Ceritasilat Novel Online

Sepasang Kaos Kaki Hitam 1

Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama Bagian 1


1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Bidadari Pendekar Naga Sakti REBORN
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Sepasang Kaos Kaki Hitam Oleh Ariadi Ginting a.k.a Pujangga Lama di-Reborn oleh
UserID: 1139181 Thread Address PDF oleh Himbol Sambutan Dari Thread Starter
salam kenal semua, dan salam hormat buat para sesepuh penunggu forum paling galau
sejagat kaskus ijinkan gw mereborn salahsatu kisah fenomenal yg pernah booming di
SFTH dua tahun yg lalu. cerita terbaik edisi 2011. ditulis oleh om ari aka pujangga.lama
thread aslinya udah tenggelam di old kaskus. kalaupun bisa diakses, kita kudu buka
page per page nya, karena indexnya masih menggunakan link kaskus yg lama. repot
kan" nah, karena itulah gw bermaksud mereborn cerita yg nggak pernah bosen buat
dibaca berulang-ulang ini! percaya deh, gw sendiri udah 10 kali baca cerita ini dan
rasanya tetep touch banget! buat yg juga pernah baca, siapin diri kalian buat
bernostalgia sama wanita berkaoskaki hitam dan pion caturnya. buat yg baru banget tau
cerita ini, silakan disimak dan diresapi ya. nggak akan nyesel deh dijamin oiya kalo ada
yg tanya gw udah dapet ijin atau belum dari penulis aslinya buat bikin reborn ini,
jawabannya definitely udah. bisa dicek di timeline twitternya om ari >> @pudjanggalama
(kalo perlu nanti gw kasih screenshoot conversation-nya) yaudah deh nggak perlu
panjang lebar basa-basi lagi, kita mulai aja di next post. happy reading SK2H Lovers
and PART 1 Akhir bulan September 2000... Gue lulusan SMA tahun 1997 dan
memutuskan meneruskan kuliah sampai berhasil mendapatkan ijazah Diploma 3 yg gue
selesaikan hanya dalam waktu dua setengah tahun di sebuah fakultas di kota kelahiran
gue. dan berbekal ijazah itu gue coba mengirim lamaran ke beberapa perusahaan di
ibukota karena gue pikir perusahaan di kota tempat gue tinggal nggak begitu
menjanjikan. makanya gue pilih ke luar kota, siapa tau peruntungan gue memang di
sana. namun berbulan-bulan gue tunggu tetapi belum juga ada jawaban dari lamaran
gue. sudah hampir genap satu tahun gue menganggur di rumah membebani orangtua.
dan pada pertengahan Agustus tahun 2000 gue mendapatkan sebuah surat panggilan
dari sebuah perusahaan produsen alatalat elektronik di Karawang. gue sendiri heran
karena seingat gue, gue hanya mengirim lamaran ke perusahaan di Jakarta dan
Bandung. tapi namanya pengangguran, gue ambil aja kesempatan ini. dan berangkatlah
gue ke Karawang... di Karawang gue nggak punya kenalan siapa-siapa. maka gue
keliling di sekitar perumahan yg letaknya dekat ke kawasan industri biar lebih dekat
dengan kantor. selama tes berlangsung gue numpang tidur di sebuah mesjid. untungnya
tes nya cuma tiga hari. setelah ada keputusan gue diterima kerja magang, gue putuskan
mencari kosan. dengan bantuan tukang ojek yg gue kenal sewaktu ngobrol-ngobrol di
mesjid, gue akhirnya menemukan sebuah kontrakan di daerah Perumahan Teluk
Jambe. kontrakan itu lumayan laris. dua lantai di bawah sudah terisi penuh dan hanya
ada sisa satu kamar di lantai tiga. "tinggal yang ini Mas," kata Pak Haji pemilik kosan
menunjuk pintu sebuah kamar di ujung koridor.. gue memandang berkeliling sementara
Pak Haji membukakan pintu untuk gue melihat-lihat kamarnya. di lantai atas ini cuma
ada enam kamar. masing-masing kamar sudah dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi
di dalamnya. dengan harga sewa seratus ribu rupiah per bulan, gue terima dan mulai
hari itu gue resmi jadi penghuni kamar nomor 23. kamar-kamar di sini terpisah koridor
selebar kurang lebih dua meter. tiap sisi ada tiga kamar yg saling berseberangan. gue
sendiri merasa cukup beruntung karena mendapat kamar yg posisinya paling ujung.
kamar gue dan kamar di depan disambung oleh sebuah tembok pendek berukuran
setengah meter sebagai pembatas. besok gue sudah mulai kerja, maka hari ini juga gue
berbenah kamar. menyapu dan mengepel serta membersihkan dinding dari sarang
laba-laba yang menempel. nampaknya kamar ini sudah lama tidak ditempati. dan sesi
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
bersih-bersih itu selesai pukul setengah lima sore. gue sedang duduk di kursi kecil
depan kamar saat kamar sebelah gue mulai menyetel lagu dengan volume kencang.
beginilah nasib anak kos baru, cuma bisa jadi pendengar setia. setelah capek
bersih-bersih dan menyempatkan mendengar tiga buah lagu yg disetel kamar sebelah,
gue turun keluar mencari warung makan. limabelas menit kemudian gue sudah berjalan
di tangga menuju kamar gue dengan sekantong nasi bungkus di tangan. anak-anak
kamar sebelah gue nampaknya masih asyik tidur di kamar mereka, karena gue tau
rata-rata penghuni kosan ini adalah karyawan yg bekerja di kawasan industri. hanya ada
satu pintu yg terbuka, pintu kamar seberang gue. di depan pintu seorang wanita sebaya
gue sedang duduk memeluk lutut dan memandang kosong ke lantai di bawahnya.
rambutnya panjang dibiarkan tergerai sedikit menutupi wajah. hidung mancung dan
berperawakan lumayan tinggi. saat itu dia mengenakan sebuah celana jeans pendek se
paha, tapi yg menarik perhatian gue adalah kaos kaki yg dipakainya itu. kaos kaki
panjang sampai menutupi lutut. Karawang adalah kota yg panas, maka gue sendiri aneh
melihatnya memakai kaos kaki yg begitu panjang. "sore Mbak," sebagai "anak baru" gue
memberanikan diri menyapa supaya dinilai sopan. diam. wanita itu bergeming.
jangankan membalas sapaan gue, mengangkat kepalanya pun tidak. "selamat sore
Mbak..." kali ini gue coba keraskan suara. dia tetap diam. "sialan," omel gue dalam hati.
maka gue putuskan langsung masuk ke kamar dan menyantap nasi bungkus gue. nggak
ada yg spesial di hari pertama gue di kosan. kecuali momen mati lampu pada jam
delapan malam, gue memutuskan segera beranjak tidur karena besok pagi gue tidak
boleh terlambat datang ke kantor. gue cukup senang listrik mati, karena itu artinya gue
bisa dengan tenang tidur. kamar sebelah gue mendadak menjadi "bisu". entah sudah
jam berapa saat itu, dalam kondisi kantuk yg mulai menjalari mata, samar-samar gue
seperti mendengar sebuah suara. asalnya dari luar, entah dari sebelah mana. sebuah
suara isak tangis seorang wanita, gue yakin. isakan kesedihan yg dalam. bulu kuduk
gue merinding. pikiran gue mulai membayangkan kelebatan-kelebatan sosok yg bahkan
nggak pernah gue tau keberadaannya. gue menaikkan selimut sampai menutup kepala.
suara itu hilang. gue diam memasang telinga berusaha menangkap suara-suara lagi.
tapi tidak ada suara apa pun. beberapa menit gue masih terjaga memastikan. tetap
sunyi. hanya suara degup jantung di dada gue yang terdengar mengalun berkejaran
dengan suara detik jam di dinding.... PART 2 Esok paginya gue terbangun dengan
kepala pening. agaknya gue salah posisi tidur semalam. gue lihat jam setengah enam
pagi. buru-buru gue mandi, gue harus sudah di kantor jam tujuh meski jam masuk
adalah jam setengah delapan. hari pertama ini gue harus memberikan kesan yg baik
kepada atasan gue. selesai mandi gue bergegas mencari sarapan. pagi begini ada
penjual nasi uduk "dadakan" di depan kos jadi gue nggak perlu repot-repot nyari
sarapan. seperti yg sudah gue bilang, penghuni kontrakan ini kebanyakan karyawan
pabrik. lapak nasi uduk ini sudah dipenuhi antrian mereka yg hendak berangkat shif
pagi. gue berdiri di belakang antrian. dari sini gue bisa melihat pintu kamar gue di atas.
dan di tembok pembatas itu, gue melihat dia. wanita yg kemarin gue temui di depan
pintu kamarnya. dia sedang memandang kosong seperti kemarin. dan saat gue
perhatikan ekspresi hampa nya, gue jadi teringat suara tangisan yg gue dengar
semalam. apa mungkin tangisan itu adalah suara dia" kalau dilihat dari sikapnya,
kemungkinan besar memang benar. wanita berkaos kaki hitam, begitu gue
memanggilnya mulai hari ini.
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
dan pagi itu pun gue memulai hari pertama gue kerja, atau lebih tepatnya disebut
magang. setelah lewat masa magang selama 1 tahun, gue akan dipromosikan sebagai
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
staff di bagian General Affair sesuai fresh graduate gue. suasana kantor cukup
menyenangkan dan bersahabat. meski sangat terkesan kikuk, gue mencoba secepat
mungkin beradaptasi dengan lingkungan kerja yg baru ini. karena ini hari pertama, gue
cuma diberi tugas ringan. mengecek data kelengkapan barang keperluan karyawan dan
beberapa tugas ringan lainnya. gue lebih banyak nganggur. nganggur bikin gue
bengong. dan orang bengong pasti melamun. maka mulai melintas
pertanyaan-pertanyaan aneh di benak gue. tentang wanita berkaos kaki hitam itu. apa
yg selalu dilamunkan oleh dia" apa dia menderita depresi berkepanjangan" karena gue
lihat nggak ada sedikitpun ekspresi ceria di wajahnya. dan lambat laun otak gue mulai
dipenuhi bayangan-bayangan wanita itu. gue mesti cari tahu. dan sorenya sepulang
kerja gue beranikan diri berkenalan dengan penghuni kamar sebelah gue yg selalu
"berisik". sore itu dia menyetel lagu band yg sedang naik daun saat itu. "kerja dimana
Mas?" Indra, nama laki-laki itu. kami mengobrol di teras kamarnya. "di SH**P," jawab
gue. "udah lama?" "baru kemaren kok. semalem baru gue tidur di sini." Indra
mengangguk. dan kami mulai larut dalam obrolan ringan. setelah gue rasa cukup akrab
sebagai orang baru, gue beranikan diri bertanya tentang 'dia'. "oh iya Ndra, lo tau nggak
cewek penghuni kamer depan gue?" "emang ada ya yg nempatin kamer itu?" dia malah
balik tanya. "lah..kemaren gue liat kok. cewek yg pake kaos kaki item panjang itu?" "lo
liat setan kali?" Indra tertawa lebar. "hahaha.. sorry cuy. gue nggak hafal soalnya balik
gawe gue 'ngebo' di kamer. keluar kalo nyari makan doang, abis itu molor lagi. sama
kamer sebelah juga gue nggak kenal. cuma sama lo aja. itu juga lo nya yg ngajak
kenalan duluan.." gue menggaruk kepala yg sebenernya nggak gatal. rupanya gue salah
pilih informan. dan rasa penasaran gue semakin membubung dalam dada. gue sengaja
membuka sedikit gorden jendela kamar gue supaya bisa mengintip keluar kalau-kalau
wanita itu menampakkan dirinya. gue ingin sekali melihat dengan jelas wajahnya tanpa
tertutup rambut. berjam-jam gue duduk di samping jendela yg kacanya rendah ini. tapi
pintu kamar di depan gue tidak bergerak se inchi pun. entah berapa lama gue duduk
dalam diam mengawasi dengan saksama. tapi nampaknya malam ini misi gue nggak
membuahkan hasil. gue malah tertidur di samping jendela dan bangun keesokan
paginya dengan kepala lebih sakit...... Part 3 minggu pertama gue lalui tanpa kejadian
aneh seperti malam pertama. rentang waktu ini gue gunakan untuk mengenal
orang-orang di sekitar gue. selain Indra yg sekarang sudah jadi teman dekat gue, dua
kamar lain dihuni karyawan sebuah perusahaan pabrikan mobil ternama. mereka terlalu
sibuk dengan jam lemburnya jadi gue nggak begitu sering bertatap muka. sementara
satu lagi kamar ditempati sepasang suami istri yg sama-sama berkarir sebagai
karyawan swasta. gue sekarang sudah akrab dengan Indra. hampir tiap malam gue
numpang nonton tivi di kamarnya karena dengan bekal yg gue bawa dari kampung
nggak mencukupi untuk membeli barang-barang kebutuhan sekunder. yg penting bulan
pertama ini gue punya tempat untuk tidur dan mandi dulu. kebutuhan lainnya akan gue
pikirkan nanti. gue berhasil membuat Indra "tobat" dari kebiasaannya menyetel lagu
menggunakan speaker aktif dengan volume berlebihan. gue menyarankan dia untuk
memakai headset dan sekarang dia jadi maniak headset kalau balik kerja. dan sekarang
lantai atas sudah sepi dari kegaduhan. satu bulan berlalu sejak kejadian malam
pertama, dan anehnya satu bulan ini gue nggak pernah sekalipun bertemu lagi dengan
'wanita berkaos kaki hitam'. berkali-kali saat hari libur gue tongkrongin depan kamarnya
sambil main gitar milik Indra. gue yakin kalau kamar ini memang berpenghuni, orangnya
pasti akan keluar. tapi nyatanya gue nggak mendapatkan hasil apapun. kamar ini seolah
ditinggal begitu saja oleh pemiliknya. entah sudah berapa lama dia nggak balik ke
kamarnya. kadang gue coba beranikan diri mengintip ke dalam lewat celah di jendela.
