Ceritasilat Novel Online

Sepasang Kaos Kaki Hitam 2

Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama Bagian 2


pemanas, lalu mulai menuang gula dan memasukkan teh celup ke dalam gelas kosong
tanpa air. "lo sendiri nggak bikin?" tanya meva ketika gue menyodorkan segelas teh
manis hangat yg baru saja gue buat. "gue lagi nggak pengen," jawab gue pendek. meva
berhati-hati sekali meminum teh yg masih mengepulkan asap ke wajahnya. "lo mau
langsung tidur?" tanya meva. gue menggeleng. "kalo gitu kita ngobrol aja sambil duduk
di luar," ucap meva. dia keluar dan duduk di tembok balkon. gelas teh hangat ditarohnya
di sebelahnya. gue sih ngikut aja. meva duduk di tembok balkon, sedikit demi sedikit
meminum teh manisnya sementara gue berdiri bersandar pada tembok. kami menikmati
dinginnya angin yg berembus dingin. "thanks ya tehnya manis, gue suka," katanya. gue
mengangguk pelan. gue amati baik-baik wajahnya. masih ada kemuraman di raut
mukanya. "kalo boleh tau, lo gawe dimana?" gue beranikan diri bertanya. "gue kuliah
kok di UN**KA, semester empat." "ooh.. lo asli sini?" "bukan, gue lahir dan besar di
Padang." "wah, kok bisa nyasar ke Karawang?" "namanya juga orang nyasar, bisa
kemana aja kan?" dia tersenyum simpul. "lo sendiri orang mana?" "gue dari sebuah kota
kecil di Kalimantan." "rasanya gue nggak perlu tanya kenapa lo bisa ada di sini kan?"
dan kami tertawa kecil. malam itu kami berdua mengobrol tentang asal-usul kami, cerita
masa kecil dan masa-masa sekolah dulu, serta beberapa motivasi yg gue kejar di
perantauan ini sambil diselingi candaan segar dari meva. seperti sudah gue duga, meva
memang orang yg menyenangkan. dia pintar mencari bahan pembicaraan. memang
baru sebatas perkenalan nggak formal tapi well, malam ini cukup menyenangkan
mengobrol ditemani rintikan hujan. lama kami ngobrol sampai lupa waktu. kami baru
tidur saat malam mulai beranjak pagi... Part 21 entah sudah berapa lama gue duduk di
atas kursi ini. sebaik apapun pembawaan gue dan seceria apapun keadaan di sekitar
gue, toh tetep aja masih ada separuh hati gue yg menangis. kehilangan echi
benar-benar satu pukulan telak yg nggak bisa gue elakkan. terlalu sakit buat
meyakinkan hati bahwa ini akan berlalu seperti satu detik yg baru saja terlewati. dan
terlalu dalam perasaan yg telah tumbuh di hati untuk menganggapnya berlalu. "gue
udah ikhlasin dia kok," kata gue menanggapi pernyataan indra yg ingin gue segera
mengikhlaskan echi. "ya udah kalo emang ikhlas, jangan terlalu dibawa sedih terus.."
ujar indra. "kasian echi di sana." indra kepulkan asap putih dari mulutnya dan
membubung tinggi lalu lenyap tertelan dinginnya malam. dua isapan lagi dan rokok di
tangannya sudah mendekati ujung. "lagian kayaknya sekarang lo udah dapet gantinya
echi," indra melirik pintu kamar meva. "ah, terlalu cepet buat gue nyari pengganti dia.
susah dul nyari ganti cewek yg udah gue sayang banget.." "mending gitu daripada
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
nggak dapet samasekali, iya khan?" gue hanya nyengir sedikit. "meva cakep kok kata
gue," komentar indra. dia membuang puntung rokoknya. "iya tau. gue masih normal
kali." "wedeew.....gue pikir loe udah kehilangan selera ama cewek. kadang gue suka
takut lho, suatu hari nanti lo nembak gue.?" dan kami berdua tertawa lebar. "sialan loe.
biar gue homo juga gue pilih-pilih kali. hahaha..." "wah berarti gue parah dong sampe
cowok aja ogah sama gue." "begitulah elo dul. haha.." "udah ah," indra menengok
arlojinya. "udah mau jam delapan. gue berangkat gawe lah." indra masuk ke kamarnya
dan keluar dengan seragam lengkap. "di bawah tivi ada mie instan tuh, lo masak aja
kalo laper," katanya. gue mengangguk. "eh iya, gue abis beli kaset baru tuh. tonton gieh
semaleman sampe puas." dia tertawa kecil. "iya, udah berangkat sana." "oke oke.
kayaknya loe seneng banget gue pergi?" gue lempar sandal tapi meleset. "udah
berangkat sana, telat kena marah bos lo." "iya iya gue cabut dolo." dan kurang dari
semenit kemudian gue mendapati diri gue seorang diri di beranda. ya, gue memang
lebih sering sendiri di sini. kalo indra shif malem, gue cuma punya beberapa jam buat
ngobrol-ngobrol sepulang gawe, sampe dia berangkat gawe. sementara meva, seperti
biasa, sudah beberapa hari ini gue nggak melihat dia. nampaknya dia mulai lagi dengan
kebiasaannya yg suka "menghilang". setelah beberapa hari sempat rutin ngobrol di
tembok beranda yg menghubungkan kamar kami, gue kembali merasakan sepi. dan
kesepian selalu membuat gue merasa semacam sentimentil yg membawa gue dalam
kesedihan. sudah berhari-hari gue perhatikan pintu kamar meva tidak pernah terbuka.
itu yg membuat gue yakin dia "menghilang", seperti biasanya. semenjak gue kenal dekat
'cewek aneh' ini, meva selalu menyempatkan ngobrol bareng gue sepulang gue kerja.
itu kalo dia lagi ada di sini, kalo lagi pergi (gue selalu lupa menanyakan hal ini ke dia) ya
begini inilah gue. sendiri dan sepi. tapi gue pikir gue akan terbiasa dengan kesendirian
ini. maka alangkah terkejutnya gue ketika tiba-tiba saja sosoknya muncul di atas tangga,
sambil membawa beberapa kantong plastik yg nampak seperti belanjaan. gue sempat
mematung di kursi menatap ke arahnya. "lagi ngapain?" tanya meva ramah. "duduk,"
jawab gue. dalam hati gue bersyukur karena malam ini gue bakal punya temen ngobrol.
meva, khas dengan stoking hitamnya, berjalan mendekat ke gue, menaruh semua
kantongnya, lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menatap lekat
gue. "ngapain lo?" gue sedikit protes dengan tatapan matanya. "berdiri," jawabnya
pendek. gue mendengus pelan. "nggak enak kan dapet jawaban kayak gitu?" meva
mencibir. "iya sorry," kata gue. "bawa apaan tuh?" gue menunjuk kantong di lantai. "tadi
abis belanja di minimarket. oh iya, lo udah makan belom" gue beli mie ayam tuh buat
lo." "yaah...barusan aja makan tadi abis isya." "waduh, jadi gimana nih mie ayamnya"
gue sengaja beli buat lo." "ya udah lo makan aja." "gue juga barusan makan, masih
kenyang ah." "lagian lo sih sok baek pake beliin gue mie." "yaelaah sekali-kali dapet
pahala boleh lah." "emang darimana lo malem-malem gini baru balik" udah kemaren
pergi nggak bilang-bilang lagi." "hadeuh..baru juga jam delapan, ri." meva menunjuk
arlojinya. "ehem..lo kangen ya sama gue?"
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
gue kernyitkan dahi. "iya kangen mau nimpuk lo pake sendal," cibir gue. "ciie...ciiee....."
godanya sambil kerlingkan mata ke gue. dan dia pun tertawa. "eh iya, gue minta tolong
dong.." "tolong apaan?" "gue udah pindahin barang-barang dari kosan yg dulu ke kamer
ini. bantuin gue beresin kamer gue ya?" "ooh..kapan?" "sekarang atuh," dia menarik
tangan gue. tiba di kamarnya, ternyata benar, ada beberapa tambahan perabot kamar
yg sebelumnya nggak pernah gue lihat. dan setelah beradu argumen antara 'besok' dan
'sekarang' akhirnya malam ini gue habiskan dengan beres-beres kamer dan diakhiri
dengan makan mie bareng meva.... Part 22 "woi Ri...bangun woii................" sebuah
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
suara di pagi hari membangunkan gw dari tidur. "sapa sih?"" gw menggerutu tanpa
pedulikan orang itu. "ganggu orang tidur aja." "busett dah ni anak susah amat
bangunnya," suara cewek. Tepat di samping gw. Gw yakin pasti si Meva. Dia
mengguncang bahu gw beberapa kali. "kan lo janji mau bantu gw beresin kamer"
Bangun laaah......" "............................" "bener-bener dah ni anak kayak kebo tidurnya!"
"entar deh siangan aja...." kata gw dengan malasnya tanpa bergerak sedikitpun dari
posisi tidur gw. "sekarang aja siih," dia mulai merengek. "nanti siang gw ada kuliah..."
"ya udah kalo gitu kuliahnya sekarang aja, biar siangnya bisa beres-beres kamer," gw
masih bertahan di balik selimut. "enak aja. Emang pangkat gw apa bisa ngatur-ngatur
jadwal kuliah?" "cuti, cuti. Bisa kan?" "iiih....lama-lama lo nyebelin. Buruan bangun! Kalo
nggak gw bakar dah ni kamer lo." "bakar aja gak papa........."
"Aaaarrrriiiiiii.................................. ..........." dia kembali mengguncang bahu gw, kali ini
dengan keras. "BA-N-G-U-N!!" "iya iya gw bangun!" gw sibakkan selimut dari tubuh gw.
"nah, gitu dong," seru meva senang. "namanya janji itu harus ditepati. Inget janji adalah
hutang." "................................." "yah, dia malah tidur lagi," meva mengomel lagi. "ayo lah
bangun!" Gw balikkan badan menghadap ke arahnya. Dengan mata masih setengah
terpejam gw paksakan untuk duduk. Gw ingat dua hari yg lalu memang janji akan
membantu Meva berbenah kamarnya. Dia memang baru pindahan dua malam yg lalu.
"masih ngantuk Va......" kata gw sedikit memelas. "cuci muka biar nggak ngantuk,"
nampaknya cewek ini tetep keukeuh gw harus bantu dia pagi ini. "masih pagi nih. Nggak
bisa entar-entaran yah?" pinta gw. "sekarang udah jam delapan, Mas.....udah siang!"
"jam delapan masih pagi atuh. Setengah jam lagi deh ya abis itu gw beneran bangun
deh. Ya ya ya?" dan tubuh gw kembali ambruk ke kasur. "lagi-lagi tidur," Meva
menggerutu. "baru tau gw ternyata lo susah amat bangunnya." Gw rasakan pipi gw
ditepuk-tepuk. "bangun lah ri, dua jam lagi gw udah harus udah ada di kampus." Gw
bergeming. Dan tepukan di pipi gw semakin keras. Sekarang malah sudah pantas
disebut tamparan. "sakit Meva!!" gw bener-bener bangun sekarang. Duduk sambil usapi
pipi gw yg merah. "hehehe....." Meva nyengir lebar. Hebat sekali dia! Tanpa sedikitpun
bersalah dengan santainya dia tertawa setelah menampar gw. "makanya bangun coba.
Tuh gw udah bikinin teh anget." "lain kali nggak pake tamparan ah," protes gw.
"hehe..iyah maap, ya abisnya loe susah amat sih bangunnya" Terpaksa gw pake
kekerasan deh." Gw mencibir. "udah cepet cuci muka sana. Muka lo jelek amat kalo
baru bangun tidur." Dengan masih menggerutu gw beranjak ke kamar mandi. Sekedar
cuci muka lalu keluar kamar. Meva sudah ada di kamarnya. Sebenernya males banget
sumpah, hari Sabtu bangun pagi kayak gini. Gw biasa bermalas-malasan dan memilih
bangun lebih siang kalau hari libur seperti ini. Tapi yah mau gimana lagi, gw terlanjur
janji ke Meva bakal bantuin dia berbenah kamarnya hari ini. Dua malam yg lalu, Meva
memang baru saja memindahkan sebagian barang miliknya dari kosan yg lama. Gw
baru tau ternyata selama ini dia menyewa dua kosan. Satu di sini dan satu lagi di daerah
Gemp*l. Dan dia sering bolak-balik kedua kosannya ini karena memang bosan. Tapi
jujur aja, selama ini gw nggak pernah menyinggung atau mempertanyakan soal
kebiasaan anehnya yg gemar melukai diri sendiri. Gw takut ini akan merusak mood nya,
dan malah nanti akan mendorong dia melakukan lagi hal aneh dan ekstrem itu. Biarlah
gw anggap dia cewek normal aja. Gw pura-pura nggak tau tentang keanehan dalam
dirinya. Dan memang dia normal kok. Sebagai teman ngobrol dia asyik dan nyambung
diajak bicara, Cuma memang ada beberapa momen gw temui dia tengah melamun
seperti biasa. Kalo udah kayak gitu, bahkan kebakaran pun mungkin nggak akan
mengalihkan perhatiannya. Entah hobi atau memang tuntutan profesi. Hehehe.... "Ri,
sini deh.." panggil Meva dari dalam kamarnya. "ada yg bisa gw banting?" gw masuk ke
kamarnya. Masih kamar yg sama, kamar yg gelap dengan lampu penerangan yg
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
remang-remang, sama seperti pertama gw masuk ke kamar ini beberapa waktu yg lalu.
"menurut lo kasur ini enaknya ditempatin di mana ya?" Meva berdiri di sudut kamar, di
sebelah kasur yg terlipat di sudut lain kamar. "dimana aja boleh," komentar gw. "asal
jangan di kamer mandi aja." Meva melotot ke arah gw dengan tatapan 'gw kan nanya
serius"!' "di situ aja deh," gw menunjuk tempat dia berdiri saat ini. "ya udah, sok atuh
gelar kasurnya," dia berjalan ke arah gw. "kenapa mesti gw" Kan elo sendiri bisa?"
"kenapa mesti gw" Kan elo udah janji mau bantu gw?" "gw emang janji ngebantu Neng,
bukan jadi pembantu." "udah, sama aja. Buruan kerjain," Meva mendorong gw ke tempat
kasur. "huh, kerja rodi ini mah." Omel gw. Tapi gw kerjakan juga memindahkan kasur ke
tempat yg gw tunjuk tadi. Selain lampunya yg tetap redup, kamar ini memang sedikit
mengalami perubahan dengan penambahan beberapa perabot semacam galon dan
dispenser. Ada juga lemari kecil tempat baju, dan beberapa piring dan gelas untuk
makan dan minum. Sebuah tas punggung tergeletak di dekat pintu, dan beberapa buku
tambahan jug tergeletak begitu saja di sebelahnya. Dibandingkan dulu yg hanya ada rak
buku, kamar ini jelas lebih padat sekarang. Acara hari ini adalah nyapu dan ngepel
kamer dan membersihkan kamar mandi. Dan itu semua gw yg kerjakan sementara si
Meva duduk manis memperhatikan pekerjaan gw! Memang hebat cewek yg satu ini!
