia mendengar tawa, tapi tidak terdengar jahat. Ia merasa
seseorang menyentuh lengannya. Ia menengadah. Whispering Wind
mengamatinya. "Kalian tidak pernah memainkan permainan ini?" tanyanya.
Jamie merasa bersyukur karena telah mempelajari bahasa
Shawnee. "Tidak, aku belum pernah bermain seperti ini," katanya
kepada Whispering Wind. "Perhatikan," kata gadis itu. Ia menempelkan sisi kakinya ke
bola itu dan mendorongnya. Bola itu bergulir kembali ke perkemahan.
"Jadi aku seharusnya menggunakan sisi kakiku dan bukannya
ujungnya," kata Jamie.
Whispering Wind tersenyum. "Sekalipun begitu, kau pasti akan
tetap kalah." Ia menendang bola lagi dan berlari kembali ke lingkaran para
pemain. Kita lihat saja, pikir Jamie. Ia mengejar Whispering Wind,
mengambil tempat bersama para prajurit. Mereka bermain selama
berjam-jam, hingga bulan telah merayap tinggi di langit malam.
Whispering Wind tidak berbohong. Para prajurit kalah.
Malamnya Jamie berbaring seorang diri di gubuknya. Melalui
lubang kecil di atap, ia mengamati bintang-bintang. Ia memikirkan
Whispering Wind. Gadis itu membuatnya merasa menjadi bagian di
sini. Awan hitam melintas di langit. Jamie memikirkan Lucien
Goode dan kegelapan yang didatangkannya ke dalam kehidupan
Jamie. Suku Shawnee mengajarkan banyak hal kepadaku, pikirnya.
Banyak yang bisa kugunakan saat membalas kematian orangtuaku.
Aku telah belajar untuk berburu dan melacak sehingga aku bisa
menemukan Lucien Goode. Tapi aku tidak ingin meninggalkan suku Shawnee. Kurasa aku
sudah jatuh cinta pada Whispering Wind.
Matanya terpejam. Tidur menguasai dirinya. Bayang-bayang
Whispering Wind dan Lucien Goode memenuhi mimpinya. Ia tidak
mungkin mendapatkan keduanya. Cinta atau pembalasan. Ia harus
memilih salah satu. Keesokan paginya, para prajurit menyapanya dengan ramah.
Jamie mengetahui bahwa sikap mereka berubah karena Whispering
Wind telah mengajaknya bermain bersama mereka semalam. Ia
merasa bersyukur karenanya.
Mereka tampaknya lebih percaya daripada dirinya sendiri
bahwa ia yang akan menemukan bison.
Tapi aku tidak bisa, pikir Jamie.
Jamie menyimpan rahasia itu rapat-rapat saat menembus hutan
bersama para prajurit, mencari hewan suci itu.
Berhari-hari telah berlalu dan mereka belum juga menemukan
bison. Para prajurit itu semakin tegang dan gelisah. Mereka berhenti
tertawa bersamanya. Mereka berhenti bicara padanya.
Jamie hanya melihat kecurigaan dalam pandangan mereka.
Mereka akan menyadari kebenarannya tidak lama lagi. Tak lama lagi
mereka akan menyadari bahwa aku tidak memiliki kekuatan istimewa.
Lalu mereka akan membunuhku"tanpa ampun.
Bab 13 KELELAHAN dan frustrasi, Jamie kembali ke perkemahan
bersama para prajurit. Ia merasa lapar meliliti perutnya. Ia tahu bahwa
para prajurit itu juga kelaparan.
Kalau saja kami menemukan bison, pikir Jamie, mereka akan
mempercayaiku. Dan mungkin dengan begitu, Whispering Wind akan
memandangku dengan cara yang sama dengan dia memandang
Running Elk. Ia melihat Whispering Wind tengah duduk di depan gubuknya,
peralatan tenunnya ada di depannya. Jamie memandang sekitarnya. Ia
tidak melihat Running Elk. Ia menyeberangi perkemahan dan
berjongkok di samping Whispering Wind.
"Halo, Whispering Wind," katanya pelan dalam bahasa
Shawnee. Whispering Wind tersenyum malu-malu sebagaimana biasa,
jemarinya dengan lincah menenun benang-benang.
"Aku tidak memiliki selimut di gubukku," kata Jamie. Ia
mengusap bahan tenunan Whispering Wind.
Whispering Wind menyingkirkan tangannya. "Selimut ini untuk
prajurit yang akan menikah denganku," katanya kepada Jamie.
"Sesudah selesai menenunnya, aku akan memberikannya kepada
prajurit yang kupilih. Aku akan menjadi istrinya."
"Berikan padaku, Whispering Wind," kata Jamie lembut. "Aku
akan menjadi suami yang baik."
Whispering Wind tertawa. "Eyes of the Wolf, kau tidak bisa
menikah," katanya. "Kau tidak memiliki bulu yang menunjukkan
keberanianmu. Seorang wanita harus memilih prajurit yang paling
berani untuk menjadi pendampingnya."
Ia benar, pikir Jamie sadar. Aku tidak memiliki bulu. Hanya
bekas-bekas luka yang malang-melintang di dada dan punggungku.
Bekas luka yang kumenangkan melalui ujian pejuang.
"Eyes of the Wolf!"
Jamie berpaling ke asal suara serak itu. Withering Woman
berdiri di ambang pintu gubuknya. Ia memberi isyarat memanggil
Jamie. "Selamat tinggal, Whispering Wind," katanya pelan.
Whispering Wind tidak mengatakan apa-apa, hanya
melanjutkan menenun selimut pernikahannya.
Jamie melangkah ke gubuk Withering Woman. "Masuklah,"
bisiknya, tatapannya mengarah ke belakang Jamie.
Jamie menyelinap ke dalam gubuknya. Bayang-bayang
mengintai di sudut-sudut gubuk. Jamie membayangkan bisa mencium
bau darah lama. Busuk. "Kau belum menemukan bisonnya," bisik Withering Woman.
Jamie mengangkat bahu. "Aku berburu setiap hari bersama
dengan yang lainnya. Dari subuh hingga senja. Mungkin besok kami
akan menemukan bison."
"Mungkin." Withering Woman mengangguk. "Atau mungkin
besok malam riwayatmu akan tamat."
"Riwayatku akan tamat?" Jamie mendekat. "Apa maksudmu?"
"Para pria tidak mempercayaimu. Mereka membicarakan
kemungkinan untuk mengambil suara lagi," kata Withering Woman.
Jamie memejamkan matanya rapat-rapat. Pengambilan suara
lagi. Aku tidak akan memiliki kesempatan. Kali ini mereka akan
memilih untuk membunuhku.
Ia mondar-mandir di dalam gubuk. Terus-menerus. "Sudah
kucoba, tapi aku tidak mengetahui apa-apa tentang bison. Aku
mencari tanda-tandanya, tapi yang kulihat hanya Whispering Wind.
Aku hanya memikirkan dirinya."
Ia memberanikan diri membalas tatapan Withering Woman.
"Aku jatuh cinta kepadanya." Ia menggeleng. "Tapi dia menginginkan
prajurit yang berani."
"Aku tahu sihir yang bisa membantumu," kata Withering
Woman kepadanya. Jamie tersentak. "Sihir?"
Withering Woman menggerak-gerakkan tangannya di udara.
"Mantra. Mantra yang kuat. Dia akan jatuh cinta padamu dengan
mantra itu." Harapan merekah dalam diri Jamie. "Gunakan. Gunakan untuk
membuatnya jatuh cinta kepadaku. Akan kutemukan bisonnya sesudah
itu." Withering Woman memicingkan matanya dan menggoyanggoyangkan salah satu jarinya di depan wajah Jamie. "Pastikan, Eyes of
the Wolf, bahwa kau menginginkan kekuatan ini. Begitu dilakukan,
tidak ada yang bisa mengubahnya."
"Aku ingin Whispering Wind menjadi istriku," kata Jamie
berkeras. "Harganya mahal."
"Aku akan membayar berapa pun untuk mendapatkan cinta
Whispering Wind. Katakan, katakan apa yang harus kuberikan."