tapi kaca jendela tertutup rapat kertas koran yg ditempel dari dalam. dan karena nggak
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
juga membuahkan hasil, minggu ketiga dan keempat gue nggak lagi begitu tertarik
dengan 'wanita berkaos kaki hitam'. gue nggak lagi mengintip dari balik jendela ataupun
nongkrongin kamarnya. aktifitas gue kembali normal seolah tanpa terjadi sesuatu
apapun. dan meski Indra masih menganggap yg gue lihat waktu pertama di sini adalah
penampakan hantu, gue nggak begitu menakutkannya. satu bulan pertama berhasil gue
lalui dengan baik. karena gue mulai masuk job training pada pertengahan menjelang
akhir September, gue baru menerima gaji pertama di akhir bulan berikutnya. setelah
mengambil uang secukupnya dari ATM gue balik ke kosan membawa beberapa
makanan dari mini market. sekali-kali gue traktir si Indra makan-makan karena selama
satu bulan ini gue memang sering ditraktir olehnya dan gue juga sempat pinjam uang ke
Indra karena bekal gue habis. maka gajian ini gue lunasi hutang gue. hehehe.. kamar
Indra masih tertutup pagi itu. semalam dia masuk shif malam. gue putuskan menunda
dulu acara makannya sampai dia bangun. lalu gue duduk di kursi depan kamar gue
sambil main gitar nggak jelas sesuka hati. gue sudah nggak begitu penasaran lagi
dengan penghuni kamar depan gue karena lelah dengan pengintaian tanpa hasil. gue
mulai berpikir untuk menerima argumen Indra bahwa yg gue lihat waktu itu adalah
penampakan hantu. maka alangkah terkejutnya gue pagi itu ketika dari bawah terdengar
suara kaki menapaki anak tangga menuju lantai atas dan yg muncul kemudian adalah
dia !! wanita berkaos kaki hitam itu !! mata gue langsung terpaku menatap sosok yg
berjalan menuju kamarnya. dan sama seperti yg gue lihat waktu pertama kali, dia kali ini
juga memakai kaos kaki hitam panjang. saat itu dia memakai kaos oblong putih dan rok
pendek selutut. rambutnya diikat ke belakang. gue berhasil melihat wajah wanita itu
secara utuh ! bahagianya gue... dan jantung gue tiba-tiba berdegup sangat kencang
ketika wanita itu menoleh dan tersenyum ke arah gue. gue balas senyumannya dengan
cengiran culun. "anak baru yah?" dia bertanya sambil tangannya membuka kunci pintu
kamarnya. nada suaranya terdengar sangat ramah dan bersahabat. gue mengangguk.
dan dia tersenyum lagi sebelum akhirnya masuk ke kamar lalu menutup lagi pintunya.
secara refleks gue bergegas ke kamar Indra mengetuk pintunya dengan keras. "Dul,
bangun Dul.." teriak gue sambil tangan gue tetap menggedor pintu. beberapa lama
nggak ada jawaban sampai akhirnya kepala Indra yg gundul plontos itu muncul dari balik
pintu yg terbuka. mukanya kusut dan berminyak. "apaan sih ganggu orang tidur aja"!"
Indra menggerutu. "cewek itu Ndul," kata gue bersemangat. "cewek mana?"" Indra
kesal. "cewek depan kamar gue ! dia barusan dateng tuh, ada di kamernya !!" "terus apa
hubungannya sama gue?" "gue mau buktiin kalo dia bukan hantu. gue mau lo ketemu
langsung sama orangnya !" "busyet..gue baru tidur satu jam udah maen bangunin aja
buat yg nggak jelas!" "lo tadi tidur jam tujuh, sekarang jam sembilan. berarti lo tidur dua
jam." "iya..beda dikit!" lalu Indra menutup pintu lagi dan terdengar suara gerendel yg
dikunci dari dalam. beberapa kali gue panggil lagi tapi dia enggan menjawab. gue berdiri
terpaku menatap pintu kamar di depan gue. gue yakin hari ini semua pertanyaan gue
akan terjawab... Part 4 ada semacam rasa senang saat memandang wanita itu
tersenyum. love at the first sight atau entah apapun itu namanya, gue seperti terkena
addict. gue ingin melihatnya tersenyum lagi. ekspresi tenang dan menyenangkan yg gue
lihat pagi ini benar-benar berbeda dari yg pertama gue temui dia tengah murung dan
melamun. entahlah, apa sekarang beban pikirannya sudah hilang" apa masalah yg
menghantuinya sudah benar-benar bisa diatasi" gue nggak peduli itu. yg gue pedulikan
adalah gimana caranya gue bisa ngeliat dia senyum lagi ke gue. dua jam sudah gue
duduk mengamati kamarnya tanpa bergeser se inchi pun dari posisi gue. sambil
menikmati makanan yg akhirnya gue habiskan sendiri, gue menunggu dia membuka
pintu dan 1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
menampakkan diri. saat itulah nanti gue akan coba berkenalan atau sekedar say hayy.
lampu dalam kamarnya masih menyala. saking konsentrasinya gue sampai nggak
menyadari kehadiran Indra di depan pintu kamar gue. "ngapain lo Ri bengong gitu?"
kata Indra sambil kucek-kucek mata dan menguap lebar. gue menoleh ke arahnya yg
menatap gue heran. "gue pengen buktiin ke elo," kata gue. "bukti apaan?" sahutnya
malas. "tuh liat," gue menunjuk kamar wanita itu. "apaan yg lo maksud?" "tuh liat lampu
kamer nya nyala. berarti ada orang di dalemnya kan?" gue mengamati ekspresi wajah
Indra. "mana" apanya yg nyala?"" katanya datar. "itu lamp.........." gue terdiam saat
menoleh ke depan dan mendapati lampu kamar di dalamnya mati. keadaan di dalam
sana gelap total. gue nggak percaya ini. gue kedipkan kedua mata gue berkali-kali,
berharapa pada kedipan ke sekian gue akan melihat lampunya menyala lagi dan gue
akan bilang ke Indra 'tuh kan..' tapi lampu itu tetap mati. "ckckck..." Indra geleng
kepala. "lo beneran liat setan kali Ri!" gue diam. gue tau posisi gue saat ini nggak
menguntungkan untuk melakukan debat dengannya. gue hanya heran, kenapa wanita
ini sepertinya enggan menampakkan diri ke orang lain. "ngapain lagi lo, Ri?" tanya Indra
begitu melihat gue bergerak ke pintu kamar depan gue. "permisi..." gue mengetuk pintu.
gue tunggu beberapa detik, dan gue ulangi lagi ketukan saat nggak ada sahutan dari
dalam. "serah lo deh Ri. mau lo bilang cewek pake kaos kaki item, atau kaos kaki nya
dipake cewek...lo kayaknya butuh dukun," Indra berkomentar. "dukun" buat apaan?"
"kali aja lo mau melahirkan." jawabnya asal. "gue bawa makanannya ya. thanks," lanjut
Indra sambil meraih kantong berisi makanan dari atas kursi lalu masuk lagi ke
kamarnya. gue diam memandang pintu kayu di hadapan gue saat ini. ingin sekali gue
mendobraknya dan memastikan wanita ada di baliknya. tapi rasa penasaran gue
perlahan diselimuti rasa takut yg tiba-tiba. "jangan-jangan emang hantu?"" batin gue
dalam hati. "Ndra..." gue berjalan ke kamar Indra. "utang gue berapa ke elo?" Indra
sedan nonton berita di tivi. "pego. eh, emangnya lo udah ada buat bayarnya?" "ada
dong. kemaren gue gajian," gue mengambil dompet lalu memberikan sejumlah uang yg
dimaksud ke Indra. "thanks ya. laen kali gue nganjuk lagi ke elo. hehehe..." Indra hanya
menggerutu pelan. "eh, ada temen gue mau kenalan sama elo Ri." kata Indra. "temen"
siapa" cewek apa cowok?" "cewek. cakep lagi," Indra mengacungkan jempol
tangannya. "serius lo?" Indra mengangguk mantap. "kok bisa, mau kenalan sama
gue?" tanya gue heran. "temen gue namanya Desi, biasa pada manggil Echi. temen
sekolah dulu sih, ketemu lagi di sini. doi lagi patah hati ditinggal kimpoi mantannya, jadi
ya butuh temen ngobrol gitu. tapi inget, jangan macemmacem lo. jangan di apa-apa in
deh." "busett...kayak gue penjahat kelamin aja," sahut gue. "lagian kan udah ada elo"
kenapa nggak sama lo aja ngobrolnya?" "kan gue sama dia udah kenal" ya sama temen
sekolah gimana sih rasanya" gue pikir sama lo bakal nyambung deh." "ya udah bawa
sini aja anaknya." "beneran" entar malem gue suruh ke sini deh." gue mengangguk
setuju lalu beranjak pergi. "eh eh...mau ke mana lo?" "tidur," jawab gue singkat. "inget
lho pesen gue tadi!" "iyaa bawel lo!" gue masuk ke kamar. sepintas gue pandangi pintu
kamar di seberang gue. tertutup rapat dan gelap di dalamnya. mungkin tadi memang
benar-benar hantu" atau gue yg berhalusinasi" entahlah, yg pasti saat ini gue butuh yg
namanya tidur... Part 5 malam minggu itu Indra benar-benar membuktikan ucapannya.
sekitar jam setengah delapan malam dia muncul di atas tangga bersama seorang wanita
yg baru gue lihat. mereka berjalan ke arah gue yg sedang duduk di atas tembok


Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beranda pembatas kamar. "Chi, ini dia cowok yg gue ceritain ke lo." Indra menunjuk
gue. "Ri, kenalin nih Echi." kami berjabat tangan. "salam kenal ya," kata Echi seraya
tersenyum. Echi bertubuh pendek, tingginya sekitar di telinga gue kalau kami
sama-sama berdiri. kulitnya putih dan berambut panjang sebahu. sebenarnya gue yakin
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
wajahnya manis, tapi agaknya dia sedikit over dengan make up yg dipolesnya di wajah.
"ya udah kalian ngobrol-ngobrol aja dulu, gue mau ngapel." Indra meninju lengan gue
pelan. "inget pesen gue tadi pagi." gue cuma nyengir. Indra mengedipkan matanya ke
Echi lalu beranjak turun ke tangga. "kalian ada 'pesen' apa sih?" Echi tertarik dengan
ucapan Indra tadi. "eh, enggak kok bukan apa-apa. biasalah Indra emang ngaco.
hehehe..." gue turun dari duduk gue lalu berjalan mengambil kursi di depan kamar.
"duduk," gue mempersilakan Echi. "lo sendiri?" "biar gue berdiri aja gak papa kok." "kita
ngobrol di kamer lo aja deh biar bisa sama-sama duduk." "udah gak papa nyantai aja
lah. gue lagi pengen menikmati udara malem," gue memandang ke depan. lampu-lampu
pabrik di kejauhan sana seperti kunang-kunang di tengah ladang. gue kerap menikmati
pemandangan ini yg sering membuat gue kangen kampung halaman. "lo udah kenal
lama sama Indra?" Echi membuka pembicaraan. "belum sih. gue baru ke sini sebulan
yg lalu, kurang lebih.." gue biarkan angin malam berembus menerpa wajah gue dengan
sejuknya. "lo sendiri temen sekolahnya kan?" Echi tertawa. saat itulah kawat giginya
tampak berkilat tertimpa cahaya lampu. "kok malah ketawa?" "enggak papa lucu aja kalo
inget jaman sekolah dulu," kata dia. dan Echi mulai bercerita tentang dia dan Indra yg
dulu di sekolah sering cekcok adu mulut gara-gara hal sepele. Indra terkenal murid yg
suka nyontek, dan setiap ada kesempatan menangkap basah dia yg lagi nyontek, Echi
pasti langsung melapor ke guru yg mengajar. jadilah mereka sering ribut. sejauh ini
penilaian gue terhdap Echi adalah dia anak yg smart. dia juga pintar membawa suasana
dengan candaannya yg fresh. samasekali nggak gue lihat kemurungannya akibat broken
heart seperti yg diceritakan Indra tadi pagi. kami larut dalam obrolan ringan
sebagaimana dua orang yg baru kenal. gue sendiri belum berani menanyakan hal-hal yg
bersifat pribadi darinya dan nampaknya dia pun sama. cukup lama kami ngobrol tanpa
terasa sudah hampir jam sepuluh malam. anak-anak kos di lantai bawah yg tadi
terdengar rame dengan obrolan dan nyanyian kini lebih menyepi. mereka mulai beranjak
tidur. di lantai atas sendiri cuma ada gue dan Echi. dua kamar yg lain penghuninya
sedang lembur shif malam dan pasangan suamiistri di depan kamar Indra sudah sejak
awal mengunci pintu. dan kamar di seberang kamar gue, entahlah gue nggak mengerti.
"eh iya, keasyikan ngobrol sampe lupa ngasih minum," kata gue. "mau minum apa"
adanya aer putih doang sih. hehehe..." "udahlah gak perlu repot-repot." saat itu gue dan
Echi berdiri bersebelahan bersandar pada tembok beranda. gue pandangi Echi yg
sedang menikmati lampu-lampu di seberang sana.
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
dan saat itulah gue melihatnya!! kedua mata yg mengintip dari celah kertas koran di
kaca jendela. dari seberang kamar gue. wanita itu... dia kah itu" "kenapa?" Echi
bertanya melihat perubahan ekspresi di wajah gue. "ah, ng....anu....enggak papa enggak
papa kok," gue tarik nafas panjang. "kita turun aja yuk cari makan" gue laper nih."