Hah"! "oke deh, semua udah selesai. Gw kuliah dulu yaa.." kata Meva. "udah jam
sembilan lewat nih." Gw cuma bisa melongo melihat cewek ini mengepak buku-bukunya
ke dalam tas. Hari ini lo nyebelin banget! Gw udah dipaksa bangun pagi, cape-cape
ngerjain sendiri dan setelah semua beres, lo maen tinggal kabur aja! Bener-bener dah
ini cewek.............!! "nah, terimakasih lo udah bantu gw beresin kamer. Sekarang gw
berangkat yaa," Meva melambaikan tangan dan beranjak keluar. "tunggu dulu," gw
menahannya di depan pintu. "ya?" "lo mau berangkat?" tanya gw. Meva mengangguk.
"udah gitu aja" Lo maen pergi aja setelah gw beresin kamer lo?"" "agenda hari ini
emang itu kan" Inget..janji adalah hutang." Gw menarik nafas panjang. Kesel bener gw,
sumpah! "ya udah berangkat sana," kata gw akhirnya. Meva tersenyum. Senyuman
manis yg dulu pernah gw idam-idamkan. Dia benar-benar tersenyum untuk gw. Tapi
kekesalan gw pagi inis edikit merusak senyumnya di mata gw.
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"daah....." ucapnya lalu bergegas pergi. Gw cuma bisa mengomel dalam hati. Yaaah,
sudahlah....mau diapain lagi. Gw tutup pintu kamar Meva dan beranjak ke kamar gw.
Lebih baik gw melanjutkan tidur sampe malem......... Part 23 Tadinya gw pikir gw baru
akan bangun setelah 1000 tahun setelah seorang puteri mencium gw, tapi baru
setengah jam gw terlelap (itupun sudah dengan susah payah) ternyata suara berisik dari
luar berhasil membuat gw terjaga. Pengapnya kamar juga membuat gw sesak bernapas.
Maka gw putuskan segera keluar dan duduk di tembok balkon dengan rambut dan
wajah masih acak-acakan. Indra sedang duduk di depan pintu kamarnya, dan Pak Haji
sedang berbincang bersama seorang pria di depan pintu kamar nomor 20, kamar
kosong yg ditinggalkan oleh pasangan suami istri yg dulu menghuninya. Nampaknya
pria itu akan jadi penghuni baru di kosan ini. Pria berambut ikal dengan kumis dan
jenggot lebat serta berkacamata. Hampir sebagian wajahnya tertutup rambut-rambut
dari kedua jambangnya. "Siapa tuh dul?" tanya gw ke Indra yg berjalan mendekat.
"orang baru," katanya seraya duduk di sebelah gw. "gantiin Mas Harjo." "ah, tapi tetep
aja bakal sepi seperti biasanya. Liat aja dua kamar di seberang kita, udah kayak nggak
ada penghuninya aja. Mereka nggak pernah bersosialisasi sama kita-kita ya?" "mereka
pada sibuk. Wajarlah, gawe di pabrik otomotif macem gitu, pasti lemburannya kenceng,"
dia mengambil sebatang rokok dan menyulutnya. "kadang gw suka iri sama mereka
berdua, pasti asyik yah punya gaji gede." "tapi lo mesti ngorbanin banyak waktu lo,
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
kayak mereka ini. Lo mau?" "yaah...kalo Sabtu-Minggu masih libur sih oke aja gw mah.
Yg penting duid banyak." "yaelaah...syukuri aja apa yg ada dul." "haha.. iya sih, gw
segini juga udah bersyukur banget dapet gawean. Temen-temen angkatan gw aja masih
banyak yg nganggur." "gw juga ngerasa beruntung bisa nyampe sini. Di kota kelahiran
gw lapangan pekerjaannya nggak seluas di Jakarta ataupun di sini. Makanya sejak awal
kuliah dulu gw udah tekadkan untuk ngerantau. Jauh dikit dari orangtua gak papa lah
asal lebaran bisa balik." "eh, pacar lo itu asli mana sih?" "pacar yg mana?" "gebetan
baru lo itu, si cewek aneh. Anak mana dia?" "bujug buneng, sejak kapan gw jadian sama
tuh cewek?" "tapi keliatannya lo deket banget sama Meva." "deket bukan berarti jadian
kan?" "yaah....kali aja entar kalian bisa jadian." Gw tertawa pelan. "gw terlalu sayang
sama Echi, dul. Susah banget ngelupain dia." "yaaah mulai lagi deh ngomongin ini."
Indra menggaruk kepalanya. "kenapa sih lo terlalu sentimentil gitu?" "namanya orang
ditinggal pacar gimana sih" Lo belum pernah ngerasain ini sih......" "gw emang nggak
pernah ngerasain ditinggal pacar, tapi gw tau gimana kehilangan yg lo rasain. Sejak
SMP gw ditinggal bokap gw. Seenggaknya gw tau gimana rasanya ditinggal mati." "udah
ah, jangan bahas ini." Gw menggeliat melemaskan otot. Di depan kami Pak Haji dan pria
itu nampak turun ke tangga. Dari pembicaraan yg sempat gw dengar upanya mereka
sudah menemukan kesepakatan dan si pria akan mulai tinggal di kamar itu nggak lama
lagi. "gw tidur dulu ya" Dari balik gawe semalem gw belum tidur nih. Mumpung libur bisa
seharian ngebo. Hehehe..." dan Indra berjalan ke kamarnya. Tuh kan, gw sendirian
lagi... huh, mungkin gw memang ditakdirkan untuk selalu sendiri. Iseng gw berjalan ke
kamar Meva. Di depan pintu gw hentikan langkah. Pemilik kamar ini pasti masih sibuk di
kampusnya. Secara baru satu jam yg lalu dia pergi. Gw buka pintu kamar dan masuk ke
dalamnya. Berdiri memandang berkeliling memperhatikan hasil kerja gw barusan, lalu
gw duduk di tepi kasur. Kenapa sih tuh cewek seneng banget gelap-gelapan di kamer"
Gw pernah sarankan ganti lampunya dengan lampu freon tapi Meva menolak dan ingin
mempertahankan lamu kusam di kamarnya ini. Lalu pandangan gw beralih ke lemari
kecil tempat dia menyimpan pakaiannya. Gw ingat benar waktu Meva membenahi lemari
itu, ada banyak stoking hitam yg biasa dipakainya. Bener-bener, meskipun gw udah
lumayan kenal dekat, tetep aja Meva merupakan sosok misterius di mata gw. Gw yakin,
banyak yg nggak gw tau tentang cewek yg satu ini. Dan pandangan mata gw tiba-tiba
terpaku ke tumpukan buku di samping dispenser. Mendadak gw pengen tau anak Sipil
kalo kuliah belajar apa aja ya.. gw ambil buku paling atas di tumpukan. Sebuah buku
tulis besar tapi tidak terlalu tebal. Sesuatu jatuh dari dalamnya saat gw membuka
halaman pertama. Secarik kertas warna abu-abu. Mirip potongan dari sebuah surat
kabar. Gw ambil kertas kecil itu. Memang potongan dari sebuah halaman surat kabar.
Tapi bukan surat kabar biasa. Ini surat kabar berbahasa Inggris. Di bagian paling atas
potongan itu terdapat judul "Children of God". Dan di bawahnya tampak wajah seorang
pria bule, tua dan berjanggut putih. "hebat juga tuh cewek bacaannya koran Inggris," gw
tersenyum kecil. Gw taruh lagi potongan kertas itu ke dalam buku. Gw nggak mau
menimbulkan kecurigaan dengan mengacak isi kamar ini. Saat gw buka lembar ke tiga
buku itu, terdapat potongan surat kabar lagi. Kali ini kertasnya tertempel di halaman
buku. Buku ini pasti adalah kliping, kata gw dalam hati. Tap anehnya lagi-lagi gw
menemukan kata "Children of God" di judul potongan surat kabar itu. Beberapa gambar
tampak kumpulan orang sedang menyembah sesuatu, dan seperti seseorang yg sedang
berdiri di tengah ruangan dengan kaca berukir mozaik layaknya sebuah gereja. Di
halaman lain gw menemukan sebuah artikel berjudul "Anak-Anak Tuhan Mulai Masuk ke
Indonesia". Dan gambar pria tua berjanggut putih kembali menghiasi gambar penjelas
dari artikel ini. Di bawah gambarnya ada kalimat "David Berg, pendiri Children Of God".
Gw buka lagi lembar berikutnya dan kali ini sebuah artikel berjudul "The Family Was
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Exist". Karena gw nggak begitu ahli berbahasa Inggris, butuh empat sampai lima kali
buat gw mencoba menterjemahkan kalimat di artikel itu. Tapi tetap saja gw nggak
paham dengan isinya. Pandangan mata gw tertuju pada sebuah majalah berbahasa
Inggris yg tergeletak di bawah buku yg gw ambil. Lagi-lagi wajah pria tua itu gw lihat, di
cover depan terpampang sebagai sampul majalah, dan gw sangat tertarik dengan tajuk
majalah itu : "Children of God". Gw nggak begitu hafal isinya, tapi ada satu kalimat yg
menarik perhatian gw. Bunyinya kurang lebih seperti ini : In the quitness of your
chamber when you're alone, you can tell Me you love Me and you can show Me you love
Me. For this intimate and special way of loving Me... Kalimat itu banyak muncul di
beberapa halaman. Entah apa arti kalimat itu, gw nggak begitu tetarik. yg pasti gw
sendiri memang bukan kutu buku y hobi baca, apalagi bacaan yg aneh-aneh macem ini.
Gw tutup majalah dan gw taruh lagi di tempatnya sebelum gw ambil. Gw samasekali


Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nggak mengerti dengan artikel-artikel yg dikoleksi Meva. Selera baca yg aneh, menurut
gw. Dan setelah ini gw benarbenar yakin bahwa cewek yg satu ini memang benar-benar
aneh....................... Part 24 Gw tetap terjaga sampai malam tiba. Dan seperti
malam-malam sebelumnya, malam minggu ini gw cuma duduk di balkon sambil bermain
gitar. Indra tadi sempat mengajak bermain PS tapi gw akui gw nggak ahli dalam bermain
game seperti itu. Indra sudah tenggelam di depan layar tivinya beberapa saat setelah
maghrib. Malem ini suasana kosan terbilang ramai. Dua kamar yg nyaris selalu kosong
karena penghuninya lembur, sekarang terbuka lebar dengan alunan lagulagu remix
terdengar nyaring dari salahsatunya. Sedang asyik bernyanyi terdengar suara langkah
kaki menaiki tangga. Dan sesuai dugaan gw, Meva muncul dari tangga. Dia tersenyum
begitu melihat gw. Tapi jujur saja gw masih kesal soal tadi pagi. "malem minggu nggak
ngapel Ri?" tanyanya dengan nada riang. Gw sengaja acuh dengan pertanyaannya. Gw
berpura-pura menyibukkan diri dengan nyanyian. "hallooo.........." dia todongkan wajah di
depan wajah gw dengan jarak yg sangat dekat. "ada orangnya nggak nih?" "lagi keluar,"
jawab gw pendek. "yaah padahal saya ada perlu penting Pak. Mau nraktir makan orang
yg namanya Ari." "oh..ada, ada. Saya sendiri." Meva tertawa. "hadeuh......giliran makan
aja nyaut," dia menepuk pipi gw pelan lalu beranjak ke kamarnya.
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"kemana lo?" Katanya mau nraktir?"?" "enggak jadi, kan tadi katanya lagi keluar."
Jawab Meva tanpa menoleh ke gw. Di depan kamar dia berhenti, lalu balikkan badan.
"tadi pas gw pergi lo masuk kamer gw yaa?" tanyanya menyelidik. "eh, enggak. Ngapain
juga gw ke kamer lo" Nggak ada kerjaan banget." Gw bohong. "yah sapa tau lo iseng
gitu, terus nyuri daleman gw lagi." "anjrid,,emang gw cowok apaan nyuril gituan" Masih
banyak yg lebih berharga buat dicuri." "hehe.. iyah gw becanda. Gitu aja sewot ah!" lalu
dia berbalik lagi dan masuk ke kamarnya. Belum ada setengah menit dia keluar lagi ke
tempat gw duduk. "udah makan belum lo?" tanyanya. "gw lagi keluar, kalo mau nraktir
entar aja next time." "ciie ilee.... lagu lo kayak orang penting aje." Meva memukul bahu
gw pelan. "mau makan gratis nggak nih" Mumpung gw lagi baek hati." "serius nggak
lo?" "waduh, lo meragukan gw nih. Masa kayak gituan aja gw bohong" Mau nggak?"
"oke deh, bentar gw taro gitar dulu." "eh, temen lo mana" Sekalian aja ajak dia." "lagi
maen PS di kamernya," jawab gw dari dalam kamar. "lo tanyain sendiri aja." "ogah ah, lo
aja." "kenapa mesti gw mulu sih?" gw keluar kamar. "ya udah.. ya udah, kalo nggak mau
ya udah kita berdua aja deh. Buruan, gw laper nih." "gw tanya dulu deh," gw masuk ke
kamar indra. Dia sedang asyik bermain balap mobil. "mau makan nggak?" tanya gw. "lo
mau ke warung?" indra balik tanya tanpa mengalihkan pandangan dari layar tivi. "gw
makan di sana. Si Meva yg nraktir, kalo mau makan gratisan ikut kita yuuk." "oh, sama si
aneh itu. Ya udah lo berdua aja deh. Gw nitip dibungkus aja ya?" "bener lo nggak mau
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
ikut?" "lagi nanggung seru nih." "ya udah. Kayak biasa kan?" "iiyaaa.....jangan lupa kasih
sambel pedes yah." "oke." Meva sudah menunggu di ujung tangga. "gimana" Temen lo
nggak ikut?" tanyanya. Gw menggeleng. Dan akhirnya kami berdua pun berjalan
menuruni tangga. Ternyata di luar lumayan dingin. Gw suka heran, kalo siang kota ini
kerasa panas banget, tapi begitu malam panasnya seolah hilang berganti dingin yg
kadang menusuk tulang. Kami berjalan menyusuri jalanan yg sepi. Maklumlah, ini bukan
jalan utama, dari sini ke jalan raya jaraknya lumayan jauh. "eh, tumben lo ngajakin gw
makan?" tanya gw. "yah anggep aja ini sebagai ucapan terimakasih gw karena tadi pagi
lo bantuin gw beresin kamer gw." "oh, thanks deh kalo gitu." Meski sempat kesal,
akhirnya perasaan itu hilang. Yah seenggaknya Meva bukan orang yg nggak tau terima
kasih. "maaf yah tadi pagi langsung gw tinggal. Gw buru-buru soalnya. Gw tau lo pasti
kesel, iya kan?" "ah, enggak kok. Ngapain kesel cuma gara-gara hal sepele kayak gitu?"