Withering Woman menjawab dengan suara pelan. "Pada saat
bulan purnama, kau harus memberikan jiwamu kepadaku."
DI BALIK JERUJI BESI JIWAKU! Jamie memandang jeruji yang menjadi penjaranya.
Ia menginginkan jiwaku! Kenapa aku menyetujuinya"
Ia melesat dari sudut tempat ia tadi meringkuk. Ia mulai
mondar-mandir. Terus-menerus. Kenangan itu mengejarnya.
Aku ingin Whispering Wind menjadi istriku. Dia hampir
menyelesaikan selimut pernikahannya. Aku tahu bahwa dia akan
memberikannya kepada Running Elk bila aku tidak bertindak"
segera. Tindakan yang akan membuat dia ingin menikah denganku.
Aku bahkan tidak tahu apa jiwaku itu.
Aku tidak bisa merasakannya. Aku tidak bisa menyentuhnya.
Tampaknya begitu sederhana untuk diberikan. Ditukarkan dengan
cinta Whispering Wind. Jamie berhenti dan memandang ke balik jeruji besi. Memelototi
bulan purnama. Bulan purnama yang telah menjadi musuhnya.
Aku tidak mengetahui kekuatan bulan purnama. Akan
bahayanya, pikirnya. Aku menunggu, menunggunya, mengharapkan malam saat
bulan akan menjulang tinggi di langit yang hitam. Karena pada malam
itu, Withering Wornan berjanji Whispering Wind akan menjadi
milikku. Dalam penjaranya, Jamie mondar-mandir. Semakin lama
semakin cepat. Kenangannya berputar-putar.
Aku mencintai Whispering Wind. Aku ingin dia menikah
denganku. Wanita tua itu satu-satunya orang yang mempercayai
diriku. Yang tidak pernah meragukan diriku. Aku percaya dia ingin
membantuku. Eyes of the Wolf"Mata Serigala, julukannya kepadaku. Dan
aku pun menjadi Mata Serigala.
Aku sudah memilih. Aku akan melupakan Lucien Goode. Aku
akan tinggal bersama suku Shawnee untuk selama-lamanya. Aku akan
menerima Whispering Wind sebagai istriku dan mendapatkan
kebahagiaan. Pada malam bulan purnama, aku beranjak bangkit dari tempat
tidurku dan mengikuti wanita tua itu ke hutan.
Kalau saja dia menceritakan segalanya kepadaku.
Kalau saja aku tahu apa yang menantiku jauh di dalam hutan.
Kalau saja aku tahu apa yang akan terjadi pada saat bulan
purnama. Kalau saja aku tahu apa artinya menyerahkan jiwaku.
Bab 14 JAMIE mengikuti Withering Woman jauh ke dalam hutan.
Udara malam yang dingin membuatnya menggigil. Ia mengawasi
angin menggoyang cabang-cabang pohon. Ia merasa seperti mereka
akan menjulurkan diri dan menangkapnya.. Menyeretnya ke malam
yang gelap gulita. Ia berjuang melawan keinginan untuk kembali. Lari kembali ke
perkampungan. Untuk bersembunyi dalam gubuknya yang gelap.
Sihir macam apa yang akan diterapkan wanita tua ini
kepadanya" Mungkin mantranya akan menyakiti dirinya.
Membunuhnya. Jamie tiba-tiba berhenti melangkah. Membeku di tempatnya.
Withering Woman berbalik dan menatapnya. Jamie merasa
seakan wanita itu telah mendengar pemikirannya. Senyum perlahanlahan merekah di bibir tipis wanita itu.
"Terkadang bijaksana untuk merasa takut, Eyes of the Wolf,"
katanya ringan. "Tapi sekarang kau sudah terlalu jauh untuk kembali."
Withering Woman berlutut. "Kemarilah. Duduklah di depanku.
Jamie berlutut, menghadap wanita itu. Celana kulitnya
menghangatkan kakinya, tapi dadanya yang telanjang terasa
kedinginan. "Apa yang akan kaulakukan?" tanya Jamie.
"Shh! Kau tak boleh bicara sebelum ritualnya selesai," kata
Withering Woman memperingatkan dirinya.
Sesudah ritual selesai, kau akan memiliki jiwaku, pikir Jamie.
Apa proses kehilangannya menyakitkan"
Bulan purnama menerangi lapangan itu, menyiramkan cahaya
keperakan ke atas Withering Woman. Ia menanggalkan seutas tali
kulit dari lehernya. Jamie bisa melihat bahwa tali itu diselipkan ke
dalam lubang sebuah gigi.
"Gigi serigala," bisik Withering Woman dengan khidmat.
"Serigala hewan yang kuat. Cerdas. Cepat."
Ia meletakkan gigi itu di tangan Jamie. Berkat cahaya bulan,
Jamie bisa melihat ukir-ukiran aneh yang ada di sana"sebuah cakar,
mencengkeram lima lingkaran.
Tanpa peringatan, Withering Woman menggores dada Jamie
dengan gigi itu. Jamie menjerit terkejut dan tersentak mundur. Ia
melihat tetesan darahnya sendiri berkilau memantulkan cahaya bulan.
Rasanya hangat di dadanya yang kedinginan.
Withering Woman mengenakan tali kulit itu di leher Jamie.
Giginya menjuntai tepat di lukanya. Jamie merasa bisa mendengar
detak jantungnya bergema di dalam gigi itu. Dum. Dum. Dum.
Withering Woman mengeluarkan kantong kulit dan mangkuk
kayu kecil dari tasnya. Ia menuangkan cairan dari kantong itu ke
dalam mangkuk, menengadah, dan menenggaknya. Lalu ia
mengulurkan mangkuk itu kepada Jamie. "Minumlah," katanya.


Fear Street - Sagas Ix Hati Seorang Pemburu Heart Of The Hunter di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa itu?" tanya Jamie.
"Cairan ini memiliki kekuatan yang layak kaumiliki. Kalau
Whispering Wind memandangmu lagi, dia akan jatuh cinta
kepadamu," janji Withering Woman.
Jamie memejamkan mata. Ia mendengar suara tawa Whispering
Wind. Ia melihat senyumnya. Jemarinya yang panjang dan ramping
sibuk menenun benang berwarna-warni.
Whispering Wind selesai menenun selimut pernikahannya hari
ini, pikir Jamie. Besok dia akan memberikannya kepada Running Elk.
Sesudah besok, dia takkan pernah menjadi milikku.
Ia mendekatkan mangkuk itu ke mulutnya. Bau darah
menghantam cuping hidungnya. Darah siapa" pikirnya penasaran.
Tidak penting, darah ini akan membawa Whispering Wind kepadaku.
Jamie membiarkan cairan kental dan gelap itu mengalir
menuruni tenggorokannya. Ia tercekik dan terbatuk-batuk.
Withering Woman mengawasinya. Ia mendorong mangkuk itu
ke mulut Jamie lagi. Jamie menenggak habis dengan sekali teguk.
Lalu ia menjilati bibirnya, mengumpulkan tetes-tetes terakhirnya.
"Sekarang apa?" tanyanya.
Withering Woman tersenyum menakutkan. "Kita tunggu."
Kata-katanya membuat Jamie menggigil. Tapi ia memaksa diri
untuk duduk diam. Dan menunggu.
Sakit mengiris perutnya. Ia meringkuk. "Apa yang kauberikan
padaku?" tanyanya, sambil terengah-engah.
"Kekuatan," kata Withering Woman.
Jamie merasakan tubuhnya dingin membeku. Lalu panas
membara. Jemarinya terasa gatal dan panas. Lalu jemari kakinya. Lalu
seluruh tubuhnya. Ia meringkuk rapat bagai bola. Ia mengertakkan gigi menahan
sakit yang hebat itu. Tubuhnya terguncang dan gemetar. Ia meregang,
menelungkup di lantai hutan. Tubuhnya tersentak-sentak hebat.
Semakin lama semakin cepat.