"mau makan apa?" "pecel lele aja deh, yg di deket wartel itu enak lho. mau?" "boleh
deh.." walau keheranan Echi mengikuti gue turun keluar mencari kedai nasi pecel
langganan gue. di sana kami ngobrol-ngobrol lagi. kami sudah lebih saling kenal
sekarang. dan malam itu gue akhiri dengan mengantar Echi sampai pertigaan untuk
menggunakan angkot balik menuju kosannya.. Part 6 gue tapaki anak tangga menuju
kamar. tiba di anak tangga terakhir mata gue terpaku pada sosok wanita yg duduk di
beranda sambil memandang kosong ke depan seperti biasanya. malam sudah larut saat
gw balik mengantar Echi, dan wanita itu seolah tidak peduli dengan dingin angin
ataupun gigitan nyamuk di lengannya. dia benar-benar seperti patung. gue masuk ke
kamar dan menutup pintu tanpa menyapa wanita berkaos kaki hitam itu. lalu gue mulai
berguling di atas kasur mencoba mencari posisi yg pas untuk segera tidur. lima
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
menit...sepuluh...duapuluh....sampai setengah jam, mata gue enggan terpejam. gue
duduk. memandang hampa atap kamar lalu memutuskan keluar untuk sekedar
menghirup udara segar. dan wanita itu masih di tempatnya. sama persis posisi
duduknya seperti yg terakhir gw lihat. "nih," gue menyodorkan lotion anti nyamuk
kepadanya. ada lebih dari lima ekor nyamuk yg sedang asyik menyedot darah di lengan
kirinya. "..............." wanita itu diam. bola matanya bahkan nggak bergeser satu milimeter
pun dari tempatnya. "ya udah gue aja yg pake," kata gue, lebih tepatnya pada diri
sendiri. semenit kemudian kulit gue sudah terlindung dari nyamuk. gue pandangi wajah
wanita itu, lalu mencoba mengikuti arah pandangan matanya. hanya menatap deretan
lampu-lampu di kejauhan sana. "ngeliatin apa sih mbak?" tanya gue. sunyi....... "lagi
sariawan ya?" kata gue lagi. tetap sunyi.......... "mau kopi?" masih sunyi...............
"udaranya dingin banget yah?" "sendal jepit gue putus." "tadi di jalan tukang nasi
gorengnya brewokan." aaaahhh.....mulut gue nyaris berbusa mencoba berbicara pada
wanita itu tapi tetap nggak ada jawaban satu huruf pun dari mulutnya. gue mulai kesal.
gue masuk kamar, mengambil gitar dan kembali ke beranda lalu duduk di tepian
tembok. tanpa memedulikan orang di sebelah gue mulai bernyanyi. ada lagu yg liriknya
tepat sekali untuk menyindir wanita ini. sebuah lagu yg waktu itu lagi in banget. dengan
sedikit serak tapi banyak fals nya gue coba menyanyikan 'Pelangi di Matamu' milik
Jamrud. "tigapuluh menit kita di sini tanpa suara..." gue yakin lirik awal lagu ini ngena
banget. itu kalau dia mendengarkan. "dan aku resah...harus menunggu lama...kata
darimu......" gue terdiam. suaranya terdengar dalam. ya, wanita di samping gue tanpa
gue duga melanjutkan liriknya. kedua mata gue melongo menatap wajahnya. dia
samasekali nggak bergerak dari tempatnya duduk, hanya bibirnya yg tipis terbuka
perlahan melantunkan lirik lagu. gue speechless. jari-jari gue mendadak kaku untuk
memetik senar di tangan gue. tapi wanita itu tetap bernyanyi meski tanpa iringan gitar
dari gue. setelah bisa menguasai diri lagi gue kembali memetik gitar membiarkan dia yg
bernyanyi. memang ada beberapa kata dalam liriknya yg salah tapi over all ini adalah
lagu yg indah dinyanyikan di malam hari bareng seorang wanita. tepat saat lagu selesai
wanita itu turun dari duduknya, tanpa memandang gue, lalu beranjak ke kamarnya.
lampu dimatikan. dan hanya hening yg tersisa sekarang. sampai detik ini gue masih
belum yakin kalau yg tadi itu benar-benar terjadi. mimpi apa gue denger dia nyanyi
sementara untuk bicara pun dia pelit. "woy..belom tidur lo?" Indra tiba-tiba muncul dan
membuyarkan lamunan gue. "eh, tadi dia di sini lho. di sebelah gue. kita nyanyi bareng
malah, lagunya Jamrud itu lho! yg jam dinding nya bisa ketawa," gue mencecar Indra
dengan antusias yg agak berlebih. Indra geleng kepala sambil elus-elus dadanya. "gue
juga sebenernya pengen ketawa," katanya sambil berjalan mendekati gue. "awalnya gue
pikir lo becanda waktu bilang ketemu cewek itu, tapi kayaknya lo beneran deh." "kan
gu..." "beneran gila lo!" sela Indra. "mana" mana cewek itu sekarang" gue jadi prihatin
sama lo. besok kita ke psikiater deh, kalo nggak dukun aja buat periksain otak lo yg
mulai jereng itu." "gue serius, Dul." "serius gila nya" hahaha..." gue tarik napas panjang.
lagi-lagi percuma untuk mendebat Indra. "udah deh jangan bahas itu. gimana tadi sama
Echi nya?" tanya Indra mengalihkan topik. "engga gimana-gimana kok. biasa aja." "biasa
kayak gimana maksud lo?" "setau gue yg namanya 'biasa aja' ya nggak gimana-gimana
deh." "itu kata elo. kalo kata gue, kayaknya lo suka deh sama dia. iya kan?" "ah, ngasal
aja lo." "alaah...sama gue aja pake rahasia-rahasiaan." Indra menyalakan rokoknya.
"terus gimana kelanjutannya?" "tau deh, ketemu aja nggak tau kapan." "makanya beli
HP doong biar bisa SMS an. canggihan dikit napa" nih kayak gue," Indra mengeluarkan
Nokia 3315 nya. (jaman segitu ni HP masih tergolong kelas atas cuy! gue aja belom
punya HP saat itu) "tuh liat bisa bikin gambar sendiri. canggih kan?"" lanjut Indra
menunjukkan layar monochrome kuning bergambar sebuah logo nama dirinya. saat
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
itulah ada panggilan masuk. Indra segera ke kamarnya. tinggal gue sendirian lagi. cukup
lama gue termangu menatap pintu kamar itu. dan akhirnya gw habiskan malam dengan
menyanyikan lagi lagu itu berkali-kali. Part 7 harusnya minggu pagi yg mendung itu gue
habiskan dengan meringkuk di bawah selimut sampai siang karena semalaman tadi gue
begadang di kamar Indra main Play Station sampai jam empat pagi. selepas subuh gue
baru bisa terlelap. tapi suara ketukan di pintu sangat mengusik kenyamanan gue pagi
itu. awalnya gue abaikan, tapi makin diabaikan suaranya malah semakin keras. "iya
bentar!" gue menggerutu dengan kesal lalu keluar dari balik selimut ke arah pintu. "hay
Ri..." gue mendapati Echi tersenyum lebar ke gue. "baru bangun ya?" "eh, kamu Chi."
gue buru-buru mengusap wajah gue dengan sarung yg melingkar di pundak gue. "tadi
lagi tidur ya?" tanya Echi lagi. "ya begitulah. hehe.." gue nyengir pait. gue yakin saat itu
gue culun banget. muka kusut, rambut acakacakan ditambah sisa-sisa iler yg mungkin
masih menempel di pipi. (gak usah dibayangin ya! ) "masuk gih," gue mempersilakan
Echi masuk sementara gue bergegas cuci muka di kamar mandi. "gue ganggu tidur lo ya
Ri?" "enggak kok nyantai aja lah kayak di pantai," suara gue menggema di dalam kamar
mandi kecil itu. "lo nggak lembur?" tanya Echi lagi begitu gue keluar dari kamar mandi
dan menyeka wajah dengan handuk. "staff mana dapet lembur sih" paling yg lembur
orang-orang di jalur produksi aja." gue duduk bersandar di dinding, seberang tempat
Echi duduk. gue nyalakan sebatang Marlboro sambil sedikit merapikan sisiran rambut.
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"tumben amat pagi-pagi gini lo ke sini" perasaan baru semalem kita ketemu deh?" asap
dari mulut gue mulai memenuhi seantero kamar. "gue beliin lo sarapan. nih," Echi
menyodorkan bungkusan plastik hitam yg sejak tadi dipegangnya. "apaan tuh?" "cuma
nasi uduk kok. kebetulan lewat depan gang masih ada yg jual. sok dimakan, nanti basi
dulu." "wah lo tau aja gue laper," gue meraih bungkusan itu. "sory yah ngerepotin."
"enggak papa kok, enggak ngerepotin juga." "yaa gue basa-basi aja biar lo nggak kapok
beliin sarapan buat gue. yg sering aja ya?" "yeeeey.....enak aja. tekor dong gue"!
hehehe." "kok belinya cuma satu" lo udah sarapan?" "tadi gue belinya memang pas
udah mau abis. itu juga cuma ada segitunya kok." "lo udah sarapan belum?" Echi
menggeleng. "ya udah kita barengan aja," gue mengambil dua buah sendok dari rak
kecil di samping dispenser. "entar lo nya kurang nggak?" Echi menerima sendok dari
gue dengan ragu. "udah nyantai aja, kalo kurang entar gue beli lagi di gang sebelah ada
yg jualan." gue terpaksa mematikan rokok gue dulu di asbak. "yakin nih?" tanya Echi
lagi. "yaelaah masih nanya aja nih anak. udah ayo makan," gue mulai melahap
sendokan pertama. awalnya ragu tapi kemudian Echi melakukan hal yg sama. dan
akhirnya kami sarapan sepiring berdua. hanya butuh sepuluh menit untuk
menghabiskan nasi di piring. "thanks ya Chi," gue bersendawa kecil setelah minum. gue
duduk lagi di tempat gue tadi. menyulut kembali sebatang Marlboro sebagai "hidangan
penutup" sarapan pagi itu. gue lirik jam dinding menunjukkan pukul sembilan lewat
seperempat. berarti tadi gue tidur hanya sekitar tiga jam. hufft......gue mengembuskan
asap putih dari mulut gue, berharap rasa kantuk yg masih menggelayuti mata gue juga
ikut pergi bersamanya. "Indra lembur ya?" tanya Echi membuyarkan lamunan sekaligus
membuat gue terjaga dari lelap yg sempat menghinggapi gue beberapa detik yg lalu.
"eh, enggak kok. semalaman gue begadang sama dia maen game. jam segini mah di
masih asyik sama bantalnya." "kalian begadang sampe pagi yah?" gue mengangguk.
"wah berarti tadi gue beneran ganggu dong" lo pasti masih ngantuk ya, Ri?" gue
tersenyum. "kurang lebih seperti itu," nggak ada gunanya basa-basi pura-pura nggak
ngantuk. "emh...ya udah deh lo lanjutin aja lagi tidurnya." "nah terus elo nya?" "gue
jagain lo tidur deh," katanya tanpa nada terpaksa. "lo punya koleksi novel kan" lo tidur
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
aja, gue mau baca novel deh." "enggak bosen tuh" kalo nggak kuat dan mau balik, ya
balik aja nggak usah ngerasa nggak enak sama gue." "lo ngusir nih ceritanya?"
"hehehe.. enggak kok bukan gitu. ya udah tuh novelnya ambil aja," gue menunjuk
tumpukan buku di atas lemari kecil di sudut kamar. "bentar gue abisin dulu rokoknya.
tanggung nih." beberapa saat kemudian Echi sudah larut dalam novel yg dibacanya. gue
menikmati hisapan terakhir rokok gue, setelah itu beranjak ke kasur. rasanya nyaman
sekali merebahkan tubuh ini. "jangan lupa doa dulu," Echi mengingatkan. "wah gue
hafalnya doa makan nih." Echi menepuk kaki gue. gue sudah memejamkan mata saat
gue rasakan kehangatan mulai menyelimuti tubuh gue. gue membuka mata. Echi
menutup tubuh gue dengan selimut. "thanks Chi. lo baik banget yah?" "udah tidur sana
jangan banyak komentar." Echi duduk di samping kasur tepat di sebelah kepala gue. dia
kembali asyik dengan novel yg dipegangnya. ah, pagi yg dingin ini gue rasakan
mendadak hangat. entah karena selimut ini atau karena sosok wanita di samping gue.
yg jelas nggak butuh waktu lama buat gue masuk ke dunia mimpi..... Part 8 hari-hari
gue kini sedikit banyak berbeda dengan sebelumnya. Echi hadir menjelma jadi pengisi
kekosongan yg gue rasakan sebelumnya. kalau nggak Echi yg menginap di kamar gue,
maka gue yg ngandong ke kosannya. kebetulan kami berdua sama-sama non shift jadi
nggak ada istilah jam kerja malam. layaknya pasangan lain yg tengah dimabuk asmara,
gue dan Echi juga kerap memilih menghabiskan waktu berdua meski harus menolak jam
lembur yg ditawarkan bos di kantor. gue pikir gaji tanpa lembur gue sudah lebih dari
cukup. selain itu Echi adalah tipe cewek yg pengertian. nggak harus selalu cowok yg
nraktir cewek, beberapa kali gue bahkan makan gratis dari dia. soal Indra, awalnya dia
heran karena gue sering nggak menampakkan diri di kosan. setelah gue beritahu kalo
gue udah jadian sama Echi dia cuma tertawa lebar sambil tetap ngomong "jangan
diapa-apain dulu!" yg gue jawab "udah terlanjur!" jarang balik ke kosan, itu berarti gue
juga jarang ketemu Indra. apalagi dia kan kena shift. makin jarang lah gue ketemu tuh
anak. hari libur gue lebih suka menghabiskan waktu di kosan Echi atau sekedar
jalanjalan ke alun-alun kota bareng dia. yah pokoknya asal bareng Echi semua berasa
indah deh. hehe... memasuki bulan keempat gue kerja, gue memutuskan membeli
sebuah handphone untuk mempermudah komunikasi gue dengan teman-teman dan
juga Echi tentunya. sebuah handphone mungil dengan layar monochrome warna biru
gue ingat betul handphone pertama yg gue punya waktu itu. dengan fasilitas seadanya
hp itu tergolong elit lho pada masanya. perlahan tapi pasti gaya hidup gue yg dulu
seadanya dan gue usahakan sesederhana mungkin, kini mulai berubah ke arah glamour
dan foya-foya. sebagai jiwa muda yg masih berkobar waktu itu gue merasa sedang
dalam momen terbaik di hidup gue. berpenghasilan lumayan plus punya pacar cantik
dan setia membuat gue mabuk kepayang. beberapa kali bahkan gue mabuk beneran
bareng Echi di kosannya. sudah setengah tahun kini gue bekerja di Karawang. meski
jarang ditempati, tapi gue memilih bertahan di kosan gue. selain gue juga malas mencari
lagi kosan yg lain, ada Indra yg membuat gue memutuskan bertahan di sana.
bagaimanapun Indra tetap sahabat terbaik gue di kota ini. dia yg pertama gue kenal dan
dia juga yg kerap membantu saat gue sedang kesulitan alias bisa ngutang dulu gitu!
hehehe.. tapi gue akui Indra memang orang baik kok. walau jarang bertemu kami tetap
berteman baik. dan hari itu genap sudah dua minggu berturut-turut gue nggak balik ke
kosan. kangen juga pengen tidur di ruangan kecil itu. pengen maen gitar punya Indra
lagi. maka sepulang kerja gue kirim pesan ke Echi bahwa gue nggak ke kosannya
malam ini. "wah tumben lo balik," Indra menyambut gue di gerbang bawah. "masih inget
kamer lo ya?"" "iya gue kangen nih sama kamer gue. pengen maen gitar juga. lo
ngapain di sini?" "abis balikin setrikaan temen. punya gue mendadak eror soalnya." kami
berjalan menapaki tangga menuju lantai atas sambil berbincang ringan. rasanya seperti
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
kembali ke rumah sendiri saat gue pandang berkeliling kamar-kamar di sini. "wah elo
kumat lagi nih ya," gue mengomentari volume kencang dari speaker aktif di kamar Indra.