"oh, gw kirain lo marah tadi pagi. Hehehe.." Gw tersenyum simpul. "mau makan apa
nih?" tanya Meva menunjuk deretan kedai-kedai dadakan di pinggir jalan. "apa aja deh.
Lo sendiri mau makan apa?" "pecel lele kayaknya enak tuh. Lo mau?" "ya udah kita
makan pecel aja." Kami masuk ke sebuah kedai lumayan besar dan langsung memesan
dua porsi pecel lele. Selain kami, ada dua orang pembeli di kedai ini. "ehm, Mas, saya
pake nasi uduk yah?" kata gw ke si penjual. "eh, saya juga dong Mas.. nasi uduk
dua-duanya yah?" sahut Meva. Mas mas si penjual mengangguk dan segera mengurus
pesanan kami. "tadi ngapain aja di kampus, kok sampe malem baru balik?" tanya gw.
"yaah biasalah anak kuliahan paling nongkrong di kampus doang. Tapi tadi kebetulan
ada tugas tambahan dari dosen, jadi gw mampir ke kosan temen dulu numpang ngerjain
soalnya gw nggak punya komputer sendiri." "kenapa nggak beli aja biar nggak ribet?"
"males ah," ujar Meva menggelengkan kepala. "gw lebih suka pinjem daripada punya
sendiri. Ribet gw ngurusin barang kayak gituan." "gw malah kepengen banget punya
komputer." "ide bagus tuh. Gw setuju deh loe beli komputer." "iya, biar lo bisa pake
sepuasnya komputernya kan?" "hehehe.. tau aja lo." "jelas lah gw hafal sama
orang-orang nggak modal kayak lo." "idiiih....kata sapa gw nggak modal" Lah ini
buktinya gw nraktir lo makan?" Gw mencibir. "eh, lo pinter bahasa Inggris yah?" kata gw
mengalihkan pembicaraan. "enggak juga ah, kok lo nanya gitu?" "ya enggak, soalnya di
kamer gw liat lo kayaknya seneng ngoleksi kliping dari koran berbahasa asing gitu." "tau
dari mana lo" Wah, jangan-jangan lo beneran ngoprek barang-barang gw yah?" "ah,
enggak kok orang cuma liat-liat aja dikit." "liat-liat tanpa ijin sama aja ngoprek, dodol..."
"beda." "sama." "ah, udah ah jangan dibahas. Males gw debat sama cewek." "ya elo
duluan yg ngebahas." "eh, tapi kok kliping punya lo isinya tentang apa tuh
namanya.............. "god godah namanya apaan. Kok gituan semua?" "tuh kan elo yg
bahas lagi?" meva mencibir. "emang apaan sih yg namanya "Children of GodMeva
diam sejenak. Ada sedikit perubahan ekspresi di wajahnya. "bukan apa-apa kok. Itu
tugas kliping salahsatu mata kuliah. Gw sendiri nggak begitu paham dengan
pembahasannya." Gw mengangguk beberapa kali. "beneran aneh nih cewek," kata gw
dalam hati. "ngumpulin kliping tapi nggak ngerti sama yg dikumpulin." "eh, besok lo
lembur nggak?" tanya Meva membuyarkan lamunan gw. "enggak," gw menggeleng.
"kenapa emangnyah?" "kalo lo nggak sibuk, besok temenin gw yuk." "ke mana?"
"jalan-jalan aja sih. Ke tempat nongkrong favorit gw kalo lagi bete." "di mana tuh?"
"alun-alun Karang Pawitan alias KaPe." Meva nyengir lebar. "oh, yg deket mall itu?"
Meva anggukkan kepala. "mau yaah" Yaah mau yaaah?" pintanya. "asyik loh di sana
tempatnya." "liat besok aja deh, gw paling males kalo bangun pagi soalnya." "yaaah kok
gitu" Pokoknya harus mau, oke" Deal." "waduh, maen deal-deal ajah." Gw memprotes
keputusannya yg sepihak itu. "enggak ada kompromi. Oke" Nah, tuh pecelnya udah
jadi. Selamat makaan..." Gw mendengus kasar. Apa boleh buat, kami samasekali nggak
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
bicara selama makan. Setelah menyantap habis hidangan di depan meja kami berjalan
kembali ke kosan. Gw sempat pesen
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
sebungkus buat Indra sesuai pesanannya tadi. Di perjalanan balik kami nggak banyak
ngobrol. Gw juga malas ngobrol, yg ada nanti malah debat soal rencana besok.
Kebisuan itu berlangsung sampai tiba di kosan. Gw ke kamar Indra sementara Meva
langsung tidur di kamarnya............. Part 25 Minggu pagi yg dingin. Gw terbangun saat
langit di luar Nampak sedikit menghitam tertutup awan hujan. Ah, senangnya gw karena
pagi ini gw nggak direcoki cewek aneh si Meva. Gw lihat jam dinding menunjukkan pukul
setengah sebelas. Cukup siang, tapi karena mendung jadi saat ini Nampak seperti
masih jam delapan pagi. Gw menggeliat dengan malasnya. Sambil memikirkan menu
apa yg enak buat sarapan sekaligus makan siang kali ini, gw duduk di tepi kasur. Masih
dengan nyawa yg baru setengah kumpul gw duduk melamun. Sampai sebuah suara dari
kamar mandi mengagetkan gw. Gw diam, mencoba memperhatikan dengan saksama.
Ada seseorang yg sedang bersenandung dari dalam kamar mandi kecil itu. Suara
wanita. "Siang-siang kok ada setan?" gw dalam hati. "apa si Indra yah" Ah, sejak kapan
suara si gundul mirip suara cewek?"" Gw lebih lekat lagi mendengarkan.
"Jangan-jangan Meva?" bating w lagi. "Tapi sejak kapan suara Meva kayak suara
cewek?" Eh, dia kan emang cewek" Gpblok bener gw!" Dan baru saja gw hendak
bicara, pintu kamar mandi terbuka dan muncullah sesosok wanita di hadapan gw.
Dengan hanya berbalut handuk putih yg bahkan nggak sampai ke lutut, dia tertawa
melihat gw. Untung saat itu dia tetap mengenakan stoking hitamnya, kalo nggak gw bisa
bergidik ngeri melihat bekas sayatan-sayatan di kedua kakinya yg jenjang itu. "Kebonya
udah bangun," katanya seraya nyengir lebar. "Busett...sejak kapan kamer mandi gw jadi
pemandian umum?" gerutu gw kesal. "Lagian keluar kamer mandi udah maen
ketawa-ketawa aja, bikin parno tau nggak." "Haha..maap deh, kamer mandi gw lagi
kering tuh. Nggak keluar airnya," ujar Meva. "Tadinya juga mau minta ijin sama elo, tapi
berhubung lo lagi ngebo ya udah gw inisiatif sendiri ajah." "Huh, untung gw nggak
kebelet pipis tadi." "Emang kenapa" Tinggal masuk ajah, bareng juga nggak papa kok."
Lalu dia tertawa lebar. Bisa banget nih cewek! Gw masih normal wooooiiii...............
"Laen kali kalo mau numpang mandi lagi, lo mesti ijin gw dulu," kata gw mengultimatum.
"Nggak peduli gw lagi tidur atau lagi ngapain, pokoknya lo harus seijin gw. Okay" Bisa
dimengerti?" "Iya..iya..siap boss! Udah pelit, bawel lagi!" kata Meva lagi kemudian
berhambur pergi dari kamar gw menuju kamarnya. "aarrggh...tuh anak bikin kesel aja,"
omel gw dalam hati. Baru saja gw hendak rebahan lagi, Meva menggedor pintu kamar
gw. Masih dengan handuknya dia setengah teriak ke gw. "Lo cepetan mandi! Inget hari
ini lo janji nemenin gw ke Karang Pawitan!" dan lalu dia pergi lagi. Ah, kenapa sekarang
setiap hari gw jadi selalu punya janji ke dia?" Lagipula, emang kapan sih gw janjinya?"
Gw coba ingat-ingat lagi, semalam Meva emang ngajakin gw ke KaPe, tapi khan gw
belum mengeluarkan pernyataan setuju ke dia! Hadeuuh..............cewek yg satu ini
beneran nyebelin! Maka gw sengaja tiduran lagi dan nggak buru-buru mandi seperti
permintaannya barusan. Sekitar sepuluh menit dia kembali lagi ke kamar gw. Kali ini
sudah berpakaian rapi seperti biasa. "Waduh, kok loe belom ngapa-ngapain sih?""
cecarnya. "Buruan mandi atuh, emang mau jam berapa ke sananya?" "Kayaknya lebih
cocok deh kalo gw yg nanyain itu ke loe," balas gw. "Mau ke sana jam berapa?"
Sekarang mah nanggung ah, entar aja sorean." "Eeehh....takut ujan dulu kalo sore
mah." "Ya udah berarti nggak jadi. Selesai. Ribet amat." "Enak aja ngebatalin janji
secara sepihak." "Loe sendiri bukannya meresmikan janji secara sepihak juga yah?"?"
"Udah lah debat mulu kalo sama loe tuh," akhirnya dia berganti wajah cemberut.
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"Buruan mandi." Dan dengan sejuta keterpaksaan beranjaklah gw menuju kamar mandi.
Bukan semata takut atau patuh pada perintah cewek itu, tapi gw memang kebelet buang
air kecil. "Jangan lama-lama!" perintahnya lagi setelah gw masuk ke kamar mandi.
"Emang gw pikirin?"?"" sahut gw. Nggak ada jawaban. Kayaknya dia udah balik ke
kamernya. Dan gw sengaja berlama-lama di kamar mandi, rasanya asyik juga kalo
berhasil menyulut kemarahan Meva. Kurang lebih limabelas menit kemudian gw selesai
dan sudah berganti pakaian. Meva masuk kamer gw lagi. "Ayo," ucapnya. "berangkat
sekarang." "Hah?" Belom juga gw makan?"" protes gw. "Makan di sana aja. Banyak yg
jualan kok di sana. Udah yukk, buruan ah. Loe cowok tapi dandan aja lama banget
kayak cewek." "Udah lo tunggu di kamer lo ajah," kata gw. "Entar gw ke sana." Satu
gerutuan nggak jelas meluncur dari mulutnya tanpa bisa gw dengar sebelum akhirnya
dia pergi juga.. Bodo amat, maki gw dalam hati. Selesai sisiran gw berjingkat ke kamar
sebelah, ke kamar Indra. Yg empunya kamar lagi asyik meluk bantal dengan iler yg
berceceran di samping pipinya. "Yahh, masih molor ternyata," kata gw pelan. Tadinya
gw mau berkonspirasi dengan Indra, pura-pura ada janji penting yg nggak bisa ditinggal,
maka gw bisa terbebas dari 'janji palsu' Meva. Tapi tampaknya konspirasi itu tidak akan
terlaksana mengingat seonggok manusia yg lagi mimpi jorok kayaknya. Gw keluar
kamar. Meva muncul dari dalam kamarnya secara bersamaan. "Udah beres lo?"
tanyanya. "Yaudah, tapi kita makan dulu di depan," kata gw akhirnya Meva mengangguk
setuju. Maka berangkatlah kami berdua ke alun-alun Karang Pawitan dengan
menggunakan angkot kuning. Sekitar duapuluh menitan kami tiba di sebuah lapang luas
yg berbentuk melingkar serta terdapat area lari atletik mengikuti bentuk lapangan. "Kita
ke sana aja," Meva menunjuk seorang penjual mie ayam yg menggelar lapak
dadakannya di salahsatu sisi lapangan. "Lo belom makan khan?" "Seharusnya sih udah
di warteg depan gang, kalo aja lo nggak buru-buru ngangguk ke sopir angkot yg ngetem
di depan." "Udah ah, yg penting makan, daripada nggak samasekali." Gw mencibir
pelan. Kami duduk di kursi dekat gerobak penjual mie tersebut. "Kuah apa kering
neng?" tanya abang penjual ke Meva, dengan sedikit nada genit. "Saya kering aja Pak,"
Meva melirik ke gw. "Lo gimana?" "Saya kasih kuah deh Bang," gw sengaja memilih yg
nggak sama dengan yg dipilih Meva. Si abang penjual segera menyiapkan pesanan
kami dengan cekatan. "Tuh khan, di sini asyik loh. Bisa liat kembaran lo juga," Meva
menunjuk deretan kandang berisi monyet yg sedang bergelantungan di pohon kecil di
dalamnya. "Gw nggak nyangka ternyata gw seganteng itu," cibir gw. Meva tertawa.
Ditoyornya kepala gw. "Dibilang mirip ama monyet malah bangga," katanya. "Haus nih,
lo pesen minuman dong.." gw memandang berkeliling mencari gerobak penjual
minuman dan menemukannya di samping gerobak mie ayam yg sedang kami pesan.
Kenapa gw baru liat yah?" Dan Meva pun segera memesan dua teh botol dingin untuk
kami berdua. Selesai acara makan (tentu saja Meva yg bayar) Meva mengajak gw ke
bangku taman di pinggir lapangan yg memang ada di bawah setiap phony g ditanam
sengaja untuk meneduhi pengunjung. Suasana di sini memang teduh sih, gw akui itu.
Apalagi pas mendung kayak gini, cocok banget deh tidur di bawah pohon-pohon
beringin ini. Beberapa bangku sudah terisi oleh sekumpulan orang yg berbincang dan
tertawa-tawa menikmati keteduhan di sini. Bangku-bangku ini terbuat dari semen jadi
nggak mungkin bisa digotong untuk dibawa pulang. Hehehe.. BERSAMBUNG (too many
character) "Gw kalo lagi b?te pasti ke sini," Meva bercerita. "Emang kapan lo nggak b?te
nya?" timpal gw. "Emh...kapan yah?" dia tampak berpikir. "Kalo lagi sama loe, kayak
sekarang ini. Gw nggak b?te."
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"Tadi lo bilang lo ke sini kalo lagi b?te, berarti sekarang juga lo lagi b?te dunk?"
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"Yeeeey...........bukan gitu maksud gw. Pertanyaan tadi nggak ada hubungannya sama
itu." Gw tertawa. Benar juga kata Meva, sekedar duduk-duduk di sini memang
menyenangkan. Gw mulai suka tempat ini. Selain pengunjung atau pejalan kaki yg
beristirahat, ada juga pedagang-pedagang mainan anak kecil serta aksesoris
sederhanasemacam itu di sekitar alun-alun ini. Kalau hari biasa, gw yakin pasti jam
segini dipenuhi dengan anak-anak sekolah yg baru balik. Ada beberapa gedung sekolah
di sekitar sini. "Eh, lo mau liat monyet-monyet itu nggak?" tanya Meva, membuyarkan
lamunan gw. Dia menunjuk deretan kandang besi di sisi timur. "Tiap hari gw kiat wajah
gw di kaca, itu udah cukup kok." "Yeeeeyyy itu mah beda atuh, kingkong itu mah.