Apa yang terjadi" pikirnya penasaran. Apa yang terjadi padaku"
Jamie mengulurkan lengannya. Ia bisa melihat kulitnya
terentang, terpuntir, bergelombang naik-turun sepanjang lengannya
seakan-akan ada sesuatu yang merayap di baliknya.
Ia mendengar derakan-derakan tulang. Tulang-tulangku.
Tas. Sriit. Pop. Napasnya bertambah cepat. Jantungnya berdebar-debar
kencang. Hidungnya terdorong maju, tumbuh semakin panjang dan
tebal. Membentuk moncong. Lalu rambut tebal mencuat dari sana.
Rahangnya mengejang dan bergerak di luar kehendaknya.
Lidahnya terjulur keluar. Jamie merasakan gigi-giginya menjadi tajam
dan runcing. Ia mulai terengah-engah, terengah-engah seperti seekor anjing.
Posisinya merangkak. Ia mencoba untuk berdiri, tapi jatuh kembali ke
tanah. Ia berguling menelentang dan menatap tangannya dengan ngeri.
Bulu-bulu hitam-keperakan yang tebal menyembur dari balik kulit
yang menutupi buku-buku jarinya. Bulu-bulu itu menebar ke
punggung tangannya, pergelangannya, lengannya.
Tangannya terlipat. Jemarinya menyurut. Kuku-kuku jarinya
mengerut. Mengerut menjadi cakar yang mematikan.
"Tidak!" jerit Jamie. "Tidak!"
Kata-katanya terdengar serak dan tidak jelas, lidah, bibir, dan
tenggorokannya tidak lagi sesuai dengan manusia.
Jamie berguling. Sekali lagi ia mencoba untuk berdiri. Sekali
lagi ia jatuh kembali dalam posisi merangkak.
Jamie menggeram pelan. Otot-ototnya terentang, lalu
mengencang. Bahunya membungkuk. Kaki-kakinya menyusut di
bawahnya. Merentang, mengencang, berderak-derak.
Mengubah dirinya. Mengubah dirinya yang dulu.
Ia memandang Withering Woman dan melihat pantulan dirinya
sekarang. Seekor serigala! Bab 15 SEEKOR serigala! jerit benak Jamie. Withering Woman juga
seekor serigala! Dia sudah mengubahku menjadi seekor serigala!
Ia harus menjauhi wanita ini. Jamie mulai berlari. Lebih cepat
dari yang pernah dilakukannya sebelum ini.
Dengan cakar berbantalan. Dengan menggunakan empat kaki.
Rendah di atas permukaan tanah.
Kaki-kakinya yang kuat terayun cepat di bawah tubuhnya.
Jamie merasa seperti terbang menerobos hutan. Hampir-hampir tidak
menyentuh tanah. Dengan diam-diam. Seperti orang Indian. Seperti bayangbayang.
Seperti seekor serigala! Aku bisa melihat dalam kegelapan, pikir Jamie tersadar.
Pandanganku lebih tajam... semua indraku lebih tajam. Aku bisa
mencium... mencium bau hewan-hewan lainnya.
Aku bisa mencium bau burung hantu di pohon di atasku dan
tikus tanah tengah berkeliaran di bawah dedaunan. Aku bisa
mendengar cicit pelan mereka.
Jamie tidak tahu ke mana ia berlari. Ia hanya tahu bahwa ia
harus melarikan diri. Withering Woman sudah membohongiku! Menipuku!
Whispering Wind takkan pernah mencintaiku sekarang. Dia takkan
pernah jatuh cinta dengan diriku yang telah menjadi hewan ini.
Kenapa" Kenapa Withering Woman memperlakukan diriku
seperti ini" Apa keuntungan bagi dirinya"
Jamie melompati sebatang pohon tumbang tanpa kehilangan
keseimbangan. Dan terus berlari. Secepat keempat kakinya mampu
membawanya. Jamie terhuyung-huyung berhenti di tepi pegunungan. Lidahnya
menjulur keluar dari mulutnya. Air liur menetes-netes ke tanah. Ia
menjilati bibirnya. Ia bisa merasakan gigi-gigi taring yang ada di
mulutnya. Ia bisa melihat lembah hijau yang subur jauh di bawahnya.
Seperti ular-ular, sungai-sungai keperakan meliuk-liuk membelah
lahan subur itu. Dan bison tengah minum dari alirannya.
Bison. Aku menemukannya! Seribu. Mungkin lebih.
Telinganya menegak. Jamie mendengarkan"mendengarkan
suara air yang menggelegak, suara kerumunan hewan-hewan itu.
Cuping hidungnya mengembang dan ia menghirup udara
sedalam-dalamnya. Mencium bau busuk bison. Bau bulu yang lebat.
Perutnya menggemuruh. Naluri serigala mengambil alih. Jamie
berlari cepat dan sekuat tenaga ke lapangan itu. Bison berhamburan.
Melarikan diri. Tapi mereka makhluk-makhluk besar. Terhuyung-huyung.
Kikuk. Jamie melesat mengejar mereka. Dengan lincah. Semakin dekat.
Semakin dekat dengan mereka.
Ia begitu kuat. Begitu perkasa. Jauh lebih kuat daripada seekor
serigala biasa. Seekor bison besar berhenti dan berbalik menghadapi Jamie.
Jamie berhenti dan memajukan bahunya.
Bison itu mendengus. Jamie melihat uap mengepul dari
hidungnya saat hewan itu mengembuskan napasnya ke dalam udara
malam yang dingin. Jamie menggeram pelan dan menarik lidahnya
untuk memamerkan gigi-giginya.
Bison itu menyerbu. Jamie meliuk dan melompat ke samping. Makhluk besar itu
melesat melewatinya. Bison itu berputar balik dan menguak sekeras-kerasnya.
Jamie mengangkat kepalanya dan melolong"panjang dan
berat. Ia menyeringai. Menantang hewan itu untuk kembali menyerbu
dirinya. Bison itu mengais-kais tanah dengan kaki depannya. Sekali.
Dua kali. Lalu berganti kaki yang lain. Sekali. Dua kali.
Jamie berjongkok. Kaki-kakinya mulai gemetar, tapi bukan
ketakutan. Menanti. Bison itu mendengus. Lalu menyerbu.
Jamie menegang. Menunggu. Tubuhnya bagai seonggok otot
yang kencang. Sangat ingin untuk dikendurkan.
Bison itu berlari ke arahnya dengan kepalanya yang lebar
ditundukkan. Bahunya yang tebal bagaikan pegunungan yang tertutup
bulu, menghalangi cahaya bulan.
Jamie belum pernah melihat apa pun yang tampak begitu
besar"atau begitu kuat. Jamie menjilat moncongnya. Bison itu
menghambur lurus ke arahnya.
Pada saat-saat terakhir. Jamie melesat ke udara dan
membenamkan gigi-giginya yang besar ke tenggorokan bison itu. Jerit
kesakitan hewan itu menggema ke seluruh lembah.
Bison itu terhuyung-huyung dan jatuh ke tanah.
Jamie membenamkan giginya lebih dalam ke daging bison itu.
Ia mencicipi rasa darahnya.
Kental. Panas. Membanjir ke dalam mulut Jamie, Rasanya lezat.
Bab 16 JAMIE menggeram pelan. Ia menyentakkan kepalanya ke sana
kemari, mencabik daging bison itu.
Darah menyembur membasahi dirinya. Membanjir bagai
sungai. Hewan itu meraung. Menendang. Tersentak. Matanya berputar
balik di lubangnya. Lalu jatuh ke samping. Tidak bergerak lagi. Mati.
Jamie merobek otot dan daging tenggorokan bison itu. Begitu
lezat. Segar. Daging segar.
Ia berpesta pora atas daging buruannya. Menikmati daging
mentah hingga perutnya penuh. Lalu ia menjilati darah dari moncong
dan cakarnya. Ia meringkuk di samping hewan raksasa yang baru saja
dibunuhnya dan tidur. ********* Jamie terjaga. Ia memicingkan mata karena cahaya matahari
yang terang benderang. Tenggorokannya terasa kering. Kasar. Ia bisa
mencium bau darah. Dan di sekitarnya, ia mendengar dengungan lalat
yang tidak ada henti-hentinya.