"kan elo jarang balik" nggak ada yg protes lagi. lagian juga di sini sepi kalo lo nggak
ada. kan lo tau gue nggak begitu interaktif sama tetangga kamer." kami duduk di
beranda. dan saat itulah mata gue menatap pintu kamar di seberang kamar gue. kamar
yg sampai sekarang masih menyimpan rasa penasaran gue. wanita itu....dia cukup
terpinggirkan beberapa bulan ini saking sibuknya gue pacaran sama Echi. "eh, kamer yg
itu masih ada penghuninya enggak?" gue menunjuk kamar itu. "tau deh gue juga nggak
ngerti," Indra geleng kepala. "bener kata lo sih, emang ada cewek yg nempatin kamer
itu. tapi jarang keliatan keluar masuk nya. gue beberapa kali pernah liat dia di kamer ini."
"terus?" gue seperti disulut penasaran lagi. "terus apanya" ya biasa aja." "bukan.
maksud gue, cewek itu masih pake kaos kaki item panjang?" Indra mengangguk lagi.
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"menurut lo tuh cewek orang apa setan sih?"" tanya Indra. "jelas orang lah. mana ada
setan pake kaos kaki?" "ya kali aja dia lagi kedinginan?" gue tertawa kecil. gue seperti
mendapat sesuatu yg sempat hilang. rasa penasaran itu, yg sempat sirna beberapa
waktu terakhir, kini mulai menjalar lagi di otak gue. terakhir gue ketemu cewek itu ya pas
lagi nyanyi tengah malem itu aja. setelah itu dia seolah lenyap. atau gue yg
melenyapkan diri ya?" yg pasti malam itu gue duduk lagi di tembok beranda. sambil
menyetem gitar milik Indra, gue berharap wanita itu akan muncul lagi malam ini. gue
pengen ketemu dia. Indra lagi shift malam jadi gue sendirian di sana. dan sengaja
malam ini gue akan menyanyikan lagu yg sama yg dulu pernah dinyanyikan wanita itu.
baru saja gue masuk intro, terdengar sebuah suara dari belakang gue melantunkan
lagunya. suara yg cukup melekat di pikiran gue. wanita berkaos kaki hitam itu. dia ada di
belakang gue... Part 9 bukan. itu bukan dia... suaranya lain. eh, iya itu dia. tapi bukan!
cara menyanyinya lain! ah, daripada bingung sendiri gue balikkan badan dan...
"hemmpph........" gue cukup dibuat terkejut saat mendapati sosok Echi berdiri di
belakang gue. nyaris saja gue terlompat ke bawah. "kamu ngagetin aja Chi," gue sedikit
terengah karena benar-benar terkejut tadi. "by the way kok lo ke sini gak bilang dulu
sih?" Echi tersenyum simpul. sangat sederhana dengan sedikit sudut bibirnya terangkat
ke samping. beda dengan cara dia tersenyum biasanya. "lo kenapa Chi" kok murung
gitu?" tanya gue lagi mendapati Echi yg berdiri mematung di samping gue. Echi
menggeleng perlahan. "mau bikin kopi?" gue menawarkan. Echi menggeleng lagi. "atau
lo laper?" dijawab dengan gelengan lagi. gue turun dari tempat gue duduk.
menyandarkan gitar ke dinding lalu berdiri di samping Echi. gue raih dan genggam
tangannya. dingin... tadi sore memang sempat hujan cukup lama dan baru selesai
menjelang malam. Echi pasti kedinginan. maka gue pun memeluknya. "kok agak bau
lumpur-lumpur gitu yaa?" gue membatin dalam hati. gue cari ke sekeliling dan di bawah
sana ada kubangan lumpur becek tergenang air berwarna cokelat. pasti asal baunya
dari sana. gue membelai pelan rambutnya. entah kenapa malam ini gue merasa sangat
damai dengan memeluk Echi sambil menatap langit yg pekat bersih nyaris tanpa
bintang. mungkin mereka masih sembunyi garagara hujan tadi. "Ri..." akhirnya Echi
bicara. "kenapa, sayang?" sahut gue di telinganya. "lo liat bintang itu?" Echi menunjuk


Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satu-satunya bintang yg bersinar di selatan langit. "gue liat." jawab gue. "seandainya
gue jadi bintang itu, lo mau nggak tiap hari bolak-balik bumi-langit buat ketemu gue di
sana?" itu pertanyaan teraneh yg pernah gue denger dalam hidup gue. "kok nanyanya
gitu?" gue tertawa kecil. "apapun akan gue lakukan buat elo, Chi." ciee...gue mulai
gombal. Echi diam merenungi kalimat gue barusan. gue memeluknya makin erat. ah,
betapa gue ingin selalu seperti ini. bersama melewati malam dan tak pernah terganti
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
sampai nanti. beberapa menit kami sama-sama diam. hanya menatap langit tanpa
bicara. tiba-tiba nada dering hp gue berbunyi dari kamar Indra. gue lagi nge charge
soalnya jadi nggak gue bawa. "bentar ya sayang, gue angkat telepon dulu." gue lalu
bergegas ke kamar. bokap gue dari kampung nelepon. hanya pembicaraan ringan
menanyakan kabar gue di sini dan sedikit perlu dengan uang. nggak lama, hanya sekitar
sepuluh menit lalu gue keluar lagi hendak menemui Echi. "heyy..." gue berseru tertahan
mendapati beranda kosong tanpa seorang pun di sana. "Chi, lo di mana say" mau maen
petak umpet yah?"" gue tertawa sendiri. tapi bingung juga karena di sini nggak ada
tempat buat bersembunyi. gue tunggu lima menit dia nggak muncul juga. maka gue cek
ke bawah. gue coba tanya ke temen-temen yg gue kenal dan katanya mereka nggak
memperhatikan karena lagi asyik di kamar masing-masing. gue coba keluar siapa tau
Echi lagi di warung depan kos, tapi nggak ada juga. maka gue memutuskan kembali ke
atas, mencoba menghubunginya lewat hp. baru aja gue buka pintu kamar, hp gue
berbunyi tanda sms masuk. Gue balik dulu ya, Ri... begitu pesan dari Echi. langsung
gue balas seperlunya ditambah sedikit basa-basi seperti biasanya. gue lalu rebahan di
kasur. jam kecil di atas televisi menunjukkan pukul setengah sembilan malam. sudah
waktunya tidur. besok pagi-pagi gue harus ke kosan Echi dulu sebelum berangkat kerja
karena pakaian ganti gue memang ada di sana. di kamar gue sendiri hanya ada
beberapa untuk perlengkapan tidur. "permisi.." seseorang mengetuk pintu kamar.
bergegas gue buka pintu dan gue lihat penghuni kamar seberang Indra berdiri
menenteng gitar milik Indra. "udah mau tidur ya Mas" ini gitarnya ketinggalan di luar,
barangkali ilang kan sayang." dia menyerahkan gitar itu. "eh iya Pak, tadi saya lupa.
makasih banyak Pak." beberapa saat setelah itu gue sudah rebahan lagi di kasur.
malam ini gue pengen ditemani lagu-lagu Mariah Carey. gue cari kaset CD nya di
tumpukan kaset di atas VCD lalu gue setel dengan volume seperlunya. damai sekali
nampaknya malam ini. gue pejamkan mata. dan bayangan-bayangan wanita berkaos
kaki hitam mulai muncul di benak gue. gue buka mata dan seketika bayangan itu lenyap.
saat gue pejamkan lagi mata gue, yg muncul di hadapan gue sekarang adalah wajah
Echi. senyuman teduhnya menghantarkan gue ke alam mimpi... Part 10 "tok tok tok!"
ketukan di pintu membangunkan gue dari tidur. ketukannya makin cepat terdengar dan
hampir saja pintu roboh kalau gue nggak cepat-cepat membukanya. "apaan sih lo
Ndra?" gue mendengus begitu tau yg mengetuk pintu adalah Indra. "masih pagi juga
udah gedor-gedor kamer orang." "ini kan kamer gue?" "iya iya. gue ulangi deh, ngapain
pagi-pagi gedor kamer elo?" "buruan pake pakean lo!" kata Indra tetap berdiri di
tempatnya. "ada apaan emang?" "sms gue masuk nggak sih?"" gue cek hp yg masih
tersambung dg charger. di layarnya terdapat pemberitahuan memori pesan penuh.
maka gue segera hapus semua pesan di inbox dan satu pesan baru dari nomor Indra
langsung masuk. 'Echi kecelakaan. dia dirawat di RS Dewi S*i. nanti gue jelaskan lagi,
ketemu di sana aja.' "maksudnya apaan nih?" tubuh gue bergetar cukup hebat. gue
berharap yg gue baca ini hanya sms lelucon. "tadinya gue mau kita ketemu di sana, tapi
gue sms elo kok nggak masuk-masuk ya jadi gue pastikan aja ke sini." "lo becanda
kan?" "gue tau batasan-batasan becanda Ri. ini serius! semalam gue dapet kabar dari
family nya Echi, gue kenal baik keluarganya dan mereka tau gue juga ada di karawang
yaa jadi mereka ngehubungin temen terdekatnya Echi yaitu gue." "terus gimana
keadaan Echi sekarang?"" Indra menarik nafas berat. "dia lagi sekarat. kepalanya
mengalami pendarahan hebat, itu yg gue denger dari kakaknya yg ngehubungin gue."
"kok bisa" emang gimana kronologinya?" "yaah...katanya sih Echi lagi nyebrang mau ke
mini market gitu, tanpa dia tahu dari arah kanan ada
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
motor yg melaju kencang dan terjadilah tabrakan maut itu. sayangnya pelaku
penabrakan itu kabur." seketika darah dalam tubuh gue memanas. tulang-tulang gue
seolah lemas. gue terduduk dalam diam. "bukannya lebih baik sekarang kita pastikan
keadaannya di rumah sakit?" gue mengangguk. maka setelah merapikan diri seperlunya
gue dan Indra bergegas turun keluar. "lo napa Ndra?" tanya gue melihat Indra berjalan
agak tertatih di belakang gue. "udah sejak tiga hari yg lalu, gue kecelakaan kerja di
pabrik. kebentur mesin gitu." "ya udah gue aja yg bawa motornya," gue berjalan ke
tempat parkir. "motor lo mana Dul?" "tuh yg Sup*a item. gue lagi pake punya cewek gue.
motor gue lagi turun mesin di bengkel kemaren." dan berangkatlah kami berdua menuju
rumah sakit tempat Echi dilarikan. saat itu fajar baru menyingsing tapi gue abaikan rasa
dingin yg menusuk sekujur tulang dalam tubuh. kami memacu menembus kabut yg
memang masih kerap muncul di pagi hari di karawang. gue nggak peduli. seperti yg gue
bilang semalam pada Echi, gue akan lakukan apapun untuknya... ----ahh.....rasanya
sangat sakit. teramat sangat sakit melihat tubuhnya terkapar tak berdaya. dengan nafas
masih tercekat di kerongkongan gue cuma bisa terdiam merelakan mobil ambulans yg
membawa tubuhnya berlalu dari tempat ini. "sabar yah Ri..." Indra menepuk bahu gue
pelan. "gue tau yg lo rasain saat ini." entah sudah berapa lama gue menangis. waktu
berjalan sangat lambat. pagi tadi, gue datang saat tim dokter menyatakan menyerah.
pendarahan di kepala Echi begitu hebat sehingga nyawanya tidak tertolong lagi.
keluarga Echi memutuskan untuk memakamkan jasadnya di kota kelahirannya
Surabaya. nggak perlu bertanya bagaimana rasanya kehilangan orang yg kita sayang
dengan begitu tiba-tiba. samasekali nggak pernah terfikir tentang kepergiannya ini. gue
dan Echi sedang dalam hubungan yg harmonis dan mulai membicarakan hal serius
tentang hubungan kami. tapi kini semua itu tinggal lalu. menyisakan setitik perih yg
mengendap di hati. menurut info yg gue dapat, Echi mengalami kecelakaan naas itu
sekitar jam delapan malam. "nggak mungkin!" gue masih mencari titik lemah kenyataan
di hadapan gue. "semalem itu Echi ke sini. gue dan dia berdiri di sini! kita malah pelukan
gitu!" gue menunjuk tembok beranda dimana semalam gue yakin gue berdiri di samping
Echi. "Ri, Echi itu ketabrak jam delapan. terus dilarikan ke rumah sakit jam setengah
sembilan..kan lo liat sendiri jam masuknya tadi." Indra mencoba menjelaskan. "terus
kalo gitu yg semalem ngobrol sama gue siapa Ndra?"" suara gue meninggi diiringi
airmata yg jatuh. "yg gue peluk itu siapa?"" lo mau bilang kalo itu setan lagi"!!" Indra
diam. dia nggak berani mengkonfrontir gue. dia lagi-lagi menepuk bahu gue mencoba
menenangkan emosi yg tengah mengurung gue. "gue tau lo sayang banget sama Echi,
dia juga sayang sama lo. dia selalu cerita ke gue kalo dia tuh pengen lo jadi yg terakhir
buatnya." Indra diam. gue masih sesenggukan menangis. "gue nggak bilang yg
semalem itu setan atau apa lah itu..tapi gue yakin, kehadiran Echi waktu itu karena dia
pengen ada di samping lo menjelang saat terakhirnya. mungkin itu semacam ucapan
perpisahan buat lo." sms itu! gue ingat sms terakhir dari Echi. segera gue cek hp. tapi
gue terhenyak, karena tadi pagi gue menghapus semua inbox di hp gue. dan dalam
terapi kejut itu, mendadak gue rasa semuanya menjadi gelap.... Part 11 N gue
pandangi coretan di kertas kecil di tangan gue. sudah dua hari ini gue sering menatap
berlama-lama deretan angka itu meski tanpa hasil apapun. dua hari yg lalu saat gue ke
kantor Polsek gue mendapat informasi tentang identitas pelaku tabrak lari Echi.
salahsatu saksi berhasil menghafal plat nomor sepeda motor yg melarikan diri itu.
sebuah sepeda motor Me*a P*o berplat nomor N 6689 M. untuk identitas pelakunya,
sayang belum ada kejelasan karena saat kejadian si pelaku menggunakan helm full face
dan jaket kulit serta celana jeans hitam sehingga cukup menutup ciri-ciri fisiknya. yg
pasti dia memiliki tinggi badan se Indra lah..lumayan tinggi. pihak Polisi sedang melacak
keberadaan kendaraan asal kota Malang itu (huruf N adalah kode nopol Malang). hal ini
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
juga menjadi ironi sendiri buat gue. dimanapun gue berada, setiap gue melihat sepeda
motor melintas gue jadi selalu tertarik untuk memperhatikan plat nomornya. siapa tau si
pelaku kebetulan lewat di depan gue, kan bisa langsung gue hajar tuh orang. tapi gue
jadi nggak tenang. gue selalu merasa si pelaku bisa muncul kapan saja, maka sekali
gue lengah gue akan kehilangan dia. dan sore ini gue duduk di tembok balkon kamar
gue memandang kendaraan yg lalu lalang di bawah. entah sudah berapa ratus kali gue
membaca plat nomor kendaraan yg gw lihat sejak mendapatkan informasi dari Polisi.