Hahaha.." Meva tertawa. Entah kenapa gw merasa tawanya itu menyenangkan. "ada yg
lain juga loh, bukan cuma monyet. Ada kelinci juga, lucu deh. Ke sana yukk?" "Entar aja
ah, gw lagi betah duduk di sini." Meva tampak kecewa. "Ya udah gw sendiri yg kesana,
lo tunggau di sini ajah." Dan dia pun beranjak pergi. "Jangan lama-lama, gw bisa jadi
pohon beringin juga di sini." Meva nggak menjawab. Semenit kemudian dia sudah
berada di depan kandang-kandang itu. Memandang gembira dan kadang menggoda
kelinci ataupun monyet yg ada di dalamnya. Gw sendiri sudah nyaris benar-benar
tertidur saking teduhnya di sini. Sebuah tepukan di pipi membangunkan gw. "Bangun,"
kata Meva. "Ternyata lo beneran kebo ya" Dimanapun berada, tidur selalu nomor satu."
"Hawanya bikin ngantuk, dodol." Gw bangkit dan duduk, Meva di sebelah gw. "Biar
nggak ngantuk, kita maen ini ajah," dia menunjukkan sebuah kotak kecil panjang
bermotif kotakkotak hitam putih, dan masih terbungkus sebuah plastik bening. "Mari
bermain catur." "Dapet catur dari mana lo?" tanya gw heran. "Tadi pas balik kesini ada
yg jualan maenan di pinggir jalan itu, dan gw liat ada catur kecil yg dari magnet itu loh,
gw beli ajah. Lucu sih." "Berarti lo nggak bisa maen catur donk?" "Gw bisa kok!" katanya
semangat. "Gw sering maen catur sama temen-temen waktu SMA dulu." "Lama amat
tuh. Lo nggak bakalan menang lawan gw." "weleh weleh....sembarangan lo. Gini-gini,
Utut si Master Catur aja berguru ke gw." "Masa'?" "Iya, bener." "Masa bodo! Hahaha.."
"Udah, udah, kita buktiin ajah sapa yg lebih jago!" meva membuka plastik pembungkus
dan mulai menyusun bidak-bidak ke petaknya. "Yg kalah bayarin makan malem di
warung Mang Bedjo. okay?" "Oke!!" gw merasa tertantang. Mendadak kantuk di mata
gw hilang. Gw dapet pion hitam, dan Meva yg putih. Di luar dugaan gw, cewek ini
beneran bisa maen catur! Permainan pertama gw kalah telak, sisa kuda sama kedua
luncur sementara dia cuma kehilangan benteng dan luncur di petak hitam. Jelas gw
habis dibombardir lah! Dan seperti sudah diduga, saat permainan ke dua berjalan,
kuping gw nggak hentinya dipanasi oleh ejekan-ejekan atas kekalahan gw tadi. Gw coba
strategi andalan gw, dan saat permainan mulai berpihak ke gw, tetesan gerimis yg turun
tiba-tiba terpaksa membuat kami mengemasi set catur. Dengan sejuta perasaan
gondok, gw berlari menghindari hujan dan berteduh di mesjid seberang alun-alun. Hujan
semakin deras beberapa saat setelah kami berteduh. Ah, kalo aja nggak ujan, gw yakin
gw pasti menang tuh! Gw liat jam tangan Meva menunjukkan pukul setengah dua. "Va,
kita sholat aja dulu yuk" Sekalian berteduh di dalem," ajak gw. "Maaf, Ri, gw
non-muslim.." kata Meva dengan sangat halus. Dia menunjukkan kalung salib perak
polos yg melingkar di lehernya. Mampus gw! Gw nggak pernah tau sih sebelumnya, dan
menurut gw itu salahsatu pertanyaan sensitif yg kurang etis untuk ditanyakan. (maaf
buat yg baca, gw nggak ada maksud SARA di sini) "Oh, maaf, gw baru tau," ucap gw
dengan malunya. "Enggak papa kok, nyantai aja lah.." dia tersenyum. "Ya udah lo solat
ajah, biar gw tunggu di sini." "Kalo gitu lo duduk aja deh di teras, di sini masih kena
cipratan ujannya." "Lho, emang boleh ya gw duduk di sana" Gw kan..." "Udah nggak
papa," gw menarik tangannya. Menggandengnya ke teras, lalu meninggalkannya di
sana sementara gw melaksanakan sholat. Sekitar limabelas menit baru gw selesai dan
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
kembali ke tempat Meva menunggu. Hujan masih turun dengan derasnya. Gw
duduk-duduk sambil nunggu hujannya reda. Dan setelah sekitar satu jam, barulah kami
bisa pulang.................... Part 26 Sore ini hujan bener-bener turun dengan derasnya.
Bahkan sampai di kosan pun hujan masih saja mengguyur bumi, jadi terpaksa deh gw
dan Meva basah-basahan berlari menembus hujan. Gw menggigil hebat, tapi ketika gw
teringat jemuran gw di atas, seketika gigilan itu menghilang dan berganti dengan pekik
tertahan dari mulut gw. Bergegas gw ke atas, tapi di sana tidak ada apaapa selain kawat
jemuran yg basah. "Dul, lo tau jemuran seragam gw di atas nggak?" tanya gw ke Indra
sekembalinya gw dari kamar. Indra sedang main Play Station sambil berselimut
sarungnya. "udah gw angkatin, ada di kamer lo." Jawabnya tanpa mengalihkan


Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pandangan dari tivi. Gw mendesah lega. Buru-buru gw cek ke kamar dan tumpukan
seragam menyambut gw di atas kasur. Ah, beruntung sekali gw punya temen macem
Indra. Thanks guys.. Segera saja gw mandi dan berganti pakaian dengan setelan
pakaian hangat. Selesai mandi, gw menyeduh teh hangat dan bersembunyi di balik
selimut di atas kasur. Pintu kamar terbuka dan Indra masuk, menyeduh teh hangat juga,
lalu duduk di samping gw. "Abis kemana lo tadi?" tanyanya. "Diajakin jalan sama Meva
ke Karang Pawitan," gw masih bersembunyi di dalam selimut. "Keliatannya makin hari lo
makin deket sama dia. Udah jadian?" Gw sibakkan selimut yg menutupi wajah gw. "Ah,
loe nanyanya gitu mulu," kata gw. "Gw nggak ada apa-apa sama dia. Just friend.." "Ada
apa-apanya juga nggak papa kok. Malah itu bagus, artinya lo udah mulai bisa bedain yg
mana masa lalu dan yg mana yg harus lo jalani hari ini." "Tapi gw nggak ada hubungan
apa-apa sama Meva, cuma temen kok......" "Haha," Indra tertawa kecil. "Oke deh, gw
percaya kok. Lagian kenapa mesti ngotot gitu" Gw nggak papa kok lo jadian juga sama
Meva kalo kalian emang sama-sama suka." "Yaah..seenggaknya saat ini belum," ujar
gw. "Lagiapula kayaknya susah buat gw suka sama dia, orangnya suka nyebelin gitu
dul. Maksaan gitu lah...tadi aja gw dipaksa ikut dia jalan-jalan." Indra tertawa lagi. "Sarap
ya lo, daritadi ketawa-ketawa mulu." "Sembarangan lo ngomong," sergah Indra.
"Eeh....itu gelas gw, punya lo yg sebelah setrikaan. Maen asal minum aja lo." "Apa
bedanya" Sama-sama teh manis khan?" indra menaruh lagi gelas yg gw tunjuk lalu
mengambil gelasnya. "Beda, lo kalo nyeduh teh biasanya kelewat manis," gw segera
menyambar gelas gw dan meminum isinya dengan hati-hati. Saat itulah Meva tiba-tiba
nongol di depan pintu. Seperti biasa, tersenyum lebar dengan tampang innocent. "Eh,
ada Indra juga," sapanya. Dia sudah berganti pakaian. Kali ini dia memakai celana jeans
panjang. Tapi tetep aja di dalamnya dia pake stoking hitam. "Hey, Ri. Lo lagi sibuk
nggak?" "Iya sibuk banget gw sampe bangun aja nggak bisa," jawab gw ngasal.
"Lanjutin maen catur yukk?" Meva mengangkat papan catur kecil yg sejak tadi
disembunyikan di belakang badannya. "Ogah. Besok lagi aja laah.....lagi cape gw."
"Napa lo, takut gw kalahin lagi ya?" tantangnya. "Yeee....tadi tuh lo menang karena
kebetulan aja lagi. Gw belum panas tuh." "Ya udah makanya sekarang buktiin ke gw
kalo lo emang bisa maen catur?" Ini nih pernyataan yg menjebak. "Ogah, lagi nggak
konsen nih otak. Cape, dingin, ngantuk." Gw keukeuh menolak ajakannya.
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"Kalo gitu sama gw ajah maennya, lo mau?" Indra menawarkan diri. "Nah tuh si gundul
mau tuh," kata gw bersemangat. "Sama dia ajah." "Emang lo bisa Ndra?" tanya Meva ke
Indra. "Eitts..jangan salah, si Ari bisa maen catur sapa coba yg ngajarinnya?" "Emang lo
yg ngajarin?" "Bukan! Tanya aja ke orangnya langsung tuh," dan Indra tertawa. "Oke,
ayo lawan gw." meva masuk dan mengambil posisi duduk di sebelah gw. "Geser dikit
dong Ri," dia mendorong gw sampai mepet ke tembok. "Kenapa nggak sekalian jedotin
pala gw aja?"" kata gw kesal. "Sayang temboknya, entar rusak gw yg suruh ganti rugi."
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"Bodo ah," gw menarik selimut menutupi wajah gw. Hangat sekali di dalam sini. Tadi
beneran dingin banget pas hujan-hujanan. Sudah hampir sepuluh tahun yg lalu sejak
terakhir kali gw hujan-hujanan bareng temen SD dulu. Tapi lamalama kok kepala gw
berasa pening ya" Ini pasti pengaruh air hujan tadi. Beneran pening dan senut-senut
gitu. Baru sekitar sepuluh menit gw bangkit duduk sambil pegangi sisi kepala gw yg
sakit. "Kenapa lo Ri?" tanya Indra melihat penderitaan di wajah gw. "Sakit kepala nih.
Gara-gara ujan tadi." Gw meringis pelan menahan sakit yg nampaknya makin menusuk
ke dalam kepala gw. Sakit sekali. "Tapi kok sakit banget yah?" "Gw beli obat puyeng deh
ke warung," Indra berdiri dari duduknya lalu beranjak pergi. Tinggal Meva yg
memandang gw dengan penuh minat, seakan gw ini seekor kelinci yg minta diberi
sebatang wortel. "Lo sakit kepala?" tanyanya polos. "Lo pikir apa yg sakit kalo gw
pegang kepala?" "Ah, elo mah selalu aja jawabnya sinis gitu kalo ke gw tuh. Gw tanya
serius juga." "Maaf deh, gw lagi sakit kepala banget soalnya." Gw malas berdebat jadi
gw akhiri saja. "Sini gw pijitin biar rada mendingan," Meva menarik kepala gw, dengan
kasar! Gw berteriak kesakitan tapi dia nggak peduli. Dia duduk di belakang gw lalu
kedua tangannya menekan-nekan kedua pelipis gw. Dia memijit gw. Gw diam. Ternyata
enak juga pijitannya. Beberapa kali gw pejamkan mata menikmati pijitan ini. "Gimana,
udah mendingan belum?" tanyanya. "Sip sip.. lo bisa mijit juga ternyata." "Cuma
soba-coba aja kok, ini pertama kalinya gw mijitin orang." "Kalo gitu lo ada bakat jadi
tukang pijit." "Enak aja, ogah gw jadi tukang pijit. Gw kuliah tinggi-tinggi bukan buat jadi
tukang pijit." "Pan elo kuliah di UTP kan?" "UTP" Apaan tuh" Baru denger gw."
"Universitas Tukang Pijit. Haha.." Meva mendorong kepala gw ke depan. "Sembarangan
aja lo kalo ngomong," omelnya. "Hehehe.. kidding. Gitu aja dianggep serius." "iya gw tau
kok." Dan saat itulah Indra datang, sedikit basah di kakinya, dia membawa sebungkus
obat. "Nih minum obatnya," dia melemparnya ke hadapan gw. "Udah minum sana, gw
maen catur lagi lah." Meva kembali ke posisi duduknya di sisi papan catur. Kayaknya dia
lagi asyik banget tuh maen caturnya. Gw ambil segelas air putih, meminum obatnya, lalu
kembali ke atas kasur. Kepala gw masih pening, biar sekarang nggak sesakit tadi
sebelum dipijit Meva. Di luar sana hujan masih saja mengguyur sebagian kota.
Suaranya jatuh beradu dengan atap lama-lama jadi musik berkesinambungan yg enak
didengar dan menghantarkan gw segera ke alam mimpi....... Part 27 Gw terjaga dari
tidur gw. Kepala gw terasa sangat sakit di sebelah kiri. Secara refleks gw pegangi pelipis
sambil kernyitkan dahi menahan sakit yg menurut gw nggak wajar ini. Baru kali ini gw
merasakan pening yg sangat menusuk. Wajah dan leher gw berpeluh padahal saat itu
baru saja selesai hujan dan masih terasa dingin. Dengan susah payah gw berhasil
mengambil obat yg tadi sempat dibelikan Indra, dan langsung meminumnya. Gw
mencoba bangun, dan pandangan gw langsung dipenuhi kunang-kunang yg
berseliweran di sekitar kepala gw. Dan makin parahnya, setelah gw bangun justru gw
merasa mual. Gw pengen muntah. Buruburu gw berlari ke kamar mandi dan
memuntahkan sebagian isi perut gw di sana. Setelah membersihkan lantai gw kembali
ke kamar. Sedikit sempoyongan gw berusaha mencapai tempat tidur. Aneh, badan gw
nggak panas kok. Gw coba pegangi kening dan leher, normal. "Lo kenapa Ri?" Meva
tiba-tiba masuk dan menghampiri gw. "Gw denger suara kayak orang muntah. Lo baikan
aja khan?" "Kayaknya gw sakit nih," jawab gw sedikit terbatuk. Sedikit bertanya juga,
apa suara gw tadi sekeras itu sampai terdengar ke kamar Meva" "Minum obat lagi aja
deh," sarannya. "Udah kok barusan." "Ya udah lo tiduran lagi aja, jangan banyak gerak
dulu." Dia membimbing tubuh gw rebahan di kasur. Nafas gw sedikit memburu.
Sementara nyeri di kepala gw agaknya sekarang merambat ke bagian tengah. "Maaf ya
Ri, gara-gara gw ajakin lo keluar tadi siang jadi gini deh..." "Nggak papa kok, bukan
gara-gara yg tadi." "Kayaknya lo agak parah deh, muka lo pucet gitu." Meva mengusap
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
rambut gw, menyibakkannya agar tidak menutupi wajah gw. Tangannya hangat..... "Gw
nggak papa kok, beberapa hari ini gw emang kurang baekan. Masuk angin kayaknya."
"Gw kerokkin deh?" "Nggak usah, nggak usah.... gw nggak biasa dikerok. Sakit ah."