Ia menunduk dan tersentak. Darah melumuri seluruh tubuhnya.
Mengering di atas kulitnya.
Apa yang terjadi" Ia mengalihkan pandangannya dan melihat
cabikan daging bison. Lalat hinggap di sana-sini. Jamie bergegas
mundur dan menatap hewan yang telah menjadi bangkai itu.
Kenangan akan kejadian semalam menghambur ke dalam
benaknya. Tenggorokannya mengencang. Perutnya melilit. Ia tercekik.
Aku menyantap daging mentah hewan yang masih hidup! Aku
meminum darahnya! Bagaimana aku bisa melakukannya" Bagaimana
bisa" Tubuh Jamie terlipat dan bergoyang-goyang. Withering Woman
sudah mengubahku menjadi serigala.
Kepalanya berdenyut-denyut. Ia merasa"berharap"semuanya
hanya mimpi. Mimpi buruk akibat minuman yang diberikan Withering
Woman kepadanya. Tapi kejadian itu nyata. Ia seekor serigala.
Jamie berhenti bergoyang. Ia memandang tangannya. Tangan
manusia. Tangan manusia yang berlumuran darah kering. Cabikan
daging dan bulu-bulu bison menghitamkan kuku-kuku jarinya.
Ia melompat bangkit dan berlari ke sungai.
Ia terjun ke dalam air dan berenang ke tengah-tengahnya. Ia
menyelam berulang-ulang. Ia menggosok tubuhnya mati-matian.
Begitu banyak darah! Di mana-mana. Aku tidak bisa
membersihkan darah ini! Aku tidak bisa membersihkannya. Ia
menggosok lebih keras dan lebih keras lagi hingga ia menyadari
bahwa ia justru melukai dirinya sendiri, bahwa darah yang dilihatnya
adalah darahnya sendiri. Ia berjalan kembali ke tepi, menyeret kakinya di sepanjang
dasar sungai. Apa yang akan kulakukan"
Ia memandang bisonnya. Kalau kupenggal kepalanya, takkan
ada yang mengetahui bagaimana caranya mati. Aku bisa mengklaim
bahwa sudah membunuhnya dengan pisauku.
Jamie melangkah ke hutan. Ia memotong beberapa cabang
pohon dan mengikatnya menjadi satu dengan menggunakan tali kulit
celananya. Ia kembali ke bison itu dan memenggal kepalanya.
Dengan susah payah, ia mendorong bangkai itu ke tandu
buatannya. Ia mengangkat tangkainya dan mulai berjalan kembali ke
desa. Jamie tiba menjelang malam. Dengan langkah-langkah panjang,
ia berjalan memasuki perkemahan Shawnee dan meletakkan bangkai
bison itu di depan kaki Running Elk. "Jangan meragukan diriku lagi,"
katanya. Para anggota suku berkumpul mengerumuninya.
Menyentuhnya. Menepuk-nepuk dirinya seakan Jamie pahlawan. Ia
menerobos mereka. Ia melihat Whispering Wind. Gadis itu tersenyum malu-malu
kepadanya. Napas Jamie tertahan. Apakah gadis itu cukup layak untuk
kejadian yang menimpa diriku semalam"
Jamie berbalik dan menghambur masuk ke dalam gubuk
Withering Woman. Kepala wanita itu tersentak karena tertawa
sewaktu melihatnya. "Kau mendapatkan buruan yang bagus,."
"Apa yang sudah kaulakukan kepadaku?" tanya Jamie.
"Aku menjadikanmu milikku!"
Jamie menatap nenek keriput itu. Tawa wanita tua itu
menggema di sekitarnya. "Ketika bulan purnama, kau akan berubah lagi. Kau akan
menjadi pendampingku," kata Withering Woman kepadanya. "Kau
akan menikmati malam bersamaku."
"Tidak!" jerit Jamie, kemurkaan membara dalam dirinya. "Aku
takkan pernah meminum racunmu lagi."
"Sekali sudah cukup," kata Withering Woman. "Hanya perlu
sekali saja." "Kau pasti memiliki kekuatan untuk membatalkan mantra itu,"
teriak Jamie. "Sekali dilaksanakan, tidak bisa dibatalkan." Withering Woman
melambaikan tangan. "Setiap bulan purnama, kau akan berubah
menjadi serigala. Sepanjang sisa hidupmu," katanya.
"Dan bagaimana dengan Whispering Wind?" tanya Jamie. "Apa
kau juga membohongiku tentang dirinya?"
"Temuilah Whispering Wind. Lamar dia. Dia akan mengatakan
ya." Jamie mengalihkan pandangannya ke api unggun. Withering
Woman berbohong. Dia pasti bohong. Dia pernah menipuku sekali.
Sekarang dia mencoba untuk menipuku lagi. Jamie berbalik dan
menghambur keluar dari gubuk.
"Hati-hati!" seru wanita itu kepadanya.
Jamie berhenti dan berpaling.
Withering Woman tersenyum sinis. "Berhati-hatilah," katanya
memperingatkan. "Berhati-hatilah. Kalau cinta sejatimu melihatmu


Fear Street - Sagas Ix Hati Seorang Pemburu Heart Of The Hunter di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saat kau menjadi serigala, kau akan menjadi serigala untuk
selamanya." Bab 17 JAMIE menghambur keluar dari gubuk.
Aku tidak mempercayai Withering Woman, pikirnya
mengambil keputusan. Aku tidak akan berubah menjadi serigala lagi.
Dia sudah menipuku semalam. Tapi dia tidak akan menipuku lagi.
Jamie mendengar langkah-langkah lembut mendekatinya. Ia
berbalik. Whispering Wind mendekat, dengan membawa selimut
pernikahannya. Ia berhenti dan mengulurkan selimut itu kepada Jamie.
Whispering Wind menunduk. "Aku jatuh cinta padamu,"
katanya lembut. "Aku bersedia menjadi istrimu kalau kau bersedia
menjadi suamiku." Jamie menatap benang-benang yang ditenun dengan cantiknya
menjadi selimut itu. Apa pendapatmu kalau kuceritakan yang
sebenarnya" pikirnya penasaran. Apakah kau masih mencintaiku
sesudahnya" Ia mengambil selimut itu dari tangan Whispering Wind. Dan
dengan begitu, memberikan jawabannya"ia bersedia menikah dengan
gadis itu. Whispering Wind maju selangkah. "Kau harus memeteraikan
perjanjian kita dengan ciuman," katanya pelan.
Jamie menemui kesulitan untuk mempercayai pendengarannya.
Withering Woman telah memberinya kekuatan. Ia mendekatkan
bibirnya ke bibir Whispering Wind. Gadis itu meraihnya dan memeluk
lehernya, dengan penuh semangat membalas ciumannya.
Jamie merasa sangat bahagia. Tapi ia tak mampu menghentikan
pikirannya. Apa kau akan menciumku seperti ini kalau kau
mengetahui kebenarannya" pikirnya penasaran. Apakah kau akan
memelukku erat-erat kalau kau tahu apa diriku sekarang"
Whispering Wind melangkah menjauhinya. Ia meraih gigi
serigala yang menjuntai pada tali kulit di leher Jamie. "Dari mana kau
mendapatkan ini?" tanyanya.
"Withering Woman yang memberikannya padaku," kata Jamie
kepadanya. "Katanya ini membawa keberuntungan bagiku." Ia
tersenyum. "Dan memang benar."
*********** Hampir sebulan kemudian, Jamie berbaring di lantai gubuknya
yang tertutup kulit pohon. Ia menarik selimut pernikahan Whispering
Wind ke atas dirinya dan istrinya. Whispering Wind meringkuk rapat
di sampingnya. Kepala Suku Running Elk menikahkan mereka siang itu. Dia
memelototi Jamie sepanjang upacara, tapi dia memang seorang kepala
suku sejati. Dia mendahulukan rakyatnya. Dan Jamie telah
menemukan makanan bagi rakyatnya. Mereka memerlukan dirinya.