"berdoa aja semoga si pelaku lewat terus nyapa lo," kata Indra yg tiba-tiba muncul di
belakang gue sambil menenteng gitar. gue tersenyum kecut. "ayolah bro...almarhum
Echi udah tenang di sana. jangan bikin dia sedih dengan tangisan kita," Indra coba
menghibur. "lo nggak tau sih gimana rasanya.." sahut gue lirih tanpa menoleh ke
arahnya. "oke gue gak tau gimana rasanya kehilangan pacar dg cara seperti ini, tapi gue
tau rasanya kehilangan sahabat," Indra duduk di sisi lain tembok. "waktu sekolah dulu
gue emang nggak terlalu deket sama Echi, malah lebih cocok disebut Tom and Jerry
daripada sahabat. tapi gue beruntung sekolah di Surabaya, gue jadi kenal sama dia."
"emang lo aslinya darimana?" "gue lahir dan tumbuh di Sidoarjo. tapi pas SMA gue ikut
Pakde gue di Surabaya sampe lulus kuliah, baru kerja di sini." "wah selama ini gue kira
lo arek-arek Surabaya asli." "weleh weleh...koe nang endi wae toh le...le...." dia geleng
kepala lalu tertawa. "kaki lo gimana, udah sembuh?" "yaah lumayan lah udah bisa lari
sedikit sedikit." gue kembali diam melamun. pikiran gue menerawang membayangkan
Echi lagi. ah, betapa sakitnya rasa ini. gue akan membalasnya Chi, begitu gue ketemu
pelaku tabrakan itu, gue akan membalaskannya! gue bersumpah gue akan buat
perhitungan dengan dia!! bukankah hutang nyawa harus dibayar nyawa juga?""
"kadang nggak semua pembunuh itu dihukum mati," kata Indra seolah bisa membaca yg
ada di pikiran gue saat ini. "hutang nyawa memang layak dibalas nyawa, tapi bukan kita
yg pantas membalasnya. ada yg lebih berwenang menentukan balasan yg tepat. kalau
dirasa balasan dari lembaga hukum kurang memuaskan, kita selalu punya Tuhan
sebagai harapan. Dia yg tau segalanya." gue diam mendengarkan advice nya itu. kalau
saja bukan seorang sahabat baik yg bicara, sudah pasti gue akan tolak mentah-mentah
paradigma nya tentang hukuman Tuhan. gue yakin sore ini akan jadi debat yg
menyenangkan. tapi gue menghormati Indra. pikiran gue lagi keruh, gue nggak mau
menambah keruh lagi dengan debat kusir yg sia-sia. dua minggu sudah berlalu sejak
kecelakaan naas itu. dan Indra kerap men support gue supaya cepat bangkit dari
keterpurukan karena kehilangan Echi. gue tau dia pasti iba melihat gue yg akhir-akhir ini
jadi pemurung. he's my best friend. thanks guys gue nggak tau apa jadinya gue tanpa
elo, mungkin gue udah nyusul Echi kali yaa... "pinjem pick punya elo dong Ri," suara
Indra membuyarkan lamunan gue. "lah..bukannya lo punya pick kesayangan yg selalu lo
bawa kemana-mana itu?" Indra memang punya sebuah pick bertandatangan Ahmad
Dhani personil grup band Dewa19. pick itu didapatnya waktu masih aktif di fans club nya
Dewa19 semasa kuliah dulu. sekedar info, Indra memang fans berat sama grup band
itu. "gue lupa naro dimana. lo punya kan" gue nggak biasa gitaran pake jari doang." gue
merogoh saku jeans dan mengeluarkan sebuah pick berwarna orange. pick murahan yg
gue beli di toko pinggir jalan. Indra mengambilnya dan kemudian mulai memetik gitar di
tangannya. gue pikir gue akan menghabiskan sore itu dengan mendengarkan Indra
bernyanyi, tapi kami sama-sama terdiam saat mendengar suara itu. "suara cewek
nangis!" kata Indra. "dari kamar itu," gue menunjuk kamar seberang. kamar wanita
berkaos kaki hitam.. suaranya jelas. bukan hanya desiran angin, tapi benar-benar nyata
seperti yg pernah gue dengar. gue
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
beranikan diri mendekat dan mengetuk pintunya. "Ri, itu..." Indra menunjuk bawah kaki
gue. dari celah sempit di bawah pintu kamar, ada sesuatu keluar mengalir. cairan
berwarna merah. merah pekat dan kental... DARAH.....!!!!! Part 12 "heyy...apa yg
terjadi" lo baik-baik aja kan"!" gue gedor pintunya berkali-kali. "buka pintunya!" panik.
berapa kali pun gue memutar handle pintu itu bergeming. tidak ada respon dari orang di
dalam. hanya suara tangisnya yg kini lenyap. "minggir.." Indra memasang kuda-kuda.
gue menepi dan kemudian dia menghempaskan tubuhnya ke pintu berusaha
mendobraknya. "aaaaarrggggh..." suara Indra terdengar miris. dia terhuyung mundur
sambil pegangi kaki kanannya yg kesakitan akibat benturan tadi. "ah lo belagak di film
laga aja," komentar gue. aneh memang di saat seperti ini gue pengen ketawa. cairan
merah di bawah pintu masih menjalar sampai nyaris menyentuh ujung kaki gue. gue
gedor lagi pintunya. tetap tidak ada jawaban. "bongkar aja jendelanya," Indra
mengusulkan. "nih ambil obengnya di bagasi motor gue." dengan gelagapan gue
menangkap kunci yg dilemparnya. bergegas gue turuni tangga menuju tempat parkir di
bawah. bukan tempat parkir khusus memang, hanya halaman kosong yg cukup luas di
depan bangunan kamar-kamar ini. "lagi ngapain lo Ri sama motor gue?" seorang
penghuni kamar di bawah muncul ketika gue bersikeras memutar kunci bagasi
salahsatu motor di sana. "gue mau ambil obeng punya Indra, tapi kok nggak
kebuka-buka ya dari tadi?" gue sedikit menggerutu. "jelas nggak bisa. itu kan R* King
gue" punya Indra mah yg itu tuh, yg plat nya 'W'." "upz, sorry bos. gue buru-buru
soalnya." dan semenit kemudian gue sudah berlari lagi menaiki tangga menuju lantai
atas. sempat terpeleset dua kali, gue tiba di sana tepat sesaat setelah Indra terhuyung
lagi. rupanya dia masih berusaha mendobrak pintu. "minggir," giliran gue yg beraksi.
dengan cekatan gue berhasil melepas engsel jendela kurang dari dua menit. jantung
gue berdebar menebak-nebak apa yg akan gue lihat di balik jendela ini. ada sebuah
gorden warna merah terpasang di lubang jendela. bersama Indra gue turunkan daun
jendela dan menyandarkannya ke tembok. "lo aja yg masuk, gue nggak bisa lompat,"
kata Indra. nggak butuh instruksi yg ke dua kali buat gue menyibak gorden merah itu
dan bau amis langsung menyeruak menusuk hidung. gue sibakkan lebih lebar
sementara mata gue terperangah menatap pemandangan di dalam ruang kecil
berukuran nggak lebih dari 4x4 meter itu. sebuah ruangan dengan pencahayaan redup
dari bohlam kuning yg kusam yg tergantung di atap. keadaannya nyaris gelap dan gue
harus memicingkan mata supaya bisa melihat lebih jelas. sampai akhirnya mata gue
bisa beradaptasi dengan kegelapan di dalam sana tangan gue meraba pintu dan
membuka gerendelnya. gue dan Indra segera masuk ke kamar pengap itu. yg pertama
menarik perhatian gue adalah bercak darah di depan pintu, yg tadi mengalir keluar lewat
celah sempitnya. nampak seperti bekas diseret dan tetesan-tetesannya menitik menuju
ruangan yg lebih kecil di sana, kamar mandi. gue dan Indra saling pandang. rasanya kali
ini pikiran kami sejalan. maka buru-buru kami buka pintu kamar mandi dan.....baru kali
ini gue melihatnya!! perempuan itu setengah bersandar pada bak mandi kecil di sana.
dia mengenakan pakaian lengkap plus kaos kaki merah, ups itu bukan kaos kaki merah.
itu darah!! darah yg mengalir deras hampir menutupi kedua betisnya. kedua telapak
tangan perempuan ini juga bersimbah darah. dan di samping tubuhnya ada sebuah
belati kecil berlumuran cairan merah. gue nyaris muntah melihat ini semua. tubuh gue
bergetar lebih cepat dari detakan jantung gue. penampilan perempuan itu sangat
mengenaskan. dengan sebagian rambut panjangnya yg menutupi wajah, gue masih bisa
mendengar dia terisak pelan menahan sakit. "gotong dia keluar," kata Indra. baru saja
gue hendak meraih punggungnya ketika tiba-tiba dia mengambil belati dan
mengacungkannya tepat di wajah gue. "jangan sentuh gue!!" teriaknya parau.
melengking dan tercekat. mengerikan untuk didengar. gue diam. Indra juga diam.
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
menunggu apa yg mungkin terjadi. "keluar kalian!" teriaknya lagi tetap dengan pisau yg
teracung di wajah gue. "tenang Mbak...kita nggak ada maksud apa-apa kok," gue coba
berdiplomasi. "kalian brengsek!! kalian sama aja dengan mereka!!" dia menangis. lebih
kencang. sambil tangan yg memegang belati dipukul-pukulkan ke dinding bak mandi.
ada kengerian sendiri saat mendengar tiap helaan nafas yg dia lakukan. "lebih baik
kalian pergi..." suaranya lebih rendah sekarang. gue dan Indra saling pandang. lalu
seolah dikomando, gue cekal pergelangan tangannya dan sebisa mungkin gue lepas
belati di genggamannya. bunyinya bergemerincing saat mata pisau beradu dengan
lantai. perempuan itu sempat memberontak tapi tenaganya yg lemah menjadi sia-sia
melawan kami. dengan kaki dan tangan yg masih kejang-kejang memberontak dia
berusaha melepaskan diri. untung tangan gue berhasil menutup mulutnya mencegah dia
berteriak menarik perhatian yg lain. "bawa ke kamar gue dulu," kata Indra. "biar nggak
memancing keributan." dan walau susah payah beberapa saat kemudian kami berhasil
memindahkannya ke atas kasur di kamar Indra... Part 13 "DIAM!!!" sebuah tamparan
mendarat di pipi kiri wanita itu. seketika dia berhenti memberontak. dengan cukup
terkejut gue menatap bergantian Indra dan wanita itu. gue nggak nyangka Indra akan
melakukan hal itu, menampar si wanita. "gue mau nolong lo...please lo jangan berontak
terus," suara Indra terdengar bergetar. wanita itu diam. nafasnya terengah-engah. saat
ini seprai kasur Indra yg berwarna putih sudah nyaris ber metamorfosa jadi warna merah
gara-gara darah yg terus mengucur dari kaki si wanita ini. "Ri, lo lap dulu lukanya. gue
bikin perban deh," Indra bergegas membuka lemari baju dan mulai menggunting di
bagian depan dan belakang baju yg dia ambil. "sorry," gue pegang kaki wanita itu dan
mulai menyeka darah dari kakinya dengan secarik kaos yg diberikan Indra tadi. lukanya
cukup dalam. meski sekarang darah yg mengucur nggak sebanyak di awal tadi. wanita
itu meringis kesakitan saat gue menyentuh lukanya. and did you know" yg bikin gue
merinding bukan darahnya, tapi bekas luka yg ada di sekujur kaki wanita itu, memaksa
gue menelan ludah menahan ngeri. banyak sekali luka sayatan di sana, mulai dari paha
sampai telapak kaki!! kebanyakan luka lama yg membekas dan belum sepenuhnya
menutup, dan ada tiga luka baru yg gw lihat masih mengucurkan darah. rupanya luka
inilah yg membuat kami mandi darah hari ini. saat itu si wanita mengenakan celana
jeans pendek biru, tapi sekarang sudah nyaris menjadi merah juga. dan gue
bener-bener shock nyaris pingsan melihat semua goresan luka sayat di kaki wanita itu.
apa yg sebenarnya terjadi?" kenapa bisa begitu banyak luka?" siapa yg melakukan ini
padanya?"" percobaan pembunuhan kah?" atau bunuh diri?" karena di kamar tadi
nggak ada orang lain selain wanita itu. aah, pertanyaan-pertanyaan gila ini mendadak
memenuhi ruang kecil di otak gue yg nyaris saja pecah menerima kengerian di depan
gue. seumur hidup baru kali ini gue mengalami yg seperti ini!! dengan beberapa
potongan panjang kain dari kaos yg diguntingnya, Indra membalut betis wanita itu. gue
sendiri berinisiatif mengelap darah dari tangan si wanita. dia nampaknya sudah lebih
menguasai diri sekarang. dia masih menangis pelan. dari wajahnya gue bisa melihat
ada penderitaan yg teramat dalam di sana. entah apa itu, mungkin sesuatu yg sangat


Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sulit untuk dihadapi. wanita berkaos kaki hitam....kali ini tanpa kaos kaki hitamnya.
tunggu, apa dia memakai stocking panjang itu untuk menutupi luka-luka di kakinya?"
kalau dilihat dari bekasnya, luka-luka itu jelas adalah luka yg dibuat beberapa waktu yg
lalu. cukup lama. berarti, apa mungkin dia sendiri yg membuatnya"
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
tapi untuk apa dia melukai dirinya sendiri?" bukankah itu menyakitkan?" apa tujuannya
melakukan hal itu?" huuffftt......gue sandarkan punggung ke dinding. hanya bisa
menatap wanita yg tergeletak lemah di atas kasur. mungkin dia tertidur. Indra sudah
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
selesai membalut dan dia baru keluar dari kamar mandi setelah mencuci bekas darah di
tangannya. "buruan mandi, kita akan bawa dia ke rumah sakit," kata Indra. "jangan...."
wanita itu berkata lirih. "jangan bawa gue ke rumah sakit. jangan bawa gue ke sana.."