"Yeeey....biar cepet sembuh Ri." Gw menggeleng sebagai tanda penolakan. Gw punya
pengalaman buruk soal dikerok, pernah gw nyaris pingsan waktu dikerok sama nyokap
gara-gara waktu itu pake balsem yg panasnya minta ampun sebagai pelicin koinnya.
Katanya sih gw emang sempet pingsan, tapi gw ngerasa gw masih sadar kok, yaah
memang sih selama beberapa saat gw nggak bisa berkomunikasi saking kagetnya
badan gw. "Gw nggak suka dikerok, oke?" gw bersikeras menolak usul Meva. "Harus
dikerok, khan loe masuk angin?" "Kalo gitu gw keluarin sendiri deh anginnya, nggak
usah dikerok yah?" "Ah, lagi sakit juga sempet-sempetnya ngomong gitu. Udah, duduk
terus buka kaos loe." "Serius, gw nggak mau dikerok Vaa...." pinta gw sedikit memelas.
"Bentar gw ambil koin dulu di kamer gw." Meva beranjak keluar dan kembali lagi dengan
sekeping koin kuningan dan botol kecil yg nampaknya adalah balsem. "Ayo buka
kaosnya." "Aah...kenapa sih lo selalu maksa ke gw?" gerutu gw. Nyeri di kepala gw
makin senut-senut. "Ini khan demi kesembuhan lo?" meva berkacak pinggang dan
melotot ke gw. "Tahan bentar doang bisa khan" Jangan jadi banci kayak gitu lah."
"Please Vaa....gw nggak mau dikerok," pinta gw lagi. "Tenang aja, gw pake balsem
dingin kok. Nggak bakalan panas. Ini juga koin khusus emang buat ngerok. Liat aja
sisi-sisinya halus dan nggak bergerigi. Nggak akan sesakit kalo kita pake uang
recehan." "Vaaa...." gw hampir nangis, sumpah. Gw beneran takut dikerok. Gw nggak
mau pingsan lagi. Meva keburu menarik tubuh gw dan membuat gw terduduk. Saat itu
badan gw lemas jadi gw nggak bisa terlalu memberontak. Meva langsung menarik kaos
gw sampai lepas, nggak peduli hidung gw sakit waktu kaosnya melewati wajah gw. Ya
Tuhan kapan sih gw nggak dipaksa sama cewek ini" "Gw mau ngerok lo, bukan
merkosa yaa, jadi tolong jangan berpikiran yg enggak-enggak." "Bisa-bisanya lo
ngomong gitu Va," kata gw. "Udah sekarang diem dan nikmati aja. Oke?" Apa boleh
buat. Tubuh gw terlalu lemas untuk menolak. Akhirnya gw dikerok juga sama si Meva.
Emang dingin sih gw rasakan di sekujur punggung gw. Meva beneran pake balsem
dingin khusus buat ngerok. Entah karena gw memang asli masuk angin atau Meva yg
ahli ngerok, gw ngerasa lebih baikan aja setelah dikerok Meva. "Pake lagi tuh kaos loe,"
Meva melemparnya ke gw. 1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Tapi gw nggak langsung memakainya. Punggung gw terasa agak lengket karena
balsem tadi. Meva membereskan peralatannya dan cuci tangan di kamar mandi. Selesai
itu dia duduk di dekat kasur gw. "Udah jam sebelas malem, lo tidur lagi aja. Besok juga
udah sembuh kok." Wah, semalam itukah" Gw cek jam dinding, bener jam sebelas
lewat lima menit. "Thanks Va, gw udah baekan kok sekarang," gw pakai lagi kaos gw.
Rasanya seperti beban yg menindih tubuh gw lenyap begitu saja setelah dikerok.
Ternyata nggak begitu sakit kalau pake balsem yg dingin. Badan gw serasa enteng,
nggak seperti sebelum ini. Gw rebahan lagi di kasur dengan posisi telungkup. "Lo nggak
tidur?" tanya gw ke Meva. "Bentaran ah, tangan gw kesemutan euy abis ngerok lo...." "Si
Indra mana" Tadi siapa yg menang maen caturnya?" "Gw dong yg menang..........."
Meva nyengir lebar. "Indra nggak sebaik lo maennya. Gw belum nemuin lawan yg
tangguh nih." "Belagu lo, liat aja besok gw kalahin lo." "Ooh, boleh.dengan senang hati,"
Meva tersenyum merendahkan gw. "Oke, besok yaa...." "Oke, sapa takut..................."
Meva menggeliatkan badannya. Dia sedikit menggeser posisi duduknya, dan rebahkan
badan di lantai. "Gw numpang ngelonjor bentar yah" Ngerok lo bikin cape nih." "Salah lo
sendiri maksa ngerok gw." "Enggak papa deh, biar lo sembuh." "Thanks Va." "Iya
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
sama-sama, gw juga ngerasa nggak enak bikin lo sakit." "Laen kali ngeroknya nggak
usah pake koin ya?" "Lah, terus pake apa?" "Pake tangan lo aja. Hehehe..."
"Maaauuunyaaaaaa!!!" Meva melempar koinnya ke kepala gw tapi meleset. "Lagian
ogah gw ngerok lo lagi. Kasian sebenernya, badan isinya tulang semua gitu kok mau
dikerok." Dan dia pun tertawa. "Lo tau nggak Va?" "Enggak, gw nggak tau," potong
Meva. "Ya makanya dengerin dulu orang kalo lagi ngomong, jangan maen potong ajah."
"Hehehe... Iya, iya, kenapa emang?" "Lo tuh kayak nenek sihir," kata gw. Meva sudah
ingin melempar botol balsem di tangan kirinya sebelum buru-buru gw lanjutkan. "Tapi
nenek sihir baik hati kok! Iya, baik hati....." gw berharap botolnya jatuh sebelum
dilempar. Dan ternyata Meva mengurungkan niatnya. "Tetep aja, biar baik juga gw tua
dong" Emang muka gw keriput ya" Rambut gw beruban ya" Gigi gw ompong yaa?"?"
cecarnya. Gw tertawa kecil. "Enggak kok, maksud gw barusan, lo itu rewel kayak
nenek-nenek sihir di dongeng anak-anak gitu. Tapi sebenernya lo baik kok," ujar gw
menjelaskan. "Walaupun harus gw akui, lo memang lebih banyak ngeselinnya dibanding
baiknya." "Udahlah nggak usah dibahas, tetep aja gw berasa tua di depan lo. Padahal
kan gw dua tahun lebih muda dari lo?" "Muda tapi tua. Jadi gimana yak jelasinnya.....?"
"Nggak perlu dijelasin, kakek........" "Baiklah, Nek...." Lalu kami tertawa lepas. "Lo
pantes tuh dipanggil kakek, gw mah masih AbeGe," Meva berkilah. "Iya ABG umur
enampuluh." "Daripada lo udah seabad?" "Ya ya ya sudahlah sesama orangtua nggak
usah saling memfitnah. Hehehe..." Well, pada kenyataannya gw benar-benar merasa
lebih baik sekarang. Memang kepala gw masih terasa nyeri, tapi itu sudah jauh
berkurang dibandingkan tadi. Memang menyenangkan punya teman yg bisa menghibur
saat kita lagi bad mood atau sakit. Dan orang itu adalah sosok wanita yg selama ini gw
anggap misterius karena ketertutupannya. Meskipun sekarang boleh dikatakan gw dan
dia sudah berteman baik, tetap saja gw merasa ada banyak hal yg nggak gw pahami
dari dia. Terlalu banyak. Dan tentu akan lebih baik gw biarkan apa adanya saja seperti
ini. Karena kadang sesuatu itu nampak indah selama kita tidak tau apa yg ada di
baliknya. Jam dinding sudah bergerak ke angka duabelas, dan kami masih ngobrol
sesuka hati yg bahkan kadang gw sendiri pun nggak ngerti apa yg lagi kami bicarakan.
Lewat dari jam duabelas, kami mulai kehabisan bahan obrolan. Hanya kadang terdengar
salahsatu dari kami bicara, yg cukup lama dijawabnya. Dan lama kelamaan suara Meva
menghilang, berganti suara desah pelan nafasnya yg tenang. Dia tertidur di samping gw.
Wajahnya begitu teduh saat tidur. Seolah semua beban yg ada ketika terjaga ikut lenyap
bersama mimpi yg melayang-layang entah ke mana. Di luar, rintikan hujan kembali
terdengar menerpa atap-atap rumah. Sesekali diselingi gemuruh kecil dan kilatan petir
yg menembus celah jendela kamar. Gw belum bisa tidur. Entah kenapa, apa karena ada
sosok wanita di samping gw yg tidur begitu damainya" Gw pandangi wajah Meva yg
pulas. Gw ingat beberapa bulan yg lalu gw pernah begitu penasaran dengan sosok yg
satu ini. Bayanganbayangan saat gw dengan bodohnya begadang dan memantau pintu
kamarnya dari balik jendela kamar ini, kembali berkelebat di ingatan gw. Dulu nggak
pernah terpikir bahwa akhirnya wanita berkaos kaki hitam itu sekarang akan ada sangat
dekat dengan gw. Di samping gw. Sedang tertidur dengan wajah polosnya. Dan gw
yakin, di balik semua keanehannya itu, ada sesuatu yg indah. Sesuatu yg akan indah
pada waktunya. Inilah momen pertama kalinya gw merasakan nyaman saat berada di
sampingnya. Bukan sebagai seorang yg spesial memang, cukup sebagai sahabat. Itu
sudah cukup dan melebihi apa yg pernah gw bayangkan dulu sebelum ini. Dan tentu
saja gw sangat mensyukuri itu. Gw tersenyum sendiri. Mata gw tetap terjaga
memandang wajah di samping gw. Entah berapa lama gw terjaga, sebelum akhirnya
mata gw lelah dengan sendirinya.................................. Part 28 Sejak Meva membeli
catur mini itu, kami jadi punya hobi baru. Setiap jam pulang kerja Meva pasti sudah
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
menunggu di balkon dengan pion catur yg sudah ditata sesuai petaknya. Kalau sudah
begitu kami bisa lupa waktu. Kadang sampe lupa makan, jam sembilan malam masih
mengenakan seragam kerja. Makanya gw sering beli nasi dulu sebelum balik biar maen
caturnya bisa sambil makan. Dan harus diakui, Meva memang lawan main yg tangguh.
Pernah gw kalah telak 6-0 dalam semalam. Alhasil gw harus menerima muka gw
belepotan bedak sementara kuping gw panas terbakar ejekan Meva. "Magnetnya rusak
tuh, jadi geser sendiri pionnya," itu kalimat yg biasa diucapkan Meva tiap dia dapet skak
mat. "Kok bisa yah" Padahal gw nggak niat kesitu lho," dan ucapan sok pilon ini juga
sering diucapkannya. Well, nilai penting yg didapat adalah bahwa gw bisa mengalihkan
perhatian gw dari Echi. Rasanya sebelum ini gw nyaris frustasi karena selalu dihantui
perasaan bersalah tentang Echi, meskipun gw tahu gw nggak bersalah. Meva berhasil
mengalihkan dunia gw. Dengan sifatnya yg kolokan tapi diktator (dia masih sering
maksa gw!) dia sukses membuat gw nyaman tiap berada di dekatnya. Dan mengenai
kelainan dalam dirinya soal self injury, gw benar-benar memilih bungkam dan
memposisikan diri gw nggak pernah tahu soal itu karena Meva sendiri nggak pernah
menyinggung hal ini. Gw merasa itu lebih baik, sampai di satu sore, sepulang kerja gw
naiki tangga menuju kamar. Biasanya Meva akan langsung menyerbu lalu menyeret gw
duduk di kursi yg sudah disediakannya di depan meja kecil tempat papan catur tanpa
peduli gw cape ataupun laper. Tapi sore itu gw nggak menemui siapapun di sana. Dua
kursi yg dipasang berhadapan di antara meja itu kosong. Nggak ada papan catur di atas
meja. "Baguslah, gw bisa mandi dulu," pikir gw dalam hati. Selesai mandi gw makan
nasi yg gw beli dari warung. Sampai jam setengah enam nggak nampak tandatanda
Meva akan menyeret gw keluar kamar. Padahal kamar-kamar yg lain sudah
menunjukkan eksistensi penghuninya. "Va, lo di dalem?" gw memutuskan mengetuk
pintu kamarnya. Nggak ada jawaban dan gw masuk ke kamarnya yg nggak dikunci.
Meva ada di sana. Sedang duduk memeluk lutut di pojok kamar. Wajahnya terbenam di
kedua kakinya. "Va" Lo tidur?" tanya gw. Pertanyaan yg seharusnya nggak gw
tanyakan kalau melihat badannya yg
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
gemetar. "Lo kenapa Va?" gw guncang bahunya. Meva menggeleng tanpa mengangkat
wajah. "Gw nggak kenapa-napa," suaranya terdengar parau. "Nggak mungkin lo nggak
kenapa-napa. Lo nangis ya?" Meva menggeleng lagi. Tapi kali ini terdengar isak
tertahannya. Gw yakin ada sesuatu yg terjadi. Nampaknya gw nggak perlu bersusah
payah menanyai Meva, karena gw sudah menemukan sendiri jawabannya. Meva
menangis karena kesakitan. Gw nyaris terlompat begitu mendapati sepuluh batang
jarum jahit menancap kuat di lengan kirinya. Tiap ujung jarum membuat kulit di
sekelilingnya membiru dan pucat. Pasti jarum-jarum itu sudah lama menancap di sana.
"Lo ngapain lagi Va?"?" kata gw ngeri. "Gw nggak apa-apa Ri, beneran. Lo keluar aja."
"Mana bisa gw biarkan loe dalam keadaan kayak gini!" gw membayangkan sakitnya
tertancap sepuluh jarum di lengan gw. Saat itu gw bingung. Gw mau nolong dia, tapi
nggak tau baiknya gimana. "Gw cabut yah jarumnya?" tanya gw. Meva nggak
menjawab. Gw anggap itu jawaban 'iya' dari dia. Ujung jari telunjuk dan jempol gw
bergetar menyentuh batang jarum yg dingin. Gw ragu bisa mencabutnya dari kulit Meva.
Jarum-jarum itu menancap cukup dalam. "Apa sih yg lo pikirin, sampe ngelakuin hal
bodoh kayak gini?" gw menggerutu pelan. Meva masih diam. Gw tau dia sedang
melawan rasa sakit yg menusuknya. Atau, justru dia menikmatinya ?" Gw memaki
dalam hati. Tangan kiri gw memegang pergelangan tangannya dan tangan kanan
bersiap pada posisi mencabut jarum. Gw menarik napas perlahan lalu sebisa mungkin
mencabut jarumnya tanpa melihat. Perlahan.....gw angkat kepala jarum dengan dua
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
jari. Gw bisa merasakan jarum itu berdenyir licin di dalam kulitnya seiring tarikan jari gw.
Ngeri dan ngilu menyelimuti gw. Butuh lebih dari sekedar berani untuk menancapkan
jarum di tubuh kita. Dan menurut gw Meva memang berani. Terlalu berani malah. Jemari
tangan Meva mencengkeram keras tangan gw ketika satu jarum berhasil gw cabut.