Jamie sulit mempercayainya. Kau milikku, Whispering Wind,
pikirnya puas. Milikku. Aku sudah menukar jiwaku untuk
mendapatkan dirimu. Kau akan tetap menjadi milikku untuk selamalamanya! sumpahnya.
Ia menatap istrinya yang sempurna. Cahaya bulan merayap
masuk melalui lubang di atapnya dan memantul di rambut istrinya
yang hitam dan panjang. Aku mencintaimu, Whispering Wind. Aku begitu mencintaimu.
Dan kau mencintaiku. Whispering Wind sangat sering mengatakannya selama sebulan
terakhir ini. Ia mengatakannya setiap kali Jamie kembali dari berburu.
Jamie dan yang lainnya telah berulang kali menuju ke lembah
tempat ia menemukan bison. Desa itu sekarang memiliki cukup
banyak makanan. Jamie telah memenangkan penghormatan dari
semua anggota suku. Ia menghindari Withering Woman. Ia tidak membicarakan
mantra wanita tua itu. Ia takkan pernah lagi meminum racunnya. Ia
takkan pernah lagi menjadi serigala.
Tapi Withering Woman mengatakan bahwa hanya perlu sekali
melakukannya, pikir Jamie. Tidak, katanya sendiri. Dia berbohong.
Aku tahu dia berbohong. Jamie menatap bintang-bintang melalui lubang di atapnya. Ia
tersenyum. Whispering Wind mengajukan permintaan sebelum tidur.
Permintaan akan kehidupan bersama yang panjang dan bahagia.
Ia baru saja memejamkan mata sewaktu melihat bulan merayap
ke lubang di atapnya. Bola oranye terang benderang dl langit yang
hitam. Purnama. Jamie menggigil kedinginan. Lalu tubuhnya terasa memanas.
Panas tidak tertahankan. Ia menyingkapkan selimutnya.
Whispering Wind bergerak di sampingnya. "Ada apa,
kekasihku?" tanyanya dengan suara mengantuk.
"Tidak apa-apa," kata Jamie. "Aku harus keluar. Aku butuh
udara segar." Ia duduk tegak dan menyelipkan selimut di sekitar
Whispering Wind. "Tidurlah, Whispering Wind. Aku akan segera
kembali." Ia menyelinap keluar dari gubuk dan berlari ke dalam hutan.
Tiba-tiba, sakit mencengkeramnya. Tajam. Dalam. Menyapu seluruh
tubuhnya. Tubuhnya terlipat dan jatuh berlutut.
Rasa gatalnya mulai timbul. Seluruh tubuhnya gemetar.
"Tidak!" jeritnya. "Tidaaaak!" Sebuah lolongan yang panjang
terlontar dari mulutnya. "Eyes of the Wolf! Kau di mana?" seru Whispering Wind.
Peringatan Withering Woman menggema dalam benak Jamie.
Hati-hati. Kalau cinta sejatimu melihat dirimu dalam keadaan
menjadi serigala, kau akan menjadi serigala selama-lamanya.
Aku tak bisa membiarkan Whispering Wind melihatku, pikir
Jamie tersadar. Dia mencintaiku sekarang. Aku akan menjadi serigala
untuk selama-lamanya! Jamie berjuang untuk bangkit berdiri dan terhuyung-huyung
masuk ke dalam sesemakan. Ia jatuh, otot-ototnya gemetar, tulang
belulangnya berderak-derak.
"Eyes of the Wolf! Di mana kau" Kembalilah ke gubuk,"
panggil Whispering Wind lembut.
Jantung Jamie menggemuruh. Kalau dia melihatku, aku hancur!
Ia mendengar langkah kaki Whispering Wind semakin dekat, semakin
dekat. Jamie memicingkan mata. Ia melihat siluet Whispering Wind
dalam cahaya bulan. Istrinya melangkah mendekatinya. "Eyes of the
Wolf" Di mana kau?"
Jamie merayap. Lengan dan kakinya bukan lagi milik manusia.
Tapi perubahannya belum lengkap. Kaki dan tangannya masih belum
sepenuhnya menjadi kaki-kaki serigala.
Ia tidak bisa bergerak dengan cepat. Otot-ototnya menggumpal
dan mengencang. Rahangnya mencuat.
Sesemakan bergemeresik. "Eyes of the Wolf, kau bersembunyi
di sini?" tanya Whispering Wind.
Jamie melihat kakinya. Punggung Jamie tersembunyi di balik
sesemakan. Aku tidak bisa membiarkannya melihat diriku. Aku tidak
bisa membiarkannya melihat diriku.
Tubuhnya tersentak. Sakitnya mereda. Perubahannya telah
selesai. Jamie berbalik, siap untuk melarikan diri. Tapi tidak ada jalan
untuk itu. Jalan buntu! Lereng pegunungan menjulang di depan matanya.
Ia melompat, berusaha untuk memanjatnya. Tapi cakar-cakarnya
merosot kembali di permukaan batu yang licin itu, dan ia terempas
kembali ke tanah. Ia mendengar jeritan terkejut. Sambil menggeram rendah, ia
berbalik. Dan membeku. Whispering Wind menatap lurus kepadanya!
Bab 18 JAMIE mengawasi mata hitam Whispering Wind membelalak.
Wajah istrinya berubah pucat pasi.
Dengan pandangannya yang tajam, Jamie bisa melihat tangan
istrinya gemetar. Dengan indranya yang tajam, ia bisa mencium bau
ketakutan istrinya. Ia bisa mendengar detak jantung istrinya. Berdebar-debar.
Kencang. Darahnya menggelora dalam pembuluhnya.
Whispering Wind menunjuk gigi yang masih menjuntai dari
lehernya. "Eyes of the Wolf. Kau Eyes of the Wolf! Kau benar-benar
seekor serigala!" teriaknya. "Aku harus memberitahu Running Elk.
Aku harus memperingatkan yang lain!"
Whispering Wind melarikan diri. Kembali ke desa. Kembali ke
para prajurit. Kembali ke mereka yang akan membunuh Jamie.
Aku harus menghentikannya. Kalau yang lain mengetahui
kebenaran tentang diriku, mereka akan mengetahui bahwa aku
makhluk yang tidak wajar, dan mereka akan membunuhku. Aku tidak
akan aman di mana pun. Mereka akan memburuku. Mereka tidak akan
berhenti sebelum aku mati.
Naluri serigala mengambil alih. Whispering Wind bukan lagi
Whispering Wind, gadis yang dicintainya. Gadis yang telah
dinikahinya. Jamie sekarang hanya melihatnya sebagai musuh.
Whispering Wind menjerit. Menjerit minta tolong. Dia akan
memberitahu mereka. Dia akan mengungkapkan kebenaran yang
mengerikan kepada yang lainnya.
Jamie bergegas mengejarnya, kakinya berderap kencang. Cepat.
Semakin cepat. Dengan diam-diam, melesat ke dalam bayang-bayang,
ke dalam cahaya bulan. Napasnya terengah-engah. Ia melesat ke desa. Ia melihat
Whispering Wind berlari di sela-sela pepohonan. Ia melihat istrinya
kelelahan. Ia bisa mendengarnya dalam napas istrinya.
Whispering Wind tersandung dan jatuh ke tanah. Ia berpaling,
matanya membelalak. Membelalak ketakutan.
Jamie menggeram. Whispering Wind ter-huyung-huyung
bangkit berdiri dan kembali melarikan diri.
Tapi terlambat. Jamie terlalu cepat.
Ia melesat ke udara. Cakar depannya menghantam bagian
tengah punggung Whispering Wind. Berat tubuhnya menjatuhkan
wanita itu. Whispering Wind berguling-guling, tangannya melambailambai. Ia meninju hidung Jamie. Telinganya. Bahunya.
Jamie memamerkan giginya. Air liur menetes dari mulutnya.
Whispering Wind menjerit melengking.
Suara terakhir yang diperdengarkannya sebelum Jamie
mencabik tenggorokannya. Bab 19 JAMIE terjaga karena cahaya matahari menyirami wajahnya. Ia
mengangkat tangannya. Tangannya telah menjadi tangan manusia.