"eh, cewek aneh. lo itu mengalami luka serius. lo butuh pertolongan yg layak." "nama
gue Mevally, bukan cewek aneh." Mevally..........akhirnya gue tau namanya. "oke lah
siapapun nama elo, kita harus ke rumah sakit. H-A-R-U-S!!" "gue nggak apa-apa!"
Mevally mencoba bangkit dan duduk. "nggak apa-apa lo bilang?"" Indra kernyitkan dahi.
"mandi darah gitu lo bilang nggak apa-apa?"" lo nggak ngerasain sakit apa?"! gue yg
liatnya aja ngeri!" "gue nggak apa-apa! gue udah biasa!" Meva bersikeras menolak.
hey..apa maksudnya udah biasa?" apa wanita ini benar-benar gila untuk melukai dirinya
sendiri?"! "terus, lo pikir lo hebat gitu?" dengan semua luka di kedua kaki lo, lo pikir lo
cewek keren?" lo anak Banten yah?" Indra mencibir. Meva menangis lagi sambil
terduduk. gue yg sejak tadi diam mendengarkan jadi iba dengannya. pasti beban di
pikirannya sudah melebihi batas yg sewajarnya. ada semacam guncangan hebat yg
menerpa dirinya gue yakin. gue geleng kepala melihat penampilan cewek yg satu ini.
sangat acak-acakan. dengan rambut basah oleh keringat dia nampak semakin
berantakan. "ya udah kalo gitu lo tidur aja dulu," gue angkat bicara. "jangan nangis aja."
gue ambilkan segelas air dan menyerahkannya ke Meva. dia memegangnya dengan
bergetar. "minum," kata gue. dia menurut. "makasih," ujarnya pelan seraya
mengembalikan gelas ke gue. "lo tiduran aja dulu, jangan banyak gerak." gue
membimbingnya merebahkan badan di kasur. gue sandarkan lagi punggung gue ke
dinding. memandang kosong sosok wanita yg tertidur di depan gue. hari ini seperti
mimpi. dari dulu gue memang pengen tau tentang wanita ini. tapi bukan dengan cara
semacam ini. entahlah, gue harus bersyukur atau apa. wanita berkaos kaki hitam. dia
memang wanita yg misterius........ Part 14 "Ri...bangun Ri....." sebuah tepukan di bahu
membangunkan gue. "ikut gue." kepala gue mendadak pening. gue baru saja tertidur
selama beberapa menit. tidur sebentar selalu nggak baik buat gue. perlahan gue bangkit
dan mengikuti Indra ke tembok balkon. bahkan saat itu gue nggak menyadari pakaian
gue masih belepotan darah wanita itu. "kita harus bereskan ini sebelum yg lain tau," kata
Indra melirik percikan darah yg menghubungkan dua pintu kamar. "gimana sama si
Meva" kita perlu bawa dia ke rumah sakit." "enggak. lo tau sendiri kan dia ngotot nolak
ke rumah sakit" biar gue minta dokter kenalan gue ke sini. makanya gue butuh bantuan
lo. lo beresin kamernya sementara gue jalan yaa?" gue mengangguk. dan lima menit
kemudian mulailah gue membersihkan noda darah di lantai sekitar pintu. "gue nggak
lama kok. magrib juga balik," kata Indra sambil lalu. langkah kakinya menuruni tangga
terdengar semakin menjauh. hufft....gue berdiri mematung menatap pintu kamar Meva.
saat berjalan masuk ke sana bau amis langsung menyeruak. bau darah. gue memutar
kepala menyapu pandangan ke semua sudut kamar. hati gue mencelos ketika gue
sadar banyak darah di kamar ini. terlalu banyak darah! bekas darah yg mengering di
lantai dan tembok. O my gosh!! pantas saja wanita itu jarang terlihat di sini. dia
menjadikan kamar ini hanya semacam laboratorium praktek atau entah apa namanya.
hanya ada sebuah rak buku kecil di dalam sini. padahal buku-bukunya sendiri
berserakan di lantai. dan beberapa pasang stoking hitam......... "tempat macam apa
ini?"?" gerutu gue dalam hati. gue mendekat ke dinding kamar dekat pintu. jejak tangan
berlumur darah membekas jelas dengan beberapa tetes yg baru saja menempel di
sana. bahkan sidik jari wanita itu nampak jelas di dinding bercat putih ini. melihat semua
ini maka nggak butuh waktu lama buat gue sepakat dengan hati gue bahwa Mevally,
wanita berkaos kaki hitam itu memang gila! ada semacam gangguan jiwa gue yakin itu.
sambil berharap kamar yg sedang gue tempati ini belum jadi lokasi pembunuhan
berantai gue bersihkan bekas darah di lantai. beberapa kali gue mengalami kesulitan
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
dengan bercak kering di tembok sebelum gue putuskan menyerah. biar nanti tembok ini
dicat ulang untuk menghilangkan bekas darahnya. lantai sudah gue pel dan buku-buku
itu bertumpuk di tempat yg semestinya. kaos kaki hitam wanita itu gue bawa ke kamar
Indra. gue yakin dia akan butuh ini nanti. Indra datang saat matahari sudah benarbenar
terbenam. dia bersama seorang lelaki paro baya yg kemudian gue kenali adalah Dokter
Yusuf. "dia menderita non-suicidal self injury," kata Pak Dokter saat kami bertiga keluar
dari kamar. dia baru saja melihat keadaan Meva. "apaan tuh Dok?" gue bingung. "kalo
dilihat dari bekas luka-luka yg ada, itu adalah bekas luka yg sengaja dia buat sendiri,"
Dr. Yusuf coba menjelaskan. gue merinding sendiri mendengarnya. "orang bodoh mana
yg mau melukai dirinya sendiri?"" gue masih sulit mempercayai yg gue dengar barusan.
"apa enaknya ngelakuin kayak gitu, nyobek-nyobek kulit tubuh"!" "itulah yg saya
maksud. non-suicidal self injury atau biasa disebut self injury saja, adalah penghancuran
disengaja diskrit jaringan tubuh tanpa maksud bunuh diri," nampaknya Dr. Yusuf
mencari bahasa yg mudah gue mengerti. gue dan Indra memperhatikan dengan
ekspresi ngeri. "kita coba untuk menghancurkan tubuh kita, tapi kita nggak bermaksud
untuk bunuh diri. beberapa perilaku menyimpang ini seperti memotong, membakar dan
ukiran kulit untuk mematahkan tulang, atau menempelkan pin dan jarum pada bagian
tertentu tubuh kita. biasanya tangan dan kaki jadi sasaran empuk penderita ini
melampiaskan keinginannya." nafas gue seperti tertahan di kerongkongan. bulu kuduk
gue mendadak berdiri. "saya baru denger ada yg kayak gitu Dok," komentar Indra. "kok
bisa...punya hobi ngelukain diri sendiri?" gue mendukung pernyataan Indra. "dia gila
tingkat tinggi ya?" Dr. Yusuf menggeleng. "penderita self injury ini normal. samasekali
nggak menderita kegilaan." "tapi kenapa bisa kayak gitu?"" "mereka melakukan self
injury saat pikiran mereka kalut, takut, pusing atau semacamnya yg sifatnya berlebihan.
karena menurut mereka, dengan cara ekstrim seperti itu bisa menenangkan mereka dan
membawa rasa lega. mereka menggunakan self injury untuk mencoba merasa lebih baik
dalam jangka pendek." gue dan Indra terdiam. kami hanya saling pandang keheranan
takjub, aneh dan tentu saja ngeri mendengar penjelasan tadi!! "terus..kami mesti gimana
Dok?" tanya gue. "lebih baik bicarakan dengan psikiater, karena ini bukan soal medis
belaka, faktor psikis lebih berperan dalam hal ini." gue benar-benar shock! kegilaan apa
ini?" mana ada orang yg mau melukai dirinya sendiri?" hanya orang-orang bodoh yg
nggak mensyukuri hidup. huuffftt.....gue terduduk di kursi depan kamar. sambil mencoba
membayangkan rasa sakit akibat melukai diri sendiri, diam-diam gue justru merasa lebih
baik kalau wanita itu adalah hantu... Part 15 "jadi gimana nih selanjutnya?" tanya gue
ke Indra sambil menatap tumpukan obat yg tadi diberikan dokter. Indra diam sebentar.
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"kita tunggu dia bangun dulu, baru kita bicarakan baik-baik apa yg harus kita lakukan."
jawabnya. potongan kain di kedua kakinya sudah diganti dengan perban oleh dr. Yusuf.
wanita berkaos kaki hitam itu kini jadi wanita "berkaos kaki" putih. dalam hati gue sendiri
nggak pernah menyangka kaos kaki hitam yg dipakainya ternyata untuk menutupi
bekas-bekas luka yg dibuatnya sendiri. muncul rasa iba sekaligus takut melihat sosok
wanita yg sekarang sedang tertidur di kasur. gue melangkah keluar kamar menuju
tembok balkon favorit gue. haah...betapa tadi gue masih meratapi kesedihan karena
kehilangan Eci dan beberapa jam terakhir pikiran gue tersedot ke wanita berkelainan
jiwa bernama Mevally. sekarang waktunya gue mengistirahatkan otak gue. gue duduk di
kursi kecil depan kamar yg gue taroh di sudut tembok balkon. sambil menjulurkan kaki
gue coba pejamkan mata. menikmati heningnya malam yg sejuk ini. "Ri," belum juga
lima detik gue pejamkan mata suara Indra terdengar memanggil di sebelah kiri gue
berada. "apa?" gue menoleh. "gue mau buang pakaian bekas tadi," katanya
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
mengangkat sebuah kantong hitam berisi pakaian berlumur darah yg tadi kami pakai
sebelum mandi. "sekalian beli nasi goreng. lo mau nitip?" "boleh tuh." sial, begitu
tersedotnya pikiran gue sampai-sampai gue lupa sejak siang tadi gue belum mengisi
perut. "pedes nggak" telornya dicampur apa dipisah?" tanya Indra lagi. "pedes tapi
telornya dipisah." itu adalah menu favorit gue kalau makan nasi goreng. ternyata Indra
masih belum hafal juga padahal gue sering nitip beli nasi goreng ke dia. "ya udah tolong
lo jagain cewek ini yah.." lanjut Indra lalu melangkah menuruni tangga. suara sandalnya
beradu dengan lantai keramik terdengar seperti sebuah irama yg memecah keheningan
malam ini. heyy...kok gue baru sadar yaa malam ini sepi banget nih kosan" pada
kemana para penghuni kamar yg biasanya begitu berisik dengan lagu-lagu dari speaker
mereka" sekarang malah suara jangkrik yg bersahutan menyanyikan senandung
mereka. dan tiba-tiba gue melihatnya! Echi! dia berdiri di depan tempat gue duduk!!
aah..itu di dalam pikiran gue aja. ketika gue buka kedua mata gue, nggak ada siapapun
di sana. hanya sebuah kekosongan yg begitu hampa. sama dengan yg gue rasakan
sekarang dalam hati gue. sangat menyakitkan rasanya mendapati kenyataan orang yg
kita cintai harus direnggut dengan cara yg begitu tragis. kadang gue menerka seperti
apa wajah "malaikat pencabut nyawa" yg sudah membuat gue merasakan sakit yg
sangat ini. dan jantung gue selalu berdegup kencang tanda emosi gue naik setiap
mencoba menerka hal itu. gue menarik nafas berat. ah, rasanya nafas gue selalu berat
setelah kehilangan Echi. entah apa yg harus gue katakan buat menggambarkan sakit
ini. gue hanya diam membiarkan otak gue bermain dengan bayangan-bayangan yg
berkelebat nggak jelas. entah sudah berapa lama gue terdiam saat sebuah suara
membawa gue ke alam sadar. "woii...malah molor di depan kamer!" suara Indra
mengagetkan gue. "eh, lo udah balik Dul. kok gue nggak denger suara lo ya?" "orang
tidur mana bisa denger suara?" Indra tertawa. dia menarik kursi dari depan kamar
nomor 21 dan menyeretnya ke dekat gue. "laper banget nih gue," katanya. "kok elo beli
tiga bungkus" lo mau makan dua?" tanya gue melihat jumlah bungkusan nasi di kantong
di tangan Indra. "gue beliin buat cewek itu. kasian dia juga laper gue yakin." kami mulai
menyantap nasi di tangan kami. ah, akhirnya perut gue terisi juga..rasanya seperti dua
tahun kelaparan! (lebay...lebay....) "udah jam sepuluh nih," gue mengecek jam di hp.