Uugh, pasti menyakitkan sekali. Tapi Meva samasekali nggak merintih. Hebat!! Darah
langsung mengucur dari lobang bekas tancapan jarum. Sumpah gw mendadak lemes
dan hampir pingsan kalau nggak memikirkan keselamatan Meva. Gw cuma bisa
menelan ludah. Yg gw lakukan selanjutnya adalah mengambil sembarang kaos yg


Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tergeletak di dekat gw dan menutup luka di tangan Meva. Meva mengangkat wajahnya,
dia menatap gw. Tanpa berkata dia tarik tangan kiri gw menjauh dari tangannya,
mengangkat lengan yg masih mengucurkan darah, dan dengan dinginnya mencabuti
jarum itu satu persatu!! What the hell?" Speechless dan ngeri, akhirnya gw memutuskan
keluar kamarnya dan muntah di kamar mandi saking mualnya.. Part 29 "Apa sih yg lo
rasain," kata gw. "Waktu lo ngelakuin itu semua" Nusukin jarum kayak gitu, apa itu
nggak sakit?" Meva duduk di sebelah gw di kamar yg berpencahayaan redup. Tangan
kanannya memeluk lutut sementara tangan kirinya terkulai dengan tujuh lembar plester
menutupi bekas tusukan jarum. Dia menatap gw sejenak lalu menjawab. "Mungkin buat
lo aneh, tapi gw butuh ini Ri..." katanya tanpa mengalihkan matanya dari mata gw. Hati
gw mencelos mendengar jawaban yg terlontar dari mulutnya. Seperti ada sebongkah es
meluncur dan meliuk-liuk dalam perut gw. "Sebutuh itukah lo dengan rasa sakit?" tanya
gw lagi. "Gw mau tau apa yg lo dapatkan dari kesakitan itu." Meva tersenyum,
mengalihkan pandangannya pada gorden jendela di depan kami, lalu menatap gw lagi.
"Gw menikmati sakit yg gw rasakan Ri," jawabnya pelan. Suaranya tercekat di
tenggorokan. Ada bulir-bulir airmata yg menggenangi pelupuk matanya. "Gw butuh itu.
Entahlah, rasanya nyaman banget begitu ujung jarum menembus kulit gw." Gw
mendesah tertahan. Nggak gw sangka ternyata dugaan gw bener. Bulu kuduk gw
sampe merinding mendengar pengakuan Meva. "Hehe.. Aneh ya gw?" dia usapi airmata
yg mengucur di kedua pipinya dengan tangan kanan. "Disaat remaja seumuran gw pada
kecanduan narkoba dan drugs, gw malah kecanduan rasa sakit. Gw memang aneh." "Lo
nggak aneh Va," kata gw. "Lo normal kok. Sama kayak gw dan yg lain." "Thanks buat
penghiburannya. Tapi gw tau kok gimana pandangan orang tentang gw." "Oiya" Hebat
dong," ucap gw sedikit sinis. Dia tersenyum lalu memukul lengan gw pelan. "Apa lo juga
nganggep gw berpikiran sama kayak orang-orang iu?" ujar gw lagi. "Gw tau kok lo
mandang gw berbeda dari mereka. Lo care sama gw. Lo cowok pertama yg peduli sama
gw Ri." Ehem, sebagian hati gw bungah mendengar jawaban Meva. "Thanks ya Ri."
"Terimakasih karena apa?" "Yaa atas semua perhatian lo ke gw. Gw seneng lho, ada yg
peduli sama keadaan gw." Ah, rasanya seperti melayang gw denger Meva ngomong
begitu. "Justru gw ngerasa lo yg perhatian ke gw," kata gw. "Oiya?" Gw mengangguk.
"Lo perhatian sama gw. Tapi sayangnya lo nggak perhatian sama diri lo sendiri." Meva
tersenyum. Lembut banget... "Gw tau apa yg terbaik buat diri gw." "Baguslah kalo gitu.
Silakan lakukan apa yg menurut lo baik buat diri lo sendiri. Nggak ada paksaan buat lo."
Meva tersenyum lagi. "Itu yg sebenernya gw butuhkan. Yg selama ini nggak pernah gw
dapatkan dari orang-orang di sekitar gw," dia mengatakan itu dengan jujur, gw tau.
"Penerimaan. Nggak banyak yg mau nerima keadaan gw apa adanya kayak yg lo
tunjukin. Itu yg bikin gw seperti mengisolasi diri gw dari kehidupan orang banyak. Gw
lebih suka menyendiri." Lagi-lagi gw terenyuh mendengar ucapan Meva. "Lo bisa nerima
gw apa adanya," ulang Meva. "Oke..oke...sebelum gw makin GR gara-gara semua
ucapan lo, kita ganti topik pembicaraan ya?" "Muka lo merah Ri," kata Meva geli.
"Masa" Emang keliatan ya di kamer gelap kayak gini" Kalo menurut gw nih, lo harusnya
ganti lampu ini sama yg lebih terang." "Lo jarang dipuji ya sama cewek?" "Kadang gw
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
sendiri suka heran, gimana bisa lo belajar di kamer yg gelap kayak gini" Yg ada mata
gw bakal rusak." "Yg gw bilang tadi jujur lho, bukan sengaja bikin lo GR." "Gw bisa jadi
mahasiswa abadi kalo tetep belajar di kamer kayak gini. Pantesan bangsa Indone........"
"............................." Ada yg menempel di pipi kiri gw. Sedikit basah tapi hangat. Dan
saat gw palingkan wajah, kedua bola mata Meva berada sangat dekat dengan mata gw.
Speechles. Gw cuma bisa menelan ludah. "Anggep aja itu sebagai ungkapan
terimakasih gw ke elo," kata Meva dengan tenangnya seolah tadi dia hanya mengecup
dinding kamar. "Ah...eng.....itu.....eh, iyah sama-sama," gw mendorong wajahnya
menjauh dari wajah gw. Dia nggak tau degupan jantung gw sudah mencapai seratusribu
detak per detiknya. Kaki kanan
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
gw mendadak bergetar saking gugupnya. Entah apa yg terjadi, otak dalam kepala gw
berkecamuk bayangan-bayangan nggak jelas. "Busett..lo tadi ngiler ya?" gw usapi pipi
gw yg sedikit basah. Meva tertawa lebar. Bisa banget dia lakukan itu! "Sorry sorry gw
nggak sengaja tuh." Shit!! Gw jadi nggak bisa berpikir jernih gara-gara kejadian barusan.
Sementara Meva di samping gw cuma diam menatap gw sambil tersenyum. "Kenapa lo
nyium gw?" kata gw. "Tadi nggak kedengeran ya" Sebagai ucapan terimakasih gw ke
elo." "Bukan itu. Maksud gw, lo nggak takut yg lo lakuin tadi akan mengubah keadaan
kita?" "Yaelaah baru juga pipi. Lo terlalu mendramatisir," kata Meva lalu tertawa. "Gw
percaya lo kok Ri. Hal kecil kayak gitu nggak akan bikin lo antipati sama gw." HAL
KECIL kata lo?"" Gw diam. Lebih baik diam deh. Lalu gw tatap Meva. Sepertinya benar,
ciuman tadi hanya sebuah ungkapan terimakasih. Entahlah, dalam beberapa keadaan
wanita memang sulit dimengerti. Dalam hati gw berharap lo nggak akan nyakitin diri lo
lagi. Karena ngeliat lo sakit, itu akan bikin gw sakit juga... Part 30 Ciuman itu cukup
"mengganggu" gw. Malam setelah kejadiannya, gw nggak bisa tidur sepanjang malam!
Menjelang subuh baru bisa pejamkan mata. Dan bukan cuma itu, gw yg dulunya nyantai
sekarang mendadak jadi sedikit gugup saat ngobrol atau saat maen catur bareng Meva.
Gw merasa, entahlah mungkin ini cuma perasaan gw aja, beberapa kali Meva mencuri
pandang ke gw pas gw lagi nggak fokus ke dia. Gw canggung. Padahal Meva sendiri
nggak menunjukkan perubahan sikap apapun setelah hari itu seolah kecupan di pipi gw
hanya terjadi di dongeng anak-anak. Dia tetep Meva yg biasanya, bertindak semau
sendiri dan diktator ( gw suka banget nyebut kata ini, berasa keren ya?" ). Makanya
sekarang gw lagi berusaha menetralkan sikap gw, coz kayaknya dia tau perubahan
sikap gw ini. Nggak bisa dipungkiri, gw memang suka sama Meva. Sejak pertama dia
nyapa gw waktu itu, gw memang sering bermimpi bisa jadi cowoknya. Tapi ya itulah, itu
hanya sebatas mimpi indah buat gw, yg saat gw terbangun nanti mimpi itu akan
berakhir. Gw bisa aja ungkapkan perasaan gw ke dia, tapi gw takut itu bener-bener akan
mengubah keadaan kami. Gw nggak mau ini berakhir, berubah sedikitpun gw nggak
mau. Maka yg bisa gw lakukan hanyalah sebisa mungkin tetap terlelap dalam mimpi dan
berharap pagi nggak akan cepat datang..... "Ri, nyanyiin lagu dong buat gw?" kata Meva
sore itu. Gw dan Meva lagi maen catur. "Apaan" Orang lagi maen catur malah nyuruh
nyanyi," gw anggap ini permintaan teraneh dari dia. "Oh..gw tau, ini cuma trik lo doang
kan buat membuyarkan konsentrasi gw" Biar lo bisa menang." "Yaelah nggak pake trik
juga gw udah menang khan?" Gw nyengir malu. "Ya udah tuh giliran lo jalan," gw
menunjuk pion miliknya. "Enggak mau. Gw mau denger lo nyanyi." "Ah, gitarnya ada di
kamer Indra dan dia masih gawe. Kamernya dikunci. Bisa dimengerti Teh" Sok atuh
ayeuna jalankeun tah eta kuda na." Meva menggeleng. "Nggak mau," katanya menatap
gw penuh harap. "Lo nyerah nih?" gw bersiap mengambil bedak di bawah meja.
"Nyanyi dong...suara lo kan bagus tuh...gw sering denger lo nyanyi kok." "Tapi suara lo
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
lebih bagus." "Tau darimana" Gw nggak bisa nyanyi." "Lha, waktu itu khan
malem-malem lo nyanyi sambil gw maen gitar" Masa lupa sih?" Meva nampak berpikir.
"Anggep aja gw lupa deh," dia terkikih pelan. "Gw lupa sumpah." Gw gelengkan kepala.
Mungkin waktu nyanyi lagu Jamrud itu dia lagi nggak sadar kali ya" "Ya udah kalo lo
nggak mau nyanyi, gw mau tanya.." "Banyak banget mau lo!" "Iiih, gw belum selesai
ngomong juga," katanya sambil melotot. "Dengerin dulu gw ngomong." "Dasar tukang
maksa," gumam gw pelan. "Apa lo bilang tadi?" "Eh, gw nggak ngomong apa-apa kok.
Udah sok atuh mau tanya apa?" "Gini, gw mau tanya.." "Iya tapi mana
pertanyaannya?"" "ARI!!" Meva berteriak kesal. "Jangan potong omongan orang laah!"
"Hehehe..iya iya maap." Meva mencibirkan mulutnya kesal ke gw. "Emh...gini,
seandainya lo adalah cowok gw, lo akan nyanyiin lagu apa buat gw?" tanyanya. "Wah,
gw kan bukan cowok lo?" "Ini kan kita lagi berandai-andai!" "Iya iya, sewot mulu ah."
"Ya elonya sih ngeselin! Udah buruan jawab." Gw berpikir sejenak. Lalu gw teringat
sebuah lagu. "Mungkin The Pretenders yg judulnya I'll Stand By You," kata gw akhirnya.
"Oiya" Lagunya gimana sih?" Gw diam. "Tuh kan ujung-ujungnya tetep gw disuruh
nyanyi juga!" kata gw sadar. "Ya udah apa susahnya sih?" "Gitarnya di dalem kamer.
Males gw ngambilnya." "Ya udah atuh, acapella an aja." Gw menggeleng. "Please....."
pintanya merayu. "Sampe reff nya aja deh?" Gw mendengus keras. "Cuma sampe reff
doang lho," kata gw. "Iya nggak papa! Ayo buruan." Akhirnya gw ambil gitar dari kamar,
duduk menghadap Meva dan mulai bernyanyi sambil menghafal lirik yg hampir gw
lupa... Oh, why you look so sad" Tears are in your eyes Come on and come to me now
Don't be ashamed to cry Let me see you through 'cause I've seen the dark side too
When the night falls on you You don't know what to do Nothing you confess Could make
me love you less I'll stand by you I'll stand by you Won't let nobody hurt you I'll stand by
you So if you're mad, get mad Don't hold it all inside
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Come on and talk to me now Hey, what you got to hide" I get angry too Well I'm a lot like
you When you're standing at the crossroads And don't know which path to choose Let
me come along 'cause even if you're wrong I'll stand by you I'll stand by you Won't let
nobody hurt you I'll stand by you Take me in, into your darkest hour And I'll never desert
you I'll stand by you... Spoilerfor video: silahkan di buffer Hening... Meva menatap gw
sambil tersenyum. Gw juga diam menatap dia. Sampai gw lihat bahunya mulai bergetar.
Meva berkaca-kaca. "Sorry. Belum pernah ada yg nyanyiin lagu buat gw sebelum ini...."
kata Meva usapi airmatanya. "Lo yg pertama Ri. Nice song...." Gw tersenyum.
Menyandarkan gitar di dinding lalu mengetuk papan catur pelan. "Oke," kata gw. "Jadi
bisa kita lanjutin maennya?" Meva tersenyum. "Thanks .." Gw jawab dengan anggukan
kepala. Dan sore itu kami lanjutkan main catur sampe maghrib... Part 31 Rabu malam
yg gelap di bulan Mei.. Butiran-butiran air hujan mendadak turun dengan derasnya
mengguyur sebagian Karawang. Beberapa pengendara sepeda motor terpaksa
menepikan kendaraannya menghindari hujan, termasuk gw. Karena tanggung ada di
depan mall Ramaya*a maka gw memutuskan berbelok ke tempat parkir mall dan
berteduh di depan kaca-kaca besar mall yg menampilkan banyak model busana wanita
di baliknya. Balik gawe tadi gw mampir ke kosan temen di dekat stasiun Klari dan
pulangnya gw pinjam motornya karena gw memang nggak punya motor sendiri.
Rencananya motor akan dikembalikan besok pagi saat bertemu di kantor.