Sukacita dan kelegaan membanjiri dirinya. Ia menunduk menatap
tubuhnya. Tubuh manusia lagi. Ia mendesah lega. Penuh syukur.
Wanita tua itu sudah membohongiku, pikirnya. Dia berbohong.
Whispering Wind melihatku"dan aku tidak menjadi serigala untuk
selama-lamanya. Ia bangkit berdiri. Bau darah menyerbu cuping hidungnya. Ia
berbalik. Whispering Wind! Whispering Wind menatapnya dengan mata yang telah mati.
Jamie menunduk menatap tenggorokan istrinya yang dulu cantik.
Sekarang leher itu hanyalah sebuah lubang menganga. Jamie menutup
mulut dengan tangannya dan mengerang tertahan.
Lalu ia jatuh berlutut dan meraih istrinya ke dalam pelukannya.
Ia menangis. Oh, Whispering Wind, aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak
ingin kejadiannya seperti ini. Tapi kau tidak memberiku pilihan. Kau
akan memberitahu Running Elk. Dan dia akan membunuhku.
Sambil berjuang menahan perasaan mualnya, jamie bangkit
berdiri dan memondong mayat istrinya ke perkampungan.
Para wanita menghentikan kegiatan pagi hari mereka dan
bergegas mendekatinya. Jamie membaringkan Whispering Wind
dengan lembut di depan rumahnya.
"Dia meninggalkan gubuk kami semalam dan diserang
serigala," katanya kepada mereka.
Salah seorang wanita mengangguk. Ia melangkah mendekati
Jamie dan meraih lengannya. "Biar kami yang mengurusnya sekarang.
Masuklah ke dalam dan beristirahatlah."
Jamie mengangguk. Lalu ia menyadari bahwa Withering
Woman tengah berdiri di ambang pintu gubuknya sendiri. Wanita tua
itu membalas tatapannya. Jamie melihat mulut wanita itu tersenyum
jahat, tahu sama tahu. Jamie berbalik dan masuk ke dalam gubuknya. Ia
mengempaskan diri ke atas selimutnya"selimut yang digunakannya
bersama Whispering Wind. Ia segera tidur nyenyak.
Ia terjaga saat malam telah turun. Ia menggosok matanya dan
melangkah keluar dari gubuknya. Desa sunyi sepi. Mayat Whispering
Wind telah lenyap. Ia melihat Withering Woman duduk di depan gubuknya. Ia
memberi isyarat memanggil dirinya. Jamie merasakan tubuhnya
menegang. Ia ingin masuk kembali ke dalam gubuknya. Namun ia
merasakan kekuatan Withering Woman, menariknya. Berlawanan
dengan keinginannya, Jamie perlahan-lahan mendekati Withering
Woman. Wanita itu beranjak bangkit dan masuk ke dalam. Jamie
mengikutinya. Withering Woman berbalik. Matanya hitam dan
bercahaya. "Kau tidak menemuiku semalam," katanya.
"Aku terlalu sibuk membunuh istriku!" sergah Jamie. "Kau
sudah membohongiku." Ia mengulurkan kedua tangannya. "Dia
melihatku, tapi aku tidak tetap menjadi serigala."
"Karena cintanya bukan cinta sejati. Cintanya palsu."
"Whispering Wind mencintaiku," kata Jamie bersikeras.
"Mencintaimu karena ilmu sihir. Itu bukan cinta sejati," kata
Withering Woman kepadanya.
"Kau tidak bisa menyembunyikan diri dari cinta sejati,"
lanjutnya. "Cinta sejati bisa melihat ke balik penyamaran apa pun.
Waktu tidak bisa menghapuskannya. Sakit tidak bisa
menghancurkannya. Cinta sejati menandai jiwa. Selamanya," kata
Withering Woman perlahan-lahan. "Cinta Whispering Wind palsu,
dibangkitkan mantra yang kuterapkan."
"Mantra yang kauterapkan," kata Jamie kasar. Ia maju
selangkah dengan sikap mengancam. "Kau mengubahku menjadi
hewan!" "Aku memberimu kekuatan!"
Kekuatan, pikir Jamie. Ya, ia memberiku kekuatan. Tanpa
mengatakan apa-apa lagi, Jamie melangkah keluar dari gubuk. Ia
melarikan diri diam-diam, tanpa meninggalkan jejak. Ia berlari
secepat-cepatnya dan sejauh-jauhnya.
Ia terhuyung-huyung mendaki lereng pegunungan hingga tiba di
sebuah tebing. Di sana ia berhenti untuk beristirahat. Dengan napas
terengah-engah, ia menengadah memandang bulan.
Bulan. Bulatan keperakan yang cantik.
Sekarang menjadi musuhnya.
DI BALIK JERUJI BESI

Fear Street - Sagas Ix Hati Seorang Pemburu Heart Of The Hunter di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

MUSUHKU! Bulan sekarang musuh yang kutakuti.
Ia mondar-mandir dalam kurungannya yang sempit. Enam
langkah ke satu arah. Enam langkah ke arah yang berlawanan.
Kenangan-kenangan mengikuti setiap langkahnya.
Kutinggalkan perkemahan Shawnee. Segala sesuatu yang ada di
sana mengingatkanku pada perbuatanku terhadap Whispering Wind.
Aku tinggal di hutan. Setiap kali bulan purnama, aku menderita
karena perubahan fisikku. Aku berubah menjadi hewan liar.
Aku menyantap daging mentah. Dengan rakus menghirup darah
segar. Aku mengintai dan menunggu. Aku membunuh tanpa ampun,
tanpa kebencian. Hewan-hewan yang kecil dan lemah.
Hewan-hewan yang besar dan kuat.
Aku ingin menyalahkan Withering Woman, tapi kusadari dia
menginginkan pendamping, teman, seseorang yang juga menyimpan
rahasianya yang menakutkan.
Aku tahu siapa yang sebenarnya harus disalahkan untuk semua
kesialan dan penderitaan dalam hidupku"Lucien Goode.
Dia mencoba untuk mencuri makanan dan air kami.
Dia sudah membunuh ibuku seolah dia sendiri yang menarik
picunya. Dia alasan ayahku yang malang kehilangan kewarasannya"dan
berakhir secara mengerikan di rahang serigala. Dia menyebabkan
semua orang menolak kami, meninggalkan kami di alam bebas.
Dia meyakinkan semua orang bahwa kami terkutuk.
Aku takkan pernah tertangkap suku Shawnee kalau bukan
karena Lucien Goode. Aku takkan pernah bertemu dengan Withering Woman. Tidak
meminum ramuannya. Tidak menjadi serigala. Sekarang, aku akan membalas dendam kepada Lucien Goode
dan seluruh keluarganya. Dan semua keturunan mereka. Aku
membenci dan jijik kepada mereka dengan setiap serat dalam diriku.
Aku hidup hanya untuk membalas dendam kepada mereka.
Selama tiga tahun, aku mencari keluarga Goode.
Selama itu rambutku berubah menjadi keperakan"seperti bulu
seekor serigala. Mataku menyipit.
Rasanya setiap kali berubah, sebagian kecil fisik serigala masih
tersisa dalam diriku setelah bulan purnama berlalu.
Lalu suatu malam sewaktu bulan tengah tinggi di langit dan
purnama, dan aku tengah berburu di pedalaman, aku menghela napas
dalam-dalam. Cuping hidungku mengembang.
Aku mencium bau Lucien Goode.
Bab 20 Perkampungan Crimson Falls,
1781 JAMIE berdiri di tebing dan menatap tanah pertanian Goode
dari balik mata biru-keperakannya.
Ia merasakan angin mengembus rambut sebahu di sekeliling
kepalanya. Akhirnya aku menemukanmu, Lucien Goode, pikirnya,
merasa melayang karena kemenangan. Sekarang kau dan keluargamu
akan membayar harga perubahanku.