"tuh cewek belum bangun juga, dan gue yakin nggak akan bangun sampe besok pagi.
jadi gimana?" "kita tidur aja deh. besok gue kan shif pagi." "ya udah gue duluan yaa,"
gue buka pintu kamar gue. "eeh...mau kemana lo?" Indra menarik leher kaos gue. "kan
lo bilang kita tidur dul?"" protes gue. "tidur dimane lo?" "ya di kamer gue laah. masa di
kamer lo"!" "ide bagus. lo tidur di kamer gue." "lho, kok gitu" kan ada si Meva di sana"
lo mau temen lo ini diperkosa sama tuh cewek?"" "aje gile! otak lo isinya bokep mulu!"
Indra menepuk jidat gue. "tenang aja lo nggak akan diperkosa sama dia. paling juga
kepala lo dikuliti pake silet pencukur jenggot!" "ogah ah! gue tidur di kamer gue!" "ya
udin gue ikut." "dari tadi kek bilang lo numpang di kamer gue gitu..kan nggak perlu debat
nggak penting." "yaah...penting nggak penting serah lo aja dah." dan kami mulai mencari
tempat yg nyaman untuk mengirim kami ke alam mimpi. "eh, pintu kamer gue belum
ditutup." kata Indra. "ya udah tutup sana." "lo aja deh yg nutup." dengan terpaksa
akhirnya gue beranjak keluar hendak menutup pintu kamar Indra. wanita itu masih
tertidur di sana. gue sempatkan memandang wajahnya sesaat. hmm...manis juga
sebenarnya. dan wajah itu pun menghilang tertutup daun pintu yg gue tutup.. Part 16
"HUUAA.....JAM SETENGAH SEMBILAAN!!" setengah berteriak gue bangun dan
menatap jam dinding. "berisik. gue juga tau," kata Indra dengan santai sambil
kucek-kucek mata. "lo kok nggak bangunin gue dul?" "nih, lo liat gue juga masih ileran
noh.." dia menunjuk mulutnya. "gue juga baru bangun." gue pandangi lagi jam dinding.
berharap dengan begitu jarum-jarumnya akan berputar mundur. tapi gue tau itu nggak
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
mungkin. hari ini pertama kalinya gue bangun kesiangan di hari kerja. "santai aja lah
nggak usah dibikin panik," kata Indra lagi. dia rebahkan diri di kasur. "busett..kesiangan
gini malah nyantai"!" "terus mau ngapain" maksain berangkat" kebayang nggak gimana
bos lo bakal ngomelin plus maki-maki lo gara-gara dateng terlambat dua jam?" gue
diam. sepertinya gue mendapat pembenaran dari statement Indra. "so?" tanya gue
pelan. "tidur lagi." gue diam lagi. masih memikirkan mana yg lebih baik..memaksakan
berangkat dan mendapat 'kopi anget' dari bos yg galak atau melanjutkan tidur seperti
kata Indra. menganggap hari ini adalah hari kemerdekaan sehingga sekolah diliburkan.
"ngapain puyeng-puyeng" tinggal bilang aja kalo kita sakit. beres kan?" "sakit kan mesti
ada surat keterangan dari dokternya?" "halaaah...gampang itu mah. bayar sepuluh rebu
juga dapet kertas gituan mah." gue masih berpikir. "kelamaan mikir lo," kata Indra. "udah
lo tau beres aja. entar sore gue bikinin surat sakit buat elo." "serius lo dul?" "dua rius,
empat, lima, serebu rius gue jamin deh!" dia tertawa lebar. "asli nggak nih" gue kan
nggak pernah bolos gawe. gue nggak pengalaman kayak gituan." Indra mengacungkan
jempol tangannya. "tenang aja," katanya. dan terbujuk kata-kata Indra akhirnya gue
rebahan lagi di kasur. terlanjur kesiangan Ri, ngapain berangkat" kira-kira kalimat itu yg
menghibur gue dari kegalauan. maklum aja, selama enam bulan ini absen gue di kantor
sangat baik. baru kali ini gue nggak masuk. "eh, gimana sama si cewek itu?" mendadak
gue ingat Mevally. "mana gue tau" kan tadi gue udah bilang gue baru bangun. lo coba
cek deh ke kamer gue, jangan-jangan dia kabur." "kenapa sih kalo bagian yg kayak gitu
pasti gue yg kena?" "yaelaah.....timbang ngecek doang jual mahal amat lo" kagak ada
pahalanya pisan." "lo deh yg liat." "ya udah anggep aja tuh cewek masih ada di kamer
gue. beres kan?" 1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"ah, elo mah suka ngegampangin masalah." "lha, daripada gue bikin susah" pilih yg
mana hayoo?"" gue mendengus kasar. "iya..iya...gue yg ngecek." gue lalu beranjak
keluar menuju kamar sebelah. pintunya masih tertutup. dengan pelan gue buka pintu
dan mendapati wanita itu sedang duduk bersandar ke dinding kamar. sebagian
rambutnya menutupi wajahnya dengan mata terpejam. "hey, met pagii..." gue coba
menyapanya. hening. nggak ada jawaban. padahal gue yakin dia mendengar suara gue.
"met pagii Va.." gue ulangi salam gue. matanya terbuka. dan dia menatap gue. cuma
ada kengerian sendiri melihat tatapannya. gue tunggu dia menjawab salam gue. "kok
nggak jawab salam gue?" gue masih pura-pura menganggap dia nggak mendengar
suara gue tadi. "met pagi..." senyum di wajah gue hilang mendapati kamar tetap hening.
wanita itu belum mau mengucapkan sepatah kata pun. hanya sebuah tatapan tajam yg
nyaris menusuk menembus kepala gue. "bangun jam berapa tadi?" gue masih sok
ramah. malah sekarang gue duduk di tepi kasur. sh*t ! wanita ini masih membisu !
"sabar Ri...sabar......" gue dalam hati. gue alihkan pandangan dari matanya. aneh
memang ditatap dengan cara seperti itu. sambil berjaga-jaga siapa tau wanita ini
melakukan hal ekstrim, gue mengajaknya bicara lagi. "lo laper nggak" dari kemaren
belum makan kan?" gue ingat nasi goreng semalam yg membusuk di pojok kamar gue.
guys, dia masih clep diem! cewek macem apa sih sebenernya dia?"" "gue beliin
sarapan ya" nasi atau bubur?" aaaaarrrgggghh..!!! sumpah pengen banget gue getok
kepala tuh cewek! dia bener-bener nggak nanggepin gue yg udah cape ngomong"! "ya
udah gue beliin bubur aja ya," entah kenapa mulut dan hati gue nggak kompak banget.
gue bergegas ke kamar gue, cuci muka lalu turun keluar ke warung nasi langganan gue.
biasanya di sana juga sekalian jual bubur. tapi katanya buburnya udah habis jadi ya
terpaksa gue jalan ke depan gang ke tempat mangkal tukang bubur sop. dari sana gue
balik ke kamar membawa dua bungkus nasi uduk buat gue dan Indra, serta sekantong
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
kecil bubur sop buat cewek aneh plus nyebelin itu. "nih, silakan dimakan." gue
menyodorkan mangkuk berisi bubur dan segelas air dari dispenser. "kalo udah makan,
lo minum obatnya. nih obatnya." gue sodorkan bungkusan obat ke dekat mangkok.
"nggak perlu gue suapin kan?" canda gue. sepi. "ah, cape juga ngomong nggak
diladenin! serah lo deh!" gue kesal. gue masuk ke kamar gue dan langsung melahap
nasi uduk tanpa sela, menghiraukan ekspresi keheranan Indra. mending Ndra, lo cuma
heran. gue nih cape plus kesel daritadi ngomong nggak diladenin!! "dasar cewek aneh!"
omel gue dalam hati. Part 17 gue hirup rokok di tangan gue dalam-dalam.
"tumben-tumbenan lo ngudud Ri," Indra berkomentar setengah mengejek. siang itu gue
dan Indra duduk-duduk di tembok balkon menikmati 'bolos bersama' hari itu. "lo pikir gue
banci?" balas gue. "eits..jangan salah lo, banci juga ngudud." "ngudud beneran atau apa
nih" yg jelas dong kalo ngomong." Indra tertawa lebar. "itu mah hobi lo Ri." "najis, ogah
gue biar dibayar mahal juga." "jadi lo mau kalo nggak dibayar?" giliran gue yg tertawa.
"nggak usah bahas masa lalu lo deh," kata gue. saat itulah pintu kamar Indra terbuka
dan Meva keluar berjalan agak tertatih. perban di kedua kakinya pasti sudah
membuatnya tidak nyaman. "mau ke mana lo?" Indra bertanya padanya. "percuma
nggak akan dijawab," kata gue mengingatkan. "mau ke kamer gue." gue menoleh kaget.
bercampur kesal gue rasa. nggak salah nih cewek ngomong" apa gue yg tadi salah
denger yaa" ah, kali aja tadi gue berhalusinasi seolah denger dia ngomong. "lo
kebanyakan dosa sih.." Indra berbisik lalu tekekeh geli. gue hanya mencibir pelan.
"butuh bantuan?" kata Indra lagi pada Meva. "nggak perlu, gue bisa sendiri," jawab
Meva tanpa menoleh ke arah kami. beneran loh, cewek itu ngomong! gue dan Indra
saling pandang. "padahal kalo sama gue dia nggak mau ngomong loh," gue menggerutu
kesal. mata gue menatap lekat sosok wanita itu. dia akhirnya sampai di depan kamar
dan masuk ke dalamnya. "mumpung dia udah pergi, gue ganti seprai kasur dulu deh."
Indra bergegas menuju kamarnya dan sepuluh menit kemudian dia sudah kembali lagi
dengan gitar cokelat kesayangannya. "kayaknya bulan ini gue tekor nih," katanya. "mesti
beli baju sama seprai baru. gara-gara cewek itu." dia memonyongkan mulutnya ke arah
pintu kamar Meva. "tuh cewek pembawa sial kali yaa?" "ssstt...jangan kenceng-kenceng
entar dia denger marah lho." "iya gue pelanin deh suara gue," sengaja gue keraskan
volume suara gue. Indra seperti membisikkan kalimat 'bego lu!' tapi entahlah gue sendiri
nggak yakin karena biasanya dia bilang 'goblok lu!'. "kalo gue sendiri nggak mau men
judge terlalu dini soal cewek itu," kata Indra. "yg gue pikirkan sekarang adalah apa yg
harus kita lakukan sama dia. biar kita nggak kena dampak dari kebiasaan anehnya. gue
yakin dia masih punya kemungkinan buat nyerang orang-orang di sekitarnya." "tapi kan
dia cuma melukai diri sendiri" dokter sendiri yg bilang gitu kan?" "ya sapa tau aja gitu.
waspada bos, waspada." "kalo gue sih nggak takut dia akan nyerang kita. yg gue
takutkan gue nggak bisa nahan emosi gara-gara dicuekin sama dia!" "hahaha....itu mah
tergantung elo nya aja, kebanyakan dosa sih." "gue masih punya stok pahala banyak,


Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jadi tenang aja." "kalo dosanya lebih banyak ya percuma aja lah," Indra nyengir lebar.
"eh, tapi dia nggak sepenuhnya cuek kok. tadi gue ke kamer kan..bubur sama obatnya
udah dia makan tuh." "baguslah. ternyata dia bisa laper juga toh." rokok di tangan gue
habis. gue lempar asal-asalan ke bawah. "lo kasian nggak sih sama si Meva?" tanya
gue. "jelas gue prihatin lah. nggak kebayang deh kalo gue yg punya keanehan macem
itu. iiiihh....sumpah ngeri gue." "menurut lo kita mesti ngapain?" "ngapain apanya" ya
udahlah biarin aja toh dia bukan siapa-siapa kita kan" kenal juga enggak. tapi yg
namanya waspada ya tetep kudu dijaga. biar gimanapun kita yg paling deket sama
kamer dia. kamer sebelahnya kan udah pindahan." "pindah" Mang Eko sama istrinya
emang pindah kemana" kok gue nggak pernah liat mereka angkutangkut barang?" "ya
iyalah nggak akan tau, elo sih ngayap mulu. mereka udah lama pindah kok, dapet dua
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
bulan lah. katanya sih pindah ke Gempol gitu biar lebih deket ke tempat kerja." gue
mengangguk pelan. "by the way enaknya ngapain nih?" tanya Indra.
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"lo udah nenteng gitar kan" ya udah tinggal nyanyi aja." "lagu apa" request deh, terus
salamnya buat sapa aja?" "haha..lo kata request lagu di radio?" gue menyulut sebatang
rokok lagi. lumayan lah gratisan, rokok ini punyanya Indra. tiba-tiba gue teringat sesuatu.
"eh, lagunya Jamrud aja yg lagi tenar sekarang. lo apal kan?" "yg mana?" "yg ceritanya
jam dinding bisa ketawa tuh." "oh itu. gue tau kok, tapi lo yg nyanyi yaa." gue
mengangguk. Indra mulai asyik dengan gitarnya. gue pun bernyanyi. sambil nyanyi
sekali-kali gue lirik kamar Meva, berharap pintunya terbuka dan dia menghampiri tempat
ini. kayaknya lagu ini memang lebih cocok dinyanyikan duet bareng cewek. seperti
waktu malam itu.. hey..heyy...kan dia nyebelin" bikin kesel" kok bisa-bisanya gue
ngarepin dia nongol terus nyanyi bareng di sini" ah, bodo amat. gue lanjutkan
nyanyi-nyanyi sampai Indra nyerah dan memberikan gitar ke gue. "ngantuk ah," katanya
lalu menuju kamar gue. gue diam. nggak seru nih nyanyi sendirian. gue beranjak ke
kamar Meva. berdiri di depan pintu dan mengetuknya. nggak ada jawaban. gue ketuk
lagi. dan kali ini jelas terdengar suara di telinga gue. suara tangisan seorang wanita.....
Part 18 pintunya nggak dikunci. dengan mudah gue membukanya dan mendapati
cewek itu sedang duduk memeluk lutut di sudut kamar yg gelap dan pengap. gue
meraba-raba dinding mencari saklar lampu. "jangan nyalain lampu," kata Meva tanpa
menoleh ke gue. isaknya terdengar lirih di ruang kosong ini. "kenapa?" sahut gue.
telunjuk gue tertahan di saklar. Meva menggeleng. wajahnya masih terbenam di
lututnya. "ada yg mau lo ceritain" seenggaknya sedikit bercerita dengan orang lain
adalah lebih baik daripada dipendam sendirian," kata gue sok bijak. "bukan urusan lo."