"Hufft....kenapa mesti ujan sih?" gw mendesah. Hp gw mendadak bergetar. Sms dari
Indra. 'Lu dimana" Jam segini belom balik. Tuh pacar lu nanyain mulu. Bosen gw
dengernya.' Gw tersenyum simpul. Lalu jari gw menari di atas keypad mengetikkan
pesan balasan yg menjelaskan posisi gw sekarang. Gw menatap sekeliling. Banyak juga
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
yg berteduh di sini. Ah, daripada bored di sini gw putuskan masuk ke mall sekedar
duduk di salahsatu kafe ditemani secangkir kopi hangat sambil menunggu hujannya
reda. Tapi nampaknya ini bukan mall seperti kebanyakan yg lain seperti di kota gw, ini
lebih tepat disebut swalayan khusus pakaian atau apalah itu namanya. Yg ada di sini
kebanyakan butik dan distro. Gw nggak menemukan kafe di sini. Di lantai dua pun
sama. Maka gw turun lagi dan bergegas hendak berdiri di luar seperti tadi. Mendadak
pandangan gw terpaku pada sebuah patung peraga busana yg dipajang di dalam
sebuah butik khusus pakaian wanita. Ada beberapa patung di dalam, tapi satu patung
berhasil membuat gw berhenti dan berdiri di depan kaca butik itu. Sebuah patung yg
dipasangi busana untuk wanita kelas atas di Jepang. Gw agak lupa nama butik itu, yg
jelas itu butik berlatar Jepang (namanya juga menggunakan kata di bahasa Jepang).
Segala busana yg ada di dalamnya juga nampaknya khas dan berasal dari negeri
sakura. "Maaf Pak, ada yg bisa saya bantu?" seorang SPG menyapa gw ramah dan
membungkukkan badan tanda penghormatan. "Ouwh, ngg....boleh saya liat-liat ke
dalem?" tanya gw. "Silakan Pak," dia membungkukkan badan lagi. Gw berjalan masuk
melewati wanita itu dan menuju patung yg menarik perhatian gw. Gw nggak tau model
pakaian yg dipakainya, yg sangat menarik minat gw adalah yg dipakai di kakinya :
stoking belang hitam putih. Gw tersenyum sendiri membayangkan, pasti cocok banget
kalau stoking itu dipakai Meva. SPG yg tadi menemui gw menghampiri. "Udah ada yg
dipilih?" tanyanya masih ramah. "Emh..apa tiap busana di sini dijual satu set"
Maksudnya, nggak boleh dibeli terpisah?" Wanita tadi melirik patung di depan gw. "Kalo
baju, harus dibeli satu set sama rok. Kecuali topi, tas, atau sepatu, boleh kok dibeli
terpisah." Gw tersenyum senang. "Termasuk stoking ini?" gw menunjuk kedua kaki
patung yg jenjang. "Iya, boleh. Mau yg ini Pak?" "Yupp," gw mengangguk senang. "Mau
ambil berapa?" "Satu aja deh." "Wah, nggak bisa kalo cuma satu. Minimal sepasang,
kanan sama kiri." "Lho, iya maksud saya satu pasang Mbak," ni SPG ngajak ribut kali
ya. "Oke, segera saya siapkan. Silakan menunggu di kasir, saya akan bawa notanya ke
sana." Dan sepuluh menit kemudian gw sudah kembali di luar, menatap rintikan hujan
yg mulai mereda. Tas kecil di tangan kanan gw genggam erat. Rasanya lama sekali
hujan reda. Setengah jam kemudian gw baru bisa balik. ... Gw baru selesai mandi dan
sedang menyisir rambut ketika pintu kamar terbuka lebar. Meva muncul dengan senyum
yg khas. "Kok baru balik?" tanyanya. "Laen kali ketuk dulu sebelum masuk," kata gw
ketus. "Kalo gw lagi telanjang gimana?"" Meva terkikih. "Kan lo lagi nggak telanjang?"
sahutnya dengan tampang innocent. Gw menggerutu pelan berusaha nggak terdengar
oleh Meva. "Udah makan belum?" tanyanya lagi. Gw menggeleng. "Nih," Meva
menunjukkan tangannya dari balik badannya. "Gw udah beli mie ayam favorit lo. Masih
anget nih." "Pas banget, gw lagi laper banget." "Gw taro di sini yah," diletakkannya
plastik hitam di atas kasur. "Lanjutin ganti bajunya deh." "Thanks Va," sahut gw. "Eh
tunggu bentar. Gw juga punya sesuatu buat lo." "Wah apaan tuh?" "Liat aja nanti," gw
bergegas membuka lemari mencari tas kecil tempat stoking yg gw beli tadi. Nggak ada
di sana. Tunggu dulu, gw lupa naroh di mana. "Kenapa?" tanya Meva. "Gw lupa tadi gw
simpen di mana ya?" gw garuk kepala mencoba mengingat-ingat. Rasanya gw yakin
sudah membawa itu ke dalam kamer gw. Tapi di mana ya?" Gw bingung. Kalap.
Jangan-jangan ketinggalan di mall! Omygosh...kok bisa sih gw ceroboh banget!!!
"Emang nyari apaan sih Ri?" tanya Meva lagi setelah gw membongkar hampir semua
barang di kamar. "Maaf Va, kayaknya gw lupa naro dimana," kata gw lemah. Meva
tersenyum. "Enggak papa kok," katanya. "Ya udah lo makan aja dulu."
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"Maaf yah?" Meva mengangguk lalu beranjak pergi. Huh, dasar gw bego! Kan malu gw!
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Huaah...besok gw beli lagi deh, gw janji nggak akan lupa lagi kayak sekarang... Part 32
"ehm, maaf yah tadi gw lupa naro euy..padahal udah seiya-iya beli juga," kata gw sambil
meletakkan bidak catur di petaknya. "emang lo beli apaan sih?" tanya meva penasaran.
"kayaknya serius banget?" "eh, enggak kok....bukan sesuatu yg penting juga sih,"
sergah gw. "cuma khan sayang ajah udah beli tapi malah ketinggalan. bego banget yah
gw?" "haha...itu mah emang dari dulu Ri," dan meva pun tertawa kecil. dia mulai
melangkahkan dua pion di depan raja dan kuda. "yeeey nggak gitu juga kali. tapi ya
udah deh biar aja, daripada ntar lo nggak suka mending nggak jadi." gw buka permainan
dengan melangkahkan pion di depan kuda. "yah itu mah elo nya aja emang nggak niat
ngasih. jangan-jangan lo malah belum beli apa-apa iya khan?"" "enak aja. enggak kok
gw beneran udah beli tadi." "emang apaan sih" gw jadi penasaran nih." "baguslah kalo
penasaran." "yeeeeeee bagus apanya?" dasar dodol lo." "itu artinya gw manis yah"
hehehe" meva sudah melangkahkan luncur hitamnya di tepi pertahanan gw. tapi gw bisa
menebak ke arah mana dia akan berjalan. gw majukan pion menutupi petak luncur
sekaligus mengancamnya. "nggak ada yg bilang begitu," dengus Meva. gw tertawa
lebar. "ekhem ekhem," indra muncul dari kamarnya dengan seragam lengkap. dia sudah
bersiap berangkat kerja. "deeeuuuuhhh yg lagi mesra-mesraan. hohoho" "sapa yg
mesra-mesraan?" tanya meva nyolot. "gw sama Ari?" beeuuh.....ogah banget gw.
hahaha" "emang lo pikir gw juga mau sama lo?"?" balas gw. "ouwh, ternyata begitu
yah cara kalian menunjukkan kemesraan di depan orang lain..dengan pura-pura
marahan dan jual mahal gitu. hehehe" gw perhatikan pipi meva memerah. dia malu
nampaknya. hehehe... "udah dul, kasian tuh si meva nya malu," kata gw. "udah
berangkat sana." "emmmmhhh....pengen gw cepet-cepet pergi yah?" indra memandang
gw sok ngerti. "iya iya gw cabut nih. selamat menikmati malam yg dingin yaah?" dan
indra pun turun ke tangga. gw baru sadar gw kena skak. "lho, kok bisa?"?"" tanya gw
heran. gw perhatikan lagi seisi papan. ada yg aneh, tapi gw nggak ngeuh apa yg
anehnya. "ya bisa lah...gw gitu loh." kata meva pongah. "tunggu tunggu, kok luncur lo di
petak item semua?"?"" gw menunjuk luncurnya. "loe curang!! ketauan nih!" meva
melongo. "eh, iya sorry gw salah ngelangkahin," dia menarik salahsatunya ke petak
putih lagi. "wah wah ternyata lo gitu ya maennya," kata gw. "pantesan lo sering
menang?" "eh, enggak gitu ya. gw beneran salah langkah kok ini. sumpah! jangan asal
nuduh lo yaa?" "ah, orang kalo ketauan boongnya pasti gini deh." "apaan" gw beneran
salah tadi mah. sebelum-sebelum ini enggak kok." dan setelah adu argumen selama
limabelas menit permainan dilanjutkan dengan gw harus lebih teliti melihat tiap langkah
pion meva. selama sepuluh menit pertama gw perhatikan saksama tapi ternyata
melelahkan juga. "skak," gw memakan pion milik meva dengan menteri gw. meva
terdiam. gw tunggu, dia masih diam juga. "wooii..." kata gw. "itu gw skak raja lo. malah
melongo loe." "eh, emh...sorry.........tiba-tiba ada yg kepikiran sama gw soalnya." "mikir
mulu cepet tua loh." meva mencibir. "lo ama gw tuaan lo kali?"" katanya. "gw lagi mikirin
tentang pion yg barusan lo makan nih." "yaelaah timbang pion kecil juga, dipikirin
banget. lo kan masih punya banyak serdadu." meva menggeleng. "justru itu Ri,"
katanya. "..........." "kok gw ngerasa hidup gw kayak pion ini yah?" dia mengangkat pion
yg tadi gw makan. "maksudnya?" gw nggak ngerti. "ya kayak yg lo bilang tadi, ini cuma
pion kecil..." lanjutnya. "nggak ada artinya. diremehin. nggak diterima keberadaannya
sama mereka yg lebih besar dari dia. baru sadar ternyata hidup gw juga gitu Ri. nggak
banyak yg mau nerima gw. gw selalu merasa kecil di depan orang lain, termasuk elo."
gw kernyitkan dahi. "kok lo bisa ngmong gitu?" komentar gw. "gw cuma ngomongin
kenyataan kok." mendadak sorot mata meva berubah sayu. "apa hidup gw terlalu salah
buat gw ya" mulai dari masa lalu gw sampe keanehan yg gw miliki. semua nggak bisa
diterima gitu aja sama orang lain." "sorry, tapi gw nggak paham yg lo omongin." "bukan
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
apa-apa kok. lagian juga belum saatnya lo tau tentang ini." "oke lo bilang mereka nggak
nerima lo, tapi kan lo punya gw" gw nggak pernah mempermasalahkan masa lalu kan"
karna gw juga nggak tau." "nah, itu dia. karena lo nggak tau makanya lo bisa nerima gw.
lain halnya kalo lo tau, mungkin akan beda keadaannya." gw diam, mencoba mencari
pembenaran dari kalimatnya. "emang sih...kadang sesuatu itu tampak indah kalo kita
nggak tau apa di balik itu semua. tapi bukan berarti lo bisa nge judge bahwa orang akan


Sepasang Kaos Kaki Hitam Karya Pujanggalama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nggak nerima lo misalnya dia tau rahasia lo. buat gw, apapun dan gimanapun masa lalu
seseorang kemarin, yg gw liat adalah hari ini. karna semua akan selalu sulit kalo kita
cuma nilai dari masa lalu." giliran meva yg diam. matanya tetap sayu menatap pion yg
tadi. "gini deh Meva sayaang......" gw ambil pion yg sejak tadi dipandanginya. "pion ini,
memang nggak ada artinya saat ini." gw letakkan di salahsatu petak. "tapi kalo pion ini
bisa ngelewati semua ujian untuk bisa sampai di petak terakhir..." gw letakkan dia di
petak paling sudut di daerah pertahanan gw. "pion nggak berharga ini bisa
bermetamorfosa jadi benteng, kuda atau bahkan jadi menteri." dan gw mengganti pion
itu dengan menteri. meva masih diam. "sama kayak hidup kita," lanjut gw lagi. "kalo kita
bisa bertahan dan ngelewatin semua ujian dalam hidup, suatu saat nanti kita bisa jadi yg
lebih hebat dari mereka yg selalu merendahkan kita. kita bisa jadi sesuatu yg berarti
buat mereka juga, Va. lo harus tau itu...." meva masih diam, tapi perlahan sesungging
senyum merekah di bibirnya. "dan asal lo tau Va, gw nerima lo apa adanya kok,
gimanapun keadaan loe." meva malah tertawa. "bisa banget lo ngomongnya," kata dia.
"haduh kita lagi maen catur tapi kok malah jadi ngelantur gini yah" hehehe.." "ya elo
dulu sih yg ngajakin ngelantur." "tapi bener juga kata lo Ri," katanya lagi. "suatu hari
nanti gw akan tunjukkin ke lo, gw juga bisa kayak pion itu. gw akan jadi orang besar di
hidup gw!" "hemmm....baguslah kalo lo ngerti." "thanks Ri," dia menyodorkan tangannya.
"salaman dulu deh." "buat apa?" "biasanya orang-orang besar kayak bos gitu kan suka
salaman sama rekan bisnisnya" yah sebelum nasib gw sama kayak mereka, minimal
salamannya aja dulu deh." lalu kami berdua sama-sama tertawa. dan alih-alih main
catur, akhirnya malam itu kami malah ngobrol soal masa depan kami, tentang rencana
Meva setelah lulus kuliah nanti dan bagaimana nasib gw setelah
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
habis masa magang. banyak juga yg kami bicarakan. sedikit berkhayal dan hal nggak
penting juga memang, tapi seenggaknya sejak malam itu kami sadar bahwa ada hari
esok yg harus kami harapkan. dan sekecil apapun harapan itu, selalu ada mimpi yg bisa
mewujudkannya.... Part 33 Memasuki bulan September kami jadi lebih sebuk dari
biasanya. Indra baru saja naik jabatan jadi foreman di tempat kerjanya, lalu Meva yg
sekarang lagi giat-giatnya ngejar ketinggalan tugastugas yg dulu sempat terbengkalai.
Sementara gw sendiri, karena ini adalah bulan terakhir dari masa magang gw, jadi gw
sibuk "mencuri" penilaian baik dari para bos gw. Tapi bukn menjilat lho. Hehehe..... Gw
cuma berharap gw akan resmi jadi karyawan tetap di perusahaan gw sekarang karena
gw malas kalo mesti mengulang dari awal mencari kerja. Dan imbasnya adalah gw
sekarang jadi sering pulang malam karena lembur. Otomatis dengan kesibukan dari
masing-masing membuat kami jadi sedikit jarang bertemu. Gw yg dulunya tiap hari
menghabiskan malam dengan duduk menghadapi papan catur, sekarang pulang di
jam-jam biasanya gw sudah selesai main catur. Hampir tiap hari gw lihat kamar Meva
sudah gelap, dia pasti sudah tidur. Kalau sudah begitu gw juga biasanya langsung
beranjak tidur di kamar gw. Suatu malam gw menemui Meva sedang duduk di depan
kamarnya. Gw saat itu baru saja selesai lembur dan baru pulang jam setwngah delapan
malam. Meva langsung berdiri menyambut gw dengan teriakan nyaringnya memanggil
gw. "Arrriiiiiiii..............." gw yakin suaranya sampai terdengar ke bawah.