Tanah pertanian itu membentang berekar-ekar di tanah yang
subur. Jamie menghitung ada puluhan kerumunan domba, kuda, dan
sapi. Juga terdapat sebuah lumbung merah besar yang menyimpan biji
gandum dan jerami. Rumah pertanian yang tampak megah berdiri dua tingkat
tingginya. Dicat putih dengan jendela-jendela hitam, rumah itu
dikelilingi pepohonan yang tinggi. Pasti seperti itulah rumah orang
kaya, pikir Jamie. Dari keremangan hutan, ia mengawasi Lucien Goode tengah
berkuda melintasi lahannya dengan seekor kuda cokelat yang
ramping, mengawasi para pekerjanya yang banyak. Ia mengawasi
putri-putri Lucien, Amanda dan Laura, bekerja di kebun di belakang
dapur atau duduk menjahit di serambi.
Bibir Jamie merekah membentuk senyum kemenangan. Aku
akan menghancurkan dirimu, Lucien Goode. Aku akan merampas
semua milikmu yang berharga. Tanahmu, ternakmu, rumahmu yang
indah, dan keretamu. Aku akan menikahi putrimu Laura. Si cantik Laura yang selalu
mengira dirinya terlalu baik bagiku. Sesudah itu aku akan
membunuhmu. Sebagai suami Laura, seluruh harta kekayaanmu akan
jatuh ke tanganku. Sesudah itu aku tidak memerlukan Laura lagi. Akan
kuhancurkan dia"dan juga Amanda.
Aku tidak akan beristirahat sebelum kehidupanmu, keluargamu,
dan kekayaanmu menjadi abu.
************* Larut malam itu, bulan purnama menggantung tinggi di langit.
Jamie menjelajahi hutan" sebagai seekor serigala.
Hewan-hewan tidak berani bergerak saat ia melintas. Kesunyian
memuncak. Hutan adalah miliknya.
Selama tiga bulan, Jamie menyusun rencana pembalasannya. Ia
berkemah di dekat tanah pertanian Goode... dan menunggu.
Menunggu dengan sabar hingga bulan muncul"purnama dan
bercahaya. Setiap kali bulan purnama, ia dengan gembira menderita
karena perubahan dirinya. Sesudah selesai... ia menyerang.
Kuda-kuda. Sapi-sapi. Ayam-ayam.
Setiap hewan yang digunakan untuk memberi makan perut
Lucien Goode yang buncit. Setiap hewan yang bisa menghasilkan
koin emas ke tangannya yang gemuk.
Malam ini perutnya terasa sangat kekenyangan dengan sapi
Lucien Goode. Jamie membiarkan bangkai hewan-hewan lainnya
bertebaran di lahan Goode. Musuh Jamie akan menemukannya besok
pagi"sama seperti dia sudah menemukan hewan-hewannya di masa
lalu. Jamie akan mengawasi dari balik pepohonan. Sebagaimana
yang telah dilakukannya. Wajah Lucien akan berubah merah padam.
Matanya akan melotot murka. Dan dia akan berteriak"keras dan
panjang. Memerintahkan anak buahnya mencari dan membunuh
serigalanya. Mereka akan mencari ke mana-mana, tapi mereka takkan
menemukan serigalanya. Mereka takkan pernah menyadari bahwa
serigala itu sekarang tinggal di tengah-tengah mereka"dengan dua
kaki dan bukannya empat. Jamie mendengar suara ranting patah. Ia membeku, satu cakar
teracung di udara. Ia mendengarkan"dengan telinga serigala.
Ia mengendus udara. Di dalam angin, ia mencium bau darah
yang tajam. Pengingat akan pekerjaan di malam harinya"
pembantaian ternak Lucien Goode.
Makhluk buas dalam dirinya membenci pembantaian hewan
secara membabi buta itu. Tapi manusia dalam dirinya menikmati
pembalasan itu. Jamie mendengar gemeresik keras. Apa itu" pikirnya penasaran.
Bulan lalu ia berkelahi melawan beruang. Sebulan sebelum itu seekor
singa gunung. Apakah yang menungguku malam ini" pikirnya penasaran.
Makhluk apa yang berani memasuki hutanku"
Lalu ia mencium bau yang tidak mungkin keliru lagi.
Manusia. Ia melihat bola-bola api menari-nari di sela-sela pepohonan. Ia
mendengar suara-suara. "Aku menemukan jejak baru!" teriak seseorang di belakangnya.
"Pasti milik serigala yang sudah membantai ternakmu."
Jamie berpaling. Ia melihat lebih banyak bola api. Suluh!
pikirnya tersadar. Suluh dan orang-orang. Dan di mana manusia
berada, senapan juga ada!
"Rapatkan kepungannya!" teriak seseorang. "Kita akan
menangkapnya malam ini!"
Jamie berbalik. Ia bisa melihat suluh-suluh bergerak di sela-sela
pepohonan, merapatkan kepungan. Mengepung dirinya.
Aku sudah bersikap ceroboh, pikirnya. Ceroboh. Ia berjongkok
rendah dan mulai berlari.
Ia merasakan sesuatu melilit kaki belakangnya. Tiba-tiba, ia
telah tersentak ke udara. Ia menjerit singkat.
Ia menyadari dirinya tengah tergantung terbalik. Seutas tali
diikatkan ke sebatang cabang telah menahannya, salah satu kakinya
telah terjerat tali itu. Jebakan! Aku sudah tertangkap!
"Rasanya kita berhasil menangkapnya. Aku mendengar
suaranya." Suara langkah-langkah kaki mereka terdengar semakin keras.
Semakin dekat. Jantung Jamie berdebar-debar di dalam dadanya.
Lari! Aku harus melarikan diri!
Ia mengulurkan kakinya dan mencoba untuk melilitkan kaki
depannya di tali. Ia mengayunkan diri meraihnya. Luput.
Ia terjatuh kembali, tergantung-gantung di udara. Suluhsuluhnya bergerak semakin cepat menerobos hutan. Jamie bisa
melihatnya semakin lama semakin terang, semakin besar.
Jamie mendengar orang-orang menerobos sesemakan. Mereka
akan segera tiba di sini! pikirnya. Tidak lama lagi.
Ia menghela napas dalam dan mengayunkan tubuhnya ke atas.
Kaki depannya berhasil mengait tali. Ia mencengkeramnya erat-erat
dan mulai menggigiti tali yang kasar itu, gigi-giginya yang tajam
bagai gergaji. Terus-menerus, terus-menerus. Menggigiti, menggigiti talinya.
Ia mendengar suara orang-orang, semakin keras. Ia menggigit
semakin cepat. Semakin cepat.
Langkah kakinya terdengar semakin keras. Semakin keras.
"Tunggu di sini!" teriak seseorang. "Ini tanahku. Aku yang
berhak menghabisinya."
Indra Jamie yang tajam memberitahu bahwa satu orang telah
meninggalkan kelompoknya. Satu orang berlari lebih cepat, lebih
keras. Ia bisa mendengar suara napas pria itu yang terengah-engah. Ia
mendengar langkah-langkah pria itu berhenti.
"Kena kau!" jerit pria itu.
Jamie kehilangan pegangannya dan kembali jatuh, tergantunggantung di udara. Sepucuk senapan terarah lurus kepadanya.
Ia menengadah memandang pria yang menyandang senapan itu.
Menengadah memandang Lucien Goode!
Jamie menggeram. Bau Lucien Goode memenuhi cuping
hidungnya. Ia memamerkan gigi-giginya dan menggigit udara.
Lucien Goode tertawa. "Menggeramlah sesukamu. Kaumilikku
sekarang. Tidak ada yang boleh mencuri milikku. Tidak seorang pun!
Seekor serigala pun tidak!" Ia membidikkan senapannya dan
menembak. Bab 21 JAMIE terputar di udara. Ia merasakan sakit yang membara di
bahunya. Peluru itu menggores dirinya.
Ia menggeram dan mengawasi Lucien Goode berlutut dan mulai
mengisi kembali senapannya. Jamie tahu butuh waktu berapa lama
untuk mengisi peluru. Terutama dalam kegelapan.
Jamie berjuang. Tubuhnya terayun-ayun. Ia melompat dan
berusaha untuk menyambar talinya. Luput. Ia kembali jatuh.