"heh, lo pikir kalo ada seseorang yg dengan bodohnya nyoba bunuh diri di depan mata
lo, itu bukan urusan lo?" huh..mungkin lebih baik kemaren gue biarin lo mati tolol di
WC." kata gue dengan sengitnya. gue sengaja ngomong begitu untuk memancing
emosinya. kalau manusia normal, gue yakin dia akan mencak-mencak ke gue. tapi yaah
mungkin dia memang nggak normal kali yaa" nggak ada reaksi apapun dari dia. hanya
duduk dan terdiam. "come on guys..mau sampe kapan sih lo bisu gitu" cerita aja apa
masalah lo, siapa tau gue bisa bantu." dan seperti yg sudah terjadi sebelumnya, cewek
aneh ini tetap diam dalam bisu nya. rasanya gue mulai nyerah ngajak dia bicara. gue
putuskan keluar, menutup pintu lalu duduk di bawah jendela kamar. masih dengan gitar
di tangan, gue mulai bernyanyi. kalo lo pikir ini seperti cerita-cerita di film india, lo salah.
karena entah dapet ide darimana, gue bernyanyi dengan suara tinggi melengking dan
dengan nada yg sangat mengkhawatirkan. dan hasilnya" nggak butuh satu menit buat
Indra membuka pintu kamar dan melempar sandal tepat ke jidat gue tanpa sempat gue
menghindar. "kerasukan jin ifrit lo ye?"" serunya. gue hanya geleng kepala sambil
nyengir lebar. "semprul lo.!" katanya lalu menutup pintu. dan gue melanjutkan 'ritual'
gue. aneh memang saat kita bernyanyi tapi kita sendiri nggak kenal lagu apa yg
sedang dinyanyikan. kunci gitar asal-asalan ditambah suara sumbang, lengkap sudah
'penderitaan' mereka yg mendengarnya. "mau sampe kapan nyanyi kayak gitu?""
sebuah suara terdengar di atas kepala gue. gue menoleh ke asal suara. Meva nampak
muncul dari jendela yg kacanya belum sempat gue pasang lagi. "bukan urusan lo,"
jawab gue sekenanya. "lo udah ganggu ketenangan orang lain. lo bilang bukan urusan
gue?"" gue berdiri. menaruh gitar di lantai lalu bicara. "dengan nyanyi seenggaknya gue
bisa mencurahkan perasaan gue. itu lebih baik daripada mojok di kamer yg gelap."
"nyindir nih?" "sorry deh kalo lo ngerasa kesindir." "kenapa sih lo demen banget bikin
orang kesel?" "enggak papa, gue seneng aja. dengan begitu kan lo jadi mau ngomong
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
sama gue?" gue mengakhirinya dengan sebuah senyum lebar. Meva diam. gue lihat
matanya sembap karena menangis cukup lama. "ayo keluar. kita ngobrol di luar. di
dalem sumpek," gue menarik tangannya. "eh..eh...gue masih di dalem nih!" protesnya.
"sembarangan aja narik-narik orang." "oh, maaf gue lupa," padahal gue tadi sengaja.
Meva keluar dari kamarnya dan duduk di tembok balkon. entah kenapa kali ini gue
merasakannya lagi. perasaan yg enam bulan lalu pernah gue rasakan saat pertama kali
gue melihatnya. saat gue mainkan gitar dan dia bernyanyi di tengah malam. "Ari," gue
sodorkan tangan. "lo udah tau nama gue," katanya tanpa menghiraukan ajakan gue
untuk bersalaman. "ah iya...gue..baru inget," sumpah gue salah tingkah plus kesel.
malu juga sebenernya. tapi gue tetep coba jaga image. "jadi udah berapa lama?" tanya
gue. "apanya yg berapa lama?" "yaah..udah berapa lama nama lo Mevally?"
kedengarannya konyol banget yak ! "pertanyaan yg nggak perlu dijawab," kata Meva.
"mau minum?" "thanks. nggak usah basa-basi deh." "so, apa yg bikin lo sering nangis?"
"harus ya..nanya langsung ke intinya" nggak ada basa-basinya banget."
hhhhhh.....beneran kesel gue sama cewek yg satu ini!! "gue akui, gue bukan orang yg
pinter berbasa-basi. tapi gue jago lho ngasih julukan ke orang." "maksudnya?" Meva
kernyitkan dahi. "sejak pertama ketemu elo, gue udah punya julukan buat lo. lo mau
tau" karena belum tau nama lo, gue kasih lo julukan 'wanita berkaos kaki hitam'."
hahaha..(tertawa dengan hambar) "gue sekarang pake perban putih tuh." gue
perhatikan kedua kakinya yg dibalut perban. "kalo gitu julukannya wanita ber perban
putih.?" dia tersenyum kecil. wouw ini pertama kalinya gue bikin dia tersenyum.
keinginan yg sempat hinggap beberapa waktu yg lalu akhirnya kesampean. "sakit nggah
sih kaki lo?" kata gue. "lo mau nyoba menyayat kaki lo pake pisau cutter" nanti lo tau
sendiri gimana rasanya." gue menggeleng merinding. "ngebayanginnya aja ngeri gue,"
komentar gue. "lo nggak akan pernah tau sesakit apa rasanya sakit itu sebelum lo
ngerasainnya sendiri." "oiya" tapi kita nggak akan begitu sakit kan seandainya kita mau
berbagi dengan orang di dekat kita?" Meva terdiam. sejenak dia ayunkan kedua kakinya.
turun dari tembok lalu kembali ke kamarnya meninggalkan gue sendirian. Part 19 sore
harinya gue terbangun dengan wajah tertutup sebuah amplop putih kecil berkop tinta
biru. nampaknya amplop resmi dari lembaga tertentu, dan karena nyawa gue belum
sepenuhnya kumpul, gue taruh amplop putih itu di atas galon. sambil menggeliat
melemaskan otot gue mulai berfikir soal menu makan yg enak sore ini. baru saja gue
melangkah keluar kamar saat terdengar suara indra memanggil dari tembok balkon. "tuh
surat sakitnya tadi gue taro di muka lo," katanya.
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"oh, sembarangan aja lo naro barang gituan di muka gue. mending tuh amplop nggak
basah kena iler," gue melangkah dan duduk di kursi. "laper nih. udah beli makan
belom?" "udah barusan." "yaah nggak bisa nitip dong gue?" "skali-kali beli sendiri lah."
"busett...jahat amat lo. kan selama ini yg sering nitip tuh elo, gue yg jadi babu."
"pahala...ri...pahala. lo mau masuk surga kan?" "nggak gitu juga kali." indra tertawa. "eh,
si cewek aneh kemana?" tanyanya. "dari tadi gue nggak liat dia." "mana gue tau" kan lo
liat sendiri gue baru bangun?" "tau tuh, sejak gue bangun satu jam yg lalu gue nggak liat
dia di kamer gue." "berarti lagi di kamernya." "ngapain?" "pertanyaan bodoh yg nggak
perlu gue jawab." "kenapa?" "pertanyaan tolol yg nggak perlu gue jawab." indra diam.
"padahal kalo kakinya nggak cabik-cabik kayak gitu, dia seksi lho," katanya lagi. "lo suka
sama tuh cewek?" tanya gue menyelidik. "kagum man.. tolong lebih dibedakan antara
kagum dan suka." "dia cantik kok. ramah pula, sebenernya..kalo kita udah kenal deket."
"lo demen sama tuh cewek?" "sekali lagi lo ngajuin pertanyaan bodoh, gue jorokin lo ke
bawah." "yaelah...gitu aja pundung. kalo emang nggak ya udah nyantai aja lagi." "udah
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
ah gue cari makan dulu," kata gue melangkah turun. "gue titip sop buah ya?" teriak indra
saat kaki gue memijak anak tangga ke tiga. gue jawab dengan acungan jempol. ah, sore
begini asyiknya makan yg pedes-pedes. mie ayam langganan di depan gang selalu jadi
pilihan tepat buat menu kuliner sore. kali ini gue sengaja pesen yg pedes banget.
setelah mendapat pesanan indra gue mampir ke salahsatu warteg. gue beli nasi telor
karena gue pikir meva pasti belum makan. jadilah gue kembali ke kamar dengan tiga
bungkusan berbeda. "ciyee...perhatian amat lo," komentar indra melihat nasi bungkus
punya meva. gue melangkah menuju kamar meva. tiga kali gue ketuk pintunya nggak
ada jawaban, jadi gue putuskan langsung masuk dan mendapati meva sedang terlelap
di lantai dengan berbantal lengannya. "hei..hei...bangun," gue goyang-goyang bahunya.
"makan dulu baru lanjutin tidurnya." kedua matanya terbuka. dia terperanjat kaget
melihat gue di sebelahnya. "ngapain lo?" tanyanya penuh selidik. "gue belum
ngapa-ngapain kok, lo udah keburu bangun dulu. tidur lagi deh biar bisa gue apa-apain,"
canda gue. 'PLAKK!' sebuah tamparan mendarat telak di pipi gue. "busettt ! galak
bener non. gue kan becanda doang." meva memasang wajah nggak senangnya.
"becanda lo jelek," sungutnya. "ya udah nih," seraya gue serahkan bungkusan nasi telor
di tangan gue. "gue cuma mau ngasih ini aja. nih air minumnya, dan ini obat yg harus lo
minum. jangan lupa diminum obatnya." "lo mau ke mana?" tanya meva begitu gue
beranjak pergi. "balik ke kamer, daripada kena tampar lagi." "maaf...." gue hentikan
langkah. "lo bilang apa barusan?" kata gue. "maaf...soal yg tadi. gue memang suka
bereaksi berlebihan." "kalo kata maaf berguna, buat apa ada polisi?" "emang apa
gunanya polisi" maling aja banyak yg berkeliaran." gue pandangi matanya yg sayu.
takjub bercampur heran, ternyata cewek ini 'bisa' ngomong juga. "kalo butuh apa-apa ke
kamer gue aja," lanjut gue lalu mundur dan menutup pintu kamarnya. baru sedetik
tertutup tiba-tiba pintu terbuka lagi. "ari," panggil meva. "kenapa?" tanya gue. "thank's
buat nasinya." gue mengangguk. "thank's juga buat tamparannya," gue dalam hati...
Part 20 hari yg dingin kali ini diakhiri dengan hujan yg turun deras sejak petang. indra
sudah meringkuk di balik selimutnya yg hangat beberapa saat setelah hujan turun. gue
sendiri belum ngantuk, jadi gue putuskan malam itu duduk nonton televisi sambil otak
gue menerka-nerka kira-kira apa yg akan ditanyakan bos gue di kantor besok terkait
absennya gue hari ini. dan baru saja gue berhasil memunculkan bayangan bos gue
sedang memandang galak ke arah gue dari balik mejanya ketika pintu kamar indra
terbuka. "hei meva," gue buru-buru menoleh ke arah pintu. "eh, ng......kirain kalian tidur
di sebelah lagi kayak semalem," katanya. "emang kenapa?" "yaah gue pikir gue bisa
tidur di kasur lagi. hehehe.." "si indra udah tidur dari tadi. kalo mau lo bisa tidur di kamer
gue aja, di sana juga ada kasur." "lho, bukannya kamer lo yg ini ya?" gue menggeleng.
"ini kamer indra. kamer gue yg sebelah." gue berjalan ke pintu dan melewati meva. tiba
di depan pintu kamar gue berhenti. "tidur di kamer gue aja, biar nanti gue tidur di sini."
"eh, nggak usah lah. udah biar aja, gue tidur di kamer sendiri nggak papa." "maksud lo,
malem ini lo tidur kayak tadi sore tanpa kasur dan bantal?" meva mengangguk. sedikit
ragu. "udah biasa kok," katanya pelan. "jangan dibiasain." "mau gimana lagi"
keadaannya emang kayak gitu kok." "itulah salahnya. jangan biarkan keadaan
mengalahkan kita. kita yg harus mengalahkan dia," gue membuka pintu kamer gue. "gue
janji nggak akan masuk kamer ini selama lo ada di dalem. tenang aja." "udah lah biasa
aja sih. nggak perlu repot-repot, biar gue tidur di kamer sendiri. gue nggak enak
ngerepotin lo mulu." "sedikit ngerepotin tapi kalo ikhlas nggak masalah kok." "gue tidur
di kamer sendiri." agaknya dia memaksa. "oke," gue masuk kamer lalu melipat kasur
menjadi satu tumpukan besar. "mau diapain tuh kasur?" meva melongok dari pintu. "gue
pindahin ke kamer lo." "eeh...nggak perlu, nggak perlu. oke gue tidur di sini." meva
masuk dan mendorong gue menurunkan kasur yg sempat gue angkat. "oke silakan
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
menikmati mimpi yg indah nona.." gue melangkah mundur. "anggep aja kamer sendiri."
"nah, lo sendiri mau ke mana?" "bawel. ya ke kamer indra lah, masa mau bareng tidur di
sini?" "enggak, maksudnya kok buru-buru amat" masih jam tujuh nih, gue juga belum
ngantuk." "mau kopi?" meva menggeleng. "teh anget?" tanya gue lagi. "boleh,"
jawabnya. "ujang gini asyik tuh minum teh anget." "kalo gitu silakan bikin sendiri. teh
sama gulanya ada di kaleng di samping dispenser," gue menunjuk ke sudut kamar.
"jangan lupa nyalain dulu pemanas dispensernya."
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"gue bikin sendiri gitu?" protes meva. "yaelaah...timbang teh gituan aja masa kudu
dibikinin sih" lo kan cewek?" "apa hubungannya cewek sama bikin teh?" "ya biasanya
yg cekatan bikin kayak gituan kan cewek?" "nggak mau. lo aja deh yg bikin teh nya."
gue kernyitkan dahi. "kok malah gue?" gue juga protes. "kan elo yg mau minum teh?"
"ya udah deh nggak jadi. gue udah nggak tertarik," dia memasang wajah cemberut. gue
mendengus pelan. ni cewek masih aja nyebelin. gue jadi penasaran apa dia emang
ngeselin sejak lahir" gue masuk dan melangkah mendekati dispenser, menyalakan
Strangers 1 Pendekar Rajawali Sakti 187 Penghuni Kuil Emas Dua Cinta 5

Cari Blog Ini