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"A-p-a-a-a-a-a-a-a-a-n?"?"?"" gw balas berteriak. "Baru pulang loe?"" dia berteriak lagi
masih dengan volume suara yg sama. "Apaan sih loe, kayak manggil orang di hutan
ajah,"kata gw memulai dengan suara yg normal. "Heehehehe.....enggak papa kok cuma
manggil ajah," dia cengingisan. "Kok udah balik jam segini?" "Napa" Gak suka loe kalo
gw balik?" jawab gw sambil berlalu ke dalam kamar. "Idiiiiih...............kok ngomongnya
gitu?" dia menyusul gw ke dalam kamar. Dia langsung ambrukkan diri di kasur. "Ya gw
heran aja coz akhir-akhir ini kan biasanya lo baliknya malem banget." "Biasa aja kali,"
kata gw. "Gw juga heran jam segini lo masih idup." Meva melempar guling ke gw. "Gw
nggak suka ngebo kayak lo," sergahnya. "Emang gw ngwbo yah?" "Begitulah. Lo kalo
ngebo kan udah susah banget tuh bangunnya." "Sekarang udah nggak lagi tau."
"Masih. Orang kalo gw bangun pagi aja kamer lo masih nutup?" "Itu karena gw udah
berangkat, dodol." "Jangan manggil gw "dodol"Emang napa?" "Nggak suka aja." "Nggak
sukanya kenapa?" "Nama gw kan bukan itu?"" "Emang gw manggil lo itu" khan gw
manggil lo "dodol"Aaaaarrrrrrghhhhhhhhhhhh.....ngomong sama lo kayak ngomong
sama tembok, suaranya mantul." "Ya bagus dong...biar ada echo nya." Meva mencibir.
Gw ambil kaos dan celana dari lemari lalu keluar. "Mau kemana lo?" tanya Meva. "Ke
kamer lo." "ngapain?" "Salin ganti baju. Masa gw mau ganti baju di depan lo?"" Meva
tertawa lebar. "Kan cuma ganti baju, bukan ganti celana?"" suara Meva terdengar jauh
karena gw sudah ada di kamernya. Dia lalu tertawa lagi. Gw kembali ke kamar gw
setelah selesai salin. "Udah makan lo?" tanya gw. "Belum," dia menggelengkan kepala.
"Sama gw juga belum. Mau makan malem bareng?" "Woow...lo ngajak gw dinner Ri?"
Gw kernyitkan dahi. "Iyah, gw mau ngajak lo candelight dinner di warung mie ayam. Lo
mau?" "Mau aja." Dia mengangguk mantap. "Lo mah dasarnya aja segala mau." Meva
terkikih pelan. Dia berdiri. "Ya udah sekarang berangkat." Katanya. "Kemana?" "Ya
makan lah. Kan lo tadi ngajakin dinner?" "hahaha... keren banget yah dinner di warung
mi ayam." "Buat gw, bukan di mana atau apa yg dilakukan, yg gw nilai. Tapi dengan
siapa kita melakukannya." Gw tertawa pelan. "Udah ah lo jago banget kalo ngeombal
kayak gitu." "Yeeeee.....sapa yg ngegombal" Orang gw cuma ngomong biasa kok" Lo
ngerasa kegombal yah" Hehehe..." "Enggak juga tuh." "Eh eh, gini ajah gini ajah, gw
punya ide," katanya semangat. Gw tau kalo Meva ngomong kayak gitu pasti ide yg
keluar adalah ide aneh. "Ide apaan lagi?" Dia tampak berpikir sebentar lalu tertawa
sendiri. "Gw punya permainan," katanya lagi. "Yg kalah nanti harus nraktir makan malem
ini." "Caranya?" gw kernyitkan dahi. "Ehem....jadi gini," dia mengetuk jidatnya dengan
telunjuk tanda dia sedan mencari kalimat yg pas untuk diungkapkan. "Judulnya lomba
ngerayu." Tuh kan pasti deh ide aneh!! "Dari namanya aja gw udah tau pasti
permainannya aneh," komentar gw. "emang iya aneh, kan biar lebih seru" Berani
enggak lo?" Gw mendengus pelan. Terus terang yg gw pikirkan adalah gimana caranya
malem ini makan gratis. "Gimana cara maennya?" tanya gw. "Sesuai namanya, kita
ngerayu, terus yg dirayu harus bales ngerayu lagi. Tapi yg nyambung lah.. kayak bales
pantun aja gitu. Yg balesannya nggak nyambung atau GR duluan, kita anggap dia kalah.
Gimana?" "Ide lo beneran aneh. Udah deh tinggal lo siapin duit buat makan porsi dua
orang." "Enggak mau! Kalo lo mau makan gratis, menangin dulu permainannya."
"Hadeuuh.....iya iya deh. Gw harus gimana?" kata gw kesal. "Lo rayu gw," entah kenapa
tapi gw merasa pandangan mata Meva seperti menantang gw. Dengan sedikit malas gw
tarik tangan Meva dan hampir memeluk dia sebelum sebuah tamparan mendarat di pipi
kiri gw. "Kok gw malah ditampar?"?"" gw sewot. "Ya elonya ngagetin gw! Kan gw
nyuruh lo ngerayu, bukan maen tarik terus peluk gitu aja!" "Itu kan cuma trik doang"
Bukannya cewek itu suka yah kalo dipeluk?" "Enggak! Gw nggak suka!" "Ya udah maap
kalo gitu," gw usapi pipi gw yg sakit. "lo sensian juga ternyata." "Iya iya gw minta maap."
Dia menatap gw melas. "Tadi cuma reflex kok." "Yah respek lo bagus kalo gitu."
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Rasanya rahang gw dislokasi nih. Gw dan dia diam. "Ya udah sok atuh sekarang
lanjutin, lo ngerayu gw." Dan setelah gw pastikan nggak akan ada lagi tamparan di pipi
gw, gw raih dan genggam kedua
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
tangan Meva. Dia menatap gw penuh pertanyaan apa yg akan gw katakan. Ah,
sial...mendadak otak gw nge blank. Entahlah tapi rasanya daah dalam tubuh gw
berdesir begitu cepat saat mata kami saling beradu pandang.
"I.....love.............you.................." setelah berpikir dan nggak menemukan alternative
lain untuk diucapkan akhirnya kalimat itu yg keluar dari mulut gw. Wow! Kayaknya gw
ngomong itu dari hati banget!! Eh, tapi nggak dink.... Eh, tapi iya sih! ah, tau deh!
".................." Meva tersenyum sebelum menjawab. "Itulah alasan kenapa gw ada di
sini," katanya. Ah, ini cewek pinter banget bikin gw melting!! Tapi sebisa mungkin gw
menahan bibir gw yg sejak tadi pengen nyengir. Dalam hati sebenernya gw geli sendiri.
Apa perlu yah ngelakuin hal bodoh macam ini?" "Jangan pergi..." lanjut gw. "Tanpa
kamu, hidupku seperti malam tanpa bulan...gelap banget..." "Kok gelap" Kan masih ada
bintang?" Duueeenggg......!! "Eh, ng......yaa karena......karenaaa........." gw bingung
jawab apa. "Karna bintang nggak pernah bisa bersinar seperti terangnya bulan. Ya,
ya....karna itu." Semoga jawaban gw nggak malu-maluin! Dia malah tersenyum lagi......
"Aku harus pergi Ri," kata Meva. "Tapi aku akan kembali sebelum kamu sempat
merindukan aku..." Hemmmph.............lagi-lagi gw speechless. "Tapi sayangnya gw
nggak akan rindu sama loe Va." Dan gw pun tertawa lebar. Mendadak raut wajah Meva
berubah. Dia langsung cemberut lalu mendorong gw ke belakang. "Apaan tuh?" Mana
ada orang ngerayu kayak gitu"!" katanya sewot. "Lo kalah!" "Enak aja!" balas gw nggak
kalah sengit. "Kan loe yg nggak bisa bales rayuan gw. Lo yg kalah!" "Ya abisnya mana
ada coba orang ngerayu malah becanda kayak gitu," Meva tetep ngotot. "Ya udah ya
udah....buruan makan lah, gw udah kelaperan daritadi nih." Kata gw lalu keluar kamar.
Meva menyusul gw dari belakang. "Jadi siapa yg bayar dunk?"" tanyanya. "Udah bayar
masing-masing ajah." "Lha terus yg tadi jadi gimana" Percuma doonk.......gw udah
capek-capek ngomong juga." Gw tertawa pelan. "Yaah seenggaknya sekarang gw tau
sesuatu tentang loe," jawab gw santai. "Tau apa?"" cecar Meva. dia berjalan di samping
gw. "Ya pokoknya gw tau deeh.." "Tau apa emangnya?"" kayaknya dia penasaran
banget.dia mulai menggoyang-goyang tangan gw. "Pokoknya ada aja!" gw tertawa dan
segera berlari sebelum cubitannya mendarat di tangan gw... Part 34 Akhirnya kontrak
magang gw berakhir dan kini gw berganti status jadi karyawan tetap. Nggak ada
perbedaan mencolok memang, tapi sekarang gw mulai memikirkan untuk membangun
kehidupan gw di kota ini. Keluarga di rumah menyambut kabar baik ini dengan antusias.
Mereka, terutama nyokap, meminta gw pulang sekedar bertemu dan sedikit syukuran.
Gw belum tau pasti bisa atau nggak nya, karna terkait jarak yg nggak memungkinkan gw
mudik memanfaatkan weekend yg cuma 2 hari. Maka gw sudah memutuskan
mengambil cuti pada akhir tahun nanti. Gw juga sudah kangen karena lebaran kemarin
gw nggak mudik. Dan nggak kerasa perkembangan karir masing-masing penghuni
kosan atas juga berkembang pesat. Indra sudah jadi foreman muda yg potensial. Baru
tiga bulan menempati posisi itu dia mulai dipertimbangkan untuk merangsek naik ke
supervisor. Keren! Kadang gw pengen seperti dia yg karirnya begitu cepat naik. Dan
Meva, dia tetap jadi mahasiswi yg rajin. Sejak terakhir dia menusukkan jarum ke tangan,
dia nggak pernah lagi melakukan hal-hal ekstrem. Yah minimal gw nggak pernah
memergoki dia melakukannya. Entah kalau di belakang gw seperti apa. Tapi gw nggak
melihat ada balutan perban di bagian tubuhnya, tanda dia nampaknya memang nggak
melakukan lagi kebiasaan anehnya. Dan satu malam menjelang penghujung
1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
Desember... Gw sedang membenahi pakaian yg akan gw bawa untuk pulang kampung
besok ketika pintu kamar terbuka dan masuklah Meva dengan senyum tipis seperti
biasanya. "Lo jadi balik besok?" tanyanya. Gw menoleh sebentar lalu mengangguk. Gw
masih berkutat dengan beberapa lembar pakaian di tangan gw. "Ini oleh-oleh buat
keluarga di rumah ya?" Meva menunjuk dua kardus kecil. "Iya," jawab gw pendek. Meva
berjalan dan duduk di dekat gw. Dia menatap gw seperti ada yg mau dibicarakan. "Enak
ya kayaknya mudik?" kata dia. "Emang lo ngga pernah mudik gitu Va?" tanya gw.
"Sampe sekarang sih belum." "Ya udah atuh balik.. Indra juga mau balik katanya pas
tahun baru. Lo bakal sendirian lho." Meva tersenyum lagi. "Gw udah biasa sendirian,"
katanya pelan. "Dan mungkin memang takdir gw buat selalu sendiri." "Emh..maaf. Gw
nggak bermaksud bikin lo ngerasa gitu. Gw cuma..." "Enggak papa nyantai aja lagi. Gw
bukan orang yg mudah tersinggung." "Iya tapi lo satu-satunya orang yg mudah banget
ngasih tamparan ke gw." Dia tertawa. "Enggak ah, baru juga sekali!" "Oiya" Kok kalo gw
liat dari hasil rekap punya pipi gw, hasilnya beda" Seenggaknya udah tiga kali gw
merasakan belaian lembut tangan lo." Meva nyengir. Dia mengusapi pipi gw tapi
buru-buru gw tepis. Gw takut tiba-tiba belaiannya berubah jadi tamparan keras yg bikin
gigi gw rontok. "Emang gw se mengerikan itu ya?" katanya. "Enggak kok gw cuma
waspada aja," tandas gw yakin. Gw sudah selesai mengepaki tas dan menaruhnya di
samping tumpukan kardus oleh-oleh. "Sip. Beres," gumam gw setelah mengecek lagi
persiapan balik besok. "Ri, berapa hari lo mudik?" tanya Meva. "Emmh..sampe tanggal 2
bulan depan. Sekitar seminggu lah." "Lama donk" Gw ngga ada lawan maen catur deh."
"Seminggu doank kok." Meva menyandarkan punggung ke dinding kamar. Dia menarik
nafas berat dan mengembuskannya pelan. "Lo kenapa Va?" tanya gw. "Kayaknya
malem ini mood lo jelek?" Meva menggeleng. "Enggak juga," jawabnya. "Gw cuma
sedih." "Sama aja dodol! Emang sedih napa" Kesepian ya ditinggal sama gw?" Meva
tertawa kecil. "Itu cuma salahsatunya aja." Gantian gw yg tertawa. "Lo pasti udah jatuh
cinta sama gw ya?" goda gw. Meva nyengir lebar. Kedua pipinya bersemu merah.
"Enggak ah. Gw takut patah hati kalo jatuh cinta sama lo." "Kenapa takut" Gw nggak
bakal nolak lo kok," ujar gw. "Kalo lo jadi cewek gw, minimal tiap hari gw akan dapet
makan gratis." "Kurang ajar! Cowo matre ya lo ternyata.." dia memukul bahu gw. Gw
tertawa. 1Sepasang Kaos Kaki Hitam - pujanggalama
"Emang kenapa sih lo sedih?" tanya gw lagi. "Besok malem Natal, Ri." Gw kernyitkan
dahi. "Kenapa mesti sedih" Bukannya lo seneng ya?" Meva menggeleng. "Ini Natal ke
tujuh yg harus gw lalui tanpa ada seorangpun di samping gw." "Hah" Kok bisa gitu?""
"Terlalu rumit buat gw ceritakan." "Oke, lo nggak perlu cerita sekarang. Tapi gw akan
dengan senang hati denger cerita lo nanti. Kapanpun lo mau cerita." Meva tersenyum
untuk kesekian kalinya. "Thanks Ri." Gw mengangguk. "No problem." Gw menggeliat
malas lalu rebahkan badan di kasur. "Va," panggil gw. "Boleh gw minta sesuatu?" "Iya?"
Kembalinya Sang Mumi 1 Pendekar Bayangan Sukma 1 Pedang Pusaka Dewa Matahari Pendekar Kelana 7

Cari Blog Ini