Tas! Talinya putus. Gigitannya telah melemahkannya. Jamie jatuh ke
tanah. Mata Lucien Goode membelalak. Tanduk mesiunya terlepas
dari genggamannya. Bubuk mesiu berhamburan di tanah.
Jamie maju selangkah. Ia menggeram dan memamerkan gigigiginya.
"Tolong!" jerit Lucien. "Tolong aku!"
Cuping hidung Jamie dipenuhi bau Lucien Goode. Air liurnya
membanjir. Ia kembali maju selangkah, bibirnya tertarik membentuk
seringai buas. Lucien Goode melangkah mundur, lalu tersandung dan jatuh.
"Oh, please. Tolong aku!" jeritnya.
Jamie berjongkok, siap untuk menerjang mangsanya yang jatuh.
Lalu telinganya menegak. Kepalanya tersentak. Ia mendengar
suara langkah banyak orang. Dekat. Terlalu dekat. Ia melihat api suluh
menari-nari di sela-sela pepohonan.
Lucien Goode meringkuk ketakutan, meringkuk bagai bola.
Jamie mendengarnya terisak ketakutan. Suaranya membuat Jamie
tersenyum. Pembalasanku harus menunggu. Tapi kita akan bertemu tidak
lama lagi, Lucien Goode. Lalu air matamu akan berhenti, janjinya dalam hati. Untuk
selama-lamanya. Jamie berbalik dan melompat ke dalam hutan. Ia berhati-hati
agar tidak terkena jebakan yang lain. Ia mendengar teriakan-teriakan
para pemburunya. Ia mendengar letusan senapan. Sebutir peluru
mendesing melewati telinganya. Tembakan beruntung, pikirnya.
Jamie mendengar orang-orang berteriak untuk menyebar. Ia
memandang ke belakangnya dan melihat suluh-suluh menyala di
kejauhan. Para pemburunya tidak lagi mengepungnya. Ia bisa
menghindari mereka dengan mudah.
Ia mulai berlari. Cepat. Liar dan bebas. Ia membayangkan rasa
darah Lucien Goode yang hangat dan merah. Rasa pembalasannya.
********** Seminggu kemudian, Jamie berjalan melintasi hutan"sebagai
manusia. Ia melihat sehelai kertas putih dipakukan ke sebatang pohon.
Kertas itu bergemeresik tertiup angin.
Dengan hati-hati ia mendekatinya. Ia membaca tulisan yang
tercetak dengan huruf-huruf tebal di kertas itu.
HADIAH! Akan kuberikan lima ratus dolar dalam bentuk emas kepada
siapa pun yang membawa kepala serigala perak kepadaku.
Lucien Goode Jamie tertawa. Dalam. Panjang dan keras. Ia meraih poster
sayembara itu dari pohonnya. Lima ratus dolar! Jumlah yang luar
biasa. Apa semahal itu harga seekor serigala mati bagimu, Lucien
Goode" pikirnya penasaran. Apakah kau pernah memikirkan kenapa
dia hanya menyerang ternakmu"
Kau pernah mengatakan bahwa keluargaku terkutuk. Sekarang,
kutukannya menimpa dirimu.
Kutukan serigala. Jamie melanjutkan perjalanan. Sudah waktunya untuk
bertindak. Bab 22 DENGAN mengenakan celana dan jaket kulit rusanya, Jamie
berdiri di serambi rumah Lucien Goode. Ia tahu penampilannya mirip
orang-orang dari daerah barat. Seorang pria yang mengenal alam
bebas Kentucky. Ia tahu penampilannya bukan lagi seperti bocah remaja yang
ketakutan, yang menyusuri Wilderness Road bersama orangtuanya
bertahun-tahun yang lalu.
Ia baru berusia dua puluh tahun, tapi tampak jauh lebih tua.


Fear Street - Sagas Ix Hati Seorang Pemburu Heart Of The Hunter di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Itulah keuntungannya. Ia tidak ingin Lucien Goode mengenalinya.
Aku akan menyebut diriku Jack Snow, pikirnya. Jamie Fier
sudah tidak ada lagi. Juga Eyes of the Wolf. Sudah waktunya untuk
menggunakan nama baru. Awal baru.
Ia mengetuk pintu kayu keras itu dengan menggunakan bukubuku jarinya. Dan menunggu. Menunggu untuk menjalankan
rencananya. Pintunya terbuka. Seorang wanita muda berdiri di depannya.
Amanda Goode. Sejak menemukan tanah pertaniaan Goode, Jamie
telah sering melihatnya dari kejauhan. Tapi belum pernah sedekat ini.
Amanda mengenakan celemek menutupi gaun birunya yang bagus.
Rambut pirangnya digulung di puncak kepalanya.
Jamie mengawasi denyut nadi di tenggorokan Amanda. Cepat.
Denyutnya begitu cepat. Jamie membayangkan membenamkan
giginya... "Jamie Fier!" Jamie tersentak menatapnya. Mata cokelat Amanda. Warna
lumpur. Tatapan mata gadis itu mengenali dirinya.
Jamie berdiri di sana, tak mampu berbicara. Bagaimana cara
Amanda mengenalinya"
Wanita itu tertawa. "Kau mungkin tidak ingat padaku. Amanda.
Amanda Goode." "Aku ingat padamu. Aku hanya terkejut kau mengenaliku."
Jamie menanggalkan topinya. "Aku tahu bahwa penampilanku sudah
berubah..." "Matamu masih tetap sama," kata Amanda sambil tersenyum.
"Menurutku kau memiliki mata yang paling tidak biasa." Ia meraih
tangan Jamie. "Senang sekali bertemu denganmu. Kami baru saja
bersiap-siap untuk makan malam. Ayo ikut."
Jamie memaksa diri untuk tersenyum. Aku terpaksa mengubah
rencanaku sedikit, pikirnya, tapi Amanda membawaku ke tempat aku
ingin berada. "Aku tidak ingin mengganggu..."
"Bukan gangguan," kata Amanda berusaha meyakinkannya,
sambil mengajaknya masuk ke dalam rumah.
Begitu di dalam, Jamie menghirup napas dalam-dalam. Ia tidak
ingat terakhir kali berada di dalam sebuah rumah. Ia mencium bau
hidangan yang tengah dimasak dan pelitur perabotan. Udara terasa
menyesakkan. Ia merindukan udara segar tempat terbuka dan hutan. Tapi ia
harus menetap di sini. Hal itu penting bagi rencananya.
Ia bisa melihat tangga yang menuju ke lantai atas. Ke kamar
tidur, pikirnya. Kamar tidur mereka mungkin ada di atas.
Ia mengikuti Amanda melewati ruang tamu di sebelah
kanannya, sebuah kantor di sebelah kirinya. Amanda mengajaknya ke
ruang makan. Api tengah berkobar-kobar di perapian. Amanda
menuju ke lemari dan mengeluarkan sebuah piring. Ia meletakkannya
di meja. "Duduklah." Jamie duduk dan memandang sekitarnya. "Apa hanya kau dan
aku?" "Oh, tidak. Papa akan datang sebentar lagi. Dan juga kakakku.
Aku yakin kau masih ingat padanya." Amanda berjalan ke ambang
pintu. "Laura! Makan malam sudah siap."
Ia memandang Jamie. "Laura merasa agak pusing dan perlu
beristirahat sebentar. Dia benci tempat ini. Terutama karena serigala
mengerikan itu menyerang ternak-ternak kami."
Jamie mendengar langkah-langkah ringan mendekat. Laura
tampak seakan melayang masuk ke dalam ruangan. Rambut pirangnya
tergerai di punggung. Mata hijaunya berkilauan.
Dia lebih cantik dari yang kuingat, pikir Jamie.
Laura mengernyitkan hidung dan memandang dirinya. "Siapa
kau?" "Jamie Fier," kata Amanda menjelaskan sambil mengangkat
Kutukan Sang Badik 2 Jodoh Rajawali 15 Setan Dari Biara Pendekar Sakti Suling Pualam 21

Cari Blog Ini